Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah dipublikasikan di media lain.
Naskah diketik dengan format seperti tercantum pada Panduan Penulisan JIPK di bagian
belakang jurnal ini, dan dapat diunduh di laman http://kimia.unnes.ac.id. Naskah yang masuk
dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah, dan tata cara lainnya.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
dengan berkat dan rahmat-Nya, maka Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia Volume 9 Nomor
1 tahun 2015 berhasil diterbitkan. Jurnal ini hadir di hadapan pembaca sebagai wadah
bagi penulisan hasil pemikiran dan penelitian di bidang pengembangan mutu pendidikan
khususnya pendidikan kimia.
Rasa terima kasih kami sampaikan kepada para penulis atas kontribusinya
yang berupa artikel terhadap penerbitan edisi ini. Kami berharap agar para peneliti,
akademisi, pengamat, dan praktisi di bidang pendidikan kimia dapat berpartisipasi
menyumbangkan pengetahuan dan pengalamannya yang dituangkan dalam bentuk
tulisan dan dimasukkan ke dalam jurnal ini. Kontribusi penulis berupa saran atau solusi
yang komprehensif dan mendalam diharapkan dapat dikembangkan berdasarkan
pengamatan atau pengalaman hasil refleksi terhadap permasalahan dan kenyataan di
lapangan. Kita dapat secara bersama-sama mewujudkan peningkatan mutu dan
relevansi pendidikan melalui semangat pengabdian, rasa kepemilikan, dan tekad untuk
memajukan pendidikan di tanah air.
Ketua Penyunting
DAFTAR ISI
ABSTRAK
ABSTRACT
Dari Tabel 1 diketahui bahwa pada mengaktifkan memorinya sejak awal hingga
siklus I aktivitas siswa belum menunjukkan akhir pembelajaran. Siswa secara aktif
hasil positif. Siswa baru kelihatan menonjol mengkonstruk informasi atau pengetahuan
aktivitasnya pada kegiatan mengerjakan dalam benaknya sendiri sesuai prinsip teori
tugas (66,7 % Baik), sementara pada pembelajaran kontruktivistik (Slavin, 1995),
aktivitas bertanya (85,7% Kurang) dan sebagai salah satu karakteristik dari
merespon pertanyaan guru (76,2% Kurang) pembelajaran dengan pendekatan
masih belum menonjol. Sedangkan pada Salingtemas.
siklus II. aktivitas siswa sudah terjadi Hasil belajar kognitif siswa
peningkatan dibandingkan dengan hasil diperoleh melalui tes evaluasi di akhir siklus
pada siklus I. Siswa tetap kelihatan pembelajaran. Adapun data hasil belajar
menonjol aktivitasnya pada kegiatan yang telah dianalisis tampak pada Tabel 2.
mengerjakan tugas (66,7 % Baik),
sementara pada aktivitas bertanya mulai Tabel 2. Hasil evaluasi belajar siswa
per siklus
kelihatan peningkatannya sehingga ada
perubahan yang semula 85,7% ada pada Keterangan Siklus I Siklus
II
kategori kurang menjadi 71,4 %. Nilai Terendah 18 71
Sementara pada aspek merespon Nilai Tertinggi 68 100
Nilai rata-rata 43,09 81,14
pertanyaan guru yang semula 76,2% Modus 35 71
Kurang menjadi 71,4 %. Hal ini Median 44 79
Simpangan 12,56 8,55
menandakan bahwa siswa sudah mulai Baku
Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling…. 1427
Dari data pada Tabel 2 dapat adalah 75-99; (3) kurang efektif, apabila
diketahui bahwa terjadi peningkatan nilai nilai rata-rata hasil belajar seluruh siswa
rata-rata siswa dari 43,09 pada siklus I dalam satu kelas adalah 60-74; dan (4)
menjadi 81,14 pada siklus II. Hal ini berarti tidak efektif, apabila nilai rata-rata hasil
pendekatan Salingtemas benar-benar belajar seluruh siswa dalam satu kelas
efektif diterapkan dalam pembelajaran kurang dari 60 (Nuryanto & Binadja, 2010).
Kimia khususnya materi Larutan Asam dan Untuk mengetahui ketuntasan
Basa. Sebagaimana ditulis oleh Mulyasa belajar siswa baik secara individu maupun
(2002) dan Djamarah (2002) yang dikutip klasikal guru dan sekolah menentukan
oleh Nuryanto dan Binadja (2010) dalam Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan
artikel mereka bahwa tingkat efektivitas untuk mata pelajaran Kimia ini ditetapkan
pembelajaran dengan pendekatan KKM nya adalah nilai 70. Dari analisis nilai
Salingtemas ditinjau dari hasil belajar dapat tes di akhir siklus akhirnya diketahui jumlah
dikategorikan sebagai berikut: (1) sangat dan persentase siswa yang tuntas secara
efektif, apabila nilai rata-rata hasil belajar individual dan klasikal serta dapat diketahui
seluruh siswa dalam satu kelas adalah 100; pula tingkat daya serap siswa secara
(2) efektif, apabila nilai rata-rata hasil klasikal. Data prestasi belajar siswa ini
belajar seluruh siswa dalam satu kelas tersaji pada Gambar 1.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap adanya perbedaan hasil belajar siswa yang
diberi pembelajaran MEA dan REACT pada materi reaksi oksidasi reduksi, dan hasil belajar
mana yang lebih baik di antara keduanya. Penelitian dilaksanakan di suatu SMA Negeri di
Pekalongan tahun ajaran 2013/2014 dengan populasi seluruh siswa kelas X MIPA. Sampel
diambil menggunakan teknik cluster random sampling, karena populasi berdistribusi normal dan
homogen. Desain penelitian yang digunakan adalah pretest-posttest group design.
Pengambilan data dilakukan dengan metode tes, observasi, dan dokumentasi. Hasil analisis
data menunjukkan bahwa adanya perbedaan rata-rata nilai post-test antara kelas eksperimen 1
dan kelas eksperimen 2 setelah keduanya diberikan perlakuan yang berbeda pada materi yang
sama. Hasil belajar kognitif diperoleh dari pretest dan posttest masing-masing kelas
eksperimen. Hasil menunjukkan adanya peningkatan dari skor pretest dan posttest pada kedua
kelas eksperimen tersebut dengan nilai rata-rata pretest kelas eksperimen 1 (MEA) 34
meningkat menjadi 74 pada posttest dan kelas eksperimen 2 (REACT) 39 meningkat menjadi
84,97. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran MEA
dan REACT dapat meningkatkan hasil belajar. Hasil belajar kimia aspek kognitif yang diberi
pembelajaran REACT lebih baik dibandingkan yang diberi pembelajaran MEA.
ABSTRACT
This study aims to reveal the difference in learning outcomes of students who were
given learning material MEA and REACT on oxidation-reduction reactions, and which one is
better between the two models. The experiment was conducted in a Senior High School in
Pekalongan academic year 2013/2014 with the entire population of students of science class
grade X. Samples were taken using cluster random sampling technique, because of the normal
distribution and homogenous population. Design research is pretest-posttest group design. Data
collection was performed by the method of testing, observation, and documentation. The result
showed that the average difference between the value of post-test experimental class 1 and
class 2 after the second experiment are given different treatment on the same material.
Cognitive learning results were obtained from the pretest and posttest each class experiment.
Results showed an increase of pretest and posttest scores in both the experimental class with
an average value pretest experiment class 1 (MEA) 34 increased to 74 in the posttest and
experimental class 2 (REACT) 39 increased to 84.97. Based on the results of this study, it can
be concluded that the implementation of MEA and REACT learning models can improve
learning outcomes of students. Student learning outcomes in the cognitive aspects of chemistry
REACT was better than by MEA.
an kimia, latihan soal tidak hanya diperoleh karena adanya praktikum (Arum, 2012).
melalui buku teks atau LKS saja melainkan Sedangkan experiencing (mengalami)
juga dari aktivitas hidup keseharian. Jadi mempunyai arti learning by doing atau
guru harus mampu memotivasi siswa dalam belajar melalui eksplorasi, penemuan, dan
memahami konsep melalui pemberian penciptaan (Crawford, 2001) . Aktivitas
latihan soal yang sifatnya realistik dan experiencing di dalam kelas dapat berupa
relevan dengan keseharian. Gambaran kegiatan memanipulasi peralatan,
proses pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah, dan kegiatan di
REACT dapat memberikan pengalaman laboratorium. Aktivitas lain juga diberikan
yang kaya kepada siswa. Pengalaman yang seperti eksperimen, diskusi dalam
disediakan oleh guru dapat meningkatkan kelompok, latihan, dan tugas rumah. Belajar
pemahaman siswa tentang sesuatu yang akan lebih bermakna jika siswa mengalami
mereka pelajari, sehingga mereka apa yang dipelajarinya tidak hanya
diharapkan dapat menerapkan pada kondisi mengetahuinya saja (Hasnawati, 2006).
nyata dalam kehidupan sehari-hari Siswa akan lebih siap belajar apabila
(Ismawati, 2010). mereka disajikan sesuatu yang sifatnya
Aspek ketepatan hasil praktikum nyata dan mampu ditangkap secara visual,
(Tabel 1) skor kelas eksperimen 2 lebih auditori, dan kinestetik. Salah satu strategi
tinggi dari kelas eksperimen 1 yaitu 3,81 dari yang dapat digunakan untuk mewujudkan
3,46 . Aspek ketepatan hasil praktikum pada hal ini adalah melalui aktivitas experience.
kelas eksperimen 2 menekankan pada Aktivitas experience akan mengembangkan
faktor relating dan experiencing. Relating kesiapan siswa untuk memahami konsep-
yaitu menghubungkan pengetahuan yang konsep yang sifatnya abstrak.
sudah ada atau menghubungkan dengan Pada uji ketuntasan belajar siswa
kehidupan sehari-hari. Crawford (2001) didapatkan hasil bahwa kelas eksperimen 1
menyatakan bahwa dalam proses dan kelas eksperimen 2 telah mencapai
pembelajaran harus dimulai dengan ketuntasan belajar dengan didasarkan pada
pertanyaan dan fenomena-fenomena yang KKM yang ditetapkan di SMA tersebut. KKM
menarik dan akrab bagi siswa, bukan yang ditetapkan pada mata pelajaran kimia
dengan hal-hal yang sifatnya abstrak dan di adalah 75. Hasil tersebut menunjukkan
luar jangkauan persepsi, pemahaman, dan bahwa penerapan model pembelajaran MEA
pengetahuan siswa. Suatu pembelajaran dan REACT dapat membuat rata-rata nilai
akan lebih bermakna jika siswa mengalami siswa mencapai KKM. Hal ini sesuai dengan
secara langsung dibandingkan hanya penelitian Rusyida (2013) tentang
membayangkan saja dari penjelasan guru. penerapan model pembelajaran MEA yang
Siswa lebih tertarik untuk mengikuti juga telah mencapai KKM yaitu 80 pada
pembelajaran saat diberikan suatu mata pelajaran matematika di SMP Negeri 1
permasalahan yang disesuaikan dengan Ungaran. Pada kelas eksperimen 1,
kehidupan sehari-hari dan lebih teratarik sebanyak 24 dari 32 siswa tuntas KKM.
Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi, Penerapan Model Pembelajaran…. 1437
mengutamakan sifat student centered. Guru strategi REACT terbukti dapat meningkatkan
tidak menjelaskan secara panjang lebar motivasi siswa dalam pembelajaran
seperti pada model konvensial ceramah sehingga siswa menjadi lebih aktif dalam
akan tetapi guru lebih suka memancing kegiatan belajar mengajar (Mulyasa, 2006).
penjelasan materi dengan cara mengaitkan Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian
pada kehidupan sehari-hari atau pada yang sudah dikembangkan sebelumnya,
pengetahuan yang sudah diperoleh antara lain Marthen (2010) menyatakan
sebelumnya (Relating), mengaitkan pada kemampuan matematis siswa sekolah
kejadian yang dialami oleh siswa atau peringkat tinggi, sedang dan rendah dengan
nantinya siswa akan mengalami dalam model pembelajaran REACT lebih tinggi
praktium misalnya (Experiencing), kemudian daripada siswa yang belajarnya
dari pengetahuan yang siswa peroleh, konvensional. Ismawati (2010) juga
diharapkan siswa dapat mengaplikasikan menyatakan rata-rata hasil belajar kelas
dalam kehidupan (Applying), siswa eksperimen setelah diberi perlakuan yaitu
melaksanakan kegiatan dengan cara pembelajaran inkuiri berstrategi REACT
bekerjasama (Cooperating) dan siswa saling lebih baik dari kelas kontrol (tanpa
berbagi informasi atau pengetahuan dengan pmbelajaran inkuiri berstrategi REACT).
sesamanya (Transferring).
Berdasarkan hasil belajar
psikomotor, hasil belajar kognitif dan SIMPULAN
ketuntasan klasikal, maka pembelajaran
Berdasarkan hasil penelitian dapat
REACT lebih berhasil daripada
disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
pembelajaran MEA. Pemilihan model
Pertama ada perbedaan rata-rata hasil
pembelajaran merupakan suatu hal yang
belajar kimia yang signifikan antara kelas
penting untuk menentukan kualitas
yang diberi pembelajaran MEA dan
pembelajaran. Hal ini sesuai dengan
pembelajaran REACT. Kedua Hasil belajar
karakteristik Contextual Teaching Learning
kimia yang diberi pembelajaran REACT
yang menghubungkan pembelajaran
terbukti lebih baik dibandingkan yang diberi
dengan kehidupan sehari-hari sehingga
pembelajaran MEA.
siswa dapat memaknai tentang yang
dipelajari, bukan hanya mengetahui. Strategi
pembelajaran REACT dapat membantu
DAFTAR PUSTAKA
siswa menemukan konsepnya sendiri,
bekerjasama, dan menerapkannya dalam
Arum, W.F., 2012, Penerapan Model
kehidupan sehari-hari sehingga dalam
Pembelajaran CLIS dengan
pelaksanaannya selalu menghadirkan Metode Eksperimen dalam
Pembelajaran Fisika di Kelas VIII
fenomena-fenomena alam atau lingkungan
SMP, Jurnal Pembelajaran
yang dapat dengan mudah ditemui oleh Fisika, Vol 1, No 2, Hal: 138-144.
siswa (Yuliati, 2008). Pembelajaran dengan
Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi, Penerapan Model Pembelajaran…. 1439
ABSTRAK
Creative Problem Solving (CPS) merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat
pada keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan kreativitas. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah model pembelajaran Creative Problem Solving
berbantuan flash interaktif efektif bila diterapkan pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen dengan populasi seluruh siswa kelas XI
IPA di suatu SMA N di kota Magelang tahun pelajaran 2013/2014. Teknik sampling
menggunakan cluster random sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
metode dokumentasi, tes, observasi, dan angket. Uji yang digunakan untuk menganalisis data
adalah uji perbedaan dua rata-rata, uji ketuntasan klasikal, dan uji estimasi rata-rata hasil
belajar kognitif. Hasil uji perbedaan dua rata-rata dua pihak menunjukkan adanya perbedaan
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji ketuntasan belajar kelas eksperimen mencapai
ketuntasan belajar (individual dan klasikal) sedangkan kelas kontrol belum mencapai
ketuntasan klasikal. Hasil uji estimasi rata-rata menunjukkan rata-rata hasil belajar kelas
eksperimen dari 86,25 sampai 87,35 dan kelas kontrol dari 81,45 sampai 82,55 sehingga bisa
disimpulkan bahwa model pembelajaran Creative Problem Solving terbukti efektif diterapkan
pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.
ABSTRACT
Creative Problem Solving (CPS) is a learning model that is centered on problem solving
skills, followed by strengthening creativity. The purpose of this study was to determine whether
the Creative Problem Solving learning model-assisted interactive flash effectively can be
applied to the material solubility and solubility product. This research is experimental research
with the entire population of students of class XI IPA at a high school in Magelang in 2013/2014
school year. Sampling techniques used cluster random sampling. Collecting data in this study
used the methods of documentation, testing, observation, and questionnaires. The test is used
to analyze the data are two average value test, mastery learning classical test, and the
estimated average test results of cognitive learning. The result of the two average value
indicated the differences between experimental group and control group. The result of the test
was obtained that experiment group achieved the learning completeness (individual and
classical) while control group had not achieved classical completeness yet. The result of the
estimation of average treatments showed experimental group of the average of the test result
was 86,25 until 87,35 and control group was 81,45 until 82,55 so it can be concluded that the
learning model Creative Problem Solving has been effectively applied to the material solubility
and solubility product.
menjadi salah satu alternatif yang baik pembelajaran CPS berbantuan flash
sebagai alat bantu dalam pembelajaran. interaktif efektif terhadap hasil belajar siswa
Menurut pengertian ini, multimedia interaktif pada pembelajaran materi kelarutan dan
digambarkan sebagai multimedia non linear hasil kali kelarutan. Sedangkan tujuan yang
yang memberikan kendali kepada pemakai ingin dicapai peneliti adalah untuk
daripada komputer. Sehingga terjadi mengetahui keefektifan model pembelajaran
interaksi atau hubungan timbal balik antara CPS berbantuan flash interaktif terhadap
pengguna dengan seluruh program isi hasil belajar siswa pada materi kelarutan
materi yang ada di dalamnya (Arsyad, dan hasil kali kelarutan.
2009).
Putri (2010) dalam penelitiannya METODE PENELITIAN
tentang pengaruh artikel kimia terhadap
Penelitian ini merupakan penelitian
model pembelajaran CPS memperoleh
eksperimen dengan desain yang digunakan
kontribusi sebesar 32,87% terhadap hasil
adalah pretest-posttest group design yang
belajar kimia siswa. Sama halnya dengan
merupakan penelitian yang diamati dengan
keberhasilan penelitian yang dilakukan
melihat perbedaan pretest dan posttest
Sudiran (2012) tentang penerapan model
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
pembelajaran CPS memperoleh
Kelas XI IPA 3 merupakan kelas eksperimen
peningkatan hasil belajar pada siklus
dan kelas XI IPA 4 sebagai kelas kontrol
pertama sebesar 36,84% dan siklus kedua
yang diambil berdasarkan teknik cluster
sebesar 81,58%. Kusumawati, et al., (2012)
random sampling yaitu pengambilan dua
melakukan penelitian tentang implementasi
kelas secara acak dari populasi bersyarat,
peer tutoring berbantuan compact disc
yaitu populasi harus bersifat normal dan
dalam bentuk flash interaktif pembelajaran
memiliki homogenitas yang sama. Kelas
memberikan pengaruh sebesar 81,72%
eksperimen diberi pembelajaran
terhadap hasil belajar siswa. Kontribusi
menggunakan model pembelajaran Creative
sebesar 75,4% dalam penelitian yang
Problem Solving (CPS) berbantuan flash
dilakukan Solikhakh, et al., (2012) tentang
interaktif sementara kelas kontrol diberikan
pengembangan perangkat pembelajaran
pembelajaran menggunakan metode
dalam kemasan compact disc (flash
ceramah dan diskusi. Desain penelitian
interaktif) pembelajaran berpengaruh
disajikan pada Tabel 1.
terhadap hasil belajar siswa. Keberhasilan
penelitian di atas memberikan kontribusi
Tabel 1. Desain penelitian pretest-posttest
gagasan untuk menerapkan model
group design
pembelajaran dengan bantuan media
Kelompok Pre Perlakuan Post
tersebut sebagai bahan penelitian yang test test
dilaksanakan. Eksperimen T1 X T2
kontrol sebesar 4,03 dengan kriteria tinggi. daripada kelas kontrol. Hal ini meunjukkan
Kedua kelas mempunyai perbedaan hasil belajar afektif kelas eksperimen lebih
kuantitatif yaitu besarnya rata-rata aspek baik. Hasil analisis rata-rata nilai tiap aspek
afektif kelas eksperimen lebih tinggi disajikan dalam Gambar 2.
Tabel 1. Rata-rata tiap aspek afektif kelas eksperimen dan kelas kontrol
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Aspek
Rata-rata Kriteria Rata-rata Kriteria
Kehadiran 4,26 Tinggi 4,23 Tinggi
Partisipasi aktif dalam pembelajaran 4,16 Tinggi 3,3 Tinggi
Kemampuan bertanya atau 3,87 Tinggi 3,76 Tinggi
mengemukakan pendapat
Kelengkapan dan kerapian catatan 4,76 Sangat 3,97 Tinggi
tinggi
Perhatian siswa terhadap materi 4,7 Sangat 4 Tinggi
pembelajaran tinggi
Bekerjasama dengan 4,43 Tinggi 4,03 Tinggi
teman/kelompok saat pembelajaran
Etika/sopan santun dalam 4,87 Sangat 4,8 Sangat
berkomunikasi tinggi tinggi
4,87 Sangat 4,13 Tinggi
Interaksi dengan guru tinggi
Gambar 2. Perbandingan rata-rata nilai tiap aspek afektif kelas eksperimen dan kelas kontrol
sama. Hal ini membuktikan bahwa kedua Hasil belajar psikomotorik dilihat
kelas tingkat kedisiplinan dan keaktifan yang saat pelaksanaan praktikum. Praktikum
hampir sama pula, dimana akan yang dilaksanakan bertujuan untuk
berpengaruh pada hasil belajar kognitif pula. memprediksi terbentuknya endapan
Pada aspek lain kelas eksperimen lebih berdasarkan harga Ksp, dimana praktikum
unggul dengan kriteria sangat tinggi dilakukan oleh kelas eksperimen dan kelas
daripada kriteria tinggi yang dihasilkan kelas kontrol. Penilaian yang dilakukan saat
kontrol. Aspek kelengkapan catatan, melakukan observasi pada kedua kelas
perhatian siswa terhadap materi meliputi beberapa aspek diantaranya aspek
pembelajaran serta interkasi dengan guru persiapan pelaksanaan praktikum,
merupakan tiga aspek yang lebih unggul kepemimpinan, dinamika kelompok,
pada kelas eksperimen. Sesuai dengan keterampilan dalam melaksanakan
ketuntasan klasikal hasil belajar yang praktikum, kebersihan dan laporan
diperoleh, tiga aspek tersebut memiliki praktikum. Setiap aspek dinilai dengan
peran yang lebih menonjol dibandingkan rentang skor dalam lembar observasi 1
aspek lain pada kelas eksperimen secara sampai 4. Pengamatan dilakukan oleh
umum. Sejalan dengan pendapat Totiana peneliti sendiri dan guru mitra yang
(2012) siswa yang diajar menggunakan mengajar. Hasil analisis rata-rata nilai tiap
model CPS memiliki aktivitas belajar lebih aspek penilaian psikomotorik disajikan
tinggi daripada siswa yang diajar dengan dalam Gambar 3.
menggunakan metode konvensional.
Gambar 3. Perbandingan rata-rata nilai tiap aspek psikomotorik kelas eksperimen dan
kelas kontrol
Siti Nursiami* dan Soeprodjo, Keefektifan Model Pembelajaran Creative …. 1447
ABSTRAK
ABSTRACT
memperoleh peluang bekerja. Dari data ini peningkatannya. Tujuan yang ingin dicapai
memberi gambaran bahwa sebenarnya dalam penelitian ini adalah mengetahui ada
kondisi pendidikan kita membutuhkan suatu tidaknya peningkatan kemampuan chemo-
pembelajaran yang berorientasi life skill entrepreneurship siswa SMA setelah
untuk meningkatkan kemampuan berwira- mendapatkan penerapan materi pokok
usaha sebagai bekal setelah lulus. koloid yang berorientasi life skill dan
Menurut Kusuma & Siadi (2010) mengetahui besarnya peningkatan yang
Salah satu pengembangan konsep CEP terjadi.
dalam pendidikan kimia antara lain dalam
bentuk life skill pada setiap mata kuliah yang METODE PENELITIAN
berpeluang. Dari gagasan tersebut
Popoluasi dari penelitian ini adalah
penerapan konsep kimia SMA juga dirasa
seluruh siswa kelas XI IPA suatu SMA N di
perlu untuk dikaitkan dengan life skill, salah
Semarang tahun pelajaran 2013/2014,
satu konsep kimia adalah koloid, dari
sedangkan sampelnya adalah kelas XI IPA
konsep ini banyak yang dapat dikaji siswa
5 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI
karena keterkaitannya dalam kehidupan
IPA 6 sebagai kelas kontrol. Pengambilan
sehari-hari. Agar dapat meningkatkan ke-
sampel tersebut ditentukan dengan teknik
mampuan chemo-entrepreneurship siswa,
cluster random sampling dengan mengambil
pembelajaran harus didesain dan dilaksana-
dua kelas dari enam kelas populasi secara
kan berangkat dari obyek atau fenomena
acak. Variabel bebas dalam penelitian ini
yang ada disekitar kehidupan peserta didik
adalah pembelajaran pada materi koloid
yang kemudian dikembangkan ke dalam
yang berorientasi life skill. Pembelajaran ini
konsep koloid. Pembelajaran kimia yang
dilakukan dalam tiga tahap, yakni tahap
seperti ini akan lebih menyenangkan dan
persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap
memberi kesempatan pada peserta didik
akhir atau produk. Variabel terikat dalam
untuk mengoptimalkan potensinya agar
penelitian ini adalah peningkatan kemam-
menghasilkan produk. Bila peserta didik
puan chemo-entrepreneurship siswa. Desain
sudah terbiasa dengan kondisi belajar yang
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
demikian, tidak menutup kemungkinan akan
pretest and posttest design. Penelitian ini
memotivasi mereka untuk berwirausaha
terbagi menjadi 3 tahapan yaitu
(Supartono, 2006). Pada penelitian ini ada
perencanaan, pelaksanaan, dan tahap akhir
batasan untuk kemampuan chemo-
(Kadarwati, et al., 2010). Untuk kelas
entrepreneurship yaitu hanya sampai pada
eksperimen produk yang akan dibuat
tahap produksi.
diserahkan sepenuhnya kepada siswa
Rumusan masalah dari penelitian ini
sedangkan kelas kontrol telah ditentukan
adalah apakah ada peningkatan kemam-
oleh guru.
puan chemo-entrepreneurship siswa setelah
Pengumpulan data dilakukan de-
mendapat penerapan konsep yang
ngan metode dokumentasi, tes, observasi.
berorientasi life skill dan berapakah besar
Wibi Tegar Lelono* dan Saptorini, Peningkatan Kemampuan Chemo …. 1453
kelas eksperimen dibuat sendiri oleh siswa, Pemakaian Bahan 4,00 3,00
Baku
sedangkan prosedur kelas kontrol sudah Keamanan Produk 3,33 3,00
dibuat oleh peneliti. Sorotan utama aspek Khasiat Produk 3,66 3,00
psikomotorik ini adalah kemampuan meng-
analisis data kelas eksperimen dan kontrol Berdasarkan Tabel 3 dapat di-
yang mempunyai rerata sama. Kemampuan simpulkan bahwa produk yang dihasilkan
menganalisis data selain berhubungan oleh kelas eksperimen lebih baik daripada
dengan aspek psikomotorik siswa, juga kelas kontrol. Hal ini menunjukan bahwa
berhubungan dengan aspek kognitifnya. dengan diserahkan sepenuhnya pemilihan
bahwa kelas eksperimen dan kontrol dipilih produk kepada siswa dapat memberikan
karena berangkat keadaan yang sama pengalaman lebih luas, mendidik siswa gar
(berdistribusi normal dan homogen) maka lebih mandiri dan dapat mendidik siswa
dapat disimpulkan bahwa apabila ada memahami suatu masalah secara men-
kesamaan itu merupakan hal yang wajar. dalam yang nantinya berujung pada hasil
Produk yang telah dibuat oleh siswa yang baik (Siadi, et al., 2009). Selain itu
dinilai dalam lembar penilaian produk. dengan dibebaskan siswa untuk memilih
Penilaian produk terdiri dari 5 indikator. produknya pembelajaran kimia akan lebih
Indikator ini dipilih karena sabagai syarat bermakna karena siswa akan mengetahui
minimal produk dinyatakan baik. Indikator dari mulai persiapan hingga tahap akhir.
yang dipakai adalah bentuk fisik, inovasi, Dengan tiap tahapnya dilakukan dengan
pemakaian bahan baku, keamanan produk, baik maka akan mendapatkan hasil yang
dan khasiat produk. Pada indikator baik pula.
keamanan produk dibutuhkan kriteria untuk Hasil belajar selanjutnya adalah
masing-masing produk yang dibuat siswa. aspek kognitif, pada aspek ini pengukuran
Untuk kelas eksperimen karena produk yang dilakukan dengan soal. Nilai yang di-
1456 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1450-1458
dapatkan akan dijumlah dengan nilai afektif, perhitungan didapatkan Fhitung sebesar 3,294
psikomotorik, dan produk yang kemudian sedangkan Fkritis adalah 0,799. Karena Fhitung
rata-rata untuk menjadi nilai akhir. Perlakuan lebih besar daripada Fkritis dapat ditarik
ini dilakukan karena penelitian ini tidak kesimpulan bahwa kedua kelas memiliki
melihat hasil belajar kognitif sebagai nilai varians yang berbeda maka selanjutnya
utama, tetapi setiap tahap dalam prosesnya. digunakan uji t’. Pada uji t’ sebagai
Pada setiap prosesnya meliputi aspek pembanding bukan ttabel melainkan t’’. Jika t’
afektif, psikomotorik, dan produk seperti lebih besar daripada t’’ maka dapat disimpul-
yang dilakukan oleh Supartono et al., kan kemampuan chemo-entreprenurship
(2009). Chemo-entrepreneurship sejatinya kelas eksperimen lebih baik daripada kelas
adalah suatu konsep kimia yang dikaitkan kontrol. Jika t’ lebih kecil daripada t’’ maka
dengan dengan obyek nyata. Dengan dapat disimpulkan kemampuan chemo-
demikian siswa juga memiliki kesempatan entrepreneurship kelas eksperimen tidak
untuk mempelajari proses pengolahan suatu lebih baik dari pada kelas kontrol (Sudjana,
bahan menjadi suatu produk yang ber- 2002).
manfaat, bernilai ekonomi dan menumbuh-
kan semangat berwirausaha (Supartono, et Tabel 4. Hasil uji statistika nilai akhir
al., 2009). Dari dasar itulah nilai yang Jenis
Hasil Keterangan
Statistika
digunakan adalah total keseluruhan tahapan
Varians kedua
yang dilakukan oleh siswa. Uji F 3,294 kelompok berbeda
Rata-rata nilai akhir kelas Kemampuan CEP
kelas eksperimen
eksperimen adalah 83,25 sedangkan kelas lebih baik daripada
kontrol adalah 80,75. Dari rata-rata nilai Uji t' 3,93 kelas kontrol
RB 0,517 Sedang
akhir itu bisa dikatakan kemampuan chemo-
KD 26,17% -
entrepreneurship kelas eksperimen lebih
Peningkatan 57% kelas Eksperimen
baik daripada kelas kontrol. Untuk
54% Kelas Kontrol
membuktikan itu nilai akhir ini akan di uji
secara statistika, uji yang yang akan Dari uji t’ didapatkan bahwa t’
dilakukan adalah uji kesamaan dua varians, sebesar 3,93 sedangkan t’’ memiliki nilai
uji t, menentukan pengaruh variabel (rb), sebesar 1,687. Sehingga dapat ditarik
koefisien determinasi (KD), dan uji kesimpulan bahwa kemampuan chemo-
peningkatan chemo-entrepreneurship. Untuk entrepreneurship kelas eksperimen lebih
hasil semua uji disajikan pada Tabel 4. baik daripada kelas kontrol.
Langkah awal yang dilakukan Menentukan pengaruh variabel
sebelum uji t adalah dengan uji kesamaan bertujuan untuk mengetahui pengaruh
dua varians. Dengan ketentuan jika F hitung variabel bebas terhadap variabel kontrol.
lebih kecil daripa Fkritis maka menggunakan Dari Tabel 4 didapat rb sebesar 0,517 atau
uji t, tetapi jika Fhitung lebih besar dripada bisa dikatakan pengaruh variabel bebas
Fkritis maka menggunakan uji t’. Hasil terhadap variabel terikat adalah sedang.
Wibi Tegar Lelono* dan Saptorini, Peningkatan Kemampuan Chemo …. 1457
Setelah mengetahui pengaruh variabel kepada siswa sejak dini diharapkan akan
selanjutnya adalah menentukan koefisien semakin banyak terciptanya peluang usaha
determinasi. Dari Tabel 4 didapatkan baru yang memanfaatkan konsep-konsep
koefisien determinasi (KD) sebesar 26,77%. kimia, dampaknya selain mengurangi
Hal ini berarti penerapan konsep koloid yang pengangguran dan ketergantungan menjadi
berorientasi life skill memberikan kontribusi pegawai juga memperlihatkan keber-
sebesar 26,77% dalam peningkatan maknaan suatu pelajaran yang didapatkan
kemampuan chemo-entrepreneuship siswa. siswa.
Uji peningkatan kemampuan
chemo-entrepreneurship kelas eksperimen SIMPULAN
dan kelas kontrol bertujuan untuk
Hasil penelitian dapat disimpulkan
mengetahui besarnya peningkatan kemam-
sebagai berikut. Pertama, terdapat
puan chemo-entrepreneurship siswa setelah
peningkatan kemampuan chemo-
menerima perlakuan. Peningkatan kemam-
entrepreneurship siswa setelah penerapan
puan chemo-entrepreneurship kelas
konsep koloid yang berorientasi life skill.
eksperimen sebesar 57% sedangkan kelas
Kedua, peningkatan kemampuan chemo-
kontrol adalah 54%. Hal ini sejalan dengan
entrepreneurship siswa kelas ekperimen
Sumarni (2009) yang menyatakan bahwa
sebesar 57% sedangkan kelas kontrol
jiwa kewirausahaan mahasiswa dapat
sebesar 54%.
ditumbuhkan atau dilatihkan dengan metode
dan media yang tepat. Metode dan media
yang digunakan akan lebih baik bila
berorientasi pada life skill siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Dilihat dari peningkatan kelas
eksperimen dan kontrol menunjukkan
bahwa penerapan konsep yang berorientasi Badan Pusat Statistika, 2014, Tingkat
Pengangguran Terbuka, Diunduh
life skill ini dapat mengubah pandangan
di
pembelajaran yang hanya berorientasi http://www.bps.go.id/int/index.php/
site/search?cari=Jumlah+pengang
kepada banyaknya materi pembelajaran
guran&Submit=Cari, diunduh
kimia (subject matter oriented). Pem- pada tanggal 14 Juli 2014.
belajaran yang berorientasi life skill juga Desmawati, L., Suminar, T., Budiarti, &
memungkinkan siswa untuk lebih termotivasi Emmy, 2009, Penerapan Model
Pendidikan Kecakapan Hidup
meningkatkan kualitas dirinya. Kualitas diri pada Program Pendidikan
disini adalah kemampuan chemo- Kesetaraan di Kota Semarang,
Laporan Penelitian, Fakultas Ilmu
entrepreneurship yang diharapkan dengan Pendidikan: UNNES.
meningkatnya hal tersebut dapat membantu Duit, R., 2007, Science Education Research
siswa dalam mempersiapkan kehidupannya Internationally: Conceptions,
Research Method, Journal of
di masa mendatang. Dengan memberikan Mathematics, Science & Technology
bekal kemampuan chemo-entrepreneurship Education, Vol 3, No 1, Hal: 3-15.
1458 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1450-1458
Heong, Y.M., Widad, Jailani, T. & Soebroto, T., Susatyo, E.B. & Zulaechah,
Mohaffyza, M., 2011, The Level of W.U., 2008, Komparasi Hasil
Marzano Higher Order Thingking Belajar Sains Kimia dengan
Skills Among Technical Education Metode Life Skill dan Mind
Students, International Journal of Mapping Pada Siswa MTs, Jurnal
Social Science and Humanity, Vol 1, Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 2,
No 2, Hal: 121-125. No 2, Hal: 312-316.
Kadarwati, S., Saputro, S.H. & Priatmoko, Soeprodjo, 2002, Pengantar Statistik untuk
S., 2010, Upaya Peningkatan Hasil Penelitian, Semarang: Jurusan
Belajar Kimia Fisika 5 dengan Kimia FMIPA Unnes.
Pendekatan Chemo-
Entrepreneurship melalui Kegiatan Sudjana, N., 2002, Metoda Statistika,
Lesson Study, Jurnal Inovasi Bandung: Tarsito.
Pendidikan Kimia, Vol 4, No 1, Hal: Sumarni, W., 2009, Peningkatan Efektivitas
532-543. Perkuliahan Kimia Dasar Melalui
Kusuma, E. & Siadi, K., 2010, Pembelajaran Berorientasi Chemo-
Pengembangan Bahan Ajar Kimia Entrepreneurship (CEP)
Berorientasi Menggunakan Media Chemo-
Chemoentrepreneurship untuk Edutainment (CET), Lembaran Ilmu
Meningkatkan Hasil Belajar dan Kependidikan, Vol 40, No 1, Hal: 53-
Life Skill Mahasiswa, Jurnal 58.
Inovasi Pendidika Kimia, Vol 4, No Sumarti, S.S., 2008, Peningkatan Jiwa
1, Hal: 544-551. Kewirausahaan Mahasiswa Calon
Kusuma, E., Sukirno, & Kurniati, I., 2009, Guru Kimia Dengan Pembelajaran
Penggunaan Pendekatan Praktikum Kimia Dasar Berorientasi
Chemoentrepreneurship Chemo-entrepreneurship, Jurnal
Berorientasi Green Chemistry untuk Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 2, No
Meningkatkan Kemampuan Life Skill 2, Hal: 305-311.
Siswa SMA, Jurnal Inovasi Supartono, Saptorini, & Asmorowati, D.S.,
Pendidikan Kimia, Vol 3, No 1, Hal: 2009, Pembelajaran Kimia
366-372. Menggunakan Kolaborasi
Lestari, I., 2007, Pengaruh Pemanfaatan Konstruktif Dan Inkuiri Berorientasi
Software Macromedia Flash mx Chemo-entrepreneurship, Jurnal
Sebagai Media Chemo- Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 3, No
Edutainment (CET) pada 2, Hal: 476-483.
Pembelajaran dengan Pendekatan Supartono, 2006, Peningkatan Kreativitas
Chemo-Entrepreneurship (CEP) Peserta didik melalui pembelajaran
yerhadap Hasil Belajar Kimia Siswa kimia dengan pendekatan chemo-
SMA Pokok Materi Sistem Koloid, entrepreneurship (CEP), Semarang:
Skripsi, Semarang: Jurusan Kimia Jurusan Kimia FMIPA UNNES.
FMIPA UNNES.
Supartono, 2012, Implementasi Soft Skill
Özgelen, S., 2012, Student’s Science dalam Pembelajaran
Process Skills Within A Cognitive Chemoentrepreneurship (CEP)
Domain Framework, Journal of sebagai Upaya Pengembangan
Mathematics, Science & Technology Konservasi Sumber Daya Insani,
Education, Vol 8, No 4, Hal: 283- Prosiding Seminar Nasional Kimia
292. dan Pendidikan Kimia Jurusan
Siadi, K., Mursiti. S. & Laelly. I.N., 2009, Kimia FMIPA UNNES, Semarang 16
Komparasi Hasil Belajar Kimia Oktober 2012.
Antara Siswa Yang Diberi Metode Susiwi, 2007, Perencanaan Pembelajaran
Drill Dengan Resitasi, Jurnal Inovasi Kimia, Bandung: Jurusan
Pendidikan Kimia, Vol 3, No 1, Pendidikan Kimia UPI.
Hal:360-365.
Meiriza Ardiana* dan Sudarmin, Penerapan Self Assessment Untuk …. 1459
ABSTRAK
Kata Kunci: analisis keterampilan, berpikir tingkat tinggi siswa, self assessment
ABSTRACT
Renewal of the learning paradigm in the curriculum of 2013 requires the students'
thinking skills. Improve students' higher-order thinking skills is one of the efforts to support the
achievement of learning objectives in the curriculum. The application of self-assessment on
students aiming to provide feedback for students to improve the way of learning. The aim of this
study is to determine the description of each indicator higher order thinking skills of students, as
well as to determine the students' response to the application of self-assessment and higher
level thinking skills. This research is descriptive research with study design dominant-less
dominant design. Methods of data analysis methods were used that mix, a combination of
quantitative and qualitative. The results showed that the level of achievement of students who
vary in each indicator with a total maximum score of 160. Three of the ten indicators contained
in this study to get a good level of achievement, ie indicators take decisions with a total score of
88, the analysis with a total score of 96, and make the solution with a total score of 99. Seven
other indicators of the level of achievement getting less, with a total score of 75 for the
indicators of problem identification, 78 to conclusions, 76 for evaluation, 74 to predictions, 65 for
deductive thinking, inductive thinking 59, and 68 to think creatively. This shows that the higher
order thinking skills of students is still relatively lacking.
kemampuan berpikir merupakan aspek yang berpikir deduktif, 9) berpikir induktif, dan 10)
perlu mendapat penekanan dalam berpikir kreatif.
pengajaran. Pendidikan juga mengalami Kemampuan berpikir tingkat tinggi
pembaharuan dari waktu ke waktu dan tidak juga berpengaruh terhadap nilai akademis
pernah berhenti. Pendidikan sebagai suatu siswa. Hal tersebut tertuang dalam
proses yang disadari untuk mengem- penelitian yang dilakukan oleh Zohar dan
bangkan potensi individu sehingga memiliki Dori (2003) yang hasilnya menunjukkan
kecerdasan pikir, emosional, berwatak, dan bahwa murid yang memiliki nilai akademis
berketerampilan untuk siap hidup di tengah- tinggi juga memiliki skor tinggi dalam hal
tengah masyarakat (Mulyati, 2000). berpikir tingkat tinggi. Pentingnya
Berdasarkan hasil observasi awal seorang mengetahui kemampuan diri termasuk
guru kimia mengakui belum adanya kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat
penekanan terhadap keterampilan berpikir digunakan sebagai tolak ukur untuk
siswa dalam pembelajaran. mengembangkan kemampuan tersebut.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi Begitu juga dengan self assessment,
(Higher Order Thinking Skill/ HOTS) adalah penilaian terhadap diri sendiri ini pun dapat
berpikir pada tingkat lebih tinggi, tidak digunakan untuk mengembangkan ke-
sekedar menghafalkan fakta atau mampuan serta cara belajar siswa.
mengatakan sesuatu kepada seseorang Rumusan masalah dalam penelitian
persis seperti sesuatu yang disampaikan ini yaitu bagaimana gambaran tentang
kepada kita. Kemampuan berpikir tingkat keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa,
tinggi adalah proses berpikir yang terutama pada setiap indikator keterampilan
melibatkan aktivitas mental dalam usaha berpikir tingkat tinggi, serta bagaimana
mengeksplorasi pengalaman yang respon siswa terhadap penerapan self
kompleks, reflektif, dan kreatif yang assessment dan keterampilan berpikir
dilakukan secara sadar untuk mencapai tingkat tinggi. Diharapkan melalui penelitian
tujuan, yaitu memperoleh pengetahuan yang ini didapatkan gambaran tentang ke-
meliputi tingkat berpikir analitis, sintesis, dan terampilan berpikir tingkat tinggi siswa serta
evaluatif (Wardana, 2010). Menurut Cohen respon siswa terhadap penerapan self
(1971), kemampuan berpikir tingkat tinggi assessment dan keterampilan berpikir
dibagi menjadi empat aspek kelompok, tingkat tinggi.
yaitu: mengambil keputusan, pemecahan
masalah, berpikir kritis, dan berpikir kreatif. METODE PENELITIAN
Dari empat aspek kelompok tersebut
Penelitian ini merupakan penelitian
dijabarkan lagi ke dalam sepuluh indikator,
deskriptif yang bertujuan untuk dapat
yaitu 1) mengambil keputusan, 2) identifikasi
menggambarkan dan menerangkan suatu
masalah, 3) analisis, 4) mengusulkan solusi,
gejala atau data yang diperoleh di lapangan
5) kesimpulan, 6) evaluasi, 7) prediksi, 8)
(Sukardi, 2008). Metode yang digunakan
Meiriza Ardiana* dan Sudarmin, Penerapan Self Assessment Untuk …. 1461
dalam penelitian ini yaitu metode gabungan lembar observasi oleh 3 observer meng-
(mix methods) antara penelitian kualitatif gunakan reliabilitas (Mardapi, 2012). Hasil
dan kuantitatif dengan desain penelitian observasi dari setiap indikator dikategorikan
dominant-less dominant design (Creswell, berdasarkan kriteria tingkat capaian yang
1994). Penelitian dengan menggunakan telah ditentukan kemudian dilakukan analisis
metode gabungan ini bertujuan untuk saling secara deskriptif.
melengkapi gambaran hasil observasi
mengenai fenomena yang diteliti dan untuk HASIL DAN PEMBAHASAN
memperkuat analisis penelitian. Subyek
Data yang didapatkan dari hasil
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa
observasi berupa jumlah skor dari masing-
kelas X kelas IPA 2 di suatu SMA N di
masing indikator keterampilan berpikir
Ungaran yang terdistribusi ke dalam satu
tingkat tinggi. Hasil observasi menunjukkan
kelas dengan jumlah siswa sebanyak 40
rentang tingkat capaian kurang baik hingga
orang yang terdiri dari 14 siswa laki-laki dan
baik. Tidak terdapat indikator yang
26 siswa perempuan. Teknik pengambilan
mendapatkan tingkat capaian sangat baik
subyek penelitian ini menggunakan
maupun sangat kurang baik. Hasil observasi
purposisve sampling yaitu mengambil
dari 3 observer didapatkan nilai reliabilitas
sampel pada populasi berdasarkan suatu
0,93. Hasil tersebut menunjukkan hasil
kriteria tertentu. Teknik pengumpulan data
observasi dapat dipakai karena
dilakukan dengan cara observasi,
reliabilitasnya termasuk kategori sangat
wawancara, dokumentasi, dan triangulasi/
baik. Setelah dilakukan analisis data
gabungan (Sugiyono, 2012). Instrumen yang
didapatkan data total skor dan kategori dari
digunakan dalam penelitian ini antara lain
setiap indikator keterampilan berpikir tingkat
instrumen soal beserta rubrik penilaian,
tinggi yang ditunjukkan Tabel 1.
lembar observasi, angket, dan pedoman
wawancara. Siswa yang telah mempelajari
Tabel 1. Hasil observasi jumlah skor setiap
materi kimia redoks untuk kelas X,
indikator HOTS
mengerjakan
Total Tingkat
instrumen soal yang Aspek HOTS Indikator HOTS
Skor Capaian
telah melalui validasi Mengambil Keputusan Mengambil Keputusan 88 Baik
Pemecahan Masalah Identifikasi masalah 75 Kurang Baik
dan disesuaikan Analisis 96 Baik
dengan indikator Mengusulkan solusi 99 Baik
Kesimpulan 78 Kurang Baik
keterampilan berpikir
Berpikir Kritis Mengevaluasi 76 Kurang Baik
tingkat tinggi. Hasil Memprediksi 74 Kurang Baik
kerja siswa dianalisis Berpikir deduktif 65 Kurang Baik
Berpikir induktif 59 Kurang Baik
oleh 3 observer. Data Berpikir Kreatif Berpikir kreatif 68 Kurang Baik
yang didapat dianalisis secara kuantitatif Hasil yang didapatkan bervariasi
untuk selanjutnya dideskripsikan secara pada setiap indikator. Tiga dari sepuluh
kualitatif. Analisis secara kuantitatif untuk indikator yang terdapat dalam penelitian ini
1462 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1459-1467
kurang baik, dan yang termasuk dalam Tabel 9. Hasil observasi indikator berpikir
kategori sangat kurang baik juga tidak deduktif
sedikit. Hasil observasi pada siswa yang
Kategori Total Siswa
masih belum baik dalam dalam keterampilan Sangat Baik 0
berpikir mengevaluasi memerlukan adanya Baik 4
Kurang Baik 17
perhatian lebih terhadap pengembangan Sangat Kurang Baik 19
keterampilan berpikir tersebut. Jumlah 40
siswa masih sangat kurang. Hasil pada siswa yang masuk dalam kategori sangat
indikator berpikir induktif ini merupakan hasil kurang baik. Hasil tersebut menjelaskan
terendah dibandingkan 9 indikator lainnya. bahwa keterampilan berpikir kreatif pada
Sehingga sangat diperlukan adanya siswa masih jauh dari baik. Sehingga
pengembangan terhadap keterampilan diperlukan adanya pengembangan terhadap
berpikir induktif ini, mengingat seluruh siswa keterampilan berpikir kreatif pada siswa.
dalam subyek penelitian ini belum ada yang Salah satu cara untuk meningkatkan
memiliki keterampilan baik dalam berpikir kemampuan berpikir kreatif siswa yaitu
induktif. melalui pengajuan masalah (Siswono,
Empat indikator pada aspek berpikir 2005).
kritis mendapatkan hasil tingkat capaian Analis data selain dikategorikan
kurang baik. Keterampilan berpikir kritis pada setiap indikator juga dikategorikan
pada siswa dinilai sangat penting karena berdasarkan aspek keterampilan berpikir
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. tingkat tinggi. Hasil analisis data yang
Keterampilan berpikir kritis perlu dikuasai dikategorikan berdasarkan aspek kelompok
oleh semua orang karena dapat digunakan ditunjukkan pada Tabel 12.
untuk melindungi diri sendiri dan orang lain
untuk pengambilan keputusan yang Tabel 12. Jumlah skor setiap aspek
bijaksana dalam kehidupan sehari-hari. Total
Indikator Tingkat Capaian
Skor
(Liliasari, 2009)
Mengambil 88 Baik
Hasil observasi yang didapatkan Keputusan
untuk indikator berpikir kreatif dijabarkan Pemecahan 87 Baik
Masalah
pada Tabel 11. Pada indikator ini didapatkan
Berpikir Kritis 68,5 Kurang Baik
hasil observasi masih kurang dalam Berpikir Kreatif 68 Kurang Baik
keterampilan berpikir kreatif.
Tabel 12 menunjukkan bahwa
Tabel 11. Hasil observasi indikator berpikir tingkat capaian dari empat aspek
kreatif
keterampilan berpikir tingkat tinggi tersebut
Kategori Total Siswa
Sangat Baik 0 belum menunjukkan hasil yang memuaskan,
Baik 4 terdapat dua aspek yang tingkat capaiannya
Kurang Baik 20
Sangat Kurang Baik 16 kurang baik. Untuk aspek mengambil
Jumlah 40 keputusan dan pemecahan masalah muncul
hasil yang lebih baik daripada aspek berpikir
Tabel 11 menunjukkan bahwa
kritis dan berpikir kreatif. Indikator yang
hanya sedikit siswa yang masuk dalam
terdapat pada aspek berpikir kritis, yaitu
kategori baik, sedangkan untuk kategori
evaluasi, prediksi, berpikir deduktif, dan
sangat baik tidak ada siswa yang mewakili.
berpikir induktif, serta aspek berpikir kreatif
Separuh dari jumlah siswa masuk dalam
perlu mendapat perhatian lebih untuk
kategori kurang baik, serta tidak sedikit
dikembangkan. Meskipun aspek pemecahan
1466 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1459-1467
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar
kimia antara siswa yang diberi model pembelajaran ASSURE dengan metode Problem Solving
dan metode yang biasa digunakan oleh guru pengampu dan apabila ada perbedaan, hasil
belajar manakah yang lebih baik diantara keduanya. Sampel diambil dengan teknik cluster
random sampling, diperoleh kelas eksperimen XI IPA 1 sebanyak 30 siswa dan kelas kontrol XI
IPA 2 sebanyak 30 siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode
dokumentasi, observasi, dan tes. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kelas eksperimen
83,26 dan kelas kontrol 75,1. Hasil uji perbedaan dua rata-rata dua pihak menunjukkan ada
perbedaan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Sedangkan uji perbedaan dua rata-
rata menunjukkan kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada perbedaan pada hasil belajar kimia di antara siswa yang diberi model pembelajaran
ASSURE dengan metode Problem Solving dengan metode yang biasa digunakan oleh guru.
Hasil belajar kimia dan keterampilan berpikir kritis pada siswa yang diberi model pembelajaran
ASSURE dengan metode Problem Solving terbukti lebih baik daripada hasil belajar kimia siswa
yang diberi metode yang biasa digunakan oleh guru.
ABSTRACT
This study aims to determine whether there are differences in learning outcomes in
chemistry among students by learning model ASSURE Problem Solving method and the
method usually used by teachers and if there are differences, Which better learning outcomes
between the two. Samples were taken at random cluster sampling technique, obtained grade XI
Science 1 amounted to 30 students as an experimental class 2 and class XI science class
numbered 30 students as control. Data collection method used is the documentation,
observation and tests. The results showed the average value of the experimental class and
control class 83.26 75.1. Test results on the average difference between the two classes, shows
that there are differences between the experimental class with the control class. While the
difference in the two trials showed that the average of the experimental class is better than the
control class. The results showed that there are differences in the chemistry learning outcomes
among students who were given learning model ASSURE Problem Solving method with the
method used by the teacher. Results subjects studied chemistry and critical thinking skills in
students who were given learning model ASSURE Problem Solving method proved to be better
than the results of studying chemistry students who were given the method used by the teacher.
PENDAHULUAN
digunakan. Kualitas pembelajaran yang
Keberhasilan proses pembelajaran optimal memerlukan srategi dan metode
ditentukan oleh banyak faktor antara lain pembelajaran yang tepat dan efektif karena
siswa, guru, sarana prasarana, kurikulum, metode yang kurang tepat akan berdampak
model dan metode pembelajaran yang pada siswa, diantaranya akan menimbulkan
Widia Maya Sari* dan Endang Susiloningsih, Penerapan Model Assure dengan …. 1469
rasa bosan, pelajaran yang monoton, dan aktivitas belajar yang efektif. Hal tersebut
susah memahami materi yang disampaikan sependapat dengan Michael, et al., yang
guru. Ketidaknyamanan siswa mengikuti dikutip oleh Pribadi (2011) bahwa desain
pelajaran mengakibatkan siswa cenderung pembelajaran ASSURE dirancang dan
pasif sehingga keterampilan berpikir kritis dikembangkan untuk menciptakan aktivitas
siswa menjadi rendah dan hasil belajarnya pembelajaran yang efektif dan efisien.
pun kurang maksimal. Angela (2011) menerangkan bahwa model
Kendala dalam pembelajaran kimia pembelajaran ASSURE ini merupakan suatu
adalah metode pembelajaran yang model pembelajaran yang logis dan
dilaksanakan guru yang menyebabkan sederhana. Hal ini disebabkan karena model
rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa ASSURE adalah sebuah model pelajaran
dalam pembelajaran kimia. Metode yang dirancang dengan baik dimulai dengan
pembelajaran yang diterapkan oleh guru menangkap perhatian siswa, menyatakan
sebenarnya sudah baik, tetapi dalam tujuan yang harus dipenuhi, menyajikan
pelaksanaannya metode tersebut kurang materi, melibatkan siswa dalam
dikemas secara baik dan kurang bervariasi, pembelajaran, menilai pemahaman siswa,
sehingga siswa merasa bosan dan kurang menyediakan umpan balik dan akhirnya
tertarik mengikuti pembelajaran. melakukan evaluasi.
Pribadi (2011) dalam bukunya Menurut Fitriyanto, et al., (2012)
menjelaskan bahwa model pembelajaran metode pembelajaran problem solving
ASSURE memiliki kepanjangan Analyze adalah penggunaan metode dalam kegiatan
lerner characteristics, State performance pembelajaran dengan jalan melatih siswa
objectives, Select methods, media, and menghadapi berbagai masalah baik itu
materials, Utilize materials, Require learner masalah pribadi atau perorangan maupun
participation, Evaluate and revise. Dali masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri
(2011) mengemukakan bahwa Model atau secara bersama-sama. Tugas guru
ASSURE mempunyai asas yang sangat dalam metode Problem Solving adalah
kukuh untuk membangunkan courseware memberikan kasus atau masalah kepada
pembelajaran. Berdasarkan kajian-kajian peserta didik untuk dipecahkan. Kegiatan
lepas, model ini bukan sekedar memberi peserta didik dalam Problem Solving
panduan kepada guru dalam pengajaran dilakukan melalui prosedur: (1)
dan pembelajaran setiap ciri yang mengidentifikasi penyebab masalah; (2)
terkandung dalam ASSURE boleh mengkaji teori untuk mengatasi masalah
mengubah persepsi pelajar terhadap proses atau menemukan solusi; (3) memilih dan
pengajaran dan pembelajaran yang menetapkan solusi yang paling tepat; (4)
dianggap membosankan. menyusun prosedur mengatasi masalah
Khasanah (2012) menyatakan berdasarkan teori yang telah dikaji.
model ASSURE merupakan model Penggunaan indikator keterampilan
pembelajaran yang menciptakan sebuah berpikir kritis pada penelitian ini adalah
1470 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1468-1477
indikator berpikir kritis dari Ennis (2006). dan metode yang biasa digunakan oleh guru
Dyastuti (2013) menyatakan bahwa pengampu tersebut.
kemampuan berpikir siswa dapat
dikembangkan menggunakan model METODE PENELITIAN
Creative Problem Solving. Indikator
Penelitian ini dilaksanakan di suatu
kemampuan berpikir kritis yang digunakan
SMA di Semarang pada materi buffer.
adalah bertanya dan menjawab pertanyaan
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa
yang membutuhkan penjelasan, melakukan
kelas XI IPA tahun pelajaran 2013/2014.
deduksi, membuat nilai keputusan,
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan
memutuskan suatu tindakan (Ennis, 1996).
menggunakan teknik cluster random
Indikator berpikir kritis yang dipakai pada
sampling yang merupakan teknik
penelitian ini adalah (1) mencari jawaban
pengambilan sampel dimana populasi
yang jelas dari setiap pertanyaan, (2)
dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok
mencari alasan, (3) mencari alternatif
atau cluster, kemudian kelompok yang
pemecahan masalah, (4) mencari
diperlukan diambil secara acak. Dalam
penjelasan sebanyak mungkin. Afrizo (2012)
penelitian ini diambil dua kelas anggota
menyatakan bahwa metode Problem
populasi sebagai sampel, yaitu kelas XI IPA
Solving dapat menumbuhkan keterampilan
1 sebagai kelas eksperimen menggunakan
berpikir kritis siswa.
model pembelajaran ASSURE dengan
Permasalahan dalam penelitian ini
metode Problem Solving dan kelas XI IPA 2
adalah apakah terdapat perbedaan hasil
metode yang biasa digunakan oleh guru
belajar kimia antara siswa yang diberi model
pengampu sebagai kelas kontrol.
pembelajaran ASSURE dengan metode
Variabel bebas dalam penelitian ini
Problem Solving dan metode yang biasa
ialah pembelajaran dengan variasi
digunakan oleh guru pengampu? Apabila
perlakuan model pembelajaran ASSURE
terdapat perbedaan, manakah yang lebih
dengan metode Problem Solving dan
baik antara siswa yang diberi model
metode yang biasa digunakan oleh guru
pembelajaran ASSURE dengan metode
pengampu. Variabel terikat dalam penelitian
Problem Solving dan metode yang biasa
ini ialah hasil belajar siswa. Data hasil
digunakan oleh guru pengampu tersebut?
belajar diperoleh melalui tes tertulis di akhir
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui
proses pembelajaran. Variabel kontrol
perbedaan hasil belajar kimia antara siswa
dalam penelitian ini adalah kurikulum, guru
yang diberi model pembelajaran ASSURE
yang sama, materi, dan jumlah jam
dengan metode Problem Solving dan
pelajaran yang sama.
metode yang biasa digunakan oleh guru
Metode pengumpulan data
pengampu dan untuk mengetahui manakah
dilakukan dengan metode dokumentasi,
yang lebih baik model pembelajaran
metode observasi, dan metode tes. Analisis
ASSURE dengan metode Problem Solving
data penelitian ini menggunakan analisis
Widia Maya Sari* dan Endang Susiloningsih, Penerapan Model Assure dengan …. 1471
data tahap awal dan tahap akhir. Analisis ASSURE dengan metode Problem Solving
data tahap awal terdiri atas uji normalitas dan metode yang biasa digunakan oleh guru
dan uji homogenitas. Analisis data tahap pengampu. Siswa dibagi-bagi menjadi
akhir terdiri atas uji kesamaan dua varians, beberapa kelompok kecil dalam kelas
uji hipotesis, dan analisis deskriptif untuk eksperimen, sedangkan pada kelas kontrol,
data hasil belajar afekif dan psikomotorik. Uji siswa tidak dibagi dalam kelompok.
hipotesis ini terdiri atas uji perbedaan dua Pelaksanaan model pembelajaran
rata-rata dua pihak dan uji perbedaan dua ASSURE dengan metode Problem Solving
rata-rata satu pihak kanan. ini juga mengalami beberapa hambatan,
yaitu pada awal-awal diterapkan
HASIL DAN PEMBAHASAN pembelajaran, siswa kelas ekperimen
kurang aktif untuk bertanya atau
Keadaan awal populasi penelitian
berpendapat. Cara yang dilakukan untuk
diketahui dengan menggunakan analisis
mengatasi hambatan-hambatan tersebut
data tahap awal. Berdasarkan analisis tahap
adalah guru memotivasi siswa agar siswa
awal, semua anggota populasi penelitian
aktif berpartisipasi dalam pembelajaran
telah berdisribusi normal sehingga
(terutama pada saat presentasi hasil diskusi
memenuhi syarat dalam menentukan uji
kelas) karena dengan aktif menyampaikan
statistika yang digunakan yaitu
gagasan, pendapat, pertanyaan, atau
menggunakan uji statistik parametrik. Uji
sanggahan maka dapat meningkatkan
homogenitas populasi diperoleh hasil bahwa
keterampilan berpikir kritis mereka.
populasi memiliki homogenitas yang sama.
Kedua kelas diberi pembelajaran
Karena telah memiliki normalitas dan
yang berbeda, pada pertemuan terakhir
homogenitas yang sama, pengambilan
masing-masing kelas eksperimen diberikan
sampel dilakukan dengan teknik cluster
posttest untuk mendapatkan data nilai hasil
random sampling (Sugiyono, 2006). Oleh
belajar kognitif. Data nilai posttest tersebut
karena itu kondisi awal populasi diketahui
kemudian dilakukan uji kesamaan dua
dalam keadaan yang sama.
varians, uji perbedaan dua rata-rata dua
Penelitian dilaksanakan dengan
pihak dan uji hipotesis.
mengambil dua kelas populasi sebagai
Hasil Uji Kesamaan Dua Varians
kelas sampel, yaitu kelas XI IPA 1 sebagai
Data Post Test diperoleh Fhitung 1,17
kelas eksperimen dengan jumlah siswa 30
sedangkan Ftabel 2,10 sehingga dapat
dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol
diketahui perhitungan uji kesamaan dua
dengan jumlah siswa 30. Kedua kelas
varians baik kelas eksperimen maupun
kemudian diberi materi yang sama yaitu
kelas kontrol memiliki varians yang sama.
materi buffer tetapi dengan menggunakan
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kelas
metode pembelajaran yang berbeda.
eksperimen dan kelas kontrol mempunyai
Pembelajaran kelas eksperimen
tingkat varians yang sama dengan kata lain
menggunakan model pembelajaran
kedua kelas homogen.
1472 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1468-1477
digunakan oleh guru pengampu. Hal ini metode yang sama-sama baik untuk
disebabkan karena pada saat pembelajaran diterapkan pada pembelajaran.
dengan metode Problem Solving siswa lebih Hasil perhitungan uji kesamaan dua
aktif untuk berdiskusi dari pertanyaan yang varians diperoleh data kedua kelas memiliki
diberikan guru dan bertanya mengenai varians yang sama. Sedangkan pada uji
materi yang belum mereka pahami dari perbedaan dua rata-rata dua pihak diperoleh
pernyataan yang diberikan guru (Ristiasari, kesimpulan bahwa antara kelas eksperimen
2012). Selain itu metode Problem Solving dan kelas kontrol, keduanya memiliki
juga membuat siswa lebih termotivasi untuk perbedaan dan pada uji perbedaan rata-rata
menyelesaikan soal karena siswa merasa satu pihak kanan dapat ditarik simpulan
penasaran dan bersemangat untuk bahwa hasil belajar kognitif kelas
menemukan jawaban (Rahmawati, 2009). eksperimen lebih baik dari pada kelas
kontrol, dengan kata lain pembelajaran
Tabel 1. Proporsi nilai hasil posttest kelas
dengan menggunakan metode Problem
eksperimen dan kelas kontrol
Solving memberikan hasil
Kelas belajar kognitif yang lebih
Kriteria Kelas Kontrol
Eksperimen
baik dari pada
KKM 72 72 pembelajaran yang
Jumlah yang tuntas 25 dari 30 siswa 27 dari 30 siswa
jumlah yang tudak tuntas 5 dari 30 siswa 3 dari 30 siswa diberikan dengan
nilai maximal 86 100 menggunakan model yang
nilai minimal 52 66
S 7,84 8,46 biasa digunakan guru
2
S 61,40 71,58 pengampu khususnya pada
Rata-rata 75,1 83,26
pokok materi buffer.
Table 1 menunjukkan bahwa pada Rata-rata hasil belajar kelas
uji ketuntasan hasil belajar kognitif eksperimen maupun kelas kontrol sudah
menunjukkan bahwa kelas eksperimen mencapai batas ketuntasan minimum. Akan
sudah mencapai batas ketuntasan individu tetapi, kelas eksperimen jumlah siswa yang
dengan KKM 72 dan 27 dari 30 siswa telah tuntas, belajar lebih banyak dibanding kelas
mencapainya nialai KKM. Kelas kontrol kontrol. Siswa yang tuntas pada kelas
sudah mencapai batas ketuntasan individu eksperimen sebanyak 27. Sedangkan pada
dengan KKM 72 dan 25 dari 30 siswa telah kelas kontrol, siswa yang tuntas sebanyak
mencapainya, namun jumlah siswa yang 25. Selain berdasarkan analisis data
telah mencapai nilai KKM lebih banyak kela posttest diperoleh hasil yaitu adanya
eksperimen daripada kelas kontrol. Oleh perbedaan hasil belajar kognitif pada kelas
karena itu dapat disimpulkan bahwa metode eksperimen dan kelas kontrol. Rata-rata
Problem Solving lebih baik dari metode yang hasil belajar kognitif kelas eksperimen lebih
biasa digunakan oleh guru pengampu besar dari kelas kontrol yaitu masing-masing
meskipun kedua-duanya juga merupakan sebesar 83,27 dan 75,10 dapat dilihat pada
Gambar 1 .
1474 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1468-1477
masing-masing ditandai dengan kode P1, Bowen C.W. dan Bodner G.M., 2004,
Problem Solving Processesused By
P2, P3, P4, P5, P6 sedangkan kriteria
graduate Students While Solving
penilaian terbagi menjadi 5 bagian yaitu Tasks Inorganic Synthesis,
sangat baik, baik, cukup, kurang dan sangat Department of Chemistry, Purdue
University, International Journal of
kurang yang diwakili oleh kode A, B, C, D,
Science Education, Vol 13, Hal: 143-
E. Data selengkapnya terlihat pada Tabel 3. 158.
Widia Maya Sari* dan Endang Susiloningsih, Penerapan Model Assure dengan …. 1477
Dali, N., 2011, Rasional Ciri-Ciri Reka Megaw, A.E., 2001, Deconstructing the
Bentuk Instruksional Model Heinich, Molenda, Russella, and
ASSURE dalam Penggunan Smaldino Instructional Design
Courseware Pengajaran dan Model, Georgia, University of
Pembelajaran, Jurnal Penelitian Gergia.
Sultan Idris Education University,
Mulyatiningsih, E., 2011, Metode Penelitian
Vol 2, No 1, Hal: 1-8.
Terapan Bidang Pendidikan,
Dyastuti, 2013, Pembelajaran Creative Bandung: Alfabeta.
Problem Solving untuk Pribadi, B., 2011, Model ASSURE Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Mendesain Pembelajaran Sukses,
Kritis Siswa pada Pembelajaran Jakarta: Dian Rakyat.
Fisika Kelas XI IPA 6 MAN 3
Malang, Jurnal Penelitian Rahmawati, D., 2009, Kompetensi berpikir
Pendidikan Fisika, Vol 2, No 1, Hal: Kritis Dan Kreatif Dalam Pemecahan
1-12. Masalah Matematika di SMP Negeri
2 Malang, Jurnal Pendidikan
Ennis, H., 1996, The Critical Thinking Matematika, Vol 1, No 2, Hal: 1-8
Skills, Boston: Allyn dan Bacon.
Ristiasari, T., Priyono, B., dan Sukaesih, S.,
Fachrurazi, 2011, Penerapan Pembelajaran 20012, Model Pembelajaran
Berbasis Masalah untuk Problem Solving Dengan Mind
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Mapping Terhadap Kemampuan
Kritis dan Komunikasi Matematis Berpikir Kritis Siswa, Unnes
Siswa Sekolah Dasar, Jurnal Journal of Biology Education, Vol
Penelitian Pendidikan, Vol 1, No 2, 1, No 3, Hal: 1-8.
Hal: 76-89.
Sarwi dan Liliasari, 2009, Penerapan
Fitriyanto. F., Nurhayati. S., dan Saptorini, Strategi Kooperatif dan
2012, Penerapan Model Pemecahan Masalah pada Konsep
Pembelajaran Problem Solving Gelombang pntuk
Pada Materi Larutan Penyangga Mengembangkan Keterampilan
Dan Hidrolisis, Chemistry In Berfikir Kritis, Jurnal Pendidikan
Education, Vol 1, No 1, Hal: 1-5 Fisika Indonesia, Vol 5, No 2, Hal:
Hamdani, 2011, Strategi Belajar Mengajar, 90-95
Bandung: Pustaka Setia. Sugiyono, 2006, Statistika untuk Penelitian,
Khasanah, D.I.N., 2012, Penerapan Desain Bandung: Alfabeta.
Sistem Pembelajaran ASSURE
untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Memukul Bola dalam Permainan
Kasti pada Siswa Kelas IV SD
Negeri Purworejo Kecamatan
Banjarsari Surakarta Tahun
Pelajaran 2011/2012, Jurnal
Mahasiswa Pendidikan Jasmani
Kesehatan Dan Rekreasi, Vol 1,
No 1, Hal: 1-17.
