Pembimbing :
Disusun oleh:
KABUPATEN SERANG
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita dan timbul bila
ovum yang telah dibuahi berimplantasi pada jaringan selain endometrium. Kehamilan ektopik
bertanggung jawab terhadap hampir 9% kematian maternal di USA pada trisemester
kehamilan. Kejadian kehamilan ektopik terjadi pada wanita berusia 20-40 tahun dengan umur
rata – rata 30 tahun. Hal yang perlu diingat ialah, bahwa pada setiap wanita dalam masa
reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut yang
hebat bagian bawah, perlu dipikirkan kehamilan ektopik tertanggu.
Kehamilan ektopik pertama kali diungkapkan pada abad ke-11, dan sampai
pertengahan abad ke-18, biasanya berakibat fatal. John Bard melaporkan satu intervensi bedah
yang berlangsung sukses untuk mengobati sebuah kehamilan ektopik di New York pada tahun
1759. Angka keselamatan pada awal abad ke-19 sangat kecil, satu laporan mengatakan hanya
5 dari 30 yang dapat selamat dari operasi abdominal.
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Usia : 35 tahun
Agama : Islam
Suku : Sunda
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Lemas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan lemas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
Pasien juga mengaku mengalami penurunan nafsu makan, muntah dan mual. Pasien
mengeluh nyeri hebat pada seluruh lapang perut sejak 2 hari sebelum masuk rumah
sakit. Skala nyeri VAS 7 – 8. Pasien mengaku keluar bercak darah dari kemaluan.
Pasien mengaku sudah tidak haid selama 2 bulan. Menurut pasien, HPHT pasien
sekitar tanggal 15 – 20 Desember 2017. Namun pasien belum mengetahui jika
dirinya hamil dan belum pernah cek kehamilan. Riwayat mules – mules seperti mau
melahirkan juga disangkal. Demam disangkal. Riwayat keputihan dan keluar
gumpalan seperti daging dari kemaluan juga disangkal. BAK dan BAB dalam batas
normal. Menurut pasien, ini merupakan kehamilam kedua. Pasien pernah
melahirkan seorang anak, namun anak pertamanya meninggal saat usia 3 bulan
karena sesak nafas.
Pasien kemudian dibawa ke Puskesmas Nyomplok dan pasien mendapatkan
terapi cefadroxil, ranitidn dan parasetamol. Setelah dari Puskesmas, pasien sempat
pingsan di rumah selama 15 menit, kemudian langsung dibawa oleh keluarga ke
Klinik Enggal Sehat. Pasien sempat mendapatkan terapi cairan IVFD RL 1000 cc
dan inj ondansentron 8 mg IV, kemudian dirujuk ke RSDP.
Abdomen
Anogenital
HEMATOLOGI
Hemoglobin 4,30 12 – 15,3
Leukosit 16.000 4400 – 11.300
Hematokrit 13,10 35 - 47
Trombosit 241.000 140.000 – 440.000
KIMIA DARAH
Natrium 130,60 135 – 148
Kalium 4,16 3,3 – 5,3
Klorida 100 96 – 111
URINALISA
Makroskopis
Warna Kuning Kuning
Kekeruhan Jenrih Jernih
Berat Jenis 1,030 1,-15 – 1,035
pH 6,0 4,50 – 8,00
Albumin Negatif Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Positif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Darah samar Positif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Urobilinogen Normal Negatif
Sedimen
Leukosit 1 – 3/lpb 1,00 – 4,00
Eritrosit 0 – 3/lpb 0–1
Epitel Positif +
Silinder Negatif Negatif
Jenis - Tidak ditemukan
Kristal Negatif Negatif
Jenis - Tidak ditemukan
Bakteri Negatif Negatif
Jamur Negatif Negatif
Tes kehamilan Positif
HEMATOLOGI
Hemoglobin 3,00 12 – 15,3
Leukosit 11.300 4400 – 11.300
Hematokrit 8,30 35 - 47
Trombosit 132.000 140.000 – 440.000
MCV 84 80 – 96
MCH 30,60 28 – 33
MCHC 36,30 31 – 36
HbSAg negatif negatif
HEMATOLOGI
Hemoglobin 5,00 12 – 15,3
Leukosit 10.800 4400 – 11.300
Hematokrit 15,60 35 - 47
Trombosit 87.000 140.000 – 440.000
KIMIA DARAH
Natrium 137,80 135 – 148
Kalium 3,20 3,3 – 5,3
Klorida 113 96 – 111
Alb 2,1 4 – 5,5
Ureum 30 6 – 46
Kreatinin 0,7 0,57 – 1,26
GDS 142 70 – 120
Hasil USG
V. Resume
Pasien datang dengan keluhan lemas sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien
juga mengaku mengalami penurunan nafsu makan, muntah dan mual. Pasien mengeluh
nyeri hebat pada seluruh lapang perut sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Skala
nyeri VAS 7 – 8. Keluar darah dari kemaluan +. Pasien mengaku sudah tidak haid
selama 2 bulan. Menurut pasien, HPHT pasien sekitar tanggal 15 – 20 Desember 2017.
