Bab ini memfokuskan pada suatu pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa
mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah
demi selangkah. Pendekatan mengajar ini disebut Model Pengajaran Langsung (MPL). Istilah
lain yang juga sering dipergunakan ialah Pengajaran Aktif (Good & Grows, 1985), Mastery
Teaching (Hunter, 1982), dan Explicit Instruction (Rosenshine dan Stevens, 1986). Meskipun
tidak sinonim, kuliah / ceramah, dan resitasi berhubungan erat dengan model pengajaran
langsung itu.
Page 1 of 34
a. Mengidentifikasi Topik
Merencanakan pelajaran dengan model pengajaran langsung di mulai saat anda
mengidentifikasi topik. Model ini paling cocok untuk mengajarkan keterampilan
procedural. Mari kita lihat keterampilan - keterampilan tersebut.
Keterampilan procedural, mari kita lihat soal berikut
2 + 5 (7 - 4) - 6 =
Untuk memecahkannya, anda mengikuti seperangkat prosedur baku. Yaitu pertama
- tama anda menyelesaikan persamaan di dalam tanda kurung (7 – 4 = 3). Kemudian, anda
mengalikan, membagi, menambahkan, dan mengurangi sebagai berikut ;
5 x 3 = 15 ; 2 + 15 = 17 ; 17 - 6 = 11.
Kegagalan untuk mengikuti langkah - langkah baku akan menghasilkan jawaban
keliru. Memecahkan masalah atau soal - soal seperti ini adalah keterampilan procedural,
yaitu operasi k yang ;
Memiliki seperangkat operasi atau persamaan spesifik yang bisa di identifikasi
Bisa di gambarkan dengan sejumlah contoh yng banyak dan beragam
Di kembangkan lewat latihan (flores dan Kaylor,2007)
Tujuan pertama dan tiga melibatkan pengetahuan konseptual; garis bujur, garis
lintang, dan pecahan sepadan adalah konsep. Tujuan ke 2 dan 4 adalah keterampilan
procedural. Misalnya, semakin siswa berlatih menemukan garis bujur dan garis lintang
berbagai kota yang berbeda, semakin handal mereka jadinya. Hal ini juga berlaku bagi
penambahan pecahan dengan penyebut yang tak sama
Anda juga memiliki dua tujuan jangka panjang saat mengajarkan keterampilan
otomatisitas dan transfer. Otomatisitas adalah kemampuan untuk melakukan satu
keterampilan secara boleh dibilang tanpa berfikir. Jika anda berlatih soal seperti 2+5 (7-
4) – 4 = secara cukup, anda akan mampu memecahkan soal itu dengan nyaris tanpa
upaya sadar. Secara umum tujuannya adalah membangun keterampilan procedural.
Model Pengajaran Langsung dirancang untuk memberikan latihan yang dibutuhkan
untuk mencapai otomatisitas.
Page 3 of 34
dan menempatkan nilai. Anda dapat mendorong transfer dengan memberi siswa anda
beragam masalah dimana keterampilan dibutuhkan. Caranya, menawari mereka
kesempatan untuk berlatih masalah - masalah dunia nyata.
Page 4 of 34
Tim,misalnya, dengan mudah membuat soal untuk siswa-siswanya. Kemudian, Judy
hanya butuh mengidentifikasi beberapa kota, baik di utara dan selatan khatulistiwa, dan
di timur dan barat meridian utama, untuk latihan siswa.
Dalam memilih dan merangkai masalah, masalah-masalah yang sederhana
disajikan di urutan pertama. Pelajaran tim menggambarkan proses ini. Dia pertama-
tama menggunakan masalah-masalah yang melibatkan penjumlahan satu-digit tanpa
pengelompokan ulang,seperti 5+4 =,dan kemudian berpindah ke penjumlahan satu-digit
dengan pengelompokan ulang, seperti 7+6 =. Seperti 13+14 =, dan kemudian berencana
pindah ke soal dua-angka yang menuntut pengelompokan ulang, seperti 15+19 =.
Saat anda telah mengidentifikasi topik anda, tentukan tujuan belajar anda dan
temukan atau ciptakan contoh dan masalah anda. Sehingga, anda pun siap melakukan
pelajaran.
B. Gambaran Umum Model Pengajaran Langsung
Model pengajaran langsung memiliki ciri – ciri sebagai berikut.
Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa termasuk prosedur
penilaian hasil belajar.
Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran.
Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan
pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan berhasil.
Setelah gambaran umum ini, akan dibicarakan dengan singkat landasan teoritik dan
empirik, yang dilanjutkan dengan uraian rinci tentang bagaimana melaksanakan model
pengajaran langsung.
Page 5 of 34
Klasifikasi pengetahuan berdasarkan kerumitan berfikir yaitu, pada tingkat yang
paling bawah adalah informasi faktual, yaitu pengetahuan deklaratif sederhana yang
telah diperoleh seseorang namun dapat atau dapat tidak digunakan. Contoh, Menghafal
hukum atau rumus tertentu dalam bidang studi fisika, kimia, matematika. Berbeda
dengan informasi faktual, pengetahuan yang lebih tinggi tingkatannya memerlukan
penggunaan pengetahuan dengan cara tertentu, misalnya membandingkan dua
rancangan penelitian, menilai hasil karya seni dan lain – lainnya. Seringkali penggunaan
pengetahuan prosedural memerlukan penguasaan pengetahuan prasayarat yang berupa
pengetahuan deklaratif.
Model pengajaran langsung dirancang secara khusus untuk mengembangkan
belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif yang
terstruktur dengan baik dan dapat dipelajari selangkah demi selangkah.
Contoh tujuan – tujuan pengajaran langsung dibandingkan dengan tujuan – tujuan
pembelajaran sosial atau berfikir tingkat tinggi
Page 6 of 34
2. Sintak
Pada model pengajaran langsung terdapat lima fase yang sangat penting.
Page 7 of 34
C. Latar Belakang Teoretik dan Empirik
Pengembangan model pengajaran langsung dilandasi oleh latar belakang
teoretik dan empirik tertentu. Di anatranya adalah adalah ide – ide dari bidang sistem
analisis, teori pemodelan sosial dan perilaku, serta hasil penelitian tentang keefektifan
guru dalam melaksanakan fungsinya. Secara historis, beberapa aspek dari model
pembelajaran langsung berasal dari prosedur pelatihan dalam industri dan kemiliteran.
1. Analisis Sistem
Analisis sistem ialah mempelajari hubungan yang terdapat pada komponen –
komponen yang saling bergantung dan merupakan suatu kesatuan. Contoh dari dua
sistem yang sangat dikenal manusia ialah ekosistem, dengan komponen biotik dan
abiotik yang saling berhubungan, dan sistem perdagangan internasional dengan semua
komponennya.
Di dalam bidang pengajaran dan pembelajaran, analisis sistem menekankan
bagaimana pengorganisasian pengetahuan dan keterampilan, dan bagaimana
menguraikan secara sistematik keterampilan kompleks dan ide – ide menjadi komponen
– komponen sehingga dapat diajarkan secara berurutan.
Gagne dan Leslie Briggs (1998) mengemukakan pandangannya tentang analisis
sistem dalam bidan pendidikan sebagai berikut :
Pengajaran yang dirancang secara sistematik akan berpengaruh besar terhadap
perkembangan individu. Beberapa pakar pendidikan mengemukakan, bahwa
pendidikan akan menjadi paling baik jika dirancang hanya untuk memberikan
kepada siswa memperoleh lingkungan belajar yang menunjang dan berkembang
sesuai dengan kemampuan dan aktifitasnya sendiri, tanpa adanya paksaan
apapun. Kita menganggap hal tersebut merupakan pandangan yang keliru.
Pembelajaran yang tidak diarahkan, menurut mereka, mungkin sekali membawa
perkembangan banyak individu oleh karena satu dan lain hal menjadi tidak
kompeten dalam mencapai kepuasan pribadi dari kehidupan masyarakat
sekarang atau yang akan datang.
2. Teori Pemodelan Tingkah Laku
Teori pemodelan tingkah laku atau teori belajar sosial disebut juga belajar
melalui observasi.
Diawali oleh John Dolard dan Neal Miller pada tahun 1930 – an dan 1940 – an,
teori pemodelan tingkah laku mencoba menggunakan mekanisme observasi dan
penguatan dari pengamatan konsekuensi – konsekuensi perilaku orang lain (vicarious
reinforcement) untuk menjelaskan pemerolehan bermacam – macam tingkah laku
Page 8 of 34
sosial seperti agresi dan kerjasama. Kemudian Albert Bandura dan koleganya,
penganut yang paling tersohor terhadap teori ini, mulai memperluas teori ini dengan
memasukkan pembelajaran keterampilan akademik dan konsep seperti keterampilan
akademik dan konsep – konsep yang diajarkan dengan model pengajaran langsung.
Menurut Bandura, sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara
selektif dan mengingat tingkah laku orang lain.
Bandura (1997) menulis :
Belajar akan sangat menghabiskan waktu dan tenaga, dan bahkan berbahaya,
jika manusia harus menggantungkan diri sepenuhnya pada hasil – hasil
kegiatannya sendiri. Untungnya, sebagian besar tingkah laku manusia
dipelajari secara observasi melalui pemodelan dari observasi terhadap perilaku
orang lain seseorang membentuk pengertian bagaimana melakukan tingkah
laku baru, dan pada kesempatan berikutnya informasi yang telah dikodekan
tersebut berfungsi sebagai suatu pemandu untuk tindakan. Karena manusia
dapat belajar dari contoh (model), setidak – tidaknya dalam bentuk yang
mendekati, sebelum melakukan kegiatan (tingkah laku) tertentu, mereka
terhindar dari melakukan kesalahan – kesalahan yang tidak perlu.
Para pakar teori pemodelan tingkah laku yakin, bahwa sesuatu itu telah dipelajari
apabila pengamat memperhatikan dengan sadar beberapa tingkah laku (misalnya
menyalakan korek api), dan kemudian menyimpulkannya didalam ingatan jangka
panjang. Pengamat itu belum melakukan tingkah laku yang diamati itu, oleh sebab itu
belum ada konsekuensi secara tingkah laku (reinforcement), yang para pakar psikologi
tingkah laku berpendapat bahwa hal tersebut perlu agar proses belajar dapat
berlangsung. Meskipun demikian, selama ingatan tersebut masih ada dalam ingatan
jangka panjang, pengamat mengetahui bagaimana melakukan sesuatu, misalnya
menyalakan korek api, terlepas dari apakah ia pernah mencobanya. Hal yang sama
juga berlaku untuk bermacam – macam tingkah laku sederhana, seperti mengerem
mobil, makan menggunakan sendok dan garpu, dan membuka tutup botol.
Menurut Bandura, teori pemodelan tingakh laku merupakan proses tiga tahap,
yang meliputi atensi atau perhatian, retensi dan produksi. Dalam prakteknya, hal
tersebut bergantung pada perhatian pengamat terhadap tingkah laku tertentu,
kemudian menempatkan persepsinya di dalam ingatan jangka panjang, dan akhirnya
memunculkan ingatan itu kembali untuk menghasilkan tingkah laku tersebut apabila
termotivasi untuk melakukannya.
Page 9 of 34
a. Perhatian
Menurut hasil penelitian Bandura, pengamat akan dapat memperhatikan tingkah
laku dengan baik apabila tingkah laku tersebut jelas dan tidak terlampau kompleks.
Dari guru pengajaran langsung, pengetahuan tersebut dapat membangkitkan perilaku
berikut ini pada awal suatu pelajaran dan juga pada saat – saat yang kritikal selama
pelajaran.
(1. Untuk pertama – tama memperoleh perhatian siswa guru dapat menggunakan
isyarat yang ekspresif seperti menepukkan tangan, atau menggunakan benda aneh
yang dapat menarik perhatian siswa, misalnya buah labu merah yang sangat besar,
atau kotak ajaib yang berlubang. Mengarahkan perhatian pada bagian – bagian
penting dari pokok pembicaraan, dapat dilakukan dengan mengatakan
“berkumpullah sekarang dan perhatikan baik – baik.”
(2. Untuk memastikan agar pengamatan tidak teralampau kompleks supaya
dapat diamati dengan akurat, guru dapat membagi keterampilan kompleks,
misalnya servis tenis, menjadi beberapa komponen bagian dan kemudian
mengajarkan setiap bagian (misal cara memegang raket, melempar bola, dan
mengayun) secara terpisah. Memperkenalkan keseluruhan penampilan dapat
memberatkan kapasitas perhatian siswa dan mengakibatkan terjadinya kesalahan
– kesalahan.
b. Retensi
Bandura juga menemukan bahwa retensi dari suatu perilaku yang teramati dapat
dimantapkan jika pengamat dapat menghubungkan observasi itu dengan pengalaman
– penglaman sebelumnya, yang bermakna baginya dan terlibat dalam pengulangan
kognitif atas kegiatan itu. Memahami hal tersebut, guru yang melaksanakan
pengajaran langsung dapat melakukan hal – hal berikut ini.
(1. Untuk mengaitkan keterampilan baru dengan pengetahuan awal siswa, guru dapat
meminta siswa membandingkan keterampilan baru yang didemonstrasikan
dengan sesuatu yang telah diketahui, dan dapat dilakukannya. Misalnya, guru
dapat mengatakan bahwa mempersiapkan mikroskop di laboratorium
mengingatkannya pada penyusunan kembali mixer (pengaduk) yang baru selesai
dibersihkan bagian demi bagian.
(2. Untuk memastikan terjadinya retensi jangka panjang, guru dapat menyediakan
periode pelatihan, yang memungkinkan siswa mengulang keterampilan baru
secara bergiliran, baik secara fisik maupun secara mental. Mereka misalnya dapat
menvisualisasikan sendiri tahap – tahap yang telah didemonstrasikan dalam
mempersiapkan mikroskop, sebelum benar – benar melakukannya.
Page 10 of 34
c. Produksi
Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih keterampilan –
keterampilan baru, merupakan hal yang sangat penting. Meskipun demikian, Bandura
menemukan bahwa pengaturan waktu dan jenis umpan balik yang diberikan oleh guru
merupakan faktor penentu terhadap keberhasilan pelatihan. Terutama pada awal
pembelajaran, umpan balik perlu dilakukan sesegera mungkin, positif, dan korektif.
Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru yang menggunakan model pengajaran
langsung ialah melalui “pemodelan korekktif” yang mencakup kegiatan – kegiatan
berikut.
(1. Untuk memastikan sikap positif terhadap keterampilan baru, guru seyogyanya
memberi pujian segera pada aspek – aspek keterampilan yang dilakukan siswa
dengan benar, lalu mengidentifikasi sub keterampilan yang masih sulit dilakukan
siswa. Misalnya, jika seorang siswa memegang dan mengayunkan raket tenis
dengan benar, pada saat belajar melakukan servis, namun memukul bola ke luar
garis, guru harus dengan segera menunjukkan tingkah laku siswa yang telah
dilakukan dengan benar dan kemudian menunjukkan masalah yang ada.
(2. Untuk memperbaiki sub keterampilan yang salah, pertama kali guru perlu
memodelkan kinerja yang benar, kemudian meminta siswa mengulanginya
sampai benar – benar menguasainya.
3. Penelitian Tentang Keefektifan Guru
Data penunjang empirik yang paling jelas terhadap model pengajaran langsung
berasal dari penelitian tentang keefektifan guru yang dilakukan pada tahun 1970–an dan
1980-an.
Penelitian Stallings dan Kaskowitz (1974) menunjukkan pentingnya waktu yang
dialokasikan pada tugas (time on task). Penelitian ini juga menyumbang dungan empirik
penggunaan pengajaran langsung. Penelitian ini dilakukan dikelas satu dan tiga, pada
proyek yang disebut “Project Follow Through Classroom.” Pada proyek ini, para
peneliti melakukan pengamatan terhadap beberapa pendekatan yang digunakan guru.
Beberapa orang guru menggunakan metode – metode yang sangat terstruktur dan
formal, sedangkan guru – guru yang lain menggunakan metode – metode yang lebih
informal, yang berkaitan dengan gerakan sekolah terbuka pada saat itu.
Stallings dan koleganya ingin mengungkapkan, manakah diantara program –
program itu yang dapat berfungsi baik dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
Misalnya, penampilan guru di 166 kelas diamati, dan siswa – siswanya diuji untuk
mengetahui peningkatan hasil belajar dalam bidang matematika dan membaca.
Meskipun hasil penelitian ini dapat mengungkapkan banyak hal, namun ada dua hal
Page 11 of 34
yang sangat menonjol, yaitu alokasi waktu dan penggunaan tugas (kegiatan) yang
menggunakan model pengajaran langsung lebih berhasil dan memperoleh tingkat
keterlibatan yang tinggi daripada mereka yang menggunakan metode – metode informal
yang berpusat pada siswa
Beberapa penelitian yang dilakukan pada tahun 1970-an itu, misalnya yang
dilakukan oleh stallings dan rekan – rekannya, menunjukkan bahwa guru yang memiliki
kelas yang terorganisasikan dengan baik dimana pengalaman – pengalaman
pembelajaran yang terstruktur paling sering teramati, menghasilkan rasio keterlibatan
siswa yang lebih tinggi (time – task – ratios) dan hasil belajar yang lebih tinggi daripada
guru yang menggunakan pendekatan yang kurang formal dan kurang terstruktur.
Observasi kepada guru – guru yang berhasil, menunjukkan bahwa kebanyakan mereka
menggunakan prosedur pengajaran langsung.
D. Melaksanakan Pengajaran Langsung
Pelaksanaan yang baik model pengajaran langsung memerlukan tindakan –
tindakan dan keputusan – keputusan yang jelas dari guru, selama berlangsungnya
perencanaan, pada saat melaksanakan pembelajaran, dan pada waktu menilai hasilnya.
Fitur atau ciri utama unik yang terlihat dalam melaksanakan suatu pelajaran langsung
dibahas berikut ini.
1. Tugas – tugas Perencanaan
Pengajaran langsung dapat diterapkan dibidang studi apapaun, namun model
ini paling sesuai untuk mata pelajaran yang berorientasi pada penampilan atau
kinerja seperti menulis, membaca, matematika, musik, dan pendidikan jasmani.
Pengajaran langsung juga cocok untuk mengajarkan komponen – komponen
keterampilan dari mata pelajaran yang lebih berorientasi pada informasi seperti
sejarah dan sains. Apabila informasi atau keterampilan yang akan diajarkan
terstruktur dengan baik da dapat diajarkan selangkah demi selangkah, model
pengajaran langsung sangat cocok digunakan. Pembelajaran langsung kurang
cocok untuk mengajarkan keterampilan sosial atau kreativitas, proses berfikir
tinggi, dan konsep – konsep abstrak. Model ini juga tidak cocok untuk mengajarkan
sikap atau pemahaman masalah – masalah masyarakat yang penting.
a. Merumuskan Tujuan
Untuk merumuskan tujuan pembelajaran langsung dapat digunakan model Mager.
Mager mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran khusus harus sangat spesifik.
Tujuan yang di tulis dalam format Mager dikenal sebagai tujuan perilaku dan terdiri
dari tiga bagian.
Page 12 of 34
(1. Perilaku siswa. Apa yang dilakukan siswa atau jenis – jenis perilaku siswa yang
diharapkan guru untuk dilakukan sebagai bukti bahwa tujuan itu telah di capai.
(2. Situasi pengetesan. Dibawah kondisi tetentu perilaku itu akan teramati atau
diharapkan terjadi
(3. Kriteria kerja. Ditetapkan standar atau tingkat kinerja sebagai standar atau
tingkat kinerja yang dapat diterima.
Tabel 3
Contoh tujuan perilaku menggunakan format mager
Bagian – bagian tujuan Contoh
Perilaku siswa Mengidentifikasi kata benda
Diberikan suatu daftar kata
Situasi pengetesan
benda dan kata kerja
Menandai paling sedikit 85
Kriteria kinerja
persen benar
Mendaftar lima penyebab
Perilaku siswa
Perang Saudara di Amerika
Test uraian tanpa membuka
Situasi pengetesan
catatan
Kriteria kinerja Empat dari lima alasan
Singkatnya, menurut Mager tujuan yang baik perlu berorientasi pada siswa
dan spesifik, mengandung uraian yang jelas tentang situasi penilaian (kondisi
evaluasi), dan mengandung tingkat ketercapaian kinerja yang diharapkan (kriteria
keberhasilan). Perbedaan pokok antara penulisan tujuan pembelajaran yang
berbentuk keterampilan dan tujuan pembelajaran yang lebih kompleks ialah,
bahwa tujuan pembelajaran yang berupa keterampilan pada umumnya merupakan
tingkah laku yang dapat diamati dengan mudah, dan dapat dirumuskan dengan
jelas, serta dievaluasi dengan akurat. Misalnya, jika tujuannya ialah agar siswa
dapat memanjat tebing setinggi 15 meter dalam waktu 15 menit, tingkah laku
tersebut dapat dievaluasi secara tepat. Tidak demikian halnya dengan tes kinerja
untuk mengukur penggunaan keterampilan yang kompleks, seperti penggunaan
berbagai macam model pengajaran yang telah diuraikan, akan jauh lebih sulit
untuk dikonstruksi.
b. Memilih Isi
Ada beberapa prinsip seperti berikut ini yang dapat membantu dalam memilih
isi untuk pelajaran tertentu.
Page 13 of 34
(1. Ekonomi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kebanyakan presentasi dan
demonstrasi yang dilakukan oleh guru, mengandung terlalu banyak informasi
yang sebagian besar tidak relevan. Karena uraian yang berkepanjangan dan
tidak relevan tersebut, maka siswa sukar memahami ide – ide dan keterampilan
pokok yang harus dipelajari.
Jerome Bruner (1962) mengatakan, bahwa dalam menjelaskan dan melakukan
demonstrasi, guru perlu mempertimbangkan faktor ekonomi. Artinya, guru
perlu benar - benar mempertimbangkan berapa banyak informasi yang kan
diberikan dalam kurun waktu tertentu. Ekonomi mendorong pemberian
rangkuman singkat tentang ide – ide pokok beberapa kali selama pelajaran.
Prinsip ekonomi menghendaki pemilihan suatu konsep sulit dan membuat itu
jelas dan mudah bagi siswa, bukan memilih konsep mudah dan membuat
konsep itu kabur dan sulit dikarenakan penjelasan verbal yang bertele – tele.
(2. Power. Bruner juga menyampaikan, bagaimana prinsip power seharusnya
diterapkan dalam memilih materi pelajaran. Power akan ada, apabila informasi
pokok dari bidang studi tertentu dipilih dan dipresentasikan secra langsung dan
dengan cara logis. Melalui pengorganisasian yang logis itulah, siswa akan
dapat mempelajari hubungan antara fakta dan konsep – konsep kunci yang
menjadi isi suatu pokok bahasan.
Untuk mencapai prinsip ekonomi dan power tidak bergantung pada cara
penampilan guru dalam mengajar. Tetapi lebih ditentukan oleh perencanaan
yang baik. Suatu presentasi atau demonstrasi yang direncanakan dengan baik
dan dilakukan secara monoton dapat memberikan hasil belajar yang lebih baik
daripada presentasi yang dinamis dan menyenangkan tetapi tidak
diorganisasikan dengan baik.
c. Melakukan Analisis Tugas
Analisis tugas ialah alat yang digunakan oleh guru untuk mengidentifikasi
dengan presisi yang tinggi hakekat yang setepatnya dari suatu keterampilan atau
butir pengetahuan yang terstruktur dengan baik, yang akan diajarkan oleh guru.
Ide pokok yang melatarbelakangi analaisis tugas ialah, bahwa pengertian dan
keterampilan yang kompleks tidak dapat dipelajari semuanya dalam satu waktu
tertentu. Untuk mengembangkan pemahaman yang mudah dan pada akhirnya
penguasaan, keterampilan dan pengertian kompleks itu lebih dahulu harus dibagi
menjadi komponen bagian, sehingga dapat diajarkan berurutan dengan logis dan
tahap demi tahap.
Page 14 of 34
Analisis tugas membantu guru menentukan dengan tepat apa yang perlu
dilakukan oleh siswa untuk melaksanakan keterampilan yang kan dipelajarinya.
Analisis tugas tersebut dilakukan melalui tahap – tahap sebagai berikut.
Tahap 1 : Mintalah penjelasan kepada orang yang menguasai dan dapat
melakukan keterampilan itu, atau amati pada saat ia melakukan keterampilan
tersebut
Tahap 2 : Bagi – bagi keterampilan itu menjadi keterampilan – keterampilan
bagian
Tahap 3 : susunlah keterampilan bagian tersebut dengan urutan yang logis,
sehingga beberapa keterampilan bagian merupakan prasyarat bagi keterampilan
bagian yang lain.
Tahap 4 : buatlah rancangan strategi untuk mengajarkan setiap keterampilan
bagian itu, dan kemudian mempersatukan.
Kadang – kadang ada anggapan yang salah, bahwa guru perlu melakukan
analisis tugas untuk setiap keterampilan yang akan diajarkan. Meskipun prosesnya
tidak sulit, analisis tugas menyita waktu yang banyak.
Guru yang berhasil, memang berpegang pada prinsip analisis tugas, yaitu bahwa
banyak keterampilan yang terdiri atas sejumlah sub – keterampilan, dan siswa tidak
akan dapat melaksanakan keterampilan tersebut secara utuh jika masing – masing
sub – keterampilannya belum dikuasai dengan baik.
d. Merencanakan Waktu dan Ruang
Dalam merencanakan waktu dan ruang, ada dua hal yang perlu diperhatikan oleh
guru :
Memastikan bahwa waktu yang disediakan sepadan dengan bakat dan
kemampuan siswa, dan
Memotivasi siswa agar mereka tetap melakukan tugas – tugasnya dengan
perhatian yang optimal.
Banyak guru, khususnya guru – guru yang belum berpengalaman, menaksir terlalu
rendah jumlah waktu yang diperlukan untuk mengajarkan sesuatu dengan baik.
Merencanakan dan mengelola ruang untuk pengajaran langsung juga sama
pentingnya. Pada umumnya guru memilih formasi baris dan kolom dalam menyusun
meja / bangku belajar seperti dititunjukkan pada gambar dibawah ini. Formasi
demikian ini sangat cocok untuk siswa yang harus memusatkan perhatiannya pada
guru atau informasi yang di tulis dipapan tulis.
Page 15 of 34
2. Menerapkan Pelajaran Menggunakan Model Pengajaran Langsung
Fase Tujuan
Fase 1: Perkenalan dan Review Menarik perhatian siswa dan
Guru memperkenalkan pelajaran dan menarik mereka ke dalam pelajaran
mereview pemahaman awal Secara informal menilai pemahaman
siswa untuk menjamin mereka
memiliki pemahaman minimum
yang dibutuhkan untuk memahami
keterampilan
Page 16 of 34
Tim memulai kelas matematikanya dengan mengatakan,”tolong singkirkan
semua bahan bacaan kalian dan keluarkan tongkat dan kacang matematika kalian.
Hari ini kita akan mempelajari cara baru menjumlahkan. Ini akan membantu kita
memecahkan soal-soal seperti yang kalian lihat disini. “dia menunjukkan soal
berikut:
Sonya dan willy bekerja sama untuk menyimpan kaleng minuman ringan supaya
mereka bisa mendapatkan bola sepak gratis. Sonya memiliki 13 kaleng dan Willy
memiliki 14 kaleng. Berapa banyak kaleng mereka jika digabungkan?
Setelah memberi waktu muridnya beberapa detik untuk membaca soal, tim
melanjutkan,”soal-soal ini penting karena membantu kita dalam kehidupan sehari-
hari. Saat kita sudah selesai dengan pelajaran ini, kalian akan mampu memecahkan
soal-soal seperti ini.
“Sekarang, mari kita mereview selama beberapa menit. Setiap orang gunakan
kacang kalian untuk mengerjakan soal ini,” dia berkata seraya menulis
5+4
Dipapan. Dia mengamati saat para murid memperagakan soal itu dengan
kacang-kacaangan mereka. Kemudian, dia memberikan soal serupa dan
berkata,”sekarang cobalah yang ini,”sambil menulis.
6+8
Tim berusaha menarik perhatiaan anak-anak dengan menaruh nama dua siswa
disoalnya dan menggunakan contoh akrab dari dunia nyata. Kemudian, dia
melakukan review dengan meminta siswa menjumlahkan angka-angka satu digit dan
mengelompokkan 13 kacang –kacangan menjadi satu unit puluhan dan tiga unit
satuan.
b. Fase 2 : Presentasi
Dalam fase 2, anda berusaha membantu siswa mengembangkan pemahaman
terhadap keterampilan semendalam mungkin. Inilah fase yang paling sulit bagi guru,
biasanya karena 3 alasan. Pertama, mungkin sulit memilih satu keterampilan, seperti
menjumlahkan angka dua digit, yang demikian sederhana bagi kita, dan membuatnya
dapat dipahami anak-anak.
Keterampilan –keterampilan itu demikian otomatis bagi kita seehingga kita
mengalami kesulitan mengutarakannya secara lisan dan memodelkannya kepada
murid-murid kita. Contoh lain, pikirkan bagaimana anda akan menjelaskan dan
memodelkan mengikat tali sepatu untuk anak kecil. Kita bisa mengatakan sesuatu
Page 17 of 34
seperti,”well, pertama peganglah tali sepatu di masing-masing tangan dan kemudian
kalian menempatkan satu tali diatas tali yang lain …” dan modeling kita mungkin
tergesa-gesa serta membingungkan. Kita harus secara cermat memikirkan cara kita
menyajikan keterampilan dalam cara yang bisa di mengerti murid-murid kita.
Kedua, dan mungkin sebagai reaksi terhadap kesulitan pertama, guru cenderung
tergesa-gesa melalui fase ini dengan penjelasan dangkal. Akibatnya siswa tidak
memahami keterampilan itu secara sempurna dan membuat latihan sulit bagi mereka.
Saat mereka tak mampu melakukan keterampilan dengan mudah, mereka bisa
frustasi dan masalah manajemen ruang kelas dapat terjadi. Jika anda melihat
beberapa siswa anda bersusah payah saat berusaha untuk memecahkan masalah-
masalah praktis, anda mungkin perlu lebih cermat dalam fase ini. Mayoritas siswa
anda harus bisa berhasil memecahkan masalah tersebut sehingga anda bisa
mengabdikan waktu untuk murid yang mengalami kesulitan dalam mengimbangi
teman sekelas mereka.
Masalah ketiga terkait dengan konsepsi keliru tentang pengajaran langsung.
Karena pengajaran langsung dipandang sebagai model yang terpusat pada guru, guru
kadang menyakini bahwa pengajuan pertanyaan dan interaksi dengan siswa tidaklah
penting sebagaimana dimodel-model yang lain. Terkait pengajaran, tidak ada yang
sekeliru ini. Kebutuhan akan interaksi sosial adalah prinsip pembelajaran, yang berati
itu berlaku bagi segala bentuk pembelajaran dan semua model, termasuk pengajaran
laangsung. Dan tingkat interaksi yang tinggi adalah penting dalam fase ini. Sebagai
contoh mari kita melihat cara kerja Judy dan Nelson dalam fase ini.
Kesimpulannya adalah:
Page 18 of 34
4. Garis bujur terbentang dari utara dan selatan dan mengukur jarak timur dan
barat; garis lintang membentang dari timur dan barat dan mengukur jarak utara
dan selatan
Judy kemudian memegangi bola bumi. Dia menunjukkan kepada siswa Meridian
utama dan menjelaskan bahwa itu adalah garis bujur 0 derajat. Juga dia
menunjukkan kepada mereka garis penanggalan internasional dan menjelaskan itu
adalah 180 derajat. Dia juga menunjukkan kepada para murid garis khatulistiwa dan
menjelaskan bahwa itu adalah garis lintang 0 derajat.
Sebagaimana anda lihat, judy juga sangat tuntas dan cermat dalam fase ini. Dia juga
membangun pemahaman siswa lewat pertanyaan-pertanyaanya. Sebagaimana kami
katakan sebelumnya, bahwa fase ini melibatkan tingkat partisipasi siswa yang tinggi.
Ini penting supaya siswa dapat mengembangkan pemahaman cukup mendalam untuk
beraktivitas secara nyaman di fase berikutnya.
Dalam fase ini peran anda berubah, anda berpindah dari menjelaskan, modeling,
dan membimbing pemahaman siswa ke peran sebagai pelatih saat siswa berlatih.
Anda memberi siswa sebanyak mungkin dukungan yang mereka butuhkan untuk bisa
Page 19 of 34
berhasil saat anda secara bertahap menggeser tanggung jawab mengerjakan
keterampilan pada siswa.
Anda juga bisa melihat mengapa fase ini disebut “terbimbing” para murid
melatih keterampilan dibawah pengawasan cermat anda. Dan anda mereview serta
memperkuat pemahaman mereka dengan meminta mereka menjelaskan cara mereka
memecahkan soal. Penjelasan murid memberikan modeling tambahan bagi para
murid yang masih ragu-ragu melakukan keterampilan itu.
Sebagai mana fase presentasi, tingkat interaksi tinggi antara guru dan siswa
adalah penting selama fase ini. Anda harus mengajukan pertanyaan yang
mengklarifikasi dan menggali lebih jauh untuk menentukan apakah para murid
benar-benar memahami materi baru atau sekedar mengikuti prosedur yang sudah
dihafal. Guru yang efektif mengajukan pertanyaan tiga kali lebih banyak dari fase ini
dibandingkan guru yang kurang efektif, yang cenderung memberikan penjelasan
singkatdan meminta para murid untuk berlatih secara mandiri (Evertson, Anderson,
& Brophy, 1980). Interaksi guru-siswa juga memberi anda akses pada pemikiran
siswa anda dan membantu anda memahami dan mengurai kesalahan dan kekeliruan
pemahaman mereka.
Saat anda sudah puas bahwa sebagian besar siswa dapat melakukan
keterampilan itu dengan sukses, mereka siap untuk latihan mandiri.
Latihan mandiri adalah fase terakhir dari pelajaran pengajaran langsung. Selama
fase ini, para murid melaatih keterampilan mereka secara mandiri. Idealnya, latihan
mandiri terjadi dalam dua tahap. Selama tahap pertama, para murid berlatih di kelas
saat anda mengamati untuk memastikan mereka berhasil. Kemudian, mereka bekerja
secara mandiri mengerjakan pekerjaan rumah. (dengan anak kecil, anda mungkin
meminta mereka melakukan seluruh latihan mandiri di kelas).
Page 20 of 34
Latihan mandiri memiliki dua fungsi penting. Pertama, latihan ini
memungkinkan siswa mengembangkan otomatisitas keterampilan dan kemampuan
untuk mentransfer pemahaman mereka dalam konteks baru (Gersten dkk., 1999).
Kedua, jika sebagian besar siswa berlatih dengan sukses, ini membebaskan anda
untuk memberikan latihan terbimbing tambahan kepada murid-murid yang berusaha
mengimbangi teman sekelasnya. Karena itu, latihan mandiri memungkinkan anda
memberikan pengajaran secara berbeda. Saat sebagian besar siswa bekerja secara
mandiri, anda bisa menghadapi sekelompok kecil siswa untuk memberi mereka
dukungan tambahan.
Kesuksesan laatihan mandiri tergantung pada kualitas fase presentasi dan latihan
terbimbing. Jika lebih dari segelintir siswa anda berjuang susah-payah selama latihan
mandiri, itu menandakan mereka tidak mendapatkan pemahaman memadai tentang
ketermapilan yang dimaksud selama fase presentasi. Atau keduanya. Jika sejumlah
siswa mengalami masalah yang sama, mungkin perlu untuk mengumpulkan kelas
kembali dan mengajarkan lagi bagian-bagian topik yang tidak dipahami para murid
(Good & Brophy,2008).
Tim memberi para siswanya latihan mandiri dengan memberi anak-anak lembar
kerja yang memuat sejumlah soal untuk dipecahkan. Judy juga memberi murid-
muridnya lembar kerja yang memuat dua jenis masalah. Dalam soal jenis pertama,
siswa diminta mencari garis bujur dan garis lintang dari sejumlah lokasi. Dalam soal
jenis kedua, siswa diminta menemukan kota besar yang paling dekat dengan
seperangkat koordinat yang dia berikan.
Page 21 of 34
sesuatu yang harus ditambahkan pada hari kerja anda yang sudah berat. Itu bisa
menjadi bagian tak terpisahkan dari semua pengajaran anda nyaris tanpa upaya
tambahan.
Setiap faktor ini bisa segera diterapkan saat menggunakan model pengajaran
langsung. Misalnya, jika fase presentasi dan latihan terbimbing diterapkan secara
efektif, siswa akan berhasil. Kedua, mampu mengerjakan keterampilan pada
hakikatnya kerap menantang. Kombinasi tantangan dan keberhasilan adalah
motivator kuat bagi orang pada umumnya dan murid pada khususnya.
Page 22 of 34
E. Lingkungan Belajar dan Pengelolaan Tugas
Hasil – hasil penelitian pada tahun 1970-an dan 1980-an. Dapat diterapkan
sebagai petunjuk pengelolaan kelas untuk semua model pembekajaran. Hal tersebut
meliputi upaya guru untuk menarik perhatian siswa, kerjasama siswa, cara dan sarana
untuk memotivasi siswa, cara guru menciptakan dan mengajarkan aturan – atauran dan
prosedur yang jelas, dan langkah – langkah yang diambil oleh guru pada awal tahun
pelajaran, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan lancar dikemudian
hari.
Pengelolaan tingkah laku siswa sangat bervariasi, bergantung pada pendekatan
pembelajaran yang digunakan oleh guru, tujuan pembelajaran, dan tugas – tugas
pembelajaran yang sesuai dengan pendekatan tersebut. Sesuatu yang dianggap “diluar
kontrol” pada suatu pembelajaran mungkin merupakan “hal yang baik” dalam situasi
pembelajaran yang lain. Misalnya, pada saat guru menjelaskan suatu konsep kepada
kelas dalam pengajaran langsung, tidaklah pada tempatnya apabila siswa berbicara
dengan siswa yang lain. Pembicaraan antar siswa sangat dianjurkan pada pembelajaran
yang menggunakan diskusi kelompok kecil.
Pada kegiatan belajar mengajar yang bercirikan pengajaran langsung, pada
umumnya guru merencanakan kegiatan belajar mengajar secara terstruktur dan ketat.
Pada awal pembelajaran, guru merupakan pemberi informasi dan pendemonstrasi yang
aktif, dan mengharapkan siswa menjadi pendengar yang aktif dan baik. Keberhasilan
penggunaan model pengajaran langsung memerlukan lingkungan yang baik untuk
presentasi dan demonstrasi : ruangan yang tenang dengan penerangan yang cukup,
termasuk alat pandang – dengar yang sesuai. Di samping itu, keberhasilan model ini
juga bergantung tingkat motivasi siswa yang memadai untuk mengamati kegiatan yang
dilakukan oleh guru dan mendengarkan segala sesuatu yang diaktakannya. Pada
hakikatnya, pengajaran langsung memerlukan kaidah – kaidah yang mengatur
bagaimana siswa berbicara, prosedur untuk menjamin tempo pembelajaran yang baik,
strategi – strategi khusus untuk mengatur giliran keterlibatan siswa dan untuk
menanggulangi tingkah laku yang menyimpang.
1. Menangani Siswa yang Suka Berbicara
Untuk menangani dan mencegah terjadinya masalah tersebut, guru perlu
mempunyai aturan tentang larangan berbicara di dalam kelas dan menerapkannya
secara konsisten. Selama berlangsungnya latihan atau resitasi, kepada siswa harus
diajarkan mendengarkan pendapat siswa yang lain, dan menunggu giliran apabila
berperan serta dalam resitasi atau diskusi.
Page 23 of 34
2. Mengatur Tempo Pembelajaran
Pelajaran pengajaran langsung akan terganggu apabila momentum yang sesuai
tidak dipertahankan, dan tahap – tahap pembelajaran semakin lamban jalannya.
Penelitian Doyle dan Carter (1984) menunjukkan bagaimana siswa kadang –
kadang dengan sengaja mengganggu jalannya proses pembelajaran. Dalam
penelitian ini, peneliti menemukan bahwa para siswa mempunyai pengaruh yang
besar terhadap pemberian tugas yang diberikan kepada mereka. Doyle dan Carter
juga menemukan bahwa dengan menanyakan tentang isi dan prosedur, siswa tidak
hanya mengubah macam tugas yang diberikan kepada mereka, namun juga dapat
memperlambat tempo kegiatan belajar mengajar. Hal tersebut kadang – kadang
dilakukan siswa untuk menunda tugas, atau hanya untuk menghabiskan waktu.
Disamping siswa, gurupun dapat mengganggu kelancaran kegiatan belajar
mengajar. Misalnya, seorang guru yang bertanya kepada siswanya, sebelum siswa
menjawabnya, guru sekonyong – konyong memutuskan untuk menjelaskan atau
mendemonstrasikan suatu hal yang lain lagi.
Guru dapat memperlambat tempo pembelajaran melalui proses yang disebut
“fragmentasi” dan “berbicara berkepanjangan.” Berbicara berkepanjangan terjadi
jika guru tetap terus menguraikan sesuatu meskipun uraiannya telah cukup jelas
bagi siswa. Fragmentasi terjadi jika guru membagi kegiatan menjadi satuan – satuan
terlalu kecil. Memperlambat momentum akan mengganggu kelancaran
pembelajaran dan memberikan kesempatan kepada siswa yang tidak berperan serta
pada proses belajar mengajar, mengganggu kelancaran jalannya pembelajaran.
Kelancaran dan momentum pembelajaran dapat berbeda antara kelas yang satu
dengan kelas yang lain. Penjelasan yang berkepanjangan mungkin tidak pada
tempatnya di satu kelas, namun diperlukan untuk kelas yang lain.
3. Menangani Penyimpangan Tingkah Laku
Pendekatan ini menekankan perlunya guru dapat mengenali dengan tepat
penyimpangan tingkah laku siswa dan segera melakukan intervensi yang tepat.
Konsep – konsep yang dikemukakan oleh Kounin tentang kemampuan guru dalam
with – it – ness , overlappingness , dan desist behavior, adalah strategi yang
bermanfaat dalam menangani penyimpangan tingkah laku siswa.
Keterampilan – keterampilan with – it – ness dan overlappingness sukar bagi
guru untuk menguasainya, sebab memerlukan kemampuan membaca situasi kelas
dengan cepat dan akurat, dan kemampuan untuk melakukan tugas – tugas mengajar
yang berbeda secara simultan. Sekali sudah dikuasai, kemampuan tersebut akan
melancarkan jalannya pembelajaran.
Page 24 of 34
a. Being with it
Guru yang “with – it” akan dapat mengenali dengan segara penyimpangan
tingkah laku siswa, dan hampir selalu tepat dalam mengidentifikasi siswa yang
bertanggung jawab terhadap penyimpangan tingkah laku tersebut. Guru yang tidak
memiliki keterampilan ini, biasanya tidak dapat mengenali penyimpangan tingkah
laku siswa dengan segera, dan seringkali salah dalam menentukan siapa yang harus
bertanggung jawab.
b. Overlappingness
Overlappingness berarti kemampuan guru untuk melakukan lebih dari satu
kegiatan kelas dalam waktu yang bersamaan. Dalam kaitannya dengan
penyimpangan tingkah laku siswa, overlapping menunjukkan kemampuan guru
menangani penyimpangan tingkah laku siswa tanpa mengganggu jalannya
pembelajaran. Bergerak menuju ke arah siswa yang mengganggu jalannya
pembelajaran merupakan salah satu cara yang efektif. Meletakkan tangan di pundak
siswa yang sedang bercakap – cakap dengan siswa terdekatnya sambil meneruskan
penjelasannya tentang suatu kegiatan adalah cara lain untuk menghentikan
penyimpangan tingkah laku siswa.
c. Perilaku yang harus Dihentikan
Contoh, mengerandai mobil di jalan yang bebas hambatan dengan kecepatan yang
melebihi kecepatan maksimal yang ditentukan. Tingkah laku sedemikian ini, jika
tidak segera ditangani dapat menimbulkan masalah yang lebih besar lagi. Kounin
menyebutkan sebagai desist incident, yang berarti suatu pelanggaran yang cukup
serius, sehingga jika tidak dihentikan akan dapat menimbulkan masalah
pengelolaan yang lebih luas lagi.
