Anda di halaman 1dari 21

BAB II

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

I. Definisi
Kehamilan ektopik terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh
diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan
kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis servikalis
masih termasuk dalam uterus, tetapi jelas bersifat ektopik.1
Berdasarkan tempat implantasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam
beberapa golongan, yaitu: 1
1. Kehamilan Tuba, meliputi > 95% yang terdiri atas : pars ampularis (55 %), pars isthmus
(25 %), pars fimbrae (17%), dan pars interstisial (2 %).
2. Kehamilan ektopik lain (< 5 %) antara lain terjadi di serviks uterus, ovarium, atau
abdominal.
3. Kehamilan intraligementer, jumlahnya sangat sedikit.
4. Kehamilan heterotopik, merupakan kehamilan ganda di mana satu janin berada di
kavum uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan ektopik. Kejadian sekitar saru
per 15.000 – 40.000 kehamilan.
5. Kehamilan ektopik bilateral, sangat jarang terjadi.
Berdasarkan penggolongan diatas, maka kehamilan ektopik paling sering terjadi di
Tuba (97%), yang mana 55% muncul di pars ampullaris, 25% di isthmus, dan 17 % di fimbriae.
Sisa 3 % berlokasi di uterus, ovarium, abdominal, dan intraligamenter, dimana sekitar 2-2,5%
muncul di kornu uterus.1

Gambar 1. Lokasi kehamilan ektopik1


II. Epidemiologi
Insidensi kehamilan ektopik meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Insidensi
kehamilan ektopik di rumah sakit meningkat dari 4,5 kasus per 1000 kehamilan pada tahun
1970 menjadi 19,7 kasus per 1000 kehamilan pada tahun 1992. Peningkatan insidensi tersebut
terjadi akibat adanya peningkatan dari faktor risiko kehamilan ektopik. Kehamilan ektopik
lebih sering ditemukan pada wanita berusia lebih dari 35 tahun. Case fatality rate kehamilan
ektopik menurun dari 35.5 kematian per 10.000 kehamilan ektopik pada tahun 1970 menjadi
3.8 kematian per 10.000 kehamilan ektopik pada tahun 1989.2
Kehamilan ektopik terganggu menjadi penyebab kematian maternal utama pada
trimester pertama yaitu sekitar 10 – 15% di India.3 Di Amerika, antara tahun 1980 dan 2077
terdapat 876 kematian akibat kehamilan ektopik. Rasio mortalitas kehamilan ektopik menurun
sekitar 56.6% dari 1.15 hingga 0.50 kematian per 10.000 kelahiran bayi hidup dari tahun 1980
– 1984 dan 2003 – 2007. Pada perhitungan yang terbaru yaitu antara tahun 2013 – 2017, rasio
kematian akibta kehamilan ektopik juga cenderung menurun skeitar 28,5% menjadi 0,36
kematian per 100.000 kelahiran hidup. Rasio mortalitas kehamilan ektopik meningkat 6.8 kali
lebih tinggi pada orang Afrika-Amerika dibanding ornag kulit putih yang hanya sekitar 3,5 kali
pada wanita berusia lebih dari 35 tahun dibandingkan dengan wanita berusia lebih dari 25 tahun
pada tahun 2013 – 2017. Terdapat 76 kasus kematian akibat kehamilan ektopik yang dirawat
di rumah sakit, 70,5% mengalami kehamilan pada tuba, 80,6% menjalani salpingektomi.
Perdarahan berat, syok, dan gagal ginjal menyebabkan 67,% kematian pada pasien dengan
kehamilan ektopik.4

Gambar 2.2 Jumlah kematian akibat kehamilan ektopik pada wanita kulit hitam dan kulit
putih di Ameriksa Serikat tahun 1970-19891
Di RSCM Jakarta, pada tahun 1987 terdapat 153 kasus kehamilan ektopik diantara
4007 persalinan atau 1 dianatra 26 persalinan. Di RS Hasan Sadikin Bandung periode tahun
2011 didapatkan 103 kasus dengan lokasi tersering pada tuba yaitu 82 kasus. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan bagian KSM Obstetri dan Ginekologi FK Maranatha di RS
Immanuel Bandung pada periode 1 Januari 2003 sampai Desember 2004 didapatkan total 47
kasus kehamilan ektopik terganggu dnegan kejadian tersering pada umur 30 – 34 tahun
sebanyak 30 kasus (40,4%). Umur kehamilan saat terjadi KET sekitar 5 – 9 minggu sebanyak
26 kasus (55,3%), lokasi tersering terjadi pada ampula sebnayak 39 kasus (83%) dan dengan
riwayat penggunaan kontrasepsi suntik progesteron sebanyak 20 kasus.5

III. Etiologi
Sebagian besar penyebab tidak diketahui. Tiap kehamilan diawali dengan pembuahan
telur di bagian ampulla tuba, dan dalam perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan
sehingga pada saat nidasi masih di tuba, atau nidasinya di tuba dipermudah.6
Kehamilan ektopik telah banyak diselidiki untuk mengetahui penyebabnya.
Berdasarkan Meta analisis dari 233 artikel dari tahun 1978 sampai 1994, Ankum dkk
melaporkan wanita yang mempunyai risiko paling besar untuk mengalami kehamilan ektopik
adalah wanita yang memiliki riwayat operasi pada tuba sebelumnya, riwayat kehamilan ektopik
sebelumnya, adanya riwayat kelainan pada tuba, dan uterus yang terpapar
diethylstilbestrol. Sedangkan wanita yang memiliki risiko yang sedang untuk mengalami
kehamilan ektopik adalah wanita dengan riwayat infeksi saluran genital, dan berganti - ganti
pasangan seksual. Dan risiko rendah pada wanita yang merokok, dan riwayat koitus pada
usia muda. Penyebab yang paling sering adalah salpingitis yang terjadi sebelumnya akibat
penyakit menular seksual seperti infeksi gonokokal, klamidia, atau salpingitis yang
mengikuti abortus septik dan sepsis puerperium.6
Aktivitas mioelektrik bertanggung jawab terhadap aktivitas dalam tuba fallopi.
Aktivitas ini membantu pergerakan sperma dan ovum agar saling bertemu dan membantu zigot
menuju ke kavum uteri. Estrogen akan meningkatkan aktivitas otot polos dan progesteron
menurunkan aktivitas tersebut. Proses penuaan menyebabkan hilangnya aktivitas
mioelektrik tuba fallopi secara progresif, sehingga bisa dijelaskan terjadinya peningkatan
insiden kehamilan tuba pada wanita perimenopause. Adanya kontrol hormonal pada
aktivitas otot tuba falopii mungkin menjelaskan peningkatan insiden kehamilan ektopik yang
berhubungan dengan penggunaan mini pil, IUD, dan induksiovulasi.7
Sekitar 2 % hingga 8 % konsepsi IVF (Invitro Fertilization) adalah daerah tuba. Faktor
predisposisi masih tidak jelas, mungkin karena penempatan embrio pada kavum uterus terlalu
diatas, refluks cairan ke dalam tuba, dan faktor kelainan tuba lainnya yang mencegah
refluks embrio kembali ke dalam kavum uterus.7
Resiko terjadinya kehamilan ektopik meningkat dengan adanya beberapa faktor,
termasuk riwayat infertilitas, riwayat kehamilan ektopik sebelumnya, operasi pada tuba, infeksi
pelvis, paparan Diethylstil-bestrol (DES), dan penggunaan IUD. Faktor-faktor tersebut
dipengaruhi mekanisme umum yang dapat berupa mekanisme anatomis, fungsional, atau
keduanya. Kenyataannya sangat sulit untuk menilai penyebab dari implantasi ektopik dengan
tidak adanya alat pendeteksi kelainan tuba.8

Gambar 2.3 Faktor Risiko Kehamilan Ektopik1


Kehamilan ovarium dapat terjadi apabila spermatozoa memasuki folikel de Graaf yang
baru pecah dan membuahi sel telur yang masih tinggal dalam folikel, atau apabila sel telur yang
dibuahi bernidasi di daerah endometriosis di ovarium. Kehamilan intraligamenter biasanya
terjadi sekunder dari kehamilan tuba atau kehamilan ovarial yang mengalami rupture dan
mudigah masuk di antara 2 lapisan ligamentum latum. Kehamilan servikal berkaitan dengan
faktor multiparitas yang beriwayat pernah mengalami abortus atau operasi pada rahim
termasuk seksio sesarea. Sedangkan kehamilan abdominal biasanya terjadi sekunder dari
kehamilan tuba, walau ada yang primer terjadi di rongga abdomen.8
Secara ringkas dapat dipisahkan faktor-faktor pada tuba yang dapat mendukung
terjadinya kehamilan ektopik: 7,8
1. Faktor dalam lumen tuba :
a) Endosalpingitis dapat menyebabkan perlengketan endosalping, sehingga lumen tuba
menyempit atau membentuk kantong buntu;
b) Lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk yang dapat terjadi pada hipoplasia uteri. Hal ini
dapat disertai kelainan fungsi silia endosalping;
c) Lumen tuba sempit yang diakibatkan oleh operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tidak
sempurna.
2. Faktor pada dinding tuba:
a) Endometriosis tuba, dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba;
b) Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur yang
dibuahi ditempat itu.
3. Faktor diluar dinding tuba:
a) Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat perjalanan
telur;
b) Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba.
4. Faktor lain:
a) Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovum kanan ke tuba kiri - atau sebaliknya -
dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus. Pertumbuhan telur yang
terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi premature;
b) Fertilisasi in vitro, yakni penyatuan ovum dan spermatozoon terjadi di ampulla tuba,
dari sini ovum yang telah dibuahi digerakkan ke kavum uteri dan di tempat yang akhir
ini mengadakan implantasi di endometrium. Keadaan pada tuba yang menghambat atau
menghalangi gerakan ini dapat menjadi sebab terjadinya implantasi pada endosalping
dan bila ada kelainan pada ovum, maka akan memberi predisposisi terjadinya
implantasi di luar kavum uteri.

IV. Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan
halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada yang
pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur
selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan
diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah
tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang
menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba
tidak sempurna malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan mudah villi korialis menembus
endosalping dan masuk dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh
darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat
implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi
trofoblas.1,9,10
Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum gravidatis dan
trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, dan endometrium dapat pula berubah menjadi
desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada endometrium yang disebut
fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler,
dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-
kadang ditemukan mitosis. Perubahan ini hanya terjadi pada sebagian kehamilan ektopik.9,10
Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik dalam
tuba. Karena tuba bukan merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak
mungkin janin dapat tumbuh secara utuh seperti di uterus. Sebagian besar kehamilan tuba
terganggu pada umur kehamilan antara 6 minggu sampai 10 minggu. Kemungkinan itu antara
lain :1,9
- Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini
penderita tidak mengeluh apa-apa, hanya haidnya saja yang terlambat untuk beberapa
hari. 11
Fertilisasi dapat terjadi semua bagian tuba fallopi, sekitar 95-96% terjadi di
ampulla, 25% di ismus, dan 17% di fimbrae. Lapisan submukosa dari tuba fallopi yang
tipis dapat membuat ovum yang telah dibuahi dapat menembus ke lapisan epitel,
bahkan zigot akan sampai terimplantasi sampai lapisan muskuler. Kemudian trofoblas
akan berprolifreasi dengan cepat dan menginvasi daerah sekitarnya. Pembuluh darah
maternal menjadi ruptur dan menyebabkan perdarahan di ruang antara trofoblas, atau
antara trofoblas dengan jaringan di bawahnya. Pada dinding tuba fallopi yang
merupakan tempat implantasi zigot mempunyai ketahanan yang rendah terhadap invasi
trofoblas. Embrio pada kehamilan ektopik sering kali tidak berkembang.9,11
- Ruptur tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada
kehamilan muda, Sebaliknya rupture pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan
yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan rupture ialah penembusan villi
koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi
secara spontan, atau klarena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal.
Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut dengan jumlah sedikit sampai
banyak, yang dapat menimbulkan syok sampai kematian. Bila pseudokapsularis ikut
pecah maka terjadi pula perdarahan dalam lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam
rongga perut melalui ostium tuba abdominale.10
Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan ostium tuba
tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena invasi dari trofoblas,
akan pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi pada daerah
ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter. Jika janin hidup terus,
terdapat kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat
keluar dari tuba, tetapi bila robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi
dikeluarkan dari tuba. Bila pasien tidak meninggal karena perdarahan, nasib janin
bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati dan
masih kecil, dapat diresorbsi kembali, namun bila besar, kelak dapat diubah menjadi
litopedion. Bila janin yang dikeluarkan tidak mati dengan masih diselubungi oleh
kantong amnion dan dengan plasenta yang utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam
rongga abdomen sehingga terjadi kehamilan abdominal sekunder. 1,9,10

Gambar 2.4 Patofisiologi Kehamilan Ektopik dan terjadinya Ruptur Tuba9


- Abortus ke dalam lumen tuba
Abortus tuba ialah gangguan yang umumnya tidak begitu mendadak, dan dapat
memberi gambaran yang beraneka ragam. Timbul perdarahan dari uterus yang
berwarna hitam, dan rasa nyeri di samping uterus bertambah keras. Perdarahan yang
terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi koriales pada
dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari koriales pada
dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis. 9,11
Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung dari derajat
perdarahan yang timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya
dikeluarkan dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah kearah ostium
tuba abdominale. Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi telur
yang dibuahi. Abortus tuba lebih umum terjadi pada kehamilan tuba pars
ampullaris, sedangkan penembusan dinding tuba oleh villi koriales kearah
peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars isthmika. Perbedaan ini
disebabkan karena lumen pars ampullaris lebih luas, sehingga dapat mengikuti lebih
mudah pertumbuhan hasil konsepsi dibandingkan dengan bagian isthmus dengan
lumen sempit.10,11
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan
akan terus berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah, sampai berubah menjadi
mola kruenta. Perdarahan akan keluar melalui fimbriae dan masuk rongga abdomen
dan terkumpul secara khas di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel
retrouterina. Bila fimbriae tertutup, tuba fallopii dapat membesar karena darah dan
membentuk hemato retrouterina.10

Gambar 2.5 Abortus ke dalam tuba11


V. Gambaran Klinik
Pada umumnya penderita menunjukkan gejala-gejala kehamilan muda, dan mungkin
merasa nyeri sedikit pada perut bagian bawah. Pada pemeriksaan vaginal toucher uterus
membesar dan lembek, walaupun mungkin tidak sebesar tuanya kehamilan. Tuba yang
mengandung hasil konsepsi karena lembeknya sukar diraba pada pemeriksaan bimanual.1,9
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu dimulai dari perdarahan banyak yang
tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala-gejala klinik klasik, tergantung pada
lamanya kehamilan, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang
terjadi, dan keadaan umum penderita sebelum hamil. 9
Gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias nyeri abdomen, amenore,
dan perdarahan pervaginam. Gambaran tersebut menjadi sangat penting dalam memikirkan
diagnosis pada pasien yang datang dengan kehamilan di trimester pertama. Namun sayangnya,
hanya 20% pasien dengan kehamilan ektopik ini yang menampilkan gejala-gejala tersebut
secara khas. Pasien yang lain mungkin muncul gejala-gejala yang umumnya terjadi pada masa
kehamilan awal termasuk mual, lelah, nyeri abdomen ringan, nyeri bahu, dan riwayat
disparenoe baru-baru ini. Sedangkan gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu, seperti
tersebut diatas, dapat berbeda-beda, dari yang khas sampai tidak khas sehingga sukar untuk
mendiagnosisnya.9,12
Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Sekitar 75%
pasien yang datang mengeluh nyeri terutama di daerah abdomen. Pada ruptur tuba nyeri perut
bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang
menyebabkan penderita pingsan dan jatuh ke dalam syok. Rasa nyeri berawal pada satu sisi,
setelah darah masuk ke dalam rongga perut rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke
seluruh perut bawah.. Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga
menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina menyebabkan nyeri
defekasi.1,12
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada kehamilan ektopik
terganggu. Hal ini menunjukkan kematian janin, dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan
desidua. Perdarahan jumlahnya tidak banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan
dikemukakan dari 51 – 93%. Perdarahan berarti gangguan pembentukan human chorionic
gonadotropin. 9
Amenorea merupakan juga tanda yang penting pada kehamilan ektopik. Lamanya
amenorea tergantung pada kehidupan janin. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea
karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. Frekuensi amenorea dikemukakan dari
23 – 97%.9
Pada kehamilan ektopik terganggu ditemukan pada pemeriksaan vaginal bahwa usaha
menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri , yang disebut dengan nyeri goyang (+)
atau slinger pijn (bahasa belanda). Demikian pula kavum Douglasi menonjol dan nyeri pada
perabaan oleh karena terisi darah. Pada abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor
di samping uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak. Hematokel
retrouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum Douglasi. Pada ruptur tuba dengan
perdarahan banyak tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat, bila perdarahan banyak
dapat terjadi syok.9
Pada pemeriksaan bimanual, teraba massa pelvik dengan ukuran 5 sampai 15 cm, yang
mana teraba pada sekitar 20% wanita hamil. Massa tersebut terdapat pada posterior atau lateral
dari uterus dan biasanya lembek dan elastis. Tetapi dengan adanya infiltrasi darah ke dinding
tuba, massa tersebut dapat menjadi keras.9
Adanya tanda-tanda peritoneal, nyeri gerakan serviks, dan nyeri lateral atau bilateral
abdomen atau nyeri pelvik meningkatkan kecurigaan akan kehamilan ektopik dan merupakan
temuan yang bermakna.9

VI. Diagnosis
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik yang belum
terganggu sangat besar, sehingga pasien harus mengalami rupture atau abortus dahulu sehingga
menimbulkan gejala.12
Anamnesis. Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan terlambat haid untuk beberapa
waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Terdapat nyeri perut
bagian bawah, nyeri bahu, dan kadang-kadang tenesmus. Perdarahan pervaginam dapat terjadi,
dan biasanya terjadi setelah muncul keluhan nyeri perut bagian bawah, berapa jumlah
perdarahannya, warna dari darahnya, apakah mengalir seperti air atau hanya seperti tetesan
saja, dan apakah keluar gumpalan-gumpalan. Ditanyakan juga riwayat kehamilan sebelumnya,
bila sudah pernah hamil, riwayat menstruasinya.12
Pemeriksaan umum. Pada pemeriksaan umum, penderita dapat tampak pucat dan kesakitan.
Pada perdarahan dalam rongga perut aktif dapat ditemukan tanda-tanda syok dan pasien
merasakan nyeri perut yang mendadak yang mana mirip dengan keluhan pada penderita
appendisitis akut. Pada jenis yang tidak mendadak, mungkin hanya terlihat perut bagian bawah
yang sedikit menggembung dan nyeri tekan.12
Pemeriksaan ginekologi. Pada pemeriksaan dalam mungkin ditemukan tanda-tanda
kehamilan muda. Perabaan serviks dan gerakannya menyebabkan nyeri. Bila uterus dapat
diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor disamping uterus
dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum Douglas juga teraba menonjol dan nyeri raba yang
menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Kadang terdapat suhu yang naik, sehingga
menyulitkan perbedaan dengan infeksi pelvik.12
Pemeriksaan laboratorium.
- Hb dan jumlah sel darah merah
Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan tuba yang
terganggu, karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut, tapi turunnya
Hb disebabkan karena darah diencerkan oleh air dan jaringan untuk
mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari. Jadi mungkin
pada pemeriksaan Hb yang pertama, kadar Hb belum seberapa turunnya, maka
kesimpulan adanya perdarahan didasarkan atas penurunan kadar Hb pada
pemeriksaan kadar Hb yang berturut-turut. Pada kasus jenis tidak mendadak,
biasanya ditemukan anemia tetapi harus diingat bahwa penurunan Hb baru terlihat
setelah 24 jam.1

