Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS ARTIKEL JURNAL

KEPERAWATAN KELUARGA

OLEH
KELOMPOK SGD 4 :

Ni Luh Dian Mirayanti (1502105006)


Kadek Dwi Irmayanti (1502105010)
I Dewa Ayu Alit Maharani Laras (1502105012)
Putu Utami Teja Saraswati (1502105023)
Putu Gede Adi Sura Pebriawan C (1502105028)
Elizabeth Marques Leite (1502105030)
Ni Kadek Ari Octarini (1502105037)
Putu Aristya Putri (1502105059)
Ni Kadek Ariani (1502105060)
Sang Putu Angga Winata (1502105064)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perang pertama kali terjadi saat masa prasejarah yang dikenal
dengan prehistoric warfare, yang kemuadian berlanjut ke ancient warfare.
Ada beberapa unsur yang menyebabkan terjadinya perang seperti, adanya
permusuhan. Perang dapat berdampak pada beberapa bidang yaitu bidang
ekonomi dan bidang sosial.
Dampak perang terhadap bidang ekonomi yaitu menghancurkan
perekonomian negara dan rusaknya sarana dan prasarana. Sedangkan,
dampak pada bidang sosial yaitu banyak pengungsi yang terlantar,
meningkatkan jumlah pengangguran, dan menimbulkan trauma terhadap
korban perang yang selamat. Trauma ini dikenal dengan post trauma
stress disorder (PTSD).
Menurut Kaplan & Sadock dalam Prabandari (2015), PTSD dapat
dipicu karena adanya trauma akibat peperangan, bencana alam,
penyerangan, pemerkosaan dan kecelakaan yang serius. PTSD dapat
mengganggu kualitas hidup individu yang apabila tidak ditangani dapat
menjadi kronis dan berkembang menjadi gangguan yang kompleks sampai
menyebabkan gangguan kepribadian.
Stress yang dirasakan berkaitan dengan mekanisme koping yang
digunakan dan dapat dibagi menjadi enam tahap. Tahap pertama yaitu
tahap persepsi yang mana pada tahap ini besar kecilnya dampak dapat
diubah dengan dukungan sosial yang ada. Salah satu dukungan sosial yang
ada adalah dukungan dari keluarga.
Keluarga merupakan unit terkecil yang memiliki beberapa fungsi,
salah satunya adalah fungsi perlindungan yang dapat dilakukan dengan
membina keamanan keluarga baik fisik maupun psikis dari berbagai
ancaman dan tantangan dari luar. (Setiana, 2016) Keluarga dapat
berkolaborasi dengan perawat untuk mengurangi dampak stress dan
meningkatkan kualitas hidup pasien sehingga trauma yang dirasakan
pasien dampak berkurang. Oleh karena itu penulis tertarik untuk
menganalisis jurnal yang berjudul “The incorporationof emotion-
regulation skills into couple- and family-based treatments for post-
traumatic stress disorder”.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.2.1 Untuk mengetahui ringkasan dari jurnal.
1.2.2 Untuk mengetahui critical appraisal dari jurnal.
1.2.3 Untuk mengetahui analisa SWOT dari jurnal.
1.2.4 Untuk mengetahui implikasi keperawatan dari jurnal.

1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Penulis
Hasil makalah ini dapat berguna bagi penulis, agar penulis dapat
mengetahui Critical Appraisal, analisa SWOT dan implikasi
keperawatan serta dapat dijadikan dasar untuk penulisan
selanjutnya.
1.3.2 Bagi Institusi
Hasil makalah diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu
pengetahuan bagi profesi keperawatan serta implikasinya dalam
keperawatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
2.1.1 Definisi
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) merupakan sindrom kecemasan,
labilitas otonomik, dan mengalami kilas balik dari pengalaman yang amat pedih
setelah stres fisik maupun emosi yang melampaui batas ketahanan orang biasa.
Selain itu, PTSD dapat pula didefinisikan sebagai keadaan yang melemahkan fisik
dan mental secara ekstrem yang timbul setelah seseorang melihat, mendengar,
atau mengalami suatu kejadian trauma yang hebat dan atau kejadian yang
mengancam kehidupannya. PTSD merupakan reaksi dari individu terhadap
kejadian yang luar biasa akbiat dari pengalaman seseorang pada suatu peristiwa
yang bersifat amat hebat dan luas biasa, jauh dari pengalaman yang normal
dialami sseorang tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa PTSD merupakan gangguan yang diakibatkan satu atau lebih kejadian
traumatik yang dialami atau disaksikan oleh seseorang baik ancaman kematian,
kematian, cidera fisik yang mengakibatkan ketakutan ekstrem, horor, rasa tidak
berdaya hingga berdampak mengganggu kualitas hidup individu dan apabila tidak
ditangani dengan benar dapat langsung kronis dan berkembang menjadi gangguan
stres pasca trauma yang kompleks dan gangguan kepribadian.
2.1.2 Etiologi
Stressor atau kejadian trauma merupakan penyebab utama dalam
perkembangan PTSD. Ketika kita dalam keadaan takut dan terancam, tubuh kita
akan mengaktifkan respon fight or flight. Dalam reaksi ini tubuh mengeluarkan
adrenalin yang menyebabkan peningkatan tekanan darah, denyut jantung,
glikogenolisis. Setelah ancaman bahaya itu mulai hilang maka tubuh akan
memulai proses inaktivasi respon stres dan proses ini menyebabkan pelepasan
hormon kortisol. Jika tubuh tidak melepaskan hormon kostosol yang cukup untuk
menginaktivasi reaksi stres maka kemungkinan seseorang akan merasan efek stres
dari adrenalin. Pada korban trauma yang berkembang menjadi PTSD seringkali
memiliki hormon stimulasi yang lebih tinggi bahkan pada saat kondisi normal.
Hal ini mengakibatkan tubuh terus berespon seakan bahaya itu masih ada.
2.1.3 Faktor Risiko
Menurut Weems, et al, terdapat beberapa faktor risiko yang berperan
dalam meningkatkan risiko seseorang mengalami PTSD, antara lain :
a. Seberapa berat dan dekatnya treauma yang dialami. Semakin berat trauma
yang dialami dan semakin dekat posisi seseorang dengan suatu kejadian,
maka semakinmeningkatkan risiko seseorang tersbut mengalami PTSD.
b. Durasi trauma dan banyaknya trauma yang dialaminya. Semakin lama atau
kronik seseorang mengalami kejadian trauma semakin berisiko
berkembang menjadi PTSD.
c. Pelaku kejadian utama. Semakin dekat hubungan antara pelaku dan
konban semakin berisko menjadi PTSD. Selain itu, kejaian trauma yang
sangat interpersonal seperti kasus pemerkosaan juga salah satu faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya PTSD.
d. Tingkat pendidikan. Minimnya tingkat pendidikan seseorang akan
mempengaruhi tingginya angka kejadian PTSD.
e. Seseorang yang memiliki gangguan psikiatri lainnya seperti, depresi, fobia
sosial, gangguan kecemasan. Seseorang yang hidup ditempat pengunsian
(misalnya sedang berada di lokasi peperangan/konflik didearahnya) dan
kurangnya dukungan soasial baik dari keluaraga maupun lingkungan juga
dapat mempengaruhi terjadinya PTSD.
2.1.4 Gambaran Klinis
Gambaran klinis PTSD adalah mengalami kembali suatu peristiwa yang
menyakitkan, suatu pola menghindari dan mematikan emosi, serta keadaan terus
terjaga yang cukup konstan. Gangguan ini dapat tidak timbul sampai berbulan
bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah peristiwa tersebut. Pemeriksaan status
mental sering mengungkapkan bersalah, penolakan, dan cemoohan. Pasien juga
menggambarkan serangan panik dan disosiatif, bahkan ilusi dan halusinasi juga
dapat ditimbulkan sebagai akibat dari PTSD. Gejala utama PTSD yaitu
mengalami kembali secara involunter peristiwa traumatik dalam bentuk mimpi
buruk, yang menerobos masuk kedalam kesadaran secara tiba-tiba. Hal ini sering
dipicu oleh hal-hal yang mengingatkan penderita akan peristiwa traumatik yang
pernah dialami.
2.1.5 Perjalanan Penyakit
Gejala PTSD biasanya timbul beberapa waktu setelah trauma. Penundaan
dapat selama 1 minggu atau hingga 30 tahun. Gejala dapat fluktuasi dari watu ke
waktu dan menjadi paling intens selama periode stres. Jika tidak diobati, sekitar
30% pasien akan pulih sempurna, 40 % akan terus mengalami gejala ringan,
sekitar 10 % tetap tidak berubah atau betambah buruk. Setelah satu tahun, sekitar
50% pasien akan pulih.
2.1.6 Penatalaksanaan
Sebelum menjalani terapi atau program-program apapun, ada baiknya
dilakukan evaluasi psikologis terlebih dahulu. Tindakan ini untuk memahami
keperibadian, trauma yang dialami, dan dampak dari trauma tersebut pada dirinya.
Evaluasi juga dapat membantu terapis untuk memahami berabagai risiko
tambahan dan menemukan ketakukan dari klien. Hal ini harus sangat diperhatikan
karena proses evaluasi dapat dialami sebagai proses yang sangat berat dan dapat
menimbulkan trauma sekunder. Setelah dilakukan evaluasi ada dua macam terapi
pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita PTSD yaitu, dengan
menggunakan psikoterapi dan farmakoterapi. Hasil pengobatan akan ebih efektif
jika kedua terapi ini dikombinasikan sehingga tercapai penanganan yang holistik
dan komprehensif.

2.2 Family Center Care (FCC)


2.2.1 Pengertian Family Center Care (FCC)
Family Center Care (FCC) didefinisikan oleh Association for the Care
ofChildren’s Health (ACCH) sebagi filosofi dimana pemberi perawatan
mementingkan dan melibatkan peran penting dari keluarga, dukungan keluarga
akan membangun kekuatan,mebantu untuk membuat suatu pilihan yang terbaik,
dan meningkatkan pola normal yang ada dalam kesehariannya selama anggota
keluarga menjalani penyembuhan. Family Center Care didefinisikan menurut
Hanson (dalam Dunst dan Trivette 2009) sebagai pendekatan inovatif dalam
merencanakan, melakukan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang
diberikan didasarkan pada manfaat hubungan antara perawat dan keluarga. Stower
(1992 dalam Fiane, 2012), family Center Care merupakan suatu pendekatan yang
holistic.
2.2.2 Tujuan Family Center Care
Tujuan penerapan konsep Family Center Care adalah memberikan
kesempatan bagi keluarga merawat anggota keluarga dalam proses penyembuhan
anggota keluarga mereka. Selain itu Family Center Care juga bertujuan untuk
meminimalkan trauma dan meningkatkan kemandirian sehingga peningkatan
kulaitas hidup dapat tercapai.
2.2.3 Element Family Center Care

a. Perawat menyadari bahwa keluarga adalah bagian yang konstan dalam


kehidupan anggota keluarga. sementara system layanan dan anggota
dalam system tersebut berfluktuasi. Kesadaran perawat bahwa keluarga
adalah bagian yang konstan merupakan hal yang penting. Fungsi
perawat sebagai motivator menghargai dan menghormati peran
keluarga dalam merawat anggota keluarga serta bertanggung jawab
penuh dalam mengelola kesehatan anggota keluarga. Dalam
pembuatan keputusan, perawat memberikan saran yang sesuai namun
keluarga tetap berhak memutuskan layanan yang ingin didapatkannya.
Beberapa hal yang diterapkan untuk menghargai dan mendukung
individualitas dan kekuatan yang dimiliki dalam satu keluarga seperti :

1) Kunjungan yang dibuat dirumah keluarga atau ditempat lain dengan


waktu dan lokasi yang disepakati bersama keluarga.
2) Perawat mengkaji keluarga berdasarkan kebutuhan keluarga
b. Perencanaan perawatan yang diberikan bersifat komprehensif dan
perawatan memberikan semua perawatan yang dibutuhkan
Memfasilitasi kerjasama antara keluarga dan perawat disemua tingkat
pelayanan kesehatan, merawat anak secara individual, pengembangan
program, pelaksanaan dan evaluasi serta pembentukan kebijakan. Hal
ini ditujukan ketika :

1) Kolaborasi dan terlibat dalam pemberian pelayanan kesehatan kepada


anggota keluarga mereka.
2) Kerjasama dalam mengembangkan masyarakat
3) Kolaborasi dalam tahap kebijakan Familiy Center Care dapat tercapai
melalui kolaborasi dan eterlibatan mereka dalam membuat keputusan
menambah kulaitas pelayanan kesehatan.
c. Menghormati keanekaragaman ras, etnis budaya dan social ekonomi
dalam keluarga.
d. Mengakui kekuatan keluarga dan individualitas serta memperhatikan
perbedaan mekanisme koping dalam keluarga.
e. Memberikan informasi yang lengkap dan jelas dan secara
berkelanjutan dengan dukungan penuh.
f. Mendorong dan memfasilitasi keluarga untuk saling mendukung Pada
bagian ini, Shelton menjelaskan bahwa dukungan yang lain yang dapat
diberikan kepada keluarga adalah dukungan antar keluarga. Dukungan
antara keluarga ini berfungsi untuk:
1) Saling memberikan dukungan dan menjalin hubungan persahabatan
2) bertukar informasi mengenai kondisi dan perawatan anggota keluarga
3) memanfaatkan dan meningkatkan system pelayanan yang ada
g. Menerapkan kebijakan yang komprehensif dan program yang
memberikan dukungan emosional dan keuangan untk memenuhi
kebutuhan keluarga.
h. Merancang system perawatan kesehatan yang fleksibel, dapat
dijangkau dengan mudah dan responsive terhadap kebutuhan keluarga
teridentifikasi
2.2.4 Prinsip FCC menurut Potter & Perry (2005)

a. Martabat dan kehormatan


Praktisi keperawatan mendengarkan dan menghormati pandangan dan
pilihan pasien. Pengetahuan,nilai, kepercayaan, dan latar belakang budaya
pasien dan keluarga bergabung dalam rencana dan intervensi
keperawatan.
b. Berbagi informasi Praktisi keperawatan berkomunikasi dan memberikan
informasi yang berguna bagi pasien dan keluarga dengan benar dan tidak
memihak kepada pasien dan keluarga. Pasien dan keluarga menerima
informasi setiap waktu, lengkap, akurat agar dapat berpartisipasi dalam
perawatan dan pengambilan keputusan.
c. Partisipasi Pasien dan keluarga termotivasi berpartisipasi dalam perawatan
dan pengambilan keputusan sesuai dengan kesepakatan yang telah mereka
buat.

