Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN KASUS

HEMOROID EKSTERNA

Oleh:
dr. Herlian Budiman, S.Ked

Pembimbing :
dr. I Nyoman Darsana, M.Biomed, Sp.S
Pendamping :
dr. Ni Made Murtini, MARS

DALAM RANGKA MENGIKUTI PROGRAM INTERNSIP DOKTER


INDONESIA
RS BHAYANGKARA POLDA BALI
DENPASAR
2019
LAPORAN KASUS

HEMOROID EKSTERNA

Oleh:
dr. Herlian Budiman, S.Ked

Pembimbing :
dr. I Nyoman Darsana, M.Biomed, Sp.S
Pendamping :
dr. Ni Made Murtini, MARS

DALAM RANGKA MENGIKUTI PROGRAM INTERNSIP DOKTER


INDONESIA
RS BHAYANGKARA POLDA BALI
DENPASAR
2019
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Anorektal

Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi ectoderm,


sedangkan rectum berasal dari entoderm. Karena perbedaan asal anus dan rectum ini,
maka perdarahan, persarafan, serta penyaliran vena dan limfnya berbeda juga,
demikian pula epitel yang menutupinya. Rectum dilapisi oleh mukosa glanduler usus
sedangkan kanalis analis oleh anoderm yang merupakan lanjutan epitel berlapis
gepeng kulit luar. Tidak ada yang disebut mukosa anus. Daerah batas rectum dan
kanalis analis ditandai dengan perubahan jenis epitel. Kanalis analis dan kulit luar
sekitarnya kaya akan persarafan sensoris somatik dan peka terhadap rangsangan nyeri,
sedangkan mukosa rectum mempunyai persarafan autonom dan tidak peka terhadap
nyeri. Nyeri bukanlah gejala awal pengidap karsinoma rectum, sementara fisura anus
nyeri sekali. Daerah vena di atas garis anorektum mengalir melalui system porta,
sedangkan yang berasal dari anus dialirkan ke system kava melalui cabang vena
iliaka. Distribusi ini menjadi penting dalam upaya memahami cara penyebaran
keganasan dan infeksi serta terbentuknya hemoroid. System limf dari rectum
mengalirkan isinya melalui pembuluh limf sepanjang pembuluh hemoroidalis superior
ke arah kelenjar limf paraaorta melalui kelenjar limf iliaka interna, sedangkan limf
yang berasal dari kanalis analis mengalir kea rah kelenjar inguinal.

Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. Sumbunya mengarah ke


ventrokranial yaitu kea rah umbilicus dan membentuk sudut yang nyata ke dorsal
dengan rectum dalam keadaan istirahat. Pada saat defekasi sudut ini menjadi lebih
besar. Batas atas kanalis anus disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea
pektinata atau linea dentate. Di daerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar
anus antara kolumna rectum. Infeksi yang terjadi disini dapat menimbulkan abses
anorektum yang dapat membentuk fistel. Lekukan antar sfingter sirkuler dapat diraba
di dalam kanalis analis sewaktu melakukan colok dubur, dan menunjukkan batas
antara sfingter interna dan sfingter eksterna (garis Hilton).

Cincin sfingter anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari sfingter intern
dan sfingter ekstern. Sisi posterior dan lateral cincin ini terbentuk dari fusi sfingter
intern, otot longitudinal, bagian tengah dari otot levator (puborektalis), dan komponen
m.sfingter eksternus. M.sfingter internus terdiri atas serabut otot polos, sedangkan
m.sfingter eksternus terdiri atas serabut otot lurik.

Pendarahan arteri

Arteri hemoroidalis superior adalah kelanjutan langsung a.mesenterika


inferior. Arteri ini membagi diri menjadi dua cabang utama: kiri dan kanan. Cabang
yang kanan akan bercabang kembali. Letak ketiga cabang terakkhir ini mungkin dapat
menjelaskan letak hemoroid sebelah kanan dan sebuah di perempat lateral kiri.

Arteri hemoroidalis medialis merupakan percabangan anterior a.iliaka interna,


sedangkan a.hemoroidalis inferior adalah cabang a.pudenda interna. Anastomosis
antara arcade pembuluh inferior dan superior merupakan sirkulasi kolateral yang
mempunyai makna penting pada tindak bedah ata sumbatan aterosklerotik di daerah
percabangan aorta dan a.iliaka. Anastomosis tersebut ke pembuluh kolateral hemoroid
inferior dapat menjamin pendarahan di kedua ekstremitas bawah. Pendarahan pleksus
hemoroidalis merupakan kolateral luasdan kaya sekali darah sehingga perdarahan dari
hemoroid interna menghasilkan darah segar yang berwarna merah dan buka darah
vena warna kebiruan.

Pendarahan vena

Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis internus dan


berjalan ke arah kranial ke dalam vena mesenterika inferior dan seterusnya melalui
vena lienalis ke vena porta. Vena ini tidak berkatup sehingga tekanan rongga perut
menntukan tekanan di dalamnya. Karsinoma rectum dapat menyebar sebagai embolus
vena ke dalam hati, sedangkan embolus septic dapat menyebabkan pileflebitis. Vena
hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke dalam vena pudenda interna dan ke dalam
vena iliaka interna dan system kava. Pembesaran vena hemoroidalis dapat
menimbulkan keluahan hemoroid.

Penyaliran limf

Pembuluh limf dari kanalis analis membentuk pleksus halus yang menyalirkan
isinya menuju ke kelnjar limf inguinal, selanjutnya dari sini cairan limf terus mengalir
sampai ke kelanjar limf iliaka. Infeksi dan tumor ganas di daerah anus dapat
mengakibatkan limfadenopati inguinal. Pembuluh limf dari rectum di atas garis
anorektum berjalan seiring dengan vena hemoroidalis superior dan melanjut ke
kelenjar limf mesenterika inferior dan aorta. Operasi radikal untuk eradikasi
karsinoma rectum dan anus didasarkan pada anatomi saluran limf ini.

Persarafan

Persarafan rectum terdiri atas system simpatik dan parasimpatik. Serabut


simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior dan dari system parasakral yang
terbentuk dari ganglion simpatis lumbal ruas kedua, ketiga dan keempat. Unsure
simpatis pleksus ini menuju kea rah struktus genital dan serabut otot polos yang
mengendalikan emisi air mani dan ejakulasi. Persarafan parasimpatik (nervi erigentes)
berasal dari sacral kedua, ketiga dan keempat. Serabut saraf ini menuju ke jaringan
erektil penis dan klitoris serta mengendalikan ereksi dengan cara mengatur aliran
darah ke dalam jaringan ini. Oleh karena itu, cedera saraf yang terjadi pada waktu
operasi radikal panggul seperti ekstirpasi radikal rectum atau uterus dapat
menyebabkan gangguan fungsi vesika urinaria dan gangguan fungsi seksual.

Muskulus puborektal mempertahankan sudut anorektum; otot ini


mempertajam sudut tersebut bila meregang dan meluruskan usus bila mengendur.

Defekasi

Pada suasana normal, rectum kosong. Pemindahan feses dari kolon sigmoid ke
dalam rectum kadang-kadang dicetuskan oleh makan, terutama pada bayi. Bila isi
sigmoid masuk ke dalam rectum, dirasakan oleh rectum dan menimbulkan keinginan
defekasi. Rectum mempunyai kemampuan khas untuk mengenal dan memisahkan
bahan padat, cair dan gas.

