2016 Lka 0001

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 129

ANALISIS FAKTOR ADOPSI DAN EFEKTIVITAS VARIETAS

UNGGUL JAGUNG PUTIH: STUDI KASUS DI KABUPATEN


GROBOGAN JAWATENGAH

LAILA KADAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA1

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Faktor Adopsi
dan Efektivitas Varietas Unggul Jagung Putih : Studi Kasus di Kabupaten
Grobogan-Jawa Tengah adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Nopember 2016

Laila Kadar
H152130171

1
Pelimpahan hak cipt atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar
IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
RINGKASAN
LAILA KADAR. Analisis Faktor Adopsi dan Efektivitas Varietas Unggul Jagung
Putih : Studi Kasus di Kabupaten Grobogan-Jawa Tengah. Dibimbing oleh
HERMANTO SIREGAR dan EKA INTAN KUMALA PUTRI.

Jagung merupakan kebutuhan pangan pokok kedua setelah padi yang


potensial dan mempunyai nilai ekonomi tinggi untuk meningkatkan pendapatan
petani dan menunjang program diversifikasi pangan. Khusus Jagung Putih menjadi
alternatif makanan pokok pengganti beras di Kabupaten Grobogan dan dari luas
total pertanaman jagung sekitar 95.000 ha dan 15-20% adalah Jagung Putih (Yasin,
2014). Varietas unggul merupakan komponen teknologi yang memegang peranan
penting dalam meningkatkan produktivitas, potensi hasil dan komponen
pengendalian hama/penyakit. Tujuan penelitian ini adalah : 1) mengetahui
karaketrisasi dan minat/motivasi petani terhadap Varietas Unggul Jagung Putih
berdasarkan faktor pertimbangannya; 2) mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi adopsi Varietas Unggul Jagung Putih dalam mencapai transfer alih
teknologi, 3) menganalisis efektivitas Varietas Unggul Jagung Putih, dan 4)
mengetahui hubungan efektifitas dengan faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi
Varietas Unggul Jagung Putih. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Grobogan,
Jawa Tengah (Desa Jatipohon, Godan dan Karangasem). Lokasi ditentukan secara
purposive sampling dengan jumlah responden sebanyak 120 petani dan 15 petani
termasuk nara sumber (peneliti/penyuluh, mitra bisnis/pemasok). Analisis data
secara deskriptif dan kuantitatif dengan menggunakan persentase, diagram dan
tabel. Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi dianalisis dengan model regresi
logistik sedangkan dalam melihat efektivitas menggunakan analisis Importance
Performance Analysis (IPA).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa inovasi teknologi Varietas Unggul
Jagung Putih dinilai positif bagi petani dengan tingkat adopsi sekitar 66,7 persen.
Minat/motivasi petani adopsi berdasarkan faktor pertimbangannya adalah varietas
unggul, indeks pertanaman bisa 2-3 kali, harga benih lebih murah, benih dapat
ditangkar sendiri oleh petani, kesesuaian agroekosistem, mudah diterapkan/tidak
rumit. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap adopsi Varietas Unggul
Jagung Putih (Anoman dan Srikandi Putih) adalah : Pendapatan (faktor internal),
Pengetahuan/informasi teknologi, Dukungan penyuluh, Hama penyakit, dan
Ketersediaan benih (faktor eksternal). Sedangkan faktor umur, pendidikan formal,
pengalaman berusahatani, dan luas lahan petani tidak berpengaruh nyata terhadap
adopsi Varietas Unggul Jagung Putih. Untuk meningkatkan minat petani dalam
adopsi teknologi Varietas Unggul Jagung Putih di Kabupaten Grobogan, khususnya
tiga desa tersebut diperlukan dukungan dan kerjasama secara terpadu antara petani,
Badan Litbang Pertanian (Balit dan BPTP), Pemerintah Daerah/Dinas setempat dan
Mitra bisnis terkait dalam penyebaran informasi hasil penelitian (Diseminasi).
Secara keseluruhan, tingkat kesesuaian (Tki) antara kepentingan dan kinerja
di Kabupaten Grobogan sebesar 84,19 persen. Efektivitas Varietas Unggul Jagung
Putih (Anoman dan Srikandi Putih) yang menjadi prioritas utama dalam memenuhi
kepentingan/harapan petani karena kinerjanya belum memuaskan adalah produksi,
daya tahan, dan harga (kuadran A). Sedangkan yang harus tetap dipertahankan
adalah daya hasil, potensi hasil, toleran terhadap kekeringan, ketersediaan benih,
dukungan kelembagaan, dan kandungan nutrisi (kuadran B). Tingkat efektivitas
Varietas Unggul Jagung Putih di Kabupaten Grobogan yaitu Desa Jatipohon, Godan
dan Karangasem perlu dilakukan perbaikan berdasarkan urutan prioritas kuadran
yang dimulai dari prioritas utama menuju kuadran B (pertahankan prestasi), yaitu
kuadran A menuju kuadran B, kuadran C bertahap ke kuadran A menuju kuadran
B, dan kuadran D bertahap ke kuadran C kemudian kuadran A menuju kuadran B.
Hubungan antara indikator efektivitas dengan faktor yang mempengaruhi
adopsi menunjukkan bahwa indikator kualitas (daya tahan) berkorelasi Sedang (ρ
mendekati 0,599), nyata/signifikan (p<0,05) dan positif (searah) dengan dukungan
penyuluh tetapi negatif (tidak searah) dengan hama penyakit. Sedangkan indikator
efisiensi (harga) berkorelasi Sedang, nyata/signifikan (p<0,10) dan positif (searah)
dengan pendapatan petani.
.
Kata kunci: Adopsi teknologi, Efektivitas, Importance and Performance Analysis,
Inovasi, Regresi logistik, Varietas Unggul
SUMMARY
LAILA KADAR. Analysis of adoption factor and effectiveness of high yielding
Varieties of White Maize : a case study of Grobogan Regency, Central Java.
Supervised by HERMANTO SIREGAR and EKA INTAN KUMALA PUTRI
Maize is national commodity that potentially good for food security and to
increase income of farmers. It is the second commodity after rice in term of
fulfilling the basic food needs, high economic value and to support food
diversification program. White maize, in particular, is an alternative staple food in
Grobogan Regency. Varieties is a component of technology that plays a prominent
role to increase productivity, disease resistance, and environment suitability
(specific location). The aims of the study are to analyse: 1) farmers’ characteristic
and adoption interest on white maize varieties based on factors they considered; 2)
the influential factors of adoption the white maize varieties in order to achieve
transfer of technology; 3) effectiveness of white maize varieties; 4) correlation
between influence factors of adoption and effectiveness attributes/indicator of white
maize varieties. The study was carried out in three village of Grobogan Regency,
Central Java: Sumber Jatipohon, Godan, and Karangasem. Locations were
determined with purposive sampling. Number of respondents interviewed was 120
farmers. Logistic regression method was used for data analysis.
The results of this study showed that the interest of farmers to adopt the
superior variety of white maize was quite good around 66.7 percent. Farmers’
interest towards white maize may consider factors with high adoption rate were:
varieties, planting index of 2-3 times, cheaper seeds price, possibility to breed the
seeds themselves, suitability of agro-ecosystem, and ease implementation (not
complicated). While factors that significantly influence the adoption were included
income, knowledge or information on technology, agriculture extension support,
pest, and availability of seeds, on the other hand, factors which were not
significantly affecting the adoption were included age, formal education, farmers’
experience, and land size. To increase the interest of farmers and adoption white
maize varieties in Grobogan Regency, especially in the three villages, support and
cooperation are needed continously among farmers, IAARD, local government and
business partners involved in the distribution of information form research outputs
(dissemination) towards white maize varieties (Anoman and Srikandi Putih).
Overall, the level of concordance between interests and performance in
Grobogan Regency is 84,19 percent. The effectiveness of white maize varieties
(Anoman and Srikandi Putih) that priorty in fulfill the interests/expectations of
farmers but its performance is not satifactory are production, durability, and price
(A quadrant/main priority). Where as that must be retained is yield, drought
tolerance, availability of seeds, institutional support, and nutrient (B quadrant). The
level of effectiveness of white maize varieties in Grobogan Regency (Jatipohon,
Godan, and Karangasem) needs to be improved in order of quadrant priority,
starting from main priority to maintain achievement (B quadrant) are A quadrant to
B quadrant, C quadrant  A quadrant  B quadrant, D quadrant  C quadrant 
A quadrant  B quadrant.
The correlation between influenced factors of adoption and indicator of
effectiveness showed that quality (durability) has medium (ρ ~ 0,599), significant
(p<0,05),and positif with support extension but negatif with pest. While, the price
(eficiency) has medium (ρ ~ 0,599), significant (p<0,10) and related positive with
income.

Keywords: Adoption of technology, Effectiveness, Importance Performance


Analysis, Innovation, Logistic regression, White maize varieties.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS FAKTOR ADOPSI DAN EFEKTIVITAS VARIETAS
UNGGUL JAGUNG PUTIH: STUDI KASUS DI KABUPATEN
GROBOGAN JAWATENGAH

LAILA KADAR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Amzul Rifin, SP MA
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan
ridho-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan proposal penelitian ini.
Proposal ini berjudul “Analisis Faktor Adopsi dan Efektivitas Varietas Unggul
Jagung Putih : Studi Kasus di Kabupaten Grobogan-Jawa Tengah“, disusun sebagai
dasar untuk melaksanakan penelitian dan menyusun tesis. Penelitian dilaksanakan
pada bulan Oktober – Desember 2015 di Provinsi Jawa Tengah khususnya di
Kabupaten Grobogan (Desa Sumber Jatipohon, Godan, dan Karangasem).
Dalam kesempatan ini ungkapan terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Prof Dr Ir Hermanto Siregar, M.Ec dan Ibu Dr Ir Eka Intan Kumala Putri,
M.Si sebagai dosen pembimbing.
2. Ketua Program Studi dan segenap dosen Program Studi Ilmu Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) IPB.
3. Pimpinan Badan Litbang Pertanian atas beasiswa dan kesempatan kepada
penulis untuk melanjutkan studi S2 di IPB dan staf khususnya bagian
perencanaan dan kepegawaian atas bantuannya.
4. Peneliti/pemulia Jagung Putih Balai Penelitian Serealia Maros, Ibu Dr
Ekaningtyas Kushartanti, MS dan staf pada Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian Jawa Tengah, dan Bapak Ir. A. Zulfa Kamal dan Ibu Wiwik, Dinas
Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Grobogan, Kepala
UPTD dan PPL/PPS Kecamatan Grobogan, Tawangharjo dan Wirosari serta
pihak terkait lainnya.
5. Ibu, Bapak, Kakak-kakak, dan Adik-adik tercinta untuk doa dan dukungannya.
6. Teman-teman PWD khususnya angkatan 2013 dan seluruh civitas PWD.

Penulis menyadari tidak ada karya yang sempurna sehingga penulis


mengharapkan saran dan masukan dalam perbaikan dan penyelesaian tesis ini.
Penulis juga berharap semoga pelaksanaan penelitian berjalan lancar dan dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.

Bogor, November 2016

Laila Kadar
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 6
Manfaat Penelitian 6
Ruang Lingkup Penelitian 7
TINJAUAN PUSTAKA 7
Varietas Unggul 7
Sistem Produksi dan Distribusi Benih 9
Diseminasi (Penyebaran Informasi Hasil Penelitian) 11
Adopsi Inovasi 12
Efektivitas 14
Analisis Regresi Logistik 15
Importance and Performance Analysis 16
Tinjauan Penelitian Terdahulu 17
Kerangka Pemikiran Penelitian 21
Hipotesis Penelitian 24
METODE PENELITIAN 26
Lokasi dan Waktu Penelitian 26
Jenis dan Sumber Data 26
Metode Pengumpulan Data 26
Metode Analisis Data 27
GAMBARAN UMUM 35
Geografis dan Iklim 35
Kependudukan 38
Sektor Pertanian 42
ANALISIS FAKTOR ADOPSI DAN EFEKTIVITAS VARIETAS 45
UNGGUL JAGUNG PUTIH
Karakteristik petani adopsi Varietas Unggul Jagung Putih 45
Minat/motivasi petani berdasarkan faktor pertimbangannya 49
Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi Varietas Unggul Jagung Putih 50
Efektivitas teknologi Varietas Unggul Jagung Putih 53
Hubungan Faktor-faktor yang mempengaruhi Adopsi dan Efektivitas 57
Varietas Unggul Jagung Putih
Implikasi Kebijakan 58
SIMPULAN DAN SARAN 60
Simpulan 60
Saran 61
DAFTAR PUSTAKA 62
LAMPIRAN 66
RIWAYAT HIDUP 112
DAFTAR TABEL

1. Luas Tanam, Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Nasional 1


Tahun 2009–2014
2 Wilayah Potensi Produksi dan Kontribusi Jagung di Provinsi Jawa Tengah 4
Tahun 2012-2013
3 Varietas Unggul Jaung dan Stok Benih Sumber yang dihasilkan Balitsereal 8
4 Alur Penyediaan Benih Sumber 10
5 Produksi, Kontribusi Pemasokan Jagung dan Rumah Tangga Petani 22
di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013
6 Matrik Tujuan, Alat Analisis dan Sumber data Penelitian 27
7 Skala Indikator Dalam Analisis Persepsi 31
8 Indikator dan Atribut Penilaian Kinerja Dan Kepentingan/Harapan 32
Pada Efektivitas Varietas Unggul Jagung Putih
9 Luas wilayah dan jumlah desa/kelurahan berdasarkan kecamatan di 36
Kabupaten Grobogan
10 Rata-rata jumlah curah Hujan dan banyaknya hari hujan Kabupaten 37
Grobogan Tahun 2014
11 Rata-rata jumlah curah Hujan dan banyaknya hari hujan menurut 38
Kecamatan di Kabupaten Grobogan Tahun 2014
12 Jumlah Penduduk Per Kecamatan Tahun 2013 39
13 Luas wilayah, jumlah penduduk, Kepadatan Penduduk dan tingkat 40
kepadatan penduduk Tahun 2013
14 Luas Penggunaan Lahan Kabupaten Grobogan menurut Kecamatan 42
tahun 2013
15 Luas Panen, Produksi dan Produktivitas jagung menurut Kecamatan 43
Di Kabupaten Grobogan
16 Karakteristik Responden berdasarkan desa di Kabupaten Grobogan 45
17 Hubungan antara variabel independen (uji multikolinearitas) 51
18 Hasil analisis fungsi logit faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi 51
Varietas Unggul Jagung Putih
19 Skor penilaian atribut efektivitas Varietas Unggul Jagung Putih dengan
metode IPA 54
20 Analisis atribut/indikator efektivitas Varietas Unggul Jagung Putih
menurut kuadran 55
21 Nilai hubungan efektivitas dengan faktor-faktor yang mempengaruh 57
adopsi Varietas Unggul Jagung Putih

DAFTAR GAMBAR

1 Produksi Jagung Nasional Tahun 2013 – 2014 Menurut Provinsi 2


Di Indonesia
2 Grafik Produktivitas Jagung Nasional di Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2009 – 2014 3
3. Sistem Pendistribusian Benih dengan Rantai Kelembagaan 11
4 Mekanisme Alih Teknologi 14
5 Diagram Importance and Performance Matriks 17
6 Kerangka Pemikiran Penelitian 25
7 Peta Wilayah Kabupaten Grobogan 35
8 Jumlah Penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin 39
9 Peta Kepadatan Penduduk Tahun 2013 41
10 Persentase penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja menurut 41
lapangan usaha tahun 2013
11 Faktor-faktor yag dipertimbangkan petani dalam mengadopsi Varietas 50
Unggul Jagung Putih
12 Diagram efektivitas Varietas Unggul Jagung Putih dengan Importance and 54
Performance Analysis (IPA)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner Analisis Adopsi Petani dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi 67


Adopsi Varietas Unggul Jagung Putih
2 Kuesioner Efektivitas Teknologi Varietas Unggul Jagung Putih 95
untuk Responden/Petani
3 Kuesioner Inventor, Lembaga dan Mitra untuk Efektivitas Teknologi 103
Varietas Unggul Jagung Putih
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sektor pertanian berperan strategis dalam perekonomian nasional dengan


menempatkan padi, jagung, kedelai, daging sapi dan gula sebagai lima komoditas
pangan utama. Dalam nomenklatur tanaman pangan Indonesia, jagung merupakan
komoditas penting kedua setelah padi/beras. Namun,dengan berkembang pesatnya
industri peternakan, jagung merupakan komponen utama (60%) dalam ransum
pakan, sehingga diperkirakan lebih dari 55% kebutuhan jagung dalam negeri
digunakan untuk pakan, sedangkan untuk konsumsi pangan hanya sekitar 30%, dan
selebihnya untuk kebutuhan industri lainnya dan bibit (Kasryno. et.al. 2005).
Permintaan jagung akan sangat dinamis di masa mendatang sehingga perubahan
pola permintaan jagung ke depan perlu dijadikan acuan kebijakan ketahanan pangan
di Indonesia. Pengembangan produksi jagung yang bersumber dari dalam negeri
harus diupayakan untuk tetap terpenuhi seiring dengan adanya peningkatan
permintaan jagung nasional. Dengan adanya potensi sumberdaya lahan dan kinerja
usahatani jagung memberikan peluang yang cukup besar mengingat produktivitas
rata-rata nasional yang dicapai saat ini masih dibawah produksinya. Hal ini
membuka peluang dalam menarik minat petani dan investor untuk
membudidayakannya, ketersediaan teknologi dan budidaya komoditas yang
sederhana sehingga mudah diadopsi oleh petani.
Di Indonesia, jagung menempati urutan kedua setelah padi untuk
pemenuhan kebutuhan pangan pokok, bahan baku pakan ternak, sumber pendapatan
petani, berpotensi dan mempunyai nilai ekonomi tinggi untuk dikembangkan
menjadi produk-produk makanan dan minuman. Daerah penyebaran jagung
ditanam mulai dari lingkungan berproduktivitas tinggi (lahan subur) sampai
berproduktivitas rendah (lahan suboptimal dan marjinal), sehingga perlu teknologi
produksi spesifik lokasi sesuai dengan kondisi lingkungan setempat. Potensi
pengembangan jagung dimungkinkan karena masih tersedianya lahan pertanian
untuk usahatani jagung dengan budidaya jagung yang dilakukan pada lahan sawah
maupun lahan kering. Dukungan sumberdaya yang tercukupi dengan baik, seperti
sumberdaya alam dan manusia akan memperbesar peluang tersebut. Setiap tahun
permintaan jagung di dalam negeri cenderung meningkat seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk dan berkembangnya industri pangan dan pakan,
sehingga dari sisi ketahanan pangan fungsi jagung menjadi strategis. Produktivitas
jagung nasional sampai tahun 2013 baru mencapai 4.8 ton per hektar (BPS, 2014).

Tabel 1. Luas Tanam, Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Nasional


Tahun 2010 - 2014
Tahun Luas tanam Luas Panen Produktivitas Produksi
(juta,ha) (juta,ha) (ton/ha) (juta,ton)
2010 2.87 4.13 4.44 18.33
2011 3.24 3.86 4.57 17.64
2012 3.64 3.96 4.90 19.39
2013 4.21 3.82 4.84 18.51
2014 4.75 3.83 4.96 19.03
Sumber : BPS, 2014
2

Produksi jagung nasional tahun 2013-2014 menurut provinsi terdapat lima


penghasil jagung terbesar yaitu Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung,
Sulawesi Selatan dan Sumatera Utara (Gambar 1). Provinsi Jawa Tengah
merupakan daerah sentra jagung terbesar ke-2 setelah Jawa Timur, terdiri dari 35
Kabupaten/Kota dengan wilayah potensial jagung 31 Kabupaten/Kota. Rumah
Tangga Pelaku usaha tanaman jagung mencapai 5.057.532 RT atau sekitar 58.64
persen dan luas tanam 2.161.491 hektar dengan rata-rata luas tanam 4.274 m2
(Sensus pertanian, 2013). Produksi jagung Jawa Tengah mencapai 2.930.911
ton/tahun pada tahun 2013 dan 3.051.516 ton/tahun pada tahun 2014.

Sumber : BPS, 2015

Gambar 1. Produksi jagung nasional tahun 2013 – 2014 menurut provinsi


di Indonesia

Peraturan Menteri Pertanian No. 50/Permentan/OT.140/8/2012 tentang


Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian dalam pasal 4 ayat (2) menyatakan
bahwa perlu menetapkan kawasan pertanian nasional. Penentuan kawasan baru
dapat didasarkan pada komoditas yang potensial, dan ketersediaan lahan yang
sesuai untuk mendukung pengembangan komoditas tersebut (commodity-driven).
Sebagai komoditas pangan, daerah penyebaran jagung didominasi oleh Jawa Timur,
Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur. Dalam usaha
pengembangan tanaman jagung, Pemerintah mengembangkan Daerah Sentra
Produksi menjadi 5 rayon termasuk Jawa Tengah (Grobogan, Blora, Rembang,
Purworejo, Kendal, Temanggung, Semarang) dengan urutan teratas yang
mempunyai jumlah rumah tangga usaha pertanian terbanyak sebesar 4,3 juta rumah
tangga setelah Jawa Timur.
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produksi adalah dengan
pengelolaan pertanaman secara intensif dan penggunaan benih bermutu dari
varietas unggul jagung baik varietas hibrida maupun bersari bebas. Program Gema
Palagung merupakan upaya awal pemerintah dalam membantu petani untuk
meningkatkan produksi jagung secara terus menerus dan berkesinambungan.
Namun, petani masih menemui beberapa kendala yang memerlukan perhatian dan
bantuan berbagai pihak, baik dalam aspek permodalan, teknologi pasca panen, serta
3

aspek pemasaran yang berkaitan dengan fluktuasi harga jual petani. Trend
produktivitas jagung nasional di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 – 2014 terus
meningkat (Gambar 2). Upaya pemerintah/kelembagaan dalam mendukung
pengembangan kawasan tanaman pangan khususnya untuk komoditas jagung di
Provinsi Jawa Tengah adalah Kabupaten Grobogan dengan terbitnya Permentan 50
tahun 2012 pasal 4 ayat (2), diteruskan dengan Kepmentan No.
03/Kpts/PD.120/1/2015 tanggal 2 Januari 2015 tentang penetapan kawasan padi,
jagung, kedelai, dan ubi kayu nasional.

Produktivitas jagung di Provinsi Jawa Tengah tahun 2009 - 2014


5,50 5,51 5,67
6,00 5,33
4,62 4,84
5,00
4,00
Ton/Ha

Produktivitas (ton/ha)
3,00
2,00
1,00
-
2009 2010 2011 2012 2013 2014 Tahun

Sumber : BPS, 2015


Gambar 2. Grafik Produktivitas Jagung Nasional di Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2009 – 2014

Kabupaten Grobogan menjadikan Jagung Putih sebagai bahan pangan


pokok pengganti beras sejak dahulu secara turun temurun. Penelitian dan
pengembangan Jagung Putih belum seintensif dibandingkan jagung kuning namun
pertumbuhannya sampai tahun 2000an berkisar 3,0%, dibandingkan Filipina 2,0%
dan China 3,8% dan perkembangan tertinggi di Mexico yaitu 4,6% (CIMMYT
2000). Di tingkat dunia, Jagung Putih mulai menempati posisi luasan yang nyata,
walaupun belum seluas areal jagung kuning. Menurut Ditjen Tanaman Pangan
(2010), varietas jagung komposit mampu mencapai produksi 5-6 ton per ha
sedangkan Balit Serealia (2008) untuk ditingkat penelitian produktivitas jagung
dapat mencapai 5-9 t/ha tergantung pada kondisi lahan, lingkungan setempat, dan
teknologi yang diterapkan. Peningkatan produktivitas dapat dilakukan melalui cara
mengadopsi dan mengembangkan inovasi teknologi baru serta menggunakan
sumberdaya yang tersedia secara lebih efisien. Inovasi teknologi merupakan salah
satu faktor yang menentukan dalam proses produksi dan bagian dalam
pembangunan pertanian untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani.
Inovasi yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian sudah banyak tetapi belum dapat
dimanfaatkan/diadopsi seluruhnya oleh petani karena adanya keterbatasan dan
faktor-faktor lainnya. Teknologi yang dikembangkan untuk percepatan adopsi
teknologi adalah terus menciptakan varietas unggul baru yang lebih baik dan
mendistribusikan benih sumber kepada pengguna melalui diseminasi oleh Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) berkoordinasi dengan Badan Benih
Nasional dan Dinas TPH serta Instansi/Mitra Bisnis terkait.
4

Suatu program yang telah dibuat dan dijalankan hendaknya perlu dievaluasi
utuk memberikan bahan masukan berupa saran dan perbaikan yang relevan tentang
ketidaksesuaian antara kinerja dengan kepentingan yang diharapkan dapat
dikatakan berhasil. Kriteria evaluasi atau penilaian bermacam-macam, menurut
Dumn, 2003 dalam Yulianti, 2012 bahwa kriteria evaluasi dalam menilai hasil
kebijakan antara lain efektivitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas dan
ketepatan. Dalam hal ini, kriteria yang digunakan adalah mengukur efektivitas,
apakah varietas unggul baru (VUB) Jagung Putih inovasi teknologi yang dihasilkan
Badan Litbang Pertanian telah memenuhi kepentingan/harapan petani sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai.

Perumusan Masalah

Provinsi Jawa Tengah merupakan produsen jagung nasional tertinggi kedua


di Indonesia dimana memiliki beberapa kabupaten yang melakukan usahatani
jagung. Salah satunya adalah Kabupaten Grobogan sebagai sentra produksi yang
sangat berpotensi dalam mengambil peluang tersebut. Kontribusinya terhadap
produksi jagung di Jawa Tengah meningkat dari 18,41 persen tahun 2012 dan 19,09
persen tahun 2013 (Tabel 2) dibandingkan dengan empat kabupaten sentra produksi
lainnya (Wonogiri 7,79%, Blora 9,14%, Kendal 4,19%, dan Rembang 6,67%).
Sedangkan untuk jumlah rumah tangga jagung Kabupaten Grobogan sebesar
160.873 RT (14,52%) terbanyak dari kabupaten lainnya (BPS Prov. Jateng, 2014).

Tabel 2. Wilayah Potensi Produksi dan Kontribusi Jagung di Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2012-2013
No Kabupaten Tahun 2012 Tahun 2013
Produksi Kontribusi Produksi Kontribusi
(ton) (%) (ton) (%)
1 Grobogan 559.835 18,41 559.543 19,09
2 Wonogiri 315.841 8,83 267.973 7,79
3 Blora 268.664 10,38 228.428 9,14
4 Kendal 189.162 3,82 195.565 4,19
5 Rembang 116.269 6,22 122.720 6,67
6 Lainnya (26 kab.) 1.591.859 52,34 1.556.682 53,11
Jumlah 3.041.630 100,00 2.930.911 100,00
Sumber : BPS Prov. Jateng, 2014

Khusus jenis Jagung Putih di Kabupaten Grobogan menjadi makanan pokok


pengganti beras. Data Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Grobogan
menunjukkan, areal tanam Jagung Putih tahun 2012 sekitar 50 ha, sedangkan jagung
kuning mencapai 113 ribu ha. Kartini (2013) melaporkan bahwa dari luas total
pertanaman jagung monokultur di Kab. Grobogan Jawa Tengah setiap tahun sekitar
95.000 ha, 15-20% diantaranya adalah Jagung Putih. Hal tersebut disebabkan petani
kurang berminat menanam Jagung Putih dan masih mempertahankan varietas lokal
yang sudah turun temurun. Permasalahan umum yang dihadapi sektor pertanian di
pedesaan adalah 1) Belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya pertanian, 2)
5

Kurangnya informasi dan penguasaan teknologi pertanian, 3) Kurangnya akses


terhadap modal, pasar dan kelembagaan pendukung lainnya, 4) Penguasaan lahan
usaha tani yang terbatas. Di Indonesia, jagung ditanam pada agroekosistem yang
beragam, mulai dari lingkungan berproduktivitas tinggi (lahan subur) sampai
berproduktivitas rendah (lahan suboptimal dan marjinal). Karena itu diperlukan
teknologi produksi spesifik lokasi sesuai dengan kondisi lingkungan setempat.
Penerapan teknologi budidaya jagung oleh petani saat ini umumnya masih bersifat
parsial, khususnya bagi wilayah berproduktivitas rendah. Mengkombinasikan
sejumlah komponen teknologi produksi diharapkan akan meningkatkan
produktivitas dan pendapatan usahatani jagung.
Pemkab Grobogan mulai tahun 2013 mengembangkan Jagung Putih
(komposit) melalui rekomendasi dari Badan Litbang Pertanian melalui Balitsereal
untuk membudidayakan Varietas Unggul Jagung Putih (Srikandi Putih dan
Anoman) dengan melihat kesesuaian dengan agroekosistem wilayah tersebut.
Pengembangan luas areal tanaman Varietas Unggul Jagung Putih disertai
pemupukan yang dianjurkan dapat meningkatkan produksi hingga tiga kali lipat
produksi Jagung Putih varietas lokal, pada luas areal yang sama. Prosedur dan
teknik perakitan varietas Jagung Putih sama seperti pada jagung kuning dan
petani/kelompok tani dapat berperan sebagai penangkar benih Jagung Putih varietas
bersari bebas. Petani skala kecil disarankan menanam varietas bersari bebas untuk
jangka pendek, tetapi apabila pasar Jagung Putih telah berkembang, varietas hibrida
cukup layak untuk dianjurkan.
Upaya dalam meningkatkan produktivitas Jagung Putih, kegiatan
penyuluhan dan demo teknologi perlu dilakukan di lahan petani (Effendi et al.
2005). Suatu inovasi hasil dari Badan litbang pertanian dalam ketahanan pangan
khususnya Jagung Putih mempunyai peluang sebagai bahan diversifikasi pangan
nasional atau untuk subtitusi beras, industri tepung, pangan olahan, dan makanan
alternatif bagi penderita kencing manis (diabetes melitus). Dengan adanya
dukungan sumberdaya alam, SDM dan potensi wilayah yang dimiliki serta
dukungan pemerintah daerah setempat (Dinas TPH Grobogan) diharapkan dapat
mempercepat proses adopsi teknologi kepada petani serta menarik Badan Usaha
lainnya untuk mengembangkannya dalam skala luas bagi kesejahteraan petani. Hal
ini merupakan salah satu cara dalam mencapai swasembada pangan nasional,
apabila Jagung Putih dipopulerkan sebagai bahan pangan pokok nasional.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian
(Balitbangtan, Kementan) memberikan dukungan teknologi hasil-hasil penelitian
dan pengkajian kepada petani untuk mengatasi berbagai permasalahan pada sektor
pertanian. Penggunaan teknologi tepat guna adalah inovasi yang memenuhi kriteria
yaitu: (1) secara teknis teknologi tersebut dapat diterapkan oleh pengguna, (2)
secara ekonomi memberi nilai tambah dan insentif yang memadai, (3) secara sosial
budaya dapat diterima oleh masyarakat, (4) teknologi tersebut ramah lingkungan
berperan dalam mendukung usahatani (Adnyana 2001). Teknologi tepat-guna yang
dihasilkan Balitbangtan adalah varietas unggul baru (VUB) dalam proses
pemuliaan/perakitan benih inti ~ benih penjenis (Breeder Seed/BS) ~ benih dasar
(Foundation Seed/FS/BD) ~ benih pokok (Stock seed/SS/BP). Perbenihan dan
perbibitan perlu langkah tepat dan didukung oleh penerapan pendekatan
pengembangan agribisnis dan pola kemitraan, yaitu tepat varietas, mutu, jumlah,
waktu, lokasi, dan harga termasuk mengembangkan penangkar produsen benih
6

melalui pemberian bantuan pengembangan sistem produksi benih hingga ke


pemasarannya (Kementan, 2011). Salah satu faktor pendukung upaya tepat varietas
dan mengisi peluang pasar benih jagung dengan adopsi teknologi untuk
mendistribusikan benih dasar (FS) kepada penangkar dan pengguna supaya
mencapai sasaran dan dikomersialisasikan kepada investor sehingga benih yang
dihasilkan dari Badan Litbangtan dapat memenuhi kebutuhan benih nasional.
Upaya Badan Litbang dalam mempertahankan atau meningkatkan
produktivitas jagung secara berkelanjutan dan meningkatkan efisiensi produksi
senantiasa memperhatikan kondisi sumber daya setempat, sehingga teknologi yang
diterapkan di suatu lokasi dapat berbeda dengan lokasi yang lain karena bersifat
sinergistik dan spesifik lokasi. Berdasarkan kondisi diatas, penelitian ini untuk
mengetahui minat dan motivasi petani adopsi dan faktor-faktor yang mempengaruhi
serta efektivitas teknologi Varietas Unggul Jagung Putih inovasi Balitbangtan,
termasuk peran kelembagaan dan petani dalam penerapan yaitu :
1. Bagaimana karakteristik dan minat petani terhadap teknologi Varietas Unggul
Jagung Putih (Anoman dan Srikandi Putih) berdasarkan faktor pertimbangan/
pandangan petani?
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi petani terhadap Varietas Unggul
Jagung Putih ?
3. Bagaimana efektivitas teknologi Varietas Unggul Jagung Putih termasuk peran
kelembagaan daerah dalam mencapai transfer alih teknologi ini?
4. Bagaimana hubungan efektivitas dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
adopsi Varietas Unggul Jagung Putih ?

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :


1. Mengetahui karakteristik dan minat/motivasi petani berdasarkan faktor
pertimbangannya terhadap Varietas Unggul Jagung Putih (Anoman dan
Srikandi Putih) di Kabupaten Grobogan
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi petani terhadap teknologi
Varietas Unggul Jagung Putih (Anoman dan Srikandi Putih ).
3. Menganalisis efektivitas teknologi Varietas Unggul Jagung Putih terhadap
petani/ pengguna dalam mencapai transfer alih teknologi.
4. Mengetahui hubungan efektivitas dan faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi
petani teknologi Varietas Unggul Jagung Putih (Anoman dan Srikandi Putih ).

Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pemulia untuk mengembangkan Varietas Unggul


Jagung Putih khususnya Anoman dan Srikandi Putih yang potensial, dan bagi
penentu kebijakan untuk membuat strategi agar Varietas Unggul Jagung Putih
tepat sasaran, produksi tinggi dan meningkatkan pendapatan rumah tangga
petani
7

2. Bagi pemerintah Pusat/Daerah dan pihak swasta berperan aktif dalam industri
benih dan pemasaran hasil, tingkat harga jual di tingkat petani yang relatif
menguntungkan, dan perluasan areal di lahan-lahan kehutanan, perkebunan dan
lahan kering untuk dimanfaatkan sehingga terjalin kerjasama antara petani
dengan pemilik lahan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian berdasarkan tujuan yang akan dicapai, yaitu :


1. Daerah potensi produksi jagung di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah (Desa
Sumber Jatipohon, Godan dan Karangasem) yang merupakan desa binaan
Ditjen Tanaman Pangan dan Hortikulura Kabupaten Grobogan dalam rangka
adopsi teknologi Varietas Unggul Jagung Putih (komposit) inovasi Badan
Litbang Pertanian.
2. Responden adalah petani Jagung Putih komposit di tiga desa binaan Ditjen TPH
Kabupaten Grobogan yang mengadopsi dan tidak mengadopsi teknologi inovasi
Badan Litbang Pertanian yaitu Varietas Unggul Anoman dan Srikandi Putih.

TINJAUAN PUSTAKA

Varietas Unggul

Varietas unggul merupakan komponen teknologi yang memegang peranan


yang cukup menonjol, terutama dalam kontribusinya untuk meningkatkan
produktivitas. Peranannya menonjol baik dalam potensi peningkatan hasil per
satuan luas maupun sebagai salah satu komponen pengendalian hama/penyakit.
Selain potensi produksi dan ketahanannya terhadap penyakit, karakter tanaman lain
yang perlu dipertimbangkan adalah kesesuaiannya dengan kondisi lingkungan
(tanah dan iklim) antara lain toleran kekeringan dan tanah masam, serta preferensi
terhadap karakter lain diantaranya umur dan warna biji. Varietas jagung
berdasarkan genotipenya digolongkan menjadi 2, yaitu bersari bebas (komposit)
dan hibrida. Varietas bersari bebas (VBB) dicirikan adanya penyerbukan acak
(random mating) antar tanaman dalam varietas, sehingga merupakan suatu
populasi. Varietas bersari bebas dibentuk dari beberapa galur murni atau berbagai
plasmanutfah.
Varietas-varietas yang telah dilepas oleh Balai Penelitian Tanaman Serealia
(Balitsereal) masing-masing mempunyai karakter spesifik yang diharapkan mampu
memenuhi kebutuhan pengguna. Namun, varietas-varietas tersebut masih belum
banyak dikenal oleh petani, hanya beberapa daerah yang telah menerapkan dalam
usahataninya, sehingga masih sangat terbatas dijumpai pada pertanaman petani. Hal
ini menjadikan salah satu penyebab terjadinya kesenjangan hasil jagung di tingkat
petani dengan hasil penelitian yang masih cukup besar. Perbanyakan benih varietas
jagung unggul secara berkelanjutan dapat dimanfaatkan oleh pengguna dalam
meningkatkan produksi dan produktivitas sehingga penerapan teknologi jagung
inovatif dapat mencapai tujuannya. Varietas yang dihasilkan oleh Balitsereal
dengan stok benih sampai 17 April 2015 dapat dilihat pada Tabel 3.
8

Tabel 3.Varietas Unggul Jagung dan benih sumber yang dihasilkan Balitsereal
Benih Sumber
No. Varietas Breeder Foundation Stock
Jenis
Seed seed seed
1 BISMA 1.110 1.945 2.932 Hibrida
2 LAMURU 3.460 3.330 1.840 Komposit
3 SUKMARAGA 1.395 4.060 - Komposit
SRIKANDI 1.225 - -
4 Komposit
KUNING
5 SRIKANDI PUTIH 540 1.835 - Komposit
6 ANOMAN 430 3.825 - Komposit
7 GUMARANG 1.085 1.320 - Komposit
8 ARJUNA - 2.360 - Komposit
9 LAGALIGO 620 - - Komposit
10 PROVIT A1 455 260 - Hibrida
11 PROVIT A2 - 1.830 - Hibrida
12 PULUT URI 710 - - Hibrida
Jumlah 11.030 20.978 4.772
Sumber : UPBS Balit Sereal, 2015 (17 April 2015)

Varietas komposit adalah varietas yang benihnya diambil dari pertanaman


sebelumnya, atau dapat dipakai terus-menerus dari setiap pertanamannya dan belum
tercampur atau diserbuki oleh varietas lain. Jagung komposit yang dilepas
semuanya berasal dari Badan Litbang Pertanian, dengan potensi hasil 7.0 sampai
8.0 ton per hektar. Menurut Tota S. (2012) bahwa produktivitas jagung komposit
lebih tinggi dibandingkan dengan jagung hibrida dan memiliki peluang yang lebih
baik untuk dikembangkan pada lahan kering. Keuntungan varietas komposit adalah
benihnya tidak mahal dan dapat diproduksi oleh petani, kendati hasil produksinya
lebih rendah dibandingkan varietas hibrida. Badan Litbang Pertanian telah merakit
dan menghasilkan varietas unggul baru Jagung Putih dengan kelebihan dalam hal
kandungan protein sehingga menjadikan salah satu alternatif bahan baku
diversifikasi pangan bergizi dalam menunjang kemandirian pangan yang sedang
dilaksanakan oleh Pemerintah. Jagung Putih ini merupakan suatu inovasi teknologi
yang diperoleh dari hasil persilangan galur dan jagung komposit putih pertama yang
dilepas Badan Litbang Pertanian yaitu Anoman Putih (tahun 2006) dan Srikandi
Putih (tahun 2004). Karakteristik jagung tersebut adalah sebagai berikut :
1. Srikandi Putih (2004)
 Merupakan jagung komposit putih pertama
dilepas Badan Litbang Pertanian tahun 2004
 Hasil persilangan 8 inbrida asal CIMMYT
dan telah diadaptasi dengan lingkungan tropis.
 Endosperm biji mengandung 10,44% protein
dengan persentase lisin dan triptofan dua kali lebih
tinggi dari jagung pada umumnya.
 Tahan hama penggerek batang
O. furnacalis dan hawar daun H. maydis dan karat
daun Puccinia sp.
9

 Jagung QPM (Protein Berkualitas Tinggi) tergolong


yang mempunyai gen resesif alias hanya bisa kawin atau
saling menyerbuk diantara sesamanya
 Rata-rata hasil : 5,89 t/ha pipilan kering
 Potensi hasil : 8,09 t/ha pipilan kering
 Ketahanan hama : tahan hama penggerek batang O.
Furnacalis
 Daerah adaptasi : dianjurkan ditanam di dataran rendah
diutamakan pada musim penghujan

2. Anoman (2006)
 Merupakan jagung komposit yang diperoleh dari
hasil persilangan galur CIMMYT toleran
kekeringan, Tuxpeno Sequia.
 Rasanya jagung ini enak dan agak pulen.
 Ketahanan penyakit : agak tahan terhadap bulai
dan tergolong moderat terhadap hawar daun serta
bercak daun kelabu
 Ketahanan abiotis : toleran kekeringan (IK > 1,0;
kandungan klorofil daun 30,91 – 36,94%)
 Rata-rata hasil : 4,6 t/ha
 Potensi hasil : 6,6 t/ha
 Daerah adaptasi : lingkungan kering bercurah
hujan pendek (800-1.200mm/th) dan dataran
rendah sampai dataran tinggi (1.100 m dpl)

Sistem produksi dan distribusi benih

Berdasarkan fungsi dan cara produksi, benih terdiri alas benih inti (nucleous
seed), benih sumber, dan benih sebar. Benih inti adalah benih awal yang
penyediaannya berdasarkan proses pemuliaan dan/atau perakitan suatu varietas
tanaman oleh pemulia pada lembaga penyelenggara pemuliaan (Balai Penelitian
Komoditas). Benih inti merupakan benih yang digunakan untuk perbanyakan atau
menghasilkan benih penjenis (breeder seed/BS). Benih sumber terdiri alas tiga
kelas, yaitu benih penjenis (breeder seed/BS), benih dasar (foundation
seed/FS/BD), dan benih pokok (stock seed/SS/BP).
Benih penjenis merupakan perbanyakan dari benih inti, yang selanjutnya
akan digunakan untuk perbanyakan benih kelas-kelas selanjutnya, yaitu benih dasar
dan benih pokok. Benih Penjenis (Breeder Seed/BS) adalah benih sumber yang
diproduksi dan dikendalikan langsung oleh pemulia (breeder) yang menemukan
atau diberi kewenangan untuk mengembangkan varietas tersebut. Saat ini benih
penjenis dikelola oleh UPBS di Balai Penelitian Komoditas, untuk jagung di
Balitsereal. Dalam sertifikasi, benih penjenis dicirikan oleh label berwarna putih
(rencana menjadi warna kuning) yang ditandatangani oleh pemulia dan Kepala
Institusi penyelenggara pemuliaan tersebut. Benih penjenis digunakan sebagai
benih sumber untuk produksi atau perbanyakan benih dasar (FS/BD).
Benih Dasar (Foundation Seed/FS/BD) adalah benih dari hasil perbanyakan
benih penjenis (BS) yang diproduksi dibawah bimbingan intensif dan pengawasan
10

yang ketat sehingga kemurnian varietas yang tinggi dan intensitas genetisnya dapat
tepelihara. Benih ini diproduksi oleh produsen/instansi/penangkar benih yaitu BBI,
BPTP, perusahaan benih BUMN/swasta yang profesional dan pengendalian
mutunya melalui sertifikasi benih (BPSB atau Sistem Manajemen Mutu). Benih ini
juga diberi label berwarna putih. Benih dasar merupakan benih sumber untuk
perbanyakan/produksi benih pokok (SS/BP). Untuk penyediaan benih jagung
unggul bersubsidi bagi petani, Balitsereal akan membantu memproduksi benih
dasar (FS/BD). Benih pokok (Stock Seed/SS/BP) adalah benih sumber yang
diperbanyak dari benih dasar atau penjenis dengan memperhatikan tingkat
kemurnian varietas, memenuhi standar mutu oleh produsen penangkar benih/swasta
di daerah yang ditunjuk dan pengendalian mutunya melalui sertifikasi benih (BPSB
atau Sistem Manajemen Mutu). Benih pokok (SS) diberi label ungu. Benih turunan
dari benih pokok, yang ditanam oleh petani untuk tujuan konsumsi adalah benih
sebar (extension seed/ES/BR) disebut juga benih komersial.

Tabel 4. Alur Penyediaan Benih Sumber


Alur produksi Hasil Pelaku (produsen)
benih sumber (kelas benih)
NS ~ BS BS Balitsereal
BS~BD BD (FS) Balitsereal, BPTP, BBI, BUMN,
Swasta (Perusahaan Perorangan)
BD~ BP BP (SS) Balitsereal, BPTP, BBI, BBU,
BUMN, Swasta
BP~ BR BR (ES) Produsen benih (BUMN/Swasta)
BR~ PETANI ~ Petani (pengguna benih)
Sumber : Pedoman Umum Produksi Benih Sumber, Badan Litbang Pertanian, 2011

Distribusi benih adalah rangkaian kegiatan penyaluran benih sehingga dapat


dijangkau/diterima oleh petani. Berdasarkan volume benih yang disebarluaskan
maka distribusi benih terdiri atas distribusi benih varietas publik dan varietas
komersial. Varietas publik adalah varietas yang dirakit oleh pemulia, baik yang
bernaung di bawah lembaga pemerintah maupun non pemerintah, dengan tujuan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat petani. Varietas publik dapat dimiliki oleh
masyarakat umum dan memproduksinya dengan bebas. Varietas komersial adalah
varietas yang dihasilkan oleh lembaga pemerintah atau swasta yang kepemilikannya
merupakan monopoli produsen benih, masyarakat yang membutuhkan dapat
membelinya dari agen-agen atau di kios-kios yang sudah ditentukan di pasar. Balai
Penelitian Tanaman Serealia adalah salah satu Balai Penelitian Badan Litbang
Pertanian yang menghasilkan varietas unggul jagung berdaya hasil tinggi dan
toleran terhadap cekaman lingkungan.

Bila dilihat dari alur distribusinya, penyaluran benih dapat dibagi atas:
1. Alur Distribusi Benih Varietas Publik
Penyaluran benih penjenis (BS) kepada balai benih tingkat propinsi atau
institusi perbenihan lainnya dilakukan oleh Direktorat Perbenihan atau langsung
dari institusi penyelenggara pemuliaan (Balitsereal).
11

 Penyaluran benih dasar (FS/BD) kepada balai benih, perusahaan benih


swasta atau penangkar benih profesional di tingkat kabupaten dilakukan
oleh Dinas Pertanian Provinsi atau Balai Benih Provinsi.
 Penyaluran benih pokok (SS/BP) kepada perusahaan benih swasta atau
penangkar benih dilakukan oleh balai benih di tingkat kabupaten atau
perusahaan benih swasta/penangkar benih profesional.

Balitsereal, Maros

Direktorat Perbenihan, Jakarta

Balai Benih Induk, Propinsi

Balai Benih Utama, Kabupaten BPSB TPH

Penangkar

Pengguna/Petani

Sumber : Pedoman Umum Produksi Benih Sumber, Badan Litbang Pertanian, 2011

Gambar 3. Sistem pendistribusian benih dengan rantai kelembagaan

2. Alur Distribusi Benih Varietas Komersial oleh BUMN atau swasta adalah :
 Produsen ~ Pedagang besar ~ Pengecer ~ Petani
 Produsen ~ Distributor ~ Penyalur ~ Pengecer ~ Petani

Diseminasi/Penyebaran informasi hasil penelitian pertanian

Diseminasi adalah suatu cara dan proses penyampaian hasil-hasil penelitian/


teknologi kepada masyarakat atau pengguna untuk diketahui dan dimanfaatkannya
teknologi tersebut oleh masyarakat atau pengguna. Salah satu kegiatan diseminasi
dan sosialisasi berupa pengenalan, peragaan dan demonstrasi teknologi hasil
penelitian di lapang dihadapan masyarakat pengguna atau petani untuk
penyampaian hasil-hasil teknologi. Kegiatan diseminasi ini dapat dilakukan dengan
pendekatan seperti : 1) temu informasi teknologi, 2) pertemuan aplikasi paket
teknologi pertanian, 3) gelar teknologi, 4) temu lapang, dan 5) pengembangan
informasi teknologi pertanian seperti demfarm, demplot, promosi, dan gelar
teknologi. Badan Litbang Pertanian melalui Unit Kerja dan Unit Pelaksana Teknis
mengharuskan kegiatan diseminasi dalam penganggarannya sehingga dari kegiatan
tersebut dapat diketahui efektivitas dari masing-masing pendekatan yang diterapkan
12

untuk mempercepat proses adopsi dan difusi inovasi teknologi kepada


pengguna/petani dan masyarakat.
Peran diseminasi ini dilaksanakan oleh Instansi Badan Litbang Pertanian
Pusat yang berada di daerah yaitu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)
untuk melakukan rekayasa teknologi pertanian spesifik lokasi dan berperan serta
memberikan arah kebijakan pembangunan di daerah dalam rangka mempercepat
proses trasnfer teknologi kepada petani/pengguna. Namun jenis pogram tersebut
tidak mengikat karena harus disesuaikan dengan kemampuan seperti : ketesediaan
SDM (jumlah, kualifikasi tingkat pendidikan dan bidang keahlian), fasilitas
pendukung, dan prioritas pembangunan daerah setempat. BPTP merupakan unit
keja Badan Litbang yang berada di tingkat provinsi, mempunyai kedudukan dan
fungsi yang strategis harus mampu menjadi instansi terdepan dalam sektor
pertanian di wilayah kerjanya. (Tahlim Sudaryanto, 2005)

Adopsi Inovasi

Inovasi adalah suatu ide atau penemuan baru yang berbeda dari yang sudah
ada atau yang sudah dikenal sebelumnya dan dianggap baru oleh seseorang, dapat
berupa teknologi baru, gagasan, metode atau alat, cara organisasi baru, cara
pemasaran hasil pertanian baru dan sebagainya. Sedangkan Invensi adalah
penciptaan atau perancangan sesuatu yang sebelumnya tidak ada (reka cipta).
Menurut Harper (1989), untuk mengembangkan inovasi supaya berhasil diadopsi
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: 1) Kemudahan untuk dikomunikasikan
(communicability), 2) kesiapan adopter atau unit sosial untuk menerima resiko
(percived risk) dari inovasi yang diadopsi, dan 3) terjadi proses perembesan
(pervasiveness). Rogers dan Shoemaker (1971) menyatakan bahwa adopsi inovasi
merupakan suatu proses mental atau perubahan perilaku baik yang berupa
pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun keterampilan (psychomotor) ada
pada diri seseorang sejak orang mengenal inovasi sampai memutuskan untuk
mengadopsinya setelah menerima inovasi. Usaha yang dilakukan dalam
memperkenalkan suatu teknologi baru (inovasi) kepada seseorang adalah ketika
sebelum orang tersebut mau menerapkannya terdapat suatu proses yaitu proses
adopsi. Proses ini mempunyai tahapan-tahapan yang dimulai dari yang belum
diketahui sesuatu oleh seseorang sampai diterapkannya inovasi tersebut. Rogers
(2003), adopsi inovasi suatu usahatani dapat dilihat pada lima faktor, yaitu : 1)
Keuntungan relatif (relative advantage) : suatu inovasi dianggap lebih baik
daripada ide-ide sebelumnya, dinyatakan sebagai keuntungan ekonomi, prestice
sosial, atau dengan cara lainnya, 2) Kesesuaian (compatibility): suatu inovasi
dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan
kebutuhan potensial adopter (penerima), 3) Kerumitan (complexity): suatu inovasi
dianggap relatif sulit untuk dipahami dan digunakan, 4) Dapat diuji coba
(triability): suatu inovasi dapat dicoba dengan skala yang terbatas. Ide baru yang
dapat dicoba dalam skala kecil biasanya diadopsi lebih cepat daripada inovasi yang
tidak dapat dicoba lebih dahulu, dan 5) Dapat diamati (observability): hasil suatu
inovasi dapat dengan mudah dilihat sebagai keuntungan teknis ekonomis, sehingga
mempercepat proses adopsi.
13

Soekartawi (2005) dalam Thobias Serah (2014) bahwa adopsi inovasi


teknologi adalah sebuah proses pengubahan sosial dengan adanya penemuan baru
yang dikomunikasikan kepada pihak lain, kemudian diadopsi oleh masyarakat.
Sedangkan proses adopsi merupakan proses yang terjadi sejak pertama kali
seseorang mendengar hal yang baru sampai orang tersebut mengadopsi (menerima,
menerapkan, menggunakan) hal yang baru tersebut. Semua produk tidak
mempunyai kemungkinan yang sama untuk di diterima oleh konsumen, beberapa
produk bisa menjadi populer hanya dalam waktu satu malam sedangkan yang
lainnya memerlukan waktu yang sangat panjang untuk di terima atau bahkan tidak
pernah diterima secara luas oleh konsumen. Karakteristik produk menentukan
kecepatan terjadinya proses adopsi inovasi ditingkat petani sebagai pengguna
teknologi pertanian. Dalam kecepatan proses adopsi inovasi ditentukan oleh
beberapa faktor seperti: saluran komunikasi, ciri ciri sistem sosial, kegiatan promosi
dan peran komunikator.
Dalam penerimaan inovasi terdapat lima tahapan yang dilalui sebelum
seseorang bersedia menerapkan inovasi yang diperkenalkan kepadanya, yaitu : 1)
Sadar, seseorang belajar tentang ide baru, produk atau praktek baru dan hanya
mempunyai pengetahuan umum mengenai ide baru tersebut, tidak mengetahui
kualitasnya dan pemamfaatanya secara khusus. 2) Tertarik, seseorang tidak hanya
mengetahui keberadaan ide baru itu, tapi ingin mendapatkan informasi yang lebih
banyak dan lebih mendetail: apa inovasinya, apa yang dapat dikerjakan dan cara
kerja ide baru tersebut, mendegar dan membaca informasi mengenai ide baru
tersebut. 3) Penilaian, seseorang menilai informasi yang diketahuinya dan
memutuskan apakah ide baru baik untuknya. 4) Coba-coba, seseorang yang
memutuskan bahwa dia menyukai ide baru tersebut, maka dia akan mengadakan
percobaan. Dapat terlaksana dalam kurun waktu yang lama atau dalam skala yang
terbatas. 5) Adopsi, tahap dimana seseorang menyakini akan kebenaran dan
keunggulan ide baru tersebut sehingga menerapkannya dan kemungkinan juga
mendorong orang lain untuk ikut mengadopsinya.
Dalam mempercepat proses penyampaian dan pengadopsian teknologi
pertanian dimulai tahun 2005 Badan Litbang Pertanian melaksanakan Program
Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani).
Suatu program implementasi model diseminasi teknologi yang mempercepat
penyampaian informasi dan bahan dasar inovasi baru yang dihasilkan Badan
Litbang Pertanian berfungsi sebagai jembatan penghubung langsung antara Badan
Litbang Pertanian sebagai penghasil inovasi teknologi dengan lembaga
penyampaian (delivery system). Segmen rantai pasok inovasi teknologi pada
subsistem penyampaian (delivery subsystem) dan subsistem penerima (receiving
subsystem) merupakan bottle neck yang menyebabkan lambannya penyampaian
informasi dan rendahnya tingkat adopsi inovasi yang dihasilkan Badan Litbang
Pertanian.
Inovasi teknologi Badan Litbang Pertanian salah satunya adalah Varietas
Unggul Baru (VUB) jagung yang menghasilkan benih inti yaitu benih penjenis (BS)
dan diperbanyak menjadi benih dasar (FS) oleh Balai Penelitian Komoditas
(Balitsereal) dan penyebarannya didiseminasikan oleh Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) melalui pendekatan PTT. Kerjasama dengan Balai penelitian dan
Instansi terkait seperti Pemda/Dinas diperlukan dukungan yang sinergi untuk
mendistribusikannya kepada penangkar/petani/pengguna. Invensi ataupun inovasi
14

teknologi unggulan yang dihasilkan Badan Litbangtan pada umumnya memiliki


nilai HKI/PVT (Hak Kekayaan Intelektual/Perlindungan Varietas Tanaman).
Keduanya merupakan obyek alih teknologi yang dapat dilakukan melalui 2 (dua)
mekanisme yaitu (1) komersial : untuk memperoleh keuntungan finansial; atau (2)
mekanisme non komersial : untuk CSR (corporate social responsibility) Badan
Litbangtan sebagai lembaga pelayanan publik.
Dalam hal komersialisasi, Badan Litbangtan telah menawarkan hasil
invensinya untuk dialih-teknologikan kepada investor/mitra swasta dengan
memberikan hak ekslusif berupa penawaran menjadi lisensor dengan kerjasama
lisensi, sedangkan invensi yang dialih-teknologikan secara non komersial untuk
dapat digunakan masyarakat secara cuma-cuma kemudian menjadi public domain
(Gambar 4). Dalam hal ini investor/mitra swasta yang berperan dalam melakukan
komersialisasi dan penyebarluasan hasil invensi, inventor yang melakukan invensi
dan inovasi melalui lembaga penelitian, sehingga kemudian hasil invensinya dapat
dimanfaatkan oleh petani dan pengusaha di sektor pertanian, serta masyarakat
secara luas.

Gambar 4. Mekanisme alih teknologi

Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata efektif yang mempunyai makna dicapainya


keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu terkait
dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya
dicapai. Berbagai sudut pandang (view point) dan dinilai dengan berbagai cara
mempunyai kaitan yang erat dengan efisiensi. Apabila suatu program atau usaha
mencapai tujuannya sehingga dapat dikatakan efektif dan idealnya efektivitas dapat
dinyatakan dengan ukuran yang dapat dihitung seperti dalam persentase. Efektivitas
juga kadang dikaitkan dengan efisiensi, padahal efektivitas lebih memfokuskan
pada akibat atau pengaruh sedangkan efisiensi menekankan pada ketepatan
mengenai sumber daya, mencakup anggaran, waktu, tenaga, alat dan cara supaya
dalam pelaksanaannya tepat waktu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa efisiensi
berarti melakukan atau mengerjakan sesuatu secara benar, “doing things right”,
sedangkan efektivitas melakukan atau mengerjakan sesuatu tepat pada sasaran
15

“doing the right things”. Dipandang dari sudut ilmu pemerintahaan efektivitas
sangat penting karena merupakan salah satu kriteria yang harus diperhatikan dalam
ilmu pemerintahan.
Pengukuran efektivitas sering menghadapi kesulitan karena keluaran
(output) yang dihasilkan lebih banyak bersifat tidak berwujud (intangible) sehingga
tidak mudah untuk dikuantifikasi pencapaian hasil (outcome). Ukuran efektivitas
seringkali tidak dapat diketahui dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang
setelah program berhasil dan biasanya dinyatakan secara kualitatif (berdasarkan
pada mutu) dalam bentuk pernyataan saja (judgement), artinya apabila mutu yang
dihasilkan baik, maka efektivitasnya baik pula. Hubungan efektivitas dinyatakan
dengan (Efektivitas = Outcome/Output). Hal ini dapat dikatakan bahwa efektivitas
adalah menggambarkan seluruh siklus input, proses dan output yang mengacu pada
hasil guna daripada suatu organisasi, program atau kegiatan yang menyatakan
sejauhmana tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai, serta ukuran
berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya dan mencapai target-
targetnya.
Ukuran atau kriteria efektivitas menurut Gibson et.al, 1989 bahwa indikator
efektivitas dapat diukur melalui : 1) produktivitas, yaitu kemampuan organisasi
untuk memproduksi jumlah dan mutu output sesuai dengan permintaan lingkungan,
2) kualitas, yaitu suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan, 3)
efisiensi, yaitu perbandingan (ratio) antara output dengan input, 4) fleksibilitas
respons terhadap suatu organisasi atau perubahan-perubahan yang terjadi pada
suatu organisasi, 5) kepuasaan, yaitu ukuran untuk menunjukan tingkat dimana
organisasi dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, 6) keunggulan, yaitu
kemampuan bersaing dari organisasi dan anggota organisasi terhadap perubahan-
perubahan yang ada, dan 7) pengembangan, yaitu mengukur kemampuan organisasi
untuk meningkatkan kapasitasnya dalam menghadapi tuntutan masyarakat.
Efektivitas dalam dunia riset ilmu-ilmu sosial dijabarkan dengan
produktivitas. Dari pendapat beberapa ahli bahwa pengertian efektivitas, yaitu
keberhasilan suatu aktivitas atau kegiatan dalam mencapai tujuan (sasaran) yang
telah ditentukan sebelumnya. Mengingat keanekaragaman pendapat mengenai sifat
dan komposisi dari efektivitas, maka tidaklah mengherankan jika terdapat sekian
banyak pertentangan pendapat sehubungan dengan cara meningkatnya, cara
mengatur dan bahkan cara menentukan indikator efektivitas, sehingga akan lebih
sulit bagaimana cara mengevaluasi tentang efektivitas. Berdasarkan beberapa
uraian di atas, dapat dijelaskan bahwa efektivitas merupakan kemampuan untuk
melaksanakan aktifitas-aktifitas suatu lembaga secara fisik dan non fisik untuk
mencapai tujuan serta meraih keberhasilan maksimal.

Analisis Regresi Logistsik

Regresi logistik adalah metode yang digunakan untuk menjelaskan pola


hubungan (secara sistematik) antara dua variabel atau lebih untuk mendeskripsikan
hubungan antara peubah respon (dependent variable) yang memiliki dua kategori
atau lebih dengan satu atau lebih peubah penjelas (independent variable) berskala
kategori atau interval (Hosmer dan Lemeshow, 2000). Regresi Logistik merupakan
16

regresi non linear, digunakan untuk menjelaskan hubungan antara X dan Y yang
bersifat tidak linear, ketidak normalan sebaran Y, keragaman respon tidak konstan
yang tidak dapat dijelaskan dengan model regresi linear biasa (Agresti, 1996).
Model regresi dengan variabel kualitatif terdapat beberapa macam teknik
pendekatan model yang salah satunya adalah model logit dimana variable
dependent (terikat) dan mempunyai dua kemungkinan nilai, misalnya keinginan
petani untuk mengadopsi suatu teknologi (ya – tidak). Variabel kualitatif yang
hanya mempunyai dua kemungkinan nilai ini disebut dengan variable biner. Dalam
mengestimasi model logit terdapat beberapa metode dan sering digunakan yaitu
metode maximum likelihood. Peubah respon (Y) di dalam Regresi Logistik adalah
bersifat biner
Analisis regresi logistik sebenarnya sama dengan analisis regresi linier
berganda biasa, hanya variabel terikatnya merupakan variabel dummy (0 dan 1).
Deskripsi hubungan peubah respon yang memiliki sifat kualitatif atau kategorik
dengan peubah penjelas yang memiliki dua kategori atau lebih tidak dapat
diselesaikan dengan model regresi linear biasa yang menggunakan metode ordinary
least square (OLS). Metode ini dapat digunakan untuk menganalisis faktor – faktor
yang mempengaruhi hasil dari suatu proses untuk mengetahui faktor sosial ekonomi
yang mempengaruhi adopsi. Regresi logistik mempermudah dalam memberikan
penjelasan satuan variabel terikat (dependen) karena variabel Y merupakan dummy
(Y1=responden yang mengadopsi dan Yo=responden yang tidak mengadopsi).
Dalam suatu survey kadang kita berhadapan dengan peubah respon (dependent
variable) bersifat kualitatif yang mempunyai skala pengukuran nominal dan
ordinal. Nilai peubah respon kualitatif bersifat terbatas bahkan sering hanya bernilai
dua kemungkinan (YA atau TIDAK).
Beberapa peneliti menggunakan pendekatan ini dalam bidang sosial
ekonomi pertanian. Dalam hal ini akan memprediksi bagaimana pengaruh faktor
sosial ekonomi seperti umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, luas lahan,
pengetahuan/Informasi teknologi, dukungan penyuluh, hama penyakit dan
ketersediaan benih terhadap adopsi teknologi VUB Jagung Putih inovasi
Balitbangtan. Beberapa peneliti lainnya adalah Gunawan (1988) menggunakan alat
analisis ini dalam disertasinya berjudul “Adoption and Bias of New Agricultural
Innovation in Jawa Barat”; Syafaat dan Supena (1995) dalam Jurnal Ekonomi dan
Pembangunan LIPI mengungkap “Faktor-faktor yang mempengaruhi Konservasi
Lahan Sawah ke Penggunaan Non Pertanian”; Hendayana (1997) menganalisis
“Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peluang Petani Menerapkan Teknologi Baru
dalam Usahatani Padi”, dipublikasikan dalam Jurnal Agro Ekonomi. Model lain
yang juga biasa digunakan untuk menganalisis regresi yang memiliki peubah respon
bersifat kategori adalah Probit. Namun dalam prakteknya pada kasus tertentu
pendekatan dua model Logistik dan Logit ini tidak menunjukkan perbedaan yang
prinsip bahkan relatif sama. Oleh karena itu tidak dapat direkomendasikan mana
yang lebih baik atau efisien.

Importance and Performance Analysis (IPA)

Metode Importance and Performance Analysis (IPA) atau Analisis Tingkat


Kepentingan dan Kinerja bertujuan untuk mengukur hubungan antara persepsi
17

konsumen dan prioritas peningkatan kualitas produk/jasa yang dikenal pula sebagai
quadrant analysis (Brandt dan Latu & Everett, 2000). IPA mempunyai fungsi utama
untuk menampilkan informasi berkaitan dengan faktor-faktor pelayanan yang
menurut konsumen sangat mempengaruhi kepuasan dan loyalitas mereka, dan
faktor-faktor pelayanan yang menurut konsumen perlu ditingkatkan karena kondisi
saat ini belum memuaskan. Metode IPA secara konsep merupakan suatu model
multi-atribut dan penerapan tekniknya dimulai dengan identifikasi atribut-atribut
yang relevan terhadap situasi pilihan yang diamati. Daftar atribut-atribut dapat
dikembangkan dengan mengacu kepada literatur-literatur, melakukan interview,
dan menggunakan penilaian manajerial. Di lain pihak, sekumpulan atribut yang
melekat kepada barang atau jasa dievaluasi berdasarkan seberapa penting masing-
masing produk tersebut bagi konsumen dan bagaimana jasa atau barang tersebut
dipersepsikan oleh konsumen. Evaluasi ini biasanya dipenuhi dengan melakukan
survey terhadap sampel yang terdiri atas responden/konsumen. Atribut
dikumpulkan dan diklasifikasikan ke dalam kategori tinggi atau rendah dengan
menggunakan pengukuran ranking, skor kepentingan dan kinerja kemudian dengan
memasangkan kedua set rangking tersebut, masing-masing atribut ditempatkan ke
dalam salah satu dari empat kuadran kepentingan kinerja (Crompton dan Duray,
1985). Skor kinerja dan kepentingan digunakan sebagai koordinat untuk
memplotkan atribut-atribut individu pada matriks dua dimensi (Gambar 5).

