Pada uji kadar BUN, responden berpuasa selama 8 jam sebelum pengambilan darah
(berpuasa makanan dan tetap minum). Hal ini dilakukan karena kandungan gizi dalam
makanan dan minuman (kecuali air putih) saat 8 jam terakhir sebelum pemeriksaan
BUN mungkin akan dapat diserap ke dalam aliran darah dan bisa menimbulkan
pengaruh pada nilai normal dari kadar BUN yang akan diuji. Puasa yang dilakukan
selama 8 jam akan mengurangi variabilitas substansi tersebut dan variabilitas substansi
lain dalam darah dan memastikan agar hasil pemeriksaan BUN yang dilakukan tidak
terpengaruhi oleh konsumsi makanan terakhir dan didapatkan data valid.
1.5.2. Metode Urease-GLDH Fixed Time Untuk Pengukuran Kadar BUN Dengan
Spektrofotometri UV
Pengujian kadar BUN pada penelitian ini dilakukan menggunakan metode Urease-
GLDH Fixed Time dengan reagent kit AIM UREA UV5. Metode ini dipilih karena
sederhana, umum digunakan daripada metode lainnya, sampel yang digunakannya
sedikit, dan dapat menghitung kadar BUN.
Dalam metode ini, urea dihidrolisis secara enzimatik oleh urease untuk
menghasilkan amonia dan karbon dioksida. Amonia dan α-oksoglutarat diubah menjadi
glutamat dalam reaksi yang dikatalisasi oleh L-glutamat dehidrogenase (GLDH).
Bersamaan dengan itu, NADH yang berkurang teroksidasi. Dua molekul NADH
teroksidasi untuk setiap molekul urea terhidrolisis. Tingkat perubahan absorbansi pada
340 nm, karena hilangnya NADH, berbanding lurus dengan konsentrasi BUN dalam
sampel
Urea akan dihidrolisis dengan adanya air dan urease menghasilkan amoniak dan
karbondioksida setelah dicampur dengan pereaksi I yang berisi alpha-ketoglutarate,
urease, glutamate dehydrogenase, dan Tris Buffer pH 8.1 dan II yang berisi NADH2
dan menghasilkan suatu kompleks yang absorbansinya dapat diukur dengan
spektrofotometer UV-VIS. Nilai yang didapatkan dari metode ini masih merupakan
kadar urea, sehingga untuk mendapatkan kadar BUN nilai dari urea harus dikalikan
dengan 0.467
Sebelum dilakukan analisis, dilakukan preparasi sampel terlebih dahulu. Sampel
yang digunakan adalah serum darah. Sampel darah diambil dari vena tiap responden,
kemudian dilakukan sentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Proses
sentrifugasi ini dilakukan untuk memisahkan sel darah dan plasma darah. Sel darah ini
perlu dihilangkan terutama sel darah merah karena hemoglobin yang terkandung dalam
sel darah merah ini dapat menjadi pengganggu pengukuran kadar BUN dalam serum
darah. Bagian yang diambil adalah bagian supernatan, bagian tersebut adalah plasma
darah yang di dalamnya terdapat serum mengandung BUN
Setelah itu, sampel dihitung absorbansinya pada Spektrofotometri UV- Vis pada
panjang gelombang 340nm. Kuvet digunakan sebagai wadah untuk menampung
sampel dan pereaksi. Kuvet hanya boleh dipegang pada sisi buram karena jika sisi
bening terdapat noda akan menggangu jalannya sinar dari dalam instrumen sehingga
menghasilkan hasil yang tidak optimal. Sebelum analisis sampel dilakukan diperlukan
pengukuran blanko. Blanko terdiri dari pereaksi tanpa sampel, pengukuran blanko
bertujuan untuk mengetahui nilai absorbansi dari pereaksi sehingga nilai absorbasi
kadar BUN yang didapatkan merupakan hasil dari pengurangan absorbansi sampel
dengan absorbansi blanko. Setelah didapatkan hasil absorbansi sampel maka dilakukan
pehitungan kadar BUN dengan menggunakan excel yaitu dengan membandingkan nilai
absorbansi BUN dengan absorbansi standar BUN yang sudah diketahui konsentrasinya
dan dikali dengan konsentrasi standar tersebut. Pada pengukuran absorbansi sampel
dilakukan dua kali pengukuran yaitu pada detik ke 60 dan detik ke 120, hal ini
dilakukan untuk mengetahui selisih absorbansi pada konsentrasi awal dan dengan
absorbasi pada konsentrasi akhir.
1.5.3. Hasil Pengukuran Kadar BUN Dari Serum Menggunakan Spektrofotometri UV
Cara menghitung kadar BUN adalah dengan menggunakan rumus :
∆𝐴 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑚𝑔
𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑢𝑟𝑒𝑎 = 𝑥 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 (50 )
∆𝐴 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝑑𝑙
Namun sebelum pengujian korelasi menggunakan Pearson atau Spearman, harus dilakukan
uji normalitas data terlebih dahulu. Uji normalitas ini bertujuan untuk mengetahui bahwa
persebaran data yang diperoleh di lapangan dari kedua variabel di lapangan memiliki
distribusi yang normal. Artinya, populasi dan persebaran angka yang ada pada data hasil
penelitian berada pada proporsi yang proporsional pada masing-masing subjek yang menjadi
responden penelitian. Normalitas ini diperoleh dari nilai angka signifikansi atau (Sig.) yang
menjadi angka yang digunakan sebagai angka yang dapat meyakinkan atau kebenaran. Jika
nilai Sig. yang diperoleh menunjukkan nilai > 0,05 maka data tersebut merupakan data normal
dan dapat diuji menggunakan uji Pearson. Sedangkan jika nilai Sig. yang diperoleh
menunjukkan nilai < 0,05 maka data tersebut merupakan data tidak normal dan dapat diuji
menggunakan uji Spearman.
Unstandardized
Residual
N 37
Mean 0E-7
a,b
Normal Parameters
Std. Deviation 17,37169394
Absolute ,088
Most Extreme
Positive ,088
Differences
Negative -,044
Kolmogorov-Smirnov Z ,535
Dari hasil uji normalitas tersebut menunjukkan nilai sig sebesar 0,937 karena nilai Sig.
yang diperoleh lebih besar dari 0,05 maka data tersebut merupakan data normal dan dapat
diuji menggunakan uji Pearson. Uji Pearson merupakan uji untuk menggambarkan ada atau
tidaknya korelasi antara dua variabel yaitu antara kadar osmolalitas serum dan kadar BUN
serum. Sebelum dilakukan Uji Pearson terlebih dahulu ditentukan hipotesis yang terdiri dari
H0 dan H1. H0 berarti tidak ada hubungan antara kadar osmolalitas serum dan BUN sedangkan
H1 berarti ada hubungan antara kadar osmolalitas serum dan BUN pada responden. Penentuan
diterima atau ditolaknya hipotesis yang telah dibuat juga berdasarkan nilai signifikansi yang
dihasilkan. Nilai signifikansi sebesar 0,05 menunjukkan bahwa hasil penelitian memiliki
kesempatan untuk benar sebesar 95% dan 5% untuk salah dimana nilai ini sangat umum
digunakan dalam berbagi interpretasi hasil penelitian.
H0 = ρ = 0
H1 = ρ ≠ 0
Correlations
BUN OSM
N 37 37
N 37 37
Dari hasil tersebut, nilai Sig. yang diperoleh yaitu 0,392 maka nilai Sig. tersebut > 0,05
yang menunjukkan terima H0 dan tolak H1 dimana nilai kepercayaan yang dihasilkan dari
korelasi dua data berada di luar nilai sig. yang telah ditentukan karena berada di luar daerah
nilai daerah tolak H0 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kadar
osmolalitas serum dan kadar BUN serum. Peran ginjal dalam menjaga keseimbangan air
tubuh diregulasi oleh ADH (Anti-diuretik Hormon). ADH akan bereaksi pada perubahan
osmolalitas dan volume cairan intravaskuler. Peningkatan osmolalitas plasma atau penurunan
volume cairan intravaskuler menstimulasi sekresi ADH oleh hipotalamus posterior,
selanjutnya ADH akan meningkatkan permeabilitas tubulus kontortus distalis dan duktus
kolektivus, sehingga reabsorpsi meningkat dan urin menjadi lebih pekat. Pada keadaan haus,
ADH akan disekresikan untuk meningkatkan reabsorpsi air. Pada keadaan dehidrasi, tubulus
ginjal akan memaksimalkan reabsorpsi air sehingga hasil yang didapatkan dapat sangat pekat
dengan osmolalitas mencapai 1200 mOsmol/L. Parameter kerusakan fungsi ginjal dapat
diketahui salah satunya dengan pemeriksaan kadar Blood Urea Nitrogen (BUN), konsentrasi
urea plasma yang meningkat menggambarkan penurunan filtrasi glomerulus.
Dari hasil yang didapatkan dari pengujian kadar osmolalitas serum darah, hasil yang
didapatkan masih dalam rentang 183 – 455 mOsm/kg sehingga kepekatan serum darah belum
terlalu beresiko dalam berkurangnya fungsi filtrasi glomelurus yang dapat menaikan
konsentrasi Blood Urea Nitrogen.