Anda di halaman 1dari 99

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

SNOWBALL THROWING REWARD PUNISHMENT DENGAN


PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA
SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 4 KABUPATEN GOWA

RISMA PITA MUSYAWARAH

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2019
2

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing


Reward Punishment dengan Pendekatan Saintifik dalam pembelajaran
matematika siswa Kelas VIII SMP NEGERI 4 Kabupaten Gowa.

Nama Mahasiswa : Risma Pita Musyawarah

No. Pokok : 181050701007

Program Studi : Pendidikan Matematika

Menyetujui

Komisi Penasehat,

Prof. Dr. Suradi, M.S. Prof. Dr. Nurdin Arsyad, M.Pd.


Ketua Anggota

Mengetahui :

Ketua Direktur
Program Studi Program Pascasarjana
Pendidikan Matematika, Universitas Negeri Makassar,

Prof. Dr. Hamzah Upu, M. Ed. Prof. Dr. H. Hamsu Abdul Gani, M. Pd.
NIP. 19660801 19890 3 1 001 NIP. 19601231 198503 1 029
3

DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian

E. Batasan Istilah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. Hakikat Belajar Matematika

B. Model Pembelajaran Kooperatif

C. Model Kooperatif Tipe Snowball Throwing

D. Model Pembelajaran Koperatif Tipe Snowball Throwing Reward

Punishment

E. Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

F. Rencana Model Pembelajaran Snowball Throwing Reward Punishment

dengan Pendekatan Saintifik

G. Efektivitas Pembelajaran

H. Kerangka Pikir

I. Hipotesis

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


4

A. Jenis dan Desain Penelitian

B. Populasi dan Sampel Penelitian

C. Prosedur Penelitian

D. Variabel Penelitian

E. Definisi Operasional Variabel

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

G. Instrumen Penelitian

H. Teknik Pengumpulan Data

I. Teknik Analisis Data

DAFTAR PUSTAKA
5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, pembangunan di

bidang pendidikan merupakan sarana dan wahana yang sangat penting dan

menentukan dalam pembinaan sumber daya manusia. Dalam undang- undang no. 20

pasal 2 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 disebutkan bahwa

pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,

bangsa dan negara.

Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau

perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan

perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada

semua tingkat perlu terus menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa

depan. Hal tersebut dipandang perlu, karena masih banyak permasalahan pendidikan

senantiasa menjadi topik perbincangan di kalangan masyarakat, terutama bagi pakar


6

pendidikan. Keadaan ini merupakan sesuatu yang wajar karena setiap orang

berkepentingan dan ikut terlibat dalam proses pendidikan.

Demikian halnya pada pendidikan matematika, permasalahan begitu banyak

dan kompleks yang memerlukan pemikiran solusi untuk mengatasinya. Suradi

(2005:1) mengatakan bahwa, banyak siswa yang mengalami kesulitan belajar

matematika, yang ditandai dengan rendahnya prestasi belajar matematika pada bidang

studi tersebut.

Matematika adalah salah satu wahana pendidikan yang mempunyai peranan

penting untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Matematika

sebagai ilmu dasar, menjadi tiang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Hal ini disebabkan karena matematika berfungsi sebagai penata nalar dan pembentuk

sikap siswa. Matematika berpangkal pada logika, merupakan dasar dan pangkal tolak

penemuan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam usaha

meningkatkan kesejahteraan umat manusia.

Hasil Thrends International Mathematics Science Study (TIMSS) (dalam

Syahdan, & Annas, 2016: 192) secara garis besar menunjukkan bahwa pembelajaran

matematika di Indonesia kurang menekankan pada penalaran dan pemecahan

masalah, menggunakan sedikit waktu, dan menyajikan sedikit materi matematika

yang baru pada setiap pembelajaran matematika (World Bank, 2010). Keadaan ini

tentu berdampak pada siswa, sehingga muncul pemikiran bahwa mempelajari

matematika itu sangat sulit. Faktor lain yang membuat siswa merasa kesulitan dalam
7

mempelajari matematika bahwa matematika memiliki objek yang abstrak dan bahasa

yang digunakan lebih banyak berupa symbol, sehingga kebanyakan siswa hanya

bermodal hafalan rumus untuk menyelesaikan soal-soal matematika dan tidak

memahami konsep matematika yang sedang dipelajari. Akibatnya, ketika siswa

dihadapkan dengan soal yang bervariasi mereka akan mengalami kesulitan dalam

menyelesaikannya. Hal ini nantinya akan berdampak pada hasil belajar matematika

siswa. Salah satu cara dalam mengatasi keadaan ini adalah bagaimana agar

peserta didik mampu berperan secara aktif dalam mengembangkan kemampuan

yang dimilikinya untuk bisa memahami, mengerti, mengamati, merencanakan,

melaksanakan, mengkomunikasikan hasil dan lain sebagainya. Hal itu perlu adanya

usaha guru untuk menerapkan bentuk pembelajaran yang lebih variatif dan inovatif

melalui penggunaan strategi, metode atau teknik mengajar yang bervariasi sehingga

kualitas proses belajar semakin baik dan kualitas hasil belajar pun semakin

meningkat.

Mengingat pentingnya pelajaran matematika untuk pendidikan, guru

diharapkan mampu merencanakan pembelajaran sedemikian rupa sehingga siswa

akan tertarik dengan pelajaran matematika. Melaksanakan pembelajaran matematika

dengan baik diperlukan tenaga pendidik yang terampil merancang dan mengelola

proses pembelajaran yang mengarah pada ranah kognitif, afektif dan psikomotor

siswa. Jika guru ingin memaksimalkan pembelajaran, maka terlebih dulu harus

menemukan bagaimana otak bekerja (Jensen, 2008: 6). Yang terpenting dalam

membelajarkan matematika adalah bagaimana caranya memberikan pengalaman


8

berarti yang meninggalkan kesan pada siswa, sehingga siswa menyukai dan senang

belajar matematika (Heruman, 2010). Terserah kepada kita (guru) untuk menciptakan

kondisi dimana otak mereka akan menyeleksi cara belajar yang paling dapat

mengembangkan kesempatan mereka untuk bertahan atau tidak (Jensen, 2008: 9).

Pembelajaran matematika yang diawali dengan perasaan senang akan berdampak

pada minat siswa dalam belajar matematika.

Namun hal tersebut tidaklah mudah mengingat dalam suatu kelas terdapat

puluhan anak dengan karakter dan cara belajar yang berbeda beda. Hal ini menjadi

tantangan besar bagi guru. Berdasarkan pengalaman penulis dalam mengajar pada

tingkatan SMP, melaksanakan proses belajar mengajar dengan model konvensional

dimana pembelajaran terfokus pada guru, dimana definisi, rumus dan contoh soal

diberikan dan dikerjakan sendiri oleh guru, Peserta didik sekedar menirukan

penyelesaian yang dikerjakan guru. Pembelajaran seperti ini berkesan menjenuhkan

dan membatasi pemikiran peserta didik. Peserta didik tidak bisa mengeksplorasikan

ide–idenya karena terpaku pengerjaan jawaban guru. Pada akhirnya, peserta didik

akan bergantung pada guru dan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran sangat

kurang. Pendekatan yang masih konvensional juga menjadikan tujuan dalam

pembelajaran Matematika yakni ranah kognitif dan afektif siswa tidak tercapai. Selain

itu beberapa siswa seringkali melakukan banyak kegiatan lain selain mendengarkan

penjelasan dari guru. Kegiatan- kegiatan itu seperti saling bercerita satu dengan yang
9

lainnya. Bermain dengan saling melempar pulpen atau kertas, bahkan tak sedikit yang

lebih memilih untuk tidur.

Situasi tersebut dirasakan pula oleh teman-teman guru matematika dari


beberapa sekolah di Kabupaten Gowa. Berdasarkan diskusi serta wawancara,
diperoleh bahwa siswa yang merespon pembelajaran hanya siswa siswa tertentu,
dengan kata lain hanya sebagian siswa yang mampu mencapai KKM yang ditetapkan.
Hasil observasi atau pengamatan peneliti di SMP Negeri 1 Bajeng bahwa metode
pembelajaran yang digunakan sudah bervariasi, tetapi model dan pendekatan
pembelajaran yang digunakan masih kurang tepat dan kurang menarik sehingga
berpengaruh terhadap minat dan antusias peserta didik serta akan berdampak pada
prestasi belajarnya. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas peserta didik yaitu kurangnya
keaktifan peserta didik dalam pembelajaran misalnya aktif bertanya, menjawab
pertanyaan/menanggapi, mengemukakan pendapat/gagasan, berpartisipasi aktif dalam
diskusi, mengerjakan soal dan tugas kelompok yang diberikan oleh guru. siswa yang
merespon pembelajaran hanya siswa siswa tertentu, dengan kata lain hanya sebagian
siswa yang mampu mencapai KKM yang ditetapkan . Terkait partisipasi di kelas
dalam mengerjakan soal dan tugas kelompok, kemampuan matematika peserta didik
dalam pembelajaran juga masih kurang. Hal ini tentulah belum memuaskan. Dari
hasil tersebut, maka harus dilakukan tindakan agar terjadi perubahan. .
Maka untuk dapat menciptakan pembelajaran yang menarik namun tetap

mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan dengan melibatkan siswa itu sendiri

maka penulis berinisiatif untuk melakukan penelitian melalui eksperimen dengan

mengadakan upaya perbaikan yaitu menawarkan kepada guru untuk menerapkan

model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing reward punishment dengan

pendekatan Saintifik. Adapun untuk mengontrol siswa agar tujuan dari pembelajaran

tetap tercapai diberlakukan sistem Reward dan Punishment. Reward kepada siswa
10

yang mampu menjawab pertanyaan dengan benar dan Punishmen pada siswa dengan

jawaban yang belum tepat.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka rumusan masalah

penelitian ini adalah “Apakah model pembelajaran kooperatif tipe Snowball

Throwing Reward Punishment dengan pendekatan Saintifik efektif diterapkan dalam

pembelajaran matematika siswa kelas VIII SMP NEGERI 1 BAJENG?”. Untuk

menjawab masalah tersebut, maka diajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana gambaran hasil belajar siswa sebelum dan setelah diajar dengan

model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing Reward Punishment

dengan pendekatan Saintifik?.

2. Bagaimana gambaran aktivitas siswa selama diajar dengan model pembelajaran

kooperatif tipe Snowball Throwing Reward Punishment dengan pendekatan

Saintifik?.

3. Bagaimana gambaran respons siswa setelah diajar dengan model pembelajaran

kooperatif tipe Snowball Throwing Reward Punishment dengan pendekatan

Saintifik?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan keefektifan penerapan model pembelajaran kooperati tipe Snowball


11

Throwing Reward Punishment dengan pendekatan Saintifik yang diterapkan dalam

pembelajaran matematika siswa kelas VIII di SMP NEGERI 1 BAJENG Kabupaten

Gowa. Adapun secara khusus tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui gambaran hasil belajar siswa sebelum dan setelah diajar dengan

model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing Reward Punishment

dengan pendekatan Saintifik?.

2. Mengetahui gambaran aktivitas siswa selama diajar dengan model pembelajaran

kooperatif tipe Snowball Throwing Reward Punishment dengan pendekatan

Saintifik?.

3. Mengetahui gambaran respons siswa setelah diajar dengan model pembelajaran

kooperatif tipe Snowball Throwing Reward Punishment dengan pendekatan

Saintifik?

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah:

1. Secara Teoritis

Secara teoritis manfaat dalam penelitian ini adalah penelitian diharapkan

mampu memberikan informasi tentang efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe

Snowball Throwing Reward Punishment dengan pendekatan Saintifik siswa kelas

VIII SMP NEGERI 1 BAJENG di Kabupaten Gowa.

2. Secara Praktis

Secara praktis manfaat penelitian ini adalah:


12

a) Sekolah

Hasil penelitian ini dapat dijadikan suatu acuan untuk memperkaya khasanah

ilmu pengetahuan, mengembangkan strategi pembelajaran dan dapat menjadi alernatif

dalam mengatasi masalah pembelajaran terutama pembelajaran matematika.

b) Guru

Sebagai salah satu pedoman bagi guru dalam bidang studi matematika, untuk

mengembangkan metode mengajar sehingga proses pembelajaran tidak monoton pada

metode ceramah saja.

c) Bagi siswa

Dapat meningkatkan motivasi dan daya tarik siswa terhadap mata pelajaran

matematika dan mampu memberikan sikap positif terhadap mata pelajaran

matematika.

d) Bagi peneliti

Dapat menambah pengalaman secara langsung serta menjadi masukan dan

acuan dalam mengembangkan penelitian di masa mendatang serta menjadi referensi

sebagai pendidik dan pengajar.


13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hakikat Belajar Matematika

1. Pengertian Belajar

Berbicara tentang definisi/batasan atau pengertian belajar para ahli berbeda-

beda pandangan dalam memberikan pengertian tentang belajar. Ada beberapa definisi

tentang belajar antara lain dapat diartikan sebagai berikut:

Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh

suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil

pengalamannya sendiri sebagai interaksi dengan lingkungannya (Slameto: 2010)

Menurut Burton dalam Hosnan (2014: 3), belajar merupakan suatu perubahan

tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan

individu dan individu dengan lingkungannya sehingga mereka dapat berinteraksi

dengan lingkungannya.

Sedangkan menurut Croncabch dalam Hosnan (2014: 3), belajar adalah suatu

aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman.

Menurut Daryanto (2009: 2), belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya.
14

Pendapat lain mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses yang kompleks

yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi

karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Oleh karena itu

belajar dapat terjadi kapan saja dan dimana saja. Salah satu pertanda bahwa seseorang

itu telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku pada diri orang itu yang

mungkin disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan,

keterampilan, atau sikapnya (Arsyad, A: 2010)

Belajar merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh setiap orang.

Pengetahuan, keterampilan, kegemaran, dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi,

dan berkembang disebabkan oleh belajar. Karena itu, belajar ditandai dengan adanya

perubahan pada diri seseorang, akibat dari proses belajar diwujudkan dalam berbagai

bentuk seperti perubahan pengetahuan, hasil belajar, sikap, tingkah laku,

keterampilan kecakapan, dan kemampuan serta perubahan aspek kualitas yang terjadi

pada diri individu (Djamarah S.B & Zain A: 2006).

Apabila proses belajar itu diselenggarakan secara formal di sekolah-sekolah,

tidak lain ini dimaksudkan untuk mengarahkan perubahan pada diri siswa secara

terencana, baik dalam aspek pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Interaksi yang

terjadi selama proses belajar tersebut dipengaruhi oleh lingkungannya yang antara

lainterdiri atas murid, guru, petugas perpustakaan, kepala sekolah, bahan atau materi

pelajaran (buku, modul, selebaran, majalah, rekaman video atau audio, dan yang

sejenisnya), dan berbagai sumber belajar dan fasilitas (proyektor overhead, perekam
15

pita audio dan video, radio, televisi, komputer, perpustakaan, laboratorium, pusat

sumber belajar, dan lain-lain) (Arsyad, A: 2010).

Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik sifat maupun

jenisnya karena itu sudah tentu tidak semua perubahan dalam diri seseorang

merupakan perubahan dalam arti belajar. Adapun ciri perubahan tingkah laku dalam

pengertian belajar adalah: a)Perubahan terjadi secara sadar. b)Perubahan dalam

belajar bersifat kontinudan fungsional. c)Perubahan dalam belajar bersifat positif dan

aktif. d)Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara. e)Perubahan dalam belajar

bertujuan atau terarah. f)Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku (Slameto:

2010). Seseorang dikatakan belajar jika orang tersebut mampu menangkap informasi

tentang sesuatu baru dalam hidupnya, proses seseorang dari tidak tahu menjadi tahu.

2. Pengertian Matematika

Kata matematika berasal dari bahasa latin, manthenein atau mathema yang

berarti “belajar atau hal yang dipelajari,” sedangkan dalam bahasa belanda,

matematika disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang semuanya berkaitan dengan

penalaran. Matematika memiliki bahasa dan aturan yang terdefinisi dengan baik,

penalaran yang jelas dan sistematis, dan struktur atau keterkaitan antarkonsep yang

kuat. Unsur utama pekerjaan matematika adalah penalaran deduktif yang bekerja atas

dasar asumsi (kebenaran konsistensi). Selain itu, matematika juga bekerja melalui

penalaran induktif yang didasarkan fakta dan gejala yang muncul untuk sampai
16

perkiraan tertentu. Tetapi perkiraan ini, tetap harus dibuktikan secara deduktif,

dengan argument yang konsisten (Susanto, 2013: 184).

Soedjadi (2000:11) mengemukakan beberapa definisi atau pengertian

matematika berdasarkan kecenderungan kajian dari masing-masing ahli yang berbeda

diantaranya:

a) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara

sistematik.

b) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.

c) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan

dengan bilangan.

d) Matematika adalah pengetuhuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah

tentang ruang dan bentuk.

e) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik.

f) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.

Selanjutnya Kline (Suherman, 2003: 19) mengatakan bahwa matematika itu

bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi

adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan

menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam.

Berdasarkan pendefinisian atau pembatasan matematika dari masing-masing

ahli di atas terlihat bahwa matematika tidak memiliki definisi atau pembatasan yang

tunggal, tetapi matematika didefinisikan berdasarkan kajian dan sudut pandang ahli
17

yang mendefinisikan, namun dalam penelitian ini penulis membatasi bahwa

matematika adalah suatu bahasa simbolis yang menerangkan pola hubungan suatu

konsep dengan penalaran deduktif.

3. Pembelajaran Matematika

Belajar matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

Banyak permasalahan dan kegiatan dalam hidup kita yang harus diselesaikan dengan

menggunakan ilmu matematika seperti menghitung, mengukur, dan lain – lain. Oleh

karena itu diperlukan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana cara

membelajarkan matematika itu pada peserta didik.

Menurut Dimyati (Susanto, 2013: 186), pembelajaran adalah kegaiatan guru

secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara

aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Pembelajaran berarti

aktivitas guru dalam merancang bahan pembelajaran agar proses pembelajaran dapat

berlangsung secara efektif, yakni siswa dapat belajar secara aktif dan bermakna.

Dalam hubungannya dengan pelajaran matematika, (Susanto, 2013: 186)

mengemukakan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar

mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa

yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan

kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan

penguasaan yang baik terhadap materi matematika.


18

Dengan demikian pembelajaran matematika dapat didefinisikan sebagai suatu

upaya membantu siswa untuk mengkonstruksi (membangun) konsep-konsep atau

prinsip-prinsip matematika dengan kemampuannya sendiri melalui proses

internalisasi sehingga konsep atau prinsip itu terbangun kembali.

B. Model Pembelajaran Kooperatif

Joyce & Weil (dalam Rusman, 2010:133) berpendapat bahwa model

pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk

kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan

pembelajaran, dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain.

Adapun menurut Soekanto, dkk (dalam Trianto, 2009:22) maksud dari model

pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis

dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,

dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perangcang pembelajaran dan para pengajar

dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Dengan demikian, aktivitas

pembelajaran benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara

sistematis. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Eggen dan Kauchak

(dalam Trianto, 2009:22) bahwa model pembelajaran memberikan kerangka dan arah

bagi guru untuk mengajar.

Dengan demikian model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para

guru boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai
19

tujuan pembelajaran. Dalam penelitian ini model pembelajaran kooperatif dipilih

sebagai salah satu model pembelajaran dalam mengajar di kelas.

Pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa

belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang

anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang

bersifat heterogen.

Taniredja, dkk (2014: 55), Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning)

merupakan sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk

bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran

kooperatif dikenal sebagai pembelajaran kelompok. Tetapi pembelajaran kooperative

lebih dari sekedar pembelajaran kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar

kooperative ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga

memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat

interdepedensi efektif di antara anggota kelompok. Hal ini pula (Silberman, 2009: 43)

dapat mengembangkan sebuah lingkunagn belajar yang aktif dengan menciptakan

siswa bergerak secara fisik untuk berbagai fikiran dan perasaan secara terbuka, serta

untuk memperoleh perasaan suka dan bangga.

Menurut Johnson dan Johnson (dalam Thobroni, M & Mustofa, A. 2011:285),

pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok-

kelompok kecil. Siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman

belajar yang berkelompok, sama dengan pemahaman individu maupun kelompok.


20

Kelompok bukanlah semata-mata sekumpulan orang (Suprijono, 2013: 57).

Kumpulan disebut kelompok apabila ada interaksi, mempunyai tujuan,

berstruktur,groupness.interaksi adalah saling memengaruhi individu satu dengan

individu yang lain.

Selanjutnya Roger, dkk (dalam Huda, 2011:29) menyatakan Cooperative

learning is group learning activity organized in such a way that learning is based on

the socially structured change of information between learning in group in which

each learning is held accountable for his or her own learning and in motivated to

increase the learning of others.

Singkatnya, pembelajaran kooperatif mengacu pada model pembelajaran

dimana siswa bekerja sama dalam kelompok kecil dan saling membantu dalam

belajar. Dalam Pembelajaran kooperatif melatih siswa menemukan dan memahami

konsep-konsep yang dianggap sulit dengan cara bertukar pikiran (berdiskusi) dengan

teman-temannya. Diskusi merupakan salah satu metode yang dapat mengaktifkan

siswa dan memungkinkan siswa menguasai konsep yang memberi kesempatan

berpikir, berinteraksi sosial, serta berlatih bersikap positif.

Menurut Johnson & Johnson (1994) dan Sutton (1992) terdapat unsur-unsur

dasar pembelajaran kooperatif (dalam Trianto, 2010), yaitu:

1. Saling ketergantungan yang bersifat positif antar siswa. Siswa akan merasa

bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil

terhadap suksenya kelompok.


21

2. Interaksi antar siswa yang semakin meningkat, dalam hal tukar-menukar pikiran

ide mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama.

3. Tanggung jawab individual, dalam hal membantu siswa yang membutuhkan

bantuan dan siswa tidak dapat hanya sekadar “membonceng” pada hasil kerja

teman jawab siswa dan teman sekelompoknya.

4. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide

dalam kelompok menuntut keterampilan khusus.

5. Adanya proses kerja kelompok, misalnya diskusi.

Menurut Arends (dalam Trianto, 2010) menyatakan bahwa pengajaran yang

menggunakan pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi

belajar.

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan

rendah.

3. Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang terdiri beberapa ras, suku, budaya,

jenis kelamin yang berbeda. Maka diupayakan agar dalam tiap kelompok pun

terdiri dan ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula.

4. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu.


22

Slavin (dalam Thobroni, M & Mustofa, A. 2011:289), mengemukakan bahwa

karasteristik utama pembelajaran kooperatif, yaitu:

1. Group goals (adanya tujuan kelompok).

2. Individual accountability (adanya tanggung jawab perseorangan).

3. Equal opportunities for succes (adanya kesempatan yang sama untuk sukses).

4. Team competition (adanya persaingan kelompok).

5. Task specialization (adanya penugasan khusus).

6. Adaptation to individual needs (adanya proses penyesuaian diri terhadap

kepentingan pribadi).

Menurut Slavin (dalam Taniredja, dkk, 2011: 60), tujuan dari pembelajaran

kooperatif adalah menciptakan situasi dimana keberhasilan individu ditentukan dan

dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya. Tujuan pembelajaran kooperatif yaitu:

1. Meningkatkan hasil akademik

Siswa yang lebih mampu akan menjadi nara sumber bagi siswa yang kurang

mampu, yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama.

2. Penerimaan akan keanekaragaman

Belajar kooperatif menyajikan peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang

dan kondisi sosial, untuk bekerja da saling bergantung pada tugas-tugas rutin,

dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif dapat belajar

menghargai satu sama lain.

3. Pengembangan Keterampilan Sosial


23

Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain: berbagai tugas, aktif bertanya,

menghargai pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.

Terdapat enam langkah utama di dalam pembelajaran kooperatif. Langkah itu

ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2. 1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Tahap Tingkah Laku Guru


Tahap 1 Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang
Menyampaikan tujuan dan akan dicapai pada kegiatan pelajaran dan
memotivasi siswa menekankan pentingnya topik yang akan
dipelajari dan memotivasi siswa belajar.

Tahap 2 Guru menyajikan informasi atau materi kepada


Menyajikan informasi siswa dengan jalan demonstrasi atau melalui
bahan bacaan.

Tahap 3 Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana


Mengorganisasikan siswa ke caranya membentuk kelompok belajar dan
dalam kelompok-kelompok membantu setiap kelompok agar melakukan
belajar perubahan secara efisien.

Tahap 4 Guru membimbing kelompok-kelompok belajar


Membimbing kelompok pada saat mereka mengerjakan tugas.
bekerja dan belajar

Tahap 5 Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi


Evaluasi yang telah dipelajari atau masing-masing
kelompok mempersentasikan hasil kerjanya.

Tahap 6 Guru mencari cara-cara untuk menghargai, baik


Memberikan penghargaan upaya maupun hasil belajar individu dan
kelompok.
Sumber :Rusman (2010:211).
24

C. Model Kooperatif Tipe Snowball Throwing

1. Pengertian Snowball Throwing

Snowball Throwing ( Lestari, K.E & Yudhanegara, M. R, 2015: 73) menurut

asal katanya berarti bola salju bergulir. Dengan demikian, Snowball Throwing adalah

suatu model pembelajaran dengan menggunakan bola pertanyaan dari kertas yang

digulung bulat berbentuk bola, kemudian dilempar secara bergiliran antar kelompok.

Snowball Throwing adalah salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang

berupa permainan yang dibentuk secara kelompok dan memiliki ketua kelompok

untuk mendapat tugas dari guru, kemudian setiap kelompok membuat pertanyaan dan

akan dilempar pada kelompok lain. Pada pembelajaran kooperatif, tipe Snowball

Throwing ini, siswa melakukan kompetisi antar kelompok. Dengan adanya kompetisi

ini, sekiranya dapat mendorong anak didik untuk lebih bersemangat dalam belajar.

Djamarah (2002: 127) menyatakan bahwa persaingan dibutuhkan dalam pendidikan

karena dapat dimanfaatkan untuk menjadikan proses interaksi belajar mangajar yang

kondusif.

Model kooperatif tipe Snowball Throwing melatih siswa untuk lebih tanggap

menerima pesan dari orang lain, dan menyampaikan pesan tersebut kepada temannya

dalam satu kelompok. Lemparan pertanyaan menggunakan kertas berisi pertanyaan

yang diremas menjadi sebuah bola. Kertas kemudian dilemparkan kepada siswa lain.

Siswa yang menerima bola kertas lalu membuka dan menjawab pertanyaannya.

Kegiatan melempar bola pertanyan ini akan membuat kelompok menjadi

dinamis, karena kegiatan siswa tidak hanya berpikir, menulis, bertanya, atau
25

berbicara. Akan tetapi mereka juga melakukan aktivitas fisik yaitu menggulung kertas

dan melemparkannya pada siswa lain. Dengan demikian, tiap anggota kelompok akan

mempersiapkan diri karena pada gilirannya mereka harus menjawab pertanyaan dari

temannya yang terdapat dalam bola kertas.

Model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing ini guru berusaha

memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan

menyimpulkan isi berita atau informasi yang mereka peroleh dalam konteks nyata

dan situasi yang kompleks. Guru juga memberikan pengalaman kepada siswa melalui

pembelajaran terpadu dengan menggunakan proses yang saling berkaitan dalam

situasi dan konteks komunikasi alamiah baik sosial, maupun dalam lingkungan

pergaulan.

Adapun langkah-langkah dari model pembelajaran kooperatif tipe snowball

throwing ( Suprijono, 2013: 128) adalah sebagai berikut:

a) Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.

b) Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua

kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.

c) Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing,

kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.

d) Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk

menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah

dijelaskan oleh ketua kelompok.


26

e) Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar

dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit.

f) Setelah siswa dapat satu bola/ satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada

siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola

tersebut secara bergantian.

g) Evaluasi.

h) Penutup.

2. Kelebihan dan Kekurangan Snowball Throwing

Model pembelajaran Snowball Throwing memiliki kelebihan dan kekurangan.

Kelebihannya adalah melatih kesiapan siswa dan saling memberikan pengetahuan.

Kekurangan model kooperatif tipe Snowball Throwing yaitu pengetahuan tidak luas

hanya berkutat pada pengetahuan sekitar siswa dan kurang efektif. Kelebihan Model

Pembelajaran Snowball Throwing sebagai berikut:

a) Melatih kesiapan siswa dalam merumuskan pertanyaan dengan bersumber pada

materi yang diajarkan serta saling memberikan pengetahuan.

b) Siswa lebih memahami dan mengerti secara mendalam tentang materi pelajaran

yang dipelajari. Hal ini disebabkan karena siswa mendapat penjelasan dari teman

sebaya yang secara khusus disiapkan oleh guru serta mengerahkan penglihatan,

pendengaran, menulis dan berbicara mengenai materi yang didiskusikan dalam

kelompok.
27

c) Dapat membangkitkan keberanian siswa dalam mengemukakan pertanyaan

kepada teman lain maupun guru.

d) Melatih siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh temannya dengan baik.

e) Merangsang siswa mengemukakan pertanyaan sesuai dengan topik yang sedang

dibicarakan dalam pelajaran tersebut.

f) Dapat mengurangi rasa takut siswa dalam bertanya kepada teman maupun guru.

g) Siswa akan lebih mengerti makna kerjasama dalam menemukan pemecahan

suatu masalah.

h) Siswa akan memahami makna tanggung jawab.

i) Siswa akan lebih bisa menerima keragaman atau heterogenitas suku, sosial,

budaya, bakat dan intelegensia.

j) Siswa akan terus termotivasi untuk meningkatkan kemampuannya.

Disamping kelebihannya, terdapat juga kekurangan dari model pembelajaran

Snowball Throwing, yaitu:

a) Terciptanya suasana kelas yang kurang kondusif.

b) Adanya siswa yang bergantung pada siswa lain.

D. Model Pembelajaran Koperatif Tipe Snowball Throwing Reward

Punishment

1. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Snowball Throwing


28

Model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing seperti yang telah

dikemukakan sebelumnya adalah suatu jenis model pembelajaran kooperatif yang

pelaksanaannya mengintruksikan siswa membuat suatu pertanyaan pada selembar

kertas, kemudian menggulung kertas tersebut mejadi seperti bola dan melemparkan

ke teman lainnya. Pertanyaan yang dilemparkannya harus telah diketahui jawabannya

oleh si pelempar, dengan kata lain si pelempar harus mengerjakan soalnya terlebih

dahulu sebelum melempar ke siswa lainnya. Hal ini diharapkan mampu menciptakan

rasa tanggung jawab siswa, rasa percaya diri serta memotivasi siswa untuk

meningkatkan kemampuannya agar pertanyaan yang dilempar kepadanya dapat pula

dijawab dengan baik dan benar. Disamping itu, model pembelajaran ini diharapkan

akan membuat siswa lebih aktif dalam pembelajaran.

