Anda di halaman 1dari 184

EVALUASI KEMITRAAN DAN ANALISIS PENDAPATAN

USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI


BERSERTIFIKAT
(Kasus Kemitraan: PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I
Sukamandi, Kabupaten Subang)

SKRIPSI

AMELIA KARTIKA YUSTIARNI


H34070041

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
RINGKASAN

AMELIA KARTIKA YUSTIARNI. “Evaluasi Kemitraan dan Analisis


Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi Bersertifikat (Kasus Kemitraan:
PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I Sukamandi, Kabupaten Subang)”. Di
bawah bimbingan RACHMAT PAMBUDY.

Indonesia merupakan negara terpadat keempat setelah Cina, India dan


Amerika Serikat. Setiap tahunnya jumlah penduduk Indonesia terus meningkat
dan pada tahun 2010 mencapai 237,56 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk
Indonesia diikuti oleh peningkatan jumlah konsumsi beras, karena 95 persen
penduduk Indonesia menkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Hal ini
mendorong pemerintah untuk terus meningkatkan produksi beras dengan
meningkatkan produksi padi. Produksi padi dapat ditingkatkan melalui
penggunaan benih padi bersertifikat. Salah satu perusahaan benih padi
bersertifikat di Indonesia adalah PT. Sang Hyang Seri (PT.SHS). Dalam
memproduksi benih padi, PT. SHS melakukan kerjasama dengan petani
penangkar benih yang berada di daerah sekitar.
PT. SHS melakukan program kemitraan penangkaran benih padi dengan
petani sekitar untuk memenuhi kebutuhan produksi benih padinya. Program
kemitraan disamping memberikan keuntungan bagi perusahaan, juga memberikan
keuntungan bagi petani mitra, diantaranya mendapatkan kepastian pasar,
mendapatkan harga jual benih yang lebih tinggi sehingga pendapatan mereka
meningkat dan mendapatkan tambahan ilmu serta teknologi yang efisien dari
perusahaan tersebut. Evaluasi kemitraan dapat dilakukan untuk melihat sejauh
mana pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani mitra telah berjalan,
sehingga dapat diketahui masalah-masalah yang dihadapi selama pelaksanaan
kemitraan. Dengan mengetahui permasalahannya, maka diharapkan dapat
dilakukan perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan kinerja kemitraan.
Selain mengevaluasi pelaksanaan kemitraan berdasarkan peraturan yang
telah disepakati, kesuksesan dari pelaksanaan kemitraan dapat dicapai dengan
mengetahui tingkat kepuasan petani terhadap jalannya kemitraan. Peningkatan
pendapatan juga menjadi salah satu tolak ukur kesuksesan pelaksanaan kemitraan.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah: (1)
Mengidentifikasi pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani penangkar
benih padi mitra, (2) Menganalisis tingkat kepuasan petani penangkar benih padi
mitra terhadap jalannya kemitraan, dan (3) Menganalisis tingkat pendapatan
petani penangkar benih yang melakukan kemitraan dengan PT. SHS bila
dibandingkan dengan petani penangkar benih padi non mitra.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Subang, dimana petani mitra pada
penelitian ini adalah petani penangkar benih padi yang melakukan kemitraan
dengan PT. SHS Sukamandi, sedangkan petani non mitra adalah petani penangkar
benih padi yang berada di Kecamatan Subang, Kabupaten Subang. Petani
penangkar benih pada penelitian ini adalah petani penangkar benih padi yang
menghasilkan benih padi kelas benih sebar (BR). Pengambilan lokasi penelitian
dilakukan secara sengaja (purposive) karena PT. SHS merupakan salah satu
produsen benih padi terbesar di Indonesia, dimana lokasi lahan penangkaran benih
padi milik PT. SHS berada di Sukamandi, Kabupaten Subang. Untuk petani non
mitra, pemilihan lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Subang karena satu-
satunya lokasi petani penangkar benih padi yang menghasilkan benih padi kelas
benih sebar di Kabupaten Subang hanya berada di Kecamatan Subang. Pemilihan
petani responden dilakukan secara purposive untuk petani mitra dan simple
random sampling untuk petani non mitra dengan mengambil sampel masing-
masing sebanyak 30 orang. Penelitian dilakukan untuk musim tanam 2010/2011.
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Analisis
deskriptif digunakan untuk menganalisis keragaan usahatani penangkaran benih
padi mitra dan non mitra serta mengevaluasi jalannya kemitraan antara petani
penangkar benih padi dengan PT. SHS. Sedangkan analisis kuantitatif bertujuan
untuk menganalisis tingkat kepuasan petani mitra terhadap jalannya kemitraan
serta menganalis tingkat pendapatan usahatani petani mitra bila dibandingkan
dengan usahatani petani non mitra berdasarkan penerimaaan dan biaya usahatani.
R/C rasio digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi usahatani. Data yang
diperoleh berasal dari kuisioner dan diolah menggunakan bantuan software
komputer Microsoft Excel dan Minitab 14. Untuk melakukan uji validitas dan
reliabilitas digunakan SPSS 17,0.
Kemitraan yang terjalin antara PT. SHS dengan petani mitra termasuk ke
dalam kemitraan inti plasma. Hasil analisis matriks evaluasi kemitraan
menunjukkan bahwa terdapat enam poin kerjasama yang tidak memiliki
kesesuaian antara kesepakatan kerjasama dengan realisasi. Poin-poin tersebut
adalah penjualan hasil panen, penyediaan sarana produksi, kegiatan pembasmian
tikus, respon terhadap keluhan, pengangkutan hasil panen dan pembayaran hasil
panen. Walaupun begitu, kemitraan memberikan beberapa manfaat, diantaranya
yaitu mendapatkan bantuan modal, mendapatkan jaminan pasar, meningkatkan
pendapatan serta mendapatkan tambahan pengetahuan, ketrampilan serta
teknologi. Berdasarkan metode Importance Performance Analysis (IPA) dapat
diketahui atribut-atribut yang berada pada prioritas utama adalah atribut harga
sarana produksi, ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana
produksi, respon inti terhadap keluhan, penyediaan sarana transportasi untuk
panen, harga beli hasil panen, serta ketepatan waktu pembayaran hasil panen.
Secara keseluruhan, berdasarkan metode Customer Satisfaction Index (CSI) petani
mitra dinyatakan cukup puas, karena nilai CSI yang diperoleh adalah 62,08.
Dari analisis pendapatan usahatani penangkaran benih padi diketahui
bahwa usahatani penangkaran benih padi pada petani mitra memberikan
pendapatan atas biaya tunai dan biaya total yang lebih tinggi dibandingkan pada
petani non mitra. R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total pada petani mitra yaitu
1,219 dan 1,120. Sedangkan R/C rasio atas biaya tunai dan biaya total pada petani
non mita yaitu 1,063 dan 1,024. Dari nilai R/C rasio atas biaya tunai dan biaya
total dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan
petani mitra memberikan keuntungan bagi petani mitra. Pelaksanaan kemitraan
dapat diteruskan, terutama dengan adanya perbaikan-perbaikan yang dilakukan
oleh kedua belah pihak.

iii
EVALUASI KEMITRAAN DAN ANALISIS PENDAPATAN
USAHATANI PENANGKARAN BENIH PADI
BERSERTIFIKAT
(Kasus Kemitraan: PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I
Sukamandi, Kabupaten Subang)

AMELIA KARTIKA YUSTIARNI


H34070041

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul Skripsi : Evaluasi Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani
Penangkaran Benih Padi Bersertifikat (Kasus Kemitraan:
PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I Sukamandi,
Kabupaten Subang)
Nama : Amelia Kartika Yustiarni
NRP : H34070041

Disetujui,
Pembimbing

Dr. Ir. Rachmat Pambudy, MS


NIP. 19591223 198903 1 002

Diketahui,
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS


NIP. 19580908 198403 1 002

Tanggal Lulus:
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Evaluasi
Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi
Bersertifikat (Kasus Kemitraan: PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I
Sukamandi, Kabupaten Subang)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar
pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2011

Amelia Kartika Yustiarni


H34070041
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 11 Mei 1989. Penulis adalah


anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Rodip Sukarman, SH dan
Ibunda Ir. Dyah Mardiani Herdanaratri.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD N Kranji I Purwokerto
pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004
di SMP N I Purwokerto. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA N I
Purwokerto diselesaikan pada tahun 2007.
Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) pada tahun 2007.
Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus
Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis pada Departemen d’Prime
(Departemen of Public Relation and Information Media) periode tahun 2008-2009
dan sebagai kepala Departemen d’Prime (Departemen of Public Relation and
Information Media) pada periode tahun 2009-2010.
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi
Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi
Bersertifikat (Kasus Kemitraan: PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I
Sukamandi, Kabupaten Subang)”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pelaksanaan kemitraan
antara PT. Sang Hyang Seri RM I dengan petani penangkar benih padi mitra,
menganalisis tingkat kepuasan petani penangkar benih padi mitra terhadap
jalannya kemitraan selama ini, serta menganalisis tingkat pendapatan petani
penangkar benih padi mitra bila dibandingkan dengan petani penangkar benih
padi non mitra.
Namun demikian, sangatlah disadari bahwa masih terdapat kekurangan
dalam skripsi ini karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu,
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan
pada skripsi ini sehingga bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Desember 2011


Amelia Kartika Yustiarni
UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.
Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima
kasih dan penghargaan kepada:
1. Kedua orang tuaku yang terhebat, papa Rodip Sukarman, SH, mama Ir. Dyah
Mardiani Herdanaratri dan adikku Bintang Wicaksono Ajie serta keluarga
tercinta untuk setiap dukungan, cinta, kasih dan doa yang diberikan. Semoga
ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.
2. Dr. Ir. Rachmat Pambudy MS selaku dosen pembimbing skripsi atas
bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis
selama penyusunan skripsi ini.
3. Anita Primaswari W, SP. MSi selaku dosen penguji utama pada ujian sidang
penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran
demi perbaikan skripsi ini.
4. Yeka Hendra F, SP selaku dosen penguji dari wakil komisi pendidikan yang
telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi
perbaikan skripsi ini.
5. Febriantina Dewi, SE. MM. MSc selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan bimbingan selama penulis menjadi mahasiswa Departemen
Agribisnis.
6. Seluruh staf pengajar, sekretariat Departemen Agribisnis, Komdik, Dekanat
FEM, perpustakaan FEM, perpustakaan LSI terutama Ibu Ida dan Mbak Dian
atas bantuan yang diberikan kepada penulis selama proses perkuliahan,
penyusunan skripsi, seminar, dan sidang.
7. Ibu Elda D Adiningrat selaku Ketua Umum Asosiasi Benih Indonesia, Dr.
Nizwar Safaat selaku Direktur Litbang PT. Sang Hyang Seri, Bapak
Bachrudin SP, serta pihak PT. Sang Hyang Seri lainnya, atas waktu,
kesempatan, informasi, dukungan serta bantuannya selama ini. Terima kasih
untuk petani mitra PT. Sang Hyang Seri serta petani anggota kelompok tani
Katiga atas waktu dan ketersediaannya menjadi responden.
8. Teh Eka, Teh Bunga, dan Teh Rini, atas dukungan dan bantuannya selama
penulis menyelesaikan penelitian.
9. Abdul Ghofir, atas masukan, bantuan, dukungan, dan doa yang diberikan
selama penyusunan skripsi ini, serta waktu yang telah diluangkan untuk
menemani penulis menyelesaikan penelitian. Terima kasih untuk selalu
mendengarkan keluh kesah penulis dan menjadi tempat berbagi.
10. Anggriani Putri, Dini Amrilla Utomo, Indah Soekma, dan Anggie Millanisa,
atas masukan, bantuan, dukungan dan doa yang diberikan. Terima kasih atas
persahabatan yang indah.
11. Desi Natalis Singarimbun selaku pembahas seminar, Hata Madia K,
Oktiarachmi Budiningrum, Ardie Aryono, Adi Febrian, Pandu Aditama, Risa
Maya P, Citra Sari, Astri Yulita, Annisa Milky dan Febriandini Harvina S.
Terima kasih atas bantuan serta masukan-masukan yang diberikan selama
penulis menyelesaikan skripsi.
12. Teman-teman seperjuangan HIPMA khususnya d’Prime, Jauhar Samudera N,
Listia Nur Isma, Decy Ekaningtyas, Anindha Paramastri dan Jihan Kartika D.
Terima kasih atas persahabatan dan pengalaman berharga.
13. Tim Gladikarya Cileungsi, Hengky Agustian, Sri Lestari, Arini Ungki, dan
Ayu Triwidyaratih yang membuat penulis belajar akan banyak hal.
14. Teman-teman Agribisnis angkatan 44. Terima kasih untuk hari-hari yang
penuh kenangan, semangat, tawa dan optimisme.
15. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas
bantuannya.

Bogor, Desember 2011

Amelia Kartika Yustiarni

x
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................. xiv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xviii
I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1. Latar Belakang ................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ........................................................... 6
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................... 9
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................. 10
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ................................................. 10
II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 12
2.1. Kemitraan............................................................................. 12
2.1.1 Pola dan Aturan Kemitraan ........................................ 12
2.1.2 Manfaat dan Kendala dalam Kemitraan .................... 14
2.1.3 Evaluasi Kemitraan..................................................... 15
2.2. Kepuasan Petani Terhadap Kemitraan ............................... 16
2.3. Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani ............ 17
2.4. PT. Sang Hyang Seri sebagai Produsen Benih Padi .......... 19
2.5. Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya ........................ 21
III KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................... 23
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................. 23
3.1.1 Definisi Benih ........................................................... 23
3.1.2. Industri Benih .......................................................... 23
3.1.3. Penangkaran Benih .................................................. 25
3.1.4. Sertifikasi Benih ...................................................... 26
3.1.5. Sistem Perbenihan .................................................... 29
3.1.6. Konsep Kemitraan ................................................... 31
3.1.7. Konsep Kepuasan .................................................... 38
3.1.8. Analisis Pendapatan Usahatani ................................ 42
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ...................................... 46
IV METODE PENELITIAN ............................................................ 50
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................. 50
4.2. Jenis dan Sumber Data ....................................................... 50
4.3. Teknik Penentuan Sampel ................................................. 51
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data .............................. 51
4.4.1. Struktur Penerimaan dan Biaya Usahatani ............... 52
4.4.2. Pendapatan Usahatani ............................................... 53
4.4.3. Analisis R/C ............................................................. 53
4.4.4. Penilaian Tingkat Kepuasan .................................... 55
4.4.4.1 Uji Validitas dan Reliabilitas ....................... 55
4.4.4.2 Metode Importance Performance Analysis .. 57
4.4.4.3 Metode Customer Satisfaction Index ........... 60
4.8. Definisi Operasional .......................................................... 62
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ...................... 63
5.1. Gambaran Umum PT. Sang Hyang Seri ............................ 63
5.3.1. Sejarah Singkat PT. Sang Hyang Seri ..................... 63
5.3.2. Budaya Perusahaan .................................................. 64
5.3.3. Visi, Misi dan Motto Perusahaan ............................. 64
5.3.4. Struktur Organisasi Perusahaan ............................... 65
5.2. Gambaran Umum Kabupaten Subang ............................... 66
5.3. Karakteristik Petani Responden ......................................... 67
5.3.1. Umur Responden ..................................................... 67
5.3.2. Jenis Kelamin Responden ......................................... 68
5.3.3. Tingkat Pendidikan ................................................... 69
5.3.4. Pengalaman Usahatani Penangkaran Benih Padi ...... 69
5.3.5. Luas Lahan dan Status Kepemilikan ....................... 70
VI EVALUASI KEMITRAAN PT. SANG HYANG SERI DAN
PETANI PENANGKAR BENIH PADI ..................................... 72
6.1. Gambaran Kemitraan PT. Sang Hyang Seri dengan Petani
Penangkar Benih ................................................................ 72
6.2. Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan ................................... 74
6.3. Surat Perjanjian Kerjasama ................................................ 76
6.4. Evaluasi Pelaksanaan Kemitraan ...................................... 78
6.5. Kendala-kendala di Dalam Pelaksanaan Kemitraan ........... 84
6.6. Manfaat Kemitraan ............................................................. 85
VII ANALISIS KEPUASAN PETANI TERHADAP
PELAKSANAAN KEMITRAAN ................................................ 88
7.1. Analisis Kepuasan Petani Mitra ......................................... 88
7.1.1. Tingkat Kesesuaian Atribut ..................................... 88
7.1.2. Importance Performance Analysis ............................ 90
7.1.3. Tingkat Kepuasan Petani Terhadap Keseluruhan
Pelayanan dalam Kemitraan ................................... 98
VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PENANGKARAN
BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA PETANI MITRA
DAN NON MITRA .............................................................................. 100
8.1. Gambaran Usahatani Penangkaran Benih Padi .......................... 100
8.1.1. Pengolahan Lahan ............................................................ 102
8.1.2. Persemaian (Pembibitan) ................................................. 104
8.1.3. Penanaman ....................................................................... 104
8.1.4. Pemeliharaan Tanaman .................................................... 105
8.1.5. Pemupukan....................................................................... 107
8.1.6. Penggunaan Obat-obatan ................................................. 109
8.1.7. Roguing (Seleksi) ............................................................. 110
8.1.8. Pemanenan ....................................................................... 110
8.2. Analisis Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi .. 111
8.2.1. Penerimaan Usahatani ...................................................... 111
8.2.2. Biaya Usahatani ............................................................... 113
8.2.3. Analisis Pendapatan Usahatani ........................................ 125

xii
8.2.4. Analisis Imbangan Terhadap Biaya (R/C Rasio) ............ 125
IX KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 129
9.1. Kesimpulan ............................................................................... 129
9.2. Saran ......................................................................................... 131
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 133
LAMPIRAN .................................................................................................. 136

xiii
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional 2005-2010 .............................. 1
2. Konversi Lahan Pertanian di Indonesia 1983-2003 .............................. 2
3. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi di Indonesia
2005-2011 ........................................................................................... 3
4. Kebutuhan Benih Padi Potensial dan Total Produksi Benih
Padi (Ton) 2002-2008 ............................................................................ 4
5. Produksi Benih Padi Inbrida PT. Sang Hyang Seri 2007-2010 .............. 7
6. Luas Lahan Kerjasama dan Jumlah Penangkar Benih Padi
Mitra Per Musim Tanam ........................................................................ 8
7. Standar Lapangan Kelas Benih Bersertifikat ....................................... 27
8. Standar Lapangan Kelas Benih Bersertifikat ....................................... 27
9. Kelas Benih dan Warna Label Benih Sertifikasi .................................. 28
10. Contoh Perhitungan Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio ................. 54
11. Atribut Pelayanan Kemitraan ............................................................... 56
12. Skala Likert Pengukuran Tingkat Kepentingan dan Kepuasan
Terhadap Kinerja .................................................................................. 57
13. Kriteria Nilai Customer Satisfaction Index (CSI) ................................ 62
14. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Umur
Musim Tanam 2010/2011 .................................................................... 68
15. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Jenis
Kelamin Musim Tanam 2010/2011 ...................................................... 68
16. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan
Pendidikan Musim Tanam 2010/2011 ................................................. 69
17. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Pengalaman
Menjadi Petani Penangkar Benih Padi Musim Tanam 2010/2011 ....... 70
18. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Luas
Lahan Usahatani Musim Tanam 2010/2011 ........................................ 71
19. Status Kepemilikan Lahan Responden Petani Mitra dan Non
Mitra Musim Tanam 2010/2011........................................................... 71
20. Pembagian Areal Lahan PT. SHS Cabang Khusus Sukamandi
Musim Tanam 2010/2011 .................................................................... 73
21. Pembagian Areal Lahan Kerjasama Musim Tanam 2010/2011........... 75
22. Manfaat Kemitraan PT. Sang Hyang Seri dengan Petani Mitra ........... 85
23. Tingkat Kesesuaian Atribut Pada Responden Petani Mitra.................. 89
24. Koordinat Atribut Kepuasan ................................................................ 90
25. Customer Satisfaction Index (CSI)....................................................... 99
26. Alasan Petani Responden Melakukan Usahatani Penangkaran
Benih Padi ............................................................................................ 101
27. Kegiatan Pengolahan Lahan Petani Mitra dan Non Mitra
Musim Tanam 2010/2011 .................................................................... 103
28. Kegiatan Penanaman Pada Petani Mitra dan Non Mitra
Musim Tanam 2010/2011 .................................................................... 105
29. Kegiatan Penyulaman Pada Petani Mitra dan Non Mitra
Musim Tanam 2010/2011 .................................................................... 106
30. Kegiatan Pengontrolan Tanaman Pada Petani Mitra dan Non
Mitra Musim Tanam 2010/2011 .......................................................... 107
31. Kegiatan Pemupukan Pada Petani Mitra dan Non Mitra
Musim Tanam 2010/2011 .................................................................... 107
32. Penggunaan Pupuk Pada Petani Mitra dan Non Mitra
Musim Tanam 2010/2011 .................................................................... 108
33. Penggunaan Obat-obatan Pada Petani Mitra dan Non Mitra
Musim Tanam 2010/2011 .................................................................... 109
34. Penerimaan Usahatani pada Petani Mitra dan Petani Non Mitra
Musim Tanam 2010/2011 .................................................................... 112
35. Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga Pada Petani Mitra dan
Non Mitra Musim Tanam 2010/2011................................................... 114
36. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Mesin Pada Petani Mitra
dan Non Mitra Musim Tanam 2010/2011 ............................................ 115
37. Biaya Pemupukan Pada Petani Mitra dan Non Mitra
Musim Tanam 2010/2011 .................................................................... 117
38. Biaya Pestisida Pada Petani Mitra dan Non Mitra
Musim Tanam 2010/2011 .................................................................... 118
39. Biaya Pembuatan Pagar Plastik Pada Petani Mitra dan Non
Mitra Musim Tanam 2010/2011 .......................................................... 120
40. Biaya Penyusutan Peralatan Pertanian Pada Petani Mitra dan
Non Mitra Musim Tanam 2010/2011................................................... 121
41. Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Petani Mitra dan
Non Mitra Musim Tanam 2010/2011................................................... 123
42. Struktur Biaya Usahatani Penangkaran Benih Padi Bersertifikat
Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/2011 .............. 124
43. Analisis Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio Usahatani
Penangkaran Benih padi Pada Petani Mitra dan Non Mitra ................. 126

xv
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Pola Kemitraan Inti Plasma .................................................................. 33


2. Pola Kemitraan Sub Kontrak................................................................ 33
3. Pola Kemitraan Dagang Umum ........................................................... 34
4. Pola Kemitraan Keagenan .................................................................... 35
5. Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis ..................................... 35
6. Pola Kemitraan Sederhana (Pemula).................................................... 36
7. Pola Kemitraan Tahap Madya .............................................................. 37
8. Pola Kemitraan Tahap Utama .............................................................. 37
9. Model Diskonfirmasi Harapan dari Kepuasan dan
Ketidakpuasan ...................................................................................... 38
10. Kerangka Pemikiran Operasional ......................................................... 49
11. Diagram Kartesius Metode Importance Performance Analysis ........... 59
12. Peta Kabupaten Subang. ....................................................................... 66
13. Diagram Kartesius Hasil Perhitungan IPA ........................................... 92

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ........................................................ 136


2. Atribut dan Indikator Kinerja Pelayanan Kemitraan.............................. 138
3. Matriks Evaluasi Kemitraan PT. Sang Hyang Seri dan Petani
Mitra Berdasarkan Kesepakatan Kerjasama .......................................... 141
4. Kendala-kendala Kemitraan Berdasarkan Kesepakatan
Kerjasama............................................................................................... 143
5. Kuisioner Penelitian Usahatani .............................................................. 145
6. Kuisioner Kepuasan Petani Mitra .......................................................... 157
7. Kuisioner Kemitraan untuk PT. Sang Hyang Seri ................................. 161
8. Surat Perjanjian Kerjasama .................................................................... 166
9. Peta Lahan dan Varietas PT. Sang Hyang Seri ...................................... 167
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terpadat keempat
setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Setiap tahunnya jumlah penduduk di
Indonesia terus meningkat dan pada tahun 2010 mencapai 237.556.363 jiwa
penduduk (BPS 2010)1. Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia diikuti oleh
peningkatan konsumsi beras nasional. Hampir 95 persen penduduk Indonesia
mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Hal ini disebabkan oleh
ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap beras. Selama program
diversifikasi belum berjalan dengan optimal, maka permintaan terhadap beras
akan terus meningkat. Perkembangan produksi beras dan konsumsi beras tahun
2005-2010, dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, 2005-2010


Produksi Beras Konsumsi Beras Impor
Tahun
(Juta Ton) (Juta Ton)* (Juta Ton)
2005 34,96 35,74 0,54
2006 35,30 35,90 2,00
2007 37,00 36,35 0,35
2008 38,31 37,10 0,25
2009 36,37 38,00 1,15
2010 38,00 38,55 0,95
Sumber : BPS2 dan *USDA3, 2011 (diolah)

Peningkatan konsumsi beras ternyata tidak diimbangi oleh peningkatan


produksi beras. Pada tahun 2009 terjadi penurunan produksi beras sebesar 1,94
juta ton dibanding tahun 2008. Hal ini mempengaruhi jumlah impor beras ke
Indonesia. Peningkatan produksi beras dapat dilakukan melalui perluasan lahan
pertanian dan peningkatan kualitas tanaman padi. Namun cara pertama memiliki
banyak halangan, mengingat setiap tahunnya lahan subur semakin berkurang
karena adanya alih fungsi (konversi) lahan pertanian untuk keperluan non

1
http://bps.go.id/ [28 Oktober 2010]
2
http://bps.go.id/ [18 Oktober 2011]
3
http://www.usda.gov/ [15 November 2011]
pertanian, terutama di daerah Jawa, seperti pembuatan daerah industri, daerah
perkantoran, daerah wisata dan daerah pemukiman. Berdasarkan Sensus Pertanian
(SP) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik selama 10 tahun sekali yaitu tahun
1973, 1983, 1993 dan 2003 diketahui bahwa selama periode 1983-1993 konversi
lahan pertanian mencapai 1.280.268 hektar dan sebagian besar terjadi di Jawa.
Selama periode berikutnya yaitu tahun 1993-2003 besaran konversi lahan yang
terjadi adalah 1.264.109 hektar dan sebagian besar terjadi di Sumatera. Konversi
lahan pertanian di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Konversi Lahan Pertanian di Indonesia, 1983-2003


Total Lahan Pertanian (ha) Konversi Lahan (ha)
Wilayah
SP 19831) SP 19932) SP 20033) 1983-1993 1993-2003
Jawa 5.422.449 4.407.029 4.019.887 -1.015.420 -387.142
Bali & Nusa
1.208.164 1.060.218 1.095.551 -147.946 +35.333
Tenggara
Sumatera 5.668.811 5.416.601 4.249.706 -252.210 -1.166.895
Sulawesi 1.637.811 1.772.444 2.184.508 +134.693 +412.064
Kalimantan 2.222.153 2.191.596 2.096.230 -30.557 -95.366
Maluku 378.662 400.339 351.970 +21.717 -48.369
Irian Jaya 166.322 175.777 142.043 +9.455 -33.734
INDONESIA 16.704.272 15.424.004 14.139.895 -1.280.268 -1.284.109
Sumber: Badan Pusat Statistik, dalam Lokollo et al. 2007 (diolah)
1)
Sensus Pertanian Seri J3, 1983
2)
Sensus Pertanian Seri J3, 1993
3)
Sensus Pertanian Seri A3, 2003

Selama kurun waktu 1983-2003, luas areal pertanian di Jawa mengalami


pengurangan sebanyak 1.402.562 hektar atau sekitar 70.128,1 hektar per tahun
dan terus menurun setiap tahunnya. Luas areal pertanian tersebut termasuk di
dalamnya luas lahan tanaman padi. Pada tahun 2008 luas lahan padi nasional
diketahui seluas 12,66 juta hektar. Penurunan luas lahan pertanian berpengaruh
terhadap penurunan produksi pertanian termasuk padi. Untuk itulah perlu
dilakukan usaha peningkatan produksi melalui peningkatan kualitas tanaman padi
seperti pengembangan varietas dan penggunaan benih bersertifikat. Luas panen,
produktivitas dan produksi padi di Indonesia tahun 2005-2010 dapat dilihat pada
Tabel 3.

2
Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas, Produksi Padi di Indonesia 2005-2011
Luas Panen Produktivitas Produksi Pertumbuhan
Tahun
(Ha) (ku/Ha) (ton) Produksi (%)
2005 11 839 060 45,74 54 151 097 -
2006 11 786 430 46,20 54 454 937 0,561
2007 12 147 637 47,05 57 157 435 4,963
2008 12 327 425 48,94 60 325 925 5,543
2009 12 883 576 49,99 64 398 890 6,752
2010 13 253 450 50,15 66 469 394 3,215
2011 13 224 379 49,44 65 385 183 -1,631
Sumber: BPS (2011)4
Keterangan :
Data Tahun 2011 adalah Angka Ramalan III

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa telah terjadi peningkatan produksi


padi selama periode tahun 2005-2010. Walaupun telah terjadi penurunan
produktivitas padi pada tahun 2011, namun tidak dapat dipungkiri bahwa
Indonesia terus berusaha memenuhi permintaan padi dalam negeri. Kenaikan
produksi padi dalam lima tahun terakhir tidak terlepas dari semakin banyaknya
penggunaan benih padi bersertifikat oleh petani. Produksi benih padi di Indonesia
terdiri dari benih bersertifikat dan benih tidak bersertifkat berlabel merah jambu.
Sejak tahun 2008, produksi benih label merah jambu dihentikan karena mutunya
yang kurang baik. Benih bersertifikat adalah benih yang pada proses produksinya
diterapkan cara dan persyaratan tertentu sesuai dengan ketentuan sertifikasi benih
(Kartasapoetra 1992). Benih yang memenuhi standar mutu ditandai dengan Label
Benih Bersertifikat. Proses penangkaran benih bersertifikat diawasi oleh Balai
Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB).
Perbedaan antara benih bersertifikat dengan benih tidak bersertifikat
terletak pada proses sertifikasi, dimana benih bersertifikat diproses dan dipelihara
sedemikian rupa sehingga tingkat kemurnian varietas dapat terpelihara dan
memenuhi standar mutu benih yang ditetapkan serta telah disertifikasi oleh BPSB.
Sedangkan benih tidak bersertifikat merupakan benih dari varietas lokal atau dari
hasil penangkaran sendiri yang telah dipilih dan dianggap memenuhi syarat untuk
dijadikan benih padi oleh petani tanpa melalui proses pengawasan dan sertifikasi
dari BPSB. Volume produksi benih padi dapat dilihat pada Tabel 4.

4
http://www.bps.go.id [20 Desember 2011]

3
Tabel 4. Kebutuhan Benih Padi Potensial dan Total Produksi Benih Padi (Ton)
Tahun 2002-2008
Kebutuhan Benih Produksi Benih Total
No Tahun
Potensial (Ton) (Ton)
1 2002 296.397 113.634
2 2003 295.808 114.540
3 2004 312.978 119.482
4 2005 310.246 120.375
5 2006 317.053 121.412
6 2007 N 147.524
7 2008 360.000 181.400
Sumber : Deptan, 2010 (diolah)
Keterangan: N = Data tidak tersedia

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa kebutuhan benih potensial terus


meningkat setiap tahunnya. Peningkatan kebutuhan benih potensial diikuti oleh
produksi benih total. Penggunaan benih padi bersertifikat oleh petani pada tahun
2006 diketahui sebanyak 39 persen dari total benih yang dibutuhkan atau sekitar
120.000 ton. Pada tahun 2007, penggunaan benih bersertifikat adalah sebesar 49
persen atau sekitar 148.000 ton. Penggunaan benih bersertifikat terus meningkat
setiap tahunnya, dimana pada tahun 2008 mencapai 53,20 persen dan pada tahun
2009 penggunaan benih bersertifikat mencapai 62,8 persen dari total kebutuhan
benih nasional (Deptan 2010)5. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa
penggunaan benih bersertifikat oleh petani setara dengan produksi benih
bersertifikat nasional sehingga produksi benih harus ditingkatkan.
Penggunaan benih padi bersertifikat mendatangkan banyak keuntungan
diantaranya meningkatkan produksi per satuan luas dan satuan waktu serta
meningkatkan mutu hasil, yang nantinya akan berpengaruh terhadap peningkatan
pendapatan petani. Penggunaan benih padi bersertifikat memberikan produktivitas
yang tinggi dikarenakan benih padi bersertifikat disiapkan dengan perlakuan
khusus, seperti persiapan lahan yang baik, penggunaan benih unggul,
pemeliharaan tanaman padi dengan baik dan terkontrol, waktu dan pelaksanaan
panen yang tepat, pengepakan yang rapi menggunakan pembungkus benih yang
memenuhi standar, serta penyimpanan dan pendistribusian yang baik. Perlakuan-
perlakuan tersebut menghasilkan benih padi yang baik dengan daya tumbuh di
5
http://cybex.deptan.go.id/ [28 Oktober 2010]

4
atas 80 persen, varietas yang homogen, pertumbuhan tanaman yang serentak dan
benih padi yang disiapkan terhindar dari gangguan hama penyakit karena
diperlukan perlakuan khusus untuk memproduksi benih padi bersertifikat (Deptan
2010).
Kegiatan penangkaran benih bersertifikat merupakan kegiatan yang harus
dilakukan secara terprogram, terarah, terpadu dan berkesinambungan mulai dari
hulu hingga hilir, yaitu mulai dari aspek penelitian untuk menghasilkan varietas
unggul yang baru, pelepasan varietas, perencanaan perbanyakan benih, sertifikasi,
pemasaran, hingga pengawasan pemasaran. Kegiatan tersebut melibatkan institusi
pemerintah, pengawas, penelitian dan pengembangan, produsen maupun
pedagang benih.
Di Indonesia, usaha penangkaran benih padi bersertifikat dilakukan oleh
BUMN, swasta, maupun kelompok tani penangkar benih. Usaha penangkaran
benih padi terutama varietas unggul akan meningkatkan pendapatan petani
penangkar benih. Dengan memproduksi benih padi varietas unggul bersertifikat
berarti harga jual yang diterima oleh petani penangkar lebih tinggi jika
dibandingkan dengan padi konsumsi. Selain itu, penangkaran benih bertujuan
untuk menjaga ketersediaan benih di musim tanam dan meningkatkan kesadaran
petani untuk menggunakan benih padi varietas unggul bersertifikat. Petani
penangkar benih padi tersebar di seluruh Indonesia. Umumnya para petani
penangkar benih padi melakukan penangkaran benih di lahan usahataninya
sendiri, dimana lahannya memenuhi syarat untuk dijadikan penangkaran benih
padi bersertifikat.
PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) merupakan salah satu produsen benih
padi yang telah berkembang di Indonesia dan merupakan penyumbang terbesar
bagi pemenuhan kebutuhan benih bersertifikat nasional. PT. SHS didirikan oleh
pemerintah pada tahun 1971 dengan status semi-swasta sebagai Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), untuk mendampingi balai-balai benih dalam
memproduksi benih. Salah satu lokasi penangkaran benih padi PT. SHS terletak di
Sukamandi, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Ciri utama benih padi produksi PT.
SHS adalah berlabel sertifikasi.

5
Dalam memproduksi benih padi bersertifikat, PT. SHS bermitra dengan
para petani penangkar yang berada di daerah sekitar. Program kemitraan ini
tentunya sangat diharapkan oleh petani untuk memberikan manfaat yang lebih
dibandingkan dengan melakukan penangkaran sendiri. Untuk itu perlu dikaji
mengenai pelaksanaan kemitraan, tingkat kepuasan petani mitra serta tingkat
pendapatan petani mitra, agar diketahui apakah pelaksanaan kemitraan antara PT.
SHS dengan petani mitra telah sesuai dengan kesepakatan yang ditentukan dan
memberikan keuntungan lebih bila dibandingkan dengan tidak melakukan
kemitraan.

1.2 Perumusan Masalah


PT. SHS melakukan program kemitraan penangkaran benih padi dengan
petani sekitar untuk memenuhi kebutuhan produksi benih padinya. Selain
kemitraan, dalam memproduksi benih padi bersertifikat PT. SHS melakukan
sistem swakelola, dimana perusahaan mengelola lahan sendiri untuk
menghasilkan benih padi. Terdapat dua bentuk kemitraan antara petani dengan
PT. SHS, yaitu Kemitraan Kerjasama Dalam dan Kemitraan Kerjasama Luar.
Kerjasama Dalam merupakan kemitraan dengan sistem inti plasma dimana PT.
SHS menyewakan lahan kepada petani di sekitar wilayah PT. SHS dengan sistem
bagi hasil dan petani diwajibkan untuk melakukan budidaya sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh perusahaan. Sedangkan Kerjasama Luar
merupakan sistem kemitraan yang terjalin antara PT. SHS dengan Kelompok Tani
atau Gapoktan di luar daerah PT. SHS dimana PT. SHS membeli hasil panen
Poktan atau Gapoktan tersebut. Kontrak kerjasama luar terjalin ketika produksi
PT. SHS tidak memenuhi target.
Produksi benih padi PT. SHS terdiri dari produksi benih inbrida dan benih
hibrida. Kelas benih inbrida yang dihasilkan oleh PT. SHS dengan sistem
Kemitraan baik Kerjasama Dalam maupun Kerjasama Luar adalah kelas Benih
Sebar (BR). Produksi benih inbrida PT. SHS selama empat tahun terakhir dapat
dilihat pada Tabel 5.

6
Tabel 5. Produksi Benih Padi Inbrida PT. Sang Hyang Seri Tahun 2007-2010
Tahun
Kegiatan
2007 2008 2009 2010
INBRIDA
1. Kerjasama Dalam
‐ Luas Panen (ha) 4.817,32 5.438,89 4.304,32 2.971,90
‐ Produksi GKP (kg) 14.302.384 20.393.803 15.021.988 7.341.130
‐ Produktivitas (kg/ha) 2.968,95 3.749,63 3.489,98 2.470,18
2. Swakelola
‐ Luas Panen (ha) 1.462,32 1.673,92 1.107,33 845,85
‐ ProduksiGKP (kg) 5.619.845 6.609.710 3.850.594 3.709.735
‐ Produktivitas (kg/ha) 3.843,10 3.948,64 3.477,37 4.385,81
3. Kerjasama Luar
‐ Luas Panen (ha) 110,57 - - -
‐ Produksi GKP (kg) 81.396 - - -
‐ Produktivitas (kg/ha) 736,15 - - -
Sumber: PT. Sang Hyang Seri, 2011

Penurunan luas lahan panen serta produksi benih padi pada tahun 2010
disebabkan adanya serangan hama wereng. Selama dua musim tanam, yaitu
musim tanam 2009/2010 dan musim tanam 2010, banyak petani mitra yang tidak
dapat melakukan panen, karena tanaman padinya yang rusak. PT. SHS sebagai
perusahaan inti memberikan keringanan dengan tidak menarik sewa lahan dalam
bentuk bagi hasil pada dua musim tanam tersebut. Petani dapat membayar bagi
hasil pada musim tanam 2010/2011 secara bertahap. Disinilah peranan perusahaan
inti sebagai perusahaan mitra yang membantu petani mitra. Walaupun pada
peraturan tidak tertulis disepakati bahwa risiko budidaya ditanggung oleh petani
mitra, namun apabila kegagalan panen disebabkan oleh iklim, cuaca, ataupun
serangan hama, maka risiko ditanggung bersama.
Kegagalan panen yang dialami petani pada musim tanam 2009/2010
menyebabkan turunnya jumlah petani penangkar benih mitra pada musim tanam
2010 dari 1482 petani menjadi 1184 petani. Namun pada musim tanam
selanjutnya, yaitu musim tanam 2010/2011 jumlah petani mitra kembali
meningkat menjadi 1490 petani mitra. Jumlah petani penangkar benih padi mitra
dapat dilihat pada Tabel 6.

7
Tabel 6. Luas Lahan Kerjasama dan Jumlah Penangkar Benih Padi Mitra Per
Musim Tanam
No Musim Tanam Luas Lahan (ha) Jumlah Petani (Orang)
1 2008/2009 2240,87 1470
2 2009 2275,76 1491
3 2009/2010 2274,60 1482
4 2010 1832,42 1184
5 2010/2011 2283,15 1490
Sumber: PT. Sang Hyang Seri, 2011

Dengan adanya kemitraan, petani penangkar benih berharap mendapatkan


manfaat seperti adanya jaminan pasar, mendapatkan harga jual benih yang lebih
tinggi sehingga pendapatan mereka meningkat dan mendapatkan tambahan ilmu
serta teknologi yang efisien dari perusahaan tersebut. Sebelum menjalin kemitraan
dengan dengan PT. SHS, sebagian besar petani merupakan buruh tani yang
bekerja untuk orang lain. PT. SHS menawarkan kerjasama dengan menyediakan
lahan dengan sistem bagi hasil. Selain itu, sebelumnya para petani ini tidak pernah
melakukan usahatani penangkaran benih padi. Pelaksanaan kemitraan ini secara
tidak langsung juga membantu dalam peningkatan jumlah petani penangkar benih
padi bersertifikat.
Walaupun demikian, masih terdapat banyak masalah di dalam pelaksanaan
kemitraan, karena masih terdapat banyak penyimpangan dalam menjalankan
peraturan yang telah disepakati kedua belah pihak. Penyimpangan dari pihak
petani terkait dengan kedisiplinan petani dalam mematuhi peraturan, seperti
penjualan hasil panen dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang tidak dipatuhi oleh
petani. Sedangkan penyimpangan dari pihak PT. SHS terutama terkait dengan
pembayaran hasil panen yang tidak tepat waktu, serta penyimpangan-
penyimpangan lainnya yang mempengaruhi kepuasan petani terhadap jalannya
kemitraan.
Evaluasi kemitraan dapat dilakukan untuk melihat sejauh mana
pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani mitra telah berjalan,
sehingga dapat diketahui masalah-masalah yang dihadapi selama pelaksanaan
kemitraan. Dengan mengetahui permasalahannya, maka diharapkan dapat
dilakukan perbaikan-perbaikan untuk meningkatkan kinerja kemitraan. Selain

8
mengevaluasi pelaksanaan kemitraan berdasarkan peraturan yang telah disepakati,
kesuksesan dari pelaksanaan kemitraan dapat dicapai dengan mengetahui tingkat
kepuasan petani terhadap jalannya kemitraan. Kemitraan dianggap sukses apabila
petani mitra merasa puas dengan pelayanan yang diberikan oleh PT. SHS sebagai
perusahaan inti serta masing-masing pihak telah menjalankan perannya masing-
masing sesuai dengan peraturan. Peningkatan pendapatan juga menjadi salah satu
tolak ukur kesuksesan pelaksanaan kemitraan. Karena dengan adanya kemitraan,
petani mengharapkan beberapa manfaat, salah satunya adalah adanya peningkatan
dalam pendapatan.
Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:
1) Bagaimanakah pelaksanaan kemitraan antara PT. Sang Hyang Seri dengan
petani penangkar benih padi mitra?
2) Bagaimanakan tingkat kepuasan petani penangkar benih padi mitra terhadap
jalannya kemitraan selama ini?
3) Bagaimanakah tingkat pendapatan petani penangkar benih padi yang
melakukan kemitraaan dengan PT Sang Hyang Seri bila dibandingkan dengan
petani penangkar benih padi non mitra?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka
tujuan dari penelitian ini antara lain :
1) Mengidentifikasi pelaksanaan kemitraan antara PT. Sang Hyang Seri dengan
petani penangkar benih padi mitra.
2) Menganalisis tingkat kepuasan petani penangkar benih padi mitra terhadap
jalannya kemitraan selama ini.
3) Menganalisis tingkat pendapatan petani penangkar benih padi yang melakukan
kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri bila dibandingkan dengan petani
penangkar benih padi non mitra.

9
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini diantaranya adalah sebagai
berikut:
1) Bagi Penangkar Benih Padi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi mengenai
manfaat dari sertifikasi benih terutama benih padi dan dapat memotivasi petani
untuk menghasilkan benih padi bersertifikat. Selain itu, penelitian ini
diharapkan dapat memberikan wawasan mengenai manfaat yang dapat
diperoleh jika petani penangkar benih melakukan kemitraan yang ideal dengan
perusahaan produsen benih.
2) Bagi PT. SHS
Penelitian ini diharapkan menjadi evaluasi bagi pelaksanaan kemitraan yang
dilakukan perusahaan serta memberikan informasi yang membantu dalam
penetapan kebijakan yang dilakukan oleh perusahaan terkait dengan kemitraan
yang dilakukan dengan petani penangkar benih padi.
3) Bagi Pemerintah
Penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam
menetapkan kebijakan yang berkaitan dengan pembinaan kelembagaan petani,
pengembangan kemitraan, serta kebijakan yang berhubungan dengan
pengembangan industri benih di Indonesia.
4) Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi untuk penelitian
selanjutnya maupun penelitian yang terkait.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada lingkup regional yaitu di Kabupaten Subang,
dengan benih padi sebagai komoditi yang akan diteliti. Petani yang dijadikan
contoh dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu petani mitra dan petani non
mitra. Petani mitra yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah petani
yang melakukan kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri (Persero) Regional I
Sukamandi. Sedangkan petani non mitra adalah petani penangkar benih yang
berasal dari Kecamatan Subang, Kabupaten Subang. Pemilihan lokasi ini

10
dilakukan karena responden dalam penelitian ini dikhususkan pada penangkar
benih padi bersertifikat kelas Benih Sebar, dimana untuk wilayah Kabupaten
Subang kelompok tani yang memproduksi benih padi bersertifikat kelas benih
sebar berada pada daerah tersebut.
Analisis kajian dibatasi untuk melihat perbandingan tingkat pendapatan
usahatani penangkaran benih padi pada petani mitra dan petani non mitra,
mengevaluasi mekanisme kemitraan yang diterapkan oleh PT. SHS serta melihat
tingkat kepuasan petani penangkar benih terhadap jalannya kemitraan. Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis pendapatan usahatani
berdasarkan penerimaaan dan biaya usahatani, analisis R/C rasio untuk melihat
tingkat efisiensi usahatani penangkar benih padi serta metode Importance
Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI) untuk melihat
kinerja atribut kepuasan kemitraan serta tingkat kepuasan petani mitra terhadap
jalannya kemitraan secara keseluruhan.

11
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemitraan

2.1.1 Pola dan Aturan Kemitraan


Bentuk serta pola kemitraan yang terjadi pada perusahaan-perusahaan di
Indonesia bervariasi sesuai dengan kebutuhan dari perusahaan tersebut. Pada
penelitian Damayanti (2009) yang berjudul “Kajian Keberhasilan Pelaksanaan
Kemitraan dalam Meningkatkan Pendapatan Antara Petani Semangka di
Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dengan CV Bimandiri” diketahui bahwa jenis
kontrak kemitraan yang terjalin antara CV Bimandiri dengan petani semangka ini
adalah kontrak harga, dimana perusahaan menerapkan harga flat atau harga datar.
Kemitraan yang berlangsung antara kedua belah pihak tidak dalam bentuk
pemberian modal. CV Bimandiri hanya memberikan bantuan suplai bibit
semangka serta pembinaan petani dalam hal budidaya, pengendalian hama serta
menjamin pasar dari semangka Baby Black yang dihasilkan oleh petani.
Aturan kemitraan yang diterapkan perusahaan ini dirumuskan ke dalam
memo kesepakatan dimana di dalamnya telah dirumuskan hak dan kewajiban CV
Bimandiri sebagai perusahaan mitra serta hak dan kewajiban petani mitra. Hak
petani mitra antara lain adalah mendapatkan harga jual sesuai dengan yang
disepakati serta mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari perusahaan.
Sedangkan kewajiban petani mitra adalah menanam semangka sesuai dengan
jumlah dan kriteria yang ditetapkan perusahaan.
Pola kemitraan lainnya diantaranya adalah kemitraan yang terjalin antara
perusahaan agribisnis peternakan Rudi Jaya PS dengan peternak plasma ayam
broiler di Kecamatan Sawangan kota Depok yang diidentifikasi oleh Firwiyanto
(2008) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pendapatan dan Tingkat
Kepuasan Peternak terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler. Pola
kemitraan yang dikembangkan oleh perusahaan tersebut adalah kemitraan inti
plasma yang terdiri dari dua model, yaitu kemitraan sistem bagi hasil dan sistem
kontrak. Pada sistem bagi hasil, aturan pembagiannya adalah 50 persen-50 persen,
sedangkan pada sistem kontrak aturan pembagiannya adalah 25 persen untuk
peternak dan 75 persen untuk perusahaan.
Sistem kemitraan yang diterapkan Rudi Jaya SP berdasarkan rasa saling
percaya, tanpa ada perjanjian kontrak secara tertulis. Peternak hanya disyaratkan
menyediakan kandang, baik kandang milik sendiri ataupun kandang sewa, serta
semua peralatan kandang. Sedangkan perusahaan menyediakan seluruh input yang
dibutuhkan oleh peternak dalam proses budidaya ayam broiler, seperti DOC,
pakan dan obat-obatan.
Sistem kemitraan inti plasma juga diidentifikasi oleh Lestari (2009) dalam
penelitiannya mengenai Analisis Pendapatan dan Tingkat Kepuasan Peternakan
Plasma Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler pada PT X di
Yogyakarta. Pola Kemitraan yang dijalankan oleh PT X merupakan kemitraan
tertutup dimana pihak peternak plasma tidak diperbolehkan menjual hasil panen
atau memasok sarana produksi ternak dari pihak selain PT X. Kontrak kemitraan
PT X dengan peternak plasma ayam broiler terdiri dari kontrak perjanjian
kerjasama, kontrak harga sapronak dan kontrak harga panen.
Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) diterapkan oleh
PT Sierad Produce. Deshinta (2006) dalam penelitiannya mengenai Peranan
Kemitraan terhadap Peningkatan Pendapatan Peternak Ayam Broiler
mengidentifikasi bahwa kerjasama kemitraan diatur dalam dokumen tertulis yang
disebut surat kesepakatan. Kesepakatan dalam kontrak maupun surat perjanjian
haruslah dipatuhi dan dilaksanakan oleh kedua belah pihak. Deshinta (2006)
dalam penelitiannya mengidentifikasi bahwa apabila dalam kesepakatan antara PT
Sierad Produce dengan peternak mitra terjadi perselisihan maka akan ditempuh
dengan jalan musyawarah. Apabila peternak menimbulkan kerugian, maka akan
dikenakan sanksi yang sesuai dengan kesepakatan.
Kemitraan yang terjalin antara PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) dengan
petani penangkar benih padi mitra merupakan kemitraan inti plasma dimana PT.
SHS menyediakan lahan, sarana produksi, bantuan biaya panen serta memberikan
pembinaan kepada petani plasma sementara petani menyediakan tenaga kerja dan
melakukan kegiatan budidaya. Kemitraan ditandai dengan penandatanganan Surat
Perjanjian Kerjasama (SPK) yang berisi kesepakatan yang harus ditaati oleh
kedua belah pihak. Selain melalui SPK, kemitraan antara PT. SHS dengan petani
penangkar benih mitra diatur dalam peraturan tidak tertulis yang telah disepakati

13
bersama. Pelanggaran terhadap kesepakatan yang dilakukan oleh petani mitra
akan dikenakan sanksi dimana petani bersedia dikeluarkan dari kemitraan.

2.1.2 Manfaat dan Kendala dalam Kemitraan


Pelaksanaan kemitraan memberikan manfaat bagi perusahaan mitra
maupun petani mitra yang melaksanakannya. Pada kasus kemitraan yang
dilaksanakan oleh perusahaan CV Bimandiri dalam penelitian Damayanti (2009),
manfaat yang diperoleh perusahaan adalah ketersediaan produk sesuai dengan
kriteria yang diterapkan secara kontinyu, sehingga kebutuhan akan produk untuk
pasar terpenuhi. Selain itu, CV Bimandiri juga mendapatkan nilai lebih dari
pelanggan karena dapat menyediakan produk yang berkualitas dan kontinyu
sehingga permintaan dari pelanggan terus meningkat. Sedangkan manfaat yang
diperoleh petani mitra diantaranya adalah mendapatkan bimbingan teknis oleh tim
penyuluh dari CV Bimandiri mengenai cara-cara bercocok tanam semangka yang
baik, cara penanggulangan hama dan informasi-informasi pertanian, sehingga
petani beranjak menjadi petani yang maju dan berwawasan, sehingga dapat
menghasilkan produk yang baik dan berkualitas. Manfaat yang paling utama
didapat oleh petani adalah adanya jaminan pasar yang pasti.
Pelaksanaan kemitraan tidak terlepas dari kendala-kendala. Kendala yang
dihadapi oleh CV Bimandiri dalam melaksanakan kemitraan adalah kegagalan
panen akibat kondisi cuaca yang tidak menentu, serta keterbatasan modal petani.
Hal ini disebabkan tidak adanya bantuan oleh CV Bimandiri dalam bentuk modal.
Kendala utama yang dihadapi adalah munculnya pesaing baru semangka Baby
Black.
Pada kasus PT. Garudafood yang diidentifikasi oleh Aryani (2009)
mengenai Analisis Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Usahatani Kacang
Tanah di Desa Palangan, Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur,
kemitraan memberikan manfaat bagi perusahaan maupun petani mitra. Manfaat
yang diperoleh perusahaan adalah dapat memenuhi kebutuhan bahan baku.
Sedangkan manfaat yang diperoleh petani mitra adalah adanya jaminan pasar
untuk hasil produksi kacang tanahnya, adanya kepastian harga, meningkatkan
pendapatan petani, dan menambah pengetahuan petani mengenai budidaya

14
melalui pembinaan. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kemitraan di
antaranya adalah masih adanya petani mitra yang menjual hasil produksinya ke
perusahaan lain, penggunaan pupuk yang tidak sesuai anjuran, panen lebih awal
dari yang dianjurkan, serta PT. Garudafood yang juga membeli kacang tanah dari
petani non mitra dengan harga yang sama dari petani mitra. Manfaat lain dari
kemitraan yang diidentifikasi oleh Deshinta (2006) terutama bagi peternak antara
lain adalah mendapatkan pinjaman sapronak, menambah ilmu dan pengetahuan,
pemasaran hasil panen, serta adanya kontrol dari perusahaan dan bimbingan
teknis mengenai budidaya.
Pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani penangkar benih
mitra memberikan manfaat baik bagi perusahaaan maupun bagi petani mitra.
Walaupun demikian, pelaksanaan kemitraan juga menghadapi berbagai macam
kendala dan permasalahan terutama mengenai pembayaran hasil panen dan
penjualan hasil panen yang menyimpang dari kesepakatan kerjasama yang telah
ditentukan sebelumnya.

2.1.3 Evaluasi Kemitraan


Evaluasi kemitraan dilakukan dengan melihat kesesuaian antara ketentuan
dan realisasi dari atribut yang digunakan dalam penelitian. Dengan adanya
evaluasi diharapkan dapat dilihat sejauh mana kedua belah pihak telah
menjalankan hak dan kewajibannya. Prastiwi (2010) mengidentifikasi bahwa
berdasarkan hasil analisis matriks evaluasi kemiitraan diketahui bahwa sebagian
besar atribut kemitraan yang dianalisis pada PT Galih Estetika tidak memiliki
kesesuaian antara ketentuan dengan realisasi. Dari sepuluh atribut yang dianalisis,
enam atribut memiliki ketidaksesuaian antara ketentuan dengan realisasi.
Hasil penelitian Aryani (2009) menunjukkan bahwa pihak PT Garudafood
maupun petani mitra berusaha untuk menjalankan kewajibannya sebaik mungkin
sesuai dengan surat perjanjian kerjasama. Dari ketujuh belas atribut, hanya
terdapat tiga atribut yang masih tidak sesuai dengan ketentuan. Melalui
penelitiannya, Deshinta (2006) menilai pelaksanaan kemitraan antara PT. Sierad
Produce dengan peternak ayam broiler telah berjalan dengan baik, karena dari dua

15
belas atribut yang tercantum dalam kesepakatan hak dan kewajiban terdapat tiga
aspek yang pelaksanaannya masih belum sesuai.
Dalam mengevaluasi pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan
petani penangkar benih padi mitra dilakukan dengan melihat kesesuaian antara
realisasi pelaksanaan kemitraan dengan kesepakatan kerjasama. Kesepakatan
kerjasama dalam penelitian ini merupakan kesepakatan yang tertulis dalam SPK
serta kesepakatan tidak tertulis yang telah ditentukan sebelumnya. Kesepakatan
kerjasama dirumuskan ke dalam enam belas atribut evaluasi kemitraan.
Berdasarkan keenam belas atribut tersebut dianalisis permasalahan yang terjadi di
dalam kemitraan. Selain itu, dengan melihat tanggapan masing-masing pelaku
terhadap pelaksanaan kemitraan dapat diketahui manfaat yang diperoleh dari
pelaksanaan kemitraan tersebut.

2.2 Kepuasan Petani terhadap Kemitraan


Dalam pelaksanaan kemitraan perlu pula dikaji tingkat kepuasan petani
mitra. Hal ini bertujuan untuk mengevaluasi pelaksanaan kemitraan dilihat dari
sisi konsumen produk kemitraan, yaitu petani mitra. Firwiyanto (2008) melakukan
penelitian mengenai tingkat kepuasan peternak terhadap kemitraan ayam broiler.
Perhitungan dilakukan untuk menemukan indeks tingkat kepuasan peternak
terhadap pelayanan sarana produksi, pelayanan teknis budidaya dan pelayanan
pasca panen dengan penentuan bobot berdasarkan metode Importance
Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Melalui
analisis IPA diketahui atribut dari kemitraan yang berada pada kuadran I, dimana
atribut tersebut tingkat kinerjanya belum optimal dan harus menjadi prioritas
untuk ditingkatkan. Disamping itu, kinerja atribut pada kuadran II harus tetap
dipertahankan, dan meningkatkan kinerja atribut kuadran III setelah perbaikan
kinerja atribut kuadran I. Secara keseluruhan peternak mitra merasa puas terhadap
kinerja atribut kemitraan yang dilaksanakan oleh perusahaan inti. Hal ini dilihat
dari nilai CSI sebesar 0,74 atau 74 persen.
Penelitian lain yang mengukur kepuasan petani mitra menggunakan
metode IPA dan CSI dilakukan oleh Lestari (2009). Berdasarkan hasil analisis,
dari tujuh belas atribut, didapatkan empat atribut yang memiliki tingkat

16
kepentingan yang tinggi akan tetapi kinerjanya dinilai masih rendah oleh peternak
plasma sehingga digolongkan ke dalam Kuadran I, yaitu kualitas DOC, kualitas
pakan, kecepatan pencairan hasil panen, dan pemberian bonus. Hasil analisis
kesesuain juga menunjukkan bahwa keempat atribut tersebut memiliki nilai
kesesuaian yang rendah. Walaupun begitu, secara keseluruhan peternak plasma
merasa puas terhadap kinerja atribut-atribut yang terdapat dalam kemitraan. Hal
ini diketahui dari nilai CSI sebesar 63,38 persen, dimana nilai ini berada pada
skala puas.
Metode IPA dan CSI juga digunakan untuk melihat tingkat kepuasan
petani mitra terhadap jalannya kerjasama dengan PT. SHS. Melalui metode IPA
diketahui tingkat kepentingan dan kepuasan masing-masing petani terhadap
atribut kepuasan yang digunakan dalam penelitian ini, sehingga nantinya dapat
diperoleh atribut yang menjadi prioritas utama dalam memperbaiki kinerja
pelaksanaan kemitraan. Atribut yang menjadi atribut kepuasan dalam penelitian
ini adalah prosedur penerimaan mitra, kualitas benih pokok, harga benih pokok,
harga sarana produksi, ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana
produksi, frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma, pelayanan dan materi yang
diberikan dalam pembinaan plasma, respon inti terhadap keluhan petani, bantuan
inti dalam menanggulangi hama dan penyakit tanaman, pengetahuan dan
kemampuan komunikasi pendamping, pendamping mudah ditemui dan dihubungi,
bantuan biaya panen, ketepatan waktu pemberian biaya panen, penyediaan sarana
transportasi untuk panen, harga beli hasil panen serta ketepatan waktu
pembayaran hasil panen. Dengan menggunakan metode CSI dapat diketahui
kepuasan petani mitra terhadap pelaksanaan kemitraan secara keseluruhan.

2.3 Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Petani


Penelitian terdahulu mengenai pengaruh kemitraan terhadap pendapatan
petani telah beberapa kali dilaksanakan. Sebagian besar penelitian tersebut
bertujuan untuk mengevaluasi kemitraan yang telah dilakukan, mengetahui
pengaruh dari kemitraan itu sendiri terhadap pendapatan usahatani dari pelaku
kemitraan tersebut, serta perbandingannya dengan pelaku usahatani mandiri.
Penelitian terdahulu mengenai perbandingan tingkat pendapatan antara petani

17
mitra dengan petani non mitra telah dilakukan oleh Aryani (2009), Puspitasari
(2009), Dhesinta (2006) dan Firwiyanto (2008).
Penelitian Aryani (2009) mengenai Analisis Pengaruh Kemitraan
Terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah di Desa Palangan, Kecamatan
Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, membandingkan tingkat pendapatan
petani yang bermitra dengan PT Garudafood dan petani yang melakukan
usahatani Kacang Tanah secara mandiri (petani non mitra). Berdasarkan
penelitian, diketahui R/C rasio atas biaya tunai pada petani mitra sebesar 2,77
sedangkan pada petani non mitra sebesar 1,92. Dari kedua nilai rasio tersebut
diketahui bahwa usahatani kacang tanah yang dilakukan petani mitra dan petani
non mitra sama-sama menguntungkan. Namun keuntungan yang diperoleh petani
mitra lebih besar dibandingkan dengan keuntungan petani non mitra.
Apabila dilihat dari R/C rasio atas biaya total, R/C rasio atas biaya total
petani mitra sebesar 1,47 sedangkan petani non mitra sebesar 0,96. Dari R/C rasio
atas biaya total, diketahui bahwa petani mitra mendapatkan keuntungan,
sebaliknya R/C rasio atas biaya total pada petani mitra menggambarkan adanya
kerugian. Selain itu, berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani, diketahui
bahwa pendapatan atas biaya tunai dan biaya total petani mitra lebih besar, bila
dibandingkan dengan petani non mitra. Berdasarkan analisis usahatani serta R/C
rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total disimpulkan bahwa dengan
mengikuti kemitraan, maka petani akan mendapatkan keuntungan lebih besar
dibandingkan dengan tidak bermitra.
Pengaruh positif kemitraan juga ditemukan pada penelitian Puspitasari
(2009) mengenai Pengaruh Kemitraan Terhadap Produktivitas dan Pendapatan
Petani Kakao di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pola kemitraan inti plasma yang dilakukan oleh
PT. Pagilarang dengan petani kakao anggota kelompok tani Ngupadikoyo
meningkatkan penerimaan petani mitra, dimana penerimaan petani mitra lebih
besar apabila dibandingkan dengan pendapatan petani non mitra. Kemitraan juga
berpengaruh terhadap tingkat efisiensi usahatani kakao antara petani mitra dan
non mitra. Hal tersebut dilihat dari nilai R/C rasio di mana R/C rasio petani mitra
lebih besar dibandingkan dengan R/C rasio petani non mitra.

18
Kedua penelitian terdahulu tersebut menunjukkan bahwa kemitraan
berpengaruh positif terhadap pendapatan petani. Hal sebaliknya ditemukan pada
penelitian Deshinta (2006) dan Firwiyanto (2008), dimana kemitraan memberikan
pengaruh negatif terhadap pendapatan petani. Deshinta (2006) mengidentifikasi
bahwa jumlah pendapatan peternak mitra lebih rendah dibandingkan peternak
mandiri, karena peternak mitra menanggung biaya yang lebih besar dari peternak
mandiri. Selain itu, dari hasil uji terhadap pendapatan total didapat hasil bahwa
kemitraan tidak berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan peternak.
Sedangkan Firwiyanto (2008) dalam penelitiannya menemukan bahwa walaupun
tingkat pendapatan yang diperoleh peternak mitra lebih kecil dibandingkan
dengan peternak mandiri, namun hal tersebut cukup sepadan bagi peternak yang
tidak memiliki modal. Kemitraan masih menjadi solusi untuk mengatasi masalah
permodalan karena peternak mitra masih dapat tetap berusaha dan memperoleh
pendapatan walaupun tidak memiliki modal.
Kemitraan antara PT. SHS dengan petani mitra diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi petani terutama dalam peningkatan pendapatan. Untuk
melihat pengaruh dari pelaksanaan kemitraan terhadap pendapatan petani mitra
dilakukan analisis pendapatan terhadap petani penangkar benih mitra dan
kemudian dibandingkan dengan pendapatan petani penangkar benih padi non
mitra.

2.4 PT. Sang Hyang Seri sebagai Produsen Benih Padi


Beberapa penelitian terkait dengan PT. Sang Hyang Seri telah dilakukan
sebelumnya, diantaranya oleh Alviah (2007), Noviyanty (2005) dan Roslinawati
(2007). Penelitian tersebut difokuskan pada kegiatan PT. Sang Hyang Seri
terutama yang berhubungan dengan benih padi.
Alviah (2007) meneliti mengenai Analisis Efektifitas Strategi Promosi
Benih Padi dan Palawija pada PT. Sang Hyang Seri (PERSERO), di Desa Dukuh,
Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
strategi promosi PT. Sang Hyang Seri menampilkan keunggulan dari produk dan
dilakukan secara gencar ketika hampir tiba masa tanam. Bentuk-bentuk promosi
yang dilakukan oleh PT. Sang Hyang Seri adalah promosi secara Above The Line

19
(ATL) menggunakan media cetak (koran, majalah, kemasan luar, brosur, buklet,
poster, billboard, dan spanduk) maupun media elektronik (radio dan televisi) serta
Below The Line (BTL) melalui promosi penjualan (demplot, Farm Field Day,
pameran dan expo, hadiah), humas dan publisitas, penjualan pribadi serta
pemasaran langsung.
Efektifitas promosi PT. Sang Hyang Seri diukur melalui dampak
komunikasi dan penjualan. Dampak komunikasi promosi benih Sang Hyang Seri
dengan menggunakan tingkat brand awarness, diperoleh hasil bahwa produk
benih PT. Sang Hyang Seri telah menjadi top of mind di benak responden. Hasil
EPIC Model menunjukkan hasil dimana responden menilai promosi yang
dilakukan PT. Sang Hyang Seri sudah efektif. Namun bila dilihat masing-masing
dimensi, hanya dimensi dampak serta dimensi empati yang termasuk kategori
efektif, sedangkan dimensi persuasi dan komunikasi masih tergolong kriteria
cukup efektif. Untuk mengukur kecenderungan hubungan biaya promosi dengan
jumlah penjualan, digunakan analisis korelasi dan analisis linear berganda. Hasil
analisis korelasi menunjukkan hubungan positif dan searah antara biaya promosi
dengan jumlah penjualan. Selain itu, dari hasil analisis linier berganda diketahui
bahwa model layak dan biaya promosi mempengaruhi jumlah penjualan secara
nyata.
Penelitian lain dilakukan oleh Noviyanty (2005) mengenai Analisis
Efisiensi Supply Chain Produk Benih Padi pada PT. Sang Hyang Seri
(PERSERO). Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. Sang Hyang Seri
(PERSERO) berada dalam kondisi supply chain yang belum optimal. Hal ini
disebabkan oleh belum adanya kerjasama dengan mata rantai di hilir seperti
distributor dan kios. Berdasarkan hasil analisa dengan menggunakan model
SCOR, diketahui bahwa elemen sumber untuk pesanan merupakan elemen yang
sangat kritikal untuk proses pelaksanaan.
Untuk dapat mengoptimalkan aliran-aliran informasi mulai dari jadwal
pengiriman calon benih padi, penerimaan calon benih padi, verifikasi calon benih
padi, pemindahan calon benih padi dan pembayaran terhadap suppliers, maka
terdapat ukuran-ukuran pelaksanaan untuk tiap aliran-aliran informasi yang harus
diperhatikan, seperti kehandalan, ketanggapan, fleksibilitas, biaya, dan aset.

20
Berdasarkan hasil penelitian setiap aliran informasi memiliki ukuran pelaksanaan
yang berbeda-beda.
Berbeda dengan kedua penelitian sebelumnya, Roslinawati (2007)
melakukan penelitian mengenai Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Benih
Padi pada PT. Sang Hyang Seri RM 1 Sukamandi, Subang, Jawa Barat.
Berdasarkan penelitian diketahui bahwa metode perusahaan dalam menentukan
harga pokok produksi tidak termasuk ke dalam metode Full Costing, Variabel
Costing maupun Activity Based Costing. Rata-rata harga pokok produksi dengan
menggunakan metode full costing maupun variable costing memiliki nilai yang
lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan metode perusahaan. Hal ini
disebabkan adanya perbedaan dalam menganalisis biaya. Pada metode
perusahaan, biaya pengemasan yang merupakan biaya pemasaran dimasukkan ke
dalam perhitungan harga pokok produksi (biaya produksi).
Metode full costing yang menghasilkan harga pokok produksi di bawah
harga pokok produksi metode perusahaan dan di atas harga pokok produksi
dengan metode variable costing, dianggap paling tepat karena berada di tengah-
tengah, artinya tidak terlalu tinggi maupun rendah. Harga pokok produksi yang
terlalu tinggi akan menghasilkan harga jual yang tinggi dan menyulitkan petani.
Sedangkan harga pokok produksi yang terlalu rendah akan menyebabkan
dicabutnya subsidi karena perusahaan dianggap mampu berdiri sendiri.

2.5 Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya


Penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengaruh kemitraan terhadap
pendapatan petani menunjukkan bahwa kemitraan memberikan pengaruh positif
terhadap pendapatan, dimana petani mitra memperoleh pendapatan lebih tinggi
dibandingkan petani non mitra. Walaupun beberapa penelitian menunjukkan hasil
sebaliknya, namun kemitraan tetap memberikan manfaat dan menjadi solusi bagi
petani dalam hal ketersediaan modal dan pendapatan. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya adalah pada komoditas yang akan diteliti.
Penelitian ini akan meneliti mengenai perbandingan tingkat pendapatan antara
petani mitra dengan petani non mitra yang melakukan penangkaran benih padi,
dimana penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya. Benih padi merupakan

21
komoditi sentral, dimana kualitas tanaman padi sangat bergantung dari kualitas
benih padi yang digunakan. Karena itu, kegiatan penangkaran benih padi perlu
mendapat perhatian. Salah satu perusahaan yang melakukan usaha penangkaran
benih padi adalah PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS).
Selain itu, penelitian-penelitian terdahulu mengenai PT. SHS, belum
pernah membahas mengenai kemitraan yang diterapkan pada perusahaan tersebut.
Penelitian ini berusaha mengkaji mengenai pola kemitraan yang diterapkan oleh
PT. SHS, kinerja atribut kepuasan kemitraan, serta melihat perbandingan
pendapatan antara penangkar benih padi mitra dengan penangkar benih padi non
mitra.

22
III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Definisi Benih


Menurut Sadjad et al. (1975) yang dimaksud dengan benih ialah biji
tanaman yang dipergunakan untuk keperluan dan pengembangan usahatani,
memiliki fungsi agronomis atau merupakan komponen agronomi. Sedangkan
menurut Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No.
01/Kpts/HK.310/C/1/2009 mengenai Persyaratan dan Tata Cara Sertifikasi Benih
Bina Tanaman Pangan, benih tanaman, yang selanjutnya disebut benih, adalah
tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan atau
mengembangbiakkan tanaman.
Pengertian benih berbeda dengan biji, karena benih dikembangkan untuk
tujuan tertentu yaitu mengembangbiakkan tanaman. Hal ini berbeda dengan fungsi
biji, dimana biji tidak dimaksudkan untuk ditanam melainkan digunakan sebagai
bahan pangan ataupun pakan ternak dan unggas serta fungsi lainnya seperti bahan
dasar produk industri, kepentingan penelitian maupun sebagai bahan baku untuk
kerajinan. Benih di sini dimaksudkan sebagai biji tanaman yang dipergunakan
untuk tujuan pertanaman, bukan untuk dikonsumsi.
Benih merupakan komoditi pertanian yang paling berpengaruh pada proses
usahatani. Berdasarkan Teori Kesejajaran Sadjad terdapat kesejajaran antara
tataran usahatani dengan kinerja mutu benih. Artinya tataran usahatani meningkat
apabila benih yang digunakan sebagai produk teknologi juga semakin maju
tingkatannya. Jadi dengan kata lain, tataran usahatani sejajar dengan tingkat
teknologi yang diterapkan untuk memproduksi benih.

3.1.2 Industri Benih


Industri benih di dunia terdiri dari beberapa tipe. Ada yang sepenuhnya
merupakan swasta, sebaliknya ada yang sepenuhnya merupakan usaha
pemerintah. Selain itu, terdapat tipe industri yang merupakan campuran antara
tipe swasta dan usaha pemerintah. Industri benih berkembang di suatu negara
tergantung pada ideologi masing-masing negara, serta faktor ekonomi yang
berbeda. Dalam satu negara dapat ditemukan lebih dari satu tipe industri benih.
Industri benih tipe swasta dikelola oleh pemilikan individual, korporasi,
koperasi, asosiasi, ataupun suatu bentuk kemitraan. Perusahaan swasta tidak
bergantung terhadap pemerintah dan umumnya memiliki PDB yang mandiri.
Campur tangan pemerintah hanya sebatas pembuatan perundangan yang
umumnya bersifat melindungi produsen maupun konsumen. Tipe lain yaitu
industri benih yang pengelolaannya swasta tetapi masih mendapatkan bantuan
dari pemerintah di segenap lini usaha, baik dalam hal PDB, pelaksanaan
perbanyakan benih bersertifikat, pengawasan internal ataupun pemasarannya.
Disesuaikan dengan konsumennya industri benih dapat diklasifikasikan
dari tingkatan yang teknologinya masih sederhana sampai yang canggih.
Berdasarkan Teori Kesejajaran Sadjad, industri benih diklasifikasikan ke dalam
lima tingkatan dari tingkat I hingga tingkat V dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Industri Benih Tingkat I, dimana teknologi yang digunakan merupakan
teknologi sederhana
2. Industri Benih Tingkat II, merupakan industri yang telah menggunakan
mesin-mesin pembersih
3. Industri Benih Tingkat III, merupakan industri benih yang melaksanakan
pemilahan benih yang sudah bersih. Benih ini dipilah berdasarkan besar
butiran, panjang, lebar, tebal atau berat. Industri ini menghasilkan kinerja
fisik benih yang prima
4. Industri Benih Tingkat IV, Industri pada tingkat ini selain memproduksi
sebagaimana pada industri tingkat III juga selalu berhubungan dengan
lembaga litbang (selaku penghasil varetas dan mulai memasuki program
sertifikasi), meski belum memilikinya sendiri untuk lebih terjamin
kelangsungan industrinya
5. Industri tingkat V, Industri ini memiliki kemampuan memproduksi benih
hasil litbang sendiri. Litbang ini selain memproduksi varietas hibrida yang
selalu diperbaharui juga melakukan penelitian dan pengembangan
bioteknologi.

24
Klasifikasi industri benih didasarkan pada teknologi yang digunakan serta
kebutuhan konsumen akan mutu genetiknya. Apabila teknologi yang digunakan
sama, tetapi tuntutan jaminan mutu teknologi oleh konsumen meningkat, maka
industri benih yang mampu melayani benih bermutu sesuai tuntutan konsumen
lebih tinggi tingkatannya. Industri benih yang memiliki PDB secara mandiri juga
akan lebih tinggi tingkatannya dibandingkan indutri yang tidak memiliki PDB
sendiri.
PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) sebagai salah satu produsen benih di
Indonesia termasuk ke dalam golongan industri benih tingkat V, karena telah
memiliki Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang) sendiri. Bahkan kini,
PT. SHS telah terakreditasi, sehingga dapat melakukan proses sertifikasi sendiri
tanpa pngawasan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB). Berdasarkan
tipenya, PT. SHS merupakan perusahaan milik negara (BUMN). Pada awal
pendiriannya PT. SHS difokuskan pada produksi benih padi sawah. Produksi padi
mengambil posisi yang sangat strategis dan pemerintah menjadikannya sebagai
strategi utama pembangunan. Komoditas padi sawah merupakan komoditas
ekonomis dimana pedagang tidak dapat dengan leluasa tanpa campur tangan
pemerintah. Hal ini disebabkan oleh karena beras merupakan bahan pangan pokok
yang sangat rentan untuk menjaga stabilitas politik negara.

3.1.3 Penangkaran Benih


Penangkaran benih merupakan upaya menghasilkan benih unggul sebagai
benih sumber maupun benih sebar yang akan digunakan untuk menghasilkan
tanaman varietas unggul. Pada penangkaran benih, benih sumber yang digunakan
untuk penanaman produksi benih haruslah satu kelas lebih tinggi dari kelas benih
yang akan diproduksi. Untuk memproduksi benih kelas BD (benih dasar), maka
benih sumbernya haruslah benih padi kelas BS (benih penjenis). Untuk
memproduksi benih kelas BP (benih pokok), maka benih sumbernya berasal dari
benih dasar atau benih penjenis. Sedangkan untuk memproduksi benih kelas BR
(benih sebar) benih sumbernya dapat berasal dari benih pokok, benih dasar atau
benih penjenis.

25
Pada dasarnya budidaya penangkaran benih padi hampir sama dengan
budidaya padi pada umumnya. Yang membedakan di sini adalah adanya seleksi
atau roguing. Salah satu syarat dari benih bermutu adalah memiliki tingkat
kemurnian genetik yang tinggi, oleh karena itu roguing perlu dilakukan dengan
benar dan dimulai dari fase vegetatif sampai akhir pertanaman. Roguing dilakukan
untuk membuang rumpun-rumpun tanaman yang ciri-ciri morfologisnya
menyimpang dari ciri-ciri varietas tanaman yang diproduksi benihnya.
Saat panen yang tepat adalah pada waktu biji telah masak fisiologis, atau
apabila sekitar 90-95 persen malai telah menguning. Benih padi ketika baru
dipanen masih tercampur dengan kotoran fisik dan benih jelek. Karena itu, bila
pertanaman benih telah lulus dari pemeriksaan lapangan, masalah mutu benih padi
setelah panen biasanya berasosiasi dengan mutu fisiologis, mutu fisik dan
kesehatan benih. Lahan pertanaman untuk produksi benih dapat dipanen apabila
sudah dinyatakan lulus sertifikasi lapangan oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi
Benih (BPSB). Sebelum panen dilakukan, semua malai dari kegiatan roguing
harus dikeluarkan dari areal yang akan dipanen. Kegiatan ini dilakukan untuk
menghindari tercampurnya calon benih dengan malai sisa roguing.

3.1.4 Sertifikasi Benih


Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No.
01/Kpts/HK.310/C/1/2009 tentang Persyaratan dan Tata Cara Sertifikasi Benih
Bina Tanaman Pangan, sertifikasi benih merupakan proses pemberian sertifikat
benih tanaman setelah melalui pemeriksaan lapangan dan atau pengujian,
pengawasan serta memenuhi semua persyaratan dan standar benih bina. Sertifikasi
benih merupakan suatu sistem atau mekanisme pengujian benih berkala untuk
mengarahkan, mengendalikan, dan mengorganisasi perbanyakan serta produksi
benih (Mugnisjah dan Setiawan 1995).
Berdasarkan Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No.
01/Kpts/HK.310/C/1/2009 tentang Persyaratan dan Tata Cara Sertifikasi Benih
Bina Tanaman Pangan, benih bersertifikat adalah benih yang proses produksinya
melalui sertifikasi benih, sertifikasi sistem manajemen mutu dan/atau sertifikasi

26
produk. Benih bersertifikat ditetapkan ke dalam kelas-kelas benih sesuai dengan
urutan keturunan dan mutunya, antara lain sebagai berikut:
a. Benih Penjenis (BS), adalah benih yang diproduksi di bawah pengawasan
Pemulia yang bersangkutan dengan prosedur baku yang memenuhi
sertifikasi sistem mutu sehingga tingkat kemurnian genetik varietas (true-
to-type) terpelihara dengan sempurna
b. Benih Dasar (BD), merupakan keturunan pertama dari Benih Penjenis
(BS) yang memenuhi standar mutu kelas Benih Dasar.
c. Benih Pokok (BP), merupakan keturunan pertama dari Benih Dasar atau
Benih Penjenis yang memenuhi standar mutu kelas Benih Pokok
d. Benih Sebar (BR), merupakan keturunan pertama dari Benih Pokok, Benih
Dasar atau Benih Penjenis yang memnuhi standar mutu kelas Benih Sebar.
Standar Mutu Benih Bersertifikat dibagi menjadi dua, yaitu Standar
Lapangan dan Standar Pengujian Laboratorium.
a. Standar Lapangan
Tabel 7. Standar Lapangan Kelas Benih Bersertifikat
Kelas Isolasi Varietas Lain dari Tipe Isolasi
Catatan
Benih Jarak (m) Simpang (max) (%) waktu (hari)
BS 2 0,0 30 Isolasi waktu
BD 2 0,0 30 dihitung
BP 2 0,2 30 berdasarkan
perbedaan
BR 2 0,5 30
waktu berbunga
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (2009)

b. Standar Pengujian Laboratorium


Tabel 8. Standar Pengujian Laboratorium Kelas Benih Bersertifikat
Biji
Kadar Benih Kotoran Biji Campuran Daya
Tanaman
Kelas air Murni Benih Gulma Varietas Tumbuh
Lain
Benih (max) (min) (max) (max) Lain (min)
(max)
(%) (%) (%) (%) (max) (%) (%)
(%)
BS 13,0 99,0 1,0 0,0 0,0 0,0 80
BD 13,0 99,0 1,0 0,0 0,0 0,0 80
BP 13,0 99,0 1,0 0,1 0,0 0,1 80
BR 13,0 99,0 2,0 0,2 0,0 0,2 80
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan (2009)

27
Mugnisjah dan Setiawan (1995) dalam bukunya Produksi Benih
menyatakan tujuan sertifikasi benih adalah untuk memelihara dan menyediakan
benih dan bahan perbanyakan tanaman bermutu tinggi dari varietas berdaya hasil
tinggi bagi masyarakat sehingga dapat ditanam dan didistribusikan dengan
identitas genetik yang terjamin. Dengan kata lain tujuan sertifikasi benih adalah
untuk memberikan jaminan bagi konsumen benih tentang beberapa aspek mutu
yang penting, yang tidak dapat ditentukan dengan segera dengan hanya
memeriksa benihnya saja. Selain itu, sertifikasi benih juga bertujuan: (1)
menjamin kemurnian dan kebenaran varietas, dan (2) menjamin ketersediaan
benih bermutu secara berkesinambungan. Sertifikasi dilakukan dalam tiga tahap,
yaitu pemeriksaan lapangan, pemeriksaan laboratorium, dan pengawasan
pemasangan label (Wahyuni 2005)6. Pengawasan pemasangan label bertujuan
untuk mengetahui kebenaran pemasangan dan isi label. Warna label untuk
tanaman padi disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Kelas Benih dan Warna Label Benih Sertifikasi


Kelas Benih Warna Label
Benih Penjenis (BS, Breeder Seed) Kuning
Benih Dasar (BD, Foundation Seed) Putih
Benih Pokok (BP, Stock Seed) Ungu
Benih Sebar (BR, Extension Seed) Biru
Sumber: Puslitbangtan (2007); Wahyuni (2005)

Pengawasan dilakukan sejak proses produksi benih hingga penanganan


pascapanen. Pengawasan lapangan untuk tanaman padi dari BPSB dilakukan
sebanyak 4 kali, yaitu pemeriksaan pendahuluan sebelum pengolahan tanah,
pemeriksaan lapangan pertama saat fase vegetatif (30 hari setelah tanam),
pemeriksaan fase berbunga (30 hari sebelum panen), dan pemeriksaan fase masak
(1 minggu sebelum panen) (Wahyuni 2005).

6
Petunjuk Teknis Penangkaran Benih Padi.
http://www.pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/p3264071.pdf [6 November 2010]

28
3.1.5 Sistem Perbenihan
Dalam setiap usaha pertanian, benih merupakan titik awal kegiatan
budidaya, sehingga kualitas produk budidaya akan sangat tergantung pada kualitas
benihnya (Darmowiyono 1999). Berbicara mengenai masalah perbenihan tidak
dapat lepas dari kebijakan pangan nasional. Karena itu, penyediaan benih di
tingkat nasional perlu dikelola dengan baik agar memberikan keuntungan baik
untuk pihak produsen maupun konsumen. Benih tanaman merupakan salah satu
sarana budidaya tanaman dalam upaya peningkatan produksi dan mutu hasil
budidaya tanaman yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan
petani serta kesejahteraan masyarakat.
Kegiatan perbenihan merupakan mata rantai kegiatan yang harus
dilaksanakan secara terprogram, terarah, terpadu serta berkesinambungan mulai
dari hulu hingga hilir. Kegiatan ini mulai dari aspek penelitian dalam
menghasilkan varietas-varietas unggul baru, pelepasan varietas, perencanaan
perbanyakan benih, sertifikasi, pemasaran hingga pengawasan pemasaran. Oleh
karena itu, dibutuhkan kerjasama dari lembaga-lembaga atau instansi-instansi
yang terlibat dalam kegiatan perbenihan tersebut, diantaranya institusi pemerintah,
pengawas, penelitian dan pengembangan, produsen, maupun pedagang benih.
Pembangunan perbenihan yang telah dilaksanakan perlu disempurnakan
secara terus-menerus demi kemajuan industri benih, agar ketersedian benih
bermutu dari varietas unggul terus terjaga untuk memenuhi kebutuhan petani
maupun perusahaan agribisnis pengguna benih. Pembangunan perbenihan
haruslah memenuhi prinsip enam tepat, yaitu jenis/varietas, tepat jumlah, tepat
mutu, tepat lokasi, tepat waktu serta tepat harga. Dalam perkembangan
perbenihan, teknologi terutama sangat dibutuhkan dalam peningkatan kualitas
benih. Kartasapoetra (1992) menyatakan teknologi benih adalah produksi benih
dalam rangka pengadaan benih yang terwujud dengan praktek-praktek dalam
jangkauan penyelamatan benih sejak dipungut, dikelola, dipelihara sampai benih-
benih tersebut ditanam kembali sesuai dengan cara-cara semestinya dengan
mengingat unsur-unsur musim yang mendorong pertumbuhannya. Teknologi
benih dapat juga dikatakan sebagai serangkaian perlakuan-perlakuan untuk
meningkatkan sifat genetika dan fisik benih, diantaranya:

29
a. Pengembangan varietas
b. Evaluasi dan pelepasan benih
c. Usaha produksi benih
d. Pemungutan hasil
e. Pengeringan benih dalam arti pengaturan kadar airnya
f. Pengolahan benih yang meliputi pembersihan (cleaning). Penggolongan
(grading) serta usaha-usaha pemeliharaannya (chemis, fisis, mekanis) agar
tercegah dari segala bentuk hama penyakit, mempertahankan kualitas,
mempertahankan daya tumbuhnya
g. Pengujian kualitas
h. Penyimpanan dan pengemasan
i. Sertifikasi benih
j. Perlindungan (hukum, undang-undang dan peraturan)
k. Distribusi benih (pemasaran)
Sertifikasi benih sangat penting terutama dalam menghasilkan benih-benih
berkualitas. Permasalahan yang banyak dihadapi saat ini adalah masih banyaknya
petani yang menggunakan benih hasil penangkaran sendiri tanpa melalui proses
sertifikasi. Hal ini dapat berpengaruh terhadap kualitas tanaman yang dihasilkan.
Persyaratan dan tata cara sertifikasi benih bina tanaman pangan diatur dalam
Peraturan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan No. 01/Kpts/HK.310/C/1/2009 .
Sedangkan produksi, sertifikasi dan peredaran benih bina diatur dalam Peraturan
Menteri Pertanian No. 39/Permentan/OT.140/8/2006.
Pada komoditas padi, salah satu inovasi teknologi yang tepat untuk
meningkatkan pendapatan petani melalui usahatani padi adalah teknologi
penangkaran benih padi varietas unggul. Hal ini menjadi tujuan utama dalam
rangka meningkatkan pendapatan para petani padi. Dengan menghasilkan benih
padi varietas unggul bersertifikat berarti harga jual yang diterima oleh petani lebih
tinggi jika dibandingkan dengan padi konsumsi. Selain itu, peningkatan kualitas
benih padi akan meningkatkan kualitas serta produktivitas padi yang dihasilkan.

30
3.1.6 Konsep Kemitraan
Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau
lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan
prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan (Hafsah, 2000).
Kartasasmita (1996) mengemukakan bahwa kemitraan usaha, terutama dalam
dunia usaha adalah hubungan antara pelaku usaha yang didasarkan pada ikatan
usaha yang saling menguntungkan dalam hubungan kerjasama yang sinergis, yang
hasilnya bukanlah suatu zero-sum-game melainkan positive-sum-game atau win-
win situation. SK Mentan No. 940/Kpts/OT. 210/10/1997 tentang Pedoman
Kemitraan Usaha Pertanian, menyebutkan bahwa kemitraan usaha pertanian
adalah kerjasama usaha antara perusahaan mitra dan kelompok mitra di bidang
usaha pertanian. Usaha tanaman pangan dan holtikultura adalah usaha yang
dilaksanakan oleh petani ataupun pengusaha, baik di lahan miliknya atau dilahan
sewa atau lahan hak guna usaha, mulai dari perbenihan, budidaya, pengolahan,
sampai pemasarannya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentang
Kemitraan, kemitraan yang ideal adalah kemitraan yang saling memperkuat,
saling menguntungkan dan saling menghidupi. Menurut Hafsah (2000), kemitraan
yang ideal adalah kemitraan antara usaha menengah dan usaha besar yang kuat di
kelasnya dengan pengusaha kecil yang kuat di bidangnya yang didasari oleh
kesejajaran kedudukan atau mempunyai derajat yang sama bagi kedua pihak yang
bermitra, tidak ada pihak yang dirugikan dalam kemitraan dengan tujuan bersama
untuk meningkatkan keuntungan atau pendapatan melalui pengembangan
usahanya, tanpa saling mengeksploitasi satu sama lain serta tumbuh
berkembangnya rasa saling percaya di antara mereka. Tujuan kemitraan adalah
untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas
sumberdaya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan
meningkatkan kemampuan usaha kelompok usaha mandiri (Soemardjo et al.
2004). Secara umum, kemitraan usaha adalah kerjasama antara dua pihak dengan
hak dan kewajiban yang setara dan saling menguntungkan. Hubungan kemitraan
usaha umumnya dilakukan antara dua pihak yang memiliki posisi sepadan dalam
hal tawar-menawar.

31
Keberhasilan suatu kemitraan sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan
oleh kedua pihak yang bermitra dalam menerapkan etika bisnis. Pengertian etika
itu sendiri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995) adalah ilmu tentang apa
yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral. Karena itu,
semakin kuat pemahaman dan penerapan etika bisnis dalam bermitra maka akan
semakin kokoh pondasi dari kemitraan itu sendiri. Selain memberikan keuntungan
untuk kedua belah pihak, kemitraan juga memberikan nilai tambah bagi pihak
yang bermitra dari berbagai aspek seperti aspek manajemen, pemasaran,
teknologi, permodalan dan keuntungan.
Dalam SK Mentan No. 940/Kpts/OT. 210/10/1997 tentang Pedoman
Kemitraan Usaha Pertanian, dikemukakan mengenai pola-pola kemitraan usaha
yang dapat dilaksanakan, diantaranya (1) Pola Kemitraan Inti Plasma, (2) Pola
Kemitraan Subkontrak, (3) Pola Kemitraan Dagang Umum, (4) pola Kemitraan
Keagenan, dan (5) Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA).
1. Pola Kemitraan Inti Plasma
Dalam model ini pengusaha-pengusaha besar bertindak sebagai
perusahaan mitra/inti dan melakukan kemitraan dengan petani
produsen (petani mitra/plasma) ataupun kelompok usaha agribisnis
dengan membentuk kesepakatan harga dan kualitas pembelian produk.
Perusahaan mitra berkewajiban, antara lain menyediakan lahan, sarana
produksi, bimbingan teknis, pembiayaan, serta bantuan lain seperti
peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha. Sementara itu, petani
plasma melakukan budidaya sesuai ajuran dan kesepakatan dengan
pengusaha mitra.

32
Plasma

Plasma Perusahaan Plasma

Plasma

Gambar 1. Pola Kemitraan Inti Plasma


Sumber: Soemardjo et al. 2004

2. Pola Kemitraan Sub Kontrak


Pola kemitraan sub kontrak merupakan pola hubungan kemitraan
antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang
memproduksi kebutuhan yang diperlukan oleh usaha perusahaan
sebagai bagian dari komponen produksinya. Ciri khas dari bentuk
kemitraan sub kontrak ini adalah membuat kontrak bersama yang
mencantumkan volume, harga dan waktu (Hafsah 2000). Keunggulan
dari pola kemitraan ini adalah mendorong terciptanya alih teknologi,
modal, dan ketrampilan serta menjamin pemasaran. Sedangkan
kelemahannya adalah adanya kecenderungan mengisolasi produsen
kecil dalam suatu hubungan monopoli.

Kelompok Kelompok
Mitra Mitra

Pengusaha
Mitra

Kelompok Kelompok
Mitra Mitra

Gambar 2. Pola Kemitraan Sub Kontrak


Sumber: Soemardjo et al. 2004

33
3. Pola Kemitraan Dagang Umum
Pola kemitraan dagang umum merupakan suatu hubungan kemitraan
usaha antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, dimana
kelompok mitra memasok kebutuhan perusahaan mitra sesuai dengan
persyaratan yang ditentukan dan perusahaan mitra memasarkan hasil
produksi kelompok mitra. Keuntungan pola kemitraan ini adalah
adanya jaminan harga atas produk yang dihasilkan dan kualitas yang
sesuai dengan yang telah ditentukan atau disepakati. Kelemahan dari
pola ini adanya penentuan sepihak dari pengusaha besar mengenai
harga dan volume yang sering merugikan pengusaha kecil (Hafsah
2000).

Memasok

Kelompok Perusahaan
Mitra Mitra

Konsumen/ Memasarkan produk


Industri Kelompok mitra

Gambar 3. Pola Kemitraan Dagang Umum


Sumber: Soemardjo et al. 2004

4. Pola Kemitraan Keagenan


Pola keagenan merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan
dimana usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan
jasa dari usaha menengah atau usaha besar sebagai mitranya (Hafsah
2000). Keunggulan dari hubungan pola kemitraan ini adalah berupa
keuntungan dari hasil penjualan, ditambah komisi yang diberikan oleh
perusahaan mitra.

34
Kelompok Memasok Perusahaan
Mitra Mitra

Memasarkan produk
Kelompok mitra
Konsumen/
Masyarakat

Gambar 4. Pola Kemitraan Keagenan


Sumber: Soemardjo et al. 2004

5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)


Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan
oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra. Pada model ini, kelompok
mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan
perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan atau sarana untuk
mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian. Di
samping itu, perusahaan mitra juga sering berperan sebagai penjamin
pasar produk dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui
pengolahan dan pengemasan.

Kelompok Memasok Perusahaan


Mitra Mitra

‐Lahan ‐Biaya
‐Sarana ‐Modal
‐Teknologi ‐Teknologi
‐Manajemen

Gambar 5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis


Sumber: Soemardjo et al. 2004

35
Berdasarkan pola-pola kemitraan yang telah berkembang di masyarakat,
dapat ditarik suatu pola kemitraan secara umum yang dapat dikembangkan di
Indonesia, mulai dari pola sederhana hingga pola ideal yang mewujudkan
ketergantungan antara kedua belah pihak.
1. Pola Kemitraan Sederhana (Pemula)
Pada kemitraan sederhana, perusahaan mempunyai tanggung jawab
terhadap pengusaha kecil mitranya dalam memberikan bantuan atau
kemudahan memperoleh permodalan untuk mengembangkan usaha,
penyediaan sarana produksi yang dibutuhkan, serta bantuan teknologi
terutama alat mesin dalam peningkatan produksi dan mutu produksi.

Pembina/
Fasilitator

Perusahaan Kemitraan Koperasi/


Besar Usaha Kecil

‐ Modal - Tenaga Kerja


‐ Sarana Produksi
‐ Alat dan Manajemen
‐ Manajemen
‐ Teknologi

Gambar 6. Pola Kemitraan Sederhana (Pemula)


Sumber: Hafsah 2000

2. Pola Kemitraan Tahap Madya


Pada pola kemitraan tahap madya, peran dari perusahaan mulai
berkurang, terutama dalam aspek permodalan. Perusahaan besar tidak
lagi memberikan modal usaha. Bantuan terhadap usaha kecil lebih
kepada bantuan teknologi, alat mesin, industri pengolahan
(agroindustri), serta jaminan pemasaran.

36
Pembina/
Fasilitator

Perusahaan Kemitraan Koperasi/


Besar Usaha Kecil

- Alat dan Mesin - Saprodi


- Agroindustri - Manajemen
- Pemasaran - Permodalan
- Teknologi

Gambar 7. Pola Kemitraan Tahap Madya


Sumber : Hafsah 2000

3. Pola Kemitraan Tahap Utama


Pola ini merupakan pola kemitraan yang paling ideal untuk
dikembangkan, namun membutuhkan persyaratan yang cukup berat
bagi pihak usaha kecil. Pada pola ini pihak pengusaha kecil secara
bersama-sama menanamkan modal usaha pada pengusaha besar
mitranya dalam bentuk saham.

Pembina/
Fasilitator

Konsultan

Perusahaan Kemitraan Koperasi/


Besar Usaha Kecil
Saham

Gambar 8. Pola Kemitraan Tahap Utama


Sumber: Hafsah 2000

37
3.1.7 Konsep Kepuasan
Dalam mengkonsumsi suatu produk, konsumen akan melakukan proses
evaluasi terhadap konsumsi yang telah dilakukannya. Hasil dari proses evaluasi
ini adalah konsumen puas atau tidak puas. Kepuasan akan mendorong konsumen
untuk kembali mengkonsumsi produk tersebut, sebaliknya perasaan tidak puas
akan menyebabkan konsumen menghentikan konsumsi produk tersebut. Kepuasan
pada dasarnya bersifat subjektif, tergantung dari konsumen yang melakukan
konsumsi tersebut. Kepuasan setiap konsumen berbeda sesuai dengan sistem nilai
yang berlaku pada dirinya. Rangkuti (2003) mengartikan kepuasan pelanggan
sebagai respon pelanggan terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan
sebelumnya dan kinerja yang dirasakan setelah pemakaian.

Pengalaman Produk
dan Merek

Harapan Mengenai Evaluasi Mengenai


Merek Seharusnya Fungsi Merek yang
Berfungsi Sesungguhnya

Evaluasi Gap Antara


Harapan dan yang
Sesungguhnya

Ketidakpuasan Konfirmasi Harapan: Kepuasan Emosional:


Emosional: Merek Fungsi Merek Tidak Fungsi Merek
Tidak Memenuhi Berbeda dengan Melebihi Harapan
Harapan Harapan

Gambar 9. Model Diskonfirmasi Harapan dari Kepuasan dan Ketidakpuasan


Sumber : Mowen dan Minor (1998) dalam Sumarwan (2004)

Engel, Blackwel dan Miniard (1995) dalam Sumarwan (2004)


mendefinisikan kepuasan sebagai penilaian konsumsi bahwa sebuah alternatif
yang telah dipilih sesuai dengan harapan atau tidak. Sedangkan menurut Richard
Oliver dalam Supranto (2006), kepuasan adalah tanggapan pelanggan atas
terpenuhinya kebutuhannya. Hal itu berarti penilaian bahwa suatu bentuk

38
keistimewaan dari suatu barang atau jasa ataupun barang/jasa itu sendiri,
memberikan tingkat kenyamanan yang terkait dengan pemenuhan suatu
kebutuhan, termasuk pemenuhan kebutuhan di bawah harapan atau pemenuhan
kebutuhan melebihi harapan pelanggan.
Rangkuti (2003) menyatakan, terdapat delapan faktor yang mempengaruhi
kepuasan pelanggan, yaitu nilai, harapan, daya saing, persepsi pelanggan, harga,
citra, tahapan pelayanan dan situasi pelayanan.
1) Nilai
Nilai didefinisikan sebagai pengkaji secara menyeluruh manfaat nilai
dari suatu produk. Nilai didasarkan pada persepsi pelanggan atas apa
yang telah diterima oleh pelanggan dan yang telah diberikan oleh
produk tersebut. Pelanggan membutuhkan pelayanan serta manfaat dari
produk yang dikonsumsinya (Rangkuti 2003).
2) Harapan
Konsumen akan memiliki harapan mengenai bagaimana produk
tersebut seharusnya berfungsi. Harapan tersebut adalah standar kualitas
yang akan dibandingkan dengan fungsi atau kualitas produk yang
sesungguhnya dirasakan konsumen (Sumarwan 2004). Rangkuti
(2003) menyatakan bahwa tingkat kepentingan atau harapan pelanggan
merupakan keyakinan pelanggan sebelum mencoba dan membeli suatu
produk atau jasa.
3) Daya Saing
Untuk menarik pelanggan suatu produk harus memiliki daya saing
yang tinggi. Produk memiliki keunggulan dalam bersaing apabila
produk tersebut dibutuhkan oleh konsumen. Keunggulan suatu produk
terletak pada keunikan atau mutu pelayanan produk jasa tersebut pada
pelanggan, maka supaya dapat bersaing harus mempunyai keunikan
dibandingkan dengan produk lain yang sejenis (Rangkuti 2003).
4) Persepsi Pelanggan
Fungsi produk yang sesungguhnya dirasakan konsumen sebenarnya
adalah persepsi konsumen terhadap kualitas produk tersebut
(Sunarwan 2004). Rangkuti (2003) mendefinisikan persepsi pelanggan

39
sebagai proses dimana individu memilih, mengorganisasikan dan
mengartikan stimulus yang diterima melalui alat inderanya menjadi
suatu makna.
5) Harga
Harga rendah menimbulkan persepsi produk atau jasa tersebut
mutunya rendah. Harga yang terlalu rendah mengakibatkan pelanggan
menjadi kurang percaya terhadap produsen. Sebaliknya, harga yang
tinggi menimbulkan persepsi pelanggan bahwa produk atau jasa
tersebut bermutu tinggi. Namun harga yang terlalu tinggi berakibat
pada hilangnya pelanggan (Rangkuti 2003).
6) Citra
Rangkuti (2003) menyatakan bahwa citra buruk menimbulkan persepsi
bahwa produk tidak bermutu, sehingga pelanggan mudah marah
apabila terjadi kesalahan sedikitpun. Sebaliknya, citra yang bagus
terhadap suatu produk menimbulkan anggapan bahwa produk tersebut
bermutu baik.
7) Tahap Pelayanan
Kepuasan pelanggan ditentukan oleh berbagai jenis pelayanan yang
didapatkan pelanggan selama pelanggan menggunakan beberapa
tahapan pelayanan tersebut (Rangkuti 2003).
8) Situasi Pelayanan
Situasi Pelayanan dikaitkan dengan kondisi internal pelanggan,
sehingga mempengaruhi kinerja pelayanan. Sedangkan kinerja
pelayanan ditentukan oleh pelanggan, proses pelayanan dan
lingkungan fisik dimana pelayanan diberikan (Rangkuti 2003).
Menurut Rangkuti (2003), kualitas pelayanan (service quality) yang
mempengaruhi kepuasan pelanggan terdiri dari lima dimensi pelayanan, yaitu:
1) Keandalan (reliability), yaitu dimensi yang mengukur kemampuan
perusahaan dalam memberikan pelayanan dengan terpercaya dan
akurat sesuai yang dijanjikan.
2) Ketanggapan (responsiveness), yaitu dimensi yang mengukur
kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan dengan cepat

40
serta ketersediaan untuk menolong pelanggan dan melayani dengan
baik.
3) Jaminan (assurance), yaitu dimensi kualitas yang berhubungan dengan
pengetahuan, kesopanan karyawan dan kemampuan dalam
menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggan.
4) Empati (emphaty), yaitu dimensi pelayanan yang berhubungan dengan
kepedulian untuk memberikan perhatian pribadi dan memahami
kebutuhan pelanggan.
5) Berwujud (tangibles), yaitu dimensi pelayanan yang meliputi fasilitas
fisik, peralatan, karyawan dan sarana komunikasi. Pelayanan
merupakan sesuatu yang tidak bisa dilihat, dicium dan diraba, oleh
sebab itu pelanggan akan menggunakan bukti langsung untuk menilai
kualitas pelayanan.
Dalam mengukur tingkat kepuasan petani mitra terhadap jalannya
kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri dapat digunakan beberapa alat analisis,
diantaranya Importance Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction
Index (CSI). IPA digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai tingkat
kinerja suatu perusahaan dalam memberikan pelayanan dengan cara mengukur
tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaannya dari masing-masing atribut-
atribut yang telah ditentukan. Atribut-atribut digolongkan berdasarkan dimensi
kualitas pelayanan. Sedangkan CSI digunakan untuk menentukan tingkat
kepuasan pelanggan secara menyeluruh dengan pendekatan yang dipertimbangkan
tingkat kepentingan berdasarkan atribut-atribut yang telah ditentukan. Kedua alat
analisis tersebut dapat menunjukkan atribut-atribut yang mempengaruhi kepuasan
petani serta mengukur tingkat kepuasan petani mitra terhadap jalannya kemitraan
secara keseluruhan beradasarkan atribut-atribut tersebut.

41
3.1.8 Analisis Pendapatan Usahatani
Ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani
memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, kerja, modal, waktu,
pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuannya (Soekartawi et al. 1984).
Berdasarkan definisi tersebut, diketahui faktor-faktor yang bekerja dalam
usahatani diantaranya adalah faktor alam, tenaga kerja dan modal.
1. Faktor Alam
Faktor alam merupakan salah satu faktor yang sangat
mempengaruhi usahatani. Faktor alam dibedakan menjadi dua, yaitu
faktor tanah serta lingkungan alam sekitarnya. Faktor tanah misalnya
jenis tanah dan kesuburan. Sedangkan faktor alam sekitar adalah faktor
iklim yang berhubungan dengan ketersediaan air, suhu dan lain
sebagainya (Suratiyah 2006).
2. Faktor Tenaga Kerja
Tenaga kerja dalam usahatani memiliki karakteristik yang sangat
berbeda dengan tenaga kerja dalam usaha pada bidang di luar pertanian.
Karakteristik tenaga kerja bidang usahatani menurut Tohir (1983) dalam
Suratiyah (2006) adalah:
a. Keperluan akan tenaga kerja dalam usahatani tidak kontinyu dan
tidak merata
b. Penyerapan tenaga kerja dalam usahatani sangat terbatas
c. Tidak mudah distandarkan, dirasionalkan, dan dispesialisasikan
d. Beraneka ragam coraknya dan kadang kala tidak dapat dipisahkan
satu sama lain.
Tenaga kerja dalam usahatani terdiri dari tenaga kerja keluarga dan
tenaga kerja luar keluarga. Banyak sedikitnya tenaga kerja yang
dibutuhkan dalam usahatani berbeda-beda tergantung jenis tanaman
yang dibudidayakan. Banyak sedikitnya tenaga kerja luar yang
dipergunakan tergantung pada dana yang dimiliki.

42
3. Faktor Modal
Modal merupakan syarat mutlak berjalannya suatu usaha, termasuk
dalam usahatani. Menurut Suratiyah (2006), pada usahatani modal
digolongkan berdasarkan sifat, kegunaan, waktu dan fungsi.
a. Sifat
Berdasarkan sifatnya modal selain dibagi menjadi modal yang
menghemat lahan (land saving capital) serta modal yang
menghemat tenaga kerja (labour saving capital), modal juga
digolongkan ke dalam modal yang menyerap tenaga kerja lebih
banyak serta modal yang mempertinggi efisiensi.
b. Kegunaan
Berdasarkan kegunaannya, modal dibagi menjadi dua golongan
yaitu modal aktif yang secara langsung maupun tidak langsung
meningkatkan produksi, serta modal pasif yang digunakan hanya
untuk mempertahankan produk.
c. Waktu
Berdasarkan waktu pemberian manfaatnya, modal dibagi menjadi
dua golongan, yaitu modal produktif yang merupakan modal yang
secara langsung meningkatkan produksi serta modal prospektif yang
merupakan modal yang dapat meningkatkan namun baru dirasakan
pada jangka panjang.
d. Fungsi
Berdasarkan fungsinya, modal dapat dibagi ke dalam dua golongan,
yaitu modal tetap dan modal tidak tetap. Modal tetap adalah modal
yang digunakan dalam berkali-kali proses produksi, sedangkan
modal tidak tetap adalah modal yang hanya digunakan dalam satu
kali proses produksi.
Secara umum usahatani dibagi menjadi dua, yaitu usahatani keluarga dan
perusahaan pertanian. Perbedaan antara usahatani keluarga dan perusahaan
pertanian terletak pada delapan hal, yaitu tujuan akhir, bentuk hukum, luas usaha,
jumlah modal, jumlah tenaga kerja, unsur usahatani, sifat usaha serta pemanfaatan
terhadap hasil-hasil pertanian. Tujuan akhir usahatani keluarga adalah pendapatan

43
keluarga petani, sedangkan tujuan akhir perusahaan adalah laba yang sebesar-
besarnya. Usahatani keluarga tidak berbadan hukum sedangkan perusahaan
pertanian mempunyai badan hukum seperti PT, firma atau CV. Usahatani
keluarga pada umumnya berlahan sempit, sedangkan perusahaan pertanian
memiliki lahan luas karena berorientasi pada efisiensi dan keuntungan.
Berdasarkan jumlah modal yang dimiliki usahatani keluarga mempunyai
modal per satuan luas yang lebih kecil dibandingkan perusahaan pertanian,
namum memiliki jumlah tenaga kerja per satuan luas yang lebih besar dibanding
perusahaan pertanian. Hal lain yang membedakan usahatani keluarga dan
perusahaan pertanian adalah pada unsur usahatani, yaitu tenaga kerja yang dibayar
dimana pada usahatani keluarga melibatkan tenaga kerja keluarga dan luar
keluarga, sedangkan perusahaan pertanian hanya menggunakan tenaga kerja luar.
Usahatani keluarga pada umumnya bersifat menghidupi, komersial maupun semi
komersial, sementara perusahaan pertanian selalu bersifat komersial. Perusahaan
pertanian selalu memanfaatkan hasil-hasil pertanian yang mutakhir dan tidak
segan-segan membiayai penelitian sendiri melalui bagian penelitian dan
pengembangan perusahaan. Hal ini berbeda dengan usahatani keluarga yang
bergantung pada hasil penelitian dan pengembangan pemerintah melalui
Departemen Pertanian karena keterbatasan modal, peralatan serta tenaga kerja.
Dalam menjalankan usahatani, para petani mengharapkan produksi yang
besar agar memperoleh pendapatan yang besar pula. Untuk itulah petani
memanfaatkan tenaga, modal dan sarana produksinya sebagai umpan untuk
mendapatkan produksi yang diharapkan. Ukuran penampilan usahatani dapat
dinyatakan dengan ukuran arus uang tunai serta ukuran pendapatan dan
keuntungan.
Menurut Soekartawi et al. 1984, penerimaaan tunai usahatani didefinisikan
sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pengeluaran
tunai usahatani didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk
pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Penerimaan tunai usahatani tidak
mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Demikian pula, pengeluaran
tunai usahatani tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok.
Penerimaan tunai dan pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup yang

44
berbentuk benda. Jadi, nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung
sebagai penerimaan tunai usahatani dan nilai kerja yang dibayar dengan benda
tidak dihitung sebagai pengeluaran usahatani. Selisih antara penerimaan tunai
usahatani dengan pengeluaran tunai usahatani disebut pendapatan tunai usahatani
dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai.
Pendapatan kotor usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total
usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.
Pendapatan kotor usahatani merupakan ukuran hasil perolehan total sumberdaya
yang digunakan dalam usahatani. Pengeluaran usahatani didefinisikan sebagai
nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi,
tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Apabila data tersedia, maka
pengeluaran total dipisahkan menjadi pengeluaran tetap dan pengeluaran tidak
tetap. Pengeluaran tetap didefinisikan sebagai pengeluaran usahatani yang tidak
bergantung kepada besarnya produksi. Sedangkan pengeluaran tidak tetap adalah
pengeluaran yang digunakan dalam usahatani dan jumlahnya berubah kira-kira
sebanding dengan besarnya perubahan produksi.
Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. Jadi,
nilai barang atau jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau
berdasarkan kredit harus dimasukkan ke dalam pengeluaran. Apabila dalam
usahatani digunakan mesin-mesin pertanian, maka penyusutan harus dihitung dan
dimasukkan ke dalam pengeluaran. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan
pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan
bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari
penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri
atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Karena itu,
pendapatan bersih usahatani merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat
dipakai untuk membandingkan penampilan beberapa usahatani.
Ukuran lain yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat keuntungan
dalam usahatani adalah rasio perbandingan penerimaan dan biaya (rasio R/C).
Apabila rasio R/C > 1 maka usahatani dinyatakan menguntungkan, sebaliknya
apabila rasio R/C < 1 maka usahatani dinyatakan mengalami kerugian. Rasio R/C
= 1 menunjukkan kondisi keuntungan normal dalam pelaksanaan usahatani.

45
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional
Benih merupakan komoditi yang sangat penting dalam pelaksanaan
usahatani, karena kualitas suatu tanaman sangat tergantung pada kualitas benih
yang digunakan dalam budidaya. Padi merupakan salah satu tanaman yang sangat
penting, mengingat sekitar 95 persen penduduk Indonesia mengkonsumsi padi
sebagai makanan pokok. Karena itu, peningkatan kualitas serta produktivitas
tanaman padi menjadi hal yang sangat diperhatikan oleh pemerintah. Sertifikasi
benih padi merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas serta
produktifitas tanaman padi disamping penemuan varietas-varietas baru padi.
Saat ini masih terdapat petani di Indonesia yang menggunakan benih hasil
penangkaran sendiri tanpa melalui proses sertifikasi. Hal ini berpengaruh terhadap
kualitas serta produktivitas padi yang dihasilkan. Walaupun begitu penggunaan
benih bersertifikat di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini harus
diikuti dengan peningkatan produksi benih padi bersertifikat, melalui usahatani
penangkaran benih padi bersertifikat. Usaha penangkaran benih padi bersertifikat
belum banyak dilakukan oleh petani padi di Indonesia. Padahal bila dilihat dari
tingkat pendapatannya, pendapatan petani penangkar benih lebih tinggi
dibandingkan petani padi konsumsi. Hal ini disebabkan karena dengan
menghasilkan benih padi varietas unggul bersertifikat berarti harga jual yang
diterima oleh petani lebih tinggi jika dibandingkan dengan padi konsumsi. Dalam
menghasilkan benih padi di Indonesia, terdapat petani penangkar benih padi yang
melakukannya secara mandiri serta terdapat juga petani penangkar benih yang
melakukan kemitraan dengan perusahaan produsen benih.
PT. SHS merupakan salah satu produsen penghasil benih padi di Indonesia.
Ciri utama benih padi produksi PT. SHS adalah berlabel sertifikasi. Dalam
memproduksi benih padi bersertifikat, PT. SHS melakukan kemitraan dengan
petani penangkar benih padi di daerah sekitar. Kemitraan memberikan keuntungan
bagi kedua belah pihak, baik bagi perusahaan maupun petani yang melakukan
kemitraan. Keuntungan yang diperoleh PT. SHS diantaranya adalah adanya
kontinuitas produksi benih padi yang berpengaruh terhadap produksi benih padi
nasional, sedangkan bagi petani penangkar benih padi keuntungan yang diperoleh
diantaranya peningkatan kemampuan dan kewirausahaan, peningkatan pendapatan

46
keluarga dan masyarakat pedesaan, peningkatan kualitas penguasaan teknologi
serta penyediaan lapangan kerja bagi petani kecil. Kemitraan ini sekaligus
meningkatkan jumlah petani penangkar benih bersertifikat.
Namun dalam pelaksanaannya, masih terdapat permasalahan yang
disebabkan oleh penyimpangan perjanjian kemitraan. Permasalahan tersebut
diantaranya adalah penjualan hasil panen yang tidak sesuai dengan perjanjian
kerjasama. Dalam perjanjian, petani mitra diwajibkan untuk menjual seluruh hasil
panennya pada PT. SHS, namun masih terdapat petani yang menjual hasil
panennya selain ke perusahaan. Hal ini disebabkan salah satunya karena
keterlambatan pembayaran hasil panen oleh PT. SHS. Penyimpangan dari
perjanjian kerjasama yang telah disepakati dapat mendatangkan kerugian bagi
petani mitra maupun bagi PT. SHS. Untuk itulah perlu dilakukan evaluasi
terhadap pelaksanaan kemitraan untuk melihat sejauh mana masing-masing pihak
yang bermitra telah melaksanakan perannya dalam kemitraan. Melalui evaluasi
kemitraan masing-masing pihak diharapkan dapat menilai kegiatan kemitraan
yang telah dijalankan sehingga nantinya dapat digunakan untuk meningkatkan
kinerja dari kemitraan tersebut.
Evaluasi kemitraan dilakukan dengan melihat tingkat kesesuaian antara
pelaksanaan atribut-atribut kemitraan dengan perjanjian yang telah disepakati.
Melalui evaluasi kemitraan akan diketahui bagaimana pelaksanaan kemitraan
yang terjalin antara PT. SHS dan petani mitra serta diketahui kendala-kendala
dalam pelaksanaan kemitraan. Evaluasi kemitraan juga dilakukan melalui
penilaian kualitas pelayanan. Kualitas pelayanan ini diukur melalui pengukuran
tingkat kepuasan petani terhadap pelaksanaan kemitraan. Metode yang digunakan
untuk melihat tingkat kepuasan petani mitra adalah metode Importance
Performance Analysis (IPA) dan Customer Satisfaction Index (CSI). Metode ini
menunjukkan apakah kemitraan yang telah dijalankan oleh PT. Sang Hyang Seri
dengan petani mitra telah memberikan kepuasan bagi petani mitra itu sendiri,
berdasarkan atribut-atribut kemitraan yang telah ditentukan.
Untuk menganalisis tingkat pendapatan petani penangkar benih padi,
digunakan analisis pendapatan serta analisis rasio R/C. Analis ini dilakukan
terhadap petani yang melakukan kemitraan dengan PT. SHS serta terhadap petani

47
penangkar benih yang tidak bermitra. Hal ini dilakukan untuk membandingkan
tingkat pendapatan antara petani mitra dengan petani non mitra. Dengan analisis
tersebut akan diketahui berapa besar pendapatan yang diperoleh petani penangkar
benih mitra maupun non mitra serta melihat apakah usahatani yang dijalankan
memberikan keuntungan atau kerugian kepada petani serta melihat usahatani
manakah yang lebih menguntungkan. Analisis ini juga melihat bagaimana peran
kemitraan terhadap pendapatan petani penangkar benih padi. Kerangka alur
pemikiran dapat dilihat pada Gambar 10.

48
Benih Padi sebagai input utama dalam usahatani padi.
‐ Sangat penting karena kualitas padi tergantung pada
kualitas benihnya
‐ Masalah perbenihan terutama padi berhubungan
dengan pemenuhan kebutuhan akan beras
‐ Penangkaran benih padi di Indonesia dilakukan oleh
BUMN, swasta atau kelompok tani penangkar benih

Petani
Penangkar
Benih padi

Produsen Benih Padi


Bersertifikat Petani Petani Non
PT Sang Hyang Seri Mitra Mitra

Permasalahan:
1. Keterlambatan pembayaran hasil panen oleh PT. SHS
2. Penjualan hasil panen yang tidak sesuai perjanjian Analisis
Pendapatan

Evaluasi Kemitraan Analisis


R/C

Pelaksanaan Kemitraan Evaluasi atribut kepuasan


- Realisasi Perjanjian petani
Kerjasama (16 atribut pelayanan kemitraan)
- Kendala-kendala
- Manfaat

Analisis Deskriptif IPA dan CSI Analisis


Perbandingan

Kemitraan yang sesuai dengan harapan pihak


yang bermitra

Gambar 10. Kerangka Pemikiran Operasional

49
IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di PT. Sang Hyang Seri (Persero) Regional Manajer I
Sukamandi di Sukamandi, Kabupaten Subang. Pemilihan lokasi penelitian
dilakukan secara sengaja (purposive) karena PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS)
merupakan salah satu perusahaan produsen benih padi terbesar di Indonesia
dimana lokasi lahan penangkaran benih padi milik PT. SHS berada di Sukamandi,
Kabupaten Subang. Selain itu, penelitian juga dilakukan di Kecamatan Subang,
Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara
sengaja (purposive) sebagai lokasi penelitian untuk petani non mitra. Perbedaan
lokasi penelitian disebabkan karena petani penangkar benih non mitra kelas benih
sebar yang berada di Kabupaten Subang, hanya berlokasi di daerah tersebut.
Petani penangkar benih lainnya memproduksi benih yang berbeda kelas benihnya
dengan PT. Sang Hyang Seri, yaitu kelas benih pokok atau kelas benih dasar.
Waktu pengambilan data dilaksanakan pada bulan Maret-Mei 2011. Pemilihan
waktu penelitian pada bulan tersebut karena pada bulan tersebut telah memasuki
masa panen.

4.2 Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian berdasarkan sumber data dan
informasi terdiri atas data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif
maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui pengamatan serta wawancara
langsung dengan petani responden serta pihak PT. SHS menggunakan panduan
kuisioner yang telah disiapkan sebelumnya. Wawancara dilakukan dengan metode
wawancara terstruktur. Sedangkan data sekunder sebagai pendukung data-data
primer diperoleh dari instansi-instansi terkait seperti Balai Pusat Statistika,
Departemen Pertanian, Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Kabupaten
Subang, LSI IPB dan instansi-instansi terkait lainnya. Data sekunder juga
diperoleh melalui beberapa literatur yang berasal dari buku, internet serta hasil
penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian yang dilakukan.
4.3 Teknik Penentuan Sampel
Pemilihan petani responden didasarkan pada petani yang bermitra serta
petani yang tidak bermitra. Pengambilan contoh petani responden mitra dilakukan
pada petani penangkar benih yang bermitra dengan PT. SHS. Responden yang
diambil adalah petani penangkar benih yang menanam padi varietas Ciherang.
Sedangkan pengambilan contoh petani responden yang tidak bermitra dilakukan
pada petani penangkar benih di Kecamatan Subang, Kabupaten Subang.
Penarikan contoh dilakukan dengan dua metode, yaitu metode purposive untuk
petani mitra serta Simple Random Sampling untuk petani non mitra, karena
sifatnya yang homogen. Responden non mitra dipilih secara acak dengan cara
diundi. Sedangkan penarikan sample dengan cara purposive pada petani mitra
disebabkan karena adanya keterbatasan data mengenai jumlah penangkar benih di
PT. SHS yang memproduksi varietas Ciherang pada musim tanam 2010-2011.
Jumlah responden petani penangkar mitra dan non mitra sengaja diambil masing-
masing sebanyak 30 orang petani.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data


Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif,
kemudian dilakukan langkah pengolahan dan analisis data. Pada analisis
pendapatan usahatani, analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis keragaan
usahatani penangkaran benih padi baik pada petani mitra dan non mitra serta
mengevaluasi jalannya kemitraan antara petani penangkar benih padi dengan PT
Sang Hyang Seri. Sedangkan analisis kuantitatif bertujuan untuk menganalisis
tingkat kepuasan petani mitra terhadap jalannya kemitraan menggunakan metode
IPA dan CSI serta menganalis tingkat pendapatan usahatani petani mitra bila
dibandingkan dengan usahatani petani non mitra berdasarkan penerimaaan dan
biaya usahatani. R/C rasio digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi
usahatani. Data yang diperoleh berasal dari kuisioner dan diolah menggunakan
bantuan software komputer Microsoft Excel dan Minitab 14. Untuk melakukan uji
validitas dan reliabilitas digunakan SPSS 17,0.

51
4.4.1 Struktur Penerimaan dan Biaya Usahatani
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh
dengan harga jual.
TRi = Yi x Pyi
Dimana : TR = Total Penerimaan
Y = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani
Py = Harga jual produk y
Menurut Soekartawi (2002), biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu (a) biaya tetap (fixed cost) dan (b) biaya tidak tetap (variable cost). Biaya
tetap umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus
dikeluarkan walaupun produksi yang dihasilkan banyak atau sedikit. Jadi besarnya
biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi (output yang
diperoleh). Sedangkan biaya tidak tetap (variable cost) didefinisikan sebagai
biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang dilakukan. Untuk
menghitung biaya tetap dapat digunakan rumus sebagai berikut:
FC = ∑ni=1
XiPxi
di mana: FC = biaya tetap
Xi = jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap
Pxi = harga input
n = macam input
Apabila besarnya biaya tetap tidak dapat dihitung dengan rumus karena tidak
diketahui secara pasti jumlah fisik dari input yang membentuk biaya tetap, maka
sekaligus ditentukan nilainya. Rumus ini juga digunakan untuk menentukan biaya
tidak tetap.
Total biaya (TC) adalah jumlah dari biaya tetap (FC) dan biaya tidak tetap
(VC). Dari pernyataan tersebut, rumus yang digunakan untuk menetukan total
biaya adalah:
TC = FC + VC
Pengelompokan biaya usahatani yang lain adalah biaya tunai dan biaya
tidak tunai (diperhitungkan) (Hernanto, 1995). Biaya tunai dan biaya tidak tunai
berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang termasuk ke dalam
biaya tunai misalnya iuran irigasi dan pajak tanah. Sedangkan biaya variabel yang

52
termasuk biaya tunai adalah biaya input produksi dan upah tenaga kerja. Biaya
tetap yang merupakan biaya tidak tunai atau biaya diperhitungkan adalah biaya
penyusutan dan biaya untuk tenaga kerja keluarga. Sedangkan biaya variabel yang
merupakan biaya diperhitungkan adalah sewa lahan.

4.4.2 Pendapatan Usahatani


Pendapatan usahatani pada penelitian ini akan dibedakan menjadi dua.
Pertama pendapatan atas seluruh biaya tunai (pendapatan tunai) dan pendapatan
atas biaya total (pendapatan total). Biaya tunai adalah biaya yang benar-benar
dikeluarkan petani dalam usahatani penangkaran benih padi. Sedangkan biaya
total adalah biaya yang dikeluarkan petani dimana semua input milik keluarga
juga diperhitungkan sebagai biaya. Biaya tunai digunakan untuk melihat seberapa
besar likuiditas tunai yang dibutuhkan petani untuk menjalankan kegiatan
usahataninya. Biaya diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa
sebenarnya pendapatan kerja petani jika penyusutan, sewa lahan dan nilai kerja
keluarga diperhitungkan.
Secara umum pendapatan adalah selisih antara penerimaan usahatani
dengan biaya usahatani pada periode tertentu. Secara matematis pendapatan
usahatani ditulis sebagai berikut:
Pendapatan Tunai = TR - BT
Pendapatan Total = TR – (BT+BD)
di mana : TR = Penerimaan (Rp)
BT = Biaya Tunai (Rp)
BD = Biaya Diperhitungkan (Rp)

4.4.3 Analisis R/C


Pada analisis usahatani, rasio yang digunakan untuk menganalisis
keuntungan dari pendapatan usahatani adalah rasio R/C. Rasio R/C merupakan
rasio perbandingan antara penerimaan dan biaya. Rasio R/C dibedakan menjadi
dua, yaitu rasio R/C atas biaya tunai dan rasio R/C atas biaya total. Rasio R/C atas
biaya tunai dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan
biaya tunai dalam satu periode tertentu. Rasio R/C atas biaya total dihitung

53
dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total dalam satu
periode tertentu. Secara matematis, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut:
TR
Rasio R/C atas biaya tunai =
TotaS Biaya Tunai
TR
Rasio R/C atas biaya total =
TC
Di mana :
TR = Total Penerimaan
TC = Total Biaya = BT + BD
Suatu usahatani dinyatakan menguntungkan apabila rasio R/C lebih besar
dari satu (rasio R/C > 1). Nilai tersebut mengartikan bahwa setiap satu rupiah
biaya yang dikeluarkan akan memberikan tambahan penerimaan lebih besar dari
satu rupiah. Sebaliknya apabila rasio R/C kurang dari satu (rasio R/C < 1) maka
usaha akan mengalami kerugian, karena setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan
akan memberikan tambahan penerimaan kurang dari satu rupiah. Jika rasio R/C
sama dengan satu (rasio R/C = 1) berarti kegiatan tersebut berada pada kondisi
keuntungan normal. Karena setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan
memberikan tambahan penerimaan sebesar satu rupiah.

Tabel 10. Contoh Perhitungan Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio


Harga per Nilai
No Uraian Jumlah
Satuan (Rp) (Rp)
A Total Penerimaan
B Biaya tunai
1 Benih
2 Pupuk
3 Obat-obatan
4 Tenaga kerja luar keluarga
5 .....
Total biaya tunai
C Biaya yang diperhitungkan
1 Penyusutan
2 Tenaga kerja keluarga
Total biaya yang diperhitungkan
D Total biaya (B+C)
E Pendapatan atas biaya tunai (A-B)
F Pendapatan atas biaya total (A-D)
G R/C atas biaya tunai (A/B)
H R/C atas biaya total (A/D)

54
4.4.4 Penilaian Tingkat Kepuasan

1 Uji Validitas dan Reliabilitas


Sebelum dilakukan penelitian mengenai tingkat kepuasan petani mitra
diadakan uji validitas dan reabilitas terhadap atribut-atribut yang akan digunakan
untuk mengukur tingkat kepuasan petani mitra terhadap jalannya kemitraan. Uji
validitas dan reliabilitas dilakukan dengan menguji kuisioner yang akan
digunakan agar terhindar dari kesalahan acak yang akan menurunkan keandalan
pengukuran. Validitas berhubungan dengan kemampuan suatu alat ukur untuk
mengukur secara tepat apa yang harus diukur. Validitas dalam penelitian
kuantitatif ditunjukkan oleh koefisien validitas.
Pengujian validitas bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing
variabel yang ditanyakan dapat dipakai sebagai alat ukur (Rangkuti 2006). Uji
validitas dilakukan dengan menggunakan software SPSS 17,0. Validitas suatu
atribut dapat dilihat pada hasil output SPSS pada tabel dengan judul Item Total
Statistic. Menilai valid atau tidaknya suatu atribut dapat dilihat dari nilai
Corrected Item-Total Correlation. Suatu variabel dinyatakan valid bila nilai
Corrected Item-Total Correlation > 0,3 dan dikatakan tidak valid bila nilai
Corrected Item-Total Correlation < 0,3 (Nugroho 2005). Apabila dalam
pengujian terdapat atribut yang tidak valid maka atribut tersebut dikeluarkan,
kemudian proses analisis diulang untuk atribut yang valid saja. Sedangkan uji
reliabilitas mempunyai pengertian apakah sebuah instrumen dapat mengukur
sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu ke waktu. Suatu konstruk atau
variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai cronbach Alpha > 0,60
(Nugroho 2005).
Atribut yang digunakan sebagai pre sampling pada kuisioner pertama
berjumlah 18 atribut. Hasil pengujian menunjukkan bahwa data reliabel tetapi
terdapat dua atribut yang tidak valid, karena memiliki nilai Corrected Item-Total
Correlation < 0,3, yaitu kemampuan pabrik menampung gabah hasil panen dan
penyediaan lahan sewa. Kemudian dilakukan pengujian terhadap ke-16 variabel
yang valid dan didapatkan hasil bahwa data telah valid dan reliabel. Ke-16
variabel dinyatakan valid karena memiliki nilai Corrected Item-Total Correlation
> 0,3 dan nilai cronbach Alpha > 0,60 yaitu 0,887.

55
Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada Lampiran 1. Setelah
atribut ke-16 dan atribut ke-17 dihilangkan pada uji validitas dan reliabilitas
pertama, maka atribut ke-18 yaitu ketepatan waktu pembayaran hasil panen oleh
inti menjadi atribut 16 pada uji validitas dan reliabilitas kedua. Selanjutnya
keenam belas atribut tersebut digunakan dalam perhitungan Importance
Performance Analysis (IPA) serta Customer Satisfaction Index (CSI). Penentuan
atribut dilakukan berdasarkan pelaksanaan kemitraan, perjanjian kontrak
kerjasama serta teori service quality (servqual). Atribut yang digunakan pada pre
sampling kuisioner pertama dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Atribut Pelayanan Kemitraan


No Atribut Atribut
Keandalan (reliability)
6 Frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma
7 Pelayanan dan materi yang diberikan dalam pembinaan plasma
12 Bantuan biaya panen
15 Harga beli hasil panen
Ketanggapan (responsiveness)
1 Prosedur penerimaan mitra
8 Respon inti terhadap keluhan petani
9 Bantuan inti dalam menangulangi hama dan penyakit tanaman
13 Ketepatan waktu pemberian biaya panen
18 Ketepatan waktu pembayaran hasil panen oleh inti
Jaminan (assurance)
10 Pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping
Empati (emphaty)
11 Pendamping mudah ditemui dan dihubungi
Berwujud (tangible)
2 Kualitas Benih Pokok
3 Harga benih pokok
4 Harga sarana produksi
5 Ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi
14 Penyediaan sarana transportasi untuk panen
16* Kemampuan pabrik menampung gabah hasil panen
17* Penyediaan lahan sewa
(*) Atribut yang dihilangkan

56
2 Metode Importance Performance Analysis (IPA)
Metode IPA digunakan karena metode ini dapat memberikan penilaian
terhadap kinerja setiap atribut yang telah ditentukan dengan cara mengukur
tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaannya, serta menggolongkannya ke
dalam skala prioritas tertentu. Tingkat kepentingan kualitas pelayanan adalah
seberapa penting suatu atribut dalam kemitraan dinilai oleh konsumen, dalam hal
ini adalah petani mitra. Pada metode IPA tingkat pelaksanaan atau pelayanan
suatu perusahaan dinilai memuaskan apabila pelayanannya sesuai dengan harapan
dari petani mitra. Tingkat kepentingan dan kepuasan petani diukur menggunakan
skala likert dengan empat kategori sebagaimana terdapat pada Tabel 12.

Tabel 12. Skala Likert Pengukuran Tingkat Kepentingan dan Kepuasan terhadap
Kinerja
Kategori
Skor
Tingkat Kepentingan Tingkat Kinerja
Sangat Penting Sangat Puas 4
Penting Puas 3
Tidak Penting Tidak Puas 2
Sangat Tidak Penting Sangat Tidak Puas 1

Pengukuran tingkat kepuasan menggunakan skala dilakukan untuk


mengurangi subjektifitas responden (Sumarwan 2004). Penggunaan empat skala
pengukuran dimaksudkan untuk menghindari kecenderungan responden memilih
nilai tengah (cukup) dalam menilai atribut evaluasi kemitraan (Aritonang 2005).
Analisis kesesuaian dilakukan dengan membandingkan antara skor total
tingkat kinerja dengan skor total tingkat kepentingan. Nilai kepuasan petani mitra
atas kinerja kemitraan dinyatakan dengan huruf X, sedangkan tingkat kepentingan
(harapan) petani dinyatakan dengan huruf Y. Atribut kemitraan dikatakan telah
sesuai dengan harapan petani apabila nilai kesesuai yang dihasilkan lebih besar
atau sama dengan 100 persen. Sebaliknya, bila nilai kesesuai kurang dari 100
persen, maka atribut kemitraan dinyatakan belum sesuai dengan harapan petani
mitra. Secara matematis analisis kesesuaian dirumuskan sebagai berikut:

57
Xi
Tki = x 100%
Fi
Dimana: Tki = Tingkat kesesuaian responden
Xi = Skor penilaian tingkat kinerja/kepuasan petani mitra
Yi = Skor penilaian kepentingan petani mitra

Hasil perhitungan dinyatakan dalam diagram kartesius. Pada penggunaan


diagram kartesius, sumbu mendatar (X) merupakan skor tingkat pelaksanaan
kinerja/kepuasan, sedangkan sumbu tegak (Y) merupakan skor tingkat
kepentingan/harapan. Rumusan matematis untuk setiap faktor tersebut adalah
sebagai berikut:
∑ni=n Xi ∑ni=n Yi
X = Y=
n n

Dimana: X = Skor rata-rata tingkat kinerja/kepuasan


Y = Skor rata-rata tingkat kepentingan
n = Jumlah responden

Diagram kartesius merupakan sebuah bagan yang dibagi menjadi empat


bagian dan dibatasi oleh dua garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-titik
(X,Y). Kedua titik tersebut diperoleh melalui perhitungan sebagai berikut:
∑n X
i=1 i ∑ni=1 iY
X = Y =
k k

Dimana : X = Skor rata-rata tingkat pelaksanaan seluruh atribut mutu pelayanan


dari perusahaan
Y = Skor rata-rata tingkat kepentingan/harapan seluruh atribut mutu
pelayanan
k = Banyaknya atribut mutu pelayanan yang diberikan oleh perusahaan
yang dapat mempengaruhi keputusan petani
Kedua garis tersebut membagi diagram kartesius yang merupakan matriks
IPA ke dalam empat kuadran, yaitu kuadran I, kuadran II, kuadran III dan kuadran
IV. Diagram kartesius dijelaskan pada Gambar 11.

58
Tingkat Kepentingan
Y

Kuadran I Kuadran II
Prioritas Utama Pertahankan Prestasi

Kuadran III Kuadran IV


Prioritas Rendah Berlebihan

X X
Tingkat Kepuasan

Gambar 11. Diagram Kartesius Metode Importance Performance Analysis


Sumber : Supranto (2006)

Keterangan:
Kuadran I : Kuadran I yang merupakan Kuadran Prioritas Utama
menunjukkan atribut-atribut yang dianggap mempengaruhi
kepuasan petani, namun manajemen belum melaksanakannya
sesuai yang diharapkan petani, sehingga petani tidak puas.
Kinerja atribut-atribut yang masuk ke dalam kuadran ini harus
ditingkatkan oleh perusahaan dengan melakukan perbaikan
secara terus-menerus.
Kuadran II : Kuadran II yang merupakan Kuadran Pertahankan Prestasi
menunjukkan atribut-atribut yang dianggap penting oleh petani
dan telah dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan yang
diharapkan, sehingga sangat memuaskan petani. Kinerja atribut-
atribut yang terdapat dalam kuadran ini harus dipertahankan.

59
Kuadran III : Kuadran III yang merupakan Kuadran Prioritas Rendah
menunjukkan atribut-atribut yang dianggap kurang penting oleh
petani dan pelaksanaannya oleh perusahaan biasa-biasa saja.
Peningkatan kinerja atribut dalam kuadran ini perlu
dipertimbangkan lagi karena manfaat yang diperoleh sangat
kecil.
Kuadran IV : Kuadran IV yang merupakan Kuadran Berlebihan
menunjukkan atribut-atribut yang dianggap kurang penting oleh
petani namun pelaksanaannya oleh perusahaan dirasa
berlebihan. Atribut-atribut dalam kuadran ini dapat dikurangi
pelaksanaannya untuk menghemat biaya.

3 Metode Customer Satisfaction Index (CSI)


Customer Satisfaction Index (CSI) digunakan untuk menetukan tingkat
kepuasan konsumen secara menyeluruh berdasarkan atribut-atribut kualitas jasa
yang diukur. Atribut-atribut yang diukur berbeda-beda untuk masing-masing
industri, bahkan untuk masing-masing perusahaan. Menurut Aritonang (2005)
terdapat empat langkah dalam perhitungan Customer Satisfaction Index (CSI),
yaitu:
1. Menentukan Mean Important Score (MIS) dan Mean Satisfaction Score
(MSS). Nilai ini berasal dari rata-rata tingkat kepentingan dan kinerja tiap
anggota:

∑n
i=1 Yi ∑n
i=1 Xi
MIS = dan MSS =
n n

Dimana: n = jumlah responden


Yi = Nilai kepentingan atribut ke- i
Xi = Nilai kinerja atribut ke- i

60
2. Membuat Weight Factors (WF)
Bobot ini merupakan persentase nilai MIS per atribut terhadap total MIS
seluruh atribut.

MISi
WFi =
∑pi=1 MISi

Dimana: p = Jumlah atribut kepentingan


i = Atribut ke- i

3. Membuat Weight Scor (WS)


Bobot ini merupakan perkalian antara Weight Factor (WF) dengan rata-
rata tingkat kepuasan (Mean Satisfaction Score = MSS)

WSi = WFi x MSSi

Dimana: i = Atribut aspek kemampuan kelompok ke- i

4. Menentukan Customer Satisfaction Index (CSI)

∑pi=1 WSi
CSI = x 100 %
5

Pada umumnya bilai nilai CSI di atas 50 persen dapat dikatakan bahwa
konsumen sudah merasa puas sebaliknya bila nilai di bawah 50 persen konsumen
belum dikatakan puas. Skala kepuasan konsumen yang dipakai dalam penelitian
ini dibagi ke dalam lima kriteria dari tidak puas sampai dengan sangat puas.
Kriteria ini mengikuti modifikasi kriteria yang dilakukan oleh PT. Sucofindo
dalam melakukan survei kepuasan pelanggan, sepert dijabarkan dalam Tabel 13.

61
Tabel 13. Kriteria Nilai Customer Satisfaction Index (CSI)
Nilai CSI Kriteria CSI
0,81-1,00 Sangat Puas
0,66-0,80 Puas
0,51-0,65 Cukup Puas
0,35-0,50 Kurang Puas
0,00-0,34 Tidak Puas
Sumber: Ihsani (2005) dalam Lestari (2009)

4.5 Definisi Operasional


Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Petani Penangkar Benih Padi adalah petani yang menghasilkan benih padi
sebagai komoditi produksinya.
2. Petani Penangkar Benih Mitra adalah petani penangkar benih yang
menjalin kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri dan terikat kontrak.
3. Petani penangkar benih non mitra adalah petani penangkar benih yang
berada di Kecamatan Subang, Kabupaten Subang, yang merupakan petani
mandiri. Petani ini tidak terikat kontrak dengan PT. Sang Hyang Seri.
4. Harga beli hasil panen adalah harga beli yang dibayarkan PT. Sang Hyang
Seri kepada petani, sesuai dengan kadar air serta kotoran yang terkandung
pada hasil panen.

62
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum PT. Sang Hyang Seri

5.1.1 Sejarah Singkat PT. Sang Hyang Seri


PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) merupakan perintis dan pelopor usaha
perbenihan di Indonesia serta satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
yang mempunyai core business pembenihan pertanian. Sebelum menjadi BUMN,
pada tahun 1940-an, PT. SHS adalah perusahaan perkebunan milik asing (Inggris)
bernama Pamanukan & Tjiasem yang berlokasi di kawasan Sukamandi,
Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subang. Namun dengan adanya nasionalisasi pada
tahun 1957 pengelolaan perusahaan berpindah tangan kepada Yayasan
Pembangunan Daerah Jabar (YPDB).
Bersamaan dengan proyek penelitian dan mekanisasi serta proyek hewani
yang dilakukan pemerintah, YPDB pun akhirnya merubah statusnya menjadi
proyek ”Produksi Pangan Sukamandijaya” pada 1966. Pada perkembangannya,
ketiga proyek tersebut dilebur menjadi Lembaga Sang Hyang Seri pada tahun
1968 yang kemudian disahkan oleh pemerintah melalui peraturan pemerintah (PP)
Nomor 22 tahun 1971 (disempurnakan dengan PP 44/1985) menjadi perusahaan
umum (perum). Selanjutnya, pengelolaan Sang Hyang Seri menjadi tanggung
jawab pemerintah. Kebutuhan operasional perusahaan benih ini pun secara
otomatis mendapat sokongan pemerintah melalui pinjaman dana bantuan dari
Bank Dunia.
Bisnis benih yang dikelola PT. SHS mengalami perkembangan pesat.
Perusahaan ini melebarkan sayap wilayah pelayanannya ke Klaten Jawa Tengah
(1973) dan Malang Jawa Timur (1977) dengan mendirikan distrik benih.
Kemudian perusahaan binaan BUMN ini kembali melakukan ekspansi ke luar
Pulau Jawa dengan mendirikan beberapa kantor cabang seperti di kawasan
Lampung, Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan.
Dari tahun ke tahun, bisnis benih PT.SHS semakin meluas dan perusahaan
kembali berganti status dari perum menjadi persero melalui PP No. 18 tahun
1995. Perusahaan ini memperluas core business-nya menjadi benih pertanian dan
usaha lain yang langsung menunjang usaha pembenihan sekaligus meningkatkan

63
pendapatan dan kinerja perusahaan. Misalnya, benih tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Selain core
bussines, PT. SHS dapat pula melakukan kegiatan penunjang core bussines dan
optimalisasi pemanfaatan sumber daya perseroan pada 2008. Pembinaan terhadap
perusahaan dilakukan oleh lembaga Kementerian BUMN sesuai PP 64/2001
tertanggal 13 September 2001.

5.1.2 Budaya Perusahaan


Budaya perusahaan terhimpun dalam tata nilai PT. SHS, dengan akronim
“andalan bersama”, meliputi:
1. Amanah: bekerja adalah kepercayaan dari perusahaan dan karunia dari
Tuhan Yang Maha Esa.
2. Handal: SDM dapat diandalkan dalam bekerja (efisien & efektif) memiliki
pengetahuan, ketrampilan, sikap, dan tindakan yang sesuai dengan Visi,
Misi dan Tujuan Perusahaan.
3. Antusias: bekerja penuh semangat, kerja keras, dan cerdas untuk
menghasilkan kinerja yang terbaik.
4. Berdedikasi: integritas dan loyalitas didedikasikan bagi perusahaan.
5. Sahaja: rendah hati, saling menghormati, dan mampu menempatkan diri.
6. Maju: inovatif, menghargai pendapat dan prestasi orang lain.

5.1.3 Visi, Misi dan Motto Perusahaan


Visi
Menjadi Perusahaan Agroindustri Benih Nasional Kelas Dunia.
Misi
Menghasilkan produk agroindustri bermutu melalui pemanfaatan
sumberdaya perusahaan secara efisien dan efektif untuk memberikan
manfaat optimal bagi stakeholders.
Motto
Mutu dan pelayanan terjamin.

64
5.1.4 Struktur Organisasi Perusahaan
Dalam struktur organisasi PT. SHS, perusahaan terdiri dari Dewan
Komisaris dan Dewan Direksi. Dewan Komisaris sebagai bagian tertinggi
memegang seluruh wewenang di luar yang telah didelegasikan Direksi,
sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar. Fungsi Dewan Direksi adalah
melaksanakan pengawasan dan penasehat bagi Direksi dalam menjalankan
tugasnya. Selain itu Dewan Komisaris pun berfungsi sebagai pemberi arahan
strategi dan optimalisasi efektifitas serta efisiensi tindakan Direksi dalam
pencapaian target. Sementara itu fungsi Dewan Direksi adalah mewakili
perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan sejalan dengan tugas utama
Direksi untuk memimpin, mengelola dan mengatur perusahaan menuju
tercapainya maksud dan tujuan perusahaan. Dewan Direksi terdiri dari Direktur
Utama, Direktur Keuangan, Direktur Penelitian dan SDM, Direktur Produksi, dan
Direktur Pemasaran. Dewan Komisaris dan Dewan Direksi menempati kantor
pusat di Jakarta.
Dalam kegiatan pengelolaan perusahaan, setiap Kantor Regional PT. SHS
dipimpin oleh General Manajer yang membawahi berbagai bagian. Kantor
Regional PT. SHS terdiri dari lima Kantor Regional, yaitu Kantor Regional I dan
Pusat Benih Sumber (Sukamandi, Kabupaten Subang), Kantor Regional II
(Malang), Kantor Regional III (Medan), Kantor Regional IV (Metro) dan Kantor
Regional V (Sidrap). Kantor Regional I Sukamandi membawahi Unit Bisnis
Daerah Sukamandi, Ciamis, Serang, Tegal dan Banyumas serta membawahi
Satuan Tugas Kalimantan Barat dengan wilayah pelayanan di Jawa Barat, Banten
dan Sebagian Jawa Tengah.
Kantor Regional I Sukamandi dipimpin oleh General Manager yang
membawahi Sekretaris Regional, Manajer Pemasaran, Manajer Produksi, Manajer
Litbang, serta Manajer Keuangan dan SDM. General Manajer membawahi
langsung Senior Manajer yang bertanggung jawab terhadap Unit Bisnis Daerah
atau Cabang Khusus. Unit Bisnis Daerah Sukamandi dipimpin oleh Senior
Manajer yang Membawahi Manajer Kebun, Manajer Prosessing, dan Manajer
Penjualan, dimana setiap bagian memiliki fungsinya masing-masing. Manajer
Kebun bertanggung jawab terhadap kegiatan budidaya penangkaran benih padi,

65
baik kegiatan swakelola, kerjasama, maupun kerjasama luar. Kemitraan antara
PT.SHS dengan petani mitra merupakan tanggung jawab dari bagian kebun.

5.2 Gambaran Umum Kabupaten Subang


Kabupaten Subang sebagai salah satu kabupaten di kawasan utara Provinsi
Jawa Barat meliputi wilayah seluas 205.176,95 ha atau 6,34 persen dari luas
Provinsi Jawa Barat. Wilayah ini terletak di antara 107º 31' sampai dengan 107º
54' Bujur Timur dan 6º 11' sampai dengan 6º 49' Lintang Selatan. Secara
administratif, Kabupaten Subang terbagi atas 253 desa dan kelurahan yang
tergabung dalam 22 kecamatan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Subang
Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pembentukan Wilayah Kerja Camat, jumlah
kecamatan bertambah menjadi 30 kecamatan. Batas-batas wilayah administratif
Kabupaten Subang adalah di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten
Bandung Barat, di sebelah barat dengan Kabupaten Purwakarta dan Karawang, di
sebelah timur dengan Kabupaten Sumedang dan Indramayu dan Laut Jawa yang
menjadi batas di sebelah utara.

Gambar 12. Peta Kabupaten Subang


Sumber: http//:www.subang.go.id [21 September 2011]

66
Berdasarkan data statistik Subang dalam angka, penduduk Kabupaten
Subang pada tahun 2009 berjumlah 1.470.324, dengan komposisi 725.561 orang
laki-laki dan 744.763 perempuan, dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai
717 jiwa per km2. Dari 22 kecamatan yang berada di Kabupaten Subang,
Kecamatan Subang merupakan daerah dengan tingkat kepadatan tertinggi yaitu
2.077 jiwa per km2, sedangkan Kecamatan Legonkulon merupakan daerah yang
paling rendah tingkat kepadatannya, yaitu 318 jiwa per km2.
Kabupaten Subang merupakan kabupaten yang memiliki areal lahan sawah
terluas ketiga di Jawa Barat setelah Indramayu dan Karawang, sekaligus
merupakan penyumbang produksi padi terbesar ketiga di Jawa Barat. Luas lahan
sawah di Kabupaten Subang pada tahun 2009 tercatat seluas 84.167 hektar atau
sekitar 47,71 persen dari total luas wilayah Kabupaten Subang. Sebagai salah satu
penyandang predikat sebagai salah satu lumbung padi nasional Kabupaten Subang
pada tahun 2009 menyumbangkan produksi padi yang mencapai 1.128.353 ton
terhadap stok padi nasional. Produksi padi tersebut dihasilkan dari lahan basah
sebanyak 1.121.600 ton dan sisanya dari ladang. Sedangkan varietas padi yang
banyak ditanam diantaranya varietas Ciherang, Cimelati, dan Cigeulis. Sentra
produksi padi di Kabupaten Subang terdapat di Kecamatan Binong, Pusakanagara,
Ciasem, Pamanukan, Patokbeusi dan Blanakan.

5.3 Karakteristik Petani Responden

5.3.1 Umur Responden


Berdasarkan pengamatan di lapang didapat bahwa umur responden
berkisar antara 25-75 tahun dengan rata-rata umur 46,07 tahun. Umur responden
petani mitra berkisar antara 30-70 tahun dengan rata-rata umur 49,40 tahun.
Sedangkan umur responden petani non mitra berkisar antara 25-75 dengan rata-
rata umur 42,73 tahun.

67
Tabel 14. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Umur Musim
Tanam 2010/2011
Kelompok Mitra Non Mitra
Umur (Tahun) Jumlah Petani % Jumlah Petani %
25-34 2 6,67 4 13,33
35-44 9 30 11 36,67
45-54 8 26,67 3 10
55-64 7 23,33 6 20
≥ 65 4 13,33 6 20
Jumlah 30 100,00 30 100,00

Dari Tabel 14 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden petani


mitra dan non mitra berada pada interval usia 35-44 tahun dengan persentase
responden petani mitra sebesar 30 persen dan petani non mitra sebesar 36,67
persen.

5.3.2 Jenis Kelamin Responden


Berdasarkan pengamatan di lapang didapat bahwa 100 persen petani
responden mitra berjenis kelamin laki-laki. Sedangkan pada petani non mitra, 10
persen responden berjenis kelamin wanita.

Tabel 15. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Jenis Kelamin
Musim Tanam 2010/2011
Mitra Non Mitra
Jenis Kelamin
Jumlah Petani % Jumlah Petani %
Laki-laki 30 100 27 90
Perempuan 0 0 3 10
Total 30 100 30 100

68
5.3.3 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan formal petani mitra bervariasi mulai dari tidak
sekolah, SD, SMA hingga Diploma. Sedangkan pada petani non mitra tingkat
pendidikan formal bervariasi mulai dari SD, SMP, SMA hingga S1.

Tabel 16. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Pendidikan
Musim Tanam 2010/2011
Mitra Non Mitra
Pendidikan
∑ Petani % ∑ Petani %
Tidak Sekolah 4 13,33 2 6,67
SD 21 70 17 56,67
SMP 1 3,33 7 23,33
SMA 3 10 4 13,33
Diploma 1 3,33 0 0
Jumlah 30 100 30 100

Dari Tabel 16 dapat diketahui bahwa lebih dari setengah responden petani
mitra hanya tamat SD, yaitu sebesar 70 persen. Sedangkan pada responden petani
non mitra 56,67 persen responden hanya tamat SD. Pada petani non mitra terdapat
satu responden yang telah menyelesaikan pendidikan diplomanya.

5.3.4 Pengalaman Usahatani Penangkaran Benih Padi


Berdasarkan penelitian di lapang, diketahui bahwa petani mitra telah lebih
lama melakukan usahatani penangkaran benih padi dibandingkan dengan petani
non mitra. Hal ini salah satunya disebabkan oleh kurangnya kesadaran petani
dalam pentingnya penggunaan benih padi bersertifikat. Pengalaman usahatani
penangkaran benih padi bersertifikat untuk petani mitra berkisar antara 5-45
tahun. Sedangkan pengalaman usahatani penangkaran benih padi bersertifikat
untuk petani non mitra berkisar antara 1-10 tahun. Perbedaan yang sangat jauh ini
menunjukkan peranan PT. SHS dalam memenuhi kebutuhan benih padi
bersertifikat nasional selama ini. Pengalaman petani responden dalam melakukan
penangkaran benih pada dapat dilihat pada Tabel 17.

69
Tabel 17. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Pengalaman
Menjadi Petani Penangkar Benih Padi Musim Tanam 2010/2011
Pengalaman Mitra Non Mitra
(Tahun) ∑ Petani % ∑ Petani %
1-9 1 3,33 29 96,67
10-19 9 30 1 3,33
20-29 13 43,33 0 0
30-39 3 13,33 0 0
≥ 40 4 10 0 0
Jumlah 30 100 30 100

Tabel 17 menunjukkan bahwa 96,67 persen responden petani non mitra


memiliki pengalaman menjadi penangkar antara 1-9 tahun, dan hanya 3,33 persen
petani yang telah berpengalaman menjadi penangkar antara 10-19 tahun.
Sedangkan pada responden petani mitra yang memiliki pengalaman dengan
interval antara 5-45 tahun, jumlah responden terbanyak berada pada interval
pengalaman 20-29 tahun, yaitu sebesar 43,33 persen.

5.3.5 Luas Lahan dan Status Kepemilikan


Luas lahan yang dimiliki petani baik pada responden petani mitra maupun
non mitra cukup bervariasi. Luas lahan responden petani mitra berkisar antara 1-2
hektar dengan rata-rata luas lahan 1,744 hektar. Sedangkan luas lahan responden
petani non mitra berkisar antara 0,5-2 hektar dengan rata-rata luas lahan 0,81
hektar. Tabel 18 menunjukkan bahwa luas lahan yang dimiliki responden petani
mitra sebesar 56,67 persen adalah lebih besar sama dengan 2 hektar. Sedangkan
pada responden petani non mitra luas lahan terbanyak yang dimiliki oleh
responden adalah kurang dari atau sama dengan 1 hektar, yaitu sebesar 80 persen.

70
Tabel 18. Responden Petani Mitra dan Non Mitra Berdasarkan Luas Lahan
Usahatani Musim Tanam 2010/2011
Luas Lahan Mitra Non Mitra
(Hektar) ∑ Petani % ∑ Petani %
≤1 5 16,67 24 80
1,1-1,9 8 26,67 5 16,67
≥2 17 56,67 1 3,33
Jumlah 30 100 30 100

Status kepemilikan lahan pada petani non mitra 100 persen adalah sewa,
karena lahan yang dikelola oleh petani mitra adalah milik PT. SHS. Status
kepemilikan lahan pada petani mitra dan non mitra dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19. Status Kepemilikan Lahan Responden Petani Mitra dan Non Mitra
Musim Tanam 2010/2011
Status Mitra Non Mitra
Kepemilikan ∑ Petani % ∑ Petani %
Pribadi 0 0 3 10
Sewa 30 100 27 90
Jumlah 30 100 30 100

Berdasarkan Tabel 19 diketahui bahwa sebesar 10 persen responden petani


non mitra memiliki lahan dengan status kepemilikan pribadi dan sebesar 90
persen responden mengelola lahan sewa. Harga sewa lahan di daerah adalah 1.400
kg per hektar per musim. Sedangkan setiap musimnya petani mitra membayar
sewa lahan secara bagi hasil, yaitu sebesar 1.200 kg per hektar. Berdasarkan rata-
rata luas lahan diketahui bahwa petani mitra memiliki luas lahan usahatani
penangkaran benih padi yang lebih besar dibandingkan petani non mitra.

71
VI EVALUASI KEMITRAAN PT. SANG HYANG SERI DAN
PETANI PENANGKAR BENIH PADI

6.1 Gambaran Kemitraan PT. Sang Hyang Seri dengan Petani Penangkar
Benih
Kemitraan antara PT. Sang Hyang Seri (PT. SHS) dengan petani
penangkar benih di sekitar lokasi perusahaan difokuskan pada beberapa desa di
tiga kecamatan yang merupakan daerah binaan PT. SHS yaitu kecamatan Ciasem,
kecamatan Blanakan dan kecamatan Patokbeusi. Empat desa di kecamatan
tersebut yang menjadi lokasi lahan milik PT. SHS, yaitu desa Ciasem Girang,
desa Gempol Sari, desa Rawa Mekar dan desa Pinang Sari menjadi desa kontrak
HGU, dimana para petani di keempat desa tersebut diutamakan untuk menjadi
petani mitra. Selain keempat desa tersebut, terdapat desa-desa di luar kontrak
HGU yang merupakan desa penyangga, yaitu desa Tambak Jati, desa Sukahaji,
desa Cilamaya Hilir, desa Blanakan, desa Ciasem Hilir, desa Rancamulya, dan
desa Sukamandi Jaya.
Lahan yang dimiliki oleh PT. SHS seluas 3.150,65 hektar merupakan
tanah negara yang diberikan pada PT. SHS untuk dikelola terutama untuk
menghasilkan benih berkualitas yang memenuhi kebutuhan benih bersertifikat
nasional. Luasnya lahan yang harus dikelola oleh PT. SHS tidak sebanding
dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki oleh PT. SHS. Keterbatasan
SDM menjadi salah satu masalah, sehingga kemitraan dengan petani sekitar
menjadi solusi yang paling tepat. Pada musim tanam 2010/2011 dari seluruh luas
lahan PT. SHS, seluas 2.283,15 hektar disewakan untuk diolah petani mitra dan
867,50 hektar lahan digunakan untuk kegiatan swakelola, penelitian dan Trap
Border System (TBS). Kegiatan swakelola meliputi penanaman padi inbrida,
penanaman padi hibrida, dan penanaman benih sumber. Pada musim tanam
2010/2011 seluruh lahan kerjasama digunakan untuk menanam padi inbrida.
Selain swakelola dan kerjasama dalam, untuk memenuhi target produksi, PT. SHS
melakukan kerjasama luar dengan kelompok tani atau gapoktan, seperti di
Kabupaten Subang, Kabupaten Karawang, Kabupaten Bekasi, dan Kabupaten
Indramayu. PT. SHS membeli gabah hasil panen dari kelompok tani tersebut,
dimana benih sumbernya berasal dari PT. SHS. Setiap musimnya kontrak
kerjasama luar dapat berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan PT. SHS.

Tabel 20. Pembagian Areal Lahan PT. SHS Cabang Khusus Sukamandi Musim
Tanam 2010/2011
Kerjasama
Areal Swakelola (Ha) Jumlah (Ha)
(Ha)
I. Areal Kebun
1. Padi Inbrida
- Inpari 1 199,60 113,03 312,63
- Situbagendit - 190,03 190,03
- Ciherang 335,79 1.658,90 1.994,69
- Inpago 3 SHS 128,29 - 128,29
- Cigeulis - 20,20 20,20
- Inpara 3 - 46,54 46,54
- Inpari 13 39,77 - 39,77
- Mekongga - 46,99 46,99
- IR64 - 207,46 207,46
Sub Jumlah 703,45 2.283,15 2.986,60
2. Padi Hibrida
- SL-8SHS 5,97 - 5,97
- Perb. Restorer 1,13 - 1,13
Sub Jumlah 7,10 - 7.10
Jumlah Areal Kebun 710,55 2.283,15 2.993,70
II. Areal Lain-lain
1. Benih Sumber 110,61 - 110,61
2. Penelitian 13,97 - 13,97
3. TBS 3,00 - 3,00
Jumlah Areal Lain-lain 156,95 - 156,95
Jumlah Areal PT. SHS 867,50 2.283,15 3.150,65
Sumber: PT. Sang Hyang Seri, 2011

73
Kemitraan yang berlangsung antara PT. SHS dengan petani mitra
merupakan kemitraan inti plasma. Sebagai perusahaan inti, PT. SHS menyediakan
lahan sewa untuk digarap oleh petani, memberikan bantuan modal biaya panen,
pinjaman sarana produksi dan benih sumber, serta memberikan pembinaan dan
pendampingan bagi petani mitra. Sedangkan para petani berhak mengelola lahan
yang disediakan oleh PT. SHS dan berkewajiban untuk menyerahkan hasil
panennya kepada PT. SHS sesuai kebutuhan dan permintaan PT. SHS. Pada
awalnya, sewa lahan dilakukan dengan membayar uang sewa setiap musimnya.
Namun kemudian sejak tahun 2003, sistem pembayaran tersebut berubah menjadi
sistem bagi hasil karena banyaknya kejanggalan seperti penarikan biaya sewa oleh
oknum diluar petugas. Bagi hasil yang dibebankan kepada petani sebesar 1.200 kg
per hektar dan diambil ketika panen.

