Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1.1. Kriteria Inklusi dan Eksklusi


Subjek Inklusi pada penelitian ini adalah Mahasiswa Fakultas Farmasi Universitas
Padjadjaran Angkatan 2015 Shift A yang menyetujui menjadi responden dan dalam keadaan
mampu dan bersedia untuk menyelesaikan rangkaian pengambilan data. Sedangkan untuk
subjek eksklusi pada penelitian ini adalah mahasiswa yang mengkonsumsi obat – obatan yang
dapat mempengaruhi pengukuran kadar BUN dan mahasiswa yang memiliki kesulitan dalam
pengambilan darah.
1.2. Variabel Bebas dan Variabel Terikat
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah kadar osmolalitas darah.
Sedangkan variabel terikat yaitu kadar Blood Urea Nitrogen (BUN) dalam serum darah. Kadar
osmolalitas darah disebut variabel bebas karena jumlahnya tidak tergantung oleh hal yang lain
dan mempengaruhi kadar BUN dalam serum. Sedangkan untuk variabel terikatnya adalah
kadar BUN yang diukur dengan menggunakan spektrofotometer UV- Vis.
1.3. Metode dan Prosedur Pengambilan Data
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian non-experimental, yaitu tidak
memberikan perlakuan apapun kepada responden, hanya saja ketika akan dilakukan
pengambilan sampel darah responden harus berpuasa terlebih dahulu selama ±8 jam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dari dua variable yang akan diuji.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah osmolalitas serum, sedangkan variabel terikat yaitu
kadar BUN dalam serum darah.
Langkah pertama yang dilakukan sebelum melakukan metode penelitian ini yaitu
memastikan bahwa responden yang bersedia mengikuti penelitian ini diharuskan sudah
memahami informed consent dan mengisi lembar persetujuan mengikuti penelitian terlebih
dahulu. Sehingga pada saat penelitian tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
1.4. Perlakuan Responden
1.4.1. Pengambilan sampel darah

Pada uji kadar BUN, responden berpuasa selama 8 jam sebelum pengambilan darah
(berpuasa makanan dan tetap minum). Hal ini dilakukan karena kandungan gizi dalam
makanan dan minuman (kecuali air putih) saat 8 jam terakhir sebelum pemeriksaan
BUN mungkin akan dapat diserap ke dalam aliran darah dan bisa menimbulkan
pengaruh pada nilai normal dari kadar BUN yang akan diuji. Puasa yang dilakukan
selama 8 jam akan mengurangi variabilitas substansi tersebut dan variabilitas substansi
lain dalam darah dan memastikan agar hasil pemeriksaan BUN yang dilakukan tidak
terpengaruhi oleh konsumsi makanan terakhir dan didapatkan data valid.