Akan tetapi disamping segala keunggulannya, ada beberapa kekurangan dari

model ini. Misalkan membuat suasana kelas tidak kondusif, tidak efektif dan

sebagainya. Sehingga diberlakukan aturan atau sistem reward dan punishment untuk

menjadi pengontrol agar tujuan dari pembelajarn bisa tetap tercapai.

2. Reward Punishment

Menangani anak yang bermasalah tidaklah mudah (Fatiharifah & Yustisia,

2014 :30), apalagi jika terdapat banyak siswa di dalam kelas, dan hanya beberapa saja

diantaranya yang bermasalah. Kebanyakan guru menganggap hal tersebut normal

sehingga memperlakukan mereka secara sama. Kebanyakan guru juga hanya

memberi label “anak nakal” pada anak bermasalah sehingga hukuman menjadi salah
29

satu cara jitu untuk menjadikan anak patuh. Menyelesaikan masalah anak sebenarnya

tidak sulit asalkan guru memiliki pengetahuan dan cara untuk menyelesaikannya.

Pemberian penghargaan tidak selamanya bersifat baik, namun tidak menutup

kemungkinan bahwa pemberian penghargaan merupakan satu hal yang bernilai

positif. Namun, sebagian besar guru tetap akan setuju bahwa penghargaan dan sanksi

merupakan strategi yang sangat bermanfaat dalam teknik mengajar yang efektif.

Kedua hal tersebut digunakan dalam semua lingkungan mengajar

(Cowley, 2011: 103).

Reward merupakan alat pendidikan represif yang menyenangkan, reward juga

menjadi pendorong atau motivasi bagi siswa untuk belajar yang lebih baik lagi.

Penerapan reward di bangku pendidikan dasar adalah bentuk motivasi yang

berorientasi pada keberhasilan belajar atau prestasi anak.

Punishment adalah penderitaan yang diberikan atau ditimbulkan dengan

sengaja oleh pendidik (guru) sesudah terjadi suatu pelanggaran, kejahatan atau

kesalahan (Purwanto, 2006). Tujuannya untuk memberikan efek jera dan mencegah

siswa yang bersangkutan untuk mengulangi kesalahan yang sama.

a) Ketentuan Memberikan Reward dan Punishment

Agar penghargaan yang diberikan efektif, sesuaikan penghargaan dengan

situasi (Cowley, 2011: 106). Ketika memberikan penghargaan, hal-hal yang perlu

diperhatikan yaitu:
30

(1) Penghargaan harus diinginkan, agar penghargaan bermakna, penghargaan

tersebut harus dihargai oleh penerimanya_mereka harus mau menerimanya.

(2) Jangan menyuap mereka, kejutkan mereka, penghargaan yang paling efektif

adalah yang diterima tanpa diharapkan.

(3) Berikan penghargaan sesuai dengan usia siswa, semakin tua usia siswa, mereka

semakin menginginkan penghargaan yang memiliki nilai jual. Sedangkan

kelompok usia 15 tahun senang mendapatkan stiker.

(4) Membuat mereka berusaha mendapatkan penghargaan, pastikan bahwa siswa

memperoleh penghargaan sepenuhnya, daripada memberikan penghargaan untuk

setiap perilaku baik dan sederhana. Semakin sulit diperoleh, semakin berharga

penghargaan tersebut.

(5) Menyesuaikan penghargaan dengan tiap siswa, berikan penghargaan anda secara

spesifik _sesuaikan penghargaan tersebut dengan tiap-tiap siswa anda sejauh

yang anda mampu.

(6) Penghargaan memiliki batas waktu, ubahlah secara teratur sistem penghargaan

yang anda gunakan_baik sebagai guru dan dari lingkungan anda.

(7) Beri penghargaan kepada semua siswa, jangan lupakan mereka yang sudah

bekerja keras sepanjang waktu_mereka juga layak mendapatkan penghargaan

atas usaha mereka.

(8) Kadang-kadang, penghargaan harus bersifat personal, beberapa siswa tidak ingin

orang lain menyaksikan keberhasilan mereka_tekanan dari teman terhadap hasil

kerja dan perilaku yang baik terlalu besar.


31

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih dan menentukan hukuman

(Indrakusuma, A.D.1973:157) adalah sebagai berikut:

(1) Macam dan besar kecilnya pelanggaran: Besar kecilnya pelanggaran akan

menentukan berat ringannya hukuman yang harus diberikan;

(2) Pelaku pelanggaran:

(3) Hukuman diberikan dengan melihat jenis kelamin: usia dan halus kasarnya

perangai dari pelaku pelanggaran;

(4) Akibat-akibat yang mungkin timbul dalam hukuman: Pemberian hukuman

jangan sampai menimbulkan akibat yang negatif pada diri anak;

(5) Pilihlah bentuk-bentuk hukuman yang pedagogis: Hukuman yang dipilih harus

sedikit mungkin segi negatifnya baik dipandang dari sisi murid, guru, maupun

dari orang tua;

(6) Sedapat mungkin jangan menggunakan hukuman badan: Hukuman badan adalah

hukuman yang menyebabkan rasa sakit pada tubuh anak, hukuman badan

merupakan sarana terakhir dari proses pendisiplinan

Reward dan punishment sebagai metode pembelajaran akan sangat ideal dan

strategis bila digunakan sesuai dengan prinsip-prinsip belajar untuk merangsang

belajar dalam kerangka mengembangkan potensi anak didik. Pendidik (guru)

hendaknya menguasai metode ini secara benar agar tidak berimplikasi buruk,

misalnya seorang pendidik menggunakan kekerasan dalam menegakkan kedisiplinan,

sehingga menimbulkan kesalahpahaman yang menjadikan anak trauma dan depresi.


32

b) Bentuk – bentuk Reward dan Punishment

Bentuk-bentuk Reward dapat di golongkan diantaranya:

(1) Pemberian kepercayaan (Purwanto, 2006)

Dalam diri anak membutuhkan pengakuan bagi eksistensinya di mata orang lain

(teman-temannya). Pemberian kepercayaan membuat diri anak merasa diakui dan

dihargai oleh pendidik (guru). Dengan diberikan kesempatan untuk membuktikan

kemampuannya, anak mulai menghargai keberadaan diri dan orang lain. Hal ini akan

memunculkan responsibility untuk mampu menjaga dan mewujudkan amanat yang

ada. Pemberian kepercayaan lebih berimplikasi positif pada diri anak daripada

pemberian materi maupun kata-kata pujian yang tidak realistik. Kepercayaan

menjamin kesenangan seseorang untuk mengurangi tekanan jiwa.

(2) Senyuman, Pandangan, Tepukan Punggung (Purwanto, 2006)

Pemberian kasih sayang oleh pendidik (guru) yang diwujudkan melalui ekspresi

wajah dan tindakan jasmaniah akan lebih mengena. Keadaan emosional anak yang

labil akan sering menimbulkan sikap menolak, mencela bahkan merombak ketentuan

apapun yang dirasa mempersempit kebebasannya, karena anak pada masa pendidikan

dasar ingin mendapatkan kebebasan dari ketergantungan. Adanya tekanan-tekanan

dan kungkungan akan menimbulkan ketegangan yang menjadikan anak semakin

marah. Oleh karena itu, adanya sikap penerimaan positif dari pendidik (guru) sebagai

wujud persetujuan mereka pada perilaku anak, akan diimbangi pula oleh penerimaan

positif anak.
33

(3) Hadiah (Soejono, Ag. 1980:161)

Yang dimaksud dengan hadiah di sini adalah ganjaran yang berbentuk

pemberian berupa barang. Ganjaran berbentuk ini disebut juga ganjaran materiil.

Ganjaran berupa pemberian barang ini sering mendatangkan pengaruh yang negatif

pada belajar murid, yakni bahwa hadiah ini lalu menjadi tujuan dari belajar anak.

Anak belajar bukan karena ingin menambah pengetahuan, tetapi belajar karena ingin

mendapatkan hadiah.

Apabila tujuan untuk mendapatkan hadiah ini tidak bisa tercapai, maka anak

akan mundur belajarnya. Oleh karena itu, pemberian hadiah berupa barang ini lebih

baik jangan sering dilakukan. Berikan hadiah berupa barang jika dianggap memang

perlu, dan pilihlah pada saat yang tepat;

Hasibuan J.J. (1988:56-61), bentuk-bentuk hukuman lebih kurang dapat

dikelompokan menjadi empat kelompok, yaitu:

(1) Hukuman fisik, misalnya dengan mencubit, menampar, memukul dan lain

sebagainya;

(2) Hukuman dengan kata-kata atau kalimat yang tidak menyenangkan, seperti

omelan, ancaman, kritikan, sindiran, cemoohan dan lain sejenisnya;

(3) Hukuman dengan stimulus fisik yang tidak menyenangkan, misalnya menuding,

memelototi, mencemberuti dan lain sebagainya;

(4) Hukuman dalam bentuk kegiatan yang tidak menyenangkan, misalnya disuruh

berdiri di depan kelas, dikeluarkan dari dalam kelas, didudukan di samping guru,
34

disuruh menulis suatu kalimat sebanyak puluhan atau ratusan kali, dan lain

sebagainya.

c) Keunggulan dan Kelemahan Reward dan Punishment

Pemberian penghargaan bermanfaat karena:

(1) Membantu kita untuk mendorong perilaku yang baik dan kerja keras

(2) Membantu kita untuk memotivasi siswa kita, terutama siswa-siswa yang tidak

memiliki kecenderungan alami untuk berusaha dengan keras.

(3) Mendorong kita untuk mengambil pendekatan positif terhadap siswa.

(4) Dapat memotivasi siswa yang memiliki rasa percaya diri rendah.

Perlu diingat bahwa penghargaan tidak harus berupa “benda”. Penghargaan

yang terbaik adalah senyuman, perkataan yang lembut, mengetahui bahwa Anda

telah menyenangkan seseorang. Sedangkan pemberian hukuman/ sanksi bermanfaat

karena:

(1) Memberikan jalan kepada kita untuk membuat siswa tetap mematuhi batasan

yang sudah kita tetapkan

(2) Sanksi membuat aturan menjadi jelas_jika kamu melakukan A, penghargaannya

adalah B; jika kamu melakukan X, sanksinya adalah Y.

(3) Sanksi membantu mengajarkan tata karma sosial kepada siswa_peraturan tertulis

dan tidak tertulis dan kode moral yang berlangsung di masyarakat kita.
35

Perlu diingat bahwa sanksi yang sangat efektif di suatu lingkungan atau dengan

kelompok usia tertentu, mungkin sama sekali tidak berguna di lingkungan dan

kelompok usia yang lain.

E. Pendekatan Saintifik

Pembelajaran dengan pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang

dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruksi konsep,

hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati, menanya, mengumpulkan

data, mengasosiasi dan mengkomunikasikan.

Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada

peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan

ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dai mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada

informasi searah dari guru. Oleh karena itu, kondisi pembelajaran yang diharapkan

tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai

sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu.

a. Karakteristik Pembelajaran Dengan Metode Saintifik

Menurut Hosnan (2014; 36) Pembelajaran dengan metode saintifik memiliki


karakteristik yaitu
1) Berpusat pada peserta didik

2) Melibatkan keterampilan proses sains dalam mengkonstruksi konsep, hukum atau

prinsip.
36

3) Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam merangsang

perkembangan intelek, khususnya keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta

didik.

4) Dapat mengembangkan karakter peserta didik

b. Prinsip-Prinsip Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Beberapa prinsip pendekatan saintifik dalam kegiatan pembelajaran oleh


Hosnan (2014: 37) sebagai berikut:
1) Pembelajaran berpusat pada peserta didik

2) Pembelajaran membentuk student self concept

3) Pembelajaran terhindar dari verbalisme

4) Pembelajaran memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengasimilasi

dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip

5) Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berpikir peserta

didik

6) Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar peserta didik dan motivasi mengajar

guru.

7) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melatih kemampuan dalam

komunikasi

8) Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi

peserta didik dalam struktur kognitifnya.

c. Langkah-Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik


37

Menurut Hosnan (2014: 37) langkah-langkah pendekatan saintifik dalam


proses pembelajaran pada kurikulum 2013 untuk semua jenjang dilaksanakan dengan
menggunakan pendekatan ilmiah (saintifik) yang meliputi: menggali informasi
melalui observing/pengamatan, Questioning / bertanya, Experimenting/ percobaan,
Mengolah data atau informasi, Menyajikan data atau informasi, Menganalisis,
associating/menalar, kemudian menyimpulkan dan mencipta, serta membentuk
jaringan/ networking. Untuk mata pelajaran, materi, atau situasi tertentu, sangat
mungkin pendekatan ilmiah ini tidak selalu tepat diaplikasikan secara procedural.
Selain itu, menurut Permendikbud no. 81 A tahun 2013 lampiran IV tentang
implementasi kurikulum 2013 pedoman umum pembelajaran dinyatakan bahwa
proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman belajar pokok yaitu:
1) Mengamati

2) Menanya

3) Mengumpulkan informasi

4) Mengasosiasi, dan

5) Mengkomunikasikan

Adapun kegiatan pembelajaran dengan pendekatan saintifik seperti pada tabel

2.1. berikut :

6) Tabel 2.1. Kegiatan Pembelajaran dengan Pendekatan Saintifik

Kegiatan Aktivitas Belajar


Mengamati (observing) Melihat, mengamati, membaca, mendengar,

menyimak (tanpa dan dengan alat)

Menanya Mengajukan pertanyaan dari yang factual sampai ke


38

(questioning) yang bersifat hipotesis; diawali dengan bimbingan

guru sampai dengan mandiri (menjadi suatu

kebiasaan)

Mengumpulkan data Menentukan data yang diperlukan dari pertanyaan

( experimenting) yang diajukan, menentukan sumber data

(benda,dokumen, buku, eksperimen),mengumpulkan

data

Mengasosiasi Menganalisis data dalam bentuk membuat kategori,

(Associating) menentukan hubungan data/kategori, menyimpulkan

dari hasil analisis data; dimulai dari unstructured-

uni structure-multistructure-complicated structure

Mengkomunikasikan Menyampaikan hasil konseptualisasi dalam bentuk

lisan, tulisan, diagram, bagan, gambar atau media

lainnya.

F. Rencana Model Pembelajaran Snowball Throwing Reward Punishment

dengan Pendekatan Saintifik

Model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing Reward Punishment

dengan pendekatan Saintifik diterapkan dalam pembelajaran karena berorientasi pada


39

aktivitas siswa yang dilakukan dengan membuat suatu pertanyaan yang ditulis pada

selembar kertas kemudian kertas tersebut dibentuk seperti bola dan dilempar kepada

siswa lain. Dengan pendekatan Saintifik diharapkan hasil pembelajaran lebih bermakna

bagi peserta didik. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan peserta

didik bekerja dan mengalami, bukan mentransfer pengetahuan dari guru ke peserta didik dan

diharapkan siswa mampu menghilangkan kecanggungan. Jadi proses belajarnya dapat

berjalan lebih efektif.

Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Snowball

Throwing Reward Punishment dengan pendekatan Saintifik dalam pembelajaran

matematika dapat diuraikan dalam Tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing


Reward Punishment dengan pendekatan Saintifik

Langkah Pembelajaran Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

a. Menginformasikan a. Mendengarkan
kepada siswa bahwa informasi dan
materi yang dibahas. pemberian motivasi
b. Melakukan apersepsi oleh guru
Fase I dengan mengingatkan
Menyiapkan Tujuan kembali tentang pelajaran
sebelumnya.
pembelajaran dan
c. Menyampaikan tujuan
memotivasi siswa pembelajaran dan
memotivasi siswa agar
aktif terlibat dalam
kegiatan belajar
mengajar.
Fase II a. Menyampaikan kegiatan a. Mendengarkan/memahami
Menyajikan Informasi pembelajaran yang akan penjelasan dari guru.
dilakukan, yaitu dengan b. Mengajukan/menjawab
menggunakan model pertanyaan teman/guru.
40

pembelajaran kooperatif
tipe Snowball Throwing
Reward Punishment.
b. Memberikan penjelasan
kepada seluruh siswa
tentang materi yang akan
di pelajari.

a. Guru menjelaskan a. Masing-masing siswa


kepada siswa cara berada pada
membentuk kelompok kelompoknya
Fase III belajar b. Siswa yang menjadi
Mengorganisasikan siswa b. Guru membagi siswa tutor menjelaskan
kedalam kelompok yang kepada teman-temannya
ke dalam kelompok
beranggotakan 5-6 orang tentang materi
belajar dimana seorang sedangkan siswa lainnya
diantaranya bertindak mengajukan/ menjawab
sebagai tutor. pertanyaan dari siswa
lainnya.
a. Guru mengawasi a. Masing-masing siswa
jalannya diskusi siswa berdiskusi dalam
dan mengarahkan siswa kelompoknya
memahami materi. b. Meminta bimbingan
b. Guru meminta kepada kepada tutor/ guru jika
siswa untuk memeriksa merasa kesulitan
kembali sebelum (bertanya)
menuliskan pertanyaan c. Siswa menuliskan
yang nantinya akan pertanyaan pada
dilemparkan kepada selembar kertas lalu
Fase IV anggota kelompok membentuknya seperti
Membimbing kelompok lainnya bola.
c. Guru meminta kepada d. Siswa melempar bola
dalam bekerja dan belajar siswa dalam kelompok pertanyaan tersebut
itu untuk menyatukan kepada siswa lain.
pendapatnya terhadap e. Siswa yang mendapatkan
jawaban dari bola bola harus menjawab
pertanyaan tersebut dan soal dalam kertas
memastikan tiap anggota tersebut. Jika benar akan
dalam timnya mendapatkan reward dan
mengetahui jawaban jika salah mendapatkan
tersebut punishment.
d. Guru mengamati hasil f. Jika jawaban benar,
yang diperoleh masing- maka memaparkan pada
41

masing anggota siswa lainnya dan siswa


kelompok dan bersemangat dalam
memberikan semangat menjawab manakala ada
bagi anggota yang belum teman yang bertanya
berhasil dengan baik g. Siswa membuat
e. Guru meminta kepada rangkuman hasil diskusi
setiap siswa membuat
kesimpulan dari hasil
diskusi.

a. Penilaian dilakukan a. Mengerjakan soal kuis


selama dan setelah secara individu (tetap
pembelajaran tenang)
Fase V
berlangsung
Evaluasi b. Mengevaluasi hasil
belajar dengan
memberikan kuis dan
memberikan PR
a. Guru memberikan a. Menerima reward
Fase VI
reward kepada setiap kelompok dan simpati
Memberikan Penghargaan kelompok sesuai hasil
penilaian yang dilakukan

G. Efektifitas Pembelajaran

Dalam kamus bahasa Indonesia efektifitas berasal dari kata efektif yang berarti

ada pengaruhya, akibatnya. Efektifitas menurut Peter Salim (dalam Nahriah, 2015:

15) adalah adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran

yang dituju dan bagaimana suatu organisasi berhasil mendapatkan dan memanfaatkan

sumber daya dalam usahamewujudkan tujuan operasioanal. Berdasarkan pengertian


42

tersebut dapat dikemukakan bahwa efektifitas berkaitan dengan terlaksananya semua

tugas pokok, tercapainya tujuan, ketetapan waktu, dan partisipasi aktif dari anggota.

Menurut Wajo Wasito S.DKK (dalam Nahriah, 2015: 15) mengartikan efektif

adalah berhasil, tepat, sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

sedangkan Redin (dalam Nahriah, 2015: 16) mengatakan bahwa pengelolaan yang

efektif ialah apabila pengelolaan itu dilakukan dengan kriteria sebagai berikut:

1. Membuat pekerjaan yang benar,

2. Mengkreasikan alternative-alternativ,

3. Mengoptimalkan sumber-sumber 14 pendidikan,

4. Memperoleh hasil pendidikan,

5. Menunjukkan ia keuntungan pendidikan.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa suatu pekerjaan dikatakan

efektif apabila pekerjaan itu memberikan hasil yang sesuai dengan kriteria yang telah

ditetapkan semula.

Efektivitas merupakan standar atau taraf tercapainya suatu tujuan dengan

rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Efektifitas dalam pembelajaran adalah

respon terhadap suatu perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya

kembali perilaku itu. Secara psikologis setiap orang mengharapkan adanya

penghargaan setiap suatu usaha terhadap hasil yang telah dilakukannya. Melalui

penghargaan yang diperolehnya, seseorang akan merasalakan bahwa hasil


43

perbuatannya tersebut dihargai dan oleh karenanya akan menjadi pemacu untuk

berusaha meningkatkan prestasi atau berbuat yang terbaik dalam hidupnya.

Kefektifan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1. Hasil Belajar Matematika

Menurut Hamalik (2012: 30) memberikan pengertian tentang hasil belajar

adalah sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang dapat

diamati dan diukur bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut

dapat diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik

dari sebelumnya dan yang tidak tahu menjadi tahu. Hasil belajar dapat diartikan

sebagai hasil maksimum yang telah dicapai oleh siswa setelah mengalami proses

belajar-mengajar dalam mempelajari materi pelajaran tertentu. Hasil belajar tidak

mutlak berupa nilai saja, akan tetapi dapat berupa perubahan atau peningkatan sikap,

kebiasaan, pengetahuan, keuletan, ketabahan, penalaran, kedisiplinan, keterampilan

dan lain sebagainya yang menuju pada perubahan positif.

Belajar menimbulkan perubahan perilaku dan pembelajaran adalah usaha

mengadakan perubahan perilaku dengan mengusahakan terjadinya proses belajar

dalam diri siswa. Perubahan dalam kepribadian ditunjukkan oleh adanya perubahan

perilaku akibat belajar. Dalam usaha memudahkan memahami dan mengukur

perubahan perilaku maka perilaku kejiawaan manusia dibagi menjadi tiga domain

atau ranah, yaitu afektif, kognitif dan psikomotorik. Kalau belajar menimbulkan

perubahan perilaku, maka hasil belajar merupakan hasil perubahan perilakunya. Oleh
44

karena perubahan perilaku kejiwaan meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik

maka hasil belajar yang mencerminkan perubahan perilaku juga meliputi hasil belajar

kognitif, afektif dan psikomotorik.

Hasil belajar merupakan salah satu indikator dalam melihat ketercapaian tujuan

pembelajaran matematika di sekolah. Menurut Ngalim dalam (Helma, R.F &

Syarifuddin, H. 2014: 18) pengertian belajar adalah:

a) Belajar merupakan suatu perubahan tingkah laku, dimana perubahan itu dapat

mengarah kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan

mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.

b) Belajar merupakan sesuatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau

pengalaman; dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh

pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar; seperti

perubahan-perubahan terjadi pada diri seseorang bayi.

c) Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu harus relatif mantap; harus

merupakan akhir dari pada suatu periode waktu yang panjang. Beberapa lama

periode waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu

hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung

berhari-hari, berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun.

d) Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai

aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis, seperti: perubahan dalam pengertian

pemecahan suatu masalah/berfikir, keterampilan kecakapan, kebiasaan, ataupun

sikap.
45

Hasil belajar adalah penguasaan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti

proses pembelajaran. Hasil belajar yang diperoleh siswa dari suatu kegiatan yang

mengakibatkan perubahan tingkah laku yang dinyatakan dengan skor/nilai yang

diperoleh dari tes hasil belajar setelah proses pembelajaran. Pelaksanaan evaluasi dan

penilaian hasil belajar penting dilakukan sebab hasil belajar sebagai ungkapan dan

perwujudan hasil dari pelaksanaan pembelajaran.

Hasil belajar matematika adalah siswa mampu memahami konsep

matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau

algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah. Siswa

juga diharapkan mampu memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam

kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari

matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Dalam penelitian pembelajaran kooperatif tipe Snowball throwing reward

punishment dengan pendekatan Saintifik dalam pembelajaran matematika dikatakan

efektif dari aspek hasil belajar bilamana:

a) Hasil belajar matematika siswa lebih besar dari nilai KKM baik secara deskriptif

maupun inferensial.

b) Persentase ketuntasan klasikal hasil belajar matematika ≥ 80% baik secara

deskriptif maupun inferensial.

c) Gain/ peningkatan hasil belajar minimal dalam kategori sedang (0,3) baik secara

deskriptif maupun inferensial.


46

2. Aktivitas Siswa

Mengajar merupakan upaya yang dilakukan oleh guru untuk membantu siswa

belajar. Dalam proses pembelajaran, siswalah yang menjadi subyek, dialah pelaku

kegiatan belajar. Agar siswa berperan sebagai pelaku kegiatan belajar, maka guru

hendaknya merencanakan pembelajaran yang menuntut siswa banyak melakukan

aktivitas belajar sendiri atau mandiri. Hal ini bukan berarti membebani siswa dengan

banyak tugas, aktivitas atau paksaan-paksaan. Tetapi siswa belajar mandiri dengan

materi-materi yang telah diberikan agar siswa lebih berminat dalam belajar dan

berkembang pikiranya dengan tujuan ilmu yang didapat secara mandiri bermanfaat

bagi masa depanya. Dalam pelaksanaanya kegiatan pembelajaran yang mengaktifkan

siswa bukan berarti guru tidak begitu banyak melakukan aktivitas, tetapi guru selalu

memberi petunjuk tentang apa yang harus dilakukan siswa, mengarahkan, menguasai,

dan mengadakan evaluasi. Dengan demikian dalam suatu proses pembelajaran siswa

yang harus aktif, fungsi guru hanya sebatas membantu.

Aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting dalam interaksi

pembelajaran sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah

laku. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Dalam kegiatan belajar, subyek

didik atau siswa harus aktif berbuat. Dengan kata lain, bahwa dalam belajar sangat

diperlukan adanya aktivitas.

Paul D. Dierich (dalam Hamalik 2012: 170) membagi aktivitas/ kegiatan

belajar dalam 8 kelompok, yaitu:


47

a) Kegiatan-kegiatan visual

Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati eksperimen, demonstrasi,

pameran, dan mengamati oranglain bekerja atau bermain.

b) Kegiatan-kegiatan lisan (oral)

Mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian,

mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara,

diskusi, dan interupsi.

c) Kegiatan-kegiatan mendengarkan

Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi

kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio.

d) Kegiatan-kegiatan menulis

Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan kopi,

membuat rangkuman, mengerjakan tes, dan mengisi angket.

e) Kegiatan-kegiatan menggambar

Menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola.

f) Kegiatan-kegiatan metrik

Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat

model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun.

g) Kegiatan-kegiatan mental

Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor,

melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.

h) Kegiatan-kegiatan emosional
48

Minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan dalam

kelompok ini terdapat dalam semua jenis kegiatan dan overlap satu sama lain.

Dalam penelitian pembelajaran kooperatif tipe Snowball throwing reward

punishment dengan pendekatan Saintifik dalam pembelajaran matematika dikatakan

efektif jika secara deskriptif aktifitas siswa minimal dalam kategori aktif.

3. Respons Siswa

Menurut Hamalik (2012) “respons merupakan gerakan-gerakan yang

terkoordinasi oleh persepsi seseorang terhadap peristiwa-peristiwa luar dalam

lingkungan sekitar”. Sedangkan menurut Marsiyah “untuk mengetahui respons

seseorang terhadap sesuatu dapat melalui angket, karena angket pada umumnya

meminta keterangan tentang fakta yang diketahui oleh responden juga mengenai

pendapat atau sikapnya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa respons

merupakan keterangan/ pendapat seseorang terhadap sesuatu yang diketahui.

Sehingga respons siswa terhadap pembelajaran dapat diartikan sebagai pendapat

siswa mengenai pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

Snowball Throwing Reward Punishment dengan pendekatan Saintifik yang

diterapkan di kelas. Sedangkan respons guru terhadap pembelajaran adalah pendapat

guru mengenai pembelajaran yang diterapkan di kelas uji coba yaitu pembelajaran

dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing Reward

Punishment dengan pendekatan Saintifik. Kriteria-kriteria untuk respon siswa dan


49

respon guru disusun atas dasar kriteria respon siswa dan respon guru yang telah

dibuat oleh peneliti terdahulu yang disesuaikan dengan kebutuhan peneliti.

Dalam penelitian pembelajaran kooperatif tipe Snowball throwing reward

punishment dengan pendekatan Saintifik dalam pembelajaran matematika dikatakan

efektif dari aspek respons siswa jika secara deskriptif dan inferensial dalam kategori

minimal positif.

H. Kerangka Pikir

Matematika adalah salah satu wahana pendidikan yang mempunyai peranan

penting untuk membentuk sumber daya manusia yang berkualitas. Matematika

berpangkal pada logika, merupakan dasar dan pangkal tolak penemuan dan

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam usaha meningkatkan

kesejahteraan umat manusia. Namun, penelitian tentang matematika sering kalii

dianggap terbatas, individualistik atau kompetitif. Satu pekerjaan atau perjuangan

yang semata-mata ditujukan untuk memahami materi atau memecahkan masalah yang

ditugaskan. Mungkin tidaklah mengejutkan jika banyak siswa bahkan orang dewasa

yang takut dengan matematika dan berusaha menghindarinya. Oleh karenanya, guru

diharapkan mampu merencanakan pembelajaran sedemikian rupa sehingga siswa

akan tertarik dengan pelajaran matematika.

Diantara model pembelajaran yang dikembangkan untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif. Salah satu

tipe dari pembelajaran kooperatif adalah Snowball Throwing. Penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing yang dikontrol dengan pemberian


50

Reward dan Punishment . Kelebihan dari model ini adalah membuat siswa menjadi

lebih aktif, santai, namun tetap bisa mengikuti proses belajar mengajar. Hal ini sebab

adanya reward dan punishment yang dapat mengontrol setiap pergerakan siswa agar

siswa tidak hanya asal melempar saja namun siswa dapat bertanggung jawab atas soal

yang dilemparkan sebab mereka harus tahu solusi dari soal tersebut. Model

pembelajaran ini akan dikombinasikan dengan pendekatan Saintifik.

Jadi dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing

reward punishment dengan pendekatan Saintifik, diharapkan dapat meningkatkan

keaktifan siswa, respons positif siswa terhadap pembelajaran serta meningkatnya

hasil belajar siswa sehinggap proses pembelajaran dapat berjalan lebih efektif.
51

PEMBELAJARAN MATEMATIKA

diterapkan

Model pembelajaran Bantuan tutor sebaya


kooperatif tipe STRP

Kelebihan/karakteristik
Kelebihan/karakteristik
Melatih kesiapan siswa, memahami dan mengerti secara mendalam
tentang materi, merangsang siswa mengemukakan pertanyaan sesuai
topik, memahami makna kerja sam adan menemukan pemecahan Dapat menghilangkan kecanggungan, Bahasa teman
Siswa menjadi lebih aktif, santai, namun
masalah, lebih bias menerima keragaman serta termotivasi untuk sebaya juga lebih mudah dipahami, dan di antara mereka
tetap bisa mengikuti proses belajar
meningkatkan kemampuannya. Pemberian reward dan punishmen tidak ada rasa segan, rendah diri dan malu.
memotivasi mengajar
siswa memotivasi siswa dengan rasa percaya diri rendah.

dampak

Hasil
respons
Aktivitas

Memenuhi kriteria
(KKM, gain, ketuntasan)
aktif positif

kesimpulan

PEMBELAJARAN EFEKTIF

Gambar 2. 1 Bagan Alur Kerangka Pikir


52

I. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdiri atas hipotesis mayor dan hipotesis

minor sebagai berikut:

1. Hipotesis Mayor

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pikir yang telah dikemukakan, maka

hipotesis penelitian ini adalah: Kooperatif tipe Snowball Throwing Reward

Punishment dengan pendekatan Saintifik efektif diterapkan dalam pembelajaran

matematika pada siswa kelas VIII SMP NEGERI 1 BAJENG di Kabupaten Gowa.

2. Hipotesis Minor

a) Hasil Belajar Siswa

1) Hasil belajar siswa setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

Snowball Throwing Reward Punishment dengan pendekatan Saintifik > 70

(KKM).

2) Proporsi ketuntasan klasikal setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

Snowball Throwing Reward Punishment dengan pendekatan Saintifik > 80 %.

3) Gain ternormalisasi hasil belajar siswa setelah penerapan model pembelajaran

kooperatif tipe Snowball Throwing Reward Punishment dengan pendekatan

Saintifik > 0,29.

b) Respons Siswa

Skor respons siswa setelah penerapan model Kooperatif tipe Snowball Throwing

Reward Punishment dengan pendekatan Saintifik > 3,49.


53

c) Aktivitas siswa

Skor aktivitas siswa setelah penerapan model Kooperatif tipe Snowball Throwing

Reward Punishment dengan pendekatan Saintifik > 3,49.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yaitu Quasi Experimental

Design, menurut Sugiyono (2012:114), desain ini mempunyai kelompok kontrol,

tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang

mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.

Desain penelitian yang digunakan adalah One-Group Pretest-Posttest Design.

Desain penelitian ini terdiri dari satu kelas sebagai kelas eksperimen dimana kelas

eksperimen adalah kelas yang akan diajar dengan model pembelajaran kooperatif tipe

Snowball Throwing Reward Punishment dengan pendekatan Saintifik. Adapun

desainnya dapat dilihat pada Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3. 1 Model Desain Penelitian

Pretest Treatment Posttest

O1 T O2

Keterangan:

O1 = Pre-test (sebelum diterapkan perlakuan)

T = Perlakuan kelas eksperimen melalui penerapan model pembelajaran koperatif

Snowball Throwing Reward Punishment dengan pendekatan Saintifik.

O2 = Post-test (setelah penerapan perlakuan).


55

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Agar dapat memperoleh sejumlah data yang diperlukan dalam penelitian ini,

maka diperlukan sumber dari objek penelitian yang disebut populasi. Populasi adalah

keseluruhan aspek tertentu dari ciri, fenomena atau konsep yang menjadi pusat

perhatian (Tiro: 2004). Selain itu, Suharsimi Arikunto mendefenisikan: “populasi

adalah keseluruhan subjek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen

yang ada dalam wilayah penelitian, maka penelitiannya merupakan penelitian

populasi. Studi atau penelitiannya juga disebut populasi atau studi sensus (Arikunto:

1993)

Dengan demikian, yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua

SMP AKSARA BAJENG di Kabupaten Gowa yang berjumlah 62 Madrasah

Tsanawiyah dengan rincian: 5 SMP AKSARA BAJENG yang berakreditasi A, 12

Madrasah yang berekreditasi B, 28 yang berekreditasi C, dan selebihnya belum

terakreditasi. Data lengkap mengenai populasi SMP AKSARA BAJENG di

Kabupaten Gowa dapat dilihat pada Lampiran

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi

tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada

pada populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus representatif/

mewakili (Sugiyono, 2012: 118). Teknik sampling adalah merupakan teknik


56

pengambilan sampel. Untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam

penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan(Sugiyono, 2012: 118).

Adapun dalam penelitian ini karena populasi cukup besar yaitu 62 SMP

AKSARA BAJENG, maka pengambilan sampel berdasarkan akreditasi yang

diperoleh dari data Kementrian Agama Kabupaten Gowa. Namun perlu diingat bahwa

karena SMP AKSARA BAJENG tersebut berstrata, sebab ada yang akreditasi A, B,

C, ataupun belum terakreditasi, maka pengambilan sampelnya menggunakan

stratified random sampling. Teknik sampling yang digunakan adalah teknik sampling

area strata berkelompok (cluster stratified random sampling). Teknik sampling area

ini digunakan melalui dua tahap, yaitu tahap pertama menentukan sekolah, dan tahap

berikutnya menentukan kelas yang ada disekolah itu secara sampling juga. Teknik ini

dapat digambarkan di bawah ini.

Gambar 3. 1 Teknik cluster random samping (Sugiyono: 2012: 122)

Berdasarkan teknik tersebut, maka yang terambil secara acak menjadi sampel

adalah MTs. Sultan Hasanuddin yang berakreditasi A pada kelas VIId dengan jumlah

siswa 28 orang, MTs. Muhammadiyah Limbung yang berakreditasi B pada kelas

VIIb dengan jumlah siswa 40 orang dan MTs. Muhammadiyah Lempangang yang
57

berakreditasi C dengan jumlah siswa 36 orang. Data lengkap mengenai sampel dapat

dihat pada Lampiran.

C. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di tiga SMP AKSARA BAJENG di Kabupaten

Gowa yaitu: MTs. Sultan Hasanuddin, MTs. Muhammadiyah Limbung, dan MTs.

Muhammadiyah Lempangang. Setelah peneliti menetapkan sampel penelitian yang

akan diberikan perlakuan, selanjutnya dilakukan tahap persiapan dan pelaksanaan.

1. Tahap Persiapan

Tahap ini merupakan suatu tahap persiapan untuk melakukan suatu perlakuan,

langkah-langkah yang dilakukan peneliti adalah sebagai berikut :

a) Melakukan kajian kepustakaan yang relevan dengan masalah yang akan dibahas.

b) Mengidentifikasi dan mendefinisikan masalah.

c) Merumuskan hipotesis berdasarkan kajian kepustakaan.

d) Menyusun instrument penelitian dan menguji validitas dan realibilitasnya.

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan langkah-langkah yang dilakukan peneliti adalah

sebagai berikut :
58

a) Melakukan pengambilan data melalui Pretest oleh sampel.

b) Melakukan proses pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran

Koperatif tipe Snowball Throwing Reward Punishment dengan pendekatan

Saintifik oleh sampel.

c) Melakukan pengambilan data melalui Postest oleh sampel.

d) Melakukan analisis data hasil tes pretest dan posttest.

D. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terbagi atas dua, yaitu variabel bebas dan variabel

terikat. Variabel bebas adalah variabel yang dapat dimodifikasi sehingga

mempengaruhi variabel lain, sedangkan variabel terikat adalah hasil yang diharapkan

setelah terjadi modifikasi pada variabel bebas (Sugiono: 2010).

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan

penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing Reward

Punishment dengan pendekatan Saintifik. Sedangkan Variabel terikat dalam

penelitian ini adalah aktivitas, hasil belajar matematika dan respons siswa.

E. Definisi Operasional Variabel

Defenisi operasional variable dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang

jelas tentang variable- variabel yang diperhatikan. Adapun defenisi operasional

variable dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:


59

1. Model pembelajaran Kooperatif Tipe Snowball Throwing Reward Punishment

adalah model belajar koperatif dengan penerapannya yaitu: (1) Guru

menyampaiakan materi yang akan disajikan. (2) Guru membentuk kelompok-

kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan

penjelasan tentang materi. (3) Masing-masing ketua kelompok kembali ke

kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaiakan

oleh guru kepada temannya. (4) Kemudian masing-masing siswa diberikan satu

lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut

materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.(5) Kemudian kertas yang

berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke

siswa yang lain selama ± 15 menit. (6) Setelah siswa dapat satu bola/ satu

pertanyaan diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang

tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian.(7) Evaluasi.(8)

Penutup. Adapun Siswa yang berhasil menjawab pertanyaan akan mendapatkan

reward dan siswa dengan jawaban yang kurang tepat akan diganjar punishment.

2. Tutor sebaya atau biasa disebut teman sebaya dalam penelitian adalah siswa yang

mampu menjadi tutor atau pengajar untuk siswa lainnya dengan kriteria yaitu:

(1)Memiliki kemampuan bermain peran di atas rata-rata siswa, (2)Mampu

menjalin kerjasama dengan sesama tman, (3)Memiliki motivasi tinggi untuk

meraih prestasi akademis yang baik, (4)Memiliki sikap toleransi dan tenggang

rasa dengan sesama, (5)Memiliki motivasi yang tinggi untuk menjadikan


60

kelompoknya sebagai kelompok yang terbaik, (6)Bersikap rendah hati,

pemberani, dan bertanggung jawab.

3. Keefektifan pembelajaran adalah seberapa besar tujuan pembelajaran yang

direncanakan dapat tercapai. Keefektifan pembelajaran kooperatif tipe Snowball

Throwing Reward Punishment dengan pendekatan Saintifik yaitu didasarkan

pada: (1) pencapaian ketuntasan klasikal hasil belajar siswa (2) peningkatan hasil

belajar sebelum dan sesudah pembelajaran (3) aktivitas siswa berada pada

kategori ideal (4) respons siswa terhadap pembelajaran matematika minimal

positif

4. Hasil belajar matematika adalah tingkat keberhasilan peserta didik menguasai

materi setelah memperoleh pengalaman belajar matematika dalam suatu kurun

waktu tertentu yang diukur dengan tes hasil belajar yang dikembangkan oleh

peneliti ditinjau dari pencapaian nilai KKM, gain, dan ketuntasan.

5. Aktivitas siswa adalah perilaku yang ditunjukkan siswa pada saat kegiatan

pembelajaran berlangsung yang diamati dengan menggunakan lembar observasi

aktivitas siswa berdasarkan indikator yang berupa. (1) Mendengarkan informasi

dan pemberian motivasi oleh guru (2) Mendengarkan/ memahami penjelasan dari

guru, (3) Mengajukan/menjawab pertanyaan teman/guru. (4) Memperhatikan

penjelasan dan instruksi pembagian kelompok dari guru, (5) Masing-masing

siswa berada pada kelompoknya, (6) Siswa yang menjadi tutor menjelaskan

kepada teman-temannya tentang materi sedangkan siswa lainnya mengajukan/


61

menjawab pertanyaan dari siswa lainnya.(7) Meminta bimbingan kepada tutor/

guru jika merasa kesulitan (bertanya), (8) Siswa menuliskan pertanyaan pada

selembar kertas lalu membentuknya seperti bola, (9) Siswa melempar bola

pertanyaan tersebut kepada siswa lain dan siswa yang mendapatkan bola harus

menjawab soal dalam kertas tersebut, (10) Siswa memaparkan pada siswa

lainnya soal yang telah dikerjakan, (11) Siswa membuat rangkuman hasil diskusi

(12) Mengerjakan soal kuis secara individu (tetap tenang) (13) Siswa menerima

reward kelompok dan simpati

6. Respons siswa adalah tanggapan siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran

setelah berakhirnya seluruh rangkaian proses pembelajaran. Respons siswa

diukur dengan menggunakan angket respons siswa.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Prosedur yang ditempuh di dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu

(1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan, dan (3) tahap akhir. Kegiatan yang

dilakukan pada ketiga tahap tersebut, dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Tahap persiapan

Sebelum melaksanakan penelitian, maka terlebih dahulu dilakukan beberapa

persiapan sebagai berikut:

a) Mempersiapkan perangkat pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang dimaksud terdiri dari Rencana Pelaksanaan


62

Pembelajaran (RPP), Lembar Kegiatan Siswa (LKS). Perangkat pembelajaran

dikembangkan oleh peneliti dengan mempertimbangkan tujuan dari pembelajaran.

Perangkat pembelajaran dirancang untuk enam kali pertemuan. Kemudian perangkat

pembelajaran ini divalidasi oleh validator untuk menilai validasi isi (content validity).

Hasil dari revisi validator digunakan peneliti untuk melakukan perbaikan isi terhadap

perangkat pembelajaran yang akan digunakan pada pelaksanaan eksperimen.

Salah satu kriteria utama untuk menentukan dipakai tidaknya suatu perangkat

pembelajaran adalah hasil validasi oleh ahli. Penilaian para ahli umumnya berupa

pemberian skor terhadap aspek yang dinilai dan catatan-catatan kecil pada bagian

yang perlu diperbaiki. Setelah divalidasi oleh ahli dilakukan analisis data kevalidan

perangkat pembelajaran.

Adapun kegiatan yang dilakukan dalam proses analisis data kevalidan

perangkat pembelajaran yang meliputi RPP dan LKPD adalah sebagai berikut:

1) Melakukan rekapitulasi hasil penilaian ahli ke dalam tabel yang meliputi: (a)

Aspek (𝐴𝑖 ), (b) Kriteria (𝐾𝑖 ), dan (c) hasil penilaian validator (𝑉𝑖𝑗 ).

2) Mencari rata-rata hasil penilaian ahli untuk setiap kriteria dengan rumus:

∑𝑛
𝑗=1 𝑉𝑖𝑗
𝐾𝑖 = 𝑛

dengan:

𝐾𝑖 = rata-rata kriteria ke-i

𝑉𝑖𝑗 = skor hasil penilaian terhadap kriteri ke-i oleh penilai ke-j

𝑛 = jumlah penilai
63

3) Mencari rata-rata tiap aspek dengan rumus:

∑𝑛
𝑗=1 𝐾𝑖𝑗
𝐴𝑖 = 𝑛

Dengan:

𝐴𝑖 = rata-rata aspek ke-i

𝐾𝑖𝑗 = rata-rata untuk aspek ke-i kriteria ke-j

𝑛 = jumlah kriteria dalam aspek ke-i

4) Mencari rata-rata total (𝑋) dengan rumus:

∑𝑛
𝑗=1 𝐴𝑖
𝑋𝑖 = 𝑛

𝑋𝑖 = rata-rata total

𝐴𝑖 = rata-rata aspek ke-i

𝑛 = jumlah aspek

5) Menentukan kategori kesahihan setiap kriteria atau aspek atau keseluruhan aspek

dengan mencocokkan rerata kriteria (𝐾𝑖 ) atau rerata aspek (𝐴𝑖 ) atau rerata total

(𝑋𝑖 ) dengan kategori kesahihan yang telah ditetapkan.

Tabel 3. 2 Kategori Validasi Instrumen

Skor Rata-rata Kategori


4,5 < 𝑀 ≤ 5 Sangat Valid
3,5 < 𝑀 ≤ 4,5 Valid
2,5 < 𝑀 ≤ 3,5 Cukup Valid
1,5 < 𝑀 ≤ 2,5 Kurang Valid
𝑀 ≤ 1,5 Tidak Valid
(Arsyad, 2016: 159)
64

Adapun kriteria yang digunakan untuk memutuskan bahwa instrumen dan

perangkat pembelajaran memiliki tingkat kesahihan yang memadai adalah nilai 𝑋

untuk keseluruhan aspek minimal berada dalam kategori cukup valid dan nilai 𝐴𝑖

untuk setiap aspek minimal berada dalam kategori valid. Jika tidak demikian, maka

akan dilakukan revisi berdasarkan saran dan masukan dari validator atau melihat

kembali aspek-aspek yang nilainya kurang. Selanjutnya akan dilakukan validasi ulang

sampai memenuhi kriteria yang dapat digunakan.

b) Mempersiapkan instrumen pengumpul data

Instrumen pengumpul data berfungsi untuk mendapatkan informasi mengenai

pelaksanaan pembelajaran matematika dengan menerapkan model kooperatif tipe

Snowball Throwing reward punishment dengan pendekatan Saintifik. Instrumen yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu instrumen yang terdiri dari: (1) lembar observasi

keterlaksanaan pembelajaran, (2) lembar pengamatan aktivitas siswa (3) tes hasil

belajar siswa, dan (4) angket respons siswa.

c) Mempersiapkan observer

Observer terdiri dari empat orang dengan rincian yakni masing-masing guru

matematika yang mengajar di MTs Sultan Hasanuddin, MTs Muhammdiyah

Limbung, dan MTs Muhammadiyah Lempangang, serta seorang mahasiswi program

pascasarjana Universitas Negeri Makassar. Observer masing-masing bertugas untuk

mengobservasi aktivitas siswa (berkaitan dengan kegiatan siswa selama proses

pembelajaran) dan untuk mengobservasi keterlaksanaan pembelajaran (berkaitan


65

dengan kegiatan guru selama proses pembelajaran) dalam pembelajaran. Observer

memanfaatkan lembar observasi yang telah disiapkan.

2. Tahap Pelaksanaan

a) Memberikan tes awal (pretest) untuk mengetahui kemampuan awal peserta didik.

b) Penerapan model kooperatif tipe Snowball Throwing reward punishment dengan

pendekatan Saintifik dalam proses pembelajaran sebanyak 6 kali pertemuan.

c) Melakukan pengamatan aktivitas siswa dan aktivitas guru pada saat proses

pembelajaran berlangsung dengan memanfaatkan lembar observasi yang telah

disiapkan.

d) Memberikan tes akhir (posttest) untuk mengetahui hasil belajar matematika dan

setelah penerapan perlakuan.

3. Tahap Akhir

Memberikan lembar angket respons siswa untuk diisi mengenai tanggapan

atau respons terhadap pelaksanaan model pembelajaran yang diberikan.

G. Perangkat Pembelajaran dan Instrumen Penelitian

Untuk menentukan sebuah perangkat pembelajaran dan instrumen yang layak

atau tidak untuk dapat digunakan dalam suatu penelitian, maka perlu pertimbangan

dari hasil validasi ahli. Hasil dari validasi ahli digunakan sebagai dasar untuk

melakukan revisi perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian. Dalam

melakukan revisi, peneliti mengacu pada masukan dan saran-saran serta petunjuk
66

yang diberikan oleh validator untuk kesempurnaan dan kelayakan perangkat

pembelajaran dan instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian.

Perangkat–perangkat pembelajaran terdiri dari (1) Rencana pelaksanaan

pembelajaran (RPP), (2) Lembar kegiatan Siswa (LKS) dan (3) Buku siswa.

Sedangkan instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu (1)

instrumen tes hasil belajar, (2) Lembar observasi aktivitas siswa, (3) Lembar

observasi keterlaksanaan pembelajaran, dan (4) Angket respon siswa. Penilaian

validator terhadap perangkat–perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian

tersebut umumnya memberikan kesimpulan yang sama yaitu perangkat pembelajaran

dan instrumen penelitian ini sudah layak dan dapat digunakan dengan revisi kecil.

Sehingga diberikan catatan–catatan kecil pada bagian yang perlu diperbaiki untuk

selanjutnya direvisi kembali dan siap untuk dipergunakan.

1. Perangkat Pembelajaran

a) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana pelaksanaan pembelajaran yang dibuat sebanyak 6 kali pertemuan

berdasarkan banyaknya sub materi. Pada pertemuan pertama membahas sub materi

mengenal dan memahami bangun datar segiempat, memahami jenis dan sifat persegi,

persegi panjang, trapezium, jajargenjang, belahketupat dan layang-layang menurut

sifatnya, dan menjelaskan sifat-sifat persegi panjang, persegi, trapesium, jajargenjang,

belahketupat dan layang-layang ditinjau dari sisi, sudut dan diagonalnya. Pertemuan

kedua, ketiga, dan keempat membahas sub materi rumus keliling dan luas persegi,
67

persegi panjang, trapesium, jajargenjang, belahketupat dan layang-layang. Pertemuan

kelima membahas sub materi penerapan bangun datar segi empat, dan menaksir Luas

Bangun Datar tidak Beraturan. Pertemuan keenam membahas sub materi

menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan sifat-sifat

segiempat dan menerapkan konsep keliling dan luas segiempat untuk menyelesaikan

masalah. Adapun format RPP disesuaikan dengan format RPP K-13 yang digunakan

di MTs Sultan Hasanuddin, MTs Muhammadiyah Limbung, dan MTs

Muhammadiyah Lempangang . RPP dirancang sesuai dengan rencana pembelajaran

model kooperatif tipe Snowball Throwing reward punishment dengan pendekatan

Saintifik yang telah dibuat sebelumnya.

Aspek–aspek yang diperhatikan dalam memvalidasi RPP secara garis besar

adalah kompetensi dasar dan indikator, tujuan pembelajaran, kelengkapan, materi

pembelajaran, skenario pembelajaran, assesmen, dan bahasa yang dibuat oleh peneliti

sebelum memperoleh nilai akhir dari validator adalah hasil revisi berdasarkan saran–

saran dari validator. Hasil validasi secara lengkap data dilihat pada lampiran, dan

berikut adalah rangkuman hasil validasi rencana pelaksanaan pembelajaran untuk

setiap aspek penilaian:


68

Tabel 3. 3 Rangkuman Hasil Validasi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran


(RPP)

No Aspek Penilaian 𝒙
̅ Ket.
1. Kompetensi Dasar dan Indikator 3,75 Valid
2. Tujuan Pembelajaran 3,5 Cukup Valid
3. Kelengkapan 4,0 Valid
4. Materi Pembelajaran 4,5 Valid
5. Skenario pembelajaran 4.0 Valid
6. Asessmen 3,0 Cukup Valid
7. Bahasa 4,3 Valid
Rata – rata Penilaian Total (𝒙
̅) 3,9 Valid

Hasil analisis yang ditunjukkan pada tabel 3.1 dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Nilai rata–rata kevalidan RPP untuk aspek kompetensi dasar dan indikator adalah

𝑥̅ = 3,75. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori

“valid” (3,5 < 𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari aspek kompetensi dasar dan

indikator, maka RPP dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan.

 Nilai rata–rata kevalidan RPP untuk tujuan pembelajaran adalah

𝑥̅ = 3,5. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori “cukup

valid” (2,5 < 𝑀 ≤ 3,5). Jadi ditinjau dari aspek tujuan pembelajaran, maka RPP

dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan.

 Nilai rata–rata kevalidan RPP untuk kelengkapan adalah

𝑥̅ = 4,0. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori

“valid” (3,5 < 𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari aspek kelengkapan, maka RPP

dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan.


69

 Nilai rata–rata kevalidan RPP untuk materi pembelajaran adalah

𝑥̅ = 4,5. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori “valid”

(3,5 < 𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari aspek materi pembelajaran, maka RPP

dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan.

 Nilai rata–rata kevalidan RPP untuk skenario pembelajaran adalah

𝑥̅ = 4,0. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori “valid”

(3,5 < 𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari aspek skenario pembelajaran, maka RPP

dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan.

 Nilai rata–rata kevalidan RPP untuk asessmen adalah

𝑥̅ = 3,0. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori “cukup

valid” (2,5 < 𝑀 ≤ 3,5). Jadi ditinjau dari aspek asessmen, maka RPP dinyatakan

memenuhi kriteria kevalidan.

 Nilai rata–rata kevalidan RPP untuk bahasa adalah

𝑥̅ = 4,3. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori “valid”

(3,5 < 𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari aspek bahasa, maka RPP dinyatakan

memenuhi kriteria kevalidan.

 Nilai rata-rata total kevalidan RPP yang diperoleh adalah x = 3,9. Berdasarkan

kriteria kevalidan yang telah ditetapkan, nilai ini termasuk dalam kategori “valid”

(3,5 < 𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari keseluruhan aspek, maka RPP dinyatakan

memenuhi kriteria kevalidan.


70

b) Lembar Kerja Siswa (LKS)

Format LKS yang dirancang disesuaikan dengan model pembelajaran

kooperatif tipe Snowball Throwing reward punishment dengan pendekatan Saintifik.

Sesuai dengan RPP, dibuat sebanyak 6 LKS berdasarkan banyaknya sub materi yaitu

pada LKS pertama mengenal dan memahami bangun datar segiempat, memahami

jenis dan sifat persegi, persegi panjang, trapezium, jajargenjang, belahketupat dan

layang-layang menurut sifatnya, dan menjelaskan sifat-sifat persegi panjang, persegi,

trapesium, jajargenjang, belahketupat dan layang-layang ditinjau dari sisi, sudut dan

diagonalnya. Pada LKS kedua, ketiga, dan keempat membahas sub materi rumus

keliling dan luas persegi, persegi panjang, trapesium, jajargenjang, belahketupat dan

layang-layang. Pada LKS kelima membahas sub materi penerapan bangun datar segi

empat, dan menaksir Luas Bangun Datar tidak Beraturan.

Aspek–aspek yang diperhatikan dalam memvalidasi Lembar Kerja Siswa

(LKS) secara garis besar adalah format LKS, isi LKS, dan bahasa. Lembar Kerja

Siswa (LKS) yang dibuat oleh peneliti sebelum memperoleh nilai akhir dari validator

adalah hasil revisi berdasarkan saran–saran dari validator. Hasil validasi secara

lengkap dapat dilihat pada lampiran, dan berikut adalah rangkuman hasil validasi

lembar kerja peserta didik untuk setiap aspek penilaian.


71

Tabel 3. 4 Rangkuman Hasil Validasi Lembar Kerja Siswa

No. Aspek Penilaian 𝒙


̅ Ket.

1. Format 4,0 Valid

2. Isi 4,0 Valid

3. Bahasa 4,0 Valid

Rata – rata penilaian total (𝒙


̅) 4,0 Valid

Hasil analisis yang ditunjukkan pada tabel 3.4 dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Nilai rata–rata kevalidan Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk aspek format adalah

𝑥̅ = 4,0. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori “valid”

(3,5 < 𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari format, maka Lembar Kerja Siswa (LKS)

dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan.

 Nilai rata–rata kevalidan Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk aspek isi adalah 𝑥̅ =

4,0. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori “valid”

(3,5 < 𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari aspek isi, maka Lembar Kerja Siswa (LKS)

dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan.

 Nilai rata–rata kevalidan Lembar Kerja Siswa (LKS) untuk aspek bahasa adalah

𝑥̅ = 4,0. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori “valid”

(3,5 < 𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari aspek bahasa, maka Lembar Kerja Siswa

(LKS) dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan.

 Nilai rata-rata total kevalidan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang diperoleh adalah

x = 4,0. Berdasarkan kriteria kevalidan yang telah ditetapkan, nilai ini termasuk
72

dalam kategori “valid” (3,5 < 𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari keseluruhan aspek,

maka Lembar Kerja Siswa (LKS) dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan.

c) Buku Siswa

Buku siswa digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas

pembelajaran yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Format buku

peserta didik yang dirancang disesuaikan dengan K-13 hasil revisi sesuai dengan

kurikulum yang digunakan pada madrasah yang dijadikan tempat penelitian.

Aspek–aspek yang diperhatikan dalam memvalidasi buku siswa secara garis

besar adalah format dan komponen, isi, dan bahasa. Buku siswa yang dibuat oleh

peneliti sebelum memperoleh nilai akhir dari validator adalah hasil revisi berdasarkan

saran–saran dari validator. Hasil validasi secara lengkap dapat dilihat pada lampiran,

dan berikut adalah rangkuman hasil validasi buku siswa untuk setiap aspek penilaian.

Tabel 3. 5 Rangkuman Hasil Validasi Buku Siswa

No. Aspek Penilaian 𝒙


̅ Ket.
1. Format dan komponen 4,3 Valid
2. Isi 4,3 Valid
3. Bahasa 4,25 Valid
Rata – rata penilaian total (𝒙
̅) 4,28 Valid

Hasil analisis yang ditunjukkan pada tabel 3.5 dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Nilai rata–rata kevalidan buku peserta didik untuk aspek format dan komponen

adalah 𝑥̅ =4,3. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori

“valid” (3,5 < 𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari format dan komponen, maka buku

peserta didik dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan.


73

 Nilai rata–rata kevalidan buku peserta didik untuk aspek isi adalah

𝑥̅ = 4,3. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori “valid”

(3,5 < 𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari aspek isi, maka buku peserta didik dinyatakan

memenuhi kriteria kevalidan.

 Nilai rata–rata kevalidan buku peserta didik untuk aspek bahasa adalah 𝑥̅ = 4,25.

Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori “valid” (3,5 <

𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari aspek bahasa, maka buku peserta didik dinyatakan

memenuhi kriteria kevalidan.

 Nilai rata-rata total kevalidan buku peserta didik yang diperoleh adalah x = 4,28.

Berdasarkan kriteria kevalidan yang telah ditetapkan, nilai ini termasuk dalam

kategori “valid” (3,5 < 𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari keseluruhan aspek, maka

buku peserta didik dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang dimaksud adalah alat bantu yang dipakai dalam

melaksanakan penelitian yang disesuaikan dengan metode yang digunakan. Adapun

jenis-jenis instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi,

angket, dan tes. Lembar observasi terdiri dari dua macam yaitu lembar observasi

keterlaksanaan model pembelajaran untuk mengetahui seberapa baik keterlaksanaan

model pembelajaran pada saat pembelajaran berlangsung dan lembar observasi

aktivitas siswa untuk mengetahui aktivitas siswa. Angket digunakan untuk

mengetahui respons siswa, sedangkan tes yang dimaksud yaitu tes hasil belajar yang
74

digunakan untuk mengetahui tingkat ketuntasan yang diperoleh siswa sebelum dan

setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dengan penerapan model pembelajaran

Kooperatif tipe Snowball Throwing Reward Punishment dengan pendekatan Saintifik

dalam pembelajaran Matematika siswa kelas VII di 3 SMP AKSARA BAJENG di

Kabupaten Gowa yaitu: MTs. Sultan Hasanuddin, MTs. Muhammadiyah Limbung,

dan MTs. Muhammadiyah Lempangang.

a) Lembar Observasi Keterlaksanaan Model Pembelajaran

Lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran bertujuan untuk

mengetahui seberapa baik keterlaksanaan model pada saat pembelajaran berlangsung

untuk model pembelajaran yang diterapkan. Butir-butir instrumen ini mengacu pada

langkah-langkah model pembelajaran masing-masing yang disesuaikan RPP dari

model tersebut. Pengamatan dilakukan sejak kegiatan awal hingga kegiatan akhir dan

dibantu oleh guru sebagai observer. Pengkategorian skor keterlaksanaan model

pembelajaran terdiri atas 5 kategori yakni (1) tidak terlaksana dengan baik, (2) kurang

terlaksana, (3) cukup terlaksana, (4) terlaksana dengan baik, dan (5) terlaksana

dengan sangat baik.

Langkah-langkah penyusunan pedoman observasi adalah sebagai berikut:

1) Merumuskan tujuan observasi

2) Membuat lay-out atau kisi-kisi observasi

3) Menyusun pedoman observasi


75

4) Menyusun aspek-aspek yang akan di observasi, baik yang berkenaan dengan

proses belajar siswa dan kepribadiannya maupun aktivitas guru dalam

pembelajaran.

5) Melakukan uji pedoman observasi (validasi ahli) untuk melihat kelemahan-

kelemahan pedoman observasi

6) Merevisi pedoman observasi

7) Melaksanakan observasi pada saat kegiatan berlangsung

8) Mengolah dan menafsirkan hasil observasi.

Aspek–aspek yang diperhatikan dalam memvalidasi lembar observasi

keterlaksanaan model pembelajaran secara garis besar adalah aspek petunjuk, aspek

isi, dan aspek bahasa. Hasil validasi secara lengkap dapat dilihat pada lampiran, dan

berikut adalah rangkuman hasil validasi lembar observasi keterlaksanaan model

pembelajaran untuk setiap aspek penilaian.

Tabel 3. 6 Rangkuman Hasil Validasi Lembar Observasi Keterlaksanaan Model


Pembelajaran

No. Aspek Penilaian 𝒙


̅ Ket.
1. Petunjuk 3,67 Valid
2. Isi 4,125 Valid
3. Bahasa 4,375 Valid
Rata – rata penilaian total (𝒙
̅) 4,057 Valid

Hasil analisis yang ditunjukkan pada tabel 3.6 dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Nilai rata–rata kevalidan lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran

untuk aspek petunjuk adalah 𝑥̅ =3,67. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini

termasuk dalam kategori “valid” (3,5 < 𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari format dan
76

komponen, maka lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran

dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan.

 Nilai rata–rata kevalidan lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran

untuk aspek isi adalah 𝑥̅ = 4,125. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini

termasuk dalam kategori “valid” (3,5 < 𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari aspek isi,

maka lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran dinyatakan

memenuhi kriteria kevalidan.

 Nilai rata–rata kevalidan lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran

untuk aspek bahasa adalah 𝑥̅ = 4,375. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini

termasuk dalam kategori “valid” (3,5 < 𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari aspek

bahasa, maka lembar observasi keterlaksanaan model pembelajaran dinyatakan

memenuhi kriteria kevalidan.

 Nilai rata-rata total kevalidan lembar observasi keterlaksanaan model

pembelajaran yang diperoleh adalah x = 4,057. Berdasarkan kriteria kevalidan

yang telah ditetapkan, nilai ini termasuk dalam kategori “valid” (3,5 < 𝑀 ≤ 4,5).

Jadi ditinjau dari keseluruhan aspek, maka lembar observasi keterlaksanaan

model pembelajaran dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan.

b) Lembar Observasi Aktivitas Siswa

Lembar observasi aktivitas siswa digunakan untuk menjaring aktivitas siswa

selama proses pembelajaran. Komponen-komponen yang diobservasi berkaitan

dengan aktivitas siswa yang diajar melalui pembelajaran dengan penerapan model
77

pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing Reward Punishment dengan

pendekatan Saintifik yaitu sebagai berikut:

a) Memperhatikan dengan cermat informasi awal yang disampaikan oleh guru.

b) Membaca dan memahami materi pelajaran pada buku siswa atau LKS.

c) Berdiskusi dengan teman dalam menyelesaikan masalah.

d) Merespons penjelasan guru/teman baik melalui pertanyaan, maupun memberikan

saran dan jawaban.

e) Menjawab/menyelesaiakan masalah yang diberikan oleh guru.

f) Menyimpulkan suatu konsep atau prosedur.

g) Memperhatikan umpan balik yang disampaikan oleh guru.

h) Perilaku yang tidak relevan dengan kegiatan belajar mengajar.

Aspek–aspek yang diperhatikan dalam memvalidasi lembar observasi aktivitas

siswa secara garis besar adalah aspek petunjuk, aspek isi, dan aspek bahasa. Hasil

validasi secara lengkap dapat dilihat pada lampiran, dan berikut adalah rangkuman

hasil validasi lembar aktivitas siswa untuk setiap aspek penilaian.

Tabel 3. 7 Rangkuman Hasil Validasi Lembar Observasi Aktivitas Siswa

No. Aspek Penilaian 𝒙


̅ Ket.
1. Petunjuk 4,0 Valid
2. Isi 4,0 Valid
3. Bahasa 4,25 Valid
Rata – rata penilaian total (𝒙
̅) 4,08 Valid
78

Hasil analisis yang ditunjukkan pada tabel 3.4 dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Nilai rata–rata kevalidan lembar observasi aktivitas siswa untuk aspek petunjuk

adalah 𝑥̅ =4,0. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori

“valid” (3,5 < 𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari format dan komponen, maka lembar

observasi aktivitas siswa dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan.

 Nilai rata–rata kevalidan lembar observasi aktivitas siswa untuk aspek isi adalah

𝑥̅ = 4,0. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori “valid”

(3,5 < 𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari aspek isi, maka lembar observasi aktivitas

siswa dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan.

 Nilai rata–rata kevalidan lembar observasi aktivitas siswa untuk aspek bahasa

adalah 𝑥̅ = 4,25. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam

kategori “valid” (3,5 < 𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari aspek bahasa, maka lembar

observasi aktivitas siswa dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan.

 Nilai rata-rata total kevalidan lembar observasi aktivitas siswa yang diperoleh

adalah x = 4,08. Berdasarkan kriteria kevalidan yang telah ditetapkan, nilai ini

termasuk dalam kategori “valid” (3,5 < 𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari keseluruhan

aspek, maka lembar observasi aktivitas siswa dinyatakan memenuhi kriteria

kevalidan.

c) Tes Hasil Belajar Matematika

Tes hasil belajar matematika merupakan instrumen penelitian yang digunakan

untuk mengukur tingkat penguasaan domain kognitif siswa setelah perlakuan


79

sekaligus instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur hasil belajar

matematika setelah perlakuan. Tes hasil belajar yang digunakan berbentuk uraian

(essay test) yang diberikan pada satu kelas yakni kelas eksperimen untuk memperoleh

hasil belajar siswa. Hasil belajar matematika siswa diperoleh melalui tes yang

dilakukan sebelum pelaksanaan pembelajaran dimulai berupa pretest dan tes yang

diberikan setelah pelaksanaan pembelajaran berakhir berupa possttest. Butir-butir

instrumen pada tes hasil belajar matematika berpedoman pada indikator-indikator

pencapaian KD pada materi. Langkah-langkah penyusunan tes hasil belajar adalah

sebagai berikut:

a) Menentukan tujuan mengadakan tes,

b) Mengadakan pembatasan terhadap bahan yang akan diteskan,

c) Merumuskan tujuan instruksional khusus dari tiap bagian bahan,

d) Membuat kisi-kisi,

e) Menuliskan butir-butir soal

Sebelum diteskan, tes yang telah disusun divalidasi oleh ahli. Aspek-aspek

yang diperhatikan dalam memvalidasi tes hasil belajar adalah aspek isi, pedoman

penskoran jawaban, dan bahasa. Hasil validasi secara lengkap dapat dilihat pada

lampiran, dan berikut adalah rangkuman hasil validasi tes hasil belajar untuk setiap

aspek penilaian.

Tabel 3. 8 Rangkuman Hasil Validasi Tes Hasil Belajar

No. Aspek Penilaian 𝒙


̅ Ket.
1. Isi 3,92 Valid
2. Pedoman Penskoran Jawaban 2,5 Cukup Valid
80

3. Bahasa 4,0 Valid


Rata – rata penilaian total (𝒙
̅) 3,47 Cukup Valid

Hasil analisis yang ditunjukkan pada tabel 3.3 dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Nilai rata–rata kevalidan tes hasil belajar untuk aspek isi adalah 𝑥̅ =3,92.

Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori “valid” (3,5 <

𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari format dan komponen, maka tes hasil belajar

dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan.

 Nilai rata–rata kevalidan tes hasil belajar untuk aspek pedoman penskoran

jawaban adalah 𝑥̅ = 2,5. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam

kategori “cukup valid” (2,5 < 𝑀 ≤ 3,5). Jadi ditinjau dari aspek isi, maka tes

hasil belajar dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan.

 Nilai rata–rata kevalidan tes hasil belajar untuk aspek bahasa adalah 𝑥̅ = 4,0.

Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori “valid” (3,5 <

𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari aspek bahasa, maka tes hasil belajar dinyatakan

memenuhi kriteria kevalidan.

 Nilai rata-rata total kevalidan tes hasil belajar yang diperoleh adalah x = 3,47.

Berdasarkan kriteria kevalidan yang telah ditetapkan, nilai ini termasuk dalam

kategori “cukup valid” (2,5 < 𝑀 ≤ 3,5). Jadi ditinjau dari keseluruhan aspek,

maka tes hasil belajar dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan.

d) Angket Respons Siswa


81

Angket respons siswa digunakan untuk mengumpulkan data tentang respons

siswa terhadap model pembelajaran dan proses pembelajaran yang berlangsung.

Angket tersebut diberikan setelah proses pembelajaran selesai. Angket respons siswa

digunakan untuk mengumpulkan data kualitatif dari respons selama proses

pembelajaran berlangsung.

Aspek-aspek yang diperhatikan dalam memvalidasi angket respons siswa

adalah aspek petunjuk, bahasa, dan isi. Hasil validasi secara lengkap dapat dilihat

pada lampiran, dan berikut adalah rangkuman hasil validasi angket respons siswa

untuk setiap aspek penilaian.

Tabel 3. 9 Rangkuman Hasil Validasi Angket Respons Siswa

No. Aspek Penilaian 𝒙


̅ Ket.
1. Petunjuk 4,25 Valid
2. Isi 4,2 Valid
3. Bahasa 4,375 Valid
Rata – rata penilaian total (𝒙
̅) 4,275 Valid

Hasil analisis yang ditunjukkan pada tabel 3.3 dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Nilai rata–rata kevalidan angket respons siswa untuk aspek petunjuk adalah 𝑥̅

=4,25. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori “valid”

(3,5 < 𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari format dan komponen, maka angket respons

siswa dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan.

 Nilai rata–rata kevalidan angket respons siswa untuk aspek isi adalah 𝑥̅ = 4,2.

Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori “valid” (3,5 <
82

𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari aspek isi, maka angket respons siswa dinyatakan

memenuhi kriteria kevalidan.

 Nilai rata–rata kevalidan angket respons siswa untuk aspek bahasa adalah 𝑥̅ =

4,375. Berdasarkan kriteria kevalidan, nilai ini termasuk dalam kategori “valid”

(3,5 < 𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari aspek bahasa, maka angket respons siswa

dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan.

 Nilai rata-rata total kevalidan tes hasil belajar yang diperoleh adalah x = 4,275.

Berdasarkan kriteria kevalidan yang telah ditetapkan, nilai ini termasuk dalam

kategori “valid” (3,5 < 𝑀 ≤ 4,5). Jadi ditinjau dari keseluruhan aspek, maka

angket respons siswa dinyatakan memenuhi kriteria kevalidan.

H. Teknik Pengumpulan Data

Adapun cara pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Data Hasil Validasi

Data hasil validasi diperoleh dengang melakukan penyebaran perangkat

pembelajaran dan isntrumen penelitian yang telah dirancang kepada beberapa ahli

(validator) atau pakar pendidikan untuk dinilai dan diberi masukan berupa saran-

saran dan kritikan.


83

2. Data Keterlaksanaan Model Pembelajaran

Data keterlaksanaan pembelajaran diperoleh dari hasil isian lembar observasi

keterlaksanaan pembelajaran yang diisi oleh observer pada saat proses pembelajaran

berlangsung. Butir-butir instrumen yang diberikan mengacu pada sintaks model

pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing Reward Punishment dengan

pendekatan Saintifik. Sebelum lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran

digunakan, angket lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran yang telah disusun

terlebih dahulu divalidasi oleh ahli. Aspek-aspek yang diperhatikan dalam

memvalidasi lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran adalah aspek petunjuk,

bahasa, dan isi. Observer yang mengisi lembar observasi ini adalah guru mata

pelajaran yang telah dibimbing atau dilatih dalam mengisi lembar observasi.

3. Data Aktivitas Siswa

Data mengenai aktivitas dalam kegiatan proses belajar mengajar diperoleh dari

lembar observasi aktivitas siswa. Pada pengumpulan data untuk aktivitas siswa yang

bertindak sebagai pengamat adalah teman sejawat sebanyak satu orang. Agar

pelaksanaan pengumpulan data berlangsung dengan lancar, maka sebelumnya baik

peneliti maupun pengamat (observer) berdiskusi tentang tata cara mengobservasi dan

mengisi lembar observasi. Sebelum lembar observasi aktivitas peserta didik

digunakan, terlebih dahulu divalidasi oleh ahli. Aspek-aspek yang diperhatikan dalam

memvalidasi lembar observasi aktivitas peserta didik adalah aspek petunjuk, bahasa,

dan isi.
84

4. Data Tes Hasil Belajar

Data mengenai hasil belajar matematika siswa diperoleh dari hasil tes yang

dilakukan pada pre-test dan post-test dengan menggunakan rubrik pedoman

penskoran yang telah ditentukan. Butir-butir instrumen pada hasil belajar siswa

berpedoman pada indikator-indikator pencapaian KD pada materi. Sebelum diteskan,

tes yang telah disusun divalidasi oleh ahli. Aspek-aspek yang diperhatikan dalam

memvalidasi tes hasil belajar adalah aspek isi, pedoman penskoran jawaban, dan

bahasa.

5. Data Respons Siswa

Data respons peserta didik terhadap pembelajaran dikumpulkan dengan

menggunakan angket respons peserta didik. Angket respons siswa telah di validasi

oleh para ahli (validator) atau pakar pendidikan. Angket respons siswa diberikan

kepada seluruh siswa yang menjadi subjek penelitian. Pemberian angket tersebut

dilakukan setelah berakhirnya seluruh proses pembelajaran.

I. Teknik Analisis Data

1. Analisis Deskriptif

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data keterlaksanaan

pembelajaran, aktivitas siswa selama pembelajaran, respons siswa, hasil belajar siswa

terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing Reward

Punishment dengan pendekatan Saintifik.


85

a) Keterlaksanaan Pembelajaran

Teknik analisis data terhadap keterlaksanaan pembelajaran berdasarkan rencana

pelaksanaan pembelajaran model Kooperatif tipe Snowball Throwing Reward

Punishment dengan pendekatan Saintifik digunakan analisis rata-rata. Artinya tingkat

keterlaksanaan pembelajaran dihitung dengan cara menjumlah nilai tiap aspek

kemudian membaginya dengan banyak aspek yang dinilai. Data tentang

keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran model Kooperatif

tipe Snowball Throwing Reward Punishment dengan pendekatan Saintifik diamati

oleh seorang observer. Adapun pengkategorian keterlaksanaan pembelajaran

digunakan kategori pada tabel 3.1 berikut:

Tabel 3. 10 Konversi Nilai Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran

Tingkat Keterlaksanaan Pembelajaran (TKP) Kategori

1,00 ≤ TKP ≤ 1,50 Tidak ada aspek terlaksana

1,50 < TKP ≤ 2,50 Sebagian kecil aspek terlaksana

2,50 < TKP ≤ 3,50 Sebagian besar aspek terlaksana

3,50 < TKP ≤ 4,00 Seluruh aspek terlaksana


Sumber: Modifikasi dari (Ardin, 2015: 82)

Kriteria keefektifan apabila Tingkat Kemampuan Guru (TKG) sekurang-

kurangnya 75% dari semua kegiatan berada pada kategori Seluruh aspek terlaksana.

b) Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran


86

Data hasil pengamatan aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran

berlangsung dianalisis dengan menggunakan persentase. Persentase pengamatan

aktivitas siswa yaitu frekuensi setiap aspek pengamatan dibagi dengan aspek

pengamatan kali 100%.

Indikator aktivitas siswa dibagi menjadi 6 fase antara lain :

1) Fase I (Menyiapkan Tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa): (1)

Mendengarkan informasi dan pemberian motivasi oleh guru

2) Fase II (Menyajikan Informasi) : (2) Mendengarkan/ memahami penjelasan dari

guru, (3) Mengajukan/menjawab pertanyaan teman/guru.

3) Fase III (Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok belajar) : (4)

Memperhatikan penjelasan dan instruksi pembagian kelompok dari guru, (5)

Masing-masing siswa berada pada kelompoknya, (6) Siswa yang menjadi tutor

menjelaskan kepada teman-temannya tentang materi sedangkan siswa lainnya

mengajukan/ menjawab pertanyaan dari siswa lainnya.

4) Fase IV (Membimbing kelompok bekerja dan belajar): (7) Meminta bimbingan

kepada tutor/ guru jika merasa kesulitan (bertanya), (8) Siswa menuliskan

pertanyaan pada selembar kertas lalu membentuknya seperti bola, (9) Siswa

melempar bola pertanyaan tersebut kepada siswa lain dan siswa yang

mendapatkan bola harus menjawab soal dalam kertas tersebut, (10) Siswa

memaparkan pada siswa lainnya soal yang telah dikerjakan, (11) Siswa membuat

rangkuman hasil diskusi

5) Fase V (Evaluasi): (12) Mengerjakan soal kuis secara individu (tetap tenang)
87

6) Fase VI: Memberikan Penghargaan: (13) Siswa menerima reward kelompok dan

simpati

Adapun penentuan kategori aspek aktivitas siswa berdasarkan kriteria berikut.

Tabel 3. 11 Kategori aktivitas siswa dalam pembelajaran


1,0 ≤ 𝑿 < 1,5 Sangat tidak aktif

1,5 ≤ 𝑿 < 2,5 Tidak aktif

2,5 ≤ 𝑿 < 3,5 Aktif

3,5 ≤ 𝑿 ≤ 4,0 Sangat aktif

Sumber: Modifikasi dari Nurdin (2016)

c) Hasil Belajar

Data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah nilai dari hasil pretest dan

posttest dengan melihat peningkatan nilai sebelum dan setelah diberikan

pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing Reward Punishment dengan

pendekatan Saintifik.

Gain adalah selisih antara nilai pretest dan posttest. Gain menunjukkan

peningkatan hasil belajar matematika siswa setelah pembelajaran dilakukan guru. Hal

ini dilakukan untuk mengindari hasil kesimpulan penelitian bias. Kelebihan

penggunaan pembelajaran dalam meningkatkan hasil belajar siswa ditinjau

berdasarkan perbandingan nilai gain yang dinormalisasi, yang dapat dihitung dengan

persamaan (Sundayana, 2014: 151):

𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑜𝑠𝑡𝑡𝑒𝑠𝑡 − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡


𝑔=
𝑠𝑘𝑜𝑟 (𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙) − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑝𝑟𝑒𝑡𝑒𝑠𝑡
88

Tinggi rendahnya gain yang dinormalisasi (N-gain) dapat diklasifikan sebagai


berikut:

Tabel 3. 12 Pengkategorian Nilai Gain

Nilai Gain (g) Ternormalisasi Kategori


-1,00 ≤ g < 0,00 Terjadi penurunan
g = 0,00 Tidak terjadi peningkatan
0,00 < g < 0,30 Peningkatan Rendah
0,30 ≤ g < 0,70 Peningkatan Sedang
0,70 ≤ g ≤ 1,00 Peningkatan Tinggi
Sumber: Sundayana (2014: 151)

Jenis data berupa hasil belajar siswa selanjutnya dikategorikan secara

kuantitatif. Menurut Arikunto (2005), mengemukakan bahwa skala lima adalah suatu

pembagian tingkatan yang terbagi atas lima kategori yaitu sebagai berikut:

Tabel 3. 13 Interprestasi Kategori Nilai Hasil Belajar

Interval Nilai Kategori


0– 54 Sangat Rendah
55 – 64 Rendah
65 – 79 Sedang
80 – 89 Tinggi
90 – 100 Sangat Tinggi

d) Respons Siswa terhadap Pembelajaran

Data respons siswa akan diperoleh dari hasil angket yang diberikan kepada

siswa setelah pembelajaran berakhir. Keefektifan dari aspek respons siswa diukur
89

dengan menggunakan kategori respons positif, agak positif, agak negatif, dan negatif.

Kriteria keefektifan tersebut ditentukan dengan menghitung masing-masing skor rata-

ratanya. Adapun penentuan kategori aspek respons ditentukan berdasarkan kriteria

sebagai berikut:

Tabel 3. 14 Kategori Aspek Respon Siswa


Skor Rata-Rata Kategori
1 ≤ 𝑿 < 1,5 Negatif
1,5 ≤ 𝑿 < 2,5 Cenderung Negatif
2,5 ≤ 𝑿 < 3,5 Cenderung positif
3,5 ≤ 𝑿 ≤ 4,00 Positif

Sumber: Adaptasi dari Nurdin (2016)

2. Analisis Statistik Inferensial

Teknik analisis data dengan statistik inferensial digunakan untuk keperluan

pengujian hipotesis penelitian.

a) Menguji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui data yang diperoleh berasal dari

populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Pada penelitian ini menggunakan

sistem Statistical Package for Social Science (SPSS). Data populasi dapat dianggap

berdistribusi normal apabila p-value > α dengan taraf nyata α = 0,05, dengan syarat:

Jika Pvalue ≥ 0,05 maka distribusinya adalah normal

Jika Pvalue < 0,05 maka distribusinya adalah tidak normal


90

b) Pengujian Hipotesis

Untuk pengujian hipotesis digunakan statistik parametrik dengan uji t. Dengan

taraf signifikansi untuk menguji hipotesis digunakan α = 0,05. Jenis uji-t yang

digunakan adalah one sample t test. Kriteria pengujiannya adalah:

H0 diterima jika Pvalue ≤ 0,05 dan H0 ditolak jika Pvalue > 0,05

c) Analisis Keefektifan

Kriteria umum yang digunakan untuk menentukan keefektifan suatu

pembelajaran yakni apabila minimal dua dari tiga indikator keefektifan yang telah

ditetapkan yaitu

 hasil belajar siswa,

 aktivitas siswa, dan,

 respons siswa.

Memenuhi kriteria efektif dengan syarat kriteria Hasil belajar harus dipenuhi.

Untuk menentukan tingkat keefektifan dari setiap pembelajaran digunakan

kategori berdasarkan Tabel 3.10 berikut:

Tabel 3. 15 Kriteria Keefektifan dari Setiap Indikator Pembelajaran


Syarat Kategori
Jika semua R Tidak efektif
Jika 1R kurang efektif
Jika(lebih dari 1S, yang lainnya tinggi) Cukup efektif
Jika (1S, lainnya tinggi) Efektif
Jika T1, T2, T3 Sangat Efektif
Keterangan :
91

T= Tinggi
S= Sedang
R= Rendah
Tabel 3. 16 Tabel 4.46 .Pencapaian Keefektifan Pembelajaran

Model Pembelajaran Indikator Kriteria


Model kooperatif tipe 1. Aktivitas Siswa
kooperatif tipe snowball Rata-rata aktivitas siswa.
throwing reward Aktif
punishment dengan
pendekatan Saintifik
2. Hasil Belajar
a) Rata-rata hasil belajar Sedang
secara deskriptif

b) Hasil belajar siswa secara 𝜇 > 69,9


inferensial mencapai kriteria
ketuntasan minimum
(KKM)

c) Peningkatan hasil belajar Peningkatan


sebelum dan sesudah
Sedang
pembelajaran secara
deskriptif (Gain)

d) Peningkatan hasil belajar


𝜇 > 0,29
sebelum dan sesudah
pembelajaran secara
inferensial pada nilai gain

e) Ketuntasan klasikal secara KK> 79, 9%


deskriptif

f) Ketuntasan Klasikal secara л> 79,9%


inferesial
92

Model Pembelajaran Indikator Kriteria

3. Respons Siswa
a) Statistik rata-rata respons cenderug
siswa Positif

b) skor respons siswa secara


inferensial 𝜇 > 3,49
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman & Garba. 2014. Influence of Laboratory Activities and Peer Tutoring
on Slow-Learners Achievement and Retention in Senior Secondary School
Trigonometry, KEBBI State Nigeria. International Journal of Advance
Research vol. 2, Issue 12.

Arikunto, S. 1993. Suatu Penelitian Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Andriansyah, dkk. 2014. Menjadi Tutor Terampil dan Profesional. Yogyakarta:


Graha ilmu.

Ardin. 2013. Keefektifan Pembelajaran Matematika Realistik Setting Kooperatif


Tipe NHT pada Materi Pokok Ruang Dimensi Tiga. Tesis. Tidak diterbitkan.
Makassar: PPS. Universitas Negeri Makassar.

Arsyad, A. 2010. Media Pembelajaran Cet XIII, Jakarta: Rajawali Pers.

Arsyad, Nurdin. 2016. Model Pembelajaran Menumbuhkembangkan Kemampuan


Metakognitif. Makassar: Pustaka Refleksi.

Baiduri. 2017. Elementary School STudets’ Spoken Activities and their responses in
math learning by peer-tutoring. International Journal of Instruction Vol. 10,
No. 2.

Daryanto, Tasrial. 2012. Konsep Pembelajaran Kreatif. Malang : Gava Media.

Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Djamarah, S.B & Zain, A. 2006. Strategi Belajar Mengajar Cet. III; Jakarta, PT.
Rineka Cipta.

Fajrin, M. R. 2015. Teknik Tutor Sebaya. (online). (http://www.rifanfajrin.com


/2015/10/teknik-tutor-sebaya.html diakses tanggal 1 Desember 2016).

Fatihahrifah & Yustisia, Nisa. 2014. 71 Rahasia Sukses Menjadi Guru: Plus Ide-Ide
Hukuman Kreatif untuk Anak. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Firestone & Dauglas. 1975.” The Effecs of Reward and Punishment One Reaction
Times and Autonomic Activityi in Hyperactive an Normal Children”. Journal
of Abnormal Child Psycology 3 (3,201-216).

Gillies, R. 2002. The residual effect of cooperative learning experiences a two year
follow-up. The journal of educational research, 96(1,15-20).
95

Hamalik, Oemar. 2012. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.

Hasibuan, J.J. dkk. (1988). Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Karya.
Helma, R.F & Syarifuddin, H. 2014. Penerapan Strategi The Firing Line pada
pembelajaran matematika siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Batipuh. Jurnal
Pendidikan Matematika 3 (1) , 18-22.

Herman. 2007. Model Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar, Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya.

Hosnan. 2014. Pendekatan Saintifik dan kontekstual dalam Pembelajaran. Jakarta:


Ghalia Indonesia

Huda, Miftahul. 2011. Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Indrakusuma, A.D. 1973. Pengantar Ilmu Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional

Jensen, Eric. 2008. Brain-Based Learning. Pembelajaran Berbasis Kemampuan Otak.


Cara baru dalam pengajaran dan Pelatihan. Edisi revisi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013. Peraturan Menteri Pendidikan dan


Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 081.A Tahun 2013 tentang
Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan

Kukuh. 2008. Geometri Datar dan Ruang. Samarinda: FKIP Universitas


Mulawarman.

Lanni, U.R. 2014. Model Pembelajaran Tutor Sebaya, (online)


(http://umburumalanni22.blogspot.co.id/2014/04/contoh-makalah-model-
pembelajaran-tutor.html diakses tanggal 1 Desember 2016)

Lestari, K.E & Yudhanegara, M. R. 2015. Penelitian Pendidikan Matematika


(Panduan Praktis Menyusun Skripsi, Tesis, dan Karya Ilmiah dengan
Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi Disertai dengan Model
Pembelajaran dan Kemampuan Matematis. Bandung: PT. Refika Aditama

Nahriah. 2015. Efektifitas penerapan model Discovery Learning dengan Pendekatan


Saintifik dalam pembelajaran matematika pada siswa kelas XI MA DDI Lil
Banat Parepare. Tesis tidak diterbitkan. Makassar: PPs Universitas Negeri
Makassar.
96

Nuharini, Dewi & Wahyuni, Tri.2008. Matematika Konsep dan Aplikasinya Untuk
kelas VII SMPdan MTs, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional.

Nurdin, 2007. Model Pembelajaran Matematika yang Menumbuhkan Kemampuan


Metakognitif untuk Menguasai Bahan Ajar. Disertasi tidak diterbitkan.
Surabaya: PPs Universitas Negeri Surabaya.

Purwanto, Ngalim. 2006. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja
Rosadakarya.

Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Puspitasari & Aguspina. 2015. “Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif


Tipe Snowball Throwing Terhadap Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari
Keaktifan Siswa Kelas VII SMP Negeri II Tempuran 2013/2014”. UNIUN :
Jurnal Pendidikan Matematika (2)

Setiawan & Sujadi. 2015. “Upaya Meningkatkan Keaktifan dan Prestasi Belajar
Matematika dengan Snowball Throwing Siswa Kelas VIIc SMP Negeri II
Kokap Kulon Progo”. UNIUN : Jurnal Pendidikan Matematika (3)

Silberman, Mel. 2009. Active Learning: 101 Strategi Pembelajaran Aktif.


Yogyakarta: Pustaka Insan Madani

Slameto. 2010. Belajar & Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya Cet V, Jakarta :


Rineka Cipta

Soedjadi R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia (Kontatasi Keadaan


Masa Kini Menuju Harapan Masa Depan), (Jakarta: Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi DEPDIKNAS, 1999/2000.

Soejono, Ag. 1980. Pendahuluan Ilmu Pendidikan Umum. Bandung: CV. Ilmu.

Suherman, E dkk. 2003. “Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer”.


Bandung. UPI

Sulastri, Sri. 2015. Penerapan Reward dan Punishment pada Siswa. (online)
(http://srisulistr.blog.upi.edu/2015/11/14/penerapan-rewarddanpunishment -
pada-siswa-4/diakses 26 Agustus 2016).

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Cet. XI Bandung : Alfabeta.


97

------------ 2012. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,


dan R&D). Bandung: Alfabeta.

Sundayana, Rostina. 2014. StatistikaPenelitianPendidikan. Bandung: Alfabeta


Suherman, E dkk. 2003. “Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer”.
Bandung. UPI

Suprijono, Agus. 2013. Cooperative Learning. Teori dan Aplikasi PAIKEM.


Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Suradi. 2005. Interaksi Siswa SMP dalam Belajar Matematika Secara Kooperatif.
Desertasi tidak diterbitkan. Surabaya. Program Pasca Sarjana Universitas
Negeri Surabaya.

Susanty, Henny. 2016. Use of the snowball Throwing Technique For Teaching Better
ESL Speaking. English Education Journal (EEJ). 7(1).

Susanto, A. 2013. Teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group

Suyitno, A. 2004. Dasar-Dasar Proses Pembelajaran Matematika. Bahan Ajar, S1


Program Studi Pendidikan Matematika. Semarang : UNNES

Syahdan, S & Annas, S. 2016, The effectiveness of the implementation of


experience, language, pictorial, symbol, and application ( ELPSA) in
mathematics learning based on bruners theory, to class VII students at SMPN
29 in Makassar’, Jurnal Daya Mathematics, Vol.4, No. 2, hh 192-2016

Taniredja, Tukiran dkk. 2014. Model-Model Pembelajaran Inovatif dan Efektif.


Bandung: Alfabeta.

Thobroni, M. & Mustofa, A. 2011. Belajar & Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz


Media

Tiro, M. A. 2004. Dasar-Dasar Statistika. Makassar: UNM Makassar

Trianto, 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep,


Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP), Jakarta: Kencana
98
99

Anda mungkin juga menyukai