Disusun Oleh :
Auliya Azmi 17030244063/ Biologi 2017 E
Riski Nur Arifiani P.N. 17030244063 / Biologi 2017E
Widdi Ayu Rahmawati 17030244069/ Biologi 2017 E
Nurmaida Claudia Purba 17030244072/ Buologi 2017 E
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ciri-ciri bibit yang berkulitas baik yaitu planlet tampak sehat dan tidak
berjamur, ukuran planlet seragam, berdaun hijau segar, dan tidak ada yang
menguning. Selain itu planlet tumbuh normal, tidak kerdil, komposisi daun dan
akar seimbang, pseudobulb atau umbi semu mulai tampak dan sebagian kecil
telah mengeluarkan tunas baru, serta memiliki jumlah akar serabut 3–4 akar
dengan panjang 1,5 – 2,5 cm. Prosedur pembiakan dengan kultur in vitro baru
bisa dikatakan berhasil jika planlet dapat diaklimatisasi ke kondisi eksternal
dengan keberhasilan yang tinggi. Aklimatisasi bertujuan untuk mempersiapkan
planlet agar siap ditanam di lapangan. Tahap aklimatisasi mutlak dilakukan pada
tanaman hasil perbanyakan secara in vitro karena planlet akan mengalami
perubahan fisiologis yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Aklimatisasi
dilakukan dengan mengkondisikan planlet dalam media pengakaran ex vitro.
Media yang kita gunakan dalam proses aklimatisasi pada anggrek adalah pakis
dan arang kayu. Selain itu juga kelembapan tempat aklimatisasi di atur tetap
tinggi pada minggu pertama, menurun bertahap pada minggu–minggu
berikutnya hingga tumbuh akar baru dari planlet. Cahaya diatur dari intensitas
rendah, meningkat secara bertahap. Sebaiknya suhu tempat aklimatisasi dijaga
agar tidak melebihi 32oC. (Herawan, 2006; Yusnita, 2004).
Bentuk daun bervariasi dari sempit memanjang sampai bulat panjang. Seperti
pada umumnya tanaman monokotil, daun anggrek tidak mempunyai tulang daun
yang berbentuk jala menyebar, tetapi tulang daunnya sejajar dengan helaian
daun, tebal daun juga bervariasi dari tipis sampai tebal berdaging, daun melekat
pada batang dengan kedudukan satu helai tiap buku dan berhadapan dengan daun
pada buku berikutnya atau berpasangan, yaitu setiap buku terdapat dua helai
daun yang berhadapan (Priandana, 2007).
Secara umum lingkungan dibagi menjadi faktor-faktor yang bersifat fisik dan
biologis. Faktor fisik atau abiotik, yaitu faktor-faktor lingkungan yang bersifat
non biologis seperti iklim curah hujan, suhu udara, kelembaban udara, intensitas
cahaya, tanah dan kondisi fisiografi lingkungan. Faktor yang bersifat biologis
atau biotik, yaitu organisme yang berpengaruh terhadap organisme lain contoh
tumbuhan lain, satwa maupun manusia. Tumbuhan dapat tumbuh dengan
berhasil bila lingkungan mampu menyediakan berbagai keperluan untuk
pertumbuhan sesama daur hidupnya (Parinding, 2007).
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui metode yang digunakan untuk aklimatisasi anggrek
2. Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada anggrek setelah
dipindahkan dari in-vitro ke invivo
3. Untuk mengetahui berapa persen keberhasilan aklimatisasi anggrek yang
dapat dilihat dari perubahan anggrek setelah diberikan perlakuan setiap
hari
4. Untuk mengetahui sifat – sifat yang terbaik dari dua spesies yang
disilangkan
5. Untuk mengetahui keturunan yang dihasilkan dari hasil persilangan
anggrek
6. Untuk mengetahui teknik-teknik penyilangan anggrek secara aseptik
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kultur Jaringan
Kultur jaringan tanaman merupakan suatu metode untuk memisahkan
bagian dari tanaman seperti sel, jaringan, atau organ, (daun, batang, akar, mata
tunas, meristem) serta menumbuhkannya dalam lingkungan tertentu dalam
keadaan aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi membentuk tanaman. Kultur jaringan didasarkan atas suatu konsep
yang dikemukakan oleh Scleiden dan Schwan, yaitu bahwa tiap-tiap sel dari
imanapun saja diambil akan mampu untuk berkembang menjadi tanaman yang
sempurna jika diletakkan pada lingkungan yang sesuai. Pada tanaman anggrek,
kultur jaringan pertama kali diperkenalkan oleh seorang ilmuan Prancis yang
bernama George Morel pada tahun 1960 (Erick raynalta 2013).
Keberhasilan dalam penggunaan metode kultur jaringan terutama
disebabkan pengetahuan yang lebih baik tentang kebutuhan hara sel dan jaringan
yang dikulturkan. Kebutuhan hara sel dan jaringan tersebut disediakan oleh media
kultur jaringan. Untuk menghasilkan bibit anggrek dengan pertumbuhan yang
optimum maka dibutuhkan komposisi media kultur yang tepat. Hara terdiri dari
komponen utama (garam mineral, sumber karbon dari gula, vitamin dan pengatur
tumbuh) dan tambahan (senyawa nitrogen organik, asam organik, metabolit, dan
ekstrak tambahan).
Penambahan gula diperlukan sebagai sumber karbon. Sukrosa atau glukosa 2-4%
merupakan sumber karbon paling cocok. Hasil penelitian Pimsen dan
Kanchanapoom (2011), menunjukkan bahwa pada kultur Grammatophyllum
speciosum, pemberian sukrosa sebanyak 2% dalam media MS menghasilkan
daya tahan hidup sebesar 84%.
B. Morfologi Bunga Anggrek
Pada umumnya bunga anggrek terdiri dari sepala, petala, labellum, dan
collumna dimana terdapat tepung sari (pollinaria/pollinia) dan putik. Bagian-
bagian bunga anggrek dapat dilihat pada gambar 1 (Victoria, 2012).
Gambar 1. Morfologi Bunga Anggrek
C. Persilangan
Persilangan artinya mengawinkan dua jenis tanaman yang berlainan.
Tujuan persilangan ialah untuk mengumpulkan dua sifat yang baik dari kedua
jenis tanaman induk untuk memperoleh kombinasi sifat yang diinginkan.
Berdasarkan pengelompokan tanaman yang digunakan dalam
persilangan, beberapa macam persilangan :
1. Persilangan Intravarietas : persilangan antara tanaman-tanaman yang
varietasnya sama
2. Persilangan Intraspesifik : persilangan antara tanaman-tanaman yang
berasal dari varietas yang berbeda, tetapi masih dalam spesies yang
sama.
3. Persilangan Interspesifik : persilangan dari tanaman-tanamn yang
berbeda spesies tapi masih dalam genus yang sama.
Persilangan Intergenerik : Persilangan antara tanaman-tanaman dari genus
yang berbeda. (Rahmi et al., 2010).
D. Faktor Yang Mempengaruhi Persilangan
Menurut Iswanto (2005), persilangan dikatakan berhasil apabila 3-4
hari setelah persilangan tangkai kantum induk betina masih segar dan berwarna
kehijauan. Beberapa hari kemudian kelopak dan mahkota bunga akan layu,
akhirnya kering dan rontok diganti munculnya calon buah berbentuk bulat telur
dan berwarna hijau.
Selain factor luar, factor genetic juga ikut menentukan apakah
penyerbukan dapat menyebabkan pembuahan dan apakah embrio yang
terbentuk setelah terjadi pembuahan mempunyai kekuatan untuk tumbuh.
Kadang-kadang terjadi penyerbukan suatu bunga, tetapi tidak diperoleh buah
dan biji yang diharapkan. Kegagalan pada pembuatan dapat disebabkan karena
ketidakcocokan antara tepung sari (pollen) dan cairan yang ada di kepala putik
yang disebut yang disebut self incompatibility
Kegagalan pada kebanyakan bunga untuk membentuk buah
merupakan hal yang biasa dan bukan merupakan suatu perkecualian. Hal yang
menentukan keberhasilan penyerbukan pada anggrek tergantung pada :
1. Pertumbuhan tanaman induk jantan maupun tanaman induk betina yang
sehat akan menghasilkan gamet yang sehat juga.
2. Penyimpanan pollinia/pollinaria yang terlalu lama akan menyebabkan
kegagalan penyerbukan.
3. Anggrek yang berpollinia sebaiknya dikawinkaan dengan yang
berpollinia juga, demikian juga yang berpollinaria dengan yang
berpollinaria.
4. Temperature yang terlalu tinggi atau terlalu rendah menyebabkan
kegagalan penyerbukan
5. Pada musim hujan, bunga yang sudah dikawinkan sebaiknya
diselubungi dengan plastic.
6. Bunga anggrek yang gynosteniumnya panjang sebaiknya dipakai untuk
induk jantan, yang pendek untuk induk betina.
7. Penyerbukan sebaiknya dilakukan pada siang bila cuaca agak kering.
E. Aklimatisasi
Aklimatisasi yaitu proses pemindahan tanaman hasil kultur jaringan ke
media tanah, pasir, kompos, pupuk kandang, dan bahan lainnya. Proses
aklimatisasi perlu di lakukan karena tanaman yang berasal dari kultur in vitro
sangat berbeda dengan tanaman yang di kultur secara in vivo di lihat dari
struktur daun, akar, dan proses simbiosis.
Daun tanaman hasil kultur in vitro memiliki kutikula (lapisan lilin)
yang tidak berkembang baik akibat kelembaban yang tinggi (90 – 100 %) di
dalam kultur in vitro menyebabkan tanaman hasil kultur jaringan ( in vitro)
terjadi proses transpirasi yang berlebihan jika di kulturkan langsung di lapang.
Proses transpirasi yang berlebihanmenyebabkan sel – sel hilang keseimbangan
dalam proses metabolism dan tidak dapat di imbangi oleh proses serapan air
sehingga menyebabkan sel – sel mengalami kematian yang akhirnya
menyebabkan kematian tanamannya. Daun tanaman yang di kultur secara in
vitro memiliki struktur daun yang tipis, lembut, dan kegiatan fotosintesis tidak
begitu aktif sehingga tidak dapat beradabtasi secara langsung pada kondisi
iklim in vivo. Tanaman hasil kultur jaringan memiliki sel palisade yang
jumlahnya sedikit dan kecil untuk dapat menerima sinar matahari secara
efektif. Stomata tidak aktif melakukan fungsinya pada tanaman hasil kltur
jaringan. Akibat stomata tidak aktif menyebabkan tanaman hasil kultur
jaringan akan mengalami stress air yang berlebihan setelah beberapa jam di
media aklimatisasi atau di lapangan. Jaringan pembuluh yang menghubungkan
antara akar dan daun kurang berkembang dengan baik yang menyebabkan
serapan air dari akar ke daun mengalami hambatan sehingga tidak dapat
beradabtasi secara langsung pada kondisi in vivo. Di samping itu, tanaman
yang di kultur secara in vitro bersifat heterotrophy (kebutuhan untuk tumbuhan
tersedia dan terpenuhi), sementara pada kondisi in vivo harus bersifat autotrph
(kebutuhan untuk tumbuh tidak tersedia dan harus mencari sendiri melaui
perpanjangan akar). Berdasarkan hal tersebut menyebabkan tanaman hasil
kultur jaringan perlu waktu ekstra untuk dapat beradabtasi pada kondisi iklim
in vivo. Waktu ekstra yang di perlukan yaitu diperlukan secara berangsur-
angsur atau beberapa tahapan proses untuk dapat mencapai kondisi in vivo
100%. Proses penahapan penyesuaian terhadap lingkungan in vivo itu di sebut
sebagai proses aklimatisasi (abbas barahima 2011).
Akar tanaman hasil kultur jaringan kodisinya lemah dan tidak berfungsi
sebagaimana mestinya pada kondisi in vivo (sangat sedikit akar rambut smpai
tidak ada akar rambut). Akar yang terbentuk dalam kultur in vitro segera mati
sesaat dalam proses aklimatisasi dan selanjutnya akan segera terbentuk akar
baru di dalam tanah. Kurang berkembangnya system perakaran membuat
kesulitan untuk tumbuh secara in vivo tanpa mengalami proses aklimatisasi
(abbas barahima 2011)
BAB III
METODE PENELITIAN
b. Bahan
1. Bibit anggrek/ planlet 3 botol untuk satu kelas
2. Kertas Label
3. Fungisida
4. Kantung plastik gula
5. Arang, sabut kelapa
PERSILANGAN ANGGREK
a. Alat:
5. Tusuk gigi
6. Pinset
7. Kawat
8. Pensil
b. Bahan
6. Tanaman anggrek yang berbunga 2 jenis setiap kelas
7. Kertas Label
C. LANGKAH KERJA
AKLIMATISASI
1. Bahan dan alat yang akan digunakan seperti arang yang telah dihancurkan
kecil-kecil serabut kelapa telah disisir dan pot direndam dalam larutan
fungisida (2 sendok dalam 1 liter air) selama 2 jam dan diletakkan pada
nampan.
2. Planlet yang ada didalam botol kultur dikeluarkan dengan cara memasukkan
air dan mengguncang perlahan sehingga planlet terpisah dari agar, dengan
menggunakan kawat yang ujungnya telah dibengkokkan mengambil planlet
satu persatu pada bagian batang sehingga daun tidak rusak, planlet
dibersihkan dari medium dan daun maupun akar yang telah rusak didalam
baskom yang berisi air.
3. Setelah planlet bersih dari kotoran planlet direndam dalam larutan pestisida
selama 1 jam kemudian ditiriskan diatas kertas koran.
4. Menyiapkan pot komunitas yang berisi dengan arang dan serabut kelapa.
5. Menata satu persatu planlet yang bagian bawahnya telah dibuat dengan
serabut kelapa dan ditata serapat mungkin.
6. Pot komunitas yang berisi planlet penuh ditutup menggunakan palstik gula
dengan tujuan kelembaban eksplan yang terbiasa dalam keadaan lembab
dan diaklimatisasi sehingga eksplan dapat hidup pada lingkungan biasa.
7. Lakukan perawatan, penyiraman dan pengamatan dan hitung berapa persen
keberhasilan yang kalian lakukan.
PERSILANGAN ANGGREK
1. Bunga anggrek yang sudah mekar selama 4 hari, diambil serbuk sarinya
dengan menggunakan tusuk gigi atau pinset, kemudia serbuk sarinya
diletakkan di putik.
2. Proses penyilangan ini dapt dilakukan pada tanaman sendiri, pada anggrek
yang sama jenisnya maupun pada anggrek yang berbeda jenisnya.
3. Anggrek yang telah disilangkan kawat pada tangkai bunga, penulisan
dilakukan dengan menuliskan jenis anggrek berasal kemudian tanda silang
dan jenis serbuk sari berasal dan tanggal persilangan.
4. Lakukan pengamatan terhadap bunga yang disilangkan
BAB IV
A. HASIL PENGAMATAN
a. Aklimatisasi
Persentase kebarhasilan
0
Pot 1 x 100% = 0%
4
3
Pot 2 4x 100% = 75%
b. Persilangan Anggrek
Gambar 2. Hasil Persilangan Anggrek
Tanggal pengamatan
25 maret 1 maret 9 april
Hasil Bunga segar dan Bunga sedikit Bunga layu,
Pengamatan lengkap ketika layu, tidak tidak
awal persilangan menggembung menggembung
B. PEMBAHASAN
a. Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah masa adaptasi tanaman hasil pembiakan pada kultur
jaringan yang semula kondisinya terkendali kemudian berubah pada kondisi
lapangan yang kondisinya tidak terkendali lagi, disamping itu tanaman juga harus
mengubah pola hidupnya dari tanaman heterotrof ke tanaman autotrof. Planlet
dikelompokkan berdasarkan ukurannya dalam melakukan aklimatisasi untuk
memperoleh bibit yang seragam. Planlet sebaiknya diseleksi dahulu berdasarkan
kelengkapan organ, warna, ukuran pertumbuhan, dan ukuran sebelum ditanam.
Planlet yang baik adalah yang organnya lengkap, mempunyai pucuk dan akar,
warna pucuknya hijau mantap artinya tidak tembus pandang dan pertumbuhan akar
bagus (Lesar et al., 2012). Aklimatisasi bertujuan untuk mempersiapkan planlet
agar siap ditanam di lapangan. Tahap aklimatisasi mutlak dilakukan pada tanaman
hasil perbanyakan secara in vitro karena planlet akan mengalami perubahan
fisiologis yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Hal ini bisa dipahami karena
pembiakan in vitro (dalam botol) semua faktor lingkungan terkontrol sedangkan di
lapangan faktor lingkungan sulit terkontrol (Widiastoety & Bahar, 1995).
Menurut Widiastoety & Bahar (1995), media tumbuh yang baik untuk
aklimatisasi harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tidak lekas melapuk,
tidak menjadi sumber penyakit, mempunyai aerasi baik, mampu mengikat air
dan zat-zat hara secara baik, mudah didapat dalam jumlah yang diinginkan
dan relatif murah harganya. Kemasaman media (pH) yang baik untuk
pertumbuhan tanaman anggrek berkisar antara 5–6. Media tumbuh sangat
penting untuk pertumbuhan dan produksi bunga optimal, sehingga perlu adanya
suatu usaha mencari media tumbuh yang sesuai. Media tumbuh yang sering
digunakan di Indonesia antara lain: moss, pakis, serutan kayu, potongan kayu,
serabut kelapa, arang dan kulit pinus. Praktikum aklimatisasi ini menggunakan
media moss. Media moss ini mengandung 2–3% unsur N dan mempunyai daya
mengikat air yang baik, serta mempunyai aerasi dan drainase yang baik. Media
yang lain yang biasanya dipakai untuk aklimatisasi adalah pakis, karena memiliki
daya mengikat air, aerasi dan drainase yang baik, melapuk secara perlahan-
lahan, serta mengandung unsur-unsur hara yang dibutuhkan anggrek untuk
pertumbuhannya.
b. Persilangan Anggrek
Persilangan adalah teknik mengawinkan bunga dengan meletakkan polen
(serbuk sari) pada stigma (kepala putik). Persilangan bunga anggrek, biasanya
dilakukan oleh serangga atau dengan bantuan manusia. Penyilangan dapat
dilakukan pada beberapa genus yang mudah melakukan persilangan antar genus.
Penyilangan akan menghasilkan keturunan yang disebut hibrida interspesifik,
hibrida intraspesifik, hibrida intergenetik atau hibrida multigenetik (Widiastoety,
2010). Metode pemuliaan konvensional melalui persilangan dan seleksi telah
membuka jalan bagi pemulia untuk menciptakan varietas-varietas baru yang
memiliki karakter yang diharapkan seperti warna, bentuk, aroma, bentuk tanaman,
umur simpan (shelf-life) dan ketahanan terhadap hama dan penyakit, tetapi
kemajuannya dibatasi oleh ketersediaan gene pool dari spesies yang bersangkutan
(Widiarsih & Dwimahyani, 2013).
DAFTAR PUSTAKA
Barahima abbas. 2011. Prinsip Dasar Teknik Kultur Jaringan. Alpabeta Cv:
Bandung
Chaudhari, H.K. 1971. Elementary Principle of Plant Bredding. Second Edition.
Oxford and IBH publishing Co. New Delhi. India
Puchooa. 2004. Comparison of different culture media for the in vitro culture of
Dendrobium (Orchidaceae). Int. J. Agric. Biol. 1560−8530 : 884−888.
Puspitaningtyas, Dwi Murti, Sofi Mursidawati & Suprih Wijayanti. 2006. Studi
Fertilitas Anggrek Paraphalaenopsis serpentilingua (J.J.Sm.) A.D.
Hawkes. Pusat Konservasi Tumbuhan-Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor, Volume 7(3): 237-241.
Wardani, Sri., H. Setiadodan, & S. Ilyas. 2013. Pengaruh Media Tanam dan Pupuk
Daun terhadap Aklimatisasi Anggrek Dendrobium (Dendrobium sp.).
Jurnal Ilmu Pertanian KULTIVAR: 11-18.