Anda di halaman 1dari 25

BAHAN KULIAH HUKUM DAGANG

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS KATOLIK


PARAHYANGAN

DISUSUN OLEH:
CATHARINA RIA BUDININGSIH
REVISI 2022 (minor)

1
Kode Matakuliah/Nama Mata Kuliah : HUKUM DAGANG

Deskripsi Matakuliah : Mata kuliah membahas mengenai aspek-aspek hukum


yang bersifat dasar dan umum dalam kegiatan bisnis.
Objek kajian pada mata kuliah ini adalah: sejarah hukum
dagang , sumber hukum dagang, Badan Usaha di Indonesia,
Lembaga Pembiayaan, Jual Beli Dagang, Kepailitan,
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dan
Penyelesaian sengketa bisnis.
Kompetensi mahasiswa setelah lulus mata kuliah ini adalah
pemahaman dasar dan menyeluruh mengenai aspek-aspek
hukum dalam kegiatan bisnis khusus nya berdasarkan
hukum positif di Indonesia.

Tujuan Mata kuliah : Mahasiswa mengetahui dan mengerti mengenai aspek-


aspek hukum yang digunakan dalam kegiatan bisnis.
Mahasiswa memiliki pemahaman dasar dan umum
mengenai kaidah-kaidah hukum dalam kegiatan bisnis.
Diharapkan pada setelah lulus mata kuliah ini mahasiswa
memiliki dasar yang kuat untuk mengikuti mata kuliah lain
yang berkaitan dengan kegiatan bisnis, seperti Hukum
Perbankan dan Surat Berharga, Hukum Asuransi, Hukum
Pengangkutan dll.

Bobot Kredit : 3 SKS

Pengajar : Dr.C. Ria Budiningsih, S.H,.MCL.Sp1.


Bagus Fauzan, SH., MH.
Chrisse Calcaria Brahmana, SH., MKn

2
Silabus Matakuliah Hukum Dagang

TATAP TOPIK POKOK BAHASAN


MUKA
Minggu Pengantar Hukum Pengertian / Terminologi Hukum Dagang
Dagang
I  Sejarah Hukum Dagang
 Hubungan Hukum Hukum Perdata dengan Hukum
Dagang (KUHPdt dengan KUHD)
 Sumber Hukum Dagang
 Ruang Lingkup Hukum Dagang

Pembukuan /Dokumen  Kewajiban pembukuan


II
Perusahaan
 Sifat Rahasia Pembukuan dan pembatasannya
 Lama penyimpanan
 Kekuatan Hukum

 Perantara Dagang yang bekerja di dalam perusahaan


Perantara Dagang
III  Perantara Dagang yang bekerja di luar perusahaan
 Hubungan hukum antara Perantara Dagang dengan
Pelaku Usaha
 Contoh perantara dagang

IV/V/  Terminologi Badan Usaha


Badan Usaha

3
(Perusahaan)  Jenis-jenis Badan Usaha di Indonesia-
Non Badan Hukum  Kaharakteristik, Cara mendirikan dan tanggung jawab
hukum pemilik Perusahaan Dagang dengan pihak
Perusahaan Dagang
ketiga.
(PD)
Persekutuan Perdata  Karakteristik, Cara mendirikan Firma, tanggung jawab
(Maatschaap) para sekutu secara intern (diantara para sekutu Firma)
dan secara ekstern (terhadap pihak ketiga),
Firma berakhirnya Firma
Perseroan Komanditer  Karakteristik CV, Cara mendirikan CV, kedudukan
(CV) hukum dan tanggung jawab intern dan ekstern Sekutu
Komplementer dan sekutu Komanditer.

Perseroan Terbatas
(PT)  Pengertian PT
VI
 Kedudukan dan Tanggung jawab Pemegang Saham
 Organ PT
 Cara mendirikan PT
 Akibat Hukum pada tiap tahap pendirian PT
 Cara pengambilan keputusan pada PT
 Piercing the Corporate veil
 Fiduciary Duty
 Jenis-jenis saham PT

Badan Usaha Milik


Negara (BUMN)
VII  Dasar Hukum BUMN
 Perusahaan
Umum  Pengertian BUMN
(Perum)
 Penggolongan BUMN
 Perusahaan
Perrseroan  Karakteristik dan tujuan Persero
(Persero)

4
 Organ Persero
 Kedudukan Pemerintah pada Persero yang seluruh
sahamnya milik negara
 Kedudukan pemerintah yang sebagian saham dimiliki
masyarakat.
 Karakteristik dan tujuan Perum
 Organ Perum
UTS

Koperasi
VIII
 Dasar Hukum
 Pendirian Koperasi
 Tujuan Koperasi
 Jenis Koperasi
 Organ Koperasi
 Prinsip pengambilan keputusan
 Prinsip pembagian keuntungan