1478 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1478-1486
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif
tipe CIRC dengan evaluasi pada produk berbasis Chemo-Entrepreneurship pada materi sistem
koloid dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dan apakah model tersebut efektif
diterapkan. Populasi penelitian ini adalah kelas XI IPA suatu sekolah menengah atas di
Magelang tahun ajaran 2013/2014. Sampel pada penelitian ini adalah kelas XI IPA 1 sebagai
kelas eksperimen dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol, teknik sampling dilakukan dengan
subjek sampel. Rata-rata hasil belajar pada kelas eksperimen 79,28 dan kelas kontrol sebesar
71,10. Uji ketuntasan belajar menunjukan bahwa kelas eksperimen telah mencapai ketuntasan
belajar (baik individual maupun klasikal) sedangkan kelas kontrol belum mencapai ketuntasan
klasikal. Hasil dari uji perbedaan rata-rata pada dua kelas menunjukan adanya perbedaan
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Nilai t-hitung hasil posttest menunjukan 3,948
sementara pada t-kritis 1,998. Uji pada perbedaan rata-rata dua kelas menunjukan terdapat
perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji perbedaan rata-rata satu
pihak (pihak kanan) menunjukan bahwa nilai t-hitung adalah 3,95, sementara t-kritis adalah
1,998 sehingga bisa disimpulkan bahwa hasil belajar peserta didik kelas eksperimen lebih baik
dibandingkan kelas kontrol.
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine whether the type of cooperative learning
model CIRC with the evaluation based products Chemo-Entrepreneurship on the material
colloidal systems can improve student learning outcomes and whether the model is effectively
applied. The study population was a class XI IPA a high school in Magelang academic year
2013/2014. Samples in this research is class XI IPA 1 as an experimental class and class XI
IPA 2 as the control class, sampling techniques performed with the subject sample. The
average learning outcomes in experimental class and control class 79.28 for 71.10. Test
completeness study showed that the experimental class have achieved mastery learning (either
individually or classical) while the control group had not reached the classical completeness.
Results of the test the average difference in the two classes shows the difference between the
experimental class and control class. Value t-test results showed 3.948 posttest while on t-
critical 1,998. Test on the difference in average there are two classes showed an average
difference between the experimental class and control class. Test average difference one side
(right side) shows that the value of t-test was 3.95, while the t-critical was 1,998 so it can be
concluded that the results of the experimental class students learn better than the control class.
PENDAHULUAN
materi sistem koloid ini harus benar-benar
Sistem koloid merupakan salah satu dikuasai siswa, karena materinya dalam
materi yang harus dikuasai siswa kelas XI bentuk bacaan dan hafalan sering kali guru
IPA pada semester genap. Oleh karena itu menganggap bahwa materi sistem koloid ini
Siti Munawaroh* dan Subiyanto Hadi Saputro, Keefektifan Model Pembelajaran …. 1479
bisa dipelajari dengan mandiri oleh siswa, Pembelajaran kooperatif mempunyai banyak
sementara dari sudut pandang siswa, kimia tipe salah satunya yaitu CIRC (Cooperative
merupakan mata pelajaran yang rumit. Integrated Reading and Composition) .
Guru, kurikulum, siswa, sarana dan Model pembelajaran CIRC efektif
prasarana serta strategi atau model dapat meningkatkan keterampilan membaca
pengajaran adalah faktor yang mem- dan menulis (Durukan, 2011). Diharapkan
pengaruhi hasil belajar siswa (Sutikno, et al., dengan implementasi model ini juga dapat
2010). Faktor yang paling utama meningkatkan hasil belajar pada materi
menentukan apakah siswa akan berminat sistem koloid. Menurut Sasongko (2013)
dan termotivasi untuk belajar adalah faktor CIRC terdiri dari tiga unsur penting yaitu
dari guru sendiri (Aritonang, 2008). Guru kegiatan dasar terkait, pengajaran langsung,
sebagai fasilitator guru harus mampu pemahaman bacaan, seni berbahasa serta
merancang, metode, model dan pendekatan menulis terpadu. Model CIRC menuntut para
pembelajaran sehingga siswa bisa siswa bekerja dalam tim-tim yang heterogen.
termotivasi untuk belajar. Salah satu aspek penting dalam kegiatan
Dari sudut pandang guru, siswa pembelajaran adalah penilaian, jenis tehnik
mampu mempelajari materi koloid ini secara penilaian yang bisa diterapkan salah
mandiri sehingga pada praktek pembe- satunya adalah penilaian produk. Suwandi
lajaran materi sistem koloid ini menerapkan (2011) membagi pembuatan produk dalam
belajar mandiri dan hanya mengulas sekilas tiga tahap dan pada setiap tahap tersebut
materi sistem koloid ini, akibatnya hasil dilakukan penilaian, meliputi tahap per-
belajar siswa pada materi sistem koloid tidak siapan, tahap pembuatan produk (proses)
memuaskan (Fajri et al., 2012). Hal serupa dan tahap penilaian produk (appraisal).
terjadi di suatu sekolah menengah atas di Konsep pendekatan chemo-
Magelang, bahwa hasil belajar siswa pada entrepreneurship (CEP) adalah suatu
materi sistem koloid belum ada yang pendekatan pembelajaran kimia yang
mencapai nilai KKM yaitu 75. Nilai maksimal dikaitkan dengan obyek nyata sehingga
yang diperoleh siswa 73 sementara nilai memungkinkan siswa dapat mempelajari
minimal 33. proses pengolahan suatu bahan menjadi
Pembelajaran kooperatif berbasis produk yang bermanfaat, bernilai ekonomi
kontekstual learning bisa dijadikan alternatif dan menumbuhkan semangat berwirausaha
yang dilakukan oleh guru untuk mendong- (Supartono, et al., 2006).
krak hasil belajar siswa (Nurhayati, et al., Permasalahan yang dihadapi dalam
2013). Salah satu alternatif yang bisa dicoba penelitian ini adalah apakah model
adalah model pembelajaran kooperatif. pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi penilaian produk berbasis CEP efektif
belajar dengan sejumlah siswa sebagai digunakan dalam pembelajaran sistem
anggota kelompok kecil yang tingkat koloid serta dapat meningkatkan hasil
kemampuannya heterogen (Rasyid, 2012). belajar siswa. Sedangkan tujuan dari
1480 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1478-1486
penelitian ini adalah untuk mengetahui kooperatif tipe CIRC dengan penilaian
apakah model pembelajaran kooperatif tipe produk berbasis CEP pada kelas
CIRC dengan penilaian produk berbasis eksperimen, melaksanakan tes hasil belajar
CEP efektif digunakan dalam pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol,
materi sistem koloid dan untuk mengetahui menganalisis data hasil belajar dan yang
apakah model ini dapat meningkatkan hasil terakhir menyusun hasil penelitian.
belajar peserta didik pada materi sistem Metode pengumpulan data dilakukan
koloid. dengan metode tes, metode dokumentasi,
lembar observasi dan lembar angket.
METODE PENELITIAN
Metode tes digunakan untuk mengetahui
hasil belajar ranah kognitif. Adapun bentuk
Penelitian ini termasuk dalam jenis
soal tes yang digunakan adalah pilihan
penelitian eksperimen. Desain yang
ganda sebanyak 30 butir soal yang telah
digunakan dalam penelitian ini adalah
disusun sesuai dengan indikator, soal tes
pretest-posttest group design, yakni
yang digunakan antara kelas eksperimen
penelitian dengan melihat perbedaan pretest
dan kelas kontrol adalah sama. Lembar
dan posttest antara kelas eksperimen dan
observasi digunakan untuk mengetahui hasil
kelas kontrol. Desain penelitian disajikan
belajar ranah afektif dan psikomotor,
pada Tabel 1:
sedangkan lembar angket digunakan untuk
Tabel 1. Desain Penelitian Pretest-Posttest mengetahui respon siswa terhadap
Group Design
pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan
Kelas Pretest Perlakuan Posttest
I T1 A T2 penilaian produk berbasis CEP.
II T1 B T2
(Sugiyono, 2010 ). HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai ujian akhir semester gasal
Hasil penelitian pembelajaran
kedua kelas tersebut diuji normalitas,
kooperatif tipe CIRC dengan penilaian
homogenitas dan perbedaan dua rata-rata
produk berbasis CEP pada materi sistem
untuk mengetahui kondisi awal serta
koloid meliputi tiga ranah yakni hasil belajar
menentukan teknik analisis data apakah
ranah kognitif, hasil belajar ranah afektif
menggunakan statistik parametrik atau non
serta hasil belajar ranah psikomotorik.
parametrik, kemudian dilanjutkan menyusun
Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan
kisi-kisi tes, menyusun instrument tes uji
penlaian produk berbasis CEP dikatakan
coba berdasarkan kisi-kisi, uji coba soal
efektif bila hasil belajar kognitif siswa telah
instrument tes setelah itu hasil uji coba
mencapai ketuntasan individual dan
dianalisis data hasil ujicoba yang meliputi
ketuntasan klasikal tercapai.
validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan
Hasil uji ketuntasan belajar me-
daya beda soal, kemudian menentukan
nunjukan siswa kelas eksperimen telah
soal-soal yang sesuai kriteria, menyusun
mencapai ketuntasan belajar baik secara
rencana pelaksanaan pembelajaran
Siti Munawaroh* dan Subiyanto Hadi Saputro, Keefektifan Model Pembelajaran …. 1481
hasil rata-rata nilai setiap afektif pada kelas memperluas pengetahuan siswa melainkan
eksperimen dan kontrol disajikan pada juga meningkatkan keterampilan sosial dan
Gambar 2. rasa empati terhadap sesama siswa. Selain
kedua aspek tersebut se-cara deskriptif
aspek lainnya tidak
menunjukkan perbeda-an
namun bila dilihat secara
kuantitatif kelas eksperimen
masih lebih unggul
dibandingkan dengan kelas
kontrol. Kegiatan pembela-
jaran kooperatif juga dapat
meningkatkan aktivitas sis-
wa karena dalam
Gambar 2. Perbandingan rata-rata hasil pembelajaran ini siswa dituntut untuk aktif
belajar afektif kelas eksperimen
dan bekerjasama dengan anggota kelompok
dan kelas kontrol
supaya tujuan pembelajaran bisa tercapai.
Gambar 2 memperlihatkan rata-rata
Selain hasil belajar kognitif dan
nilai tiap aspek pada kelas eksperimen
afektif dalam penelitian ini juga melihat data
relatif sama dengan kelas kontrol, tetapi
hasil belajar psikomotorik, ranah psiko-
pada beberapa aspek rata-rata kelas
motorik dilihat saat pelaksanaan praktikum,
eksperimen lebih tinggi diandingkan kelas
praktikum yang dilakukan adalah untuk
kontrol secara deskriptif tidak ada
mengetahu sifat-sifat koloid dan cara
perbedaan yang terlihat antara kelas
pembuatan koloid, kegiatan praktikum ini
eksperimen dan kelas kontrol kecuali pada
dilakukan kelas eksperimen dan kelas
dua aspek yang pertama yaitu kehadiran
kontrol dengan panduan praktikum yang
dan kerjasama. Pada aspek kehadiran kelas
sama hal ini dilakukan untuk menghindari
eksperimen lebih unggul, karena siswa lebih
kesenjangan antara kelas eksperimen dan
tertarik belajar materi sistem koloid dengan
kelas kontrol. Penilaian ranah psikomotorik
model kooperatif tipe CIRC dengan
dilakukan dengan lembar observasi dengan
penilaian produk berbasis CEP sedangkan
rubrik penskoran, rentang skor dalam
pada aspek kerjasama kelas eksperimen
lembar psikomotorik 1 sampai dengan 4.
lebih unggul karena pada kegiatan pem-
Pengamatan dilakukan oleh dua orang
belajaran materi koloid selalu diterapkan
observer. Aspek penilaian meliputi delapan
model kooperatif sehingga siswa kelas
aspek yaitu: kemampuan siswa dalam
eksperimen lebih terbiasa untuk bekerja-
memimpin kelompok, dinamika kelompok,
sama secara kelompok, sesuai dengan
persipan alat, keterampilan menggunakan
pendapat Muijs dan David (2008) model
alat, kebersihan tempat, ketertiban dan
pembelajaran kooperatif tidak hanya
ketepatan waktu, hasil praktikum dan
Siti Munawaroh* dan Subiyanto Hadi Saputro, Keefektifan Model Pembelajaran …. 1483
pelaporan. Hasil analisis rerata nilai setiap Sukiastini, et al., (2013) pembelajaran model
aspek disajikan pada Gambar 3. kooperatif tipe CIRC tidak hanya memen-
tingkan aktivitas secara
individu tetapi juga
berkontribusi terhadap anggota
kelompok sehingga dapat
mengoptimalkan kerja
kelompok. Selain praktikum
pengamatan sifat-sifat koloid
kelas eksperimen juga
melakukan praktikum
pembuatan produk adapun
Gambar 3. Perbandingan rata-rata nilai
setiap aspek psikomotorik kelas produk yang dibuat selanjutnya dinilai
eksperimen dan kelas kontrol
dengan rubrik penilaian produk, jenis produk
Penilaian kegiatan praktikum meliputi yang dibuat disamakan yaitu berupa
keterampilan menggunakan alat, keteram- makanan, tujuan dari pembatasan produk
pilan mengamati, dan ketepatan waktu adalah untuk mempermudah penilaian
dalam menyelesaikan praktikum. Rata-rata sehingga rubrik yang digunakan juga sama.
nilai aspek keterampilan menggunakan alat Selain itu, produk yang dibuat juga harus
untuk kelas eksperimen lebih baik di- bernilai jual, sesuai dengan konsep
bandingkan dan kelas kontrol hal ini pendekatan chemo-entrepreneurship. Pem-
dikarenakan sebelum praktikum dimulai belajaran kimia yang unggul adalah suatu
untuk kelas eksperimen diberikan kesem- pembelajaran yang tidak membosankan,
0patan untuk mendiskusikan LKS praktikum meningkatkan motivasi dan dan jiwa
terlebih dahulu, analisis secara deskriptif entrepreneur (Sumarni, 2009).
kedua kelas berada di tingkatan yang sama Hasil analisis angket ini digunakan
pada seluruh aspek hal ini dikarenakan sebagai evaluasi terhadap penelitian yang
kedua kelas menggunakan panduan telah dilakukan. Angket memiliki tingkatan
praktikum yang sama, namun bila dilihat respon mulai dari sangat setuju, setuju, tidak
secara kuantitatif hasil belajar ranah setuju, dan sangat tidak setuju. Hasil angket
psikomotor kelas eksperimen lebih baik dari tanggapan siswa terhadap pembelajaran
kelas kontrol. Sesuai dengan hasil penelitian disajikan pada Gambar 4.
1484 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1478-1486
Hasil analisis data angket tang- belajar karena siswa dituntut menghasilkan
gapan siswa menunjukkan bahwa produk yang bernilai jual pada pembelajaran
penerapan model CIRC dengan penilaian materi sitem koloid. Selain itu, aktivitas
produk berbasis CEP baik untuk siswa juga meningkat, siswa lebih aktif
meningkatkan hasil belajar kognitif serta bertanya dan berpendapat dalam kegiatan
siswa memberi respon positif terhadap diskusi kelompok serta meningkatkan
pelaksanaan pembelajaran. Hal ini didukung kerjasama antar siswa. Sebanyak 30 siswa
oleh respon siswa sebanyak 18 siswa dari total 32 siswa tertarik dengan kegiatan
menyatakan sangat setuju dan 12 lainnya pembuatan produk berbasis CEP, karena
menyatakan setuju jadi 30 siswa menyukai selain meningkatkan pemahaman materi
model pembelajaran yang diterapkan. Hasil juga dapat meningkatkan keterampilan
penyebaran angket, siswa memilih sangat siswa.
setuju dan setuju terhadap pernyataan
bahwa siswa merasa terbantu dalam
memahami materi koloid dengan adanya SIMPULAN
penerapan model kooperatif tipe CIRC
Berdasarkan hasil analisis data
dengan penilaian produk berbasis CEP.
dapat disimpulkan bahwa model
Penilaian produk berbasis CEP juga
pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan
membuat siswa lebih termotivasi dalam
Siti Munawaroh* dan Subiyanto Hadi Saputro, Keefektifan Model Pembelajaran …. 1485
penilaian produk berbasis CEP efektif Rasyid, A., 2012, Pembelajaran Kooperatif
Dengan Tipe TGT dengan
digunakan pada pembelajaran sitem koloid
Menggunakan Media Kartu Kerja
dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa terhadap Hasil Belajar Siswa pada
Materi Pokok Ikatan Kimia di Kelas
sebesar 68%.
X SMA N 2 Binjai Tahun Pelajaran
2011/2012, Skripsi, Medan: FMIPA
Universitas Negeri Medan.
Sasongko, A., 2013, Eksperimentasi Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC
DAFTAR PUSTAKA (Cooperative Integrated Reading
and composition) dengan Alat
Peraga Materi Peluang pada Kelas
XI SMK Wongsorejo Gembong
Tahun 2011/2012, Ekuivalen-
Aritonang, K.T., 2008, Minat dan Motivasi Pendidikan Matematika, Vol 1, No 1,
dalam Meningkatkan Hasil Belajar Hal: 08-14.
Siswa, Jurnal Pendidikan Penabur,
Vol 10, No 7, Hal: 11-21. Setyaningrum, R.R., Moch, C., dan Mashuri,
2012, Keefektifan Model
Durukan, E., 2011, Effects of Cooperative Pembelajaran CIRC dan NHT
Integrated Reading And dengan Pemodelan Matematika
Composition (CIRC) Technique on dalam Menyelesaikan Soal Cerita
Reading-Writingskills, Educational Kelas VIII, Unnes Journal
Research and Reviews, Vol 6, No 1, Mathematic Education, Vol 1, No 2,
Hal: 102-109. Hal: 37-42.
Fadilah, A., Nurwachid, B.S., dan Kusoro, Sugiyono, 2010, Metode Penelitian
S., 2010, Pembelajaran Cooperative Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Integrated Reading And Kualitatif, dan R&D, Bandung:
Composition Didukung Penggunaan Penerbit Alfabeta.
Chemdiary Book, Chemistry in
Education, Vol 2, No 1, Hal: 68-73. Sukiastini, I.G.A.N.K, Sadia I.W., dan
Suastra I.W., 2013, Pengaruh Model
Fajri, L., Kus, S.M dan Agung, N.C.S., 2012, Pembelajaran Cooperative
Upaya Peningkatan Hasil Belajar Integrated Reading and Composition
dan Proses Belajar Koloid melalui terhadap Kemampuan Pemecahan
Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Masalah dan Berpikir Kreatif, Jurnal
(Team Games Tournament) Penelitian Pasca Undiksha, Vol 3,
Dilengkapi dengan Teka-Teki Silang No 1, Hal: 1-11.
Bagi Siswa Kelas XI IPA 4 SMA N 2
Boyolali pada Semester Genap Sumarni, W., 2009, Peningkatan Efektivitas
Tahun Ajaran 2011/2012, Jurnal Perkuliahan Kimia Dasar Melalui
Pendidikan Kimia (JPK),Vol 1, No 1, Pembelajaran Perorientasi
Hal: 89-96. Entrepreneurship (CEP)
Menggunakan Media
Muijs,D. dan David, R., 2008, Effective Chemoedutaintment (CET),
Teaching Teori dan Aplikasi Lembaran Ilmu Pendidikan, Vol 38,
(Terjemahan Soetjipto, H.P dan No 1, Hal: 53-58.
Soetjipto. S.M.), Yogyakarta:
Pustaka Belajar. Supartono, Nanik, W., dan Anita, H.S., 2009,
Kajian Prestasi Belajar Siswa SMA
Nurhayati, D., Subiyanti H.S dan S. Mantini, dengan Pendekatan Student Team
R.S., 2013, Pengaruh Model Achievment Divisions melalui
Pembelajaran Kooperatif Berbasis Pendekatan Chemo-
Contextual Teaching And Learning, Entrepreneurship, Jurnal Inovasi
Chemistry in Education, Vol 2, No 1, Pendidikan Kimia, Vol 3, No 1, Hal:
Hal: 2-6. 337-344.
1486 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1478-1486
ABSTRAK
Media smile-flash merupakan media yang di dalamnya terdapat unsur simulasi, materi,
dan lagu. Dengan menyisipkan lagu dalam pembelajaran, proses pembelajaran akan lebih
menyenangkan sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa. Penelitian ini
bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh penggunaan media tersebut pada peningkatan
pemahaman konsep, dan (2) mengetahui respon siswa terhadap menggunakan media tersebut
dalam pembelajaran. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (R&D) dengan subjek
penelitan adalah siswa kelas XI IPA di sebuah sekolah di Magelang. Objek penelitian adalah
media smile-flash dengan pendekatan chemo-edutainment pada materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan. Tahap pengembangan media smile-flash dengan pendekatan chemo-edutainment
dilakukan dengan: (1) pendefinisian, (2) perancangan, dan (3) pengembangan. Instrumen
penelitian berupa angket validasi, angket respon siswa dan soal-soal peningkatan pemahaman
konsep. Media dinyatakan layak ditinjau dari aspek materi, media, dan bahasa dengan
persentase rata-rata sebesar 82,5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) penggunaan
media berpengaruh positif terhadap pemahaman konsep siswa, terbukti thitung (12,24) lebih
besar dari tkritis (2,05) dan (2) pembelajaran menggunakan media smile-flash dengan
pendekatan chemo-edutainment mendapatkan respon positif dari siswa.
ABSTRACT
Semua pihak yang bersangkutan seperti kembali materi-materi yang telah didapatkan
objek, subjek, dan fasilitator memiliki pada proses pembelajaran.
peranan penting dalam perbaikan kualitas Konsep dalam materi kelarutan dan
pendidikan. Seorang guru tidak hanya hasil kali kelarutan merupakan konsep yang
dituntut untuk menguasai materi dalam sulit karena mensyaratkan beberapa konsep
kurikulum saja, tetapi juga harus memiliki seperti kesetimbangan kimia dan fisika,
kemampuan dalam mengelola pembelajaran hukum Le Chatelier, kimia larutan, dan
yang menarik, kreatif, inovatif, dan persamaan kimia (Onder, 2006).Banyak
menyenangkan bagi siswa. siswa yang merasa bingung dan sulit
Sebagai fasilitator, guru berperan mendalami materi yang diberikan guru,
dalam memberikan pelayanan untuk memu- meskipun siswa dapat menyelesaikan
dahkan siswa dalam proses pembelajaran berbagai macam solal hitungan pada
(Senjaya, 2008). Salah satu komponen kelarutan dan hasil kali kelarutan, tidak
penting dalam proses pembelajaran adalah menjamin siswa tersebut dapat memahami
media. Kurangnya media menjadi salah satu konsep-konsep yang ada (Raviolo, 2001).
dampak dari proses pembelajaran yang Akibatnya siswa cenderung malas untuk
berpusat pada guru, sehingga siswa tidak mencari informasi dari berbagai sumber
memiliki budaya untuk belajar mandiri. referensi. Untuk itu dibutuhkan sebuah
Seorang pendidik dituntut kreativitasnya media yang dapat membantu siswa dalam
untuk membuat media pembelajaran yang memahami konsep kelarutan dan hasil kali
inovatif dan menarik sesuai dengan kelarutan.
kebutuhan siswa. Selain itu media Media smile-flash merupakan
pembelajaran harus dipilih secara tepat media yang di dalamnya terdapat unsur
sesuai dengan tujuan pembelajaran agar simulasi, materi, dan lagu. Dengan menyi-
proses belajar mengajar dapat berjalan lebih sipkan lagu dalam pembelajaran, proses
efektif sehingga dapat membantu siswa pembelajaran akan lebih menyenangkan.
dalam memahami materi pada pembelajaran Seorang pendengar akan mengingat musik
(Miarso, 2007). dan lagu yang disukainya. (Stalinski dan
Pemahaman materi diartikan bukan Schellenberg, 2013). Dengan kata lain,
hanya mengetahui yang sifatnya, mengingat musik akan membantu seseorang untuk
saja, tetapi juga mampu mengungkapkan mengingat. Siswa akan lebih memahami
kembali dalam bentuk lain atau kata-katanya materi yang diberikan dengan menyisipkan
sendiri. Seseorang dikatakan menguasai simulasi visual dan musik. Animasi dan
konsep apabila dapat memahami makna simulasi akan lebih membantu siswa dalam
secara ilmiah baik teori maupun memahami bentuk molekul dalam kimia.
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari Media smile-flash dibuat menggunakan
(Dahar, 2003). Dengan memahami konsep, aplikasi macromedia flash pro 8. Media
siswa diharapkan dapat menyampaikan smile-flash digunakan sebagai perantara
atau pengantar pesan dari guru kepada
Yan Sandi Nurfitrasari * dan Woro Sumarni, Pengembangan Media Smile-Flash …. 1489
siswa untuk membantu siswa memahami dan (3) mengetahui respon siswa terhadap
konsep yang berkaitan dengan materi pembelajaran menggunakan media media
kelarutan dan hasil kali kelarutan. Media smile-flash berpendekatan CET.
smile-flash disajikan dengan pendekatan
chemo-edutainment. METODE PENELITIAN
Chemo-edutainment adalah sebuah
Penelitian ini merupakan penelitian
konsep pembelajaran kimia yang menarik
pengembangan (RdanD) dengan mengikuti
yang salah satunya dapat diwujudkan
desain Thiagarajan yang meliputi four D
melalui media pembelajaran (Harjono dan
models (4-D) yaitu pendefinisian, peren-
Harjito, 2010). Media pembelajaran ber-
canaan, pengembangan, dan penyebaran.
pendekatan Chemo-edutainment (CET)
Dalam penelitian ini hanya dilakukan dalam
adalah media yang menggabungkan unsur
tiga tahap yaitu sampai tahap pengem-
education (pendidikan) dan entertainment
bangan saja dengan pertimbangan bahwa
(hiburan). Edutainment bertujuan untuk
pada tahap pengembangan sudah
merangsang pikiran, perasaan, perhatian,
dihasilkan media yang baik.
dan kemauan belajar siswa dengan
Objek penelitian ini adalah media
melibatkan emosi melalui media visual
smile-flash berpendekatan chemo-
ataupun audio visual seperti video,
edutainment untuk materi kelarutan dan
computer, dan warna yang hidup.
hasil kali kelarutan. Alur kerja penelitian
Penggunaan media Chemo-edutainment di
dapat dilihat pada skema Gambar 1.
kalangan siswa dapat membantu untuk
belajar secara mandiri
maupun didalam kelas.
Rumusan masalah
pada penelitian ini adalah
mengetahui kelayakan media
smile-flash berpendekatan
CET, mengetahui pengaruh
media terhadap peningkatan
pemahaman konsep siswa,
dan mengetahui respon siswa
terhadap penggunaan media
smile-flash berpendekatan
CET. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk; (1) mengetahui
Gambar 1. Bagan Alur Kerja Penelitian
kelayakan media smile-flash berpendekatan
CET, (2) mengetahui pengaruhnya terhadap
pening-katan pemahaman konsep siswa,
1490 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1487-1495
Uji kelayakan media dilakukan oleh respon siswa terhadap media mencapai
ahli materi, ahli media, dan ahli bahasa. kategori minimal baik atau layak dengan
Instrumen validasi menggunakan isian persentase minimal sebesar 76%.
angket yang diwujudkan dalam hitungan
persentase kelayakan. Uji coba skala kecil HASIL DAN PEMBAHASAN
dilakukan untuk mengetahui tanggapan
Produk yang dihasilkan yaitu berupa
siswa terhadap media smile-flash
media smile-flash berpendekatan chemo-
berpendekatan CET. Subjek pada uji coba
edutainment untuk materi kelarutan dan
skala kecil adalah siswa kelas XII IPA yang
hasil kali kelarutan. Media smile-flash
pernah mendapatkan materi kelarutan dan
berpendekatan chemo-edutainment berisi
hasil kali kelarutan sebanyak 10 siswa. Uji
simulasi, materi, dan lagu yang dikemas
coba skala besar dilakukan untuk
dalam sebuah media yang disajkan dengan
mengetahui efektivitas penggunaan media
pendekatan chemo-edutainment. Konsep
terhadap peningkatan pemahaman konsep
Chemo-edutainment dalam media
siswa dan mendapatkan respon siswa
pembelajaran untuk siswa perlu diwujudkan
terhadap penggunaan media smile-flash
dalam bentuk media pembelajaran yang
berpendekatan CET dalam proses
inovatif dan menarik. Tampilan awal media
pembelajaran. Analisis peningkatan
smile-flash berpendekatan chemo-
pemahaman konsep siswa dilakukan
edutainment disajikan pada Gambar 2.
menggunakan uji t. Subjek uji coba skala
besar adalah siswa
kelas XI IPA
sebanyak satu kelas.
Instrumen
pengumpulan data
pada penelitian ini
berupa lembar
validasi, soal
pemahaman konsep,
dan angket respon
siswa. Data hasil
validasi dan respon
dianalisis
menggunakan teknik
analisis deskriptif
persentase
(Arikunto, 2010). Media smile-flash
Gambar 2. Tampilan awal media smile-flash
berpendekatan CET dinyatakan layak berpendekatan chemo-
edutainment
apabila hasil validasi oleh para ahli, dan
Yan Sandi Nurfitrasari * dan Woro Sumarni, Pengembangan Media Smile-Flash …. 1491
Produk berupa media smile-flash terhadap media pada angket validasi yang
yang dihasilkan, diuji kelayakannya melalui telah disediakan. Komentar dan saran dari
validasi oleh para ahli. Validator terdiri dari validator dijadikan bahan perbaikan
ahli materi, media, dan bahasa. Validasi sebelum digunakan pada uji coba skala kecil
dilakukan dengan memberikan penilaian dalam Tabel 1.
Tabel 2.. Respon siswa terhadap media smile-flash berpendekatan chemo-edutainment pada uji
coba skala kecil
Aspek yang diuji Skor NP (%) Kriteria
Pemahaman materi kelarutan dan hasil kali
31 77.5 Baik
kelarutan pada media smile-flash
Penggunaan bahasa pada media smile-flash 27 67.5 Cukup
Kemudahan pengoperasian media smile-flash 30 75 Cukup
Tampilan media smile-flash 32 80 Baik
Visualisasi konsep-konsep yang bersifat abstrak 32 80 Baik
Respon terhadap lagu kimia pada media smile-flash 35 87.5 Sangat baik
Respon terhadap simulasi pada media smile-flash 37 92.5 Sangat baik
Kemenarikan penyajian media smile-flash 38 95 Sangat baik
Jumlah 81.75
Hasil uji coba skala kecil dari 8 kedua aspek sehingga dilakukan revisi
aspek, 6 aspek menunjukkan kriteria baik sebelum digunakan untuk uji coba skala
dan sangat baik. Adanya kekurangan pada besar. Adapun komentar dari siswa
aspek penggunaan bahasa dan kemudahan terhadap media smile-flashditujukkan pada
pengoperasian yang ditunjukkan dari Tabel 3.
persentase rata-rata respon siswa pada
Onder, I., dan Geban, O. 2006. The effect of Senjaya, W. 2008. Strategi pembelajaran
conceptual change text oriented berorientasi standar proses
instruction on students pendidikan. Jakarta: Kencana
undersatanding of the solubility Prenada Media Group.
equilibrium concept. Journal of
Silberberg, M. S. 2009. Chemistry: The
Education. 30: 166-173
molecular nature of matter and
Prasetya, A.T., Priatmoko, S., dan change fifth edition. New York:
Miftakhudin. 2008. Pengaruh McGraw-Hill Companies
penggunaan media pembelajaran
Stalinski, S. M., dan Schellenberg, E. G.
berbasis computer dengan
2013. Listeners remember music
pendekatan chemo-edutainment
they like. Journal of Experimental
terhadap hasil belajar kimia SMA.
Psychology: Learning, Memory,
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia.
and Cognition.3(39).700-716.
2.(2).287-293
Viajayani, E.R., Radiyono, Y., dan Rahardjo,
Raviolo, A. 2001. Assesing students
D.T. 2013. Pengembangan media
conceptual understanding of
pembelajaran fisika menggunakan
solubility equilibrium. Journal of
macromedia flash pro 8 pada pokok
Chemical Education. 78(5):629-631.
bahasan suhu dan kalor. Jurnal
Pendidikan Fisika. 1(1):144-155.
1496 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1496 -1505
ABSTRAK
ABSTRACT
pikir, potensi dan minat siswa (Retnowati, ketergantungan atas kesendirian melalui
2012). Pembelajaran di kelas berlangsung berbagai mode berpikir dan saling tukar
kurang optimal apabila hanya terjadi pendapat. Proses diskusi menjadikan siswa
komunikasi satu arah, yakni dari guru sebagai analisator yang baik (Miri, et.al,
kepada siswa (Tecaher Centered 2007). Model PLTL memberikan penga-
Learning). Komunikasi satu arah meng- laman belajar kepada siswa dan guru
akibatkan siswa kurang terlibat dalam dalam kelas dan menghasilkan peningkatan
proses pembelajaran sehingga segala nilai hasil belajar (Keiler & Mills, 2012).
potensi yang dimiliki oleh siswa tidak dapat Penelitian Wahyuni & Kristia-
dikembangkan secara maksimal. ningrum (2008) menyatakan sebagian
Mata pelajaran kimia termasuk besar siswa menganggap bahwa kimia
mata pelajaran yang dekat dengan merupakan pelajaran yang sulit dan siswa
lingkungan sekitar serta sangat erat kurang terlibat aktif dalam proses
hubunganya dengan kehidupan sehari-hari. pembelajaran kimia. Hasil observasi yang
Ilmu kimia telah banyak memberikan dilakukan di salah satu sekolah menengah
manfaat dalam kehidupan, mulai dari atas di kota Semarang yang masuk dalam
makanan, tekstil, kosmetik, hingga berbagai kategori baik dengan akreditasi A,
alat transportasi. Salah satu pokok materi ditemukan bahwa sekitar 50% siswa masih
kimia yang aplikasinya erat sekali dalam harus mengikuti tes remedial. Keadaan ini
kehidupan sehari-hari adalah materi buffer mengidentifikasikan perlunya model pem-
dan hidrolisis. Guru hanya mengajarkan belajaran yang tepat untuk menghasilkan
konsep-konsep dan hafalan rumus melalui partisipasi dan tingkat pemahaman yang
ceramah sehingga terasa membosankan lebih pada siswa. LKS berbasis inkuiri
bagi siswa. menekankan pada pendekatan siswa
Penggunaan model pembelajaran dalam mencari pemahaman kimia yang
peer-led team learning (PLTL) berbantuan menitikberatkan pada aktivitas pemberian
lembar kerja siswa (LKS) berbasis inkuiri pengalaman belajar, ekplorasi pengeta-
diharapkan dapat memberikan variasi huan, serta mencari tahu jawaban atas
model pembelajaran yang dapat me- pertanyaan ilmiah yang diajukan siswa.
ningkatkan partisipasi aktif siswa dan Inovasi model pembelajaran ini selaras
pemahaman terhadap materi ajar kimia. dengan visi Indonesia dalam menyongsong
Strategi pembelajaran dapat diartikan globalisasi. Hasil penelitian yang dilakukan
sebagai cara khusus dan urut sehingga oleh Barthlow (2011) menunjukan bahwa
pembelajaran menjadi runtut dan dapat inkuiri terbimbing dapat membantu siswa
mencapai tujuan yang ditetapkan (Widodo untuk mempresentasikan fenomena kimia
2011). PLTL berusaha merangkum banyak yang bersifat makroskopis ke dalam
aspek dalam proses penemuan ilmiah simbolis, misalnya sifat larutan buffer yang
(scientific discovery) melalui praktikum dan tidak dapat diamati secara kasat mata
diskusi, sehingga mengatasi berbagai dapat diketahui dengan menghitung pH
1498 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1496 -1505
hidrolisis. Desain yang digunakan dalam Peningkatan hasil belajar diukur dengan uji
penelitian ini adalah pretest and post-test t-test (Sugiyono, 2010). Data respon siswa
comparation group. Adapun desain pe- dianalisis secara deskriptif dengan tujuan
nelitiannya dapat dilihat dalam Gambar 1. mengetahui tanggapan siswa terhadap
model pembelajaran PLTL berbantuan
LKS berbasis inkuiri.
