Perusahaan Perseorangan
Persekutuan Firma
Perseroan Komanditer (Commanditer Vennootschap/CV)
Perseroan Terbatas
Koperasi
Yayasan
BUMN
Other derivative forms of corporation
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 4
Bentuk-Bentuk Organisasi Perusahaan
Perusahaan Perseorangan
Adalah perusahaan yang dikelola dan diawasi oleh satu orang, dimana pengelola
perusahaan memperoleh semua keuntungan perusahaan, tetapi ia juga
menanggung semua risiko yang timbul dalam kegiatan perusahaan. Pendirian
perusahaan perseorangan tidak diatur dalam KUHD dan tidak memerlukan perjanjian
karena hanya didirikan oleh satu orang pengusaha saja.
Gerant Statutaire (Perjanjian Persekutuan dalam tindakan pengutusan kepada pihak ketiga atas
dasar akte pendirian persekutuan, Gerant Mandataire merupakan pemberian kuasa dari
persekutuan atas keperluan persekutuan atau memberikan mandat.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 7
Vennootschap onder eene firma Tidak – Berbadan Hukum
Firma
Adalah setiap persekutuan perdata yang menjalankan perusahaan dengan nama
bersama, jadi dapat dikatakan firma adalah persekutuan perdata khusus
kekhususannya terletak pada :
Menjalankan perusahaan dengan mana bersama
Tanggung jawab sekutu secara pribadi untuk keseluruhan
Menggunakan nama bersama
Firma bukan merupakan badan hukum, meskipun syarat materil sudah terpenuhi
antara lain :
Adanya harta kekayaan terbesar
Adanya kepentingan atau tujuan tertentu
Adanya Pengurus
Syarat formal sebagai badan hukum tidak terpenuhi, yaitu tidak adanya
pengesahan Menteri Kehakiman.
Persekutuan Komanditer
Adalah jenis persekutuan yang mirip dengan firma yang mempunyai dua jenis sekutu
yaitu sekutu komplementer dan komanditer. Merupakan persekutuan yang didirikan
oleh beberapa orang (sekutu) yang menyerahkan dan mempercayakan uangnya untuk
dipakai dalam persekutuan. Para anggota persekutuan menyerahkan uangnya sebagai
modal perseroan dengan jumlah yang tidak perlu sama sebagai tanda keikutsertaan di
dalam persekutuan.
Perseroan Terbatas
(Perseroan), adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
undang-undang serta peraturan pelaksanaannya.
Direksi
adalah organ Perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk
kepentingan dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar
pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.
Komisaris
adalah organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus
serta memberikan nasehat kepada direksi dalam menjalankan Perseroan
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 10
Pros & Cons
Kebaikan: Kebaikan:
Mudah dibentuk dan dibubarkan Prosedur pendirian relatif mudah
Bekerja dengan sederhana Mempunyai kemampuan finansial yang lebih
Pengelolaannya sederhana besar, karena gabungan modal yang dimiliki
Tidak perlu kebijaksanaan pembagian laba beberapa orang
Keputusan bersama dengan pertimbangan
Kelemahan: seluruh anggota firma, sehingga keputusan-
Tanggung jawab tidak terbatas keputusan menjadi lebih baik
Kemampuan manajemen terbatas
Sulit mengikuti pesatnya perkembangan Kelemahan:
perusahaan Utang-utang perusahaan ditanggung oleh
Sumber dana hanya terbatas pada pemilik kekayaan pribadi para anggota firma
Risiko kegiatan perusahaan ditanggung Kelangsungan hidup perusahaan tidak
sendiri terjamin, sebab bila salah seorang anggota
keluar, maka firma pun bubar
Kebaikan: Kebaikan:
Pendiriannya relatif mudah Kelangsungan hidup perusahaan terjamin
Modal yang dapat dikumpulkan lebih Terbatasnya tanggung jawab, sehingga tidak
banyak menimbulkan resiko bagi kekayaan pribadi
Kemampuan untuk memperoleh kredit maupun kekayaan keluarga pemilik
lebih besar Saham dapat diperjual belikan dengan relatif
Manajemen dapat didiversifikasikan mudah
Kesempatan untuk berkembang lebih Kebutuhan kapital lebih besar akan mudah
besar dipenuhi, sehingga memungkinkan
perluasan usaha
Kelemahan: Pengelolaan perusahaan dapat dilakukan
Tanggung jawab tidak terbatas lebih efisien
Kelangsungan hidup tidak terjamin
Sukar untuk menarik kembali Kelemahan:
investasinya Biaya pendiriannya relatif mahal
Rahasia tidak terjamin
Kurangnya hubungan yang efektif antara
pemegang saham
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 12
Establishment’s Comparation
Perseorangan Persekutuan
Tidak berbadan Hukum Berbadan
Hukum
Eenmanszaak Maatschap Firma CV Naamloze
Cara Pendirian Tidak diatur dalam Perjanjian, bisa 16 , 18, dan 22 1§1
KUHD ataupun lisan atau akte 7§1&2
KUHPerdata otentik-1618
Intern Tidak terbatas All for one – 1624 sd. 1641 ~Firma, pada 3§1
1637/1639 sekutu
(3rd party bind) komanditer
Tanggung tanggung
Jawab Extern Tidak terbatas All for one – 1642 sd. 1645 92, 97, 98 , dan
jawabnya
1642/1644 99
Terbatas- 19,
114, 115, 117,
20, dan 21
dan 118
148
Adalah semua perusahaan dalam bentuk apapun dan bergerak dalam bidang usaha
apapun yang sebagian atau seluruh modalnya merupakan kekayaan negara, kecuali
ditentukan lain berdasarkan undang-undang
Profit oriented
Legal status : owned its name and capital, legally bind agreement, covenant, etc with other parties
Vital services (Public services)
To perform legal acts, sued or sue
State owned capital, and can be obtained loans debt securities
Spec: PT. Telkom Indonesia, PT. KA-Indonesia, PT. Rajawali Indonesia, etc
Perseroan Terbatas
Dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis yaitu:
1. Klasifikasi Perseroan Terbatas atas dasar diperjualbelikannya saham di Bursa Efek
Perseroan Terbatas Tertutup
adalah PT yang saham-sahamnya tidak diperjual-belikan di Bursa Efek
Perseroan Terbatas Terbuka
adalah PT yang sahamnya sudah diperjual-belikan di Bursa Efek dan
perusahaan tersebut merupakan perusahaan yang sudah go public.
1. Integrasi Vertikal-Integral
(Integrasi ke Hulu dan Hilir) adalah suatu bentuk penggabungan antara perusahaan yang dalam
kegiatannya memiliki tahapan produksi berbeda
spec: Perusahaan penghasil bahan baku bergabung dengan produsen pengolah bahan baku,
disebut integrasi ke hulu/penggabungan vertikal dan kebalikannya disebut integrasi ke
hilir/penggabungan integral
2. Integrasi Horisontal-Paralelisasi
adalah bentuk penggabungan antara dua atau lebih perusahaan yang bekerja pada
jalur/tingkat yang sama, misalnya dalam pengolahan bahan baku, dengan tujuan menekan
persaingan, Penggabungan semacam ini juga dapat terjadi antara perusahaan barang/jasa yang
menggunakan bahan sejenis.
1. Trust
Trust merupakan suatu bentuk kerjasama perusahaan secara horisontal untuk
membatasi persaingan, maupun rasionalisasi dalam bidang produksi dan penjualan
2. Holding Company
Holding Company/Perusahaan Induk yaitu perusahaan yang berbentuk
Corporation yang menguasai sebagian besar saham dari beberapa perusahaan
lain.
3. Kartel
Kartel adalah bentuk kerjasama perusahaan-perusahaan dengan produksi barang
dan jasa sejenis yang didasarkan perjanjian bersama untuk mengurangi
persaingan, Jenis-jenis kartel:
a. Kartel bersyarat (kondisi)
b. Kartel harga
c. Kartel produksi
d. Kartel daerah
e. Kartel Pembagian laba
f. Etc.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 19
Limited Liability Company- Concentrate/Condense – cont’
4. Sindikasi
Adalah bentuk perjanjian kerjasama antara beberapa orang untuk melaksanakan suatu
proyek. Sindikasi juga dapat melakukan perjanjian sindikasi untuk memusatkan penjualan
pada satu lokasi tertentu, disebut sindikasi penjualan.
5. Concern
Concern adalah suatu bentuk penggabungan yang dilakukan baik secara horisontal maupun
vertikal dari sekumpulan perusahaan Holding. Concern dapat muncul sebagai akibat dari satu
perusahaan yang melakukan perluasan usaha secara horisontal ataupun vertikal melalui
pendirian perusahaan baru.
Dengan concern, dapat lebih mudah melakukan rasionalisasi seperti halnya:
6. Joint Venture
Merupakan perusahaan baru yang didirikan atas dasar kerjasama antara beberapa
perusahaan yang berdiri sendiri.
7. Trade Association
yaitu persekutuan beberapa perusahaan dari suatu cabang perusahaan yang sama dengan
tujuan memajukan para anggotanya dan bukan mencari laba.
Contoh: APKI (Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia, ASIRI (Asosiasi Industri Rekaman
Indonesia)
8. Gentlement’s Agreement
Persetujuan beberapa produsen dalam daerah penjualan dengan maksud mengurangi
persaingan diantara mereka
1. Consolidation ~ Amalgamation
adalah penggabungan beberapa perusahaan yang semula berdiri sendiri-sendiri menjadi satu
perusahaan baru dan perusahaan lama ditutup
2. Merger
Jenis-jenis merger:
Merger Vertikal
Merger Horisontal
Merger Konglomerasi
3. Acquisition
adalah pengambilalihan sebagian saham perusahaan oleh perusahaan lain dan perusahaan
yang mengambil alih menjadi holding sedangkan perusahaan yang diambil alih menjadi anak
perusahaan dan tetap beroperasi seperti sendiri tanpa penggantian nama dan kegiatan
4. Derivative Mergers:
Triangular Merger
Reverse Triangular Merger
5. Strategic Alliance
adalah kerja sama antara dua atau lebih perusahaan dalam rangka menyatukan keunggulan
yang mereka miliki untuk menghadapi tantangan pasar dengan catatan kedua perusahaan
tetap berdiri sendiri-sendiri
Customer Cartels
Specialization Cartels
Illegal Territorial Cartels
Import/Export Cartels
Rationalization Cartels
Industrial/ Recession Cartels
Hierarchies ... Social Policy Emergency or Structural Crisis
Cooperative Marketing/Purchasing Arrangements
Long-Term Contracts
Networks
Adapted from Wolfgang Korndörfer, Allgemeine
Enterprise Groups
Betriebswirtschaftslehre (Wiesbaden, 1988), pp.
Sub-Contractors High Internalization
128-132; Wilfried Feldenkirchen, "Concentration
Non-Equity Strategic Alliances
Process," pp. 113-115. Regulation
Equity-Based Joint Venture
Firms
Teori hukum yang sering digunakan untuk menganalisis suatu perusahaan biasanya akan
memberikan penajaman pada beberapa kriteria, seperti:
Prinsip the founding of corporations merupakan suatu kaidah yang menyatakan, meskipun memiliki aturan
yang beragam dalam ketentuan hukum substantif-nya, namun pada dasarnya suatu perusahaan dibentuk
dengan suatu persyaratan generik yang meliputi, adanya suatu kontrak antara para pihak,
didaftarkan kepada lembaga yang berwenang, akte pendirian dari notaris, dan
anggaran dasar.
Normative lebih kepada terdapatnya aturan atau ketentuan hukum yang jelas sebagai
pedoman untuk dipenuhi oleh suatu perusahaan dalam rangka mendapatkan status legal
entity.
Contractual memberikan kebebasan bagi semua pihak untuk mendirikan suatu
perusahaan tanpa campur tangan dari negara.
Pada dasarnya terdapat beberapa teori yang membahas tentang badan hukum
perusahaan, antara lain:
teori fiksi (fiction theory);
teori individualisme (individualism theory);
teori simbolis (shareholder theory);
teori realis (realist theory or organ theory);
teori ciptaan diri sendiri (self creation theory)
teori kesatuan bisnis (enterprise entity theory); dan
teori kontrak (contract theory)
the juristic controversy over the nature of the corporate personality is dead
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR menyimpulkan bahwa perusahaan adalah separate legal entity. 29
Corporatism’ Theories – cont’.
legal personality of corporation
Realist or Organ theory (Otto von Gierke dan Johannes Althusius) perusahaan
mempunyai tujuan dan keinginan yang sama dengan manusia dewasa karena organ-
organ perusahaan merupakan manusia (orang) yang telah dewasa, bila manusia
digerakkan oleh tubuhnya, maka perusahaan digerakkan oleh organ-organnya yang
terdiri atas manusia-manusia. tidaklah benar bahwa hukum menciptakan perusahaan,
namun dengan keinginan dan tujuan yang dimilikinya serta hak yang diperolehnya
sebagai the real entity sebagaimana manusia, maka hukum mengakuinya.
Pasal 9 UUPT menyebutkan bahwa untuk mendapatkan pengesahan sebagai badan hukum,
perusahaan harus melakukan registrasi secara elektronik kepada Departemen Hukum dan
Hak Asasi Manusia.
Perusahaan yang telah memiliki status badan hukum maka hak dan kewajiban yang
melekat padanya akan terikat dengan tujuan dibentuknya perusahaan tersebut.
Pada dasarnya Production Team Model dan Social Transparency bukan suatu
konsep utuh yang dapat menjelaskan teori tujuan perusahaan, namun lebih
kepada pengembangan model atau pengertian turunan (derivative model) dari
dua teori yang paling sering digunakan yaitu shareholder primacy dan
stakeholder primacy.
2 alternatives:
Dibuatnya ketentuan perundang-undangan yang jelas dan tegas yang
mengatur sistem hubungan antara shareholder dengan board of director.
Contract between shareholder dengan board (self regulatory reforms) - sebagai Pandangan
contractarian memberikan panduan yang luas terhadap isi dari kewenangan board dalam
menjalankan bisnis sehingga arah dari perusahaan dapat memberikan jaminan bagi keuntungan
pemegang saham.
Pemikiran dari Berle ini selanjutnya melahirkan suatu konsep yang terkenal dengan ‘new individualism’
yang merupakan bagian dari dasar-dasar pemikiran hukum persaingan usaha di Amerika Serikat dan
kemudian berkembang menjadi terminologi ‘corporatism’ .
Berdasarkan teori shareholder primacy yang dikembangkan oleh Berle tersebut, saat ini
terlihat pengaruhnya dalam tataran hukum perusahaan yang berkembang di setiap negara.
Keberadaan suatu perusahaan haruslah berpegang pada prinsip bagaimana memberikan
keuntungan yang sebesar-besarnya kepada shareholder, di sisi yang lain dalam
kehidupan bernegara dan kepentingan umum (public interest), perusahaan juga mempunyai
tanggung jawab dalam terciptanya kestabilan ekonomi suatu negara.
Detail pembahasan ini akan dilanjutkan dalam modul corporate governance (IV).
Perseroan Terbatas secara tegas dirumuskan secara tersurat dinyatakan sebagai badan hukum, hal ini
ternyata di dalam pasal 1 angka 1 yang menyatakan; “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut
Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal didirikan berdasarkan perjanjian,
melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.
“legal entity” (black law dictionary) legal existence, an entity other than a natural person,
who has sufficient existence in legal contemplation that if can function legally, be sued or
sue and make decisions through agents as in the case of corporations.
Pasal 1 angka 2 UUPT, menyatakan organ PT terdiri atas: Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS), Direksi, dan Dewan Komisaris.
