Anda di halaman 1dari 8

Laporan Praktikum Hari/Tanggal : Selasa, 22 Oktober 2019

Biokimia Waktu : 09.00-11.00 WIB


PJP : dr. Husnawati, M.Si
Asisten : Ruhama Kamilah
Lisa Giovanny

ENZIM II
(Pengaruh Suhu dan pH Pada Aktivitas Enzim Amilase)

Kelompok 2
Nisrina Rafifah J3L118003
Dony Abram S. J3L118007
Yosef Paskah H. J3L118019
Fira Sukmagustin J3L118021
Istiani J3L118035

PROGRAM STUDI ANALISIS KIMIA


SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2019
PENDAHULUAN

Enzim merupakan protein yang mempunyai aktivitas biologis. Bila


dilakukan analisis, maka komposisi kamia suatu enzim, baik yang masih
aktifmaupun tidak aktif ternyata sama. Karena itu kita tidak dapat menentukan
keaktfifan enzim hanya dengan analisis atau penentuan komposisi kimia saja.
Keaktifan enzim dapat ditentukan secara kualitatif dengan reaksi kimia yaitu
dengan substrat yang dapat dikatalisis olah enzim tersebut, dan secara kuantitatif
ditentukan dengan mengukur laju reaksi karena itu jumlah enzim lebih banyak
dinyatakan dalam bentuk keaktifan enzim dan dinyakatan dalam satuan unit
enzim.
Enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor yang pertama suhu, enzim dapat
mempercepat terjadinya reaksi kimia pada suatu sel hidup. Dalam batas-batas
suhu tertentu, kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim akan meningkat seiring
dengan naiknya suhu. Reaksi yang paling cepat terjadi pada suhu optimum
(Rodwell 1987). Kedua, pH Enzim pada umumnya bersifat amfolitik, yang
berarti enzim mempunyai konstanta disosiasi pada gugus asam maupun gugus
basanya, terutama gugus terminal karboksil dan gugus terminal amino. Perubahan
kereaktifan enzim diperkirakan merupakan akibat dari perubahan pH lingkungan
(Winarno 1989). Ketiga, Konsentrasi enzim Semakin tinggi konsentrasi enzim
maka kecepatan reaksi akan meningkat hingga batas konsentrasi tertentu. Namun,
hasil hidrolisis substrat akan konstan dengan naiknya konsentrasi enzim. Hal ini
disebabkan penambahan enzim sudah tidak efektif lagi (Reed 1975). Keempat,
aktivator dan inhibitor beberapa enzim memerlukan aktivator dalam reaksi
katalisnya.
Aktivator adalah senyawa atau ion yang dapat meningkatkan kecepatan
reaksi enzimatis. Komponen kimia yang membentuk enzim disebut juga kofaktor,
inhibitor merupakan suatu zat kimia tertentu yang dapat menghambat aktivitas
enzim. Pada umumnya cara kerja inhibitor adalah dengan menyerang sisi aktif
enzim sehingga enzim tidak dapat berikatan dengan substrat sehingga fungsi
katalitiknya terganggu (Winarno 1989). Berdasarkan reaksi kimia yang dikatalisis
enzim digolongkan menjadi oksido reduktase berfungsi untuk pemindahan
elektron, transferase enzim yang bekerja pada reaksi pemindahan gugus
fungsional, hidrolase berfungsi dalam reaksi hidrolisis (pemindahan gugus
fungsional dengan bentuan air, liase yaitu penambahan gugus ke ikatan ganda atau
sebaliknya, isomerase yaitu pemindahan gugus di dalam molekul yang
menghasilkan bentuk isomer, ligase yaitu pembentukan ikatan C-C, C-S, C-O, dan
C-N oleh reaksi kondensasi yang berkaitan dengan penguraian ATP (Winarno
2004).
Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim, tabung reaksi yang berisi amilum
dan enzim amilase ditempatkan pada suhu yang berbeda-beda. Dilakukan pula uji
Iodium dan uji Benedict pada tabung reaksi seusai perlakuan. Uji Iodium
bertujuan membuktikan adanya polisakarida, dalam hal ini adalah amilum.
Identifikasi ini didasarkan pada pembentukan kompleks adsorpsi berwarna
spesifik oleh polisakarida akibat penambahan iodium. Reaksi amilum dengan
Iodium menghasilkan berwarna biru kehitaman. Uji Benedict bertujuan
membuktikan adanya gula reduksi (monosakarida maupun oligosakarida).
Pengujian ini berdasarkan gula yang mempunyai gugus aldehida atau keton bebas
mereduksi ion Cu2+ dalam suasana alakalis menjadi Cu+ yang mengendap sebagai
Cu2O berwarna merah bata. Reaksi positif ditandai dengan perubahan warna
larutan menjadi hijau kekuningan, dan setelah dilakukan pemanasan terbentuk
endapan berwarna merah bata, kepekatan warna sebanding dengan kandungan
gula pereduksi yang ada (Yazid 2006).
Praktikum bertujuan untuk mengetahuhi sifat enzim dan pengaruh pH
serta suhu pada aktivase enzim amilase air liur.

METODE

Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum ini dilakukan di Laboratarium GG KIM IPB. Waktu praktikum
yaitu hari Selasa tanggal 22 Oktober 2019 pukul 09.00 - 11.00 WIB.

Bahan dan Alat

Alat-alat yang digunakan yaitu tabung reaksi, pipet tetes, rak tabung reaksi,
pipet mohr, labu semprot plastik, bulb, penangas air, kaki tiga, pembakar bunsen,
corong, dan gelas piala.
Bahan-bahan yang digunakan ialah air liur, aquades, kanji 1%, pereaksi
iod, pereaksi benedict, HCl, asam asetat, dan Na-karbonat 1%.

Prosedur Penelitian

Pengaruh suhu pada aktivitas enzim amilase


Tabung reaksi 4 buah disiapkan dan masing-masing diisi dengan 2 ml air
liur dan 2 ml aquades kemudian di kocok, tabung 1 diletakkan di penangas es
bersuhu 10oC, tabung 2 diletakkan di suhu kamar, tabung 3 diletakkan pada
penangas air bersuhu 37oC dan tabung 4 diletakan di penangas air 80oC selama 15
menit. Setelah itu,ditambahkan 2 ml kanji 1% kocok dan diletakkan di kondisi
suhu selama 10 menit, lalu pindahkan isi tabung menjadi dua bagian, satu bagian
isi tabung pereaksi yodium sedangkan bagian lain dengan pereaksi benedict.

Pengaruh pH pada aktivitas enzim amilase


Tabung reaksi disiapkan 4 buah dan masing-masing diisi a. 2 ml HCl, b. 2
ml asam asetat, c. 2 ml akuades, d. 2 ml Na- Karbonat 0,1%, dan masing-masing
pH dari setiap tabung 1,5,7, dan 9 ditambahkan 2 ml kanji 1% dan 2 ml air liur
kemudian dikocok dan diletakkan pada penangas air 37oC selama 15 menit.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh pH pada aktivitas enzim amilase


Enzim adalah molekul protein yang berperan sebagai biokatalis dan
berfungsi untuk mengkatalisis reaksi-reaksi metabolisme yang berlangsung pada
mahkluk hidup. Fungsi ini dipengaruhi oleh faktor lingkungannya seperti
temperatur, keasaman (pH), konsentrasi substrat, konsentrasi enzim dan aktivator.
Pada kondisi optimum, laju reaksi enzimatik akan bekerja secara optimum,
sehingga diperoleh produk yang lebih banyak. Laju reaksi enzimatik akan
bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim, akan tetapi laju reaksi dapat
mencapai konstan bila jumlah substrat bertambah terus sampai melewati batas
kemampuan enzim (Mappiratu et al 2009).
Aktivitas katalitik enzim bergantung kepada integritas strukturnya sebagai
protein. Enzim dapat mempercepat reaksi biologis, dari reaksi yang sederhana,
sampai ke reaksi yang sangat rumit. Enzim bekerja dengan cara menempel pada
permukaan molekul zat-zat yang bereaksi sehingga mempercepat proses reaksi.
Percepatan reaksi terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang
dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Enzim mengikat
molekul substrat membentuk kompleks enzim substrat yang bersifat sementara
dan lalu terurai membentuk enzim bebas dan produknya (Lehninger 1995).
Enzim amilase dihasilkan oleh kelenjar ludah ( parotis ) di mulut dan
kelenjar pankreas. Kerja enzim amilase yaitu :Amilum sering dikenal dengan
sebutan zat tepung atau pati. Amilum merupakan karbohidrat atau sakarida yang
memiliki molekul kompleks. Enzim amilase memecah molekul amilum ini
menjadi sakarida dengan molekul yang lebih sederhana yaitu maltose. Derajat
keasaman (pH) optimal enzim maltose adalah sekitar pH 7 (netral) dan jika
medium menjadi sangat asam atau sangat alkalis enzim mengalami inaktivasi
(Yazit 2006).
Uji Benedict merupakan sebuah uji kimia untuk mengetahui kandungan
gula (karbohidrat) pereduksi. Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida
dan beberapa disakarida seperti laktosa dan maltosa (Sastrohamidjo 2005). Pada
uji Benedict, teori yang mendasarinya adalah gula yang mengandung gugus
aldehida atau keton bebas akan mereduksi ion Cu2+ dalam suasana alkalis menjadi
Cu+ yang menegndap sebagai Cu2O berwarna merah bata (Mark 2000).
Uji iod bertujuan untuk mengidentifikasi polisakarida. Reaksi antara
polisakarida dengan iodin membentuk rantai poliiodida. Polisakarida umumnya
membentuk rantai heliks (melingkar), sehingga dapat berikatan dengan iodin,
sedangkan karbohidrat berantai pendek seperti disakarida dan monosakaraida
tidak membentuk struktur heliks sehingga tidak dapat berikatan dengan iodin
(Hart 1983).
Uji iod dan uji benedict pada percobaan ini dilakukan untuk mengetahui
mekanisme kerja enzim terhadap suhu dan pH. Enzim amilase bekerja optimum
pada suhu tubuh yaitu 37oC dan pada pH sekitar 7 (netral). Hasil positif pada uji
iod akan menunjukan bahwa pati tidak dihidrolisis oleh enzim amilase yang
artinya enzim tidak bekerja sedangkan hasil positif uji benedict menunjukan
bahwa pati telah terhidrolisis menjadi maltose yang merupakan gula pereduksi
sehingga dapat diartikan bahwa enzim tersebut bekerja. Berikut ini adalah hasil
pengamatan pengaruh suhu pada aktivitas amilase air liur

Tabel 1 Pengaruh pH pada amilase saliva


Perubahan
Intensitas Gambar
pH warna
Iodin Benedict Iodin Benedict Iodin Benedict
1 Tidak Tidak
berwarna berwarna
+ + – hijau –hijau
kemerahan

5 Tidak Tidak
berwarna berwarna
– hitam –coklat
+ + kemerahan

7 Tidak Tidak
berwarna berwarna
– orange – biru
- -

9 Tidak Tidak
berwarna berwarna
– orange – biru
- -

Keterangan : Iodin = (+) mengandung amilum, (-) tidak mengandung amilum


Benedict = (+) mengandung gula pereduksi, (-) tidak mengandung gula pereduksi

Hasil uji iod dan benedict pada percobaan pengaruh pH terhadap


mekanisme kerja enzim terdapat kesalahan seperti pada pengujian pH 5 yang
menghasilkan hasil positif pada uji uji iod. Uji iod akan menunjukkan hasil positif
jika terdapat pati dan uji benedict akan menunjukkan hasil positif jika terdapat
gula pereduksi (semua monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa). Hal ini
tidak sesuai dengan literatur yang ada karena jika pada uji iod menunjukan hasil
positif berarti enzim amilase yang terdapat pada saliva tidak dapat bekerja
sehingga pati tidak akan terhidrolisis menjadi maltose. Enzim amilase hanya
bekerja optimum pada pH sekitar 7 (netral) sehingga yang hanya akan
menunjukan hasil negatif pada uji iodin dan hasil positif pada uji benedict hanya
pada pH 7. Kesalahan pada percobaan ini mungkin terjadi karena larutan pH yang
digunakan sudah tidak murni sehingga pH larutan sudah tidak sesuai dengan yang
seharusnya.
Pengaruh suhu pada aktivitas enzim amilase
Pengaruh suhu terhadap aktivitas amilase air liur dilakukan untuk
menentukan seberapa besar suhu ketika enzim amilase masih dapat menghidrolisis
pati. Enzim amilase dapat menghidrolisis pati menjadi maltosa kemudian
menghidrolisis akhir maltosa menjadi glukosa. Maltosa dan glukosa merupakan
gula pereduksi yang akan memberikan hasil positif pada uji benedict sedangkan
uji iod akan memberikan hasil yang negatif. Hasil negatif pada uji iod dilakukan
karena sudah tidak adanya pati yang dihidrolisis oleh enzim amilase. Jadi, jika
larutan tidak bercampur berarti enzim tersebut masih aktif meskipun mengalami
kerusakan namun masih bisa menghidrolisis produk. Berikut ini adalah hasil
pengamatan pengaruh suhu pada aktivitas enzim amilase

Tabel 2 Pengaruh suhu pada amilase saliva


Perubahan
Intensitas Gambar
Suhu warna
(֯C) Ben Be
Iodin Benedict Iodin Iodin
edict nedict
10֯C Tidak Tidak
berwarna berwarna
– orange – biru
- -

25֯C Tidak Tidak


berwarna berwarna
- - – orange – biru

37֯C Tidak Tidak


berwarna berwarna
– orange –hijau
- + kemerahan

100֯C Tidak Tidak


berwarna berwarna
+ - – hitam – biru

Keterangan : Iodin = (+) mengandung amilum, (-) tidak mengandung amilum


Benedict = (+) mengandung gula pereduksi, (-) tidak mengandung gula pereduksi

Enzim dibawah suhu optimum dapat mengurangi aktivitas yang terjadi


pada enzim sedangkan diatas suhu optimum dapat menyebabkan denaturasi pada
enzim dan dapat mematikan kerja enzim. Semakin tinggi suhu maka kerja enzim
juga akan meningkat, pada umumya enzim dapat berkerja pada suhu optimum
yaitu sekitar 35˚-40˚dan dapat bereksi dengan baik pada suhu 37˚ dan bereaksi
lebih cepat diatas suhu 50˚, namum pada suhu diatas 60˚ reaksi enzim akan
menurun dan menyebabkan enzim sudah mengalami kerusakan (Cartono G
2004). Campuran amilase air liur dan pati yang disimpan pada suhu 10 oC , 25 oC
dan 37oC memberikan hasil yang negatif. Hal ini ditunjukkan dengan larutan
berwarna kuning. Warna ini disebabkan oleh belum terhidrolisisnya pati secara
sempurna. Larutan iod berperan sebagai indikator hidrolisis. Sedangkan, pada
suhu 100oC, senyawa polisakarida akan memberikan warna yang spesifik
dengannya, yaitu berupa warna ungu kehitaman tetapi jika polisakarida tersebut
dihidrolisis maka warna yang ditimbulkan adalah warna kuning kecokelatan
(Maryati 2000).
Sementara hasil uji Benedict menunjukkan campuran yang disimpan pada
suhu 100oC menunjukkan reaksi negatif dengan ditandai adanya larutan berwarna
biru. Hal ini menunjukkan bahwa enzim amilase tidak bekerja pada suhu di atas
10 oC, 25 oC, 100 oC, . Pada suhu 37oC reaksi ini menimbulkan warna hijau pada
larutan. Hal tersebut dikarenakan glukosa yang tidak dihidrolisis dari pati akan
berikatan dengan pereaksi benedict membentuk senyawa kompleks (Poedjadi
1994). Berdasarkan hasil percobaan, dapat diketahui bahwa suhu optimum
aktivitas enzim amilase adalah pada suhu 37oC dan suhu kamar. Menurut Ahmad
(2000) suhu optimum untuk aktivitas enzim amilase adalah 37oC sebab enzim
tersebut terdapat dalam air liur dalam tubuh sehingga suhunya sama dengan suhu
tubuh.
Pada suhu rendah reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu
yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Enzim adalah suatu protein,
maka ke’naikan suhu dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi. Apabila
terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan
demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepeatan reaksinya
pun akan menurun. Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat
menaikan kecepatan reaksi (Podjiadi 1994).
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Sifat saliva berdasarkan pH-nya yaitu asam karena pada pengujian iod
terdapat hasil positif di pH 5. Unsur-unsur saliva terdiri atas protein, enzim, dan
ion anorganik namun tidak mengandung fosfat. Enzim yang terkandung yaitu
enzim amylase. Dimana menurut hasil praktikum, enzim amylase dapat bekerja
pH rendah sekitar 1-3 dan pada suhu di bawah 40oC.

Saran

Sebaiknya perlu dilakukan pengujian terhadap ion anorganik lain yang


terdapat pada saliva dan dilakukan 2 kali pengulangan agar keakuratan hasil lebih
tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. 2000. Penentuan Masalah Gizi Kurang Gizi. In Widya Karya Nasional
Pangan dan Gizi VI. Jakarta (ID): Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Cartono G. 2004. Biologi Umum. Bandung (ID): Prisma Press.
Hart H. 1983. Kimia Organik. Suminar Achmadi, penerjemah. Terjemahan dari:
Organic Chemistry. Jakarta(ID): Erlangga.
Lehninger, A.H., 1995. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga.
Mappiratu, Nurhaeni. 2009. Penuntun Praktikum Enzim Pangan. Palu(ID):
Jurusan Kimia FMIPA Universitas Tadulako Palu.
Mark DB. 2000. Biokimia Kedokteran Dasar : Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta
(ID) : EGC
Maryati S. 2000. Tata Laksana Makanan. Jakarta (ID): Rineka Cipta. Sugiyono.
Poedjiadi A. 2006. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta (ID): UI Press.
Reed. 1975. Enzymes in Food Processing. Academic Press. New York (USA) :
212.
Rodwell. 1987. Harper’s Review of Biochemistry.Jakarta(ID): EGC Kedokteran
Sastrohamidjo. 2005. Kimia Organik. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University
Press.
Winarno. 2004. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta(ID): Gramedia Pustaka Utama
Yazid. 2006. Penuntun Praktikum Biokimia. Yogyakarta(ID): Andi
Yazit E. 2006, Penuntun Praktikum Biokimia Untuk Mahasiswa Analis.
Yogyakarta(ID): Universitas Negeri Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai