Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lipid
2.1.1. Deskripsi
Lipid ialah setiap kelompok heterogen lemak dan substansi serupa lemak,
termasuk asam lemak, lemak netral, lilin dan steroid yang bersifat dapat larut
dalam air dan larut dalam pelarut nonpolar. Lipid, yang mudah disimpan dalam
tubuh, berfungsi sebagai sumber bahan bakar, merupakan bahan yang terpenting
pada struktur sel dan mempunyai fungsi biologik yang lain. Senyawa lipid terdiri
atas glikolipid, lipoprotein dan fosfolipid (Dorland,1998).
Didalam darah ditemukan tiga jenis lipid yaitu kolesterol, trigliserid, dan
fosfolipid. Dikarenakan sifat lipid yang susah larut dalam lemak, maka perlu
dibuat dalam bentuk yang terlarut. Untuk itu dibutuhkan suatu zat pelarut, yaitu
suatu protein yang dikenal dengan apolipoprotein atau apoprotein. Pada saat ini
dikenal sembilan jenis apoprotein yang diberi nama secara alfabetis yaitu Apo A,
Apo B, Apo C, dan Apo E. Senyawa lipid dengan apoprotein ini dikenal dengan
lipoprotein yang masing-masing memiliki Apo tersendiri.
Setiap lipoprotein berbeda dalam ukuran, densitas, komposisi lemak dan
komposisi apoprotein. Pada manusia dapat dibedakan enam jenis lipoprotein yaitu
l-high-density lipoprotein (HDL), low-density lipoprotein (LDL), intermediate-
density lipoprotein (IDL), very low density lipoprotein (VLDL), kilomikron dan
lipoprotein a kecil (Adam,2007).

2.1.2. Metabolisme Lipoprotein


Metabolisme lipoprotein dapat dibagi atas tiga jalur yaitu jalur
metabolisme eksogen , jalur metabolisme endogen, dan jalur reverse cholesterol
transport, kedua jalur utama berhubungan dengan metabolisme kolesterol-LDL
dan trigliserid, sedang jalur reverse cholesterol transport khusus mengenai
metabolisme kolesterol-HDL.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.1. Jalur Metabolisme Lipoprotein
Dikutip dari: Lipoprotein Metabolism and Lipid Management in Chronic Kidney
Disease. Journal of The American Society of Nephrology. 2007

Jalur metabolisme eksogen


Makanan berlemak yang dimakan terdiri atas trigliserid dan kolesterol.
Selain kolesterol yang berasal dari makanan terdapat juga kolesterol yang berasal
dari hati yang diekskresi bersama empedu ke usus halus. Lemak inilah yang
disebut lemak eksogen. Trigliserid dan kolesterol dalam usus halus akan diserap
ke dalam enterosit mukosa usus halus dimana trigliserid akan diserap sebagai
asam lemak bebas sementara kolesterol sebagai kolesterol. Di dalam usus halus
asam lemak bebas akan diubah lagi menjadi trigliserid, sedang kolesterol akan
mengalami esterifikasi menjadi kolesterol ester dan keduanya bersama dengan
fosfolipid dan apolipoprotein akan membentuk lipoprotein yang dikenal dengan
kilomikron.
Kilomikron ini akan masuk ke saluran limfe dan akhirnya melalui duktus
torasikus akan masuk ke dalam aliran darah. Trigliserid dalam kilomikron akan

Universitas Sumatera Utara


mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase yang berasal dari endotel
menjadi asam lemak bebas. Asam lemak bebas dapat disimpan sebagai trigliserid
kembali di jaringan lemak, tetapi bila terdapat dalam jumlah yang banyak
sebagian akan diambil oleh hati menjadi bahan untuk pembentukan trigliserid hati.
Kilomikron yang sudah kehilangan sebagian besar trigliserid akan menjadi
kilomikron remnant yang mengandung kolesterol ester dan akan dibawa ke hati.

