Anda di halaman 1dari 150

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA

(Kasus: Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri Desa
Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat)

Oleh :

ACHMAD ZAELANI
A14204074

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN

ACHMAD ZAELANI. MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI


PETANI Kasus: Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri
Mandiri Desa Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang,
Provinsi Jawa Barat. (Dibawah bimbingan NINUK PURNANINGSIH)

Pelaku dalam sektor pertanian secara garis besar dapat digolongkan

kedalam dua kelompok, yaitu perusahaan pertanian besar (agribisnis besar) dan

kelompok petani (agribisnis kecil). Berdasarkan analisis kondisi pelaku

kerjasama, kondisi perusahaan pertanian besar cenderung menunjukkan kekuatan

yang terletak pada faktor permodalan, teknologi, dan manajemen. Sebaliknya

kondisi petani cenderung menunjukkan kekuatan pada faktor kuantitas tenaga

kerja, faktor produksi (lahan) dan pengetahuan lokal. Kerjasama antara

perusahaan besar dan petani melalui kemitraan dalam mengembangkan pertanian

dapat meningkatkan efisiensi sekaligus kesempatan berusaha dan pendapatan.

PT Pupuk Kujang adalah salah satu perusahaan BUMN (Badan Usaha

Milik Negara) yang bergerak di sektor pertanian sebagai industri pupuk nasional.

Sebagai industri pupuk berbasis BUMN dengan konsumen mayoritas petani, PT

Pupuk Kujang melakukan kemitraan dengan petani-petani khususnya yang dekat

dengan lokasi PT Pupuk Kujang, salah satunya adalah kelompok tani Sri Mandiri

di Desa Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa

Barat.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Menganalisis pola kemitraan yang

dilakukan antara PT Pupuk Kujang dengan petani mitra, (2) Menganalisis manfaat

kemitraan agribisnis bagi petani mitra, (3) Mengidentifikasi faktor-faktor yang


mempengaruhi manfaat kemitraan agribisnis bagi petani mitra baik berupa input

internal maupun input eksternal.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Juni 2008, dengan

menggunakan data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara

dan diskusi dengan pihak-pihak yang terkait dengan usaha kemitraan seperti

petani mitra, perusahaan, koordinator petani, Petugas Penyuluh Lapang (PPL)

Kabupaten Karawang. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur dan data-

data dari dinas dan instansi-instansi terkait serta dari hasil penelitian-penelitian

sebelumnya yang relevan dengan tujuan penelitian ini. Analisis dan pengolahan

data dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan

untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi manfaat kemitraan bagi

petani. Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis bentuk pola kemitraan

yang diterapkan oleh PT Pupuk Kujang.

Pengambilan sampel dilakukan dengan Simple Random Sampling

Methode. Responden diambil dari daftar nama-nama petani mitra Kelompok Tani

Sri Mandiri Desa Majalaya yang diperoleh dari ketua kelompok tani. Jumlah

sampel yang diwawancara dengan instrumen kuesioner sebanyak 35 petani mitra

dari populasi sebanyak 94 orang. Metode analisis data yang digunakan adalah

analisis deskriptif menggunakan tabulasi silang dan analisis uji regresi linear

berganda. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan berdasarkan

pengamatan langsung di lapangan mengenai input internal maupun input eksternal

petani yang mempengaruhi manfaat kemitraan bagi petani mitra, sedangkan

analisis uji regresi linear berganda digunakan untuk mengidentifikasi seberapa


besar pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi manfaat kemitraan agribisnis

bagi petani baik berupa input internal maupun input eksternal.

Dengan menganalisis pola hubungan kerjasama yang telah dilakukan PT

Pupuk Kujang dengan petani padi sawah sebagai mitra dengan persyaratan-

persyaratan yang diberlakukan oleh PT Pupuk Kujang, maka dapat diidentifikasi

bahwa pola kemitraan yang yang terjalin merupakan pola kemitraan (penyertaan)

saham. Hubungan kemitraan antara petani mitra dengan PT Pupuk Kujang

dilaksanakan dengan disertai pembinaan dan pengembangan pada satu atau lebih

bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumberdaya manusia,

dan teknologi. PT Pupuk Kujang memberikan kebebasan kepada petani mitra

untuk menentukan harga produk dan memasarkan produk ke pasar.

Hasil analisis kuantitatif menggunakan Regresi Berganda dengan bantuan

software SPSS 13, menunjukan bahwa variabel-variabel yang sangat kuat

mempengaruhi manfaat kemitraan bagi petani mitra yaitu luas lahan, jarak tempuh

rumah ke lahan, sumber informasi yang digunakan, ketersediaan modal kredit,

dan proses manajemen kemitraan. Luas lahan petani mitra yang semakin besar

akan menambah manfaat kemitraan bagi petani mitra. Jarak tempuh rumah petani

mitra ke lahan sawah yang jauh akan mengurangi manfaat kemitraan terkait

dengan biaya transport dan efisiensi waktu. Sumber informasi mengenai

kemitraan yang jelas dan terperinci akan meningkatkan manfaat kemitraan bagi

petani mitra. Ketersediaan modal kredit secara tepat waktu dan jumlah yang

diberikan perusahaan mitra akan meningkatkan manfaat kemitraan bagi petani

mitra. Proses manajemen kemitraan yang baik dan sistematis dengan melibatkan

petani mitra di dalamnya akan menambah manfaat kemitraan bagi petani mitra.
Manfaat ekonomi yang diperoleh petani mitra dari pola kemitraan yaitu

produktivitas yang lebih tinggi, pendapatan yang lebih tinggi, harga produk yang

lebih baik dan mudah diterima pasar. Manfaat teknis yang didapatkan oleh petani

mitra melalui pola kemitraan diantaranya mutu produk lebih baik dan

meningkatkan teknologi pertanian (pangan) melalui penggunaan pupuk yang

merupakan produk dari perusahaan mitra. Manfaat sosial yang diperoleh petani

mitra dari pola kemitraan yaitu keberlanjutan kerjasama antara perusahaan mitra

dengan petani mitra, dan juga pola kemitraan yang dilaksanakan berhubungan

dengan kelestarian lingkungan.

Petani mitra hendaknya membentuk suatu kesepakatan bersama untuk

saling membantu apabila ada anggota kelompok tani yang terlambat

mengembalikan pinjaman beserta bunganya kepada perusahaan mitra melalui

perantara ketua kelompok tani. Perusahaan mitra juga hendaknya memberlakukan

syarat bahwa untuk bisa mendapatkan kredit pinjaman yaitu petani mitra yang

menggunakaan benih bersertifikat mengingat adanya petani mitra yang tidak

menggunakan benih bersertifikat setelah berhentinya bantuan benih bersertifikat

dari pemerintah.

Kerjasama antara perusahaan mitra dengan petugas penyuluh lapang

sebagai jembatan informasi perlu ditingkatkan dengan cara mengingkatkan

komunikasi yang intens dalam memberikan informasi mengenai kemitraan,

bimbingan teknis, dan pelatihan teknologi pertanian yang baru kepada petani

mitra. Selain itu penambahan jumlah petugas penyuluh lapang juga diperlukan

terkait dengan jumlah petani yang sangat banyak di wilayah penelitian ini.
MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA
(Kasus: Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri Desa
Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat)

Oleh :
Achmad Zaelani
A14204074

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar


Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat


Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
2008
DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi disusun oleh:

Nama : Achmad Zaelani

NRP : A14204074

Program Studi : Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul : Manfaat Kemitraan Agribisnis Bagi Petani Mitra (Kasus:


Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri
Mandiri Desa Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten
Karawang, Provinsi Jawa Barat)

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian

pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si


NIP. 132 062 245

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr


NIP. 131 124 019

Tanggal Kelulusan :
LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA

(KASUS: KEMITRAAN PT PUPUK KUJANG DENGAN KELOMPOK

TANI SRI MANDIRI DESA MAJALAYA KECAMATAN MAJALAYA

KABUPATEN KARAWANG, PROVINSI JAWA BARAT)” BENAR-

BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI PADA PERGURUAN TINGGI ATAU

LEMBAGA MANAPUN. SUMBER INFORMASI YANG BERASAL ATAU

DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN TIDAK

DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM

TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN

AKHIR SKRIPSI INI. DEMIKIAN PERNYATAAN INI SAYA BUAT

DENGAN SESUNGGUHNYA DAN SAYA BERSEDIA

MEMPERTANGGUNGJAWABKAN PERNYATAAN INI.

Bogor, Juli 2008

Achmad Zaelani
A14204074
RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Karawang, 7 Mei 1985, sebagai anak kedua dari dua

bersaudara dari pasangan Edi Suratman dan Nani Sumarni. Penulis memulai

pendidikan di SDN Sarijadi Selatan 1 Bandung sampai dengan tahun 1993,

kemudian pindah ke SDN Sarimulya 4 Cikampek pada tahun 1995 dan lulus tahun

1997. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Pupuk Kujang Cikampek, lulus

tahun 2000. Setelah itu, penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke SMU

Negeri 1 Purwakarta, lulus tahun 2003.

Penulis pernah menjalani studi selama satu tahun di Politeknik Negeri

Bandung Jurusan Akuntansi Program Studi Keuangan Perbankan pada tahun

2003. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian,

Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat pada tahun 2004 melalui jalur Seleksi Penerimaan

Mahasiswa Baru (SPMB).

Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di

beberapa organisasi dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yaitu Music

Agriculture Xpression (MAX) tahun 2006-2007 dan Himpunan Mahasiswa

Peminat Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA) tahun 2006-2007. Selain

aktif di organisasi dan UKM, penulis juga pernah menjadi Asisten Dosen untuk

mata kuliah Komunikasi Bisnis.


KATA PENGANTAR

Bissmillahirrahmanirrahim,

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala

rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Manfaat Kemitraan

Agribisnis Bagi Petani Mitra (Kasus: Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan

Kelompok Tani Sri Mandiri Desa Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten

Karawang, Provinsi Jawa Barat)” ini dapat diselesaikan.

Skripsi ini merupakan suatu karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis

mencoba untuk mengetahui pola kemitraan yang dilakukan oleh PT Pupuk Kujang

dengan petani mitra, manfaat kemitraan agribisnis bagi petani mitra dan faktor-

faktor yang mempengaruhi manfaat kemitraan agribisnis bagi petani mitra baik

berupa input internal maupun input eksternal. Penulis berharap skripsi ini

bermanfaat bagi siapa saja yang memerlukan skripsi ini terutama bagi pihak yang

akan meneruskan skripsi ini ke dalam suatu penelitian lebih lanjut.

Bogor, Juli 2008

Achmad Zaelani
A14204074
UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang

telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan, dan doa. Terima

kasih penulis ucapkan kepada Bapak dan Ibu, Mas Ricky dan Mba Erni, Om Usu,

dan Om Toto atas segala kasih sayang, doa, dukungan moral, dan materialnya.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. Ir. Ninuk Purnaningsih, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang

penuh kesabaran memberikan semangat, dorongan, bimbingan, arahan dan

masukan sejak awal sampai akhir penulisan skripsi ini.

2. Martua Sihaloho, SP, M.Si seagai dosen penguji utama yang bersedia

meluangkan waktunya dan terimakasih atas kritik, saran, dan masukan yang

diberikan kepada penulis.

3. Heru Purwandari, SP, M.Si selaku dosen penguji komisi pendidikan yang

memberikan masukan dan kritikan dalam perbaikan skripsi ini.

4. Terimakasih kepada Bapak Heri yang telah memberikan doa, semangat dan

dorongan.

5. Devi KPM 40 yang telah memberikan referensi buku, dan memberi semangat

dan petunjuk penulisan skripsi.

6. Teman-teman Cole Group: Yudie, Bayu, Ani, dan Ucie yang telah

memberikan kritikan dan masukan penulisan skripsi.

7. Petugas Perpustakaan Sosek dan LSI, yang telah membantu dalam pencarian

buku.

8. Refi, Sohib satu bimbingan skripsi atas masukan dan kerjasamanya.

9. Teman-teman KPM 41, terima kasih untuk masukan-masukan dan doanya.


10. Teman-teman Wisma Gopis: Nunu, Edo, Cecep, Iwan, Wahyu, Feri, Teteg,

Avi, Juan, Bayhaqi, Haris, dan Windi.

11. Wawan ILKOM 41 yang bersedia untuk memberikan masukan dalam

pembuatan slide presentasi proposal dan sidang skripsi.

12. Penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang

telah membantu penulis dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini, yang

tidak dapat disebutkan satu persatu.


DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. vii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1


1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 5
1.4 Kegunaan Penelitian ......................................................................... 6

BAB II TINJUAN PUSTAKA ..................................................................... 7


2.1 Perkembangan Pertanian Padi di Jawa Barat .................................... 7
2.2 Petani dan Permasalahannya ............................................................. 7
2.2.1 Definisi Petani.......................................................................... 7
2.2.2 Kendala Pokok Petani dalam Usahatani .................................. 8
2.3 Konsep Kemitraan ............................................................................ 10
2.3.1 Sejarah Kemitraan di Indonesia ............................................... 10
2.3.2 Definisi Kemitraan................................................................... 12
2.3.3 Latar Belakang Timbulnya Kemitraan ................................... 14
2.3.4 Tujuan, Sasaran, dan Manfaat ................................................. 15
2.3.5 Unsur-unsur Kemitraan............................................................ 18
2.3.6 Prinsip-prinsip Kemitraan ........................................................ 19
2.3.7 Asas-asas Kemitraan ................................................................ 21
2.3.8 Kelebihan dan Kekurangan Kemitraan .................................... 22
2.3.9 Kendala-kendala dalam Kemitraan .......................................... 24
2.3.10 Bentuk-bentuk Pola Kemitraan.............................................. 26
2.3.11 Kemitraan dalam Sistem Agribisnis ...................................... 32
2.4 Hasil Penelitian Sebelumnya ............................................................ 36
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................... 38
3.1 Kerangka Pemikiran ......................................................................... 38
3.2 Hipotesis Penelitian .......................................................................... 40
3.3 Definisi Operasional ......................................................................... 41

BAB IV METODE PENELITIAN .............................................................. 46


4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 46
4.2 Metodologi Penelitian ....................................................................... 47
4.3 Tahap Pengumpulan Data ................................................................. 47
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ............................................. 48

BAB V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN MITRA .......................... 50


5.1 Sejarah Singkat PT Pupuk Kujang .................................................... 50
5.2 Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan .................................................... 51
5.3 Lokasi Perusahan .............................................................................. 52
5.4 Struktur Organisasi Perusahaan ......................................................... 53
5.5 Kondisi Karyawan ............................................................................ 54
5.6 Jenis Pupuk yang Dimitrakan dan Kemudahan-kemudahan
yang Diberikan Perusahaan Kepada Petani Mitra ............................ 55
5.7 Pengembangan Usaha PT Pupuk Kujang ......................................... 56
5.8 Pusdiklat Industri dan Pendirian Pabrik Pupuk Kujang IB ............... 56

BAB VI GAMBARAN UMUM PETANI MITRA ...................................... 58


6.1 Kondisi Wilayah Penelitian .............................................................. 58
6.2 Gambaran Umum Petani Responden ................................................. 59

BAB VII HUBUNGAN KEMITRAAN ANTARA PT PUPUK


KUJANG (PERSERO) DENGAN KELOMPOK
TANI SRI MANDIRI ................................................................... 67
7.1 Sejarah Program Kemitraan PT Pupuk Kujang (Persero) ................ 67
7.2 Analisis Pola Kemitraan Antara PT Pupuk Kujang dengan
Kelompok Tani Sri Mandiri ............................................................... 69
7.3 Mekanisme Kerjasama Kemitraan PT Pupuk Kujang ...................... 71
7.4 Kendala-kendala Pokok Kemitraan yang Dijalankan Perusahaan
Mitra dan Petani Mitra ....................................................................... 73
BAB VIII FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
MANFAAT KEMITRAAN BAGI PETANI ............................ 75
8.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peluang Manfaat
Kemitraan Bagi Petani ....................................................................... 75
8.1.1 Pengaruh Input Internal Petani Terhadap Manfaat
Kemitraan Bagi Petani ............................................................. 76
8.1.2 Pengaruh Input Eksternal Petani Terhadap Manfaat
Kemitraan Bagi Petani ............................................................. 86
8.2 Manfaat Pola Kemitraan Bagi Petani................................................. 93
8.2.1 Manfaat Pola Kemitraan Secara Ekonomi ............................... 93
8.2.2 Manfaat Pola Kemitraan Secara Teknis................................... 98
8.2.3 Manfaat Pola Kemitraan Secara Sosial.................................... 103
8.3 Aspek dan Indikator Penilaian Faktual Terhadap Hubungan
Kemitraan........................................................................................... 104

BAB IX KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 106


9.1 Kesimpulan ........................................................................................ 106
9.2 Saran .................................................................................................. 107

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 109


LAMPIRAN ................................................................................................... 111
DAFTAR TABEL

No. Halaman
1. Aspek dan Indikator Penilaian Terhadap Hubungan Kemitraan ............. 18
2. Kendala-kendala Kemitraan ..................................................................... 25
3. Jumlah karyawan di PT Pupuk Kujang Berdasarkan
Lokasi Kantor ........................................................................................... 54
4. Jumlah Karyawan di Biro Kemitraan Berdasarkan
Jabatan ...................................................................................................... 55
5. Karakteristik Petani Mitra ......................................................................... 60
6. Gambaran Usahatani Petani Mitra ........................................................... 62
7. Persentase Petani Mitra Berdasarkan Sumber Informasi
yang Digunakan ........................................................................................ 64
8. Persentase Petani Mitra Berdasarkan Tingkat Partisipasi dalam
Kegiatan Kemitraan .................................................................................. 64
9. Persentase Petani Mitra Berdasarkan Ketersediaan Modal
Kredit dari Perusahaan Mitra ................................................................... 65
10. Persentase Petani Mitra Berdasarkan Tambahan Modal Kredit
dari Non-Perusahaan Mitra ...................................................................... 65
11. Persentase Penilaian Petani Mitra Menurut Proses
Manajemen Kemitraan yang Dilaksanakan ............................................. 66
12. Hasil Olahan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manfaat
Kemitraan Bagi Petani ............................................................................. 76
13. Jumlah Petani Mitra Menurut Umur dan Manfaat Kemitraan
Bagi Petani Mitra ..................................................................................... 77
14. Jumlah Petani Mitra Menurut Tingkat Pendidikan dan
Manfaat Kemitraan Bagi Petani Mitra ...................................................... 78
15. Jumlah Petani Mitra Menurut Pengalaman Usahatani dan
Manfaat Kemitraan Bagi Petani Mitra ..................................................... 79
16. Jumlah Petani Mitra Menurut Luas Lahan dan Manfaat
Kemitraan Bagi Petani Mitra ................................................................... 82
17. Jumlah Petani Mitra Menurut Status Lahan dan Manfaat
Kemitraan Bagi Petani Mitra ................................................................... 83
18. Jumlah Petani Mitra Menurut Jarak Tempuh ke Lahan
dan Manfaat Kemitraan Bagi Petani Mitra .............................................. 84
19. Jumlah Petani Mitra Menurut Sumber Informasi yang
Digunakan dan Manfaat Kemitraan Bagi Petani Mitra ............................ 86
20. Jumlah Petani Mitra Menurut Tingkat Partisipasi dalam Kegiatan
Kemitraan dan Manfaat Kemitraan Bagi Petani Mitra ............................ 88
21. Jumlah Petani Mitra Menurut Ketersediaan Modal Kredit
dan Manfaat Kemitraan Bagi Petani Mitra .............................................. 89
22. Jumlah Petani Mitra Menurut Proses Manajemen
Kemitraan dan Manfaat Kemitraan Bagi Petani Mitra ............................ 91
23. Presentase Penilaian Petani Mitra Berdasarkan Penilaian
Tentang Produktivitas Lahan Setelah Bermitra ....................................... 94
24. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani ................... 95
25. Presentase Penilaian Petani Mitra Berdasarkan Pendapatan
Usahatani Setelah Bermitra ..................................................................... 95
26. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani ..................... 96
27. Presentase Penilaian Petani Mitra Berdasarkan Harga Produk
Setelah Bermitra ...................................................................................... 96
28. Presentase Penilaian Petani Mitra Berdasarkan Kemudahan
Produk Diterima Oleh Pasar .................................................................... 97
29. Presentase Penilaian Petani Mitra Berdasarkan Risiko Usahatani
Setelah Bermitra ....................................................................................... 97
30. Presentase Penilaian Petani Mitra Berdasarkan Mutu Produk
Setelah Bermitra ...................................................................................... 99
31. Presentase Penilaian Petani Mitra Berdasarkan Penggunaan
Teknologi Setelah Bermitra ..................................................................... 99
32. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Penggunaan
Pupuk NPK Berimbang ........................................................................... 101
33. Persentase Petani Berdasarkan Pernyataan Kelanjutan
Kerjasama dalam Pola Kemitraan ............................................................ 103
34. Aspek dan Indikator Penilaian Faktual Terhadap Tingkat Hubungan
Kemitraan ................................................................................................. 105
DAFTAR GAMBAR

No. Halaman
1. Pola Kemitraan Inti Plasma ................................................................. 27
2. Pola Kemitraan Subkontrak ................................................................ 28
3. Pola Kemitraan Dagang Umum .......................................................... 29
4. Pola Kemitraan Keagenan ................................................................... 29
5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis ............................ 30
6. Kerangka Pemikiran Operasional ....................................................... 39
7. Skema Pelaksanaan Pola Kemitraan PT Pupuk Kujang (Persero) ...... 72
DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman
1. Kuesioner dan Panduan Pertanyaan ......................................................... 112
2. Hasil Uji Regresi Linear Berganda Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Manfaat Kemitraan Bagi Petani ............................ 122
3. Hasil Uji Regresi Linear Berganda Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani ......................................... 124
4. Hasil Uji Regresi Linear Berganda Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani ............................................ 125
5. Hasil Uji Regresi Linear Berganda Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Tingkat Penggunaan Pupuk NPK Berimbang ................ 126
6. Struktur Organisasi PT Pupuk Kujang ..................................................... 127
7. Struktur Organisasi Biro Kemitraan PT Pupuk Kujang ........................... 128
8. Rencana Kerja BUMN dalam Mendukung Ketahanan
Pangan Melalui Pelaksanaan PKBL Tahun 2008 .................................... 129
9. Surat Edaran Tentang Bantuan PKBL BUMN Pangan Tahun 2008 ....... 130
10. Brosur Pengenalan Pupuk NPK PT Pupuk Kujang ................................. 131
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mampu memberikan

kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian di Indonesia. Sebagai

gambaran, pada periode tahun 2005-2006 sektor pertanian memberikan kontribusi

yang sangat besar yaitu 87,03% terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) nasional,

sedangkan sektor kehutanan dan perikanan hanya 3,02% (BPS, 2007). Oleh sebab

itu, pemerintah menetapkan kebijakan yang menjadikan sektor pertanian sebagai

bagian dari pembangunan nasional. Tujuan pembangunan pertanian pada lima

tahun mendatang (jangka menengah) adalah meningkatkan produksi pangan bagi

pemenuhan kebutuhan pangan dalam rangka mencapai ketahanan dan keamanan

pangan nasional.

Kondisi pertanian Indonesia dihadapkan pada permasalahan pengusahaan

skala ekonomi kecil dengan penguasaan lahan yang kecil dan teknologi budidaya

yang sederhana, serta permodalan yang terbatas. Pertanian dengan skala kecil

masih dipengaruhi oleh faktor alam dan dihadapkan pada permasalahan pasar

yang tidak sempurna seperti biaya transaksi yang tinggi dan ketidakjelasan

informasi pasar. Selain itu, pertanian skala kecil menghadapi masalah lain seperti

ketersediaan bahan baku pertanian (saprodi) seperti pupuk, benih, pestisida, dan

obat-obatan.

Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan di sektor pertanian

khususnya pertanian skala kecil yaitu mengintegrasikan petani ke dalam sektor-

sektor yang dianggap lebih modern, yaitu sektor industri. Hal tersebut merupakan
basis yang melatarbelakangi munculnya konsep kemitraan (contract

farming/partnership). Landasan peraturan mengenai kemitraan di Indonesia diatur

oleh Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1997 yang menyebutkan bahwa

kemitraan merupakan kerjasama antara Usaha Kecil dengan memperlihatkan

prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan.

Artinya diperlukan suatu kerjasama yang sinergis antara petani atau usaha kecil

yang memiliki lahan dan tenaga kerja dengan perusahaan besar yang mempunyai

modal dan tenaga ahli, di bawah pengawasan pemerintah dengan tujuan untuk

menggali potensi pertanian dalam arti luas yang merupakan cerminan dari

masyarakat agraris.

Penelitian tentang analisis kemitraan perusahaan agribisnis dengan petani

penting dilakukan karena dua hal pokok. Pertama, berkaitan dengan keefektifan

integrasi kerjasama petani dengan perusahaan dalam kemitraan agribisnis dalam

mengembangkan potensi kedua belah pihak. Kedua, secara konseptual berkenaan

dengan perkembangan kajian tentang kemitraan dalam bidang pertanian.

Pola kemitraan merupakan suatu strategi dalam meningkatkan kinerja

pelaku agribisnis khususnya petani/pengusaha kecil (Haeruman, 2001). Pada pola

kemitraan pihak perusahaan memfasilitasi pengusaha kecil dengan modal usaha,

teknologi, manajemen modern dan kepastian pemasaran hasil, sedangkan

pengusaha kecil melakukan proses produksi sesuai dengan petunjuk teknis dari

pihak pengusaha besar.

Sinergi antara pihak yang memiliki modal kuat, teknologi maju,

manajemen modern dengan pihak (petani dan Usaha Kecil Menengah) yang

memiliki bahan baku, tenaga kerja dan lahan dapat menghasilkan tingkat efisiensi
dan produktivitas yang optimal. Tujuan penyusunan kemitraan usaha agribisnis

adalah untuk membantu para pelaku agribisnis (petani dan pengusaha) dan pihak-

pihak tertentu dalam mengadakan kerjasama kemitraan yang saling

menguntungkan dan bertanggung jawab.

Pandangan teoritis mengenai kemitraan menyatakan bahwa kemitraan

usaha akan menghasilkan efisiensi dan energi sumberdaya yang dimiliki oleh

pihak-pihak yang bermitra dan karenanya akan menguntungkan kedua belah pihak

yang bermitra. Selain itu, kemitraan juga memperkuat mekanisme pasar dan

persaingan usaha yang efisien dan produktif dapat mengalihkan dari

kecenderungan monopoli. Namun demikian, kemitraan memiliki beberapa

kendala terutama di era “agribisnis bagi hasil” (Purnaningsih, 2006) antara lain:

(1) keberpihakan perusahaan mitra bukan pada petani kecil, (2) tidak semua petani

memiliki akses terhadap modal, teknologi, dan manajemen, (3) informasi

kerjasama tidak tersebar luas, hanya golongan tertentu saja, (4) pengetahuan

petani tentang perbankan terbatas, keengganan untuk terlibat dengan kredit

perbankan, memilih pedagang pengumpul sebagai sumber dana pada keadaan

mendesak, dan (5) upah atau harga ditentukan oleh pihak perusahaan mitra.

Mengingat potensi-potensi, manfaat dan kendala-kendala dalam kemitraan

agribisnis yang dilaksanakan perusahan agribisnis dan petani mempunyai cakupan

yang luas, maka penelitian ini mempunyai suatu fokus. Fokus penelitian ini yaitu

petani dalam hubungan kemitraan dengan perusahaan mitra dimana petani sebagai

subyek atau pelaku kemitraan bisa mendapatkan manfaat dari input yang

dikontribusikan dalam kemitraan agribisnis. Dalam mencapai tujuan penelitian,

yaitu mengidentifikasi faktor-faktor di dalam input petani yang mempengaruhi


manfaat kemitraan agribisnis bagi petani, serta menganalisis pengaruh faktor-

faktor di dalam input petani terhadap manfaat kemitraan agribisnis bagi petani,

maka penelitian ini mengambil kasus pola kemitraan antara petani padi dengan PT

Pupuk Kujang di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat.

