Anda di halaman 1dari 61

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : By. Ny. M.M
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 0 hari
Berat Lahir : 1890 gram
Panjang Badan : 43 cm
Apgar Score : tidak dapat dinilai
Tanggal Lahir : 19 November 2017
Nomor Rekam Medik : 45 86 73
Tanggal MRS : 09 Mei 2019
Alamat : Dok VIII
Nama Orang Tua
Ayah : Tn. B
Ibu : Ny. M.M
Umur Orang Tua
Ayah : 20 tahun
Ibu : 19 tahun
Pekerjaan Orang Tua
Ayah : Mahasiswa
Ibu : IRT
Tanggal Pemeriksaan : 17 Mei 2019

1
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Retraksi ringan (+); sesak (+); Hipotermi (+)

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien merupakan bayi yang lahir secara spontan di luar RS (dalam mobil) saat dalam
perjalanan ke IGD Bersalin RSUD Jayapura tanggal 09 Mei 2019, jam ± 00.40 WIT.
Bayi lahir secara spontan dengan pertolongan keluarga dengan berat lahir 1890 gr,
panjang badan 43 cm, jenis kelamin perempuan, Tunggal, Hidup.
Menurut keluarga, bayi lahir langsung menangis, tangis kuat dan gerak cukup. Ketuban
pecah ± 15 menit sebelum bayi lahir (jam ±.00.20 WIT), warna mekoneal dan berbau.
Placenta lahir lengkap. Tali pusar tampak layu warna kekuningan.

3. Riwayat Keluarga
Di dalam keluarga tidak ada yang mengalami riwayat kelahiran seperti yang dialami
pasien. Riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, jantung, penyakit keganasan,
kelainan mental disangkal, tapi gangguan pernapasan seperti asma (+) dari Kakek pihak
ibu.
Riwayat ibu diabetes melitus, hipertensi, jantung, gangguan pernapasan seperti asma,
penyakit keganasan disangkal oleh ibu. Riwayat konsumsi alkohol (+), rokok(-), pinang
(+).
Riwayat Ayah diabetes melitus, hipertensi, jantung, gangguan pernapasan seperti asma,
penyakit keganasan disangkal oleh ayah. Riwayat konsumsi alkohol (+), rokok(+)
berhenti sejak 4 tahun lalu, pinang (+).

2
4. Riwayat Sosial Ekonomi
Ibu bayi berusia 19 tahun anak ke 7 dari 10 bersaudara dan bekerja sebagai ibu rumah
tangga.
Ayah bayi berusia 20 tahun, anak ke 5 dari 9 bersaudara dan bekerja mahasiswa
diperguruan swasta.
Tinggal bersama keluarga dari ibu di luas rumah 10 x 20 m, berisi 10 orang dengan ruang
nonton 1 dengan ventilasi, kamar 3 tanpa ventilasi, dapur 1, kamar mandi 1, berlantai
semen dan tanah pada dapur dan halaman dengan luas 5 x 10 m.

3
5. Riwayat Kehamilan Ibu
Kehamilan ini merupakan kehamilan pertama. Tidak ada riwayat keguguran
sebelumnya. . HPHT ?- Oktober-2018 sehingga taksiran persalinan diperkirakan ?-Juli-
2019. Pemeriksaan antenatal hanya 2 kali pada usia kehamilan 3 bulan dan 5 bulan di
PKM Imbi dan dokter spesialis kandungan. Suntik TT 1x.
Menurut ibu dan ayah bayi, nutrisi selama kehamilan dirasakan kurang karena
jarang mengkonsumsi sayur-sayuran, daging dan tidak pernah konsumsi susu khusus ibu
hamil. Sebagai gantinya, hanya mengkonsumsi nasi, telur, makanan mie instant ( minimal
2 kali seminggu), minum-minuman berwarna dan dingin seperti extrajoss dan jasjus
hampir setiap hari. Sang ibu sempat minum segelas alkohol pada usia kehamilan 2 bulan
dan sering setiap harinya terpapar asap rokok dari Kakek (perokok aktif).

4
C. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 9 MEI 2019
Berat badan: 1.890 gram, panjang badan: 43 cm

Tanda-tanda Vital
Keadaan umum : gerak kurang
Denyut jantung : 140 x/menit
Frekuensi pernapasan :65 x/menit
Suhu badan : 36.0 ºC  37,5 (Infam warmer)
SpO2 : 96%
Kepala-Leher : Normochepal; konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), sianosis (-),
pernapasan cuping hidung (-), pembesaran KGB (-);
mata tertarik ke atas (upslanting)(+), lipatan epicanthal (+), titik – titik
Brushfield(-) tampak sela hidung yang datar (+), mulut yang mengecil
(+) dan lidah yang menonjol keluar (epicanthal folds) (+).
Kesan: Mongoloid face
Thorax : simetris, ikut gerak napas, SN bronkovesikuler (+/+), retraksi (+) ringan
pada daerah intercostae, Rhonki (+), Wheezing (-), BJ I-2 irreguler,
suara tambahan (+)
Abdomen : datar, supel, BU (+) 2-3x/menit, hepar: teraba 2 cm bawah arcus costa,
Lien : tidak teraba.
Umbilicus tampak layu warna kuning-kehijauan
Ekstremitas : akral dingin, CRT > 3”, anemis (-), ikterik (-), sianosis (-)

Skor Down
Pernapasan :1
Retraksi :1
Sianosis :0
Air Entry :0
Merintih :0 +
Total :2

5
Total New ballard score (NBS) = 35

6
7
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hasil pemeriksaan laboratorium


tanggal 9 Mei 2019
Pemeriksaan Hasil Satuan
Hematologi + Diff
Hb 15,1 g/dl
Leukosit (H) 155.870 /UL
HCT 43,2 %
Trombosit 292.000 /UL
Eritrosit 3.78 x 10^6 /UL
Hitung Jenis Leukosit
Sel Basofil (L) 0.0 %
Sel Eosinofil (L) 0.0 %
Sel Netrofil (L) 7.0 %
Sel Limfosit (H) 93.0 %
Sel Monosit (L) 0.0 %
Serologi
CRP Kuantitatif < 2.5 mg/dl
Hematologi
IT Ratio 0,13

E. DAFTAR MASALAH
 Neonatus Cukup bulan dengan Kecil Masa Kehamilan
 Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR)
 Sindrom Down

8
F. DIAGNOSIS KERJA
 NCB 38 minggu) / KMK / Spontan (partus luar RS) dengan Ketuban mekonial
 BBLR
 Sindrom Down

G. PENATALAKSANAAN
 Tindakan Resusitasi: pasang O2 nassal CPAP PEEP 7 FiO2 40%
 Hangatkan dan posisikan di infant warmer
 Perawatan rutin dan perawatan talipusat
 Ij. Hepatitis B0 0,5 mg i.m (paha kanan)
 Ij. Vit K i.m (paha kiri)
 Pasang OGT
 Kebutuhan cairan 60 x 1,89 = 113,4 cc / 24 jam
 Minum 8 x 10-15 cc = 80 cc
 Inj. Ampisilin 2 x 95 mg
 Inj. Gentamisin 9,5 mg/36 jam
 R/ periksa lab analisa darah (hasil terlampir #1.0)

H. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam

9
I. FOLLOW UP

Tanggal Catatan

Jumat, S: Sesak (-); Hipotermi (-); bengkak (+) dan kotoran mata (+) pada kedua mata
10/05/2019
O: Keadaan umum: gerak kurang, tampak tenang
HP 2 Kesadaran: compos mentis
U 1 hari
BBL : 1890 gr TTV:
BBS : 1890 gr HR : 140x/mnt SB: 36,8 oC
GDS: 89 g/dL R : 42x/mnt SpO2 : 98 %

Kepala-Leher:
Skor Down Normochepal; konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
F 0
Edeme palpebra (+) ODS, sekret (+) mukoid, hiperemis, krusta (-)
R 0
Mata tertarik ke atas (upslanting)(+), lipatan epicanthal (+), titik – titik
S 0
Brushfield(-); tampak sela hidung yang datar (+); mulut yang mengecil (+) dan
A 0
lidah yang menonjol keluar (epicanthal folds) (+). Kesan: Mongoloid face
M 0
Pernapasan cuping hidung (-), pembesaran KGB (-);
Total 0 Thorax: simetris, ikut gerak napas, SN bronkovesikuler (+/+), retraksi (+) ringan
pada daerah intercostae, Rhonki (+), Wheezing (-), BJ I-2 irreguler, suara tambahan
(+)
Abdomen: datar, supel, BU (+) 2-3x/menit, hepar: teraba 2 cm bawah arcus costa,
Lien : tidak teraba.
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 3”,
Kulit: anemis (-), sianosis (-) ekstremitas, ikterik (-)
A:

- NCB (38 minggu) / KMK / Spontan (partus diluar RS) dengan ketuban Mekonial
- BBLR
- Down Sindrome
- Konjungtivitis ODS
P:
- Hangatkan dan perawatan rutin
- Rawat tali pusat

10
- Pasang OGT
- Keb. cairan 80 x 1,89 = 151,2 cc
- Minum 8 x 20 cc
- Cadex 71,2/24 jam = 3 cc/jam
- Keb. Kalori (160x82 kkal) ÷ (100x1,89kg) = 69,41 kkal/kg/hr
- Inj. Bactecyn 100 mg/12 jam (H-2)
- Inj. Mikasin 100 mg/12 jam (H-2)
- Oxytetracyclin Zalf e.o
- R/ periksa lab analisa darah (hasil terlampir #1.0)
Sabtu, S: Sesak (-); Hipotermi (-); kuning (+); bengkak (+) , kotoran mata (+) pada kedua
11/05/2019 mata;

HP 3 O: Keadaan umum: gerak kurang, tampak tenang


U 2 hari Kesadaran: compos mentis
BBL : 1890 gr
BBS : 1940 gr TTV:
HR : 140x/mnt SB: 36,6 oC
GDS: 99 g/dL
Diuresis: 4.62 R : 50x/mnt SpO2 : 98 %
Ballance: -95,14

Kepala-Leher:
Skor Down
Normochepal; konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
F 0
Edeme palpebra (+) ODS, sekret (+) mukoid, hiperemis, krusta (-)
R 0
Mata tertarik ke atas (upslanting)(+), lipatan epicanthal (+), titik – titik
S 0
Brushfield(-), tampak sela hidung yang datar (+), mulut yang mengecil (+) dan
A 0
lidah yang menonjol keluar (epicanthal folds) (+). Kesan: Mongoloid face
M 0
Pernapasan cuping hidung (-), pembesaran KGB (-);
Total 0
Thorax: simetris, ikut gerak napas, SN bronkovesikuler (+/+), retraksi (+) ringan
pada daerah intercostae, Rhonki (+), Wheezing (-), BJ I-2 irreguler, suara tambahan
(+)
Abdomen: datar, supel, BU (+) 2-3x/menit, hepar: teraba 2 cm bawah arcus costa,
Lien : tidak teraba.
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 3”,
Kulit: anemis (-), sianosis (-) ekstremitas, ikterik (+) Kremer 5
A:

- NCB (38 minggu) / KMK / Spontan (partus diluar RS) dengan ketuban Mekonial

11
- BBLR
- Ikterus Neonatorum
- Konjungtivitis ODS
- Down Sindrome
P:
- Hangatkan dan perawatan rutin
- Rawat tali pusat
- Pasang OGT
- Keb. cairan 100 x 1,94 = 194 cc
- Minum 8 x 20 cc
- Cadex 34cc/24 jam = 1,4 cc/jam
- Keb. Kalori (160x82 kkal) ÷ (100x1,94kg) = 67,62 kkal/kg/hr
- Inj. Bactecyn 100 mg/12 jam (H-3)
- Inj. Mikasin 100 mg/12 jam (H-3)
- Oxytetracyclin Zalf e.o
- Fototerapi (H1)

Senin, S: Sesak (-); Hipotermi (-); kuning (-); bengkak (+) , kotoran mata (+) pada kedua
13/05/2019 mata;

HP 5 O: Keadaan umum: gerak kurang, tampak tenang


U 4 hari Kesadaran: compos mentis
BBL : 1890 gr
BBS : 1960 gr TTV:
HR : 148x/mnt SB: 36,6 oC
GDS: 160 g/dL
Diuresis: 2,33 R : 62x/mnt SpO2 : 98 %
Ballance: +9,04

Kepala-Leher:
Skor Down
Normochepal; konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
F 1
Edeme palpebra (+) ODS, sekret (+) mukoid, h, krusta (-)
R 1
Mata tertarik ke atas (upslanting)(+), lipatan epicanthal (+), titik – titik
S 0
Brushfield(-), tampak sela hidung yang datar (+), mulut yang mengecil (+) dan
A 0
lidah yang menonjol keluar (epicanthal folds) (+). Kesan: Mongoloid face
M 0
Pernapasan cuping hidung (-), pembesaran KGB (-);
Total 2
Thorax: simetris, ikut gerak napas, SN bronkovesikuler (+/+), retraksi (+) ringan
pada daerah intercostae, Rhonki (+), Wheezing (-), BJ I-2 irreguler, suara tambahan
(+)Abdomen: datar, supel, BU (+) 2-3x/menit, hepar: teraba 2 cm bawah arcus

12
costa, Lien : tidak teraba.
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 3”,
Kulit: anemis (-), sianosis (-) ekstremitas, ikterik (+) Kremer 5
A:

