Anda di halaman 1dari 20

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang melimpah.
Kekayaan tersebut tidak hanya berasal dari sektor pertanian, tetapi juga dari sektor
perkebunan. Salah satu tanaman komoditi perkebunan yang banyak dimanfaatkan
yaitu tanaman karet. Tanaman karet termasuk ke dalam sumber devisa negara
non-migas yang memiliki peluang baik dalam jangka panjang. Saat ini banyak
petani karet yang telah membudidayakan tanaman karet dan dilakukan perawatan
dengan baik untuk memperoleh hasil yang maksimal. Pohon karet yang tergores
akan mengeluarkan getah yang biasa disebut lateks.
Lateks atau karet alam merupakan getah berwarna putih yang berasal dari
sadapan pohon karet. Pengambilan lateks pada pohon karet dapat dilakukan
dengan cara melukai kulit pohon sehingga getah keluar. Lateks merupakan bahan
baku dalam pembuatan karet karena kandungan partikel karet yang sangat tinggi
didalamnya. Pengolahan lateks menjadi karet secara umum meliputi penerimaan
lateks, pembekuan lateks, penggilingan, pengeringan, dan sortasi serta
pembungkusan (Harahap, 2008).
Mutu karet yang dihasilkan dipengaruhi oleh tingkat kesegaran lateks dan
cara pengolahan lateks yang benar. Adanya teknologi yang semakin berkembang
menyebabkan mutu karet yang dihasilkan semakin bagus karena terdapat variasi
baru dalam proses pengolahannya. Oleh karena itu, pada praktikum ini dilakukan
pengolahan pada lateks menjadi karet Sheet dan Crepe serta mempelajari proses
pengolahan dengan benar untuk mengetahui mutunya.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Memahami proses pengolahan lateks, faktor-faktor proses, pengendalian
proses, dan mutu yang dihasilkan.
2. Menjelaskan pengaruh kualitas bahan dasar terhadap kualitas karet yang
dihasilkan.
3. Menjelaskan beberapa macam proses pengolahan karet alam, yaitu karet Sheet,
Crepe, Lateks Pekat, dan Crumb Rubber.
4. Menjelaskan caara-cara pengawasan mutu pada karet Sheet, Crepe, Lateks
pekat, dan Crumb Rubber.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Karet


Tanaman karet memiliki nama latin Hevea brasiliensis. Tanaman ini berasal
dari Brazilia dan merupakan sumber bahan karet alam terbesar dunia karena
mampu menghasilkan getah karet. Selain Hevea brasiliensis, ada pohon lain yang
juga dapat menghasilkan getah lateks diantaranya adalah Castilla elastica (famili
Moraceae), berasal dari rimba Bolivia hingga Meksiko, Funtumia elastica (famili
Apocinaceae), banyak tumbuh di Afrika, Ficus elastica (famili Moraceae),
terdapat di India, dan Taracaxum kokbsaghyz (famili Compositae) tumbuh di
Rusia. Namun, dari kesekian tanaman tersebut, sekarang ini yang paling banyak
dibudidayakan adalah Hevea brasiliensis. Tanaman karet mampu menghasilkan
lateks, sehingga dikatakan sebagai satu-satunya tanaman yang dibudayakan dalam
kebun secara besar-besaran (Siregar, 2009).
Tanaman karet adalah tanaman yang tumbuh di daerah tropis. Daerah yang
cocok untuk tanaman karet yaitu pada zona antara 15o LS dan 15o LU. Bila di
tanam di luar zona tersebut, pertumbuhannya lebih lambat, sehingga memulai
produksinya pun lebih lambat (Siregar, 2009). Tanaman karet merupakan pohon
yang dapat tumbuh tinggi dan memiliki batang cukup besar. Tingginya dapat
mencapai 15-25 m. Tanaman karet tumbuh optimal di dataran rendah, yakni pada
ketinggian sampai 200 meter diatas permukaan laut. Menurut Cahyono (2010)
dalam dunia tumbuhan tanaman karet tersusun dalam klasifikasi botani sebagai
berikut.
Kingdom/Philum : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub divisi : Angiospermae (biji berada dalam buah)
Kelas : Dycotyledonae (biji berkepin dua)
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiales
Genus : Hevea
Spesies : Hevea bransiliensis

2.2 Pengertian Lateks Segar dan Lateks Pekat


Lateks merupakan getah yang keluar dari tanaman karet. Lateks
dibedakan menjadi dua macam yaitu lateks segar dan lateks pekat.
2.2.1 Lateks segar
Lateks segar merupakan getah kental yang biasanya berwarna putih
menyerupai susu dan dihasilkan oleh berbagai macam tumbuhan serta akan
membeku ketika bereaksi dengan udara bebas yang ada disekitarnya. Pada
tumbuhan , lateks dihasilkan dari sel-sel yang membentuk pembuluhnya sendiri
yang disebut pembuluh lateks. Sel berada pada floem dengan jumlah inti sel yang
banyak dan dapat menghasilkan butiran kecil pada bagian sitosol. Apabila
jaringan pada pembuluh sel terbuka atau tergores dapat melepaskan butiran
tersebut kemudian akan keluar menjadi getah kental. Kandungan lateks tidak
hanya partikel karet melainkan terdapat pula bahan bukan karet yang dapat
terdispersi dalam air (Utomo et al., 2012).
2.2.2 Lateks pekat
Lateks pekat merupakan lateks yang dipekatkan melalui proses
sentrifugasi maupun dengan penambahan bahan pendadih dari Kadar Karet
Kering (KKK) awal 28-30% menjadi 60-64%. Penggunaan lateks pekat untuk
pembuatan karet yang tipis tetapi mutunya tinggi. Proses dilakukan dalam
pemekatan lateks meliputi sentrifugasi, pendadihan, penguapan, dan
elektrodekantasi. Diantara empat proses terdapat dua yang sering digunakan yaitu
sentrifugasi dan pendadihan (Zuhra, 2006). Lateks dipekatkan bertujuan untuk
memperoleh KKK sebanyak 60% sehingga dapat mengurangi tingginya biaya
selama proses produksi dan dapat mengetahui kandungan air dalam lateks. Lateks
pekat banyak digunakan sebagai sarung tangan, balon, dan barang jadi lain
(Fachry et al., 2012).
2.3 Sifat Fisik Kimia Lateks Segar dan Lateks Pekat
Lateks tentunya mempunyai sifat fisik dan kimianya masing-masing
karena berpengaruh terhadap mutu produk yang dihasilkan, berikut ini
merupakan sifat fisik kimia pada lateks segar dan lateks pekat.
2.3.1 Sifat fisik kimia lateks segar
Karet alam umumnya bersifat kenyal atau elastis sehingga tidak mudah
putus dan akan kembali dalam bentuk semula ketika telah ditarik. Lateks atau
karet alam dapat membeku pada suu 32°F karena terjadi proses penggumpalan
didalamnya. Permukaan lateks dilapisi oleh protein sehingga bermuatan listrik.
Karet alam tidak tahan terhadap adanya reaksi oksidasi, ozon, dan minyak karena
kadar ikatan tidak jenuh dalam struktur molekul karet cukup tinggi. Daya pantul
dan elastisitas yang dimiliki karet cukup baik serta sifat lain seperti selatisitas,
daya tarik kuat dan tingkat kepegasan tinggi (Alfa et al., 2003).
Secara umum, lateks yang dihasilkan oleh pohon karet berwarna putih
susu hingga kuning. Kandungan yang ada di dalam lateks meliputi 25-40% karet
mentah (crude rubber) dan 60-77% serum (air dan zat terlarut lainnya). Karet
mentah tersebut didalamnya terdapat 90-95% karet murni, 2-3% protein, 1-2%
asam lemak, 0,2% gula, 0,5% garam (Na, K, Mg, P, Ca, Cu, Mn, dan Fe)
(Budiman, 2012). Komposisi lateks segar sebagai berikut.
Tabel 2.1 Komposisi lateks segar

Komponen Presentase (%)


Kandungan karet 25,5-40,0
Karbohidrat 1,0-2,0
Protein dan senyawa turunan 1,0-1,5
Nitrogen -
Lipid 1,0-1,5
Senyawa anorganik 0,1-1,5
Air 60-75
(Sumber: Utomo et al., 2012)

2.3.2 Sifat fisik kimia lateks pekat


Umumnya lateks pekat sifatnya tidak stabil sehingga akan mengalami
penggumpalaan secara cepat. Apabila lateks dalam kondisi stabil maka tidak
akan terjadi flokulasi atau penggumpalan selama penyimpanan berlangsung (Abi,
2008). Faktor yang berpengaruh terhadap kestabilan lateks yaitu adanya
kecenderungan partikel karet bereaksi dengan fase air (serum) dan adanya
interaksi antar partikel.
Penyebab lateks tidak stabil karena pelindung karet terdispersi di dalam
serum lateks. Proses tersebut dapat terjadi akibat kesengajaan dan tidak sengaja.
Faktor yang dilakukan dengan unsur kesengajaan yaitu dengan menambahkan
bahan penggumpal seperti asam, sari buah, dan tawas. Selain itu, faktor yang
dilakukan tanpa unsur kesengajaan seperti adanya proses penguapan air yang
berlebihan dan lateks tersebut terkontaminasi oleh mikroorganisme. Lateks yang
rusak dapat menurunkan kualitas mutunya sehingga diperlukan penjagaan
terhadap lateks supaya mutunya memenuhi persyaratan ASTM D 1076 dan ISO
2004 dan ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 2.2 Spesifikasi mutu lateks pekat

Parameter ASTM D.1076 ISO


2004

HA LA HA LA
Kandungan padatan total (TSC) min % 61,5 61,5 61,5 61,5
Kandungan karet kering (DRC) min % 60,0 60,0 60,0 60,0

Kandungan non karet max 2,0 2,0 2,0 2,0


Kadar amoniak min 1,6 1,0 1,0 0,8

Waktu kemantapan mekanis (MST) min 650 650 540 540


detik
Bilangan KOH max % 0,8 0,8 1,0 1,0

Asam lemak eteris (ALE=VFA) max - - 0,2 0,2


Tembaga max, ppm 8 8 8 8
Mangan max, ppm 8 8 8 8

2.4 Bahan-bahan yang Ditambahkan


2.4.1 Asam asetat
Asam asetat mempunyai rumus kimia CH3COOH atau C2H4O2 dan
biasanya dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari untuk memberikan rasa
asam pada makanan. Selain itu, asam asetat dapat menurunkan pH pada suatu
bahan dan dapat digunakan sebagai pengawet. Asam asetat dapat pula
digunakan untuk pembuatan serat selulosa asetat, plastik, zat warna, dan obat-
obatan. Asam asetat dapat menyebabkan iritasi pada mata dan hidung, tergolong
asam lemah yang sifatnya korosif, dan rasanya asam serta bau yang tajam. Titik
didih asam asetat 118°C dan titik leleh 17°C, termasuk konstituen dari cuka yang
diproduksi dari fermentasi gula dengan bantuan udara. Pada industri besar, asam
ateta dibuat dengan mengoksidasi asetat dehida (Usman et al., 2013).
Secara umum, penambahan asam asetat digunakan untuk memberikan
rasa pada makanan, memperbaiki rasa pada pembuatan mayonaise, sebagai
pengawet pada acar, sebagai antiseptik, dan dapat mencegah pertumbuhan jamur.
Penambahan asam atetat pada lateks bertujuan untuk menggumpalkan partikel
karet yang ada di dalam lateks. Penggumpalan dapat terjadi karena adanya
penambahan asam dapat menurunkan pH lateks menjadi 4,2-4,7 sehingga
berpengaruh terhadap kestabilan protein yang melindungi lateks. Ketidakstabilan
lateks tersebut menyebabkan pH mendekati titik isoelektrik sehingga terjadi
penggumpalan (Djumarti, 2011).
2.4.2 Asam format
Asam format biasa disebut dengan asam formiat atau asam semut,
tergolong dalam deret alkanoat yang dapat bereaksi positif dengan pereaksi
Fehling dan pereaksi Tollens. Asam format mempunyai gugus karboksilat dan
gugus aldehida. Bentuk asam format yaitu cairan jernih, terdapat bau yang tajam
dan bersifat korosif apabila terkena kulit. Pemanfaatan asam format dalam
kehidupan sehari-hari untuk proses penggumpalan lateks, penyamakan kulit,
pembuatan plastik, dan industri tekstil (Kitti, 2010). Titik didih asam format
101°C yang sudah diketahui sejak tahun 1670. Penyebutan asam format menjadi
asam semut karena aromanya yang sangat menyengat dan terdapat pada tanaman
serta hewan yang dapat menggigit dan menyengat. Akibat terkena sengatan dari
hewan dan tanaman tersebut menyebabkan rasa pedih. Dalam bidang industri,
asam format diproduksi dengan mereaksikan karbon monoksida dengan natrium
hidroksida (Usman et al., 2013). Asam format ini termasuk senyawa antara yang
paling berpengaruh dalam sintetis kimia. Rumus kimia asam format yaitu
HCOOH atau CH2O2. Fungsi penambahan asam format pada lateks yaitu sebagai
senyawa koagulan sehingga dapat menggumpalkan partikel karet dengan
menurunkan pH menjadi 4,5-4,7 (Harahap, 2008).
2.4.3 Amonia
Amonia (NH3) merupakan gas yang tidak berwarna, titik didihnya
mencapai 330°C, lebih ringan dibandingkan dengan udara, densitasnya 0,6x
densitas udara pada suhu yang sama, aromanya tajam pada konsentrasi rendah 1-
5 ppm. Amonia bersifat korosif apabila bereaksi dengan tembaga dan timah,
mudah larut, dan mudah mencair (Cahyono, 2010). Amonia yang digunakan
dalam proses pengolahan lateks yaitu amonia cair yang berperan sebagai
senyawa antikoagulan dan desinfektan. Biasanya digunakan sebagai pengawet
lateks pekat dengan metode sentrifugasi.

2.5 Mekanisme Penambahan Asam Format, Asam Asetat, dan Amonia


2.5.1 Penambahan Asam Format dan Asam Asetat
Lateks cair umumnya mempunyai pH berkisar 6,9-7,2 dengan muatan
negatif. Penambahan bahan berupa asam organik maupun anorganik seperti asam
asetat dan asam format dapat menurunkan pH lateks mendekati titik isoelekrik
yaitu pada pH 3,8-5,3 atau 4,2. Turunnya pH pada lateks dapat menggumpalkan
partikel karet karena muatannya berubah menjadi positif sehingga partikel saling
tolak menolak dan lateks dalam keadaan cair. Adanya muatan listrik dipengaruhi
oleh tinggi rendahnya pH lateks, muatan listrik dapat mencapai 0 ketika pH lateks
4,2-4,7. pH rendah menyebabkan protein tidak stabil tetapi lateks tidak segera
menggumpal karena masih dilindungi oleh mantel air. Kondisi protein yang tidak
stabil dalam jangka waktu tertentu membuat protein tersebut menggumpal dan
lapisannya hilang akibat ternjadinya kontak antar partikel-partikel didalamnya.
Asam format dan asam asetat yang ditambahkan ke dalam lateks dengan
konsentrasi tertentu dihomogenkan dan diaduk secara terus menerus selama
beberapa menit untuk memperoleh gumpalan karet (Djumarti, 2011).
2.5.2 Penambahan Amoniak
Menurut Zahara (2009), adanya ion OH- di dalam lateks setelah
penambahan amoniak dapat memperbesar kebasaan lateks sehingga pH lateks
menjadi 9-10, dengan demikian dapat menambah muatan negatif di sekeliling
karet. sehingga kestabilannya dapat tetap terjaga dan tidak terjadi
penggumpalan dengan pH 9-10. Ion OH- dihasilkan dari reaksi keseimbangan
amoniak di dalam air. Ion OH- tersebut dapat menetralkan adanya asam yang telah
terbentuk pada lateks. Lutoid yang terdapat pada lateks segar mengandung ion
Mg2+ dan Ca2+ yang dapat mengganggu kemantapan lateks. Ion-ion tersebut dapat
dipisahkan dengan membentuk kompleks pada reaksi antara ion fosfat yang secara
alamiah terkandung di dalam serum dengan amoniak yang telah ditambahkan
pada lateks segar. Penggunaan amoniak sebagai zat anti koagulan didasarkan
pada kemampuannya yang baik dalam menaikkan pH. Tujuan dari
penambahan amoniak adalah untuk menaikkan pH lateks sehingga lateks tidak
mengalami koagulasi. Prakoagulasi merupakan pembekuan pendahuluan yang
tidak diinginkan. Pada prakoagulasi menghasilkan lump atau gumpalan-gumpalan
pada cairan getah sadapan. Dalam prakteknya, amonia akan menaikkan pH lateks
dan dapat mengikat ion Mg+ yang mengganggu kestabilan sistem koloid.
Penambahan amonia dalam konsentrasi yang tinggi dapat membunuh
mikroorganisme yang terkandung dalam lateks.
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini antara lain:
1. Beaker glass
2. Pipet volume
3. Loyang
4. Gelas ukur
5. Oven
6. Pipump
7. Neraca Digital
8. Saringan
9. Pengaduk
3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain:
1. Lateks
2. Asam format
3. Asam asetat
4. Amoniak
5. CMC
6. Label
7. Tisu
8. Air
3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
3.2.1 Perhitungan Kadar Karet Kering (KKK)

Sampel 50 ml

+ Asam format 10 ml + Asam asetat 10 ml

Pengadukan

Penggilingan

Kering anginkan

Penimbangan (a)

Pengovenan 100°C, 30 menit

Penimbangan (b)

Perhitungan KKK

Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan terlebih dahulu. Sampel
kemudian disiapkan sebanyak 50 ml. Sampel diberi dua perlakuan berbeda, yaitu
ditambah 10 ml asam format dan 10 ml asam asetat. Penambahan kedua senyawa
tersebut berfungsi untuk menggumpalkan lateks. Selanjutnya, dilakukan
pengadukan hingga menggumpal untuk memisahkan serum dengan bagian karet
serta mencegah timbulnya gelembung udara pada karet yang dihasilkan. Setelah
menggumpal, dilakukan penggilingan dan dikering anginkan. Karet yang
terbentuk kemudian ditimbang sehingga diketahui berat (a). Karet dioven dengan
suhu 100°C selama 30 menit untuk mengurangi kadar airnya dan ditimbang
kembali sehingga diketahui berat (b). Setelah itu, dilakukan perhitungan KKK
(Kadar Karet Kering).
3.2.2 Pengenceran Lateks

Sampel 250 ml

Penyaringan

Penentuan KKK (dari acara 1)

+ Air Pengenceran

Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan terlebih dahulu. Sampel
kemudian disiapkan sebanyak 250 ml. Selanjutnya, sampel disaring agar bersih
dari kotoran. Setelah itu, dilakukan penentuan KKK (Kadar Karet Kering) yang
kemuadian dilanjutkan dengan dilakukannya pengenceran terhadap sampel
menggunakan air.
3.2.3 Pengaruh Penambahan Bahan Dadih dan Lama Pemisahan terhadap Sifat-
Sifat Lateks Pekat

Sampel 250 ml

Penyaringan

+ Amoniak 1,5 ml

+ CMC

12,5 ml 15 ml 17,5 ml

Pengadukan

Penyimpanan

1 hari 3 hari 4 hari

Pengamatan
(warna dan bau)

Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan terlebih dahulu. Sampel
kemudian disiapkan sebanyak 250 ml. Sampel lalu ditambahkan amoniak
sebanyak 1,5 ml untuk mencegah terjadinya koagulasi pada lateks. Selanjutnya,
sampel ditambah dengan CMC dengan 3 perlakuan konsentrasi yakni 12,5 ml, 15
ml, dan 17,5 ml. Senyawa tersebut berfungsi sebagai pendadih sampel. Setelah
itu, dilakukan pengadukan agar sampel dapat tercampur rata kemudian dilakukan
penyimpanan dengan 3 perlakuan yakni 1 hari, 3 hari, dan 4 hari. Setelah
disimpan, dilakukan pengamatan terhadap warna dan bau sampel.
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Kadar Karet Kering (KKK) Lateks Segar
No. Bahan Penggumpal Berat Basah (g) Berat Kering (g)
1. Asam Asetat 17,75 14,99
2. Asam Format 19,37 17,33
4.1.2 Pengenceran Lateks pada Pembuatan Karet Crepe dan Sheet
No. Jenis Bahan Penggumpal Volume Lateks Segar Karet Encer
(ml) (%)
1. Sheet Asam Asetat 50 15
Asam Format 50 15
2. Crepe Asam Asetat 50 20
Asam Format 50 20
4.1.3 Pengaruh Penambahan Bahan Dadih dan Lama Pemisahan terhadap Sifat
Lateks Pekat yang Dihasilkan
No. Pengamatan Volume CMC (ml) Aroma Warna
Hari ke-
1. 1 12,5 + +
15 + +
17,5 ++ ++
2. 3 12,5 +++ ++
15 ++ ++
17,5 ++++ +++
3. 4 12,5 +++ +++
15 ++++ ++++
17,5 +++++ +++++
Keterangan: Semakin banyak (+) maka aroma semakin menyengat dan warna
semakin pekat (warna kuning)
4.2 Hasil Perhitungan
4.2.1 Kadar Karet Kering (KKK) Lateks Segar
No. Bahan Penggumpal Faktor Pengenceran (%) Kadar Karet Kering (%)
1. Asam Asetat 15,55 29,98
2. Asam Format 10,53 34,66
4.2.2 Pengenceran Lateks pada Pembuatan Karet Crepe dan Sheet
No. Jenis Bahan Penggumpal AT
1. Sheet Asam Asetat 0,0499
Asam Format 0,0655
2. Crepe Asam Asetat 0,025
Asam Format 0,0367
3 BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Adapun kesimupalan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Proses pengolahan lateks yang dilakukan selama praktikum meliputi
penerimaan lateks dari kebun, pengangkutan lateks, penyaringan,
pengenceran, penggumpalan, sentrifugasi, pengovenan, dan penyimpanan.
Lateks segar yang diperoleh harus segera diolah untuk mendapatkan karet
yang maksimal.
2. Kualitas lateks mempengaruhi hasil akhir karet. Semakin lama lateks maka
hasil karet yang dihasilkan mutunya rendah, sedangkan lateks yang
diperoleh dan segera diolah menghasilkan karet dengan mutu tinggi dan
kadar karet yang tinggi.
3. Pada proses penggumpalan lateks dilakukan penambahan asam format dan
asam asetat untuk menurunkan pH dari lateks sehingga mendekati titik
isoelektrik 4,2-4,7. Asam format lebih efisien digunakan dalam
penggumpalan lateks karena nilai KKK yang diperoleh lebih tinggi
dibandingkan dengan lateks yang digumpalkan dengan asam asetat.
4. Semakin banyak volume CMC yang ditambahkan dan semakin lama
proses penyimpanan yang dilakukan, berdampak pada menurunnya sifat
atau mutu lateks yakni aroma menyengat dan warna kuning pekat.

6. 2 Saran
Adapun saran untuk praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Sebaiknya memakai masker saat proses praktikum berlangsung karena
aroma lateks yang sangat menyengat.
2. Sebaiknya lebih memahami prosedur kerja agar tidak mengalamikesulitan
saat praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Abi, M. 2008. Penentuan Kadar Amonia (NH3) pada Lateks dalam Pengolahan
Crumb Rubber. Volume 4 ISSN 1858-2419.

Agustina, T. 2010. Kontaminasi Logam Berat pada Makanan dan Dampaknya


pada Kesehatan. Teknubuga. 2(2) 3-65.

Alfa, A.A., I. Sailah., dan Y. Syamsu. 2003. Pengaruh Perlakuan Lateks Alam
dengan H2O2–NaOCl Terhadap Karakter Lateks dan Kelarutan Karet
Siklo dari Lateks. Simposium Nasional Polimer IV. Jakarta.

Budiman, H. 2012. Budidaya Karet Unggul Prospek Jitu Investasi Masa Depan.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Cahyono, B. 2010. Cara Sukses Berkebun Karet. Cetakan Pertama. Jakarta:


Pustaka Mina.

Djumarti. 2011. Diktat Kuliah Teknologi Pengolahan Tembakau, Gula, dan


Lateks. Jember: FTP UJ.

Fachry, A. Rasyidi., Sari., T. Indah., Putra., B. Andika., Kristianto., dan D. Aji.


2012. Pengaruh Penambahan Filler Kaolin Terhadap Elastisitas Dan
Kekerasan Produk Souvenir Dari Karet Alam (Hevea
Brasiliensis). Seminar Nasional Teknologi Oleo dan Petrokimia Indonesia
(TOPI). ISSN 1907–0500.

Harahap, H. 2008. Pengaruh Pengisi CaCO3 dan Temperature Vulkanisasi


terhadap Sifat sifat Mekanikal Film Lateks Karet. Jurnal Penelitian
Rekayasa. Vol 1, No. 2. Universitas Sumatera Utara.

Kitti, S. 2010. Kimia Itu Asyik XII. Jakarta: Penebar Swadaya.

Lestari, E. 2011. Asam Format. Artikel Kimia. Jakarta.


Nasution, A. 2016. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Jakarta: Agro Media
Pustaka.

Siregar, H. 2009. Budidaya Karet. Medan: USU Press.

Usman, H., A. Ramadhan., H. Sudono. 2013. Kimia Organik. Makassar:


Universitas Hasanudin.

Utomo, T.P., U. Hasanudin., dan E. Suroso. 2012. Agroindustri Karet Indonesia.


Bandung: PT. Sarana Tutorial Nurani Sejahtera.

Zahara. 2009. Pengaruh Campuran Pengawet (Amonia-Asam Borat) Terhadap


Nilai Plastisitas Awal (Po) dan Plastisitas Retensi Indeks (PRI) Karet
Dengan Penggumpal Asam Asetat. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera
Utara.

Zuhra, C.F. 2006. Karet. Medan: Departemen Kimia Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai