Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS

LEUKIMIA DENGAN KEBUTUHAN DASAR GANGGUAN RASA NYAMAN


DI RUANG ANGSOKA 2
RSUP SANGLAH DENPASAR
1. DEFINISI

Gangguan rasa nyaman adalah keadaan ketika individu mengalami sensasi yang tidak
menyenangkan dalam merespon suatu rangsangan. Sensori yang tidak menyenangkan
dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau potensial disebabkan
karena terjadinya kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan yang
sering disebut nyeri.

2. KLASIFIKASI

A. Nyeri dikelompokkan menjadi beberapa bagian yaitu :

1. Nyeri akut didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung beberapa detik hingga
enam bulan. Secara fisiologis pada nyeri akut akan terjadi perubahan denyut
jantung, frekuensi nafas, tekanan darah, aliran darah perifer, tegangan otot,
keringat pada telapak tangan, dan perubahan ukuran pupil (Brunner & Suddarth,
2014).

2. Nyeri kronik adalah nyeri konstan yang menetap sepanjang satu periode waktu.
Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dan sering sulit
untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap
pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri kronis sering didefenisikan
sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih (Brunner &
Suddarth, 2014).

3. Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan kimia,
mekanik dan suhu yang menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi pada
nosiseptor perifer (saraf yang bertanggung jawab terhadap rangsang nyeri). Nyeri
nosiseptif biasanya memberikan respon terhadap analgesik opioid atau non
opioid.
4. Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan neural
pada saraf perifer maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf
aferen sentral dan perifer, biasanya digambarkan dengan rasa terbakar dan
menusuk. Pasien yang mengalami nyeri neuropatik sering memberi respon yang
kurang baik terhadap analgesik opioid

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG DAN DIAGNOSTIK


Pemeriksaan penunjang untuk mengetahui adanya gangguan rasa nyaman pada
klien dengan melakukan pemeriksaan yaitu:
A. Mengukur intensitas nyeri
Intensitas nyeri pada pasien dapat diukur menggunakan beberapa metode seperti:
1) Visual Analog Scale (VAS) adalah cara menghitung skala nyeri yang paling
banyak digunakan oleh praktisi medis. VAS merupakan skala linier yang
akan memvisualisasikan gradasi tingkatan nyeri yang diderita oleh pasien.
Pada metode VAS, visualisasinya berupa rentang garis sepanjang kurang
lebih 10 cm, di mana pada ujung garis kiri tidak mengindikasikan nyeri,
sementara ujung satunya lagi mengindikasikan rasa nyeri terparah yang
mungkin terjadi.
2) Verbal Rating Scale (VRS), pernyataan verbal dari rasa nyeri yang dialami
oleh pasien ini jadi lebih spesifik. VRS lebih sesuai jika digunakan pada
pasien pasca operasi bedah karena prosedurnya yang tidak begitu bergantung
pada koordinasi motorik dan visual.
3) Numeric Rating Scale (NRS) ini didasari pada skala angka 1-10 untuk
menggambarkan kualitas nyeri yang dirasakan pasien. NRS diklaim lebih
mudah dipahami, lebih sensitif terhadap jenis kelamin, etnis, hingga dosis.
NRS juga lebih efektif untuk mendeteksi penyebab nyeri akut ketimbang
VAS dan VRS.
4) Wong-Baker Pain Rating Scale adalah metode penghitungan skala nyeri
yang diciptakan dan dikembangkan oleh Donna Wong dan Connie Baker.
Cara mendeteksi skala nyeri dengan metode ini yaitu dengan melihat
ekspresi wajah yang sudah dikelompokkan ke dalam beberapa tingkatan rasa
nyeri.
B. Pemeriksaan laboratorium

6. PENATALAKSANAAN

A. Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi


1) Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi melibatkan penggunaan opiat

(narkotik), nonopiat/ obat AINS (anti inflamasi nonsteroid), obat-obat

adjuvans atau koanalgesik. Analgesik opiat mencakup derivat opium, seperti

morfin dan kodein. Narkotik meredakan nyeri dan memberikan perasaan

euforia. Semua opiat menimbulkan sedikit rasa kantuk pada awalnya ketika

pertama kali diberikan, tetapi dengan pemberian yang teratur, efek samping

ini cenderung menurun. Opiat juga menimbulkan mual, muntah, konstipasi,

dan depresi pernapasan serta harus digunakan secara hati-hati pada klien yang

mengalami gangguan pernapasan (Berman, et al. 2009).


2) Nonopiat (analgesik non-narkotik) termasuk obat AINS seperti aspirin dan

ibuprofen. Nonopiat mengurangi nyeri dengan cara bekerja di ujung saraf

perifer pada daerah luka dan menurunkan tingkat mediator inflamasi yang

dihasilkan di daerah luka. (Berman, et al. 2009).


3) Analgesik adjuvans adalah obat yang dikembangkan untuk tujuan selain

penghilang nyeri tetapi obat ini dapat mengurangi nyeri kronis tipe tertentu

selain melakukan kerja primernya. Sedatif ringan atau obat penenang, sebagai

contoh, dapat membantu mengurangi spasme otot yang menyakitkan,

kecemasan, stres, dan ketegangan sehingga klien dapat tidur nyenyak.

Antidepresan digunakan untuk mengatasi depresi dan gangguan alam


perasaan yang mendasarinya, tetapi dapat juga menguatkan strategi nyeri

lainnya (Berman, et al. 2009).


B. Penatalaksanaan nyeri secara non farmakologi
1) Stimulasi dan masase kutaneus.
Masase adalah stimulasi kutaneus tubuh secara umum, sering dipusatkan pada

punggung dan bahu. Masase tidak secara spesifik menstimulasi reseptor tidak

nyeri pada bagian yang sama seperti reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai

dampak melalui sistem kontrol desenden. Masase dapat membuat pasien lebih

nyaman karena menyebabkan relaksasi otot (Smeltzer dan Bare, 2002).


2) . Distraksi
Distraksi yang mencakup memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu selain

pada nyeri dapat menjadi strategi yang berhasil dan mungkin merupakan

mekanisme yang bertanggung jawab terhadap teknik kognitif efektif lainnya.

Seseorang yang kurang menyadari adanya nyeri atau memberikan sedikit

perhatian pada nyeri akan sedikit terganggu oleh nyeri dan lebih toleransi

terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan persepsi nyeri dengan

menstimulasi sistem kontrol desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit

stimuli nyeri yang ditransmisikan ke otak (Smeltzer dan Bare, 2002).

3) Teknik relaksasi
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan

ketegangan otot yang menunjang nyeri. Hampir semua orang dengan nyeri

kronis mendapatkan manfaat dari metode relaksasi. Periode relaksasi yang

teratur dapat membantu untuk melawan keletihan dan ketegangan otot yang

terjadi dengan nyeri kronis dan yang meningkatkan nyeri (Smeltzer dan Bare,

2002).
4) PATHWAY (terlampir)

5) PENGKAJIAN
Analisa data pada pasien dengan leukimia berdasarkan gangguan rasa nyaman
adalah
a) DS : Nyeri abdominal, sakit kepala, nyeri pada persendian,
dan kram pada otot
DO : Leukosit >50.000/mm3. Terdapat peningkatan tanda-
tanda vital seperti respiration rate, tekanan darah, dan
nadi
DX Keperawatan : Nyeri Akut
6) DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan perubahan Defisit volume cairan
berhubungan dengan perubahan mekanisme regulasi akibat adanya
peradangan mukosa pada lambung dan tindakan kemoterapi dan radiasi yang
ditandai dengan pasien mengalami perubahan turgor kulit, penurunan tekanan
darah dan tekanan nadi, penurunan urin output, peningkatan hematocrit,
frekuensi denyut nadi dan berat jenis urin serta terjadi penurunan berat badan.

b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan perubahan mekanisme regulasi


akibat adanya metastase kanker lambung ke hati sehingga terjadi penurunan
protein albumin dalam darah yang ditandai dengan penurunan hematokrit dan
hemoglobin.

7) NURSING CARE PLAN (terlampir)

DAFTAR PUSTAKA

Fauziah,I.A. (2016). Upaya mempertahankan balance cairan dengan memberikan


cairan sesuai kebutuhan pada klien dhf di Rsud Pandan Arang Boyolali.
Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses dari:
http://eprints.ums.ac.id/
Kurniawan, A. (2016). Asuhan keperawatan pemenuhan kebutuhan cairan dan
elektrolit pada Tn. R di Ruang Dahlia RSUD Dr. Soedirman Kebumen.
Skripsi. Jawa Tengah: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
Gombong

Rahayu, S., & Harnanto, A.M. (2017). Kebutuhan Dasar Manusia II. Jakarta:
Kemenkes RI. Diakses dari: http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-
content/uploads/2017/08/KDM-2-Komprehensif.pdf

Suta, P.D.D., & Sucandra, I.M.A.K. (2017). Terapi Cairan. Denpasar: RSUP Sanglah.
Diakses
dari:https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/4edffa59ee1f819f
b8d38d45bda90131.pdf

Tamsuri, A. (2009). Klien dengan Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit.


Jakarta : ECG.

Merokok dan alkohol Faktor genetik Infeksi Helicobacter Makan makanan yang
Pylori diawetkan atau diasap
Mengiritasi lambung Mutasi gen E-
cadherin Beradaptasi dengan
Mengikis mukosa suasana asam Kerusakan DNA

Meningkatkan sekresi Replikasi DNA


Meningkatkan pH
HCL abnormal
lambung

Dinding lambung Pertumbuhan sel


Melekat pada permukaan
terkikis oleh HCL abnormal
epitel
Polip lambung yang
Menyalurkan toksin dan berkembang menjadi tumor
menginduksi respon
imun

Menyebabkan kerusakan
sel-sel epitel

Gastritis kronis
Peningkatan tekanan
Penumpukan
Penurunan cairan
protein Mual muntah Intervensi
RISIKO Disafagia,
radiasi
anoreksia
dan
pada aliran darah ke dan
hati Ulkus gaster Stimulasi
Mengalami
Penurunan
KELEBIHAN
albumin metastase
hematokrit
garam pada VOLUME
yangportal)
tubuh
dibawakedan KETIDAKSEIMBANGAN kemoterapi
DEFISIT VOLUME
(hipertensi Penurunan turgor
Asam
Peradangan
lambung
masukan
Kontraksi
mukosa
meningkat
cairan
kemoreseptor otot
triger
hemoglobin hati
dalamserta
CAIRAN
adanya asites
darah ELEKTROLIT CAIRAN
KANKER LAMBUNG kulit lambung
tidak
lambung
adekuat
zone

Anda mungkin juga menyukai