Gambar 2. 6 Alogaritma : Diagnosa dan Penanganan Kehamilan Ektopik 10


- Leukosit
Perdarahan juga menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan pada perdarahan
sedikit demi sedikit, leukosit normal atau sedikit meningkat. Ini berguna
dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada
tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Untuk membedakan kehamilan
ektopik dan infeksi pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit, jika > 20.000
biasanya menunjukkan adanya infeksi pelvic.
VII. Pemeriksaan Penunjang
Diluar dari kemajuan teknologi sekarang ini, kehamilan ektopik sering salah
terdiagnosis pada saat kunjungan pertama pasien tentang keluhannya. Diagnosis awal
diperlukan untuk perawatan yang maksimal terhadap ketahanan tuba dan mencegah potensi
terjadinya perdarahan intraperitoneal. Atrash dkk. Menemukan bahwa perdarahan menjadi
penyebab terbesar (88%) kematian pada kasus kehamilan ektopik. Pada saat ini, yang
merupakan batu acuan untuk mendiagnosis kehamilan ektopik adalah Transvaginal
Ultrasonography dan pemeriksaan kadar hCG serial. Transvaginal Ultrasonography sekarang
ini telah menggantikan posisi Laparaskopi karena lebih menguntungkan.12,13
Beberapa prosedur yang dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis kehamilan
ektopik adalah berikut ini :12,13
1. Tes kehamilan
Yang dimaksud dengan tes kehamilan dalam hal ini ialah reaksi imunologik untuk
mengetahui ada atau tidaknya hormon human chorionic gonadotropin (hCG) dalam air
kemih, dimana juga dapat membantu menentukan potensi pasien mengalami kehamilan
ektopik.12
Jaringan trofoblas kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar yang lebih
rendah daripada kehamilan intrauterin normal dan dapat dideteksi dalam serum pada kira-
kira 1 minggu sebelum haid berikutnya, sehingga dibutuhkan tes yang mempunyai tingkat
sensitifitas yang tinggi. Jika tes hCG mempunyai nilai sensitifitas 25 iu/l, maka 90-100%
kehamilan ektopik akan memberi hasil positif. Faktor sensitifitas dipengaruhi oleh berat
jenis air kemih yang diperiksa. Yang lebih penting ialah bahwa tes kehamilan tidak dapat
membedakan kehamilan intrauterin dengan kehamilan ektopik. 12
2. Kuldosentesis
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum
douglas ada darah atau cairan lain. Cara ini tidak digunakan pada kehamilan ektopik belum
terganggu.12,13
Gambar 2.7 Kuldosentesis
Teknik
a. Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
b. Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptik
c. Spekulum dipasang dan bibir belakang porsio dijepit dengan tenakulum, kemudian
dilakukan traksi ke depan sehingga forniks posterior ditampakkan
d. Jarum spinal no. 18 ditusukkan ke dalam kavum douglas dan dengan semprit 10 ml
dilakukan pengisapan.
Hasil
a. Positif, apabila dikeluarkan darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak
membeku, atau yang berupa bekuan kecil-kecil. Darah ini menunjukkan adanya
hematokel retrouterina.
b. Negatif, apabila darah yang diisap bersifat:
- Cairan jernih, yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista ovarium
yang pecah;
- Nanah, yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang apendiks yang
pecah;
- Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku, darah ini
berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
c. Nondiagnostik, apabila pada pengisapan tidak berhasil dikeluarkan darah atau cairan
lain.
Hasil positif palsu dijumpai pada 5-10% kasus yang disebabkan oleh karena korpus
luteum yang rupture, abortus inkomplit, menstruasi retrograd, atau endometriosis. Hasil
negative palsu dijumpai pada 11-14% kasus, oleh karena banyaknya darah dalam
kavum Douglas sangat sedikit.12,13
3. Ultrasonografi
Aspek yang terpenting dalam penggunaan ultrasonografi pada penderita yang diduga
mengalami kehamilan ektopik ialah evaluasi uterus. Atas dasar pertimbangan bahwa
kemungkinan kehamilan ektopik yang terjadi bersama-sama kehamilan intrauterin adalah
1:30000 kasus, maka dalam dalam segi praktis dapat dikatakan bahwa apabila dalam
pemeriksaan ultrasonografik ditemukan kantung gestasi intrauterin, kemungkinan
kehamilan ektopik dapat disingkirkan.
USG yang digunakan meliputi USG transabdominal dan USG transvaginal. Diagnosis
dari kehamilan ektopik dapat dibuat 1 minggu lebih cepat dengan USG transvaginal
dibandingkan dengan USG transabdominal. Pada USG transabdominal biasanya
ditemukan kavum uteri yang tidak berisi kantong gestasi, gambaran cairan bebas serta
massa abnormal di daerah pelvis. Sedangkan pada USG transvaginal digunakan setelah satu
minggu telat haid yang dikombinasi dengan pemeriksaan kadar ß-hCG serum. Sebuah
kantung gestasi merupakan tanda pada USG, yang berlokasi pada permukaan endometrial
dan tampak dengan USG transvaginal 30-35 hari setelah menstruasi terakhir. Terlihat
daerah sonolusen di tengah yang dikelilingi dengan lapisan ekogenik tebal, yang dibentuk
oleh reaksi desidual di sekeliling kantong korionik. Yolk sac sebagai struktur yang
pertama kali terlihat dalam kantong gestasi, tampak pada 5 minggu setelah menstruasi
terakhir. Gerakan jantung janin pertama kali terlihat saat umur kehamilan 5-6 minggu.
Kegagalan untuk dapat melihat kantong gestasi sampai 24 hari atau lebih setelah konsepsi
(38 hari atau lebih) biasanya menunjukkan adanya kehamilan ektopik.7,14
USG transvaginal dapat membedakan kehamilan dalam uterus atau di luar antara lain
sebagai berikut :13
- Kehamilan intrauterine (IUP) : sebuah gestational sac dengan sebuah sonolusent
center (diameter >5mm) dikelillingi oleh cincin yang tebal, konsentris dan
echogenic, terletak didalam endometrium dan mengandung fetal pole, yolk sac,
atau keduanya.
- Kemungkinan IUP abnormal : gestational sac dengan diameter lebih besar dari 10
mm tanpa fetal pole atau dengan fetal pole tanpa aktivitas kardiak.
- Kehamilan ektopik : sebuah struktur seperti cincin tebal, echogenik terletak
diluar uterus, dengan gestational sac yang mengandung fetal pole, yolk sac atau
keduanya.
USG Doppler memiliki sensitivitas yang lebih baik dan secara tehnik lebih cepat.
Meskipun USG tradisional dapat menunjukkan massa adneksa, Doppler dapat
menunjukkan bahwa massa tersebut adalah massa ektopik dengan menunjukkan adanya
aktivitas vaskular abnormal pada massa tersebut dan juga gambaran vaskular uterin yang
tenang. Perbedaan USG Doppler dan USG standar ini sangat berarti pada awal kehamilan,
dan hal ini dapat mengarah kepada pengobatan medisinalis seawal mungkin.13

4. Kombinasi USG dengan pengukuran serum ß-hCG13,14


Bila pada USG transvaginal ditemukan uterus yang kosong, dan kadar ß-hCG serum
1500 mIU/ml atau lebih, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat dipastikan dengan
tingkat akurasi hampir 100 %. Kadar dkk (1981) mengemukakan empat kemungkinan
klinik berdasarkan nilai kuantitatif ß-hCG:
- Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kantong kehamilan terlihat di
dalam uterus lewat pemeriksaan USG abdomen, maka diagnosis kehamilan
normal pada dasarnya bisa dipastikan.
- Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kavum uteri tampak kosong,
maka kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat besar. Keadaan ini
jarang dijumpai dalam praktek klinik sebenarnya.
- Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan cincin kehamilan intrauteri
jelas terlihat, maka abortus spontan mungkin tengah terjadi atau segera akan
terjadi. Kehamilan ektopik masih menjadi suatu kemungkinan karena derajat
ultrasonik yang ada. Diagnosis keliru mengenai kantong kehamilan dalam
uterus dapat saja dibuat kalau ada bekuan darah atau silinder desidua.
- Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan terlihat uterus yang
kosong, tidak ada diagnosis pasti yang dapat ditegakkan. Kegagalan untuk
melihat kantong kehamilan di dalam uterus sering terjadi pada pemeriksaan USG
abdomen yang dikerjakan sebelum usia kehamilan 5 minggu. Sayangnya usia
kehamilan yang tepat acapkali tidak diketahui pada wanita dengan suspek
kehamilan ektopik. Pada kasus-kasus ini, wanita tersebut dapat mengalami
abortus atau bisa mempertahankan kehamilannya dan kemudian terbentuk
kantong kehamilan, atau dapat pula memperlihatkan bukti yang menunjukkan
adanya kehamilan ektopik.
5. Laparoskopi
Laparoskopi merupakan cara pemeriksaan untuk diagnosis kehamilan ektopik pada
umumnya. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum douglas dan
ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mempersulit visualisasi alat
kandungan, tetapi hal ini menjadi indikasi dilakukannya laparotomi.12
6. Dilatasi kuretase
Saat serum kadar hCG lebih dari 1500 mIU/ml, usia gestasi lebih dari 38 hari, atau
serum kadar progesterone kurang dari 5 mg/ml dan tidak ada kantong gestasi interauterin
yang terlihat dengan transvaginal USG, kuretase kavum endometrial dengan pemeriksaan
histologi pada jaringan yang dikerok, dengan potong beku bila mau, dapat dikerjakan untuk
menentukan apakah ada jaringan gestasi. Spandorfer dkk. melaporkan bahwa potong beku
93 % akurat dalam mengenali villi koriales. Jika tidak ada jaringan villi koriales yang
terlihat pada jaringan yang diangkat, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat dibuat dan
dilakukan tindakan.12
VII. Penatalaksanaan
Banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik, yaitu terapi bedah
dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya bisa dilakukan pada pasien yang
tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti adanya rupture atau ketidakstabilan
hemodinamik.12,13
Terapi bedah:
Tindakan bedah dapat radikal (salpingektomi) atau konservatif (biasanya
salpingotomi) dan tindakan itu dilakukan dengan laparaskopi atau laparatomi. Laparatomi
merupakan teknik yang lebih dipilih bila pasien secara hemodinamik tidak stabil, operator yang
tidak terlatih dengan laparaskopi, fasilitas dan persediaan untuk melakukan laparaskopi kurang,
atau ada hambatan teknik untuk melakukan laparaskopi. Pada banyak kasus, pasien-pasien ini
membutuhkan salpingektomi karena kerusakan tuba yang banyak, hanya beberapa kasus saja
salpingotomi dapat dilakukan. Salpingotomi laparaskopik diindikasikan pada pasien hamil
ektopik yang belum rupture dan besarnya tidak lebih dari 5 cm pada diameter transversa yang
terlihat komplit melalui laparaskop. 13

