Anda di halaman 1dari 7

NAMA : DITA DWIYANTI

NIM : M011191170

KELAS : KEHUTANAN C

JURNAL 1

Nama Penulis : A. Kadar

Jurnal Pengelolaan Kemaritiman Menuju Indonesia sebagai Poros Maritim


artikel Dunia
Jurnal JURNAL KEAMANAN NASIONAL Vol. I, No. 3, 2015
Web
https://ojs.ubharajaya.ac.id › index.php › kamnas › article ›

Hasil Review:

A. Hal yang menarik

Saya mengangkat jurnal ini karena menurut saya jurnal ini menarik yang membahas
tentang Indonesia yang menuju poros maritim dunia. Pendahuluan pada jurnal ini adalah
Indonesia adalah negara kepulauan dengan luas lautan melebihi daratan. Secara geografis,
Indonesia terletak di antara dua benua dan dua samudera, dan memiliki kekayaan sumberdaya
alam yang besar. Sebagai negara kepulauan, harusnya Indonesia juga disebut sebagai negara
maritim. Namun sayangnya, julukan Indonesia sebagai negara maritim dipandang belum
tepat. Alasan mendasar mengenai hal ini dikarenakan paradigma pembangunan di Indonesia
selama beberapa dekade ini bias daratan. Akibatnya ketimpangan pembangunan antara
daratan dan lautan begitu terlihat. Negara maritim adalah negara yang memanfaatkan secara
optimal wilayah lautnya dalam konteks pelayaran secara umum.

B. Parafrase

Jurnal ini membahas tentang maritim itu sendiri lebih dalam, seperti Berdasarkan latar
belakang dan fakta sejarah, bangsa Indonesia pernah berjaya dalam kemaritiman. Tercatat
beberapa kerajaan yang pernah ada di Indonesia dikenal sebagai penguasa maritim, seperti
Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, Demak, Bone dan lain-lain. Jejak fakta sejarahnya bahkan
ditemui di Madagaskar.2 Kata maritim berasal dari bahasa Inggeris yaitu maritime, yang
berarti navigasi, maritime atau bahari. Dari kata ini kemudian lahir istilah maritime power
yaitu negara maritim atau negara samudera. Maritim, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
diartikan sebagai berkenaan dengan laut berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di
laut.

Dalam bahasa Inggris, kata maritim untuk menunjukkan sifat atau kualitas yang
menyatakan penguasaan terhadap laut. Dilihat dari sisi tata bahasa, kelautan adalah kata
benda, maritim adalah kata sifat. Dengan demikian, kalau ingin menyatakan bahwa Indonesia
adalah negara yang memanfaatkan laut, rasanya kata maritim lebih tepat. Indonesia harus
menjadi negara maritim, bukan hanya negara kelautan. Argumentasinya adalah, negara
maritim adalah negara yang mempunyai sifat memanfaatkan laut untuk kejayaan negaranya,
sedangkan negara kelautan lebih menunjukkan kondisi fisiknya, yaitu negara yang
berhubungan, dekat dengan atau terdiri dari laut. Dilihat dari arti kata secara luas, kata
kelautan mungkin lebih cenderung mengartikan laut sebagai wadah, yaitu sebagai hamparan
air asin yang sangat luas yang menutupi permukaan bumi, hanya melihat fisik laut dengan
segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. Dengan demikian, istilah maritim
sesungguhnya lebih komprehensif, yaitu tidak hanya melihat laut secara fisik, wadah dan isi,
tetapi juga melihat laut dalam konteks geopolitik, terutama posisi Indonesia dalam
persilangan antara dua benua dan dua samudera serta merupakan wilayah laut yang sangat
penting bagi perdagangan dunia.

Pemahaman maritim merupakan segala aktivitas pelayaran dan perniagaan, perdagangan


yang berhubungan dengan kelautan atau disebut pelayaran niaga, sehingga dapat disimpulkan
bahwa maritim adalah terminologi kelautan dan maritim berkenaan dengan laut, yang
berhubungan dengan pelayaran, dan perdagangan di laut. Pengertian kemaritiman yang
selama ini diketahui oleh masyarakat umum adalah menunjukkan kegiatan di laut yang
berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan, sehingga kegiatan di laut yang menyangkut
eksplorasi, eksploitasi seperti penangkapan ikan bukan merupakan kemaritiman.