6.2 Mekanisme Pelaksanaan Kemitraan


Pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani mitra ditandai
dengan penandatanganan Surat Perjanjian Kerjasama yang dapat diperbaharui
setiap musimnya. Untuk memulai kemitraan, petani mengajukan surat
permohonan usulan penggarapan. Pada surat tersebut terdapat jumlah lahan yang
diminta oleh petani. PT. SHS memberikan syarat maksimal 2 hektar lahan untuk
setiap petani. Selanjutnya PT. SHS melakukan evaluasi, apakah petani tersebut
layak untuk menjadi petani mitra. Apabila petani tersebut telah layak, maka PT.
SHS akan mengeluarkan surat pengabulan yang harus ditandatangani oleh kepala
desa. Kemudian dilakukan penandatanganan Surat Perjanjian Kerjasama antara
PT. SHS dengan petani mitra.
Lahan kerjasama PT. SHS dibagi ke dalam lima wilayah, dimana setiap
wilayah dipegang oleh supervisor. Tugas supervisor adalah mengawasi,
mengontrol, serta memberi penyuluhan kepada petani. Daftar pembagian areal
lahan untuk musim tanam 2010/2011 dapat dilihat pada Tabel 21.

74
Tabel 21. Pembagian Areal Lahan Kerjasama Musim Tanam 2010/2011
No Supervisor Blok Luas (Ha)
1 Edi Rohendi S1-S13 142,86
B1-B23 184,68
B31 2,55
L2AB-L6 25,00
BLC 81,45
B2-B14 55,79
L1-L7 59,41
LK1-LK4 59,73
S21-S22B 13,50
Sub Jumlah 624,97
2 Sunarja, A.Md LK5-LK25 114,65
LK6-LK10 15,71
LK27-LK51 147,14
LK40-LK46 46,99
L35-L45 105,37
S30-S31 12,32
S36-S40 51,75
L36-L52 87,38
Sub Jumlah 581,31
3 Rohali, A.Md PSK 172,57
SKJB 206,47
Sub Jumlah 379,04
4 Sugianto Uwan TGKB 301,52
Sub Jumlah 301,52
5 Aang Suharman, SP SKJT 92,00
TGKT 304,31
Sub Jumlah 396,31
Jumlah 2283,15
Sumber: PT. Sang Hyang Seri, 2011

75
Pelaksanaan budidaya penangkaran benih padi oleh petani mitra diawasi
oleh PT. SHS. Setiap kegiatannya mulai dari tebar, tanam hingga panen harus
berjalan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Selama satu
musim tanam, PT. SHS melakukan roguing sebanyak 3 kali, yaitu ketika (i) masa
vegetatif, yaitu satu bulan setelah tanam, (ii) masa berbunga penuh, yaitu dua
setengan bulan setelah tanam, dan (iii) fase pemasakan, yaitu dua minggu sebelum
panen. Biaya roguing ditanggung oleh petani mitra sebagai biaya operasional
yang wajib dibayar setiap musimnya.
Petani mitra menyerahkan hasil panen dengan Surat Pengantar Hasil
(SPH). SPH diperoleh setelah hasil panen melalui uji laboratorium, untuk
menentukan kadar air serta kotoran dari hasil panen tersebut. Satu SPH mewakili
satu kendaraan, yang berisi nama petani mitra, lokasi penanaman, luas lahan,
tanggal panen, total hasil panen bruto, total hasil panen netto setelah dikurangi
berat karung dan hasil panen, kadar air dan kotoran, serta harga yang ditetapkan
untuk hasil panen tersebut sesuai dengan hasil laboratorium. Penimbangan
dilakukan dua kali, pertama oleh petani sendiri, kemudian oleh perusahaan. SPH
ditandatangani oleh petani mitra, supervisor dan supir kendaraan. Pembayaran
hasil panen dilakukan berdasarkan kesepakatan sebelumnya, minimal satu minggu
setelah penyerahan hasil panen, tergantung dari kemampuan perusahaan. Lama
pembayaran menunggu pencairan dana perusahaan.

6.3 Surat Perjanjian Kerjasama


Surat Perjanjian Kerjasama (SPK) antara PT. SHS dengan petani
menetapkan luas areal lahan serta lokasi atau blok yang akan dikelola oleh petani
selama satu musim, dengan beberapa persyaratan atau ketentuan mengenai
kegiatan pembinaan dan pengawalan teknis, pembayaran benih, pembayaran bagi
hasil, pembayaran biaya operasional, kepemilikan hasil panen dan penjualan hasil
panen, pengelolaan areal lahan, serta sanksi bagi pelanggaran. SPK berisi poin
umum seperti Nomor SPK, tanggal penandatangan SPK, serta data pihak-pihak
yang bermitra. Dalam SPK, PT. SHS dinyatakan sebagai Pihak Pertama dan
petani mitra sebagai Pihak Kedua. Kesepakatan yang tercantum di dalam SPK
diantaranya:

76
1. PIHAK PERTAMA, wajib melakukan pembinaan dan pengawalan teknis
produksi yang dilaksanakan oleh PIHAK KEDUA.
2. PIHAK KEDUA diwajibkan membayar benih pokok sebanyak 25 Kg / Ha /
Musim kepada PIHAK PERTAMA.
3. PIHAK KEDUA diwajibkan membayar bagi hasil sebesar 1.200 Kg / Ha /
Musim kepada PIHAK PERTAMA.
4. PIHAK KEDUA membayar biaya operasional kerjasama sebesar Rp.
130.000,-/ Ha / Musim yang terdiri dari : Biaya Roguing, Sanitasi, Materai
dan PHT.
5. PIHAK KEDUA berhak atas semua hasil panen dan memasukkan/menjual
kepada PIHAK PERTAMA apabila dibutuhkan setelah dipotong kewajiban
bagi hasil.
6. PIHAK KEDUA diwajibkan mengelola areal dengan baik dan tidak
dipindah tangankan kepada orang lain maupun dijual belikan.
7. PIHAK KEDUA diwajibkan mematuhi ataupun mentaati persyaratan dan
ketentuan yang berlaku di PT. Sang Hyang Seri (Persero) yang tidak tertulis
dalam kontrak ini dalam hal pemanfaatan lahan.
8. PIHAK KEDUA bersedia diberhentikan sebagai petani kerjasama apabila
tidak mengikuti ataupun mentaati aturan dan ketentuan yang ada.
Di dalam Surat Perjanjian Kerjasama tidak disebutkan bahwa petani mitra
wajib menjual seluruh hasil panennya kepada PT. SHS. Petani menjual kepada
perusahaan ketika dibutuhkan. Jumlah benih yang dibeli oleh PT. SHS tergantung
dari kebutuhan benih PT. SHS. Setiap musimnya, PT. SHS menargetkan jumlah
produksi. Namun untuk memenuhi target produksi tersebut, peraturan tersebut
diperkuat oleh peraturan tidak tertulis bahwa petani tidak diperbolehkan untuk
menjual benih selain pada PT. SHS, kecuali untuk konsumsi, dimana jumlah hasil
panen mereka masih dapat memenuhi target PT. SHS. Peraturan tidak tertulis
lainnya yang telah disepakati oleh kedua belah pihak adalah mengenai penetapan
harga beli hasil panen, penetapan varietas, ketentuan luas lahan, penetapan tebar,
tanam, panen, penyediaan sarana produksi, kerjasama pembasmian tikus,
pembagian risiko budidaya, respon terhadap keluhan, pengangkutan hasil panen,
serta jangka waktu pembayaran hasil panen. Dalam SPK, PT. SHS menerapkan

77
sanksi bahwa petani mitra akan diberhentikan apabila melanggar kesepakatan baik
tertulis maupun tidak tertulis. Penerapan sanksi ini tidak serta merta dilakukan
pada pelanggaran pertama. Sebelum diberhentikan, PT. SHS akan memberikan
teguran terlebih dahulu kepada petani mitra. Apabila petani mitra tetap melakukan
pelanggaran barulah kemudia diberhentikan sebagai petani mitra oleh PT. SHS.

6.4 Evaluasi Pelaksanaan Kemitraan


Pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani mitra diatur dalam
suatu peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis. Peraturan tertulis terdapat
dalam Kontrak Kerjasama yang berlaku untuk setiap musim. Peraturan tertulis
maupun tidak tertulis mengatur hak dan kewajiban dari petani mitra maupun dari
PT. SHS. Berdasarkan uraian hak dan kewajiban, dapat dievaluasi pelaksanaan
kemitraan tersebut. Keenam belas poin kerjasama yang digunakan untuk
mengevaluasi kemitraan ditentukan berdasarkan peraturan tertulis dan peraturan
tidak tertulis. Poin-poin tersebut adalah pembinaan dan pengawalan teknis,
pembayaran benih pokok, pembayaran bagi hasil, pembayaran biaya operasional,
penjualan hasil panen, pengelolaan areal, sanksi terhadap pelanggaran aturan,
ketentuan luas lahan garapan, penerapan jadwal tebar tanam panen, penyediaan
sarana produksi, kegiatan pembasmian tikus, penerapan harga beli hasil panen
oleh PT. SHS, pembagian risiko budidaya, respon terhadap keluhan,
pengangkutan hasil panen dan pembayaran hasil panen.
Secara ringkas, evaluasi pelaksanaan kemitraan dapat dilihat pada matriks
evaluasi, dimana dapat terlihat beberapa peraturan yang tidak berjalan sesuai
perjanjian yang telah disepakati (Lampiran 3). Pelaksanaan kemitraan antara PT.
SHS dengan petani mitra dilihat dari kesepakatan baik tertulis maupun tidak
tertulis adalah:
A. Peraturan Tertulis.
1. Pembinaan dan Pengawalan Teknis.
PT. SHS diwajibkan untuk melakukan pembinaan dan pengawalan teknis
produksi. Pembinaan dan Pengawalan Teknis Produksi mewakili frekuensi
kegiatan pembinaan serta pengawalan teknis yang dilakukan oleh PT. SHS
serta menilai kualitas SDM yang dimiliki PT. SHS dalam memberikan

78
pembinaan dan pengawalan. Pembinaan dan pengawalan teknis dilakukan
hampir setiap hari oleh PT. SHS. Hal ini cukup mudah dilakukan, karena
lahan penangkaran benih padi merupakan milik PT. SHS dan berada di
wilayah PT. SHS. Dari seluruh lahan milik PT. SHS dibagi menjadi lima
wilayah, dimana setiap wilayah memiliki kepala wilayah atau supervisor.
Kepala wilayah inilah yang berperan melakukan pembinaan dan
pengawalan teknis. Petani di setiap wilayah pasti mengenal kepala
wilayahnya, dan terjalin komunikasi yang baik, sehingga aliran informasi
baik mengenai PT. SHS maupun mengenai budidaya dapat diterima oleh
petani. Pelaksanaan poin kerjasama ini telah sesuai dengan kesepakatan
kerjasama.
2. Pembayaran Benih Pokok.
Pembayaran benih pokok diatur di dalam kontrak, dimana petani mitra
diwajibkan membeli benih pokok 25 kg per hektar per musim dari PT.
SHS. Harga benih pokok pada musim tanam 2010/2011 adalah Rp 7.500
per kg. Pembelian benih pokok ke PT. SHS dimaksudkan untuk menjaga
kualitas benih yang dihasilkan. Jenis varietas yang ditanam ditentukan
oleh perusahaan. Petani diwajibkan untuk menanam padi sesuai dengan
varietas yang ditentukan oleh PT. SHS. Hal ini berdasarkan banyaknya
kebutuhan dari varietas padi itu sendiri. Varietas yang ditanam oleh PT.
SHS pada musim tanam 2010/2011 adalah Inpari 1, Situbagendit,
Ciherang, Inpago 3 SHS, Cigeulis, Inpara 3, Inpari 13, Mekongga dan
IR64. Varietas Inpago 3 SHS dan Inpari 13 hanya dibudidayakan pada
kegiatan swakelola. Sejauh ini, petani mitra selalu mematuhi ketentuan
tersebut sehingga pelaksanaan poin kerjasama ini telah sesuai dengan
kesepakatan kerjasama. Walaupun sebenarnya banyak petani yang sudah
mulai kurang menyukai varietas yang ditentukan oleh perusahaan.
Beberapa petani menyatakan bahwa kini banyak varietas lokal yang lebih
tinggi produktivitasnya.
3. Pembayaran Bagi Hasil.
Sesuai dengan Surat Perjanjian Kerjasama (SPK), petani mitra diwajibkan
untuk membayar bagi hasil sebesar 1.200 kg per hektar per musim sebagai

79
biaya sewa atas lahan yang digunakan. Pembayaran dilakukan ketika
panen dengan pemotongan hasil panen. Sejauh ini dalam pelaksanaannya
petani mematuhi kesepakatan kerjasama tersebut. Menurut petani bagi
hasil sebesar 1.200 kg per hektar per musim tidak memberatkan.
4. Pembayaran Biaya Operasional.
Pembayaran biaya operasional diatur di dalam SPK. Biaya operasional
terdiri dari biaya roguing, sanitasi, materai dan PHT. Biaya yang
dikenakan adalah sebesar Rp 130.000,00 per hektar per musim dan dibayar
setelah panen. Menurut petani biaya ini sudah cukup bahkan termasuk
murah, dan sejauh ini petani mematuhinya. Sehingga pelaksanaan poin
kerjasama ini telah sesuai dengan kesepakatan kerjasama.
5. Penjualan Hasil Panen.
Pada kontrak dinyatakan bahwa petani menjual dan memasukkan hasil
panennya ke PT. SHS bila dibutuhkan. Hal ini dimaksudkan bahwa hasil
panen yang dibeli oleh PT. SHS setiap musimnya tergantung dari
kebutuhan PT. SHS. Setiap musimnya PT. SHS memiliki target produksi.
Target inilah yang digunakan untuk menentukan berapa ton benih yang
harus diserahkan petani mitra per hektarnya. Namun ditambahkan dalam
peraturan tidak tertulis, bahwa petani diwajibkan menjual seluruh hasil
panennya kepada PT. SHS karena kebutuhan benih yang tinggi. PT. SHS
hanya mengizinkan petani mengambil hasil panen untuk konsumsi pribadi.
Namun dalam pelaksanaannya banyak petani yang menjual sedikit hasil
panennya ke tengkulak dengan alasan lebih cepat dalam pembayaran
sehingga pelaksanaan poin kerjasama ini kurang sesuai dengan
kesepakatan kerjasama. Selain itu, penjualan di luar PT. SHS tidak
menggunakan rafaksi harga, sehingga harga yang didapat bisa lebih tinggi
dibandingkan di PT. SHS.
6. Pengelolaan Areal Lahan.
Pengelolaan areal lahan diatur di dalam SPK. Petani diwajibkan untuk
mengelola lahan sebaik-baiknya dan tidak diperbolehkan memindah
tangankan tanpa diketahui oleh PT. SHS dan melalui prosedur yang telah
ditetapkan. Sejauh ini peraturan ini diikuti oleh petani sehingga

80
pelaksanaan poin kerjasama ini telah sesuai dengan kesepakatan
kerjasama. Namun penggunaan pupuk kimia (anorganik) yang berlebihan
oleh petani semakin menurunkan kualitas tanah. Kurangnya penggunaan
pupuk organik semakin menyebabkan tanah menjadi tidak subur.
7. Sanksi Terhadap Pelanggaran Aturan.
Sesuai dengan ketentuan yang tercantum di dalam SPK, petani yang tidak
mematuhi peraturan bersedia untuk diberhentikan dari kerjasamanya
dengan PT. SHS. Namun sebelum diberhentikan, PT. SHS akan
memberikan teguran terlebih dahulu. Sejauh ini, belum pernah ada petani
mitra yang diberhentikan karena melanggar peraturan.
B. Peraturan Tidak Tertulis
1. Ketentuan Luas Lahan Garapan.
Sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh PT. SHS, maksimal luas
lahan yang dapat disewa oleh petani adalah 2 hektar untuk setiap petani.
Hal ini terutama karena luas lahan PT. SHS yang terbatas dan banyaknya
petani yang berminat menjadi petani mitra. Peraturan ini pada dasarnya
telah dipatuhi dan pelaksanaannya sesuai dengan kesepakatan kerjasama,
namun terdapat beberapa petani yang tercatat menyewa lahan lebih dari 2
hektar. Menurut PT. SHS hal tersebut terjadi karena lokasi lahan yang
tanggung dan biasanya berada di pinggir.
2. Penerapan Jadwal Tebar, Tanam, Panen.
Penerapan kegiatan tebar, tanam, panen yang dilakukan oleh petani
semuanya diatur oleh PT. SHS. Petani melaksanakannya sesuai jadwal
yang telah ditetapkan oleh PT. SHS. Kelima wilayah memiliki waktu
tebar, tanam dan panen yang berbeda. Hal ini bertujuan agar terjadi
kontinuitas persediaan serta untuk mempermudah dalam panen,
pengangkutan, dan pengelolaan setelah panen. Kapasitas pabrik PT. SHS
kurang lebih 80 hektar per hari. Petani tidak dapat menentukan waktu
tebar, tanam dan panen sesuai keinginannya. Sejauh ini pelaksanaan poin
kerjasama telah sesuai dengan kesepakatan kerjasama.

81
3. Penyediaan Sarana Produksi.
PT. SHS menyediakan sarana produksi selain bibit seperti pupuk dan obat-
obatan dalam bentuk pinjaman. Namun menurut petani, pupuk dan obat-
obatan sering tidak tersedia ketika dibutuhkan. Selain itu, harganya lebih
tinggi bila dibandingkan dengan harga di kios. Hal ini disebabkan karena
pupuk dan obat-obatan yang disediakan oleh PT. SHS merupakan pupuk
dan obat-obatan yang tidak bersubsidi. Petani mitra tidak membeli pupuk
dan obat-obatan di PT. SHS. Para petani lebih memilih untuk membeli di
kios. Pelaksanaan poin kerjasama ini kurang sesuai dengan kesepakatan
kerjasama.
4. Kerjasama Pembasmian Tikus.
Kerjasama pembasmian tikus atau yang dikenal dengan istilah gropyok
tikus dilakukan oleh PT. SHS dengan petani karena banyak terdapat tikus
di wilayah lahan PT. SHS. Gropyok tikus dilakukan dua kali dalam
seminggu, yaitu pada hari rabu dan sabtu. Setiap petani wajib mengikuti
kegitan gropyok tikus. Namun beberapa petani menyatakan jarang
mengikuti gropyok tikus, terutama petani yang lahannya tidak diserang
tikus sehingga pelaksanaan poin kerjasama ini kurang sesuai dengan
kesepakatan kerjasama.
5. Penetapan Harga Beli Hasil Panen Oleh PT. SHS.
PT. SHS melakukan penetapan harga berdasarkan survei pada tiga desa
dan tiga varietas, yang sedang melaksanakan panen pada saat yang sama,
kemudian diambil harga rata-rata. Hal ini dilakukan agar harga beli tidak
berbeda jauh dengan harga di pasaran. Survei harga dilakukan seminggu
sekali, sehingga harga benih berubah-ubah sesuai harga pasar. Apabila
tidak ada pelaksanaan panen di desa sekitar, maka penetapan harga beli
dilakukan dengan musyawarah, antara PT. SHS dengan perwakilan petani
yang akan melaksanakan panen. Penetapan harga beli juga dipengaruhi
oleh kadar air serta kotoran yang dikandung gabah hasil panen, dimana
ketika musim kemarau kadar air normal yaitu 23 persen dan kadar kotoran
3 persen. Sedangkan pada musim hujan kadar air normal yaitu 25 persen
dan kadar kotoran 5 persen. Kadar air serta kotoran ini membentuk rafaksi

82
harga. Petani merasa sedikit dirugikan dengan adanya rafaksi harga,
namun hal ini dilakukan oleh PT. SHS untuk menjaga kualitas benih dan
meningkatkan motivasi petani agar menghasilkan benih padi dengan
kualitas yang bagus dan lebih memperhatikan kondisi benih ketika panen,
agar kadar air dan kotoran sesuai dengan kriteria perusahaan. Pelaksanaan
poin kerjasama ini telah sesuai dengan kesepakatan kerjasama.
6. Pembagian Risiko Budidaya.
Pembagian risiko budidaya tidak diatur dalam peraturan tertulis. Namun
PT. SHS menyatakan bahwa risiko yang bersifat kelalaian manusia
ditanggung oleh petani, sedangkan risiko yang tidak dapat dikendalikan
oleh manusia, seperti bencana alam, iklim, cuaca dan serangan hama
penyakit ditanggung bersama oleh petani mitra dan PT. SHS. Selama dua
musim, yaitu pada musim tanam 2009/2010 dan musim tanam 2010, PT.
SHS mengalami puso atau gagal panen karena serangan hama wereng. PT.
SHS tidak membebankan sepenuhnya kepada petani. Pembayaran bagi
hasil selama dua musim tidak perlu dilakukan, namun tetap dibayarkan
pada musim selanjutnya. Pelaksanaan poin kerjasama ini telah sesuai
dengan kesepakatan kerjasama.
7. Respon Terhadap Keluhan.
Petani menyampaikan keluhannya kepada PT. SHS melalui kepala
wilayah. Selanjutnya keluhan dilanjutkan ke bagian kebun, yaitu bagian
yang bertanggung jawab terhadap kemitraan. Menurut petani, belum ada
solusi nyata dari keluhan yang disampaikan, terutama mengenai
keterlambatan waktu pembayaran hasil panen sehingga pelaksanaan poin
kerjasama ini kurang sesuai dengan kesepakatan kerjasama.
8. Pengangkutan Hasil Panen.
Pengangkutan hasil panen difasilitasi oleh PT. SHS dengan menyediakan
truk. Namun biaya transportasi tetap ditanggung oleh petani, karena PT.
SHS menerima hasil panen di perusahaan. Musim ini terdapat kendala,
yaitu kurangnya jumlah truk pengangkut, sehingga banyak hasil panen
yang terbengkalai dan dibiarkan saja di lahan hingga lebih dari tiga hari
melewati jadwal sehingga tidak sesuai dengan kesepakatan kerjasama.

83
9. Pembayaran Hasil Panen
PT. SHS tidak menyatakan secara pasti berapa lama jangka waktu
pembayaran. Namun perusahaan menyatakan bahwa jangka waktu
pembayaran maksimal kurang lebih satu bulan. Pada kenyataannya banyak
petani yang mengeluhkan hal tersebut, karena pembayaran hasil panen
bahkan pernah terjadi setelah musim tanam selanjutnya. Menurut PT. SHS
pembayaran hasil panen menunggu pencairan dana. Pelaksanaan poin
kerjasama ini tidak sesuai dengan kesepakatan kerjasama.
Dari enam belas poin kerjasama terdapat enam poin yang pelaksanaannya
belum sesuai dengan kesepakatan. Keenam poin tersebut adalah penjualan hasil
panen, penyediaan sarana produksi, kegiatan pembasmian tikus, respon terhadap
keluhan, pengangkutan hasil panen serta pembayaran hasil panen.

6.5 Kendala-kendala di Dalam Pelaksanaan Kemitraan


Pelaksanaan kemitraan tidak selalu berjalan sesuai dengan kesepakatan
karena banyak kendala-kendala yang ditemui di lapangan. Uraian kendala-kendala
yang dihadapi petani mitra berdasarkan pendekatan poin kerjasama pada evaluasi
kemitraan dapat dilihat pada Lampiran 4. Kendala-kendala yang terjadi di dalam
pelaksanaan kemitraan antara PT. SHS dengan petani mitra diantaranya:
1. Kurangnya pertemuan rutin untuk pembinaan.
2. Masih terdapat petani yang menjual hasil panennya selain ke PT. SHS,
karena pembayarannya yang lebih cepat dibandingkan bila menjual ke PT.
SHS.
3. Banyaknya penggunaan pupuk anorganik yang menurunkan kesuburan
tanah.
4. Kurangnya ketersediaan sarana produksi ketika dibutuhkan oleh petani.
Selain itu harga sarana produksi yang cukup tinggi, karena bukan
merupakan sarana produksi yang bersubsidi.
5. Masih terdapat petani yang tidak mengikuti kegiatan pembasmian
(gropyok) tikus
6. Masih terdapat petani yang merasa bahwa rafaksi harga merugikan.

84
7. Belum adanya solusi nyata dari keluhan petani seperti keterlambatan
pembayaran hasil panen.
8. Kurangnya sarana pengangkutan hasil panen.
9. Keterlambatan pembayaran hasil panen oleh PT. SHS

6.6 Manfaat Kemitraan


Petani bergabung ke dalam kemitraan terutama agar memperoleh manfaat
dari keberadaan kemitraan itu sendiri. Walaupun terdapat beberapa kendala di
dalam pelaksanaan kesepakatan kerjasama, namun para petani masih merasakan
manfaat dari kemitraan.

Tabel 22. Manfaat Kemitraan PT. Sang Hyang Seri dengan Petani Mitra
Manfaat Kemitraan Jawaban Responden Persentase (%)
1. Modal
a. Mendapatkan bantuan modal 30 100
b. Tidak ada bantuan modal 0 0
Jumlah 30 100
2. Kepastian Harga
a. Harga tetap/stabil 0 0
b. Harga berubah 30 100
Jumlah 30 100
3. Pemasaran
a. Mendapatkan jaminan pasar 30 100
b. Tidak ada jaminan pasar 0 0
Jumlah 30 100
4. Pendapatan
a. Meningkatkan pendapatan 30 100
b. Tidak ada pengaruh 0 0
Jumlah 30 100
5. Pengetahuan
a. Mendapatkan tambahan pengetahuan 11 36,67
dan ketrampilan
b. Tidak ada pengaruh 19 63,33
Jumlah 30 100
6. Risiko
a. Risiko usaha ditanggung bersama 0 0
b. Tidak ada pengaruh 30 100
Jumlah 30 100

85
Berdasarkan jawaban responden, manfaat yang diperoleh petani dari
pelaksanaan kemitraan, antara lain:
1. Mendapatkan Bantuan Modal
Modal merupakan hal yang paling penting dalam pelaksanaan
suatu usaha. Bantuan modal yang diberikan PT. SHS adalah bantuan biaya
panen. 100 persen petani menyatakan dengan bergabung dalam kemitraan,
mereka memperoleh bantuan modal panen. Bantuan pinjaman modal
panen yang diberikan oleh PT. SHS sebesar Rp 1.500.000,00 per hektar
per musim.
2. Mendapatkan Jaminan Pasar
Salah satu manfaat yang dirasakan oleh seluruh petani adalah
adanya jaminan pasar. 100 persen petani mitra menyatakan bahwa dengan
bermitra mereka tidak perlu mengkhawatirkan penjualan hasil
produksinya, karena PT. SHS memberi jaminan pasar bagi petani mitra
untuk menjual hasil produksinya. Karena adanya rafaksi harga, semua
hasil panen akan tetap dibeli walaupun harganya mungkin lebih rendah.
Selain itu, walaupun PT. SHS memiliki target, apabila petani ingin
menjual seluruh hasil panennya, PT. SHS akan tetap membelinya.
3. Pendapatan Meningkat
Meningkatnya pendapatan dirasakan oleh seluruh petani yang
bermitra dengan PT. SHS. Sebanyak 100 persen petani mitra menyatakan
walaupun banyak kendala serta permasalahan yang dihadapi, namun tidak
dapat dipungkiri bahwa dengan menjadi petani mitra pendapatan mereka
meningkat. Bahkan beberapa petani yang dulunya hanya bekerja sebagai
petani buruh, kini dengan bermitra dapat memiliki lahan sendiri secara
sewa dan mengelola lahannya sendiri. Bila hasil produksi mereka
memenuhi standar kualitas PT. SHS maka pendapatan mereka lebih tinggi,
karena harga beli lebih tinggi dibandingkan harga dipasaran.
4. Mendapatkan tambahan pengetahuan dan ketrampilan bertani serta
teknologi
Sebanyak 36,67 persen petani mitra menyatakan bahwa dengan
bergabung di dalam kemitraan PT. SHS mereka mendapatkan tambahan

86
pengetahuan dan ketrampilan bertani melalui pembinaan yang dilakukan
perusahaan. Walaupun begitu 63,33 persen responden petani menyatakan
bahwa mereka tidak mendapatkan tambahan pengetahuan dan ketrampilan
karena merasa sudah lebih mengetahuinya.
Diantara keenam manfaat kemitraan, dua di antaranya tidak dirasakan oleh
seluruh petani, yaitu kepastian harga dan pembagian risiko usaha. PT. SHS dalam
menetapkan harga beli melakukan survei pasar, sehingga harga berubah-ubah
setiap musimnya. Penerapan rafaksi harga menyebabkan terjadinya
ketidakstabilan harga. Harga beli tergantung dari kualitas benih yang petani
hasilkan. Sedangkan untuk pembagian risiko budidaya, PT. SHS menyerahkan
seluruh risiko budidaya untuk ditanggung petani, apabila memang berasal dari
kelalaian manusia. Apabila kegagalan budidaya diakibatkan oleh bencana alam,
maka perusahaan akan meringakan beban petani dengan tidak membayar bagi
hasil pada musim tersebut. Namun bagi hasil tersebut tetap menjadi hutang dan
harus dibayarkan pada musim selanjutnya, sehingga petani tidak merasakan
adanya pembagian risiko budidaya. Sedangkan manfaat kemitraan yang dirasakan
PT. SHS terutama adalah pemenuhan kebutuhan bahan baku dan ketersediaan
tenaga kerja.

87
VII ANALISIS KEPUASAN PETANI MITRA TERHADAP
PELAKSANAAN KEMITRAAN

7.1 Analisis Kepuasan Petani Mitra


Evaluasi kemitraan dapat juga dilihat dari tingkat kepuasan petani mitra
yang menjalankannya. Kepuasan petani terhadap kemitraan menunjukkan kualitas
pelayanan yang diberikan oleh perusahaan inti terhadap kemitraan. Atribut yang
digunakan dalam mengevaluasi kemitraan ditentukan berdasarkan lima dimensi
kualitas pelayanan (service quality) menurut Rangkuti (2003), yaitu keandalan
(reliability), ketanggapan (responsiveness), jaminan (assurance), empati
(emphaty) dan berwujud (tangible). Hasil penilaian ini akan menunjukkan atribut-
atribut apa saja yang perlu diperbaiki kinerjanya oleh perusahaan inti agar
meningkatkan kualitas pelayanan.

7.1.1 Tingkat Kesesuaian Atribut


Tingkat kesesuaian petani mitra merupakan persentase perbandingan
antara total skor kinerja atau kepuasan dengan total skor kepentingan atau
harapan. Skor kinerja atau kepuasan menunjukkan pelaksanaan serta pelayanan
yang telah diberikan PT. SHS selama kemitraan berlangsung berdasarkan masing-
masing atribut yang telah ditetapkan. Sedangkan skor kepentingan atau harapan
menunjukkan sejauh mana harapan dan keinginan petani terhadap jalannya
kemitraan sesuai dengan atribut yang telah ditetapkan. Petani responden dianggap
puas terhadap kinerja suatu atribut bila tingkat kesesuaiannya lebih dari atau sama
dengan seratus persen. Sebaliknya bila tingkat kesesuain atribut kurang dari
seratus persen maka petani responden belum puas terhadap kinerja atribut
tersebut. Tingkat kesesuaian atribut pelayanan kemitraan antara PT. SHS dan
petani mitra disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23. Tingkat Kesesuaian Atribut Pada Responden Petani Mitra
Tingkat
Skor Skor
No Atribut Kesesuaian
Kepentingan Kinerja
(%)
1 Prosedur Penerimaan Mitra 3,33 3,43 103
2 Kualitas Benih Pokok 3,47 2,77 79,81
3 Harga benih pokok 3,13 2,00 63,83
4 Harga sarana produksi 3,33 1,63 48,99
5 Ketersediaan dan kemudahan dalam
memperoleh sarana produksi 3,33 1,83 55
6 Frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma 2,47 1,50 60,81
7 Pelayanan dan materi yang diberikan
dalam pembinaan plasma 2,90 2,63 90,81
8 Respon inti terhadap keluhan petani 3,40 2,40 70,59
9 Bantuan inti dalam menangulangi hama
dan penyakit tanaman 3,13 2,70 86,17
10 Pengetahuan dan kemampuan komunikasi
3,40 3,30 97,06
pendamping
11 Pendamping mudah ditemui dan
dihubungi 3,23 3,53 109,28
12 Bantuan biaya panen 3,50 2,73 78,10
13 Ketepatan waktu pemberian biaya panen 3,50 3,13 89,52
14 Penyediaan sarana transportasi untuk
panen
3,57 2,23 62,62
15 Harga beli gabah benih sebar oleh inti 3,60 2,23 62,04
16 Ketepatan waktu pembayaran hasil panen 3,63 1,50 41,28
oleh inti

Dari Tabel 23 diketahui bahwa dari enam belas atribut hanya dua atribut
yang memiliki tingkat kesesuain atribut lebih dari seratus persen, yaitu prosedur
penerimaan petani mitra serta pendamping yang mudah ditemui dan dihubungi.
Hal ini menunjukkan bahwa petani mitra sudah puas dengan kinerja dari kedua
atribut tersebut. Sedangkan atribut ketepatan waktu pembayaran hasil panen oleh
inti memiliki tingkat kesesuain atribut yang paling rendah. Hal ini menunjukkan
bahwa petani masih belum puas dengan waktu pembayaran hasil panen yang
sering terlambat.
Untuk meningkatkan kualitas pelayanannya, perusahaan harus mampu
memahami apa yang diinginkan oleh petani mitra berkaitan dengan upaya
memuaskan kebutuhannya. Karena itu perlu dilihat seberapa penting atribut-
atribut pelayanan yang telah diberikan kepada petani, serta seberapa puas petani
akan pelaksanaan atribut-atribut pelayanan tersebut.

89
7.1.2 Importance Performance Analysis (IPA)
Tabel 24. Koordinat Atribut Kepuasan
Kepentingan Kepuasan
No Atribut Kuadran
(X) (Y)
Input
Prosedur Penerimaan Mitra
1 3,33 3,43 II
(responsiveness)
2 Kualitas Benih Pokok (tangible) 3,47 2,77 II
3 Harga benih pokok (tangible) 3,13 2,00 III
4 Harga sarana produksi (tangible) 3,33 1,63 I
Ketersediaan dan kemudahan dalam
5 3,33 1,83 I
memperoleh sarana produksi (tangible)
Produksi
Frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma
6 2,47 1,50 III
(reliability)
Pelayanan dan materi yang diberikan dalam
7 2,90 2,63 IV
pembinaan plasma (reliability)
Respon inti terhadap keluhan petani
8 3,40 2,40 I
(responsiveness)
Bantuan inti dalam menangulangi hama
9 3,13 2,70 IV
dan penyakit tanaman (responsiveness)
Pengetahuan dan kemampuan komunikasi
10 3,40 3,30 II
pendamping (assurance)
Pendamping mudah ditemui dan dihubungi
11 3,23 3,53 IV
(emphaty)
Output
12 Bantuan biaya panen (reliability) 3,50 2,73 II
Ketepatan waktu pemberian biaya panen
13 3,50 3,13 II
(responsiveness)
Penyediaan sarana transportasi untuk panen
14 3,57 2,23 I
(tangible)
15 Harga beli hasil panen (reliability) 3,60 2,23 I
Ketepatan waktu pembayaran hasil panen
16 3,63 1,50 I
oleh inti (responsiveness)
Rata-rata 3,31 2,47

90
Metode IPA digunakan untuk menggolongkan atribut-atribut pelayanan
kemitraan ke dalam skala prioritas, sehingga dapat diukur sejauh mana kinerja
atribut pelayanan yang dilaksanakan oleh PT.SHS, serta sejauh mana pelaksanaan
atribut tersebut yang mempengaruhi harapan petani, sehingga petani merasa puas.
Berdasarkan Tabel 24 diketahui bahwa hasil nilai rata-rata untuk tingkat
kepentingan adalah 3,31. Atribut-atribut dengan nilai kepentingan berada di atas
rata-rata berjumlah 11 atribut. Sedangkan untuk tingkat kepuasan didapat nilai
rata-ratanya adalah 2,47. Atribut dengan nilai kepuasan berada di atas rata-rata
berjumlah 8 atribut. Untuk dapat melihat posisi atribut di dalam skala prioritas,
maka digunakan matriks kepentingan-kepuasan. Posisi koordinat (X,Y) suatu
atribut dalam matriks ditentukan dari skor kepentingan dan skor kepuasan, di
mana skor kepuasan menjadi koordinat X dan skor kepentingan menjadi koordinat
Y.
Matriks kepentingan-kepuasan menggolongkan atribut ke dalam empat
kuadran, yaitu kuadran I, kuadran II, kuadran III dan kuadran IV. Atribut yang
berada pada kuadran I merupakan atribut dengan prioritas utama, dimana petani
merasa bahwa atribut tersebut penting pengaruhnya bagi kepuasan petani, namun
PT. SHS belum melaksanakannya sesuai dengan harapan petani sehingga petani
merasa tidak puas. Atribut yang berada pada kuadran II merupakan atribut yang
harus dipertahankan prestasinya, karena merupakan atribut yang dianggap penting
oleh petani mitra dan telah dilaksanakan oleh PT. SHS sesuai dengan yang
diharapkan sehingga sangat memuaskan. Atribut yang berada pada kuadran III
merupakan atribut prioritas rendah, karena kurang dianggap penting oleh petani
mitra dan pelaksanaannya oleh PT. SHS biasa-biasa saja. Sedangkan atribut yang
berada pada kuadran IV merupakan atribut yang dianggap berlebihan
pelaksanaannya oleh petani, karena dirasa kurang penting namun PT. SHS
melaksanakannya secara berlebihan. Diagram yang menggambarkan tingkat
kepentingan-kepuasan responden petani mitra dapat dilihat pada Gambar 13.

91
Scatterplot of Kepentingan vs Kepuasan
2,473
3,75
16 Kuadran II
Kuadran I 15
14
12 13
3,50 2
8 10
4 5 1
11 3,308
3,25
Kepentingan

3 9

3,00
7

2,75
Kuadran III Kuadran IV

2,50 6

1,5 2,0 2,5 3,0 3,5


Kepuasan

Gambar 13. Diagram Kartesius Hasil Perhitungan IPA

Keterangan:
1 = Prosedur penerimaan mitra
2 = Kualitas benih pokok
3 = Harga benih pokok
4 = Harga sarana produksi
5 = Ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi
6 = Frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma
7 = Pelayanan dan materi yang diberikan dalam pembinaan plasma
8 = Respon inti terhadap keluhan petani
9 = Bantuan inti dalam menanggulangi hama dan penyakit tanaman
10 = Pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping
11 = Pendamping mudah ditemui dan dihubungi
12 = Bantuan biaya panen
13 = Ketepatan waktu pemberian biaya panen
14 = Penyediaan sarana transportasi untuk panen
15 = Harga beli hasil panen
16 = Ketepatan waktu pembayaran hasil panen

Berdasarkan Gambar 13 dapat dilihat bahwa masih terdapat enam atribut


yang harus menjadi prioritas utama dalam meningkatkan kepuasan petani
terhadap jalannya kemitraan. Keenam atribut tersebut adalah harga sarana
produksi, ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi,
respon inti terhadap keluhan, penyediaan sarana transportasi untuk panen, harga

92
beli hasil panen dan ketepatan waktu pembayaran hasil panen. Atribut yang harus
dipertahankan kinerjanya adalah prosedur penerimaan petani mitra, kualitas benih
pokok, pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping, bantuan biaya
panen dan ketepatan pemberian bantuan biaya panen. Atribut dengan prioritas
rendah diantaranya adalah harga benih pokok dan frekuensi pelaksanaan
pembinaan plasma. Sebaliknya terdapat tiga atribut yang termasuk ke dalam
kategori berlebihan, yaitu pelayanan dan materi yang diberikan dalam pembinaan
plasma, bantuan inti dalam menanggulangi hama dan penyakit tanaman serta
pendamping mudah ditemui dan dihubungi. Berikut adalah penjelasan mengenai
keenam belas atribut berdasarkan analasisi IPA:
1. Prosedur Penerimaan Mitra
Menurut responden petani mitra, prosedur penerimaan mitra sudah
memuaskan dan tepat. Prosedur penerimaan mitra pada PT. SHS tergolong
tidak rumit dan pelayanannya sangat ramah. Selain itu persyaratan yang
harus dipenuhi cukup mudah. Walaupun tidak berhubungan langsung
dengan kegiatan usahatani, namun prosedur penerimaan mitra
berhubungan dengan kenyamanan petani terhadap PT. SHS dan jalannya
kemitraan. Atribut ini berada pada kuadran II, dimana perusahaan inti
harus mempertahankan kinerja atribut tersebut karena pelaksanaannya
yang dianggap sangat penting dan sangat memuaskan.
2. Kualitas Benih Pokok
Kualitas benih pokok yang diberikan oleh PT. SHS sangat
memuaskan petani mitra. Walaupun dipengaruhi oleh faktor-faktor
lainnya, namun kualitas benih pokok jelas merupakan faktor utama
keberhasilan suatu usahatani. Petani mitra menyatakan hasil panennya
dapat mencapai enam ton per hektar bahkan lebih setiap musimnya.
Kualitas benih milik PT. SHS memang sudah tidak diragukan lagi, karena
perusahaan juga dituntut untuk menghasilkan benih sebar dengan kualitas
tinggi pula. Atribut ini berada pada kuadran II, dimana perusahaan inti
harus tetap mempertahankan kualitas benih pokoknya, karena dianggap
sangat penting dan dianggap sudah sangat memuaskan.

93
3. Harga Benih Pokok
Harga benih pokok termasuk ke dalam atribut prioritas rendah pada
kuadran III, karena dianggap kurang penting pengaruhnya bagi petani dan
pelaksanaanya oleh perusahaan yang biasa-biasa saja. Petani menganggap
bahwa harga beli benih pokok yang ditawarkan PT. SHS sudah tepat dan
bukan merupakan masalah, karena harga benih pokok sesuai dengan
kualitas benih itu sendiri. Bila dibandingkan dengan harga pasaran, harga
benih pokok PT. SHS memang sedikit lebih mahal, sehingga menjadi
kurang memuaskan. Hal ini dapat diatasi dengan menurunkan harga benih
pokok.
4. Harga sarana produksi
Atribut ini berada pada kuadran I yang merupakan prioritas utama
dalam peningkatan kepuasan petani mitra. Atribut ini dinilai penting oleh
petani, karena petani berharap mendapatkan harga sarana produksi yang
jauh lebih murah dibandingkan bila membeli di kios. Namun pada
kenyataannya, PT. SHS menyediakan sarana produksi dengan harga yang
jauh lebih mahal. Menurut PT. SHS hal ini dikarenakan sarana produksi
yang dijual oleh PT. SHS tidak bersubsidi seperti yang dijual di kios-kios.
Karena itu PT. SHS tidak pernah memaksa petani untuk membeli sarana
produksi di perusahaan. Namun petani menyatakan bahwa akan lebih baik
bila perusahaan menyediakan sarana produksi dengan harga yang jauh
lebih murah dan berkualitas.
5. Ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi
Ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh sarana produksi
merupakan atribut yang menjadi prioritas utama dan terdapat pada kuadran
I. Karena sebagian besar responden mengharapkan ketersediaan serta
kemudahan dalam memperoleh sarana produksi dari PT. SHS. Sedangkan
pada kenyataannya, tidak jarang PT. SHS tidak memiliki stok sarana
produksi atau tidak menyediakan jenis pupuk atau pestisida yang
diinginkan petani, sehingga tidak memuaskan.

94
6. Frekuensi pelaksanaan pembinaan plasma
Menurut responden petani mitra, atribut ini kurang penting
pengaruhnya bagi petani, karena pelaksanaan pembinaan dirasa kurang
perlu bagi petani. Para petani menganggap bahwa mereka sudah terbiasa
dan mampu melakukan usahatani penangkaran benih padi secara benar,
karena sudah berpengalaman. PT. SHS pun termasuk jarang melakukan
pembinaan plasma. Sehingga atribut ini termasuk ke dalam atribut prioritas
rendah pada kuadran III, karena kurang penting dan kurang memuaskan.
7. Pelayanan dan materi yang diberikan dalam pembinaan plasma
Atribut ini berada pada kuadran IV dimana pelaksanaanya
dianggap berlebihan. Responden petani merasa pemberian materi
pembinaan kurang penting, karena menganggap dirinya sudah
berpengalaman dalam usahatani penangkaran benih padi. Walaupun begitu
PT. SHS, dalam pelaksanaannya memberikan pembinaan serta penyuluhan
terutama dalam pengenalan teknologi-teknologi baru seperti penggunaan
threser, serta memperkenalkan padi hibrida kepada petani. Penyuluhan-
penyuluhan mengenai budidaya serta penggunaan pupuk dan pestisida
juga sering diadakan dengan mendatangkan produsen sarana produksi
tertentu, sehingga atribut ini dirasa sangat memuaskan, walaupun dianggap
kurang penting pada awalnya.
8. Respon inti terhadap keluhan petani
Dalam merespon keluhan petani, kinerja PT.SHS dianggap belum
memuaskan oleh petani mitra padahal atribut ini sangat penting
pengaruhnya bagi petani. Sehinggu atribut ini berada pada kuadran I yaitu
kuadran prioritas utama. Walaupun PT. SHS melalui pendamping lapang
selalu siap memberikan arahan serta respon terhadap keluhan petani,
namun petani mengharapkan adanya solusi nyata dari permasalahan
tersebut, terutama mengenai masalah ketepatan pembayaran hasil panen.
Untuk keluhan lain seperti harga dan ketersediaan sarana produksi, serta
harga beli hasil panen, PT. SHS memberikan respon yang dianggap kurang
memuaskan bagi petani.

95
9. Bantuan inti dalam menanggulangi hama dan penyakit tanaman
Atribut ini berada pada kuadran IV dimana petani merasa bahwa
pelaksanaannya kurang penting pengaruhnya bagi petani, namun PT. SHS
melaksanakannya secara berlebihan. Contohnya dalam penanggulangan
tikus, PT. SHS mengadakan wajib gropyok tikus, tetapi dalam
pelaksanaannya tidak semua petani merasa hal ini penting, karena tidak di
semua lokasi lahan PT. SHS terdapat hama tikus. Namun hal ini dirasa
memuaskan petani. PT. SHS juga sering mengadakan pembinaan yang
mendatangkan perusahaan-perusahaan produsen pestisida untuk
memberikan penyuluhan mengenai penggunaan pestisida yang tepat.
Sedangkan petani merasa mereka sudah bisa melakukannya dengan benar.
10. Pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping
Menurut petani pengetahuan dan kemampuan komunikasi
pendamping sangatlah penting untuk menunjang kegiatan usahatani.
Atribut ini berada pada kuadran II, dimana PT. SHS dianggap telah
memberikan pelayanan yang memuaskan melalui pendamping lapangnya,
sehingga wajib untuk terus dipertahankan. Pendamping mampu menjawab
pertanyaan-pertanyaan petani, memberikan masukan dan memberikan
respon yang baik terhadap semua keluhan petani. Pendamping juga
mampu berkomunikasi menggunakan bahasa daerah, serta mampu
menjelaskan dengan baik sehingga mudah dimengerti oleh petani.
11. Pendamping mudah ditemui dan dihubungi
Atribut ini termasuk ke dalam kuadran IV yaitu kategori berlebihan
karena hampir setiap hari pendamping mendatangi lokasi lahan petani.
Petani menganggap atribut ini kurang penting mempengaruhi petani,
karena tidak perlu setiap hari pendamping datang ke lokasi karena petani
bisa mencari ke kantor yang lokasinya tidak jauh dari lokasi. Namun
petani merasa sangat puas, karena dapat kapan saja menemui pendamping,
terutama bila ada kendala atau masalah yang tiba-tiba terjadi.

96
12. Bantuan biaya panen
Atribut ini termasuk ke dalam kuadaran II dimana PT. SHS harus
mempertahakan kinerjanya yang sudah baik. Petani menganggap bantuan
biaya panen sangat penting karena membantu petani dalam kegiatan panen
dan sangat memuaskan. Bantuan biaya panen yang diberikan oleh PT. SHS
adalah sebesar Rp 1.500.000,00.
13. Ketepatan waktu pemberian biaya panen
Ketepatan waktu pemberian biaya panen termasuk ke dalam
kategori pertahankan prestasi pada kuadran II, dimana PT. SHS dianggap
telah memberikan bantuan panen sesuai dengan kebutuhan petani, yaitu
sebelum panen atau ketika panen. Atribut ini memberikan kepuasan dan
PT. SHS diharapkan mampu mempertahankan kinerjanya dengan baik.
14. Penyediaan sarana transportasi untuk panen
Atribut ini merupakan atribut prioritas utama pada kuadran I
dimana pelaksanaannya masih mengecewakan bagi petani namun sangat
mempengaruhi kepuasan petani. PT. SHS menyediakan truk sebagai
sarana pengangkutan hasil panen, namun dalam pelaksanaannya jumlah
truk yang disediakan tidak mencukupi, sehingga banyak petani yang sudah
panen namun belum bisa membawa hasil panennya ke perusahaan. Hal ini
mengakibatkan banyak petani yang harus bermalam di sawah untuk
menjaga hasil panennya. Panas serta hujan juga memperngaruhi kadar air
serta kotoran yang nantinya akan merugikan petani.
15. Harga beli hasil panen
Dalam menetukan harga beli PT. SHS melakukan rafaksi harga di
mana harga beli ditentukan berdasarkan kadar air serta kotoran yang
dikandung. Hal ini menyebabkan harga beli yang diterima petani jauh
lebih rendah dibanding di pasaran. Rafaksi harga dimaksudkan agar petani
lebih memperhatikan kualitas hasil panennya. Walaupun begitu atribut ini
termasuk ke dalam kuadran I dimana dalam pelaksanaannya belum sesuai
dengan keinginan petani. PT. SHS dapat membantu terutama dengan
melakukan kontrol mutu melalui penetapan SOP serta memperbanyak
jumlah truk panen, sehingga kualitas hasil panen tetap terjaga.

97
16. Ketepatan waktu pembayaran hasil panen
Ketepatan waktu pembayaran hasil panen merupakan hal yang
sangat penting dan mempengaruhi kepuasan petani. Atribut ini berada
pada kuadran I yaitu kuadran prioritas utama. Dalam pelaksanaanya PT.
SHS sering terlambat memberikan pembayaran untuk hasil panen sehingga
memberikan rasa tidak puas bagi petani. Keterlambatan pembayaran hasil
panen disebabkan karena PT. SHS menunggu pencairan dana dari pusat.
Menurut petani, keterlambatan pembayaran dapat terjadi lebih dari satu
bulan bahkan hingga musim tanam berikutnya. Uang atau modal
merupakan hal yang sangat penting dalam suatu usahatani sehingga hal ini
sangat merugikan petani mitra. Permasalahan ini dapat diatasi melalui
pengalokasian dana yang tepat oleh perusahaan.

7.1.3 Tingkat Kepuasan Petani Terhadap Keseluruhan Pelayanan dalam


Kemitraan
Untuk mengukur tingkat kepuasan petani mitra secara keseluruhan
digunakan alat analisis CSI (Customer Satisfaction Index). Pada penelitian ini
petani mitra dianggap sebagai konsumen dari pelayanan jasa kemitraan yang
diberikan oleh PT. SHS. Tingkat kepuasaan secara keseluruhan diukur
berdasarkan rataan total dari tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan.
Berdasarkan hasil perhitungan CSI, diperoleh hasil CSI untuk keseluruhan atribut
pelayanan kemitraan adalah sebesar 62,08 persen. Angka tersebut menunjukkan
bahwa secara keseluruhan petani mitra merasa cukup puas terhadap jalannya
kemitraan, karena nilai tersebut berada pada selang 0,51-0,65. Hal ini
menunjukkan bahwa pelayanan dalam kemitraan belum maksimal, untuk itu perlu
dilakukan perbaikan atribut pelayanan terutama atribut yang berada pada kuadran
prioritas utama. Hasil analisis tingkat kepuasan dapat dilihat pada Tabel 25.

98
Tabel 25. Customer Satisfaction Index (CSI)
Rataan Tingkat Rataan Tingkat
Atribut WF (%) WS
Kepentingan Kepuasan
1 3,333333 6,297228748 3,433333 0,216204833
2 3,466667 6,549119183 2,766667 0,181192319
3 3,133333 5,919394985 2,000000 0,118387900
4 3,333333 6,297228748 1,633333 0,102854715
5 3,333333 6,297228748 1,833333 0,115449173
6 2,466667 4,659950369 1,500000 0,069899256
7 2,900000 5,478589559 2,633333 0,144269507
8 3,400000 6,423173965 2,400000 0,154156175
9 3,133333 5,919394985 2,700000 0,159823665
10 3,400000 6,423173965 3,300000 0,211964741
11 3,233333 6,108311867 3,533333 0,215826999
12 3,500000 6,612090847 2,733333 0,180730461
13 3,500000 6,612090847 3,133333 0,207178824
14 3,566667 6,738036064 2,233333 0,150482783
15 3,600000 6,801007728 2,233333 0,151889150
16 3,633333 6,863979392 1,500000 0,102959691
Total 52,933332 100 39,566664 2,483270191
Customer Satisfaction Index (%) 62,08175477

99
VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI
PENANGKARAN BENIH PADI BERSERTIFIKAT PADA
PETANI MITRA DAN NON MITRA

Penelitian ini menganalisis perbandingan usahatani penangkaran benih


padi pada petani yang melakukan kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri dan
petani non mitra di Kabupaten Subang. Responden petani yang digunakan dalam
penelitian ini adalah petani mitra dan non mitra yang melakukan usahatani pada
musim tanam 2010/2011 dengan periode panen antara bulan Februari-April 2011.
Pengambilan periode panen ini dilakukan karena penulis melakukan penelitian
pada selang bulan tersebut.

8.1 Gambaran Usahatani Penangkaran Benih Padi


Penangkaran Benih Padi merupakan salah satu kegiatan usahatani yang
dilakukan di Kabupaten Subang dan merupakan kegiatan usahatani utama di PT.
SHS. Di daerah sekitar PT. SHS terdapat beberapa penangkar benih mandiri yang
tergabung dalam Gapoktan ataupun Kelompok Tani. Dalam memproduksi benih
padi, gapoktan-gapoktan ini tidak bermitra dengan PT. SHS. Walaupun begitu,
Kelompok Tani yang menghasilkan benih padi dengan kelas benih yang sama
dengan PT. SHS, yaitu kelas benih sebar, hanyalah Kelompok Tani Katiga.
Gapoktan maupun kelompok tani lainnya memutuskan untuk tidak lagi
menghasilkan benih padi kelas benih sebar, karena kesulitan bersaing dengan PT.
Sang Hyang Seri. Mereka lebih memilih untuk memproduksi benih kelas benih
pokok yang setingkat di atas kelas benih sebar, disamping karena keuntungannya
yang dianggap lebih tinggi. Kelompok Tani Katiga merupakan kelompok tani
yang berada di Kecamatan Subang, Kabupaten Subang. Dalam menjalankan
usahatani penangkaran benih padi, kelompok tani ini tidak melakukan kemitraan
dengan PT. Sang Hyang Seri. Begitu juga dengan para anggotanya yang tidak
melakukan kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri maupun perusahaan produsen
benih lainnya.
Walaupun begitu, belum banyak petani yang melakukan kegiatan
usahatani penangkaran benih padi bersertifikat. Petani responden memiliki alasan
yang berbeda-beda untuk memulai melakukan usahatani penangkaran benih padi.
Pada petani mitra, alasan utama para responden melakukan usatani penangkaran
tersebut karena tertarik dengan lahan sewa. Petani responden merasa bahwa sitem
kemitraan inti plasma ini memberikan kesempatan pada mereka untuk memiliki
lapangan pekerjaan. Sedangkan petani non mitra tertarik melakukan usahatani
penangkaran terutama karena tinggi pendapatannya serta banyak diusahakan di
daerah sekitar. Kegiatan penangkaran benih di daerah Kecamatan Subang
diperkenalkan oleh Kelompok Tani Katiga kepada warga sekitar. Alasan petani
responden melakukan penangkaran benih padi secara rinci dapat dilihat pada
Tabel 26.

Tabel 26. Alasan Petani Responden Melakukan Usahatani Penangkaran Benih


Padi
∑ petani ∑ petani non
Alasan % %
mitra mita
Pekerjaan Utama
- Iya 24 80 26 86,67
- Tidak 6 20 4 13,33
Total 30 100 30 100
Usaha Turun Temurun
- Iya 3 10 0 0
- Tidak 27 90 30 100
Total 30 100 30 100
Banyak diusahakan di daerah sekitar
- Iya 7 23,33 23 76,67
- Tidak 23 76,67 7 23,33
Total 30 100 30 100
Tinggi Pendapatannya
- Iya 25 83,33 30 100
- Tidak 5 16,67 0 0
Total 30 100 30 100
Pekerjaan Sampingan
- Iya 6 20 4 13,33
- Tidak 24 80 26 86,67
Total 30 100 30 100
Tertarik dengan Lahan Sewa
- Iya 27 90 0 0
- Tidak 3 10 30 100
Total 30 100 30 100

101
Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam usahatani penangkaran benih
padi meliputi: pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemupukan,
pemeliharaan, pemberian pestisida dan obat-obatan, roguing serta pemanenan.

8.1.1 Pengolahan Lahan


Pengolahan lahan untuk budidaya penangkaran benih padi dimulai dari
kegiatan penampingan, pemopokan, pembajakan, peleleran, babat galeng, serta
pemupukan dasar. Penampingan merupakan kegiatan sanitasi galengan.
Pemopokan merupakan kegiatan merapikan galengan. Pada petani mitra,
pembajakan lahan dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pembajakan I sebelum
persemaian, pembajakan II dan III setelah persemaian. Sedangkan petani non
mitra melakukan pembajakan sebanyak dua kali, yaitu pembajakan I sebelum
persemaian dan pembajakan II setelah persemaian. Setelah pembajakan,
selanjutnya dilakukan peleleran yaitu kegiatan meratakan tanah hasil pembajakan.
Babat galeng merupakan kegiatan membersihkan galengan dari rumput-rumput
atau tanaman lainnya. Sebagian besar petani baik mitra maupun non mitra kini
memilih untuk melakukan babat galeng dengan menggunakan pestisida jenis
herbisida. Kegiatan pemupukan dasar hanya dilakukan oleh sebagian kecil petani
mitra saja, sedangkan petani non mitra tidak ada yang melakukan kegiatan
pemupukan dasar. Pemupukan dasar dilakukan untuk memberikan nutrisi bagi
tanah sebelum dilakukan persemaian atau pembibitan.
Petani mitra maupun non mitra sebagian besar memberikan upah kepada
tenaga kerja untuk melakukan pengolahan lahan, mulai dari penampingan hingga
pemupukan dasar, namun beberapa petani juga menggunakan tenaga kerja dalam
keluarga untuk menghemat biaya yang dikeluarkan. Selain dalam bentuk upah
harian, tidak sedikit pula petani yang memberikan bayaran secara borongan.
Pembayaran secara borongan dapat dilakukan hanya pada setiap kegiatan, namun
bisa juga tiga kegiatan sekaligus, seperti penampingan, pemopokan dan peleleran.

102
Tabel 27. Kegiatan Pengolahan Lahan Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam
2010/2011
No Pengolahan Lahan Mitra Non Mitra
1 Penampingan
a. Upah harian 25 30
b. Borongan 5 0
Total 30 30
2 Pemopokan
a. Upah harian 25 11
b. Borongan 5 19
Total 30 30
3 Pembajakan
a. 3 kali 30 0
b. 2 kali 0 30
Total 30 30
4 Peleleran
a. Upah harian 29 11
b. Borongan 1 19
Total 30 30
5 Babat Galeng
a. Menggunakan tenaga kerja (orang) 1 9
b. Menggunakan obat (herbisida) 29 21
Total 30 30
6 Pemupukan Dasar
a. Melakukan 2 0
b. Tidak Melakukan 28 30
Total 30 30

Tabel 27 menunjukkan bahwa 100 persen responden melakukan


penampingan, pemopokan, pembajakan, peleleran dan babat galeng, baik untuk
petani mitra maupun non mitra. Seratus persen petani responden mitra melakukan
pembajakan sebanyak tiga kali. Sedangkan 100 persen petani non mitra
melakukan pembajakan dua kali. Kegiatan pembajakan dilakukan dengan
menggunakan mesin traktor. Petani yang tidak memiliki traktor menyewa traktor
secara borongan. Biaya borongan termasuk biaya sewa alat dan tenaga kerja.
Untuk kegiatan babat galeng, sebanyak 3,33 persen petani mitra dan 30 persen
petani non mitra memilih untuk menggunakan tenaga kerja orang, dengan alasan
lebih bersih bila dibandingkan ketika menggunakan herbisida. Sedangkan petani
yang menggunakan herbisida berpendapat bahwa penggunaan herbisida dianggap
lebih efektif. Sedangkan untuk kegiatan pemupukan dasar hanya 6,67 persen
petani mitra yang melakukan. Tidak ada petani non mitra yang melakukan
kegiatan pemupukan dasar. Penggunaan tenaga kerja harian termasuk di dalamnya
adalah tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Penggunaan TKDK terbanyak

103
adalah pada kegiatan seperti babat galeng dan persemaian, terutama pada petani
non mitra.

8.1.2 Persemaian (Pembibitan)


Benih yang digunakan oleh petani mitra berasal dari PT. SHS. Seperti
yang tercantum di dalam kontrak, petani mitra diwajibkan untuk membeli benih
pokok sebanyak 25 kg per hektar per musim dari PT. SHS. Varietas padi yang
ditanam ditentukan oleh perusahaan. Pada musim tanam 2010/2011, seluas
1658,90 hektar lahan kerjasama digunakan untuk menanam benih padi varietas
Ciherang. Petani mitra diwajibkan untuk menanam benih kelas benih pokok untuk
menghasilkan benih kelas benih sebar. Petani non mitra memperoleh benih dari
Kelompok Tani Katiga. Rata-rata penggunaan benih pada petani non mitra adalah
sebesar 22,864 kg per hektar. Pada penelitian ini, responden petani non mitra
adalah petani yang memproduksi benih kelas benih sebar dengan varietas yang
sama dengan petani mitra, yaitu Ciherang.
Pembibitan baik pada petani mitra maupun non mitra dilakukan sendiri
oleh petani. Lama pembibitan berkisar antara 20–27 hari untuk petani mitra dan
20–25 hari untuk petani non mitra. Pembibitan dilakukan dengan cara menyebar
benih di lahan persemaian dengan luas lahan persemaian berkisar antara 0,02-0,03
hektar.

8.1.3 Penanaman
Kegiatan penanaman baik pada petani mitra maupun non mitra dilakukan
petani dengan membayar tenaga kerja. Sistem pemberian upah dilakukan dengan
dua cara, yaitu upah harian dan borongan. Kegiatan penanaman pada petani mitra
dan non mitra dapat dilihat pada Tabel 28.

104
Tabel 28. Kegiatan Penanaman Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam
2010/2011
Penanaman Petani Mitra % Petani Non Mitra %
Upah Harian 1 3,33 1 3,33
Borongan 29 96,67 29 96,67
Total 30 100 30 100

Berdasarkan Tabel 28 diketahui bahwa baik pada petani mitra maupun non
mitra sebanyak 96,67 persen petani lebih memilih untuk memberikan upah secara
borongan. Menurut petani dengan memberikan upah secara borongan maka
pekerjaan akan lebih cepat diselesaikan oleh pekerja. Selain itu dinilai jauh lebih
murah. Sedangkan untuk pembayaran upah harian, 3,33 persen petani mitra
maupun non mitra memilih untuk membayar tenaga kerja harian agar
pekerjaannya lebih rapi, yaitu jarak tanam yang tepat, serta kedalaman yang tepat,
sehingga hasilnya lebih memuaskan.

8.1.4 Pemeliharaan Tanaman


Pemeliharaan tanaman dilakukan mulai dari penyulaman, pengairan,
penyiangan serta pengontrolan tanaman. Penyulaman dilakukan apabila bibit yang
ditanam tidak tumbuh. Pada musim tanam 2010/2011 untuk petani mitra maupun
non mitra, penyulaman dilakukan antara 0-4 kali, tergantung dari kondisi
tanaman. Apabila kondisi tanaman sangat baik, maka penyulaman tidak perlu
dilakukan, sebaiknya bila kondisi tanaman tidak baik, maka penyulaman bisa
dilakukan hingga empat kali. Seluruh petani mitra dan non mitra menggunakan
tenaga harian untuk melakukan penyulaman, dan tenaga kerja yang digunakan
sebagian besar adalah wanita. Kegiatan penyulaman dilakukan setengah hari
mulai dari jam 7 sampai jam 12. Kegiatan penyulaman secara rinci dapat dilihat
pada Tabel 29.

105
Tabel 29. Kegiatan Penyulaman Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam
2010/2011
Petani Non
Penyulaman Petani Mitra % %
Mitra
Tidak Melakukan 0 0 0 0
Satu Kali 13 43,33 11 36,67
Dua Kali 13 43,33 16 53,33
>Dua kali 4 13,33 3 10
Total 30 100 30 100

Pengairan dilakukan dengan pengaturan oleh ulu-ulu. Petani mitra


membayarkan dalam bentuk gabah sebanyak kurang lebih 25 kg per hektar, atau
membayar Rp 50.000 per hektar. Namun untuk petani non mitra, biaya untuk
pengairan cukup tinggi karena per hektarnya petani membayar sebanyak 70 kg per
hektar.
Penyiangan dilakukan sesuai dengan keadaan lahan, dimana sebagian
besar petani menggunakan tenaga kerja harian untuk melakukannya. Penggunaan
herbisida juga dilakukan pada kegiatan penyiangan. Untuk petani mitra 16,67
persen responden tidak melakukan penyiangan, karena lahannya yang tidak
banyak ditumbuhi gulma. Sedangkan 100 persen petani non mitra melakukan
penyiangan.
Pengontrolan tanaman dilakukan oleh petani sendiri, baik petani mitra
maupun non mitra. Pengontrolan tanaman dilakukan seminggu dua kali oleh 83,33
persen petani mitra dan 60 persen petani non mitra. Dan sisanya melakukan
pengontrolan setiap satu minggu. Petani non mitra lebih sedikit yang melakukan
pengontrolan seminggu dua kali, karena lebih banyak petani yang memiliki
pekerjaan lain.

106
Tabel 30. Kegiatan Pengontrolan Tanaman Pada Petani Mitra dan Non Mitra
Musim Tanam 2010/2011
Petani Non
Pengontrolan Petani Mitra % %
Mitra
Seminggu Dua Kali 25 83,33 18 60
Seminggu Sekali 5 16,67 12 40
Total 30 100 30 100

8.1.5 Pemupukan
Pemupukan pada tanaman padi dilakukan untuk meningkatkan kesuburan
tanah serta menyediakan unsur-unsur yang diperlukan oleh tanah serta tumbuhan.
Pemupukan dilakukan sebanyak 2-3 kali. Rata-rata pemupukan pertama dilakukan
ketika tanaman telah berumur 7-15 hari setelah tanam, pemupukan kedua pada
hari ke 25-30 setelah tanam dan pemupukan ketiga dilakukan ketika tanaman
berumur sekitar 35 hari setelah tanam. Petani mitra maupun non mitra
menggunakan pupuk organik serta pupuk anorganik. Pupuk organik yang
digunakan adalah pupuk cair, sedangkan pupuk anorganik yang digunakan seperti
Urea, TSP, SP-36, Phonska, NPK, KCl, ZA dan Boron.

Tabel 31. Kegiatan Pemupukan Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam
2010/2011
Pemupukan Petani Mitra Petani Non Mitra
3 kali 16 1
2 kali 14 26
1 kali 0 3
Total 30 30

Tabel 31 menunjukkan perbedaan jumlah frekuensi pemupukan. Petani


mitra melakukan pemupukan antara dua hingga tiga kali, sedangkan petani non
mitra melakukan pemupukan dengan frekuensi lebih kecil yaitu antara satu hingga
dua kali. Frekuensi pemupukan serta takaran pupuk dipengaruhi oleh kesuburan
lahan serta kebutuhan tanaman padi itu sendiri. Sedangkan untuk penggunaan
pupuk dapat dilihat pada Tabel 32.

107
Tabel 32. Penggunaan Pupuk Pada Petani Mitra dan Non Mita Musim Tanam
2010/2011
No Penggunaan Pupuk Mitra Non Mitra
1 Urea
- Menggunakan 30 27
- Tidak menggunakan 0 3
Total 30 30
2 TSP
- Menggunakan 9 17
- Tidak menggunakan 21 13
Total 30 30
3 SP-36
- Menggunakan 15 5
- Tidak Menggunakan 15 25
Total 30 30
4 Phonska
- Menggunakan 26 24
- Tidak Menggunakan 4 6
Total 30 30
5 NPK
- Menggunakan 4 3
- Tidak menggunakan 26 27
Total 30 30
6 ZA
- Menggunakan 2 0
- Tidak menggunakan 28 30
Total 30 30
7 KCl
- Menggunakan 1 3
- Tidak menggunakan 29 27
Total 30 30
8 Boron
- Menggunakan 1 0
- Tidak menggunakan 29 30
Total 30 30
9 Organik
- Menggunakan 1 1
- Tidak menggunakan 29 29
Total 30 30

Tabel 32 menunjukkan bahwa rata-rata para petani menggunakan pupuk


yang sama baik untuk petani mitra maupun non mitra. Jenis pupuk yang paling
banyak digunakan oleh petani mitra adalah urea, phonska dan SP-36, sedangkan
untuk petani non mitra jenis pupuk yang paling banyak digunakan adalah urea,
phonska dan TSP. Untuk jenis pupuk lainnya hanya sedikit petani yang
menggunakannya.

108
8.1.6 Penggunaan Obat-obatan
Pestisida atau obat-obatan yang digunakan oleh petani penangkar benih
baik petani mitra maupun non mitra digolongkan ke dalam golongan insektisida,
fungisida, herbisida, moluskisida dan ZPT (Zat Perangsang Tumbuh), dengan
variasi merek yang sangat beragam sesuai dengan selera masing-masing petani.
Penggunaan obat-obatan pada petani mitra dan non mitra dapat dilihat pada Tabel
33.

Tabel 33. Penggunaan Obat-obatan Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim
Tanam 2010/2011
Pestisida Petani Mitra Petani Non Mitra
1. Insektisida
- Menggunakan 30 28
- Tidak Menggunakan 0 2
Total 30 30
2. Herbisida
- Menggunakan 30 27
- Tidak Menggunakan 0 3
Total 30 30
3. Fungisida
- Menggunakan 24 25
- Tidak Menggunakan 6 5
Total 30 30
4. Moluskisida
- Menggunakan 4 1
- Tidak Menggunakan 26 29
Total 30 30
5. ZPT
- Menggunakan 18 15
- Tidak 12 15
Total 30 30

Insektisida digunakan untuk mengatasi hama tanaman yang berupa


serangga. Herbisida digunakan untuk mengatasi gulma atau tanaman pengganggu.
Moluskisida digunakan untuk mengatasi serangan keong. Fungisida digunakan
untuk mengatasi jamur, sedangkan ZPT (zat pengatur tumbuh) digunakan untuk
mengatur pertumbuhan padi agar sesuai dengan keinginan petani.

109
8.1.7 Roguing (Seleksi)
Roguing adalah kegiatan seleksi dan dilakukan untuk membuang rumpun-
rumpun tanaman yang ciri-ciri morfologisnya menyimpang dari ciri-ciri varietas
tanaman yang diproduksi benihnya. Kegiatan roguing pada petani mitra dilakukan
oleh PT. SHS sesuai jadwal yang telah ditetapkan sebanyak tiga kali, yaitu ketika
stadium vegetatif akhir (awal pertumbuhan tanaman) yaitu satu bulan setelah
tanam, stadium generatif awal (berbunga penuh) yaitu dua setengah bulan setelah
tanam dan ketika stadium generatif akhir (dua minggu sebelum panen).
Sedangkan pada petani non mitra roguing dilakukan hanya dua kali yaitu pada
stadium vegetatif akhir (awal pertumbuhan tanaman) dan ketika stadium generatif
akhir (sebelum panen). Roguing pada petani non mitra dilakukan oleh Kelompok
Tani Katiga.

8.1.8 Pemanenan
Pemanenan pada petani mitra dilakukan sesuai dengan jadwal yang
ditetapkan oleh PT. SHS. Kegiatan pemanenan meliputi penyabitan, penggebotan
(kegiatan memisahkan bulir padi atau gabah dari batangnya/merontokkan padi).
Kegiatan penggebotan dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan alat
(threser), atau secara manual dengan menggunakan tenaga kerja. Pada petani non
mitra, tidak ada responden yang menggunakan alat (threser). Responden non
mitra lebih memilih untuk melakukan penggebotan secara manual karena belum
begitu mengenal threser. Untuk petani mitra dan non mitra, biaya yang
dikeluarkan untuk kegiatan selanjutnya yaitu pengarungan, penimbangan, dan
transportasi. PT. SHS menyediakan truk sebagai sarana transportasi, sehingga
petani mitra hanya membayar sopir saja. Namun petani juga mengeluarkan biaya
angkut dari sawah hingga ke lokasi truk berada. Sedangkan pada petani non mitra,
biaya transportasi yang dikeluarkan adalah biaya pengangkutan dari sawah hingga
ke Kelompok Tani Katiga menggunakan tenaga kerja, karena lokasi sawah yang
tidak jauh dari lokasi Kelompok Tani Katiga.

110
8.2 Analisis Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi
Pendapatan usahatani didapat dari pengurangan antara penerimaan
usahatani dengan biaya produksi. Pendapatan usahatani dibagi menjadi dua yaitu
pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Biaya total adalah
penjumlahan antara biaya tunai dengan biaya diperhitungkan. Yang dimaksud
dengan biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan petani dalam bentuk uang tunai.
Sedangkan biaya diperhitungkan adalah biaya yang sebenarnya dikeluarkan oleh
petani, namun tidak dalam bentuk uang tunai. Bahkan petani menganggap
komponen-komponen biaya diperhitungkan bukan sebagai biaya, seperti biaya
tenaga kerja dalam keluarga dan biaya penyusutan peralatan. Oleh karena itu,
dalam penelitian ini akan dianalisis pendapatan usahatani atas biaya tunai dan
biaya total. Dengan mengetahui pendapatan total petani, maka dapat diketahui
keuntu ngan sebenarnya yang didapat petani bila biaya diperhitungkan
dimasukkan ke dalam perhitungan biaya.

8.2.1 Penerimaan Usahatani


Penerimaan usahatani yang didapat oleh petani mitra dan non mitra
berbeda sesuai dengan hasil produksi dan harga jual yang diberikan kepada petani.
Penerimaan yang diterima petani dibedakan menjadi penerimaan tunai dan
penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai diperoleh petani dari penjualan
hasil panen, sedangkan penerimaan diperhitungkan diperoleh dari hasil panen
yang digunakan untuk konsumsi pribadi. Pada petani mitra, penerimaan tunai
diperoleh dari penjualan hasil panen kepada PT. SHS sedangkan pada petani non
mitra, penerimaan tunai diperoleh dari penjualan hasil panen kepada Kelompok
Tani Katiga. Penerimaan usahatani pada petani penangkar benih padi baik petani
mitra maupun non mitra dapat dilihat pada Tabel 34.

111
Tabel 34. Penerimaan Usahatani pada Petani Mitra dan Petani Non Mitra Musim
Tanam 2010/2011
Hasil
Harga
Hasil Panen Konsumsi Penerimaan
Beli Hasil Penerimaan
Petani Panen yang Pribadi Diperhitung-
Panen Tunai
(kg) Dijual (kg) kan
(Rp)
(kg)
Petani
5185,25 5042,75 142,50 3057,72 15.441.299,37 438.732,84
Mitra
Petani
Non 4004,12 3.813,22 190,90 3.438,33 13.118.858,00 655.904,50
Mitra

Perbedaan harga jual antara petani mitra dan non mitra disebabkan karena
adanya rafaksi harga pada petani mitra. Penetapan harga jual dilakukan
perusahaan dengan melakukan survei pada tiga desa yang sedang melakukan
panen. Kemudia rafaksi harga ditetapkan berdasarkan kadar air serta kotoran yang
terkandung di dalam benih hasil panen, sehingga harga jual yang diterima petani
mitra berbeda-beda tergantung waktu panen serta kualitas hasil panennya. Survei
dilakukan setiap minggunya, sehingga setiap ketentuan rafaksi harga berlaku
untuk 7 hari. Sedangkan petani non mitra menerima harga jual sesuai dengan
waktu panennya saja.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa hasil panen petani non mitra
jauh lebih rendah dibandingkan petani mitra. Hal ini disebabkan karena ketika
musim tanam 2010/2011, lahan penangkaran benih petani non mitra sedang
diserang hama wereng, sehingga hasil panennya menurun. Hal ini berpengaruh
terhadap penerimaan petani mitra. Selain itu, penggunaan hasil panen untuk
konsumsi pribadi pada petani non mitra lebih tinggi dibandingkan petani mitra.
Dari hasil penjumlahan antara penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan
pada petani mitra, diperoleh penerimaan total petani mitra sebesar Rp
15.880.032,21 per hektar. Sedangkan dari hasil penjumlahan antara penerimaan
tunai dan penerimaan diperhitungkan, diperoleh penerimaan total petani non mitra
sebesar Rp 13.774.762,50 per hektar.

112
8.2.2 Biaya Usahatani
Biaya usahatani yang dikeluarkan untuk penangkaran benih padi berbeda
antara petani mitra dengan petani non mitra, baik biaya tunai maupun biaya
diperhitungkan. Biaya tunai yang dikeluarkan petani mitra meliputi biaya tenaga
kerja luar keluarga, tenaga kerja mesin, benih, pupuk, obat-obatan, pengairan,
pengangkutan, pembuatan pagar, operasional (roguing, sanitasi, PHT dan
materai), dan sewa lahan. Biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani non mitra
sedikit berbeda dengan petani mitra yaitu biaya tenaga kerja luar keluarga, tenaga
kerja mesin, benih, pupuk, obat-obatan, pengairan, pengangkutan, dan sewa lahan.
Biaya roguing tidak dikeluarkan oleh petani non mitra karena ditanggung oleh
pembeli. Sedangkan biaya diperhitungkan yang dikeluarkan oleh petani mitra dan
petani non mitra, yaitu biaya tenaga kerja dalam keluarga dan biaya penyusutan.

1. Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK)


Biaya yang paling banyak dikeluarkan oleh petani adalah biaya
tenaga kerja luar keluarga. TKLK terdiri dari pria dan wanita, namun tidak
dibedakan dalam pemberian upah. Perbedaan biaya TKLK berdasarkan
jam kerja, yaitu satu hari atau setengah hari. Istilah kerja satu hari adalah
ketika TKLK bekerja selama 8 jam dari jam 07.00 – 15.00. Sedangkan
kerja setengah hari adalah ketika TKLK bekerja selama 5 jam dari jam
07.00–12.00. Pembayaran upah kerja sehari biasanya diberikan untuk
kegiatan seperti penampingan, pemopokan, peleleran. Tenaga kerja wanita
biasanya digunakan saat kegiatan penanaman, penyulaman, penyiangan
dan pemanenan. Sedangkan tenaga kerja pria digunakan untuk seluruh
kegiatan usahatani, mulai dari pengolahan lahan hingga pemanenan.

113
Tabel 35. Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga Pada Petani Mitra dan Non
Mitra Musim Tanam 2010/2011
Petani Mitra Petani Non Mitra
Tahapan Budidaya
HOK Nilai (Rp/Ha) HOK Nilai (Rp/Ha)
Pengolahan Lahan
- Penampingan 5,43 240.166,67 4,467 222.666,67
- Pemopokan 5,5 240.125,00 4,133 206.666,67
- Pembajakan 0 0,00 0 0,00
- Peleleran 4,67 212.333,33 3,633 166.500,00
- Babat Galeng 1,87 60.833,33 1,567 61.333,33
- Pemupukan Dasar 0,067 2.666,67 0 0,00
Persemaian 2,8 121.666,67 2,67 87.333,33
Penanaman 15 478.333,33 25 567.000,00
Penyulaman 12,63 381.000,00 7,5 185.833,33
Penyiangan 10,033 305.833,33 12,4 319.166,67
Pengontrolan 0 0,00 0 0,00
Pemupukan 3,4 142.333,33 3,133 109.000,00
Pemberian Pestisida 10,033 424.000,00 8,433 284.000,00
Pemanenan 23,83 1.866.690,00 18 1.601.648,00
TOTAL 95,263 4.475.981,70 90,936 3.811.148,00

Dari Tabel 35 diketahui bahwa penggunaan HOK untuk petani


mitra lebih bila besar dibandingkan dengan petani non mitra. Hampir
untuk setiap kegiatan tenaga kerja yang dikeluarkan oleh petani mitra lebih
besar dibandingkan pada petani non mitra. Sehingga biaya yang
dikeluarkan oleh petani mitra untuk TKLK lebih besar dibandingkan
petani non mitra. Tabel 35 menunjukkan bahwa penggunaan TKLK
terbesar pada petani mitra dan petani non mitra adalah untuk kegiatan
panen.
Pada Tabel 35 diketahui penggunaan tenaga kerja untuk
pembajakan baik pada petani mitra maupun non mitra adalah 0 HOK.
Bukan karena tidak ada tenaga kerja, melainkan penggunaan tenaga kerja
dihitung sebagai Tenaga Kerja Mesin. Selain pada kegiatan pembajakan,
kegiatan penggebotan pada pemanenan untuk petani mitra yang
menggunakan threser juga dihitung menggunakan Tenaga Kerja Mesin.

114
Tabel 36. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Mesin Pada Petani Mitra
dan Non Mitra Musim Tanam 2010/2011
Petani Mitra Petani Non Mitra
Tahapan Budidaya
HKM Nilai (Rp/Ha) HKM Nilai (Rp/Ha)
Pembajakan 3 549.541,67 2 767.200,00
Pemanenan 1 325.000,00 0 0,00
Total 4 874.541,67 2 767.200,00

Dari Tabel 36 diketahui bahwa penggunaan Tenaga Kerja Mesin


pada petani mitra lebih tinggi dibandingkan non mitra. Hal ini terutama
karena masih rendahnya kesadaran petani non mitra untuk mengenal
teknologi baru seperti threser.

2. Biaya Sarana Produksi


Sarana produksi tidak dapat dilepaskan dari kegiatan usahatani,
karena keberadaannya yang sangat dibutuhkan dan berperngaruh terhadap
hasil produksi nantinya. Biaya sarana produksi pada usahatani
penangkaran benih padi pada petani mitra dan non mitra antara lain adalah
biaya bibit, pupuk, obat-obatan dan solar.
a. Biaya Benih
Biaya benih termasuk ke dalam biaya tunai, karena petani mitra
dan petani non mitra mengeluarkan biaya atau uang tunai untuk
memperoleh benih tersebut. Benih yang digunakan pada kegiatan
usahatani petani mitra dan petani non mitra adalah varietas Ciherang.
Petani mitra diwajibkan membeli benih padi sebanyak 25 kg untuk
setiap Ha dari PT.SHS dengan harga Rp 7.500,00 untuk musim tanam
2010-2011. Sesuai dengan peraturan, setiap petani mitra menggunakan
bibit sebanyak 25 kg per hektar. Sedangkan petani non mitra membeli
benih dari Kelompok Tani Katiga dengan harga Rp 5.000,00. Rata-rata
penggunaan benih pada petani non mitra adalah sebesar 22,864 kg per
hektar. Dengan demikian diketahui biaya penggunaan benih pada
petani mitra sebesar Rp 187.500,00 per hektar dan biaya penggunaan
benih pada petani non mitra sebesar Rp 113.182,60 per hektar.

115
b. Biaya Pupuk
Biaya pupuk termasuk ke dalam biaya tunai yang dikeluarkan
oleh petani mitra dan non mitra. Biaya pupuk yang dikeluarkan petani
berbeda-beda sesuai dengan jenis pupuk, harga pupuk serta jumlah
pupuk yang digunakan. Pupuk yang digunakan oleh petani mitra
adalah pupuk urea, TSP, NPK, KCl, ZA, Boron dan Organik Cair.
Sedangkan petani non mitra hanya menggunakan pupuk urea, TSP,
NPK, KCl dan Organik Cair. Namun tidak semua petani menggunakan
setiap jenis pupuk. Pemberian pupuk padat dilakukan dengan cara
ditaburkan diatas tanah, sedangkan pemberian pupuk cair dilakukan
dengan penyemprotan. Jumlah serta waktu pemberian pupuk
disesuaikan dengan kebutuhan dan preferensi masing-masing petani.
Rata-rata dosis pemupukan petani responden disajikan pada Tabel 39.
Berdasarkan Tabel 37, diketahui bahwa pada petani mitra
penggunaan pupuk didominasi oleh pupuk Urea, Phonska dan SP-36.
Sedangkan pada petani non mitra penggunaan pupuk didominasi oleh
pupuk Urea, phonska dan TSP. Penggunaan pupuk padat serta cair
pada petani non mitra lebih besar dibandingkan petani mitra, karena
pengaruh dari kondisi serangan hama penyakit. Namun bila dilihat dari
nilai total penggunaan pupuk, biaya pemupukan yang dikeluarkan
petani mitra lebih besar dibandingkan petani non mitra. Hal ini
disebabkan karena petani membeli pupuk dengan harga yang berbeda-
beda dan rata-rata harga beli pupuk pada petani mitra lebih tinggi
dibandingkan pada petani non mitra.

116
Tabel 37. Biaya Pemupukan Pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim
Tanam 2010/2011
Petani Mitra Petani Non Mitra
Jenis Pupuk
Satuan Fisik Nilai (Rp/ha) Fisik Nilai (Rp/ha)
A.Pupuk
Padat (PP)
Urea Kg/ha 220,17 368.525,00 187,67 302.100,00
TSP Kg/ha 26,67 47.250,00 94,33 202.800,00
SP-36 Kg/ha 68,33 159.750,00 33,33 74.833,30
Phonska Kg/ha 173,33 407.416,70 151,67 347.233,00
NPK Kg/ha 35 75.583,30 33,33 77.466,70
ZA Kg/ha 3,33 5.000,00 0 0,00
KCl Kg/ha 1,67 8.333,33 5 14.000,00
Boron Kg/ha 1,67 10.000,00 0 0,00
Total PP Kg/ha 495,17 1.081.858,00 505,33 1.018.433,00
B.Pupuk
Cair (PC)
Organik Cair Liter/ha 0,067 7.000,00 0,13 4.000,00
Total PC Liter/ha 0,067 7.000,00 0,13 4.000,00
Total Nilai 1.088.858,00 1.022.433,00

c. Biaya Obat-obatan
Obat-obatan atau pestisida yang digunakan petani sangat
bervariasi tergantung selera masing-masing petani. Untuk
mempermudah, pestisida digolongkan menjadi insektisida, herbisida,
fungisida, moluskisida dan ZPT (Zat Perangsang Tumbuh). Rata-rata
penggunaan pestisida pada petani mitra masih lebih tinggi
dibandingkan pada petani non mitra. Hal ini disebabkan karena petani
mitra memiliki ketakutan akan serangan hama penyakit akibat
kegagalan panen dua musim sebelumnya karena serangan wereng.

117
Tabel 38. Biaya Pestisida dan Obat-obatan Pada Petani Mitra dan Non
Mitra Musim Tanam 2010/2011
Petani Mitra Petani Non Mitra
Pestisida Satuan Nilai
Fisik Fisik Nilai (Rp/ha)
(Rp/ha)
Insektisida
-Padat Kg/ha 2,23 54.400,00 0,68 22.333,33
-Cair Liter/ha 6,26 801.493,30 4,07 777.708,33
Total Insektisida 855.893,30 799.416,66
Fungisida
-Padat Kg/ha 0,69 65.150,00 0,18 19.991,00
-Cair Liter/ha 0,61 175.483,00 1,44 221.667,00
Total Fungisida 240.633,00 241.658,00
Herbisida
-Padat Kg/ha 0,05 3.800,00 0,17 9.500,00
-Cair Liter/ha 2,1 124.616,70 1,44 87.500,00
Total Herbisida 128.416,70 97.000,00
Moluskisida
-Padat Kg/ha 0,06 28.166,67 0,64 2.884,62
-Cair Liter/ha 0,00 0,00 0,00 0,00
Total Moluskisida 28.166,67 2.884,62
ZPT
-Padat Kg/ha 4,93 66.433,30 0,09 19.750,00
-Cair Liter/ha 0,71 43.000,00 2,65 122.950,00
Total ZPT 109.433,30 142.700,00
Total Biaya 1.362.543,00 1.283.659,28

Biaya pestisida termasuk dalam biaya tunai, karena petani mitra


dan petani non mitra mengeluarkan biaya dan uang tunai untuk membeli
pestisida. Harga pestisida sangat beragam sesuai merek dan kios tempat
membelinya. Petani mitra tidak membeli pestisida di perusahaan karena
harganya yang lebih mahal serta jenisnya yang kurang bervariasi. Biaya
pestisida terbesar baik pada petani mitra maupun non mitra adalah untuk
pembelian insektisida. Namun dari Tabel 38 diketahui bahwa penggunaan
pestisida petani mitra lebih tinggi dibandingkan petani non mitra.

118
3. Biaya Pengairan
Biaya pengairan yang dikeluarkan oleh petani mitra dan non mitra
adalah biaya untuk membayar ulu-ulu. Biaya pengairan termasuk ke dalam
biaya tunai. Pada petani mitra, biaya ulu-ulu untuk biaya tunai adalah
sebesar Rp 50.000 per hektar, atau sebesar 20 kg per hektar. Rata-rata
biaya pengairan yang dikeluarkan petani mitra adalah Rp 74.501,68 per
hektar. Sedangkan petani non mitra membayar ulu-ulu sebesar 70 kg per
hektar. Rata-rata biaya pengairan yang dikeluarkan petani non mitra
adalah Rp 240.683,30 per hektar. Perbedaan biaya pengairan antara petani
mitra dan petani non mitra terutama karena jarak lokasi penangkaran yang
cukup jauh antara petani mitra dan petani non mitra.

4. Biaya Pengangkutan
Biaya pengangkutan yang harus dikeluarkan oleh petani mitra
adalah biaya untuk membayar pengangkutan dari sawah ke lokasi truk
serta jasa sopir truk, karena truk sudah disiapkan oleh PT. SHS. Untuk
pengangkutan, biaya per karungnya adalah Rp 2.000,00 dengan rata-rata
hasil panen 64,87 karung per hektar. Rata-rata biaya pengangkutan yang
dikeluarkan petani mitra adalah Rp 129.733,30. Satu truk dapat
mengangkut 5-6 ton hasil panen, sehingga per hektarnya petani
membutuhkan satu truk. Rata-rata biaya yang dikeluarkan petani mitra
untuk sopir truk adalah Rp 40.666,67 per hektar. Sehingga rata-rata biaya
pengangkutan dan transportasi yang dikeluarkan petani mitra adalah Rp
170.400,00 per hektar.
Untuk petani non mitra, biaya pengangkutan yang dikeluarkan
adalah biaya untuk membayar tenaga kerja yang mengangkut hasil panen
ke Kelompok Tani Katiga. Karena lokasi lahan yang tidak jauh dari lokasi
Kelompok Tani Katiga maka tidak dibutuhkan truk. Untuk pengangkutan
petani membayar tenaga kerja antara Rp 5000,00 - Rp 10.000,00 untuk
setiap kuintal hasil panen yang diangkut. Rata-rata biaya pengangkutan
untuk petani non mitra adalah Rp 285.549,27 per hektar.

119
5. Biaya Pembuatan Pagar Plastik
Dalam kegiatan usahatani, setiap musimnya petani mitra
melakukan usaha perlindungan tanaman dari tikus. Selain dengan
melakukan gropyok tikus setiap minggunya, sebagian besar petani mitra
membuat pagar plastik agar tikus tidak dapat masuk ke lahan padi.
Beberapa petani mitra menggunakan pagar ketika pembibitan dan pada
masa tanam hingga panen, namun terdapat beberapa petani mitra yang
hanya menggunakan pagar ketika pembibitan karena kondisi lahannya
yang jarang ditemukan tikus. Sedangkan petani non mitra tidak
menggunakan pagar sama sekali, bahkan ketika pembibitan karena kondisi
lahannya yang benar-benar tanpa tikus. Biaya yang dikeluarkan untuk
membuat pagar adalah untuk pembelian plastik, tali rafia, tambang kecil,
serta bambu. Petani mitra yang menggunakan pagar plastik dari
persemaian hingga masa tanam menggunakan lebih banyak plastik, tali
rafia, tambang serta bambu.

Tabel 39. Biaya Pembuatan Pagar Plastik Pada Petani Mitra dan Non
Mitra Musim Tanam 2010/2011
Petani Mitra Petani Non Mitra
Peralatan Satuan Nilai Nilai
Fisik Fisik
(Rp/ha) (Rp/ha)
Plastik Kg/ha 21,02 389.916,70 0 0
Tambang Gulung/ha 2,91 64.733,30 0 0
Tali Rafia Gulung/ha 2 30.550,00 0 0
Bambu Batang/ha 22,22 152.350,00 0 0
Total 637.550,00 0

6. Biaya Penyusutan
Pada biaya produksi usahatani, biaya penyusutan termasuk ke
dalam biaya diperhitungkan karena petani tidak pernah memperhitungkan
besarnya penyusutan dari peralatan pertanian yang dimiliki. Peralatan
yang dimiliki petani baik petani mitra maupun non mitra untuk membantu
kegiatan usahatani antara lain traktor, cangkul, sabit, handsprayer, garu,
terpal dan threser. Biaya penyusutan diperoleh dari harga beli dikurangi

120
nilai sisa kemudian dibagi umur ekonomis. Pada penelitian ini, untuk
mengetahui penyusutan per musim, total penyusutan dibagi dua, karena
dalam satu tahun, penangkaran benih padi dilakukan dua kali. Dari Tabel
42 diketahui diketahui penyusutan terbesar baik untuk petani mitra
maupun non mitra adalah penyusutan traktor. Pada petani non mitra tidak
ada penyusutan threser karena tidak ada petani yang memiliki threser.

Tabel 40. Biaya Penyusutan Peralatan Pertanian Pada Petani Mitra dan
Non Mitra Musim Tanam 2010/2011
Penyusutan (Rp/Musim)
Peralatan Pertanian
Petani Mitra Petani Non Mitra
Cangkul 5.760,00 4.485,33
Traktor 424.000,00 317.333,33
Sabit 2.253,33 2.152,00
Handsprayer 40.680,00 51.600,00
Terpal 33.226,70 25.280,00
Garu 160,00 373,33
Threser 81.066,70 0,00
Total 587.146,70 401.224,00

7. Biaya Operasional
Biaya roguing termasuk ke dalam biaya tunai untuk petani mitra,
karena petani mitra diwajibkan untuk membayar biaya operasional sebesar
Rp 130.000,00 per hektar yang termasuk biaya roguing di dalamnya.
Sedangkan petani non mitra tidak dikenai biaya roguing, karena biaya
roguing ditanggung oleh pembeli dalam hal ini adalah kelompok tani
Katiga.

121
8. Sewa Lahan
Lahan yang digunakan oleh petani mitra adalah 100 persen lahan
sewa, karena merupakan lahan milik PT. SHS, sedangkan untuk petani
non mitra 90 persen petani mengelola lahan sewa, sementara sisanya
mengelola lahan pribadi. Untuk mempermudah analisis, pada petani non
mitra, diasumsikan seluruh responden petani memiliki lahannya secara
sewa. Pada biaya sewa lahan, biaya termasuk ke dalam biaya tunai.
PT. SHS menerapkan sistem bagi hasil sebagai ganti biaya sewa
lahan. Bagi hasil yang telah disepakati adalah 1.200 kg per hektar per
musim. Rata-rata biaya tunai sewa lahan petani mitra adalah Rp
3.669.268,40 per hektar. Sedangkan biaya sewa lahan untuk petani non
mitra adalah 1.400 kg per ha per musim, dengan rata-rata biaya tunai
sewa lahan Rp 4.813.666,70 per hektar per musim.

9. Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK)


Upah TKDK termasuk ke dalam biaya diperhitungkan karena
petani tidak pernah memperhitungkan tenaga kerja yang berasal dari dalam
keluarga. TKDK pada petani mitra dan non mitra digunakan dalam
kegiatan usahatani mulai dari pengolahan tanah hingga pemanenan,
kecuali kegiatan pembajakan, pemupukan dasar, penanaman, dan
pemanenan. Kegiatan pengontrolan tanaman dilakukan oleh TKDK dan
tidak melibatkan TKLK. Berdasarkan Tabel 41 diketahui bahwa
penggunaan TKDK terbesar pada petani mitra dan non mitra adalah pada
kegiatan pengontrolan tanaman.

122
Tabel 41. Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga Pada Petani Mitra dan Non
Mitra Musim Tanam 2010/2011
Petani Mitra Petani Non Mitra
Tahapan Budidaya
HOK Nilai (Rp/Ha) HOK Nilai (Rp/Ha)
Pengolahan Lahan
- Penampingan 0,200 10.000,00 0,233 10.000,00
- Pemopokan 0,267 13.333,33 0,467 19.333,33
- Pembajakan 0 0 0 0
- Peleleran 0,033 1.333,33 0,4 12.000,00
- Babat Galeng 0,1 5.500,00 0,4 15.333,33
- Pemupukan Dasar 0 0 0 0
Persemaian 0,067 2.333,33 0,4 16.666,67
Penanaman 0 0 0 0
Penyulaman 0,467 13.333,33 0,567 17.000,00
Penyiangan 0,067 2.000,00 0 0
Pengontrolan 29,33 861.333,30 22,4 578.666,70
Pemupukan 0,1 4.000,00 0,267 12.000,00
Pemberian Pestisida 0,1 5.000,00 1,033 38.333,33
Pemanenan 0 0,00 0 0,00
TOTAL 30,731 918.166,62 26,167 719.333,36

Berdasarkan uraian biaya di atas, dapat diketahui total biaya tunai


serta biaya diperhitungkan yang dikeluarkan oleh petani mitra dan non
mitra. Sehingga dapat dilihat biaya total yang dikeluarkan oleh petani
mitra dan non mitra bila biaya diperhitungkan dimasukkan ke dalam
perhitungan. Biaya total usahatani penangkaran benih padi yang
dikeluarkan petani mitra dan petani non mitra per hektar untuk musim
panen bulan Februari-April 2011dapat dilihat pada Tabel 42.

123
Tabel 42. Struktur Biaya Usahatani Penangkaran Benih Padi Bersertifikat
Pada Petani Mitra dan Petani Non Mitra Musim Tanam
2010/2011
Petani Mitra Petani Non Mitra
Uraian Biaya Biaya
% %
(Rp/Ha) (Rp/Ha)
A. Biaya Tunai
1. TKLK 4.475.981,70 31,57 3.811.148,00 28,32
2. Tenaga Kerja Mesin 874.541,67 6,17 767.200,00 5,70
3. Sarana produksi
a. Benih 187.500,00 1,32 113.182,60 0,84
b. Pupuk 1.088.858,00 7,68 1.022.433,00 7,60
c. Obat-obatan 1.362.543,00 9,61 1.283.659,28 9,54
4. Biaya Pengairan 74.501,68 0,53 240.683,30 1,79
5. Biaya Pengangkutan 170.400,00 1,20 285.549,27 2,12
6. Biaya Pembuatan Pagar 637.550,00 4,50 0 0
7. Biaya Operasional 130.000 0,92 0 0
8. Sewa Lahan 3.669.268,40 25,88 4.813.666,70 35,77
Total Biaya Tunai 12.671.144,45 89,38 12.337.522,15 91,67
B. Biaya Diperhitungkan
1. TKDK 918.166,62 6,48 719.333,36 5,35
2. Biaya Penyusutan 587.146,7 4,14 401.224 2,98
Total Biaya 1.505.313,32 10,62 1.120.557,36 8,33
Diperhitungkan
C. Biaya Total 14.176.457,77 100,00 13.458.079,51 100,00

Dari uraian biaya produksi, diketahui bahwa biaya tunai terbesar


yang dikeluarkan dalam usahatani penangkaran benih padi adalah biaya
TKLK pada petani mitra yaitu sebesar 31,57 persen dari biaya total, dan
biaya sewa lahan pada petani non mitra, sebesar 35,77 persen dari biaya
total. Penggunaan biaya terbesar pada biaya diperhitungkan adalah biaya
TKDK yaitu sebesar 6,48 persen dari biaya total pada petani mitra dan
5,35 persen dari biaya total pada petani non mitra. Perbedaan biaya yang
cukup jauh antara petani mitra dan petani non mitra salah satunya
disebabkan karena lokasi penangkaran yang jauh antara petani mitra dan

124
non mitra, yang menyebabkan adanya perbedaan budaya atau kebiasaan
dalam penggunaan tenaga kerja dan sarana produksi, serta perbedaan upah
tenaga kerja dan harga sarana produksi.

8.2.3 Analisis Pendapatan Usahatani


Dari hasil penerimaan usahatani dan biaya produksi usahatani
penangkaran benih padi dapat diperoleh nilai pendapatan usahatani. Pendapatan
usahatani pada penelitian ini terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan
pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari
pengurangan antara penerimaan tunai dengan biaya tunai. Sedangkan pendapatan
atas biaya tunai diperoleh dari pengurangan antara penerimaan total dengan biaya
total. Penerimaan total adalah total penerimaan ketika penerimaan tunai ditambah
penerimaan diperhitungkan. Biaya total adalah biaya tunai ditambah biaya
diperhitungkan.
Pada petani mitra, penerimaan tunai dan penerimaan total per hektar yang
diperoleh adalah Rp 15.441.299,37 dan Rp 15.880.032,21. Biaya tunai dan biaya
total yang dikeluarkan per hektarnya oleh petani mitra adalah Rp 12.671.144,45
dan Rp 14.176.457,77. Sehingga diperoleh pendapatan tunai petani mitra adalah
Rp 2.770.154,92 per hektar dan pendapatan total petani mitra adalah Rp
1.703.574,44 per hektar. Sedangkan penerimaan tunai dan penerimaan total per
hektar yang diperoleh petani non mitra adalah Rp 13.118.858,00 dan Rp
13.774.762,50. Biaya tunai dan biaya total per hektar yang dikeluarkan petani non
mitra adalah Rp 12.337.522,15 dan Rp 13.458.079,51. Sehingga untuk petani non
mitra pendapatan tunai yang diperoleh adalah Rp 781.335,85 per hektar dan
pendapatan total yang diperoleh adalah Rp 316.682,99 per hektar.

8.2.4 Analisis Imbangan Penerimaan Terhadap Biaya (R/C Rasio)


Selain pendapatan usahatani, dapat diketahui pula R/C rasio petani mitra
dan non mitra. R/C rasio pada penelitian ini terdiri dari R/C atas biaya tunai dan
R/C atas biaya total. R/C rasio atas biaya tunai diperoleh dari pembagian antara
penerimaan tunai dengan biaya tunai. Sedangkan R/C atas biaya total diperoleh
dari pembagian antara penerimaan total dengan biaya total.

125
Tabel 43. Analisis Pendapatan Usahatani dan R/C Rasio Usahatani Penangkaran
Benih Padi pada Petani Mitra dan Non Mitra Musim Tanam 2010/2011
Petani Non
Uraian Satuan Petani Mitra
Mitra
A. Penerimaan
a. Penerimaan Tunai Rp/Ha 15.441.299,37 13.118.858,00
b. Penerimaan Diperhitungkan Rp/Ha 438.732,84 655.904,50
c. Penerimaan Total Rp/Ha 15.880.032,21 13.774.762,50
B. Biaya
a. Biaya Tunai Rp/Ha 12.671.144,45 12.337.522,15
b. Biaya Diperhitungkan Rp/Ha 1.505.313,32 1.120.557,36
c. Biaya Total Rp/Ha 14.176.457,77 13.458.079,51
C. Pendapatan Atas Biaya Tunai Rp/Ha 2.770.154,92 781.335,85
D. Pendapatan Atas Biaya Total Rp/Ha 1.703.574,44 316.682,99
E. R/C Rasio Atas Biaya Tunai 1,219 1,063
F. R/C Rasio Atas Biaya Total 1,120 1,024

Pada petani mitra, berdasarkan analisis R/C rasio diketahui bahwa R/C
rasio atas biaya tunai pada petani mitra sebesar 1,219. Ini menunjukkan bahwa
setiap satu rupiah biaya tunai yang dikeluarkan petani mitra akan memberikan
penerimaan kepada petani mitra sebesar Rp1,219. Sedangkan R/C rasio atas biaya
total pada petani mitra diketahui sebesar 1,120. Ini menunjukkan bahwa setiap
satu rupiah biaya tunai yang dikeluarkan petani mitra akan memberikan
penerimaan kepada petani mitra sebesar Rp 1,120.
Pada petani non mitra diketahui R/C rasio atas biaya tunai sebesar 1,063.
Ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya tunai yang dikeluarkan petani
non mitra akan memberikan penerimaan kepada petani non mitra sebesar Rp
1,063. Sedangkan R/C rasio atas biaya total pada petani non mitra diketahui
sebesar 1,024. Ini menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya tunai yang
dikeluarkan petani non mitra akan memberikan penerimaan kepada petani mitra
sebesar Rp 1,024.

126
Analisis R/C atas biaya tunai dan total baik pada petani mitra dan non
mitra menunjukkan bahwa kedua usahatani layak untuk diusahakan. Hal ini dapat
dilihat dari nilai R/C keduanya yang bernilai lebih dari satu (R/C > 1). Suatu
usahatani dinyatakan layak apabila R/C lebih dari satu. Nilai R/C petani mitra
baik R/C atas biaya tunai maupun biaya total lebih besar dibandingkan petani non
mitra. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani
mitra lebih menguntungkan.
Dari Tabel 43 juga diketahui bahwa walaupun biaya tunai serta biaya total
yang dikeluarkan petani mitra lebih besar dibandingkan petani non mitra, namun
pendapatan petani mitra baik tunai maupun total jauh lebih tinggi dibandingkan
petani non mitra. Hal ini disebabkan karena penerimaan petani mitra baik tunai
maupun total juga lebih besar dibandingkan petani non mitra. Penerimaan petani
mitra yang tinggi disebabkan karena rata-rata hasil produksi petani mitra yang
lebih tinggi, sehingga memberikan nilai penerimaan yang tinggi juga, walaupun
harga beli PT. SHS lebih rendah dibanding pasaran. Tingginya pendapatan petani
mitra menunjukkan bahwa usahatani yang dijalankan petani mitra lebih
menguntungkan dibanding petani non mitra. Hal ini senada dengan hasil analisis
R/C yang telah dijelaskan sebelumnya.
Walaupun begitu tetap harus diperhatikan mengenai biaya yang
dikeluarkan, dimana biaya tunai dan biaya total yang dikeluarkan oleh petani
mitra masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan petani non mitra. Disinilah
peran kemitraan sebaiknya ditingkatkan. Salah satunya dengan menyediakan
sarana produksi dengan harga yang lebih murah atau dengan menetapkan Standar
Operasional Prosedur (SOP) mengenai penggunaan sarana produksi seperti pupuk
serta pestisida dan obat-obatan agar tidak berlebihan dalam penggunaannya. Bila
dilihat, tingginya penerimaan petani mitra disebabkan oleh tingginya hasil panen
bukan dari harga beli. Hal ini harus diwaspadai, karena apabila hasil panen petani
mitra sedang mengalami penurunan, maka pendapatan yang diterima petani mitra
menjadi rendah. Selain itu, penyebab rendahnya hasil panen pada petani non mitra
disebabkan karena adanya serangan hama dan penyakit, salah satunya adalah
wereng. Apabila penelitian dilakukan ketika lahan penangkaran benih pada petani

127
non mitra dalam keadaan normal, tidak menutup kemungkinan bahwa hasil
pendapatan petani non mitra lebih tinggi dibandingkan pada petani mitra.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
kemitraan yang terjalin antara petani mitra dengan PT. SHS memberikan manfaat
bagi petani mitra terutama dalam pemberian bantuan modal biaya panen, adanya
kepastian pasar, peningkatan pendapatan petani serta peningkatan pengetahuan
dan teknologi bagi petani mitra. Namun dalam pelaksanaannya masih terdapat
permasalahan-permasalahan yang merugikan PT. SHS maupun petani mitra serta
mempengaruhi kepuasan petani mitra terhadap jalannya kemitraan. Kemitraan
masih dapat diteruskan apabila kedepannya PT. SHS terus memperbaiki kinerja
pelayanan kemitraan, mencari solusi nyata mengenai segala keluhan petani serta
lebih memperhatikan kesejahteraan petani mitra. Walaupun demikian, kemitraan
tetap menjadi pilihan, karena kemitraan merupakan solusi bagi petani yang
memiliki masalah permodalan serta tidak memiliki lahan pertanian.

128
IX KESIMPULAN DAN SARAN

9.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan uraian hasil penelitian yang telah dilakukan,


maka dapat disimpulkan beberapa hal dari hasil penelitian antara lain:
1. Pelaksanaan kemitraan yang terjalin antara PT. Sang Hyang Seri dengan
petani penangkar benih padi di daerah sekitar perusahaan merupakan
kemitraan inti plasma. Kemitraan memberikan beberapa manfaat bagi PT.
SHS dan petani mitra. Manfaat yang diperoleh PT. SHS adalah
pemenuhan kebutuhan bahan baku dan tenaga kerja. Sedangkan manfaat
yang diperoleh petani mitra adalah mendapatkan bantuan modal dalam
panen, mendapatkan jaminan pasar, meningkatkan pendapatan petani serta
mendapatkan tambahan pengetahuan, ketrampilan serta teknologi dalam
budidaya. Berdasarkan matriks evaluasi kemitraan masih terdapat enam
poin dari enam belas poin kerjasama yang dalam pelaksanaannya masih
belum sesuai dengan kesepakatan, sehingga menimbulkan masalah.
Keenam poin tersebut adalah 1) Penjualan hasil panen, 2) Penyediaan
sarana produksi, 3) Kegiatan pembasmian tikus, 4) Respon terhadap
keluhan, 5) Pengangkutan hasil panen dan 6) Pembayaran hasil panen.
Permasalahan yang dihadapi selama pelaksanaan kemitraan diantaranya
adalah kurangnya pertemuan rutin untuk pembinaan, masih terdapat petani
yang menjual hasil panennya selain ke PT. SHS, banyaknya penggunaan
pupuk anorganik yang menurunkan kesuburan tanah, kurangnya
ketersediaan sarana produksi yang dibutuhkan petani serta harganya yang
tinggi, masih banyak petani yang tidak mengikuti kegiatan pembasmian
tikus, belum adanya solusi nyata dari keluhan petani seperti keterlambatan
pembayaran hasil panen, kurangnya sarana pengangkutan hasil panen serta
keterlambatan pembayaran hasil panen oleh PT. SHS. Permasalahan ini
disebabkan karena kurangnya kontrol perusahaan terhadap pelaksanaan
kemitraan, kesepakatan kerjasama yang kurang rinci sehingga
menciptakan celah, serta tidak adanya evaluasi kemitraan yang dilakukan
oleh PT. SHS.
2. Berdasarkan analisis kepuasan menggunakan metode IPA diketahui bahwa
masih terdapat enam atribut yang harus menjadi prioritas utama, yaitu
harga sarana produksi, ketersediaan dan kemudahan dalam memperoleh
sarana produksi, respon inti terhadap keluhan, penyediaan sarana
transportasi panen, harga beli hasil panen dan ketepatan waktu
pembayaran hasil panen. Atribut yang perlu dipertahankan kinerjanya
adalah prosedur penerimaan petani mitra, kualitas benih pokok,
pengetahuan dan kemampuan komunikasi pendamping, bantuan biaya
panen dan ketepatan waktu pemberian biaya panen. Atribut dengan
prioritas rendah adalah harga benih pokok dan frekuensi pelaksanaan
pembinaan plasma. Sedangkan atribut yang pelaksanaannya dianggap
berlebihan adalah pelayanan dan materi yang diberikan dalam pembinaan,
bantuan inti dalam menanggulangi hama penyakit serta keberadaan
pendamping yang mudah ditemui dan dihubungi. Secara umum diketahui
bahwa petani merasa cukup puas, karena nilai CSI yang diperoleh adalah
62,08.
3. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani diketahui bahwa
pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total petani mitra
adalah Rp 2.700.154,92 dan Rp 1.703.574,44. Tingkat pendapatan petani
mitra lebih tinggi bila dibandingkan dengan petani non mitra dimana
pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total petani non
mitra adalah Rp 781.335,85 dan Rp 316.682,99. Hal ini senada dengan
nilai R/C atas biaya tunai (1,219) dan R/C atas biaya total (1,120) petani
mitra yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai R/C atas biaya tunai
(1,063) dan nilai R/C atas biaya total (1,024) petani non mitra. Hal ini
menunjukkan bahwa kegiatan usahatani pada petani mitra lebih
menguntungkan dibandingkan kegiatan usahatani yang dilakukan oleh
petani non mitra. Walaupun begitu, kedua kegiatan usahatani sudah layak
untuk dijalankan, karena nilai R/C pada petani mitra maupun non mitra,
baik nilai R/C atas biaya tunai dan biaya total lebih besar daripada satu
(R/C >1).

130
9.2 Saran

Agar dapat meningkatkan kinerja kemitraan, maka rekomendasi upaya


perbaikan, yaitu:
1. Petani mitra disarankan untuk lebih mematuhi perjanjian kerjasama
mengenai penjualan hasil panen agar tidak menjual hasil panennya selain
kepada perusahaan. Terkait dengan hal ini, PT. SHS sebagai perusahaan
inti harus mencari solusi nyata mengenai masalah pembayaran hasil panen
melalui pengalokasian dana secara tepat, agar petani merasa lebih puas.
PT. SHS sebaiknya menyediakan sarana produksi, seperti pupuk dan obat-
obatan dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan di kios-kios,
atau minimal dengan harga sama, dan dikenakan sebagai pinjaman yang
dapat dibayar ketika panen. Penambahan jumlah sarana transportasi juga
harus menjadi prioritas perusahaan ke depannya, dengan menambah
jumlah truk pengangkut hasil panen. Dalam menjalankan kemitraan, akan
lebih baik bila PT. SHS menerapkan sistem reward dan punishment bagi
petani mitra, dimana petani yang berhasil memproduksi benih padi
melebihi target akan diberikan hadiah sedangkan bagi petani yang
melanggar peraturan diberikan sanksi secara tegas. Hal ini diharapkan
mampu mempengaruhi kinerja petani mitra dalam pelaksanaan kemitraan
serta dalam memproduksi benih padi. Berhubungan dengan hal ini, PT.
SHS sebaiknya lebih tegas dalam pemberian sanksi bagi petani yang tidak
mengikuti kegiatan gropyok tikus. PT. SHS harus meningkatkan kesadaran
petani akan pentingnya kegiatan gropyok tikus.
2. PT. SHS sebaiknya meningkatkan kontrol terhadap pelaksanaan kemitraan
serta rutin melaksanakan evaluasi kemitraan. Selain itu, PT. SHS
sebaiknya merumuskan hak dan kewajiban baik PT. SHS maupun petani
mitra secara lebih rinci, serta melibatkan petani mitra. Peraturan-peraturan
tidak tertulis dapat diperkuat dengan merumuskannya ke dalam peraturan
tertulis yang disepakati kedua belah pihak dengan sanksi yang jelas bagi
pelanggaran. Petani mitra juga sebaiknya turut berperan dalam kontrol
terhadap pelaksanaan kemitraan. Sehingga diharapkan penyimpangan-

131
penyimpangan terhadap peraturan yang dilakukan baik oleh PT. SHS
maupun petani mitra dapat berkurang.
3. PT. SHS sebaiknya melakukan kegiatan kontrol terhadap mutu dan
kualitas benih padi yang dihasilkan oleh petani mitra. Kegiatan kontrol
mutu dapat dilakukan dengan melakukan penyeragaman prosedur melalui
penetapan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam hal teknis budidaya,
seperti SOP mengenai penggunaan pupuk maupun penggunaan pestisida.
Penerapan SOP ini diharapkan dapat mengontrol kualitas benih padi yang
dihasilkan. Peningkatan kualitas hasil panen tidak hanya menguntungkan
bagi PT. SHS, namun juga berpengaruh terhadap harga beli hasil panen
yang diterima oleh petani, sehingga nantinya diharapkan kualitas benih
padi semakin meningkat dan harga yang diterima petani dapat meningkat
karena sesuai dengan ketentuan PT. SHS. Penerapan SOP mengenai
penggunaan pupuk dan pestisida juga diharapkan dapat mengurangi biaya
yang dikeluarkan oleh petani.
4. Selain penerapan SOP, kontrol mutu dapat dilakukan melalui pelaksanaan
pembinaan plasma. PT. SHS disarankan untuk melaksanakan pembinaan
sesuai dengan kebutuhan petani mitra atau mengenai teknologi-teknologi
tepat guna yang belum diketahui oleh petani. Melalui pendampingan
lapang, PT. SHS disarankan untuk lebih mengawasi pelaksanaan budidaya
agar kualitas hasil panen sesuai harapan.
5. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai pengukuran tingkat kepuasan
secara menyeluruh dengan menggunakan metode servqual dimana
penilaian dilakukan terhadap kedua belah pihak yaitu PT. SHS dan petani
mitra. Selain itu perlu adanya penelitian lanjutan mengenai analisis
perbandingan pendapatan dimana diharapkan kondisi lahan dan budidaya
baik pada petani mitra maupun non mitra dalam keadaan normal, sehingga
dapat terlihat pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani mitra.

132
DAFTAR PUSTAKA

Alviah A. 2007. Analisis Efektivitas Strategi Promosi Benih Padi dan Palawija
pada PT. Sang Hyang Seri (Studi Kasus Petani Desa Dukuh Kecamatan
Ciasem Kabupaten Subang) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Aritonang RL. 2005. Kepuasan Pelanggan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Aryani L. 2009. Analisis Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani


Kacang Tanah (Kasus Kemitraan PT Garudafood dengan Petani Kacang
Tanah di Desa Palangan, Kecamatan jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa
Timur) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Damayanti MN. 2009. Kajian Keberhasilan Pelaksanaan Kemitraan dalam


Meningkatkan Pendapatan Antara Petani Semangka di Kabupaten
Kebumen, Jawa Tengah dengan CV Bimandiri [skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Darmowiyono S. 1999. Refleksi Pertanian Hal.81-110. Jakarta: Pustaka Sinar


Harapan

Dhesinta, Menallya. 2006. Peranan Kemitraan Terhadap Peningkatan Pendapatan


Peternakan Ayam Broiler (Kasus Kemitraan PT. Sierad Produce dengan
Peternak di Kabupaten Sukabumi) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.

Firwiyanto M. 2008. Analisis Tingat Pendapatan dan Tingkat Kepuasan Peternak


Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler (Kasus Kemitraan Peternak
Plasma Rudi Jaya PS, Sawangan, Depok) [skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Hafsah MJ. 2000. Kemitraan Usaha. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

Hernanto F. 1996. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya

Kartasapoetra A. Teknologi Benih, Pengolahan Benih dan Tuntunan


Praktikum.1992. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta

Lestari M. 2009. Analisis Pendapatan dan Tingkat Kepuasan Peternak Plasma


Terhadap Pelaksanaan Kemitraan Ayam Broiler (Studi Kasus Kemitraan
PT. X di Yogyakarta) [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor.
Lokollo et al. 2007. Dinamika Sosial Ekonomi Perdesaan: Analisis Perbandingan
Antar Sensus Pertanian

Mugnisjah WQ, Setiawan A. 1995. Produksi Benih. Jakarta: Penerbit Bumi


Aksara

Noviyanti M. 2005. Analisis Efisiensi Supply Chain Produk Benih Padi pada PT
Sang Hyang Seri (Persero) [skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu-ilmu Sosial
Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Nugroho BA. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistika Penelitian dengan
SPSS. Yogyakarta : ANDI

Prastiwi. 2010. Evaluasi Kemitraan dan Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar
Kuningan dan Ubi Jalar Jepang (Studi Kasus Kemitraan PT Galih Estetika
dan Petani Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan) [skripsi]. Bogor: Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Puspitasari. 2009. Pengaruh Kemitraan Terhadap Produktivitas dan Pendapatan


Petani Kakao di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta
[skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Rangkuti F. 2003. Measuring Customer Satisfaction. Ed ke-2. Jakarta: PT.


Gramedia Pustaka Utama

Roslinawati E. 2007. Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Benih Padi pada
PT Sang Hyang Seri RM I Sukamandi, Subang, Jawa Barat [skripsi]. Bogor:
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Sadjad S. 1975. Pedoman Uji Daya Berkecambah Benih Tanaman Pangan di


Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Sadjad S, Suwarno F, Hadi S. 2001. Tiga Dekade Berindustri Benih di Indonesia.


Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

Soekartawi, Soehardjo A, Dillon JL, Hardaker JB. 1986. Ilmu Usahatani dan
Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia

Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta: Penebit Universitas Indonesia

Sumardjo, Sulaksana J, Aris W. 2004. Teori dan Praktik Kemitraan Agribisnis.


Jakarta: Penebar Swadaya

Sumarwan U. 2004. Perilaku Konsumen, Teori dan Penerapannya dalam


Pemasaran. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia dan MMA-IPB

134
Supranto J. 2006. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan untuk Menaikkan
Pangsa Pasar. Jakarta: Rineka Cipta

Suratiyah, Ken. 2006. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya.

135
LAMPIRAN 1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Case Processing Summary

N %
Cases Valid 10 100.0

Excludeda 0 .0
Total 10 100.0
a
Listwise deletion based on all variables in the
procedure

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items


.875 18

Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Scale Variance if Corrected Item- Cronbach's Alpha
Deleted Item Deleted Total Correlation if Item Deleted
A1 60.60 27.378 .345 .874
A2 59.90 26.544 .361 .876
A3 59.70 26.011 .599 .865
A4 59.40 27.156 .496 .869
A5 59.70 26.011 .599 .865
A6 59.50 27.167 .419 .872
A7 59.70 26.011 .599 .865
A8 59.60 26.044 .607 .865
A9 59.60 26.489 .518 .868
A10 59.60 27.378 .345 .874
A11 60.10 24.989 .539 .868
A12 59.60 26.267 .563 .867
A13 59.60 26.044 .607 .865
A14 59.50 25.611 .750 .860
A15 59.60 26.044 .607 .865
A16 59.70 28.678 .098 .883
A17 59.20 29.511 .000 .878
A18 59.80 23.956 .740 .857

136
Case Processing Summary

N %
Valid 10 100.0
Cases
Excludeda 0 .0
Total 10 100.0
a
Listwise deletion based on all variables in the
procedure.

Reliability Statistics
Cronbach's Alpha N of Items
.887 16

Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Scale Variance if Corrected Item- Cronbach's Alpha
Deleted Item Deleted Total Correlation if Item Deleted
A1 53.10 26.322 .394 .886
A2 52.40 26.044 .316 .891
A3 52.20 25.289 .587 .878
A4 51.90 26.100 .557 .880
A5 52.20 25.511 .543 .880
A6 52.00 26.444 .403 .885
A7 52.20 25.289 .587 .878
A8 52.10 25.211 .617 .877
A9 52.10 25.656 .527 .881
A10 52.10 26.322 .394 .886
A11 52.60 24.267 .532 .882
A12 52.10 25.433 .572 .879
A13 52.10 25.211 .617 .877
A14 52.00 24.889 .738 .873
A15 52.10 25.211 .617 .877
A18 52.30 23.122 .753 .870

137
LAMPIRAN 2. Atribut dan Indikator Kinerja Pelayanan Kemitraan

Atribut Indikator Kepuasan


Prosedur Penerimaan Mitra 4 = Persyaratan sangat mudah, cepat memperoleh tanggapan
PT. SHS dan pelayanan sangat ramah
3 = Persyaratan mudah, cepat memperoleh tanggapan dan
pelayanan ramah
2 = Persyaratan rumit, lambat dan kurang ramah
1 = Persyaratan sangat rumit, pelayanan sangat lambat dan
tidak ramah
Kualitas Benih Pokok 4 = Hasil produksi lebih dari 6 ton
3 = hasil produksi 5-6 ton
2 = Hasil produk 3-5 ton
1 = hasil produksi <3 ton
Penetapan Harga Benih 4 = Harga Benih Pokok PT. SHS lebih murah dari harga pasar
Pokok 3 = Harga benih pokok PT. SHS sama dengan harga pasar
2 = Harga benih pokok PT. SHS lebih mahal dari pasar
1 = Harga benih pokok PT. SHS jauh lebih mahal dari pasar
Penetapan Harga Sarana 4 = Harga Sarana Produksi PT. SHS lebih murah dari harga
Produksi pasar
3 = Harga Sarana Produksi PT. SHS sama dengan harga pasar
2 = Harga Sarana Produksi PT. SHS lebih mahal dari pasar
1 = Harga Sarana Produksi PT. SHS jauh lebih mahal dari
pasar
Ketersediaan dan 4 = Sarana Produksi selalu tersedia saat dibutuhkan, bahkan
Kemudahan Memperoleh lebih dari yang dibutuhkan
Sarana Produksi 3 = Sarana Produksi tersedia saat dibutuhkan.
2 = Harus menunggu beberapa waktu untuk mendapatkan
sarana produksi karena stok tidak ada
1 = sarana produksi tidak tersedia
Frekuensi Pelaksanaan 4 = 1 bulan sekali
Pembinaan Plasma 3 = 1 musim 2 kali
2 = 1 musim sekali
1 = insidentil, jika petani membutuhkan
Pelayanan dan Materi yang 4 = Materi yang diberikan sangat sesuai dan sangat
Diberika dalam Pembinaan dibutuhkan petani
3 = materi yang diberikan sesuai
2 = materi yang diberikan biasa saja
1 = materi yang diberikan tidak sesuai dan tidak penting

138
Respon Inti terhadap 4 = Semua keluhan direspon dengan sangat baik dalam waktu
Keluhan yang cepat dengan adanya solusi nyata
3 = semua keluhan direspon dengan baik dalam waktu yang
agak cepat
2 = Semua keluhan direspon kurang baik dan dalam waktu
agak lama
1 = semua keluhan tidak direspon dengan baik
Bantuan Inti dalam 4 = Inti memberikan bantuan melalui pelaksanaan gropyok
Menanggulangi Hama dan tikus serta adanya bantuan dalam bentuk pestisida gratis.
Penyakit 3 = Inti memberikan bantuan melalui pelaksanaan gropyok
tikus serta adanya bantuan pestisida dalam bentuk pinjaman
2 = Inti hanya memberikan batuan melalui pelaksanaan
gropyok tikus
1 = Inti tidak melakukan kegiatan gropyok tikus
Pengetahuan dan 4 = pendamping dapat berkomunikasi dengan sangat baik dan
Kemampuan Berkomunikasi menjawab semua pertanyaan yang diajukan petani
Pendamping 3= tidak semua pertanyaan dapat dijawab, namun kemampuan
komunikasi pendamping baik
2= tidak semua pertanyaan dapat dijawab dan cara
berkomunikasi pendamping tidak terlalu baik
1= semua pertanyaan tidak dapat dijawab pendamping dan
cara berkomunikasi tidak baik
Pendamping Mudah Ditemui 4 = pendamping mendatangi lokasi setiap hari
dan Dihubungi 3= pendamping mendatangi lokasi dua kali dalam satu minggu
2 = pendamping mendatangi lokasi satu kali seminggu
1= pendamping mendatangi lokasi jika dibutuhkan petani
Bantuan Biaya Panen 4 = Bantuan panen lebih dari biaya panen yang dikeluarkan
3 = Bantuan panen sama dengan biaya panen yang
dikeluarkan
2= Bantuan biaya panen lebih kecil dari biaya panen yang
dikeluarkan
1= Tidak ada biaya bantuan panen
Ketepatan Pemberian Biaya 4 = Dibayarkan sebelum panen
Panen 3 = Dibayarkan ketika panen
2 = Dibayarkan setelah panen
1 = Dibayarkan musim berikutnya
Penyediaan Sarana 4 = Jumlah Truk Lebih dari yang dibutuhkan
Pengangkutan Hasil Panen 3 = Jumlah truk sesuai dengan kebutuhan

139
2 = Jumlah truk kurang dari yang dibutuhkan
1 = Tidak ada truk
Penetapan Harga Beli Hasil 4 = Harga Beli Hasil Panen oleh PT. SHS lebih mahal dari
Panen harga pasar
3 = Harga Beli Hasil Panen oleh PT. SHS sama dengan harga
pasar
2 = Harga Beli Hasil Panen oleh PT. SHS lebih murah dari
pasar
1 = Harga Beli Hasil Panen oleh PT. SHS jauh lebih murah
dari pasar

Ketepatan Pembayaran Hasil 4 = Dibayarkan ketika hasil panen diterima SHS


Panen 3 = 1 minggu sampai 1 bulan setelah panen
2 = > 1 bulan setelah panen
1 = Dibayarkan musim berikutnya

140
LAMPIRAN 3. Matriks Evaluasi Kemitraan PT. Sang Hyang Seri dan Petani
Mitra Berdasarkan Kesepakatan Kerjasama
Ketentuan
Poin Kerjasama Realisasi
Peraturan Tertulis Peraturan Tidak Tertulis
Pembinaan dan PT. SHS mengecek ke Sesuai
Pengawalan teknis lahan sekaligus memberi
produksi bimbingan

Pembayaran Benih Petani diwajibkan membeli Jenis varietas ditentukan Sesuai


Pokok benih pokok sebanyak 25 oleh PT. SHS
kg/Ha/musim

Pembayaran bagi hasil Petani diwajibkan Pembayaran dengan Sesuai


membayar bagi hasil dipotong dari hasil panen
sebesar 1.200
kg/Ha/musim

Pembayaran biaya Petani diwajibkan Sesuai


operasional membayar biaya
operasional kerjasama
sebesar Rp
130.000/Ha/musim

Penjualan hasil panen Petani menjual hasil panen Wajib memasukkan Kurang
kepada PT. SHS setiap seluruhnya ke PT. SHS Sesuai
musimnya setelah
dipotong kewajiban bagi
hasil
Sesuai
Pengelolaan areal Petani wajib mengelola
lahan dengan baik dan
tidak dipindahtangankan
maupun dijualbelikan
Sesuai
Sanksi terhadap Petani bersedia
pelanggaran aturan diberhentikan apabila tidak
mentaati peraturan

Ketentuan Luas Lahan Tidak diatur Petani berhak mengolah Sesuai


garapan lahan milik PT. SHS
dengan syarat 1 KTP
maksimal 2 Ha sawah

Penerapan Jadwal Tidak diatur Petani melakukan kegiatan Sesuai


Tebar Tanam Panen tebar, tanam, dan panen
sesuai dengan jadwal yang
ditentukan oleh PT. SHS

Penyediaan Sarana Tidak diatur PT. SHS menyediakan Kurang


Produksi sarana produksi seperti Sesuai
pupuk dan obat-obatan
dalam bentuk pinjaman

141
Kegiatan pembasmian Tidak diatur Petani wajib mengikuti Kurang
tikus “gropyok tikus” bersama Sesuai
PT. SHS seminggu dua
kali, setiap rabu dan sabtu

Penetapan harga beli Tidak diatur Harga ditentukan Sesuai


hasil panen oleh PT. berdasarkan survey,
SHS kemudian
dimusyawarahkan. Harga
dipengaruhi oleh kadar air
dan kotoran.

Pembagian Risiko Tidak diatur Risiko ditanggung oleh Sesuai


budiaya petani, kecuali penyebab
turunnya produksi
disebabkan oleh bencana
alam

Respon terhadap Tidak diatur PT. SHS merespon setiap Kurang


keluhan keluhan petani. Sesuai
Penyampaian keluhan
disampaikan ketika
pengecekan ke lahan atau
petani langsung ke kantor
PT. SHS

Pengangkutan hasil Tidak diatur PT. SHS menyediakan Kurang


panen sarana transportasi untuk Sesuai
pengangkutan.

Pembayaran Hasil Tidak diatur Pembayaran hasil panen Tidak


Panen dilakukan setelah hasil Sesuai
panen diterima PT. SHS
dengan dengan lamanya
waktu sesuai perjanjian
sebelumnya

142
LAMPIRAN 4. Kendala-kendala Kemitraan Berdasarkan Kesepakatan
Kerjasama

Poin Kerjasama Keterangan Kendala


Pembinaan dan Frekuensi diadakannya Untuk pembinaan dan pengawalan teknis
Pengawalan teknis pembinaan serta tidak ada kendala, namun untuk
produksi pengawalan teknis pembinaan berupa pertemuan rutin masih
jarang dilaksanakan
Kualitas SDM Tidak ada kendala

Pembayaran Benih Kualitas Benih Pokok Tidak ada kendala


Pokok
Ketersediaan Benih Pokok Tidak ada kendala
Varietas benih Tidak ada kendala

Pembayaran bagi hasil Pembayaran bagi hasil Tidak ada kendala


sebesar 1200 kg/ha

Pembayaran biaya Pembayaran biaya Tidak ada kendala


operasional operasional sebesar Rp
130.000,00 per /musim

Penjualan hasil panen Petani wajib memasukkan Masih terdapat petani yang menjual
seluruh hasil panen ke PT. sedikit hasil panennya ke luar selain PT.
SHS SHS, karena pembayarannya yang lebih
cepat
Kondisi tanah saat Tidak ada kendala
diberikan

Pengelolaan areal Pengelolaan tanah Banyaknya penggunaan pupuk anorganik


menurunkan kesuburan tanah
Petani tidak diperbolehkan Tidak ada kendala
memindahtangankan lahan

Sanksi terhadap Petani bersedia Tidak ada kendala


pelanggaran aturan diberhentikan sebagai
petani mitra bila
melanggar peraturan

Ketentuan Luas Lahan Maksimal luas lahan Tidak ada kendala


garapan garapan 2 Ha/KTP

Penerapan Tebar Tebar, tanam, dan panen Tidak ada kendala


Tanam Panen dilakukan sesuai jadwal
yang ditentukan PT.SHS

Penyediaan Sarana Ketersediaan Pupuk dan Pupuk dan obat-obatan yang dibutuhkan
Produksi Obat-obatan oleh petani terkadang tidak tersedia tepat
waktu. Selain itu pupuk dan obat-obatan
yang disediakan PT. SHS kurang
beragam sesuai keinginan petani
Harga Pupuk dan Obat- Harga pupuk dan obat-obatan yang
obatan disediakan PT. SHS lebih tinggi
dariapada harga di kios-kios, karena
tidak bersusidi

143
Kegiatan pembasmian Dilaksanakan dua kali Masih ada petani yang tidak mengikuti
tikus dalam seminggu gropyok tikus

Penetapan harga beli Melalui survey 3 desa 3 Tidak ada kendala


benih padi oleh PT. varietas.
SHS
Diterapkannya rafaksi Banyak petani yang merasa bahwa
harga rafaksi harga merugikan

Pembagian Risiko Risiko ditanggung petani Tidak ada kendala


budiaya

Respon terhadap Respon terhadap segala Belum adanya solusi nyata dari keluhan
keluhan keluhan petani, seperti mengenai keterlambatan
pembayaran hasil panen

Pengangkutan hasil Ketersediaan truk Kurangnya truk pengangkut


panen pengangkut mengakibatkan keterlambatan
pengangkutan serta banyaknya tumpukan
hasil panen di lahan. Hal ini dapat
mempengaruhi kadar air dan kotoran
pada hasil panen.

Pembayaran Hasil Ketepatan waktu Keterlambatan pembayaran hasil panen


Panen pembayaran hasil panen sering terjadi

144
LAMPIRAN 5. Kuisioner Penelitian Usahatani

KUISIONER
Untuk Mengetahui Keragaan Usahatani Penangkaran Benih Padi

Peneliti:

Amelia Kartika Y H34070041

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

145
Saya Amelia Kartika, mahasiswa Departemen Agribisnis IPB yang sedang melakukan
penelitian untuk keperluan skripsi dengan judul “Evaluasi Kemitraan dan Analisis
Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi Bersertifikat (Kasus Kemitraan:
PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I, Sukamandi, Kabupaten Subang)”.
Dimohon ketersediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk melakukan wawancara guna
mengisi kuisioner ini secara lengkap. Sesuai etika penelitian, saya bersifat netral dan
menjamin kerahasiaan informasi bapak/ibu sebagai responden. Atas bantuan dan
kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.

A. Identitas Responden
1. Nama Responden : ...........................................................................
2. Jenis Kelami : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan
3. Usia : ........................ tahun
4. Alamat : ...........................................................................
...........................................................................
5. Pendidikan Terakhir : ( ) Tidak sekolah ( ) SMA
( ) SD ( ) Diploma
( ) SMP ( ) Sarjana
6. Status dalam rumah tangga : Kepala Keluarga / Istri / Anak (pilih salah satu)
7. Jumlah Tanggungan
Keluarga : ............................... orang
8. Keterangan tentang anggota rumah tangga (dalam satu unit anggaran belanja)
Nama Pekerjaan
Hubungan Jenis Sumber
N Anggota Usia
dengan Kelamin Pendidikan Utama Sampingan Pendapatan
o Keluarga (Tahun)
KK* (P/L) Utama

1.
2.
3.
4.
5.
6.
Keterangan* : 1= Kepala Keluarga; 2= Istri; 3= Anak; 4= Cucu; 5=Orang Tua; 6= Lainnya
9. Pengalaman Bertani Padi : ............................... tahun
10. Pengalaman Menjadi Penangkar Benih Padi : ................................... tahun
11. Varietas padi yang pernah diusahakan (isi dengan memberi tanda centang “ √
”, jawaban boleh lebih dari 1):
( ) ( )
( ) ( )

146
12. Pendapatan Rumah Tangga dalam satu tahun terakhir
No. Uraian Nilai dalam setahun
(Rp)
1. Usahatani Padi
2. Usahatani Penangkaran Benih Padi
3. Usahatani lainnya (sebutkan: ..............................)
4. Non Usahatani (sebutkan: ..................................)

13. Penghasilan per bulan : ( ) ≤ 500.000


( ) 501.000 – 999.000
( ) 1.000.000-1.999.000
( ) ≥ 2.000.000

14. Alasan Melakukan : ( ) Usaha turun temurun


Penangkaran ( ) Banyak diusahakan di daerah sekitar
Benih Padi ( ) Tinggi pendapatannya
( ) Pekerjaan Utama
( ) Pekerjaan Sampingan
( ) Lainnya, ......................................................

15. Periode Panen : .............................................


16. Biaya Garap per musim
Tanam (Rp) : .............................................

B. Luas dan Status Penguasaan Lahan Usahatani


1. Lahan Milik Sendiri
Luas Kepemilikan Lahan (Ha)
Jenis Lahan Jumlah Persil Digarap Orang
Digarap Sendiri Total
Lain
Sawah Irigasi
Sawah tadah
Hujan
Ladang Tegalan
Kebun
Pekarangan
(termasuk rumah)
Lainnya (kolam,
tambak, dll)
Total

147
2. Lahan Bukan Milik Sendiri
Luas Kepemilikan Lahan (Ha)
Jenis Lahan Jumlah Persil Digarap Orang
Digarap Sendiri Total
Lain
Sawah Irigasi
Sawah tadah
Hujan
Ladang Tegalan
Kebun
Pekarangan
(termasuk rumah)
Lainnya (kolam,
tambak, dll)
Total

C. Gambaran Usahatani Penangkaran Benih Padi


1. Sumber modal usahatani : ( ) Sendiri
( )Pinjam ke Petani Lain, sebesar ...........................
( ) Bantuan kelompok tani, sebesar .......................
2. Ke mana hasil panen benih padi dijual?
( ) Pedagang Pengumpul ( ) Koperasi/Kelompok Tani
( ) PT. Sang Hyang Seri ( ) Lainnya, ..............................
3. Permasalahan yang sering dihadapi dalam usahatani?
( ) Budidaya ( ) Modal ( ) Lainnya, ...................
( ) Teknologi ( ) Hama
Uraian :
.........................................................................................................................
.................................................................................................................
4. Benih yang digunakan :
( ) Mendapatkan dari PT. Sang Hyang Seri
( ) Membeli dari petani lainnya
( ) Membeli dari Kelompok Tani
( ) Lainnya, ........................................................
5. Jumlah benih sumber yang digunakan : ............................. /Ha/musim tanam
6. Harga benih : Rp................................./ kg

148
7. Peralatan yang dimiliki:
a. Investasi:
Perkiraan
Jumlah Harga Beli Masa Pakai Umur Layak
No. Jenis Alat
(buah) (Rp/buah) (Tahun) Pemakaian
(Tahun)
1 Cangkul
2 Traktor
3 Sabit
4 Handsprayer
5 Karung
6 Terpal
7 Garu
8 Komposan
9 Tolok
10 Timbangan
11 Traser

b. Peralatan per musim:


No. Nama Alat Jumlah/Ha Harga/Satuan
1. Plastik
2. Tali Rafia
3. Tali Tambang
4. Bambu

Kegiatan Usahatani:
1. Persiapan Lahan
Kegiatan Keterangan
Penampingan
Pemopokan
Traktor
Peleleran
Babat Galengan

149
2. Pembibitan/Penyemaian
Pembibitan Keterangan
Pembuatan Bedengan
Pemupukan Dasar
Luas lahan pembibitan (m2 , bedeng)
Varietas benih yang digunakan untuk
pembibitan
Jumlah benih yang digunakan untuk
pembibitan (gr)
Jarak tanam benih (cm)
Lama pembibitan (hari)
Masa penyimpanan bibit (hari)

3. Penanaman
Penanaman Keterangan
Jumlah bibit
Jarak tanam bibit (cm)
Kedalaman penanaman bibit (cm)
Alat menanam (mesin/manual)
Lama proses penanaman

4. Pemeliharaan Tanaman
Proses Pemeliharaan Keterangan
Penyulaman Frekuensi Penyulaman
Ketika Berumur
Pengairan Frekuensi Pengairan
Lama proses pengairan
Alat yang digunakan
Penyiangan Frekuensi penyiangan
Ketika tanaman berumur
Lama proses penyiangan
Pengontrolan tanaman Frekuensi pengontrolan
Lama Waktu pengontrolan

150
5. Pemupukan
 Pupuk diperoleh dari :
................................................................................................
 Kegiatan pemupukan : ................ kali
 Proses pemupukan : a. Pemupukan I setelah ...... hari sesudah tanam
b.Pemupukan II setelah...... hari sesudah tanam
c.Pemupukan III setelah ..... hari sesduah tanam

 Penggunaan pupuk (luas lahan: ...............................)


Jenis Pupuk Fisik (kg, liter)/Ha Total Nilai (Rp)/satuan
Kandang
Urea
SP36
TSP
KCl
ZA
NPK Ponsca
NPK Kujang
Cair
.......................
......................

6. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman


 Secara teknik budidaya : .............................................................
 Secara biologis (predator alam) : .........................................................
 Secara fisik (perangkap) : .........................................................
 Secara kimia :
No Jenis Pestisida Fisik (kg, liter)/ Total nilai (Rp)
Ha /satuan
1. Insektisida

151
2 Herbisida

3. Fungisida

4. Obat Perangsang

7. Roguing
Kegiatan Penyeleksian :
Fase Pertumbuhan Kegiatan
Stadium Vegetatif Awal
(Setelah muncul bibit)
Stadium Vegetatif Akhir/Anakan
Maksimum
(awal pertumbuhan tanaman)
Stadium Generatif Awal/ Berbunga

Stadium Generatif Akhir/Pemasakan


(Sebelum panen)

152
8. Panen dan Pengolahan Benih
 Umur Panen : ...................................................................................
 Proses Panen :
Proses Pemanenan Alat yang Kegiatan
digunakan
Persiapan Panen

Proses Panen

Penjemuran

Pengeringan
Benih
Pengeringan
dengan alat
pengering (dryer)
Pembersihan
Benih
Pengolahan
Benih Pemilahan
(grading)

9. Prosesing Benih
Kegiatan Jumlah Harga/satuan Total Harga
Penimbangan dan
Pemberian Stampel .......................... kg
Pembelian Kantong
Logo ..................... lembar
Biaya Sertifikasi ....................... Ha
Biaya Pengujian Benih
........................... kg
Biaya Pelabelan ..................... lembar
Biaya Pengantongan
Benih .................... lembar

153
10. Penjualan
 Beri tanda “√” pada kegiatan yang dilaksanakan, dan tanda “-“ pada kegiatan
yang tidak dilaksanakan.
Penjualan Keterangan
Penjualan saat panen
(Ijon/Jual bertahap/
lainnya ................................................)*
Penjualan langsung setelah panen
Dikemas (mengalami proses sertifikasi) serta
disimpan kemudian dijual
Disimpan untuk digunakan sebagai bibit sendiri
*coret yang bukan

 Siapa pembelinya dan berapa persen dari total penjualan?


Jenis Pembeli Persentase (%)
Pedagang pengumpul
Koperasi/Kelompok Tani
PT. Sang Hyang Seri
Lainnya, ............................................

 Apakah anda melakukan kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri?


( ) Ya
( ) Tidak, karena ..................................................................................
..................................................................................................................

 Jika tidak dibeli PT. Sang Hyang Seri, pembeli yang dominan berasal dari :
(isi dengan memberi tanda “√”)
( ) satu desa ( ) satu provinsi
( ) satu kecamatan ( ) luar provinsi
( ) satu kabupaten

 Tingkat kesulitan menjual hasil panen :


(isi dengan memberi tanda “√”)
( ) sangat mudah ( ) kadang sulit
( ) mudah ( ) sulit

154
11. Kegiatan Usahatani dan Penggunaan Tenaga Kerja per Musim Tanam (Luas Lahan : ..........................)

Jumlah Penggunaan Tenaga Kerja


Upah (Rp) Jam Kerja Lama kegiatan
No Kegiatan Keluarga (orang/hari) Upahan (orang/hari) Borongan
(jam/hari) (hari/kali) Ceblog
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan (Rp)
1. Persiapan Lahan
Penampingan
Pemopokan
Traktor
Peleleran
Babat Galengan
2. Pembibitan/Persemaian
Pembuatan Bedengan
Pemupukan Dasar
Penyebaran Benih Smbr
3. Penanaman
4. Pemeliharaan Tanaman
Penyulaman (Ngayuman)
Pengairan
Penyiangan (Ngerambet)
5. Pemupukan
6. Pengendalian HPT
7. Roguing
8. Pemanenan
Proses Panen
Penimbangan
9. Pengangkutan
Kuli angkut
Sopir truk

155
12. Biaya Usahatani Lainnya (Luas lahan : ..........................)
Jenis Pengeluaran Biaya
Iuran irigasi/ beli air (Rp)
Iuran Desa (Rp)
Pajak (Rp)
Sewa Lahan (Rp)
Biaya Transportasi (Rp)

13. Produksi dan Penerimaan Hasil Produksi (Luas Lahan: ..........................)


a. Produksi
Produksi Benih Hasil dari tanaman lain (jika ditumpangsari)
Indikator
Padi ................................ .................................
Fisik (kg)
Harga (Rp/kg)

b. Penerimaan Hasil Produksi


Benih Padi
No. Produksi
Jumlah (kg) Harga (Rp/kg)
1. Penjualan Benih Padi
2. Konsumsi Pribadi
3. ..................................

156
LAMPIRAN 6. Kuisioner Kepuasan Petani Mitra

KUISIONER
Untuk Mengetahui Kondisi Kemitraan dari Sisi Petani Mitra

Peneliti:

Amelia Kartika Y H34070041

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
157
Saya Amelia Kartika, mahasiswa Departemen Agribisnis IPB yang sedang melakukan penelitian untuk keperluan skripsi dengan judul “Evaluasi Kemitraan dan Analisis
Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi Bersertifikat (Kasus Kemitraan: PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I, Sukamandi, Kabupaten Subang)”. Dimohon
ketersediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk melakukan wawancara guna mengisi kuisioner ini secara lengkap. Sesuai etika penelitian, saya bersifat netral dan menjamin
kerahasiaan informasi bapak/ibu sebagai responden. Atas bantuan dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.

Petunjuk Umum : Berilah tanda “ √ ” pada tempat yang telah disediakan.

IDENTITAS RESPONDEN
Nama : ............................................................................. Berapa kali pernah : .......................... kali
Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan Berganti kemitraan
Lama Berusahatani : ( ) ≤ 2 tahun ( ) 5-6 tahun
Alamat : .......................................................................... Penangkaran ( ) 3-4 tahun ( ) ≥ 7 tahun
.......................................................................... Benih Padi
Usia : ............................... tahun
Alasan Melakukan : ( ) Usaha turun temurun
Pendidikan Terakhir : ( ) Tidak sekolah ( ) SMA Penangkaran ( ) Banyak diusahakan di daerah sekitar
( ) SD ( ) Diploma Benih Padi ( ) Tinggi pendapatannya
( ) SMP ( ) Sarjana ( ) Pekerjaan Utama
( ) Pekerjaan Sampingan
Jumlah Tanggungan : ( ) 0 orang ( ) 3-5 orang ( ) Lainnya, ......................................................
Keluarga ( ) 1-2 orang ( ) > 5 orang
Pekerjaan lain yang : ( ) Tidak ada
Penghasilan per bulan : ( ) ≤ 500.000 Dilakukan selain ( ) Ada, yaitu .......................................................
( ) 501.000 – 999.000 Penangkaran benih
( ) 1.000.000-1.999.000 Luas Lahan yang : ...........................................
( ) ≥ 2.000.000 Digarap (m2)
Periode Panen : ...........................................
Pengalaman Bermitra : ( ) Pernah, dengan ..............................................,
Biaya Garap per : ...........................................
Dengan yang lain Selama ............................ bulan Musim Tanam (Rp)
( ) Belum Pernah Penghasilan per : ...........................................
Pengalaman Bermitra : ......................... bulan Bulan (Rp)
Dengan SHS
158
PELAKSANAAN KEMITRAAN

Alasan anda dalam melaksanakan kemitraan dengan PT. Sang Hyang Seri (boleh Apakah anda mendapat bantuan modal awal?
pilih lebih dari satu dan diurutkan berdasarkan kepentingan): ( ) Ya, sejumlah ....................................... ( ) Tidak
( ) Ingin mendapatkan bantuan modal
( ) Ingin mendapatkan jaminan pasar Apaka anda membeli Sarana Produksi di PT. Sang Hyang Seri?
( ) Ingin meningkatkan pendapatan / keuntungan ( ) Ya, alasan .................................................................................................
( ) Ingin mendapatkan tambahan pengetahuan dan ketrampilan bertani serta ( ) Tidak, alasan ............................................................................................
teknologi
( ) Risiko usaha ditanggung bersama Fasilitas apa yang diberikan oleh PT. Sang Hyang Seri selama kemitraan
( ) Lainnya, ................................................................................................... berlangsung?
1. ...........................................................................................................
Apakah dalam pelaksanaan kemitraan ini anda mengetahui dan memahami 2. ...........................................................................................................
peraturan kemitraan (perjanjian kontrak dengan PT. Sang Hyang Seri):
( ) Ya Masalah serta kendala apa saja yang dihadapi selama mengikuti kemitraan?
Apa hak dan kewajiban yang anda miliki sebagai petani mitra? 1. ...........................................................................................................
........................................................................................................................ 2. ...........................................................................................................
........................................................................................................................ 3. ...........................................................................................................
........................................................................................................................ 4. ...........................................................................................................
........................................................................................................................
Harapan kepada PT. Sang Hyang Seri?
( ) Tidak ....................................................................................................................................
Mengapa anda tidak mengetahui dan memahaminya? ....................................................................................................................................
........................................................................................................................ ....................................................................................................................................
........................................................................................................................ ....................................................................................................................................
........................................................................................................................ ........................................................................

Apakah anda terlibat dalam pembuatan peraturan.kontrak kemitraan dengan PT. Apakah akan tetap bergabung dengan PT. Sang Hyang Seri?
Sang Hyang Seri? ( ) Ya ( ) Tidak, alasan ......................................................................
( ) Ya ( ) Tidak, alasan ..................................................................

159
TINGKAT KEPENTINGAN DAN KEPUASAN KEMITRAAN

A. Petunjuk A
Tingkat Kepentingan
Di bawah ini terdapat pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan harapan anda terhadap pelaksanaan kemitraan PT. Sang Hyang Seri RM I dengan petani mitra. Berilah
tanda “√” pada kolom jawaban yang anda pilih.
B. Petunjuk B
Tingkat Kepuasan
Di bawah ini terdapat pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan apa yang anda rasakan terhadap pelaksanaan kemitraan PT. Sang Hyang Seri RM I dengan petani mitra
selama ini. Berilah tanda “√” pada kolom jawaban yang anda pilih.
Kepentingan Kepuasan
1 2 3 4 1 2 3 4
No. Atribut Sangat Tidak Penting Sangat Sangat Tidak Puas Sangat
Tidak Penting Penting Tidak Puas Puas
Penting Puas
Prosedur Penerimaan Mitra
1.
PT. SHS
2. Penetapan Harga Benih Pokok
3. Kualitas Benih Pokok
4. Penetapan Harga Sarana Produksi
5. Kecukupan Penyediaan Sarana Produksi
6. Penetapan Harga Sarana Produksi
7. Pengetahuan dan kemampuan berkomunikasi pendamping
8. Pendamping mudah ditemui dan dihubungi
9. Frekuensi Pembinaan Plasma
10. Pelayanan dan Bimbingan Materi
11. Respon terhadap keluhan
12. Bantuan inti dalam menanggulangi hama dan penyakit
13. Bantuan biaya panen
14. Ketepatan pemberian biaya panen
15. Penyediaan Sarana Pengangkutan Hasil Panen
16. Ketepatan Pembayaran Hasil Panen

160
LAMPIRAN 7. Kuisioner Kemitraan untuk PT. Sang Hyang Seri

KUISIONER
Untuk Mengetahui Kondisi Kemitraan Petani Mitra dan Perusahaan

Peneliti:

Amelia Kartika Y H34070041

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
161
Saya Amelia Kartika, mahasiswa Departemen Agribisnis IPB yang sedang melakukan penelitian untuk keperluan skripsi dengan judul “Evaluasi Kemitraan dan
Analisis Pendapatan Usahatani Penangkaran Benih Padi Bersertifikat (Kasus Kemitraan: PT. Sang Hyang Seri Regional Manajer I, Sukamandi,
Kabupaten Subang)”. Dimohon ketersediaan Bapak/Ibu meluangkan waktu untuk melakukan wawancara guna mengisi kuisioner ini secara lengkap. Sesuai etika
penelitian, saya bersifat netral dan menjamin kerahasiaan informasi bapak/ibu sebagai responden. Atas bantuan dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih.

Responden Nama : No :
Jabatan : Tanggal:
No Pertanyaan Jawaban
A Kondisi PT. Sang Hyang Seri
1. Apakah visi dan misi PT. Sang Hyang Seri?
2. Bagaimana struktur organisasi PT. Sang Hyang Seri?
3. Bagian mana yang terkait dengan program kemitraan?
4. Apa kaitan kemitraan dengan divisi / bidang pekerjaan
yang anda tangani?
5. Menurut anda, seberapa penting peranan kemitraan
terhadap sustainability perusahaan?
B Pelaksanaan kemitraan
1. Bagaimana awal mula terjadinya kemitraan antara PT.
Sang Hyang Seri dengan petani mitra?
2. Apakah tujuan yang ingin dicapai PT. Sang Hyang Seri
melaksanakan kemitraan ini?
3. Pola kemitraan seperti apa yang terjadi antara PT. Sang
Hyang Seri dengan petani mitra?

162
4. Bagaimana bentuk pembinaan yang diberikan kepada
petani?
5. Bagaiman bentuk permodalan kepada petani?
6. Bagaiman penyediaan sarana produksi untuk petani
mitra?
7. Adakah pendampingan secara teknis maupun non teknis
dari PT. Sang Hyang Seri sebagai perusahaan mitra?
8. Apakah petani mitra dilibatkan dalam pembuatan
peraturan dan kontrak kemitraan?
9. Apakah dalam pelaksanaanya, seluruh petaani mitra
patuh terhadap peraturan dan kontrak kemitraan?
10. Apa saja hak dan kewajiban masing-masing pelaku
mitra?
11. Apa peran pemerintah dalamn kemitraan ini?
12. Apakah PT. Sang Hyang Seri melakukan kerjasama
dengan pihak lain dalam pelaksanaan kemitraan dengan
petani?
13. Apa sajakah permasalahan yang ditemui dalam
pelaksanaan kemitraan ini?
14. Bagaimanakah dampak permasalahan kemitraan tersebut
terhadap perusahaan?

163
15. Apa harapan terhadap kemitraan ini di masa depan?
C Sistem Produksi
1. Apa sajakah jenis varietas benih padi yang dihasilkan
oleh PT. Sang Hyang Seri?
2. Apakah setiap tahunnya PT. Sang Hyang Seri memiliki
target produksi benih padidalam kemitraan ini?
3. Kapankan pembelian benih terhadap petani mitra
dilakukan?
4. Bantuan apakah yang diberikan oleh PT. Sang Hyang
Seri dalam hal budidaya?
5. Upaya apakah yang dilakukan PT. Sang Hyang Seri
untuk meningkatakn penguasaan teknologi petani
terutama dalam budidaya?
6. Bagaimanakan proses sertifikasi benih yang dilakukan?
7. Bagaimanakah proses pengemasan terhadap benih
bersertifikat?
D Pemasaran Hasil
1. Bagaimana sistem pemasaran benih padi yang dilakukan
dalam kemitraan ini?
2. Bagaimana saluran distribusi pemasaran benih padi dari
petani mitra ke PT. Sang Hyang Seri?

164
3. Bagimana sistem penetapan harga beli hasil benih padi?
4. Bagaimana sistem sortasi dan grading yang ditetapkann
perusahaan terhadap pasokan benih padi?

5. Berapa lama rata-rata lama waktu pembayaran hasil


panen benih padi yang diterima?
6. Berapa harga rata-rata yang diterima petani dari hasil
budidaya benih padinya?
E Pembiayaan / Pendanaan
1. Apakah PT. Sang Hyang Seri memiliki perencanaan
biaya khusus dalam kemitraan ini?
2. Bagaimana aliran dana PT. Sang Hyang Seri hingga
sampai ke petani mitra?
3. Bagaiman bentuk pengawasan yang dilakukan atas dana
yang diberikan?
4. Bagaimana sistem pengembalian dana yang dilakukan
petani?

165
Lampiran 8. Surat Perjanjian Kerjasama

KANTOR REGIONAL - I
SUKAMANDI, SUBANG - JAWA BARAT, TELP. (0260) 520798, 521900, FAX. (0260) 520813

SURAT PERJANJIAN KERJA SAMA PENANGKAR PADI / PALAWIJA CALON BENIH


Nomor : …………/SHS.06.1/ KS I/……./20……..

Pada hari ini ……………… tanggal ……… bulan ……………… tahun dua ribu ………………… kami yang
bertanda tangan di bawah ini :

I. Nama : ……………………………………..
Jabatan : ……………………………………..
Alamat : PT. Sang Hyang Seri (Persero) – Sukamandi

Yang berdasarkan SK Direksi No. ……… Tertanggal …………………… dan Surat Kuasa Direksi No.
SKU ……………………..Tertanggal …………………………… Yang dalam hal ini bertindak untuk dan
atas nama PT. Sang Hyang Seri (Persero) yang untuk selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA.

II. Nama : ……………………………………..


Pekerjaan/Jabatan : ……………………………………..
Nomor KTP : ……………………………………..
Alamat : ……………………………………..

Yang berdasarkan surat permohonan tanggal …………………………………………..yang dalam hal ini


bertindak untuk dan atas nama diri sendiri, yang selanjutnya disebut PIHAK KEDUA

Dengan ini menyatakan bahwa antara kedua belah pihak tersebut, tercapai kata sepakat untuk
mengadakan/membuat perjanjian kerjasama MT ……………………. Dalam usaha memproduksi
padi/palawija, dengan menggunakan tanah HGU PT. Sang Hyang Seri (Persero).

- Luas Areal : ………………………… Ha


- Lokasi / Blok : …………………………

Dengan Persyaratan / Ketentuan sbb :

1. PIHAK PERTAMA, wajib melakukan pembinaan dan pengawalan teknis produksi yang dilaksanakan
oleh PIHAK KEDUA.
2. PIHAK KEDUA diwajibkan membayar benih pokok sebanyak 25 Kg / Ha / Musim kepada PIHAK
PERTAMA.
3. PIHAK KEDUA diwajibkan membayar bagi hasil sebesar 1.200 Kg / Ha / Musim kepada PIHAK
PERTAMA.
4. PIHAK KEDUA membayar biaya operasional kerjasama sebesar Rp. 130.000,-/ Ha / Musim yang terdiri
dari : Biaya Roguing, Sanitasi, Materai dan PHT.
5. PIHAK KEDUA berhak atas semua hasil panen dan memasukkan/menjual kepada PIHAK PERTAMA
apabila dibutuhkan setelah dipotong kewajiban bagi hasil.
6. PIHAK KEDUA diwajibkan mengelola areal dengan baik dan tidak dipindah tangankan kepada orang lain
maupun dijual belikan.
7. PIHAK KEDUA diwajibkan mematuhi ataupun mentaati persyaratan dan ketentuan yang berlaku di PT.
Sang Hyang Seri (Persero) yang tidak tertulis dalam kontrak ini dalam hal pemanfaatan lahan.
8. PIHAK KEDUA bersedia diberhentikan sebagai petani kerjasama apabila tidak mengikuti ataupun
mentaati aturan dan ketentuan yang ada.

PIHAK KEDUA PIHAK PERTAMA

MENGETAHUI,

Kepala Desa
166
LAMPIRAN 9. Peta Lahan dan Varietas PT. Sang Hyang Seri

ZONE VARIETAS SWK KS JUMLAH


A. PADI INBRIDA
Inpari 1 199.60 113.03 312.63
Situbagendit - 190.03 190.03
Ciherang 335.79 1,658.90 1,994.69
Inpago 3 SHS 128.29 - 128.29
Cigeulis - 20.20 20.20
Inpara 3 - 46.54 46.54
Inpari 13 39.77 - 39.77
Mekongga - 46.99 46.99
IR64 - 207.46 207.46
Sub Jumlah 703.45 2,283.15 2,986.60
B. PADI HIBRIDA
SL-8SHS 5.97 - 5.97
Perb. Restorer 1.13 - 1.13
Sub Jumlah 7.10 - 7.10
Jumlah A + B 710.55 2,283.15 2,993.70
Benih Sumber 110.61 - 110.61
Penelitian 13.97 - 13.97
Hortikultura 29.37 - 29.37
TBS 3.00 - 3.00
Sub Jumlah 156.95 - 156.95
Jumlah 867.50 2,283.15 3,150.65

Sukamandi, 21 Januari 2011


Manager Kebun

Bachrudin, SP

167

Anda mungkin juga menyukai