1.2 Perumusan Masalah

Konsep kemitraan bukan merupakan suatu hal yang baru. Namun,

pengetahuan dan pengaplikasian dari konsep kemitraan perlu untuk

dikembangkan. Kemitraan diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dalam

mengatasi ketimpangan ekonomi usaha skala kecil-menengah (petani) dengan

usaha skala besar. Hubungan ideal dalam kemitraan adalah hubungan timbal balik

yang saling menguntungkan. Usaha skala kecil-menengah memerlukan bantuan

modal dan teknologi, sementara itu usaha skala besar memerlukan bahan baku

yang cukup dan berkesinambungan serta membutuhkan pihak eksternal untuk

memperlancar arus pemasaran produk.

Kemitraan dalam era pembangunan yang selama ini berjalan terkesan

merupakan kegiatan yang berdiri sendiri, pola pembinaan antara perusahaan dan

petani belum tertata secara terintegrasi, dan tujuan kemitraan sendiri hanya

terbatas pada tataran peningkatan citra positif perusahaan. Pola kemitraan justru

potensial menimbulkan konflik akibat adanya benturan ketika dua sistem ekonomi

yang berbeda dalam corak dan ragam (ekonomi skala kecil yang tradisional dan

ekonomi usaha besar) berintegrasi ke dalam suatu sistem produksi. Usaha skala

kecil (petani) di dalam sistem ini secara langsung atau tidak langsung dihadapkan

kepada suatu persaingan usaha yang timpang dengan usaha skala besar. Hal ini
membuat petani kehilangan kemandirian sehingga membawa petani kepada suatu

kondisi yang tidak berdaya.

Kemitraan yang telah dijalankan oleh PT Pupuk Kujang dengan petani

padi ini perlu dikaji untuk melihat pengaruhnya terhadap petani mitra. Selain itu

juga perlu diidentifikasi manfaat dan kendala yang dihadapi selama kemitraan

berlangsung. Maka permasalahan dari penelitian ini dapat dirumuskan sebagai

berikut:

1. Bagaimana pola kemitraan yang dilakukan antara PT Pupuk Kujang

dengan petani mitra?

2. Bagaimana manfaat kemitraan agribisnis bagi petani mitra?

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi manfaat kemitraan agribisnis bagi

petani mitra baik berupa input internal maupun input eksternal?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Menganalisis pola kemitraan yang dilakukan antara PT Pupuk Kujang

dengan petani mitra.

2. Menganalisis manfaat kemitraan agribisnis bagi petani mitra.

3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi manfaat kemitraan

agribisnis bagi petani mitra baik berupa input internal maupun input

eksternal.
1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:

1. PT Pupuk Kujang dan petani mitra, sebagai acuan dalam merencanakan pola

kemitraan.

2. Pihak-pihak terkait seperti Dinas Pertanian dan Petugas Penyuluh Lapang

setempat, sebagai bahan masukan bagi pengembangan usahatani padi, serta

sebagai informasi awal untuk penelitian lebih lanjut.

3. Penulis, sebagai salah satu sarana untuk melatih kemampuan dalam

menganalisis berdasarkan fakta dan data yang tersedia.

4. Masyarakat dan pembaca, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi

penelitian selanjutnya mengenai kajian pelaksanaan kemitraan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Pertanian Padi di Jawa Barat

Jawa Barat sebagai lumbung beras nasional pada tahun 2007 memiliki

total luas areal panen mencapai 1.829.546 ha atau 15,03 persen dari luas panen

nasional, produktivitas rata-rata 4,412 ton/ha, serta total produksi mencapai

9.900.660 ton atau 17,35 persen dari produksi nasional (BPS, 2007). Posisi

strategis Jawa Barat sebagai penyangga pangan nasional ini perlu mendapatkan

perhatian karena dari waktu ke waktu menghadapi masalah, antara lain: (1)

tingginya konversi lahan ke penggunaan non-pertanian karena kegiatan investasi

di wilayah ini termasuk paling besar sehingga permintaan lahan untuk kegiatan

ekonomi non-pertanian terus meningkat, (2) letaknya berdekatan dengan Jakarta

sehingga harus menanggung kepadatan penduduk Jakarta dan sekitarnya yang

termasuk salah satu tujuan migrasi.

2.2 Petani dan Permasalahannya


2.2.1 Definisi Petani

Petani adalah sekelompok masyarakat yang memiliki kedekatan dengan

tanah dan menjadikan tanah tersebut sebagai sumber penghidupan (Redfield,

1982). Bertani adalah suatu mata pencaharian dan suatu cara kehidupan, bukan

suatu kegiatan usaha untuk mencari keuntungan. Pada dasarnya petani khususnya

di Indonesia masih banyak tergolong subsisten, artinya melakukan usahatani

untuk dikonsumsi pribadi dan keluarga.

Menurut Scott (1981) petani selain sebagai individu yang tujuan

produksinya terutama untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan konsumsi keluarga,


petani juga merupakan bagian dari suatu masyarakat yang lebih luas dalam hal ini

termasuk golongan elit bukan-petani dan negara. Berdasarkan dua definisi petani

yang dikemukakan oleh Scott dan Redfield maka petani adalah seseorang yang

melakukan kegiatan bercocok tanam atau usahatani dengan tujuan untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya serta menjadikan kegiatan tersebut sebagai cara

hidup.

Wolf (1966) dalam Sunito (2007) menyebutkan bahwa terdapat istilah lain

dari individu atau kelompok yang melakukan usahatani (petani) yaitu tribal

horticultural dan peasant. Tribal hoticultural adalah masyarakat yang

independen, bercocok tanam nomaden1, dan tidak berada di dalam hubungan

asimetris dengan kesatuan politik lebih besar, sedangkan peasant adalah

masyarakat yang hidup dalam hubungan asimetris dengan kesatuan politik yang

lebih besar, bercocok tanam dengan lahan yang sempit, dan sebagian besar

menggunakan hasil produksi pertaniannya untuk kepentingan mereka sendiri.

2.2.2 Kendala Pokok Petani dalam Usahatani

Petani dalam menjalankan usaha tani menghadapi banyak masalah yang

salah satunya dapat direduksi oleh kemitraan usaha dengan perusahaan (Saptana,

2006). Beberapa masalah teknis budidaya yang dihadapi petani antara lain:

a) Kurangnya ketersediaan bibit berkualitas;

b) Belum tersedianya paket teknologi komoditas pertanian yang bersifat

spesifik lokasi;

c) Cuaca buruk (curah hujan tinggi, kekeringan, perubahan cuaca drastis);

d) Tingginya tingkat serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) pada

komoditas pertanian;
1
Nomaden adalah bercocok tanam berpindah dengan cara membuka hutan
e) Sistem panen dan penanganan pasca panen belum prima;

f) SDM petani dan aparat penyuluh yang masih belum menguasai sepenuhnya

teknologi budidaya komoditas pertanian; dan

g) Infrastruktur pertanian yang kurang memadai terutama jalan desa, jalan

usahatani, dan jaringan irigasi.

Beberapa masalah ekonomi yang dihadapi petani antara lain:

a) Tingginya harga sarana produksi komoditas pertanian seperti bibit, pupuk,

dan obat-obatan, serta mulsa PHP;

b) Adanya indikasi over produksi pada saat panen raya dan kekurangan pada

saat panen raya dan kekurangan pada saat nonpanen raya;

c) Harga produk pertanian mengalami fluktuasi dalam jangka pendek;

d) Lemahnya permodalan petani, sehingga petani meminjam ke kios saprodi

atau pedagang mitra dengan sistem bayar setelah panen; dan

e) Belum efisiennya sistem pemasaran komoditas pertanian

Beberapa masalah kelembagaan yang dihadapi petani:

a) Lemahnya konsolidasi kelembagaan di tingkat petani baik dari aspek

kepemimpinan (kepengurusan), keanggotaan, manajemen, permodalan, serta

kurangnya jiwa kewirausahaan.

b) Kelembagaan kemitraan rantai pasok yang eksis telah membantu petani

dalam pengadaan sarana produksi, penyediaan modal kerja, dan pemasaran

hasil, namun menempatkan posisi petani sebagai subordinat dari pedagang

atau perusahaan mitra.


2.3 Konsep Kemitraan
2.3.1 Sejarah Kemitraan di Indonesia

Kemitraan berkembang dengan baik sejak terjadinya krisis ekonomi dan

politik yang menimpa Indonesia pada akhir tahun 1997. Pemerintah, tokoh-tokoh

terkemuka dari masyarakat sipil, dunia usaha dan negara-negara donor berkumpul

dengan semangat pembaruan dan bekerja sama untuk memajukan demokrasi di

Indonesia2.

Kerjasama pemerintah, tokoh-tokoh terkemuka dari masyarakat sipil

mempunyai kontribusi dalam penyelenggaraan pemilihan umum yang bebas pada

bulan Juni 1999 dan menghasilkan satu landasan yang ideal untuk menggerakkan

upaya serupa guna memajukan pembaruan tata pemerintahan. Sebuah proses

konsultasi yang dipimpin UNDP melahirkan Kemitraan bagi Pembaruan Tata

Pemerintahan di Indonesia pada bulan Maret 2000.

Secara formal kemitraan di bidang pertanian yang ditumbuhkembangkan

oleh pemerintah dimulai tahun 1970-an dengan model Perusahaan Inti Rakyat

Perkebunan (PIR-Bun) sebagai terjemahan dari ”Nucleus Estate Smallholder

Scheme” (NESS). Konsep dari model PIR-Bun dibangun atas respon dari Bank

Dunia yang menghendaki percepatan pembangunan pada sub sektor perkebunan

terutama yang menyangkut komoditas ekspor, dan sekaligus dapat menciptakan

kesempatan kerja baru bagi petani yang menetap di sekitar perkebunan dan

mengelola kebun milik pribadi (Puspitawati, 2004).

Pola kemitraan seperti PIR tidak hanya dikembangkan pada tanaman

perkebunan, tetapi juga diterapkan pada komoditas lain seperti persawahan. Maka

bermunculanlah Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) yang menggunakan pola inti-

plasma, Tambak Inti Rakyat (TIR) untuk komoditas pertambakan/udang, dan

2
www.kemitraan.or.id
model-model kemitraan lain seperti PIR-Susu, PIR-Unggas, Intensifikasi Kapas

Rakyat (IKR), dan Intensifikasi Tembakau Rakyat (ITR) yang tidak terlepas dari

peran pemerintah untuk mendorong penerapan model kemitraan usaha.

Pemerintah memperkenalkan model ini dengan macam-macam istilah antara lain

pola inti plasma, pola kemitraan, pola bapak angkat-anak angkat, dan pola

kerjasama. Kesemua istilah tersebut secara garis besar merupakan pola kemitaan.

Secara tradisional petani dan pengusaha di bidang pertanian juga sudah

banyak melaksanakan kemitraan usaha. Bentuk gaduhan ternak, sewa-sakap

lahan, sistem bagi hasil usaha tani tanaman semusim dan nelayan, serta

sistem”yarnen” merupakan contoh-contoh kemitraan tradisional yang banyak

dilaksanakan sampai saat ini.

Rustiani et. al (1997) dalam Puspitawati (2004) menyimpulkan bahwa

pemerintah Indonesia sangat terdorong untuk menerapkan model kemitraan

karena bebarapa alasan strategis. Pertama, model kemitraan dapat meningkatkan

kapasitas produksi pertanian Indonesia, terutama komoditas ekspor, sehingga

menunjang program pembangunan berorientasi ekspor. Kedua, model ini

dianggap sebagai koreksi terhadap sistem pengembangan pertanian yang

berorientasi perkebunan besar (estate) dan cenderung bersifat tertutup. Pada

kemitraan petani kecil dianggap memiliki peran aktif khususnya dalam produksi.

Ketiga, melalui model ini pemerintah menganggap telah melakukan landreform

yang mencoba menata kembali struktur pemilikan penguasaan, dan

pendistribusian tanah kepada penduduk yang memerlukan. Keempat, dalam hal

teknis produksi model kemitraan dapat menjadi perantara penyaluran kredit dan

alih teknologi, sehingga tercipta modernisasi di sektor pertanian.


Arahan pemerintah yang cukup disertai dengan fasilitas-fasilitas fisik

maupun kemudahan yang disediakan oleh pemerintah seperti kemudahan

mendapatkan kredit bank, telah merangsang swasta untuk mengembangkan usaha

melalui hubungan kemitraan atau kontrak. Faktor lain yang mendorong swasta

yaitu sulitnya memperoleh tanah untuk berproduksi, sehingga efisien untuk

mengontrak petani daripada harus menginvestasikan sejumlah dana untuk

penyediaan tanah.

2.3.2 Definisi Kemitraan

Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau

lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan

prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan juga merupakan

usaha alternatif yang dapat menjadi jalan keluar dalam mengeliminasi

kesenjangan antara usaha kecil dan menengah dengan usaha besar.

Kemitraan antara pengusaha kecil dibangun dalam rangka mengangkat

usaha kecil dengan cara mengangkat usaha kecil yang termarjinalisasi oleh bisnis

atau usaha besar. Definisi dan kebijaksanaan kemitraan usaha resmi telah diatur

dalam Undang-undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, yang kemudian

dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 1997 tentang

kemitraan. Menurut Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995, kemitraan adalah

kerjasama usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai

pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan

memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling

menguntungkan serta dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.


Berbeda dengan hubungan jual beli biasa, dalam kemitraan beberapa hal

baik yang berkaitan dengan produksi maupun pemasaran sudah ditentukan di

depan. Penentuan dalam aspek produksi serta penggunaan input produksi antara

lain terkait dengan jenis komoditas, kuantitas dan kualitas komoditas, teknologi

produksi, serta penggunaan input produksi.

Pemasaran dalam lingkup kemitraan menyangkut harga dan jaminan pihak

perusahaan mitra dalam pembelian output produksi yang dihasilkan kelompok

mitra. Selain jaminan dibelinya produk yang dihasilkan, pihak perusahaan mitra

umumnya menyediakan fasilitas supervisi, kredit, input produksi, peminjaman

atau penyewaan mesin, dan bantuan/nasehat teknis lainnya.

Secara ekonomi, kemitraan dapat dijelaskan sebagai berikut (Haeruman,

2001):

1. Esensi kemitraan terletak pada kontribusi bersama, baik berupa tenaga

(labour) maupun benda (property) atau keduanya untuk tujuan kegiatan

ekonomi. Pengendalian kegiatan dilakukan bersama dan pembagian

keuntungan dan kerugian didistribusikan diantara mitra.

2. ”Partnership” / ”alliance” adalah suatu asosiasi yang terdiri dari dua

orang/usaha atau yang sama-sama memiliki sebuah peran dengan tujuan untuk

mencari laba.

3. Kemitraan adalah suatu persekutuan dari dua orang atau lebih sebagai pemilik

bersama yang menjalankan suatu bisnis mencari keuntungan.

4. Suatu kemitraan adalah suatu perusahaan dengan sejumlah pemilik yang

menikmati bersama keuntungan-keuntungan dari perusahaan dan masing-


masing menanggung liabilitas yang tidak terbatas atas hutang-hutang

perusahaan.

2.3.3 Latar Belakang Timbulnya Kemitraan

Saraswati (2002) dalam Puspitasari (2003) menyebutkan latar belakang

timbulnya hubungan kemitraan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil

antara lain:

1. Latar belakang pengusaha besar bermitra dengan pengusaha kecil:

a. Adanya himbauan pemerintah tentang kemitraan pengusaha besar dengan

pengusaha kecil atau petani yang direalisasikan melalui Undang-Undang

Perindustrian No. 5 Tahun 1981 dan SK Mentri Keuangan No. 136.

b. Adanya himbauan bisnis (ekonomi) dimana pengusaha besar yang

bermitra dengan pengusaha kecil akan lebih diuntungkan daripada

mengerjakan sendiri.

c. Tanggung jawab sosial, yaitu kepedulian dari pengusaha besar untuk

memajukan dan mengembangkan masyarakat sekitar.

2. Latar belakang pengusaha kecil bermitra dengan pengusaha besar:

a. Adanya jaminan pasar yang pasti.

b. Mengharapkan adanya bantuan dalam hal pembinaan, permodalan, dan

pemasaran.

c. Kewajiban untuk bermitra dengan pengusaha besar.

d. Kerjasama dengan pengusaha besar akan lebih menguntungkan, baik dari

segi harga, jumlah, dan kepastian, maupun dari segi promosi.


2.3.4 Tujuan, Sasaran dan Manfaat Kemitraan

Pada dasarnya maksud dan tujuan kemitraan yaitu untuk membantu para

pelaku kemitraan dan pihak-pihak tertentu dalam mengadakan kerjasama

kemitraan yang saling menguntungkan (win-win solution3) dan bertanggung

jawab. Ciri dari kemitraan usaha terhadap hubungan timbal balik bukan sebagai

buruh-majikan atau atasan-bawahan sebagai adanya pembagian risiko dan

keuntungan yang proporsional, di sinilah kekuatan dan karakter kemitraan usaha.

Menurut Hafsah (1999), tujuan ideal kemitraan yang ingin dicapai dalam

pelaksanaan kemitraan secara lebih konkret yaitu (1) meningkatkan pendapatan

usaha kecil dan masyarakat, (2) meningkatkan perolehan nilai tambah bagi pelaku

kemitraan, (3) meningkatkan pemerataan dan pemberdayaan masyarakat dan

usaha kecil, (4) meningkatkan pertumbuhan ekonomi perdesaan, wilayah dan

nasional, (5) memperluas kesempatan kerja dan (6) meningkatkan ketahanan

ekonomi nasional.

Sasaran kemitraan agribisnis adalah terlaksananya kemitraan usaha dengan

baik dan benar bagi pelaku-pelaku agribisnis terkait di lapangan sesuai dengan

hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia. Manfaat yang dapat dicapai dari

usaha kemitraan (Hafsah, 1999) antara lain:

a) Produktivitas

Bagi perusahaan yang lebih besar, dengan model kemitraan, perusahaan besar

dapat mengoperasionalkan kapasitas pabriknya secara full capacity tanpa perlu

memiliki lahan dan pekerja lapangan sendiri, karena biaya untuk keperluan

tersebut ditanggung oleh petani. Peningkatan produktivitas bagi petani

biasanya dicapai secara simultan yaitu dengan cara menambah unsur input

3
Win-win solution (solusi menang-menang): Proses negosiasi yang mendorong prospek
keuntungan bagi kedua belah pihak; dikenal juga sebagai proses integratif (Stoner et al.,
1995).
baik kualitas maupun kuantitasnya dalam jumlah tertentu akan diperoleh

output dalam jumlah dan kualitas yang berlipat. Melalui model kemitraan

petani dapat memperoleh tambahan input, kredit dan penyuluhan yang

disediakan oleh perusahaan inti.

b) Efisiensi

Erat kaitannya dengan sistem kemitraan, perusahaan dapat mencapai efisiensi

dengan menghemat tenaga dalam mencapai target tertentu dengan

menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh petani. Sebaliknya bagi petani

yang umumnya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi dan sarana

produksi, dengan bermitra akan dapat menghemat waktu produksi melalui

teknologi dan sarana produksi yang disediakan oleh perusahaan.

c) Jaminan kualitas, kuantitas dan kontinuitas

Kualitas, kuantitas dan kontinuitas sangat erat kaitannya dengan efisiensi dan

produktivitas di pihak petani yang menentukan terjaminnya pasokan pasar dan

pada gilirannya menjamin keuntungan perusahaan. Ketiganya juga merupakan

pendorong kemitraan, apabila berhasil dapat melanggengkan kelangsungan

kemitraan ke arah penyempurnaan.

d) Risiko

Suatu hubungan kemitraan idealnya dilakukan untuk mengurangi risiko yang

dihadapi oleh kedua belah pihak. Kontrak akan mengurangi risiko yang

dihadapi oleh pihak inti jika mengandakan pengadaan bahan baku sepenuhnya

dari pasar terbuka. Perusahaan inti juga akan memperoleh keuntungan lain

karena mereka tidak harus menanamkan investasi atas tanah dan mengelola

pertanian yang sangat luas. Menurut Rustiani et al. (1997), risiko yang
dialihkan perusahaan perusahaan inti ke petani adalah (1) risiko kegagalan

produksi, (2) risiko kegagalan memenuhi kapasitas produksi, (3) risiko

investasi atas tanah, (4) risiko akibat pengelolaan lahan usaha luas, dan (5)

risiko konflik perburuhan. Di sisi lain risiko yang dialihkan petani ke

perusahaan inti antara lain: (1) risiko kegagalan pemasaran produk hasil

pertanian, (2) risiko fluktuasi harga produk, dan (3) risiko kesulitan

memperoleh input/sumberdaya produksi yang penting.

e) Sosial

Kemitraan dapat memberikan dampak sosial (social benefit) yang cukup

tinggi. Ini berarti negara terhindar dari kecemburuan sosial. Kemitraan dapat

pula menghasilkan persaudaraan antar pelaku ekonomi yang berbeda status.

f) Ketahanan ekonomi nasional

Usaha kemitraan berarti suatu upaya pemberdayaan yang lemah (petani/usaha

kecil). Peningkatan pendapatan yang diikuti tingkat kesejahteraan dan

sekaligus terciptanya pemerataan yang lebih baik, otomatis akan mengurangi

timbulnya kesenjangan ekonomi antar pelaku yang terlibat dalam kemitraan

yang mampu meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional.

Aspek dan indikator penilaian terhadap hubungan kemitraan dapat

dijelaskan pada Tabel 1.


Tabel 1. Aspek dan Indikator Penilaian Terhadap Hubungan Kemitraan
ASPEK INDIKATOR FAKTOR YANG NILAI
DINILAI FAKTOR
MAKSIMUM
I. Proses 1. Perencanaan a. Perencanaan kemitraan 100
Manajemen b. Kelengkapan perencanaan 50
Kemitraan 2. Pengorgani- a. Bidang khusus 25
sasian b. Kontrak kerjasama 125
3. Pelaksanaan a. Pelaksanaan kerjasama 50
dan efektivitas b. Efektivitas kerjasama 150
kerjasama

Jumlah Nilai Maksimum Aspek Proses Manajemen Kemitraan 500


II. Manfaat 1. Ekonomi a. Pendapatan 100
b. Harga 50
c. Produktivitas 50
d. Risiko usaha 50

2. Teknis a. Mutu 50
b. Penguasaan teknologi 50
3. Sosial a. Keinginan kontinuitas kerjasama 75
b. Pelestarian lingkungan 75
Jumlah Nilai Maksimum Aspek Manfaat 500
Total 1000
Sumber: Direktorat Pengembangan Usaha Deptan (2002)

2.3.5 Unsur-unsur Kemitraan

Brinkerhoff et al. (1990) dalam Monica (2006) mengatakan bahwa

institusi adalah sistem. Kemitraan sebagai sebuah sistem harus memiliki unsur-

unsur sebagai berikut:

1. Input, yaitu material, uang, manusia, informasi dan pengetahuan

merupakan hal yang didapat dari lingkungannya dan akan memiliki

kontribusi pada produksi output. Soekartawi (1985) menjelaskan bahwa

variabel-variabel yang dapat menjelaskan input material petani

diantaranya dapat dilihat dari luas lahan, status lahan, jarak tempuh ke

lahan, dan jarak tanam. Variabel-variabel dari Input manusia dapat


dijelaskan oleh tenaga kerja yang terdiri dari umur, pengalaman usahatani,

dan tingkat pendidikan.

2. Output, seperti produk dan pelayanan adalah hasil dari suatu kelompok

atau organisasi. Hafsah (1999) memandang bahwa output dari kemitraan

dapat dilihat dari tiga manfaaat yaitu manfaat ekonomi, manfaat teknis,

dan manfaat sosial.

3. Teknologi, metode dan proses dalam transformasi input dan output.

4. Lingkungan, yaitu keadaan di sekitar kelompok mitra dan perusahaan

mitra yang dapat mempengaruhi jalannya kemitraan.

5. Keinginan, yaitu strategi, tujuan, rencana serta pengambil keputusan.

6. Perilaku dan proses, yaitu pola perilaku, hubungan antarkelompok atau

organisasi dalam proses kemitraan.

7. Budaya, yaitu norma, kepercayaan, dan nilai dalam kelompok mitra

dan perusahaan mitra.

8. Struktur, yaitu hubungan antar individu, kelompok dan unit yang lebih

besar.

2.3.6 Prinsip-prinsip Kemitraan

Kemitraan yang ideal yaitu kemitraan yang saling menguntungkan dan

berlandaskan ekonomi, bukan berdasarkan belas kasihan. Kemitraan antara yang

usaha skala kecil dan usaha skala besar harus dilakukan dalam kaitan bisnis yang

saling menguntungkan.

Menurut Gumbira-Sa’id dan Intan (2000) dalam Veronica (2001), prinsip-

prinsip kemitraan yang harus ada agar menjamin suksesnya kemitraan antara lain

prinsip saling ketergantungan dan saling membutuhkan, saling menguntungkan,


memiliki transparansi, memiliki azas formal dan legal, melakukan alih

pengetahuan dan pengalaman, melakukan pertukaran informasi, penyelesaian

masalah dan pembagian keuntungan yang adil.

Prinsip kemitraan memerlukan syarat-syarat sebagai berikut :

(a) Saling pengertian (common understanding)

Prinsip saling pengertian ini dikembangkan dengan cara meningkatkan

pemahaman yang sama mengenai lingkungan, permasalahan lingkungan, serta

peranan masing-masing komponen. Selain aspek lingkungan yang mungkin

sangat baru bagi para pelaku pembangunan, juga pemahaman diri mengenai

fungsi dan peranan masing-masing aktor penting. Artinya masing-masing aktor

harus dapat memahami kondisi dan posisi komponen yang lain, baik pemerintah,

pengusaha, maupun masyarakat.

(b) Kesepakatan bersama (mutual agreement)

Kesepakatan adalah aspek yang penting sebagai tahap awal dari suatu

kerjasama yang baik antara pihak-pihak yang bersangkutan. Kesepakatan ini

hanya dapat diraih dengan adanya saling pengertian seperti yang disebutkan di

atas. Hal ini merupakan dasar-dasar untuk dapat saling mempercayai dan saling

memberi diantara para pihak yang bersangkutan.

(c) Tindakan bersama (collective action)

Tindakan bersama ini adalah tekad bersama-sama untuk mengembangkan

kepedulian lingkungan. Cara yang dilakukan tentu berbeda antara pihak yang satu

dengan pihak yang lain tetapi tujuannya sama yaitu melindungi lingkungan dari

kerusakan. Hal ini merupakan tujuan dari penggunaan prinsip-prinsip kemitraan.


Pendekatan kemitraan ini memberikan peluang bagi masing-masing pihak

untuk saling memanfaatkan keuntungan yang didapat dari upaya perlindungan

lingkungan. Masing-masing pihak dapat mengambil manfaat dari perlindungan

lingkungan adalah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan cara

membangun kualitas hidup yang baik dan membina daya dukung alam mampu

menopang keberlanjutan pembangunan.

Keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan diharapkan dapat

memberikan manfaat bagi mereka sesuai dengan kepentingan usaha masing-

masing baik secara ekonomis maupun ekologis bukan sebaliknya. Keikutsertaan

masyarakat dalam pengelolaan lingkungan akan memberikan jaminan

kepentingan hakiki mereka. Kepentingan hakiki tersebut berupa kualitas hidup

yang makin meningkat dan kelestarian fungsi lingkungan (sumberdaya alam)

terutama untuk kepentingan kehidupan mereka di masa mendatang.

2.3.7 Asas-asas Kemitraan

Menurut Veronica (2001) kemitraan agribisnis berdasarkan pada

persamaan kedudukan, keselarasan, dan peningkatan keterampilan petani mitra

oleh perusahaan mitra melalui perwujudan sinergi kemitraan yaitu hubungan

yang:

1) Saling memerlukan dalam arti perusahaan mitra memerlukan pasokan bahan

baku dan kelompok mitra memerlukan bimbingan dan penambahan hasil.

2) Saling memperkuat dalam arti baik kelompok mitra maupun perusahaan mitra

bersama-sama memperhatikan kedudukan masing-masing dalam meningkatkan

daya saing usahanya.


3) Saling menguntungkan yaitu baik kelompok mitra maupun perusahaan mitra

memperoleh peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha.

Kelompok mitra mitra dalam mendukung pelaksanaan kemitraan perlu

ditingkatkan kemampuannya dalam: a) merencanakan usaha, b) melaksanakan

dan mantaati perjanjian kemitraan, c) memupuk modal dan memanfaatkan

pendapatan secara rasional, d) meningkatkan hubungan melembaga dengan

koperasi, e) mencari dan memanfaatkan informasi peluang usaha sehingga dapat

mandiri dan mencapai skala usaha ekonomi. Asas dalam kemitraan adalah adanya

asas kesejajaran kedudukan mitra, asas saling membutuhkan dan asas saling

menguntungkan, selain itu diperlukan juga adanya asas saling mematuhi etika

bisnis kemitraan.

2.3.8 Kelebihan dan Kekurangan Kemitraan

Melalui kemitraan akan diperoleh keuntungan diantara kedua belah pihak

pelaku kemitraan. Kelebihan yang dapat dicapai dengan adanya kemitraan antara

lain dapat meningkatkan produktivitas, meningkatkan pangsa pasar,

meningkatkan keuntungan, sama-sama menanggung risiko, menjamin pasokan

bahan baku, dan menjamin distribusi pemasaran.

Daryanti dan Oktaviani (2003) menyatakan terdapat beberapa keuntungan

yang bisa diperoleh perusahaan dengan melakukan kemitraan atau kontrak

pertanian dengan petani mitra, yaitu (1) terjaminnya ketersediaan bahan baku, (2)

dapat melakukan pengontrolan terhadap proses produksi dan penanganan pasca

panen, (3) dapat mengontrol kualitas produksi, (4) dapat menjaga kestabilan

harga, (4) dapat memperkenalkan dan mengembangkan suatu jenis/varietas


tanaman baru, (5) memungkinkan dapat diidentifikasi kebutuhan pelanggan yang

khusus, (6) implikasi pengotrolan logistik yang lebih baik, dan (7) hubungan yang

baik dengan konsumen atau pembeli.

Keuntungan yang bisa diperoleh petani yakni: (1) dengan adanya

kestabilan harga, dapat menjamin penghasilan yang tetap, (2) menghambat

dominasi tengkulak, (3) pengembangan benih baru, (4) penggunaan teknologi dan

keterampilan baru, (5) hubungan didasarkan pada kepercayaan yang saling

menguntungkan, (6) pembayaran akan hasil terjamin, (7) penyuluhan tentang

teknis disediakan oleh perusahaan mitra, (8) praktek jual beli yang adil, (9) dapat

memperoleh fasilitas kredit, dan (10) skema asuransi alam dapat diterapkan.

Akan tetapi disamping keuntungan yang didapat dari kemitraan, konsep ini

juga mempunyai kekurangan-kekurangan. Kekurangan-kekurangan yang ada

biasanya tidak terlepas dari permasalahan-permasalahan yang muncul seiring

dengan peningkatan hubungan yang terjalin diantara pelaku-pelaku kemitraan.

Beberapa permasalahan yang timbul antara lain: (1) petani tidak memenuhi

kualitas produk yang diinginkan perusahaan, (2) petani dapat terjebak kredit

macet, (3) petani melanggar kontrak dengan menjual produk pertanian ke pihak

lain atau perusahaan saingan lain, (4) faktor alam yang dapat mengakibatkan

kegagalan panen, seperti perubahan cuaca dan bencana alam.

Selain permasalahan yang seringkali muncul dari petani, permasalahan

dapat juga muncul dari perusahaan mitra. Penyalahgunaan posisi seringkali

membawa perusahaan menjadi aktor dominan dalam hubungan kemitraan dan

tidak jarang membawa ketergantungan bagi kelompok/usaha mitra kepada


perusahaan besar. Dominasi perusahaan juga dapat mengakibatkan perusahaan

tidak menepati perjanjian yang dibuat bersama.

Permasalahan dapat pula timbul dari ketidakjelasan dan ketidaktegasan

dalam pembuatan perjanjian. Ketentuan-ketentuan yang ada dalam perjanjian

yang tidak dijabarkan dengan jelas seringkali menjadi potensi bagi kedua belah

pihak untuk melakukan pelanggaran. Apalagi jika perjanjian yang dibuat tidak

memiliki dasar hukum yang jelas, penyimpangan-penyimpangan yang terjadi akan

terus berlarut dan membawa perpecahan kedua pihak.

2.3.9 Kendala-kendala dalam Kemitraan

Faktor-faktor yang menjadi kendala pencapaian hubungan kontrak yang

ideal antara perusahaan mitra dan kelompok/usaha mitra dapat dipilah ke dalam

kendala pihak perusahaan mitra dan kendala di pihak kelompok/usaha mitra.

Akan tetapi kendala-kendala yang dihadapi perusahaan maupun kelompok/usaha

mitra dalam menjalankan kemitraan berbeda tergantung dari kasus yang terjadi.

Pelaksanaan kemitraan dihadapkan pada kendala-kendala sebagai berikut:

(1) berdasarkan rasa belas kasihan dan mengandung unsur sloganisme/seremonial,

(2) adanya ”jurang” kemampuan baik dalam penguasaan teknis, konsistensi dalam

pemenuhan janji, dan rendahnya kemampuan dengan pengusaha besar, dan (3)

pihak pengusaha tidak menyadari hakekat kemitraan justru untuk memajukan

usaha sendiri.

Secara sederhana faktor-faktor yang menjadi kendala, baik di pihak

perusahaan mitra maupun di pihak kelompok/usaha mitra dapat digambarkan pada

Tabel 2.
Tabel 2. Kendala-kendala Kemitraan
Kendala di Pihak Perusahaan Mitra Kendala di Pihak Kelompok/Usaha Mitra

- Penguasaan pasar - Kemampuan mengadopsi teknologi baru


- Penyalahgunaan posisi - Posisi tawar yang rendah
- Kapasitas manajemen dan keahlian
- Ketersediaan dana
Sumber: Saptana (2006)

Dalam konsep kemitraan, perusahaan mitra memiliki peran dan tanggung

jawab yang strategis, karena menggantikan peranan pertukaran di pasar terbuka.

Apabila perusahaan mitra tidak dapat menjamin pemasaran produk

kelompok/usaha mitra, maka kelangsungan hubungan kontrak akan terancam.

Dominasi peranan perusahaan mitra dalam kemitraan bisa mengarah pada

ketergantungan dan subordinasi. Ketentuan yang tegas dalam hubungan kontrak

dan kesadaran yang tinggi dari perusahaan mitra untuk menepati ketentuan

merupakan solusi untuk permasalahan ini.

Kegagalan implikasi sistem kemitraan dapat terjadi karena

ketidakdisiplinan manajemen perusahaan mitra, termasuk krisis keuangan yang

dihadapi oleh pihak-pihak yang bermitra. Demikian pula apabila terjadi

penyimpangan dari ketentuan-ketentuan yang disepakati dengan kenyataan yang

menyangkut keahlian para petugas lapangan. Padahal dalam kemitraan standar

kualitas yang dituntut berbeda dengan pasar lokal/tradisional, sehingga asistensi

teknis untuk meningkatkan kualitas produk sangat penting.

Perusahaan mitra sebagai investor harus memiliki ketersediaan dana yang

cukup besar untuk bertahan sebelum memperoleh keuntungan. Kalau tidak ada

fleksibilitas dalam ketersediaan dana, maka akan mengancam keberlangsungan

kegiatan usaha di tengah jalan.


Kendala yang memiliki peluang besar muncul di pihak kelompok/usaha

mitra (petani) meliputi permasalahan yang berkaitan dengan aspek produksi.

Kemampuan mengadopsi teknologi baru dalam produksi berkaitan dengan kultur

produksi serta etos kerja kelompok/usaha mitra yang masih tradisional dapat

menjadi kendala yang menentukan keberhasilan hubungan kemitraan. Bagi

usaha/petani kecil, memasuki hubungan kontrak bisa jadi kurang proporsional

seperti yang ditentukan di dalam kontrak bisnis.

Kemampuan negosiasi dibutuhkan untuk menjaga agar hubungan kontrak

bisnis dapat memberikan keuntungan proporsional bagi kelompok/usaha mitra.

Kemampuan negosiasi di pihak kelompok/usaha mitra dapat dilakukan apabila

mereka bersama atau kolektif membentuk suatu kekuatan dalam suatu sarana,

misalnya melalui kelompok tani.

2.3.10 Bentuk-bentuk Pola Kemitraan

Hubungan yang ingin dicapai dalam pembinaan kemitraan yakni: (1)

Saling membutuhkan dalam arti para pengusaha memerlukan pasokan bahan baku

dan petani memerlukan penampungan hasil dan bimbingan, (2) Saling

menguntungkan yaitu baik petani maupun pengusaha memperoleh peningkatan

pendapatan/keuntungan disamping adanya kesinambungan usaha, (3) Saling

memperkuat dalam arti baik petani maupun pengusaha sama-sama melaksanakan

etika bisnis, sama-sama mempunyai persamaan hak dan saling membina, sehingga

memperkuat kesinambungan bermitra.

Bentuk-bentuk pola kemitraan yang banyak dilaksanakan (Departemen

Pertanian, 2002), yakni:


1. Inti-Plasma

Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan

perusahaan mitra, yang di dalamnya perusahaan mitra bertindak sebagai inti dan

kelompok mitra sebagai plasma. Syarat-syarat untuk kelompok mitra: (1) berperan

sebagai plasma, (2) mengelola seluruh usaha budidaya sampai dengan panen, (3)

menjual hasil produksi kepada perusahaan mitra, (4) memenuhi kebutuhan

perusahan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Di sisi lain Syarat-

syarat perusahaan mitra, yaitu: (1) berperan sebagai perusahaan inti, (2)

menampung hasil produksi, (3) membeli hasil produksi, (4) memberi bimbingan

teknis dan pembinaan manajemen kepada kelompok mitra, (5) memberi pelayanan

kepada kelompok mitra berupa permodalan/kredit, saprodi, dan teknologi, (6)

mempunyai usaha budidaya pertanian/memproduksi kebutuhan perusahaan, (7)

menyediakan lahan.

PLASMA

PLASMA PERUSAHAAN INTI PLASMA

PLASMA

Gambar 1. Pola Kemitraan Inti Plasma

2. Subkontrak

Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan

perusahaan mitra, yang di dalamnya kelompok mitra memproduksi komponen

yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari prduksinya. Syarat-syarat


kelompok mitra dintaranya: (1) memproduksi kebutuhan yang diperlukan

perusahaan mitra sebagai bagian dari komponen produksinya, (2) menyediakan

tenaga kerja, (3) membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga,

dan waktu. Di sisi lain syarat-syarat perusahaan mitra yaitu: (1) menampung dan

membeli komponen produksi perusahaan yang dihasilkan oleh kelompok mitra,

(2) menyediakan bahan baku/modal kerja, (3) melakukan kontrol kualitas

produksi.

KELOMPOK MITRA KELOMPOK MITRA

PERUSAHAAN MITRA

KELOMPOK MITRA KELOMPOK MITRA

Gambar 2. Pola Kemitraan Subkontrak

3. Dagang Umum

Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan

perusahaan mitra dengan perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok

mitra atau kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan

mitra. Syarat-syarat kelompok mitra yaitu memasok kebutuhan yang diperlukan

perusahaan mitra. Syarat-syarat perusahaan mitra yakni memasarkan hasil

produksi kelompok mitra.


KELOMPOK MITRA PERUSAHAAN MITRA

Memasarkan produk
KONSUMEN kelompok mitra
/INDUSTRI

Gambar 3. Pola Kemitraan Dagang Umum

4. Keagenan

Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan

perusahaan mitra, yang di dalamnya kelompok mitra diberi hak khusus untuk

memasarkan barang atau jasa usaha perusahaan mitra. Syarat-syarat kelompok

mitra yaitu mendapatkan hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa usaha

perusahaan mitra. Namun, perusahaan mitra tidak mempunyai syarat.

KELOMPOK MITRA PERUSAHAAN MITRA


Memasok

Memasarkan
KONSUMEN/

Gambar 4. Pola Kemitraan Keagenan

5. Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)

Merupakan hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan

perusahaan mitra, yang di dalamnya kelompok mitra menyediakan lahan, sarana


dan tenaga. Perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan atau sarana

untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian. Syarat

kelompok mitra pada pola ini yakni menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja,

sedangkan syarat perusahaan mitra yaitu menyediakan biaya, modal, dan

teknologi untuk mengusahakan/membudidayakan pertanian.

KELOMPOK MITRA PERUSAHAAN MITRA

- LAHAN - BIAYA
- SARANA - MODAL
- TENAGA -TEKNOLOGI
- MANAJEMEN

Gambar 5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis

6. Pola Lainnya Seperti Pola Kemitraan (Penyertaan) Saham

Merupakan kemitraan usaha agribisnis yang dilakukan dengan

penandatanganan perjanjian. Perjanjian kemitraan pola ini mencakup jangka

waktu, hak, dan kewajiban dalam melaporkan risiko pelaksanaan kemitraan

kepada Instansi Pembina Teknis di daerah, pembagian risiko penyelesaian apabila

terjadi perselisihan, serta klausul lainnya yang memberikan kepastian hukum bagi

kedua belah pihak. Hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan menengah dan

usaha besar dilaksanakan dengan disertai pembinaan dan pengembangan dalam

salah satu atau lebih bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan,

sumberdaya manusia, dan teknologi.


Pada pelaksanaan kemitraan di bidang agribisnis terdapat banyak faktor-

faktor yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan pengembangan kemitraan

usaha. Faktor-faktor tersebut terkait dengan prinsip dasar pengembangan etika

bisnis, antara lain mencakup: sumberdaya manusia, manajemen dan teknis

pelaksanaan kemitraan, mental dan sikap pelaksana kemitraan, keterlibatan

pelaksana kemitraan, masalah lingkungan dan keamanan, fasilitas/sarana dan

prasarana, serta peraturan daerah dan pusat.

Faktor keberhasilan dalam kemitraan agribisnis diantaranya:

1. Masing-masing perusahaan mitra dapat berlaku sebagai mitra yang baik

sesuai dengan prinsip kemitraan yaitu saling menguntungkan, saling

memerlukan dan saling memperkuat dengan cara: (a) mengadakan

bimbingan teknis mengenai komoditi yang dimitrakan, (b) mengadakan

bimbingan manajerial kepada petani dan kelompok tani sebagai kelompok

mitra, (c) mengusahakan pendanaan dari lembaga pembiayaan bagi

kelompok mitra, (d) memenuhi komitmen sesuai dengan perjanjian

kerjasama seperti pembelian produksi dari kelompok mitra sekaligus

memasarkan hasil produksi.

2. Kelompok mitra melaksanakan poin-poin perjanjian secara disiplin serta

memenuhi kriteria kualitas dan kuantitas produk.

3. Mentaati asas kemitraan dan tidak menyalahi isi perjanjian walaupun ada

pihak lain yang berusaha menawarkan harga yang lebih baik.


Faktor kegagalan dalam kemitraan agribisnis diantaranya:

1. Adanya kesenjangan komunikasi antara kelompok mitra dengan

perusahaan mitra, seperti masalah harga komoditi /produk yang sedang

berlaku, informasi pasar, dan lain-lain.

2. Kelompok mitra tidak dapat memenuhi poin perjanjian seperti kualitas dan

kuantitas produksi.

3. Kelompok mitra tergoda oleh penawaran dari pihak lain untuk membeli

komoditi yang diusahakan petani, karena harga yang lebih baik.

4. Salah satu pihak tidak dapat memenuhi perjanjian kemitraan usaha karena

beberapa sebab, antara lain: (a) Kelompok mitra tidak dapat menjual hasil

produksi sesuai dengan ketentuan karena kualitas tidak sesuai dengan

kualifikasi yang ditetapkan, hasil panen dijual kepada pihak lain, atau

kontinuitas tidak terpenuhi, (b) Perubahan manajemen perusahaan mitra,

(c) Suatu kejadian di luar kemampuan manusia (force majeure) seperti

kebakaran, banjir, gempa bumi, dan lain-lain.

5. Banyak perusahaan mitra yang menghindar dari kebijaksanaan

pemerintah. Program bantuan dari pemerintah yang kurang sinergis

dengan kondisi di lapangan sehingga penerima bantuan/pelaku kemitraan

tidak dapat memanfaatkan secara optimal.

2.3.11 Kemitraan dalam Sistem Agribisnis

Kemitraan bisnis merupakan suatu alternatif yang prospektif bagi

pengembangan bisnis di masa depan untuk menghubungkan kesenjangan antar

subsistem dalam sistem bisnis hulu-hilir (produsen-industri pengolahan-

pemasaran) maupun hulu-hulu (sesama produsen). Pada masa lalu kesenjangan


dalam sistem bisnis hulu-hilir diantaranya berupa informasi tentang mutu, harga,

teknologi dan akses permodalan. Kondisi ini menyebabkan pemodal kuat, yang

umumnya lebih berwawasan luas, lebih berpendidikan dan telah berperan di

subsistem hilir menjadi lebih diuntungkan oleh berbagai kelemahan yang ada pada

usaha kecil yang berfungsi di pihak produsen atau hulu.

Pada tingkat makro peranan usaha kecil tersebut diantaranya: penyerapan

tenaga kerja, penyedia bahan baku bagi usaha besar, perolehan devisa,

pembangunan wilayah desentralisasi/otonomi, alat distribusi retail, mitra kerja

pelayanan bagi usaha besar, pereduksi tegangan dan kecemburuan sosial atas

kesenjangan usaha kecil-besar. Pada tingkat mikro usaha kecil berperan sebagai:

sumber penghasilan, wadah bagi bakat wirausaha, pengembangan daya saing

individu, dan tempat magang atau sosialisasi bagi kelangsungan usaha kecil dan

rumah tangga.

Pola kemitraan merupakan suatu “benang” penghubung antara usaha

ekonomi makro dengan usaha ekonomi mikro. Kemitraan agribisnis menurut

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 dinyatakan bahwa bentuk kemitraan

yang ideal adalah saling memperkuat, saling menguntungkan dan saling

menghidupi. Pada konsepsi bentuk kemitraan tersebut, pengusaha

menengah/besar punya komitmen atau tanggung jawab moral membimbing dan

mengembangkan pengusaha kecil mitranya agar mampu mengembangkan

usahanya, sehingga dapat menjadi mitra yang handal untuk meraih keuntungan

bersama.
Keuntungan yang dapat diperoleh dari kemitraan usaha kecil dengan

perusahaan menengah dan besar, dibanding dengan berusaha sendiri, antara lain

melalui (Haeruman, 2001):

1) Kerjasama pemasaran/penampungan produk usaha dapat lebih jelas, pasti,

dan periodik,

2) Kerjasama dalam bentuk bantuan dana, teknologi atau sarana lain dapat

disediakan oleh perusahaan besar,

3) Kerjasama untuk dapat menghindar dari proses persaingan terhadap

produk yang sama antara pengusaha kecil dan pengusaha menengah/besar,

dan

4) Kerjasama dengan berbagi tugas antara masing-masing pengusaha sesuai

dengan spesialisasi dan tugas masing-masing dalam sistem agribisnis yang

berkesinambungan.

Peluang pola kemitraan usaha antara pengusaha kecil (petani, nelayan,

koperasi) dan pengusaha menengah atau besar antara lain dapat berbentuk

(Mangkuprawira et al, 1996):

1) Kontak bisnis. Interaksi pasif antara dua unit usaha tanpa harus ada

perjanjian formal yang mengikat, bebas tanpa sanksi hukum, misalnya

saling tukar informasi,

2) Kontrak bisnis. Hubungan usaha kecil bersifat aktif dan sudah mencirikan

adanya hubungan (transaksi dagang) antara dua mitra usaha,

3) Kerjasama bisnis. Hubungan bisnis di samping bersifat aktif juga

bervariasi sampai pada penanganan manajemen (pemasaran, keuangan,

produksi dan lain-lain),


4) Keterkaitan bisnis (linkages). Pihak bisnis yang terlibat tetap memiliki

kebebasan usaha, tetapi bersepakat untuk melakukan engineering sub-

contract, bukan sub-kontrak yang bersifat komersial dalam proses

produksi.

Terdapat beberapa kelemahan dari pengembangan kemitraan agribisnis

apabila dikembangkan ke wilayah lainnya, antara lain:

1) Posisi petani yang lemah karena masih lemahnya kemampuan menajerial

dan wawasan serta kemampuan kewirausahaan telah menyebabkan petani

kurang mampu mengelola usahatani secara efisien dan komersial,

2) Keterbatasan petani dalam bidang permodalan, teknologi, informasi dan

akses pasar telah menyebabkan petani kurang mampu mengelola usahatani

secara mandiri sehingga mudah tersubordinasi oleh kepentingan pihak lain

yang lebih kuat dalam sistem agribisnis,

3) Kesadaran perusahaan (pihak pelaku agribisnis yang lebih kuat) untuk

mendukung permodalan petani yang lemah telah menyebabkan petani

mengalami kesulitan mengembangkan produk usahatani sesuai dengan

kebutuhan pasar,

4) Informasi tentang potensi pengembangan komoditi belum sampai pada

pengusaha untuk menanamkan investasinya di bidang agribisnis dan

masih lemahnya jaminan (insurance) atas tingginya risiko bila berusaha

dalam bidang agribisnis,

5) Masih belum berkembangnya etika bisnis pada sebagian besar investor

agribisnis di daerah yang sesuai dengan dunia agribisnis, yaitu kemitraan

bisnis yang berprinsip win-win solution, dan


6) Pada umumnya petani masih mempunyai kesadaran dan komitmen yang

lemah tentang pengendalian mutu yang sesuai dengan kebutuhan pasar.

Hal ini perlu menjadi perhatian yang serius dalam kesinambungan

hubungan kemitraan tersebut.

Pengembangan pemberdayaan petani melalui peningkatan kualitas SDM

petani, yang ditempuh dengan pendekatan konvergen antar berbagai pihak yang

menjadi pelaku dalam sistem agribisnis merupakan salah satu cara untuk

mencegah terjadinya sub-ordinasi pemodal kuat (pengusaha besar) terhadap petani

(usaha kecil) melalui lembaga arbitrasi yang efektif.

2.4 Hasil Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya tentang pola kemitraan yang dilakukan petani ubi

jalar menyimpulkan bahwa kemitraan tidak memberikan dampak terhadap

pendapatan petani ubi jalar pada masa tanam ketiga tahun 2002 (Puspitasari,

2003). Petani mitra mendapatkan keuntungan lebih kecil dibandingkan dengan

petani non-mitra apabila dianalisis berdasarkan biaya tunai, namun bila

berdasarkan atas biaya total, petani mitra lebih sedikit mengalami kerugian.

Tujuan ideal petani ubi jalar melakukan kemitraan yaitu untuk meningkatkan

pendapatan kelompok tani. Keikutsertaan petani ubi jalar yang bermitra didorong

oleh keterbatasan modal, manajemen, dan pengadaan bibit.

Penelitian yang dilakukan oleh Iftahuddin (2005) mengenai pengaruh

kemitraan petani tambak udang terhadap pendapatan usahatani dan efisiensi

penggunaan input produksi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pendapatan

petani mitra lebih besar daripada petani non-mitra, namun perbedaan


pendapatannya tidak signifikan. Analisis terhadap tingkat efisiensi penggunaan

faktor produksi petani mitra belum optimal karena tenaga kerja terlalu banyak.

Penelitian yang dilakukan oleh Deshinta (2006) tentang kemitraan

peternak ayam broiler. Penelitian ini menyimpulkan bahwa jumlah pendapatan

peternak mitra lebih rendah jika dibandingkan dengan peternak mandiri, karena

peternak mitra menanggung biaya yang lebih besar dari peternak mandiri. Hasil

uji t terhadap pendapatan total ternyata kemitraan tidak berpenaruh terhadap

peningkatan pendapatan peternak. Namun di sisi lain, peternak yang mengikuti

kemitraan mendapat hal lain yang bermanfaat seperti pinjaman sapronak,

penambahan ilmu pengetahuan, pemasaran hasil panen, dan pelaksanaan kontrol

dari perusahaan.

Penelitian lain oleh Purnaningsih (2006) mengenai adopsi inovasi pola

kemitraan agribisnis sayuran di provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian ini

menyimpulkan bahwa proses pengambilan keputusan petani terhadap inovasi pola

kemitraan agribisnis terjadi melalui interaksi antara petugas atau pihak mitra

dengan petani, kemudian menyebar melalui interaksi sesama petani dan

keluarganya dalam suatu komunitas. Manfaat ekonomi yang diperoleh petani dari

pola kemitraan adalah pendapatan yang lebih tinggi, harga yang lebih pasti,

produktivitas lahan lebih tinggi, penyerapan tenaga kerja dan modal yang lebih

tinggi, dan risiko usaha ditangging bersama. Manfaat teknis yang diperoleh petani

yaitu penggunaan teknologi yang lebih baik sehingga mutu produk menjadi lebih

baik. Manfaat sosial yang diperoleh petani adalah ada kesinambungan kerjasama

antara petani dan perusahaan, koperasi maupun pedagang pengumpul, serta pola

kemitraan mempunyai kontribusi terhadap kelestarian lingkungan.


BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Analisis manfaat kemitraan merujuk pada konsep pengembangan

kemitraan usaha dari Departemen Pertanian (2002). Analisis manfaat kemitraan

dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana keefektifan kemitraan

berdasarkan analisis faktor-faktor input dan output yang dihasilkan dari kemitraan

tersebut.

Sistematika kerangka pemikiran operasional penelitian ini mengacu

kepada landasan teori Brinkerhoff et al. (1990) dalam Darmono et al. (2004) yang

menyatakan bahwa kemitraan merupakan suatu sistem. Sistem kemitraan terdiri

dari input yang mempengaruhi (memberikan kontribusi) kepada output dan

didukung oleh teknologi, lingkungan, keinginan, perilaku dan proses, budaya,

serta struktur. Fokus subjek penelitian ini yaitu petani di dalam pola kemitraan,

maka input dan output kemitraan dilihat dari sisi petani mitra.

Penelitian ini ingin membuktikan seberapa besar faktor-faktor (peubah-

peubah) di dalam input petani berpengaruh kepada output kemitraan (manfaat

ekonomi dan teknis). Selain itu, penelitian ini juga mencoba menganalisis manfaat

sosial kemitraan bagi petani secara deskriptif melalui pendekatan kualitatif.

Berdasarkan studi literatur, penjajagan di lapangan tentang mekanisme

kemitraan yang dijalankan oleh perusahaan dengan petani, dan konsultasi dengan

pakar kemitraan; variabel-variabel input dibagi menjadi dua yaitu internal petani

dan eksternal petani. Input internal petani terdiri dari tenaga kerja dapat diukur

dari umur, tingkat pendidikan dan pengalaman usahatani serta lahan yang diukur
dari luas, status dan jarak rumah ke lahan (Soekartawi, 1985). Input eksternal

petani terdiri dari sumber informasi, ketersediaan modal kredit, proses manajemen

kemitraan, dan tingkat partisipasi dalam kegiatan kemitraan. Secara lengkap

variabel-variabel yang diduga memiliki pengaruh terhadap output kemitraan

(manfaat ekonomi dan teknis) kemitraan kemitraan agribisnis bagi petani mitra

dapat dilihat pada Gambar 6.