Meskipun tidak dinyatakan secara tegas, namun organ yang dimaksud dalam UUPT harus ada
sebagai bagian
I N Wisnu dari kelangsungan
Wardhana-Modul BJR PT. 40
Corporate’ Organs
Separate legal entity
RUPS, Direksi, dan Dewan Komisaris, ketiga organ ini bukan suatu alasan mutlak
berdirinya PT maupun alasan suatu PT menjadi badan hukum. Keharusan adanya organ-
organ tersebut berlaku terhadap kelangsungan PT dalam melakukan kegiatan usaha untuk
mencapai maksud dan tujuan sesuai dengan anggaran dasar PT serta merupakan unsur yang
menjadi pembeda antara PT dengan badan usaha lainnya.
Ketentuan mengenai adanya organ PT secara lengkap diatur dalam Kitab Undang-undang
Hukum Dagang (KUHD – (Wetboek van Koophandel, Staatsblad 1847:23)
dalam Pasal 36, 40, 42, dan 45, yaitu:
1. adanya kekayaan yang terpisah dari kekayaan pribadi masing-masing pesero (pemegang saham),
dengan tujuan untuk membentuk sejumlah dana sebagai jaminan bagi semua perikatan perseroan;
2. adanya pesero atau pemegang saham yang tanggung jawabnya terbatas pada jumlah nominal saham
yang dimilikinya. Sedangkan mereka semua dalam rapat umum pemegang saham merupakan
kekuasaan tertinggi dalam organisasi perseroan, yang berwenang mengangkat dan memberhentikan
direksi dan komisaris; berhak menetapkan garis-garis besar kebijaksanaan menjalankan perusahaan,
menetapkan hal-hal yang belum ditetapkan dalam anggaran dasar dan lain-lain.
3. adanya pengurus (direksi) dan komisaris yang merupakan satu kesatuan pengurusan dan
pengawasan terhadap perseroan dan tanggung jawabnya terbatas pada tugasnya, yang harus sesuai
dengan anggaran dasar dan/atau keputusan rapat umum pemegang saham.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 41
Corporate’ Organs
Separate legal entity
Dengan demikian (menurut KUHD), PT sebagai salah satu badan hukum dan merupakan badan usaha
yang berbeda dengan badan usaha lainnya dalam menjalankan usahanya sesuai dengan maksud dan
tujuan dalam mengelola kekayaan yang ada seperti tercantum dalam anggaran dasar, salah satu
unsurnya harus mempunyai organ, yang salah satu tugas dari salah satu organ perseroan tersebut adalah
melakukan pengurusan terhadap perseroan dengan penuh tanggung jawab terhadap tugasnya yang
sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan tersebut, termasuk juga di dalamnya melakukan hubungan
hukum dan memgelola kekayaan perseroan.
KUHD Rapat Umum Pemegang Saham yang merupakan organ yang memiliki
kekuasaan tertinggi.
UUPT Salah satu organ yang memiliki wewenang yang tidak dimiliki organ
lainnya.
Relevansi antara teori dengan keberadaan PT sebagai salah satu badan hukum
bahwa PT mempunyai kekayaan yang terpisah dari pendiri dan pengurusnya,
mempunyai hak-hak tersendiri yang diberikan oleh undang-undang pada saat
didirikan, namun untuk bertindak sebagai subjek hukum, hak-hak PT perlu
didukung hak-hak lainnya, yaitu individu dari organ PT (manusia).
Hak Individu tersebut merupakan hak manusia seutuhnya (organ perusahaan) yang bertindak
sebagai wakil dan bagian dari PT berdasarkan hak yang diberikan kepadanya oleh PT
confusing?
Oleh karena itu yang terpenting bukanlah siapa yang mempunyai kekayaan tersebut,
melainkan adanya kekayaan tersebut untuk mencapai suatu tujuan dengan dukungan hak-
hak yang ada.
Apa yang disebut hak-hak badan hukum, sebenarnya hak-hak tanpa subjek hukum,
karena itu sebagai penggantinya adalah kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan.
Entity theory perusahaan sebagai suatu entitas bisnis tersendiri yang terpisah dari kepentingan
pribadi pemilik ataupun pendiri perusahaan tersebut.
Terdapat pemisahan yang jelas atas hak yang berkaitan dengan penghasilan, risiko, kendali, dan likuidasi
perusahaan.
Bahwa pendapatan yang diperoleh perusahaan merupakan hak entitas bisnis, dalam hal ini
perusahaan, bukan merupakan tambahan kekayaan bagi pendiri perusahaan
tersebut.
Tentang Direksi:
Dalam melakukan perbuatan hukum dan mengadakan hubungan hukum untuk mencapai
maksud dan tujuannya, PT sebagai badan hukum membutuhkan dan diwakili direksi untuk
melaksanakan hal tersebut, hal ini dikarenakan fungsi dari direksi di dalam PT adalah
sebagai organ yang melakukan pengurusan perseroan terbatas, di samping itu PT itu sendiri
tidak dapat melakukan tindakan apapun tanpa diwakili orang atau manusia alamiah.
Namun, keberadaan direksi bukan sesuatu yang mutlak karena dalam hal tidak ada
seorangpun anggota direksi yang mewakili PT, baik karena diberhentikan ataupun
mengundurkan diri, PT dapat diwakili oleh Dewan Komisaris.
Di Indonesia, Direksi dalam perseroan paling sedikit terdiri dari satu orang
anggota direksi, kecuali bagi perseroan yang kegiatan usahanya menghimpun
dan/atau mengelola dana masyarakat, menerbitkan surat pengakuan utang
kepada masyarakat, atau Perseroan Terbuka wajib memiliki paling sedikit 2 (dua)
anggota Direksi.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 47
Corporate’ Organs
Separate legal entity
Persyaratan menjadi Direksi dalam UUPT Pasal 93 ayat (1); bahwa yang dapat diangkat
menjadi anggota Direksi adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan
hukum, kecuali dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:
a. dinyatakan pailit;
b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan
bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau
c. dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara
dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan.
UUPT juga memberikan ruang bagi bagi seseorang untuk diangkat menjadi Direksi
suatu PT, yang mana Direksinya merupakan pendiri PT tersebut serta sebagai
pemegang saham, bahkan pemegang saham mayoritas.
Structure
2. Enterprise Risk Management Pillar
Process
3. Risk Management:
Risk Identification
Risk Assessment
Risk Response
MIS & Early Warning System Legal/Regulatory Compliance
Key Risk/Performance
Indicators
4. 1. Strategic: 4. 3. Financial:
Strategic Risk Management Liquidity
Risk Review 4. 2. Operation: Foreign Exchannge
Regulatory Revenue Assurance Interest rate
Technology Fraud Management
Business Interruption (SAS-OH
Financing
Investment
SAS-BCM-Insurance) ROA
Risk Review
Project Risk Management ROI
Legal & Compliance
Business Process Compliance
Governance, Risk Management, and Compliance or GRC is the umbrella term covering an
organization's approach across these three areas. Being closely related concerns, governance, risk
and compliance activities are increasingly being integrated and aligned to some extent in order to
avoid conflicts, wasteful overlaps and gaps.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 51
Basic Concept Good Corporate Governance
Managers
Employees
Managements
The Corporation
Running Business
Financial Advisor
MANAGERS
EMPLOYEES
Day to day-Business
COMPOSITION OF BOD
Its widely believed, that outside directors are better to conduct monitor
Usually from academic communities or business practitioner
New CEO from outside more advantageous
COMPENSATION OF BOD
EVALUATING BOD
OWNERSHIP CONCENTRATION
EXECUTIVE COMPENSATION
To achieve alignment of interest
Reduce conflict of interest (owner vs. Manager), tightly tied with
performance
Elasticity of executive pay (waging) ~ 0.3% of tatal capital
No risk – No return
– good management
– avoiding losses
– increasing returns
“the chance of something happening that will have an impact upon objectives.”
(The Australian/New Zealand Standard for Risk Management)
“the possibility that an event will occur and adversely affect the achievement of
objectives”
(COSO ERM Framework)
“any event which is likely to adversely affect the ability of the organization to
achieve the defined objectives”
(Method 123)
EY Global Risk Survey of 441 Corporate CEOs, CFOs and Financial Executives, March 2006
Value Creation
Optimization
Protection
Compliance
Public Relation
Corporate scandals and breakdowns such as the Enron case of reputational risk in 2001
have highlighted the need for stronger compliance and regulations for publicly listed
companies. The most significant regulation in this context is the Sarbanes-Oxley Act
developed by two U.S. congressmen, Senator Paul Sarbanes and Representative
Michael Oxley in 2002 which defined significant tighter personal responsibility of
corporate top management for the accuracy of reported financial statements.
Compliance in the USA generally means compliance with laws and regulations. These
laws can have criminal or civil penalties or can be regulations. The definition of what
constitutes an effective compliance plan has been elusive. Most authors, however,
continue to cite the guidance provided by the United States Sentencing Commission in
Chapter 8 of the Federal Sentencing Guidelines.
On October 12, 2006, the U.S. Small Business Administration re-launched Business.gov
which provides a single point of access to government services and information that
help businesses comply with government regulations.
There are a number of other regulations such as GLBA, FISMA, Joint Commission and
HIPAA. In some cases other compliance frameworks (such as COBIT) or standards (NIST)
inform on how to comply with the regulations.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 65
Corporate Compliance - Compliance in Indonesia
These laws oblige companies in Indonesia to, among others, maintain their
books and accounts in a manner that is in line with the accounting standards
prevailing in Indonesia although they do not specify how transactions should be
recorded in a company’s books.
Baker & McKenzie discusses how Indonesia is catching up with the global trend
of fighting corruption through various laws.
Pasal 1 angka (5) Undang-Undang Perseroan Terbatas telah memberikan rumusan yang jelas
mengenai kewenangan Direksi, yaitu melakukan tindakan pengurusan Perseroan untuk
kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan yang telah ditentukan
dalam Anggaran Dasar Perseroan.
Direksi juga diberi wewenang untuk mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di
luar pengadilan sesuai dengan ketentuan yang diatur di dalam Anggaran Dasar.
Dalam keadaan demikian, Perseroan Terbatas melakukan pembagian tugas dan wewenang
anggota Direksi yang untuk kemudian ditetapkan berdasarkan keputusan Rapat Umum
Pemegang Saham, selain itu para anggota Direksi dapat menentukan sendiri mengenai
pembagian tugas dan wewenang masing-masing anggota Direksi melalui keputusan Direksi
Perusahaan.
Meskipun UUPT tidak menganut sistem perwakilan kolegial dimana masing-masing anggota
Direksi berwenang mewakili Perseroan, namun pembagian kewenangan tetap perlu
dilakukan demi kepentingan Perseroan agar tidak terjadi banyak kebijakan yang berbeda
dalam menjalankan perseroan.
Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kompleksitas dalam kebijakan yang akan
mempengaruhi kinerja perseroan, baik terhadap perseroan itu sendiri maupun terhadap
pihak ketiga.
Meskipun ketentuan peraturan perundang-undangan tidak melarang bagi seorang anggota Direksi suatu
Perseroan sekaligus menjadi pemegang saham di dalam Perseroan tersebut, namun dalam hal adanya
benturan kepentingan antara Direksi yang bersangkutan dengan Perseroan yang diwakilinya atau terjadi
perkara antara anggota Direksi yang bersangkutan dengan Perseroan yang diwakilinya,
maka yang berwenang adalah direksi lain yang tidak mempunyai benturan kepentingan dalam
perseroan tersebut atau yang tidak terlibat perkara dengan Perseroan yang diwakilinya, serta dapat pula
diwakili pihak lain dalam keadaan tertentu sesuai dengan ketentuan UUPT.
dalam hal pemberi kuasa adalah Direksi yang tidak berwenang mewakili Perseroan, tidak
berarti dengan dikuasakan kepada orang lain maka kewenangan itu didapat kembali.
Maksud dan tujuan perseroan yang dicantumkan dalam anggaran dasar memiliki dua aspek:
Pertama, maksud dan tujuan ini merupakan sumber kewenangan bertindak bagi
perseroan.
Kedua, menjadi pembatasan dari ruang lingkup kewenangan bertindak perseroan yang
bersangkutan selain dibatasi oleh peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar.
Oleh karena itu, kewenangan yang diberikan kepada Direksi sebagai organ yang dipercaya
mampu menjalankan perseroan tidak boleh melampaui batas kewenangan yang telah
ditetapkan dalam Undang-Undang maupun anggaran dasar.
Dalam hal terdapat suatu tindakan yang dibutuhkan untuk kepentingan perseroan
namun tindakan tersebut dibatasi oleh anggaran dasar, perseroan dapat
memberikan kewenangan kepada Direksi melakukan tindakan tersebut dengan
meratifikasi tindakan tersebut di dalam RUPS.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 71
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Dengan demikian, suatu perbuatan hukum berada di luar maksud dan tujuan perseroan
apabila terpenuhi salah satu atau lebih kriteria di bawah ini:
Oleh karena itu, maksud dan tujuan perusahaan harus benar-benar merupakan
landasan pokok bagi perseroan untuk melakukan kegiatan usaha.
Dari ketentuan Pasal 2 dan Pasal 18 UUPT, dapat dirumuskan bahwa maksud dan tujuan
Perseroan adalah hal yang mutlak dan harus ada dalam mendirikan Perseroan sebagai dasar
bagi Perseroan untuk menjalankan kegiatan usahanya dan tidak
boleh bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, ketertiban
umum, dan/atau kesusilaan.
Sebagaimana ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan Pasal 15 ayat (1) UUPT
Selain kewenangan yang diberikan UUPT kepada Direksi selaku organ perseroan yang
melaksanakan tugas pengurusan Perseroan, UUPT juga memberikan tugas kepada Direksi
yang wajib dilakukan sebagai bagian dari diberinya kewenangan Direksi tersebut yang
berkaitan dengan pengurusan terhadap Perseroan.
Directors of a company normally have the exclusive power to manage the company’s
business and exercise its powers. Company law gives the directors all this power but says
that they must exercise it as fiduciaries for the company and without negligence.
Hubungan antara perseroan dengan direksi tidak hanya sekedar hubungan kerja
sebagaimana antara majikan dan karyawan, namun terdapat bentuk hubungan lainnya,
yaitu hubungan kepercayaan, antara perseroan sebagai pihak yang memberi kepercayaan.
Direksi sebagai pihak yang menerima kepercayaan, hal ini terlihat dari kewenangan dan
tugas yang diberikan perseroan kepada direksi, yaitu mengelola kekayaan perseroan untuk
mencapai maksud dan tujuan perseroan dengan penuh itikad baik
dan penuh tanggung jawab, dimana hal tersebut dilakukan hanya semata-mata
untuk kepentingan perseroan.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 76
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
A fiduciary is someone who has undertaken to act for and on behalf of another in a
particular matter in circumstances which give rise to a relationship of trust and confidence
Hubungan antara direksi dan perseroan selain didasarkan hubungan kerja, direksi juga
memiliki hubungan fidusia dengan perseroan. Direksi memiliki kedudukan fidusia (fiduciary
position) di dalam perseroan.
One party, for example a corporate trust company or the trust department of a bank, holds a
fiduciary relation or acts in a fiduciary capacity to another, such as one whose funds are
entrusted to it for investment. In a fiduciary relation one person, in a position of
vulnerability, justifiably reposes confidence, good faith, reliance and trust in another whose
aid, advice or protection is sought in some matter. In such a relation good conscience
requires one to act at all times for the sole benefit and interests of another, with loyalty to
those interests.
Dalam hubungan seperti di atas, dapat dikatakan bahwa antara direksi dengan perseroan
telah lahir suatu fiduciary relationship, dimana dalam hubungan ini terdapat satu pihak
yang mempunyai kewajiban untuk melakukan suatu tindakan semata-mata untuk
kepentingan pihak yang lainnya. Fiduciary relationship melahirkan fiduciary duty.
The fiduciary duties of the directors of a company considered are owed to company itself
and it is the company can enforce them. Shareholders and creditors cannot enforce the
duties.
Fiduciary duty merupakan tanggung jawab dan kewajiban direksi terhadap perseroan oleh
karena itu hanya perseroan yang berhak untuk meminta direksi melaksanakan tanggung
jawab berdasarkan fiduciary relationship. Dengan kata lain direksi hanya bertanggung
jawab terhadap perseroan, bukan terhadap pemegang saham maupun kreditor.
Fiduciary duty (Black’s Law Dictionary) a duty to act with the highest degree of
honesty and loyalty toward another person and in the best interests of other person
(such as the duty that one partner owes to another).
Dalam hal ini, direksi harus memiliki standar integritas dan loyalitas
yang tinggi, tampil serta bertindak untuk kepentingan perseroan,
secara
I N Wisnubona fides.
Wardhana-Modul BJR 78
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Direksi diberikan kewenangan untuk melakukan tindakan pengurusan yang legal, maksudnya
adalah tindakan yang dilakukan direksi harus sesuai dengan ketentuan anggaran dasar atau
peraturan lain yang berlaku, penuh kejujuran dan dilandasi itikad baik, serta untuk
sepenuhnya kepentingan perseroan sehingga semua tindakan direksi untuk dan atas nama
perseroan adalah sah.
Dalam hal tindakan yang dilakukan direksi bukan merupakan tindakan yang sah bagi
perseroan maka direksi dapat terancam bertanggung jawab sepenuhnya secara pribadi atas
kerugian yang ditimbulkan akibat tindakannya.
Kekayaan yang dimiliki perseroan merupakan kekayaan pemegang saham sebatas saham
yang dimilikinya. Oleh karena itu, secara tidak langsung tindakan atau kebijakan yang dibuat
direksi untuk kepentingan perseroan secara tidak langsung menguntungkan pemegang
saham. Oleh karena itu dapat dikatakan Fiduciary duty direksi melindungi kepentingan
pemegang saham secara tidak langsung.
A director’s duty has been laid down as requiring him to act such care as is
reasonably to be expected from him, having regard to his knowledge and
experience.
Standard of care: under the law of negligence or of obligations, the conduct demanded
of a person in given situation. Typically this involves a person’s giving attention with the
possible dangers, mistakes, and pitfalls and to ways of minimizing those risks.
In tort law, the standard of care is the degree of prudence and caution required of an
individual who is under a duty of care.
Terkait dengan tanggung jawab seseorang atas kelalaian atau kurang hati-
hatinya seseorang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 82
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
2. Duty of loyalty Even a director who is an employee of a shareholder and was
nominated to his directorship by that shareholder does not act as agent
for that shareholder when acting as a director of a company.
Dalam duty of loyalty direksi dituntut untuk patuh dan setia terhadap perseroan. Patuh
dapat diartikan bertindak berdasarkan pertimbangan rasional dan professional sesuai
dengan maksud dan tujuan dalam Anggaran Dasar Perseroan demi kepentingan
perseroan.
However, a company director who does have special knowledge relevant to the
company’s business is bound to give the company advantage of that knowledge when
transacting its business.
Direksi yang memiliki keahlian yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan sudah selayaknya
bahkan terikat untuk menggunakan keahliannya itu untuk kepentingan perusahaan selama dia
bertanggung jawab terhadap pelaksaan pengurusan perseroan.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 83
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Direksi hanya bertanggung jawab untuk pengurusan perseroan dan setia terhadap
perseroan sebagai orang yang dipercaya, bukan terhadap pemegang saham secara
pribadi dan untung kepentingan, keuntungan, atau motif-motif pribadi pemegang
saham maupun
kreditor.
A person’s duty not to engage in self-dealing or otherwise use his or her position to
further personal interests rather than those of the beneficiary.
Direksi bertanggung jawab terhadap pengurusan perseroan, oleh karena itu seorang
direksi haruslah seorang yang professional. Direksi diharapkan dapat membawa
perseroan kepada kemajuan, oleh karena itu seorang direksi haruslah seorang yang
dapat memahami hal-hal yang berkaitan dengan perseroan.
Duty of skill sebagai salah satu bentuk fiduciary duty yang menuntut direksi untuk
melakukan tugas pengurusan perseroan harus memiliki keahlian dan bertindak secara
professional.
Directors are bound, no doubt, to use reasonable diligence having regard to their
position, though probably an ordinary director, who only attends at the board
occasionally, cannot be expected to devote as much time and attention to the business as
the sole managing partner of an ordinary partnership, but they are bound to use fair and
reasonable diligence in the management of company’s affairs, and to act honestly.
5. Duty to Act Lawfully Kepercayaan yang diberikan perseroan kepada direksi bukan
merupakan suatu pemberian wewenang yang tanpa batas. Kewenangan direksi
dalam melakukan tugas pengurusan perseroan didasari sekaligus dibatasi
oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam hal ini, peraturan dan perundang-undangan yang dimaksud termasuk juga
anggaran dasar perseroan, oleh karena itu direksi dalam melaksanakan wewenang dan
menjalankan tugasnya harus didasari pada anggaran dasar dan peraturan perundang-
undangan.
Direksi dalam menjalankan tugas perseroan harus sesuai dengan ketentuan dari
Undang-Undang Perseroan Terbatas dan anggaran dasar perseroan, tugas tersebut
harus dilaksanakan dengan penuh kehatihatian, itikad baik, konsekuen, dan
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 88
konsisten.
Board’ Tasks and its Authorities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Di Indonesia, fiduciary duty tersebut diterapkan pada pasal-pasal yang termuat di dalam
Undang-Undang Perseroan Terbatas, sebagaimana pasal-pasal yang telah dikemukakan di
atas, meskipun tidak dirumuskan secara jelas di dalam pasal-pasal tersebut, namun dari
pasal-pasal yang berisi kewajiban direksi terhadap perseroan di dalam Undang-Undang
Perseroan Terbatas dapat disimpulkan bahwa kewajiban-kewajiban tersebut merupakan
penerapan dari fiduciary duty.
In the case of a listed company, non-executive directorship is not a sinecure. Directors are on
the board to bring an informed judgment to decision making and to supervise the activities
of management. This applies a fortiori to members of an audit committee. In general, the
dicta cited above remain true, than a non-executive director need not spend all his time on
the company’s affairs.
This may not good enough. There is a significant difference between not knowing because
one was too busy to pay attention to what was going on. In the latter case, it is suggested
that
I Nthe director
Wisnu concerned
Wardhana-Modul BJR will not have displayed reasonable diligence. 89
Modul VI
Board’ Responsibilities
Secara umum direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan, hal
ini diatur dalam ketentuan UUPT Pasal 1 angka 5. Tanggung jawab penuh
terhadap pengurusan perseroan tersebut harus dilakukan dengan mengikuti
ketentuan yang berlaku, artinya terbatas pada maksud dan tujuan yang
tercantum dalam anggaran dasar perseroan.
A duty to deal with or take care of somebody/something, so that you may be blamed if
something goes wrong; e.g.: We are recruiting a sales manager with responsibility for
the European market. They have responsibility for ensuring that the rules are enforced. It
is their responsibility to ensure that the rules are enforced. To take/assume overall
responsibility for personnel. Parental rights and responsibilities. I don’t feel ready to take
on new responsibilities. To be in a position of responsibility. I did it on my own
responsibility (= without being told to and being willing to take the blame if it had gone
wrong).
A duty to help or take care of somebody because of your job, position, etc.; e.g.: She
feels a strong sense of responsibility towards her employees. I think we have a moral
responsibility to help these countries.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 91
Board’ Responsibilities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Oleh karena itu tanggung jawab dapat bermakna sesuatu yang belum dilakukan tapi
merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan, seperti halnya tanggung jawab direksi untuk
melakukan pengurusan perseroan, begitu seseorang diangkat secara sah sebagai direksi
secara otomatis dia bertanggung jawab untuk tugas pengurusan itu, dimana dia
berkewajiban untuk selanjutnya menjalankan tugas pengurusan perseroan dengan sebaik-
baiknya, yang mana makna tersebut dapat dirumuskan dari UUPT Pasal 1 angka 5.