1.5. Pengujian Sampel


1.5.1. Hasil Pengukuran Osmolalitas Serum Menggunakan Osmometer
Distribusi air pada setiap kompartemen tubuh melibatkan kadar zat terlarut di
dalam cairan tubuh dan jumlah zat terlarut dalam suatu pelarut yang disebut
osmolalitas. Osmolalitas menggambarkan jumlah zat terlarut dalam unit volume
pelarut yang akan mempengaruhi tekanan osmotic sehingga terjadi pergerakan cairan
tubuh. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran osmolalitas serum berdasarkan pada
perhitungan terhadap jumlah natrium, glukosa dan urea yang ada di dalam darah untuk
mengetahui keadaan dehidrasi seseorang karena semakin dehidrasi seseorang maka
nilai osmolalitasnya semakin tinggi. Walaupun perhitungan osmolalitas berdasarkan
jumlah natrium, glukosa dan urea namun elektrolit yang memberi kontribusi terbesar
dalam menentukan besarnya osmolalitas serum adalah natrium yang aktif secara
osmotic.
Terdapat dua cara pemeriksaan osmolalitas, pertama yaitu secara tidak langsung
dengan metode freezing point depression menggunakan osmometer (osmolalitas ukur)
dan cara yang kedua yaitu secara langsung menggunakan rumus osmolalitas hitung.
Pada penelitian ini, metode yang digunakan yaitu menggunakan cara tidak langsung
yaitu menggunakan alat osmometer. Metode freezing point depression merupakan
metode yang umum digunakan karena metode ini tidak dipengaruhi oleh lingkungan.
Prinsip pemeriksaan osmolalitas adalah membandingkan titik beku air dan titik beku
sampel. Pengukuran osmolalitas ini didasarkan pada sifat koligatif larutan.
Osmolalitas serum diperiksa dengan mengukur konsentrasi partikel terlarut dalam
darah. Nilai normal osmolalitas pada orang dewasa sehat adalah 275-295 mOsm/kg.
Setelah dilakukan pengujian osmolalitas menggunakan osmometer, hasil yang
didapat yaitu terdapat tiga responden yang nilai osmolalitasnya lebih tinggi dari
normal/hiperosmolalitas, tiga puluh dua responden nilai osmolalitasnya kurang dari
nilai normal/hipoosmolalitas dan dua responden dengan nilai normal. Dengan nilai
osmolalitas terkecil adalah 183 mOsm/kg dan yang terbesar yaitu 455 mOsm/kg.
Tinggi rendahnya nilai osmolalitas dapat terjadi karena pengaruh cairan atau natrium.
Natrium merupakan zat terlarut utama yang aktif secara osmotik dalam cairan
ekstraseluler, maka kebanyakan kasus hipoosmolalitas adalah akibat dari
hiponatremia dan kasus hiperosmolalitas diakibatkan karena hipernatremia.
Nilai osmolalitas yang tinggi/hiperosmolalitas biasanya diakibatkan oleh
hypernatremia atau tingginya kadar ion natrium dalam darah. Hypernatremia
diklasifikasikan berdasarkan status cairan seseorang yaitu volume rendah, volume
normal dan volume tinggi. Penyebab hypernatremia volume rendah yaitu berkeringat,
muntah, diare, obat diuretic atau penyakit ginjal. Hypernatremia volume normal bisa
karena demam, haus secara tidak tepat, peningkatan nafas berkepanjangan dan
diabetes insipidus. Sedangkan hypernatremia volume tinggi dapat disebabkan karena
hiperaldosteronisme yang diakibatkan oleh terlalu banyak pemberian larutan NaCl 3%
atau natrium bikarbonat. Dapat juga diakibatkan oleh terlalu banyak konsumsi garam,
buah pisang dan jeruk. Gejala hiperosmolalitas sama dengan gejala dehidrasi. Gejala
awal meliputi rasa haus, lemah, mual dan kehilangan nafsu makan. Sedangkan gejala
lebih lanjut meliputi bingung, kedutan otot dan dapat terjadi pendarahan di otak karena
hiperosmolalitas juga menggambarkan kentalnya darah di dalam tubuh yang jika
dibiarkan terus menerus dapat menyebabkan penyumbatan pembuluh darah,
pendarahan, hipertensi, penyakit jantung dan stroke.
Sedangkan hipoosmolalitas berkaitan dengan hiponatremia atau rendahnya kadar
natrium dalam darah. Pada saat kadar natrium pada ekstrasel rendah maka air akan
masuk ke intrasel untuk menyeimbangkan kondisi tersebut. Perpindahan air dari
ekstrasel ke intrasel akan menyebabkan sel-sel membengkak, kondisi inilah yang
menyebabkan timbulya gejala hiponatremia yang meliputi sakit kepala, mual dan
muntah, kejang, kram otot, lemas dan penurunan tingkat kesadaran. Hipoosmolalitas
terjadi karena darah terlalu encer akibat kehilangan ion natrium yang berlebihan.
Hilangnya ion natrium secara berlebihan dapat terjadi karena diare atau muntah yang
kronis dan terus menerus, konsumsi terlalu banyak air karena natrium akan
dikeluarkan dari tubuh bersama air dalam bentuk keringat ataupun urin. Hiponatremia
juga dapat terjadi pada orang yang memiliki penyakit gagal jantung, ginjal dan sirosis
hati. Nilai osmolalitas akan menurun jika volume cairan tubuh betambah atau partikel
terlarut berkurang sedangkan jika volume cairan tubuh berkurang atau partikel terlarut
bertambah maka osmolalitas akan meningkat. Peningkatan osmolalitas menstimulasi
ADH sehingga terjadi reabsorbsi air di ginjal, osmolalitas urin meningkat dan
osmolalitas serum menurun. Sebaliknya osmolalitas serum yang rendah mensupresi
ADH sehingga reabsorbsi air di tubulus ginjal dihambat dan konsentrasi urin menurun.

1.5.2. Metode Urease-GLDH Fixed Time Untuk Pengukuran Kadar BUN Dengan
Spektrofotometri UV
Pengujian kadar BUN pada penelitian ini dilakukan menggunakan metode Urease-
GLDH Fixed Time dengan reagent kit AIM UREA UV5. Metode ini dipilih karena
sederhana, umum digunakan daripada metode lainnya, sampel yang digunakannya
sedikit, dan dapat menghitung kadar BUN.
Dalam metode ini, urea dihidrolisis secara enzimatik oleh urease untuk
menghasilkan amonia dan karbon dioksida. Amonia dan α-oksoglutarat diubah menjadi
glutamat dalam reaksi yang dikatalisasi oleh L-glutamat dehidrogenase (GLDH).
Bersamaan dengan itu, NADH yang berkurang teroksidasi. Dua molekul NADH
teroksidasi untuk setiap molekul urea terhidrolisis. Tingkat perubahan absorbansi pada
340 nm, karena hilangnya NADH, berbanding lurus dengan konsentrasi BUN dalam
sampel

Urea akan dihidrolisis dengan adanya air dan urease menghasilkan amoniak dan
karbondioksida setelah dicampur dengan pereaksi I yang berisi alpha-ketoglutarate,
urease, glutamate dehydrogenase, dan Tris Buffer pH 8.1 dan II yang berisi NADH2
dan menghasilkan suatu kompleks yang absorbansinya dapat diukur dengan
spektrofotometer UV-VIS. Nilai yang didapatkan dari metode ini masih merupakan
kadar urea, sehingga untuk mendapatkan kadar BUN nilai dari urea harus dikalikan
dengan 0.467
Sebelum dilakukan analisis, dilakukan preparasi sampel terlebih dahulu. Sampel
yang digunakan adalah serum darah. Sampel darah diambil dari vena tiap responden,
kemudian dilakukan sentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Proses
sentrifugasi ini dilakukan untuk memisahkan sel darah dan plasma darah. Sel darah ini
perlu dihilangkan terutama sel darah merah karena hemoglobin yang terkandung dalam
sel darah merah ini dapat menjadi pengganggu pengukuran kadar BUN dalam serum
darah. Bagian yang diambil adalah bagian supernatan, bagian tersebut adalah plasma
darah yang di dalamnya terdapat serum mengandung BUN
Setelah itu, sampel dihitung absorbansinya pada Spektrofotometri UV- Vis pada
panjang gelombang 340nm. Kuvet digunakan sebagai wadah untuk menampung
sampel dan pereaksi. Kuvet hanya boleh dipegang pada sisi buram karena jika sisi
bening terdapat noda akan menggangu jalannya sinar dari dalam instrumen sehingga
menghasilkan hasil yang tidak optimal. Sebelum analisis sampel dilakukan diperlukan
pengukuran blanko. Blanko terdiri dari pereaksi tanpa sampel, pengukuran blanko
bertujuan untuk mengetahui nilai absorbansi dari pereaksi sehingga nilai absorbasi
kadar BUN yang didapatkan merupakan hasil dari pengurangan absorbansi sampel
dengan absorbansi blanko. Setelah didapatkan hasil absorbansi sampel maka dilakukan
pehitungan kadar BUN dengan menggunakan excel yaitu dengan membandingkan nilai
absorbansi BUN dengan absorbansi standar BUN yang sudah diketahui konsentrasinya
dan dikali dengan konsentrasi standar tersebut. Pada pengukuran absorbansi sampel
dilakukan dua kali pengukuran yaitu pada detik ke 60 dan detik ke 120, hal ini
dilakukan untuk mengetahui selisih absorbansi pada konsentrasi awal dan dengan
absorbasi pada konsentrasi akhir.
1.5.3. Hasil Pengukuran Kadar BUN Dari Serum Menggunakan Spektrofotometri UV
Cara menghitung kadar BUN adalah dengan menggunakan rumus :

∆𝐴 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑚𝑔
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑢𝑟𝑒𝑎 = 𝑥 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 (50 )
∆𝐴 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑑𝑙

𝐵𝑈𝑁 = 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑢𝑟𝑒𝑎 𝑥 0,467


∆A Sampel diperoleh dari A2-A1, nilai A2 adalah absorbansi yang diperoleh
setelah sampel serum dan reagen diinkubasi pada suhu 370 C selama 2 menit,
sedangkan A1 adalah absorbansi yang diperoleh setelah sampel serum dan reagen
diinkubasi 1 menit. Absorbansi yang didapat kemudian dimasukan kedalam rumus
diatas, dan didapatkan nilai yang merupakan kadar Urea, setelah itu nilai urea dikalikan
dengan nilai konversi (0,467) sehingga didapatkan nilai akhir sebagai BUN.
Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang maksimumnya yaitu pada 340 nm.
Kadar BUN normal adalah 5-25 mg/dl. Dari hasil pengukuran kadar BUN dalam
darah terdapat 22 orang dengan kadar BUN di atas normal, 12 orang dengan kadar
BUN normal, dan 3 orang dengan kadar BUN dibawah normal.
Dari hasil pengukuran tersebut dapat dilihat bahwa terdapat kadar BUN yang
sangat tinggi (71.65535 mg/dl) dan kadar yang sangat rendah (1.49209 mg/dl), hal ini
dapat disebabkan karena :
a. Pengaruh konsumsi makanan sebelum pengambilan sampel, karena responden
hanya berpuasa sekitar 8 jam sebelum pengambilan darah, sedangkan
dimungkinkan konsumsi protein tinggi pada waktu sebelum 8 jam berpuasa dapat
mempengaruhi kadar ureum dalam darah.
b. Ketidaktepatan pada saat analisis baik pada pengambilan sampel ,waktu
pencampuran dengan reagen, waktu dan suhu inkubasi, maupun karena
penggunaan reagen yang telah kadaluarsa, sehingga dapat mempengaruhi hasil
pengukuran.
c. Dimungkinkan adanya kontaminasi dari senyawa-senyawa yang dapat
mempengaruhi pemeriksaan kadar BUN sehingga akan memberikan reaksi pada
reagen dengan membentuk senyawa yang serupa BUN sehingga dapat
menyebabakan kadar BUN tinggi palsu.
d. Kondisi patologis dari responden, seperti orang yang mengalami peningkatan
osmolalitas serum akan memiliki kadar BUN lebih tinggi, dan orang yang memiliki
gangguan pada ginjal umumnya memiliki kadar BUN yang tinggi.

1.6. Analisis Data


Setelah diperoleh data, maka selanjutnya dilakukan analisis data menggunakan dua metode
pilihan metode yaitu Uji Pearson atau Uji Spearman menggunakan software Statistical
Package for the Social Science (SPSS) untuk melihat ada atau tidaknya korelasi dengan syarat
data berupa minimal ordinal. Kesimpulan tidak dapat begitu saja diambil setelah data
diperoleh, sehingga diuji dengan menggunakan metode statistik.
Uji korelasi dapat digunakan pada penelitian ini karena analisis yang dilakukan bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara kadar osmolalitas serum darah dan kadar BUN serum
pada responden. Dengan menggunakan korelasi, maka akan diperoleh adalah adanya
hubungan positif (dimana makin besarnya nilai satu variabel maka akan diikuti dengan
semakin tingginya variabel lain), hubungan negatif (dimana hubungan antara dua variabel
nilainya berbanding terbalik) dan tidak ada hubungan (tidak ada hubungan berapapun besar
dari dua variabel tersebut).
Berikut merupakan tabel data yang akan dianalisis :

No. BUN Osmolalitas


R1 32.45343 234
R2 35.90554 247
R3 30.40138 227
R4 1.473462 425
R5 43.39654 455
R6 21.38998 259
R7 44.29515 234
R8 12.31673 229
R9 42.27551 248
R10 3.962142 255
R11 63.98254 207
R12 33.26523 245
R13 22.08368 271
R14 71.65535 248
R15 28.77406 184
R16 19.89019 236
R17 47.04896 224
R18 3.94611 231
R19 33.86567 316
R20 45.52458 253
R21 22.68511 238
R22 10.32603 265
R23 64.51107 256
R24 37.30561 264
R25 24.92443 229
R26 37.41005 183
R27 44.22299 242
R28 23.32367 253
R29 21.67176 248
R30 7.90044 281
R31 40.84862 247
R32 12.3551 276
R33 22.49275 221
R34 34.94062 221
R35 49.64469 268
R36 39.27233 242
R37 1.49209 244
Tabel Kadar BUN dan Kadar Osmolalitas Serum Mahasiswa Farmasi Kelas A
2015

Namun sebelum pengujian korelasi menggunakan Pearson atau Spearman, harus dilakukan
uji normalitas data terlebih dahulu. Uji normalitas ini bertujuan untuk mengetahui bahwa
persebaran data yang diperoleh di lapangan dari kedua variabel di lapangan memiliki
distribusi yang normal. Artinya, populasi dan persebaran angka yang ada pada data hasil
penelitian berada pada proporsi yang proporsional pada masing-masing subjek yang menjadi
responden penelitian. Normalitas ini diperoleh dari nilai angka signifikansi atau (Sig.) yang
menjadi angka yang digunakan sebagai angka yang dapat meyakinkan atau kebenaran. Jika
nilai Sig. yang diperoleh menunjukkan nilai > 0,05 maka data tersebut merupakan data normal
dan dapat diuji menggunakan uji Pearson. Sedangkan jika nilai Sig. yang diperoleh
menunjukkan nilai < 0,05 maka data tersebut merupakan data tidak normal dan dapat diuji
menggunakan uji Spearman.

Hasil uji normalitas yang diperoleh yaitu sebagai berikut :

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized
Residual

N 37

Mean 0E-7
a,b
Normal Parameters
Std. Deviation 17,37169394

Absolute ,088
Most Extreme
Positive ,088
Differences
Negative -,044

Kolmogorov-Smirnov Z ,535

Asymp. Sig. (2-tailed) ,937

a. Test distribution is Normal.

b. Calculated from data.

*Uji normalitas kolmogorov-Smirnov Z = berdistribusi Normal

Dari hasil uji normalitas tersebut menunjukkan nilai sig sebesar 0,937 karena nilai Sig.
yang diperoleh lebih besar dari 0,05 maka data tersebut merupakan data normal dan dapat
diuji menggunakan uji Pearson. Uji Pearson merupakan uji untuk menggambarkan ada atau
tidaknya korelasi antara dua variabel yaitu antara kadar osmolalitas serum dan kadar BUN
serum. Sebelum dilakukan Uji Pearson terlebih dahulu ditentukan hipotesis yang terdiri dari
H0 dan H1. H0 berarti tidak ada hubungan antara kadar osmolalitas serum dan BUN sedangkan
H1 berarti ada hubungan antara kadar osmolalitas serum dan BUN pada responden. Penentuan
diterima atau ditolaknya hipotesis yang telah dibuat juga berdasarkan nilai signifikansi yang
dihasilkan. Nilai signifikansi sebesar 0,05 menunjukkan bahwa hasil penelitian memiliki
kesempatan untuk benar sebesar 95% dan 5% untuk salah dimana nilai ini sangat umum
digunakan dalam berbagi interpretasi hasil penelitian.

H0 = ρ = 0

H1 = ρ ≠ 0

Jika Sig. > 0,05 menunjukkan terima H0 dan tolak H1

Jika Sig. < 0,05 menunjukkan tolak H0 dan terima H1

Hasil analisis data menggunakan uji Pearson yaitu sebagai berikut :

Correlations

BUN OSM

Pearson Correlation 1 -,145

BUN Sig. (2-tailed) ,392

N 37 37

Pearson Correlation -,145 1

OSM Sig. (2-tailed) ,392

N 37 37

Dari hasil tersebut, nilai Sig. yang diperoleh yaitu 0,392 maka nilai Sig. tersebut > 0,05
yang menunjukkan terima H0 dan tolak H1 dimana nilai kepercayaan yang dihasilkan dari
korelasi dua data berada di luar nilai sig. yang telah ditentukan karena berada di luar daerah
nilai daerah tolak H0 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kadar
osmolalitas serum dan kadar BUN serum. Peran ginjal dalam menjaga keseimbangan air
tubuh diregulasi oleh ADH (Anti-diuretik Hormon). ADH akan bereaksi pada perubahan
osmolalitas dan volume cairan intravaskuler. Peningkatan osmolalitas plasma atau penurunan
volume cairan intravaskuler menstimulasi sekresi ADH oleh hipotalamus posterior,
selanjutnya ADH akan meningkatkan permeabilitas tubulus kontortus distalis dan duktus
kolektivus, sehingga reabsorpsi meningkat dan urin menjadi lebih pekat. Pada keadaan haus,
ADH akan disekresikan untuk meningkatkan reabsorpsi air. Pada keadaan dehidrasi, tubulus
ginjal akan memaksimalkan reabsorpsi air sehingga hasil yang didapatkan dapat sangat pekat
dengan osmolalitas mencapai 1200 mOsmol/L. Parameter kerusakan fungsi ginjal dapat
diketahui salah satunya dengan pemeriksaan kadar Blood Urea Nitrogen (BUN), konsentrasi
urea plasma yang meningkat menggambarkan penurunan filtrasi glomerulus.

Dari hasil yang didapatkan dari pengujian kadar osmolalitas serum darah, hasil yang
didapatkan masih dalam rentang 183 – 455 mOsm/kg sehingga kepekatan serum darah belum
terlalu beresiko dalam berkurangnya fungsi filtrasi glomelurus yang dapat menaikan
konsentrasi Blood Urea Nitrogen.

Anda mungkin juga menyukai