- NCB (38 minggu) / KMK / Spontan (partus diluar RS) dengan ketuban
Mekonial
- BBLR
- Ikterus Neonatorum (perbaikan)
- Konjungtivitis ODS
- Down Sindrome
P:
- Hangatkan dan perawatan rutin
- Rawat tali pusat
- Pasang OGT
- O2 CPAP PEEP 5 , FiO2 100%
- Keb. cairan 140 x 1,96 = 274,4cc
- Minum 8 x 25 cc
- Cadex 74cc/24 jam = 3 cc/jam
- Keb. Kalori (200x82 kkal) ÷ (100x1,96kg) = 83,67 kkal/kg/hr
- Inj. Bactecyn 100 mg/12 jam (H-5)
- Inj. Mikasin 100 mg/12 jam (H-5)
- Oxytetracyclin Zalf e.o
- Fototerapi (H3)  Stop
- R/ Rontgen Thorakoabdominal
- R/ Pemeriksaan Lab

Selasa, S: Sesak (+); Hipotermi (-); kuning (-); bengkak (+) , kotoran mata (+) pada kedua
14/05/2019 mata;

HP 6 O: Keadaan umum: gerak kurang, tampak tenang


U 5 hari Kesadaran: compos mentis
BBL : 1890 gr
BBS : 1960 gr TTV:
HR : 159x/mnt SB: 36,8 oC
GDS: 139 g/dL
Diuresis: 4,14 R : 62x/mnt SpO2 : 98 %
Ballance: -66,7
Pemeriksaan Fisik
Kepala-Leher:
Normochepal; konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
Edeme palpebra (+) ODS, sekret (+) mukoid, hiperemis (-), krusta (-)

13
Mata tertarik ke atas (upslanting)(+), lipatan epicanthal (+), titik – titik
Brushfield(-) tampak sela hidung yang datar (+), mulut yang mengecil (+) dan lidah
Skor Down yang menonjol keluar (epicanthal folds) (+). Kesan: Mongoloid face
F 1
Pernapasan cuping hidung (-), pembesaran KGB (-);
R 2 Thorax: simetris, ikut gerak napas, SN bronkovesikuler (+/+), retraksi (+) berat
S 0 pada daerah intercostae, Rhonki (+), Wheezing (-), BJ I-2 irreguler, suara tambahan
A 1 (+)
M 0 Abdomen: datar, supel, BU (+) 2-3x/menit, hepar: teraba 2 cm bawah arcus costa,
Total 4 Lien : tidak teraba.
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 3”,
Kulit: anemis (-), sianosis (+) ekstremitas, ikterik (-)
Pemeriksaan Penunjang :
Ro. Thorakoabdominal kesan : Pneumonia; kardiomegali (hasil terlampir #1.1)
Hasil Lab. Analisa Darah (hasil terlampir #1.2)
A:

- NCB (38 minggu) / KMK / Spontan (partus diluar RS) dengan ketuban
Mekonial
- BBLR
- Ikterus Neonatorum (perbaikan)
- Konjungtivitis ODS
- Down Sindrome
- Leukemia Kongenital
- Respiratory Distress e.c Pneumonia + Kardiomegali
P:
- Hangatkan dan perawatan rutin
- Rawat tali pusat
- Pasang OGT
- O2 CPAP PEEP 7, FiO2 100%
- Keb. cairan 341 cc
- Minum 8 x 25 cc
- Infus:
Kaen Mg3 141cc/24 jam = 5,8cc/jam
- Keb. Kalori (200x82 kkal) ÷ (164x1,96kg) = 83,67 kkal/kg/hr
- Inj. Bactecyn 100 mg/12 jam (H-6)
- Inj. Mikasin 100 mg/12 jam (H-6)
- Oxytetracyclin Zalf e.o
- Nebu Combivent 1 cc + NaCl 2 cc  2x/hari
- R/ Konsul kardiologi

14
Rabu, Jawaban Konsul Kardiologi
15/05/2019
Pemeriksaan Echo:
HP 7 Kesan:
U 6 hari
BBL : 1890 gr - Tampak cairan pericardium 1,2 cm
BBS : 1900 gr - Early diastolik rv collapse (+)
- ASD (+)
GDS: 223 g/dL - PDA (+)
Diuresis: 3,6 A:
Ballance: +69,84
- Efusi Percardial masif, Impending Temponade Jantung
- CHD (Congenital Heart Disease)
- ASD (Atrium Septal Defect)
- PDA (Patent Ductus Arteriosus)
P:
- Pro pericardiosintesis Urgent
- Ij. Lasix 1 x 2 mg IV
- Ij. Digoxin 1 x 0,1 cc IV
- R/ periksa hasil cairan pericard (hasil terlampir #1.3)
Rabu, Konsul Anak : dr. James. Sp. A (K)
15/05/2019
Jam : 19.00 S: Desaturasi oksigen (+), sesak (+), sianosis (+)
O:
HP 7
U 6 hari HR : 169x/mnt SB: 36,8 oC

R : 85x/mnt SpO2 : 77 %
Post suction  91 %

Advice:
- Bronchial wasting dengan NaCl 0,9 %
- Naikkan Pmax jadi 60
Kamis, S: Sesak (+); desaturasi oksigen (+); Hipotermi (-); kuning (-); bengkak (+) , kotoran
17/05/2019 mata (+) pada kedua mata;

HP 9 O: Keadaan umum: gerak kurang, tampak tenang


U 8 hari Kesadaran: compos mentis
BBL : 1890 gr

15
BBS : 1850 gr TTV:

GDS: 69 g/dL HR : 148x/mnt SB: 36,9 oC


Diuresis: 4,1
Ballance: - 44,63 R : 61x/mnt SpO2 : 98 %

Pemeriksaan Fisik
Kepala-Leher:
Skor Down
F 1 Normochepal; konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),

R 1 Edeme palpebra (+) ODS, sekret (+) mukoid, hiperemis (-), krusta (-)

S 1 Mata tertarik ke atas (upslanting)(+), lipatan epicanthal (+), titik – titik


Brushfield(-) tampak sela hidung yang datar (+), mulut yang mengecil (+) dan lidah
A 1
yang menonjol keluar (epicanthal folds) (+). Kesan: Mongoloid face
M 1
Pernapasan cuping hidung (-), pembesaran KGB (-);
Total 5
Thorax: simetris, ikut gerak napas, SN bronkovesikuler (+/+), retraksi (+) berat
pada daerah intercostae, Rhonki (+), Wheezing (-), BJ I-2 irreguler, suara tambahan
(+)
Abdomen: datar, supel, BU (+) 2-3x/menit, hepar: teraba 2 cm bawah arcus costa,
Lien : tidak teraba.
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 3”,
Kulit: anemis (-), sianosis (-) ekstremitas, ikterik (-)

Pemeriksaan Penunjang :
Hasil Lab. Cairan pericard (hasil terlampir #1.3)
Ro. Thorakoabdominal kesan : Pneumonia; kardiomegali (hasil terlampir #1.4)
A:

- NCB (38 minggu) / KMK / Spontan (partus diluar RS) dengan ketuban
Mekonial
- BBLR
- Ikterus Neonatorum (perbaikan)
- Konjungtivitis ODS
- Down Sindrome
- Leukemia Kongenital
- Pneumonia
- CHD (Congenital Heart Disease)
- ASD (Atrium Septal Defect)

16
- PDA (Patent Ductus Arteriosus)
- Efusi Pericardial (post pericardiocentesis H2)
P:
- Hangatkan dan perawatan rutin
- Rawat tali pusat
- Pasang OGT
- O2 NIV Mode PC-CMV PEEP 7,0; RR 30,0; Pins 18.0; FiO2 60% 
turunkanbertahap sampai 40%
- Keb. cairan 317,63 cc
- Minum 8 x 20 cc
- Infus:
Aminofusin 76 cc/24 jam = 3,1 cc/jam
Cadex 80 cc/24 jam = 3,3 cc/jam
- Keb. Kalori (160x82 kkal) ÷ (100x1,85kg) = 70,91 kkal/kg/hr
- Inj. Bactecyn 100 mg/12 jam (H-6)
- Inj. Amikasin 100 mg/12 jam (H-6)
- Oxytetracyclin Zalf e.o
- Nebu Combivent 1 cc + NaCl 2 cc  2x/hari

17
Lampiran Follow Up
Lampiran1.0
Hasil pemeriksaan laboratorium
tanggal 10 Mei 2019
Pemeriksaan Hasil Satuan
Hematologi
RET% (H) 3.44 %
‘Sulit dinilai’
Hapusan Darah Tepi
Eritrosit Normositik, normokromik, eritrosit berinti (+) (dari normoblast
orthochromic sampai normoblast basophilic)
Leukosit Jumlah sangat meningkat, blast (+), hipergranulasi netrofil. Diff
manual lekosit: blast 65%; basofil 0; eosinofil 0; netrofil batang 5%;
netrofil segmen 14%; limfosit 7%; monosit 9%.
Trombosit Jumlah cukup, penyebara merata
Simpulan PENDING
Saran Pemeriksaan CRP
Monitoring darah lengkap & ADT pasca terapi
Hematologi Lengkap
Hb (H) 15.5 g/dl
HCT 40.4 %
Hitumg Jumlah Eritrosit 3.91 10^6/uL
MCV (H) 103.3 Fl
MCH (H) 39.6 pg
MCHC (H) 38.4 g/L
RDW-SD (H) 70.3 fL
RDW-CV (H) 19.9 %
Leukosit (H) 137.52 10^3/uL
Trombosit 216 10^3/uL
PDW (H) 21.4 fL
MVP 12.4 fL

18
Hitung Jenis Leukosit
Sel Basofil (H) 2.2 %
Sel Eosinofil (L) 0.0 %
Sel Netrofil (L) 4.8 %
Sel Limfosit 28.8 %
Sel Monosit (H) 64.2 %

Lampiran 1.1

A+B 7 Kesan:
100 x 100 % = 10,5 x 100 % = 60 % Kardiomegali  CTR > 50 %

Tampakan Pulmo Kesan:


Bercak berkonsolidasi di kedua lapang paru Pneumonia .

19
Lampiran 1.2
Hasil pemeriksaan laboratorium
tanggal 13 Mei 2019
Pemeriksaan Hasil Satuan
Hematologi
RET% (H) 3.44 %
‘Sulit dinilai’
Hapusan Darah Tepi
Eritrosit Normositik, normokromik, eritrosit berinti (+) (dari normoblast
orthochromic sampai normoblast basophilic)
Leukosit Jumlah sangat meningkat, blast (+), hipergranulasi netrofil. Diff
manual lekosit: blast 65%; basofil 0; eosinofil 0; netrofil batang 5%;
netrofil segmen 14%; limfosit 7%; monosit 9%.
Trombosit Jumlah cukup, penyebaran merata
Simpulan Proses Infeksi
Keganasan hematologi (Congenital Leukemia)
Saran Pemeriksaan CRP
Monitoring darah lengkap & ADT pasca terapi
Hematologi Lengkap
Hb (H) 15.5 g/dl
HCT 40.4 %
Hitumg Jumlah Eritrosit 3.91 10^6/uL
MCV (H) 103.3 Fl
MCH (H) 39.6 pg
MCHC (H) 38.4 g/L
RDW-SD (H) 70.3 fL
RDW-CV (H) 19.9 %
Leukosit (H) 137.52 10^3/uL
Trombosit 216 10^3/uL
PDW (H) 21.4 fL
MVP 12.4 fL
Hitung Jenis Leukosit

20
Sel Basofil (H) 2.2 %
Sel Eosinofil (L) 0.0 %
Sel Netrofil (L) 4.8 %
Sel Limfosit 28.8 %
Sel Monosit (H) 64.2 %

Lampiran 1.3
Hasil pemeriksaan laboratorium Cairan Tubuh tanggal 16 Mei 2019
Pemeriksaan Hasil Satuan
(Analisa cairan Pericard) Makroskopis
Volume Sampel 8 mL
Bekuan Awal 0
Kejernihan Jernih
Warna Kunig Tua
Bau Tidak Bau
Berat Jenis 1.015
pH 7.5
(Analisa cairan Pericard) Mikroskopis
WBC-BF 0.32 10^3/uL
RBC-BF 0.01 10^6/uL
MN% 56.00 %
MN# PENDING
PMN% 44.00 %
PMN# PENDING
TC-BF# PENDING
(Analisa cairan Pericard) Kimia
Protein (L) 3.30 g/dL
Glukosa (H) 150 mg/dL
Albumin (L) 2.60 g/dL
Rivalta Positif

21
Lampiran 1.4

Gambaran klinis By. Ny. MM , Umur 8 hari.

22
J. DIAGNOSIS AKHIR
 NCB (38 minggu) / KMK / Spontan (partus diluar RS) dengan ketuban Mekonial
 BBLR
 Ikterus Neonatorum (perbaikan)
 Konjungtivitis ODS
 Down Sindrome
 Leukemia Kongenital
 Pneumonia
 CHD (Congenital Heart Disease)
 ASD (Atrium Septal Defect)
 PDA (Patent Ductus Arteriosus)
 Efusi Pericardial (post pericardiocentesis)

K. PROGNOSIS Akhir
Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

L. RESUME
Pasien merupakan Bayi lahir secara spontan dengan pertolongan keluarga diluar RS (dalam
mobil) pada 9 Mei 2019 jam ± 00.40 WIT dengan berat lahir 1890 gr, panjang badan 43 cm,
jenis kelamin perempuan, Tunggal, Hidup. Apgar skor tidak dinilai. Menurut keluarga, bayi
lahir langsung menangis, tangis kuat dan gerak cukup. Ketuban pecah ± 15 menit sebelum bayi
lahir (jam ±.00.20 WIT), warna mekoneal dan berbau. Placenta lahir lengkap. Tali pusar
tampak layu warna kekuningan. Apgar skor menit pertama dan kelima tidak dapat dilakukan.
Dengan keluhan Retraksi ringan (+); Hipotermi (+). Pemeriksan fisik bermakna tampakan Mata
tertarik ke atas (upslanting)(+), lipatan epicanthal (+), tampak sela hidung yang datar (+),
mulut yang mengecil (+) dan lidah yang menonjol keluar (epicanthal folds) (+). Kesan:
Mongoloid face; hepar: teraba 2 cm bawah arcus costa; akral dingin, CRT > 3”; Umbilicus
tampak layu warna kuning-kehijauan. Hasil pemeriksaan laboratorium bermakna yaitu
Leukosit (H) 155.870 /UL; Sel Basofil (L) 0.0 %; Sel Eosinofil (L) 0.0 %; Sel Netrofil (L) 7.0

23
%; Sel Limfosit (H) 93.0%; Sel Monosit (L) 0.0%. Di diagnosa NCB (38 minggu) / KMK /
Spontan (partus luar RS) dengan Ketuban mekonial+ BBLR+ Suspek Sindrom Down. Terapi awal
yakni Hangatkan dan posisikan di infant warmer ruamg SCN II ; Perawatan rutin dan perawatan
talipusat; Ij. Hepatitis B0 0,5 mg i.m (paha kanan); Ij. Vit K i.m (paha kiri); Inj. Ampisilin 2 x
95 mg; Inj. Gentamisin 9,5 mg/36 jam. Kemudian bayi dipindahkan ke ruang isolasi hari perawatan
ke 2 selama 6 hari dan dipindahkan ke ruang NICU pada hari perawatan ke 8 akibat perburukan klinis
dan memerlukan observasi ketat. Keluhan yang didapat berupa Sesak (+); Retraksi sedang (+);
Sianosis (+); Desaturasi Oksigen (+). Pemeriksaan fisik didapat HR : 169x/mnt ; R : 85x/mnt ;
SB: 36,8 o
C ; SpO2 : 77 % (Post suction  91 %); Pernapasan cuping hidung (+);Edeme
palpebra (+) ODS, sekret (+) mukoid, hiperemis (-), krusta (-); tampakan Mongoloid face;
hepar: teraba 2 cm bawah arcus costa; akral dingin, CRT > 3”, ikterik (+) kremer 5. Hasil
laboratorium bermakna dari hasil analisa darah lengkap, analisa cairan perikard, foto
thorakoabdominal. Sehingga didiagnosa NCB (38 minggu) / KMK / Spontan (partus diluar RS)
dengan ketuban Mekonial+ BBLR + Ikterus Neonatorum (perbaikan) + Konjungtivitis ODS +
Down Sindrome + Leukemia Kongenital + Pneumonia + CHD (Congenital Heart Disease) +
ASD (Atrium Septal Defect)+ PDA (Patent Ductus Arteriosus) + Efusi Pericardial (post
pericardiocentesis). Diberikan tatalaksana terapi yaitu Hangatkan dan perawatan rutin ; Rawat
tali pusat ; pemberian O2 dari O2 CPAP PEEP 5 , FiO2 100% menjadi O2 NIV Mode PC-
CMV PEEP 7,0; RR 30,0; Pins 18.0; FiO2 60%  turunkanbertahap sampai 40%; Infus:
Aminofusin 76 cc/24 jam = 3,1 cc/jam; Cadex 80 cc/24 jam = 3,3 cc/jam; Inj. Bactecyn 100
mg/12 jam (H-6); Inj. Amikasin 100 mg/12 jam (H-6); Oxytetracyclin Zalf e.o; Nebu
Combivent 1 cc + NaCl 2 cc  2x/hari; Fisioterapi selama 3 hari dan tindakan Kardiosintesis
oleh dokter spesialis jantung.

24
BAB II
PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang serta follow up selama
bayi lahir didapatkan permasalahakn klinis sehingga didiagnosa NCB (38 minggu) / KMK /
Spontan (partus diluar RS) dengan ketuban Mekonial+ BBLR + Ikterus Neonatorum +
Konjungtivitis ODS + Down Sindrome + Leukemia Kongenital + Pneumonia + CHD
(Congenital Heart Disease) + ASD (Atrium Septal Defect)+ PDA (Patent Ductus Arteriosus) +
Efusi Pericardial (post pericardiocentesis).

1. NCB (38 minggu) dengan kecil masa kehamilan dan BBLR


Secara umum, bayi berat lahir rendah (BBLR) berhubungan dengan usia kehamilan yang
belum cukup bulan (prematur), disamping itu juga disebabkan karena dismaturitas.
Dismaturitas artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tetapi berat badan
lahirnya lebih kecil daripada masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500 gram.
Berdasarkan penyebabnya, bayi BBLR dibedakan menjadi 2, yaitu BBLR karena prematur
(usia kandungan < 37 minggu) yang dikenal dengan BBLR sesuai masa kehamilan, dan
BBLR karena Intrauterine Growth Retardation (IUGR) atau dikenal dengan istilah kecil masa
kehamilan. Bayi kecil untuk masa kehamilan atau IUGR adalah bayi yang lahir cukup bulan
tetapi berat lahir kurang. Keadaan ini terjadi akibat terganggunya pertumbuhan janin ketika di
dalam rahim ibu. 1,2
BBLR kecil masa kehamilan adalah bayi saat lahir beratnya Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR),
yaitu bayi yang lahir dengan berat badan 1.500 - < 2.500 gram. BBLR tipe ini dapat merupakan
bayi kurang bulan (preterm), cukup bulan (aterm), dan lewat bulan (postterm). Bayi ini disebut
juga dengan sebutan Small for Gestational Age (SGA) atau Small for Date Age (SDA). Hal ini
dikarenakan janin mengalami gangguan pertumbuhan di dalam uterus (Intra Uterine Growth
Retardation) sehingga pertumbuhan janin mengalami hambatan. 1,2
Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), yaitu bayi yang lahir dengan berat badan 1.500 - < 2.500
gram. BBLR KMK dibagi lagi menjadi 2 jenis. Proportionate Intra Uterine Growth
Retardation (PIUGR), yaitu janin yang menderita gangguan pertumbuhan cukup lama mulai
berminggu-minggu sampai berbulan-bulan sebelum lahir. Gangguan pertumbuhan yang lama
tersebut menyebabkan berat badan, panjang kepala dan lingkar kepala dalam proporsi yang

25
seimbang tetapi seluruh ukuran antopometri tersebut berada di bawah masa gestasi yang
sebenarnya. Disproportionate Intra Uterine Growth Retardation (DIUGR) adalah janin yang
mengalami gangguan pertumbuhan sub-akut. Gangguan terjadi beberapa minggu sampai
beberapa hari sebelum janin lahir. Panjang badan bayi dan lingkar kepala normal, akan tetapi
berat tidak sesuai dengan masa gestasi dalam keadaan ini. Bayi tampak kurus dan lebih panjang
dengan tanda-tanda sedikit jaringan lemak di bawah kulit, kulit kering keriput dan mudah
diangkat. 1,2
Kejadian-kejadian tersebut dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik itu faktor ibu, plasenta
maupun faktor janin itu sendiri. Uraian beberapa faktor tersebut, antara lain:2
- Faktor ibu : umur (umur < 20 tahun, umur > 35 tahun), paritas (kurang dari 2 dan lebih
dari 4), malnutrisi, keadaan sosial (golongan sosial ekonomi rendah, tingkat
pendidikan rendah, status bekerja dan perkawinan yang tidak sah). Penyakit dari ibu
antara lain toxemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik, hipertensi, penyakit
ginjal, edemisitas malaria dan psikologis, dan nefritis aku. Faktor penyebab lain antara
lain : merokok, tempat tinggal di dataran tinggi, radiasi, peminum alkohol dan
pecandu narkoba.
- Faktor janin : hidramnion, kehamilan ganda, kelainan kromosom, gawat janin, dan
infeksi.
- Faktor plasenta : plasenta previa, solutio plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar
(sindrom parabiotik).
Permasalahan pada BBLR3 :
Ketidakstabilan Suhu Tubuh : Hipotermia sering terjadi pada bayi BBLR karena kemampuan
untuk mempertahankan panas dan kesanggupan menambah produksi panas sangat terbatas
sebab pertumbuhan otot-otot yang belum cukup memadai, ketidakmampuan untuk menggigil,
sedikitnya lemak subkutan, belum matangnya sistem saraf pengatur suhu tubuh, rasio luas
permukaan tubuh relatif lebih besar dibanding berat badan sehingga mudah kehilangan panas.
Gangguan Pernafasan: Akibat dari defisiensi surfaktan paru, toraks yang lunak dan otot
respirasi yang lemah sehingga mudah terjadi periodik apneu. Disamping itu, lemahnya refleks
batuk, hisap, dan menelan dapat mengakibatkan resiko terjadinya aspirasi.
Masalah GIT dan Nutrisi: Lemahnya refleks menghisap dan menelan, motilitas usus yang
menurun, lambatnya pengosongan lambung, absorpsi vitamin yang larut dalam lemak

26
berkurang, defisiensi enzim laktase pada jonjot usus, menurunnya cadangan kalsium, fosfor,
protein, dan zat besi dalam tubuh, menyebabkan nutrisi yang tidak adekuat dan penurunan
berat badan bayi.
Hipoglikemia: BBLR dapat mempertahankan kadar glukosa darah selama 72 jam pertama
dalam kadar 40 mg/dL. Hal ini disebabkan cadangan glikogen yang belum mencukupi.
Keadaan hipotermi juga dapat menyebabkan hipoglikemi karena stres dingin akan direspon
oleh bayi dengan melepaskan norepinefrin yang menyebabkan vasokonstriksi paru. Efektivitas
ventilasi paru menurun sehingga kadar oksigen dalam darah berkurang. Hal ini menghambat
metabolisme glukosa dan menimbulkan glikolisis anaerob yang berakibat pada kehilangan
glikogen lebih banyak sehingga terjadi hipoglikemi. Nutrisi yang tidak adekuat dapat
menyebabkan pemasukan kalori yang rendah juga dapat memicu timbulnya hipoglikemi.
Penatalaksanaan BBLR4
Dukungan Respirasi: Bayi dengan atau tanpa penanganan suportif ini diposisikan untuk
memaksimalkan oksigenasi, karena pada BBLR beresiko mengalami defisiensi surfaktan dan
periodik apneu. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan nafas, merangsang
pernafasan, diposisikan miring untuk mencegah aspirasi, posisikan telungkup jika mungkin,
karena posisi ini menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, terapi oksigen diberikan
berdasarkan kebutuhan dan penyakit bayi. Pemberian oksigen 100% dapat memberikan efek
edema paru dan retinopathy of prematurity.
Termoregulasi: Kebutuhan yang paling krusial pada BBLR setelah tercapainya respirasi adalah
pemberian kehangatan eksternal. Pencegahan kehilangan panas pada bayi distress sangat
dibutuhkan karena produksi panas merupakan proses kompleks yang melibatkan sistem
kardiovaskular, neurologis, dan metabolik. Bayi harus dirawat dalam suhu lingkungan yang
netral yaitu suhu yang diperlukan untuk konsumsi oksigen dan pengeluaran kalori minimal.
Suhu aksilar optimal bagi bayi dalam kisaran 36,5°C – 37,5°C.
Menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi dapat dilakukan melalui beberapa
cara, yaitu :
- Kangaroo Mother Care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi dengan ibu. Jika ibu
tidak ada dapat dilakukan oleh orang lain sebagai penggantinya.
- Imfant warmer
- Ruangan yang hangat
- Inkubator

27
Perlindungan terhadap infeksi : Pada bayi BBLR imunitas seluler dan humoral masih kurang
sehingga sangat rentan dengan penyakit. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah
infeksi antara lain :
- Semua orang yang akan mengadakan kontak dengan bayi harus melakukan cuci tangan
terlebih dahulu.
- Peralatan yang digunakan dalam asuhan bayi harus dibersihkan secara teratur. Ruang
perawatan bayi juga harus dijaga kebersihannya.
- Petugas dan orang tua yang berpenyakit infeksi tidak boleh memasuki ruang perawatan
bayi sampai mereka dinyatakan sembuh atau disyaratkan untuk memakai alat pelindung
seperti masker ataupun sarung tangan untuk mencegah penularan.
Hidrasi: Bayi resiko tinggi sering mendapat cairan parenteral untuk asupan tambahan kalori,
elektrolit, dan air. Hidrasi yang adekuat sangat penting pada bayi preterm karena
kandungan air ekstraselulernya lebih tinggi (70% pada bayi cukup bulan dan sampai 90%
pada bayi preterm). Hal ini dikarenakan permukaan tubuhnya lebih luas dan kapasitas osmotik
diuresis terbatas pada ginjal bayi preterm yang belum berkembang sempurna sehingga bayi
tersebut sangat peka terhadap kehilangan cairan.
Nutrisi: Nutrisi yang optimal sangat kritis dalam manajemen bayi BBLR tetapi terdapat
kesulitan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi mereka karena berbagai mekanisme ingesti dan
digesti makanan belum sepenuhnya berkembang. Jumlah, jadwal, dan metode pemberian
nutrisi ditentukan oleh ukuran dan kondisi bayi. Nutrisi dapat diberikan melalui
parenteral ataupun enteral atau dengan kombinasi keduanya. Bayi akan mengalami kesulitan
dalam koordinasi mengisap, menelan, dan bernapas sehingga berakibat apnea, bradikardi, dan
penurunan saturasi oksigen. Pada bayi dengan reflek menghisap dan menelan yang kurang,
nutrisi dapat diberikan melalui sonde ke lambung. Kapasitas lambung bayi prematur sangat
terbatas dan mudah mengalami distensi abdomen yang dapat mempengaruhi
pernafasan. Nutrisi Parenteral (NP) merupakan suatu cara pemberian nutrisi dan energi secara
intravena yang bertujuan untuk memberikan kecukupan karbohidrat, protein, lemak, vitamin
dan mineral yang diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhan bayi baru lahir yang
mempunyai problem klinik yang berat.

28
Tatalaksana Pemberian Minum Berdasar Berat Badan5

29
Pada kasus, By. Ny. MM lahir dgn Ballard Score 35 didapatkan cukup bulan 38 minggu
dengan berat badan 1890 gram & PB 43 cm. Berdasarkan grafik lubchenco didapatkan bayi
dengan Kecil Masa Kehamilan
Sesuai teori diatas bahwa bayi tampak kurus dan lebih panjang dengan tanda-tanda sedikit
jaringan lemak di bawah kulit, kulit kering keriput dan mudah diangkat. Selain itu,
adapun faktor ibu yang mempengaruhi hal ini dapat terjadi yakni pada kasus, usia ibu 19 tahun
dan gravida pertama, sehingga sangat mungkin masalah psikologis selama kehamilan yang
mengakibatkan terganggunya pertumbuhan janin masa kehamilan. Selain itu adanya riwayat
minum segelas alkohol pada usia kehamilan 2 bulan dan sering setiap harinya terpapar asap
rokok dari Kakek yang perokok aktif. Asupan nutrisi ibu selama kehamilan berupa jarang
mengkonsumsi sayur-sayuran, daging dan tidak pernah konsumsi susu khusus ibu hamil.
Sebagai gantinya, hanya mengkonsumsi nasi, telur, makanan mie instant ( minimal 2 kali
seminggu), minum-minuman berwarna dan dingin seperti extrajoss dan jasjus hampir setiap
hari. Menandakan bahwa nutrisi untuk bayi selama kehamilan cukup dan tidak baik.
Pengetahuan mengenai nutrisi yang dibutuhkan tampaknya kurang selama kehamilan terbukti
dari antenatalcare yang hanya tidak rutin sehingga edukasi sangat minim dari petugas
kesehatan di puskesmas. Dan kehidupan sosial ekonomi yang rendah.
Sesuai teori permasalahan pada kasus ini yakni hipotermi, gangguan respirasi dan masalah
GIT dan nutrisi, infeksi, gangguan organ sehingga tindakan yang dilakukan sesuai yakni
Tindakan Resusitasi: pasang O2 nassal CPAP PEEP 7 FiO2 40% ; hangatkan dan posisikan di
infant warmer, selain itu pemberian nutrisi pada kasus sudah sesuai teori dimana diberikan
secara enteral dan parenteral sesuai kebutuhan cairan, kebutuhan kalori, elektorolit yang
disesuaikan dengan minum dan diberikan melalui infus.

30
2. Ikterus Neonatorum
Hiperbilirubinemia pada neonatus atau disebut juga ikterus neonatorum didefinisikan sebagai
kadar bilirubin serum total ≥ 5 mg/dL. Ikterus atau jaundice adalah warna kuning pada kulit,
konjungtiva, dan mukosa, ikterus pada neonatus akan terlihat bila kadar bilirubin serum > 5
mg/dL. Hiperbilirubinemia sering ditemukan baik pada bayi cukup bulan (50-70%) maupun
bayi prematur (80-90%). 6 Pada bayi prematur, hal ini disebabkan oleh makin muda usia gestasi
maka usia sel darah merah lebih singkat serta kemampuan hati untuk ambilan dan konjugasi
bilirubin belum optimal.7 Sebagian besar hiperbilirubinemia adalah fisiologis dan tidak
membutuhkan terapi khusus, tetapi karena potensi toksik dari bilirubin maka semua neonatus
harus dipantau untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya hiperbilirubinemia berat.7
Penyebab hiperbilirubinemia :
Hiperbilirubinemia fisiologis
- Awitan ikterus setelah usia 24 jam
- Memuncak pada 3 sampai 5 hari
- Menurun setelah 7 hari
Pada bayi prematur, awitan ikterus terjadi lebih dini, kadar bilirubin naik perlahan, tetapi
dengan kadar puncak lebih tinggi, dan memerlukan lebih banyak waktu untuk menghilang
(sampai dengan 2 minggu). Kadar bilirubin pada neonatus prematur dapat mencapai 10-12
mg/dL pada hari ke-5 dan masih dapat naik menjadi > 15 mg/dL tanpa adanya kelainan
tertentu. Kadar bilirubin akan mencapai < 2 mg/dL setelah usia 1 bulan, baik pada bayi cukup
bulan maupun prematur.6,8
Hiperbilirubinemia non fisiologis6
- Awitan ikterus sebelum usia 24 jam
- Peningkatan bilirubin serum >5 mg/dL/24 jam
- Ikterus yang menetap, > 8 hari pada bayi cukup bulan, > 14 hari pada bayi premature
- Bayi menunjukkan tanda sakit (muntah, letargi, kesulitan minum, penurunan berat badan,
apnea, takipnea, instablilitas suhu)
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan:

- Prematuritas
- Berat lahir, untuk menilai kecil masa kehamilan, kemungkinan berhubungan dengan
polisitemia

31
- Ikterus dapat dideteksi secara klinis dengan cara mengobservasi warna kulit setelah
dilakukan penekanan menggunakan jari. Ikterus dimulai dari kepala dan meluas secara
sefalokaudal. Walaupun demikian inspeksi visual tidak dapat dijadikan indikator yang
andal untuk memprediksi kadar bilirubin serum
- Perdarahan ekstravaskular, misalnya memar, sefalhematom
- Pucat, berhubungan dengan anemia hemolitik atau kehilangan darah ekstravaskular
- Hepatosplenomegali, berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, atau
penyakit hati 6
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan:6

- Kadar bilirubin serum total dan direk


- Darah perifer lengkap
- Apusan darah tepi
- Hitung retikulosit
- Golongan darah ibu dan tipe Rh-nya
- Golongan darah bayi dan tipe Rh-nya
- Uji Coombs direk dan indirek
- Uji fungsi hati
Tata laksana hiperbilirubinemia terkini meliputi pemberian ASI, fototerapi, dan transfusi tukar.
Pada pasien diberikan fototerapi selama 5 hari. Keuntungan fototerapi antara lain tidak invasif,
efektif, tidak mahal dan mudah digunakan. Efektivitas fototerapi tergantung pada kualitas
cahaya yang dipancarkan lampu (panjang gelombang), intensitas cahaya (iradiasi), luas
permukaan tubuh, jarak lampu fototerapi. Fototerapi yang intensif seharusnya dapat
menurunkan kadar bilirubin total serum 1-2 mg/dL dalam 4-6 jam. Perlu diperhatikan efek
samping fototerapi, antara lain dapat timbul dehidrasi, eritema, hipertermia, dan kerusakan
retina, sehingga pada sehingga pada saat fototerapi mata bayi harus dilindungi dengan penutup
mata.8

Foto terapi dapat meningkatkan kehilangan cairan tubuh melalu insensible transepidermal dan
kehilangan cairan melalui feses, perubahan motilitas gastrointestinal, ketidakseimbangan air,
elektrolit Dan nutrisi. Sehingga upaya untuk mempertahankan hidrasi yang adekuat sangat
penting unutk meningkatkan efikasi fototerapi. Pemenuhan kebutuhan cairan bertujuan untuk

32
mempertahankan status hidrasi bayi selama fototerapi yang dapat ditentukan oleh masukan dan
keluaran cairan. Masukan cairan dapat dipengaruhi oleh cara pemberian minum dan adanya
perubahan minum pada bayi. Sedangkan keluaran cairan (output) ditentukan oleh volume
pengeluaran urin dan frekuensi muntah. 8

Tabel . Indikasi Tata Laksana Fototerapi pada Bayi Kurang Bulan

Usia (jam) Berat < 1500 g Berat 1500 – 2000 g Berat > 2000 g
Kadar Bilirubin Kadar Bilirubin Kadar Bilirubin
(mg/dL) (mg/dL) (mg/dL)
< 24 >4 >4 >5
24-48 >5 >7 >8
49-72 >7 >9 > 11
>72 >8 > 10 > 14

Tabel . Indikasi Tata Laksana Transfusi Tukar pada Bayi Kurang Bulan

Usia (jam) Berat < 1500 g Berat 1500 – 2000 g Berat > 2000 g
Kadar Bilirubin Kadar Bilirubin Kadar Bilirubin
(mg/dL) (mg/dL) (mg/dL)
< 24 > 10 - 14,5 > 14,5 > 16 – 18
24-48 > 10 – 14,5 > 14,5 > 16 – 18
49-72 > 10 – 14,5 > 16 > 17 – 19
>72 > 14,5 > 17 > 18 – 20

Pada kasus didapatkan hiperbilirubinemia fisiologis, muncul pada hari perawatan ke 3,


ditunjukkan pada pemeriksaan fisik sesuai teori dapat Ikterus dapat dideteksi secara klinis
dengan cara mengobservasi warna kulit setelah dilakukan penekanan menggunakan jari.
Ikterus dimulai dari kepala dan meluas secara sefalokaudal. Walaupun demikian inspeksi
visual tidak dapat dijadikan indikator yang andal untuk memprediksi kadar bilirubin serum,
dimana kasus ikterik muncul pada skor kremer 5 yang muncul pada telapak tangan dan kaki.
Pada teori penting dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu kadar billirubin serum untuk
mengetahui terapi yang akan dilakukan dan dapat memamtau perbaikan yang terjadi, namun

33
pada kasus tidak dilakukan pemeriksaan tersebut. Tatalaksana pada kasus diberikan fisioterapi
selama 3 hari telah menunjukkan perbaikan yang bermakna sehingga dihentikan. Pada teori
yakni pemberian ASI yang adekuat saja karena hiperbilirubinemia fisiologis dapat turun
bahkan sembuh sendiri setelah 7 hari. Selain itu observasi ketat untuk pemberian cairan sesuai
kebutuhan bayi untuk mempertahankan status hidrasi bayi selama fototerapi yang dapat
ditentukan oleh masukan dan keluaran cairan.

34
3. Konjungtivitis
Konjungtivitis neonatus (oftalmia neonatorum) merupakan konjungtivitis yang terjadi pada 1
bulan pertama kehidupan, yang ditandai dengan terdapatnya sekret okular yang bersifat serosa
atau purulen, dengan penyebabnya antara lain infeksi bakteri, virus, klamidia, atau respon
toksik terhadap bahan kimia tertentu.9 Pencegahan dengan terapi topikal antigonokokal harus
rutin dilakukan. Diagnosis konjungtivitis neonatus didasarkan pada klinis dan biasanya
dikonfirmasi dengan uji laboratorium. Semua kasus konjungtivitis neonatus akut harus
ditatalaksana sebagai konjungtivitis gonokokal sampai terbukti sebaliknya. Tatalaksana
definitifnya dengan antimikroba yang spesifik organisme.10
Etiologi Konjungtivitis Neonatus menurut Waktu Onset.10

Etiologi Onset

Toksik (Kimia) : perak nitrat 1%, povidone 1 – 36 jam


iodine 2,5%, eritromisin 0,5%, tetrasiklin EO 1%
Klamidia 1 – 3 minggu pertama kehidupan (5 – 14 hari)
Neisseria gonorrhoeae (gonokokus) Hari ke-1 s/d 7 pertama kehidupan
Bakteri lainnya : Pseudomonas aeruginosa, Hari ke-4 s/d 14 pertama kehidupan (terutama
Staphylococcus aureus, Streptococcus akhir minggu pertama kehidupan)
pneumoniae, Haemophilus influenzae
Virus herpes simpleks 1 – 2 minggu pertama kehidupan

Beberapa faktor yang meningkatkan risiko terjadinya konjungtivitis neonatus antara lain :9
- Mikroorganisme di vagina saat persalinan
- Ketuban pecah dini
- Persalinan lama
- Air mata neonatus sedikit dan kadar IgA rendah
- Trauma terhadap barrier epitel
Etiologi konjungtivitis neonatus sulit ditentukan secara klinis saja akibat tumpang tindih antara
tampilan klinis dan onsetnya. Tanda-tanda yang secara umum ditemukan antara lain injeksi
konjungtiva dan keluarnya sekret berair atau purulen. Dalam anamnesis, beberapa hal yang
harus ditanyakan antara lain :9
- Riwayat pemberian profilaksis
- Gejala-gejala infeksi menular seksual pada kedua orang tua

35
- Kejadian konjungtivitis akhir-akhir ini pada orang-orang sekitar yang dekat
- Gejala-gejala penyakit sistemik pada anak-anak : pneumonitis, rhinitis, dan otitis pada
infeksi klamidia; vesikel-vesikel kulit dan tanda-tanda ensefalitis pada HSV
- Mata yang terus berair tanpa tanda-tanda inflamasi, menunjukkan adanya duktus
nasolakrimalis yang tidak terbuka
Berikut ini adalah tabel tampilan diagnostik serta tatalaksana konjungtivitis neonatus10
Etiologi Tampilan Klinis Diagnosis Tatalaksana

Kimia (toksik) Noninfeksius Riwayat paparan, self- Artificial tears


limited dalam < 48 jam
Edema palpebra, Irigasi mata teratur
konjungtiva hiperemis,
sekret serosa hingga
purulen
Gonokokal Bilateral, konjungtivitis Kultur sel dan Ceftriaxone 25 – 50
purulen hiperakut, pewarnaan Gram : mg/kg/hari IV dosis
edema palpebra berat, bakteri gram negatif tunggal
kemosis, membran intraselular berbentuk
konjungtiva, sekret diplokokus Cefotaxime 100 mg/kg
yang keluar terus. IV atau IM
Dapat menyebabkan Penisilin G 2.000.000
perforasi kornea, IU/hari IV
kebutaan
Penisilin G 10.000 –
Gejala sistemik : 20.000 IU tetes mata
rhinitis, artritis,
stomatitis, meningitis, Irigasi topikal
infeksi anorektal, Antibiotik topikal bila
septikemia terdapat ulkus kornea
Klamidia Unilateral atau Kultur sel, pewarnaan Eritromisin etilsuksinat
bilateral, konjungtivitis Giemsa, pemeriksaan 12,5 mg/kg atau
mukopurulen imunofluoresen eritromisin sirup 50
nonfolikular ringan, langsung, ELISA, PCR mg/kg PO, setiap 6 jam,
edema palpebra, selama 2 minggu
kemosis,
pembentukkan Suspensi azitromisin 20
pseudomembran mg/kg PO, sekali sehari,
selama 3 hari
Pneumonitis setelah 3 –
12 minggu
Pada kasus yang berat
→ scar konjungtiva,

36
pannus kornea perifer
dengan scar kornea
Staphylococcus, Nosokomial, sekret Kultur sel, pewarnaan Terapi topikal yang
Streptococcus, dan mukoid atau Gram mengandung polimiksin
bakteri lainnya mukopurulen, plus basitrasin,
konjungtiva hiperemis, eritromisin, atau
edema palpebra tetrasiklin.
Bakteri gram positif :
salep eritromisin 0,5%, 4
kali sehari
Bakteri gram negatif :
obat tetes mata atau salep
gentamicin, tobramycin,
atau fluorokuinolon, 4
kali sehari
Virus herpes Blefarokonjungtivitis Kultur sel, pewarnaan Acyclovir sistemik 20
simpleks unilateral atau bilateral antibodi fluoresen mg/kg, setiap 8 jam,
(nonfolikular), sekret langsung, ELISA, PCR selama 14 – 21 hari
serosa, edema palpebra,
vesikel palpebra / tepi Sel raksasa Acyclovir salep 5 kali
palpebra / periorbita, multinuclear dengan sehari
ulkus geografik di kulit inklusi intrasitoplasmik
Ganciclovir tetes mata 5
sekitar bola mata, defek kali sehari
dendritik epitel kornea
yang terlihat pada Tetes mata atau salep
pemeriksaan trifluridine 1% setiap 2
fluorescein, dengan jam untuk 7 hari
atau tanpa gejala Salep vidarabine 3%
sistemik
Iododeoksiuridine 0,1%
setiap 2 – 3 jam, dosis
maksimum 9 dosis/24
jam

Pada kasus, konjungtivitis didiagnosa di hari perawatan ke 2 dengan klinis edem palpebra,
bersekret mukoid dan hiperemis. Namun tidak dilakukan pemeriksaan penunjang berupa kultur
ataupun pewarnaan gram, hal ini perlu untuk dilakukan terapi yang tepat. Namun berdasarkan
klinis lebih mengarah pada konjungtivitis akibat bakteri. Sehingga terapi yang diberikan sesuai
berdasarkan teori diatas pilihan tetrasiklin yakni Oxytetraxyclin salep yang diberikan 3-4 kali
sehari dikedua mata.

37
4. Down Syndrome

Sindrom Down adalah suatu kelainan genetik yang disebabkan karena terjadinya trisomi
kromosom 21 yang angka kejadiannya adalah 1: 800 kelahiran. Dasar kelainan genetik pada
sindroma Down adalah kelainan kromosom. Kromosom adalah bagian dari sel yang
merupakan deretan panjang molekul seperti rantai atau benang yang berupa satu molekul
DNA.Benang kromosom memiliki rantai panjang dan rantai pendek yang dipisahkan oleh inti
di tengahnya.11
Pada sindroma Down terdapat kelebihan salinan gen pada kromosom ke-21. Hal ini
menyebabkan gen-gen tersebut diekspresikan secara berkebihan. Kromosom pada manusia
normal terdiri dari 46 pasang kromosom, dengan penulisan 46,XX pada wanita dan pada pria
46, XY. Sindroma Down memiliki kelebihan 1 kromosom sehingga penulisan genetik
kromosomnya adalah 47, XX+21 atau 47,XY+21. Pada 1-2% pasien dapat terdapat sebagian
sel tubuh normal sementara sebagian sel memiliki kelebihan kromosom (46,XX/47,XX, +21)
yang disebut mosaic Down syndrome.12
Penambahan satu kromosom ini disebabkan karena mekanisme yang disebut trisomi 21, yaitu
tidak berpisahnya benang kromosom yang seharusnya berpisah sebelum menggabungkan diri
(pada saat pembuahan) sehingga terdapat salinan ekstra kromosom ke-21. Mekanisme lain
disebut Robertsonian translocation, yaitu salah satu orang tua memiliki jenis kromosom di
mana lengan panjang kromosom ke 21 menempel pada kromosom lain, biasanya kromosom
ke-14. Orang tua tersebut normal. Pada saat terjadi pembuahan maka dapat menghasilkan anak
dengan kelebihan kromosom ke-21. Hal ini adalah penyebab 2-3% sindroma Down. Orang tua
yang memiliki kelainan ini dapat ayah maupun ibu.12
Risiko untuk mendapat bayi dengan sindrom Down didapatkan meningkat dengan
bertambahnya usia ibu saat hamil, khususnya bagi wanita yang hamil pada usia di atas 35
tahun. Walaubagaimanapun, wanita yang hamil pada usia muda tidak bebas terhadap risiko
mendapat bayi dengan sindrom Down. Harus diingat bahwa kemungkinan mendapat bayi
dengan sindrom Down adalah lebih tinggi jika wanita yang hamil pernah mendapat bayi
dengan sindrom Down, atau jika adanya anggota keluarga yang terdekat yang pernah mendapat
kondisi yang sama. Walaubagaimanapun kebanyakan kasus yang ditemukan didapatkan ibu
dan bapaknya normal.11

38
Hal ini mengkibatkan berubahnya keseimbangan genetik tubuh serta perubahan karakteristik
fisik dan kemampuan intelektual, serta gangguan dalam fungsi fungsi fisiologi tubuh. 11
Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan disik yang
menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil (microchepaly) dengan bagian
anteroposterior kepala mendatar.12 Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar,
mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (epicanthal folds). Tanda klinis pada
bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara
jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki lebar. Sementara itu lapisan kulit
biasanya tampak keriput (dermatoglypic). Kelainan kromosom ini juga dapat menyebakna
gangguan atau kerusakan pada sistem organ yang lain Gangguan yang ada meliputi kelainan
pada fisik, mental, hematologi, jantung, immunologi, gastrointestinal, endokrin, dan psikologis.
Pada Penyakit jantung kongenital sering ditemukan pada penderita sindrom Down dengan
prevelensi 40-50%. Walau bagaimanapun kasus lebih sering ditemukan pada penderita yang
dirawat di RS (62%) dan penyebab kematian yang paling sering adalah aneuploidy dalam dua
tahun pertama kehidupan.13
Fisikalnya pasien sindrom Down mempunyai rangka tubuh yang pendek. Me-reka sering kali
gemuk dan tergolong dalam obesitas. Tulang rangka tubuh penderita sindrom Down
mempunyai ciri – ciri yang khas. Tangan mereka pendek dan melebar, adanya kondisi
clinodactyly pada jari kelima dengan jari kelima yang mempunyai satu lipatan (20%), sendi jari
yang hiperekstensi, jarak antara jari ibu kaki dengan jari kedua yang terlalu jauh.14

Gambar Garis Transversal Pada Telapak Tangan Sindrom Down

39
Retardasi mental yang ringan hingga berat dapat terjadi. Intelegent quatio (IQ) mereka sering
berada antara 20 – 85 dengan rata-rata 50. Hipotonia yang diderita akan meningkat apabila
umur meningkat. Mereka sering mendapat gangguan artikulasi. 14
Infantile spasms adalah yang paling sering dilaporkan terjadi pada anak – anak sindrom Down
sementara kejang tonik klonik lebih sering didapatkan pada yang dewasa. Tonus kulit yang
jelek, rambut yang cepat beruban dan sering gugur, hipogonadism, katarak, kurang
pendengaran, hal yang berhubungandengan hipothroidism yang disebabkan faktor usia yang
meningkat, kejang, neoplasma, penyakit vaskular degeneratif, ketidakmampuan dalam
melakukan sesuatu, pikun, dementia dan Alzheimer dilaporkan sering terjadi pada penderita
sindrom Down. Semuanya adalah penyakit yang sering terjadi pada orang – orang lanjut usia.
12

Sindroma Down juga menyebabkan berbagai gangguan fungsi organ yang dibawa sejak lahir.
Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut:13
- Pertumbuhan: tumbuh pendek dan obesitas terjadi selama masa remaja
- Sistem saraf pusat: retardasi mental sedang sampai berat, dengan IQ 20-85 (rata-rata 50).
Hipotonia meningkat sejalan dengan umur. Gangguan
artikulasi. Sleep apnea terjadi ketika aliran udara inspirasi dari saluran napas atas ke paru
mengalami hambatan selama 10 detik atau lebih. Hal itu sering mengakibatkan
hipoksemia atau hiperkarbia.
- Gangguan kejang: spasme infantil sering terjadi pada masa bayi, sedangkan kejang tonik-
klonik sering pada pasien yang lebih tua.
- Penuaan dini: berkurangnya tonus kulit, kerontokan atau pemutihan rambut lebih awal,
hipogonadisme, katarak, kehilangan pendengaran, hipotiroidisme yang berkaitan dengan
umur, kejang, keganasan, penyakit vaskular degeneratif, hilangnya kemampuan adaptasi,
dan meningkatnya demensia tipe Alzheimer.
- Tulang tengkorak: brachycephaly, microcephaly, kening melandai, oksiput datar,
fontanela besar dengan penutupan yang lambat, patent metopic suture, tidak adanya sinus
frontalis dan sfenoidalis, dan hipolplasia sinus maksilaris.
- Mata: fisura palpebra yang condong ke depan, lipatan epikantus bialteral, brushfield spots
(iris yang berbintik), gangguan refrakter (50%), strabismus (44%), nistagmus (20%),

40
blepharitis (31%), konjungtivitis, kongenital katarak (3%), pseudopapiledema, kekeruhan
lensa yang didapat (30-60%), dan keratokonus pada orang dewasa.
- Hidung: tulang hidung hipoplastik dan jembatan hidung yang datar.
- Mulut dan gigi: mulut terbuka dengan penonjolan lidah, lidah yang bercelah, pernapasan
mulut dengan pengeluaran air liur, bibir bawah yang merekah, angular cheilitis,
anodonsia parsial (50%), agenesis gigi, malformasi gigi, erupsi gigi yang terlambat,
mikroodonsia (35-50%) pada pertumbuhan gigi primer dan sekunder, hipoplastik dan
hipokalsifikasi gigi, dan maloklusi.
- Telinga: telinga kecil dengan lipatan heliks yang berlebihan. Otitis media kronis dan
hilang pendengaran sering terjadi.
- Penyakit jantung bawaan: penyakit jantung bawaan sering terjadi (40-50%); hal itu
biasanya diobservasi pada pasien dengan Sindroma Down yang berada di rumah sakit
(62%) dan penyebab kematian yang sering terjadi pada kasus ini pada 2 tahun pertama
kehidupan. Penyakit jantung bawaan yang sering terjadi adalah endocardial cushion
defect (43%), ventricular septal defect (32%), secundum atrial septal defect (10%),
tetralogy of Fallot (6%), dan isolated patent ductus arteriosus (4%). Sekitar 30% pasien
mengalami cacat jantung yang berat. Lesi yang paling sering adalah patent ductus
arteriosus (16%) dan pulmonic stenosis (9%). Sekitar 70% dari semua endocardial
cushion defects berhubungan dengan Sindroma Down.
- Abdomen: rektum diastasis dan hernia umbilikalis dapat terjadi.
- Sistem saluran cerna (12%): atresia atau stenosis duodenum. Penyakit Hirschprung
(<1%), fistula trakeoesofagus, divertikulum Meckel, anus imperforata, dan omfalokel
juga dapat terjadi.
- Saluran urin dan kelamin: malformasi ginjal, hipospadia, mikropenis, dan
kriptorkoidisme.
- Skeletal: tangan pendek dan lebar, klinodaktil pada jari ke lima dengan lipatan fleksi
tunggal (20%), sendi jari hiperekstensi, meningkatnya jarak antara dua jari kaki pertama
dan dislokasi panggul yang didapat.
- Sistem endokrin: tiroiditis Hashimoto yang menyebabkan hipotiroidisme adalah
gangguan tiroid yang paling sering didapat pada pasien Sindroma Down. Diabetes dan
menurunnya kesuburan juga dapat terjadi.