Lembaga Pembiayaan
IX
 Leasing (Sewa Guna Usaha)
 Anjak Piutang
 Usaha Kartu Kredit
 Pembiayaan Konsumen
 Modal Ventura
Jual Beli Dagang
X

5
 Pengertian Jual beli dagang
 Landasan hokum jual beli dagang
 Klausul dalam jual beli dagang
 Dokumen dalam jual beli dagang
 System pembayaran
Penyelesaian Sengketa
Bisnis
XI  Karakteristik Hukum Perdata pada sengketa pada
Secara litigasi dan bisnis
Non Litigasi
 Bentuk penyelesaian hukum sengketa bisnis
 Karakteristik mekanisme penyelesaian sengketa secara
litigasi
 Karakteristik mekanisme penyelesaian sengketa secara
non litigasi
 Keunggulan dan kelemahan masing-masing cara
penyelesaian sengketa.

Kepailitan dan
Penundaan  Pengertian Pailit
Pembayaran (PKPU)
XII/XII  Syarat-syarat untuk dinyatakan pailit
 Akibat Hukum Pailit
 Lembaga Kurator
 Kedudukan Kreditur
 akibat hukum PKPU
 Perbedaan Kepailitan dan PKPU

6
MATERI PERKULIAHAN

Apa yg dimaksud dengan Hukum Dagang?


Kaidah- kaidah hukum yang mengatur mengenai aktivitas dunia usaha atau bisnis dalam
lalu lintas perniagaan
Dapat pula disebut: Hukum dagang merupakan kaidah hukum berhubungan dengan
norma-norma yang mengatur kegiatan perusahaan/ kegiatan bisnis/kegiatan usaha.
Melihat dari substansi Hukum Dagang, istilah Hukum Bisnis juga tepat digunakan.
Sebagian ahli hukum berpendapat, nama Hukum Dagang berkaitan dengan aspek-aspek
hukum yang terdapat /diatur pada Kitab Undang Undang Hukum Dagang.1
(Pertanyaan: manakah yang memiliki pengertian lebih luas, bila Hukum Dagang
memiliki pengertian yang sama dengan Hukum Bisnis, atau bila Hukum Dagang
memiliki pengertian yang sama dengan kaidah kaidah yang mengatur kegiatan bisnis)
Dalam bahasa Inggris, Hukum Bisnis disebut Business Law yang memiliki pengertian
yang sama dengan Commercial aw.
Yang dimaksud dengan Businness Law/Commercial Law adalah: hal-hal yang mengatur
mengenai kegiatan manusia yang berkaitan dengan aspek perdagangan.
Ciri kegiatan usaha2
1. ada kontuinitas
2. terang-terangan
3. dalam kedudukan tertentu

1
Lihat hlm 15, kaidah-kaidah hukum apa saja yang diatur dalam KUHD
2
Purwosutjipto dalam Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Buku 2, menyebutkan hal
tersebut ciri perusahaan.
Sementara definisi Perusahaan dalam Pasal 1 poin 1 UU no 8/1997tentang Dokumen
Perusahaan , adalah: setiap bentuk usaha yang melakukan kegiatan secara tetap dan terus
menerus dgn tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba, baik yang diselenggarakan
oleh orang - perorangan maupun badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan
badan hukum , yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah Negara RI

7
4. bertujuan mencari keuntungan
Sekalipun tujuan utama kegiatan usaha = mencari keuntungan, namun kegiatan tsb harus
dibatasi oleh moralitas yg baik yg disebut etika bisnis.
Contoh pelanggaran etika bisnis;
- Tidak boleh melakukan praktik bisnis curang/unfair business practice
- Monopoli / unfair competition
- Etikat buruk dlm menjalankan bisnis

Maka dalam bisnis:


Mencari keuntungan itu sah mnrt hukum . Namun harus dgn cara2 yg baik .
Tidak bertentangan dgn etika bisnis .

Spy etika bisnis dapat dilaksanakan dgn baik, pemr /pembuat uu mengeluarkan uu yg
terkait dg bisnis.
Sudah dipelajari bahwa undang undang memiliki sifat wajib, ada sanksi jika peraturan
dilanggar
Jadi kl etika bisnis dilanggar, ada sanksi yg tegas, karena melanggar uu
Contoh: keberadaan UU Perlindungan Konsumen.
Latihan 1: buat 5 contoh kegiatan bisnis yang dilakukan secara tidak baik ( melakukan
unfair business practice). Tidak harus menggunakan sumber tertulis . kalau ada lebih
baik.

Latihan 2: . Lihat UU Perlindungan Konsumen (bisa juga peraturan perundang-undangan


lain). Cari pasal yg merupakan perlindungan bagi konsumen/masyakat, tapi sekaligus
merupakan batasn bagi pelaku bisnis dalam menjalan kan bisnisnya (mencegah
melakukan prakrik bisnis curang/unfair business practice)
Cari 1 pasal. Tulis pasal tersebut, jelaskan;
- bgmn aturan pada pasal tersebut melindungi konsumen
- bgmn aturan pada pasal tersebut membatasi hak pelaku usaha dalam
mencari keuntungan

Latar Belakang Kodifikasi Peraturan Hukum Dagang.


Hubungan hukum Masa kekaisaran Romawi  kaidah2 hukum dagang dan

8
perdata diatur dalam Corpus Yuris Civilis.
(CORPUS JURIS CIVILIS. The body of the civil law. This, is the name given to a collection of the
civil law, consisting of Justinian's Institutes, the Pandects or Digest, the Code, and the Novels. –
taken on 2 nov 2021 from: https://legal-dictionary.thefreedictionary.com/Corpus+Iuris+Civilis )

(CORPUS JURIS CIVILIS. The body of the civil law. This, is the name given to a collection of the
civil law, consisting of Justinian's Institutes, the Pandects or Digest, the Code, and the Novels)

Perdagangan semakin maju akibat corpus yuris civilis tidak dapat menyelesaikan
permasalahan di antara para pedagang.

Jalan keluar:
para pedagang membentuk aturan-aturan tersendiri di luar corpus yuris civilis umumnya
melalui kesepakatan di antara mereka serta putusan pengadilan dagang.
disebut lex mercatoria (law of merchant)
 di taati oleh mereka, sehingga membentuk hukum kebiasaan di antara para pedagang
ketika melakukan transaksi bisnis.

Hukum kebiasaan tersebut sebagian dikodifikasikan:


Ordonance de Commerce (1673) dan
Ordonance de la Marine (1681).
Code de Commerce (1789) kodifikasi pada masa Louis IX

Pada masa Napoleon, kodifikasi ini disusun kembali menjadi Code de commerce.
Pada masa Code Napoleon code de commerce ini juga digunakan di Belanda, dengan
nama Wetboek van Koophandel.

Ketika Belanda menjajah Indonesia, peraturan ini berlaku juga di Indonesia.

Perkembangan di dunia usaha, demikian pula norma2 nya berjalan amat cepat, sehingga
aturan2 di KUHD tidak dapat lagi digunakan sebagai satu2nya pedoman utk kegiatan
perniagaan, karenanya (perlu) ada pembaruan norma norma pada kitab tersebut.

9
(NB: peraturan berguna sebagai acuan dan utk kepastian hukum. Bila tidak dpt
dijadikan pedoman dalam bertingkah laku, kegunaan nya menjadi berkurang bahkan
hilang)

Di belanda KUH Dagang diperbarui, bersama dgn KUHPerdata, dan digabung menjadi
satu kitab yaitu : Het Nieuw Burgerlijke Wetboek atau the New Civil Code (terdiri atas 9
buku)
Di Indonesia, KUHDagang (dan KUHPerdata), meski dalam beberapa hal sudah
dianggap tidak sesuai dengan jaman, namun belum dibuat penggantinya.
Dalam bidang hukum dagang/bisnis, perubahan aturan/pasal pada KUHDagang yang
tidak sesuai, dibuat dengan cara mengganti dengan aturan baru, atau tidak digunakan lagi

Contoh:
Pasal 6 KUHDagang, diganti dengan UU tentang Dokumen Perusahaan
Peraturan mengenai Perseroan Terbatas, diganti dengan UU Nomor 1 tahun 1995, yang
kemudian diganti lagi dengan UU no 40/2007
(Jadi KUHD diganti secara parsial)
Pembaruan kaidah2 h dagang/bisnis dilakukan dgn cara:
1. membuat peraturan baru tertentu mengenai materi tertentu yang sama sekali
belum pernah diatur
2. penghapusan beberapa ketentuan dalam suatu peraturan yang telah tidak sesuai
lagi dengan praktik
3. menambah atau melengkapi peraturan yang telah ada dengan beberapa ketentuan
baru
4. Penyesuaian atau harmonisasi peraturan nasional dengan peraturan internasional.

HUBUNGAN ANTARA KUH DAGANG DAN KUH PERDATA.


Pasal 1 KUHDagang, KUHDagang merupakan bagian dari KUHPerdata. (Sub ordinasi)
Bunyi Pasal 1 KUHDagang  lihat KUHD

10
Selama dalam kitab UU ini (yang dimaksud KUHDagang) terhadap KUHPerdata tidak
diadakan penyimpangan khusus, maka KUHPerdata berlaku juga terhadap hal-hal yang
dibicarakan dlm Kitab Undang - Undang ini.

Apa artinya?
Selama tidak ada penyimpangan, digunakan KUHPerdata
Jika tidak diatur atau pengaturannya berbeda dari KUHPerdata, maka digunakan KUHD

Jadi KUHD merupakan spesifikasi/pengkhususan dari KUHPerdata.


Hal yg umum ada atau diatur dalam KUHPerdata
Hal yang khusus/spesifik diatur dalam KUHD
(merupakan Lex specialis)

Contoh : Pasal 15 KUHD.


Segala perseroan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan pihak2 yang
bersangkutan oleh kitab ini dan oleh hukum perdata.
Disini terlihat hubungan antara kedua kitab tersebut amat kuat.
KUHDagang merupakan lex specialis dari KUH Perdata
(ingat prinsip hukum: lex specialialis derogat legi generale)

Peraturan tentang asuransi merupakan lex specialis dari hukum perjanjian pada
KUHPerdata (pasal 1320 jo 1338)

Contoh lain, mengenai hukum asuransi


Syarat sahnya perjanjian : tunduk pada KUHPerdata (buku III 1320, 1338) di samping
itu harus berbentuk tertulis, sesuai yang di atur dalam KUHDagang (materi tentang
asuransi)

SUMBER HUKUM DAGANG DI INDONESIA :

11
 Peraturan dalam bidang hukum dagang ada di :
1. KUHPerdata
2. KUHDagang
(SUMBER YANG TERKODIFIKASI/ ATURAN HUKUM YANG
DIKODIFIKASI)
3. Peraturan lain yang berdiri sendiri.: misalnya, UU tentang Dokumen
Perusahaan, UU tentang PT (UU no 40/2007)
 Sumber di luar peraturan peruuan
1. Kebiasaan (kebiasaan yg dibuat oleh para pelaku bisnis baik nasional
maupun internasional) ----INCOTERMS, UCP
2. Doktrin/Pendapat para ahli hukum
3. Putusan Pengadilan

PEMBUKUAN / DOKUMEN PERUSAHAAN


Orang yang menjalankan kegiatan usaha (pelaku usaha) wajib membuat pembukuan,
yakni catatan2 yang berhubungan dengan hak dan kewajiban perusahaan dalam
melakukan kegiatan perusahaan.

Contoh pembukuan/dokumen perusahaan:


neraca tahunan, perhitungan laba rugi tahunan, rekening, jurnal transaksi harian, dan
catatan2 lain mengenai hak dan kewajiban perusahaan dalam kegiatan usaha.

Tujuan adanya pencatatan oleh perusahaan:


Agar sewaktu-waktu dapat diketahui hak dan kewajiban perusahaan.
Bahkan ada perusahaan tertentu wajib mempublikasikan neraca keuangannya di media
massa.
Misalnya: Bank, Perusahaan Go Public.

Pembukuan dapat dijadikan alat bukti oleh pelaku usaha. (UU memberikan kedudukan
khusus pada pembukuan sehingga kekuatan pembuktiannya lebih kuat dari pada tulisan
biasa dkl: kekuatan pembuktian pembukuan dapat menguntungkan pihak pembuatnya
(pelaku bisnis yang bersangkutan)

12
Mengenai kekuatan pembuktian dari pembukuan, diatur dalam Pasal 7 KUHD (LIHAT
PS 6 SD 12 KUHD)
Beda kekuatan pembuktian Pasal 7 KUHD dengan Pasal 1881 KUHPerdata.

Pasal 1881 KUHPerdata:


Daftar dan surat-surat urusan rumahtangga tidak memberikan bukti untuk keuntungan
pembuatnya; daftar dan surat itu memberikan bukti terhadap pembuatnya:
a. Dalam hal surat itu menyebutkan dengan tegas suatu pembayaran yang telah
diterima;
b. Bila surat-surat itu dengan tegas menyebutkan bahwa catatan-catatan yang telah
dibuat adalah untuk memperbaiki suatu kekurangan dalam suatu alas hak untuk
kepentingan orang yang disebutkan dalam perikatan.
(Isi Pasal 1881 KUHPERDATA: seseorang/pembuat tulisan tidak dapat menggunakan
tulisannya sendiri sebagai alat bukti hukum kepada orang lain)
Pasal 7 KUHD: Hakim bebas untuk menentukan apakah akan menerima atau tidak
menerima tulisan yang terdapat dalam pembukuan. TIDAK OTOMATIS

Jadi:
Kekuatan pembuktian pembukuan, lebih kuat dari pada tulisan pada umumnya
(karena bisa /ada kemungkinan diterima oleh hakim sebagai alat bukti )
 tulisan pada pembukuan dapat digunakan untuk keuntungan si pembuatnya (DHI
Pelaku Usaha)

Pembukuan memiliki sifat rahasia.


