Anda di halaman 1dari 24

ANALISIS MASALAH DALAM PENYEDIAAN

SARANA PRODUKSI DAN INOVASI PERTANIAN


BERBASIS KOMUNIKASI

Disusun Oleh : Kelompok 6


Amelia Dewi Utami 150610130142
Ersad Abdurrahman A. - 150610130
Fitri Indriyani 150610130
M. Indra Pratama A. - 150610130
R. Sana Aulia S. 150610130

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN


UNIVERSITAS PADJADJARAN

2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah SWT karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Bisnis pada tahun
ajaran 2014.
Terima kasih kepada Ibu Sri Fatimah selaku dosen mata kuliah
Komunikasi Bisnis atas bimbingannya dalam menyusun makalah ini.
Terimakasih kepada Pa Hendra dari Balai Benih Pertanian yang sudah kami
wawancara. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang
telah membantu dalam proses pengerjaan makalah ini hingga dapat
diselesaikan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Maka
dari itu, kami mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini menjadi lebih
baik lagi. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi serta dapat
bermanfaat

untuk

pengembangan

wawasan

dan

peningkatan

ilmu

pengetahuan bagi kita semua.

Jatinangor, September 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..

DAFTAR

ISI

ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1

Latar

Belakang

..
1
1.2
Identifikasi

Masalah

.. 3
1.3
Tujuan ............................................................................................
........... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1

eranan Pemerintah dalam Membantu Penyediaan Saprodi Secara


Langsung
Melalui

Balai

Benih

Pertanian

.. .4
2.2
Hasil
Wawancara
...
.. 5
2.3
Inovasi Pertanian Pada Subsistem Penyediaan Saprodi Berbasis
Komunikasi ... 10

BAB

III

SIMPULAN

DAN

SARAN

...

..
BAB

IV

DAFTAR

15
PUSTAKA

..
BAB

.....
17
LAMPIRAN

18

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sistem agribisnis mencakup sub sistem, yaitu:


Sub Sistem Pengadaan Sarana Produksi;
Sub Sistem Budidaya Pertanian (On-farm)
Sub Sistem Penanganan dan Pengolahan hasil
Sub Sistem Pemasaran
Sub Sistem Pendukung (Prasarana dan Fasilitas)

A. Sarana Produksi

Sarana Produksi dalam kegiatan pertanian merupakan faktor


yang sangat berpengaruh bagi kelangsungan dan kelancaran jalannya
kegiatan pertanian. Pengadaan sarana produksi bahkan telah menjadi
suatu kewajiban demi menunjang kegiatan pertanian.
Downey dan Erickson (1987) menjelaskan bahwa terdiri dari tiga
sektor secara ekonomi saling berkaitan. Ketiga sektor tersebut adalah :
(a) the input supply sector,
The input supply sector atau sektor pemasok input pertanian
merupakan sektor yang memberikan pasokan bahan dan peralatan
pertanian

untuk

beroperasinya

the

farm

production

sector

(Beierlein. dkk., 1986). Sektor ini Sektor ini memasok pakan ternak
atau ikan, benih, pupuk, bahan bakar minyak, pestisida, alat, mesin
pertanian, dan sebagainya. Istilah yang seringkali digunakan adalah
saprodi

(sarana

produksi)

atau

saprotan

(sarana

produksi

pertanian).
(b)the farm production sector,
The farm production sector atau sektor budidaya pertanian
merupakan sektor yang mengubah input pertanian menjadi output
atau komoditas primer hasil pertanian. Sektor ini meliputi pertanian
dalam arti luas, yaitu budidaya tanaman, peternakan, perikanan,
dan kehutanan. Komoditas primer yang dihasilkan oleh sektor ini
adalah bahan pangan (padi, jagung, kedele, dan sebagainya).
(c) the product marketing sector.
The product marketing sector atau pemasaran hasil pertanian
melibatkan

individu

atau

perusahaan

yang

menangani

dan

mengolah komoditas primer hasil budidaya pertanian sampai ke


konsumen akhir.
Dari

penjelasan

di

atas,

pertanian

merupakan

suatu

terbukti

faktor

bahwa

penting,

sarana

yang

produksi

berpengaruh

terhadap berlangsungnya proses kegiatan pertanian. Tanpa adanya

sarana produksi yang mendukung maka kegiatan pertanian tidak akan


membuahkan hasil yang maksimal.
Sarana produksi dalam pertanian terdiri dari alat-alat pertanian,
pupuk dan pestisida, dimana alat-alat pertanian untuk mengelolah
lahan dan tanaman digunakan alat-alat seperti cangkul, parang babat,
arit dan traktor. Dengan sistem pengelolahan lahan dengan baik dan
benar akan memperoleh hasil yang lebih bagus. Pupuk juga sangat
diperlukan juga untuk pertumbuhan tanaman karena akan membantu
proses pertumbuhan tanaman, dengan pemberian pupuk sesuai
dengan dosis yang di berikan akan membuat tanaman lebih subur lagi.
Pestisida digunakan untuk membasmi hama dan penyakit, dengan
menggunakan

pestisida

yang

berlebihan

maka

akan

membuat

tanaman mati dan hama tananman menjadi resisten/tahan akan


kekebalan tubuhnya

( Suratiyah K, 2008).

B. Kaitan komunikasi dengan pengadaan sarana produksi


Komunikasi

merupakan

media/alat

untuk

berinteraksi

bagi

makhluk hidup, dan juga merupakan sarana untuk menyampaikan


pesan. Dengan adanya komunikasi yang baik, maka semua informasi
akan tersampaikan dari satu pihak ke pihak lain.Komunikasi juga
berperan penting dalam pertanian termasuk dalam pengadaan sarana
produksi. Karena dengan adanya komunikasi tentunya akan lebih
memperlancar kegiatan sarana produksi.
Sarana produksi pertanian yang kita kenal selama ini adalah
lahan, modal, tenaga kerja dan teknologi. Satu sarana produksi yang
sering dilupakan adalah informasi. Informasi sangat menentukan
keberhasilan usaha petani misalnya apakah usahanya akan berhasil
atau tidak, menguntungkan atau tidak dan sebagainya. Informasi
berapa

kebutuhan

dan

ketersediaan

pasar

terhadap

komoditas

tertentu akan menentukan berapa jumlah komoditas tersebut harus


diperoduksi oleh petani agar usaha tersebut dapat menguntungkan.
Dan Untuk memperoleh informasi yang baik adalah dengan terjalinnya
sebuah komunikasi.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk menjalin sebuah
komunikasi,

namun

yang

terpenting

bukanlah

bagaimana

cara

terjalinnya sebuah komunikasi. namun bagaimana komunikasi tersebut


dapat berjalan dengan baik. Karena komunikasi yang baik akan
mementukan tersampaikannya informasi.

1.2. Identifikasi Makalah


1. Mengidentifikasi masalah yang dihadapi dalam penyediaan saprodi
pertanian?
2. Apakah inovasi dalam bidang pertanian berbasis komunikasi?
1.3. Maksud dan Tujuan
Mengetahui apa saja masalah yang dihadapi dalam penyediaan
saprodi pertanian dan inovasi dalam bidang pertanian berbasis
komunikasi.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.

Peranan

Pemerintah

dalam

Membantu

Penyediaan

Saprodi Secara Langsung Melalui Balai Benih Pertanian


Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 21
Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi
Jawa Barat, Struktur Organisasi Dinas Pertanian Tanaman Pangan
Provinsi Jawa Barat yang dikepalai oleh Kepala Dinas. Dinas Pertanian

Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat memiliki 1 (satu) sekretariat, 4


(empat) bidang, yaitu Bidang Sumber Daya, Bidang Produksi Tanaman
Pangan, Bidang Produksi Tanaman Hortikultura dan Bidang Bina Usaha,
8 (delapan) Unit Pelayanan Teknis Dinas (UPTD) dan 2 (dua) SPP-SPMA,
yaitu SPP-SPMA Tanjungsari dan Gegerkalong.
UPTD Lingkup Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa
Barat adalah:
1. UPTD Balai Pengembangan Benih Padi di Cihea
2. UPTD Balai Pengembangan Benih Palawija di Plumbon
3. UPTD Balai Pengembangan Benih Hortikultura dan Aneka Tanaman
di Pasirbanteng
4. UPTD Balai Pengembangan Benih Kentang di Pangalengan
5. UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura
6. UPTD Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura
7. UPTD Balai Pengembangan Mekanisasi Pertanian Tanaman Pangan
di Cihea
8. UPTD Balai Pelatihan Pertanian di Cihea
Bidang Produksi Tanaman Hortikultura mempunyai tugas pokok
menyelenggarakan

pengkajian

bahan

dan

kebijakan

teknis

dan

fasilitasi produksi tanaman hortikultura. Tugas pokok UPTD Balai


Pengembangan

Benih

Hortikultura

dan

Aneka

Tanaman

adalah

melaksanakan sebagian fungsi dinas di bidang pengembangan benih


hortikultura dan aneka tanaman. Tugas pokok Bidang Produksi
Tanaman Hortikultura mempunyai fungsi:
a. Penyelenggaraan pengkajian bahan kebijakan operasional produksi
tanaman hortikultura
b. Penyelenggaraan pengkajian bahan fasilitasi produksi tanaman
hortikultura
Struktur organisasi Balai Pengembangan Benih Hortikultura adalah
sebagai berikut :

Sumber : http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu

2.2. Hasil Wawancara


Kami melakukan wawancara ke Balai Pengembangan Benih
Hortikultura dan Aneka Tanaman di Pasirbanteng yang lokasi di Jl. Raya
Jatinangor Km. 23 Desa Hegarmanah Kecamatan Jatinangor Kabupaten
Sumedang pada hari Jumat tanggal 12 September 2014.
Seputar Narasumber
1. Nama?
Pak Hendra
2. Berapa lama bekerja disini?
18 tahun sejak tahun sejak tahun 1996
3. Bekerja di bagian apa?
Kepegawaian
4. Mengapa memilih menggeluti pekerjaan ini?
Karena minat dan diterima disini apalagi karena saya tamatan smp
5. Suka duka melakoni pekerjaan ini?
Sukanya karena melakukan pekerjaan mendapat penghasilan,
dukanya karena ada saja kesulitan yang harus dihadapi.

Seputar Balai Benih


6. Saprodi apa saja yang tersedia di balai benih ini?
Berbagai benih yang dikembangkan menjadi bibit dan media tanam.
7. Jenis tanaman apa saja yang ditanam disini?
Hortikultura dan tanaman hias. Mulai dari mangga, alpukat, durian,
petai, mangggis, jeruk, wortel, dll. Tanaman hias seperti anthurium,
angrek, kaktus, dll. Produk unggulan adalah jeruk.
8. Berapa luas balai benih ini?
Untuk mengelola semua bibit baik lahan hortikultura maupun
tanaman hias seluas 28 ha termasuk bangunan yang ada (kantor,
dsb)
9. Berapa jumlah tenaga kerja disini?
Total ada 45 baik karyawan PNS ataupun tenaga harian.
10. Apa visi dan misi balai benih ini?
Menjadi pengembang benih hortikultura dan aneka tanaman
termaju mendukung terwujudnya petani Jawa Barat yang mandiri,
dinamis, dan sejahtera.
11. Apa fungsi balai benih ini?
Balai benih ini milih Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang ditujukan
untuk mengelola dan menghasilkan bibit bermutu, menjadi wadah
penyalur saprodi bagi masyarakat, dan kadang sebagai tempat
untuk praktek bekerja atau magang oleh beberapa lembaga
pendidikan.
12. Apa motto balai benih ini?
Disiplin, Kompak, Kreatif, Inovatif dan Ikhlas
13. Dipasarkan kemana saja?
Biasanya konsumen yang dating kesini jadi kami memproduksi
tanpa menunggu permintaan konsumen, melyani permintaan dalam
jumlah besar maupun kecil.
14. Bagaimana alur supply benih disini hingga sampai ke konsumen?
Kami mengembangkan benih menjadi bibit dengan cara okulasi.
Disini

pun

tersedia

kultur

jaringan.

Disini

hanya

balai

pengembangan benih, adapula instalasi-instalasi yang tersedia di


daerah seperti sukabumi, Cirebon, tasik, citatah, dll.

Sumber : http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu
15. Harga benih atau bibit berapa?
Bervariasi tergantung varietas dan mengikuti SKGub. Range harga
untuk buah sekitar 7000-20.000. Terkadang dipengaruhi oleh
ketinggian tanaman tersebut.

Sumber : http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu
16. Dalam pemasarannya, kesulitan apa saja yang bapa alami?
Kesulitan memasarkan kemana karena tidak cukup sering petani
yang mengambil bibit dari sini, biasanya petani menggunakan
bibitnya sendiri, kebanyakan konsumen adalah masyarakat yang

memang ingin menanam atau hobby mengoleksi tanaman hias.


Alhasil dalam pemasaran, justru bersaing dengan petani untuk
berebut konsumen. Namun keunggulannya, di balai benih ini sudah
mendapat sertifikasi untuk produk-produknya. Lalu kesulitan pun
terjadi karena harga yang fluktuatif. Karena mekanisme yang
meentukan lapangan sehingga petani belum mendapat proteksi.
Lagipula sekarang sering menghadapi kesulitan tenaga kerja karena
generasi

muda

kurang

berminat

bekerja

langsung

di

idang

pertanian.
17. Solusi untuk masalah yang bapa hadapi?
Solusinya dengan terus berinovasi dalam mengembangkan benih
dan menghasilkan bibit bermutu lalu melakukan yang terbaik dalam
pekerjaan.
18. Saran dan harapan kedepannya?
Ingin balai benih ini eksis dikenal masyarakat agar masyarakat lebih
mengetahui lagi fungsi balai ini.
2.3. Inovasi Pertanian Pada Subsistem

Penyediaan

Saprodi

Berbasis Komunikasi
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ninuk Purnaningsih,
Strategi Kemitraan Agribisnis Berkelanjutan dapat menjadi inovasi
dalam membantu menyelesaikan masalah-masalah dalam bidang
penyediaan sarana produksi agribisnis.
Penerapan pola kemitraan agribisnis bertujuan untuk mengatasi
masalah-masalah keterbatasan modal dan teknologi bagi petani kecil,
peningkatan mutu produk, dan masalah pemasaran.
Namun pada kenyataannya penerapan kemitraan tersebut
sering menghadapi masalah, baik yang bersumber dari petani mitra
maupun dari pihak perusahaan yang menyebabkan kemitraan yang
dibangun tidak dapat berkelanjutan. Melihat potensi dan tantangan
penerapan pola kemitraan sebagai suatu inovasi dalam peningkatan
kinerja petani kecil, maka penting menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhinya

penerapan

pola

kemitraan

merumuskan strategi kemitraan yang berkelanjutan.

agribisnis

dan

Penelitian yang dilakukan Ninuk ini menggunakan metode studi


kasus

di

lima

perusahaan

agribisnis

dan

satu

koperasi

yang

menerapkan pola kemitraan agribisnis di Jawa Barat: Bogor, Cianjur,


Bandung, dan Garut. Populasi penelitian adalah petani di sekitar
perusahaan dan koperasi, dengan unit analisis rumahtangga tani.
Dalam rangka pembangunan pertanian dengan konsep
agribisnis, pemerintah mengeluarkan UU No. 9 tahun 1995 tentang
Usaha Kecil yang kemudian dijabarkan pada PP No 44 tahun tahun
1997 tentang Kemitraan. Aturan tersebut antara lain ditujukan untuk
mengatasi masalah-masalah keterbatasan modal dan teknologi bagi
petani kecil, peningkatan mutu produk, dan masalah pemasaran.
(Departemen Pertanian, 2003). Di sektor tanaman pangan dan
hortikultura, sayuran merupakan sektor yang banyak diminati untuk
dikembangkan melalui kemitraan karena siklusnya yang pendek, dan
potensi pasarnya yang tinggi.
Konsep kemitraan mengacu pada konsep kerjasama antara
usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar disertai
pembinaan, dengan memperhatikan prinsisp saling menguntungkan
dan memperkuat. Pola kemitraan adalah bentuk-bentuk kerjasama
antara usaha kecil dan usaha menengah atau usaha besar. Pola
kemitraan sebagai suatu inovasi mengandung pengertian bahwa telah
terjadi proses pembaharuan ( inovasi=sesuatu yang baru) terhadap
pola kemitraan dalam banyak hal. Artinya pola kemitraan bukan
sesuatu yang baru sama sekali di dunia petani, tetapi telah mengalami
proses perubahan dari waktu ke waktu hingga saat ini.
Proses kerjasama antar petani, antara petani dengan pedagang
pengumpul dan antara petani dengan kios saprodi telah terjadi sejak
lama. Proses kerjasama tersebut yang kemudian disebut sebagai
proses bermitra. Pada awalnya, proses tersebut berlangsung tanpa ada
sesuatu aturan formal, semua didasari oleh rasa percaya antar pelaku.
Wilayah yang terbatas dalam suasana interaksi yang intensif, saling

kenal dengan baik satu sama lain, membuat proses bermitra berjalan
dengan kontrol sosial antar pelaku.
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi,
bertambahnya jumlah pelaku bisnis sayuran, dan wilayah kerjasama
yang semakin luas, maka proses kerjasama tersebut pun berkembang.
Perkembangan inovasi pola kemitraan tersebut berbeda-beda sesuai
dengan kondisi masyarakatnya, atau sesuai dengan kultur dan struktur
masyarakatnya. Bila dilihat dari sisi pengorganisasian kegiatankegiatan dalam bisnis sayuran, maka pola kemitraan tersebut dapat di
kelompokkan pada cara-cara pengorganisasi yang informal yang
tradisional sampai cara-cara formal yang modern.
Sebagai suatu inovasi system, kemitraan memberikan pilihan
sehingga berikut ini beberapa alasan petani menjalankan kemitraan :
a. Pemasaran Terjamin. Sebagian besar (93,4%) petani menyatakan
alasan bermitra karena pemasaran terjamin. Petani melakukan
proses produksi secara optimal, dengan harapan seluruh hasilnya
dapat dipasarkan dengan harga yang memadai.
b. Tersedia Bibit/benih. Alasan kedua adalah

karena

tersedia

benih/bibit. Petani tidak perlu membeli ke pasar atau kios saprodi


karena disediakan pinjaman benih/bibit. Dalam beberapa kasus
petani kesulitan mencari benih/bibit satu jenis komoditas sayuran.
Benih sayuran tertentu misalnya Brokoli sering tidak tersedia.
Dengan bermitra 41,8 persen petani menyatakan termotivasi
karena tersedia benih/bibit.
c. Produktivitas lebih tinggi. Beberapa jenis sayuran yang dimitrakan
mempunyai produktivitas yang lebih tinggi dibanding sayuran yang
tidak dimitrakan. Produktivitas ini diukur dari hasil persatuan luas
tertentu per periode waktu tertentu. Beberapa sayuran yang
dimitrakan mempunyai harga yang relatif lebih tinggi, dengan umur
yang relatif pendek, sehingga lebih menguntungkan. Produktivitas
yang tinggi ini juga dibarengi dengan tingkat kerumitan budidaya
dan biaya produksi yang relatif tinggi juga, sehingga tidak semua

petani mampu. Hal ini terbukti bahwa hanya 33, 5 persen petani
yang menyatakan bahwa jenis sayuran yang dimitrakan mempunyai
produktivitas yang lebih tinggi.
d. Ada kegiatan pendampingan.

Alasan bermitra berikutnya bagi

petani adalah adanya kegiatan pendampingan dari petugas dan


meniru teman (32,5 persen). Kerumitan dalam prosedur bermitra
dan teknik budidaya dimudahkan dengan adanya penyampingan
oleh petugas. Kunjungan petugas pendamping ke lahan atau rumah
petani merupakan saat-saat yang dimanfaatkan petani untuk
mendiskusikan

masalah-masalah

teknik

budidaya,

hama

dan

penyakit, mutu produk, modal usaha, dan lain-lain. Petani juga


seringkali berinisiatif sendiri untuk mencari petugas pendamping ke
rumahnya atau ke kantor apabila ada hal penting yang harus
dibicarakan.
e. Meniru petani lain. Sebanyak 32,5 persen petani menyatakan
bahwa mereka bermitra karena melihat keberhasilan petani lain.
Petani belajar dengan mengamati dari teman sesama petani. Petani
melihat bagaimana temannya bisa hidup lebih baik setelah ikut pola
kemitraan. Hal itu kemudian memotivasi dia untuk mencoba ikut
bermitra.
f. Tersedia pupuk dan pestisida. Petani seringkali tidak punya modal
uang yang cukup untuk membeli pupuk dan pestisida, dia hanya
punya modal tenaga kerja, dan benih/bibit. Hampir semua jenis
sayuran memerlukan pupuk dan pestisida yang cukup untuk dapat
mencapai mutu yang baik. Oleh karena itu alasan tersedia pupuk
dan pestisida merupakan sumber motivasi untuk bermitra bagi
petani yang kurang modal.
g. Jenis tanaman tahan hama penyakit. Petani berupaya melakukan
rotasi tanaman untuk memutus siklus hama penyakit, atau menjaga
kesuburan tanah. Jenis tanaman lebih tahan terhadap hama
penyakit merupakan salah satu alasan petani melakukan pola
kemitraan. Jenis tanaman seringkali merupakan tanaman yang

sama sekali baru, atau tanaman jenis lama dengan varietas baru
yang menurut petani lebih tahan terhadap hama penyakit.
h. Diajak petugas pendamping. Dalam hal ini petugas pendamping
secara periodik melakukan kunjungan ke petani-petani di wilayah
kerjanya untuk mencari petani yang mau bermitra, mau menanam
jenis tanaman yang dibutuhkan. Sebagian petani tertarik ikut
bermitra karena diajak oleh petugas pendamping. Alasan ini
biasanya disertai alasan lainnya, tidak semata-mata alasan tunggal,
sebab meskipun petani tidak diajak oleh petugas pendamping bisa
saja petani menawarkan diri untuk bermitra karena alasan lain.

Sumber : Jurnal Strategi Kemitraan Agribisnis Berkelanjutan oleh Ninuk


Purnaningsih.
Namun, ada saja kendala yang dihadapi dalam menjalankan
kemitraan

ini

sehingga

menimbulkan

alasan-alasan

kemitraan

berhenti. Beberapa alasan petani bermitra dapat dikategorikan dalam


dua kategori besar, yaitu: (1) alasan yang bersumber dari pihak petani
atau (2) alasan yang bersumber dari Pihak perusahaan.

Sumber : Jurnal Strategi Kemitraan Agribisnis Berkelanjutan oleh Ninuk


Purnaningsih.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka pola yang disarankan
berbeda-beda sesuai dengan karakteristik petaninya. Secara garis
besar ada 3 pola yang disarankan, namun pada penerapaknnya di
lapangan harus disesuaikan dengan kebutuhan dari pihak-pihak yang
bermitra untuk menentukan komponen apa yang dimitrakan.
1. Bagi petani maju, cukup modal dan teknologi: buatlah usaha
sendiri, memproduksi dan mengumpulkan produk petani-petani lain,
kemudian mencari pasar sendiri.
2. Bagi petani dengan kultur pedesaan dengan semangat gotong
royong dan kebersamaan hidup yang kuat, interaksi yang sangat
dekat satu dengan yang lain dalam wilayah tertentu, dengan

struktur

yang

tidak

terdeferensisai

secara

tajam:

bentuklah

kelompok usaha bersama (koperasi misalnya).


3. Bagi petani kecil yang kekurangan modal dan teknologi, interaksi di
antara petani kurang, atau tinggal berjauhan, maka bermitralah
dengan

pedagang

pengumpul

atau

perusahaan

yang

akan

membantu dalam pengadaan modal, pendampingan petugas untuk


teknis budidaya, penggunaan teknologi yang lebih baik, dan
menjamin pemasaran produk.
Untuk mencapai kesuksesan dalam bermitra, diperlukan prinsipprinsip sebagai berikut :
a) Equality, prinsip kesetaraan

dalam

pengambilan

keputusan.

Perusahaan sangat tergantung dengan petani, perusahaan tidak


dapat hidup tanpa petani, oleh karena itu petani adalah mitra bisnis
perusahaan.
b) Jangan mengecewakan partner. Saling mengerti. Yang penting
keinginan petani terpenuhi: produk dibeli, harga memadai.
c) Win-win solution, agar kemitraan berlangsung jangka panjang.
d) Menjaga nama baik, perselisihan antara petani, suplier dan
perusahaandianggap mencemarkan nama baik perusahaan.
e) Pelayanan yang baik dari perusahaan melalui petugas lapangan,
dan staf lainnya.
f) Komitmen kedua belah pihak, tanpa pemaksaan, saling menilai dan
mengingatkan.

BAB II

PENUTUP

SIMPULAN
1. Sarana Produksi dalam kegiatan pertanian merupakan faktor yang sangat
berpengaruh bagi kelangsungan dan kelancaran jalannya kegiatan
pertanian. Pengadaan sarana produksi bahkan telah menjadi suatu
kewajiban demi menunjang kegiatan pertanian.
2. Tugas pokok Bidang Produksi Tanaman Hortikultura mempunyai fungsi
sebagai

penyelenggaraan

pengkajian

bahan

kebijakan

operasional

produksi tanaman hortikultura dan penyelenggaraan pengkajian bahan


fasilitasi produksi tanaman hortikultura.
3. Strategi kemitraan agribisnis berkelanjutan dapat menjadi inovasi dalam
membantu menyelesaikan masalah-masalah dalam bidang penyediaan
sarana produksi agribisnis.
4. Penerapan kemitraan agribisnis merupakan hal yang penting dalam
rangka mencapai mutu produk sesuai kebutuhan konsumen, spesialisasi
kegiatan untuk efisiensi, dan wadah kerjasama pemerintah dan swasta
dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian.
5. Pola yang diterapkan tergantung pada kebutuhan dan kemampuan
masing-masing pelaku, untuk menentukan komponen yang akan
dimitrakan. Sumber motivasinya tidak semata-mata keuntungan ekonomi
tetapi juga keberlanjutan usaha.
6. Secara umum petani berhenti bermitra karena beberapa alasan, yaitu:
karena alasan lahan, kegagalan panen, ada kegiatan lain, ingin punya
usaha sendiri, dan tidak punya modal. Alasan yang bersumber dari
perusahaan, koperasi atau pedagang pengumpul secara umum adalah:
masalah harga dan pembayaran, produk tidak dibutuhkan lagi, standar
mutu yang terlalu tinggi atau tidak jelas, dan masalah keuangan lainnya
seperti bangkrut atau keterbatasan modal.

SARAN
1. Konsep kemitraan agribisnis yang harus diperluas bahwa setiap bentuk
kerjasama merupakan proses bermitra tanpa harus mencakup seluruh
aspek agribinsis, sesuai dengan kondisi di lapangan seperti kendalakendala yang berasal dari petani, pengusaha dan sarana serta pasar.
2. Kemitraan yang ideal masih dalam proses, yang tidak mungkin proses
tersebut semata-mata diserahkan pada swasta dan petani. Campur
tangan pemerintah dalam membuat kebijakan, memperkuat kelembagaan
di tingkat lokal yang kondusif untuk mencapai pola kemitraan yang ideal
sangat diperlukan.
3. Pengurangan terhadap tingkat kerumitan proses bermitra akan
mendorong petani ikut dalam pola kemitraan yang ditawarkan. Kejelasan
dalam penetapan standar mutu, proses pembayaran yang tanpa masalah,
komunikasi yang baik dalam proses kerjasama akan mendukung
keberlanjutan pola kemitraan yang dibangun.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Purnaningsih,

Ninuk.

Berkelanjutan.

Desember
Institut

2007.

Strategi

Pertanian

Bogor.

Kemitraan

Agribisnis

Vol.

No.

01,

03.

http://download.portalgaruda.org/article.php?article=83563&val=223.
September 2014.
Saleh, Abdul Rahman. 2000.

Internet Untuk pertanian. Majalah Agribisnis

Asia Pasifik. Lembaga Sumberdaya Informasi IPB.


Widodo, Slamet. 2007. Melihat agribisnis sebagai peluang wirausaha. Kajian
Ekonomi dan Sosiokultural. Laporan Penelitian Dosen Muda LPPM
Universitas Trunojoyo. Bangkalan.
http://diperta.jabarprov.go.id/assets/data/arsip/RENSTRA_FINAL.pdf
http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/824
http://diperta.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/837
https://pengantaragribisnis.files.wordpress.com/2011/10/agribisnis-masihmenjanjikan.pdf

BAB V
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai