Anda di halaman 1dari 117

KETAHANAN PANGAN DAN KESEJAHTERAAN RUMAH

TANGGA TANI DI KAWASAN PERI URBAN


KABUPATEN BANTUL

Skripsi

Disusun oleh:
Nurhanifah
20140220153

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2018
Scanned by CamScanner
INTISARI

Ketahanan pangan dan kesejahteraan rumah tangga tani di kawasan


peri urban Kabupaten Bantul bertujuan untuk mengetahui pendapatan petani dari
usahatani padi, kontribusi pendapatan usahatani padi terhadap total pendapatan
petani, ketahanan pangan dan kesejahteraan rumah tangga tani di kawasan peri
urban Kabupaten Bantul. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Banguntapan,
Sewon dan Kasihan yang termasuk kawasan peri urban di Kabupaten Bantul.
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara secara langsung dengan 47
responden di kawasan peri urban Kabupaten Bantul. Teknik penentuan lokasi
menggunakan teknik purposive dan penentuan sampel menggunakan teknik simple
random sampling. Teknis analisis yang digunakan yaitu menggunakan analisis
biaya dan pendapatan untuk usahatani padi, analisis kontribusi pendapatan, analisis
tingkat subsisten pangan, analisis Good Service Ratio dan analisis daya beli petani.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan petani padi dalam satu
kali musim di daerah penelitian yaitu sebesar Rp 3.276.355. Rata-rata kontribusi
pendapatan usahatani padi terhadap total pendapatan yaitu sebesar 29,80%. Rumah
tangga tani didaerah penelitian tergolong dalam tahan pangan dengan rata-rata nilai
ketahanan pangan sebesar 1,94. Kesejahteraan menurut tingkat Good Service Ratio
rumah tangga tani didaerah penelitain tergolong lebih sejahtera dengan nilai
kesejahteraan 0,66. Sedangkan nilai daya beli petani didaerah penelitian yaitu
sebesar 120% yang berarti rumah tangga tani didaerah penelitian tergolong lebih
sejahtera.

Kata kunci: Kawasan Peri Urban, Ketahanan Pangan, Kesejahteraan, Kontribusi,


Pendapatan Usahatani Padi
KETAHANAN PANGAN DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA
TANI DI KAWASAN PERI URBAN KABUPATEN BANTUL
Food Security and Welfare of Farmer’s Household In Peri Urban Areas,
Bantul Regency

Nurhanifah
Ir. Lestari Rahayu, MP./Triyono, SP. MP.
Agribusiness Departement, Faculty of Agriculture
Muhammadiyah University of Yogyakarta

ABSTRACT
Food security and welfare of farmer’s household in peri urban areas,
Bantul Regency, aim to know the farmer’s income from rice farming, contribution
income from rice farming, food security and welfare for farmer’s household in peri
urban areas, Bantul Regency. The research was conducted in Banguntapan, Sewon
and Kasihan Districts that included peri urban areas in Bantul Regency. Data
collection in this research by direct interview with 47 responden in peri urban areas
in Bantul Regency. The determination of location in this study taken by purposive
and determination of sample taken by simple random sampling. The analysis used
in this study is cost and income analysis for farming rice, contribution income
analysis, the level of subsisten food, good service ratio analysis and purchasing
power of farm household analysis. The results showed that average income farmer
rice is Rp 3.276.355. The average contribution income farming rice to all farmer’s
household income is 29,80%. Food security of farmer’s household in the peri urban
areas of Bantul Regency quite hold food with a value of food security by 1,94.
Welfare of farmer’s household in the peri urban area of Bantul Regency with Good
Service Ratio analysis showed that farmer’s household in this study more
prosperous with value of welfare by 0,66. Welfare analysis with purchasing power
of farm household analysis in this study more prosperous with value of welfare is
120% greater than critical score 100%.

Keywords: Peri Urban Area, Food Security, Welfare, Contribution Income, Income
of Farmer’s Household
KETAHANAN PANGAN DAN KESEJAHTERAAN RUMAH
TANGGA TANI DI KAWASAN PERI URBAN
KABUPATEN BANTUL

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh
Derajad Sarjana Pertanian

Disusun oleh:
Nurhanifah
20140220153

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2018
i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang

telah memberikan rahmat serta kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penelitian tentang ketahanan pangan dan kesejahteraan rumah tangga tani di

kawasan peri urban Kabupaten Bantul, yang mengambil kasus keberadaan lahan

sawah padi yang semakin sempit sehingga mempengaruhi ketahanan pangan dan

kesejahteraan rumah tangga tani. Pengumpulan data dilakukan selama 1 bulan.

Penghargaan dan penghormatan tidak lupa penulis sampaikan kepada seluruh

pihak yang telah membantu dan mendukung dalam proses pembuatan skripsi ini.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:

1. Bapak dan Alm. Ibu yang tidak henti-hentinya memberikan do’a, dukungan dan

semangat sehingga skripsi ini dapat terselesaikan tepat waktu

2. Ibu Ir. Lestari Rahayu, MP. dan Bapak Triyono, SP. MP. Selaku dosen

pembimbing skripsi yang telah membantu dan memberi banyak masukkan demi

terselesainya skripsi ini.

3. Mas Iful, Mba Wiwid dan Dek Idham yang selalu memberikan do’a dan

dukungan agar tetap semangat menyelesaikan skripsi

4. Sahabat seperjuangan dari awal semester 1, teman-teman magang di PT

Kampung Coklat, KSR PMI Unit IX angkatan 2014 dan kelompok KKN 242

yang selalu memberikan dorongan dan semangat

5. Rekan-rekan Agribisnis C 2014 yang sedang bersama-sama berjuang

menyelesaikan tugas akhir ini


ii

6. Ketua kelompok tani Krobo’an Kecamatan Banguntapan, kelompok tani Mekar

Tani Kecamatan Sewon dan kelompok tani Sidorejo Kecamatan Kasihan yang

telah banyak membantu dalam proses pengambilan data

7. Serta seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang

tidak dapat penulis sebutkan satu per satu

Dalam proses penyelesaian skripsi ini penulis menyadari bahwa skripsi ini

jauh dari kata sempurna, karena keterbatasan pengetahuan yang dimiliki penulis.

Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi

ini.

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan ilmu baru dalam

bidang sosial ekonomi pertanian baik bagi penulis pribadi maupun khalayak umum.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi seluruh pihak

yang terlibat. Amin.

Yogyakarta, Mei 2018

Nurhanifah
iii

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix
INTISARI................................................................................................................ x
I. PENDAHULUAN .............................................................................................
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 5
C. Kegunaan Penelitian..................................................................................... 5
II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI ............................................................
A. Tinjauan Pustaka .......................................................................................... 7
B. Kerangka Pemikiran ................................................................................... 23
III. METODE PENELITIAN ..................................................................................
A. Teknik Pengambilan Sampel...................................................................... 26
B. Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 30
C. Pembatasan Masalah .................................................................................. 30
D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ......................................... 31
E. Teknik Analisis .......................................................................................... 33
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ............................................ 36
A. Keadaan Fisik Daerah ................................................................................ 38
B. Keadaan Penduduk ..................................................................................... 39
C. Irigasi.......................................................................................................... 42
D. Luas Penggunaan Lahan ............................................................................ 43
E. Keadaan Pertanian ...................................................................................... 44
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 48
A. Identitas Petani ........................................................................................... 48
B. Analisis Pendapatan ................................................................................... 60
C. Pendapatan Rumah Tangga Tani ............................................................... 71
D. Kontribusi Pendapatan Usahatani Padi ...................................................... 74
E. Ketahanan Pangan (Tingkat Subsistensi Pangan) ...................................... 80
F. Kesejahteraan Rumah Tangga Tani ........................................................... 82
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 94
A. Kesimpulan ................................................................................................ 94
B. Saran ........................................................................................................... 95
iv

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 96


DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... 99
v

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Luas lahan sawah yang ditanami padi dalam setahun (Ha) menurut
jenis pengairan dan kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2016 ... 3

2. Jumlah Kelompok Tani di Desa Tamanan, Banguntapan, Desa


Bangunharjo, Sewon dan Desa Tamantirto, Kasihan. ................................... 27

3. Nama kelompok tani dan jumlah kelompok tani di kawasan peri


urban Kecamatan Sewon, Banguntapan dan Kasihan .................................... 28

4. Nama kelompok tani dan jumlah sampel petani tiap kelompok tani di
kawasan peri urban Kecamatan Sewon, Banguntapan dan Kasihan .............. 29

5. Batas Wilayah Kawasan Peri Urban Kabupaten Bantul ................................ 38

6. Persentase jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di kawasan peri


Urban Kabupaten Bantul................................................................................ 40

7. Kepadatan penduduk di kawasan peri urban Kabupaten Bantul.................... 40

8. Persentase jumlah penduduk berdasarkan golongan umur % ........................ 42

9. Luas penggunaan sistem pengairan di kawasan peri urban Kabupaten


Bantul 2015 (Ha) ............................................................................................ 43

10. Luas lahan sawah, lahan pertanian bukan sawah dan lahan bukan
pertanian menurut kecamatan di Kabupaten Bantul Tahun 2016 .................. 44

11. Luas panen tanaman bahan makanan di kawasan peri urban Kabupaten
Bantul ............................................................................................................. 45

12. Umur petani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul ................................. 49

13. Jenis kelamin petani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul ..................... 50

14. Pendidikan terakhir petani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul ........... 52

15. Jumlah tanggungan keluarga petani di kawasan peri urban Kabupaten


Bantul ............................................................................................................. 54

16. Pengalaman bertani petani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul ........... 55

17. Status kepemilikan lahan petani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul .. 57

18. Rata-rata luas lahan usahatani padi di kawasan peri urban Kabupaten
vi

Bantul. ............................................................................................................ 58

19. Pekerjaan lain rumah tangga tani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul . 59

20. Rincian biaya sarana produksi dalam usahatani padi di kawasan peri
urban Kabupaten Bantul ................................................................................ 62

21. Rincian biaya tenaga kerja dalam usahatani padi di kawasan peri
urban Kabupaten Bantul ................................................................................ 64

22. Rincian biaya penyusutan alat dalam usahatani padi di kawasan peri
urban Kabupaten Bantul ................................................................................ 65

23. Rincian biaya lain-lain dalam usahatani padi di kawasan peri urban
Kabupaten Bantul ........................................................................................... 66

24. Rincian total biaya dalam usahatani padi di kawasan peri urban
Kabupaten Bantul ........................................................................................... 67

25. Penerimaan usahatani padi di kawasan peri urban Kabupaten Bantul........... 68

26. Pendapatan per usahatani dalam usahatani padi di kawasan peri


urban Kabupaten Bantul ................................................................................ 70

27. Pendapatan on farm diluar usahatani padi rumah tangga tani di kawasan
peri urban Kabupaten Bantul ......................................................................... 71

28. Pendapatan off farm rumah tangga tani di kawasan peri urban
Kabupaten Bantul ........................................................................................... 72

29. Pendapatan non farm rumah tangga tani di kawasan peri urban
Kabupaten Bantul ........................................................................................... 73

30. Kontribusi pendapatan usahatani padi rumah tangga tani di kawasan peri
urban Kabupaten Bantul ................................................................................ 74

31. Ketahanan pangan rumah tangga tani di kawasan peri urban Kabupaten
Bantul ............................................................................................................. 77

32. Ketahanan pangan per kapita rumah tangga tani di kawasan peri
urban Kabupaten Bantul ................................................................................ 80

33. Jumlah dan persentase rumah tangga tahan pangan di kawasan peri
urban Kabupaten Bantul ................................................................................ 81

34. Pengeluaran rumah tangga tani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul .... 84

35. Analisis kesejahteraan good service ratio rumah tangga tani di kawasan
vii

peri urban Kabupaten Bantul ......................................................................... 87

36. Jumlah dan persentase rumah tangga sejahtera menurut Good Service Ratio
di kawasan peri urban Kabupaten Bantul ...................................................... 88

37. Analisis kesejahteraan daya beli petani di kawasan peri urban


Kabupaten Bantul ........................................................................................... 90

38. Jumlah dan persentase rumah tangga sejahtera menurut analisis daya
beli petani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul .................................... 93
viii

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Grafik Kurva Engel .......................................................................................... 18
2. Bagan Kerangka Berfikir.................................................................................. 25
3. Peta Kabupaten Bantul ..................................................................................... 36

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Kuisioner .............................................................................. 99


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan pokok dan mendasar bagi setiap manusia

untuk menopang keberlanjutan hidupnya. Kebutuhan pangan dilihat dari

kecukupan pangan pokok masyarakat Indonesia yaitu beras sebagai sumber

karbohidrat utama. Sebuah rumah tangga dapat dikatakan tercukupi kebutuhan

pangannya apabila penghuninya tidak berada dalam kondisi kelaparan dan

kebutuhan pangannya tercukupi. Beberapa ahli menyatakan bahwa ketahanan

pangan mengandung dua unsur pokok, yaitu “ketersediaan pangan” dan

“aksestabilitas masyarakat” terhadap bahan pangan. Apabila pangan tersedia baik

ditingkat nasional dan regional, tetapi jika akses individu untuk mencukupi

kebutuhan pangannya tidak merata, maka ketahanan masih dikatakan rapuh (Arifin

2001).

Kesejahteraan rumah tangga berkaitan dengan terpenuhinya kebutuhan

pokok manusia yaitu pangan, sehingga kesejahteraan rumah tangga berkaitan

dengan ketahanan pangan. Ketahanan pangan rumah tangga (keluarga) dapat

diartikan kemampuan keluarga dalam mengakses pangan dengan baik untuk

mencukupi kehidupan anggota keluarganya. Pendapatan keluarga yang maksimal

belum bisa menjadi jaminan ketahanan pangan keluarganya terpenuhi. Seperti

halnya terpenuhinya ketahanan pangan nasional, belum tentu ketahanan pangan

rumah tangga (keluarga) tercukupi. Distribusi pangan yang tidak merata menjadi

salah satu faktor tidak terpenuhinya ketahanan pangan ditingkat rumah tangga

(Sunarti dan Khomsan 2012).


1
Membahas tentang ketahanan pangan berkaitan erat dengan kesejahteraan

karena ketahanan pangan merupakan salah satu aspek utama dalam kesejahteraan.

Kesejahteraan rumah tangga merupakan keadaan dimana seseorang merasa

nyaman, tentram, bahagia, serta dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Salah satu

aspek dari kesejahteraan rumah tangga petani yaitu pengeluaran yang dilakukan

guna mencukupi kebutuhan pangan dan non pangannya. Rumah tangga petani

diklasifikasikan sebagai rumah tangga yang sejahtera apabila proporsi konsumsi

pangan di bawah 50% dari total pengeluaran. Sebaliknya apabila proporsi konsumsi

pangan di atas 50% dari total pengeluaran maka rumah tangga petani tersebut

dikatakan tidak sejahtera (Wardie 2015).

Dalam rumah tangga petani ada beberapa kesenjangan yang terjadi sehingga

menghambat ketahanan pangan dan kesejahteraan petani. Kesenjangan utama yang

terjadi pada sektor pertanian yaitu lahan pertanian yang semakin menyempit dan

tergerus oleh modernisasi perkotaan terutama lahan yang berada di kawasan peri

urban (KWU). Kawasan peri urban dapat diartikan wilayah yang berada diantara

pedesaan dan perkotaan. Dari segi fisik dapat diketahui bahwa kawasan perkotaan

merupakan kawasan yang didominasi oleh bentuk pemanfaatan lahan non-agraris,

sedangkan kawasan pedesaan merupakan kawasan yang didominasi oleh bentuk

pemanfaatan lahan agraris. Keberadaan lahan pertanian yang semakin menyempit

tentu saja mengancam ketahanan pangan dan kesejahteraan petani yang

mengusahakannya.

Seperti kita ketahui subsektor pertanian merupakan mata pencaharian utama

penduduk desa, dimana diwilayah pedesaan masih terdapat banyak lahan pertanian

yang tersedia. Di DIY sendiri subsektor pertanian memiliki peranan penting dalam

2
perkembangan perekonomian di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tahun 2015 sektor

pertanian memiliki kontribusi terbesar ketiga setelah sektor industri pengolahan

serta sektor akomodasi dan penyediaan makan minum dalam pembentukan PDRB.

Hal ini menyebabkan fluktuasi nilai tambah dari sektor pertanian sangat

berpengaruh terhadap total PDRB Daerah Istimewa Yogyakarta. Kontribusi yang

cukup besar ini utamanya berasal dari produksi tanaman pangan dan hortikultura

yang mencapai 6,79 persen terhadap PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2015

(BPS Provinsi DIY 2016).

Salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki lahan

usahatani padi terluas nomor 2 se-provinsi yaitu Kabupaten Bantul yang mencapai

14.067 Ha pada tahun 2016. Bantul merupakan salah satu kabupaten di wilayah

Daerah Istimewa Yogyakarta yang sebagian masyarakatnya menggantungkan

hidupnya dari mengandalkan usaha dalam subsektor pertanian khususnya tanaman

padi. Hal ini didukung dengan ketersediaan lahan pertanian yang masih memadai

khususnya untuk tanaman padi.

Tabel 1 Luas lahan sawah yang ditanami padi dalam setahun (Ha) menurut jenis
pengairan dan kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2016
Kulon Gunung
Jenis Pengairan Bantul Sleman Yogyakarta DIY
Progo Kidul
Irigasi 9.259 11.953 2.188 21.260 52,6 44.717,6
Tadah hujan 905 2.114 5.674 574 - 9.267
Rawan pangan - - - - - -
Rawan lebak - - - - - -
Total tahun 2016 10.164 14.067 7.862 21.834 52,6 53.984,6
Total tahun 2015 9.806 14.116 7.718 21.856 57 53.553
Total tahun 2014 10.143 14.129 7.854 22.230 61 54.417
Total tahun 2013 10.144 14.535 7.852 22.530 65 55.126
Badan Pusat Statistika Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun, 2015

Dilihat dari Tabel 1 dapat diketahui bahwa keseluruhan luas lahan sawah

yang ditanami padi dalam setahun (Ha) di DIY mengalami penurunan. Penurunan

3
terjadi disemua Kabupaten/Kota di Provinsi DIY dari tahun 2013-2016. Kabupaten

Bantul mengalami penurunan luas lahan sawah terbesar no 2 di DIY setelah

Kabupaten Sleman dengan jumlah penurunan hingga 468 ha. Hal ini dapat

dipengaruhi oleh laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang berdampak

pada penggunaan lahan produktif pertanian. Pertumbuhan penduduk yang semakin

pesat akan mempengaruhi kebutuhan yang semakin meningkat bukan tidak

mungkin akan mempengaruhi pertumbuhan industri, jasa dan properti yang dapat

memberikan efek buruk terhadap keberlanjutan lahan padi sawah di Kabupaten

Bantul.

Kabupaten Bantul secara geografis bersebelahan langsung dengan wilayah

kota madya Yogyakarta. Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang berada di

Yogyakarta akan mempengaruhi wilayah di Kabupaten Bantul. Dari tahun ke tahun

pembangunan industri dan pertokoan yang terjadi di Kota Yogyakarta semakin

meluas hingga ke sebagian besar Kabupaten Bantul hal ini tentu saja mengurangi

lahan produktif usahatani padi. Alih fungsi lahan pertanian yang tidak terkendali

jika tidak cepat ditanggani dapat menjadi permasalahan serius dan dapat

mempengaruhi kapasitas pangan. Tingginya alih fungsi lahan di Kabupaten Bantul

akan berdampak secara langsung pada sektor pertanian yang semakin menyempit.

Dilihat pada kondisi demikian bukan tidak mungkin kawasan peri urban di

Kabupaten Bantul akan semakin meluas. Mengingat letak kawasan tersebut yang

berada dipinggiran kota yang besar kemungkinan terjadi alih fungsi lahan. Luas

lahan yang semakin menyempit tentu saja berdampak pada produksi padi akan

semakin rendah. Hal ini tentu mengancam ketahanan pangan dan kesejahteraan

petani di kawasan tersebut. Ketahanan pagan disini ditinjau dari kemampuan sektor

4
pertanian khususnya usahatani padi dalam mencukupi kebutuhan pangan dan

sumber karbohidrat utama anggota keluarga petani. Selain kebutuhan pangan

tercukupi petani juga harus sejahtera dengan ratio antara kebutuhan pangan dan

total pengeluarannya seimbang. Oleh karena itu penting diteliti mengenai

bagaimana tingkat ketahanan pangan dan kesejahteraan rumah tangga tani di

kawasan peri urban yang berada di Kabupaten Bantul.

B. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pendapatan usahatani padi di kawasan peri urban di Kabupaten

Bantul

2. Mengetahui kontribusi pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total

petani di kawasan peri urban di Kabupaten Bantul

3. Mengetahui ketahanan pangan rumah tangga tani di kawasan peri urban di

Kabupaten Bantul.

4. Mengetahui kesejahteraan rumah tangga tani di kawasan peri urban di

Kabupaten Bantul.

C. Kegunaan Penelitian

1. Bagi petani, dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai tingkat ketahanan pangan dan kesejahteraan di wilayahnya

2. Bagi pemerintah dan pihak terkait, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan

bahan pertimbangan dan sumbangan pemikiran dalam menentukan

kebijakan dalam pembangunan pertanian khususnya yang terkait dalam

usahatani padi untuk meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan

masyarakatnya

5
3. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan sebagai tambahan ilmu pengetahuan

dan wawasan mengenai indikator dan tingkat ketahanan pangan dan

kesejahteraan rumah tangga tani

6
II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kawasan Peri Urban

Secara Konseptual kawasan peri urban yaitu kawasan yang dapat dikatakan

daerah yang terhimpit antara perkotaan dan pedesaan. Kawasan ini tidak dapat

dikatakan kota karena tidak modern tetapi juga tidak dapat dikatakan desa karena

tidak terbelakang. Jadi kawasan ini yang berada diantara kedua kawasan tersebut

namun tidak bisa dikategorikan kedalam satu kawasan tersebut.

Arsitek sekaligus perencana perkotaan Sigit Kusumawijaya dalam Kompas

(2015) mengatakan bahwa selama ini kawasan peri urban terkesan kasat mata,

karena tidak banyak orang termasuk pemerintah menyadari keberadaannya.

Menurut beliau, penataan kota berada di bawah naungan Kementerian Pekerjaan

Umum dan Perumahan Rakyat. Hal tersebut terlihat dari program-programnya yang

kebanyakan membangun kawasan kota seperti Kota Pusaka dan Kota Hijau.

Sementara penataan desa, berada di bawah naungan Kementerian Desa,

Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Sementara itu kawasan peri

urban sendiri belum ada yang menangani, padahal area ini penting untuk

diperhatikan mengingat pertumbuhan perkotaan kian pesat yang tentunya akan

mempengaruhi pedesaan (Kompas 25 Februari 2015)

Perlu diketahui bahwa kawasan peri urban harus dipertahankan karena

mengandung kearifan lokal. Di ranah global, pengembangan peri urban sudah

banyak didengungkan. Tujuannya, supaya masyarakat di sana bisa

mempertahankan dan memiliki kebanggaan terhadap kawasannya. Dalam dunia


7
8

modern saat ini pertumbuhan perkotaan jelas tidak dapat terkendali lagi sehingga

harus ada tindakan tegas dari pemerintah untuk mengerem laju pertumbuhan ini.

Bukan tidak mungkin pertumbuhan perkotaan akan mengambil alih lahan produktif

pertanian yang diubah menjadi bangunan modern. Para investor lebih tertarik

membeli lahan dipinggiran kota (kawasan peri urban) yang harganya masih

tergolong murah dan masyarakat di kawasan ini juga tidak menolak lahannya dibeli

karena mendapat uang secara instan dan merubahnya menjadi bangunan. Jika hal

ini terus terjadi bukan tidak mungkin kawasan peri urban akan semakin menyebar

dan tidak terkendali yang berujung pada alih fungsi lahan dikawasan pinggiran.

Kawasan peri urban merupakan kawasan yang di dalamnya terdapat

kombinasi antara karakteristik pedesaan dan karakteristik perkotaan. Seiring

dengan pesatnya globalisasi serta perkembangan teknologi, peri urbanisasi menjadi

suatu fenomena yang tidak terhindarkan. Persoalannya, hingga saat ini belum ada

definisi dan metode yang pasti mengenai proses terbentuknya kawasan peri urban.

Tidak ada definisi tunggal yang dapat digunakan sebagai acuan dalam menentukan

peri urban pada situasi dan kondisi yang berbeda-beda (Maryonoputri 2010)

Kurnianingsih dan Rudiarto (2014) dalam penelitiannya menjelaskan

bahwa pada perkembangan wilayah yang terjadi di Kecamatan Kartasura pada

tahun 2002-2012 diketahui bahwa pergeseran sifat kedesaan menuju sifat kekotaan

yang menjadi dasar pengertian transformasi wilayah peri urban, yang ditunjukkan

melalui pergeseran sektor pertanian ke arah non pertanian ternyata masih muncul.

Pergeseran sektor pertanian ini dapat dilihat dari aspek perubahan lahan dan mata
9

pencaharian, dimana transformasi ini mampu berakibat pada penurunan hasil

produksi pertanian yang ada di Kecamatan Kartasura.

2. Ilmu Usahatani

Ilmu usahatani merupakan ilmu terpakai, yakni ilmu yang mempelajari

dengan lebih terperinci tentang masalah-masalah yang relatif lebih sempit. Ciri

utamanya adalah hanya mengambil asas-asas dan hukum-hukum dasar dari satu

sumber atau lebih, tetapi akhirnya juga mengembangkan asas-asas sendiri. Ilmu

usahatani berupaya mempelajari tri tunggal manusia petani, lahan dan

tanaman/hewan. Maka ilmu yang mengungkapkan aspek manusia (sosial), lahan

(kimia, fisika atau teknik), tanaman/hewan (biologi dan budidaya) perlu diketahui

(Hernanto 1993)

Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seorang

mengusahakan dan mengkoordinir faktor faktor produksi berupa lahan dan alam

sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya.

Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-

cara petani menentukan, mengorganisasikan dan mengkoordinasikan penggunaan

faktor-faktor produksi seefektif dan seefesien mungkin sehingga usaha tersebut

memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah 2015)

Suratiyah (2015) menambahkan bahwa klasifikasi usahatani dapat

dibedakan menurut corak dan sifat, organisasi, pola serta tipe usahatani.
10

a. Corak dan sifat

Menurut corak dan sifat dibagi menjadi dua, yakni komersial dan subsinten.

Usahatani komersial telah memperhatikan kualitas serta kuantitas produk

sedangkan usahatani subsisten hanya memenuhi kebutuhan sendiri.

b. Organisasi

Menurut organisasinya, usahatani dibagi menjadi 3 yakni, individual, kolektif

dan kooperatif

1) Usaha individual ialah usahatani yang keseluruhan proses dikerjakan oleh petani

sendiri beserta keluarganya mulai dari perencanaan, mengolah tanah, hingga

pemasaran ditentukan sendiri.

2) Usaha kolektif ialah usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan

bersama oleh suatu kelompok kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk

keuntungan.

3) Usaha kooperatif ialah usahatani yang tiap prosesnya dikerjakan secara

individual hanya pada beberapa kegiatan yang dianggap penting dikerjakan oleh

kelompok misalnya pembelian saprodi, pemberantasan hama, pemasaran hasil,

dan pembuatan saluran.

c. Pola

Menurut polanya usahatani dibagi menjadi 3 bagian yakni,

1) Usahatani khusus ialah usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang

usahatani saja

2) Usahatani tidak khusus ialah usahatani yang mengusahakan beberapa cabang

usahatani bersama-sama tetapi dengan batas yang tegas


11

3) Usahatani campuran ialah usahatani yang mengusahakan beberapa cabang

secara bersama-sama dalam sebidang tanah tanpa batas yang tegas.

d. Tipe

Menurut tipenya usahatani dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan

komoditas yang diusahakan, misalnya usahatani ayam, usahatani kambing, dan

usahatani jagung. Tiap jenis ternak dan tanaman dapat merupakan tipe usahatani.

3. Biaya usahatani

Dalam setiap analisis usahatani tentunya memerlukan biaya produksi. Biaya

usahatani didefinisikan sebagai nilai semua masukkan yang habis terpakai atau

dikeluarkan didalam proses produksi. Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan

menjadi dua, yaitu:

a. Biaya tetap merupakan biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus

dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Besarnya

biaya tetap tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi yang diperoleh.

b. Biaya variabel merupakan biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh

produksi yang diperoleh, sehingga sifatnya berubah-ubah sesuai dengan besar

kecilnya produksi yang dihasilkan.

Selain itu biaya juga diklasifikasikan menjadi biaya eksplisit dan biaya

implisit. Biaya eksplisit yaitu biaya yang secara nyata dibayarkan selama proses

produksi oleh produsen untuk input yang berasal dari luar. Sedangkan biaya implisit

yaitu biaya yang secara tidak nyata dikeluarkan petani dalam proses produksi

(Soekartawi 2002).
12

4. Penerimaan dan Pendapatan

Penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh

dengan harga jual. Soekartawi (2002) menjelaskan rumus untuk mencari

penerimaan dapat dijelaskan sebagai berikut:

TR = Q x P

Keterangan:
TR = Total Revenue
Q = Quantity
P = Price

Sedangkan pendapatan usahatani dapat berasal dari output bidang

pertaniannya yang dapat dikonsumsi atau dijual sebagai sumber pendapatannya.

Distribusi pendapatan keluarga tani dapat diperoleh dari berbagai sumber antara

lain dari usahatani sendiri, usaha lain dibidang pertanian seperti upah tenaga kerja

pada usahatani lain dan pendapatan dari luar usahatani (Hernanto 1993). Secara

lebih jelas dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. On Farm

Pendapatan on farm merupakan pendapatan yang berasal dari pengusahaan

usahatani milik sendiri. Pendapatan berasal dari hasil usahatani milik lahan sendiri

yang dikelola sendiri.

b. Off Farm

Pendapatan off farm merupakan pendapatan yang berasal dari menjadi buruh

pertanian diluar usahatani milik sendiri atau bekerja dalam usahatani namun milik

lahan orang lain. Bagi rumah tangga petani yang memiliki pendapatan rendah,

kegiatan off farm seperti menjadi buruh tani akan menjadi penghasilan tambahan

selain hasil dari usahatani milik sendiri.


13

c. Non Farm

Pendapatan non farm merupakan pendapatan yang berasal dari usaha diluar

usaha pertanian. Pendapatan dapat bersumber dari pedagang, peternak, kegiatan

industri, karyawan, PNS dan lain sebagainya.

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya,

dapat dirumuskan sebagai berikut:

Pd = TR – TEC

Keterangan:
Pd = Pendapatan usahatani
TR = Total penerimaan
TC = Total biaya ekplisit

5. Kontribusi pendapatan

Kontribusi pendapatan usahatani merupakan besaran pendapatan yang

diperoleh petani dari usahatani yang dibandingkan dengan pendapatan total petani.

Kontribusi pendapatan penting diketahui untuk mengetahui seberapa besar peran

sektor usahatani dalam menopang pendapatan rumah tangga petani tersebut.

Rohman, dkk (2014) menjelaskan untuk mengetahui kontribusi pendapatan

usahatani padi terhadap pendapatan total rumah tangga tani dapat dilakukan analisis

menggunakan rumus:

𝑝1
𝑋= 𝑥100%
𝑝𝑡

Keterangan:
X : persentase sumbangan pendapatan usahatani terhadap pendapatan total
rumah tangga tani
P1 : pendapatan usahatani (Rp)
Pt : pendapatan total rumah tangga tani (Rp)
14

6. Ketahanan pangan

Dilihat dari segi kegunaannya pangan merupakan hal yang sangat penting

dan utama setiap manusia dalam memenuhi kehidupannya. Di Indonesia sendiri

pentingnya pangan dinyatakan dalam Undang Undang Dasar 45, Pasal A (Ayat 1

UUD 945 Amandemen Kedua) yang menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak

hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan

hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

Konvenan Internasional tentang Ekonomi, Sosial, dan, Budaya (Ecosoc) tahun

1968 juga menegaskan tentang pentingnya hak bagi setiap orang atas kecukupan

pangan sebagai hak dasar untuk mencapai kondisi sejahtera (Cahya W dan

Faturochman 2014 dalam Sunarminto H.B. 2014).

Ketahanan pangan secara umum dapat didefinisikan sebagai keadaan

dimana kebutuhan pangan setiap orang terpenuhi dan setiap individu mudah dalam

mengaksesnya. Seperti tercantum dalam Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996

bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi

rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari

jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. FAO (1997) menjelaskan

ketahanan pangan adalah situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses

baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota

keluarganya, dimana rumah tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua

akses tersebut.

Arifin (2001) menjelaskan bahwa ketersediaan dan kecukupan pangan juga

mencakup kuantitas dan kualitas bahan pangan agar setiap individu dapat terpenuhi
15

standar kebutuhan kalori dan energi untuk menjalankan aktivitas ekonomi dan

kehidupan sehari-hari. Sedangkan komponen aksestabilitas setiap individu terhadap

bahan pangan dapat dijaga dan ditingkatkan melalui pemberdayaan sistem pasar

serta mekanisme pemasaran yang efektif dan efisien, yang juga dapat

disempurnakan melalui kebijakan tata niaga, atau distribusi bahan pangan dari

sentra produksi sampai ketangan konsumen.

Sadikin & Subagyo (2008) menjelaskan bahwa keragaan tingkat ketahanan

pangan rumah tangga petani secara sederhana dapat ditentukan sebagai berikut:

PUB
TSP =
KSB

Keterangan: TSP = tingkat subsistensi pangan (TSP= 1 subsisten, TSP>1 surplus,


dan TSP<1 defisit)
PUB = produksi dari usahatani padi (beras)
KSB = kebutuhan setara beras

Sesuai dengan pendapat yang telah diuraikan diatas maka sangat perlu untuk

memahami tingkat ketahanan pangan yang ditinjau dari ketersediaan pangan

ditingkat rumah tangga. Darwanto (2005) menyatakan bahwa apabila dimasa

mendatang pemerintah akan meningkatkan ketahanan pangan yang ditinjau dari

peningkatan ketersediaan pangan terutama beras yang berbasis pada produksi maka

perlu meningkatkan produktivitas padi atau pangan sehingga secara tidak langsung

dapat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga petani. Hal ini dikarenakan

ketahanan pangan dan kesejahteraan merupakan konsep teori yang saling berkaitan.

7. Kesejahteraan Petani
16

Bicara tentang kesejahteraan berkaitan dengan ketahanan pangan. Sebuah

rumah tangga dapat dikatakan sejahtera apabila ketahanan pangannya tercukupi

namun apabila ketahanannya tercukupi belum tentu rumah tangga itu sejahtera. Hal

itu dikarenakan banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan petani

baik secara langsung maupun tidak langsung salah satunya yaitu pendapatan yang

berkaitan langsung dengan kesejahteraan petani. Tingkat pendapatan ditentukan

oleh dua faktor secara bersamaan yakni harga jual dan volume produksi (Tambunan

2015).

Berbicara tentang kesejahteraan, pangan menjadi bagian terpenting

sedangkan saat mendiskusikan tentang pangan, petani menjadi tokoh yang tidak

terpisahkan. Pernyataan ini menggambarkan hubungan antara kesejahteraan,

pangan, dan petani. Sebanding saat menghubungkan bahwa pangan menentukan

kesejahteraan dan petani menentukan pangan, sampai pada pembahasan yang lebih

khusus mengenai keterkaitan antara kesejahteraan dengan petani. Demikian juga

saat memahami ketahanan pangan, dimana petani menjadi bagian terpenting untuk

dibahas (Shiva 2008 dalam Cahya Widiyanto dan Faturochman 2014).

Menurut undang-undang nomor 11 Tahun 2009, tentang kesejahteraan

masyarakat disebutkan bahwa kesejahteraan adalah kondisi terpenuhinya

kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan

mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

Merujuk penjelasan undang-undang No 11 Tahun 2009 dapat dipahami bahwa

setiap rumah tangga dapat dikatakan sejahtera apabila individu/masyarakat tersebut

dapat memenuhi kebutuhan material dan spiritualnya. Kebutuhan material meliputi


17

kebutuhan sandang, pangan dan papan dan kebutuhan spiritual meliputi kebutuhan

ketentraman hidup.

Untuk mengetahui indikator kesejahteraan dapat menggunakan analisis

daya beli rumah tangga petani. Daya beli rumah tangga petani dapat menunjukkan

indikator kesejahteraan ekonomi petani. Semakin tinggi tingkat daya beli petani,

maka semakin baik juga akses petani untuk mendapatkan pangan sehingga tingkat

kesejahteraan keluarga petani menjadi lebih baik. Sarjana & Munir (2008)

menjelaskan rumus daya beli rumah tangga tani (DBPp) sebagai berikut:

TP
DBPp = 𝑥100%
TE − BU
Dimana:
DBPp = Daya beli rumah tangga petani
TP = Total pendapatan rumah tangga petani (Rp/th) dari seluruh sumber
TE = Total pengeluaran rumah tangga petani (Rp/th)
BU = Biaya usahatani

Kurva yang menunjukkan hubungan antara besarnya pendapatan dengan

jumlah barang yang dikonsumsi (pengeluaran) disebut Kurva Engel. Kurva Engel

merupakan kurva yang menghubungkan keseimbangan antara jumlah komoditi

yang dibeli konsumen pada berbagai tingkat penghasilan. Nama Engel diambil dari

seorang peneliti dan ahli statistik Jerman yang meneliti masalah ini pada abad 19

(1821-1896) yakni bernama lengkap Chistian Lorent Engel. Engel menyatakan

bahwa sebagian besar pendapatan dari masyarakat yang berpendapatan rendah

dipergunakan untuk membeli bahan makanan. Sebagian besar pendapatan yang

digunakan untuk keperluan bahan makanan dapat dianalisis sebagai ukuran tingkat

kesejahteraan seseorang. Kurva Engel merupakan suatu konsep yang sangat penting

dalam mempelajari kesejahteraan ekonomi (Sudarman, 1999).


18

Dalam kurva Engel dijelaskan bahwa dalam sebuah permitaan apabila

barang yang dibutuhkan adalah komoditas pertanian atau barang yang mudah rusak

maka perubahan pendapatan seseorang akan mempengaruhi perubahan barang yang

diminta dalam jumlah yang sedikit. Apabila pendapatan rumah tangga naik 10 kali

lipat maka tidak akan meningkatkan perubahan pembelian berasnya 10 kali lipat

juga, sehingga elastisitas pendapatan terhadap permintaan untuk komoditas

pertanian dianggap kecil. Sedangkan apabila komoditas yang diminta adalah

komoditas industri maka perubahan pendapatan akan diikuti dengan perubahan

komoditas dalam jumlah yang banyak. Apabila pendapatan rumah tangga naik

maka jumlah komoditas elektronik yang akan dibeli juga akan meningkat. Secara

lebih jelas dapat dilihat kurva Engel sebagai berikut:

Pendapatan Pendapatan

Kuantitas Kuantitas
Komoditas Industri Komoditas Pertanian
Gambar 1. Grafik Kurva Engel
Selain itu Wicaksono, dkk (2013) menambahkan indikator dalam

menganalisis tingkat kesejahteraan petani secara umum yaitu dengan rumus Good

Service Ratio (GSR). Good Service Ratio yaitu perbandingan pengeluaran

konsumsi pangan dengan pengeluaran konsumsi non pangan. Untuk mengetahui


19

tingkat kesejahteraan rumah tangga diukur dengan menggunakan Good Service

Ratio (GSR) dengan rumus:

Pengeluaran untuk kebutuhan pangan


GSR =
Pengeluaran untuk kebutuhan non pangan

Keterangan:
GSR>1 artinya ekonomi rumah tangga kurang sejahtera
GSR=1 artinya ekonomi rumah tangga sejahtera
GSR<1 artinya ekonomi rumah tangga lebih sejahtera
Pola konsumsi rumah tangga tani di pedesaan dan rumah tangga

berpendapatan rendah pada umumnya cenderung relatif sederhana. Beras masih

menjadi pangan pokok masyarakat pada kelompok ini, meskipun mereka juga

masih mengkonsumsi pangan penghasil karbohidrat lain seperti jagung, umbi dan

mie (terigu). Pengeluaran pangan sumber karbohidrat lebih mendominasi

pengeluaran pangan dalam pengeluaran rumah tangga. Oleh sebab itu pangan

sumber karbohidrat memiliki kontribusi tinggi dalam konsumsi energi. Status

kecukupan pangan dapat terlihat dari kecukupan konsumsi energi sumber

karbohidrat rumah tangga dalam hal ini yaitu konsumsi beras (Prihatin, dkk 2012)

8. Penelitian sebelumnya

Sadikin & Subagyo (2008) dalam penelitiannya tentang kinerja beberapa

indikator kesejahteraan petani padi di pedesaan Kabupaten Karawang 2008

menjelaskan bahwa kinerja kesejahteraan petani dalam penelitian yang dilakukan

digambarkan oleh lima indikator yaitu tingkat pendapatan, proporsi pengeluaran

pangan keluarga, indeks daya beli petani, ketahanan pangan dan nilai tukar petani.
20

Dari kelima indikator tersebut seara keseluruhan kinerja kesejahteraan petani padi

didua desa dalam penelitiannya tergolong relatif baik/cukup tinggi.

Dalam penelitian ini sektor pertanian masih memegang peranan penting

dalam kontribusi total pendapatan rumah tangga petani, yaitu mencapai 65,36%

dari seluruh pendapatan total petani. Berdasarkan pengeluaran konsumsi pangan

rumah tangga petani di lokasi penelitian dikategorikan cukup baik, dimana proporsi

pengeluaran pangan mencapai 36,56-45,32% dari total pengeluaran. Indeks daya

beli di lokasi penelitian mencapai 1,27 – 2,16, sehingga tingkat kesejahteraan petani

padi dilokasi tersebut termasuk cukup tinggi alias baik. Indeks ketahanan pangan

lokasi penelitian termasuk kategori cukup kuat/tinggi, mencapai 2,59 – 2,60.

Berdasarkan indikator terakhir yaitu nilai tukar pendapatan petani dilokasi

penelitian mencapai 1 – 1,2 dan indek nilai tukar petani mencapai 86,94 – 100, 60

sehingga kesejahteraan dalam lokasi penelitian termasuk relatif kurang baik/rendah.

Hasil penelitian Burhansyah & Melia (2009) menyimpulkan bahwa sektor

pertanian masih merupakan penyumbang terbesar dalam pendapatan total rumah

tangga petani di pedesaan. Sumbangan sektor pertanian berkisar 67,57%-72,23%

dari total pendapatan rumah tangga tani. Pengeluaran rumah tangga petani sebagian

besar (diatas 50%) masih untuk pangan. Pengeluaran rumah tangga petani 69,40%

untuk pangan, 2,5% pendidikan, 5,18% pakaian, 3,73% kesehatan, 8,3% listrik, air,

telepon dan bahan bakar masak 8,99 lain-lain. Indeks nilai tukar petani dibawah

100. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat dalam lokasi penelitian relatif

belum sejahtera.
21

Berdasarkan hasil penelitian Sarjana & Munir (2008) mengemukakan

bahwa penguasaan lahan pertanian di non remote area cenderung lebih luas

dibandingkan di daerah remote area. Ketahanan pangan rumah tangga tani relatif

bagus. Rumah tangga di Kabupaten Magelang walaupun dari struktur

pendapatannya terendah namun dari segi ketahanan pangannya termasuk paling

kuat. Daya beli rumah tangga secara umum dalam kondisi baik, kecuali di LKDT

(lahan kering dataran tinggi) Kabupaten Magelang yang berada dibawah angka 100.

Angka tersebut menunjukkan bahwa terdapat transfer barang konsumsi dari pihak

lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Hasil penelitian Wardhie (2015) yang berjudul analisis pendapatan dan

kesejahteraan petani padi lokal lahan pasang surut di Kapuas menyebutkan bahwa

tingkat kesejahteraan rumah tangga petani di Kelurahan Palingkau Lama dan

Kelurahan Palingkau Baru dikategorikan belum sejahtera, masing masing

digambarkan dengan proporsi konsumsi pangan sebesar 83,48 % dan 83,05 %. Hal

ini disebabkan karena sebagian besar pendapatan masing-masing sebesar Rp

13.839.396 dan Rp 13.902.956 digunakan untuk pengeluaran konsumsi pangan.

Senada dengan hasil penelitian Alfrida & Noor (2017) menyatakan bahwa

analisis tingkat kesejahteraan rumah tangga petani padi sawah dengan

menggunakan beberapa indikator menunjukkan hasil tingkat kesejahteraan yang

berbeda. Menurut analisis daya beli rumah tangga petani dapat dilihat bahwa daya

beli petani >1 artinya pendapatan petani lebih besar dari pengeluaran yang

dikeluarkan petani. Rata-rata daya beli rumah tangga petani padi di Desa Buahdua

yaitu sebesar 2,24. Luas pemilikan lahan petani berbanding lurus dengan daya beli
22

rumah tangga petani. Semakin luas lahan yang dimiliki semakin besar daya beli

rumah tangga petaninya.

Sejalan dengan hasil penelitian Wicaksono dkk (2013) yang berjudul

peranan industri rumah tangga tempe dalam mengatasi kemiskinan di Desa

Poncosari Kecamatan Srandakan Kabupaten Bantul, hasil dari penelitian

menyatakan bahwa industri rumah tangga tempe lebih banyak menyerap tenaga

kerja dalam keluarga rata-rata 4 orang setiap rumah tangga dan menyerap tenaga

kerja luar pada kegiatan membungkus. Industri rumah tangga tempe Desa Poncosari

layak untuk diusahakan. Kontribusi pendapatan industri tergolong besar sekali yaitu

sebesar 94,72%. Presentase kesejahteraan rumah tangga tempe menurut GSR dapat

dilihat, persentase rumah tangga tempe 80% tergolong lebih sejahtera (GSR < 1)

dan 20% tergolong kurang sejahtera (GSR > 1).

Berdasarkan hasil penelitian Rohmah dkk (2014) menyatakan bahwa

kontribusi pedapatan usahatani tebu baik tebu tanam, keprasan 1 dan keprasan 2

hampir sama yaitu memiliki kontribusi yang tinggi terhadap pendapatan total.