Arti: tidak semua orang dapat melihat pembukuan/dokumen keuangan perusahaan yang
dibuat oleh pengusaha/pelaku usaha/ perusahaan ybs.

Tetapi sifat rahasia tidak bersifat mutlak/absolut


Ada 2 hal yang dapat menyebabkan pengusaha harus membuka pembukuannya.(yg
berakibat pembukuannya dilihat/diketahui oleh orang lain)

13
- Pasal 8 KUHD OPENLEGGING / PEMBUKAAN
- Pasal 12 KUHD OVERLEGGING / PEMBERITAAN (kalian haarus baca kedua
pasal tersebut)

ARTI OPENLEGGING / PEMBUKAAN :


Dalam hal ada perselisihan di depan pengadilan, hakim dapat minta ke
pengusaha/perusahaan/ pelaku bisnis untuk membuka pembukuan yang berkaitan dgn
sengketa yg terjadi.
ARTI OVERLEGGING / PEMBERITAAN :
Orang yang memiliki kepentingan keuangan pada perusahaan (memiliki kepentingan
langsung terhadap pembukuan perusahaan), dapat melihat /minta dibuka pembukuan
perusahaan.

Contoh:
1. Pemilik perusahaan,
2. Ahli waris pemilik perusahaan,
3. Orang yang mengangkat pengurus perusahaan, dan
4. Kurator (dalam hal kepailitan).

Pembukuan wajib disimpan oleh pelaku usaha/perusahaan. (lihat eks Pasal 6)


Dalam UU mengenai Dokumen Perusahaan, diatur lama/jangka waktu penyimpanan
dokumen perusahaan .
Jangka waktu penyimpanan dokumen perusahaan, lebih singkat dibandingkan kewajiban
menyimpan tulisan pada pembukuan yg terdapat pada KUHD.
Peraturan mengenai penyimpanan dokumen perusahaan dan pengalihan dokumen
perusahaan ke dalam wujud elektronik di atur dalam UU Dokumen Perusahaan (UU no.
8/1997)
Ada dokumen perusahaan yang tetap harus disimpan dalam wujud kertas, yaitu : neraca.

Lama penyimpanan dokumen perusahaan:


- 10 tahun
- sesuai dengan kebutuhan
- sesuai dengan nilai guna dokumen perusahaan

14
Lama penyimpanan dokumen perusahaan dipersingkat, karena lama penyimpanan
menurut pasal 6 KUHD dianggap terlalu lama ( =15 atau 30 tahun) (tidak efisien)

UU Dokumen perusahaan juga mengatur tentang:


- penyimpanan dokumen tidak harus dalam bentuk kertas  dokumen perusahaan
dapat dialihkan dalam wujud mikrofilm atau media lain (elektronik)
- pengalihan dokumen dalam bentuk lain (bukan kertas)  bila dialihkan, perlu
legalisasi dari pimpinan perusahaan.
Perusahaan juga perlu mempertimbangkan untuk tetap menyimpan naskah asli, ketika
mengalihkan dokumen dalam bentuk lain.
Neraca yang memperlihatkan laba dan rugi perusahaan harus tetap disimpan dalam wujud
kertas.

TAMBAHAN CATATAN:
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 1999 TENTANG TATA CARA
PENGALIHAN DOKUMEN PERUSAHAAN KE DALAM MIKROFILM ATAU MEDIA LAINNYA DAN
LEGALISASI

Pasal 4 Dalam pengalihan dokumen perusahaan, pimpinan perusahaan wajib


mempertimbangkan kegunaan naskah asli dokumen yang perlu disimpan karena mengandung
nilai tertentu demi kepentingan nasional atau kepentingan perusahaan.

Pasal 5 Pimpinan perusahaan wajib tetap menyimpan naskah dokumen asli dokumen
perusahaan yang telah dialihkan ke dalam mikrofilm atau media lainnya, dalam hal dokumen
tersebut masih: a. mempunyai kekuatan pembuktian otentik; b. mengandung kepentingan
hukum tertentu.

Peraturan Pemerintah no 82/2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik:

 mengatur 2 model ttgn elektronik:


tersertifikasi dan tidak tersertifikasi

15
SISTIMATIKA KITAB UNDANG UNDANG HUKUM DAGANG

BUKU KESATU

DAGANG PADA UMUMNYA

BAB I Dihapuskan

BAB II Pembukuan

BAB III Beberapa Jenis Perseroan

1. Bagian 1 Ketentuan Umum


2. Bagian 2 Perseroan Firma dan Perseroan Perseroan Dengan Cara
Meminjamkan Uang atau Disebut Juga Perseroan
Komanditer

3. Bagian 3 Perseroan Terbatas


BAB IV Bursa Perdagangan, Makelar dan Kasir

1. Bagian 1 Bursa Perdagangan


2. Bagian 2 Makelar
3. Bagian 3 Kasir
BAB V Komisioner, Ekspeditur, Pengangkutan dan Juragan Kapal Yang
Melalui

Sungai-Sungai dan Perairan Pedalaman

1. Bagian 1 Komisioner
2. Bagian 2 Ekspeditur
3. Bagian 3 Pengangkut dan Juragan Kapal Melalui Sungai-
Sungai
Dan Perairan Pedalaman

BAB VI Surat Wesel dan Surat Sanggup (Order)

1. Bagian 1 Pengeluaran dan Bentuk Surat Wesel


16
2. Bagian 2 Endosemen
3. Bagian 3 Akseptasi
4. Bagian 4 Aval (Perjanjian Jaminan)
5. Bagian 5 Hari Jatuh Tempo
6. Bagian 6 Pembayaran
7. Bagian 7 Hak Regres Dalam Hal Non Akseptasi atau Non
Pembayaran
8. Bagian 8 Perantaraan
a. Ketentuan Umum
b. Akseptasi dengan Perantaraan
c. Pembayaran dengan Perantaraan
9. Bagian 9 Lembaran Wesel, Salinan Wesel dan Surat Wesel
Yang
Hilang

a. Lembaran Wesel
b. Salinan Wesel
c. Surat Wesel Yang Hilang
10. Bagian 10 Perubahan
11. Bagian 11 Lewat Waktu
12. Bagian 12 Ketentuan-ketentuan Umum
13. Bagian 13 Surat Sanggup (order)
BAB VII Cek, Promes dan Kuitansi Atas-Tunjuk

1. Bagian 1 Tentang Pengeluaran dan Bentuk Cek


2. Bagian 2 Pengalihan
3. Bagian 3 Aval (Perjanjian Jaminan)
4. Bagian 4 Pengajuan dan Pembayaran
5. Bagian 5 Cek Bersilang dan Cek Untuk Perhitungan
6. Bagian 6 Hak Regres Dalam Hal Non Pembayaran
7. Bagian 7 Lembaran Cek dan Cek Yang Hilang
8. Bagian 8 Perubahan

17
9. Bagian 9 Lewat Waktu
10. Bagian 10 Ketentuan-ketentuan Umum
11. Bagian 11 Kuitansi dan Promes Atas-Tunjuk
BAB VIII Reklame atau Tuntutan Kembali Dalam Hal Kepailitan

BAB IX Pertanggungan atau Asuransi Pada Umumnya

BAB X Pertanggugan Terhadap Bahaya Kebakaran, Terhadap Bahaya


yang

Mengancam Hasil Pertanian yang Belum Dipanen dan Tentang


Pertanggugan Jiwa

1. Bagian 1 Pertanggungan Terhadap Bahaya Kebakaran


2. Bagian 2 Pertanggungan Terhadap Bahaya Yang Mengancam
Hasil Pertanian yang Belum Dipanen

3. Bagian 3 Pertanggungan Jiwa

BUKU KEDUA

HAK-HAK DAN KEWAJIBAN YANG TIMBUL DARI PELAYARAN

Ketentuan Umum

BAB I Kapal-Kapal Laut dan Muatannya

BAB II Pengusaha-Pengusaha Kapal dan Perusahaan-Perusahaan Perkapalan

BAB III Nahkoda, Anak Buah Kapal dan Penumpang

1. Bagian 1 Ketentuan-ketentuan Umum


2. Bagian 2 Nahkoda
3. Bagian 3 Anak Buah Kapal
4. Bagian 4 Penumpang
BAB IV Perjanjian Kerja-Laut

18
1. Bagian 1 Perjanjian Kerja-Laut Pada Umumnya
a. Ketentuan-ketentuan Umum
b. Perjanjian Kerja Laut Nahkoda
c. Perjanjian Kerja-Laut Para Anak Buah Kapal
2. Bagian 2 Dinas di Kapal
a. Dinas Nahkoda di Kapal
b. Dinas Para Anak Buah Kapal di KApal
BAB V Pencarteran Kapal

1. Ketentuan-ketentuan Umum
2. Pencarteran Menurut Waktu
BAB VA Pengangkutan Barang-Barang

1. Ketentuan-ketentuan Umum
2. Dinas Perhubungan Tetap
3. Pencarteran Menurut Waktu
4. Pencarteran Menurut Perjalanan
5. Pengangkutan Barang-Barang Potongan
BAB VB Pengangkutan Orang

1. Ketentuan-ketentuan Umum
2. Dinas Pelayaran
3. Pencarteran Menurut Waktu
4. Pencarteran Menurut Perjalanan
5. Pengangkutan Orang-orang Perseorangan
BAB VI Tubrukan Kapal

