BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Pasal 5
Pasal 6
a. meninggal dunia;
b. tidak lagi berstatus sebagai istri PNS dan istri pensiunan/janda PNS; istri pegawai BUMN/BUMD dan
istri pensiunan/janda pegawai BUMN/BUMD yang belum berstatus persero.
BAB III
KEPENGURUSAN Bagian Pertama Susunan, Tugas, dan Wewenang Pengurus DWP Pusat
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
1. Susunan pengurus DWP Instansi Pemerintah Pusat, DWP Provinsi, DWP Kabupaten/DWP Kota,
DWP Kecamatan, dan DWP Kelurahan/ DWP Desa terdiri dari:
a. (a) seorang ketua;
b. (b) wakil ketua;
c. (c) sekretaris;
d. (d) bendahara;
e. (e) tiga orang ketua bidang;
f. (f) pada Huruf (b), (c), (d), dan (e) dapat ditambah seorang atau lebih wakil dan anggota pengurus
sesuai dengan keperluan.
2. Pengurus DWP pada unsur pelaksana/unit kerja dapat dibentuk disesuaikan dengan situasi dan
kondisi, yang sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara.
3. Tugas dan wewenang pengurus DWP pada unsur pelaksana/unit kerja adalah:
a. menetapkan kebijaksanaan teknis organisasi berdasarkan hasil Musyawarah Nasional, Anggaran
Dasar, Anggaran Rumah Tangga, dan kebijaksanaan organisasi satu tingkat di atasnya;
b. mengesahkan organisasi, pengurus, dan/atau ketua satu tingkat di bawahnya;
c. melaksanakan pembinaan organisasi pada unsur pelaksana dilingkungannya;
d. memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijaksanaan yang dilakukan oleh unsur pelaksana di
lingkungannya;
e. melaksanakan program dan kegiatan sesuai dengan situasi dan kondisi;
f. melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada organisasi satu tingkat di atasnya.
4. Wakil ketua mempunyai tugas dan wewenang:
a. membantu ketua dalam pelaksanaan tugasnya;
b. mewakili ketua dalam melaksanakan tugas yang bersifat teknis operasional;
c. melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya kepada ketua.
5. Sekretaris mempunyai tugas dan wewenang:
a. melaksanakan pembinaan teknis organisasi, pengelolaan administrasi dan mengoordinasikan
kegiatan informasi dalam rangka mendukung kelancaran tugas organisasi.
b. melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada ketua.
6. Bendahara mempunyai tugas dan wewenang mengelola keuangan organisasi dan melaporkan
pelaksanaan tugasnya kepada ketua.
7. Ketua bidang mempunyai tugas dan wewenang melaksanakan kegiatan teknis operasional bidang
masing-masing serta melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada ketua.
8. Pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 Ayat (3), (4), (5), (6), dan (7) dijabarkan
lebih lanjut dalam Pedoman Tata Kerja DWP.
Pasal 10
Pasal 11
1. Unsur pelaksana/unit kerja pada DWP Instansi Pemerintah Pusat, DWP Provinsi, DWP
Kabupaten/DWP Kota, DWP Kecamatan dapat membentuk kepengurusan di lingkungan masing-
masing dengan mempertimbangkan keperluan serta efisiensi organisasi.
2. (2) Ketua dipilih dari dan oleh anggota dalam Rapat Anggota.
3. (3) Anggota pengurus lainnya ditetapkan oleh ketua.
4. (4) Susunan pengurus, tugas, dan wewenang pengurus berpedoman pada ketentuan ART
BAB IV
Pasal 12
1. Penamaan atau sebutan organisasi pada unsur pelaksana dan/atau unit kerja instansi pemerintah
adalah dengan menyebut langsung nama organisasi atau satuan unit kerja instansi pemerintah yang
bersangkutan, seperti DWP Departemen Dalam Negeri; DWP Kantor Menteri Negara Lingkungan
Hidup; DWP Lembaga Administrasi Negara; DWP Sekretariat Negara; DWP Sekretariat Jenderal
MPR; DWP Sekretariat Jenderal MA; DWP Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Bali; DWP
Kantor Statistik Provinsi Sulawesi Selatan; DWP Kabupaten Cilacap; DWP Kota Balikpapan; DWP
Universitas Airlangga; DWP Universitas Sam Ratulangi; DWP Kopertis Wilayah V.
2. Pengesahan nama organisasi yang baru dibentuk atau penggabungan dua atau lebih lembaga
pemerintah ditetapkan oleh pengurus satu tingkat di atasnya.
Pasal 13
1. Penggabungan organisasi DWP antar unit kerja di lingkungan instansi pemerintah dapat dilakukan
setelah mendapat persetujuan dari ketua satu tingkat di atasnya.
2. Khusus untuk unit kerja yang jumlah anggotanya sedikit dan dari instansi yang berbeda, tetapi berada
dalam satu wilayah dan sepakat untuk bergabung, secara organisatoris menjadi unsur pelaksana
DWP Kabupaten/DWP Kota yang bersangkutan.
