SKRIPSI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
RINGKASAN
iii
EVALUASI KEMITRAAN DAN ANALISIS PENDAPATAN
USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI
BERSERTIFIKAT
(Kasus Kemitraan: PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I
Sukamandi, Kabupaten Subang)
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi : Evaluasi Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani
Penangkaran Benih Padi Bersertifikat (Kasus Kemitraan:
PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I Sukamandi,
Kabupaten Subang)
Nama : Amelia Kartika Yustiarni
NRP : H34070041
Disetujui,
Pembimbing
Diketahui,
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Evaluasi
Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi
Bersertifikat (Kasus Kemitraan: PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I
Sukamandi, Kabupaten Subang)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar
pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi
Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi
Bersertifikat (Kasus Kemitraan: PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I
Sukamandi, Kabupaten Subang)”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pelaksanaan kemitraan
antara PT. Sang Hyang Seri RM I dengan petani penangkar benih padi mitra,
menganalisis tingkat kepuasan petani penangkar benih padi mitra terhadap
jalannya kemitraan selama ini, serta menganalisis tingkat pendapatan petani
penangkar benih padi mitra bila dibandingkan dengan petani penangkar benih
padi non mitra.
Namun demikian, sangatlah disadari bahwa masih terdapat kekurangan
dalam skripsi ini karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan
pada skripsi ini sehingga bermanfaat bagi semua pihak.
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.
Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima
kasih dan penghargaan kepada:
1. Kedua orang tuaku yang terhebat, papa Rodip Sukarman, SH, mama Ir. Dyah
Mardiani Herdanaratri dan adikku Bintang Wicaksono Ajie serta keluarga
tercinta untuk setiap dukungan, cinta, kasih dan doa yang diberikan. Semoga
ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.
2. Dr. Ir. Rachmat Pambudy MS selaku dosen pembimbing skripsi atas
bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis
selama penyusunan skripsi ini.
3. Anita Primaswari W, SP. MSi selaku dosen penguji utama pada ujian sidang
penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran
demi perbaikan skripsi ini.
4. Yeka Hendra F, SP selaku dosen penguji dari wakil komisi pendidikan yang
telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi
perbaikan skripsi ini.
5. Febriantina Dewi, SE. MM. MSc selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan selama penulis menjadi mahasiswa Departemen
Agribisnis.
6. Seluruh staf pengajar, sekretariat Departemen Agribisnis, Komdik, Dekanat
FEM, perpustakaan FEM, perpustakaan LSI terutama Ibu Ida dan Mbak Dian
atas bantuan yang diberikan kepada penulis selama proses perkuliahan,
penyusunan skripsi, seminar, dan sidang.
7. Ibu Elda D Adiningrat selaku Ketua Umum Asosiasi Benih Indonesia, Dr.
Nizwar Safaat selaku Direktur Litbang PT. Sang Hyang Seri, Bapak
Bachrudin SP, serta pihak PT. Sang Hyang Seri lainnya, atas waktu,
kesempatan, informasi, dukungan serta bantuannya selama ini. Terima kasih
untuk petani mitra PT. Sang Hyang Seri serta petani anggota kelompok tani
Katiga atas waktu dan ketersediaannya menjadi responden.
8. Teh Eka, Teh Bunga, dan Teh Rini, atas dukungan dan bantuannya selama
penulis menyelesaikan penelitian.
9. Abdul Ghofir, atas masukan, bantuan, dukungan, dan doa yang diberikan
selama penyusunan skripsi ini, serta waktu yang telah diluangkan untuk
menemani penulis menyelesaikan penelitian. Terima kasih untuk selalu
mendengarkan keluh kesah penulis dan menjadi tempat berbagi.
10. Anggriani Putri, Dini Amrilla Utomo, Indah Soekma, dan Anggie Millanisa,
atas masukan, bantuan, dukungan dan doa yang diberikan. Terima kasih atas
persahabatan yang indah.
11. Desi Natalis Singarimbun selaku pembahas seminar, Hata Madia K,
Oktiarachmi Budiningrum, Ardie Aryono, Adi Febrian, Pandu Aditama, Risa
Maya P, Citra Sari, Astri Yulita, Annisa Milky dan Febriandini Harvina S.
Terima kasih atas bantuan serta masukan-masukan yang diberikan selama
penulis menyelesaikan skripsi.
12. Teman-teman seperjuangan HIPMA khususnya d’Prime, Jauhar Samudera N,
Listia Nur Isma, Decy Ekaningtyas, Anindha Paramastri dan Jihan Kartika D.
Terima kasih atas persahabatan dan pengalaman berharga.
13. Tim Gladikarya Cileungsi, Hengky Agustian, Sri Lestari, Arini Ungki, dan
Ayu Triwidyaratih yang membuat penulis belajar akan banyak hal.
14. Teman-teman Agribisnis angkatan 44. Terima kasih untuk hari-hari yang
penuh kenangan, semangat, tawa dan optimisme.
15. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas
bantuannya.
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xviii
I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ........................................................... 6
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................... 9
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................. 10
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ................................................. 10
II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 12
2.1. Kemitraan............................................................................. 12
2.1.1 Pola dan Aturan Kemitraan ........................................ 12
2.1.2 Manfaat dan Kendala dalam Kemitraan .................... 14
2.1.3 Evaluasi Kemitraan..................................................... 15
2.2. Kepuasan Petani Terhadap Kemitraan ............................... 16
2.3. Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani ............ 17
2.4. PT. Sang Hyang Seri sebagai Produsen Benih Padi .......... 19
2.5. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya ........................ 21
III KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................... 23
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................. 23
3.1.1 Definisi Benih ........................................................... 23
3.1.2. Industri Benih .......................................................... 23
3.1.3. Penangkaran Benih .................................................. 25
3.1.4. Sertifikasi Benih ...................................................... 26
3.1.5. Sistem Perbenihan .................................................... 29
3.1.6. Konsep Kemitraan ................................................... 31
3.1.7. Konsep Kepuasan .................................................... 38
3.1.8. Analisis Pendapatan Usahatani ................................ 42
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ...................................... 46
IV METODE PENELITIAN ............................................................ 50
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................. 50
4.2. Jenis dan Sumber Data ....................................................... 50
4.3. Teknik Penentuan Sampel ................................................. 51
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data .............................. 51
4.4.1. Struktur Penerimaan dan Biaya Usahatani ............... 52
4.4.2. Pendapatan Usahatani ............................................... 53
4.4.3. Analisis R/C ............................................................. 53
4.4.4. Penilaian Tingkat Kepuasan .................................... 55
4.4.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas ....................... 55
4.4.4.2 Metode Importance Performance Analysis .. 57
4.4.4.3 Metode Customer Satisfaction Index ........... 60
4.8. Definisi Operasional .......................................................... 62
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...................... 63
5.1. Gambaran Umum PT. Sang Hyang Seri ............................ 63
5.3.1. Sejarah Singkat PT. Sang Hyang Seri ..................... 63
5.3.2. Budaya Perusahaan .................................................. 64
5.3.3. Visi, Misi dan Motto Perusahaan ............................. 64
5.3.4. Struktur Organisasi Perusahaan ............................... 65
5.2. Gambaran Umum Kabupaten Subang ............................... 66
5.3. Karakteristik Petani Responden ......................................... 67
5.3.1. Umur Responden ..................................................... 67
5.3.2. Jenis Kelamin Responden ......................................... 68
5.3.3. Tingkat Pendidikan ................................................... 69
5.3.4. Pengalaman Usahatani Penangkaran Benih Padi ...... 69
5.3.5. Luas Lahan dan Status Kepemilikan ....................... 70
VI EVALUASI KEMITRAAN PT. SANG HYANG SERI DAN
PETANI PENANGKAR BENIH PADI ..................................... 72
6.1. Gambaran Kemitraan PT. Sang Hyang Seri dengan Petani
Penangkar Benih ................................................................ 72
6.2. Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan ................................... 74
6.3. Surat Perjanjian Kerjasama ................................................ 76
6.4. Evaluasi Pelaksanaan Kemitraan ...................................... 78
6.5. Kendala-kendala di Dalam Pelaksanaan Kemitraan ........... 84
6.6. Manfaat Kemitraan ............................................................. 85
VII ANALISIS KEPUASAN PETANI TERHADAP
PELAKSANAAN KEMITRAAN ................................................ 88
7.1. Analisis Kepuasan Petani Mitra ......................................... 88
7.1.1. Tingkat Kesesuaian Atribut ..................................... 88
7.1.2. Importance Performance Analysis ............................ 90
7.1.3. Tingkat Kepuasan Petani Terhadap Keseluruhan
Pelayanan dalam Kemitraan ................................... 98
VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN
BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA
DAN NON MITRA .............................................................................. 100
8.1. Gambaran Usahatani Penangkaran Benih Padi .......................... 100
8.1.1. Pengolahan Lahan ............................................................ 102
8.1.2. Persemaian (Pembibitan) ................................................. 104
8.1.3. Penanaman ....................................................................... 104
8.1.4. Pemeliharaan Tanaman .................................................... 105
8.1.5. Pemupukan....................................................................... 107
8.1.6. Penggunaan Obat-obatan ................................................. 109
8.1.7. Roguing (Seleksi) ............................................................. 110
8.1.8. Pemanenan ....................................................................... 110
8.2. Analisis Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi .. 111
8.2.1. Penerimaan Usahatani ...................................................... 111
8.2.2. Biaya Usahatani ............................................................... 113
8.2.3. Analisis Pendapatan Usahatani ........................................ 125
xii
8.2.4. Analisis Imbangan Terhadap Biaya (R/C Rasio) ............ 125
IX KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 129
9.1. Kesimpulan ............................................................................... 129
9.2. Saran ......................................................................................... 131
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 133
LAMPIRAN .................................................................................................. 136
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional 2005-2010 .............................. 1
2. Konversi Lahan Pertanian di Indonesia 1983-2003 .............................. 2
3. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di Indonesia
2005-2011 ........................................................................................... 3
4. Kebutuhan Benih Padi Potensial dan Total Produksi Benih
Padi (Ton) 2002-2008 ............................................................................ 4
5. Produksi Benih Padi Inbrida PT. Sang Hyang Seri 2007-2010 .............. 7
6. Luas Lahan Kerjasama dan Jumlah Penangkar Benih Padi
Mitra Per Musim Tanam ........................................................................ 8
7. Standar Lapangan Kelas Benih Bersertifikat ....................................... 27
8. Standar Lapangan Kelas Benih Bersertifikat ....................................... 27
9. Kelas Benih dan Warna Label Benih Sertifikasi .................................. 28
10. Contoh Perhitungan Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio ................. 54
11. Atribut Pelayanan Kemitraan ............................................................... 56
12. Skala Likert Pengukuran Tingkat Kepentingan dan Kepuasan
Terhadap Kinerja .................................................................................. 57
13. Kriteria Nilai Customer Satisfaction Index (CSI) ................................ 62
14. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Umur
Musim Tanam 2010/2011 .................................................................... 68
15. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Jenis
Kelamin Musim Tanam 2010/2011 ...................................................... 68
16. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan
Pendidikan Musim Tanam 2010/2011 ................................................. 69
17. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Pengalaman
Menjadi Petani Penangkar Benih Padi Musim Tanam 2010/2011 ....... 70
18. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Luas
Lahan Usahatani Musim Tanam 2010/2011 ........................................ 71
19. Status Kepemilikan Lahan Responden Petani Mitra dan Non
Mitra Musim Tanam 2010/2011........................................................... 71
20. Pembagian Areal Lahan PT. SHS Cabang Khusus Sukamandi
Musim Tanam 2010/2011 .................................................................... 73
21. Pembagian Areal Lahan Kerjasama Musim Tanam 2010/2011........... 75
22. Manfaat Kemitraan PT. Sang Hyang Seri dengan Petani Mitra ........... 85
23. Tingkat Kesesuaian Atribut Pada Responden Petani Mitra.................. 89
24. Koordinat Atribut Kepuasan ................................................................ 90
25. Customer Satisfaction Index (CSI)....................................................... 99
26. Alasan Petani Responden Melakukan Usahatani Penangkaran
Benih Padi ............................................................................................ 101
27. Kegiatan Pengolahan Lahan Petani Mitra dan Non Mitra
Musim Tanam 2010/2011 .................................................................... 103
28. Kegiatan Penanaman Pada Petani Mitra dan Non Mitra
Musim Tanam 2010/2011 .................................................................... 105
29. Kegiatan Penyulaman Pada Petani Mitra dan Non Mitra
Musim Tanam 2010/2011 .................................................................... 106
30. Kegiatan Pengontrolan Tanaman Pada Petani Mitra dan Non
Mitra Musim Tanam 2010/2011 .......................................................... 107
31. Kegiatan Pemupukan Pada Petani Mitra dan Non Mitra
Musim Tanam 2010/2011 .................................................................... 107
32. Penggunaan Pupuk Pada Petani Mitra dan Non Mitra
Musim Tanam 2010/2011 .................................................................... 108
33. Penggunaan Obat-obatan Pada Petani Mitra dan Non Mitra
Musim Tanam 2010/2011 .................................................................... 109
34. Penerimaan Usahatani pada Petani Mitra dan Petani Non Mitra
Musim Tanam 2010/2011 .................................................................... 112
35. Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga Pada Petani Mitra dan
Non Mitra Musim Tanam 2010/2011................................................... 114
36. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Mesin Pada Petani Mitra
dan Non Mitra Musim Tanam 2010/2011 ............................................ 115
37. Biaya Pemupukan Pada Petani Mitra dan Non Mitra
Musim Tanam 2010/2011 .................................................................... 117
38. Biaya Pestisida Pada Petani Mitra dan Non Mitra
Musim Tanam 2010/2011 .................................................................... 118
39. Biaya Pembuatan Pagar Plastik Pada Petani Mitra dan Non
Mitra Musim Tanam 2010/2011 .......................................................... 120
40. Biaya Penyusutan Peralatan Pertanian Pada Petani Mitra dan
Non Mitra Musim Tanam 2010/2011................................................... 121
41. Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Petani Mitra dan
Non Mitra Musim Tanam 2010/2011................................................... 123
42. Struktur Biaya Usahatani Penangkaran Benih Padi Bersertifikat
Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/2011 .............. 124
43. Analisis Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio Usahatani
Penangkaran Benih padi Pada Petani Mitra dan Non Mitra ................. 126
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1
http://bps.go.id/ [28 Oktober 2010]
2
http://bps.go.id/ [18 Oktober 2011]
3
http://www.usda.gov/ [15 November 2011]
pertanian, terutama di daerah Jawa, seperti pembuatan daerah industri, daerah
perkantoran, daerah wisata dan daerah pemukiman. Berdasarkan Sensus Pertanian
(SP) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik selama 10 tahun sekali yaitu tahun
1973, 1983, 1993 dan 2003 diketahui bahwa selama periode 1983-1993 konversi
lahan pertanian mencapai 1.280.268 hektar dan sebagian besar terjadi di Jawa.
Selama periode berikutnya yaitu tahun 1993-2003 besaran konversi lahan yang
terjadi adalah 1.264.109 hektar dan sebagian besar terjadi di Sumatera. Konversi
lahan pertanian di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
2
Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas, Produksi Padi di Indonesia 2005-2011
Luas Panen Produktivitas Produksi Pertumbuhan
Tahun
(Ha) (ku/Ha) (ton) Produksi (%)
2005 11 839 060 45,74 54 151 097 -
2006 11 786 430 46,20 54 454 937 0,561
2007 12 147 637 47,05 57 157 435 4,963
2008 12 327 425 48,94 60 325 925 5,543
2009 12 883 576 49,99 64 398 890 6,752
2010 13 253 450 50,15 66 469 394 3,215
2011 13 224 379 49,44 65 385 183 -1,631
Sumber: BPS (2011)4
Keterangan :
Data Tahun 2011 adalah Angka Ramalan III
4
http://www.bps.go.id [20 Desember 2011]
3
Tabel 4. Kebutuhan Benih Padi Potensial dan Total Produksi Benih Padi (Ton)
Tahun 2002-2008
Kebutuhan Benih Produksi Benih Total
No Tahun
Potensial (Ton) (Ton)
1 2002 296.397 113.634
2 2003 295.808 114.540
3 2004 312.978 119.482
4 2005 310.246 120.375
5 2006 317.053 121.412
6 2007 N 147.524
7 2008 360.000 181.400
Sumber : Deptan, 2010 (diolah)
Keterangan: N = Data tidak tersedia
4
atas 80 persen, varietas yang homogen, pertumbuhan tanaman yang serentak dan
benih padi yang disiapkan terhindar dari gangguan hama penyakit karena
diperlukan perlakuan khusus untuk memproduksi benih padi bersertifikat (Deptan
2010).
Kegiatan penangkaran benih bersertifikat merupakan kegiatan yang harus
dilakukan secara terprogram, terarah, terpadu dan berkesinambungan mulai dari
hulu hingga hilir, yaitu mulai dari aspek penelitian untuk menghasilkan varietas
unggul yang baru, pelepasan varietas, perencanaan perbanyakan benih, sertifikasi,
pemasaran, hingga pengawasan pemasaran. Kegiatan tersebut melibatkan institusi
pemerintah, pengawas, penelitian dan pengembangan, produsen maupun
pedagang benih.
Di Indonesia, usaha penangkaran benih padi bersertifikat dilakukan oleh
BUMN, swasta, maupun kelompok tani penangkar benih. Usaha penangkaran
benih padi terutama varietas unggul akan meningkatkan pendapatan petani
penangkar benih. Dengan memproduksi benih padi varietas unggul bersertifikat
berarti harga jual yang diterima oleh petani penangkar lebih tinggi jika
dibandingkan dengan padi konsumsi. Selain itu, penangkaran benih bertujuan
untuk menjaga ketersediaan benih di musim tanam dan meningkatkan kesadaran
petani untuk menggunakan benih padi varietas unggul bersertifikat. Petani
penangkar benih padi tersebar di seluruh Indonesia. Umumnya para petani
penangkar benih padi melakukan penangkaran benih di lahan usahataninya
sendiri, dimana lahannya memenuhi syarat untuk dijadikan penangkaran benih
padi bersertifikat.
PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) merupakan salah satu produsen benih
padi yang telah berkembang di Indonesia dan merupakan penyumbang terbesar
bagi pemenuhan kebutuhan benih bersertifikat nasional. PT. SHS didirikan oleh
pemerintah pada tahun 1971 dengan status semi-swasta sebagai Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), untuk mendampingi balai-balai benih dalam
memproduksi benih. Salah satu lokasi penangkaran benih padi PT. SHS terletak di
Sukamandi, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Ciri utama benih padi produksi PT.
SHS adalah berlabel sertifikasi.
5
Dalam memproduksi benih padi bersertifikat, PT. SHS bermitra dengan
para petani penangkar yang berada di daerah sekitar. Program kemitraan ini
tentunya sangat diharapkan oleh petani untuk memberikan manfaat yang lebih
dibandingkan dengan melakukan penangkaran sendiri. Untuk itu perlu dikaji
mengenai pelaksanaan kemitraan, tingkat kepuasan petani mitra serta tingkat
pendapatan petani mitra, agar diketahui apakah pelaksanaan kemitraan antara PT.
SHS dengan petani mitra telah sesuai dengan kesepakatan yang ditentukan dan
memberikan keuntungan lebih bila dibandingkan dengan tidak melakukan
kemitraan.
6
Tabel 5. Produksi Benih Padi Inbrida PT. Sang Hyang Seri Tahun 2007-2010
Tahun
Kegiatan
2007 2008 2009 2010
INBRIDA
1. Kerjasama Dalam
‐ Luas Panen (ha) 4.817,32 5.438,89 4.304,32 2.971,90
‐ Produksi GKP (kg) 14.302.384 20.393.803 15.021.988 7.341.130
‐ Produktivitas (kg/ha) 2.968,95 3.749,63 3.489,98 2.470,18
2. Swakelola
‐ Luas Panen (ha) 1.462,32 1.673,92 1.107,33 845,85
‐ ProduksiGKP (kg) 5.619.845 6.609.710 3.850.594 3.709.735
‐ Produktivitas (kg/ha) 3.843,10 3.948,64 3.477,37 4.385,81
3. Kerjasama Luar
‐ Luas Panen (ha) 110,57 - - -
‐ Produksi GKP (kg) 81.396 - - -
‐ Produktivitas (kg/ha) 736,15 - - -
Sumber: PT. Sang Hyang Seri, 2011
Penurunan luas lahan panen serta produksi benih padi pada tahun 2010
disebabkan adanya serangan hama wereng. Selama dua musim tanam, yaitu
musim tanam 2009/2010 dan musim tanam 2010, banyak petani mitra yang tidak
dapat melakukan panen, karena tanaman padinya yang rusak. PT. SHS sebagai
perusahaan inti memberikan keringanan dengan tidak menarik sewa lahan dalam
bentuk bagi hasil pada dua musim tanam tersebut. Petani dapat membayar bagi
hasil pada musim tanam 2010/2011 secara bertahap. Disinilah peranan perusahaan
inti sebagai perusahaan mitra yang membantu petani mitra. Walaupun pada
peraturan tidak tertulis disepakati bahwa risiko budidaya ditanggung oleh petani
mitra, namun apabila kegagalan panen disebabkan oleh iklim, cuaca, ataupun
serangan hama, maka risiko ditanggung bersama.
Kegagalan panen yang dialami petani pada musim tanam 2009/2010
menyebabkan turunnya jumlah petani penangkar benih mitra pada musim tanam
2010 dari 1482 petani menjadi 1184 petani. Namun pada musim tanam
selanjutnya, yaitu musim tanam 2010/2011 jumlah petani mitra kembali
meningkat menjadi 1490 petani mitra. Jumlah petani penangkar benih padi mitra
dapat dilihat pada Tabel 6.
7
Tabel 6. Luas Lahan Kerjasama dan Jumlah Penangkar Benih Padi Mitra Per
Musim Tanam
No Musim Tanam Luas Lahan (ha) Jumlah Petani (Orang)
1 2008/2009 2240,87 1470
2 2009 2275,76 1491
3 2009/2010 2274,60 1482
4 2010 1832,42 1184
5 2010/2011 2283,15 1490
Sumber: PT. Sang Hyang Seri, 2011
8
mengevaluasi pelaksanaan kemitraan berdasarkan peraturan yang telah disepakati,
kesuksesan dari pelaksanaan kemitraan dapat dicapai dengan mengetahui tingkat
kepuasan petani terhadap jalannya kemitraan. Kemitraan dianggap sukses apabila
petani mitra merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh PT. SHS sebagai
perusahaan inti serta masing-masing pihak telah menjalankan perannya masing-
masing sesuai dengan peraturan. Peningkatan pendapatan juga menjadi salah satu
tolak ukur kesuksesan pelaksanaan kemitraan. Karena dengan adanya kemitraan,
petani mengharapkan beberapa manfaat, salah satunya adalah adanya peningkatan
dalam pendapatan.
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1) Bagaimanakah pelaksanaan kemitraan antara PT. Sang Hyang Seri dengan
petani penangkar benih padi mitra?
2) Bagaimanakan tingkat kepuasan petani penangkar benih padi mitra terhadap
jalannya kemitraan selama ini?
3) Bagaimanakah tingkat pendapatan petani penangkar benih padi yang
melakukan kemitraaan dengan PT Sang Hyang Seri bila dibandingkan dengan
petani penangkar benih padi non mitra?
9
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini diantaranya adalah sebagai
berikut:
1) Bagi Penangkar Benih Padi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai
manfaat dari sertifikasi benih terutama benih padi dan dapat memotivasi petani
untuk menghasilkan benih padi bersertifikat. Selain itu, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai manfaat yang dapat
diperoleh jika petani penangkar benih melakukan kemitraan yang ideal dengan
perusahaan produsen benih.
2) Bagi PT. SHS
Penelitian ini diharapkan menjadi evaluasi bagi pelaksanaan kemitraan yang
dilakukan perusahaan serta memberikan informasi yang membantu dalam
penetapan kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan terkait dengan kemitraan
yang dilakukan dengan petani penangkar benih padi.
3) Bagi Pemerintah
Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam
menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan pembinaan kelembagaan petani,
pengembangan kemitraan, serta kebijakan yang berhubungan dengan
pengembangan industri benih di Indonesia.
4) Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi untuk penelitian
selanjutnya maupun penelitian yang terkait.
10
dilakukan karena responden dalam penelitian ini dikhususkan pada penangkar
benih padi bersertifikat kelas Benih Sebar, dimana untuk wilayah Kabupaten
Subang kelompok tani yang memproduksi benih padi bersertifikat kelas benih
sebar berada pada daerah tersebut.
Analisis kajian dibatasi untuk melihat perbandingan tingkat pendapatan
usahatani penangkaran benih padi pada petani mitra dan petani non mitra,
mengevaluasi mekanisme kemitraan yang diterapkan oleh PT. SHS serta melihat
tingkat kepuasan petani penangkar benih terhadap jalannya kemitraan. Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis pendapatan usahatani
berdasarkan penerimaaan dan biaya usahatani, analisis R/C rasio untuk melihat
tingkat efisiensi usahatani penangkar benih padi serta metode Importance
Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI) untuk melihat
kinerja atribut kepuasan kemitraan serta tingkat kepuasan petani mitra terhadap
jalannya kemitraan secara keseluruhan.
11
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kemitraan
13
bersama. Pelanggaran terhadap kesepakatan yang dilakukan oleh petani mitra
akan dikenakan sanksi dimana petani bersedia dikeluarkan dari kemitraan.
14
melalui pembinaan. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kemitraan di
antaranya adalah masih adanya petani mitra yang menjual hasil produksinya ke
perusahaan lain, penggunaan pupuk yang tidak sesuai anjuran, panen lebih awal
dari yang dianjurkan, serta PT. Garudafood yang juga membeli kacang tanah dari
petani non mitra dengan harga yang sama dari petani mitra. Manfaat lain dari
kemitraan yang diidentifikasi oleh Deshinta (2006) terutama bagi peternak antara
lain adalah mendapatkan pinjaman sapronak, menambah ilmu dan pengetahuan,
pemasaran hasil panen, serta adanya kontrol dari perusahaan dan bimbingan
teknis mengenai budidaya.
Pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani penangkar benih
mitra memberikan manfaat baik bagi perusahaaan maupun bagi petani mitra.
Walaupun demikian, pelaksanaan kemitraan juga menghadapi berbagai macam
kendala dan permasalahan terutama mengenai pembayaran hasil panen dan
penjualan hasil panen yang menyimpang dari kesepakatan kerjasama yang telah
ditentukan sebelumnya.
15
belas atribut yang tercantum dalam kesepakatan hak dan kewajiban terdapat tiga
aspek yang pelaksanaannya masih belum sesuai.
Dalam mengevaluasi pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan
petani penangkar benih padi mitra dilakukan dengan melihat kesesuaian antara
realisasi pelaksanaan kemitraan dengan kesepakatan kerjasama. Kesepakatan
kerjasama dalam penelitian ini merupakan kesepakatan yang tertulis dalam SPK
serta kesepakatan tidak tertulis yang telah ditentukan sebelumnya. Kesepakatan
kerjasama dirumuskan ke dalam enam belas atribut evaluasi kemitraan.
Berdasarkan keenam belas atribut tersebut dianalisis permasalahan yang terjadi di
dalam kemitraan. Selain itu, dengan melihat tanggapan masing-masing pelaku
terhadap pelaksanaan kemitraan dapat diketahui manfaat yang diperoleh dari
pelaksanaan kemitraan tersebut.
16
kepentingan yang tinggi akan tetapi kinerjanya dinilai masih rendah oleh peternak
plasma sehingga digolongkan ke dalam Kuadran I, yaitu kualitas DOC, kualitas
pakan, kecepatan pencairan hasil panen, dan pemberian bonus. Hasil analisis
kesesuain juga menunjukkan bahwa keempat atribut tersebut memiliki nilai
kesesuaian yang rendah. Walaupun begitu, secara keseluruhan peternak plasma
merasa puas terhadap kinerja atribut-atribut yang terdapat dalam kemitraan. Hal
ini diketahui dari nilai CSI sebesar 63,38 persen, dimana nilai ini berada pada
skala puas.
Metode IPA dan CSI juga digunakan untuk melihat tingkat kepuasan
petani mitra terhadap jalannya kerjasama dengan PT. SHS. Melalui metode IPA
diketahui tingkat kepentingan dan kepuasan masing-masing petani terhadap
atribut kepuasan yang digunakan dalam penelitian ini, sehingga nantinya dapat
diperoleh atribut yang menjadi prioritas utama dalam memperbaiki kinerja
pelaksanaan kemitraan. Atribut yang menjadi atribut kepuasan dalam penelitian
ini adalah prosedur penerimaan mitra, kualitas benih pokok, harga benih pokok,
harga sarana produksi, ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana
produksi, frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma, pelayanan dan materi yang
diberikan dalam pembinaan plasma, respon inti terhadap keluhan petani, bantuan
inti dalam menanggulangi hama dan penyakit tanaman, pengetahuan dan
kemampuan komunikasi pendamping, pendamping mudah ditemui dan dihubungi,
bantuan biaya panen, ketepatan waktu pemberian biaya panen, penyediaan sarana
transportasi untuk panen, harga beli hasil panen serta ketepatan waktu
pembayaran hasil panen. Dengan menggunakan metode CSI dapat diketahui
kepuasan petani mitra terhadap pelaksanaan kemitraan secara keseluruhan.
17
mitra dengan petani non mitra telah dilakukan oleh Aryani (2009), Puspitasari
(2009), Dhesinta (2006) dan Firwiyanto (2008).
Penelitian Aryani (2009) mengenai Analisis Pengaruh Kemitraan
Terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah di Desa Palangan, Kecamatan
Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, membandingkan tingkat pendapatan
petani yang bermitra dengan PT Garudafood dan petani yang melakukan
usahatani Kacang Tanah secara mandiri (petani non mitra). Berdasarkan
penelitian, diketahui R/C rasio atas biaya tunai pada petani mitra sebesar 2,77
sedangkan pada petani non mitra sebesar 1,92. Dari kedua nilai rasio tersebut
diketahui bahwa usahatani kacang tanah yang dilakukan petani mitra dan petani
non mitra sama-sama menguntungkan. Namun keuntungan yang diperoleh petani
mitra lebih besar dibandingkan dengan keuntungan petani non mitra.
Apabila dilihat dari R/C rasio atas biaya total, R/C rasio atas biaya total
petani mitra sebesar 1,47 sedangkan petani non mitra sebesar 0,96. Dari R/C rasio
atas biaya total, diketahui bahwa petani mitra mendapatkan keuntungan,
sebaliknya R/C rasio atas biaya total pada petani mitra menggambarkan adanya
kerugian. Selain itu, berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani, diketahui
bahwa pendapatan atas biaya tunai dan biaya total petani mitra lebih besar, bila
dibandingkan dengan petani non mitra. Berdasarkan analisis usahatani serta R/C
rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total disimpulkan bahwa dengan
mengikuti kemitraan, maka petani akan mendapatkan keuntungan lebih besar
dibandingkan dengan tidak bermitra.
Pengaruh positif kemitraan juga ditemukan pada penelitian Puspitasari
(2009) mengenai Pengaruh Kemitraan Terhadap Produktivitas dan Pendapatan
Petani Kakao di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pola kemitraan inti plasma yang dilakukan oleh
PT. Pagilarang dengan petani kakao anggota kelompok tani Ngupadikoyo
meningkatkan penerimaan petani mitra, dimana penerimaan petani mitra lebih
besar apabila dibandingkan dengan pendapatan petani non mitra. Kemitraan juga
berpengaruh terhadap tingkat efisiensi usahatani kakao antara petani mitra dan
non mitra. Hal tersebut dilihat dari nilai R/C rasio di mana R/C rasio petani mitra
lebih besar dibandingkan dengan R/C rasio petani non mitra.
18
Kedua penelitian terdahulu tersebut menunjukkan bahwa kemitraan
berpengaruh positif terhadap pendapatan petani. Hal sebaliknya ditemukan pada
penelitian Deshinta (2006) dan Firwiyanto (2008), dimana kemitraan memberikan
pengaruh negatif terhadap pendapatan petani. Deshinta (2006) mengidentifikasi
bahwa jumlah pendapatan peternak mitra lebih rendah dibandingkan peternak
mandiri, karena peternak mitra menanggung biaya yang lebih besar dari peternak
mandiri. Selain itu, dari hasil uji terhadap pendapatan total didapat hasil bahwa
kemitraan tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan peternak.
Sedangkan Firwiyanto (2008) dalam penelitiannya menemukan bahwa walaupun
tingkat pendapatan yang diperoleh peternak mitra lebih kecil dibandingkan
dengan peternak mandiri, namun hal tersebut cukup sepadan bagi peternak yang
tidak memiliki modal. Kemitraan masih menjadi solusi untuk mengatasi masalah
permodalan karena peternak mitra masih dapat tetap berusaha dan memperoleh
pendapatan walaupun tidak memiliki modal.
Kemitraan antara PT. SHS dengan petani mitra diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi petani terutama dalam peningkatan pendapatan. Untuk
melihat pengaruh dari pelaksanaan kemitraan terhadap pendapatan petani mitra
dilakukan analisis pendapatan terhadap petani penangkar benih mitra dan
kemudian dibandingkan dengan pendapatan petani penangkar benih padi non
mitra.
19
(ATL) menggunakan media cetak (koran, majalah, kemasan luar, brosur, buklet,
poster, billboard, dan spanduk) maupun media elektronik (radio dan televisi) serta
Below The Line (BTL) melalui promosi penjualan (demplot, Farm Field Day,
pameran dan expo, hadiah), humas dan publisitas, penjualan pribadi serta
pemasaran langsung.
Efektifitas promosi PT. Sang Hyang Seri diukur melalui dampak
komunikasi dan penjualan. Dampak komunikasi promosi benih Sang Hyang Seri
dengan menggunakan tingkat brand awarness, diperoleh hasil bahwa produk
benih PT. Sang Hyang Seri telah menjadi top of mind di benak responden. Hasil
EPIC Model menunjukkan hasil dimana responden menilai promosi yang
dilakukan PT. Sang Hyang Seri sudah efektif. Namun bila dilihat masing-masing
dimensi, hanya dimensi dampak serta dimensi empati yang termasuk kategori
efektif, sedangkan dimensi persuasi dan komunikasi masih tergolong kriteria
cukup efektif. Untuk mengukur kecenderungan hubungan biaya promosi dengan
jumlah penjualan, digunakan analisis korelasi dan analisis linear berganda. Hasil
analisis korelasi menunjukkan hubungan positif dan searah antara biaya promosi
dengan jumlah penjualan. Selain itu, dari hasil analisis linier berganda diketahui
bahwa model layak dan biaya promosi mempengaruhi jumlah penjualan secara
nyata.
Penelitian lain dilakukan oleh Noviyanty (2005) mengenai Analisis
Efisiensi Supply Chain Produk Benih Padi pada PT. Sang Hyang Seri
(PERSERO). Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. Sang Hyang Seri
(PERSERO) berada dalam kondisi supply chain yang belum optimal. Hal ini
disebabkan oleh belum adanya kerjasama dengan mata rantai di hilir seperti
distributor dan kios. Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan model
SCOR, diketahui bahwa elemen sumber untuk pesanan merupakan elemen yang
sangat kritikal untuk proses pelaksanaan.
Untuk dapat mengoptimalkan aliran-aliran informasi mulai dari jadwal
pengiriman calon benih padi, penerimaan calon benih padi, verifikasi calon benih
padi, pemindahan calon benih padi dan pembayaran terhadap suppliers, maka
terdapat ukuran-ukuran pelaksanaan untuk tiap aliran-aliran informasi yang harus
diperhatikan, seperti kehandalan, ketanggapan, fleksibilitas, biaya, dan aset.
20
Berdasarkan hasil penelitian setiap aliran informasi memiliki ukuran pelaksanaan
yang berbeda-beda.
Berbeda dengan kedua penelitian sebelumnya, Roslinawati (2007)
melakukan penelitian mengenai Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Benih
Padi pada PT. Sang Hyang Seri RM 1 Sukamandi, Subang, Jawa Barat.
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa metode perusahaan dalam menentukan
harga pokok produksi tidak termasuk ke dalam metode Full Costing, Variabel
Costing maupun Activity Based Costing. Rata-rata harga pokok produksi dengan
menggunakan metode full costing maupun variable costing memiliki nilai yang
lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan metode perusahaan. Hal ini
disebabkan adanya perbedaan dalam menganalisis biaya. Pada metode
perusahaan, biaya pengemasan yang merupakan biaya pemasaran dimasukkan ke
dalam perhitungan harga pokok produksi (biaya produksi).
Metode full costing yang menghasilkan harga pokok produksi di bawah
harga pokok produksi metode perusahaan dan di atas harga pokok produksi
dengan metode variable costing, dianggap paling tepat karena berada di tengah-
tengah, artinya tidak terlalu tinggi maupun rendah. Harga pokok produksi yang
terlalu tinggi akan menghasilkan harga jual yang tinggi dan menyulitkan petani.
Sedangkan harga pokok produksi yang terlalu rendah akan menyebabkan
dicabutnya subsidi karena perusahaan dianggap mampu berdiri sendiri.
21
komoditi sentral, dimana kualitas tanaman padi sangat bergantung dari kualitas
benih padi yang digunakan. Karena itu, kegiatan penangkaran benih padi perlu
mendapat perhatian. Salah satu perusahaan yang melakukan usaha penangkaran
benih padi adalah PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS).
Selain itu, penelitian-penelitian terdahulu mengenai PT. SHS, belum
pernah membahas mengenai kemitraan yang diterapkan pada perusahaan tersebut.
Penelitian ini berusaha mengkaji mengenai pola kemitraan yang diterapkan oleh
PT. SHS, kinerja atribut kepuasan kemitraan, serta melihat perbandingan
pendapatan antara penangkar benih padi mitra dengan penangkar benih padi non
mitra.
22
III KERANGKA PEMIKIRAN
24
Klasifikasi industri benih didasarkan pada teknologi yang digunakan serta
kebutuhan konsumen akan mutu genetiknya. Apabila teknologi yang digunakan
sama, tetapi tuntutan jaminan mutu teknologi oleh konsumen meningkat, maka
industri benih yang mampu melayani benih bermutu sesuai tuntutan konsumen
lebih tinggi tingkatannya. Industri benih yang memiliki PDB secara mandiri juga
akan lebih tinggi tingkatannya dibandingkan indutri yang tidak memiliki PDB
sendiri.
PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) sebagai salah satu produsen benih di
Indonesia termasuk ke dalam golongan industri benih tingkat V, karena telah
memiliki Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang) sendiri. Bahkan kini,
PT. SHS telah terakreditasi, sehingga dapat melakukan proses sertifikasi sendiri
tanpa pngawasan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB). Berdasarkan
tipenya, PT. SHS merupakan perusahaan milik negara (BUMN). Pada awal
pendiriannya PT. SHS difokuskan pada produksi benih padi sawah. Produksi padi
mengambil posisi yang sangat strategis dan pemerintah menjadikannya sebagai
strategi utama pembangunan. Komoditas padi sawah merupakan komoditas
ekonomis dimana pedagang tidak dapat dengan leluasa tanpa campur tangan
pemerintah. Hal ini disebabkan oleh karena beras merupakan bahan pangan pokok
yang sangat rentan untuk menjaga stabilitas politik negara.
25
Pada dasarnya budidaya penangkaran benih padi hampir sama dengan
budidaya padi pada umumnya. Yang membedakan di sini adalah adanya seleksi
atau roguing. Salah satu syarat dari benih bermutu adalah memiliki tingkat
kemurnian genetik yang tinggi, oleh karena itu roguing perlu dilakukan dengan
benar dan dimulai dari fase vegetatif sampai akhir pertanaman. Roguing dilakukan
untuk membuang rumpun-rumpun tanaman yang ciri-ciri morfologisnya
menyimpang dari ciri-ciri varietas tanaman yang diproduksi benihnya.
Saat panen yang tepat adalah pada waktu biji telah masak fisiologis, atau
apabila sekitar 90-95 persen malai telah menguning. Benih padi ketika baru
dipanen masih tercampur dengan kotoran fisik dan benih jelek. Karena itu, bila
pertanaman benih telah lulus dari pemeriksaan lapangan, masalah mutu benih padi
setelah panen biasanya berasosiasi dengan mutu fisiologis, mutu fisik dan
kesehatan benih. Lahan pertanaman untuk produksi benih dapat dipanen apabila
sudah dinyatakan lulus sertifikasi lapangan oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi
Benih (BPSB). Sebelum panen dilakukan, semua malai dari kegiatan roguing
harus dikeluarkan dari areal yang akan dipanen. Kegiatan ini dilakukan untuk
menghindari tercampurnya calon benih dengan malai sisa roguing.
26
produk. Benih bersertifikat ditetapkan ke dalam kelas-kelas benih sesuai dengan
urutan keturunan dan mutunya, antara lain sebagai berikut:
a. Benih Penjenis (BS), adalah benih yang diproduksi di bawah pengawasan
Pemulia yang bersangkutan dengan prosedur baku yang memenuhi
sertifikasi sistem mutu sehingga tingkat kemurnian genetik varietas (true-
to-type) terpelihara dengan sempurna
b. Benih Dasar (BD), merupakan keturunan pertama dari Benih Penjenis
(BS) yang memenuhi standar mutu kelas Benih Dasar.
c. Benih Pokok (BP), merupakan keturunan pertama dari Benih Dasar atau
Benih Penjenis yang memenuhi standar mutu kelas Benih Pokok
d. Benih Sebar (BR), merupakan keturunan pertama dari Benih Pokok, Benih
Dasar atau Benih Penjenis yang memnuhi standar mutu kelas Benih Sebar.
Standar Mutu Benih Bersertifikat dibagi menjadi dua, yaitu Standar
Lapangan dan Standar Pengujian Laboratorium.
a. Standar Lapangan
Tabel 7. Standar Lapangan Kelas Benih Bersertifikat
Kelas Isolasi Varietas Lain dari Tipe Isolasi
Catatan
Benih Jarak (m) Simpang (max) (%) waktu (hari)
BS 2 0,0 30 Isolasi waktu
BD 2 0,0 30 dihitung
BP 2 0,2 30 berdasarkan
perbedaan
BR 2 0,5 30
waktu berbunga
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (2009)
27
Mugnisjah dan Setiawan (1995) dalam bukunya Produksi Benih
menyatakan tujuan sertifikasi benih adalah untuk memelihara dan menyediakan
benih dan bahan perbanyakan tanaman bermutu tinggi dari varietas berdaya hasil
tinggi bagi masyarakat sehingga dapat ditanam dan didistribusikan dengan
identitas genetik yang terjamin. Dengan kata lain tujuan sertifikasi benih adalah
untuk memberikan jaminan bagi konsumen benih tentang beberapa aspek mutu
yang penting, yang tidak dapat ditentukan dengan segera dengan hanya
memeriksa benihnya saja. Selain itu, sertifikasi benih juga bertujuan: (1)
menjamin kemurnian dan kebenaran varietas, dan (2) menjamin ketersediaan
benih bermutu secara berkesinambungan. Sertifikasi dilakukan dalam tiga tahap,
yaitu pemeriksaan lapangan, pemeriksaan laboratorium, dan pengawasan
pemasangan label (Wahyuni 2005)6. Pengawasan pemasangan label bertujuan
untuk mengetahui kebenaran pemasangan dan isi label. Warna label untuk
tanaman padi disajikan pada Tabel 9.
6
Petunjuk Teknis Penangkaran Benih Padi.
http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3264071.pdf [6 November 2010]
28
3.1.5 Sistem Perbenihan
Dalam setiap usaha pertanian, benih merupakan titik awal kegiatan
budidaya, sehingga kualitas produk budidaya akan sangat tergantung pada kualitas
benihnya (Darmowiyono 1999). Berbicara mengenai masalah perbenihan tidak
dapat lepas dari kebijakan pangan nasional. Karena itu, penyediaan benih di
tingkat nasional perlu dikelola dengan baik agar memberikan keuntungan baik
untuk pihak produsen maupun konsumen. Benih tanaman merupakan salah satu
sarana budidaya tanaman dalam upaya peningkatan produksi dan mutu hasil
budidaya tanaman yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan
petani serta kesejahteraan masyarakat.
Kegiatan perbenihan merupakan mata rantai kegiatan yang harus
dilaksanakan secara terprogram, terarah, terpadu serta berkesinambungan mulai
dari hulu hingga hilir. Kegiatan ini mulai dari aspek penelitian dalam
menghasilkan varietas-varietas unggul baru, pelepasan varietas, perencanaan
perbanyakan benih, sertifikasi, pemasaran hingga pengawasan pemasaran. Oleh
karena itu, dibutuhkan kerjasama dari lembaga-lembaga atau instansi-instansi
yang terlibat dalam kegiatan perbenihan tersebut, diantaranya institusi pemerintah,
pengawas, penelitian dan pengembangan, produsen, maupun pedagang benih.
Pembangunan perbenihan yang telah dilaksanakan perlu disempurnakan
secara terus-menerus demi kemajuan industri benih, agar ketersedian benih
bermutu dari varietas unggul terus terjaga untuk memenuhi kebutuhan petani
maupun perusahaan agribisnis pengguna benih. Pembangunan perbenihan
haruslah memenuhi prinsip enam tepat, yaitu jenis/varietas, tepat jumlah, tepat
mutu, tepat lokasi, tepat waktu serta tepat harga. Dalam perkembangan
perbenihan, teknologi terutama sangat dibutuhkan dalam peningkatan kualitas
benih. Kartasapoetra (1992) menyatakan teknologi benih adalah produksi benih
dalam rangka pengadaan benih yang terwujud dengan praktek-praktek dalam
jangkauan penyelamatan benih sejak dipungut, dikelola, dipelihara sampai benih-
benih tersebut ditanam kembali sesuai dengan cara-cara semestinya dengan
mengingat unsur-unsur musim yang mendorong pertumbuhannya. Teknologi
benih dapat juga dikatakan sebagai serangkaian perlakuan-perlakuan untuk
meningkatkan sifat genetika dan fisik benih, diantaranya:
29
a. Pengembangan varietas
b. Evaluasi dan pelepasan benih
c. Usaha produksi benih
d. Pemungutan hasil
e. Pengeringan benih dalam arti pengaturan kadar airnya
f. Pengolahan benih yang meliputi pembersihan (cleaning). Penggolongan
(grading) serta usaha-usaha pemeliharaannya (chemis, fisis, mekanis) agar
tercegah dari segala bentuk hama penyakit, mempertahankan kualitas,
mempertahankan daya tumbuhnya
g. Pengujian kualitas
h. Penyimpanan dan pengemasan
i. Sertifikasi benih
j. Perlindungan (hukum, undang-undang dan peraturan)
k. Distribusi benih (pemasaran)
Sertifikasi benih sangat penting terutama dalam menghasilkan benih-benih
berkualitas. Permasalahan yang banyak dihadapi saat ini adalah masih banyaknya
petani yang menggunakan benih hasil penangkaran sendiri tanpa melalui proses
sertifikasi. Hal ini dapat berpengaruh terhadap kualitas tanaman yang dihasilkan.
Persyaratan dan tata cara sertifikasi benih bina tanaman pangan diatur dalam
Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. 01/Kpts/HK.310/C/1/2009 .
Sedangkan produksi, sertifikasi dan peredaran benih bina diatur dalam Peraturan
Menteri Pertanian No. 39/Permentan/OT.140/8/2006.
Pada komoditas padi, salah satu inovasi teknologi yang tepat untuk
meningkatkan pendapatan petani melalui usahatani padi adalah teknologi
penangkaran benih padi varietas unggul. Hal ini menjadi tujuan utama dalam
rangka meningkatkan pendapatan para petani padi. Dengan menghasilkan benih
padi varietas unggul bersertifikat berarti harga jual yang diterima oleh petani lebih
tinggi jika dibandingkan dengan padi konsumsi. Selain itu, peningkatan kualitas
benih padi akan meningkatkan kualitas serta produktivitas padi yang dihasilkan.
30
3.1.6 Konsep Kemitraan
Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau
lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan
prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan (Hafsah, 2000).
Kartasasmita (1996) mengemukakan bahwa kemitraan usaha, terutama dalam
dunia usaha adalah hubungan antara pelaku usaha yang didasarkan pada ikatan
usaha yang saling menguntungkan dalam hubungan kerjasama yang sinergis, yang
hasilnya bukanlah suatu zero-sum-game melainkan positive-sum-game atau win-
win situation. SK Mentan No. 940/Kpts/OT. 210/10/1997 tentang Pedoman
Kemitraan Usaha Pertanian, menyebutkan bahwa kemitraan usaha pertanian
adalah kerjasama usaha antara perusahaan mitra dan kelompok mitra di bidang
usaha pertanian. Usaha tanaman pangan dan holtikultura adalah usaha yang
dilaksanakan oleh petani ataupun pengusaha, baik di lahan miliknya atau dilahan
sewa atau lahan hak guna usaha, mulai dari perbenihan, budidaya, pengolahan,
sampai pemasarannya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang
Kemitraan, kemitraan yang ideal adalah kemitraan yang saling memperkuat,
saling menguntungkan dan saling menghidupi. Menurut Hafsah (2000), kemitraan
yang ideal adalah kemitraan antara usaha menengah dan usaha besar yang kuat di
kelasnya dengan pengusaha kecil yang kuat di bidangnya yang didasari oleh
kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama bagi kedua pihak yang
bermitra, tidak ada pihak yang dirugikan dalam kemitraan dengan tujuan bersama
untuk meningkatkan keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan
usahanya, tanpa saling mengeksploitasi satu sama lain serta tumbuh
berkembangnya rasa saling percaya di antara mereka. Tujuan kemitraan adalah
untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas
sumberdaya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan
meningkatkan kemampuan usaha kelompok usaha mandiri (Soemardjo et al.
2004). Secara umum, kemitraan usaha adalah kerjasama antara dua pihak dengan
hak dan kewajiban yang setara dan saling menguntungkan. Hubungan kemitraan
usaha umumnya dilakukan antara dua pihak yang memiliki posisi sepadan dalam
hal tawar-menawar.
31
Keberhasilan suatu kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan
oleh kedua pihak yang bermitra dalam menerapkan etika bisnis. Pengertian etika
itu sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) adalah ilmu tentang apa
yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral. Karena itu,
semakin kuat pemahaman dan penerapan etika bisnis dalam bermitra maka akan
semakin kokoh pondasi dari kemitraan itu sendiri. Selain memberikan keuntungan
untuk kedua belah pihak, kemitraan juga memberikan nilai tambah bagi pihak
yang bermitra dari berbagai aspek seperti aspek manajemen, pemasaran,
teknologi, permodalan dan keuntungan.