Sikap badan sewaktu defekasi, yaitu sikap duduk atau jongkok, memegang
peranan yang berarti. Defekasi terjadi akibat reflex peristaltic rectum, dibantu oleh
mengedan dan relaksasi sfingter anus eksternus.

Syarat untuk defekasi normal ialah persarafan sensible untuk sensasi isi
rectum dan persarafan sfingter anus untuk kontraksi dan relaksasi yang utuh.
2.1 Definisi Hemoroid
Hemoroid adalah pelebaran vena di dalam pleksus hemoroidales yang tidak
merupakan keadaan patologis, hanya apabila menimbulkan keluhan atau penyulit
diperlukan tindakan. Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah
vena di daerah anus yang berasal dari plexus hemoroidalis. Plexus hemoroidalis
tersebut merupakan jaringan normal yang terdapat pada semua orang yang berfungsi
untuk mencegah inkontinensia flatus dan cairan. 1
Karena adanya suatu faktor pencetus, pleksus tersebut dapat mengalami
pelebaran, inflamasi, bahkan perdarahan. Pelebaran ini berkaitan dengan peningkatan
tekanan vena pada pleksus tersebut yang sering terjadi pada usia 50 tahun ke atas.
Dimana pelebaran ini tidak diikuti dengan perubahan kondisi anatomi dari kanalis
analis. 1,3
Hemoroid adalah dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan
superior.

Gambar 2.1 Anatomi rektum

2.2 Epidemiologi
Sekitar 75% orang mengalami penyakit hemoroid setidaknya sekali seumur
hidupnya, hemoroid banyak terjadi pada dewasa berusia 45 – 60 tahun, dan juga
sering
terjadi pada
wanita
hamil.
Gambar 2.1 hemorrhoid
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko1,2
Darah yang berasal dari pleksus hemorodalis akan dialirkan ke vena
mesenterika inferior, kemudian ke vena porta masuk ke hepar.

Hemorrhoid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran


balik dari vena hemoroidalis, penyebab pelebaran pleksus hemoroidalis dibagi
menjadi:

1. Karena bendungan sirkulasi portal akibat kelainan organic


a. Hepar pada sirosis hepatis
fibrosis jaringan akan meningkatkan resistensi aliran vena ke hepar sehingga
terjadi hipertensi portal, maka akan terbentuk kolateral antar lain ke esophagus
dan pleksus hemoroidalis.
b. Bendungan vena porta, misal akibat thrombosis.

c. Tumor intra abdomen, terutama didaerah pelvis yang menekan vena


sehingga aliran terganggu, misal tumor ovarium, tumor rectum, dsb. Tumor
ini dapat menekan vena sehingga alirannya terganggu dan menyebabkan
pelebaran plexus hemoroidalis.

2. Idiopatik, tidak jelas asalnya kelainan organic, hanya ada factor-faktor yang
mempengaruhi timbulnya hemorrhoid, antara lain:
a. Keturunan/ herediter

Dalam hal ini yang menurun adanya kelemahan dinding pembuluh darah
dan bukan hemorrhoidnya. Adanya kelemahan dinding vena di daerah
anorektal yang didapat sejak lahir akan memudahkan terjadinya hemoroid
setelah mendapat paparan tambahan seperti mengejan terlalu kuat atau
terlalu lama, konstipasi, dan lain-lain.
b. Anatomi
Vena di daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus hemoroidalis
kurang mendapat sokongan otot dan fasia di sekitarnya sehingga darah
mudah kembali, menyebabkan tekanan di pleksus hemoroidalis.
c. Pekerjaan
Orang yang pekerjaannya banyak berdiri atau duduk lama atau harus
mengangkat barang berat, gaya gravitasi akan mempengaruhi timbulnya
hemorrhoid, misalnya polisi lalu lintas, ahli bedah, dll.
d. Umur
Pada umur tua timbul degenerasi dari seluruh jaringan tubuh juga otot
spingter menjadi tipis dan atonis.
e. Hipertensi, obesitas, gaya hidup dan kehamilan ( disebabkan tekanan janin
pada abdomen).Obstipasi dan konstipasi yang menyebabkan peningkatan
tekanan vena
akibat mengedan.
f. Kurang minum air, kurang makan makanan berserat ( sayur dan buah )
a. Mekanis : semua keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan intra
abdomen, misalnya penderita hipertrofi prostat, konstipasi menahun dan
sering mengejan pada waktu defekasi.
b. Endokrin : pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus oleh
karena ada sekresi hormone relaksin.

c. Peningkatan stress psikologis

Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan


menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja epinefrin dan sistem
syaraf simpatis. Stress juga dapat menyebabkan usus spastik
(spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon).
d. Ketidaksesuaian diet
Makanan yang lunak akan menghasilkan suatu produk yang tidak cukup
untuk merangsang refleks pada proses defekasi. Makan makanan yang
rendah serat seperti; beras, telur dan daging segar akan membuat makanan
tersebut bergerak lebih lambat di saluran cerna. Namun dengan
meningkatkan intake cairan dapat mempercepat pergerakan makanan
tersebut di saluran cerna.
e. Penggunaan obat-obatan
Obat-obatan seperti ; morfin, codein, obat-obatan adrenergik dan
antikolinergik lain dapat memperlambat pergerakan colon melalui
mekanisme kerja sistem syaraf pusat sehingga dapat menyebabkan
konstipasi.
f. Usia lanjut
Pada orang lanjut usia terjadi penyerapan air yang berlebihan pada saluran
cerna. Sehingga konsistensi tinja yang dikeluarkan menjadi keras. Usia
Pada usia tua terjadi degenerasi dari jaringan-jaringan tubuh, otot
sphincter pun juga menjadi tipis dan atonis. Karena sphincternya lemah
maka dapat timbul prolaps. Selain itu pada usia tua juga sering terjadi
sembelit yang dikarenakan penyerapan air yang berlebihan pada saluran
cerna. Hal tersebut menyebabkan konsistensi tinja menjadi keras. Sehingga
terjadi penekanan berlebihan pada plexus hemoroidalis yang dipicu oeh
proses mengejan untuk mengeluarkan tinja.
g. Pola buang air besar yang salah
Pemakaian jamban duduk juga dapat meningkatkan insidensi hemoroid.
Menurut dr. Eka Ginanjar, dengan pemakaian jamban yang duduk posisi
usus dan anus tidak dalam posisi tegak. Sehingga akan menyebabkan
tekanan dan gesekan pada vena di daerah rektum dan anus. Berbeda halnya
pada penggunaan jamban jongkok. Posisi jongkok saat defekasi dapat
mencegah terjadinya konstipasi yang secara tidak langsung dapat
mencegah terjadinya hemoroid. Hal tersebut dikarenakan pada posisi
jongkok, valvula ilicaecal yang terletak antara usus kecil dan caecum
dapat menutup secara sempurna sehingga tekanan dalam colon cukup
untuk mengeluarkan feses.
Selain itu menghindari kebiasaan untuk menunda ke jamban ketika sudah
dirasa ingin buang air besar juga dapat menurunkan kejadian konstipasi.

g. Kurang intake cairan


Kurangnya intake cairan setiap hari dapat meningkatkan kejadian hemoroid.
Hal tersebut dikarenakan, kurangnya intake cairan dapat menyebabkan tinja menjadi
keras sehingga seseorang akan cenderung mengejan untuk mengeluarkan tinja
tersebut.
Sementara itu, proses mengejan tersebut dapat meningkatkan tekanan pada
plexus hemoroidalis. Dengan intake cairan yang cukup setiap harinya dapat
membantu melunakkan tinja dan membersihkan usus. Sehingga tidak perlu mengejan
untuk mengeluarkan tinja.

