Anda di halaman 1dari 103

ANALISIS ADOPSI SRI (SYSTEM OF RICE

INTENSIFICATION) DAN DAMPAKNYA TERHADAP


EFISIENSI USAHATANI PADI DI KABUPATEN SOLOK
SELATAN

JOKO ADRIANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Analisis Adopsi SRI
(System of Rice Intensification) dan Dampaknya Terhadap Efisiensi Usahatani Padi di
Kabupaten Solok Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain pada tesis ini telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan pada daftar pustaka di bagian akhir tesis.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016

Joko Adrianto
NIM H453130181
RINGKASAN
JOKO ADRIANTO. Analisis Adopsi SRI (System of Rice Intensification) dan
Dampaknya Terhadap Efisiensi Usahatani Padi di Kabupaten Solok Selatan.
(HARIANTO sebagai ketua, M PARULIAN HUTAGAOL sebagai Anggota
Komisi Pembimbing).

Sektor pertanian tanaman pangan khususnya padi di Kabupaten Solok


Selatan mempunyai peranan yang sangat penting dan menjadi sumber pendapatan
masyarakat dan melalui penerapan teknologi SRI (System of Rice Intensification)
pada usahatani padi diharapkan dapat meningkatkan produksi dan pendapatan
petani padi. Program sekolah lapang SRI rutin dilakukan, namun penerapan
program SRI masih sangat rendah dan terbatas sehingga berdampak pada tingkat
produksi dan pendapatan usahatani yang tidak sesuai dengan target yang ingin
dicapai. Implikasinya produktivitas padi tidak banyak mengalami peningkatan.
Oleh sebab itu perlu diketahui mengenai faktor-faktor sosial ekonomi yang
mempengaruhi produktivitas, pendapatan dan efisiensi usahatani padi di
Kabupaten Solok Selatan.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengindentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi adopsi teknologi SRI pada usahatani padi di Kabupaten Solok
Selatan, (2) menganalisis pengaruh penerapan SRI terhadap produksi usahatani
padi di Kabupeten Solok Selatan, (3) menganalisis pengaruh penerapan SRI
terhadap efisiensi dan menentukan faktor yang mempengaruhi inefisiensi
usahatani padi, dan (4) menganalisis pengaruh penerapan SRI terhadap
pendapatan petani padi di Kabupaten Solok Selatan. Penelitian ini dilakukan di
sentra produksi padi Kabupaten Solok Selatan yaitu Kecamatan Sungai Pagu.
Jumlah petani respoden yang diambil sebanyak 90 orang yang terbagi menjadi
Petani yang menerapkan SRI sebanyak 60 orang dan petani yang tidak
menerapkan SRI sebanyak 30 orang. Pendekatan yang digunakan adalah fungsi
regresi probit, analisis usahatani dan fungsi stochastic frontier dengan metode
Maximum Likelihood Estimation (MLE).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
adopsi teknologi SRI adalah luas lahan, lama menjadi anggota kelompok tani dan
frekuensi penyuluhan. Sementara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi
SRI dan non SRI di Kabupaten Solok Selatan adalah lahan, pupuk ponska, pupuk
urea, pupuk organik dan tenaga kerja. Variabel yang memiliki elastisitas tertinggi
adalah luas lahan, artinya bahwa produksi padi sangat responsif terhadap
penggunaan lahan. Usahatani padi SRI dan non SRI di Kabupaten Solok Selatan
efisien secara teknis namun belum efisiensi secara alokatif dan ekonomi dengan
rata-rata nilai efisiensinya masing-masing adalah 0.88, 0.41, 0.36 pada petani padi
SRI dan 0.89, 0.42, 0.37 pada petani padi non SRI. Faktor sosial ekonomi yang
berpengaruh terhadap inefisiensi teknis padi SRI adalah jumlah anggota keluarga
dan pada usahatani non SRI adalah jumlah anggota keluarga, status lahan dan
status usahatani. Nilai R/C rasio pada usahatani padi SRI lebih tinggi dari pada
usahatani padi non SRI dengan nilainya masing-masing sebesar 3.53 dan 2.05.
Kata Kunci : Adopsi, efisiensi, padi, stochastic frontier, system of rice
intensification (SRI)
SUMMARY
JOKO ADRIANTO. Analysis of Adoption SRI (System of Rice Intensification)
and Its Impact on Rice Farming Efficiency in South Solok District.. (HARIANTO
as Chairman, M PARULIAN HUTAGAOL as member of advisory commission).

The agricultural sector, especially rice crops in South Solok District has a
very important role in generating income, and through the application of
technology SRI (System of Rice Intensification) in rice farming is expected to
increase production and income of rice farmers. Field school program of SRI
routinely performed, but the application of the SRI program is still very low and
limited so the impact on the level of production and farm income that is not in
accordance with the target to be achieved. The implication rice productivity is not
much increased. Therefore it is necessary to know about the socio-economic
factors that affect productivity, revenue and efficiency of rice farming in South
Solok.
This study aims to: (1) identify the factors that influence technology
adoption SRI on rice farming in South Solok, (2) analyze the effect of the
application of SRI on the production of rice farming in South Solok, (3) analyze
the effect of the application of SRI on efficiency and determine the factors that
influence the inefficiency of rice farming, and (4) analyze the effect of the
application of SRI on the income of rice farmers in South Solok. This research
was conducted in rice production centers in South Solok namely Sungai Pagu.
Number of farmer respondents taken as many as 90 people were divided into
Farmers who apply SRI as many as 60 people and farmers who do not apply SRI
as many as 30 people. The approach used is a function of probit regression,
analysis of farming and stochastic frontier function with Maximum Likelihood
Estimation (MLE).
The results showed that the factors that affect the adoption of SRI
technology is land, long a member of farmer groups and frequency extension.
While the factors that affect rice production SRI and without SRI in South Solok
is land, ponska, urea, organic fertilizer and labor. The variables that have the
highest elasticity is land, meaning that rice production is very responsive to the
use of land. Rice farming SRI and without SRI in South Solok technically
efficient but not efficiency allocative and economy with an average value of
efficiency of each is 0.88, 0.41, 0.36 on rice farmers SRI and 0.89, 0.42, 0.37 in
the rice farmers of without SRI, Socio-economic factors affecting technical
inefficiency SRI rice is the number of family members and the without SRI
farming is the number of family members, the status of the land and farming
status. R/C ratio at SRI rice farming is higher than the without SRI rice farming
with its value respectively 3.53 and 2.05.

Keywords : Adoption, efficiency, rice, stochastic frontier, system of rice


intensification (SRI)
© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ANALISIS ADOPSI SRI (SYSTEM OF RICE
INTENSIFICATION) DAN DAMPAKNYA TERHADAP
EFISIENSI USAHATANI PADI DI KABUPATEN SOLOK
SELATAN

JOKO ADRIANTO

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi Pada Ujian Tesis : Dr Alla Asmara, SPt MSi
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga Tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih pada penelitian adalah
tentang efisiensi usahatani dengan judul Analisis Adopsi SRI (System of Rice
Intensification) dan Dampaknya Terhadap Efisiensi Usahatani Padi di Kabupaten
Solok Selatan. Tesis ini disusun sebagai tugas akhir dari tugas belajar pada
Program Magister Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada berbagai pihak atas bantuan dan
dukungan sehingga tesis ini dapat terselesaikan yaitu kepada:
1. Dr Ir Harianto, MS sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Prof Dr M.
Parulian Hutagaol, MS sebagai Anggota Pembimbing yang selalu meluangkan
waktunya untuk memberikan koreksi dan telah membimbing dengan baik
serta memberikan banyak masukan demi kesempurnaan tesis ini.
2. Dr Alla Asmara, SPt, M.Si selaku penguji luar komisi dan Dr Ir Harianto, MS
selaku penguji wakil komisi Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian atas
semua pertanyaan, masukan dan saran untuk perbaikan yang diberikan kepada
penulis.
3. Prof Dr Ir Sri Hartoyo, MS selaku ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Pertanian yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis menempuh
pendidikan.
4. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Institut Pertanian
Bogor atas segala ilmu yang diberikan selama proses perkuliahan dan Insya
Allah ilmu yang telah diberikan akan menjadi bekal dan diamalkan oleh
penulis. Begitu juga kepada Kepala Tata Usaha Program Studi Ilmu Ekonomi
Pertanian beserta staff atas pelayanan akademik dan kemahasiswaan.
5. Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia atas kesempatan dan dukungan beasiswa BPPDN pendidikan
Program Magister di IPB.
6. Penghargaan yang tinggi penulis sampaikan kepada keluarga yaitu orang tua
penulis Bapak Jumpriadi Datuk Rajo Bandaro dan Ibu Erni Yanthi, dan adikku
Jesi Afrianti, S.Pd dan Athree Vadel J atas doa, semangat dan kasih sayang
yang tak terhingga.
7. Sahabatku Ahmad Zainudin, Ahmad Fanani, Gita Vinanda, Moh. Ibrahim,
Nuni Anggraini, Rini Desfaryani, Stevana Astra Jaya, Pebriani Komba yang
sudah menjadi sahabat, memberikan dukungan serta semangat dan menjadi
keluarga di Bogor.
8. Teman-teman Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) khususnya S2
angkatan 2013 dan juga kepada teman-teman S3 EPN 2013 yang telah berbagi
ilmu, berdiskusi dan belajar bersama selama mengikuti kuliah.
Semoga tesis ini bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi terutama menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya dan yang
memerlukannya untuk kepentingan yang lebih baik.

Bogor, Februari 2016

Joko Adrianto
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xvi
DAFTAR LAMPIRAN xvi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 3
Tujuan Penelitian 5
Manfaat Penelitian 5
Ruang Lingkup dan Keterbatasan penelitian 6

2 TINJAUAN PUSTAKA
Usahatani 6
Budidaya Padi SRI 7
Metode SRI (System of Rice Intensification) 8
Teknik Budidaya Usahatani Padi Metode SRI 9
Persiapan Benih 9
Pengolahan Tanah 9
Pemupukan 9
Pemeliharaan 9
Penelitian Terdahulu 10
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Teknologi
pada Usahatani 10
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Pada
Usahatani 10

3 KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS


Analisis Probit 13
Produksi dan Fungsi Produksi 14
Konsep Pengukuran Efisiensi 14
Efisiensi Produksi 17
Efisiensi Teknis (TE) 17
Efisiensi Alokatif (AE) 18
Efisiensi Ekonomi (EE) 18
Konsep Frontier Parametrik Stokastik 19
Peningkatan Teknologi Dalam Usahatani 19
Konsep Pendapatan 22
Kerangka Pemikiran Konseptual 23
Hipotesis Penelitian 25

4 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian 26
Jenis dan Sumber data 26
Metode Penentuan Sampel 26
Metode Analisis Data 27
Penentuan Faktor yang Mempengaruhi Penerapan
Program SRI (System of Rice Intensification) 27
Analisis Pendapatan Petani Padi 27
Penentuan Faktor-Faktor yang Berpengaruh dalam
Fungsi Produksi Usahatani 28
Penentuan Tingkat Efisiensi dan Faktor-Faktor yang
Berpengaruh Terhadap Efisiensi dan Inefisiensi
Usahatani Padi 29
Analisis Efisiensi Teknis 29
Analisis Efek Inefisiensi Teknis 29
Analisis Efisiensi Ekonomi 30
Analisis Efisiensi Alokatif 32

5 DESKRIPSI PETANI DAN USAHATANI PADI


Deskripsi Petani Responden 33
Penerapan SRI Pada Usahatani Padi 37
Penggunaan Input dan Produksi Usahatani Padi 40
Pendapatan Usahatani Padi 42

6 ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI USAHATANI


PADI
Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Padi 46
Efisiensi Teknis, Alokatif dan Ekonomi Petani Padi 48
Efisiensi Teknis Usahatani Padi 48
Efisiensi Alokatif Usahatani Padi 50
Efisiensi Ekonomi Usahatani Padi 50
Inefisiensi Teknis Petani Padi 51

7 ADOPSI DAN KEPUTUSAN PETANI DALAM PENERAPAN


SRI (SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION)
Faktor Penentu Adopsi SRI (System of Rice Intensification) 55
Keputusan Petani dalam penerapan SRI (System of Rice
Intensification) 58
Dampak Penerapan SRI (System of Rice Intensification)
Terhadap Usahatani Padi 60
Memacu Adopsi SRI (System of Rice Intensification) untuk
Peningkatan Produksi Padi 62

8 SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan 64
Saran 64

DAFTAR PUSTAKA 66
LAMPIRAN 70
RIWAYAT HIDUP 87
DAFTAR TABEL

1 Sebaran petani responden berdasarkan umur di Kabupaten Solok


Selatan 33
2 Sebaran petani responden berdasarkan pendidikan di Kabupaten
Solok Selatan 34
3 Sebaran petani responden berdasarkan pengalaman di Kabupaten
Solok Selatan 35
4 Sebaran petani responden berdasarkan jumlah tanggungan
keluarga di Kabupaten Solok Selatan 35
5 Sebaran petani responden berdasarkan jumlah penguasaan lahan
di Kabupaten Solok Selatan 36
6 Keanggotaan petani responden dalam kelompok tani di
Kabupaten Solok Selatan 37
7 Rata-rata penggunaan input dan produktivitas rata-rata usahatani
padi dengan penerapan SRI dan non SRI di Kabupaten Solok
Selatan 40
8 Rata-rata penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani padi di
Kabupaten Solok Selatan 43
9 Hasil Pendugaan fungsi produksi stochastic frontier usahatani
padi dengan penerapan SRI dan non SRI menggunakan metode
MLE di Kabupaten Solok Selatan 46
10 Sebaran efisiensi teknis usahatani padi berbasis SRI dan non SRI
di Kabupaten Solok Selatan 49
11 Sebaran Efisiensi alokatif usahatani padi berbasis SRI dan non
SRI di Kabupaten Solok Selatan 50
12 Sebaran efisiensi ekonomi usahatani padi berbasis SRI dan non
SRI di Kabupaten Solok Selatan 51
13 Hasil Pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi
teknis pada usahatani padi berbasis SRI dan non SRI di
Kabupaten Solok Selatan 52
14 Hasil Pendugaan model regresi probit faktor-faktor yang
menentukan keputusan petani untuk mengikuti program SRI di
Kabupaten Solok Selatan 55

DAFTAR GAMBAR

1 Efisiensi Teknis dan Alokatif dengan Orientasi Input 15


2 Efisiensi Teknis dan Alokatif dengan Orientasi Output 16
3 Fungsi Produksi Frontier Stochastic 20
4 Perubahan Teknis Antara Dua Periode 21
5 Kerangka Pemikiran 24
DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil pendugaan model regresi probit faktor-faktor yang


menentukan keputusan petani untuk mengikuti program SRI di
Kabupaten Solok Selatan 71
2 Hasil Pendugaan fungsi produksi usahatani padi berbasis SRI
dengan metode OLS 72
3 Hasil pendugaan fungsi produksi usahatani padi non SRI dengan
metode OLS 73
4 Hasil pendugaan fungsi produksi usahatani padi berbasis SRI
dengan metode MLE 74
5 Hasil Pendugaan fungsi produksi usahatani padi non SRI dengan
metode MLE 79
6 Perhitungan nilai efisiensi alokatif dan ekonomi usahatani padi
berbasis SRI dengan menggunakan fungsi dual frontier di
Kabupaten Solok Selatan 84
7 Perhitungan nilai efisiensi alokatif dan ekonomi usahatani padi non
SRI dengan menggunakan fungsi dual frontier di Kabupaten Solok
Selatan 86
1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu leading sector dalam perekonomian
Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan cukup tingginya kontribusi sektor pertanian
terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) Indonesia yang mencapai 14.43
persen, satu tingkat dibawah sektor industri pengolahan yakni sebesar 23.69
persen pada tahun 2013. Selain dalam pembentukan PDB, sektor pertanian juga
berperan penerimaan devisa, penyerapan tenaga kerja, penyedia bahan baku
industri dan penyedia pangan (BPS 2014a).
Salah satu strategi pembangunan yang dipandang efektif untuk memecahkan
masalah kemiskinan di negara-negara berkembang ialah pembangunan pertanian
(agriculture development). Secara teoritis telah teruji bahwa pentingnya
pembangunan pertanian dalam tataran kebijakan, namun sering terjadi kesalahan
implementasi kebijakan pada negara-negara berkembang sehingga sektor
pertanian terabaikan dan mengalami jebakan kemiskinan (WDR 2008).
Pembangunan pertanian dihadapkan pada permasalahan pokok yang terkait
dengan pertumbuhan permintaan pangan yang lebih cepat dari pertumbuhan
produksinya. Disisi lain, Permintaan pangan sejalan dengan pertumbuhan
penduduk, pertumbuhan industri pangan, daya beli masyarakat dan perubahan
selera menyebabkan kebutuhan pangan nasional meningkat.
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk Indonesia dengan laju
pertumbuhan 1.49 persen per tahun dan di iringi dengan besarnya konsumsi beras
per kapita sebesar 135.01Kg/kapita/tahun maka kebutuhan bahan pangan beras di
Indonesia dimasa akan datang semakin meningkat (Direktorat Pangan dan
Pertanian 2013). Untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan beras tersebut,
maka harus di imbangi dengan peningkatan produksi beras secara nasional. Pada
tahun 2013 produksi padi nasional mengalami peningkatan produksi sebesar 3.22
persen, namun pada tahun 2014 produksi padi diperkirakan turun menjadi 1.98
persen (BPS 2014b).
Menurut Irawan (2005), melambatnya laju pertumbuhan produksi padi
nasional disebabkan oleh adanya kompetisi dalam penggunaan lahan, perubahan
iklim yang ekstrim, degradasi sumberdaya pertanian, terbatasnya dukungan
infrastruktur pertanian serta tidak adanya terobosan teknologi padi secara
signifikan. Arifin (2004) juga mengemukakan bahwa setelah terjadinya
swasembada beras pada tahun 1984, perkembangan produksi padi menjadi lambat
dan lebih banyak ditentukan oleh luas panen, karena relatif tidak adanya terobosan
teknologi baru dibidang produksi.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah melalui kebijakan yang
dikeluarkan dari tahun 1950-an hingga saat ini untuk memenuhi permintaan akan
kebutuhan beras dalam rangka mencapai swasembada pangan khususnya beras.
Pada tahun 1960-an Indonesia menerapkan sistem revolusi hijau, konsep revolusi
hijau mampu mengatasi permasalahan permintaan dan ketersediaan beras yang
diakibatkan oleh pertambahan penduduk. Gerakan revolusi hijau menghantarkan
Indonesia menjadi sebuah negara yang berswasembada pangan, tetapi hanya
mampu dalam waktu lima tahun, yakni antara tahun 1984 - 1989. Revolusi hijau
mendasarkan diri pada empat pilar penting : penyediaan air melalui sistem irigasi,
2

pemakaian pupuk kimia secara optimal, penerapan pestisida sesuai dengan tingkat
serangan organisme pengganggu, dan penggunaan varietas unggul sebagai bahan
tanam berkualitas. Melalui penerapan teknologi ini terjadi peningkatan hasil
tanaman pangan berlipat ganda sehingga akan meningkatkan produksi padi
nasional. Namun revolusi hijau mendapat kritikan sejalan dengan meningkatnya
kesadaran akan kelestarian lingkungan karena mengakibatkan kerusakan
lingkungan yang parah sebagai akibat dari peningkatan penggunaan bahan baku
kimia. Revolusi hijau dianggap gagal dalam memenuhi kebutuhan pangan secara
terlanjutkan dan ramah terhadap lingkungan. Kondisi tersebut melahirkan inovasi
melalui intensifikasi pertanian ramah lingkungan untuk meningkatkan produksi
padi.
Pengalaman selama ini peningkatan produksi padi merupakan faktor utama
bagi peningkatan produksi beras nasional. Upaya untuk meningkatkan produksi
padi, petani padi dihadapkan pada dinamika lingkungan dan berbagai kebijakan
pemerintah seperti pembangunan dan pengembangan jaringan irigasi, subsidi
pupuk dan bibit serta kebijakan alih fungsi lahan, dan juga petani padi dihadapkan
pada tingkat efisiensi yang dicapai oleh petani, sebagaimana variasi antar daerah
sangat diperlukan sebagai tolak ukur dalam penyusunan perencanaan program
peningkatan efisiensi usahatani padi tersebut.
Upaya lanjut yang dilakukan pemerintah untuk pencapaian swasembada
beras nasional dan dalam rangka untuk mengatasi lambatnya laju pertumbuhan
produksi padi nasional yaitu melalui program revitalisasi pertanian. Revitalisasi
pertanian yang dicanangkan pemerintah pada tahun 2005 antara lain bertujuan
untuk meningkatkan produksi padi menuju swasembada beras dalam upaya
mendukung ketahanan pangan nasional. Program peningkatan produksi padi terus
dilakukan melalui kebijakan pemerintah yang tentunya harus didukung oleh
teknologi inovasi yang dapat mendongkrak produksi padi yang diharapkan
mampu memperbaiki stabilitas serta meningkatkan produksi padi nasional. Dua
dari tiga kebijakan utama pemerintah dalam penerapan program tersebut adalah
intensifikasi pertanian dan penerapan teknologi usahatani (termasuk program
pemuliaan tanaman) serta ekstensifikasi pertanian (pembukaan lahan baru). Upaya
peningkatan produksi padi dapat dilakukan salah satunya melalui upaya
intensifikasi untuk menghasilkan produksi yang optimal. Intensifikasi dilakukan
dengan memperbaiki teknologi anjuran untuk meningkatkan produktivitas lahan,
sehingga akan mendukung dihasillkannya produksi yang tinggi. Saat ini, upaya
intensifikasi telah mengalami perkembangan yang sangat berarti, melalui teknik
intensifikasi (The System of Rice Intensification / SRI) dapat meningkatkan
produktivitas lahan serta produksi padi.
Konsep SRI (System of Rice Intensification) merupakan salah satu solusi
dalam rangka meningkatkan produksi beras Indonesia dengan tetap
memperhatikan keseimbangan lingkungan. Apabila lahan usahatani padi sistem
konvensional dikonversi menjadi lahan pertanian dengan sistem usahatani padi
SRI, potensi produksi beras Indonesia akan mengalami peningkatan karena
meningkatnya produktivitas padi nasional. Metode SRI merupakan teknologi
budidaya alternatif yang berpeluang besar untuk dapat meningkatkan
produktivitas padi sawah di Indonesia, dimana metode ini terdapat perubahan
dalam manajemen tanaman, tanah, air dan hara. Hal ini mengindikasikan bahwa
potensi peningkatan produktivitas padi untuk mencapai swasembada beras masih
3

berpeluang besar. Metode SRI mulai di uji dan diterapkan pada kawasan asia,
pada tahun 1991 termasuk di Indonesia. Metode SRI diarahkan untuk
memperbaiki kembali keadaan kesuburan tanah dan produktivitas padi akibat
kejenuhan penggunaan pupuk dan pestisida kimia, hal ini terbukti dengan hasil
yang cukup positif yaitu padi yang dihasilkan sekitar delapan ton per hektar, lebih
tinggi jika dibandingkan dengan hasil rata-rata nasional (Pirngadi 2009). Metode
SRI dikenal efisien karena prinsip penerapannya, yaitu tanam tunggal dan
pengairan yang relatif sedikit sehingga meminimalisir biaya pengadaan input
usahatani.
Penerapan metode SRI diharapkan mampu menciptakan kondisi sinergi
yang dinamis yakni penambahan suatu faktor berperan bagi perbaikan faktor lain,
dan faktor kedua juga berperan bagi faktor utama. Dalam hal tanaman padi, akar
yang tumbuh dengan baik akan dapat menyokong pertumbuhan anakan dan daun
lebih banyak, sehingga akan memberikan produksi gabah yang lebih tinggi.
Kontinuitas ketersediaan gabah erat kaitannya dengan usaha pencapaian
swasembada beras. Salah satu upaya peningkatan ketersediaan gabah secara
kontinuitas adalah dengan penerapan metode SRI pada padi sawah, sehingga perlu
dilakukan penelitian penerapan metode SRI diberbagai daerah di Indonesia
khususnya di Kabupaten Solok Selatan.

Perumusan Masalah
Peningkatan produksi padi bisa dilakukan melalui peningkatan produktivitas
dan perluasan areal. Namun demikian peningkatan luas areal sudah sulit
dilakukan karena ketersediaan sumberdaya lahan yang tidak elastis dan
memerlukan pengorbanan yang sangat besar. Sehingga salah satu strategi
pemerintah dalam rangka pencapaian swasembada beras dapat dicapai dengan
menerapkan program teknologi SRI pada budidaya usahatani padi. Penerapan
program teknologi SRI diharapkan dapat mempercepat upaya peningkatan
produksi menuju swasembada. Penerapan SRI pada usahatani padi telah banyak
dilakukan di wilayah Indonesia. Uji coba teknik SRI pertama kali dilaksanakan
oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Sukamandi Jawa Barat
menghasilkan padi rata-rata 8.2 ton/ha (Uphoff 2002). Hasil penelitian Pusat
Penelitian Pertanian di Puyung NTB, metode SRI memberikan hasil rata-rata 9
ton/ha (Sato 2007). Produktivitas usahatani padi berbasis SRI mencapai 8 ton/ha
di Kabupaten Lima Puluh Kota (Djinis et al. 2008), 10.8 ton/ha di Kota Padang
(Anwar et al. 2009), 9.6 ton/ha di Kabupaten Sleman (Darmadji 2011), dan di
kawasan Indonesia timur mencapai 7.4 ton/ha (Sato 2007). Penerapan SRI pada
usahatani padi juga telah dilakukan di Kabupaten Solok Selatan.
Menurut Wardana et al. (2005), teknologi SRI bisa menjadi pilihan
teknologi yang menarik dalam usahatani padi karena ada efisiensi penggunaan
input benih dan penghematan air serta mendorong penggunaan pupuk organik.
Dengan demikian bisa menjaga kesuburan tanah dan mengurangi ketergantungan
pada pupuk anorganik. Dalam penerapan SRI ada beberapa komponen penting
yaitu: (1) bibit dipindah lapangan lebih awal, yakni pada saat bibit berumur 8-15
hari, (2) bibit ditanam satu bibit per lobang tanam, (3) jarak tanam yang lebar,
yakni mencapai 25 cm x 25 cm bahkan lebih, (4) kondisi tanah tetap lembab tapi
4

tidak berair, dan (5) menggunakan bahan organik sehingga akan memperbaiki
struktur tanah.
Kabupaten Solok Selatan merupakan salah satu kabupaten di Provinsi
Sumatera Barat yang turut berkontribusi dalam mengusahakan budidaya padi
berbasis SRI. Penerapan teknologi SRI di Kabupaten Solok Selatan didasari
bahwa daerah ini merupakan lumbung pangan di Provinsi Sumatera Barat.
Usahatani padi merupakan sumber pendapatan utama sebagian besar petani di
Kabupaten Solok Selatan. Menurut data BPS (2014c), Kabupaten Solok Selatan
memiliki areal luas panen sebesar 28 788 Ha, jumlah produksi gabah 121 939 ton
dan produktivitas sebesar 4.23 ton/ha gabah kering panen (GKP). Produktivitas ini
masih tergolong rendah apabila dibandingkan dengan hasil penelitian-penelitian
yang telah dilakukan. Rendahnya produktivitas padi di Kabupaten Solok Selatan
dapat dilihat dari bagaimana petani dalam menggunakan input-input produksi
yang digunakan dalam usahataninya. Produktivitas yang rendah dapat disebabkan
oleh beberapa faktor antara lain belum tercapainya efisiensi teknis dan inefisiensi
teknis dalam mengalokasikan input-input produksi yang digunakan dalam
usahataninya serta tidak ada terobosan teknologi produksi yang berpengaruh
terhadap produksi padi. Untuk meningkatkan produktivitas padi pemerintah
Kabupaten Solok Selatan mendukung penuh upaya pengembangan usahatani padi
berbasis SRI sebagai program peningkatan produksi padi melalui penerapan
teknologi.
Usahatani padi berbasis SRI sangat ideal dilakukan pada kondisi lingkungan
yang sangat mendukung terhadap komponen-komponen input inovasi yang
dipersyaratkan dalam metode SRI seperti penggunaan bibit dari varietas unggul,
bermutu dan bersetifikat, pemupukan yang sesuai dengan rekomendasi, dan
manajemen budidaya yang baik dari persiapan lahan sampai pasca panen sehingga
pada akhirnya akan memberikan output yang maksimal. Namun perlu dilakukan
kajian mengenai penerapan SRI pada usahatani padi, apakah dengan menerapkan
program SRI pada usahatani padi akan meningkatkan produktivitas, efisiensi dan
pendapatan sehingga akan mendorong petani untuk menerapkan program ini pada
usahatani padi. Selain itu kajian tersebut sangat penting dilakukan mengingat
dengan kebijakan pemerintah untuk peningkatan produksi padi sehingga program
swasembada beras nasional pada tahun 2015 dapat tercapai dengan adanya
teknologi SRI ini.
Produktivitas sebenarnya adalah mengkaji masalah efisiensi teknis karena
ukuran produktivitas pada hakekatnya menunjukkan seberapa besar keluaran
(output) dapat dihasilkan per unit input tertentu (Tajerin dan Noor 2005).
Efisiensi usahatani padi dipengaruhi oleh kemampuan manajerial petani dalam
memutuskan besaran input atau faktor-faktor produksi dalam penerapan
komponen SRI. Selain itu, efisiensi usahatani padi juga dipengaruhi oleh faktor
sosial ekonomi petani dan faktor yang berada diluar kendali petani seperti
iklim/cuaca, ketersediaan air, kelembagaan usahatani dan lainnya. Interaksi
faktor-faktor ini akan menentukan tingkat produktivitas dan efisiensi usahatani
yang akan dicapai. Pertanyaannya adalah apakah petani padi di Kabupaten Solok
Selatan mampu mengalokasikan input produksi secara efisien yang sesuai dengan
rekomendasi dari komponen-komponen SRI yang disyaratkan. Maka dari itu perlu
dilakukan kajian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi usahatani
padi berbasis SRI di Kabupaten Solok Selatan.
5

Perubahan teknologi pada usahatani padi akan berpengaruh terhadap


perubahan produktivitas padi. Dengan adanya perubahan teknologi usahatani
maka secara langsung akan menggeser kurva produksi keatas sehingga berdampak
kepada peningkatan produktivitas. Di Kabupaten Solok Selatan telah
diperkenalkan teknologi usahatani padi berbasis SRI. Penerapan usahatani padi
berbasis SRI di Kabupaten Solok Selatan dilaksanakan melalui berbagai program
diantaranya diberikan melalui sekolah lapang dan demontrasi teknologi pertanian
(Demplot) sehingga teknologi SRI sangat efektif untuk diadopsi oleh petani.
Program sekolah lapang rutin dilakukan yang dimulai dari tahun 2009 sampai
2014. Setiap tahun program SRI diterapkan pada luasan 20 ha per kelompok tani
yang tersebar di seluruh kecamatan yang merupakan sentra produksi padi. Namun
penerapan program SRI oleh petani di Kabupaten Solok Selatan masih sangat
rendah dan terbatas sampai tahun 2014 sehingga akan berdampak pada tingkat
produksi dan pendapatan usahatani yang tidak sesuai dengan harapan dan target
yang ingin dicapai. Program SRI masih diperlukan penyesuaian-penyesuaian yang
secara tidak langsung merupakan proses pembelajaran petani dalam mengadopsi
SRI sehingga pemerintah harus berupaya untuk melakukan evaluasi dalam
penerapan SRI pada petani di Kabupaten Solok Selatan. Berangkat dari
permasalahan diatas maka perlu dilakukan kajian mengenai faktor-faktor
pendorong petani yang mempengaruhi penerapan atau adopsi SRI oleh petani padi
di Kabupaten Solok Selatan, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu upaya
dalam menyusun kebijakan bagi pemerintah untuk menarik perhatian petani agar
beralih ke program padi berbasis SRI.
Dari uraian diatas dapat ditelaah bahwa dukungan pemerintah agar kinerja
usahatani padi menjadi semakin efisien dengan adanya teknologi SRI, sehingga
keberlanjutan usahatani padi dapat membawa Indonesia berhasil mencapai
program swasembada beras nasional pada tahun 2015. Maka penelitian ini ingin
menjawab pertanyaan umum mengapa produksi dan produktivitas padi ditingkat
petani tidak banyak meningkat padahal teknologi SRI sudah digunakan oleh
petani padi di Kabupaten Solok Selatan. Untuk menjawab permasalahan umum
tersebut, secara spesifik pertanyaan penelitian adalah :
1. Bagaimana biaya dan pendapatan usahatani padi yang mengadopsi teknologi
SRI pada budidaya usahatani padi.
2. Bagaimana komposisi faktor produksi dan tingkat efisiensi serta faktor apa
yang mempengaruhinya.
3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi adopsi teknologi SRI.

Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas maka tujuan
penelitian ini adalah:
1. Menganalisis pengaruh adopsi SRI terhadap pendapatan petani padi di
Kabupaten Solok Selatan.
2. Menganalisis pengaruh adopsi SRI terhadap produksi usahatani padi di
Kabupaten Solok Selatan.
6

3. Menganalisis pengaruh adopsi SRI terhadap efisiensi dan menentukan faktor


yang mempengaruhi inefisiensi usahatani padi berbasis SRI di Kabupaten
Solok Selatan.
4. Mengindentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi teknologi SRI
pada usahatani padi di Kabupaten Solok Selatan.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
1. Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai salah satu bahan pertimbangan
dalam manajemen usahatani padi berbasis SRI di Kabupaten Solok Selatan.
2. Bagi petani produsen diharapkan bermanfaat untuk meningkatkan produksi
melalui peningkatan efisiensi teknis serta perbaikan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
3. Penelitian ini diharapkan berguna bagi pengambil keputusan dalam
merumuskan strategi kebijakan dengan sasaran meningkatkan efisiensi dan
produksi padi SRI.
4. Penelitian ini diharapkan akan menjadi salah satu bahan referensi terkait
dengan efisiensi dengan pendekatan stokastik frontir.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini menggunakan data cross section dilaksanakan pada salah satu
wilayah sentra produksi padi di wilayah Kabupaten Solok Selatan yaitu
Kecamatan Sungai Pagu. Penelitian ini difokuskan pada usahatani padi dengan
responden petani yang berbasis SRI (System of Rice Intensification) dan petani
yang tidak berbasis SRI atau petani konvensional di Kecamatan Sungai Pagu.
Faktor adopsi teknologi, tingkat input, tingkat output dan pendapatan usahatani
padi dihitung dalam jangka waktu satu kali musim tanam.
7

2 TINJAUAN PUSTAKA

Usahatani
Menurut Soekartawi (2006), ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu
yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada
secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada
waktu tertentu. Dikatakan efektif apabila petani atau produsen dapat
mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya, dan dikatakan
efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output)
yang melebihi masukan (input).
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi suatu usahatani adalah lahan,
tenaga kerja, modal, dan manajemen. Adapun empat faktor produksi tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Lahan. Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi
komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang
digarap), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut.
Ukuran lahan pertanian dapat dinyatakan dengan hektar (ha) atau are.
2. Tenaga Kerja. Tenaga kerja dalam hal ini petani merupakan faktor penting dan
perlu diperhitungkan dalam proses produksi komoditas pertanian. Tenaga kerja
harus mempunyai kualitas berfikir maju, seperti petani yang mampu
mengadopsi inovasi-inovasi baru terutama dalam menggunakan teknologi
untuk pencapaian komoditas yang bagus sehingga nilai jualnya tinggi.
Penggunaan tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai curahan tenaga kerja, yaitu
besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Ukuran tenaga kerja dapat
dinyatakan dalam hari orang kerja (HOK).
3. Modal. Kegiatan proses produksi pertanian membutuhkan modal. Modal dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (fixed cost) dan moal tidak tetap
(variable cost). Modal tetap berdiri diatas tanah, bangunan, mesin dan
peralatan pertanian dimana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi
tidak habis dalam sekali produksi. Sedangkan modal tidak tetap terdiri dari
benih, pupuk, pestisida, dan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja.
4. Manajemen. Dalam usahatani, peranan manajemen menjadi sangat penting
dalam mengelola produksi komoditas pertanian, mulai dari perencanaan
(planning), pengorganisasian (organizing), pengendalian (controlling), dan
evaluasi (evaluation).

Budidaya Padi SRI


SRI (System of Rice Intensification) pertama kali dikembangkan pada awal
tahun 1980 oleh French Priest dan Fr. Henri de Laulanie, S.J di Madagaskar. SRI
mulai dikenal oleh beberapa negara di dunia termasuk Indonesia pada tahun 1991
yang diperkenalkan oleh seorang yang ahli yaitu Norman Uphoff dan pada tahun
1999 dilakukan percobaan SRI untuk pertama kalinya di luar Madagaskar.
Pada dasarnya teknologi SRI memperlakukan tanaman padi tidak seperti
tanaman air yang membutuhkan air lebih banyak, karena jika penggenangan air
yang cukup banyak maka akan berdampak tidak baik yaitu akan hancurnya
bahkan matinya jaringan kompleks pada akar tanaman padi, hal ini akan
8

berpengaruh kepada aktivitas akar dalam mengambil nutrisi di dalam tanah lebih
sedikit, sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan terhambat dan
mengakibatkan kemampuan kapasitas produksi akan lebih rendah.
Akibat yang ditimbulkan dari penggenangan air maka budidaya padi SRI
dapat diartikan sebagai upaya budidaya tanaman padi yang memperhatikan semua
komponen yang ada di ekosistem baik itu tanah, tanaman, mikro organisme,
makro organisme, udara, sinar matahari, dan air sehingga memberikan
produktivitas yang tinggi serta menghindari berbagai pengaruh negatif bagi
kehidupan komponen tersebut dan memperkuat dukungan untuk terjadinya aliran
energi dan siklus nutrisi secara lengkap (Mutakin 2007)

Metode SRI (System of Rice Intensification)


System of Rice Intensification (SRI) adalah teknik budidaya padi yang
mampu meningkatkan produktivitas padi dengan cara mengubah pengelolaan
tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan
produktivitas padi sebesar 50 persen, bahkan dibeberapa tempat mencapai lebih
dari 100 persen. Adapun prinsip-prinsip dalam budidaya padi organik metode SRI
adalah sebagai berikut: 1) Tanaman bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah
semai (hss) ketika bibit masih berdaun dua helai; 2) bibit tanaman satu pohon
perlubang dengan jarak 30 x 30, 35 x 35, atau lebih jarang; 3) pindah tanam harus
sesegera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus
dan ditanam dangkal; 4) pemberian air maksimal 2 cm (macak-macak) dan
periode tertentu dikeringkan sampai pecah (irigasi berselang); 5) penyiangan sejak
awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari; 6) sedapat
mungkin menggunakan pupuk organik (kompos atau pupuk hijau) (Mutakin 2007)
Menurut Mutakin (2007), metode SRI memiliki beberapa keunggulan, yaitu
:
1. Tanaman hemat air, selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen
memberikan air maksimal 2 cm, paling baik macak-macak sekitar 5 mm dan
ada periode pengeringan sampa tanah retak (irigasi terputus).
2. Hemat biaya, hanya butuh benih 5 kg/ha. Tidak memerlukan biaya pencabutan
bibit, tidak memerlukan biaya pemindahan bibit, tenaga tanam kurang dan
lainnya.
3. Hemat waktu, ditanam bibit muda 5-12 hss, dan waktu panen akan lebih awal.
4. Produksi meningkat, dibeberapa tempat mencapai 11 ton/ha.
5. Ramah lingkungan, tidak menggunakan bahan kimia dan digantikan dengan
menggunakan pupuk organik (kompos, kandang, mikro organisme lokal)
begitu juga penggunaan pestisida.
Sehingga secara umum manfaat dari budidaya padi organik dengan metode
SRI adalah 1) hemat air, dimana kebutuhan air hanya 20-30 persen dari kebutuhan
air dengan cara konvensional, 2) memulihkan kesehatan dan kesuburan tanah,
serta mewujudkan keseimbangan ekologi tanah, 3) membentuk petani mandiri
yang mampu meneliti dan menjadi ahli dilahannya sendiri, 4) membuka lapangan
kerja di pedesaan, mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan
petani, 5) menghasilkan produksi beras yang sehata rendemen tinggi, dan 6)
mewariskan tanah yang sehat untuk generasi mendatang (Mutakin 2007).
9

Teknik Budidaya Usahatani Padi Metode SRI


Pertanian padi metode SRI pada dasarnya tidak berbeda dengan padi
konvensional. Usahatani padi metode SRI diberi masukan bahan organik baik
pupuk dan pestisida. Usahatani padi konvensional masukannya berupa bahan
kimia sintetik. Namun dari pola tanam padi SRI sedikit berbeda dengan padi
konvensional, yaitu pada teknik persemaian, pengolahan tanah, penanaman,
pengaturan air (Mutakin 2007).

Persiapan Benih
Benih sebelum disemai di uji dalam larutan air garam. Larutan air garam
yang cukup untuk menguji benih adalah larutan yang apabila dimasukkan telur,
maka telur akan terapung. Benih yang baik dijadikan benih adalah benih yang
tenggelam dalam larutan tersebut. Kemudian benih yang telah di uji direndam
dalam air biasa selama 24 jam kemudian ditiriskan dan diperam 2 hari, kemudian
disemai pada media tanah dan pupuk organik (1:1) didalam wadah segi empat
ukuran 20 x 20 cm (nampan) selama 7 hari. Setelah umur 7-10 hari benih padi
sudah siap ditanam.

Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah untuk tanaman padi metode SRI tidak berbeda dengan
cara pengolahan tanah untuk tanam padi cara konvensional yaitu dilakukan untuk
mendapatkan struktur tanah yang lebih baik bagi tanaman, terhindar dari gulma.
Pengolahan dilakukan dua minggu sebelum tanam dengan menggunakan traktor
tangan, sampai terbentuk struktur lumpur. Pemupukan tanah diratakan untuk
mempermudah mengontrol dan mengendalikan air.

Pemupukan
Pemberian pupuk pada padi SRI diarahkan kepada perbaikan kesehatan
tanah dan penambahan unsur hara yang berkurang setelah dilakukan pemaneman.
Kebutuhan pupuk organik pertama setelah menggunakan sistem konvensional
adalah 10 ton per hektar dan dapat diberikan sampai dua musim tanam. Setelah
kondisi tanah membaik maka pupuk organik bisa berkurang disesuaikan dengan
kebutuhan. Pemberian pupuk organik dilakukan pada tahap pengolahan tanah
kedua agar pupuk bisa menyatu dengan tanah.

Pemeliharaan
Sistem tanam metode SRI tidak membutuhkan genangan air yang terus
menerus, cukup dengan kondisi tanah yang basah. Pengenangan dilakukan hanya
untuk mempermudah pemeliharaan. Pada prakteknya pengelolaan air pada sistem
padi SRI dapat dilakukan sebagai berikut: padi umur 1-10 hari tanaman padi
digenangi dengan ketinggian air rata-rata 1 cm, kemudian pada umur 10 hari
dilakukan penyiangan. Setelah dilakukan penyiangan tanaman tidak digenangi air.
Untuk perlakuan yang masih membutuhkan penyiangan berikutnya, maka dua hari
menjelang penyiangan tanaman digenangi air. Pada saat tanaman berbunga,
tanaman digenangi air dan setelah padi matang susu tanaman tidak digengangi air
kembali sampai panen. Untuk mencegah hama dan penyakit pada SRI tidak
digunakan bahan kimia, tetapi dilakukan pencegahan dan apabila terjadi gangguan
10

hama atau penyakit digunakan pestisida nabati dan atau digunakan pengendalian
fisik dan mekanik.

Penelitian Terdahulu

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerapan Teknologi Pada Usahatani


Ada beberapa penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi
penerapan teknologi dengan menggunakan model regresi logistik. Ishak dan
Afrizon (2011) melalukan penelitian tentang tingkat adopsi petani terhadap
penerapan SRI (System of Rice Intensification) di Kabupaten Seluma
mengemukakan bahwa tingkat adopsi petani terhadap teknologi SRI tidak
dipengaruhi secara nyata oleh umur, tingkat pendidikan, luas penguasaan lahan
dan tingkat pendapatan petani, sehingga diperlukan peningkatan intensitas
penyuluhan kepada petani pelaksana program SRI untuk mempercepat proses
adopsi teknologi.
Penelitian yang sama dilakukan oleh Simanhuluk et al. (2011) didaerah
Kabupaten Seluma mengemukakan bahwa adopsi petani terhadap SRI di
Kecamatan Sukaraja Kabupaten Seluma tidak dipengaruhi secara nyata oleh
variabel umur, tingkat pendidikan formal petani, luas penguasaan lahan dan
pendapatan petani.
Penelitian yang dilakukan oleh Kariyasa dan Dewi (2013) mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi penerapan teknologi pada usahatani padi dilahan rawa
sangat berbeda jauh dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Ishak dan Afrizon
(2011), Simanhuluk et al. (2011) bahwa yang mempengaruhi penerapan teknologi
pada usahatani padi adalah umur, pendidikan, tingkat produktivitas, jarak ke
sumber informasi teknologi pertanian dan jarak ke tempat pertemuan. Sedangkan
faktor pengalaman, jumlah anggota keluarga, luas kepemilikan lahan, partisipasi
pada kelompok tani, biaya produksi, jarak kepasar input, dan jarak kepasar output
tidak berpengaruh.
Menurut Fachrista et al. (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi
keputusan petani dalam menerapkan teknologi pada usahatani padi sawah adalah
pendidikan, luas lahan, jarak pemukiman ke usahatani padi, jarak pemukiman ke
jalan raya, jarak pemukiman ke pasar input, jarak pemukiman ke sumber
teknologi dan tingkat produktivitas. Sedangkan yang tidak mempengaruhi
penerapan teknologi pada usahatani padi sawah adalah umur, tanggungan
keluarga, pengalaman bertani, jarak pemukiman ke pasar output dan jarak ke
sumber permodalan tidak berpengaruh.
Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat penerapan inovasi teknologi
pada usahatani, yaitu daya dukung agroekosistem, motivasi sikap tindakan
konsisten dan pengalaman berusahatani, ketersediaan modal, ketersediaan input
produksi dan intensitas pertemuan kelompok tani (Wasito et al. 2010).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Pada Usahatani


Banyak penelitian mengenai efisiensi teknis pada berbagai komoditas
pertanian menggunakan pendekatan model stochastic frontier. Kusnadi et al.
(2011) melakukan penelitian analisis efisiensi usahatani padi di beberapa sentra
11

produksi padi di Indonesia sampel sebanyak 802 responden dan menggunakan


fungsi produksi Cobb Douglass dengan rata-rata nilai efisiensi teknis petani
sebesar 91.86 persen. Faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis yaitu
umur petani, pendidikan petani, dummy musim, dummy kelompok tani, dummy
status kepemilikan lahan, dummy lokasi.
Penelitian efisiensi padi juga pernah dilakukan oleh Narala dan Zala (2010)
di India, stochastic frontier analysis yang digunakan menghasilkan nilai efisiensi
teknis sebesar 72.78 persen. Faktor-faktor yang signifikan dan positif terhadap
efisiensi teknis yaitu umur, pengalaman, pendidikkan, luas dan kepemilikan lahan
sedangkan jumlah anggota keluarga berpengaruh negatif terhadap tingkat efisiensi
teknisnya.
Penelitian efisiensi padi lainnya dilakukan oleh Muslim (2008) di dareh
Kediri dan Nganjuk dengan menggunakan metode Maximum Likelihood
menghasilkan nilai efisiensi teknis rata-rata sebesar 74 persen. Pencapaian
efisiensi teknis sangat erat hubungannya masalah manajerial dalam pengelolaan
usahatani yang mana kapabilitas manajerial merupakan faktor yang sangat
menentukan produktivitas padi di daerah penelitian.
Penelitian Khotimah (2010) mengenai analisis efisiensi teknis dan
pendapatan usahatani ubi jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Jawa
Barat dengan menggunakan pendekatan stochastic frontier mendapatkan estimasi
dari parameter maximum likelihood untuk fungsi produksi Cobb Douglass
Stochastic frontier menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap
produksi ubi jalar adalah variabel lahan, benih, tenaga kerja, pupuk P dan pupuk
K sedangkan pupuk N tidak berpengaruh nyata terhadap ubi jalar. Tingkat
efisiensi rata-rata usahatani ubi jalar adalah 75 persen. Faktor-faktor yang
berpengaruh nyata dan positif terhadap efek inefisiensi teknis adalah variabel
umur, pendidikan, dan pendapatan diluar usahatani berpenagruh negatif dan nyata
terhadap inefisiensi teknis ubi jalar, sedangkan variabel penyuluhan berdampak
negatif dan tidak nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani ubi jalar.
Penelitian Mariyono (2011) mengenai analisis efisiensi teknis dan skala
pengembalian usahatani sapi perah di Kabupaten Sleman melaporkan bahwa
produktivitas usaha sapi perah secara signifikan dipengaruhi oleh variasi efisiensi
teknis, dengan rata-rata 69 persen, ini berarti masih ada kemungkinan untuk
meningkatkan produktivitas usaha sapi perah melalui peningkatan efisiensi teknis
dengan cara meningkatkan jumlah sapi perah atau skala usahani.
Penelitian senada dilakukan oleh Aisyah (2012) menyatakan bahwa rata-rata
tingkat efisiensi teknis usaha ternak sapi perah di Kecamatan Getasan Kabupaten
Semarang adalah 86.66 persen. Hal ini menunjukkan bahwa usaha ternak sapi
perah rakyat sudah mendekati efisien secara teknis dan masih terdapat peluang
sebesar 13 persen untuk meningkatkan produksi susu. Efisiensi alokatif (harga)
bernilai 34.05 persen menunjukkan bahwa penggunaan input produksi tidak
efisien secara harga, sedangkan efisiensi ekonomi bernilai 29.50 persen
menunjukkan bahwa usaha ternak sapi perah didaerah penelitian tidak efisien
secara ekonomi.
Bahari (2012) menganalisis komoditas usaha ternak ayam ras pedaging di
Kota Kendari Sulawesi Tenggara dengan menggunakan Stochastic Frontier
Analysis fungsi persamaan Cobb Douglass dengan hasil rata-rata efisiensi 92.3
persen. Faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis secara positif pada
12

penelitian ini yaitu umur, pengalaman beternak, umur panen rata-rata dan dummy
pola usaha ternak sedangkan tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga dan
dummy status usaha ternak berpengaruh negatif terhadap efisiensi teknis.
13

3 KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

Analisis Probit
Analisis probit merupakan analisis regresi yang digunakan untuk melihat
pengaruh antar peubah tak bebas dengan peubah bebas. Apabila peubah yang
digunakan merupakan peubah kategori, maka metode regresi yang sesuai yaitu
metode regresi logistik. Model regresi probit merupakan pengembangan dari
model regresi logistik dengan menggunakan fungsi normal kumulatif, sedangkan
pada regresi logistik menggunakan fungsi kumulatif. Istilah probit berasal dari
singkatan probability unit yang dikenalkan oleh Chester Bliss (1930an). Model
probit merupakan model non-linear yang digunakan untuk menganalisis hubungan
antara peubah tak bebas dengan peubah bebas.
Model probit dikembangkan oleh McFadden (1973). Regresi probit
merupakan modifikasi regresi logistik dengan menetapkan persamaan regresi logit
mengikuti distribusi normal. Dengan menggunakan regresi probit maka
dilihat sebagai skor standar Z yang mengikuti distribusi
normal, peluang Y=1 (peluang untuk mendapat skor 1) dinotasikan dengan ,
maka didapatkan :
............................................................(3.1)
Fungsi transformasi dalam model probit adalah fungsi sebaran kumulatif
(CDF) yang memetakan fungsi linear pada selang [0;1] adalah sebagai
berikut:
...........................................................................(3.2)
Persamaan ini didasari pada distribusi normal () dibawah ini sehingga
regresi probit ditunjukkan dengan  . Simbol () menunjukkan berlakunya
fungsi invers distribusi normal standar (invers standart normal distribution) dan
 (z) adalah fungsi kepekatan peluang.
...................................................(3.3)
Atau dapat diformulasikan:
..............................................(3.4)
Secara umum model probit dapat dinyatakan sebagai berikut:
.....................................................(3.5)
Dengan F merupakan fungsi peluang kumulatif dan Xi adalah peubah bebas
yang bersifat ordinal. Oleh karena model peluang probit berkaitan dengan fungsi
peluang normal kumulatif, maka dapat dituliskan model peluang probit sederhana
sebagai berikut:
...............................................(3.6)
Untuk memperoleh suatu dugaan dari nilai Z, maka dapat digunakan invers
dari fungsi normal kumulatif sehingga diperoleh:
.........................(3.7)
Peluang P yang dihasilkan dari suatu model probit dapat di interpretasikan
sebagai suatu dugaan dari peluang bersyarat bahwa objek pengamatan atau
kelompok akan mengalami suatu kejadian berdasarkan nilai tertentu dari X.
14

Produksi dan Fungsi Produksi


Produksi merupakan proses mengkombinasikan dan mengkoordinasikan
material dan kekuatan input dan sumberdaya untuk menghasilkan barang atau jasa
(Beattie dan Taylor 1985). Fungsi produksi menggambarkan hubungan teknis
antara masukan dan hasil di dalam sebuah proses produksi. Pemilihan atau
pemodelan terhadap bentuk hubungan teknis ini haruslah dapat menggambarkan
dan sesuai dengan teknik produksi yang dilakukan petani.
Menurut Soekartawi et al. (1986), memilih fungsi produksi yang baik dan
sesuai haruslah mempertimbangkan syarat berikut: 1) bentuk aljabar fungsi
produksi itu dapat dipertanggungjawabkan, 2) bentuk aljabar fungsi produksi itu
mempunyai dasar yang logis secara fisik dan maupun ekonomis, dan 3) mudah
dianalisis serta mempunyai implikasi ekonomis.
Dalam spesifikasi model, pemilihan suatu fungsi produksi harus didasarkan
kepada pengetahuan hubungan antara produksi dan faktor produksi, baik teoritis
maupun praktis serta tersedia alat hitung menghitung. Penentuan variabel
didasarkan kepada faktor yang diduga penting pengaruhnya sehingga hasil
analisis dapat di interpretasikan dan dapat membuat suatu saran untuk perbaikan
aktifitas dalam usahatani serta perbaikan alokasi penggunaan input agar tujuan
usahatani tercapai (Soekartawi 1985).
Ada beberapa bentuk fungsi produksi yang sering digunakan para ekonom
didalam penelitian mereka. Dua diantara bentuk fungsi yang paling sering
digunakan adalah fungsi produksi Cobb Douglass dan fungsi produksi Translog.
Kedua bentuk fungsi ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Bentuk umum fungsi Cobb Douglass adalah

..............................................................................(3.8)

dimana y adalah variabel terikat yang merupakan output tunggal dari individu
petani, x adalah variabel bebas yang merupakan faktor-faktor penggunaan
produksi, β0 adalah intersep fungsi produksi, βj adalah parameter dari setiap
faktor produksi ke-j yang digunakan. Notasi i dan j masing-masing menunjukkan
individu petani dan faktor produksi yang digunakan.
Fungsi produksi Cobb Douglass adalah fungsi logaritmik yang sering
digunakan dalam analisis produksi dibidang pertanian. Fungsi produksi Cobb
Douglass dibangun atas dasar asumsi, antara lain; pasar adalah pasar persaingan
sempurna, masing-masing parameter menunjukkan elastisitas produksi yang tetap,
teknologi yang digunakan dalam proses produksi adalah sama, adanya interaksi
antar faktor produksi yang digunakan dan tidak ada pengaruh faktor waktu serta
berlaku untuk kelompok usahatani yang sama dan dianggap sebagai suatu
industri.

Konsep Pengukuran Efisiensi


Menurut Lau dan Yotopaulus (1971) konsep efisiensi pada dasarnya
mencakup tiga pengertian, yaitu efisiensi teknis, efisiensi alokatif (harga) dan
efisiensi ekonomi. Efisiensi teknis mencerminkan kemampuan petani untuk
memperoleh output maksimal dari sejumlah input tertentu. Efisiensi alokatif
15

mencerminkan kemampuan petani untuk menggunakan input dengan dosis/syarat


yang optimal pada masing-masing tingkat harga input dan teknologi yang dimiliki
sehingga produksi dan pendapatan yang diperoleh maksimal. Tingkat produksi
dan pendapatan usahatani sangat ditentukan oleh efisiensi petani dalam
mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya kedalam berbagai alternatif
aktivitas produksi. Efisiensi ekonomi adalah kombinasi antara efisiensi teknis dan
efisiensi alokatif.
Konsep pengukuran efisiensi dapat dibagi menjadi pengukuran berorientasi
input dan berorientasi output (Farrell 1957). Pengukuran berorientasi input
merupakan kondisi dimana dalam secara proporsional menurunkan penggunaan
input dengan output yang dihasilkan adalah tetap atau dengan pengukuran
berorientasi output dimana dengan menggunakan input yang sama akan
mendapatkan proporsi output yang lebih besar (Coelli et al. 1998).

Sumber : Farrell (1957)


Gambar 1. Efisiensi Teknis dan Alokatif dengan Orientasi Input

Efisiensi sangat berkaitan dengan keterampilan manajerial petani produsen


dalam mengelola sumberdaya (input) yang dialokasikan untuk memproduksi
output. Efisiensi merupakan salah satu bagian indikator kinerja produksi petani
produsen yang sangat penting diukur, namun untuk melengkapi analisis maka
pengukurannya perlu disertai dengan pengukuran efektivitas meliputi outcome
accessbility dan quality appropriateness (Worthington and Dollery 2000).
Pengukuran efisiensi sebagai pengaruh penerapan teknologi atau inovasi produksi
pada usahatani, perusahaan, perbankan dan berbagai aktivitas ekonomi lainnnya
teah banyak dilakukan. Metode pengukuran efisiensi yang sering diacu adalah
metode pengukuran yang diperkenalkan oleh Farrell (1957) yang
memperkenalkan dua komponen efisiensi, yakni efisiensi teknis dan efisiensi
alokatif.
16

Petani produser atau perusahaan dikatakan efisien jika mereka mampu


memproduksi output sebanyak-banyaknya dengan menggunakan input aktual
optimum dan biaya yang minimum (Greene 1997). Koopmans (1951) mengukur
efisiensi teknis dari ratio antara output hasil pengamatan terhadap output
maksimum dengan asumsi fixed input, atau ratio antara input hasil pengamatan
dengan input minimum dengan asumsi fixed output. Pendekatan yang lazim
digunakan untuk pengukuran efisiensi teknis adalah pendekatan input dan
pendekatan output (Koopmans 1951; Farrell 1957). Pendekatan input dan output
di ilustrasikan oleh Farrell pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Sumber : Farrell (1957)


Gambar 2. Efisiensi Teknis dan Alokatif dengan Orientasi Output

Pada Gambar 1, Kondisi suatu usaha yang memiliki dua input produksi
yaitu X1 dan X2 untuk menghasilkan dua output yaitu Y1 dan Y2, dengan asumsi
Constant Returns to Scale (CRS). Pada orientasi input, misalkan perusahaan
berproduksi dengan output Y1 dan Y2 menggunakan kombinasi input pada titik
A. Output yang sama dapat dihasilkan dengan kombinasi input pada titik B yang
terletak digaris isokuan. Titik B menunjukkan bahwa produsen menghasilkan
output yang sama seperti titik A dengan menggunakan jumlah input yang lebih
sedikit. Efisiensi teknis (TE) dengan orientasi input didapatkan melalui rasio
OB/OA. Namun kombinasi input yang paling minimum dengan output yang sama
dapat juga dicapai pada titik C (dimana marginal rate of technical subtitution
sama dengan rasio harga input W2/W1). Titik B adalah efisien secara teknis tapi
tidak efisien secara alokatif, karena produsen B memproduksi dengan biaya yang
lebih tinggi dibandingkan C. Efisiensi alokatif (AE) untuk produsen yang
berproduksi di A adalah OD/OB dimana DB menggambarkan pengurangan dalam
biaya produksi terjadi bila produksi terjadi di titik C yang efisien secara teknis dan
alokatif. Efisiensi ekonomi (EE) didapatkan melalui perkalian efisiensi teknis
dengan alokatif sebagai berikut : EE = TE x AE = OB/OA x OD/OB = OD/OA.
17

Nilai efisiensi berada antara nol dan satu. Produsen efisien secara penuh apabila
nilai efisiensinya sama dengan satu.
Pada Gambar 2, menjelaskan pengukuran berorientasi output dengan
menggunakan kurva kemungkinan produksi (production possibility frontier/PPF)
dengan input tertentu. Apabila input yang digunakan perusahaan secara efisien,
maka output yang tadinya berada di titik A dapat bergeser menjadi titik B,
sehingga efisiensi teknis dengan orientasi output adalah OA/OB. Titik B
merupakan pada saat efisien secara teknis karena terletak padda kurva PPF,
namun pendapatan yang lebih tinggi dapat dicapai pada apabila berproduksi pada
titik C (titik dimana marginal rate of transformation sama dengan rasio harga
P2/P1) sehingga Y1 akan diproduksi lebih banyak dan Y2 akan diproduksi lebih
sedikit untuk memaksimalkan pendapatan. Untuk mendapatkan pendapatan yang
sama dengan titik C dengan kombinasi input dan output yang sama, maka
perusahaan perlu meningkatkan output menjadi titik D. Sehingga efisiensi alokatif
adalah OB/OD. Efisiensi ekonomi dapat diukur dengan cara yang sama pada
orientasi input sehingga dihasilkan OA/OD (Coelli et al. 1998). Nilai efisiensi
teknis, alokatif dan ekonomi bervariasi antara nol dan satu, jika nilai efisiensinya
sama dengan satu menunjukkan petani telah efisien secara teknis, alokatif atau
ekonomi.

Efisiensi Produksi
Efisiensi produksi sesuai dengan prinsip dasar ilmu ekonomi bahwa dengan
input produksi tertentu akan dapat dihasilkan output semaksimal mungkin atau
untuk dapat memproduksi output tertentu dengan input dan biaya seminimal
mungkin. Jika prinsip efisiensi produksi tersebut diterapkan dalam suatu produksi
komoditas pertanian maka petani akan berupaya mencapai suatu efisiensi dlam
menggunakan input produski. Apabila petani dapat mengalokasikan sumberdaya
secara efisien maka akan terdapat tambahan kontribusi sektor pertanian,
sebaliknya apabila petani tidak mengalokasikan input produksi secara efisien akan
terdapat potensi yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan
pendapatan usahatani dan menciptakan surplus. Oleh karena itu, efisiensi
penggunaan sumberdaya merupakan hal penting yang menentukan eksistensi
berbagai peluang di sektor pertanian dan terkait dengan potensi kontribusinya
terhadap pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rumatangga tani
(Weesink et al. 1990).
Efisiensi produksi terdiri dari komponen teknis dan alokatif. Efisiensi teknis
(technical efficiency/TE) merupakan kemampuan suatu unit usaha untuk
berproduksi sepanjang kurva isokuan yaitu menghasilkan output seoptimal
mungkin dengan kombinasi input dan teknologi tertentu. Efisiensi alokatif
(allocative efficiency/AE) merefleksikan kemampuan suatu unit usaha
menggunakan input dalam proporsi yang optimal, sesuai dengan harganya
masing-masing dan teknologi produksi. Kedua pengukuran ini kemudian
digabungkan untuk mengukur total efisiensi ekonomi (Farrell 1957).

Efisiensi Teknis (TE)


Efisiensi teknis merupakan kemampuan untuk menghindari pemborosan
dengan memproduksi output sebanyak mungkin dengan input dan teknologi yang
18

ada atau dengan menggunakan input yang lebih sedikit dengan teknologi yang
sama akan menghasilkan output yang sama. Sehingga efisiensi teknis merupakan
menggunakan input seminimal mungkin atau menghasilkan output sebanyak
mungkin. Produsen secara teknis akan efisien apabila peningkatan outputnya
didapatkan melalui penguarangan setidaknya satu output lainnya atau peningkatan
setidaknya satu input lainnya atau penurunan setidaknya satu output. Oleh karena
itu, produsen secara teknis efisien akan mampu memproduksi output
menggunakan input yang sama akan mampu memproduksi setidaknya satu output
yang lebih banyak.
Efisiensi teknis berhubungan dengan kemampuan suatu perusahaan untuk
berproduksi pada kurva frontier isokuan. Efisieni teknis menunjuk pada
kemampuan untuk meminimalisasi penggunaan input dalam produksi sebuah
vektor output tertentu atau kemampuan untuk mencapai output maksimum dari
suatu vektor input tertentu. Seorang petani secara teknis dikatakan lebih efisien
dibandingkan dengan petani lainnya jika penggunaan jenis dan jumlah input yang
sama menghasilkan output secara fisik yang lebih tinggi (Kumbhakar 2002).
Battese dan Coelli (1995), menyatakan bahwa Efisiensi teknis diasosiasikan
dengan tujuan prilaku untuk memaksimalkan output. Petani disebut efisien secara
teknis apabila telah berproduksi pada tingkat batas produksinya dimana hal ini
tidak selalu dapat diaraih karena berbagai faktor seperti cuaca yang buruk, adanya
binatang yang merusak atau faktor-faktor lain yang menyebabkan produksi berada
di bawah batas yang diharapkan.

Efisiensi Alokatif (AE)


Efisiensi alokatif dapat mengukur kemampuan suatu unit produksi dalam
memilih kombinasi input yang dapat meminimalkan biaya dengan teknologi yang
sama sehingga dapat memaksimalkan keuntungan. Efisiensi alokatif merupakan
rasio antara total biaya produksi suatu output menggunakan faktor aktual dengan
total biaya produksi suatu output menggunakan faktor optimal dengan kondisi
efisien secara teknis.
Karena efisiensi alokatif menekankan pada penggunaan input tertentu
berdasarkan harganya, inefisiensi dapat membendung dari harga yang tidak di
observasi, dari harga yang diterima tidak benar atau dari kurang akurat dan
tepatnya waktu informasi.

Efisiensi Ekonomi
Efisiensi ekonomi terdiri dari efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Efisiensi
teknis mengacu kepada upaya menghindari pemborosan baik dikarenakan
memproduksi output sebanyak mungkin dengan penggunaan teknologi dan input
tersedia atau menggunakan input seminimal mungkin yang dibutuhkan untuk
memproduksi suatu output. Efisiensi teknis untuk itu dapat dilihat dari sisi
meminimalkan input dan meningkatkan output. Produsen yang efisien secara
teknis dapat memproduksi sejumlah output yang sama dengan menggunakan
setidaknya salah satu input yang lebih sedikit atau dapat menggunakan input yang
sama untuk memproduksi setidaknya salah satu output yang lebih banyak.
Pengukuran efisiensi teknis penting karena dapat mengurangi biaya produksi dan
membuat produsen lebih kompetitif (Alvarez dan Arias 2004).
19

Efisiensi alokatif dapat mengukur kemampuan suatu produsen untuk


memilih kombinasi input yang dapat meminimisasi biaya dengan teknologi yang
tersedia. Karena efisiensi alokatif mengimplikasikan subsitusi atau penggunaan
suatu input secara intensif berdasarkan harga input, inefisiensi dapat timbul dari
harga-harga yang tidak diteliti, dari harga yang dirasa tidak tepat atau dari
informasi yang akurat dan tepat.
Efisiensi ekonomi dapat diukur dengan kriteria keuntungan maksimum yaitu
menggunakan input secara optimal untuk menghasilkan output maksimal dengan
biaya tertentu dan kriteria biaya minimum yaitu dengan meminimumkan biaya
dengan jumlah output tertentu.

Konsep Frontir Parametrik Stokastik


Fungsi produksi frontier adalah fungsi produksi saat output maksimum
tercapai dari setiap input yang digunakan (Coeeli et al. 1998). Produksi telah
efisien secara teknis apabila suatu kegiatan produksi berada pada titik fungsi
produksi frontier. Estimasi inefisiensi teknis didapatkan melalui selisih posisi
aktual relatif terhadap frontier-nya.
Pendekatan parametrik yang banyak digunakan dalam penelitian efisiensi
adalah Stochastic Frontier Analysis (SFA) dengan menggunakan fungsi produksi
Frontier Cobb Douglass atau Translog. SFA mengacu kepada pendekatan
ekonometrik frontier, dimana memerlukan bentuk persamaan untuk biaya, profit
atau hubungan antara output input dan faktor lingkungan serta memungkinkan
adanya error acak.
Menurut Aigner et al. (1977), fungsi stochastic frontier merupakan
perluasan dari model asli deterministik untuk mengukur efek-efek yang tidak
terduga (stochastic frontier) di dalam batas produksi. Dalam fungsi produksi ini
ditambahkan random error, vi, kedalam variabel acak non negatif (non-negative
random variable), ui, seperti dinyatakan dalam persamaan berikut :
Y = Xiβ + (vi – ui); dimana i = 1, 2, 3,...,N................................................(3.9)
Random error, vi, berguna untuk menghitung ukuran kesalahan dan faktor
acak lainnya seperti kondisi cuaca dan lain-lain bersama-sama dengan efek
kombinasi dari variabel input yang tidak terdefenisi pada fungsi produksi.
Variabel vi merupakan variabel acak yang bebas dan secara identik terdistribusi
normal (independent-identically distributed/iid) dengan rataan bernilai nol dan
ragamnya konstan σ2v atau N(0, σ2v). Variabel ui diasumsikan iid eksponensial
atau variabel acak setengah normal (half-normal variables). Variabel ui berfungsi
untuk menangkap efek inefsiensi.
Persamaan (3.9) merupakan fungsi produksi stochastic frontier karena nilai
output dibatasi oleh variabel acak yaitu nilai harapan dari xiβ + vi atau exp(xiβ +
vi). Random error dapat bernilai positif atau negatif demikian pula output
stochastic frontier bervariasi sekitar bagian tertentu dari model deterministik
frontier, exp(xiβ). Komponen deterministik dari model frontier, y = exp(xiβ),
mengasumsikan bahwa berlaku hukum diminishing return to scale. Apabila petani
menghasilkan output aktual dibawah produksi deterministik frontier, tetapi output
stokastik frontirnya melampaui dari output deterministiknya, maka aktivitas
produksi petani tersebut dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan dimana
variabel vi bernilai positif. Apabila petani menghasilkan output aktual dibawah
20

produksi deterministiknya maka hal tersebut dapat terjadi karena aktivitas


produksi petani tersebut dipengaruhi oleh kondisi yang tidak menguntungkan
dimana nilai vi negatif. Struktur dasar dari model stochasttic frontier pada
persamaan (3.9) dijabarkan pada Gambar 3.

Sumber : Battese (1991), Coelli et al. (1998 p186), Porcelli (2009)


Gambar 3. Fungsi Produksi Frontier Stochastic

Efisiensi teknis petani individual dapat dihitung, yakni ratio output yang
diamati (observed output) terhadap output frontirnya pada tingkat penggunaan
input tertentu (given). Dengan demikian, efisiensi teknis petani i dalam konteks
fungsi produksi frontir stokastik (3.9) adalah sama seperti model frontir
deterministik yang dirumuskan pada berikut ini :
TEi = Yi/Yi*............................................................................................(3.10)
TEi = f(xi;β) exp(vi - ui) / f(xi;β) exp(vi)................................................(3.11)
TEi = exp (-ui).........................................................................................(3.12)
Meskipun efisiensi teknis dari petani produsen berhubungan dengan
deterministik dan sama dengan model frontir stokastik, namun perlu diingat
bahwa kedua model ini memiliki perbedaan nilai. Gambar 3 dengan jelas
menunjukkan efisiensi teknis petani j bahwa model frontir stokastik berada jauh
dibawah frontir deterministik yang ditunjukkan oleh Yj/Yj* > Yj/(xj ; β). Dengan
demikian, petani j dinilai secara teknis relatif lebih efisien pada kondisi yang
kurang mendunkung dengan aktivitas produktif vj < 0 jika efisiensi produksi
maksimum dihubungkan dengan nilai fungsi deterministik f(xi ; β). Sedangkan
petani produsen i dikatakan relatif kurang efisiens secara teknis pada kondisi yang
mendukung jika dihubungkan dengan nilai fungsi deterministik f(xi ; β).
Pada model stochastic frontier diestimasi faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi, efisiensi teknis dan inefisiensi teknis. Pada dasarnya, proses estimasi
21

dilakukan melalui dua tahap. Pada tahap pertama menggunakan metode ordinary
least square (OLS) untuk menduga parameter teknologi dan input-input produksi
(βj), intersep (β0), dan varians kedua komponen kesalahan vi dan ui (σv2 dan σu2).
Namun, dengan software frontier 4.1, estimasi dilakukan satu kali dengan
menghasilkan dua estimasi, yakni hasil OLS dan MLE.
Keunggulan pendekatan stochastic frontier adalah dilibatkannya
disturbance term yang mewakili gangguan, kesalahan pengukuran dan kejutan
eksogen yang berada di luar kontrol unit produksi atau di luar kontrol petani.
Sedangkan kelemahan dari pendekatan ini adalah: 1) teknologi yang dianalisis
harus digambarkan oleh struktur yang cukup rumit atau besar, 2) distribusi dari
simpangan satu sisi dispesifikasi sebelum mengestimasi model, 3) struktur
tambahan harus dikenakan terhadap distribusi inefisiensi teknis, dan 4) sulit
diterapkan untuk usahatani yang memiliki lebih dari satu output.

Peningkatan Teknologi dalam Usahatani


Penggunaan teknologi baru pada pertanian akan berpengaruh terhadap biaya
usahatani (Hermanto 1989). Selain akan mempengaruhi biaya, penggunaan
teknologi baru berpengaruh terhadap penerimaan petani. Peningkatan produksi
yang terpenting pada dasarnya adalah adanya kenaikan produktivitas per satuan
luas dan waktu. Bentuk-bentuk teknologi tersebut dapat berupa cara budidaya
yang lebih baik, introduksi teknologi seperti penggunaan pupuk dan obat-obatan,
introduksi penggunaan bibit unggul dan teknologi alsiltan dapat meredusir tenaga
kerja. Dengan demikian maka teknologi dapat menyentuh seluruh aspek kegiatan
produksi. Penggunaan teknologi pada dasarnya akan memperbesar pengeluaran
biaya dalam usahatani dimana hal ini dapatt mengubah komposisi baik biaya tetap
maupun biaya variabel.
y

F1
y1
F0
y0

O
X0 X
Sumber : Coelli et al. (1998)
Gambar 4 Peubahan Teknis antara Dua Periode

Halcrow (1992) menyatakan bahwa ada dua kemungkinan yang dapat


terjadi dari adanya pengaruh teknologi baru yaitu:
22

1. Menaikkan fungsi produksi sehingga output yang lebih tinggi dapat


dihasilkan dengan menggunakan input yang sama.
2. Menggeser kekiri Kurva Total Produksi (TP) yaitu jumlah output yang
sama dapat diperoleh dengan menggunakan sumberdaya yang lebih
sedikit.
Menurut Coelli et al. (1998) perubahan teknis akibat adanya perbaikan
teknologi akan menggeser kurva fungsi produksi frontier ke atas, sehingga dengan
penggunaan input (x) yang sama akan menghasilkan output (y) yang lebih besar
(Gambar 4). Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa pada periode F1, seluruh
usahatani dapat secara teknis memproduksi output lebih banyak untuk tiap tingkat
input, dibandingkan dengan periode F0.
Hadirnya teknologi baru tentunya akan mendorong seorang petani untuk
dapat mencapai keuntungan yang maksimal. Petani yang selalu mengandalkan
asas memaksimumkan keuntungan (profit maximixation) menurut Soekartawi
(1995) dapat dirincikan sebagai berikut:
1. Cepatnya mengadopsi inovasi hal-hal yang baru dan karenanya petani
tersebut sering disebut sebagai adopters yang cepat (early adopters) dan
karenanya petani yang demikian termasuk golongan petani yang maju
yang relatif baik tingkat sosial ekonominya.
2. Derajat kosmopolitasnya tinggi, yaitu mobilitas yang cepat, pergi kesana
kemari untuk memperoleh informasi.
3. Berani menanggung risiko dalam usahanya.
4. Mampu dan mau mencoba hal-hal atau teknologi yang baru, karenanya
disamping mereka digolongkan sebagai petani maju juga umumnya
petani komersial.

Konsep Pendapatan
Analisis pendapatan digunakan untuk melihat manfaat atau keuntungan dari
suatu usaha, sehingga dapat dinilai tingkat kelayakan usaha tersebut. Kriteria
analisis pendapatan bertitik tolak pada prinsip bahwa efisiensi suatu usaha sangat
dipengaruhi oleh nilai input yang digunakan dalam nilai output yang dihasilkan
dengan proses produksi.
Menurut Soekartawi (1995) penerimaan usahatani adalah perkalian antara
produksi dengan harga jual, biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang
dipergunakan dalam suatu usahatani. Sedangkan yang dimaksud dengan
pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan pengeluaran. Analisis
pendapatan usahatani sangat bermanfaat bagi petani untuk mengukur tingkat
keberhasilan dari usahataninya.
Hermanto (1989) mengungkapkan bahwa biaya produksi dalam usahatani
dapat dibedakan :
1. Berdasarkan jumlah output yang dihasilkan terdiri dari:
a. Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada
besar kecilnya produksi.
b. Biaya variabel adalah biaya yang berhubungan langsung dengan
jumlah produksi
2. Berdasarkan yang langsung dikeluarkan dan diperhitungkan terdiri dari:
a. Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang dibayar tunai
23

b. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) adalah biaya penyusutan alat-alat


pertanian, sewa lahan milik sendiri (biaya tetap) dan tenaga dalam
keluarga (biaya variabel). Biaya tidak tunai untuk melihat bagaimana
manajemen suatu usahatani.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya biaya dan pendapatan menurut
Suratiyah (2009) dikatakan sangat kompleks. Faktor tersebut dapat dibagi dalam
dua golongan yaitu: (1) faktor internal dan faktor eksternal, dan (2) faktor
manajemen. Faktor internal dan faktor eksternal akan mempengaruhi biaya dan
pendapatan usahatani.
Faktor eksternal dan faktor produksi (input) terbagi dalam dua hal yaitu
ketersediaan dan harga. Dimana faktor produksi dan harga sangat berpengaruh
pada biaya, produktivitas dan pendapatan dari usahatani. Dari segi produksi
(output), jika permintaan akan produksi tinggi maka harga ditingkat petani tinggi
pula sehingga dengan biaya yang sama petani akan memperoleh pendapatan yang
tinggi, sebaliknya jika produksi meningkat tetapi harga rendah maka pendapatan
juga akan turun. Faktor manajemen sangat menentukan dimana petani sebagai
manajer harus dapat mengambil keputusan dengan berbagai pertimbangan
ekonomis sehingga memberikan hasil pendapatan yang maksimal.
Hermanto (1989) mengatakan bahwa tingkat keuntungan relatif dari
kegiatan usahatani berdasarkan perhitungan finansial dapat diketahui dengan
melakukan analisis imbangan penerimaan dan biaya. Nilai R/C ratio total
menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang
dikeluarkan untuk berproduksi. Nilai R/C yang lebih besar dari satu menunjukkan
bahwa penambahan satu rupiah biaya akan menghasilkan tambahan penerimaan
yang lebih besar dari satu. Semakin besar nilai R/C maka semakin baik
kedudukan ekonomi usahatani. Kedudukan ekonomi penting karena dapat
dijadikan penilaian dalam mengambil keputusan dalam aktivitas usahatani.
Banyak cara untuk mengukur pendapatan (Soekartawi et al. 1986), yaitu
pendapatan bersih usahatani dan pendapatan tunai usahatani. Pendapatan bersih
usahatani diperoleh dari selisih antara penerimaan kotor usahatani dan
pengeluaran total usahatani. Penerimaan kotor usahatani adalah nilai produk total
usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual.
Pengeluaran total usahatani adalah semua masukan yang habis terpakai atau
dikeluarkan di dalam produksi. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan
yang diperoleh keluarga petani dan penggunaan faktor-faktor produksi kerja,
pengelolaan dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan
dalam usahatani.
Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai
usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani. Penerimaan tunai usahatani
didefenisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani.
Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah yang dibayarkan untuk pembelian
barang dan jasa bagi usahatani.

Kerangka Pemikiran Konseptual


Komoditas beras merupakan komoditas yang penting dan strategis dalam
ketahanan pangan nasional. Konsumsi komoditas beras terus mengalami
peningkatan seiring dengan pertambahan laju penduduk yang sangat tinggi.
24

Kabupaten Solok Selatan merupakan salah satu lumbung beras di Provinsi


Sumatera Barat. Produksi beras di Kabupaten Solok Selatan dimana salah satu
sentra produksi terbesarnya adalah Kecamatan Sungai Pagu selama ini memegang
peranan penting dengan menjadi produsen beras terbesar di kabupaten ini.
Salah satu upaya peningkatan produktivitas usahatani padi di Kecamatan
Sungai Pagu, pemerintah mengupayakan adanya teknologi inovasi yang dapat
mendongkrak produksi padi yaitu dengan konsep SRI (System of Rice
Intensification). Penerapan metode SRI ini akan mempengaruhi alokasi
penggunaan input produksi (lahan, benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja) dan
biaya produksi usahatani. Tata kelola atau manajemen usahatani dengan baik
dimulai dari penyiapan lahan, penggunaan benih, penanaman, pemupukan,
pengairan, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit hingga sampai panen.
Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan tercapai
efisiensi dalam penggunaan input. Jika kondisi ini tercapai, maka diharapkan akan
memberikan keuntungan maksimum bagi petani sehingga pendapatan dari
usahatani padi melalui penerapan metode SRI akan meningkat (Gambar 5).

Faktor Adopsi :
- Luas lahan
- Pendapatan non usahatani
TEKNOLOGI SRI - Pengalaman
- Lama menjadi anggota
kelompok tani
- Pendidikan formal
Alokasi Penggunaan Biaya Produksi - Frekuensi penyuluhan
Input Produksi

Produktivitas Efisiensi Inefisiensi


Padi

Produksi Sumber Inefisiensi :

- Umur petani
Pendapatan - Tingkat pendidikan
- Status lahan
- Status usahatanu
- Penyuluhan
- Jumlah anggota keluarga

Gambar 5. Kerangka Pemikiran


25

Hipotesis Penelitian
Berdasarkan perumusan persoalan penelitian dan konsep teori maka
hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Diduga bahwa adopsi teknologi SRI pada usahatani meningkatkan biaya
produksi dan pendapatan petani padi.
2. Diduga bahwa komposisi faktor produksi dan tingkat efisiensi usahatani padi
SRI lebih tinggi dari pada usahatani non SRI, dan faktor yang mempengaruhi
efisiensi adalah umur, tingkat pendidikan, status lahan, status usahatani,
penyuluhan dan jumlah anggota keluarga.
3. Diduga bahwa adopsi teknologi SRI dipengaruhi oleh faktor luas lahan,
pendapatan non usahatani, pengalaman usahatani, lama menjadi anggota
kelompok tani, pendidikan formal dan frekuensi penyuluhan.
26

4 METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Solok Selatan. Penentuan lokasi
penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa wilayah
tersebut merupakan salah satu sentra produksi padi berbasis SRI di Provinsi
Sumatera Barat. Kemudian Kecamatan Sungai Pagu dipilih secara purposive
sebagai kecamatan yang memiliki luas lahan dan produksi padi SRI yang tinggi di
Kabupaten Solok Selatan.
Penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan, terdiri dari persiapan
penelitian, pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data penelitian.
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret - Oktober 2015.

Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data cross section.
Sumber data berasal dari data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan
melalui wawancara langsung dengan responden dengan menggunakan kuesioner
terstruktur yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pengambilan data dilakukan
dengan pengamatan dan pencatatan langsung secara sistematik terhadap subjek
penelitian. Data sekunder diambil untuk mendukung dan mempertajam analisis
dalam penelitian ini. Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini
bersumber dari: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Holtikultura
Kementerian Pertanian Republik Indonesia, BPS, Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan Holtikultura Provinsi Sumatera Barat, Dinas Pertanian, Perikanan dan
Peternakan Kabupaten Solok Selatan dan berbagai referensi yang relevan dengan
penelitian ini.

Metode Penentuan Sampel


Jumlah sampel yang dapat mewakili populasi tergantung kepada ukuran
populasi dan tingkat homogenitas populasi. Sampel yang baik dalam penelitian
survei adalah yang dapat mewakili populasi secara tepat (Singarimbun dan
Effendi 1989). Penarikan sampel pada petani yang mengadopsi SRI menggunakan
teknik penarikan acak sederhana (simple random sampling). Penarikan sampel
pada petani yang tidak mengadopsi SRI menggunakan teknik purposive sampling
dengan pertimbangan bahwa petani yang tidak mengadopsi SRI diambil dari
agroekosistem yang sama dengan petani yang mengadopsi SRI. Petani sampel
dalam penelitian ini berjumlah 90 orang dimana 60 orang merupakan petani yang
mengadopsi SRI pada usahatani padinya dan 30 orang petani yang tidak
mengadopsi SRI pada usahatani padi. Petani sampel yang dipilih adalah petani
yang berusahatani monokultur dan telah melakukan panen pada saat penelitian
dilakukan.
27

Metode Analisis Data


Analisis deskriptif dilakukan untuk menjelaskan gambaran umum usahatani
padi berbasis SRI di Kecamatan Sungai Pagu, Kabupaten Solok Selatan. Untuk
melihat faktor yang mempengaruhi penerapan SRI pada usahatani padi digunakan
analisis probit dalam menjelaskannya. Metode yang digunakan untuk
menganalisis pengaruh penerapan teknologi SRI terhadap efisiensi usahatani padi
di Kabupaten Solok Selatan dengan pendekatan parametrik.

Penentuan Faktor yang Mempengaruhi Adopsi SRI (System of Rice


Intensification)
Analisis yang digunakan untuk menentukan faktor yang mempengaruhi
adopsi atau penerapan SRI pada usahatani padi yaitu menggunakan analisis
statistik metode probit. Peubah tak bebas yang digunakan untuk model probit
dalam penelitian ini yaitu keputusan petani dalam mengikuti program SRI pada
usahatani padinya. Peubah tak bebas berupa Y=1 (mengikuti program SRI) dan
Y=0 (tidak mengikuti program SRI). Sedangkan yang menjadi peubah bebas
adalah luas lahan, umur petani padi, pendapatan non usahatani, pendidikan,
keanggotaan kelompok tani, frekuensi penyuluhan dan pengalaman bertani.
Penyelesaian metode ini menggunakan bantuan komputer dengan program Eviews
versi 7. Model persamaan regresinya ditulis sebagai berikut:

................................(4.1)

Dimana :
Yi : Keputusan petani mengikuti program (1=mengikuti program SRI;
0=tidak mengikuti program SRI).
β : konstanta
X1 : umur petani padi (tahun)
X2 : luas lahan (Ha)
X3 : pendapatan non usahatani (Rp)
X4 : pengalaman usahatani padi (tahun)
X5 : lama menjadi anggota kelompok tani (tahun)
X6 : pendidikan formal (tahun)
X7 : frekuensi penyuluhan (kali/tahun)
tanda parameter yang diharapkan : β2, β4, β5, β6 ,β7 > 0 dan β1, β3 < 0

Analisis Pendapatan Usahatani Padi


Analisis yang digunakan untuk melihat usahatani dapat memberikan
pendapatan kepada petani atau tidak yaitu menggunakan Return/Cost (R/C) ratio.
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan biaya yang telah
dikeluarkan. Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan atas
seluruh biaya tunai yang disebut dengan pendapatan petani dan pendapatan atas
biaya total yang sering disebut sebagai pendapatan total.
Tingkat pendapatan total usahatani dapat dinyatakan dalam persamaan :
Itunai = NP – BT...............................................................................(4.2)
28

Itotal = NP – (BT+BD).....................................................................(4.3)
Dimana :
Itunai = Tingkat pendapatan bersih tunai
Itotal = tingkat pendapatan bersih total
NP = Nilai produk (hasil perkalian jumlah output dengan harga)
BT = Biaya tunai
BD = Biaya diperhitungkan
Analisis pendapatan usahatani selalu disertai dengan pengukuran efisiensi
pendapatan usahatani. Untuk mengetahui efisiensi suatu usahatani terhadap
penggunaan satu unit input dapat digambarkan oleh nilai rasio penerimaan dan
biaya yang merupakan perbandigan antara penerimaan kotor yang diterima
usahatani dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam proses produksi atau yang
biasa dikenal dengan analisis imbangan penerimaan dan biaya atau analisis R/C
ratio. Perhitungan R/C ratio dapat dirumuskan sebagai berikut:
R/C ratio atas biaya tunai = = .............(4.4)

R/C ratio atas biaya total = = ....................(4.5)


Dimana :
Y = Total produksi
Py = Harga produk (Rp)
BT = Biaya tunai (Rp)
BD = Biaya diperhitungkan (Rp)

Penentuan Faktor-Faktor yang Berpengaruh dalam Fungsi Produksi


Usahatani
Fungsi produksi yang digunakan untuk analisis data adalah fungsi produksi
Cobb Douglass dengan spesifikasi model yang umum dikenal adalah:
Yi = β0 Xi βi + ei......................................................................................... (4.6)
Berdasarkan pertimbangan bahwa bentuk fungsi produksi Cobb Douglass
yang sederhana dapat diubah bentuknya menjadi bentuk linear, bersifat homogen
sehingga dapat digunakan untuk menurunkan fungsi biaya dual dari fungsi
produksi. Untuk memudahkan dalam estimasi maka fungsi produksi Cobb
Douglass ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma natural, sehingga menjadi:
ln Yi = ln β0 + βi ln Xi + εi....................................................................... (4.7)
Dengan memasukkan sembilan variabel kedalam persamaan (4.7) maka
secara matematis model persamaan penduga fungsi produksi stochastic frontier
adalah:
ln Yij = lnβ0i + β1ilnX1i + β2ilnX2i + β3ilnX3i + β4ilnX4i + β5ilnX5i + β6ilnX6i+
εi................................................................................................... (4.8)

dimana:
Yij = vektor produksi padi (j=1 untuk produksi padi SRI, j=2 untuk produksi
padi non SRI) (kg)
X1 = luas lahan (ha)
X2 = jumlah benih (kg)
X3 = jumlah pupuk Urea (kg)
29

X4 = jumlah pupuk NPK (kg)


X5 = jumlah pupuk organik (kg)
X6 = jumlah total tenaga kerja (HOK)
εi = error term dari observasi (efek inefisiensi teknis dalam model)
i = usahatani contoh, i = 1, 2, 3,..., n
nilai koefisien yang diharapkan : β1, β2, β3, β4, β5, β6 > 0

Penyelesaian fungsi Cobb Douglass selalu dilogaritmakan untuk mengubah


bentuk fungsinya menjadi fungsi linear dengan syarat yang harus dipenuhi sebagai
berikut: 1) tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, 2) tidak ada perbedaan
teknologi pada setiap pengamatan, 3) tiap variabel X adalah perfect competition,
4) perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) sudah termasuk dalam faktor error.
Namun demikian, fungsi Cobb Douglas memiliki kelemahan yaitu apabila
spesifikasi variabel keliru akan menghasilkan elastisitas produksi yang terlalu
besar atau kecil. Spesifikasi yang keliru juga mendorong terjadinya
multikolinearitas pada variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model
persamaan.

Penentuan Tingkat Efisiensi dan Faktor-Faktor yang Berpengaruh


Terhadap Efisiensi dan Inefisiensi Usahatani Padi

Analisis Efisiensi Teknis


Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
TEi = E[exp(Ui)/εi] i = 1,2,3,...,n......................................................... (4.9)
Dimana TEi adalah efisiensi teknis petani ke-i, exp(-E[ui|εi]) adalah nilai harapan
(mean) dari ui dengan syarat εi, jadi 0 ≤ TEi ≤ 1. Nilai efisiensi teknis tersebut
berhubungan terbalik dengan efek inefisiensi teknis dan hanya digunakan untuk
fungsi yang memiliki jumlah output dan input tertentu (cross section data). Nilai
efisiensi teknis petani dikategorikan cukup efisien jika bernilai > 0.7

Analisa Efek Inefisiensi Teknis


Metode inefisiensi teknis yang digunakan dalam penelitian ini mengacu
pada model pengaruh inefisiensi teknis yang dikembangkan oleh Celli et al.
(1998). Variabel ui yang digunakan untuk mengukur efek inefisiensi teknis,
diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N (ui,σ2). Dengan
mengadopsi model Battese dan Coelli (1995) dalam spesifikasi dampak inefisiensi
ui, maka persamaan model estimasi dampak inefisiensi pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
ui = α0 + α1Z1i + α2Z2i + α3Z3i + α4Z4i + ώ1D1i + ώ2D2i .......................... (4.10)
dimana :
ui = efek inefisiensi teknis
α, ώ = konstanta
Z1 = umur petani (tahun)
Z2 = tingkat pendidikan (tahun)
Z3 = frekuensi penyuluhan/bimbingan (kali/musim tanam)
Z4 = jumlah anggota keluarga (orang)
30

D1 = dummy kepemilikan lahan (1 = milik sendiri dan 0 = lahan sewa)


D2 = dummy status usahatani (1 = pencaharian utama dan 0 = bukan
pencaharian utama )
Nilai koefisien yang diharapkan αi dan ώi < 0
Pendugaan fungsi produksi dan fungsi inefisiensi dilakukan dengan
menggunakan program FRONTIER 4.1 (Coelli et al.) pengujian parameter
stochastic frontier dan efek inefisiensi teknis dilakukan dua tahap. Tahap pertama
merupakan pendugaan parameter βi dengan menggunakan metode OLS. Tahap
kedua merupakan pendugaan seluruh parameter β0, βi, varians ui dan vi dengan
menggunakan metode maximum likelihood estimation (MLE) pada tingkat
kepercayaan α sebesar 1 persen, 5 persen, 10 persen dan 20 persen.
Menurut Aigner et al. (1977), hasil pengolahan dengan FRONTIER 4.1 akan
memberikan nilai perkiraan varians dalam bentuk parameterisasi:
σ2 = σv2 + σu2.......................................................................................... (4.11)
γ = σu2 / σ2 ............................................................................................(4.12)
dimana σ2 varians total dari error term, γ disebut gamma. Para,eter dari varians ini
dapat mencari nilai γ, oleh sebab itu 0 ≤ γ ≥ 1. Nilai parameter γ merupakan
kontribusi dari efisiensi teknis di dalam pengaruh residual keseluruhan. Nilai γ
yang mendekati nol mengimplikasikan bahwa banyak variasi output yang
diobservasi dari output frontier adalah karena pengaruh stochastik acak,
sementara nilai γ yang mendekati satu menyatakan bahwa proporsi variasi acak
dalam output dijelaskan oleh pengaruh inefisiensi atau perbedaan-perbedaan
dalam efisiensi teknis (Ogundari 2008).

Analisis Efisiensi Ekonomi


Menurut Debertin (1986), untuk mengukur efisiensi alokatif dan ekonomi
dapat dilakukan dengan menurunkan fungsi biaya dual dari fungsi produksi Cobb
Douglass yang homogenous. Asumsi yang digunakan adalah bentuk fungsi
produksi Cobb-Douglas dengan menggunakan dua input seperti berikut :

……………………………………………….………...(4.13)

Fungsi kendala input yaitu:

…………………………………………….….…......(4.14)

Bentuk fungsi biaya dual frontier dapat diturunkan dengan menggunakan


o
asumsi minimisasi biaya dengan kendala Y = Y . Untuk memperoleh fungsi biaya
dual frontier harus diperoleh nilai expansion path (perluasan skala usaha) yang
dapat diperoleh dengan membuat fungsi langrange sebagai berikut :
β1 β2
L = r x + r x + λ(Y - β x x ).………………………………..……(4.15)
1 1 2 2 0 1 2

Untuk mendapatkan nilai x1 dan x2 (expansion path) fungsi langrange


diturunkan pada first order condition
31

………………………………….……..(4.16)

…………………………………………(4.17)

………………………………………………(4.18)

Dari persamaan (4.16) dan (4.17) dapat dicari nilai x1 dan x2 (expansion
path) yaitu:

Kemudian substitusikan nilai x1 atau x2 ke dalam persamaan (4.18)


menjadi:
……………...……………………………..(4.19)

……...…………………………….....(4.20)

….………...……….……………..…....(4.21)

Dari persamaan (4.19) maka fungsi permintaan input untuk x1 dan x2 dapat
ditentukan yaitu:

.……...……….……………..………....(4.22)

.……...……….……………..………....(4.23)

Untuk mendapatkan fungsi biaya dual frontier maka persamaan (4.22) dan
(4.23) disubstitusikan ke dalam persamaan (4.14) yaitu:

+ ….. (4.24)

Menurut Jondrow et al. (1982), efisiensi ekonomi (EE) merupakan rasio


antara biaya total produksi minimum yang diobservasi (C*) dengan total biaya
produksi aktual (C), seperti terlihat pada persamaan berikut:
32

…………………………...……………...(4.25)
keterangan:
EE bernilai 0≤ EE ≤ 1

Efisiensi ekonomi merupakan gabungan dari efisiensi teknis dan alokatif,


oleh karena itu efisiensi alokatif dapat diketahui yaitu:

………………………………………………………………(4.26)
keterangan:
EA bernilai 0 ≤ EA ≤ 1.

Analisis Efisiensi Alokatif


Efisiensi ekonomi merupakan hasil kali antara seluruh efisiensi teknis
dengan efisiensi harga dari seluruh faktor input, sebuah alokasi sumberdaya yang
efisien secara teknis dimana kombinasi output yang di produksi juga
mencerminkan preferensi masyarakat. Ditemukannya nilai efisiensi teknis (ET)
dan efisiensi ekonomi (EE) maka dapat ditentukan efisiensi alokatif (EA)
(Nicholson 2002)
Soekartawi (1990), mengemukakan bahwa secara geometrik dengan melihat
hubungan antara efisiensi teknis, efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomi dalam
fungsi stochastic frontier maka besaran efisiensi teknis dan efisiensi alokatif yaitu
ET ≤ 1 dan EE ≥ 1, maka nilai besaran efisiensi alokatif yaitu tidak selalu kurang
dari satu atau sama dengan satu. Adapun notasi penentuan efisiensi alokatif adalah
sebagai berikut :
EAi = ...............................................................................................(4.27)
33

5 DESKRIPSI PETANI DAN USAHATANI PADI

Deskripsi Petani Responden

Umur responden
Umur petani merupakan salah satu faktor yang berkaitan erat dengan
kemampuan petani dalam melakukan kegiatan usahatani. Umumnya petani yang
lebih tua cenderung sangat konservatif dan kurang responsif terhadap perubahan
inovasi teknologi (Soekartawi 1999). Sebaran umur petani pada penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Sebaran petani responden berdasarkan umur di Kabupaten Solok Selatan


SRI Non SRI
Kisaran (tahun) Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(orang) (%) (orang) (%)
a. <30 6 10 2 6.67
b. 31-40 24 40 12 40
c. 41-50 19 31.67 8 26.67
d. 51-60 9 15 6 20
e. >60 2 3.33 2 6.67
Rata-rata Umur Petani 41.92 43.80
Minimum 25 25
Maximum 63 65
Standar deviasi 8.87 11.02

Apabila dilihat dari tingkatan umur, SRI lebih banyak diterapkan oleh
petani yang berumur lebih muda, hal ini dapat ditunjukkan oleh persentase petani
berumur dibawah 40 tahun, pada petani SRI lebih tinggi dibanding dengan non
SRI. Pada petani SRI persentase umur dibawah 40 tahun sebesar 50 persen dan
pada petani non SRI persentase dengan umur yang sama sebesar 46.67 persen.
Hasil analisis menunjukkan bahwa petani SRI dan non SRI sebagian besar berada
pada golongan usia produktif. Petani responden SRI memiliki umur minimum 25
tahun dan umur maksimum 63 tahun dengan rata-rata umur petani SRI adalah
41.92 tahun. Sedangkan pada petani non SRI umur minimumnya 25 tahun dan
umur maksimum 65 tahun dengan rata-rata umur petani non SRI adalah 43.80
tahun.

Tingkat pendidikan
Pendidikan dapat digolongkan menjadi 2 yaitu pendidikan formal dan
pendidikan non formal. Dengan pendidikan seseorang mampu mendapatkan
informasi dan inovasi teknologi baru selain itu juga mampu merubah sikap,
perilaku dan pola pikir. Tingkat pendidikan yang dianalisis dalam penelitian ini
adalah tingkat pendidikan formal petani. Menurut Soekartawi (1999), tingkat
pendidikan formal yang diikuti oleh petani akan berpengaruh terhadap tingkat
34

pengetahuan dan wawasan serta terhadap kemampuan menghasilkan pendapatan


yang lebih besar dalam rumah tangga.
Pada Tabel 2. diperlihatkan sebaran tingkat pendidikan petani SRI dan non
SRI. Jika dilihat dari tingkat pendidikan petani responden penelitian, tingkat
pendidikan petani SRI lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan non
SRI. Tingkat pendidikan petani SRI lebih didominasi pada tingkat Sekolah
Menengah Atas (SMA) dan Perguruan Tinggi (PT) yakni sebesar 70 persen,
namun pada tingkat pendidikan petani non SRI lebih didominasi pada tingkat
Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar
80 persen. Semakin tinggi tingkat pendidikan seorang petani maka semakin
mudah untuk memahami dan menerima inovasi-inovasi baru. Dengan semakin
tingginya tingkat pendidikan seorang petani diharapkan petani tersebut akan
semakin memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih memadai dalam
usahataninya sehingga mampu menurunkan tingkat inefisiensi usahatani.

Tabel 2. Sebaran petani responden berdasarkan pendidikan di Kabupaten Solok


Selatan
SRI Non SRI
Pendidikan (tahun) Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(orang) (%) (orang) (%)
a. Tidak Sekolah (0) 2 3.33 0 0
b. SD (1-6) 2 3.33 5 16.67
c. SMP (7-9) 14 23.33 12 40
d. SMA (10-12) 39 65 12 40
e. PT (>12) 3 5 1 3.33
Rata-rata pendidikan petani 10.95 9.9
Minimum 0 6
Maximum 16 15
Standar deviasi 2.79 2.38

Pengalaman petani
Pengalaman seseorang dalam berusahatani berpengaruh terhadap respon
dalam menerima teknologi dan inovasi baru (Soekartawi 1999). Semakin banyak
pengalaman petani maka petani tersebut akan semakin terampil dalam melakukan
usahatani serta terampil dalam memilih teknologi yang tepat guna.
Jika ditinjau dari segi pengalaman petani didalam usahatani padi, rata-rata
pengalaman petani SRI lebih rendah dari pada petani yang non SRI, petani SRI
memiliki pengalaman rata-rata sebesar 15.37 tahun sementara petani non SRI
memiliki pengalaman sebesar 19.93 tahun. Mayoritas pengalaman petani SRI
berada pada tingkatan 1-10 tahun yakni sebesar 36.67 persen dan sementara
pengalaman petani non SRI berada tingkatan 11-20 tahun yakni bernilai sebesar
50 persen. Hal ini menunjukkan bahwa petani non SRI memiliki pengalaman yang
cukup lama jika dibandingkan dengan petani SRI. Cukup lamanya pengalaman
petani diharapkan mampu menerima dan memilih inovasi atau teknologi yang
sesuai dan tepat untuk digunakan pada usahataninya. Akan tetapi pada kenyataan,
petani dengan pengalaman yang lebih lama masih menerapkan usahatani yang
tradisional berdasarkan pengalaman usahataninya yang dilakukan selama ini.
35

Tabel 3. Sebaran petani responden berdasarkan pengalaman di Kabupaten Solok


Selatan
SRI Non SRI
Pengalaman (tahun) Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(orang) (%) (orang) (%)
a. 1-5 10 16.67 1 3.33
b. 6-10 18 30 4 13.33
c. 11-15 6 10 8 26.67
d. 16-20 15 25 7 23.33
e. 21-25 6 10 3 10
f. 26-30 1 1.67 3 10
g. 31-35 1 1.67 2 6.67
h. >36 3 5 2 6.67
Rata-rata pengalaman petani 15.37 19.93
Minimum 1 5
Maximum 45 40
Standar deviasi 9.66 9.31

Jumlah tanggungan keluarga


Menurut Soekartawi (1999), Jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi
keputusan petani dalam berusahatani. Banyak atau sedikitnya jumlah anggota
keluarga akan berdampak kepada biaya hidup yang akan dikeluarkan oleh petani
dalam memenuhi kehidupan keluarganya. Disisi lain terkait dengan banyak atau
sedikitnya jumlah anggota keluarga juga akan mempengaruhi jumlah tenaga kerja
dalam keluarga yang dapat membantu kepala keluarga dalam berusahatani. Jika
dilihat pada Tabel 4. bahwa rata-rata petani SRI dan non SRI memiliki jumlah
anggota keluarga sebanyak 3 orang, dan jika dilihat dari sebaran datanya petani
SRI lebih tinggi persentasenya pada kisaran 3-5 orang yang bernilai sebesar 73.33
persen, ini sedikit diatas petani non SRI yang bernilai sebesar 70 persen.

Tabel 4. Sebaran petani responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga di


Kabupaten Solok Selatan
SRI Non SRI
Anggota Keluarga
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(orang)
(orang) (%) (orang) (%)
a. 0-2 16 26.67 9 30
b. 3-5 44 73.33 21 70
Rata-rata pengalaman petani 3.03 2.93
Minimum 1 1
Maximum 5 5
Standar deviasi 0.86 0.98

Kepemilikan lahan dan luas lahan


Pada daerah penelitian status kepemilikan lahan terdiri dari lahan milik
sendiri dan lahan sewa atau bagi hasil. Status kepemilikan lahan pada petani SRI
36

dan petani non SRI sebagian besar merupakan lahan milik sendiri, besarnya
berturut-turut yaitu 86.67 persen dan 83.33 persen. Lahan milik sendiri pada
responden penelitian sebagian besar merupakan lahan milik yang berasal dari
warisan nenek moyang petani.

Tabel 5. Sebaran petani responden berdasarkan jumlah penguasaan lahan di


Kabupaten Solok Selatan
SRI Non SRI
Penguasaan Lahan Jumlah Persentase Jumlah Persentase
(orang) (%) (orang) (%)
1. Luas lahan (Ha)
a. 0.01 – 0.25 17 28.33 18 60
b. 0.26 – 0.50 19 31.67 10 33.33
c. 0.51 – 1.00 20 33.33 2 6.67
d. 1.01 – 1.50 2 3.33 0 0
e. 1.51 – 2.00 2 3.33 0 0
2. Kepemilikan lahan
a. Milik sendiri 52 86.67 25 83.33
b. Sewa/bagi hasil 8 13.33 5 16.67
Rata-rata penguasaan lahan 0.56 0.27
Minimum 0.1 0.07
Maximum 2 0.57
Standar deviasi 0.41 0.14

Luas lahan akan mempengaruhi skala usaha (Soekartawi 1999). Rata-rata


luas lahan pada petani SRI yaitu 0.56 hektar. Luas lahan milik yang digarap petani
SRI sangat bervariasi yaitu berkisar antara 0.13 – 2 hektar sedangkan luas lahan
sewa yang digarap petani SRI sebesar 0.23 – 0.67 hektar. Sedangkan rata-rata luas
lahan pada petani non SRI yaitu 0.27 hektar, dimana luas lahan milik yang
digarap petani non SRI berkisar antara 0.07 – 0.57 hektar dan luas lahan sewa
yang digarap petani non SRI berkisar antara 0.17 – 0.25 hektar. Petani non SRI
merupakan petani skala kecil, 60 persen dari total responden non SRI berada pada
kisaran luas lahan 0.01 – 0,25 hektar. Sempitnya lahan yang diusahakan petani
responden lebih banyak disebabkan oleh pembagian harta warisan dan dijual guna
memenuhi kebutuhan anggota keluarga.

Keanggotaan dalam kelompok tani


Berbagai macam wadah bagi petani untuk berkumpul-kumpul sesama
petani, salah satunya adalah kelompok tani. Kelompok tani didaerah penelitian
sangat banyak sekali, hampir tiap kenagarian (desa adat) terdapat 12 buah
kelompok tani. Jika ditinjau dari keanggotaan dalam kelompok tani, responden
petani SRI 100 persen ikut tergabung di dalam sebuah kelompok tani yang ada di
setiap kenagarian. Sedangkan pada petani non SRI, responden yang tergabung
kedalam kelompok tani hanya sebesar 26.67 persen.
Selain tempat berkumpul dan berbagi informasi terkait dengan usahatani,
kelompok tani pada daerah penelitian juga berfungsi sebagai wadah penampungan
hibah bantuan pengembangan yang diberikan oleh pemerintah setempat, dan juga
37

wadah bagi petani untuk mendapatkan subsidi pupuk yang diberikan pemerintah.
Pupuk yang di subsidi pemerintah disalurkan melalui kelompok tani dan atau
gabungan dari beberapa kelompok tani (Gapoktan), sehingga bagi petani yang
tidak ikut dalam keanggotaan kelompok tani akan sulit untuk mendapatkan pupuk
dan harga beli yang sangat tinggi.
Rata-rata kelompok tani yang ada di daerah penelitian sangatlah aktif,
pertemuan anggota kelompok dilakukan 1 kali 15 hari atau dalam satu bulan
pertemuan anggota kelompok dilakukan 2 kali. Selain pertemuan antar anggota
kelompok tani, juga di adakan pertemuan antara anggota kelompok dengan
penyuluh pertanian setempat yang telah di tunjuk oleh pemerintah daerah.
Kegiatan penyuluhan rata-rata dilakukan sebanyak 8 kali selama musim tanam,
dan materi yang disampaikan penyuluh terkait dengan usahatani padi yang
dimulai dari persiapan lahan dan benih hingga proses panen yang akan datang.

Tabel 6. Keanggotaan petani responden dalam kelompok tani di Kabupaten Solok


Selatan
SRI Non SRI
Keanggotaan kelompok
Jumlah Persentase Jumlah Persentase
tani
(orang) (%) (orang) (%)
a. Ikut 60 100 8 26.67
b. Tidak Ikut 0 0 22 73.33

Penerapan SRI pada Usahatani Padi

Persiapan lahan
Hal yang pertama dilakukan petani responden sebelum melakukan
penanaman padi adalah melakukan persiapan lahan. Persiapan lahan yang
diperlukan untuk mendapatkan media tumbuh tanaman padi baik dengan metode
tanam padi SRI maupun metode non SRI yaitu pengolahan tanah, pembuatan parit
dan pembuatan petakan sawah. Pengolahan tanah sebaiknya dilakukan 3 – 15 hari
sebelum penanaman. Tanah dibajak sedalam 25 – 30 cm dengan menggunakan
traktor besar sambil membenamkan sisa-sisa tanaman musim tanam sebelumnya
dan rumput-rumputan, kemudian digemburkan kembali dengan menggunakan
traktor besar, lalu diratakan sebaik mungkin sehingga saat diberikan air
ketinggiannya dipetakan sawah akan merata. Setelah tanah sawah diratakan, untuk
mencukupi unsur hara ditanah sawah, petani responden memberikan asupan bahan
organik seperti pupuk organik yang berasal dari kotoran hewan, limbah organik,
dan jerami yang telah diolah terlebih dahulu.
Pembuatan parit atau labuh air dibuat sesuai kebutuhan, pembuatan parit
biasanya dibuat di antara tanaman padi agar kebutuhan air tercukupi tanpa
membuat tanaman padi terendam air. Selain itu pembuatan parit juga bertujuan
untuk menekan perkembangan keong sawah agar tidak mengganggu dan
memakan tanaman padi. Selanjutnya persiapan lahan yang dilakukan oleh petani
responden adalah pembuatan petakan sawah. Pembuatan petakan sawah oleh
petani bertujuan untuk mengatur jarak tanam antara tanaman padi yang akan
ditanam, biasanya petani membuat jarak atau petak sawah berukuran antara 25 x
38

25 cm sampai dengan jarak 30 x 30 cm, ini sesuai dengan yang dianjurkan oleh
tenaga penyuluh pertanian yang bertugas didaerah penelitian.

Persemaian benih
Input yang terpenting dalam mengusahakan usahatani padi adalah benih
padi. Benih yang dipilih oleh petani responden dengan mempertimbangkan
varietas benih, kualitas benih, label benih serta jumlah dan perlakuan benih.
Varietas benih yang paling banyak digunakan petani responden adalah varietas
junjungan, anak daro, bakwan, ganda pulau, dan pb 42, yang semua ini adalah
varietas unggul lokal yang telah disertifikasi oleh BPSB (Badan Pengawasan
Sertifikasi Benih) Arosoka Solok. Persemaian benih dilakukan dengan cara kering
atau tidak digenang dan dilakukan penyiraman setiap harinya sampai benih
berumur 15 – 20 hari . Petani responden melakukan persemaian benih dengan
memanfaatkan perkarangan rumah. Tanah perkarangan dilapisi plastik dan diisi
dengan tanah atau kompos lalu benih ditabur keatas media persemaian, tujuan
dilapisi plastik supaya akar padi tidak tembus ke tanah perkarangan sehingga
mudah pada saat pindah tanam dari persemaian.

Penanaman
Penanaman merupakan salah satu proses budidaya yang penting dilakukan.
Pada umumnya petani responden padi SRI maupun petani padi non SRI sangat
berbeda dari segi metode penanaman. Standar penanaman padi oleh petani SRI
yaitu menggunakan bibit muda yang berumur 15 – 20 hari setelah semai, satu
lubang di isi dengan 1 – 3 bibit, bibit ditanam dengan kedalaman maksimal 1 cm
dengan perakaran saat penanaman seperti huruf “L”, dengan jarak tanam antar
rumpun sekitar 25 – 30 cm, ditanam dengan sistem jajar legowo, dan pada saat
penanaman tidak tergenang air. Sedangkan pada petani non SRI, bibit yang
ditanam berumur 21 hari setelah semai atau lebih, satu lubangnya di isi dengan 10
– 15 bibit, dan kedalaman tanam tidak beraturan, jarak tanam sekitar 20 – 25 cm
bahkan ada juga yang tidak mempunyai jarak tanam yang teratur, dan tidak
memakai sistem jajar legowo.

Penyiangan
Penyiangan yang dilakukan oleh petani SRI dan non SRI relatif sama, yang
mana bertujuan untuk membersihkan gulma disawah agar tidak mengganggu
pertumbuhan tanaman padi dan tidak terjadi persaingan dalam mendapatkan unsur
hara dalam tanah. Penyiangan dilakukan pada saat tanaman padi berusia 30 – 35
hari setelah tanam. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma atau
tanaman hama dengan tangan tanpa menggunakan bantuan alat. Dalam
penyiangan ada juga petani responden yang tidak melakukan penyiangan.
Penyiangan tidak dilakukan karena menurut petani responden tidak ada gulma
atau tanaman hama disawahnya.
39

Pemupukan
Pada umumnya pemupukan tanaman padi SRI dan non SRI pada petani
responden penelitian dilakukan sebanyak 2 kali. Pupuk yang diberikan pada
tanaman padi SRI dan non SRI dalam bentuk pupuk padat yaitu pupuk organik
dan pupuk anorganik. Pupuk yang paling banyak digunakan adalah pupuk organik
yaitu sebanyak 2 -5 ton per hektar. Pemupukan pertama dilakukan sebelum proses
penanaman dilakukan. Kemudian pemupukan kedua dilakukan pada saat kisaran
umur tanaman padi 15 – 30 hari setelah tanam. Jenis pupuk anorganik yang
digunakan oleh petani SRI dan non SRI sama yaitu pupuk urea dan pupuk
phonska (NPK), namun dari segi dosis dan jumlah pemakaian terdapat perbedaan
antara petani SRI dan non SRI. Petani SRI lebih cenderung mengikuti saran
pemakaian pupuk anorganik oleh tenaga penyuluh pertanian dari pada petani non
SRI.

Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman padi baik pada petani SRI dan non SRI secara umum
sama. Pemeliharaan tanaman padi dilakukan dengan penyiangan untuk
membersihkan tanaman pengganggu yang berada disekitar tanaman padi. Namun
dari segi jumlah atau frekuensi penyiangan terdapat perbedaan antara petani SRI
dan non SRI, petani SRI cenderung melakukan penyiangan 2 kali selama satu
musim tanam yaitu pada saat tanaman berumur 15 – 20 hari setelah tanam dan
pada saat tanaman berumur 30 – 45 hari setelah tanam, sedangkan pada petani non
SRI penyiangan hanya dilakukan selama 1 kali selama satu musim tanam yaitu
pada umur 20 - 30 hari setelah tanam. Selama proses penyiangan, petani SRI dan
non SRI juga melakukan pembuatan pengairan, agar batang tanaman padi tidak
terendam oleh air, karena tanaman padi bukan tanaman air.
Selain dari proses penyiangan dan pembuatan pegairan pada sawah, petani
juga melakukan penyemprotan pestisida pada tanaman padi, agar hama yang
terdapat disekitar tanaman padi mati dan berkurang populasinya. Jenis pestisida
yang digunakan petani SRI dan non SRI sama, yaitu berjenis Ripcord dan Copa.
Penyemprotan hanya dilakukan sekali selama musim tanam.

Panen dan Pasca Panen


Panen merupakan tahap akhir dalam proses budidaya tanaman padi. Petani
responden biasanya melakukan panen tiga kali dalam satu tahun, sehingga waktu
yang diperlukan dari persiapan lahan hingga pasca panen dibutuhkan waktu
selama 4 bulan. Kegiatan pemanenan dilakukan pada saat tanaman padi berumur
100 – 130 hari setelah tanam. Umur panen setiap padi sangatlah berbeda, umur
panen tercepat yakni pada varietas padi junjung yang hanya sampai umur 100 hari
setelah tanam dan umur panen terlama yakni pada varietas padi bakwan, umur
panen 120 hari sampai 130 hari setelah tanam. Umur panen dapat dipengaruhi
oleh keadaan musim pada saat musim tanam dilakukan. Alat yang digunakan oleh
petani responden untuk proses panen sangat sederhana, yaitu menggunakan papan
perontok yang diletakkan di atas tong kayu besar yang di sekitarnya telah dikasih
terpal untuk menampung bulir gabah. Gabah yang telah dihasilkan, sesegera
40

mungkin dilakukan pengeringan sampai gabah siap untuk digiling, jika terlambat
maka akan menyebabkan tumbuhnya jamur dan bahkan gabah akan berkecambah.

Penggunaan Input dan Produksi Usahatani Padi

Penggunaan input produksi usahatani padi berbasis SRI dan non SRI yang
berbeda akan berpengaruh pada produktivitas yang dihasilkan. Input produksi
usahatani padi didaerah penelitian antara lain lahan, benih, pupuk ponska (NPK),
pupuk urea, pupuk organik, dan tenaga kerja. Rata-rata penggunaan input dan
produksi usahatani padi dapat dilihat pada Tabel 7.
Hasil uji stastistik pada Tabel 7 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
yang nyata baik dalam penggunaan input maupun produktivitas antara petani yang
menerapkan SRI dan petani yang tidak menerapkan SRI. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa penerapan program SRI mempengaruhi alokasi penggunaan
input. Rata-rata penggunaan input produksi pada petani yang menerapkan SRI
didaerah penelitian cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan petani yang
tidak menerapkan SRI pada usahatani padinya.

Tabel 7. Rata-rata penggunaan input dan produktivitas per hektar pada usahatani
padi dengan penerapan SRI dan non SRI di Kabupaten Solok Selatan
Penggunaan Input
Uraian t-test prob
SRI Non SRI
1. Input :
Benih (kg) 32.12 96.67 5.97 0.000
Pupuk ponska (kg) 36.68 34.32 4.07 0.000
Pupuk urea (kg) 60.60 95.69 3.20 0.001
Pupuk organik (kg) 1 046.18 339.48 7.97 0.000
Tenaga kerja (HOK) 26.31 48.55 1.72 0.044
2. Produktivitas (kg) 3 927.48 3 402.92 5.82 0.000

Penggunaan lahan petani padi yang menerapkan SRI jauh lebih besar dari
pada petani yang tidak menerapkan SRI. Rata-rata penggunaan lahan petani yang
menerapkan SRI sebesar 0.56 ha sedangkan petani yang tidak menerapkan SRI
hanya sebesar 0.27 ha, ini bernilai setengah dari jumlah pemakaian lahan pada
petani padi SRI. Jika dilihat dari segi variabel benih, terdapat perbedaan yang
sangat nyata antara pemakaian benih pada petani yang menerapkan SRI dengan
petani yang tidak menerapkan SRI. Hal ini karena petani padi SRI sebagian besar
telah menggunakan dosis benih sesuai dengan anjuran yang ditetapkan. Selain itu
dari varietas dan mutu yang digunakan juga sangat berbeda antara kedua jenis
petani. Petani padi SRI seluruhnya menggunakan benih yang telah bersetifikat,
sedangkan petani padi non SRI sebagian ada yang menggunakan benih yang
bersetifikat dan sebagian masih menggunakan benih dari hasil panen sebelumnya.
Jika dilihat dari nilai rata-rata penggunaan benih baik petani padi SRI dan petani
non SRI, masih melebihi anjuran benih yang seharusnya digunakan. Efektifnya
satu hektar lahan hanya membutuhkan 10 kg benih per hektarnya. Lebihnya
penggunaan benih dari dosis yang dianjurkan disebabkan oleh beberapa petani
yang takut akan serangan hama keong sawah dan ada beberapa petani yang
41

melakukan penyulaman untuk tanaman yang mati dan habis dimakan oleh hama
sehingga membutuhkan benih yang lebih banyak.
Petani padi SRI semuanya telah menggunakan benih unggul dan bersetifikat
yang sebelumnya telah diteliti oleh Badan Pengawasan Sertifikasi Benih (BPSB)
Arosoka Solok seperti Junjung, Ganda pulau, Anak daro, PB 42, Redek dan
Sokan. Sedangkan pada petani non SRI sebagian besar menggunakan benih lokal
yang merupakan benih hasil dari panen sebelumnya yang tentunya mempunyai
kualitas yang kurang bagus dan memiliki daya hasil yang relatif rendah. Jenis
benih lokal yang digunakan petani non SRI didaerah penelitian yaitu IR 46,
Bakwan, Batang pasaman, Batang sungkai, Ganda pulau, dan Junjung yang
kesemua ini merupakan benih tanpa diperiksa oleh BPSB. Semua petani telah
mengetahui keuntungan pemakaian benih unggul dan bersetifikat, namun banyak
petani yang mengabaikannya karena terkait dengan kondisi perekonomian dari
petani tersebut. Benih dengan varietas unggul cenderung lebih mahal dari pada
benih lokal yang biasanya didapatkan oleh petani non SRI.
Pupuk yang digunakan oleh petani padi SRI dan petani non SRI pada daerah
penelitian berupa pupuk anorganik dan pupuk organik. Jenis pupuk anorganik
yang digunakan yaitu pupuk urea dan pupuk ponska (NPK). Umumnya petani
hanya menggunakan dua macam pupuk tersebut, hal ini disebabkan karena
ketersediaan pupuk pada daerah penelitian yang sangat sulit untuk didapatkan
oleh petani responden. Sedangkan pupuk organik yang digunakan berasal dari
kotoran ternak sapi, ternak kambing, dan jerami padi yang sebelumnya telah
diolah oleh kelompok tani ternak yang berada pada daerah penelitian. Penggunaan
pupuk organik berguna untuk melengkapi unsur hara pada tanah sawah, selain itu
juga berguna untuk menggemburkan tanah sawah pada saat pengolahan lahan.
Dosis penggunaan pupuk yang dipakai oleh petani responden relatif beragam.
Dosis pemakaian pupuk berdasarkan tingkat kesuburan tanah yang diolah oleh
petani responden dan juga tergantung dari keuangan dari rumahtangga petani
responden.
Rata-rata pemakaian pupuk anorganik oleh petani padi SRI sebesar 36.68
kg/ha pupuk ponska dan 60.60 kg/ha pupuk urea sedangkan pada petani padi non
SRI sebesar 34.32 kg/ha pupuk ponska dan 95.69 kg/ha pupuk urea. Sebagian
besar pupuk anorganik yang digunakan oleh petani padi SRI adalah pupuk yang
berasal dari subsidi pemerintah. Pupuk yang disubsidi pemerintah biasanya ada
ketika awal musim tanam. Kelompok tani yang didampingi oleh tenaga penyuluh
pertanian membuat pengajuan rencana definit kebutuhan kelompok (RDKK)
sebagai syarat untuk mendapatkan pupuk yang bersubsidi. Pupuk bersubsidi
disalurkan melalui distributor pupuk yang sebelumnya telah disepakati oleh
pemerintah. Petani responden yang merupakan anggota kelompok tani secara
otomatis terdaftar sebagai petani penerima pupuk subsidi oleh pemerintah. Petani
padi non SRI yang tidak tergabung sebagai anggota kelompok tidak bisa
memperoleh pupuk yang bersubsidi dan bisa mendapatkan harga pupuk bersubsidi
jika petani tersebut terdaftar sebagai kelompok tani yang mengajukan RDKK
sebelum memasuki awal musim tanam padi. Harga pupuk anorganik nonsubsidi
harga sangat mahal dan pupuk non subsidi juga sulit untuk didapatkan, sehingga
akan sulit bagi petani padi non SRI untuk mendapatkan pupuk untuk usahatani
padinya.
42

Petani padi SRI dan non SRI juga menggunakan pupuk organik atau pupuk
kandang sebagai input produksinya. Pemakaian pupuk organik antara petani padi
SRI dan non SRI sangat berbeda besarannya. Petani padi SRI rata-rata
pemakaiannya sebesar 1 046.18 kg/ha lebih tinggi jika dibandingkan dengan
petani padi non SRI rata-rata pemakaiannya sebesar 339.48 kg/ha. Tingginya
pemakaian pupuk organik pada petani padi SRI ini dikarenakan adanya anjuran
dari penyuluh pertanian lapangan. Pemakaian pupuk organik pada usahatani padi
berbasis SRI merupakan komponen penerapan SRI yang harus dilakukan oleh
petani responden. Sehingga pemakaian pupuk organik pada petani padi SRI jauh
lebih besar dari pada petani padi non SRI.
Tenaga kerja yang digunakan pada usahatani padi terdiri dari tenaga kerja
pria dan tenaga kerja wanita. Sumber tenaga kerja berasal dari tenaga kerja dalam
keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Tenaga kerja dihitung
berdasarkan hari orang kerja (HOK). Rata-rata penggunaan tenaga kerja pada
usahatani padi SRI relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan penggunaan
tenaga kerja pada usahatani padi non SRI, yang besarnya berturut-turut adalah
26.31 HOK/ha dan 48.55 HOK/ha. Rendahnya penggunaan tenaga kerja pada
usahatani padi berbasis SRI ini disebabkan oleh adanya efisiensi tenaga kerja
dalam proses persemaian benih, penanaman, penyiangan, dan pemeliharaan pada
usahatani. Sebaliknya, penggunaan tenaga kerja yang tinggi pada usahatani padi
non SRI disebabkan belum efisiennya penggunaan tenaga kerja pada proses
persemaian benih, proses penanaman dan pemeliharaan pada usahatani. Pada
usahatani padi lebih banyak menggunakan tenaga kerja wanita dari pada tenaga
kerja pria. Tenaga kerja wanita digunakan pada saat proses seleksi benih,
persemaian benih, penanaman bibit, penyiangan, pemupukan dan penyulaman.
Tenaga kerja pria hanya digunakan pada saat pengolahan lahan, penyemprotan,
pemupukan dan panen.
Umur panen padi didaerah penelitian sangatlah beragam antar petani. Umur
panen berkisar antara 100 – 120 hari. Umur panen tergantung pada cuaca dan
iklim. Padi lebih cepat dipanen ketika pada saat musim kemarau, karena
disebabkan oleh intensitas cahaya matahari yang banyak dari pada musim hujan.
Ditinjau dari tingkat produktivitas, rata-rata produktivitas padi yang dihasilkan
oleh petani padi SRI lebih tinggi jika dibandingkan dengan petani padi non SRI.
Produktivitas padi yang dihasilkan oleh petani padi SRI adalah 3927.48 kg/ha
gabah kering giling (GKG), sedangkan produktivitas padi yang dihasilkan petani
non SRI adalah 3402.92 kg/ha gabah kering giling (GKG). Jika dilihat dari
produktivitas antar petani padi SRI sangatlah beragam. Perbedaan produktivitas
ini lebih ditentukan oleh perbedaan lingkungan biofisik atau kesuburan tanah yang
mempengaruhi penggunaan input produksi. Begitu pula pada petani padi non SRI,
antar petani padi non SRI juga mempunyai produktivitas yang beragam, ini juga
disebabkan oleh perbedaan lingkungan biofisik atau kesuburan tanah sehingga
akan mempengaruhi tingkat produksi yang dihasilkan.

Pendapatan Usahatani Padi

Analisis pendapatan digunakan untuk melihat manfaat atau keuntungan dari


suatu usaha, sehingga dapat dinilai tingkat kelayakan usaha tersebut. Pendapatan
bertitik tolak pada prinsip bahwa efisiensi suatu usaha sangat dipengaruhi oleh
43

nilai input yang digunakan dalam nilai output yang dihasilkan dengan proses
produksi. Semakin tinggi pendapatan petani maka kegiatan usahatani tersebut
semakin menguntungkan. Penerimaan usahatani padi merupakan hasil perkalian
jumlah produksi padi dengan harga padi persatuan unit produksi.
Rata-rata penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani padi di Kabupaten
Solok Selatan dapat dilihat pada Tabel 8. Hasil analisis menunjukkan bahwa
dengan penerapan program SRI pada usahatani padi didaerah penelitian
cenderung mengurangi komponen biaya. Biaya yang dikeluarkan pada usahatani
padi SRI relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan usahatani padi non SRI.
Pengurangan biaya disebabkan oleh penggunaan beberapa input yang cenderung
berkurang seperti pada biaya benih, biaya pupuk ponska, sewa traktor, sewa lahan
dan biaya tenaga kerja luar keluarga. Hal ini disebabkan oleh penerapan sistem
tanam baru, pemupukan yang sesuai dengan rekomendasi dan pemeliharaan
tanaman yang insentif sehingga membutuhkan curahan waktu dan tenaga kerja
yang lebih sedikit.

Tabel 8. Rata-rata penerimaan, biaya, dan pendapatan usahatani padi per hektar di
Kabupaten Solok Selatan
SRI Non SRI
Uraian
Nilai (Rp) % Nilai (Rp) %

A. Penerimaan 14 531 676 12 590 804

B. Biaya
B1. Biaya Tunai
Sewa lahan 681 391.15 16.56 816 449 13.26
Benih 347 832.60 8.46 964 689 15.67
Pupuk urea 109 400.26 2.66 239 235 3.89
Pupuk ponska (NPK) 84 624.72 2.06 137 268 2.23
Pupuk organik 734 916.99 17.87 271 584 4.41
Sewa traktor 723 218.66 17.58 1 258 905 20.45
Pajak 34 094 0.83 58 671 0.95
Tenaga kerja luar keluarga 1 188 799.20 28.90 2 000 487.38 32.50
B2. Biaya Tidak Tunai
Tenaga kerja dalam 112 099.17 2.73 184 455.72 3.00
keluarga

Total Biaya Tunai 4 001 524.17 97.27 5 970 841.28 97.00


Total Biaya 4 113 623.33 100 6 155 296.99 100

C. Pendapatan
Pendapatan Atas Biaya Tunai 10 530 151.83 6 619 962.73
Pendapatan Atas Biaya Total 10 418 052.67 6 435 507.01

R/C Biaya Tunai 3.63 2.11


R/C Biaya Total 3.53 2.05
44

Berdasarkan analisis biaya komponen, biaya komponen terbesar pada


usahatani padi berbasis SRI adalah biaya tenaga kerja dengan kisaran rata-rata
31.63 persen dari total biaya usahatani, dimana tenaga kerja luar keluarga
merupakan sumbangan terbesar dalam biaya tenaga kerja. Gambaran komponen
biaya ini menunjukkan bahwa usahatani padi berbasis SRI merupakan usahatani
yang memerlukan tenaga kerja yang intensif (intensive labor). Dalam hal
penggunaan tenaga kerja, tenaga kerja lebih banyak digunakan pada kegiatan
pengolahan lahan, penanaman, penyiangan dan pemupukan. Lain halnya dengan
kegiatan penyemprotan, tidak memerlukan tenaga kerja yang banyak dan hanya
berasal dari tenaga kerja dalam keluarga.
Penggunaan biaya input selanjutnya pada usahatani padi SRI adalah biaya
pupuk organik yaitu sebesar 17.87 persen dari total komponen biaya. Sedangkan
pada usahatani padi non SRI hanya sebesar 4.41 persen dari total komponen
biaya. Penggunaan pupuk organik yang tinggi pada usahatani padi SRI bertujuan
untuk memenuhi unsur-unsur hara yang ada ditanah sawah yang hilang pada saat
musim tanam sebelumnya, selain itu juga pemberian pupuk organik bertujuan
untuk menggemburkan tanah sawah pada saat pengolahan tanah. Pupuk organik
mempunyai harga yang relatif murah jika dibandingkan dengan pupuk anorganik
dan juga pupuk organik mudah didapatkan pada daerah penelitian sehingga
pemakaian pupuk organik lebih banyak dosis pemakaiannya dari pada pupuk
anorganik.
Biaya rata-rata sewa traktor pada komponen biaya total sebesar 17.58 persen
pada petani padi SRI dan sebesar 20.45 persen pada petani non SRI. Tingginya
komponen biaya ini disebabkan oleh petani responden menggunakan tenaga
mesin untuk melakukan pengolahan tanah sawah sebelum melakukan penanaman
bibit padi. Pada saat penelitian, tidak ada ditemukan petani responden yang
menggunakan tenaga kerja manusia untuk melakukan pengolahan tanah sawah
sehingga penggunaan tenaga mesin sangat diperlukan didaerah penelitian.
Biaya usahatani berikutnya adalah biaya sewa lahan, nilainya berturut-turut
antara petani padi SRI dan non SRI adalah 16.56 persen dan 13.26 persen. Jika
dilihat dari persentase kepemilikan lahan, petani padi SRI yang memiliki lahan
dengan status milik sendiri adalah 86.67 persen dan 13,33 persen responden
dengan status lahan sewa/bagi hasil. Petani responden dengan status bagi hasil
merupakan penyumbang biaya yang besar pada komponen biaya ini. Bagi hasil
yang dilakukan adalah 50 persen untuk pemilik lahan dan 50 persen untuk petani
penggarap. Begitu juga dengan petani padi non SRI, responden dengan status
lahan milik sendiri sebesar 83,33 persen dan petani responden dengan status lahan
sewa/bagi hasil sebesar 16.67 persen.
Rata-rata biaya benih pada petani padi SRI relatif lebih kecil dari petani padi
non SRI, nilainya berturut-turut adalah 8.46 persen dan 15.67 persen. Kecilnya
rata-rata biaya benih pada petani padi SRI disebabkan oleh penerapan dari
program SRI itu sendiri, penanaman bibit per lubang tanam sangatlah
diperhatikan oleh petani SRI, sehingga akan menghemat biaya pengeluaran pada
komponen benih. Lain halnya dengan petani padi non SRI, rata-rata biaya benih
sangatlah tinggi, ini disebabkan oleh penggunaan bibit yang banyak per lubang
tanam oleh petani padi non SRI, sehingga komponen biaya benih sangat besar
dikeluarkan.
45

Selanjutnya komponen rata-rata biaya pupuk anorganik (pupuk urea dan


pupuk ponska) pada petani padi SRI relatif lebih kecil dari petani padi non SRI
yakni sebesar 4.72 persen pada petani padi SRI dan 6.12 persen pada petani non
SRI. Petani padi SRI cenderung mengurangi jumlah dosis pemberian pupuk
anorganik pada usahatani padi nya karena untuk pemenuhan unsur-unsur hara
pada lahan sawah sebagian telah dipenuhi oleh pupuk organik yang diberikan
pada saat pengolahan lahan. Namun pada petani padi non SRI relatif lebih banyak
menggunakan pupuk anorganik karena petani tersebut sedikit menggunakan
pupuk organik pada saat pengolahan lahannya.
Komponen terakhir yang diperhitungkan dalam komponen biaya adalah
rata-rata pajak lahan. Petani responden baik petani padi SRI dan petani non SRI
sama-sama mengeluarkan biaya pajak. Persentase biaya pajak pada komponen
biaya ini relatif sangat kecil yakni sebesar 0.83 untuk petani padi SRI dan sebesar
0.95 untuk petani padi non SRI.
Pada Tabel 8 Biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani padi SRI adalah
sebesar Rp 4 001 524.17 per hektar atau 97.27 persen dari komponen biaya dan
petani padi non SRI Rp 4 113 623.33 per hektar atau 97.00 persen dari komponen
biaya dalam usahataninya. Secara persentase biaya tunai yang dikeluarkan petani
responden hampir relatif sama diantara kedua petani. Sedangkan biaya total
usahatani padi yang dikeluarkan oleh petani padi SRI adalah sebesar Rp 5 970
841.28 per hektar dan Rp 6 155 296.99 per hektar. Hal ini menunjukkan biaya
total yang dikeluarkan oleh petani padi SRI lebih rendah dari petani padi non SRI.
Dilihat dari analisis R/C rasio, nilai R/C rasio mengindikasikan suatu
usahatani layak atau tidak layak dilakukan. Nilai R/C rasio pada petani padi SRI
bernilai 3.63 atas biaya tunai dan 3.53 atas biaya total. Hal ini berarti setiap biaya
yang dikeluarkan petani padi SRI sebesar Rp 1 akan menghasilkan penerimaan
sebesar Rp 3.63 dan Rp 3.53. Sedangkan nilai R/C rasio pada petani padi non SRI
bernilai 2.11 atas biaya tunai dan 2.05 atas biaya total yang artinya setiap biaya
yang dikeluarkan oleh petani padi non SRI sebesar Rp 1 akan menghasilkan
penerimaan Rp 2.11 dan Rp 2.05. Hasil analisis menyatakan bahwa usahatani padi
SRI lebih banyak memberikan penerimaan bagi petani jika dibandingkan dengan
petani padi non SRI didaerah penelitian. Hasil ini membuktikan bahwa usahatani
padi berbasis SRI layak untuk dilakukan oleh petani-petani yang berada didaerah
penelitian.
46

6 ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI


USAHATANI PADI

Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Usahatani Padi

Penelitian ini menggunakan model stochastic frontier Cobb Douglas dengan


mode pendugaan Maximum Likelihood (MLE) yang dilakukan proses dua tahap.
Tahap pertama menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) untuk
menduga parameter input-input produksi dan parameter teknologi pada kegiatan
usahatani padi berbasis SRI dan non SRI. tahap kedua menggunakan metode MLE
untuk menduga keseluruhan parameter faktor produksi, intersep dan varians dari
kedua komponen kesalahan vi dan ui. Pada metode ini akan menunjukkan
hubungan antara produksi maksimum yang dicapai pada tingkat penggunaan
faktor-faktor produksi dan teknologi yang ada. Hasil analisis ini akan diketahui
efisiensi teknis, alokatif dan ekonomis dari petani responden penelitian, serta
faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis. Hasil pendugaan fungsi
produksi dengan menggunakan metode MLE pada usahatani padi dengan
penerapan SRI dan non SRI bisa dilihat pada Tabel 9.
Koefisien determinasi (R2) dari fungsi rata-rata yang diperoleh pada petani
padi SRI dan non SRI adalah 0.93 dan 0.97. artinya input-input yang digunakan
dalam model pendugaan fungsi produksi dapat menjelaskan masing-masing 93
persen dan 97 persen dari variasi produksi padi didaerah penelitian. Sedangkan
sisanya yang bernilai masing-masing 7 persen dan 3 persen dipengaruhi oleh
variasi variabel lain yang tidak dimasukkan kedalam model. Nilai F ratio sebesar
117.06 pada petani padi SRI dan sebesar 114.67 pada petani non SRI yang sangat
nyata yaitu pada taraf α kurang dari 1 persen. Ini berarti bahwa secara bersama-
sama variabel-variabel bebas yang dimasukkan ke dalam model berpengaruh
nyata terhadap produksi padi didaerah penelitian.

Tabel 9.Hasil pendugaan fungsi produksi stochastic frontier usahatani padi


dengan penerapan SRI dan non SRI menggunakan metode pendugaan
MLE di Kabupaten Solok Selatan
SRI Non SRI
Variabel
Koef. t-ratio Prob Koef. t-ratio prob
Konstanta 6.85 23.01 0.000 7.17 37.08 0.000
Lahan 0.71a 14.20 0.000 0.75a 15.47 0.000
Benih 0.03 0.63 0.266 0.06c 1.59 0.062
Pupuk ponska 0.06b 2.23 0.015 0.11a 3.38 0.001
Pupuk urea 0.04d 1.08 0.142 0.07b 2.12 0.022
Pupuk organik 0.11a 2.78 0.004 0.00 0.98 0.168
Tenaga kerja 0.10b 1.96 0.028 0.03 0.60 0.277
Sigma-squared 0.19 0.03
Gamma 0.90 0.99
L-R Test 15.37 15.39
Log MLE 16.32 34.84
47

Keterangan : a = nyata pada taraf 1 persen; b = nyata pada taraf 5 persen; c = nyata pada
taraf 10 persen; d = nyata pada taraf 15 persen

Hasil pendugaan dengan metode MLE pada Tabel 10 diketahui bahwa


koefisien setiap variabel semuanya bernilai positif. Hasil metode MLE juga
menggambarkan nilai sigma square (σ2) dan parameter gamma (γ) dari model
efek inefisiensi teknis fungsi produksi stochastic frontier pada usahatani padi
berbasis SRI dan non SRI. Nilai gamma berturut-turut pada usahatani padi
berbasis SRI dan non SRI sebesar 0.90 dan 0.99. Nilai kedua gamma ini
mendekati satu menunjukkan bahwa error term hanya berasal dari efek inefisiensi
(ui) dan bukan berasal dari akibat noise (vi). Sedangkan nilai sigma squared
berturut-turut sebesar 0.19 dan 0.03. nilai tersebut mendekati nol sehingga error
term inefisiensi pada usahatani padi berbasis SRI dan non SRI terdistribusi secara
normal. Nilai rasio generalized-likelihood (LR) fungsi produksi padi berbasis SRI
sebesar 15.37 masih lebih besar dari nilai tabel Kodde dan Palm sebesar 14.85
yang nyata pada taraf 5 persen. Sedangkan Nilai rasio LR pada usahatani padi non
SRI sebesar 15.39 masih lebih besar dari nilai tabel Kodde dan Palm sebesar
14.85 yang nyata pada taraf 5 persen. Hal ini berarti bahwa terdapat pengaruh
efisiensi dan inefisiensi teknis petani padi di Kabupaten Solok Selatan.
Pada Tabel 9 diketahui bahwa semua variabel pada fungsi produksi padi
berbasis SRI bernilai positif, kecuali ada satu variabel yang negatif pada fungsi
produksi padi non SRI. Namun demikian hasil parameter yang negatif ini bisa
diabaikan karena cenderung mendakati nol dan tidak signifikan. Pada fungsi
produksi padi berbasis SRI, variabel lahan, pupuk organik dan pupuk urea
berpengaruh nyata pada tingkat α 1 persen, 5 persen dan 15 persen. Sedangkan
pada fungsi produksi padi non SRI variabel yang signifikan adalah lahan pada
taraf α 1 persen dan pupuk urea pada taraf α 15 persen. Nilai parameter pada
fungsi produksi Cobb-Douglas juga merupakan nilai elastisitasnya. Nilai
elastisitas produksi padi berbasis SRI dengan metode MLE untuk lahan, benih,
pupuk ponska, pupuk urea, pupuk organik dan tenaga kerja berturut-turut adalah
0.71, 0.03, 0.06, 0.04, 0.11, 0.10. Sedangkan nilai elastisitas produksi padi non
SRI dengan metode MLE untuk variabel yang sama berturut-turut adalah 0.75,
0.06, 0.11, 0.07, 0.00 dan 0.03.
Nilai koefisien yang paling besar baik pada usahatani padi berbasis SRI dan
non SRI adalah luas lahan, besarnya berturut-turut 0.71 dan 0.75 dengan metode
MLE. Luas lahan berpengaruh nyata pada taraf α 1 persen yang mengindikasikan
bahwa kontribusi dalam total faktor produktivitas adalah dominan dan variabel
lahan yang paling responsif dari pada variabel lainnya. Jika luas lahan bertambah
satu persen dengan input lainnya tetap maka produksi padi meningkat sebesar
0.71 persen dan 0.75 persen. Hasil ini menunjukkan bahwa produksi padi sangat
responsif terhadap luas lahan dan merupakan faktor dominan dari produksi padi di
Kabupaten Solok Selatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Akinbode
et al. (2011), Nikhil and Azeez (2011), Tadesse and Krishnamoorthy (1997) yang
mengemukakan bahwa lahan berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi
padi.
Elastisitas variabel benih pada fungsi produksi usahatani berbasis SRI
dengan metode MLE bernilai rendah yakni 0.03 dan tidak signifikan. Namun
elastisitas variabel benih pada fungsi produksi usahatani non SRI bernilai lebih
48

besar dan signifikan pada taraf α 10 persen dari pada usahatani padi yang berbasis
SRI, nilai nya adalah 0.06 pada metode MLE. Hal ini mengindikasikan bahwa
penambahan benih sebesar satu persen dengan input lainnya yang tetap maka
produksi padi pada usahatani non SRI bertambah sebesar 0.06 persen. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Hasnain (2015), Akinbode et al. (2011)
yang mengemukakan bahwa benih berpengaruh positif dan nyata terhadap
produksi padi
Begitu juga dengan elastisitas variabel pupuk ponska, pada metode MLE
pupuk ponska pada usahatani padi berbasis SRI mempunyai nilai elastisitas
sebesar 0.06 dan nyata pada taraf α 5 persen dan juga pada usahatani padi non SRI
variabel pupuk ponska bernilai lebih besar jika dibandingkan dengan padi berbasis
SRI yakni sebesar 0.11 dan signifikan pada taraf α 1 persen. Artinya variabel
pupuk ponska sangat responsif dan dominan pada usahatani non SRI pada daerah
penelitian. Penelitian Akinbode et al. (2011), Al-hassan (2008), Tadesse and
Krishnamoorthy (1997) juga menemukan bahwa pupuk berpengaruh positif dan
nyata terhadap produksi padi.
Pupuk urea mempunyai elastisitas yang positif dan bernilai kecil tapi pada
kedua jenis usahatani sama-sama signifikan pada taraf yang berbeda. Pada
usahatani padi berbasis SRI mempunyai elastisitas sebesar 0.04 pada metode
MLE dan signifikan pada taraf α 15 persen. Sedangkan pada usahatani padi non
SRI nilai elastisitas variabel pupuk urea pada metode MLE elastisitasnya bernilai
0.07 dan signifikan pada taraf 5 persen. Beda halnya dengan elastisitas pupuk
organik yang hanya signifikan pada usahatani padi berbasis SRI dan tidak
signifikan pada usahatani padi non SRI. Namun nilai elastisitasnya masih sangat
rendah yaitu 0.11 pada metode MLE yang signifikan pada taraf α 1 persen.
Artinya variabel pupuk organik sangat berpengaruh nyata pada usahatani padi
berbasis SRI.
Variabel terakhir yang mempunyai nilai elastisitas positif adalah variabel
tenaga kerja. Elastisitas tenaga kerja bernilai 0.10 dan signifikan pada taraf α 5
persen. Hasil analisis ini sejalan dengan penelitian Hasnain (2015), Akinbode et
al. (2011), Nikhil and Azeez (2011), Al-hassan (2008), Tadesse and
Krishnamoorthy (1997) yang menemukan bahwa tenaga kerja mempunyai
koefisien yang positif dan nyata terhadap produksi padi. Sedangkan pada
usahatani padi non SRI dengan metode MLE bernilai positif namun tidak
berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas padi didaerah penelitian.
Penjumlahan koefisien elastisitas pada usahatani padi berbasis SRI dengan
metode MLE adalah 1.05. Ini berarti skala produksi usahatani padi berbasis SRI di
Kabupaten Solok Selatan berada pada keadaan Constant return to scale (CRS).
Sedangkan penjumlahan elastisitas pada usahatani padi non SRI dengan metode
MLE adalah 1.02. Artinya usahatani padi non SRI di Kabupaten Solok Selatan
berada pada skala Constant return to scale (CRS).

Efisiensi Teknis, Alokatif dan Ekonomi Petani Padi

Efisiensi Teknis Usahatani Padi


Untuk mengetahui tingkat efisiensi pada penelitian ini, perlu dilakukan
sebuah analisis dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas stochastic
frontier dengan menggunakan metode estimasi Maximum Likelihood Estimate
49

(MLE) dengan menggunakan program frontier 4.1. Hasil analisis efisiensi teknis
pada usahatani padi berbasis SRI dan non SRI dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Sebaran efisiensi teknis usahatani padi berbasis SRI dan non SRI di
Kabupaten Solok Selatan
SRI Non SRI
Tingkat Efisiensi Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Teknis Petani (%) Petani (%)
(orang) (orang)
0.01 – 0.10 0 0 0 0
0.11 – 0.20 0 0 0 0
0.21 – 0.30 0 0 0 0
0.31 – 0.40 1 1.67 0 0
0.41 – 0.50 0 0 0 0
0.51 – 0.60 0 0 0 0
0.61 – 0.70 2 3.33 1 3.33
0.71 – 0.80 7 11.67 6 20
0.81 – 0.90 21 35 7 23.33
>0.90 29 48.33 16 53.33
Jumlah 60 100 30 100
Minimum 0.40 0.69
Maksimum 0.96 0.99
Rata-rata 0.88 0.89
Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata efisiensi teknis usahatani padi
berbasis SRI lebih rendah dari usahatani padi non SRI. Pada usahatani padi
berbasis SRI rata-rata efisiensi teknisnya adalah 0.88 dengan nilai efisiensi
minimum 0.40 dan nilai efisiensi maksimum 0.96. Sedangkan pada usahatani padi
non SRI rata-rata efisiensi teknisnya adalah 0.89 dengan nilai efisiensi minimum
0.69 dan nilai efisiensi maksimum 0.99. Secara umum petani responden baik
petani padi berbasis SRI maupun petani padi non SRI telah efisien secara teknis.
Hal ini mengacu kepada dimana nilai indeks efisiensi teknis hasil analisis
dikategorikan efisien karena menghasilkan nilai yang lebih dari 0.70 sebagai batas
efisien (Coelli et al. 1998).
Secara umum petani yang menerapkan SRI pada usahatani padi telah efisien,
namun ada 3 petani responden yang belum mencapai nilai efisien minimum yakni
diatas nilai 0.70. Tetapi jika dilihat dari sebaran efisiensi, 48.33 persen petani padi
SRI telah mencapai nilai efisiensi teknis diatas 0.90, dan 35 persen petani padi
SRI berada pada kisaran efisiensi 0.71 – 0.80. Pada petani padi non SRI yang
belum efisien secara teknis ada satu orang responden, nilai efisiensinya berada
pada angka 0.69. Namun 53.33 persen petani padi non SRI telah mencapai tingkat
efisiensi teknis diatas nilai 0.90 dan 23.33 persen petani padi non SRI berada pada
kisaran efisiensi 0.71 – 0.80. Dapat disimpulkan bahwa sebanyak 83.33 persen
responden petani padi berbasis SRI relatif lebih mendekati frontier jika
dibandingkan dengan petani responden non SRI yang hanya sebesar 76.66 persen
yang mendekati frontier nya.
50

Efisiensi Alokatif Usahatani Padi


Tingkat efisiensi alokatif pada penelitian ini dianalisis dari sisi input
produksi berdasarkan harga input yang berlaku pada tingkat petani didaerah
penelitian. analisis efisiensi alokatif pada penelitian ini diperoleh dari hasil bagi
antara efisiensi ekonomi (EE) dengan efisiensi teknis (ET). Hasil efisiensi
alokatif pada usahatani padi berbasis SRI dan non SRI dapat dilihat pada Tabel
11.
Tabel 11. Sebaran efisiensi alokatif usahatani padi berbasis SRI dan non SRI di
Kabupaten Solok Selatan
SRI Non SRI
Tingkat Efisiensi Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Alokatif Petani (%) Petani (%)
(orang) (orang)
0.01 – 0.10 0 0 0 0
0.11 – 0.20 0 0 0 0
0.21 – 0.30 7 11.67 4 13.33
0.31 – 0.40 20 33.33 9 30
0.41 – 0.50 28 46.67 12 40
0.51 – 0.60 3 5 4 13.33
0.61 – 0.70 1 1.67 0 0
0.71 – 0.80 0 0 1 3.33
0.81 – 0.90 0 0 0 0
>0.90 1 1.67 0 0
Jumlah 60 100 30 100
Minimum 0.21 0.26
Maksimum 0.92 0.77
Rata-rata 0.41 0.42
Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa rata-rata tingkat efisiensi alokatif
usahatani padi berbasis SRI sebesar 0.41 dengan nilai minimum 0.21 dan nilai
maksimum mencapai 0.92 dan petani padi non SRI rata-rata tingkat efisiensi
alokatifnya sebesar 0.42 dengan nilai minimum 0.26 dan nilai maksimum 0.77.
Hasil analisis menunjukkan bahwa petani padi berbasis SRI dan petani padi non
SRI secara rata-rata masih belum efisien secara alokatif.
Rendahnya tingkat efisiensi alokatif pada daerah penelitian dipengaruhi oleh
beberapa harga input produksi yang relatif tinggi ada beberapa penyebab
rendahnya efisien alokatif didaerah penelitian seperti sewa lahan dibayar dengan
cara membagi hasil dari hasil produksi, sulitnya petani responden untuk
mendapatkan pupuk yang disubsidi oleh pemerintah sehingga harga pupuk yang
berlaku di tingkat konsumen jauh lebih tinggi dari harga subsidi, dan juga harga
benih yang tersedia dilokasi penelitian, petani responden harus berbagi benih
dengan petani responden karena benih varietas unggul sangat sulit untuk
didapatkan sehingga harga jualnya sangat mahal.

Efisiensi Ekonomi Usahatani Padi


Kombinasi antara efisiensi teknis dengan efisiensi alokatif akan
menghasilkan efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomi pada penelitian ini dianalisis
menggunakan fungsi biaya frontier. Hasil efisiensi ekonomi petani padi berbasis
SRI dan non Sri dapat dilihat pada Tabel 12.
51

Tabel 12. Sebaran efisiensi ekonomi usahatani padi berbasis SRI dan non SRI di
Kabupaten Solok Selatan
SRI Non SRI
Tingkat Efisiensi Jumlah Persentase Jumlah Persentase
Ekonomi Petani (%) Petani (%)
(orang) (orang)
0.01 – 0.10 0 0 0 0
0.11 – 0.20 1 1.67 0 0
0.21 – 0.30 13 21.67 5 16.67
0.31 – 0.40 30 50 18 60
0.41 – 0.50 14 23.33 5 16.67
0.51 – 0.60 2 3.33 2 6.67
0.61 – 0.70 0 0 0 0
0.71 – 0.80 0 0 0 0
0.81 – 0.90 0 0 0 0
>0.90 0 0 0 0
Jumlah 60 100 30 100
Minimum 0.17 0.24
Maksimum 0.51 0.53
Rata-rata 0.36 0.37
Hasil analisis menunjukkan bahwa rata-rata tingkat efisiensi ekonomi
usahatani padi berbasis SRI sebesar 0.36 dengan nilai terendah sebesar 0.17 dan
nilai tertinggi 0.51 dan pada petani padi non SRI sebesar 0.37 dengan nilai
terendah sebesar 0.24 dan nilai tertinggi 0.53. Hal ini menunjukkan bahwa secara
rata-rata usahatani padi berbasis SRI dan non SRI didaerah penelitian belum
efisien secara ekonomi. Apabila dibandingkan antara petani padi SRI dan non
SRI, rata-rata efisiensi ekonomi pada petani non SRI lebih tinggi jika dibandingka
dengan petani padi yang berbasis SRI.
Efisiensi ekonomi pada petani padi berbasis SRI dan non SRI masih dapat
ditingkatkan dengan cara memperbaiki efisiensi teknis dan efisiensi alokatif.
Secara teknis petani padi SRI dan non SRI telah efisien, namun secara alokatif
petani padi SRI dan petani padi non SRI belum efisien. Artinya petani didaerah
penelitian belum mampu menggunakan kombinasi input-input produksi secara
optimal pada kondisi rasio biaya minimum sehingga secara rata-rata masih
inefisien secara alokatif dan ekonomi.

Inefisiensi Teknis Petani Padi

Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tingkat efisiensi teknis petani padi


berbasis SRI yaitu umur petani, tingkat pendidikan, frekuensi penyuluhan, jumlah
anggota keluarga, dummy status lahan dan dummy status usahatani. Hasil
pendugaan model efek inefisiensi teknis pada usahatani padi berbasis SRI dan non
SRI dapat dilihat pada Tabel 13.
52

Tabel 13. Hasil pendugaan faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis


pada usahatani padi berbasis SRI dan non SRI di Kabupaten Solok
Selatan
SRI Non SRI
Variabel
Koef. t-ratio Prob Koef. t-ratio Prob
Konstanta -1.57 -0.62 0.731 -0.19 -0.41 0.658
Umur petani -0.02 -0.84 0.799 -0.34 -0.73 0.765
Tingkat pendidikan -0.04 -0.92 0.820 0.18 0.91 0.186
Frekuensi penyuluhan 0.03 0.74 0.231 0.12 0.96 0.174
c b
Jumlah anggota keluarga 0.17 1.33 0.094 -0.89 -1.61 0.094
Dummy status lahan 2.06 0.81 0.210 0.16d 1.24 0.123
b
Dummy status usahatani -0.99 -0.89 0.811 0.22 1.89 0.035
Keterangan :
a = nyata pada taraf 1 persen; b = nyata pada taraf 5 persen; c = nyata pada taraf 10
persen; d = nyata pada taraf 15 persen;
Koefisien variabel umur petani pada petani padi berbasis SRI dan non SRI
berpengaruh secara negatif dan tidak berpengaruh signifikan atau nyata terhadap
inefisiensi teknis dengan nilai koefisien -0.02 pada petani SRI dan -0.19 pada
petani non SRI. Koefisien bernilai negatif artinya semakin tua umur petani maka
akan semakin efisien dalam melakukan usahatani atau menurunkan inefisiensi.
Hasil yang sama dikemukakan dalam penelitian Gupta et al. (2013), Udayanganie
et al. (2006) bahwa variabel umur berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis
usahatani padi. Hasil penelitian dilapangan menunjukkan bahwa umur petani
kedua responden sangat bervariasi yakni proporsi petani yang muda dan petani
yang tua hampir berimbang. Dengan semakin bertambahnya umur petani secara
tidak langsung juga akan bertambah pengalaman seorang petani. Maka dari itu
umur juga merupakan proxy untuk pengalaman berusahatani. Artinya semakin tua
petani padi maka pengalaman yang dimiliki oleh petani padi didaerah penelitian
semakin lama. Rata-rata umur petani padi baik yang menerapkan SRI dan yang
tidak adalah 41 tahun dan 43 tahun, umur tersebut berapa pada usia produktif
sehingga cukup efisien dalam melakukan usahatani padi.
Variabel tingkat pendidikan petani digunakan sebagai masukan managemen,
dimana tinggi rendahnya pendidikan petani akan berpengaruh kepada
pengambilan keputusan dalam berusahatani. Keputusan ini termasuk keputusan
penting dalam efisiensi penggunaan input. Variabel tingkat pendidikan bernilai
negatif pada petani padi berbasis SRI dan bernilai positif pada petani padi non
SRI, nilainya berturut-turut adalah -0.04 dan 0.18 namun tidak signifikan terhadap
inefisiensi. Artinya pada petani SRI variabel pendidikan akan menurunkan tingkat
inefisiensi atau akan meningkatkan efisiensi pada usahatani. Hasil ini sama
dengan penelitian Murniati et al. (2014), bahwa variabel tingkat pendidikan petani
berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis usahatani padi. Sementara pada
petani non SRI variabel tingkat pendidikan akan meningkatkan inefisiensi atau
menurunkan efisiensi pada usahatani. Kondisi lapangan membuktikan bahwa rata-
rata tingkat pendidikan petani SRI lebih cenderung tinggi dari pada petani padi
non SRI. Petani dengan pendidikan yang lebih tinggi lebih terbuka dalam
menerima informasi dan lebih mudah untuk menerima perubahan teknologi
sehingga hal ini akan meningkatkan efisiensi.
53

Frekuensi penyuluhan berpengaruh positif terhadap inefisiensi teknis,


namun tidak signifikan atau nyata karena bernilai kecil dan mendekati nol. Tenaga
penyuluh didaerah penelitian mempunyai wilayah kerja yang cukup luas, sehingga
waktu untuk bertemu dengan kelompok-kelompok tani sangat terbatas sehingga
pertemuan penyuluh dengan kelompok tani hanya terbatas satu sampai dua kali
dalam sebulan. Meskipun demikian kelembagaan penyuluh didaerah penelitian
sudah baik. Kegiatan penyuluhan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan manajerial petani dalam menjalankan usahataninya sehingga
akan mempengaruhi efisiensi dari petani tersebut.
Variabel jumlah anggota keluarga memiliki nilai koefisien positif pada
petani padi berbasis SRI yaitu 0.17 dan berpengaruh nyata pada taraf α 10 persen
terhadap inefisiensi teknis. Ini berarti semakin banyak anggota keluarga petani
padi SRI akan menurunkan tingkat efisiensi teknis usahatani. Hal ini dikarenakan
semakin banyak anggota rumah tangga, maka biaya yang akan dikeluarkan untuk
membeli input-input usahatani akan berkurang karena biaya yang akan
dialokasikan kedalam usahatani dipakai untuk keperluan anggota keluarga. Pada
petani padi non SRI variabel jumlah anggota keluarga memiliki nilai koefisien
yang negatif yakni -0.89 dan berpengaruh nyata pada taraf α 5 persen. Artinya
variabel ini akan meningkatkan efisiensi atau menurunkan inefisiensi. Hasil ini
sejalan dengan penelitian Goyal et al. (2006) bahwa variabel jumlah anggota
keluarga berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis usahatani padi di
Haryana. Ukuran rumah tangga dapat di proxy kan sebagai jumlah tenaga kerja
dalam keluarga. Semakin banyak anggota keluarga dalam rumah tangga seorang
petani maka akan semakin banyak jumlah tenaga kerja yang dapat dilibatkan
dalam kegiatan usahatani. Sehingga biaya yang seharusnya dikeluarkan untuk
tenaga kerja luar keluarga dapat digunakan untuk penyediaan input-input produksi
usahatani.
Dummy status lahan pada petani padi berbasis SRI bernilai positif terhadap
inefisiensi dengan nilai koefisien 2.06 dan tidak berpengaruh nyata. Ini berarti
status lahan akan meningkatkan inefisiensi atau menurunkan efisiensi, karena
tidak signifikan maka status lahan dapat diabaikan. Hasil yang sama dalam
penelitian Udayanganie et al. (2006) bahwa status lahan berpengaruh positif
terhadap inefisiensi teknis usahatani padi di Srilanka. Namun pada petani padi non
SRI dummy status lahan mempunyai nilai koefisien yang positif sebesar 0.16 dan
berpengaruh nyata pada taraf α 15 persen, sehingga status lahan akan
meningkatkan inefisiensi teknis usahatani. Hal ini dikarenakan petani yang status
lahannya merupakan lahan sendiri tidak memperhatikan tingkat produksi yang
akan mereka dapatkan dan untung ruginya usahatani dapat mereka acuhkan. Lain
halnya dengan petani padi yang lahannya merupakan lahan sewa, petani tersebut
cenderung berhati-hati terhadap usahataninya, karena hasil produksi yang
didapatkan dari usahataninya akan dibagi separuhnya dengan petani yang
mempunyai lahan tersebut. Hasil ini berbeda dengan temuan Gupta et al. (2013)
bahwa variabel status lahan berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis
usahatani padi di Hailakandi.
Dummy status usahatani pada petani padi berbasis SRI bernilai negatif
sebesar -0.99 dan tidak berpengaruh nyata. Artinya status usahatani akan
meningkatkan efisiensi atau menurunkan tingkat inefisiensi usahatani. Berbeda
dengan petani padi non SRI, dummy status usahatani bernilai positif sebesar 0.22
54

dan berpengaruh nyata pada taraf α 5 persen. Artinya status usahatani pada petani
non SRI akan menurunkan efisiensi. Kondisi lapangan menunjukkan bahwa petani
dengan pekerjaan utamanya sebagai petani cenderung memiliki waktu yang
banyak untuk melakukan aktivitas diusahataninya sehingga petani tersebut akan
lebih efisiensi jika dibandingkan dengan petani yang status usahataninya sebagai
pekerjaan sampingan. Petani padi berbasis SRI pada umumnya mempunyai
pekerjaan utama sebagai petani padi, berbeda dengan petani padi non SRI yang
mempunyai pekerjaan utamanya sebagai wiraswata sehingga mereka mempunyai
waktu yang sangat terbatas diusahatani padi.
55

7 ADOPSI DAN KEPUTUSAN PETANI DALAM


PENERAPAN SRI (SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION)

Faktor-Faktor Penentu Adopsi SRI (System of Rice Intensification)

Untuk menentukan faktor-faktor penentu yang mempengaruhi adopsi SRI


oleh petani padi pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan model regresi
probit. Variabel independen dalam model regresi probit yang diduga berpengaruh
terhadap adopsi SRI pada usahatani padi terdiri dari 7 variabel. Variabel-variabel
tersebut meliputi umur, pendidikan formal, pengalaman usahatani padi, luas
lahan, pendapatan non usahatani, lama menjadi anggota kelompok tani dan
frekuensi penyuluhan. Sedangkan variabel dependen pada model regresi probit di
transformasikan menjadi dua kategori yaitu petani yang mengikuti program SRI
dinotasikan dengan angka 1 dan petani yang tidak mengikuti program SRI
dinotasikan dengan angka 0. Variabel-variabel yang berpengaruh terhadap
keputusan petani dalam mengikuti SRI pada padi disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14.Hasil pendugaan model regresi probit variabel-variabel yang


menentukan keputusan petani untuk mengikuti program SRI di
Kabupaten Solok Selatan
Variabel-variabel penentu Koefesien Probabilitas
Konstanta -1.1439 0.4373
Umur petani padi -0.0217 0.5046
Luas lahan 2.6701b 0.0327
Pendapatan non usahatani -3.09E-07 0.3391
Pengalaman usahatani padi 0.0288 0.4034
b
Lama menjadi anggota kelompok tani 0.1592 0.0497
Pendidikan formal 0.0222 0.7794
a
Frekuensi penyuluhan 0.2470 0.0005
McFadden R-Squared 0.5303
LR Statistic 60.767
Prob (LR Statistic) 0.0000
Keterangan :
a = nyata pada taraf 1 persen; b = nyata pada taraf 5 persen.

Hasil analisis model probit yang diterapkan untuk mengetahui keputusan


petani untuk mengikuti program SRI, diperoleh 3 variabel yang menentukan
keputusan tersebut dapat dilihat pada Tabel 14. Ketiga variabel tersebut meliputi
variabel luas lahan, variabel lama menjadi anggota kelompok tani, dan variabel
frekuensi penyuluhan. Sedangkan variabel umur petani, variabel pendapatan non
usahatani, variabel pengalaman usahatani padi, dan variabel pendidikan formal
bukan sebagai penentu pengambilan keputusan terhadap mengikuti program SRI.
Secara umum ada tiga variabel karakteristik berpengaruh nyata terhadap
peluang keputusan petani untuk mengikuti program padi berbasis SRI. Nilai LR
Statistic sebesar 60.767 dengan tingkat probabilitas (LR Statistic) 0.00, artinya ada
variabel karakteristik yang berpengaruh nyata terhadap peluang keputusan petani
56

padi untuk mengikuti program padi berbasis SRI. Nilai McFadden R-Squared
sebesar 0.5303 maka variabel bebas dalam model probit diatas sudah cukup baik
untuk menjelaskan variabel tak bebasnya.
Variabel luas lahan mempunyai koefesien yang bernilai positif (2.6701) dan
signifikan (0.0327), artinya luas lahan akan mempengaruhi keputusan petani
untuk mengikuti program padi berbasis SRI, dimana varibel-variabel lainnya
dianggap tetap. Dapat diartikan bahwa semakin luas lahan yang dipunyai oleh
petani maka akan meningkatkan peluang petani untuk mengikuti program padi
berbasis SRI. Sesuai dengan temuan dilapangan, petani padi yang menerapkan
SRI adalah petani yang mempunyai aset lahan yang relatif luas dengan rata-rata
luasan lahan sebesar 0.56 Ha jika dibandingkan dengan petani padi yang tidak
menerapkan SRI pada usahatani padinya yakni dengan luasan sebesar 0.27 Ha.
Bagi petani yang menerapkan SRI, faktor keuntungan relatif menjadi prioritas
penilaian dalam pengambilan keputusan adopsi teknologi sehingga faktor
keuntungan ekonomi, biaya awal yang rendah karena diberikan biaya subsidi oleh
pemerintah berupa subsidi pembelian benih unggul dan subsidi pupuk kimia,
hemat waktu dan tenaga kerja, serta imbalan berupa meningkatnya produksi padi
per hektarnya yang segera didapatkan menjadi pertimbangan pengambilan
keputusan adopsi teknologi pada usahatani. Pada petani yang tidak menerapkan
teknologi SRI pada usahataninya lebih mengutamakan faktor kesesuaian karena
mempunyai aset lahan relatif terbatas, bahkan dibeberapa responden di antaranya
tidak mempunyai lahan, terbatasnya permodalan pada usahatani serta curahan
waktu ketersediaan tenaga kerja, maka dari itu faktor kesesuaian menjadi
pertimbangan pengambilan keputusan adopsi teknologi SRI. Semua hal ini erat
kaitannya dengan akses modal dan curahan tenaga kerja, karena selain mengelola
usahatani petani yang tidak menerapkan SRI bekerja sebagai buruh tani atau
buruh diluar pertanian guna untuk mencukupi kebutuhan dari rumah tangga petani
yang bersangkutan. Inovasi teknologi SRI dapat sesuai atau tidak dengan petani
bisa dilihat dari aspek: (1) nilai-nilai sosial-budaya, (2) ide-ide yang telah
diperkenalkan sebelumnya, dan/atau (3) kebutuhan petani akan inovasi. Hasil
analisis lapangan yang telah didapatkan pada daerah penelitian menemukan
perbedaan dengan yang ditemukan oleh Ishak dan Afrizon (2011), Simanhuluk et
al. (2011) yang mengemukakan bahwa luas penguasaan lahan yang dimiliki oleh
petani padi di Kabupaten Seluma tidak mempengaruhi keputusan petani untuk
menerapkan teknologi SRI pada usahatani padinya.
Variabel lama menjadi kelompok tani mempunyai nilai koefesien yang
positif (0.1592) dan signifikan (0.0497), artinya semakin lama petani menjadi
anggota salah satu kelompok tani maka akan meningkatkan peluang petani untuk
mengikuti program padi berbasis SRI dari pada petani yang tidak menjadi anggota
kelompok tani. Proses difusi inovasi yang berlangsung dari pengurus kelompok
tani berlangsung pada forum pertemuan kelompok tani, pengajian rutin bulanan
kelompok dan perbincangan pada saat bekerja diladang. Kajian lapangan
menunjukkan bahwa petani yang tergabung didalam sebuah kelompok tani dan
petani tersebut aktif dalam keanggotaan maka petani tersebut pasti mendapatkan
dorongan oleh sesama anggota kelompok tani untuk menerapkan program padi
berbasis SRI. Pertemuan antara anggota kelompok tani rata-rata dalam satu
bulannya rutin mengadakan pertemuan sebanyak dua kali. Pertemuan anggota
kelompok membahas tentang evaluasi kemajuan dan keberhasilan anggota
57

didalam usahatani padinya. Sehingga terdapat suatu pembelajaran bagi petani


yang tergabung didalam sebuah kelompok tani. Peranan ketua kelompok tani
dalam penyampaian inovasi pada anggota kelompok merupakan hal yang penting,
disertai dengan partisipasi aktif dari anggota kelompok tani serta bantuan sarana
produksi pertanian seperti pengadaan input benih unggul, pupuk organik dan
pupuk kimia serta modal lainnya dari pemerintah merupakan faktor pendorong
petani dalam menerapkan atau mengadopsi teknologi SRI pada usahatani padi.
Selain dari pada itu, lama menjadi anggota kelompok tani akan memberikan akses
yang mudah bagi petani yang tergabung dalam kelompok tani terhadap input-
input pertanian. Pembentukan kelompok tani sebagian besar didasari atas
kepentingan pemerintah untuk menginseminasikan teknologi usahatani padi SRI.
Faktor pendorong petani responden yang menerapkan SRI pada usahatani padi
adalah perolehan bantuan atau insentif maupun subsidi harga dari pemerintah.
Bantuan hanya disalurkan melalui kelompok tani berupa subsidi benih, pupuk
kimia dan pupuk organik, sehingga keingininan anggota kelompok tani akan
cenderung menerapkan SRI pada usahataninya karena petani tersebut
mendapatkan akses yang mudah terhadap saprodi yang disubsidi pemerintah
sehingga biaya yang dibutuhkan untuk budidaya usahatani padi dapat berkurang
dan risiko kegagalan dapat diminimalisir seminimal mungkin.
Media interpersonal yang berperan dalam menyampaikan informasi
teknologi usahatani berbasis SRI kepada petani yang menerapkan teknologi SRI
adalah penyuluh. Variabel frekuensi penyuluhan pada hasil analisis mempunyai
nilai positif (0.2470) dan signifikan (0.0005). Banyaknya frekuensi penyuluhan
akan mendorong petani untuk memutuskan mengikuti program padi berbasis SRI.
Melalui kegiatan penyuluhan yang insentif, persepsi petani terhadap manfaat
penyuluhan dapat ditingkatkan. Petani diberikan penyuluhan dan pendampingan
oleh lembaga penyuluhan pertanian dan lembaga penelitian. Pada pendampingan
dan penyuluhan sekolah lapang, petani dan tenaga penyuluh secara rutin
mengadakan pertemuan kelompok dan juga aksi demonstrasi plot (demplot)
dibeberapa lokasi sebagai contoh cara memilih benih yang baik sehingga petani
lebih cepat memahami dan praktek langsung dalam setiap penerapan program
padi berbasis SRI. Kajian analisis lapangan menunjukkan bahwa penilaian petani
responden terhadap penyuluhan lebih dipengaruhi oleh keadaan internal yang ada
pada diri petani responden. Pengalaman petani yang menerapkan inovasi
teknologi selama berinteraksi dengan penyuluh ataupun informasi yang diperoleh
petani responden yang tidak mengadopsi tentang penyuluh akan membentuk
persepsi petani responden. Informasi yang diterima petani responden yang tidak
menerapkan teknologi SRI akan di interpretasikan sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki. Makin luas lahan yang dikelola petani responden, terdapat
kecenderungan pada petani pemilik untuk mendapatkan informasi tentang
usahatani dari berbagai sumber, termasuk salah satunya adalah penyuluh
pertanian. Hasil ini diperjelas oleh penelitian yang dilakukan oleh Tjondronegoro
(1998) yang menunjukkan bahwa petani yang memiliki luas lahan terlebih dahulu
mengakses inovasi suatu teknologi dalam kali ini adalah inovasi teknologi SRI
pada usahatani padi. Strategi penyuluhan pertanian berkelanjutan perlu
diimplementasikan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah karena
perubahan perilaku memerlukan waktu yang lama, sehingga penyuluhan yang
berkelanjutan penting sekali dilaksanakan.
58

Variabel umur petani padi dan pendapatan non usahatani yang masing-
masing mempunyai nilai koefesien yang negatif dan tidak signifikan terhadap
pengambilan keputusan petani untuk mengikuti program padi berbasis SRI. Dapat
disimpulkan bahwa varibel-variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap
keputusan petani untuk mengikuti program padi berbasis SRI. Hasil analisis ini
sejalan dengan temuan Simanhuluk et al. (2011) bahwa variabel umur petani dan
pendapatan mempunyai nilai koefisien yang negatif dan tidak berpengaruh nyata
terhadap penerapan teknologi SRI di Kabupate Seluma. Sedangkan hasil analisis
ini kontras dengan temuan Ishak dan Afrizon (2011) bahwa variabel umur dan
pendapatan mempunyai nilai koefisien yang positif dan tidak berpegaruh terhadap
penerapan SRI. Berdasarkan penelitian dilapangan bahwa petani yang
menerapkan program SRI pada usahatani padinya mempunyai umur yang cukup
beragam yakni antara 25 – 63 tahun. Pada variabel pendapatan non usahatani,
sebagian besar petani padi SRI dan non SRI mempunyai pekerjaan utama sebagai
petani padi, sehingga variabel pendapatan non usahatani tidak mempengaruhi
keputusan petani untuk mengikuti program padi berbasis SRI.
Variabel lain yang mempunyai nilai koefesien yang positif dan tidak
signifikan terhadap keputusan petani untuk mengikuti program padi berbasis SRI
adalah variabel pengalaman usahatani padi dan pendidikan formal. Hasil analisis
ini sejalan dengan penelitian Ishak dan Afrizon (2011), Simanhuluk et al. (2011)
bahwa variabel tingkat pendidikan mempunyai variabel yang positif tapi tidak
berpengaruh terhadap penerapan SRI di Kabupaten Seluma. Kondisi lapangan
menunjukkan bahwa petani SRI dan non SRI sama-sama memiliki rata-rata
pengalaman berusahatani diatas 15 tahun. Sama halnya dengan pendidikan formal
petani SRI dan non SRI sama-sama memiliki rata-rata pendidikan formal diatas 9
tahun. Kajian lapangan menunjukkan bahwa penerapan program SRI pada
usahatani padi membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang memadai dari
seorang petani untuk mampu menerapkan SRI pada usahatani padinya yang
semuanya ini didapatkan dalam penyuluhan dan sekolah lapang yang diadakan
oleh tenaga penyuluh dalam kelompok tani.

Keputusan Petani Dalam Penerapan SRI (System of Rice Intensification)

Keputusan inovasi merupakan suatu tipe pengambilan keputusan dimana


seseorang harus memilih alternatif baru setelah adanya inovasi. Pada daerah
penelitian, keputusan petani responden dalam menerapkan inovasi teknologi SRI
pada usahatani padi termasuk keputusan kolektif dimana pengambilan keputusan
dilakukan oleh pengurus kelompok tani (ketua, sekretaris dan bendahara) yang
secara tak langsung mewakili anggota kelompok tani (Rogers 2003). Sebagian
besar kelompok tani yang terbentuk didaerah penelitian didasari oleh atas
kepentingan pemerintah setempat dengan tujuan untuk mempermudah transfer
teknologi budidaya dalam usaha pertanian. Terkait dengan itu, faktor yang
mendukung petani responden untuk menerapkan SRI pada usahatani padinya
adalah perolehan bantuan dari pemerintah untuk mendukung pelaksanaan kegiatan
tersebut, sehingga partisipasi petani responden dapat dikatakan berdasarkan
perolehan bantuan/ intensif berupa alat-alat pertanian dan subsidi pengurangan
biaya pada harga-harga input-input produksi yang dibutuhkan oleh petani dalam
59

usahatani padinya seperti subsidi pengurangan biaya benih unggu dan bersetifikat,
pengurangan biaya pada pupuk kimia yakni pada pupuk NPK dan Urea, serta
pengurangan biaya pada pupuk organik atau pupuk kandang. Pembagian bantuan
berdasarkan luas areal lahan garapan petani responden yang menerapkan
teknologi SRI, dengan artian bahwa semakin luas lahan garapan yang dimiliki
oleh petani responden maka besarnya perolehan bantuan yang didapatkan akan
semakin besar sehingga biaya-biaya yang akan dikeluarkan oleh petani responden
yang memiliki lahan garapan yang luas akan semakin rendah sehingga akan
memunculkan keingininan petani respoden utk menerapkan teknologi SRI pada
usahataninya. Sebaliknya bagi petani responden yang mempunyai lahan garapan
yang relatif sempit atau tidak punya lahan sama sekali, perolehan bantuan yang
akan diterima disesuaikan dengan luas lahan yang dikuasainya, sehingga yang
akan menerapkan teknologi SRI pada usahatani padi adalah petani responden
yang memiliki lahan yang relatif luas.
Dengan adanya bantuan yang diperoleh oleh petani responden di daerah
penelitian bahwa dalam menerapkan usahatani tani berbasis SRI, petani yang
menerapkan hanya menyiapkan lahan dan tenaga kerja, dan hanya sebagian
responden yang menyiapkan sarana benih dan pupuk karena terkait dengan luas
lahan yang dimilikinya, sehingga modal usahatani untuk pembelian sarana
produksi telah tertanggulangi berkat adanya bantuan dari pemerintah.
Terkait dengan kekhawatiran pemasaran hasil produksi atau risiko
kegagalan dalam berusahatani, pemerintah memberikan pendampingan lapangan
melalui tenaga penyuluh pertanian lapangan yang selalu ada buat petani
responden di daerah penelitian. Dalam program inovasi teknologi SRI yang mana
petani responden selain dalam menyediakan lahan dan tenaga kerja juga di ikut
sertakan dalam perencaan pelaksanaan kegiatan dan diberi kepercayaan untuk
melaksanakan sendiri dengan bimbingan teknologi yang diberikan oleh penyuluh
pertanian setempat. Hal ini memotivasi petani untuk benar-benar memahami
teknologi budidaya padi dengan berbasis SRI sehingga petani akan dapat
memutuskan untuk meneruskan teknologi tersebut.
Penentuan jenis benih yang akan digunakan oleh petani responden
didasarkan atas pertimbangan keputusan yang diambil dalam kelompok tani.
Pertimbangan yang diambil dalam penentuan jenis benih berupa benih yang
ditanam adalah benih yang mudah didapatkan dan bersetifikat unggul serta sesuai
dengan besaran biaya awal atau modal usahatani yang telah ditetapkan oleh
pemerintah melalui bantuan dana pembelian input-input produksi. Jenis benih
yang digunakan oleh petani responden yang menerapkan SRI adalah varietas
Junjung, Ganda Pulau, Anak daro, PB 42, Redek dan Sokan. Meskipun suatu
benih jika dilihat dari aspek ekonomi dapat menghasilkan keuntungan yang relatif
tinggi, namun jika benih sulit untuk didapatkan, petani responden cenderung tidak
menggunakan benih tersebut. Karena hal ini akan berkaitan dengan dana
transportasi yang akan dikeluarkan terkait dengan naiknya biaya usahatani. Petani
responden yang tidak menerapkan SRI pada usahataninya dalam menentukan
benih yang akan digunakan berdasarkan atas pertimbangan kemudahan
mendapatkan bibit dan juga mempertimbangkan kesesuaian dengan penggunaan
sumber daya lahan yang ada. Penggunaan tenaga kerja dan keberhasilan petani
yang lain menjadi pertimbangan bagi petani yang menerapkan teknologi SRI pada
daerah penelitian.
60

Penggunaan input produksi antara petani responden yang menerapkan SRI


dan petani responden yang tidak menerapkan SRI pada usahatani padinya terdapat
perbedaan yang sangat berarti, penggunaan input oleh kedua kelompok petani
responden ini dapat dilihat pada Tabel 7. Petani yang menerapkan SRI pada
budidaya usahataninya lebih cenderung menggunakan sarana input-input produksi
sesuai dengan rekomendasi penyuluh pertanian dan ada juga yang sedikit
melenceng dari saran dosis penggunaan yang direkomendasikan penyuluh
pertanian. Produksi akan lebih baik dibandingkan bila penggunaan sarana input-
input produksi yang terbatas sesuai dengan modal yang tersedia, terlihat
perbedaan produksi yang sangat berbeda secara statistik, petani responden yang
menerapkan SRI pada usahatani padinya mempunyai produktivitas yang tinggi
yakni sebesar 3 927.48 Kg/Ha jika dibandingkan dengan petani responden yang
tidak menerapkan SRI pada usahatani padinya yakni hanya sebesar 3 402.92
Kg/Ha (Tabel 7.) Dengan terjadinya peningkatan produksi dari hasil usahatani
maka dampak lain yang didapatkan oleh petani adalah berupa keuntungan dari
usahatani. Keuntungan usahatani dengan menerapkan SRI lebih besar jikan
dibandingkan dengan usahatani yang tidak menerapkan SRI pada usahataninya,
terlihat pada Tabel 8. bahwa R/C ratio pada petani yang menerapkan SRI pada
usahataninya bernilai 3.53 sedangkan pada petani responden yang tidak
menerapkan SRI bernilai 2.05, hal ini membuktikan bahwa usahatani dengan
menerapkan teknologi SRI pada usahataninya memberikan produksi yang
meningkat dan memberikan keuntungan yang lebih besar dari pada usahatani
konvensional atau yang tidak menerapkan SRI pada usahataninya.

Dampak Penerapan SRI (System of Rice Intensification) Terhadap


Usahatani Padi

Perbedaan lingkungan biofisik atau kesuburan tanah akan mempengaruhi


penggunaan input produksi sehingga akan terjadi perbedaan produktivitas. Pada
lahan usahatani padi SRI yang mempunyai lahan-lahan yang tidak terlalu subur
tingkat produktivitas relatif sama dengan tingkat produktivitas usahatani padi
yang tidak menerapkan SRI. Pemberian pupuk organik secara terus-menerus,
produktivitas lahan akan meningkat. Peningkatan produktivitas pada umumnya
terjadi karena jumlah anakan padi yang dihasilkan lebih banyak. Teknologi SRI
memungkinkan terbentuknya anakan yang lebih banyak dari pada metode
konvensional atau non SRI. Dengan anakan yang cukup banyak, menyebabkan
anakan produktif yang terbentuk juga cukup tinggi sehingga sangat
memungkinkan hasil produksi gabah yang lebih tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan, rata-rata hasil padi yang diperoleh
dengan metode SRI adalah sebesar 3 927.48 kg per hektar. Sementara bila
diusahakan secara non SRI atau konvensional diperoleh rata-rata hasil padi
sebesar 3 402.92 kg per hektar. Secara statistik kedua hasil ini mempunyai
perbedaan yang nyata. Indikator peningkatan produksi padi di daerah penelitian
didasarkan pada jumlah anakan yang terbentuk dan jumlah penggunaan pupuk
organik. Budidaya padi dengan konsep SRI akan membentuk anakan yang jauh
lebih banyak dari pada pola konvensional. Jumlah anakan pada pola SRI berkisar
30-40 anakan per rumpun sedangkan dengan pola non SRI berkisar 20-25 anakan
61

per rumpun (Anugrah 2008). Hal ini lah yang menyebabkan peningkatan produksi
usahatani padi berbasis SRI didaerah penelitian. Selain itu yang dapat
menyebabkan produksi meningkat adalah penggunaan pupuk organik,
penggunaan pupuk organik pada budidaya padi berbasis SRI yang cukup tinggi
sebesar 1 046.18 kg per hektar pada setiap musim tanam menyebabkan
penyediaan hara untuk pertumbuhan tanaman selalu terjamin sehingga akan
berdampak kepada hasil produksi padi.
Paket teknologi yang digunakan dalam usahatani padi berbasis SRI secara
nyata telah menyebabkan terjadinya perubahan penggunaan input produksi (Tabel
7). Penerapan pola SRI secara bertahap mendorong penggunaan pupuk organik
dan mengurangi penggunaan benih, pestisida, pupuk anorganik dan tenaga kerja.
Paket teknologi SRI yang diterapkan menyebabkan penghematan penggunaan
input benih. Jika pada usahatani padi non SRI kebutuhan benih mencapai 96.67 kg
per hektar, dalam usahatani padi berbasis SRI hanya sekitar 32.12 kg per hektar.
Varietas dan mutu benih yang digunakan juga sangat berbeda, sistem usahatani
padi berbasis SRI menggunakan benih unggul dan bersetifikat namun pada
usahatani padi non SRI cenderung menggunakan benih dari hasil panen
sebelumnya, sehingga akan berdampak kepada produksi yang dihasilkan.
Teknologi SRI tidak mengisyaratkan penggunaan pupuk anorganik yang
berlebihan namun harus diimbangi dengan penggunaan pupuk organik atau pupuk
kompos. Dengan mengurangi penggunaan pupuk anorganik secara signifikan
mampu menurunkan biaya tunai petani. Disisi lain, penggunaan pupuk organik
yang tinggi akan menaikan biaya tunai petani. Hasil penelitian dilapangan, harga
yang pupuk organik yang didapatkan petani padi SRI adalah harga yang telah
dikompensasi oleh pemerintah, sehingga biaya pemupukan dengan pupuk organik
atau kompos akan berimbang dengan apabila petani melakukan pemupukan
dengan biaya pupuk anorganik.
Pemakaian tenaga kerja dalam usahatani padi berbasis SRI relatif lebih
sedikit jika dibandingkan dengan usahatani padi non SRI. perbedaan penggunaan
tenaga kerja pada usahatani mencapai 22.14 HOK. Perbedaan tenaga kerja
tersebut disebabkan oleh kegiatan dalam pengendalian gulma, pengaturan air dan
pengendalian hama. Namun demikian usahatani padi non SRI memerlukan tenaga
kerja yang banyak terutama dalam kegiatan cabut bibit, tanam dan pemupukan.
Selanjutnya terhadap penggunaan air irigasi, dengan kebutuhan pengairan
yang hanya sedikit saja (macak-macak) dengan ketinggian genangan air 2 cm,
kebutuhan jumlah air pada lahan usahatani berbasis SRI mengalami penurunan
secara drastis. Hal ini akan membawa dampak pada kemampuan air irigasi dalam
mengairi sawah, terutama pada musim kemarau jika pola SRI diterapkan secara
luas.
Teknologi SRI cenderung mengurangi jumlah penggunaan input, sehingga
dampak yang akan dirasakan petani adalah berkurangnya biaya tunai pada
usahatani seperti pengurangan biaya pada benih, pupuk anorganik dan upah
tenaga kerja. Peningkatan penerimaan terjadi diakibatkan oleh adanya
peningkatan hasil dan pengurangan komponen biaya tunai dalam bentuk pupuk
anorganik dan benih sehingga akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan
tunai usahatani padi berbasis SRI. Secara finansial, efisiensi usahatani padi
berbasis SRI lebih tinggi jika dibandingkan dengan usahatani padi non SRI,
62

seperti ditunjukkan R/C ratio sebesar 3.53 pada usahatani padi berbasis SRI dan
2.05 pada usahatani padi non SRI (Tabel 8).
Harga gabah padi dari usahatani padi berbasis SRI relatif sama dengan harga
gabah pada umumnya, sehingga penghargaan pasar terhadap peningkatan
produksi padi dengan usahatani padi berbasis SRI belum terlihat jelas. Insentif
bagi petani dengan pola usahatani padi berbasis SRI belum dapat diberikan
dengan nilai jual gabah yang relatif sama. Beras hasil budidaya SRI dan non SRI
memiliki segmen pasar yang sama sehingga tidak ada perubahan harga. Sehingga
untuk mendapatkan keuntungan yang lebih dapat diperoleh dari penghematan
biaya usahatani dan peningkatan produktivitas dengan penerapan pola budidaya
padi SRI.

Memacu Adopsi SRI (System of Rice Intensification) Untuk Peningkatan


Produksi Padi

Proses perubahan teknologi pada usahatani padi telah banyak dilakukan dan
berbeda dalam banyak hal. Namun demikian dari beberapan perbedaan dalam
penerapan teknologi pada usahatani padi terdapat kesamaan, terutama
kecenderungan untuk mengandalkan faktor input yang dapat meningkatkan
produktivitas padi yang dihasilkan. Seperti misalnya, teknologi SRI yang berfokus
pada pengaruh penggunaan input-input yang optimal seperti penggunaan benih
unggul, penggunaan pupuk organik dan penggunaan tenaga kerja yang dapat
meningkatkan produksi dalam usahatani padi.
Teknologi SRI diinduksi lebih menekankan pada penggunaan input-input
yang optimal, khususnya penggunaan benih unggul dan pengunaan pupuk
organik. Beberapa penelitian mengenai dampak teknologi SRI yang dijabarkan
pada Bab 1 bahwa proses perubahan penggunaan input produksi dibanyak daerah
dapat meningkatkan produksi yang tinggi sebagai akibat dari pengoptimalan input
produksi terhadap sumberdaya yang terbatas. Selama proses budidaya usahatani
padi dilakukan dengan penerapan teknologi SRI, maka akan dapat memberikan
manfaat nilai atau pendapatan yang lebih bagi petani padi pada daerah tersebut.
Proses perubahan teknologi pada usahatani padi akan diikuti dengan
peningkatan produktivitas yang dihasilkan. Perubahan input produksi terutama
penggunaan benih dan pupuk mempengaruhi penggunaan tenaga kerja. Petani
padi menyesuaikan perubahan teknologi pada usahatani padi, sehingga
mengakibatkan hanya petani yang mempunyai lahan yang luaslah yang mampu
menerapkan teknologi SRI pada usahatani padi. Sementara faktor lain yang
mempengaruhi keputusan petani untuk menerapkan SRI pada usahatani padi
seperti tergabung dalam kelompok tani dan banyaknya penyuluhan telah
memberikan dorongan untuk penerapan teknologi ini pada usahatani padi, namun
dalam penelitian ini ketiga faktor tersebut belum dapat merubah pola budidaya
padi yang dilakukan oleh petani didaerah penelitian, sehingga tingkat adopsi dan
penerapan teknologi SRI pada usahatani padi didaerah penelitian masih sangat
rendah dan terbatas pada daerah tertentu saja.
Proses perubahan dan penerapan teknologi didaerah penelitian tidak dapat
dikaitkan dengan tiga faktor saja, yang sebelumnya telah dijelaskan pada Bab 7.
Misalnya, ditunjukkan bahwa perubahan teknologi produksi dari sistem
63

konvensional ke sistem teknologi SRI tidak hanya terkendala terhadap faktor


input saja, namun akan meningkatkan biaya-biaya produksi dalam proses
budidaya usahatani padi. Faktor lain seperti efisiensi usahatani secara teknis,
alokatif dan ekonomi juga harus diperhitungkan dalam menjelaskan dampak dari
perubahan teknologi produksi ini. Gagasan proses perubahan teknologi pada
usahatani juga harus dipertanyakan. Telah terbukti bahwa perubahan teknologi
mempengaruhi penggunaan tenaga kerja didaerah penelitian, sehingga akan terasa
bias terhadap petani-petani kecil atau miskin yang mempunyai sedikit tenaga kerja
dalam usahatani padi. Perubahan teknologi hanya akan merugikan petani-petani
kecil, namun tidak bagi petani yang memiliki areal lahan pertanian yang sangat
luas, bersama dengan faktor lain seperti subsidi benih, pupuk kimia dan pupuk
organik telah menghambat petani-petani kecil untuk menerapkan teknologi ini
pada usahataninya, karena terkait dengan semakin luas lahan yang dimiliki petani,
maka cenderung akan mendapatkan subsidi yang sangat besar dari segi jumlah
dan nilai yang didapatkan, begitupun sebaliknya. Namun demikian, penelitian ini
telah menggaris bawahi pentingnya perubahan teknologi terhadap penggunaan
input produksi, peningkatan produksi padi dan pertimbangan efisiensi usahatani
(teknis, alokatif dan ekonomi).
Peran penting dari penerapan teknologi SRI dalam meningkatkan
produktivitas telah muncul dalam penelitian ini. Namun sepertinya teknologi SRI
ini hanya dapat diadopsi oleh petani besar saja. Ini jelas ditunjukkan oleh hanya
petani yang memiliki luas lahan besar yang mampu menerapkan teknologi SRI ini
pada usahatani padinya, serta keberadaan dan perkembangan kelompok tani yang
menjadi sarana yang sangat penting dalam mengintroduksi teknologi yang
dikembangkan oleh pemerintah. Ini berarti bahwa pemerintah menghadapi
kendala dalam merancang metode-metode inovasi teknologi dalam usahatani,
terkhususnya pada petani yang memiliki luas lahan pertanian yang sangat sempit.
Sehingga akan mempengaruhi kebijakan pemerintah mengenai program
swasembada beras yang semestinya dapat dicapat melalui program pengembangan
teknologi pada budidaya usahatani padi ini. Dengan demikian penelitian ini telah
menyarankan bahwa dalam mencapai program swasembada beras nasional,
penerapan teknologi SRI tidak menjadi faktor tunggal dalam mencapai kebijakan
tersebut. Proses ini meliputi banyak faktor baik internal maupun eksternal yang
saling berinteraksi dalam berbagai arah, seperti yang digambarkan pada Gambar
5. Melalui penyuluhan dan pelatihan intensif yang mampu meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan manajerial petani, serta kelembagaan pertanian
diperlukan dalam konteks kebijakan dan program-program khusus dari negara
sehingga akan menggerakkan perekonomian secara luas.
64

7 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil pembahasan diperoleh bahwa :


1. Penerapan teknologi SRI pada usahatani padi berpengaruh terhadap
pendapatan petani padi di Kabupaten Solok Selatan dengan selisih sebesar Rp
3 982 545.59 dibandingkan dengan usahatani yang tidak menerapkan SRI.
2. Penerapan teknologi SRI pada usahatani padi berpengaruh terhadap produksi
dan produktivitas yang dihasilkan. Produktivitas Usahatani dengan penerapan
SRI lebih tinggi dibandingkan dengan produktivitas usahatani yang tidak
menerapkan SRI dengan selisih sebesar 524.56 kg/ha.
3. Penerapan teknologi SRI pada usahatani berpengaruh terhadap tingkat
efisiensi. Usahatani padi dengan penerapan SRI efisiensi secara teknis, namun
belum efisien secara alokatif dan ekonomi, nilai masing-masing sebesar 0.88,
0.41, 0.36. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani SRI sudah
mendekati produktivitas tertinggi yang dapat dicapai oleh petani dengan input
yang digunakan pada saat sekarang. Namun produktivitas ini masih rendah
jika dibandingkan dengan pengkajian produktivitas teknologi SRI. Hal ini
disebabkan oleh penggunaan input yang belum optimal sehingga produktivitas
masih berada dibawah pengkajian teknologi SRI. Sementara faktor yang
mempengaruhi inefisiensi usahatani padi dengan penerapan SRI yaitu jumlah
anggota keluarga petani.
4. Rendah dan terbatasnya penerapan teknologi SRI pada usahatani padi di
Kabupaten Solok Selatan dipengaruhi oleh faktor luas lahan, lama menjadi
anggota kelompok tani dan frekuensi penyuluhan. Sehingga strategi untuk
meningkatkan partisipasi petani untuk menerapkan teknologi SRI langkah-
langkah yang harus dilakukan adalah dengan cara memperluas lahan garapan
usahatani, memperbanyak dan memperkuat kelompok tani dengan bantuan
sarana produksi pertanian serta frekuensi penyuluhan yang rutin pada setiap
musim tanam.

Saran

Berdasarkan simpulan pada penelitian ini maka dapat disarankan bahwa:


1. Usahatani padi dengan menerapkan teknologi SRI terbukti mampu meningkat
produksi dan produktivitas usahatani padi didaerah penelitian sehingga perlu
diterapkan pada daerah yang lebih luas sehingga strategi pemerintah dalam
peningkatan produksi padi nasional dapat tercapai dengan adanya program SRI
ini.
2. Untuk pencapaian yang lebih maksimal dalam program SRI, pemerintah harus
menjamin ketersedian input-input produksi melalui penyediaan benih unggul
dan bersetifikat, penyediaan pupuk bersubsidi dan peningkatan intensitas
penyuluhan dan pelatihan bagi petani-petani dalam meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan dalam usahatani padi.
65

3. Pemerintah harus mendorong petani-petani melalui kelompok tani untuk dapat


berpatisipasi dalam penerapan Usahatani padi berbasis SRI dengan cara
memperbanyak jumlah tenaga penyuluh pertanian di daerah penelitian. Dengan
penyuluhan dan pelatihan/bimbingan yang intensif mampu meningkatkan
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan manajerial petani sehingga akan
mempengaruhi efisiensi usahatani.
4. Saran penelitian lanjutan, perlu dilakukan penelitian mengenai efisiensi dengan
menggunakan model fungsi produksi yang lain seperti translog, hal ini untuk
mengatasi kelemahan-kelemahan pada fungsi produksi Cobb-Douglas.
66

DAFTAR PUSTAKA

Aigner D, Lovell CAK, Schmidt P. 1977. Formulation and estimation of


stochastic frontier production function models. Journal of Econometrics.
6(1): 21-37.
Aisyah S. 2012. Analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha
ternak sapi perah rakyat di Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.
Economics Development Analysis Journal. 1(1): 34-41
Akinbode SO, Dipeolu AO, and Ayinde IA. 2011. An examination of technical,
allocative and economic efficiencies in Ofada rice farming in Ogun State,
Nigeria. African Journal of Agricultural Research. 6(28):6027-6035.
Alvarez A, Arias C. 2004. Technical efficiency and farm size: a conditional
analysis. Agricultural Economics. 3(30): 241-250.
Al-hassan S. 2008. Technical efficiency of rice farmers in Northen Ghana. African
Economic Research Consortium. Research Paper 178.
Anwar A, Rozen N, Agustian. 2009. Penggunaan mol dalam budidaya padi
metode sri organik di Kecamatan Pauah Kota Padang. Warta Pengabdian
Andalas. 15(23):1-13.
Arifin B. 2004. Analisis ekonomi pertanian Indonesia. Jakarta (ID): Penerbit
Buku Kompas.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014a. PDB menurut lapangan usaha (dinamis).
Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014b. Berita resmi statistik: produksi padi, jagung
dan kedelai (angka ramalan I tahun 2014). Jakarta (ID): Badan Pusat
Statistik.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014c. Sumatera Barat dalam angka 2014. Jakarta
(ID): Badan Pusat Statistik.
Bahari DI. 2012. Analisis efisiensi ekonomi stochastic frontier pada usaha ternak
ayam ras pedaging di Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara [Tesis].
Malang (ID): Universitas Brawijaya.
Battese GE, Coelli TJ. 1995. A model for technical inefficiency effects in a
stochastic frontier production function for panel data. Empirical Economics.
(20): 325- 332.
Bettie BR, Taylor CR. 1985. The economics of production. New York (US): Jhon
Wiley and Sons.
Coelli T, Rao DSP, Battese GE. 1998. An introduction to efficiency and
productivity analysis. London (UK): Kluwer Academic Publisher.
Darmadji. 2011. Analisis kinerja usahatani padi dengan metode system of rice
intensification (SRI) di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.
Jurnal Widya Agrika. 9(3):1-18.
Direktorat Pangan dan Pertanian. 2013. Rencana pembangunan jangka menengah
nasional (RPJMN) bidang pangan dan pertanian 2015-2019. Jakarta (ID):
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional.
Debertin DL. 1986. Agricultural Production Economics. New York (US):
Macmillan Publishing Co.
67

Djinis, Musdar E, Sorel D, Ismawardi, Elita N, Sondang Y, dan Ukrita I. 2008.


Penyuluhan dan pembuatan demontrasi plot penanaman padi metode the
system of rice intensification (SRI). Journal Penelitian Lumbung. 7(1):28-
35.
Fachrista IA, Hendayana R, dan Risfaheri. 2013. Faktor sosial ekonomi penentu
adopsi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah di Bangka Belitung.
Informatika Pertanian. 22(2):113-120.
Farrell MJ. 1957. The measurement of productive efficiency. Journal of The
Royal Statistical Society. 120 (3): 253-190.
Goyal SK, Suhag KS, and Pandey UK. 2006. An estimation of technical
efficiency of paddy farmers in Haryana State of India. Indian Journal of
Agricultural Economics. 61(1):108-122.
Gupta M, Ashish TR, Uttam D, and Ritwik M. 2013. Determinants of technical
efficiency of paddy cultivators: a study of Hailakandi District in Assam.
Journal of Humanities and Social Science. 9(1):19-28.
Greene, W. H. 1997. Frontier Production Function. In Pesaran, M. H. And
Shmidt, P., editors, Hand Book of Applied Econometrics, Volume II:
Microeconometrics. Blackwell Publishers Ltd.
Hasnain MN, Elias MH and Khairul MI. 2015. Technical efficiency of boro rice
production in Meherpur District of Bangladesh: a stochastic frontier
approach. American Journal of Agricultural and Forestry. 3(2):31-37
Hermanto F. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
IFOAM. 2005. Principles of Organic Agriculture. IFOAM General assembly in
Adelaide in 2005.
Irawan B. 2005. Konversi lahan sawah: potensi, dampak, pola pemanfaatannya
dan faktor determinan. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 23(1): 1-18.
Ishak A dan Afrizon. 2011. Persepsi dan tingkat adopsi petani padi terhadap
penerapan system of rice intensification (SRI) di Desa Bukit Peninjauan I,
Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Seluma. Infomatika Pertanian. 20(2):76-
80.
Kariyasa K dan Dewi YA. 2013. Analysis of factors affecting adoption of
Integrated Crop Management Farmer Field School (ICM-FFS) in Swampy
Areas. International Journal of Food and Agricultural Economics. 1(2):29-
38.
Khotimah H. 2010. Analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani ubi jalar di
Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Jawa Barat [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Koopmans TC. 1951. An Analysis of Production as an Efficienct Combination of
Activities. In Koopmans, T. C., editors, Activity Analysis of Production and
Allocation. Jhon Willey and Sons, Inc. 33-97.
Kumbhakar CS. 2002. Specification and estimation of production risk, risk
preferences and technical efficiency. American Journal Agricultural
Economic. 84(1): 8-22.
Kusnadi N, Tinaprilla N, Susilowati SH, Purwoto A. 2011. Analisis efisiensi
usahatani padi di beberapa sentra produksi padi Indonesia. Jurnal Agro
Ekonomi. 29(1): 25-48.
Mariyono J. 2011. Technical efficiency and return to scale of dairy farm in
Sleman, Yogyakarta. Canberra (AU): The Australian National University.
68

Mentodihardjo S. 1990. Optimalisasi pola tanam pada usahatani tanaman pangan


lahan kering di wilayah daerah aliran Sungai Citanduy [Tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Moehar D. 1987. Optimasi pola pertanaman suatu alternatif dalam usaha
peningkatan pendapatan petani transmigran Sitiung IV Sumatera Barat
[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Murniati N, Jangkung HM, Irham, dan Slamet H. 2014. Efisiensi teknis usahatani
padi organik lahan sawah tadah hujan di Kabupaten Tanggamus Provinsi
Lampung. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 14(1):31-38.
Muslim A. 2008. Analisis tingkat efisiensi teknis dalam usahatani padi dengan
fungsi produksi frontir stokastik. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 13(1):
191- 206.
Mutakin J. 2007. Budidaya dan keunggulan padi organik metode sri (system of
rice intensification). Garut (ID): Pemerintah Kab. Garut.
Narala A, Zala YC. 2010. Technical efficiency of rice farms under irrigated
conditions in Central Gujarat. Agricultural Economics Research Review.
23(1): 375-381.
Nicholson W. 2002. Mikroekonomi Intermediate. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga.
Nikhil PPR and Azeez PA. 2011. Allocative efficiency in paddy cultivation in the
command area of Malampuzha river valley project, India. Global Research
Journal of Agricultural and Biological Sciences. 4(1):17-22
Ogundari K, Ojo SO. 2008. An examination of technical, economic and allocative
efficiency of small farm : the case study of cassava farmers in Osun State of
Nigeria. Bulgarian Journal of Agricultural Science. 13(1): 185-195.
Pirngadi K. 2009. Peran bahan organik dalam peningkatan produksi padi
berkelanjutan mendukung ketahanan pangan nasional. Pengembangan
Inovasi Pertanian. 2(1) :48-59.
Porcelli F. 2009. Measurement of technical efficiency. A Brief Survey on
Parametric and Non-parametric Techniques.
Rogers EM. 2003. Diffusion of innovations. Fifth Edition. New York (US): The
Free Press.
Sato S. 2007. SRI mampu tingkatkan produksi padi nasional. [diakses pada
tanggal 13 oktober 2015]. Tersedia pada http://www.merdeka.com/uang/sri-
mampu-tingkatkan-produksi-padi-nasional-hqmffn6.html
Simanhuluk BW, Agus P, Feli A. 2011. Adopsi petani terhadap system of rice
intensification (SRI) di Desa Bukit Peninjauan I Kecamatan Sukaraja
Kabupaten Seluma. Jurnal Agribis. 4(2):279-285.
Singarimbun M, Effendi S. 1989. Metode penelitian survei. Jakarta (ID): LP3ES.
Soekartawi. 1990. Teori ekonomi produksi. pokok bahasan analisis fungsi cobb
douglass. Jakarta (ID): Rajawali Press.
_________. 1999. Agribisnis teori dan aplikasi. Jakarta (ID): Raja Grafindo
Persada.
________. 1995. Analisis usahatani. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press.
_________, Soehardjo JL, Dillon, dan Hardaker JB. 1986. Ilmu usahatani dan
penelitian untuk pengembangan petani kecil. Jakarta (ID): Universitas
Indonesia Press.
Suratiyah K. 2009. Ilmu usahatani. Jakarta (ID): Penerbit Penebar Swadaya.
69

Sutanto R. 2002. Penerapan pertanian organik, pemasyarakatan dan


pengembangannya. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Tadesse B, Krishnamoorthy S. 1997. Technical efficiency in paddy farms of
Tamil Nadu: an analysis based on farm size and ecological zone.
Agricultural Economics. 16(1997):185-192.
Tajerin dan Noor M. 2005. Analisis efisiensi teknis usaha budidaya pembesaran
ikan kerapuh dalam keramba jaring apung di Perairan Teluk Lampun:
produktivitas, faktor-faktor yang mempengaruhi dan implikasi kebijakan
pengembangan budidayanya. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 10(1):126-
135.
Tjondronegoro SMP. 1998. Keping-keping sosiologi dari perdesaan. Jakarta (ID):
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Udayanganie ADD, Prasada DVP, Kodithuwakku KASS, Weerahewa J, and Little
DC. 2006. Efficiency of the agrochemical input usage in the paddy farming
systems in the dry zone of Sri Lanka. Prepared for the annual meeting of
the Canadian Agricultural Economics Society; 2006 May 25-28; Montreal,
Quebec.
Upnoff N. 2002. Oppourtunities for raising yields by changing management
practices: the system of rice intensification in Madagascar. Agroecological
Innovations. Earthscan Publications Ltd. London.
Wardana PI, Juliardi, Sumedi, dan Iwan S. 2005. Kajian perkembangan system of
rice intensification (sri) di Indonesia. Jakarta (ID): Kerjasama Yayasan Padi
Indonesia dengan Badan Litbang Pertanian
Wasito, Sarwani M, dan Ananto EE. 2010. Persepsi dan adopsi petani terhadap
teknologi pemupukan berimbang pada tanaman padi dengan indeks
pertanaman 300. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. 29(3):157-
165.
Weesink A, Godah A, Turvey CG. 1990. Decomposition measures of technical
efficiency for dairy farms. Canadian Journal of Agriculture Economics.
38(3): 439-456.
Widayat WW. 1992. Optimalisasi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani
tanaman pangan dan investasi jaringan irigasi dalam upaya peningkatan
produksi dan pendapatan petani [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
WDR. 2008. World development report 2008: agriculture for development.
United State of America (US): World Bank.
Worthington AC, Dollery B. 2000. An empirical survey of frontier efficiency
measurement techniques in local government. Local Government Studies.
26(2): 23-52.
70

LAMPIRAN
71

Lampiran 1. Hasil pendugaan model regresi probit faktor-faktor yang


menentukan keputusan petani untuk mengikuti program SRI di
Kabupaten Solok Selatan

Dependent Variable: SRI_NON_SRI


Method: ML - Binary Probit (Quadratic hill climbing)
Date: 10/02/15 Time: 09:40
Sample: 1 90
Included observations: 90
Convergence achieved after 11 iterations
Covariance matrix computed using second derivatives

Variable Coefficient Std. Error z-Statistic Prob.

UMUR -0.021724 0.032552 -0.667339 0.5046


TINGKAT_PENDIDIKAN 0.022240 0.079404 0.280092 0.7794
PENGALAMAN_BERUSAHATANI 0.028850 0.034529 0.835512 0.4034
PENDAPATAN_NON_USAHATANI -3.09E-07 3.23E-07 -0.956036 0.3391
LUAS_LAHAN 2.670117 1.250530 2.135188 0.0327
LAMA_ANGGOTA 0.159284 0.081158 1.962629 0.0497
FREQ_PENYULUHAN 0.247064 0.071370 3.461722 0.0005
C -1.143904 1.472741 -0.776718 0.4373

McFadden R-squared 0.530381 Mean dependent var 0.666667


S.D. dependent var 0.474045 S.E. of regression 0.310072
Akaike info criterion 0.775617 Sum squared resid 7.883851
Schwarz criterion 0.997822 Log likelihood -26.90275
Hannan-Quinn criter. 0.865223 Deviance 53.80550
Restr. deviance 114.5726 Restr. log likelihood -57.28628
LR statistic 60.76705 Avg. log likelihood -0.298919
Prob(LR statistic) 0.000000

Obs with Dep=0 30 Total obs 90


Obs with Dep=1 60
72

Lampiran 2. Hasil pendugaan fungsi produksi usahatani padi berbasis SRI dengan
metode OLS

Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate
a
1 .521 .271 .157 .0605996

a. Predictors: (Constant), D_pelatihan, A_Keluarga, D_lahan,


pendidikan, D_status, penyuluhan, umur, pengalaman

b
ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


a
1 Regression .070 8 .009 2.374 .030

Residual .187 51 .004

Total .257 59

a. Predictors: (Constant), D_pelatihan, A_Keluarga, D_lahan, pendidikan, D_status, penyuluhan,


umur, pengalaman

b. Dependent Variable: TE_Test

a
Coefficients

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) .725 .085 8.537 .000

umur .004 .001 .530 2.789 .007

pendidikan .003 .004 .107 .696 .490

pengalaman -.002 .001 -.325 -1.601 .116

penyuluhan .002 .002 .132 1.023 .311

A_Keluarga -.010 .009 -.126 -1.033 .306

D_lahan -.043 .024 -.221 -1.798 .078

D_status .040 .022 .255 1.880 .066

D_pelatihan -.048 .017 -.346 -2.770 .008

a. Dependent Variable: TE_Test


73

Lampiran 3. Hasil pendugaan fungsi produksi usahatani padi non SRI dengan
metode OLS

Model Summary

Adjusted R Std. Error of the


Model R R Square Square Estimate
a
1 .832 .692 .554 .0615619

a. Predictors: (Constant), D_pelatihan, A_Keluarga, D_status, umur,


D_lahan, pendidikan, D_aktif, penyuluhan, pengalaman

b
ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


a
1 Regression .170 9 .019 4.995 .001

Residual .076 20 .004

Total .246 29

a. Predictors: (Constant), D_pelatihan, A_Keluarga, D_status, umur, D_lahan, pendidikan,


D_aktif, penyuluhan, pengalaman

b. Dependent Variable: TE_Test


a
Coefficients

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.

1 (Constant) 1.151 .092 12.551 .000

umur -.002 .002 -.252 -.900 .379

pendidikan .001 .006 .034 .222 .827

pengalaman -.005 .003 -.538 -1.926 .068

penyuluhan .000 .005 -.018 -.106 .917

A_Keluarga .001 .012 .008 .065 .949

D_lahan -.021 .046 -.069 -.456 .653

D_aktif -.034 .035 -.168 -.976 .340

D_status -.076 .038 -.312 -2.012 .058

D_pelatihan .073 .071 .144 1.018 .321

a. Dependent Variable: TE_Test


74

Lampiran 4. Hasil pendugaan fungsi produksi usahatani padi berbasis SRI dengan
metode MLE

Output from the program FRONTIER (Version 4.1c)


instruction file = terminal
data file = f.dta

Tech. Eff. Effects Frontier (see B&C 1993)


The model is a production function
The dependent variable is logged
the ols estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.69983963E+01 0.32944614E+00 0.21242915E+02


beta 1 0.75969889E+00 0.58909677E-01 0.12895995E+02
beta 2 0.66508174E-04 0.59853018E-01 0.11111916E-02
beta 3 0.72990653E-01 0.45330158E-01 0.16102007E+01
beta 4 0.29068413E-01 0.29827886E-01 0.97453815E+00
beta 5 0.91629276E-01 0.44264626E-01 0.20700339E+01
beta 6 0.77595255E-01 0.60078616E-01 0.12915620E+01
sigma-squared 0.49700880E-01

log likelihood function = 0.86372482E+01


the estimates after the grid search were :
beta 0 0.71911478E+01
beta 1 0.75969889E+00
beta 2 0.66508174E-04
beta 3 0.72990653E-01
beta 4 0.29068413E-01
beta 5 0.91629276E-01
beta 6 0.77595255E-01
delta 0 0.00000000E+00
delta 1 0.00000000E+00
delta 2 0.00000000E+00
delta 3 0.00000000E+00
delta 4 0.00000000E+00
delta 5 0.00000000E+00
delta 6 0.00000000E+00
sigma-squared 0.81055593E-01
gamma 0.72000000E+00

iteration = 0 func evals = 20 llf = 0.99518793E+01


0.71911478E+01 0.75969889E+00 0.66508174E-04 0.72990653E-01 0.29068413E-01
0.91629276E-01 0.77595255E-01 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00
0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.81055593E-01
0.72000000E+00
gradient step
iteration = 5 func evals = 41 llf = 0.11750282E+02
0.71873219E+01 0.75196317E+00 0.17027999E-01 0.54345179E-01 0.55740558E-01
0.73963782E-01 0.88003517E-01 0.19420887E-02-0.75102930E-02-0.16800268E-01
0.41176681E-01 0.40557681E-01 0.14019065E-01-0.33770771E-01 0.86467537E-01
0.72717229E+00
iteration = 10 func evals = 60 llf = 0.13771475E+02
0.71227577E+01 0.73847701E+00 0.34015612E-01 0.25749103E-01 0.69604278E-01
0.84295529E-01 0.11780890E+00 0.66645097E-02-0.17532204E-02-0.10821574E-01
75

0.14285053E-01 0.87983796E-01 0.16518347E+00-0.29485378E+00 0.79542013E-01


0.81765357E+00
iteration = 15 func evals = 77 llf = 0.14612173E+02
0.67677627E+01 0.68610651E+00 0.58926601E-01 0.24656104E-01 0.72167436E-01
0.11727357E+00 0.13266147E+00 0.50374746E-01-0.30217261E-02-0.16538876E-01
0.16516119E-01 0.80469376E-01 0.24131708E+00-0.32078689E+00 0.79583364E-01
0.83468539E+00
iteration = 20 func evals = 161 llf = 0.15971778E+02
0.68411308E+01 0.71510839E+00 0.31399774E-01 0.44616376E-01 0.52642564E-01
0.12187146E+00 0.10034368E+00-0.24827414E+00-0.67536369E-02-0.14417731E-01
0.79762299E-02 0.89375285E-01 0.64029179E+00-0.41541681E+00 0.77795107E-01
0.75774000E+00
iteration = 25 func evals = 271 llf = 0.16231740E+02
0.68386129E+01 0.70698641E+00 0.31258721E-01 0.39568938E-01 0.59006708E-01
0.11736616E+00 0.10300872E+00-0.82386103E+00-0.14629314E-01-0.32926337E-01
0.17182894E-01 0.13620839E+00 0.13124504E+01-0.65139389E+00 0.13406159E+00
0.86147910E+00
iteration = 30 func evals = 381 llf = 0.16322379E+02
0.68504912E+01 0.70703924E+00 0.34464770E-01 0.37961651E-01 0.58955804E-01
0.11386902E+00 0.10164350E+00-0.15680230E+01-0.21699747E-01-0.42991273E-01
0.28021634E-01 0.16999366E+00 0.20636382E+01-0.98720468E+00 0.19091730E+00
0.89813697E+00
pt better than entering pt cannot be found
iteration = 31 func evals = 389 llf = 0.16322379E+02
0.68504912E+01 0.70703924E+00 0.34464770E-01 0.37961651E-01 0.58955804E-01
0.11386902E+00 0.10164350E+00-0.15680230E+01-0.21699747E-01-0.42991273E-01
0.28021634E-01 0.16999366E+00 0.20636382E+01-0.98720468E+00 0.19091730E+00
0.89813697E+00

the final mle estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.68504912E+01 0.29761509E+00 0.23017956E+02


beta 1 0.70703924E+00 0.49798585E-01 0.14197978E+02
beta 2 0.34464770E-01 0.54967507E-01 0.62700261E+00
beta 3 0.37961651E-01 0.35129574E-01 0.10806180E+01
beta 4 0.58955804E-01 0.26392080E-01 0.22338445E+01
beta 5 0.11386902E+00 0.40996360E-01 0.27775399E+01
beta 6 0.10164350E+00 0.51732939E-01 0.19647733E+01
delta 0 -0.15680230E+01 0.25360554E+01 -0.61829209E+00
delta 1 -0.21699747E-01 0.25741050E-01 -0.84300161E+00
delta 2 -0.42991273E-01 0.46920578E-01 -0.91625626E+00
delta 3 0.28021634E-01 0.37792032E-01 0.74146937E+00
delta 4 0.16999366E+00 0.12749012E+00 0.13333869E+01
delta 5 0.20636382E+01 0.25531554E+01 0.80826973E+00
delta 6 -0.98720468E+00 0.11111980E+01 -0.88841476E+00
sigma-squared 0.19091730E+00 0.19252492E+00 0.99164982E+00
gamma 0.89813697E+00 0.11250199E+00 0.79832988E+01

log likelihood function = 0.16322379E+02

LR test of the one-sided error = 0.15370262E+02


with number of restrictions = 8
[note that this statistic has a mixed chi-square distribution]

number of iterations = 31
76

(maximum number of iterations set at : 100)

number of cross-sections = 60

number of time periods = 1

total number of observations = 60

thus there are: 0 obsns not in the panel

covariance matrix :

0.88574744E-01 0.10745269E-01 -0.10550421E-01 0.26334753E-03 0.11580153E-02


-0.81147724E-02 -0.31506696E-02 -0.13546630E-01 -0.11673727E-02 -0.26020596E-02
0.84441507E-03 0.15980011E-02 0.50661896E-01 -0.16538093E-01 0.43919017E-02
-0.18621098E-02
0.10745269E-01 0.24798991E-02 -0.12270217E-02 -0.21307025E-04 -0.60533030E-04
-0.58223351E-03 -0.74694364E-03 -0.32064222E-03 -0.45020480E-04 -0.11440924E-03
0.30917782E-05 0.43646427E-03 0.55123872E-03 0.11451752E-02 -0.85000760E-04
-0.10591703E-02
-0.10550421E-01 -0.12270217E-02 0.30214268E-02 -0.84071873E-04 -0.41299761E-03
0.32087363E-03 0.26630161E-03 -0.15214282E-01 0.61019159E-04 0.40270418E-03
0.14202374E-03 0.92263038E-04 0.59005883E-02 -0.26171240E-02 0.33297626E-03
0.29072693E-03
0.26334753E-03 -0.21307025E-04 -0.84071873E-04 0.12340870E-02 -0.48593811E-03
-0.38172363E-03 -0.27184928E-03 0.51909081E-03 -0.56365327E-05 0.63624344E-04
-0.97806432E-04 0.89866391E-04 -0.61464219E-03 0.47779898E-03 -0.87837426E-04
-0.32406420E-03
0.11580153E-02 -0.60533030E-04 -0.41299761E-03 -0.48593811E-03 0.69654189E-03
-0.30632149E-04 0.47339045E-04 0.55523212E-02 -0.39709667E-06 -0.12148694E-03
0.14719840E-03 -0.83113926E-04 -0.42407061E-02 0.22350181E-02 -0.23058928E-03
0.30051819E-03
-0.81147724E-02 -0.58223351E-03 0.32087363E-03 -0.38172363E-03 -0.30632149E-04
0.16807015E-02 -0.62038844E-03 0.15637242E-01 0.26783606E-03 0.26515202E-03
-0.30325071E-03 -0.43790417E-03 -0.18762935E-01 0.77023788E-02 -0.14654278E-02
-0.45191478E-03
-0.31506696E-02 -0.74694364E-03 0.26630161E-03 -0.27184928E-03 0.47339045E-04
-0.62038844E-03 0.26762970E-02 0.10857508E-01 0.73862835E-04 0.47733256E-03
-0.18822925E-03 -0.95446628E-03 -0.10486707E-01 0.29690501E-02 -0.70205216E-03
0.48925503E-03
-0.13546630E-01 -0.32064222E-03 -0.15214282E-01 0.51909081E-03 0.55523212E-02
0.15637242E-01 0.10857508E-01 0.64315770E+01 0.52569706E-01 0.78233474E-01
-0.73315909E-01 -0.27406357E+00 -0.62427774E+01 0.26571684E+01 -0.46258415E+00
-0.23617346E+00
-0.11673727E-02 -0.45020480E-04 0.61019159E-04 -0.56365327E-05 -0.39709667E-06
0.26783606E-03 0.73862835E-04 0.52569706E-01 0.66260166E-03 0.10169871E-02
-0.68981780E-03 -0.23934757E-02 -0.60475733E-01 0.26216818E-01 -0.45787371E-02
-0.23694777E-02
-0.26020596E-02 -0.11440924E-03 0.40270418E-03 0.63624344E-04 -0.12148694E-03
0.26515202E-03 0.47733256E-03 0.78233474E-01 0.10169871E-02 0.22015406E-02
-0.12876374E-02 -0.39800623E-02 -0.93485215E-01 0.40436078E-01 -0.72429456E-02
-0.38263618E-02
0.84441507E-03 0.30917782E-05 0.14202374E-03 -0.97806432E-04 0.14719840E-03
-0.30325071E-03 -0.18822925E-03 -0.73315909E-01 -0.68981780E-03 -0.12876374E-02
0.14282377E-02 0.32890364E-02 0.72970964E-01 -0.31450470E-01 0.55388281E-02
0.28204048E-02
77

0.15980011E-02 0.43646427E-03 0.92263038E-04 0.89866391E-04 -0.83113926E-04


-0.43790417E-03 -0.95446628E-03 -0.27406357E+00 -0.23934757E-02 -0.39800623E-02
0.32890364E-02 0.16253731E-01 0.26252994E+00 -0.11016615E+00 0.19610026E-01
0.10186449E-01
0.50661896E-01 0.55123872E-03 0.59005883E-02 -0.61464219E-03 -0.42407061E-02
-0.18762935E-01 -0.10486707E-01 -0.62427774E+01 -0.60475733E-01 -0.93485215E-01
0.72970964E-01 0.26252994E+00 0.65186026E+01 -0.27990099E+01 0.48434582E+00
0.24937399E+00
-0.16538093E-01 0.11451752E-02 -0.26171240E-02 0.47779898E-03 0.22350181E-02
0.77023788E-02 0.29690501E-02 0.26571684E+01 0.26216818E-01 0.40436078E-01
-0.31450470E-01 -0.11016615E+00 -0.27990099E+01 0.12347609E+01 -0.21057065E+00
-0.10879808E+00
0.43919017E-02 -0.85000760E-04 0.33297626E-03 -0.87837426E-04 -0.23058928E-03
-0.14654278E-02 -0.70205216E-03 -0.46258415E+00 -0.45787371E-02 -0.72429456E-02
0.55388281E-02 0.19610026E-01 0.48434582E+00 -0.21057065E+00 0.37065844E-01
0.19613178E-01
-0.18621098E-02 -0.10591703E-02 0.29072693E-03 -0.32406420E-03 0.30051819E-03
-0.45191478E-03 0.48925503E-03 -0.23617346E+00 -0.23694777E-02 -0.38263618E-02
0.28204048E-02 0.10186449E-01 0.24937399E+00 -0.10879808E+00 0.19613178E-01
0.12656697E-01

technical efficiency estimates :

firm year eff.-est.

1 1 0.93783332E+00
2 1 0.87053178E+00
3 1 0.94892770E+00
4 1 0.72482791E+00
5 1 0.95645613E+00
6 1 0.39578896E+00
7 1 0.79015397E+00
8 1 0.95760388E+00
9 1 0.89586431E+00
10 1 0.75174772E+00
11 1 0.87740743E+00
12 1 0.81250105E+00
13 1 0.79692417E+00
14 1 0.76596258E+00
15 1 0.95775372E+00
16 1 0.84054771E+00
17 1 0.95463491E+00
18 1 0.94656869E+00
19 1 0.93181414E+00
20 1 0.96450286E+00
21 1 0.77909921E+00
22 1 0.63690554E+00
23 1 0.88715542E+00
24 1 0.90392205E+00
25 1 0.93645793E+00
26 1 0.88094527E+00
27 1 0.96130985E+00
28 1 0.90145523E+00
29 1 0.94103907E+00
30 1 0.93778920E+00
31 1 0.94315983E+00
32 1 0.88606933E+00
33 1 0.96398923E+00
78

34 1 0.80979833E+00
35 1 0.84634350E+00
36 1 0.67943502E+00
37 1 0.92783867E+00
38 1 0.95994548E+00
39 1 0.93111999E+00
40 1 0.83402655E+00
41 1 0.90741159E+00
42 1 0.93910290E+00
43 1 0.90009485E+00
44 1 0.91152994E+00
45 1 0.90932783E+00
46 1 0.87219121E+00
47 1 0.79389290E+00
48 1 0.91298579E+00
49 1 0.86603246E+00
50 1 0.94491747E+00
51 1 0.84337817E+00
52 1 0.90148966E+00
53 1 0.91972724E+00
54 1 0.89614090E+00
55 1 0.93653791E+00
56 1 0.91075426E+00
57 1 0.93993121E+00
58 1 0.88091784E+00
59 1 0.89975653E+00
60 1 0.90875930E+00

mean efficiency = 0.87701729E+00


79

Lampiran 5. Hasil pendugaan fungsi produksi usahatani padi non SRI dengan
metode MLE

Output from the program FRONTIER (Version 4.1c)

instruction file = terminal


data file = f.dta

Tech. Eff. Effects Frontier (see B&C 1993)


The model is a production function
The dependent variable is logged

the ols estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.69407695E+01 0.39125924E+00 0.17739567E+02


beta 1 0.70490141E+00 0.10183073E+00 0.69222857E+01
beta 2 0.10658571E+00 0.81082110E-01 0.13145404E+01
beta 3 0.79024180E-01 0.51684502E-01 0.15289724E+01
beta 4 0.42966881E-01 0.59336779E-01 0.72411887E+00
beta 5 -0.72006054E-02 0.11858159E-01 -0.60722792E+00
beta 6 0.49177472E-01 0.66823589E-01 0.73592982E+00
sigma-squared 0.12503136E-01

log likelihood function = 0.27144029E+02

the estimates after the grid search were :

beta 0 0.70556641E+01
beta 1 0.70490141E+00
beta 2 0.10658571E+00
beta 3 0.79024180E-01
beta 4 0.42966881E-01
beta 5 -0.72006054E-02
beta 6 0.49177472E-01
delta 0 0.00000000E+00
delta 1 0.00000000E+00
delta 2 0.00000000E+00
delta 3 0.00000000E+00
delta 4 0.00000000E+00
delta 5 0.00000000E+00
delta 6 0.00000000E+00
sigma-squared 0.22786510E-01
gamma 0.91000000E+00

iteration = 0 func evals = 20 llf = 0.27422481E+02


0.70556641E+01 0.70490141E+00 0.10658571E+00 0.79024180E-01 0.42966881E-01
-0.72006054E-02 0.49177472E-01 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00
0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.00000000E+00 0.22786510E-01
0.91000000E+00
gradient step
iteration = 5 func evals = 39 llf = 0.29368390E+02
0.70548286E+01 0.71491729E+00 0.11280126E+00 0.75678566E-01 0.55316357E-01
0.77117730E-04 0.38381645E-01 0.81345689E-03 0.34740951E-02-0.12541469E-01
80

0.93155071E-02 0.42238233E-02 0.47885148E-03 0.88311530E-02 0.18755703E-01


0.91249094E+00
iteration = 10 func evals = 63 llf = 0.30642666E+02
0.70644668E+01 0.69835949E+00 0.12874489E+00 0.49964513E-01 0.10921913E+00
0.43870863E-02-0.10720968E-01 0.13887586E-02 0.11053696E-02 0.52662730E-02
0.11500664E-01-0.44553696E-01 0.70438416E-02 0.81415307E-01 0.20900504E-01
0.99077498E+00
iteration = 15 func evals = 89 llf = 0.31270849E+02
0.71674949E+01 0.72160803E+00 0.95434044E-01 0.78168858E-01 0.11621352E+00
0.62615737E-02-0.42350449E-01-0.17453900E+00 0.44387512E-03 0.22612800E-01
0.61157988E-02-0.70465952E-01 0.55179196E-01 0.16988254E+00 0.19599483E-01
0.99201452E+00
iteration = 20 func evals = 137 llf = 0.32703375E+02
0.71628438E+01 0.73521884E+00 0.64628530E-01 0.12148816E+00 0.83511638E-01
0.12823719E-02-0.19397153E-01-0.10953114E+00-0.20197078E-02 0.17182442E-01
0.27377927E-03-0.79643831E-01 0.89506222E-01 0.24916343E+00 0.18548889E-01
0.98542012E+00
iteration = 25 func evals = 178 llf = 0.34381965E+02
0.71750586E+01 0.74070869E+00 0.63057345E-01 0.50397778E-01 0.12120867E+00
0.40150136E-02 0.35752425E-01-0.24555536E+00-0.19804762E-02 0.18611848E-01
0.15522578E-01-0.79082475E-01 0.15254520E+00 0.19165944E+00 0.30708405E-01
0.99999999E+00
iteration = 30 func evals = 214 llf = 0.34839119E+02
0.71748108E+01 0.74837815E+00 0.55187232E-01 0.70667426E-01 0.10848362E+00
0.55796015E-02 0.31910451E-01-0.18712681E+00-0.34438654E-02 0.17888787E-01
0.11879229E-01-0.88535702E-01 0.16272516E+00 0.22356965E+00 0.31482987E-01
0.99999999E+00
pt better than entering pt cannot be found
iteration = 31 func evals = 222 llf = 0.34839119E+02
0.71748108E+01 0.74837815E+00 0.55187232E-01 0.70667426E-01 0.10848362E+00
0.55796015E-02 0.31910451E-01-0.18712681E+00-0.34438654E-02 0.17888787E-01
0.11879229E-01-0.88535702E-01 0.16272516E+00 0.22356965E+00 0.31482987E-01
0.99999999E+00

the final mle estimates are :

coefficient standard-error t-ratio

beta 0 0.71748108E+01 0.19348391E+00 0.37082209E+02


beta 1 0.74837815E+00 0.48374596E-01 0.15470479E+02
beta 2 0.55187232E-01 0.34740644E-01 0.15885495E+01
beta 3 0.70667426E-01 0.33298335E-01 0.21222511E+01
beta 4 0.10848362E+00 0.32084067E-01 0.33812305E+01
beta 5 0.55796015E-02 0.56876481E-02 0.98100329E+00
beta 6 0.31910451E-01 0.52767593E-01 0.60473577E+00
delta 0 -0.18712681E+00 0.45628749E+00 -0.41010726E+00
delta 1 -0.34438654E-02 0.47199649E-02 -0.72963793E+00
delta 2 0.17888787E-01 0.19623699E-01 0.91159099E+00
delta 3 0.11879229E-01 0.12372099E-01 0.96016273E+00
delta 4 -0.88535702E-01 0.54935904E-01 -0.16116182E+01
delta 5 0.16272516E+00 0.13119768E+00 0.12403052E+01
delta 6 0.22356965E+00 0.11821248E+00 0.18912525E+01
sigma-squared 0.31482987E-01 0.12385877E-01 0.25418457E+01
gamma 0.99999999E+00 0.67670698E-07 0.14777445E+08

log likelihood function = 0.34839119E+02


81

LR test of the one-sided error = 0.15390180E+02


with number of restrictions = 8
[note that this statistic has a mixed chi-square distribution]

number of iterations = 31

(maximum number of iterations set at : 100)

number of cross-sections = 30

number of time periods = 1

total number of observations = 30

thus there are: 0 obsns not in the panel

covariance matrix :

0.37436023E-01 0.90114094E-02 -0.56631329E-02 0.24045596E-02 -0.55538742E-02


0.11681026E-03 -0.12552755E-02 0.14937827E-01 -0.10201479E-03 -0.20891960E-03
-0.28470304E-03 -0.11925471E-02 -0.40693788E-02 0.37216015E-02 -0.28252586E-03
0.36833692E-10
0.90114094E-02 0.23401015E-02 -0.87747000E-03 -0.46421970E-03 -0.11725068E-02
0.60585262E-04 0.35196345E-03 -0.40350896E-02 0.98627624E-04 -0.16732198E-03
0.10068877E-03 0.78177541E-03 -0.12453302E-02 0.24251555E-04 0.45264700E-04
-0.19733181E-09
-0.56631329E-02 -0.87747000E-03 0.12069124E-02 0.21335608E-03 -0.13931184E-03
0.42805288E-04 -0.42059880E-04 0.65867149E-03 0.28421136E-05 -0.20245951E-03
-0.37869916E-04 0.37937133E-03 0.17766143E-03 -0.81464439E-03 0.41317682E-04
0.25771881E-09
0.24045596E-02 -0.46421970E-03 0.21335608E-03 0.11087791E-02 0.88175004E-04
-0.39356795E-03 -0.22463079E-02 -0.38869277E-02 0.99828106E-04 0.53933361E-03
-0.16499582E-03 0.65836576E-03 -0.35085379E-02 -0.13919017E-02 -0.33276132E-03
-0.77972240E-09
-0.55538742E-02 -0.11725068E-02 -0.13931184E-03 0.88175004E-04 0.10293873E-02
0.16282628E-03 0.45908846E-03 0.46877532E-02 -0.14378038E-03 0.44336078E-04
-0.28558630E-04 -0.14333175E-02 0.29723984E-02 0.16410970E-02 0.12789388E-03
0.44610951E-09
0.11681026E-03 0.60585262E-04 0.42805288E-04 -0.39356795E-03 0.16282628E-03
0.32349341E-04 0.25725233E-03 -0.18332790E-02 0.25571656E-04 -0.26126296E-04
0.68508482E-04 0.15627950E-03 0.20016199E-03 -0.16626187E-03 0.44449032E-04
-0.38404727E-10
-0.12552755E-02 0.35196345E-03 -0.42059880E-04 -0.22463079E-02 0.45908846E-03
0.25725233E-03 0.27844189E-02 -0.49851895E-02 0.38468285E-04 -0.43410477E-03
0.32526168E-03 0.48110104E-03 0.24568828E-02 0.44474830E-03 0.34050536E-03
0.25331227E-09
0.14937827E-01 -0.40350896E-02 0.65867149E-03 -0.38869277E-02 0.46877532E-02
-0.18332790E-02 -0.49851895E-02 0.20819828E+00 -0.15705817E-02 -0.22235146E-02
0.17886961E-02 -0.14126660E-01 -0.96216250E-02 -0.42865127E-01 -0.33153319E-02
-0.41826571E-08
-0.10201479E-03 0.98627624E-04 0.28421136E-05 0.99828106E-04 -0.14378038E-03
0.25571656E-04 0.38468285E-04 -0.15705817E-02 0.22278069E-04 -0.25778686E-04
-0.21236485E-04 0.17228408E-03 -0.15178217E-03 0.20801690E-03 0.23386089E-04
0.70165424E-10
-0.20891960E-03 -0.16732198E-03 -0.20245951E-03 0.53933361E-03 0.44336078E-04
-0.26126296E-04 -0.43410477E-03 -0.22235146E-02 -0.25778686E-04 0.38508957E-03
82

-0.15458230E-03 -0.36081861E-03 0.74121122E-04 0.13662348E-02 -0.30218232E-04


0.30806359E-10
-0.28470304E-03 0.10068877E-03 -0.37869916E-04 -0.16499582E-03 -0.28558630E-04
0.68508482E-04 0.32526168E-03 0.17886961E-02 -0.21236485E-04 -0.15458230E-03
0.15306884E-03 -0.25111697E-03 0.82253581E-03 -0.10755250E-03 0.44705843E-04
0.12438789E-09
-0.11925471E-02 0.78177541E-03 0.37937133E-03 0.65836576E-03 -0.14333175E-02
0.15627950E-03 0.48110104E-03 -0.14126660E-01 0.17228408E-03 -0.36081861E-03
-0.25111697E-03 0.30179536E-02 -0.23809707E-02 0.15417280E-02 0.20512454E-03
0.48732542E-09
-0.40693788E-02 -0.12453302E-02 0.17766143E-03 -0.35085379E-02 0.29723984E-02
0.20016199E-03 0.24568828E-02 -0.96216250E-02 -0.15178217E-03 0.74121122E-04
0.82253581E-03 -0.23809707E-02 0.17212832E-01 0.27653293E-02 0.48788268E-03
-0.28938054E-09
0.37216015E-02 0.24251555E-04 -0.81464439E-03 -0.13919017E-02 0.16410970E-02
-0.16626187E-03 0.44474830E-03 -0.42865127E-01 0.20801690E-03 0.13662348E-02
-0.10755250E-03 0.15417280E-02 0.27653293E-02 0.13974191E-01 0.42636406E-03
-0.83402265E-09
-0.28252586E-03 0.45264700E-04 0.41317682E-04 -0.33276132E-03 0.12789388E-03
0.44449032E-04 0.34050536E-03 -0.33153319E-02 0.23386089E-04 -0.30218232E-04
0.44705843E-04 0.20512454E-03 0.48788268E-03 0.42636406E-03 0.15340994E-03
0.26328166E-10
0.36833692E-10 -0.19733181E-09 0.25771881E-09 -0.77972240E-09 0.44610951E-09
-0.38404727E-10 0.25331227E-09 -0.41826571E-08 0.70165424E-10 0.30806359E-10
0.12438789E-09 0.48732542E-09 -0.28938054E-09 -0.83402265E-09 0.26328166E-10
0.45793234E-14

technical efficiency estimates :

firm year eff.-est.

1 1 0.94036431E+00
2 1 0.81515226E+00
3 1 0.68780773E+00
4 1 0.83556625E+00
5 1 0.78435866E+00
6 1 0.75682795E+00
7 1 0.98912013E+00
8 1 0.88333847E+00
9 1 0.94175254E+00
10 1 0.99807274E+00
11 1 0.98101223E+00
12 1 0.98060588E+00
13 1 0.95617460E+00
14 1 0.91074964E+00
15 1 0.82164121E+00
16 1 0.77055900E+00
17 1 0.81940027E+00
18 1 0.88450455E+00
19 1 0.89992684E+00
20 1 0.76633017E+00
21 1 0.96522647E+00
22 1 0.99997912E+00
23 1 0.76571931E+00
24 1 0.77464081E+00
83

25 1 0.94019678E+00
26 1 0.99883170E+00
27 1 0.96131964E+00
28 1 0.97407565E+00
29 1 0.98427214E+00
30 1 0.92586880E+00

mean efficiency = 0.89044653E+00


84

Lampiran 6. Perhitungan nilai efisiensi alokatif dan ekonomi usahatani padi


berbasis SRI dengan menggunakan fungsi dual frontier di Kabupaten
Solok Selatan

Resp ln Y^ lnC* C* C aktual EE ET EA

1 7.702163 13.66 859.084 2.672.400.00 0.32 0.93 0.34


2 7.674190 13.64 836.583 2.114.000.00 0.39 0.87 0.45
3 8.479627 14.40 1.796.409 4.440.000.00 0.40 0.94 0.42
4 9.265514 15.15 3.786.567 9.511.000.00 0.39 0.72 0.54
5 7.150590 13.14 509.037 1.550.500.00 0.32 0.95 0.34
6 6.865420 12.87 388.364 1.071.500.00 0.36 0.39 0.91
7 6.895559 12.90 399.630 1.772.500.00 0.22 0.79 0.28
8 7.007257 13.00 444.310 1.876.100.00 0.23 0.95 0.24
9 8.365856 14.29 1.612.590 4.586.500.00 0.35 0.89 0.39
10 8.501614 14.42 1.834.280 5.697.500.00 0.32 0.75 0.42
11 7.709084 13.67 864.745 2.651.000.00 0.32 0.87 0.37
12 6.076461 12.12 183.710 524.750.00 0.35 0.81 0.43
13 7.754494 13.71 902.817 3.161.600.00 0.28 0.79 0.35
14 7.658594 13.62 824.294 2.202.500.00 0.37 0.76 0.48
15 6.638734 12.65 313.205 733.700.00 0.42 0.95 0.44
16 6.969897 12.97 428.836 1.208.800.00 0.35 0.84 0.42
17 6.742437 12.75 345.590 1.468.630.00 0.23 0.95 0.24
18 8.080943 14.02 1.230.608 3.234.000.00 0.38 0.94 0.40
19 7.249176 13.23 558.951 1.505.600.00 0.37 0.93 0.39
20 7.554731 13.52 746.936 1.707.500.00 0.43 0.96 0.45
21 8.891534 14.79 2.655.460 5.174.500.00 0.51 0.77 0.65
22 7.402569 13.38 646.520 2.027.000.00 0.31 0.63 0.50
23 8.593884 14.51 2.002.106 4.904.000.00 0.40 0.88 0.46
24 7.852667 13.81 990.955 2.210.500.00 0.44 0.90 0.49
25 6.486124 12.51 270.983 938.500.00 0.28 0.93 0.30
26 6.879207 12.88 393.478 1.340.000.00 0.29 0.88 0.33
27 7.522604 13.49 724.511 2.013.500.00 0.36 0.96 0.37
28 6.961784 12.96 425.547 1.326.500.00 0.32 0.90 0.35
29 8.417260 14.34 1.693.191 4.105.500.00 0.41 0.94 0.43
30 8.364450 14.29 1.610.439 3.921.500.00 0.41 0.93 0.43
31 7.093826 13.09 482.346 1.996.800.00 0.24 0.94 0.25
32 7.616263 13.58 791.843 2.060.100.00 0.38 0.88 0.43
33 8.237855 14.17 1.428.165 3.178.500.00 0.44 0.96 0.46
34 9.241625 15.12 3.701.704 9.323.500.00 0.39 0.80 0.49
35 7.136616 13.13 502.332 1.525.500.00 0.32 0.84 0.38
36 6.412242 12.44 252.638 1.060.500.00 0.23 0.67 0.35
37 6.913164 12.91 406.362 1.872.500.00 0.21 0.92 0.23
38 7.039279 13.03 458.017 1.960.100.00 0.23 0.95 0.24
39 8.241186 14.18 1.432.686 3.562.900.00 0.40 0.93 0.43
85

40 8.371778 14.30 1.621.676 4.595.100.00 0.35 0.83 0.42


41 7.702163 13.66 859.084 2.647.400.00 0.32 0.90 0.35
42 6.142783 12.18 195.642 620.750.00 0.31 0.93 0.33
43 7.594661 13.56 775.778 2.658.100.00 0.29 0.90 0.32
44 6.811322 12.82 368.933 857.200.00 0.43 0.91 0.47
45 6.722100 12.73 338.986 827.800.00 0.41 0.90 0.45
46 6.946007 12.95 419.225 1.158.800.00 0.36 0.87 0.41
47 6.996324 12.99 439.725 2.656.630.00 0.16 0.79 0.20
48 8.057054 14.00 1.203.028 3.046.500.00 0.39 0.91 0.43
49 7.225287 13.21 546.424 1.355.600.00 0.40 0.86 0.46
50 7.568705 13.54 756.906 1.732.500.00 0.43 0.94 0.46
51 8.899224 14.80 2.674.908 5.274.500.00 0.50 0.84 0.60
52 6.790977 12.80 361.879 825.900.00 0.43 0.90 0.48
53 8.554157 14.47 1.928.044 4.644.000.00 0.41 0.91 0.45
54 7.821087 13.78 961.702 1.998.000.00 0.48 0.89 0.53
55 6.486124 12.51 270.983 913.500.00 0.29 0.93 0.31
56 6.889121 12.89 397.197 1.352.500.00 0.29 0.91 0.32
57 7.518199 13.49 721.489 1.921.000.00 0.37 0.93 0.40
58 7.007795 13.00 444.537 1.454.000.00 0.30 0.88 0.34
59 6.741072 12.75 345.143 810.100.00 0.42 0.89 0.47
60 6.793539 12.80 362.760 977.900.00 0.37 0.90 0.40
Rata-Rata 0.36 0.88 0.42
86

Lampiran 7. Perhitungan nilai efisiensi alokatif dan ekonomi usahatani padi non
SRI dengan menggunakan fungsi dual frontier di Kabupaten Solok
Selatan

Resp ln Y^ lnC* C* C aktual EE ET EA


1 5.622170 11.90 147.219 416.500.00 0.35 0.94 0.37
2 5.642460 11.92 150.177 332.375.00 0.45 0.81 0.55
3 7.517073 13.76 943.217 1.770.375.00 0.53 0.68 0.77
4 6.534016 12.79 359.858 997.125.00 0.36 0.83 0.43
5 6.692569 12.95 420.364 1.135.000.00 0.37 0.78 0.47
6 6.895354 13.15 512.802 1.268.250.00 0.40 0.75 0.53
7 7.528460 13.77 953.803 1.886.875.00 0.50 0.98 0.51
8 5.967591 12.24 206.542 596.875.00 0.34 0.88 0.39
9 6.596704 12.85 382.663 1.121.000.00 0.34 0.94 0.36
10 6.538621 12.80 361.486 857.500.00 0.42 0.99 0.42
11 6.555862 12.81 367.647 960.250.00 0.38 0.98 0.39
12 7.067102 13.32 606.823 1.812.750.00 0.33 0.98 0.34
13 7.019761 13.27 579.308 1.477.750.00 0.39 0.95 0.41
14 6.694717 12.95 421.251 852.750.00 0.49 0.91 0.54
15 6.915465 13.17 523.011 1.454.625.00 0.36 0.82 0.43
16 7.121827 13.37 640.262 1.926.000.00 0.33 0.77 0.43
17 7.342010 13.59 794.490 2.310.500.00 0.34 0.81 0.42
18 6.625518 12.88 393.625 1.180.875.00 0.33 0.88 0.37
19 7.489431 13.73 918.004 2.154.250.00 0.42 0.89 0.47
20 6.985155 13.24 559.987 1.512.500.00 0.37 0.76 0.48
21 6.485073 12.75 343.002 1.181.500.00 0.29 0.96 0.30
22 6.249024 12.51 272.152 984.375.00 0.27 0.99 0.27
23 6.999746 13.25 568.053 1.989.000.00 0.28 0.76 0.37
24 6.872090 13.12 501.241 1.514.000.00 0.33 0.77 0.42
25 6.529365 12.79 358.221 1.491.125.00 0.24 0.94 0.25
26 7.663872 13.90 1.089.187 2.440.750.00 0.44 0.99 0.44
27 5.849091 12.12 183.892 690.250.00 0.26 0.96 0.27
28 7.336148 13.58 789.938 2.437.875.00 0.32 0.97 0.33
29 6.877040 13.13 503.679 1.520.250.00 0.33 0.98 0.33
30 7.655168 13.89 1.079.934 2.813.500.00 0.38 0.92 0.41
Rata-rata 0.37 0.89 0.42
87

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Solok Selatan, pada tanggal 25 Januari 1989. Penulis


adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Jumpriadi Datuk
Rajo Bandaro dan Ibu Erni Yanthi. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah
atas di SMA Negeri 1 Solok Selatan pada tahun 2007. Pada tahun yang sama,
penulis diterima di Program Sarjana Universitas Andalas (UNAND) melalui Jalur
Undangan Seleksi Masuk UNAND pada Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan
Fakultas Peternakan dan lulus pada tahun 2011. Selama perkuliahan (S1), penulis
aktif dalam organisasi kemahasiswaan, di antaranya Badan Eksekutif Mahasiswa
Keluarga Mahasiswa Universitas Andalas (BEM KM UNAND), BEM KM
Faterna Unand, Anggota Paduan Suara Unit Kegiatan Seni Faterna Unand, dan
juga aktif di Forum Mahasiswa Sosial Ekonomi Peternakan (FORMASEP). Pada
Tahun 2013, penulis diterima sebagai mahasiswa pascasarjana di program Studi
Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN), Institut Pertanian Bogor dengan beasiswa
program pascasarjana dalam negeri (BPPDN) Dikti.

Anda mungkin juga menyukai