Makna berikutnya adalah sesuatu yang telah dilakukan harus ditanggung akibatnya
beserta segala risiko yang mungkin timbul dari dilaksanakannya tindakan tersebut, yang
dalam penulisan ini, seorang direksi dianggap bertanggung jawab terhadap keputusan-
keputusan yang diambil dan tindakan-tindakan yang dilakukan berkaitan dengan tindakan
pengurusan
perusahaan.
Dari pasal-pasal yang ada, dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab direksi
meliputi setiap tindakan yang dilakukan oleh direksi dalam pengurusan perseroan
dan/atau atas tindakan yang tidak dilakukan direksi namun seharusnya dilakukan.
Karena kedudukan direksi yang bersifat fiduciary, yang oleh UUPT sampai batas-
batas tertentu diakui, maka tanggung jawab direksi menjadi sangat tinggi (high
degree). Tidak hanya bertanggungjawab terhadap ketidakjujuran yang disengaja
(dishonesty), tetapi dia juga bertanggungjawab secara hukum terhadap tindakan
mismanagement, kelalaian atau gagal atau tidak melakukan sesuatu yang penting
bagi perseroan.
Pasal ini juga merupakan penerapan dari definisi tanggung jawab sebagai keadaan dimana
suatu pihak harus menanggung resiko yang timbul akibat dari dilakukannya suatu tindakan.
…for the purposes of contract, the company exists only in the directors and officers acting by
and according to the deed [i.e., the deed of settlement, equivalent in those days to the
memorandum and articles of association]; and by the statute of law the company is no more
liable than a corporation by charter for the act of one or more of its members, who are
distinct persons by law.
Selain bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan direksi seperti halnya diatur di
dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, direksi suatu perseroan juga dituntut untuk
bertanggung jawab secara pribadi terhadap tindakan ultra vires, yaitu tidak hanya termasuk
pada tindakan yang dilarang oleh anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan tetapi
juga tindakan yang tidak dilarang namum melampaui kewenangan yang
diberikan kepadanya, meskipun tindakan ultra vires itu dilakukan
untuk
I N Wisnukepentingan
Wardhana-Modul BJR perseroan. 96
Board’ Responsibilities
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Latin phrase meaning "beyond power or authority" describing an act by a corporation that
exceeds its legal powers. For example, corporations do not have the authority to engage in
the insurance business without a charter. A corporation offering insurance without authority
would be acting ultra vires. Similarly, an insurance company chartered to engage in a single
line of business would be operating ultra vires by offering some other line.
In corporate law, ultra vires describes acts attempted by a corporation that are beyond the
scope of powers granted by the corporation's Articles of Incorporation or in a clause in its
Bylaws; in the laws authorizing its formation, or similar founding documents. Acts attempted
by a corporation that are beyond the scope of its charter are void or voidable.
Acting bona fide in the interests of the company is not an excuse for acting for a dominant
improper purpose, especially where the directors are acting in their own self-interest.
Bila dalam hal ini ternyata terdapat kerugian akibat tindakan ultra vires yang
dilakukan direksi dalam melakukan pengurusan perseroan, direksi wajib
bertanggung jawab penuh secara pribadi atas tindakan ultra vires nya tersebut,
namun apabila tindakan ultra vires tersebut menguntungkan perseroan,
keuntungan tersebut menjadi milik perseroan.
Apabila direksi dalam melakukan pengurusan perseroan tindakan tersebut dilakukan dengan
tingkat kehati-hatian yang tinggi, dengan mengerahkan seluruh keahlian mereka, serta
dilakukan dengan penuh kejujuran semata-mata tindakan tersebut hanya untuk kepentigan
dan keuntungan perseroan, maka direksi dibebaskan dari tanggung jawab serta kewajiban
hukum atas resiko yang mungkin timbul akibat dari tindakan yang dilakukan tersebut.
Hal ini memberikan rumusan yang tegas bahwa apabila tindakan direksi dilakukan dengan
memenuhi fiduciary duty, direksi dibebaskan dari kewajiban hukum untuk menanggung
segala resiko kerugian yang mungkin timbul akibat dari tindakannya tersebut.
Faktanya, ketentuan fiduciary duty yang merupakan kewajiban direksi dalam melaksanakan
tugasnya tidak dapat sepenuhnya diterapkan dalam ketentuan hukum perusahaan di
Indonesia, hal ini disebabkan karena UUPT sebagai produk hukum yang mengatur tentang
perseroan di Indonesia tidak menentukan standar yang jelas dalam hal keahlian
seseorang untuk dapat menjadi direksi.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 102
Board Discharge of its Legal Duties
and Equitabilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Akibat dari tidak diberikannya standar yang lebih tinggi untuk seseorang menjadi anggota
direksi berdampak pada kehidupan sosial yang mengakibatkan sulitnya penerapan
fiduciary duty di dalam penerapan hukum perusahaan di Indonesia, terutama pada
perseroan terbatas tertutup (Private Company). Hal ini berbeda dengan Perseroan Terbatas
Terbuka (Tbk), yang pada umumnya memberikan standar yang tinggi bagi seseorang untuk
diangkat menjadi direksi dalam suatu Perseroan Terbatas Tbk.
Hal-hal mengenai pembebasan tanggung jawab direksi dari risiko dalam hal terjadi kerugian
akibat tindakan pengurusan direksi terhadap perseroan diatur dengan tegas di dalam pasal-
pasal di dalam UUPT, yaitu di antaranya :
a. Pasal 69 ayat (4);
b. Pasal 97 ayat (5); dan
c. Pasal 104 ayat (4).
The constitution of a limited company normally provides for directors, with powers of
management, and shareholders, with defined voting powers having power to appoint the
directors, and to take, in general meeting, by majority vote, decisions on matters not
reserved for management…it is established that directors, within their management
powers, may take decisions against the wishes of the majority of share holders, and
indeed that the majority of shareholders cannot control them in the exercise of these powers
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR
while they remain in office. 103
Board Discharge of its Legal Duties
and Equitabilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Apabila, pemegang saham yang terbukti mempengaruhi keputusan direksi atau terbukti
terlibat dalam tindakan pengurusan wajib ikut bertanggung jawab terhadap kerugian
perseroan akibat campur tangan pemegang saham tersebut.
Tanggung jawab tersebut dapat berupa tanggung renteng direksi dan pemegang saham
yang bersangkutan maupun tanggung jawab pemegang saham sepenuhnya apabila
terbukti bahwa direksi tidak bersalah dan tidak bertanggung jawab atas diambilnya
I N Wisnu Wardhana-Modul
keputusan tersebut. BJR 104
Board Discharge of its Legal Duties
and Equitabilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Berdasarkan kewenangan yang ada padanya (proper purposes), direksi harus mampu
mengekspresikan dan menjalankan tugasnya dengan baik, agar perusahaan selalu berjalan
di jalur yang benar atau layak.
Unless contractually bound to perform specific duties (for example, under a contract of
employment), a company director is, in general, only liable for negligence in what he or she
actually does do, not for omitting to attend the company's business.
Tanggung jawab lahir dari adanya suatu keadaan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan,
misalnya kerugian, dan menanggung kerugian tersebut jika ada kesalahan yang dilakukan.
Direksi perseroan baru dapat diminta pertanggung jawabannya bila terjadi kerugian dan
terdapat kesalahan yang dilakukan oleh direksi.
A director is not bound to take any definite part in the conduct of the company's business, but
so far as he does undertake it he must use reasonable care in its dispatch. such reasonable
care must be measured by the care an ordinary man might be expected to take in the same
circumstances on his own behalf. he is clearly not responsible for damages occasioned by
errors of judgment.
Sehingga segala tindakan yang dilakukan atau diambil oleh penerima kuasa (anggota direksi
perseroan) adalah tanggung jawab pribadi dari anggota direksi yang melakukan tindakan
hukum untuk dan atas nama perseroan terbatas tersebut.
veil-piercing Courts sometimes apply common law principles to ‘pierce the corporate veil’
and hold shareholders personally liable for corporate debts or obligations.
Unfortunately, despite the enormous volume of litigation in this area, the case law fails to
articulate any sensible rationale or policy that explains when corporate existence should be
disregarded.
Prinsip piercing the corporate veil pada dasarnya menegaskan tanggung jawab
suatu pihak terhadap kerugian perseroan apabila terbukti bahwa pihak tersebut
menggunakan kekayaan dan memanfaatkan perseroan dengan langsung maupun
tidak langsung untuk keuntungan pribadi dan apabila terlibat dalam perbuatan
melawan hukum yang dilakukan perseroan.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 109
Board Discharge of its Legal Duties
and Equitabilities Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Dengan demikian, tidak tertutup kemungkinan hapusnya tanggung jawab terbatas
pemegang saham apabila terbukti bahwa telah terjadi pembauran harta kekayaan pribadi
pemegang saham dan harta kekayaan perseroan sehingga perseroan didirikan semata-mata
sebagai alat yang dipergunakan pemegang saham untuk memenuhi tujuan pribadinya.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam hal dapat dibuktikan adanya piercing the
corporate veil, maka dimungkinkan direksi dapat dibebaskan dari tanggung jawab karena
adanya pihak yang wajib bertanggung jawab, namun pembebasan tanggung jawab direksi
tersebut harus dibuktikan bahwa direksi tersebut tidak terlibat tindakan yang
mengakibatkan kerugian perseroan tersebut.
Secara umum doktrin ini merupakan doktrin yang memberikan perlindungan bagi direksi
terhadap keputusan bisnis yang diambilnya.
Business Judgment Rule is the legal doctrine that a corporation’s officers and directors
cannot be liable for damages to stockholders for a business decision that proves
unprofitable or harmful to the corporation so long as the decision was within the officers’
or directors’ discretionary power and was made on an informed basis, in good faith
without any direct conflict of interest, and in the honest and reasonable belief that it was
in the corporation’s best interest.
Salah satu negara bagian di Amerika Serikat yang menerapkan doktrin Business Judgment
Rule adalah Delaware, dimana menurut ketentuan Hukum Perusahaan Delaware, Business
Judgment Rule merupakan turunan dari prinsip dasar, yang dikodifikasi dari Del Code Ann.
tit. 8, s 141(a), dimana keputusan bisnis dan urusan dari suatu perseroan di Delaware diurus
oleh atau di bawah kewenangan direksi. Dimana dalam menjalankan peran pengurusan
perseroan tersebut, direksi dituntut untuk tidak mudah putus asa dalam memenuhi
fiduciary
I N Wisnuduty untuk kepentingan
Wardhana-Modul BJR perseroan dan pemegang saham perseroan. 112
Business Judgment Rule Doctrine
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Selain Amerika Serikat, Australia dan Jerman juga mengadopsi Doktrin Business Judgment
Rule ke dalam hukum perusahaan mereka. Australia di dalam Corporation Law (section 180
[2]) mengadopsi Business Judgment Rule, kemudian Jerman di dalam German Corporate Law
Act (The first two sentences of 93 para. 1.
Dasar Pemikiran:
Pengakuan dari pengadilan bahwa sudah menjadi sifatnya dalam menjalankan bisnis yang
bernuansa risiko, Direksi harus terbebas dari rasa takut atas jeratan hukum yang mungkin
menjerat direksi dalam hal direksi mengambil keputusan bisnis yang beresiko, rasa takut
direksi dalam mengambil keputusan bisnis tersebut akan mempengaruhi keputusan bisnis
direksi tersebut.
“The Judges are not business experts.” Hakim merupakan ahli dalam bidang hukum,
namun bukan merupakan ahli dalam mengelola perusahaan dan bisnis, oleh karena itu
hakim harus menghormati keputusan bisnis direksi tanpa perlu campur tangan dan
memberi pendapat bandingan atas kerputusan bisnis direksi.
Berdasarkan alasan-alasan yang telah disebutkan, maka keputusan bisnis yang diambil
direksi dianggap merupakan keputusan yang terbaik bagi perusahaan.
Keputusan terbaik bagi perseroan belum tentu keputusan yang tidak membawa kerugian
terhadap perseroan, namun dalam menjalankan bisnis banyak faktor yang mempengaruhi,
oleh karena itu dapat dimungkinkan suatu keputusan bisnis yang terbaik bagi perseroan
menimbulkan kerugian merupakan keputusan yang terbaik, dan bilamana keputusan
tersebut tidak diambil oleh direksi atau diambil keputusan yang lain, perseroan akan
mengalami kerugian yang lebih besar dari diambilnya keputusan tersebut.
a plaintiff assumes "the burden of providing evidence that directors, in reaching their challenged
decision, breached any one of the triads of their fiduciary duty— good faith, loyalty, or due care”.
Failing to do so, a plaintiff "is not entitled to any remedy unless the transaction constitutes waste . . .
[that is,] the exchange was so one-sided that no business person of ordinary, sound judgment could
conclude that the corporation has received adequate consideration".
Fiduciary duty merupakan beban bagi direksi, dimana dalam melaksanakan tugas
dan kewajibannyanya direksi harus melakukan dengan memenuhi ketentuan
yang diatur oleh doktrin fiduciary duty, namun dengan adanya doktrin Business
Judgment Rule direksi dapat melaksanakan tugas, kewenangan, dan
kewajibannya melalui suatu keputusan bisnis yang diambil dengan penuh
tanggung jawab tanpa ada rasa takut dan kekhawatiran bahwa direksi akan
dibebani dengan tanggung jawab pribadi apabila ternyata keputusan yang
diambil menimbulkan kerugian bagi perseroan.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 117
Business Judgment Rule Doctrine
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Members of a company have no right to expect a reasonable standard of general
management from the company's managing director: it is one of the normal risks of
investing in a company that its management may turn out not to be of the highest quality.
Business Judgment Rule merupakan suatu anggapan bahwa direksi dalam mengambil
keputusan bisnis telah memenuhi ketentuan fiduciary duty. Dalam hal adanya pihak yang
merasa anggapan itu salah karena dan menganggap direksi telah mengambil keputusan
bisnis tidak berdasarkan fiduciary duty, maka pihak tersebut harus mengajukan suatu
gugatan dan membuktikan bahwa direksi dalam mengambil keputusan telah melakukan
pelanggaran fiduciary duty dan tidak berhak atas perlindungan berdasarkan doktrin Business
Judgment Rule.
Behind the business judgment rule lies recognition that investors’ wealth would be lower
if managers’ decisions were routinely subjected to strict judicial review.
BJR memberikan dorongan kepada direksi agar berani mengambil keputusan serta
mengambil risiko dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya mengurus perseroan serta
tidak takut dan tidak berhati-hati secara berlebihan terhadap ancaman yang mengakibatkan
direksi bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perseroan yang mungkin timbul
akibat dari tindakan maupun keputusan bisnis direksi tersebut.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 118
Business Judgment Rule Doctrine
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Kondisi perekonomian yang dipengaruhi oleh berbagai faktor mengakibatkan perubahan iklim bisnis yang
begitu cepat, serta persaingan bisnis yang semakin ketat, oleh karena itu direksi sebagai pengelola
perseroan dituntut untuk bertindak cepat, apabila direksi terlampau lamban mengambil keputusan
bukan tidak mungkin perseroan akan kehilangan peluang bisnis yang kemungkinan akan memberikan
keuntungan bagi perseroan.
Precisely why investors’ wealth would not be maximized by close judicial scrutiny is less clear. The
standard justifications are that judges lack competence in making business decisions and that the fear of
personal liability will cause corporate managers to be more cautious and also result in fewer talented
people being willing to serve as directors
Pemahaman akan doktrin Business Judgment Rule dapat dipahami berdasarkan asas Presumption of
Innocence yang dikenal juga dengan asas “praduga tidak bersalah“, dimana dalam asas ini seseorang
dianggap tidak bersalah sampai ada pihak yang dapat membuktikan bahwa ia bersalah dan pengadilan
mengeluarkan keputusan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa seseorang tersebut
bersalah.