Input Internal Petani Input Eksternal Petani & Proses


Manajemen Kemitraan
X1 Tenaga Kerja
(Umur, Tingkat Pendidikan, X3 Sumber informasi yang digunakan
Pengalaman Usahatani)
X4 Tingkat Partisipasi dalam Kegiatan
X2 Lahan Kemitraan)
(Luas Lahan, Status Lahan,
Jarak Tempuh Rumah ke X5 Ketersediaan Modal Kredit
Lahan)
X6 Proses Manajemen Kemitraan
(Perencanaan, Pengorganisasian,
Pelaksanaan dan Efektivitas
Kerjasama)

Output:

Y. Manfaat
[(Manfaat Ekonomi:
pendapatan, produktivitas,
Harga, Risiko Usaha) dan
(Manfaat Teknis: Mutu,
penguasaan teknologi)]

Keterangan: Mempengaruhi

Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional


Output kemitraan yaitu manfaat ekonomi, teknis, dan sosial (Hafsah,

1999). Manfaat ekonomi meliputi tingkat pendapatan, tingkat produktivitas,

kontinuitas modal, dan tingkat risiko usaha. Manfaat teknis terdiri dari mutu

produk dan penguasaan teknologi pertanian, sedangkan manfaat sosial terdiri dari

kelanjutan kerjasama dan kelestarian lingkungan. Mengingat hal tersebut, akan

dibuktikan bahwa kemitraan agribisnis dengan perusahaan merupakan

kesempatan bagi petani untuk meningkatkan kesejahteraan dan kelangsungan

usahatani.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi kemitraan

yang dijalankan perusahaan mitra dengan petani padi mitra dan menemukan

faktor-faktor input petani untuk bermitra. Selain itu, hasil penelitian ini juga

diharapkan dapat menjadi pembanding bagi kasus lain mengenai kemitraan yang

dilakukan perusahaan dengan petani.

3.2 Hipotesis Penelitian

H0: Manfaat kemitraan agribisnis (ekonomi dan teknis) bagi petani tidak

dipengaruhi oleh input internal dan eksternal petani yang terdiri dari

tenaga kerja, lahan, sumber informasi, ketersediaan modal kredit, proses

manajemen kemitraan dan keterlibatan petani dalam kemitraan.

H1: Manfaat kemitraan agribisnis (ekonomi dan teknis) bagi petani

dipengaruhi oleh input internal dan eksternal petani yang terdiri dari

tenaga kerja, lahan, sumber informasi, ketersediaan modal kredit, proses

manajemen kemitraan dan keterlibatan petani dalam kemitraan.


3.3 Definisi Operasional

1. Responden/sampel dalam penelitian ini adalah petani mitra yang diambil

dari populasi petani. Petani mitra yang dijadikan sampel yaitu anggota

kelompok Tani Sri Mandiri Desa Majalaya Kabupaten Karawang.

2. Informan adalah individu atau kelompok yang memberikan informasi

tentang dirinya sendiri di luar pelaksanaan kemitraan. Informan ini

diantaranya pegawai/karyawan perusahaan mitra yang bekerja di

biro/divisi kemitraan dan petugas penyuluh lapang.

3. Lahan merupakan bidang tanah yang digunakan petani untuk melakukan

usahatani.

Indikator: a) Luas Lahan, b) Status Lahan, dan c) Jarak Lahan

Parameter :

a) Luas lahan yaitu besar bidang tanah (dalam hektar) yang digunakan

oleh petani untuk melakukan usahatani. Luas lahan dihitung total baik

itu lahan milik, sewa, sakap.

Pengukuran:

1. Sempit < 2 Hektar

2. Luas ≥ 2 Hektar

b) Status lahan yaitu kedudukan kepemilikan lahan yang digunakan untuk

menanam padi.

Pengukuran:

1. Sewa : Skor = 1

2. Maro : Skor = 2

3. Pemilik : Skor = 3
c) Jarak tempuh ke lahan yaitu seberapa jauh (dalam kilometer) antara

rumah ke lahan tempat menanam padi.

Pengukuran:

1. Dekat < 1,5 Kilometer

2. Jauh ≥ 1,5 Kilometer

4. Tenaga kerja yaitu subjek atau orang yang akan melakukan usahatani

(petani).

Indikator: a) Umur, b) Pengalaman Usahatani, c) Tingkat Pendidikan.

Parameter:

a) Umur merupakan karakteristik individu petani yang dapat

menggambarkan pengalaman dalam diri seseorang sehingga terdapat

keragaman perilaku berdasarkan usia seseorang.

Pengukuran:

1. Muda < 39 Tahun

2. Tua ≥ 39 Tahun

b) Pengalaman usahatani yaitu lama usahatani (dalam tahun) yang telah

dilakukan oleh petani. Pengalaman usahatani dihitung mulai dari

petani melakukan usahatani baik sebagai usaha pokok maupun

sampingan.

Pengukuran:

1. Baru < 15 Tahun

2. Lama ≥ 15 Tahun
c) Tingkat pendidikan yaitu jenjang pendidikan formal yang pernah

ditempuh.

Pengukuran:

1. Rendah : Tidak Sekolah, SD

2. Tinggi : SMP, SMA, DIII, S1

5. Sumber informasi yang digunakan oleh petani mitra yaitu penyuluh

lapang, kerabat, teman.

Pengukuran:

1. Teman : Skor = 1

2. Kerabat: Skor = 2

3. PPL : Skor = 3

6. Tingkat partisipasi dalam kegiatan kemitraan yaitu keikutsertaan petani

terhadap kegiatan dalam lingkup kemitraan.

Pengukuran: Skor jawaban; ya = 2, tidak = 1

1. Rendah: jumlah skor < 15

2. Tinggi : jumlah skor ≥ 15

7. Ketersediaan modal kredit yaitu kondisi ketersediaan modal kredit formal

atau informal yang diberikan oleh lembaga penyedia modal kredit yaitu

bank, koperasi, warga komunitas, dan perusahaan mitra kepada petani

mitra.

Pengukuran: Skor jawaban; selalu ada = 3, sering ada = 2, jarang ada = 1,

tidak ada = 0, ya = 2, tidak= 1

1. Rendah: Apabila jumlah skor untuk lembaga penyedia modal < 7

2. Tinggi : Apabila jumlah skor untuk lembaga penyedia modal ≥ 7


8. Proses manajemen kemitraan adalah cara sistematik yang ditetapkan untuk

mengatur berjalannya kemitraan antara perusahaan dengan petani mitra.

Indikator: a) Perencanaan, b) Pengorganisasian, c) Pelaksanaan dan

efektivitas kerjasama.

Parameter:

a) Perencanaan yaitu proses menetapkan sasaran kemitraan dan tindakan

untuk mencapai sasaran kemitraan yang ditetapkan.

b) Pengorganisasian adalah proses mengatur dan mengalokasikan

pekerjaan, wewenang, dan sumberdaya dari perusahaan mitra ke petani

mitra.

c) Pelaksanaan dan efektivitas kerjasama adalah kegiatan-kegiatan yang

dilakukan dalam hubungan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama.

Pengukuran: Skor jawaban ya = 2, tidak = 1, selalu = 3, sering = 2,

jarang = 1, tidak = 0

1. Rendah: jumlah skor < 45

2. Tinggi: jumlah skor ≥ 45

9. Manfaat yaitu kegunaan kegunaan dari kemitraan dengan perusahaan mitra

yang dirasakan petani

Indikator: Manfaat ekonomi dan manfaat teknis.

Parameter:

a) Manfaat ekonomi adalah kegunaan dari kemitraan dengan perusahaan

mitra yang dirasakan petani dilihat dari pendapatan usahatani,

produktivitas usahatani, harga produk, dan risiko usaha.


b) Manfaat teknis adalah kegunaan dari kemitraan dengan perusahaan

mitra yang dirasakan petani dilihat dari mutu produk dan penguasaan

teknologi.

Pengukuran: Skor jawaban ya = 2, tidak = 1

1. Tinggi : Jumlah Skor < 16

2. Rendah: Jumlah Skor ≥ 16


BAB IV
METODOLOGI

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada PT Pupuk Kujang (Persero) yang telah

melakukan kemitraan dengan petani padi sawah. Penentuan tempat penelitian

dilakukan secara purposive karena perusahaan dianggap dapat mewakili dari

perusahaan yang bergerak pada sistem agribisnis khususnya subsistem agribisnis

hulu (off farm agribusiness) khususnya dalam pengadaan pupuk yang bersentuhan

langsung dengan subsistem usahatani (on farm agribusiness) dan telah lama

melaksanakan kemitraan dengan petani hingga sekarang.

Penelitian pada petani padi selaku mitra PT Pupuk Kujang (Persero)

dilakukan di wilayah Cikampek Kabupaten Karawang. Petani-petani yang

menjadi mitra PT Pupuk Kujang tersebar di wilayah kecamatan Cikampek

Kabupaten Karawang diantaranya kelompok tani di desa Dawuan dan kelompok

tani di Desa Majalaya. Pengambilan data sampel petani mitra dilakukan di Desa

Majalaya Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Penelitian dilakukan dari bulan Maret 2008 yang dimulai dari

pengambilan data primer dan data-data pendukung lainnya di perusahaan sampai

penyusunan laporan dalam bentuk skripsi. Pada bulan April-Mei 2008 dilakukan

pengambilan data primer pada petani padi yang melakukan kemitraan dengan PT

Pupuk Kujang (Persero). Tahap pengelolaan data sampai penyelesaian akhir

laporan penelitian diselesaikan pada bulan Juni 2008.


4.2 Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif didukung dengan data

kualitatif. Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder.

Data primer diperoleh dari wawancara dan diskusi dengan pihak-pihak yang

terkait dengan usaha kemitraan seperti petani mitra, perusahaan, koordinator

petani, Petugas Penyuluh Lapang (PPL) Kabupaten Karawang. Data primer

diperoleh melalui wawancara, diskusi dan pengisian kuesioner kepada responden.

Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur dan data-data dari dinas dan

instansi-instansi terkait serta dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang

relevan dengan tujuan penelitian ini.

4.3 Tahap Pengumpulan Data

Pertama, penelitian ini dimulai dari penelusuran data sekunder. Data-data

sekunder seperti nama-nama kelompok tani mitra, jumlah kelompok tani mitra,

luas lahan, produktivitas usahatani petani mitra dan lain-lain diperoleh dari

perusahaan mitra, Petugas Penyuluh Lapang, dan Badan Pusat Statistik setempat.

Kedua, analisis lapangan melalui studi penjajagan melalui wawancara

dengan informan didalam perusahaan yang terkait dengan kegiatan kemitraan

dengan petani diantaranya Bapak Sf dan Bapak Rd. Selain itu, wawancara dengan

Bapak At sebagai PPL setempat juga dilakukan untuk melengkapi informasi-

informasi yang diperlukan didalam penelitian ini.

Ketiga, survei lapangan dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner

yang diberikan kepada responden setelah kuesioner hasil uji coba diperbaiki.

Pengambilan responden petani mitra dilakukan dengan menggunakan Simple

Random Sampling Methode. Responden diambil dari daftar nama-nama petani


mitra Kelompok Tani Sri Mandiri Desa Majalaya yang diperoleh dari ketua

kelompok tani. Kuesioner diberikan kepada 35 petani mitra (dari populasi 94

orang, dengan petani yang bermitra berjumlah 63 orang). Jumlah responden

sebanyak 35 orang cukup mewakili, mengingat syarat uji statistik bahwa sampel

harus lebih besar sama dengan 30 orang.

Sebelum digunakan dalam pengumpulan data, kuesioner tersebut

didiskusikan kesahihannya (validitas isi) dengan ahli yang kompeten di bidang

kemitraan. Penelusuran literatur yang berkenaan dengan kemitraan juga dilakukan

untuk memperkuat kesahihan kuesioner.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Data dan informasi yang telah terkumpul baik dari tingkat individu,

kelompok, dan organisasi, kemudian diolah secara kuantitatif dan kualitatif.

Pengolahan tersebut bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor

pengaruh/peubah (variabel bebas) terhadap variabel terikat.

Data-data kuantitatif dari input internal, input eksternal petani, dan output

kemitraan diolah secara deskriptif dengan menggunakan tabulasi silang. Analisis

Regresi Linear Berganda digunakan untuk menganalisis pengaruh seluruh

variabel-variabel bebas terhadap variabel-variabel terikat (Nazir, 2003). Rumus

Regresi Berganda sebagai berikut:

ŷ = bo + b1x1 + b2x2 + ......+ brxr

Keterangan: ŷ = peubah terikat

bo, b1, b2,...... br = nilai dugaan

x1, x2,............ xr = peubah bebas


Data-data kualitatif berupa foto, video, rekaman, catatan lapangan

diperoleh dari wawancara mendalam kepada responden dan informan. Setelah

data-data tersebut terkumpul, peneliti akan menyusun informasi-informasi yang

berupa interpretasi deskriptif dan tertulis untuk setiap informasi. Interpretasi

deskriptif tersebut disusun menjadi suatu narasi terstruktur dan terperinci dalam

menggambarkan pelaksanaan kemitraan antara petani mitra dengan perusahaan.


BAB V
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN MITRA

5.1 Sejarah Singkat PT Pupuk Kujang

Pada tahun 1960-an, pemerintah mencanangkan pelaksanaan program

peningkatan produksi pertanian dalam usaha swasembada pangan. Dalam

mensukseskan program pemerintah ini, maka kebutuhan akan pupuk mutlak harus

dipenuhi mengingat produk PUSRI I (Pupuk Sriwijaya) waktu itu diperkirakan

tidak akan mencukupi. Hal itu disusul dengan ditemukannya beberapa sumber gas

alam di Jawa Barat, maka muncullah gagasan untuk membangun pabrik urea

selain PUSRI.

Berdasarkan SK Presiden Nomor 16 Tahun 1975 tentang pembinaan dan

palaksanaan proyek PT Pupuk Kujang yang semula dikelola oleh Pertamina

diserahkan kepada Departemen Perindustrian. Pada persiapan dan pelaksanaan

proyek tersebut telah ditetapkan manajemen proyek dengan SK Menteri

Perindustrian No. 235/M/SK/4/75 tanggal 24 April 1975 dan berdasarkan

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1975 tanggal 2 Juni 1975 tentang penyertaan

modal negara Republik Indonesia untuk pendirian perusahaan (Persero) di bidang

industri pupuk.

Sumber biaya untuk pelaksanaan proyek tersebut diperoleh dari pinjaman

pemerintah Iran sebanyak 250 juta dolar US yang digunakan untuk membeli

mesin-mesin dan pipa gas sebagai Penyertaan Modal Pemerintah (PMP).

Perjanjian dengan pemerintah Iran ditandangani tanggal 9 Maret 1975 dan mulai

berlaku tanggal 24 Desember 1975.


Pada tanggal 9 Juni 1975 PT Pupuk Kujang disahkan menjadi sebuah

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di lingkungan Departemen Perindustrian

yang mengemban tugas untuk membangun pabrik pupuk urea di desa Dawuan,

Cikampek, Jawa Barat berdasarkan akte notaris yang disahkan oleh Menteri

Kehakiman RI dengan surat keputusan tanggal 9 Juni 1998 No. C2-6150 HT.

01.04 Tahun 1998.

Pembangunan pabrik pada bulan Juni 1976 mulai dilakukan dengan

kontraktor utama Kellog Overseas Corporation (USA) dan Toyo Engineering

Corporation (Japan) sebagai kotraktor pabrik urea. Pembangunan berjalan lancar

sehingga pada tanggal 7 November 1978 pabrik sudah mulai berproduksi dengan

kapasitas 1.000 ton/hari (330.000 ton/tahun) untuk pabrik NH3, 1.725 ton/hari

(570.000 ton/tahun) pembangunan proyek ini dapat diselesaikan lebih awal dari

prediksi jadwal yang telah direncanakan sebelumnya.

Pada tanggal 12 Desember 1978, Presiden RI yang waktu itu dijabat oleh

Soeharto meresmikan pembukaan pabrik dan pada 1 April 1979 PT Pupuk Kujang

mulai beroperasi secara komersial dengan produksi utama pupuk urea (46% N)

dan hasil samping berupa amonia dan hidrogen. Sebagian kebutuhan dalam negeri

dipasarkan oleh Pusri, sedangkan sebagian lagi termasuk kebutuhan ekspor

ditangani sendiri oleh PT Pupuk Kujang. Selanjutnya PT Pupuk Kujang akan

ditulis sebagai perusahaan mitra.

5.2 Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan Mitra

Visi perusahaan mitra yaitu menjadi produsen pupuk dan petrokimia yang

efisien dan kompetitif di pasar global. Misi perusahaan mitra diantaranya:


1. Menciptakan laba yang memadai dan memberikan kontribusi bagi

pertumbuhan ekonomi, khususnya bidang pertanian serta memperhatikan

kepentingan stakeholder lainnya.

2. Membangun reputasi petrokimia nasional berbasis gas alam dan

berwawasan lingkungan.

3. Melakukan tanggung jawab sosial melalui kemitraan mutualis dengan

lembaga yang terkait.

Tujuan perusahaan mitra secara eksplisit melekat dengan penugasan

kementrian negara BUMN, sebagaimana termaktub dalam PP No. 3 Tahun 1983,

yaitu selain sebagai agen pembangunan juga merupakan unit penghasil laba untuk

memberikan sumbangan pada penerimaan negara. Secara rinci maksud dan tujuan

perusahaan mitra terdapat dalam akte perusahaan No. 19/1975, yaitu:

1. Mengolah bahan mentah tertentu menjadi bahan pokok yang diperlukan

dalam pembuatan pupuk.

2. Melaksanakan pemberian jasa studi penelitian, pengembangan,

permesinan, pergudangan, angkutan dan ekspedisi, pengoperasian, pabrik,

konstruksi, manajemen, pemeliharaan, diklat, dan lain-lain.

3. Menyelenggarakan kegiatan distribusi dan perdagangan baik dalam

maupun luar negeri.

5.3 Lokasi Perusahan

Perusahaan mitra memiliki luas 140 hektar dengan kantor di Cikampek

Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat dan juga memiliki kantor cabang di

Jakarta. Jarak dari PT Pupuk Kujang Cikampek ke lokasi kelompok tani Sri

Mandiri kira-kira 15 kilometer. Ketersediaan alat transportasi antara lokasi petani


mitra dengan PT Pupuk Kujang cukup banyak diantaranya angkutan kota

(angkot), bus antar kota, dan ojek.

5.4 Struktur Organisasi Perusahaan

Perusahaan mitra merupakan BUMN di bawah Departemen Perindustrian

dan Direktorat Industri Kimia Dasar dan seluruh modalnya adalah milik

pemerintah. Perusahaan ini mempunyai struktur organisasi berbentuk lini dan staf.

Struktur organisasi perusahaan mitra secara garis besar sesuai dengan Surat

Keputusan Direksi No. 001/SK/DU/I/2002 tanggal 2 Januari 2002, terdiri dari:

• Dewan direksi

• Kepala Kompartemen

• Kepala Divisi atau Biro

• Kepala Bagian atau Dinas

• Kepala Seksi atau Bidang

Dewan direksi dipimpin oleh Direktur Utama yang dibantu oleh empat

orang direktur yang terdiri dari:

1. Direktur Teknik dan Pengembangan

2. Direktur Komersial

3. Direktur Produksi

4. Direktur Umum dan SDM

Dewan direksi ini bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris yang

mewakili pemerintah sebagai pemegang saham melalui Departemen Pertanian,

Departemen Keuangan dan Departemen Perindustrian. Masing-masing direktur

membawahi kompartemen terdiri dari unit kerja yang bertugas sebagai pelaksana.

Unit kerja yang menangani tugas operasional disebut divisi, sedangkan unit kerja
pelayanan disebut biro. Keempat direktur tersebut, masing-masing membawahi

kompartemen produksi, kompartemen teknik dan pengembangan, kompartemen

umum, serta kompartemen administrasi dan keuangan. Sekretaris perusahan

bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama. Bagan struktur organisasi

selengkapnya tercantum pada Lampiran 6.

Kegiatan kemitraan secara khusus dilaksanakan oleh Biro Kemitraan.

Posisi Biro kemitraan di dalam struktur organisasi perusahaan mitra adalah

sebagai sekretariat perusahaan langsung dibawah pengawasan direktur utama.

Biro kemitraan memiliki dua target program utama4 yaitu program kemitraan dan

bina lingkungan sebagai kontribusi perusahaan mitra yang berstatus BUMN.

Struktur Organisasi di Biro Kemitraan lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 7.

5.5 Kondisi Karyawan


1. Jenjang Karyawan

PT Pupuk Kujang memiliki kantor pusat yaitu di Cikampek Kabupaten

Karawang, Provinsi Jawa Barat dan kantor cabang di DKI Jakarta. Jumlah

Karyawan di kantor pusat dan kantor cabang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jumlah karyawan di perusahaan mitra Berdasarkan Lokasi Kantor


Karyawan Karawan Karyawan
Lokasi Kantor Jumlah
Tetap Trainning Honorer
1. Pupuk Kujang Cikampek 953 35 18 1006
2. Karyawan Alih Tugas 25 0 1 26
3. Pupuk Kujang Jakarta 17 2 1 20
Jumlah 995 37 20 1052

4
Berdasarkan Pasal 88 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 20003 tentang BUMN, ketentuan
mengenai penyisihan dan penggunaan laba BUMN untuk keperluan pembinaan usaha
kecil/koperasi dan pembinaan masyarakat sekitar BUMN, diatur dengan Keputusan Menteri
BUMN Nomor Kep-236/MBU/2003.
Jumlah karyawan di Biro Kemitraan yang melaksanakan program

kemitraan dan bina lingkungan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Jumlah Karyawan di Biro Kemitraan Berdasarkan Jabatan


No Jabatan Jumlah
1. Kepala Biro Kemitraan 1
2. Staff Biro Kemitraan 2
3. Administrasi 1
4. Kepala Bagian Pembinaan Manajemen dan Pemasaran 1
5. Kepala Bagian Administrasi dan Pelaporan 1
6. Seksi Pembinaan dan Promosi 1
7. Seksi Arsip dan Dokumentasi 1
8. Seksi Administrasi Kas dan Bank 1
9. Seksi Pelaporan 1

Karyawan di Biro Kemitraan berjumlah 10 orang. Berdasarkan tingkat

pendidikan, karyawan di Biro Kemitraan dapat dibedakan menjadi: (1) Sarjana

1(S1) berjumlah 5 orang, dan (2) SLTA 5 orang.

5.6 Jenis Pupuk yang Dimitrakan dan Kemudahan-kemudahan yang


Diberikan Perusahaan Kepada Petani Mitra

Perusahaan mitra menghasilkan produk berupa Amonia dan Urea yang

diproses dari unit-unit produksi milik perusahaan mitra. Perusahaan mitra

menghasilkan Amonia 1.000 Metrik/hari atau 330.000 Metrik/tahun dan Urea

1.725 Metrik/hari atau 570.000 Metrik/tahun. Amonia dan Urea ini nantinya akan

diproses lagi menjadi pupuk yang siap digunakan, contohnya pupuk NPK yang

banyak didistribusikan kepada petani mitra.

Perusahaan mitra juga memberikan kemudahan-kemudahan kepada petani

yang bermitra dengan perusahaan selain dari perolehan modal pinjaman kredit dan
ketersediaan pupuk NPK, diantaranya: (1) Prosedur perekrutan anggota mitra baru

melalui kelompok tani yang telah bermitra dengan perusahaan, (2) Pengajuan

permohonan pelatihan teknologi pangan dari petani mitra kepada perusahaan.

5.7 Pengembangan Usaha PT Pupuk Kujang

PT Pupuk Kujang juga melakukan berbagai perluasan usaha untuk

menunjang program pemerintah dalam menumbuhkan keterkaitan industri pupuk

tersebut. Pabrik ini dibangun di Kawasan Industri Kujang Cikampek (KIKC).

Beberapa hasil pengembangan tersebut adalah pabrik amonia nitrat, pabrik asam

formiat, pabrik hidrogen peroksida, kemasan plastik, Kawasan Industri Kujang

Cikampek (KIKC).

KIKC adalah anak perusahaan PT Pupuk Kujang yang telah berdiri sejak

tahun 1990 untuk mengelola kawasan industri di kompleks PT Pupuk Kujang

dengan luas 140 hektar. KIKC juga menyediakan jasa yang diperlukan untuk

memperoleh semua perijinan pabrik, import bahan baku dan ekspor produk.

5.8 Pusdiklat Industri dan Pendirian Pabrik Pupuk Kujang IB

Kegiatan Pusdiklat Industri PT Pupuk Kujang didukung dan

dikembangkan oleh tenaga ahli dan berpengalaman dalam bidang operasi dan

pemeliharaan pabrik, rancang bangun dan manajemen konstruksi. Seluruh

kegiatan pusdiklat industri ini selalu diperuntukan bagi kepentingan intern PT

Pupuk Kujang sendiri untuk menambah pengetahuan dan wawasan, juga

disediakan untuk memenuhi permintaan pihak luar. Perusahaan yang telah

memanfaatkan jasa diklat industri ini antara lain Industri Pupuk, Pengelolaan

Minyak Pertamina dan PT Petrokimia Nusantara Interindo.


Tahun 2005, PT Pupuk Kujang mendirikan Pabrik Pupuk Kujang 1B.

Proyek ini bertujuan membangun pabrik Amonia/Urea sebagai pengganti dari

pabrik Amonia/Urea yang ada dan telah beroperasi sejak akhir tahun 1978.

Kapasitas pabrik sama seperti pabrik yang ada yaitu Amonia 330.000 ton per

tahun dan pabrik Urea 570.000 ton/tahun. Proses yang akan digunakan adalah

proses hemat energi.


BAB VI
GAMBARAN UMUM PETANI MITRA

6.1 Kondisi Wilayah Penelitian

Kabupaten Karawang terletak di antara 107 derajat 2 menit Bujur Timur

sampai dengan 107 derajat 40 menit Bujur Timur dan 5 derajat 56 menit sampai

dengan 6 derajat 34 menit Lintang Selatan. Sebagian besar topografi berbentuk

dataran dengan variasi ketinggian antara 0-5 meter di atas permukaan laut, dan

sedikit bagian wilayah berbukit.

Kondisi geografis Kabupaten Karawang termasuk daerah daratan dengan

variasi ketinggian antara 0-50 meter di atas permukaan laut. Kabupaten ini

berbatasan dengan Kabupaten Subang dan Purwakarta dari arah timur, Kota

Bekasi di sebelah barat, Kabupaten Bogor dan Cianjur di sebelah selatan, dan

sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa sepanjang 57 Km. Walaupun berada

pada daratan rendah, namun curah hujannya rata-rata tiap tahun mencapai 1000-

2000 mm di wilayah utara, 2000-2500 mm di wilayah tengah dan 2500-3000 mm

di wilayah selatan (BPS, 2007).

Kabupaten Karawang merupakan daerah penyumbang padi yang besar di

Jawa Barat. Lahan sawah di Kabupaten Karawang umumnya ditanam padi dua

kali setahun. Sejumlah kecil lahan persawahan lainnya ada yang ditanam tiga kali

dalam setahun.

Produksi padi di Kabupaten Karawang pada tahun 2006 mengalami

peningkatan mencapai 1200,811 ton dan luas panen sebesar 186,606 hektar

dibandingkan dengan tahun 2005 yaitu 1149, 702 ton untuk produksi padi dan

178,241 hektar untuk luas panen (BPS, 2007). Namun jika dilihat dari
produktivitas padi Kabupaten Karawang tahun 2005 lebih tinggi yaitu 6,45 ton/ha

dibandingkan dengan tahun 2006 yaitu 6,43 ton/ha. Penurunan produktivitas

mengindikasikan bahwa terjadi penurunan efisiensi produksi pada pengelolaan

usahatani padi di Kabupaten Karawang.

