Anda di halaman 1dari 8

Profil Kemiskinan Provinsi NusaTenggaraTimur

No.06/02/5300/Th.XXII, 1 Februari 2019

BERITA
RESMI
STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI NTT


SEPTEMBER 2018
• Pada Bulan September 2018, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan
pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Nusa
Tenggara Timur mencapai 1.134,11 ribu orang (21,03 persen) berkurang
Persentase
sebesar 8.060 orang dibandingkan dengan kondisi Maret 2018 yang
Penduduk Miskin sebesar 1.142,17 ribu orang (21,35 persen).
September 2018 • Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2018 sebesar
9,94 persen turun menjadi 9,09 persen pada September 2018. Sementara
turun menjadi persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada Maret 2018
21,03 persen sebesar 24,74 persen turun menjadi 24,65 persen pada September 2018
• Selama periode Maret 2018-September 2018, jumlah penduduk miskin
daerah perkotaan turun sebanyak 7.890 orang (dari 121,95 ribu orang pada
Maret 2018 menjadi 114,06 ribu orang pada September 2018), sementara di
daerah perdesaan turun sebanyak 160 orang (dari 1.020,21 ribu orang pada
Maret 2018 menjadi 1.020,05 ribu orang pada September 2018.
• Garis Kemiskinan meningkat sebesar 1,46 persen, dari Rp. 354.898 per
kapita per bulan pada Maret 2018 menjadi Rp.360.069 per kapita per bulan
pada September 2018.

• Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar


dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang,
pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan
terhadap Garis Kemiskinan pada September 2018 tercatat sebesar 78,06
persen.

• Indeks kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)


mengalami kenaikan. Indeks Kedalaman Kemiskinan pada Maret 2018
tercatat sebesar 3,908, naik menjadi 4,549 pada September 2018. Demikian
pula dengan indeks Keparahan Kemiskinan mengalami kenaikan dari 1,026
pada Maret 2018 menjadi 1,443 pada September 2018

1
1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Maret 2018 – September 2018
Jumlah penduduk miskin di Nusa Tenggara Timur pada bulan September 2018 sebesar 1.134,11
ribu orang (21,03 persen), berkurang sebanyak 8.060 orang dibandingkan dengan penduduk miskin Maret
2018 yang berjumlah 1.142,17 ribu orang (21,35 persen). Berdasarkan daerah tempat tinggal, selama
periode Maret 2018 – September 2018, jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan turun sebesar 160
orang (dari 1.020,21 ribu orang menjadi 1.020,05 ribu orang) dan untuk perkotaan juga mengalami
kenaikan sebanyak 7.890 orang (dari 121,95 ribu orang menjadi 114,06 ribu orang)

Tabel 1.

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin


Menurut Daerah, September 2017 – September 2018

Jumlah Penduduk Persentase Penduduk


Daerah/Tahun
Miskin (ribuan) Miskin
(1) (2) (3)

Perkotaan
September 2017 119,04 10,11
Maret 2018 121,95 9,94
September 2018 114,06 9,09

Perdesaan
September 2017 1.015,70 24,59
Maret 2018 1.020,21 24,74
September 2018 1.020,05 24,65

Kota+Desa
September 2017 1 134,74 21,38
Maret 2018 1 142,17 21,35
September 2018 1 134,11 21,03

Sumber: Diolah dari data Susenas September 2017, Maret 2018, dan September 2018

Beberapa faktor terkait penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode September 2017 –
September 2018:
a. Selama periode Maret 2018 – September 2018 inflasi umum sangat kecil, sebesar 0,09 persen.
b. Tingkat kesejahteraan petani cenderung meningkat pada Bulan September 2018. Hal ini tercermin dari NTP
Nusa Tenggara Timur bulan September 2018 sebesar 107,35 meningkat 2,75 persen jika dibandingkan periode
Maret 2018, yang sebesar 104,48.

2
c. Pertumbuhan ekonomi NTT Triwulan III tumbuh sebesar 5,14 %
d. Pada September 2018, persentase rumah tangga penerima raskin/rastra atau BPNT masing-masing sebesar
39,31 persen
e. Rata-rata pengeluaran per kapita per bulan untuk penduduk yang berada di 40 persen lapisan terbawah
selama periode Maret 2018 – September 2018 tumbuh 1,56 persen, lebih tinggi dibandingkan kenaikan Garis
Kemiskinan pada periode yang sama sebesar 1,46 persen. Sementara jika dibandingkan dengan September
2017 menunjukkan pola yang sama yaitu tumbuh sebesar 5,48 persen lebih tinggi jika dibanding kenaikan GK
sebesar 3,84 persen.
f. Menurut desil pengeluaran per kapita per bulan, rata-rata pengeluaran per kapita pada Desil 2 sampai dengan
Desil 4 selama periode Maret 2018 – September 2018 mengalami peningkatan berturut – turut adalah 0,16
persen; 4,12 persen; dan 4,75 persen. Kesemuanya menunjukkan angka yang lebih tinggi dibandingkan
dengan kenaikan Garis Kemiskinan pada periode yang sama

2. Perkembangan Kemiskinan Tahun 2010 – September 2018

Perkembangan tingkat kemiskinan di Nusa Tenggara Timur selama Tahun 2010 – September
2018 cenderung mengalami penurunan walaupun sempat naik pada periode Maret 2015 akan tetapi mulai
bergerak turun secara perlahan. (lihat Gambar 1.).

Gambar 1. Perkembangan Kemiskinan Provinsi NTT, 2010 – 2018

24
23.03
23 22.58
22.61 22.01 21.85
22
22.19 21.38 21.35
21.23 21.03
21 20.48 20.41
20.24
20.88
20 19.6
20.03
19.82
19

18

17

Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

3. Perubahan Garis Kemiskinan September 2017 – September 2018


Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai suatu batas untuk menentukan miskin atau tidaknya seseorang.

3
Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah
Garis Kemiskinan.

Tabel 2. Garis Kemiskinan dan Perubahannya Menurut Daerah,


September 2017 – September 2018

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)


Daerah/Tahun
Makanan Bukan Makanan Total
(1) (2) (3) (4)

Perkotaan
September 2017 292 048 117 333 409 382
Maret 2018 299 104 119 421 418 525
September 2018 301 643 120 213 421 855
Perubahan Mar’18- Sept’18 (%) 0,85 0,66 0.80

Perdesaan
September 2017 268 253 60 883 329 136
Maret 2018 273 466 63 119 336 584
September 2018 275 681 66 622 342 303
Perubahan Mar’18- Sept’18 (%) 0,81 5,55 1,70

Kota+Desa
September 2017 273 325 73 412 346 737
Maret 2018 278 911 75 987 354 898
September 2018 281 070 78 999 360 069
Perubahan Mar’18- Sept’18 (%) 0,77 3,96 1,46

Sumber: Diolah dari data Susenas September 2017- September 2018

Periode Maret 2018-September 2018, Garis Kemiskinan (GK) naik sebesar 1,46 persen, yaitu dari
Rp 354.898,- per kapita per bulan pada Maret 2018 menjadi Rp 360.069,- per kapita per bulan pada
September 2018. Dengan memperhatikan komponen Garis Kemiskinan (GK) yang terdiri dari Garis
Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM), terlihat bahwa peranan
komoditi makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan,
sandang, pendidikan, dan kesehatan). Pada Maret 2018 sumbangan GKM terhadap GK sebesar 78,59

4
persen, dan pada September 2018 sebesar 78,06 persen.

Pada September 2018, komoditi makanan yang memberikan sumbangan terbesar pada Garis
Kemiskinan baik di perkotaan maupun di perdesaan pada umumnya sama, seperti beras, rokok kretek filter
dan gula pasir. Sedangkan komoditi bukan makanan yang memberikan sumbangan besar adalah
perumahan, pendidikan, kayu bakar, perlengkapan mandi, bensin, listrik dan angkutan. Komoditi beras
memberikan kontribusi terbesar baik di perkotaan maupun perdesaan dan disusul rokok kretek filter yang
memiliki kontribusi terbesar kedua.

Tabel 3
Daftar Komoditi Yang Memberikan Sumbangan Besar Terhadap Garis Kemiskinan
Beserta Kontribusinya (%), September 2018

Jenis Komoditi Perkotaan Jenis Komoditi Perdesaan


(1) (2) (3) (4)
Makanan

Beras 30.88 Beras 38.08


Rokok kretek filter 6.67 Rokok kretek filter 6.57
Tongkol/tuna/cakalang 3.73 Daging babi 3.64
Kembung 2.12 Jagung pipilan/beras jagung 3.20
Gula pasir 2.01 Gula pasir 2.95
Telur ayam ras 1.91 Kopi bubuk & kopi instan (sachet) 2.51
Kue basah 1.81 Daging ayam kampung 2.14
Jagung pipilan/beras jagung 1.81 Daun ketela pohon 1.74
Daging babi 1.52 Mie instan 1.57
Bukan Makanan

Perumahan 8.77 Perumahan 6.71


Pendidikan 2.70 Kayu bakar 1.69
Kayu bakar 2.25 Bensin 1.45
Angkutan 1.89 Listrik 1.41
Bensin 1.57 Pendidikan 1.22
Listrik 1.45 Perlengkapan mandi 0.84
Perlengkapan mandi 1.43 Angkutan 0.73
Kesehatan 1.21 Perawatan kulit, muka, kuku, rambut 0.54
Minyak tanah 1.09 Pakaian jadi anak-anak 0.52
Sumber: Diolah dari data Susenas September 2018

5
4. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin.
Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan. Selain upaya
memperkecil jumlah penduduk miskin, kebijakan penanggulangan kemiskinan juga terkait dengan bagaimana
mengurangi tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan.

“Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-
masing penduduk miskin terhadap batas miskin. Semakin tinggi nilai indeks ini maka semakin besar rata-rata
kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan atau dengan kata lain semakin tinggi
nilai indeks menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin terpuruk. Sedangkan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk
miskin, dan dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan”

Pada periode Maret 2018 - September 2018, baik Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) mengalami peningkatan. Indeks Kedalaman Kemiskinan meningkat dari 3,908
pada Maret 2018 menjadi 4,549 pada September 2018. Demikian halnya Indeks Keparahan Kemiskinan
meningkat dari 1,026 menjadi 1,443 pada periode yang sama (Tabel 4).

Jika diamati secara total pada periode September 2017 – September 2018, peningkatan nilai kedua
indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi Garis
Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin melebar.

6
Tabel 4.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di NTT
Menurut Daerah, September 2017 – September 2018

Tahun Kota Desa Kota + Desa


(1) (2) (3) (4)

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

September 2017 1,815 4,826 4,158

Maret 2018 1,605 4,593 3,908

September 2018 1,032 5,616 4.549

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)

September 2017 0,469 1,375 1,174

Maret 2018 0,363 1,224 1,026

September 2018 0,203 1,819 1,443

Sumber: Diolah dari data Susenas September 2017 – September 2018

Nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di daerah
perdesaan masih tetap lebih tinggi dibandingkan dengan di perkotaan. Pada periode Maret 2018 –
September 2018, nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) daerah perkotaan mengalami penurunan dari
1,605 menjadi 1,032 dan nilai Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) untuk perkotaan juga turun dari 0,363
menjadi 0,203. Pada periode yang sama nilai Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) di daerah perdesaan
mempunyai pola yang berbeda yaitu meningkat dari 4,593 menjadi 5,616. Demikian juga nilai Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) untuk daerah perdesaan naik dari 1,224 menjadi 1,819

7
5. Penjelasan Teknis dan Sumber Data

a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan


dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai
ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan
makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount
Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
b. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua
komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan
(GKBM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan
dan perdesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per
kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan.
c. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan
yang disetarakan dengan 2100 kkalori per kapita per hari. Paket komoditi kebutuhan dasar
makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan
susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
d. Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan,
sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili
oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di perdesaan.
e. Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan adalah data SUSENAS
(Survei Sosial Ekonomi Nasional) bulan Maret dan September. Jumlah sampel sebesar ±
75.000 rumah tangga secara nasional dimaksudkan supaya data kemiskinan dapat disajikan
sampai tingkat provinsi. Sebagai informasi tambahan, juga digunakan hasil survei SPKKD
(Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar), yang dipakai untuk memperkirakan proporsi dari
pengeluaran masing-masing komoditi pokok bukan makanan.

Diterbitkan oleh:

Badan Pusat Statistik Konten Berita Resmi Statistik dilindungi oleh


Provinsi Nusa Tenggara Timur
Jl. Soeprapto No. 5, Kupang Undang-Undang, hak cipta melekat pada
NTT - 85111 Badan Pusat Statistik. Dilarang mengumumkan,
mendistribusikan, mengomunikasikan, dan/atau
menggandakan sebagian atau seluruh isi tulisan ini
Maritje Pattiwaellapia untuk tujuan komersial tanpa izin tertulis dari Badan
Kepala BPS Provinsi NTT
Telepon: (0380) 826289 Pusat Statistik.
E-mail: maritje@bps.go.id
Website : www.ntt.bps.go.id

Anda mungkin juga menyukai