Namun pasien belum mengetahui jika dirinya hamil dan belum pernah cek kehamilan..
ini merupakan kehamilam kedua. Pasien pernah melahirkan seorang anak, namun anak
pertamanya meninggal saat usia 3 bulan karena sesak nafas. Pasien kemudian dibawa
ke Puskesmas Nyomplok dan pasien mendapatkan terapi cefadroxil, ranitidin dan
parasetamol. Setelah dari Puskesmas, pasien sempat pingsan di rumah selama 15 menit,
kemudian langsung dibawa oleh keluarga ke Klinik Enggal Sehat. Pasien sempat
mendapatkan terapi cairan IVFD RL 1000 cc dan inj ondansentron 8 mg IV, kemudian
dirujuk ke RSDP. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit
berat, kesadaran compos mentis, TD 90/60, nadi 102x/menit, nafas 33 x/menit, suhu
36,8C. Konjungtiva tampak anemis. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan nyeri
tekan pada seluruh lapang perut,shifting dullnes +, akral dingin, dan CRT > 2 detik.
Status generalis lain dalam batas normal. Status ginekologi didapatkan adanya
perdarahan pada jalan lahir, pada VT didapatkan nyeri goyang portio. Tes kehamilan
positif. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan kesan anemia. Pada USG
ditemukan cairan bebas di dalam cavum abdomen.
VII. Diagnosis
G2P1+1A0 hamil 7 minggu 5 hari dengan KET
Anemia gravis
Syok hipovolemia
VIII. Penatalaksanaan
- IVFD NaCl 0.9% 2000 cc
- O2 NRBM 10 lpm
- Pasang DC
- Inj omeprazol 2 x 40 mg
- Inj ceftriaxone 2 x 1 gr
- Pro laparotomi cito
- Persiapan transfusi darah WB 1 kolf
IX. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Laporan Operasi
Diagnosis Pre op : KET pada G2P1+1A0 hamil 7 minggu 5 hari
Diagnosis Post op : P1+1A0 post salpingektomi ai ruptur isthmus tuba uterina sinistra
Tanggal : 14 Januari 2018
- Posisi pasien terlentang
- Jenis anestesi spinal
- Dilakukan asepsis dna antisepsis pada lapanagn operasi dan regio abdomen
- Lapangan operasi dipersempit dnegan doek sterile
- Dilakukan insisi pfannestiel et regio suprapubik kurang lebih 10 cm
- Durante operasi ditemukan :
Memperdalam insisi hingga cavum abdomen terlihat
Tampak perdarahan intrabdomen
Melalukan eksplorasi abdomen, terdapat ruptur pada isthmus pars tuba uterina
sinistra
Melakukan salpingektomi pada isthmus pars tuba uterina
Kontrol perdarahan dengan mengklem daerah perdarahan
Melakukan penjahitan luka pada isthmus pars tuba uterina sinistra, dinding
abdomen lapis demi lapis, peritoneum dan otot subkutis dijahit dengan chromix
nomor 2/0 cutis dengan subkutikular
Luka ditututp dengan kasa steril, kasa betadine dan hypafix
Operasi selesai
Perkiraan perdarahan sebanyak 700cc
Dilakukan irigasi luka dengan NaCl
Instruksi post op
• Post op ICU
• Observasi T N S P , perdarahan tiap 15 menit( 1 jam pertama) dan tiap 30 menit (1 jam
kedua)
• Mobilisasi bertahap
• transfusi sampai dengan Hb > 10 g/dl
• Medikamentosa :
– Ceftriakson 2 x 1 gr iv pasca operasi
– Ketorolac 3 x 30 mg iv
– Furamin 3 x 1 amp iv
• GV hari ke 3
X. Follow up
Hari S Nyeri perut pada luka por op +, flatus +, BAB -, - IVFD RL 20 tpm
ke-1 BAK +, minum +, makan -
O KU: tampak sakit sedang Kesadaran: compos - Ceftriakson 2 x 1
mentis gr iv pasca operasi
TD: 110/60 mmHg Suhu: 36,60 C - Ketorolac 3 x 30
Nadi: 70x/menit Napas: 20x/menit mg iv
- Furamin 3 x 1 amp
Mata: konjunctiva tidak anemis, sklera tidak ikterik iv
- Observasi TNSP,
St. Ginekologi : perdarahan,
Abd : distensi -, BU +, nyeri tekan luka operasi +, keluhan
rembesan -, darah - - KIE
St. Ginekologi :
Abd : distensi -, BU +, nyeri tekan luka operasi +,
rembesan -, darah -
I. Definisi
Kehamilan ektopik terjadi bila ovum yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh
diluar endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan
kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis servikalis
masih termasuk dalam uterus, tetapi jelas bersifat ektopik.1
Berdasarkan tempat implantasinya, kehamilan ektopik dapat dibagi dalam
beberapa golongan, yaitu: 1
1. Kehamilan Tuba, meliputi > 95% yang terdiri atas : pars ampularis (55 %), pars isthmus
(25 %), pars fimbrae (17%), dan pars interstisial (2 %).
2. Kehamilan ektopik lain (< 5 %) antara lain terjadi di serviks uterus, ovarium, atau
abdominal.
3. Kehamilan intraligementer, jumlahnya sangat sedikit.
4. Kehamilan heterotopik, merupakan kehamilan ganda di mana satu janin berada di
kavum uteri sedangkan yang lain merupakan kehamilan ektopik. Kejadian sekitar saru
per 15.000 – 40.000 kehamilan.