Jalur metabolisme endogen


Trigliserid dan kolesterol yang disintesis di hati dan disekresi ke dalam
sirkulasi sebagai lipoprotein VLDL. Apolipoprotein yang terkandung dalam
VLDL adalah apolipoprotein B100. Dalam sirkulasi, trigliserid di VLDL akan
mengalami hidrolisis oleh enzim lipoprotein lipase dan VLDL berubah menjadi
IDL yang juga akan mengalami hidrolisis dan berubah menjadi LDL. Sebagian
dari VLDL, IDL, dan LDL akan mengangkut kolesterol ester kembali ke hati.
LDL adalah lipoprotein yang paling banyak mengandung kolesterol. Sebagian
dari kolesterol di LDL akan dibawa ke hati dan jaringan steroidogenik lainnya
seperti kelenjar adrenal, testis, dan ovarium yang mempunyai reseptor untuk
kolesterol-LDL. Sebagian lagi dari kolesterol-LDL akan mengalami oksidasi dan
ditangkap oleh reseptor Scavenger-A (SR-A) di makrofag dan akan menjadi sel
busa (foam cell). Makin banyak kadar kolesterol-LDL dalam plasma makin
banyak yang akan mengalami oksidasi dan ditangkap oleh sel makrofag. Jumlah
kolesterol yang akan teroksidasi tergantung dari kadar kolesterol yang terkandung
di LDL. Beberapa keadaan mempengaruhi tingkat oksidasi seperti :
- Meningkatnya jumlah small dense LDL seperti pada sindroma metabolik dan
diabetes melitus
- Kadar kolesterol-HDL, makin tinggi kadar kolesterol-HDL akan bersifat
protektif terhadap oksidasi LDL.

Jalur reverse cholesterol transport


HDL dilepaskan sebagai partikel kecil miskin kolesterol yang
mengandung apolipoprotein (apo) A, C dan E dan disebut HDL nascent. HDL

Universitas Sumatera Utara


nascent berasal dari usus halus dan hati, mempunyai bentuk gepeng dan
mengandung apolipoprotein A1. HDL nascent akan mendekati makrofag untuk
mengambil kolesterol yang tersimpan di makrofag. Setelah mengambil kolesterol
dari makrofag, HDL nascent berubah menjadi HDL dewasa yang berbentuk bulat.
Agar dapat diambil oleh HDL nascent, kolesterol di bagian dalam dari makrofag
harus dibawa ke permukaaan membran sel makrofag oleh suatu transporter yang
disebut adenosine triphosphate-binding cassette transporter-1 atau disingkat
ABC-1.
Setelah mengambil kolesterol bebas dari sel makrofag, kolesterol bebas
akan diesterifikasi menjadi kolesterol ester oleh enzim lecithincholesterol
acyltransferase (LCAT). Selanjutnya sebagian kolesterol ester yang dibawa oleh
HDL akan mengambil dua jalur. Jalur pertama ialah ke hati dan ditangkap oleh
scavenger receptor class B type 1 dikenal dengan SR-B1. Jalur kedua adalah
kolesterol ester dalam HDL akan dipertukarkan dengan trigliserid dari VLDL dan
IDL dengan bantuan cholesterol ester transfer protein (CETP). Dengan demikian
fungsi HDL sebagai “penyerap” kolesterol dari makrofag mempunyai dua jalur
yaitu langsung ke hati dan jalur tidak langsung melalui VLDL dan IDL untuk
membawa kolesterol kembali ke hati (Adam,2007).

2.2. Dislipidemia
2.2.1. Definisi
Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipoprotein, termasuk
peningkatan lipoprotein ataupun defisiensi. Dislipidemia dapat dimanifestasikan
lewat peningkatan dari kolesterol total, kolesterol LDL dan konsentrasi trigliserid,
serta penurunan konsentrasi kolesterol HDL di dalam darah (MIA,2012).

2.2.2. Etiologi
Etiologi dari dislipidemia dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya
adalah sebagai berikut (Anwar,2004).

Universitas Sumatera Utara


a. Faktor jenis kelamin
Risiko terjadinya dislipidemia pada pria lebih besar daripada wanita. Hal tersebut
disebabkan karena pada wanita produktif terdapat efek perlindungan dari hormon
reproduksi. Pria lebih banyak menderita aterosklerosis, dikarenakan hormon seks
pria (testosteron) mempercepat timbulnya aterosklerosis sedangkan hormon seks
wanita (estrogen) mempunyai efek perlindungan terhadap aterosklerosis. Akan
tetapi pada wanita menopause mempunyai risiko lebih besar terhadap terjadinya
aterosklerosis dibandingkan wanita premenopouse.