Dalam SK Mentan No. 940/Kpts/OT. 210/10/1997 tentang Pedoman
Kemitraan Usaha Pertanian, dikemukakan mengenai pola-pola kemitraan usaha
yang dapat dilaksanakan, diantaranya (1) Pola Kemitraan Inti Plasma, (2) Pola
Kemitraan Subkontrak, (3) Pola Kemitraan Dagang Umum, (4) pola Kemitraan
Keagenan, dan (5) Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA).
1. Pola Kemitraan Inti Plasma
Dalam model ini pengusaha-pengusaha besar bertindak sebagai
perusahaan mitra/inti dan melakukan kemitraan dengan petani
produsen (petani mitra/plasma) ataupun kelompok usaha agribisnis
dengan membentuk kesepakatan harga dan kualitas pembelian produk.
Perusahaan mitra berkewajiban, antara lain menyediakan lahan, sarana
produksi, bimbingan teknis, pembiayaan, serta bantuan lain seperti
peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Sementara itu, petani
plasma melakukan budidaya sesuai ajuran dan kesepakatan dengan
pengusaha mitra.
32
Plasma
Plasma
Kelompok Kelompok
Mitra Mitra
Pengusaha
Mitra
Kelompok Kelompok
Mitra Mitra
33
3. Pola Kemitraan Dagang Umum
Pola kemitraan dagang umum merupakan suatu hubungan kemitraan
usaha antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana
kelompok mitra memasok kebutuhan perusahaan mitra sesuai dengan
persyaratan yang ditentukan dan perusahaan mitra memasarkan hasil
produksi kelompok mitra. Keuntungan pola kemitraan ini adalah
adanya jaminan harga atas produk yang dihasilkan dan kualitas yang
sesuai dengan yang telah ditentukan atau disepakati. Kelemahan dari
pola ini adanya penentuan sepihak dari pengusaha besar mengenai
harga dan volume yang sering merugikan pengusaha kecil (Hafsah
2000).
Memasok
Kelompok Perusahaan
Mitra Mitra
34
Kelompok Memasok Perusahaan
Mitra Mitra
Memasarkan produk
Kelompok mitra
Konsumen/
Masyarakat
‐Lahan ‐Biaya
‐Sarana ‐Modal
‐Teknologi ‐Teknologi
‐Manajemen
35
Berdasarkan pola-pola kemitraan yang telah berkembang di masyarakat,
dapat ditarik suatu pola kemitraan secara umum yang dapat dikembangkan di
Indonesia, mulai dari pola sederhana hingga pola ideal yang mewujudkan
ketergantungan antara kedua belah pihak.
1. Pola Kemitraan Sederhana (Pemula)
Pada kemitraan sederhana, perusahaan mempunyai tanggung jawab
terhadap pengusaha kecil mitranya dalam memberikan bantuan atau
kemudahan memperoleh permodalan untuk mengembangkan usaha,
penyediaan sarana produksi yang dibutuhkan, serta bantuan teknologi
terutama alat mesin dalam peningkatan produksi dan mutu produksi.
Pembina/
Fasilitator
36
Pembina/
Fasilitator
Pembina/
Fasilitator
Konsultan
37
3.1.7 Konsep Kepuasan
Dalam mengkonsumsi suatu produk, konsumen akan melakukan proses
evaluasi terhadap konsumsi yang telah dilakukannya. Hasil dari proses evaluasi
ini adalah konsumen puas atau tidak puas. Kepuasan akan mendorong konsumen
untuk kembali mengkonsumsi produk tersebut, sebaliknya perasaan tidak puas
akan menyebabkan konsumen menghentikan konsumsi produk tersebut. Kepuasan
pada dasarnya bersifat subjektif, tergantung dari konsumen yang melakukan
konsumsi tersebut. Kepuasan setiap konsumen berbeda sesuai dengan sistem nilai
yang berlaku pada dirinya. Rangkuti (2003) mengartikan kepuasan pelanggan
sebagai respon pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan
sebelumnya dan kinerja yang dirasakan setelah pemakaian.
Pengalaman Produk
dan Merek
38
keistimewaan dari suatu barang atau jasa ataupun barang/jasa itu sendiri,
memberikan tingkat kenyamanan yang terkait dengan pemenuhan suatu
kebutuhan, termasuk pemenuhan kebutuhan di bawah harapan atau pemenuhan
kebutuhan melebihi harapan pelanggan.
Rangkuti (2003) menyatakan, terdapat delapan faktor yang mempengaruhi
kepuasan pelanggan, yaitu nilai, harapan, daya saing, persepsi pelanggan, harga,
citra, tahapan pelayanan dan situasi pelayanan.
1) Nilai
Nilai didefinisikan sebagai pengkaji secara menyeluruh manfaat nilai
dari suatu produk. Nilai didasarkan pada persepsi pelanggan atas apa
yang telah diterima oleh pelanggan dan yang telah diberikan oleh
produk tersebut. Pelanggan membutuhkan pelayanan serta manfaat dari
produk yang dikonsumsinya (Rangkuti 2003).
2) Harapan
Konsumen akan memiliki harapan mengenai bagaimana produk
tersebut seharusnya berfungsi. Harapan tersebut adalah standar kualitas
yang akan dibandingkan dengan fungsi atau kualitas produk yang
sesungguhnya dirasakan konsumen (Sumarwan 2004). Rangkuti
(2003) menyatakan bahwa tingkat kepentingan atau harapan pelanggan
merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba dan membeli suatu
produk atau jasa.
3) Daya Saing
Untuk menarik pelanggan suatu produk harus memiliki daya saing
yang tinggi. Produk memiliki keunggulan dalam bersaing apabila
produk tersebut dibutuhkan oleh konsumen. Keunggulan suatu produk
terletak pada keunikan atau mutu pelayanan produk jasa tersebut pada
pelanggan, maka supaya dapat bersaing harus mempunyai keunikan
dibandingkan dengan produk lain yang sejenis (Rangkuti 2003).
4) Persepsi Pelanggan
Fungsi produk yang sesungguhnya dirasakan konsumen sebenarnya
adalah persepsi konsumen terhadap kualitas produk tersebut
(Sunarwan 2004). Rangkuti (2003) mendefinisikan persepsi pelanggan
39
sebagai proses dimana individu memilih, mengorganisasikan dan
mengartikan stimulus yang diterima melalui alat inderanya menjadi
suatu makna.
5) Harga
Harga rendah menimbulkan persepsi produk atau jasa tersebut
mutunya rendah. Harga yang terlalu rendah mengakibatkan pelanggan
menjadi kurang percaya terhadap produsen. Sebaliknya, harga yang
tinggi menimbulkan persepsi pelanggan bahwa produk atau jasa
tersebut bermutu tinggi. Namun harga yang terlalu tinggi berakibat
pada hilangnya pelanggan (Rangkuti 2003).
6) Citra
Rangkuti (2003) menyatakan bahwa citra buruk menimbulkan persepsi
bahwa produk tidak bermutu, sehingga pelanggan mudah marah
apabila terjadi kesalahan sedikitpun. Sebaliknya, citra yang bagus
terhadap suatu produk menimbulkan anggapan bahwa produk tersebut
bermutu baik.
7) Tahap Pelayanan
Kepuasan pelanggan ditentukan oleh berbagai jenis pelayanan yang
didapatkan pelanggan selama pelanggan menggunakan beberapa
tahapan pelayanan tersebut (Rangkuti 2003).
8) Situasi Pelayanan
Situasi Pelayanan dikaitkan dengan kondisi internal pelanggan,
sehingga mempengaruhi kinerja pelayanan. Sedangkan kinerja
pelayanan ditentukan oleh pelanggan, proses pelayanan dan
lingkungan fisik dimana pelayanan diberikan (Rangkuti 2003).
Menurut Rangkuti (2003), kualitas pelayanan (service quality) yang
mempengaruhi kepuasan pelanggan terdiri dari lima dimensi pelayanan, yaitu:
1) Keandalan (reliability), yaitu dimensi yang mengukur kemampuan
perusahaan dalam memberikan pelayanan dengan terpercaya dan
akurat sesuai yang dijanjikan.
2) Ketanggapan (responsiveness), yaitu dimensi yang mengukur
kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan dengan cepat
40
serta ketersediaan untuk menolong pelanggan dan melayani dengan
baik.
3) Jaminan (assurance), yaitu dimensi kualitas yang berhubungan dengan
pengetahuan, kesopanan karyawan dan kemampuan dalam
menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggan.
4) Empati (emphaty), yaitu dimensi pelayanan yang berhubungan dengan
kepedulian untuk memberikan perhatian pribadi dan memahami
kebutuhan pelanggan.
5) Berwujud (tangibles), yaitu dimensi pelayanan yang meliputi fasilitas
fisik, peralatan, karyawan dan sarana komunikasi. Pelayanan
merupakan sesuatu yang tidak bisa dilihat, dicium dan diraba, oleh
sebab itu pelanggan akan menggunakan bukti langsung untuk menilai
kualitas pelayanan.
Dalam mengukur tingkat kepuasan petani mitra terhadap jalannya
kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri dapat digunakan beberapa alat analisis,
diantaranya Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction
Index (CSI). IPA digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat
kinerja suatu perusahaan dalam memberikan pelayanan dengan cara mengukur
tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaannya dari masing-masing atribut-
atribut yang telah ditentukan. Atribut-atribut digolongkan berdasarkan dimensi
kualitas pelayanan. Sedangkan CSI digunakan untuk menentukan tingkat
kepuasan pelanggan secara menyeluruh dengan pendekatan yang dipertimbangkan
tingkat kepentingan berdasarkan atribut-atribut yang telah ditentukan. Kedua alat
analisis tersebut dapat menunjukkan atribut-atribut yang mempengaruhi kepuasan
petani serta mengukur tingkat kepuasan petani mitra terhadap jalannya kemitraan
secara keseluruhan beradasarkan atribut-atribut tersebut.
41
3.1.8 Analisis Pendapatan Usahatani
Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani
memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, modal, waktu,
pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuannya (Soekartawi et al. 1984).
Berdasarkan definisi tersebut, diketahui faktor-faktor yang bekerja dalam
usahatani diantaranya adalah faktor alam, tenaga kerja dan modal.
1. Faktor Alam
Faktor alam merupakan salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi usahatani. Faktor alam dibedakan menjadi dua, yaitu
faktor tanah serta lingkungan alam sekitarnya. Faktor tanah misalnya
jenis tanah dan kesuburan. Sedangkan faktor alam sekitar adalah faktor
iklim yang berhubungan dengan ketersediaan air, suhu dan lain
sebagainya (Suratiyah 2006).
2. Faktor Tenaga Kerja
Tenaga kerja dalam usahatani memiliki karakteristik yang sangat
berbeda dengan tenaga kerja dalam usaha pada bidang di luar pertanian.
Karakteristik tenaga kerja bidang usahatani menurut Tohir (1983) dalam
Suratiyah (2006) adalah:
a. Keperluan akan tenaga kerja dalam usahatani tidak kontinyu dan
tidak merata
b. Penyerapan tenaga kerja dalam usahatani sangat terbatas
c. Tidak mudah distandarkan, dirasionalkan, dan dispesialisasikan
d. Beraneka ragam coraknya dan kadang kala tidak dapat dipisahkan
satu sama lain.
Tenaga kerja dalam usahatani terdiri dari tenaga kerja keluarga dan
tenaga kerja luar keluarga. Banyak sedikitnya tenaga kerja yang
dibutuhkan dalam usahatani berbeda-beda tergantung jenis tanaman
yang dibudidayakan. Banyak sedikitnya tenaga kerja luar yang
dipergunakan tergantung pada dana yang dimiliki.
42
3. Faktor Modal
Modal merupakan syarat mutlak berjalannya suatu usaha, termasuk
dalam usahatani. Menurut Suratiyah (2006), pada usahatani modal
digolongkan berdasarkan sifat, kegunaan, waktu dan fungsi.
a. Sifat
Berdasarkan sifatnya modal selain dibagi menjadi modal yang
menghemat lahan (land saving capital) serta modal yang
menghemat tenaga kerja (labour saving capital), modal juga
digolongkan ke dalam modal yang menyerap tenaga kerja lebih
banyak serta modal yang mempertinggi efisiensi.
b. Kegunaan
Berdasarkan kegunaannya, modal dibagi menjadi dua golongan
yaitu modal aktif yang secara langsung maupun tidak langsung
meningkatkan produksi, serta modal pasif yang digunakan hanya
untuk mempertahankan produk.
c. Waktu
Berdasarkan waktu pemberian manfaatnya, modal dibagi menjadi
dua golongan, yaitu modal produktif yang merupakan modal yang
secara langsung meningkatkan produksi serta modal prospektif yang
merupakan modal yang dapat meningkatkan namun baru dirasakan
pada jangka panjang.
d. Fungsi
Berdasarkan fungsinya, modal dapat dibagi ke dalam dua golongan,
yaitu modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap adalah modal
yang digunakan dalam berkali-kali proses produksi, sedangkan
modal tidak tetap adalah modal yang hanya digunakan dalam satu
kali proses produksi.
Secara umum usahatani dibagi menjadi dua, yaitu usahatani keluarga dan
perusahaan pertanian. Perbedaan antara usahatani keluarga dan perusahaan
pertanian terletak pada delapan hal, yaitu tujuan akhir, bentuk hukum, luas usaha,
jumlah modal, jumlah tenaga kerja, unsur usahatani, sifat usaha serta pemanfaatan
terhadap hasil-hasil pertanian. Tujuan akhir usahatani keluarga adalah pendapatan
43
keluarga petani, sedangkan tujuan akhir perusahaan adalah laba yang sebesar-
besarnya. Usahatani keluarga tidak berbadan hukum sedangkan perusahaan
pertanian mempunyai badan hukum seperti PT, firma atau CV. Usahatani
keluarga pada umumnya berlahan sempit, sedangkan perusahaan pertanian
memiliki lahan luas karena berorientasi pada efisiensi dan keuntungan.
Berdasarkan jumlah modal yang dimiliki usahatani keluarga mempunyai
modal per satuan luas yang lebih kecil dibandingkan perusahaan pertanian,
namum memiliki jumlah tenaga kerja per satuan luas yang lebih besar dibanding
perusahaan pertanian. Hal lain yang membedakan usahatani keluarga dan
perusahaan pertanian adalah pada unsur usahatani, yaitu tenaga kerja yang dibayar
dimana pada usahatani keluarga melibatkan tenaga kerja keluarga dan luar
keluarga, sedangkan perusahaan pertanian hanya menggunakan tenaga kerja luar.
Usahatani keluarga pada umumnya bersifat menghidupi, komersial maupun semi
komersial, sementara perusahaan pertanian selalu bersifat komersial. Perusahaan
pertanian selalu memanfaatkan hasil-hasil pertanian yang mutakhir dan tidak
segan-segan membiayai penelitian sendiri melalui bagian penelitian dan
pengembangan perusahaan. Hal ini berbeda dengan usahatani keluarga yang
bergantung pada hasil penelitian dan pengembangan pemerintah melalui
Departemen Pertanian karena keterbatasan modal, peralatan serta tenaga kerja.
Dalam menjalankan usahatani, para petani mengharapkan produksi yang
besar agar memperoleh pendapatan yang besar pula. Untuk itulah petani
memanfaatkan tenaga, modal dan sarana produksinya sebagai umpan untuk
mendapatkan produksi yang diharapkan. Ukuran penampilan usahatani dapat
dinyatakan dengan ukuran arus uang tunai serta ukuran pendapatan dan
keuntungan.
Menurut Soekartawi et al. 1984, penerimaaan tunai usahatani didefinisikan
sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pengeluaran
tunai usahatani didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk
pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Penerimaan tunai usahatani tidak
mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Demikian pula, pengeluaran
tunai usahatani tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok.
Penerimaan tunai dan pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup yang
44
berbentuk benda. Jadi, nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung
sebagai penerimaan tunai usahatani dan nilai kerja yang dibayar dengan benda
tidak dihitung sebagai pengeluaran usahatani. Selisih antara penerimaan tunai
usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani disebut pendapatan tunai usahatani
dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai.
Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total
usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.
Pendapatan kotor usahatani merupakan ukuran hasil perolehan total sumberdaya
yang digunakan dalam usahatani. Pengeluaran usahatani didefinisikan sebagai
nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi,
tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Apabila data tersedia, maka
pengeluaran total dipisahkan menjadi pengeluaran tetap dan pengeluaran tidak
tetap. Pengeluaran tetap didefinisikan sebagai pengeluaran usahatani yang tidak
bergantung kepada besarnya produksi. Sedangkan pengeluaran tidak tetap adalah
pengeluaran yang digunakan dalam usahatani dan jumlahnya berubah kira-kira
sebanding dengan besarnya perubahan produksi.
Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. Jadi,
nilai barang atau jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau
berdasarkan kredit harus dimasukkan ke dalam pengeluaran. Apabila dalam
usahatani digunakan mesin-mesin pertanian, maka penyusutan harus dihitung dan
dimasukkan ke dalam pengeluaran. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan
pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan
bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari
penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri
atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Karena itu,
pendapatan bersih usahatani merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat
dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usahatani.
Ukuran lain yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat keuntungan
dalam usahatani adalah rasio perbandingan penerimaan dan biaya (rasio R/C).
Apabila rasio R/C > 1 maka usahatani dinyatakan menguntungkan, sebaliknya
apabila rasio R/C < 1 maka usahatani dinyatakan mengalami kerugian. Rasio R/C
= 1 menunjukkan kondisi keuntungan normal dalam pelaksanaan usahatani.
45
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Benih merupakan komoditi yang sangat penting dalam pelaksanaan
usahatani, karena kualitas suatu tanaman sangat tergantung pada kualitas benih
yang digunakan dalam budidaya. Padi merupakan salah satu tanaman yang sangat
penting, mengingat sekitar 95 persen penduduk Indonesia mengkonsumsi padi
sebagai makanan pokok. Karena itu, peningkatan kualitas serta produktivitas
tanaman padi menjadi hal yang sangat diperhatikan oleh pemerintah. Sertifikasi
benih padi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas serta
produktifitas tanaman padi disamping penemuan varietas-varietas baru padi.
Saat ini masih terdapat petani di Indonesia yang menggunakan benih hasil
penangkaran sendiri tanpa melalui proses sertifikasi. Hal ini berpengaruh terhadap
kualitas serta produktivitas padi yang dihasilkan. Walaupun begitu penggunaan
benih bersertifikat di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini harus
diikuti dengan peningkatan produksi benih padi bersertifikat, melalui usahatani
penangkaran benih padi bersertifikat. Usaha penangkaran benih padi bersertifikat
belum banyak dilakukan oleh petani padi di Indonesia. Padahal bila dilihat dari
tingkat pendapatannya, pendapatan petani penangkar benih lebih tinggi
dibandingkan petani padi konsumsi. Hal ini disebabkan karena dengan
menghasilkan benih padi varietas unggul bersertifikat berarti harga jual yang
diterima oleh petani lebih tinggi jika dibandingkan dengan padi konsumsi. Dalam
menghasilkan benih padi di Indonesia, terdapat petani penangkar benih padi yang
melakukannya secara mandiri serta terdapat juga petani penangkar benih yang
melakukan kemitraan dengan perusahaan produsen benih.
PT. SHS merupakan salah satu produsen penghasil benih padi di Indonesia.
Ciri utama benih padi produksi PT. SHS adalah berlabel sertifikasi. Dalam
memproduksi benih padi bersertifikat, PT. SHS melakukan kemitraan dengan
petani penangkar benih padi di daerah sekitar. Kemitraan memberikan keuntungan
bagi kedua belah pihak, baik bagi perusahaan maupun petani yang melakukan
kemitraan. Keuntungan yang diperoleh PT. SHS diantaranya adalah adanya
kontinuitas produksi benih padi yang berpengaruh terhadap produksi benih padi
nasional, sedangkan bagi petani penangkar benih padi keuntungan yang diperoleh
diantaranya peningkatan kemampuan dan kewirausahaan, peningkatan pendapatan
46
keluarga dan masyarakat pedesaan, peningkatan kualitas penguasaan teknologi
serta penyediaan lapangan kerja bagi petani kecil. Kemitraan ini sekaligus
meningkatkan jumlah petani penangkar benih bersertifikat.
Namun dalam pelaksanaannya, masih terdapat permasalahan yang
disebabkan oleh penyimpangan perjanjian kemitraan. Permasalahan tersebut
diantaranya adalah penjualan hasil panen yang tidak sesuai dengan perjanjian
kerjasama. Dalam perjanjian, petani mitra diwajibkan untuk menjual seluruh hasil
panennya pada PT. SHS, namun masih terdapat petani yang menjual hasil
panennya selain ke perusahaan. Hal ini disebabkan salah satunya karena
keterlambatan pembayaran hasil panen oleh PT. SHS. Penyimpangan dari
perjanjian kerjasama yang telah disepakati dapat mendatangkan kerugian bagi
petani mitra maupun bagi PT. SHS. Untuk itulah perlu dilakukan evaluasi
terhadap pelaksanaan kemitraan untuk melihat sejauh mana masing-masing pihak
yang bermitra telah melaksanakan perannya dalam kemitraan. Melalui evaluasi
kemitraan masing-masing pihak diharapkan dapat menilai kegiatan kemitraan
yang telah dijalankan sehingga nantinya dapat digunakan untuk meningkatkan
kinerja dari kemitraan tersebut.
Evaluasi kemitraan dilakukan dengan melihat tingkat kesesuaian antara
pelaksanaan atribut-atribut kemitraan dengan perjanjian yang telah disepakati.
Melalui evaluasi kemitraan akan diketahui bagaimana pelaksanaan kemitraan
yang terjalin antara PT. SHS dan petani mitra serta diketahui kendala-kendala
dalam pelaksanaan kemitraan. Evaluasi kemitraan juga dilakukan melalui
penilaian kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan ini diukur melalui pengukuran
tingkat kepuasan petani terhadap pelaksanaan kemitraan. Metode yang digunakan
untuk melihat tingkat kepuasan petani mitra adalah metode Importance
Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Metode ini
menunjukkan apakah kemitraan yang telah dijalankan oleh PT. Sang Hyang Seri
dengan petani mitra telah memberikan kepuasan bagi petani mitra itu sendiri,
berdasarkan atribut-atribut kemitraan yang telah ditentukan.
Untuk menganalisis tingkat pendapatan petani penangkar benih padi,
digunakan analisis pendapatan serta analisis rasio R/C. Analis ini dilakukan
terhadap petani yang melakukan kemitraan dengan PT. SHS serta terhadap petani
47
penangkar benih yang tidak bermitra. Hal ini dilakukan untuk membandingkan
tingkat pendapatan antara petani mitra dengan petani non mitra. Dengan analisis
tersebut akan diketahui berapa besar pendapatan yang diperoleh petani penangkar
benih mitra maupun non mitra serta melihat apakah usahatani yang dijalankan
memberikan keuntungan atau kerugian kepada petani serta melihat usahatani
manakah yang lebih menguntungkan. Analisis ini juga melihat bagaimana peran
kemitraan terhadap pendapatan petani penangkar benih padi. Kerangka alur
pemikiran dapat dilihat pada Gambar 10.
48
Benih Padi sebagai input utama dalam usahatani padi.
‐ Sangat penting karena kualitas padi tergantung pada
kualitas benihnya
‐ Masalah perbenihan terutama padi berhubungan
dengan pemenuhan kebutuhan akan beras
‐ Penangkaran benih padi di Indonesia dilakukan oleh
BUMN, swasta atau kelompok tani penangkar benih
Petani
Penangkar
Benih padi
Permasalahan:
1. Keterlambatan pembayaran hasil panen oleh PT. SHS
2. Penjualan hasil panen yang tidak sesuai perjanjian Analisis
Pendapatan
49
IV METODE PENELITIAN
51
4.4.1 Struktur Penerimaan dan Biaya Usahatani
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual.
TRi = Yi x Pyi
Dimana : TR = Total Penerimaan
Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
Py = Harga jual produk y
Menurut Soekartawi (2002), biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu (a) biaya tetap (fixed cost) dan (b) biaya tidak tetap (variable cost). Biaya
tetap umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus
dikeluarkan walaupun produksi yang dihasilkan banyak atau sedikit. Jadi besarnya
biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi (output yang
diperoleh). Sedangkan biaya tidak tetap (variable cost) didefinisikan sebagai
biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang dilakukan. Untuk
menghitung biaya tetap dapat digunakan rumus sebagai berikut:
FC = ∑ni=1
XiPxi
di mana: FC = biaya tetap
Xi = jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap
Pxi = harga input
n = macam input
Apabila besarnya biaya tetap tidak dapat dihitung dengan rumus karena tidak
diketahui secara pasti jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap, maka
sekaligus ditentukan nilainya. Rumus ini juga digunakan untuk menentukan biaya
tidak tetap.
Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap
(VC). Dari pernyataan tersebut, rumus yang digunakan untuk menetukan total
biaya adalah:
TC = FC + VC
Pengelompokan biaya usahatani yang lain adalah biaya tunai dan biaya
tidak tunai (diperhitungkan) (Hernanto, 1995). Biaya tunai dan biaya tidak tunai
berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang termasuk ke dalam
biaya tunai misalnya iuran irigasi dan pajak tanah. Sedangkan biaya variabel yang
52
termasuk biaya tunai adalah biaya input produksi dan upah tenaga kerja. Biaya
tetap yang merupakan biaya tidak tunai atau biaya diperhitungkan adalah biaya
penyusutan dan biaya untuk tenaga kerja keluarga. Sedangkan biaya variabel yang
merupakan biaya diperhitungkan adalah sewa lahan.