BAB VII Kapal yang Karam, Pendamparan dan Penemuan Barang-Barang Di Laut

BAB VIII Dihapuskan

BAB IX Pertanggungan atau Asuransi Terhadap Segala Bahaya Di Laut dan

Terhadap Bahaya Perbudakan

1. Bagian 1 Bentuk dan Isi Pertanggungan

19
2. Bagian 2 Anggaran Barang-barang yang Dipertanggungkan
3. Bagian 3 Permulaan dan Akhir Bahaya
4. Bagian 4 Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban Penanggung
dan
Tertanggung

5. Bagian 5 Abandonemen
6. Bagian 6 Hak dan Kewajiban Makelar Pertanggungan Laut
BAB X Pertanggungan Terhadap Bahaya Dalam Pengangkutan di Daratan,

Sungai dan Perairan Pedalaman

BAB XI Kerugian Laut (AVARIJ)

1. Bagian 1 Kerugian Laut (Avarij) Pada Umumnya


2. Bagian 2 Pembagian Beban dan Pemikulan Avarij-Grosse
atau
Avarij Umum

BAB XII Berakhirnya Perikatan-Perikatan Dalam Perdagangan Laut

BAB XIII Kapal-Kapal dan Alat-Alat Pelayaran yang Melalui Sungai-Sungai dan

Perairan Pedalaman

ISI KUHD TERLIHAT SUDAH KUNO, BANYAK ASPEK HUKUM


BISNIS/DAGANG YANG TIDAK DIATUR. MISAL HKI, E COMMERCE,
FINTECH DLL.

ADA YANG DIATUR DALAM PERATURAN PERUUAN TERSENDIRI ADA


YANG BELUM DIATUR.

HUKUM HARUS BERLARI CEPAT AGAR DAPAT MENGATUR PERDAGANGAN


YANG MAJU DENGAN SANGAT PESAT TERLEBIH DENGAN
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI SEKARANG INI

20
Pada jaman sekarang kegiatan bisnis tidak bisa bebas mutlak (tergantung sepenuhnya pda
kesepakatan para pelaku usaha). Pemerintah dalam beberapa hal mencampuri kegiatan
usaha, agar terdapat kepastian dan keadilan bg masy.

21
PEDAGANG PERANTARA / PERANTARA DAGANG (Pembantu Perusahaan )
Adalah :
Penghubung antara produsen/pengusaha/pelaku usaha dengan konsumen atau mitra bisnis

PENGGOLONGAN PEDAGANG PERANTARA


1. Pedagang perantara yang bekerja di dalam perusahaan
2. Pedagang perantara yang berdiri sendiri (pedagang perantara yang bekerja di luar
perusahaan)

1.PEDAGANG PERANTARA YANG BEKERJA DI DALAM PERUSAHAAN


(perantara dagang tsb, bekerja pada perusahaan pelaku usaha yang dimaksud)
Hubungan hukum:
 perantara dagang memiliki hubungan perjanjian kerja (perburuhan) dengan
pengusaha/pelaku usaha yang dimaksud, yg bersifat vertikal.
Disini hubungan hukum nya adalah: ada yang memberi perintah (di atas) ada yang tunduk
pada perintah yang diberikan perantara dagang. Atas pekerjaan yg dilakukan oleh
pedagang perantara di dalam perusahaan ( yaitu tenaga kerja), maka ten kerja tsb
mendapatkan upah.
Penerima kuasa dari pengusaha/ pelaku bisnis (ps 1792 KUHPerdata) penerima kuasa
melaksanakan tugas yang diperintahkan oleh pemberi kuasa, tanggung jawab ada pada
pemberi kuasa

Contoh pedagang perantara yang bekerja di dalam perusahaan:


 Pekerja keliling (salesman)
 Pengurus Filial (branch manager, pimpinan cabang perusahaan)
 Pengurus Prokurasi (kepala bagian pada perusahaan) kepala bagian SDM,
kepala bagian penjualan
 Pemimpin perusahaan (Direksi, Direktur Utama, CEO)  ybs berkedudukan
sbg pekerja, bila pelaku usahanya orang lain  kadang2 Pimpinan perusahaan
tidak dimasukkan ke dalam kelompok pedagang perantara yg bekerja di dalam
perusahaan, namun sering dimasukkan sebagai Wakil Perusahaan tersebut
Pada tindakan PMH dlm kaitannya dgn PMH yg dilakukan oleh tenaga kerja kepada
konsumen/mitra bisnis dari pelaku usaha, berlaku pasal 1367 KUH Perdata.

22
2. PEDAGANG PERANTARA YANG BERDIRI SENDIRI (perantara dagang yang bekerja
di luar perusahaan)
(perantara dagang tersebut, tidak bekerja sebagai karyawan/tenaga kerja di perusahaan
tersebut, tetapi memiliki usaha sendiri yang antara lain kegiatannya membantu pelaku usaha
dimaksud menghubungkan pelaku usaha dengan konsumen/mitra bisnis)

Hubungan hukum:
 tidak memiliki hubungan perjanjian kerja (perburuhan tidak bersifat vertikal)) dengan
pengusaha yang dimaksud. Hub hukum berdasarkan 1320 yo 1338 KUH PERDATA
Hubungan hukum antara pengusaha dengan perantara dagang yang berdiri sendiri/yang
bekerja di luar perusahaan, adalah perjanjian yang bersifat horisontal, yaitu perjanjian untuk
melakukan jasa tertentu (perantara dagang berjanji/terikat untuk melakukan jasa tertentu bagi
pengusaha/pelaku usaha dimaksud)
Penerima kuasa dari pengusaha (pasal 1792 KUHPerdata)

Contoh Pedagang Perantara yang berdiri sendiri:


1. Agen Perniagaan
2. Makelar
3. Komisioner
4. Perantara perdagangan efek
5. Pialang berjangka

Pelaku usaha (pengusaha/dhi prinsipal) serta perantara dagang tidak terikat pada pasal 1367
KUHPerdata.

Penjelasan istilah :
Perantara dagang yang memiliki hub perjanjian kerja dengan pengusaha/ perantara dengan yang
bekerja di dlm perusahaan

1. Pekerja keliling:
Pihak yang melakukan tugas di bawah perintah pengusaha/perusahaan tempat ia bekerja,
bertugas sebagai perantara dengan pihak ketiga, membuat persetujuan-persetujuan atas nama
perusahaan/pengusaha dengan pihak ketiga dalam rangka memperluas bisnis
pengusaha/perusahaan
2. Pengurus Filial:
Pihak yang mewakili pengusaha/perusahaan untuk semua hal, terbatas pada satu cabang atau
wilayah tertentu.
3. Pengurus Prokurasi

23
Pihak yang berkedudukan sebagai wakil pimpinan perusahaan untuk suatu bidang tertentu
4. Pemimpin perusahaan
Pemegang kuasa pertama dari pemilik perusahaan

Hubungan hukum antara pengusaha dengan perantara yang berdiri sendiri:


- Melakukan jasa tertentu (Hubungan bersifat horisontal)
- Penerima kuasa

 Agen Perniagaan
Pelaku usaha yang menjalankan usahanya dengan menjadi perantara dari satu atau beberapa
pelaku usaha lain, dengan membuat perjanjian atas nama prinsipalnya, dengan pihak
ketiga/kosumen
(misalnya sebagai penyalur objek dagang dari pengusaha dimaksud)
(karena hubungan hukumnya bersifat horizontal, perantara dagang/agen memiliki kebebasan
dalam menentukan cara menyalurkan objek dagang milik pengusaha dimaksud)

 Makelar
Orang yang menjalankan usaha dengan menjadi perantara bagi orang/ perusahaan lain yang
tidak memiliki hubungan kerja (perburuhan) dengan pihak tersebut (prinsipal).
Makelar adalah perantara dagang yang diangkat resmi oleh pemerintah.
Bidang pekerjaan makelar adalah pembelian dan penjualan komoditi, kapal, surat berharga
dll.
Makelar, sehubungan dgn tugasnya wajib membuat pembukuan. Ia dikualifikasikan sebagai
perusahaan/ pelaku usaha
Prinsipal berhak utk melihat catatan/pembukuan yg dibuat oleh makelar, yg berhubungan dgn
bisnis prinsipal
Memperoleh provisi dari prinsipalnya.

 Komisioner
Sama seperti makelar, namun perbuatan yang dilakukan komisioner atas nama perusahaannya
sendiri.
Komisioner melakukan pekerjaan atas amanat/perintah dan tanggungan pihak lain/prinsipal
Tidak diangkat oleh pemerintah
Memperoleh provisi

24
 Perantara perdagangan efek (pialang):
Pihak yang melakukan kegiatan usaha jual-beli efek untuk kepentingan sendiri atau pihak
lain.
(hubungan hukumnya dengan emiten /perusahaan yg go public, bersifat hotisontal. Pialang
memiliki kebebasan dalam melakukan transaksi dengan investor/pembeli efek.

 Pialang berjangka:
Pedagang perantara pada bursa berjangka, yakni bursa yang objek penjualannya adalah
komoditi. Penjualan dilakukan atas amanat/perintah pihak lain (nasabah/investor) dgn
kontrak berjangka

Agen dan Distributor yang kita kenal sehari-hari merupakan bentuk dari perantara dagang

25

Anda mungkin juga menyukai