Kolaborasi Pasien dan keluarga juga termasuk kedalam komponen dasar


kolaborasi. Perawat berkolaborasi dengan pasien dan keluarga dalam
pengambilan kebijakan dan pengembangan program, implementasi dan
evaluasi, desain fasilitas kesehatan dan pendidikan professional terutama
dalam pemberian perawatan.
BAB III

RINGKASAN JURNAL

Penelitian yang dilakukan oleh Perlick et al pada tahun 2017 dengan judul
The Incorporation of Emotion-Regulation Skills into Couple- and Family-Based
Treatments for Post-Traumatic Stress Disorder bertujuan untuk mereview
penggunaan strategi pengobatan yang dirancang untuk mengatasi emosi yang
dihasilkan oleh gejala inti dari gangguan stres pasca-trauma untuk mengurangi
dampak negatif terhadap veteran, pasangan mereka dan hubungan mereka.
Intervensi yang dapat digunakan berupa menggabungkan pelatihan keterampilan
regulasi emosi kepada pasangan dan intervensi berbasis keluarga untuk PTSD.
Dalam pendekatan ini, kerabat belajar untuk membantu pemulihan para veteran.
Dalam pendekatan ini, kerabat belajar untuk membantu para veteran untuk
mengelola emosi yang terkait dengan trauma yang kuat yang mempengaruhi
hubungan mereka sementara juga memperoleh keterampilan komunikasi dan
pemecahan masalah untuk mengatasi stress dan masalah dalam kehidupan. Terapi
yang diberikan kepada veteran dan pasangan (SAT) dan kelompok multicouple
(MFG-MC).

SAT adalah pengobatan PTSD yang mencakup latihan di luar sesi. Tahap
pertama dari SAT terdiri dari pendidikan penyakit conjoint yang memberikan
pasangan dengan informasi mengenai trauma dan menggambarkan bagaimana
trauma berdampak pada proses emosi yang sangat penting untuk menjaga
hubungan intim. Tahap kedua dari SAT terdiri dari komponen pelatihan
keterampilan di mana pasangan diajarkan untuk mengidentifikasi, memberi label
dan berkomunikasi tentang penghindaran rangsangan terkait trauma. Mereka
belajar keterampilan untuk mengaktifkan emosi positif dan terlibat dalam
beberapa dukungan timbal balik yang menenangkan dan empatik yang
meningkatkan toleransi marabahaya. Sebagai contoh, beberapa latihan yang
menenangkan membantu pasangan untuk mengidentifikasi dan terlibat dalam
perilaku untuk mengatasi pengaruh negatif dengan meningkatkan perasaan
relaksasi dan keintiman. Perilaku yang menenangkan ini dapat mencakup teknik
relaksasi tradisional seperti bernapas dalam-dalam, berpikir positif, atau
membayangkan tempat santai serta kegiatan yang mereka senang lakukan bersama
seperti memasak atau berolahraga.

Meskipun pengobatan pasangan individu sering digunakan dengan PTSD,


perawatan kelompok memiliki keuntungan memungkinkan peserta untuk belajar
dari satu sama lain dan juga dapat mengurangi stigma. Intervensi yang diberikan
berupa pendidikan, pelatihan keterampilan pemecahan masalah dan dukungan
untuk mengurangi gejala dan meningkatkan hasil fungsional. Pada perawatan
berbasis kelompok membandingkan manfaat MFG-MC dibandingkan dengan
pendidikan kesehatan. MFG-MC terdiri dari 3 komponen yaitu joining yaitu di
mana dokter bertemu dengan masing-masing pasangan dalam 2 sesi untuk
mengevaluasi masalah yang sedang mereka hadapi dan menentukan tujuan
pengobatan. Komponen yang kedua berupa lokakarya pendidikan 2 sesi yang
menyediakan informasi tentang strain pasca penyebaran dan sekuel kesehatan
mental kepada semua veteran dan pasangan mereka. Dan yang terakhir yaitu dua
bulan sekali pertemuan kelompok multi-pasangan selama 6 bulan (12 sesi) yang
menyediakan format terstruktur, termasuk praktik di luar sesi, untuk membangun
pemecahan masalah, pengaturan emosi dan keterampilan komunikasi ketika
menerima dukungan social sehingga terapi tersebut diperlukan bagi veteran yang
mengalami PTSD.
BAB IV

PEMBAHASAN

Critical Appraisal

1. Judul
a. Apakah judul jelas dan ringkas menguraikan penelitian?
Judul yang digunakan sudah jelas dan sudah menggunakan kurang
dari 18 suku kata.
b. Apakah variable termasuk dalam judul?
Iya, variable penelitian termasuk ke dalam judul
 Variabel dependen: Post Trauma Syndrom Disorder
 Variabel independent: kemampuan untuk meregulasi emosi
c. Apakah populasi / sampel termasuk dalam judul?
Popolasi dan sampel tidak termasuk dalam judul. Penelitian ini
adalah penelitian yang bersifat review yang dilakukan pada 2
artikel jurnal intervensi.
2. Kualifikasi Penulis
a. Apa saja kualifikasi dan reputasi penyidik?
Kualifikasi dan reputasi penyidik tidak dijelaskan dalam junal ini
b. Apakah buktinya dalam laporan yang menunjukkan mereka
memiliki kualifikasi untuk melakukan penelitian ini?
Latar belakang pendidikan peneliti sesuai dengan topik penelitian
bahwa mereka memiliki kuatifikasi dibidang psikiatrik.
c. Apakah artikel yang diterbitkan sesuai dengan jurnalnya?
Artikel tersebut diterbikan di MMR (Military Medical Research).
MMR adalah Penelitian Medis pada bidang Militer dengan akses
terbukayang menerbitkan temuan mutakhir tentang ilmu
kedokteran dasar dan penelitian klinis yang terkait dengan
kedokteran militer. Jurnal ini bertujuan untuk menerjemahkan
penelitian sains dasar ke dalam praktik klinis dan menggabungkan
kemajuan dalam kedokteran sipil dan militer, dengan fokus khusus
pada disiplin kedokteran militer modern. Dalam jurnal tersebut
dijelaskan salah satu implikasi penelitian ini adalah mampu
merapkan terapi perilaku kognitif yang membuat veteran PTSD
membaik.
3. Pernyataan Masalah
a. Apakah fenomena diidentikasi dengan jelas?
Ya, peneliti telah menjelaskan fenomena yang ad pada jurnal di
bagian pendahuluan .
b. Apakah peneliti mengidentifikasikan mengapa fenomena tersebut
penting?
Ya, peneliti mejelaskannya, dalam tulisan ini bahwa adanya peran
penting dalam meregulasi emosi, didefinisikan sebagai
kemampuan untuk mengubah frekuensi, intensitas, dan durasi
emosi. Dalam hal ini tingkat emosi disregulasi berhubungan
dengan tingkat keparahan kesulitan interpersonal dan perkawinan
antara veteran dengan PTSD dan mitra mereka atau anggota
keluarga.
c. Apakah dasar-dasar filosofis penelitian dijelaskan?
Dalam artikel jurnal ini dijelaskan mengenai perkembangan terapi.
4. Tujuan
a. Apakah tujuan melakukan penelitian dinyatakan secara eksplisit?
Tujuan penelitian dinyatakan secara eksplisit.
b. Apakah peneliti menggambarkan makna yang diproyeksikan untuk
tindakan keperawatan?
Peneliti tidak menjelaskan secara spesfik makna yang di
proyesikan untuk tindakan keerawatan.
5. Metode
a. Apakah metode yang digunakan untuk pengumpulan data sesuai
dengan tujuan penelitian?

Tidak dijelaskan metode pengumpulan data yang digunakan,


namun metode penelitian dalam jurnal bertujuan untuk pemecahan
masalah formal (yaitu, menyelesaikan masalah, menghasilkan
solusi non-judgmentally, mengevaluasi pro dan kontra dari setiap
solusi, memilih solusi dan perencanaan pelaksanaan),
menggunakan masalah konkret dalam kehidupan sehari-hari
berhubungan dengan PTSD.
b. Apakah metode memadai untuk mengatasi fenomena yang diteliti?
Metodenya yang digunakan telah sesuai karena dalam melakukan
riview peneliti mengggunakan jurnal penelitian terbaru.
6. Sampling
a. Apakah peneliti menjelaskan proses seleksi responden?
Pada salah satu artikel jurnal yg di riview peneliti peneliti
menjelaskan proses pemilihan responden dimulai dari pemilihan
populasi dari komunitas veteran lalu disesuaikan dengan kriteria
inklusi dan eksklusi yang digunakan.
b. Apakah ukuran sampel yang memadai?
Populasi pada salah satu peneliatian dalam jurnal ini adalah
komunitas veteran dan pasangan atau keluarga yang ada di
Vietnam, sedangkan sampel dalam penelitian ini adalah9 orang
veteran yang 2 diantaranya positif mengalami PTSD. Namun
menurut Gay dan Mahmud (2012) dalam Lestari (2014)
menyebutkan bahwa dalam penelitian yang menggunakan metode
eksperimental, jumlah minimal sampel dalam setiap kelompok
adalah 15 orang. Sehingga ukuran sampel kurang memadai.
c. Apakah kriteria inklusi dan kriteria eksklusi sesuai? Kepada siapa
dapat hasil studi digeneralisasi?
Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah veteran yang memiliki
riwayat PTSD. Keluarga yang susah untuk membangaun hubungan
intrapersonal kepada pasangannya ataupun keluarganya. Hasil
penelitian ini dapat digeneralisasikan kepada keluarga untuk dapat
yang memiliki riwayat yang sama.
d. Apakah bias sampel teridentifikasi?
Bias sampel tidak teridentifikasi
7. Pengumpulan Data
a. Apakah peneliti menggambarkan strategi pengumpulan data?
(wawancara, observasi, catatatn lapangan)
Strategi pengumpulan data yang digunakan yaitu melalui
wawancara dengan mengekspos trauma yang terjadi.
b. Apakah perlindungan subyek manusia diperhatikan?
Tidak dijelaskan pada jurnal.
c. Apakah prosedur untuk pengumpulan data dinyatakan secara
eksplisit?
Prosedur pengumpulan data dijelaskan secara eksplisit.
8. Pertimbangan Etik
a. Apakah peneliti menunjukkan persetujuan dari dewan peninjau
yang sesuai atau komite etik?
Peneliti mencantumkan persetujuan dari dewan peninjau yang
sesuai atau komite etik pada halaman terakhir yang menyatakan
bahwa penelitian ini telah tidak dapat diterapkan.
b. Apakah hak subyek manusia dilindungi?
Tidak dijelaskan pada jurnal.
9. Analisis Data
a. Apa statistic yang digunakan untuk menganalisis data?
Tidak di jelaskan
b. Apakah proses untuk analisis data sesuai?
Proses analisa data tidak dijelaskan oleh peneliti.
c. Apakah hasil memberikan jawaban untuk menjawab pertanyaan
penelitian?
Iya, karena peneliti ingin mengetahui pengaruh pengaturan emosi
terhadap kejadian PTSD pada Veteran.
d. Jika tabel disajikan, apakah jelas dan dapat dimengerti?
Tabel tidak disajikan dalam penelitian.
10. Diskusi
a. Apakah diskusi sesuai dengan data?
Peneliti mendiskusikan data sesuai dengan data yang didapatkan
b. Apakah peneliti mendiskusikan semua hasil temuan yang dianggap
penting?
Iya, peneliti mendiskusikan hal yang mendukung hasil atau
berdampak positif terhadap penelitian.
c. Apakah peneliti mendiskusikan temuan berkenaan dengan temuan
dari penelitian sebelumnya?
Peneliti mendiskusikan temuan berkenan dengan temuan dari
peneltian sebelumnya yang penelitiannya mirip dengan penelitian
ini.
d. Apakah peneliti mendiskusikan temuan berdasarkan kerangka
teoritis atau konseptual penelitian?
Peneliti tidak mendiskusikan temuan berdasarkan kerangka teoritis
atau konseptual penelitian
11. Kesimpulan, Implikasi, dan Rekomendasi
a. Apakah peneliti mengidentifikasi keterbatasn penelitian?
Bagaimana pembatasan mempengaruhi hasil penelitian?
Peneliti mengidentifkasi keterbatasan penelitian. Keterbatasan
dalam penelitian ini adalah masih kurang mengidentifikasi trauma
yang terjadi pada veteran, penelitian juga kurang menyoroti jika
gejala PTSD tertentu terutama responsif terhadap strategi
pengaturan emosi atau mungkin berbeda-beda responsif terhadap
strategi yang digunakan.
b. Apakah peneliti memberikan implikasi untuk praktik keperawatan,
administrasi, atau Pendidikan?
Peneliti tidak memberikan implikasi
c. Apakah peneliti menawarkan saran atau rekomendasi untuk
penelitian lebih lanjut?
Peneliti menawarkan saran untuk penelitian lebih lanjut
d. Apakah kesimpulan mencerminkan temuan penelitian?
Kesimpulan dalam penelitian ini telah mencerminkan temuan
penelitian.
e. Apakah pentingnya penelitian untuk keperawatan dinyatakan
secara eksplisit?
Pentingnya penelitian untuk keperawatan tidak dinyatakan secara
eksplit
ANALISIS SWOT
1. Strenght
- Pelatihan pengembangan regulasi emosi dapat mengembangkan
kemampuan untuk mengelola emosi untuk mengatasi trauma.
- Pelatihan pengembangan regulasi emosi dapat megurangi Post Trauma
Stress Disorder (PTSD)
- Pelatihan pengembangan egulasi emosi dapat dilakukan bersama keluarga
untuk memfasilitasi pemulihan pasien PTSD
- Pelatihan regulasi emosi dapat meningkatkan kekuatan hubungan keluarga
maupun pasangan untuk mendukung pemulihan jangka panjang.
- Pelatihan pengembangan regulasi emosi dapat meningkatkan hubungan
antara veteran dengan pasangannya
2. Weakness
- Pelatihan pengembangan regulasi emosi ini tidak memberikan pedoman
untuk menentukan mana keterampilan emosi-regulasi harus dimasukan
dan gejala atau defisit yang paling mungkin untuk ditangani. Hal ini
penting, karena regulasi emosi penting untuk mencpai hasil pengobatan
PTSD serta penting untuk mendasarkan intervensi yang akan dilakukan.
- Penerapan pelatihan ini membutuhkan waktu yang cukup lama. Pelatihan
ini terdiri dari 12 sesi dan berlangsung selama tiga bulan dan masih
membutuhkan tindak lanjut lainyaa.
- Tidak semua tenaga kesehatan dapat melakukan pelatihan ini. Pelatihan
pengembangan regulasi emosi membutuhkan pendekatan emosional baik
dengan pasien maupun orang-orang terdekat maka dari itu dibutuhkan
tenaga kesehatan yang memliki keterampilan komunikasi yang baik.

3. Opportunity
- Di Indonesia gangguan mental ini diperkirakan berkembang 30 % di antara
orang-orang yang pernah mengalami kejadian traumatis. Maka dari itu
dibutuhkan penanganan yang efektif dilakukan untuk mengatsi gejala
gangguan stres pasca trauma ini.
4. Threat
- Tidak semua anggota keluarga atau pasangan dapat mengikuti sepenuhnya
pelatihan ini dikarenakan kesibukan yang dimiliki oleh anggota keluarga
maupun pasangannya sehingga hasil yang didapatkan tidak maksimal.

Implikasi Keperawatan
Adapun implikasi dari jurnal yang berjudul The Incorporation of Emotion
Regulation Skills Into Couple and Family Based Treatment for Post Traumatic
Stress Disorder, adalah :
a. Keperawatan
 Pemberi Asuhan Keperawatan
Salah satu peran perawat dalam pengaplikasian program ini adalah
sebagai care giver atau pemberi asuhan. Perawat memberikan
pelayanan berupa asuhan secara langsung kepada klien sesuai
dengan wewenangnya. (Mubarak &Chay ati, 2009 dalam Astuti
2014). Dalam kasus tersebut perawat dapat berperan untuk
memberikan perawatan pada korban yang terluka baik secara fisik
maupun psikologis.
 Pendidik dan Konselor
Sebagai salah satu tenaga profesional yang keberadaannya paling
dekat dengan pasien, perawat mempunyai peran yang besar dalam
memberikan informasi dan edukasi menganai kesehatan kepada
klien (Husna et al 2016). Dalam aplikasi jurnal tersebut perawat
dapat melakukan edukasi dan konseling pada veteran yang
mengalami PTSD dan keluarga dari veteran tersebut. Jurnal yang
berjudul “Konseling Traumatik Menggunakan Ego State Therapy”
menyebutkan bahwa konseling merupakan salah satu cara untuk
menghilangkan gejala trauma pada pasien.
 Kolaborator
Kolaborasi merupakan tindakan kerja sama dalam menentukan
tindakan yang akan dilaksanakan oleh perawat dengan tim
kesehatan lain alam upaya meningkatkan kesehatan klien (Hidayat,
2012 dalam Widyana 2016). Dalam intervensi tersebut, perawat
dapat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain atau pihak yang
terkait dalam upaya penanganan PTSD bagi veteran.
 Peneliti
Sebagai peneliti perawat harus melakukan kajian-kajian
keperawatan pasien, yang dapat dikembangkan untuk
perkembangan teknologi keperawatan. Peran perawat sebagai
peneliti dapat dilakukan dalam meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan pasien (Hidayat, 2012 dalam Widyana 2016). Perawat
dapat menerapkan intervensi ini dengan variabel baru sehingga
keefektifannya lebih dapat dipercaya.
b. Veteran
 Intervensi dalam jurnal dapat membantu veteran yang mengalami
PTSD. Dalam jurnal yang berjudul “Single session emotion
regulation skills training to reduce aggression in combat veterans :
A clinical innovation case study” yang di publikasikan tahun 2016
menyebutkan bahwa intervensi regulasi emosi dapat menurunkan
serangan PTSD pada veteran.
 Meningkatkan derajat kesehatan veteran.
 Dalam jurnal dituliskan bahwa intervensi regulasi emosi juga dapat
meningkatkan kemampuan sosial veteran yang mengalami PTSD.
Diharapkan dengan intervensi ini fungsi sosial veteran membaik.
 Dalam junal disebutkan bahwa intervensi regulasi emosi dapat
menurunkan kecemasan pada veteran dan pasangannya. Hal ini
didukung oleh jurnal yang berjudul “Regulasi Emosi dan
Kecemasan pada Petugas Penyidik Polri dan Penyidik PNS”
menyebutkan bahwa penyidik yg memiliki tingkat kecemasan
tinggi memiliki regulasi emosi yang rendah. Sehingga dengan
memperbaiki regulasi emosi diharapkan dapat menurunkan
kecemasan pada veteran.
c. Dinas Kesehatan
 Dapat menurunkan angka penderita PTSD pada veteran.
 Dapat menambah keilmuan dan kajian teoritis dalam memberikan
intervensi dalam jurnal tersebut kepada veteran yang mengalami
PTSD.
d. Masyarakat
 Sebagai salah satu intervensi yang dapat diterapkan pada orang
yang mengalami PTSD.
BAB V

KESIMPULAN
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) merupakan sindrom kecemasan,
labilitas otonomik, dan mengalami kilas balik dari pengalaman yang amat pedih
setelah stres fisik maupun emosi yang melampaui batas ketahanan orang biasa.
Selain itu, PTSD dapat pula didefinisikan sebagai keadaan yang melemahkan fisik
dan mental secara ekstrem yang timbul setelah seseorang melihat, mendengar,
atau mengalami suatu kejadian trauma yang hebat dan atau kejadian yang
mengancam kehidupannya.
Rinkasan Jurnal dengan judul The Incorporation of Emotion-Regulation
Skills into Couple- and Family-Based Treatments for Post-Traumatic Stress
Disorder bertujuan untuk mereview penggunaan strategi pengobatan yang
dirancang untuk mengatasi emosi yang dihasilkan oleh gejala inti dari gangguan
stres pasca-trauma untuk mengurangi dampak negatif terhadap veteran, pasangan
mereka dan hubungan mereka. Intervensi yang dapat digunakan berupa
menggabungkan pelatihan keterampilan regulasi emosi kepada pasangan dan
intervensi berbasis keluarga untuk PTSD.
SARAN
Bagi keluarga
Dalam hal ini keluarga diharapkan dapat tetap memberi dukungan sosial
dan emosional pada angota keluarga yang mengalami PTSD selama anggota
keluarga menjalani penyembuhan .
Bagi Perawat
Perawat dapat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain atau pihak yang
terkait dalam upaya penanganan PTSD bagi veteran.

DAFTAR PUSTAKA

Prabandari, N. 2015. PTSD. Retrieved from: erepro.unud.ac.id. Diakses pada


tanggal 16 April 2018
Setiana, I. 2016. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Retrieved from:
repository.ump.ac.id. Diakses pada tanggal 16 April 2018

USDepatmenet of Veterans Affairs. 2017. Posttraumatic Stress Disorder.


https://www.ptsd.va.gov/public/ptsd-overview/basics/what-is-ptsd.asp
di akses pada 14 April 2018
Dunst, C.J., Trivette C.M.T. (2009). Meta-Analytic Structural Equation Modeling
of the Influences of Family Centered Care on Parent and Child
Psychological Health. International Journal of Pediatrics.

De Fretes, Fiane. (2012). Hubungan Family Centered care dengan Efek


Hospitalisasi pada Anak di Ruang Dahlia Rumah Sakit Panti Wilasa
Citarum, Semarang. http://repository.library.uksw.edu/, diperoleh
tanggal 17 April 2018

Potter, P.A.,Perry, A.G. (2005) . Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,


Proses, dan Praktik. Edisi 4.Volume 1.Alih Bahasa : Yasmin Asih, dkk.
Jakarta : EGC.

Lestari, R. 2014. Pengaruh Kepemimpinan Partisipatif dan Komitmen Organisasi


Terhadap Efektifitas Implementasi Rencana Strategik Pada Madrasah
Aliyah Di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Retived from
resository.upi.edu. diakses pada 14 April 2018
Miles,R. Thompson,E. Stanley,A. Kent,A. 2016. Singel Session Emotion
Regulation Skills Training to Reduce Aggresion in Combat Veterans :
A Clinical Innovation Case Study. retrived from :
http://psycnet.apa.org/record/2016-21027-006. diakses pada 17 April
2018

Astuti, A. (2014). Gambaran Peran Perawat Puskesmas dalam Pelaksanaan


Perawatan Kesehatan Masyarakat. Retrievd from: http://reposito
ry.uksw.edu/bitstream/123456789/5322/3/TI_462009055_BAB
%20II.pdf. Diakses pada 17 April 2018

Widyana, A. 2016. Peran Perawat. retrived from :


http://repository.ump.ac.id/684/3/ARDITA%20PANDU
%20WIDYANA%20BAB%20II.pdf. diakses pada 17 April 2018

Sugara, G. 2017. Konseling Traumatik Menggunakan Ego State Therapy. retrived


from :
http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/proceedings/article
/view/707. diakses pada 17 April 2018

Mayangsari,E. Ranakusuma,O. 2014. Hubungan Regulasi Emosi dan Kecemasan


Pada Petugas Penyidik POLRI dan Penyidik PNS. retrived from :
http://academicjournal.yarsi.ac.id/index.php/Jurnal-Online-
Psikogenesis/article/viewFile/53/34. diakses pada 17 April 2018

Anda mungkin juga menyukai