Respon guru terhadap desist behavior atau perilaku yang perlu dihentikan dapat
bermacam – macam. Kounin (1970) mengidentifikasi beberapa respon guru
terhadap desist behavior
Kejelasan
Tingkat kekhususan guru dalam menyatakan suatu yang salah.
Peringatan yang tidak jelas : “ Hentikan itu !”
Peringatan yang jelas : “ Jangan berbicara sendiri selagi saya menjelaskan
sesuatu !”
Keteguhan
Tingkat sejauh mana guru mengomunikasikan “ Saya bersungguh – sungguh.”
Peringatan yang tidak tegas : “Jangan melakukan hal itu !”
Page 25 of 34
Peringatan yang tegas : “ Saya benar – benar tidak menyukai perbuatan itu !”
Kekasaran
Tingkat sejauh mana guru menyatakan kemarahan
Peringatan yang tidak kasar : “Kamu jangan melakukan hal itu lagi!”
Peringatan yang kasar : “ Saya akan marah, jika Anda melakukan hal itu !”
Page 26 of 34
belajar mengajar tertentu terdapat sekelompok siswa mendominasi proses
pembelajaran. Guru berbicara dan bertanya kepada sekelompok itu, siswa itu
menjawab pertanyaan guru dan juga mengajukan pertanyaan kepada guru. Siswa –
siswa yang lain didalam kelas, yang jumlahnya lebih banyak, tidak berperan serta
secara aktif dalam pembelajaran, dan cenderung ke luar dari proses pembelajaran dan
berbicara dengan teman – teman di dekatnya.
Hasil penelitian Adamas dan Biddle (1970) menunjukkan, bahwa siswa – siswa
yang aktif terdapat pada daerah kelas tertentu yang disebut zona kegiatan
Zona kegiatan ini terdiri atas siswa – siswa yang duduk dibangku tengah baris
pertama dan ditengah – tengah baris berikutnya. 64% pertanyaan guru ditunjukkan
pada siswa – siswa tetrsebut. Hal ini terjadi, terutama disebabkan oleh posisi guru yang
berada di depan dan tengah – tengah kelas. Tetapi para peneliti juga sangat ingin
mengetahui tentang kemungkinan penyebab yang lain. Misalnya, apakah siswa yang
motivasinya tinggi memilih tempat duduk di zona kegiatan. Hasil penelitian
menunjukkan, bahwa duduk di zona kegiatan menunjukkan, bahwa duduk di zona
kegiatan mempengaruhi tingkat partisipasi siswa, terlepas dari tingkat motivasinya.
Dihipotesiskan, bahwa faktor yang sangat berpengaruh terhadap fenomena di zona
kegiatan ialah kontak mata guru. Guru dapat melakukan kontak mata dengan lebih
baik pada zona kegiatan, yang menyebabkan siswa menjadi lebih aktif berpartisipasi
dalam proses pembelajaran.
5. Mengadaptasi Model Pengajaran Langsung Dalam Lingkungan Belajar yang
Berbeda
Banyak dari karakteristik model ini berlaku bagi semua tingkatan kelas.
Misalnya menarik dan mempertahankan perhatian siswa adalah penting. Demikian
juga mengembangkan pemahaman mendalam selama fase presentasi.
Page 27 of 34
Yang mungkin agak mengejutkan, menggunakan contoh-contoh konkret selama
fase presentasi juga penting, terlepas dari usia siswa. Jika siswa tidak memiliki
pengalaman dengan satu topik, mereka cenderung berpikir konkret, meskipun mereka
di sekolah menengah atas (alexander,2006).
Model ini juga fleksibel dan bisa digunakan secara bersamaan dengan
pembelajaran kooperatif, sebagai contoh.
Mari kita lihat bagaimana erin taylor, seorang guru kimia sekolah menengah
atas, menujukkan sejumlah karakteristik ini saat dia menggunakan model pengajaran
langsung untuk membantu siswanya memahami hukum Charles. Hukum Charles
mengatakan bahwa volume gas (seperti udara) meningkat secara berbanding lurus
dengan suhu gas jika tekenannya tetap. Rencana pelajaran erin diringkaskan di dalam
gambar 9.4
Erin memulai dengan menyatakan, ‘’kita telah mempelajari gas hari ini kita akan
menelaah hukum Charles supaya kalian bisa memecahkan masalah-masalah seperti
ini.’’Dia menujuk hal berikut di kamera dokumen:
Kalian memiliki sebuah balonyang diisi 1,5 liter udara di sebuah pendingin pada
suhu – 50 Celsius. Kalian mengeluarkan balon itu dari pendingin. Menaruhnya di dekat
jendela, dimana suhunya 300 Celcius. Berapakah volume balon setelah dihangatkan
ke 300 ?
Para murid menyimpulkan ukuran ketiganya sama. Kemudian, ketika para murid
mengamati, dia menaruh balon pertama di gelas kimia yang berisi air mendidih, balon
kedua di air bersuhu ruangan, dan ketiga di gelas kimia berisi es. Erin memasangkan
siswa dan berkata, “sekarang bekerja samalah dengan pasangan kalian dan buatlah
sejumlah perbandingan yang cermat. Bandingkan balon-balonnya dan bandingkan
gambar-gambar itu dengan balonnya. Butlah sebanyak mungkin kesimulan dan siaplah
mendukung kesimpulan kalian dengan bukti. Kalian punya 5 menit. Tuliskan
kesimpulan dan bukti kalian di atas kertas kalian.”
Page 28 of 34
Ruang kelas langsung riuh dengan suara saat para murid mempelajari balon-
balon dan gambar-gambar tersebut. Saat mereka bekerja, Erin berjalan di antara muid-
muridnya, secara berkala membuat komentar atau memberikan beberapa kata
penyemangat.
Pada akhir dari kurun waktu 5 menit, dia memulai,”Baiklah, apa yang bisa kita
simpulkan? … Steve dan Barbara?
“… kami memutuskan bahwa massa dalam setiap balon itu sama.” “Bagus.” Erin
mengangguk. “Dan mengapa kalian mengatakan itu?” “jumlah molekul-titik-titik-di
setiap balon sama.” “Pemikiran yang bagus, kalian berdua.” Erin tersenyum.
Dalam hal ini setidaknya ada faktor penting. Pertama, Erin dengan kuat menekan
pemahaman ketimbang sekedar menghafal rumus. Misalnya, saat dia menyajikan soal
tentang balon di jendela, soal pertama menanyakan, “akankah volume udara di dalam
balon lebih kecilataulebih besar dibandingkan di jendela?” jenis pertanyaan ini penting
karena membantu siswa memahami soal tersebut tanpa menggunakan angka.
Kedua, meskipun Erin mengajar murid kimia SMU, dia memberi mereka
contoh-contoh konkret yang menggambarkan hukum Charle; dia tidak menyajikan
hukum secara abstrak. Ketga, dia tidak sekedar menunjukkan solusi terhadap satu soal
atau masalah yang sedang mereka pelajari; dia “menuntun” siswa melewati soal itu
dengan pertanyaan-pertanyaannya. Guru dari siswa yang berusia lebih tua kadang
cenderung menyajikan msteri seperti hukum Charles abstrak. Mereka juga cenderung
sekedar menunjukkan solusi atau pemecahan soal ketimbang benar-benar memahami
Page 29 of 34
soal dan solusinya. Menuntun siswa menemukan solusi masalah akan menyita lebih
banyak waktu dalam jangka pendek. Namun, dalam jangka panjang, proses ini
sebenarnya lebih efisien karena pemahaman siswa lebih tuntas.
Page 30 of 34
Pembidikan sasaran (targeting) konsep atau keterampilan kunci yang spesifik
Pengaktifan pengetahuan awal siswa
Penggunaan luas peragaan dan modeling
Penekanan pada keterlibatan aktif siswa
Kesempatan untuk banyak latihan
Page 31 of 34
film, animasi, efek suara, dan komentar suara yang membantu menekankan konsep
–konsep kunci. Itu juga mencangkup latihan dan kuis dengan umpan balik yang
memberikan bantuan untuk berbagai topik fisika, termasuk vector, kinematic, hukum
Newton, dan teori elektomagnetik.
Tutorial dapat memenuhi beberapa kebutuhan, termasuk pengajaran awal, dukungan
tambahan bagi siswa yang pemahamannya belum berkembang pebuh, studi lanjutan
untuk siswa bermotif prestasi tinggi , alternatif bagi pengajaran yang dibimbing guru.
Tutorial bisa linier, tapi yang terbaik adalah bercabang. Artinya, tutorial itu
beradaptasi dengan respons murid secara keliru merespons item pilihan ganda,
program ini menjelaskan mengapa pilihan itu tidak benar dan mengulang instruksi.
Tutorial efektif dirangkai secara cermat sehingga keterampilan baru dikembangkan
secara sistematis dan didasarkan pada pemahaman yang ada.
Sebagaimana semua bentuk pengajaran, efektivitas tutorial tergantung pada kualitas
interaksi antara teknologi (guru) dan murid.
G. Evaluasi
Evaluasi tujuan yang berkaitan dengan model pengajaran langsung memusat pada tes
kertas – dan – pensil untuk mengukur pengetahuan deklaratif dan berbagai macam tes
kinerja untuk mengukur perkembangan keterampilan. Prinsip – prinsip umum untuk
jenis tes ini diberikan pada subbab berikut.
1. Prinsip – prinsip Umum Konstruksi Test
Gronlund (1982) memberikan lima prinsip dasar yang seharusnya membimbing guru
pada saat mereka merancang sistem penilaian dan akan menciptakan tes mereka
sendiri. Kelima prinsip itu diikhtisarkan seperti berikut ini.
a. Sesuai dengan tujuan pembelajaran. Keluhan yang sering dilomtarkan oleh siswa
ialah : “ Soal – soal tes tidak sepenuhnya sesuai dengan pelajaran yang telah kita
terima.” Prinsip pertama Gronlund adalah bahwa guru seharusnya
mengkonstruksi suatu tes sedemikian rupa sehingga tes itu secara jelas mengukur
tujuan pembelajaran yang telah dikomunikasikan kepada siswa. Singkatnya, tes
itu seharusnya cocok dengan tujuan pembelajaran guru.
b. Mencakup semua tugas pembelajaran. Tes yang baik tidak hanya mengukur aspek
hafalan, tetapi juga mengukur ketercapaian proses berfikir tinggi dan
keterampilan yang kompleks.
c. Menggunakan soal tes yang sesuai. Tersedia bermacam – macam bentuk tes dan
soal yang dapat dimanfaatkan oleh guru untuk mengevaluasi hasil belajar siswa.
Soal berbentuk memasangkan, benar – salah, atau pengisian /melengkapi, cocok
untuk mengukur hafalan. Bentuk soal yang lain, seperti uraian bebas, sangat sesuai
Page 32 of 34
untuk mengukur ketercapaian proses berfikir tinggi. Tes yang baik mencakup soal
– soal yang paling sesuai untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran
tertentu.
d. Buatlah tes yang sevalid dan sereliabel mungkin. Suatu tes dikatakan sahih (valid),
apabila tes tersebut benar – benar mengukur tujuan pembelajaran yang harus
diukur. Misalnya, soal yang cocok untuk mengukur hafalan tidak sahih untuk
mengukur proses berfikir tinggi. Suatu tes dikatakan reliabel, jika dapat
menghasilkan hasil pengukuran yang relatif konstan apabila tes tersebut diberikan
kepada kelompok siswa yang sama tetapi pada waktu yang berbeda, dengan
catatan tenggang waktu antara pemberian tes pertama dengan tes kedua tidak
terlampau lama.
e. Memanfaatkan hasil tes untuk memperbaiki proses belajar mengajar. Hasil tes
dapat diamanfaatkan sebagai umpan balik untuk memperbaiki aspek – aspek
mengajar guru dan proses belajar siswa. Hal ini dilandasi pada asimsi bahwa
kegagalan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran tertentu tidak hanya
disebabkan oleh faktor siswa, tetapi juga oleh guru.
2. Menilai Pemahaman Siswa Ketika Menggunakan Model Pengajaran Langsung
Model pengajaran langsung dirancang untuk mengajarkan keterampilan
procedural. Kemudian, menilai pemahaman siswa tentang keterampilan ini bersifat
langsung. Siswa diberikan soal yang harus mereka pecahkan sendiri. Akan tetapi,
bahkan proses ini tidak sesederhana yang tampak dipermukaan. Jika penyusunan
kata-kata di dalam soal digunakan untuk asesmen terlalu mirip dengan penyusunan
kata-kata didalam pengajaran, para murid mungkin sekedar menunjukkan
kemampuan untuk menghafal seperangkat prosedur ketimbang menunjukkan
pemahaman tulus. Ini berati anda harus menggunakan pertimbangan cermat dalam
memilih soal yang anda gunakan untuk asesmen. Misalnya : Sonya dan Willy bekerja
sama untuk menyimpan kaleng minuman ringan, supaya mereka bisa mendapatkan
bola sepak gratis. Sonya memiliki 13 kaleng dan Willy memiliki 14 kaleng. Berapa
banyak kaleng mereka jika digabungkan ?
Kita memiliki 22 meja dikelas dan Mrs. Timmons memiliki 17 meja diruangannya.
Berapa banyak meja diruangan itu jika digabungkan ?
Sebagaimana kita lihat, penyusunan kata di dalam kedua soal itu serupa. Soal
pertama menanyakan, “berapa banyak kaleng mereka?”dan yang kedua “berapa
banyak meja di ruangan itu jika digabungkan?” para murid memiliki kecenderungan
untuk bereaksi terhadap kata kunci, seperti “jika digabungkan”. Dan saat mereka
melihat kata itu, mereka secara otomatis akan menjumlahkan. Jika mereka mampu
Page 33 of 34
dan sukses merespons item asesmen, kerap dengan sedikit pemahaman real tentang
topik itu, yang mengurangi validitas asesmen (Miller,Linn,& Gronlund, 2009).
Ini mengisyaratkan bahwa tim harus hati-hati dalam penyusunan kata-kata dari soal
yang dia gunakan untuk asesmen. Misalnya, penyusunan kata soal kedua
sebagaimana berikut adalah sebuah perubahan sederhana yang bisa meningkat
validitas asesmen.
Page 34 of 34