Gambar 2.8 Teknik Salpingotomi Insisi 1 – 2 cm di buat di bagian antimesenterik tuba


menggunakan jarum electrode.12

Linier salpingektomi pada laparaskopi atau laparatomi dikerjakan pada pasien hamil
ektopik yang belum rupture dengan menginsisi permukaan antimesenterik dari tuba dengan
kauter kecil, gunting, atau laser. Kemudian diinjeksikan pitressin dilute untuk memperbaiki
hemostasis. Gestasi ektopik dikeluarkan secara perlahan melalui insisi dan tempat yang
berdarah di kauter. Pengkauteran yang banyak didalam lumen tuba dapat mengakibatkan
terjadinya sumbatan, dan untuk itu dihindari. Penyembuhan secara sekunder atau dengan
menggunakan benang menghasilkan hasil yang sama. Tindakan ini baik untuk pasien dengan
tempat implantasi di ampulla tuba. Kehamilan ektopik ini mempunyai kemungkinan invasi
trofoblastik kedalam muskularis tuba yang lebih kecil dibandingkan dengan implantasi pada
isthmus. 12,13
Gambar 2.9 Teknik Salpingektomi. Pedicel di potong dan diligasi dengan ligasi sutura. 13

Pasien dengan implantasi pada isthmus akan mendapatkan hasil yang lebih baik dari
reseksi segmental dan anastomosis lanjut. Bagaimanapun juga, jika diagnosis ditegakkan lebih
awal, maka pada tempat isthmus dapat dilakukan salpingotomi. Pada kehamilan ektopik yang
berlokasi pada ujung fimbriae, dapat dilakukan gerakan seperti memeras (milking) untuk
mengeluarkan jaringan trofoblastik melalui fimbriae.12
Secara umum, perawatan pada laparaskopi lebih cepat dan lebih sedikit waktu yang
hilang dalam penanganannya dibandingkan laparatomi. Parsial atau total salpingektomi
laparaskopik mungkin dilakukan pada pasien dengan riwayat penyakit tuba yang masih ada
dan diketahui mempunyai faktor resiko untuk kehamilan ektopik. Komplikasi bedah yang
paling sering adalah kehamilan ektopik berulang (5-20 %) dan pengangkatan jaringan
trofoblastik yang tidak komplit. Disarankan pemberian dosis tunggal methotrexate post operasi
sebagai profilaksis para pasien resiko tinggi.12

Terapi Obat:
Diagnosis dini yang dapat ditegakkan membuat pilihan pengobatan dengan obat-obatan
memungkinkan. Keuntungannya adalah dapat menghindari tindakan bedah beserta segala
resiko yang mengikutinya, mempertahankan potensi dan fungsi tuba, dan biaya yang lebih
murah. Zat-zat kimia yang telah diteliti termasuk glukosa hiperosmolar, urea, zat sitotoksik
(misal: methotrexate dan actinomycin), prostaglandin, dan mifeproston (RU486). Disini akan
dibahas lebih jauh mengenai pemakaian methotrexate sebagai pilihan untuk terapi obat.12,13

METHOTREXATE
Penggunaan methotrexate pertama kali direkomendasikan oleh Tanaka dkk. untuk
kehamilan pada intersisial. Kemudian diikuti oleh Miyazaki (1983) dan Ory dkk. yang
menggunakannya sebagai terapi garis pertama pada kehamilan ektopik. Sejak itu banyak
dilaporkan pemakaian methotrexate pada berbagai jenis kehamilan ektopik yang berhasil.
Dengan semakin banyaknya keberhasilan memakai obat, maka mulai diperbandingkan
pemakaian methotrexate dengan terapi utama salpingostomi.12
Perdarahan intra-abdominal aktif merupakan kontraindikasi bagi pemakaian
methotrexate. Ukuran dari massa ektopik juga penting, oleh Pisarska dkk. (1997)
direkomendasikan bahwa methotrexate tidak digunakan pada massa kehamilan jika ukuran
lebih dari 4 cm. Keberhasilannya baik bila usia gestasi kurang dari 6 minggu, massa tuba
kurang dari 3,5 cm diameter, janin sudah mati, dan β-hCG kurang dari 15.000 mIU. Menurut
American College of Obstetricians and Gynaecologist (1998), kontraindikasi lainnya termasuk
menyusui, imunodefisiensi, alkoholisme, penyakit hati atau ginjal, penyakit paru aktif, dan
ulkus peptik.13
Methotrexate merupakan suatu obat anti neoplastik yang bekerja sebagai antagonis
asam folat dan poten apoptosis induser pada jaringan trofoblas. Pasien yang akan diberikan
methotrexate harus dalam keadaan hemodinamika yang stabil dengan hasil laboratorium darah
yang normal dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati. Methotrexate diberikan dalam dosis
tunggal (50 mg/m2 IM) atau dengan menggunakan dosis variasi 1 mg/kgBB IM pada hari ke
1,3,5,7 ditambah Leukoverin 0,1 mg/kgBB IM pada hari ke 2,4,6,8. Setelah pemakaian
methotrexate yang berhasil, β-hCG biasanya menghilang dari plasma dalam rata-rata antara 14
dan 21 hari. Kegagalan terapi bila tidak ada penurunan β-hCG, kemungkinan ada massa ektopik
persisten atau ada perdarahan intraperitoneal.12,13

VIII. Diagnosis Banding


Diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu ialah infeksi pelvis, abortus iminens,
kista folikel, korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tungkai serta apendisitis.
Penyakit – penyakit ini memberikan gambaran yang sama dengan KET. Perbdaan dari masing
– masing penyakit tersebut yaitu :13
1. Infeksi Pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah
amenore. Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan tahanan yang dapat diraba
pada pemeriksaan vagina, yang pada umunya bilateral. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan perbedaan suhu rektal dan aksila melebihi 0,5C sedangkan pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang lebih tinggi daripada KET
serta tes kehamilan negatif
2. Abortus iminens atau insipiens
Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih banyak dan
lebih merah sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul berlokasi di daerah median.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak dapat diraba tahanan di samping atau di
belakang uterus serta gerakan serviks uteri tidak menimbulkan nyeri.
3. Ruptur Korpus Luteum
Terjadi pada pertengahan siklus haid dan biasanya tanpa disertai perdarahan
pervaginam, serta tes kehamilan (-)
4. Torsi kista ovarium dan apendisitis
Umumnya tidak ada gejala dan tanda kehamilan muda, amenore dan perdarahan
pervaginam. Torsi ista ovarium biasanya lebih besar dan lebih bulat daripada
kehamilan ektopik. Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan
serviks kurang nyata, serta lokasi nyeri perut pada titik McBurney.

IX. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu antara lain
berupa syok yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus. Komplikasi yang lain berupa
jaringan trofoblastik persisten dan kehamilan ektopik persisten . Namun kedua hal tersebut
biasanya terjadi pada kehamilan ektopik yang belum pecah dan menjalani terapi bedah
konservatif (salpingostomi), sehingga diperlukan pemantauan yang ketat pasca terapi.7,12

Risiko kehamilan ektopik persisten dengan pembedahan konservatif melalui


laparotomi sebesar 5 %. Laparoskopi salpingostomi dihubungkan dengan tingginya angka
jaringan tropoblas persisten; kira-kira 15 % pasien memerlukan pengobatan lanjutan. Risiko
jaringan trofoblastik persisten sangat bermakna dengan hematosalping berdiameter lebih besar
dari 6 cm, titer HCG lebih besar dari 20.000 IU/L dan hemoperitonium lebih dari 2000
ml. Meskipun reoperasi merupakan pengobatan pilihan, tetapi methotrexate lebih disukai.
Pengobatan profilaksis dapat diberikan dengan memberikan dosis multipel methotrexate (1
mg/kg) atau dosis tunggal methotrexate (15 mg/m2) dapat diberikan setelah diagnosis
ditegakkan.7,12

X. Prognosis
Kematian ibu karena kehamilan ektopik terganggu cenderung menurun dengan
diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Namun bila pertolongan terlambat, maka
angka kematian akan meningkat. Sedangkan janin pada kehamilan ektopik biasanya akan mati
dan tidak dapat dipertahankan karena tidak berada pada tempat dimana ia seharusnya tumbuh.13
Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik bersifat bilateral.
Sebagian wanita dapat menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik atau dapat
mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang
berulang dilaporkan antara 0-14,6 %. Dengan kemajuan terapi yang ada sekarang,
kemungkinan ibu untuk dapat hamil kembali besar, namun ini harus didukung kemampuan
untuk menegakkan diagnosis dini sehingga dapat diintervensi secepatnya.7
Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk mengandung dan melahirkan anak
sebesar 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah 2 kali mengalami kehamilan ektopik, risiko
kehamilan ektopik berikutnya meningkat menjadi 10 kali lipat, dan harus dipertimbangkan
dalam memberikan IVF.7

Anda mungkin juga menyukai