BAB V
Pasal 14
1. Jika ketua umum karena sesuatu hal tidak dapat melaksanakan tugasnya, digantikan oleh salah
seorang ketua, sebagai pelaksana tugas, berdasarkan keputusan Rapat Pengurus Paripurna DWP
Pusat.
2. Penggantian jabatan ketua umum sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) pasal ini berlaku sampai
diselenggarakannya musyawarah nasional yang berikut.
3. Penggantian jabatan dalam lingkungan pengurus pusat, selain dimaksud dalam Ayat (1) pasal ini,
ditetapkan oleh ketua umum.
4. Penggantian jabatan ketua antarwaktu pada unsur pelaksana DWP ditetapkan melalui kesepakatan
pengurus/anggota secara demokratis dan berpedoman pada AD/ART.
5. Penggantian jabatan pengurus antarwaktu pada unsur pelaksana DWP ditetapkan oleh ketua.
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
Serah terima jabatan ketua unsur pelaksana/unit kerja dituangkan dalam berita acara dan
ditandatangani oleh ketua yang lama dan baru, serta disaksikan oleh penasihat.
BAB VI
Pasal 18
1. Dewan Penasihat DWP Pusat terdiri dari istri Ketua MPR, istri Ketua DPR, istri Ketua BPK, istri Ketua
MA, dan istri menteri.
2. Dewan Penasihat sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) pasal ini mempunyai tugas memberikan
saran dan pertimbangan, baik ketika diminta maupun tidak diminta, kepada pengurus DWP Pusat.
Pasal 19
1. Ketua MPR, Ketua DPR, Ketua BPK, Ketua MA, menteri, kepala/ketua lembaga peme-rintah
nondepartemen, kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, gubernur/ wakil gubernur,
bupati/wakil bupati, walikota/ wakil walikota, pemimpin BUMN dan pemimpin BUMD yang belum
berstatus persero, pemimpin unit kerja instansi vertikal di daerah, camat. dan lurah adalah Penasihat
DWP instansi yang bersangkutan.
2. Sekretaris Daerah Provinsi, Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota selain menjadi Penasihat DWP
Sekretariat Daerah masing-masing; juga adalah Penasihat DWP Provinsi, DWP Kabupaten/Kota
yang bersangkutan.
3. Istri Ketua MPR, istri Ketua DPR, istri Ketua BPK, istri Ketua MA, istri menteri, istri gubernur, istri
wakil gubernur, istri bupati/istri walikota, dan istri wakil bupati/istri wakil walikota adalah Penasihat
DWP instansi yang bersangkutan.
4. Istri pemimpin lembaga pemerintah nonde partemen, istri Kepala Perwakilan Rl di luar negeri, istri
Sekretaris Jenderal MPR, istri Sekretaris Jenderal DPR, istri Sekretaris Jenderal BPK, istri Sekretaris
Jenderal MA, yang tidak menjadi ketua adalah Penasihat DWP instansi yang bersangkutan.
5. Istri pemimpin unit kerja instansi pemerintah di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, istri camat,
istri lurah, istri kepala desa, istri pemimpin BUMN, dan istri pemimpin BUMD yang belum berstatus
persero yang tidak menjadi ketua adalah sebagai Penasihat DWP instansi yang bersangkutan.
6. Istri walikota dan istri bupati di Provinsi DKI Jakarta yang tidak menjadi ketua adalah sebagai
Penasihat DWP yang bersangkutan.
BAB VII
Pasal 20
Pasal 21
1. Musyawarah daerah (Musda) dipersiapkan dan diselenggarakan oleh panitia yang ditetapkan oleh
Ketua DWP Provinsi atau Ketua DWP Kabupaten/Kota.
2. Peserta Musyawarah Provinsi adalah:
a. pengurus DWP Provinsi;
b. utusan DWP Instansi Pemerintah Provinsi;
c. utusan DWP Kabupaten/Kota.
3. Peserta Musyawarah Kabupaten/Kota adalah:
a. pengurus DWP Kabupaten/Kota;
b. utusan DWP instansi pemerintah kabupaten/kota;
c. utusan DWP Kecamatan.
4. Penanggung jawab Musyawarah Provinsi adalah Ketua DWP Provinsi yang sedang menjabat pada
saat musyawarah diselenggarakan.
5. Penanggung jawab Musyawarah Kabupaten/Kota adalah Ketua DWP Kabupaten/Kota yang sedang
menjabat pada saat musyawarah diselenggarakan.
Pasal 22
a. rapat anggota,
b. rapat kerja,
c. rapat pengurus, dan
d. rapat koordinasi.
Pasal 23
1. Rapat Anggota adalah pertemuan antara pengurus dan para anggota untuk membahas masalah
organisasi dan kegiatan dalam lingkungannya.
2. Rapat Anggota diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam enam bulan.
3. Jika jumlah anggota terlalu banyak, sehingga tidak memungkinkan untuk menghadirkan seluruhnya,
rapat anggota dapat dilakukan dengan cara perwakilan atau utusan.
4. Tata cara penentuan perwakiian dan utusan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (3) pasal ini
ditentukan lebih lanjut oleh masing-masing pengurus DWP yang bersangkutan.
Pasal 24
1. Rapat Kerja diselenggarakan oleh pengurus DWP Pusat, Pengurus DWP Instansi Pemerintah Pusat,
pengurus DWP Provinsi, dan pengurus DWP Kabupaten/Kota.
2. Rapat Kerja Nasional adalah rapat pengurus DWP Pusat dengan DWP Instansi Pemerintah Pusat
dan Provinsi diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam tiga tahun.
3. Rapat Kerja DWP Instansi Pemerintah Pusat adalah rapat pengurus DWP Instansi Pemerintah Pusat
dengan pengurus unit kerja dalam lingkungannya.
4. Rapaf Kerja DWP Provinsi adalah rapat pengurus DWP Provinsi dengan pengurus unsur pelaksana
DWP Provinsi.
5. Rapat Kerja DWP Kabupaten/Kota adalah rapat pengurus DWP Kabupaten/Kota dengan pengurus
unsur pelaksana DWP Kabupaten/Kota.
6. Rapat Kerja diselenggarakan untuk membahas, mengoordinasikan, serta mengintensifkan
pelaksanaan program dan kegiatan sesuai dengan kebijaksanaan organisasi yang telah ditetapkan.
Pasal 25
1. Rapat pengurus adalah pertemuan periodik antara pemimpin dan anggota pengurus untuk
membahas dan mengambil keputusan tentang masalah organisasi dan kegiatan dalam
lingkungannya.
2. Rapat pengurus diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam tiga bulan.
3. Rapat pengurus terdiri dari:
a. rapat pemimpin;
b. rapat pengurus inti;
c. rapat pengurus paripurna.
4. Rapat pemimpin dihadiri oleh ketua umum/ketua/ wakil ketua, dan sekretaris jenderal/sekretaris.
5. Rapat pengurus inti dihadiri oleh ketua umum/ketua/wakil ketua, sekretaris jenderal/sekretaris,
bendahara, dan para ketua bidang.
6. Rapat pengurus paripurna dihadiri oleh seluruh anggota pengurus.
Pasal 26
1. Rapat Koordinasi adalah rapat antara pengu rus dan dewan penasihat/penasihat dan pihak lain pada
sernua tingkat kepengurusan.
2. Rapat Koordinasi diiaksanakan jika ada:
a. kegiatan kerja sama dengan pihak lain,
b. kegiatan yang memerlukan keputusansegera dan bersifat strategis untuk kepentingan organisasi.
Pasal 27
1. Musyawarah Nasional, Musyawarah Nasional Luar Biasa. dan Musyawarah daerah adalah sah jika
dihadiri oleh sekurang-kurangnya setengah ditambah satu dari jumlah peserta yang seharusnya
hadir.
2. Jika kuorum sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) pasal ini tidak terpenuhi, musyawarah ditunda
sesuai dengan kebijaksanaan pemimpin musyawarah.
3. Ketentuan pada Ayat (1) dan (2) pasal ini berlaku juga untuk rapat yang tercantum pada
Bagian Kelima Pengambilan Keputusan
Pasal 28
BAB VIII
KEUANGAN
Pasal 29
BAB IX
ATRIBUT
Pasal 30
1. Atribut DWP meliputi lambang, panji, vandel, bendera olah raga, papan nama, lencana, himne, dan
mars, serta pakaian seraaam.
2. Jenis, bentuk, ukuran, warna, dan cara penggunaan atribut sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1)
pasal ini diatur lebih lanjut oleh pengurus DWP Pusat.
BAB X
TATA KERJA
Pasal 31
1. Tata kerja dan pelaksanaan program kerja DWP diatur dalam Pedoman Tata Kerja DWP dan
Pelaksanaan Program Kerja DWP yang dibuat oleh pengurus DWP Pusat.
2. Pengurus DWP pada semua tingkatan dalam melaksanakan kegiatannya mengacu Pedoman Tata
Kerja DWP dan Pedoman Pelaksanaan Program Kerja DWP.
BAB XI
LAIN-LAIN
Pasal 32
1. Perubahan Anggaran Rumah Tangga DWP ini dapat dilakukan oleh pengurus DWP Pusat jika
terdapat hal-hal yang dipandang perlu atau perkembangan keadaan yang mempengaruhi organisasi
DWP.
2. Jika suatu ketentuan dalam AD dan ART tidak jelas atau menimbulkan perbedaan tafsiran,
penyelesaiannya diputuskan oleh pengurus DWP Pusat.
3. Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini akan diatur lebih lanjut oleh pengurus
DWP Pusat.
BAB XII
PENUTUP
Pasal 33
Anggaran Rumah Tangga ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada
tanggal 20 Mei 2005