41
- Sistem hematologi: anak dengan Sindroma Down memiliki risiko untuk mengalami
leukemia, termasuk leukemia limfoblastik akut dan leukemia mieloid. Risiko relatif
leukemia akut pada umur 5 tahun 56 kali lebih besar daripada anak tanpa Sindroma
Down. Transient Myeloproliferative Disease (TMD) adalah abnormalitas hematologi
yang sering mengenai bayi Sindroma Down yang baru lahir. TMD dikarakteristikkan
dengan proliferasi mieoblas yang berlebihan di darah dan sumsum tulang. Diperkirakan
10% bayi dengan Sindroma Down mengalami TMD.
- Imunodefisiensi: pasien Sindroma Down memiliki risiko 12 kali untuk terkena penyakit
infeksi, terutama pneumonia, karena kerusakan imunitas seluler.
- Kulit: xerosis, lesi hiperkeratotik terlokalisasi, serpiginosa elastosis, alopesia areata,
vitiligo, dan infeksi kulit berulang

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis


bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang
pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun
harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko
melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi. Sindrom down tidak bisa dicegah, karena
DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh kromosm

42
21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat
disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya
DS.14
Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi
kelainan ini. Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrom juga dapat mengalami
kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat
tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan dukungan maupun
informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai
berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya.15
Pada kasus didapatkan mongoloid face berupa mata tertarik ke atas (upslanting), lipatan
epicanthal, tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol
keluar (epicanthal folds). Kelainan yang lain ditemukan yakni menderita CHD (congenital
heart disease): ASD (atrium septal defect) + PDA (patent ductus arteriosus) . Menderita
kelainan sistem hematologi: Leukemia kongenital dan infeksi Pneumonia sehingga dapat
mengalami imunodefisiensi

43
5. Leukemia Kongenital
Leukemia adalah suatu penyakit keganasan sel darah putih yang berasal dari sumsum tulang
yang ditandai dengan akumulasi proliferasi leukosit dan sel abnormal dalam sumsum tulang
dan darah. Leukemia merupakan keganasan yang paling sering terjadi pada anak – anak, yaitu
sekitar 40% dari seluruh penyakit keganasan pada anak – anak yang berusia dibawah 15 tahun.
Secara genetik terjadi abnormalitas pada sel – sel hematopoietik yang menyebabkan
peningkatan proliferasi yang tidak terkontrol dan penurunan apoptosis sel darah sehingga
pertumbuhan sel yang melebihi biasanya namun bentuk dan fungsinya menjadi tidak normal
dan menimbulkan gejala – gejala leukemia. Akibatnya pada sumsum tulang dapat terjadi
gangguan bahkan kegagalan fungsi. 16
Pada umumnya penyebab leukemia tidak dapat diketahui secara pasti, namun terdapat
beberapa faktor predisposisi yang diduga berkaitan dengan leukemia pada anak termasuk
genetik, lingkungan dan keadaan imunodefisiensi. Anak – anak dengan cacat genetik seperti
sindrom Down dan keadaan ketidakstabilan kromosom lebih beresiko menderita leukemia.
Paparan radiasi X-ray pada janin maupun anak menunjukkan peningkatan insidensi LLA
meskipun kasusnya sangat sedikit. Resiko memiliki keturunan leukemia pada ibu hamil
ditentukan dari pola hidupnya selama hamil seperti mengkonsumsi alkohol, obat terlarang
maupun paparan kimiawi lainnya.17
Manifestasi klinis yang timbul berupa akibat dari kegagalan sumsum tulang dan infiltrasi
leukosit ke organ sehingga dapat ditemukan organomegali. Gejala sering tidak spesifik dan
hanya berupa demam Kebanyakan pasien mendapati keluhan seperti demam selama 3 – 4
minggu sebelum terdiagnosa, bersifat intermiten. Selain itu juga disertai keluhan karena
kegagalan sumsum tulang seperti :
- Anemia : pucat, letargi, dyspnea
- Neutropenia : malaise, ISPA dan infeksi lainnya
- Trombositopenia : memar spontan, purpura, gusi berdarah dan menoragia.

Keluhan lain berupa manifestasi dari infiltrasi leukosit ke organ berupa nyeri pada tulang yang
hebat, arthralgia, limfadenopati, nyeri abdomen dan sindrom meningeal (sakit kepala, mual,
muntah, penglihatan kabur dan diplopia).17

Pada umumnya pemeriksaan fisik dijumpai adanya memar, petekie, limfadenopati dan
hepatosplenomegali. Pada inspeksi pasien akan tampak pucat dan lesu, perdarahan kulit dapat
pula berupa purpura ataupun ekimosis, perdarahan pada mukosa. Keluhan nyeri tulang dan
44
sendi dapat ditemukan adanya pembengkakan sendi dan efusi terutama pada ekstremitas
bawah. Keterlibatan leukemia terhadap susunan saraf pusat jarang terjadi, meskipun ada dapat
berupa papil edema, perdarahan retina, kelumpuhan saraf kranial, paraplegia dan paraparese.
Tanda lainnya akibat infiltrasi leukosit ke organ lain berupa pembesaran kelenjar saliva,
pembesaran testis, pada ginjal menyebabkan renal insufisiensi yang ditandai dengan
nefromegali. Gangguan pernafasan dapat disebabkan karena anemia ataupun terdapat massa di
mediastinum anterior berupa pembesaran thymus, biasanya terjadi pada remaja dengan LLA
tipe sel T.17
Untuk membantu menegakkan diagnosis perlu beberapa pemeriksaan penunjang, yakni : 17
- Pemeriksaan hematologis. Pada leukemia hasil pemeriksaan didapatkan anemia, dapat
pula terjadi trombositopenia dan neutropenia, namun pada LMK trombosit cenderung
meningkat meskipun bisa normal atau menurun. Jumlah leukosit adalah hasil yang paling
bermakna pada leukemia dimana terjadi peningkatan massif hingga lebih dari
200.000/mm3 pada keadaan tertentu seperti LMA yang telah mengalami DIC dan
leukostasis. Biasanya jumlah leukosit berkisar antara 10.000 – 50.000/mm3 pada LLA
dan CML, pada AML tanpa DIC biasanya dapat sampai diatas 100.000/mm3. Untuk
mengetahui keadaan DIC pada kasus AML juga perlu dilakukan tes waktu perdarahan
dan waktu pembekuan.
- Pemeriksaan sediaan apus darah tepi. Anemia normositik normokrom umumnya terjadi
pada kasus leukemia dimana terjadi penurunan jumlah ertirosit yang dibentuk tanpa
disertai adanya kelainan struktur atau komponennya. Hasil pemeriksaan SADT
menunjukkan ditemukannya sel blas dengan jumlah yang bervariasi. Khusus pada LMK
didapatkan jumlah basophil yang meningkat dan sel blas tidak banyak dijumpai, namun
ketika masuk fase krisis blas secara morfologis ditemukan mieloblas meningkat, tetapi
dapat juga terjadi transformasi limfoblas.
- Pemeriksaan sumsum tulang. Diagnosis pasti leukemia ditegakkan melalui aspirasi
sumsum tulang yang akan memperlihatkan keadaan yang hiperseluler dengan sel blas
leukemik lebih dari 30%. Pada LMK yang jarang ditemukan sel blas, hasil pemeriksaan
sumsum tulang akan menunjukkan hiperseluler dengan maturasi mieloid yang normal.

45
- Pungsi lumbal. Cairan serebrospinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat
merupakan tempat persembunyian penyakit ekstramedular. Hasilnya dapat menunjukkan
bahwa tekanan cairan spinal meningkat dan mengandung sel leukemia.
- Radiologis. Pemeriksaan sinar X mungkin diperlukan untuk memperlihatkan adanya lesi
osteolitik dan massa di mediastinum anterior yang disebabkan pembesaran thymus
dan/atau kelenjar getah bening mediastinum yang khas untuk LLA-T.
- Fungsi hati dan ginjal. Uji fungsi hati dan ginjal dilakukan sebagai dasar sebelum
memulai pengobatan.
- Pemeriksaan biokimia darah. Hasilnya dapat memperlihatkan adanya kadar asam urat dan
laktat dehydrogenase serum yang meningkat, dan lebih jarang, hiperkalsemia. Keadaaan
hiperurisemia dapat mengarah kepada gagal ginjal akut.
- Analisis sitogenetik darah. Pada kira – kira 90% kasus, tanda sitogenik yang khas pada
leukemia myeloid kronik yang terlihat adalah kromosom Philadelphia. Kromosom ini
berkaitan dengan t(9;22) klasik. Pemeriksaan sitogenetik untuk leukemia akut bertujuan
untuk menentukan klasifikasi leukemia.

Pengobatan dengan kemoterapi bertujuan mengeradikasi sel blas dari darah dan sumsum tulang
untuk mencapai remisi, juga melakukan profilasis terhadap relaps di SSP yang dilanjutkan
kemoterapi rumatan selama 2 tahun. Transplantasi sumsum tulang bisa dilakukan bila relaps
gagal dengan terapi konvensional. Komplikasi yang timbul dapat akibat dari penyakitnya atau
terapinya. Prognosis dari pasien leukemia tergantung dari respon terapi awal, jumlah leukosit
awal, usia dan jenis kelamin.18
Pada kasus, manifestasi yang ada yakni organomegali seperti hepatomegali dan kardiomegali.
Berdasarkan teori hal ini terjadi akibat dari kegagalan sumsum tulang dan infiltrasi leukosit ke
organ sehingga dapat ditemukan organomegali. Pemeriksaan penunjang juga penting yakni
beberapa pemeriksaan penunjang dengan peningkatan jumlah leukosit, tampak sel leukemia
pada darah tepi, sumsum tulang dan LCS, dan pemeriksaan sitogenetik. Pada kasus,
pemeriksaan penunjang dari hasil lab didapatkan peningkatan sel leukosit 137,2 x 10^3/uL dan
hasil apusan darah tepi yakni, leukosit jumlah sangat meningkat, blast (+), hipergranulasi
netrofil. Diff manual lekosit: blast 65%; basofil 0; eosinofil 0; netrofil batang 5%; netrofil

46
segmen 14%; limfosit 7%; monosit 9% dengan kesimpulan dari dokter spesialis patologi klinik
yaitu adanya Proses Infeksi dan Keganasan hematologi (Congenital Leukemia).
Namun untuk terapi berupa kemoterapi ataupun transplantasi sumsung tulang belum dilakukan.

6. Pneumonia Neonatal
Pneumonia merupakan suatu proses inflamasi yang dapat bersifat local atau sistemik pada
parenkim paru. Kelainan patensi saluran napas serta ventilasi alveolar dan perfusi sering terjadi
karena berbagai mekanisme. Keadaan ini secara signifikan dapat mengubah pertukaran gas dan
metabolisme sel yang menyokong banyak jaringan dan organ dan berkontribusi terhadap
kualitas hidup seseorang. Pada neonatus, agen penyebab infkesi umumnya bakteri daripada
virus. Infeksi ini sering diperoleh pada saat proses persalinan, dapat berasal dari cairan ketuban
atau jalan lahir, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari intubasi dan ventilasi. Organisme
yang penyebab pneumoni bervariasi menurut kelompok umur. Neonatus sejak lahir sampai
usia 3 minggu, kelompok bakteri pathogen yang umum didapatkan ialah B streptokokus dan
bakteri gram negatif.19
Neonatus dengan gangguan pernapasan seperti salah satu dari gejala berikut seperti; takipneu,
bising, sulit bernapas, retraksi dinding dada, batuk, mendengus) yang memiliki hasil kultur
darah positif atau dua atau lebih hal berikut:20
- Faktor predisposisi, Ibu demam (>38˚C), air ketuban berbau, air ketuban pecah (>24 jam)
- Gejala klinis sepsis, seperti;malas makan, lethargy, refleks yang buruk, hipotermia atau
hipertermia, dan distensi abdomen
- Radiograf sugestif pneumonia (nodular atau infiltrate patchy kasar, difus atau granularity,
air bronchogram, lobar atau konsolidasi segmental), perubahan radiologi tidak kembali
dalam waktu 48 jam
Tanda awal dan gejala pneumonia mungkin tidak spesifik, seperti malas makan, letargi,
iritabilitas, sianosis, ketidakstabilan temperatur, dan keseluruhan kesan bahwa bayi tidak baik.
Gejala pernapasan seperti grunting (mendengus), tachypnea, retraksi, sianosis, apnea, dan

47
kegagalan pernafasan yang progresif. Pada bayi dengan ventilasi mekanik, kebutuhan untuk
dukungan ventilasi meningkat dapat menunjukkan infeksi. Tanda-tanda pneumonia pada
pemeriksaan fisik, seperti tumpul pada perkusi, perubahan suara napas, dan adanya ronki,
radiografi thorax didapatkan infiltrat baru atau efusi pleura. Tanda akhir pneumonia pada
neonates tidak spesifik seperti apnea, takipnea, malas makan, distensi abdomen, jaundice,
muntah, respirasi distress, dan kolaps sirkulasi.21
Pada pneumonia didapatkan Perbercakan dengan pola garis di perihilar yang dapat menyerupai
TTN, Pebercakan pada pneumonia akibat S. Pneumonia group B dapat menyerupai HMD
dengan penurunan volume paru. Bayi aterm dengan gambaran HMD harus dianggap sebagai
pneumonia sampai terbukti sebaliknya. Efusi pleura pada 25% kasus.22

48
CT scan dapat membantu meninykirkan kemungkinan tumor, kelainan pembuluh darah,
kelainan lobus, dan untuk menetapkan adanya infiltrate. Ultrasonography merupakan
pemeriksaan radiografi yang berguna dalam keadaan tertentu. Ultrasonography sangat berguna
untuk mengidentifikasi dan melokalisasi cairan dalam ruang pleura dan perikardial.
Ultrasonography merupkana teknik noninvasif yang cocok untuk neonates.22

WHO merekomendasikan penggunaan ampicillin (50mg/kg) setiap 12 jam dalam minggu


pertama kehidupan, kemudian pada umur 2-4 minggu diberikan tiap 8 jam, ditambah dengan
dosis tunggal gentamicin. Pengobatan lini pertama dapat diberikan ampicilin seperti
benzylpenicillin atau amoxicillin, sedangkan gentamicin seperti amikasin atau tobramycin. Jika
bakteri S. Aureus yang didapat, dengan resisten terhadap penicillin seperti flucloxacillin atau
cloxacillin maka harus diganti dengan ampicillin.19

Prinsip-prinsip umum pengobatan serupa dengan anak, yaitu hidrasi, anti-pyretics dan ventilasi
dukungan jika diperlukan. Pada bayi yang berumur kurang dari 1 bulan jika penyebabnya
bakteri dapat diberikan ampicillin 75-100 mg/kg/hr dan gentamicin 5 mg/kg, untuk umur 1-3
bulan dapat diberikan Cefuroxime 75–150 mg/kg/hr atau co-amoxiclav 40 mg/kg/hari.
Sedangkan pada umur lebih dari 3 bulan diberikan Benzylpenicillin atau erythromycin, jika
tidak berespon segera ganti dengan cefuroxime atau amoxicillin.23

Perawatan supportif pada neonatus dengan pneumonia akan memberikan hasil akhir yang lebih
baik dan menurunkan angka kematian. Hal ini termasuk penggunaan oksigen, deteksi dan
pengobatan hipoksemia dan apnea, termoregulasi, deteksi dan pengobatan hipoglikemia, dan
meningkatkan penggunaan cairan intravena dan suplemen gizi melalui nasogastrik. Pemberian
ASI yang sering sangat dianjurkan kecuali bila ada kontraindikasi yang pasti, seperti muntah,
intoleransi gastrointestinal atau risiko tinggi aspirasi.24

49
Pada kasus didapatkan klinis pernapasan seperti grunting (mendengus), tachypnea, retraksi,
sianosis, apnea, dan kegagalan pernafasan yang progresif sehingga pasien dipindahkan ke
NICU untuk mendapatkan fasilitas yang lebih lengkap yang dibutuhkan observasi ketat. Pada
pemeriksaan foto thorakoabdominal didapatkan Bercak berkonsolidasi di kedua lapang paru,
kesan Pneumonia yang tidak berubah dlm wktu 48 jam. Pemeriksaan Laboratorium didapatkan
leukositosis. Pengobatan yang diberikan sesuai dengan teori diatas yakni golongan penicilin.
Pada kasus diberikan antibiotik pertama kali pada hari perawatan pertama yaitu Inj. Ampisilin
2 x 95 mg dan Gentamisin 9,5 mg/36 jam kemudian diganti menjadi Inj. Bactecyn 100 mg/12
jam dan Amikasin 100 mg/12 jam dan nebu Combivent 1 cc + NaCl 2 cc  2x/hari. Hal ini
dapat terjadi sesuai pertimbangan dokter spesialis anak terkait perburukan klinis yang
didapatkan. Perawatan supportif juga dilakukan dengan penggunaan oksigen, deteksi dan
pengobatan hipoksemia dan apnea, termoregulasi, dan meningkatkan penggunaan cairan
intravena

50
7. CHD (Congenital Heart Disease): ASD (Atrium Septal Defect) + PDA (Patent Ductus
Arteriosus)

CHD (Congenital Heart Disease) atau Penyakit jantung bawaan merupakan salah satu defek
lahir pada bayi yang paling umum terjadi, karena adanya gangguan pada proses perkembangan
normal struktur embrional janin. Penyakit jantung bawaan adalah suatu abnormalitas struktur
dan fungsi sirkulasi jantung yang muncul pada saat lahir, walaupun penyakit ini sering baru
ditemukan dikemudian hari. Penyakit yang dibawa oleh anak sejak ia dilahirkan akibat
pembentukan jantung yang kurang sempurna. Pada waktu jantung mengalami proses
pertumbuhan di dalam kandungan, ada kemungkinan mengalami gangguan. Gangguan
pertumbuhan jantung pada janin ini terjadi pada usia tiga bulan pertama kehamilan, karena
jantung terbentuk sempurna pada saat janin berusia 4 bulan. 25
Deteksi dini dapat dilakukan dengan mengetahui status prenatal pasien berupa kelainan
genetik, riwayat keluarga, riwayat konsumsi obat-obatan, alkohol, dan merokok pada ibu,
kehamilan preterm, berat badan lahir rendah (BBLR), dan infeksi pada saat kehamilan. Deteksi
dini juga dapat dilakukan pada bayi post natal. Deteksi dini dapat dinilai berdasarkan
manifestasi klinis berupa sianosis, sesak, jari tabuh, hambatan tumbuh, dada berdebar, nyeri
dada, penurunan toleransi latihan, infeksi saluran nafas berulang. Selain itu, pada pemeriksaan
fisik dapat ditemukan kardiomegali, bising jantung, keringat berlebihan squatting, palpitasi,
infeksi nafas berulang, penurunan toleransi latihan, hambatan pertumbuhan, jari tabuh dan
sianosis.26
Sianosis merupakan perubahan warna kulit dan membrane mukosa yang dikarenakan
peningkatan kadar sisa hemoglobin pada darah arteri (penyakit jantung bawaan)/ akumulasi
hemoglobin abnormal (medhemoglobinemia). Sianosis terbagi atas sentral dan perifer. Sianosis
sentral merupakan hasil dari ketidak adekuatan oksigenasi darah (gagal jantung, atau kondisi
berkaitan dengan keadaan paru), atau pencampuran darah arteri dan vena (pirau kanan ke kiri,
pirau arteri vena). Sedangkan sianosis perifer dikarenakan tingginya reduksi oksihemoglobin di
kapiler serta pada keadaaan aliran darah yang lambat (gagal jantung, obstruksi vena).26
Sianosis karena kelainan intrakardiak berbeda dengan sianosis perifer atau karena kelainan
paru. Pada sianosis karena kelainan intrakardiak tidak akan membaik walaupun diberikan
oksigen dan akan bertambah buruk bila anak menangis. Jika sianosis sentral dijumpai segera

51
setelah lahir, maka PJB yang paling sering adalah transposisi arteri besar (Transposition Great
Arteri/TGA) atau atresia pulmonal.26
Deteksi dini juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan lab,
USG, elektrokardiography (EKG), echocardiography, rontgen, CT-scan, dan MRI. 27
Kardiomegali merupakan suatu keadaan dimana terjadi pembesaran pada jantung. Beberapa
penyebab kardiomegali pada anak antara lain penyakit miokardia, penyakit arteri koroner,
defek jantung kongenital dengan gagal jantung ataupun beberapa keadaan lain seperti tumor
jantung, anemia berat, kelainan endokrin (Hipertiroidisme, Hipertiroidisme juvenilis),
malnutrisi, distrofi muskular dan gagal jantung akibat penyakit paru, Thalasemia. dan ventrikel
kiri membesar secara signifikan. Echocardiography dapat dugunakan untuk mengidentifikasi
defek dari jantung melalui visualisasi. Saat ini dengan makin berkembangnya alat
echocardiography, deteksi defek jantung congenital dengan kateterisasi hanya dilakukan
apabila dengan pemeriksaan echocardiography kelaianan anatomis masih belum pasti. Dengan
menggunakan echocardiography maka bentuk kelainan baik lokasi maupun besarnya defek
dapat ditemukan.28,29
- Pada PDA terdapat kardiomegali atau pembesaran jantung, yaitu atrium dan ventrikel kiri
membesar secara signifikan. Pembesaran jantung bergantung pada derajat shunt dari kiri ke
kanan. Pembesaran jantung pada PDA ini dapat dilihat pada pemeriksaan Radiologi (rontgen
dada). Pada Ekokardiografi tampak gambaran aliran darah yang khas pada duktus arterious
persisten. Besarnya atrium kiri dapat diukur dengan dimensi perbandingan atrium kiri dan
aorta. Rasionalnya 1,3 : 1. Jika perbandingan atrium kiri > 1,3 kemungkinan besar terdapat
duktus arterious persisten terutama jika didukung penemuan klinis.28
- Atrium Septal Defet. Pada ASD terjadi pembesaran jantung kanan. Pada pemeriksaan
rontgen akan terlihat sebagai penonjolan pada bagian kanan atas jantung.29 Pemeriksaan
ekokardiografi dapat dievaluasi pirau dari kiri ke kanan di tingkat atrium dan menyingkirkan
lesi-lesi tambahan, serta nilai ukuran ruang-ruang jantung. Pada anak yang lebih besar atau
bila visualisasi defek meragukan dapat dilakukan pemeriksaan ekokardiografi secara
transesofagus.28
Intervensi awal untuk mengatasi spells pada bayi yaitu dengan posisi knee-chest yang dapat
dilakukan dengan berbaring atau bayi diletakkan pada bahu ibu. Keadaan ini diharapkan dapat
meningkatkan resistensi vaskuler sistemik yang berakibat berkurangnya pirau dari kanan ke

52
kiri sehingga terjadi peningkatan sirkulasi pulmonal. Bayi akan lebih tenang dan darah balik
vena iskemik akan berkurang. Pemberian oksigen pada keadaan ini tidak banyak manfaatnya
karena masalah utama bukan kekurangan oksigen namun yang terjadi adalah berkurangnya
aliran darah ke paru.30
Apabila intervensi di atas tidak berhasil, maka harus diberikan terapi sebagai berikut :27
- Propanolol 0.1mg/kgBB intravena diberikan pelan-pelan dan dapat diulang setelah 15
menit. Dengan berkurang nya kontraktilitas miokard diharapkan spasme infundibulum
berkurang dan sirkulasi pulmonal akan meningkat. Untuk pencegahan spells dapat
diberikan propanolol oran dengan dosis 2-4mg/kgBB/hari. Obat pilihan lain adalah
esmolol 0.5mg/kgBB diberikan intravena dalam 1 menit, kemudian 50 mikrogram/kgBB
selama 4 menit. Dapat pula diberikan metoprolol 0.1mg/kgBB diberikan intravena selama
5 menit, dapat diulang tiap 5 menit, maksimal 3 kali.
- Vasokonstriktor phenylephrine drip dapat diberikan 0.1-0.5mikrogram/kgBB/menit untuk
meningkatkan resistensi vaskular sistemik sehingga terjadi penurunan pirau dari kanan ke
kiri.
- Koreksi asisdosis metabolik dengan pemberian bikarbonat natricus 1-2,Eq/kgBB i.v.
dengan koreksi asidosis metabolik akan terjadi penurunan rangsangan pusat pernafasan
dan mengurangi peningkatan resistensi vaskular paru yang disebabkan hipoksia dan
asidosis.
- Pemberian cairan inisial dengan bolus 10-20cc/kgBB akan meningkatkan aliran darah
paru. Dapat diberikan cairan koloid atau kristaloid yang dapat menigkatkan preload dan
diberikan lebih dul sebelum obat-obatan.
Pada kasus, klinis yang ditemukan berupa sianosis dan pada auskultasi thoraks didapat bunyi
jantung I-II irreguler, suara tambahan (+). Pada pemeriksaan rontgen thorakoabdominal
didapatkan kesan kardiomegali CTR 60% sehingga dikonsulkan ke dokter spesialis Jantung
Pembukuh darah yang kemudian dilakukan echocardiografi dan didapatkan Early diastolik rv
collapse (+); ASD (+); PDA (+) yang kemudian didiagnosa CHD (Congenital Heart
Disease): ASD (Atrium Septal Defect) + PDA (Patent Ductus Arteriosus). Tindakan
dilakukan Pro pericardiosintesis Urgent dan terapi Ij. Lasix 1 x 2 mg IV dan Digoxin 1 x 0,1
cc IV 2 jam sebelun tindakan. Untuk terapi pada kasus ini belum diberikan, tidak sesuai

53
dengan teori diatas atas dasar kemungkinan pertimbangan tertentu dari dokter spesialis
jantung.