5. Kehamilan ektopik bilateral, sangat jarang terjadi.
Berdasarkan penggolongan diatas, maka kehamilan ektopik paling sering terjadi di
Tuba (97%), yang mana 55% muncul di pars ampullaris, 25% di isthmus, dan 17 % di fimbriae.
Sisa 3 % berlokasi di uterus, ovarium, abdominal, dan intraligamenter, dimana sekitar 2-2,5%
muncul di kornu uterus.1
Gambar 2.2 Jumlah kematian akibat kehamilan ektopik pada wanita kulit hitam dan kulit
putih di Ameriksa Serikat tahun 1970-19891
Di RSCM Jakarta, pada tahun 1987 terdapat 153 kasus kehamilan ektopik diantara
4007 persalinan atau 1 dianatra 26 persalinan. Di RS Hasan Sadikin Bandung periode tahun
2011 didapatkan 103 kasus dengan lokasi tersering pada tuba yaitu 82 kasus. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan bagian KSM Obstetri dan Ginekologi FK Maranatha di RS
Immanuel Bandung pada periode 1 Januari 2003 sampai Desember 2004 didapatkan total 47
kasus kehamilan ektopik terganggu dnegan kejadian tersering pada umur 30 – 34 tahun
sebanyak 30 kasus (40,4%). Umur kehamilan saat terjadi KET sekitar 5 – 9 minggu sebanyak
26 kasus (55,3%), lokasi tersering terjadi pada ampula sebnayak 39 kasus (83%) dan dengan
riwayat penggunaan kontrasepsi suntik progesteron sebanyak 20 kasus.5
III. Etiologi
Sebagian besar penyebab tidak diketahui. Tiap kehamilan diawali dengan pembuahan
telur di bagian ampulla tuba, dan dalam perjalanan ke uterus telur mengalami hambatan
sehingga pada saat nidasi masih di tuba, atau nidasinya di tuba dipermudah.6
Kehamilan ovarium dapat terjadi apabila spermatozoa memasuki folikel de Graaf yang
baru pecah dan membuahi sel telur yang masih tinggal dalam folikel, atau apabila sel telur yang
dibuahi bernidasi di daerah endometriosis di ovarium. Kehamilan intraligamenter biasanya
terjadi sekunder dari kehamilan tuba atau kehamilan ovarial yang mengalami rupture dan
mudigah masuk di antara 2 lapisan ligamentum latum. Kehamilan servikal berkaitan dengan
faktor multiparitas yang beriwayat pernah mengalami abortus atau operasi pada rahim
termasuk seksio sesarea. Sedangkan kehamilan abdominal biasanya terjadi sekunder dari
kehamilan tuba, walau ada yang primer terjadi di rongga abdomen.8
Secara ringkas dapat dipisahkan faktor-faktor pada tuba yang dapat mendukung
terjadinya kehamilan ektopik: 7,8
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan
halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada yang
pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur
selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan
diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah
tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang
menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba
tidak sempurna malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan mudah villi korialis menembus
endosalping dan masuk dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh
darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat
implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi
trofoblas.1,9,10
Dibawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum gravidatis dan
trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, dan endometrium dapat pula berubah menjadi
desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada endometrium yang disebut
fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler,
dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang atau berbusa, dan kadang-
kadang ditemukan mitosis. Perubahan ini hanya terjadi pada sebagian kehamilan ektopik.9,10
Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada kehamilan ektopik dalam
tuba. Karena tuba bukan merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak
mungkin janin dapat tumbuh secara utuh seperti di uterus. Sebagian besar kehamilan tuba
terganggu pada umur kehamilan antara 6 minggu sampai 10 minggu. Kemungkinan itu antara
lain :1,9
Fertilisasi dapat terjadi semua bagian tuba fallopi, sekitar 95-96% terjadi di
ampulla, 25% di ismus, dan 17% di fimbrae. Lapisan submukosa dari tuba fallopi yang
tipis dapat membuat ovum yang telah dibuahi dapat menembus ke lapisan epitel,
bahkan zigot akan sampai terimplantasi sampai lapisan muskuler. Kemudian trofoblas
akan berprolifreasi dengan cepat dan menginvasi daerah sekitarnya. Pembuluh darah
maternal menjadi ruptur dan menyebabkan perdarahan di ruang antara trofoblas, atau
antara trofoblas dengan jaringan di bawahnya. Pada dinding tuba fallopi yang
merupakan tempat implantasi zigot mempunyai ketahanan yang rendah terhadap invasi
trofoblas. Embrio pada kehamilan ektopik sering kali tidak berkembang.9,11
- Ruptur tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada
kehamilan muda, Sebaliknya rupture pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan
yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan rupture ialah penembusan villi
koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur dapat terjadi
secara spontan, atau klarena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal.
Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut dengan jumlah sedikit sampai
banyak, yang dapat menimbulkan syok sampai kematian. Bila pseudokapsularis ikut
pecah maka terjadi pula perdarahan dalam lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam
rongga perut melalui ostium tuba abdominale.10
Ruptur sekunder dapat terjadi bila terjadi abortus dalam tuba dan ostium tuba
tertutup. Dalam hal ini dinding tuba yang sudah menipis karena invasi dari trofoblas,
akan pecah karena tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang ruptur terjadi pada daerah
ligamentum latum dan terbentuk hematoma intraligamenter. Jika janin hidup terus,
terdapat kehamilan intraligamenter. Pada ruptur ke rongga perut, seluruh janin dapat
keluar dari tuba, tetapi bila robekan kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi
dikeluarkan dari tuba. Bila pasien tidak meninggal karena perdarahan, nasib janin
bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati dan
masih kecil, dapat diresorbsi kembali, namun bila besar, kelak dapat diubah menjadi
litopedion. Bila janin yang dikeluarkan tidak mati dengan masih diselubungi oleh
kantong amnion dan dengan plasenta yang utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam
rongga abdomen sehingga terjadi kehamilan abdominal sekunder. 1,9,1
Gambar 2.4 Patofisiologi Kehamilan Ektopik dan terjadinya Ruptur Tuba9
V. Gambaran Klinik
Gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu dimulai dari perdarahan banyak yang
tiba-tiba dalam rongga perut sampai terdapatnya gejala-gejala klinik klasik, tergantung pada
lamanya kehamilan, abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat perdarahan yang
terjadi, dan keadaan umum penderita sebelum hamil. 9
Gambaran klinik klasik untuk kehamilan ektopik adalah trias nyeri abdomen, amenore,
dan perdarahan pervaginam. Gambaran tersebut menjadi sangat penting dalam memikirkan
diagnosis pada pasien yang datang dengan kehamilan di trimester pertama. Namun sayangnya,
hanya 20% pasien dengan kehamilan ektopik ini yang menampilkan gejala-gejala tersebut
secara khas. Pasien yang lain mungkin muncul gejala-gejala yang umumnya terjadi pada masa
kehamilan awal termasuk mual, lelah, nyeri abdomen ringan, nyeri bahu, dan riwayat
disparenoe baru-baru ini. Sedangkan gejala dan tanda kehamilan ektopik terganggu, seperti
tersebut diatas, dapat berbeda-beda, dari yang khas sampai tidak khas sehingga sukar untuk
mendiagnosisnya.9,12
Nyeri merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu. Sekitar 75%
pasien yang datang mengeluh nyeri terutama di daerah abdomen. Pada ruptur tuba nyeri perut
bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya disertai dengan perdarahan yang
menyebabkan penderita pingsan dan jatuh ke dalam syok. Rasa nyeri berawal pada satu sisi,
setelah darah masuk ke dalam rongga perut rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke
seluruh perut bawah.. Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga
menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina menyebabkan nyeri
defekasi.1,12
Amenorea merupakan juga tanda yang penting pada kehamilan ektopik. Lamanya
amenorea tergantung pada kehidupan janin. Sebagian penderita tidak mengalami amenorea
karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. Frekuensi amenorea dikemukakan dari
23 – 97%.9
Pada kehamilan ektopik terganggu ditemukan pada pemeriksaan vaginal bahwa usaha
menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri , yang disebut dengan nyeri goyang (+)
atau slinger pijn (bahasa belanda). Demikian pula kavum Douglasi menonjol dan nyeri pada
perabaan oleh karena terisi darah. Pada abortus tuba biasanya teraba dengan jelas suatu tumor
di samping uterus dalam berbagai ukuran dengan konsistensi agak lunak. Hematokel
retrouterina dapat diraba sebagai tumor di kavum Douglasi. Pada ruptur tuba dengan
perdarahan banyak tekanan darah dapat menurun dan nadi meningkat, bila perdarahan banyak
dapat terjadi syok.9
Pada pemeriksaan bimanual, teraba massa pelvik dengan ukuran 5 sampai 15 cm, yang
mana teraba pada sekitar 20% wanita hamil. Massa tersebut terdapat pada posterior atau lateral
dari uterus dan biasanya lembek dan elastis. Tetapi dengan adanya infiltrasi darah ke dinding
tuba, massa tersebut dapat menjadi keras.9
Adanya tanda-tanda peritoneal, nyeri gerakan serviks, dan nyeri lateral atau bilateral
abdomen atau nyeri pelvik meningkatkan kecurigaan akan kehamilan ektopik dan merupakan
temuan yang bermakna.9
VI. Diagnosis
Kesukaran membuat diagnosis yang pasti pada kehamilan ektopik yang belum
terganggu sangat besar, sehingga pasien harus mengalami rupture atau abortus dahulu sehingga
menimbulkan gejala.12
Anamnesis. Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan terlambat haid untuk beberapa
waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Terdapat nyeri perut
bagian bawah, nyeri bahu, dan kadang-kadang tenesmus. Perdarahan pervaginam dapat terjadi,
dan biasanya terjadi setelah muncul keluhan nyeri perut bagian bawah, berapa jumlah
perdarahannya, warna dari darahnya, apakah mengalir seperti air atau hanya seperti tetesan
saja, dan apakah keluar gumpalan-gumpalan. Ditanyakan juga riwayat kehamilan sebelumnya,
bila sudah pernah hamil, riwayat menstruasinya.12
Pemeriksaan umum. Pada pemeriksaan umum, penderita dapat tampak pucat dan kesakitan.
