Anda di halaman 1dari 7

DISABILITAS DAN BENCANA

(Studi tentang Agenda Setting Kebijakan Pengurangan Risiko Bencana Inklusif


Bagi Penyandang Disabilitas di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, Indonesia)

Anang Dwi Santoso, Irwan Noor, Mochamad Chazienul Ulum


Jurusan Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang
E-mail: anang.d.santoso@gmail.com

Abstract: Disability and Disaster (Study About Policy Agenda Setting of Disability Inclusive Disaster Risk
Reduction in Kabupaten Klaten, Central Java, Indonesia). The Background of the research is problem which
experienced by pepole with disabilities in accesing disaster management after 5.9 SR earthquake in Klaten Distric.
The problem approved by BPBD Klaten then makes policy about disability inclusive disaster risk reduction. Reasons
behind wilingness of BPBD Klaten can describe by agenda setting theory. The result show that problem stream
began when the problems compete with the others to get government priorities and problem stream is end when
DPRD of Klaten District willing to make policy alternatives to solve this problem. The policy alternatives represent
that policy stream is began. The result of this process is policy of disability inclusive disaster risk reduction with two
based, it consist of ‘right on’ policy and ‘charity based’ policy. Both of them will be select on the political stream
process. The result of political stream process is ‘right on’ policy of disability inclusive disaster risk reduction.

Keywords: disability, inclusive, disaster risk reduction, agenda setting

Abstrak: Disabilitas dan Bencana (Studi tentang Agenda Setting Kebijakan Pengurangan
Risiko Bencana Inklusif Bagi Penyandang Disabilitas di Kabupaten Klaten). Penelitian ini
dilatarbelakangi oleh permasalahan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas pasca gempa 5.9
SR di Kabupaten Klaten. Permasalahan ini diterima oleh BPBD Kabupaten Klaten yang kemudian
membuat kebijakan pengurangan risiko bencana inklusif bagi penyandang disabilitas. Alasan
dibalik kemauan BPBD Klaten dapat dijelaskan menggunakan teori agenda setting. Hasil
penelitian menunjukkan problem stream dimulai dengan bersaingnya permasalahan ini dengan
permasalahan lainnya untuk mendapatkan prioritas pemerintah dan diakhiri dengan kesedian
DPRD Kabupaten Klaten untuk merekomendasikan kebijakan-kebijakan untuk mengatasi
permasalahan penyadang disabilitas dalam manajemen bencana. Munculnya alternatif-alternatif
kebijakan menjadi penanda mulainya policy stream. Hasil akhir dari policy stream adalah
kebijakan pengurangan risiko bencana inklusif yang berbasis right on dan charity based. Kedua
kebijakan tersebut kemudian masuk ke dalam political stream untuk memilih kebijakan yang tepat.
Kebijakan yang dianggap tepat oleh aktor-aktor yang terlibat adalah kebijakan pengurangan risiko
bencana inklusif yang berbasis right on.

Kata kunci: disabilitas, inklusif, pengurangan risiko bencana, agenda setting

Pendahuluan fasilitas dan layanan yang aksesibel di


Terdapat beberapa permasalahan yang pengungsian (Konsorsium Hak Difabel (2012,
dihadapi oleh penyandang disabilitas ketika h.23-27).
bertemu dengan bencana. Permasalahan tersebut Penyandang disabilitas bertemu dengan
terjadi pada setiap tahapan manajemen bencana. tantangan yang unik dalam setiap tahapan
Permasalahan tersebut antara lain: (1) belum manajemen bencana, hal yang terlihat adalah
maksimalnya program persiapan bencana yang gangguan fisik saja namun yang sebenarnya
sensitif penyandang disabilitas, (2) partisipasi terjadi adalah gangguan fisik, sosial, dan
penyandang disabilitas masih minim dalam ekonomi, hal tersebut diungkapkan oleh Raja dan
pendidikan pegurangan risiko bencana (PRB), Narasiman (2013, h.15). Gangguan sosial terjadi
(3) aksesbilitas penyandang disabilitas terhadap ketika lingkungan sosial dari penyandang
materi ajar/belajar PRB, (4) penyandang disabilitas tidak bisa mengakomodasi
disabilitas tidak bisa sepenuhnya bertindak cepat keberadaanya dan gangguan ekonomi adalah
dalam penyelamatan diri, (5) kurangnya permasalahan kemiskinan yang seringkali sudah
pendataan spesifik tentang identitas dan kondisi melekat pada dirinya.
penyandang disabilitas, dan (6) kurangnya

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 12, Hal. 2033-2039 | 2033
Permasalahan tersebut harus segera Jumlah penyandang disabilitas di Kabupaten
mendapatkan penyelesaian karena Indonesia Klaten adalah 11.116 yang tersebar di seluruh
telah meratifikiasi Convention on the Right of Kecamatan di Kabupaten Klaten sehingga dapat
Person With Dsability (CRPD) melalui Undang- dipastikan bahwa permasalahn yang dialami
Undang 19 Tahun 2011. Ratifikasi ini kemudian penyandang disabilitas dalam menghadapi
mengharuskan adanya pengakuan hak-hak bencana terjadi di setiap wilayah. Hal tersebut
penyandang disabilitas dalam setiap sektor salah menjadi salah satu alasan munculnya kebijakan
satunya adalah manajemen bencana. Peraturan PRB inklusif di Kabupaten Klaten.
Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Upaya memperjuangkan kebijakan PRB
penyelenggaraan penanggulangan bencana inklusif bukanlah upaya yang singkat. Upaya ini
menempatkan penyandang disabilitas sebagai bermula setelah Gempa 27 Mei 2006 yang
salah satu kelompok rentan. Partisipasi kelompok menyebabkan meningkatnya jumlah penyandang
rentan sangat diperlukan untuk membangun disabilitas di Kabupaten Klaten. Hal tersebut
kapasitasnya dalam menghadapi bencana, kemudian menghasilkan Peraturan Daerah
pernyataan tersebut diungkapkan oleh Newport Kabupaten Klaten Nomor 2 Tahun 2011 tentang
dan Jawahar (2003, h.33). Kesetaraan, Kemandirian, dan Kesejahteraan
Beberapa komitmen tersebut kemudian Difabel. Peraturan tersebut berisi tentang
memunculkan adanya tunturan PRB inklusif pengakuan hak antara penyandang disabilitas dan
bagi penyandang disabilitas. Andriani (2014, h.1) non disabilitas di semua sektor, salah satunya
PRB inklusif bagi penyandang disabilitas adalah manajemen bencana.
dirancang khusus untuk meningkatkan partisipasi Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik
penyandang disabilitas, yang seringkai menerima untuk melihat kemauan pemerintah Kabupaten
dampak bencana tidak sesuai dengan Klaten dalam menyelenggarkan kebijakan PRB
kapasitasnya dan kepentingaya serng diabaikan. inklusif dari sudut pandang Agenda Setting
Pada 2 April 2014 Kabupaten Klaten Kebijakan. Isu aksesbilitas penyandang
mengadakan kegiatan hearing untuk disabilitas dalam manajemen bencana telah
mengakomodasi kepentigan penyandang berhasil bersaing dengan isu-isu lain sehingga
disabilitas dalam manajemen bencana. Kegiatan menjadi proiritas pemerintah. Peneltian ini akan
ini merupakan salah satu upaya untuk menggambarkan agenda setting kebijakan PRB
mewujudkan PRB inklusif bagi penyandang inklusif melalui problem stream, policy stream,
disabilitas di Kabupaten Klaten. Hearing tersebut dan political stream.
dilaksanakan antara BPBD Kabupaten Klaten
dengan perwaku]ilan Disabled Person Tinjauan Pustaka
Organization (DPO). DPO tersebut antara lain: 1. Agenda Setting Kebijakan
Persatuan Penyandang Cacat Klaten (PPCK), Kingdon (1984, h.3) mendefinisikan
Ikatan Tuna Netra Muslim Indonesia (ITNMI) agenda setting sebagai “a list of subjects or
Klaten, Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni) problems to which government officials and
Klatenm dan Spinal Cord Injury (SCI) Klaten. people outside of government closely
Hasil dalam pertemuan ini adalah kepentingan associated with those officials, are playing some
penyandang disabilitas dalam mengakses serious attention to at any given time”.
manajemen bencana akan diakomodasi dalam Berdasarkan pendapat Kingdon tersebut dapat
dokumen-dokumen perencanaan penanggulangan disimpulkan bahwa agenda setting merupakan
bencana. subuah daftar subyek-subyek atau permasalahan-
Kabupaten Klaten merupakan salah satu permasalahan yang dibawa oleh pemerintah atau
kabupaten yang cukup rentan terhadap bencana. orang diluar pemerintah (yang dekat dengan
Berdasarkan Dokumen Rencana Penanggulangan pemerintah yang mengasosiasikan isunya untuk
Bencana Kabupaten Klaten Tahun 2014 Klaten diagkat pemerintah) dimana isu tersebut
setiap kecamatan di Kabupaten Klaten memiliki mendapatkan perhatian yang serius dalam waktu
potensi bencana yang mengakibatkan penduduk tertentu. Kingon (1984) kemudian menetapkan
disabilitas dan non-disabilitas mengalami tiga aliran untuk mempermudah menggambarkan
kerugian setiap tahunnya. Bencana yang hampir agenda setting.
terjadi setiap tahun adalah banjir, cuaca ekstrem
(puting beliung), kekeringan dan tanah longsor. a. Problem Stream
Selain itu terdapat pula bencana gempa bumi Agar sebuah isu dianggap sebagai
yang terjadi pada Tahun 2006 serta Erupsi permasalahan maka permasalahan ini harus
Gunung Merapi yang terjadi Tahun 2010. dirasakan oleh banyak orang teori tersebut
Setiap kecamatan di Kabupaten Klaten diungkapkan oleh Kingdon (1984, h.119). Aliran
memiliki potensi bencana masing-masing. permasalahan adalah hal-hal yang membuat

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 12, Hal. 2033-2039 | 2034
pemerintah tertarik untuk menanggapi sebuah disabilitas kurang cepat dan tepat dalam
isu. Permasalahan inilah yang akan berkompetisi membantu evakuasi; dan (4) Kurangnya
satu sama lain untuk dijadikan agenda pendataan yang spesifik mengenai identitas dan
pemerintah. Permasalahan yang diperhatikan kondisi penyandang disabilitas hal tersebut
sajalah yang akan di masukkan di dalam agenda diungkapkan dalam Konsorsium Nasional untuk
pemerintah. Hak Difabel (2012, h.23-27).
b. Pollicy Stream Menurut Andriani (2014, h.7-11) kegiatan
Kingdon (1984, h.51) menggambarkan dalam PRB Inklusif bagi penyandang disabilitas
aliran ini seperti “primeval soup”. Kingdon antara lain:
menganalogikan ide-ide atau solusi-solusi dari a. Situasi Sebelum Bencana
permasalahan mengambang saling bertemu dan Kegiatan yang seharusnya dilaksanakan
bergabung. Kemudian di dalam sup tersebut pada situasi sebelum bencana antara lain: (1)
terdapat makanan-makanan yang berenang. Koordinasi dan diskusi dengan
Makanan inilah yang kemudian disebut dengan komuitas/organiasi penyandang disabilitas terkait
policy entrepreneurs. Kingdon (1984, h.188) risiko bencana dan membuat persiapan apabila
mengungkapkan Policy entrepreneurs teradi bencana; (2) Membuat pemetaan
merupakan orang atau sekelompok orang yang kebutuhan panyandang disabilitas ada saat
mau menginvestasikan berbagai jenis bencana alam; dan (3) Melatih penyandang
sumberdaya dengan harapan kelak mendapatkan disabilitas dan kerabat terdekat tentang kegiatan
imbalan berupa kebijakan yang sesuai dengan PRB.
kepentingan mereka. b. Situasi Saat Bencana
c. Political Stream Kegiatan yang dilakukan pada situasi saat
Keberadaan faktor politik juag bencana antara lain: (1) Melakukan evakuasi
mempengaruhi agenda setting terutama pada isu bagi penyandang disabilitas untuk menjauh dari
yang berkembang. Beberapa kondisi yang dapat lokasi bencana; (2) Mengevakuasi penyandang
memberikan pengaruh adalah adanya perubahan disabilitas yang ditinggal oleh keluarganya saat
mood nasional, hasil pemilu, distribusi ideologi terjadi bencana; (3) Menampung di pengungsian;
dalam lembaga perwakilan, serta peran dari (4) Membawa korban ke rumah sakit; (5)
berbagai kelompok kepentingan yang berhasil Melakukan pendataan dan penilaian; (6)
atau gagal mengarahkan permintaan kelompok Memberikan konseling; dan (7) Memberikan
kepentingan terhadap pemerintah pernyataan terapi.
tersebut diungkapkan oleh Kingdon (1984, h.19). c. Early Recovery
2. Pengurangan Risiko Bencana Inklusif bagi Early recovery dalam PRB inklusif bagi
Penyandang Disabilitas penyandang disabilitas antara lain: (1)
PRB Inklusif merupakan PRB yang Melibatkan diri secara aktif dalam posko
dirancang secara khusus untuk meningkatkan pemberian layanan dalam bencana dan (2)
partisipasi dan melindungi hak kelompok rentan Pemberian pelatihan penyelamatan diri bagi
bencana. Kelompok rentan bencana tersebut penyandang disabilitas.
adalah penyandang disabilitas, lansia, ibu hamil, d. Rehabilitasi dan Rekonstruksi
perempuan, dan anak-anak, hal tersebut Kegiatan dalam rehabilitasi dan
diungkapkan oleh, Andriani (2014, h.1). Latar rekonstruksi antara lain: (1) Melaksanakan
belakang adanya PRB inklusif bagi penyandang penilaian kebutuhan untuk rehabilitasi dan
disabilitas dikarenakan penyandang disabilitas rekonsiliasi dalam bidang ekonomi dan sarana
yang menerima dampak bencana tidak sesuai prasarana; (2) Konseling bagi penyandang
dengan kapasitasnya. Kepentingannya sering disabilitas untuk meminimalisir trauma; (3)
diabaikan dan tidak terpenuhinya hak asasi Asistensi activity daily living serta sosialisasi
manusia. kepada masyarakat; dan (4) Asistensi
Permasalahan penyandang disabilitas dalam pemberdayaan ekonomi.
mengakses manajemen bencana antara lain: (1) 3. Pemikiran Ulang Tentang Disabilitas
Kurang adanya program persipan bencana yang Entah dari mana istilah penyandang
sensitif bagi penyandang disabilitas; (2) disabilitas pertama kali muncul, yang jelas
Kurangnya aksesabilitas informasi dan materi kemunculan istilah ini kemudian seolah-olah
ajar/belajar terkait dengan PRB. Informasi yang membawa kesepakatan bahwa penyandang
tersedia kurang dapat diakses oleh penyandang disabilitas dianggap sebagai kelompok yang
disabilitas dengan kriteria tertentu seperti, tuna rentan, lemah dan tidak berdaya. Pandangan
netra, gangguan intelektual, dan tuna rungu; (3) inilah yang kemudian banyak disepakati oleh
dalam tindakan penyelamatan ketika terjadi masyarakat. Istilah ini ternyata memiliki peranan
bencana, lingkungan terdekat penyandang yang sangat penting dalam mengonstruksi

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 12, Hal. 2033-2039 | 2035
pemahaman, pernyataan tersebut diungkapkan diutarakan oleh pemicu isu adalah isu tentang
oleh, Syafi’ie (2014, h.3). Konstruksi ini pelanggaran hak asasi manusia yang selama ini
kemudian membawa persepsi dan perilaku yang memang banyak terjadi di Kabupaten Klaten.
berbeda-beda. Istilah yang sering digunakan Embrio awal dari kebijakan PRB inklusif bagi
antara lain, penyandang cacat, penyandang penyandang disabilitas adalah pelanggaran hak
disabilitas, dan difabel. Dalam realitanya asasi manusia dalam manajemen bencana
penyandang disabilitas adalah sama dengan non sehingga pemicu isu menuntut adanya kebijakan
disabilitas apabila diberikan fasilitas yang adil. yang mampu melindungi hak-hak penyandang
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 disabilitas dalam manajemen bencana.
tentang Penyandang Cacat membangi tipe Isu aksesbilitas penyandang disabilitas
disabilitas menjadi tiga kelompok (a) disabilitas dalam mengakses manajemen bencana muncul
fisik; (b) disabilitas mental; dan (c) disabilitas setelah Gempa Tektonik sebesar 5,9 SR yang
fisik dan mental. Disabilitas disebabkan karena melanda Kabupaten Klaten pada 27 Mei 2006.
terjadi gangguan tertentu pada bagian peralatan, Proses agenda setting dimulai dari tertangkapnya
saraf, struktur tulang sendi, otot serta isu oleh triggering device. Triggering device
metabolisme tubuh yang tidak memiliki fungsi dalam kebijakan ini adalah ASB Indonesia.
sebagai mestinya. Terdapat beberapa penyebab Sebagai NGO yang memang bergerak dalam hal
terjadinya disabilitas. Disabilitas bisa ini, ASB Indonesia kemudian melakukan proses
dikarenakan faktor keturunan penyakit ataupun penyadaran terhadap apa yang sebenarnya dirasa
kecelakaan, kelalaian manusia dan bencana alam. oleh penyandang disabilitas melalui focus group
discussion dan capacity building tentang
Pembahasan pengurangan risiko bencana inklusif bagi
Kebijakan PRB inklusif bagi penyandang penyandang disabilitas.
disabilitas merupakan buah perjuangan dari Kegiatan ini juga merupakan metode
usaha yang telah dilakukan semenjak tahun perluasan isu yang dilaksanakan oleh ASB
2006. Kebijakan PRB inklusif merupakan salah Indonesia. Isu ini kemudian ditangkap pula oleh
satu kebijakan yang diatur dalam Perda pemerintah dengan perantara ASB Indonesia.
Kabupaten Klaten Nomor 2 Tahun 2011 tentang Peran ASB Indonesia hanya sebatas perantara
Kesetaraan, Kemandirian dan Kesejahteraan karena proses advokasi diserahkan sepenuhnya
Difabel. Kebijakan ini juga diperjuangkan kepada DPO. Kegiatan ini ternyata juga
bersama kebijakan-kebijakan lainnya seperti ditangkap oleh media massa kemudian
pendidikan inklusif dan pembangunan diberitakan. Pemberitaan inilah yang kemudian
infrastruktur yang mudah diakses oleh meluas ke publik. Publik kemudian merasa
penyandang disabilitas. simpati terhadap permasalahan ini.
Walaupun perda tersebut sudah mengatur Perjalanan penyampaian isu-isu tersebut di
kebijakan untuk penyandang disabilitas semenjak atas, untuk sampai pada agenda pendefinisian
tahun 2011 namun BPBD Kabupaten Klaten baru permasalahan bukanlah hal yang bersifat linier.
merespon kebijakan ini pada Tahun 2015. Klaten Selain upaya formal (aboveground movement)
menjadi salah satu kabupaten yang pertama terdapat pula upaya-upaya gerakan bawah tanah
membuat kebijakan PRB Inklusif bagi (underground movement) yang dilakukan oleh
penyandang disabilitas. DPO dalam memicu rasa empati DPRD
Alasan-alasan dibalik Pemerintah Kabupaten Klaten terhadap isu ini. Kedua upaya
Kabupaten Klaten dalam merespon kebijakan ini tersebut baik abovebround ataupun underground
dapat diketahui melalui agenda setting movement berjalan beriringan dan saling
kebijakan. Menganalisis proses agenda setting melengkapi satu sama lain.
kebijakan dilakukan dengan melakukan Tahapan setelah isu-isu diterima oleh
pengamatan terhadap perjalanan sebuah isu pembuat kebijakan adalah pendefinisian
sampai akhirnya berada di tangan pemerintah. masalah. Penerimaan isu mengindikasikan
Agenda setting kebijakan merupakan tahapan ketertarikan pembuat kebijakan untuk membuat
yang krusial karena menyangkut dengan isu tersebut berkurang bahkan selesai melalui
pendefinisan problem, pembuatan daftar serangkaian kebijakan. Secara formal maslah
proposal dan pemilihan kebijakan yang tepat. dapat diartikan sebagai suatu kondisi atau situasi
1. Problem Stream atau kondisi yang dihadapi oleh seseorang atau
Isu merupakan embrio awal bagi kelompok yang menimbulkan kebutuhan atau
munculnya permasalahan publik, masalah publik ketidakpuasan pada sebagian orang
ini apabila menarik bagi pemerintah akan menginginkan pertolongan atau perbaikan, hal
dijadikan sebagai agenda kebijakan, hal tersebut tersebut diungkapakan oleh Winarno (2007,
diungkapkan Winarno (2007, h.79). Isu yang h.70). Mengacu pada definisi tersebut masalah

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 12, Hal. 2033-2039 | 2036
yang dialami penyandang disabilitas sehingga perjuangkan oleh masing-masing aktor kemudian
menghasilkan kebijakan PRB inklusif adalah diseleksi melalui beberapa kriteria. Kriteria
masalah ketidakpuasan terhadap serangkaian tersebut adalah: (a) mudah dipahami, (b)
mekanisme manajemen bencana yang tidak kompatibel dengan nilai-nilai dominan di
mudah diakses oleh penyandang disabilitas. masyarakat, dan (c) mampu mengantisipasi
Permasalahan yang dialami penyandang permasalahan dimasa depan.
disabilitas dalam manajemen bencana di Kesepakatan kebijakan tersebut tercapai
Kabupaten Klaten adalah sebagai berikut: dengan upaya yang tidaklah mudah. Sebelum
a. Kepastian data statistik penyandang sampai pada pada tahap ini terdapat dua kubu
disabilitas di Kabupaten Klaten dalam mendefinisikan kebijakan yang tepat bagi
b. Belum adanya mekanisme penilaian penyandang disabilitas untuk mengakses
kerentanan berdasarkan jenis disabilitas di manajemen bencana yang aksesibel. Kedua kubu
Kabupaten Klaten tersebur sebenarnya telah bersepakat
c. Proses perencanaan manajemen bencana bahwasannya permasalahan ini memang
yang belum melibatkan penyandang memerlukan sebuah kebijakan untuk
disabilitas menanganinya. Perbedaanya adalah pada sudut
d. Belum adanya pengembangan kapasitas bagi pandang untuk memberikan kebijakan apa yang
penyandang disabilitas dalam manajemen tepat untuk penyandang disabilitas.
bencana a) Perbedaan Pendapat tentang Kebijakan
e. Proses evakuasi yang tidak sesuai dengan yang Tepat Bagi Penyandang Disabilitas
prosedur Kubu pertama adalah kubu yang
f. Aksesibilitas TPA dan TPS berpandangan bahwa disabilitas adalah sebuah
g. Konseling untuk mengurangi trauma terhadap ketidakmampuan dalam menjalankan apapun.
bencana Kubu ini adalah kubu yang memiliki pandangan
h. Penilaian kerugian ekonomi akibat bencana bahwa penyandang disabilitas adalah manusia
alam yang perlu dikasihani. Pandangan kubu ini akan
i. Asistensi pemberdayaan ekonomi dan activity menghasilkan kebijakan charity based. Charity
daily living based akan menghasilkan program-program yang
j. Koordinasi dan komunikasi antar SKPD isinya hanya untuk mengasihani saja seperti
2. Policy Stream program bantuan sosial, pemberian kursi roda,
Proses policy stream menurut Kingdon dan lain sebagainya. Pemberian program-
(1984, h.195) dimulai ketika masalah yang program ini sebenarnya tidak salah, hanya saja
berasal dari problem stream akan dicoba untuk program ini juga perlu diimbangi dengan adanya
diselesaikan melalui kebijakan. Sesuai dengan kesadarah bahwa penyandang disabilitas dan non
definisi tersebut policy stream dalam kebijakan disabilitas adalah sama. Aktor-aktor yang
PRB inklusif akan menggambarkan serangkaian memiliki pandangan ini biasanya perlu
pertentangan dan tarik ulur kepentingan dari mendapatkan disability awarenes untuk
masing- masing aktor untuk memperjuangkan meningkatkan kesadaran dan pemahaman
jawaban atas permasalahan penyandang tentang disabilitas.
disabilitas dalam mengakses manajemen Kubu yang kedua adalah kubu yang
bencana. Hal tersebut terjadi karena masing- berpandangan bahwa disabilitas dan non
masing aktor juga memiliki jawaban atas disabilitas adalah sama-sama manusia dan sama-
masalah tersebut. sama memiliki kemampuan yang sama jika
Semakin banyak aktor yang terlibat maka diberikan fasilitas yang adil. Pandangan kubu ini
akan semakin banyak wacana kebijakan yang akan menghasilkan kebijakan right on.
muncul. Aktor-aktor yang merekomendasikan Kebijakan right on adalah kebijakan yang tepat
kebijakan akan merekomendasikan pula sumber dan adil karena memberikan fasilitas yang sama
pendanaan. Inilah yang kemudian disebut dengan berdasarkan asas keadilan. Contoh dari kebijakan
policy entrepreneurs. Hasil dalam proses ini yang dihasilkan pada kubu ini adalah kebijakan
adalah daftar proposal kebijakan. Daftar proposal untuk mendorong keterlibatan penyandang
tersebut kemudian akan dipilih beberapa atau disabilitas dalam merencanakan dokumen-
salah satu dalam political stream. dokumen dalam manajemen bencana serperti
Primeval soup seperti yang diungkapkan rencana operasional, rencana kontigensi dan
Kingdon (1984, h.51) juga terjadi dalam proses dokumen rencana penaggulangan bencana.
policy stream dalam Kebijakan PRB Inklusif. Kebijakan yang dihasilkan oleh kubu ini adalah
Primeval soup merupakan pertemuan antara ide- kebijakan yang berlandasakan pada twin track
ide yang saling mengambang kemudian approach, yang mengusahakan adanya
bergabung. Kebijakan-kebijakan yang di persamaan untuk memperoleh fasilitas apapun

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 12, Hal. 2033-2039 | 2037
dan mendorong adanya keberdayaan penyandang agar kelompok-kelompok yang belum memiliki
disabilitas dalam semua aspek kehidupan. Kubu disability awareness memiliki kesamaan persepsi
ini dianggap menghasilkan kebijakan yang tepat dalam memandang disabilitas. Kesamaan
karena kubu ini sudah memiliki disability persepsi inilah yang menjadi tujuan akhir dari
awareness. proses lobbying yang dilakukan.
Hasil dalam policy stream adalah daftar- Underground movement juga terjadi dalam
daftar proposal. Daftar-daftar proposal yang ada proses stabilisasi “kebijakan yang tepat” agar
dalam proses ini adalah proposal dari kebijakan wacana untuk membuat kebijakan tersebut tetap
yang berpandangan charity based dan daftar ada dalam agenda sidang. DPO kemudian
proposal dari kelompok yang berpandangan melakukan berbagai macam desakan baik kepada
charity based. Proposal yang yang akan dipilih anggota DPRD ataupun kepada anggota Partai
dan dirasa tepat dalam proses agenda setting Politik. Desakan tersebut dilaksanakan agar
kebijakan PRB inklusif akan ditentukan dalam kebijakan yang diinginkan oleh DPO tidak keluar
political stream. dari jalurnya.
b) Policy Entrepreneurs 3. Political Stream
Kingdon (1984, h.188) menyebutkan bahwa Daftar-daftar proposal kemudian akan
terdapat pula policy entrepreneurs yang masuk kedalam political stream hal tersebut di
merupakan kelompok-kelompok yang akan ungkapkan oleh, Kingdon 1984, h.152). Proses
membiayai kebijakan ini.Policy entrepreneurs political stream merupakan proses pemilihan
dalam kebijakan ini adalah Pemerintah alternatif kebijakan sesuai dengan kebutuhan dan
Kabupaten Klaten. Program-program tersebut di kemampuan. Kingdon (1984:174)
atas kemudian dianggarkan dalam APBD Tahun mendefinisikan coupling adalah pertemuan
2015 dan kemungkinan akan diteruskan pula antara permasalahan dan solusi yang tepat,
pada Tahun 2016. Alasan Pemerintah Kabupaten coupling terjadi ketika bergabunya antara aliran
Klaten bersedia membiayai kebijakan ini adalah permasalahan, kebijakan, dan politik.
karena kebijakan ini memang tanggung jawab Coupling dalam kebijakan ini terjadi pada
dari pemerintah sehingga memang harus benar- saat aliran politik. Pertemuan antara
benar di laksanakan agar masalah yang permasalahan penyandang disabilitas dalam
berhubungan dengan kebijakan ini dapat mengakses manajemen bencana yang sesuai
diselesaikan. dengan kebutuhannya dengan kebijakan PRB
Program-program yang dilaksanakan oleh inklusif terjadi ketika proses aliran politik.
LSM dan NGO sama-sama bertujuan untuk Dalam aliran kebijakan aktor-aktor
menciptakan pengurangan risiko bencana yang mendefiniskan beberapa jawaban untuk
inklusif bagi penyandang disabilitas. Program- mengatasi permasalahan tersebut, sehingga
program yang diselenggarakan oleh NGO juga munculah dua kebijakan alternatif, yaitu
memiliki policy entrepreneurs. Sumber kebijakan yang berpandangan right on dan
pendanaan LSM dan NGO tersebut berasal dari kebijakan yang berpandangan charity based.
lembaga donor Internasional seperti AusID, The Menyamakan persepsi aktor-aktor untuk
Asia Foundation, dan lain sebagainya. Lembaga mencapai kebijakan yang berpandangan right on
donor internasional tersebut memiliki berbagai diperlukan upaya yang tidak mudah. Setidaknya
macam kepentingan dalam program ini. harus dilaksanakan penjelasan tentang disability
c) Underground dan Aboveground Movement awareness kepada kelompok yang berpandangan
dalam Policy Streams charity based sehingga kelompok tersebut
Abovement movement terjadi dalam proses memiliki disability awarensess dan mengerti apa
sidang penetuan bahwa kebijakan yang tepat sebenarnya masalah dan jawaban atas masalah
adalah kebijakan yang berprinsip right on. yang tepat dalam kasus ini. Hasil akhir dari
Perjalanan menuju perolehan kebijakan ini perundingan ini adalah bertemunya masalah
tidaklah berlangsung linier karena kelompok- tersebut dengan kebijakan PRB inklusif bagi
kelompok yang berpandangan right on perlu penyandang disabilitas sehingga terjadilah
meyakinkan kelompok-kelompok yang coupling. Dengan disepakatinya kebijakan PRB
berpandangan charity based. Maka dari itu inklusif sesuai dengan pandangan kelompok
terjadilah proses underground movement untuk yang berpandangan right on maka terbukalah
meyakinkan kelompok yang belum jendela kebijakan. Hal tersebut sesuai dengan
berpandangan right on. pernyataan Kingdon (1984, h.193) Jendela
Lobbying juga dilakukan oleh kubu yang kebijakan akan terbuka apabila solusi yang
berpandangan right on kepada kubu yang disukai oleh kelompok kepentingan telah
berpandang charity based. Proses lobbying juga ditemukan.
disisipkan materi tentang disability awareness

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 12, Hal. 2033-2039 | 2038
Kesimpulan Hasil akhir dari policy stream adalah
a. Problem stream dimulai dengan bersaingnya kebijakan pengurangan risiko bencana
permasalahan ini dengan permasalahan inklusif yang berbasis right on dan charity
lainnya untuk mendapatkan prioritas based.
pemerintah dan diakhiri dengan kesedian c. Kedua kebijakan tersebut kemudian masuk
DPRD Kabupaten Klaten untuk kedalam political stream untuk memilih
merekomendasikan kebijakan-kebijakan kebijakan yang tepat. Kebijakan yang
untuk mengatasi permasalahan penyadang dianggap tepat oleh aktor-aktor yang terlibat
disabilitas dalam manajemen bencana. adalah kebijakan pengurangan risiko bencana
b. Munculnya alternatif-alternatif kebijakan inklusif yang berbasis right on.
menjadi penanda mulainya policy stream.

Daftar Pustaka
Andriani, Nurul Saadah. (andriani@asbindonesia.org) 13 Oct 2014. Re: Request of Paper and/or Power
Point for Seminar Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana. Email to
anang.d.santoso@gmail.com
ASB Indonesia. (2014) Partisipasi Penyandang Disabilitas Dalam Diskusi RPBD [Internet], 18
November 2014 Avaliable from <www.asbiindonesia.org> [Accessed 18 November 2014]
BPS Klaten. 2013. Klaten dalam Angka. Klaten, BPS
Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi. (2013) Penyandang Disabilitas Kabupaten Klaten.
Klaten, Dinsosnakertrans
Handicap International. (2005) A Basis Guide TO Disability and Disaster Risk Reduction. Makati
City, Handicap International
Kingdon, John W. (1984) Agendas, Alternatives, and Public Policies. Boston, Little Brown
Konsorsium Nasional Hak untuk Difabel. (2012) Membangun kebijakan publik pro penyandang
disabilitas. Jakarta, tidak diterbitkan
Newport, Feyanth K., Godfrey G.P. Jawahar. (2000). Community participation and public awareness in
disaster mitigation. Disaster Prevention and Management, 12(1). January, pp 33-36
Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Klaten Nomor 2 Tahun 2011 tentang Kesetaraan,
Kemandirian dan Kesejahteraan Difabel Klaten, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten
Klaten
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (
Jakarta, Badan Penanggulangan Bencana Nasional
Raja Deepti Samant dan Nirmita Narasimhan. (2013) Incusive disaster and emergency management
for person with disabilities a review of need, challengesm effective policies, and practices.
Bangkok, The Centre for Internet and Society
Syafi’ie, Muhammad. (2014) Kompleksitas Persoalan Difabel Berhadapan Dengan Hukum.
Yogyakarta, SIGAB
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2011 tentang pengesahan Convention on The Rights of Persons
With Disabilites Jakarta, Kementrian Sosial Republik Indonesia
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat Jakarta, Kementrian Sosial
Republik Indonesia
Winarno. Budi. (2007) Kebijakan Publik teori dan proses. Jakarta, Media Presindo

Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 3, No. 12, Hal. 2033-2039 | 2039

Anda mungkin juga menyukai