Tabel 1. Skor rerata aspek afektif Kategori partisipasi siswa meliputi aspek
Aspek Eksperimen 1 Eksperimen II Kontrol merumuskan pertanyaan, meng-
Partisipasi aktif 4,39 4,09 3,84 interpretasi pertanyaan, dan
Tanggung 4,27 4,14 4,12 mengerjakan soal-soal di depan
jawab
kelas. Kategori kreativitas siswa
Rasa ingin tahu 4,18 3,93 3,72
kedisiplinan 3,96 3,96 3,96 meliputi aspek memprediksi
masalah berdasarkan observasi
Berdasarkan Tabel 1 dapat di- teoritis, menganalisis permasalahan, dan
ketahui bahwa rerata aspek afektif yang menemukan alternatif lain solusi yang
memperoleh skor tertinggi pada kelas memungkinkan. Kategori kemampuan ber-
eksperimen I adalah kategori partisipasi komunikasi meliputi aspek memberikan
aktif, sedangkan aspek tanggung jawab argurmen, menyimpulkan materi, dan
memperoleh skor tertinggi pada kelas terampil dalam memberikan presentasi.
ekperimen II dan kontrol. Partisipasi aktif Hasil peniliaian ranah psikomotorik
mencapai skor tertinggi pada kelas kegiatan pembelajaran dari 3 kategori
eksperimen I dikarenakan penerapan tersebut disajikan dalam Tabel 2.
model PLTL berbantuan LKS berbasis
Tabel 2. Skor rerata aspek psikomotorik
inkuiri yang mengkondisikan siswa kegaiatan pembelajaran
berdiskusi dalam kelompok-
Aspek Eksperimen I Eksperimen II Kontrol
kelompok kecil yang dipandu Partisipasi siswa 4,19 3,94 3,79
oleh peer-leaders sehingga Kreativitas 4,5 3,84 3,45
Kemampuan 4,35 4,04 3,88
siswa merasa lebih leluasa berkomunikasi
dalam bertanya, mengemukakan pendapat,
Berdasarkan Tabel 2 dapat
dan berdiskusi dalam kelompok. Hal ini
diketahui bahwa skor rerata tertinggi pada
sesuai dari pendapat Fortier (2012) yang
kelas eksperimen I yaitu pada aspek
menyatakan bahwa peer-leaders mampu
kreativitas, sedangkan aspek kemampuan
membuat pembelajaran menjadi me-
berkomunikasi mencapai skor tertinggi
nyenangkan dan siswa aktif untuk
pada kelas eksperimen II dan kontrol.
berdiskusi tanpa merasa enggan dalam
Aspek kreativitas mencapai skor tertinggi
bertanya.
pada kelas eksperimen I karena dengan
Penilaian psikomotorik juga
model PLTL berbantuan LKS berbasis
dilakukan dengan menggunakan lembar
inkuri melatih siswa untuk memprediksi
observasi. Penilaian psikomotorik terbagi
permasalahan berdasarkan hasil obervasi
menjadi dua, yaitu psikomotorik pada
teoritis dan menemukan jawaban atas
kegiatan pembelajaran dan psikomotorik
pertanyaan yang mereka ajukan
pada saat praktikum. Ranah psikomotorik
berdasarkan hasil penyelidikan. Hal ini juga
kegiatan pembelajaran diukur dalam 3 kate-
selaras dengan pendapapat Praptiwi et al
gori, yaitu (1) partisipasi siswa, (2) kreati-
(2012) yang menyatakan pembelajaran
vitas siswa, (3) kemampuan berkomunikasi.
bahwa inkuiri terbimbing efektif untuk
Bunga Amelia* dan Antonius Tri Widodo, Pemanfaatan Model PLTL Ber…. 1501
Gambar 2. Rerata aspek afektif dan dan psikomotorik pada kelompok kelas
Model PLTL berbantuan LKS ber- persentase N gain untuk setiap kelas
basis inkuiri dapat meningkatkan partisipasi dtunjukkan pada tabel 3.
dan hasil belajar siswa. Penggunaan LKS
Tabel 3. Hasil Uji N-gain
berbasisis inkuiri memungkinkan siswa
Kelas Skor rerata n gain kriteria
untuk belajar dengan penemuan secara
Eksperimen I 0,79 Tinggi
mandiri maupun diskusi kelompok sehingga
Eksperimen II 0,73 Tinggi
hasil belajar kognitif mereka meningkat. Kontrol 0,63 Sedang
Pembelajaran kimia dengan inkuiri ber-
pengaruh pada peningkatan hasil belajar Tabel 3 menunjukan bahwa perhi-
siswa Yuniyanti et.al., (2012). tungan skor N-gain hasil belajar kelompok
dapat diketahui bahwa kelas eksperimen I eksperimen II sebesar 0,73 (tinggi), dan
memiliki rerata 87,5, sedangkan kelas kelas kontrol sebesar 0,63 (sedang). Skor
eksperimen II memiliki rerata hasil belajar N-gain eksperimen I lebih besar daripada
83,43, dan kelas kontrol dengan rerata eksperimen II dan kontrol, dapat diartikan
hasil belajar 77,35. Ketiga kelas sampel bahwa peningkatan rata-rata hasil belajar
kognitif yang berbeda. Perbedaan signifikan kelas eksperimen II dan kelas kontrol.
kompetensi kognitif yang paling baik dari angket data pendapat siswa di kelas
ketiga kelas yang diuji adalah kelas eksperimen I mengenai penggunaan model
eksperimen I (model PLTL dan LKS PLTL berbantuan LKS berbasis inkuri
sesuai dengan penelitian yang dilakukan memberi tanggapan dengan kriteria sangat
oleh Mark (2012) yang menyatakan bahwa setuju, 19 siswa memberikan tanggapan
terjadi peningkatan hasil belajar yang dengan kriteria setuju dan 2 orang siswa
signifikan dengan menggunakan model menjawab tidak setuju. Selain itu, skor
Penelitian ini tidak hanya meng- besar siswa beranggapan setuju bahwa
gunakan uji t dalam melihat peningkatan model PLTL berbantuan LKS berbasis
kompetensi kimia tetapi juga N-gain. ikuiri; (1) meningkatkan partisipasi aktif
Peningkatan hasil belajar ditinjau dari harga siswa, (2) membuat pelajaran lebih mudah
N-gain yang tinggi (Rusnayati & Prima, dipahami, (3) meningkatkan kreasi dan
2011). Persentase N-gain digunakan untuk daya inovasi, (4) peran peer-leders dalam
belajar yang signifikan pada kelompok rileks, (5) membangun kelompok belajar,
eksperimen I, II, dan kelas kontrol. Hasil (6) meningkatkan percaya diri, (7)
meningkatkan motivasi belajar, dan (8)
1504 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1496 -1505
PLTL berbantuan LKS berbasis inkuiri Keiler, L.S., & Mills, P. 2012. Peer-
Mediated Instruction in High
dengan siswa yang menggunakan LKS School. Peer-Led Team Learning:
berbasisis inkuiri dan siswa tanpa model Implementation in High Schools.
The Peer-Led Team Learning
PLTL maupun LKS berbasis inkuiri. Kedua, Project Newsletter . 12 (1): 71-72
terdapat peningkatan kompetensi kimia Mark, L. J. (2012). Leading Workshops at
yang signifikan pada kelas yang diberi Brooklyn International High School.
Peer-Led Team Learning:
perlakuaan model PLTL berbantuan LKS Implementation in High Schools.
berbasis inkuiri dan penggunaan LKS The Peer-Led Team Learning
Project Newsletter . 3 (3): 30-31
berbasis inkuiri pada pokok materi buffer
Marks, R. & Eilks, I. 2009. Promoting
dan hidrolisis. Ketiga, respons siswa pada scientific literacy using a
pembelajaran buffer dan hidrolisis dengan sociocritical and problem oriented
approach to chemistry teaching:
model PLTL dengan LKS berbasis inkuiri concept, examples, experiences.
sudah baik. International Journal of
Environmental & Science
Education. 4 (3): 231-245
Bunga Amelia* dan Antonius Tri Widodo, Pemanfaatan Model PLTL Ber…. 1505
Miri, B., David, B & Uri, Z. 2007. Purposely Rusnayati & Prima. 2011. Penerapan
teaching for the promotion of model pembelajaran problem
higher-order thingking skills: a based learning dengan pendekatan
case of critical thinking. Journal inkuiri untuk meningkatkan
Research Science Education. 37 keterampilan proses sains dan
(4) 353-36.9 penguasaan konsep elastisitas
pada siswa SMA. Prosiding
Narode, (2012). PLTL and the Future of
Seminar Nasional Penelitian,
Science Teacher Education. Peer-
Pendidikan, dan Penerapan MIPA.
Led Team Learning:
Yogyakarta : FMIPA Universitas
Implementation in High Schools.
Negeri Yogyakarta
Diunduh di http://www.pltlis.org.
Tanggal 23 desember 2013 Sugiyono. 2010. Metode Penelitian
Pendidikan Kuantitatif,
Nelson, V.P, and Gosser, D. 2009. Peer
Kualitatif,dan R&D. Bandung :
Led Team learning : Student
Alfabeta
Faculty Partnership for
Transformingthe Learning Suharsimi, A. 2010. Prosedur Penelitian.
Environment. New Jersey: Parctice Jakarta: PT Rineka Cipta
Hall.
Wahyuni, S., & Kristianingrum, A. 2008.
Praptiwi, L., Sarwi, & Handayani, L. 2012. Meningkatkan Hasil Belajar Kimia
Efektivitas model pembelajaran dan Peran Aktif Siswa melalui
eksperimen inkuiri terbimbing model PBI dengan media CD
berbantuan my own dictionary interaktif. Jurnal Pendidikan Kimia.
untuk meningkatkan penguasaan 2 (1) : 199-208
konsep dan unjuk kerja siswa smp
Widodo, A.T. 2011.Pembelajaran Inofatif
RSBI. Unnes Science Education
Bidang Sains. Semarang : Program
Journal.1 (2) : 86-95.
Pasca Sarjana Unnes.
Recktenwald, G. & Edwards, R. 2010.
Yuniyanti, E.D., Widha, S., & Haryono.
Guided Inquiry laboratory exercise
2012. Pembelajaran kimia
designed to develop qualitative
menggunakan inkuiri terbimbing
reasoning skills in undergraduate
th dengan media modul e-learning
engineering students. 40
ditinjau dari kemampuan
ASEE/IEEE Frontiers in Education
pemahaman membaca dan
Conference. Diunduh di: http://fie-
kemampuan berpikir abstrak. Jurnal
conference.org
Pasca UNS. 1 (2) : 112-120.
Retnowati, D. 2012. Pengaruh metode
Zuriyani, E. 2012. Strategi Pembelajaran
pembelajaran kuantum dengan
Inquiry Pada Mata Pelajaran
pendekatan kimia hijau terhadap
IPA.Palembang:
hasil belajar kimia materi redoks.
Widiyaiswara BDK Palembang.
Skripsi. Semarang: FMIPA
Universitas Negeri Semarang
1506 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1506 -1516
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas diktat praktikum berbasis Guided
Discovery–Inquiry bervisi Science, Environment, Technology and Society (SETS), mengetahui
pengaruh terhadap peningkatan keterampilan proses sains dan tanggapan siswa terhadap
diktat pada materi penyangga dan hidrolisis. Penelitian ini menggunakan tipe research and
development yang diadopsi dari Sugiyono. One-Group Pretest and Posttest Design digunakan
pada saat uji coba skala luas dan pengambilan sampelnya menggunakan teknik Purposive
Sampling. Berdasarkan hasil penelitian, validitas diktat praktikum mencapai skor 202 (sangat
layak). Penggunaan diktat praktikum berbasis Guided Discovery–Inquiry bervisi SETS dapat
meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Adanya peningkatan tersebut dibuktikan
dengan hasil thitung (10,34) lebih dari ttabel (2,04). Hasil tanggapan siswa menunjukkan 7 dari 30
siswa memberi tanggapan dengan kriteria sangat layak dan sisanya memberikan tanggapan
dengan kriteria layak. Selain itu, rata-rata hasil belajar pada ranah psikomotorik maupun afektif
mencapai kategori baik dan 21 dari 30 siswa mampu mencapai KKM berdasarkan hasil belajar
pada ranah kognitif. Jadi hasil penelitian ini menunjukkan diktat praktikum berbasis Guided
Discovery–Inquiry bervisi SETS sangat valid, dapat meningkatkan keterampilan proses sains
dan mendapat tanggapan positif dari siswa.
ABSTRACT
Study aims to determine the validity of practicum dictates based Guided Discovery-
Inquiry with Science, Environment, Technology and Society (SETS) vision, investigate the effect
on the improvement of scientific process skills and knowing student responses toward the
dictates used in buffer and hydrolisis. This study used research and development type which is
adopted from Sugiyono. One-group pretest and posttest design is used when this product was
tried in large scale and the sample was taken by using purposive sampling technique. Based
on the results of research, the validity of the practicum dictates reached score 202 (very
feasible). Using practicum dictates based Guided Discovery-Inquiry with SETS vision could
increase students' scientific process skills. It was proven by the result of t calculation (10.34) is
greater than ttable (2.04). The results of student responses showed 7 of 30 students gave very
feasible criteria and the remainder gave feasible criteria. In addition, the average of learning
result in the psychomotor and affective achieved good category and 21 of 30 students achieved
KKM on the learning result of cognitive. So the results showed practicum dictates based Guided
Discovery-Inquiry with SETS vision is very feasible, could increase scientific process skills and
got a positive responses from students.
kimia merupakan produk ilmu pengetahuan Panduan praktikumnya tertera pada LKS
dan proses kerja ilmiah. Penjelasan yang hanya berisi penjelasan materi dan
mengenai kimia sebagai produk dan proses prosedur-prosedur praktikum secara sing-
kerja ilmiah diantaranya berkaitan dengan kat. Sering kali siswa hanya mengfokuskan
adanya kegiatan praktikum di laboratorium. pada prosedurnya saja selama praktikum,
Kegiatan praktikum sangat diperlukan dalam bukan pada ide atau konsep dasarnya.
pembelajaran kimia yang hakekatnya Selama ini kegiatan praktikum juga kurang
termasuk pembelajaran sains. Selama lebih memberikan kesempatan kepada siswa
dari satu abad, “Laboratory Experiences” untuk berpikir independen atau membangun
telah diakui untuk mempromosikan tujuan pengetahuannya sendiri dan kurang mema-
utama pendidikan sains, termasuk hami penerapannya dalam teknologi,
peningkatan pemahaman siswa tentang pengaruhnya terhadap lingkungan dan
konsep-konsep dalam ilmu pengetahuan masyarakat. Kegiatan praktikum seharusnya
dan penerapannya; keterampilan ilmiah memberikan kesempatan siswa untuk
praktis dan kemampuan memecahkan menyelidiki dan menemukan sendiri konsep
masalah; kebiasaan berpikir ilmiah; yang dipelajarinya.
pemahaman tentang bagaimana ilmu Oloyede (2010) merekomendasikan
pengetahuan dan pekerjaan ilmuan, minat metode Guided Discovery untuk diterapkan
dan motivasi (Hofstein & Naaman, 2007). saat pembelajaran pada kurikulum kimia
Salah satu komponen yang penting untuk dengan alasan mata pelajaran kimia sangat
diperhatikan dalam pemebelajaran di penting dan guru harus menggunakan
laboratorium yakni diktat praktikum. Diktat metode yang membuat siswa memahami
praktikum adalah buku penunjang kegiatan konsep. Selain itu, Saptorini (2008)
praktikum yang berisi materi dan mengatakan bahwa guru kimia perlu
serangkaian prosedur yang akan dilakukan memiliki kemampuan merancang kegiatan
dalam praktikum. Keberadaan diktat laboratorium inkuiri dan menerapkannya
praktikum dapat memengaruhi keberhasilan pada proses pembelajaran. Oleh karena itu,
pembelajaran di laboratorium karena diktat praktikum yang dikembangkan dalam
sebagai acuan atau pedoman siswa dalam penelitian ini berbasis metode pembelajaran
melakukan praktikum. Walaupun peran Guided Discovery-Inquiry. Menurut Makmun
diktat praktikum sangat penting dan dalam Nufus (2009) pada pembelajaran
berpengaruh terhadap keberhasilan Guided Discovery-Inquiry, guru menyajikan
pembelajaran namun tidak semua sekolah bahan pelajaran tidak dalam bentuk final,
memerhatikan keberadaan diktat praktikum siswalah yang diberi kesempatan untuk
tersebut. mencari serta menemukan konsep sendiri
Berdasarkan observasi di SMA 1 dengan bimbingan seluas-luasnya dari guru.
Kajen pada 24 April 2013, siswa tidak Selain itu, diktat praktikum yang
mempunyai buku khusus yang berisi dikembangkan bervisi SETS agar siswa
panduan praktikum kimia atau diktat. dapat menghubungkan konsep materi yang
1508 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1506 -1516
telah dipelajari dengan unsur sains, Tujuan dari penelitian ini adalah
lingkungan, teknologi, dan masyarakat. untuk mengetahui validitas diktat praktikum
Fokus pengajaran SETS haruslah mengenai berbasis Guided Discovery-Inquirybervisi
tentang cara membuat siswa agar dapat SETS yang dikembangkan, mengetahui pe-
melakukan penyelidikan untuk mendapatkan ngaruh penggunaanya terhadap pening-
pengetahuan yang berkaitan dengan sains, katan keterampilan proses sains siswa dan
lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang mengetahui tanggapan siswa terhadap
saling berkaitan satu sama lainnya (Binadja, diktat praktikum tersebut.
1999).
Diktat praktikum yang dikembang- METODE PENELITIAN
kan berdasarkan metode Guided Discovery-
Penelitian ini menggunakan metode
Inquiry bervisi SETS diharapkan dapat
Research and Development yang diadopsi
memberikan dampak terhadap peningkatan
dari Sugiyono (2010). Langkah-langkah
keterampilan proses sains siswa. Hal ini
penelitian dan pengembangannya ditun-
dikarenakan tujuan pendidikan sains adalah
jukkan seperti pada gambar 1.
membiasakan individu menggunakan
keterampilan
proses sains
(Aktamis & Ergin,
2008). Keteram-
pilan proses sains
harus ditumbuh-
kan dalam diri
siswa SMA se-
suai dengan taraf
Gambar 1. Langkah-langkah penelitian dan
pemikirannya (Wardani et al, 2009). pengembangan (Sugiyono,2010)
Pendapat tersebut didukung oleh Aka et al
Berdasarkan adanya potensi dan
(2010) yang mengharuskan panduan belajar
masalah yang telah ditemukan dalam studi
sains untuk siswa mencakup pengalaman
pustaka dan lapangan di SMA N 1 Kajen
yang meningkatkan keterampilan proses
maka dirancanglah desain produk model
seperti mengamati, mengukur, mengklasi-
diktat praktikum berbasis Guided Discovery-
fikasikan, dan memprediksi. Keterampilan
Inquiry bervisi SETS. Materi dalam model
proses sains adalah proses yang dapat
diktat praktikum yang dikembangkan adalah
diterapkan pada hampir setiap sisi
bab penyangga dan hidrolisis. Validasi
kehidupan yang harus dimiliki dan
desain dilakukan dengan cara Expert
digunakan oleh setiap individu dalam
Judgement. Model diktat praktikum
masyarakat melek sains (Scientific Literate
dikatakan valid jika mampu mencapai skor
Societies) untuk meningkatkan kualitas dan
validitas lebih dari 143 dengan kriteria
standar hidup (Sheeba, 2013).
Risqiatun Nikmah* dan Achmad Binadja, Pengembangan Diktat Praktikum Berbasis …. 1509
sangat layak atau layak. Tahapan revisi berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi
akan dilakukan jika ada saran atau masukan SETS sudah layak sebagai sumber belajar.
untuk perbaikan. Hal itu berarti siswa memberi tanggapan
Uji coba produk (skala kecil) dan uji positif terhadap diktat praktikum berbasis
coba penggunaan (skala luas) dilaksanakan Guided Discovery-Inquiry bervisi SETS.
di SMA N 1 Kajen. Uji skala kecil dilakukan
terhadap enam siswa (2 siswa XI IPA 2, 2 HASIL DAN PEMBAHASAN
siswa XI IPA 4 dan 2 siswa XI IPA 5). Uji
Penelitian dan pengembangan diktat
skala luas dilakukan terhadap 30 siswa
praktikum berbasis Guided Discovery-
kelas XI IPA 1. Teknik pengambilan sampel
Inquiry bervisi SETS dilaksanakan
pada uji skala luas adalah Purposive
menggunakan metode Research and
Sampling. Desain penelitiannya meng-
Development (R & D). Hasil penelitian dan
gunakan One-Grup Pretest and Posttest
pengembangan diktat praktikum berbasis
Design dengan cara membandingkan
Guided Discovery-Inquiry bervisis SETS
keadaan sebelum dan sesudah
meliputi hasil validitas oleh ahli, hasil
menggunakan diktat praktikum berbasis
belajar, data pengaruh penggunaan model
Guided Discovery-Inquiry bervisi SETS
diktat praktikum terhadap peningkatan KPS
(before-after).
dan hasil tanggapan siswa.
Teknik pengumpulan data dalam
Penilaian kelayakan model diktat
penelitian ini adalah metode dokumentasi,
praktikum berbasis Guided Discovery-
tes, portofolio dan angket. Instrumen yang
Inquiry bervisi SETS dilakukan dengan
digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan instrumen penilaian bahan
lembar validasi model diktat praktikum, soal
ajar tahap I dan tahap II dari BSNP.
pretest-posttest, lembar penilaian afektif dan
Penilaian dilakukan oleh 2 dosen FMIPA
psikomotorik, lembar penilaian portofolio
UNNES dan 2 guru SMA N 1 Kajen. Tahap I
dan angket respon siswa terhadap
dari penilaian model diktat praktikum fokus
pembelajaran dengan model diktat
pada penilaian kelengkapan komponen-
praktikum. Uji signifikansi t-test dilakukan
komponen yang meliputi Kompetensi Inti
untuk mengetahui ada atau tidaknya
(KI), Kompetensi Dasar (KD), daftar isi,
peningkatan keterampilan proses sains
tujuan setiap bab, peta konsep, kata kunci,
siswa sebelum dan sesudah menggunakan
soal latihan dan daftar pustaka. Hasil
diktat praktikum berbasis Guided Discovery-
penilaian pakar terhadap model diktat
Inquiry bervisi SETS. Jika nilai thitung lebih
praktikum menunjukkan bahwa penilaian
dari ttabel maka dapat disimpulkan terdapat
tahap 1 dari pakar secara keseluruhan
peningkatan keterampilan proses sains
memberikan skor maksimal. Hal ini berarti
siswa secara signifikan. Analisis data angket
komponen-komponen tersebut dinyatakan
dilakukan secara deskriptif. Jika rata-rata
telah lengkap dalam diktat praktikum yang
skor tanggapan siswa lebih dari 37 maka
dikembangkan oleh peneliti. Penilaian tahap
siswa menganggap diktat praktikum
1510 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1506 -1516
Rata-rata penilaian tiap komponen praktikum agar lebih baik lagi karena masih
mencapai kriteria sangat baik. Hal ini berarti ada sedikit kekurangan pada aspek tertentu.
validator menganggap bahwa komponen Setelah dilakukan validasi model diktat
kelayakan isi, kebahasaan dan penyajian praktikum dengan revisi kemudian
dari diktat praktikum berbasis Guided dilanjutkan uji coba produk atau uji skala
Discovery-Inquiry bervisi SETS sudah kecil.
sangat baik sesuai dengan instrumen Tahapan uji coba skala kecil
penilaian bahan ajar tahap II dari BSNP. bertujuan untuk mengukur keterbacaan,
Adapun perolehan skor total pada penilaian keterlaksanaan, dan keterpahaman siswa
tahap II model diktat praktikum disajikan terhadap instruksi-instruksi dalam diktat
pada tabel 2. praktikum. Pada uji coba skala kecil
didapatkan rata-rata tanggapan secara
Tabel 2. Hasil Perolehan Skor Total klasikal sebesar 47 dengan kriteria layak.
Penilaian Tahap II
Semua responden setuju bahwa
Validator Perolehan Skor Kriteria
skor maksimal tata bahasa yang digunakan dalam
Validator I 214 228 Sangat layak diktat praktikum berbasis Guided
Validator II 225 228 Sangat layak
Validator III 167 228 Layak Discovery-Inquiry bervisi SETS
Validator IV 201 228 Sangat layak mudah dipahami dan jelas serta
Rata-rata skor 202 228 Sangat layak
memberikan pengalaman cara
Rata-rata skor dari keempat belajar baru bagi mereka. Hal itu berarti
validator sebesar 202 dengan kriteria sangat siswa memberikan tanggapan positif bahwa
layak artinya model diktat praktikum model diktat praktikum layak diterapkan
berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi dalam pembelajaran. Hasil uji coba skala
SETS sangat layak digunakan sebagai kecil telah memenuhi ketentuan
sumber belajar. Walaupun secara sebagaimana yang dinyatakan oleh Surianto
keseluruhan sudah dikatakan valid dan (2012) bahwa petunjuk-petunjuk yang
sangat layak, tahap revisi masih dilakukan diberikan dalam pembelajaran di
oleh peneliti guna memperbaiki model diktat laboratorium harus jelas sehingga siswa
Risqiatun Nikmah* dan Achmad Binadja, Pengembangan Diktat Praktikum Berbasis …. 1511
mendapat nilai dengan kategori sangat baik Berdasarkan hasil belajar pada
dan 22 siswa mendapat nilai dengan ranah afektif dapat diketahui bahwa 8 dari
kategori baik. Rata-rata skor psikomotorik 30 siswa mendapat nilai afektif dengan
diskusi siswa secara klasikal adalah 25 kategori sangat baik dan 22 siswa mendapat
dengan kategori baik. Pembelajaran nilai dengan kategori baik. Rata-rata skor
menggunakan diktat praktikum kimia SMA afektif siswa selama proses pembelajaran
berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi secara klasikal adalah 23 dengan kategori
SETS ini memberikan kesempatan kepada baik. Adapun skor tiap aspek afektif siswa
siswa untuk menyelidiki dan menemukan disajikan pada tabel 5.
sendiri konsep yang dipelajarinya. Diskusi
Tabel 5. Rata-Rata Skor Tiap Aspek Afektif
yang dilakukan
oleh siswa Aspek Skor Kriteria
Disiplin dalam kehadiran di kelas 3,7 Sangat tinggi
mencakup topik Kerjasama dalam kelompok 3,3 Sangat tinggi
tentang Kejujuran 3 Tinggi
Bertanggung jawab 3,4 Sangat tinggi
penyangga dan Rasa ingin tahu 3,1 Sangat tinggi
hidrolisis yang Kecakapan berkomunikasi 3,3 Sangat tinggi
Keberanian dalam mengerjakan soal di depan kelas 3 Tinggi
dikaitkan
dengan unsur-unsur SETS. Melalui diskusi Aspek afektif yang memperoleh skor
dapat dikembangkan. Adapun rekapitulasi skor paling rendah adalah aspek keberanian
skor tiap aspeknya disajikan pada tabel 4. siswa dalam mengerjakan soal di depan
kelas. Hal ini disebabkan kebanyakan siswa
merasa kurang percaya diri dengan jawaban
mereka dan takut salah dengan jawaban
Tabel 4. Rata-Rata Skor Tiap Aspek
Psikomotorik (Diskusi) yang mereka kerjakan.
posttest dan nilai portofolio. Nilai portofolio Selain melihat hasil belajar siswa,
dari kesembilan siswa tersebut sudah di dilakukan juga uji signifikansi untuk
atas KKM tetapi nilai postesnya masih jauh mengetahui ada atau tidaknya peningkatan
di bawah KKM sehingga nilai akhirnya keterampilan proses sains siswa. Data yang
menjadi rendah. Namun, jika dilihat dari digunakan untuk uji signifikansi adalah data
penilaian ranah psikomotorik dan afektif hasil pretest dan posttest. Setiap butir
kesembilan siswa tersebut mampu men- pertanyaannya mampu mengukur keteram-
capai indikator dengan kategori baik.
pilan proses sains siswa yang telah diuji
Ketidaktuntasan siswa disebabkan be-
validitas dan reliabilitasnya. Penyusunan
berapa faktor. Faktor-faktor yang butir pertanyaan pretest dan posttest telah
memengaruhi hasil belajar digolongkan
mengadopsi instrumen tes seperti yang
menjadi faktor internal dan faktor eksternal dikembangkan oleh Tek et al (2011). Cara
(Saptorini, 2011). Faktor internal yang
untuk menguji signifikansi peningkatan
memengaruhi hasil belajar disebabkan proses sainsnya dengan uji t-test
ketidaksiapan siswa dalam mengerjakan
(Suharsimi, 2010). Berdasarkan hasil
posttest dan kesulitan memahami materi.
perhitungan data dapat diketahui bahwa
Selain itu, motivasi siswa juga dapat
nilai thitung(10,34) lebih dari ttabel (2,04),
memengaruhi prestasi belajarnya. Marsita et
artinya dapat disimpulkan terdapat
al (2010) menyatakan penyebab kesulitan
peningkatan keterampilan proses sains
siswa dalam memahami materi penyangga
secara signifikan setelah menggunakan
antara lain kurangnya minat dan perhatian diktat praktikum berbasis Guided Discovery-
siswa pada saat proses pembelajaran Inquiry bervisi SETS. Hasil penelitian ini
berlangsung, kurangnya kesiapan siswa
menambah bukti bahwa keterampilan
dalam menerima konsep baru dan
proses sains dapat dikembangkan melalui
penanaman konsep yang kurang dalam.
kegiatan praktikum. Penelitian yang
Faktor eksternal yang memengaruhi hasil
sebelumnya sudah membuktikan tentang
belajar dalam uji skala luas ini adalah
peningkatan keterampilan proses sains
adanya kendala-kendala yang ditemukan melalui kegiatan praktikum adalah penelitian
saat proses pembelajaran. Penyusunan yang pernah dilakukan oleh Siskaet
RPP dan silabus dalam pembelajaran al(2013). Hasil penelitiannya menyatakan
menggunakan diktat praktikum kimia SMA
bahwa terdapat peningkatan keterampilan
berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi
proses sains siswa secara signifikan dalam
SETS berdasarkan kurikulum 2013.
pembelajaran kimia materi laju reaksi
Terdapat ketidaksiapan siswa dalam
melalui pembelajaran praktikum berbasis
mengikuti proses pembelajaran berdasarkan inquiry. Selanjutnya untuk melihat
kurikulum 2013 sehingga guru terkadang
peningkatan setiap aspek KPS dapat dilihat
kesulitan untuk mengarahkan siswa untuk
pada gambar 2.
mengikuti langkah-langkah pembelajaran-
nya.
1514 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1506 -1516
pembelajaran menunjukkan 7 dari 30 siswa penambahan instruksi yang lebih jelas pada
memberi tanggapan dengan kriteria sangat bagian praktikum membuat larutan
layak dan 23 siswa memberikan tanggapan penyangga asam dan basa. Hal ini
dengan kriteria layak. Rata-rata skor dikarenakan pada praktikum tersebut siswa
tanggapan secara klasikal yang diberikan merasa kebingungan dan solusinya pada
oleh siswa adalah 46 dengan kategori layak. saat itu guru harus menjelaskan kembali
Selain itu, skor setiap itemnya juga maksud dari praktikum tersebut kepada
menunjukkan sebagian besar siswa setiap kelompok.
beranggapan setuju bahwa diktat praktikum
berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi SIMPULAN
SETS; (1) sangat membantu dalam kegiatan
Berdasarkan hasil penelitian
praktikum, (2) instruksinya mudah dilaksa-
diperoleh kesimpulan, yaitu: (1) validitas
nakan, (3) penyusunan kontennya menarik,
diktat praktikum berbasis Guided Discovery-
(4) tata bahasanya mudah dipahami, (5)
Inquiry bervisi SETS mencapai skor 202
menarik minat untuk membacanya, (6)
dengan kategori sangat layak berdasarkan
membangkitkan rasa ingin tahu, (7) dapat
penilaian menggunakan instrumen tahap II
dijadikan referensi, (8) terbaca dengan jelas,
BSNP, (2) diktat praktikum berbasis Guided
(9) memberikan pengalaman cara belajar
Discovery-Inquiry bervisi SETS dapat
baru, (10) mengarahkan belajar mandiri,
meningkatkan keterampilan proses sains
(11) memudahkan belajar karena
siswa kelas XI IPA 1 SMA N 1 Kajen secara
tersedianya gambar-gambar yang men-
signifikan, dan (3) diktat praktikum berbasis
dukung, (12) dapat mengembangkan
Guided Discovery-Inquiry bervisi SETS
kemampuan siswa dalam memahami
mendapatkan tanggapan positif dari siswa
keterkaitan SETS, dan (13) pemakainnya
dengan rata-rata skor tanggapan siswa
praktis. Berdasarkan hasil tanggapan siswa
secara klasikal sebesar 46 dengan kategori
tersebut dapat dikatakan bahwa siswa
layak.
memberikan tanggapan positif terhadap
diktat praktikum berbasis Guided Discovery-
DAFTAR PUSTAKA
Inquiry. Hal ini berarti diktat praktikum
berbasis Guided Discovery-Inquiry layak
Aka, E.I., Guven, E.,& Aydogdu, M. 2010.
diterapkan dalam proses pembelajaran Effect of Problem Solving Method on
Science Process Skills and
materi penyangga dan hidrolisis. Setelah
Academic Achievement.Journal of
dilakukan uji coba skala luas adapun TURKISH SCIENCE EDUCATION .
7(4):13-25
pembenahan atau revisi yang perlu
Aktamis, H & Ergin, O. 2008. The Effect of
dilakukan berdasarkan kekurangan-
Scientific Process Skills Education
kekurangan yang didapatkan dalam uji skala on Student’s Scientific Creativity,
Science Attitudes and Academic
luas. Pembenahan diktat praktikum berbasis
Achievements.Asia –Pasific Forum
Guided Discovery-Inquiry bervisi SETS yang on Science Learning and Teaching.
9(4): 1-21
dilakukan pada tahap akhir adalah
1516 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1506 -1516
Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah dipublikasikan di media lain.
Naskah diketik dengan format seperti tercantum pada Panduan Penulisan JIPK di bagian
belakang jurnal ini, dan dapat diunduh di laman http://kimia.unnes.ac.id. Naskah yang masuk
dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah, dan tata cara lainnya.