h. Kurang aktivitas fisik


Kebiasaan melakukan gerakan ringan dapat mengurangi frekuensi untuk
duduk dan merupakan salah satu pencegahan dari kekambuhan hemoroid. Selain itu
dengan melakukan olahraga yang ringan seperti berenang dan menggerakkan daerah
perut diharapkan dapat melemaskan dan mengurangi ketegangan dari otot. Namun
dengan melakukan aktivitas yang terlalu berat seperti mengangkat benda berat akan
meningkatkan risiko kejadian hemoroid. Hal tersebut dikarenakan terjadi peregangan
musculussphincter ani yang berulang sehingga ketika penderita mengejan akan terjadi
peregangan yang bertambah buruk.

i. Kehamilan
h. Peningkatan hormon progesteron pada wanita hamil akan mengakibatkan
peristaltik saluran pencernaan melambat dan otot-ototnya berelaksasi.
Sehingga akan mengakibatkan konstipasi yang akan memperberat sistem
vena. Pelebaran vena pada wanita hamil juga dapat dipicu oleh penekanan
bayi atau fetus pada rongga abdomen. Selain itu proses melahirkan juga
dapat menyebabkan hemoroid karena adanya penekanan yang berlebihan
pada plexus hemoroidalis

2.4 .Klasifikasi Hemorrhoid 1,2,3

Hemorrhoid dibedakan antara yang interna dan eksterna

1. Hemorrhoid interna

Adalah pelebaran plexus hemorrhoidalis superior diatas garis mukokutan dan ditutupi
oleh mukosa. Hemorrhoid interna merupakan bantalan vaskuler didalam jaringan
submukosa pada rectum sebelah bawah. Sering hemorrhoid terdapat pada tiga sisi
primer, yaitu kanan-depan, kanan-belakang, dan kiri lateral. Hemorrhoid yang lebih
kecil terdapat diantara ketiga letak primer tersebut.

2. Hemorrhoid eksterna

Adalah pelebaran dan penonjolan pleksus hemorrhoid inf erior terdapat disebelah
distal garis mukokutan didalam jaringan dibawah epitel anus.
Gambar 2.2 hemorrhoid interna dan eksterna

Hemoroid dapat diklasifikasikan atas hemoroid eksterna dan interna. Untuk


hemorrhoid interna terdapat 4 derajat yaitu:

1. Derajat I

Pada derajat pertama hemorrhoid menyebabkn perdarahan merah segar, tanpa disertai
dengan nyeri pada waktu defekasi. Pada stadium awal seperti ini tidak terdapat
prolaps. Pada pemeriksaan anuskopi terlihat hemorrhoid membesar dan menonjol ke
dalam lumen.

2. Derajat II

Terjadi perdarahan dan prolaps jaringan di luar anus saat mengejan selama defekasi
berlangsung dan dapat kembali spontan. Ini dianggap sebagai derajat selanjutnya dari
hemorrhoid yang hanya berdarah tanpa ada keluhan, lama kelamaan akan
berkembang menjadi derajat III.

3.Derajat III

Hemorrhoid menonjol saat mengedan dan harus didorong kembali sesudah defekasi.
Dalam hal ini perdarahan tidak menjadi kriteria, mungkin saja varises keluar dan
harus mendorong kembali tanpa adanya perdarahan.

4. derajat IV

Hemorrhoid yang menonjol keluar dan tidak dapat didorong masuk. Hal ini
menimbulkan keadaan sakit sehingga penderita akan datang berobat. Biasanya pada
derajat IV ini terdapat thrombus yang diikuti infeksi.
2.5 Pathogenesis

Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan atau inflamasi vena


hemoroidalis yang disebabkan oleh faktor-faktor risiko/pencetus.

Faktor risiko hemoroid antara lain faktor mengedan pada buang air besar yang
sulit, pola buang air besar yang salah (lebih banyak memakai jamban duduk, terlalu
lama duduk di jamban duduk sambil membaca, merokok), peningkatan tekanan intra
abdomen karena tumor (tumor usus, tumor abdomen), kehamilan (adanya penekanan
janin pada abdomen dan perubahan hormonal), usia tua, konstipasi kronik, diare
kronik atau diare akut yang berlebihan, hubungan seks peranal, kurang minum air,
kurang makan makanan berserat (sayur dan buah), kurang olahraga/mobilitas.

Gambar 2.3 klasifikasi hemorrhoid

Derajat Berdarah Menonjol Reposisi


I + - -
II + + spontan
III + + manual
IV + + Tidak dapat

Secara anoskopi hemoroid dapat dibagi atas hemoroid eksterna (di luar/di bawah
linea dentata) dan hemoroid interna (di dalam/ di atas linea dentata). Untuk melihat
risiko perdarahan hemoroid dapat dideteksi oleh adanya stigmata perdarahan berupa
bekuan darah yang masih menempel, erosi, kemerahan di atas hemoroid. Secara
anoskopik, hemoroid interna juga dapat dibagi dalam 4 derajat.

2.6 Gejala dan tanda


Pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau wasir tanpa ada
hubungannya dengan gejala rectum dan anus yang khusus.

1. Nyeri hebat
Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid intern dan
hanya timbul pada hemoroid ekstern yang mengalami thrombosis.
2. Perdarahan
Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid intern akibat
trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan
tidak tercampur feses, dapat hanya berupa garis pada feses, dapat hanya
berupa garis pada feses atau kertas pembersih sampai pada perdarahan yang
terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah.

2.7 Pemeriksaan

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dapat berupa pemeriksaan


laboratorium untuk mendeteksi apakah terjadi anemia pada pasien dan
pemeriksaan anoskopi serta sigmoideskopi. Anoskopi dilakukan untuk menilai
mukosa rektal dan mengevaluasi tingkat pembesaran hemoroid. Hasil anoskopi
hemoroid interna yang tidak mengalami prolaps biasanya terlihat gambaran
vascular yang menonjol keluar, dan apabila pasien diminta mengejan akan terlihat
gambaran yang lebih jelas. Sedangkan dengan menggunakan sigmoideskopi dapat
mengevaluasi kondisi lain sebagai diagnose banding untuk perdarahan rektal dan
rasa tak nyaman seperti pada fisura anal dan fistula, colitis, polip rectal, dan
kanker.

Apabila hemoroid mengalami prolaps, lapisan epitel penutup bagian yang


menonjol ke luar ini mengeluarkan mucus yang dapat dilihat apabila penderita
diminta mengejan. Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid intern tidak dapat
diraba sebab tekanan vena di dalamnya tidak cukup tinggi dan biasanya tidak
nyeri. Colok dubur diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma
rectum.

Penilaian dengan anoskop diperlukan untuk melihat hemoroid intern yang


tidak menonjol keluar. Anoskop dimasukkan dan diputar untuk mengamati
keempat kuadran. Hemoroid intern terlihat sebagai struktur vascular yang
menonjol ke dalam lumen. Jika penderita diminta untuk mengedan sedikit, ukuran
hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata.

Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan bahwa keluhan


bukan disebabkan oleh proses radang atau proses kegananasan di tingkat yang
lebih tinggi, karena hemoroid merupakan keadaaan fisiologik saja atau tanda yang
menyertai. Feses harus diperiksa terhadap adanya darah samar.

2.8 Diagnosis Banding

Perdarahan rectum yang merupakan manifestasi utama hemoroid intern juga


terjadi papa karsinoma kolorektum, penyakit divertikel, polip, colitis ulserosa, dan
penyakit lain yang tidak begitu sering terdapat di kolorektum. Pemeriksaan
sigmoidoskopi harus dilakukan. Foto barium kolon dan kolonoskopi perlu dipilih
secara selektif, bergantung pada keluhan dan gejala penderita.

Prolaps rectum harus juga dibedakan dari prolaps mukosa akibat hemoroid
intern.

Kondiloma perianal dan tumor anorektum lainnya biasanya tidak sulit


dibedakan dari hemoroid yang mengalami prolaps. Lipatan kulit luar yang lunak
sebagai akibat dari thrombosis hemoroid ekstern sebelumnya juga mudah dikenali.
Adanya lipatan kulit sentinel pada garis tengah dorsal, yang disebut umbai kulit dapat
menunjukkan fisura anus.

2.9 Tata laksana

Terapi hemoroid intern yang simptomatik harus ditetapkan secara perorangan.


Hemoroid adalah normal karenanya tujuan terapi bukan untuk menghilangkan pleksus
hemoroid, tapi untuk menghilangkan keluhan.

Kebanyakan pasien hemoroid derajat pertama dan kedua dapat ditolong


dengan tindakan local yang sederhana disertai nasehat tentang makan. Makanan
sebaiknya terdiri atas makanan berserat tinggi. Makanan ini membuat gumpalan isi
usus besar, namun lunak sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan
mengedan secara berlebihan.

1. Terapi Non Farmakologi


Penatalaksanaan ini bertujuan untuk mencegah semakin memburuknya
hemoroid dengan cara memperbaiki defekasi. Penatalaksanaan ini berupa
perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan minum, perbaikan pola/cara
defekasi. Memperbaiki defekasi merupakan pengobatan yang harus selalu ada
dalam setiap bentuk dan derajat hemoroid.
Perbaikan defekasi disebut Bowel Management Program (BMP) yang
terdiri dari diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan perubahan perilaku
buang air. Bersamaan dengan program BMP tersebut di atas, biasanya juga
dilakukan tindakan kebersihan lokal dengan cara merendam anus dalam air
sehingga eksudat atau sisa tinja yang lengket dapat dibersihkan.
Dapat diberikan pada semua kasus hemoroid terutama hemoroid interna
derajat 1, disebut juga terapi konservatif, diantaranya adalah :

 Koreksi konstipasi dengan meningkatkan konsumsi serat (25-30 gram sehari),


dan menghindari obat-obatan yang dapat menyebabkan konstipasi.
 Meningkatkan konsumsi cairan (6-8 gelas sehari)
 Menghindari mengejan saat buang air besar, dan segera ke kamar mandi saat
merasa akan buang air besar, jangan ditahan karena akan memperkeras feses.
 Rendam duduk dengan air hangat yang bersih dapat dilakukan rutin dua kali
sehari selama 10 menit pagi dan sore selama 1 – 2 minggu, karena air hangat
dapat merelaksasi sfingter dan spasme.
 Tirah baring untuk membantu mempercepat berkurangnya pembengkakan.

2. Terapi Farmakologi
 Salep anastetik lokal
 Kortikosteroid
 Laksatif
 Analgesik
 Suplemen flavonoid, membantu mengurangi tonus vena dan mengurangi
hiperpermeabilitas serta efek antiinflamasi (Acheson dan Schirfield,
2008)

a. Obat memperbaiki defekasi : ada dua obat yang diikutkan dalam BMP
yaitu suplemen serat (fiber suplement) dan pelicin tinja (stool softener).
Suplemen serat komersial yang banyak dipakai antara lain psyllium
atau isphagula Husk (misal Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk). Obat
kedua yaitu obat laksan atau pencahar antara lain Natrium dioktil
sulfosuksinat (Laxadine), Dulcolax, Microlac dll. Natrium dioctyl
sulfosuccinat bekerja sebagai anionic surfactant, merangsang sekresi
mukosa usus halus dan meningkatkan penetrasi cairan kedalam tinja.
Dosis 300 mg/hari.

b. Obat simtomatik : bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi


keluhan rasa gatal, nyeri, atau karena kerusakan kulit di daerah anus.
Obat pengurang keluhan seringkali dicampur pelumas (lubricant),
vasokonstriktor, dan antiseptic lemah. Sediaan penenang keluhan yang
ada di pasar dalam bentuk ointment atau suppositoria antara lain
Anusol, Boraginol N/S, dan Faktu. Bila perlu dapat digunakan
kortikosteroid untuk mengurangi radang daerah hemoroid atau anus
antara lain Ultraproct, Anusol HC, Scheriproct. Sediaan bentuk
suppositoria digunakan untuk hemoroid interna, sedangkan sediaan
ointment/krem digunakan untuk hemoroid eksterna.

c. Obat menghentikan perdarahan : perdarahan menandakan adanya luka


pada dinding anus/ pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis.
Yang digunakan untuk pengobatan hemoroid yaitu campuran diosmin
(90%) dan hesperidin (10%) dalam bentuk Micronized, dengan nama
dagang “Ardium” atau “Datlon”. Psyllium, Citrus bioflavanoida yang
berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki
permeabilitas dinding pembuluh darah. Obat penyembuh dan pencegah
serangan hemoroid : pengobatan dengan Ardium 500 mg menghasilkan
penyembuhan keluhan dan gejala yang lebih cepat pada hemoroid akut
bila dibandingkan plasebo. Pemberian Micronized flavonoid (Diosmin
dan Hesperidin) (Ardium) 2 tablet per hari selama 8 minggu pada
pasien hemoroid kronik. Penelitian ini didapatkan hasil penurunan
derajat hemoroid pada akhir pengobatan dibanding sebelum
pengobatan secara bermakna. Perdarahan juga makin berkurang pada
akhir pengobatan dibanding awal pengobatan.
3. Penatalaksanaan Minimal Invasive
1. Skleroterapi
Adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya 5% fenol
dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke submukosa didalam jaringan
areolar yangg longgar dibawah hemorrhoid interna dengan tujuan menimbulkan
peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotic dan meninggalkan parut.
Penyuntikan dilakukan disebelah atas dari garis mukokutan dengan jarum yang
panjang melalui anuskop. Apabila penyuntikan dilakukan pada tempat yang tepat
maka tidak ada nyeri. Penyulit penyuntikan termasuk infeksi, prostatitis akut jika
masuk kedalam prostat, dan reaksi hipersensitivitas terhadap obat yang
disuntikkan. Terapi suntikan bahan sklerotik bersama dengan nasehat tentang
makanan merupakan terapi yang efektif untuk hemorrhoid interna derajat I dan II.

3. Terapi Pembedahan
Hemorrhoid Institute of South Texas (HIST) menetapkan indikasi
tatalaksana

pembedahan hemoroid antara lain :

 Hemoroid interna derajat II berulang


 Hemoroid derajat III dan IV dengan gejala
 Mukosa rektum menonjol keluar anus
 Hemoroid interna derajat I dan II dengan penyakit penyerta seperti
fisura
 Kegagalan penatalaksanaan konservatif
 Permintaan pasien
Adapun jenis pembedahan yang sering dilakukan yaitu :

 Skleroterapi
Teknik ini dilakukan dengan menginjeksikan 5 % fenol dalam
minyak nabati yang tujuannya untuk merangsang. Lokasi injeksi adalah
submukosa hemoroid. Efek dari injeksi adalah edema, reaksi inflamasi
dengan proliferasi fibroblast dan thrombosis intravascular. Reaksi ini
akan menyebabkan fibrosis pada submukosa hemoroid sehingga akan
mencegah atau mengurangi prolapsus jaringan hemoroid. Terapi ini
disertai anjuran makanan tinggi serat dapat efektif untuk hemoroid
interna derajat I dan II. Menurut Acheson dan Scholfield pada tahun
2009, teknik ini murah dan mudah dilakukan, tetapi jarang dilaksanakan
karena tingkat kegagalan yang tinggi.