C. Argumentasi (Krtik)

Jurnal ini sudah bagus pada pembahasan tapi menurut saya masih perlu banyak
penambahasan dari segi pendalaman pengetahuan sejarah kemaritiman Indonesia dan
pendataan.
JURNAL 2

Nama Penulis : Hezron S R Tinambunan

Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Desa Pesisir melalui Penguatan Budaya


artikel Maritim dalam Menghadapi Pasar Bebas Masyarakat Ekonomi
ASEAN
Jurnal Flat Justisia Jurnal of Law Vol. I0 Issue 1. Januari-Maret 2016. ISSN : 1978-
5186
Web https://jurnal.fh.unila.ac.id/index.php/fiat/article/download/549/626

A. Hal yang menarik

Saya mengangkat jurnal ini karena menurut saya jurnal ini membahas mengenai
pemberdayaan masyarakat Desa Pesisir. Dimana, Indonesia merupakan Negara
Kepulauan dengan jumlah pulau yang mencapai 17.508 dan panjang garis pantai
kurang lebih 81.000 Km. Keadaan ini menyebabkan kawasan pesisir menjadi
andalan sumber pendapatan masyarakat Indonesia. Secara umum, wilayah pesisir
dapat didefinisikan sebagai wilayah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem
laut dan ekosistem udara yang saling bertemu dalam suatu keseimbangan yang
rentan. Indonesia sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki
±17.480 pulau dengan luas lautnya mencapai 5,8 juta km² dengan garis pantai
sepanjang ± 95,181 km². Negara kepulauan berarti suatu negara yang seluruhnya
terdiri atas satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau lain. Wilayah
perairan laut yang dimiliki Indonesia lebih luas dari pada wilayah daratannya,
sehingga peranan wilayah laut menjadi sangat penting bagi kehidupan bangsa dan
negara. Posisi geografis kepulauan Indonesia sangat strategis karena merupakan
pusat lalu lintas maritim antar benua. Peran masyarakat desa pesisir dan
pemerintah sangat dibutuhkan untuk tercapainya pembangunan kembali budaya
maritim guna mewujudkan kejayaan lautan. Kebijakan penguatan budaya maritim
desa pesisir oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam menghadapi MEA
hingga saat ini belum dilakukan. Fakta yang ada di lapangan masyarakat yang
tinggal di wilayah pesisir bahkan sebagian besar tidak mengetahui perihal pasar
bebas MEA yang dimulai pada Januari 2016. Kebijakan Pemerintah Daerah
Nomor 6 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan dan Rencana Zonasi Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tahun 2012-2032, masih belum dapat dirasakan
oleh masyarakat desa pesisir. Potensi yang ada di desa pesisir di Jawa Timur
belum dapat bersaing di Pasar Bebas MEA. Hasil pengelolaan dan pemanfaatan
yang masih rendah dari Pemerintah Daerah. Faktor-faktor yang menjadi kendala
penguatan budaya maritim desa pesisir di Jawa Timur dalam menghadapi MEA
dikarenakan masih minimnya sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah,
masyarakat desa pesisir bersikap acuh terhadap daerahnya, tidak adanya modal
dari pemerintah sehingga nelayan harus meminjam uang dan menjual hasilnya
pada pengepul, serta belum adanya pasar untuk menjual ikan segar dan produk
olahan masyarakat desa pesisir.

B. Parafrase

Jurnal ini membahas mengenai pemberdayaan masyarakat desa pesisir melalui


penguatan budaya maritim, dan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis
bahwa peran masyarakat sangat dibutuhkan untuk tercapainya tujuan
pembangunan, karena keberhasilan pembangunan ditentukan oleh tingkat
partisipasi masyarakat dan pemerintah menentukan model pemberdayaan kepada
masyarakatnya. oleh sebab itu, Kebijakan Pemerintah Daerah dalam
pembangunan harus dilakukan melalui upaya-upaya yang serius. Lebih lagi
Indonesia akan menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun
2016, yang bertujuan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan stabilitas
perekonomian di kawasan ASEAN. Memunculkan masalah diantaranya
bagaimana kebijakan serta faktor apa saja yang menjadi kendala penguatan bagi
masyarakat pesisir oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif dengan sumber datanya berupa sumber data
primer dan data sekunder. Lokasi penelitian di Jawa Timur yang meliputi
beberapa kota/kabupaten yang ditentukan secara purposive. Data primer dan
sekunder dikumpulkan melalui metode interaktif dan non interaktif serta
dianalisis dengan menggunakan analisis interaktif dan mengalir. Diperlukan
kesinambungan kerjasama antara pemerintah daerah dan masyarakat guna
menghadapi tantangan MEA. Keresahan nelayan ketika ingin mengembangkan
usaha adalah tempat pemasaran hasil produknya. Pemerintah daerah harus
membuat regulasi terkait sistem resi gudang guna memangkas jalur tengkulak
yang sangat mematikan hasil usaha nelayan dalam menjamin ketersediaan modal
usaha untuk produksi yang berkelanjutan; mengendalikan ketersediaan kebutuhan
pangan daerah dan menstabilkan harga komoditi.

C. Argumentasi (kritik)

Kekurangan dari jurnal ini ialah hasil penelitian yang menyatakan bahwa keberadaan
sistem resi gudang yang belum mampu dalam mengimplementasikan secara optimal
sektor kelautan di berbagai wilayah Indonesia.

JURNAL 3

Nama Penulis : Singgih Tri Sulistiyono

Jurnal Paradigma Maritim dalam Membangun Indonesia


artikel
Jurnal Lembaran Sejarah Vol. I2 No 2oktober 2016. ISSN : 1410-4962
Web https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:TqRAvGtkZf0J:
https://jurnal.ugm.ac.id/lembaran-
sejarah/article/download/33461/20140+&cd=10&hl=id&ct=clnk&gl=id

A. Hal yang menarik

Pertama, fakta geografis dan pengalaman historis telah menujukkan bahwa


bangsa Indonesia di masa lampau telah telah berkembang menjadi bangsa
maritim. Dominasi kolonialisme telah meredupkan kehidupan sebagai bangsa
maritim tersebut. Oleh sebab itu tugas generasi sekarang dan yang akan
datang adalah merevitalisasi segala aspek kehidupan bangsa dengan
menerapkan paradigma maritim dalam pembangunan bangsa guna meraih
kejayaan sebagai bangsa maritim yang besar di masa mendatang yang
sesuai dengan jatidiri dan sejarah bangsa Indonesia.Kedua, pembangunan
negara maritim tidak dapat dilakukan secara parsial. Untuk membangun
sebuah negara maritim harus didasarkan pada paradigma maritim di bidang
pembangunan politik, ekonomi, dan sosial budaya. Paradigma maritim di
bidang pembangunan politik mencakup aspek ideologi, pemerintahan,
pertahanan dan keamanan. Sementara itu pembangunan ekonomi maritim
mencakup aspek sistem ekonomi, aspek produksi, dan distribusi.
Pembangunan sosial budaya maritim paling tidak mencakup aspek
pendidikan, kelembagaan, dan peran rakyat dalam pembangunan negara
maritim. Ketiga, untuk membangun Indonesia sebagai negara maritim
yang kuat diperlukan paradigma maritim yang kuat pula, yaitu wawasan atau
pola pikir yang memandang wilayah daratan (kepulauan) sebagai bagian dari
wilayah laut dari negara maritim Indonesia. Keempat, paradigma maritim atau
kelautan sebagaimana yang digambarkan di atas akan mempengaruhi cara
mendefinisikan negara Indonesia sebagai negara maritim. Definisi negara
maritim yang cocok untuk Indonesia adalah sebuah negara yang mampu
membangun kekuatan maritimnya (seapowers) baik di bidang pelayaran dan
perdagangan (mechant shipping), kekuatan pertahanan dan keamanan
maritim (maritime figting instruments), dan kemajuan teknologi
kemaritiman (maritime technology) untuk dapat memanfaatkan potensi
yang dimilikinya secara sinergis (laut dan darat) dalam kerangka dinamika
geopolitik guna mencapai kemakmuran dan kejayaan bangsa dan negaranya.
Kelima, satu hal yang tidak akalah penting adalah bahwa untuk membangun
negara maritim yang besar perlu sosialisasi dan enkulturasi nilai-nilai
budaya sejarah dan budaya maritim melalui media pendidikan, seni, sastra,
dan sebagainya. Hal ini terkait dengan kenyataan bahwa selama masa
penjajahan jiwa dan semangat bahari telah mengalami penurunan.

B. Parafrase

Indonesia sebetulnya memiliki potensi menjadi negara maritim yang besar.


Alfred Thayer Mahan (1965) misalnya berpendapat bahwa ada enam syarat
yang harus dimiliki untuk menjadi negara maritim yang besar, yaitu: posisi
geografis, karakteristik daratan dan pantai, luas wilayah, jumlah penduduk,
karakter penduduk, dan karakter pemerintahan. Di antara enam syarat
tersebut barangkali tinggal syarat ke lima dan ke enam yang belum
sepenuhnya dimiliki oleh Indonesia yaitu karakter penduduk dan karakter
pemerintahan. Oleh sebab itu jika paradigma maritim tidak hanya perlu
diterapkan dalam pembangunan politik dan ekonomi, tetapi juga dalam
pembangunan sosial budaya bahari yang selama masa dominasi kolonial
mengalami kemunduran. Oleh sebab itu perlu sosialisasi dan internalisasi
nilai-nilai kebaharian dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia.

C. Argumentasi (kritik)

Saya rasa tidak ada hal yang perlu saya kritik mengenai jurnal ini karena
jurnal ini membahas secara detail mengenai paradigma maritim, jurnal ini
membahas mengenai pentingnya paradigma maritim dalam pembangunan
nasional Indonesia. Paradigma maritim atau yang pernah disebut sebagai
wawasan bahari atau wawasan nusantara merupakan konsep pembangunan
yang didasari dari jatidiri bangsa Indonesia sebagai bangsa maritim.
Reinterpretasi terhadap paradigma maritim ini penting untuk dilakukan dalam
konteks masa kini. Pertama, untuk membangun landasan konseptual dan
legalitas yang jelas terhadap gagasan negara maritim. Kedua, untuk
menerapkan secara praktikal gagasan negara maritim dalam pembangunan
ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Dengan melakukan revitalisasi dan
reinterpretasi paradigma maritim yang sesuai dengan jatidiri bangsa maka
diharapkan pembangunan nasional berdasarkan kerangka negara maritim
mencapai hasil yang optimal

Anda mungkin juga menyukai