6.2 Gambaran Umum Petani Responden

Kelompok tani yang diambil sebagai petani mitra yaitu kelompok tani

yang cukup lama melakukan kemitraan dengan PT Pupuk Kujang yaitu petani

padi dari Kelompok Tani Sri Mandiri di desa Majalaya Kabupaten Karawang.

Selanjutnya Kelompok Tani Sri Mandiri akan dianalisis posisinya sebagai petani

mitra.

Dari data petani-petani pada Kelompok Tani Sri Mandiri yang tercatat

oleh PT Pupuk Kujang (Persero) sebagai petani mitra, maka dipilih 35 responden

petani yang bermitra dengan PT Pupuk Kujang. Petani yang dijadikan sampel

adalah petani yang pada saat penelitian dilakukan sedang menjalin kemitraan

dengan PT Pupuk Kujang (Persero).

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui karakteristik petani mitra

pada Tabel 5. Petani mitra yang menjadi sampel umumnya memiliki rata-rata

umur 39 – 43 tahun yang merupakan usia produktif. Ini berarti petani-petani yang

melakukan kerjasama merupakan petani-petani produktif muda yang ingin

mencoba melakukan perubahan mengikuti keinginan perusahaan mitra.


Tabel 5. Karakteristik Petani Mitra
Petani Mitra
No. Gambaran Umum Kategori
Jumlah (%)
1. Umur <39 Tahun 16 45,71
≥39 Tahun 19 54,29
Rata-rata 39-43 Tahun
2. Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah 4 11,43
SD 13 37,14
SMP 6 17,14
SMA 10 28,57
DIII, S1 2 5,72
Rata-rata SD dan SMA
3. Pelatihan dalam Bidang Pernah 33 94,29
Pertanian Tidak Pernah 2 5,71
Rata-rata Pernah
4. Pengalaman Usahatani <15 Tahun 18 51,43
≥15 Tahun 17 48,57
Rata-rata 15-18 Tahun

Apabila dilihat dari tingkat pendidikan, petani mitra mempunyai rata-rata

tingkat pendidikan sekolah dasar dan SMA. Hal ini sangat beralasan mengingat

hubungan yang dilakukan petani dengan perusahaan membutuhkan petani-petani

yang minimal mempunyai kemampuan baca-tulis sehingga mampu memahami isi

kontrak perjanjian yang terdiri dari hak dan kewajiban kerjasama, serta dapat

diberikan inovasi dan pengetahuan baru seperti yang dikehendaki perusahaan.

Pelatihan dalam bidang pertanian yang dimaksudkan yaitu pelatihan dalam

bidang pertanian yang diberikan oleh perusahaan mitra kepada petani mitra

melalui pembinaan teknologi pangan baik secara langsung ataupun tidak

langsung. Dari hasil penelitian diperoleh fakta bahwa terdapat 29 orang dari

sampel petani mitra atau sekitar 94,29 % menyatakan pernah mengikuti pelatihan
pertanian khususnya pertanian pangan dari perusahaan mitra dan sisanya

menyatakan bahwa perusahaan mitra tidak melakukan pembinaan atau pelatihan

teknis mengenai teknologi pangan.

Pengalaman usahatani bukan menjadi syarat mutlak petani untuk

melakukan kemitraan dengan PT Pupuk Kujang. Hal ini dapat dilihat bahwa

hampir 51,43 % petani mitra memiliki pengalaman usahatani kurang dari 15

tahun, sedangkan petani yang memiliki pengalaman 15 tahun ke atas sebanyak 17

orang atau 48,57 % dari total sampel petani mitra.

Petani-petani yang menjadi petani mitra secara administratif dan

keorganiasasian yaitu petani yang diwakili oleh seorang ketua kelompok. Ketua

kelompok bertanggungjawab untuk menandatangani dan melakukan kesepakatan

dengan PT Pupuk Kujang secara hukum karena penandatanganan kerjasama

kemitraan dilakukan oleh ketua kelompok.

Ketua kelompok bertanggungjawab kepada petani-petani anggota untuk

memberikan bimbingan dan arahan mengenai isi kontrak yang didalamnya

tercantum hak dan kewajiban petani mitra. Selain itu pula ketua kelompok harus

memberikan jaminan berupa sertifikat tanah atau surat berharga (BPKB) atau

minimal senilai dengan jumlah pinjaman/kredit kepada perusahaan, sedangkan

petani-petani anggota tidak perlu memberikan jaminan apapun kepada

perusahaan.

Menurut salah seorang informan dari petani mitra mengatakan bahwa akan

segera diwajibkan atas petani-petani anggota untuk memberikan jaminan berupa

sertifikat tanah atau surat berharga (BPKB) atau minimal senilai dengan jumlah
pinjaman/kredit kepada perusahaan. Hal ini disebabkan seringnya pengembalian

kredit kepada perusahaan melewati jatuh tempo yang telah ditentukan.

Sementara itu, apabila dilihat gambaran usahatani petani mitra yang

meliputi status lahan, luas lahan, dan jarak lahan, maka akan diperoleh gambaran

seperti pada Tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik Usahatani Petani Mitra


Petani Mitra
No. Item Kategori
Jumlah (%)
1. Status Lahan Sewa 2 5,72
Sakap/Maro 3 8,57
Milik 30 85,71
2. Luas Lahan <2 Hektar 17 48,57
≥2 Hektar 18 51,43
3. Jarak Rumah ke Lahan <1,5 Kilometer 24 68,57
≥1,5 Kilometer 11 31,43

Status lahan pada lokasi penelitian diklasifikasikan menjadi tiga kategori,

yaitu lahan sewa, lahan sakap/maro, dan lahan milik sendiri. Lahan sakap/maro

dalam pemilikannya terdiri dari dua pihak atau lebih yang hasilnya akan dibagi

menurut presentasi pembagian keuntungan yang telah disepakati sebelumnya.

Tanggungjawab pengelolaan usahatani pada sistem ini sepenuhnya berada

ditangan pemaro.

Status lahan petani mitra sebagian besar adalah milik sendiri (terdiri dari

30 petani atau 85,71% dari total petani mitra), sedangkan petani yang menyewa

lahan untuk usahatani sebanyak 2 orang atau 5,72% dari total petani mitra dan

petani maro sebanyak 3 orang atau 8,57% dari total petani mitra. Hal tersebut

menunjukkan bahwa untuk menjadi mitra PT Pupuk Kujang tidak harus petani
yang memiliki lahan milik sendiri, namun yang paling penting yaitu petani yang

mampu bertanggungjawab penuh terhadap usahataninya.

Dalam hal luas areal pengusahaan tanaman padi pada penelitian ini

dikategorikan menjadi 2, yaitu luasan kurang dari 2 ha dan luasan lebih besar

sama dengan 2 ha. Petani yang mengusahakan lahannya untuk ditanami tanaman

padi dengan luasan 2 hektar lebih yaitu sebanyak 18 orang atau sekitar 51,43 %,

sedangkan Petani yang mengusahakan lahannya untuk ditanami tanaman padi

dengan luasan kurang dari 2 hektar sebayak 17 orang atau sekitar 48,57 %. Petani

mitra bahkan ada yang memiliki luas lahan sampai 14 hektar. Hal ini

menunjukkan bahwa walaupun tidak terdapat persyaratan luasan minimum

pengelolaan lahan dalam kontrak kerjasama, namun pihak perusahaan mitra dalam

penyeleksian petani mitra mengutamakan petani dengan luasan lahan yang besar

untuk mempermudah pengontrolan.

Jika melihat jarak tempuh dari rumah ke lahan pengusahaan padi sawah,

maka sebagian besar petani menempuh jarak yang tidak terlalu jauh yaitu untuk

jarak tempuh kurang dari 1,5 kilometer terdapat 24 orang atau 68,57 %. Petani

dengan jarak tempuh lebih dari 1,5 kilometer terdapat 11 orang atau 31,43 %.

Sumber informasi yang digunakan oleh petani mitra pada penelitian ini

yaitu kerabat, petugas penyuluh lapang (PPL), dan orang dari perusahaan mitra.

Persentase jumlah petani berdasarkan sumber informasi yang digunakan dapat

dilihat pada Tabel 7. Sumber informasi yang paling banyak digunakan oleh petani

mitra adalah melalui kerabat. Tidak sedikit pula petani mitra mendapatkan

informasi mengenai kemitraan dari petugas penyuluh lapang.


Petani mitra yang mendapatkan informasi dari petugas penyuluh lapang

kebanyakan adalah orang yang dituakan, berpengaruh, dan dipercaya dapat

mengajak petani lain yang belum bermitra. Orang dari perusahaan hanya

memberikan informasi mengenai kemitraan kepada ketua dan wakil ketua

kelompok tani dengan tujuan efisiensi waktu.

Tabel 7. Persentase Petani Mitra Berdasarkan Sumber Informasi yang Digunakan


Petani Mitra Sumber Informasi yang Digunakan Total
Teman Kerabat PPL
Jumlah 26 7 2 35
Persentase 74,29 20 5,71 100

Petani mitra yang tergolong aktif dan tinggi keterlibatannya dalam

kegiatan kemitraan sebanyak 88,57 %, sedangkan petani mitra yang pasif dan

rendah keterlibatannya dalam kemitraan sebanyak 11,43 persen. Persentase

petani mitra berdasarkan tingkat partisipasi dalam kegiatan kemitraan dapat

dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Persentase Petani Mitra Berdasarkan Tingkat Partisipasi dalam Kegiatan


Kemitraan
Petani Mitra Keterlibatan dalam Kemitraan Total
Tinggi Rendah
Jumlah 31 4 35
Persentase 88,57 11,43 100

Sumber modal kredit petani mitra diperoleh dari perusahaan mitra dan

non-perusahaan mitra (bank, koperasi, atau warga komunitas). Tabel 9

menunjukkan data tingkat ketersediaan modal kredit yang bersumber dari

perusahaan mitra. Sebanyak 85,71 persen petani mitra menyatakan bahwa modal
kredit dari perusahaan mitra selalu ada, 11,43 persen menyatakan sering ada, dan

sisanya yaitu 2,86 persen menyatakan modal kredit dari perusahan mitra tidak

tentu ada.

Tabel 9. Persentase Petani Mitra Berdasarkan Ketersediaan Modal Kredit dari


Perusahaan Mitra
Ketersediaan Modal Kredit dari Perusahaan Mitra
Petani Mitra Tidak Jarang Ada Sering Selalu Ada Total
Pernah Ada
Ada
Jumlah - 1 4 30 35
Persentase - 2,86 11,43 85,71 100

Berdasarkan Tabel 10 terdapat 28,57 persen petani mitra yang

mendapatkan tambahan modal kredit dari pihak selain perusahaan mitra. Namun

sebagian besar petani mitra yaitu 71,43 persen hanya menggunakan modal kredit

yang diberikan oleh perusahaan.

Tabel 10. Persentase Petani Mitra Berdasarkan Tambahan Modal Kredit dari
Non-Perusahaan Mitra
Tambahan Modal Kredit dari Non-Perusahaan Mitra
Petani Mitra Total
Tidak Ada Ada
Jumlah 25 10 35
Persentase 71,43 28,57 100

Proses manajemen kemitraan secara bertahap meliputi perencanaan,

pengorganisasian, serta pelaksanaan dan efektivitas kerjasama. Sebanyak 71,43 %

petani mitra melakukan proses manajemen kemitraan dengan baik, sedangkan

sebanyak 28,57 % melakukan proses manajemen kemitraan yang rendah.

Persentase penilaian petani mitra menurut proses manajemen dapat dilihat pada

Tabel 11.
Tabel 11. Persentase Penilaian Petani Mitra Menurut Proses Manajemen
Kemitraan yang Dilaksanakan
Proses Manajemen Kemitraan
Petani Mitra Total
Tinggi Rendah
Jumlah 19 16 35
Persentase 54,29 45,71 100
BAB VII
HUBUNGAN KEMITRAAN ANTARA PT PUPUK KUJANG (PERSERO)
DENGAN KELOMPOK TANI SRI MANDIRI

7.1 Sejarah Program Kemitraan PT Pupuk Kujang (Persero)

PT Pupuk Kujang (Persero) melaksanakan Program Kemitraan dan Bina

Lingkungan (PBKL) sebagai salah satu misi PT Pupuk Kujang dalam

mewujudkan tanggung jawab sosial yang mengacu kepada KEPMEN BUMN No.

KEP-236/MBU/2003 yang diperbaharui oleh No. PER-05/MBU/2007. Dana

program kemitraan PT Pupuk Kujang bersumber dari penyisihan laba setelah

pajak maksimal sebesar 2 persen, dan dana program bina lingkungan bersumber

dari penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 2 persen. Program ini telah

dilaksanakan jauh sebelum KEPMEN BUMN dikeluarkan yaitu sejak tahun

1980an dan dialokasikan dari Dana Sosial dan Pendidikan. Program Kemitraan

bertujuan meningkatkan usaha kecil di Jawa Barat dengan cara memberikan

pinjaman kredit lunak, pembinaan manajerial dan pemasarannya.

Sejak program ini dilaksanakan PT Pupuk Kujang telah membina 2.718

mitra binaan dari berbagai sektor seperti pertanian, industri, perdagangan dan jasa

dengan akumulasi dana yang disalurkan mencapai 48,1 milyar rupiah. Berbeda

dengan Bina Lingkungan, salah satu tugas Program Kemitraan adalah

memberikan bantuan pinjaman kepada masyarakat dalam meningkatkan usaha

yang telah berjalan.

Dengan pertimbangan bahwa konsumen PT Pupuk Kujang terbesar adalah

petani dan kegiatan industri di Karawang yang merupakan daerah lumbung padi

maka penyaluran program kemitraan difokuskan pada sektor pertanian atau usaha

berciri pertanian. Tujuan utama program ini yaitu membantu kelompok tani di
wilayah Karawang dalam permodalan usaha tani dan mendorong para petani

untuk meningkatkan produktivitas pertanian melalui pemupukan berimbang.

Manfaat program kemitraan bagi perusahaan mitra diantaranya:

1. Meningkatkan performance5 (kinerja) perusahaan dalam usaha mencapai

efektivitas penyaluran dana bantuan pinjaman dan kolektibilitas yang

tinggi.

2. Membantu melancarkan jalur komunikasi produk kepada konsumen pupuk

yaitu sebagian besar petani yang merupakan bisnis inti perusahaan.

3. Membantu pemerintah dalam meningkatkan produktivitas pertanian.

Mengingat program pemerintah melalui Bimas kelompok tani untuk

meningkatkan produksi padi sebelum tahun 2000 mengalami kendala utama

pembengkakan tunggakan yang sangat besar, maka dalam penyaluran pola

kemitraan ke sektor pertanian dilakukan secara selektif melalui:

1) Koordinasi dengan dinas terkait (PPL, UPTD, perangkat Desa, Dinas

Pertanian) untuk menentukan kelompok tani.

2) Pemilihan anggota kelompok oleh ketua kelompok dan sosialisasi di setiap

kelompok yang dihadiri wakil dari PT Pupuk Kujang dan dinas terkait.

3) Penyusunan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) oleh

pengurus kelompok didampingi petugas setempat dan diketahui oleh

Kepala Desa dan Camat.

4) Penandatanganan akad kredit disertai agunan yang diikat secara notariat.

5
Performance (kinerja) perusahaan dinilai dari dua aspek yaitu efektivitas penyaluran dan
kolektibilitas. Efektivitas penyaluran yaitu ketepatan/keakuratan pemberian dana pinjaman
kredit kepada petani mitra. Kolektibilitas yaitu pengembalian piutang dari petani mitra.
Efektivitas penyaluran dan kolektibilitas dinilai dengan 3 kategori (Kategori 1 (<60%) =
Rendah, Kategori 2 (60%-90%) = Sedang, Kategori 3 (>90%) = Tinggi).
7.2 Analisis Pola Kemitraan Antara PT Pupuk Kujang dengan Kelompok
Tani Sri Mandiri

Wilayah sasaran kemitraan adalah daerah-daerah sentra tanaman padi di

dekat lokasi beradanya Unit Penggilingan Padi (UPP). Data yang tercatat oleh PT

Pupuk Kujang sampai bulan Juni tahun 2008 terdapat sekitar 1380 petani anggota

yang tergabung dalam 46 kelompok tani yang sekarang ini masih menjalin

kerjasama dengan PT Pupuk Kujang yang tersebar di wilayah Kabupaten

Karawang dan akan diperluas lagi sampai ke wilayah Kabupaten Purwakarta (Biro

Kemitraan, 2008). Alasan Biro Kemitraan hanya melakukan kemitraan dengan

kelompok tani yang ada di wilayah Karawang yaitu: 1) Mempermudah

pengontrolan ke lokasi atau wilayah kelompok tani mitra, dan 2) Efisiensi biaya

dan waktu, 3) Meningkatkan tanggung jawab sosial terhadap daerah atau wilayah

yang terdekat dengan lokasi perusahaan.

PT Pupuk Kujang (Persero) melaksanakan kemitraan dengan Kelompok

Tani Sri Mandiri di Desa Majalaya, Kecamatan Majalaya, Kabupaten Karawang

sejak Tahun 2005. Kelompok tani Sri Mandiri memiliki anggota 94 orang dan

yang bermitra dengan PT Pupuk Kujang 63 petani dengan jumlah luas lahan yang

dimitrakan seluas 70 Hektar.

Kemitraan yang dilaksanakan oleh PT Pupuk Kujang dengan kelompok

tani meliputi penyaluran saprodi (terutama pupuk) dan bantuan dana bergulir

kepada kelompok tani yang memiliki kriteria sebagai berikut : (1) Lokasi tidak

rawan banjir dan memiliki irigasi teknis, (2) kelompok tani tidak sedang

menerima pinjaman/kredit dari Program Kredit Ketahanan Pangan (KKP) dan

atau program kredit dari institusi/badan lain, serta tidak sedang melakukan

kerjasama kegiatan pertanian/pertanaman dengan institusi lain, (3) cakap, (4)


jujur, (5) tidak memiliki masalah tunggakan kredit macet, dan (6) lokasi mudah

dilalui sarana transportasi.

Pola kerjasama kemitraan yang dilakukan PT Pupuk Kujang sebagaimana

dirumuskan oleh Biro Kemitraan PT Pupuk Kujang adalah sebagai berikut (PT

Pupuk Kujang, 2008):

a. Bantuan pinjaman untuk membantu kegiatan pertanian/pertanaman sebesar Rp.

2.500.000/Ha.

b. Jaminan berupa sertifikat tanah atau surat berharga (BPKB) atau minimal

senilai dengan jumlah pinjaman/kredit.

c. Bunga pinjaman/kredit sebesar 3 persen per tahun. Tujuan pinjaman lunak ini

adalah untuk mereduksi/mengurangi ketergantungan petani kepada renternir

dan meningkatkan produksi pertanian (SK Mentri BUMN SE-04/MBU/2008).

d. Pembayaran/pelunasan pinjaman/kredit berikut bunganya adalah setelah panen

(yarnen).

e. Petani diberikan hak untuk menetapkan harga gabah.

f. Risiko kegagalan usahatani ditanggung oleh petani.

Dengan menganalisis pola hubungan kerjasama yang telah dilakukan PT

Pupuk Kujang dengan petani padi sawah sebagai mitra dengan persyaratan-

persyaratan yang diberlakukan oleh PT Pupuk Kujang, maka dapat diidentifikasi

bahwa pola kemitraan yang yang terjalin merupakan pola kemitraan (penyertaan)

saham. Pola kemitraan (penyertaan) saham merupakan kemitraan agribisnis yang

dilakukan dengan penandatanganan perjanjian tertulis (non-konvensional) melalui

notaris. Hubungan kemitraan antara petani mitra dengan PT Pupuk Kujang

dilaksanakan dengan disertai pembinaan dan pengembangan pada satu atau lebih
bidang produksi dan pengolahan, pemasaran, permodalan, sumberdaya manusia,

dan teknologi. PT Pupuk Kujang memberikan kebebasan kepada petani mitra

untuk menentukan harga produk dan memasarkan produk ke pasar.

7.3 Mekanisme Kerjasama Kemitraan PT Pupuk Kujang

Kegiatan produksi pupuk dilaksanakan oleh Unit Pengolahan Pupuk PT

Pupuk Kujang yang bertugas mengusahakan penyediaan pupuk berkualitas. Unit

Pengolahan Pupuk PT Pupuk Kujang telah melakukan kemitraan melalui Biro

Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Padi. (Gambar 7)

Mekanisme kerjasama yang dilakukan PT Pupuk Kujang dengan

kelompok tani yaitu:

1) Pembuatan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) oleh

kelompok tani yang dibantu oleh petugas penyuluh lapang setempat.

Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang meliputi nama

anggota kelompok tani, luas lahan, status lahan, kebutuhan saprodi, dan

biaya garap.

2) Penyerahan RDKK dilengkapi dengan fotokopi kartu keluarga dan Kartu

Tanda Penduduk (KTP), foto kopi sertifikat tanah, dan peta denah.

3) Evaluasi oleh Biro Kemitraan PT Pupuk Kujang yaitu penyeleksian

petani-petani yang memenuhi kriteria yang ditetapkan PT Pupuk Kujang.

4) Survei lapangan dan sosialisasi oleh Biro Kemitraan mengenai pola

kemitraan agribisnis yang akan dilaksanakan.

5) Pembuatan surat perjanjian melalui jasa notaris. Surat perjanjian yang

dibentuk meliputi surat perjanjian kerjasama antara PT Pupuk Kujang

dengan petani padi, surat pernyataan kesanggupan membayar hutang oleh


petani padi, surat permohonan pinjaman kredit oleh petani padi, surat

pengakuan hutang, dan surat kuasa membebankan hak tanggungan

(KMHT).

6) Pencairan dana pinjaman kredit.

Surat perjanjian kerjasama antara PT Pupuk Kujang dengan petani padi

sawah berisi: objek yang dijanjikan, kewajiban kedua belah pihak, nilai pinjaman

atau hutang, jangka waktu pengembalian pinjaman atau hutang, konsekuensi

hukum dan domisili. Surat perjanjian kerjasama ditandatangani oleh ketua

kelompok tani dan wakil dari PT Pupuk Kujang yang khusus menangani

kemitraan dengan petani.

PT Pupuk Kujang

(4) Unit
Biro
Kemitraan Pengolahan
(3) Pupuk

Penyaluran Dana (2)


Bergulir dan Saprotan (5) Pengajuan RDKK (Rencana Definitif
Kebutuhan Kelompok Tani)
Kelompok Tani Petugas Penyuluh
(1) Lapang (PPL)

Gambar 7. Skema Pelaksanaan Pola Kemitraan PT Pupuk Kujang (Persero)

PT Pupuk Kujang melalui wakil dari Biro Kemitraan melakukan

pengawasan atau kontrol kepada kelompok tani mitra setiap musim tanam

berlangsung. Pupuk yang digunakan pada saat musim tanam oleh petani mitra
adalah pupuk bersubsidi yang diproduksi langsung oleh PT Pupuk Kujang. Akan

tetapi petani mitra tidak dapat membeli pupuk langsung dari PT Pupuk Kujang,

namun melalui kios-kios pupuk terdekat yang ditunjuk dan dipercaya oleh PT

Pupuk Kujang untuk menjual pupuk NPK.

PT Pupuk Kujang merekomendasikan pupuk NPK untuk tanaman pangan

perkebunan dan hortikultura kepada petani mitra karena: 1) harganya murah dan

bersubsidi yaitu Rp 1586/kg, 2) termasuk pupuk organik yang ramah lingkungan,

dan 3) kandungan unsur mikro dan makro yang dibutuhkan tanaman cukup

lengkap.

Selama musim tanam berlangsung, PT Pupuk Kujang melakukan

pengontrolan secara insidentil (secara tidak direncanakan). Pengontrolan insidentil

yang dilakukan meliputi pengecekan cara pembenihan, pemupukan, dan

penyemprotan kepada petani mitra secara random (acak) dan diskusi dengan ketua

kelompok tani beserta petugas penyuluh lapang.

Setelah musim panen berakhir, ketua kelompok tani mempersiapkan

laporan jumlah produktivitas lahan dan pembayaran pinjaman kredit beserta

bunga yang telah disepakati untuk diserahkan kepada Biro Kemitraan melalui

orang yang ditunjuk oleh Biro Kemitraan itu sendiri. Kemudian PT Pupuk

Kujang melalui Biro Kemitraan memberikan modal pinjaman kembali kepada

petani mitra untuk diusahakan kembali.

7.4 Kendala-kendala Pokok Kemitraan yang Dijalankan Perusahaan Mitra


dan Petani Mitra

Kendala-kendala pokok yang dihadapi oleh petani mitra dalam pola

kemitraan yang dilaksanakan yaitu:


1. Waktu pengembalian pinjaman kredit beserta bunganya sering terhambat

karena petani mempunyai sejumlah kebutuhan yang harus dipenuhi

sehingga terpaksa harus menggunakan dana pengembalian penjaman.

2. Harga dasar gabah yang fluktuatif dipengaruhi oleh permintaan dan

penawaran di pasar.

3. Harga jual racun pengganggu tanaman dan pestisida meningkat sejalan

dengan hama pengganggu tanaman yang bervariasi dan memiliki resistensi

yang semakin tinggi.

4. Bantuan benih bersertifikat dari pemerintah diberhentikan.

Kendala-kendala yang dihadapi oleh PT Pupuk Kujang sebagai perusahaan

mitra adalah:

1. Banyak petani mitra yang belum mempunyai sertifikat tanah, bentuk

persuratan tanah hanya berupa girik (tanda bebas pajak) atau akta tanah,

sehingga mempersulit dalam persoalan akuisasi agunan di bawah notaris.

2. Jumlah dan peran petugas penyuluh lapang setempat sebagai jembatan

informasi kepada petani masih kurang optimal.


BAB VIII
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MANFAAT KEMITRAAN
BAGI PETANI

8.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manfaat Kemitraan Bagi Petani

Pada bab ini akan dibahas mengenai faktor-faktor yang yang

mempengaruhi manfaat kemitraan bagi petani yang merupakan jawaban dari

hipotesis penelitian. Model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi manfaat kemitraan bagi petani dalam sistem kemitraan dengan PT

Pupuk Kujang adalah model fungsi regresi linear berganda. Model ini dipilih

karena dapat menjelaskan pengaruh beberapa variabel atau peubah bebas

terhadap variabel atau peubah terikat.

Variabel-variabel bebas yang diduga mempunyai pengaruh terhadap

manfaat kemitraan agribisnis bagi petani dalam penelitian ini terdiri dari 10

variabel bebas yaitu umur, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani luas lahan,

status lahan, jarak tempuh ke lahan, sumber informasi, ketersediaan modal kredit,

partisipasi petani dalam kegiatan kemitraan dan proses manajemen kemitraan.

Masing-masing peubah diuji menggunakan uji regresi linear berganda dengan satu

variabel terikat yaitu manfaat kemitraan agribisnis bagi petani.

Umur, tingkat pendidikan, pengalaman usahatani luas lahan, status lahan,

jarak tempuh ke lahan merupakan input internal petani. Sumber informasi,

ketersediaan modal kredit, partisipasi petani dalam kegiatan kemitraan dan proses

manajemen kemitraan merupakan input eksternal petani. Pengaruh faktor-faktor

tersebut dapat dilihat pada Tabel 12.

Berdasarkan tabel data olahan primer (Lampiran 2) dapat terlihat bahwa

nilai R Square 0.915 yang artinya model ini dapat menerangkan variasi
pengamatan dengan tingkat kebenaran 91,5 persen dan sebesar 8,5 persen dapat

dijelaskan oleh variabel-variabel bebas diluar model. Nilai pengujian Durbin

Watson sebesar 2.313 yang lebih besar dari D alpha, maka dapat disimpulkan

bahwa diantara variabel-variabel bebas tidak terjadi autokorelasi dan model yang

diperoleh sesuai.