Gambar 2.4
scleroterapi

 Ligasi dengan gelang karet (Rubber band ligation)


Biasanya teknik ini dilakukan untuk hemoroid yang besar atau
yang mengalami prolaps. Dengan bantuan anuskop, mukosa diatas
hemoroid yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap kedalam
tabung ligator khusus. Efek dari teknik ini adalah nekrosis iskemia,
ulserasi, dan scarring yang akan menghasilkan fiksasi jaringan ikat ke
dinding rektum. Komplikasi nya dapat terjadi perdarahan setelah 7-10
hari dan nyeri.

 Bedah beku
Teknik bedah beku dilakukan dengan pendinginan hemoroid
pada suhu yang sangat rendah. Teknik ini tidak dipakai secara luas
karena mukosa yg nekrosis sukar ditentukan luasnya. Teknik ini lebih
cocok untuk terapi paliatif pada karsinoma rektum yang inoperable.

 Hemoroidektomi
Teknik dipakai untuk hemoroid derajat III atau IV dengan
keluhan menahun, juga untuk penderita dengan perdarahan berulang
dan anemia yang tidak sembuh dengan terapi lain yang lebih sederhana.
Prinsipnya adalah eksisi hanya dilakukan pada jaringan yang benar-
benar berlebihan, dan pada anoderm serta kulit yang normal dengan
tidak mengganggu sfingter anus. Selama pembedahan sfingter anus
biasanya dilatasi dan hemoroid diangkat dengan klem atau diligasi dan
kemudian dieksisi.
 Tindak bedah lain
 Infrared thermocoagulation
 Bipolar diathermy
 Laser haemorrhoidectomy
 Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation
 Cryotherapy
 Stappled hemorrhoidopexy
Supositoria dan salep anus diketahui tidak mempunyai efek yang
bermakna kecuali efek anestetik dan astringen.

Hemoroid intern yang mengalami prolaps oleh karena udem


umumnya dapat dimasukkan kembali secara perlahan disusul dengan
istirahat baring dan kompres local untuk mengurangi pembengkakan.
Rendam duduk dengan cairan hangat juga dapat meringankan nyeri.
Apabila ada penyakit radang usus besar yang mandasarinya, misalnya
penyakit Crohn, terapi medic harus diberikan apabila hemoroid menjadi
simptomatik.

Skleroterapi

Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang,


misalnya 5% fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke
submukosa di dalam jaringan areolar yang longgar di bawah hemoroid
intern dengan tujuan menimbulkan peradangan steril yang kemudian
menjadi fibrotic dan meninggalkan parut. Penyuntikan dilakukan di
sebelah atas dari garis mukokutan dengan jarum yang panjang melalui
anuskop. Apabila penyuntikan dilakukan pada tempat yang tepat maka
tidak ada nyeri. Penyulit penyuntikan termasuk infeksi, prostatitis akut jika
masuk ke dalam prostat dan rekasi hipersensitifitas terhadap obat yang
disuntikkan.

Terapi suntikan bahan sklerotik bersama dengan nasehat tentang


makanan merupakan terapi yang efektif untuk hemoroid intern derajat I
dan II.
Gambar 2.5 sclerotherapy

Ligasi dengan gelang karet

Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat ditangani dengan
ligasi dengan gelang karet menurut Baron. Dengan bantuan anuskop, mukosa di atas
hemoroid yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisapke dalam tabung ligator
khusus. Gelang karet di dorong dari ligatir dan ditempatkan secara rapat di sekeliling
mukosa pleksus hemoroidalis tersebut. Nekrosis karena iskemia terjadi dalam
beberapa hari. Mukosa bersama karet akan lepas sendiri. Fibrosis dan parut akan
terjadi pada pangkal hemoroid tersebut. Pada satu kali terapi, hanya diikat satu
kompleks hemoroid, sedangkan ligasi berikutnya dilakukan dalam jarak waktu dua
sampai empat minggu.

Penyulit utama ligasi adalah timbulnya nyeri karena terkenanya garis


mukokutan. Untuk menghindari ini maka gelang tersebut ditempatkan cukup jauh dari
garis mukokutan. Nyeri yang hebat dapat pula disebabkan oleh infeksi. Perdarahan
dapat terjadi pada waktu hemoroid mengalami nekrosis, biasanya setelah tujuh sampai
sepuluh hari.

Bedah beku

Hemoroid dapat pula dibekukan dengan pendinginan pada suhu yang rendah
sekali. Bedah beku atau bedah krio ini tidak dipakai secara luas oleh karena mukosa
yang nekrotik sukar ditentukan luasnya. Bedah krio ini lebih cocok untuk terapi
paliatif pada karsinoma rectum yang inoperable.

Hemoroidektomi

Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan
pada penderita hemoroid derajat III atau IV. Terapi bedah juga dapat dilakukan pada
penderita dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak sembuh dengan cara
terapi lainnya yang lebih sederhana. Penderita hemoroid derajat IV yang mengalami
thrombosis dan kesakitan hebat dapat ditolong segera dengan hemoroidektomi.

Prinsip yang harus diperhatikan pada hemoroidektomi adalah eksisi yang


hanya dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat mungkin
dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak mengganggu sfingter
anus.

Tindak bedah lain

Dilatasi anus yang dilakukan dalam anestesi dimaksudkan untuk memutuskan


jaringan ikat yang diduga menyebabkan obstruksi jalan ke luar anus atau spasme yang
merupakan faktor penting dalam pembentukan hemoroid. Metode dilatasi menurut
Lord ini kadang disertai dengan inkontinensia sehingga tidak dianjurkan.

Dengan terapi yang sesuai, semua hemoroid simtomatis dapat dibuat menjadi
asimtomatis. Pendekatan konservatif hendaknya diusahakan terlebih dahulu pada
semua kasus. Hemoroidektomi pada umumnya memberikan hasil yang baik. Sesudah
terapi penderita harus diajari untuk menghindari obstipasi dengan makan makanan
serat agar dapat mencegah timbulnya kembali gejala hemoroid.

2.10 Komplikasi Hemoroid 1.3.8


Komplikasi hemoroid yang paling sering adalah anemia berat dan trombosis.
Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid.

2.11 Pencegahan Hemoroid 1,3


Perubahan gaya hidup adalah hal yang paling penting dalam pencegahan
hemoroid dan mempertahankan tinja tetap lunak sehingga mudah ke luar, dimana hal
ini menurunkan tekanan dan pengedanan dan mengosongkan usus sesegera mungkin
setelah perasaan mau ke belakang timbul.

BAB III

ANALISIS KASUS

 Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar


Pada pasien ini didiagnosis dengan hemorrhoid interna grade III karena pada
anamnesis didapatkan adanya keluhan Buang air besar disertai darah sejak 2
hari yang lalu . keluhan disertai dengan timbulnya benjolan di anus yang dapat
dimasukan ke dalam anus dengan bantuan jari, terasa nyeri. Saat buang air
besar biasanya di sertai dengan darah segar, menetes dan tidak bercampur
dengan feses. Berdasarkan pengamatan terhadap kondisi rumah dan
lingkungan sekitar, faktor jongkok yang lama pada toilet jongkok leher angsa
merupakan salah satu faktor untuk timbulnya hemoroid. Karena jongkok yang
lama dapt menyebabkan stasis aliran darah Jadi, terdapat hubungan antara
kedaan rumah dan lingkungan sekitar dengan faktor yang ikut mempengaruhi
timbulnya penyakit hemoroid.

 Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga


Penyakit yang diderita pasien ini merupakan penyakit yang diturunkan dari ayah
kandung pasien yang juga mengalami hal yang serupa dengan pasin. Sedangkan
hubungan dengan keluarga pasien terjalin baik dan harmonis. Jadi, terdapat
hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga.

 Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan


lingkungan sekitar.
Pasien memiliki kebiasaan suka memakan makanan yang pedas, berlemak, diet
rendah serat dan kurang vitamin serta kurang minum dari 2,5 liter per hari. Faktor
pekerjaan pasien yang lebih banyak duduk di kantor membuat risiko untuk
terkena hemoroid menjadi lebih besar. lalu terjadi konstipasi. Pasien juga
seorang perokok. kebiasaan seperti ini juga dapa menyebabkan terjadinya
hemoroid.

 Analisis kemungkinan berbagai factor risiko atau etiologi penyakit pada


pasien ini.
 kurang makanan dan kurang vitamin berserat seperti buah segar, sayuran, dan
roti gandum
 kurang intake cairan
 aktivitas di kantor yang lebih banyak duduk,
 Riwayat ayah kandung dengan hemorrhoid
 Kurang berolah raga

 Analisis untuk mengurangi paparan/ memutus rantai penularan dengan


factor risiko atau etiologi pada pasien ini.
- Mengubah kebiasaan kebiasaan buruk tersebut di atas, membiasakan hidup
sehat dan teratur.
- Banyak konsumsi air putih dan buah-buahan agar pencernaan lancar.
Makanlah makanan berserat seperti buah segar, sayuran, dan roti gandum
- Minum sebanyak 6-8 gelas air setiap hari
- Kurangi komsumsi cabe dan makanan pedas
- Jangan duduk di toilet dalam waktu lama
- Jika aktivitas lebih banyak duduk, selalu berdiri atau berjalan selama waktu
istirahat
- Berolahraga dengan rutin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Silvia A.P, Lorraine M.W, Hemoroid, 2005. Dalam: Konsep – konsep Klinis Proses
Penyakit, Edisi VI, Patofisiologi Vol.1. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hal: 467
2. Susan Galandiuk, MD, Louisville, KY, A Systematic Review of Stapled
Hemorrhoidectomy – Invited Critique, Jama and Archives, Vol. 137 No. 12,
December, 2002, http://archsurg.ama.org/egi/content/extract. last update Desember
2009.
3. Anonim, 2004, Hemorhoid, http://www.hemorjoid.net/hemoroid galery.html. Last
update Desember 2009.
4. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Hemoroid, 2004 Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah,
Ed.2, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal: 672 – 675
5. Werner Kahle ( Helmut Leonhardt,werner platzer ), dr Marjadi Hardjasudarma
( alih bahasa ), 1998, Berwarna dan teks anatomi Manusia Alat – Alat Dalam,Hal:
232
6. Mansjur A dkk ( editor ), 1999, Kapita selekta Kedokteran, Jilid II, Edisi III, FK
UI, Jakarta,pemeriksaan penunjang: 321 – 324.
7. Linchan W.M,1994,Sabiston Buku Ajar Bedah Jilid II,EGC, Jakarta,hal 56 – 59
8. Brown, John Stuart, Buku Ajar dan Atlas Bedah Minor, alih Bahasa, Devi H,
Ronardy, Melfiawati, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2001.

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn. IBGW
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 54 tahun
Pendidikan Terakhir : SMA
Suku / Bangsa : Bali / Indonesia
Agama : Hindu
Alamat : Jl. Tukad Pakerisan no.5, Denpasar
Pekerjaan : Pensiunan PNS Bidang Birokrasi Kesekretariatan
No. Rekam Medis : 77.74.80
Tanggal Pemeriksaan : 10 April 2019 pukul 11.00 WITA

3.2. AUTOANAMNESIS
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluhan Utama :
Pasien mengeluh nyeri saat buang air besar dan keluar darah segar dari anus.
Perjalanan Penyakit :
Pasien pertama kali datang ke Poliklinik Bedah RS Bhayangkara Denpasar
mengeluhkan rasa nyeri pada lubang anus saat buang air besar dan keluar darah segar.
Rasa nyeri itu timbul sejak 6 bulan yang lalu saat pasien mengejan terlalu keras,
kemudian pasien juga saat itu susah buang air besar. Konsistensi BAB keras. Saat itu
pasien juga mengalami keluhan keluar darah segar dari lubang anus pasien. Selesai
buang air besar, pasien merasa buang air besar tidak tuntas, yaitu terasa mengganjal di
skeitar lubang anus pasien. Keluhan semakin memberat sejak 3 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Sejak 2 minggu SMRS, pasien mengeluh terdapat benjolan pada lubang
anusnya setelah buang air besar tidak bias masuk kembali sehingga keluhan terasa
mengganjal di lubang anus sangat menggangu aktifitas pasien. Kemudian setiap
buang air besar pasien juga mengeluh keluar cairan darah merah segar.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Pasien mengatakan tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Pasien
tidak memiliki riwayat penyakit lain, seperti kencing manis, tekanan darah tinggi,
penyakit tiroid atau hormonal, penyakit jantung, maupun penyakit ginjal. Namun,
sekitar bulan Oktober 2018, pasien sempat memeriksakan kadar asam urat dan
didapatkan hasil 7,7 mg/dL sehingga pasien mengonsumsi Allupurinol 1 x 100 mg
sampai saat ini. Pasien tidak memiliki riwayat trauma atau tindakan medis pada
lengan dan tangannya. Riwayat alergi disangkal.

RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Tidak ada anggota keluarga lain yang pernah mengalami keluhan serupa. Riwayat
penyakit lain, seperti kencing manis, tekanan darah tinggi, penyakit tiroid atau
hormonal, penyakit jantung, maupun penyakit ginjal disangkal oleh pasien.

RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL


Pasien merupakan pensiunan PNS bidang birokrasi kesekretariatan yang baru saja
menyelesaikan tugas kerjanya. Sebelum pensiun, sehari-hari beliau menghabiskan
waktunya di kantor untuk melakukan pekerjaan kesekretariatan, seperti mengetik dan
duduk lama selama berjam-jam. Menurut pengakuan pasien, waktu yang dihabiskan
untuk bekerja (mengetik) adalah sekitar 5-6 jam per hari. Di luar itu, pasien juga
tergolong jarang untuk melakukan kegiatan olah fisik atau olahraga. Dalam seminggu
pasien kadang tidak melakukan kegiatan olahraga sama sekali. Karena tuntutan
pekerjaan pasien juga sering mengkonsumsi makanan siap saji di kantornya. Pasien
tidak suka makan sayur dan buah.
Pasien memiliki seorang istri yang bekerja sebagai PNS, serta 2 orang anak yang
sudah bekerja dan baru tamat sekolah. Pasien memiliki kesan sosio-ekonomi cukup
baik. Pasien menyangkal memiliki kebiasaan merokok, minum-minuman berakohol,
mengkonsumsi obat-obatan NAPZA.

