KEPERAWATAN KELUARGA
OLEH
KELOMPOK SGD 4 :
1.3 Manfaat
1.3.1 Bagi Penulis
Hasil makalah ini dapat berguna bagi penulis, agar penulis dapat
mengetahui Critical Appraisal, analisa SWOT dan implikasi
keperawatan serta dapat dijadikan dasar untuk penulisan
selanjutnya.
1.3.2 Bagi Institusi
Hasil makalah diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan ilmu
pengetahuan bagi profesi keperawatan serta implikasinya dalam
keperawatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Post Traumatic Stress Disorder (PTSD)
2.1.1 Definisi
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) merupakan sindrom kecemasan,
labilitas otonomik, dan mengalami kilas balik dari pengalaman yang amat pedih
setelah stres fisik maupun emosi yang melampaui batas ketahanan orang biasa.
Selain itu, PTSD dapat pula didefinisikan sebagai keadaan yang melemahkan fisik
dan mental secara ekstrem yang timbul setelah seseorang melihat, mendengar,
atau mengalami suatu kejadian trauma yang hebat dan atau kejadian yang
mengancam kehidupannya. PTSD merupakan reaksi dari individu terhadap
kejadian yang luar biasa akbiat dari pengalaman seseorang pada suatu peristiwa
yang bersifat amat hebat dan luas biasa, jauh dari pengalaman yang normal
dialami sseorang tersebut. Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa PTSD merupakan gangguan yang diakibatkan satu atau lebih kejadian
traumatik yang dialami atau disaksikan oleh seseorang baik ancaman kematian,
kematian, cidera fisik yang mengakibatkan ketakutan ekstrem, horor, rasa tidak
berdaya hingga berdampak mengganggu kualitas hidup individu dan apabila tidak
ditangani dengan benar dapat langsung kronis dan berkembang menjadi gangguan
stres pasca trauma yang kompleks dan gangguan kepribadian.
2.1.2 Etiologi
Stressor atau kejadian trauma merupakan penyebab utama dalam
perkembangan PTSD. Ketika kita dalam keadaan takut dan terancam, tubuh kita
akan mengaktifkan respon fight or flight. Dalam reaksi ini tubuh mengeluarkan
adrenalin yang menyebabkan peningkatan tekanan darah, denyut jantung,
glikogenolisis. Setelah ancaman bahaya itu mulai hilang maka tubuh akan
memulai proses inaktivasi respon stres dan proses ini menyebabkan pelepasan
hormon kortisol. Jika tubuh tidak melepaskan hormon kostosol yang cukup untuk
menginaktivasi reaksi stres maka kemungkinan seseorang akan merasan efek stres
dari adrenalin. Pada korban trauma yang berkembang menjadi PTSD seringkali
memiliki hormon stimulasi yang lebih tinggi bahkan pada saat kondisi normal.
Hal ini mengakibatkan tubuh terus berespon seakan bahaya itu masih ada.
2.1.3 Faktor Risiko
Menurut Weems, et al, terdapat beberapa faktor risiko yang berperan
dalam meningkatkan risiko seseorang mengalami PTSD, antara lain :
a. Seberapa berat dan dekatnya treauma yang dialami. Semakin berat trauma
yang dialami dan semakin dekat posisi seseorang dengan suatu kejadian,
maka semakinmeningkatkan risiko seseorang tersbut mengalami PTSD.
b. Durasi trauma dan banyaknya trauma yang dialaminya. Semakin lama atau
kronik seseorang mengalami kejadian trauma semakin berisiko
berkembang menjadi PTSD.
c. Pelaku kejadian utama. Semakin dekat hubungan antara pelaku dan
konban semakin berisko menjadi PTSD. Selain itu, kejaian trauma yang
sangat interpersonal seperti kasus pemerkosaan juga salah satu faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya PTSD.
d. Tingkat pendidikan. Minimnya tingkat pendidikan seseorang akan
mempengaruhi tingginya angka kejadian PTSD.
e. Seseorang yang memiliki gangguan psikiatri lainnya seperti, depresi, fobia
sosial, gangguan kecemasan. Seseorang yang hidup ditempat pengunsian
(misalnya sedang berada di lokasi peperangan/konflik didearahnya) dan
kurangnya dukungan soasial baik dari keluaraga maupun lingkungan juga
dapat mempengaruhi terjadinya PTSD.
2.1.4 Gambaran Klinis
Gambaran klinis PTSD adalah mengalami kembali suatu peristiwa yang
menyakitkan, suatu pola menghindari dan mematikan emosi, serta keadaan terus
terjaga yang cukup konstan. Gangguan ini dapat tidak timbul sampai berbulan
bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah peristiwa tersebut. Pemeriksaan status
mental sering mengungkapkan bersalah, penolakan, dan cemoohan. Pasien juga
menggambarkan serangan panik dan disosiatif, bahkan ilusi dan halusinasi juga
dapat ditimbulkan sebagai akibat dari PTSD. Gejala utama PTSD yaitu
mengalami kembali secara involunter peristiwa traumatik dalam bentuk mimpi
buruk, yang menerobos masuk kedalam kesadaran secara tiba-tiba. Hal ini sering
dipicu oleh hal-hal yang mengingatkan penderita akan peristiwa traumatik yang
pernah dialami.
2.1.5 Perjalanan Penyakit
Gejala PTSD biasanya timbul beberapa waktu setelah trauma. Penundaan
dapat selama 1 minggu atau hingga 30 tahun. Gejala dapat fluktuasi dari watu ke
waktu dan menjadi paling intens selama periode stres. Jika tidak diobati, sekitar
30% pasien akan pulih sempurna, 40 % akan terus mengalami gejala ringan,
sekitar 10 % tetap tidak berubah atau betambah buruk. Setelah satu tahun, sekitar
50% pasien akan pulih.
2.1.6 Penatalaksanaan
Sebelum menjalani terapi atau program-program apapun, ada baiknya
dilakukan evaluasi psikologis terlebih dahulu. Tindakan ini untuk memahami
keperibadian, trauma yang dialami, dan dampak dari trauma tersebut pada dirinya.
Evaluasi juga dapat membantu terapis untuk memahami berabagai risiko
tambahan dan menemukan ketakukan dari klien. Hal ini harus sangat diperhatikan
karena proses evaluasi dapat dialami sebagai proses yang sangat berat dan dapat
menimbulkan trauma sekunder. Setelah dilakukan evaluasi ada dua macam terapi
pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita PTSD yaitu, dengan
menggunakan psikoterapi dan farmakoterapi. Hasil pengobatan akan ebih efektif
jika kedua terapi ini dikombinasikan sehingga tercapai penanganan yang holistik
dan komprehensif.
RINGKASAN JURNAL
Penelitian yang dilakukan oleh Perlick et al pada tahun 2017 dengan judul
The Incorporation of Emotion-Regulation Skills into Couple- and Family-Based
Treatments for Post-Traumatic Stress Disorder bertujuan untuk mereview
penggunaan strategi pengobatan yang dirancang untuk mengatasi emosi yang
dihasilkan oleh gejala inti dari gangguan stres pasca-trauma untuk mengurangi
dampak negatif terhadap veteran, pasangan mereka dan hubungan mereka.
Intervensi yang dapat digunakan berupa menggabungkan pelatihan keterampilan
regulasi emosi kepada pasangan dan intervensi berbasis keluarga untuk PTSD.
Dalam pendekatan ini, kerabat belajar untuk membantu pemulihan para veteran.
Dalam pendekatan ini, kerabat belajar untuk membantu para veteran untuk
mengelola emosi yang terkait dengan trauma yang kuat yang mempengaruhi
hubungan mereka sementara juga memperoleh keterampilan komunikasi dan
pemecahan masalah untuk mengatasi stress dan masalah dalam kehidupan. Terapi
yang diberikan kepada veteran dan pasangan (SAT) dan kelompok multicouple
(MFG-MC).
SAT adalah pengobatan PTSD yang mencakup latihan di luar sesi. Tahap
pertama dari SAT terdiri dari pendidikan penyakit conjoint yang memberikan
pasangan dengan informasi mengenai trauma dan menggambarkan bagaimana
trauma berdampak pada proses emosi yang sangat penting untuk menjaga
hubungan intim. Tahap kedua dari SAT terdiri dari komponen pelatihan
keterampilan di mana pasangan diajarkan untuk mengidentifikasi, memberi label
dan berkomunikasi tentang penghindaran rangsangan terkait trauma. Mereka
belajar keterampilan untuk mengaktifkan emosi positif dan terlibat dalam
beberapa dukungan timbal balik yang menenangkan dan empatik yang
meningkatkan toleransi marabahaya. Sebagai contoh, beberapa latihan yang
menenangkan membantu pasangan untuk mengidentifikasi dan terlibat dalam
perilaku untuk mengatasi pengaruh negatif dengan meningkatkan perasaan
relaksasi dan keintiman. Perilaku yang menenangkan ini dapat mencakup teknik
relaksasi tradisional seperti bernapas dalam-dalam, berpikir positif, atau
membayangkan tempat santai serta kegiatan yang mereka senang lakukan bersama
seperti memasak atau berolahraga.
PEMBAHASAN
Critical Appraisal
1. Judul
a. Apakah judul jelas dan ringkas menguraikan penelitian?
Judul yang digunakan sudah jelas dan sudah menggunakan kurang
dari 18 suku kata.
b. Apakah variable termasuk dalam judul?
Iya, variable penelitian termasuk ke dalam judul
Variabel dependen: Post Trauma Syndrom Disorder
Variabel independent: kemampuan untuk meregulasi emosi
c. Apakah populasi / sampel termasuk dalam judul?
Popolasi dan sampel tidak termasuk dalam judul. Penelitian ini
adalah penelitian yang bersifat review yang dilakukan pada 2
artikel jurnal intervensi.
2. Kualifikasi Penulis
a. Apa saja kualifikasi dan reputasi penyidik?
Kualifikasi dan reputasi penyidik tidak dijelaskan dalam junal ini
b. Apakah buktinya dalam laporan yang menunjukkan mereka
memiliki kualifikasi untuk melakukan penelitian ini?
Latar belakang pendidikan peneliti sesuai dengan topik penelitian
bahwa mereka memiliki kuatifikasi dibidang psikiatrik.
c. Apakah artikel yang diterbitkan sesuai dengan jurnalnya?
Artikel tersebut diterbikan di MMR (Military Medical Research).
MMR adalah Penelitian Medis pada bidang Militer dengan akses
terbukayang menerbitkan temuan mutakhir tentang ilmu
kedokteran dasar dan penelitian klinis yang terkait dengan
kedokteran militer. Jurnal ini bertujuan untuk menerjemahkan
penelitian sains dasar ke dalam praktik klinis dan menggabungkan
kemajuan dalam kedokteran sipil dan militer, dengan fokus khusus
pada disiplin kedokteran militer modern. Dalam jurnal tersebut
dijelaskan salah satu implikasi penelitian ini adalah mampu
merapkan terapi perilaku kognitif yang membuat veteran PTSD
membaik.
3. Pernyataan Masalah
a. Apakah fenomena diidentikasi dengan jelas?
Ya, peneliti telah menjelaskan fenomena yang ad pada jurnal di
bagian pendahuluan .
b. Apakah peneliti mengidentifikasikan mengapa fenomena tersebut
penting?
Ya, peneliti mejelaskannya, dalam tulisan ini bahwa adanya peran
penting dalam meregulasi emosi, didefinisikan sebagai
kemampuan untuk mengubah frekuensi, intensitas, dan durasi
emosi. Dalam hal ini tingkat emosi disregulasi berhubungan
dengan tingkat keparahan kesulitan interpersonal dan perkawinan
antara veteran dengan PTSD dan mitra mereka atau anggota
keluarga.
c. Apakah dasar-dasar filosofis penelitian dijelaskan?
Dalam artikel jurnal ini dijelaskan mengenai perkembangan terapi.
4. Tujuan
a. Apakah tujuan melakukan penelitian dinyatakan secara eksplisit?
Tujuan penelitian dinyatakan secara eksplisit.
b. Apakah peneliti menggambarkan makna yang diproyeksikan untuk
tindakan keperawatan?
Peneliti tidak menjelaskan secara spesfik makna yang di
proyesikan untuk tindakan keerawatan.
5. Metode
a. Apakah metode yang digunakan untuk pengumpulan data sesuai
dengan tujuan penelitian?
3. Opportunity
- Di Indonesia gangguan mental ini diperkirakan berkembang 30 % di antara
orang-orang yang pernah mengalami kejadian traumatis. Maka dari itu
dibutuhkan penanganan yang efektif dilakukan untuk mengatsi gejala
gangguan stres pasca trauma ini.
4. Threat
- Tidak semua anggota keluarga atau pasangan dapat mengikuti sepenuhnya
pelatihan ini dikarenakan kesibukan yang dimiliki oleh anggota keluarga
maupun pasangannya sehingga hasil yang didapatkan tidak maksimal.
Implikasi Keperawatan
Adapun implikasi dari jurnal yang berjudul The Incorporation of Emotion
Regulation Skills Into Couple and Family Based Treatment for Post Traumatic
Stress Disorder, adalah :
a. Keperawatan
Pemberi Asuhan Keperawatan
Salah satu peran perawat dalam pengaplikasian program ini adalah
sebagai care giver atau pemberi asuhan. Perawat memberikan
pelayanan berupa asuhan secara langsung kepada klien sesuai
dengan wewenangnya. (Mubarak &Chay ati, 2009 dalam Astuti
2014). Dalam kasus tersebut perawat dapat berperan untuk
memberikan perawatan pada korban yang terluka baik secara fisik
maupun psikologis.
Pendidik dan Konselor
Sebagai salah satu tenaga profesional yang keberadaannya paling
dekat dengan pasien, perawat mempunyai peran yang besar dalam
memberikan informasi dan edukasi menganai kesehatan kepada
klien (Husna et al 2016). Dalam aplikasi jurnal tersebut perawat
dapat melakukan edukasi dan konseling pada veteran yang
mengalami PTSD dan keluarga dari veteran tersebut. Jurnal yang
berjudul “Konseling Traumatik Menggunakan Ego State Therapy”
menyebutkan bahwa konseling merupakan salah satu cara untuk
menghilangkan gejala trauma pada pasien.
Kolaborator
Kolaborasi merupakan tindakan kerja sama dalam menentukan
tindakan yang akan dilaksanakan oleh perawat dengan tim
kesehatan lain alam upaya meningkatkan kesehatan klien (Hidayat,
2012 dalam Widyana 2016). Dalam intervensi tersebut, perawat
dapat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain atau pihak yang
terkait dalam upaya penanganan PTSD bagi veteran.
Peneliti
Sebagai peneliti perawat harus melakukan kajian-kajian
keperawatan pasien, yang dapat dikembangkan untuk
perkembangan teknologi keperawatan. Peran perawat sebagai
peneliti dapat dilakukan dalam meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan pasien (Hidayat, 2012 dalam Widyana 2016). Perawat
dapat menerapkan intervensi ini dengan variabel baru sehingga
keefektifannya lebih dapat dipercaya.
b. Veteran
Intervensi dalam jurnal dapat membantu veteran yang mengalami
PTSD. Dalam jurnal yang berjudul “Single session emotion
regulation skills training to reduce aggression in combat veterans :
A clinical innovation case study” yang di publikasikan tahun 2016
menyebutkan bahwa intervensi regulasi emosi dapat menurunkan
serangan PTSD pada veteran.
Meningkatkan derajat kesehatan veteran.
Dalam jurnal dituliskan bahwa intervensi regulasi emosi juga dapat
meningkatkan kemampuan sosial veteran yang mengalami PTSD.
Diharapkan dengan intervensi ini fungsi sosial veteran membaik.
Dalam junal disebutkan bahwa intervensi regulasi emosi dapat
menurunkan kecemasan pada veteran dan pasangannya. Hal ini
didukung oleh jurnal yang berjudul “Regulasi Emosi dan
Kecemasan pada Petugas Penyidik Polri dan Penyidik PNS”
menyebutkan bahwa penyidik yg memiliki tingkat kecemasan
tinggi memiliki regulasi emosi yang rendah. Sehingga dengan
memperbaiki regulasi emosi diharapkan dapat menurunkan
kecemasan pada veteran.
c. Dinas Kesehatan
Dapat menurunkan angka penderita PTSD pada veteran.
Dapat menambah keilmuan dan kajian teoritis dalam memberikan
intervensi dalam jurnal tersebut kepada veteran yang mengalami
PTSD.
d. Masyarakat
Sebagai salah satu intervensi yang dapat diterapkan pada orang
yang mengalami PTSD.
BAB V
KESIMPULAN
Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) merupakan sindrom kecemasan,
labilitas otonomik, dan mengalami kilas balik dari pengalaman yang amat pedih
setelah stres fisik maupun emosi yang melampaui batas ketahanan orang biasa.
Selain itu, PTSD dapat pula didefinisikan sebagai keadaan yang melemahkan fisik
dan mental secara ekstrem yang timbul setelah seseorang melihat, mendengar,
atau mengalami suatu kejadian trauma yang hebat dan atau kejadian yang
mengancam kehidupannya.
Rinkasan Jurnal dengan judul The Incorporation of Emotion-Regulation
Skills into Couple- and Family-Based Treatments for Post-Traumatic Stress
Disorder bertujuan untuk mereview penggunaan strategi pengobatan yang
dirancang untuk mengatasi emosi yang dihasilkan oleh gejala inti dari gangguan
stres pasca-trauma untuk mengurangi dampak negatif terhadap veteran, pasangan
mereka dan hubungan mereka. Intervensi yang dapat digunakan berupa
menggabungkan pelatihan keterampilan regulasi emosi kepada pasangan dan
intervensi berbasis keluarga untuk PTSD.
SARAN
Bagi keluarga
Dalam hal ini keluarga diharapkan dapat tetap memberi dukungan sosial
dan emosional pada angota keluarga yang mengalami PTSD selama anggota
keluarga menjalani penyembuhan .
Bagi Perawat
Perawat dapat berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain atau pihak yang
terkait dalam upaya penanganan PTSD bagi veteran.
DAFTAR PUSTAKA