54
8. Efusi Pericardial (post pericardiocentesis).
Efusi perikardium ialah penimbunan cairan abnormal dalam rongga perikardium. Rongga
perikardium normal berisi ± 15-50cc cairan perikard yang mengandung elektrolit, protein dan
cairan limfe yang berfungsi sebagai lubrikan dengan ketebalan 2-4 mm.1 Bila volume cairan
melebihi kapasitas cavum perikardium, mengakibatkan tekanan pada jantung dan terjadi
tamponade jantung. Cardiac Tamponade (tamponade jantung) yaitu kompresi jantung akibat
darah atau cairan menumpuk di ruang antara miokardium dan perikardium Kompresi tersebut
menyebabkan fungsi jantung menurun.28
Pada efusi yang disebabkan perikarditis, keluhan paling sering yang dirasakan penderita ialah
nyeri dada yang tajam, retrosternal, atau sebelah kiri. Bertambah sakit jika bernafas, batuk
atau menelan. Keluhan lain bias sulit bernafas karena nyeri pleuritik ataui karena efusi
perikardnya.
Pemeriksaan fisik yang didapat pada auskultasi pericardial friction rub presistolik, sistolik atau
diastolik, yaitu bunyi gesekan perikardium yang hampir mirip atau dikacaukan dengan suara
rhonki. Bila efusi banyak dan cepat, akan didapatkan tanda temponade. Tanda temponade
berupa keadaan umum penderita tampak buruk/berat. Tekanan darah turun, peninggian
tekanan vena jugularis, tanda kusmaul, takikardi, nadi lemah, serta nafas cepat. Pelebaran area
pekak prekordial, pulsus paradoksus. Pulsus paradoksus terjadi karena pembesaran ventrikel
kanan akibat inspirasi, menekan septum dan rongga ventrikel kiri hingga mengurangi volume
28
ventrikel kiri dan menurunkan curah jantung sekuncup.
Pemeriksaan Penunjang28
- Laboratorium. Pemeriksaan leukosit, ureum,kreatinin, enzim jantung, sitologi,
mikrobiologis parasitologis, serologis, virologist, patologis, imunologis.
- Foto toraks. Paru relatif bersih kecuali ada tumor atau radang pada pau, bayangan jantung
yang besar membentuk kendi atau tabung erlenmeyer (bila cairan > 250 ml).
- Elektrokardiografi. Pengurangan voltase QRS (low voltage) dan electrical alternans
- Echokardiogram Doppler. Menunjukkan efusi moderat atau severe, echo free space di
bagian depan dan belakang jantung, adanya fungsi diastolic yang terganggu, dan
penurunan kontraktilitas ventrikel (hipokinetik).
- Perikardiosintesis. Pengambilan (pungsi) cairan efusi pericardial. Setelah cairan diambil
kemudian dilakukan pemeriksaan laboratorium

55
- CT scan dan MRI. Berguna untuk melihat seberapa luas efusi dan untuk melihat letak
tumor primer yang menyebabkan efusi perikardium serta menentukan stadiumnya
sehingga bias diputuskan penatalaksanaan selanjutnya.
Adapun prosedur penanganan efusi perikardium malignansi dengan terapi cisplatin
intraperikardial menurut Maisch et al yang terbukti mengurangi rekurensi efusi perikardium:28

 Perikardiosintesis
- Subxiphoid
- Anestesi local
- Monitoring EKG, ECG, dan hemodinamik
- Dada dan kepala pasien diposisikan 45 derajat untuk mengambil cairan efusi di
anterior dan inferior
- Setelah cairan diaspirasi, pasien diposisikan 90 derajat lateral, posterior-anterior
- Pasien sebelumnya diberikan antibiotic profilaksis pada saat intervensi minimal untuk
3 hari setelah prosedur dilakukan (gentamisin 2x80 mg iv, dan ampisilin 4x500mg
po)
 Perikardioskopi dan Biopsi Epikardial
 Analisis efusi perikardium
 Biopsi
Perikardiosintesis tidak diperlukan saat efusi pericardium minimal dan dapat membaik atau
berkurang dengan pemberian antiinflamasi. Gangguan hemodinamik dan temponade jantung
merupakan indikasi absolute drainase perikardiosintesis. Pasien dengan dehidrasi dan
hipovolemia mungkin sewaktu-waktu dapat diberikan cairan intravena untuk memenuhi
kebutuhan cairan seperti pada kasus ini pasien tetap diberikan infuse RL 7tpm. Akan tetapi,
terapi yang paling baik ialah terapi yang didasarkan pada etiologi penyebab efusi pericardium
itu sendiri. Pada efusi idiopatik dilakukan drainase kateter (3±2 hari, interval 1–13 hari) hal ini
berhubungan dengan pengurangan rekurensi dari efusi (6% vs. 23%) dibandingkan tanpa
drainase kateter. Pada proses neoplastik yang resisten terhadap terapi intraperikardial, dapat
dilakukan balon perikardiotomi perkutaneus, atau perikardiektomi. Pembedahan
direkomendasikan hanya pada pasien dengan efusi kronik yang massif yang tidak berhasil
diterapi dengan terapi intraperikardial atau perikardiosintesis. 28

56
Pada kasus, oleh dokter spesialis jantung dilakukan pemeriksaan echokardiografi dan
didapatkan kesan Tampak cairan pericardium 1,2 cm; yang kemudian didiagnosa Efusi
Percardial masif, Impending Temponade Jantung dan tindakan kardiosintesis yang kemudian
hasil cairan pericard diperiksakan ke laboratorium dengan hasil analisa cairan pericard yang
bermakna Protein (L) 3.30 g/dL; Glukosa (H) 150 mg/dL; Albumin (L) 2.60 g/dL; Rivalta
Positif.

57
BAB III
KESIMPULAN

- Bayi kecil untuk masa kehamilan atau IUGR adalah bayi yang lahir cukup bulan tetapi
berat lahir kurang. Keadaan ini terjadi akibat terganggunya pertumbuhan janin ketika di
dalam rahim ibu. BBLR kecil masa kehamilan adalah bayi saat lahir beratnya kurang dari
2500 gram untuk masa gestasi.
- Ikterus atau jaundice adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa, ikterus pada
neonatus akan terlihat bila kadar bilirubin serum > 5 mg/dL.
- Sindrom Down adalah suatu kelainan genetik yang disebabkan karena terjadinya trisomi
kromosom 21 yang angka kejadiannya adalah 1: 800 kelahiran. Hal ini mengkibatkan
berubahnya keseimbangan genetik tubuh serta perubahan karakteristik fisik dan kemampuan
intelektual, serta gangguan dalam fungsi fungsi fisiologi tubuh.
- Konjungtivitis neonatus (oftalmia neonatorum) merupakan konjungtivitis yang terjadi pada 1
bulan pertama kehidupan, yang ditandai dengan terdapatnya sekret okular yang bersifat
serosa atau purulen, dengan penyebabnya antara lain infeksi bakteri, virus, klamidia, atau
respon toksik terhadap bahan kimia tertentu.
- Leukemia adalah suatu penyakit keganasan sel darah putih yang berasal dari sumsum tulang
yang ditandai dengan akumulasi proliferasi leukosit dan sel abnormal dalam sumsum tulang
dan darah. Penyebabnya tidak diketahui secara pasti namun faktor resiko seperti genetic,
lingkungan, radiasi, infeksi dan keadaan imunosupresi memiliki hubungan dengan angka
kesakitan leukemia.
- Pneumonia merupakan suatu proses inflamasi yang dapat bersifat local atau sistemik pada
parenkim paru. Kelainan patensi saluran napas serta ventilasi alveolar dan perfusi sering
terjadi karena berbagai mekanisme. Keadaan ini secara signifikan dapat mengubah
pertukaran gas dan metabolisme sel yang menyokong banyak jaringan dan organ dan
berkontribusi terhadap kualitas hidup seseorang. Pada neonatus, agen penyebab infkesi
umumnya bakteri daripada virus. Infeksi ini sering diperoleh pada saat proses persalinan,
dapat berasal dari cairan ketuban atau jalan lahir, tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari

58
intubasi dan ventilasi. Organisme yang penyebab pneumoni bervariasi menurut kelompok
umur.
- CHD (Congenital Heart Disease) atau Penyakit jantung bawaan merupakan salah satu defek
lahir pada bayi yang paling umum terjadi, karena adanya gangguan pada proses
perkembangan normal struktur embrional janin. Penyakit jantung bawaan adalah suatu
abnormalitas struktur dan fungsi sirkulasi jantung yang muncul pada saat lahir, walaupun
penyakit ini sering baru ditemukan dikemudian hari. Penyakit jantung bawaan terjadi.
- Efusi perikardium ialah penimbunan cairan abnormal dalam rongga perikardium.

59
DAFTAR PUSTAKA

1. Mulyawan, Handry. 2009. Gambaran Kejadian BBLR. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia :
Jakarta.
2. Mulyanawati. 2015. Bayi Berat Lahir Rendah. Universitas Islam Bandung Bandung.
3. Arda, Bami. 2015. Pengetahuan dan Sikap Ibu Tentang Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), No.1,
Vol.2. Makassar.
4. Teaching-Aids: NNF. Management of Low Birth Weight Babies.
5. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2009. Pedoman Pelayanan Medis
6. Hermansen C, Lorah K . Respiratory Distress in the Newborn, American. Academy of Family
Physicians. 2007.
7. Gomella TL. Transient Tachypnea of the Newborn , Neonatology ; Management, Prosedur, On-cal
problems Disease and Drugs. Fitth edition.
8. Suarta, K., Kardana, I. M., Dewi A. K. S., 2016. Efektivitas Fototerapi Terhadap Penurunan Kadar
Bilirubin Total pada Hiberbilirubinemia Neonatal di RSUP Sanglah. Sari Pediatri, 18(2), 81-6.
9. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2017.
10. Eva PR, Cunningham ET, editors. Vaughan & asbury’s general ophthalmology. 18th ed.
New York: The McGraw-Hill Companies; 2011.
11. Palupi J. Down syndrome dan terapi gen. <http://www.fk.unair.ac.id/> (30 Maret 2012).
12. Khan R, Abdallah I, Antony VV. Down syndrome : a case report. Orthodontic Cyber J 2009: 1-
11
th
13. Barlow K, Stewart. Trisomy 21-Down Syndrome. 8 ed. The Australasian Genetics Res Book
2007: 1-3.
14. Children grow up clinic. Down syndrome: Deteksi dini, pencegahan dan penatalaksanaan
sindrom down <http://childrengrowup.wordpress.com/2012 /02/06/deteksi-dini-pencegahan-dan
penatalaksanaan-sindrom-down/> (6 Februari 2012).
15. Ford D. Children with down syndrome <http://www.pdgdental.com.au.html> Paediatric
Dentistry 2009: 1-6.
16. Kliegman MR, RE Bhermann, HB Jenson, The Leukemias in Nelson Textbook of Pediatrics
18th Edition : 2116 – 2122
17. Rudolph MA, JIE Hoffman, CD Rudolph, Leukemia in Rudolph’s Pediatrics 20th Edition :
1269 – 1278

60
18. Parmono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, Leukemia Akut;
Kedaruratan Onkologi Anak dalam Buku Ajar Hematologi – Onkologi Anak 2010 : 236 –
325
19. Nissen DM. Congenital and Neonatal Pneumonia. Pediatric Respiratory Reviews. Australia:
Elsevier. 2007. p195-203
20. Hardy M, Boynes S. Respiratory and cardiovascular pathology. Paediatric Radiography.
UK: Blackwell 2003. P105
21. Duke T. Neonatal pneumonia in developing countries. Arch. Dis. Child. Fetal Neonatal.
2005;90;211-219
22. Shah S, Sharieff GQ. Emergency Medicine Clinics of North America. Pediatric Respiratory
Infections. USA: Elsevier. 2007. p961–979
23. Bennet JN, Domachowske J. Pediatric Pneumonia. Medscape. Feb 2013. URL:
http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview#aw2aab6b2b4aa
24. Ostapchuk M, Roberts MD, Haddy R. Community-Acquired Pneumonia in Infants and
Children. Am Fam Physician. Sep 2004; 1(7):899-908
25. Sayasathid J, Sukonpan K, Somboonna N. Epidemiology and Etiology of Congenital Heart
Diseases. Thailand : Cardiac Center, Faculty og Medicine, Naresuan University. Di unduh
dari : www.intechopen.compada 30 September 2015.
26. Park. M K. Park’s Pediatric Cardiology For Practitioners. 5th edition. Mosby Elsevier :
Philadelphia. 2014.
27. Nazme NI, Hussain M, Hoque MD.M, Dey AC, Das AHC. Study of Cardiovascular
Malformation in Congenital Rubella Syndrome in Two Tertiary Level Hospital of
Bangladesh. Bangladesh J Child Health 2014;Vol 38(3):141.
28. Wren C. Prematurity, Low Birth Weight, Adn Cardiovascular Malformation. United
Kingdom : Departement of Pediatric Cardiology, Freeman Hospital; 2010 [Di unduh pada
10 Oktober 2015]. Tersedia di : www.pediatric.org.
29. Knowles RL, Day T, Wade A, Bull C, Wren C, Dezateux C. Patient-reported Quality of Life
Outcomes for Children with Serious Congenital Heart Defect. Arc Dis child 2014;0:1-7.
30. Cervi E, Giardini MD.A. Exercise Tolerence in Children with a Left to Right. Journal of
Cardiology and Therapy Vol 2. No 1 (2015).

61

Anda mungkin juga menyukai