b. Faktor Usia
Semakin tua usia seseorang maka fungsi organ tubuhnya semakin menurun, begitu
juga dengan penurunan aktivitas reseptor LDL, sehingga bercak perlemakan
dalam tubuh semakin meningkat dan menyebabkan kadar kolesterol total lebih
tinggi, sedangkan kolesterol HDL relatif tidak berubah. Pada usia 10 tahun bercak
perlemakan sudah dapat ditemukan di lumen pembuluh darah dan meningkat
kekerapannya pada usia 30 tahun.

c. Faktor Genetik
Faktor genetik merupakan salah satu faktor pencetus terjadinya dislipidemia.
Dalam ilmu genetika menyebutkan bahwa gen untuk sifat – sifat tertentu (spesific
– trait) diturunkan secara berpasangan yaitu dimana diperlukan satu gen dari ibu
dan satu gen dari ayah, sehingga kadar hiperlipidemia tinggi dapat diakibatkan
oleh faktor dislipidemia primer karena faktor kelainan genetik.

d. Faktor Kegemukan
Kegemukan erat hubungannya dengan peningkatan resiko sejumlah komplikasi
yang dapat terjadi sendiri ataupun bersamaan. Kegemukan disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara energi yang masuk bersama makanan, dengan energi
yang dipakai. Kelebihan energi ini ditimbun dalam sel lemak yang membesar.
Pada orang yang kegemukan didapat output VLDL trigliserida yang tinggi dan
kadar trigliserida plasma yang lebih tinggi. Trigliserida berlebihan dalam

Universitas Sumatera Utara


sirkulasi juga mempengaruhi lipoprotein lain. Bila trigliserida LDL dan HDL
mengalami lipolisis, akan menjadi small dense LDL dan HDL, abnormalitas ini
secara tipikal ditandai dengan kadar kolesterol HDL yang rendah.

e. Faktor Olah Raga


Olah raga yang teratur dapat menyebabkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL,
dan trigliserida menurun dalam darah, sedangkan kolesterol HDL meningkat
secara bermakna. Lemak ditimbun dalam di dalam sel lemak sebagai trigliserida.
Olahraga memecahkan timbunan trigliserida dan melepaskan asam lemak dan
gliserol ke dalam aliran darah.

f. Faktor Merokok
Merokok dapat meningkatkan kadar kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida,
dan menekan kolesterol HDL. Pada seseorang yang merokok, rokok akan merusak
dinding pembuluh darah. Nikotin yang terkandung dalam asap rokok akan
merangsang hormon adrenalin, sehingga akan mengubah metabolisme lemak yang
dapat menurunkan kadar kolesterol HDL dalam darah.

g. Faktor Makanan
Konsumsi tinggi kolesterol menyebabkan hiperkolesterolemia dan aterosklerosis.
Asupan tinggi kolesterol dapat menyebabkan peningkatan kadar kolesterol total
dan LDL sehingga mempunyai resiko terjadinya dislipidemia.

2.2.3. Diagnosis
National Cholesterol Education Program Adult Panel III (NCEP-ATP III)
telah membuat satu batasan yang dapat dipakai secara umum dalam mendiagnosis
dislipidemia.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1. Kadar lipid serum normal
Kadar Kolesterol (mg/dl) Keterangan
Kolesterol total
< 200 Optimal
200 - 239 Diinginkan
≥ 240 Tinggi
Kolesterol LDL
<100 Optimal
100 – 129 Mendekati optimal
130 – 159 Diinginkan
160 – 189 Tinggi
≥ 190 Sangat tinggi
Kolesterol HDL
< 40 Rendah
≥ 60 Tinggi
Trigliserid
< 150 Optimal
150 – 199 Diinginkan
200 – 499 Tinggi
≥ 500 Sangat tinggi
Dikutip dari: Executive summary of the third report of the National Cholesterol
Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and
Treatment of High blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III).
JAMA 2001; 285; 2486-2497

2.3. Sindroma Koroner Akut


2.3.1. Definisi
Menurut Cannon (2005), Penyakit jantung iskemik dibagi dalam 2 grup
besar: pasien dengan angina stabil dikelompokkan dalam penyakit arteri koroner
kronik dan pasien dengan sindroma koroner akut. Sindroma koroner akut terdiri
dari pasien dengan infark miokard akut dengan peningkatan ST-segmen (STEMI),

Universitas Sumatera Utara


dan angina tak-stabil serta infark miokard akut tanpa peningkatan ST-segmen
(NSTEMI).

