Setiap muslim sangat menginginkan kebahagiaan abadi di surga kelak. Kenikmatannya tiada terkira.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
ِ ط َر َعلَى قَ ْل
ٌ فَا ْق َر ُءوا إِ ْن ِشئْت ُ ْم ( فَالَ ت َ ْعلَ ُم نَ ْف، ب بَش ٍَر
س َما َ َوالَ َخ، ت ْ َس ِمعَ َ َوالَ أُذُن، ت
ْ َ صا ِل ِحينَ َما الَ َعيْنَ َرأ
َّللاُ أ َ ْعدَدْتُ ِل ِعبَادِى ال ه
قَا َل ه
َ
) ى لَ ُه ْم ِم ْن قُ هرةِ أ ْعي ٍُن ُ
َ أ ْخ ِف
“Allah berfirman: Aku sediakan bagi hamba-hamba-Ku yang sholeh surga yang tidak pernah dilihat
oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terbetik dalam hati manusia.”
Bacalah firman Allah Ta’ala, “Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang
indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. As Sajdah: 17)
(HR. Bukhari no. 3244 dan Muslim no. 2824)
Ada pelajaran penting dari surat Qaaf (surat yang biasa dibaca Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat
khutbah Jum’at[1]) mengenai sifat-sifat penduduk surga. Ada 4 sifat penduduk surga yang disebutkan
dalam surat tersebut sebagai berikut,
“Dan didekatkanlah surga itu kepada orang-orang yang bertakwa pada tempat yang tiada jauh (dari
mereka). Inilah yang dijanjikan kepadamu, (yaitu) kepada setiap hamba yang selalu kembali (kepada
Allah) lagi memelihara (semua peraturan-peraturan-Nya). (Yaitu) orang yang takut kepada Rabb
yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang
bertaubat, masukilah surga itu dengan aman, Itulah hari kekekalan. Mereka di dalamnya memperoleh
apa yang mereka kehendaki; dan pada sisi Kami ada tambahannya.” (QS. Qaaf: 31-35)
Ada empat sifat yang disebutkan dalam ayat yang mulia ini, yaitu: (1) awwab (hamba yang kembali
pada Allah), (2) hafiizh (selalu memelihara aturan Allah), (3) takut pada Allah, dan (4) datang dengan
hati yang muniib (bertaubat).
‘Ubaid bin ‘Umair rahimahullah mengatakan, “Awwab adalah ia mengingat akan dosa yang ia lakukan
kemudian ia memohon ampun pada Allah atas dosa tersebut.”
Sa’id bin Al Musayyib[2] rahimahullah berkata, “Yang dimaksud awwab adalah orang yang berbuat
dosa lalu ia bertaubat, kemudian ia terjerumus lagi dalam dosa, lalu ia bertaubat.”
Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, “Perlu diketahui nafsu itu ada dua kekuatan yaitu
kekuatan offensive (menyerang) dan kekuatan defensive (bertahan). Yang dimaksud
dengan awwab adalah kuatnya offensive dengan kembali pada Allah, mengharapkan ridho-Nya dan
taat pada-Nya. Sedangkan hafiizh adalah kuatnya defensive yaitu menahan diri dari maksiat dan hal
yang terlarang. Jadi hafiizh adalah menahan diri dari larangan Allah, sedangkan awwab adalah
menghadap pada Allah dengan melakukan ketaatan pada-Nya.”
Intinya yang dimaksud dengan sifat penghuni surga yang keempat adalah kembali kepada Allah
dengan hati yang selamat, bertaubat pada-Nya, dan tunduk pada-Nya.
Semoga dengan mengetahui empat sifat penghuni surga ini membuat kita semakin dekat pada Allah,
bertaubat, menjauhi maksiat dan kembali taat pada-Nya. Sehingga kita dapat berjumpa dengan Allah
dengan hati yang selamat. Aamiin Yaa Mujibas Saailin.
Delapan Pintu Surga
Ada delapan pintu surga. Ada empat pintu yang disebut dalam satu hadits. Sisanya dilihat dari hadits-
hadits lainnya. Yaitu: (1) Pintu Shalat, (2) Pintu Sedekah, (3) Pintu Jihad, (4) Pintu Ar-Rayyan, (5)
Pintu Haji, (6) Pintu Al-Ayman, (7) Pintu Al-Kazhimina Al-Ghaizha wa Al-Afina ‘an An-Naas. Pintu
sisanya adalah Pintu Dzikir, Pintu Ridha, atau Pintu Ilmu.
Tidak Ada yang Semisal Surga
Allah Ta’ala berfirman,
َي لَ ُه ْم ِم ْن قُ هرةِ أ َ ْعي ٍُن َجزَ ا ًء بِ َما كَانُوا َي ْع َملُون ُ ٌ فَ َال ت َ ْعلَ ُم نَ ْف
َ س َما أ ْخ ِف
“Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan
bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS. As-Sajdah: 17)
Dalam hadits disebutkan,
،ت ْ َصا ِل ِحينَ َما الَ َعي ٌْن َرأ َّللاُ تَعَالَى أ َ ْعدَدْتُ ِل ِعبَادِى ال ه َع ْن أَبِى ه َُري َْرة َ – رضى هللا عنه – َع ِن النهبِ ِى – صلى هللا عليه وسلم – « يَقُو ُل ه
ى لَ ُه ْم ِم ْن قُ هرةِ أَ ْعي ٍُن َجزَ ا ًء ِب َما ُ ْ ُ َب ْلهَ َما أ، ذُ ْخ ًرا، ب َبش ٍَر
ٌ ث ُ هم قَ َرأ َ ( فَالَ ت َ ْعلَ ُم نَ ْف. » ط ِل ْعت ُ ْم َعلَ ْي ِه ِ ط َر َعلَى قَ ْل
َ َ َوالَ خ، ت َ َوالَ أُذ ُ ٌن
َ س َما أ ْخ ِف ْ س ِم َع
) َكَانُوا َي ْع َملُون
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata,
“Allah Ta’ala berfirman: Aku sediakan bagi hamba-Ku yang shalih berbagai kenikmatan yang tidak
pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terbetik dalam benak
manusia. Kalau kalian mau, bacalah, ‘Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti,
yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.’ (QS. As-
Sajdah: 17)
Balasan ini diberikan bagi orang yang beramal sembunyi-sembunyi. Allah rahasiakan pula balasan
baginya dan dinampakkan dengan senyatanya pada hari kiamat. Al-Hasan Al-
Bashri rahimahullah berkata,
ِ ط ْر َعلَى قَ ْل
ب بَش ٍَر ُ َولَ ْم يَ ْخ، أ َ ْخفَى قَ ْو ٌم َع َملَ ُه ْم فَأ َ ْخفَى هللاُ لَ ُه ْم َما لَ ْم ت ََر َعي ٌْن
“Suatu kaum ada yang menyembunyikan amalan mereka. Allah pun membalasnya dengan
menyembunyikan balasan untuk mereka yang tak pernah mereka pandang sebelumnya dan tak pernah
terbetik dalam benak.” (HR. Ibnu Abi Hatim, dinukil dari Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 6: 145)