Anda di halaman 1dari 5

TEKNOLOGI PENGELOLAAN LIMBAH

A. PENDAHULUAN
Limbah merupakan masalah pelik yang menyertai suatu proses industri dan banyak
menyita perhatian masyarakat maupun pemerintah. Limbah yang dihasilkan dari poses
produksi berupa bahan organik maupun bahan anorganik. Sebagian dari limbah merupakan
limbah dalam kategori Bahan Berbahaya dan Beracun (limbah B-3). Penanganan limbah B-3
yang tidak benar akan membahayakan lingkungan maupun kesehatan manusia, seperti
terjangkitnya penyakit, keracunan dan akumulasi limbah di lingkungan.
Penumpukan limbah di alam menyebabkan ketidak seimbangan ekosistem tidak
dikelolah dengan baik. Pengelolahan limbah ini merupakan upaya merencanakan
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi pendaya gunaan limbah, serta pengendalian
dampak yang ditimbulkannya.
Upaya pengelolahan limbah tidak mudah dan memerlukan pengetahuan tentang limbah
unsur-unsur yang terkandung serta penanganan limbah agar tidak mencemari lingkungan selain
itu perlu keterampilan mengelolah limbah menjadi ekonomis dan mengurang jumlah limbah
yang terbuang ke alam.

B. PEMBAHASAN

Beberapa metode penanganan limbah padat antara lain memnggunakan teknologi


composting, teknologi landfill, dan teknologi pembakaran dalam incenerator.

Perbedaan ketiga teknologi ini terdapat di prosesnya. Teknologi composting, yaitu


penanganan limbah organik menjadi kompos yang bisa dimanfaatkan sebagai pupuk melalui
proses fermentasi. Pengomposan adalah proses dekomposisi dan stabilisasi bahan organik
secara biologis pada kondisi terkontrol dengan hasil akhir berupa karbondioksida, air dan
produk dalam bentuk padatan komplek yang bersifat stabil sehingga tidak menimbulkan efek
merugikan terhadap lingkungan apabila diberikan pada lahan (Haug, 1980). Pada dasarnya
proses pengomposan adalah suatu proses biologis, yang menunjukkan bahwa peran
mikroorganisme pengurai sangat besar. Oleh karena itu prinsip pengomposan adalah
menciptakan kondisi yang mendukung pertumbuhan populasi mikroorganisme pengurai untuk
mempercepat stabilisasi bahan organik. Dalam proses pembuatan kompos ini bahan baku akan
mengalami dekomposisi / penguraian oleh mikroorganisme. Bahan baku untuk membuat
kompos adalah sampah organik seperti sampah kering maupun hijau dari sisa tanaman, sisa
makanan, kotoran hewan, sisa bahan makanan dll.

Cara pembuatan kompos dapat mealui cara menggunakan komposter, tumpukan terbuka
(open windrow), dan cascing (menggunakan cacing). Secara umum pembuatan kompos
dilakukan sebagai berikut :

1) Menyiapkan reactor kompos (komposter)

Reactor kompos adalah alat atau tempat yang digunakan untuk seluruh proses
pengomposan alat ini dapat dibuat dari drum bekas. Pembuatan kompos merupakan proses
aerob yang melibatakan mikroorganisme (bakteri dan fungi), sehingga diperlukan sistim
ventilasi yang baik. Selain ventilasi, yang perlu dikendalikan adalah komponen suhu dan
kelembapan udara jika reactor tidak memiliki sistim ventilasi yang baik, proses pembusukan
yang terjadi akan menghasilkan bau busuk akibat dari pembentukan amoniak dan H2S.

2) Mempersiapkan bahan organic

Sampah organic yang di siapkan bisa disiapkan dari apa saja misalnya sayuran, nasi, sisa
makanan, jerami, kotoran ternak dan sebagainya. Agar kompos tidak berbau hindari
memasukan daging, tulang dan minyak. Sebelum dimasukan kedalam reactor, bahan tersebut
dipotong kecil-kecil agar proses dekomposisi menjadi lebih cepat.

Selanjutnya ialah mencampurkan bakteri pengurai kedalam bahan organic yang telah
dipotong-potong, sumber bakteri untuk membantu penguraian yang paling mudah didapat
adalah kotoran ternak, selain itu bakteri tersebut juga dijual di took-toko penjual pupuk seperti:
EM4 (Effective Microorganism 4), Organic Decomposer dan Green Phoskko.

3) Penyiraman dan pengadukan

Agar proses pengomposan berjalan dengan sempurna, media harus mengandung kira-
kira 50% air. Melalui penyemprotan media kompos dan membolak-balikan media.

4) Panen

Setelah 2-3 minggu, kompos siap untuk dipanen. Kompos yang dihasilkan masih
mengandung air kira-kira 50%, untuk mendapatkan kompos kering lumpur tadi harus dijemur.
Pembuatan kompos merupakan salah satu cara terbaik untuk mengurangi timbunan
sampah organik. Cara ini sangat cocok diterapkan di Indonesia, karena cara pembuatannya
relatif mudah dan tidak membutuhkan biaya yang besar. Selain itu kompos berguna untuk
memperbaiki struktur tanah dan menyediakan zat makanan yang diperlukan tumbuhan,
sementara mikroba yang ada dalam kompos dapat membantu penyerapan zat makanan yang
dibutuhkan tanaman.

Teknologi landfill adalah sistem pengelolaan (pemusnahan) sampah dengan


cara membuang dan menumpuk sampah di lokasi cekung, memadatkannya, dan kemudian
menimbunnya dengan tanah. Sampah yang dapat digunakan yaitu sampah padat organik
maupun anorganik. Pada metode sanitary landfill, sampah ditimbun dalam lubang yang dialasi
lapisan lempung dan lembaran plastik untuk mencegah perembesan limbah ke tanah. Sampah
yang ditimbun dipadatkan, kemudian ditutupi dengan lapisan tanah tipis setiap hari. Pada
landfill yang lebih modern lagi, biasanya dibuat sistem lapisan ganda (plastik-lempung-plastik-
lempung) dan pipa-pipa saluran untuk mengumpulkan cairan serta gas metan yang terbentuk
dari proses pembusukan sampah (EIA, 2004).

Sistem landfill ini dapat menampung berbagai macam jenis sampah sehingga cukup
efektif dalam mengurangi sampah. Karena ditimbun, maka mengurangi polusi udara. Namun
kelemahan utama penanganan sampah dengan cara penimbunan adalah cara ini menghabiskan
lahan. Sampah akan terus terproduksi sementara lahan untuk penimbuhan akan semakin
berkurang. Sampah yang ditimbun sebagian besar sulit terdegradasi sehingga akan tetap berada
di area penimbunan untuk waktu yang sangat lama. Selain itu, meskipun telah menggunakan
sanitary landfill, masih ada kemungkinan terjadi kebocoran lapisan sehingga zat-zat berbahaya
dapat merembes dan mencemari tanah serta air. Gas metan yang terbentuk dalam timbunan
mungkin saja mengalami akumulasi dan beresiko meledak. Kelebihan dari sistem ini selain
murah, tidak memerlukan investasi besar dalam bentuk peralatan, pengelolaan hanya
memerlukan lahan yang luas dan jauh dari pemukiman selain peralatan operasional, serta dapat
dipersiapkan dalam waktu yang singkat, sistem ini dapat dirubah menjadi penghasil energi
listrik karena sampah akan mengeluarkan gas metana yang bisa dijadikan bahan bakar
penggerak turbin

Sementara itu insinerasi adalah teknologi pengolahan yang melibatkan pemabakaran


bahan organik. Insinerasi material sampah mengubah sampah menjadi abu, gas sisa hasil
pembakaran, partikulat, dan panas. Insinerasi merupakan proses pengolahan limbah padat
dengan cara pembakaran pada temperatur lebih dari 800°C untuk mereduksi sampah
mudah terbakar (combustible ) yang sudah tidak dapat didaur ulang lagi, membunuh bakteri,
virus, dan kimia toksik (A. Sutowo Latief, 2012). Akan tetapi tidak semua jenis limbah padat
dapat diterpakan teknologi ini, karena menghasilkan pencemar udara seraabu hasil pembakaran
yang mengansung senyawa berbahaya. Proses insinerasi ada 4 tahapan yaitu proses pre-
treatment, proses pembakaran, proses recovery energy, proses penanganan flue gas.

Insinerator mengurangi volume sampah hingga 95-96%, tergantung komposisi dan


derajat recovery sampah. Ini berarti insinerasi tidak sepenuhnya mengganti penggunaan lahan
sebagai area pembuangan akhir, tetapi insinerasi mengurangi volume sampah yang dibuang
dalam jumlah yang signifikan. Panas yang diproduksi oleh insinerator bisa digunakan untuk
membuat uap yang bisa dipakai untuk menggerakkan turbin dengan maksud menghasilkan
listrik. Total energi bersih yang dihasilkan dari satu ton sampah adalah 3 MWh panas dan 2/3
MWh energi listrik. Insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari
komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu,
insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil.

Sayangnya, sistem ini juga memiliki kelemahan. Kerugian dari insinerasi yaitu gas buang
dari proses pembakaran berpotensi mencemarkan lingkungan karena kandungan bahan
beracun seperti substansi dioksin, gas buang merupakan pembawa sebagian besar CO2
penyebab pemanasan global, abu yang tersisa dari pembakaran mencapai 20% dari sampah
yang dibakar, unsur merkuri akan terlepas ke udara dalam bentuk uap yang terbawa pada gas
buang, berpotensi sebagai pencemar lingkungan apabila tidak
dilengkapi dengan pengolahan gas buang.

Pembakaran sampah yang mengandung bahan atau limbah kimia akan melepaskan
kandungan kadmium, timbal atau bahan-bahan yang berpotensi sebagai pencemar
lingkungan, diperlukan peralatan pengolah gas buang yang basah setelah proses
pembakaran karena gas yang basah ini akan dapat merusak atau sebagai
gas destruktif apabila lepas ke udara.

C. PENUTUP

Perbedaan dari teknologi pengelolaan limbah dengan cara composting, landfill, dan
incenerasi adalah pada proses langkahnya. Teknik composting adalah penanganan limbah
organik menjadi kompos yang bisa dimanfaatkan sebagai pupuk melalui proses fermentasi
dengan bantuan mikroorganisme sebgai pengurai, dapat dibuat dengan cara pembuatan
composter, tumpukan terbuka, dan cascing. Teknologi landfill yaitu sistem pengelolaan
sampah dengan cara membuang dan menumpuk sampah di lokasi cekung, memadatkannya,
dan kemudian menimbunnya dengan tanah. Sementara teknologi incenerator adalah
pembakaran sampah menjadi abu dan gas. Setiap teknologi memeiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing, sehingga perlu perencanaan pengelolaan limbah yang tepat agar
limbah tertangani dengan baik dan memberi dampak yang baik pula pada lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Energi Information Administration (EIA)., 2004. Evaluation of conversion Technology


Process and Product. University of California.

Haug RT. 1980. Compost Engineering Principles and Practices. Michigan (US) : Ann Arbor
Science Publishers.

Latief, A. Sutowo. Manfaat dan Dampak Penggunaan Insinerator Terhadap Lingkungan.


http://www.polines.ac.id/teknis/upload/jurnal/jurnal_teknis_1336471916.pdf [diakses
pada Senin, 28 Oktober 2019]

Anda mungkin juga menyukai