Kepentingan/
Harapan Kuadran B
Kuadran A
Pertahankan Prestasi
Prioritas Utama

Y
Kuadran C Kuadran D
Prioritas Rendah Berlebihan

X Pelaksanaan
(Kinerja/kepuasan)

Gambar 5. Diagram Importance and Performance Matriks

Keterangan :
A. Prioritas Utama : Atribut ini memiliki tingkat kepentingan yang cukup tinggi,
namun memiliki kinerja di bawah rata-rata atau dinilai konsumen kurang
memuaskan. Kinerja atribut-atribut pada kuadran ini harus ditingkatkan agar
dapat memuaskan konsumen.
B. Pertahankan Prestasi : Atribut ini memiliki tingkat kepentingan dan kinerja
yang tinggi sehingga menjadi kekuatan produk. Semua atribut harus tetap
dipertahankan karena merupakan keunggulan dari produk tersebut.
C. Prioritas Rendah : Atribut ini memiliki tingkat kepentingan dan kinerja yang
relatif rendah. Peningkatan kinerja atribut-atribut sebaiknya dilakukan setelah
kinerja atribut-atribut pada kuadran A telah ditingkatkan sehingga sesuai
dengan harapan konsumen karena peningkatan kinerja atribut-atribut pada
kuadran C dianggap tidak penting oleh konsumen.
18

D. Berlebihan : Atribut ini adalah atribut yang memiliki kinerja relatif baik namun
tingkat kepentingannya rendah. Kinerja atribut-atribut pada kuadran ini
dianggap berlebihan oleh konsumen sehingga nvestasi pada atribut-atribut pada
kuadran ini sebaiknya dialihkan pada peningkatan kinerja atribut-atribut pada
Kuadran A.

Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu tentang analisis tingkat adopsi dan faktor-faktor yang


mempengaruhi adopsi teknologi telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya
yang telah diterbitkan dalam jurnal internasional, nasional dan tesis serta disertasi.
Pada jurnal internasional dan nasional antara lain seperti : Ebojeil (2012), Khonje
et.al. (2015), Kariyasa dan Dewi (2012), Pribadi (2002), Hendayana (2012), Nur
Alam (2010), Yuliarmi (2006). Sedangkan analisis efektivitas teknologi VUB
Jagung Putih di Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah inovasi Badan Litbang
Pertanian menggunakan metode IPA yang merefer hasil kajian Astuti (2008)
mengenai Analisis Preferensi dan Kepuasan Konsumen Terhadap Beras di
Kecamatan Mulyorejo Surabaya Jawa Timur menggunakan metode Important
Performance Analysis (IPA) dalam melihat preferensi dan kepuasan konsumen
terhadap atribut-atribut beras.
Ebojeil et.al. (2012) dalam penelitiannya yang berjudul : “Socio-Economic
Factors Influencing The Adoption Of Hybrid Maize In Giwa Local Government
Area Of Kaduna State, Nigeria”. Penelitian ini mengidentifikasi faktor-faktor sosial
ekonomi yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi jagung hibrida
di Giwa di Area Pemda negara bagian Kaduna, Nigeria. Dengan menggunakan data
survei rumah tangga pertanian sebanyak 160 petani jagung pada bulan Oktober-
Desember 2009 (MT 2009-2010). Metode yang digunakan untuk menentukan
faktor yang mempengaruhi adopsi petani jagung hibrida adalah Model Logit dengan
maximum likelihood. Hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata adopsi teknologi
adalah umur (p<0,013), pendapatan (p <0,034), pendidikan (p <0,001) dan
dukungan penyuluh (P < 0,017). Sebaliknya, pengalaman usahatani, jumlah
tanggungan keluarga, dan luas lahan tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap partisipasi dalam adopsi jagung hibrida. Karena sebagian besar rumah
tangga tidak memiliki pendidikan formal, program penyuluhan harus ditujukan
kepada petani kurang berpendidikan dengan pelatihan khusus, seminar, demonstrasi
lapang dan dukungan teknis untuk petani jagung. Selain itu, fasilitas kredit
khususnya prosedur untuk pinjaman harus dibuat sederhana untuk meningkatkan
tingkat adopsi jagung hibrida di daerah penelitian.
Khonje et.al. (2015), dalam penelitian berjudul “Analysis of Adoption and
Impacts of Improved Maize Varieties in Eastern Zambia” menganalisis adopsi dan
dampak kesejahteraan dari perbaikan varietas jagung di Zambia Timur dengan data
sampel yang diperoleh lebih dari 800 rumah tangga petani. Dengan menggunakan
model logit mengestimasi penentu adopsi perbaikan varietas jagung menunjukkan
bahwa adopsi sangat signifikan berhubungan dengan pendidikan, tanggungan
rumah tangga, akses dan informasi teknologi, asset (luas lahan yang dimiliki),
dukungan kelompok tani, dukungan penyuluh. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa adopsi varietas jagung dapat ditingkatkan melalui peningkatan akses ke
informasi, pasar, dan aset yang masih produktif. Kemudahan akses ke pasar dan
19

ketersediaan informasi pasar memainkan peran utama dalam mengurangi tinggi


biaya transaksi kepada petani. Namun, akses yang dapat diandalkan dan informasi
pasar yang kompetitif tetap menjadi tantangan, disebabkan pelayanan infrastruktur
dan dukungan yang masih minim. Semenjak faktor input dan output pasar dalam
kondisi tidak sempurna, muncul inovasi kelembagaan seperti koperasi petani untuk
pemasaran kolektif yang dapat mengurangi biaya transaksi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa peningkatan varietas jagung memiliki dampak yang signifikan
terhadap pengentasan kemiskinan di Zambia timur. Dengan adanya implikasi
kebijakan untuk mempromosikan adopsi dan dampak dari varietas modern di
Zambia.
Kariyasa dan Dewi (2012), penelitiannya berjudul “Analysis Of Factors
Affecting Adoption Of Integrated Crop Management Farmer Field School (Icm-Ffs)
In Swampy Areas”. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi dari program ICM-FFS di lahan rawa menggunakan survey dan
random sampling stratified terhadap 159 responden. Analisis yang digunakan
adalah model regresi logistik. Variabel signifikan yang mempengaruhi tingkat
peluang peningkatan adopsi adalah usia, pendidikan, jarak ke pertanian sumber
informasi teknologi, jarak ke tempat pertemuan dan produktivitas. Di antara
variabel-variabel ini, tingkat produktivitas adalah sebagai pertimbangan utama
petani untuk mengadopsi program ICM-FFS. Oleh karena itu, upaya keberlanjutan
untuk meningkatkan produktivitas padi harus diperhitungkan sebagai prioritas
untuk mendorong lebih banyak petani dalam mengadopsi program ini. Peluang
petani untuk mengadopsi program ini juga diharapkan menjadi bahkan lebih luas
ketika upaya untuk meningkatkan produktivitas juga didukung oleh upaya dalam
meningkatkan kualitas dan meningkatkan efisiensi penggunaan input.
Hendayana (2012) dengan penerapan metode regresi logistik dalam
menganalisis adopsi teknologi pertanian merupakan suatu pengkajian yang
dilaksanakan untuk menguji hubungan antara adopsi VUB padi dengan faktor-
faktor peubah penjelasnya, dilakukan melalui survey terhadap 155 orang petani padi
yang terpilih sebagai responden secara acak sederhana di Kabupaten Hulu Sungai
Utara (HSU) Kalimantan Selatan pada tahun 2009, terutama di agroekosistem lahan
rawa lebak. Peubah-peubah (variable) yang diduga mempengaruhi tingkat adopsi
petani terhadap VUB Padi adalah tingkat umur responden (tahun), tingkat
pendidikan formal yang pernah ditempuh responden (dipresentasikan dalam tahun
sekolah, misalnya tamat SD = 6 tahun, SMP = 9 tahun, SMU = 12 tahun), jumlah
tanggungan keluarga (jiwa), pengalaman berusaha tani (tahun), luas lahan usahatani
yang dimiliki (hektar), jarak dari rumah responden ke lokasi usahatani (km), jarak
dari lokasi usahatani ke jalan raya (km), jarak dari lokasi usahatani ke lokasi pasar
input (km), jarak dari lokasi usahatani ke lokasi pasar output (km), jarak dari rumah
responden ke lokasi sumber permodalan (km), jarak dari rumah ke lokasi sumber
teknologi (km), rasio modal sendiri terhadap keseluruhan modal usahatani (proporsi
dalam bentuk persentase). Semua peubah tersebut diasosiasikan kepada responden
yang mengadopsi teknologi dan yang tidak mengadopsi teknologi. Hasil analisis
yang ditunjukkan oleh signifikansi model yang tinggi, hasil uji parsial yang efektif,
penafsiran hasil melalui Odd ratio, dan tampilan ukuran asosiasi antara peubah
respon dengan peubah penjelas menunjukkan hubungan yang kuat dan sekaligus
menunjukkan semakin baiknya daya prediksi model sebagaimana ditunjukkan oleh
besarnya nilai Concordant serta kecilnya nilai Discordant dan Ties. Faktor kunci
20

untuk mendapatkan hasil duga Regresi Logistik yang baik, adalah besaran
jumlah responden yang representatif dengan keragaman relatif tinggi. Oleh karena
itu validasi data menjadi faktor penentu dan krusial dilakukan sebelum analisis
data.
Pribadi (2002) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan
penentu adopsi teknologi Sawit Dupa pada usahatani padi di lahan pasang surut
Kalimantan Selatan menunjukkan bahwa teknologi Sawit Dupa dapat
meningkatkan produksi dan pendapatan petani padi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi padi adalah lahan, pupuk, dan tenaga kerja dalam keluarga.
Proses adopsi teknologi sawit dupa di Kalimantan Selatan dipengaruhi oleh
ketersediaan benih varietas unggul dan resiko produksi yang cukup besar.
Teknologi Sawit Dupa pada umumnya diadopsi oleh petani yang mempunyai
pendapatan rendah, dimana mereka tidak memiliki akses yang baik terhadap jenis
pekerjaan lain sehingga penerapan teknologi Sawit Dupa ini memberikan
kesempatan kerja yang luas dalam peningkatan pendapatan.
Nur Alam (2010), menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi petani
Kakao dalam adopsi inovasi teknologi Sistem Usahatani Intensifikasi Diversifikasi
(Kasus pada Program Prima Tani di Desa Lambandia Kecamatan Lambandia
Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara) menunjukkan bahwa: 1) tingkat
adopsi teknologi usahatani kakao pada usahatanai kakao di desa Lambandia
kabupaten Kolaka sebagian besar termasuk kategori sedang (83.20 persen). Artinya
paket teknologi usahatani kakao yang dianjurkan berupa paket teknologi
pemeliharaan kakao, perbaikan tanaman kakao dan panen dan pascapanen belum
diterapkan secara utuh. Untuk itu perlu upaya perbaikan pembinaan dan penyuluhan
dengan menerapkan metode penyampaian teknologi (diseminasi) yang tepat kepada
petani, 2) Adopsi teknologi usahatani kakao oleh petani di desa Lambandia
beragam, tetapi secara umum teknologi yang dianjurkan rata-rata termasuk adopsi
sedang. Adopsi rendah pada kegiatan penimbunan cangkang kakao (skor 16.00) dan
rehabilitasi tanaman metode sambung samping (skor 32.00) sehingga perlu
mendapat perhatian lebih besar dalam perbaikan produktivitas kakao, 3) Analisis
regresi berganda dengan menggunakan peubah independen berupa umur,
pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman usahatani kakao,
penguasaan lahan usahatani kakao, tenaga kerja dalam keluarga, pemupukan modal,
pendapatan usahatani kakao, aktivitas mencari informasi teknologi, persepsi
terhadap teknologi dan keberanian ambil resiko, perilaku petani, dukungan
penyuluhan, dukungan kelompok tani, dukungan pemerintah daerah, dukungan
sarana produksi, dukungan pembiayaan, dukungan pemasaran, menunjukkan
hubungan yang linear dan berpengaruh nyata terhadap peubah tingkat adopsi,
dengan nilai F-hitung (23.204)>F-tabel (2.19). Besarnya pengaruh peubah
2
independen terhadap peubah tingkat adopsi ditandai dengan nilai R sebesar 0.798,
atau 79.80 persen pengaruh variabel independen terhadap tingkat adopsi teknologi
dapat dijelaskan. Sedangkan sisanya 20.20 persen dipengaruhi/dijelaskan oleh
faktor lain di luar model, dan 4) Hasil uji t pada peubah tenaga kerja keluarga,
keberanian ambil resiko dan perilaku petani berpengaruh nyata (signifikan)
terhadap tingkat adopsi teknologi usahatani kakao. Agar teknologi yang
disampaikan dapat mudah diadopsi kepada petani maka faktor-faktor yang
berpengaruh nyata tersebut menjadi pertimbangan utama.
21

Yuliarmi (2006) melakukan penerapan teknologi pemupukan berimbang


pada usahatani padi tingkat penerapan teknologi usahatani padi sawah dengan
sistem skor, faktor yang mempengaruhi keputusan petani mengadopsi teknologi
pemupukan berimbang dengan model logit di Kecamatan Plered Kabupaten
Purwakarta, Jawa Barat. Tingkat penerapan teknologi usahatani padi sawah di
Kecamatan Plered berada pada kategori sedang. Proses adopsi teknologi
pemupukan berimbang di Kecamatan Plered dipengaruhi secara nyata oleh luas
lahan garapan petani, biaya pupuk, dan harga gabah. Sedangkan produksi padi
sawah dipengaruhi secara nyata oleh luas lahan, jumlah pupuk, dan tenaga kerja
luar keluarga. Faktor pendorong bagi petani dalam menerapkan teknologi
pemupukan berimbang adalah produksi yang lebih tinggi dan faktor
penghambatnya adalah tidak adanya jaminan harga yang layak. Penerapan
teknologi pemupukan berimbang yang telah dilaksanakan di Kecamatan Plered
secara statistik tidak signifikan dalam meningkatkan produksi padi sawah yang
diperoleh petani. Hal ini disebabkan oleh berbagai permasalahan yang dihadapi di
tingkat lapang, seperti ketersediaan pupuk yang tidak tepat waktu dan penggunaan
pupuk yang belum sesuai dengan rekomendasi spesifik lokasi.
Astuti (2008), judul penelitian Analisis Preferensi dan Kepuasan Konsumen
Terhadap Beras di Kecamatan Mulyorejo Surabaya Jawa Timur menggunakan
metode Importance and Performance Analysis (IPA) dalam melihat preferensi dan
kepuasan konsumen terhadap atribut-atribut beras. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa karakteristik responden sebagian besar berjenis kelamin perempuan, telah
menikah, pekerjaan ibu rumah tangga, bersuku Jawa dengan usia matang.
Berdasarkan perhitungan IPA pada seluruh responden diketahui bahwa kepuasan
total konsumen yang telah terpenuhi oleh atribut-atribut beras yang berada dalam
penelitian ini sebesar 70,03 persen. Sisanya belum terpuaskan karena atribut-atribut
yang dianggap penting oleh konsumen seperti keseragaman butir, daya tahan beras,
dan harga beras kinerjanya belum memuaskan. Hasil dari proses keputusan
pembelian dan IPA, diketahui bahwa sebagian besar gap tersebut dipengaruhi oleh
kinerja dua atribut beras yang dianggap penting namun kinerjanya belum
memuaskan, yaitu kemudahan mendapatkan beras dan pelayanan di tempat
pembelian beras

Kerangka Pemikiran

Jagung mempunyai fungsi multiguna, yaitu sebagai bahan pangan, industri


dan sumber pendapatan petani. Provinsi Jawa Tengah merupakan penghasil utama
jagung setelah Jawa Timur, yang kontribusinya 15,83 persen dengan produktivitas
5,5 t/ha pada tahun 2013. Daerah sentra produksi jagung potensial di Provinsi Jawa
Tengah meliputi wilayah-wilayah Kabupaten Grobogan, Wonogiri, Blora, Kendal
dan Rembang. Kabupaten Grobogan berpotensi menjadi salah satu sentra produksi
jagung di Indonesia Tengah, karena didukung potensi sumberdaya alam,
sumberdaya manusia, dan kebijakan pemerintah kabupaten yang mendukung
perkembangan pertanian jagung. Jenis jagung yang dibudidayakan adalah jagung
kuning yang lebih diutamakan untuk kebutuhan industri pakan, makanan kecil
bahan baku industri rumah tangga dan Jagung Putih dimanfaatkan sebagai bahan
pangan sebagai pengganti beras dan kudapan karena rasanya lebih pulen.
22

Dilihat dari sumber daya alam, Kabupaten Grobogan merupakan kabupaten


terluas kedua di Provinsi Jawa Tengah, dengan luas wilayah 197.586,42 Ha.
Sebagian besar wilayah tersebut merupakan areal pertanian, terdiri dari tanah sawah
63.955 Ha, dan tanah bukan sawah 133.631 Ha. Lahan itu meliputi lahan sawah
irigasi teknis, lahan sawah tadah hujan, lahan tidur atau lahan kering yang belum
dimanfaatkan untuk pertanian. Semua lahan itu sangat berpotensi untuk ditanami
jagung. Selama ini pola tanam yang dilakukan petanipun sangat mendukung untuk
kestabilan produksi jagung yaitu padi-padi-palawija (untuk lahan sawah), padi-
jagung-jagung, dan jagung-jagung-jagung (untuk lahan tegalan/lahan hutan) (BPS
Grobogan, 2010). Kontribusinya sebesar 559.543 ton (19,09%) sehingga dapat
dikatakan sebagai sentra produksi jagung potensi terbesar di Provinsi Jawa Tengah
dibandingkan Kabupaten lainnya yaitu berturut-turut Wonogiri (9,14%), Blora
(7,79%), Kendal (6,67%) dan Rembang (4,19%) seperti dalam tabel 5. Sedangkan
untuk jumlah rumah tangga usahatani jagung di Kabupaten Grobogan sebanyak
160.873 RT (14,52%). Selain itu, Kabupaten Grobogan termasuk dalam
pengembangan kawasan tanaman pangan nasional (Permentan No. 50 tahun 2012)
dan penetapan kawasan padi, jagung, kedelai, dan ubi kayu nasiona (Kepmentan
No. 03 tahun 2015).

Tabel 5. Produksi, Kontribusi Pemasokan Jagung dan Rumah Tangga Petani di


Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013
No Kabupaten Produksi Kontribusi Rumah %
(ton) (%) Tangga Petani
1 Grobogan 559.543 19,09 160.873 14,52
2 Wonogiri 267.973 9,14 116.347 10,50
3 Blora 228.428 7,79 103.423 9,33
4 Kendal 195.565 6,67 42.223 3,81
5 Rembang 122.720 4,19 35.029 3,16
6 Lainnya (26 Kabupaten) 1.556.682 53,11 650.405 58,68
Jumlah 2.930.911 100.00 1.108.300 100.00
Sumber : BPS Provinsi Jawa Tengah, 2014

Inovasi teknologi Vaietas Unggul Jagung Putih yang dikembangkan di


Kabupaten Grobogan adalah varietas Srikandi Putih dan Anoman. Sebelumnya,
varietas jagung hibrida telah didiseminasikan oleh Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Jawa Tengah, namun adopsi ditingkat pengguna masih sangat
rendah. Sehingga mulai tahun 2013, Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura
(TPH) Kabupaten Grobogan mulai mengembangkan Jagung Putih (komposit)
inovasi Balitbangtan selain jagung hibrida (jagung kuning). Berdasarkan
pengamatan pra survey ke lapang bahwa permasalahan yang terjadi di daerah ini
adalah 1) petani belum sepenuhnya dapat menerima teknologi inovasi baru, 2)
rentan terhadap hama penyakit bulai sehingga petani takut mengalami kegagalan
panen, 3) belum ada jaminan harga dan mitra yang menampung hasil produksi
Jagung Putih padahal keunggulan Jagung Putih ini rasanya lebih enak (lebih legit)
untuk dikonsumsi dan sebagai bahan pangan pengganti beras, dan 4) belum ada
pabrik/industri pengolahan benih Jagung Putih sehingga petani kurang berminat
untuk menanam Jagung Putih.
23

Tanaman jagung masih bergantung pada luas lahan yang ada karena tanpa
realisasi perluasan lahan menurut Rogers (2003), penerimaan masyarakat terhadap
suatu inovasi teknologi pertanian yang baru diperkenalkan dipengaruhi oleh lima
faktor, yaitu (1) keuntungan relatif dari teknologi yang diperkenalkan dengan apa
yang sudah diketahui dan diterapkan selama ini, (2) kesesuaian terhadap kondisi
lingkungan dan sosial budaya masyarakat setempat, (3) tingkat kerumitan dari
teknologi yang diperkenalkan, (4) dapat dicoba, dan (5) mudah diamati. Menurut
Baharsjah (2004) perlu juga diberikan insentif jaminan harga dasar yang didukung
kegiatan penyuluhan untuk penciptaan teknologi budidaya serta pengembangan
infrastruktur fisik dan kelembagaan untuk menjamin keberhasilan usahatani. Upaya
memberdayakan petani oleh pemerintah dengan memberi bantuan fasilitas
penguatan modal, pelatihan dan pembinaan sehingga petani mau bekerjasama dan
mampu mengadopsi/menerapkan inovasi teknologi yang dianjurkan karena
menurut Pakpahan (2004), petani di negara maju juga masih mendapatkan
perlindungan dan subsidi yang sangat besar.
Upaya dalam peningkatan produktivitas belum dilakukan secara optimal
mengingat berbagai kendala biofisik dan sosial ekonomi. Berdasarkan beberapa
referensi dan hasil penelitian terdahulu bahwa faktor internal/karakteristik petani
merupakan kendala yang tidak kecil pengaruhnya terhadap percepatan adopsi
teknologi oleh suatu kelompok masyarakat petani. Kondisi yang sangat
mempengaruhi petani berpartisipasi dalam peningkatan produksi jagung adalah
iklim ekonomi yang menguntungkan dan secara sosial dapat diterima. Penelitian ini
menggunakan beberapa faktor peubah saja diantara faktor lainnya, berdasarkan pra
survey dan referensi yang sudah melaksanakan penelitian ini sebelumnya dan
mengingat adanya keterbatasan waktu dan biaya. Faktor peubah tersebut adalah :
faktor internal mencakup umur, pendidikan formal, pengalaman, pendapatan, dan
luas lahan yang dimilki petani. Sedangkan faktor eksternal yaitu
pengetahuan/informasi teknologi, dukungan penyuluh dan yang terkait kondisi
iklim yaitu hama penyakit bulai dan ketersediaan benih. Data parameter-parameter
di atas dikumpulkan melalui instrumen kuisioner dan wawancara langsung dengan
petani di lokasi penelitian. Saluran informasi (media komunikasi) yang baik
digunakan adalah melalui tatap muka langsung, studi banding, diskusi, brosur dan
buku panduan.
Disamping itu, perlu juga dilakukan suatu analisis untuk melihat efektivitas
teknologi VU Jagung Putih inovasi Balitbangtan dari hasil adopsi petani dan faktor
yang mempengaruhi dengan cara pendekatan sasaran, sumber dan prosesnya.
Sasaran yang diinginkan adalah ketepatan varietas unggul dengan lokasi wilayah
sentra jagung di Kabupaten Grobogan. Apabila varietas unggul tersebut tepat lokasi
dan mutu baik sehingga diadopsi petani dan dikembangkan secara kontinyu maka
bisa dikatakan efektif karena tercapai sasarannya. Sedangkan dari pendekatan
sumber adalah ketersediaan benih sumber yang akan ditanam oleh petani tepat pada
waktu musim tanam, dan pendekatan proses adalah berhubungan dengan waktu
dimana ketepatan waktu dalam menyediakan kebutuhan benih dan distribusi
penyebaran benih tersebut sesuai dengan standar benih, prosedur dan terjalin
kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait lainnya.
Efektivitas merupakan kemampuan untuk melaksanakan aktifitas-aktifitas
suatu lembaga secara fisik dan non fisik dalam mencapai tujuan/keberhasilan
maksimal. Pengukuran efektivitas sering menghadapi kesulitan karena keluaran
24

(output) yang dihasilkan lebih banyak bersifat tidak berwujud (intangible) sehingga
tidak mudah untuk dikuantifikasi pencapaian hasil (outcome). Menurut Gibson et.al
(1989:34) indikator efektivitas dapat diukur antara lain melalui : 1) produktivitas,
2) kualitas, 3) efisiensi, 4) fleksibilitas, 5) kepuasaan, 6) keunggulan, dan 7)
pengembangan. Sedangkan alat analisisnya menggunakan metode IPA yaitu
mengukur hubungan antara persepsi konsumen (petani) dan prioritas peningkatan
kualitas produk/jasa (VU Jagung Putih) sebagai quadrant analysis (Brandt, 2000
dan Latu & Everett, 2000). Uraian mengenai kerangka pemikiran dan hubungan-
hubungan antar setiap peubah tersebut di atas dapat digambarkan secara sederhana
pada Gambar 6.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian ini berdasarkan masalah, tujuan dan kerangka


pemikiran adalah VU Jagung Putih inovasi Balitbangtan (Anoman dan Srikandi
Putih) belum banyak diadopsi oleh petani jagung di tiga desa binaan Kabupaten
Grobogan, Jawa Tengah karena petani masih tradisional yang melaksanakan
usahatani secara turun temurun dengan menitik beratkan pada kemampuan teknis
berdasarkan pengalaman sehingga Jagung Putih lokal masih dipertahankan oleh
petani. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi adopsi teknologi VU Jagung
Putih yaitu pendapatan, pengetahuan/informasi teknologi, dukungan penyuluh,
hama penyakit dan ketersediaan benih. Kelima faktor tersebut diduga akan
mempunyai peluang adopsi terhadap VU Jagung Putih inovasi Balitbangtan
tersebut.
25

Permasalahan :
- Informasi dan penguasaan teknologi masih
partial
VUB Jagung Putih
- Varietas lokal masih dipertahankan turun
temurun oleh petani (Anoman dan Srikandi 1 Sumber bahan pangan
Putih) pokok pengganti
- Belum ada pabrik/industri pengolahan hasil
beras
Jagung Putih dan pemasarannya
2 Penunjang program
- Belum ada ketetapan harga jual
diversifikasi pangan
- Cekaman biotik (penyakit bulai, hawar daun)

Sifat inovasi teknologi Faktor-faktor yang mempengaruhi :


- Keuntungan relatif (relative advantage) - Internal : umur, pendidikan formal,
- Kesesuaian (compatibility) pengalaman, pendapatan, luas lahan
- Kerumitan (complexity) - Eksternal : Pengetahuan/informasi
- Dapat diuji coba (triability) teknologi, Dukungan penyuluh,
- Dapat diamati (observability) Ketersediaan benih, hama penyakit

Minat/motivasi petani Adopsi VUB Jagung Putih


adopsi

Efektivitas VUB Jagung Putih


Umpan balik/feed back

Gambar 6. Kerangka Pemikiran Penelitian

25
26

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Grobogan pada tiga desa/kecamatan


pengembangan Jagung Putih yaitu Desa Sumber Jatipohon (Kecamatan Grobogan),
Desa Godan (Kecamatan Tawangharjo) dan Desa Karangasem (Kecamatan
Wirosari). Lokasi ditentukan secara purposive sampling karena lokasi tersebut
merupakan desa binaan Ditjen TPH Kabupaten Grobogan yang direferensikan
menanam Varietas Unggul inovasi Balitbangtan jenis Jagung Putih komposit
(Anoman dan Srikandi Putih). Sedangkan pemulia/inventor teknologi Jagung Putih
tersebut di Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros, Sulawesi Selatan. Waktu
penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2015 di tiga desa Kabupaten
Grobogan Jawa Tengah.

Jenis dan Sumber Data

Pengumpulan data dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu :


a. Data primer : data yang diperoleh dari hasil survey, wawancara dengan petani
dan inventor/pakar Jagung Putih Anoman dan Srikandi Putih di tiga desa
Kabupaten Grobogan menggunakan instrumen kuesioner untuk mengetahui
karakteristik dan minat/motivasi petani dan faktor-faktor yang mempengaruhi
adopsi serta efektivitas Varietas Unggul Jagung Putih komposit inovasi
Balitbangtan.
b. Data sekunder : data produksi, luas lahan, varietas unggul, penyebaran benih
jagung nasional yang diperoleh dari instansi terkait, seperti Ditjen Tanaman
Pangan; Direktorat Benih Nasional; Puslitbang Tanaman Pangan; Balitsereal,
BPTP, BPS provinsi/kabupaten; Dinas TPH provinsi/kabupaten; dan sumber
lain seperti jurnal nasional dan internasional serta instansi terkait dengan
kebutuhan penelitian.

Pengumpulan Data
Data dikumpulkan melalui responden secara purposive sampling yaitu suatu
teknik pengambilan sampel secara sengaja dengan teknik pengumpulan data
menggunakan kuisioner. Pemilihan responden penelitian adalah petani jagung di
Kabupaten Grobogan di tiga kecamatan/desa yaitu Desa Karangasem Kecamatan
Wirosari, Desa Godan Kecamatan Tawangharjo dan Desa Jatipohon Kecamatan
Grobogan masing-masing 40 petani sehingga keseluruhan responden sebanyak 120
petani. Tahap selanjutnya, untuk menganalisis efektivitas teknologi Varietas
Unggul Jagung Putih (Anoman dan Srikandi Putih) sebanyak 15 responden yang
terdiri dari 9 petani dari 120 petani yang mengadopsi Varietas Unggul Jagung Putih
(Anoman dan Srikandi Putih) ditambah 6 orang nara sumber dari Pemulia, Dinas
TPH Kabupaten Grobogan, dan Mitra Bisnis/Pengepul. Sedangkan dalam melihat
hubungan efektivitas dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap adopsi
adalah variabel yang mempengaruhi adopsi yaitu pendapatan petani, informasi
teknologi, dukungan penyuluh, hama penyakit dan ketersediaan benih tersebut dan
atribut efektivitas pada kuadran A (prioritas utama) yaitu : produksi, daya tahan,
dan harga.
27

Tabel 6. Matrik tujuan, alat analisis dan sumber data penelitian


No Tujuan Alat analisis Sumber data ∑ sampel
1. Mengidentifikasi Analisis Primer : Petani 120 responden
karakteristik dan minat Deskriptif (responden)
petani mengadopsi
Varietas Unggul Jagung
Putih
2. Mengetahui faktor-faktor Analisis Primer : Petani 120 responden
yang mempengaruhi Regresi (responden)
adopsi teknologi Varietas logistk
Unggul Jagung Putih
(Anoman dan Srikandi
Putih)
3. Menganalisis efektivitas Skala Primer : Petani 15 responden
teknologi Varietas Unggul Likert, adopsi Varietas (9 petani dan
Jagung Putih (Anoman Analisis IPA Unggul Jagung 6 orang
dan Srikandi Putih) untuk Putih, Key narsum)
meningkatkan kualitas person
berdasarkan preferensi (Pemulia, Dinas
petani supaya tercapai TPH Grobogan,
tujuan yang diinginkan Mitra bisnis,
Kel. tani)
4. Mengetahui hubungan Korelasi Primer : Petani 15 responden
efektivitas dan faktor- Sederhana
faktor yang mempengaruhi (Rank
adopsi petani terhadap Spearman)
Varietas Unggul Jagung
Putih (Anoman dan
Srikandi Putih)

Metode Analisis Data

Adopsi petani terhadap Varietas Unggul Jagung Putih dianalisis secara


deskriptif dan kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk memberi gambaran
terhadap objek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya,
tanpa menarik kesimpulan yang berlaku secara umum. Analisis deskriptif
digunakan untuk memberi gambaran karakteristik petani adopsi Varietas Unggul
Jagung Putih inovasi Balitbangtan dalam bentuk tabel/diagram dan faktor-faktor
yang mempengaruhi adopsi dianalisis dengan model regresi logistik. Analisis
efektivitas Varietas Unggul Jagung Putih menggunakan kuesioner dengan skala
likert dengan metode Importance and Performance Analysis (IPA) dalam melihat
hubungan antara kepentingan/harapan dan kinerja dalam bentuk kuadran, serta
untuk melihat hubungan efektivitas dengan faktor yang mempengaruhi adopsi
petani menggunakan analisis korelasi sederhana (Rank Spearman).
28

Pengujian Sampel

Uji Multikolinearitas
Analisis regresi yang tidak berdasarkan OLS tidak memerlukan persyaratan
asumsi klasik misalnya regresi logistik atau regresi ordinal. Uji asumsi klasik yang
sering digunakan yaitu uji multikolinearitas dan analisis dapat dilakukan tergantung
pada data yang ada. Uji multikolinearitas adalah untuk melihat ada atau
tidaknya korelasi yang tinggi antara variabel-variabel bebas dalam suatu model
regresi. Jika ada korelasi yang tinggi di antara variabel-variabel bebasnya, maka
hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya menjadi terganggu.
Mutikolinearitas dapat dilihat dari nilai Variable Inflation Factor (VIF) (Webster,
1998). Apabila angka VIF melebihi 10 atau nilai tolerance kurang dari 0,1 berarti
terjadi multikolinearitas antara variabel-variabel bebas. Beberapa alternatif cara
untuk mengatasi masalah multikolinearitas adalah sebagai berikut:
1. Mengganti atau mengeluarkan variabel yang mempunyai korelasi yang tinggi.
2. Menambah jumlah observasi.
3. Mentransformasikan data ke dalam bentuk lain, misalnya logaritma natural,
akar kuadrat atau bentuk first difference delta.

Uji Validitas dan Reliabilitas


Untuk menguji validitas atribut-atribut yang akan digunakan dalam model
terlebih dahulu dicari harga korelasi antara bagian-bagian dari alat ukur secara
keseluruhan dengan cara mengkorelasikan setiap butir alat ukur dengan skor total
yang merupakan jumlah setiap skor butir, dengan rumus Pearson Moment.
Distribusi (Tabel t) untuk tingkat kesalahan 5% dan derajad kebebasan (dk = n-2).
Keputusan : jika t hitung > t tabel berarti valid, sebaliknya jika t hitung < t table
berarti tidak valid. Untuk menghitung tingkat validitasnya dilakukan dengan
menggunakan program Statistical Package for Social Science (SPSS) for window,
sehingga dapat diketahui nilai dari kuesioner pada setiap atribut. Suatu instrument
dikatakan valid apabila memiliki korelasi antara butir dengan skor total dalam
instrumen tersebut lebih besar dari 0,300 dengan tingkat kesalahan 5 persen.
Menurut Sugiyono (2007), Instrumen reliabel adalah instrument yang bila
digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang sama, akan menghasilkan
data yang sama. Bila koefisien positif dan signifikan maka instrument tersebut
dinyatakan reliabel. Pengukuran reliabilitas instrument dalam penelitian ini
menggunakan SPSS for windows dilihat dari koefisien Alfa Cronbach. Nilai batas
yang digunakan untuk menilai sebuah tingkat reliabilitas yang dapat diterima adalah
0,60. hal ini dapat dikatakan reliabel.

Identifikasi karakteristik dan minat petani adopsi VU Jagung Putih

Petani sebagai responden penelitian yang diwakili oleh tiga desa di


Kabupaten Grobogan diperkirakan belum semua mempunyai minat yang sama
dalam mengadopsi suatu inovasi baru yang diperkenalkan. Adopsi inovasi
merupakan suatu proses mental dalam diri seseorang melalui pertama kali
mendengar tentang suatu inovasi sampai akhirnya mengadopsi (Soekartawi, 1988).
Dari hasil wawancara langsung (kuesioner) dengan petani responden, ada faktor
29

pertimbangan dari petani untuk mengadopsi dan tidak mengadopsi teknologi


Varietas Unggul Jagung Putih. Selain itu, faktor sosial ekonomi seperti umur,
tingkat pendidikan formal, jumlah tanggungan keluarga, status kepemilikan lahan,
luas lahan, pengalaman usahatani, dan pendapatan petani diharapkan dapat
menggambarkan karakteristik petani responden dalam mengadopsi teknologi baru
(faktor internal). Tingkat adopsi Varietas Unggul Jagung Putih belum optimal
dengan adanya kendala faktor biofisik dan sosial ekonomi. Menurut Sembiring dan
Warsito (2004) bahwa tingkat adopsi oleh petani dipengaruhi oleh daya dukung
agroekosistem, motivasi, sikap, tindakan dan pengalaman berusahatani serta
ketersediaan modal, input produksi dan intensitas pertemuan dengan kelompok tani
dan penyuluh.
Definisi operasional faktor internal (karakteristik petani), yaitu : 1) umur
petani merupakan lamanya hidup seorang responden, 2) pendidikan formal adalah
tingkat pendidikan yang pernah diikuti responden pada bangku sekolah dan diukur
dengan tahun, 3) jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang
ditanggung oleh anggota lain yang bekerja baik dari sektor pertanian maupun non
pertanian, 4) status kepemilikan lahan adalah lahan usahatani merupakan milik
sendiri, sewa, dan sanggeman (lahan milik perhutani yang dipinjamkan kepada
petani berdasarkan perjanjian), 5) luas lahan adalah luas lahan usahatani yang
dimiiki petani untuk berusahatani (sawah irigasi/tadah hujan, ladang/kebun/tegalan,
perhutani), 6) pengalaman usahatani adalah lamanya pengalaman petani dalam
melakukan usahatani jagung yang dihitung dalam tahun, dan 7) pendapatan adalah
pendapatan petani yang diperoleh dari usahatani baik berupa uang atau barang dari
rumah tangga petani per bulan dikelompokkan dalam kategori tinggi (> Rp. 5 juta),
sedang (Rp. 1 juta – 5 juta), dan rendah (< Rp. 1 juta).

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi VU Jagung Putih

Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi proses adopsi teknologi Varietas


Unggul Jagung Putih menggunakan model regresi logistik (logit) untuk menguji
pengaruh adopsi dengan peubah penjelasnya. Metode analisis ini merupakan bagian
dari analisis regresi yang digunakan ketika variabel dependen (respon) merupakan
variabel dikotomi yang terdiri atas dua nilai, dimana yang mewakili kemunculannya
diberi angka 1 atau 0. Data peubah bebas meliputi peubah-peubah yang diduga
mempengaruhi adopsi petani terhadap Varietas Unggul Jagung Putih yaitu faktor
internal/karakteristik petani seperti : umur (tahun), pendidikan formal (tahun),
pengalaman (tahun), pendapatan (Rp/bulan), luas lahan usahatani yang dimiliki
(hektar). Sedangkan faktor eksternal adalah pengetahuan/informasi teknologi
(tahun), dukungan penyuluh (PPL/PPS), ketersediaan benih adalah benih yang
ditangkar sendiri oleh petani atau bantuan dari kelembagaan setempat (tersedia,
tidak tersedia) dan hama penyakit bulai merupakan hama penyakit yang menyerang
tanaman Jagung Putih jika tidak diantisipasi dari awal pembibitan benih atau
mengikuti pedoman PTT, dibedakan dalam kategori tinggi dan rendah.
Studi tentang adopsi inovasi teknologi telah banyak dilakukan berdasarkan
penelitian empiris yang sangat bervariasi dengan berbagai sudut pandang dan
pendekatan yang berbeda-beda. Pendekatan dengan metode regresi logistik sebagai
alat analisis dalam mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
adopsi telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Menurut Ebojeit (2012), variabel
30

independen umur, pendidikan, pendapatan, dan kunjungan penyuluhan memiliki


pengaruh yang signifikan sedangkan variabel pengalaman usahatani, jumlah
tanggungan keluarga, dan luas lahan tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap adopsi jagung hibrida. Penelitian Kariyasa dan Dewi (2012), variabel
independen yang mempengaruhi tingkat peluang peningkatan adopsi adalah jarak
ke sumber informasi teknologi pertanian, jarak ke tempat pertemuan dan
produktivitas selain usia dan pendidikan. Tingkat produktivitas adalah sebagai
pertimbangan utama petani untuk mengadopsi program ICM-FFS.
Mosher (1987) dalam Alam (2010), menggunakan variabel independen
benih karena tersedianya sarana produksi secara lokal merupakan salah satu syarat
pokok untuk berlangsungnya pembangunan pertanian. Inovasi teknologi
memerlukan sarana produksi berupa benih berkualitas yang dibutuhkan petani
berpengaruh positif terhadap tingkat adopsi. Hal ini sejalan dengan Pribadi (2002)
bahwa variabel independen ketersediaan benih varietas unggul diadopsi oleh petani
yang mempunyai pendapatan rendah, tidak memiliki akses yang baik terhadap jenis
pekerjaan lain. Yuliarmi (2006), menggunakan variabel independen luas lahan
garapan petani, biaya pupuk, dan harga gabah dalam faktor adopsi teknologi. Faktor
pendorong bagi petani dalam menerapkan teknologi pemupukan berimbang adalah
produksi yang lebih tinggi dan faktor penghambatnya adalah tidak adanya jaminan
harga yang layak. Penerapan teknologi yang dilaksanakan di Kecamatan Plered
tetapi tidak signifikan dalam meningkatkan produksi padi sawah yang diperoleh
petani karena ketersediaan pupuk yang tidak tepat waktu dan penggunaan pupuk
yang belum sesuai dengan rekomendasi spesifik lokasi.
Hendayana (2012), menggunakan variabel independen umur, pendidikan
formal, pengalaman usahatani, penguasaan lahan usahatani, pendapatan usahatani,
dan Alam Nur (2010) menambah variabel lain yang berpengaruh positif adalah
aktivitas mencari informasi teknologi, menunjukkan hubungan yang linear dan
berpengaruh nyata terhadap peubah tingkat adopsi. Semakin dinamis suatu
kelompok tani, maka semakin tinggi tingkat adopsi inovasi. Khonje et.al (2015),
menggunakan variabel independen pendidikan, tanggungan rumah tangga, akses
dan informasi teknologi, asset (luas lahan yang dimiliki), dukungan kelompok tani,
dukungan penyuluh. Adopsi varietas jagung dapat ditingkatkan melalui
peningkatan akses informasi, pasar, dan aset yang masih produktif. Kemudahan
akses dan ketersediaan informasi pasar memainkan peran utama dalam mengurangi
tinggi biaya transaksi petani. Hal tersebut masih menjadi tantangan karena
pelayanan infrastruktur dan dukungan yang masih minim. Inovasi kelembagaan
seperti koperasi petani untuk pemasaran kolektif yang dapat mengurangi biaya
transaksi semenjak faktor input dan output pasar dalam kondisi tidak sempurna.
Secara teoritis model fungsi logit dapat dirumuskan seperti berikut (Hosmer, D.W
dan S.Lemeshow. 2000) :
𝑷𝒊
𝐥𝐧 = α + βi Xi + ε
𝟏 − 𝑷𝒊
Keterangan :
Pi = peluang petani mengadopsi teknologi (Pi = 1, jika petani mengadopsi;
Pi =0, jika tidak mengadopsi.
1 - Pi = peluang petani mengadopsi teknologi
Xi = vektor peubah bebas (i = 1, 2, ... , n)
α, β, ε = parameter dugaan fungsi logistik galat acak
31

Dalam regresi logit tidak mengasumsikan hubungan antara variabel


independent dan dependent secara linear, namun dalam hubungan fungsi logistik
sebagai berikut:

ln (p/(1-p)) = α + β1X1 + β2 X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7D1 + β8D2 + β9D3 + ε

Keterangan:
 p = peluang petani mengadopsi teknologi (1 = jika petani mengadopsi teknologi,
0 = jika petani tidak mengadopsi teknologi); 1-p= peluang petani tidak
mengadopsi teknologi
 X1 = Umur (tahun);
 X2 = Pendidikan (tahun);
 X3 = Pengalaman usahatani (tahun);
 X4 = Luas lahan yang dimiliki (hektar);
 X5 = Pendapatan (Rp);
 X6 = Pengetahuan/informasi teknologi (tahun);
 D1 = Dummy Dukungan Penyuluh (D=1, Aktif, D=0, Non aktif)
 D2 = Dummy Hama Penyakit bulai (D=1, tinggi dan D=0, rendah);
 D3 = Dummy Ketersediaan Benih (D=1, tersedia dan D=0, tidak tersedia);
 α = konstanta/intersep;
 βi = koefisien regresi ke-i (i = 1,2,3,.....9);
 ε = error term

Model ini akan membentuk variabel prediktor/respon (log (p/(1-p)) yang


merupakan kombinasi linear dari variabel independen. Nilai ini yang kemudian
ditransformasikan menjadi probabilitas (peluang) dengan fungsi logit. Regresi ini
menghasilkan rasio peluang (odds ratio) terkait dengan nilai setiap prediktor,
artinya probabilitas hasil yang muncul dibagi dengan probabilitas yang tidak terjadi.

Analisis efektivitas teknologi Varietas Unggul Jagung Putih

Analisis efektivitas dikelompokkan dengan menjumlahkan skor dari nilai


seperangkat variabel yang bersangkutan berupa pernyataan positif dan pernyataan
negatif dari responden dengan skala Likert. Data interval dapat dinalisis dengan
menghitung skor pada setiap alternatif jawaban yang diberikan oleh responden
sesuai dengan rating yang telah ditetapkan dimulai dari 5, 4, 3, 2, dan 1. Skala
indikator untuk menetapkan analisis persepsi reponden terhadap penilaian kuisioner
penelitian pada tabel 7.

Tabel 7. Skala indikator untuk analisis persepsi


No. Indikator Jawaban Rating
1. Sangat Setuju/Sangat Baik/Sangat Tepat/Sangat Tersedia 5
2. Setuju/Baik/Tepat/Tersedia 4
3. Ragu-ragu/Kurang Baik/Kurang Tepat /Kurang 3
4. Tidak Setuju/Tidak Baik/Tidak Tepat/Tidak Tersedia 2
5. Sangat Tidak Setuju/Sangat Tidak Baik/Sangat Tidak 1
Tepat/Sangat Tidak Tersedia
Sumber : Sugiyono, 2013
32

Efektivitas merupakan kemampuan untuk melaksanakan aktifitas-aktifitas


suatu lembaga secara fisik dan non fisik dalam mencapai tujuan/keberhasilan
maksimal. Analisis efektivitas Varietas Unggul Jagung Putih menggunakan metode
IPA, untuk menunjukkan hubungan antara kepentingan/harapan dan tingkat
kinerja/kepuasan apakah sesuai dengan tujuan/sasaran yang ingin dicapai kepada
pengguna. Data yang digunakan diperolah dari hasil kuisioner dan nara sumber/ahli
yang terkait dengan teknologi tersebut. Pengukuran efektivitas sering menghadapi
kesulitan karena keluaran (output) yang dihasilkan lebih banyak bersifat tidak
berwujud (intangible) sehingga tidak mudah untuk dikuantifikasi pencapaian hasil
(outcome). Menurut Gibson et.al, 1989 indikator efektivitas dapat diukur antara lain
melalui : 1) produktivitas, 2) kualitas, 3) efisiensi, 4) keunggulan, 5) kepuasan, dan
6) pengembangan. Penjabaran tiap atribut berdasarkan metode Importance and
Performance Analysis (IPA) dalam empat quadran berdasarkan kepentingan dan
kinerja yang telah dilakukan dengan enam indikator penilaian dijabarkan menjadi
tujuh belas atribut. Kriteria atau ukuran efektivitas yang menjadi indikator dan
atribut dalam melihat keefektifan teknologi varietas unggul baru Jagung Putih
(Anoman dan Srikandi Putih) dalam tabel 8.

Tabel 8. Indikator dan atribut-atribut penilaian kinerja dan kepentingan/harapan


pada efektivitas VU Jagung Putih (Anoman dan Srikandi Putih)
No. Unsur Penilaian Kepentingan Kinerja
I. Produktivitas
1. Luas lahan usahatani
2. Tingkat Adopsi teknologi
3. Produksi
II. Kualitas
4. Karakteristik VU Jagung Putih
5. Daya_tahan Varietas Unggul
6. Daya hasil Varietas Unggul
III. Efisiensi
7. Biaya usahatani
8. Harga
9. Umur Panen
IV. Keunggulan
10. Potensi_hasil
11. Toleran_kekeringan
12. Kesesuaian dengan lingkungan
(spesifik lokasi)
13. Kandungan Gizi/Nutrisi
V. Kepuasan
14. Ketersediaan benih
15. Teknologi Inovasi
VI. Pengembangan
16. Diseminasi/Penyebaran Hasil Penelitian
17. Dukungan kelembagaan (Balit komoditas,
BPTP, BPSB TPH, Penangkar dan Petani)
33

Importance and Performance Analysis


Tahapan yang dilakukan dalam metode IPA (Supranto, 2001 dalam Lodhita
et. al, 2013) adalah :
1. Data hasil penilaian kuisioner terhadap 15 responden (9 petani, 6 nara sumber)
2. Perhitungan Tingkat Kesesuaian (TKi) antara tingkat kinerja dan kepentingan

Keterangan :
TKi = Tingkat kesesuaian responden
Xi = Skor penilaian tingkat kinerja/kepuasan
Yi = Skor penilaian kepentingan

3. Perhitungan rata-rata kinerja (𝑋̅) dan kepentingan (𝑌̅) seluruh responden

∑ 𝑋𝑖 ∑ 𝑌𝑖
𝑋̅ = , 𝑌̅ =
𝑛 𝑛
Keterangan :
𝑋̅ = Skor rata tingkat kinerja
𝑌̅ = Skor rata-rata tingkat kepentingan
ΣXi = Jumlah skor tingkat kinerja
ΣYi = Jumlah skor tingkat kepentingan
n = Jumlah responden (15)
4. Perhitungan rata-rata kinerja dan kepentingan seluruh atribut untuk menghitung
letak batas dua garis berpotongan tegak lurus pada (𝑋 ̿, 𝑌 ̿) dengan rumus :

∑𝑁
𝑖=1 𝑋𝑖 ∑𝑁
𝑖=1 𝑌𝑖
𝑋̅ = , 𝑌̅ =
𝑘 𝑘
keterangan :
𝑋 ̿ = 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎
𝑌 ̿ = 𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑘𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑝𝑒𝑛𝑡𝑖𝑛𝑔𝑎𝑛
k = Banyaknya atribut yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan (k=21)
̅ , 𝑌̅ dalam diagram kartesius yang dibagi menjadi
5. Penjabaran tiap atribut 𝑋
empat kuadran dan dibatasi 𝑋 ̅ , 𝑌̅

Importance Performance Analysis


34

Analisis hubungan efektivitas dan faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi


Varietas Unggul Jagung Putih (Anoman dan Srikandi Putih)

Analisis untuk melihat apakah ada hubungan dan tingkat hubungan antara
dua variabel atau lebih menggunakan korelasi. Penelitian korelasional bertujuan
untuk mengetahui tentang ada tidaknya dan kuat lemahnya hubungan variabel yang
terkait dalam suatu objek atau subjek yang diteliti. Penelitian korelasional
mempunyai bermacam jenis rancangan, diantaranya korelasi bivariat. Dua variabel
dikorelasikan hasilnya adalah koefisien korelasi yang memberikan ukuran tingkat
dan arah hubungan. Penggunaan metode korelasional ditujukan (1) untuk
mengungkapkan hubungan antar variabel dan (2) untuk memprediksi skor subjek
pada suatu variabel melalui skor pada variabel lain. Adanya korelasi antara dua
variabel atau lebih, tidak berarti adanya pengaruh atau hubungan sebab akibat dari
suatu variabel terhadap variabel lainnya. Meskipun dari kenyataan ada hubungan
yang erat antara dua variabel, seseorang tidak dapat menyimpulkan bahwa variabel
yang satu adalah penyebab dari variabel yang lain. Hal ini disebabkan mungkin ada
faktor ketiga yang mempengaruhi variabel pertama, variabel kedua, atau mungkin
mempengaruhi kedua-duanya.
Analisis korelasi sederhana (Bivariate Correlation) digunakan untuk
mengetahui keeratan hubungan antara dua variabel dan untuk mengetahui arah
hubungan yang terjadi. Koefisien korelasi sederhana menunjukkan seberapa besar
hubungan yang terjadi antara dua variabel. Dalam SPSS ada tiga metode korelasi
sederhana (bivariate correlation) diantaranya Pearson Correlation, Kendall’s tau-
b, dan Spearman Correlation. Pearson Correlation digunakan untuk data berskala
interval atau rasio, sedangkan Kendall’s tau-b, dan Spearman Correlation lebih
cocok untuk data berskala ordinal. Analisis korelasi sederhana dengan metode
Spearman nilai korelasi (ρ) berkisar antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1
atau -1 berarti hubungan antara dua variabel semakin kuat, sebaliknya nilai
mendekati 0 berarti hubungan antara dua variabel semakin lemah. Korelasi zero (0)
mengindikasikan tidak ada hubungan dan arah ke -1 atau +1 merupakan korelasi
sempurna pada kedua ekstrem. Arah hubungan diindikasikan bahwa semakin tinggi
skor pada suatu variabel, semakin tinggi pula skor pada variabel lain atau sebaliknya
(Emzir, 2009:48). Nilai positif menunjukkan hubungan searah (X naik maka Y
naik) dan nilai negatif menunjukkan hubungan terbalik (X naik maka Y turun),
misalnya hubungan antara motivasi dan prestasi belajar merupakan contoh korelasi
positif sedangkan hubungan antara stres dan sehat merupakan contoh korelasi
negatif. Dalam melihat hubungan dan tingkat hubungan antara efektivitas dengan
adopsi teknologi VU Jagung Putih menggunakan matrrik korelasi sederhana
(bivariate correlation).
.
35

GAMBARAN UMUM

Geografis dan Iklim

Kabupaten Grobogan merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa


Tengah, ibu kota Kabupaten berada di Purwodadi tepatnya di Kelurahan Purwodadi
Kecamatan Purwodadi. Secara geografis wilayah Kabupaten Grobogan terletak
antara 110o 15’ BT – 111o 25’ BT dan 7o LS – 7o 30’ LS dengan kondisi tanah
berupa daerah pegunungan kapur, perbukitan dan daratan di bagian tengahnya.
Wilayah Kabupaten Grobogan terletak diantara dua pegunungan Kendeng yang
membujur dari arah barat ke timur, dan sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten
Demak, Kudus, dan Pati, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Ngawi,
Sragen, Boyolali, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Blora, dan di
sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Semarang.

Gambar 7. Peta Kabupaten Grobogan

Secara administratif Kabupaten Grobogan terdiri dari 19 Kecamatan dan


273 Desa dan 7 Kelurahan dengan luas wilayah 1.975,86 Km dan merupakan
Kabupaten terluas nomor 2 setelah Kabupaten Cilacap. Jarak dari uatara ke selatan
+ 37 Km dan dari barat ke timur + 83 Km. Secara rinci pembagian wilayah dan
persebaran luas wilayah, jumlah desa/kelurahan menurut kecamatan di Kabupaten
Grobogan dapat dilihat pada tabel 9.
36

Tabel 9. Luas wilayah dan jumlah desa/kelurahan berdasarkan kecamatan di


Kabupaten Grobogan
No. Kecamatan Luas Prosentase Jumlah Jumlah
(Km2) Luas (%) Desa Dusun
1. Geyer 196.192 9,93 13 102
2. Toroh 119.320 6,04 16 118
3. Wirosari 154.298 7,81 14 86
4. Tanggungharjo 60.628 3,07 9 31
5. Grobogan 104.556 5,29 12 52
6. Kradenan 107.748 5,45 14 79
7. Pulokulon 133.644 6,76 13 112
8. Gabus 165.365 8,37 14 87
9. Karangrayung 140.595 7,12 19 100
10. Tawangharjo 83.602 4,23 10 58
11. Kedungjati 130.342 6,60 12 76
12. Purwodadi 77.656 3,93 17 104
13. Penawangan 74.177 3,75 20 71
14. Brati 54.891 2,78 9 51
15. Ngaringan 116.720 5,91 12 78
16. Klambu 46.562 2,36 9 44
17. Tegowanu 51.670 2,62 18 54
18. Gubug 71.119 3,60 21 63
19. Godong 86.780 4,39 28 86
Jumlah 1.975.865 100,00 280 1.451
Sumber : Bagian Tata Pemerintahan Setda Kabupaten Grobogan, 2014

Sebagian besar wilayah terletak pada permukaan yang relatif datar dengan
kemiringan kurang dari 5%, daerah berbukit dan pegunungan terletak di bagian
utara dan selatan, tepatnya di sekitar jalur pegunungan kendeng utara dan selatan.
Secara umum kondisi topografi yang ada dapat dikelompokkan menjadi 3
kelompok :
 Daerah dataran, berada pada ketinggian sampai dengan 50 mdpl, dengan
kelerengan 0 - 8% meliputi 6 kecamatan yaitu Kecamatan Gubug, Tegowanu,
Godong, Purwodadi, Grobogan sebelah selatan dan Wirosari sebelah selatan
 Daerah perbukitan, berada pada ketinggian antara 50 -100 mdpl, dengan
kelerengan 8 - 15% meliputi 4 kecamatan yaitu Kecamatan Klambu, Brati,
Grobogan sebelah utara dan Wirosari sebelah utara.
 Daerah dataran tinggi, berada pada ketinggian antara 100 - 500 mdpl, dengan
kelerengan >15% meliputi wilayah kecamatan yang berada di sebelah selatan
dari wilayah Kabupaten Grobogan.

Secara umum, Kabupaten Grobogan tidak terdapat kawasan khusus,


sementara ini yang ada adalah kawasan lindung yang telah ditetapkan dalam
Peraturan Daerah Kabupaten Grobogan Nomor 10 Tahun 1994 tentang Rencana
Umum Tata Ruang Wilayah (RUTRW) Kabupaten Daerah Tingkat II Grobogan
adalah kawasan Lindung terdiri dari :
37

1. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan di bawahnya, meliputi: (1)


Kawasan yang mempunyai kelerengan di atas 40% berada di Kecamatan
Grobogan, Brati, Tawangharjo dan Wirosari dengan luas kawasan sebesar
448,50 Ha. (2) Kawasan resapan air yang berada di 30 Desa yang tersebar di
Kecamatan Tanggungharjo, Kedungjati, Karangrayung, Penawangan, Toroh,
Geyer, Pulokulon, Kradenan, Gabus, Klambu dan Grobogan.
2. Kawasan Perlindungan setempat yang meliputi: kawasan Sempadan Sungai
seluas 7.265 Ha, kawasan Sempadan Waduk (Waduk Gambrengan, Sanggeh,
Butak, Simo, Nglangon, Kenteng) dengan luas total 149 Ha, kawasan sempadan
mata air dengan luas total 1.382 Ha.
3. Kawasan Suaka Alam dan Cagar Budaya, yang meliputi: kawasan Bledug
Kuwu seluas 168,75 Ha, kawasan Mrapen, kawasan Makam Ki Ageng Tarub,
kawasan Makam Ki Ageng Selo, kawasan Gua Lawa, Gua Macan dan kawasan
Gua Urang seluas 12,56 Ha.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Program Kehutanan


tentang iklim di Kabupaten Grobogan yang terletak di antara Daerah Pantai Utara
bagian timur dan daerah Bengawan Solo Hulu mempunyai tipe iklim D yang
bersifat 1 s/d 6 bulan kering dan 1 s/d 6 bulan basah dengan suhu minimum 260 C.
Sedangkan hasil penelitian oleh Dinas Pertanian TPH Kabupaten Grobogan
diperoleh data rata-rata hari hujan tahun 2014 adalah 8.9 hari dan rata-rata curah
hujan 164 Mm. Curah hujan adalah "Satuan Kuantitatif" hujan, yaitu tinggi/tebal
hujan yang jatuh di permukaan bumi, diukur dalam satuan milimeter. Satuan curah
hujan terukur yang jatuh di permukaan bumi setara dengan satu liter setiap 1
M2 satuan luas atau dapat diperkirakan dengan satu juta liter setiap satu kilometer
persegi, dengan catatan air hujan tersebut tidak ada yang menguap kembali
(evapotranspirasi), melimpah (run off) dan merembes ke dalam permukaan bumi
(perkolasi). Rata-rata jumlah curah hujan dan banyaknya hari hujan Kabupaten
Grobogan menurut Kecamatan tahun 2014 pada tabel 10 dan 11.
Tabel 10. Rata-rata jumlah curah Hujan dan banyaknya hari hujan Kabupaten
Grobogan Tahun 2014
No Bulan Curah Hujan (mm) Hari Hujan (hh)
1 Januari 588 20,9
2 Pebruari 226 12,1
3 Maret 226 11,1
4 April 240 13,0
5 Mei 48 4,1
6 Juni 53 4,7
7 Juli 60 5,1
8 Agustus 42 3,0
9 September 4 0,4
10 Oktober 84 5,8
11 Nopember 178 12,6
12 Desember 220 14,0
Jumlah 1.969 106,8
Rata-rata 164 8.9
Sumber : Dinas Pertanian TPH (SPVA) Kab. Grobogan, 2015
38

Tabel 11. Rata-rata jumlah curah Hujan dan banyaknya hari hujan menurut
Kecamatan di Kabupaten Grobogan Tahun 2014
No Rata-rata Hari Hujan Rata-rata Curah Hujan
Kecamatan
per Bulan (hari) per Bulan (mm)
1. Kedungjati 8,67 128,42
2. Karangrayung 7,33 181,58
3. Penawangan 7,33 140,58
4. Toroh 10,58 160,58
5. Geyer 9,58 155,92
6. Pulokulon 8,33 164,00
7. Kradenan 8,75 137,25
8. Gabus 8,17 161,17
9. Ngaringan 9,00 132,83
10. Wirosari 9,75 135,08
11. Tawangharjo 10,42 137,92
12. Grobogan 12,58 166,00
13. Purwodadi 7,83 -
14. Brati 9,42 175,92
15. Klambu 11,75 540,25
16. Godong 10,08 168,33
17. Gubug 9,33 141,33
18. Tegowanu 6,50 135,00
19. Tanggungharjo 6,33 113,33
Rata-rata 8,91 164,05
2013 10,28 185,96
2012 8,43 148,48
Sumber : Dinas Pertanian TPH (SPVA) Kab. Grobogan, 2015

Kependudukan

Jumlah penduduk Kabupaten Grobogan pada Tahun 2013 tercatat sebesar


1.402.760 jiwa, lebih banyak berjenis kelamin laki-laki daripada
perempuan. Dengan komposisi jumlah penduduk laki-laki sebanyak 705.352 jiwa
dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 697.408 jiwa maka angka sex rasio 101
% yang artinya setiap 100 jiwa penduduk perempuan terdapat 101 jiwa penduduk
laki-laki. Data jumlah penduduk ini adalah data yang sudah disesuaikan dengan
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tanggal 17 Januari 2014, Nomor 470/328/SJ,
perihal Pemanfaatan Data Kependudukan, yang mewajibkan data kependudukan
yang digunakan untuk semua keperluan adalah data kependudukan dari
Kementerian Dalam Negeri. Sementara itu jika dilihat dari jumlah penduduk per
wilayah, Kecamatan Purwodadi merupakan wilayah yang paling banyak
penduduknya, yaitu mencapai 129.126 jiwa, sedangkan kecamatan yang paling
sedikit jumlah penduduknya adalah Kecamatan Klambu, yaitu sebanyak 38.034
jiwa. Untuk mengetahui rincian jumlah penduduk dan sex rasio per kecamatan,
dapat dilihat pada Tabel 12.
39

Tabel 12. Jumlah Penduduk Per Kecamatan Tahun 2013


Jumlah Penduduk Rasio Jenis
No. Kecamatan
L P Total Kelamin
1 Kedungjati 19.634 20.187 39.821 105,57
2 Karangrayung 44.843 44.857 89.700 104,34
3 Penawangan 29.197 29.587 58.784 103,46
4 Toroh 52.714 54.059 106.773 104,75
5 Geyer 29.122 31.072 60.194 103,77
6 Pulokulon 49.866 50.819 106.156 105,55
7 Kradenan 41.283 39.874 81.157 103,53
8 Gabus 36.182 35.885 72.067 100,83
9 Ngaringan 33.681 33.406 67.087 100,82
10 Wirosari 43.752 44.211 87.963 98,96
11 Tawangharjo 28.155 27.535 55.690 102,25
12 Grobogan 37.021 36.274 73.295 102,06
13 Purwodadi 64.476 64.650 129.126 99,73
14 Brati 24.267 24.012 48.279 101,06
15 Klambu 19.297 18.737 38.034 102,99
16 Godong 42.799 43.041 85.840 99,44
17 Gubug 41.288 40.885 82.173 100,99
18 Tegowanu 26.944 26.682 53.626 100,98
19 Tanggungharjo 20.774 20.958 41.732 99,12
Jumlah 705.352 697.408 1.402.760 101,14
Sumber: Data hasil penyesuaian sebagaimana Surat Edaran Menteri Dalam Negeri
tanggal 17 Januari 2014, Nomor470/328/SJ, perihal Pemanfaatan Data
Kependudukan.

Gambar 8. Jumlah Penduduk berdasarkan usia dan jenis kelamin


40

Dari aspek Kepadatan Penduduk tercatat sebesar 710 jiwa/km2, dengan


wilayah terpadat terletak di Kecamatan Purwodadi sebesar 1.663 jiwa/km 2 dan
kecamatan kepadatan terendah di kecamatan Kedungjati yaitu sebesar 342
jiwa/km2. Angka kepadatan penduduk di Kabupaten Grobogan terlihat pada
tabel 13.

Tabel 13. Luas wilayah, jumlah penduduk, Kepadatan Penduduk dan tingkat
kepadatan penduduk Tahun 2013
Luas Wilayah Jumlah Angka Tingkat
No Kecamatan
(Km2) Penduduk Kepadatan Kepadatan
1 Kedungjati 130,342 44.623 342 Rendah
2 Karangrayung 140,595 92.344 657 Rendah
3 Penawangan 74,177 63.473 856 Tinggi
4 Toroh 119,320 112.765 945 Tinggi
5 Geyer 196,192 67.330 343 Rendah
6 Pulokulon 133,644 106.156 794 Tinggi
7 Kradenan 107,748 81.157 753 Tinggi
8 Gabus 165,365 72.067 436 Rendah
9 Ngaringan 116,720 67.087 575 Rendah
10 Wirosari 154,298 87.963 570 Rendah
11 Tawangharjo 83,602 55.690 666 Rendah
12 Grobogan 104,556 73.295 701 Rendah
13 Purwodadi 77,656 129.126 1.663 Tinggi
14 Brati 54,891 48.279 880 Tinggi
15 Klambu 46,562 38.034 817 Tinggi
16 Godong 86,780 85.840 989 Tinggi
17 Gubug 71,119 82.173 1.155 Tinggi
18 Tegowanu 51,670 53.626 1.038 Tinggi
19 Tanggungharjo 60,628 41.732 688 Rendah
Jumlah 1.975,865 1.402.760 710
Sumber : Data hasil penyesuaian sebagaimana Surat Edaran Menteri Dalam Negeri
tanggal 17 Januari 2014, Nomor 470/328/SJ, perihal Pemanfaatan Data
Kependudukan, BPS Kabupaten Grobogan, 2015

Berdasarkan data di atas, diketahui bahwa Kecamatan Purwodadi memiliki


tingkat kepadatan tertinggi, hal ini wajar karena Purwodadi merupakan Ibukota
Kabupaten Grobogan. Sementara kecamatan yang masuk dalam kategori kepadatan
tinggi karena memiliki tingkat kepadatan lebih tinggi dari kepadatan Kabupaten
adalah Kecamatan Pulokulon, Penawangan, Toroh, Kradenan, Klambu, Godong,
Gubug, Brati dan Tegowanu. Sedangkan Kecamatan yang mempunyai angka
kepadatan rendah, karena memiliki tingkat kepadatan lebih rendah dibanding
kepadatan Kabupaten adalah kecamatan Geyer, Kedungjati, Karangrayung,
Ngaringan, Gabus, Wirosari, Grobogan, Tawangharjo, dan Tanggungharjo
(Gambar 9).
41

Gambar 9. Peta Kepadatan Penduduk Tahun 2013

Pembangunan di berbagai sektor tiap Kecamatan di Kabupaten Grobogan


bahwa sektor pertanian paling banyak menyerap tenaga kerja (56,1%), Perdagangan
(17,5%), Angkutan/transportasi (8,6%), Industri pengolahan (5,4%), Jasa (4,9%)
dan lainnya (7,4%). Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas yang Bekerja
Selama Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Pekerjaan dan Kecamatan tahun
2013 (gambar 10).

Lainnya
Angkutan 7%
Jasa 9%
5%
Perdagangan Pertanian
18% Industri 56%

Pengolahan
5%

Gambar 10. Persentase penduduk berumur 15 tahun keatas yang bekerja menurut
lapangan usaha tahun 2013
42

Sektor Pertanian

Kabupaten Grobogan merupakan Kabupaten yang tiang penyangga


perekonomiannya berada pada sektor pertanian dan merupakan daerah yang
cenderung cukup sulit mendapatkan air bersih. Kabupaten Grobogan berpotensi
menjadi salah satu sentra produksi jagung di Indonesia Tengah, karena didukung
potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan kebijakan pemerintah
kabupaten yang mendukung perkembangan pertanian jagung. Berdasarkan letak
geografis dan reliefnya, Kabupaten Grobogan merupakan kabupaten terluas kedua
di Provinsi Jawa Tengah, dengan luas wilayah 197.586,42 Ha dan sebagian besar
wilayah merupakan areal pertanian, terdiri dari lahan sawah 66.184 Ha, bukan lahan
sawah 99.674 Ha dan lahan bukan pertanian 31.728 Ha (tabel 14).
Lahan sawah meliputi lahan sawah irigasi teknis, lahan sawah tadah hujan,
sedangkan lahan bukan sawah meliputi kebun, ladang/tegalan, hutan; lahan bukan
pertanian seperti lahan tidur atau lahan kering yang belum dimanfaatkan untuk
pertanian. Semua lahan itu sangat berpotensi untuk ditanami jagung. Selama ini
pola tanam yang dilakukan petanipun sangat mendukung untuk kestabilan produksi
jagung yaitu padi-padi-jagung, padi-jagung-jagung, dan jagung-jagung-jagung
(untuk lahan tegalan/lahan hutan) (BPS Grobogan, 2010).

Tabel 14. Luas Penggunaan Lahan Kabupaten Grobogan Menurut Kecamatan


tahun 2013
Lahan Pertanian Lahan
No Kecamatan Sawah % Bukan Sawah % Bukan % Total
Luas (ha) Luas (ha) Pertanian
1. Kedungjati 432 3,3 12.220 93,8 382 2,9 13.034
2. Karangrayung 2.355 16,8 9.237 65,7 2.467 17,5 14.059
3. Penawangan 4.705 63,4 1.793 24,2 920 12,4 7.418
4. Toroh 4.518 37,9 5.090 42,7 2.323 19,5 11.931
5. Geyer 2.602 13,3 16.183 82,5 834 4,3 19.619
6. Pulokulon 5.675 42,5 4.996 37,4 2.694 20,2 13.365
7. Kradenan 3.915 36,3 4.292 39,8 2.567 23,8 10.774
8. Gabus 3.901 23,6 10.411 63,0 2.225 13,5 16.537
9. Ngaringan 4.987 42,7 4.050 34,7 2.635 22,6 11.672
10. Wirosari 4.112 26,6 9.273 60,1 2.045 13,3 15.430
11. Tawangharjo 2.502 29,9 4.982 59,6 876 10,5 8.360
12. Grobogan 2.871 27,5 5.561 53,2 2.024 19,4 10.456
13. Purwodadi 5.022 64,7 215 2,8 2.528 32,6 7.765
14. Brati 2.513 45,8 1.798 32,8 1.179 21,5 5.490
15. Klambu 2.361 50,7 1.519 32,6 776 16,7 4.656
16. Godong 6.521 75,1 640 7,4 1.518 17,5 8.679
17. Gubug 3.696 52,0 1.496 21,0 1.919 27,0 7.111
18. Tegowanu 2.721 52,7 1.663 32,2 783 15,2 5.167
19. Tanggungharjo 775 12,8 4.255 70,2 1.033 17,0 6.063
Jumlah 66.184 37,8 99.674 45,02 31.728 17,2 197.586
Sumber : Dinas Pertanian TPH (SPVA) Kab. Grobogan, BPS tahun 2014
43

Pada tabel 14 diatas menunjukkan bahwa luas lahan sawah Kabupaten


Grobogan tahun 2013 sebesar 66.184 ha (37,8%), luas lahan bukan sawah 99.674
ha (45,02%) dan luas lahan bukan pertanian 31.728 ha (17,2%). Lahan sawah
meliputi lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan dan lahan bukan sawah
mencakup tegalan, ladang, kebun, hutan dan lainnya. Sedangkan lahan bukan
pertanian mencakup tanah untuk bangunan dan pekarangan. Kecamatan yang
mempunyai lahan sawah diatas 50% dari total luas wilayahnya meliputi Kecamatan
Penawangan, Purwodadi, Klambu, Godong, Gubug dan Tegowanu. Kecamatan
Godong memiliki luas lahan yang terluas sebesar 6.521 ha atau 75,1% dari total
luas wilayahnya. Kecamatan yang memiliki luas lahan sawah paling kecil adalah
Kecamatan Kedungjati, yaitu 432 ha atau 3,3%. Kecamatan Grobogan,
Tawangharjo dan Wirosari masing-masing memiliki luas lahan sawah sebesar 2.871
ha (27,5%), 2.502 ha (29,9%) dan 4.112 ha (26,6%) dari total luas wilayahnya.
Sedangkan pada lahan bukan sawah, Kecamatan Wirosari memiliki luas sebesar
9.273 ha (60,1%), Kecamatan Tawangharjo dan Grobogan memiliki luas sebesar
4.892 ha (59,6%) dan 5.561 ha (53,25) dari total luas wilayahnya. Luas panen,
produksi dan produktivitas tanaman jagung per kecamatan di Kabupaten Grobogan
tahun 2013 dapat dilihat dalam tabel 15.

Tabel 15. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas jagung menurut kecamatan

Produktivitas
No Kecamatan Luas Panen (ha) Produksi (ton)
(ton/ha)
1 Kedungjati 4.505 25.471 5,7
2 Karangrayung 5.982 34.059 5,7
3 Penawangan 2.056 11.578 5,6
4 Toroh 11.227 63.679 5,7
5 Geyer 15.442 87.099 5,6
6 Pulokulon 8.498 48.101 5,7
7 Kradenan 6.118 34.779 5,7
8 Gabus 5.494 31.010 5,6
9 Ngaringan 2.605 14.730 5,7
10 Wirosari 6.559 37.687 5,7
11 Tawangharjo 6.665 38.165 5,7
12 Grobogan 4.744 26.135 5,5
13 Purwodadi 3.971 22.805 5,7
14 Brati 2.068 11.532 5,6
15 Klambu 2.802 15.791 5,6
16 Godong 41 225 5,5
17 Gubug 1.605 9.124 5,7
18 Tegowanu 3.887 21.664 5,6
19 Tanggungharjo 4.640 25.920 5,6
Jumlah 98.909 559.554 5,7
2012 100.332 575.614 5,7
2011 90.348 502.212 5,6
2010 131.103 708.013 5,4
Sumber : Dinas Pertanian TPH Kabupaten Grobogan, 2014 (diolah)
44

Produksi jagung yang dihasilkan Kabupaten Grobogan mengalami


penurunan dari tahun 2012 sebesar 16.060 ton (2,8%). Pada tabel dapat dilihat
bahwa Kecamatan Geyer merupakan penghasil jagung terbanyak, sebesar 87.099
ton (15,6%), sedangkan Kecamatan Godong paling sedikit, hanya sebesar 225 ton
(0,04%). Pada Kecaamatan Wirosari, Tawangharjo dan Grobogan masing-masing
mempunyai produksi jagung sebesar 37.687 ton (6,7%), 38.165 ton (6,8%), dan
26.135 ton (4,7%) dari total produksi di Kabupaten Grobogan. Produktivitas
tanaman jagung di Kabupaen Grobogan rata-rata hampir sama di setiap Kecamatan
yaitu sebesar 5,5 - 5,7 ton/ha.
45

ANALISIS FAKTOR ADOPSI DAN EFEKTIVITAS VARIETAS UNGGUL


JAGUNG PUTIH

Karakteristik petani adopsi Varietas Unggul Jagung Putih

Keputusan petani dalam mengadopsi dan tidaknya teknologi Varietas


Unggul Jagung Putih sangat beragam dan berhubungan dengan karakteristik petani
yang juga sangat beragam. Adopsi inovasi merupakan suatu proses mental dalam
diri seseorang melalui pertama kali mendengar tentang suatu inovasi sampai
akhirnya mengadopsi (Soekartawi, 1988). Karakteristik petani dengan jumlah
responden sebanyak 120 orang mencakup tiga desa/kecamatan, yaitu Desa
Jatipohon Kecamatan Grobogan, Desa Godan Tawangharjo dan Desa Karangasem
Kecamatan Wirosari pada Tabel 16.

Tabel 16. Karakteristik Responden berdasarkan desa di Kabupaten Grobogan


Responden berdasarkan lokasi
Karakteristik Responden Desa Desa Godan Desa Total %
Jatipohon Karangasem
Umur (tahun)
- 24 – 39 10 12 15 37 30,8
- 40 – 55 25 16 20 61 50,9
- 56 – 71 5 12 5 22 18,3
Jenis Kelamin
- Laki-laki 24 38 40 102 85,0
- Perempuan 16 2 - 18 15,0
Status Pernikahan
- Belum menikah 2 - - 2 1,7
- Sudah menikah 38 40 40 118 98,3
Pendidikan
- SD 33 27 30 90 75,0
- SMP 3 8 5 16 13,0
- SMA 4 5 5 14 12,0
Jumlah tanggungan (jiwa)
-0–3 22 25 26 73 60,8
-4–5 18 15 14 47 39,2
Pengalaman usahatani
- 1 - 18 tahun 31 18 30 79 65,8
- 19 – 37 tahun 8 15 9 32 26,7
- 38 - 56 tahun 1 1 7 9 7,5
Status Lahan
- Milik Sendiri 21 29 40 90 75,0
- Sanggeman 16 1 - 17 14,2
- Pemilik-Sanggeman 3 10 - 13 10,8
Luas Lahan (ha)
- < 0,25 18 16 2 36 30,0
- 0,25 – 0,75 18 18 35 71 59,2
- 0,76 – 1,25 4 6 3 13 10,8
Pendapatan (Rp/bulan)
- <1.000.000 2 - 17 19 15,8
- 1.000.000 – 5.000.000 32 22 23 77 64,2
- > 5.000.000 6 18 - 24 20,0
Sumber : Data primer
46

Umur
Umur petani sebagai responden pada tiga desa berkisar antara 24 – 71 tahun
dengan rata-rata umur petani 46 tahun. Rata-rata usia ini merupakan usia yang
cukup produktif dalam menghasilkan pendapatan (income), baik oleh diri sendiri
maupun keluarga. Usia responden terbanyak berkisar antara 40 – 55 tahun sebanyak
61 orang (50,9 persen) dibandingkan usia muda 24 - 39 tahun sebanyak 37 orang
(30,8 persen) dan usia 56 – 71 tahun sebanyak 22 orang (18,3 persen) dari total
responden. Penyebaran usia masing-masing Desa dengan kategori umur 24 - 39
tahun paling banyak di Desa Karangasem sebanyak 15 orang (40,5 persen), Desa
Godan 12 orang (32,5 persen) dan Desa Jatipohon sebanyak 10 orang (27 persen).
Kategori umur 40 – 55 tahun yang paling banyak di Desa Jatipohon sebanyak 25
orang (41 persen), Desa Karangasem sebanyak 20 orang (32,8 persen), dan Desa
Godan sebanyak 16 orang (26,2 persen). Sedangkan kategori umur 56 – 71 tahun
terbanyak di Desa Godan sebanyak 12 orang (54,6 persen), Desa Jatipohon dan
Karangasem masing-masing sama sebanyak 5 orang (22,7 persen).
Dilihat dari umur responden, masih ada petani berumur 71 tahun yang masih
bekerja dimana seharusnya sudah memasuki usia pensiun (tidak produktif lagi)
dikarenakan usia muda (24 - 39 tahun) tidak tertarik untuk bekerja sebagai petani
jagung tetapi lebih memilih menjadi buruh bangunan/pabrik. Kondisi seperti ini
harus diantisipasi bagaimana menarik minat usia muda untuk bekerja sebagai petani
demi kelanjutan tenaga kerja di sektor pertanian (petani jagung) misalnya dengan
memberikan pendidikan informal seperti pelatihan dan keterampilan berusahatani
yang baik dan sesuai anjuran secara gratis. Umur petani akan mempengaruhi fisik
dalam bekerja sehingga produktivitasnya cenderung juga akan menurun. Namun,
petani yang masih muda enggan untuk menggantikan posisi sebagai petani karena
pekerjaan di luar sektor ini seperti buruh pabrik dan bagunan lebih menarik.

Jenis kelamin
Sebahagian besar bahkan hampir seluruhnya responden berjenis kelamin
laki-laki sebanyak 102 orang (85 persen) sedangkan perempuan hanya 18 orang (15
persen). Bahkan di Desa Karangasem Wirosari seluruh responden adalah laki-laki
sebanyak 40 orang sedangkan di Desa Godan sebanyak 38 orang dan Desa
Jatipohon sebanyak 24 orang. Sedangkan responden perempuan hanya terdapat di
Desa Jatipohon sebanyak 16 orang dan Desa Godan sebanyak 2 orang. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar laki-laki yang bekerja sebagai petani di
sawah/ladang/hutan sedangkan perempuan sebagian besar mengurus rumah tangga
di rumah walau ada sebagian yang bekerja sebagai petani dan pengrajin.

Status Pernikahan
Petani responden sebagian besar sudah menikah, hanya 2 orang saja yang
stausnya belum menikah di Desa Jatipohon. Petani yang sudah berkeluarga
sebanyak 118 orang (98.3 persen), sedangkan yang belum menikah atau belum
berkeluarga sebanyak 2 orang (1.7 persen).

Pendidikan Formal
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan terakhir responden
terbanyak adalah SD sebanyak 90 orang (75 persen), SMP sebanyak 16 orang (13
persen) dan SMA sebanyak 14 orang (12 persen). Apabila dilihat dari tingkat
47

pendidikan diatas bahwa pendidikan SD didominasi oleh responden kelas bawah,


SMP didominasi oleh responden menengah sedangkan SMA oleh kelas atas. Dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi kelas sosial, maka semakin tinggi pula tingkat
pendidikannya. Tingkat pendidikan ini menyebabkan semakin peka terhadap
informasi dalam proses keputusan adopsi inovasi baru untuk VUB Jagung Putih.
Tingkat pendidikan dapat dijadikan salah satu faktor yang berpengaruh pada tingkat
adopsi, karena tingkat pendidikan akan mempengaruhi cara pandang, pola berpikir
dan ilmu/manfaat dalam suatu adopsi. Sebagian besar responden adalah petani dan
ibu rumah tangga sehingga kegiatan yang dilakukan hanya bertani padi, jagung dan
bero.

Tanggungan keluarga
Jumlah tanggungan keluarga di tiga desa tersebut sebagian besar berjumlah
0 – 3 orang sebanyak 73 orang (60.8 persen) dan 4 - 6 orang sebanyak 47 orang
(39.2 persen). Jumlah tanggungan keluarga antara 0-3 orang terbanyak di Desa
Karangasem sebanyak 26 orang (35.6 persen) selanjutnya Desa Godan sebanyak 25
orang (34.3 persen) dan Desa Jatipohon sebanyak 22 orang (30.1 persen).
Sedangkan jumlah tanggungan keluarga antara 4-6 tahun terbanyak di Desa
Jatipohon sebanyak 18 orang (38.3 persen), Desa Godan sebanyak 15 orang (31.9
persen) dan Desa Karangasem sebanyak 14 orang (29.8 persen). Secara keseluruhan
jumlah tanggungan keluarga mempunyai porsi yang sama di tiap Desa yaitu
sebanyak 40 orang (33.33 persen).

Pengalaman Usahatani
Berdasarkan data yang didapat dari hasil penelitian bahwa petani di
Kabupaten Grobogan khususnya pada tiga desa (Desa Jatipohon, Desa Godan, dan
Desa Karangasem) menunjukkan bahwa pengalaman usahatani para petani tersebut
sungguh beragam dimulai dari 1-56 tahun. Pengalaman petani dalam berusahatani
yang paling banyak berkisar antara 1- 18 tahun sebesar 79 orang (65,8 persen) dan
yang paling sedikit berkisar antara 38 – 56 tahun sebesar 9 orang (7,5 persen), dan
sisanya 32 orang (26,7 persen) dari total responden. Pengalaman berusahatani yang
masih belum lama yaitu 1 - 18 tahun terbanyak di Desa Jatipohon sebanyak 31 orang
(39,2 persen), sedangkan yang paling lama yaitu antara 38 – 56 tahun terbanyak di
Desa Karangasem sebanyak 7 orang (77,8 persen), dan pengalaman antara 19 – 37
tahun terbanyak di Desa Godan sebanyak 15 orang (46,9 persen).

Status Lahan
Lahan pertanian yang terdapat pada tiga desa tersebut mempunyai
agroekosistem yang berbeda-beda dan status kepemilikan lahan pertanian meliputi
lahan milik sendiri sebanyak 90 orang (75 persen) dan sanggeman (lahan perhutani
yang dipinjam pakai kepada petani setempat tanpa membayar sewa tetapi dengan
adanya surat perjanjian pinjam pakai) sebanyak 17 orang (14.2 persen), dan petani
yang memiliki status keduanya (pemilik dan sanggeman) sebanyak 13 orang (10.8
persen). Desa Jatipohon letaknya di dataran rendah merupakan lahan kering
(tegalan) dan status kepemilikan lahan kebanyakan lahan sanggeman, Desa Godan
merupakan lahan sawah tadah hujan dan kepemilikan sebaagian lahan sanggeman.
Sedangkan Desa Karangasem letaknya di dataran sedang merupakan lahan sawah
irigasi dan staus kepemilikan lahan semuanya milik sendiri. Lahan tersebut
48

sebagian besar ditanami padi, jagung, kedelai dan kacan-kacangan/umbi-umbian


secara bergantian sesuai dengan kondisi iklim setempat.
Status kepemilikan lahan petani di Desa Karangasem yang ditanami padi
dan jagung seluruhnya milik sendiri yakni sebanyak 40 orang (44.5 persen), Desa
Godan sebanyak 29 orang (32.2 persen), dan Desa Jatipohon sebanyak 21 orang
(23.3 persen). Sedangkan status lahan sanggeman hanya ada di Desa Jatipohon dan
Desa Godan yang sebagian juga milik sendiri masing-masing sebanyak 19 orang
(63.3 persen) dan 11 orang (36.7 persen).

Luas lahan
Petani jagung di Desa Jatipohon, Desa Godan dan Desa Karangasem
mempunyai lahan pertanian yang tidak cukup luas. Luas lahan yang dimiliki oleh
petani di tiga desa tersebut berkisar antara 0,04 - 1,25 hektar. Luas lahan tersebut
digunakan untuk usahatani padi, jagung, dan kacang-kacangan serta umbi-umbian
sesuai musim tanam (MT I dan MT II). Hampir semua rata-rata petani menanam
jagung pada MT II setelah MT I ditanami oleh padi karena bertepatan dengan
musim hujan. Luas lahan rata-rata yang dimiliki petani adalah 0,39 hektar yang
ditanami jagung dan padi sesuai musim tanam (MT).
Luas lahan yang dimiliki oleh petani dikelompokkan menjadi tiga kriteria,
yaitu : a) luas lahan dibawah 0,25 hektar sebanyak 36 orang (30 persen), b) antara
0,25 – 0,75 hektar sebanyak 71 orang (59.2 persen), c) diatas atau sama dengan 0,76
hektar sebanyak 13 orang (10.8 persen). Luas lahan yang paling banyak dimiliki
petani berkisar antara 0,25 – 0,75 hektar karena lebih dari setengahnya,
penyebarannya paling banyak di Desa Karangasem berjumlah 35 orang (49.3
persen), Desa Jatipohon dan Desa Godan mang-masing berjumlah 18 orang (25.4
persen). Sedangkan luas lahan < 0,25 hektar paling banyak di Desa Jatipohon
berjumlah 18 orang (50 persen), Desa Godan berjumlah 16 orang (44.4 persen), dan
Desa Karangasem hanya 2 orang (5.6 persen). Luas lahan diatas atau sama dengan
0,76 hektar paling banyak di Desa Godan berjumlah 6 orang (46.2 persen), Desa
Jatipohon berjumlah 4 orang (30.8 persen), dan Desa Karangasem hanya 3 orang
(23 persen).

Pendapatan
Petani jagung di tiga desa Kabupaten Grobogan mempunyai penghasilan
yang cukup beragam berkisar antara 1.000.000 – 10.000.000 per bulan. Pendapatan
petani rata-rata berkisar antara 1.000.000 – 5.000.000 per bulan (64.2 persen) yang
diperoleh dari hasil usahatani tanaman pangan (padi, jagung, dan umbi-umbian).
Pendapatan petani dibawah 1.000.000 per bulan hanya 15.8 persen dan diatas
5.000.000 sebesar 20 persen. Pendapatan petani diatas 5.000.000 per bulan
termasuk dalam kategori tinggi terdapat di Desa Godan sebesar 75 persen dan
dibawah 5.000.000 per bulan termasuk kategori rendah hanya terdapat di Desa
Karangasem sebesar 89 persen. Pekerjaan sampingan lainnya sebagai pengrajin,
pedagang, buruh untuk menambah pendapatan keluarga. Alasan utamanya adalah
untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari.
49

Minat/motivasi petani berdasarkan faktor pertimbangannya

Tingkat adopsi Varietas Unggul Jagung Putih merupakan ukuran sejauh


mana inovasi teknologi yang diintroduksikan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
petani serta lingkungan setempat. Petani juga mempertimbangkan lingkungan fisik
dan sosial ekonomi petani dan tingkat kepercayan terhadap inovasi teknologi baru.
Hasil penelitian untuk tingkat adopsi Jagung Putih di Kabupaten Grobogan pada
tiga desa yaitu Desa Jatipohon, Godan dan Karangasem terhadap 120
responden/petani jagung sebesar 66,7 persen. Jagung Putih yang sudah dikonsumsi
masyarakat di Kabupaten Grobogan sejak turun temurun adalah varietas lokal yang
benihnya dari hasil persilangan sendiri oleh petani. Pandangan petani terhadap
teknologi inovasi varietas Jagung Putih merupakan alasan petani dalam mengadopsi
dan tidak mengadopsi. Alasan tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor-faktor
yang bersifat mendorong (alasan petani mengadopsi) dan faktor-faktor yang bersifat
menghambat (alasan petani tidak mengadopsi) dalam proses adopsi teknologi
inovasi Varietas Unggul Jagung Putih (Anoman dan Srikandi Putih). Faktor
pendorong utama adalah mengharapkan produksi dan harga yang lebih tinggi dari
varietas unggul. Ketersediaan benih dan pupuk disediakan oleh Dinas Tanaman
Pangan dan Hortikultura (TPH) sesuai dengan kebutuhan usahatani merupakan
faktor pendorong kedua yang menyebabkan petani mengadopsi Varietas Unggul
Jagung Putih inovasi litbang. Hasilnya akan ditampung untuk dijual kepada mitra
kerjasama dengan harga yang telah disepakati. Hal ini sangat dirasakan membantu
petani dalam kekurangan modal usahataninya dan pemasaran hasil produksinya.
Sedangkan faktor penghambat utama bagi petani adalah tidak adanya
jaminan harga yang lebih baik. Setiap panen jagung (panen raya) harga pipilan
jagung otomatis turun, sementara harga merupakan salah satu faktor penentu bagi
petani untuk bersemangat melakukan usahataninya dengan baik. Hampir semua
petani menanam jagung hanya berorientasi untuk kebutuhan keluarganya dan
menjual sebagian benihnya untuk modal usahatani musim tanam berikutnya. Faktor
penghambat kedua adalah anggapan bahwa setiap program yang ditawarkan
pemerintah membutuhkan biaya produksi yang tinggi sehingga mematahkan
semangat petani untuk mengadopsi. Misalnya dengan pemakaian varietas unggul
baru berarti boros dalam pemupukan, usahataninya harus dilakukan dengan sebaik-
baiknya dan jika tidak maka resiko kegagalan hasilnya tinggi. Akibatnya biaya
produksi yang telah dikeluarkan petani tidak kembali dan tidak ada lagi modal
usahatani untuk musim tanam berikutnya. Faktor lainnya adalah kekurangan air
pengairan yang dirasakan petani tidak mencukupi untuk mensuplai air di lahan-
lahan petani pada saat dibutuhkan terutama pada musim kering yang berkelanjutan.
Minat/motivasi petani dalam adopsi Varietas Unggul Jagung Putih
berdasarkan faktor pertimbangan dan melihat dari sifat inovasi teknologi, yaitu
varietas unggul, indeks pertanaman bisa 2-3 kali, harga benih lebih murah, benih
dapat ditangkar sendiri oleh petani, kesesuaian agroekosistem, mudah
diterapkan/tidak rumit (gambar 11).
50

66,7
70
60 49,2
44,2
50 40,8
Persentase

40
30
17,5
20
7,5
10
0
Varietas Indek Harga benih Benih dapat Kesesuaian Mudah
Unggul Pertanaman lebih murah ditangkar agroekosistem diterapkan/
bisa 2-3 kali sendiri tidak rumit
Persentase 66,7 49,2 44,2 40,8 17,5 7,5

Gambar 11. Faktor –faktor yang dipertimbangkan petani mengadopsi Varietas Unggul
Jagung Putih

Varietas unggul merupakan komponen teknologi yang memegang peranan


penting dalam meningkatkan provitas, potensi hasil dan komponen pengendalian
hama/penyakit. Benih Jagung Putih termasuk jenis komposit yang benihnya dapat
diturunkan sampai beberapa kali sehingga harganya lebih murah dan petani bisa 2-
3 kali tanam. Ketersediaan benih di desa tersebut baru bisa mencukupi kebutuhan
petani untuk pangan dan benih yang akan ditanam. Varietas Unggul Jagung Putih
(Anoman dan Srikandi Putih) sesuai ditanam pada agroekosistem lahan sawah dan
lahan kering (tegalan). Jagung Putih jensi komposit ini memiliki peluang yang lebih
baik untuk dikembangkan pada lahan kering. Adaptasi wilayah/kesesuaian
agroekosistem varietas Srikandi Putih terdapat di Desa Karangasem, sedangkan
varietas Anoman di lahan kering (tadah hujan dan tegalan) di Desa Jatipohon dan
Godan.
Petani yang membudidayakan Varietas Unggul Jagung Putih (Anoman dan
Srikandi Putih) mencari informasi dari berbagai sumber, seperti mengikuti
pelatihan yang diadakan oleh Dinpertan Kabupaten Grobogan, bergabung dalam
kelompok tani, mengikuti penyuluhan dan pendampingan dari PPL/PPS setempat.
Penyuluh lapang setempat (PPL/PPS) memberikan penyuluhan/pendampingan
kepada petani dengan pertemuan rutin kelompok tani yaitu satu kali sebulan supaya
petani banyak mendapat informasi teknologi sehingga mudah menerapkannya.
Rata-rata penyuluh membawahi tiga desa walaupun statusnya masih kebanyakan
tenaga harian lepas (THL)

Faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi Varietas Unggul Jagung Putih

Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani untuk mengadopsi


Varietas Unggul Jagung Putih menggunakan model logit. Variabel-variabel yang
diduga mempengaruhi tingkat adopsi pada Varietas Unggul Jagung Putih pada tiga
desa di Kabupaten Grobogan adalah umur, pendidikan, pengalaman berusahatani,
luas lahan, pendapatan petani, pengetahuan/informasi teknologi, dukungan
penyuluh, hama penyakit, dan ketersediaan benih. Faktor-faktor tersebut merujuk
pada penelitian terdahulu atau sebelumnya bahwa variabel diatas merupakan
variabel yang mempengaruhi suatu adopsi teknologi.
51

Untuk mengetahui variabel yang berpengaruh nyata dalam adopsi teknologi


Varietas Unggul Jagung Putih pertama adalah melihat hubungan antar variabel
independen/ peubah dengan uji multikolinearitas kemudian dimasukkan dalam
model Regresi logistik. Tujuannya untuk mengetahui apakah tiap-tiap variabel
independen saling berhubungan secara linear, apabila sebagian atau seluruh
variabel independen berkorelasi kuat berarti terjadi multikolinearitas (Gujarati,
2003). Uji multikolinearitas pada variable-variabel independen dilihat dari nilai
tolerance dan VIF, hasilnya menunjukkan bahwa semua variabel independen pada
model bebas dari multikolinearitas atau tidak ada multikolinearitas antar variabel
independen dalam model. Hal ini ditunjukkan dengan nilai VIF di bawah 10 dan
nilai tolerance lebih besar dari 0,1, artinya pada model yang digunakan tidak
terdapat korelasi antar variabel bebas dan data tergolong normal (Tabel 17).

Tabel 17. Hubungan antara variabel independen (hasil uji multikolinearitas)


Variabel Tolerance VIF Keterangan
Umur 0,564 1,772 Normal
Pendidikan 0,840 1,190 Normal
Pengalaman 0,607 1,646 Normal
Luas_lahan 0,846 1,182 Normal
Pendapatan 0,755 1,325 Normal
Informasi_teknologi 0,814 1,228 Normal
Dukungan_Penyuluh 0,891 1,122 Normal
HamaPenyakit 0,754 1,326 Normal
Ketersediaan Benih 0,883 1,133 Normal
Hasil pengujian asumsi diatas menyatakan bahwa tidak terdapat adanya
multikolinearitas antar variabel independen sehingga model Regresi logistik
relevan untuk digunakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi peluang petani dalam
mengadopsi teknologi Varietas Unggul Jagung Putih dapat dilihat dalam Tabel 18.

Tabel 18. Hasil analisis fungsi logit faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi
Varietas Unggul Jagung Putih
Variabel independen B S.E. Wald Sig. Exp(B)
Umur (X1) ,006 ,027 ,050 ,823 1,006
Pendidikan (X2) ,181 ,124 2,147 ,143 1,198
Pengalaman (X3) ,033 ,023 1,991 ,158 1,033
Luas_lahan (X4) ,126 ,963 ,017 ,896 1,135
Pendapatan (X5) ,930 ,479 3,771 ,052* 2,536
Informasi_teknologi (X6) 1,363 ,569 5,742 ,017* 3,908
Dukungan_Penyuluh (D1) 1,254 ,512 5,996 ,014* 3,503
Hama Penyakit (D2) -1,746 ,706 6,108 ,013* ,175
Benih (D3) 2,181 ,860 6,432 ,011* 8,857
Constant -5,633 2,055 7,513 ,006 ,004

-2 Log likelihood = 111,342


Nagelkerke R Square = 0,405
Keterangan : *) signifikan pada 5%
52

Hasil analisis menunjukkan bahwa secara keseluruhan model yang


digunakan dengan regresi logistik ditunjukkan oleh nilai R square (R2) sebesar
0,41. Hal tersebut menunjukkan bahwa model dapat diterangkan oleh sekitar 41
persen peubah yang dimasukkan ke dalam model. Pengaruh faktor luar yang tidak
masuk ke dalam model 59 persen. Peluang petani mengadopsi Varietas Unggul
Jagung Putih (Anoman dan Srikandi Putih) dari sembilan variabel independen yang
dimasukkan dalam model, terdapat lima variabel yang pengaruhnya nyata terhadap
adopsi. Empat variabel berpengaruh nyata positif dan satu berpengaruh negatif.

Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh model persamaan faktor-faktor


yang mempengarui adopsi Varietas Unggul Jagung Putih sebagai berikut :

ln (p/(1-p)) = -5,633 + 0,006X1 + 0,181X2 + 0,033X3 + 0,126X4 + 0,930X5 +


1,363X6 + 1,254D1 - 1,746D2 + 2,181D3

Selanjutnya, Untuk mengetahui seberapa peran variabel yang berpengaruh


nyata terhadap peluang petani mengadopsi ditunjukkan dengan Odd Rasio (OR)
pada tabel 3 (kolom Exp (B)). Interpretasi dari nilai koefisien Odd Rasio dari
variabel yang berpengaruh nyata adalah sebagai berikut :
1) Pendapatan petani berpengaruh nyata positif/searah terhadap adopsi Varietas
Unggul Jagung Putih, dengan nilai Odd Rasio 2,536 menunjukkan bahwa
setiap peningkatan pendapatan petani bertambah satu tingkat, maka peluang
petani mengadopsi Varietas Unggul Jagung Putih menjadi 2,5 kali. Hal ini
dapat dijadikan petunjuk bahwa petani yang berpenghasilan rendah supaya
lebih diperhatikan dalam mensosialisasikan Varietas Unggul Jagung Putih,
karena kelompok petani inilah kadang menjadi penghambat adopsi. Upaya
mengatasinya bisa dilakukan dengan pemberian bantuan modal dengan kredit
yang mudah diakses petani yang berpenghasilan menengah ke bawah dalam
rangka mencapai kebersamaan petani untuk adopsi Varietas Unggul Jagung
Putih secara terpadu dan menyeluruh.
2) Pengetahuan/informasi teknologi dengan ketersediaan dan kemudahan akses
informasi, antara lain demfarm/demplot, pameran/ekspose, leaflet/brosur, dan
peragaan informasi melalui media visual akan meningkatkan peluang adopsi
sebesar 3,9 kali. Informasi yang tersedia dan mudah diperoleh petani tentang
Varietas Unggul Jagung Putih akam menambah pengetahuan/wawasan serta
keterampilan petani sedangkan keterbatasan informasi terkait input tersebut
dapat menyebabkan rendahnya adopsi.
3) Dukungan penyuluh merupakan faktor yang mendukung cepat dan lambannya
suatu adopsi teknologi. Pertemuan rutin dengan kelompok tani masing-
masing desa dan sering kontak dengan penyuluh, mengadakan kursus/
pelatihan, demonstrasi lapang memiliki peluang adopsi 3,5 kali. Penyuluhan
lebih ditujukan kepada petani yang kurang pendidikan karena sebagian besar
hanya lulusan SD. Faktor ini didukung oleh penelitian Ebojeil CO, Ayinde
TB dan Akogwu GO (2012) karena selain mendapat bantuan bahan dan
dukungan teknis dengan murah, pengetahuan dan keterampilan nampaknya
membantu petani menerapkan teknologi baru.
53

4) Untuk variabel yang secara nyata berpengaruh negatif adalah hama penyakit,
dengan Odd Rasio 0,175 menunjukkan bahwa peluang petani untuk
mengadopsi Varietas Unggul Jagung Putih sebesar kurang dari satu kali lipat.
Hama penyakit yang umumnya menyerang tanaman jagung adalah bulai,
apabila hama penyakit tersebut tinggi disebabkan perubahan iklim yang tidak
menentu dan penggunaan pestisida tidak sesuai anjuran dapat mengakibatkan
produksi menurun sehingga petani takut beresiko gagal panen sehingga
berdampak rendahnya adopsi (pengaruh negatif antara hama penyakit tinggi
dengan peluang adopsi petani).
5) Ketersediaan benih menunjukkan bawa peluang petani mengadopsi Varietas
Unggul Jagung Putih sebesar 8,8 kali. Benih penjenis (BS) VU Jagung Putih
(Anoman dan Srikandi Putih) bantuan dari Dinas Pertanian TPH Kabupaten
Grobogan yang dikembangkan oleh kelompok tani tiga desa binaan sudah
dilatih dalam penangkaran benih untuk pengembangan Jagung Putih ini.
Karena termasuk jenis jagung komposit benihnya dapat diturunkan sampai
beberapa kali yang diambil dari pertanaman sebelumnya sehingga benih
tersedia pada saat tanam selanjutnya. Ketersediaan benih memang belum pada
tahap pelabelan/sertifikasi karena perlu ijin dan proses dari BPSB, namun
telah memenuhi kebutuhan petani di lapang saat pertanaman selanjutnya.

Faktor-faktor yang tidak berpengaruh nyata terhadap adopsi Varietas Unggul


Jagung Putih adalah karakteristik petani seperti umur, pendidikan formal,
pengalaman berusahatani, dan luas lahan. Umur petani yang diharapkan cepat
mempertimbangkan keputusan suatu inovasi adalah umur yang termasuk usia muda
17-35 tahun sehingga perlu adanya upaya menarik minat usia muda dalam
keberlanjutan usahatani Jagung Putih ini. Pendidikan formal yang rendah
memberikan keterbatasan pengetahuan informasi teknologi Varietas Unggul
Jagung Putih sehingga diperlukan pendidikan informal untuk menambah
pengetahuan dan keterampilan petani.

Efektivitas teknologi Varietas Unggul Jagung Putih

Efektivitas merupakan kemampuan dalam melaksanakan suatu aktifitas-


aktifitas secara fisik dan non fisik dalam mencapai suatu tujuan keberhasilan
maksimal. Badan Litbang Pertanian telah berupaya menciptakan suatu inovasi
berupa varietas unggul bau jagug putih dalam membantu mencapai tujuan dengan
menjadikan Jagung Putih sebagai bahan alternatif substitusi beras dalam rangka
mengurangi ketergantungan terhadap beras sebagai makanan pokok serta
mendukung program diversifikasi pangan. Jagung Putih yang mulai tahun 2013
dikembangkan oleh petani di Kabupaten Grobogan Jawa Tengah, dianalisis tingkat
efektifitasnya dari sudut pandang petani sebagai konsumen sehingga dapat
dijadikan sebagai salah satu masukan dalam pengembangannya kedepan.
Data yang dikumpulkan dari hasil kuesioner dan interview terhadap 15
responden dihitung skor masing-masing kepentingan dan kinerja. Skor kinerja dan
kepentingan digunakan sebagai koordinat untuk memplotkan atribut-atribut
individu pada matriks dua dimensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat
efektifitas Jagung Putih di tiga desa tersebut disajikan dalam bentuk tabel dan
diagram IPA. Tabel yang digunakan adalah tabel rata-rata atribut (tabel 19).
54

Tabel 19. Skor penilaian atribut efektivitas Varietas Unggul Jagung Putih dengan
metode IPA
Indikator Atribut Kepentingan Kinerja
∑Yi n 𝑌̅ ∑Xi n 𝑋̅
Produktivitas 1 Luas_lahan 62 15 4,13 60 15 4,00
2 Adopsi_teknologi 64 15 4,27 58 15 3,87
3 Produksi 68 15 4,53 53 15 3,53
Kualitas 4 Karakteristik_VUB 63 15 4,20 50 15 3,33
5 Daya_tahan 68 15 4,53 53 15 3,53
6 Daya_hasil 72 15 4,80 58 15 3,87
Efisiensi 7 Biaya usahatani 64 15 4,27 50 15 3,33
8 Harga 67 15 4,47 43 15 2,87
9 Umur_panen 60 15 4,00 46 15 3,07
Keunggulan 10 Potensi_hasil 70 15 4,67 64 15 4,27
11 Toleran_kekeringan 69 15 4,60 59 15 3,87
12 Spesifik_lokasi 64 15 4,27 59 15 3,93
Kepuasan 13 Kandungan_Nutrisi 66 15 4,40 60 15 4,00
14 Ketersediaan_benih 67 15 4,47 57 15 3,80
15 Teknologi inovasi 64 15 4,27 58 15 3,87
Pengembangan 16 Diseminasi/penyebaran 57 15 3,80 52 15 3,47
hasil penelitian
17 Dukungan_kelembagaan 68 15 4,53 57 15 3,80
Jumlah 74,20 62,40
Jumlah atribut 17 17
𝑌̿ 4,365 3,671

Data-data tersebut kemudian dimasukkan kedalam diagram Importance


Performance yang hasilnya adalah sebagai berikut :

Prioritas Pertahankan
Prestasi (B)
Utama (A)

Prioritas
Rendah (C)

Berlebihan
(D)

Gambar 12. Diagram efektivitas Varietas Unggul Jagung Putih dengan


Importance Performance Analysis (IPA)
55

Secara keseluruhan dapat dihitung tingkat kesesuaian (Tki) antara tingkat


kepentingan dan kinerja sebesar 84.19 persen. Berdasarkan diagram pada gambar
11, atribut yang masuk dalam kategori prioritas utama (Kuadran A) terdapat tiga
atribut, yaitu Produksi, Daya tahan, dan Harga dengan tingkat kepentingan/harapan
tinggi tetapi tingkat kinerja rendah. Tiga atribut dalam kuadran A merupakan
komponen yang menunjang indikator produktivitas, kualitas, dan efisiensi.
Sedangkan yang masuk kategori pertahankan prestasi (kuadran B) terdapat enam
atribut, yaitu daya hasil, potensi hasil, toleran terhadap kekeringan, ketersediaan
benih, dukungan kelembagaan, dan kandungan nutrisi yang ada pada Varietas
Unggul Jagung Putih (Anoman dan Srikandi Putih) dengan tingkat kepentingan/
harapan tinggi dan didukung oleh tingkat kinerja yang tinggi pula. Enam atribut
dalam kuadran B merupakan komponen yang menunjang indikator Kualitas,
Keunggulan, Kepuasan, dan Pengembangan.
Pada kuadran C yang termasuk kategori prioritas rendah terdapat empat
atribut, yaitu Biaya usahatani, karakteristik Varietas Unggul, Umur panen dan
Diseminasi/penyebaran hasil penelitian dengan tingkat kepentingan/harapan dan
tingkat kinerja juga rendah. Empat atribut dalam kuadran C menunjang indikator
Efisiensi, Kualitas dan Pengembangan. Sedangkan yang termasuk kategori
berlebihan (kuadran D) terdapat empat atribut, yaitu luas lahan, teknologi inovasi,
spesifik lokasi, dan adopsi teknologi dengan tingkat kepentingan/harapan rendah
tetapi memiliki kinerja yang tinggi. Empat atribut dalam kuadran D menunjang
indikator Produktivitas, Keunggulan dan Kepuasan. Hasil analisis data dengan
menggunakan metode IPA dapat disimpulkan dan dituangkan kedalam matrik
kuadran yang ditunjukkan pada tabel 20 dibawah ini.

Tabel 20. Analisis atribut/indikator efektivitas VUB Jagung Putih menurut kuadran
Kuadran A Kuadran B Kuadran C (Prioritas Kuadran D
(Prioritas Utama) (Pertahankan Rendah) (Berlebihan)
Prestasi)
1. Produksi (3) 1. Daya hasil (7) 1. Karakteristik 1. Luas lahan (1)
2. Daya tahan (6) 2. Potensi hasil (10) Varietas Unggul (4) 2. Adopsi
3. Harga (8) 3. Toleran terhadap 2. Biaya usahatani (7) teknoogi (2)
kekeringan (11) 3. Umur panen (9) 3. Spesifik
4. Kandungan 4. Diseminasi/penyebar lokasi (12)
nutrisi (13) an hasil penelitian 4. Penerapan
5. Ketersediaan (16) teknologi
benih (14) inovasi (15)
6. Dukungan
kelembagaan (17)
Indikator : Indikator : Indikator : Indikator :
 Produktivitas  Kualitas  Efisiensi  Produktivitas
 Kualitas  Keunggulan  Kualitas  Keunggulan
 Efisiensi  Kepuasan  Pengembangan  Kepuasan
 Pengembangan
Sumber : data primer diolah
56

Berdasarkan pengolahan data dengan metode Importance Performance


Analysis di dapatkan hasil sebagai berikut :
1. Kuadran A (Prioritas Utama): Atribut yang masuk dalam kuadran A
menunjukkan bahwa faktor/atribut tersebut mempengaruhi petani/konsumen
dan termasuk unsur-unsur yang dianggap penting, namun inovasi teknologi
Varietas Unggul Jagung Putih belum sesuai dengan keinginan petani sehingga
belum memuaskan petani/konsumen. Artinya empat atribut yang masuk
kedalam kuadran A (Produksi, Daya tahan, dan harga) yang dianggap
petani/konsumen belum maksimal sehingga harus ditingkatkan lagi dari yang
sudah ada saat ini.
2. Kuadran B (Pertahankan prestasi) : Atribut yang masuk dalam kuadran B
menunjukkan bahwa petani/responden/konsumen puas dengan mengadopsi
inovasi teknologi Varietas Unggul Jagung Putih (Anoman dan Srikandi Putih)
sehingga harus dipertahankan. Artinya enam atribut yang masuk kedalam
kuadran B merupakan atribut yang sudah ada dan dianggap petani/konsumen
sangat penting dan sudah sesuai dengan keinginan petani, yaitu daya hasil,
potensi hasil, toleran terhadap kekeringan, ketersediaan benih, dukungan
kelembagaan, dan kandungan nutrisi yang ada pada Varietas Unggul Jagung
Putih (Anoman dan Srikandi Putih).
3. Kuadran C (Prioritas Rendah): Atribut yang masuk dalam kuadran C
menunjukkan bahwa petani/responden tidak terlalu mementingkan hal
tersebut. Artinya tiga atribut yang masuk dalam kuadran C dianggap petani/
konsumen kurang penting pengaruhnya, keberadaannya biasa-biasa saja
sehingga dianggap kurang penting, yaitu Biaya usahatani, Karakteristik
Varietas Unggul, Umur panen dan Diseminasi/penyebaran hasil penelitian.
4. Kuadran D (Berlebihan) : Atribut yang masuk dalam kuadran D menunjukkan
bahwa petani/konsumen beranggapan bahwa teknologi Varietas Unggul
Jagung Putih sudah dapat memenuhi kepentingan/harapan petani dan
dianggap sudah memuaskan petani tiga Desa/Kecamatan di Kabupaten
Grobogan. Artinya empat atribut yang masuk dalam kuadran D mempunyai
kepentingan yang rendah dan kurang mempengaruhi petani tetapi kinerjanya
tinggi/berlebihan, yaitu luas lahan, penerapan teknologi inovasi, spesifik
lokasi (kesesuaian dengan lingkungan), dan tingkat adopsi teknologi.

Hasil penelitian diatas, menunjukkan bahwa tingkat efektivitas inovasi litbang


teknologi Varietas Unggul Jagung Putih yang tetap harus dipertahankan adalah
atribut di kuadran B sedangkan yang perlu mendapat perhatian dan perbaikan untuk
memenuhi kepuasan petani dimulai dari atribut di kuadran A yang tingkat
kepentingannya lebih tinggi tetapi kinerja rendah. Selanjutnya, atribut di kuadran C
yaitu karakteristik VU, biaya usahatani yang seminim mungkin, umur panen, dan
penyebaran hasil penelitian/diseminasi terhadap VU Jagung Putih. Kuadran D
sudah memenuhi kepentingan/harapan petani dengan mendapatkan lahan usahatani
yang dipinjam pakai oleh perhutani tanpa dipungut sewa (sanggeman) sehingga
dapat digunakan untuk menanam VU Jagung Putih, benih yang relatif lebih murah
serta penerapan inovasi teknologi sesuai anjuran dengan pengelolaan tanaman
terpadu. Tingkat efektivitas Varietas Unggul Jagung Putih di Kabupaten Grobogan
khususnya di Desa Jatipohon, Godan dan Karangasem sebagai lokasi penelitian
perlu dilakukan perbaikan sesuai urutan prioritas berdasarkan kuadran.
57

Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi dan efektivitas


Varietas Unggul Jagung Putih

Berdasarkan analisis data penelitian diatas bahwa faktor adopsi Varietas


Unggul Jagung Putih di Kabupaten Grobogan (Desa Jatpohon, Godan, dan
Karangasem) dipengaruhi oleh faktor internal (pendapatan petani) dan faktor
eksternal (pengetahuan/informasi teknologi, dukungan penyuluh, hama penyakit
dan ketersediaan benih). Sedangkan efektivitas Varietas Unggul Jagung Putih
diprioritaskan pada tiga atribut/indikator dalam memenuhi kepentingan/harapan
petani (kuadran A yaitu : produksi, daya tahan, dan harga) berdasarkan kuadran
pada diagram Importance and Performance Matriks. Hubungan antara efektivitas
dengan faktor yang mempengaruhi adopsi menggunakan matrik korelasi Rank
Spearman yang dihasilkan pada tabel 21.

Tabel 21. Nilai hubungan (ρ) antara faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi
dengan efektivitas VUB Jagung Putih
Faktor Adopsi Atribut/Indikator Efektivitas
Produksi Daya Tahan Harga
(Produktivitas) (Kualitas) (Efisiensi)
Pendapatan 0,178 0,362 0,472 ***)
(0,526) (0,185) (0,076)
Informasi teknologi -0,041 0,356 -0,196
(0,885) (0,192) (0,484)
Dukungan Penyuluh -0,193 0,577 **) -0,154
(0,490) (0,024) (0,584)
Hama Penyakit 0,296 -0,567 **) -0,277
(0,284) (0,028) (0,317)
Ketersediaan Benih -0,410 0,419 0,423
(0,129) (0,120) (0,116)
Ket : *** signifikan dengan α 0,01 ρ : koefisien korelasi Rank Spearman
** signifikan dengan α 0,05
* signifikan dengan α 0,10

Interpretasi dalam menunjukkan bagaimana hubungan antara faktor-faktor


yang mempengaruhi adopsi dan efektivitas VU Jagung Putih dapat dilihat dari
besaran nilai koefisien korelasinya (Sugiyono, 2007) dengan nilai sebagai berikut :
a) Sangat Rendah (0,00 - 0,199), b) Rendah (0,20 - 0,399, c) Sedang (0,40 - 0,599),
d) Kuat (0,60 - 0,799), dan e) sangat kuat (0,80 - 1,000). Berdasarkan hasil
perhitungan data dengan SPSS (Rank Spearman correlation) menggunakan metode
korelasi sederhana (bivariate correlation) pada tabel 22, bahwa hubungan antara
faktor yang mempengaruhi adopsi petani (faktor internal dan eksternal) dan
efektivitas Varietas Unggul Jagung Putih memiliki hubungan nyata dan korelasinya
Sedang. Faktor yang mempengaruhi adopsi adalah pendapatan petani (faktor
internal) dan pengetahuan/informasi teknologi, dukungan penyuluh, dan hama
penyakit (faktor eksternal) dan indikator efektivitas yang ditunjukkan oleh atribut
produksi, daya tahan dan harga (indikator produktivitas, kualitas dan efisiensi).
58

Hasil penelitian menunjukkan hubungan antara faktor-faktor yang


mempengaruhi adopsi dan efektivitas VU Jagung Putih dapat disimpulkan antara
lain :
1. Hubungan/korelasi Harga sebagai pendukung indikator Efiseinsi dengan faktor
Pendapatan petani adalah Sedang (ρ = 0,472), nyata/siginifikan (p<0,10), dan
positif (searah), artinya tingkat hubungan/korelasi keduanya Sedang karena ρ
(dibaca rho) berkisar antara 0,40 - 0,599, dan searah artinya tingkat harga yang
tinggi akan meningkatkan pendapatan petani jagung putih.
2. Hubungan/korelasi Daya tahan sebagai pendukung indikator kualitas dengan
dukungan penyuluh dan hama penyakit menunjukkan hubungan nyata/
signifikan (p<0,05), tetapi tidak berhubungan signifikan dengan pengetahuan/
informasi teknologi dan ketersediaan benih. Tingkat hubungan daya tahan
dengan dukungan penyuluh dan hama penyakit termasuk Sedang dengan nilai
koefisien korelasi (ρ) masing-masing sebesar 0,577, dan -0,567. Arah hubungan
antara dukungan penyuluh dengan daya tahan adalah positif (searah), tetapi
dengan hama penyakit adalah negatif (tidak searah). Daya tahan VU Jagung
Putih akan baik dan tahan lama jika pengendalian terhadap hama penyakit
seperti bulai yang menyerang Varietas Unggul Jagung Putih (Anoman dan
Srikandi Putih) dapat diatasi dengan baik, dan dukungan penyuluh dalam
mendampingi petani dalam penerapan teknik budidaya VU Jagung Putih yang
sesuai anjuran menghasilkan kualitas benih tetap bermutu baik

Implikasi Kebijakan

Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa minat dan motivasi


petani sebagai faktor pertimbangan dalan mengadopsi Varietas Unggul Jagung
Putih yang paling tinggi adalah varietas unggul artinya introduksi teknologi
Varietas Unggul Jagung Putih dinilai positif dengan spesifikasi keunggulan, yaitu
Anoman mempunyai sifat toleran cekaman kekeringan dan Srikandi Putih
mengandung nutrisi yang tinggi (lisin 0,468% dan triptofan 0,102%) dibanding
jagung biasa (Yasin, et al. 2014) dan rasanya pulen sehingga cocok sebagai
alternatif substitusi beras terutama untuk penderita diabetes dan dapat mengatasi
penyakit busung lapar seperti di NTT. Minat dan motivasi petani perlu terus
dikembangkan dengan bantuan modal seperti kredit tanpa bunga, pendidikan non
formal (pelatihan/keterampilan) dan dukungan dari pihak-pihak terkait (kelompok
tani, penyuluh, lembaga pemerintah daerah) supaya tetap berlanjut dan
berkesinambungan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam mengadopsi Varietas
Unggul Jagung Putih (Anoman dan Srikandi Putih) adalah pendapatan,
pengetahuan/informasi teknologi, dukungan penyuluh, hama penyakit dan
ketersediaan benih artinya dengan mengadopsi teknologi Varietas Unggul Jagung
Putih inovasi Badan Litbang Pertanian diharapkan menjadi perintis (trend setter)
mulai dari teknologi varietas unggul (hulu) sampai pascapanen (hilir). Hal tersebut
merupakan suatu peluang dalam meningkatkan produktivitas dan pendapatan
petani. Introduksi teknologi Varietas Anoman dan Srikandi Putih selain sebagai
bahan pangan pokok, batang dan daun yang tinggi dapat digunakan sebagai bahan
pakan ternak. Ada dua hal yang sangat penting bahwa faktor eksternal yang
mempengaruhi adopsi yaitu pengetahuan/informasi teknologi dan dukungan
59

penyuluh. Sebagaimana diketahui bahwa dalam era otonomi daerah saat ini, dua hal
tersebut sangat kurang sehingga dari segi informasi teknologi merupakan tugas dan
fungsi Badan Litbang Pertanian melalui BPTP untuk menyampaikan hasil-hasil
penelitian teknologi sedangkan penyuluh merupakan profesinya mendampingi
petani dalam menerapkan inovasi teknologi tersebut. Kedua faktor eksternal ini
sangat penting dalam menunjang keberhasilan penerapan suatu inovasi baru.
Perubahan fenomena iklim yang terjadi di tiga desa Kabupaten Grobogan,
pengendalian organisme pengganggu tanaman seperti penyakit bulai, hawar daun
dan busuk tongkol merupakan hal penting dalam sistem produksi tanaman Jagung
Putih. Faktor produksi, daya tahan dan harga Jagung Putih (Anoman dan Srikandi
Putih) menjadi prioritas utama yang harus ditingkatkan kinerjanya dalam
memenuhi kepentingan petani sehingga hasil yang diharapkan sesuai dengan tujuan
yang dicapai. Efektivitas Varietas Unggul Jagung Putih di Kabupaten Grobogan,
Jawa Tengah dapat dicapai dengan pengembangan teknologi Varietas Unggul
Jagung Putih baik dalam pembudidayaan, pascapanen, penyebaran informasi hasil
penelitian (Diseminasi), dan ketetapan harga yang sesuai dengan sosial budaya
setempat. Hal ini dalam rangka memenuhi kepentingan/harapan petani dan
masyarakat sehingga tetap menjadikan Jagung Putih sebagai bahan pangan pokok
pengganti beras khususnya mendukung program diversifikasi pangan Kementerian
Pertanian. Apabila Jagung Putih dapat diperkenalkan untuk dijadikan bahan pangan
pokok nasional diharapkan dapat mencapai swasembada nasional (Yasin et al.
2014).
Keterkaitan/hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi
petani dengan indikator efektivitas terhadap Varietas Unggul Jagung Putih dimana
Badan Litbang selaku penghasil inovasi termasuk kategori Sedang dan
nyata/signifikan, artinya faktor yang mempengaruhi adopsi dan atribut efektivitas
seimbang dalam memenuhi kepentingan/harapan petani untuk mencapai output
yang diharapkan, sehingga perlu dikembangkan secara terus menerus dan
berkelanjutan. Pengendalian hama penyakit terhadap Jagung Putih (Anoman dan
Srikandi Putih) perlu adanya penanganan lebih lanjut terutama bulai yang menjadi
ancaman dan sering ditakuti oleh petani, supaya dapat menghasilkan produksi
Jagung Putih (Anoman dan Srikandi Putih) yang bermutu baik.
Aspek terhadap pengembangan wilayah Kabupaten Grobogan pada tiga
desa binaan menunjukkan bahwa Desa Karangasem Kecamatan Wirosari
merupakan lahan sawah irigasi teknis sehingga lahannya tidak kekurangan air,
sehingga sesuai dengan VU Srikandi Putih dan Anoman, begitupun dengan Desa
Godan merupakan lahan sawah tadah hujan dengan sistem pengairan dengan
embung. Namun, Desa Jatipohon yang merupakan daerah lahan kering lebih sesuai
dengan VU Anoman yang keunggulannya tahan terhadap kekeringan. Kepemilikan
lahan usahatani di Desa Karangasem semua milik petani sendiri dengan luasan
antara 0,25 – 0,75 hektar dibandingkan dengan Desa Godan dan Desa Jatipohon
khususnya yang masih menggunakan lahan perhutani (sanggeman). Salah satu
faktor adopsi yang mempengaruhi kecepatan seseorang untuk mengadopsi adalah
tingkat pendapatan. Petani di Desa Godan Kecamatan Tawangharjo memiliki
tingkat pendapatan yang paling tinggi dibandingkan Desa Jatipohon dan
Karangasem yang rata-rata berpenghasilan menengah sehingga tingkat adopsi VU
Jagung Putih di Desa tersebut sangat tinggi (semua petani mengadopsi Srikandi
Putih dan Anoman). Petani di Desa Karangasem Kecamatan Wirosari masih kurang
60

pengalaman berusahatani maka dibutuhkan pengetahuan/informasi teknologi baik


melalui pelatihan dan keterampilan serta pendampingan dari penyuluh tentang
teknologi VU Jagung Putih (Anoman dan Srikandi Putih) supaya dapat
meningkatkan produksi dan pendapatan petani.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

1. Karakteristik petani responden menggambarkan petani merupakan petani


tradisional yang melaksanakan usahatani secara turun temurun berdasarkan
pengalaman. Umur petani antara 24-71 tahun dengan rata-rata 46 tahun dimana
tingkat pendidikan hanya lulusan SD. Lahan usahatani yang dimiliki petani
masih terbatas/sempit (< 1 ha), pengalaman 11-40 tahun dan pendapatan antara
1-5 juta. Minat petani berdasarkan faktor pertimbangan tertinggi adalah varietas
unggul karena merupakan komponen teknologi yang memegang peranan
penting dalam meningkatkan produktivitas, potensi hasil dan komponen
pengendalian hama/penyakit.
2. Adopsi Varietas Unggul Jagung Putih di Kabupaten Grobogan (Desa Jatipohon,
Godan dan Karangasem) sebesar 66,7 persen sudah cukup baik. Faktor-faktor
yang signifikan mempengaruhi adopsi adalah pendapatan (faktor internal),
pengetahuan/informasi teknologi, dukungan penyuluh, hama penyakit dan
ketersediaan benih (faktor eksternal). Sedangkan faktor umur, pendidikan, luas
lahan, pengalaman petani tidak berpengaruh nyata terhadap adopsi Varietas
Unggul Jagung Putih (Anoman dan Srikandi Putih).
3. Efektivitas Varietas Unggul Jagung Putih (Anoman dan Srikandi Putih) yang
harus tetap dipertahankan adalah daya hasil, potensi hasil, toleran terhadap
kekeringan, ketersediaan benih, dukungan kelembagaan, dan kandungan nutrisi
(kuadran B), sedangkan yang belum memenuhi kepentingan/harapan petani
karena kinerjanya rendah adalah produksi, daya tahan, dan harga (kuadran
A/prioritas utama).
4. Hubungan antara indikator efektivitas dengan faktor yang mempengaruhi
adopsi menunjukkan bahwa indikator kualitas (daya tahan) berkorelasi nyata
(p<0,05) dan tingkat hubungannya Sedang (ρ = 0,577 dan ρ = -0,567) dengan
dukungan penyuluh dan hama penyakit tetapi tidak signifikan dengan
pengetahuan/informasi teknologi dan ketersediaan benih. Indikator efisiensi
(harga) berkorelasi nyata (p<0,10) dengan pendapatan dan tingkat hubungannya
Sedang (0,472). Hubungan antara kualitas (daya tahan) adalah positif (searah)
dengan dukungan penyuluh tetapi negatif (tidak searah) dengan hama penyakit.
Hama penyakit yang menyerang tanaman Jagung Putih tinggi maka daya tahan
akan menurun, artinya faktor hama penyakit tidak mendukung indikator kualitas
dalam mencapai efektivitas teknologi Varietas Unggul Jagung Putih.
61

Saran

1. Pengembangan VU Jagung Putih sangat potensial dan sesuai dengan


agroekosistem wilayah di Kabupaten Grobogan sehingga perlu dukungan
sarana dan prasarana seperti pembangunan pabrik/industri pengolahan biji
Jagung Putih terutama bentuknya supaya dapat dimasak menjadi nasi dengan
mudah (seperti masak di ricecooker), dibuat tepung sebagai makanan siap saji
seperti biskuit dan sebagai substitusi terigu.
2. Pengembangan areal tanam Jagung Putih sebaiknya terisolasi dari tanaman
jagung lainnya supaya tidak terkontaminasi karena mudah diserbuki oleh
jagung kuning yang mengakibatkan warna biji dan kualitasnya berbeda dari
awalnya dan mencegah tingginya penyakit bulai yang sangat ditakuti oleh
petani.
3. Pengembangan varietas unggul terus dilakukan dari pemulia dan kerjasama
antara Intansi Pusat Badan Litbang Pertanian yang berada di daerah (Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian/BPTP) dengan Pemerintah Daerah/Dinas
setempat dan Mitra bisnis terkait terutama dalam penyebaran informasi hasil
penelitian (Diseminasi) dan benih Unggul Jagung Putih. Hal tersebut
merupakan salah satu kinerja yang harus diprioitaskan dalam meningkatkan
efektivitas Varietas Unggul Jagung Putih.
4. Penyebaran informasi hasil penelitian Varietas Unggul Jagung Putih inovasi
Litbang khususnya Anoman dan Srikandi Putih masih sangat diperlukan
sehingga perlu penelitian lanjutan berupa peran diseminasi/penyebaran hasil
penelitian Jagung Putih sebagai bahan pangan pokok alternatif pengganti beras
dalam menunjang program diversifikasi pangan dan meningkatkan pendapatan
petani.
62

DAFTAR PUSTAKA

Alam. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Petani Kakao Dalam Adopsi


Inovasi Teknologi Sistem Usahatani Intensifikasi Diversifikasi (Kasus Pada
Program Prima Tani Di Desa Lambandia Kecamatan Lambandia Kabupaten
Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara). Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Astuti. 2008. Analisis Preferensi dan Kepuasan Konsumen Terhadap Beras Di
Kecamatan Mulyorejo Surabaya Jawa Timur. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Badan Litbang Pertanian. 2003b. Panduan Umum: Pelaksanaan Pengkajian dan
Program Informasi, Komunikasi dan Diseminasi BPTP. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2010. Rencana Strategis Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2010-2014. Badan Litbang
Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta.
_____. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Jagung. Badan Litbang
Pertanian. Kementerian Pertanian. Jakarta
_____. 2011. Pedoman Umum Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS). Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2011.
Baharsjah. 2004. Orientasi kebijakan pagan harus ke arah swasembada. Kompas.
14 Januari 2004
Bahruzin. 2014. Analisis Efektivitas Kelembagaan Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM) Di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung
Utara Jawa Barat. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor
[BPS]. Badan Pusat Statistik. 2014-2015. Statistik Indonesia 2014-2015. Jakarta.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. 2014. Jawa Tengah dalam
Angka. Provinsi Jawa Tengah.
[BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Grobogan. 2014. Grobogan dalam Angka.
Grobogan
Brandt. 2000. Approach to Determining Customer-Driven Priorities for
Improvement and Innovation. White Paper Series, Vol. 2. 2000
Crompton and Duray. 1985. An investigation of the relative efficacy of four
alternative approaches to importance-performance analysis. Journal of the
Academy of Marketing Science, 13(4), (Fall) 69-80
Ditjen Tanaman Pangan. 2010. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian
Pertanian. 2010. Jakarta
Donnelly, Gibson. 1996. Organisasi, Prilaku, Struktur, Proses. Jakarta : Erlangga.
Dumn. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gajah Mada University Press.
Ebojei, Ayinde, dan Akogwu. 2012. Socio-Economic Factors Influencing The
Adoption Of Hybrid Maize In Giwa Local Government Area Of Kaduna
State, Nigeria. Journal of Agricultural Sciences, 7(1).
Emzir. 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta:
PT Raja Grafindo Pergoda
Endrit. 2006. Tingkat Adopsi Inovasi Petani Terhadap Teknologi Budidaya Jagung
Manis (Zea Mays Saccharata Sturt) Di Kelurahan Borongloe, Kecamatan
Bontomarannu, Kabupaten Gowa. Jurnal Agrisistem, Desember 2006, Vol
2 No. 2. ISSN 1858-4330.
63

Fachinsta, Hendayana, dan Risfaheri. 2013. Faktor Sosial Ekonomi Penentu Adopsi
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah di Bangka Belitung.
Informatika Pertanian, Vol. 22 No.2, Desember 2013 : 113 – 120
Feleke and Zegeye. 2006. Adoption of improved maize varieties in Southern
Ethiopia: Factors and strategy options. Food Policy, 31(5), 442–457.
doi:10.1016/j.foodpol.2005.12.003
GGDP. 1991. A Study of Maize Technology Adoption in Ghana. Mexico City,
Mexico: Ghana Grains Development Project.
Gibson et al. 1996. Organisasi, Perilaku, Struktur dan Proses. Jilid I Edisi ke- 8.
Bina Rupa Aksara
Hamdani. 2006. Birokrat Pertanian harus dekat dengan Petani. Agro-Humaniora 4
(10) : 9-10
Hendayana. 1997. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Peluang Petani Menerapkan
Teknologi Baru Dalam Usahatani Padi. Kasus SUTPA di Lampung Tengah
dan Lampung Selatan. JAE 16 (1): ...
Hendayana. 2012. Penerapan Metode Regresi Logistik Dalam Menganalisis Adopsi
Teknologi Pertanian. Jurnal Informatika Pertanian Vol. 22 No. 1. Juni 2013
:1-9
Hosmer dan Lemeshow. 2000. Applied Logistic Regression. 2nd Edition. New
York: John Willey and Sons
Iriani, Wulandari dan Handoyo. 2009. Keragaan beberapa varietas unggul jagung
komposit di tingkat petani lahan kering Kabupaten Blora. Prosiding Seminar
Nasional Serealia. ISBN : 978-979-8940-27-9.
Kariyasa dan Dewi, 2012. Analysis Of Factors Affecting Adoption Of Integrated
Crop Management Farmer Field School (Icm-Ffs) In Swampy Areas.
International Journal of Food and Agricultural Economics ISSN 2147-8988
Vol. 1 No. 2 pp 29-38
Kartini. 2013. Info Kandungan Gizi Jagung Putih Muda. Post Tagged Jagung Putih.
Smber Informasi Gizi (in Godan 2012). Kementeian Kesehatan. Jakarta
Kasryno et.al. 2005. Gambaran Umum Ekonomi Jagung Indonesia. Badan Litbang
Pertanian. Jakarta
Kementerian Pertanian. 2010. Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun
2010-2014 Kementerian Pertanian. Jakarta.
Kementerian Pertanian. 2012. Peraturan Menteri Pertanian No.
50/Permentan/OT.140/8/2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan
Pertanian dalam pasal 4 ayat (2). Kementerian Pertanian. Jakarta.
Kementerian Pertanian. 2015. Keputusan Menteri Pertanian Nomor :
03/Kpts/PD.120/1/2015 tanggal 2 Januari 2015 tentang penetapan kawasan
padi, jagung, kedelai, dan ubi kayu nasional Kementerian Pertanian. Jakarta.
Khonje et.al. 2015. Analysis of Adoption and Impacts of Improved Maize Varieties
in Eastern Zambia. World Development, 66, 695–706.
http://doi.org/10.1016/j.worlddev.2014.09.008
Krisnamurthi. 2006. Revitalisasi Pertanian : Sebuah Konsekuensi Sejarah dan
Tuntutan Masa Depan. Penerbit Buku Kompas. Jakarta
Kurniawan. 2008. Analisis Efisiensi Ekonomi Dan Daya Saing Usahatani Jagung
Pada Lahan Kering Di Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor
Laporan Kinerja Kementerian Pertanian. 2011. Kementerian Pertanian. Jakarta
64

Lodhita, Santoso, Anggraini. 2013. Analisis Pengaruh kualitas Pelayanan Terhadap


Kepuasan Konsumen Menggunakan Metode IPA (Importance Performance
Analysis) dan CSI (Customer Satisfaction Index) Studi Kasus Pada Toko
Oen, Malang.
Morris and Lopez-Pereira. 1998. Impacts of Maize Breeding Research in Latin
America, 1966–1997. Mexico, D.F.: CIMMYT (forthcoming).
Morris, Tripp, and. Dankyi. 1999. Adoption and Impacts of Improved Maize
Production Technology: A Case Study of the Ghana Grains Development
Project. Economics Program Paper 99-01. Mexico, D.F.: CIMMYT, ISSN:
1405-7735
Mount DJ. 1994. Importance-Performance Analysis.
Novarianto. 1999. Adopsi inovasi teknologi TABELA bagi petani padi sawah
(Kasus petani padi sawah Kec. Tapa Kabupaten Gorontalo, Sulawesi Utara).
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor
Nugrahani. 2011. Analisis Strategi Pengembangan Komersialisasi Jagung Hibrida
Hasil Invensi Melalui Kerjasama Lisensi. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Nur dan Harisudin. 2013. Saluran Dan Marjin Pemasaran Jagung Di Kabupaten
Grobogan. Jurnal Sepa : Vol. 9 No. 2 Februari 2013 : 231 – 240. ISSN :
1829-9946
Pakpahan. 2004. Undang-undang Perlindungan Petani. Seminar Pusat Penelitian
dan Pengembangan Sosial Ekonomi Bogor. 18 Maret 2004
Pribadi. 2002. Analisis Produksi dan Faktor Penentu Adopsi Teknologi Sawit Dupa
Pada Usahatani Padi di Lahan Paang Surut Kalimantan Selatan. Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor
Puslitbangtan. 2012. Deskripsi varietas jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia.
Badan Litbang Pertanian. Maros
Riyadi. 2007. Analisis faktor-faktor yang Mempengaruhi produksi jagung di
Kecamatan Wirosari, Kabupaten Grobogan. Sekolah Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro. Semarang
Rogers. 2003. Diffusion of Innovations. Fifth Edition. New York: The Free Press.
Rogers and Shoemaker. 1971. Communication of Innovation. New York: Free Press
Sechrest, Stickle, and Stewart. 1998. Factors involved in adoption of innovations
by farmers in developing nations: Specifications for a set of case studies.
University of Arizona. Draft paper.
Schiffman dan Kanuk. 2010. Consumer Behaviour. Tenth Edition. Global Edition,
USA : Prentice-Hall Inc.
Smale et.al. 1991. Chimanga cha Makolo, Hybrids, and Composites: An Analysis
of Farmers’ Adoption of Maize Technology in Malawi, 1989–91. Economics
Program Working Paper 91-04. Mexico, D.F.: CIMMYT.
Smith et.al. 1994. The role of technology in agricultural intensification: The
evolution of maize production in the Northern Guinea Savanna of Nigeria.
Economic Development and Cultural Change 42(3): 537–554.
Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia (UI:
Press). Jakarta.
Sudana. Evaluasi Kinerja Diseminasi Teknologi Integrasi Ternak Kambing Dan
Kopi Di Bongancina, Bali. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Pertanian Bogor
65

Sugiyono. 2007, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi


(Mixed methods). Bandung (ID): Alfabeta
Suhendrata. 2012. Introduksi beberapa Jagung Komposit Varietas Unggul Pada
Lahan Kering Dalam Upaya Menunjang Kedaulatan Pangan di Kabupaten
Sragen (The assessment of Introduction of corn composite high yield
varieties on the dry land in Sragen). Seminar Nasional Kedaulatan Pangan
dan Energi. Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura. Juni 2012
Sumardi. 2006. Koordinasi Membangun Kerjasama Yang Terarah. Agro-
Humaniora 4 (10): 9-10
Supranto. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan. Jakarta. Bineka Cipta.
Thobias. 2014. Pengaruh Karakteristik Inovasi Sistem Sosial dan Saluran
Komunikasi Terhadap Adopsi Inovasi Teknologi Pertanian.
Wasito, Sarwani, dan Ananto. 2010. Persepsi dan Adopsi Petani Terhadap
Teknologi Pemupukan Berimbang Pada Tanaman Padi dengan Indeks
Pertanaman 300. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 29 (3): 157-
165
Winarso. 2012. Prospek dan Kendala Pengembangan Agribisnis Jagung di Propinsi
Nusa Tenggara Barat. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 12 (2): 103-
114 ISSN 1410-5020
Yasin HG, Langgo, Faisal. 2014. Jagung Berbiji Putih sebagai bahan pangan Pokok
Alternatif. Jurnal IPTEK Tanaman Pangan Vol. 9 Nomor 2, 2014.
Yola dan Budianto. 2013. Analisis Kepuasan Konsumen Terhadap Kualitas
Pelayanan dan Harga Produk Pada Supemarket Dengan Menggunakan
Metode Importance Performance Analysis (IPA). Jurnal Optimalisasi
Sistem Industri, Vo. 12 No. 12, April 2013 : 301-309. ISSN 2088-4842
Yuliarmi. 2006. Analisis Produksi Dan Faktor-Faktor Penentu Adopsi Teknologi
Pemupukan Berimbang Pada Usahatani Padi. Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor
Yusuf, Pohan A, dan Syamsuddin. 2013. Jagung makanan pokok untuk mendukung
ketahanan pangan di Provinsi NTT. Prosiding Seminar Nasional Serealia.
Puslitbangtan. Balitsereal Maros. p 543
66

LAMPIRAN
67

KUESIONER PENELITIAN
ANALISIS FAKTOR ADOPSI DAN EFEKTIVITAS
VARIETAS UNGGUL (VU) JAGUNG PUTIH DI
KABUPATEN GROBOGAN, JAWA TENGAH

No Responden :
Nama Mahasiswa : Laila Kadar
NRP : H152130171
Fakultas : Ekonomi dan Manajemen
Program Studi : Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan
Perdesaan (PWD)

KUESIONER UNTUK PETANI

Nama Responden : .................................................................................

Nama Kelompok Tani : ..................................................................................

No Telp/HP : .....................................................................................

RT/RW : .....................................................................................

Desa : .....................................................................................

Kecamatan : .....................................................................................

Kabupaten : Grobogan

Provinsi : Jawa Tengah

Nama Enumerator : .....................................................................................

No HP : .....................................................................................

Email : .....................................................................................

Tgl Wawancara : ................................/2015


*)
: Coret yang tidak perlu

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015
68

A. IDENTITAS RESPONDEN/KARAKTERISTIK PETANI

1. Nama : .................................................................................
2. Jenis kelamin : L/P
3. Umur : ........... tahun
4)
4. Pendidikan formal : ................................................................ tahun
5. Pekerjaan pokok : ................................................................
6. Pekerjaan sampingan : ................................................................ 3)
7. Lamanya/berusahatani jagung sejak tahun : ...............
8. Jumlah tanggungan keluarga : ........ jiwa

No Nama Anggota Hubungan L/P2) Umur Pekerjaan 3) Pendidikan4)


Keluarga dengan KK 1)
1
2
3
4
5
6
7
8
dst

Keterangan : 1) 1 = istri 2) 1 = L 4) 0 = tidak sekolah


2 = anak kandung 2=P 1 = SD tidak lulus
3 = anak angkat 2 = SD lulus
4 = cucu 3) 1 = Petani 3 = SLTP tidak lulus
5 = orang tua 2 = buruh pabrik 4 = SLTP lulus
6 = mertua 3 = buruh tani 5 = SLTA tidak lulus
7 = menantu 4 = pedagang 6 = SLTA lulus
8 = pembantu 5 = buruh bangunan 7 = PT tidak lulus
6 = tukang ojek 8 = PT lulus
7 = sekolah
8 = Pegawai
9 = tidak bekerja

9. Pendidikan selain pendidikan formal yang pernah diikuti :


a. Kursus : ...........kali, lamanya .......................... bulan/tahun
b. Pelatihan : ...........kali, lamanya .......................... bulan/tahun
c. Lainnya : …………………………………….........………..
69

10. Kepemilikan aset dan status lahan


Jenis Lahan1) Status Luas Pola Sumber Waktu
No
Kepemilikan2) (m2) Tanam3) air 4) Tanam5)
1
2
3
4
5
Keterangan:
1) isikan 1= sawah irigasi 2= sawah tadah hujan 3= ladang/tegalan 4= kebun
5=hutan
6 = pekarangan (tidak termasuk bangunan) 7 =
lainnya...................................................
2) isikan 1= milik sendiri/pemilik penggarap 2= bagi hasil/sakap 3= sewa 4= gadai
5= lainnya......................
3) Jika tanaman Perkebunan, isikan 1= monokultur; 2= campuran; 3= bero
Jika sawah, isikan 1=padi-padi-palawija; 2=padi-jagung-padi; 3=padi-palawija-lainny
4= padi bero
Jika ladang/tegalan isikan 1= monokultur (komoditi................................)
2= tumpang sari/campuran (............................., ...................................,
........................)
4) isikan 1=bendungan; 2=sungai; 3= sumur dangkal 4= hujan
5) isikan bulan mulai persiapan dan penanaman (bulan 1, 2, ..., 12)

11. Berapa meter jarak dari rumah ke lahan garapan ?


Lahan 1 : ........... meter; Lahan 2 : ...... meter; Lahan 3 : ..... meter; lahan 4:
...... meter, Lahan 5: ......... meter

12. Apakah semua lahan yang dimiliki mendapat perlakuan yang sama ?
(pengolahan tanah, pemupukan, penyiangan, dan pestisida)? Ya/Tidak
Jika Ya, mengapa? ...............................................................................................
Jika Tidak, mengapa? ..........................................................................................

13. Bagaimana sistem persiapan lahan


1) pengolahan tanah dengan menggunakan apa?.................................................
2). tanpa olah tanah (TOT), mengapa?.................................................................

14. Perlakuan jerami : a. dibakar b. dibenam c. lainnya: ..................

15. Jika lahan berstatus Milik Sendiri, dari mana sumber perolehannya :
1) warisan 2) beli sendiri 3) sumber lain......................................................

16. Jika lahan berstatus Bagi Hasil/Sakap, bagaimana sistem/aturan bagi


hasil/sakap tersebut
a. Sistem pembagian hasil: ................................................................................
b. Sistem pembagian input produksi: ................................................................
c. Bagaimana caranya mendapatkan lahan bagi hasil/sakap :
70

1) Meminta kepada pemilik lahan: ..............................................................


2) Pemilik lahan yang menawarkan: ............................................................
d. Berapa lama masa sakap: . . . . . . musim/tahun dan siapa yang menentukan
lamanya: ....................................................................... (pemilik/penyakap).
e. Apakah ada kriteria dari pemilik lahan untuk menentukan siapa
penyakapnya : ............Jika ada, jelaskan : .....................................................
f. Bagaimana hubungan kekerabatan antara pemilik lahan dan penyakap :
bila ada seperti apa : ......................................................................................
g. Siapa yang menentukan memutuskan dalam:
1) Penentuan jenis varietas/benih (kualitas dan jumlahnya) oleh : .............
i) pemilik lahan, alasan : .......................................................................
ii) penyakap, alasan : .............................................................................
2) Penentuan jenis pupuk (kualitas dan jumlahnya) oleh : ..........................
i) pemilik lahan, alasan : .......................................................................
ii) penyakap, alasan : ..............................................................................
3) Penentuan jenis pestisida (kualitas dan jumlahnya) oleh: .......................
i) pemilik lahan, alasan : .......................................................................
ii) penyakap, alasan : ..............................................................................
h. Proporsi pembagian produksi dan input produksi antara pemilik lahan dan
penyakap:
i. N
o Bagian Bagian
Uraian Keterangan
. pemilik (%) penyakap (%)

1. Produksi
2. Biaya Benih
3. Biaya Pupuk
4. Biaya Pestisida
5. Biaya Traktor
6. Upah Tanam1) 1)

7. Upah Panen2) 2)

8. TK keluarga
9. Pajak PBB
10. Angkutan hasil
1)
Tulis cara tanam : tebar langsung atau pengaturan jarak tanam
2)
Tulis cara panen :
17. Apakah dalam kegiatan usahatani ada kewajiban membayar iuran air ?
Ya/Tidak. Jika Ya berapa Rp. ...........................
Bagaimana prosedur membayarnya ?
i. Tunai ii waktu panen iii. Lainnya : ............................................
18. Apakah tenaga kerja dari luar keluarga mudah didapat? ....................................
Mengapa? ......................................................................................................
19. Tenaga kerja luar keluarga lebih banyak berasal dari mana?
i. dalam desa ii. luar desa iii. lainnya : ...........................
71

20. Siapa yang menentukan aturan bagi hasil tersebut : (pemilik lahan/penyakap)
alasan :
.............................................................................................................................
............................................................................................................................

21. Selain aturan tersebut di atas, apakah ada aturan lain antara penyakap dan
pemilik tanah (ikatan sosial/yang mengikat diluar kegiatan usahatani,
kekerabatan, dll), jelaskan :
............................................................................................................................
............................................................................................................................
22. Jika lahan yang digarap berstatus Sewa, Bagaimana aturan sewa lahannya :
a. Berapa sewa lahan dalam satu kali MT atau satu tahun? Rp .......................
untuk luasan . . . . . . . . . . . . . . m2, per MT/tahun ..........................................
b. Bagaimana sistem pembayaran sewa lahan :
1). Cash/kontan, jelaskan ..............................................................................
2). Bayar setelah panen .................................................................................
3) Lainnya ....................................................................................................
23. Produksi dan Sarana Produksi yang digunakan dalam usahatani jagung :
72

Uraian Musim Tanam 1 Musim Tanam 2 Keterangan :


Vol. Satuan Harga Total nilai Vol. Satuan Harga Total nilai Mutu saprodi,
(kg, liter, (Rp/satuan) (Rp.000) (kg, liter, (Rp/satuan) (Rp.000) Tempat beli,
zak, dll) zak, dll) Jarak
1. Benih
a. Benih lokal.............
b. Benih komposit..........
c. Benih
hibrida..............
2. Pupuk
a. Urea
b. ZA
c. SP-36
d. KCL
e. NPK
f. PONSKA
g. PPC
h. Organik/Kandang
3. Obat-obatan
a. ............................
b. ...........................
c. ...........................
d.
4. Biaya lainnya
a. Sewa traktor
b. Biaya tanam
(manual)
c. Biaya tanam (alat)
d. Sewa pompa
e. Sewa lahan
f. Iuran irigasi
g. PBB/pajak tanah
h. Bagi hasil
i. Lainnya.................
73
74

24. Penggunaan Tenaga Kerja (jam/hari) dalam usahatani jagung : Musim Tanam 1
Uraian TK. Dalam Keluarga TK Luar Keluarga Borongan Total Nilai
Pria Wanita Anak Pria Wanita (Rp.000) (Rp.000)
HOK HOK HOK HOK Upah Nilai HOK Upah Nilai
(Rp/HOK) (Rp.000) (Rp/HOK) (Rp.000)
1. Pengolahan Tanah :
a. TK. Hewan
b. TK. Traktor
i. sewa traktor
ii. upah operator
c. TK. Manusia
2. Mencaplak
3. Penanaman
4. Penyiangan
5. Pemupukan
a. Pemupukan I
b. Pemupukan II
6. Penyemprotan
a. Penyemprotan I
b. penyemprotan II
7. Panen
8. Perontokan biji
9. Angkut
10. Penjemuran
11. Penyimpanan
Keterangan: 1 HOK = 8 jam kerja (misalnya. 3 org x 2 jam/hari = 6 jam/hari = 6/8= 0,75 HOK
25. Penggunaan Tenaga Kerja (jam/hari) dalam usahatani jagung (Lanjutan Tabel) : Musim Tanam 2
Uraian TK. Dalam Keluarga TK Luar Keluarga Borongan Total Nilai
Pria Wanita Anak Pria Wanita (Rp.000) (Rp.000)
HOK HOK HOK HOK Upah Nilai HOK (Rp/HOK) Nilai
(Rp/HOK) (Rp.000) (Rp.000)
1. Pengolahan Tanah :
a. TK. Hewan
b. TK. Traktor
i. sewa traktor
ii. upah operator
c. TK. Manusia
2. Mencaplak
3. Penanaman
4. Penyiangan
5. Pemupukan
a. Pemupukan I
b. Pemupukan II
6. Penyemprotan
a. Penyemprotan I
b. penyemprotan II
7. Panen
8. Perontokan biji
9. Angkut
10. Penjemuran
11. Penyimpanan
Keterangan: 1 HOK = 8 jam kerja (misalnya. 3 org x 2 jam/hari = 6 jam/hari = 6/8= 0,75 HOK
75
76

26. Biaya Tetap

Nama alat Harga beli Jumlah Nilai Umur Penyusutan


(Rp/unit) (unit) (Rp.000) (tahun) (Rp/th)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Total Penyusutan

27. Panen dan pasca panen jagung

No. Uraian Musim Tanam I Musim Tanam II


2
1. Luas lahan (ha/m )
2. Varietas jagung yang ditanam
3. Waktu tanam - waktu panen (bulan)
4. Umur panen (Hari Setelah Tanam/HST)
5. Cara panen
6. Produksi kotor
a. Bentuk hasil 1)
b. Volume (kg)
c. Dikonsumsi (kg)
d. Keperluan benih (kg)
e. Dijual (kg)
f. Harga (rp/kg)
g. Nilai produksi kotor (Rp.000)
h. Cadangan pangan (kg)
7. Penyimpanan untuk benih:
a. Lama penyimpanan (minggu)
b. Alat penyimpanan 2)
c. Tempat penyimpanan 3)
8 Penyimpanan untuk konsumsi rumah tangga :
a. Lama penyimpanan (minggu)
b. Alat penyimpanan 2)
c. Tempat penyimpanan 3)
9 Penyimpanan untuk dijual lagi :
a. Lama penyimpanan (minggu)
b. Alat penyimpanan 2)
c. Tempat penyimpanan 3)
10. Cara perontokan 4)
11. Tempat perontokan 5)
12. Lama jagung dijemur sebelum dipipil (hari)
13. Alat penjemuran 6)
14. Tempat menjemur 7)
Isikan : 1) tuliskan tongkol = jika jagung tongkol; dan tulis pipilan = bila jagung pipilan; 2) karung plastik, karung goni, gentong, lainnya...................................
3) lumbung khusus, dapur, para-para, penggilingan, rumah, lainnya............................................. 4) manual atau mesin
6) lantai jemur, bilik, plastik, lainnya ........................................................ 7) di ladang/tegalan atau di rumah
77
78

28. Dimana Bapak menjual hasil panen


a. Pasar b. Tengkulak c. Pedagang pengumpul d. Pabrik pakan
ternak
e. Lainnya ........................................

29. Bila menjual di pasar, berapa harga jualnya Rp...................................................


Nama pasarnya ....................................................................................................

30. Bila menjual di tengkulak/pedagang pengumpul, berapa harga jualnya Rp........


Alasan Bapak menjual ke tengkulak/pedagang pengumpul ................................
..............................................................................................................................

31. Bila menjual di pabrik pakan ternak, berapa harga jualnya Rp..........................
Nama pabriknya......................................................
Alasan Bapak menjual ke pabrik pakan ternak ..................................................
............................................................................................................................

32. Berapa biaya transportasi yang dkeluarkan untuk menjual hasil panen? Rp.......

33. Apakah sudah mengetahui informasi harga jual? Ya/Tidak


Jika Ya darimana informasi tersebut diperoleh
..............................................................................................................................
Jika Tidak, mengapa ............................................................................................

34. Apakah dengan tingkat harga jual sudah mendapatkan keuntungan? Ya/Tidak
Jika Ya mengapa
............................................................................................................................
............................................................................................................................
Jika tidak mengapa Bapak tetap menjual hasil panen .......................................
............................................................................................................................

35. Apakah ada kelembagaan pemasaran di tempat Bapak


(desa/kecamatan/kelompok tani)? Ya/Tidak
Jika Ya sejak kapan kelembagaan tersebut ada? ...............................................
............................................................................................................................

36. Apakah kelembagaan tersebut dapat membantu Bapak dalam pemasaran hasil
panen? Ya/Tidak
Bila Ya, dalam bentuk apa bantuan tersebut? ....................................................
............................................................................................................................

37. Apakah Bapak pernah mendapatkan kredit/bantuan modal untuk usahatani


jagung? Ya/Tidak
Bila Ya, dari mana : a. Bank; b. BPR c. Tengkulak d. Pedagang
pengumpul e. Koperasi f. Kelompok Tani g. Lainnya .............................
Jika Tidak ada, alasannya ? .................................................................................
..............................................................................................................................
79

`Berapa besar kredit/bantuan modal yang diperoleh : Rp.......................................


Kredit/bantuan modal tersebut dipergunakan untuk apa?
a. Pembelian saprodi pertanian b. Investasi c. Lainnya ...............

38. Bagaimana cara pelunasan kredit/bantuan modal tersebut?


.............................................................................................................................

B. ASPEK TEKNOLOGI

1. Apakah Bapak mengenal teknologi Varietas Unggul Baru (VUB) Jagung Putih
(komposit) inovasi Badan Litbang Pertanian? Ya/Tidak
Jika Tidak, mengapa ............................................................................................

2. Jika Ya, darimana Bapak memperoleh informasi tentang teknologi VUB


jagung tersebut?
d. Penyuluh (PPL)
e. Petani lain
f. Kelompok tani
g. Pedagang saprodi pertanian
h. Pedagang hasil pertanian (pengumpul)
i. Lainnya .........................................................................

3. Apakah Bapak mengikuti Prosedur cara membudidayakan VUB Jagung Putih


(komposit)? Ya/Tidak
Bila Ya, sejak kapan mengikutinya? Tahun.........................
Bila Tidak, mengapa ...........................................................................................

4. Apakah Bapak tergabung dan menjadi anggota Kelompok Tani? Ya/Tidak

5. Jika Ya, nama Kelompok Taninya ......................................................................


Sejak kapan Bapak bergabung menjadi anggota Kelompok Tani : Tahun .........
Jika Tidak, Mengapa ? ........................................................................................

6. Manfaat apa yang Bapak peroleh dengan menjadi anggota Kelompok Tani ?
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................

7. Apakah dalam kelompok tani terdapat pertemuan rutin anggota? Ya/Tidak


Frekwensi pertemuan ......... kali/minggu, .......... kali/bln, lainnya .....................

8. Apakah Bapak pernah mengikuti penyuluhan pertanian dari PPL? Ya/Tidak


Frekwensi penyuluhan .......kali/minggu, ....... kali/bln, lainnya .........................
Materi penyuluhan yang pernah Bapak ikuti :
a. ........................................................................................................................
b. ........................................................................................................................
c. ........................................................................................................................
80

9. Menurut Bapak apakah frekwensi penyuluhan perlu ditambah? Ya/Tidak


Berapa kali ...............................................................................................

10. Komponen-komponen teknologi VUB jagung putih (komposit) apa saja yang
Bapak gunakan/terapkan dalam budidaya jagung

Komponen Musim Tanam I Musim Tanam II


Teknologi
Anjuran Penerapan Anjuran Penerapan
Varietas Hibrida dan komposit Hibrida dan
unggul baru komposit
Benih :
- Benih daya kecambah >95% daya kecambah
bermutu diberi metalaksil 2 >95%
gram (bahan diberi metalaksil 2
- perlakuan produk)/kg benih gram (bahan
benih produk)/kg benih
Penyiapan - Pengolahan tanah - Pengolahan tanah
lahan (tekstur berat) (tekstur berat)
- TOT (tekstur - TOT (tekstur
ringan) ringan)
Kebutuhan Kebutuhan benih 15– Kebutuhan benih
benih 15–20 20 kg/ha 15–20 kg/ha
kg/ha
Populasi - 66.600 tanaman/ha, - 66.600
tanaman jarak tanam 75cm x tanaman/ha, jarak
40cm dengan 2 tanam 75cm x
tanaman/lubang 40cm dengan 2
- 75 cm x 20 cm tanaman/lubang
dengan 1 - 75 cm x 20 cm
tanaman/lubang. dengan 1
tanaman/lubang.
Pemupukan Stadia pertumbuhan Stadia pertumbuhan
N tanaman dan Bagan tanaman dan Bagan
Warna Daun (BWD) Warna Daun
(BWD)
Bahan Pupuk kandang 1,5- Pupuk kandang 1,5-
organik 2,0 ton/ha sebagai 2,0 ton/ha sebagai
penutup benih pada penutup benih pada
lubang tanam; lubang tanam;
Saluran Pembuatan saluran Pembuatan saluran
drainase drainase drainase
Gulma Pengendalian gulma Pengendalian gulma
secara terpadu secara terpadu
Hama dan PHT PHT
penyakit
Panen dan Panen tepat waktu Panen tepat waktu
prosesing dan prosesing dgn alat dan prosesing dgn
dan mesin alat dan mesin
81

11. Apa alasan Bapak mengapa tidak menerapkan komponen teknologi tersebut?
(Dari komponen teknologi jagung tersebut diatas)
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................

12. Apa dasar pertimbangan Bapak dalam menentukan/menggunakan teknologi


varietas jagung putih (komposit) yang ditanam ?

No Dasar Pertimbangan Alasan

1. Apakah untuk memaksimumkan


output/keuntungan dari modal yang
dimiliki
2. Apakah untuk meminimumkan biaya
untuk menghasilkan output tertentu
3. Ketersediaan benih/varietas
4. Harga benih
5. Ketersediaan air
6. Waktu tanam
7. Harga produksinya
8. Permintaan pasar
9. Lainnya, sebutkan ..............................
.............................................................
13. Apa manfaat yang Bapak peroleh dalam penerapkan teknologi VUB jagung putih (komposit) tersebut ?
82

Respon petani
Manfaat Teknologi PTT jagung Keterangan
1=ya; 0=tidak
Manfaat Teknis
1. Jumlah benih
2. Kualitas benih/daya tumbuh
3. Pertumbuhan tanaman
4. Ketahanan Hama Penyakit
5. Daya tahan terhadap kekeringan/Hujan/Banjir
6. Umur panen
7. Pola Tanam
Manfaat Eonomi
1. Jumlah Produksi tinggi
2. Harga jual bagus
3. Biaya produksi (tinggi/rendah)
4. Pendapatan tinggi
5. Kualitas produksi (ukuran biji/berat)
6. Mudah memasarkan hasil
7. Tenaga Kerja
8. Modal Usahatani
Manfaat Sosial
Pengetahuan tentang varietas
.............................................................
.............................................................
14. Permasalahan-permasalahan pokok apa yang dirasakan dalam menerapkan teknologi VUB jagung putih (komposit) inovasi
Balitbangtan?
Respon petani 1=ya;
Permasalahan yang dihadapi Keterangan
0=tidak
a. Masalah Teknis
(1) Jumlah benih
(2) Kualitas benih/daya tumbuh
(3) Pertumbuhan tanaman
(4) Hama penyakit
(5) Daya tahan terhadap kekeringan/hujan/banjir
(6) Umur panen
(7) Pola tanam
b. Masalah Eonomi
(1) Harga benih mahal
(2) Benih kurang tersedia saat diperlukan
(3) Tempat beli jauh
(4) Rata-rata lahan garapan kecil
(5) Sarana produksi
(6) Tenaga kerja
(7) Modal usahatani
(8) Kualitas produksi
(9) Jumlah produksi
(10) Biaya produksi
(11) Pendapatan
(12) Pola tanam
(13) Panen
83
(14) Pasca panen
84

(15) Pemasaran hasilnya


c. Masalah Sosial
(1) Informasi kurang tersedia
(2) Pengetahuan tentang varietas kurang
(3) Proporsi pembagian sistem sakap (input,
output)
C. PENDAPATAN RUMAH TANGGA DARI USAHATANI/ON FARM SELAIN JAGUNG (Dalam setahun)

1. Tanaman Pangan lainnya (selain jagung)


Uraian Padi Kacang tanah Kacang Hijau Ubi kayu Ubi jalar Kedelai Lainnya..........
2
Luasan lahan (m )
Musim tanam per tahun (kali)
Jarak tanam (m/cm)
Produksi (kg)
Dijual (kg)
Nilai (Rp.000)
Dikonsumsi (kg)
Cadangan pangan (kg)
Curahan TK Dalam Keluarga (HOK)
a. Pengolahan tanah
b. Penanaman
c. Penyiangan, pemupukan, penyemprotan
d. Panen dan pasca panen
Keperluan benih (kg)
Dipakai sebagai pakan ternak (kg)
Biaya Sarana produksi (Rp/satuan)
a. Pupuk (Rp/kg,liter ,zak,.......)
b. TK Luar Keluarga (Rp/HOK)
c. Sewa lahan (Rp.000)
d. Pasca panen (Rp.000)
e. Pemasaran (Rp.000)
f. Lainnya ............................
85
2. Tanaman Hortikultura
86

Uraian Pisang Jeruk Advokat Durian Pepaya Sayur........... Lainnya.........


Luasan lahan (m2)
Musim tanam per tahun (kali)
Jarak tanam (m/cm)
Produksi (kg)
Dijual (kg)
Nilai (Rp.000)
Dikonsumsi (kg)
Cadangan pangan (kg)
Curahan TK Dalam Keluarga (HOK)
a. Pengolahan tanah
b. Penanaman
c. Penyiangan, pemupukan, penyemprotan
d. Panen dan pasca panen
Keperluan benih (kg)
Biaya Sarana produksi (Rp/satuan)
a. Pupuk (Rp/kg,liter,zak,........)
b. TK Luar Keluarga (Rp/HOK)
c. Sewa lahan (Rp.000)
d. Pasca panen (Rp.000)
e. Pemasaran (Rp.000)
f. Lainnya ..........................................
3. Tanaman Perkebunan
Uraian Kelapa Jambu mete Sengon .................. ................. .................. ........................
2
Luasan lahan (m )
Musim tanam per tahun (kali)
Jarak tanam (m/cm)
Produksi (kg)
Dijual (kg)
Nilai (Rp.000)
Dikonsumsi (kg)
Cadangan pangan (kg)
Curahan TK Dalam Keluarga (HOK)
a. Pengolahan tanah
b. Penanaman
c. Penyiangan, pemupukan,
penyemprotan
d. Panen dan pasca panen
Keperluan benih (kg)
Biaya Sarana produksi (Rp/satuan)
a. Pupuk (Rp/kg,liter,zak,..........)
b. TK Luar Keluarga (Rp/HOK)
c. Sewa lahan (Rp.000)
d. Pasca panen (Rp.000)
e. Pemasaran (Rp.000)
f. Lainnya ....................................
87
88

4. Peternakan
Uraian Ayam Itik Bebek Domba Kambing Sapi ..................
Jumlah (ekor/unit)
Dibeli (Rp/ekor)
Dijual (Rp/ekor)
Nilai (Rp.000)
Dikonsumsi (ekor/unit)
Nilai (Rp.000)
Cadangan pangan (kg)
Curahan TK Dalam Keluarga (HOK)
Hasil sampingan ternak :
a. Telur
Dijual (butir), Nilai (Rp/butir)
Dikonsumsi (butir)
b. Susu
Dijual (liter), Nilai (Rp/liter)
Dikonsumsi (butir)
c. Bibit
Dijual (ekor)
Nilai (Rp)
Biaya TK Luar Keluarga (Rp/HOK)
Biaya pakan ternak (Rp)
Biaya pemasaran (Rp)
D. PENDAPATAN RUMAH TANGGA DARI KEGIATAN OFF FARM (DI LUAR USAHATANI)

1. Buruh Pertanian

No Uraian Anggota rumah tangga yang bekerja


1. Nama
2. Jenis kegiatan pertanian yang dilakukan 1)
3. Sistem upah 2)
4. Lokasi pekerjaan 3)
5. Siklus migrasi (jika di luar desa) 4)
6. Waktu kegiatan 5)
7. Frekuensi kegiatan per tahun jika musiman (kali per tahun)
1. Bulan kegiatan MT I/2013/2014
2. Jumlah hari kerja (hari)
3. Bulan kegiatan MT II/2013/2014
4. Jumlah hari kerja (hari)
5. Total hari kerja per tahun (hari/thn)
8. Jam kerja per hari (jam per hari)
9. Upah per hari (Rp.000/hari)
10. Pendapatan kotor per tahun :
1. MT I/2013/2014
2. MT II/2013/2014
3. Total pendapatan pada tahun 2013/2014
89
11. Biaya migrasi atau trasportasi :
90

1. Biaya transport per hari (Rp/hari)


2. Biaya transport dan pemondokan per minggu/bulan (Rp.000)
12. Jenis lahan tempat berburuh tani
13. Jenis komoditas tempat berburuh
14. Pendapatan bersih per tahun (Rp/tahun)

Keterangan : 1) 1=cangkul, 2=tanam, 3=panen; 2) 1=harian, 2=borongan, 3=lainnya............; 3) 1=di dalam desa, 2=luar desa, 3=luar kecamatan, 4=luar kabupaten
4) 5)
1=setiap hari, 2=setiap minggu, 3=setiap bulan 1=musiman, 2=sepanjang tahun

2. Buruh Non Pertanian

No Uraian Anggota rumah tangga yang bekerja


1. Nama
2. Jenis kegiatan non pertanian yang dilakukan
3. Sistem upah (harian, bulanan, tahunan atau lainnya)
4. Lokasi pekerjaan 1)
5. Siklus migrasi (jika di luar desa) 2)
6. Waktu kegiatan 3)
7. Frekuensi kegiatan per tahun jika musiman (kali per tahun)
1. Bulan kegiatan MT I/2013/2014
2. Jumlah hari kerja (hari)
3. Bulan kegiatan MT II/2013/2014
4. Jumlah hari kerja (hari)
5. Total hari kerja per tahun (hari/th)
8. Jam kerja per hari (jam per hari)
9. Upah per hari (Rp.000/hari)
10. Pendapatan kotor per tahun :
1. MT I/2013/2014
2. MT II/2013/2014
3. Total pendapatan pada tahun 2013/2014
11. Biaya migrasi atau transportasi :
1. Biaya transport per hari (Rp/hari)
2. Biaya transport dan pemondokan per minggu/bulan
(Rp.000/minggu/bulan)
12. Pendapatan bersih per tahun (Rp.000/tahun)
Keterangan : 1) 1=di dalam desa, 2=luar desa, 3=luar kecamatan, 4=luar kabupaten; 2) 1=setiap hari, 2=setiap minggu, 3=setiap bulan; 3) 1=musiman, 2=sepanjang tahun

3. Pegawai Negeri/Karyawan Swasta


No Uraian Anggota rumah tangga yang bekerja
1. Nama
2. Status pegawai negeri/karyawan 1)
3. Sistem gaji (bulanan, mingguan)
4. Jumlah hari kerja (hari)
5. Jumlah jam kerja (jam per hari)
6. Penghasilan kotor per bulan (Rp.000)
7. Lokasi pekerjaan
8. Siklus migrasi
9. Biaya migrasi :
1. Biaya transport dan pemondokan jika melakukan migrasi (Rp.000)
2. Biaya trasnport per hari jika melakukan migrasi harian (Rp.000/hari)
10 Adakah yang ikut TKI?
1. Sebutkan negara tujuannya
2. Sejak tahun kapan ikut TKI
3. Jenis pekerjaan
91
4. Nilai kiriman uang tahun 2013/2014 (Rp.000)
92

5. Frekuensi kiriman per tahun (kali)


6. Bulan apa transfer dilakukan
Keterangan : 1) PNS, karyawan toko, karyawan perusahaan, pamong praja, dsb
3. Usaha Dagang (toko/warung/kios/lainnya)
Jenis Usaha Toko Warung (makan & Warung sembako Industri kerajinan
mnum)
Jenis produk yg dijual
Bulan mulai kegiatan
Lokasi kegiatan
Jumlah anggota keluarga yg bekerja (orang)
Jumlah hari kerja (hari)
Jumlah jam kerja (jam/hari)
Penerimaan kotor per thn
Keuntungan usaha (%)
Biaya usaha yg dikeluarkan (Rp.000)

4. Usaha Produksi Barang dan Jasa Non Pertanian


Jenis Usaha Ojek Bengkel Kontrakan/Kos-Kosan Lainnya ........
Bulan mulai kegiatan
Lokasi kegiatan
Jumlah anggota keluarga yg bekerja (orang)
Jumlah hari kerja (hari)
Jumlah jam kerja (jam/hari)
Penerimaan kotor per thn
Keuntungan usaha (%)
Biaya usaha yg dikeluarkan (Rp.000)
E. PENGELUARAN NON PANGAN RUMAH TANGGA PETANI JAGUNG

Isikan dan masukkan total pengeluaran per item pada salah satu kolom apakah pengeluaran per hari/minggu/bulan/tahun
No Rincian Pengeluaran Non Pangan Rumah Frekwensi pengeluaran
Tangga Petani
Rp/ Hari Rp/ Minggu Rp/Bulan Rp/3-4 Bln Rp/6 Bln Rp/Thn
1 Perumahan dan Fasilitas Rumah
a. Sewa kontrak
b. Rekening listrik/air
c. Rekening telp
d. Renovasi rumah
e. .........................................................
2 Komunikasi
a. Koran/majalah
b. Telepon rumah/HP
3. Pendidikan
a. SPP
b. Buku pelajaran
c. Buku dan Alat tulis
d. Seragam sekolah (termasuk sepatu)
e. Jajan anak
f. Tas sekolah
g. Transportasi
h. Kursus tambahan
4 Bahan Bakar
a. Bensin/Solar
b. Minyak tanah
c. Kayu bakar/Arang/Pelumas/Oli
93
5 Kesehatan
94

a. Biaya dokter/bidan
b. Peralatan mandi (sabun, odol, sikat gigi)
c. Pembalut wanita
d. Minyak wangi
e. Obat-obatan
f.
6 Sandang (diluar keperluan sekolah)
a. Pakaian (kemeja/kaos/celana)
b. Sarung/Seprey/sarung bantal/selimut
c. Sepatu/sendal
d. ..........................................................
e. ............................................................
7 Pengeluaran Lainnya
a. Rokok
b. STNK Kendaraan
c. PBB
d. Asuransi kesehatan/pungutan/ retribusi
e. Iuran RT/RW/Keluarahan
f. Iuran kelompok tani
g. Arisan
h. Iuran duka warga
i. Iuran pernikahan/khitanan
j. Tabungan
k. ............................................................
l. ............................................................
m. ............................................................
95

KUESIONER PENELITIAN
ANALISIS FAKTOR ADOPSI DAN EFEKTIVITAS
VARIETAS UNGGUL (VU) JAGUNG PUTIH DI
KABUPATEN GROBOGAN, JAWA TENGAH

Responden yang terhormat,


Saya, Laila Kadar adalah Mahasiswa Perencanaan Pembangunan
Wilayah dan Perdesaan (PWD) Institut Pertanian Bogor (IPB) yang sedang
melakukan penelitian tentang Faktor Adopsi dan Efektivitas Varietas Unggul
(VU) Jagung Putih di Kabupaten Grobogan. Penelitian ini merupakan bagian
dari Tesis yang saya kerjakan. Demi tercapainya hasil yang diinginkan, mohon
partisipasi Anda untuk bersedia mengisi kuesioner ini secara lengkap dan benar.
Informasi yang diterima dari kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan
untuk kepentingan akademis. Atas bantuan dan kerjasamanya, saya sampaikan
terima kasih.

No Responden :

KUESIONER
ANALISIS EFEKTIVITAS VARIETAS UNGGUL (VU)
JAGUNG PUTIH UNTUK PETANI

Nama Responden : ...................................................................................


Nama Kelompok Tani : ...................................................................................
No Telp/HP : .....................................................................................
RT/RW : .....................................................................................
Desa : .....................................................................................
Kecamatan : .....................................................................................
Kabupaten : Grobogan
Provinsi : Jawa Tengah
Nama Enumerator : .....................................................................................
No HP : .....................................................................................
Email : .....................................................................................
Tgl Wawancara : ................................/2015
*)
: Coret yang tidak perlu
96

Identitas Responden

Beri tanda silang (X) pada jawaban yang Anda pilih

1. Umur Responden :
2. Jenis Kelamin :
3. Pendidikan formal :
( ) SD ( ) SLTP ( ) SMU ( ) Diploma
( ) Sarjana ( ) Pasca Sarjana ( ) Tidak Bersekolah
4. Pekerjaan :
( ) Petani ( ) Buruh Tani ( ) Buruh ( ) Pedagang
( ) Pegawai Negeri (PNS) ( ) Wiraswasta ( ) Lainnya,
................
5. Pekerjaan pasangan :
( ) Petani ( ) Buruh Tani ( ) Buruh ( ) Pedagang
( ) Pegawai Negeri (PNS) ( ) Wiraswasta ( ) Lainnya,
................
6. Status pernikahan : ( ) Sudah Menikah ( ) Belum Menikah
7. Berapa lama bekerja di usaha pertanian : ....................... tahun
8. Jumlah anggota keluarga (seluruh keluarga yang tinggal dalam satu rumah,
termasuk pembantu) : ...............orang
9. Penghasilan rata-rata keluarga per bulan (Rp) :
( ) < 500.000 ( ) 500.000-999.999 ( ) 1.000.000-1.499.999
( ) 1.500.000-2.000.000 ( ) 2.000.000-2.499.999 ( ) 2.500.000-2.999.999
( ) 3.000.000-3.499.999 ( ) 3.500.000-3.999.999 ( ) >4.000.000
10. Berapa pengeluaran untuk kebutuhan sandang, pangan, papan per bulan :
Rp......

Identifikasi Proses

Beri tanda silang (X) pada jawaban yang Anda pilih.


I. Pengenalan Teknologi VU Jagung Putih
1. VU Jagung yang Anda Budidayakan :
a. VU Jagung inovasi Badan Litbang Pertanian (Kuning Hibrida/Putih
Komposit), alasannya.....................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
b. VU Jagung swasta (Kuning Hibrida/Putih Komposit),
alasannya........................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
2. Apa motivasi/alasan Anda menggunakan VU tersebut sebagai usahatani
dibandingkan dengan varietas dan jenis lainnya ?
a. Sesuai dengan kondisi (spesifik lokasi)
b. Ketersediaan benihnya mudah didapat
c. Harga benihnya terjangkau
97

d. Teknologinya mudah dilakukan oleh Petani


e. Kandungan gizi dan mutunya
f. Lainnya, sebutkan...............................................
3. Seberapa penting menaman VU Jagung Putih inovasi Badan Litbang Pertanian
bagi Anda?
a. Sangat Penting
b. Penting
c. Kurang Penting
d.. Tidak penting
e. Sangat Tidak Penting
4. Berapa benih rata-rata yang Anda butuhkan untuk satu kali musim tanam ?

II. Pencarian Informasi

5. Sumber informasi dari manakah Anda mengetahui tentang VU Jagung Putih


(Komposit)?
a. Penjual/tempat membeli
b. Penangkar
c. Teman/Kenalan
d. Iklan media cetak
e. Lainnya,...........................
6. Sumber informasi manakah yang paling Anda percaya dalam menentukan
keputusan untuk menggunakan VU Jagung Putih (a.l. Srikandi Putih dan
Anoman) ?
a. Penjual/tempat membeli
b. Penangkar
c. Teman/Kenalan
d. Iklan media cetak
e. Lainnya,...........................
7. Informasi apa yang penting untuk Anda ketahui berhubungan dengan VU
Jagung Putih tersebut?
a. Potensi hasilnya (Produksi dan manfaat)
b. Teknologi keunggulannya dibanding dengan varietas lain
c. Karakteristiknya (mutu, rasa, ketahanannya)
d. Harga benih dan tempat pemasarannya
e. Lainnya, sebutkan...........................................................................................

III. Evaluasi Alternatif

8. Atribut apa dibawah ini (a - u) yang paling penting/pertimbangkan dalam


menggunakan VU Jagung Putih? Tolong pilih dan urutkan mana yang paling
prioritas/diinginkan sampai yang paling tidak prioritas/diinginkan ?
a. Luas lahan usahatani [ ]
b. Tingkat Adopsi teknologi [ ]
c. Potensi Hasil [ ]
d. Karakteristik VU Jagung Putih [ ]
e. Daya tahan VU Jagung Putih [ ]
f. Mutu dan Rasa [ ]
98

g. Biaya Usahatani [ ]
h. Waktu Pola Tanam [ ]
i. Jarak ke lokasi [ ]
j. Kebijakan alih/transfer teknologi [ ]
k. Kebijakan Harga [ ]
l. Kesesuaian dengan lingkungan (spesifik lokasi) [ ]
m. Berdaya hasil tinggi [ ]
n. Toleran terhadap lingkungan/iklim [ ]
o. Kemudahan produksi benih oleh petani/kel. Tani [ ]
p. Ketersediaan benih yang dibutuhkan [ ]
q. Ketepatan waktu pemesanan benih [ ]
r. Ketepatan waktu musim tanam [ ]
s. Kemudahan prosedur mendapatkan benih [ ]
t. Diseminasi/Penyebaran InformasiTeknologi Hasil Pertanian [ ]
u. Dukungan Kelembagaan (Balit komoditas, BPTP, BPSB TPH, [ ]
Penangkar dan Kelompok Tani)

IV. Proses Pembudidayaan


9. Bagaimana cara Anda memutuskan untuk mengadopsi teknologi VU Jagung
Putih ?
a. Sadar
b. Tertarik
c. Penilaian
d. Coba-coba
e. Adopsi
10. Apa jenis/varietas benih Jagung yang paling sering dibeli ?
a. Srikandi Putih
b. Anoman
c. Bima Putih
d. BISI
e. Pioner
f. Lainnya, sebutkan ..........................................................................................
11. Seberapa seringkah Anda menggunakan varietas tersebut (lanjutan no. 10) ?
a. Setiap musim tanam
b. Setelah panen padi
c. Tiga bulan sekali
d. Antara 3 - 6 bulan sekali
e. Lainnya, sebutkan......................
13. Berapa harga benih VU Jagung Putih yang Anda beli sekarang ? Rp............/kg
14. Berapa banyak benih yang Anda beli setiap kali membelinya ?
a. < 5 kg
b. 5 – 10 kg
c. > 10 kg
d. Lainnya, sebutkan ..........................................................................................
15. Dalam melakukan pembelian benih sumber jagung putih, apa yang menjadi
pertimbangan dalam memilih tempat berbelanja adalah:
a. Dekat dengan tempat tinggal/Lahan usahatani
b. Produk selalu tersedia
99

c Pelayanan memuaskan
d. Kualitas produk relatif lebih baik
e. Lainnya,................................................
16. Dimanakah tempat Anda biasa membeli Benih Sumber Jagung Putih tersebut?
a. Kios/warung pedagang eceran, alasannya......................................................
b. Pasar tradisional, alasannya............................................................................
c. Koperasi, alasannya........................................................................................
d. Penangkar,
alasannya......................................................................................
e. Lainnya, sebutkan........................................, alasannya.................................

17. Jarak lokasi pembelian dengan tempat tinggal Anda :


a. < 1 km
b. 1 - 5 km
c. > 5 km
d. Lainnya, .........................................................................................................

IV. Pasca Pembudidayaan

18. Jika benih VU Jagung Putih yang Anda akan beli tidak tersedia, maka Anda
akan :
a. Membeli benih sumber jenis lain di tempat yang sama
b. Mencari benih sumber yang sama di tempat lain
c. Tidak jadi membeli / menunda pembelian benih sumber tersebut
d. Lainnya, sebutkan ..........................................................................................
19. Apabila harga benih VU Jagung Putih mengalami kenaikan, apakah yang akan
Anda lakukan ?
a. Membeli benih sumber lain yang lebih murah
b. Tetap membeli benih tersebut (tidak terpengaruh)
c. Tidak jadi membeli benih tersebut
d. Membeli benih sumber lainnya dengan harga yang sama
e. Lainnya, .........................................................................................................
20. Dalam menggunakan VU Jagung Putih, apakah Anda pernah ada keluhan ?
a. Ya
b. Tidak
21. Bila jawaban no. 20 ”Ya”, Keluhan apa yang sering Anda alami ? (jawaban
boleh lebih dari satu)
Jawaban : .............................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
22. Apa yang Anda lakukan bila menghadapi keluhan ?
a. Menyampaikan keluhan ke Penjual, namun tetap membeli benih VU
Jagung Putih di tempat yang sama
b. Membeli benih VU yang sama di tempat lain
c. Membeli benih VU jenis lain di tempat yang sama
d. Tidak ada
e. Lainnya,..........................................................................................................
100

Efektivitas VU Jagung Putih Inovasi Badan Litbang Pertanian

Tingkat Kepentingan Atribut-atribut VU Jagung Putih

Petunjuk pengisian kuesioner : Berikut ini akan ditampilkan tabel yang berisi
indikator dan atribut VU Jagung Putih. Anda diminta untuk menilai kepentigan
setiap atribut dengan memberi tanda silang (X atau V) pada kolom yang telah
disediakan
No Atribut Efektivitas VU Tingkat Kepentingan
Jagung Putih Sangat Penting Kurang Tidak Sangat
Penting Penting Tidak
Penting
I Produktivitas
1. Luas lahan usahatani
2. Tingkat Adopsi teknologi
3. Produksi
II Kualitas
4. Karakteristik VU Jagung Putih
5. Daya Tahan VU Jagung Putih
6. Daya hasil VU Jagung Putih
III Efisiensi
7. Biaya usahatani
8. Harga
9. Umur Panen
IV Keunggulan
10. Potensi hasil
11. Toleran kekeringan
12. Kesesuaian dengan
lingkungan (spesifik lokasi)
13. Kandungan Gizi/Nutrisi
V Kepuasan
14. Ketersediaan benih
15. Teknologi inovasi
VI Pengembangan
16. Diseminasi/Penyebaran Hasil
Penelitian Pertanian
17. Dukungan kelembagaan (Balit
komoditas, BPTP, BPSB TPH,
Penangkar & Kel.Tani)
101

Tingkat Kinerja Atribut-atribut VU Jagung Putih


Petunjuk pengisian kuesioner : Berikut ini akan ditampilkan tabel yang berisi
indikator dan atribut VU Jagung Putih. Anda diminta untuk menilai kepentigan
setiap atribut dengan memberi tanda silang (X) pada kolom yang telah disediakan

Atribut Tingkat Kinerja Atribut


(1) Sangat Penting Kurang Tidak Sangat
Penting Penting Tidak
Penting
Produktivitas
1. Luas lahan usahatani

Atribut Tingkat Kinerja Atribut


(2) Sangat Tinggi Kurang Rendah Sangat
Tinggi Rendah
Produktivitas
2. Tingkat Adopsi teknologi

Atribut Tingkat Kinerja Atribut


(3) Sangat Tinggi Kurang Rendah Sangat
Tinggi Rendah
Produktivitas
3. Produksi

Atribut Tingkat Kinerja Atribut


(4) Sangat Dikenal Biasa Tidak Sangat
Dikenal Dikenal Tidak
Dikenal
Kualitas
4. Karakteristik VU Jagung
Putih

Atribut Tingkat Kinerja Atribut


(5) Sangat Lama Biasa Tidak Sangat
Lama Lama Tidak
Lama
Kualitas
5. Daya Tahan VU Jagung
Putih

Atribut Tingkat Kinerja Atribut


(6) Sangat Tinggi Kurang Rendah Sangat
Tinggi Rendah
Kualitas
6. Daya hasil VU Jagung
Putih
102

Atribut Tingkat Kinerja Atribut


(7) Sangat Tinggi Kurang Rendah Sangat
Tinggi Rendah
Efisiensi
7. Biaya Usahatani

Atribut Tingkat Kinerja Atribut


(8) Sangat Murah Biasa Mahal Sangat
Murah Mahal
Efisiensi
8. Harga

Atribut Tingkat Kinerja Atribut


(9) Sangat Singkat Biasa Lama Sangat
Singkat Lama
Efisiensi
9. Umur Panen

Atribut Tingkat Kinerja Atribut


(10) Sangat Tinggi Kurang Rendah Sangat
Tinggi Rendah
Keunggulan
10. Potensi Hasil

Atribut Tingkat Kinerja Atribut


(11) Sangat Sesuai Biasa Tidak Sangat
Sesuai Sesuai Tidak
Sesuai
Keunggulan
11. Toleran kekeringan

Atribut Tingkat Kinerja Atribut


(12) Sangat Sesuai Biasa Tidak Sangat
Sesuai Sesuai Tidak
Sesuai
Keunggulan
12. Kesesuaian dengan
lingkungan (spesifik
lokasi)

Atribut Tingkat Kinerja Atribut


(12) Sangat Sesuai Biasa Tidak Sangat
Sesuai Sesuai Tidak
Sesuai
Keunggulan
13. Kandungan Gizi/Nutrisi
103

Atribut Tingkat Kinerja Atribut


(14) Sangat Tersedia Kurang Tidak Sangat
Tersedia Tersedia Tidak
Tersedia
Kepuasan
14. Ketersediaan benih yang
dibutuhkan

Atribut Tingkat Kinerja Atribut


(15) Sangat Tepat Kurang Tidak Sangat
Tepat Tepat Tepat Tidak
Tepat
Kepuasan
15. Teknologi Inovasi

Atribut Tingkat Kinerja Atribut


(16) Sangat Promosi Kurang Tidak Sangat
Promosi Promosi Promosi Tidak
Promosi
Pengembangan
16. Diseminasi/Penyebaran
Hasil Penelitian
Pertanian

Atribut Tingkat Kinerja Atribut


(17) Sangat Mendu- Biasa Tidak Sangat
Mendu- kung Mendu- Tidak
kung kung Mendu-
kung
Pengembangan
17. Dukungan kelembagaan
(Balit komoditas, BPTP,
BPSB TPH, Penangkar
dan Kelompok Tani)
104

ANALISIS FAKTOR ADOPSI DAN EFEKTIVITAS


TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL (VU) JAGUNG
PUTIH DI KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH

Responden yang terhormat,


Saya, Laila Kadar adalah Mahasiswa Perencanaan Pembangunan Wilayah
dan Perdesaan (PWD) Institut Pertanian Bogor (IPB) yang sedang melakukan
penelitian tentang Faktor Adopsi dan Efektivitas Teknologi Varietas Unggul
(VU) Jagung Putih Di Kabupaten Grobogan. Penelitian ini merupakan bagian
dari Tesis yang saya kerjakan. Demi tercapainya hasil yang diinginkan, mohon
partisipasi Anda untuk bersedia mengisi kuesioner ini secara lengkap dan benar.
Informasi yang diterima dari kuesioner ini bersifat rahasia dan hanya digunakan
untuk kepentingan akademis. Atas bantuan dan kerjasamanya, saya sampaikan
terima kasih.

No Responden :

KUESIONER INVENTOR/LEMBAGA/MITRA

Nama Responden : ..................................................................................


Nama Instansi/Perusahaan : ..................................................................................
No Telp/HP : ..................................................................................
RT/RW : ..................................................................................
Desa : ..................................................................................
Kecamatan : ..................................................................................
Kabupaten : Grobogan
Provinsi : Jawa Tengah
Nama Enumerator : ..................................................................................
No HP : ..................................................................................
Email : ..................................................................................
Tgl Wawancara : ................................/2015
*) : Coret yang tidak perlu
105

KUESIONER INVENTOR/LEMBAGA/MITRA
(Dapat diisi oleh Inventor dan Mitra)

1. Sejak kapan Anda/Perusahaan Anda melakukan kerjasama dengan Badan


Litbangtan?
2. Apakah visi, misi Perusahaan Anda dan tujuan Anda/Perusahaan Anda dalam
menjalin kerjasama dengan Badan Litbangtan?
3. Bagaimana proses teknologi inovatif produksi jagung dibutuhkan?
( ) Dari inventor, kebutuhan komersialisasi.
( ) Dari investor, kebutuhan teknologi.
( ) Dari promosi seperti temu bisnis, pameran, Round Table Meeting yang
dilakukan Badan Litbangtan
( ) Sebelumnya sudah ada kerjasama penelitian
( ) Lainnya, sebutkan:
..............................................................................................
4. Apakah masalah yang Anda/Perusahaan Anda hadapi selama melaksanakan
sistem pengadopsian teknologi inovatif produki jagung hasil litbangtan dengan
Badan Litbangtan?
( ) Tidak ada
( ) Ada, sebutkan :
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
5. Faktor-faktor apa yang menjadi pendorong Anda/Perusahaan Anda untuk
bersama-sama meningkatkan adopsi teknologi inovatif produksi jagung hasil
litbangtan dengan Badan Litbangtan?
a. Teknologi yang dihasilkan untuk VUB termasuk benih yang dihasilkan
unggul dan murah
b. Keahlian SDM (peneliti/pengkaji) sudah tersedia di Badan Litbangtan
c. Adanya peluang potensi pasar
d. Lainnya, sebutkan :
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
6. Faktor-faktor apa saja yang menurut Anda menjadi masalah/kendala dalam
menghasilkan/mendiseminasikan teknologi inovatif proses produksi jagung
hasil litbangtan tersebut?
a. Ketidaksesuaian varietas dengan potensi lokasi
b. Ketepatan waktu
c. Birokrasi kerjasama
d. Lainnya, sebutkan :
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
106

7. Faktor-faktor apa saja yang menurut Anda menjadi kebutuhan/mendukung


dalam menghasilkan/mendiseminasikan teknologi inovatif proses produksi
jagung hasil litbangtan tersebut?
a. Pengguna mempunyai motivasi yang kuat untuk mengadopsi teknologi
inovatif tersebut
b. Adanya fasilitasi pendampingan
c. Lainnya, sebutkan :
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
..............................................................................................................................
8. Bagaimana kebijakan strategi dalam meningkatkan efektivitas penerapan
teknologi inovatif jagung hasil litbangtan menurut Anda/Perusahaan Anda
optimal?
a. Promosi yang tepat sasaran
b. Ketersedian benih sumber yang memadai, misal dari varietas yang
dihasilkan
c. Sistem pendistribusian benih sumber
d. Lainnya, sebutkan : .........................................................................................
9. Apakah Anda/Perusahaan Anda selalu melaksanakan inovasi di dalam
melaksanakan proses produksi? Berapa banyak inovasi yang telah dihasilkan?
a. Ya, jumlah ................. buah
b. Tidak
10. Apakah Anda/Perusahaan Anda melakukan lebih dari satu kerjasama dengan
lembaga penelitian?
a. Ya, jumlah ................. buah
b. Tidak
11. Menurut Anda faktor-faktor internal di bawah ini dapat dikategorikan sebagai
kekuatan dan kelemahan untuk penerapan teknologi proses produksi jagung
hasil litbangtan dalam mencapai tingkat efektivitas yang dapat memenuhi
produksi jagung nasional dan meningkatkan pendapatan petani? (mohon coret
yang tidak sesuai)
a. Kekuatan : SDM, Sarana/Prasarana, Teknologi (VUB) yang dihasilkan
litbangtan, Sistem Penyebaran teknologi dan benih sumber, Kebijakan
Alih Teknologi,Lisensor/mitra, kerjasama
b. Kelemahan : SDM, Sarana/Prasarana, Teknologi (VUB) yang dihasilkan
litbangtan, Sistem Penyebaran teknologi dan benih sumber, Kebijakan
Alih Teknologi, Lisensor/mitra, kerjasama
12. Menurut Anda faktor-faktor eksternal di bawah ini dapat dikategorikan
sebagai ancaman dan peluang untuk penerapan teknologi proses produksi
jagung hasil litbangtan dalam mencapai tingkat efektivitas yang dapat
memenuhi produksi jagung nasional dan meningkatkan pendapatan petani?
(mohon coret yang tidak sesuai)
a. Peluang : Potensi wilayah, Peluang Pasar, Kebijakan
b. Ancaman : Potensi wilayah, Peluang Pasar, Kebijakan
13. Apakah ada anggaran riset di Perusahaan Anda? Jika ada berapa persen?
..............................................................................................................................
107

KUESIONER INVENTOR/LEMBAGA/MITRA
Kuesioner Kerjasama Berdasarkan Persepsi Inventor, Lembaga dan Mitra

1. Dilihat dari Faktor SDM

No Variabel Penilaian Skala Penilaian1


1. Profil inventor dinilai dari hasil invensinya 1 Sangat Tidak penting
2 Tidak penting
3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting
2. Profil pelaksana alih teknologi* dinilai dari 1 Sangat Tidak penting
kemampuannya mengkomunikasikan kebutuhan 2 Tidak penting
kerjasama inventor dan mitra. 3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting
*) Alih teknologi : proses mengalihkan teknologi untuk upaya pengenalan dan
penyebaran teknologi

2. Dilihat dari Faktor Sarana

No Variabel Penilaian Skala Penilaian2


3. Sistem penyebaran teknologi inovatif (varietas & benh 1 Sangat Tidak penting
sumber) harus memuat kemungkinan pendampingan 2 Tidak penting
inventor sehingga risiko hasil yang tidak sesuai 3 Cukup penting
dapat ditekan. 4 Penting
5 Sangat penting
4. Profil pelaksana alih teknologi* dinilai dari 1 Sangat Tidak penting
kemampuannya mengkomunikasikan kebutuhan 2 Tidak penting
kerjasama inventor dan mitra. 3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting
5. Kebijakan Alih Teknologi harus didukung oleh 1 Sangat Tidak penting
organisasi/institusi/perusahaan. 2 Tidak penting
3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting
6. Penilaian teknologi inovatif (varietas & benih 1 Sangat Tidak penting
sumber) harus terfokus pada kesesuaian 2 Tidak penting
lokasi/spesifik lokasi 3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting
7. Perlu disosialisasikan dengan baik teknologi 1 Sangat Tidak penting
inovatif tersebut 2 Tidak penting
3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting

2
Beri tanda silang (x) yang akan dipilih
108

3. Dilihat dari Faktor Teknologi/Hasil Invensi

No. Variabel Penilaian Skala Penilaian1)


1. Kedudukan (posisi) invensi berdasarkan pada 1 Sangat Tidak penting
kurva daur hidup teknologi 2 Tidak penting
3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting

2. Kebaruan dan langkah inventif. 1 Sangat Tidak penting


2 Tidak penting
3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting

3. Tahap pengembangan teknologi yang dicapai saat 1 Sangat Tidak penting


ini. 2 Tidak penting
3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting

4. Kemudahan pengembangan produksi skala massal 1 Sangat Tidak penting


2 Tidak penting
3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting

5. Daya saing terhadap produk yang sudah ada di 1 Sangat Tidak penting
pasar 2 Tidak penting
3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting

6. Fleksibilitas dan kompatabilitas. 1 Sangat Tidak penting


2 Tidak penting
3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting

7. Kemungkinan memperoleh technical service dari 1 Sangat Tidak penting


Inventor 2 Tidak penting
3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting
8. Kekhasan invensi dibandingkan dengan teknologi 1 Sangat Tidak penting
Lainnya 2 Tidak penting
3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting
109

9. Masa umur teknologi yang dihasilkan dapat 1 Sangat Tidak penting


bertahan 2 Tidak penting
pada industri sejenis 3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting

10. Kemudahan teknologi untuk ditiru (rentan 1 Sangat Tidak penting


plagiasi), 2 Tidak penting
sehingga mempengaruhi masa dan nilai lisensi. 3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting
110

KUESIONER INVENTOR/LEMBAGA/MITRA
(Kuesioner ini diisi oleh Inventor dan Investor)

No. Variabel Penilaian Skala Penilaian1)


A Penyediaan Layanan Kerjasama
1. Inventor difasilitasi oleh lembaga dalam 1 Sangat Tidak penting
mengkomersialisasikan hasil Invensinya 2 Tidak penting
3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting

2. Investor difasilitasi dengan MOU dalam 1 Sangat Tidak penting


kerjasamanya 2 Tidak penting
3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting

3. Informasi produk hasil invensi yang akan 1 Sangat Tidak penting


dikomersialisasikan dapat diperoleh dengan mudah 2 Tidak penting
3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting

4. Fasilitasi Temu bisnis dan Round Table Meeting 1 Sangat Tidak penting
termasuk 2 Tidak penting
3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting

5. Investor secara terbuka diberi kesempatan untuk 1 Sangat Tidak penting


melakukan analisis prospek bisnis sesuai dengan 2 Tidak penting
karakter invensinya 3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting

B Fasilitasi Pendampingan
6. Inventor memberikanan layanan pendampingan 1 Sangat Tidak penting
selama kerjasama. 2 Tidak penting
3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting

7. Investor memperoleh transparansi hasil. 1 Sangat Tidak penting


2 Tidak penting
3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting
111

8. Fasilitasi pendampingan invensi disesuaikan 1 Sangat Tidak penting


dengan karakteristik/sifat invensinya 2 Tidak penting
3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting

9. Layanan-layanan tertentu dapat diberikan misalnya 1 Sangat Tidak penting


dengan lisensi ekslusif 2 Tidak penting
3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting

10. Pendampingan perencanaan bisnis dilakukan dari 1 Sangat Tidak penting


pihak BPATP sebagai pendamping alih teknologi 2 Tidak penting
3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting

C Jaminan aturan kerjasama


11. Tersedianya tata cara kerjasama yang menentukan 1 Sangat Tidak penting
pembagian royaltibagi inventor dan investor 2 Tidak penting
3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting

12. Layanan perencanaan bisnis dilakukan dalam 1 Sangat Tidak penting


konteks komersialisasi 2 Tidak penting
3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting

13. Rambu-rambu aturan kerjasama ditentukan 1 Sangat Tidak penting


bersama sesuai dengan karakter invensi 2 Tidak penting
3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting

14. Aturan pendampingan dari inventor dilakukan 1 Sangat Tidak penting


dalam rangka jaminan mutu hasil 2 Tidak penting
3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting

15. Sanksi dari pelanggaran aturan kerjasama yang 1 Sangat Tidak penting
telah disepakati untuk dilakukan sesuai ketentuan 2 Tidak penting
yang berlaku 3 Cukup penting
4 Penting
5 Sangat penting
Diadaptasi dari WHO Need Assessment Analysis, 2000.
112

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 November 1971 di Jakarta sebagai anak


ke tiga dari lima bersaudara, dari ayah H. Bakaruddin dan ibu Nurbaiti dan
keduanya Alhamdulillah masih sehat wal’afiat. Penulis menyelesaikan pendidikan
Sekolah Dasar di Jakarta tahun 1984, Sekolah Menengah Pertama di Jakarta tahun
1987, dan Sekolah Menengah Atas di Jakarta tahun 1990. Penulis memperoleh gelar
Diploma III (A.Md) pada Akademi Bahasa Asing (LPI ABA Indonesia) tahun 1996
dan saat itu sudah bekerja di Badan Litbang Pertanian sebagai PNS, dan
melanjutkan sekolah di Universitas Indonesia sehingga memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi pada Fakultas Ekonomi di Universitas Indonesia tahun 2003.
Pada tahun 2013, penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti tugas
belajar S2 di Institut Pertanian Bogor (IPB) jurusan Imu Perencanaan Pembangunan
Wilayah Perdesaan (PWD) Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) atas biaya
DIPA Kantor Pusat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Penulis mulai
diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil pada Badan Litbang Pertanian, Kementerian
Pertanian tahun 1994 sampai saat ini.

Anda mungkin juga menyukai