BJR Direksi dianggap tidak bersalah dan tidak bertanggung jawab secara
pribadi atas kerugian perseroan akibat keputusan bisnis yang diambil direksi
sampai ada pihak yang dapat membuktikan bahwa kerugian perseroan
merupakan kesalahan dan kelalaian direksi dalam mengambil keputusan.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 119
Business Judgment Rule Doctrine
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Business Judgment Rule melindungi direksi dari tanggung jawab pribadi atas kerugian
perseroan hanya terhadap keputusan bisnis yang jelas-jelas memenuhi fiduciary duty dan
perbuatan maupun tindakan direksi tersebut termasuk dalam intra vires, terhadap
perbuatan direksi yang ultra vires direksi tidak dapat dilindungi dengan adanya doktrin
Business Judgment Rule.
Menurut doktrin Business Judgment Rule ini, hakim dianggap tidak memiliki ketrampilan
bisnis, oleh karena itu pengadilan tidak berhak ikut campur memberikan penilaian terhadap
keputusan bisnis yang diambil direksi. Direksi dianggap telah mengambil keputusan yang
tepat sesuai dengan keahliannya dan kebiasaan yang terjadi dalam bisnis. Pengadilan hanya
dapat turut campur dalam hal adanya pelanggaran yang dilakukan oleh direksi dalam
mengambil keputusan atau pelaksanaan pengurusan perseroan.
Doktrin BJR ini merupakan satu-satunya pertahanan yang dapat dipakai oleh Direksi yang
beritikad baik dalam melindungi dirinya dari gugatan Perseroan Terbatas, pemegang saham,
dan/atau kreditor Perseroan Terbatas sehubungan dengan kerugian akibat keputusan yang
salah yang diambil oleh Direksi.
Terdapat doktrin lain yang dapat dijadikan dasar bagi direksi untuk membebaskan diri dari
tanggung jawab pribadi; yaitu doktrin alter igo dan doktrin piercing the corporate veil.
Kedua doktrin ini bahwa dalam hal kerugian perseroan diakibatkan adanya campur
tangan pihak lain, yang dalam hal ini di antaranya pemegang saham, apabila direksi dapat
membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah, maka pihak yang terlibat dalam pengurusan
selain direksi seperti pemegang saham wajib bertanggung jawab secara pribadi atas
kerugian perseroan, tapi dimungkinkan juga direksi bersama-sama pemegang saham yang
bersangkutan bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian perusahaan.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 121
Business Judgment Rule Doctrine
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
Pada dasarnya, fiduciary duty itu tidak hanya sekedar itikad baik, karena meskipun direksi
telah melakukan tugasnya dengan itikad baik namun terdapat kesalahan atau kelalaian atau
hal-hal lain yang termasuk dalam klasifikasi fiduciary duty, direksi tetap bertanggung jawab
secara pribadi terhadap kerugian yang diderita perseroan.
Business Judgment Rule sangat sulit untuk dibantah, oleh karena itu pengadilan
tidak dapat ikut campur tangan kecuali dengan jelas terbukti bahwa direksi
bersalah atas penyelewengan dan kecurangan terhadap aset perseroan.
Sebagaimana dinyatakan oleh Delaware Supreme Court bahwa suatu pengadilan tidak akan
mengubah pandangan/ide apakah suatu keputusan bisnis yang diambil direktur adalah suatu
keputusan bisnis yang tepat atau bukan apabila keputusan bisnis dan tindakan yang diambil
direksi sesuai dengan informasi yang ada, dengan itikad baik, dan dengan keyakinan penuh
bahwa tindakan yang diambil adalah yang terbaik untuk perseroan.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 122
Business Judgment Rule Doctrine
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
There is no statutorily implied term in a contract for the supply of services as a director that
the director will carry out the services with reasonable care and skill, because directors have
been exempted from…
Direksi dalam menjalankan tugasnya harus melakukan dengan tingkat kehati-hatian yang
tinggi dan dengan kemampuan yang ada secara maksimal yang terbaik yang dilakukan
direksi bisa saja bukan merupakan hasil yang memuaskan bagi perseroan.
In Delaware, in Paramount Communications Inc. vs Time Inc. (1990) 571 A 2d 1140, the
court accepted that it was legitimate for the directors of Time Inc. to decide that it was in
the best interest of their company to go ahead with a merger with another company and not
to allow shareholders the opportunity of selling their shares to an unwelcome takeover
bidder, even though the bidder was offering considerably more than the current market price
for the company's shares and many shareholders would have found the bid attractive.
It is possible to interpret this case in terms of a preference for long-term increase in the
company's value over short-term gain for the shareholders, but the court said (at page
1150): we think it unwise to place undue emphasis upon long-term versus short-
term corporate strategy... The questions of 'long-term' versus 'short-term' values is
largely irrelevant because directors, generally, are obliged to chart a course for a corporation
which is inWardhana-Modul
I N Wisnu its best interest
BJR without regard to a fixed investment horizon. 123
Business Judgment Rule Doctrine
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
It seems that the court was defining the directors' duties in terms of the interests of the company as a
separate person ('its best interests'). The court expressly rejected the idea that the directors duty was
simply to maximize shareholder value in the short term.
Pengadilan Inggris dalam memutuskan kasus dalam hukum perusahaan juga mengacu pada yurisprudensi
di negara-negara lain, seperti halnya Amerika Serikat
sebagaimana terlihat dalam kutipan di atas, dimana dasar pemikiran dari putusan
di Delaware yang menganggap direksi tidak terikat hanya untuk memberikan keuntungan perseroan
dalam ‘short term’, namun juga dapat dalam jangka panjang selama keputusan direksi sepenuhnya untuk
kepentingan perseroan (Business Judgment Rule applied).
The presumption raised by the Business Judgment Rule may be rebutted by the plaintiff. “The business
judgment rule is a presumption that in making business decisions, the directors of a corporation acted
on an informed basis, in good faith and in the honest belief that the action taken was in the best
interest of the company. Thus, the party attacking a board decision as uninformed must rebut the
presumption that its business judgment was an informed one. Further, rebuttal typically requires a
showing that the defendants violated duty of care or loyalty (with courts assuming director’s good
faith otherwise).
Pihak yang menyatakan bahwa suatu keputusan direksi harus membantah anggapan bahwa keputusan
direksi itu sesuai dengan informasi yang ada, dengan menunjukkan bukti bahwa pihak yang dituduh telah
melakukan pelanggaran atas duty of care maupun duty of loyalty.
I N Wisnu Wardhana-Modul BJR 124
Business Judgment Rule Doctrine
Pengaturan dalam UUPT No. 40/2007
If the plaintiff can show that an action should not be protected by the business judgment
rule (such as when a director decides to give over a certain percentage of the company’s
profits to charity (duty of care violation) or lines his/her own pockets with company’s money
(self-interest/duty of loyalty violation), then the burden will shift to the defendant to show
that the action meets the burden of good faith/rational decision. In many cases, it is
relatively easy for a director to find some rational reason for his action and, with the courts
using the business judgment rule, the case will likely be dismissed (U.S. courts disdain getting
involved in business matters)
Pasal 1365 KUH-Perdata menyatakan tiap perbuatan yang melanggar hukum, yang membawa
kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian
itu, mengganti kerugian tersebut. Pasal ini terdiri dari beberapa unsur, di antaranya adalah
adanya suatu perbuatan yang dilakukan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-
undangan yang menimbulkan kerugian.
Pasal 1366 Kitab Undang-undang Hukum Perdata sedikit menambahkan bahwa tanggung
jawab seseorang tidak sebatas pada perbuatan yang dilakukan, melainkan terhadap kelalaian
atau kesalahan.
Pasal 97 ayat 5 UUPT Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan:
a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya;
b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk
kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;
c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung
atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan
d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian
tersebut.