Anda di halaman 1dari 103

Volume 9, Nomor 1, Januari 2015 ISSN 1979-0503

JURNAL INOVASI PENDIDIKAN KIMIA


Volume 9, Nomor 1, Januari 2015

Jurnal Halaman Semarang, ISSN


Volume 9 Nomor 1
IPK 1421 - 1516 Januari 2015 1979-0503
JURNAL IPK PANDUAN PENULISAN NASKAH JURNAL INOVASI PENDIDIKAN KIMIA
JURNAL INOVASI PENDIDIKAN KIMIA
ISSN 1979-0503 Naskah yang diterbitkan dalam jurnal terdiri atas naskah hasil penelitian dan naskah hasil
pemikiran konseptual. Naskah ditulis menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar antara
Volume 9, Nomor 1, Januari 2015
10 sampai 15 halaman. Naskah diketik pada kertas ukuran A4 dengan margin atas, bawah, kiri, dan
kanan masing-masing 3,0 cm, huruf jenis arial ukuran 10 (kecuali judul naskah menggunakan huruf
Terbit dua kali setahun pada bulan Januari dan Juli ukuran 12 bold), spasi 1,5 kecuali abstrak, judul tabel, judul gambar, dan daftar pustaka
menggunakan spasi tunggal. Nama penulis disertai dengan institusi asal ditulis di bagian bawah
Ketua Penyunting judul naskah dengan huruf arial 9 dan dicetak miring. Naskah terdiri atas abstrak dalam bahasa
Tri Widodo Indonesia atau bahasa Inggris, pendahuluan, metode penelitian, hasil dan pembahasan, simpulan,
dan daftar pustaka. Abstrak ditulis maksimal 200 kata disertai dengan 3 sampai dengan 5 buah kata
Wakil Ketua Penyunting kunci yang diambil dari judul naskah. Judul dan subjudul ditulis rata kiri dengan aturan: (1) judul
Wisnu Sunarto ditulis dengan huruf kapital, (2) subjudul ditulis dengan huruf kecil kecuali huruf pertama tiap kata, (3)
sub-subjudul ditulis dengan huruf kecil kecuali huruf depan kata pertama. Pustaka dirujuk
Penyunting Pelaksana berdasarkan sistem nama tahun, dan ditulis dalam daftar pustaka sesuai dengan urutan abjad.
Sigit Priatmoko Template file naskah artikel dapat diunduh di web site: http://kimia.unnes.ac.id
Nanik Wijayati
Ucapan terima kasih
Harjono
Harjito Ucapan terima kasih ditulis pada akhir naskah sebelum daftar pustaka.
Sri Kadarwati Pengiriman naskah
Cepi Kurniawan Naskah dikirimkan dalam bentuk hardcopy sebanyak 2 eksemplar disertai dengan softcopy
Ella Kusumastuti
kepada editor naskah Dra. Nanik Wijayati, M.Si. atau Ella Kusumastuti, S.Si., M.Si. Jurusan Kimia
Penyunting Ahli (Mitra Bestari) FMIPA Universitas Negeri Semarang, Gedung D6 lantai 2 Kampus Sekaran, Gunungpati Semarang
Mudatsir (Universitas Gadjah Mada), Hanny Wijaya (Institut Pertanian Bogor), Effendi 50229, telp: (024) 8508035, atau melalui email ke alamat: sri_kadarwati@yahoo.co.id. Penulis yang
(Universitas Negeri Malang), Liliasari (Universitas Pendidikan Indonesia), Nurfina Aznam naskahnya dimuat diminta untuk memberikan kontribusi sebesar Rp. 100.000,- dan yang
(Universitas Negeri Yogyakarta), Bambang Cahyono (Universitas Diponegoro), Achmad Binadja bersangkutan akan mendapatkan Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia (JIPK) sebanyak 1 eksemplar.
(Universitas Negeri Semarang), D.Y.P. Sugiharto (Universitas Negeri Semarang)

Pelaksana Tata Usaha


Woro Sumarni

Pembantu Pelaksana Tata Usaha


Wijayanti Setyodewi

Alamat Penyunting dan Tata Usaha:


Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2, Jl. Raya Sekaran
Gunungpati Semarang 50229, Telp./Fax: (024) 8508035. Email: sri_kadarwati@yahoo.co.id

Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah dipublikasikan di media lain.
Naskah diketik dengan format seperti tercantum pada Panduan Penulisan JIPK di bagian
belakang jurnal ini, dan dapat diunduh di laman http://kimia.unnes.ac.id. Naskah yang masuk
dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah, dan tata cara lainnya.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya
dengan berkat dan rahmat-Nya, maka Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia Volume 9 Nomor
1 tahun 2015 berhasil diterbitkan. Jurnal ini hadir di hadapan pembaca sebagai wadah
bagi penulisan hasil pemikiran dan penelitian di bidang pengembangan mutu pendidikan
khususnya pendidikan kimia.

Rasa terima kasih kami sampaikan kepada para penulis atas kontribusinya
yang berupa artikel terhadap penerbitan edisi ini. Kami berharap agar para peneliti,
akademisi, pengamat, dan praktisi di bidang pendidikan kimia dapat berpartisipasi
menyumbangkan pengetahuan dan pengalamannya yang dituangkan dalam bentuk
tulisan dan dimasukkan ke dalam jurnal ini. Kontribusi penulis berupa saran atau solusi
yang komprehensif dan mendalam diharapkan dapat dikembangkan berdasarkan
pengamatan atau pengalaman hasil refleksi terhadap permasalahan dan kenyataan di
lapangan. Kita dapat secara bersama-sama mewujudkan peningkatan mutu dan
relevansi pendidikan melalui semangat pengabdian, rasa kepemilikan, dan tekad untuk
memajukan pendidikan di tanah air.

Semoga kehadiran jurnal ini dapat memacu pemikiran-pemikiran yang menggali


hingga ke akar permasalahan dan bermanfaat bagi semua pihak yag bergerak di bidang
pendidikan. Kritik dan saran bagi penyempurnaan penerbitan jurnal ini dimasa yang
akan datang dapat disampaikan kepada Dewan Penyunting yang dengan senang hati
menerima dan menjadikannya sebagai masukan untuk meningkatkan mutu jurnal.

Ketua Penyunting
DAFTAR ISI

PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI


BELAJAR KIMIA
Suriyanto dan Syaiful Rijal Alinata (1421-1430)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MEA DAN REACT PADA MATERI REAKSI


REDOKS
Fitriya Karima dan Kasmadi Imam Supardi (1431-1439)

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING


BERBANTUAN FLASH INTERAKTIF TERHADAP HASIL BELAJAR
Siti Nursiami dan Soeprodjo (1440-1449)

PENINGKATAN KEMAMPUAN CHEMO-ENTREPRENEURSHIP SISWA MELALUI


PENERAPAN KONSEP KOLOID YANG BERORIENTASI LIFE SKILL
Wibi Tegar Lelono dan Saptorini (1450-1458)

PENERAPAN SELF ASSESSMENT UNTUK ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR


TINGKAT TINGGI SISWA
Meiriza Ardiana dan Sudarmin (1459-1467)

PENERAPAN MODEL ASSURE DENGAN METODE PROBLEM SOLVING UNTUK


MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS
Widia Maya Sari dan Endang Susiloningsih (1468-1477)

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CIRC DENGAN


PENILAIAN PRODUK BERBASIS CHEMO-ENTREPRENEURSHIP
Siti Munawaroh dan Subiyanto Hadi Saputro (1478-1486)

PENGEMBANGAN MEDIA SMILE-FLASH BERPENDEKATAN CHEMO-


EDUTAINMENT PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN
Yan Sandi Nurfitrasari dan Woro Sumarni (1487-1495)

PEMANFAATAN MODEL PLTL BERBANTUAN LKS BERBASIS INKUIRI UNTUK


MENINGKATKAN KOMPETENSI KIMIA
Bunga Amelia dan Antonius Tri Widodo (1496 -1505)

PENGEMBANGAN DIKTAT PRAKTIKUM BERBASIS GUIDED DISCOVERY-INQUIRY


BERVISI SCIENCE, ENVIRONMENT, TECHNOLOGY AND SOCIETY
Risqiatun Nikmah dan Achmad Binadja (1506 -1516)
Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling…. 1421

PENERAPAN PENDEKATAN SALINGTEMAS


UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR KIMIA

Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata


Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep Provinsi Jawa Timur
Jl. Dr. Cipto No. 35, Telp. (0328) 662325 – 662322 Kode Pos 69417
E-mail: suriyanto_as_63@yahoo.co.id

ABSTRAK

Pendekatan Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat (Salingtemas) merupakan


pendekatan yang dianjurkan dalam proses belajar mengajar sains ditingkat pendidikan
menengah untuk mengatasi hasil belajar yang kurang memuaskan. Pendekatan Salingtemas
memberi pembelajaran sains secara kontekstual sehingga siswa dibawa ke situasi
memanfaatkan konsep sains ke dalam bentuk teknologi untuk kepentingan masyakarat. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pendekatan Salingtemas dapat meningkatkan
kinerja ilmiah siswa kelas XI-IPA 3 SMA Negeri 2 Sumenep dalam pembelajaran kimia pada
materi pokok larutan Asam dan Basa. Penentuan keberhasilan proses didasarkan pada
diskriptor kualifikasi terhadap aktivitas belajar siswa, sedangkan penentuan keberhasilan hasil
belajar ditemukan melalui ulangan harian. Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Siswa merasa
senang belajar, ini dapat dilihat dari hasil observasi keaktifan siswa dalam kelas pada siklus
kedua meningkat dan dari hasil respon/ minat terhadap penerapan pendekatan Salingtemas
yang menyatakan mereka sangat berminat (28,6%), berminat (57,1%), dan kurang berminat
(14,3%); (2) Penerapan pendekatan Salingtemas dapat meningkatkan kinerja ilmiah dan
prestasi belajar materi pelajaran kimia khususnya materi pokok Larutan Asam dan Basa pada
siswa kelas XI-IPA 3 SMA Negeri 2 Sumenep dengan ketuntasan klasikal 42 siswa (100%) dan
daya serap 81,23%.

Kata Kunci: pendekatan salingtemas, prestasi belajar kimia

ABSTRACT

Approach of Science, Environment, Technology, and Society (Salingtemas) is a


recommended approach in teaching and learning of science secondary education level to
overcome learning outcomes unsatisfactory. Salingtemas approach gives contextually science
learning so that students brought to the situation utilizing scientific concepts in the form of
technology for the benefit of society. The purpose of this study was to determine whether the
approach can improve the performance of scientific Salingtemas class XI-IPA 3 SMAN 2
Sumenep in learning the subject matter of the solution chemistry of acids and bases.
Determination of the success of the process is based on diskriptor qualification of the activity of
student learning, while determination of the success of learning outcomes discovered through
daily tests. The results from this study are: (1) The students were delighted to learn, it can be
seen from the observation of active students in the classroom on the second cycle increased
and the results of the response/ interest in the application of Salingtemas approach stating they
are very interested (28.6%), interested (57.1%), and lack of interest (14.3%); (2) Application of
Salingtemas approach can improve scientific performance and learning achievement in
particular subject matter solution chemistry of acids and bases in class XI IPA 3 SMAN 2
Sumenep with classical completeness 42 students (100%) and the absorption of the course
81.23%.

Keywords: salingtemas approach, chemistry learning achievement


1422 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1421-1430
PENDAHULUAN unsur sains yang dibincangkan dengan
unsur-unsur lain dalam Salingtemas yang
Ilmu Kimia merupakan salah satu mempengaruhi berbagai keterkaitan antar
mata pelajaran yang diajarkan di sekolah unsur tersebut. Siswa dapat
menengah. Kimia dapat membentuk mempertimbangkan manfaat atau kerugian
kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dari pada menggunakan konsep sains
rasional serta dinamis sehingga mampu tersebut bila diubah dalam bentuk teknologi
membentuk ide-ide baru yang berguna bagi yang berkenaan. Ditinjau dari sisi
kepentingan teknologi yang mempunyai konstruktifisme, siswa dapat diajak
peranan penting bagi perbaikan hidup membahas tentang Salingtemas dari
manusia. Namun, masih banyak siswa yang berbagai macam arah dan dari berbagai
menganggap kimia merupakan mata macam titik awal tergantung pengetahuan
pelajaran yang sulit untuk dipelajari, dasar yang dimiliki oleh siswa bersangkutan
sehingga hasil belajar yang diperoleh masih (Nuryanto & Binadja, 2010).
belum memuaskan (Hanum & Mahlian, Keunggulan pembelajaran dengan
2013). pendekatan Salingtemas dibandingkan
Dari dokumen-dokumen resmi KBK pendekatan lainnya yaitu mengenai
dari Pusat Kurikulum Depdiknas, visi dan bagaimana cara membuat peserta didik
pendekatan Science, Environment, dapat melakukan penyelidikan untuk
Technology, and Society (SETS) atau Sains, mendapatkan pengetahuan, sains,
Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang
(Salingtemas) merupakan salah satu saling berkaitan, sehingga diharapkan dapat
pendekatan yang dianjurkan dalam proses menyelesaikan masalah yang diperkirakan
belajar mengajar sains ditingkat pendidikan timbul di sekitar kehidupannya (Paramayanti
menengah (Binadja, et al., 2008). & Fitrihidayati, 2014).
Dalam pembelajaran Salingtemas, Dalam ilmu kimia konsep sains,
atau bervisi Salingtemas, pendekatan yang lingkungan, teknologi dan masyarakat
paling dianjurkan adalah pendekatan (Salingtemas) yang paling menonjol adalah
Salingtemas itu sendiri. Sejumlah ciri atau expose realita kerusakan kualitas
karakteristik pendekatan Salingtemas lingkungan sebagai akibat eksploitasi ilmu
adalah bertujuan memberi pembelajaran dan teknologi kimia yang kurang
sains secara kontekstual. Siswa dibawa ke memperhatikan dampak negatif yang
situasi untuk memanfaatkan konsep sains ditimbulkannya. Juga cara-cara untuk
ke bentuk teknologi untuk kepentingan mengatasi dampak negarif tersebut (Cajas,
masyakarat. Siswa diminta untuk berfikir 1999). Sayangnya topik-topik yang terkait
tentang berbagai kemungkinan akibat yang tidak selalu dibingkai di dalam suatu konsep
terjadi dalam proses transfer sains tersebut induk yang dapat berfungsi sebagai
ke bentuk teknologi. Siswa dapat advance organizer. Oleh karena itu tidak
menjelaskan keterhubungkaitan antara dapat diharapkan setelah mempelajari topik-
Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling…. 1423
topik ini siswa atau mahasiswa memperoleh menyebabkan banjir dan tanah longsor.
gambaran yang komprehensif dan dapat Fakta-fakta ini perlu dikemas menjadi
dijadikan acuan dasar bagi pembelajaran konsep yang utuh, bermakna sosial jelas,
lebih lanjut. relevan dan dirancang untuk digarap secara
Suhaidi (2006) dalam makalahnya lintas bidang agar dapat dikembangkan
yang berjudul Strategi Pembelajaran Kimia pengetahuan, sikap dan keterampilan yang
Berorientasi Salingtemas menyatakan diperlukan untuk menerapkannya didalam
bahwa kekhawatiran akan lemahnya kehidupan sehari-hari.
dampak pembelajaran Salingtemas Hasil penelitian Frank dan Barzilai
terhadap sikap dan perilaku siswa sudah (2006) menunjukkan bahwa 95% siswa
dikemukakan oleh banyak penulis. Salah berpendapat jika konsep Salingtemas
satu diantaranya adalah Membiela, (1999) dimasukkan ke dalam proses pembelajaran,
yang menemukan bahwa pembelajaran maka memberi kesempatan kepada mereka
Sains dan Teknologi Masyarakat (STM) atau untuk memperoleh pengetahuan dan
Science Technology And Society (STS) di mempertinggi pemahaman mereka antar
Spanyol saat ini menjadi lemah dan amat cabang ilmu pengetahuan sehingga
kecil pengaruhnya karena tidak didukung diharapkan melalui kegiatan pembelajaran
oleh sistem pendidikan yang ada dan yang berwawasan Salingtemas akan
perumusan konsep yang memiliki relevansi diperoleh pemikiran tentang hasil teknologi
personal dan sosial bagi siswa. dari transformasi sains, tanpa harus
Jika persoalan di atas kita usung ke merusak atau merugikan lingkungan dan
Indonesia, dapat dirasakan perlunya masyarakat (Arlitasari, et al., 2013).
dirumuskan kurikulum atau ranah kajian Tahapan dan kegiatan pembelajaran
yang elegant untuk grand concept dengan pendekatan Salingtemas dapat
Salingtemas Nasional, sehingga makna, dibagi menjadi lima. Pertama, tahap invitasi
keefektifan dan manfaat dari gerakan ini yang bertujuan untuk merumuskan masalah
benar-benar dapat dirasakan. Isu-isu dan mengetahui hubungan dengan
provokatif terkait dengan hal ini cukup pengetahuan sebelumnya. Tahap eksplorasi
banyak termasuk yang paling baru misalnya berisi tentang eksperimen/ aktivitas fisik,
penggunaan formalin, boraks dan zat warna melakukan observasi yang melibatkan
terlarang didalam makanan, dampak kelima pancaindra, interaksi sosial sampai
Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi pengambilan keputusan. Tahap pengenalan
(SUTET) terhadap kesehatan orang yang konsep berisi diskusi yang dipandu oleh
hidup di bawahnya, pencemaran lingkungan guru dengan memberikan suasana sehingga
karena industri kimia yang kurang siswa aktif bertanya dengan tujuan
memperhatikan kaidah Analisis Mengenai meluruskan pengetahuan yang diperoleh
Dampak Lingkungan (AMDAL), dan (jika secara ilmiah. Tahap aplikasi, yaitu berupa
masing-masing dianggap relevan) aktivitas tambahan untuk mengaplikasi
penggundulan hutan (illegal logging) yang konsep yang diperoleh dalam konteks yang
1424 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1421-1430
berbeda. Kelima adalah tahap evaluasi, pendekatan Salingtemas pada siswa kelas
yaitu penilaian terhadap hasil yang telah XI IPA 3 Semester II SMA Negeri 2
dilakukan selama pendekatan pembelajaran Sumenep tahun pelajaran 2013/2014; (2)
diterapkan. Guru, tentang aktivitas guru dalam
Berdasarkan hal tersebut pengelolaan pembelajaran kimia materi
permasalahan dalam penelitian ini adalah: pokok Larutan Asam dan Basa melalui
(1) apakah pendekatan Salingtemas dapat pendekatan Salingtemas pada Siswa kelas
meningkatkan kinerja ilmiah siswa dan XI IPA 3 Semester II SMA Negeri 2
pemahamannya terhadap pelajaran kimia Sumenep tahun pelajaran 2013/2014; (3)
materi pokok Larutan Asam dan Basa Dokumen tentang nilai hasil belajar siswa.
khususnya pada siswa kelas XI-IPA 3 SMA Kegiatan pengumpulan data
Negeri 2 Sumenep, (2) apakah pendekatan dilakukan dengan menggunakan instrumen
Salingtemas dapat meningkatkan prestasi penelitian antara lain pengamatan
belajar kimia materi pokok Larutan Asam (observasi), catatan lapangan, angket dan
dan Basa pada siswa kelas XI-IPA 3 SMA dokumentasi. Pengamatan difokuskan pada
Negeri 2 Sumenep. Oleh karena itu, tujuan pelaksanaan pembelajaran kimia Materi
penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui pokok Larutan Asam dan Basa rmelalui
apakah pendekatan Salingtemas dalam pendekatan Salingtemas. Catatan lapangan
pembelajaran kimia pada meteri pokok dilakukan dengan mencatat peristiwa nyata
larutan Asam dan Basa dapat meningkatkan yang terjadi dalam kegiatan belajar-
kinerja ilmiah siswa kelas XI-IPA 3 SMA mengajar, baik secara deskriptif maupun
Negeri 2 Sumenep, (2) menerapkan refleksi. Angket dilakukan untuk mengetahui
Pendekatan Sains, Lingkungan, Teknologi minat/ respon siswa terhadap proses
dan Masyarakat untuk Meningkatkan pembelajaran. Dokumentasi berupa
Prestasi Belajar Kimia Materi Pokok Larutan kegiatan mendokumen data verbal tertulis
Asam dan Basa pada Siswa Kelas XI-IPA 3 dan foto.
SMA Negeri Sumenep. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan teknik analisis data kualitatif
METODE PENELITIAN yang bersifat linear (mengalir) yang di
dalamnya melibatkan kegiatan penelaahan
Penelitian tindakan kelas ini
seluruh data yang telah dikumpulkan,
dilaksanakan di SMA Negeri 2 Sumenep
reduksi data (di dalamnya terdapat kegiatan
Kelas XI IPA 3 Semester II tahun pelajaran
pengkatagorian dan pengklasifikasian) dan
2013/2014. Subyek penelitian adalah
verifikasi serta penyimpulan data.
seluruh siswa kelas XI IPA 3 sebanyak 42
Penentuan keberhasilan proses didasarkan
siswa. Sumber data dalam penelitian ini
pada diskriptor kualifikasi terhadap aktivitas
adalah: (1) Siswa, tentang aktivitas belajar
belajar siswa, sedangkan penentuan
siswa dalam pembelajaran kimia Materi
keberhasilan hasil belajar ditemukan melalui
Pokok Larutan Asam dan Basa melalui
ulangan harian.
Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling…. 1425
HASIL DAN PEMBAHASAN Larutan Asam-Basa sebagai bahan yang
harus dipelajari kepada kelompok siswa.
Pada Siklus Pertama peneliti
Pada tahap ini, siswa melakukan observasi,
merencanakan tindakan berdasarkan
eksperimen dan berinteraksi dengan teman
kompetensi dasar “mendeskripsikan teori-
sekelompok. Hasil eksperimen di diskusikan
teori Asam Basa dengan menentukan sifat
untuk mendapatkan solusi berdasarkan
larutan dan menghitung pH larutan” pada
kesepakatan. Penemuan konsep: siswa
materi pokok Larutan Asam dan Basa.
secara berkelompok melakukan problem
Tindakan diarahkan untuk pencapaian
solving untuk mendapatkan konsep-konsep
indikator yang dirumuskan antara lain
yang dipelajari. Aplikasi: konsep yang telah
menjelaskan teori Asam dan Basa,
diperoleh diaplikasikan dalam konteks yang
menjelaskan derajat keasaman (pH)
berbeda melalui pertanyaan-pertanyaan
Larutan, menjelaskan kekuatan Asam dan
dalam LKE. Evaluasi: siswa mem-
Basa melakukan praktikum Larutan Asam
presentasikan hasil kerjanya dan
dan Basa. Menghitung pH Larutan Asam
didiskusikan bersama-sama dengan
dan Basa, mengamati perubahan warna
kelompok lain. Pada Siklus kedua
indikator Asam Basa, menyiapkan alat
merupakan implementasi tindakan
pengambil data tentang minat belajar,
pembelajaran hasil perbaikan siklus pertama
aktivitas belajar siswa, dan hasil belajar
pada materi pokok Larutan Asam dan Basa
siswa serta mengarahkan siswa
sehingga diperoleh hasil yang optimal.
berkelompok.
Tindakan direncanakan berdasarkan
Tahapan pendekatan Salingtemas,
hasil refleksi siklus sebelumnya yaitu materi
yaitu tahap invitasi, eksplorasi, pengenalan
pokok Larutan Asam dan Basa pada
konsep, aplikasi, dan evaluasi. Invitasi:
penentuan rumus pH Larutan Asam dan
guru memulai pelajaran menyampaikan
Basa serta menghitung pH melalui
indikator hasil belajar, memotivasi rasa ingin
pendekatan Salingtemas pada tahapan
tahu siswa tentang konsep yang akan di
Invitasi, Eksplorasi, Penemuan konsep,
pelajari, guru mengkaitkan pelajaran dengan
Aplikasi, dan Evaluasi. Data hasil
pengetahuan awal siswa. Eksplorasi: guru
pengamatan aktivitas siswa dapat dilihat
menjelaskan garis-garis besar materi yang
pada Tabel 1 tentang hasil observasi
akan dipelajari kemudian membagikan
keaktifan siswa di kelas.
Lembar Kegiatan Eksperimen (LKE)
1426 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1421-1430
Tabel 1. Persentase keaktifan siswa dalam kelas per siklus
Skor
Sangat
Aspek yang diamati Kurang Cukup Baik Sangat Baik
kurang
I II I II I II I II I II
Minat siswa mengikuti 7,1 9,5 16,7 59,5 59,5 23,8 23,8
materi Pokok Larutan
Asam dan Basa
Perhatian siswa dalam 7,1 9,5 16,7 57,1 57,1 26,2 26,2
materi Pokok Larutan
Asam dan Basa
Aktivitas siswa dalam 7,1 7,1 14,3 61,9 61,9 23,8 23,8
materi Pokok Larutan
Asam dan Basa
Aktivitas siswa dalam 7,1 7,1 14,3 66,7 66,7 19,0 19,0
mengerjakan tugas
MateriPokok Larutan
Asam dan Basa
Intensitas bertanya 85,7 71,4 14,3 28,6
siswa dengan guru
Intensitas bertanya 85,7 71,4 14,3 28,6
siswa dengan siswa
Keaktifan merespon 76,2 71,4 11,9 16,7 11,9 11,9
pertanyaan guru
Keaktifan siswa dalam 66,7 47,6 19,0 38,1 14,3 14,3
kerjasama kelompok

Dari Tabel 1 diketahui bahwa pada mengaktifkan memorinya sejak awal hingga
siklus I aktivitas siswa belum menunjukkan akhir pembelajaran. Siswa secara aktif
hasil positif. Siswa baru kelihatan menonjol mengkonstruk informasi atau pengetahuan
aktivitasnya pada kegiatan mengerjakan dalam benaknya sendiri sesuai prinsip teori
tugas (66,7 % Baik), sementara pada pembelajaran kontruktivistik (Slavin, 1995),
aktivitas bertanya (85,7% Kurang) dan sebagai salah satu karakteristik dari
merespon pertanyaan guru (76,2% Kurang) pembelajaran dengan pendekatan
masih belum menonjol. Sedangkan pada Salingtemas.
siklus II. aktivitas siswa sudah terjadi Hasil belajar kognitif siswa
peningkatan dibandingkan dengan hasil diperoleh melalui tes evaluasi di akhir siklus
pada siklus I. Siswa tetap kelihatan pembelajaran. Adapun data hasil belajar
menonjol aktivitasnya pada kegiatan yang telah dianalisis tampak pada Tabel 2.
mengerjakan tugas (66,7 % Baik),
sementara pada aktivitas bertanya mulai Tabel 2. Hasil evaluasi belajar siswa
per siklus
kelihatan peningkatannya sehingga ada
perubahan yang semula 85,7% ada pada Keterangan Siklus I Siklus
II
kategori kurang menjadi 71,4 %. Nilai Terendah 18 71
Sementara pada aspek merespon Nilai Tertinggi 68 100
Nilai rata-rata 43,09 81,14
pertanyaan guru yang semula 76,2% Modus 35 71
Kurang menjadi 71,4 %. Hal ini Median 44 79
Simpangan 12,56 8,55
menandakan bahwa siswa sudah mulai Baku
Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling…. 1427
Dari data pada Tabel 2 dapat adalah 75-99; (3) kurang efektif, apabila
diketahui bahwa terjadi peningkatan nilai nilai rata-rata hasil belajar seluruh siswa
rata-rata siswa dari 43,09 pada siklus I dalam satu kelas adalah 60-74; dan (4)
menjadi 81,14 pada siklus II. Hal ini berarti tidak efektif, apabila nilai rata-rata hasil
pendekatan Salingtemas benar-benar belajar seluruh siswa dalam satu kelas
efektif diterapkan dalam pembelajaran kurang dari 60 (Nuryanto & Binadja, 2010).
Kimia khususnya materi Larutan Asam dan Untuk mengetahui ketuntasan
Basa. Sebagaimana ditulis oleh Mulyasa belajar siswa baik secara individu maupun
(2002) dan Djamarah (2002) yang dikutip klasikal guru dan sekolah menentukan
oleh Nuryanto dan Binadja (2010) dalam Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) dan
artikel mereka bahwa tingkat efektivitas untuk mata pelajaran Kimia ini ditetapkan
pembelajaran dengan pendekatan KKM nya adalah nilai 70. Dari analisis nilai
Salingtemas ditinjau dari hasil belajar dapat tes di akhir siklus akhirnya diketahui jumlah
dikategorikan sebagai berikut: (1) sangat dan persentase siswa yang tuntas secara
efektif, apabila nilai rata-rata hasil belajar individual dan klasikal serta dapat diketahui
seluruh siswa dalam satu kelas adalah 100; pula tingkat daya serap siswa secara
(2) efektif, apabila nilai rata-rata hasil klasikal. Data prestasi belajar siswa ini
belajar seluruh siswa dalam satu kelas tersaji pada Gambar 1.

Gambar 1. Data prestasi belajar dalam 2 siklus

Gambar 1 membuktikan bahwa 100 %. Daya serap juga mengalami


siswa yang tuntas belajar di kelas peningkatan dari 43,14% pada siklus I
meningkat dari 0 % (tidak tuntas secara menjadi 81,23% pada siklus II. Berarti
klasikal) pada siklus I menjadi 100 % terjadi peningkatan 38,09%. Dengan
(tuntas secara klasikal) pada siklus II. Ini demikian pembelajaran Salingtemas dalam
berarti mengalami peningkatan sebesar pembelajaran ini dapat menjadikan siswa
1428 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1421-1430
lebih aktif mengenal lingkungan sekitarnya mempelajari ilmunya (Handayani, et al.,
serta peka terhadap permasalahan yang 2009).
ada di lingkungan tempat tinggalnya Minat siswa juga menjadi pokok
sebagai langkah awal melakukan perhatian peneliti guna mengukur
penyelidikan ilmiah. Hal ini sesuai dengan ketertarikan siswa pada proses
karakteristik pengajaran Salingtemas yaitu: pembelajaran dengan pendekatan
1) mengambil konsep dengan cara Salingtemas. Melalui angket siswa
mengidentifikasi masalah-masalah lokal, 2) diperoleh data tentang minat siswa
menggunakan kegiatan laboratorium yang terhadap proses pembelajaran. Gambar 2
berasal dari sumber lokal (manusia dan memaparkan persentase ketertarikan siswa
material) untuk memecahkan masalah, 3) terhadap proses pembelajaran
menekankan keterampilan proses yang menggunakan pendekatan Salingtemas.
biasa digunakan ilmuwan untuk

Gambar 2. Minat dan respon siswa

Gambar 2 menunjukkan bahwa sangat efektif, apabila nilai rata-rata angket


57% siswa berminat dan 29% sangat minat belajar seluruh siswa dalam satu
berminat. Hanya 14% yang kurang kelas adalah 100; (2) efektif, apabila nilai
berminat terhadap pembelajaran kimia rata-rata angket minat belajar seluruh siswa
dengan pendekatan Salingtemas. Bahkan dalam satu kelas adalah 75-99; (3) kurang
tidak ada siswa yang menyatakan (0%) efektif, apabila nilai rata-rata angket minat
tidak berminat. Dengan demikian belajar seluruh siswa dalam satu kelas
pembelajaran ini dapat diketagorikan adalah 60-74; dan (4) tidak efektif, apabila
efektif, ditinjau dari minat belajar siswa nilai rata-rata angket minat belajar seluruh
sesuai kategorisasi sebagai berikut: (1)
Suriyanto* dan Syaiful Rijal Alinata, Penerapan Pendekatan Saling…. 1429
siswa dalam satu kelas adalah kurang dari pendekatan Salingtemas dapat
60 (Nuryanto & Binadja, 2010). meningkatkan kinerja ilmiah dan prestasi
Berdasarkan data-data di atas, belajar materi pelajaran kimia khususnya
maka dapat digambarkan partisipasi siswa materi pokok Larutan Asam dan Basa pada
dalam merancang kegiatan belajarnya siswa kelas XI-IPA 3 SMA Negeri 2
sudah meningkat, minat dan perhatian Sumenep dengan ketuntasan klasikal 42
siswa mengikuti kegiatan belajar-mengajar siswa (100%) dan daya serap 81,23%.
menggunakan pendekatan Salingtemas
sudah meningkat, aktifitas siswa dalam
mengerjakan tugas yang diberikan oleh DAFTAR PUSTAKA
guru sudah meningkat, siswa sudah mulai
Arlitasari, O., Pujayanto, dan Budiharti, R.,
aktif bertanya dan menjawab pertanyaan
2013, Pengembangan Bahan Ajar
guru, tingkat pemahaman siswa terhadap IPA Terpadu Berbasis Salingtemas
dengan Tema Biomasa Energi
penjelasan-penjelasan yang telah diberikan
Alternatif Terbarukan, Jurnal
oleh guru sudah mencapai tolak ukur yang Pendidikan Fisika, Hal. 81-89.
telah ditetapkan, tingkat penguasaan materi Binadja, A., Wardani, S., dan Nugroho, S.,
2008. Keberkesanan Pembelajaran
secara utuh sudah meningkat dimana
Kimia Materi Ikatan Kimia Bervisi
tingkat penguasaan siswa dalam SETS pada Hasil Belajar Siswa,
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia,
menghubungkan topik pelajaran
Hal. 256-262.
sebelumnya sudah meningkat, kesulitan
Cajas, F., 1999, Public Understanding of
siswa mengikuti pola yang diterapkan guru, Science: Using Technology to
Echance School Science In
terutama dalam menghubungkan materi
Everyday Life. International Journal
yang telah diperoleh sebelumnya dengan of Science Education Hal. 765-773.
materi yang sedang dipelajari sudah mulai Depdiknas, 2003, Standar Kompetensi
Mata Pelajaran Kimia Kurikulum
berkurang, serta evaluasi hasil belajar
2004, Jakarta: Depdiknas.
siswa secara klasikal sudah tuntas.
Handayani, S.N., Indriwati, S.E., dan
Suwono, H., 2009, Penerapan
SIMPULAN Model Pembelajaran Kooperatif
Group Investigation dengan
Pendekatan Salingtemas Dalam
Simpulan dari penelitian ini adaah: Meningkatkan Kemampuan Kerja
(1) Para siswa merasa senang belajar, Ilmiah dan Hasil Belajar Kognitif
Biologi Siswa Kelas X SMA Negeri
dapat dilihat dari hasil observasi keaktifan 1 Lawang. Jurnal Biologi dan
siswa dalam kelas pada siklus kedua Pengajarannya CHIMERA, Hal. 42-
50.
meningkat dan dari hasil respon/ minat
Hanum, L., dan Mahlian, M., 2013,
terhadap penerapan pendekatan Penerapan Metode Team Teaching
Salingtemas yang menyatakan mereka Pada Materi Ikatan Kimia Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
sangat berminat (28,6%), berminat (57,1%), Kelas X SMAN 9 Tunas Bangsa
akan tetapi masih ada yang kurang Banda Aceh, Jurnal Chimica
Didactica Act, Hal. 1-6.
berminat (14,3%); (2) Penerapan
1430 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1421-1430
Membiela, P., 1999, Toward the Reform of (Salingtemas) Kelas VII SMP,
Science Teaching in Spain: the Jurnal Pendidikan Sains e-Pensa,
Social and Personal Relevance of Hal. 123-129.
junior Secondary School Science
Slavin, R.E., 1995, Cooperative Learning:
Projects for a socially Responsible
Theory, Reseach, and Practice,
Understanding of Science,
Boston: Ally and Bacon.
International Journal of Science
Education. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Kimia
Kurikulum 2004, 2003, Jakarta:
Nuryanto, dan Binadja, A., 2010, Efektivitas
Depdiknas.
Pembelajaran Kimia dengan
Pendekatan Salingtemas Ditinjau Suhaidi, I., 2006, Strategi Pembelajaran
dari Minat dan Hasil Belajar Siswa, Kimia Berorientasi Salingtemas,
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, dalam Buku Panduan Seminar
Hal. 552-556. Nasional Kimia. Surabaya:
Himpunan Kimia Indonesia jawa
Paramayanti, I., dan Fitrihidayati, H., 2014,
Timur.
Pengembangan Perangkat
Pembelajaran IPA Terpadu Tema Wellington, J., 2000, Teaching and
Pencemaran Air dengan Learning Secondary Science
Pendekatan Sains, Lingkungan, Contemporary issues and Practical
Teknologi, dan Masyarakat Approaches. London: Routledge.
Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi, Penerapan Model Pembelajaran…. 1431

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MEA DAN REACT


PADA MATERI REAKSI REDOKS

Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi


Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang
Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail: chemistquw@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap adanya perbedaan hasil belajar siswa yang
diberi pembelajaran MEA dan REACT pada materi reaksi oksidasi reduksi, dan hasil belajar
mana yang lebih baik di antara keduanya. Penelitian dilaksanakan di suatu SMA Negeri di
Pekalongan tahun ajaran 2013/2014 dengan populasi seluruh siswa kelas X MIPA. Sampel
diambil menggunakan teknik cluster random sampling, karena populasi berdistribusi normal dan
homogen. Desain penelitian yang digunakan adalah pretest-posttest group design.
Pengambilan data dilakukan dengan metode tes, observasi, dan dokumentasi. Hasil analisis
data menunjukkan bahwa adanya perbedaan rata-rata nilai post-test antara kelas eksperimen 1
dan kelas eksperimen 2 setelah keduanya diberikan perlakuan yang berbeda pada materi yang
sama. Hasil belajar kognitif diperoleh dari pretest dan posttest masing-masing kelas
eksperimen. Hasil menunjukkan adanya peningkatan dari skor pretest dan posttest pada kedua
kelas eksperimen tersebut dengan nilai rata-rata pretest kelas eksperimen 1 (MEA) 34
meningkat menjadi 74 pada posttest dan kelas eksperimen 2 (REACT) 39 meningkat menjadi
84,97. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran MEA
dan REACT dapat meningkatkan hasil belajar. Hasil belajar kimia aspek kognitif yang diberi
pembelajaran REACT lebih baik dibandingkan yang diberi pembelajaran MEA.

Kata Kunci: materi reaksi redoks, MEA, model pembelajaran, REACT

ABSTRACT
This study aims to reveal the difference in learning outcomes of students who were
given learning material MEA and REACT on oxidation-reduction reactions, and which one is
better between the two models. The experiment was conducted in a Senior High School in
Pekalongan academic year 2013/2014 with the entire population of students of science class
grade X. Samples were taken using cluster random sampling technique, because of the normal
distribution and homogenous population. Design research is pretest-posttest group design. Data
collection was performed by the method of testing, observation, and documentation. The result
showed that the average difference between the value of post-test experimental class 1 and
class 2 after the second experiment are given different treatment on the same material.
Cognitive learning results were obtained from the pretest and posttest each class experiment.
Results showed an increase of pretest and posttest scores in both the experimental class with
an average value pretest experiment class 1 (MEA) 34 increased to 74 in the posttest and
experimental class 2 (REACT) 39 increased to 84.97. Based on the results of this study, it can
be concluded that the implementation of MEA and REACT learning models can improve
learning outcomes of students. Student learning outcomes in the cognitive aspects of chemistry
REACT was better than by MEA.

Keywords: learning model, material redox reactions, MEA, REACT

PENDAHULUAN pembelajaran. Farid (2013) menyatakan


bahwa pembelajaran kimia menekankan
Mata pelajaran kimia sebagai salah pada cara siswa menguasai konsep-konsep
satu rumpun Ilmu Pengetahuan Alam dan bukan menghafal fakta satu sama lain.
menuntut siswa berpartisipasi aktif dalam Konsep-konsep kimia mempunyai tingkat
1432 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1431-1439

generalisasi dan abstraksi tinggi yang konsep-konsep yang terkandung dalam


menyebabkan siswa dapat mengalami suatu sajian permasalahan melalui
kesukaran dalam penguasaan. Mereka pemodelan (Rusyida, 2013).
cenderung lebih memilih untuk menghafal Salah satu contoh model
daripada memahami konsep-konsep kimia pembelajaran konsteksual adalah REACT.
tersebut. Hal tersebut tentunya menjadi tidak Strategi REACT dijabarkan oleh Crawford
efektif karena kimia bukanlah untuk (2001), bahwasannya ada lima strategi yang
dihafalkan melainkan untuk dipahami. harus tampak yaitu: Relating, Experiencing,
Perlunya pemahaman yang lebih membuat Applying, Cooperating, Transferring.
kimia tidak begitu disukai oleh siswa. Relating (mengaitkan) adalah pembelajaran
Faktor guru dan cara mengajarnya dengan mengaitkan materi yang sedang
merupakan faktor yang penting. Bagaimana dipelajari dengan konteks pengalaman
sikap dan kepribadian guru, tinggi dan kehidupan nyata atau pengetahuan yang
rendahnya pengetahuan yang dimiliki guru, sebelumnya. Experiencing (mengalami)
serta bagaimana cara guru itu mengajarkan merupakan pembelajaran yang membuat
pengetahuan itu kepada siswanya, turut siswa belajar dengan melakukan kegiatan
menentukan bagaimana hasil belajar yang (learning by doing) melalui eksplorasi,
dapat dicapai siswa. penemuan, pencarian, aktivitas pemecahan
Ilmu kimia mempunyai peranan masalah, dan laboratorium. Applying
penting dalam menyelesaikan beberapa (menerapkan) adalah belajar dengan
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari menerapkan konsep-konsep yang telah
antara lain masalah lingkungan hidup, dipelajari untuk digunakan, dengan
keterbatasan energi, kesehatan, dan memberikan latihan-latihan yang realistik
sebagainya. Oleh karena itu, pembelajaran dan relevan. Cooperating (bekerjasama)
di kelas hendaknya tidak hanya adalah pembelajaran dengan
menitikberatkan pada penguasaan materi mengkondisikan siswa agar bekerja sama,
untuk menyelesaikan secara matematis, sharing, merespon dan berkomunikasi
tetapi juga mengaitkan bagaimana siswa dengan para pembelajar yang lainnya.
mengenali permasalahan kimia dalam Kemudian Transferring (mentransfer)
kehidupannya dan bagaimana memecahkan adalah pembelajaran yang mendorong
permasalahan tersebut dengan siswa belajar menggunakan pengetahuan
pengetahuan yang diperoleh di sekolah. yang telah dipelajarinya ke dalam konteks
Model pembelajaran konstektual atau situasi baru yang belum dipelajari di
dan kooperatif dinilai sesuai untuk kelas berdasarkan pemahaman. Selain itu
diterapkan dalam pembelajaran kimia. Ultay dan Calik (2011) menyatakan bahwa
Contoh model pembelajaran kooperatif strategi REACT merupakan strategi yang
adalah Model Eliciting Activities (MEA), yaitu sudah populer di Turki. Strategi ini banyak
model pembelajaran untuk memahami, diterapkan oleh guru-guru dalam pelajaran
menjelaskan, dan mengkomunikasikan Fisika maupun Kimia. Strategi REACT terdiri
Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi, Penerapan Model Pembelajaran…. 1433

dari lima aspek Relating, Experiencing, Metode pengumpulan data di-


Appliying, Colaborating, dan Transferring. lakukan dengan metode tes, observasi, dan
Hanya saja sedikit berbeda dalam dokumentasi. Bentuk instrumen yang
Colaborating tetapi artinya sama dengan digunakan berupa soal tes, lembar
Cooperating yaitu bekerjasama. observasi, serta perangkat pembelajaran
Rumusan masalah dalam penelitian yang meliputi silabus, rencana pelaksanaan
ini adalah apakah ada peningkatan rata-rata pembelajaran, dan bahan ajar.
hasil belajar siswa dengan model Analisis data yang digunakan
pembelajaran MEA dan REACT dan hasil terbagi dalam dua tahap, yaitu tahap awal
mana yang lebih baik diantara keduanya. dan tahap akhir. Analisis tahap awal meliputi
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah uji normalitas dan homogenitas yang
mengetahui adanya peningkatan hasil digunakan untuk melihat kondisi awal
belajar siswa yang diberi pembelajaran MEA penelitian sebagai pertimbangan dalam
dengan REACT pada materi pokok reaksi pengambilan sampel dan analisis uji coba
oksidasi reduksi, dan untuk mengetahui soal untuk menentukan soal yang layak
hasil mana yang lebih baik diantara digunakan dalam pre-test dan post-test.
keduanya model tersebut. Analisis tahap akhir yaitu analisis
peningkatan hasil belajar Peningkatan hasil
METODE belajar diukur dengan uji t-test (Sugiyono,
2010).
Penelitian dilakukan di suatu SMA
Negeri di Pekalongan pada materi reaksi
HASIL DAN PEMBAHASAN
oksidasi reduksi. Desain penelitian adalah
pretest-posttest group design yaitu desain Hasil penelitian ini merupakan data
penelitian dengan melihat perbedaan pretest hasil belajar terhadap proses pembelajaran
dan posttest antara kelas eksperimen dan dengan model MEA dan REACT materi
kelas kontrol (Sugiyono, 2010). Populasi reaksi redoks. Hasil belajar yang didapatkan
dalam penelitian ini adalah siswa kelas X dalam penelitian ini meliputi hasil belajar
IPA SMA tersebut tahun ajaran 2013/2014. pada ranah psikomotorik dan kognitif.
Kelas X MIPA 3 merupakan kelas Data hasil belajar ranah psiko-
eksperimen 1 dan kelas X MIPA 4 motorik didapatkan pada pada kegiatan
merupakan kelas eksperimen 2 yang diambil praktikum yang meliputi delapan aspek. Tiap
dengan teknik cluster random sampling. aspek dianalisis secara deskriptif untuk
Variabel bebas penelitian ini adalah model mengetahui aspek mana yang dimiliki siswa
pembelajaran dan variabel terikatnya adalah dan yang perlu dikembangkan. Hasil belajar
hasil belajar siswa. Kelas eksperimen 1 ranah psikomotorik kegiatan praktikum
menggunakan model pembelajaran MEA meliputi delapan aspek yang disajikan
sedangkan kelas eksperimen 2 dalam Tabel 1.
menggunakan model pembelajaran REACT.
1434 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1431-1439

Tabel 1. Skor rerata aspek psikomotorik kegiatan praktikum

Aspek Eksperimen 1 Eksperimen 2


Kepemimpinan 3,45 3,56
Diskusi 3,34 3,76
Bekerjasama 3,68 3,84
Keterampilan praktikum 3,7 3,8
Ketepatan hasil praktikum 3,46 3,81
Pembuatan laporan sementara 3,68 3,7
Kebersihan tempat dan alat 3,8 3,54
Keseriusan 3,53 3,51

Tabel 1 menunjukkan bahwa 6 dari 8 pembelajaran seperti ini akan menantang


aspek yang ada pada kelas eksperimen 2 siswa untuk memecahkan permasalahan
lebih tinggi dibanding kelas eksperimen 1, (Dwijayanti dan Yulianti, 2010). Kegiatan
yang mana kelas eksperimen 1 meng- praktikum dengan strategi REACT pada
gunakan pembelajaran REACT sedangkan dasarnya berorientasi pada investigasi dan
kelas eksperimen 2 menggunakan moddel penemuan, sehingga output yang dihasilkan
pembelajaran MEA. Enam aspek tersebut merupakan suatu pemecahan masalah dari
adalah kepemimpinan, diskusi, bekerja- masalah yang ditemukan oleh siswa (Baser
sama, keterampilan praktikum, ketepatan dan Durmus, 2010).
hasil praktikum, dan pembuatan laporan Tabel 1 juga menunjukkan bahwa
sementara. Pada kelas eksperimen 1 skor aspek diskusi pada kelas eksperimen 1
sebanyak 17 dari 32 siswa memperoleh skor adalah 3,34 sedangkan pada kelas
dengan kriteria sangat baik, sedangkan eksperimen 2 adalah 3,76, artinya kelas
pada kelas eksperimen 2 sebanyak 19 dari eksperimen 2 lebih unggul pada aspek
30 siswa memperoleh skor dengan kriteria diskusi. Aspek diskusi pada pembelajaran
sangat baik. Artinya kegiatan praktikum REACT menekankan pada faktor
membantu siswa dalam pembelajaran. Farid transferring. Transferring artinya mem-
(2013) menyatakan bahwa kegiatan pelajari sesuatu dalam konteks
praktikum dapat lebih efektif membantu pengetahuan yang telah ada, menggunakan
siswa membangun pengetahuan, mengem- dan memperluas apa yang telah diketahui.
bangkan kemampuan logika dan Transferring juga bermakna
kemampuan memecahkan masalah dengan menghubungkan apa yang sudah dipelajari
baik. Adanya praktikum membantu siswa siswa atau apa yang sudah diketahui siswa
lebih dapat memahami materi yang mereka secara konteks. Crawford (2001)
pelajari karena mereka mendapatkan mendefinisikan transferring sebagai
pengalaman secara langsung (Kurnianto et penggunaan pengetahuan dalam konteks
al, 2010). Pengalaman langsung dalam yang baru. Dalam proses pembelajaran,
pembelajaran kimia dapat diperoleh melalui transfer atau pemindahan pengetahuan
kegiatan laboratorium dan pengalaman jarang terjadi karena siswa tidak berminat
dalam kehidupan sehari-hari, situasi mengaitkan dan mengaplikasikan konsep
Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi, Penerapan Model Pembelajaran…. 1435

yang mereka miliki dalam konteks 2013). Pembelajaran dengan metode


pembelajaran yang lain. Untuk mencapai kooperatif dapat meningkatkan aktivitas,
pemahaman yang mendalam diperlukan interaksi, motivasi dan prestasi belajar
kemampuan berpikir dan kemampuan dalam pembelajaran kimia (Fajri,
memindahkan pengetahuan. Pemindahan 2012).Pengalaman kerjasama tidak hanya
merupakan alat pemusatan daya pikir. Jadi, membantu siswa mempelajari bahan ajar,
siswa membutuhkan kemahiran berpikir tetapi konsisten dengan dunia nyata.
supaya mereka mampu memindahan Bekerja dengan teman sebaya dalam
sesuatu. Peran guru perlu diperluas dengan kelompok kecil akan meningkatkan kesiapan
membuat bermacam-macam pengalaman siswa dalam menjelaskan pemahaman
belajar dengan fokus pada pemahaman konsep dan menyarankan pendekatan
bukan pada hafalan. Jika siswa telah pemecahan masalah bagi kelompoknya.
mampu memindahkan dan mengaplikasikan Dengan mendengarkan pendapat orang lain
pengetahuannya dalam kehidupan sehari- dalam satu kelompok, siswa akan
hari maka dapat dikatakan siswa tersebut mengevaluasi kembali dan
telah memiliki pemahaman yang mendalam. memformulasikan pemahaman konsep.
Aspek bekerjasama (Tabel 1) pada Siswa akan belajar menilai pendapat orang
kelas eksperimen 2 lebih unggul dibanding lain karena terkadang perbedaan strategi
kelas eksperimen 1 yaitu dengan skor 3,84 yang digunakan akan menghasilkan
dari 3,68. Aspek bekerjasama pada pemecahan masalah yang lebih baik. Ketika
pembelajaran REACT menekankan pada sebuah kelompok berhasil mencapai tujuan,
faktor cooperating. Kelas eksperimen 2 maka anggota kelompoknya akan
sudah terbiasa untuk belajar secara memperoleh kepercayaan dan motivasi diri
kooperatif. Siswa yang bekerja secara yang tinggi.
individu dalam memecahkan suatu Tabel 1 memperlihatkan skor aspek
permasalahan sering tidak menunjukkan keterampilan praktikum kelas eksperimen 2
perkembangan yang signifikan. Terkadang lebih tinggi dari kelas eksperimen 2 yaitu 3,8
siswa merasa bingung kecuali jika guru dari 3,7. Aspek keterampilan praktikum pada
memberikan petunjuk penyelesaian langkah pembelajaran REACT menekankan pada
demi langkah. Sebaliknya, siswa yang faktor applying. Applying artinya suatu tahap
bekerja secara kelompok sering dapat pembelajaran bagaimana menempatkan
mengatasi masalah yang kompleks dengan suatu konsep untuk digunakan. Guru tidak
sedikit bantuan. Melalui cooperating siswa perlu mentransfer semua pengetahuan
lebih terdorong untuk memecahkan kepada siswa tetapi mengajak siswa untuk
berbagai permasalahan dalam berpikir dan mencari jawaban sendiri atas
pembelajaran karena siswa dapat permasalahan yang diberikan oleh guru
bekerjasama dengan siswa lainnya dalam maupun siswa itu sendiri. Cara demikian
memecahkan masalah pada materi akan melatih kemahiran aplikasi dan cara
pelajaran yang ditemukan (Nopiyanita, penyelesaian masalah. Dalam pembelajar-
1436 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1431-1439

an kimia, latihan soal tidak hanya diperoleh karena adanya praktikum (Arum, 2012).
melalui buku teks atau LKS saja melainkan Sedangkan experiencing (mengalami)
juga dari aktivitas hidup keseharian. Jadi mempunyai arti learning by doing atau
guru harus mampu memotivasi siswa dalam belajar melalui eksplorasi, penemuan, dan
memahami konsep melalui pemberian penciptaan (Crawford, 2001) . Aktivitas
latihan soal yang sifatnya realistik dan experiencing di dalam kelas dapat berupa
relevan dengan keseharian. Gambaran kegiatan memanipulasi peralatan,
proses pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah, dan kegiatan di
REACT dapat memberikan pengalaman laboratorium. Aktivitas lain juga diberikan
yang kaya kepada siswa. Pengalaman yang seperti eksperimen, diskusi dalam
disediakan oleh guru dapat meningkatkan kelompok, latihan, dan tugas rumah. Belajar
pemahaman siswa tentang sesuatu yang akan lebih bermakna jika siswa mengalami
mereka pelajari, sehingga mereka apa yang dipelajarinya tidak hanya
diharapkan dapat menerapkan pada kondisi mengetahuinya saja (Hasnawati, 2006).
nyata dalam kehidupan sehari-hari Siswa akan lebih siap belajar apabila
(Ismawati, 2010). mereka disajikan sesuatu yang sifatnya
Aspek ketepatan hasil praktikum nyata dan mampu ditangkap secara visual,
(Tabel 1) skor kelas eksperimen 2 lebih auditori, dan kinestetik. Salah satu strategi
tinggi dari kelas eksperimen 1 yaitu 3,81 dari yang dapat digunakan untuk mewujudkan
3,46 . Aspek ketepatan hasil praktikum pada hal ini adalah melalui aktivitas experience.
kelas eksperimen 2 menekankan pada Aktivitas experience akan mengembangkan
faktor relating dan experiencing. Relating kesiapan siswa untuk memahami konsep-
yaitu menghubungkan pengetahuan yang konsep yang sifatnya abstrak.
sudah ada atau menghubungkan dengan Pada uji ketuntasan belajar siswa
kehidupan sehari-hari. Crawford (2001) didapatkan hasil bahwa kelas eksperimen 1
menyatakan bahwa dalam proses dan kelas eksperimen 2 telah mencapai
pembelajaran harus dimulai dengan ketuntasan belajar dengan didasarkan pada
pertanyaan dan fenomena-fenomena yang KKM yang ditetapkan di SMA tersebut. KKM
menarik dan akrab bagi siswa, bukan yang ditetapkan pada mata pelajaran kimia
dengan hal-hal yang sifatnya abstrak dan di adalah 75. Hasil tersebut menunjukkan
luar jangkauan persepsi, pemahaman, dan bahwa penerapan model pembelajaran MEA
pengetahuan siswa. Suatu pembelajaran dan REACT dapat membuat rata-rata nilai
akan lebih bermakna jika siswa mengalami siswa mencapai KKM. Hal ini sesuai dengan
secara langsung dibandingkan hanya penelitian Rusyida (2013) tentang
membayangkan saja dari penjelasan guru. penerapan model pembelajaran MEA yang
Siswa lebih tertarik untuk mengikuti juga telah mencapai KKM yaitu 80 pada
pembelajaran saat diberikan suatu mata pelajaran matematika di SMP Negeri 1
permasalahan yang disesuaikan dengan Ungaran. Pada kelas eksperimen 1,
kehidupan sehari-hari dan lebih teratarik sebanyak 24 dari 32 siswa tuntas KKM.
Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi, Penerapan Model Pembelajaran…. 1437

Sedangkan pada kelas eksperimen 2, menggunakan model pembelajaran MEA


sebanyak 27 dari 30 siswa juga tuntas KKM. dan kelas eksperimen 2 menggunakan
Hal ini menunjukkan proporsi ketuntasan model pembelajaran REACT.
klasikal kelas eksperimen 1 lebih tinggi Berdasarkan hasil belajar
dibanding kelas eksperimen 2. psikomotor (Tabel 1) dan hasil belajar
Hasil rata-rata pretest dan posttest kognitif (Gambar 1) dapat disimpulkan
pada dua kelas eksperimen ditunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran
pada Gambar 1. Nilai rata-rata pretest kelas REACT pada kelas eksperimen 2 lebih
eksperimen 1 dengan penerapan model efektif untuk meningkatkan hasil belajar
pembelajaran MEA dan kelas eksperimen 2 siswa dibanding dengan penerapan model
dengan model pembelajaran REACT pembelajaran MEA pada kelas eksperimen
menunjukkan hasil yang hampir sama (tidak 1. Yuniawatika (2011) menyatakan
berbeda secara signifikan), sedangkan nilai pembelajaran dengan strategi REACT
rata-rata posttest kelas eksperimen 2 lebih menunjukkan peran yang berarti dalam
tinggi daripada kelas eksperimen 1 meningkatkan kemampuan koneksi dan
repesentasi matematik.
Dalam pembelajaran
startegi REACT, fokus
kegiatan belajar se-
penuhnya berada pada
siswa yaitu berpikir
menemukan solusi dari
suatu masalah termasuk
proses untuk me-
mahami suatu konsep
dan prosedur. Keber-
Gambar 1. Hasil pretest dan posttest pada
dua kelas eksperimen hasilan pembelajaran dengan strategi
REACT terjadi karena pada pembelajaran
Gambar 1 menunjukkan adanya siswa terstimulus secara aktif, sehingga
perbedaan rata-rata nilai antara kelas kemampuan siswa berkembang dan terus
eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2, meningkat. Temuan ini sesuai dengan
dengan perbedaan nilai rata-rata posttest pernyataan Crawford (2001) yang
sebesar 7,25. Hal ini berarti terdapat menyatakan bahwa strategi REACT memiliki
perbedaan peningkatan hasil belajar setelah kelebihan antara lain dapat memperdalam
diberikan pembelajaran menggunakan pemahaman siswa serta membuat belajar
model yang berbeda. Perbedaan menyeluruh dan menyenangkan. Pada
peningkatan antara kelas eksperimen 1 dan penggunaan model pembelajaran REACT
kelas eksperimen 2 disebabkan peran aktif guru lebih banyak daripada di
pembelajaran pada kelas eksperimen 1 kelas eksperimen 1 (MEA) hanya saja tetap
1438 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1431-1439

mengutamakan sifat student centered. Guru strategi REACT terbukti dapat meningkatkan
tidak menjelaskan secara panjang lebar motivasi siswa dalam pembelajaran
seperti pada model konvensial ceramah sehingga siswa menjadi lebih aktif dalam
akan tetapi guru lebih suka memancing kegiatan belajar mengajar (Mulyasa, 2006).
penjelasan materi dengan cara mengaitkan Hal ini sesuai dengan penelitian-penelitian
pada kehidupan sehari-hari atau pada yang sudah dikembangkan sebelumnya,
pengetahuan yang sudah diperoleh antara lain Marthen (2010) menyatakan
sebelumnya (Relating), mengaitkan pada kemampuan matematis siswa sekolah
kejadian yang dialami oleh siswa atau peringkat tinggi, sedang dan rendah dengan
nantinya siswa akan mengalami dalam model pembelajaran REACT lebih tinggi
praktium misalnya (Experiencing), kemudian daripada siswa yang belajarnya
dari pengetahuan yang siswa peroleh, konvensional. Ismawati (2010) juga
diharapkan siswa dapat mengaplikasikan menyatakan rata-rata hasil belajar kelas
dalam kehidupan (Applying), siswa eksperimen setelah diberi perlakuan yaitu
melaksanakan kegiatan dengan cara pembelajaran inkuiri berstrategi REACT
bekerjasama (Cooperating) dan siswa saling lebih baik dari kelas kontrol (tanpa
berbagi informasi atau pengetahuan dengan pmbelajaran inkuiri berstrategi REACT).
sesamanya (Transferring).
Berdasarkan hasil belajar
psikomotor, hasil belajar kognitif dan SIMPULAN
ketuntasan klasikal, maka pembelajaran
Berdasarkan hasil penelitian dapat
REACT lebih berhasil daripada
disimpulkan hal-hal sebagai berikut.
pembelajaran MEA. Pemilihan model
Pertama ada perbedaan rata-rata hasil
pembelajaran merupakan suatu hal yang
belajar kimia yang signifikan antara kelas
penting untuk menentukan kualitas
yang diberi pembelajaran MEA dan
pembelajaran. Hal ini sesuai dengan
pembelajaran REACT. Kedua Hasil belajar
karakteristik Contextual Teaching Learning
kimia yang diberi pembelajaran REACT
yang menghubungkan pembelajaran
terbukti lebih baik dibandingkan yang diberi
dengan kehidupan sehari-hari sehingga
pembelajaran MEA.
siswa dapat memaknai tentang yang
dipelajari, bukan hanya mengetahui. Strategi
pembelajaran REACT dapat membantu
DAFTAR PUSTAKA
siswa menemukan konsepnya sendiri,
bekerjasama, dan menerapkannya dalam
Arum, W.F., 2012, Penerapan Model
kehidupan sehari-hari sehingga dalam
Pembelajaran CLIS dengan
pelaksanaannya selalu menghadirkan Metode Eksperimen dalam
Pembelajaran Fisika di Kelas VIII
fenomena-fenomena alam atau lingkungan
SMP, Jurnal Pembelajaran
yang dapat dengan mudah ditemui oleh Fisika, Vol 1, No 2, Hal: 138-144.
siswa (Yuliati, 2008). Pembelajaran dengan
Fitriya Karima* dan Kasmadi Imam Supardi, Penerapan Model Pembelajaran…. 1439

Baser, M. dan Durmus, S., 2010, The Fisika melalui Kegiatan


Effectiveness of Computer Praktikum Fisika Sederhana,
Supported Versus Real Jurnal Pendidikan Fisika
Laboratory Inquiry Learning Indonesia, Vol 6, No 1, Hal: 6-9.
Environments on Understanding
of Direct Current Electricity Marthen, T., 2010, Pembelajaran melalui
Among Pre-Service Elementary Pendekatan REACT
School Teachers, Eurasia Meningkatkan Kemampuan
Journal of Mathematics, Sciense Matematis Siswa SMP, Jurnal
dan Technology Education, Vol Penelitian Pendidikan, Vol 11, No
6, No 1, Hal: 47-61. 2, Hal: 129-141.

Crawford, L.M., 2001, Teaching Mulyasa, 2006 ,Manajemen Berbasis Sekolah,


Contextually: Research, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rationale, And Tachniques for Nopiyanita, T., 2013, Penerapan Model
Improving Student Motivation Pembelajaran Teams Game
and Achievment in Mathematics Tournament (TGT) untuk
and Sciences, Texas: CCI Meningkatkan Prestasi Belajar Kimia
Publishing, INC. dan Kreativitas Siswa pada Materi
Dwijayanti, P. dan Yulianti, P., 2010, Reaksi Redoks Kelas X Semester
Pengembangan Kemampuan Genap SMA Negeri 3 Sukoharjo
Berpikir Kritis Mahasiswa melalui Tahun Ajaran 2012/2013, Jurnal
Pembelajaran Problem Based Pendidikan Kimia, Vol 2, No 4, Hal:
Instruction pada Mata Kuliah 135-141.
Fisika Lingkungan, Jurnal
Pendidikan Fisika Indonesia, Vol Rusyida, W.Y., 2013, Komparasi Model
6, No 1, Hal: 108-114. Pembelajaran CTL dan MEA
Farid, A., 2013, Pengaruh Penerapan terhadap Kemampuan Pemecahan
Strategi REACT terhadap Hasil Masalah Materi Lingkaran, UNNES
Belajar Kimia Siswa Kelas XI, Journal of Mathematic Education,
Chemistry in Education, Vol 3, Vol 2, No 1, Hal: 1-7.
No 1, Hal: 36-42. Sugiyono, 2010, Statistika untuk Penelitian,
Fajri, L., 2012, Upaya Peningkatan Proses Bandung: Alfabeta.
dan Hasil Belajar Kimia Materi
Ultay, N. dan Calik, M., 2011, Distinguishing
Koloid melalui Pembelajaran 5E Model from REACT Strategy
Kooperatif Tipe TGT Dilengkapi
an Example of Acids and Bases
dengan TTS bagi Siswa Kelas XI Topic, Necatibey Faculty of
IPA 4 SMA Negeri 2 Boyolali Education Electronic Journal of
Semester Genap Tahun Ajaran Science and Mathematics
2011/2012, Jurnal Pendidikan Education, Vol 5, No 2, Hal: 199-
Kimia, Vol 1, No 1, Hal: 89-96.
220.
Hasnawati, 2006, Pendekatan Contextual Yuliati, L., 2008, Model-Model Pembelajaran
Teaching Learning Hubungannya Fisika “Teori Dan Praktek”,
dengan Evaluasi Pembelajaran,
Malang: LP3 Universitas Negeri
Jurnal Ekonomi dan Pendidikan,
Malang.
Vol 3, No 1, Hal: 53-62.
Yuniawatika, 2011, Penerapan
Ismawati, R., 2010, Pengaruh Model
Pembelajaran Matematika
Pembelajaran Inkuiri Berstrategi
dengan Strategi REACT untuk
REACT terhadap Hasil Belajar
Meningkatkan Kemampuan
Kimia Siswa Kelas XI SMA
Koneksi dan Representasi
Negeri 4 Semarang, Skripsi,
Matematika Siswa Sekolah
Universitas Negeri Semarang. Dasar, Jurnal Universitas
Kurnianto, Dwijayanti, dan Khumaedi, 2010, Pendidikan Indonesia, Vol 1, No
Pengembangan Kemampuan 1, Hal: 107-120.
Menyimpulkan dan
Mengkomunikasikan Konsep
1440 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1440-1449

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING


BERBANTUAN FLASH INTERAKTIF TERHADAP HASIL BELAJAR

Siti Nursiami* dan Soeprodjo


Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang
Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail: amimi15@yahoo.com

ABSTRAK

Creative Problem Solving (CPS) merupakan suatu model pembelajaran yang berpusat
pada keterampilan pemecahan masalah yang diikuti dengan penguatan kreativitas. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah model pembelajaran Creative Problem Solving
berbantuan flash interaktif efektif bila diterapkan pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen dengan populasi seluruh siswa kelas XI
IPA di suatu SMA N di kota Magelang tahun pelajaran 2013/2014. Teknik sampling
menggunakan cluster random sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
metode dokumentasi, tes, observasi, dan angket. Uji yang digunakan untuk menganalisis data
adalah uji perbedaan dua rata-rata, uji ketuntasan klasikal, dan uji estimasi rata-rata hasil
belajar kognitif. Hasil uji perbedaan dua rata-rata dua pihak menunjukkan adanya perbedaan
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji ketuntasan belajar kelas eksperimen mencapai
ketuntasan belajar (individual dan klasikal) sedangkan kelas kontrol belum mencapai
ketuntasan klasikal. Hasil uji estimasi rata-rata menunjukkan rata-rata hasil belajar kelas
eksperimen dari 86,25 sampai 87,35 dan kelas kontrol dari 81,45 sampai 82,55 sehingga bisa
disimpulkan bahwa model pembelajaran Creative Problem Solving terbukti efektif diterapkan
pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.

Kata kunci: creative problem solving, flash interaktif, hasil belajar

ABSTRACT

Creative Problem Solving (CPS) is a learning model that is centered on problem solving
skills, followed by strengthening creativity. The purpose of this study was to determine whether
the Creative Problem Solving learning model-assisted interactive flash effectively can be
applied to the material solubility and solubility product. This research is experimental research
with the entire population of students of class XI IPA at a high school in Magelang in 2013/2014
school year. Sampling techniques used cluster random sampling. Collecting data in this study
used the methods of documentation, testing, observation, and questionnaires. The test is used
to analyze the data are two average value test, mastery learning classical test, and the
estimated average test results of cognitive learning. The result of the two average value
indicated the differences between experimental group and control group. The result of the test
was obtained that experiment group achieved the learning completeness (individual and
classical) while control group had not achieved classical completeness yet. The result of the
estimation of average treatments showed experimental group of the average of the test result
was 86,25 until 87,35 and control group was 81,45 until 82,55 so it can be concluded that the
learning model Creative Problem Solving has been effectively applied to the material solubility
and solubility product.

Keywords: creative problem solving, interactive flash, learning outcomes

PENDAHULUAN dan dapat dimanfaatkan untuk kehidupan


sehari-hari. Siswa yang belajar kimia
Kimia merupakan pelajaran yang diharapkan akan memberikan output yang
erat hubungannya dengan lingkungan yang baik bagi masyarakat, dalam hal ini dapat
Siti Nursiami* dan Soeprodjo, Keefektifan Model Pembelajaran Creative …. 1441

dikatakan dengan berhasilnya siswa suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan


menyelesaikan kewajibannya adalah belajar keterampilan memecahkan masalah untuk
dengan menghasilkan hasil secara memilih dan mengembangkan tanggapan-
maksimal. Guru, kurikulum, siswa, sarana nya. Tidak hanya dengan cara menghafal
dan prasarana serta strategi atau model tanpa dipikir, keterampilan memecahkan
balajar mengajar adalah faktor yang masalah memperluas proses berpikir.
mempengaruhi hasil belajar siswa (Sutikno, Siswa dalam menerima materi
2010). Salah satu faktor yang utama yang pembelajaran memerlukan suatu alat bantu
menentukan apakah siswa akan berminat yang dapat digunakan pada kegiatan belajar
dan termotivasi untuk belajar adalah faktor mengajar. Alat bantu yang dimaksud ialah
yang berasal dari guru sendiri (Aritonang, media pembelajaran. Media pembelajaran
2008) dan salah satu faktor penyebab siswa semakin mendapat sorotan dalam dunia
sulit menerima materi yang diajarkan adalah pendidikan di Indonesia karena perannya
kurang variatifnya model pembelajaran yang yang sangat penting dalam keberhasilan
dilakukan oleh guru (Nurhadi, 2004). siswa. Keberhasilan menggunakan media
Dari semua materi yang ada dalam dalam proses pembelajaran akan menentu-
mata pelajaran kimia terdapat materi kan hasil belajar, antara lain tergantung
kelarutan dan hasil kali kelarutan yang pada (1) isi pesan, (2) cara menjelaskan
tergolong materi yang cukup sulit. Sebuah pesan, dan (3) karakteristik penerima pesan
SMA di Magelang memiliki output yang (Sutjiono, 2005).
belum maksimal pada materi ini. Beberapa Komunikasi yang tidak berjalan
faktor yang menyebabkan belum dengan baik, menyebabkan pesan yang
maksimalnya hasil belajar siswa antara lain disampaikan oleh guru sulit dipahami oleh
kurangnya pemahaman tentang penulisan siswa. Sebaliknya, apabila komunikasi
rumus kimia, reaksi ionisasi dan berjalan efektif dan efisien, maka semakin
stoikiometriya. banyak tujuan pembelajaran tercapai.
Dalam hal ini perlu adanya Dalam komunikasi dibutuhkan media yang
peningkatan pembelajaran kimia di SMA dapat menyampaikan pesan. Model pem-
dalam pemahaman siswa terhadap materi belajaran flash interaktif dapat digunakan
serta aplikasinya di masyarakat. Sejalan sebagai salah satu alternatif untuk me-
dengan perkembangan teknologi di bidang nyampaikan pesan (guru) kepada penerima
pendidikan banyak dikembangkan model- pesan (siswa) (Fatkurrohman, 2012).
model pembelajaran, salah satunya adalah Flash Interaktif merupakan aplikasi
model pembelajaran Creative Problem multimedia interaktif. Multimedia merupakan
Solving (CPS). Model CPS adalah suatu gabungan antara berbagai media seperti
model pembelajaran yang berpusat pada teks grafik, bunyi, animasi dan video yang
keterampilan pemecahan masalah yang dikirim dan dikendalikan dengan program
diikuti dengan penguatan kreativitas komputer (dalam satu software digital) serta
(Rosalin, 2008). Ketika dihadapkan dengan mempunyai kemampuan interaktif untuk
1442 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1440-1449

menjadi salah satu alternatif yang baik pembelajaran CPS berbantuan flash
sebagai alat bantu dalam pembelajaran. interaktif efektif terhadap hasil belajar siswa
Menurut pengertian ini, multimedia interaktif pada pembelajaran materi kelarutan dan
digambarkan sebagai multimedia non linear hasil kali kelarutan. Sedangkan tujuan yang
yang memberikan kendali kepada pemakai ingin dicapai peneliti adalah untuk
daripada komputer. Sehingga terjadi mengetahui keefektifan model pembelajaran
interaksi atau hubungan timbal balik antara CPS berbantuan flash interaktif terhadap
pengguna dengan seluruh program isi hasil belajar siswa pada materi kelarutan
materi yang ada di dalamnya (Arsyad, dan hasil kali kelarutan.
2009).
Putri (2010) dalam penelitiannya METODE PENELITIAN
tentang pengaruh artikel kimia terhadap
Penelitian ini merupakan penelitian
model pembelajaran CPS memperoleh
eksperimen dengan desain yang digunakan
kontribusi sebesar 32,87% terhadap hasil
adalah pretest-posttest group design yang
belajar kimia siswa. Sama halnya dengan
merupakan penelitian yang diamati dengan
keberhasilan penelitian yang dilakukan
melihat perbedaan pretest dan posttest
Sudiran (2012) tentang penerapan model
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
pembelajaran CPS memperoleh
Kelas XI IPA 3 merupakan kelas eksperimen
peningkatan hasil belajar pada siklus
dan kelas XI IPA 4 sebagai kelas kontrol
pertama sebesar 36,84% dan siklus kedua
yang diambil berdasarkan teknik cluster
sebesar 81,58%. Kusumawati, et al., (2012)
random sampling yaitu pengambilan dua
melakukan penelitian tentang implementasi
kelas secara acak dari populasi bersyarat,
peer tutoring berbantuan compact disc
yaitu populasi harus bersifat normal dan
dalam bentuk flash interaktif pembelajaran
memiliki homogenitas yang sama. Kelas
memberikan pengaruh sebesar 81,72%
eksperimen diberi pembelajaran
terhadap hasil belajar siswa. Kontribusi
menggunakan model pembelajaran Creative
sebesar 75,4% dalam penelitian yang
Problem Solving (CPS) berbantuan flash
dilakukan Solikhakh, et al., (2012) tentang
interaktif sementara kelas kontrol diberikan
pengembangan perangkat pembelajaran
pembelajaran menggunakan metode
dalam kemasan compact disc (flash
ceramah dan diskusi. Desain penelitian
interaktif) pembelajaran berpengaruh
disajikan pada Tabel 1.
terhadap hasil belajar siswa. Keberhasilan
penelitian di atas memberikan kontribusi
Tabel 1. Desain penelitian pretest-posttest
gagasan untuk menerapkan model
group design
pembelajaran dengan bantuan media
Kelompok Pre Perlakuan Post
tersebut sebagai bahan penelitian yang test test
dilaksanakan. Eksperimen T1 X T2

Permasalahan yang dihadapi dalam Kontrol T1 Y T2

penelitian ini adalah apakah model


Siti Nursiami* dan Soeprodjo, Keefektifan Model Pembelajaran Creative …. 1443

Metode pengumpulan data berdistribusi normal, memiliki varians yang


dilakukan dengan metode tes, metode sama dan tidak ada perbedaan yang
dokumentasi, lembar observasi dan lembar signifikan pada kedua kelas.
angket. Bentuk instrumen yang digunakan Pembelajaran menggunakan model
adalah soal pretest dan posttest, lembar pembelajaran CPS berbantuan flash
observasi afektif, lembar observasi interaktif dilaksanakan dalam lima kali
prikomotorik dan angket tanggapan siswa. pertemuan. Adapun hasil penelitian tersebut
Metode tes digunakan untuk mengetahui dipaparkan dalam tiga ranah yaitu hasil
hasil belajar ranah kognitif. Adapun bentuk belajar ranah kognitif, hasil belajar ranah
soal tes yang digunakan adalah pilihan afektif dan hasil belajar ranah psikomotorik.
ganda sebanyak 25 butir soal yang telah Hasil uji ketuntasan belajar menunjukkan
disusun sesuai dengan indikator bahwa siswa kelas eksperimen telah
pembelajaran. Soal yang digunakan antara mencapai ketuntasan belajar baik secara
kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah individual maupun klasikal karena terdapat
sama. Hasil kognitif siswa dianalisis 27 siswa yang lulus dari total 30 siswa
menggunakan metode statistik parametrik berdasarkan KKM (77). Hasil ini juga
antara lain normalitas, kesamaan dua diperkuat dengan analisis uji estimasi rata-
varians, perbedaan dua rata-rata, uji rata hasil belajar kognitif dari 86,25 sampai
ketuntasan belajar dan uji estimasi rata-rata. 87,35 yang artinya bahwa pembelajaran
Sedangkan hasil belajar afektif dan kelas eksperimen yang menggunakan
psikomotorik serta angket tanggapan siswa model pembelajaran CPS berbantuan flash
dianalisis secara deskriptif. interaktif terbukti efektif saat diterapkan
pada materi kelarutan dan hasil kali
HASIL DAN PEMBAHASAN kelarutan. Hasil ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Mulyasa (2002) bahwa
Hasil penelitian yang diperoleh
keberhasilan kelas dilihat dari jumlah
sebagai syarat pengambilan sampel
peserta didik yang mampu menyelesaikan
penelitian menggunakan data nilai ulangan
atau mencapai minimal 65%, sekurang-
harian kelas XI IPA materi larutan
kurangnya 85% dari jumlah peserta didik
penyangga menunjukkan bahwa populasi
yang ada di kelas tersebut. Hasil analisis
terbukti berdistribusi normal dan memiliki
ketuntasan belajar kelas kontrol lebih
tingkat homogenitas yang sama, dibuktikan
rendah dibanding kelas eksperimen yaitu 19
2
dengan hasil analisis χ hitung (11,02) kurang
siswa yang lulus dari total 30 siswa. Hasil
2
dari χ kritis (11,07). Analisis kondisi awal
analisis uji estimasi rata-rata hasil belajar
bertujuan untuk membuktikan bahwa antara
kognitif kelas kontrol dari 81,45 sampai
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
82,55. Kedua kelas memiliki jarak proporsi
berangkat dari kondisi yang sama. Data
ketuntasan yang lumayan jauh, namun rata-
yang digunakan adalah nilai pretest. Hasil
rata hasil belajar yang dihasilkan tidak jauh
analisis menunjukkan kedua kelompok
perbedaannya. Hasil rata-rata kelas
1444 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1440-1449

eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat Pembelajaran matematika menggunakan


dalam Gambar 1 berikut ini. model CPS dapat membuat siswa lebih aktif
dan kreatif dalam menciptakan
solusi suatu masalah yang
diberikan. Hal ini senada dengan
pembelajaran pada materi kela-
rutan dan hasil kali kelarutan
yang membutuhkan hitungan
untuk menyelesaikan setiap
masalah. Keaktifan dan kreati-
vitas membantu siswa dalam
memecahkan setiap masalah
Gambar 1. Perbandingan rata-rata hasil
belajar pretest-posttest kelas dalam materi kelarutan dan hasil kali
eksperimen dan kelas kontrol kelarutan dalam pembelajaran mengguna-
kan model CPS. Ekayanti, et al., (2013)
Gambar 1 memperlihatkan perban-
menjelaskan bahwa keaktifan siswa
dingan rata-rata hasil belajar pretest dan
dimungkinkan jika siswa diberi kesempatan
posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol.
untuk berpartisipasi atau terlibat dalam
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa
proses pembelajaran. Partisipasi aktif siswa
ketuntasan belajar siswa kelas eksperimen
sangat berpengaruh pada proses
lebih tinggi daripada kelas kontrol dengan
perkembangan berpikir, emosi dan sosial.
perbedaan yang sangat jauh, namun kedua
Hasil belajar afektif diperoleh
kelas mempunyai rata-rata hasil belajar
melalui pengamatan terhadap sikap siswa
yang tidak terpaut jauh yaitu kelas
selama proses pembelajaran berlangsung
eksperimen sebesar 86,80 dan kelas kontrol
dengan pengukuran menggunakan lembar
sebesar 82,00. Hal ini dikarenakan
observasi. Rata-rata hasil belajar afektif
banyaknya siswa kelas kontrol yang belum
pada kelas eksperimen sebesar 89,83 dan
mencapai ketuntasan individual dengan nilai
kelas kontrol sebesar 80,85. Hasil penelitian
yang hampir memenuhi KKM (77) yaitu 76.
rata-rata untuk tiap aspek afektif dapat
Lebih tingginya hasil belajar yang diperoleh
dilihat pada Tabel 1.
kelas eksperimen daripada kelas kontrol
Tabel 1 memperlihatkan bahwa
menunjukan bahwa penggunaan model
hasil observasi hasil belajar afektif kelas
pembelajaran CPS berbantuan flash
eksperimen lebih baik daripada kelas
interaktif pada proses pembelajaran kelas
kontrol, namun dalam aspek etika dan
eksperimen memberikan output yang lebih
sopan santun dalam berkomunikasi
baik dan terbukti lebih efektif bila digunakan
keduanya sama-sama memiliki poin yang
dalam proses belajar mengajar daripada
sangat tinggi. Rata-rata nilai seluruh aspek
penerapan metode ceramah dan diskusi
kelas eksperimen sebesar 4,5 dengan
pada proses pembelajaran kelas kontrol.
kriteria sangat tinggi, sedangkan kelas
Siti Nursiami* dan Soeprodjo, Keefektifan Model Pembelajaran Creative …. 1445

kontrol sebesar 4,03 dengan kriteria tinggi. daripada kelas kontrol. Hal ini meunjukkan
Kedua kelas mempunyai perbedaan hasil belajar afektif kelas eksperimen lebih
kuantitatif yaitu besarnya rata-rata aspek baik. Hasil analisis rata-rata nilai tiap aspek
afektif kelas eksperimen lebih tinggi disajikan dalam Gambar 2.

Tabel 1. Rata-rata tiap aspek afektif kelas eksperimen dan kelas kontrol
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Aspek
Rata-rata Kriteria Rata-rata Kriteria
Kehadiran 4,26 Tinggi 4,23 Tinggi
Partisipasi aktif dalam pembelajaran 4,16 Tinggi 3,3 Tinggi
Kemampuan bertanya atau 3,87 Tinggi 3,76 Tinggi
mengemukakan pendapat
Kelengkapan dan kerapian catatan 4,76 Sangat 3,97 Tinggi
tinggi
Perhatian siswa terhadap materi 4,7 Sangat 4 Tinggi
pembelajaran tinggi
Bekerjasama dengan 4,43 Tinggi 4,03 Tinggi
teman/kelompok saat pembelajaran
Etika/sopan santun dalam 4,87 Sangat 4,8 Sangat
berkomunikasi tinggi tinggi
4,87 Sangat 4,13 Tinggi
Interaksi dengan guru tinggi

Gambar 2. Perbandingan rata-rata nilai tiap aspek afektif kelas eksperimen dan kelas kontrol

Gambar 2 memperlihatkan bahwa aspek yaitu kehadiran siswa, bertanya/


rata-rata tiap aspek afektif pada kelas mengemukakan pendapat serta aspek etika/
eksperimen lebih besar daripada kelas sopan santun saat pembelajaran, kedua
kontrol, namun demikian pada beberapa kelas mempunyai nilai kriteria yang hampir
1446 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1440-1449

sama. Hal ini membuktikan bahwa kedua Hasil belajar psikomotorik dilihat
kelas tingkat kedisiplinan dan keaktifan yang saat pelaksanaan praktikum. Praktikum
hampir sama pula, dimana akan yang dilaksanakan bertujuan untuk
berpengaruh pada hasil belajar kognitif pula. memprediksi terbentuknya endapan
Pada aspek lain kelas eksperimen lebih berdasarkan harga Ksp, dimana praktikum
unggul dengan kriteria sangat tinggi dilakukan oleh kelas eksperimen dan kelas
daripada kriteria tinggi yang dihasilkan kelas kontrol. Penilaian yang dilakukan saat
kontrol. Aspek kelengkapan catatan, melakukan observasi pada kedua kelas
perhatian siswa terhadap materi meliputi beberapa aspek diantaranya aspek
pembelajaran serta interkasi dengan guru persiapan pelaksanaan praktikum,
merupakan tiga aspek yang lebih unggul kepemimpinan, dinamika kelompok,
pada kelas eksperimen. Sesuai dengan keterampilan dalam melaksanakan
ketuntasan klasikal hasil belajar yang praktikum, kebersihan dan laporan
diperoleh, tiga aspek tersebut memiliki praktikum. Setiap aspek dinilai dengan
peran yang lebih menonjol dibandingkan rentang skor dalam lembar observasi 1
aspek lain pada kelas eksperimen secara sampai 4. Pengamatan dilakukan oleh
umum. Sejalan dengan pendapat Totiana peneliti sendiri dan guru mitra yang
(2012) siswa yang diajar menggunakan mengajar. Hasil analisis rata-rata nilai tiap
model CPS memiliki aktivitas belajar lebih aspek penilaian psikomotorik disajikan
tinggi daripada siswa yang diajar dengan dalam Gambar 3.
menggunakan metode konvensional.

Gambar 3. Perbandingan rata-rata nilai tiap aspek psikomotorik kelas eksperimen dan
kelas kontrol
Siti Nursiami* dan Soeprodjo, Keefektifan Model Pembelajaran Creative …. 1447

Gambar 3 memperlihatkan bahwa pembelajaran CPS berbantuan flash


rata-rata nilai per aspek psikomotorik kelas interaktif pada materi kelarutan dan hasil kali
eksperimen lebih unggul daripada kelas kelarutan. Respon atau tanggapan siswa
kontrol. Namun pada aspek pertama yaitu terhadap masing-masing pernyataan
pada persiapan pelaksanaan praktikum dinyatakan dalam 4 kategori, yaitu SS
kedua kelas hampir memiliki nilai yang sama (sangat setuju) dengan skor 4, S (setuju)
hanya terpaut sedikit saja. Hal ini dengan skor 3, TS (tidak setuju) dengan
menunjukkan kedua kelas telah siap untuk skor 2 dan STS (sangat tidak setuju) dengan
mengikuti praktikum tentang memperkirakan skor 1. Aspek tanggapan siswa yang
terbentuknya endapan berdasarkan harga diberikan sebanyak sepuluh yang
Ksp. Proses pembelajaran praktikum yang menyangkut bagaimana minat dan
dilaksanakan pada pertemuan keempat tanggapan siswa terhadap model
sebelum diadakannya ulangan harian pada pembelajaran dan media yang telah
pertemuan selanjutnya dan lebih dilaksanakan selama proses pembelajaran.
fleksibelnya waktu yang diberikan saat Hasil analisis deskriptif angket tanggapan
melakukan praktikum serta rasa penasaran disajikan dalam Gambar 4.
siswa tentang proses praktikum yang akan Hasil analisis tanggapan siswa
dijalani menjadi alasan utama siswa menunjukkan banyak aspek yang unggul
antusias mengikuti pembelajaran praktikum. pada skor kriteria 3 (setuju) pada 6
Kelas eksperimen yang telah diberikan pernyataan angket. Sedangkan 4
pembelajaran menggunakan model pernyataan yang lain unggul pada skor
pembelajaran CPS dimana model ini kriteria 4 (sangat setuju). Hal ini dapat
menuntut siswa untuk berpikir kritis dan disimpulkan bahwa siswa menyukai
kreatif untuk menyelesaikan masalah yang kegiatan pembelajaran dengan model
diberikan. Dalam mengatasi kesulitan pembelajaran CPS berbantuan flash
pelajaran, diharapkan siswa menggunakan interaktif. Secara keseluruhan dari angket
langkah-langkah kreatif dalam memecahkan yang disebar, hasil analisis skor angket
masalah. Model pembelajaran yang yang didapat sebesar 84,75 yang tergolong
digunakan pada kelas eksperimen kategori sangat baik. Dari seluruh siswa
berdampak pada hasil belajar psikomotorik yang memberikan tanggapan melalui
yang lebih maksimal daripada kelas kontrol angket, sebanyak 13 siswa menyatakan
yang menggunakan metode pembelajaran sangat setuju, 16 siswa menyatakan setuju
ceramah dan diskusi. dan 1 siswa menyatakan tidak setuju. Hal ini
Untuk mengetahui hasil menunjukkan sekitar 29 siswa dari 30 siswa
pembelajaran secara deskriptif maka menyukai pembelajaran menggunakan
dilakukan observasi dengan memberikan model pembelajaran berbantuan flash
lembar angket pendapat siswa pada kelas interaktif pada materi kelarutan dan hasil kali
eksperimen dimana terdapat kegiatan kelarutan.
pembelajaran menggunakan model
1448 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1440-1449

Gambar 4. Hasil angket tanggapan siswa

SIMPULAN Arsyad, A., 2009, Media pembelajaran


(Cetakan ke-3), Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Secara umum pembahasan
menunjukkan bahwa pembelajaran Ekayanti, H.B.S. dan Usman R., 2013,
Pemanfaatan CD Interaktif sebagai
menggunakan model pembelajaran CPS
Upaya Meningkatkan Kemampuan
berbantuan flash interaktif efektif terhadap Penalaran Siswa pada Pembelajaran
Matematika, Jurnal Pendidikan dan
hasil belajar siswa kelas XI IPA 3 sebagai
Pembelajaran, Vol 2, No 11, Hal: 1-
kelas eksperimen pada materi kelarutan 14.
dan hasil kali kelarutan. Hal ini dapat
Fatkurrohman, F., 2012, Pengembangan
diketahui dari hasil analisis keefektivan Media CD pembelajaran Interaktif
model pembelajaran terhadap hasil belajar Mata Pelajaran Geografi Topik
Atmosfer, Jurnal Pendidikan
siswa melalui uji estimasi rata-rata yang Geografi, Vol 1, No 1, Hal: 6.
memperoleh nilai rata-rata sebayak 86,25
Kusumawati, R., Wuryanto, dan Arif A.,
sampai 87,35. 2012. Implementasi Peer Tutoring
dengan Pendekatan Inquiry
Berbantuan CD Pembelajaran
terhadap Hasil Belajar. Unnes
Journal of Mathematics Education,
Vol 1, No 2, Hal: 1-8.

DAFTAR PUSTAKA Mulyasa, E., 2002, Kurikulum Berbasis


Kompetensi, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Aritonang, K.T., 2008, Minat dan Motivasi
dalam Meningkatkan Hasil Belajar Nurhadi, 2004, Pembelajaran Kontekstual
Siswa, Jurnal Pendidikan Penabur, dan Penerapannya dalam KBK,
Vol 10, No 7, Hal: 11-21. Malang: Universitas Negeri Malang.
Siti Nursiami* dan Soeprodjo, Keefektifan Model Pembelajaran Creative …. 1449

Putri, I.R dan Kasmadi I.S., 2010, Pengaruh


Penggunaan Artikel Kimia dari
Internet pada Model Pembelajaran
Creative Problem Solving terhadap
Hasil Belajar Kimia Siswa SMA,
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol
4, No 1, Hal: 574-581.

Rosalin, E., 2008, Gagasan Merancang


Pembelajaran Kontekstual, Bandung:
PT Karsa Mandiri Persada.

Solikhakh, R.A., Rismono, dan Waluya,


S.B., 2012, Pengembangan
Perangkat Pembelajaran Beracuan
Kontruktivisme dalam Kemasan CD
Interaktif Kelas VIII Materi Geometrid
dan Pengukuran, Unnes Journal of
Research Mathematics Education,
Vol 1, No 1, Hal: 13-19.

Sudiran, 2012, Penerapan Model


Pembelajaran Creative Problem
Solving untuk Meningkatkan
Kemampuan Siswa Menyelesaikan
Masalah Fisika, Jurnal Penelitian
Inovasi Pembelajaran Fisika, Vol 4,
No 1, Hal: 7-12.

Sutikno, S., 2010, Keefektifan


Pembelajaran Menggunakan Media
Puzzle terhadap Pemahaman IPA
Pokok Bahasan Kalor pada Siswa
SMP, Jurnal Pendidikan Fisika
Indonesia, Vol 1, No 6, Hal: 123-127.

Sutjiono, T.W.A., 2005, Pendayagunaan


Media Pembelajaran, Jurnal
Pendidikan Penabur, Vol 4, No 4,
Hal: 76-84.

Totiana, F., Elfi S.V.H., dan Redjeki. T.,


2012, Efektivitas Model
Pembelajaran Creative Problem
Solving (CPS) yang Dilengkapi Media
Pembelajaran Laboratorium Virtual
terhadap Prestasi Belajar Siswa pada
Materi Pokok Koloid Kelas XI IPA
Semester Genap SMA Negeri 1
Karanganyar Tahun Pelajaran
2011/2012, Jurnal Pendidikan Kimia,
Vol 1, No 1, Hal: 74-79.
1450 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1450-1458

PENINGKATAN KEMAMPUAN CHEMO-ENTREPRENEURSHIP SISWA


MELALUI PENERAPAN KONSEP KOLOID YANG BERORIENTASI
LIFE SKILL

Wibi Tegar Lelono* dan Saptorini


Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang
Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail: bungloncilik13@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan Chemo-


entrepreneurship siswa setelah mendapatkan penerapan konsep koloid yang berorientasi Life
Skill. Penelitian ini menggunakan Pretest and Posttest Design dengan pengambilan sampel
menggunakan teknik Cluster Random Sampling, yakni kelas XI IPA 5 sebagai kelas eksperimen
dan kelas XI IPA 6 sebagai kelas kontrol. Penelitian ini dibagi menjadi 3 tahap yaitu persiapan,
pelaksanaan, dan tahap akhir atau produk. Untuk kelas eksperimen, produk yang dibuat
diserahkan sepenuhnya kepada siswa, sedangkan kelas kontrol telah ditentukan oleh guru.
Untuk nilai akhir siswa adalah rerata dari nilai posttest, afektif, psikomotor, dan produk.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan rerata pretest kelas eksperimen adalah 37,24 dan
kelas kontrol 35,03 sedangkan nilai akhir kelas ekperimen adalah 83,25 dan kelas kontrol
80,75. Pengaruh variabel bebas terhadap variabel kontrol sebesar 0,517 dikategorikan sedang.
Peningkatan kemampuan chemo-entrepreneurship kelas eksperimen sebesar 57% sedangkan
kelas kontrol sebesar 54%. Uji t nilai akhir mendapatkan hasil kemampuan chemo-
entrepreneurship kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Simpulan dari penelitian
ini adalah penerapan konsep koloid yang berorientasi Life skill dapat meningkatkan
kemampuan Cheom-entrepreneurship siswa, dan kemampuan Chemo-entrepreneurship kelas
eksperimen meningkat sebesar 57% sedangkan kelas kontrol sebesar 54%.

Kata kunci: chemo-entrepreneurship, koloid, life skill

ABSTRACT

This study aims to determine the increase in the ability of Chemo-entrepreneurship


students after getting the application of the concept of colloid, which is oriented Life Skill. This
study used pretest and posttest design with a sampling technique using cluster random
sampling, the grade XI science as an experimental class 5 and class 6 as a class XI science of
control. This study is divided into three stages: preparation, execution, and the final stage or
products. For the experimental class, products made entirely handed over to the students, while
the control class has been determined by the teacher. The final value is the average of the
grades students posttest, affective, psychomotor, and products. Based on the results, the
average value of the experimental class pretest was 37.24 and 35.03 in the control group while
the final value of the experimental class are 83.25 and 80.75 in the control class. The influence
of independent variables on the control variables were categorized by 0.517. Improving the
ability of chemo-entrepreneurship in the experimental class by 57% while the control class is
54%. T test at the end of the value that has been done to get the ability chemo-class
entrepreneurship experiment proved to be better than the control class. Conclusions from this
research is the application of the concept of colloid, which is oriented Life skills can improve
students' ability Cheom-entrepreneurship, and the ability Chemo-entrepreneurship in the
experimental class increased by 57% while the control group only 54%.

Keywords: chemo-entrepreneurship, colloids, life skills


Wibi Tegar Lelono* dan Saptorini, Peningkatan Kemampuan Chemo …. 1451

PENDAHULUAN dengan proses yang betul-betul hidup. Hal


ini dikarenakan kecakapan hidup tidak
Ilmu kimia sebagai salah satu mata
semata-mata hanya memiliki kemampuan
pelajaran di SMA yang mempelajari tentang
tertentu saja, namun ia harus memiliki
fenomena alam yang sangat dekat dengan
kemampuan dasar pendukungnya secara
kehidupan sehari-hari. Namun pada kenya-
fungsional seperti membaca, menulis,
taannya justru pelajaran kimia dianggap
menghitung, merumuskan dan memecahkan
sebagai sesuatu hal yang menakutkan oleh
masalah, mengelola sumber-sumber daya,
sebagian besar siswa, hal ini ditandai
bekerja dalam tim atau kelompok, terus
dengan adanya sikap pasif dalam menerima
belajar di tempat bekerja, mempergunakan
materi dan adanya kecenderungan
teknologi dan lain sebagainya (Susiwi,
menghafal bukan untuk memahami maupun
2007).
mengaitkan materi yang diperoleh dengan
Berdasarkan data Badan Pusat
kehidupan sehari-hari. Oleh karena hal-hal
Statistika (2014) mencatat data pengang-
tersebut, secara langsung maupun tidak
guran per Februari 2014 didominasi lulusan
langsung akan menyebabkan rendahnya
SMA. Lulusan SMA yang menganggur
kecakapan hidup (life skill) yang dimiliki oleh
mencapai 9,10% dari total penganggur.
siswa (Kusuma, et al., 2009). Padahal untuk
Pengangguran tertinggi kedua di Indonesia
dapat berhasil dalam kehidupan setelah
adalah lulusan SMP dengan 7,44%.
lulus pendidikan menengah maupun
Sedangkan lulusan universitas menempati
perguruan tinggi tidak hanya berbekal
urutan ketiga dengan 4,31% kemudian
selembar kertas ijazah, tetapi harus memiliki
paling sedikit jumlah penganggurannya
kemampuan memasarkan pengetahuan,
adalah lulusan SD dengan 3,69 % dari 7,15
memiliki jiwa entrepreneurship, jujur, dan
juta orang Indonesia yang menganggur. Hal
kreatif (Sumarti, 2008)
ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi
Alasan rasional lainnya tentang
pendidikan tidak menunjukan relevansi
penerapan pembelajaran yang berorientasi
semakin mudah mendapatkan pekerjaan di
life skill adalah karena pendidikan harus
negeri ini. Kondisi lain yang perlu
dikelola secara demand-driven. Artinya,
diperhatikan adalah sebagian besar lulusan
materi atau konten yang diajarkan kepada
sekolah menengah, lebih dari 81% tidak
peserta didik merupakan refleksi nilai-nilai
melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi
kehidupan nyata yang dihadapinya
(Supartono, 2012). Sedangkan berdasarkan
(Desmawati, et al., 2009). Sejalan dengan
observasi di SMA Negeri 9 Semarang
Soebroto, et al., (2008) yang menyatakan
sekitar 10% alumnusnya tidak melanjutkan
bahwa metode life skill dalam pembelajaran
di perguruan tinggi. Sebagian dari mereka
merupakan sebuah pembelajaran yang
harus masuk ke dunia kerja bagi yang
menghadirkan tema-tema dan masalah ke-
memenuhi persyaratan dari pemilik
manusiaan, menumbuhkembangkan potensi
pekerjaan, dan sebagian yang lain harus
manusia secara nyata agar siap hidup
belajar ketrampilan tertentu agar kelak dapat
1452 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1450-1458

memperoleh peluang bekerja. Dari data ini peningkatannya. Tujuan yang ingin dicapai
memberi gambaran bahwa sebenarnya dalam penelitian ini adalah mengetahui ada
kondisi pendidikan kita membutuhkan suatu tidaknya peningkatan kemampuan chemo-
pembelajaran yang berorientasi life skill entrepreneurship siswa SMA setelah
untuk meningkatkan kemampuan berwira- mendapatkan penerapan materi pokok
usaha sebagai bekal setelah lulus. koloid yang berorientasi life skill dan
Menurut Kusuma & Siadi (2010) mengetahui besarnya peningkatan yang
Salah satu pengembangan konsep CEP terjadi.
dalam pendidikan kimia antara lain dalam
bentuk life skill pada setiap mata kuliah yang METODE PENELITIAN
berpeluang. Dari gagasan tersebut
Popoluasi dari penelitian ini adalah
penerapan konsep kimia SMA juga dirasa
seluruh siswa kelas XI IPA suatu SMA N di
perlu untuk dikaitkan dengan life skill, salah
Semarang tahun pelajaran 2013/2014,
satu konsep kimia adalah koloid, dari
sedangkan sampelnya adalah kelas XI IPA
konsep ini banyak yang dapat dikaji siswa
5 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI
karena keterkaitannya dalam kehidupan
IPA 6 sebagai kelas kontrol. Pengambilan
sehari-hari. Agar dapat meningkatkan ke-
sampel tersebut ditentukan dengan teknik
mampuan chemo-entrepreneurship siswa,
cluster random sampling dengan mengambil
pembelajaran harus didesain dan dilaksana-
dua kelas dari enam kelas populasi secara
kan berangkat dari obyek atau fenomena
acak. Variabel bebas dalam penelitian ini
yang ada disekitar kehidupan peserta didik
adalah pembelajaran pada materi koloid
yang kemudian dikembangkan ke dalam
yang berorientasi life skill. Pembelajaran ini
konsep koloid. Pembelajaran kimia yang
dilakukan dalam tiga tahap, yakni tahap
seperti ini akan lebih menyenangkan dan
persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap
memberi kesempatan pada peserta didik
akhir atau produk. Variabel terikat dalam
untuk mengoptimalkan potensinya agar
penelitian ini adalah peningkatan kemam-
menghasilkan produk. Bila peserta didik
puan chemo-entrepreneurship siswa. Desain
sudah terbiasa dengan kondisi belajar yang
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
demikian, tidak menutup kemungkinan akan
pretest and posttest design. Penelitian ini
memotivasi mereka untuk berwirausaha
terbagi menjadi 3 tahapan yaitu
(Supartono, 2006). Pada penelitian ini ada
perencanaan, pelaksanaan, dan tahap akhir
batasan untuk kemampuan chemo-
(Kadarwati, et al., 2010). Untuk kelas
entrepreneurship yaitu hanya sampai pada
eksperimen produk yang akan dibuat
tahap produksi.
diserahkan sepenuhnya kepada siswa
Rumusan masalah dari penelitian ini
sedangkan kelas kontrol telah ditentukan
adalah apakah ada peningkatan kemam-
oleh guru.
puan chemo-entrepreneurship siswa setelah
Pengumpulan data dilakukan de-
mendapat penerapan konsep yang
ngan metode dokumentasi, tes, observasi.
berorientasi life skill dan berapakah besar
Wibi Tegar Lelono* dan Saptorini, Peningkatan Kemampuan Chemo …. 1453

Instrumen penelitian yang digunakan berupa inovasi, kemampuan berkreasi, kemampuan


soal pretest-posttest, lembar observasi mempunyai ide orisinil, kemampuan
psikomotorik, afektif, dan produk. Analisis mempunyai daya imajinasi tinggi,
data yang digunakan terbagi dalam dua kemampuan memandang sesuatu dari
tahap, yaitu tahap awal dan tahap akhir. berbagai sudut pandang, dan kemampuan
Analisis tahap awal digunakan untuk melihat menganalisis data (Lestari, 2009). Untuk
kondisi awal penelitian sebagai pertimbang- jenis soal yang dipakai adalah uraian
an dalam pengambilan sampel. Analisis dengan kemungkinan banyak jawaban. Soal
tahap akhir meliputi uji normalitas untuk uraian sengaja dipilih karena melihat
menentukan statistika yang akan digunakan, indikator kemampuan chemo-
uji persamaan dua varians, dan uji hipotesis entrepreneurship yang berhubungan dengan
untuk mengetahui mana yang lebih baik kemampuan berpikir tingkat tinggi dan
kelas eksperimen atau kelas kontrol kebebasan dalam menentukan jawaban
(Sudjana, 2002), dan analisis pengaruh yang inovatif serta kreatif.
antarvariabel untuk mengetahui besarnya Hasil belajar yang pertama adalah
pengaruh variabel bebas terhadap variabel ranah afektif yang mengukur tahap
terikat (Soeprodjo, 2002), dan yang terakhir perisapan digunakan indikator yaitu
adalah menghitung peningkatan kemam- bertanggung jawab dengan tugasnya,
puan chemo-entrepreneurship masing- bekerjasama dalam kelompok, kemampuan
masing kelas. berinovasi, kemampuan berkreasi, kemam-
puan mempunyai ide orisinil, kemampuan
mempunyai daya imajinasi tinggi. Dari setiap
HASIL DAN PEMBAHASAN indikator harus disusun kategori untuk
penilaian yang memperhatikan aspek
Hasil penelitian ini meliputi data
kecakapan hidup yang dimiliki oleh siswa
hasil belajar dari setiap proses yaitu
(Kusuma, et al., 2009). Seperti pada
perencanaan, pembuatan, dan produk. Hasil
indikator kemampuan berinovasi, siswa
belajar yang didapatkan dari setiap
akan mendapat skor maksimal jika semua
prosesnya adalah kognitif dan afektif pada
kategorinya yaitu siswa dapat menggali
tahap persiapan, psikomotorik pada tahap
informasi melalui berbagai sumber,
pelaksanaan, dan terakhir adalah nilai
mengolah informasi, dan menghubungkan
produk pada tahap akhir. Pada setiap
informasi dengan suatu masalah sehingga
tahapnya penilaian dilakukan dengan
tercipta penyelesaiannya melalui produk
menggunakan lembar observasi kecuali
yang dibuat dapat dilaksnakan oleh siswa.
untuk menilai kemampuan kognitif yang
Hasil rerata skor afektif dari 6 indikator
menggunakan soal, penyusunan lembar
tersebut disajikan dalam Tabel 1.
observasi dan soal sudah disesuaikan
dengan indikator kemampuan chemo-
entreprenurship yaitu kemampuan ber-
1454 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1450-1458

Tabel 1. Skor rerata aspek afektif konsep pengetahuan untuk menyelesaikan


Kelas Kelas suatu masalah (Özgelen, 2012). Aspek
Aspek
eksperimen kontrol
afektif juga dipengaruhi oleh karakter siswa,
Bertanggung jawab 3,84 3,00
dengan tugasnya yakni berkaitan dengan ilmu pengetahuan
Bekerjasama dalam 3,77 3,00
kelompok yang dipengaruhi oleh berbagai macam
Kemampuan 3,13 3,33 kompetensi yang salah satunya adalah
berinovasi
psikologi yang di dalamnya menyangkut
Kemampuan 3,30 3,00
berkreasi karakter (Duit, 2007). Selain itu Siswa
Kemampuan 3,47 3,33
mempunyai ide orisinil dengan kecakapan berpikir tingkat tinggi
Kemampuan 3,25 4,00 mampu belajar, meningkatkan kinerja
mempunyai daya
mereka, dan mengurangi kelemahan
imajinasi tinggi
mereka (Heong, et al., 2011).
Berdasarkan data dari Tabel 1 Penilaian psikomotorik dilakukan
dapat disimpulkan bahwa tidak semua dengan menggunakan lembar observasi
indikator afektif dari kelas eksperimen lebih psikomotorik. Lembar observasi ini memuat
baik daripada kelas kontrol seperti kemam- 6 indikator yaitu mempersiapan alat dan
puan berinovasi yang mana kelas bahan percobaan, melakukan prosedur
eksperimen mempunyai rata-rata 3,13 percobaan dengan benar, menjaga keber-
sedangkan kelas kontrol 3,33, selain itu sihan alat dan ruang kerja, membuat
pada aspek rata-rata kemampuan mem- laporan, kemampuan memandang sesuatu
punyai daya imajinasi tinggi kelas dari berbagai sudut pandang, dan kemam-
eksperimen 3,25 sedangkan untuk kelas puan menganalisis data. Seperti aspek
kontrol adalah 4,00. afektif, setiap indikator pada aspek psiko-
Indikator afektif kemampuan ber- motorik juga diberikan kategori untuk
inovasi dan memiliki daya imajinasi tinggi penilaiannya. Dengan skor 4 adalah yang
kelas eksperimen lebih rendah daripada tertinggi dan 1 adalah yang terendah. Skor
kelas kontrol. Hal ini terlihat ketika pada rerata psikomotorik dapat dilihat pada Tabel 2.
tahap persiapan berlangsung, di kelas
Tabel 2. Skor rerata aspek psikomotorik
kontrol ketika produk sudah di-
Kelas Kelas
Aspek
tentukan, banyak siswa yang eksperimen kontrol
mengusulkan untuk mencoba Mempersiapan alat dan bahan 3,70 3,00
percobaan
mencari alternatif bahan lain sebagai Melakukan prosedur percobaan 3,70 3,70
pengganti bahan utama pembuatan dengan benar
Menjaga kebersihan alat dan 3,66 3,00
produknya. Perilaku kelas kontrol ini ruang kerja
mengindikasikan bahwa kemampuan Membuat laporan 3,33 3,33
chemo-entrepreneurship juga berhu- Kemampuan memandang 3,66 3,00
sesuatu dari berbagai sudut
bungan dengan science process skill pandang
yang mana kemampuan berpikir Kemampuan menganalisis data 3,66 3,66

seorang yang digunakan membangun


Wibi Tegar Lelono* dan Saptorini, Peningkatan Kemampuan Chemo …. 1455

Berdasarkan Tabel 2 diketahui dibuat dibebaskan maka lembar penilaian ini


bahwa masih ada beberapa indikator kelas harus dilengkapi dengan berbagai macam
eksperimen yang mempunyai rerata sama jenis produk yang memanfaaatkan konsep
dengan kelas kontrol. Indikator yang koloid serta syarat keamanan produknya.
memiliki rerata sama adalah melakukan pro- Hasil rerata nilai setiap indikator yang
sedur percobaan dengan benar, membuat dicapai untuk kelas eksperimen dan kontrol
laporan, dan kemampuan menganalisis menunjukkan produk yang baik. Untuk
data. Untuk indikator melakukan prosedur rerata nilai tiap indikator produk tersaji
percobaan dengan benar dan membuat dalam Tabel 3.
laporan memperoleh rerata yang sama,
Tabel 3. Rerata nilai produk
karena pada indikator tersebut siswa kelas
Kelas Kelas
eksperimen dan kontrol sudah mempunyai Aspek
Eksperimen Kontrol
dasar materi yang hampir sama. Hal yang Bentuk Fisik 4,00 3,33
membedakan adalah prosedur percobaan Inovasi 3,33 3,00

kelas eksperimen dibuat sendiri oleh siswa, Pemakaian Bahan 4,00 3,00
Baku
sedangkan prosedur kelas kontrol sudah Keamanan Produk 3,33 3,00
dibuat oleh peneliti. Sorotan utama aspek Khasiat Produk 3,66 3,00
psikomotorik ini adalah kemampuan meng-
analisis data kelas eksperimen dan kontrol Berdasarkan Tabel 3 dapat di-
yang mempunyai rerata sama. Kemampuan simpulkan bahwa produk yang dihasilkan
menganalisis data selain berhubungan oleh kelas eksperimen lebih baik daripada
dengan aspek psikomotorik siswa, juga kelas kontrol. Hal ini menunjukan bahwa
berhubungan dengan aspek kognitifnya. dengan diserahkan sepenuhnya pemilihan
bahwa kelas eksperimen dan kontrol dipilih produk kepada siswa dapat memberikan
karena berangkat keadaan yang sama pengalaman lebih luas, mendidik siswa gar
(berdistribusi normal dan homogen) maka lebih mandiri dan dapat mendidik siswa
dapat disimpulkan bahwa apabila ada memahami suatu masalah secara men-
kesamaan itu merupakan hal yang wajar. dalam yang nantinya berujung pada hasil
Produk yang telah dibuat oleh siswa yang baik (Siadi, et al., 2009). Selain itu
dinilai dalam lembar penilaian produk. dengan dibebaskan siswa untuk memilih
Penilaian produk terdiri dari 5 indikator. produknya pembelajaran kimia akan lebih
Indikator ini dipilih karena sabagai syarat bermakna karena siswa akan mengetahui
minimal produk dinyatakan baik. Indikator dari mulai persiapan hingga tahap akhir.
yang dipakai adalah bentuk fisik, inovasi, Dengan tiap tahapnya dilakukan dengan
pemakaian bahan baku, keamanan produk, baik maka akan mendapatkan hasil yang
dan khasiat produk. Pada indikator baik pula.
keamanan produk dibutuhkan kriteria untuk Hasil belajar selanjutnya adalah
masing-masing produk yang dibuat siswa. aspek kognitif, pada aspek ini pengukuran
Untuk kelas eksperimen karena produk yang dilakukan dengan soal. Nilai yang di-
1456 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1450-1458

dapatkan akan dijumlah dengan nilai afektif, perhitungan didapatkan Fhitung sebesar 3,294
psikomotorik, dan produk yang kemudian sedangkan Fkritis adalah 0,799. Karena Fhitung
rata-rata untuk menjadi nilai akhir. Perlakuan lebih besar daripada Fkritis dapat ditarik
ini dilakukan karena penelitian ini tidak kesimpulan bahwa kedua kelas memiliki
melihat hasil belajar kognitif sebagai nilai varians yang berbeda maka selanjutnya
utama, tetapi setiap tahap dalam prosesnya. digunakan uji t’. Pada uji t’ sebagai
Pada setiap prosesnya meliputi aspek pembanding bukan ttabel melainkan t’’. Jika t’
afektif, psikomotorik, dan produk seperti lebih besar daripada t’’ maka dapat disimpul-
yang dilakukan oleh Supartono et al., kan kemampuan chemo-entreprenurship
(2009). Chemo-entrepreneurship sejatinya kelas eksperimen lebih baik daripada kelas
adalah suatu konsep kimia yang dikaitkan kontrol. Jika t’ lebih kecil daripada t’’ maka
dengan dengan obyek nyata. Dengan dapat disimpulkan kemampuan chemo-
demikian siswa juga memiliki kesempatan entrepreneurship kelas eksperimen tidak
untuk mempelajari proses pengolahan suatu lebih baik dari pada kelas kontrol (Sudjana,
bahan menjadi suatu produk yang ber- 2002).
manfaat, bernilai ekonomi dan menumbuh-
kan semangat berwirausaha (Supartono, et Tabel 4. Hasil uji statistika nilai akhir
al., 2009). Dari dasar itulah nilai yang Jenis
Hasil Keterangan
Statistika
digunakan adalah total keseluruhan tahapan
Varians kedua
yang dilakukan oleh siswa. Uji F 3,294 kelompok berbeda
Rata-rata nilai akhir kelas Kemampuan CEP
kelas eksperimen
eksperimen adalah 83,25 sedangkan kelas lebih baik daripada
kontrol adalah 80,75. Dari rata-rata nilai Uji t' 3,93 kelas kontrol
RB 0,517 Sedang
akhir itu bisa dikatakan kemampuan chemo-
KD 26,17% -
entrepreneurship kelas eksperimen lebih
Peningkatan 57% kelas Eksperimen
baik daripada kelas kontrol. Untuk
54% Kelas Kontrol
membuktikan itu nilai akhir ini akan di uji
secara statistika, uji yang yang akan Dari uji t’ didapatkan bahwa t’
dilakukan adalah uji kesamaan dua varians, sebesar 3,93 sedangkan t’’ memiliki nilai
uji t, menentukan pengaruh variabel (rb), sebesar 1,687. Sehingga dapat ditarik
koefisien determinasi (KD), dan uji kesimpulan bahwa kemampuan chemo-
peningkatan chemo-entrepreneurship. Untuk entrepreneurship kelas eksperimen lebih
hasil semua uji disajikan pada Tabel 4. baik daripada kelas kontrol.
Langkah awal yang dilakukan Menentukan pengaruh variabel
sebelum uji t adalah dengan uji kesamaan bertujuan untuk mengetahui pengaruh
dua varians. Dengan ketentuan jika F hitung variabel bebas terhadap variabel kontrol.
lebih kecil daripa Fkritis maka menggunakan Dari Tabel 4 didapat rb sebesar 0,517 atau
uji t, tetapi jika Fhitung lebih besar dripada bisa dikatakan pengaruh variabel bebas
Fkritis maka menggunakan uji t’. Hasil terhadap variabel terikat adalah sedang.
Wibi Tegar Lelono* dan Saptorini, Peningkatan Kemampuan Chemo …. 1457

Setelah mengetahui pengaruh variabel kepada siswa sejak dini diharapkan akan
selanjutnya adalah menentukan koefisien semakin banyak terciptanya peluang usaha
determinasi. Dari Tabel 4 didapatkan baru yang memanfaatkan konsep-konsep
koefisien determinasi (KD) sebesar 26,77%. kimia, dampaknya selain mengurangi
Hal ini berarti penerapan konsep koloid yang pengangguran dan ketergantungan menjadi
berorientasi life skill memberikan kontribusi pegawai juga memperlihatkan keber-
sebesar 26,77% dalam peningkatan maknaan suatu pelajaran yang didapatkan
kemampuan chemo-entrepreneuship siswa. siswa.
Uji peningkatan kemampuan
chemo-entrepreneurship kelas eksperimen SIMPULAN
dan kelas kontrol bertujuan untuk
Hasil penelitian dapat disimpulkan
mengetahui besarnya peningkatan kemam-
sebagai berikut. Pertama, terdapat
puan chemo-entrepreneurship siswa setelah
peningkatan kemampuan chemo-
menerima perlakuan. Peningkatan kemam-
entrepreneurship siswa setelah penerapan
puan chemo-entrepreneurship kelas
konsep koloid yang berorientasi life skill.
eksperimen sebesar 57% sedangkan kelas
Kedua, peningkatan kemampuan chemo-
kontrol adalah 54%. Hal ini sejalan dengan
entrepreneurship siswa kelas ekperimen
Sumarni (2009) yang menyatakan bahwa
sebesar 57% sedangkan kelas kontrol
jiwa kewirausahaan mahasiswa dapat
sebesar 54%.
ditumbuhkan atau dilatihkan dengan metode
dan media yang tepat. Metode dan media
yang digunakan akan lebih baik bila
berorientasi pada life skill siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Dilihat dari peningkatan kelas
eksperimen dan kontrol menunjukkan
bahwa penerapan konsep yang berorientasi Badan Pusat Statistika, 2014, Tingkat
Pengangguran Terbuka, Diunduh
life skill ini dapat mengubah pandangan
di
pembelajaran yang hanya berorientasi http://www.bps.go.id/int/index.php/
site/search?cari=Jumlah+pengang
kepada banyaknya materi pembelajaran
guran&Submit=Cari, diunduh
kimia (subject matter oriented). Pem- pada tanggal 14 Juli 2014.
belajaran yang berorientasi life skill juga Desmawati, L., Suminar, T., Budiarti, &
memungkinkan siswa untuk lebih termotivasi Emmy, 2009, Penerapan Model
Pendidikan Kecakapan Hidup
meningkatkan kualitas dirinya. Kualitas diri pada Program Pendidikan
disini adalah kemampuan chemo- Kesetaraan di Kota Semarang,
Laporan Penelitian, Fakultas Ilmu
entrepreneurship yang diharapkan dengan Pendidikan: UNNES.
meningkatnya hal tersebut dapat membantu Duit, R., 2007, Science Education Research
siswa dalam mempersiapkan kehidupannya Internationally: Conceptions,
Research Method, Journal of
di masa mendatang. Dengan memberikan Mathematics, Science & Technology
bekal kemampuan chemo-entrepreneurship Education, Vol 3, No 1, Hal: 3-15.
1458 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1450-1458

Heong, Y.M., Widad, Jailani, T. & Soebroto, T., Susatyo, E.B. & Zulaechah,
Mohaffyza, M., 2011, The Level of W.U., 2008, Komparasi Hasil
Marzano Higher Order Thingking Belajar Sains Kimia dengan
Skills Among Technical Education Metode Life Skill dan Mind
Students, International Journal of Mapping Pada Siswa MTs, Jurnal
Social Science and Humanity, Vol 1, Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 2,
No 2, Hal: 121-125. No 2, Hal: 312-316.
Kadarwati, S., Saputro, S.H. & Priatmoko, Soeprodjo, 2002, Pengantar Statistik untuk
S., 2010, Upaya Peningkatan Hasil Penelitian, Semarang: Jurusan
Belajar Kimia Fisika 5 dengan Kimia FMIPA Unnes.
Pendekatan Chemo-
Entrepreneurship melalui Kegiatan Sudjana, N., 2002, Metoda Statistika,
Lesson Study, Jurnal Inovasi Bandung: Tarsito.
Pendidikan Kimia, Vol 4, No 1, Hal: Sumarni, W., 2009, Peningkatan Efektivitas
532-543. Perkuliahan Kimia Dasar Melalui
Kusuma, E. & Siadi, K., 2010, Pembelajaran Berorientasi Chemo-
Pengembangan Bahan Ajar Kimia Entrepreneurship (CEP)
Berorientasi Menggunakan Media Chemo-
Chemoentrepreneurship untuk Edutainment (CET), Lembaran Ilmu
Meningkatkan Hasil Belajar dan Kependidikan, Vol 40, No 1, Hal: 53-
Life Skill Mahasiswa, Jurnal 58.
Inovasi Pendidika Kimia, Vol 4, No Sumarti, S.S., 2008, Peningkatan Jiwa
1, Hal: 544-551. Kewirausahaan Mahasiswa Calon
Kusuma, E., Sukirno, & Kurniati, I., 2009, Guru Kimia Dengan Pembelajaran
Penggunaan Pendekatan Praktikum Kimia Dasar Berorientasi
Chemoentrepreneurship Chemo-entrepreneurship, Jurnal
Berorientasi Green Chemistry untuk Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 2, No
Meningkatkan Kemampuan Life Skill 2, Hal: 305-311.
Siswa SMA, Jurnal Inovasi Supartono, Saptorini, & Asmorowati, D.S.,
Pendidikan Kimia, Vol 3, No 1, Hal: 2009, Pembelajaran Kimia
366-372. Menggunakan Kolaborasi
Lestari, I., 2007, Pengaruh Pemanfaatan Konstruktif Dan Inkuiri Berorientasi
Software Macromedia Flash mx Chemo-entrepreneurship, Jurnal
Sebagai Media Chemo- Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 3, No
Edutainment (CET) pada 2, Hal: 476-483.
Pembelajaran dengan Pendekatan Supartono, 2006, Peningkatan Kreativitas
Chemo-Entrepreneurship (CEP) Peserta didik melalui pembelajaran
yerhadap Hasil Belajar Kimia Siswa kimia dengan pendekatan chemo-
SMA Pokok Materi Sistem Koloid, entrepreneurship (CEP), Semarang:
Skripsi, Semarang: Jurusan Kimia Jurusan Kimia FMIPA UNNES.
FMIPA UNNES.
Supartono, 2012, Implementasi Soft Skill
Özgelen, S., 2012, Student’s Science dalam Pembelajaran
Process Skills Within A Cognitive Chemoentrepreneurship (CEP)
Domain Framework, Journal of sebagai Upaya Pengembangan
Mathematics, Science & Technology Konservasi Sumber Daya Insani,
Education, Vol 8, No 4, Hal: 283- Prosiding Seminar Nasional Kimia
292. dan Pendidikan Kimia Jurusan
Siadi, K., Mursiti. S. & Laelly. I.N., 2009, Kimia FMIPA UNNES, Semarang 16
Komparasi Hasil Belajar Kimia Oktober 2012.
Antara Siswa Yang Diberi Metode Susiwi, 2007, Perencanaan Pembelajaran
Drill Dengan Resitasi, Jurnal Inovasi Kimia, Bandung: Jurusan
Pendidikan Kimia, Vol 3, No 1, Pendidikan Kimia UPI.
Hal:360-365.
Meiriza Ardiana* dan Sudarmin, Penerapan Self Assessment Untuk …. 1459

PENERAPAN SELF ASSESSMENT


UNTUK ANALISIS KETERAMPILAN BERPIKIR TINGKAT TINGGI SISWA

Meiriza Ardiana* dan Sudarmin


Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang
Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail: memey.ardiana@yahoo.com

ABSTRAK

Pembaharuan paradigma pembelajaran dalam kurikulum 2013 menuntut adanya


keterampilan berpikir siswa. Meningkatkan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa merupakan
salah satu upaya mendukung pencapaian tujuan pembelajaran dalam kurikulum tersebut.
Penerapan self assessment pada siswa bertujuan untuk memberikan umpan balik agar siswa
dapat memperbaiki cara belajarnya. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui deskripsi
dari setiap indikator keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa, serta untuk mengetahui respon
siswa terhadap penerapan self assessment dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Penelitian
ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan desain penelitian dominant-less dominant
design. Metode analisis data yang digunakan yaitu mix methods, gabungan antara kuantitatif
dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat capaian siswa yang bervariasi pada
setiap indikator dengan total skor maksimum 160. Tiga dari sepuluh indikator yang terdapat
dalam penelitian ini mendapatkan tingkat capaian baik, yaitu indikator mengambil keputusan
dengan total skor 88, analisis dengan total skor 96, dan membuat larutan dengan total skor 99.
Tujuh indikator lainnya mendapatkan tingkat capaian kurang, yaitu dengan total skor 75 untuk
indikator identifikasi masalah, 78 untuk kesimpulan, 76 untuk evaluasi, 74 untuk prediksi, 65
untuk berpikir deduktif, 59 untuk berpikir induktif, dan 68 untuk berpikir kreatif. Hal tersebut
menunjukkan bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa masih tergolong kurang.

Kata Kunci: analisis keterampilan, berpikir tingkat tinggi siswa, self assessment

ABSTRACT

Renewal of the learning paradigm in the curriculum of 2013 requires the students'
thinking skills. Improve students' higher-order thinking skills is one of the efforts to support the
achievement of learning objectives in the curriculum. The application of self-assessment on
students aiming to provide feedback for students to improve the way of learning. The aim of this
study is to determine the description of each indicator higher order thinking skills of students, as
well as to determine the students' response to the application of self-assessment and higher
level thinking skills. This research is descriptive research with study design dominant-less
dominant design. Methods of data analysis methods were used that mix, a combination of
quantitative and qualitative. The results showed that the level of achievement of students who
vary in each indicator with a total maximum score of 160. Three of the ten indicators contained
in this study to get a good level of achievement, ie indicators take decisions with a total score of
88, the analysis with a total score of 96, and make the solution with a total score of 99. Seven
other indicators of the level of achievement getting less, with a total score of 75 for the
indicators of problem identification, 78 to conclusions, 76 for evaluation, 74 to predictions, 65 for
deductive thinking, inductive thinking 59, and 68 to think creatively. This shows that the higher
order thinking skills of students is still relatively lacking.

Keywords: analytical skills, students' higher-order thinking, self-assessment

PENDAHULUAN yang pesat, sehingga menuntut kesiapan


semua pihak untuk menyesuaikan dengan
Perkembangan ilmu pengetahuan kondisi yang ada. Untuk menghadapi
dan teknologi saat ini mengalami perubahan perubahan teknologi yang cepat maka
1460 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1459-1467

kemampuan berpikir merupakan aspek yang berpikir deduktif, 9) berpikir induktif, dan 10)
perlu mendapat penekanan dalam berpikir kreatif.
pengajaran. Pendidikan juga mengalami Kemampuan berpikir tingkat tinggi
pembaharuan dari waktu ke waktu dan tidak juga berpengaruh terhadap nilai akademis
pernah berhenti. Pendidikan sebagai suatu siswa. Hal tersebut tertuang dalam
proses yang disadari untuk mengem- penelitian yang dilakukan oleh Zohar dan
bangkan potensi individu sehingga memiliki Dori (2003) yang hasilnya menunjukkan
kecerdasan pikir, emosional, berwatak, dan bahwa murid yang memiliki nilai akademis
berketerampilan untuk siap hidup di tengah- tinggi juga memiliki skor tinggi dalam hal
tengah masyarakat (Mulyati, 2000). berpikir tingkat tinggi. Pentingnya
Berdasarkan hasil observasi awal seorang mengetahui kemampuan diri termasuk
guru kimia mengakui belum adanya kemampuan berpikir tingkat tinggi dapat
penekanan terhadap keterampilan berpikir digunakan sebagai tolak ukur untuk
siswa dalam pembelajaran. mengembangkan kemampuan tersebut.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi Begitu juga dengan self assessment,
(Higher Order Thinking Skill/ HOTS) adalah penilaian terhadap diri sendiri ini pun dapat
berpikir pada tingkat lebih tinggi, tidak digunakan untuk mengembangkan ke-
sekedar menghafalkan fakta atau mampuan serta cara belajar siswa.
mengatakan sesuatu kepada seseorang Rumusan masalah dalam penelitian
persis seperti sesuatu yang disampaikan ini yaitu bagaimana gambaran tentang
kepada kita. Kemampuan berpikir tingkat keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa,
tinggi adalah proses berpikir yang terutama pada setiap indikator keterampilan
melibatkan aktivitas mental dalam usaha berpikir tingkat tinggi, serta bagaimana
mengeksplorasi pengalaman yang respon siswa terhadap penerapan self
kompleks, reflektif, dan kreatif yang assessment dan keterampilan berpikir
dilakukan secara sadar untuk mencapai tingkat tinggi. Diharapkan melalui penelitian
tujuan, yaitu memperoleh pengetahuan yang ini didapatkan gambaran tentang ke-
meliputi tingkat berpikir analitis, sintesis, dan terampilan berpikir tingkat tinggi siswa serta
evaluatif (Wardana, 2010). Menurut Cohen respon siswa terhadap penerapan self
(1971), kemampuan berpikir tingkat tinggi assessment dan keterampilan berpikir
dibagi menjadi empat aspek kelompok, tingkat tinggi.
yaitu: mengambil keputusan, pemecahan
masalah, berpikir kritis, dan berpikir kreatif. METODE PENELITIAN
Dari empat aspek kelompok tersebut
Penelitian ini merupakan penelitian
dijabarkan lagi ke dalam sepuluh indikator,
deskriptif yang bertujuan untuk dapat
yaitu 1) mengambil keputusan, 2) identifikasi
menggambarkan dan menerangkan suatu
masalah, 3) analisis, 4) mengusulkan solusi,
gejala atau data yang diperoleh di lapangan
5) kesimpulan, 6) evaluasi, 7) prediksi, 8)
(Sukardi, 2008). Metode yang digunakan
Meiriza Ardiana* dan Sudarmin, Penerapan Self Assessment Untuk …. 1461

dalam penelitian ini yaitu metode gabungan lembar observasi oleh 3 observer meng-
(mix methods) antara penelitian kualitatif gunakan reliabilitas (Mardapi, 2012). Hasil
dan kuantitatif dengan desain penelitian observasi dari setiap indikator dikategorikan
dominant-less dominant design (Creswell, berdasarkan kriteria tingkat capaian yang
1994). Penelitian dengan menggunakan telah ditentukan kemudian dilakukan analisis
metode gabungan ini bertujuan untuk saling secara deskriptif.
melengkapi gambaran hasil observasi
mengenai fenomena yang diteliti dan untuk HASIL DAN PEMBAHASAN
memperkuat analisis penelitian. Subyek
Data yang didapatkan dari hasil
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa
observasi berupa jumlah skor dari masing-
kelas X kelas IPA 2 di suatu SMA N di
masing indikator keterampilan berpikir
Ungaran yang terdistribusi ke dalam satu
tingkat tinggi. Hasil observasi menunjukkan
kelas dengan jumlah siswa sebanyak 40
rentang tingkat capaian kurang baik hingga
orang yang terdiri dari 14 siswa laki-laki dan
baik. Tidak terdapat indikator yang
26 siswa perempuan. Teknik pengambilan
mendapatkan tingkat capaian sangat baik
subyek penelitian ini menggunakan
maupun sangat kurang baik. Hasil observasi
purposisve sampling yaitu mengambil
dari 3 observer didapatkan nilai reliabilitas
sampel pada populasi berdasarkan suatu
0,93. Hasil tersebut menunjukkan hasil
kriteria tertentu. Teknik pengumpulan data
observasi dapat dipakai karena
dilakukan dengan cara observasi,
reliabilitasnya termasuk kategori sangat
wawancara, dokumentasi, dan triangulasi/
baik. Setelah dilakukan analisis data
gabungan (Sugiyono, 2012). Instrumen yang
didapatkan data total skor dan kategori dari
digunakan dalam penelitian ini antara lain
setiap indikator keterampilan berpikir tingkat
instrumen soal beserta rubrik penilaian,
tinggi yang ditunjukkan Tabel 1.
lembar observasi, angket, dan pedoman
wawancara. Siswa yang telah mempelajari
Tabel 1. Hasil observasi jumlah skor setiap
materi kimia redoks untuk kelas X,
indikator HOTS
mengerjakan
Total Tingkat
instrumen soal yang Aspek HOTS Indikator HOTS
Skor Capaian
telah melalui validasi Mengambil Keputusan Mengambil Keputusan 88 Baik
Pemecahan Masalah Identifikasi masalah 75 Kurang Baik
dan disesuaikan Analisis 96 Baik
dengan indikator Mengusulkan solusi 99 Baik
Kesimpulan 78 Kurang Baik
keterampilan berpikir
Berpikir Kritis Mengevaluasi 76 Kurang Baik
tingkat tinggi. Hasil Memprediksi 74 Kurang Baik
kerja siswa dianalisis Berpikir deduktif 65 Kurang Baik
Berpikir induktif 59 Kurang Baik
oleh 3 observer. Data Berpikir Kreatif Berpikir kreatif 68 Kurang Baik
yang didapat dianalisis secara kuantitatif Hasil yang didapatkan bervariasi
untuk selanjutnya dideskripsikan secara pada setiap indikator. Tiga dari sepuluh
kualitatif. Analisis secara kuantitatif untuk indikator yang terdapat dalam penelitian ini
1462 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1459-1467

mendapatkan tingkat capaian baik, Tabel 3. Hasil observasi indikator identifikasi


masalah
sedangkan tujuh indikator lainnya
Kategori Total Siswa
mendapatkan tingkat capaian kurang baik. Sangat Baik 3
Hasil tersebut menunjukkan tingkat capaian Baik 4
Kurang Baik 18
keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa Sangat Kurang Baik 15
masih kurang. Hasil pengamatan tersebut Jumlah 40
dijabarkan lagi dari setiap indikatornya. Hasil
Mayoritas siswa masih kurang
observasi yang didapatkan untuk indikator
dalam keterampilan identifikasi masalah.
mengambil keputusan dijabarkan pada
Hanya sedikit siswa yang masuk dalam
Tabel 2.
kategori sangat baik dan baik dibandingkan
dengan jumlah siswa yang masuk dalam
Tabel 2. Hasil observasi indikator
mengambil keputusan kategori kurang baik dan sangat kurang
Kategori Total Siswa baik. Keterampilan berpikir dalam identifikasi
Sangat Baik 0
masalah sangat diperlukan mengingat
Baik 16
Kurang Baik 16 identifikasi masalah merupakan langkah
Sangat Kurang Baik 8
awal dalam pemecahan masalah. Siswa
Jumlah 40
perlu mengetahui apa yang menjadi
Lebih dari separuh jumlah siswa
masalah serta mampu mendefinisikan
tergolong masih kurang dalam keterampilan
masalah tersebut sebelum dilakukan tahap
berpikir mengambil keputusan. Belum ada
selanjutnya dalam memecahkan masalah.
siswa yang mendapatkan tingkat capaian
Hasil observasi pada indikator
sangat baik dalam mengambil keputusan.
analisis dijabarkan pada Tabel 4. Hasil yang
Keterampilan berpikir mengambil keputusan
didapat pada indikator analisis sangat
pada siswa masih kurang. Keterampilan
bervariasi mulai dari sangat baik hingga
mengambil keputusan sangat diperlukan
sangat kurang baik.
terutama dalam bidang sains. Terdapat
keterkaitan yang sangat erat antara berpikir
Tabel 4. Hasil observasi indikator analisis
ilmiah dengan pengambilan keputusan,
Kategori Total Siswa
khususnya saat menggunakan aturan logika Sangat Baik 3
Baik 18
dan bukti untuk mendefinisikan per-
Kurang Baik 11
masalahan. Sangat Kurang Baik 8
Jumlah 40
Hasil observasi yang didapatkan
untuk indikator identifikasi masalah
Separuh dari jumlah siswa termasuk
dijabarkan pada Tabel 3. Hasil yang
baik dalam keterampilan menganalisis
didapatkan sangat bervariasi mulai dari
masalah. Namun jumlah siswa yang masuk
sangat baik hingga sangat kurang baik.
kategori kurang baik dan sangat kurang baik
juga tidak sedikit, sehingga masih perlu
adanya pengembangan keterampilan
Meiriza Ardiana* dan Sudarmin, Penerapan Self Assessment Untuk …. 1463

analisis masalah. Analisis masalah pengembangan keterampilan berpikir


diperlukan sebelum menemukan solusi menyimpulkan.
untuk memecahkan suatu masalah.
Hasil observasi yang didapatkan Tabel 6. Hasil observasi indikator
kesimpulan
untuk indikator mengusulkan solusi
Kategori Total Siswa
dijabarkan pada Tabel 5. Hasil yang didapat Sangat Baik 0
untuk indikator mengusulkan solusi sangat Baik 6
Kurang Baik 26
bervariasi mulai dari sangat baik hingga Sangat Kurang Baik 8
kurang baik. Jumlah 40

Tabel 5. Hasil observasi indikator Dua diantara empat indikator pada


mengusulkan solusi aspek pemecahan masalah masih tergolong
Kategori Total Siswa
kurang baik. Upaya peningkatan
Sangat Baik 6
Baik 8 keterampilan berpikir siswa pada aspek
Kurang Baik 25
pemecahan masalah perlu ditingkatkan.
Sangat Kurang Baik 1
Jumlah 40 Karena dengan memiliki keterampilan
berpikir dalam memecahkan masalah maka
Siswa yang masuk dalam kategori
hasil belajar siswa akan menjadi lebih baik.
sangat baik dan baik belum mencapai
Pemecahan masalah efektif untuk
separuh dari jumlah siswa. Lebih dari
meningkatkan hasil belajar (Selvianti, et al.,
separuh jumlah siswa masih kurang dalam
2013)
keterampilan mengusulkan solusi. Hasil
Hasil observasi yang didapatkan
tersebut menunjukkan bahwa keterampilan
untuk indikator evaluasi dijabarkan pada
mengusulkan solusi pada siswa masih perlu
Tabel 7. Hasil yang didapat untuk indikator
dikembangkan lagi.
evaluasi sangat bervariasi mulai dari sangat
Hasil observasi yang didapatkan
baik hingga kurang baik. Pada indikator ini
untuk indikator kesimpulan dijabarkan pada
didapatkan hasil observasi pada tingkat
Tabel 6. Pada indikator ini didapatkan hasil
capaian kurang baik.
observasi siswa masih kurang dalam
keterampilan membuat kesimpulan. Tabel 6 Tabel 7. Hasil observasi indikator evaluasi
menunjukkan bahwa tidak terdapat siswa Kategori Total Siswa
yang masuk dalam kategori sangat baik Sangat Baik 4
Baik 1
dalam indikator kesimpulan. Hanya sedikit Kurang Baik 22
siswa yang masuk dalam kategori baik. Sangat Kurang Baik 13
Jumlah 40
Sedangkan hasil paling banyak terdapat
dalam kategori kurang baik. Hasil observasi Tabel 7 menunjukkan bahwa siswa
tersebut menjelaskan bahwa keterampilan yang masuk dalam kategori sangat baik dan
berpikir siswa dalam indikator kesimpulan baik hanya sedikit. Terdapat lebih dari
masih kurang. Sehingga masih perlu adanya separuh jumlah siswa masuk dalam kategori
1464 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1459-1467

kurang baik, dan yang termasuk dalam Tabel 9. Hasil observasi indikator berpikir
kategori sangat kurang baik juga tidak deduktif
sedikit. Hasil observasi pada siswa yang
Kategori Total Siswa
masih belum baik dalam dalam keterampilan Sangat Baik 0
berpikir mengevaluasi memerlukan adanya Baik 4
Kurang Baik 17
perhatian lebih terhadap pengembangan Sangat Kurang Baik 19
keterampilan berpikir tersebut. Jumlah 40

Hasil observasi yang didapatkan


Tabel 9 menunjukkan bahwa tidak
untuk indikator prediksi dijabarkan pada
terdapat siswa yang masuk dalam kategori
Tabel 8. Pada indikator ini didapatkan hasil
sangat baik. Hanya sedikit siswa yang
observasi masih kurang dalam keterampilan
masuk dalam kategori baik. Cukup banyak
memprediksi.
siswa yang masuk dalam kategori kurang
baik, sedangkan siswa yang masuk dalam
Tabel 8. Hasil observasi indikator prediksi
kategori sangat kurang baik mencapai lebih
Kategori Total Siswa
Sangat Baik 0 dari separuh jumlah siswa. Hasil tersebut
Baik 5 menunjukkan bahwa keterampilan berpikir
Kurang Baik 24
siswa dalam berpikir deduktif masih jauh
Sangat Kurang Baik 11
Jumlah 40 dari kategori baik. Sehingga perlu adanya
perhatian lebih terhadap pengembangan
Tabel 8 menunjukkan bahwa tidak
keterampilan berpikir deduktif pada siswa.
terdapat siswa yang masuk dalam kategori
Hasil observasi yang didapatkan
sangat baik pada indikator prediksi. Jumlah
untuk indikator berpikir induktif dijabarkan
siswa yang masuk dalam kategori baik
pada Tabel 10. Pada indikator ini didapatkan
hanya sedikit, sedangkan yang masuk
hasil observasi masih kurang dalam
dalam kategori kurang baik jumlahnya
keterampilan berpikir induktif.
mencapai lebih dari separuh jumlah siswa
subyek penelitian, serta siswa yang masuk
Tabel 10. Hasil observasi indikator berpikir
dalam kategori sangat kurang baik juga induktif
tidak sedikit. Hasil tersebut menunjukkan Kategori Total Siswa
Sangat Baik 0
siswa masih kurang dalam keterampilan Baik 0
berpikir memprediksi. Kurang Baik 19
Sangat Kurang Baik 21
Hasil observasi yang didapatkan Jumlah 40
untuk indikator berpikir deduktif dijabarkan
pada Tabel 9. Pada indikator ini didapatkan Tabel 10 menunjukkan bahwa tidak
hasil observasi masih kurang dalam ada siswa yang masuk dalam kategori baik
keterampilan berpikir deduktif. maupun sangat baik. Siswa yang masuk
dalam kategori kurang baik dan sangat
kurang hampir sama. Hasil tersebut
menunjukkan keterampilan berpikir induktif
Meiriza Ardiana* dan Sudarmin, Penerapan Self Assessment Untuk …. 1465

siswa masih sangat kurang. Hasil pada siswa yang masuk dalam kategori sangat
indikator berpikir induktif ini merupakan hasil kurang baik. Hasil tersebut menjelaskan
terendah dibandingkan 9 indikator lainnya. bahwa keterampilan berpikir kreatif pada
Sehingga sangat diperlukan adanya siswa masih jauh dari baik. Sehingga
pengembangan terhadap keterampilan diperlukan adanya pengembangan terhadap
berpikir induktif ini, mengingat seluruh siswa keterampilan berpikir kreatif pada siswa.
dalam subyek penelitian ini belum ada yang Salah satu cara untuk meningkatkan
memiliki keterampilan baik dalam berpikir kemampuan berpikir kreatif siswa yaitu
induktif. melalui pengajuan masalah (Siswono,
Empat indikator pada aspek berpikir 2005).
kritis mendapatkan hasil tingkat capaian Analis data selain dikategorikan
kurang baik. Keterampilan berpikir kritis pada setiap indikator juga dikategorikan
pada siswa dinilai sangat penting karena berdasarkan aspek keterampilan berpikir
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. tingkat tinggi. Hasil analisis data yang
Keterampilan berpikir kritis perlu dikuasai dikategorikan berdasarkan aspek kelompok
oleh semua orang karena dapat digunakan ditunjukkan pada Tabel 12.
untuk melindungi diri sendiri dan orang lain
untuk pengambilan keputusan yang Tabel 12. Jumlah skor setiap aspek
bijaksana dalam kehidupan sehari-hari. Total
Indikator Tingkat Capaian
Skor
(Liliasari, 2009)
Mengambil 88 Baik
Hasil observasi yang didapatkan Keputusan
untuk indikator berpikir kreatif dijabarkan Pemecahan 87 Baik
Masalah
pada Tabel 11. Pada indikator ini didapatkan
Berpikir Kritis 68,5 Kurang Baik
hasil observasi masih kurang dalam Berpikir Kreatif 68 Kurang Baik
keterampilan berpikir kreatif.
Tabel 12 menunjukkan bahwa
Tabel 11. Hasil observasi indikator berpikir tingkat capaian dari empat aspek
kreatif
keterampilan berpikir tingkat tinggi tersebut
Kategori Total Siswa
Sangat Baik 0 belum menunjukkan hasil yang memuaskan,
Baik 4 terdapat dua aspek yang tingkat capaiannya
Kurang Baik 20
Sangat Kurang Baik 16 kurang baik. Untuk aspek mengambil
Jumlah 40 keputusan dan pemecahan masalah muncul
hasil yang lebih baik daripada aspek berpikir
Tabel 11 menunjukkan bahwa
kritis dan berpikir kreatif. Indikator yang
hanya sedikit siswa yang masuk dalam
terdapat pada aspek berpikir kritis, yaitu
kategori baik, sedangkan untuk kategori
evaluasi, prediksi, berpikir deduktif, dan
sangat baik tidak ada siswa yang mewakili.
berpikir induktif, serta aspek berpikir kreatif
Separuh dari jumlah siswa masuk dalam
perlu mendapat perhatian lebih untuk
kategori kurang baik, serta tidak sedikit
dikembangkan. Meskipun aspek pemecahan
1466 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1459-1467

masalah mendapatkan tingkat capaian baik, pembelajaran di kelas tidak monoton


namun untuk indikator identifikasi masalah konvesional saja.
dan mengambil keputusan masih perlu
dikembangkan lagi.
SIMPULAN
Hasil penelitian keterampilan
berpikir tingkat tinggi pada siswa masih
Hasil observasi menunjukkan siswa
perlu mendapat perhatian untuk
termasuk dalam kategori kurang dalam
dikembangkan. Siswa yang baru tahun
keterampilan berpikir tingkat tinggi. Tujuh
pertama memasuki bangku SMA dan baru
indikator keterampilan berpikir tingkat tinggi
mendapatkan pelajaran kimia di jenjang
siswa mendapatkan tingkat capaian kurang
SMA ini memerlukan dorongan atau
baik, yaitu untuk indikator identifikasi
bantuan dari tim pendidik atau guru untuk
masalah, kesimpulan, evaluasi, prediksi,
mengembangkan keterampilan berpikir
berpikir deduktif, berpikir induktif, dan
tersebut. Siswa yang memiliki nilai
berpikir kreatif. Tiga indikator lainnya yaitu
akademis tinggi juga memiliki skor tinggi
mengambil keputusan, analisis, dan
dalam berpikir tingkat tinggi (Zohar dan Dori,
mengusulkan solusi, mendapatkan tingkat
2003). Diharapkan dengan dimilikinya
capaian baik. Respon siswa terhadap self
keterampilan tersebut oleh siswa juga akan
assessment sangat positif, mereka senang
berpengaruh terhadap hasil belajar.
dengan adanya self assessment. Kemudian
Pengembangan keterampilan berpikir
respon siswa terhadap keterampilan berpikir
tingkat tinggi dapat dilakukan dengan
tingkat tinggi, mereka merasa belum
pemilihan strategi pembelajaran yang tepat,
memiliki keterampilan berpikir tingkat tinggi
seperti Quantum Learning (Prayoga, et al.,
dan mengharapkan adanya pengembangan
2013), Project Based Learning
terhadap keterampilan berpikir tingkat tinggi
(Susanawati, et al., 2013), pembelajaran
mereka.
kooperatif (Redhana, 2003), pembelajaran
inkuiri (Liliasari, 2009), dan pembelajaran
berbasis proyek (Luthvitasari, et al., 2013).
DAFTAR PUSTAKA
Siswa memiliki respon positif
terhadap penerapan self assessment.
Cohen, J., 1971, Thinking, Chicago: Rand
Mereka beranggapan bahwa dengan
McNally dan Company.
adanya self assessment, mereka dapat
Creswell, J.W., 1994, Research Design
memperkirakan kemampuan mereka Qualitative dan Quantitative
sehingga dapat memperbaiki cara belajar. Approaches, United State: Sage
Publications.
Siswa merasa belum memiliki keterampilan
berpikir tingkat tinggi, sehingga siswa Liliasari, 2009, Berpikir Kritis dalam
Pembelajaran Sains Kimia Menuju
mengharapkan adanya pengembangan Profesionalitas Guru, Bandung:
keterampilan berpikir tingkat tinggi oleh guru Pascasarjana UPI.

melalui pembelajaran tertentu agar


Meiriza Ardiana* dan Sudarmin, Penerapan Self Assessment Untuk …. 1467

Luthvitasari, N., Putra, N.M.D.,dan Linuwih, Based Learning dengan Thinkquest


S., 2013, Implementasi Terhadap Kemampuan Berpikir
Pembelajaran Berbasis Proyek Kritis Fisika Siswa SMA Negeri 1
Pada Keterampilan Berpikir dan Kraksaan, Jurnal Pendidikan UPI,
Kemahiran Generik Sains, Vol 18, No 2, Hal: 218-231.
Innovative Journal of Curriculum
and Educational Technology, Vol 2, Wardana, N., 2010, Pengaruh Model
No 1, Hal: 159-164. Pembelajaran Berbasis Masalah
dan Ketahanmalangan Terhadap
Mardapi, J., 2012, Pengukuran Penilaian Kemampuan Berfikir Tingkat Tinggi
dan Evaluasi Pendidikan, dan Pemahaman Konsep Fisika,
Yogyakarta: Nuha Merdika. Jurnal Ilmiah Pendidikan dan
Pembelajaran, Vol 6, No 2,
Mulyati, A., 2000, Strategi Belajar Mengajar Hal:1625-1635.
Kimia, Prinsip, dan Aplikasinya
Menuju Pembelajaran yang Efektif, Zohar, A. dan Dori, Y.J., 2003, Higher Order
Bandung: JICA IMSTEP UPI Thinking Skills and Low-Achieving
Bandung. Students: Are They Mutually
Exclusive, The Journal of The
Prayoga, A., Sikumbang, D., dan Marpaung, Learning Science, Vol 12, No 2,
R.R.T., 2013, Pengaruh Metode Hal:145-181.
Quantum Learning Terhadap
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa,
Jurnal Ilmu Pendidikan Unila, Vol 1,
No 4, Hal: 522-534.