3.3. PEMERIKSAAN FISIK


STATUS PRESENT
Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah : Ka: 120/80 mmHg Ki: 120/80 mmHg
Denyut Nadi : 78 kali/menit, reguler, isi cukup
Frekuensi Napas : 20 kali/menit, reguler, pola torakoabdominal
Suhu Aksila : 36,8ºC
Skala Nyeri (NPRS) : 4/10
Antropometri
Berat Badan : 85 kilogram
Tinggi Badan : 170 sentimeter
Body Mass Index (BMI) : 29,4 kg/m2 (Obesitas Kelas I)

STATUS GENERALIS
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
THT : Telinga : kesan tenang
Hidung : mukosa hiperemis (-/-), kongesti (-/-), sekret (-/-)
Tenggorokan : T1/T1, hiperemis (-)
Leher : Pembesaran KGB : tidak ada
Arteri karotis komunis : bruit (-/-)
Thoraks
Jantung : S1 S2 tunggal, reguler, murmur (-)
Paru : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal, hepar/lien tidak teraba
Genitalia : tidak dievaluasi
Ekstremitas : akral hangat + + ; edema - - ; CRT < 2 detik
+ + - -

Kulit : sianosis (-)

Status Lokalis :
Regio Anal
I : tampak benjolan, warna sama dengan kulit sekitar, lendir tidak ada, darah tidak
ada
P : nyeri tekan (+)
Rectal Toucher :
- Sphincter ani : tonus baik
- Mucosa : teraba benjolan ukuran ± 3x3x3 cm, konsistensi kenyal, terfiksir
- Ampula : kosong
- handscoen : feses (+), darah (+), lendir (-)
a. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin :
-
Hb : 11.1 gr/dl
-
Leukosit : 12.220/mm3
-
Ht : 35.1%
-
Trombosit : 233.000/mm3
-
CT : 7’00”
-
BT :2’30”
-
GDR :125 mg/dl
Urinalisa : dalam batas normal
Gambar. Hemoroid derajat 4 pada pasien

3.4 RESUME
Pasien pertama kali datang ke Poliklinik Bedah RS Bhayangkara Denpasar
mengeluhkan rasa nyeri pada lubang anus saat buang air besar dan keluar darah segar.
Rasa nyeri itu timbul sejak 6 bulan yang lalu saat pasien mengejan terlalu keras,
kemudian pasien juga saat itu susah buang air besar. Konsistensi BAB keras. Saat itu
pasien juga mengalami keluhan keluar darah segar dari lubang anus pasien. Selesai
buang air besar, pasien merasa buang air besar tidak tuntas, yaitu terasa mengganjal di
sekitar lubang anus pasien. Keluhan semakin memberat sejak 3 bulan sebelum masuk
rumah sakit. Pasien mengeluh terdapat benjolan pada lubang anusnya setelah buang
air besar tidak bias masuk kembali sehingga keluhan terasa mengganjal di lubang
anus sangat menggangu aktifitas pasien. Kemudian setiap buang air besar pasien juga
mengeluh keluar cairan darah merah segar.
Pada pemeriksaan fisik, pasien mengalami obesitas kelas I (BMI 29,4 kg/m2).
Tanda-tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan generalis dalam batas normal.
Pada pemeriksaan status lokalis ditemukan benjolan berwarna sama dengan kulit
sekitar, tidak terdapat lendir dan darah serta pasien merasa nyeri di benjolan tersebut.

3.5 Diagnosis
Diagnosis Kerja : Hemoroid Interna derajat IV
3.6 RENCANA KERJA
1. Pasien disarankan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium
yaitu: Darah lengkap, BT,CT, SGOT,SGPT, Ureum kreatinin
2. Pasien dianjurkan selama masa pre operatif untuk mengkonsumsi
makanan dengan serat tinggi dan banyak minum air putih

3.7 PENATALAKSANAAN
 IVFD RL 20 tts/i
 injeksi Ceftriaxon 2x1 gr
 injeksi Kalnex 3x1 amp
 injeksi Vit K 3x1 amp
 injeksi Vit C 3x1 amp
 Rawat bangsal bedah untuk dilakukan Haemoroidektomi

FOLLOW UP

3.8 PROGNOSIS
Ad vitam : Ad Bonam
Ad functionam : Ad Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

BAB IV
PEMBAHASAN

Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah


anus yang berasal dari plexus hemoroidalis. Plexus hemoroidalis tersebut merupakan
jaringan normal yang terdapat pada semua orang yang berfungsi untuk mencegah
inkontinensia flatus dan cairan. Karena adanya suatu faktor pencetus, pleksus tersebut
dapat mengalami pelebaran, inflamasi, bahkan perdarahan. Pelebaran ini berkaitan
dengan peningkatan tekanan vena pada pleksus tersebut yang sering terjadi pada usia
50 tahun ke atas. Dimana pelebaran ini tidak diikuti dengan perubahan kondisi
anatomi dari kanalis analis. Pada kasus, pasien laki-laki usia 54 tahun datang dengan
keluhan keluar benjolan dari lubang anus yang tidak bias dimasukkan sejak 2 minggu
SMRS. Berdasarkan data tersebut, pasien patut dicurigai mengalami masalah pada
plexus hemoroidalisnya. Setelah mengedan terlalu keras, pasien merasa terdapat
sesuatu mengganjal pada anusnya. Hal ini berhubungan dengan literature yaitu pasien
mengedan terlalu keras sehingga mengakibatkan pelebaran pembuluh darah di sekitar
anusnya. Hal ini juga sering terjadi pada usia 50 tahun ke atas, pada kasus ini pasien
berusia 54 tahun.

 Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar


Pada pasien ini didiagnosis dengan hemorrhoid interna grade IV karena pada
anamnesis didapatkan adanya keluhan Buang air besar disertai darah sejak 2
minggu SMRS. keluhan disertai dengan timbulnya benjolan di anus yang tidak
dapat dimasukan ke dalam anus dengan bantuan jari, terasa nyeri. Saat buang
air besar biasanya di sertai dengan darah segar, menetes dan tidak bercampur
dengan feses. Berdasarkan hasil anamnesis dengan pasien, faktor jongkok
yang lama pada toilet jongkok leher angsa merupakan salah satu faktor untuk
timbulnya hemoroid. Karena jongkok yang lama dapt menyebabkan stasis
aliran darah Jadi, terdapat hubungan antara kedaan rumah dan lingkungan
sekitar dengan faktor yang ikut mempengaruhi timbulnya penyakit hemoroid.

 Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga


Penyakit yang diderita pasien ini merupakan penyakit yang diturunkan dari ayah
kandung pasien yang juga mengalami hal yang serupa dengan pasien. Sedangkan
hubungan dengan keluarga pasien terjalin baik dan harmonis. Jadi, terdapat
hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga.

 Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan


lingkungan sekitar.
Pasien memiliki kebiasaan suka memakan makanan yang pedas, berlemak, diet
rendah serat dan kurang vitamin serta kurang minum dari 2,5 liter per hari. Faktor
pekerjaan pasien yang lebih banyak duduk di kantor membuat risiko untuk
terkena hemoroid menjadi lebih besar. lalu terjadi konstipasi. Pasien juga
seorang perokok. kebiasaan seperti ini juga dapa menyebabkan terjadinya
hemoroid.
 Analisis kemungkinan berbagai factor risiko atau etiologi penyakit pada
pasien ini.
 kurang makanan dan kurang vitamin berserat seperti buah segar, sayuran, dan
roti gandum
 kurang intake cairan
 aktivitas di kantor yang lebih banyak duduk,
 Riwayat ayah kandung dengan hemorrhoid
 Kurang berolah raga

 Analisis untuk mengurangi paparan/ memutus rantai penularan dengan


factor risiko atau etiologi pada pasien ini.
- Mengubah kebiasaan kebiasaan buruk tersebut di atas, membiasakan hidup
sehat dan teratur.
- Banyak konsumsi air putih dan buah-buahan agar pencernaan lancar.
Makanlah makanan berserat seperti buah segar, sayuran, dan roti gandum
- Minum sebanyak 6-8 gelas air setiap hari
- Kurangi komsumsi cabe dan makanan pedas
- Jangan duduk di toilet dalam waktu lama
- Jika aktivitas lebih banyak duduk, selalu berdiri atau berjalan selama waktu
istirahat
- Berolahraga dengan rutin.
BAB V
SIMPULAN

Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah


anus yang berasal dari plexus hemoroidalis. Plexus hemoroidalis tersebut merupakan
jaringan normal yang terdapat pada semua orang yang berfungsi untuk mencegah
inkontinensia flatus dan cairan. Karena adanya suatu faktor pencetus, pleksus tersebut
dapat mengalami pelebaran, inflamasi, bahkan perdarahan. Pelebaran ini berkaitan
dengan peningkatan tekanan vena pada pleksus tersebut yang sering terjadi pada usia
50 tahun ke atas. Dimana pelebaran ini tidak diikuti dengan perubahan kondisi
anatomi dari kanalis analis

Pasien telah diberikan tatalaksana yang sesuai dengan teori dan telah
menunjukkan perbaikan klinis. Meskipun demikian, risiko terjadinya kekambuhan
masih dapat terjadi. Oleh karena itu, pemberian edukasi dan pengobatan lanjutan tetap
diperlukan sehingga menunjang tatalaksana komprehensif dan menurunkan
kemungkinan disabilitas kepada pasien.

BORANG STATUS PORTOFOLIO BEDAH


Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1. Subjektif :
 Keluar benjolan dari lubang anus yang tidak dapat dimasukkan lagi sejak 1
minggu yang lalu.
 Awalnya pasien sudah merasakan adanya benjolan sejak ± 2 tahun yang lalu.
Benjolan keluar setiap pasien BAB disertai darah. Pada mulanya benjolan
dapat masuk sendiri setelah BAB namum lama kelamaan benjolan harus
didorong dengan tangan untuk dapat masuk kembali. Akhirnya sejak 1 minggu
yang lalu benjolan menetap di lubang anus meskipun pasien tidak BAB.
 Keluar darah yang menetes setiap selesai BAB, jumlah ± 1 sendok makan,
berwarna merah segar, terkadang disertai lendir.
 Pasien merasa nyeri bila benjolan tertekan
 Riwayat BAB keras sudah sejak lama dirasakan sehingga pasien sering mengedan
saat BAB, BAB setiap 3 hari sekali.
 Riwayat makan makanan kurang serat (+). Pasien tidak terlalu suka mengkonsumsi
sayur-sayuran dan buah-buahan
 Riwayat batuk-batuk lama tidak ada
 Demam tidak ada
 Riwayat buang air besar seperti pita atau bulat-bulat kecil berwarna hitam seoerti
kotoran kambing tidak ada
 Riwayat penurunan berat badan sejak sakit tidak ada
2. Objektif :
b. Vital sign
- KU : sakit sedang
- Kesadaran : CMC
- Tekanan darah : 110/70 mmHg
- Frekuensi nadi : 86 x/menit
- Frekuensi nafas : 24 x/menit
- Suhu : 36.80 C
c. Pemeriksaan sistemik
- Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
- Paru, I : gerakan pernafasan simetris kiri dan kanan
Pa : fremitus kiri = kanan
Pr : sonor
A : suara napas vesikuler normal, ronkhi (-), wheezing (-)
- Jantung, I : iktus tidak terlihat
Pa: iktus teraba pada RIC V 1 jari medial LMCS
Pr : batas jantung normal
A : bunyi jantung murni, irama reguler, bising (-).
- Abdomen, I : tidak membuncit
Pa: hepar dan lien tidak teraba
Pr: timpani
A : bising usus (+) normal
- Ekstremitas : edema -/-, reflek fisiologis +/+, refleks patologis -/-

Status Lokalis :
Regio Anal
I : tampak benjolan, warna sama dengan kulit sekitar, lendir tidak ada,
darah tidak ada
P : nyeri tekan (+)
Rectal Toucher :
- Sphincter ani : tonus baik
- Mucosa : teraba benjolan ukuran ± 3x3x3 cm, konsistensi kenyal, terfiksir
- Ampula : kosong
- handscoen : feses (+), darah (+), lendir (-)
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin :
-
Hb : 11.1 gr/dl
-
Leukosit : 12.220/mm3
-
Ht : 35.1%
-
Trombosit : 233.000/mm3
-
CT : 7’00”
-
BT :2’30”
-
GDR :125 mg/dl
Urinalisa : dalam batas normal
3. Assesment (penalaran klinis) :
Telah dilaporkan seorang pasien perempuan berumur 51 tahun masuk Poli
Bedah RSUD Padang Panjang pada tanggal 8 Agustus 2013 dengan diagnosis kerja :
Hemoroid Interna Derajat IV. Dasar diagnosis hemoroid interna derajat IV pada
pasien adalah dari anamnesis didapatkan riwayat keluar benjolan dari lubang anus
yang tidak dapat dimasukkan lagi sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya pasien sudah
merasakan adanya benjolan sejak ± 2 tahun yang lalu. Benjolan keluar setiap pasien
BAB disertai darah. Pada mulanya benjolan dapat masuk sendiri setelah BAB namum
lama kelamaan benjolan harus didorong dengan tangan untuk dapat masuk kembali.
Akhirnya sejak 1 minggu yang lalu benjolan menetap di lubang anus meskipun pasien
tidak BAB.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda – tanda vital dan pemeriksaan
sistemik normal, tampak benjolan pada anus, warna sama dengan kulit sekitar, pada
pemeriksaan rectal toucher teraba massa ukuran 3x3x3 cm, dan darah pada
handschoen.
Dari pemeriksaan darah rutin, ditemukan leukositosis (12.220/mm3).
Tujuan utama pengobatan Hemoroid Interna grade IV adalah diagnosis cepat,
mencegah komplikasi dan tatalaksana yang cepat. Pada pasien ini diberikan terapi
IVFD RL 20 tts/I, injeksi Ceftriaxon 2x1 gr, injeksi Ranitidin 2x1 amp, injeksi Kalnex
3x1 amp, injeksi Vit K 3x1 amp, injeksi Vit C 3x1 amp, rawat bangsal bedah untuk
dilakukan Haemoroidektomi.
Pada pasien dan keluarga juga disarankan untuk menerapkan pola hidup sehat
seperti makan tinggi serat, makan lunak selama perdarahan , hindari makanan pedas
dan mengiritasi lambung.
4. Plan :

- Diagnosis klinis : Hemoroid Interna Derajat IV


- Pengobatan :
 IVFD RL 20 tts/i
 injeksi Ceftriaxon 2x1 gr
 injeksi Ranitidin 2x1 amp
 injeksi Kalnex 3x1 amp
 injeksi Vit K 3x1 amp
 injeksi Vit C 3x1 amp
 Rawat bangsal bedah untuk dilakukan Haemoroidektomi
- Pendidikan :
Kepada pasien dan keluarga dijelaskan mengenai penyakit ini dan komplikasi
yang bisa terjadi pada penyakit ini serta cara mencegahnya. Pada pasien juga
disarankan untuk mengatur pola hidup sehat seperti makan makanan yang
tinggi serat.

Anda mungkin juga menyukai