Tabel 12. Hasil Olahan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Manfaat Kemitraan


Bagi Petani
No. Variabel Bebas Koefisien Sig. Odds
(B) Ratio
Konstanta -3,401 0,126 0,03333
1. Umur 0,00107 0,950 1,00107
2. Tingkat Pendidikan -0,01862 0,595 0,98156
3. Pengalaman Usahatani 0,00103 0,944 1,00103
4. Luas Lahan 0,11162 0,028 1,11808
5. Status Lahan 0,1814 0,346 1,19892
6. Jarak Tempuh ke Lahan -3,8678 0,000 0,0209
7. Sumber Informasi yang Digunakan 0,568 0,006 1,76468
8. Partisipasi dalam Kegiatan Kemitraan -0,02269 0,468 0,97757
9. Ketersediaan Modal Kredit 1,6178 0,000 5,042
10. Proses Manajemen Kemitraan 0,23724 0,000 1,26774
Persamaan Regresi: Manfaat = - 1.38 + 0.0011 umur - 0.0186 pendidikan + 0.0010
pengalaman + 0.112 luas lahan + 0.181 status lahan - 3.06 jarak lahan+ 0.568 informasi -
0.0227 partisipasi + 1.21 modal + 0.237 manajemen

8.1.1 Pengaruh Input Internal Petani Terhadap Manfaat Kemitraan Bagi


Petani

A. Karakteristik Petani Mitra

1. Pengaruh Umur Terhadap Manfaat Kemitraan Bagi Petani Mitra

Umur merupakan karakteristik individu petani yang bisa menggambarkan

pengalaman dalam diri seseorang sehingga terdapat keragaman perilaku


berdasarkan usia seseorang. Variabel umur petani mitra diduga akan

mempengaruhi manfaat kemitraan bagi petani mitra.

Tabel 13. Jumlah Petani Mitra Menurut Umur dan Manfaat Kemitraan Bagi
Petani Mitra
Manfaat Kemitraan
Umur
Tinggi Rendah
Tua 14 (51,85%) 5 (62,50%)
Muda 13 (48,15%) 3 (37,50%)
Jumlah 27 (100,00%) 8 (100,00%)

Tabel 13. merupakan hasil analisis terhadap 35 responden, petani mitra

yang merasakan bahwa kemitraan manfaatnya tinggi sebanyak 51,85 % dari

petani mitra dengan umur tua dan 48,15 % petani mitra dengan umur muda.

Petani mitra yang merasakan bahwa kemitraan manfaatnya rendah sebanyak

62,5% dirasakan oleh petani mitra dengan umur tua dan 37,5 % petani mitra

dengan umur muda.

Berdasarkan data hasil olahan (Tabel 12), dapat diketahui bahwa variabel

umur mempunyai pengaruh positif terhadap manfaat kemitraan bagi petani

ditunjukkan dengan nilai koefisien (B) yang positif. Semakin tua umur maka

kemitraan bagi petani semakin bermanfaat. Namun pengaruh variabel ini tidak

signifikan untuk memprediksi model dengan tingkat signifikansi 0,95.

Kisaran umur petani mitra yaitu mulai dari 25 tahun sampai 76 tahun.

Secara garis besar, manfaat kemitraan sangat dirasakan oleh petani dengan umur

tua yaitu diatas 48 tahun namun ada juga petani umur tua yang kurang merasakan

manfaat kemitraan. Petani muda yaitu dibawah 34 tahun adanya yang kurang

merasakan manfaat kemitraan, namun ada juga petani umur muda yang sangat
merasakan manfaat kemitraan. Oleh sebab itu variabel umur tidak signifikan

untuk memprediksi model.

2. Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Manfaat Kemitraan Bagi Petani


Mitra

Tingkat pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal yang pernah

ditempuh oleh petani mitra. Tingkat pendidikan memiliki variasi mulai dari tidak

sekolah (0 tahun), sekolah dasar (1-6 tahun), sekolah menengah pertama (7-9

tahun), sekolah menengah atas (10-12 tahun), diploma, dan sarjana. Variabel

tingkat pendidikan petani mitra diduga akan mempengaruhi manfaat kemitraan

bagi petani mitra.

Tabel 14. Jumlah Petani Mitra Menurut Tingkat Pendidikan dan Manfaat
Kemitraan Bagi Petani Mitra
Manfaat Kemitraan
Tingkat
Pendidikan Tinggi Rendah
Tinggi 14 (51,85%) 4 (50,00%)
Rendah 13 (48,15%) 4 (50,00%)
Jumlah 27 (100,00%) 8 (100,00%)

Hasil Analisis yang dilakukan pada 35 responden dapat diidentifikasi

bahwa petani mitra yang merasakan kemitraan tinggi manfaatnya sebanyak

51,85% dari petani mitra dengan tingkat pendidikan tinggi dan 48,15 % dari

petani mitra dengan tingkat pendidikan. Petani mitra yang merasakan kemitraan

rendah manfaatnya sebanyak 50 % dari petani mitra dengan tingkat pendidikan

tinggi dan 50 % dari petani mitra dengan tingkat pendidikan rendah (Tabel 14).

Variabel tingkat pendidikan mempunyai pengaruh negatif terhadap

manfaat kemitraan bagi petani yang ditunjukkan oleh nilai koefisien (B) negatif.
Berdasarkan Tabel 12, semakin tinggi tingkat pendidikan maka manfaat

kemitraan bagi petani semakin berkurang. Namun pengaruh variabel ini tidak

signifikan untuk memprediksi model dengan tingkat signifikansi 0,595.

Pendidikan petani mitra memiliki kisaran mulai dari tidak sekolah sampai

dengan sarjana satu. Petani mitra yang tidak sekolah sangat merasakan manfaat

kemitraan, akan tetapi ada pula petani yang tidak sekolah kurang merasakan

manfaat kemitraan. Begitu juga petani mitra yang berpendidikan SMA ke atas

kurang merasakan manfaat kemitraan, namun ada juga petani mitra yang

berpendidikan SMA ke atas sangat merasakan manfaat kemitraan.

3. Pengaruh Pengalaman Usahatani Terhadap Manfaat Kemitraan Bagi


Petani Mitra

Pengalaman usahatani yaitu lama usahatani yang telah dijalankan oleh

petani mitra. Variabel pengalaman usahatani petani mitra diduga akan

mempengaruhi manfaat kemitraan bagi petani mitra.

Tabel 15. Jumlah Petani Mitra Menurut Pengalaman Usahatani dan Manfaat
Kemitraan Bagi Petani Mitra
Manfaat Kemitraan
Pengalaman
Usahatani Tinggi Rendah
Lama 13 (48,15%) 3 (37,50%)
Baru 14 (51,85%) 5 (62,50%)
Jumlah 27 (100,00%) 8 (100,00%)

Tabel 15. merupakan hasil analisis terhadap 35 responden, petani mitra

yang merasakan bahwa kemitraan manfaatnya tinggi sebanyak 48,15 % dari

petani mitra dengan pengalaman usahatani lama dan 51,85 % dari petani mitra

dengan pengalaman usahatani baru. Petani mitra yang merasakan bahwa


kemitraan manfaatnya rendah sebanyak 37,5 % dirasakan oleh petani mitra

dengan pengalaman usahatani baru dan 62,5 % petani mitra dengan pengalaman

usahatani baru.

Berdasarkan data hasil olahan (Tabel 12), dapat diketahui bahwa variabel

pengalaman usahatani mempunyai pengaruh positif terhadap manfaat kemitraan

bagi petani yang ditunjukkan oleh nilai koefisien (B) positif. Semakin tinggi

tingkat pendidikan maka kemitraan bagi petani semakin bermanfaat. Pengaruh

variabel ini tidak signifikan untuk memprediksi model dengan tingkat

signifikansi 0,944.

Pengalaman usahatani petani mitra berkisar mulai dari 2 sampai 59 tahun.

Petani mitra yang memiliki sudah lama melakukan usahatani padi sawah sangat

merasakan manfaat kemitraan, akan tetapi ada juga petani yang sudah lama

berusahatani padi sawah namun kurang merasakan manfaat kemitraan. Sama

halnya dengan petani mitra yang baru melakukan usahatani padi, ada yang sangat

merasakan manfaat kemitran tetapi ada juga yang kurang merasakan manfaat

kemitraan.

Berikut akan disajikan suatu informasi yang disusun menjadi suatu kasus

berkaitan dengan pengalaman usahatani petani mitra. Kasus ini diperoleh dari

wawancara kepada salah seorang petani mitra.


Kasus 1. Pengetahuan Teknologi Baru Melengkapi Pengalaman Usahatani Petani
Mitra

Sejak tahun 2005 awal MW (43 tahun) melakukan kemitraan dengan perusahaan PK.
MW tertarik melakukan kemitraan karena melihat kerabatnya cukup berhasil setelah ikut
kemitraan dengan perusahaan PK. Menurut MW yang mempunyai pendidikan SD, prosedur ikut
kemitraan dengan perusahaan PK cukup mudah baik dari segi syarat maupun pelaksanaan. Selain
itu agunan hanya diberlakukan kepada ketua kelompok tani, sedangkan anggota kelompok tidak
diwajubkan untuk memberikan agunan kepada perusahaan PK.
Menurut MW, produktivitas usahataninya cukup meningkat mencapai 7 ton per hektar.
Ditambah lagi ada bimbingan teknis dari perusahaan PK. MW mengatakan, ”Pelatihan teknologi
pertanian melalui bembingan teknis dari perusahaan PK sangat bermanfaat dan pada dasarnya
penerapan teknologi padi sawah tidak sulit dan tidak jauh berbeda dengan kebiasaan petani”.
MW juga mengatakan, ”Sosialiasi dan pelatihan teknologi pertanian yang diberikan oleh
perusahaan mitra diantaranya pengenalan bibit baru bersertifikat beserta cara penanamannya,
pengenalan pupuk NPK berserta cara penggunaannya, pengenalan racun hama dan peggannggu
tanaman padi, dan lain-lain”. Sosialiasi dan pelatihan teknologi pertanian ini juga didampingi oleh
petugas penyuluh setempat dan kadang-kadang juga turut mengundang ahli dari institusi lain dan
kalangan akademisi dari universitas.
Ditegaskan pula oleh MW bahwa kebanyakan para petani tidak punya penghasilan
sampingan selain dari hasil usahatani padi dan semua kebutuhan mengandalkan hasil panen.
”Hasil panen hanya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga untuk memulai
tanam modal tambahan sangat diperlukan,......”. MW sampai saat ini sangat terbantu dengan
adanya kemitraan dengan perusahaan PK dan masih tetap ingin melanjutkan kemitraan dengan
perusahaan PK.

Jadi, bimbingan teknis melalui pelatihan teknologi pertanian yang

diberikan perusahaan mitra kepada petani mitra sangat bermanfaat untuk

meningkatkan pengetahuan petani mitra dalam melakukan usahatani padi.

Peningkatan pengetahuan petani mitra berimplikasi kepada peningkatan mutu padi

dan produktivitas usahatani yang dijalankan oleh petani mitra.

B. Karakteristik Usahatani Petani Mitra

1. Pengaruh Luas Lahan Terhadap Manfaat Kemitraan Bagi Petani Mitra

Luas lahan yaitu besar bidang tanah (dalam hektar) yang digunakan oleh

petani untuk melakukan usahatani. Variabel luas lahan petani mitra diduga akan

mempengaruhi manfaat kemitraan bagi petani mitra.


Tabel 16. Jumlah Petani Mitra Menurut Luas Lahan dan Manfaat Kemitraan Bagi
Petani Mitra
Manfaat Kemitraan
Luas
Lahan Tinggi Rendah
Luas 16 (59,26%) 2 (25,00%)
Sempit 11 (40,74%) 6 (75,00%)
Jumlah 27 (100,00%) 8 (100,00%)

Hasil Analisis yang dilakukan pada 35 responden dapat diidentifikasi

bahwa petani mitra yang merasakan kemitraan tinggi manfaatnya sebanyak

59,26% dari petani mitra dengan dengan lahan luas dan 40,74 % dari petani mitra

dengan tingkat pendidikan. Petani mitra yang merasakan kemitraan rendah

manfaatnya sebanyak 25 % dari petani mitra dengan lahan luas dan 75 % dari

petani mitra dengan lahan sempit yang merasakan kemitraan rendah manfaatnya

(Tabel 16).

Variabel luas lahan mempunyai pengaruh positif terhadap manfaat

kemitraan bagi petani yang ditunjukkan oleh nilai koefisien (B) positif.

Berdasarkan hasil olahan (Tabel 12), semakin besar luas lahan maka kemitraan

bagi petani semakin bermanfaat.

Nilai odds rasio (exp (B)) 1,11808 menunjukkan bahwa jika luas lahan naik

1 satuan, maka akan menambah jumlah petani mitra yang sangat merasakan

manfaat kemitraan sebesar 1,11808 kali dari jumlah petani mitra yang sangat

merasakan manfaat kemitraan sebelumnya. Pengaruh variabel ini signifikan

untuk memprediksi model dengan tingkat signifikansi 0,028.

Petani mitra yang memiliki luas lahan yang besar sangat membutuhkan

modal usahatani yang besar, dengan adanya kemitraan petani mitra sangat

terbantu karena modal pinjaman kredit yang diperoleh dari kemitraan dapat
mencukupi kebutuhan untuk membeli pupuk, benih, dan racun pengganggu

tanaman. Selain itu dari modal pinjaman kredit yang diperoleh petani mitra, masih

ada kelebihan yang dipakai sebagai uang garapan. Sehingga petani mitra dengan

luas lahan yang besar lebih merasakan manfaat kemitraan daripada petani mitra

yang memiliki luas lahan sempit.

2. Pengaruh Status Kepemilikan Lahan Terhadap Manfaat Kemitraan Bagi


Petani Mitra

Status kepemilikan lahan merupakan kedudukan kepemilikan lahan yang

didugakan untuk menanam padi. Variabel status kepemilikan lahan petani mitra

diduga akan mempengaruhi manfaat kemitraan bagi petani mitra.

Tabel 17. Jumlah Petani Mitra Menurut Status Lahan dan Manfaat Kemitraan
Bagi Petani Mitra
Manfaat Kemitraan
Status
Lahan Tinggi Rendah
Milik 23 (85,19%) 7 (87,50%)
Maro 3 (11,11%) 0 (0%)
Sewa 1 (3,70%) 1 (12,50%)
Jumlah 27 (100,00%) 8 (100,00%)

Tabel 17. merupakan hasil analisis terhadap 35 responden, petani mitra

yang merasakan bahwa kemitraan manfaatnya tinggi sebanyak 85,19 % dari

petani mitra dengan status lahan milik, 11,11 % dari petani mitra dengan status

lahan maro, dan 3,7 % dari petani dengan status lahan sewa. Petani mitra yang

merasakan bahwa kemitraan manfaatnya rendah sebanyak 87,5 % dari petani

mitra dengan status lahan milik, 12,5 % dari petani dengan status lahan sewa, dan
tidak ada petani mitra dengan status lahan maro merasakan manfaat kemitraan

yang rendah.

Berdasarkan data hasil olahan (Tabel 12), dapat diketahui bahwa variabel

status lahan berpengaruh positif terhadap manfaat kemitraan bagi petani yang

ditunjukkan oleh nilai koefisien (B) positif. Semakin tinggi status lahan (lahan

milik) maka kemitraan bagi petani semakin bermanfaat. Namun pengaruh variabel

ini tidak signifikan untuk memprediksi model dengan tingkat signifikansi 0,346.

Petani mitra yang mempunyai lahan dengan status lahan milik ada yang

sangat merasakan manfaat kemitraan dan juga ada yang kurang merasakan

manfaat kemitraan. Begitu juga dengan petani mitra yang memiliki status lahan

sewa dan maro yang sangat merasakan manfaat kemitraan dan ada juga yang

kurang merasakan manfaat kemitraan.

3. Pengaruh Jarak Tempuh Ke Lahan Terhadap Manfaat Kemitraan Bagi


Petani Mitra

Jarak tempuh ke lahan yaitu seberapa jauh (dalam kilometer) antara rumah

ke lahan tempat menanam padi. Variabel status kepemilikan lahan petani mitra

diduga akan mempengaruhi manfaat kemitraan bagi petani mitra.

Tabel 18. Jumlah Petani Mitra Menurut Jarak Tempuh ke Lahan dan Manfaat
Kemitraan Bagi Petani Mitra
Manfaat Kemitraan
Jarak
Tempuh Tinggi Rendah
Dekat 18 (66,67%) 6 (75,00%)
Jauh 9 (33,33%) 2 (25,00%)
Jumlah 27 (100,00%) 8 (100,00%)
Hasil Analisis yang dilakukan pada 35 responden dapat diidentifikasi

bahwa petani mitra yang merasakan kemitraan tinggi manfaatnya sebanyak

66,67% dari petani mitra yang rumahnya dekat dengan sawah dan 33,33 % dari

petani mitra yang rumahnya jauh dengan sawah. Petani mitra yang merasakan

kemitraan rendah manfaatnya sebanyak 75 % dari petani mitra yang rumahnya

dekat dengan sawah dan 25 % dari petani yang rumahnya jauh dari sawah (Tabel

18).

Variabel jarak lahan mempunyai pengaruh negatif terhadap manfaat

kemitraan bagi petani yang ditunjukkan oleh nilai koefisien (B) negatif.

Berdasarkan hasil olahan (Tabel 12), semakin jauh jarak tempuh ke lahan maka

manfaat kemitraan bagi petani semakin berkurang. Nilai odds rasio (exp (B))

0,0209 menunjukkan bahwa jika jarak lahan naik 1 satuan, maka akan mengurangi

jumlah petani mitra yang sangat merasakan manfaat kemitraan sebesar 0,0209 kali

dari jumlah petani mitra yang sangat merasakan manfaat kemitraan sebelumnya.

Pengaruh variabel ini signifikan untuk memprediksi model dengan tingkat

signifikansi 0,000.

Petani mitra yang bertempat tinggal jauh dengan lahannya harus

menyisihkan dari modal pinjaman kredit untuk biaya transport angkut hasil panen

ke tempat penyimpanan gabah dekat rumah. Ditambah lagi benih dan pupuk yang

harus dibawa ke lahan sawah membutuhkan dan waktu pengangkutan yang lebih

banyak daripada petani mitra yang lahannya dekat dengan tempat tinggal.
8.1.2 Pengaruh Input Eksternal Petani Terhadap Manfaat Kemitraan Bagi
Petani

1. Pengaruh Sumber Informasi yang Digunakan Terhadap Manfaat


Kemitraan Bagi Petani Mitra

Sumber informasi merupakan asal muasal kabar atau keterangan mengenai

adanya kemitraan yang dicanangkan oleh perusahaan mitra. Sumber informasi

yang yang digunakan oleh petani mitra diantanya penyuluh lapang, orang dari

perusahaan, kerabat. Variabel sumber informasi yang digunakan oleh petani mitra

diduga akan mempengaruhi manfaat kemitraan bagi petani mitra.

Tabel 19. Jumlah Petani Mitra Menurut Sumber Informasi yang Digunakan dan
Manfaat Kemitraan Bagi Petani Mitra
Manfaat Kemitraan
Sumber
Informasi Tinggi Rendah
PPL 16 (59,26%) 1 (12,50%)
Kerabat 9 (33,33%) 3 (37,50%)
Teman 2 (7,41%) 4 (50,00%)
Jumlah 27 (100,00%) 8 (100,00%)

Tabel 19. merupakan hasil analisis terhadap 35 responden, petani mitra

yang merasakan bahwa kemitraan manfaatnya tinggi sebanyak 59,26 % dari

petani mitra yang mendapatkan informasi kemitraan dari petugas penyuluh

lapang, 33,33% dari petani yang mendapatkan informasi kemitraan dari kerabat,

dan 7,41% dari petani mitra yang mendapatkan informasi kemitraan dari teman.

Petani mitra yang merasakan bahwa kemitraan manfaatnya rendah sebanyak 12,5

% dari petani mitra yang mendapatkan informasi kemitraan dari petugas penyuluh

lapang, 37,5 % dari petani mitra yang mendapatkan informasi kemitraan dari
kerabat, dan 50 % dari petani mitra yang mendapatkan informasi kemitraan dari

teman.

Variabel sumber informasi yang digunakan mempunyai pengaruh positif

terhadap manfaat kemitraan bagi petani yang ditunjukkan oleh nilai koefisien (B)

positif. Berdasarkan hasil olahan (Tabel 12), semakin tinggi sumber informasi

maka kemitraan bagi petani semakin bermanfaat. Nilai odds rasio (exp (B))

1,76468 menunjukkan bahwa jika sumber informasi yang digunakan naik 1 satuan,

maka akan menambah jumlah petani mitra yang sangat merasakan manfaat

kemitraan sebesar 1,76468 kali dari jumlah petani mitra yang sangat merasakan

manfaat kemitraan sebelumnya. Pengaruh variabel ini signifikan untuk

memprediksi model dengan tingkat signifikansi 0,006.

Sumber informasi yang digunakan oleh petani mitra yaitu teman, kerabat,

dan petugas penyuluh lapang. Informasi mengenai kemitraan seputar prosedur,

mekanisme, dan kegiatan pembimbingan teknis yang diberikan oleh petugas

penyuluh lapang lebih jelas dan terperinci. Sehingga petani mitra yang

memperoleh informasi kemitraan dari petugas penyuluh lapang lebih merasakan

manfaat yang lebih besar daripada petani mitra yang memperoleh informasi

kemitraan dari teman atau kerabat.

2. Pengaruh Tingkat Partisipasi dalam Kegiatan Kemitraan Terhadap


Manfaat Kemitraan Bagi Petani Mitra

Tingkat partisipasi dalam kegiatan kemitraan yaitu keikutsertaan petani

terhadap kegiatan dalam lingkup kemitraan. Variabel tingkat partisipasi petani

mitra dalam kegiatan kemitraan diduga akan mempengaruhi manfaat kemitraan

bagi petani mitra.


Tabel 20. Jumlah Petani Mitra Menurut Tingkat Partisipasi dalam Kegiatan
Kemitraan dan Manfaat Kemitraan Bagi Petani Mitra
Manfaat Kemitraan
Tingkat
Partisipasi Tinggi Rendah
Tinggi 13 (48,15%) 3 (37,50%)
Rendah 14 (51,85%) 5 (62,50%)
Jumlah 27 (100,00%) 8 (100,00%)

Hasil Analisis yang dilakukan pada 35 responden dapat diidentifikasi

bahwa petani mitra yang merasakan kemitraan tinggi manfaatnya sebanyak

48,15% dari petani mitra yang tinggi partisipasinya dalam kegiatan kemitraan dan

51,85 % dari petani mitra yang rendah tingkat partisipasinya. Petani mitra yang

merasakan kemitraan rendah manfaatnya sebanyak 37,5 % dari petani mitra yang

tinggi tingkat partisipasinya dalam kegiatan kemitraan dan 62,5 % dari petani

yang rendah tingkat partisipasinya (Tabel 20).

Variabel tingkat partisipasi dalam kegiatan kemitraan mempunyai

pengaruh negatif terhadap manfaat kemitraan bagi petani yang ditunjukkan oleh

nilai koefisien (B) negatif. Berdasarkan hasil olahan (Tabel 12), semakin tinggi

keterlibatan petani dalam kemitraan maka manfaat kemitraan bagi petani semakin

berkurang. Pengaruh variabel ini tidak signifikan untuk memprediksi model

dengan tingkat signifikansi 0,468.

Petani mitra yang sering atau selalu terlibat dalam kegiatan kemitraan ada

yang sangat merasakan manfaat kemitraan dan juga ada yang kurang merasakan

manfaat kemitraan. Petani mitra yang jarang atau tidak pernah berpartisipasi

dalam kegiatan kemitraan juga ada yang sangat merasakan manfaat kemitraan dan

ada yang kurang merasakan manfaat kemitraan.


3. Pengaruh Ketersediaan Modal Kredit Terhadap Manfaat Kemitraan Bagi
Petani Mitra

Ketersediaan modal kredit yaitu kondisi ketersediaan modal kredit formal

atau informal yang diberikan bank, koperasi, warga komunitas, dan perusahaan

mitra untuk petani mitra. Variabel ketersediaan modal kredit petani mitra dalam

kegiatan kemitraan diduga akan mempengaruhi manfaat kemitraan bagi petani

mitra.

Tabel 21. Jumlah Petani Mitra Menurut Ketersediaan Modal Kredit dan Manfaat
Kemitraan Bagi Petani Mitra
Manfaat Kemitraan
Ketersediaan
Modal Kredit Tinggi Rendah
Tinggi 26 (96,30%) 5 (62,50%)
Rendah 1 (3,70%) 3 (37,50%)
Jumlah 27 (100,00%) 8 (100,00%)

Tabel 21 merupakan hasil analisis terhadap 35 responden, petani mitra

yang merasakan bahwa kemitraan manfaatnya tinggi sebanyak 96,3 % dari petani

mitra dengan ketersediaan modal kredit yang tinggi dan 3,7 % petani mitra

dengan ketersediaan modal kredit yang rendah. Petani mitra yang merasakan

bahwa kemitraan manfaatnya rendah sebanyak 62,5 % dirasakan oleh petani mitra

dengan ketersediaan modal kredit yang tinggi dan 37,5 % petani mitra dengan

ketersediaan modal kredit yang rendah.

Variabel ketersediaan modal kredit mempunyai pengaruh positif terhadap

manfaat kemitraan bagi petani yang ditunjukkan oleh nilai koefisien (B) positif.

Berdasarkan hasil olahan (Tabel 12), semakin tinggi ketersediaan modal kredit

petani mitra maka manfaat kemitraan bagi petani semakin bertambah.


Nilai odds rasio (exp (B)) 3,36475 menunjukkan bahwa apabila

ketersediaan modal kredit naik 1 satuan, maka akan menambah jumlah petani

mitra yang sangat merasakan manfaat kemitraan sebesar 3,36475 kali dari jumlah

petani mitra yang sangat merasakan manfaat kemtiran sebelumnya. Pengaruh

variabel ini signifikan untuk memprediksi model dengan tingkat signifikansi

0,000.

Ketersediaan modal kredit yang diberikan perusahaan mitra berkaitan

dengan waktu mulai musim tanam. Petani mitra yang mendapatkan pinjaman

modal kredit tepat waktu dengan jumlah yang tepat merasakan manfaat yang lebih

besar daripada petani mitra yang mendapatkan pinjaman modal kredit yang

terlambat dengan jumlah yang tidak tepat yang menyebabkan masa tanam menjadi

terhambat.

Berikut akan disajikan kasus mengenai pinjaman modal kredit yang

diterima oleh petani mitra. Kasus ini diperoleh dari wawancara kepada salah

seorang petani mitra.

Kasus 2. Petani Mitra Menerima Modal Kredit dari Institusi Lain

RH (28 tahun) petani mitra dengan pendidikan SMA yang memiliki luas lahan 6 hektar
mengakui bahwa ia mendapatkan modal kredit dari institusi lain. Menurut RH hal tersebut
dilakukannya mengingat luas lahan yang dimiliki cukup besar sehingga ia memerlukan modal
kredit usahatani lebih dari 2,5 juta per hektar.
RH mengatakan, ”Modal yang diberikan perusahaan PK kurang
mencukupi....dikarenakan bunga pokok sebesar 6 persen.....”. Menurut RH modal kredit yang
diberikan perusahaan PK belum cukup untuk menutupi biaya garap lahannya. Selain itu, informasi
mengenai kriteria-kriteria petani sebelum bermitra dari perusahaan PK belum tersampaikan
kepadanya dengan jelas. Ditambah lagi, belum ada pemeriksaan atau pengecekan langsung kepada
RH dari pihak perusahaan PK sendiri. RH juga mengatakan, ”Selama ketentuan dari perusahaan
mengenai pinjaman modal kredit mitra masih kurang dari 2,5 juta per hektar dan belum ada
tindakan terhadap petani yang menerima pinjaman modal kredit dari institusi lain, maka tidak
menutup kemungkinan petani mitra akan mencari pinjaman modal kredit kepada institusi lain.
Catatan kasus RH tersebut mengindikasikan bahwa modal kredit yang

diberikan perusahaan mitra belum cukup untuk menutupi semua biaya garap

lahan. Informasi mengenai syarat mendapatkan modal kredit dari perusahaan

mitra (syarat kedua yaitu petani tidak sedang menerima pinjaman/kredit dari

Program Kredit Ketahanan Pangan dan atau program kredit dari institusi/badan

lain) belum tersampaikan secara jelas kepada RH, sehingga dia mencari modal

kredit ke institusi lain.

4. Pengaruh Proses Manajemen Kemitraan Terhadap Manfaat Kemitraan


Bagi Petani Mitra

Proses manajemen kemitraan adalah cara sistematik yang ditetapkan untuk

mengatur berjalannya kemitraan antara perusahaan dengan petani mitra. Variabel

proses manajemen kemitraan diduga akan mempengaruhi manfaat kemitraan bagi

petani mitra.

Tabel 22. Jumlah Petani Mitra Menurut Proses Manajemen Kemitraan dan
Manfaat Kemitraan Bagi Petani Mitra
Manfaat Kemitraan
Proses Manajemen
Kemitraan Tinggi Rendah
Tinggi 17 (62,96%) 2 (25,00%)
Rendah 10 (37,04%) 6 (75,00%)
Jumlah 27 (100,00%) 8 (100,00%)

Hasil Analisis yang dilakukan pada 35 responden dapat diidentifikasi

bahwa petani mitra yang merasakan kemitraan tinggi manfaatnya sebanyak

62,96% dari petani mitra dengan proses manajemen kemitraan yang tinggi dan

37,04 % dari petani mitra dengan proses manajemen kemitraan yang rendah.

Petani mitra yang merasakan kemitraan rendah manfaatnya sebanyak 25 % dari


petani mitra dengan proses manajemen kemitraan yang tinggi dan 75 % dari

petani dengan proses manajemen kemitraan yang rendah (Tabel 20).

Variabel proses manajemen kemitraan mempunyai pengaruh positif

terhadap manfaat kemitraan bagi petani yang ditunjukkan oleh nilai koefisien (B)

positif. Berdasarkan hasil olahan (Tabel 12), semakin baik proses manajemen

kemitraan maka manfaat kemitraan bagi petani semakin bertambah.

Nilai odds rasio (exp (B)) 5,042 menunjukkan bahwa jika proses

manajemen kemitraan naik 1 satuan, maka akan menambah jumlah petani mitra

yang sangat merasakan manfaat kemitraan sebesar 5,042 kali dari jumlah petani

mitra yang sangat merasakan manfaat kemitraan sebelumnya. Pengaruh variabel

ini signifikan untuk memprediksi model dengan tingkat signifikansi 0,000.

Proses manajemen kemitraan meliputi dengan perencanaan kemitraan,

pengorganisasian kemitraan, serta pelaksanaan dan efektivitas kemitraan. Proses

manajemen kemitraan ini terkait dengan pemberdayaan petani mitra baik dari segi

perencanaan, pengorganisasian, serta pelaksanaan dan efektivitas kemitraan.

Sehingga proses manajemen kemitraan yang baik akan bermanfaat bagi

perusahaan mitra dan juga dapat memberdayakan petani mitra.

Berikut akan disajikan suatu informasi yang disusun menjadi suatu kasus

berkaitan dengan masalah agunan dan modal kredit anggota kelompok. Kasus ini

diperoleh dari wawancara kepada salah seorang petani mitra.


Kasus 3. Masalah Agunan dan Modal Kredit Anggota Kelompok

AK (39 tahun) adalah petani mitra yang memiliki luas areal sawah 1 hektar dan
mempunyai pengalaman usahatani 10 tahun. AK tertarik untuk bermitra karena melihat beberapa
tetangganya yang ikut kemitraan dengan perusahaan PK cukup berhasil, terlebih lagi ia diajak oleh
ketua kelompok tani untuk ikut kemitraan. Lokasi rumah AK tidak jauh dari rumah ketua
kelompok tani dan UPTD Pertanian sehingga informasi mengenai kegiatan seputar kemitraan
dapat ia peroleh dengan cepat.
Menurut AK pada saat memulai kerjasama dengan perusahaan PK, ia tidak perlu
memberikan agunan apa pun baik melalui ketua kelompok tani maupun secara langsung kepada
perusahaan PK. Namun seiring dengan berjalannya kemitraan, terjadi beberapa kendala yaitu
keterlambatan pengembalian pinjaman kredit beserta bunganya. Oleh sebab itu berdasarkan
informasi yang didapatkan oleh AK bahwa ketua kelompok tani sering kali harus menutupi
pengembalian pinjaman kredit dengan dananya sendiri.
Menurut AK, konon terdengar kabar bahwa musim depan ketua kelompok tani akan
mewajibkan setiap anggota kelompok yang bermitra untuk memberikan agunan kepada ketua
kelompok dengan tujuan untuk mengantisipasi pengembalian pinjaman kredit macet. AK
berpendapat, ”Pengembalian pinjaman kredit oleh petani kepada perusahaan mitra sering
mengalami hambatan karena kebutuhan petani yang banyak mulai dari kebutuhan keluarga sampai
kebutuhan untuk persiapan memulai musim tanam kembali, sedangkan pengembalian pinjaman
kredit harus dibayar setelah panen”.

Catatan kasus AK tersebut memberikan informasi bahwa sampai saat

wawancara dilakukan, petani mitra tidak perlu memberikan agunan kepada

perusahaan mitra untuk memperoleh modal pinjaman kredit. Hal tersebut

dilakukan perusahaan untuk mempermudah petani untuk menjalankan

usahahatani.

8.2 Manfaat Pola Kemitraan Bagi Petani


8.2.1 Manfaat Pola Kemitraan Secara Ekonomi

Manfaat pola kemitraan secara ekonomi dapat dilihat dari 4 aspek yaitu 1)

produktivitas usahatani, 2) pendapatan usahatani, 3) harga, dan 4) risiko usaha

(Departemen Pertanian, 2000). Berikut akan dianalisis masing-masing dari

keempat aspek tersebut.

1. Produktivitas usahatani meningkat. Berdasarkan pola kemitraan yang

dijalankan petani mitra dengan PT Pupuk Kujang selama 3 tahun berjalan,

sebanyak 91,43 persen petani mitra menilai bahwa produktivitas usahatani


meningkat dan hanya 8,57 persen petani mitra menilai bahwa produktivias

usahatani menurun (Tabel 23).

Tabel 23. Presentase Penilaian Petani Mitra Berdasarkan Penilaian Tentang


Produktivitas Lahan Setelah Bermitra
Produktivitas Usahatani Setelah Bermitra
Petani Mitra Total
Lebih Rendah Lebih Tinggi
Jumlah 3 10 35
Persentase 8,57 91,43 100

Berdasarkan data produktivitas usahatani petani mitra yang dihitung dari

jumlah produk yang dihasilkan per luas lahan pada tahun 2007, produktivitas

yang berasal dari usahatani padi dalam lingkup kemitraan berkisar antara 4 ton

sampai 140 ton per tahun. Tabel 24 menunjukkan variabel-variabel yang

mempengaruhi produktivitas usahatani, diantaranya luas lahan, status lahan, dan

ketersediaan modal kredit.

Variabel luas lahan secara positif berpengaruh sangat nyata terhadap

produktivitas usahatani. Semakin besar luas lahan yang digunakan untuk

usahatani, maka produktivitas usahatani akan meningkat. Apabila luas lahan naik

satu satuan, maka produktivitas usahatani akan meningkat sebesar 4,96 kali.

Variabel status lahan secara positif berpengaruh tidak nyata terhadap

produktivitas usahatani. Semakin tinggi status lahan yang dimiliki petani mitra,

maka produktivitas usahatani akan meningkat.

Variabel ketersediaan modal kredit secara positif berpengaruh tetapi tidak

nyata terhadap produktivitas usahatani. Semakin tinggi ketersedian modal kredit

yang dimiliki petani mitra, maka produktivitas usahatani akan meningkat juga.
Tabel 24. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Usahatani
No. Variabel Coefisien SE T Sig.
(B) Coefisien
Konstanta -4,482 2,711 -1,65 0,108
1. Luas Lahan 4,9629 0,01087 45,66 0,000
2. Status Lahan 0,7570 0,4344 1,74 0,091
3. Ketersediaan Modal Kredit 0,3060 0,3544 0,86 0,395

2. Pendapatan usahatani meningkat. Berdasarkan pola kemitraan yang

dijalankan petani mitra pada 3 tahun berjalan, petani mitra yang menilai bahwa

pendapatan usahatani setelah bermitra lebih tinggi sebanyak 94,29 persen,

sedangkan hanya 5,71 persen yang menilai bahwa pendapatan usahatani setelah

bermitra menjadi lebih rendah (Tabel 25).

Tabel 25. Presentase Penilaian Petani Mitra Berdasarkan Pendapatan Usahatani


Setelah Bermitra
Pendapatan Usahatani Setelah Bermitra
Petani Mitra Total
Lebih Rendah Lebih Tinggi
Jumlah 2 33 35
Persentase 5,71 94,29 100

Berdasarkan data pendapatan usahatani petani mitra yang tercatat pada

laporan ketua kelompok tani per tahun 2007, pendapatan usahatani dalam lingkup

kemitraan berkisar antara 8,6 juta rupiah sampai 308 juta rupiah ton per tahun.

Tabel 26 menunjukkan variabel-variabel yang mempengaruhi pendapatan

usahatani, diantaranya luas lahan, status lahan, dan ketersediaan modal kredit.

Variabel luas lahan secara positif berpengaruh sangat nyata terhadap

pendapatan usahatani. Semakin besar luas lahan yang digunakan untuk usahatani,
maka pendapatan usahatani akan meningkat. Apabila luas lahan naik satu satuan,

maka pendapatan usahatani akan meningkat sebesar 10,908 kali.

Variabel status lahan secara positif berpengaruh namun kurang nyata

terhadap pendapatan usahatani. Semakin tinggi status lahan yang dimiliki petani

mitra, maka pendapatan usahatani akan meningkat, sama halnya dengan

ketersediaan modal kredit.

Variabel ketersediaan modal kredit secara positif berpengaruh namun tidak

nyata terhadap pendapatan usahatani. Semakin tinggi ketersedian modal kredit

yang dimiliki petani mitra, maka pendapatan usahatani akan meningkat juga.

Tabel 26. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Usahatani


No. Variabel Coefisien SE T Sig.
(B) Coefisien
Konstanta -9,052 6,098 -1,48 0,148
1. Luas Lahan 10,9083 0,2445 44,62 0,000
2. Status Lahan 1,3794 0,9770 1,41 0,168
3. Ketersediaan Modal Kredit 0,6855 0,7969 0,86 0,396

3. a) Harga produk. Berdasarkan Tabel 27, petani mitra yang menilai bahwa

harga produk usahatani setelah bermitra lebih baik sebanyak 88,57 persen,

sedangkan hanya 11,43 persen yang menilai bahwa harga produk usahatani

setelah bermitra menjadi lebih rendah.

Tabel 27. Presentase Penilaian Petani Mitra Berdasarkan Harga Produk Setelah
Bermitra
Harga Produk Usahatani Setelah Bermitra
Petani Mitra Total
Sama Lebih Baik
Jumlah 4 31 35
Persentase 11,43 88,57 100
b) Kemudahan produk diterima oleh pasar. Berdasarkan Tabel 28, petani

mitra yang menilai bahwa produk usahatani setelah bermitra lebih mudah di

terima pasar sebanyak 91,43 persen, sedangkan hanya 8,57 persen yang menilai

bahwa produk usahatani setelah bermitra sama.

Tabel 28. Presentase Penilaian Petani Mitra Berdasarkan Kemudahan Produk


Diterima Oleh Pasar
Kemudahan Produk Diterima Oleh Pasar
Petani Mitra Total
Sama Lebih Mudah
Jumlah 3 32 35
Persentase 8,57 91,43 100

4. Risiko Usahatani. Berdasarkan Tabel 29, petani mitra yang menilai bahwa

Risiko usahatani setelah bermitra berkurang sebanyak 42,86 persen, sedangkan

57,14 persen yang menilai bahwa risiko usahatani setelah bermitra menjadi tidak

berkurang atau sama.

Tabel 29. Presentase Penilaian Petani Mitra Berdasarkan Risiko Usahatani


Setelah Bermitra
Risiko Usahatani Setelah Bermitra
Petani Mitra Total
Sama Berkurang
Jumlah 20 15 35
Persentase 57,14 42,86 100

Berikut akan disajikan suatu kasus berkaitan dengan risiko usahatani petani

mitra. Kasus ini diperoleh dari wawancara kepada salah seorang petani mitra.
Kasus 4. Risiko Usahatani Petani Mitra Berkurang

KE (30 tahun) salah seorang petani mitra yang telah melakukan usahatani 9 tahun dengan
luas areal tanaman padi seluas 2 hektar. EM yang berpendidikan sekolah dasar menegaskan bahwa
ia mendapatkan informasi tentang adanya kemitraan dengan perusahaan PK dari kerabatnya.
Menurut KE, kemitraan dengan perusahaan PK banyak manfaatnya. Ketersediaan modal
menjadi lebih pasti dengan waktu pengembalian sesudah panen dan bunganya sangat rendah.
Produktivitas usahatani setelah bermitran cukup meningkat yang tadinya hanya 6 ton per hektar
menjadi 7 ton per hektar.
Walaupun tidak ada pembagian risiko kegagalan usahatani antara petani dengan
perusahaan PK, menurut KE modal pinjaman kredit cukup untuk mengurangi risiko kegagalan
panen. Ditegaskan pula oleh KE bahwa setiap musim tanam dan panen selalu ada pengontrolan
dari pihak perusahaan PK.
Menurut KE, ”Kegagalan panen di tempat ini biasanya diakibatkan oleh serangan hama
seperti wereng coklat, sundep, tungro, tikus, dan burung pemakan bulir padi, sehingga
penyebarannya cukup cepat dan meluas. Hal ini mungkin suatu alasan bagi perusahaan mitra tidak
mau menaggung risiko kegagalan panen”. KE menegaskan juga bahwa biasanya petani mitra
mengalokasikan dana dari modal pinjaman kredit dari perusahaan mitra untuk membeli racun
hama atau pengganggu tanaman. Biasanya petani mitra membeli racun hama dan pengganggu
tanaman padi tersebut kepada ketua kelompok tani, sehingga cukup efisien dari segi waktu dan
menghemat ongkos atau biaya transport.

Catatan kasus KE tersebut memberikan informasi bahwa risiko usahatani

KE berkurang meskipun tidak ada perjanjian pembagian risiko kegagalan

usahatani dengan perusahaan mitra. Modal pinjaman kredit yang diberkan

perusahaan mitra kepada KE cukup memadai jika terjadi kegagalan panen.

8.2.2 Manfaat Pola Kemitraan Secara Teknis

Manfaat pola kemitraan secara teknis dapat dilihat dari dua aspek yaitu 1)

mutu, dan 2) penguasaan teknologi (Departemen Pertanian, 2000). Berikut akan

dianalisis mengenai aspek mutu dan penguasaan teknologi.

1. Mutu produk. Berdasarkan pola kemitraan yang dijalankan petani mitra pada

3 tahun berjalan, petani mitra yang menilai bahwa pendapatan usahatani setelah

bermitra lebih tinggi sebanyak 94,29 persen, sedangkan hanya 5,71 persen yang

menilai bahwa pendapatan usahatani setelah bermitra menjadi lebih rendah

(Tabel 30).
Tabel 30. Presentase Penilaian Petani Mitra Berdasarkan Mutu Produk Setelah
Bermitra
Mutu Produk Setelah Bermitra
Petani Mitra Total
Lebih Buruk Lebih Baik
Jumlah 2 33 35
Persentase 5,71 94,29 100

2. Penguasaan teknologi. Penguasaan teknologi dapat dilihat dari penerapan atau

penggunaan teknologi tepat guna melalui pembinaan teknis dari perusahaan mitra

baik secara langsung maupun tidak langsung (melalui perantara misalnya PPL).

Berdasarkan Tabel 31, petani mitra yang menilai bahwa penggunaan teknologi

setelah bermitra lebih baik sebanyak 88,57 persen, sedangkan hanya 11,43 persen

yang menilai bahwa penggunaan teknologi setelah bermitra tidak berubah atau

sama.

Tabel 31. Presentase Penilaian Petani Mitra Berdasarkan Penggunaan Teknologi


Setelah Bermitra
Penggunaan Teknologi Setelah Bermitra
Petani Mitra Total
Sama Lebih Baik
Jumlah 4 31 35
Persentase 11,43 88,57 100

Tabel 32. menunjukkan variabel-variabel yang mempengaruhi

penggunaan pupuk tepat guna, diantaranya tingkat pendidikan, luas lahan, status

lahan, dan ketersediaan modal kredit.

Variabel tingkat pendidikan secara positif berpengaruh tetapi tidak nyata

terhadap tingkat penggunaan pupuk NPK berimbang. Semakin tinggi tingkat

pendidikan, maka penggunaan pupuk NPK akan semakin tepat guna. Tingkat

pendidikan petani mitra berkisar mulai dari tidak sekolah sampai dengan lulus
perguruan tinggi atau sarjana. Namun secara garis besar kebanyakan dari petani

mitra adalah tamatan sekolah dasar. Tingkat pendidikan ini menentukan

pemahaman akan pengetahuan atau teknologi budidaya baru dan juga

mengembangkan sistematika dan logika berpikir petani mitra.

Variabel luas lahan secara positif berpengaruh sangat nyata terhadap

tingkat penggunaan pupuk NPK berimbang. Semakin besar luas lahan yang

digunakan untuk usahatani, maka penggunaan pupuk NPK akan semakin tepat

guna. Besar luas lahan sangat menentukan efisiensi dalam penggunaan pupuk

NPK yang berimbang. Apabila luas lahan naik satu satuan, maka tingkat

penggunakaan NPK juga naik 3,599 kali.

Variabel status lahan secara positif berpengaruh cukup nyata terhadap

tingkat penggunaan Pupuk NPK berimbang. Semakin tinggi status lahan yang

dimiliki petani mitra, maka penggunaan pupuk NPK akan semakin tepat guna.

Data penelitian menunjukkan bahwa petani mitra yang memiliki status lahan milik

menerapkan teknologi penggunaan pupuk NPK berimbang dengan waktu

pemupukan yang efisien.

Variabel ketersediaan modal kredit secara positif berpengaruh tetapi tidak

nyata terhadap tingkat penggunaan pupuk NPK berimbang. Semakin tinggi

ketersedian modal kredit yang dimiliki petani mitra, maka penggunaan pupuk

NPK akan semakin tepat guna. Berdasarkan data penelitian dari modal kredit yang

diterima petani mitra, sebesar 26 persen digunakan petani mitra untuk membeli

pupuk NPK, sebesar 6 persen untuk membeli benih, sebesar 20 persen untuk

membeli racun pengganggu tanaman padi, sisanya sebesar 48 persen untuk uang

garapan.
Tabel 32. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Penggunaan Pupuk NPK
Berimbang
No. Variabel Coefisien SE t Sig.
(B) Coefisien
Konstanta -1,991 1,881 -1,06 0,298
1. Tingkat Pendidikan 0,00957 0,03821 0,25 0,804
2. Luas Lahan 3,59982 0,07525 47,84 0,000
3. Status Lahan 0,5309 0,3017 1,76 0,089
4. Ketersediaan Modal Kredit 0,1050 0,2504 0,42 0,678

Berikut akan disajikan suatu kasus berkaitan dengan pelatihan teknologi

pertanian. Kasus ini diperoleh dari wawancara kepada salah seorang petani mitra.

Kasus 5. Pembimbingan Penerapan Teknologi Baru

CC (76 tahun) termasuk petani yang ”kawak” dalam usahatani padi sawah, pengalaman
usataninya sudah 59 tahun dan merupakan usaha pokok. CC yang berpendidikan sekolah dasar,
mulai kemitraan dengan perusahan PK sejak tahun 2005 dengan luas lahan 850 m2.
Alasan mengikuti kemitraan karena ia merasa terbantu dalam permodalan di usianya yang
kian lanjut. Selain itu bunga pinjamannya sangat rendah yaitu hanya 6 persen pertahun dan juga
perusahaan PK memberikan pembimbingan teknis tentang cara-cara budidaya pertanian padi
sawah.
Sebenarnya dengan adanya bantuan benih bersertifikat dari pemerintah pada sekitar tahun
2000an , CC sangat terbantu sekali. Namun saat ini bantuan benih bersertifikat dari pemerintah
sudah tidak ada lagi, sehingga ia harus membeli ke kios benih dengan modal sendiri.
Menurut CC perusahaan PK tidak hanya melakukan pembinaan teknis mengenai pupuk
saja, akan tetapi juga meliputi sosialisasi prosedur baru kemitraan seperti pemberlakuan bunga
pinjaman 3 persen pertahun dan juga pembinaan-pembinaan lain seperti penggunaan pestisida atau
racun pengganggu tanaman yang baru. Sehingga teknik usahatani CC cukup berkembang jika
dibandingkan sebelum bermitra.
CC juga mengatakan, ”Pelatihan dan pembinaan teknologi cara bertani juga tidak hanya
dilakukan oleh perusahaan PK sendiri, namun kadang-kadang perusahaan PK bekerjasama dengan
instansi tertentu atau universitas/institut ternama di Indonesia untuk melakukan pelatihan cara
bertani maupun pengenalan bibit bermutu dan bersertifikat yang cocok ditanam di tempat ini”. CC
menegaskan bahwa pelatihan dan pembinaan teknologi cara bertani tersebut cukup efektif
mengingat lokasi untuk sosialisasi dan praktek teknologi baru biasanya di balai desa, sehingga
cukup bisa dijangkau oleh petani.

Jadi, pelatihan dan pembinaan teknologi cara bertani juga tidak hanya

dilakukan oleh perusahaan mitra sendiri. Perusahaan mitra kadang-kadang

bekerjasama dengan instansi tertentu atau universitas/institut ternama di Indonesia

untuk melakukan pelatihan cara bertani maupun pengenalan bibit bermutu.


Pelatihan dan pembinaan teknologi cara bertani tersebut cukup efektif mengingat

lokasi untuk sosialisasi dan praktek teknologi baru biasanya di balai desa,

sehingga dapat dijangkau oleh petani mitra.

Berikut akan disajikan kasus lain dari catatan lapangan yang berkaitan

dengan pelatihan teknologi pertanian.

Kasus 6. Informasi Bimbingan Teknis Tidak Sampai Kepada Anggota Kelompok

EM (32 tahun) salah seorang petani mitra yang telah melakukan usahatani 9 tahun dengan
luas areal tanaman padi seluas 1 hektar. EM yang berpendidikan Diploma III mengaku bahwa ia
mendapatkan informasi tentang adanya kemitraan dengan perusahaan PK dari temannya. Oleh
sebab itu informasi tentang pola kemitraan belum cukup jelas dipahami oleh EM.
Menurut EM pinjaman modal kredit yang diberikan oleh perusahaan PK yaitu sebesar 2,5
juta rupiah per hektar tidak mencukupi untuk usahatani yang dijalankannya, alasannya karena
modal untuk menjalankan usahatani minimal di atas 3,5 juta rupiah per hektar. Setelah EM
melakukan kemitraan dengan perusahaan PK selama 6 musim, ia merasa bahwa perusahaan PK
belum pernah sama sekali memantau usahatani yang dijalankannya. Pendapatan dan produktivitas
usahatani EM setelah bermitra tidak meningkat.
Walaupun harga produk usahatani EM dapat diterima oleh pasar, namun harga produk
usahataninya tidak lebih baik dari sebelum bermitra karena kualitas atau mutu produk juga tidak
meningkat. Terlebih lagi menurut EM selama terlibat kemitraan dengan perusahaan PK, ia tidak
pernah mendapatkan informasi baik dari ketua kelompok, teman, ataupun petugas penyuluh lapang
setempat apabila ada pembinaan teknologi yang dilakukan oleh perusahaan PK.
Menurut pendapat EM, ”Apabila informasi mengenai bimbingan atau pelatihan teknologi
pertanian itu selalu sampai kepada saya baik melalui ketua kelompok, penyuluh lapang, atau
teman maka kemungkinan besar saya pasti akan selalu ikut berpartisipasi”. EM menegaskan juga
bahwa ia harus menanyakan kepada penyuluh lapangan setempat atau langsung ke ketua kelompok
untuk mendapatkan informasi tentang adanya pelatihan atau bimbingan yang terkadang bersifat
insedental. Padahal untuk menanyakan langsung kepada ketua kelompok atau kepada penyuluh
lapang, EM menghadapi hambatan khususnya jarak rumahnya yang cukup jauh.

Catatan kasus EM tersebut mengindikasikan bahwa informasi mengenai

bimbingan atau pelatihan teknologi pertanian dari perusahaan mitra tidak sampai

kepada EM. Jarak rumah EM yang jauh dari tempat diskusi kelompok tani

membuat EM kesulitan untuk mendapatkan informasi mengenai adanya

bimbingan teknis dari perusahaan mitra yang dilakukan secara insidensial.


8.2.3 Manfaat Pola Kemitraan Secara Sosial

Manfaat pola kemitraan agribisnis selain dapat dilihat secara ekonomi dan

teknis, juga dapat dilihat secara sosial . Manfaat pola kemitraan secara sosial

meliputi dua aspek yaitu keinginan kontinuitas kerjasama dan kelestarian

lingkungan.

1. Keinginan kontinuitas kerjasama. Kontinuitas kerjasama dapat terjadi

apabila perusahaan mitran dan petani mitra bersasama-sama sepakat untuk

melanjutkan kemitraan yang telah dilaksanakan sebelumnya. Tabel 33

menunjukkan bahwa sebagian besar petani yang tengah bermitra masih ingin

melanjutkan kerjasama dengan PT Pupuk Kujang yaitu sebesar 77,14 persen,

sedangkan petani mitra yang menyatakan tidak tahu bahwa mereka akan

melanjutkan kerjasama atau berhenti kerjasama. Dari 35 petani mitra responden

tidak ada satu pun yang menyatakan ingin berhenti untuk bekerjasama dengan

PT Pupuk Kujang, karena usahatani mereka masih tergantung kepada modal

pinjaman kredit dengan bunga pokok rendah yang diberikan oleh PT Pupuk

Kujang.

Tabel 33. Persentase Petani Berdasarkan Pernyataan Kelanjutan Kerjasama dalam


Pola Kemitraan
Jawaban Petani
Petani Mitra Total
Ya Tidak Tahu Tidak
Jumlah 27 8 - 35
Persentase 77,14 22,86 - 100

2. Kelestarian lingkungan. Kegiatan di dalam pola kemitraan antara PT Pupuk

Kujang dengan petani mitra yang sangat berkaitan dengan kelestarian

lingkungan yaitu penggunaan pupuk NPK berimbang yang diproduksi dan


direkomendasi oleh PT Pupuk Kujang kepada petani mitra. Pemupukan

berimbang yang dimaksud yaitu penambahan pupuk ke dalam tanah dengan

jumlah dan jenis hara yang sesuai dengan tingkat kesuburan tanah dan

kebutuhan hara tanaman, untuk meningkatkan produksi dan kualitas komoditas

pertanian. Pupuk NPK yang digunakan petani mitra dalam usahatani

merupakan pupuk majemuk dengan kandungan unsur-unsur organik.

Penambahan unsur organik pada pupuk majemuk akan memperbaiki struktur

tanah sehingga produktivitas tanaman meningkat. Pupuk NPK dengan

kandungan unsur organik sangat ramah lingkungan sehingga kelesatarian

lingkungan khususnya areal persawahan tetap terjaga.