Pada perdarahan dalam rongga perut aktif dapat ditemukan tanda-tanda syok dan pasien
merasakan nyeri perut yang mendadak yang mana mirip dengan keluhan pada penderita
appendisitis akut. Pada jenis yang tidak mendadak, mungkin hanya terlihat perut bagian bawah
yang sedikit menggembung dan nyeri tekan.12
Pemeriksaan laboratorium.
- Leukosit
Perdarahan juga menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan pada perdarahan
sedikit demi sedikit, leukosit normal atau sedikit meningkat. Ini berguna
dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada
tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Untuk membedakan kehamilan
ektopik dan infeksi pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit, jika > 20.000
biasanya menunjukkan adanya infeksi pelvic.
Diluar dari kemajuan teknologi sekarang ini, kehamilan ektopik sering salah
terdiagnosis pada saat kunjungan pertama pasien tentang keluhannya. Diagnosis awal
diperlukan untuk perawatan yang maksimal terhadap ketahanan tuba dan mencegah potensi
terjadinya perdarahan intraperitoneal. Atrash dkk. Menemukan bahwa perdarahan menjadi
penyebab terbesar (88%) kematian pada kasus kehamilan ektopik. Pada saat ini, yang
merupakan batu acuan untuk mendiagnosis kehamilan ektopik adalah Transvaginal
Ultrasonography dan pemeriksaan kadar hCG serial. Transvaginal Ultrasonography sekarang
ini telah menggantikan posisi Laparaskopi karena lebih menguntungkan.12,13
1. Tes kehamilan
Yang dimaksud dengan tes kehamilan dalam hal ini ialah reaksi imunologik untuk
mengetahui ada atau tidaknya hormon human chorionic gonadotropin (hCG) dalam air
kemih, dimana juga dapat membantu menentukan potensi pasien mengalami kehamilan
ektopik.12
Jaringan trofoblas kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar yang lebih
rendah daripada kehamilan intrauterin normal dan dapat dideteksi dalam serum pada kira-
kira 1 minggu sebelum haid berikutnya, sehingga dibutuhkan tes yang mempunyai tingkat
sensitifitas yang tinggi. Jika tes hCG mempunyai nilai sensitifitas 25 iu/l, maka 90-100%
kehamilan ektopik akan memberi hasil positif. Faktor sensitifitas dipengaruhi oleh berat
jenis air kemih yang diperiksa. Yang lebih penting ialah bahwa tes kehamilan tidak dapat
membedakan kehamilan intrauterin dengan kehamilan ektopik. 12
2. Kuldosentesis
Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum
douglas ada darah atau cairan lain. Cara ini tidak digunakan pada kehamilan ektopik belum
terganggu.12,13
Teknik
a. Positif, apabila dikeluarkan darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak
membeku, atau yang berupa bekuan kecil-kecil. Darah ini menunjukkan adanya
hematokel retrouterina.
b. Negatif, apabila darah yang diisap bersifat:
- Cairan jernih, yang mungkin berasal dari cairan peritoneum normal atau kista ovarium
yang pecah;
- Nanah, yang mungkin berasal dari penyakit radang pelvis atau radang apendiks yang
pecah;
- Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku, darah ini
berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.
c. Nondiagnostik, apabila pada pengisapan tidak berhasil dikeluarkan darah atau cairan
lain.
Hasil positif palsu dijumpai pada 5-10% kasus yang disebabkan oleh karena korpus
luteum yang rupture, abortus inkomplit, menstruasi retrograd, atau endometriosis. Hasil
negative palsu dijumpai pada 11-14% kasus, oleh karena banyaknya darah dalam
kavum Douglas sangat sedikit.12,13
3. Ultrasonografi
Aspek yang terpenting dalam penggunaan ultrasonografi pada penderita yang diduga
mengalami kehamilan ektopik ialah evaluasi uterus. Atas dasar pertimbangan bahwa
kemungkinan kehamilan ektopik yang terjadi bersama-sama kehamilan intrauterin adalah
1:30000 kasus, maka dalam dalam segi praktis dapat dikatakan bahwa apabila dalam
pemeriksaan ultrasonografik ditemukan kantung gestasi intrauterin, kemungkinan
kehamilan ektopik dapat disingkirkan.
USG yang digunakan meliputi USG transabdominal dan USG transvaginal. Diagnosis
dari kehamilan ektopik dapat dibuat 1 minggu lebih cepat dengan USG transvaginal
dibandingkan dengan USG transabdominal. Pada USG transabdominal biasanya
ditemukan kavum uteri yang tidak berisi kantong gestasi, gambaran cairan bebas serta
massa abnormal di daerah pelvis. Sedangkan pada USG transvaginal digunakan setelah satu
minggu telat haid yang dikombinasi dengan pemeriksaan kadar ß-hCG serum. Sebuah
kantung gestasi merupakan tanda pada USG, yang berlokasi pada permukaan endometrial
dan tampak dengan USG transvaginal 30-35 hari setelah menstruasi terakhir. Terlihat
daerah sonolusen di tengah yang dikelilingi dengan lapisan ekogenik tebal, yang dibentuk
oleh reaksi desidual di sekeliling kantong korionik. Yolk sac sebagai struktur yang
pertama kali terlihat dalam kantong gestasi, tampak pada 5 minggu setelah menstruasi
terakhir. Gerakan jantung janin pertama kali terlihat saat umur kehamilan 5-6 minggu.
Kegagalan untuk dapat melihat kantong gestasi sampai 24 hari atau lebih setelah konsepsi
(38 hari atau lebih) biasanya menunjukkan adanya kehamilan ektopik.7,14
USG transvaginal dapat membedakan kehamilan dalam uterus atau di luar antara lain
6. Dilatasi kuretase
Saat serum kadar hCG lebih dari 1500 mIU/ml, usia gestasi lebih dari 38 hari, atau
serum kadar progesterone kurang dari 5 mg/ml dan tidak ada kantong gestasi interauterin
yang terlihat dengan transvaginal USG, kuretase kavum endometrial dengan pemeriksaan
histologi pada jaringan yang dikerok, dengan potong beku bila mau, dapat dikerjakan untuk
menentukan apakah ada jaringan gestasi. Spandorfer dkk. melaporkan bahwa potong beku
93 % akurat dalam mengenali villi koriales. Jika tidak ada jaringan villi koriales yang
terlihat pada jaringan yang diangkat, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat dibuat dan
dilakukan tindakan.12
VII. Penatalaksanaan
Banyak opsi yang dapat dipilih dalam menangani kehamilan ektopik, yaitu terapi bedah
dan terapi obat. Ada juga pilihan tanpa terapi, namun hanya bisa dilakukan pada pasien yang
tidak menunjukkan gejala dan tidak ada bukti adanya rupture atau ketidakstabilan
hemodinamik.12,13
Terapi bedah:
Linier salpingektomi pada laparaskopi atau laparatomi dikerjakan pada pasien hamil
ektopik yang belum rupture dengan menginsisi permukaan antimesenterik dari tuba dengan
kauter kecil, gunting, atau laser. Kemudian diinjeksikan pitressin dilute untuk memperbaiki
hemostasis. Gestasi ektopik dikeluarkan secara perlahan melalui insisi dan tempat yang
berdarah di kauter. Pengkauteran yang banyak didalam lumen tuba dapat mengakibatkan
terjadinya sumbatan, dan untuk itu dihindari. Penyembuhan secara sekunder atau dengan
menggunakan benang menghasilkan hasil yang sama. Tindakan ini baik untuk pasien dengan
tempat implantasi di ampulla tuba. Kehamilan ektopik ini mempunyai kemungkinan invasi
trofoblastik kedalam muskularis tuba yang lebih kecil dibandingkan dengan implantasi pada
isthmus. 12,13
Gambar 2.9 Teknik Salpingektomi. Pedicel di potong dan diligasi dengan ligasi sutura. 13
Pasien dengan implantasi pada isthmus akan mendapatkan hasil yang lebih baik dari
reseksi segmental dan anastomosis lanjut. Bagaimanapun juga, jika diagnosis ditegakkan lebih
awal, maka pada tempat isthmus dapat dilakukan salpingotomi. Pada kehamilan ektopik yang
berlokasi pada ujung fimbriae, dapat dilakukan gerakan seperti memeras (milking) untuk
mengeluarkan jaringan trofoblastik melalui fimbriae.12
Secara umum, perawatan pada laparaskopi lebih cepat dan lebih sedikit waktu yang
hilang dalam penanganannya dibandingkan laparatomi. Parsial atau total salpingektomi
laparaskopik mungkin dilakukan pada pasien dengan riwayat penyakit tuba yang masih ada
dan diketahui mempunyai faktor resiko untuk kehamilan ektopik. Komplikasi bedah yang
paling sering adalah kehamilan ektopik berulang (5-20 %) dan pengangkatan jaringan
trofoblastik yang tidak komplit. Disarankan pemberian dosis tunggal methotrexate post operasi
sebagai profilaksis para pasien resiko tinggi.12
Terapi Obat:
Diagnosis dini yang dapat ditegakkan membuat pilihan pengobatan dengan obat-obatan
memungkinkan. Keuntungannya adalah dapat menghindari tindakan bedah beserta segala
resiko yang mengikutinya, mempertahankan potensi dan fungsi tuba, dan biaya yang lebih
murah. Zat-zat kimia yang telah diteliti termasuk glukosa hiperosmolar, urea, zat sitotoksik
(misal: methotrexate dan actinomycin), prostaglandin, dan mifeproston (RU486). Disini akan
dibahas lebih jauh mengenai pemakaian methotrexate sebagai pilihan untuk terapi obat.12,13
METHOTREXATE
Methotrexate merupakan suatu obat anti neoplastik yang bekerja sebagai antagonis
asam folat dan poten apoptosis induser pada jaringan trofoblas. Pasien yang akan diberikan
methotrexate harus dalam keadaan hemodinamika yang stabil dengan hasil laboratorium darah
yang normal dan tidak ada gangguan fungsi ginjal dan hati. Methotrexate diberikan dalam dosis
tunggal (50 mg/m2 IM) atau dengan menggunakan dosis variasi 1 mg/kgBB IM pada hari ke
1,3,5,7 ditambah Leukoverin 0,1 mg/kgBB IM pada hari ke 2,4,6,8. Setelah pemakaian
methotrexate yang berhasil, β-hCG biasanya menghilang dari plasma dalam rata-rata antara 14
dan 21 hari. Kegagalan terapi bila tidak ada penurunan β-hCG, kemungkinan ada massa ektopik
persisten atau ada perdarahan intraperitoneal.12,13
Diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu ialah infeksi pelvis, abortus iminens,
kista folikel, korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tungkai serta apendisitis.
Penyakit – penyakit ini memberikan gambaran yang sama dengan KET. Perbdaan dari masing
– masing penyakit tersebut yaitu :13
1. Infeksi Pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah
amenore. Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan tahanan yang dapat diraba
pada pemeriksaan vagina, yang pada umunya bilateral. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan perbedaan suhu rektal dan aksila melebihi 0,5C sedangkan pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang lebih tinggi daripada KET
serta tes kehamilan negatif
2. Abortus iminens atau insipiens
Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih banyak dan
lebih merah sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul berlokasi di daerah median.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak dapat diraba tahanan di samping atau di
belakang uterus serta gerakan serviks uteri tidak menimbulkan nyeri.
3. Ruptur Korpus Luteum
Terjadi pada pertengahan siklus haid dan biasanya tanpa disertai perdarahan
pervaginam, serta tes kehamilan (-)
4. Torsi kista ovarium dan apendisitis
Umumnya tidak ada gejala dan tanda kehamilan muda, amenore dan perdarahan
pervaginam. Torsi ista ovarium biasanya lebih besar dan lebih bulat daripada
kehamilan ektopik. Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan
serviks kurang nyata, serta lokasi nyeri perut pada titik McBurney.
IX. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu antara lain
berupa syok yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus. Komplikasi yang lain berupa
jaringan trofoblastik persisten dan kehamilan ektopik persisten . Namun kedua hal tersebut
biasanya terjadi pada kehamilan ektopik yang belum pecah dan menjalani terapi bedah
konservatif (salpingostomi), sehingga diperlukan pemantauan yang ketat pasca terapi.7,12
X. Prognosis
ANALISA KASUS
Berdasarkan tabel diatas, pada kolom anamnesis dapat dilihat bahwa pasien memenuhi
semuakriteria anamnesis untuk KET. Dari HPHT didapatkan umur kehamilan pada saat
pemeriksaan adalah 7-8 minggu, dan hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa
sebagian besar kehamilan ektopik pada tuba akan terganggu pada umur kehamilan antara 6 10
minggu. Hal ini terjadi karena tuba bukan tempat ideal untuk pertumbuhan hasil konsepsi,
dimana pada umur kehamilan 6 – 10 minggu vili korialis dengan mudah dapat menembus
endosalping (karena pembentukan desidua tuba yang tidak sempurna) dan masuk ke dalam
lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Proses ini selanjutnya
akan diikuti dengan terjadinya abortus tuba atau ruptur dari tuba yang menyebabkan
berakhirnya kehamilan.
Dari anamnesis juga didapatkan bahwa pasien mengalami nyeri perut yang mendadak
dan berat. Pada umumnya nyeri seperti ini terjadi pada ruptur tuba akibat darah yang mengalir
deras ke dalam kavum peritonei. Jika yang terjadi adalah abortus tuba, nyeri yang timbul
tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi,
tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau
ke seluruh perut bawah. Dari kondisi ini, disimpulkan kemungkinan pasien mengalami ruptur
tuba.
Pasien juga mengeluhkan adanya mual-mual ringan. Mual-muntah pada awal
kehamilan dipengaruhi oleh peningkatan kadar ß-hCG serum. Akan tetapi masing-masing
wanita hamil memilki respon yang berbeda-beda, tidak semua wanita hamil akan mengalami
mual muntah meskipun kadar ß-hCG serumnya meningkat. Pada umumnya, makin tinggi
peningkatan kadar ß-hCG, mual-muntah yang terjadi akan semakin berat. Jaringan trofoblas,
sebagai penghasil ß-hCG, pada kehamilan ektopik menghasilkan ß-hCG yang lebih rendah
daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itulah kejadian mual muntah pada wanita
dengan kehamilan ektopik jarang atau terjadi lebih ringan dibandingkan wanita dengan
kehamilan normal. Hal ini sesuai dengan apa yang dialami oleh pasien.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien lemah yang ditandai dengan
tensi turun, nadi cepat, lemah dan respirasi yang meningkat normal. Hal ini merupakan tanda
bahwa perdarahan ke dalam rongga perut yang masif, komplikasi yang paling sering terjadi
pada pasien dengan KET yakni terjadi syok. Untuk mencegah terjadinya perburukan kondisi
pasien dan juga untuk diagnostik, laparatomi cito merupakan terapi definitif yang tepat.
Pemeriksaan pada abdomen pasien, ditemukan fundus uteri yang masih tidak teraba,
hal ini sesuai dengan umur kehamilan pasien 7-8 minggu. Pada kehamilan ektopik, uterus
juga membesar karena pengaruh hormon-hormon kehamilan, terutama selama 3 bulan
pertama, dimana tetap terjadi pertumbuhan uterus hingga mencapai ukuran yang hampir
mendekati ukuran uterus pada kehamilan intrauteri. Konsistensinya juga serupa selama janin
masih dalam keadaan hidup. Pada pemeriksaan juga didapatkan adanya distensi, defance
musculare, nyeri tekan, dan tanda cairan bebas (shifting dullness +) dalam kavum abdomen.
Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan telah terjadi akumulasi cairan (dalam hal ini darah)
di dalam kavum abdomen dalam jumlah yang cukup banyak yang kemungkinan berasal
dari perdarahan akibat ruptur tuba yang masuk ke dalam rongga peritoneum.
Pemeriksaan dalam pada vagina juga mendukung bahwa pasien memang dalam
keadaan hamil (porsio yang livide). Nyeri goyang pada porsio, nyeri pada adneksa dan
parametrium, serta perabaan cavum Douglass yang menonjol dan terasa nyeri , dijumpai pada
lebih dari tiga perempat kasus kehamilan ektopik tuba yang sudah atau sedang mengalami
ruptur. Nyeri goyang pada porsio mendukung adanya rangsangan (iritasi) oleh darah pada
peritoneum. Tidak terdapat massa pada adneksa parametrium. Hal ini bisa terjadi bila sudah
terdapat ruptur dari tuba, didukung lagi oleh adanya nyeri sekitar adneksa. Ditemukan kavum
Doglas dalam keadaan menonjol, menunjukan adanya pendesakan oleh cairan dalam rongga
pelvis, dimana cairan tersebut dapat berupa darah akibat ruptur tuba. Pada pasien ini tidak
ditenukan cavu douglas yang menonjol.
Dari pemeriksaan laboratorium, meskipun hasil pemeriksaan hemoglobin (Hb) saat
pasien baru datang tidak dilakukan, Namun pada pemeriksaan Hb post op didapatkan 4,3.
Dari penurunan kadar Hb ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi perdarahan dalam tubuh
pasien. Pada awal pemeriksaan kadar Hb tidak terlalu turun karena penurunan Hb yang
terjadi akibat diencerkannya darah oleh air dan jaringan untuk mempetahankan volume darah
membutuhkan waktu sekurang-kurangnya 24 jam. Hasil penghitungan leukosit menunjukkan
terjadinya peningkatan kadar leukosit. Perdarahan yang banyak juga menimbulkan naiknya
leukosit, sedangkan pada perdarahan sedikit demi sedikit, leukosit biasanya normal atau
sedikit meningkat ini berguna dalam menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu,
terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Untuk membedakan kehamilan
ektopik dan infeksi pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit, jika > 20.000 biasanya
menunjukkan adanya infeksi pelvik
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, FG. Hauth, JC. Leveno, KJ et. Al. Ectopic Pregnancy. Williams
Obstetrics, 22st ed. McGraw-Hill Companies, Inc. New York. 2005. 253 – 272.
2. Tenore, JL. Ectopic Pregnancy. American Family Physician. Am Fam Physician. 2000
Feb 15;61 (4) : 1080-1088
3. Kharat D, Giri PG, Fonseca M. A Study of Epidemiology of Ectopic Pregnancies in a
Tertiary Care Hospital of Mumbbai, India. International Journal of Reproduction,
Contraception, Obstetrics and Gynecology. 2017 Sep ;6 (9): 3942-3946
4. Creanga AA, Shapiro - Mendoza CK, Bish CL, Zane S, Berg CJ, Callaghan WM.
Trends in Ectopic Pregnancy Mortality in United States : 1980 - 2007. Obstet Gynecol
2011 Apr : 117 (4) : 837 - 43, doi : 10. 1097/AOG.)b013e3182113c10
5. Ayuningtyas IF. Penyebab Kejadian Perdarahan pada Kehamilan. Media ilmu
Kesehatan Vol. 4 No. 1 April 2015
6. Lipscomb GH. Ectopic Pregnancy. Obstetric and Gynecology Principles for
Practice.In:Ling FW,Duff P editor. International edition;USA. Mc Graw Hill; 2001;pp
1134-1147
7. Berek JS. Ectopic Gestasion. In Novak’s Gynecology. 13thed.Philadelphia
LippincWilliams & Wilkins, 2002, pp510-534
8. Hadijanto B. Perdarahan pada Kehamilan Muda. Ilmu Kebidanan edisi keempat.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta.2009.hal 459
9. Nathan, Lauren; Ectopic Pregnancy. A Lange’ medical book. Current Obstetric &
Gynecologic Diagnosis and Treatment ninth edition. Internal Edition 2003.
10. Lozeau, AM .Potter, B. Diagnosis and Management of Ectopic Pregnancy. American
Family Physician .72( 9):1707-14 (2005)
11. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Kehamilan
Ektopik. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.Jakarta.2002.
12. National Institute for Health and Care Excellence. Ectopic pregnancy and miscarriage
: diagnosis and initial management. Clinical Guideline. UK. 2012
13. Braun, RD. Surgical Management of Ectopic Pregnancy. Available in :
http://www.emedicine.com/med/topic3316.htm. Last Update : 26 Januari 2007.
Accessed : 1 April 2010.
14. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Ectopic Pregnancy In Clinical Gynecologic
Endocrinology and Infertility, 6thed.Philadelphia.Lippincot William & Wilkins,
1999,pp 1149-1164