Anda di halaman 1dari 9

CRITICAL REVIEW

Social Responsibility of Business, Business Ethics and Corporate Governance – Need for A
United Approach
Rajagiri Journal of Social Development Vol.4 No. 1, June 2012

Oleh: George Kuriyan

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Seminar Akuntansi

Dosen Pengampu:

Drs. Subekti Djamaluddin, MSi., Ak, CA.

Disusun oleh Kelompok 1:

Abdu Rosulla Kusuma (F0312001)


Andika Dwi Sasmito (F0312010)
Echsan Nur Ridho (F0312142)
Rezinatun Chommufi (F0312101)
Ridho Dharul Fadli (F0312102)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SEMESTER GENAP (FEBRUARI-JULI) TA 2014/2015
A. Deskripsi Artikel
1. Judul Artikel
Social Responsibility of Business, Business Ethics and Corporate Governance – Need for
A United Approach
2. Penulis
George Kuriyan
3. Publikasi
Rajagiri Journal of Social Development Vol.4 No. 1, June 2012
4. Masalah Pokok
Corporate Governance
5. Tujuan Penelitian
Menganalisis arti sebenarnya dari konsep etika bisnis, CSR dan GCG, dan penilaian
status terkini mengenai implementasi ide ini di India setelah liberalisasi dan globalisasi
ekonomi.

B. Ringkasan Artikel
1. PENDAHULUAN

PERTANGGUNGJAWABAN SOSIAL, ETIKA BISNIS,

DAN CORPORATE GOVERNANCE – UNIFIED APPROACH

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis arti penting dari konsep etika bisnis,
pertanggungjawaban sosial (CSR), dan Good Governance, serta menilai status saat ini dari
implementasi ide tersebut dalam rangka percepatan proses pembangunan setelah liberalisme dan
globalisasi ekonomi. Peneliti merasa ketiga objek penelitian tersebut independen meskipun
mereka berhubungan erat. Etika bisnis adalah keadilan pada setiap pemangku kepentingan
termasuk sosial. Hal ini juga merupakan tujuan dari CSR. CSR mengubahnya menjadi tema
pertanggungjawaban sosial yang lebih luas. Good Governance memungkinkan bisnis memenuhi
pertanggungjawaban yang telah diperluas tersebut. E-Governance memfasilitasi semua proses di
atas. Dilema yang berkaitan dengan pembangunan ini adalah hasil langsung dari tidak adanya
penghargaan makna penting CSR serta kegagalan sistem tata kelola pemerintahan. Peneliti tidak
setuju dengan tokenisme (pembuktian) yang dilakukan bisnis untuk memenuhi
pertanggungjawaban tersebut.

Pendahuluan

CSR telah menjadi subjek diskusi akhir-akhir ini. Istilah CSR menjadi bagian penting
dalam strategi dan manajemen bisnis, serta menjadi perhatian wajib dalam laporan tahunan
perusahaan. Di sisi lain, corporate governance merupakan versi lain dari istilah kepemerintahan.
E-Governance merupakan turunan modern dari konsep yang sama. Etika umumnya terbagi ke
dalam ide yang terpisah, meskipun mereka saling berhubungan. Ketika etika bisnis menjadi
bagian integral dari CSR, tanpa corporate governance yang efektif, tujuan CSR tidak akan
tercapai.

Pertanggung Jawaban Sosial (CSR)

CSR meliputi hubungan antara perusahaan dan lingkungan sosialnya. CSR juga meliputi
pertanggungjawaban yang melekat dalam hubungan tersebut. Pertanggungjawaban tersebut juga
meliputi pemangku kepentingan dan kelompok yang berwewenang dalam memelihara operasi
perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan perlu memberikan imbal balik kepada mereka. Sudah
menjadi tren jika perusahaan menganggarkan dana untuk memenuhi tanggung jawab tersebut,
seperti pemeliharaan jalan, mendukung pendidikan dasar, dan berbagai pembangunan daerah
terpencil. Selain itu, terdapat beberapa perusahaan yang mempromosikan pertanggung jawaban
mereka dalam jargon-jargon tertentu,

Negara-negara berkembang sangat kelabakan dalam hal ini. Ledakan informasi dan
pengetahuan telah meningkatkan aspirasi orang-orang. Elemen kunci dari pembangunan dan
kemajuan ekonomi yang cepat akhir-akhir ini ditekan oleh liberalisasi (dari dalam) dan
globalisasi (dari luar). Hal tersebut merupakan tekanan yang tak dapat diubah. Penjelasan singkat
CSR di atas mengalami usaha keras yang bertentangan dengan konsepnya. Kita telah sadar
bahwa CSR tidak cocok dan tidak berkaitan dengan masalah dan konsekuensi pembangunan
yang cepat. Dilemma yang dihadapi negara berkembang adalah tidak adanya penghormatan atas
makna CSR yang sesungguhnya. Sehingga, perlu didefinisikan ulang konsep tersebut untuk
mencapai kebutuhan.

Etika Bisnis
Etika sebagai suatu ilmu melibatkan sistemasi, definisi dan rekomendasi konsep perilaku
salah dan benar (Fernando A.C dalam Kuriyan, 2012). Pedoman perilaku bermoral berdasarkan
definisi kultural yang melekat atas benar dan salah (William & Chandler dalam Kuriyan, 2012).
Etika bisnis adalah cabang aplikasi etika, yang mempelajari hubungan atas apa yang baik dan
benar dalam bisnis (Hoffman & Moore dalam Kuriyan, 2012). Oleh karena itu etika bisnis
berhubungan dengan apa yang baik dan benar dalam bisnis, cara dan makna menjalankan bisnis,
budaya, tingkah laku, hal, tugas dan tanggung jawabnya dalam mengelola orang layaknya
mempekerjakan mereka. Masalah binis tidak harus dicampur-adukkan dengan sistem nilai
spiritual, tetapi harusnya dengan rasio profitabilitas, nilai tambah produk, transparansi, nilai
wajar yang menguntungkan pelanggan, uang yang dihabiskan untuk mengendalikan polusi, dan
sebagainya. Gupta (dalam Kuriyan, 2012) berargumen bahwa sehubungan dengan kebingungan
antara moral dan etika, tidak mengherankan jika istilah “etika bisnis” menjadi sangat jauh untuk
dicapai. Di kenyataan, etika bisnis dimulai dengan memahami perusahaan bekerja untuk siapa,
memahami bermacam-macam pemangku kepentingan yang menjadi perhatian, lalu membaginya
ke dalam bagan yang memuaskan mereka sekaligus meningkatkan standar ekspetasi mereka
yang sesungguhnya.

Makna Bisnis

Terdapat dua aspek yang memisahkan bisnis dengan aktivitas lainnya, yaitu (1) bisnis
adalah perlombaan mencari laba. Laba dalam bahasa sederhana berarti pendapatan surplus
terhadap pengeluran-pengeluaran yang disimbolkan dalam uang. (2) Binis juga menyediakan
barang dan jasa ke masyarakat. Dengan begitu, nilai perusahaan berlandaskan pada prinsip bisnis
tersebut. Aktivitas bisnis yang tidak mendukung pedoman laba dan kebutuhan konsumsi
masyarakat dapat dikatakan sebagai ketidak-etisan.

Dari poin tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa dalam entitas bisnis dua faktor
tersebut saling mempengaruhi. Memang entitas bisnis mempunyai tujuan utama mencari profit,
namun apabila tidak diimbangi dengan kepedulian lingkungan maka keberlangsungan entitas
tersebut tidak akan lama. Kita dapat menganalogikan antara perusahaan sektor publik dengan
sektor privat. Dalam industri sektor publik kadang kala lebih menitikberatkan pada aspek
lingkungan, ini mempunyai pengertian bahwa perusahaan tidak terlalu fokus akan tujuan dasar
untuk memperoleh keuntungan dengan kata lain mereka lebih memikirkan bagaimana caranya
untuk memberikan pelayanan yang lebih baik untuk masyarakat. Sedangkan di dalam perusahaan
privat, lebih mementingkan memperoleh keuntungan dari pada memikirkan soal pelayanan
lingkungan. Hal ini terkait dengan dibentuknya entitas bisnis privat dalam mengembalikan modal
yang disetorkan oleh investor.

Dalam nilai etika suatu entitas bisnis kita mengenal beberapa prinsip mendasar. Secara umum,
tujuan dan kebijakan dari bisnis itu sendiri dipengaruhi oleh para pemangku kepentingan. Di antara
prinsip entitas bisnis tersebut ialah :

1. Saham. Istilah ini berkaitan dengan para pemangku kepentingan yang telah menanamkan
modalnya untuk mendirikan entitas bisnis. Dengan adanya saham ini, maka modal awal yang
telah dikeluarkan oleh stakeholders akan digantikan dengan profit atau keuntungan sesuai dengan
besarannya modal yang diinvestasikan.
2. Gaji. Di dalam perusahaan tentu ada sejumlah karyawan yang telah bekerja untuk menjalankan
kegiatan operasional perusahaan itu sendiri. Karyawan tersebut tentu meminta imbalan akan kerja
mereka, sehingga timbullah balas jasa dari perusahaan yang berupa gaji.
3. Kreditor, supplier atau vendor adalah beberapa hal yang berkaitan dengan entitas bisnis. Mereka
ini yang menjadi orang-orang yang mempunyai pengaruh besar akan keberlangsungan dalam
bisnis.
4. Pelanggan. Entitas bisnis mempunyai tujuan untuk memperoleh keuntungan. Tapi bagaimana cara
mereka memperoleh untung kalau tidak ada pihak yang memakai produk mereka. Pihak-pihak
yang memanfaatkan produk bisnis inilah yang dinamakan pelanggan. Mereka adalah pangsa pasar
yang dikejar oleh bisnis, tanpa peran mereka tidak akan ada satu pun bisnis di dunia ini yang akan
bertahan.
5. Lingkungan masyarakat. Entitas bisnis yang baik ialah yang tidak hanya mementingkan profit,
namun mereka juga harus memerdulikan akan lingkungan sekitar. Masyarakatlah yang
menentukan baik atau tidaknya bisnis yang ada, dengan adanya penilaian yang baik dari
masyarakat maka entitas bisnis akan berkembang.

Peter F. Drucker (dalam Kuriyan, 2012) berpendapat bahwa masyarakat di negara


berkembang telah menjadi institusi sosial. Hal ini juga terjadi di seluruh dunia, di mana institusi
sosial tersebut menjadi instrumen yang tak dapat dihindari dan berpengaruh pada kelangsungan
hidup organisasi. Organisasi yang berisi orang-orang yang membawa kewajiban mereka masing-
masing mengakumulasikan kewajiban-kewajiban mereka dalam kewajiban kolektif yang harus
dibayar kembali olah perusahaan.
Pemahaman mengenai CSR tak perlu disamar-samarkan. Semua diskusi mengenai CSR
terpusat pada perlakuan perusahaan kepada masyarakat. Selain itu, terdapat perbedaan opini
yang perlu dipertimbangkan mengenai di mana CSR sebaiknya dimulai dan diperluas.
Bagaimanapun juga, tokenisme (pembutktian) menjadi permintaan akhir-akhir ini. Perusahaan
memperluas pembuktian manfaat yang diekspresikan dalam persentase alokasi anggaran
terhadap aktivitas sosial. Banyak perusahaan di India yang berlaku kejam kepada orang-orang
yang tak berdosa. Meskipun hal tersebut telah diberitakan media masa, pemerintah tidak turun
tangan untuk masalah keadilan ini.

Sebagai contoh, pemerintah India terdapat sebuah zona ekonomi untuk proyek
pertambangan. Di dalam zona tersebut banyak sekali terjadi suap-menyuap pembebasan lahan
yang terlihat jelas. Selain itu, banyak sekali industri tanpa MOU pemerintah yang membangun
industri mereka di sana. Mereka sangat antusias memiliki berhektar-hektar tanah sawah yang
dimiliki petani pedalaman/desa, tanpa sepengetahuan pemerintah, dengan harga subsidi.
Perusahaan yang awalnya mempromosikan jargon tanggung jawab sosialnya pun akhirnya malu
karena ketahuan terlibat dalam kerusakan ini. Oleh karena itu, CSR merupakan konsep
keseluruhan yang dimulai dengan menegakkan keadilan kepada pemangku kepentingan dan
mencakup persoalan proses sosial yang diatur perusahaan mesin dan pertambangan. CSR tidak
dapat dijelaskan dalam istilah uang yang telah dihabiskan perusahaan dalam aktivitas sosial yang
terus menerus sebagai bagian dari alokasi bisinis mereka. Meskipun perusahaan telah
mengungkapkan pandangan sempitnya mengenai pembebasan pajak atas apa yang mereka
habiskan untuk sosial.

Pikiran Gandhi dalam Perwalian dan Tanggung Jawab Sosial Bisnis

Mempunyai hubungan secara langsung dengan konsep tanggung jawab sosial sebuah
bisnis. Gandhi memperkirakan aktivitas ekonomi sama seperti hubungan sosial dengan pemilik,
pekerja dengan sosial. Pemilik, kapitalis atau seseorang mengatur dan menjalankan bisnis adalah
hanya perwalian yang memiliki sumber daya sosial dalam kepercayaan.

Tanggung Jawab Sosial Bisnis

Ide perwalian lazim digunakan dalam satu bentuk atau lain bentuk sebelum Gandhi
mengadopsinya ke dalam filosofi ekonomi. Gandhi mengkonsolidasi beberapa ide di dalam latar
belakang sebuah asosiasi dengan sistem kerja keluarga India. Pokok utama gabungan keluarga
dan individu adalah terikat bersama oleh rasa dan tanggung jawab.

Tata Kelola Perusahaan

Dari diskusi di atas dapat disimpulkan bahwa hanya ada satu langkah untuk konsep tata
kelola perusahaan. Konsep tata kelola perusahaan memiliki kaitan dengan sistem pemerintah
kepada organisasi perusahaan. E-governance termasuk sebuah aplikasi teknologi informasi
kepada praktik agar lebih mudah, ramah, dan transparan. Tata kelola perusahaan dijalankan
dengan efisien untuk membuat lebih menguntungkan.

Tata kelola perusahaan juga alat yang membawa maju aktivitas pembangunan dan
perkembangan mereka dalam masyarakat. Semua kejadian korupsi, berbagai penipuan, dan
kesalahn sistem lain adalah hasil langsung kesalahan fungsi perusahaan.

Tata kelola perusahaan sama seperti proses Total Quality Management (TQM). TQM
adalah filosofi yang dipopulerkan oleh jepang yang percaya lebar tanggung jawab organisasi
meunuju kualitas mengharuskan setiap karyawan aktif dalam mengejar kualitas dan
menanamkan dalam diri mereka semangat perbaikan secara terus menerus.

Uang dan Masyarakat

Selama diskusi tentang etika dalam bisnis dan tanggung jawab sosial perusahaan ternyata
berguna mengingat perputaran uang dalam masyarakat. Uang adalah alat penting untuk tetap
hidup dalam dunia modern. Tanpa uang tidak ada orang yang bias berharap untuk hidup lebih
lama dari lingkungan kompetitif. Ini adalah kenyataan dimana hidup ini dalam masyarakat yang
dikendalikan uang. Orang bisnis membuat uang dengan menyuplai barang dan jasa yang
dibutuhkan masyarakat. Dengan uang menjadi alat yang berpengaruh besar untuk hidup dalam
tantangan bisnis.

2. KESIMPULAN

CSR bukan lah sebuah konsep yang muncul dari hubungan sosial dan kepercayaan di antara
semua pemangku kepentingan. Ini memungkinkan hanya jika semua pihak dalam hubungan ini
memegang prinsip etika bisnis dan pembangunan yang merupakan elemen pemerintahan.
Globalisasi dan liberalisasi merupakan dua pilar pembangunan. Pilar lainnya adalah CSR dan
tata kelola perusahaan yang menciptakan struktur yang lengkap, stabil, dan cukup. Globalisasi
tanpa etika bisnis dan CSR yang didukung sistem tata kelola yang baik akan menciptakan
eksplitasi dan pembuangan sumber daya yang langka, kerusakan alam, degradasi lingkungan,
kerakusan dan korupsi, kesenjangan sosial, dan terganggunya keharmonisan dan kedamaian
masyarakat.

Liberalisasi tanpa sistem tata kelola yang baik dan stategi akan menyebabkan korupsi,
kecurangan finansial, ketidakefisien, manajemen yang salah dan kacau balau yang sering terjadi
di negara berkembang. Kebijakan liberalisasi dan globalisasi dapat menciptakan pembangunan
yang bertanggungjawab hanya jika didukung dengan bottom line CSR dan governance.
Kebijakan dan sistem yang pas harus dibuat dan diimplementasikan secara terus-menerus
melalui struktur administratif yang tidak terpisah. E-governance merupakan pendukung
suksesnya tujuan ini.

C. Literatur lain
Roberts RW (1992), ‘Determinant of Corporate Social Responsibility Disclosure: An Application
of Stakeholder Theory’ Accounting, Organisation and Society (vol 17 No.6): 595-612.

D. Evaluasi
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis arti penting dari konsep etika bisnis,
pertanggungjawaban sosial (CSR), dan Good Governance, serta menilai status saat ini dari
implementasi ide tersebut dalam rangka percepatan proses pembangunan setelah liberalisme dan
globalisasi ekonomi. Peneliti mencoba untuk menggabungkan ketiga variabel ini untuk
mendapatkan sebuah pendekatan CSR dan GCG yang terintergrasi dari etika bisnis. Peneliti
percaya bahwa apabila perusahaan berorientasi untuk memenuhi etika bisnis maka tujuan dari
CSR maupun GCG tidak akan tercapai.

Penelitian ini bersifat kualitatif yang mana berdasarkan pada penalaran dan kajian
pustaka dalam menyelesaikan persoalan yang ada. Penelitian ini menggunakan beberapa konsep
etika yang digabungkan menurut pemikiran peneliti terdahulu yang bersifat moderat yang
ditandingkan dengan pemikiran seorang Mahatma Ganndhi yang terkenal memiliki charisma
yang kuat di India. Hal tersebut menarik mengingat penelitian ini juga memasukkan unsur
globalisasi dan liberalisasi yang menjadi acuan dalam implementasi CSR maupu GCG dalam
menyelesaikan persoalan yang ada di India.

Namun, menurut kami penelitian ini masih kurang kuat mengingat asas-asas kepercayaan
yang ada di dalam konsep etika disini tidak dapat diimplementasikan di dalam dunia bisnis
secara nyata. Pasalnya keadilan kepada pemangku kepentingan dalam praktik CSR bertentangan
dengan teori stakeholder dalam Robert (1992) yang menyatakan bahwa setiap stakeholder
memiliki peran yang berbeda-beda sehingga memiliki prioritas yang berbeda pula satu sama lain.

Selain itu, perkembangan bisnis saat ini telah masuk ke dalam era globalisasi yang lebih
jauh lagi. Terutama untuk negara-negara yang begitu liberal seperti eropa dan amerika. Sekat
batas yang dianut masyarakat seperti etika di negara-negara timur sudah tidak dapat
diimplementasikan lagi. Begitu pula dengan aturan maupun standar akuntansi yang ada secara
internasional tidak dapat mendefinisikan etika dengan praktik akuntansi. Hal tersebut menjadi
bahan pertimbangan yang baik apabila peneliti lainnya ingin mengembangkan penelitian ini ke
tingkat yang lebih tinggi.

Anda mungkin juga menyukai