8.3 Aspek dan Indikator Penilaian Faktual Terhadap Hubungan Kemitraan

Tingkat hubungan kemitraan dapat dilihat dari aspek proses manajemen

kemitraan dan aspek manfaat kemitraan. Tabel 34. merupakan bobot penilaian

tingkat hubungan kemitraan terhadap aspek dan indikator yang digunakan di

dalam penelitian ini.

Skor faktual dihitung dari jumlah maksimum yang disesuaikan dengan

skor jawaban dari setiap pertanyaan di dalam kuesioner. Aspek manfaat sosial

dianalisis melalui pendekatan kualitatif, maka bobot penilaiannya tidak tercantum

pada skor faktual. Nilai faktor maksimum merupakan bobot maksimum

berdasarkan standar pedoman bobot penilaian dari Departemen Pertanian.


Tabel 34. Aspek dan Indikator Penilaian Faktual Terhadap Hubungan Kemitraan
ASPEK INDIKATOR FAKTOR YANG SKOR NILAI
DINILAI FAKTUAL FAKTOR
MAKSIMUM
I. Proses 1. Perencanaan a. Perencanaan kemitraan 108 100
Manajemen b. Kelengkapan perencanaan 108 50
Kemitraan 2. Pengorgani- a. Bidang khusus 18 25
sasian b. Kontrak kerjasama 36 125
3. Pelaksanaan a. Pelaksanaan kerjasama 72 50
dan efektivitas b. Efektivitas kerjasama 117 150
kerjasama

Jumlah Nilai Maksimum Aspek Proses Manajemen Kemitraan 459 500


II. Manfaat 1. Ekonomi a. Pendapatan 18 100
b. Harga 36 50
c. Produktivitas 18 50
d. Risiko usaha 36 50

2. Teknis a. Mutu 18 50
b. Penguasaan teknologi 36 50
3. Sosial a. Keinginan kontinuitas kerjasama - 75
b. Pelestarian lingkungan - 75
Jumlah Nilai Maksimum Aspek Manfaat 162 500
Total 621 1000
BAB IX
KESIMPULAN DAN SARAN

9.1 Kesimpulan

1) Bentuk pola kemitraan yang diterapkan PT Pupuk Kujang yaitu pola

kemitraan (penyertaan) saham. Hubungan kemitraan antara petani mitra

dengan PT Pupuk Kujang dilaksanakan dengan disertai pembinaan dan

pengembangan pada satu atau lebih bidang produksi dan pengolahan,

pemasaran, permodalan, sumberdaya manusia, dan teknologi. PT Pupuk

Kujang memberikan kebebasan kepada petani mitra untuk menentukan harga

produk dan memasarkan produk ke pasar.

2) Variabel-variabel sangat kuat mempengaruhi manfaat kemitraan bagi petani

mitra yaitu luas lahan, jarak tempuh rumah ke lahan, sumber informasi yang

digunakan, ketersediaan modal kredit, dan proses manajemen kemitraan.

3) Luas lahan petani mitra yang semakin besar akan menambah manfaat

kemitraan bagi petani mitra. Petani mitra yang memiliki luas lahan yang

besar sangat membutuhkan modal usahatani yang besar, dengan adanya

kemitraan petani mitra sangat terbantu dalam perolehan modal pinjaman

kredit dengan bunga pinjaman yang rendah.

4) Jarak tempuh rumah petani mitra ke lahan sawah yang jauh akan mengurangi

manfaat kemitraan terkait dengan biaya transport dan efisiensi waktu.

5) Sumber informasi mengenai kemitraan yang jelas dan terperinci akan

meningkatkan manfaat kemitraan bagi petani mitra.

6) Ketersediaan modal kredit secara tepat waktu dan jumlah yang diberikan

perusahaan mitra akan meningkatkan manfaat kemitraan bagi petani mitra.


7) Proses manajemen kemitraan yang baik dan sistematis dengan melibatkan

petani mitra di dalamnya akan menambah manfaat kemitraan bagi petani

mitra.

8) Manfaat ekonomi yang diperoleh petani mitra dari pola kemitraan yaitu

produktivitas yang lebih tinggi, pendapatan yang lebih tinggi, harga produk

yang lebih baik dan mudah diterima pasar. Manfaat teknis yang didapatkan

oleh petani mitra melalui pola kemitraan diantaranya mutu produk lebih baik

dan meningkatkan teknologi pertanian (pangan) melalui penggunaan pupuk

yang merupakan produk dari perusahaan mitra. Manfaat sosial yang

diperoleh petani mitra dari pola kemitraan yaitu keberlanjutan kerjasama

antara perusahaan mitra dengan petani mitra, dan juga pola kemitraan yang

dilaksanakan berhubungan dengan kelestarian lingkungan.

9.2 Saran

1) Petani mitra membentuk suatu kesepakatan bersama untuk saling membantu

apabila ada anggota kelompok tani yang terlambat mengembalikan pinjaman

beserta bunganya kepada perusahaan mitra melalui perantara ketua kelompok

tani.

2) Perusahaan mitra memberlakukan syarat bahwa untuk bisa mendapatkan

kredit pinjaman yaitu petani mitra yang menggunakaan benih bersertifikat

mengingat adanya petani mitra yang tidak menggunakan benih bersertifikat

setelah berhentinya bantuan benih bersertifikat dari pemerintah.

3) Kerjasama antara perusahaan mitra dengan petugas penyuluh lapang sebagai

jembatan informasi perlu ditingkatkan dengan cara mengingkatkan

komunikasi yang intens dalam memberikan informasi mengenai kemitraan,


bimbingan teknis, dan pelatihan teknologi pertanian yang baru kepada petani

mitra. Selain itu penambahan jumlah petugas penyuluh lapang juga diperlukan

terkait dengan jumlah petani yang sangat banyak di wilayah penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA

Barus, Evi Sarmayanti. 2005. Analisis Pendapatan Petani Mitra Pada Kemitraan
Pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR). Skripsi. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.

Deshinta, Menallya. 2006. Peranan Kemitraan Terhadap Peningkatan


Pendapatan Peternak Ayam Broiler. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian
Bogor.

Direktorat Pengembangan Usaha Deptan. 2002. Pedoman Kemitraan Usaha


Agribisnis. Jakarta: Departemen Pertanian.

Haeruman, Herman. 2001. Kemitraan dalam Pengembangan Ekonomi lokal:


Bunga Rampai. Jakarta: Yayasan Mitra Pembangunan Desa-Kota.

Hafsah, Mohammad Jafar. 1999. Kemitraan Usaha: Konsepsi dan Strategi.


Jakarta: Departemen Pertanian.

Iftahuddin. 2005. Kajian Kemitraan dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan


Usahatani dan Efisiensi Penggunaan Input. Skripsi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.

Monica, Dina. 2006. Analisis Sosial Ekonomi Sistem Kemitraan Pengelolaan


Wana Curug Nangka KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat
dan Banten. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Napitulu, Togar Alam. 2003. Pedoman Kemitraan Usaha Agribisnis. Jakarta:


Departemen Pertanian.

Nazir, Mohammad. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Oktaviani, R dan A. Darjanto. 2001. Contract Farming Issues of Agribusiness


Enterprises in Indonesia. Makalah pada First ACIAR Project Workshop
on Contract Farming, Smallholders and Rural Development in East Java,
Bali and Lombok. 23-24 August 2001. Universitas Brawijaya, Malang.

Pratiwi, Yunita Sari. 2003. Kajian Pelaksanaan Kemitraan Antara Petani dengan
Perusahaan dalam Mengembangkan Usahatani dan Strategi Pemasaran
Sayuran Substitusi Impor. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Purnaningsih, Ninuk. 2006. Inovasi Pola Kemitraan Agribisnis Sayuran di


Propinsi Jawa Barat. Disertasi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Puspitasari, Indah. 2003. Kajian Pelaksanaan Kemitraan Antara PT. Agro Inti
Pratama dengan Petani Ubi Jalar di Desa Sindangbarang, Kecamatan
Jalaksana, Kabupaten Kuningan, Propinsi Jawa Barat. Skirpsi. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.

Puspitawati, Eka. 2004. Analisis Kemitraan Antara PT Pertani (Persero) dengan


Petani Penangkar Benih Padi di Kabupaten Karawang. Tesis. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.

Redfield, Robert. 1982. Masyarakat Petani dan Kebudayaan. Jakarta: CV


Rajawali.

Saptana, dkk. 2006. Analisis Kelembagaan Kemitraan Rantai Pasok Komoditas


Hortikultura. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan
Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Departemen Pertanian.

Scott, James. C. 1981. Moral Ekonomi Petani. Jakarta: PT Intermasa.

Soekartawi, dkk. 1985. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan


Petani Kecil. Jakarta: Universitas Indonesia.

Stoner, James A.F, dkk. 1996. Manajemen. Jilid I Edisi Indonesia. Jakarta: PT
Prehallindo.

Sunito, Satyawan. 2007. Petani, Dominasi Negara dan Perkembangan


Kapitalisme. Bahan Kuliah Tidak Untuk Diterbitkan.

Veronica, Natalia. 2001. Formulasi Pola Kemitraan Agribisnis Pada PT.


Agrobumi Puspa Sari dengan Petani Krisan. Skripsi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.

www.bps.go.id. Diakses Tanggal 1 Mei 2008.

www.kemitraan.or.id. Pembaharuan Tata Pemerintahan di Indonesia.


Diakses Tanggal 11 Juli 2008.
Lampiran 1. Kuesioner dan Panduan Pertanyaan

MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA


(Kasus: Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri Desa
Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat)

DAFTAR PERTANYAAN
Untuk Mengetahui Kondisi Petani Mitra
(Pada Kemitraan PT Pupuk Kujang (Persero))

Nama :…………………………………………………………..

Alamat :………………………………………………………….

………………………………………………………….

No. Responden : ………………………………………………………….


(diisi oleh peneliti)

Tanggal Pengisian : ………………………………………………………….

Peneliti:
Achmad Zaelani
A14204074

Program Studi Komunikasi Dan Pengembangan Masyarakat


Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
2008
*Catatan: Pertanyaan yang terdapat ”penjelasan” di bawahnya hanya diisi apabila jawaban
Bapak/Ibu memerlukan penjelasan, informasi tambahan, atau pendapat.
No. Pertanyaan:
1. Umur:...................Tahun
2. Pendidikan terakhir:
a. Tidak sekolah b. SD (kelas........) c. SMP (kelas........) d. SMA (kelas.......)
e. Lainnya............................
3. Lama Bapak/Ibu menjalankan usahatani padi.............Tahun
4. Luas lahan sawah total yang digunakan untuk menanam padi....................Hektar
5. Apa status lahan sawah yang Bapak/Ibu gunakan untuk usahatani?
a. Lahan Milik b. Lahan Sewa c. Lahan Sakap/Maro
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
6. Jarak kira-kira dari lahan sawah Anda dengan rumah Bapak/Ibu..............Kilometer
7. Apakah Bapak/Ibu tahu bahwa ada program kemitraan di PT Pupuk Kujang?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
8. Apakah Bapak/Ibu mendapatkan informasi adanya program kemitraan di Pupuk
Kujang dari pihak lain?
a. Ya (PPL, kerabat, orang dari perusahaan) b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
9. Apakah Bapak Ibu mendapatkan informasi apabila ada pelatihan atau pembimbingan
yang akan dilakukan oleh PT Pupuk Kujang?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
10. Apakah Bapak/Ibu mendapatkan informasi jika ada rapat/dialog dengan PT Pupuk
Kujang?
a. Selalu b. Sering c. Jarang d. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
11. Apakah Bapak/Ibu akan berpartisipasi/datang jika ada rapat/dialog dengan PT Pupuk
Kujang?
a. Selalu b. Sering c. Jarang d. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
12. Apakah Bapak/Ibu memberikan pendapat dalam rapat/dialog dengan PT Pupuk
Kujang?
a. Selalu b. Sering c. Jarang d. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
13. Apakah Bapak/Ibu bertanya dalam rapat/dialog dengan PT Pupuk Kujang?
a. Selalu b. Sering c. Jarang d. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................

14. Apakah Bapak/Ibu melaksanakan hasil keputusan rapat/dialog dengan PT Pupuk


Kujang?
a. Selalu b. Sering c. Jarang d. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
15. Apakah Bapak/Ibu mengikuti pelatihan yang diberikan secara langsung/tidak langsung
oleh PT Pupuk Kujang?
a. Selalu b. Sering c. Jarang d. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
16. Apakah Bapak/Ibu selalu mendapatkan modal kredit usahatani dari PT Pupuk Kujang?
a. Selalu b. Sering c. Jarang d. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
17. Apakah persyaratan untuk mendapatkan modal kredit usahatani dari PT Pupuk Kujang
mudah?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
18. Apakah Bapak/Ibu harus memberikan jaminan dalam kemitraan dengan PT Pupuk
Kujang?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
19. Apakah Bapak/Ibu mendapatkan modal kredit dari pihak lain selain PT Pupuk
Kujang?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
20. Apakah PT Pupuk Kujang mencari tahu data dan informasi berkaitan dengan
komoditas pertanian Bapak/Ibu secara langsung/tidak langsung (melalui ketua
kelompok tani atau PPL)?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
21. Apakah PT Pupuk Kujang mencari tahu data dan informasi berkaitan dengan tingkat
penguasaan teknologi Bapak/Ibu secara langsung/tidak langsung (melalui ketua
kelompok tani atau PPL)?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
22. Apakah PT Pupuk Kujang mencari tahu data dan informasi berkaitan dengan
permodalan Bapak/Ibu secara langsung/tidak langsung (melalui ketua kelompok tani
atau PPL)?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................

23. Apakah PT Pupuk Kujang mencari tahu data dan informasi berkaitan dengan
pengalaman usahatani Bapak/Ibu secara langsung/tidak langsung (melalui ketua
kelompok tani atau PPL)?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
24. Apakah PT Pupuk Kujang mencari tahu data dan informasi berkaitan dengan risiko
usahatani yang dijalankan oleh Bapak/Ibu secara langsung/tidak langsung (melalui
ketua kelompok tani atau PPL)? Misalnya: risiko terkena banjir, hama dan penyakit,
dan lain-lain.
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
25. Apakah PT Pupuk Kujang menanyakan atau mencari tahu kebutuhan
pertanian/saprodi (pupuk, benih, racun, dan lain-lain) Bapak/Ibu melalui kelompok
tani?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
26. Apakah PT Pupuk Kujang menjelaskan secara sistematik dan terperinci mengenai
kegiatan-kegiatan yang ada dalam kemitraan yang terjalin?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
27. Apakah Bapak/Ibu memahami dan menyadari apa yang akan Bapak/Ibu dapatkan dari
kemitraan dengan PT Pupuk Kujang?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
28. Apakah PT Pupuk Kujang mengadakan pertemuan usaha atau perundingan sebelum
terjadi kontrak kerjasama?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
29. Apakah ada komunikasi awal sebelum bermitra dengan PT Pupuk Kujang mengenai
keuntungan bermitra?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
30. Apakah PT Pupuk Kujang dan kelompok tani Bapak/Ibu bersama-sama menetapkan
tujuan dan target dalam kemitraan yang terjalin?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
31. Apakah PT Pupuk Kujang dan kelompok tani Bapak/Ibu bersama-sama menetapkan
strategi untuk mencapai tujuan dan target kemitraan yang terjalin?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................

32. Apakah PT Pupuk Kujang sebagai perusahaan mitra membentuk bagian khusus di
dalam kelompok tani untuk menangani hubungan kemitraan (misalnya: penanggung
jawab umum, pupuk dan bibit)?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
33. Apakah ada perjanjian tertulis dalam kemitraan dengan PT Pupuk Kujang?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
34. Apakah di dalam perjanjian tertulis tersebut terdapat hak dan kewajiban petani dalam
kemitraan dengan PT Pupuk Kujang?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
35. Apakah PT Pupuk Kujang memberikan bimbingan/pembinaan secara langsung
khususnya dalam teknologi pangan (padi sawah)?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
36. Apakah ada pendampingan teknis/non-teknis yang dilakukan oleh PT Pupuk Kujang
pada saat tanam dan panen?
a. Selalu b. Sering c. Jarang d. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
37. Apakah PT Pupuk Kujang mengevaluasi kemajuan yang dirasakan oleh kelompok tani
setelah panen?
a. Selalu b. Sering c. Jarang d. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
38. Isi dengan tanda (√) pada kolom Ya/Tidak, isi dengan angka berskala 0-100 pada
kolom presentase. Bentuk modal kredit yang diberikan oleh PT Pupuk Kujang?
No. Bentuk Bantuan Pinjaman Ya Tidak Presentase (%)
1. Pupuk
2. Benih
3. Racun pengganggu tanaman padi
4. Alat pertanian
5. Uang

39. Bagaimana pemberian modal kredit dari PT Pupuk Kujang untuk menjalankan
usahatani?
a. Lebih dari cukup b. Cukup c. Cukup d. Tidak Cukup
- Sesuai Kebutuhan - Tidak Sesuai
Kebutuhan
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................

40. Apakah pendapatan usahatani Bapak/Ibu meningkat setelah bermitra dengan PT


Pupuk Kujang?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
41. Apakah produktivitas usahatani Bapak/Ibu meningkat setelah bermitra dengan PT
Pupuk Kujang?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
42. Apakah harga produk (padi) mudah diterima oleh pasar setelah Bapak/Ibu bermitra
dengan PT Pupuk Kujang?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
43. Apakah harga produk (padi) lebih baik setelah Bapak/Ibu bermitra dengan PT Pupuk
Kujang?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
44. Apakah ada pembagian risiko usahatani dengan PT Pupuk Kujang?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
45. Apakah risiko kegagalan usahatani Bapak/Ibu berkurang setelah bermitra dengan PT
Pupuk Kujang?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
46. Apakah mutu/kualitas padi lebih terjamin setelah melakukan kemitraan dengan PT
Pupuk Kujang?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................
47. Apakah Bapak/Ibu mengerti dan memahami teknologi pangan (padi sawah) yang
diberikan melalui pembinaan teknologi oleh PT Pupuk Kujang baik secara langsung
maupun tidak langsung (melalui pihak atau instansi lain)?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................

48. Apakah Bapak/Ibu mampu menerapkan teknologi pangan (padi sawah) yang diberikan
melalui pembinaan teknologi oleh PT Pupuk Kujang baik secara langsung maupun
tidak langsung (melalui pihak atau instansi lain)?
a. Ya b. Tidak
Penjelasan:.....................................................................................................................
.....................................................................................................................

49. Apakah kemitraan yang dijalankan erat kaitannya dengan pelestarian


lingkungan?Mengapa?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................

50. Apakah Bapak/Ibu tetap ingin melakukan kerjasama dengan PT Pupuk Kujang
melalui program kemitraan?Mengapa?
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
..........................................................................................................................................
MANFAAT KEMITRAAN AGRIBISNIS BAGI PETANI MITRA
(Kasus: Kemitraan PT Pupuk Kujang dengan Kelompok Tani Sri Mandiri Desa
Majalaya Kecamatan Majalaya Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat)

PANDUAN PERTANYAAN
Untuk Mengetahui Pola Kemitraan
(Pada Kemitraan PT Pupuk Kujang (Persero))

Nama :…………………………………………………………..

Jabatan :………………………………………………………….

………………………………………………………….

No. Informan : ………………………………………………………….

Tanggal Wawancara: ………………………………………………………….

Peneliti:
Achmad Zaelani
A14204074

Program Studi Komunikasi Dan Pengembangan Masyarakat


Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
2008
I. Kondisi Perusahaan
1. Apa tujuan yang ingin dicapai perusahaan?
2. Apa visi dan misi perusahaan?
3. Bagaimana struktur organisasi perusahaan?

II. Proses Manajemen Kemitraan


a. Perencanaan
1. Sejak kapan kemitraan dengan petani dilaksanakan?
2. Apa yang mendorong perusahaan melaksanakan kemitraan dengan petani?
3. Apa sasaran perusahaan melakukan kemitraan dengan petani?
4. Apa tindakan yang dilakukan perusahaan dalam melakukan kemitraan
dengan petani?
5. Tujuan apa yang ingin dicapai dengan adanya kemitraan?
6. Bagaimana prosedur/mekanisme kemitraan yang dilakukan oleh
perusahaan?
7. Apa persyaratan petani untuk dapat bekerjasama dengan perusahaan
(misalnya jumlah minimal produksi, luas lahan dan sebagainya)?
8. Apakah perusahaan mencari tahu data dan informasi berakitan dengan
komoditas, potensi sumberdaya yang mendukung, tingkat penguasaan
teknologi, permodalan, pengalaman usahatani yang dimiliki oleh petani
mitra?
9. Apakah perusahaan menanyakan atau mencari tahu kebutuhan petani mitra
melalui kelompok tani?
10. Apakah PT Pupuk Kujang mencari tahu data dan informasi berkaitan
dengan risiko usahatani yang dijalankan oleh Bapak/Ibu (misalnya: risiko
terkena banjir, hama dan penyakit, dan lain-lain)?
11. Apakah PT Pupuk Kujang menjelaskan secara sistematik dan terperinci
mengenai kegiatan-kegiatan yang ada dalam kemitraan yang terjalin?
12. Apakah petani mitra dilibatkan dalam penyusunan rancangan kegiatan
kemitraan oleh perusahaan?
13. Apakah perusahaan mengadakan pertemuan usaha atau perundingan
sebelum terjadi kontrak bisnis?
14. Apakah ada komunikasi awal sebelum bermitra dengan petani mitra
mengenai keuntungan bermitra?
15. Apakah perusahaan dan petani mitra bersama-sama menetapkan tujuan
dan target dalam kemitraan yang terjalin?
16. Apakah perusahaan dan petani mitra mempersiapkan tindakan atau
kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan dan target program kemitraan?

b. Pengorganisasian
17. Divisi/bagian mana yang terkait dengan program kemitraan dengan
petani?
18. Adakah bagian dari perusahaan yang secara khusus menangani pembinaan
kepada petani mitra?
19. Apakah perusahaan membentuk bagian khusus di dalam kelompok tani
untuk menangani hubungan kemitraan (misalnya: penanggung jawab
umum, dan bibit)?
20. Apakah ada perjanjian tertulis yang mencantumkan hak dan kewajiban
petani mitra dalam kemitraan dengan PT Pupuk Kujang?
21. Bagaimana bentuk perjanjian kerjasama kemitraan antara perusahaan
dengan petani?
22. Apa hak dan kewajiban petani mitra?

c. Pelaksanaan dan Efektivitas Kerjasama


23. Apakah perusahaan memberikan bimbingan/pembinaan khususnya dalam
teknik dan teknologi budidaya?Bagaimana bentuk pembinaan/bimbingan
yang diberikan perusahaan?
24. Apakah perusahaan memberikan bantuan dalam permodalan?Bagaimana
bentuan permodalan yang diberikan kepada petani mitra?
25. Adakah pendampingan secara teknis/non teknis dari perusahaan saat
tanam dan panen?
26. Apakah perusahaan memberikan sarana produksi kepada petani
mitra?Bagaimana penyediaan sarana dan prasarana produksi untuk petani
mitra?
27. Apakah petani mitra harus memberikan jaminan dalam kemitraan dengan
perusahaan?
28. Apakah pemberian modal dan sarana produksi dari perusahaan dapat
dioptimalkan oleh petani mitra untuk menjalankan usahatani?
29. Apakah ada pembagian risiko usahatani antara perusahaan dengan petani
mitra?
30. Apakah perusahaan mengevaluasi kemajuan yang dirasakan oleh
kelompok tani setelah panen?
31. Apakah perusahaan ikut serta dalam menentukan harga produk petani
mitra?
32. Apakah dalam pelaksanaan kemitraan petani mitra menjual hasil
produknya kepada perusahaan?Mengapa hal tersebut dilakukan?
33. Bagaimana bentuk pengawasan atau kontrol yang dilakukan perusahaan
atas bantuan modal, bibit, pupuk yang diberikan?
34. Kendala apa saja yang pernah dihadapi selama menjalankan kemitraan dan
apa solusi yang dilakukan perusahaan untuk mengatasi kendala tersebut?
35. Bagaimana prosedur pengembalian modal kredit yang diberikan kepada
petani mitra?
Lampiran 2. Hasil Uji Regresi Linear Berganda Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Manfaat Kemitraan Bagi Petani

Model Summaryb

Adjusted Std. Error of Durbin-


Model R R Square R Square the Estimate Watson
1 .957 a .915 .880 .55041 2.313
a. Predictors: (Constant), Manajemen, Luas, Pengalaman, Status,
Partisipasi, Modal, Informasi, Pendidikan, Jarak, Umur
b. Dependent Variable: Manfaat

ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 78.329 10 7.833 25.856 .000a
Residual 7.271 24 .303
Total 85.600 34
a. Predictors: (Constant), Manajemen, Luas, Pengalaman, Status, Partisipasi, Modal,
Informasi, Pendidikan, Jarak, Umur
b. Dependent Variable: Manfaat

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -3.401 2.147 -1.585 .126
Umur .001 .017 .008 .063 .950
Pendidikan -.019 .035 -.051 -.539 .595
Pengalaman .001 .014 .008 .071 .944
Luas .112 .048 .174 2.343 .028
Status .181 .189 .061 .961 .346
Jarak -3.868 .508 -.801 -7.608 .000
Informasi .568 .188 .271 3.024 .006
Partisipasi -.023 .031 -.057 -.738 .468
Modal 1.618 .242 .762 6.686 .000
Manajemen .237 .034 .640 7.020 .000
a. Dependent Variable: Manfaat
Residuals Statisticsa

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N


Predicted Value 11.0000 17.3789 15.8000 1.51783 35
Residual -1.73304 .82560 .00000 .46243 35
Std. Predicted Value -3.162 1.040 .000 1.000 35
Std. Residual -3.149 1.500 .000 .840 35
a. Dependent Variable: Manfaat
L
Lampiran 3. Hasil Uji Regresi Linear Berganda Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Produktivitas Usahatani

Model Summary

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R Square the Estimate
1 .995a .990 .989 1.32300
a. Predictors: (Constant), Modal, Status, Luas

ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 5267.530 3 1755.843 1003.156 .000a
Residual 54.260 31 1.750
Total 5321.790 34
a. Predictors: (Constant), Modal, Status, Luas
b. Dependent Variable: Produktivitas

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -4.482 2.711 -1.653 .108
Luas 4.963 .109 .979 45.659 .000
Status .757 .434 .032 1.742 .091
Modal .306 .354 .018 .863 .395
a. Dependent Variable: Produktivitas
Lampiran 4. Hasil Uji Regresi Linear Berganda Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Pendapatan Usahatani

Model Summary

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R Square the Estimate
1 .995a .989 .988 2.97537
a. Predictors: (Constant), Modal, Status, Luas

ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 25397.249 3 8465.750 956.275 .000a
Residual 274.438 31 8.853
Total 25671.687 34
a. Predictors: (Constant), Modal, Status, Luas
b. Dependent Variable: Pendapatan

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -9.052 6.098 -1.485 .148
Luas 10.908 .244 .980 44.623 .000
Status 1.379 .977 .027 1.412 .168
Modal .685 .797 .019 .860 .396
a. Dependent Variable: Pendapatan
Lampiran 5. Hasil Uji Regresi Linear Berganda Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Tingkat Penggunaan Pupuk NPK Berimbang

Model Summary

Adjusted Std. Error of


Model R R Square R Square the Estimate
1 .995a .991 .990 .91149
a. Predictors: (Constant), Modal, Status, Pendidikan, Luas

ANOVAb

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 2748.836 4 687.209 827.158 .000a
Residual 24.924 30 .831
Total 2773.761 34
a. Predictors: (Constant), Modal, Status, Pendidikan, Luas
b. Dependent Variable: Pupuk

Coefficientsa

Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) -1.991 1.881 -1.058 .298
Pendidikan .010 .038 .005 .251 .804
Luas 3.600 .075 .984 47.840 .000
Status .531 .302 .031 1.760 .089
Modal .105 .250 .009 .419 .678
a. Dependent Variable: Pupuk

Anda mungkin juga menyukai