Tabel 2.2 Spektrum sindroma koroner akut

Dikutip dari: ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in
patients presenting without persistent ST-segment elevation. European Heart
Journal. 2011; 32; 2999-3054

Universitas Sumatera Utara


2.3.2. Etiologi

Tabel 2.3 Faktor resiko penyakit jantung koroner


Faktor resiko yang tidak dapat dirubah Faktor resiko yang dapat diubah

- usia - merokok
- jenis kelamin laki-laki - hipertensi
- Riwayat keluarga - dislipidemia
- etnis - diabetes melitus
- obesitas dan sindrom metabolik
- stres
- diet lemak yang tinggi kalori
- inaktifitas fisik
Faktor resiko baru :
- inflamasi
-fibrinogen
- Homosistein
- stres oksidatif

Dikutip dari: Penyakit Jantung Koroner: Patofisiologi, Pencegahan dan


Pengobatan Terkini. Abdul Majid. 2007

2.3.3. Klasifikasi
a. Angina pektoris tak stabil
Istilah angina pektoris memiliki arti nyeri dada intermiten yang disebabkan
oleh iskemia miokardium yang reversibel dan sementara (Kumar,2007).
Menurut Kusumoto (1997), Apabila nyeri terjadi hanya pada saat
melakukan aktivitas dan telah stabil dalam jangka waktu yang cukup lama, maka
digolongkan dalam angina stabil. Jika nyeri terjadi pada saat istirahat, maka
digolongkan dalam angina tak stabil. Terakhir, tanpa memperhatikan
penyebabnya, jika nyeri dada berlanjut tanpa henti untuk periode yang lama dan

Universitas Sumatera Utara


telah terjadi kerusakan miosit yang irreversibel, maka digolongkan ke dalam
infark miokard
Pada angina pektoris tak stabil yaitu ditandai dengan nyeri angina yang
frekuensinya meningkat. Serangan cenderung dipicu oleh olahraga yang semakin
ringan, dan serangan menjadi lebih intens dan berlangsung lebih
lama.(Kumar,2007)
Angina pektoris tak stabil dikenal sebagai angina pektoris dengan paling
tidak ditemukan satu dari tiga gejala, yakni : (1) terjadi pada saat istirahat (atau
saat aktivitas ringan) hingga lebih dari 10 menit, (2) gejala berat dan merupakan
onset yang baru (dalam kurun waktu 4 hingga 6 minggu) dan/atau (3) gejala
terjadi dengan crescendo pattern (semakin lama gejala semakin berat,
memanjang, atau lebih sering dari sebelumnya) (Cannon,2005).
Namun The Agency for Health Care Policy and Research dalam Kim
(2008) mengeluarkan guideline yang menyatakan angina pektoris terjadi pada saat
istirahat ataupun pada saat aktivitas ringan yang terjadi lebih dari 20 menit.

b. Non ST-elevation myocard infarct (NSTEMI)


Infark miokard adalah nekrosis iskemik miokardium yang luas disebabkan
obstruksi suplai darah arteri salah satunya karena terjadinya oklusi
(Dorland,1998).
Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pada pasien ditemukan gejala klinis
dari angina pektoris tak stabil yang berkembang didasarkan pada nekrosis
miokard, yang direfleksikan dengan terjadinya peningkatan cardiac biomarker
(Cannon,2005).
Onset NSTEMI biasanya disertai nyeri dada substernum yang parah dan
terasa menekan, yang mungkin menyebar ke leher, rahang, epigastrium, bahu,
atau lengan kiri. Pada sekitar 50% pasien, infark miokard didahului dengan
serangan angina pektoris. Namun berbeda dengan nyeri pada angina pektoris,
nyeri pada infark miokard biasanya berangsung beberapa jam sampai hari dan
tidak banyak berkurang dengan nitrogliserin. (Kumar,2007)