53
dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total dalam satu
periode tertentu. Secara matematis, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut:
TR
Rasio R/C atas biaya tunai =
TotaS Biaya Tunai
TR
Rasio R/C atas biaya total =
TC
Di mana :
TR = Total Penerimaan
TC = Total Biaya = BT + BD
Suatu usahatani dinyatakan menguntungkan apabila rasio R/C lebih besar
dari satu (rasio R/C > 1). Nilai tersebut mengartikan bahwa setiap satu rupiah
biaya yang dikeluarkan akan memberikan tambahan penerimaan lebih besar dari
satu rupiah. Sebaliknya apabila rasio R/C kurang dari satu (rasio R/C < 1) maka
usaha akan mengalami kerugian, karena setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan
akan memberikan tambahan penerimaan kurang dari satu rupiah. Jika rasio R/C
sama dengan satu (rasio R/C = 1) berarti kegiatan tersebut berada pada kondisi
keuntungan normal. Karena setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan
memberikan tambahan penerimaan sebesar satu rupiah.
54
4.4.4 Penilaian Tingkat Kepuasan
55
Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 1. Setelah
atribut ke-16 dan atribut ke-17 dihilangkan pada uji validitas dan reliabilitas
pertama, maka atribut ke-18 yaitu ketepatan waktu pembayaran hasil panen oleh
inti menjadi atribut 16 pada uji validitas dan reliabilitas kedua. Selanjutnya
keenam belas atribut tersebut digunakan dalam perhitungan Importance
Performance Analysis (IPA) serta Customer Satisfaction Index (CSI). Penentuan
atribut dilakukan berdasarkan pelaksanaan kemitraan, perjanjian kontrak
kerjasama serta teori service quality (servqual). Atribut yang digunakan pada pre
sampling kuisioner pertama dapat dilihat pada Tabel 11.
56
2 Metode Importance Performance Analysis (IPA)
Metode IPA digunakan karena metode ini dapat memberikan penilaian
terhadap kinerja setiap atribut yang telah ditentukan dengan cara mengukur
tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaannya, serta menggolongkannya ke
dalam skala prioritas tertentu. Tingkat kepentingan kualitas pelayanan adalah
seberapa penting suatu atribut dalam kemitraan dinilai oleh konsumen, dalam hal
ini adalah petani mitra. Pada metode IPA tingkat pelaksanaan atau pelayanan
suatu perusahaan dinilai memuaskan apabila pelayanannya sesuai dengan harapan
dari petani mitra. Tingkat kepentingan dan kepuasan petani diukur menggunakan
skala likert dengan empat kategori sebagaimana terdapat pada Tabel 12.
Tabel 12. Skala Likert Pengukuran Tingkat Kepentingan dan Kepuasan terhadap
Kinerja
Kategori
Skor
Tingkat Kepentingan Tingkat Kinerja
Sangat Penting Sangat Puas 4
Penting Puas 3
Tidak Penting Tidak Puas 2
Sangat Tidak Penting Sangat Tidak Puas 1
57
Xi
Tki = x 100%
Fi
Dimana: Tki = Tingkat kesesuaian responden
Xi = Skor penilaian tingkat kinerja/kepuasan petani mitra
Yi = Skor penilaian kepentingan petani mitra
58
Tingkat Kepentingan
Y
Kuadran I Kuadran II
Prioritas Utama Pertahankan Prestasi
X X
Tingkat Kepuasan
Keterangan:
Kuadran I : Kuadran I yang merupakan Kuadran Prioritas Utama
menunjukkan atribut-atribut yang dianggap mempengaruhi
kepuasan petani, namun manajemen belum melaksanakannya
sesuai yang diharapkan petani, sehingga petani tidak puas.
Kinerja atribut-atribut yang masuk ke dalam kuadran ini harus
ditingkatkan oleh perusahaan dengan melakukan perbaikan
secara terus-menerus.
Kuadran II : Kuadran II yang merupakan Kuadran Pertahankan Prestasi
menunjukkan atribut-atribut yang dianggap penting oleh petani
dan telah dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan yang
diharapkan, sehingga sangat memuaskan petani. Kinerja atribut-
atribut yang terdapat dalam kuadran ini harus dipertahankan.
59
Kuadran III : Kuadran III yang merupakan Kuadran Prioritas Rendah
menunjukkan atribut-atribut yang dianggap kurang penting oleh
petani dan pelaksanaannya oleh perusahaan biasa-biasa saja.
Peningkatan kinerja atribut dalam kuadran ini perlu
dipertimbangkan lagi karena manfaat yang diperoleh sangat
kecil.
Kuadran IV : Kuadran IV yang merupakan Kuadran Berlebihan
menunjukkan atribut-atribut yang dianggap kurang penting oleh
petani namun pelaksanaannya oleh perusahaan dirasa
berlebihan. Atribut-atribut dalam kuadran ini dapat dikurangi
pelaksanaannya untuk menghemat biaya.
∑n
i=1 Yi ∑n
i=1 Xi
MIS = dan MSS =
n n
60
2. Membuat Weight Factors (WF)
Bobot ini merupakan persentase nilai MIS per atribut terhadap total MIS
seluruh atribut.
MISi
WFi =
∑pi=1 MISi
∑pi=1 WSi
CSI = x 100 %
5
Pada umumnya bilai nilai CSI di atas 50 persen dapat dikatakan bahwa
konsumen sudah merasa puas sebaliknya bila nilai di bawah 50 persen konsumen
belum dikatakan puas. Skala kepuasan konsumen yang dipakai dalam penelitian
ini dibagi ke dalam lima kriteria dari tidak puas sampai dengan sangat puas.
Kriteria ini mengikuti modifikasi kriteria yang dilakukan oleh PT. Sucofindo
dalam melakukan survei kepuasan pelanggan, sepert dijabarkan dalam Tabel 13.
61
Tabel 13. Kriteria Nilai Customer Satisfaction Index (CSI)
Nilai CSI Kriteria CSI
0,81-1,00 Sangat Puas
0,66-0,80 Puas
0,51-0,65 Cukup Puas
0,35-0,50 Kurang Puas
0,00-0,34 Tidak Puas
Sumber: Ihsani (2005) dalam Lestari (2009)
62
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
63
pendapatan dan kinerja perusahaan. Misalnya, benih tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Selain core
bussines, PT. SHS dapat pula melakukan kegiatan penunjang core bussines dan
optimalisasi pemanfaatan sumber daya perseroan pada 2008. Pembinaan terhadap
perusahaan dilakukan oleh lembaga Kementerian BUMN sesuai PP 64/2001
tertanggal 13 September 2001.
64
5.1.4 Struktur Organisasi Perusahaan
Dalam struktur organisasi PT. SHS, perusahaan terdiri dari Dewan
Komisaris dan Dewan Direksi. Dewan Komisaris sebagai bagian tertinggi
memegang seluruh wewenang di luar yang telah didelegasikan Direksi,
sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar. Fungsi Dewan Direksi adalah
melaksanakan pengawasan dan penasehat bagi Direksi dalam menjalankan
tugasnya. Selain itu Dewan Komisaris pun berfungsi sebagai pemberi arahan
strategi dan optimalisasi efektifitas serta efisiensi tindakan Direksi dalam
pencapaian target. Sementara itu fungsi Dewan Direksi adalah mewakili
perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan sejalan dengan tugas utama
Direksi untuk memimpin, mengelola dan mengatur perusahaan menuju
tercapainya maksud dan tujuan perusahaan. Dewan Direksi terdiri dari Direktur
Utama, Direktur Keuangan, Direktur Penelitian dan SDM, Direktur Produksi, dan
Direktur Pemasaran. Dewan Komisaris dan Dewan Direksi menempati kantor
pusat di Jakarta.
Dalam kegiatan pengelolaan perusahaan, setiap Kantor Regional PT. SHS
dipimpin oleh General Manajer yang membawahi berbagai bagian. Kantor
Regional PT. SHS terdiri dari lima Kantor Regional, yaitu Kantor Regional I dan
Pusat Benih Sumber (Sukamandi, Kabupaten Subang), Kantor Regional II
(Malang), Kantor Regional III (Medan), Kantor Regional IV (Metro) dan Kantor
Regional V (Sidrap). Kantor Regional I Sukamandi membawahi Unit Bisnis
Daerah Sukamandi, Ciamis, Serang, Tegal dan Banyumas serta membawahi
Satuan Tugas Kalimantan Barat dengan wilayah pelayanan di Jawa Barat, Banten
dan Sebagian Jawa Tengah.
Kantor Regional I Sukamandi dipimpin oleh General Manager yang
membawahi Sekretaris Regional, Manajer Pemasaran, Manajer Produksi, Manajer
Litbang, serta Manajer Keuangan dan SDM. General Manajer membawahi
langsung Senior Manajer yang bertanggung jawab terhadap Unit Bisnis Daerah
atau Cabang Khusus. Unit Bisnis Daerah Sukamandi dipimpin oleh Senior
Manajer yang Membawahi Manajer Kebun, Manajer Prosessing, dan Manajer
Penjualan, dimana setiap bagian memiliki fungsinya masing-masing. Manajer
Kebun bertanggung jawab terhadap kegiatan budidaya penangkaran benih padi,
65
baik kegiatan swakelola, kerjasama, maupun kerjasama luar. Kemitraan antara
PT.SHS dengan petani mitra merupakan tanggung jawab dari bagian kebun.
66
Berdasarkan data statistik Subang dalam angka, penduduk Kabupaten
Subang pada tahun 2009 berjumlah 1.470.324, dengan komposisi 725.561 orang
laki-laki dan 744.763 perempuan, dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai
717 jiwa per km2. Dari 22 kecamatan yang berada di Kabupaten Subang,
Kecamatan Subang merupakan daerah dengan tingkat kepadatan tertinggi yaitu
2.077 jiwa per km2, sedangkan Kecamatan Legonkulon merupakan daerah yang
paling rendah tingkat kepadatannya, yaitu 318 jiwa per km2.
Kabupaten Subang merupakan kabupaten yang memiliki areal lahan sawah
terluas ketiga di Jawa Barat setelah Indramayu dan Karawang, sekaligus
merupakan penyumbang produksi padi terbesar ketiga di Jawa Barat. Luas lahan
sawah di Kabupaten Subang pada tahun 2009 tercatat seluas 84.167 hektar atau
sekitar 47,71 persen dari total luas wilayah Kabupaten Subang. Sebagai salah satu
penyandang predikat sebagai salah satu lumbung padi nasional Kabupaten Subang
pada tahun 2009 menyumbangkan produksi padi yang mencapai 1.128.353 ton
terhadap stok padi nasional. Produksi padi tersebut dihasilkan dari lahan basah
sebanyak 1.121.600 ton dan sisanya dari ladang. Sedangkan varietas padi yang
banyak ditanam diantaranya varietas Ciherang, Cimelati, dan Cigeulis. Sentra
produksi padi di Kabupaten Subang terdapat di Kecamatan Binong, Pusakanagara,
Ciasem, Pamanukan, Patokbeusi dan Blanakan.
67
Tabel 14. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Umur Musim
Tanam 2010/2011
Kelompok Mitra Non Mitra
Umur (Tahun) Jumlah Petani % Jumlah Petani %
25-34 2 6,67 4 13,33
35-44 9 30 11 36,67
45-54 8 26,67 3 10
55-64 7 23,33 6 20
≥ 65 4 13,33 6 20
Jumlah 30 100,00 30 100,00
Tabel 15. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Jenis Kelamin
Musim Tanam 2010/2011
Mitra Non Mitra
Jenis Kelamin
Jumlah Petani % Jumlah Petani %
Laki-laki 30 100 27 90
Perempuan 0 0 3 10
Total 30 100 30 100
68
5.3.3 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan formal petani mitra bervariasi mulai dari tidak
sekolah, SD, SMA hingga Diploma. Sedangkan pada petani non mitra tingkat
pendidikan formal bervariasi mulai dari SD, SMP, SMA hingga S1.
Tabel 16. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Pendidikan
Musim Tanam 2010/2011
Mitra Non Mitra
Pendidikan
∑ Petani % ∑ Petani %
Tidak Sekolah 4 13,33 2 6,67
SD 21 70 17 56,67
SMP 1 3,33 7 23,33
SMA 3 10 4 13,33
Diploma 1 3,33 0 0
Jumlah 30 100 30 100
Dari Tabel 16 dapat diketahui bahwa lebih dari setengah responden petani
mitra hanya tamat SD, yaitu sebesar 70 persen. Sedangkan pada responden petani
non mitra 56,67 persen responden hanya tamat SD. Pada petani non mitra terdapat
satu responden yang telah menyelesaikan pendidikan diplomanya.
69
Tabel 17. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Pengalaman
Menjadi Petani Penangkar Benih Padi Musim Tanam 2010/2011
Pengalaman Mitra Non Mitra
(Tahun) ∑ Petani % ∑ Petani %
1-9 1 3,33 29 96,67
10-19 9 30 1 3,33
20-29 13 43,33 0 0
30-39 3 13,33 0 0
≥ 40 4 10 0 0
Jumlah 30 100 30 100
70
Tabel 18. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Luas Lahan
Usahatani Musim Tanam 2010/2011
Luas Lahan Mitra Non Mitra
(Hektar) ∑ Petani % ∑ Petani %
≤1 5 16,67 24 80
1,1-1,9 8 26,67 5 16,67
≥2 17 56,67 1 3,33
Jumlah 30 100 30 100
Status kepemilikan lahan pada petani non mitra 100 persen adalah sewa,
karena lahan yang dikelola oleh petani mitra adalah milik PT. SHS. Status
kepemilikan lahan pada petani mitra dan non mitra dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Status Kepemilikan Lahan Responden Petani Mitra dan Non Mitra
Musim Tanam 2010/2011
Status Mitra Non Mitra
Kepemilikan ∑ Petani % ∑ Petani %
Pribadi 0 0 3 10
Sewa 30 100 27 90
Jumlah 30 100 30 100
71
VI EVALUASI KEMITRAAN PT. SANG HYANG SERI DAN
PETANI PENANGKAR BENIH PADI
6.1 Gambaran Kemitraan PT. Sang Hyang Seri dengan Petani Penangkar
Benih
Kemitraan antara PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) dengan petani
penangkar benih di sekitar lokasi perusahaan difokuskan pada beberapa desa di
tiga kecamatan yang merupakan daerah binaan PT. SHS yaitu kecamatan Ciasem,
kecamatan Blanakan dan kecamatan Patokbeusi. Empat desa di kecamatan
tersebut yang menjadi lokasi lahan milik PT. SHS, yaitu desa Ciasem Girang,
desa Gempol Sari, desa Rawa Mekar dan desa Pinang Sari menjadi desa kontrak
HGU, dimana para petani di keempat desa tersebut diutamakan untuk menjadi
petani mitra. Selain keempat desa tersebut, terdapat desa-desa di luar kontrak
HGU yang merupakan desa penyangga, yaitu desa Tambak Jati, desa Sukahaji,
desa Cilamaya Hilir, desa Blanakan, desa Ciasem Hilir, desa Rancamulya, dan
desa Sukamandi Jaya.
Lahan yang dimiliki oleh PT. SHS seluas 3.150,65 hektar merupakan
tanah negara yang diberikan pada PT. SHS untuk dikelola terutama untuk
menghasilkan benih berkualitas yang memenuhi kebutuhan benih bersertifikat
nasional. Luasnya lahan yang harus dikelola oleh PT. SHS tidak sebanding
dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki oleh PT. SHS. Keterbatasan
SDM menjadi salah satu masalah, sehingga kemitraan dengan petani sekitar
menjadi solusi yang paling tepat. Pada musim tanam 2010/2011 dari seluruh luas
lahan PT. SHS, seluas 2.283,15 hektar disewakan untuk diolah petani mitra dan
867,50 hektar lahan digunakan untuk kegiatan swakelola, penelitian dan Trap
Border System (TBS). Kegiatan swakelola meliputi penanaman padi inbrida,
penanaman padi hibrida, dan penanaman benih sumber. Pada musim tanam
2010/2011 seluruh lahan kerjasama digunakan untuk menanam padi inbrida.
Selain swakelola dan kerjasama dalam, untuk memenuhi target produksi, PT. SHS
melakukan kerjasama luar dengan kelompok tani atau gapoktan, seperti di
Kabupaten Subang, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten
Indramayu. PT. SHS membeli gabah hasil panen dari kelompok tani tersebut,
dimana benih sumbernya berasal dari PT. SHS. Setiap musimnya kontrak
kerjasama luar dapat berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan PT. SHS.
Tabel 20. Pembagian Areal Lahan PT. SHS Cabang Khusus Sukamandi Musim
Tanam 2010/2011
Kerjasama
Areal Swakelola (Ha) Jumlah (Ha)
(Ha)
I. Areal Kebun
1. Padi Inbrida
- Inpari 1 199,60 113,03 312,63
- Situbagendit - 190,03 190,03
- Ciherang 335,79 1.658,90 1.994,69
- Inpago 3 SHS 128,29 - 128,29
- Cigeulis - 20,20 20,20
- Inpara 3 - 46,54 46,54
- Inpari 13 39,77 - 39,77
- Mekongga - 46,99 46,99
- IR64 - 207,46 207,46
Sub Jumlah 703,45 2.283,15 2.986,60
2. Padi Hibrida
- SL-8SHS 5,97 - 5,97
- Perb. Restorer 1,13 - 1,13
Sub Jumlah 7,10 - 7.10
Jumlah Areal Kebun 710,55 2.283,15 2.993,70
II. Areal Lain-lain
1. Benih Sumber 110,61 - 110,61
2. Penelitian 13,97 - 13,97
3. TBS 3,00 - 3,00
Jumlah Areal Lain-lain 156,95 - 156,95
Jumlah Areal PT. SHS 867,50 2.283,15 3.150,65
Sumber: PT. Sang Hyang Seri, 2011
73
Kemitraan yang berlangsung antara PT. SHS dengan petani mitra
merupakan kemitraan inti plasma. Sebagai perusahaan inti, PT. SHS menyediakan
lahan sewa untuk digarap oleh petani, memberikan bantuan modal biaya panen,
pinjaman sarana produksi dan benih sumber, serta memberikan pembinaan dan
pendampingan bagi petani mitra. Sedangkan para petani berhak mengelola lahan
yang disediakan oleh PT. SHS dan berkewajiban untuk menyerahkan hasil
panennya kepada PT. SHS sesuai kebutuhan dan permintaan PT. SHS. Pada
awalnya, sewa lahan dilakukan dengan membayar uang sewa setiap musimnya.
Namun kemudian sejak tahun 2003, sistem pembayaran tersebut berubah menjadi
sistem bagi hasil karena banyaknya kejanggalan seperti penarikan biaya sewa oleh
oknum diluar petugas. Bagi hasil yang dibebankan kepada petani sebesar 1.200 kg
per hektar dan diambil ketika panen.
74
Tabel 21. Pembagian Areal Lahan Kerjasama Musim Tanam 2010/2011
No Supervisor Blok Luas (Ha)
1 Edi Rohendi S1-S13 142,86
B1-B23 184,68
B31 2,55
L2AB-L6 25,00
BLC 81,45
B2-B14 55,79
L1-L7 59,41
LK1-LK4 59,73
S21-S22B 13,50
Sub Jumlah 624,97
2 Sunarja, A.Md LK5-LK25 114,65
LK6-LK10 15,71
LK27-LK51 147,14
LK40-LK46 46,99
L35-L45 105,37
S30-S31 12,32
S36-S40 51,75
L36-L52 87,38
Sub Jumlah 581,31
3 Rohali, A.Md PSK 172,57
SKJB 206,47
Sub Jumlah 379,04
4 Sugianto Uwan TGKB 301,52
Sub Jumlah 301,52
5 Aang Suharman, SP SKJT 92,00
TGKT 304,31
Sub Jumlah 396,31
Jumlah 2283,15
Sumber: PT. Sang Hyang Seri, 2011
75
Pelaksanaan budidaya penangkaran benih padi oleh petani mitra diawasi
oleh PT. SHS. Setiap kegiatannya mulai dari tebar, tanam hingga panen harus
berjalan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Selama satu
musim tanam, PT. SHS melakukan roguing sebanyak 3 kali, yaitu ketika (i) masa
vegetatif, yaitu satu bulan setelah tanam, (ii) masa berbunga penuh, yaitu dua
setengan bulan setelah tanam, dan (iii) fase pemasakan, yaitu dua minggu sebelum
panen. Biaya roguing ditanggung oleh petani mitra sebagai biaya operasional
yang wajib dibayar setiap musimnya.
Petani mitra menyerahkan hasil panen dengan Surat Pengantar Hasil
(SPH). SPH diperoleh setelah hasil panen melalui uji laboratorium, untuk
menentukan kadar air serta kotoran dari hasil panen tersebut. Satu SPH mewakili
satu kendaraan, yang berisi nama petani mitra, lokasi penanaman, luas lahan,
tanggal panen, total hasil panen bruto, total hasil panen netto setelah dikurangi
berat karung dan hasil panen, kadar air dan kotoran, serta harga yang ditetapkan
untuk hasil panen tersebut sesuai dengan hasil laboratorium. Penimbangan
dilakukan dua kali, pertama oleh petani sendiri, kemudian oleh perusahaan. SPH
ditandatangani oleh petani mitra, supervisor dan supir kendaraan. Pembayaran
hasil panen dilakukan berdasarkan kesepakatan sebelumnya, minimal satu minggu
setelah penyerahan hasil panen, tergantung dari kemampuan perusahaan. Lama
pembayaran menunggu pencairan dana perusahaan.
76
1. PIHAK PERTAMA, wajib melakukan pembinaan dan pengawalan teknis
produksi yang dilaksanakan oleh PIHAK KEDUA.
2. PIHAK KEDUA diwajibkan membayar benih pokok sebanyak 25 Kg / Ha /
Musim kepada PIHAK PERTAMA.
3. PIHAK KEDUA diwajibkan membayar bagi hasil sebesar 1.200 Kg / Ha /
Musim kepada PIHAK PERTAMA.
4. PIHAK KEDUA membayar biaya operasional kerjasama sebesar Rp.
130.000,-/ Ha / Musim yang terdiri dari : Biaya Roguing, Sanitasi, Materai
dan PHT.
5. PIHAK KEDUA berhak atas semua hasil panen dan memasukkan/menjual
kepada PIHAK PERTAMA apabila dibutuhkan setelah dipotong kewajiban
bagi hasil.
6. PIHAK KEDUA diwajibkan mengelola areal dengan baik dan tidak
dipindah tangankan kepada orang lain maupun dijual belikan.
7. PIHAK KEDUA diwajibkan mematuhi ataupun mentaati persyaratan dan
ketentuan yang berlaku di PT. Sang Hyang Seri (Persero) yang tidak tertulis
dalam kontrak ini dalam hal pemanfaatan lahan.
8. PIHAK KEDUA bersedia diberhentikan sebagai petani kerjasama apabila
tidak mengikuti ataupun mentaati aturan dan ketentuan yang ada.
Di dalam Surat Perjanjian Kerjasama tidak disebutkan bahwa petani mitra
wajib menjual seluruh hasil panennya kepada PT. SHS. Petani menjual kepada
perusahaan ketika dibutuhkan. Jumlah benih yang dibeli oleh PT. SHS tergantung
dari kebutuhan benih PT. SHS. Setiap musimnya, PT. SHS menargetkan jumlah
produksi. Namun untuk memenuhi target produksi tersebut, peraturan tersebut
diperkuat oleh peraturan tidak tertulis bahwa petani tidak diperbolehkan untuk
menjual benih selain pada PT. SHS, kecuali untuk konsumsi, dimana jumlah hasil
panen mereka masih dapat memenuhi target PT. SHS. Peraturan tidak tertulis
lainnya yang telah disepakati oleh kedua belah pihak adalah mengenai penetapan
harga beli hasil panen, penetapan varietas, ketentuan luas lahan, penetapan tebar,
tanam, panen, penyediaan sarana produksi, kerjasama pembasmian tikus,
pembagian risiko budidaya, respon terhadap keluhan, pengangkutan hasil panen,
serta jangka waktu pembayaran hasil panen. Dalam SPK, PT. SHS menerapkan
77
sanksi bahwa petani mitra akan diberhentikan apabila melanggar kesepakatan baik
tertulis maupun tidak tertulis. Penerapan sanksi ini tidak serta merta dilakukan
pada pelanggaran pertama. Sebelum diberhentikan, PT. SHS akan memberikan
teguran terlebih dahulu kepada petani mitra. Apabila petani mitra tetap melakukan
pelanggaran barulah kemudia diberhentikan sebagai petani mitra oleh PT. SHS.
78
pembinaan dan pengawalan. Pembinaan dan pengawalan teknis dilakukan
hampir setiap hari oleh PT. SHS. Hal ini cukup mudah dilakukan, karena
lahan penangkaran benih padi merupakan milik PT. SHS dan berada di
wilayah PT. SHS. Dari seluruh lahan milik PT. SHS dibagi menjadi lima
wilayah, dimana setiap wilayah memiliki kepala wilayah atau supervisor.
Kepala wilayah inilah yang berperan melakukan pembinaan dan
pengawalan teknis. Petani di setiap wilayah pasti mengenal kepala
wilayahnya, dan terjalin komunikasi yang baik, sehingga aliran informasi
baik mengenai PT. SHS maupun mengenai budidaya dapat diterima oleh
petani. Pelaksanaan poin kerjasama ini telah sesuai dengan kesepakatan
kerjasama.
2. Pembayaran Benih Pokok.
Pembayaran benih pokok diatur di dalam kontrak, dimana petani mitra
diwajibkan membeli benih pokok 25 kg per hektar per musim dari PT.
SHS. Harga benih pokok pada musim tanam 2010/2011 adalah Rp 7.500
per kg. Pembelian benih pokok ke PT. SHS dimaksudkan untuk menjaga
kualitas benih yang dihasilkan. Jenis varietas yang ditanam ditentukan
oleh perusahaan. Petani diwajibkan untuk menanam padi sesuai dengan
varietas yang ditentukan oleh PT. SHS. Hal ini berdasarkan banyaknya
kebutuhan dari varietas padi itu sendiri. Varietas yang ditanam oleh PT.
SHS pada musim tanam 2010/2011 adalah Inpari 1, Situbagendit,
Ciherang, Inpago 3 SHS, Cigeulis, Inpara 3, Inpari 13, Mekongga dan
IR64. Varietas Inpago 3 SHS dan Inpari 13 hanya dibudidayakan pada
kegiatan swakelola. Sejauh ini, petani mitra selalu mematuhi ketentuan
tersebut sehingga pelaksanaan poin kerjasama ini telah sesuai dengan
kesepakatan kerjasama. Walaupun sebenarnya banyak petani yang sudah
mulai kurang menyukai varietas yang ditentukan oleh perusahaan.
Beberapa petani menyatakan bahwa kini banyak varietas lokal yang lebih
tinggi produktivitasnya.
3. Pembayaran Bagi Hasil.
Sesuai dengan Surat Perjanjian Kerjasama (SPK), petani mitra diwajibkan
untuk membayar bagi hasil sebesar 1.200 kg per hektar per musim sebagai
79
biaya sewa atas lahan yang digunakan. Pembayaran dilakukan ketika
panen dengan pemotongan hasil panen. Sejauh ini dalam pelaksanaannya
petani mematuhi kesepakatan kerjasama tersebut. Menurut petani bagi
hasil sebesar 1.200 kg per hektar per musim tidak memberatkan.
4. Pembayaran Biaya Operasional.
Pembayaran biaya operasional diatur di dalam SPK. Biaya operasional
terdiri dari biaya roguing, sanitasi, materai dan PHT. Biaya yang
dikenakan adalah sebesar Rp 130.000,00 per hektar per musim dan dibayar
setelah panen. Menurut petani biaya ini sudah cukup bahkan termasuk
murah, dan sejauh ini petani mematuhinya. Sehingga pelaksanaan poin
kerjasama ini telah sesuai dengan kesepakatan kerjasama.
5. Penjualan Hasil Panen.
Pada kontrak dinyatakan bahwa petani menjual dan memasukkan hasil
panennya ke PT. SHS bila dibutuhkan. Hal ini dimaksudkan bahwa hasil
panen yang dibeli oleh PT. SHS setiap musimnya tergantung dari
kebutuhan PT. SHS. Setiap musimnya PT. SHS memiliki target produksi.
Target inilah yang digunakan untuk menentukan berapa ton benih yang
harus diserahkan petani mitra per hektarnya. Namun ditambahkan dalam
peraturan tidak tertulis, bahwa petani diwajibkan menjual seluruh hasil
panennya kepada PT. SHS karena kebutuhan benih yang tinggi. PT. SHS
hanya mengizinkan petani mengambil hasil panen untuk konsumsi pribadi.
Namun dalam pelaksanaannya banyak petani yang menjual sedikit hasil
panennya ke tengkulak dengan alasan lebih cepat dalam pembayaran
sehingga pelaksanaan poin kerjasama ini kurang sesuai dengan
kesepakatan kerjasama. Selain itu, penjualan di luar PT. SHS tidak
menggunakan rafaksi harga, sehingga harga yang didapat bisa lebih tinggi
dibandingkan di PT. SHS.
6. Pengelolaan Areal Lahan.
Pengelolaan areal lahan diatur di dalam SPK. Petani diwajibkan untuk
mengelola lahan sebaik-baiknya dan tidak diperbolehkan memindah
tangankan tanpa diketahui oleh PT. SHS dan melalui prosedur yang telah
ditetapkan. Sejauh ini peraturan ini diikuti oleh petani sehingga
80
pelaksanaan poin kerjasama ini telah sesuai dengan kesepakatan
kerjasama. Namun penggunaan pupuk kimia (anorganik) yang berlebihan
oleh petani semakin menurunkan kualitas tanah. Kurangnya penggunaan
pupuk organik semakin menyebabkan tanah menjadi tidak subur.
7. Sanksi Terhadap Pelanggaran Aturan.
Sesuai dengan ketentuan yang tercantum di dalam SPK, petani yang tidak
mematuhi peraturan bersedia untuk diberhentikan dari kerjasamanya
dengan PT. SHS. Namun sebelum diberhentikan, PT. SHS akan
memberikan teguran terlebih dahulu. Sejauh ini, belum pernah ada petani
mitra yang diberhentikan karena melanggar peraturan.
B. Peraturan Tidak Tertulis
1. Ketentuan Luas Lahan Garapan.
Sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh PT. SHS, maksimal luas
lahan yang dapat disewa oleh petani adalah 2 hektar untuk setiap petani.
Hal ini terutama karena luas lahan PT. SHS yang terbatas dan banyaknya
petani yang berminat menjadi petani mitra. Peraturan ini pada dasarnya
telah dipatuhi dan pelaksanaannya sesuai dengan kesepakatan kerjasama,
namun terdapat beberapa petani yang tercatat menyewa lahan lebih dari 2
hektar. Menurut PT. SHS hal tersebut terjadi karena lokasi lahan yang
tanggung dan biasanya berada di pinggir.
2. Penerapan Jadwal Tebar, Tanam, Panen.
Penerapan kegiatan tebar, tanam, panen yang dilakukan oleh petani
semuanya diatur oleh PT. SHS. Petani melaksanakannya sesuai jadwal
yang telah ditetapkan oleh PT. SHS. Kelima wilayah memiliki waktu
tebar, tanam dan panen yang berbeda. Hal ini bertujuan agar terjadi
kontinuitas persediaan serta untuk mempermudah dalam panen,
pengangkutan, dan pengelolaan setelah panen. Kapasitas pabrik PT. SHS
kurang lebih 80 hektar per hari. Petani tidak dapat menentukan waktu
tebar, tanam dan panen sesuai keinginannya. Sejauh ini pelaksanaan poin
kerjasama telah sesuai dengan kesepakatan kerjasama.
81
3. Penyediaan Sarana Produksi.
PT. SHS menyediakan sarana produksi selain bibit seperti pupuk dan obat-
obatan dalam bentuk pinjaman. Namun menurut petani, pupuk dan obat-
obatan sering tidak tersedia ketika dibutuhkan. Selain itu, harganya lebih
tinggi bila dibandingkan dengan harga di kios. Hal ini disebabkan karena
pupuk dan obat-obatan yang disediakan oleh PT. SHS merupakan pupuk
dan obat-obatan yang tidak bersubsidi. Petani mitra tidak membeli pupuk
dan obat-obatan di PT. SHS. Para petani lebih memilih untuk membeli di
kios. Pelaksanaan poin kerjasama ini kurang sesuai dengan kesepakatan
kerjasama.
4. Kerjasama Pembasmian Tikus.
Kerjasama pembasmian tikus atau yang dikenal dengan istilah gropyok
tikus dilakukan oleh PT. SHS dengan petani karena banyak terdapat tikus
di wilayah lahan PT. SHS. Gropyok tikus dilakukan dua kali dalam
seminggu, yaitu pada hari rabu dan sabtu. Setiap petani wajib mengikuti
kegitan gropyok tikus. Namun beberapa petani menyatakan jarang
mengikuti gropyok tikus, terutama petani yang lahannya tidak diserang
tikus sehingga pelaksanaan poin kerjasama ini kurang sesuai dengan
kesepakatan kerjasama.
5. Penetapan Harga Beli Hasil Panen Oleh PT. SHS.
PT. SHS melakukan penetapan harga berdasarkan survei pada tiga desa
dan tiga varietas, yang sedang melaksanakan panen pada saat yang sama,
kemudian diambil harga rata-rata. Hal ini dilakukan agar harga beli tidak
berbeda jauh dengan harga di pasaran. Survei harga dilakukan seminggu
sekali, sehingga harga benih berubah-ubah sesuai harga pasar. Apabila
tidak ada pelaksanaan panen di desa sekitar, maka penetapan harga beli
dilakukan dengan musyawarah, antara PT. SHS dengan perwakilan petani
yang akan melaksanakan panen. Penetapan harga beli juga dipengaruhi
oleh kadar air serta kotoran yang dikandung gabah hasil panen, dimana
ketika musim kemarau kadar air normal yaitu 23 persen dan kadar kotoran
3 persen. Sedangkan pada musim hujan kadar air normal yaitu 25 persen
dan kadar kotoran 5 persen. Kadar air serta kotoran ini membentuk rafaksi
82
harga. Petani merasa sedikit dirugikan dengan adanya rafaksi harga,
namun hal ini dilakukan oleh PT. SHS untuk menjaga kualitas benih dan
meningkatkan motivasi petani agar menghasilkan benih padi dengan
kualitas yang bagus dan lebih memperhatikan kondisi benih ketika panen,
agar kadar air dan kotoran sesuai dengan kriteria perusahaan. Pelaksanaan
poin kerjasama ini telah sesuai dengan kesepakatan kerjasama.
6. Pembagian Risiko Budidaya.
Pembagian risiko budidaya tidak diatur dalam peraturan tertulis. Namun
PT. SHS menyatakan bahwa risiko yang bersifat kelalaian manusia
ditanggung oleh petani, sedangkan risiko yang tidak dapat dikendalikan
oleh manusia, seperti bencana alam, iklim, cuaca dan serangan hama
penyakit ditanggung bersama oleh petani mitra dan PT. SHS. Selama dua
musim, yaitu pada musim tanam 2009/2010 dan musim tanam 2010, PT.
SHS mengalami puso atau gagal panen karena serangan hama wereng. PT.
SHS tidak membebankan sepenuhnya kepada petani. Pembayaran bagi
hasil selama dua musim tidak perlu dilakukan, namun tetap dibayarkan
pada musim selanjutnya. Pelaksanaan poin kerjasama ini telah sesuai
dengan kesepakatan kerjasama.
7. Respon Terhadap Keluhan.
Petani menyampaikan keluhannya kepada PT. SHS melalui kepala
wilayah. Selanjutnya keluhan dilanjutkan ke bagian kebun, yaitu bagian
yang bertanggung jawab terhadap kemitraan. Menurut petani, belum ada
solusi nyata dari keluhan yang disampaikan, terutama mengenai
keterlambatan waktu pembayaran hasil panen sehingga pelaksanaan poin
kerjasama ini kurang sesuai dengan kesepakatan kerjasama.
8. Pengangkutan Hasil Panen.
Pengangkutan hasil panen difasilitasi oleh PT. SHS dengan menyediakan
truk. Namun biaya transportasi tetap ditanggung oleh petani, karena PT.
SHS menerima hasil panen di perusahaan. Musim ini terdapat kendala,
yaitu kurangnya jumlah truk pengangkut, sehingga banyak hasil panen
yang terbengkalai dan dibiarkan saja di lahan hingga lebih dari tiga hari
melewati jadwal sehingga tidak sesuai dengan kesepakatan kerjasama.
83
9. Pembayaran Hasil Panen
PT. SHS tidak menyatakan secara pasti berapa lama jangka waktu
pembayaran. Namun perusahaan menyatakan bahwa jangka waktu
pembayaran maksimal kurang lebih satu bulan. Pada kenyataannya banyak
petani yang mengeluhkan hal tersebut, karena pembayaran hasil panen
bahkan pernah terjadi setelah musim tanam selanjutnya. Menurut PT. SHS
pembayaran hasil panen menunggu pencairan dana. Pelaksanaan poin
kerjasama ini tidak sesuai dengan kesepakatan kerjasama.
Dari enam belas poin kerjasama terdapat enam poin yang pelaksanaannya
belum sesuai dengan kesepakatan. Keenam poin tersebut adalah penjualan hasil
panen, penyediaan sarana produksi, kegiatan pembasmian tikus, respon terhadap
keluhan, pengangkutan hasil panen serta pembayaran hasil panen.
84
7. Belum adanya solusi nyata dari keluhan petani seperti keterlambatan
pembayaran hasil panen.
8. Kurangnya sarana pengangkutan hasil panen.
9. Keterlambatan pembayaran hasil panen oleh PT. SHS
Tabel 22. Manfaat Kemitraan PT. Sang Hyang Seri dengan Petani Mitra
Manfaat Kemitraan Jawaban Responden Persentase (%)
1. Modal
a. Mendapatkan bantuan modal 30 100
b. Tidak ada bantuan modal 0 0
Jumlah 30 100
2. Kepastian Harga
a. Harga tetap/stabil 0 0
b. Harga berubah 30 100
Jumlah 30 100
3. Pemasaran
a. Mendapatkan jaminan pasar 30 100
b. Tidak ada jaminan pasar 0 0
Jumlah 30 100
4. Pendapatan
a. Meningkatkan pendapatan 30 100
b. Tidak ada pengaruh 0 0
Jumlah 30 100
5. Pengetahuan
a. Mendapatkan tambahan pengetahuan 11 36,67
dan ketrampilan
b. Tidak ada pengaruh 19 63,33
Jumlah 30 100
6. Risiko
a. Risiko usaha ditanggung bersama 0 0
b. Tidak ada pengaruh 30 100
Jumlah 30 100
85
Berdasarkan jawaban responden, manfaat yang diperoleh petani dari
pelaksanaan kemitraan, antara lain:
1. Mendapatkan Bantuan Modal
Modal merupakan hal yang paling penting dalam pelaksanaan
suatu usaha. Bantuan modal yang diberikan PT. SHS adalah bantuan biaya
panen. 100 persen petani menyatakan dengan bergabung dalam kemitraan,
mereka memperoleh bantuan modal panen. Bantuan pinjaman modal
panen yang diberikan oleh PT. SHS sebesar Rp 1.500.000,00 per hektar
per musim.
2. Mendapatkan Jaminan Pasar
Salah satu manfaat yang dirasakan oleh seluruh petani adalah
adanya jaminan pasar. 100 persen petani mitra menyatakan bahwa dengan
bermitra mereka tidak perlu mengkhawatirkan penjualan hasil
produksinya, karena PT. SHS memberi jaminan pasar bagi petani mitra
untuk menjual hasil produksinya. Karena adanya rafaksi harga, semua
hasil panen akan tetap dibeli walaupun harganya mungkin lebih rendah.
Selain itu, walaupun PT. SHS memiliki target, apabila petani ingin
menjual seluruh hasil panennya, PT. SHS akan tetap membelinya.
3. Pendapatan Meningkat
Meningkatnya pendapatan dirasakan oleh seluruh petani yang
bermitra dengan PT. SHS. Sebanyak 100 persen petani mitra menyatakan
walaupun banyak kendala serta permasalahan yang dihadapi, namun tidak
dapat dipungkiri bahwa dengan menjadi petani mitra pendapatan mereka
meningkat. Bahkan beberapa petani yang dulunya hanya bekerja sebagai
petani buruh, kini dengan bermitra dapat memiliki lahan sendiri secara
sewa dan mengelola lahannya sendiri. Bila hasil produksi mereka
memenuhi standar kualitas PT. SHS maka pendapatan mereka lebih tinggi,
karena harga beli lebih tinggi dibandingkan harga dipasaran.
4. Mendapatkan tambahan pengetahuan dan ketrampilan bertani serta
teknologi
Sebanyak 36,67 persen petani mitra menyatakan bahwa dengan
bergabung di dalam kemitraan PT. SHS mereka mendapatkan tambahan
86
pengetahuan dan ketrampilan bertani melalui pembinaan yang dilakukan
perusahaan. Walaupun begitu 63,33 persen responden petani menyatakan
bahwa mereka tidak mendapatkan tambahan pengetahuan dan ketrampilan
karena merasa sudah lebih mengetahuinya.
Diantara keenam manfaat kemitraan, dua di antaranya tidak dirasakan oleh
seluruh petani, yaitu kepastian harga dan pembagian risiko usaha. PT. SHS dalam
menetapkan harga beli melakukan survei pasar, sehingga harga berubah-ubah
setiap musimnya. Penerapan rafaksi harga menyebabkan terjadinya
ketidakstabilan harga. Harga beli tergantung dari kualitas benih yang petani
hasilkan. Sedangkan untuk pembagian risiko budidaya, PT. SHS menyerahkan
seluruh risiko budidaya untuk ditanggung petani, apabila memang berasal dari
kelalaian manusia. Apabila kegagalan budidaya diakibatkan oleh bencana alam,
maka perusahaan akan meringakan beban petani dengan tidak membayar bagi
hasil pada musim tersebut. Namun bagi hasil tersebut tetap menjadi hutang dan
harus dibayarkan pada musim selanjutnya, sehingga petani tidak merasakan
adanya pembagian risiko budidaya. Sedangkan manfaat kemitraan yang dirasakan
PT. SHS terutama adalah pemenuhan kebutuhan bahan baku dan ketersediaan
tenaga kerja.
87
VII ANALISIS KEPUASAN PETANI MITRA TERHADAP
PELAKSANAAN KEMITRAAN
Dari Tabel 23 diketahui bahwa dari enam belas atribut hanya dua atribut
yang memiliki tingkat kesesuain atribut lebih dari seratus persen, yaitu prosedur
penerimaan petani mitra serta pendamping yang mudah ditemui dan dihubungi.
Hal ini menunjukkan bahwa petani mitra sudah puas dengan kinerja dari kedua
atribut tersebut. Sedangkan atribut ketepatan waktu pembayaran hasil panen oleh
inti memiliki tingkat kesesuain atribut yang paling rendah. Hal ini menunjukkan
bahwa petani masih belum puas dengan waktu pembayaran hasil panen yang
sering terlambat.
Untuk meningkatkan kualitas pelayanannya, perusahaan harus mampu
memahami apa yang diinginkan oleh petani mitra berkaitan dengan upaya
memuaskan kebutuhannya. Karena itu perlu dilihat seberapa penting atribut-
atribut pelayanan yang telah diberikan kepada petani, serta seberapa puas petani
akan pelaksanaan atribut-atribut pelayanan tersebut.
89
7.1.2 Importance Performance Analysis (IPA)
Tabel 24. Koordinat Atribut Kepuasan
Kepentingan Kepuasan
No Atribut Kuadran
(X) (Y)
Input
Prosedur Penerimaan Mitra
1 3,33 3,43 II
(responsiveness)
2 Kualitas Benih Pokok (tangible) 3,47 2,77 II
3 Harga benih pokok (tangible) 3,13 2,00 III
4 Harga sarana produksi (tangible) 3,33 1,63 I
Ketersediaan dan kemudahan dalam
5 3,33 1,83 I
memperoleh sarana produksi (tangible)
Produksi
Frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma
6 2,47 1,50 III
(reliability)
Pelayanan dan materi yang diberikan dalam
7 2,90 2,63 IV
pembinaan plasma (reliability)
Respon inti terhadap keluhan petani
8 3,40 2,40 I
(responsiveness)
Bantuan inti dalam menangulangi hama
9 3,13 2,70 IV
dan penyakit tanaman (responsiveness)
Pengetahuan dan kemampuan komunikasi
10 3,40 3,30 II
pendamping (assurance)
Pendamping mudah ditemui dan dihubungi
11 3,23 3,53 IV
(emphaty)
Output
12 Bantuan biaya panen (reliability) 3,50 2,73 II
Ketepatan waktu pemberian biaya panen
13 3,50 3,13 II
(responsiveness)
Penyediaan sarana transportasi untuk panen
14 3,57 2,23 I
(tangible)
15 Harga beli hasil panen (reliability) 3,60 2,23 I
Ketepatan waktu pembayaran hasil panen
16 3,63 1,50 I
oleh inti (responsiveness)
Rata-rata 3,31 2,47
90
Metode IPA digunakan untuk menggolongkan atribut-atribut pelayanan
kemitraan ke dalam skala prioritas, sehingga dapat diukur sejauh mana kinerja
atribut pelayanan yang dilaksanakan oleh PT.SHS, serta sejauh mana pelaksanaan
atribut tersebut yang mempengaruhi harapan petani, sehingga petani merasa puas.
Berdasarkan Tabel 24 diketahui bahwa hasil nilai rata-rata untuk tingkat
kepentingan adalah 3,31. Atribut-atribut dengan nilai kepentingan berada di atas
rata-rata berjumlah 11 atribut. Sedangkan untuk tingkat kepuasan didapat nilai
rata-ratanya adalah 2,47. Atribut dengan nilai kepuasan berada di atas rata-rata
berjumlah 8 atribut. Untuk dapat melihat posisi atribut di dalam skala prioritas,
maka digunakan matriks kepentingan-kepuasan. Posisi koordinat (X,Y) suatu
atribut dalam matriks ditentukan dari skor kepentingan dan skor kepuasan, di
mana skor kepuasan menjadi koordinat X dan skor kepentingan menjadi koordinat
Y.
Matriks kepentingan-kepuasan menggolongkan atribut ke dalam empat
kuadran, yaitu kuadran I, kuadran II, kuadran III dan kuadran IV. Atribut yang
berada pada kuadran I merupakan atribut dengan prioritas utama, dimana petani
merasa bahwa atribut tersebut penting pengaruhnya bagi kepuasan petani, namun
PT. SHS belum melaksanakannya sesuai dengan harapan petani sehingga petani
merasa tidak puas. Atribut yang berada pada kuadran II merupakan atribut yang
harus dipertahankan prestasinya, karena merupakan atribut yang dianggap penting
oleh petani mitra dan telah dilaksanakan oleh PT. SHS sesuai dengan yang
diharapkan sehingga sangat memuaskan. Atribut yang berada pada kuadran III
merupakan atribut prioritas rendah, karena kurang dianggap penting oleh petani
mitra dan pelaksanaannya oleh PT. SHS biasa-biasa saja. Sedangkan atribut yang
berada pada kuadran IV merupakan atribut yang dianggap berlebihan
pelaksanaannya oleh petani, karena dirasa kurang penting namun PT. SHS
melaksanakannya secara berlebihan. Diagram yang menggambarkan tingkat
kepentingan-kepuasan responden petani mitra dapat dilihat pada Gambar 13.
91
Scatterplot of Kepentingan vs Kepuasan
2,473
3,75
16 Kuadran II
Kuadran I 15
14
12 13
3,50 2
8 10
4 5 1
11 3,308
3,25
Kepentingan
3 9
3,00
7
2,75
Kuadran III Kuadran IV
2,50 6
Keterangan:
1 = Prosedur penerimaan mitra
2 = Kualitas benih pokok
3 = Harga benih pokok
4 = Harga sarana produksi
5 = Ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi
6 = Frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma
7 = Pelayanan dan materi yang diberikan dalam pembinaan plasma
8 = Respon inti terhadap keluhan petani
9 = Bantuan inti dalam menanggulangi hama dan penyakit tanaman
10 = Pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping
11 = Pendamping mudah ditemui dan dihubungi
12 = Bantuan biaya panen
13 = Ketepatan waktu pemberian biaya panen
14 = Penyediaan sarana transportasi untuk panen
15 = Harga beli hasil panen
16 = Ketepatan waktu pembayaran hasil panen
92
beli hasil panen dan ketepatan waktu pembayaran hasil panen. Atribut yang harus
dipertahankan kinerjanya adalah prosedur penerimaan petani mitra, kualitas benih
pokok, pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping, bantuan biaya
panen dan ketepatan pemberian bantuan biaya panen. Atribut dengan prioritas
rendah diantaranya adalah harga benih pokok dan frekuensi pelaksanaan
pembinaan plasma. Sebaliknya terdapat tiga atribut yang termasuk ke dalam
kategori berlebihan, yaitu pelayanan dan materi yang diberikan dalam pembinaan
plasma, bantuan inti dalam menanggulangi hama dan penyakit tanaman serta
pendamping mudah ditemui dan dihubungi. Berikut adalah penjelasan mengenai
keenam belas atribut berdasarkan analasisi IPA:
1. Prosedur Penerimaan Mitra
Menurut responden petani mitra, prosedur penerimaan mitra sudah
memuaskan dan tepat. Prosedur penerimaan mitra pada PT. SHS tergolong
tidak rumit dan pelayanannya sangat ramah. Selain itu persyaratan yang
harus dipenuhi cukup mudah. Walaupun tidak berhubungan langsung
dengan kegiatan usahatani, namun prosedur penerimaan mitra
berhubungan dengan kenyamanan petani terhadap PT. SHS dan jalannya
kemitraan. Atribut ini berada pada kuadran II, dimana perusahaan inti
harus mempertahankan kinerja atribut tersebut karena pelaksanaannya
yang dianggap sangat penting dan sangat memuaskan.
2. Kualitas Benih Pokok
Kualitas benih pokok yang diberikan oleh PT. SHS sangat
memuaskan petani mitra. Walaupun dipengaruhi oleh faktor-faktor
lainnya, namun kualitas benih pokok jelas merupakan faktor utama
keberhasilan suatu usahatani. Petani mitra menyatakan hasil panennya
dapat mencapai enam ton per hektar bahkan lebih setiap musimnya.
Kualitas benih milik PT. SHS memang sudah tidak diragukan lagi, karena
perusahaan juga dituntut untuk menghasilkan benih sebar dengan kualitas
tinggi pula. Atribut ini berada pada kuadran II, dimana perusahaan inti
harus tetap mempertahankan kualitas benih pokoknya, karena dianggap
sangat penting dan dianggap sudah sangat memuaskan.
93
3. Harga Benih Pokok
Harga benih pokok termasuk ke dalam atribut prioritas rendah pada
kuadran III, karena dianggap kurang penting pengaruhnya bagi petani dan
pelaksanaanya oleh perusahaan yang biasa-biasa saja. Petani menganggap
bahwa harga beli benih pokok yang ditawarkan PT. SHS sudah tepat dan
bukan merupakan masalah, karena harga benih pokok sesuai dengan
kualitas benih itu sendiri. Bila dibandingkan dengan harga pasaran, harga
benih pokok PT. SHS memang sedikit lebih mahal, sehingga menjadi
kurang memuaskan. Hal ini dapat diatasi dengan menurunkan harga benih
pokok.
4. Harga sarana produksi
Atribut ini berada pada kuadran I yang merupakan prioritas utama
dalam peningkatan kepuasan petani mitra. Atribut ini dinilai penting oleh
petani, karena petani berharap mendapatkan harga sarana produksi yang
jauh lebih murah dibandingkan bila membeli di kios. Namun pada
kenyataannya, PT. SHS menyediakan sarana produksi dengan harga yang
jauh lebih mahal. Menurut PT. SHS hal ini dikarenakan sarana produksi
yang dijual oleh PT. SHS tidak bersubsidi seperti yang dijual di kios-kios.
Karena itu PT. SHS tidak pernah memaksa petani untuk membeli sarana
produksi di perusahaan. Namun petani menyatakan bahwa akan lebih baik
bila perusahaan menyediakan sarana produksi dengan harga yang jauh
lebih murah dan berkualitas.
5. Ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi
Ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi
merupakan atribut yang menjadi prioritas utama dan terdapat pada kuadran
I. Karena sebagian besar responden mengharapkan ketersediaan serta
kemudahan dalam memperoleh sarana produksi dari PT. SHS. Sedangkan
pada kenyataannya, tidak jarang PT. SHS tidak memiliki stok sarana
produksi atau tidak menyediakan jenis pupuk atau pestisida yang
diinginkan petani, sehingga tidak memuaskan.
94
6. Frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma
Menurut responden petani mitra, atribut ini kurang penting
pengaruhnya bagi petani, karena pelaksanaan pembinaan dirasa kurang
perlu bagi petani. Para petani menganggap bahwa mereka sudah terbiasa
dan mampu melakukan usahatani penangkaran benih padi secara benar,
karena sudah berpengalaman. PT. SHS pun termasuk jarang melakukan
pembinaan plasma. Sehingga atribut ini termasuk ke dalam atribut prioritas
rendah pada kuadran III, karena kurang penting dan kurang memuaskan.
7. Pelayanan dan materi yang diberikan dalam pembinaan plasma
Atribut ini berada pada kuadran IV dimana pelaksanaanya
dianggap berlebihan. Responden petani merasa pemberian materi
pembinaan kurang penting, karena menganggap dirinya sudah
berpengalaman dalam usahatani penangkaran benih padi. Walaupun begitu
PT. SHS, dalam pelaksanaannya memberikan pembinaan serta penyuluhan
terutama dalam pengenalan teknologi-teknologi baru seperti penggunaan
threser, serta memperkenalkan padi hibrida kepada petani. Penyuluhan-
penyuluhan mengenai budidaya serta penggunaan pupuk dan pestisida
juga sering diadakan dengan mendatangkan produsen sarana produksi
tertentu, sehingga atribut ini dirasa sangat memuaskan, walaupun dianggap
kurang penting pada awalnya.
8. Respon inti terhadap keluhan petani
Dalam merespon keluhan petani, kinerja PT.SHS dianggap belum
memuaskan oleh petani mitra padahal atribut ini sangat penting
pengaruhnya bagi petani. Sehinggu atribut ini berada pada kuadran I yaitu
kuadran prioritas utama. Walaupun PT. SHS melalui pendamping lapang
selalu siap memberikan arahan serta respon terhadap keluhan petani,
namun petani mengharapkan adanya solusi nyata dari permasalahan
tersebut, terutama mengenai masalah ketepatan pembayaran hasil panen.
Untuk keluhan lain seperti harga dan ketersediaan sarana produksi, serta
harga beli hasil panen, PT. SHS memberikan respon yang dianggap kurang
memuaskan bagi petani.
95
9. Bantuan inti dalam menanggulangi hama dan penyakit tanaman
Atribut ini berada pada kuadran IV dimana petani merasa bahwa
pelaksanaannya kurang penting pengaruhnya bagi petani, namun PT. SHS
melaksanakannya secara berlebihan. Contohnya dalam penanggulangan
tikus, PT. SHS mengadakan wajib gropyok tikus, tetapi dalam
pelaksanaannya tidak semua petani merasa hal ini penting, karena tidak di
semua lokasi lahan PT. SHS terdapat hama tikus. Namun hal ini dirasa
memuaskan petani. PT. SHS juga sering mengadakan pembinaan yang
mendatangkan perusahaan-perusahaan produsen pestisida untuk
memberikan penyuluhan mengenai penggunaan pestisida yang tepat.
Sedangkan petani merasa mereka sudah bisa melakukannya dengan benar.
10. Pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping
Menurut petani pengetahuan dan kemampuan komunikasi
pendamping sangatlah penting untuk menunjang kegiatan usahatani.
Atribut ini berada pada kuadran II, dimana PT. SHS dianggap telah
memberikan pelayanan yang memuaskan melalui pendamping lapangnya,
sehingga wajib untuk terus dipertahankan. Pendamping mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan petani, memberikan masukan dan memberikan
respon yang baik terhadap semua keluhan petani. Pendamping juga
mampu berkomunikasi menggunakan bahasa daerah, serta mampu
menjelaskan dengan baik sehingga mudah dimengerti oleh petani.
11. Pendamping mudah ditemui dan dihubungi
Atribut ini termasuk ke dalam kuadran IV yaitu kategori berlebihan
karena hampir setiap hari pendamping mendatangi lokasi lahan petani.
Petani menganggap atribut ini kurang penting mempengaruhi petani,
karena tidak perlu setiap hari pendamping datang ke lokasi karena petani
bisa mencari ke kantor yang lokasinya tidak jauh dari lokasi. Namun
petani merasa sangat puas, karena dapat kapan saja menemui pendamping,
terutama bila ada kendala atau masalah yang tiba-tiba terjadi.
96
12. Bantuan biaya panen
Atribut ini termasuk ke dalam kuadaran II dimana PT. SHS harus
mempertahakan kinerjanya yang sudah baik. Petani menganggap bantuan
biaya panen sangat penting karena membantu petani dalam kegiatan panen
dan sangat memuaskan. Bantuan biaya panen yang diberikan oleh PT. SHS
adalah sebesar Rp 1.500.000,00.
13. Ketepatan waktu pemberian biaya panen
Ketepatan waktu pemberian biaya panen termasuk ke dalam
kategori pertahankan prestasi pada kuadran II, dimana PT. SHS dianggap
telah memberikan bantuan panen sesuai dengan kebutuhan petani, yaitu
sebelum panen atau ketika panen. Atribut ini memberikan kepuasan dan
PT. SHS diharapkan mampu mempertahankan kinerjanya dengan baik.
14. Penyediaan sarana transportasi untuk panen
Atribut ini merupakan atribut prioritas utama pada kuadran I
dimana pelaksanaannya masih mengecewakan bagi petani namun sangat
mempengaruhi kepuasan petani. PT. SHS menyediakan truk sebagai
sarana pengangkutan hasil panen, namun dalam pelaksanaannya jumlah
truk yang disediakan tidak mencukupi, sehingga banyak petani yang sudah
panen namun belum bisa membawa hasil panennya ke perusahaan. Hal ini
mengakibatkan banyak petani yang harus bermalam di sawah untuk
menjaga hasil panennya. Panas serta hujan juga memperngaruhi kadar air
serta kotoran yang nantinya akan merugikan petani.
15. Harga beli hasil panen
Dalam menetukan harga beli PT. SHS melakukan rafaksi harga di
mana harga beli ditentukan berdasarkan kadar air serta kotoran yang
dikandung. Hal ini menyebabkan harga beli yang diterima petani jauh
lebih rendah dibanding di pasaran. Rafaksi harga dimaksudkan agar petani
lebih memperhatikan kualitas hasil panennya. Walaupun begitu atribut ini
termasuk ke dalam kuadran I dimana dalam pelaksanaannya belum sesuai
dengan keinginan petani. PT. SHS dapat membantu terutama dengan
melakukan kontrol mutu melalui penetapan SOP serta memperbanyak
jumlah truk panen, sehingga kualitas hasil panen tetap terjaga.
97
16. Ketepatan waktu pembayaran hasil panen
Ketepatan waktu pembayaran hasil panen merupakan hal yang
sangat penting dan mempengaruhi kepuasan petani. Atribut ini berada
pada kuadran I yaitu kuadran prioritas utama. Dalam pelaksanaanya PT.
SHS sering terlambat memberikan pembayaran untuk hasil panen sehingga
memberikan rasa tidak puas bagi petani. Keterlambatan pembayaran hasil
panen disebabkan karena PT. SHS menunggu pencairan dana dari pusat.
Menurut petani, keterlambatan pembayaran dapat terjadi lebih dari satu
bulan bahkan hingga musim tanam berikutnya. Uang atau modal
merupakan hal yang sangat penting dalam suatu usahatani sehingga hal ini
sangat merugikan petani mitra. Permasalahan ini dapat diatasi melalui
pengalokasian dana yang tepat oleh perusahaan.
98
Tabel 25. Customer Satisfaction Index (CSI)
Rataan Tingkat Rataan Tingkat
Atribut WF (%) WS
Kepentingan Kepuasan
1 3,333333 6,297228748 3,433333 0,216204833
2 3,466667 6,549119183 2,766667 0,181192319
3 3,133333 5,919394985 2,000000 0,118387900
4 3,333333 6,297228748 1,633333 0,102854715
5 3,333333 6,297228748 1,833333 0,115449173
6 2,466667 4,659950369 1,500000 0,069899256
7 2,900000 5,478589559 2,633333 0,144269507
8 3,400000 6,423173965 2,400000 0,154156175
9 3,133333 5,919394985 2,700000 0,159823665
10 3,400000 6,423173965 3,300000 0,211964741
11 3,233333 6,108311867 3,533333 0,215826999
12 3,500000 6,612090847 2,733333 0,180730461
13 3,500000 6,612090847 3,133333 0,207178824
14 3,566667 6,738036064 2,233333 0,150482783
15 3,600000 6,801007728 2,233333 0,151889150
16 3,633333 6,863979392 1,500000 0,102959691
Total 52,933332 100 39,566664 2,483270191
Customer Satisfaction Index (%) 62,08175477
99
VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI
PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA
PETANI MITRA DAN NON MITRA
101
Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam usahatani penangkaran benih
padi meliputi: pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemupukan,
pemeliharaan, pemberian pestisida dan obat-obatan, roguing serta pemanenan.
102
Tabel 27. Kegiatan Pengolahan Lahan Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam
2010/2011
No Pengolahan Lahan Mitra Non Mitra
1 Penampingan
a. Upah harian 25 30
b. Borongan 5 0
Total 30 30
2 Pemopokan
a. Upah harian 25 11
b. Borongan 5 19
Total 30 30
3 Pembajakan
a. 3 kali 30 0
b. 2 kali 0 30
Total 30 30
4 Peleleran
a. Upah harian 29 11
b. Borongan 1 19
Total 30 30
5 Babat Galeng
a. Menggunakan tenaga kerja (orang) 1 9
b. Menggunakan obat (herbisida) 29 21
Total 30 30
6 Pemupukan Dasar
a. Melakukan 2 0
b. Tidak Melakukan 28 30
Total 30 30
103
adalah pada kegiatan seperti babat galeng dan persemaian, terutama pada petani
non mitra.
8.1.3 Penanaman
Kegiatan penanaman baik pada petani mitra maupun non mitra dilakukan
petani dengan membayar tenaga kerja. Sistem pemberian upah dilakukan dengan
dua cara, yaitu upah harian dan borongan. Kegiatan penanaman pada petani mitra
dan non mitra dapat dilihat pada Tabel 28.
104
Tabel 28. Kegiatan Penanaman Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam
2010/2011
Penanaman Petani Mitra % Petani Non Mitra %
Upah Harian 1 3,33 1 3,33
Borongan 29 96,67 29 96,67
Total 30 100 30 100
Berdasarkan Tabel 28 diketahui bahwa baik pada petani mitra maupun non
mitra sebanyak 96,67 persen petani lebih memilih untuk memberikan upah secara
borongan. Menurut petani dengan memberikan upah secara borongan maka
pekerjaan akan lebih cepat diselesaikan oleh pekerja. Selain itu dinilai jauh lebih
murah. Sedangkan untuk pembayaran upah harian, 3,33 persen petani mitra
maupun non mitra memilih untuk membayar tenaga kerja harian agar
pekerjaannya lebih rapi, yaitu jarak tanam yang tepat, serta kedalaman yang tepat,
sehingga hasilnya lebih memuaskan.
105
Tabel 29. Kegiatan Penyulaman Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam
2010/2011
Petani Non
Penyulaman Petani Mitra % %
Mitra
Tidak Melakukan 0 0 0 0
Satu Kali 13 43,33 11 36,67
Dua Kali 13 43,33 16 53,33
>Dua kali 4 13,33 3 10
Total 30 100 30 100
106
Tabel 30. Kegiatan Pengontrolan Tanaman Pada Petani Mitra dan Non Mitra
Musim Tanam 2010/2011
Petani Non
Pengontrolan Petani Mitra % %
Mitra
Seminggu Dua Kali 25 83,33 18 60
Seminggu Sekali 5 16,67 12 40
Total 30 100 30 100
8.1.5 Pemupukan
Pemupukan pada tanaman padi dilakukan untuk meningkatkan kesuburan
tanah serta menyediakan unsur-unsur yang diperlukan oleh tanah serta tumbuhan.
Pemupukan dilakukan sebanyak 2-3 kali. Rata-rata pemupukan pertama dilakukan
ketika tanaman telah berumur 7-15 hari setelah tanam, pemupukan kedua pada
hari ke 25-30 setelah tanam dan pemupukan ketiga dilakukan ketika tanaman
berumur sekitar 35 hari setelah tanam. Petani mitra maupun non mitra
menggunakan pupuk organik serta pupuk anorganik. Pupuk organik yang
digunakan adalah pupuk cair, sedangkan pupuk anorganik yang digunakan seperti
Urea, TSP, SP-36, Phonska, NPK, KCl, ZA dan Boron.
Tabel 31. Kegiatan Pemupukan Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam
2010/2011
Pemupukan Petani Mitra Petani Non Mitra
3 kali 16 1
2 kali 14 26
1 kali 0 3
Total 30 30
107
Tabel 32. Penggunaan Pupuk Pada Petani Mitra dan Non Mita Musim Tanam
2010/2011
No Penggunaan Pupuk Mitra Non Mitra
1 Urea
- Menggunakan 30 27
- Tidak menggunakan 0 3
Total 30 30
2 TSP
- Menggunakan 9 17
- Tidak menggunakan 21 13
Total 30 30
3 SP-36
- Menggunakan 15 5
- Tidak Menggunakan 15 25
Total 30 30
4 Phonska
- Menggunakan 26 24
- Tidak Menggunakan 4 6
Total 30 30
5 NPK
- Menggunakan 4 3
- Tidak menggunakan 26 27
Total 30 30
6 ZA
- Menggunakan 2 0
- Tidak menggunakan 28 30
Total 30 30
7 KCl
- Menggunakan 1 3
- Tidak menggunakan 29 27
Total 30 30
8 Boron
- Menggunakan 1 0
- Tidak menggunakan 29 30
Total 30 30
9 Organik
- Menggunakan 1 1
- Tidak menggunakan 29 29
Total 30 30
108
8.1.6 Penggunaan Obat-obatan
Pestisida atau obat-obatan yang digunakan oleh petani penangkar benih
baik petani mitra maupun non mitra digolongkan ke dalam golongan insektisida,
fungisida, herbisida, moluskisida dan ZPT (Zat Perangsang Tumbuh), dengan
variasi merek yang sangat beragam sesuai dengan selera masing-masing petani.
Penggunaan obat-obatan pada petani mitra dan non mitra dapat dilihat pada Tabel
33.
Tabel 33. Penggunaan Obat-obatan Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim
Tanam 2010/2011
Pestisida Petani Mitra Petani Non Mitra
1. Insektisida
- Menggunakan 30 28
- Tidak Menggunakan 0 2
Total 30 30
2. Herbisida
- Menggunakan 30 27
- Tidak Menggunakan 0 3
Total 30 30
3. Fungisida
- Menggunakan 24 25
- Tidak Menggunakan 6 5
Total 30 30
4. Moluskisida
- Menggunakan 4 1
- Tidak Menggunakan 26 29
Total 30 30
5. ZPT
- Menggunakan 18 15
- Tidak 12 15
Total 30 30
109
8.1.7 Roguing (Seleksi)
Roguing adalah kegiatan seleksi dan dilakukan untuk membuang rumpun-
rumpun tanaman yang ciri-ciri morfologisnya menyimpang dari ciri-ciri varietas
tanaman yang diproduksi benihnya. Kegiatan roguing pada petani mitra dilakukan
oleh PT. SHS sesuai jadwal yang telah ditetapkan sebanyak tiga kali, yaitu ketika
stadium vegetatif akhir (awal pertumbuhan tanaman) yaitu satu bulan setelah
tanam, stadium generatif awal (berbunga penuh) yaitu dua setengah bulan setelah
tanam dan ketika stadium generatif akhir (dua minggu sebelum panen).
Sedangkan pada petani non mitra roguing dilakukan hanya dua kali yaitu pada
stadium vegetatif akhir (awal pertumbuhan tanaman) dan ketika stadium generatif
akhir (sebelum panen). Roguing pada petani non mitra dilakukan oleh Kelompok
Tani Katiga.
8.1.8 Pemanenan
Pemanenan pada petani mitra dilakukan sesuai dengan jadwal yang
ditetapkan oleh PT. SHS. Kegiatan pemanenan meliputi penyabitan, penggebotan
(kegiatan memisahkan bulir padi atau gabah dari batangnya/merontokkan padi).
Kegiatan penggebotan dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan alat
(threser), atau secara manual dengan menggunakan tenaga kerja. Pada petani non
mitra, tidak ada responden yang menggunakan alat (threser). Responden non
mitra lebih memilih untuk melakukan penggebotan secara manual karena belum
begitu mengenal threser. Untuk petani mitra dan non mitra, biaya yang
dikeluarkan untuk kegiatan selanjutnya yaitu pengarungan, penimbangan, dan
transportasi. PT. SHS menyediakan truk sebagai sarana transportasi, sehingga
petani mitra hanya membayar sopir saja. Namun petani juga mengeluarkan biaya
angkut dari sawah hingga ke lokasi truk berada. Sedangkan pada petani non mitra,
biaya transportasi yang dikeluarkan adalah biaya pengangkutan dari sawah hingga
ke Kelompok Tani Katiga menggunakan tenaga kerja, karena lokasi sawah yang
tidak jauh dari lokasi Kelompok Tani Katiga.
110
8.2 Analisis Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi
Pendapatan usahatani didapat dari pengurangan antara penerimaan
usahatani dengan biaya produksi. Pendapatan usahatani dibagi menjadi dua yaitu
pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Biaya total adalah
penjumlahan antara biaya tunai dengan biaya diperhitungkan. Yang dimaksud
dengan biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan petani dalam bentuk uang tunai.
Sedangkan biaya diperhitungkan adalah biaya yang sebenarnya dikeluarkan oleh
petani, namun tidak dalam bentuk uang tunai. Bahkan petani menganggap
komponen-komponen biaya diperhitungkan bukan sebagai biaya, seperti biaya
tenaga kerja dalam keluarga dan biaya penyusutan peralatan. Oleh karena itu,
dalam penelitian ini akan dianalisis pendapatan usahatani atas biaya tunai dan
biaya total. Dengan mengetahui pendapatan total petani, maka dapat diketahui
keuntu ngan sebenarnya yang didapat petani bila biaya diperhitungkan
dimasukkan ke dalam perhitungan biaya.
111
Tabel 34. Penerimaan Usahatani pada Petani Mitra dan Petani Non Mitra Musim
Tanam 2010/2011
Hasil
Harga
Hasil Panen Konsumsi Penerimaan
Beli Hasil Penerimaan
Petani Panen yang Pribadi Diperhitung-
Panen Tunai
(kg) Dijual (kg) kan
(Rp)
(kg)
Petani
5185,25 5042,75 142,50 3057,72 15.441.299,37 438.732,84
Mitra
Petani
Non 4004,12 3.813,22 190,90 3.438,33 13.118.858,00 655.904,50
Mitra
Perbedaan harga jual antara petani mitra dan non mitra disebabkan karena
adanya rafaksi harga pada petani mitra. Penetapan harga jual dilakukan
perusahaan dengan melakukan survei pada tiga desa yang sedang melakukan
panen. Kemudia rafaksi harga ditetapkan berdasarkan kadar air serta kotoran yang
terkandung di dalam benih hasil panen, sehingga harga jual yang diterima petani
mitra berbeda-beda tergantung waktu panen serta kualitas hasil panennya. Survei
dilakukan setiap minggunya, sehingga setiap ketentuan rafaksi harga berlaku
untuk 7 hari. Sedangkan petani non mitra menerima harga jual sesuai dengan
waktu panennya saja.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa hasil panen petani non mitra
jauh lebih rendah dibandingkan petani mitra. Hal ini disebabkan karena ketika
musim tanam 2010/2011, lahan penangkaran benih petani non mitra sedang
diserang hama wereng, sehingga hasil panennya menurun. Hal ini berpengaruh
terhadap penerimaan petani mitra. Selain itu, penggunaan hasil panen untuk
konsumsi pribadi pada petani non mitra lebih tinggi dibandingkan petani mitra.
Dari hasil penjumlahan antara penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan
pada petani mitra, diperoleh penerimaan total petani mitra sebesar Rp
15.880.032,21 per hektar. Sedangkan dari hasil penjumlahan antara penerimaan
tunai dan penerimaan diperhitungkan, diperoleh penerimaan total petani non mitra
sebesar Rp 13.774.762,50 per hektar.
112
8.2.2 Biaya Usahatani
Biaya usahatani yang dikeluarkan untuk penangkaran benih padi berbeda
antara petani mitra dengan petani non mitra, baik biaya tunai maupun biaya
diperhitungkan. Biaya tunai yang dikeluarkan petani mitra meliputi biaya tenaga
kerja luar keluarga, tenaga kerja mesin, benih, pupuk, obat-obatan, pengairan,
pengangkutan, pembuatan pagar, operasional (roguing, sanitasi, PHT dan
materai), dan sewa lahan. Biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani non mitra
sedikit berbeda dengan petani mitra yaitu biaya tenaga kerja luar keluarga, tenaga
kerja mesin, benih, pupuk, obat-obatan, pengairan, pengangkutan, dan sewa lahan.
Biaya roguing tidak dikeluarkan oleh petani non mitra karena ditanggung oleh
pembeli. Sedangkan biaya diperhitungkan yang dikeluarkan oleh petani mitra dan
petani non mitra, yaitu biaya tenaga kerja dalam keluarga dan biaya penyusutan.
113
Tabel 35. Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga Pada Petani Mitra dan Non
Mitra Musim Tanam 2010/2011
Petani Mitra Petani Non Mitra
Tahapan Budidaya
HOK Nilai (Rp/Ha) HOK Nilai (Rp/Ha)
Pengolahan Lahan
- Penampingan 5,43 240.166,67 4,467 222.666,67
- Pemopokan 5,5 240.125,00 4,133 206.666,67
- Pembajakan 0 0,00 0 0,00
- Peleleran 4,67 212.333,33 3,633 166.500,00
- Babat Galeng 1,87 60.833,33 1,567 61.333,33
- Pemupukan Dasar 0,067 2.666,67 0 0,00
Persemaian 2,8 121.666,67 2,67 87.333,33
Penanaman 15 478.333,33 25 567.000,00
Penyulaman 12,63 381.000,00 7,5 185.833,33
Penyiangan 10,033 305.833,33 12,4 319.166,67
Pengontrolan 0 0,00 0 0,00
Pemupukan 3,4 142.333,33 3,133 109.000,00
Pemberian Pestisida 10,033 424.000,00 8,433 284.000,00
Pemanenan 23,83 1.866.690,00 18 1.601.648,00
TOTAL 95,263 4.475.981,70 90,936 3.811.148,00
114
Tabel 36. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Mesin Pada Petani Mitra
dan Non Mitra Musim Tanam 2010/2011
Petani Mitra Petani Non Mitra
Tahapan Budidaya
HKM Nilai (Rp/Ha) HKM Nilai (Rp/Ha)
Pembajakan 3 549.541,67 2 767.200,00
Pemanenan 1 325.000,00 0 0,00
Total 4 874.541,67 2 767.200,00
115
b. Biaya Pupuk
Biaya pupuk termasuk ke dalam biaya tunai yang dikeluarkan
oleh petani mitra dan non mitra. Biaya pupuk yang dikeluarkan petani
berbeda-beda sesuai dengan jenis pupuk, harga pupuk serta jumlah
pupuk yang digunakan. Pupuk yang digunakan oleh petani mitra
adalah pupuk urea, TSP, NPK, KCl, ZA, Boron dan Organik Cair.
Sedangkan petani non mitra hanya menggunakan pupuk urea, TSP,
NPK, KCl dan Organik Cair. Namun tidak semua petani menggunakan
setiap jenis pupuk. Pemberian pupuk padat dilakukan dengan cara
ditaburkan diatas tanah, sedangkan pemberian pupuk cair dilakukan
dengan penyemprotan. Jumlah serta waktu pemberian pupuk
disesuaikan dengan kebutuhan dan preferensi masing-masing petani.
Rata-rata dosis pemupukan petani responden disajikan pada Tabel 39.
Berdasarkan Tabel 37, diketahui bahwa pada petani mitra
penggunaan pupuk didominasi oleh pupuk Urea, Phonska dan SP-36.
Sedangkan pada petani non mitra penggunaan pupuk didominasi oleh
pupuk Urea, phonska dan TSP. Penggunaan pupuk padat serta cair
pada petani non mitra lebih besar dibandingkan petani mitra, karena
pengaruh dari kondisi serangan hama penyakit. Namun bila dilihat dari
nilai total penggunaan pupuk, biaya pemupukan yang dikeluarkan
petani mitra lebih besar dibandingkan petani non mitra. Hal ini
disebabkan karena petani membeli pupuk dengan harga yang berbeda-
beda dan rata-rata harga beli pupuk pada petani mitra lebih tinggi
dibandingkan pada petani non mitra.
116
Tabel 37. Biaya Pemupukan Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim
Tanam 2010/2011
Petani Mitra Petani Non Mitra
Jenis Pupuk
Satuan Fisik Nilai (Rp/ha) Fisik Nilai (Rp/ha)
A.Pupuk
Padat (PP)
Urea Kg/ha 220,17 368.525,00 187,67 302.100,00
TSP Kg/ha 26,67 47.250,00 94,33 202.800,00
SP-36 Kg/ha 68,33 159.750,00 33,33 74.833,30
Phonska Kg/ha 173,33 407.416,70 151,67 347.233,00
NPK Kg/ha 35 75.583,30 33,33 77.466,70
ZA Kg/ha 3,33 5.000,00 0 0,00
KCl Kg/ha 1,67 8.333,33 5 14.000,00
Boron Kg/ha 1,67 10.000,00 0 0,00
Total PP Kg/ha 495,17 1.081.858,00 505,33 1.018.433,00
B.Pupuk
Cair (PC)
Organik Cair Liter/ha 0,067 7.000,00 0,13 4.000,00
Total PC Liter/ha 0,067 7.000,00 0,13 4.000,00
Total Nilai 1.088.858,00 1.022.433,00
c. Biaya Obat-obatan
Obat-obatan atau pestisida yang digunakan petani sangat
bervariasi tergantung selera masing-masing petani. Untuk
mempermudah, pestisida digolongkan menjadi insektisida, herbisida,
fungisida, moluskisida dan ZPT (Zat Perangsang Tumbuh). Rata-rata
penggunaan pestisida pada petani mitra masih lebih tinggi
dibandingkan pada petani non mitra. Hal ini disebabkan karena petani
mitra memiliki ketakutan akan serangan hama penyakit akibat
kegagalan panen dua musim sebelumnya karena serangan wereng.
117
Tabel 38. Biaya Pestisida dan Obat-obatan Pada Petani Mitra dan Non
Mitra Musim Tanam 2010/2011
Petani Mitra Petani Non Mitra
Pestisida Satuan Nilai
Fisik Fisik Nilai (Rp/ha)
(Rp/ha)
Insektisida
-Padat Kg/ha 2,23 54.400,00 0,68 22.333,33
-Cair Liter/ha 6,26 801.493,30 4,07 777.708,33
Total Insektisida 855.893,30 799.416,66
Fungisida
-Padat Kg/ha 0,69 65.150,00 0,18 19.991,00
-Cair Liter/ha 0,61 175.483,00 1,44 221.667,00
Total Fungisida 240.633,00 241.658,00
Herbisida
-Padat Kg/ha 0,05 3.800,00 0,17 9.500,00
-Cair Liter/ha 2,1 124.616,70 1,44 87.500,00
Total Herbisida 128.416,70 97.000,00
Moluskisida
-Padat Kg/ha 0,06 28.166,67 0,64 2.884,62
-Cair Liter/ha 0,00 0,00 0,00 0,00
Total Moluskisida 28.166,67 2.884,62
ZPT
-Padat Kg/ha 4,93 66.433,30 0,09 19.750,00
-Cair Liter/ha 0,71 43.000,00 2,65 122.950,00
Total ZPT 109.433,30 142.700,00
Total Biaya 1.362.543,00 1.283.659,28
118
3. Biaya Pengairan
Biaya pengairan yang dikeluarkan oleh petani mitra dan non mitra
adalah biaya untuk membayar ulu-ulu. Biaya pengairan termasuk ke dalam
biaya tunai. Pada petani mitra, biaya ulu-ulu untuk biaya tunai adalah
sebesar Rp 50.000 per hektar, atau sebesar 20 kg per hektar. Rata-rata
biaya pengairan yang dikeluarkan petani mitra adalah Rp 74.501,68 per
hektar. Sedangkan petani non mitra membayar ulu-ulu sebesar 70 kg per
hektar. Rata-rata biaya pengairan yang dikeluarkan petani non mitra
adalah Rp 240.683,30 per hektar. Perbedaan biaya pengairan antara petani
mitra dan petani non mitra terutama karena jarak lokasi penangkaran yang
cukup jauh antara petani mitra dan petani non mitra.
4. Biaya Pengangkutan
Biaya pengangkutan yang harus dikeluarkan oleh petani mitra
adalah biaya untuk membayar pengangkutan dari sawah ke lokasi truk
serta jasa sopir truk, karena truk sudah disiapkan oleh PT. SHS. Untuk
pengangkutan, biaya per karungnya adalah Rp 2.000,00 dengan rata-rata
hasil panen 64,87 karung per hektar. Rata-rata biaya pengangkutan yang
dikeluarkan petani mitra adalah Rp 129.733,30. Satu truk dapat
mengangkut 5-6 ton hasil panen, sehingga per hektarnya petani
membutuhkan satu truk. Rata-rata biaya yang dikeluarkan petani mitra
untuk sopir truk adalah Rp 40.666,67 per hektar. Sehingga rata-rata biaya
pengangkutan dan transportasi yang dikeluarkan petani mitra adalah Rp
170.400,00 per hektar.
Untuk petani non mitra, biaya pengangkutan yang dikeluarkan
adalah biaya untuk membayar tenaga kerja yang mengangkut hasil panen
ke Kelompok Tani Katiga. Karena lokasi lahan yang tidak jauh dari lokasi
Kelompok Tani Katiga maka tidak dibutuhkan truk. Untuk pengangkutan
petani membayar tenaga kerja antara Rp 5000,00 - Rp 10.000,00 untuk
setiap kuintal hasil panen yang diangkut. Rata-rata biaya pengangkutan
untuk petani non mitra adalah Rp 285.549,27 per hektar.
119
5. Biaya Pembuatan Pagar Plastik
Dalam kegiatan usahatani, setiap musimnya petani mitra
melakukan usaha perlindungan tanaman dari tikus. Selain dengan
melakukan gropyok tikus setiap minggunya, sebagian besar petani mitra
membuat pagar plastik agar tikus tidak dapat masuk ke lahan padi.
Beberapa petani mitra menggunakan pagar ketika pembibitan dan pada
masa tanam hingga panen, namun terdapat beberapa petani mitra yang
hanya menggunakan pagar ketika pembibitan karena kondisi lahannya
yang jarang ditemukan tikus. Sedangkan petani non mitra tidak
menggunakan pagar sama sekali, bahkan ketika pembibitan karena kondisi
lahannya yang benar-benar tanpa tikus. Biaya yang dikeluarkan untuk
membuat pagar adalah untuk pembelian plastik, tali rafia, tambang kecil,
serta bambu. Petani mitra yang menggunakan pagar plastik dari
persemaian hingga masa tanam menggunakan lebih banyak plastik, tali
rafia, tambang serta bambu.
Tabel 39. Biaya Pembuatan Pagar Plastik Pada Petani Mitra dan Non
Mitra Musim Tanam 2010/2011
Petani Mitra Petani Non Mitra
Peralatan Satuan Nilai Nilai
Fisik Fisik
(Rp/ha) (Rp/ha)
Plastik Kg/ha 21,02 389.916,70 0 0
Tambang Gulung/ha 2,91 64.733,30 0 0
Tali Rafia Gulung/ha 2 30.550,00 0 0
Bambu Batang/ha 22,22 152.350,00 0 0
Total 637.550,00 0
6. Biaya Penyusutan
Pada biaya produksi usahatani, biaya penyusutan termasuk ke
dalam biaya diperhitungkan karena petani tidak pernah memperhitungkan
besarnya penyusutan dari peralatan pertanian yang dimiliki. Peralatan
yang dimiliki petani baik petani mitra maupun non mitra untuk membantu
kegiatan usahatani antara lain traktor, cangkul, sabit, handsprayer, garu,
terpal dan threser. Biaya penyusutan diperoleh dari harga beli dikurangi
120
nilai sisa kemudian dibagi umur ekonomis. Pada penelitian ini, untuk
mengetahui penyusutan per musim, total penyusutan dibagi dua, karena
dalam satu tahun, penangkaran benih padi dilakukan dua kali. Dari Tabel
42 diketahui diketahui penyusutan terbesar baik untuk petani mitra
maupun non mitra adalah penyusutan traktor. Pada petani non mitra tidak
ada penyusutan threser karena tidak ada petani yang memiliki threser.
Tabel 40. Biaya Penyusutan Peralatan Pertanian Pada Petani Mitra dan
Non Mitra Musim Tanam 2010/2011
Penyusutan (Rp/Musim)
Peralatan Pertanian
Petani Mitra Petani Non Mitra
Cangkul 5.760,00 4.485,33
Traktor 424.000,00 317.333,33
Sabit 2.253,33 2.152,00
Handsprayer 40.680,00 51.600,00
Terpal 33.226,70 25.280,00
Garu 160,00 373,33
Threser 81.066,70 0,00
Total 587.146,70 401.224,00
7. Biaya Operasional
Biaya roguing termasuk ke dalam biaya tunai untuk petani mitra,
karena petani mitra diwajibkan untuk membayar biaya operasional sebesar
Rp 130.000,00 per hektar yang termasuk biaya roguing di dalamnya.
Sedangkan petani non mitra tidak dikenai biaya roguing, karena biaya
roguing ditanggung oleh pembeli dalam hal ini adalah kelompok tani
Katiga.
121
8. Sewa Lahan
Lahan yang digunakan oleh petani mitra adalah 100 persen lahan
sewa, karena merupakan lahan milik PT. SHS, sedangkan untuk petani
non mitra 90 persen petani mengelola lahan sewa, sementara sisanya
mengelola lahan pribadi. Untuk mempermudah analisis, pada petani non
mitra, diasumsikan seluruh responden petani memiliki lahannya secara
sewa. Pada biaya sewa lahan, biaya termasuk ke dalam biaya tunai.
PT. SHS menerapkan sistem bagi hasil sebagai ganti biaya sewa
lahan. Bagi hasil yang telah disepakati adalah 1.200 kg per hektar per
musim. Rata-rata biaya tunai sewa lahan petani mitra adalah Rp
3.669.268,40 per hektar. Sedangkan biaya sewa lahan untuk petani non
mitra adalah 1.400 kg per ha per musim, dengan rata-rata biaya tunai
sewa lahan Rp 4.813.666,70 per hektar per musim.
122
Tabel 41. Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Petani Mitra dan Non
Mitra Musim Tanam 2010/2011
Petani Mitra Petani Non Mitra
Tahapan Budidaya
HOK Nilai (Rp/Ha) HOK Nilai (Rp/Ha)
Pengolahan Lahan
- Penampingan 0,200 10.000,00 0,233 10.000,00
- Pemopokan 0,267 13.333,33 0,467 19.333,33
- Pembajakan 0 0 0 0
- Peleleran 0,033 1.333,33 0,4 12.000,00
- Babat Galeng 0,1 5.500,00 0,4 15.333,33
- Pemupukan Dasar 0 0 0 0
Persemaian 0,067 2.333,33 0,4 16.666,67
Penanaman 0 0 0 0
Penyulaman 0,467 13.333,33 0,567 17.000,00
Penyiangan 0,067 2.000,00 0 0
Pengontrolan 29,33 861.333,30 22,4 578.666,70
Pemupukan 0,1 4.000,00 0,267 12.000,00
Pemberian Pestisida 0,1 5.000,00 1,033 38.333,33
Pemanenan 0 0,00 0 0,00
TOTAL 30,731 918.166,62 26,167 719.333,36
123
Tabel 42. Struktur Biaya Usahatani Penangkaran Benih Padi Bersertifikat
Pada Petani Mitra dan Petani Non Mitra Musim Tanam
2010/2011
Petani Mitra Petani Non Mitra
Uraian Biaya Biaya
% %
(Rp/Ha) (Rp/Ha)
A. Biaya Tunai
1. TKLK 4.475.981,70 31,57 3.811.148,00 28,32
2. Tenaga Kerja Mesin 874.541,67 6,17 767.200,00 5,70
3. Sarana produksi
a. Benih 187.500,00 1,32 113.182,60 0,84
b. Pupuk 1.088.858,00 7,68 1.022.433,00 7,60
c. Obat-obatan 1.362.543,00 9,61 1.283.659,28 9,54
4. Biaya Pengairan 74.501,68 0,53 240.683,30 1,79
5. Biaya Pengangkutan 170.400,00 1,20 285.549,27 2,12
6. Biaya Pembuatan Pagar 637.550,00 4,50 0 0
7. Biaya Operasional 130.000 0,92 0 0
8. Sewa Lahan 3.669.268,40 25,88 4.813.666,70 35,77
Total Biaya Tunai 12.671.144,45 89,38 12.337.522,15 91,67
B. Biaya Diperhitungkan
1. TKDK 918.166,62 6,48 719.333,36 5,35
2. Biaya Penyusutan 587.146,7 4,14 401.224 2,98
Total Biaya 1.505.313,32 10,62 1.120.557,36 8,33
Diperhitungkan
C. Biaya Total 14.176.457,77 100,00 13.458.079,51 100,00
124
non mitra, yang menyebabkan adanya perbedaan budaya atau kebiasaan
dalam penggunaan tenaga kerja dan sarana produksi, serta perbedaan upah
tenaga kerja dan harga sarana produksi.
125
Tabel 43. Analisis Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio Usahatani Penangkaran
Benih Padi pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/2011
Petani Non
Uraian Satuan Petani Mitra
Mitra
A. Penerimaan
a. Penerimaan Tunai Rp/Ha 15.441.299,37 13.118.858,00
b. Penerimaan Diperhitungkan Rp/Ha 438.732,84 655.904,50
c. Penerimaan Total Rp/Ha 15.880.032,21 13.774.762,50
B. Biaya
a. Biaya Tunai Rp/Ha 12.671.144,45 12.337.522,15
b. Biaya Diperhitungkan Rp/Ha 1.505.313,32 1.120.557,36
c. Biaya Total Rp/Ha 14.176.457,77 13.458.079,51
C. Pendapatan Atas Biaya Tunai Rp/Ha 2.770.154,92 781.335,85
D. Pendapatan Atas Biaya Total Rp/Ha 1.703.574,44 316.682,99
E. R/C Rasio Atas Biaya Tunai 1,219 1,063
F. R/C Rasio Atas Biaya Total 1,120 1,024
Pada petani mitra, berdasarkan analisis R/C rasio diketahui bahwa R/C
rasio atas biaya tunai pada petani mitra sebesar 1,219. Ini menunjukkan bahwa
setiap satu rupiah biaya tunai yang dikeluarkan petani mitra akan memberikan
penerimaan kepada petani mitra sebesar Rp1,219. Sedangkan R/C rasio atas biaya
total pada petani mitra diketahui sebesar 1,120. Ini menunjukkan bahwa setiap
satu rupiah biaya tunai yang dikeluarkan petani mitra akan memberikan
penerimaan kepada petani mitra sebesar Rp 1,120.
Pada petani non mitra diketahui R/C rasio atas biaya tunai sebesar 1,063.
Ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya tunai yang dikeluarkan petani
non mitra akan memberikan penerimaan kepada petani non mitra sebesar Rp
1,063. Sedangkan R/C rasio atas biaya total pada petani non mitra diketahui
sebesar 1,024. Ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya tunai yang
dikeluarkan petani non mitra akan memberikan penerimaan kepada petani mitra
sebesar Rp 1,024.
126
Analisis R/C atas biaya tunai dan total baik pada petani mitra dan non
mitra menunjukkan bahwa kedua usahatani layak untuk diusahakan. Hal ini dapat
dilihat dari nilai R/C keduanya yang bernilai lebih dari satu (R/C > 1). Suatu
usahatani dinyatakan layak apabila R/C lebih dari satu. Nilai R/C petani mitra
baik R/C atas biaya tunai maupun biaya total lebih besar dibandingkan petani non
mitra. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani
mitra lebih menguntungkan.
Dari Tabel 43 juga diketahui bahwa walaupun biaya tunai serta biaya total
yang dikeluarkan petani mitra lebih besar dibandingkan petani non mitra, namun
pendapatan petani mitra baik tunai maupun total jauh lebih tinggi dibandingkan
petani non mitra. Hal ini disebabkan karena penerimaan petani mitra baik tunai
maupun total juga lebih besar dibandingkan petani non mitra. Penerimaan petani
mitra yang tinggi disebabkan karena rata-rata hasil produksi petani mitra yang
lebih tinggi, sehingga memberikan nilai penerimaan yang tinggi juga, walaupun
harga beli PT. SHS lebih rendah dibanding pasaran. Tingginya pendapatan petani
mitra menunjukkan bahwa usahatani yang dijalankan petani mitra lebih
menguntungkan dibanding petani non mitra. Hal ini senada dengan hasil analisis
R/C yang telah dijelaskan sebelumnya.
Walaupun begitu tetap harus diperhatikan mengenai biaya yang
dikeluarkan, dimana biaya tunai dan biaya total yang dikeluarkan oleh petani
mitra masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan petani non mitra. Disinilah
peran kemitraan sebaiknya ditingkatkan. Salah satunya dengan menyediakan
sarana produksi dengan harga yang lebih murah atau dengan menetapkan Standar
Operasional Prosedur (SOP) mengenai penggunaan sarana produksi seperti pupuk
serta pestisida dan obat-obatan agar tidak berlebihan dalam penggunaannya. Bila
dilihat, tingginya penerimaan petani mitra disebabkan oleh tingginya hasil panen
bukan dari harga beli. Hal ini harus diwaspadai, karena apabila hasil panen petani
mitra sedang mengalami penurunan, maka pendapatan yang diterima petani mitra
menjadi rendah. Selain itu, penyebab rendahnya hasil panen pada petani non mitra
disebabkan karena adanya serangan hama dan penyakit, salah satunya adalah
wereng. Apabila penelitian dilakukan ketika lahan penangkaran benih pada petani
127
non mitra dalam keadaan normal, tidak menutup kemungkinan bahwa hasil
pendapatan petani non mitra lebih tinggi dibandingkan pada petani mitra.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
kemitraan yang terjalin antara petani mitra dengan PT. SHS memberikan manfaat
bagi petani mitra terutama dalam pemberian bantuan modal biaya panen, adanya
kepastian pasar, peningkatan pendapatan petani serta peningkatan pengetahuan
dan teknologi bagi petani mitra. Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat
permasalahan-permasalahan yang merugikan PT. SHS maupun petani mitra serta
mempengaruhi kepuasan petani mitra terhadap jalannya kemitraan. Kemitraan
masih dapat diteruskan apabila kedepannya PT. SHS terus memperbaiki kinerja
pelayanan kemitraan, mencari solusi nyata mengenai segala keluhan petani serta
lebih memperhatikan kesejahteraan petani mitra. Walaupun demikian, kemitraan
tetap menjadi pilihan, karena kemitraan merupakan solusi bagi petani yang
memiliki masalah permodalan serta tidak memiliki lahan pertanian.
128
IX KESIMPULAN DAN SARAN
9.1 Kesimpulan
130
9.2 Saran
131
penyimpangan terhadap peraturan yang dilakukan baik oleh PT. SHS
maupun petani mitra dapat berkurang.
3. PT. SHS sebaiknya melakukan kegiatan kontrol terhadap mutu dan
kualitas benih padi yang dihasilkan oleh petani mitra. Kegiatan kontrol
mutu dapat dilakukan dengan melakukan penyeragaman prosedur melalui
penetapan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam hal teknis budidaya,
seperti SOP mengenai penggunaan pupuk maupun penggunaan pestisida.
Penerapan SOP ini diharapkan dapat mengontrol kualitas benih padi yang
dihasilkan. Peningkatan kualitas hasil panen tidak hanya menguntungkan
bagi PT. SHS, namun juga berpengaruh terhadap harga beli hasil panen
yang diterima oleh petani, sehingga nantinya diharapkan kualitas benih
padi semakin meningkat dan harga yang diterima petani dapat meningkat
karena sesuai dengan ketentuan PT. SHS. Penerapan SOP mengenai
penggunaan pupuk dan pestisida juga diharapkan dapat mengurangi biaya
yang dikeluarkan oleh petani.
4. Selain penerapan SOP, kontrol mutu dapat dilakukan melalui pelaksanaan
pembinaan plasma. PT. SHS disarankan untuk melaksanakan pembinaan
sesuai dengan kebutuhan petani mitra atau mengenai teknologi-teknologi
tepat guna yang belum diketahui oleh petani. Melalui pendampingan
lapang, PT. SHS disarankan untuk lebih mengawasi pelaksanaan budidaya
agar kualitas hasil panen sesuai harapan.
5. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai pengukuran tingkat kepuasan
secara menyeluruh dengan menggunakan metode servqual dimana
penilaian dilakukan terhadap kedua belah pihak yaitu PT. SHS dan petani
mitra. Selain itu perlu adanya penelitian lanjutan mengenai analisis
perbandingan pendapatan dimana diharapkan kondisi lahan dan budidaya
baik pada petani mitra maupun non mitra dalam keadaan normal, sehingga
dapat terlihat pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani mitra.
132
DAFTAR PUSTAKA
Alviah A. 2007. Analisis Efektivitas Strategi Promosi Benih Padi dan Palawija
pada PT. Sang Hyang Seri (Studi Kasus Petani Desa Dukuh Kecamatan
Ciasem Kabupaten Subang) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Noviyanti M. 2005. Analisis Efisiensi Supply Chain Produk Benih Padi pada PT
Sang Hyang Seri (Persero) [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu-ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Nugroho BA. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistika Penelitian dengan
SPSS. Yogyakarta : ANDI
Prastiwi. 2010. Evaluasi Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar
Kuningan dan Ubi Jalar Jepang (Studi Kasus Kemitraan PT Galih Estetika
dan Petani Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan) [skripsi]. Bogor: Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Roslinawati E. 2007. Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Benih Padi pada
PT Sang Hyang Seri RM I Sukamandi, Subang, Jawa Barat [skripsi]. Bogor:
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
Soekartawi, Soehardjo A, Dillon JL, Hardaker JB. 1986. Ilmu Usahatani dan
Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia
134
Supranto J. 2006. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikkan
Pangsa Pasar. Jakarta: Rineka Cipta
135
LAMPIRAN 1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
N %
Cases Valid 10 100.0
Excludeda 0 .0
Total 10 100.0
a
Listwise deletion based on all variables in the
procedure
Reliability Statistics
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Scale Variance if Corrected Item- Cronbach's Alpha
Deleted Item Deleted Total Correlation if Item Deleted
A1 60.60 27.378 .345 .874
A2 59.90 26.544 .361 .876
A3 59.70 26.011 .599 .865
A4 59.40 27.156 .496 .869
A5 59.70 26.011 .599 .865
A6 59.50 27.167 .419 .872
A7 59.70 26.011 .599 .865
A8 59.60 26.044 .607 .865
A9 59.60 26.489 .518 .868
A10 59.60 27.378 .345 .874
A11 60.10 24.989 .539 .868
A12 59.60 26.267 .563 .867
A13 59.60 26.044 .607 .865
A14 59.50 25.611 .750 .860
A15 59.60 26.044 .607 .865
A16 59.70 28.678 .098 .883
A17 59.20 29.511 .000 .878
A18 59.80 23.956 .740 .857
136
Case Processing Summary
N %
Valid 10 100.0
Cases
Excludeda 0 .0
Total 10 100.0
a
Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.887 16
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Scale Variance if Corrected Item- Cronbach's Alpha
Deleted Item Deleted Total Correlation if Item Deleted
A1 53.10 26.322 .394 .886
A2 52.40 26.044 .316 .891
A3 52.20 25.289 .587 .878
A4 51.90 26.100 .557 .880
A5 52.20 25.511 .543 .880
A6 52.00 26.444 .403 .885
A7 52.20 25.289 .587 .878
A8 52.10 25.211 .617 .877
A9 52.10 25.656 .527 .881
A10 52.10 26.322 .394 .886
A11 52.60 24.267 .532 .882
A12 52.10 25.433 .572 .879
A13 52.10 25.211 .617 .877
A14 52.00 24.889 .738 .873
A15 52.10 25.211 .617 .877
A18 52.30 23.122 .753 .870
137
LAMPIRAN 2. Atribut dan Indikator Kinerja Pelayanan Kemitraan
138
Respon Inti terhadap 4 = Semua keluhan direspon dengan sangat baik dalam waktu
Keluhan yang cepat dengan adanya solusi nyata
3 = semua keluhan direspon dengan baik dalam waktu yang
agak cepat
2 = Semua keluhan direspon kurang baik dan dalam waktu
agak lama
1 = semua keluhan tidak direspon dengan baik
Bantuan Inti dalam 4 = Inti memberikan bantuan melalui pelaksanaan gropyok
Menanggulangi Hama dan tikus serta adanya bantuan dalam bentuk pestisida gratis.
Penyakit 3 = Inti memberikan bantuan melalui pelaksanaan gropyok
tikus serta adanya bantuan pestisida dalam bentuk pinjaman
2 = Inti hanya memberikan batuan melalui pelaksanaan
gropyok tikus
1 = Inti tidak melakukan kegiatan gropyok tikus
Pengetahuan dan 4 = pendamping dapat berkomunikasi dengan sangat baik dan
Kemampuan Berkomunikasi menjawab semua pertanyaan yang diajukan petani
Pendamping 3= tidak semua pertanyaan dapat dijawab, namun kemampuan
komunikasi pendamping baik
2= tidak semua pertanyaan dapat dijawab dan cara
berkomunikasi pendamping tidak terlalu baik
1= semua pertanyaan tidak dapat dijawab pendamping dan
cara berkomunikasi tidak baik
Pendamping Mudah Ditemui 4 = pendamping mendatangi lokasi setiap hari
dan Dihubungi 3= pendamping mendatangi lokasi dua kali dalam satu minggu
2 = pendamping mendatangi lokasi satu kali seminggu
1= pendamping mendatangi lokasi jika dibutuhkan petani
Bantuan Biaya Panen 4 = Bantuan panen lebih dari biaya panen yang dikeluarkan
3 = Bantuan panen sama dengan biaya panen yang
dikeluarkan
2= Bantuan biaya panen lebih kecil dari biaya panen yang
dikeluarkan
1= Tidak ada biaya bantuan panen
Ketepatan Pemberian Biaya 4 = Dibayarkan sebelum panen
Panen 3 = Dibayarkan ketika panen
2 = Dibayarkan setelah panen
1 = Dibayarkan musim berikutnya
Penyediaan Sarana 4 = Jumlah Truk Lebih dari yang dibutuhkan
Pengangkutan Hasil Panen 3 = Jumlah truk sesuai dengan kebutuhan
139
2 = Jumlah truk kurang dari yang dibutuhkan
1 = Tidak ada truk
Penetapan Harga Beli Hasil 4 = Harga Beli Hasil Panen oleh PT. SHS lebih mahal dari
Panen harga pasar
3 = Harga Beli Hasil Panen oleh PT. SHS sama dengan harga
pasar
2 = Harga Beli Hasil Panen oleh PT. SHS lebih murah dari
pasar
1 = Harga Beli Hasil Panen oleh PT. SHS jauh lebih murah
dari pasar
140
LAMPIRAN 3. Matriks Evaluasi Kemitraan PT. Sang Hyang Seri dan Petani
Mitra Berdasarkan Kesepakatan Kerjasama
Ketentuan
Poin Kerjasama Realisasi
Peraturan Tertulis Peraturan Tidak Tertulis
Pembinaan dan PT. SHS mengecek ke Sesuai
Pengawalan teknis lahan sekaligus memberi
produksi bimbingan
Penjualan hasil panen Petani menjual hasil panen Wajib memasukkan Kurang
kepada PT. SHS setiap seluruhnya ke PT. SHS Sesuai
musimnya setelah
dipotong kewajiban bagi
hasil
Sesuai
Pengelolaan areal Petani wajib mengelola
lahan dengan baik dan
tidak dipindahtangankan
maupun dijualbelikan
Sesuai
Sanksi terhadap Petani bersedia
pelanggaran aturan diberhentikan apabila tidak
mentaati peraturan
141
Kegiatan pembasmian Tidak diatur Petani wajib mengikuti Kurang
tikus “gropyok tikus” bersama Sesuai
PT. SHS seminggu dua
kali, setiap rabu dan sabtu
142
LAMPIRAN 4. Kendala-kendala Kemitraan Berdasarkan Kesepakatan
Kerjasama
Penjualan hasil panen Petani wajib memasukkan Masih terdapat petani yang menjual
seluruh hasil panen ke PT. sedikit hasil panennya ke luar selain PT.
SHS SHS, karena pembayarannya yang lebih
cepat
Kondisi tanah saat Tidak ada kendala
diberikan
Penyediaan Sarana Ketersediaan Pupuk dan Pupuk dan obat-obatan yang dibutuhkan
Produksi Obat-obatan oleh petani terkadang tidak tersedia tepat
waktu. Selain itu pupuk dan obat-obatan
yang disediakan PT. SHS kurang
beragam sesuai keinginan petani
Harga Pupuk dan Obat- Harga pupuk dan obat-obatan yang
obatan disediakan PT. SHS lebih tinggi
dariapada harga di kios-kios, karena
tidak bersusidi
143
Kegiatan pembasmian Dilaksanakan dua kali Masih ada petani yang tidak mengikuti
tikus dalam seminggu gropyok tikus
Respon terhadap Respon terhadap segala Belum adanya solusi nyata dari keluhan
keluhan keluhan petani, seperti mengenai keterlambatan
pembayaran hasil panen
144
LAMPIRAN 5. Kuisioner Penelitian Usahatani
KUISIONER
Untuk Mengetahui Keragaan Usahatani Penangkaran Benih Padi
Peneliti:
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
145
Saya Amelia Kartika, mahasiswa Departemen Agribisnis IPB yang sedang melakukan
penelitian untuk keperluan skripsi dengan judul “Evaluasi Kemitraan dan Analisis
Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi Bersertifikat (Kasus Kemitraan:
PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I, Sukamandi, Kabupaten Subang)”.
Dimohon ketersediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk melakukan wawancara guna
mengisi kuisioner ini secara lengkap. Sesuai etika penelitian, saya bersifat netral dan
menjamin kerahasiaan informasi bapak/ibu sebagai responden. Atas bantuan dan
kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.
A. Identitas Responden
1. Nama Responden : ...........................................................................
2. Jenis Kelami : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan
3. Usia : ........................ tahun
4. Alamat : ...........................................................................
...........................................................................
5. Pendidikan Terakhir : ( ) Tidak sekolah ( ) SMA
( ) SD ( ) Diploma
( ) SMP ( ) Sarjana
6. Status dalam rumah tangga : Kepala Keluarga / Istri / Anak (pilih salah satu)
7. Jumlah Tanggungan
Keluarga : ............................... orang
8. Keterangan tentang anggota rumah tangga (dalam satu unit anggaran belanja)
Nama Pekerjaan
Hubungan Jenis Sumber
N Anggota Usia
dengan Kelamin Pendidikan Utama Sampingan Pendapatan
o Keluarga (Tahun)
KK* (P/L) Utama
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Keterangan* : 1= Kepala Keluarga; 2= Istri; 3= Anak; 4= Cucu; 5=Orang Tua; 6= Lainnya
9. Pengalaman Bertani Padi : ............................... tahun
10. Pengalaman Menjadi Penangkar Benih Padi : ................................... tahun
11. Varietas padi yang pernah diusahakan (isi dengan memberi tanda centang “ √
”, jawaban boleh lebih dari 1):
( ) ( )
( ) ( )
146
12. Pendapatan Rumah Tangga dalam satu tahun terakhir
No. Uraian Nilai dalam setahun
(Rp)
1. Usahatani Padi
2. Usahatani Penangkaran Benih Padi
3. Usahatani lainnya (sebutkan: ..............................)
4. Non Usahatani (sebutkan: ..................................)
147
2. Lahan Bukan Milik Sendiri
Luas Kepemilikan Lahan (Ha)
Jenis Lahan Jumlah Persil Digarap Orang
Digarap Sendiri Total
Lain
Sawah Irigasi
Sawah tadah
Hujan
Ladang Tegalan
Kebun
Pekarangan
(termasuk rumah)
Lainnya (kolam,
tambak, dll)
Total
148
7. Peralatan yang dimiliki:
a. Investasi:
Perkiraan
Jumlah Harga Beli Masa Pakai Umur Layak
No. Jenis Alat
(buah) (Rp/buah) (Tahun) Pemakaian
(Tahun)
1 Cangkul
2 Traktor
3 Sabit
4 Handsprayer
5 Karung
6 Terpal
7 Garu
8 Komposan
9 Tolok
10 Timbangan
11 Traser
Kegiatan Usahatani:
1. Persiapan Lahan
Kegiatan Keterangan
Penampingan
Pemopokan
Traktor
Peleleran
Babat Galengan
149
2. Pembibitan/Penyemaian
Pembibitan Keterangan
Pembuatan Bedengan
Pemupukan Dasar
Luas lahan pembibitan (m2 , bedeng)
Varietas benih yang digunakan untuk
pembibitan
Jumlah benih yang digunakan untuk
pembibitan (gr)
Jarak tanam benih (cm)
Lama pembibitan (hari)
Masa penyimpanan bibit (hari)
3. Penanaman
Penanaman Keterangan
Jumlah bibit
Jarak tanam bibit (cm)
Kedalaman penanaman bibit (cm)
Alat menanam (mesin/manual)
Lama proses penanaman
4. Pemeliharaan Tanaman
Proses Pemeliharaan Keterangan
Penyulaman Frekuensi Penyulaman
Ketika Berumur
Pengairan Frekuensi Pengairan
Lama proses pengairan
Alat yang digunakan
Penyiangan Frekuensi penyiangan
Ketika tanaman berumur
Lama proses penyiangan
Pengontrolan tanaman Frekuensi pengontrolan
Lama Waktu pengontrolan
150
5. Pemupukan
Pupuk diperoleh dari :
................................................................................................
Kegiatan pemupukan : ................ kali
Proses pemupukan : a. Pemupukan I setelah ...... hari sesudah tanam
b.Pemupukan II setelah...... hari sesudah tanam
c.Pemupukan III setelah ..... hari sesduah tanam
151
2 Herbisida
3. Fungisida
4. Obat Perangsang
7. Roguing
Kegiatan Penyeleksian :
Fase Pertumbuhan Kegiatan
Stadium Vegetatif Awal
(Setelah muncul bibit)
Stadium Vegetatif Akhir/Anakan
Maksimum
(awal pertumbuhan tanaman)
Stadium Generatif Awal/ Berbunga
152
8. Panen dan Pengolahan Benih
Umur Panen : ...................................................................................
Proses Panen :
Proses Pemanenan Alat yang Kegiatan
digunakan
Persiapan Panen
Proses Panen
Penjemuran
Pengeringan
Benih
Pengeringan
dengan alat
pengering (dryer)
Pembersihan
Benih
Pengolahan
Benih Pemilahan
(grading)
9. Prosesing Benih
Kegiatan Jumlah Harga/satuan Total Harga
Penimbangan dan
Pemberian Stampel .......................... kg
Pembelian Kantong
Logo ..................... lembar
Biaya Sertifikasi ....................... Ha
Biaya Pengujian Benih
........................... kg
Biaya Pelabelan ..................... lembar
Biaya Pengantongan
Benih .................... lembar
153
10. Penjualan
Beri tanda “√” pada kegiatan yang dilaksanakan, dan tanda “-“ pada kegiatan
yang tidak dilaksanakan.
Penjualan Keterangan
Penjualan saat panen
(Ijon/Jual bertahap/
lainnya ................................................)*
Penjualan langsung setelah panen
Dikemas (mengalami proses sertifikasi) serta
disimpan kemudian dijual
Disimpan untuk digunakan sebagai bibit sendiri
*coret yang bukan
Jika tidak dibeli PT. Sang Hyang Seri, pembeli yang dominan berasal dari :
(isi dengan memberi tanda “√”)
( ) satu desa ( ) satu provinsi
( ) satu kecamatan ( ) luar provinsi
( ) satu kabupaten
154
11. Kegiatan Usahatani dan Penggunaan Tenaga Kerja per Musim Tanam (Luas Lahan : ..........................)
155
12. Biaya Usahatani Lainnya (Luas lahan : ..........................)
Jenis Pengeluaran Biaya
Iuran irigasi/ beli air (Rp)
Iuran Desa (Rp)
Pajak (Rp)
Sewa Lahan (Rp)
Biaya Transportasi (Rp)
156
LAMPIRAN 6. Kuisioner Kepuasan Petani Mitra
KUISIONER
Untuk Mengetahui Kondisi Kemitraan dari Sisi Petani Mitra
Peneliti:
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
157
Saya Amelia Kartika, mahasiswa Departemen Agribisnis IPB yang sedang melakukan penelitian untuk keperluan skripsi dengan judul “Evaluasi Kemitraan dan Analisis
Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi Bersertifikat (Kasus Kemitraan: PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I, Sukamandi, Kabupaten Subang)”. Dimohon
ketersediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk melakukan wawancara guna mengisi kuisioner ini secara lengkap. Sesuai etika penelitian, saya bersifat netral dan menjamin
kerahasiaan informasi bapak/ibu sebagai responden. Atas bantuan dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.
IDENTITAS RESPONDEN
Nama : ............................................................................. Berapa kali pernah : .......................... kali
Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan Berganti kemitraan
Lama Berusahatani : ( ) ≤ 2 tahun ( ) 5-6 tahun
Alamat : .......................................................................... Penangkaran ( ) 3-4 tahun ( ) ≥ 7 tahun
.......................................................................... Benih Padi
Usia : ............................... tahun
Alasan Melakukan : ( ) Usaha turun temurun
Pendidikan Terakhir : ( ) Tidak sekolah ( ) SMA Penangkaran ( ) Banyak diusahakan di daerah sekitar
( ) SD ( ) Diploma Benih Padi ( ) Tinggi pendapatannya
( ) SMP ( ) Sarjana ( ) Pekerjaan Utama
( ) Pekerjaan Sampingan
Jumlah Tanggungan : ( ) 0 orang ( ) 3-5 orang ( ) Lainnya, ......................................................
Keluarga ( ) 1-2 orang ( ) > 5 orang
Pekerjaan lain yang : ( ) Tidak ada
Penghasilan per bulan : ( ) ≤ 500.000 Dilakukan selain ( ) Ada, yaitu .......................................................
( ) 501.000 – 999.000 Penangkaran benih
( ) 1.000.000-1.999.000 Luas Lahan yang : ...........................................
( ) ≥ 2.000.000 Digarap (m2)
Periode Panen : ...........................................
Pengalaman Bermitra : ( ) Pernah, dengan ..............................................,
Biaya Garap per : ...........................................
Dengan yang lain Selama ............................ bulan Musim Tanam (Rp)
( ) Belum Pernah Penghasilan per : ...........................................
Pengalaman Bermitra : ......................... bulan Bulan (Rp)
Dengan SHS
158
PELAKSANAAN KEMITRAAN
Alasan anda dalam melaksanakan kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri (boleh Apakah anda mendapat bantuan modal awal?
pilih lebih dari satu dan diurutkan berdasarkan kepentingan): ( ) Ya, sejumlah ....................................... ( ) Tidak
( ) Ingin mendapatkan bantuan modal
( ) Ingin mendapatkan jaminan pasar Apaka anda membeli Sarana Produksi di PT. Sang Hyang Seri?
( ) Ingin meningkatkan pendapatan / keuntungan ( ) Ya, alasan .................................................................................................
( ) Ingin mendapatkan tambahan pengetahuan dan ketrampilan bertani serta ( ) Tidak, alasan ............................................................................................
teknologi
( ) Risiko usaha ditanggung bersama Fasilitas apa yang diberikan oleh PT. Sang Hyang Seri selama kemitraan
( ) Lainnya, ................................................................................................... berlangsung?
1. ...........................................................................................................
Apakah dalam pelaksanaan kemitraan ini anda mengetahui dan memahami 2. ...........................................................................................................
peraturan kemitraan (perjanjian kontrak dengan PT. Sang Hyang Seri):
( ) Ya Masalah serta kendala apa saja yang dihadapi selama mengikuti kemitraan?
Apa hak dan kewajiban yang anda miliki sebagai petani mitra? 1. ...........................................................................................................
........................................................................................................................ 2. ...........................................................................................................
........................................................................................................................ 3. ...........................................................................................................
........................................................................................................................ 4. ...........................................................................................................
........................................................................................................................
Harapan kepada PT. Sang Hyang Seri?
( ) Tidak ....................................................................................................................................
Mengapa anda tidak mengetahui dan memahaminya? ....................................................................................................................................
........................................................................................................................ ....................................................................................................................................
........................................................................................................................ ....................................................................................................................................
........................................................................................................................ ........................................................................
Apakah anda terlibat dalam pembuatan peraturan.kontrak kemitraan dengan PT. Apakah akan tetap bergabung dengan PT. Sang Hyang Seri?
Sang Hyang Seri? ( ) Ya ( ) Tidak, alasan ......................................................................
( ) Ya ( ) Tidak, alasan ..................................................................
159
TINGKAT KEPENTINGAN DAN KEPUASAN KEMITRAAN
A. Petunjuk A
Tingkat Kepentingan
Di bawah ini terdapat pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan harapan anda terhadap pelaksanaan kemitraan PT. Sang Hyang Seri RM I dengan petani mitra. Berilah
tanda “√” pada kolom jawaban yang anda pilih.
B. Petunjuk B
Tingkat Kepuasan
Di bawah ini terdapat pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan apa yang anda rasakan terhadap pelaksanaan kemitraan PT. Sang Hyang Seri RM I dengan petani mitra
selama ini. Berilah tanda “√” pada kolom jawaban yang anda pilih.
Kepentingan Kepuasan
1 2 3 4 1 2 3 4
No. Atribut Sangat Tidak Penting Sangat Sangat Tidak Puas Sangat
Tidak Penting Penting Tidak Puas Puas
Penting Puas
Prosedur Penerimaan Mitra
1.
PT. SHS
2. Penetapan Harga Benih Pokok
3. Kualitas Benih Pokok
4. Penetapan Harga Sarana Produksi
5. Kecukupan Penyediaan Sarana Produksi
6. Penetapan Harga Sarana Produksi
7. Pengetahuan dan kemampuan berkomunikasi pendamping
8. Pendamping mudah ditemui dan dihubungi
9. Frekuensi Pembinaan Plasma
10. Pelayanan dan Bimbingan Materi
11. Respon terhadap keluhan
12. Bantuan inti dalam menanggulangi hama dan penyakit
13. Bantuan biaya panen
14. Ketepatan pemberian biaya panen
15. Penyediaan Sarana Pengangkutan Hasil Panen
16. Ketepatan Pembayaran Hasil Panen
160
LAMPIRAN 7. Kuisioner Kemitraan untuk PT. Sang Hyang Seri
KUISIONER
Untuk Mengetahui Kondisi Kemitraan Petani Mitra dan Perusahaan
Peneliti:
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
161
Saya Amelia Kartika, mahasiswa Departemen Agribisnis IPB yang sedang melakukan penelitian untuk keperluan skripsi dengan judul “Evaluasi Kemitraan dan
Analisis Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi Bersertifikat (Kasus Kemitraan: PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I, Sukamandi,
Kabupaten Subang)”. Dimohon ketersediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk melakukan wawancara guna mengisi kuisioner ini secara lengkap. Sesuai etika
penelitian, saya bersifat netral dan menjamin kerahasiaan informasi bapak/ibu sebagai responden. Atas bantuan dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.
Responden Nama : No :
Jabatan : Tanggal:
No Pertanyaan Jawaban
A Kondisi PT. Sang Hyang Seri
1. Apakah visi dan misi PT. Sang Hyang Seri?
2. Bagaimana struktur organisasi PT. Sang Hyang Seri?
3. Bagian mana yang terkait dengan program kemitraan?
4. Apa kaitan kemitraan dengan divisi / bidang pekerjaan
yang anda tangani?
5. Menurut anda, seberapa penting peranan kemitraan
terhadap sustainability perusahaan?
B Pelaksanaan kemitraan
1. Bagaimana awal mula terjadinya kemitraan antara PT.
Sang Hyang Seri dengan petani mitra?
2. Apakah tujuan yang ingin dicapai PT. Sang Hyang Seri
melaksanakan kemitraan ini?
3. Pola kemitraan seperti apa yang terjadi antara PT. Sang
Hyang Seri dengan petani mitra?
162
4. Bagaimana bentuk pembinaan yang diberikan kepada
petani?
5. Bagaiman bentuk permodalan kepada petani?
6. Bagaiman penyediaan sarana produksi untuk petani
mitra?
7. Adakah pendampingan secara teknis maupun non teknis
dari PT. Sang Hyang Seri sebagai perusahaan mitra?
8. Apakah petani mitra dilibatkan dalam pembuatan
peraturan dan kontrak kemitraan?
9. Apakah dalam pelaksanaanya, seluruh petaani mitra
patuh terhadap peraturan dan kontrak kemitraan?
10. Apa saja hak dan kewajiban masing-masing pelaku
mitra?
11. Apa peran pemerintah dalamn kemitraan ini?
12. Apakah PT. Sang Hyang Seri melakukan kerjasama
dengan pihak lain dalam pelaksanaan kemitraan dengan
petani?
13. Apa sajakah permasalahan yang ditemui dalam
pelaksanaan kemitraan ini?
14. Bagaimanakah dampak permasalahan kemitraan tersebut
terhadap perusahaan?
163
15. Apa harapan terhadap kemitraan ini di masa depan?
C Sistem Produksi
1. Apa sajakah jenis varietas benih padi yang dihasilkan
oleh PT. Sang Hyang Seri?
2. Apakah setiap tahunnya PT. Sang Hyang Seri memiliki
target produksi benih padidalam kemitraan ini?
3. Kapankan pembelian benih terhadap petani mitra
dilakukan?
4. Bantuan apakah yang diberikan oleh PT. Sang Hyang
Seri dalam hal budidaya?
5. Upaya apakah yang dilakukan PT. Sang Hyang Seri
untuk meningkatakn penguasaan teknologi petani
terutama dalam budidaya?
6. Bagaimanakan proses sertifikasi benih yang dilakukan?
7. Bagaimanakah proses pengemasan terhadap benih
bersertifikat?
D Pemasaran Hasil
1. Bagaimana sistem pemasaran benih padi yang dilakukan
dalam kemitraan ini?
2. Bagaimana saluran distribusi pemasaran benih padi dari
petani mitra ke PT. Sang Hyang Seri?
164
3. Bagimana sistem penetapan harga beli hasil benih padi?
4. Bagaimana sistem sortasi dan grading yang ditetapkann
perusahaan terhadap pasokan benih padi?
165
Lampiran 8. Surat Perjanjian Kerjasama
KANTOR REGIONAL - I
SUKAMANDI, SUBANG - JAWA BARAT, TELP. (0260) 520798, 521900, FAX. (0260) 520813
Pada hari ini ……………… tanggal ……… bulan ……………… tahun dua ribu ………………… kami yang
bertanda tangan di bawah ini :
I. Nama : ……………………………………..
Jabatan : ……………………………………..
Alamat : PT. Sang Hyang Seri (Persero) – Sukamandi
Yang berdasarkan SK Direksi No. ……… Tertanggal …………………… dan Surat Kuasa Direksi No.
SKU ……………………..Tertanggal …………………………… Yang dalam hal ini bertindak untuk dan
atas nama PT. Sang Hyang Seri (Persero) yang untuk selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA.
Dengan ini menyatakan bahwa antara kedua belah pihak tersebut, tercapai kata sepakat untuk
mengadakan/membuat perjanjian kerjasama MT ……………………. Dalam usaha memproduksi
padi/palawija, dengan menggunakan tanah HGU PT. Sang Hyang Seri (Persero).
1. PIHAK PERTAMA, wajib melakukan pembinaan dan pengawalan teknis produksi yang dilaksanakan
oleh PIHAK KEDUA.
2. PIHAK KEDUA diwajibkan membayar benih pokok sebanyak 25 Kg / Ha / Musim kepada PIHAK
PERTAMA.
3. PIHAK KEDUA diwajibkan membayar bagi hasil sebesar 1.200 Kg / Ha / Musim kepada PIHAK
PERTAMA.
4. PIHAK KEDUA membayar biaya operasional kerjasama sebesar Rp. 130.000,-/ Ha / Musim yang terdiri
dari : Biaya Roguing, Sanitasi, Materai dan PHT.
5. PIHAK KEDUA berhak atas semua hasil panen dan memasukkan/menjual kepada PIHAK PERTAMA
apabila dibutuhkan setelah dipotong kewajiban bagi hasil.
6. PIHAK KEDUA diwajibkan mengelola areal dengan baik dan tidak dipindah tangankan kepada orang lain
maupun dijual belikan.
7. PIHAK KEDUA diwajibkan mematuhi ataupun mentaati persyaratan dan ketentuan yang berlaku di PT.
Sang Hyang Seri (Persero) yang tidak tertulis dalam kontrak ini dalam hal pemanfaatan lahan.
8. PIHAK KEDUA bersedia diberhentikan sebagai petani kerjasama apabila tidak mengikuti ataupun
mentaati aturan dan ketentuan yang ada.
MENGETAHUI,
Kepala Desa
166
LAMPIRAN 9. Peta Lahan dan Varietas PT. Sang Hyang Seri
Bachrudin, SP
167