Redhana, I.W., 2003, Meningkatkan


Keterampilan Berpikir Kritis Siswa
Melalui Pembelajaran Kooperatif
dengan Strategi Pemecahan
Masalah, Jurnal Pendidikan dan
Pengajaran IKIP Negeri Singaraja,
Vol 36, No 3, Hal: 301-313.

Selvianti, Ramdani, dan Jusniar, 2013,


Efektivitas Metode Pemecahan
Masalah untuk Meningkatkan
Hasil Belajar dan Keterampilan
Generik Sains Siswa Kelas XI IPA 2
SMA Negeri 8 Makasar (Studi
Pada Materi Pokok Hidrolisis
Garam), Jurnal Chemica, Vol 14, No
1, Hal: 55-65.

Siswono, T.Y.E., 2005, Upaya


Meningkatkan Kemampuan Berpikir
Kreatif Siswa Melalui Pengajuan
Masalah, Jurnal Pendidikan
Matematika dan Sains, Vol 10, No 1,
Hal: 1-9.

Sugiyono, 2012, Metode Penelitian


Pendidikan, Bandung: Alfabeta.

Sukardi, 2008, Metodologi Penelitian


Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara.

Susanawati, E., Diantoro, M., dan Yulianti,


L., 2013, Pengaruh Strategi Project
1468 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1468-1477

PENERAPAN MODEL ASSURE DENGAN METODE PROBLEM SOLVING


UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

Widia Maya Sari* dan Endang Susiloningsih


Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang
Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail: widiamaya14@yahoo.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar
kimia antara siswa yang diberi model pembelajaran ASSURE dengan metode Problem Solving
dan metode yang biasa digunakan oleh guru pengampu dan apabila ada perbedaan, hasil
belajar manakah yang lebih baik diantara keduanya. Sampel diambil dengan teknik cluster
random sampling, diperoleh kelas eksperimen XI IPA 1 sebanyak 30 siswa dan kelas kontrol XI
IPA 2 sebanyak 30 siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode
dokumentasi, observasi, dan tes. Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata kelas eksperimen
83,26 dan kelas kontrol 75,1. Hasil uji perbedaan dua rata-rata dua pihak menunjukkan ada
perbedaan antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Sedangkan uji perbedaan dua rata-
rata menunjukkan kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada perbedaan pada hasil belajar kimia di antara siswa yang diberi model pembelajaran
ASSURE dengan metode Problem Solving dengan metode yang biasa digunakan oleh guru.
Hasil belajar kimia dan keterampilan berpikir kritis pada siswa yang diberi model pembelajaran
ASSURE dengan metode Problem Solving terbukti lebih baik daripada hasil belajar kimia siswa
yang diberi metode yang biasa digunakan oleh guru.

Kata kunci: ASSURE, keterampilan berpikir kritis, problem solving.

ABSTRACT

This study aims to determine whether there are differences in learning outcomes in
chemistry among students by learning model ASSURE Problem Solving method and the
method usually used by teachers and if there are differences, Which better learning outcomes
between the two. Samples were taken at random cluster sampling technique, obtained grade XI
Science 1 amounted to 30 students as an experimental class 2 and class XI science class
numbered 30 students as control. Data collection method used is the documentation,
observation and tests. The results showed the average value of the experimental class and
control class 83.26 75.1. Test results on the average difference between the two classes, shows
that there are differences between the experimental class with the control class. While the
difference in the two trials showed that the average of the experimental class is better than the
control class. The results showed that there are differences in the chemistry learning outcomes
among students who were given learning model ASSURE Problem Solving method with the
method used by the teacher. Results subjects studied chemistry and critical thinking skills in
students who were given learning model ASSURE Problem Solving method proved to be better
than the results of studying chemistry students who were given the method used by the teacher.

Keywords: ASSURE, critical thinking skills, problem solving

PENDAHULUAN
digunakan. Kualitas pembelajaran yang
Keberhasilan proses pembelajaran optimal memerlukan srategi dan metode
ditentukan oleh banyak faktor antara lain pembelajaran yang tepat dan efektif karena
siswa, guru, sarana prasarana, kurikulum, metode yang kurang tepat akan berdampak
model dan metode pembelajaran yang pada siswa, diantaranya akan menimbulkan
Widia Maya Sari* dan Endang Susiloningsih, Penerapan Model Assure dengan …. 1469

rasa bosan, pelajaran yang monoton, dan aktivitas belajar yang efektif. Hal tersebut
susah memahami materi yang disampaikan sependapat dengan Michael, et al., yang
guru. Ketidaknyamanan siswa mengikuti dikutip oleh Pribadi (2011) bahwa desain
pelajaran mengakibatkan siswa cenderung pembelajaran ASSURE dirancang dan
pasif sehingga keterampilan berpikir kritis dikembangkan untuk menciptakan aktivitas
siswa menjadi rendah dan hasil belajarnya pembelajaran yang efektif dan efisien.
pun kurang maksimal. Angela (2011) menerangkan bahwa model
Kendala dalam pembelajaran kimia pembelajaran ASSURE ini merupakan suatu
adalah metode pembelajaran yang model pembelajaran yang logis dan
dilaksanakan guru yang menyebabkan sederhana. Hal ini disebabkan karena model
rendahnya aktivitas dan hasil belajar siswa ASSURE adalah sebuah model pelajaran
dalam pembelajaran kimia. Metode yang dirancang dengan baik dimulai dengan
pembelajaran yang diterapkan oleh guru menangkap perhatian siswa, menyatakan
sebenarnya sudah baik, tetapi dalam tujuan yang harus dipenuhi, menyajikan
pelaksanaannya metode tersebut kurang materi, melibatkan siswa dalam
dikemas secara baik dan kurang bervariasi, pembelajaran, menilai pemahaman siswa,
sehingga siswa merasa bosan dan kurang menyediakan umpan balik dan akhirnya
tertarik mengikuti pembelajaran. melakukan evaluasi.
Pribadi (2011) dalam bukunya Menurut Fitriyanto, et al., (2012)
menjelaskan bahwa model pembelajaran metode pembelajaran problem solving
ASSURE memiliki kepanjangan Analyze adalah penggunaan metode dalam kegiatan
lerner characteristics, State performance pembelajaran dengan jalan melatih siswa
objectives, Select methods, media, and menghadapi berbagai masalah baik itu
materials, Utilize materials, Require learner masalah pribadi atau perorangan maupun
participation, Evaluate and revise. Dali masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri
(2011) mengemukakan bahwa Model atau secara bersama-sama. Tugas guru
ASSURE mempunyai asas yang sangat dalam metode Problem Solving adalah
kukuh untuk membangunkan courseware memberikan kasus atau masalah kepada
pembelajaran. Berdasarkan kajian-kajian peserta didik untuk dipecahkan. Kegiatan
lepas, model ini bukan sekedar memberi peserta didik dalam Problem Solving
panduan kepada guru dalam pengajaran dilakukan melalui prosedur: (1)
dan pembelajaran setiap ciri yang mengidentifikasi penyebab masalah; (2)
terkandung dalam ASSURE boleh mengkaji teori untuk mengatasi masalah
mengubah persepsi pelajar terhadap proses atau menemukan solusi; (3) memilih dan
pengajaran dan pembelajaran yang menetapkan solusi yang paling tepat; (4)
dianggap membosankan. menyusun prosedur mengatasi masalah
Khasanah (2012) menyatakan berdasarkan teori yang telah dikaji.
model ASSURE merupakan model Penggunaan indikator keterampilan
pembelajaran yang menciptakan sebuah berpikir kritis pada penelitian ini adalah
1470 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1468-1477

indikator berpikir kritis dari Ennis (2006). dan metode yang biasa digunakan oleh guru
Dyastuti (2013) menyatakan bahwa pengampu tersebut.
kemampuan berpikir siswa dapat
dikembangkan menggunakan model METODE PENELITIAN
Creative Problem Solving. Indikator
Penelitian ini dilaksanakan di suatu
kemampuan berpikir kritis yang digunakan
SMA di Semarang pada materi buffer.
adalah bertanya dan menjawab pertanyaan
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa
yang membutuhkan penjelasan, melakukan
kelas XI IPA tahun pelajaran 2013/2014.
deduksi, membuat nilai keputusan,
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan
memutuskan suatu tindakan (Ennis, 1996).
menggunakan teknik cluster random
Indikator berpikir kritis yang dipakai pada
sampling yang merupakan teknik
penelitian ini adalah (1) mencari jawaban
pengambilan sampel dimana populasi
yang jelas dari setiap pertanyaan, (2)
dibagi-bagi menjadi beberapa kelompok
mencari alasan, (3) mencari alternatif
atau cluster, kemudian kelompok yang
pemecahan masalah, (4) mencari
diperlukan diambil secara acak. Dalam
penjelasan sebanyak mungkin. Afrizo (2012)
penelitian ini diambil dua kelas anggota
menyatakan bahwa metode Problem
populasi sebagai sampel, yaitu kelas XI IPA
Solving dapat menumbuhkan keterampilan
1 sebagai kelas eksperimen menggunakan
berpikir kritis siswa.
model pembelajaran ASSURE dengan
Permasalahan dalam penelitian ini
metode Problem Solving dan kelas XI IPA 2
adalah apakah terdapat perbedaan hasil
metode yang biasa digunakan oleh guru
belajar kimia antara siswa yang diberi model
pengampu sebagai kelas kontrol.
pembelajaran ASSURE dengan metode
Variabel bebas dalam penelitian ini
Problem Solving dan metode yang biasa
ialah pembelajaran dengan variasi
digunakan oleh guru pengampu? Apabila
perlakuan model pembelajaran ASSURE
terdapat perbedaan, manakah yang lebih
dengan metode Problem Solving dan
baik antara siswa yang diberi model
metode yang biasa digunakan oleh guru
pembelajaran ASSURE dengan metode
pengampu. Variabel terikat dalam penelitian
Problem Solving dan metode yang biasa
ini ialah hasil belajar siswa. Data hasil
digunakan oleh guru pengampu tersebut?
belajar diperoleh melalui tes tertulis di akhir
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui
proses pembelajaran. Variabel kontrol
perbedaan hasil belajar kimia antara siswa
dalam penelitian ini adalah kurikulum, guru
yang diberi model pembelajaran ASSURE
yang sama, materi, dan jumlah jam
dengan metode Problem Solving dan
pelajaran yang sama.
metode yang biasa digunakan oleh guru
Metode pengumpulan data
pengampu dan untuk mengetahui manakah
dilakukan dengan metode dokumentasi,
yang lebih baik model pembelajaran
metode observasi, dan metode tes. Analisis
ASSURE dengan metode Problem Solving
data penelitian ini menggunakan analisis
Widia Maya Sari* dan Endang Susiloningsih, Penerapan Model Assure dengan …. 1471

data tahap awal dan tahap akhir. Analisis ASSURE dengan metode Problem Solving
data tahap awal terdiri atas uji normalitas dan metode yang biasa digunakan oleh guru
dan uji homogenitas. Analisis data tahap pengampu. Siswa dibagi-bagi menjadi
akhir terdiri atas uji kesamaan dua varians, beberapa kelompok kecil dalam kelas
uji hipotesis, dan analisis deskriptif untuk eksperimen, sedangkan pada kelas kontrol,
data hasil belajar afekif dan psikomotorik. Uji siswa tidak dibagi dalam kelompok.
hipotesis ini terdiri atas uji perbedaan dua Pelaksanaan model pembelajaran
rata-rata dua pihak dan uji perbedaan dua ASSURE dengan metode Problem Solving
rata-rata satu pihak kanan. ini juga mengalami beberapa hambatan,
yaitu pada awal-awal diterapkan
HASIL DAN PEMBAHASAN pembelajaran, siswa kelas ekperimen
kurang aktif untuk bertanya atau
Keadaan awal populasi penelitian
berpendapat. Cara yang dilakukan untuk
diketahui dengan menggunakan analisis
mengatasi hambatan-hambatan tersebut
data tahap awal. Berdasarkan analisis tahap
adalah guru memotivasi siswa agar siswa
awal, semua anggota populasi penelitian
aktif berpartisipasi dalam pembelajaran
telah berdisribusi normal sehingga
(terutama pada saat presentasi hasil diskusi
memenuhi syarat dalam menentukan uji
kelas) karena dengan aktif menyampaikan
statistika yang digunakan yaitu
gagasan, pendapat, pertanyaan, atau
menggunakan uji statistik parametrik. Uji
sanggahan maka dapat meningkatkan
homogenitas populasi diperoleh hasil bahwa
keterampilan berpikir kritis mereka.
populasi memiliki homogenitas yang sama.
Kedua kelas diberi pembelajaran
Karena telah memiliki normalitas dan
yang berbeda, pada pertemuan terakhir
homogenitas yang sama, pengambilan
masing-masing kelas eksperimen diberikan
sampel dilakukan dengan teknik cluster
posttest untuk mendapatkan data nilai hasil
random sampling (Sugiyono, 2006). Oleh
belajar kognitif. Data nilai posttest tersebut
karena itu kondisi awal populasi diketahui
kemudian dilakukan uji kesamaan dua
dalam keadaan yang sama.
varians, uji perbedaan dua rata-rata dua
Penelitian dilaksanakan dengan
pihak dan uji hipotesis.
mengambil dua kelas populasi sebagai
Hasil Uji Kesamaan Dua Varians
kelas sampel, yaitu kelas XI IPA 1 sebagai
Data Post Test diperoleh Fhitung 1,17
kelas eksperimen dengan jumlah siswa 30
sedangkan Ftabel 2,10 sehingga dapat
dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol
diketahui perhitungan uji kesamaan dua
dengan jumlah siswa 30. Kedua kelas
varians baik kelas eksperimen maupun
kemudian diberi materi yang sama yaitu
kelas kontrol memiliki varians yang sama.
materi buffer tetapi dengan menggunakan
Jadi, dapat disimpulkan bahwa kelas
metode pembelajaran yang berbeda.
eksperimen dan kelas kontrol mempunyai
Pembelajaran kelas eksperimen
tingkat varians yang sama dengan kata lain
menggunakan model pembelajaran
kedua kelas homogen.
1472 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1468-1477

Uji hipotesis dalam penelitian ini yang diberikan pembelajaran menggunakan


menggunakan uji perbedaan dua rata-rata metode Problem Solving rasa ingin tahunya
dua pihak dan uji perbedaan dua rata-rata meningkat. Hal ini sependapat dengan
satu pihak kanan. Data yang digunakan Hamdani (2011) yang menyatakan bahwa
yaitu nilai hasil belajar kognitif (posttest) metode Problem Solving adalah suatu cara
antara kelas eksperimen dengan kelas menyajikan pelajaran dengan medorong
kontrol. Hasil Uji Perbedaan Dua Rata-Rata siswa untuk mencari dan memecahkan
Dua Pihak Data Post Test diperoleh t hitung suatu masalah atau persoalan untuk
3,88 sedangkan ttabel 2,002. Jadi dapat pencapaian tujuan pembelajaran.
disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil Pembelajaran yang disertai dengan
belajar antara kelas eksperimen dengan game atau permainan menjadi daya tarik
kelas kontrol. tersendiri dalam proses pembelajaran
Uji satu pihak digunakan untuk sehingga siswa tidak merasa bosan dan
membuktikan hipotesis yang menyatakan jenuh. Hal ini sesuai dengan keunggulan
bahwa hasil belajar kimia kelas eksperimen pembelajaran metode Problem Solving.
lebih baik dibandingkan dengan kelas Pembelajaran yang menyenangkan ini yang
kontrol. Hasil uji satu pihak kanan diperoleh akhirnya membuat siswa dapat lebih
thitung sebesar 3,88 sedangkan ttabel sebesar memahami materi dan dapat menyelesaikan
2,0 sehingga dapat dibuktikan bahwa hasil berbagai jenis tipe soal. Hal ini karena
belajar kelas eksperimen lebih baik metode Problem Solving dapat
dibandingkan dengan kontrol. Jadi dapat menumbuhkan keterampilan berpikir kritis
disimpulkan bahwa model pembelajaran siswa (Afrizon, 2012).
ASSURE dengan Problem Solving Rata-rata nilai posttest kelas
memberikan pengaruh positif dalam eksperimen dan kelas kontrol telah
meningkatkan hasil belajar siswa dan melampaui KKM seperti pada Tabel 1. Hal
keterampilan berpikir kritis. ini berarti kedua metode sama-sama dapat
Pada penelitian ini, pencapaian rata- meningkatkan hasil belajar kognitif siswa.
rata nilai posttest kimia pada kelas Rata-rata nilai posttest kelas eksperimen
eksperimen yang diberi model pembelajaran (metode Problem Solving) lebih tinggi
ASSURE dengan metode Problem Solving dibandingkan nilai rata-rata posttest kelas
lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kontrol (metode yang biasa digunakan oleh
nilai post test kelas kontrol yang diberi guru pengampu) dengan selisih nilai 8,16.
metode yang biasa digunakan oleh guru Perbedaan rata-rata nilai posttest tidak
pengampu. Bowen dan Bodner (2004) terlalu jauh karena penerapan kedua
menyatakan bahwa pembelajaran metode ini sama-sama baik untuk
menggunaan metode Problem Solving mengaktifkan siswa mencapai kompetensi
menunjukkan peningkatan prestasi yang ingin dicapai namun metode Problem
mahasiswa dalam mata pelajaran sintesis Solving membuat siswa lebih aktif
organik. Hal ini disebabkan karena siswa dibandingkan dengan metode yang biasa
Widia Maya Sari* dan Endang Susiloningsih, Penerapan Model Assure dengan …. 1473

digunakan oleh guru pengampu. Hal ini metode yang sama-sama baik untuk
disebabkan karena pada saat pembelajaran diterapkan pada pembelajaran.
dengan metode Problem Solving siswa lebih Hasil perhitungan uji kesamaan dua
aktif untuk berdiskusi dari pertanyaan yang varians diperoleh data kedua kelas memiliki
diberikan guru dan bertanya mengenai varians yang sama. Sedangkan pada uji
materi yang belum mereka pahami dari perbedaan dua rata-rata dua pihak diperoleh
pernyataan yang diberikan guru (Ristiasari, kesimpulan bahwa antara kelas eksperimen
2012). Selain itu metode Problem Solving dan kelas kontrol, keduanya memiliki
juga membuat siswa lebih termotivasi untuk perbedaan dan pada uji perbedaan rata-rata
menyelesaikan soal karena siswa merasa satu pihak kanan dapat ditarik simpulan
penasaran dan bersemangat untuk bahwa hasil belajar kognitif kelas
menemukan jawaban (Rahmawati, 2009). eksperimen lebih baik dari pada kelas
kontrol, dengan kata lain pembelajaran
Tabel 1. Proporsi nilai hasil posttest kelas
dengan menggunakan metode Problem
eksperimen dan kelas kontrol
Solving memberikan hasil
Kelas belajar kognitif yang lebih
Kriteria Kelas Kontrol
Eksperimen
baik dari pada
KKM 72 72 pembelajaran yang
Jumlah yang tuntas 25 dari 30 siswa 27 dari 30 siswa
jumlah yang tudak tuntas 5 dari 30 siswa 3 dari 30 siswa diberikan dengan
nilai maximal 86 100 menggunakan model yang
nilai minimal 52 66
S 7,84 8,46 biasa digunakan guru
2
S 61,40 71,58 pengampu khususnya pada
Rata-rata 75,1 83,26
pokok materi buffer.
Table 1 menunjukkan bahwa pada Rata-rata hasil belajar kelas
uji ketuntasan hasil belajar kognitif eksperimen maupun kelas kontrol sudah
menunjukkan bahwa kelas eksperimen mencapai batas ketuntasan minimum. Akan
sudah mencapai batas ketuntasan individu tetapi, kelas eksperimen jumlah siswa yang
dengan KKM 72 dan 27 dari 30 siswa telah tuntas, belajar lebih banyak dibanding kelas
mencapainya nialai KKM. Kelas kontrol kontrol. Siswa yang tuntas pada kelas
sudah mencapai batas ketuntasan individu eksperimen sebanyak 27. Sedangkan pada
dengan KKM 72 dan 25 dari 30 siswa telah kelas kontrol, siswa yang tuntas sebanyak
mencapainya, namun jumlah siswa yang 25. Selain berdasarkan analisis data
telah mencapai nilai KKM lebih banyak kela posttest diperoleh hasil yaitu adanya
eksperimen daripada kelas kontrol. Oleh perbedaan hasil belajar kognitif pada kelas
karena itu dapat disimpulkan bahwa metode eksperimen dan kelas kontrol. Rata-rata
Problem Solving lebih baik dari metode yang hasil belajar kognitif kelas eksperimen lebih
biasa digunakan oleh guru pengampu besar dari kelas kontrol yaitu masing-masing
meskipun kedua-duanya juga merupakan sebesar 83,27 dan 75,10 dapat dilihat pada
Gambar 1 .
1474 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1468-1477

berpikir kritis dari Ennis yang


digunakan ada 4 adalah (1)
mencari jawaban yang jelas dari
setiap pertanyaan, (2) mencari
alasan, (3) mencari alternatif
pemecahan masalah, (4)
mencari penjelasan sebanyak
mungkin apabila
memungkinkan. Soal uraian
Gambar 1. Hasil belajar ranah kognitif
yang dipakai pada Posttest sebanyak 10
soal.
Nilai keterampilan berpikir kritis
Perbandingan ketercapaian siswa
siswa diperoleh dari hasil nilai Posttest
dalam setiap aspek penilain keterampilan
dengan menggunakan soal uraian yang tiap
berpikir kritis antara kelas eksperimen dan
soalnya telah disesuaikan dengan indikator
kelas kontrol dapat dilihat pada Gambar 2.
keterampilan berpikir kritis dari Ennis (1996).
Pada penelitian ini, indikator keterampilan

Gambar 2. Perbandingan Hasil Belajar dan Keterampilan Berpikir Kritis

Gambar 2 menyatakan bahwa 2011). Penyelesaian kasus yang kompleks


pencapaian keterampilan berpikir kritis pada kelas eksperimen menuntut siswa
siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada untuk dapat berpikir kritis dengan cara
kelas kontrol pada semua indikator. Hal ini membangun ide-ide baru yang dapat
dikarenakan pada kelas eksperimen siswa mereka lakukan melalui studi pustaka,
terbiasa mengerjakan kasus pada setiap praktikum dan diskusi. Studi pustaka
pertemuan. Pemberian kasus pada setiap dilakukan oleh siswa untuk menambah
pertemuan pembelajaran dapat informasi-informasi dari berbagai sumber
menumbuhkan rasa ingin tahu siswa belajar yang berkaitan dengan kasus dari
terhadap materi pembelajaran (Fachrurazi,
Widia Maya Sari* dan Endang Susiloningsih, Penerapan Model Assure dengan …. 1475

setiap pertemuan (Sarwi dan Liliasari, menggunakan pH indikator universal,


2009). membuat laporan sementara. Hasil analisis
Penilaian aspek psikomotorik data pengamatan, menuliskan kesimpulan,
diperoleh dari hasil observasi terhadap menuang sisa larutan kerja ke tempat yang
siswa pada saat praktikum. Ada tujuh aspek telah disediakan, membersihkan semua
yang diobservasi pada penilaian alat-alat yang telah digunakan,
psikomotorik pada saat praktikum mengembalikan alat ketempat semula, yang
berlangsung, dengan kategori tiap aspek masing-masing ditandai dengan kode P1,
meliputi sangat tinggi, tinggi, cukup, rendah, P2, P3, P4, P5, P6, P7, P8, P9, P10, P11,
dan sangat rendah. Skor berturut-turut dari 5 P12 sedangkan kriteria penilaian terbagi
sampai 1. menjadi 4 bagian yaitu sangat baik, baik,
Reliabilitas yang diperoleh dari cukup dan kurang yang diwakili oleh kode A,
perhitungan menggunakan rumus intereter B, C, D. Data selengkapnya terlihat pada
reliability pada kelas eksperimen adalah Tabel 2.
0,864, sedangkan pada kelas kontrol
Tabel 2. Perbandingan Ketrcapaian Tiap
diperoleh reliabilitas sebesar 0,724. Hal ini
Aspek dalam Penilaian Praktikum
berarti analisis nilai psikomotor terhadap Antara Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol
kedua kelas baik kelas eksperimen maupun
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
kelas kontrol memiliki reliabilitas yang baik Aspek
A B C D A B C D
karena mendekati nilai 1. Namun reliabiltas A1 16 14 0 0 5 25 0 0
kelas eksperimen lebih besar yaitu 0,864. A2 6 22 2 0 0 25 5 0
Hal tersebut menunjukkan bahwa A3 9 20 1 0 5 20 5 0
A4 2 28 0 0 0 24 2 4
kemampuan siswa kelas eksperimen dalam
A5 0 30 0 0 0 30 0 0
aspek psikomotor dalam praktikum lebih A6 1 29 0 0 0 25 5 0
baik daripada kemampuan siswa pada A7 0 27 3 0 0 30 0 0
kelas kontrol. A8 0 13 12 5 0 10 11 9
A9 0 20 10 0 0 20 10 0
Perbandingan ketercapaian siswa
A10 0 30 0 0 0 30 0 0
dalam aspek penilaian psikomotor dalam A11 0 30 0 0 0 30 0 0
praktikum antara siswa kelas eksperimen A12 4 26 0 0 0 30 0 0
dan kelas kontrol dapat dilihat pada tabel 5.
Penilaian aspek afektif diperoleh
Ada 12 aspek yang akan diteliti yaitu aspek
dari hasil observasi terhadap siswa pada
persiapan alat, persiapan bahan,
saat proses pembelajaran. Ada enam aspek
keterampilan mengukur volume larutan
yang diobservasi pada penilaian afektif pada
akan dianalisis menggunakan gelas ukur,
saat pembelajaran berlangsung, dengan
keterampilan melakukan pegamatan
kategori tiap aspek meliputi sangat tinggi,
menggunakan skala ukur, keterampilan
tinggi, cukup, rendah, dan sangat rendah.
menuangkan zat ke dalam gelas kimia atau
Skor berturut-turut dari 5 sampai 1.
erlenmeyer, keterampilan mereaksikan zat
yang digunakan, keterampilan
1476 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1468-1477

Tabel 3. Perbandingan Ketercapaian Tiap


Aspek dalam Penilaian Diskusi
Antara Kelas Eksperimen dan
Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Aspek
A B C D E A B C D E
A1 16 14 0 0 0 5 25 0 0 0
A2 6 22 2 0 0 0 15 5 6 4
A3 9 20 1 0 0 5 20 5 0 0
A4 2 28 0 0 0 0 24 2 4 0
A5 0 30 0 0 0 0 30 0 0 0
A6 7 21 2 0 0 0 18 5 3 4

Reliabilitas yang diperoleh dari SIMPULAN


perhitungan menggunakan rumus intereter
Berdasarkan hasil penelitian, dapat
reliability pada kelas eksperimen adalah
disimpulkan antara lain (1) terdapat
0,776, sedangkan pada kelas kontrol
perbedaan hasil belajar kimia dan
diperoleh reliabilitas sebesar 0,701. Hal ini
keterampilan berpikir kritis antara siswa
berarti analisis nilai afektif terhadap kedua
yang diberi model pembelajaran ASSURE
kelas baik kelas eksperimen maupun kelas
dengan metode Problem Solving, (2) hasil
kontrol memiliki reliabilitas yang baik karena
belajar kimia dan keterampilan berpikir kritis
mendekati nilai 1. Namun reliabiltas kelas
siswa yang diberi model pembelajaran
eksperimen lebih besar yaitu 0,864. Hal
ASSURE dengan metode Problem Solving
tersebut menunjukkan bahwa kemampuan
lebih baik daripada siswa yang diberi
siswa kelas eksperimen dalam aspek afektif
metode yang sering dipakai oleh guru
dalam praktikum lebih baik daripada
pengampu.
kemampuan siswa pada kelas kontrol.
Perbandingan ketercapaian siswa DAFTAR PUSTAKA
dalam aspek penilaian afektif dalam diskusi
Afrizon, R., Ratnawulan, dan Fauzi, A.,
antara siswa kelas ekspperimen dan kelas
2012, Peningkatan Perilaku
kontrol dapat dilihat pada tabel 6. Ada 12 Berkarakter dan Keterampilan
aspek yang akan diteliti yaitu kehadiran, Berpikir Kritis Siswa Kelas IX MTsN
partisipasi aktif dalam pembelajaran, Model Padang pada Mata Pelajaran
IPA-Fisika Menggunakan Model
kemampuan kerjasama dalam kelompok, Problem Based Instruction, Jurnal
kedisiplinan, kepemilikan alat atau sumber Penelitian Pembelajaran Fisika, Vol
belajar, minat terhadap pembelajaran, yang 3, No 1, Hal: 1-17.

masing-masing ditandai dengan kode P1, Bowen C.W. dan Bodner G.M., 2004,
Problem Solving Processesused By
P2, P3, P4, P5, P6 sedangkan kriteria
graduate Students While Solving
penilaian terbagi menjadi 5 bagian yaitu Tasks Inorganic Synthesis,
sangat baik, baik, cukup, kurang dan sangat Department of Chemistry, Purdue
University, International Journal of
kurang yang diwakili oleh kode A, B, C, D,
Science Education, Vol 13, Hal: 143-
E. Data selengkapnya terlihat pada Tabel 3. 158.
Widia Maya Sari* dan Endang Susiloningsih, Penerapan Model Assure dengan …. 1477

Dali, N., 2011, Rasional Ciri-Ciri Reka Megaw, A.E., 2001, Deconstructing the
Bentuk Instruksional Model Heinich, Molenda, Russella, and
ASSURE dalam Penggunan Smaldino Instructional Design
Courseware Pengajaran dan Model, Georgia, University of
Pembelajaran, Jurnal Penelitian Gergia.
Sultan Idris Education University,
Mulyatiningsih, E., 2011, Metode Penelitian
Vol 2, No 1, Hal: 1-8.
Terapan Bidang Pendidikan,
Dyastuti, 2013, Pembelajaran Creative Bandung: Alfabeta.
Problem Solving untuk Pribadi, B., 2011, Model ASSURE Untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Mendesain Pembelajaran Sukses,
Kritis Siswa pada Pembelajaran Jakarta: Dian Rakyat.
Fisika Kelas XI IPA 6 MAN 3
Malang, Jurnal Penelitian Rahmawati, D., 2009, Kompetensi berpikir
Pendidikan Fisika, Vol 2, No 1, Hal: Kritis Dan Kreatif Dalam Pemecahan
1-12. Masalah Matematika di SMP Negeri
2 Malang, Jurnal Pendidikan
Ennis, H., 1996, The Critical Thinking Matematika, Vol 1, No 2, Hal: 1-8
Skills, Boston: Allyn dan Bacon.
Ristiasari, T., Priyono, B., dan Sukaesih, S.,
Fachrurazi, 2011, Penerapan Pembelajaran 20012, Model Pembelajaran
Berbasis Masalah untuk Problem Solving Dengan Mind
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Mapping Terhadap Kemampuan
Kritis dan Komunikasi Matematis Berpikir Kritis Siswa, Unnes
Siswa Sekolah Dasar, Jurnal Journal of Biology Education, Vol
Penelitian Pendidikan, Vol 1, No 2, 1, No 3, Hal: 1-8.
Hal: 76-89.
Sarwi dan Liliasari, 2009, Penerapan
Fitriyanto. F., Nurhayati. S., dan Saptorini, Strategi Kooperatif dan
2012, Penerapan Model Pemecahan Masalah pada Konsep
Pembelajaran Problem Solving Gelombang pntuk
Pada Materi Larutan Penyangga Mengembangkan Keterampilan
Dan Hidrolisis, Chemistry In Berfikir Kritis, Jurnal Pendidikan
Education, Vol 1, No 1, Hal: 1-5 Fisika Indonesia, Vol 5, No 2, Hal:
Hamdani, 2011, Strategi Belajar Mengajar, 90-95
Bandung: Pustaka Setia. Sugiyono, 2006, Statistika untuk Penelitian,
Khasanah, D.I.N., 2012, Penerapan Desain Bandung: Alfabeta.
Sistem Pembelajaran ASSURE
untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Memukul Bola dalam Permainan
Kasti pada Siswa Kelas IV SD
Negeri Purworejo Kecamatan
Banjarsari Surakarta Tahun
Pelajaran 2011/2012, Jurnal
Mahasiswa Pendidikan Jasmani
Kesehatan Dan Rekreasi, Vol 1,
No 1, Hal: 1-17.
1478 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1478-1486

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE CIRC


DENGAN PENILAIAN PRODUK BERBASIS CHEMO-ENTREPRENEURSHIP

Siti Munawaroh* dan Subiyanto Hadi Saputro


Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang
Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail: belajarchemistry@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif
tipe CIRC dengan evaluasi pada produk berbasis Chemo-Entrepreneurship pada materi sistem
koloid dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dan apakah model tersebut efektif
diterapkan. Populasi penelitian ini adalah kelas XI IPA suatu sekolah menengah atas di
Magelang tahun ajaran 2013/2014. Sampel pada penelitian ini adalah kelas XI IPA 1 sebagai
kelas eksperimen dan kelas XI IPA 2 sebagai kelas kontrol, teknik sampling dilakukan dengan
subjek sampel. Rata-rata hasil belajar pada kelas eksperimen 79,28 dan kelas kontrol sebesar
71,10. Uji ketuntasan belajar menunjukan bahwa kelas eksperimen telah mencapai ketuntasan
belajar (baik individual maupun klasikal) sedangkan kelas kontrol belum mencapai ketuntasan
klasikal. Hasil dari uji perbedaan rata-rata pada dua kelas menunjukan adanya perbedaan
antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Nilai t-hitung hasil posttest menunjukan 3,948
sementara pada t-kritis 1,998. Uji pada perbedaan rata-rata dua kelas menunjukan terdapat
perbedaan rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Uji perbedaan rata-rata satu
pihak (pihak kanan) menunjukan bahwa nilai t-hitung adalah 3,95, sementara t-kritis adalah
1,998 sehingga bisa disimpulkan bahwa hasil belajar peserta didik kelas eksperimen lebih baik
dibandingkan kelas kontrol.

Kata kunci: chemo-enterpreneurship, pembelajaran kooperatif tipe CIRC, penilaian produk

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine whether the type of cooperative learning
model CIRC with the evaluation based products Chemo-Entrepreneurship on the material
colloidal systems can improve student learning outcomes and whether the model is effectively
applied. The study population was a class XI IPA a high school in Magelang academic year
2013/2014. Samples in this research is class XI IPA 1 as an experimental class and class XI
IPA 2 as the control class, sampling techniques performed with the subject sample. The
average learning outcomes in experimental class and control class 79.28 for 71.10. Test
completeness study showed that the experimental class have achieved mastery learning (either
individually or classical) while the control group had not reached the classical completeness.
Results of the test the average difference in the two classes shows the difference between the
experimental class and control class. Value t-test results showed 3.948 posttest while on t-
critical 1,998. Test on the difference in average there are two classes showed an average
difference between the experimental class and control class. Test average difference one side
(right side) shows that the value of t-test was 3.95, while the t-critical was 1,998 so it can be
concluded that the results of the experimental class students learn better than the control class.

Keywords: chemo-entrepreneurship, cooperative learning CIRC, product assessment

PENDAHULUAN
materi sistem koloid ini harus benar-benar
Sistem koloid merupakan salah satu dikuasai siswa, karena materinya dalam
materi yang harus dikuasai siswa kelas XI bentuk bacaan dan hafalan sering kali guru
IPA pada semester genap. Oleh karena itu menganggap bahwa materi sistem koloid ini
Siti Munawaroh* dan Subiyanto Hadi Saputro, Keefektifan Model Pembelajaran …. 1479

bisa dipelajari dengan mandiri oleh siswa, Pembelajaran kooperatif mempunyai banyak
sementara dari sudut pandang siswa, kimia tipe salah satunya yaitu CIRC (Cooperative
merupakan mata pelajaran yang rumit. Integrated Reading and Composition) .
Guru, kurikulum, siswa, sarana dan Model pembelajaran CIRC efektif
prasarana serta strategi atau model dapat meningkatkan keterampilan membaca
pengajaran adalah faktor yang mem- dan menulis (Durukan, 2011). Diharapkan
pengaruhi hasil belajar siswa (Sutikno, et al., dengan implementasi model ini juga dapat
2010). Faktor yang paling utama meningkatkan hasil belajar pada materi
menentukan apakah siswa akan berminat sistem koloid. Menurut Sasongko (2013)
dan termotivasi untuk belajar adalah faktor CIRC terdiri dari tiga unsur penting yaitu
dari guru sendiri (Aritonang, 2008). Guru kegiatan dasar terkait, pengajaran langsung,
sebagai fasilitator guru harus mampu pemahaman bacaan, seni berbahasa serta
merancang, metode, model dan pendekatan menulis terpadu. Model CIRC menuntut para
pembelajaran sehingga siswa bisa siswa bekerja dalam tim-tim yang heterogen.
termotivasi untuk belajar. Salah satu aspek penting dalam kegiatan
Dari sudut pandang guru, siswa pembelajaran adalah penilaian, jenis tehnik
mampu mempelajari materi koloid ini secara penilaian yang bisa diterapkan salah
mandiri sehingga pada praktek pembe- satunya adalah penilaian produk. Suwandi
lajaran materi sistem koloid ini menerapkan (2011) membagi pembuatan produk dalam
belajar mandiri dan hanya mengulas sekilas tiga tahap dan pada setiap tahap tersebut
materi sistem koloid ini, akibatnya hasil dilakukan penilaian, meliputi tahap per-
belajar siswa pada materi sistem koloid tidak siapan, tahap pembuatan produk (proses)
memuaskan (Fajri et al., 2012). Hal serupa dan tahap penilaian produk (appraisal).
terjadi di suatu sekolah menengah atas di Konsep pendekatan chemo-
Magelang, bahwa hasil belajar siswa pada entrepreneurship (CEP) adalah suatu
materi sistem koloid belum ada yang pendekatan pembelajaran kimia yang
mencapai nilai KKM yaitu 75. Nilai maksimal dikaitkan dengan obyek nyata sehingga
yang diperoleh siswa 73 sementara nilai memungkinkan siswa dapat mempelajari
minimal 33. proses pengolahan suatu bahan menjadi
Pembelajaran kooperatif berbasis produk yang bermanfaat, bernilai ekonomi
kontekstual learning bisa dijadikan alternatif dan menumbuhkan semangat berwirausaha
yang dilakukan oleh guru untuk mendong- (Supartono, et al., 2006).
krak hasil belajar siswa (Nurhayati, et al., Permasalahan yang dihadapi dalam
2013). Salah satu alternatif yang bisa dicoba penelitian ini adalah apakah model
adalah model pembelajaran kooperatif. pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi penilaian produk berbasis CEP efektif
belajar dengan sejumlah siswa sebagai digunakan dalam pembelajaran sistem
anggota kelompok kecil yang tingkat koloid serta dapat meningkatkan hasil
kemampuannya heterogen (Rasyid, 2012). belajar siswa. Sedangkan tujuan dari
1480 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1478-1486

penelitian ini adalah untuk mengetahui kooperatif tipe CIRC dengan penilaian
apakah model pembelajaran kooperatif tipe produk berbasis CEP pada kelas
CIRC dengan penilaian produk berbasis eksperimen, melaksanakan tes hasil belajar
CEP efektif digunakan dalam pembelajaran pada kelas eksperimen dan kelas kontrol,
materi sistem koloid dan untuk mengetahui menganalisis data hasil belajar dan yang
apakah model ini dapat meningkatkan hasil terakhir menyusun hasil penelitian.
belajar peserta didik pada materi sistem Metode pengumpulan data dilakukan
koloid. dengan metode tes, metode dokumentasi,
lembar observasi dan lembar angket.
METODE PENELITIAN
Metode tes digunakan untuk mengetahui
hasil belajar ranah kognitif. Adapun bentuk
Penelitian ini termasuk dalam jenis
soal tes yang digunakan adalah pilihan
penelitian eksperimen. Desain yang
ganda sebanyak 30 butir soal yang telah
digunakan dalam penelitian ini adalah
disusun sesuai dengan indikator, soal tes
pretest-posttest group design, yakni
yang digunakan antara kelas eksperimen
penelitian dengan melihat perbedaan pretest
dan kelas kontrol adalah sama. Lembar
dan posttest antara kelas eksperimen dan
observasi digunakan untuk mengetahui hasil
kelas kontrol. Desain penelitian disajikan
belajar ranah afektif dan psikomotor,
pada Tabel 1:
sedangkan lembar angket digunakan untuk
Tabel 1. Desain Penelitian Pretest-Posttest mengetahui respon siswa terhadap
Group Design
pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan
Kelas Pretest Perlakuan Posttest
I T1 A T2 penilaian produk berbasis CEP.
II T1 B T2
(Sugiyono, 2010 ). HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai ujian akhir semester gasal
Hasil penelitian pembelajaran
kedua kelas tersebut diuji normalitas,
kooperatif tipe CIRC dengan penilaian
homogenitas dan perbedaan dua rata-rata
produk berbasis CEP pada materi sistem
untuk mengetahui kondisi awal serta
koloid meliputi tiga ranah yakni hasil belajar
menentukan teknik analisis data apakah
ranah kognitif, hasil belajar ranah afektif
menggunakan statistik parametrik atau non
serta hasil belajar ranah psikomotorik.
parametrik, kemudian dilanjutkan menyusun
Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan
kisi-kisi tes, menyusun instrument tes uji
penlaian produk berbasis CEP dikatakan
coba berdasarkan kisi-kisi, uji coba soal
efektif bila hasil belajar kognitif siswa telah
instrument tes setelah itu hasil uji coba
mencapai ketuntasan individual dan
dianalisis data hasil ujicoba yang meliputi
ketuntasan klasikal tercapai.
validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan
Hasil uji ketuntasan belajar me-
daya beda soal, kemudian menentukan
nunjukan siswa kelas eksperimen telah
soal-soal yang sesuai kriteria, menyusun
mencapai ketuntasan belajar baik secara
rencana pelaksanaan pembelajaran
Siti Munawaroh* dan Subiyanto Hadi Saputro, Keefektifan Model Pembelajaran …. 1481

individual maupun klasikal berdasarkan eksperimen dan kelas kontrol, perbedaan


KKM (75). Keefektifan pembelajaran peningkatan hasil belajar ini didukung
diperoleh jika ketuntasan klasikal telah dengan adanya data N-Gain, untuk kelas
mencapai 85%. Hasil analisis ketuntasan eksperimen penerapan model pembelajaran
belajar diketahui hasil belajar siswa kelas CIRC dengan Jelas terlihat bahwa
eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas peningkatan hasil belajar dengan model
kontrol. Hasil tersebut menunjukan bahwa CIRC dengan Penilaian Produk berbasis
pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan CEP lebih besar dibandingkan Model
penilaian produk berbasis CEP efektif Konvensional. Selanjutnya untuk melihat
digunakan pada materi sistem koloid. besarnya pengaruh dan kontribusi kegiatan
Perbedaan rata-rata hasil belajar dan pembelajaran maka dilakukan uji koeefisien
peningkatan hasil belajar ditunjukan pada korelasi dan uji koefisien determinasi. Hasil
Gambar 1. uji koefisien korelasi diperoleh rb sebesar
0,48 sehingga besarnya KD
adalah 23,04%, besarnya
pengaruh model pembela-
jaran CIRC dengan penilaian
produk berbasis CEP adalah
sedang. Hasil serupa ditun-
jukan oleh penelitian yang
dilakukan oleh (Fadilah, et
al., 2012) pembelajaran
Gambar 1. Perbandingan hasil belajar
kooperatif tipe CIRC dengan penggunaan
pretest-posttest, dan n-gain
antara kelas eksperimen dan Chemdiary book memberikan kontribusi
kelas kontrol.
sebesar 27,085% pada pembelajaran kimia
Gambar 1 memperlihatkan perban- materi sistem koloid. Model pembelajaran
dingan hasil belajar kelas eksperimen dan CIRC efektif digunakan dalam pengajaran
kontrol baik hasil belajar pretest, posttes, materi dalam bentuk bacaan (Setyaningrum,
maupun N-Gain. Perbedaan sangat jelas et al., 2012) model ini cocok diterapkah
bila membandingkan antara hasil pretest untuk materi yang berupa bacaan dan
dan posttes kelas eksperimen, hasil pretest hafalan seperti materi sistem koloid.
menunjukan bahwa rata-rata hasil belajar Hasil belajar afektif diperoleh dari
kelas eksperimen dan kelas kontrol uji lembar observasi melalui pengamatan
perbedaan rata-rata tidak ada perbedaan terhadap sikap siswa selama berlangsung-
antara keduanya, kemudian setelah nya proses pembelajaran. Lembar observasi
diterapkan model pembelajaran kooperatif disertai dengan rubrik penskoran dengan
tipe CIRC dengan penilaian produk berbasis rentang 1 sampai dengan 4, pengamatan
CEP hasil posttest menunjukan adanya dilakukan oleh dua observer. Data hasil
perbedaan rata-rata antara kelas belajar afektif dianalisis secara deskriptif
1482 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1478-1486

hasil rata-rata nilai setiap afektif pada kelas memperluas pengetahuan siswa melainkan
eksperimen dan kontrol disajikan pada juga meningkatkan keterampilan sosial dan
Gambar 2. rasa empati terhadap sesama siswa. Selain
kedua aspek tersebut se-cara deskriptif
aspek lainnya tidak
menunjukkan perbeda-an
namun bila dilihat secara
kuantitatif kelas eksperimen
masih lebih unggul
dibandingkan dengan kelas
kontrol. Kegiatan pembela-
jaran kooperatif juga dapat
meningkatkan aktivitas sis-
wa karena dalam
Gambar 2. Perbandingan rata-rata hasil pembelajaran ini siswa dituntut untuk aktif
belajar afektif kelas eksperimen
dan bekerjasama dengan anggota kelompok
dan kelas kontrol
supaya tujuan pembelajaran bisa tercapai.
Gambar 2 memperlihatkan rata-rata
Selain hasil belajar kognitif dan
nilai tiap aspek pada kelas eksperimen
afektif dalam penelitian ini juga melihat data
relatif sama dengan kelas kontrol, tetapi
hasil belajar psikomotorik, ranah psiko-
pada beberapa aspek rata-rata kelas
motorik dilihat saat pelaksanaan praktikum,
eksperimen lebih tinggi diandingkan kelas
praktikum yang dilakukan adalah untuk
kontrol secara deskriptif tidak ada
mengetahu sifat-sifat koloid dan cara
perbedaan yang terlihat antara kelas
pembuatan koloid, kegiatan praktikum ini
eksperimen dan kelas kontrol kecuali pada
dilakukan kelas eksperimen dan kelas
dua aspek yang pertama yaitu kehadiran
kontrol dengan panduan praktikum yang
dan kerjasama. Pada aspek kehadiran kelas
sama hal ini dilakukan untuk menghindari
eksperimen lebih unggul, karena siswa lebih
kesenjangan antara kelas eksperimen dan
tertarik belajar materi sistem koloid dengan
kelas kontrol. Penilaian ranah psikomotorik
model kooperatif tipe CIRC dengan
dilakukan dengan lembar observasi dengan
penilaian produk berbasis CEP sedangkan
rubrik penskoran, rentang skor dalam
pada aspek kerjasama kelas eksperimen
lembar psikomotorik 1 sampai dengan 4.
lebih unggul karena pada kegiatan pem-
Pengamatan dilakukan oleh dua orang
belajaran materi koloid selalu diterapkan
observer. Aspek penilaian meliputi delapan
model kooperatif sehingga siswa kelas
aspek yaitu: kemampuan siswa dalam
eksperimen lebih terbiasa untuk bekerja-
memimpin kelompok, dinamika kelompok,
sama secara kelompok, sesuai dengan
persipan alat, keterampilan menggunakan
pendapat Muijs dan David (2008) model
alat, kebersihan tempat, ketertiban dan
pembelajaran kooperatif tidak hanya
ketepatan waktu, hasil praktikum dan
Siti Munawaroh* dan Subiyanto Hadi Saputro, Keefektifan Model Pembelajaran …. 1483

pelaporan. Hasil analisis rerata nilai setiap Sukiastini, et al., (2013) pembelajaran model
aspek disajikan pada Gambar 3. kooperatif tipe CIRC tidak hanya memen-
tingkan aktivitas secara
individu tetapi juga
berkontribusi terhadap anggota
kelompok sehingga dapat
mengoptimalkan kerja
kelompok. Selain praktikum
pengamatan sifat-sifat koloid
kelas eksperimen juga
melakukan praktikum
pembuatan produk adapun
Gambar 3. Perbandingan rata-rata nilai
setiap aspek psikomotorik kelas produk yang dibuat selanjutnya dinilai
eksperimen dan kelas kontrol
dengan rubrik penilaian produk, jenis produk
Penilaian kegiatan praktikum meliputi yang dibuat disamakan yaitu berupa
keterampilan menggunakan alat, keteram- makanan, tujuan dari pembatasan produk
pilan mengamati, dan ketepatan waktu adalah untuk mempermudah penilaian
dalam menyelesaikan praktikum. Rata-rata sehingga rubrik yang digunakan juga sama.
nilai aspek keterampilan menggunakan alat Selain itu, produk yang dibuat juga harus
untuk kelas eksperimen lebih baik di- bernilai jual, sesuai dengan konsep
bandingkan dan kelas kontrol hal ini pendekatan chemo-entrepreneurship. Pem-
dikarenakan sebelum praktikum dimulai belajaran kimia yang unggul adalah suatu
untuk kelas eksperimen diberikan kesem- pembelajaran yang tidak membosankan,
0patan untuk mendiskusikan LKS praktikum meningkatkan motivasi dan dan jiwa
terlebih dahulu, analisis secara deskriptif entrepreneur (Sumarni, 2009).
kedua kelas berada di tingkatan yang sama Hasil analisis angket ini digunakan
pada seluruh aspek hal ini dikarenakan sebagai evaluasi terhadap penelitian yang
kedua kelas menggunakan panduan telah dilakukan. Angket memiliki tingkatan
praktikum yang sama, namun bila dilihat respon mulai dari sangat setuju, setuju, tidak
secara kuantitatif hasil belajar ranah setuju, dan sangat tidak setuju. Hasil angket
psikomotor kelas eksperimen lebih baik dari tanggapan siswa terhadap pembelajaran
kelas kontrol. Sesuai dengan hasil penelitian disajikan pada Gambar 4.
1484 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1478-1486

Gambar 4. Hasil angket tanggapan siswa

Hasil analisis data angket tang- belajar karena siswa dituntut menghasilkan
gapan siswa menunjukkan bahwa produk yang bernilai jual pada pembelajaran
penerapan model CIRC dengan penilaian materi sitem koloid. Selain itu, aktivitas
produk berbasis CEP baik untuk siswa juga meningkat, siswa lebih aktif
meningkatkan hasil belajar kognitif serta bertanya dan berpendapat dalam kegiatan
siswa memberi respon positif terhadap diskusi kelompok serta meningkatkan
pelaksanaan pembelajaran. Hal ini didukung kerjasama antar siswa. Sebanyak 30 siswa
oleh respon siswa sebanyak 18 siswa dari total 32 siswa tertarik dengan kegiatan
menyatakan sangat setuju dan 12 lainnya pembuatan produk berbasis CEP, karena
menyatakan setuju jadi 30 siswa menyukai selain meningkatkan pemahaman materi
model pembelajaran yang diterapkan. Hasil juga dapat meningkatkan keterampilan
penyebaran angket, siswa memilih sangat siswa.
setuju dan setuju terhadap pernyataan
bahwa siswa merasa terbantu dalam
memahami materi koloid dengan adanya SIMPULAN
penerapan model kooperatif tipe CIRC
Berdasarkan hasil analisis data
dengan penilaian produk berbasis CEP.
dapat disimpulkan bahwa model
Penilaian produk berbasis CEP juga
pembelajaran kooperatif tipe CIRC dengan
membuat siswa lebih termotivasi dalam
Siti Munawaroh* dan Subiyanto Hadi Saputro, Keefektifan Model Pembelajaran …. 1485

penilaian produk berbasis CEP efektif Rasyid, A., 2012, Pembelajaran Kooperatif
Dengan Tipe TGT dengan
digunakan pada pembelajaran sitem koloid
Menggunakan Media Kartu Kerja
dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa terhadap Hasil Belajar Siswa pada
Materi Pokok Ikatan Kimia di Kelas
sebesar 68%.
X SMA N 2 Binjai Tahun Pelajaran
2011/2012, Skripsi, Medan: FMIPA
Universitas Negeri Medan.
Sasongko, A., 2013, Eksperimentasi Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC
DAFTAR PUSTAKA (Cooperative Integrated Reading
and composition) dengan Alat
Peraga Materi Peluang pada Kelas
XI SMK Wongsorejo Gembong
Tahun 2011/2012, Ekuivalen-
Aritonang, K.T., 2008, Minat dan Motivasi Pendidikan Matematika, Vol 1, No 1,
dalam Meningkatkan Hasil Belajar Hal: 08-14.
Siswa, Jurnal Pendidikan Penabur,
Vol 10, No 7, Hal: 11-21. Setyaningrum, R.R., Moch, C., dan Mashuri,
2012, Keefektifan Model
Durukan, E., 2011, Effects of Cooperative Pembelajaran CIRC dan NHT
Integrated Reading And dengan Pemodelan Matematika
Composition (CIRC) Technique on dalam Menyelesaikan Soal Cerita
Reading-Writingskills, Educational Kelas VIII, Unnes Journal
Research and Reviews, Vol 6, No 1, Mathematic Education, Vol 1, No 2,
Hal: 102-109. Hal: 37-42.
Fadilah, A., Nurwachid, B.S., dan Kusoro, Sugiyono, 2010, Metode Penelitian
S., 2010, Pembelajaran Cooperative Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Integrated Reading And Kualitatif, dan R&D, Bandung:
Composition Didukung Penggunaan Penerbit Alfabeta.
Chemdiary Book, Chemistry in
Education, Vol 2, No 1, Hal: 68-73. Sukiastini, I.G.A.N.K, Sadia I.W., dan
Suastra I.W., 2013, Pengaruh Model
Fajri, L., Kus, S.M dan Agung, N.C.S., 2012, Pembelajaran Cooperative
Upaya Peningkatan Hasil Belajar Integrated Reading and Composition
dan Proses Belajar Koloid melalui terhadap Kemampuan Pemecahan
Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT Masalah dan Berpikir Kreatif, Jurnal
(Team Games Tournament) Penelitian Pasca Undiksha, Vol 3,
Dilengkapi dengan Teka-Teki Silang No 1, Hal: 1-11.
Bagi Siswa Kelas XI IPA 4 SMA N 2
Boyolali pada Semester Genap Sumarni, W., 2009, Peningkatan Efektivitas
Tahun Ajaran 2011/2012, Jurnal Perkuliahan Kimia Dasar Melalui
Pendidikan Kimia (JPK),Vol 1, No 1, Pembelajaran Perorientasi
Hal: 89-96. Entrepreneurship (CEP)
Menggunakan Media
Muijs,D. dan David, R., 2008, Effective Chemoedutaintment (CET),
Teaching Teori dan Aplikasi Lembaran Ilmu Pendidikan, Vol 38,
(Terjemahan Soetjipto, H.P dan No 1, Hal: 53-58.
Soetjipto. S.M.), Yogyakarta:
Pustaka Belajar. Supartono, Nanik, W., dan Anita, H.S., 2009,
Kajian Prestasi Belajar Siswa SMA
Nurhayati, D., Subiyanti H.S dan S. Mantini, dengan Pendekatan Student Team
R.S., 2013, Pengaruh Model Achievment Divisions melalui
Pembelajaran Kooperatif Berbasis Pendekatan Chemo-
Contextual Teaching And Learning, Entrepreneurship, Jurnal Inovasi
Chemistry in Education, Vol 2, No 1, Pendidikan Kimia, Vol 3, No 1, Hal:
Hal: 2-6. 337-344.
1486 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1478-1486

Sutikno, Susilo, dan Purwantoko, R.A.,


2010, Keefektifan Pembelajaran
Menggunakan Media Puzzle
Terhadap Pemahaman IPA Pokok
Bahasan Kalor Pada Siswa SMP,
Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia,
Vol 1, No 6, Hal:123-127.
Suwandi, S., 2011, Model-model
Assessmen dalam Pembelajaran,
Surakarta: Yuma Pustaka.
Yan Sandi Nurfitrasari * dan Woro Sumarni, Pengembangan Media Smile-Flash …. 1487

PENGEMBANGAN MEDIA SMILE-FLASH BERPENDEKATAN


CHEMO-EDUTAINMENT PADA MATERI KELARUTAN DAN
HASIL KALI KELARUTAN

Yan Sandi Nurfitrasari * dan Woro Sumarni


Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang
Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail : yan_sandi74@yahoo.com

ABSTRAK

Media smile-flash merupakan media yang di dalamnya terdapat unsur simulasi, materi,
dan lagu. Dengan menyisipkan lagu dalam pembelajaran, proses pembelajaran akan lebih
menyenangkan sehingga diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa. Penelitian ini
bertujuan untuk (1) mengetahui pengaruh penggunaan media tersebut pada peningkatan
pemahaman konsep, dan (2) mengetahui respon siswa terhadap menggunakan media tersebut
dalam pembelajaran. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (R&D) dengan subjek
penelitan adalah siswa kelas XI IPA di sebuah sekolah di Magelang. Objek penelitian adalah
media smile-flash dengan pendekatan chemo-edutainment pada materi kelarutan dan hasil kali
kelarutan. Tahap pengembangan media smile-flash dengan pendekatan chemo-edutainment
dilakukan dengan: (1) pendefinisian, (2) perancangan, dan (3) pengembangan. Instrumen
penelitian berupa angket validasi, angket respon siswa dan soal-soal peningkatan pemahaman
konsep. Media dinyatakan layak ditinjau dari aspek materi, media, dan bahasa dengan
persentase rata-rata sebesar 82,5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) penggunaan
media berpengaruh positif terhadap pemahaman konsep siswa, terbukti thitung (12,24) lebih
besar dari tkritis (2,05) dan (2) pembelajaran menggunakan media smile-flash dengan
pendekatan chemo-edutainment mendapatkan respon positif dari siswa.

Kata kunci: chemo-edutainment, kelarutan dan hasil kali kelarutan, smile-flash

ABSTRACT

Smile-flash media is a medium in which there is an element of simulation, material, and


songs. By inserting song learning, the learning process will be more fun that is expected to
increase students' understanding. This study aims to (1) know the influence of the media on an
improved understanding of the concept, and (2) determine the response of students to use the
media in learning. This study is a research & development (R & D) with a research subject is
class XI IPA at a school in Magelang. The object of research is a medium-flash smile with
chemo-edutainment approach to the material solubility and solubility product. Media
development stage smile-flash with chemo-edutainment approach is done by: (1) definition, (2)
the design, and (3) development. The research instrument is a validation questionnaire, student
questionnaire responses and the questions increase understanding of the concept. Media
declared eligible in terms of material aspects, media, and languages with an average
percentage of 82.5%. The results showed that (1) the use of media a positive effect on students'
understanding of concepts, proven tcount (12.24) is greater than the tcritic (2,05) and (2) learning to
use media-flash smile with chemo-edutainment approach to get a positive response from
students.

Keywords: chemo-edutainment, solubility and solubility product, smile-flash

PENDAHULUAN sehingga menuntut adanya perbaikan


sistem pendidikan. Rendahnya kualitas pen-
Seiring berkembangnya arus
didikan di Indonesia mendorong pemerintah
globalisasi, upaya untuk meningkatkan mutu
untuk melakukan perbaikan di segala aspek.
pendidikan di Indonesia semakin bertambah
1488 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1487-1495

Semua pihak yang bersangkutan seperti kembali materi-materi yang telah didapatkan
objek, subjek, dan fasilitator memiliki pada proses pembelajaran.
peranan penting dalam perbaikan kualitas Konsep dalam materi kelarutan dan
pendidikan. Seorang guru tidak hanya hasil kali kelarutan merupakan konsep yang
dituntut untuk menguasai materi dalam sulit karena mensyaratkan beberapa konsep
kurikulum saja, tetapi juga harus memiliki seperti kesetimbangan kimia dan fisika,
kemampuan dalam mengelola pembelajaran hukum Le Chatelier, kimia larutan, dan
yang menarik, kreatif, inovatif, dan persamaan kimia (Onder, 2006).Banyak
menyenangkan bagi siswa. siswa yang merasa bingung dan sulit
Sebagai fasilitator, guru berperan mendalami materi yang diberikan guru,
dalam memberikan pelayanan untuk memu- meskipun siswa dapat menyelesaikan
dahkan siswa dalam proses pembelajaran berbagai macam solal hitungan pada
(Senjaya, 2008). Salah satu komponen kelarutan dan hasil kali kelarutan, tidak
penting dalam proses pembelajaran adalah menjamin siswa tersebut dapat memahami
media. Kurangnya media menjadi salah satu konsep-konsep yang ada (Raviolo, 2001).
dampak dari proses pembelajaran yang Akibatnya siswa cenderung malas untuk
berpusat pada guru, sehingga siswa tidak mencari informasi dari berbagai sumber
memiliki budaya untuk belajar mandiri. referensi. Untuk itu dibutuhkan sebuah
Seorang pendidik dituntut kreativitasnya media yang dapat membantu siswa dalam
untuk membuat media pembelajaran yang memahami konsep kelarutan dan hasil kali
inovatif dan menarik sesuai dengan kelarutan.
kebutuhan siswa. Selain itu media Media smile-flash merupakan
pembelajaran harus dipilih secara tepat media yang di dalamnya terdapat unsur
sesuai dengan tujuan pembelajaran agar simulasi, materi, dan lagu. Dengan menyi-
proses belajar mengajar dapat berjalan lebih sipkan lagu dalam pembelajaran, proses
efektif sehingga dapat membantu siswa pembelajaran akan lebih menyenangkan.
dalam memahami materi pada pembelajaran Seorang pendengar akan mengingat musik
(Miarso, 2007). dan lagu yang disukainya. (Stalinski dan
Pemahaman materi diartikan bukan Schellenberg, 2013). Dengan kata lain,
hanya mengetahui yang sifatnya, mengingat musik akan membantu seseorang untuk
saja, tetapi juga mampu mengungkapkan mengingat. Siswa akan lebih memahami
kembali dalam bentuk lain atau kata-katanya materi yang diberikan dengan menyisipkan
sendiri. Seseorang dikatakan menguasai simulasi visual dan musik. Animasi dan
konsep apabila dapat memahami makna simulasi akan lebih membantu siswa dalam
secara ilmiah baik teori maupun memahami bentuk molekul dalam kimia.
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari Media smile-flash dibuat menggunakan
(Dahar, 2003). Dengan memahami konsep, aplikasi macromedia flash pro 8. Media
siswa diharapkan dapat menyampaikan smile-flash digunakan sebagai perantara
atau pengantar pesan dari guru kepada
Yan Sandi Nurfitrasari * dan Woro Sumarni, Pengembangan Media Smile-Flash …. 1489

siswa untuk membantu siswa memahami dan (3) mengetahui respon siswa terhadap
konsep yang berkaitan dengan materi pembelajaran menggunakan media media
kelarutan dan hasil kali kelarutan. Media smile-flash berpendekatan CET.
smile-flash disajikan dengan pendekatan
chemo-edutainment. METODE PENELITIAN
Chemo-edutainment adalah sebuah
Penelitian ini merupakan penelitian
konsep pembelajaran kimia yang menarik
pengembangan (RdanD) dengan mengikuti
yang salah satunya dapat diwujudkan
desain Thiagarajan yang meliputi four D
melalui media pembelajaran (Harjono dan
models (4-D) yaitu pendefinisian, peren-
Harjito, 2010). Media pembelajaran ber-
canaan, pengembangan, dan penyebaran.
pendekatan Chemo-edutainment (CET)
Dalam penelitian ini hanya dilakukan dalam
adalah media yang menggabungkan unsur
tiga tahap yaitu sampai tahap pengem-
education (pendidikan) dan entertainment
bangan saja dengan pertimbangan bahwa
(hiburan). Edutainment bertujuan untuk
pada tahap pengembangan sudah
merangsang pikiran, perasaan, perhatian,
dihasilkan media yang baik.
dan kemauan belajar siswa dengan
Objek penelitian ini adalah media
melibatkan emosi melalui media visual
smile-flash berpendekatan chemo-
ataupun audio visual seperti video,
edutainment untuk materi kelarutan dan
computer, dan warna yang hidup.
hasil kali kelarutan. Alur kerja penelitian
Penggunaan media Chemo-edutainment di
dapat dilihat pada skema Gambar 1.
kalangan siswa dapat membantu untuk
belajar secara mandiri
maupun didalam kelas.
Rumusan masalah
pada penelitian ini adalah
mengetahui kelayakan media
smile-flash berpendekatan
CET, mengetahui pengaruh
media terhadap peningkatan
pemahaman konsep siswa,
dan mengetahui respon siswa
terhadap penggunaan media
smile-flash berpendekatan
CET. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk; (1) mengetahui
Gambar 1. Bagan Alur Kerja Penelitian
kelayakan media smile-flash berpendekatan
CET, (2) mengetahui pengaruhnya terhadap
pening-katan pemahaman konsep siswa,
1490 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1487-1495

Uji kelayakan media dilakukan oleh respon siswa terhadap media mencapai
ahli materi, ahli media, dan ahli bahasa. kategori minimal baik atau layak dengan
Instrumen validasi menggunakan isian persentase minimal sebesar 76%.
angket yang diwujudkan dalam hitungan
persentase kelayakan. Uji coba skala kecil HASIL DAN PEMBAHASAN
dilakukan untuk mengetahui tanggapan
Produk yang dihasilkan yaitu berupa
siswa terhadap media smile-flash
media smile-flash berpendekatan chemo-
berpendekatan CET. Subjek pada uji coba
edutainment untuk materi kelarutan dan
skala kecil adalah siswa kelas XII IPA yang
hasil kali kelarutan. Media smile-flash
pernah mendapatkan materi kelarutan dan
berpendekatan chemo-edutainment berisi
hasil kali kelarutan sebanyak 10 siswa. Uji
simulasi, materi, dan lagu yang dikemas
coba skala besar dilakukan untuk
dalam sebuah media yang disajkan dengan
mengetahui efektivitas penggunaan media
pendekatan chemo-edutainment. Konsep
terhadap peningkatan pemahaman konsep
Chemo-edutainment dalam media
siswa dan mendapatkan respon siswa
pembelajaran untuk siswa perlu diwujudkan
terhadap penggunaan media smile-flash
dalam bentuk media pembelajaran yang
berpendekatan CET dalam proses
inovatif dan menarik. Tampilan awal media
pembelajaran. Analisis peningkatan
smile-flash berpendekatan chemo-
pemahaman konsep siswa dilakukan
edutainment disajikan pada Gambar 2.
menggunakan uji t. Subjek uji coba skala
besar adalah siswa
kelas XI IPA
sebanyak satu kelas.
Instrumen
pengumpulan data
pada penelitian ini
berupa lembar
validasi, soal
pemahaman konsep,
dan angket respon
siswa. Data hasil
validasi dan respon
dianalisis
menggunakan teknik
analisis deskriptif
persentase
(Arikunto, 2010). Media smile-flash
Gambar 2. Tampilan awal media smile-flash
berpendekatan CET dinyatakan layak berpendekatan chemo-
edutainment
apabila hasil validasi oleh para ahli, dan
Yan Sandi Nurfitrasari * dan Woro Sumarni, Pengembangan Media Smile-Flash …. 1491

Produk berupa media smile-flash terhadap media pada angket validasi yang
yang dihasilkan, diuji kelayakannya melalui telah disediakan. Komentar dan saran dari
validasi oleh para ahli. Validator terdiri dari validator dijadikan bahan perbaikan
ahli materi, media, dan bahasa. Validasi sebelum digunakan pada uji coba skala kecil
dilakukan dengan memberikan penilaian dalam Tabel 1.

Tabel 1. Daftar masukan dari validator dan tindak lanjut


Validator Saran Tindak lanjut
Ahli Rumus kimia masih banyak yang salah Rumus-rumus kimia sudah dibetulkan
Materi Warna-warna zat dalam simulasi belum Warna-warna zat pada simulasi sudah
sesuai dengan aslinya disesuaikan dengan aslinya
Simulasi disesuaikan dengan aslinya Simulasi sudah disesuaikan dengan
aslinya
Materi hasil kali kelarutan perlu Materi hasil kali kelarutan sudah
diperbaiki diperbaiki
Ahli Media Font kurang besar Font sudah dibesarkan
Sewaktu dibuat full screen, font tidak Tampilan sudah dibetulkan sehingga
ikut membesar ketika dibuat fullscreen, font ikut
membesar
Ahli Kalimat percakapan monoton dan Kalimat percakapan dibenahi supaya
Bahasa kurang variatif. tidak monoton dan lebih variatif
Ada beberapa penggunaan kalimat yang Kalimat dalam media dibenahi supaya
belum efektif. lebih efektif.

Presentase kelayakan media oleh validasi ahli ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Persentase kelayakan media ditinjau dari validasi ahli

dinyatakan layak, tahap selanjutnya adalah


Data persentase media uji coba skala kecil.
menunjukkan media smile-flash UJi coba skala kecil dilakukan untuk
berpendekatan chemo-edutainment valid mengetahui respon siswa terhadap media
dan layak digunakan sebagai media smile-flash. Hasil uji coba skala kecil
pembelajaran di sekolah. Setelah media ditunjukkan pada Tabel 2.
1492 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1487-1495

Tabel 2.. Respon siswa terhadap media smile-flash berpendekatan chemo-edutainment pada uji
coba skala kecil
Aspek yang diuji Skor NP (%) Kriteria
Pemahaman materi kelarutan dan hasil kali
31 77.5 Baik
kelarutan pada media smile-flash
Penggunaan bahasa pada media smile-flash 27 67.5 Cukup
Kemudahan pengoperasian media smile-flash 30 75 Cukup
Tampilan media smile-flash 32 80 Baik
Visualisasi konsep-konsep yang bersifat abstrak 32 80 Baik
Respon terhadap lagu kimia pada media smile-flash 35 87.5 Sangat baik
Respon terhadap simulasi pada media smile-flash 37 92.5 Sangat baik
Kemenarikan penyajian media smile-flash 38 95 Sangat baik
Jumlah 81.75

Hasil uji coba skala kecil dari 8 kedua aspek sehingga dilakukan revisi
aspek, 6 aspek menunjukkan kriteria baik sebelum digunakan untuk uji coba skala
dan sangat baik. Adanya kekurangan pada besar. Adapun komentar dari siswa
aspek penggunaan bahasa dan kemudahan terhadap media smile-flashditujukkan pada
pengoperasian yang ditunjukkan dari Tabel 3.
persentase rata-rata respon siswa pada

Tabel 3. Daftar masukan dari siswa dan tindak lanjut


Komentar Tindak lanjut
Ada beberapa kalimat pada media yang Kalimat pada media sudah diperbaiki
susah dipahami
Beberapa tombol ada yang tidak berfungsi Tombol pada media sudah diperbaiki
sehingga berfungsi dengan baik

Media smile-flash yang telah konsep yang signifikan setelah


diperbaiki sesuai dengan masukan dari pembelajaran menggunakan media smile-
siswa pada uji coba skala kecil, digunakan flash berpendakatan CET pada materi
untuk uji coba skala besar. Uji coba skala kelarutan dan hasil kali kelarutan.
besar dilakukan dengan memberikan Hasil ini menunjukkan bahwa media
pembelajaran materi kelarutan dan hasil kali smile-flash dengan pendekatan chemo-
kelarutan menggunakan media smile-flash edutainment dapat meningkatkan
kepada siswa. Efektivitas penggunaan pemahaman konsep kimia siswa.
media terhadap peningkatan pemahaman Peningkatan pemahaman konsep siswa
konsep siswa diukur menggunakan data dapat dilihat dari peningkatan hasil belajar
pretest dan data posttest dan dianaslisis kognitif yang terjadi (Sundari et al, 2008).
menggunakan uji t. Hasil analisis Respon siswa terhadap pembelajaran
peningkatan pemahaman konsep menggunakan media smile-flash dengan
menggunakan uji t menunjukkan hasil thitung pendekatan chemo-edutainment diwujudkan
(12,24) lebih kecil dari tkritis (2,05) yang dalam bentuk isian angket yang dihitung
berarti terdapat peningkatan pemahaman dalam persen ditunjukkan pada Tabel 4.
Yan Sandi Nurfitrasari * dan Woro Sumarni, Pengembangan Media Smile-Flash …. 1493

Tabel 4. Respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan media smile-flash


berpendekatan chemo-edutainment pada uji coba skala besar
Aspek yang diuji Skor Kriteria
Pemahaman materi kelarutan dan hasil kali kelarutan pada media
103 Sangat baik
smile-flash
Penggunaan bahasa pada media smile-flash 94 Baik
Kemudahan pengoperasian media smile-flash 90 Baik
Tampilan media smile-flash 91 Baik
Visualisasi konsep-konsep yang bersifat abstrak 89 Baik
Respon terhadap lagu kimia pada media smile-flash 101 Sangat baik
Respon terhadap simulasi pada media smile-flash 85 Baik
Kemenarikan penyajian media smile-flash 91 Cukup
Pembelajaran menggunakan media smile-flash di dalam kelas
92 Baik
membangkitkan motivasi siswa
Efisiensi penggunaan waktu 88 Baik
Efisiensi penggunaan media smile-flash sebagai alat belajar mandiri 95 Baik
Rata-rata 92.6 Sangat Baik

Berdasarkan Tabel 4 Rata-rata kekurangan pada media smile-flash telah


respon siswa terhadap pembelajaran diperbaiki sehingga simulasi pada media
menggunakan media smile-flash pada menjadi jelas pengoperasiannya dan mudah
semua aspek berada pada kategori tinggi dipaham oleh siswa. Secara keseluruhan
dengan nilai rata-rata skor sebesar 92.6 dari siswa memberikan respon yang baik
skor maksimal 112, sehingga dapat terhadap pembelajaran menggunakan
dikatakan bahwa secara garis besar siswa media smile-flash . Penggunaan media
memberikan respon yang baik terhadap berbasis teknologi akan memudahkan siswa
setiap aspek pada butir pernyataan nomor 1 mencapai kompetensi dasar dari materi
sampai 11. Motivasi siswa meningkat serta membuat pembelajaran menjadi lebih
setelah pembelajaran menggunakan media menyenangkan (Viajayani, 2013).
smile-flash. Hal ini diperkuat dengan Hasil analisis respon siswa terhadap
pernyataan siswa pada butir 9 yang media smile-flash secara keseluruhan dapat
memberikan respon baik sebesar 92 dilihat pada Gambar 3.
Kekurangan terdapat pada respon siswa
terhadap simulasi pada media
smile-flash yang terdapat pada
butir pertanyaan nomor 7. Data
menunjukkan siswa memberikan
respon cukup yaitu sebesar 85. Hal
itu dikarenakan ada beberapa
simulasi pada media yang
pengoperasiannya yang kurang
jelas. Berdasarkan analisis
Gambar 3. Respon siswa terhadap media
deskrptif pernyataan pada butir 7 tersebut,
smile-flash
1494 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1487-1495

Gambar 3 memperlihatkan bahwa an chemo-edutainment yang telah dikem-


dari 28 siswa pada uji coba skala besar, bangkan dinyatakan layak oleh , (2) Media
diperoleh 8 siswa memberikan tanggapan smile-flash berpendekatan chemo-
sangat baik, 15 siswa memberikan edutainment efektif dalam meningkatkan
tanggapan baik, dan sisanya memberikan pemahaman konsep siswa pada materi
tanggapan cukup. Sebagian besar siswa kelarutan dan hasil kali kelarutan, (3)
memberikan tanggapan yang sangat baik Respon siswa terhadap pembelajaran
terhadap pembelajaran menggunakan menggunakan media smile-flash ber-
media smile-flash di dalam kelas, dan pendekatan chemo-edutainment baik.
sisanya memberikan tanggapan baik dan
cukup terhadap penggunaan media. Secara
keseluruhan siswa memberikan tanggapan DAFTAR PUSTAKA
positif terhadap pembelajaran media smile-
flash di dalam kelas. Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian suatu
pendekatan praktek. Jakarta: PT
Pembelajaran kelarutan dan hasil
Rineka Cipta
kali kelarutan menggunakan media smile-
Dahar.R.W. 2003. Aneka wacana
flash berpendekatan chemo-edutainment di pendidikan ilmu pengetahuan alam.
Bandung.
dalam kelas membangkitkan motivasi siswa
Falvo, D. 2008. Animation and simulation for
dalam belajar dan memberikan banyak
teaching and learning molecular
pengetahuan yang belum diketahui chemistry. Indternational Journal
Technology of Teaching and
sebelumnya. Penerapan media animasi
Learning. 4(1):68-77.
dapat meningkatkan motivasi dan prestasi
Harjono dan Harjito. 2010. Pengembangan
belajar siswa (Haryati, 2013). Adanya media pembelajaran chemo-
edutainment untuk matapelajaran
tampilan-tampilan berupa animasi menarik
sains-kimia di SMP. Jurnal Inovasi
pada media dan unsur musik yang Pendidikan Kimia. 4(1):506-511.
dimasukkan dalam media memberikan Haryati, S., Miharty, dan Pratiwi, R. 2013.
kesan yang tidak membosankan dan Pemanfaatan media animasi dalam
pembelajaran kimia untuk
membuat siswa tidak tegang dalam meningkatkan motivasi dan prestasi
menerima materi pembelajaran (Prasetyo, belajar siswa di SMAN 12
Pekanbaru. Prosiding Semirata
2008). Dikarenakan subjek penelitian adalah DMIPA Universitas Lampung.
siswa SMA yang pada umumnya menyukai Miarso, Y.H. 2007. Menyemai benih
musik, pemberian unsur musik pada media teknologi pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
dapat diterima dengan baik oleh siswa.
Miswadi, S.S., Priatmoko, S., dan Inayah, A.
2008. Peningkatan hasil belajar
kimia melalui pembelajaran
SIMPULAN berbantuan komputer dengan media
chemo-edutainment. Jurnal Inovasi
Berdasarkan hasil penelitian yang Pendidikan Kimia. 2.(1).182-189

telah dilakukan, dapat disimpulkasn sebagai Okan, Z. 2003. Edutainment is Learning at


Risk. British Journal of Educational
berikut: (1) media smile-flash berpendekat- Technology. 34(3):255.
Yan Sandi Nurfitrasari * dan Woro Sumarni, Pengembangan Media Smile-Flash …. 1495

Onder, I., dan Geban, O. 2006. The effect of Senjaya, W. 2008. Strategi pembelajaran
conceptual change text oriented berorientasi standar proses
instruction on students pendidikan. Jakarta: Kencana
undersatanding of the solubility Prenada Media Group.
equilibrium concept. Journal of
Silberberg, M. S. 2009. Chemistry: The
Education. 30: 166-173
molecular nature of matter and
Prasetya, A.T., Priatmoko, S., dan change fifth edition. New York:
Miftakhudin. 2008. Pengaruh McGraw-Hill Companies
penggunaan media pembelajaran
Stalinski, S. M., dan Schellenberg, E. G.
berbasis computer dengan
2013. Listeners remember music
pendekatan chemo-edutainment
they like. Journal of Experimental
terhadap hasil belajar kimia SMA.
Psychology: Learning, Memory,
Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia.
and Cognition.3(39).700-716.
2.(2).287-293
Viajayani, E.R., Radiyono, Y., dan Rahardjo,
Raviolo, A. 2001. Assesing students
D.T. 2013. Pengembangan media
conceptual understanding of
pembelajaran fisika menggunakan
solubility equilibrium. Journal of
macromedia flash pro 8 pada pokok
Chemical Education. 78(5):629-631.
bahasan suhu dan kalor. Jurnal
Pendidikan Fisika. 1(1):144-155.
1496 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1496 -1505

PEMANFAATAN MODEL PLTL BERBANTUAN LKS


BERBASIS INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI KIMIA

Bunga Amelia* dan Antonius Tri Widodo


Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang
Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail : first.amelia@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana peningkatan kompetensi kimia


dengan model pembelajaran PLTL berbantuan LKS berbasis inkuiri. Populasi penelitian ini
adalah siswa Kelas XI IPA suatu SMA Negeri di Semarang. Pengambilan sampel dilakukan
dengan cluster random sampling, yakni kelas XI IPA 1 sebagai eksperimen I dengan perlakuan
model pembelajaran PLTL berbantuan LKS berbasis inkuiri, kelas XI IPA 2 sebagai
eksperimen II dengan LKS berbasis inkuiri, dan kelas XI IPA 3 sebagai kontrol dengan metode
ceramah dan diskusi pada pokok materi buffer dan hidrolisis. Pengumpulan data dalam
penelitian ini menggunakan metode dokumentasi, tes, observasi, dan angket. Hasil penelitian
menunjukkan perbedaan kognitif yang signifikan antara kelas XI IPA 1, XI IPA 2, dan XI IPA 3.
Kelas eksperimen I memiliki peningkatan kompetensi kimia yang paling signifikan dengan rerata
hasil belajar sebesar 87,5, sedangkan kelas eksperimen II memiliki rerata hasil belajar 83,43,
dan kelas kontrol dengan rerata hasil belajar 77,35. Hasil respon siswa terhadap pembelajaran
menunjukan frekuensi terbanyak pada kolom setuju dan sangat setuju sehingga siswa
menyukai model pembelajaran yang digunakan. Simpulan penelitian ini 1) terdapat perbedaan
signifikan kompetensi kimia antara kelas eksperimen I, II dan kontrol, 2) peningkatan
kompetensi kimia yang signifikan pada kelas eksperimen I, 3) respon siswa terhadap
pembelajaran baik.

Kata kunci: kompetensi, LKS berbasis inkuiri, model PLTL

ABSTRACT

This research aims for knowing chemistry competence’s improving by application of


PLTL model with Worksheet based on inquiry. The populations are XI grades natural sciences
students of an high school in Semarang. Samples were taken by cluster random sampling and
got XI IPA 1 as an experimental class I by application of PLTL model with Worksheet based on
Inquiry while XI IPA 2 as an experimental class II by using Worksheet based on Inquiry, and XI
IPA 3 as a control group using lecture and discussion on the subject buffer and hydrolysis. Data
collecting used some methods as documentations, tests, observation, and questionnaire.
Research result shown significant difference on cognitive aspect of XI IPA 1, XI IPA 2, and XI
st
IPA 3. The most significant improvement by 1 experimental class resulted average score 87.5,
experimental class II has average score 83,43, and control class has average score 77.35.
Students response by application of model show most answer in agree and very agree columns
mean students like learning model used. Conclusions are 1) there are significant difference on
chemistry competence between experiment I, II and control classes, 2) the most chemistry
competence improvement in experimental class I, 3) students responses are good.

Keywords: competence ; PLTL model; Worksheet based on Inquiry

PENDAHULUAN perubahan sikap dan tingkah laku siswa


serta kualitas guru dalam mengajar. Definisi
Proses pembelajaran di kelas
pembelajaran adalah suatu proses interaksi
menjadi bagian paling penting karena akan
antara guru dan siswa untuk menumbuhkan
menentukan hasil pembelajaran berupa
pemahaman, kreativitas, keaktifan, daya
Bunga Amelia* dan Antonius Tri Widodo, Pemanfaatan Model PLTL Ber…. 1497

pikir, potensi dan minat siswa (Retnowati, ketergantungan atas kesendirian melalui
2012). Pembelajaran di kelas berlangsung berbagai mode berpikir dan saling tukar
kurang optimal apabila hanya terjadi pendapat. Proses diskusi menjadikan siswa
komunikasi satu arah, yakni dari guru sebagai analisator yang baik (Miri, et.al,
kepada siswa (Tecaher Centered 2007). Model PLTL memberikan penga-
Learning). Komunikasi satu arah meng- laman belajar kepada siswa dan guru
akibatkan siswa kurang terlibat dalam dalam kelas dan menghasilkan peningkatan
proses pembelajaran sehingga segala nilai hasil belajar (Keiler & Mills, 2012).
potensi yang dimiliki oleh siswa tidak dapat Penelitian Wahyuni & Kristia-
dikembangkan secara maksimal. ningrum (2008) menyatakan sebagian
Mata pelajaran kimia termasuk besar siswa menganggap bahwa kimia
mata pelajaran yang dekat dengan merupakan pelajaran yang sulit dan siswa
lingkungan sekitar serta sangat erat kurang terlibat aktif dalam proses
hubunganya dengan kehidupan sehari-hari. pembelajaran kimia. Hasil observasi yang
Ilmu kimia telah banyak memberikan dilakukan di salah satu sekolah menengah
manfaat dalam kehidupan, mulai dari atas di kota Semarang yang masuk dalam
makanan, tekstil, kosmetik, hingga berbagai kategori baik dengan akreditasi A,
alat transportasi. Salah satu pokok materi ditemukan bahwa sekitar 50% siswa masih
kimia yang aplikasinya erat sekali dalam harus mengikuti tes remedial. Keadaan ini
kehidupan sehari-hari adalah materi buffer mengidentifikasikan perlunya model pem-
dan hidrolisis. Guru hanya mengajarkan belajaran yang tepat untuk menghasilkan
konsep-konsep dan hafalan rumus melalui partisipasi dan tingkat pemahaman yang
ceramah sehingga terasa membosankan lebih pada siswa. LKS berbasis inkuiri
bagi siswa. menekankan pada pendekatan siswa
Penggunaan model pembelajaran dalam mencari pemahaman kimia yang
peer-led team learning (PLTL) berbantuan menitikberatkan pada aktivitas pemberian
lembar kerja siswa (LKS) berbasis inkuiri pengalaman belajar, ekplorasi pengeta-
diharapkan dapat memberikan variasi huan, serta mencari tahu jawaban atas
model pembelajaran yang dapat me- pertanyaan ilmiah yang diajukan siswa.
ningkatkan partisipasi aktif siswa dan Inovasi model pembelajaran ini selaras
pemahaman terhadap materi ajar kimia. dengan visi Indonesia dalam menyongsong
Strategi pembelajaran dapat diartikan globalisasi. Hasil penelitian yang dilakukan
sebagai cara khusus dan urut sehingga oleh Barthlow (2011) menunjukan bahwa
pembelajaran menjadi runtut dan dapat inkuiri terbimbing dapat membantu siswa
mencapai tujuan yang ditetapkan (Widodo untuk mempresentasikan fenomena kimia
2011). PLTL berusaha merangkum banyak yang bersifat makroskopis ke dalam
aspek dalam proses penemuan ilmiah simbolis, misalnya sifat larutan buffer yang
(scientific discovery) melalui praktikum dan tidak dapat diamati secara kasat mata
diskusi, sehingga mengatasi berbagai dapat diketahui dengan menghitung pH
1498 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1496 -1505

larutan dengan rumus buffer sehingga hidrolisis dengan model pembelajaran


siswa mudah untuk memahaminya. PLTL dengan LKS berbasis inkuiri; dan (3)
Recktenwald & Edwards (2010) mengetahui respons siswa pada pem-
menyatakan bahwa dalam proses belajaran buffer dan hidrolisis dengan
pembelajaran inkuiri siswa diberikan tugas- model pembelajaran PLTL dengan LKS
tugas yang otentik sehingga diharapkan berbasis inkuiri.
untuk memilih metode pemacahan masalah
dengan mandiri, tidak hanya menjalankan METODE PENELITIAN
langkah satndar.
Berdasarkan observasi di SMA 5
Seorang siswa harus meng-
Semarang masih banyak siswa yang
gunakan segenap kemampuannya dan
mengikuti tes remidi mata pelajaran kimia,
bertindak sebagai ilmuwan (scientist) yang
kurangnya keterlibatan siswa dalam proses
melakukan eksperimen dan mampu
pembelajaran, dan kurangnya variasi model
melakukan proses mental berinkuiri yang
pembelajaran. Adanya kesesuaian perma-
digambarkan dengan terapan-terapan yang
salahan tersebut menjadi latar belakang
dilaluinya (Zuriyani, 2012). LKS inkuiri
penelitian penerapan model PLTL
membimbing siswa untuk dapat peka
berbantuan LKS berbsis inkuiri ini
terhadap aspek kimia dalam kehidupan
dilaksanakan di SMA 5 Semarang.
sehari-hari dan tidak hanya menerima fakta
Popoluasi dari penelitian ini adalah seluruh
di sekitar mereka tetapi juga memicu
siswa kelas XI IPA tahun pelajaran
mereka melakukan pengamatan, bertanya,
2013/2014, sedangkan sampelnya adalah
melakukan eksperimen, mengasosiasi, dan
kelas XI IPA 1, 2 dan 3. Kelas XI IPA 1
mengomunikasikannya, selaras dengan
sebagai kelas eksperimen 1, kelas XI IPA 2
Kurikulum 2013. Pembelajaran dengan pola
sebagai kelas eksperimen 2, dan kelas XI
penemuan yang dilakukan dengan diskusi
IPA 3 sebagai kelas kontrol. Pengambilan
dan berpikir kreatif yang intensif mampu
sampel tersebut ditentukan dengan teknik
memotivasi siswa untuk meningkatkan
cluster random sampling dengan meng-
komunikasi dalam menyelesaikan masalah
ambil tiga kelas dari lima kelas populasi
(Marks & Eilks, 2009).
secara acak. Variabel bebas dalam
Tujuan penelitian ini adalah (1) me-
penelitian ini adalah model pembelajaran.
ngetahui perbedaan signifikan kompetensi
Model pembelajaran tersebut disajikan
kimia antara siswa dengan model
dalam tiga variasi, yakni pembelajaran
pembelajaran PLTL berbantuan LKS
dengan model PLTL berbantuan LKS
berbasis inkuiri dengan siswa yang
berbasis inkuiri, pembelajaran dengan LKS
menggunakan LKS berbasis inkuiri dan
berbasis inkuiri, dan pembelajaran dengan
siswa tanpa model PLTL maupun LKS
pendekatan ceramah dan diskusi. Variabel
berbasis inkuiri pada materi buffer dan
terikat berupa hasil belajar dan kompetensi
hidrolisis siswa kelas XI; (2) mengetahui
kimia siswa pada materi buffer dan
peningkatan hasil belajar dalam buffer dan
Bunga Amelia* dan Antonius Tri Widodo, Pemanfaatan Model PLTL Ber…. 1499

hidrolisis. Desain yang digunakan dalam Peningkatan hasil belajar diukur dengan uji
penelitian ini adalah pretest and post-test t-test (Sugiyono, 2010). Data respon siswa
comparation group. Adapun desain pe- dianalisis secara deskriptif dengan tujuan
nelitiannya dapat dilihat dalam Gambar 1. mengetahui tanggapan siswa terhadap
model pembelajaran PLTL berbantuan
LKS berbasis inkuiri.

Gambar 1. Desain Penelitian pre-test and


post-test comparation
(Suharsimi, 2010)

Gambar 1 menunjukkan sampel HASIL DAN PEMBAHASAN


yang terdiri dari kelas eksperimen 1, eks- Hasil penelitian ini meliputi data
perimen 2, dan kontrol diukur kompetensi hasil belajar dan angket tanggapan siswa
awalnya dengan diberi pre-test ( O1) dan terhadap proses pembelajaran dengan
setelah diberikan perlakuan (X) kemudian model PLTL berbantuan LKS berbasis
diukur komptensi akhirnya dengan inkuiri. Hasil belajar yang didapatkan dalam
menggunakan post-test (O2). Kelas eks- penelitian ini meliputi hasil belajar pada
perimen 1 diberi perlakuan dengan model ranah afektif, psikomotorik dan kognitif.
PLTL berbantuan LKS berbasis inkuiri Hasil belajar pada ranah afektif
(XT1), kelas eksperimen 2 diberi perlakuan diukur kedalam 4 kategori yaitu, (1) parti-
dengan penggunaan LKS berbasis Inkuiri sipasi siswa, (2) tanggung jawab, (3) rasa
(XT2), dan kelas kontol diberi perlakuan ingin tahu, dan (4) kedisiplinan. Kategori
dengan pendekatan ceramah dan diskusi partisipasi siswa meliputi aspek kemam-
(Xc). Pengumpulan data dilakukan puan membuat rangkuman materi,
dengan metode dokumentasi, tes, berpendapat, bertanya, menjawab
observasi, dan angket. Instrumen penelitian pertanyaan dan mendengarkan dengan
yang digunakan berupa soal pretest-post aktif. Kategori tanggung jawab meliputi
test, angket respons siswa, serta lembar tanggung jawab menyelesaikan tugas dan
observasi psikomotorik dan afektif. Analisis jujur. Kategori rasa ingin tahu meliputi
data yang digunakan terbagi dalam dua keingintahuan dan keceramatan siswa
tahap, yaitu tahap awal dan tahap akhir. dalam menyelesaikan permasalahan.
Analisis tahap awal digunakan untuk Kategori kedisiplinan meliputi kedisiplinan
melihat kondisi awal penelitian sebagai siswa dalam mengikuti pembelajaran dan
pertimbangan dalam pengambilan sampel. mengumpulkan tugas. Hasil penilaian
Analisis tahap akhir meliputi analisis afektif dari 4 kategori tersebut disajikan
peningkatan hasil belajar dan respon siswa. dalam Tabel 1.
1500 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1496 -1505

Tabel 1. Skor rerata aspek afektif Kategori partisipasi siswa meliputi aspek
Aspek Eksperimen 1 Eksperimen II Kontrol merumuskan pertanyaan, meng-
Partisipasi aktif 4,39 4,09 3,84 interpretasi pertanyaan, dan
Tanggung 4,27 4,14 4,12 mengerjakan soal-soal di depan
jawab
kelas. Kategori kreativitas siswa
Rasa ingin tahu 4,18 3,93 3,72
kedisiplinan 3,96 3,96 3,96 meliputi aspek memprediksi
masalah berdasarkan observasi
Berdasarkan Tabel 1 dapat di- teoritis, menganalisis permasalahan, dan
ketahui bahwa rerata aspek afektif yang menemukan alternatif lain solusi yang
memperoleh skor tertinggi pada kelas memungkinkan. Kategori kemampuan ber-
eksperimen I adalah kategori partisipasi komunikasi meliputi aspek memberikan
aktif, sedangkan aspek tanggung jawab argurmen, menyimpulkan materi, dan
memperoleh skor tertinggi pada kelas terampil dalam memberikan presentasi.
ekperimen II dan kontrol. Partisipasi aktif Hasil peniliaian ranah psikomotorik
mencapai skor tertinggi pada kelas kegiatan pembelajaran dari 3 kategori
eksperimen I dikarenakan penerapan tersebut disajikan dalam Tabel 2.
model PLTL berbantuan LKS berbasis
Tabel 2. Skor rerata aspek psikomotorik
inkuiri yang mengkondisikan siswa kegaiatan pembelajaran
berdiskusi dalam kelompok-
Aspek Eksperimen I Eksperimen II Kontrol
kelompok kecil yang dipandu Partisipasi siswa 4,19 3,94 3,79
oleh peer-leaders sehingga Kreativitas 4,5 3,84 3,45
Kemampuan 4,35 4,04 3,88
siswa merasa lebih leluasa berkomunikasi
dalam bertanya, mengemukakan pendapat,
Berdasarkan Tabel 2 dapat
dan berdiskusi dalam kelompok. Hal ini
diketahui bahwa skor rerata tertinggi pada
sesuai dari pendapat Fortier (2012) yang
kelas eksperimen I yaitu pada aspek
menyatakan bahwa peer-leaders mampu
kreativitas, sedangkan aspek kemampuan
membuat pembelajaran menjadi me-
berkomunikasi mencapai skor tertinggi
nyenangkan dan siswa aktif untuk
pada kelas eksperimen II dan kontrol.
berdiskusi tanpa merasa enggan dalam
Aspek kreativitas mencapai skor tertinggi
bertanya.
pada kelas eksperimen I karena dengan
Penilaian psikomotorik juga
model PLTL berbantuan LKS berbasis
dilakukan dengan menggunakan lembar
inkuri melatih siswa untuk memprediksi
observasi. Penilaian psikomotorik terbagi
permasalahan berdasarkan hasil obervasi
menjadi dua, yaitu psikomotorik pada
teoritis dan menemukan jawaban atas
kegiatan pembelajaran dan psikomotorik
pertanyaan yang mereka ajukan
pada saat praktikum. Ranah psikomotorik
berdasarkan hasil penyelidikan. Hal ini juga
kegiatan pembelajaran diukur dalam 3 kate-
selaras dengan pendapapat Praptiwi et al
gori, yaitu (1) partisipasi siswa, (2) kreati-
(2012) yang menyatakan pembelajaran
vitas siswa, (3) kemampuan berkomunikasi.
bahwa inkuiri terbimbing efektif untuk
Bunga Amelia* dan Antonius Tri Widodo, Pemanfaatan Model PLTL Ber…. 1501

meningkatkan penguasaan konsep dan ketepatan prosedur praktikum, sedangkan


unjuk kerja siswa. Kemampuan ber- pada kelas eksperimen II pada aspek
komunikasi pada kelas eksperimen I ketepatan dalam pengamatan. Kelas
tergolong tinggi jika dibandingkan dengan eksperimen I memiliki rerata skor tertinggi
kelas lainya karena dengan model PLTL pada aspek ketepatan prosedur praktikum
siswa dilatih untuk menjelaskan hasil karena penggunaan model PLTL ber-
diskusi bersama teman kelompoknya, bantuan LKS berbasis inkuri menuntun
saling bertukar pendapat, serta melakukan siswa untuk dapat mempelajari prosedur
presentasi. praktikum dengan benar sebelum melaku-
Penilaian kompetensi psikomo- kan praktikum. Siswa dapat melaksanakan
torik pada aspek kegiatan praktikum praktikum dengan lancar dan lebih mudah
meliputi tujuh aspek. Tiap aspek dianalisis bekerjasama dengan kelompoknya karena
secara deskriptif yang bertujuan untuk terdapat pembagian tugas yang jelas dan
mengetahui aspek mana yang dimiliki siswa pemecahan masalah dalam LKS tersebut.
dan yang perlu dikembangkan.Hasil belajar Pengalaman langsung dalam pembelajaran
ranah kegiatan psikomotorik kegiatan kimia dapat diperoleh melalui kegiatan
praktikum meliputi 7 aspek yang disajikan laboratorium dan pengalaman dalam
dalam Tabel 3. sehari-hari, situasi pembelajaran seperti ini
akan menantang siswa untuk memecahkan
Tabel 3. Skor rerata aspek psikomotorik permasalahan (Dwijayanti & Yulianti, 2010)
kegiatan parktikum
Penggunaan model
Aspek Eksperimen Eksperimen Kontrol
PLTL berbantuan LKS berbasis
I II
Persiapan alat dan 4,09 3,90 3,74 inkuiri dapat meningkatkan
bahan praktikum
partisipasi siswa karena siswa
Ketepatan 4,63 4,28 4,25
prosedur praktikum secara aktif membangun konsep
Ketepatan dalam 4,60 4,37 3,54
pengetahunya melalui diskusi,
pengamatan
Kerjasama dalam 4,51 3,90 3,51 sehingga pengetahuan dalam
kelompok
ingatan siswa dapat bertahan
Ketepatan hasil 3,87 3,68 3,83
praktikum lebih lama. Perbandingan rerata
Kebersihan alat 4,15 3,68 4,12
skor afektif dan psikomotorik
dan ruangan
Pembuatan 4,57 3,31 3,35 pada ketiga kelas tersebut
laporan sementara
disajikan pada Gambar 2.

Berdasarkan Tabel 3 diketahui


bahwa skor rerata tertinggi pada kelas
eksperimen I dan kontrol yaitu pada aspek
1502 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1496 -1505

Gambar 2. Rerata aspek afektif dan dan psikomotorik pada kelompok kelas

Berdasarkan Gambar 2 kelas mengembangkan rasa percaya diri,


eksperimen 1 memiliki rerata tertinggi pada kemampuan komunikasi dan ketepatan
rerata skor afektif sebesar 4,24 (sangat dalam kegiatan praktikum. Selain itu, model
baik) dibandingkan kelas eksperimen 2 PLTL membantu mengembangkan keteku-
sebesar 4,07 (baik) dan kelas kontrol nan dan pemahaman siswa (Nelson &
sebesar 3,91 (baik). Penggunaan model Gosser, 2009). Penilaian dari ranah afektif
PLTL berbantuan LKS berbasis inkuiri ini dan psikomotorik menunjukan bahwa kelas
juga membuktikan meningkatnya eksperimen I lebih unggul daripada kelas
pasrtisipasi siswa dalam pembelajaran. Hal eksperimen II maupun kontrol.
ini juga diperkuat oleh penelitian yang Hasil belajar pada ranah kognitif
dilakukan oleh Bretz (2005) yang menyata- diukur melalui data pre-test dan post-test.
kan model PLTL memungkinkan siswa Analisis data pre-test dan post-test
belajar dengan berbagai cara, baik secara dilakukan dengan uji t. Analisis data post-
visual, kinestetik, maupun lainya. Gambar 2 test pada kelas eksperimen I menunjukan
juga menunjukan rataan penilaian ranah bahwa thitung (35,34) lebih dari ttabel (2,704),
psikomotorik kegiatan pembelajaran dan di kelas eksperimen II thitung (37,69) lebih
praktikum kelas eksperimen I lebih tinggi dari ttabel (2,68), dan di kelas kontrol thitung
dibandingkan kelas eksprimen 2 dan kelas (34,86) lebih dari ttabel (2,66). Hal ini ini
kontrol. Hal ini dikarenakan model berarti di ketiga kelas terjadi peningkatan
pembelajaran PLTL berbantuan LKS hasil belajar setelah dilakukan pelakuan di
berbasis inkuiri yang diterapkan di kelas masing-masing kelas.
eksperimen I yang memicu siswa dalam
Bunga Amelia* dan Antonius Tri Widodo, Pemanfaatan Model PLTL Ber…. 1503

Model PLTL berbantuan LKS ber- persentase N gain untuk setiap kelas
basis inkuiri dapat meningkatkan partisipasi dtunjukkan pada tabel 3.
dan hasil belajar siswa. Penggunaan LKS
Tabel 3. Hasil Uji N-gain
berbasisis inkuiri memungkinkan siswa
Kelas Skor rerata n gain kriteria
untuk belajar dengan penemuan secara
Eksperimen I 0,79 Tinggi
mandiri maupun diskusi kelompok sehingga
Eksperimen II 0,73 Tinggi
hasil belajar kognitif mereka meningkat. Kontrol 0,63 Sedang
Pembelajaran kimia dengan inkuiri ber-
pengaruh pada peningkatan hasil belajar Tabel 3 menunjukan bahwa perhi-

siswa Yuniyanti et.al., (2012). tungan skor N-gain hasil belajar kelompok

Berdasarkan hasil belajar siswa eksperimen I ebesar 0,79 (tinggi), kelas

dapat diketahui bahwa kelas eksperimen I eksperimen II sebesar 0,73 (tinggi), dan

memiliki rerata 87,5, sedangkan kelas kelas kontrol sebesar 0,63 (sedang). Skor

eksperimen II memiliki rerata hasil belajar N-gain eksperimen I lebih besar daripada

83,43, dan kelas kontrol dengan rerata eksperimen II dan kontrol, dapat diartikan

hasil belajar 77,35. Ketiga kelas sampel bahwa peningkatan rata-rata hasil belajar

dapat dikatakan memiliki kompetensi kelas eksperimen I lebih besar daripada

kognitif yang berbeda. Perbedaan signifikan kelas eksperimen II dan kelas kontrol.

tersebut menunjukkan bahwa peningkatan Berdasarkan hasil perhitungan

kompetensi kognitif yang paling baik dari angket data pendapat siswa di kelas

ketiga kelas yang diuji adalah kelas eksperimen I mengenai penggunaan model

eksperimen I (model PLTL dan LKS PLTL berbantuan LKS berbasis inkuri

berbasis Inkuiri). setelah berlangsung dalam proses

Adanya peningkatan tersebut pembelajaran menunjukkan 9 dari 30 siswa

sesuai dengan penelitian yang dilakukan memberi tanggapan dengan kriteria sangat

oleh Mark (2012) yang menyatakan bahwa setuju, 19 siswa memberikan tanggapan

terjadi peningkatan hasil belajar yang dengan kriteria setuju dan 2 orang siswa

signifikan dengan menggunakan model menjawab tidak setuju. Selain itu, skor

PLTL di dalam pembelajaran. setiap itemnya juga menunjukkan sebagian

Penelitian ini tidak hanya meng- besar siswa beranggapan setuju bahwa

gunakan uji t dalam melihat peningkatan model PLTL berbantuan LKS berbasis

kompetensi kimia tetapi juga N-gain. ikuiri; (1) meningkatkan partisipasi aktif

Peningkatan hasil belajar ditinjau dari harga siswa, (2) membuat pelajaran lebih mudah

N-gain yang tinggi (Rusnayati & Prima, dipahami, (3) meningkatkan kreasi dan

2011). Persentase N-gain digunakan untuk daya inovasi, (4) peran peer-leders dalam

mengetahui peningkatan rata-rata hasil pembelajaran membuat pembelajaran lebih

belajar yang signifikan pada kelompok rileks, (5) membangun kelompok belajar,

eksperimen I, II, dan kelas kontrol. Hasil (6) meningkatkan percaya diri, (7)
meningkatkan motivasi belajar, dan (8)
1504 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1496 -1505

meningkatkan kemampuan komunikasi. DAFTAR PUSTAKA


Secara umum didapatkan bahwa siswa
menganggap pembelajaran lebih mudah
Barthlow, M.J. 2011. The effectiveness of
dipahami dengan menggunakan model Process Oriented Guided Inquiry
Learning to Reduce Alternate
PLTL berbantuan LKS berbasis inkuiri. Hal
Conceptions in Secondary
ini ditandai oleh frekuensi terbanyak pada Chemistry. Dissertation. Lynchburg:
Liberty University
kolom setuju dan sangat setuju, sehingga
Bretz, S.L. All Students are not Created
siswa menyukai pembelajaran dengan
equal: Learning styles in chemistry
model PLTL berbantuan LKS berbasis classroom. In: Pienta, N.,
inkuiri. Respon siswa setelah mendapatkan Greenbowe, T. Cooper, M (Eds).
2005. Chemists’ Guide to Effevtive
pembelajaran dengan model PLTL tinggi Teaching.Volume II. New Jersey:
Prentice Hall
(Narode, 2012). Hal ini berarti model PLTL
berbantuan LKS berbasis inkuri baik Dwijayanti, P. & Yulianti, P. 2010.
Pengembangan kemampuan
diterapkan dalam proses pembelajaran berpikir kritis mahasiswa
materi buffer dan hidrolisis. melalui pembelajaran problem
based instruction pada mata kuliah
fisika lingkungan. Jurnal
Pendidikan Fisika Indonesia . 6 (2):
108-114
SIMPULAN
Fortier, A.S. 2012. Peer Led Team Learning
and teaching high school - a letter.
Hasil penelitian dapat disimpulkan Peer-Led Team
sebagai berikut. Pertama, terdapat Leraning implementation in high
schools. The Peer-Led Team
perbedaan signifikan kompetensi kimia Learning Project Newsletter
antara siswa dengan model pembelajaran . 10 (2): 42-45

PLTL berbantuan LKS berbasis inkuiri Keiler, L.S., & Mills, P. 2012. Peer-
Mediated Instruction in High
dengan siswa yang menggunakan LKS School. Peer-Led Team Learning:
berbasisis inkuiri dan siswa tanpa model Implementation in High Schools.
The Peer-Led Team Learning
PLTL maupun LKS berbasis inkuiri. Kedua, Project Newsletter . 12 (1): 71-72
terdapat peningkatan kompetensi kimia Mark, L. J. (2012). Leading Workshops at
yang signifikan pada kelas yang diberi Brooklyn International High School.
Peer-Led Team Learning:
perlakuaan model PLTL berbantuan LKS Implementation in High Schools.
berbasis inkuiri dan penggunaan LKS The Peer-Led Team Learning
Project Newsletter . 3 (3): 30-31
berbasis inkuiri pada pokok materi buffer
Marks, R. & Eilks, I. 2009. Promoting
dan hidrolisis. Ketiga, respons siswa pada scientific literacy using a
pembelajaran buffer dan hidrolisis dengan sociocritical and problem oriented
approach to chemistry teaching:
model PLTL dengan LKS berbasis inkuiri concept, examples, experiences.
sudah baik. International Journal of
Environmental & Science
Education. 4 (3): 231-245
Bunga Amelia* dan Antonius Tri Widodo, Pemanfaatan Model PLTL Ber…. 1505

Miri, B., David, B & Uri, Z. 2007. Purposely Rusnayati & Prima. 2011. Penerapan
teaching for the promotion of model pembelajaran problem
higher-order thingking skills: a based learning dengan pendekatan
case of critical thinking. Journal inkuiri untuk meningkatkan
Research Science Education. 37 keterampilan proses sains dan
(4) 353-36.9 penguasaan konsep elastisitas
pada siswa SMA. Prosiding
Narode, (2012). PLTL and the Future of
Seminar Nasional Penelitian,
Science Teacher Education. Peer-
Pendidikan, dan Penerapan MIPA.
Led Team Learning:
Yogyakarta : FMIPA Universitas
Implementation in High Schools.
Negeri Yogyakarta
Diunduh di http://www.pltlis.org.
Tanggal 23 desember 2013 Sugiyono. 2010. Metode Penelitian
Pendidikan Kuantitatif,
Nelson, V.P, and Gosser, D. 2009. Peer
Kualitatif,dan R&D. Bandung :
Led Team learning : Student
Alfabeta
Faculty Partnership for
Transformingthe Learning Suharsimi, A. 2010. Prosedur Penelitian.
Environment. New Jersey: Parctice Jakarta: PT Rineka Cipta
Hall.
Wahyuni, S., & Kristianingrum, A. 2008.
Praptiwi, L., Sarwi, & Handayani, L. 2012. Meningkatkan Hasil Belajar Kimia
Efektivitas model pembelajaran dan Peran Aktif Siswa melalui
eksperimen inkuiri terbimbing model PBI dengan media CD
berbantuan my own dictionary interaktif. Jurnal Pendidikan Kimia.
untuk meningkatkan penguasaan 2 (1) : 199-208
konsep dan unjuk kerja siswa smp
Widodo, A.T. 2011.Pembelajaran Inofatif
RSBI. Unnes Science Education
Bidang Sains. Semarang : Program
Journal.1 (2) : 86-95.
Pasca Sarjana Unnes.
Recktenwald, G. & Edwards, R. 2010.
Yuniyanti, E.D., Widha, S., & Haryono.
Guided Inquiry laboratory exercise
2012. Pembelajaran kimia
designed to develop qualitative
menggunakan inkuiri terbimbing
reasoning skills in undergraduate
th dengan media modul e-learning
engineering students. 40
ditinjau dari kemampuan
ASEE/IEEE Frontiers in Education
pemahaman membaca dan
Conference. Diunduh di: http://fie-
kemampuan berpikir abstrak. Jurnal
conference.org
Pasca UNS. 1 (2) : 112-120.
Retnowati, D. 2012. Pengaruh metode
Zuriyani, E. 2012. Strategi Pembelajaran
pembelajaran kuantum dengan
Inquiry Pada Mata Pelajaran
pendekatan kimia hijau terhadap
IPA.Palembang:
hasil belajar kimia materi redoks.
Widiyaiswara BDK Palembang.
Skripsi. Semarang: FMIPA
Universitas Negeri Semarang
1506 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1506 -1516

PENGEMBANGAN DIKTAT PRAKTIKUM


BERBASIS GUIDED DISCOVERY-INQUIRY BERVISI SCIENCE,
ENVIRONMENT, TECHNOLOGY AND SOCIETY

Risqiatun Nikmah* dan Achmad Binadja


Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang
Gedung D6 Lantai 2 Kampus Sekaran Gunungpati Semarang, 50229, Telp. (024)8508035
E-mail: nikmahrisqiatun@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas diktat praktikum berbasis Guided
Discovery–Inquiry bervisi Science, Environment, Technology and Society (SETS), mengetahui
pengaruh terhadap peningkatan keterampilan proses sains dan tanggapan siswa terhadap
diktat pada materi penyangga dan hidrolisis. Penelitian ini menggunakan tipe research and
development yang diadopsi dari Sugiyono. One-Group Pretest and Posttest Design digunakan
pada saat uji coba skala luas dan pengambilan sampelnya menggunakan teknik Purposive
Sampling. Berdasarkan hasil penelitian, validitas diktat praktikum mencapai skor 202 (sangat
layak). Penggunaan diktat praktikum berbasis Guided Discovery–Inquiry bervisi SETS dapat
meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Adanya peningkatan tersebut dibuktikan
dengan hasil thitung (10,34) lebih dari ttabel (2,04). Hasil tanggapan siswa menunjukkan 7 dari 30
siswa memberi tanggapan dengan kriteria sangat layak dan sisanya memberikan tanggapan
dengan kriteria layak. Selain itu, rata-rata hasil belajar pada ranah psikomotorik maupun afektif
mencapai kategori baik dan 21 dari 30 siswa mampu mencapai KKM berdasarkan hasil belajar
pada ranah kognitif. Jadi hasil penelitian ini menunjukkan diktat praktikum berbasis Guided
Discovery–Inquiry bervisi SETS sangat valid, dapat meningkatkan keterampilan proses sains
dan mendapat tanggapan positif dari siswa.

Kata kunci: diktat praktikum; guided discovery-inquiry; keterampilan proses sains

ABSTRACT

Study aims to determine the validity of practicum dictates based Guided Discovery-
Inquiry with Science, Environment, Technology and Society (SETS) vision, investigate the effect
on the improvement of scientific process skills and knowing student responses toward the
dictates used in buffer and hydrolisis. This study used research and development type which is
adopted from Sugiyono. One-group pretest and posttest design is used when this product was
tried in large scale and the sample was taken by using purposive sampling technique. Based
on the results of research, the validity of the practicum dictates reached score 202 (very
feasible). Using practicum dictates based Guided Discovery-Inquiry with SETS vision could
increase students' scientific process skills. It was proven by the result of t calculation (10.34) is
greater than ttable (2.04). The results of student responses showed 7 of 30 students gave very
feasible criteria and the remainder gave feasible criteria. In addition, the average of learning
result in the psychomotor and affective achieved good category and 21 of 30 students achieved
KKM on the learning result of cognitive. So the results showed practicum dictates based Guided
Discovery-Inquiry with SETS vision is very feasible, could increase scientific process skills and
got a positive responses from students.

Keywords: practicum dictates; guided discovery-inquiry; scientific prosess skills

PENDAHULUAN eksperimen yang mencari jawaban atas


pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana
Ilmu kimia adalah ilmu yang gejala-gejala alam yang melibatkan ke-
diperoleh dan dikembangkan berdasarkan terampilan dan penalaran. Selain itu, ilmu
Risqiatun Nikmah* dan Achmad Binadja, Pengembangan Diktat Praktikum Berbasis …. 1507

kimia merupakan produk ilmu pengetahuan Panduan praktikumnya tertera pada LKS
dan proses kerja ilmiah. Penjelasan yang hanya berisi penjelasan materi dan
mengenai kimia sebagai produk dan proses prosedur-prosedur praktikum secara sing-
kerja ilmiah diantaranya berkaitan dengan kat. Sering kali siswa hanya mengfokuskan
adanya kegiatan praktikum di laboratorium. pada prosedurnya saja selama praktikum,
Kegiatan praktikum sangat diperlukan dalam bukan pada ide atau konsep dasarnya.
pembelajaran kimia yang hakekatnya Selama ini kegiatan praktikum juga kurang
termasuk pembelajaran sains. Selama lebih memberikan kesempatan kepada siswa
dari satu abad, “Laboratory Experiences” untuk berpikir independen atau membangun
telah diakui untuk mempromosikan tujuan pengetahuannya sendiri dan kurang mema-
utama pendidikan sains, termasuk hami penerapannya dalam teknologi,
peningkatan pemahaman siswa tentang pengaruhnya terhadap lingkungan dan
konsep-konsep dalam ilmu pengetahuan masyarakat. Kegiatan praktikum seharusnya
dan penerapannya; keterampilan ilmiah memberikan kesempatan siswa untuk
praktis dan kemampuan memecahkan menyelidiki dan menemukan sendiri konsep
masalah; kebiasaan berpikir ilmiah; yang dipelajarinya.
pemahaman tentang bagaimana ilmu Oloyede (2010) merekomendasikan
pengetahuan dan pekerjaan ilmuan, minat metode Guided Discovery untuk diterapkan
dan motivasi (Hofstein & Naaman, 2007). saat pembelajaran pada kurikulum kimia
Salah satu komponen yang penting untuk dengan alasan mata pelajaran kimia sangat
diperhatikan dalam pemebelajaran di penting dan guru harus menggunakan
laboratorium yakni diktat praktikum. Diktat metode yang membuat siswa memahami
praktikum adalah buku penunjang kegiatan konsep. Selain itu, Saptorini (2008)
praktikum yang berisi materi dan mengatakan bahwa guru kimia perlu
serangkaian prosedur yang akan dilakukan memiliki kemampuan merancang kegiatan
dalam praktikum. Keberadaan diktat laboratorium inkuiri dan menerapkannya
praktikum dapat memengaruhi keberhasilan pada proses pembelajaran. Oleh karena itu,
pembelajaran di laboratorium karena diktat praktikum yang dikembangkan dalam
sebagai acuan atau pedoman siswa dalam penelitian ini berbasis metode pembelajaran
melakukan praktikum. Walaupun peran Guided Discovery-Inquiry. Menurut Makmun
diktat praktikum sangat penting dan dalam Nufus (2009) pada pembelajaran
berpengaruh terhadap keberhasilan Guided Discovery-Inquiry, guru menyajikan
pembelajaran namun tidak semua sekolah bahan pelajaran tidak dalam bentuk final,
memerhatikan keberadaan diktat praktikum siswalah yang diberi kesempatan untuk
tersebut. mencari serta menemukan konsep sendiri
Berdasarkan observasi di SMA 1 dengan bimbingan seluas-luasnya dari guru.
Kajen pada 24 April 2013, siswa tidak Selain itu, diktat praktikum yang
mempunyai buku khusus yang berisi dikembangkan bervisi SETS agar siswa
panduan praktikum kimia atau diktat. dapat menghubungkan konsep materi yang
1508 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1506 -1516

telah dipelajari dengan unsur sains, Tujuan dari penelitian ini adalah
lingkungan, teknologi, dan masyarakat. untuk mengetahui validitas diktat praktikum
Fokus pengajaran SETS haruslah mengenai berbasis Guided Discovery-Inquirybervisi
tentang cara membuat siswa agar dapat SETS yang dikembangkan, mengetahui pe-
melakukan penyelidikan untuk mendapatkan ngaruh penggunaanya terhadap pening-
pengetahuan yang berkaitan dengan sains, katan keterampilan proses sains siswa dan
lingkungan, teknologi, dan masyarakat yang mengetahui tanggapan siswa terhadap
saling berkaitan satu sama lainnya (Binadja, diktat praktikum tersebut.
1999).
Diktat praktikum yang dikembang- METODE PENELITIAN
kan berdasarkan metode Guided Discovery-
Penelitian ini menggunakan metode
Inquiry bervisi SETS diharapkan dapat
Research and Development yang diadopsi
memberikan dampak terhadap peningkatan
dari Sugiyono (2010). Langkah-langkah
keterampilan proses sains siswa. Hal ini
penelitian dan pengembangannya ditun-
dikarenakan tujuan pendidikan sains adalah
jukkan seperti pada gambar 1.
membiasakan individu menggunakan
keterampilan
proses sains
(Aktamis & Ergin,
2008). Keteram-
pilan proses sains
harus ditumbuh-
kan dalam diri
siswa SMA se-
suai dengan taraf
Gambar 1. Langkah-langkah penelitian dan
pemikirannya (Wardani et al, 2009). pengembangan (Sugiyono,2010)
Pendapat tersebut didukung oleh Aka et al
Berdasarkan adanya potensi dan
(2010) yang mengharuskan panduan belajar
masalah yang telah ditemukan dalam studi
sains untuk siswa mencakup pengalaman
pustaka dan lapangan di SMA N 1 Kajen
yang meningkatkan keterampilan proses
maka dirancanglah desain produk model
seperti mengamati, mengukur, mengklasi-
diktat praktikum berbasis Guided Discovery-
fikasikan, dan memprediksi. Keterampilan
Inquiry bervisi SETS. Materi dalam model
proses sains adalah proses yang dapat
diktat praktikum yang dikembangkan adalah
diterapkan pada hampir setiap sisi
bab penyangga dan hidrolisis. Validasi
kehidupan yang harus dimiliki dan
desain dilakukan dengan cara Expert
digunakan oleh setiap individu dalam
Judgement. Model diktat praktikum
masyarakat melek sains (Scientific Literate
dikatakan valid jika mampu mencapai skor
Societies) untuk meningkatkan kualitas dan
validitas lebih dari 143 dengan kriteria
standar hidup (Sheeba, 2013).
Risqiatun Nikmah* dan Achmad Binadja, Pengembangan Diktat Praktikum Berbasis …. 1509

sangat layak atau layak. Tahapan revisi berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi
akan dilakukan jika ada saran atau masukan SETS sudah layak sebagai sumber belajar.
untuk perbaikan. Hal itu berarti siswa memberi tanggapan
Uji coba produk (skala kecil) dan uji positif terhadap diktat praktikum berbasis
coba penggunaan (skala luas) dilaksanakan Guided Discovery-Inquiry bervisi SETS.
di SMA N 1 Kajen. Uji skala kecil dilakukan
terhadap enam siswa (2 siswa XI IPA 2, 2 HASIL DAN PEMBAHASAN
siswa XI IPA 4 dan 2 siswa XI IPA 5). Uji
Penelitian dan pengembangan diktat
skala luas dilakukan terhadap 30 siswa
praktikum berbasis Guided Discovery-
kelas XI IPA 1. Teknik pengambilan sampel
Inquiry bervisi SETS dilaksanakan
pada uji skala luas adalah Purposive
menggunakan metode Research and
Sampling. Desain penelitiannya meng-
Development (R & D). Hasil penelitian dan
gunakan One-Grup Pretest and Posttest
pengembangan diktat praktikum berbasis
Design dengan cara membandingkan
Guided Discovery-Inquiry bervisis SETS
keadaan sebelum dan sesudah
meliputi hasil validitas oleh ahli, hasil
menggunakan diktat praktikum berbasis
belajar, data pengaruh penggunaan model
Guided Discovery-Inquiry bervisi SETS
diktat praktikum terhadap peningkatan KPS
(before-after).
dan hasil tanggapan siswa.
Teknik pengumpulan data dalam
Penilaian kelayakan model diktat
penelitian ini adalah metode dokumentasi,
praktikum berbasis Guided Discovery-
tes, portofolio dan angket. Instrumen yang
Inquiry bervisi SETS dilakukan dengan
digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan instrumen penilaian bahan
lembar validasi model diktat praktikum, soal
ajar tahap I dan tahap II dari BSNP.
pretest-posttest, lembar penilaian afektif dan
Penilaian dilakukan oleh 2 dosen FMIPA
psikomotorik, lembar penilaian portofolio
UNNES dan 2 guru SMA N 1 Kajen. Tahap I
dan angket respon siswa terhadap
dari penilaian model diktat praktikum fokus
pembelajaran dengan model diktat
pada penilaian kelengkapan komponen-
praktikum. Uji signifikansi t-test dilakukan
komponen yang meliputi Kompetensi Inti
untuk mengetahui ada atau tidaknya
(KI), Kompetensi Dasar (KD), daftar isi,
peningkatan keterampilan proses sains
tujuan setiap bab, peta konsep, kata kunci,
siswa sebelum dan sesudah menggunakan
soal latihan dan daftar pustaka. Hasil
diktat praktikum berbasis Guided Discovery-
penilaian pakar terhadap model diktat
Inquiry bervisi SETS. Jika nilai thitung lebih
praktikum menunjukkan bahwa penilaian
dari ttabel maka dapat disimpulkan terdapat
tahap 1 dari pakar secara keseluruhan
peningkatan keterampilan proses sains
memberikan skor maksimal. Hal ini berarti
siswa secara signifikan. Analisis data angket
komponen-komponen tersebut dinyatakan
dilakukan secara deskriptif. Jika rata-rata
telah lengkap dalam diktat praktikum yang
skor tanggapan siswa lebih dari 37 maka
dikembangkan oleh peneliti. Penilaian tahap
siswa menganggap diktat praktikum
1510 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1506 -1516

II meliputi 3 komponen yaitu komponen validator terhadap komponen-komponen


kelayakan isi, komponen kebahasaan, dan tersebut disajikan pada tabel 1.
komponen penyajian. Hasil penilaian

Tabel 1. Hasil Rerata Penilaian Tiap Komponen


Penilaian
Komponen Validator Validator Kriteria
Validator III Validator IV Rerata
I II
Kelayakan isi 3,7 3,9 2,8 3,3 3,4 Sangat baik
Kebahasaan 3,9 4 2,5 3,8 3,6 Sangat baik
Penyajian 3,7 4 3,4 3,6 3,7 Sangat baik

Rata-rata penilaian tiap komponen praktikum agar lebih baik lagi karena masih
mencapai kriteria sangat baik. Hal ini berarti ada sedikit kekurangan pada aspek tertentu.
validator menganggap bahwa komponen Setelah dilakukan validasi model diktat
kelayakan isi, kebahasaan dan penyajian praktikum dengan revisi kemudian
dari diktat praktikum berbasis Guided dilanjutkan uji coba produk atau uji skala
Discovery-Inquiry bervisi SETS sudah kecil.
sangat baik sesuai dengan instrumen Tahapan uji coba skala kecil
penilaian bahan ajar tahap II dari BSNP. bertujuan untuk mengukur keterbacaan,
Adapun perolehan skor total pada penilaian keterlaksanaan, dan keterpahaman siswa
tahap II model diktat praktikum disajikan terhadap instruksi-instruksi dalam diktat
pada tabel 2. praktikum. Pada uji coba skala kecil
didapatkan rata-rata tanggapan secara
Tabel 2. Hasil Perolehan Skor Total klasikal sebesar 47 dengan kriteria layak.
Penilaian Tahap II
Semua responden setuju bahwa
Validator Perolehan Skor Kriteria
skor maksimal tata bahasa yang digunakan dalam
Validator I 214 228 Sangat layak diktat praktikum berbasis Guided
Validator II 225 228 Sangat layak
Validator III 167 228 Layak Discovery-Inquiry bervisi SETS
Validator IV 201 228 Sangat layak mudah dipahami dan jelas serta
Rata-rata skor 202 228 Sangat layak
memberikan pengalaman cara
Rata-rata skor dari keempat belajar baru bagi mereka. Hal itu berarti
validator sebesar 202 dengan kriteria sangat siswa memberikan tanggapan positif bahwa
layak artinya model diktat praktikum model diktat praktikum layak diterapkan
berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi dalam pembelajaran. Hasil uji coba skala
SETS sangat layak digunakan sebagai kecil telah memenuhi ketentuan
sumber belajar. Walaupun secara sebagaimana yang dinyatakan oleh Surianto
keseluruhan sudah dikatakan valid dan (2012) bahwa petunjuk-petunjuk yang
sangat layak, tahap revisi masih dilakukan diberikan dalam pembelajaran di
oleh peneliti guna memperbaiki model diktat laboratorium harus jelas sehingga siswa
Risqiatun Nikmah* dan Achmad Binadja, Pengembangan Diktat Praktikum Berbasis …. 1511

melakukan percobaan dengan cara yang Berdasarkan hasil belajar pada


tepat dan sebagai hasilnya mereka bisa ranah psikomotorik dapat diketahui bahwa
memperoleh pengetahuan, pemahaman, 20 dari 30 siswa mendapat nilai
keahlian dan sikap kebenaran ilmiah. psikomotorik dengan kategori sangat baik
Karena respon dari responden pada uji coba dan 10 siswa mendapat nilai dengan
skala kecil adalah positif, maka tahapan kategori baik. Pada kegiatan praktikum
revisi terhadap diktat praktikum pada uji hidrolisis diketahui 24 dari 30 siswa
coba skala kecil tidak dilakukan. mendapat nilai psikomotorik dengan
Tahapan selanjutnya adalah uji coba kategori sangat baik dan 6 siswa mendapat
skala luas. Data yang didapatkan dalam uji nilai dengan kategori baik. Terdapat
coba skala luas adalah (1) data hasil belajar peningkatan nilai psikomotorik siswa dari
pada ranah psikomotorik, afektif, dan praktikum penyangga ke praktikum hidrolisis
kognitif, (2) data pengaruh model diktat dengan menggunakan diktat praktikum
terhadap peningkatan keterampilan proses berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi
sains, dan (3) data tanggapan siswa SETS. Pencapaian rata-rata skor tiap aspek
terhadap diktat praktikum berbasis Guided psikomotoriknya disajikan pada tabel 3
Discovery-Inquiry bervisi SETS. dengan keterangan A (praktikum
penyangga) dan B (praktikum hidrolisis).

Tabel 3. Rata-rata Skor Tiap Aspek Psikomotorik


Skor
Aspek
A Kriteria B Kriteria
Persiapan siswa dalam melakukan praktikum 3,6 Sangat tinggi 3,6 Sangat tinggi
Persiapan alat dan bahan 3 Tinggi 3 Tinggi
Kelengkapan alat dan bahan praktikum 3,9 Sangat tinggi 3,9 Sangat tinggi
Kemampuan siswa dalam bekerja 2,9 Tinggi 3 Tinggi
Penguasaan cara kerja praktikum 3,3 Sangat tinggi 3,4 Sangat tinggi
Keterampilan menggunakan alat 3,5 Sangat tinggi 3,6 Sangat tinggi
Keterampilan melakukan pengukuran 3,4 Sangat tinggi 3,3 Sangat tinggi
Keterampilan mengamati objek 3,6 Sangat tinggi 3,2 Sangat tinggi
Kebersihan alat dan tempat praktikum 3,2 Sangat tinggi 3,3 Sangat tinggi
Kecakapan bekerjasama dalam kelompok 3,4 Sangat tinggi 3,5 Sangat tinggi
Pelaporan hasil praktikum sementara 3 tinggi 2,9 Tinggi

Aspek psikomotorik dalam praktikum mempersiapkan alat dan bahan sesuai


yang memperoleh skor tertinggi adalah kebutuhan mereka sendiri. Selain kegiatan
aspek kelengkapan alat dan bahan praktikum, kegiatan pembelajaran lainnya
praktikum. Aspek ini sangat tinggi adalah diskusi. Diskusi digunakan dalam
dikarenakan dalam proses pembelajaran proses pembelajaran guna menggali
menggunakan diktat praktikum berbasis pengetahuan siswa terhadap materi yang
Guided Discovery-Inquiry bervisi SETS telah dipelajari.
memberikan kesempatan seluas-luasnya Berdasarkan hasil penilaian diskusi
kepada siswa untuk merancang dan dapat diketahui bahwa 8 dari 30 siswa
1512 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1506 -1516

mendapat nilai dengan kategori sangat baik Berdasarkan hasil belajar pada
dan 22 siswa mendapat nilai dengan ranah afektif dapat diketahui bahwa 8 dari
kategori baik. Rata-rata skor psikomotorik 30 siswa mendapat nilai afektif dengan
diskusi siswa secara klasikal adalah 25 kategori sangat baik dan 22 siswa mendapat
dengan kategori baik. Pembelajaran nilai dengan kategori baik. Rata-rata skor
menggunakan diktat praktikum kimia SMA afektif siswa selama proses pembelajaran
berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi secara klasikal adalah 23 dengan kategori
SETS ini memberikan kesempatan kepada baik. Adapun skor tiap aspek afektif siswa
siswa untuk menyelidiki dan menemukan disajikan pada tabel 5.
sendiri konsep yang dipelajarinya. Diskusi
Tabel 5. Rata-Rata Skor Tiap Aspek Afektif
yang dilakukan
oleh siswa Aspek Skor Kriteria
Disiplin dalam kehadiran di kelas 3,7 Sangat tinggi
mencakup topik Kerjasama dalam kelompok 3,3 Sangat tinggi
tentang Kejujuran 3 Tinggi
Bertanggung jawab 3,4 Sangat tinggi
penyangga dan Rasa ingin tahu 3,1 Sangat tinggi
hidrolisis yang Kecakapan berkomunikasi 3,3 Sangat tinggi
Keberanian dalam mengerjakan soal di depan kelas 3 Tinggi
dikaitkan
dengan unsur-unsur SETS. Melalui diskusi Aspek afektif yang memperoleh skor

keterampilan berpendapat, bertanya dan tertinggi adalah disiplin dalam kehadiran di

kepercayaan diri dalam berkomunikasi kelas, sedangkan aspek yang memperoleh

dapat dikembangkan. Adapun rekapitulasi skor paling rendah adalah aspek keberanian

skor tiap aspeknya disajikan pada tabel 4. siswa dalam mengerjakan soal di depan
kelas. Hal ini disebabkan kebanyakan siswa
merasa kurang percaya diri dengan jawaban
mereka dan takut salah dengan jawaban
Tabel 4. Rata-Rata Skor Tiap Aspek
Psikomotorik (Diskusi) yang mereka kerjakan.

Aspek Skor Kriteria


Kecakapan bertanya 3,1 Sangat tinggi
Kecakapan berpendapat 3 Tinggi
Toleransi 3,3 Sangat tinggi
Kepercayaan diri dalam berkomunikasi 3,4 Sangat tinggi
Kemampuan merumuskan masalah 3 Tinggi
Kemampuan menentukan variabel 3 Tinggi
Kemampuan menentukan hipotesis 3 Tinggi
Kemampuan memecahkan masalah 3 Tinggi

Aspek psikomotorik dalam berdis-


kusi yang memperoleh skor tertinggi adalah Berdasarkan hasil belajar pada
aspek kepercayaan diri dalam berko- ranah kognitif dapat diketahui bahwa 9 dari
munikasi. Siswa dilatih untuk menjelaskan 30 siswa belum memenuhi kriteria KKM.
hasil diskusi dengan teman sekelompoknya Batas minimum atau KKM pelajaran kimia
dan saling bertukar pendapat selama proses yang ditetapkan oleh sekolah adalah 75.
diskusi berlangsung. Hasil belajar kognitif diambil dari nilai
Risqiatun Nikmah* dan Achmad Binadja, Pengembangan Diktat Praktikum Berbasis …. 1513

posttest dan nilai portofolio. Nilai portofolio Selain melihat hasil belajar siswa,
dari kesembilan siswa tersebut sudah di dilakukan juga uji signifikansi untuk
atas KKM tetapi nilai postesnya masih jauh mengetahui ada atau tidaknya peningkatan
di bawah KKM sehingga nilai akhirnya keterampilan proses sains siswa. Data yang
menjadi rendah. Namun, jika dilihat dari digunakan untuk uji signifikansi adalah data
penilaian ranah psikomotorik dan afektif hasil pretest dan posttest. Setiap butir
kesembilan siswa tersebut mampu men- pertanyaannya mampu mengukur keteram-
capai indikator dengan kategori baik.
pilan proses sains siswa yang telah diuji
Ketidaktuntasan siswa disebabkan be-
validitas dan reliabilitasnya. Penyusunan
berapa faktor. Faktor-faktor yang butir pertanyaan pretest dan posttest telah
memengaruhi hasil belajar digolongkan
mengadopsi instrumen tes seperti yang
menjadi faktor internal dan faktor eksternal dikembangkan oleh Tek et al (2011). Cara
(Saptorini, 2011). Faktor internal yang
untuk menguji signifikansi peningkatan
memengaruhi hasil belajar disebabkan proses sainsnya dengan uji t-test
ketidaksiapan siswa dalam mengerjakan
(Suharsimi, 2010). Berdasarkan hasil
posttest dan kesulitan memahami materi.
perhitungan data dapat diketahui bahwa
Selain itu, motivasi siswa juga dapat
nilai thitung(10,34) lebih dari ttabel (2,04),
memengaruhi prestasi belajarnya. Marsita et
artinya dapat disimpulkan terdapat
al (2010) menyatakan penyebab kesulitan
peningkatan keterampilan proses sains
siswa dalam memahami materi penyangga
secara signifikan setelah menggunakan
antara lain kurangnya minat dan perhatian diktat praktikum berbasis Guided Discovery-
siswa pada saat proses pembelajaran Inquiry bervisi SETS. Hasil penelitian ini
berlangsung, kurangnya kesiapan siswa
menambah bukti bahwa keterampilan
dalam menerima konsep baru dan
proses sains dapat dikembangkan melalui
penanaman konsep yang kurang dalam.
kegiatan praktikum. Penelitian yang
Faktor eksternal yang memengaruhi hasil
sebelumnya sudah membuktikan tentang
belajar dalam uji skala luas ini adalah
peningkatan keterampilan proses sains
adanya kendala-kendala yang ditemukan melalui kegiatan praktikum adalah penelitian
saat proses pembelajaran. Penyusunan yang pernah dilakukan oleh Siskaet
RPP dan silabus dalam pembelajaran al(2013). Hasil penelitiannya menyatakan
menggunakan diktat praktikum kimia SMA
bahwa terdapat peningkatan keterampilan
berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi
proses sains siswa secara signifikan dalam
SETS berdasarkan kurikulum 2013.
pembelajaran kimia materi laju reaksi
Terdapat ketidaksiapan siswa dalam
melalui pembelajaran praktikum berbasis
mengikuti proses pembelajaran berdasarkan inquiry. Selanjutnya untuk melihat
kurikulum 2013 sehingga guru terkadang
peningkatan setiap aspek KPS dapat dilihat
kesulitan untuk mengarahkan siswa untuk
pada gambar 2.
mengikuti langkah-langkah pembelajaran-
nya.
1514 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1506 -1516

Gambar 2. Hasil peningkatan tiap aspek KPS

Pada gambar 2 skor tiap aspek penyelidikan dan penemuan. Berdasarkan


diperoleh dari hasil analisis jawaban siswa gambar 2 dapat diketahui bahwa kete-
pada pretest dan posttest. Hasil jawaban rampilan proses sains siswa mengalami
siswa pada pretest dan posttest dianalisis peningkatan pada tiap aspeknya setelah
berdasarkan spesifikasi masing-masing melakukan pembelajaran dengan
aspek KPS kemudian dihitung nilai rata-rata menggunakan diktat praktikum berbasis
tiap aspek KPS secara klasikal. Rata-rata Guided Discovery-Inquiry bervisi SETS. Hal
KPS siswa XI IPA 1 sebelum perlakuan ini berarti sesuai dengan pendapat Sawitri
mencapai skor 10 dari 30 dan mencapai dalam Trisnawati (2011) yang menyatakan
skor 21 dari 30 setelah mendapat perlakuan bahwa tujuan penyusunan diktat praktikum
dengan menggunakan diktat praktikum salah satunya adalah untuk mengaktifkan
berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi siswa dan membantu siswa dalam
SETS. Pengukuran dilakukan dengan 30 mengembangkan keterampilan proses
butir pertanyaan yang mencakup sembilan sains. Aspek KPS yang mencapai skor
aspek keterampilan proses sains tertinggi adalah aspek interpretasi dan
sebagaimana yang disebutkan oleh mengkomunikasikan hasil penyelidikan dan
Saptorini (2011). Kesembilan aspek penemuan. Aspek interpretasi dan
keterampilan proses sains (KPS) tersebut berkomunikasi dapat mengukur kemampuan
yaitu: (1) mengobservasi, (2) membuat siswa dalam menafsirkan data dan
hipotesis, (3) merencanakan penelitian, (4) menjelaskan hasil penyelidikan dan
mengendalikan variabel, (5) menginter- penemuannya.
pretasikan atau menafsirkan data, (6) Berdasarkan hasil pengisian angket
menyusun simpulan sementara (inferensi), tanggapan siswa mengenai diktat praktikum
(7) memprediksi, (8) menerapkan konsep, berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi
dan (9) mengkomunikasikan hasil SETS yang telah berlangsung dalam proses
Risqiatun Nikmah* dan Achmad Binadja, Pengembangan Diktat Praktikum Berbasis …. 1515

pembelajaran menunjukkan 7 dari 30 siswa penambahan instruksi yang lebih jelas pada
memberi tanggapan dengan kriteria sangat bagian praktikum membuat larutan
layak dan 23 siswa memberikan tanggapan penyangga asam dan basa. Hal ini
dengan kriteria layak. Rata-rata skor dikarenakan pada praktikum tersebut siswa
tanggapan secara klasikal yang diberikan merasa kebingungan dan solusinya pada
oleh siswa adalah 46 dengan kategori layak. saat itu guru harus menjelaskan kembali
Selain itu, skor setiap itemnya juga maksud dari praktikum tersebut kepada
menunjukkan sebagian besar siswa setiap kelompok.
beranggapan setuju bahwa diktat praktikum
berbasis Guided Discovery-Inquiry bervisi SIMPULAN
SETS; (1) sangat membantu dalam kegiatan
Berdasarkan hasil penelitian
praktikum, (2) instruksinya mudah dilaksa-
diperoleh kesimpulan, yaitu: (1) validitas
nakan, (3) penyusunan kontennya menarik,
diktat praktikum berbasis Guided Discovery-
(4) tata bahasanya mudah dipahami, (5)
Inquiry bervisi SETS mencapai skor 202
menarik minat untuk membacanya, (6)
dengan kategori sangat layak berdasarkan
membangkitkan rasa ingin tahu, (7) dapat
penilaian menggunakan instrumen tahap II
dijadikan referensi, (8) terbaca dengan jelas,
BSNP, (2) diktat praktikum berbasis Guided
(9) memberikan pengalaman cara belajar
Discovery-Inquiry bervisi SETS dapat
baru, (10) mengarahkan belajar mandiri,
meningkatkan keterampilan proses sains
(11) memudahkan belajar karena
siswa kelas XI IPA 1 SMA N 1 Kajen secara
tersedianya gambar-gambar yang men-
signifikan, dan (3) diktat praktikum berbasis
dukung, (12) dapat mengembangkan
Guided Discovery-Inquiry bervisi SETS
kemampuan siswa dalam memahami
mendapatkan tanggapan positif dari siswa
keterkaitan SETS, dan (13) pemakainnya
dengan rata-rata skor tanggapan siswa
praktis. Berdasarkan hasil tanggapan siswa
secara klasikal sebesar 46 dengan kategori
tersebut dapat dikatakan bahwa siswa
layak.
memberikan tanggapan positif terhadap
diktat praktikum berbasis Guided Discovery-
DAFTAR PUSTAKA
Inquiry. Hal ini berarti diktat praktikum
berbasis Guided Discovery-Inquiry layak
Aka, E.I., Guven, E.,& Aydogdu, M. 2010.
diterapkan dalam proses pembelajaran Effect of Problem Solving Method on
Science Process Skills and
materi penyangga dan hidrolisis. Setelah
Academic Achievement.Journal of
dilakukan uji coba skala luas adapun TURKISH SCIENCE EDUCATION .
7(4):13-25
pembenahan atau revisi yang perlu
Aktamis, H & Ergin, O. 2008. The Effect of
dilakukan berdasarkan kekurangan-
Scientific Process Skills Education
kekurangan yang didapatkan dalam uji skala on Student’s Scientific Creativity,
Science Attitudes and Academic
luas. Pembenahan diktat praktikum berbasis
Achievements.Asia –Pasific Forum
Guided Discovery-Inquiry bervisi SETS yang on Science Learning and Teaching.
9(4): 1-21
dilakukan pada tahap akhir adalah
1516 Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia, Vol 9, No. 1, 2015, hlm 1506 -1516

Binadja,A. 1999. Hakekat dan Tujuan Instruction Leading To Global


Pendidikan SETS. Seminar Excellence in Education.
Lokakarya Nasional Pendidikan Educationia Confab. 2(4): 108-123
SETS. Semarang 14-15 Desember
Siska, M., Kurnia, & Sunarya, Y. 2013.
1999
Peningkatan Keterampilan Proses
Hofstein & Naaman, M.R. 2007. The Sains Siswa SMA Melalui
Laboratory in Science education: Pembelajaran Praktikum Berbasis
The State of the Art. Journal Inquiry pada Materi Laju Reaksi.
Chemistry Education Research and Jurnal Riset dan Praktik Pendidikan
Practice 105- 107.8(2): 105-107 Kimia. 1(1): 69-75
Marsita, A.R., Priatmoko, S., & Kusuma, E. Sugiyono. 2010. Metode Penellitian
2010. Analisis Kesulitan Belajar Kuantitatif Kalitatif dan R&D.
Kimia Siswa SMA dalam Memahami Bandung: Alfabeta.
Materi Larutan Penyangga dengan
Suharsimi, A. 2010. Prosedur Penelitian.
menggunakan Two-Tier Multiple
Jakarta : PT rineka cipta
Choice Diacnostic Instrument. Jurnal
Inovasi Kimia. 4(1): 512-520 Surianto. 2012. Pengembangan Buku
Petunjuk Praktikum Kimia SMA
Nufus, H.2011. Komparasi hasil belajar
kelas XI Semester Ganjil
kimia materi larutan penyangga dan
berdasarkan kurikulum tingkat
hidrolisis menggunakan
satuan pendidikan (KTSP). Thesis.
pembeajaran guided discovery-
Medan: UNIMED
inquiry (GDI) dan cooperative
integrated reading dan composition Tek, O.E., Tuang, W.Y., Yasin, S.Md.,
(CIRC) di SMAN 4 Semarang. Baharom, S., & Yahaya, A. 2011.
Skripsi. Semarang: FMIPA UNNES The Development and Validation of
an All Encompassing Malaysian-
Oloyede, O.I. 2010. Comparative Effect of
Based Science Process Skills Test
the Guided Discovery and Concept
for Secondary Schools. Journal of
Mapping Teaching Stategies on Sss
science and Mathematics Education
Students’Chemistry Achivement.
in Southeast Asia 2011. 34(2): 203-
Humanity and Social Journal.5(1): 1-
263
6
Trisnawati, E. 2011. Pengembangan
Saptorini. 2008. Peningkatan Keterampilan
Petunjuk Praktikum Biologi Materi
Generik sains bagi Mahasiswa
Struktur Sel dan Jaringan Berbasis
Melalui Perkuliahan Praktikum Kimia
Empat Pilar Pendidikan. Skripsi.
Analisis Instrumen Berbasis Inkuiri.
Semarang: UNNES
Jurnal Inovasi Pendidikan
Kimia.2(1): 190-198 Wardani, S., Widodo, A.T., & Priyani, N.E.
2009. Peningkatan Hasil Belajar
Saptorini. 2011. Stategi Pembelajaran
Siswa Melalui Pendekatan
Kimia. Semarang: UNNES
Keterampilan Proses Sains
Sheeba, M.N. 2013. An Anatomy of Science Berorientasi Problem-Based
Process Skills In The Light Of The Instruction. Jurnal Inovasi
Challenges to Realize Science Pendidikan Kimia. 3(1): 391-399
JURNAL IPK PANDUAN PENULISAN NASKAH JURNAL INOVASI PENDIDIKAN KIMIA
JURNAL INOVASI PENDIDIKAN KIMIA
ISSN 1979-0503 Naskah yang diterbitkan dalam jurnal terdiri atas naskah hasil penelitian dan naskah hasil
pemikiran konseptual. Naskah ditulis menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar antara
Volume 9, Nomor 1, Januari 2015
10 sampai 15 halaman. Naskah diketik pada kertas ukuran A4 dengan margin atas, bawah, kiri, dan
kanan masing-masing 3,0 cm, huruf jenis arial ukuran 10 (kecuali judul naskah menggunakan huruf
Terbit dua kali setahun pada bulan Januari dan Juli ukuran 12 bold), spasi 1,5 kecuali abstrak, judul tabel, judul gambar, dan daftar pustaka
menggunakan spasi tunggal. Nama penulis disertai dengan institusi asal ditulis di bagian bawah
Ketua Penyunting judul naskah dengan huruf arial 9 dan dicetak miring. Naskah terdiri atas abstrak dalam bahasa
Tri Widodo Indonesia atau bahasa Inggris, pendahuluan, metode penelitian, hasil dan pembahasan, simpulan,
dan daftar pustaka. Abstrak ditulis maksimal 200 kata disertai dengan 3 sampai dengan 5 buah kata
Wakil Ketua Penyunting kunci yang diambil dari judul naskah. Judul dan subjudul ditulis rata kiri dengan aturan: (1) judul
Wisnu Sunarto ditulis dengan huruf kapital, (2) subjudul ditulis dengan huruf kecil kecuali huruf pertama tiap kata, (3)
sub-subjudul ditulis dengan huruf kecil kecuali huruf depan kata pertama. Pustaka dirujuk
Penyunting Pelaksana berdasarkan sistem nama tahun, dan ditulis dalam daftar pustaka sesuai dengan urutan abjad.
Sigit Priatmoko Template file naskah artikel dapat diunduh di web site: http://kimia.unnes.ac.id
Nanik Wijayati
Ucapan terima kasih
Harjono
Harjito Ucapan terima kasih ditulis pada akhir naskah sebelum daftar pustaka.
Sri Kadarwati Pengiriman naskah
Cepi Kurniawan Naskah dikirimkan dalam bentuk hardcopy sebanyak 2 eksemplar disertai dengan softcopy
Ella Kusumastuti
kepada editor naskah Dra. Nanik Wijayati, M.Si. atau Ella Kusumastuti, S.Si., M.Si. Jurusan Kimia
Penyunting Ahli (Mitra Bestari) FMIPA Universitas Negeri Semarang, Gedung D6 lantai 2 Kampus Sekaran, Gunungpati Semarang
Mudatsir (Universitas Gadjah Mada), Hanny Wijaya (Institut Pertanian Bogor), Effendi 50229, telp: (024) 8508035, atau melalui email ke alamat: sri_kadarwati@yahoo.co.id. Penulis yang
(Universitas Negeri Malang), Liliasari (Universitas Pendidikan Indonesia), Nurfina Aznam naskahnya dimuat diminta untuk memberikan kontribusi sebesar Rp. 100.000,- dan yang
(Universitas Negeri Yogyakarta), Bambang Cahyono (Universitas Diponegoro), Achmad Binadja bersangkutan akan mendapatkan Jurnal Inovasi Pendidikan Kimia (JIPK) sebanyak 1 eksemplar.
(Universitas Negeri Semarang), D.Y.P. Sugiharto (Universitas Negeri Semarang)

Pelaksana Tata Usaha


Woro Sumarni

Pembantu Pelaksana Tata Usaha


Wijayanti Setyodewi

Alamat Penyunting dan Tata Usaha:


Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang Gedung D6 Lantai 2, Jl. Raya Sekaran
Gunungpati Semarang 50229, Telp./Fax: (024) 8508035. Email: sri_kadarwati@yahoo.co.id

Penyunting menerima sumbangan tulisan yang belum pernah dipublikasikan di media lain.
Naskah diketik dengan format seperti tercantum pada Panduan Penulisan JIPK di bagian
belakang jurnal ini, dan dapat diunduh di laman http://kimia.unnes.ac.id. Naskah yang masuk
dievaluasi dan disunting untuk keseragaman format, istilah, dan tata cara lainnya.

Anda mungkin juga menyukai