Pendapatan usahatani tebu baik tebu tanam, tebu keprasan 1 dan tebu keprasan 2

memperkecil ketimpangan pendapatan total rumah tangga. Rumah tangga tani tebu

merupakan rumah tangga yang sejahtera. Berdasarkan analisis Good Service Ratio

(GSR) terlihat bahwa presentase GSR < 1 lebih besar yaitu 97% dari total petani

tebu yang dianalisis. Dapat disimpulkan bahwa sebanyak 97% petani tebun di

Kabupaten Bantul adalah rumah tangga yang lebih sejahtera.

Selaras dengan hasil penelitian Rifai dkk (2012) yang berjudul ketahanan

pangan rumah tangga tani di daerah aliran sungai (DAS) galeh Kabupaten
23

Semarang menjelaskan bahwa pangsa pengeluaran rumah tangga tani di DAS Galeh

masih didominasi oleh pengeluaran untuk kebutuhan pangan, rata-rata mencapai

52,63% sedangkan pengeluaran non pangan didominasi oleh biaya pendidikan anak

yang mencapai rata-rata 10,71% dari total pengeluaran dalam satu tahun. Daya beli

rumah tangga tani di DAS Galeh diatas angka kritis (100%), yang artinya semua

rumah tangga tani di DAS Galeh mampu untuk memenuhi semua kebutuhan baik

pangan maupun non pangan yang mencapai angka 116,30%. Secara umum tingkat

ketahanan pangan rumah tangga di DAS Galeh Kabupaten Semarang tergolong

mantap, dalam kriteria surplus mencapai angka 1,27 dimana dalam setahun mampu

memproduksi setara beras 1.857,15 kg dan konsumsinya setara beras 1.456,80 kg.

B. Kerangka Pemikiran

Dalam rumah tangga petani, keluarga petani melakukan kegiatan ekonomi

untuk menghasilkan pendapatan dan melakukan pengeluaran untuk keberlanjutan

hidupnya. Pendapatan petani dapat bersumber dari pendapatan on farm, off farm

dan non farm. Pendapatan on farm petani dapat bersumber dari usahatani padi yang

dikelolanya. Dalam analisis usahatani padi, petani mengeluarkan biaya usahatani

dan mendapatkan pendapatan. Input untuk usahatani dikalikan dengan harga input

akan menghasilkan biaya usahatani yang nantinya mempengaruhi kesejahteraan

rumah tangga petani. Output usahatani yang berupa produksi dikalikan dengan

harga output akan mempengaruhi pendapatan yang akan memberikan kontribusi

pendapatan dirumah tangga petani.

Selain mempengaruhi pendapatan produksi usahatani yang berupa beras

juga dapat mempengaruhi tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani tersebut.
24

Darwanto (2005) menyebutkan bahwa komoditas pangan, terutama beras dapat

digolongkan menjadi komoditas subsisten karena produk yang dihasilkan

digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga petani dan selebihnya

untuk dijual ke pasar. Produksi beras nantinya dibandingkan dengan tingkat

konsumsi rumah tangga petani sehingga diketahui tingkat ketahanan pangan yang

dianalisis menggunakan rumus tingkat subsisten pangan.

Pendapatan dari analisis usahatani selanjutnya dibandingkan dengan total

pendapatan sehingga diketahui kontribusi pendapatan petani. Apabila kontribusi

pendapatan usahatani semakin besar maka peran usahatani padi bagi total

pendapatan rumah tangga petani semakin besar.

Rumah tangga petani juga melakukan pengeluaran untuk mencukupi

hidupnya. Pengeluaran rumah tangga petani terbagi menjadi pengeluaran rumah

tangga dan pengeluaran usahatani. Pengeluaran rumah tangga terbagi menjadi

pengeluaran pangan dan non pangan sedangkan pengeluaran usahatani dapat berupa

biaya usahatani padi. Total pengeluaran yang dikurangi pengeluaran usahatani dan

total pendapatan dapat digunakan untuk menganalisis kesejahteraan petani.

Kesejahteraan petani dapat dianalisis dengan rumus daya beli rumah tangga petani

dan Good Service Ratio. Secara lebih jelas dapat dilihat pada bagan sebagai berikut:
25

Pengeluaran RT Petani Pendapatan

Pengeluaran Pengeluaran On Farm Off Non


Rumah tangga: usahatani Farm Farm
- Pengeluaran
pangan
- Pengeluaran
non pangan Input Produksi

Biaya
Penerimaan
usahatani
(eksplisit)
Harga Harga
input output

Ketahanan pangan
diukur dengan tingkat
subsisten pangan (TSP)

Pendapatan
usahatani

Total
pengeluaran
Total
pendapatan

Kesejahteraan petani diukur dengan:


1. Daya beli rumah tangga petani
2. Good Service Ratio (GSR)

Gambar 2. Bagan Kerangka Berfikir


26
III. METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan yaitu mengenai ketahanan pangan dan

kesejahteraan rumah tangga tani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul, Daerah

Istimewa Yogyakata. Metode yang digunakan yaitu metode deskriptif analisis.

Metode deskriptif merupakan salah satu dari jenis metode penelitian. Metode

penelitian deskriptif bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual secara rinci

yang menggambarkan keadaan saat ini, mengindentifikasi masalah, membuat

perbandingan atau evaluasi dan menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam

menghadapi masalah yang dianalisis dan belajar dari pengalaman tersebut untuk

membuat rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang. Metode deskriptif

digunakan untuk memperoleh gambaran mengenai ketahanan pangan dan

kesejahteraan petani padi di kawasan peri urban di Kabupaten Bantul serta

mendeskripsikannya. Metode deskriptif digunakan untuk penyusunan objek

penelitian yang diperlukan untuk mengetahui ketahanan pangan dan kesejahteraan

rumah tangga tani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul, DIY.

A. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel merupakan bagian penting dan utama dalam sebuah penelitian.

Sampel adalah sebagian dari populasi yang memiliki karakteristik yang relatif sama

dan dianggap dapat mewakili populasi. Sampel dalam sebuah penelitian merupakan

objek utama yang akan dianalisis oleh peneliti guna mengetahui Peran Usahatani

Padi Bagi Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan Petani di Kawasan Peri Urban Di

Kabupaten Bantul, DIY.

26
1. Lokasi Penelitian

Penelitian akan dilakukan di Kecamatan yang termasuk Kawasan Peri

Urban di Kabupaten Bantul. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara

purposive yaitu teknik penentuan lokasi secara sengaja berdasarkan letak lokasi

yang secara geografis bersebelahan dengan kota Yogyakarta sehingga dapat

dikategorikan kawasan peri urban. Kawasan yang termasuk peri urban di

Kabupaten Bantul yaitu Kecamatan Kasihan, Kecamatan Sewon dan Kecamatan

Banguntapan.

Pemilihan desa didasarkan oleh keadaan geografis desa yang berada paling

ujung dalam setiap kecamatan sehingga bersebelahan langsung dengan kota

Yogyakarta. Dalam penentuan desa disetiap kecamatan dilakukan secara purposive

sehingga diperoleh Desa Tamanan Kecamatan Banguntapan, Desa Bangunharjo

Kecamatan Sewon dan Desa Tamantirto Kecamatan Kasihan.

2. Sampel Petani

Sampel dalam penelitian ini yaitu terdiri dari 3 Desa yang tersebar di 3

kecamatan lokasi penelitian. Setelah didapatkan desa selanjutnya diambil satu

kelompok tani dalam satu desa dengan menggunakan teknik Simple Random

Sampling yaitu teknik pengambilan sampel dari populasi yang dilakukan secara

acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi (Sugiono 2016).

Tabel 1. Jumlah Kelompok Tani di Desa Tamanan, Banguntapan, Desa


Bangunharjo, Sewon dan Desa Tamantirto, Kasihan.
No Desa, Kecamatan Jumlah Kelompok tani
1 Tamanan, Banguntapan 9 kelompok
2 Banguharjo, Sewon 15 kelompok
3 Tamantirto, Kasihan 16 kelompok
Dinas Pertanian Kabupaten Bantul 2015

27
Dilihat dari Tabel 2 diketahui jumlah kelompok tani di masing-masing desa

yang ada di kawasan peri urban Kabupaten Bantul. Setelah diketahui jumlah

kelompok tani, selanjutnya diambil satu kelompok tani pada masing-masing desa

dengan teknik simple random sampling yang diambil secara undian sehingga

didapatkan kelompok tani Krobok’an di Desa Tamanan, kelompok tani Mekar Tani

di Desa Bangunharjo dan kelompok tani Sidorejo di Desa Tamantirto.

Setelah didapat kelompok tani, selanjutnya akan diambil jumlah petani

sampel pada masing-masing kelompok tani dengan menggunakan rumus solvin

sebagai berikut

N
n=
1 + N e2
keterangan:
n = banyaknya sampel
N = banyaknya populasi
e = tingkat kesalahan 1%, 5%, 10%

Tabel 2. Nama kelompok tani dan jumlah kelompok tani di kawasan peri urban
Kecamatan Sewon, Banguntapan dan Kasihan
No Nama Kelompok Jumlah Anggota Desa, Kecamatan
Petani
1 Kelompok Tani Krobo’an 25 Tamanan, Banguntapan
2 Kelompok Tani Mekar Tani 50 Banguharjo, Sewon
3 Kelompok Tani Sidorejo 15 Tamantirto, Kasihan
Jumlah 90
Ketua Kelompok Tani di Kecamatan Banguntapan, Sewon dan Kasihan.

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa jumlah petani dalam kelompok tani

Krobok’an yaitu 25 orang, kelompok tani Mekar Tani yaitu 50 orang dan kelompok

tani Sidorejo yaitu 15 orang, sehingga total keseluruhannya menjadi 90 petani.

Selanjutnya untuk mengetahui jumlah sampel yang akan diambil digunakan rumus

solvin dengan tingkat kesalahan 10% sebagai berikut:

90
n=
1 + 90. 0,12

28
90
𝑛=
1 + 0,9

n = 47

Setelah didapatkan jumlah sampel 47 petani selanjutnya dibagi tiap

kelompok tani secara proporsional. Pembagian sampel tiap kelompok tani sebagai

berikut

25
Kelompok tani Krobok′an = x 47
90

= 13 petani

50
Kelompok tani Mekar Tani = x 47
90

= 26 petani

15
Kelompok tani Sidorejo = x 47
90

= 7,8 ~ 8 petani

Tabel 3. Nama kelompok tani dan jumlah sampel petani tiap kelompok tani di
kawasan peri urban Kecamatan Sewon, Banguntapan dan Kasihan
No Nama Kelompok Jumlah Anggota Jumlah sampel tiap
Petani kelompok tani
1 Kelompok Tani Krobo’an 25 13
2 Kelompok Tani Mekar Tani 50 26
3 Kelompok Tani Sidorejo 15 8
Jumlah 90 47

Dilihat dari Tabel 4 diketahui bahwa sesuai penghitungan rumus solvin

maka total responden yang dianalisis dari keseluruhan jumlah kelompok tani yaitu

47 petani. Responden diambil dari tiga kelompok tani yang berada di kawasan peri

urban Kabupaten Bantul yang dicari dengan teknik simple random sampling.

Jumlah ini terbagi di tiga kecamatan, diantaranya Kecamatan Banguntapan, Sewon

dan Kasihan. Jumlah petani pada masing-masing kecamatan sesuai dengan jumlah

anggota pada masing-masing kelompok tani.

29
B. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian yang dilakukan di Kawasan Peri Urban di Kabupaten Bantul yang

dilakukan peneliti menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder

didapatkan dari instansi atau lembaga terkait, antara lain kelompok tani, BPS dan

Dinas Pertanian Kabupaten Bantul. Data sekunder juga dapat diperoleh melalui

media perantara seperti jurnal, skrispi, buku, dokumentasi dan penelitian terdahulu.

Selanjutnya data primer yaitu data yang secara langsung didapatkan

dilapangan atau data yang didapatkan dari petani sebagai objek penelitian. Data

primer dalam penelitian ini meliputi karakteristik petani, luas dan status garapan,

biaya usahatani, penerimaan usahatani, pengeluaran petani dan pendapatan dari luar

usahatani. Dalam pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara

terstruktur.

Wawancara terstruktur dilakukan dengan terlebih dahulu peneliti

melakukan wawancara kepada petani dan sekaligus menulisnya di lembar

kuisioner. Teknik wawancara dilakukankan dengan sistem tanya jawab antara

peneliti dan petani mengenai objek yang akan diteliti.

C. Pembatasan Masalah

a. Data usahatani yang digunakan dalam penelitian ini adalah data satu musim

tanam padi terakhir pada saat pengambilan data.

b. Pengeluaran dan pendapatan lain rumah tangga tani yang digunakan adalah

data 4 bulan terakhir pada saat pengambilan data.

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Rumah Tangga Petani adalah jumlah keseluruhan anggota keluarga petani yang

terhimpun dalam satu tanggungan keluarga yang diukur dalam satuan orang.

30
2. Pendapatan merupakan penghasilan yang diperolah suatu rumah tangga petani.

Pendapatan dalam usahatani padi yaitu hasil produksi padi yang memiliki output

beras dan diukur dalam satuan kwintal. Pendapatan petani terbagi menjadi 3

yaitu antara lain:

a. Pendapatan on farm merupakan pendapatan yang didapatkan dari hasil

berusahatani. Pendapatan dapat berupa padi yang digunakan untuk konsumsi

sendiri dan pendapatan yang dapat dijual untuk mencukupi kebutuhan

hidupnya.

b. Pendapatan off farm merupakan pendapatan yang berasal dari menjadi buruh

pertanian diluar usahatani milik sendiri atau bekerja dalam usahatani namun

milik lahan orang lain.

c. Pendapatan non farm merupakan pendapatan yang didapatkan dari usaha

diluar pertanian seperti pedagang, guru, karyawan dll.

3. Input merupakan pengorbanan yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Input

dapat berupa sarana produksi, tenaga kerja, biaya alat dan biaya lain-lain.

4. Harga input merupakan nilai yang dikeluarkan untuk biaya input yang

dinyatakan dalam Rp.

5. Biaya usahatani (eksplisit) merupakan biaya yang nyata dikeluarkan dalam

proses kegiatan usahatani yang dinyatakan dalam Rp

6. Produksi merupakan hasil yang didapatkan dari usahatani padi dan dinyatakan

dalam Kg.

7. Harga produksi merupakan nilai yang dikeluarkan untuk menandai produksi

yang dinyatakan dalam Rp.

31
8. Penerimaan merupakan perkalian antara produksi dan harga output dan

dinyatakan dalam Rp.

9. Total pendapatan merupakan pendapatan total yang diperoleh dari kegiatan on

farm, off farm dan non farm.

10. Ketahanan pangan yaitu keadaan dimana kebutuhan pangan setiap orang

terpenuhi. Ketahanan pangan sebuah rumah tangga diketahui dari total

produksi padi yang dinyatakan dalam bentuk beras dan dibagi kebutuhan

pangan setiap anggota keluarga.

11. Total pengeluaran merupakan jumlah keseluruhan pengeluaran yang dilakukan

rumah tangga tani baik pengeluaran rumah tangga maupun pengeluaran biaya

usahatani.

12. Pengeluaran merupakan segala sesuatu keuangan yang dikeluarkan oleh rumah

tangga petani yang diukur dalam satuan Rupiah. Pengeluaran rumah tangga

petani dibagi menjadi 2 yaitu antara lain:

a. Pengeluaran rumah tangga merupakan pengeluaran yang dikeluarkan oleh

rumah tangga petani untuk kebutuhan hidupnya baik pengeluaran pangan

maupun non pangan seperti biaya pendidikan, listrik, air.

b. Pengeluaran usahatani merupakan pengeluaran yang dikeluarkan oleh

rumah tangga petani yang digunakan untuk mengusahakan usahatani padi.

13. Kesejahteraan Petani dihitung dengan menggunakan 2 komponen antara lain:

a. Daya beli rumah tangga petani (DBPp) yaitu perbandingan total pendapatan

dengan total pengeluaran yang dikurangi biaya usahatani

b. Good Service Ratio merupakan perbandingan antara pengeluaran pangan

terhadap pengeluaran non pangan rumah tangga tani

32
E. Teknik Analisis

1. Biaya usahatani

Biaya usahatani merupakan biaya yang dikeluarkan dalam setiap usahatani

padi. Biaya usahatani yang dihitung yaitu biaya usahatani eksplisit yaitu biaya yang

nyata dikeluarkan langsung oleh petani.

2. Penerimaan dan Pendapatan

Penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh

dengan harga jual. Secara sistematis dapat dijelaskan sebagai berikut:

TR = Q x P
Keterangan:
TR = Total Revenue
Q = Quantity
P = Price
Pendapatan usahatani yaitu selisih antara penerimaan dengan seluruh biaya

yang nyata dikeluarkan dalam proses usahatani. Pendapatan dapat dirumuskan

sebagai berikut:

Pd = TR – TEC

Keterangan:
Pd = Pendapatan
TR = Penerimaan
TC = Total biaya eksplisit

3. Kontribusi pendapatan usahatani padi

Untuk mengetahui kontribusi pendapatan usahatani padi terhadap

pendapatan total rumah tangga tani dilakukan pengujian menggunakan rumus:

p1
X= x100%
pt
Keterangan:
X : persentase sumbangan pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan
total rumah tangga tani

33
P1 : pendapatan usahatani (Rp)
Pt : pendapatan total rumah tangga tani (Rp)

4. Analisis ketahanan pangan

Analisis ketahanan pangan dilakukan untuk mengetahui kondisi tahan

pangan suatu wilayah dengan analisis penghitungan sebagai berikut:

PUB
TSP =
KSB

Keterangan :
TSP = tingkat subsistensi pangan (TSP=1 subsisten, TSP>1 surplus, TSP<1
defisit)
PUB = produksi dari usahatani padi (beras)
KSB = kebutuhan setara beras

5. Analisis kesejahteraan

Analisis kesejahteraan berdasarkan GSR (Good Service Ratio) yaitu

perbandingan pengeluaran konsumsi pangan dengan pengeluaran konsumsi non

pangan. Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan rumah tangga diukur dengan

menggunakan Good Service Ratio (GSR) dengan rumus:

Pengeluaran untuk kebutuhan pangan


GSR =
Pengeluaran untuk kebutuhan non pangan

Keterangan:
GSR>1 artinya ekonomi rumah tangga kurang sejahtera
GSR=1 artinya ekonomi rumah tangga sejahtera
GSR<1 artinya ekonomi rumah tangga lebih sejahtera

Analisis kesejahteraan berdasarkan DBPp (Daya Beli Rumah Tangga Petani)

yaitu perbandingan total pendapatan dengan total pengeluaran yang dikurangi oleh

biaya usahatani padi. Untuk mengetahui rumus daya beli rumah tangga petani

(DBPp) adalah sebagai berikut:

TP
DBPp =
TE − BU
Dimana:
DBPp = Daya beli rumah tangga petani

34
TP = Total pendapatan rumah tangga petani (Rp/th) dari seluruh sumber
TE = Total pengeluaran rumah tangga petani (Rp/th)
BU = Biaya usahatani

35
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari 5 Kabupaten/Kota di Propinsi

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten Bantul terletak di sisi selatan

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Dilihat dari bentang alamnya, wilayah

Kabupaten Bantul terdiri dari daerah dataran yang terletak pada bagian tengah,

daerah perbukitan yang terletak pada bagian timur dan barat, serta kawasan pantai

di sebelah selatan. Kabupaten Bantul terletak antara 07° 44' 04" - 08° 00' 27"

Lintang Selatan dan 110° 12' 34" - 110° 31' 08" Bujur Timur. Kabupaten Bantul

terdiri dari 17 kecamatan, yaitu Kecamatan Srandakan, Sanden, Kretek, Pundong,

Bambanglipuro, Pandak, Bantul, Jetis, Imogiri, Dlingo, Pleret, Piyungan,

Banguntapan, Sewon, Kasihan, Pajangan dan Sedayu.

Gambar 1. Peta Kabupaten Bantul


Kabupaten Bantul memiliki luas wilayah 506,85 Km2 dan merupakan

15,905% luas wilayah Provinsi DIY. Wilayah di Kabupaten Bantul terdiri dari 60%

daerah perbukitan yang kurang subur. Pembagian wilayah di Kabupaten Bantul


36
37

terdiri dari bagian barat yang merupakan daerah landai serta perbukitan yang

membujur dari utara ke selatan seluas 89,86 km2 atau 17,73% dari seluruh wilayah.

Bagian tengah merupakan daerah datar dan landai cocok digunakan sebagai daerah

pertanian yang subur seluas 210,94 km2 atau 41,62% dari seluruh wilayah. Bagian

timur merupakan daerah yang landai, miring dan terjal namun keadaannya masih

lebih baik dari daerah bagian barat, luas wilayahnya yaitu 206,05 km2 atau 40,65%

dari seluruh wilayah. Bagian Selatan, adalah bagian dari daerah bagian Tengah

dengan keadaan alamnya yang berpasir, terbentang di Pantai Selatan dari

Kecamatan Srandakan, Sanden dan Kretek.

Kabupaten Bantul dialiri 6 Sungai yang mengalir sepanjang tahun. Panjang

sungai tersebut yaitu 114 km2 yang terbentang sepanjang wilayah Kabupaten

Bantul. Sungai-sungai tersebut antara lain sungai Oyo dengan panjang 35,75 km2,

sungai Opak dengan panjang 19,00 km2, sungai Code dengan panjang 7,00 km2,

sungai Winongo dengan panjang 18,75 km2, sungai Bedog dengan panjang 9,50

km2 terakhir sungai Progo dengan panjang 24,00 km2. Keberadaan sungai ini sangat

penting bagi sumber irigasi utama lahan pertanian milik penduduk Kabupaten

Bantul. Beberapa sungai mengalir di sepanjang daerah peri urban Kabupaten

Bantul, diantaranya sungai Belik mengalir di Kecamatan Banguntapan, sungai

Code mengalir di Kecamatan Sewon dan sungai Bedog mengalir di Kecamatan

Kasihan. Hal ini yang menyebabkan kawasan tersebut tidak mengalami kesulitan

dalam hal perairan sehingga produksi padi dapat dipanen 3 kali dalam setahun.

A. Keadaan Fisik Daerah

Kawasan peri urban merupakan kawasan yang berada diantara perkotaan

dan pedesaan. Kecamatan di Kabupaten Bantul yang termasuk kawasan peri urban
38

yaitu Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Sewon dan Kecamatan Kasihan. Hal ini

dikarenakan letak ketiga kecamatan tersebut yang bersebelahan langsung dengan

Kota Yogyakarta sehingga dikategorikan kawasan peri urban. Laju ekonomi yang

terjadi di Kota Yogyakarta tentu akan berdampak terhadap ekonomi di kawasan

peri urban Kabupaten Bantul. Secara lebih jelas batas wilayah di kawasan peri

urban Kabupaten Bantul yaitu sebagai berikut:

Tabel 1. Batas Wilayah Kawasan Peri Urban Kabupaten Bantul


Batas
Banguntapan Sewon Kasihan Bantul
wilayah
Utara Kecamatan Kota Kecamatan Kota
Depok, Sleman Yogyakarta Ngampilan Yogyakarta
Timur Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kabupaten
Piyungan Banguntapan Sewon Gunung Kidul
Selatan Kecamatan Kecamatan Jetis Kecamatan Samudera
Pleret dan Bantul Sewon dan Indonesia
Pajangan
Barat Kecamatan Kecamatan Kecamatan Kabupaten
sewon Kasihan Pajangan Kulon Progo
Kabupaten Bantul, Kecamatan Banguntapan, Sewon dan Kasihan dalam angka
2017

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa kawasan peri urban berada di

paling ujung utara Kabupaten Bantul sehingga keseluruhan batas utara wilayahnya

bersebelahan langsung dengan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Disebut

kawasan peri urban karena letaknya yang berada didaerah pinggiran kota dan desa

namun tidak dapat dikategorikan kedalam salah satunya. Kecamatan yang termasuk

kawasan peri urban di Kabupaten Bantul yaitu Kecamatan Banguntapan, Sewon

dan Kasihan. Ketiga kecamatan ini terletak pada lokasi yang berdekatan, dimana

disebelah ujung Timur yaitu Kecamatan Banguntapan disebelah Baratnya

Kecamatan Sewon dan paling ujung Barat yaitu Kecamatan Kasihan. Secara

keseluruhan letak Kabupaten Bantul berada di ujung selatan Daerah Istimewa

Yogyakarta, dimana disisi selatan bersebelahan langsung dengan samudera hindia.


39

Wilayah di kawasan peri urban Kabupaten Bantul secara keseluruhan

berada di dataran rendah. Iklim di kawasan ini seperti dataran rendah lainnya

didaerah tropis yaitu wilayahnya bercuaca panas. Bentangan wilayah di Kecamatan

Banguntapan dan Sewon keseluruhan berupa daerah datar dan berombak.

Sedangkan bentangan wilayah di Kecamatan Kasihan yaitu 80% berupa daerah

datar dan berombak sedangkan 20% wilayahnya berupa daerah yang berombak

sampai berbukit. Struktur tanah sangat berkaitan dengan jenis tanaman yang cocok

dibudidayakan di kawasan ini. Letak bentangan wilayah yang sebagian besar datar

di kawasan peri urban Kabupaten Bantul ini sangat cocok untuk membudidayakan

tanaman pangan seperti padi sawah, jagung, kacang tanah dll.

B. Keadaan Penduduk

1. Struktur penduduk menurut jenis kelamin

Struktur penduduk menurut jenis kelamin dilihat dari persentase jumlah

penduduk laki-laki dan perempuan di kawasan peri urban Kabupaten Bantul.

Persentase jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin yaitu membandingkan

jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan kawasan peri urban

Kabupaten Bantul.

Tabel 2. Persentase jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di kawasan peri


Urban Kabupaten Bantul.
Jenis kelamin Banguntapan (%) Sewon (%) Kasihan (%) Bantul (%)
Laki-laki 50,05 50,2 49,6 49,83
Perempuan 49,95 49,8 50,4 50,17
Jumlah 100 100 100 100
Estimasi Hasil Sensus Penduduk – BPS Kabupaten Bantul

Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa persentase keseluruhan

penduduk di Kabupaten Bantul antara penduduk laki-laki dan perempuan tergolong


40

seimbang. Persentase penduduk di Kecamatan Banguntapan dan Sewon cenderung

lebih banyak penduduk laki-laki. Sedangkan di Kecamatan Kasihan persentase

penduduknya lebih banyak penduduk perempuan. Secara keseluruhan persentase

penduduk di Kabupaten Bantul cenderung lebih banyak penduduk perempuan

dengan selisih 0,17%. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan selisih

penduduk yang signifikan antara penduduk laki-laki dan perempuan di kawasan

peri urban Kabupaten Bantul.

2. Struktur penduduk berdasarkan kepadatan penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Bantul berdasarkan kepadatan penduduk

digunakan untuk mencari jumlah penduduk per skala luas area dalam km2.

Tabel 3. Kepadatan penduduk di kawasan peri urban Kabupaten Bantul


Banguntapan Sewon Kasihan Kabupaten
Bantul
Luas area (km2) 28,48 27,16 32,38 506,85
Jumlah penduduk (jiwa) 135.888,00 112.504,00 122.323,00 971.511,00
Kepadatan penduduk
4.771 4.142 3.778 1.917
(km2/jiwa)
Estimasi Hasil Sensus Penduduk - BPS Kabupaten Bantul

Berdasarkan Tabel 7 dapat diketahui keseluruhan kepadatan penduduk di

kawasan peri urban Kabupaten Bantul. Kepadatan penduduk terbanyak yaitu ada di

Kecamatan Banguntapan sedangkan kepadatan terendah yaitu di Kabupaten Bantul.

Kecamatan Banguntapan terletak di sisi Tenggara Kabupaten Bantul, letaknya yang

bersebelahan dengan Kota Yogyakarta dan Kecamatan Sleman menjadikan

kawasan ini memiliki kepadatan penduduk yang tinggi. Sebagian wilayahnya

berada di area perkotaan sehingga digunakan untuk area pemukiman, pertokoan,

perkantoran dan kegiatan industri lainnya. Pertumbuhan peduduk di kawasan ini

tergolong tinggi sehingga banyak memanfaatkan wilayahnya untuk perumahan dan

kawasan industri.
41

Sedangkan dikeseluruhan Kabupaten Bantul kepadatan wilayahnya

tergolong kecil. Hal ini dikarenakan wilayah Kabupaten Bantul menyeluruh mulai

dari kawasan pinggiran kota, desa, perbukitan hingga kawasan pinggir pantai.

Kawasan di pedesaan dan perbukitan seperti Kecamatan Imogiri, Dlingo, Pajangan

memiliki kepadatan penduduk terendah hal ini dikarenakan letak kawasan yang

berbukit sehingga tidak banyak penduduk yang menempati kawasan ini. Sedangkan

dilihat dari luas wilayah, Kecamatan Imogiri, Dlingo dan Pajangan memiliki luas

wilayah terluas di Kabupaten Bantul dengan jumlah penduduk sedikit sehingga

secara keseluruhan kepadatan wilayah di Kabupaten Bantul tergolong kecil

dibandingkan kecamatan di kawasan peri urban.

3. Struktur penduduk berdasarkan umur

Struktur penduduk berdasarkan kelompok umur merupakan jumlah

penduduk berdasarkan rentang usia pada suatu daerah. Struktur penduduk

berdasarkan umur menunjukkan penyebaran penduduk berdasarkan kelompok

umur dan tingkat kepadatannya di suatu daerah. Struktur penduduk berdasarkan

umur di kawasan peri urban Kabupaten Bantul secara rinci antara lain:

Tabel 4. Persentase jumlah penduduk berdasarkan golongan umur


Kelompok Umur Banguntapan Sewon Kasihan Kabupaten Bantul
0 – 19 31,10 30,06 30,56 29,69
20 – 39 36,28 34,39 34,86 31,79
40 – 59 24,29 25,52 25,12 26,21
60 – 75+ 8,33 10,03 9,46 12,31
Jumlah 100 100 100 100
Estimasi Hasil Sensus Penduduk - BPS Kabupaten Bantul

Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui struktur penduduk di kawasan peri

urban Kabupaten Bantul menurut persentase umur. Secara keseluruhan rentang usia
42

terbanyak penduduk di kawasan peri urban Kabupaten Bantul berada di rentang

usia 20-39 tahun. Rentang umur tersebut termasuk dalam jenjang umur produktif

dan sangat berperan dalam penyediaan sumber daya manusia. Dalam rentang usia

ini kekuatan fisik seseorang jauh lebih kuat sehingga dapat memaksimalkan

pendapatan dari kegiatan usaha yang dilakukan untuk mencukupi kebutuhan

hidupnya.

C. Irigasi

Irigasi merupakan kegiatan pengaturan, penyediaan dan penyaluran air

irigasi untuk menunjang pertanian yang dilakukan oleh manusia untuk mengaliri

lahan pertanian. Jenis pengairan terbagi menjadi dua yaitu secara irigasi dan tadah

hujan. Secara lebih jelas luas system pengairan di kawasan peri urban Kabupaten

Bantul dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Luas penggunaan sistem pengairan di kawasan peri urban Kabupaten


Bantul 2015 (Ha)
Jenis pengairan Banguntapan Sewon Kasihan Kabupaten Bantul
Irigasi 989 1.177 553 13.066
Tadah hujan 0 0 10 2.159
Jumlah 989 1.177 563 15.225
BPS Kabupaten Bantul 2016

Tabel 9 menunjukkan luas penggunaan sistem pengairan yang diterapkan di

kawasan peri urban Kabupaten Bantul dan didominasi oleh penggunaan irigasi

untuk mengaliri lahan pertaniannya. Kawasan peri urban di Kabupaten Bantul

dilewati oleh sungai besar sehingga sebagian besar sistem pengairan di kawasan ini

menggunakan saluran irigasi. Luas penggunaan sistem irigasi terluas yaitu di

Kecamatan Sewon. Hal ini dikarenakan Kecamatan Sewon dilewati oleh aliran
43

sungai terbanyak dibandingkan kecamatan lainnya diantaranya sungai Winongo,

sungai Code dan sungai Bedog. Wilayah di Kabupaten Bantul terdiri dari pengairan

irigasi dan tadah hujan. Hal ini dikarenakan tidak semua kawasan di Kabupaten

Bantul dialiri sungai sehingga ketika musim kemarau kawasan tersebut hanya

mengandalkan air hujan untuk mengaliri sawahnya.

D. Luas Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan adalah informasi yang menggambarkan sebaran

pemanfaatan lahan yang ada di kawasan peri urban Kabupaten Bantul. Penggunaan

lahan pertanian diklasifikasikan menjadi lahan sawah, lahan pertanian bukan sawah

dan lahan bukan pertanian. Luas penggunaan lahan ini digunakan untuk mengetahui

seberapa besar pemanfaatan lahan di kawasan ini. Secara lebih jelas luas

penggunaan lahan di kawasan peri urban Kabupaten Bantul dapat dilihat pada tabel

berikut:

Tabel 6. Luas lahan sawah, lahan pertanian bukan sawah dan lahan bukan pertanian
menurut kecamatan di Kabupaten Bantul Tahun 2016
Luas lahan Kabupaten
Banguntapan % Sewon % Kasihan % %
(Ha) Bantul
Lahan sawah 989,51 34,74 1.177,00 43,34 563,10 17,39 15.183 30,24
Lahan
pertanian 33,45 1,18 32,99 1,21 155,00 4,79 12.742 25,39
bukan sawah
Lahan bukan
1.825,04 64,08 1.506,00 55,45 2.520,00 77,82 22.268 44,37
pertanian
Total 2.848,00 100 2.715,99 100 3.238,10 100 50.193 100
Mantri Tani Kecamatan Banguntapan, Sewon dan Kasihan

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat luas dan persentase penggunaan lahan

di kawasan peri urban Kabupaten Bantul. Sebagian besar luas penggunaan lahan di

kawasan peri urban Kabupaten Bantul digunakan sebagai lahan bukan pertanian.

Hal ini dikarenakan pertumbuhan penduduk dan perekonomian di kawasan ini

cenderung besar sehingga memanfaatkan lahan bukan pertanian yang besar sebagai

tempat pemukiman, sarana pendidikan, kesehatan dan sarana ekonomi lainnya.


44

Penggunaan lahan sawah cenderung lebih banyak dibandingkan penggunaan lahan

pertanian bukan sawah. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk di kawasan peri

urban Kabupaten Bantul masih mengandalkan usahatani lahan sawah sebagai mata

pencahariaannya. Sedangkan penggunaan lahan pertanian dan non pertanian di

Kabupaten Bantul cenderung lebih seimbang. Keadaan geografis sebagian

kecamatan di Kabupaten Bantul didominasi daerah perbukitan sehingga masih

banyak lahan pertanian baik sawah maupun non sawah yang bisa dimanfaatkan oleh

penduduk di Kabupaten Bantul.

E. Keadaan Pertanian

Kecamatan Banguntapan, Sewon dan Kasihan merupakan kecamatan di

Kabupaten Bantul yang berpotensi untuk membudidayakan tanaman pangan,

dilihat dari keadaan geografisnya yang berada di dataran rendah. Selain itu wilayah

Kecamatan Banguntapan, Sewon dan Kasihan memiliki iklim, cuaca dan ketinggian

tempat yang sesuai untuk tanaman pangan. Ada beberapa tanaman pangan yang

dikembangkan di kawasan ini antara lain padi sawah, jagung, ubi kayu, kacang

tanah dan kedelai.

Kecamatan Banguntapan, Sewon dan Kasihan merupakan kecamatan yang

tergolong kawasan peri urban di Kabupaten Bantul. Hal ini dikarenakan lokasi

ketiga kecamatan ini yang bersebelahan langsung dengan Kota Yogyakarta

sehingga pembangunan ekonomi di Kota Yogyakarta akan mempengaruhi wilayah

di kawasan ini. Keadaan ini menyebabkan luas lahan pertanian di Kecamatan

Banguntapan, Sewon dan Kasihan semakin berkurang tiap tahunnya. Jika hal ini

tidak dihentikan maka besar kemungkinan luas lahan pertanian di kawasan peri

urban Kabupaten Bantul akan semakin tergerus oleh modernisasi perkotaan.


45

Sedangkan seperti kita ketahui sektor pertanian merupakan salah satu mata

pencaharian utama masyarakat pedesaan. Bahkan produksi padi sawah menjadi

sumber utama kebutuhan karbohidrat masyakat pedesaan. Berikut data luas panen

tanaman bahan makanan di kawasan peri urban Kabupaten Bantul sebagai berikut:

Tabel 7. Luas panen tanaman bahan makanan di kawasan peri urban Kabupaten
Bantul
Luas panen (Ha) Banguntapan Sewon Kasihan Kabupaten Bantul
Padi sawah 2.137,6 1.696 1.343 183.211
Padi ladang - - - -
Jagung 5,8 193 34 25.394
Ubi kayu - - 23 27.962
Kacang tanah 20,2 61 54 -
Kedelai - 94 13 -
Jumlah 2.163,6 2.044 1.467 236.567
Mantri Tani Kecamatan Banguntapan, Sewon, Kasihan

Dilihat dari Tabel 11 dapat diketahui luas panen tanaman bahan makanan di

kawasan peri urban Kabupaten Bantul menurut jenis tanaman. Secara keseluruhan

Kecamatan Banguntapan, Sewon, Kasihan dan Kabupaten Bantul mengandalkan

padi sawah sebagai bahan makanan utama. Hal ini berkaitan dengan luas lahan

sawah dikawasan peri urban Kabupaten Bantul cenderung lebih banyak

dibandingkan lahan pertanian non sawah sehingga produksi padi sawah lebih

banyak dibandingkan tanaman bahan makanan lainnya. Hampir keseluruhan

wilayah dikawasan ini tidak menanam padi ladang karena keberadaan air yang

melimpah sehingga lebih sesuai untuk tanaman padi sawah. Tanaman bahan

makanan lainnya yang juga diproduksi di wilayah ini yaitu jagung, kacang tanah,

ubi kayu dan kedelai.

Lokasi penelitian di kawasan peri urban Kabupaten Bantul terdiri dari satu

desa di Kecamatan Banguntapan, Sewon dan Kasihan. Desa yang menjadi wilayah

penelitian di Kecamatan Banguntapan yaitu Desa Tamanan, di Kecamatan Sewon


46

yaitu Desa Bangunharjo dan di Kecamatan Kasihan yaitu Desa Ngestiharjo. Luas

panen tanaman bahan makanan diketiga desa di kawasan peri urban Kabupaten

Bantul didominasi oleh padi sawah mengingat letak desa yang berada didataran dan

masih terdapat banyak lahan sawah di kawasan ini sehingga sangat berpotensi untuk

tanaman padi sawah. Tanaman bahan makanan lain yang ada di ketiga desa ini

antara lain antara lain jagung, kacang tanah dan kedelai. Hal ini menunjukkan

bahwa desa diwilayah penelitian masih sangat berpotensi sebagai daerah pertanian

dibuktikan dengan luas lahan tanaman pangan yang memadai. Luas lahan tanaman

padi sebagai sumber makanan pokok penduduk desa masih memadai sebagai upaya

peningkatan produksi beras sehingga ketahanan pangan wilayahnya akan

meningkat. Ketika ketahanan pangan suatu rumah tangga dapat terpenuhi dengan

produksi beras maka kesejahteraan rumah tangga juga akan meningkat seiring

dengan berkurangnya pengeluaran rumah tangga petani terhadap beras.


V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis “Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan Rumah Tangga Tani di

Kawasan Peri Urban Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta” meliputi

analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif yang dianalisis yaitu

meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga,

pengalaman bertani, status kepemilikan lahan dan jenis pekerjaan lain. Kemudian

analisis kuantitatif yaitu meliputi analisis pendapatan, kontribusi pendapatan,

analisis ketahanan pangan dan kesejahteraan.

A. Identitas Petani

Petani menjadi tokoh utama dalam seluruh kegiatan usahatani mulai dari

persemaian, penanaman, perawatan, pemanenan hingga paska panen. Untuk itu

petani diharuskan menjadi petani cerdas dan selektif agar dapat meningkatkan

produksi, kualitas, kuantitas serta pendapatan dari usahatani tersebut. Petani

dituntut untuk mengelola lahan, tenaga kerja, biaya sarana produksi dan sumber

daya lainnya agar dapat memperoleh pendapatan maksimal demi menopang

keberlanjutan hidupnya.

Identitas petani perlu dianalisis untuk mengetahui seberapa besar kriteria

petani padi di kawasan peri urban Kabupaten Bantul. Identitas petani berisi

gambaran secara umum mengenai keadaan/kondisi petani yang dapat berpengaruh

terhadap produksi hasil pertanian. Identitas petani dapat dijadikan tolak ukur

seberapa besar kemampuan petani dalam melakukan usahatani. Identitas petani

yang dianalisis meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, jumlah

tanggungan keluarga, pengalaman bertani, status kepemilikan lahan dan jenis


48
49

pekerjaan lain. Petani yang dijadikan responden yaitu petani yang menggunakan

lahan pertanian yang dimiliki untuk usahatani padi.

1. Umur

Umur sangat berpengaruh terhadap kemampuan petani dalam mengelola

usahatani. Umur menentukan pola pikir dan kekuatan fisik petani dalam

berusahatani. Hal ini dikarenakan pola pikir dan kekuatan fisik yang bagus sangat

berpengaruh terhadap keberhasilan menanam padi sehingga dapat meningkatkan

produksi. Umur petani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul dapat dilihat

sebagai berikut:

Tabel 1. Umur petani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul


Banguntapan Sewon Kasihan Jumlah
Umur
Jiwa (%) Jiwa (%) Jiwa (%) Jiwa (%)
42-55 4 30,77 7 26,92 1 12,50 12 25,53
56-70 8 61,53 15 57,70 6 75,00 29 61,70
71-85 1 7,70 4 15,38 1 12,50 6 12,77
Total 13 100 26 100 8 100 47 100

Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa rata-rata umur petani di

kawasan peri urban Kabupaten Bantul yaitu 61 tahun dengan rentang usia terendah

yaitu berusia 42 tahun sedangkan umur tertua yaitu 85 tahun. Sedangkan rata-rata

usia petani tiap kecamatan diantaranya Kecamatan Banguntapan yaitu 60 tahun,

Kecamatan Sewon yaitu 61 tahun dan Kecamatan Kasihan 62 tahun. Hal ini

menunjukkan bahwa petani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul sebagian besar

tergolong berusia tua, sehingga akan mempengaruhi pola pikir dan kekuatan fisik

dalam berusahatani. Alfrida & Noor (2017) mengungkapkan rata-rata usia petani

didaerah penelitiannya antara 58-62 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani padi
50

di lokasi penelitiannya rata-rata berusia tua, meskipun ada beberapa responden

berusia muda, namun sifatnya minoritas.

Dalam kondisi demikian sebagian besar pola pikir petani di kawasan peri

urban Kabupaten Bantul dalam menanam padi dipengaruhi oleh umur. Pola pikir

petani semakin bertambah seiring dengan bertambahnya umur, namun

bertambahnya umur tidak terlalu mempengaruhi kekuatan fisik petani. Pola pikir

yang bertambah akan mempengaruhi keterampilan dan pengetahuan petani dalam

usahatani. Namun umur cenderung tidak berpengaruh besar terhadap kekuatan fisik

petani didesa. Hal ini dikarenakan walaupun umur semakin bertambah, petani

didesa cenderung tetap pergi ke sawah walaupun intensitasnya semakin berkurang.

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin petani yang berbeda sangat berpengaruh terhadap produksi

usahatani padi di kawasan peri urban Kabupaten Bantul. Seperti halnya tenaga kerja

dalam usahatani, kegiatan mencangkul biasanya dilakukan oleh petani laki-laki

sedangkan kegiatan menanam biasanya dilakukan oleh petani perempuan. Namun

keseluruhan kegiatan usahatani cenderung dilakukan oleh petani laki-laki. Hal ini

dikarenakan seorang laki-laki memiliki fisik jauh lebih kuat dibandingkan

perempuan sehingga dapat memperoleh pendapatan yang maksimal dari usahatani

tersebut. Jenis kelamin petani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul dapat dilihat

sebagai berikut:

Tabel 2. Jenis kelamin petani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul


Banguntapan Sewon Kasihan Jumlah
Jenis Kelamin
Jiwa (%) Jiwa (%) Jiwa (%) Jiwa (%)
Laki-laki 11 84,61 22 84,61 8 100 41 87,23
Perempuan 2 15,39 4 15,39 0 0 6 12,77
Total 13 100 26 100 8 100 47 100
51

Tabel 13 menunjukkan bahwa 87,23% petani di kawasan peri urban

Kabupaten Bantul berjenis kelamin laki-laki. Hal ini dikarenakan petani laki-laki

cenderung memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan petani perempuan.

Sedangkan 12,77% petani dikawasan ini dikelola oleh perempuan. Perempuan yang

melaksanakan usahatani dikarenakan janda atau suami sudah tidak mampu

mengelola sawah karena sakit, sehingga petani perempuan harus tetap mengelola

sawah untuk mencukupi kebutuhannya. Petani perempuan biasanya mengelola

sawah seperti penyiapan bibit, penanaman, penyiangan dan panen serta pasca panen

sedangkan kegiatan mencangkul, membajak, pemupukan dan pengairan

menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Petani perempuan yang tidak memiliki

tugas pokok dalam mengelola sawah biasanya lebih sering diberdayakan sebagai

tenaga kerja dalam keluarga dan membantu suami dalam mengelola usahatani padi

agar dapat menekan biaya tenaga kerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan

dari usahatani padi.

Omonona, dkk (2007) menyatakan bahwa jenis kelamin kepala rumah

tangga tani berkaitan erat tingkat ketahanan pangan. Rumah tangga tani dengan

kepala keluarga wanita cenderung memiliki masalah pangan yang tinggi. Hal ini

dikarenakan menurunnya tingkat ketergantungan yang diamati pada rumah tangga

dengan kepala rumah tangga laki-laki dimana perempuan ikut terlibat dalam

menghasilakan pendapatan total rumah tangga. Sedangkan jika kepala rumah

tangga perempuan akan meningkatkan rasio ketergantungan pada perempuan yang

diakibatkan janda atau belum menikah.


52

3. Pendidikan Terakhir

Tingkat pendidikan terakhir menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi

pola pikir petani dalam melakukan usahatani. Pendidikan berperan pada

kemampuan petani dalam menyerap inovasi dan teknologi terbaru dalam bidang

pertanian. Petani dengan tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih mudah diberi

penyuluhan mengenai inovasi dan teknologi terbaru sehingga dapat meningkatkan

produksi padi. Pendidikan terakhir petani padi di kawasan peri urban di Kabupaten

Bantul yaitu sebagai berikut:

Tabel 3. Pendidikan terakhir petani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul


Pendidikan Banguntapan Sewon Kasihan Jumlah
Terakhir Jiwa (%) Jiwa (%) Jiwa (%) Jiwa (%)
Tidak 0 0 4 15,38 0 0
4 8,51
tamat SD
SR 1 7,70 1 3,85 0 0 2 4,26
SD 4 30,77 14 53,85 4 50,00 22 46,80
SMP 0 0 1 3,85 1 12,50 2 4,26
SLTA 6 46,15 5 19,23 2 25,00 13 27,66
D3/S1 2 15,38 1 3,85 1 12,50 4 8,51
Total 13 100 26 100 8 100 47 100

Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa pendidikan terakhir petani di

kawasan peri urban Kabupaten Bantul cenderung bervariasi namun didominasi

lulusan SD. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan terakhir di kawasan

peri urban Kabupaten Bantul cenderung rendah. Tingkat pendidikan terakhir

berkaitan dengan usia petani di kawasan ini, dimana sebagian besar petani di

kawasan ini cenderung berusia tua dan belum memperhatikan tentang pendidikan.

Sedangkan pendidikan terakhir petani di Kecamatan Banguntapan yaitu SLTA

bahkan ada petani yang berpendidikan D3/S1. Hal ini berarti tingkat pendidikan di

kecamatan Banguntapan lebih tinggi dibandingkan kecamatan lainnya. Sejalan


53

dengan penelitian Alfrida & Noor (2017) yang menunjukkan bahwa tingkat

pendidikan sebagian besar petani adalah SD sebesar 53,85% dari total responden.

Namun sebagian responden ada yang merupakan lulusan perguruan tinggi

walaupun persentasenya masih sedikit, hal ini menunjukkan kemajuan suatu desa.

Menurut Wardie (2015) faktor pendidikan berpengaruh bagi petani dalam

mengadopsi ilmu pengetahuan dalam mengelola usahataninya, serta mempengaruhi

petani dalam mengalokasikan tenaga kerja yang dimiliki. Hal ini dikarenakan

semakin tinggi tingkat pendidikan, seseorang akan lebih rasional dalam

mengalokasikan tenaga kerja dalam usahataninya.

Dapat diketahui bahwa petani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul

dalam berusahatani padi hanya mengandalkan keterampilan bertani secara turun

temurun. Petani cenderung belajar usahatani padi dari keluarga dan kebiasaan dari

kecil sehingga belum mendapatkan keterampilan bertani yang sesuai. Petani padi

di kawasan peri urban Kabupaten Bantul yang berpendidikan tinggi cenderung

lebih sedikit. Seperti diketahui bahwa pendidikan merupakan sumber ilmu

pengetahuan dan penambahan wawasan. Petani dengan tingkat pendidikan tinggi

cenderung lebih cepat menerima inovasi dan pengetahuan baru yang sedang

berkembang dalam bidang pertanian, sehingga diharapkan dapat meningkatkan

produksi dan pendapatan petani.

4. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga terdiri dari seluruh anggota keluarga yang

masih menjadi tanggungan kepala keluarga. Jumlah tanggungan keluarga

berpengaruh terhadap semangat kepala keluarga dalam mengelola usahatani untuk


54

mendapatkan pendapatan maksimal. Jumlah anggota keluarga dapat mempengaruhi

tingkat kerja petani. Anggota keluarga petani didaerah pedesaan biasanya menjadi

tenaga kerja dalam keluarga sehingga dapat membantu kepala keluarga dalam

melakukan usahatani. Jumlah tanggungan keluarga petani di kawasan peri urban

dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 4. Jumlah tanggungan keluarga petani di kawasan peri urban Kabupaten


Bantul
Jumlah Banguntapan Sewon Kasihan Jumlah
Tanggungan Jiwa (%) Jiwa (%) Jiwa (%) Jiwa (%)
1-3 8 61,54 21 80,77 8 100 35 74,47
4-6 5 38,46 5 19,23 0 0 12 25,53
Total 13 100 26 100 8 100 47 100

Dilihat dari Tabel 15 dapat diketahui sebesar 74,47% jumlah tanggungan

keluarga petani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul berada pada rentang 1-3

orang. Rata-rata jumlah tanggungan keluarga rumah tangga petani di kawasan peri

urban Kabupaten Bantul yaitu sebanyak 3 orang setiap rumah tangga. Anggota

keluarga yang diambil yaitu terdiri dari suami/istri, anak, orang tua yang masih

tinggal dalam satu rumah. Amaliyah (2011) mengungkapkan bahwa banyaknya

anggota keluarga berpengaruh terhadap kebutuhan pangan rumah tangga. Selain itu,

banyaknya jumlah tanggungan keluarga juga berpengaruh terhadap besarnya

pendapatan rumah tangga tersebut, semakin banyak anggota keluarga yang bekerja

maka semakin besar pendapatan rumah tangganya.

Anggota keluarga juga dapat mempengaruhi semangat petani dalam

berusahatani padi. Semakin banyak anggota keluarga, petani akan semakin

bersemangat dalam berusahatani untuk mencukupi kebutuhan anggota keluarganya.

Didaerah pedesaan anggota keluarga sering dijadikan tenaga kerja dalam keluarga
55

sehingga dapat memudahkan pekerjaan dalam usahatani seperti mencangkul,

menanam, perawatan dan panen serta pasca panen. Anggota keluarga yang banyak

dapat menekan biaya tenaga kerja sehingga diharapkan dapat meningkatkan

produksi dan pendapatan petani padi di kawasan peri urban Kabupaten Bantul.

5. Pengalaman Bertani

Pengalaman bertani berpengaruh besar terhadap pengelolaan usahatani.

Semakin lama bertani maka pengalaman petani mengenai usahatani akan semakin

besar sehingga dapat mempengaruhi pola pikir. Hal ini dikarenakan petani sudah

memahami kondisi lahan dan proses usahatani. Maka bukan tidak mungkin semakin

lama petani melakukan usahatani maka tingkat produksinya akan semakin

meningkat. Pengalaman bertani petani padi di kawasan peri urban dapat dilihat

sebagai berikut:

Tabel 5. Pengalaman bertani petani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul


Pengalaman Banguntapan Sewon Kasihan Jumlah
bertani Jiwa (%) Jiwa (%) Jiwa (%) Jiwa (%)
5-26 5 38,46 14 53,85 2 25,00 21 44,68
27-49 5 38,46 8 30,77 5 62,50 18 38,30
50-71 3 23,08 4 15,38 1 12,50 8 17,02
Total 13 100 26 100 8 100 47 100

Dilihat dari Tabel 16 dapat diketahui bahwa pengalaman berusahatani padi

petani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul sebanyak 44,68% berada pada

rentang antara 5-26 tahun. Rata-rata pengalaman usahatani rumah tangga tani di

kawasan peri urban Kabupaten Bantul yaitu selama 30 tahun. Kecamatan Kasihan

memiliki rata-rata pengalaman bertani paling lama sedangkan Kecamatan Sewon

memiliki rata-rata pengalaman bertani rendah. Hal ini berkaitan dengan rata-rata

usia petani di Kecamatan Kasihan yang didominasi berusia tua sehingga


56

pengalaman bertaninya cenderung lama. Sedangkan petani di Kecamatan Sewon

cenderung berusia produktif dimana rata-rata pengalaman berusahataninya belum

terlalu lama. Lama bertani berpengaruh terhadap pengalaman petani dalam

berusahatani padi sehingga dapat mempengaruhi pola pikir. Semakin lama

pengalaman petani dalam hal usahatani padi maka akan mempengaruhi pola pikir

petani dalam mengelola usahatani untuk mendapatkan pendapatan maksimal.

Petani padi di kawasan peri urban Kabupaten Bantul bisa dikatakan sudah memiliki

pengalaman yang banyak mengenai usahatani padi. Sebagian besar petani

berusahatani untuk mencukupi kebutuhan hidup sehingga petani sudah paham

mengenai kondisi lahan dan proses usahatani padi yang didapat dari pengalaman

berusahatani.

6. Status Kepemilikan Lahan

Lahan pertanian merupakan bagian terpenting dalam usahatani. Lahan

pertanian menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produksi pertanian.

Status kepemilikan lahan pertanian di kawasan peri urban Kabupaten Bantul terbagi

menjadi lahan milik sendiri, sewa dan sakap. Lahan milik sendiri merupakan lahan

yang berstatus milik pribadi yang berasal dari warisan secara turun temurun. Lahan

sewa merupakan lahan pertanian yang berstatus pinjam dengan ketentuan yang

disepakati dalam jangka waktu tertentu. Lahan sakap merupakan lahan yang

berstatus milik orang lain yang pengusahaannya dilakukan oleh petani lain dengan

pembagian hasil yang telah disepakati bersama. Status kepemilikan lahan dapat

berpengaruh terhadap pendapatan yang diteriam petani yang berasal dari usahatani.
57

Status kepemilikan lahan petani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul yaitu

sebagai berikut:

Tabel 6. Status kepemilikan lahan petani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul
Status Banguntapan Sewon Kasihan Jumlah
kepemilikan lahan Jiwa (%) Jiwa (%) Jiwa (%) Jiwa (%)
Milik sendiri 7 46,67 16 51,61 5 55,56 28 50,91
Sewa 1 6,67 4 12,90 0 0 5 9,09
Sakap 7 46,66 11 35,49 4 44,44 22 40,00
Total 15 100 31 100 9 100 55 100

Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui sebanyak 50,91% status kepemilikan

lahan di kawasan peri urban Kabupaten Bantul didominasi oleh lahan milik sendiri.

Sebagian besar petani mengelola lahan tidak hanya milik sendiri melainkan juga

lahan sewa dan sakap sehingga total lahan yang digarap melebihi dari total petani

responden. Kecamatan Banguntapan dan Kasihan status kepemilikan lahan

didominasi lahan milik sendiri. Sedangkan di Kecamatan Sewon lebih didominasi

lahan milik sendiri dan sakap. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat di

Kecamatan Sewon selain bekerja diluar sektor pertanian juga bekerja sebagai buruh

tani sehingga hasil produksinya dapat digunakan untuk konsumsi rumah tangga

taninya. Pembagian sakap di kawasan peri urban cenderung bervariasi diantaranya

50% untuk penggarap dan 50% untuk pemilik serta 60% untuk penggarap dan 40%

untuk pemilik, tergantung kesepakatan antara pemilik dan penggarap. Kegiatan

usahatani padi mulai dari penyemaian hingga panen yang dilakukan di lahan sakap

keseluruhan dikerjakan oleh petani penggarap sedangkan pemilik lahan hanya

berperan menyediakan lahan.

Kepemilikan lahan milik sendiri cenderung lebih menguntungkan bagi

petani karena tidak perlu mengeluarkan biaya lain seperi sewa lahan dan hasil
58

produksi yang didapatkan juga dapat dinikmati sendiri tidak perlu dibagi dengan

bagian sakap. Namun keterbatasan lahan yang semakin menyempit dan keperluan

semakin bertambah mengharuskan petani menyewa lahan dan menggarap lahan

milik orang lain untuk mencukupi kebutuhan hidup. Petani dengan lahan sakap

cenderung mendapatakan produksi padi sedikit karena dibagi dengan bagian

pemilik.

Tabel 7. Rata-rata luas lahan usahatani padi di kawasan peri urban Kabupaten
Bantul.
Status Banguntapan Sewon Kasihan Rata-rata
kepemilikan
Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%)
lahan
Milik sendiri 700,00 22,95 842,31 40,60 1.451,13 68,66 917,92 39,13
Sewa 769,23 25,22 147,69 7,12 - - 288,33 12,29
Sakap 1.580,77 51,83 1.084,62 52,28 662,50 31,34 1.139,84 48,58
Total 3050,00 100 2074,62 100 2.113,63 100 2.346,10 100

Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui luas status kepemilikan lahan,

sebanyak 48,58% petani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul mengusahakan

lahan sakap. Petani di Kecamatan Sewon cenderung lebih banyak mengusahakan

lahan sakap dibandingkan kecamatan lainnya. Hal ini dapat berkaitan dengan usia

petani di Kecamatan Sewon yang dominan petani berusia sedang sehingga tidak

banyak memiliki lahan pertanian sendiri. Oleh karena itu untuk mencukupi

kebutuhan keluarganya petani di kawasan ini lebih banyak bekerja sebagai buruh

sakap dimana hasil produksinya akan dibagi antara pemilik dan penggarap.

Dilihat dari rata-rata luasan kepemilikan lahan luas lahan pertanian di

kawasan peri urban Kabupaten Bantul tergolong dalam kepemilikan lahan sempit.

Letak lokasi kawasan peri urban Kabupaten Bantul yang bersebelahan langsung

dengan Kota Yogyakarta akan mempengaruhi penggunaan lahan pertanian di

kawasan ini. Perkembangan industri yang sangat pesat di Kota Yogyakarta akan
59

berdampak pada keberadaan lahan pertanian yang semakin sempit di kawasan

pinggiran, salah satunya di kawasan peri urban Kabupaten Bantul. Hasil penelitian

ini selaras dengan penelitian Purwaningsih dkk (2015) yang menunjukkan bahwa

sebagian besar lokasi lahan sawah yang dialih fungsikan adalah yang dekat dengan

perkotaan. Tingginya nilai lahan di kawasan penelitiannya sejalan dengan cepatnya

perkembangan industri dan pemukiman di Kecamatan Colomandu. Lokasi

Kecamatan Colomandu yang dekat dengan daerah Surakarta bagian barat juga akan

mempengaruhi kecepatan laju alih fungsi lahan. Perkembangan di Surakarta, akan

berdampak pada semakin cepatnya perkembangan Kecamatan Colomandu menjadi

daerah pemukiman dan industri sehingga lahan pertanian semakin berkurang.

7. Pekerjaan lain

Jenis pekerjaan lain berkaitan dengan sumber pendapatan rumah tangga tani

di kawasan peri urban Kabupaten Bantul. Semakin banyak pekerjaan lain petani

maka diharapkan sumber pendapatan dari luar usahatani semakin banyak. Berikut

jenis pekerjaan lain rumah tangga tani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul.

Tabel 8. Pekerjaan lain rumah tangga tani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul
Pekerjaan lain Banguntapan Sewon Kasihan Total
Jumlah % Jumlah % Jumlah % Jumlah %
Memiliki
pekerjaan diluar 9 69,23 18 69,23 5 62,5 32 68,08
pertanian
Tidak memiliki
pekerjaan diluar 4 30,77 8 30,77 3 37,5 15 31,92
pertanian
Jumlah 13 100 26 100 8 100 47 100

Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa sebanyak 68,08% petani di

kawasan peri urban Kabupaten Bantul memiliki pekerjaan lain diluar bidang

pertanian. Jenis pekerjaan lain rumah tangga tani di kawasan peri urban Kabupaten
60

Bantul cenderung bervariasi diantaranya berdagang, buruh bangunan, bekerja di

kantor, mantri tani, tukang kayu, ternak, wiraswasta dan pensiunan. Letak kawasan

peri urban Kabupaten Bantul yang bersebelahan dengan Kota Yogyakarta

menyebabkan sebagian besar petani bekerja disektor luar pertanian. Hal ini juga

berkaitan dengan luas lahan pertanian yang semakin sempit sehingga tidak

memungkinkan apabila petani hanya mengandalkan dari pendapatan usahatani padi

untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya.

Petani yang memiliki pekerjaan pokok diluar pertanian tentu tidak dapat

maksimal dalam berusahatani padi sehingga beberapa petani ada yang

mengandalkan tenaga kerja luar keluarga untuk menggarap sawahnya. Hal ini

dilakukan untuk tetap memaksimalkan produksi beras dari usahatani. Namun

sebanyak 31,92% petani di kawasan ini tidak memiliki pekerjaan lain selain bertani

padi. Hal ini dikarenakan petani yang demikian cenderung berusia lanjut dan tidak

mampu bekerja diluar pertanian sehingga mengandalkan usahatani padi untuk

mencukupi kebutuhan hidupnya.

B. Analisis Pendapatan

Analisis pendapatan digunakan untuk mengetahui seberapa besar

pendapatan petani dari usahatani padi di kawasan peri urban Kabupaten Bantul.

Analisis pendapatan diperoleh dari pengurangan penerimaan usahatani padi dengan

total biaya. Total biaya yang digunakan dalam usahatani padi di kawasan peri urban

Kabupaten Bantul ini adalah keseluruhan biaya yang nyata dikeluarkan dalam

usahatani. Biaya yang dianalisis yaitu meliputi biaya penyusutan alat, biaya tenaga

kerja, biaya sarana produksi dan biaya lain-lain. Penerimaan merupakan perkalian
61

dari produksi usahatani yang dihitung dalam bentuk beras dan harga beras. Secara

lebih jelas analisis pendapatan dapat dipahami dalam penjelasan sebagai berikut:

1. Biaya usahatani

Biaya usahatani padi di kawasan peri urban Kabupaten Bantul merupakan

keseluruhan biaya yang nyata dikeluarakan dalam usahatani. Pengeluaran biaya

usahatani berkaitan dengan produksi dan luas lahan pertanian. Semakin luas lahan

pertanian maka pengeluaran biaya usahatani akan semakin banyak sehingga juga

dapat meningkatkan produksi usahatani. Biaya usahatani yang dianalisis yaitu biaya

sarana produksi, biaya tenaga kerja, biaya penyusutan alat dan biaya lain-lain.

Rincian jenis biaya dalam usahatani padi di kawasan peri urban Kabupaten Bantul

dapat dilihat sebagai berikut:

a. Biaya sarana produksi

Biaya sarana produksi merupakan biaya yang berkaitan dengan produksi

usahatani padi. Semakin banyak biaya sarana produksi yang dikeluarkan maka

diharapkan dapat meningkatkan produksi padi sehingga akan menambah

pendapatan petani. Biaya sarana produksi dihitung dari keseluruhan biaya yang

dikeluarkan dan dapat mempengaruhi hasil produksi. Biaya sarana produksi yang

dianalisis yaitu penggunaan benih, pupuk kimia, pupuk organik dan pestisida.

Analisis biaya sarana produksi yang dikeluarkan petani di kawasan peri urban

Kabupaten Bantul yaitu antara lain:


62

Tabel 9. Rincian biaya sarana produksi dalam usahatani padi di kawasan peri urban
Kabupaten Bantul
Jenis sarana Banguntapan Sewon Kasihan
No Rata-Rata
produksi Per 3.050 m2 Per 2.074,62 m2 Per 2.113,63 m2
1 Benih 378.846 191.119 162.250 238.130
2 Urea 223.846 188.808 111.125 185.277
3 Phonska 100.385 82.762 61.375 83.996
4 TSP 63.077 15.685 10.625 27.932
5 KCL 23.846 3.769 - 8.681
6 Pupuk Kandang - 4.615 - 2.553
7 Pupuk Organik 2.692 28.731 15.750 19.319
8 Pestisida Padat 72.846 7.538 - 24.319
9 Pestisida Cair 24.773 14.365 3.990 15.478
Jumlah 890.312 537.392 365.115 605.684

Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui biaya sarana produksi yang

dikeluarkan petani dalam berusahatani padi dalam satu kali musim tanam.

Kebutuhan biaya sarana produksi terbanyak yaitu di Kecamatan Banguntapan. Hal

ini berkaitan dengan luas lahan yang digarap petani di Kecamatan Banguntapan

lebih luas dibandingkan kecamatan lainnya sehingga mempengaruhi penggunaan

sarana produksi. Dilihat dari penggunaan sarana produksi tiap lahan satu meter,

dapat diketahui pengeluaran terbanyak yaitu pada benih. Benih menjadi sarana

produksi utama dalam usahatani, penggunaan benih yang bermutu dan berkualitas

menjadikan hasil produksi padi melimpah. Kecamatan Banguntapan mengeluarkan

biaya benih terbesar dibandingkan kecamatan lainnya. Hal ini dikarenakan petani

di kawasan ini menggunakan benih hibrida dimana harga benih ini lebih mahal

dibandingkan benih lainnya namun produksinya lebih melimpah. Dilihat dari segi

pendidikan petani di Kecamatan Banguntapan cenderung lebih berpendidikan

dibandingkan kecamatan lainnya dilihat dari pendidikan terakhir petani di kawasan

ini yaitu SMA dan terdapat petani yang berpendidikan perguruan tinggi. Hal ini
63

berkaitan dengan penentuan pola pikir petani dalam memilih benih bermutu dan

berkualitas untuk usahatani padinya.

Dilihat dari keseluruhan sarana produksi yang ada petani di Kecamatan

Banguntapan tidak menggunakan pupuk kandang dalam usahataninya. Hal ini

dikarenakan jarang terdapat ternak di kawasan ini sehingga petani kesulitan dalam

mencari pupuk kandang. Petani di Kecamatan Kasihan cenderung tidak

menggunakan pupuk KCL, pupuk kandang dan pestisida padat. Petani dikawasan

ini lebih sering menggunakan pupuk urea dan pupuk organik serta lebih sering

menggunakan pestisida cair. Sedangkan petani di Kecamatan Sewon menggunakan

seluruh sarana produksi, karena petani di kawasan ini cenderung lebih bervariasi.

Dalam penggunaan pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tanaman, penggunaan

pestisida juga disesukan dengan hama yang menyerang serta masih terdapat banyak

ternak sehingga petani tidak kesulitan dalam menggunakan pupuk kandang.

b. Biaya tenaga kerja

Biaya tenaga kerja merupakan biaya yang dikeluarkan petani sebagai upah

kerja orang lain yang membantu dalam usahatani padi. Besarnya biaya tenaga kerja

yang dikeluarkan setara dengan banyaknya orang yang bekerja dalam kegiatan

usahata tani padi. Petani cenderung mengeluarkan biaya tenaga kerja terbanyak

untuk kegiatan membajak, menanam dan panen selebihnya dikerjakan oleh petani

sendiri. Biaya tenaga kerja yang dianalisis yaitu kegiatan mencangkul, membajak,

penanaman, penyiangan, pemupukan, pengendalian OPT dan panen.


64

Tabel 10. Rincian biaya tenaga kerja dalam usahatani padi di kawasan peri urban
Kabupaten Bantul
Banguntapan Sewon Kasihan
No Jenis kegiatan Rata-Rata
Per 3.050 m2 Per 2.074,62 m2 Per 2.113,63 m2
1 Mencangkul 170.000 - 12.500 49.149
2 Membajak 299.231 264.808 250.000 271.809
3 Penanaman 375.000 252.846 248.750 285.936
4 Penyiangan 15.385 - - 4.255
5 Pemupukan 7.692 5.769 - 5.319
6 Pengendalian OPT 9.231 1.923 - 3.617
7 Panen 1.051.538 232.077 525.500 508.681
Jumlah 1.928.077 757.423 1.036.750 1.128.766

Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui jenis-jenis tenaga kerja yang

digunakan dalam kegiatan usahatani padi di kawasan peri urban Kabupaten Bantul.

Biaya tenaga kerja dihitung dari penggunaan tenaga kerja luar keluarga yang

dikeluarkan petani sebagai upah kerja. Dilihat dari pengeluaran biaya tenaga kerja

dalam luasan lahan satu meter, dapat diketahui pengeluaran terbanyak yaitu untuk

biaya upah membajak, penanaman dan panen. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan

tersebut petani cenderung menggunakan tenaga kerja luar keluarga karena

kebutuhan tenaga yang banyak sehingga tidak memungkinkan apabila dilakukan

oleh rumah tangga sendiri. Dalam kebutuhan tenaga kerja petani di Kecamatan

Banguntapan cenderung menggunakan tenaga luar keluarga dalam keseluruhan

kegiatan usahatani. Hal ini berkaitan dengan jenis pekerjaan petani di kawasan ini

yang banyak bekerja diluar pertanian sehingga tidak memungkinkan mengurus

sendiri kegiatan usahataninya. Oleh karena itu petani di kecamatan ini

memberdayakan orang lain untuk mencukupi kebutuhan tenaga kerja dalam

usahataninya.
65

c. Biaya Penyusutan Alat

Biaya penyusutan alat merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan

akibat penyusutan alat pertanian yang digunakan dalam usahatani padi dalam satu

kali musim tanam. Biaya penyusutan alat yang dianalisis yaitu alat pertanian seperti

cangkul, bajak, arit/sabit, gosrok, sprayer dan pecok.

Tabel 11. Rincian biaya penyusutan alat dalam usahatani padi di kawasan peri urban
Kabupaten Bantul
Banguntapan Sewon Kasihan
No Jenis alat Rata-rata
Per 3.050 m2 Per 2.074,62 m2 Per 2.113,63 m2
1 Cangkul 11.342 19.920 19.611 17.494
2 Bajak 15.000 - - 4.149
3 Gosrok 3.250 5.639 2.125 4.380
4 Arit/Sabit 6.245 8.560 9.215 8.031
5 Sprayer 25.372 14.922 22.000 19.017
6 Pecok 1.226 3.673 125 2.392
Jumlah 62.435 52.713 53.076 55.464

Berdasarkan Tabel 22 dapat dilihat biaya penyusutan alat di kawasan peri

urban Kabupaten Bantul yang dihitung dalam satu kali musim tanam padi. Biaya

penyusutan alat merupakan biaya yang tidak nyata dikeluarkan petani namun biaya

ini dapat sewaktu-waktu dikeluarkan petani ketika alat yang digunakan rusak dan

perlu diganti atau diperbaiki. Biaya penyusutan alat terbesar yaitu di Kecamatan

Banguntapan. Petani di kawasan ini cenderung lebih berpendidikan sehingga lebih

banyak menggunakan peralatan modern seperti bajak dan sprayer sehingga

mempengaruhi pengeluaran biaya penyusutan alat menjadi lebih besar.

d. Biaya lain-lain

Biaya lain-lain merupakan biaya lain yang dikeluarkan diluar biaya

penyusutan alat, biaya sarana produksi dan biaya tenaga kerja. Biaya lain
66

dikeluarkan dalam usahatani padi namun tidak terlalu berpengaruh terhadap

produksi padi. Biaya lain-lain yang dianalisis dalam usahatani padi antara lain biaya

selamatan, pajak, sewa lahan dan sakap.

Tabel 12. Rincian biaya lain-lain dalam usahatani padi di kawasan peri urban
Kabupaten Bantul
Banguntapan Sewon Kasihan
No Jenis biaya Rata-Rata
Per 3.050 m2 Per 2.074,62 m2 Per 2.113,63 m2
1 Selamatan - 4.808 - 2.660
2 Pajak 118.462 68.705 315.833 124.532
3 Sewa Lahan 384.615 31.090 - 123.582
4 Sakap 2.416.462 1.456.000 782.000 1.606.936
Jumlah 2.919.538 1.560.603 1.097.833 1.857.709

Dilihat dari Tabel 23 dapat diketahui biaya lain yang dikeluarkan petani

diluar biaya penyusutan alat, sarana produksi dan tenaga kerja di kawasan peri

urban Kabupaten Bantul. Petani di Kecamatan Sewon masih menggunakan adat

slamatan sebelum dan sesudah melakukan usahatani. Beberapa petani di kecamatan

ini sudah berusia lanjut sehingga tidak dapat terlepas dari adat istiadat yang rutin

dilakukan dalam usahatani salah satunya selamatan. Sedangkan petani di

Kecamatan Banguntapan dan Kasihan lebih modern sehingga tidak lagi

menggunakan kegiatan selamatan, hal ini juga dapat menekan pengeluaran

usahatani. Petani di Kecamatan Kasihan cenderung menggunakan lahan milik

sendiri atau menggarap lahan orang lain dengan pembagian sakap, sehingga tidak

mengeluarkan biaya sewa lahan.

Dilihat dari penggunaan lahan dalam satu mater dapat diketahui bahwa

biaya pajak dikawasan ini tertinggi yaitu di Kecamatan Kasihan. Sebagian besar

lahan dikawasan ini berada di area perkotaan sehingga pajak tanah cenderung besar.
67

Biaya sewa lahan terbesar yaitu di Kecamatan Banguntapan. Hal ini karena lahan

sawah didaerah ini cenderung lebih luas dan berada di pinggiran kota Yogyakarta

sehingga biaya sewanya lebih mahal dibandingkan Kecamatan Sewon. Biaya sakap

terbesar yaitu di Kecamatan Banguntapan dibandingkan kecamatan lainnya. Hal ini

dikarenakan petani dikawasan ini banyak yang mengusahakan lahan sakap. Petani

cenderung tidak memiliki lahan sendiri sehingga untuk mencukupi kebutuhan

hidupnya harus mengusahakan lahan milik orang lain yang hasilnya dibagi antara

pemilik dan penggarap.

e. Total biaya usahatani padi

Total biaya merupakan rincian total keseluruhan biaya yang dikeluarkan

petani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul dalam usahatani padi. Biaya yang

dikeluarkan disesuaikan dengan luas lahan yang digarap petani. Total keseluruhan

biaya yang dihitung yaitu biaya penyusutan alat, biaya sarana produksi, biaya

tenaga kerja dan biaya lain-lain.

Tabel 13. Rincian total biaya dalam usahatani padi di kawasan peri urban
Kabupaten Bantul
Banguntapan Sewon Kasihan
No Jenis biaya Rata-Rata
Per 3.050 m2 Per 2.074,62 m2 Per 2.113,63 m2
1 Biaya Sarana Produksi 890.312 537.392 365.115 605.684
2 Biaya Tenaga Kerja 1.928.077 757.423 1.036.750 1.128.766
3 Biaya Penyusutan Alat 62.435 52.713 53.076 55.464
4 Biaya Lain-Lain 2.919.538 1.560.603 1.097.833 1.857.709
Jumlah 5.800.362 2.908.131 2.552.775 3.647.624

Berdasarkan Tabel 24 dapat dilihat rincian keseluruhan biaya yang

dikeluarkan petani dalam berusahatani padi. Pengeluaran total biaya terbesar yaitu

di Kecamatan Banguntapan. Hal ini dikarenakan petani di kawasan ini


68

mengeluarkan biaya sarana produksi yang besar, seperti menggunakan bibit padi

jenis hibrida yang harganya relatif mahal. Dalam penggunaan tenaga kerja petani

di Kecamatan Banguntapan juga menggunkaan tenaga kerja luar keluarga pada

keseluruhan kegiatan usahataninya. Petani di kawasan ini juga cenderung

menggunakan lahan sakap sehingga pengeluaran untuk biaya lain-lainnya tergolong

besar. Hal ini menyebabkan secara keseluruhan total biaya di kecamatan ini lebih

besar dibandingkan kecamatan lainnya. Total biaya yang dikeluarkan berkaitan

dengan produksi padi yang dihasilkan petani. Semakin banyak biaya yang

dikeluarkan petani maka lahan yang digarap petani semakin luas maka diharapkan

produksi padi yang dihasilkan akan semakin melimpah.

2. Penerimaan usahatani

Penerimaan merupakan perkalian dari produksi usahatani dengan harga

produksi. Produksi usahatani yang dianalisis dihitung dalam bentuk beras harga

produksi yang digunakan menggunakan harga jual beras di kawasan peri urban

Kabupaten Bantul. Penerimaan usahatani padi di Kawasan Peri Urban di Kabupaten

Bantul yaitu sebagai berikut:

Tabel 14. Penerimaan usahatani padi di kawasan peri urban Kabupaten Bantul
Banguntapan Sewon Kasihan
Rata-rata
Per 3.050 m2 Per 2.074,62 m2 Per 2.113,63 m2
Produksi (Kg) 923,08 565,38 508,75 654,68
Harga (Rp) 10.651 10.689 9.949 10.576
Penerimaan 9.831.538 6.043.269 5.061.500 6.923.979

Tabel 25 menunjukkan bahwa penerimaan usahatani padi di kawasan peri

urban Kabupaten Bantul tergolong bervariasi tergantung dengan luas lahan yang

digarap petani. Secara keseluruhan produksi beras terbanyak yaitu di Kecamatan


69

Banguntapan. Hal ini dikarenakan Kecamatan Banguntapan memiliki lahan yang

cukup luas sehingga produksi padi yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan

kecamatan lainnya. Penerimaan usahatani di Kecamatan Kasihan cenderung kecil

dibandingkan kecamatan lainnya. Hal ini dikarenakan luas lahan yang digarap

petani di Kecamatan Kasihan cenderung sempit sehingga petani tidak dapat

memperoleh penerimaan maksimal dari usahatani padi. Dilihat dari data luas panen

tanaman bahan makanan di kawasan peri urban Kabupaten Bantul, Kecamatan

Banguntapan memiliki luas panen padi sawah terbesar dibandingkan kecamatan

lainnya sehingga wajar ketika produksi padi di kawasan ini terbanyak dibandingkan

kecamatan lainnya. Sedangkan luas panen tanaman bahan makanan untuk

komoditas padi sawah di Kecamatan Kasihan tergolong kecil, karena luas wilayah

kecamatan ini tergolong kecil dan sebagian besar berada di pinggiran kota yang

sudah tidak terdapat lahan sawah. Hal ini menyebabkan produksi padi sawah di

Kecamatan Kasihan tergolong sedikit dibandingkan kecamatan lainnya.

3. Pendapatan Usahatani Padi

Pendapatan merupakan penghasilan yang didapatkan petani dari usahatani

padi di Kawasan Peri Urban Kabupaten Bantul. Pendapatan diperoleh dari hasil

pengurangan penerimaan usahatani dengan total pengeluaran usahatani.

Pendapatan dianalisis dalam satu kali musim tanam. Pendapatan usahatani padi di

Kawasan Peri Urban Kabupaten Bantul yaitu sebagai berikut:


70

Tabel 15. Pendapatan per usahatani dalam usahatani padi di kawasan peri urban
Kabupaten Bantul
Banguntapan Sewon Kasihan
Rata-rata
Per 3.050 m2 Per 2.074,62 m2 Per 2.113,63 m2
Total Biaya 5.800.362 2.908.131 2.552.775 3.647.624
Penerimaan 9.831.538 6.043.269 5.061.500 6.923.979
Pendapatan 4.031.177 3.135.138 2.508.725 3.276.355

Dilihat dari Tabel 26 dapat diketahui pendapatan usahatani padi di kawasan

peri urban Kabupaten Bantul dalam satu kali musim tanam. Produksi usahatani padi

berkaitan dengan pendapatan, semakin tinggi produksi maka akan meningkatkan

pendapatan. Walaupun biaya usahatani yang dikeluarkan oleh petani di Kecamatan

Banguntapan besar namun produksi padi yang dihasilkan juga besar sehingga

pendapatan usahatani padi petani di Kecamatan Banguntapan cenderung lebih besar

dibandingkan kecamatan lainnya. Begitu pula di Kecamatan Kasihan yang

memiliki pendapatan sedikit dibandingkan kecamatan lainnya, karena lahan

pertanian yang digarap petani juga sempit.

Secara keseluruhan rata-rata pendapatan petani di kawasan peri urban

Kabupaten Bantul dalam satu kali musim tanam sebanyak Rp 3.276.355. Jika

pendapatan usahatani padi diakumulasikan menjadi pendapatan perbulan maka

hasilnya yaitu Rp 819.089. Angka ini termasuk kecil dalam kategori pendapatan

perbulan sehingga sebagian besar petani tidak menjual keseluruhan hasil

produksinya melainkan sebagian digunakan untuk konsumsi sehari-hari.

Kebanyakan petani pedesaan menjual hasil produksinya untuk kebutuhan

mendesak seperti keperluan anak sekolah, hajatan, keperluan sehari-hari maupun

kebutuhan lainnya.
71

C. Pendapatan Rumah Tangga Tani

Pendapatan rumah tangga merupakan keseluruhan pendapatan yang

diperoleh keseluruhan anggota keluarga petani baik dalam bidang pertanian

maupun non pertanian. Pendapatan rumah tangga tani dapat bersumber dari

pendapatan on farm, off farm dan non farm. Pendapatan on farm merupakan

pendapatan yang bersumber dari kegiatan usahatani, pendapatan off farm

merupakan pendapatan yang bersumber dari bidang pertanian diluar usahatani

sedangkan pendapatan non farm merupakan pendapatan yang bersumber luar

bidang pertanian. Secara lebih jelas pendapatan rumah tangga tani dapat dianalisis

sebagai berikut:

Tabel 16 Pendapatan on farm diluar usahatani padi rumah tangga tani di kawasan
peri urban Kabupaten Bantul
Sumber Pendapatan Banguntapan Sewon Kasihan Rata-rata
Kolam ikan 461.538 - 1.000.000 297.872
Ternak sapi - 446.154 - 246.809
Rata-rata 461.538 446.154 1.000.000 544.681

Berdasarkan Tabel 27 dapat diketahui sumber pendapatan on farm rumah

tangga tani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul. Pendapatan on farm yang

dianalisis merupakan pendapatan yang bersumber dari bidang pertanian diluar

usahatani padi. Sumber pendapatan on farm rumah tangga tani dikawasan ini

diantaranya dari budidaya ikan tawar dan ternak sapi. Pendapatan terbesar yaitu di

Kecamatan Kasihan hal ini dikarenakan sumber air dikawasan ini tergolong mudah

dan melimpah sehingga sangat cocok untuk usaha budidaya ikan tawar.
72

Tabel 17 Pendapatan off farm rumah tangga tani di kawasan peri urban Kabupaten
Bantul
Sumber Pendapatan Banguntapan Sewon Kasihan Rata-rata
Buruh tani 23.077 - - 6.383
Penjual bibit padi 1.538.462 - - 425.532
Tukang kayu - 307.692 - 170.213
Buruh pembuat tempe - 69.231 - 38.298
Penjual pupuk - 230.769 - 127.660
Rata-rata 1.561.538 607.692 - 768.085

Berdasarkan Tabel 28 dapat diketahui sumber pandapatan off farm rumah

tangga tani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul. Secara keseluruhan sumber

pendapatan off farm bersumber dari kegiatan pertanian diluar usahatani. Pendapatan

terbesar yaitu di Kecamatan Banguntapan. Sumber pendapatan dari kegiatan

penjualan bibit padi menyumbang pendapatan rumah tangga terbesar. Hal ini

dikarenakan lokasi penjualan yang dekat dengan jalan raya sehingga memudahkan

proses penjualan. Selain itu keberadaan air yang melimpah dikawasan ini

memungkinkan petani memproduksi bibit padi sepanjang tahun sehingga kegiatan

ini sangat menguntungkan. Sedangkan rumah tangga tani di Kecamatan Kasihan

cenderung tidak memiliki sumber pendapatan off farm. Letak kawasan yang berada

disekitar perkotaan dan area kampus sehingga memungkinkan banyak petani yang

memilih bekerja diluar sektor pertanian seperti berdagang dan memiliki usaha

kosan.
73

Tabel 18 Pendapatan non farm rumah tangga tani di kawasan peri urban Kabupaten
Bantul
Sumber Pendapatan Banguntapan Sewon Kasihan Rata-rata
Bengkel 461.538 - - 127.660
Pensiunan TNI AD 769.231 - 212.766
Penjahit 246.154 15.385 - 76.596
Service Komputer 307.692 - - 85.106
House Keeping 461.538 - - 127.660
Disperindag 523.077 - - 144.681
Pedagang 307.692 - 1.200.000 289.362
Pensiunan Guru 615.385 - - 523.404
Cleaning Service 523.077 - - 144.681
Guru Paud 184.615 - - 51.064
Pelayang RM 307.692 - - 85.106
Swasta Pertanian 2.461.538 - - 680.851
PNS 1.230.769 - - 340.426
Mantri Tani - 615.385 - 340.426
Tukang Cuci - 76.923 - 42.553
Pensiunan Pengairan - 276.923 - 153.191
Satpam - 196.923 700.000 228.085
Buruh Bangunan - 2.212.308 500000 1.308.936
Tukang Ojek - 230.769 - 127.660
Kontrakan - 184.615 - 102.128
Tukang Urut - 19.231 - 10.638
Wiraswasta - 230.769 - 127.660
Buruh Bulog - 76.923 - 42.553
Pensiunan Dinas - - 1.500.000 255.319
Pemilik kosan - - 2.083.333 354.610
Guru Tk - - 1.600.000 272.340
Pensiunan BUMN - - 875.000 148.936
Jumlah 8.400.000 4.136.154 10.533.333 6.404.397

Berdasarkan Tabel 29 dapat diketahui sumber pendapatan non farm rumah

tangga tani dikawasan peri urban Kabupaten Bantul. Sumber pendapatan non farm

rumah tangga tani di kawasan ini cenderung bervariasi dan banyak. Hal ini wajar

terjadi mengingat letak kawasan peri urban yang berada dipinggiran kota sehingga

memungkinkan banyak petani bekerja diluar sektor pertanian. Sebagian besar


74

petani banyak yang bekerja dikantor dan sebagai buruh bangunan. Sumber

pendapatan terbesar yaitu di Kecamatan Kasihan. Hal ini dikarenakan letak

kecamatan yang berada diarea kampus sehingga beberapa petani membuka jasa

kosan untuk memperoleh sumber pendapatan tinggi. Beberapa petani merupakan

petani pensiunan beberapa instansi. Hal ini dapat diartikan kegiatan usahatani padi

dijadikan kegiatan sambilan/sampingan untuk mengisi waktu luang petani yang

sudah tidak bekerja dikantor sehingga secara tidak langsung juga dapat menambah

pendapatan rumah tangga.

D. Kontribusi Pendapatan Usahatani Padi

Kontribusi pendapatan digunakan untuk mencari seberapa besar persentase

kontribusi pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total rumah tangga

petani selama satu tahun. Pendapatan rumah tangga petani dapat bersumber dari

usahatani dan luar usahatani. Secara lebih jelas kontribusi pendapatan usahatani

padi rumah tangga tani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul yaitu sebagai

berikut:

Tabel 19. Kontribusi pendapatan usahatani padi rumah tangga tani di kawasan peri
urban Kabupaten Bantul
Kontribusi Pendapatan
Banguntapan Sewon Kasihan Rata-Rata
Pendapatan UT padi 4.031.177 3.135.138 2.508.725 3.276.355
Pendapatan on farm 461.538 446.154 1.000.000 544.681
Pendapatan off farm 1.561.538 607.692 - 768.085
Pendapatan non farm 8.400.000 4.136.154 10.533.333 6.404.397
Total Pendapatan RT 14.454.254 8.325.138 14.042.059 10.993.518
Kontribusi (%) 27,89 37,66 17,87 29,80
Berdasarkan Tabel 30 dapat diketahui kontribusi pendapatan usahatani padi

terhadap pendapatan total rumah tangga tani di kawasan peri urban Kabupaten
75

Bantul. Pendapatan total rumah tangga tani berasal dari pendapatan usahatani padi,

pendapatan on farm, pendapatan off farm dan pendapatan non farm. Pendapatan

diluar usahatani bersumber dari pekerjaan lain diantaranya berdagang, buruh

bangunan, bekerja di kantor, mantri tani, tukang kayu, ternak, wiraswasta dan

pensiunan. Kontribusi terbesar yaitu ada di Kecamatan Sewon. Pendapatan

usahatani padi di Kecamatan Sewon menyumbang sebanyak 37,66% terhadap

pendapatan total rumah tangga tani. Walaupun secara keseluruhan kontribusi

pendapatan usahatani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul cenderung kecil

namun usahatani padi berperan besar dalam mencukupi kebutuhan pangan pokok

yaitu beras sebagai sumber karbohidrat utama.

Pekerjaan penduduk Kecamatan Sewon sebagian besar yaitu sebagai buruh

tani sakap sehingga pendapaatan usahatani memiliki kontribusi besar terhadap

pendapatan total rumah tangga. Sebagian besar penduduk Kecamatan Sewon

bekerja sebagai buruh penggarap padi yang hasilnya dibagi 2 antara penggarap dan

pemilik. Sedangkan penduduk di Kecamatan Banguntapan dan Kasihan cenderung

memiliki pekerjaan lain diluar usahatani padi sehingga usahatani padi bukan

menjadi pekerjaan pokok. Usahatani padi hanya menjadi pekerjaan sampingan dan

hasilnya digunakan untuk konsumsi pribadi. Sebagian besar petani di Kecamatan

Banguntapan dan Kasihan bekerja di bidang perdagangan, kantor, buruh bangunan

dan pensiunan.

Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian Wardie (2015) yang

menjelaskan bahwa kontribusi pendapatan dari usahatani padi terhadap total

pendapatan dilokasi penelitiannya sebesar 93,05% dan 84,07%. Besarnya


76

kontribusi tersebut menggambarkan bahwa aktivitas dan pekerjaan utama

masyarakat dikedua kelurahan penelitiannya dominan sebagai petani padi lokal.

Apabila membandingkan pendapatan petani, terlihat bahwa pendapatan di

Kelurahan Palingkau Lama lebih besar dibandingkan dengan pendapatan petani di

Kelurahan Palingkau Baru. Hal ini berkaitan dengan ukuran luas lahan dan jumlah

produksi padi lokal yang dihasilkan di Kelurahan Palingkau Lama lebih besar

dalam menyumbang pendapatan petani. Kontribusi pendapatan di lokasi penelitian

Wardie (2015) tergolong besar karena usahatani padi menjadi pekerjaan utama

masyarakatnya sedangkan di kawasan peri urban Kabupaten Bantul usahatani padi

bukan menjadi pekerjaan pokok masyarakatnya. Petani di kawasan ini cenderung

bekerja disektor usaha lain untuk mencukupi kebutuhan rumah tangganya

sedangkan usahatani padi hanya digunakan sebagai pekerjaan lain dimana produksi

padinya dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan pangan pokok yaitu beras.

Hal ini menyebabkan kontribusi pendapatan usahatani terhadap pendapatan total di

kawasan ini tergolong kecil.

E. Ketahanan Pangan (Tingkat Subsistensi Pangan)

Ketahanan pangan dianalisis menggunakan tingkat subsisten pangan yaitu

analisis ketahanan pangan dengan membandingkan produksi beras dengan

kebutuhan setara beras. Ketahanan pangan (tingkat subsistensi pangan) digunakan

untuk mengetahui seberapa besar kemampuan produksi beras dari usahatani padi

dalam mencukupi kebutuhan setara beras rumah tangga tani di kawasan peri urban

Kabupaten Bantul. Kebutuhan setara beras yang dianalisis yaitu pengeluaran

pangan seperti beras, telur, tahu, tempe, sayur dan bumbu, minyak, gula, teh, kopi
77

dan jajan. Secara lebih jelas analisis ketahanan pangan rumah tangga tani di

kawasan peri urban Kabupaten Bantul antara lain:

Tabel 20. Ketahanan pangan rumah tangga tani di kawasan peri urban Kabupaten
Bantul
Ketahanan Pangan (Tingkat Subsistensi Pangan)
Banguntapan Sewon Kasihan Rata-Rata
Produksi Beras (Kg) 697,62 418,38 425,00 496,74
Kebutuhan Setara Beras (Kg)
a. Beras 84,93 65,46 83,88 73,98
b. Telur 18,31 10,01 18,46 13,74
c. Tahu 15,22 5,86 - 7,45
d. Tempe 10,41 7,21 - 6,87
e. Daging Ayam 6,85 2,17 2,67 3,55
f. Sayur 138,42 129,04 214,77 146,23
g. Jajan 8,01 2,79 - 3,76
Jumlah 282,16 222,55 319,77 255,59
Ketahanan (TSP) 2,47 1,88 1,33 1,94

Berdasarkan Tabel 31 dapat diketahui ketahanan pangan (tingkat subsistensi

pangan) rumah tangga tani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul yang tergolong

tahan pangan. Rata-rata tingkat subsisten pangan rumah tangga petani di kawasan

peri urban Kabupaten Bantul tergolong surplus mencapai angka 1,94. Hal ini berarti

produksi beras di kawasan ini mampu untuk mencukupi kebutuhan setara beras

penduduk di kawasan ini sehingga berada dalam kategori tahan pangan. Tingkat

ketahanan pangan (subsistensi pangan) tertinggi berada di Kecamatan

Banguntapan, karena produksi padi yang dihasilkan di kecamatan ini cenderung

lebih banyak dari kecamatan lainnya dengan kebutuhan setara beras rata-rata.

Sedangkan di Kecamatan Kasihan tingkat subsisten pangan cenderung kecil yaitu

mencapai 1,33 namun tetap tergolong surplus. Hal ini dikarenakan produksi beras

di kecamatan ini tergolong rata-rata, namun kebutuhan setara beras penduduknya


78

tergolong lebih banyak dibandingkan kecamatan lainnya sehingga tingkat subsisten

pangan di kecamatan ini tergolong kecil.

Ketahanan pangan berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan petani,

untuk menjamin ketahanan pangan melalui peningkatan ketersediaan pangan

nasional terutama beras diperlukan kebijakan jangka panjang dan pendek. Untuk

kebijakan jangka pendek diperlukan perlindungan petani dengan pembatasan impor

produk pertanian. Hal ini perlu didukung dengan kebijakan yang mendorong

peningkatan produksi domestik melalui peningkatan produktivitas produk

pertanian nasional. Selain itu pula untuk daerah penghasil pertanian lainnya perlu

dilakukan peningkatan produktivitas dan luas panen, baik dengan perluasan lahan

maupun peningkatan intensitas tanam per tahun dengan jaminan ketersediaan

irigasi dan input pertanian. Sedangkan kebijakan jangka panjang yaitu dengan

peningkatan produksi domestik yang disertai dengan peningkatan ketahanan

pangan lokal. Pengembangan produksi pertanian dengan penganekaragaman

konsumsi atau pangan dapat mengurangi tekanan pada ketersediaan satu macam

produk pangan terutama beras. Selain itu keanekaragaman ketersediaan bahan

pangan perlu ditingkatkan dengan didukung agroindustry pengolahan pangan non

beras yang berbasis produksi dalam negeri agar dapat tersedia dan mudah diperoleh

dimana saja (Prabowo 2010).

Seperti halnya lahan pertanian di kawasan peri urban Kabupaten Bantul

yang semakin berkurang tiap tahunnya. Lahan pertanian di kawasan ini perlu

dipertahankan mengingat padi masih menjadi makanan pokok penduduk Indonesia

dan menjadi sumber karbohidrat utama. Kebijakan yang tegas mengenai alih fungsi
79

lahan akan mempertahankan lahan pertanian padi di kawasan ini sehingga

ketahanan pangan penduduk di kawasan ini masih berada pada daerah tahan

pangan.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rifai dkk (2012) yang

menunjukkan bahwa tingkat ketahanan pangan rumah tangga tani di DAS Galeh

Kabupaten Semarang tergolong mantap, atau dalam kriteria surplus mencapai

angka 1,27. Tingkat ketahanan pangan terendah yaitu ada di Desa Brongkol yang

hanya mencapai 0,93 sehingga masuk kategori defisit. Hal ini dikarenakan pangsa

pendapatan dari sektor pertanian yang rendah di Desa Brongkol namun kebutuhan

pangannya tinggi sehingga Desa Brongkol harus menggunakan alokasi pendapatan

dari luar usahatani untuk mencukupi kebutuhan pangannya.

Senada dengan penelitian Sadikin & Subagyono (2008) yang

mengungkapkan bahwa ketahanan pangan rumah tangga tani dilokasi kajiannya

cukup tinggi, dikarenakan nilai tingkat subsisten pangannya lebih besar dari 1. Hal

ini menunjukkan surplusnya total pendapatan rumah tangga petani padi dilokasi

penelitiannya, dengan kata lain pendapatan dari usahatani padi sudah lebih dari

cukup untuk memenuhi kebutuhan setara beras rumah tangganya.

Sejalan dengan penelitian Sarjana & Munir (2008) yang menyebutkan

bahwa ketahanan pangan di lokasi penelitiannya tergolong mantap. Hal ini

dikarenakan hasil penelitian menyebutkan bahwa nilai subsisten pangan

keseluruhan daerah penelitian lebih dari 1. Lokasi penelitiannya tergolong tahan

pangan dikarenakan produksi padi yang dihasilkan mampu untuk mencukupi

konsumsi pangan rumah tangga. Rumah tangga di LKDT Kabupaten Magelang


80

walaupun dari agregat pendapatannya terendah tetapi dari segi ketahanan pangan

termasuk paling kuat, karena konsumsi setara beras rumah tangganya tergolong

kecil dibandingkan lokasi lainnya.

Tabel 21. Ketahanan pangan per kapita rumah tangga tani di kawasan peri urban
Kabupaten Bantul
Ketahanan Pangan (Tingkat Subsistensi Pangan)
Banguntapan Sewon Kasihan Rata-Rata
Produksi Beras (Kg) 232,54 209,19 141,67 165,58
Kebutuhan Setara Beras (Kg)
a. Beras 28,31 32,73 27,96 24,66
b. Telur 6,10 5,01 6,15 4,58
c. Tahu 5,07 2,93 - 2,48
d. Tempe 3,47 3,61 - 2,29
e. Daging Ayam 2,28 1,09 0,89 1,18
f. Sayur 46,14 64,52 71,59 48,74
g. Jajan 2,67 1,40 - 1,25
Jumlah 94,05 111,28 106,59 85,20
Ketahanan (TSP) 2,47 1,88 1,33 1,94

Dilihat dari Tabel 32 dapat diketahui nilai ketahanan pangan (tingkat

subsistensi pangan) per kapita rumah tangga tani di kawasan peri urban Kabupaten

Bantul. Tingkat ketahanan pangan (tingkat subsistensi pangan) per kapita dengan

tingkat rumah tangga nilainya tidak berbeda hal ini dikarenakan jumlah per kapita

disesuaikan dengan rata-rata anggota keluarga sehingga dapat diketahui produksi

beras dan kebutuhan setara beras per kapita di kawasan ini. Rata-rata keseluruhan

ketahanan pangan per kapita tergolong surplus yaitu mencapai angka 1,88 sehingga

produksi beras yang dihasilkan dapat mencukupi kebutuhan setara beras per kapita

rumah tangga tani di kawasan ini. Ketahanan pangan (tingkat subsistensi pangan)

per kapita rumah tangga tani di kawasan ini disesuaikan dengan rata-rata anggota
81

keluarga ditiap kecamatan. Produksi beras per kapita tertinggi ada di Kecamatan

Banguntapan sedangkan terendah ada di Kecamatan Kasihan. Kebutuhan setara

beras tertinggi ada di Kecamatan Sewon yaitu mencapai 111,28 kg sedangkan

kebutuhan terendah ada di Kecamatan Banguntapan.

Mengesha (2017) menjelaskan bahwa ketahanan pangan dapat dihitung dari

analisis skor keanekaragaman pangan ditingkat rumah tangga, skor konsumsi

makanan dan ketersediaan makanan bersih perkapita. Dari hasil analisis

menyebutkan bahwa rumah tangga penerima proyek irigasi skala kecil jauh lebih

tahan pangan dibandingkan rumah tangga yang tidak menerima. Lahan pertanian di

daerah penelitiannya cenderung tadah hujan sehingga ketahanan pangan didaerah

penelitiannya menjadi sangat sensitif terhadap resiko iklim. Kekeringan yang buruk

menurunkan hasil panen, kematian ternak, produksi ternak rendah, harga makanan

melonjak tinggi dan terbatasnya ketersediaan pangan. Analisis ketersediaan

makanan bersih per kapita menjelaskan konsumsi makanan per kapita rumah tangga

per musim. Semakin tinggi konsumsi perkapita dari hasil pertaniannya maka rumah

tangga tersebut dapat dikategorikan tahan pangan.

Tabel 22 Jumlah dan persentase rumah tangga tahan pangan di kawasan peri urban
Kabupaten Bantul
Ketahanan Pangan (Tingkat Subsisten Pangan) Rumah Tangga Tani
Banguntapan Sewon Kasihan Jumlah
Jiwa (%) Jiwa (%) Jiwa (%) Jiwa (%)
Tahan pangan 9 69,23 21 80,77 3 37,5 33 70,21
Tidak tahan pangan 4 30,77 5 19,23 5 62,5 14 29,79
Total 13 100 26 100 8 100 47 100

Berdasarkan Tabel 33 dapat diketahui jumlah rumah tangga tahan pangan

di kawasan peri urban Kabupaten Bantul. Sebanyak 70,21% ketahanan pangan


82

rumah tangga tani di kawasan ini dikategorikan surplus. Presentase terbesar yaitu

di Kecamatan Sewon sedangkan terkecil yaitu di Kecamatan Kasihan. Sebagian

besar petani di Kecamatan Sewon bekerja sebagai buruh tani sakap sehingga

produksi padi didaerah ini cenderung banyak dibandingkan kecamatan lainnya.

Sedangkan petani di Kecamatan Kasihan lebih banyak bekerja diluar sektor

pertanian sehingga produksi padi yang dihasilkan cenderung sedikit. Sebanyak

29,79% ketahanan pangan rumah tangga tani di kawasan ini tergolong defisit. Oleh

karena itu untuk mencukupi kebutuhan pangannya rumah tangga tani

mengandalkan pendapatan lain yang bersumber dari luar usahatani.

Ketahanan pangan ditingkat rumah tangga akan mempengaruhi ketahanan

pangan ditingkat regional dan nasional. Ketahanan pangan rumah tangga

menunjukkan bahwa semua individu dan rumah tangga memiliki akses yang cukup

dalam hal makanan, baik dengan memproduksi sendiri maupun dari pendapatan

yang dihasilkannya. Ketersediaan makanan adalah fungsi dari kombinasi stok

makanan domestik, impor makanan komersial, bantuan pangan dan produksi

pangan domestik (Omonona dkk, 2007).

F. Kesejahteraan Rumah Tangga Tani

Analisis kesejahteraan digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat

kesejahteraan rumah tangga petani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul yang

dianalisis dengan menggunakan rumus Good Service Ratio dan daya beli petani.

Analisis Good Service Ratio merupakan perbandingan dari pengeluaran pangan dan

pengeluaran non pangan. Pengeluaran pangan merupakan keseluruhan pengeluaran

yang digunakaan untuk mencukupi kebutuhan pangan rumah tangga petani.


83

Pengeluaran non pangan merupakan keseluruhan pengeluaran yang digunakan

untuk mencukupi keperluan non pangan rumah tangga petani. Sedangkan analisis

daya beli petani merupakan perbandingan dari total pendapatan dengan total

pengeluaran dikali 100%. Secara lebih jelas kesejahteraan petani dapat diketahui

dengan analisis sebagai berikut:

1. Pengeluaran Rumah Tangga Tani

Pengeluaran rumah tangga merupakan keseluruhan pengeluran yang

dilakukan oleh rumah tangga petani untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

Pengeluaran rumah tangga terbagi menjadi pengeluaran pangan dan pengeluaran

non pangan. Pengeluaran pangan meliputi pengeluaran untuk membeli beras, telur,

tahu, tempe, daging ayam, sayur, buah dan bumbu, minyak, teh, gula, kopi, rokok

dan jajan. Sedangkan pengeluaran non pangan yaitu meliputi pengeluaran bensin,

listrik, gas, pajak bumi bangunan, pajak kendaraan, internet dan pulsa, kebutuhan

anak sekolah, membeli pakaian, perawatan kesehatan, sumbangan dan keperluan

lain. Suatu rumah tangga dapat dikatakan sejahtera apabila pengeluran non

pangannya lebih besar dibandingkan pengeluaran pangannya sehingga rumah

tangga petani dapat dikategorikan dalam keadaan stabil ekonomi. Secara lebih jelas

pengeluaran rumah tangga tani di kawasan peri urban yaitu sebagai berikut:
84

Tabel 23. Pengeluaran rumah tangga tani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul
Pengeluaran Rumah Tangga (Rp)
No
Banguntapan Sewon Kasihan Rata-rata
Pengeluaran Pangan
1 Beras 995.708 785.492 976.000 876.064
2 Telur 219.692 120.154 221.500 164.936
3 Tahu 182.692 70.346 - 89.447
4 Tempe 124.923 86.538 - 82.426
5 Daging Ayam 82.154 26.077 32.000 42.596
6 Sayur,Bumbu 1.661.077 1.548.462 2.577.250 1.754.723
7 Minyak, Gula, Teh, Kopi 329.231 225.462 215.625 252.489
8 Rokok 220.538 528.750 - 353.500
9 Jajan 96.154 33.538 - 45.149
Jumlah 3.912.169 3.424.819 4.022.375 3.661.330
Pengeluaran Non Pangan
1 Bensin 917.538 524.000 284.000 592.000
2 Listrik 445.231 390.769 2.513.500 767.149
3 Gas 213.231 299.692 329.000 280.766
4 PBB 72.385 41.026 93.667 58.660
5 Pajak Kendaraan 257.051 131.410 102.375 161.220
6 Pulsa & Internet 440.000 194.462 187.500 261.191
7 SPP 323.077 3.846 400.000 159.574
8 Uang Saku 633.846 716.308 360.000 632.851
Buku, Alat Tulis,
9 103.846 167.500 1.318.750 345.851
Seragam
10 Keperluan Sehari Hari 566.154 469.231 345.000 474.894
11 Membeli Pakaian 376.923 154.615 193.750 222.766
12 Perawatan Kesehatan 123.077 118.462 260.000 143.830
13 Kegiatan Sosial 1.116.923 1.090.000 1.031.250 1.087.447
14 Lain-Lain 394.615 15.577 1.200.000 322.021
Jumlah 5.983.897 4.316.897 8.618.792 5.510.220
Total Pengeluaran 9.896.067 7.741.717 12.641.167 9.171.550

Berdasarkan Tabel 34 dapat diketahui pengeluaran rumah tangga tani di

kawasan peri urban Kabupaten Bantul. Pengeluaran rumah tangga petani

dikategorikan dalam pengeluaran pangan dan pengeluaran non pangan. Secara

keseluruhan pengeluaran non pangan rumah tangga petani di kawasan peri urban

Kabupaten Bantul lebih besar dibandingkan pengeluaran pangan. Hal ini


85

menunjukkan bahwa petani di Kawasan Peri Urban Kabupaten Bantul dapat

mengalokasikan pendapatan rumah tangganya tidak hanya untuk mencukupi

kebutuhan pangan, melainkan untuk kebutuhan non pangan. Sebagian besar rumah

tangga petani tergolong tahan pangan, terlihat dari produksi usahatani padi yang

dapat mencukupi kebutuhan setara beras rumah tangga petani. Oleh karena itu total

pendapatan petani baik dari usahatani padi maupun luar usahatani dapat digunakan

untuk mencukupi kebutuhan diluar kebutuhan pangan.

Hasil dari penelitian Wardie (2015) yang menujukkan bahwa rumah tangga

petani dikategorikan sejahtera apabila pengeluaran untuk konsumsi pangan

dibawah 50% dari total pengeluaran konsumsi rumah tangga. Demikian sebaliknya

apabila pengeluaran konsumsi pangan diatas 50% maka rumah tangga tersebut

tergolong kurang sejahtera. Hasil penelitian menujukkan bahwa dilokasi penelitian

proporsi konsumsi pangan lebih kecil dibandingkan proporsi konsumsi non pangan.

Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga tani di lokasi penelitian di kawasan peri

urban Kabupaten Bantul dikategorikan sebagai rumah tangga yang sejahtera,

karena pengeluaran untuk konsumsi pangannya kurang dari 50% dari total

pengeluaran.

Hasil penelitian Amaliyah (2011) menunjukkan bahwa rumah tangga

dengan tingkat kesejahteraan tinggi, mampu untuk mencukupi kebutuhan pangan

dan non pangan rumah tangganya. Seperti yang berlaku pada hukum Engel, yang

menjelaskan bahwa proporsi dari total pengeluaran yang dialokasikan untuk pangan

akan berkurang dengan meningkatnya pendapatan. Selain itu dengan meningkatnya

pendapatan rumah tangga petani dapat membeli pangan yang baik dari segi gizinya,
86

sehingga dapat mengatasi rasa lapar namun juga dapat memenuhi kebutuhan gizi

anggota rumah tangganya.

Dalam hukum Engel juga disebutkan bahwa apabila permintaan barang

yang dibutuhkan adalah komoditas pertanian atau kebutuhan pangan maka

peningkatan pendapatan tidak akan mempengaruhi kebutuhan konsumsi pangan.

Namun apabila permintaan yang dibutuhkan ada komoditas insustri atau kebutuhan

non pangan, maka peningkatan pendapatan akan meningkatkan kebutuhan non

pangan. Hal ini dikarenakan kebutuhan pangan seseorang tidak akan mengalami

peningkatan yang signifikan ketika pendapatan seseorang meningkat, melainkan

pengeluaran tersebut akan dialihkan ke kebutuhan non pangan. Hal ini

menyebabkan peningkatan pendapatan rumah tangga tani di kawasan peri urban

tidak berdampak pada pengeluaran pangan namun akan semakin meningkatkan

pengeluaran non pangan. Hal ini juga berkaitan dengan kesejahteraan rumah tangga

tani di kawasan ini.

2. Analisis Kesejahteraan Good Service Ratio

Analisis Good Service Ratio merupakan salah satu alat analisis

kesejahteraan yang membandingkan pengeluaran pangan dengan pengeluaran non

pangan. Suatu rumah tangga dapat dikatakan sejahtera apabila pengeluaran non

pangan lebih tinggi dibandingkan pengeluaran pangan. Hal ini menunjukkan

kemampuan petani dalam mencukupi kebutuhan hidupnya tidak sebatas

pengeluaran pangan melainkan lebih yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan

non pangan. Secara lebih jelas Analisis Kesejahteraan Good Service Ratio rumah

tangga tani di kawasan peri urban yaitu sebagai berikut:


87

Tabel 24. Analisis kesejahteraan good service ratio rumah tangga tani di kawasan
peri urban Kabupaten Bantul
Kesejahteraan GSR
Banguntapan Sewon Kasihan Rata-Rata
Pengeluaran Pangan 3.912.169 3.424.819 4.022.375 3.661.330
Pengeluaran Non Pangan 5.983.897 4.316.897 8.618.792 5.510.220
Nilai GSR 0,65 0,79 0,47 0,66

Berdasarkan tabel 35 dapat diketahui bahwa rumah tangga petani di

Kawasan Peri Urban Kabupaten Bantul menurut analisis kesejahteraan Good

Service Ratio tergolong rumah tangga yang sejahtera. Menurut analisis Good

Service Ratio rumah tangga tani dapat diketegorikan sejahtera apabila nilai GSR<1.

Rata-rata nilai GSR di kawasan peri urban Kabupaten Bantul yaitu 0,66 sehingga

rumah tangga tani di kawasan ini tergolong lebih sejahtera. Keseluruhan

pengeluaran non pangan rumah tangga tani di kawasan ini lebih besar dibandingkan

pengeluaran pangan. Hal ini berarti pendapatan yang diterima petani baik dari

usahatani padi maupun luar usahatani dapat mencukupi kebutuhan pangannya

bahkan dapat digunakan untuk mencukupi kebutuhan non pangan.

Purwaningsih dkk (2015) dalam penelitiannya menunjukkan faktor penentu

pengeluaran pangan untuk total rumah tangga dimana variabel alih fungsi dan aset

signifikan berpengaruh negatif. Namun untuk tingkat pendidikan dan pendapatan

usahatani tidak signifikan. Rumah tangga yang lahannya tidak alih fungsi

mempunyai pengeluaran pangan lebih kecil dibandingkan rumah tangga yang alih

fungsi lahan. Semakin tinggi nilai aset yang dimiliki maka pengeluaran akan

pangan semakin sedikit. Temuan nilai aset berpengaruh negatif sesuai dengan

hukum Engel, yang menyatakan bahwa semakin tinggi kekayaan maka pengeluaran

pangan akan berkurang.


88

Senada dengan penelitian Wicaksono dkk (2013) yang menyebutkan bahwa

kesejahteraan rumah tangga petani dapat dihitung dengan menggunakan GSR

(Good Service Ratio) yaitu perbandingan antara pengeluaran konsumsi pangan

dengan pengeluaran non pangan. Tingkat kesejahteraan dapat dihitung dari

besarnya nilai GSR yaitu tergolong kurang sejahtera (GSR>1), sejahtera (GSR=1)

dan lebih sejahtera (GSR<1). Semakin kecil nilai GSR maka pendapatan

masyarakat lebih banyak digunkaan untuk kebutuhan non pangan. Hasil penelitian

menujukkan bahwa rumah tangga tempe menurut GSR didaerah penelitian 80%

tergolong lebih sejahtera (GSR<1) dan 20% tergolong kurang sejahtera (GSR>1).

Hasil penelitian Rohmah (2014) menjelaskan bahwa dalam ekonomi rumah

tangga, perhitungan pendapatan dan pengeluaran rumah tangga dapat digunakan

untuk mencerminkan tingkat kesejahteraan. Untuk mengetahui tingkat

kesejahteraan rumah tangga tani dilakukan dengan perbandingan pengeluaran

pangan dan non pangan atau disebut metode Good Service Ratio (GSR). Jika nilai

GSR kurang dari 1 maka rumah tangga tersebut dianggap lebih sejahtera. Apabila

nilai GSR menunjukkan sama dengan 1 maka rumah tangga tani dianggap sejahtera.

Nilai GSR lebih dari 1 maka rumah tangga tani dianggap kurang sejahtera.

Tabel 25 Jumlah dan persentase rumah tangga sejahtera menurut Good Service
Ratio di kawasan peri urban Kabupaten Bantul
Kesejahteraan Good Service Ratio Rumah Tangga Tani
Banguntapan Sewon Kasihan Jumlah
Jiwa (%) Jiwa (%) Jiwa (%) Jiwa (%)
Lebih sejahtera 8 61,54 16 61,54 4 50,00 28 59,57
Tidak lebih
5 38,46 10 38,46 4 50,00 19 40,43
sejahtera
Total 13 100 26 100 8 100 47 100
89

Berdasarkan Tabel 36 dapat diketahui bahwa 59,57% rumah tangga tani di

kawasan peri urban Kabupaten Bantul tergolong rumah tangga lebih sejahtera. Hal

ini menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga tani di kawasan ini dapat

mengalokasikan total pendapatan tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan pangan

namun bisa digunakan untuk mencukupi kebutuhan non pangan. Semakin banyak

rumah tangga yang sejahtera menunjukkan bahwa rumah tangga tani di kawasan ini

dalam keadaan stabil ekonomi dan dapat mencukupi kebutuhan pangannya.

Sedangkan sebanyak 40,43% ruamh tangga tani di kawasan ini cenderung tidak

sejahtera. Hal ini berarti total pendapatan yang diterima petani hanya mampu untuk

mencukupi kebutuhan pangan sehingga sisanya hanya bisa digunakan untuk

mencukupi kebutuhan pokok non pangan.

3. Analisis Kesejahteraan Daya Beli Petani

Analisis daya beli petani merupakan analisis kesejahteraan yang

menggunakan perbandingan antara total keseluruhan pendapatan dengan total

pengeluaran. Alat analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar

kemampuan petani dalam mencukupi kebutuhan hidupnya dari total pendapatan

yang diperoleh. Analisis daya beli petani dihitung dalam skala tahunan, dimana

pendapatan petani dihitung dari pendapatan usahatani dan luar usahatani sedangkan

pengeluaran dihitung dari pengeluaran pangan dan pengeluaran non pangan. Secara

lebih jelas analisis kesejahteraan daya beli petani di kawasan peri urban yaitu

sebagai berikut:
90

Tabel 26. Analisis kesejahteraan daya beli petani di kawasan peri urban Kabupaten
Bantul
Kesejahteraan Daya Beli Petani
Banguntapan Sewon Kasihan Rata-Rata
Total Pendapatan 14.454.254 8.325.138 14.042.059 10.993.518
Total Pengeluaran 9.896.067 7.741.717 12.641.167 9.171.550
Kesejahteraan (%) 146 108 111 120

Dilihat dari Tabel 37 dapat diketahui bahwa analisis kesejahteraan rumah

tangga petani di Kawasan Peri Urban Kabupaten Bantul tergolong sejahtera. Secara

keseluruhan analisis kesejahteraan ketiga kecamatan di Kabupaten Bantul

menunjukkan angka diatas angka kritis yaitu 120%. Hal ini berarti keseluruhan

rumah tangga petani di kawasan ini dalam keadaan normal dan stabil ekonomi

terbukti dengan petani mampu mencukupi kebutuhan pangan dan non pangan dari

total pendapatan yang dimiliki. Bahkan masih ada kelebihan pendapatan sebesar

20% yang dapat digunakan untuk tabungan.

Wijaya (2017) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa komoditas pangan

yang layak dikembangkan sebagai komoditas unggulan adalah padi sawah, jagung

dan ketela pohon. Dalam pengembangan komoditas pangan unggulan perlu

dilakukan strategi prioritas yaitu pemanfaatan Pos Pelayanan Teknologi Tepat

Guna (Posyantek). Strategi tersebut diharapkan dapat meningkatkan produktivitas

tanaman pangan, sehingga menunjang ketahanan pangan wilayah, khususnya

ketersediaan pangan di Kabupaten Batang.

Seperti halnya Kabupaten Batang, rumah tangga petani di Kawasan peri

Urban Kabupaten Bantul juga mengandalkan padi sawah sebagai komoditas pangan
91

unggulan untuk menunjang ketahanan pangan wilayahnya. Komoditas pangan,

terutama beras merupakan komoditas subsisten karena produk yang dihasilkan

digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi keluarga petani dan selebihnya

untuk dijual ke pasar. Dilihat dari ketahanan pangan produksi beras rumah tangga

tani di kawasan ini sudah dapat mencukupi kebutuhan setara beras anggota

keluarganya. Sedangkan dari tingkat kesejahteraan komoditas padi memberikan

kontribusi sebesar 21,74% terhadap total pendapatan. Angka ini terbilang besar

mengingat sebagian besar petani di kawasan ini juga bekerja diluar pertanian seperti

pedagang, perkantoran dll. Total pendapatan berkaitan dengan tingkat daya beli

petani, dimana dari keseluruhan pendapatan yang diterima petani sudah mampu

untuk mencukupi kebutuhan pangan maupun non pangan. Hal ini menunjukkan

bahwa berdasarkan analisis daya beli petani rumah tangga tani di Kawasan Peri

Uran Kabupaten Bantul tergolong sejahtera.

Senada dengan penelitian Rifai dkk (2012) yang menujukkan bahwa daya

beli rumah tangga tani di DAS Galeh diatas angka kritis 100% yaitu mencapai

116,30%. Hal ini menujukkan bahwa semua rumah tangga tani di DAS Galeh dalam

keadaan normal dan stabilitas ekonomi nasional yang terjangkau mampu memenuhi

kebutuhan pangan maupun non pangan dan masih memiliki kelebihan 16,3%yang

dapat digunakan untuk tabungan. Menurut Wardie (2015) menyebutkan bahwa

tingkat pengeluaran konsumsi rumah tangga memiliki hubungan positif dengan

tingkat pendapatan. Semakin besar pendapatan rumah tangga maka pengeluaran

konsumsi terutama pangan akan semakin besar juga. Dalam kondisi rumah tangga

petani dengan pendapatan terbatas akan mendahulukan pemenuhan kebutuhan


92

pangan, sehingga rumah tangga yang berpendapatan rendah sebagian besar

pendapatannya digunakan untuk membeli makanan. Rumah tangga petani dengan

proporsi pengeluran pangan lebih besar menujukkan bahwa rumah tangga tersebut

berpendapatan rendah, namun sebaliknya apabila proporsi pengeluaran non pangan

lebih tinggi maka rumah tangga tersebut berpendapatan tinggi. Selanjutnya apabila

semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga petani tetapi proporsi pengeluaran

untuk pangannya sedikit terhadap total pengeluran rumah tangga maka rumah

tangga tersebut dikatakan sejahtera.

Hasil penelitian Alfrida & Noor (2017) menjelaskan bahwa analisis tingkat

daya beli rumah tangga petani dapat menujukkan indikator kesejahteraan ekonomi

petani. Semakin tinggi tingkat daya beli petani maka semakin baik juga akses petani

untuk mendapatkan pangan sehingga tingkat ketahanan pangan rumah tangganya

menjadi lebih baik. Apabila semakin tinggi tingkat daya beli suatu rumah tangga

maka tingkat kesejahteraan rumah tangga petani tersebut semakin tinggi, begitupun

sebaliknya. Tingkat daya beli di lokasi penelitian menunjukkan daya beli petani >1

atau sebesar 2,24, apabila dihitung dalam bentuk persentase mencapai 224%. Hal

ini berarti pendapatan petani lebih besar dari pengeluaran rumah tangga sehingga

rumah tangga petani di lokasi penelitiannya dapat mencukupi pengeluran konsumsi

rumah tangganya dengan pendapatan rumah tangganya.

Sejalan dengan penelitian Sarjana & Munir (2008) yang menjelaskan bahwa

tingkat daya beli hitung dari perbandingan total pendapatan dengan total

pengeluaran di kali 100%. Hasil penelitian menjukkan bahwa tingkat daya beli

rumah tangga tani di LDKT Kabupaten Magelang lebih tinggi dari angka kritis
93

(100%). Angka tersebut menujukkan bahwa terdapat transfer barang konsumsi dari

pihak lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga di LKDK Kabupaten

Magelang. Secara keseluruhan tingkat daya beli petani di lokasi penelitian

tergolong sejahtera dengan nilai daya beli rumah tangga lebih dari 100%, artinya

total pendapatan rumah tangga lebih besar dari total pengeluaran bahkan masih

terdapat nilai sisa yang dapat digunkana sebagai tabungan.

Tabel 27 Jumlah dan persentase rumah tangga sejahtera menurut analisis daya beli
petani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul
Kesejahteraan Daya Beli Petani Rumah Tangga Tani
Banguntapan Sewon Kasihan Jumlah
Jiwa (%) Jiwa (%) Jiwa (%) Jiwa (%)
Lebih sejahtera 9 69,23 13 50,00 5 62,5 27 57,45
Tidak lebih
4 30,77 13 50,00 3 37,5 20 42,55
sejahtera
Total 13 100 26 100 8 100 47 100

Tabel 38 menunjukkan jumlah kesejahteraan rumah tangga tani

berdasarkan analisis daya beli petani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul

berdasarkan analisis daya beli petani. Sebanyak 57,45% rumah tangga tani di

kawasan ini tergolong lebih sejahtera. Hal ini menujukkan bahwa total pendapatan

yang diterima rumah tangga tani di kawasan ini dapat dialokasikan unutuk

mencukupi pengeluaran rumah tangga baik kebutuhan pangan maupun non pangan.

Sedangkan sebanyak 42,55% rumah tangga tani di kawasan ini tergolong tidak

sejahtera. Hal ini dikarenakan pengeluaran rumah tangga tani pada saat

pengambilan data cenderung besar disebabkan karena kebutuhan sekolah anak

meningkat, produksi padi menurun dan kebutuhan setara beras cenderung

meningkat.
94
VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai ketahanan pangan dan kesejahteraan

rumah tangga tani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul didapatkan kesimpulan

bahwa ketahanan pangan dan kesejahteraan dapat dihitung menggunakan analisis

biaya dan pendapatan, kontribusi pendapatan, tingkat subsisten pangan, Good

Service Ratio, dan daya beli petani.

Pendapatan petani padi di kawasan peri urban Kabupaten Bantul tergolong

bervariasi tergantung luas lahan pertaniannya. Pendapatan keseluruhan petani padi

pada satu kali musim tanam yaitu sebesar Rp 3.276.355. dilihat dari nilai kontribusi

pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total rumah tangga tani di kawasan

peri urban Kabupaten Bantul tergolong dalam kontribusi kecil yaitu hanya

mencapai 29,80%.

Berdasarkan hasil tingkat subsistensi pangan, ketahanan pangan di daerah

penelitian tergolong dalam kategori surplus dilihat dari nilai tingkat subsistensi

pangan sebesar 1,94 atau lebih dari 1. Untuk mengetahui kesejahteraan rumah

tangga tani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul digunakan dua analisis yaitu

Good Service Ratio dan daya beli petani. Dilihat dari analisis Good Service Ratio

rumah tangga tani di daerah penelitian tergolong lebih sejahtera dengan nilai

kesejahteraan sebesar kurang dari 1 atau 0,66. Berdasarkan analisis daya beli petani

rumah tangga tani di daerah penelitian tergolong sejahtera dengan nilai

kesejahteraan lebih besar dari nilai kritis 100% yaitu sebesar 120%.

94
95

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan mengenai ketahanan pangan

dan kesejahteraan rumah tangga tani di kawasan peri urban Kabupaten Bantul

didapatkan saran sebagai berikut:

1. Diharapkan petani padi di kawasan peri urban Kabupaten Bantul tetap

mempertahankan lahan pertanian padinya untuk usahatani padi. Hal ini

dikarenakan walaupun kontribusi usahatani padi terhadap total pendapatanya

tergolong kecil namun produksi berasnya dapat mencukupi kebutuhan setara

beras rumah tangga petaninya sehingga tergolong rumah tangga sejahtera.

2. Perlu ada tindakan tegas dari pemerintah mengenai alih fungsi lahan pertanian

padi di kawasan peri urban kabupaten Bantul. Hal ini dikarenakan berdasarkan

hasil penelitian tentang analisis ketahanan pangan, produksi usahatani padi

didaerah penelitian memiliki peran besar terhadap ketahanan pangan rumah

tangga tani di kawasan ini


96
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, B. 2001. Sprektrum Kebijakan Pertanian Indonesia Telaah Struktur, Kasus


dan Alternatif Strategi. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Alfrida .A & Noor .I.T. 2017. Analisis Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan
Rumah Tangga Petani Padi Sawah Berdasarkan Luas Lahan. Jurnal Imliah
Mahasiswa AGROINFO GALUH Volume 4 Nomor 3,2017

Amaliyah, H. 2011. Analisis Hubungan Proporsi Pengeluaran dan Konsumsi


Pangan dengan Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani Padi di Kabupaten
Klaten. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Jawa Tengah.

Badan Pusat Statistika. 2016. Indikator Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta


Tahun 2011-2015. BPS Daerah Istimewa Yogyakarta, Yogyakarta.

Badan Pusat Statistika. 2017. Luas Penggunaan Lahan dan Alat-alat/Mesin


Pertanian D.I. Yogyakarta 2016. BPD Daerah Istimewa Yogyakarta,
Yogyakarta

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul. 2017. Kecamatan Banguntapan Dalam


Angka 2017. BPS Kabupaten Bantul, Yogyakarta

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul. 2017. Kabupaten Bantul Dalam Angka
2017. BPS Kabupaten Bantul, Yogyakarta

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul. 2017. Kecamatan Kasihan Dalam Angka
2017. BPS Kabupaten Bantul, Yogyakarta

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantul. 2017. Kecamatan Sewon Dalam Angka
2017. BPS Kabupaten Bantul, Yogyakarta

Burhansyah R. & Melia. 2009. Kinerja Usahatani Padi dan Indikator Kesejahteraan
Petani di Sentra Produksi Padi Kabupaten Kubu Raya. Prosiding Seminar
Nasional. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat,
Pontianak

Darwanto, D.H. (2005). Ketahanan Pangan Berbasis Produksi dan Kesejahteraan


Petani. Ilmu Pertanian Volume 12 Nomor 2, 2005

Hanani, Nuhfil AR. Pengertian Ketahanan Pangan. (Online) http://nuhfil.lecture


.ub.ac.id/files/2009/03/2-pengertian-ketahanan pangan -2.pdf diakses 20
Maret 2017

96
97

Hernanto, F. 1993. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta

Kompas. 25 Februari 2015. Peri-Urban, Tidak Kasat Mata dan “Tak Bertuan”.
(Online) http://properti.kompas.com/read/2015/02/25/141742721/Peri-
urban .Tidak.Kasat.Mata.dan.Tak.Bertuan. diakses 29 Maret 2017

Kurnianingsih, N.A & Rudiarto, I. 2014. Analisis Transformasi Wilayah Peri-


Urban pada Aspek Fisik dan Sosial Ekonomi (Kecamatan Kartasura). Biro
Penerbitan Planologi Undip. Jurnal Pembangunan Wilayah & Kota Volume
10 (3) September 2014

Maryonoputri, L.D. 2010. Identifikasi Karakteristik Kawasan Peri-Urban


Metropolitan Jabodetabekjur (Online) https://digilib.itb.ac.id/gdl.php?
mod=browse&op=read&id=jbptitbpp-gdl-louisedesr-21499 diakses 29
Maret 2017

Mengesha, S.D. 2017. Food Security Status of Peri-Urban Modern Small Scale
Irrigation Project Beneficiary Female Headed Households in Kobo Town,
Ethiopia. Journal of Food Security Volume 5 Nomor 6, 2017

Omonona, Titus B, Adetokunbo G. 2007. An Analysis Of Food Security Situation


Among Nigerian Urban Households: Evidence From Lagos State, Nigeria.
Journal Central European Agriculture Volume 8 Nomor 3, 2007

Pemerintah kabupaten Bantul. Data Pokok. https://www.bantulkab.go.id/datapokok


/0408_daerah_aliran_sungai.html. Online diakses pada 1 Februsri 2018.

Prabowo, R. 2010. Kebijakan Pemerintah Dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan


di Indonesia. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Volume 6 Nomor 2, 2010

Prihatin S.D, Hariadi S.S, Mudiyono. 2012. Ancaman Ketahanan Pangan Rumah
Tangga Petani. Jurnal Ilmiah CIVIS Volume 2 Nomor 2, 2012

Purwaningsih Y, Sutomo, Istiqomah N. 2015. Analisis Dampak Alih Fungsi Lahan


Terhadap Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani di
Karanganyar, Jawa Tengah. Jurnal Agraris Volume 1 Nomor 2, 2015.

Rifai A, Supardi S, Hastuti D. 2012. Ketahanan Pangan Rumah Tangga Tani di


Daerah Aliran Sungai (DAS) Galeh Kabupaten Semarang. Jurnal Ilmu-ilmu
Pertanian Volume 8 Nomor 1, 2012

Rohmah W, Suryantini A, Hartono S. 2014. Analisis Pendapatan dan Tingkat


Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Tebu Tanam dan Keprasan di
Kabupaten Bantul. Agro Ekonomi Volume 24 Nomor 1, 2014

Sadikin. I & Subagyono. K. 2008. Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani


Padi di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008. Prosiding Seminar Nasional.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Barat, Bandung Barat
98

Sarjana & Munir. 2008. Analisis Pendapatan Rumah Tangga Tani Ditinjau dari
Aspek Indikator Pembangunan Ekonomi Pedesaan. Prosiding Seminar
Nasional. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, Jawa
Tengah.

Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. UI Press, Jakarta

Sudarman, A. 1999. Teori Ekonomi Mikro buku 1. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta.

Sugiono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. ALFABETA,


Bandung.

Sunarminto, H.B. 2014. Pertanian Terpadu untuk Mendukung Kedaulatan Pangan


Nasional. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Sunarti, E. & Ali, K. 2012. Kesejahteraan keluarga petani mengapa sulit


diwujudkan? (Online) http://euissunarti.staff.ipb.ac.id/files/2012/03/Dr.-
Ir.-Euis-Sunarti-Kesejahteraan-Keluarga-Petani.pdf diakses pada 31
Desember 2017

Suratiyah, K. 2015. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta

Tambunan, T.H Tulus. 2015. Jokowi & Kedaulatan Pangan. Mitra Wacana Media,
Jakarta

Wardhie, J. 2015. Analisis Pendapatan dan Kesejahteraan Petani Padi Lokal Lahan
Pasang Surut di Kapuas. Jurnal Agros Volume 17 Nomor 2, 2015

Wicaksono, K.W; Suratiyah, K; Waluyati, L.R. 2013. Peranan Industri Rumah


Tangga Tempe Dalam Mengatasi Kemiskinan di Desa Poncosari
Kecamatan Srandakan Kabupaten Bantul. Agro Ekonomi Volume 24
Nomor 2, 2013

Wijaya, O. 2017. Strategi Pengembangan Komoditas Pangan Unggulan dalam


Menunjang Ketahanan Pangan Wilayah (Studi Kasus di Kabupaten Batang,
Propinsi Jawa Tengah). Journal of Agribusiness and Rural Development
Research Volume 3 Nomor 1, 2017
LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Kuisioner


KUISIONER PENELITIAN

KETAHANAN PANGAN DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA


PETANI DI KAWASAN PERI URBAN KABUPATEN BANTUL, DAERAH
ISTIMEWA YOGYAKARTA

No responden : ..............................................................................
Nama : ..............................................................................
Dukuh : ..............................................................................
Kelurahan : ..............................................................................
Kecamatan : ..............................................................................

A. Identitas Petani
Umur : ..............................................................................
Pekerjaan sampingan : ..............................................................................
Pendidikan terakhir : ..............................................................................
Jumlah tanggungan keluarga : ..............................................................................
Lama bertani : ..............................................................................
No Nama L/P Umur Hubungan Pendidikan Pekerjaan
Keluarga Pokok sampingan
1
2
3
4
5

B. Status Kepemilikan Lahan


Luas Lahan Status Kepemilikan
Biaya sewa (Rp) Pajak (Rp)
(m2) Milik Sendiri Sewa Sakap

99
100

C. Biaya Usahatani
1. Biaya Penyusutan Alat
No Macam alat Jumlah Harga beli Umur sekarang Nilai sekarang
1 Cangkul
2 Bajak/traktor
3 Gosrok
4 Arit/sabit
5 Sprayer
6 ....................

2. Biaya Tenaga Kerja


DK LK
Lama Lama
Jenis kegiatan Jumlah Jumlah
bekerja Upah bekerja Upah Biaya
orang orang
(jam) (jam)
1. Persemaian
2. Pengolahan tanah
a. Mencangkul
b. Membajak
3. Penanaman
4. Pemeliharaan
a. Penyiangan
b. Pemupukan
c. Pengendalian OPT
d. Pengairan
5. Panen
6. Pasca panen
7. Pengangkutan

3. Biaya Sarana Produksi


No URAIAN Jumlah Harga Biaya
1 Benih (varietas)...................
2 Pupuk
a. Urea
b. Ponska
c. TSP
d. ZA
e. KCL
f. Pupuk kandang
g. Pupuk organik
3 Pestisida padat
a. ................................
b. ................................
c. ................................
Pestisida cair (liter)
a. ................................
b. ................................

4. Biaya Lain Lain


URAIAN Jumlah Harga Biaya
101

1. Selamatan
2. Pajak
3. Iuran irigasi
4. Bawon
5. Sewa lahan
6. Bagian sakap
7. Bahan bakar
8. .....................
9. .....................

5. Penerimaa Usahatani
URAIAN Jumlah
1. Luas tanam
2. Produksi
3. Harga
4. Penerimaan

6. Pendapatan Dari Luar Usahatani


No Pekerjaan Pendapatan per bulan Biaya usaha
1 PNS/Pensiuanan PNS
2 Karyawan
3 Pedagang
4 Buruh
5 Lainnya..............................

7. Analisis Kesejahteraan
BAHAN MAKANAN (PANGAN)
Jenis Pengeluaran Satuan Asal Harga Beli Nilai
Pangan Waktu Beli Sendiri (Rp) Pengeluaran
(minggu/bula (Rp)
n/tahun)*
Beras
Lauk Pauk
1. Telur
2. Tahu
3. Tempe
4. Daging Ayam
……
Sayur, Buah, Bumbu
Minuman (gula, teh,
kopi, dll)
Rokok
Roti, Kue
……
102

BUKAN BAHAN MAKANAN (NON-PANGAN)


No Jenis Pengeluaran Satuan Waktu Nominal Nilai
(minggu/bulan/tahun Pengeluaran per
) Tahun
(Rp/tahun)
1 Penerangan & Bahan Bakar
a. Bensin, BBM (kendaraan bermotor)
b. Listrik
c. Air (PDAM)
d. Gas dan minyak tanah
2 Pajak
a. PBB
b. Pajak kendaraan bermotor
3 Komunikasi
a. Pulsa
b. Internet
4 Pendidikan Keluarga
a. SPP
b. Uang saku (transportasi, jajan, kost
anak)
c. Buku, Alat tulis, seragam sekolah, dll
5 Keperluan Sehari-hari (sabun mandi,
cuci, pasta gigi, sampo, dll)
6 Membeli pakaian
7 Perawatan Kesehatan (beli obat, periksa
dokter)
8 Kegiatan sosial (sumbangan hajatan,
kematian, dll)
9 Lain-lain (perbaikan rumah, servis
rumah, dll)

Anda mungkin juga menyukai