Universitas Sumatera Utara


Menurut Cannon (2005) terdapat empat pemeriksaan utama yang
digunakan dalam mendiagnosa NSTEMI, yakni riwayat klinis, EKG
(Elektrokardiogram), cardiac markers dan stress testing. Tujuan dari pemeriksaan
tersebut adalah: (1) untuk memastikan infark miokard (melalui cardiac markers),
(2) evaluasi untuk iskemik istirahat (nyeri dada saat istirahat, EKG
berkesinambungan atau serial) dan (3) evaluasi untuk penyakit arteri koroner
signifikan (menggunakan stress testing yang provokatif) .
Gambaran EKG, secara spesifik berupa deviasi segmen ST juga
merupakan hal penting yang menentukan resiko pada pasien (Haru,2007)
Selain itu menurut Kumar (2007), evaluasi laboratorium merupakan
bagian integral dalam penatalaksanaan klinis pasien yang dicurigai mengidap
infark miokard. Sejumlah enzim dan protein lain dibebaskan ke dalam sirkulasi
oleh sel miokardium yang sekarat. Pengukuran sebagian molekul ini dalam serum
bermanfaat untuk diagnosis infark miokard, yang diringkaskan sebagai berikut :

- Creatin Kinase (CK)


Aktivitas CK total mulai meningkat dalam 2 sampai 4 jam setelah onset
infark miokard , memuncak pada 24 jam, dan kembali ke normal dalam waktu
sekitar 72 jam.

- Troponin I
Setelah infark miokard akut, kadar troponin T (cTnT) dan troponin I
(cTnI) akan meningkat pada waktu yang hampir sama dengan CK-MB, namun
berbeda dengan kadar CK-MB, kadar troponin akan tetap meninggi selama 4
sampai 7 hari setelah proses akut, sehingga infark miokard dapat didiagnosis lama
setelah kadar CK-MB kembali normal

- Laktat dehidrogenase (LD)


Ialah enzim miokardium lain yang dahulu digunakan luas untuk
mengevaluasi kasus yang dicurigai infark miokard, namun sejak dikenalnya

Universitas Sumatera Utara


pemeriksaan troponin, maka pengukuran kadar LD untuk diagnosis infark
miokard umumnya ditinggalkan.

c. ST-elevation myocard infarct (STEMI)


Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) merupakan bagian dari
spektrum sindroma koroner akut yang terdiri dari angina pektoris tak stabil,
NSTEMI, dan STEMI (Alwi,2007)
Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis
miokardium akibat iskemia total. MI akut yang dikenal sebagai “serangan jantung”,
merupakan penyebab tunggal tersering kematian di negara industri dan merupakan
salah satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju (Kumar, 2007).
Pada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria nyeri
dada yang dialami pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI merupakan nyeri
dada tipikal (angina). Faktor resiko seperti hipertensi, diabetes mellitus,
dislipidemia, merokok serta riwayat penyakit jantung koroner di keluarga.
Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi
STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress, emosi, atau penyakit medis lain yang
menyertai. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, tetapi
variasi sirkadian dilaporkan dapat terjadi pada pagi hari dalam beberapa jam
setelah bangun tidur.
Pada pemeriksaan fisik didapati pasien gelisah dan tidak bisa istirahat.
Seringkali ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada
substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Tanda
fisik lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas
jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan
murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara. Selain itu
diagnosis STEMI ditegakkan melalui gambaran EKG adanya elevasi ST kurang
lebih 2 mm, minimal pada dua sadapan prekordial yang berdampingan atau
kurang lebih 1 mm pada 2 sadapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung,
terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis (Alwi,2006)

Universitas Sumatera Utara


2.3.4. Patofisiologi
Aliran darah koroner membawa oksigen ke miosit dan membuang produk
sisa seperti karbondioksida, asam laktat, dan ion hidrogen. Jantung memiliki
kebutuhan yang sangat tinggi; walaupun beratnya hanya sekitar 0,3% dari total
berat badan, namun jantung memungkinkan untuk mengkonsumsi hingga 7% dari
keseluruhan oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Iskemi selular terjadi ketika
terdapat peningkatan kebutuhan oksigen melebihi kemampuan maksimal suplai
arteri atau ketika terdapat pengurangan absolut dalam suplai oksigen.
Aterosklerosis dari arteri koroner besar menjadi penyebab terbanyak
dalam kejadian angina dan infark miokard. Peningkatan fatty streaks, yang
tergambar sebagai yellow spots atau streaks di dinding pembuluh darah, dapat
terlihat dalam arteri koroner di hampir semua populasi yang berusia diatas 20
tahun. Pada pasien dengan angina tak stabil, fissuring dari plak aterosklerosis
dapat memicu terjadinya akumulasi platelet dan episode sementara dari dari
oklusi thrombosit, yang biasanya menetap selama 10-20 menit. Sebagai tambahan,
platelet mengeluarkan faktor vasokonstriksi seperti tromboksan A2 atau serotonin
dan disfungsi endotelial dapat menyebabkan vasokonstriksi dan berpengaruh pada
penurunan aliran (Kusumoto,1997).

Gambar 2.2. Potongan Melintang Arteri pada Aterosklerosis


Dikutip dari: Aterosklerosis. Medicastore

Universitas Sumatera Utara


Banyak faktor mekanik, selular dan molekular yang berpengaruh pada
gangguan plak. Ruptur plak paling banyak terjadi di bagian bahu dari plak,
dimana plak menyatu dengan dinding pembuluh yang berbatasan. Area pada plak
ini paling sering diinfiltrasi dengan sel-sel inflamatori. Plak cenderung untuk
ruptur jika memiliki fibrous cap yang tipis dan kumpulan lipid yang besar.
Kebalikannya, fibrosis dan kalsifikasi dapat menurunkan resiko dari rupture
(Kim,2008).
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet dan
menyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah
100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak
menyumbat 100% dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi
angina tak stabil (Trisnohadi,2007).
Ketika distimulasi oleh faktor seperti kolagen, epinefrin, adenosin
diphosphat (ADP), dan thrombin, platelet menjadi teraktivasi, mengalami
perubahan dan mensekresikan kandungan granula-α, yang mengandung substansi
vasokonstriktor seperti tromboksan A2 dan serotonin, serta substansi prokoagulan
seperti fibrinogen dan faktor von Willebrand. Sebagai tambahan, aktivasi platelet
menyebabkan peningkatan pada ekspresi permukaan dan afinitas ikatan reseptor
GPIIb/IIIa yang mengikat fibrinogen dan faktor von Willebrand yang
mengakibatkan agregasi platelet. Aktivasi platelet dan leukosit berhubungan
dalam fase akut dari angina tak stabil/NSTEMI untuk memfasilitasi terjadinya
deposisi platelet-thrombus.
Pengaruh dari platelet dan leukosit yang teraktivasi mengakibatkan
stimulasi dari sistem koagulasi. Monosit mengeluarkan faktor jaringan, berupa
glikoprotein kecil yang menginisiasi kaskade pembekuan ekstrinsik,
menghasilkan augmentasi dalam pembentukan thrombin. Faktor jaringan juga
terdapat didalam inti kaya-lipid dari plak atherothrombotic dan menjadi salah satu
penyebab utama dari ruptur plak. Faktor jaringan menginisiasi kaskade koagulasi
ekstrinsik, menghasilkan aktivasi dari faktor X ke faktor Xa, yang kemudian
mengubah prothrombin menjadi thrombin. Dengan menggunakan phospholipid
dari membran platelet yang teraktivasi, thrombin kemudian mengkatalisasi

Universitas Sumatera Utara


konversi dari fibrinogen menjadi fibrin, membentuk bekuan platelet-fibrin yang
menyumbat aliran darah koroner pada sindroma koroner akut (Lemos,2008).

Gambar 2.3. Proses Terjadinya Sumbatan pada Arteri


Dikutip dari: Aterosklerosis. Medicastore

Menurut Cannon (1997), Patofisiologi NSTEMI sejalan dengan


patofisiologi terjadinya angina pektoris tak stabil dimana NSTEMI disebabkan
oleh reduksi dalam suplai oksigen maupun peningkatan kebutuhan oksigen
miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. Namun penegakan diagnosis
NSTEMI dapat dilihat dari terjadinya peningkatan biomarker untuk kejadian
nekrosis, seperti CK-MB dan troponin (yang merupakan spesific marker untuk
nekrosis miokard)
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika thrombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti
merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.

Universitas Sumatera Utara


Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis
mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu
thrombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi ruptur yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak
koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan
inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri
dari fibrin rich red thrombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik (Alwi,2007).
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri
koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI).
Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena
dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan
kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat (Antman,2005).
NSTEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur
plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi
menyeluruh lumen arteri koroner (Kalim,2001).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai