Anda di halaman 1dari 106

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

DI DESA GUNUNG MALANG KECAMATAN TENJOLAYA


KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

FERRY HERDIMAN
H34050908

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
RINGKASAN
FERRY HERDIMAN. H34050908. Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar
di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Skripsi.
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor (Di bawah bimbingan POPONG NURHAYATI).

Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar karena


berpengaruh terhadap eksistensi dan ketahanan hidup manusia itu sendiri.
Pemenuhan kebutuhan pangan mayoritas penduduk Indonesia masih sangat
tergantung pada satu sumber, yaitu beras. Hal ini menimbulkan permasalahan bagi
bangsa Indonesia karena jumlah produktivitas beras nasional tidak mampu
menutupi kebutuhan pangan penduduk yang semakin hari semakin meningkat.
Diversifikasi pangan dipilih sebagai langkah utama selain waktu yang diperlukan
lebih pendek jika dibandingkan dengan program lain, seperti ekstensifikasi dan
intensifikasi. Ubi jalar merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang
potensial untuk dikembangkan sebagai produk substitusi dari beras. Total luas
areal panen ubi jalar di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 174.561 Ha dengan
tingkat produksi sebesar 1.881.761 ton dan produktivitasnya berkisar pada 10,78
ton per hektarnya. Sentra produksi ubi jalar yang paling banyak memberikan
kontribusi produksi terbesar di Indonesia adalah Jawa Barat yaitu sebesar 376.490
ton pada tahun 2008, Kabupaten Bogor merupakan daerah penghasil ubi jalar
terbesar ketiga di Jawa Barat setelah Kabupaten Kuningan dan Garut.
Petani ubi jalar di Desa Gunung Malang masih menghadapi permasalahan
dalam meningkatkan pendapatan usahatani mereka. Hal ini disebabkan tingkat
produktivitas yang sulit ditingkatkan dan harga ubi jalar yang rendah. Petani ubi
jalar di Desa Gunung Malang mengandalkan teknik budidaya yang konvensional.
Salah satu upaya yang mungkin dapat dilakukan oleh petani adalah dengan
penghematan biaya usahatani, agar penerimaan aktual yang diterima petani dapat
lebih tinggi. Dalam usahatani ubi jalar biaya tersebut diantaranya adalah bibit,
pupuk, obat-obatan (pestisida), tenaga kerja, dll. Konsep pertanian berbasis
organik merupakan salah satu teknologi budidaya yang memungkin adanya upaya
penghematan biaya bagi usahatani ubi jalar.
Tujuan penelitian ini adalah (1) Mengidentifikasi keragaan usahatani ubi
jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, (2)
Menganalisis pendapatan petani dari usahatani ubi jalar secara konvensional di
Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, (3) Menganalisis
keuntungan yang diterima oleh petani dari upaya usahatani ubi jalar secara
organik di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.
Penelitian ini dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di
Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian
ini ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa
Gunung Malang merupakan salah satu sentra produksi dan pengembangan ubi
jalar di Kabupaten Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama empat bulan,
dari bulan Januari hingga April 2010. Dengan mempertimbangkan sifat
heterogenitas petani ubi jalar yang tidak begitu tinggi dari pengamatan di
lapangan, jumlah sampel petani yang digunakan adalah sebesar 30 orang. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode Snowball Sampling.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ubi jalar merupakan
komoditi pilihan utama usahatani di Desa Gunung Malang. Keragaan usahatani
ubi jalar dapat dilihat dari penggunaan sarana produksi, teknik budidaya, dan
pemasarannya. Bibit ubi jalar yang digunakan merupakan varietas lokal yaitu ubi
jalar AC (Anakan Ciremai). Luas lahan yang dimiliki petani responden adalah
milik sendiri dan rata-ratanya sebesar 1,07 hektar. Pada kasus petani responden di
Desa Gunung Malang, petani lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar
keluarga. Modal usahatani ubi jalar yang digunakan oleh petani di lokasi
penelitian seluruhnya menggunakan modal sendiri. Proses budidaya yang
dilakukan meliputi pengolahan lahan awal yaitu menggemburkan dan membuat
garitan tanah, penanaman, penurunan tanah, pemupukan, penaikan tanah, dan
perawatan secukupnya. Petani responden tidak melakukan pengendalian hama dan
penyakit dengan pestisida. Petani ubi jalar tidak melakukan dan tidak
menanggung biaya panen, karena hasil panen langsung dijual di lahan kepada
pembeli seperti tengkulak. Terdapat tiga saluran pemasaran ubi jalar di Desa
Gunung Malang, namun petani hanya bisa menjual hasil panen ubi jalar ke
tengkulak (pedagang pengumpul 1).
Hasil analisis biaya usahatani menunjukkan bahwa total biaya usahatani
ubi jalar per hektar sebesar Rp 8.912.701,59, yang terdiri dari biaya tunai sebesar
Rp 6.125.225,40 dan biaya diperhitungkan sebesar Rp 2.787.476,19. Hasil
analisis penerimaan usahatani menunjukkan total penerimaan usahatani petani
responden di Desa Gunung Malang untuk lahan seluas satu hektar selama satu
musim tanam sebesar Rp 15.902.603,17, sehingga pendapatan usahatani dari
budidaya ubi jalar tersebut sebesar Rp 9.777.377,78 atas biaya tunai dan Rp
6.989.901,59 atas biaya total. Dapat disimpulkan bahwa kegiatan usahatani ubi
jalar petani responden di Desa Gunug Malang layak untuk dijalankan karena
menghasilkan nilai R/C yang cukup tinggi yaitu 2,60 untuk R/C atas biaya tunai,
dan R/C atas biaya total sebesar 1,78.
Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mensubstitusinya dengan
pupuk organik seperti pupuk kandang dari kotoran kambing. Hasil perhitungan
dan analisis anggaran keuntungan parsial menunjukkan bahwa implementasi
usahatani dengan upaya substitusi dengan pupuk kandang layak untuk dijalankan
karena menghasilkan keuntungan tambahan meskipun keuntungan yang diperoleh
tidak begitu besar yaitu Rp 184.634,13.
Kualitas petani ubi jalar harus terus ditingkatkan melalui evaluasi teknik
budidaya yang telah dilakukan sebelumnya untuk meningkatkan produktivitas.
Jika kondisi lahan yang ditanami ubi jalar dalam keadaan yang baik, maka upaya
penerapan usahatani ubi jalar secara organik dapat dilakukan. Disarankan kepada
petani untuk menerapkan usahatani organik jika bisa mendapatkan pasar yang
menerima ubi jalar organik dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan ubi jalar
biasa. Petani ubi jalar dapat mengincar pasar menengah ke atas seperti
supermarket dan pasar swalayan. Selain itu, peran kelembagaan seperti Kelompok
tani harus bisa dijalankan sepenuhnya agar dapat memfasilitasi petani baik dalam
usahatani, pemasaran, dan pengembangan ubi jalar organik kedepannya.
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR
DI DESA GUNUNG MALANG KECAMATAN TENJOLAYA
KABUPATEN BOGOR

FERRY HERDIMAN
H34050908

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Desa Gunung
Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor.
Nama : Ferry Herdiman
NIM : H34050908

Disetujui,
Pembimbing

Ir. Popong Nurhayati, M.M


NIP 19670211 199203 2 002

Diketahui
Ketua Departemen Agribisnis
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS


NIP 19580908 198403 1 002

Tanggal Lulus :
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Analisis
Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya
Kabupaten Bogor adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian
akhir skripsi ini.

Bogor, November 2010

Ferry Herdiman
H34050908
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cianjur, Jawa Barat pada tanggal 2 Mei 1987.


Penulis adalah anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Suhendra dan Entin
Kartini.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN Pasir Sarongge pada tahun
1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN
1 Pacet. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 1 Cianjur diselesaikan pada
tahun 2005. Pada tahun 2005 juga penulis diterima di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur USMI namun belum mendapat jurusan. Pada tahun 2006 penulis
diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut
Pertanian Bogor.
Selama mengikuti pendidikan penulis aktif pada kegiatan organisasi di
lingkungan kampus seperti menjadi anggota Agriaswara periode tahun 2007-2008
dan anggota HIPMA (Himpunan Mahasiswa Agribisnis) periode tahun 2008-
2009. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti YES 2007
(Young Entrepreneur Seminar), HPW 2007 (Hari Pelepasan Wisuda), BGTC
2008 (Banking Goes To Campus).
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT


atas segala nikmat karunia dan kekuatan yang telah diberikanNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Pendapatan
Usahatani Ubi Jalar di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten
Bogor . Skripsi ini merupakan hasil karya penulis untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar sarjana pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Fokus kajian dalam skripsi ini adalah untuk menganalisis pendapatan
usahatani ubi jalar yang dilakukan oleh responden petani di Desa Gunung Malang
Kecamatan Tenjolaya Kabupaten Bogor.
Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak termasuk penulis dan
juga petani ubi jalar di tempat penulis melakukan penelitian. Penulis juga
mengharapkan masukan yang bersifat membangun untuk perbaikan penulis di
masa mendatang.
Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan
penelitian ini karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada
skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, November 2010

Ferry Herdiman
UCAPAN TERIMAKASIH

Puji serta syukur penulis panjatkan ke pada Allah SWT yang selalu
memberikan lindungan dan limpahan rahmatNya serta kemudahan yang Engkau
berikan kepada penulis. Dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah
memberikan bantuan, arahan, dukungan dan doa yang akan selalu penulis kenang
dan syukuri. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Papa dan Mama atas segala kasih sayang, doa, dan dukungan baik moral
maupun material kepada penulis. Karya ini saya persembahkan untuk kalian.
2. Ir. Popong Nurhayati, MM, selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan,
waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan
skripsi ini.
3. Tintin Sarianti, SP, MM, selaku dosen penguji utama yang bersedia
meluangkan waktunya serta memberikan saran dan masukan kepada penulis.
4. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.si, selaku dosen penguji komdik yang memberikan
masukan dan saran dalam perbaikan skripsi ini kepada penulis.
5. Adriyanto Pratama, SE, atas bantuan, bimbingan, dan segala hal yang telah
diberikan kepada penulis serta selalu menemani pembuatan skripsi ini. Skripsi
ini tidak akan pernah selesai tanpa campur tanganmu.
6. Bu Ida, mba Dian dan seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis atas
bantuannya sehingga penulis dapat mencapai tahap ini.
7. Pak isak dan seluruh petani responden di Desa Gunung Malang atas kebaikan
yang diterima oleh penulis selama penelitian, informasi, dan kesempatan
untuk melakukan penelitian.
8. Kakak dan adik-adikku Nia Novi Hertini, Venny Heryani (Alm), Devi
Herdini, dan Fauzy Hermansyah atas semangat dan kasih sayang yang telah
diberikan.
9. Keluarga Besar Suhendra dan Entin Kartini yang selama ini saling berbagi
kebahagiaan bersama penulis.
10. Saudara sepupu penulis yang selalu ada dan memberi motivasi, khususnya
Rony, Guntur, dan Tegar.
11. Dewan Direksi Permata Tani Mandiri, Hary Purnama, Tiara Sakina, Adriyanto
Pratama, dan Abdul Rozak atas semangat, saran, dan pengalaman berharga
bagi penulis.
12. Sahabat-sahabat penulis, di Pondok Iwan : Noel, Sule, Bayu, Isnur, Nawi,
Teguh, dan Faisal.
13. Ibu-ibu darmawanita pondok iwan : Purbasari, Ayu, Rina, Amel, Hepi, Cila
atas semangat, saran, dan pengalaman berharga bagi penulis
14. Teman-teman satu bimbingan, Trie Ariesiana, Dina Wening Ati dan Syahra
Zulfah atas semangat dan saran selama berdiskusi dengan penulis.
15. Teman-teman Gladikarya Desa Lebak Muncang, Sule, manda, Lenny, dan
Nurul atas pengalaman berharga selama di Ciwidey.
16. Teman-teman Agribisnis 42 atas semangat, kebersamaan, dan saran kepada
penulis.
17. Kawan-kawan bermusik, berbagi inspirasi dan menunjukkan karya-karya seni:
Agriaswara, Laquinta band, 4Luv, Teddy dan Filo-project yang tidak akan
pernah mati.
18. Semua pihak yang turut membantu dalam pembuatan skripsi ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

Bogor, November 2010

Ferry Herdiman
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... xv
I PENDAHULUAN ................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah .......................................................... 5
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................. 8
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................ 8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ................................................. 9
II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 10
2.1. Deskripsi Ubi Jalar ........................................................... 10
2.2. Deskripsi Pertanian Organik ............................................. 13
2.3. Hasil Penelitian Terdahulu ................................................ 17
2.4. Evaluasi Penelitian Terdahulu ........................................... 21
III KERANGKA PEMIKIRAN ................................................. 23
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................ 23
3.1.1. Konsep Usahatani ................................................... 23
3.1.2. Analisis Usahatani ............................................... 28
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ...................................... 32
1V METODE PENELITIAN ...................................................... 35
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................ 35
4.2. Jenis dan Sumber Data ...................................................... 35
4.3. Metode Pengumpulan Data ............................................... 36
4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data .............................. 37
4.5. Analisis Pendapatan Usahatani ......................................... 38
4.6. Analisis Anggaran Keuntungan Parsial ............................. 42
V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ............................... 44
5.1. Karakteristik Wilayah ....................................................... 44
5.2. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat ........................ 45
5.3. Karakteristik Petani Responden ........................................ 46
5.3.1. Umur Responden .................................................... 46
5.3.2. Status Usahatani Ubi Jalar ...................................... 47
5.3.3. Tingkat Pendidikan ................................................. 47
5.3.4. Pengalaman Usahatani ............................................ 48
5.3.5. Luas Lahan ............................................................. 49
5.3.6. Status Kepemilikan Lahan ...................................... 49
VI HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................. 50
6.1. Keragaan Usahatani Ubi Jalar ........................................... 50
6.1.1. Penggunaan Sarana Produksi .................................. 50
6.1.1.1. Bibit Ubi Jalar ........................................... 50
6.1.1.2. Pupuk dan Pestisida ................................... 51
6.1.1.3. Alat-alat Pertanian ..................................... 52
6.1.1.4. Lahan ........................................................ 52
6.1.1.5. Tenaga Kerja ............................................. 53
6.1.1.6. Modal ........................................................ 53
6.1.2. Teknik Budidaya Ubi Jalar ..................................... 54
6.1.2.1. Penggaritan ............................................... 54
6.1.2.2. Penanaman ................................................ 55
6.1.2.3. Penurunan Tanah ....................................... 55
6.1.2.4. Pemupukan ................................................ 55
6.1.2.5. Penaikan Tanah ......................................... 56
6.1.2.6. Pemotongan Batang ................................... 56
6.1.2.7. Panen ........................................................ 57
6.1.3. Pemasaran Ubi Jalar ............................................... 57
6.2. Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar .......................... 59
6.2.1. Penerimaan Usahatani Ubi Jalar ............................. 60
6.2.2. Biaya Usahatani Ubi Jalar ....................................... 60
6.2.2.1. Biaya Bibit ................................................ 60
6.2.2.2. Biaya Pupuk .............................................. 61
6.2.2.3. Biaya Tenaga Kerja ................................... 62
6.2.2.4. Biaya Pajak dan Sewa Lahan ..................... 63
6.2.3. Pendapatan Usahatani Ubi Jalar .............................. 64
6.3. Analisis Parsial Penerapan Ubi Jalar Organik ................... 66
6.3.1. Perubahan Biaya ..................................................... 68
6.3.2. Perubahan Penerimaan ........................................... 69
6.3.3. Implikasi Penerapan Ubi Jalar Organik ................... 69
VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ 71
7.1. Kesimpulan ........................................................................ 71
7.2. Saran .................................................................................. 72
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 73
LAMPIRAN ........................................................................................ 75
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Kandungan Gizi dan Kalori Ubi Jalar, Beras, Ubi Kayu
dan Jagung .......................................................................... 2
2. Produksi Ubi Jalar di Beberapa Kabupaten di Propinsi
Jawa Barat Tahun 2003-2007 ............................................... 3
3. Luas Panen, Propuktivitas, dan Produksi Ubi Jalar di
Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor ............................ 5
4. Perbedan Pertanian Organik dan Konvensional ..................... 16
5. Perhitungan Analisis Pendapatan Usahatani .......................... 41
6. Bentuk Tabulasi Anggaran Parsial ........................................ 43
7. Jumlah Penduduk Desa Gunung Malang Berdasarkan
Tingkat Pendidikan Tahun 2009 .......................................... 45
8. Jumlah Penduduk Desa Gunung Malang Berdasarkan
Mata Pencaharian Tahun 2009 ............................................. 45
9. Luas Panen dan Produksi Palawija di Desa Gunung Malang
Tahun 2008 ........................................................................ 46
10. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur di
Desa Gunung Malang Tahun 2010 ........................................ 47
11. Status Usahatani Ubi jalar Petani Responden di
Desa Gunung Malang Tahun 2010 ........................................ 47
12. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pendidikan ...... 48
13. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman .... 48
14. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan ..... 49
15. Rata-rata Penggunaan Biaya TKLK Usahatani Ubi Jalar
per Hektar per Musim Tanam ............................................... 62
16. Rata-rata Penggunaan Biaya TKDK Usahatani Ubi Jalar
per Hektar per Musim Tanam ............................................... 63
17. Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Petani Responden
per Hektar per Musim Tanam ............................................... 64
18. Perubahan Biaya Pupuk pada Penerapan Ubi Jalar Organik
dengan Pupuk Kandang ........................................................ 68
19. Perubahan Biaya Tenaga Kerja pada Penerapan Ubi Jalar
Organik dengan Pupuk Kandang .......................................... 68
20. Analisis Anggaran Keuntungan Parsial Penerapan Ubi Jalar
Organik dengan Pupuk Kandang .......................................... 70
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Kerangka Pemikiran Operasional ........................................... 34
2. Saluran Pemasaran Ubi Jalar di Desa Gunung Malang .......... 58
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Luas Panen, Produktivitas dan Produktivitas Ubi Jalar di
Tingkat Propinsi Tahun 2007-2008 ....................................... 75
2. Kuesioner Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Desa
Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Bogor ...................... 76
3. Karakteristik Petani Responden ............................................ 80
4. Biaya Pajak Lahan dan Biaya Bibit Usahatani Ubi Jalar
Petani Responden ................................................................ 81
5. Biaya Pengadaan Pupuk Kimia ............................................. 82
6. Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Ubi Jalar
Petani Responden ................................................................. 83
7. Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga Usahatani Ubi Jalar
Petani Responden ................................................................. 84
8. Penerimaan Produksi Usahatani Ubi Jalar
Petani Responden ................................................................. 85
9. Dokumentasi Hasil Penelitian ............................................... 86
I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pangan merupakan kebutuhan manusia yang paling mendasar karena
berpengaruh terhadap eksistensi dan ketahanan hidup manusia itu sendiri.
Pembangunan ketahanan pangan di Indonesia telah ditegaskan dalam
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan yang dirumuskan sebagai
usaha mewujudkan ketersediaan pangan bagi seluruh rumah tangga dalam jumlah
yang cukup, mutu dan gizi yang layak, aman dikonsumsi, merata serta terjangkau
oleh setiap individu1. Oleh karena itu, ketahanan pangan menjadi salah satu isu
paling strategis dalam konteks pembangunan nasional, khususnya bagi negara
berkembang seperti Indonesia.
Ketahanan pangan menjadi isu yang semakin penting, apabila dilihat dari
pertambahan penduduk. Pemenuhan kebutuhan pangan mayoritas penduduk
Indonesia masih sangat tergantung pada satu sumber, yaitu beras. Hal ini
menimbulkan permasalahan bagi bangsa Indonesia karena jumlah produktivitas
beras nasional tidak mampu menutupi kebutuhan pangan penduduk yang semakin
hari semakin meningkat. Jumlah penduduk Indonesia terus meningkat setiap
tahunnya. Selama empat tahun terakhir terjadi peningkatan jumlah penduduk
sebesar 8.671.300 jiwa atau sekitar 2,2 juta jiwa per tahun (BPS, 2009).
Masalah ketersediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk
merupakan masalah yang serius dan tidak dapat diabaikan begitu saja. Meskipun
selama dua tahun terakhir dilaporkan bahwa swasembada beras dapat dicapai
kembali. Namun, untuk jangka pangjang masih menjadi pertanyaan besar karena
belum ada yang dapat memastikan bahwa swasembada pangan akan terus dicapai
mengingat selama 20 tahun terakhir kita kehilangan banyak luas areal sawah
subur di Jawa karena alih fungsi lahan. 2
Diversifikasi pangan merupakan langkah yang tepat dan penting dilakukan
karena produksi maupun distribusi beras seringkali tersendat. Diversifikasi
pangan dipilih sebagai langkah utama selain waktu yang diperlukan lebih pendek

1 Krisnamurthi, Bayu. 2003. Penganeka-Ragaman Pangan : Pengalaman 40 Tahun dan Tantangan Kedepan. Artikel Th. II
No. 7.
www.ekonomirakyat.org (Diakses 10 Desember 2009)
2
www.lampungpost.com. [diakses pada tanggal 6 Desember 2009]
jika dibandingkan dengan program lain, seperti ekstensifikasi dan intensifikasi.
Hal ini juga ditujukan untuk mendorong masyarakat (petani) lebih kreatif dalam
memanfaatkan lahan yang ada dengan menanam tanaman yang dapat menjadi
bahan makanan pokok selain padi, seperti jagung, ubi jalar, dan umbi-umbian
lainnya sehingga dapat membangkitkan ketahanan pangan keluarga masing-
masing, yang berujung pada peningkatan ketahanan pangan nasional.
Komoditas tanaman pangan terdiri dari dua bagian besar, yaitu: padi-
padian (cereals) dan umbi-umbian (tubers). Beras, jagung, sorgum, kedelai, sagu,
kacang hijau dan gandum termasuk ke dalam cereals. Sedangkan ubi kayu dan ubi
jalar termasuk ke dalam tubers. Ubi jalar merupakan salah satu komoditas
tanaman pangan yang potensial untuk dikembangkan sebagai produk substitusi
dari beras. Adapun beberapa alasan penting mengembangkan ubi jalar diantaranya
yaitu pertama, tanaman ini sesuai dengan agroklimat sebagian besar wilayah
Indonesia. Kedua, kandungan zat gizi yang terkandung pada ubi jalar lebih
lengkap daripada tanaman pangan lain, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. Ketiga,
potensi penggunaannya cukup luas, baik sebagai bahan mentah (dalam bentuk
umbi segar untuk kebutuhan langsung), sebagai bahan baku (pembuatan saos dan
pakan ternak), produk setengah jadi (tepung ubi jalar untuk bahan baku produk
pangan olahan), maupun produk akhir (produk pangan olahan), sehingga cocok
untuk program diversifikasi pangan (Jamrianti 2007).
Tabel 1. Kandungan Gizi dan Kalori Ubi Jalar, Beras, Ubi Kayu, dan Jagung

Bahan Kalori Karbohidrat Protein Lemak Vit. A Vit. C Ca


(kal) (g) (g) (g) (SI) (mg) (mg)
Ubi 123 27.9 1.2 0.7 7000 22 30
Jalar
Beras 360 78.9 6.8 0.7 0 0 6
Ubi 146 34.7 1.2 0.3 0 30 33
Kayu
Jagung 361 72.4 8.7 4.5 350 0 9
Sumber : Harnowo et al., (1994)

Salah satu sumber karbohidrat non beras yang bergizi tinggi dan sangat
potensia untuk dikembangkan sebagai penunjang dalam pengembangan program
diversifikasi pangan adalah ubi jalar (Zuraida dan Supriatin, 2005). Ubi jalar
mempunyai potensi yang cukup besar untuk ditingkatkan produksinya dan
umbinya dapat diproses menjadi aneka ragam produk yang mampu mendorong
pengembangan agroindustri dalam diversifikasi pangan. Produktivitas ubi jalar
cukup tinggi dibandingkan dengan beras maupun ubi kayu. Ubi jalar dengan masa
panen empat bulan dapat berproduksi antara 25-30 ton/ha lebih. Walaupun saat ini
rata-rata produktivitas ubi jalar nasional baru mencapai 12 ton/ha, tetapi masih
lebih besar jika kita bandingkan dengan produktivitas gabah (+- 4,5 ton/ha) atau
ubi kayu (+- 8 ton /ha) dengan masa panen lebih lama dari masa panen ubi jalar
(Pusat Penelitian Tanaman Pangan, 2007).
Total luas areal panen ubi jalar di Indonesia pada tahun 2008 mencapai
174.561 Ha dengan tingkat produksi sebesar 1.881.761 ton dan produktivitasnya
berkisar pada 10,78 ton per hektarnya. Sentra produksi ubi jalar yang paling
banyak memberikan kontribusi produksi terbesar di Indonesia adalah Jawa Barat
yaitu sebesar 376.490 ton pada tahun 2008 (BPS 2009, Lampiran 1). Dilihat dari
produktivitasya, setiap daerah mempunyai tingkat produktivitas yang berbeda-
beda tergantung dari varietas ubi jalar, kesesuaian kondisi lahan dan teknologi
yang digunakan.
Provinsi Jawa Barat mempunyai potensi sumber daya yang sangat
mendukung untuk pengembangan ubi jalar, terlihat dari luas panen mencapai
27.252 ha untuk musim tanam 2008 dengan produksi mencapai 376.490 ton.
Produktivitas ubi jalar di Jawa Barat sebesar 13,82 ton/ha lebih tinggi dari
produktivitas rata-rata nasional sebesar 12,00 ton/ha. Kabupaten Bogor
merupakan daerah penghasil ubi jalar terbesar ketiga di Jawa Barat setelah
Kabupaten Kuningan dan Garut (Tabel 2).

Tabel 2. Produksi Ubi Jalar di Beberapa Kabupaten di Propinsi Jawa Barat


Tahun 2003-2007
Produksi (ton)
No Kabupaten
2003 2004 2005 2006 2007
1. Kuningan 92.890 94.256 89.985 100.169 105.610
2. Garut 48.413 57.966 51.856 65.566 70.764
3. Bogor 55.358 55.455 50.811 56.694 56.313
4. Bandung 28.533 33.857 41.734 33.152 25.245
5. Tasikmalaya 12.743 16.859 30.516 23.636 20.251
Sumber : Dinas Pertanian Propinsi Jawa Barat, (2007, diolah)
Pertanian organik memiliki peluang yang sangat baik untuk dikembangkan
dimasa kini dan mendatang. Hal ini didukung oleh beberapa faktor, yakni adanya
kritik terhadap asupan kimia yang menyebabkan terjadinya degradasi lingkungan
dan pada akhirnya akan membawa sistem pertanian konvensional beralih ke
sistem pertanian yang lebih baik melalui sistem pertanian organik, semakin
tingginya kesadaran masyarakat untuk hidup sehat serta ramah lingkungan dengan
mengkonsumsi produk organik, tingginya permintaan produk organik dari
negara-negara maju di dunia yang dapat membuka peluang ekspor yang cukup
besar bagi produk organik, serta adanya peluang untuk meningkatkan pendapatan
petani karena produk pertanian organik menghemat biaya produksi dan harga
jualnya lebih tinggi dibanding produk pertanian konvensional. (Sutanto, 2002)
Salah satu alternatif untuk mempertahankan dan meningkatkan kesuburan
tanah adalah dengan pemberian bahan organik seperti pupuk kandang ke dalam
tanah. Pemberian pupuk kandang, selain dapat meningkatkan kesuburan tanah
juga dapat mengurangi penggunaan pupuk buatan yang harganya relatif mahal dan
terkadang sulit diperoleh. Pupuk kandang adalah kotoran padat dan cair dari
hewan yang tercampur dengan sisa-sisa pakan dan alas kandang.
Dewasa ini pemupukan dengan pupuk anorganik atau pupuk buatan
penggunaannya semakin meningkat. Hal ini bila berlangsung terus dapat
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan hara dalam tanah, dan rusaknya
struktur tanah, sehingga dapat menurunkan produktivitas tanah pertanian. Begitu
pula pada tanaman pangan alternatif diversifikasi seperti ubi jalar. Implementasi
pertanian organik pada usahatani ubi jalar akan memberikan banyak manfaat baik
bagi konsumen maupun petani itu sendiri. Usahatani ubi jalar organik akan dapat
meningkatkan pendapatan petani jika dilakukan dengan baik dan efisien. Jika
pendapatan petani ubi jalar dapat ditingkatkan, maka upaya pengembangan dan
pelaksanaan program diversifikasi pangan akan berjalan lebih baik. Oleh karena
itu penting untuk dilakukan suatu studi atau penelitian yang menganalisis
implementasi upaya penerapan budidaya organik pada komoditi pangan seperti
ubi jalar.
1.2. Perumusan Masalah
Salah satu sentra produksi ubi jalar di Kabupaten Bogor adalah Kecamatan
Tenjolaya. Jumlah produksi di Tenjolaya cukup stabil dalam jumlah yang besar
dibandingkan kecamatan lainnya yang sangat fluktuatif, hal ini terlihat pada data
produksi ubi jalar dari tahun 2007-2008 (Tabel 3). Beberapa Kecamatan ada yang
mengalami penurunan jumlah produksi yang tinggi seperti Pamijahan, namun
sebaliknya Kecamatan Cibungbulang mengalami peningkatan yang sangat tinggi.
Hal ini mengindikasikan bahwa beberapa daerah tidak mampu memproduksi ubi
jalar secara kontinu (berkelanjutan).

Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Ubi Jalar di Beberapa


Kecamatan di Kabupaten Bogor
2007 2008
Luas Produk Luas Produk-
Kecamatan Produksi Produksi
No Panen -tivitas Panen tivitas
Ha Ton/Ha Ton Ha Ton/Ha Ton
1 Tenjolaya 291 14,59 8.857 603 14,48 8.732
2 Cibungbulang 655 14,35 244 601 14,68 8.822
3 Ciampea 122 14,61 2.540 586 14,63 8.576
4 Megamendung 152 13,71 2.604 269 13,55 3.644
5 Dramaga 135 14,57 2.040 190 14,32 2.720
6 Tamansari 131 14,59 2.466 174 14,24 2.478
7 Cijeruk 117 14,27 1.641 173 13,97 2.416
8 Bojonggede 100 13,39 415 150 13,49 2.023
9 Pamijahan 417 14,73 9.341 136 14,63 1.990
10 Rancabungur 95 14,69 3.452 135 14,41 1.945
Sumber : BPS Kabupaten Bogor (2009)

Peluang pengembangan agribisnis ubi jalar masih sangat terbuka


mengingat Kecamatan Tenjolaya atau Kabupaten Bogor pada umumnya memiliki
potensi yang cukup besar untuk pengembangan komoditas tersebut. Kesesuaian
ekosistem lahan pertanian di Kabupaten Bogor baik kondisi iklim, tanah dan letak
geografis merupakan faktor penting dalam memproduksi ubi jalar yang
berkualitas dengan hasil yang tinggi. Selain itu ketersediaan sumberdaya lahan
yang cukup luas dan tenaga kerja pertanian yang cukup banyak juga merupakan
potensi yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan komoditi
ubi jalar sebagai bahan pangan alternatif.
Salah satu desa penghasil ubi jalar yang ada di Kabupaten Bogor adalah
Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya. Sebagian besar petani di daerah ini
menjadikan tanaman ubi jalar sebagai komoditi utama dalam bercocok tanam.
Berdasarkan hasil pengamatan sementara petani ubi jalar di Desa Gunung Malang
masih menghadapi permasalahan dalam meningkatkan pendapatan usahatani
mereka. Hal ini disebabkan tingkat produktivitas yang sulit ditingkatkan dan
harga ubi jalar yang rendah. Produktivitas optimal yang dapat dicapai masih di
bawah 20 ton per hektarnya. Sedangkan harga sangat berfluktuatif dan relatif
rendah dengan kisaran paling bagus sebesar Rp 1000. Sebagai pelaku ekonomi
yang bertindak rasional, petani ubi jalar di Desa Gunung Malang menginginkan
keuntungan berupa pendapatan dari kegiatan produksi yang dilakukannya.
Terdapat banyak kendala yang dihadapi petani sehingga mereka
mengalami kesulitan untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatannya
(kemandirian ekonominya). Pertama, kendala struktural sumber daya lahan.
Sebagian besar petani kita adalah petani lahan sempit. Teori ekonomi mengatakan
ada ukuran skala ekonomi tertentu dari aktivitas produksi yang harus dipenuhi
(economic of scale) agar suatu unit usaha bisa menguntungkan dan efisien. Jelas
luas lahan yang sangat rendah tersebut adalah kendala struktural yang dihadapi
petani kita untuk memperoleh pendapatan usaha tani yang bersifat insentif untuk
berproduksi. Kendala kedua adalah masalah rendahnya akses terhadap input
pertanian penting. Kendala ketiga adalah minimnya akses terhadap dana dan
modal. Sedangkan kendala keempat adalah banyaknya masalah pada pemasaran
output yang dihasilkan.
Keuntungan usahatani yang didapat oleh petani merupakan hasil dari
penerimaan dikurangi dengan biaya yang telah dikeluarkan selama proses
usahatani tersebut berjalan. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
pendapatan usahatani ubi jalar antara lain dengan cara meningkatkan produksi.
Akan tetapi untuk melakukan hal ini petani sering kali terbentur masalah
permodalan, karena dengan meningkatkan produksi berarti petani membutuhkan
modal awal usaha yang lebih besar. Sementara itu, besar kecilnya penerimaan
petani juga bergantung pada jumlah produksi yang dihasilkan dan harga jual ubi
jalar tersebut. Sedangkan tingkat harga ubi jalar cenderung selalu rendah dan
berfluktuatif, Dalam hal ini petani hanya bertindak sebagai price taker, sehingga
posisi tawar petani sangat kecil.
Peningkatan produktivitas dapat di lakukan oleh petani untuk
meningkatkan pendapatan. Hal ini dapat dilakukan salah satunya dengan cara
pemanfaatan teknik dan teknologi baru yang lebih produktif, antara lain varietas
unggul; teknologi budi daya; pengendalian hama dan penyakit; panen dan
pascapanen; serta sosial ekonomi dan pemasaran. Upaya tersebut memerlukan
sentuhan teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat, yaitu secara teknis dapat
diterapkan, secara sosial budaya dapat diterima, dan secara ekonomis
menguntungkan (Limbongan dan Soplanit). Petani ubi jalar di Desa Gunung
Malang sebagian besar mengandalkan teknik budidaya yang konvensional. Salah
satu upaya yang mungkin dapat dilakukan oleh petani adalah dengan
penghematan biaya usahatani, agar penerimaan aktual yang diterima petani dapat
lebih tinggi. Pengeluaran yang paling bisa dihemat adalah biaya-biaya yang
bersifat biaya variabel. Dalam usahatani ubi jalar biaya tersebut diantaranya
adalah bibit, pupuk, obat-obatan (pestisida), tenaga kerja, dll.
Sistem pertanian konvensional yang merupakan sistem pertanian dengan
menggunakan bahan-bahan kimia seperti pupuk kimia, pestisida kimia serta obat-
obatan kimia lain memang terbukti mampu meningkatkan produktivitas tanah
dalam waktu yang relatif pendek. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa akibat
perlakuan proses produksi tersebut, dalam jangka panjang akan mulai tampak
tanda-tanda terjadinya kelelahan pada tanah dan penurunan produktivitas pada
hamper semua jenis tanaman yang diusahakan. Apabila tidak ada tindakan lebih
lanjut untuk memperbaikinya, maka akan menimbulkan dampak buruk lanjutan
terhadap kelestarian dan kesehatan lingkungan disekitarnya.
Konsep pertanian berbasis organik merupakan salah satu teknologi
budidaya yang memungkin adanya upaya penghematan biaya bagi usahatani ubi
jalar. Selain petani dapat menghemat biaya, petani juga ikut berpartisipasi dalam
upaya penyediaan pangan yang sehat. Hal ini juga sejalan dengan perspektif
pertanian di masa yang akan datang. Konsep organik yang dimaksud dapat
dilakukan dengan cara tidak menggunakan pupuk kimia dan obat-obatan atau
pestisida dalam budidaya ubi jalar yang dilakukan. Dengan upaya usahatani ubi
jalar secara organik maka petani dapat mengurangi beberapa struktur biaya
sehingga hal ini diharapkan dapat meningkatkan keuntungan bagi petani ubi jalar.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana keragaan usahatani ubi jalar di Desa Gunung Malang,
Kecatamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor?
2. Bagaimana pendapatan petani dari usahatani ubi jalar secara konvensional
di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor?
3. Apakah upaya usahatani ubi jalar secara organik lebih menguntungkan
bagi petani ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya,
Kabupaten Bogor?

1.3. Tujuan Penelitian


Berdasarkan permasalahan, maka tujuan dilakukannya penelitian ini
adalah:
1. Mengidentifikasi keragaan usahatani ubi jalar di Desa Gunung Malang,
Kecatamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.
2. Menganalisis pendapatan petani dari usahatani ubi jalar secara
konvensional di Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten
Bogor.
3. Menganalisis keuntungan yang diterima oleh petani dari upaya usahatani
ubi jalar secara organik di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya,
Kabupaten Bogor.

1.4. Manfaat Penelitian


Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan, maka kegunaan penulisan
penelitian ini, yaitu :
1. Bagi petani, penelitian ini dapat menjadi bahan informasi untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas usahatani ubi jalar untuk
memperoleh pendapatan yang lebih besar.
2. Bagi penulis, hasil penelitian diharapkan menjadi sarana aplikasi dari
teori-teori yang telah diperoleh selama perkuliahan serta dapat menambah
wawasan penulis mengenai usahatani ubi jalar.
3. Bagi pembaca, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai media
informasi mengenai kondisi usahatani ubi jalar di salah satu daerah
penghasil ubi jalar di Kabupaten Bogor. Penelitian ini juga sebagai
referensi bagi penelitian-penelitian selanjutnya mengenai usaha tani.

1.5. Ruang Lingkup


Penelitian ini dilakukan pada petani ubi jalar yang berada di Desa Gunung
Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Keragaan usahatani ubi jalar
dianalisis secara kualitatif berdasarkan fakta yang ada di lapangan. Sedangkan
analisis pendapatan usahatani, imbangan atas penerimaan dan biaya (R/C), dan
anggaran keuntungan parsial dilakukan secara kuantitatif untuk mengetahui
kelayakan dari usahatani yang dilakukan petani ubi jalar di Desa Gunung Malang.
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Ubi Jalar

Ubi jalar (Ipomea batatas L) atau ketela rambat atau sweet potato
diduga berasal dari Benua Amerika. Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat
yang penting di samping padi, jagung, sagu dan ubi-ubi lainnya. Ubinya dimakan
setelah direbus atau dibakar atau diolah lebih lanjut untuk bahan industri tepung
alkohol, sari karotin, bahan perekat atau sirup. Zat patinya merupakan salah satu
bahab dalam pembuatan tekstil atau kertas. Batang tanaman berakar banyak dan
menjalar di permukaan tanah, berwarna hijau, kuning atau ungu. Daunnya tunggal
dan beraneka ragam, baik bentuk maupun warnanya. Demikian pula halnya
bentuk, warna dan rasa umbinya. Daun bersama batang mudanya digunakan
untuk sayuran juga dipakai sebagai makanan ternak.
Plasma nutfah (sumber genetik) tanaman ubi jalar yang tumbuh di dunia
diperkirakan berjumlah lebih dari 1000 jenis, namun baru 142 jenis yang
diidentifikasi oleh para peneliti. Lembaga penelitian yang menangani ubi jalar,
antara lain: International Potato centre (IPC) dan Centro International de La Papa
(CIP). Varietas atau kultivar atau klon ubi jalar yang ditanam di berbagai daerah
jumlahnya cukup banyak, antara lain: lampeneng, sawo, cilembu, rambo, SQ-27,
jahe, kleneng, gedang, tumpuk, georgia, layang-layang, karya, daya, borobudur,
prambanan, mendut, dan kalasan.
Varietas yang digolongkan sebagai varietas unggul harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut (Hafsah, 2004):
1) Berdaya hasil tinggi, di atas 30 ton/hektar.
2) Berumur pendek (genjah) antara 3-4 bulan.
3) Rasa ubi enak dan manis.
4) Tahan terhadap hama penggerek ubi (Cylas sp.)dan penyakit kudis oleh
cendawan Elsinoe sp.
5) Kadar karotin tinggi di atas 10 mg/100 gram.
6) Keadaan serat ubi relatif rendah.
Di beberapa daerah tertentu, ubi jalar merupakan salah satu komoditi
bahan makanan pokok. Ubi jalar merupakan komoditi pangan penting di
Indonesia dan diusahakan penduduk mulai dari daerah dataran rendah sampai
dataran tinggi. Ubi jalar dapat diolah menjadi berbagai bentuk atau macam produk
olahan. Beberapa peluang penganeka-ragaman jenis penggunaan ubi jalar dapat
dilihat berikut ini (Hafsah, 2004):
1) Daun: sayuran, pakan ternak
2) Batang: bahan tanam, pakan ternak
3) Kulit ubi: pakan ternak
4) Ubi segar: bahan makanan
5) Tepung: makanan
6) Pati: fermentasi, pakan ternak, asam sitrat.
Tanaman ubi jalar dapat diperbanyak secara generatif dengan biji dan
secara vegetatif berupa stek batang atau stek pucuk. Perbanyakan tanaman secara
generatif hanya dilakukan pada skala penelitian untuk menghasilkan varietas baru.
Teknik perbanyakan tanaman ubi jalar yang sering dipraktekan adalah dengan
stek batang atau stek pucuk. Bahan tanaman (bibit) berupa stek pucuk atau stek
batang harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Bibit berasal dari varietas atau klon unggul.
2) Bahan tanaman berumur 2 bulan atau lebih.
3) Pertumbuhan tanaman yang akan diambil steknya dalam keadaan sehat,
normal, tidak terlalu subur.
4) Ukuran panjang stek batang atau stek pucuk antara 20-25 cm, ruas-ruasnya
rapat dan buku-bukunya tidak berakar.
5) Mengalami penyimpanan di tempat yang teduh selama 1-7 hari.
Bahan tanaman (stek) dapat berasal dari tanaman produksi dan dari tunas-
tunas ubi yang secara khusus disemai atau melalui proses penunasan.
Perbanyakan tanaman dengan stek batang atau stek pucuk secara terus-menerus
mempunyai kecenderungan penurunan hasil pada generasi-generasi berikutnya.
Oleh karena itu, setelah 3-5 generasi perbanyakan harus diperbaharui dengan cara
menanam atau menunaskan umbi untuk bahan perbanyakan.
Zat hara yang terbawa atau terangkut pada saat panen ubi jalar cukup
tinggi, yaitu terdiri dari 70 kg N (± 156 kg urea), 20 kg P2O5 (±42 kg TSP), dan
110 kg K2O (± 220 kg KCl) per hektar pada tingkat hasil 15 ton ubi basah.
Pemupukan bertujuan menggantikan unsur hara yang terangkut saat panen,
menambah kesuburan tanah, dan menyediakan unsur hara bagi tanaman. Dosis
pupuk yang tepat harus berdasarkan hasil analisis tanah atau tanaman di daerah
setempat. Dosis pupuk yang dianjurkan secara umum adalah 45-90kg N/ha (100-
200 kg urea/ha) ditambah 25 kg P2O5/ha (±50 kg TSP/ha) ditambah 50 kg
K2O/ha (±100 kg KCl/ha). Pemupukan dapat dilakukan dengan sistem larikan
(alur) dan sistem tugal. Pemupukan dengan sistem larikan mula-mula buat larikan
(alur) kecil di sepanjang guludan sejauh 7-10 cm dari batang tanaman, sedalam 5-
7 cm, kemudian sebarkan pupuk secara merata ke dalam larikan sambil ditimbun
dengan tanah.
Usaha perlindungan tanaman dari gangguan hama dan penyakit dilakukan
dengan teknik pengendalian secara terpadu, yaitu secara kultur teknis, secara fisik
dan mekanis dan secara kimiawi. Adapun hama yang sering menyerang tanaman
ubi jalar adalah penggerek batang, hama boleng, tikus, ulat keket dan babi hutan,
sedangkan penyakit penting yang sering menyerang adalah kudis, layu fusarium
dan virus. Tanaman ubi jalar dapat dipanen bila ubi-ubinya sudah tua (matang
fisiologis). Ciri fisik ubi jalar matang, antara lain: bila kandungan tepungnya
sudah maksimum, ditandai dengan kadar serat yang rendah dan bila direbus
(dikukus) rasanya enak serta tidak berair. Penentuan waktu panen ubi jalar
didasarkan atas umur tanaman. Jenis atau varietas ubi jalar berumur pendek
(genjah) dipanen pada umur 3-3,5 bulan, sedangkan varietas berumur panjang
(dalam) sewaktu berumur 4,5-5 bulan. Panen ubi jalar yang ideal dimulai pada
umur 3 bulan, dengan penundaan paling lambat sampai umur 4 bulan. Panen pada
umur lebih dari 4 bulan, selain resiko serangan hama boleng cukup tinggi, juga
tidak akan memberikan kenaikan hasil ubi.
2.2. Deskripsi Pertanian Organik

Pertanian organik menurut deptan adalah sistem produksi pertanian yang


holistik dan terpadu, yang mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agri-
ekosistem secara alami, sehingga mampu menghasilkan pangan dan serat yang
cukup, berkualitas dan berkelanjutan. Menurut pracaya (2006), pertanian organik
merupakan sistem pertanian, dalam hal bercocok tanam yang tidak menggunakan
bahan kimia berupa pupuk, pestisida, hormon pertumbuhan, tetapi menggunakan
bahan organik. Jadi pertanian organik adalah sistem pertanian yang berwawasan
lingkungan dengan tujuan untuk meindungi keseimbangan ekosistem alam dengan
meminimalkan penggunaan bahan-bahan kimia dan merupakan praktek bertani
secara alami yang dapat memberikan hasil yang optimal.
Lembaga penjamin pertanian organik indonesia (BIOcert) menyatakan
pangan organik merupakan produk pangan segar diantaranya sayuran, buah-
buahan setengah jadi maupun pangan jadi atau pangan olahan, yang dihasilkan
dari budidaya pertanian organik. Budididaya pertanian organik merupakan
budidaya yang memperhatikan keharmonisan, keanekaragaman dan kelesarian
alam. Dalam prakteknya lebih banyak menggunakan bahan-bahan alami yang
terdapat di alam sekitarnya, tanpa menggunakan asupan agrokimia (bahan kimia
untuk pertanian), tidak mengandung bahan-bahan hasil rekayasa genetik
(GNO/genetically Modified Organism), serta tidak menggunakan bahan-bahan
radiasi untuk tujuan pengawetan produk. Jadi pangan organik menekankan pada
tingkat seminimal mungkin penggunaan asupan non alami.
Pertanian organik merupakan teknik bertani yang telah digunakan
masyarakat petani sejak pertama kali mereka mengenal bercocok tanam.
Awalnya, bercocok tanam dilakukan secra berpindah-pindah. Sistem ladang
berpindah tersebut kemudian berkembang menjadi sistem pertanian tradisional
dengan pengelolaannya yang masih sederhana dan akrab lingkungan karena tidak
memakai pestisida. Produksi sayuran tidak mampu mengimbangi kebutuhan
pangan penduduk yang jumlahnya terus bertambah. Kebutuhan pangan tersebut
dapat diimbangi dengan mengupayakan peningkatan produksi. Perkembangan
sistem pertanian konvensional memberi permasalahan baru terhadapmkerusakan
lingkungan, kesehatan manuasia dan produktivitas petani. Permasalahan yang
dihadapi dalam pertanian konvensional tersebut dapat diselesaikan dengan
mengembangkan pertanian organik, yang berawal dari pemikiran bahwa hutan
alam yang terdiri dari ribuan jenis tanaman bisa hidup subur tanpa campur tangan
manusia.
Sistem pertanian organik memiliki karakteristik tertentu (Pracaya, 2006),
diantaranya sebagai berikut :
1) Melindungi kesuburan jangka panjang tanah dengan menjaga tingkat
kandungan materi organik, mendorong aktivitas biologis tanah, dan
melakukan intervensi mekanis hati-hati.
2) Memberikan nutrient tanaman secara tidak langsung menggunakan sumber
nutrient yang relatif tidak terlarut, yang kemudian diubah menjadi bentuk
yang tersedia untuk tanaman oleh mikroorganisme.
3) Swasembada nitrogen melalui penggunaan legume dan fiksasi nitrogen
secara bologis, serta pendaurulangan bahan organik termasuk residu tanaman
dan kotoran ternak.
4) Pengendalian hama dan penyakit yang secara utama mengandalkan rotasi
tanaman, predator alami, keanekaragaman, pemupukan organik, varietas
resisten serta intervensi thermal, biologis dan kimiawi yang terbatas
(seminimal mungkin).
5) Pengelolaan ternak secara intensif, dengan memperhatikan masalah
kesejahteraan ternak yang berhubungan dengan gizi, penempatan, kesehatan,
dan perkembangbiakan.
6) Memperhatikan dengan seksama dampak dari sistem usahatani pada
lingkuangan yang lebih luas dan pada konservasi satwa liar dan habitat
alamiah.
Tujuan utama dilaksanakan pertanian organik adalah untuk mengoptimasi
kesehatan, produktivitas komunitas tanah, tanaman, hewan dan manusia yang
saling terkait ada. Tujuan sistem pertanian organik sebagaimana ditetapkan oleh
International Federation of Organic Agriculture Movement (Organic Farming,
1990) adalah sebagai berikut :
1) Menghasilkan pangan dengan kualitas gizi yang tinggi dan dalam jumlah
yang mencukupi. Masih menurut hasil penelitian Soil Association, bahan
pangan organik rata-rata mempunyai kandungan vitamin C, mineral, serta
phytonutrients (bahan dalam tanaman yang dapat melawan kanker) yang
lebih tinggi daripada bahan pangan konvensional. Nutrisi makanan organik
itu 35 persen lebih tinggi ketimbang ang disemprot (bahan Kimia).
2) Menerapkan sistem alami dan tanpa mendominasi alam.
3) Mengaktifkan dan meningkatkan daur biologis di dalam sistem pertanian,
melibatkan mikroorganisme, tumbuh-tumbuhan dan hewan.
4) Meningkatkan dan memelihara kesuburan tanah.
5) Menggunakan sumber-sumber yang dapat diperbaharui dalam sistem
pertanian yang terorganisisr secara lokal.
6) Mengembangkan suatu sistem tertutup dengan memperhatikan elemen-
elemen organik dan bahan nutrisi.
7) Memperakukan ternak secara alami.
8) Memelihara keragaman genetik di dalam dan di sekeliling sistem pertanian,
termasuk perlindungan tanaman dan habitat air.
9) Memberikan pendapatan yang memadai dan memuaskan petani.
10) Mempertimbangkan pengaruh sosial dan ekologis yang lebih luas dari sistem
pertanian.
Perbedaan pertanian organik dan pertanian konvensional menurut Pracaya
(2006) dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 4 . Perbedaan Pertanian Organik dan Konvensional

No Proses Budidaya Pertanian Organik Pertanian Konvensional


Berasal dari
Berasal dari rekayasa
11 Persiapan Benih pertumbuhan tanaman
Genetika
yang alami
Memperkecil
Kerusakan tanah oleh
traktor serta dengan
Pengolahan tanah yang
pengolahan tanah yang
maksimum menyebabkan
22 Pengolahan tanah minimum maka
pemadatan tanah dan matinya
perkembangbiakan
beberapa organisme tanah
organisme tanah dan
aerasi tanah tetap
terjaga
Pertumbuhan bibit
dikembangkan dengan
Pertumbuhan bibit
33 Persemaian menggunakan bahan sintetik
secara alami
seperti pestisida dan pupuk
kimia
Menerapkan rotasi
tanaman secara Tidak menerapkan rotasi
bertahap dan tanaman dan kombinasi
44 Penanaman
melakukan kombinasi tanaman dalam satu luasan
tanaman dalam satu tanah
luasan tanah
Pengairan atau Menggunakan air yang
Menggunakan air dari mana
55 Penyiraman bebas dari bahan kimia
saja
tanaman sintetis
Menggunakan pupuk
66 Pemupukan Menggunakan pupuk kimia
organik
Pengendalian
Berdasarkan Menggunakian pestisida
77 Hama, Penyakit
keseimbangan alami kimia
dan Gulma
Hasil panen
Hasil panen mengandung
merupoakan bahan
Panen dan Pasca residu bahan kima sintesis
88 yang sehat dan tidak
Panen serta diperlakukan denga
diperlakukan dengan
bahan kimia.
bahan kimia
2.3. Hasil Penelitian Terdahulu

Terdapat beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan topik


penelitian Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Desa Gunung Malang,
Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor . Adapun hasil penelitian terdahulu
yang terkait dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
Aji (2008) meneliti tentang peramalan produksi dan konsumsi ubi jalar
nasional dalam rangka rencana program diversifikasi pangan pokok. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa produksi ubi jalar nasional mempunyai
kecenderungan pola yang stasioner pada bagian non-seasonalnya, sedangkan pada
bagian seasonalnya berpola tidak stationer. Produksi kuartalan ubi jalar fluktuasi
tahunan dan musimannya mengikuti fluktuasi produksi padi dengan korelasi
negatif. Berdasarkan metode peramalan ARIMA menghasilkan nilai MSE sebesar
4.776 dan mempunyai tren ramalan yang menurun. Selanjutnya konsumsi tahunan
ubi jalar nasional mempunyai kecenderungan pola tren menurun. Peramalan
sampai 10 tahun ke depan (2016) menunjukkan bahwa produksi dan konsumsi ubi
jalar tidak bisa memenuhi target yang diharapkan.
Pada penelitian ini, terbentuk persamaan regresi ubi jalar yang
menunjukkan adanya hubungan yang positif antara konsumsi ubi jalar dan
konsumsi beras. Hal ini dikarenakan kedua komoditi mempunyai sifat saling
komplementer bukan substitusi (peran pangan substitusi beras dipegang oleh
komoditas jagung dan ubi kayu). Lalu pada persamaan regresi produksi ubi jalar
menunjukan adanya hubungan negative antara produksi ubi jalar dengan luas
tanam padi, hal ini dikarenakan jika luas tanam padi meningkat maka luas tanam
ubi jalar menurun sehingga produksi ubi jalar juga akan menurun. Walaupun
variable luas tanam padi berkorelasi negative dengan produksi ubi jalar tapi
variable itu tidak berpengaruh nyata, hal ini dikarenakan dua komoditas itu
berbeda kebutuhan penggunaan lahannya.
Sitanggang (2008) melakukan penelitian mengenai Analisis Usahatani
Bawang Daun Organik dan Anorganik (Studi Kasus : Desa Batulayang,
Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Tujuannya adalah untuk
menganalisis keragaan usahatani bawang daun organik pada kelompok tani
Kalicimandala di Desa Batulayang dan menganalisis perbandingan tingkat
pendapatan dan efisiensi antara petani yang menusahakan bawang daun organik
dengan petani anorganik pada kelompok tani Kalicimandala . Pengambilan
sample dilakukan dengan stratified random sampling dan diolah dengan
menggunakan analisis pendapatan usahatani (R/C ratio).
Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa produksi rata-rata bawang
daun organik per hektar per musim tanam adalah sebesar 18.000 kg, sehingga
penerimaan yang diperoleh petani sebesar Rp 216.000.000,00. Sedangkan
produksi rata-rata bawang daun anorganik per hektar per musim tanam adalah
22.500 kg, sehingga penerimaan yang diperoleh petani sebesar Rp
135.000.000,00. Perbedaan harga jual bawang daun organik dengan anorganik
sebesar dua kali lipatnya yaitu 6.000/kg untuk anorganik dan 12.000/kg untuk
organik. Nilai R/C rasio atas biaya total yang diperoleh petani organik dengan
luasan per hektar sebesar 5,26 sedangkan nilai R/C rasio atas biaya tunainya
sebesar 5,64. Nilai R/C rasio atas biaya total yang diperoleh petani anorganik
dengan luasan per hektar sebesar 3,79, dan R/C atas biayaa tunainya sebesar 3,98.
Dapat disimpulkan bahwa usahatani bawang daun secara organik lebih
menguntungkan untuk dijalankan dibandingkan dengan bawang daun anorganik.
Widayanti (2008) melakukan penelitian Analisis Pendapatan Usahatani
dan Pemasaran Ubi Jalar Di Desa Bandorasa Kulon Kecamatan Cilimus
Kabupaten Kuningan, Jawa Barat . Penelitian ini memiliki dua tujuan utama,
yaitu pertama untuk menganalisis keuntungan usahatani ubi jalar dilihat dari
tingkat pendapatan petani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon, dan tujuan kedua
adalah menganalisis sistem pemasaran, saluran pemasaran, struktur dan perilaku
pasar, sebaran marjin pemasaran ubi jalar dari petani sampai konsumen akhir dari
farmer s share.
Hasil analisis pendapatan usahatani menunjukkan bahwa penerimaan
usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon sebesar Rp 11.406.061 dengan harga
jual rata-rata Rp 950/kg dan produksi rata-rata 12.006,38 kg/ha. Total biaya yang
dikeluarkan sebesar Rp 8.256.764 yang terdiri dari biaya tunai Rp. 5.254.907 dan
biaya diperhitungkan Rp 3.001.857. Sehingga didapatkan pendapatan atas biaya
tunai adalah Rp 6.151.154 dan pendapatan atas biaya total adalah Rp 3.149.297.
nilai R/C atas biaya tunai usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon Kecamatan
Cilimus adalah 2,17, nilai R/C atas biaya total adalah sebesar 1,38. Berdasarkan
kenyataan tersebut, usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon menguntungkan
untuk diusahakan. Saluran pemasran yang terjadi di Desa Bandorasa Kulon ada
tiga saluran yang terdiri dari saluran 1: petani-pedagang pengumpul 1- pedagang
pengumpul 2- pedagang pengecer- konsumen, saluran 2: petani- pedagan
pengumpul 2- pedagang pengecer- konsumen, saluran 3: petani- pedagang
pengumpul 1- pedagang pengumpul 2- pabrik (konsumen). Marjin pemasaran
terkecil terjadi pada saluran tiga dan marjin pemasaran terbesar terjadi pada
saluran satu. Farmer s share tertinggi terdapat pada saluran tiga, sehingga saluran
pemasaran yang menguntungkan bagi petani adalah saluran pemasaran tiga.
Wiyanto (2009) melakukan penelitian yang berjudul Faktor-faktor yang
Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan Rakyat (Kasus Perkebunan Rakyat di
Kecamatan Tulang Bawan Tengah, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung).
Penelitian ini membandingkan kualitas karet antara desa program pengembangan
karet dan desa non program pengembangan karet. Tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan karakteristik usahatani dan sosial ekonomi petani karet,
mengidentifikasi penyebab rendahnya kualitas karet di tingkat petani,
mengidentifikasi usaha-usaha yang dilakukan petani untuk meningkatkan kualitas
karet yang diproduksinya, menganalisis hubungan antara karakteristik sosial
ekonomi, faktor teknis dan kualitas karet serta menganalisis peningkatan
keuntungan usahatani karet karena ada upaya peningkatan kualitas karet
khususnya penggunaan asam semut sebagai pembeku lateks.
Analisis kualitatif mengindikasikan hubungan semantik antara kualitas
karet dan keanggotaan petani di dalam kelompok tani, partisispasi petani di dalam
kegiatan sosial, pendidikan formal petani, penghasilan rumah tangga, jumlah
anggota keluarga, dan penggunaan pupuk TSP sebagai pembeku. Hasil analisis
kualitatif ini didukung analisis model regresi logistik biner. Model regresi biner
menunjukkan adanya hubunan negatif antara usia, pendidikan dan kualitas karet,
serta hubungan positif antara keanggotaan petani di dalam kelompok tani,
partisipasi petani di dalam kegiatan sosial, jumlah anggota keluarga, pernahnya
bertanya kepada PPL dan kualitas karet pada tingkat selang kepercayaan 80
persen. Hasil analisis keuntungan parsial menunjukan bahwa upaya peningkatan
kualitas karet berupa penggunaan asam semut sebagai pembeku menguntungkan
bagi petani. Keuntungan tersebut diperoleh dari peningkatan harga karet yang
menggunakan pembeku asam semut Rp 500,00 lebih tinggi dibandingkan karet
dengan pembeku pupuk TSP atau tawas. Masalah yang dikeluhkan petani dari
penggunaan asam semut adalah sulit didapatkannya asam semut dan belum
tahunya petunjuk teknis penggunaan asam semut untuk membekukan lateks.
Purba (2010) melakukan penelitian mengenai Analisis Tataniaga Ubi
Jalar (Studi Kasus : Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten
Bogor, Propinsi Jawa Barat) .Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis lembaga
dan fungsi tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar, serta
menganalisis efisiensi tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan
Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Melalui metode snowball sampling ditelusuri
saluran tataniaga ubi jalar untuk mengidentifikasi dan menganalisis lembaga
tataniaga, fungsi tataniaga, struktur dan perilaku pasar. Dengan berbagai informasi
dan data yang diperoleh maka dihitung keuntungan, biaya pemasaran, marjin
tataniaga, farmer s share, serta rasio keuntungan dan biaya.
Terdapat lima lembaga dalam sistem tataniaga ubi jalar di Desa Gunung
Malang, yaitu petani selaku produsen ubi jalar, pedagang pengumpul tingkat
pertama, pedagang pengumpul tingkat kedua, pedagang grosir, dan pedagang
pengecer. Saluran tataniaga yang terbentuk dalam sistem tataniaga ubi jalar
sebanyak tiga saluran, yaitu saluran tataniaga 1 (petani pedagang pengumpul
tingkat I konsumen/pabrik keripik); saluran tataniaga 2 (petani pedagang
pengumpul tingkat I pedagang pengumpul tingkat II pedagang grosir
pedagang pengecer konsumen); dan saluran tataniaga 3 (petani pedagang
pengumpul tingkat I pedagang pengumpul tingkat II pedagang grosir
konsumen). Saluran tataniaga 1 merupakan saluran yang paling efisien karena
memiliki marjin tataniaga terkecil yaitu sebesar Rp 325/Kg dan persentase
farmer s share terbesar yaitu 74,51 persen. Sedangkan saluran tataniaga yang
paling tidak efisien adalah saluran tataniaga 2 karena memiliki marjin tataniaga
terbesar yaitu sebesar Rp 1.550/Kg dan persentase farmer s share terkecil yaitu
sebesar 38 persen.
2.4. Evaluasi Penelitian Terdahulu

Penelitian dengan objek komoditi ubi jalar seperti objek pada penelitian ini
sudah cukup banyak dilakukan seperti pada penelitian terdahulu yang dilakukan
oleh Aji, Widayanti, dan Purba. Topik yang diangkat pada penelitian-penelitian
tersebut cukup beragam.
Aji meneliti tentang peramalan produksi dan konsumsi ubi jalar nasional
dalam rangka rencana program diversifikasi pangan pokok. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa peramalan sampai 10 tahun ke depan (2016) produksi dan
konsumsi ubi jalar tidak bisa memenuhi target yang diharapkan. Hal ini
menunjukkan bahwa program diversifikasi pangan kurang berjalan dengan baik.
Terjadi penurunan produksi setiap tahunnya menunjukkan adanya kendala pada
usahatani petani ubi jalar sehingga tidak dapat berkembang. Dalam penelitian
tersebut juga didapatkan bahwa ubi merupakan komoditi komplementer degan
beras bukan substitusi, dan peningkatan luas padi berhubungan negatif dengan
luas tanam ubi. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa kajian mengenai
pengembangan komoditi ubi jalar harus terus dilakukan. Petani merupakan ujung
tombak kesuksesan program tersebut, dibutuhkan analisis yang mendalam untuk
melihat bagaimana kondisi actual petani yang mengusahakan budidaya ubi jalar.
Penelitian Sitanggang menganalisis usahatani pada tanaman bawang daun.
Penelitian tersebut menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan secara organik
terbukti menghasilkan pendapatan lebih besar pada petani. Hal ini dikarenakan
adanya perbedaan pada tekhnik budidaya sehingga struktur biaya berbeda pula,
dan penerimaan yang diperoleh lebih tinggi. Begitu pula seharusnya pada
komoditi-komoditi pertanian lainnya. Hal ini menunjukan bahwa upaya
implementasi pertanian organik pada komoditi ubi jalar dapat dilakukan dan
diharapkan dapat menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi bagi petani.
Widayanti dalam penelitiannya melakukan analisis pendapatan usahatani
pada tanaman ubi jalar seperti pada penelitian ini. Akan tetapi penelitian
Widayanti tersebut tidak melakukan analisis usahatani yang melakukan
perbandingan antara dua kasus seperti dalam penelitian ini. Dari penelitian
tersebut diketahui bahwa usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa layak dijalankan
baik atas biaya tunai maupun total. Selain itu juga penelitian yang dilakukan
Widayanti tidak hanya melakukan analisis pendapatan usahatani, penelitiannya
juga menganalisis pemasaran dari komoditas ubi jalar di daerah Kuningan Jawa
Barat. Sedangkan penelitian ini dibatasi hanya menganalisis pendapatan usahatani
ubi jalar saja.
Peneltian ini juga berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya karena
penelitian ini juga melakukan analisis anggaran keuntungan parsial yang
digunakan untuk melihat pengaruh terhadap upaya penerapan usahatani ubi jalar
secara organik terhadap pendapatan petani. Diduga dengan adanya upaya
penerapan teknik budidaya ubi jalar secara organik maka petani dapat melakukan
penghematan pada beberapa biaya yang nantinya akan berpengaruh terhadap
peningkatan keuntungan atau pendapatan petani. Hal ini serupa dengan penelitian
yang dilakukan oleh Wiyanto. Pada penelitiannya Wiyanto melakukan analisis
upaya penerapan peningkatan kualitas karet berupa penggunaan asam semut
sebagai pembeku. Dan hasil perhitungan membuktikan upaya tersebut
menghasilkan tambahan keuntungan.
Penelitian mengenai ubi jalar di Desa Gunung Malang pernah dilakukan
oleh Purba. Dalam penelitiannya purba melakukan penelitian mengenai analisis
tataniaga ubi jalar. Akan tetapi analisis usahatani tidak pernah dilakukan. Oleh
karena itu penelitian ini mencoba melengkapi dan menganalisis lebih jauh
mengenai analisis pendapatan usahatani di Desa Gunung Malang. Dari penelitian
tersebut diketahui bahwa petani di Desa Gunung Malang menghadapi saluran
pemasaran yang terbatas, yaitu pedagang pengumpul 1, sehingga petani dalam hal
ini menjadi price taker dan memilikibargaining position yang rendah. Penelitian
Purba memberikan informasi yang memadai untuk penelitian ini dalam hal
tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang.
III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Konsep Usahatani


Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu
alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan oleh perorangan
ataupun sekumpulan orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi
kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping bermotif mencari keuntungan
(Soeharjo dan Patong, 1973). Menurut Soekartawi et al. (1986) tujuan
berusahatani adalah memaksimalkan keuntungan atau meminimumkan biaya.
Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan
sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin untuk mendapatkan
keuntungan maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan biaya, yaitu
bagaimana menekan biaya sekecil mungkin untuk mencapai tingkat produksi
tertentu. Ciri usahatani Indonesia adalah : 1) sempitnya lahan yang dimilik petani,
2) kurangnya modal, 3) terbatasnya pengetahuan petani dan kurang dinamis, dan
4) tingkat pendapatan petani yang rendah.
Rahim dan Diah (2007) menyatakan bahwa usahatani merupakan ilmu
yang mempelajari tentang cara petani mengelola input atau faktor-faktor produksi
(tanah, tenaga kerja, modal, teknologi, pupuk, benih dan pestisida) dengan efektif,
efisien dan kontinu untuk menghasilkan produksi yang tinggi sehingga
pendapatannya meningkat. Dikatakan efisien bila petani dapat mengalokasikan
sumberdaya yang dimiliki dengan sebaik-baiknya dan dikatakan efektif bila
pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output).
Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang
mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam
sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya.
Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari
cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan dan mengkoordinasikan
penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga
usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah, 2009).
Suratiyah (2009) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang bekerja dalam
usahatani baik secara langsung maupun tidak langsung, yaitu:
1) Alam
Alam merupakan faktor yang sangat menentukan usahatani. Sampai
dengan tingkat tertentu manusia telah berhasil mempegaruhi faktor alam. Namun,
pada batas selebihnya faktor alam adalah penentu dan merupakan sesuatu yang
harus diterima apa adanya. Faktor alam dapat dibedakan menjadi dua, yakni
faktor tanah dan lingkungan alam sekitarnya. Faktor tanah misalnya jenis tanah
dan kesuburan. Faktor alam sekitar yakni iklim yang berkaitan dengan
ketersediaan air, suhu dan lain sebagainya. Alam mempunyai berbagai sifat yang
harus diketahui karena usaha pertanian adalah usaha yang sangat peka terhadap
pengaruh alam.
Iklim sangat menentukan komoditas yang akan diusahakan, baik tanaman
maupun ternak. Komoditas yang diusahakan harus cocok dengan iklim setempat
agar produktivitasnya tinggi dan memberikan manfaat yang lebih baik bagi
manusia. Iklim juga berpengaruh pada cara mengusahakan serta teknologi yang
cocok dengan iklim tersebut. Tanah sebagai faktor alam juga sangat menentukan.
Ada tanah pasir yang sangat porous, ada tanah kuarsa yang berbutir halus, tanah
liat yang susah penggarapannya pada waktu kering karena keras, ada tanah yang
gembur dan subur sehingga sangat menguntungkan. Pada tanah yang ringan
tenaga kerja dapat dimanfaatkan secara lebih baik. Sebaliknya, pada tanah yang
berat, penggarapannya dapat dilakukan lebih berat pula.
Tanah merupakan faktor produksi yang penting karena tanah merupakan
tempat tumbuhnya tanaman, ternak dan usahatani keseluruhannya. Tentu saja
faktor tanah tidak terlepas dari pengaruh alam sekitarnya, yaitu: sinar matahari,
curah hujan, angin dan sebagainya. Tanah mempunyai sifat istimewa, antara lain:
bukan barang produksi, tidak dapat diperbanyak dan tidak dapat dipindah-pindah.
2) Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani
yang sangat tergantung musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya
penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas dan
kualitas produk. Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usahatani keluarga
(family farms), khususnya tenaga kerja petani beserta anggotanya keluarganya.
Rumah tangga tani yang umumnya sangat terbatas kemampuannya dari segi
modal, peranan tenaga kerja keluarga sangat menentukan. Jika masih dapat
diselesaikan oleh tenaga kerja keluarga sendiri maka tidak perlu mengupah tenaga
luar, yang berarti menghemat biaya.
Baik pada usahatni keluarga maupun perusahaan pertanian peranan tenaga
kerja belum sepenuhnya dapat diatasi dengan teknologi yang menghemat tenaga
(teknologi mekanis). Hal ini dikarenakan selain mahal, juga ada hal-hal tertentu
yang memang tenaga kerja manusia tidak dapat digantikan. Peranan anggota
keluarga yang lain sebagai tenaga kerja beserta tenaga luar yang diupah.
Beberapa hal yang membedakan antara tenaga kerja keluarga dan tenaga
luar, antara lain: komposisi menurut umur, jenis kelamin, kualitas dan kegiatan
kerja (prestasi kerja). Kegiatan kerja tenaga luar sangat dipengaruhi sistem upah,
lamanya waktu kerja, kehidupan sehari-hari, kecakapan dan umur tenaga kerja.
Kebutuhan tenaga kerja dapat diketahui dengan cara menghitung setiap kegiatan
masing-masing komoditas yang diusahakan, kemudian dijumlahkan untuk seluruh
usahatani. Kebutuhan tenaga kerja berdasarkan jumlah tenaga kerja keluarga yang
tersedia dibandingkan dengan kebutuhannya. Jika terjadi kekurangan berdasarkan
penghitungan maka untuk memenuhinya dapat berasal dari tenaga luar
keluarganya.
Satuan yang sering dipakai dalam perhitungan kebutuhan tenaga kerja
adalah man days atau HOK (hari orang kerja) dan JKO (jam kerja orang).
Pemakaian HOK ada kelemahannya karena masing-masing daerah berlainan (satu
HKO di daerah B belum tentu sama dengan satu HOK di daerah A) bila dihitung
jam kerjanya. Seringkali dijumpai upah borongan yang sulit dihitung, baik HOK
maupun JKO-nya. Banyaknya tenaga kerja yang diperlukan untuk mengusahakan
satu jenis komoditas per satuan luas dinamakan Intensitas Tenaga Kerja.
Intensitas Tenaga Kerja tergantung pada tingkat teknologi yang digunakan, tujuan
dan sifat usahataninya, topografi dan tanah, serta jenis komoditas yang
diusahakan.
3) Modal
Modal adalah syarat mutlak berlangsungnya sebuah usaha, demikian pula
dengan usahatani. Penggolongan modal ini akan semakin rancu jika yang
dibicarakan adalah usahatani keluarga. Dalam usahatani keluarga cenderung
memisahkan faktor tanah dari alat-alat produksi yang lain. Hal ini dikarenakan
belum ada pemisahan yang jelas antara modal usaha dan modal pribadi.
Tanah, alam sekitarnya, dan tenaga kerja adalah faktor produksi asli,
sedangkan modal dan peralatan merupakan substitusi faktor produksi tanah dan
tenaga kerja. Dengan modal dan peralatan, faktor produksi tanah dan tenaga kerja
dapat memberikan manfaat yang jauh lebih baik bagi manusia. Dengan modal dan
peralatan maka penggunaan tanah dan tenaga kerja juga dapat dihemat. Oleh
karena itu, modal dapat dibagi menjadi dua, yaitu land saving capital dan labour
saving capital. Modal dikatakan land saving capital jika dengan modal tersebut
dapat menghemat penguasaan lahan, tetapi produksi dapat dilipatgandakan tanpa
harus memperluas areal. Contohnya pemakaian pupuk, bibit unggul, pestisida, dan
intensifikasi. Modal dikatakan labour saving capital jika dengan modal tersebut
dapat menghemat penggunaan tenaga kerja. Contohnya pemakaian traktor untuk
membajak, mesin penggiling padi (Rice Milling Unit/ RMU) untuk memproses
padi menjadi beras, pemakaian thresher untuk penggabahan, dan sebagainya.
Dalam arti ekonomi perusahaan, modal adalah barang ekonomi yang dapat
dipergunakan untuk memproduksi kembali atau modal adalah barang ekonomi
yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan atau meningkatkan pendapatan.
Pengertian tanah bukan modal atau modal sebenarnya lebih difokuskan pada
perhitungan biaya usahatani. Jika tanah dihitung sebagai modal maka bunga atas
tanah dimasukkan dalam perhitungan usahatani. Namun, dalam usahatani
keluarga pengeluaran bunga tanah tidak kelihatan karena termasuk dalam
pendapatan usahatani. Bunga tanah baru kelihatan jika ingin mencari keuntungan
usahatani, bukan pendapatan usahatani.
4) Pengelolaan atau Manajemen
Faktor produksi usahatani pada dasarnya adalah tanah dan alam
sekitarnya, tenaga kerja, modal serta peralatan. Namun, beberapa pendapat
memasukkan manajemen sebagai faktor produksi keempat walaupun tidak
langsung. Manajemen sebenarnya melekat pada tenaga kerja. Petani sebagai
manajer atau peran petani sebagai manajer, meliputi:
1. Aktivitas Teknis
a) Memutuskan akan memproduksi apa dan bagaimana caranya.
b) Memanfaatkan lahan.
c) Membuat gambaran tentang teknologi dan peralatan yang akan
digunakan serta implikasinya pada penggunaan tenaga kerja.
d) Menentukan skala usaha.
2. Aktivitas Komerial
a) Menghitung berapa dan apa saja input yang dibutuhkan baik yang telah
dipunyai maupun yang akan dicari.
b) Menentukan kapan, dari mana, dan berapa jumlah input yang diperoleh.
c) Meramalkan penggunaan input dan produksi yang akan diperoleh.
d) Menentukan pemasaran hasil, kepada siapa, di mana, kapan, dan kualitas
produksi atau hasil.
3. Aktivitas Finansial
a) Mendapatkan dana sendiri, dari pinjaman kredit bank atau kredit yang
lain.
b) Menggunakan dana untuk memperoleh pendapatan dan keuntungan.
c) Meramalkan kebutuhan dana untuk jangka panjang yang akan datang
(investasi untuk penggantian alat-alat atau perluasan usaha).
4. Aktivitas Akuntansi
a) Membuat catatan tentang semua transaksi baik bisnis maupun pajak.
b) Membuat laporan.
c) Menyimpan data tentang usahanya.

Berdasarkan aktivitas-aktivitas tersebut, jelas petani sebagai manajer


dituntut mempunyai pengetahuan, pengalaman dan keterampilan usaha yang
terbaik. Manajemen yang melekat pada tenaga kerja akan sangat menentukan
bagaimana kinerjanya dalam usatani. Dengan manajemen yang berbeda meskipun
segala input sama akan diperoleh hasil yang berbeda. Dengan kata lain,
keberhasilan usahatani sangat tergantung pada upaya dan kemampuan manajer.
3.1.2. Analisis Usahatani
Analisis usahatani pada hakekatnya adalah alat yang digunakan untuk
pengukuran keberhasilan usahatani dengan tujuan untuk melihat keragaan suatu
kegiatan usahatani. Beberpa alat analisis yang digunakan untuk melihat keragaan
kegiatan usahatani adalah sebagai berikut :

1) Penerimaan Usahatani
Soekartawi (1995) mengungkapkan bahwa pada analisis usahatani, data
tentang penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani perlu diketahui. Cara
analisis terhadap tiga variabel ini sering disebut dengan analisis anggaran arus
tunai (cash flow analysis). Penerimaan usahatani adalah perkalian produksi
dengan harga jual. Penerimaan juga biasa disebut pendapatan kotor usahatani
yang terbagi menjadi pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor tidak tunai.
Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai uang yang diterima dari penjualan
produk usahatani gandum atau kentang, sedangkan pendapatan kotor tidak
tunai merupakan pendapatan yang bukan dalam bentuk uang, seperti hasil
panen gandum atau kentang yang dikonsumsi dan digunakan untuk bibit.

2) Biaya Usahatani
Biaya usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen
(petani) dalam mengelola usahanya dalam mendapatkan hasil yang maksimal.
Biaya usahatani dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: biaya tunai dan biaya
tidak tunai (diperhitungkan). Biaya tunai adalah semua biaya yang dibayarkan
dengan uang, seperti biaya pembelian sarana produksi (bibit, pupuk dan obat)
dan upah tenaga kerja luar keluarga. Biaya yang diperhitungkan digunakan
untuk menghitung pendapatan petani yang sebenarnya dengan
memperhitungkan penyusutan alat dan nilai tenaga kerja dalam keluarga (tidak
dalam bentuk uang tunai).
Soekartawi (1995) mengemukakan bahwa biaya usahatani adalah semua
pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani. Biaya usahatani
biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu: (a) biaya tetap (fixed cost); dan
(b) biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap umumnya didefinisikan
sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun
produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Artinya, besar biaya tetap tidak
dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi yang diperoleh. Contoh biaya tetap
antara lain: pajak, sewa tanah, alat pertanian, dan iuran irigasi. Sedangkan
biaya variable didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi
oleh produksi yang diperoleh. Contohnya biaya untuk sarana produksi. Jika
menginginkan produksi yang tinggi, maka tenaga kerja perlu ditambah dan
sebagainya, sehingga biaya ini sifatnya berubah-ubah tergantung dari besar
kecilnya produksi yang diinginkan.
Biaya tunai dan biaya tidak tunai (diperhitungkan) berasal dari biaya tetap
dan biaya variabel. Biaya tetap yang termasuk dalam biaya tunai adalah iuran
irigasi dan tanah. Sedangkan untuk biaya variabel, yaitu biaya input produksi
dan upah tenaga kerja. Biaya diperhitungkan yang merupakan biaya tetap
adalah biaya penyusutan dan biaya untuk tenaga kerja keluarga. Sedangkan
untuk biaya variabel, yaitu sewa lahan.

3) Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani adalah keuntungan yang diperoleh petani setelah
mengurangkan biaya yang diperoleh selama proses produksi dengan
penerimaan usahatani. Tujuan utama dari analisis pendapatan adalah
menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan menggambarkan
keadaan yang dating dari perencanaan atau tindakan (Soeharjo dan Patong,
1973).
Analisis usahatani memerlukan dua keterangan pokok yaitu keadaan
penerimaan dan keadaan pengeluaran selama usahatani dijalankan dalam waktu
yang ditetapkan. Penerimaan merupakan total nilai produk yang dijalankan
yang merupakan hasil kali dari jumlah fisik output dengan harga yang terjadi
atau nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Penerimaan
usahatani ini tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani.
Sedangkan pengeluaran (biaya) adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk
pembelian barang dan jasa untuk usahatani. Pengeluaran ini tidak mencakup
bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok. Penerimaan dan pengeluaran
usahatani tidak mencakup yang berbentuk benda, jadi nilai produk usahatani
yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan dan nilai kerja yang
dibayar dengan benda tidak dihitung sebagai pengeluaran usahatani. Selisih
antara penerimaan usahatani dan pengeluaran ushaatani disebut pendapatan
usahatani dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan
uang tunai (keuntungan). Besar kecilnya pendapatan usahatani dapat digunakan
untuk melihat keberhasilan usahatani yang dilakukan (Soekatawi, 1985).
Pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan tunai dan pendapatan
total. Pendapatan tunai usahatani adalah selisih antara total penerimaan
usahatani dengan pengeluaran atau biaya tunai usahatani. Pendapatan total
usahatani adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya total yang
dikeluarkan dalam proses produksi, dimana semua input milik keluarga
diperhitungkan sebagai biaya produksi.
Berkaiatan dengan ukuran pendapatan dan keuntungan, Soekartawi (1986)
mengemukakan beberapa definisi :
a. Penerimaan tunai merupakan nilai yang diterima dari penjualan produk
usahatani
b. Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk
pembelian barang dan jasa bagi usahatani.
c. Pendapatan tunai usahatani adalah produk usahatani dalam jangka waktu
tertentu, baik yang dijual maupun tidak dijual.
d. Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai
atau dikeluarkan dalam kegiatan produksi termasuk biaya yang
diperhitungkan.
e. Penerimaan total usahatani selisih antara penerimaan kotor usahatani
dengan pengeluaran total usahatani.

4) Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C rasio)


Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga
petani dari penggunaan faktor-faktor produksi. Oleh karena itu, pendapatan
usahatani merupakan keuntungan usahatani yang dapat dipakai untuk
membandingkan keragaan beberapa usahatani. Pendapatan selain diukur
dengan nilai mutlak, juga dinilai efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi
pendapatan adalah penerimaan (R) untuk setiap biaya (C) yang dikeluarkan
(rasio R/C). Rasio R/C ini menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk
setiap rupiah yang dikeluarkan untuk memproduksi.
Rasio penerimaan atas biaya menunjukkan berapa besarnya penerimaan
yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi
usahatani. Rasio penerimaan atas biaya produksi dapat digunakan untuk
mengukur tingkat keuntungan relative usahatani, artinya angka rasio
peneimaan atas biaya tersebut dapat diketahui apakah suatu usahatani
menguntungkan atau tidak (Soeharjo dan Patong, 1973).
Analisis rasio ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan
relatif terhadap kegiatan usahatani sehingga dapat dijadikan penilaian terhadap
keputusan petani untuk menjalankan usahatani tertentu. Usahatani efisien
apabila R/C lebih besar dari 1 (R/C>1) artinya untuk setiap Rp. 1,00 biaya
yang dikeluarkan akan memberikan penerimaan lebih dari Rp. 1,00. Sebaliknya
jika rasio R/C lebih kecil satu (R/C<1) maka dikatakan bahwa untuk setiap Rp.
1,00 yang dikeluarkan akan memberikan penerimanaan lebih kecil dari Rp.
1,00 sehingga usahatani dinilai tidak efisien. Semakin tinggi nilai R/C, semakin
menguntungkan usahatani tersebut (Gray et al. 1992).

5) Anggaran Keuntungan Parsial


Anggaran keuntungan parsial digunakan untuk melihat suatu perubahan
metode produksi dengan kriteria keuntungan atau penghasilan bersih.
Anggaran parsial dapat digunakan untuk melihat keuntungan dengan sedikit
perubahan serta tidak memerlukan informasi yang dipengaruhi oleh perubahan
yang sedang diamati (Suratiyah, 2006).
Secara umum anggaran parsial mempertimbangkan empat komponen
sebagai berikut:
1) Tambahan pengeluaran atau pengeluaran baru.
2) Penerimaan yang hilang.
3) Pengeluaran yang dihemat atau tidak jadi dikeluarkan.
4) Penerimaan tambahan atau peneriamaan baru.
Selisih antara (1+2) dengan (3+4) menunjukkan apakah perubahan yang
direncanakan menguntungkan. Jika (3+4) lebih besar dari (1+2) maka
perubahan yang direncanakan akan meningkatkan pendapatan usahatani
sehingga layak untuk diusahakan. Anggaran parsial juga digunakan untuk
mempertimbangkan apakah perlu penggunaan input baru, menambah cabang
usahatani baru, cara baru, dan sebagainya.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional


Indonesia memiliki potensi ketersediaan pangan lokal yang sangat
melimpah, misalnya umbi-umbian. Tidak seperti beras, umbi-umbian dapat
tumbuh dengan baik hampir di seluruh wilayah Indonesia, bahkan dapat ditanam
di lantai hutan sebagai tanaman sela. Selain daya adaptasi yang luas, hasil
produksinya pun cukup tinggi. Salah satu umbi-umbian yang memiliki potensi
untuk dijadikan sumber pangan alternatif adalah ubi jalar. Pilihan untuk
mengembangkan ubi jalar bukanlah pilihan yang tanpa alasan. Pertama, tanaman
ini sesuai dengan agroklimat sebagian besar wilayah Indonesia. Kedua,
produktivitas ubi jalar cukup tinggi sehingga menguntungkan untuk diusahakan.
Ketiga, kandungan gizi yang ada pada ubi jalar berpengaruh positif pada
kesehatan. Keempat, potensi penggunaannya cukup luas dan cocok untuk program
diversifikasi pangan.
Penelitian ini melakukan analisis tentang usahatani ubi jalar yang
dilakukan oleh petani di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten
Bogor. Analisis ini diawali dengan pengidentifikasian terhadap karakteristik
petani, seperti: nama, umur dan pendidikan. Setelah itu analisis usahatani
dilanjutkan dengan analisis pendapatan usahatani dan analisis imbangan
penerimaan dan biaya. Analisis yang dilakukan merupakan analisis pendapatan
usahatani untuk satu kali musim tanam. Data yang diperoleh dikonversikan dan
dirata-ratakan menjadi usahatani ubi jalar seluas satu hektar. Hasil analisis
usahatani dijadikan dasar untuk mengetahui prospek pengembangan ubi jalar
dalam kondisi riil di lokasi penelitian.
Dalam memproduksi atau membudidayakan tanaman ubi jalar, petani
menggunakan beberapa faktor produksi. Faktor produksi yang diduga
berpengaruh dalam budidaya ubi jalar antara lain adalah luas lahan, pupuk
kandang, pupuk kimia (Urea, TSP, KCL, dll), obat-obatan, dan tenaga kerja.
Untuk memperoleh faktor-faktor produksi tersebut petani akan mengeluarkan
biaya. Sedangkan dari hasil produksi ubi jalar yang telah dihasilkan akan
diperoleh penerimaan. Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis pendapatan
yang pada akhirnya akan dihasilkan tingkat pendapatan dan R/C rasio yang
diperoleh petani ubi jalar . Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bagaimana
kondisi usahatani dan kelayakan usahatani ubi jalar yang diusahakan oleh petani
di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya.
Pendapatan usahatani merupakan hasil akhir yang akan diperoleh petani
sebagai bentuk imbalan atas pengelolaan sumberdaya yang dimiliki dalam
usahataninya, sehingga harus efisien dalam menggunakan sumberdayanya.
Efisiensi usahatani ubi jalar dapat dilihat dari hasil analisis rasio R/C yang
menunjukkan berapa penerimaan yang diperoleh petani dari setiap biaya yang
dikeluarkan. Selain itu, rasio R/C juga digunakan untuk melihat apakah usahatani
yang dilakukan menguntungkan atau tidak secara ekonomi.
Penelitian ini juga melakukan analisis anggaran parsial terhadap
implementasi usahatani ubi jalar secara organik sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan pendapatan. Dengan penerapan sistem organik maka beberapa
biaya seperti biaya pupuk kimia dan obat-obatan kimia dapat dihemat. Analisis
anggaran keuntungan parsial dapat menunjukkan bagaimana pengaruh
dilakukannya upaya usahatani ubi jalar secara organik terhadap keuntungan yang
diterima oleh petani. Pendapatan atau keuntungan akibat adanya upaya usahatani
ubi jalar organik diperoleh apabila tambahan penerimaan dan pengeluaran yang
dihemat lebih besar daripada penerimaan yang hilang dan tambahan biaya karena
upaya tersebut. Secara singkat kerangka pemikirian operasional dapat dilihat pada
Gambar 1.
Peluang Permasalahan

v Ubi Jalar sebagai alternatif v Produktivitas ubi jalar di Desa


tanaman pangan substitusi Gunung Malang masih rendah
v Ubi Jalar memiliki keunggulan v TeknikcBudidaya Konvensional
dibandingkan tanaman pangan v Pendapatan petani ubi jalar di
lainnya Desa Gunung Malang rendah dan
v Potensi Pengembangan Ubi jalar berfluktuatif
organik v Petani ubi jalar hanya menjadi
v Penghematan biaya untuk price taker dan harga rendah
peningkatan pendapatan

Analisis Usahatani Ubi Jalar di


Desa Gunung Malang,
Tenjolaya, Bogor

Analisis pendapatan usahatani


Identifikasi Keragaan • Penerimaan usahatani Analisis Anggaran
Usahatani Petani Ubi • Biaya usahatani Keuntungan Parsial
Jalar di Desa Gunung • Analisis imbangan Upaya Usahatani Ubi
Malang penerimaan terhadap Jalar Organik
biaya (R/C)

Rekomendasi untuk Pengembangan


Usahatani Ubi Jalar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional


IV METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian mengenai Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar ini
dilakukan di Desa Gunung Malang yang berada di Kecamatan Tenjolaya,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini ditentukan secara
sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Desa Gunung Malang
merupakan salah satu sentra produksi dan pengembangan ubi jalar di Kabupaten
Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan selama empat bulan, dari bulan Januari
hingga April 2010.

4.2. Jenis dan Sumber Data


Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data
primer yang digunakan bersumber dari data survei dan data hasil wawancara
langsung. Data survei diperoleh dengan melakukan survei dan pengamatan secara
langsung ke petani ubi jalar. Data wawancara diperoleh dengan melakukan
wawancara secara mendalam kepada petani, pedagang ubi jalar dan pihak desa
dan penyuluh pertanian.
Wawancara dengan petani bertujuan untuk memperoleh informasi
mengenai teknik budidaya, pemasaran dan pendapatan usahatani. Informasi yang
diambil dari petani responden adalah informasi usahatani ubi jalar dalam satu kali
periode tanam. Pencarian informasi meliputi karakteristik responden, kegiatan
budidaya, penggunaan input produksi, kendala-kendala yang dihadapi dilapangan
serta faktor-faktor produksi yang digunakan. Wawancara dengan pihak desa untuk
mendapatkan gambaran umum mengenai potensi desa yang ada. Wawancara
dengan pihak penyuluh pertanian untuk memperoleh informasi mengenai
perkembangan pertanian di Desa Gunung Malang.
Data sekunder diperoleh dari data yang telah terdokumentasi sebelumnya,
baik berupa data yang berasal dari instansi-instansi yang terkait dengan penelitian
ini, yaitu Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan, Pemerintahan Kecamatan, dan Pemerintahan Desa. Data
sekunder juga berasal dari hasil penelitian terdahulu, artikel dan studi literatur
yang terkait dengan topik usahatani dan komoditi ubi jalar.

4.3. Metode Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu pencarian fakta
dengan interpretasi yang tepat terhadap usahatani petani ubi jalar di Desa Gunung
Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Metode deskriptif ini
digunakan untuk membuat deskripsi, gambaran, lukisan secara sistematis, faktual
dan akurat mengenai petani ubi jalar di Desa Gunung Malang. Jenis metode
deskriptif yang digunakan adalah metode kasus (case study) untuk memperoleh
gambaran secara rinci tentang latar belakang, sifat-sifat, serta hubungan antar
fenomena dari usahatani ubi jalar di Desa Gunung Malang.
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung secara
mendalam, observasi di lapangan, pengisian kuesioner, dan penelusuran data
melalui internet. Kuesioner yang digunakan berisi pertanyaan mengenai jumlah
pemakaian input, harga input, serta pertanyaan lain yang berhubungan dengan
analisis usahatani tanaman ubi jalar. Metode pengumpulan data yang lain
diperoleh dengan cara studi pustaka yaitu dengan mencari sumber lain yang dapat
digunakan sebagai acuan penulisan sehingga permasalahan dapat diangkat.
Dikarenakan jumlah aktual populasi petani ubi jalar di Desa Gunung
Malang sulit untuk didapatkan, maka dalam penelitian ini akan diambil beberapa
sampel petani untuk menganalisis usahatani ubi jalar yang ada di desa tersebut.
Dengan mempertimbangkan sifat heterogenitas petani ubi jalar yang tidak begitu
tinggi dari pengamatan di lapangan, maka jumlah sampel petani yang digunakan
adalah sebesar 30 orang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan metode Snowball Sampling. Sehingga penentuan sampel mengikuti
rekomendasi sampel petani ubi jalar sebelumnya dengan beberapa pertimbangan
tertentu. Kriteria yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1) Petani melakukan usahatani ubi jalar pada musim tanam sebelumnya.
2) Petani berpengalaman dalam usahatani ubi jalar selama minimal 2 kali
periode masa tanam.
Persyaratan ini dimaksudkan agar petani responden yang dipilih untuk
penelitian merupakan petani yang masih atau pernah mengusahakan usahatani ubi
jalar pada masa tanam tahun 2010, yaitu rentang waktu penelitian, hal ini
bermanfaat agar tidak terdapat rentang yang begitu besar dari harga dari biaya-
biaya usahatani. Dan pengalaman petani minimal ditujukan agar petani yang
mengusahakan ubi jalar lebih berpengalaman dalam usahataninya sehingga lebih
efisien dalam memanfaatkan faktor-faktor produksi dalam usahatani ubi jalar.
Untuk analisis parsial digunakan informasi dan data yang diperoleh dari
petani di Desa Gunung Malang yang mengimplementasikan pertanian ubi jalar
secara organik. Untuk petani organik peneliti tidak melakukan survei di
keseluruhan Desa Gunung Malang, karena informasi yang dibutuhkan tidak begitu
beragam dan hanya digunakan untuk melakukan analisis anggaran keuntungan
usahatani ubi jalar secara parsial.

4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data


Data dan informasi yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif
dan kuantitatif. Data dan informasi kuantitatif yang dibutuhkan untuk analisis
pendapatan usahatani diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel yang
kemudian disajikan dalam bentuk tabulasi yang bertujuan untuk
mengklasifikasikan serta memudahkan dalam menganalisis data. Analisis data
kuantitatif dilakukan dengan menggunakan data-data hasil dari identifikasi
penggunaan faktor-faktor produksi dan nilai output yang dihasilkan pada kegiatan
budidaya ubi jalar. Pengolahan data tersebut menggunakan analisis pendapatan
usahatani dan analisis R/C ratio yang bertujuan menganalisis besarnya pendapatan
petani ubi jalar. Sedangkan analisis kualitatif dilakukan untuk melihat gambaran
kegiatan usahatani ubi jalar yang dilakukan petani di Desa Gunung Malang.
Selain itu, analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui keuntungan usahatani
ubi jalar dilihat dari aspek ekonomis.
4.5. Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis Pendapatan usahatani akan menganalisis secara kuantitatif
pendapatan yang diperoleh petani dari membudidayakakan ubi jalar dalam satu
kali musim tanam. Pada proses pengolahan data, informasi yang didapatkan
dikonversikan dan dirata-ratakan menjadi analisis pendapatan usahatani untuk
luas lahan satu hektar. Jumlah pendapatan petani dihitung dengan menggunakan
analisis usahatani. Variabel-variabel yang akan dianalisis pada usahatani ubi jalar
yaitu biaya-biaya, penerimaan dan pendapatan usaha. Biaya adalah semua
pengorbanan input dipergunakan untuk menghasilkan produksi. Biaya usahatani
ubi jalar pada analisis pendapatan usahatani dikelompokkan menjadi biaya tunai
dan biaya tidak tunai atau biaya yang diperhitungkan. Perhitungan analisis
usahatani tersebut menggunakan penjabaran rumus yang diuraikan sebagai
berikut:
1) Penerimaan
Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) didefinisikan sebagai nilai uang
yang diterima dari penjualan produk usahatani (Soerkartawi et al, 1986).
Sedangkan penerimaan tidak tunai adalah produk hasil usahatani yang tidak
dijual secara tunai, tetapi digunakan untuk konsumsi sendiri dan atau untuk
keperluan lain tetapi tidak dijual secara tunai. Penerimaan total dari suatu
usaha agribisnis merupakan nilai produksi dari usahatani, yaitu harga
produsen dikalikan total produksi.
Secara matematis dapat dihitung dengan rumus (Soekartawi,1995):

TR = P x Q

Keterangan: TR = Total penerimaan (Rp)


P = Harga jual Produk (Rp)
Q = Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani (Kg)
2) Biaya
Biaya tunai (farm payment) didefinisikan sebagai jumlah biaya yang
dikeluarkan untuk pembelian barang dan jasa usahatani secara tunai
(Soekartawi et al. 1986). Biaya tidak tunai usahatani yaitu dengan
memperhitungkan sumberdaya yang digunakan tetapi tidak dihitung atau
dibayar secara tunai sebagai biaya yang dikeluarkan. Biaya tidak tunai yang
dihitung yaitu penyusutan, biaya sewa lahan, bibit yang berasal dari anakan
tanaman sebelumnya dan tenaga kerja dalam keluarga. Tenaga kerja dalam
keluarga yaitu tenaga kerja yang menggunakan anggota keluarga sebagai
tenaga kerja untuk pengelolaan usahatani.

Total Biaya = Biaya tunai + Biaya diperhitungkan

3) Pendapatan usahatani
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya.
Perhitungan pendapatan usahatani dapat menggunakan rumus
(Soekartawi,1995) :
tunai = TR - Biaya tunai
total = TR TC

Keterangan: = Pendapatan usahatani (Rp)


TR = Total penerimaan (Rp)
TC = Total biaya (Rp)

4) Imbangan penerimaan dan biaya (R/C)


Pendapatan selain dapat diukur dengan nilai mutlak juga dapat diukur analisis
efisiensinya. R/C merupakan salah satu ukuran efisiensi yang
menggambarkan penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan (reveneu
cost ratio). Pengukuran efisiensi masing-masing usahatani terhadap setiap
penggunaan satu unit input dapat digambarkan oleh nilai rasio antara jumlah
penerimaan dengan jumlah biaya (R/C) yang secara sederhana dapat
diturunkan dari rumus (Soekartawi, 1995):
Rumus R/C rasio atas biaya tunai adalah sebagai berikut :

TR
Rasio R C tunai =
Biaya tunai

Sedangkan R/C rasio atas biaya total dapat dituliskan sebagai berikut :

TR
Rasio R C total =
TC

Keterangan :

TR : total penerimaan usahatani (Rp)

TC : total biaya usahatani (Rp)

Nilai R/C secara teoritis, menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang
dikeluarkan akan memperoleh penerimaan. Kriteria keputusan yang
digunakan untuk menilai hasil analisis R/C ratio dapat dibagi menjadi tiga
bagian besar, antara lain:
R/C > 1 : usahatani menguntungkan
R/C = 1 : usahatani impas
R/C < 1 : usahatani rugi
Analisis pendapatan usahatani tersebut dilakukan pada petani yang menjadi
responden, untuk mengetahui seberapa besar pendapatan yang diperoleh dari
cabang usahatani ubi jalar, dan apakah usahatani ubi jalar yang mereka
jalankan menguntungkan. Secara sederhana, perhitungan analisis pendapatan
dan R/C ratio dapat disajikan seperti pada Tabel 5.
Tabel 5. Perhitungan Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani

A Penerimaan Tunai Harga x Hasil panen yang dijual (Kg)


Penerimaan yang Harga x hasil panen yang dikonsumsi
B
diperhitungkan (Kg)
C Total Penerimaan A+B
a. Biaya Sarana Produksi:
- Benih
- Pupuk, dll
D Biaya Tunai b. Upah tenaga kerja di luar keluarga
c. Sewa alat bajak
d. Sewa lahan
e. Pajak
a. Upah tenaga kerja dalam keluarga
b. Penyusutan
E Biaya yang diperhitungkan
c. Benih
d. Sewa Lahan
F Total Biaya D+E
G Pendapatan atas biaya tunai A D
H Pendapatan atas biaya total C F
I Pendapatan bersih H bunga pinjaman (jika ada pinjaman)
J R/C ratio C/F
Sumber: Rahim dan Diah (2007)

Break Even Point atau BEP terdiri dari BEP unit dan BEP harga
(Suratiyah, 1997). BEP unit adalah suatu analisis untuk menentukan dan mencari
jumlah barang yang harus dijual pada harga tertentu untuk menutupi biaya-biaya
yang timbul. Sedangkan BEP harga adalah harga yang harus didapatkan petani
untuk menutupi biaya-biaya yang timbul. BEP terjadi saat total penerimaan sama
dengan total biaya yang dikeluarkan (TR=TC). BEP unit dapat diperoleh dengan
rumus :

Total Biaya
=
Harga rata rata

Sedangkan BEP harga dapat diperoleh dengan rumus :

Total Biaya
=
Produksi rata rata
4.6. Analisis Keuntungan Parsial
Analisis keuntungan parsial upaya usahatani ubi jalar organik dilakukan
dengan menghitung tambahan biaya atau pengeluaran baru, tambahan
penerimaan, pengeluaran yang dihemat, dan penerimaan yang hilang dari upaya
usahatani organik untuk petani ubi jalar di desa Gunung Malang. Penerimaan
merupakan hasil kali antara jumlah produksi dan harga. Penerimaan usahatani ubi
jalar diduga berubah dengan berubahnya tingkat biaya yang dikeluarkan akibat
adanya upaya usahatani secara organik. Biaya usahatani merupakan seluruh nilai
barang dan tenaga kerja yang dikeluarkan dalam penyelenggaraan usahatani ubi
jalar baik yang secara nyata dibayarkan atau yang hanya diperhitungkan (tidak
dibayarkan). Dengan penerapan usahatani organik maka petani dapat menghemat
biaya penggunaan pupuk kimia dan obat-obatan kimia.
Pendapatan atau keuntungan akibat adanya upaya usahatani ubi jalar
organik diperoleh apabila tambahan penerimaan dan pengeluaran yang dihemat
lebih besar daripada penerimaan yang hilang dan tambahan biaya karena upaya
tersebut. Dan sebaliknya, kerugian diperoleh apabila tambahan penerimaan dan
pengeluaran yang dihemat lebih lebih kecil daripada penerimaan yang hilang dan
tambahan biaya karena upaya tersebut. Apabila diperoleh pendapatan atau
keuntungan yang diperoleh, berarti upaya usahatani ubi jalar organik layak untuk
dilakukan. Namun, apabila kerugian yang diperoleh, maka upaya tersebut tidak
layak untuk dilakukan.
Tahap-tahap dalam analisis keuntungan parsial upaya usahatani organik
adalah sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi jenis dan besarnya tambahan biaya
2) Mengidentifikasi jenis dan besarnya pengurangan pendapatan
3) Mengidentifikasi jenis dan besarnya tambahan pendapatan
4) Mengidentifikasi jenis dan besarnya pengurangan
5) Menjumlahkan besarnya tambahan biaya dan pengurangan pendapatan sebagai
kerugian akibat upaya usahatani organik.
6) Menjumlahkan besarnya tambahan pendapatan dan pengurangan biaya sebagai
keuntungan dengan adanya usahatani organik.
7) Menghitung tambahan keuntungan denganadanya usahatani organic dengan
mengurangkan keuntungan dengan kerugian.
8) Menabulasikan anggaran keuntungan parsial. Bentuk tabulasi keuntungan
parsial dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Bentuk Tabulasi Anggaran Parsial


Tambahan Biaya (Rp) Tambahan Pendapatan (Rp)

Biaya tetap Rp xxxxx


Rp xxxx
Biaya variabel Rp xxxxx

Berkurangnya Pendapatan (Rp) Berkurangnya Biaya (Rp)

Rp xxxx Rp xxxxx

Total tambahan biaya dan Total tambahan pendapatan dan


berkurangnya pendapatan Rp xxxx berkurangnya biaya Rp xxxx

Perubahan Bersih = Rp xxxxx (positif atau negatif)


Menguntungkan atau tidak
Sumber: Suratiyah (2006), disesuaikan.
V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Karakteristik Wilayah


Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang,
Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah
satu daerah yang terletak di bawah kaki Gunung Salak. Luas wilayah desa yaitu
733,830 hektar (Ha) yang terdiri dari 308,830 Ha merupakan darat dan 425,000
Ha merupakan sawah. Desa Gunung Malang terletak pada ketinggian antara 600-
700 m di atas permukaan laut. Jarak dari Pemerintahan Kecamatan Tenjolaya
adalah 4 Km, sedangkan jarak dari Kabupaten Bogor adalah 47 Km. Batas-batas
wilayah Desa Gunung Malang secara administratif adalah sebagai berikut :
1) Sebelah Utara : Desa Situdaun
2) Sebelah Selatan : Hutan Perhutani
3) Sebelah Timur : Desa Sukajadi
4) Sebelah Barat : Desa Tapos 1 dan Tapos 2
Menurut data potensi Desa Gunung Malang (2009) lahan yang berfungsi
sebagai tanah sawah seluas 425 Ha. Tanah kering seluas 309 Ha yang terdiri dari
pekarangan seluas 160 Ha, ladang seluas 117 Ha, dan tegalan seluas 32 Ha.
Sedangkan luas wilayah yang digunakan untuk infrastruktur sekitar 232 Ha yaitu
jalan seluas 23,5 Ha; bangunan umum seluas 3,5 Ha; empang seluas 6,5 Ha;
pemukiman seluas 160 Ha; pemakaman seluas 5 Ha; dan lain-lain seluas 33,5 Ha.
Wilayah Desa Gunung Malang sebagian besar digunakan untuk kegiatan
pertanian oleh masyarakat setempat. Hal ini dapat dilihat dari luas wilayah yang
digunakan untuk sawah dan ladang lebih dari setengah keseluruhan luas wilayah
desa yaitu 542,000 Ha dari 733,830 Ha.
Iklim di Desa Gunung Malang terbagi atas dua musim, yaitu musim hujan
dan musim kemarau. Suhu udara rata-rata desa yaitu 27-30oC. Sedangkan curah
hujan rata-rata di Kecamatan Tenjolaya menurut data potensi kecamatan (2008)
adalah sebesar 200,1 mm/tahun dengan hari hujan rata-rata 13 hari/tahun.
5.2. Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat
Jumlah penduduk Desa Gunung Malang pada tahun 2009 mencapai sekitar
11.952 jiwa dengan penduduk laki-laki berjumlah 6.098 jiwa dan penduduk
perempuan berjumlah 5.854 jiwa. Desa Gunung Malang terdiri dari 13 Rukun
Warga (RW) dan 46 Rukun Tetangga. Sedangkan jumlah penduduk berdasarkan
tingkat pedidikannya dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah Penduduk Desa Gunung Malang Berdasarkan Tingkat


Pendidikan Tahun 2009
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang)
1 Taman Kanak-Kanak (TK) 25
2 Sekolah Dasar (SD) 2.502
3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) 560
4 Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) 310
5 Diploma (D2 D3) 21
6 Sarjana Strata 1 8
Sumber : Profil Desa Gunung Malang Tahun 2009

Lapangan pekerjaan utama penduduk Desa Gunung Malang adalah sektor


pertanian yang berjumlah sekitar 1.708 orang dengan petani berjumlah 1.078
orang dan buruh tani berjumlah 630 orang (63,28 persen dari keseluruhan jumlah
penduduk yang bekerja). Jumlah penduduk Desa Gunung Malang dapat dilihat
pada Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah Penduduk Desa Gunung Malang Menurut Mata Pencaharian


Tahun 2009
No Mata Pencaharian Jumlah (orang)
1 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 21
2 Wiraswasta 620
3 Petani 1.078
4 Buruh Tani 630
5 Pertukangan 335
6 Pensiunan 15
Jumlah 2.699
Sumber : Profil Desa Gunung Malang Tahun 2009
Berdasarkan data potensi Kecamatan Tenjolaya tahun 2008 (Tabel 9),
tanaman palawija yang memiliki luas panen terbesar adalah ubi jalar yaitu sebesar
119 Ha. Luas ini lebih besar dibandingkan jagung, ubi kayu, dan kacang tanah
yang masing-masing sebesar 49 Ha, 50 Ha, dan 5 Ha. Hasil produksi terbesar pun
adalah komoditas ubi jalar yaitu 3.332 ton.

Tabel 9. Luas Panen dan Produksi Palawija di Desa Gunung Malang Tahun 2008

Luas Panen Produksi


No Komoditas
(Ha) (Ton)
1 Jagung 49 735
2 Ubi Kayu 50 1.250
3 Ubi Jalar 119 3.332
4 Kacang Tanah 5 9
Sumber : Kecamatan Tenjolaya dalam Angka 2009

5.3. Karakteristik Petani Responden


Responden dalam penelitian ini adalah petani ubi jalar di Desa Gunung
Malang yang berjumlah 30 orang. Beberapa karakteristik petani yang dianggap
penting mencakup umur, status usahatani ubi jalar, tingkat pendidikan, luas lahan
yang ditanami ubi jalar, pengalaman usahatani, dan status kepemilikan lahan.

5.3.1. Umur

Umur responden berkisar antara 30 - 85 tahun dengan rata-rata umur 49,07


tahun. Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian petani responden berada pada usia
produktif yaitu kisaran 15-60 tahun. Jumlah petani yang berada pada kisaran
tersebut sebanyak 25 orang dengan persentase sebesar 83,33 persen. Persentase
umur tertinggi berada pada kelompok umur 40-49 tahun (36,67%). Sebaran umur
responden dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur di Desa Gunung
Malang Tahun 2010
Kelompok Umur Jumlah Responden Persentase
(tahun) (Orang) (%)
30-39 4 13,33
40-49 11 36,67
50-59 10 33,33
60-69 4 13,33
70-79 0 0
80-89 1 3,33
Total 30 100,00
5.3.2. Status Usahatani Ubi Jalar
Petani responden di Desa Gunung Malang sebagian besar memiliki mata
pencaharian bertani sebagai mata pencaharian utama (83,33 persen). Sisanya yaitu
16,67 persen menjadikan bertani ubi jalar sebagai pekerjaan sampingan,
sedangkan pekerjaan utamanya antara lain tengkulak, berdagang, dan guru SMP.
Status usahatani dari responden dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Status Usahatani Petani Responden di Desa Gunung Malang Tahun
2010
Jumlah Responden Persentase
Status Usahatani
(Orang) (%)
Pekerjaan Utama 25 83,33
Pekerjaan Sampingan 5 16,67
Total 30 100,00

5.3.3. Tingkat Pendidikan


Tingkat pendidikan formal dari petani responden beragam, antara lain
Tidak Sekolah (TS), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan
Perguruan Tinggi. Tingkat pendidikan sebagian besar responden masih tergolong
rendah. Hal ini dapat terlihat dari jumlah responden yang berpendidikan hanya
sampai Sekolah Dasar (SD) melebihi setengah dari keseluruhan jumlah responden
yaitu 76,67 persen dan responden yang tidak sekolah sebesar 10,00 persen.
Sedangkan yang memiliki pendidikan formal sampai perguruan tinggi hanya 3,33
persen (Tabel 12).

Tabel 12. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di


Desa Gunung Malang Tahun 2010
Jumlah Responden Persentase
Tingkat Pendidikan
(Orang) (%)
Tidak Sekolah (TS) 3 10,00
Sekolah Dasar (SD) 23 76,67
Sekolah Menengah Pertama (SMP) 0 0
Sekolah Menengah Atas (SMA) 3 10,00
Perguruan Tinggi 1 3,33
Total 30 100,00

5.3.4. Pengalaman Usahatani


Pengalaman dalam bertani menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan suatu usahatani. Petani yang berpengalaman dalam usahatani
komoditas tersebut seharusnya dapat lebih mampu meningkatkan produktivitas
dibandingkan petani yang kurang berpengalaman. Persentase pengalaman
usahatani petani ubi jalar terbesar berada pada pengalaman usahatani antara 20-29
tahun yaitu sebesar 46,67 persen dengan pengalaman rata-rata selama 23,70 tahun
(Tabel 13).

Tabel 13. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani di


Desa Gunung Malang Tahun 2010
Pengalaman Jumlah Responden Persentase
(Tahun) (Orang) (%)
0-9 4 13,33
10-19 4 13,33
20-29 14 46,67
30-39 4 13,33
40-49 4 13,33
Total 30 100,00
5.3.5. Luas Lahan
Luas lahan yang ditanami ubi jalar oleh petani responden di Desa Gunung
Malang antara 0,2-3 hektar dengan rata-rata sebesar 1,07 hektar. Persentase luas
lahan yang digunakan untuk usahatani ubi jalar tertinggi berada pada luas lahan
0,50 hektar yaitu sebesar 50,00 persen. Luas lahan yang digunakan untuk
usahatani ubi jalar dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan yang


Digunakan untuk Usahatani Ubi Jalar tahun 2010
Luas Lahan Jumlah Responden Persentase
(hektar)
(Orang) (%)

0,50 15 50,00
0,51-1,00 7 23,33
> 1,00 8 26,67
Total 30 100,00

5.3.6. Status Kepemilikan Lahan


Status kepemilikan lahan petani responden di Desa Gunung Malang
seluruhnya merupakan lahan milik sendiri. Dalam usahatani ubi jalar petani
responden mengusahakan budidaya pada lahan milik sendiri dengan pertimbangan
biaya lahan yang lebih rendah.
VI HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Keragaan Usahatani Ubi Jalar

Keragaan usahatani menunjukkan bagaimana suatu usahatani dapat


berhasil dijalankan, atau dengan kata lain keragaan usahatani menjelaskan
bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan suatu usahatani.
Keragaan usahatani dapat berbeda untuk beberapa daerah dalam mengusahakan
satu produk yang sama. Indikator yang mempengaruhi keragaan usahatani
bersumber dari dua faktor, yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern berkaitan
dengan petani secara langsung, seperti karakteristik petani itu sendiri yaitu, usia,
pendidikan, pengalaman usahatani, luas lahan, dan modal. Sedangakan faktor
ekstern merupakan indikator yang berasal dari luar petani itu sendiri, seperti bibit,
pupuk, tenaga kerja, panen, dan pemasaran.
Indikator intern pada usahatani ubi jalar di desa Gunung Malang telah
dibahas pada bab sebelumnya yaitu karakteristik responden. Dilihat dari indikator
ekstern beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam budidya ubi jalar antara
lain: penggunaan sarana produksi, teknik budidaya, dan pemasaran. Sarana
produksi yang dimaksud meliputi bibit, pupuk dan pestisida, alat-alat pertanian,
lahan, tenaga kerja, dan modal. Pada teknik budidaya hal yang penting untuk
diperhatikan adalah pembibitan, pengolahan tanah yang meliputi penggemburan
dan penggaritan, penanaman, pemupukan dan pengobatan, penyiangan atau
perawatan tanaman, serta pemanenan. Sedangkan pengetahuan mengenai
pemasaran penting untuk dikuasai sebagai upaya untuk mengoptimalkan
pendapatan usahatani bagi petani ubijalar dengan mengetahui bentuk pemasaran
yang paling menguntungkan.

6.1.1. Penggunaan Sarana Produksi

6.1.1.1. Bibit Ubi Jalar


Bibit merupakan salah satu faktor penentu hasil produksi ubi jalar. Bibit
ubi jalar yang digunakan oleh petani responden seluruhnya merupakan bibit
varietas lokal yaitu varietas AC (Anakan Ciremai). Umur panen varietas tersebut
rata-rata berkisar selama lima bulan, dengan tingkat produktivitas 10-20 ton/ha.
Petani responden menggunakan varietas ini karena merupakan varietas unggulan
yang sudah diakui oleh daerah lain yang merupakan sentra penanaman ubi jalar di
Jawa Barat seperti daerah Kuningan dan Garut. Selain itu ubi jalar AC memiliki
rasa umbi yang lebih manis dan bentuk fisik yang cenderung berbentuk bulat serta
ukurannya yang lebih besar dibandingkan varietas lain, sehingga lebih laku di
pasaran khususnya wilayah Bogor.
Bibit yang digunakan dalam usahatani ubi jalar di Desa Gunung Malang
berasal dari produksi sendiri atau petani lain. Petani yang lebih menyukai
menggunakan bibit produksi sendiri menginginkan terjaminnya kualitas bibit yang
benar-benar baik. Sedangkan bibit yang yang berasal dari petani lain sulit untuk
diketahui bagaimana kualitasnya, karena tidak diketahui asal-usul bibitnya. Bibit
ubi jalar yang baik adalah dari hasil perbanyakan tanaman (setek) 2-3 generasi.
Apabila setek bibit berasal dari hasil perbanyakan tanman yang lebih dari tiga
generasi maka produksinya akan menurun. Akan tetapi ada juga petani yang lebih
memilih untuk membeli bibit dari petani lain dengan pertimbangan bahwa
membeli bibit lebih mudah dilakukan, atau petani tersebut memang tidak
memiliki persediaan bibit untuk budidaya ubi jalar musim selanjutnya.

6.1.1.2. Pupuk dan Pestisida


Usahatani ubi jalar yang dilakukan responden dilakukan dengan
melakukan pemupukan, dengan alasan agar dapat tetap menjaga kandungan unsur
hara pada tanah yang dibutuhkan untuk perkembangan ubi jalar. Pupuk yang
dipakai oleh petani responden seluruhnya merupakan pupuk kimia. Jenis pupuk
yang digunakan oleh petani responden adalah Urea, TSP, KCL, Phoska, ZA dan
NPK. Para petani membeli pupuk tersebut dari toko-toko tani di sekitar wilayah
desa Gunung Malang maupun dari toko tani di luar desa.
Seluruh petani responden di lokasi penelitian tidak menggunakan obat-
obatan sama sekali untuk mengendalikan hama dan penyakit. Penyakit yang
biasanya dapat menyerang tanaman ubi jalar adalah serangan hama boleng pada
umbi. Akan tetapi petani responden selama pengalamannya berusahatani ubi jalar
beranggapan bahwa serangan hama tersebut jarang sekali terjadi. Sehingga resiko
serangan penyakit atau hama ini seringkali tidak diperhitungkan oleh petani
responden.
6.1.1.3. Alat-alat pertanian
Jenis alat pertanian yang digunakan dalam kegiatan usahatani ubi jalar di
desa Gunung Malang meliputi cangkul, arit, kored dan pisau. Cangkul digunakan
untuk mengolah tanah (pembuatan garitan, pembongkaran sementara dan
penurunan tanah kembali) serta digunakan juga ketika panen. Arit digunakan
untuk penyiangan dan pemotongan batang ubi jalar dan kored dibutuhkan ketika
melakukan penanaman bibit. Sedangkan pisau digunakan untuk menyetek bibit
dan penanaman bibit ubi jalar.
Pada kondisi aktual di lokasi penelitian sebenarnya seluruh petani
responden memiliki sendiri setiap alat-alat pertanian untuk usahatani ubi jalar.
Akan tetapi jumlahnya tidak berbanding lurus dan tidak seimbang dengan luas
lahan yang dimiliki. Hal ini disebabkan pada saat pengerjaan budidaya ubi jalar,
buruh tani sudah membawa alatnya masing-masing. Bahkan alat pertanian milik
petani responden seringkali tidak digunakan sama sekali pada proses budidaya ubi
jalar. Oleh karena itu dalam analisis tidak disertakan perhitungan pemakaian dan
biaya penyusutan alat, karena diasumsikan seluruh kegiatan usahatani
menggunakan alat yang dibawa oleh tenaga kerja luar keluarga (buruh tani).

6.1.1.4. Lahan
Luas lahan yang dimiliki petani responden cukup beragam dan berada
pada kisaran 0,2 hektar hingga 3 hektar. Berdasarkan pengalamannya beberapa
petani responden beranggapan bahwa untuk melakukan usahatani ubi jalar yang
menguntungkan, maka dibutuhkan lahan minimal seluas 0,5 hektar karena
bersangkutan dengan efisiensi biaya dan keuntungan yang mencukupi. Lahan
yang digarap oleh petani responden seluruhnya merupakan tanah milik sendiri.
Dengan begitu maka petani responden hanya menanggung beban pajak atas
kepemilikan tanah saja. Pada analisis pendapatan usahatani biaya pajak
dimasukkan pada biaya tunai. Biaya pajak yang digunakan adalah biaya pajak
selama satu periode tanam yaitu diasumsikan selama 6 bulan (setengah tahun).
Pada analisis pendapatan diperhitungkan juga biaya sewa lahan selama 6 bulan
sebagai biaya imbangan jika lahan tersebut disewakan. Asumsi biaya sewa lahan
selama satu musim tanam adalah Rp 2.000.000.
6.1.1.5. Tenaga Kerja
Tenaga kerja pada usahatani terbagi atas dua jenis yaitu tenaga kerja luar
keluarga dan tenaga kerja dalam keluarga. Pada kasus petani responden di Desa
Gunung Malang, petani sebagian besar menggunakan tenaga kerja luar keluarga.
Petani responden hanya melakukan kegiatan kontrol dan pengawasan para pekerja
(buruh tani) ketika mereka bekerja di lahan. Keikut-sertaan petani dalam
pengawasan kegiatan usahatani dimasukkan ke dalam biaya tenaga kerja dalam
keluarga (TKDK). Sehingga dalam penelitian ini tenaga kerja yang dianalisis
adalah tenaga kerja luar keluarga (TKLK) yang merupakan biaya tanggungan
petani responden dan termasuk biaya tunai dan tenaga kerja dalam keluarga yang
termasuk biaya diperhitungkan.
Penyediaan tenaga kerja di lokasi penelitian cukup banyak dan mudah
didapatkan karena rata-rata penduduknya bermata pencaharian sebagai buruh tani.
Tenaga kerja yang paling banyak dibutuhkan dalam usahatani ubi jalar adalah
pada saat pengolahan tanah dan pembuatan garitan. Tenaga kerja yang digunakan
dalam budidaya ubi jalar banyak dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki. Tenaga
kerja perempuan hanya digunakan oleh petani responden ketika proses
penanaman bibit setek ubi jalar di lahan yang sudah diolah dan digarit.
Upah rata-rata untuk tenaga kerja laki-laki adalah Rp 20.000/hari kerja
laki-laki, sedangkan upah rata-rata untuk tenaga kerja perempuan adalah Rp
10.000/hari kerja perrempuan, dengan kata lain 1 HOK perempuan sama dengan
0,5 HOK laki-laki. Jumlah jam kerja di lokasi penelitian sama untuk laki-laki
maupun perempuan yaitu sekitar 5 jam per hari, yang dimulai dari pukul 07.00-
12.00 WIB (hingga waktu Adzan Dzuhur).

6.1.1.6. Modal
Modal usahatani ubi jalar yang digunakan oleh petani di lokasi penelitian
seluruhnya menggunakan modal sendiri, karena mereka beranggapan dengan
modal sendiri mereka lebih dapat merasakan hasilnya dan bebas dalam
menentukan kemana ubi jalar akan dipasarkan. Petani responden tidak lagi
bergantung pada pinjaman kepada orang lain, terutama tengkulak karena telah
menyadari adanya tuntutan untuk menjual hasil panen kepada tengkulak tersebut
di akhir periode atau pada masa panen. Seringkali harga yang ditetapkan menjadi
lebih rendah dibandingkan harga pasaran.

6.1.2. Teknik Budidaya Ubi Jalar


Teknik budidaya ubi jalar petani responden di Desa Gunung Malang
cenderung tidak memiliki banyak perbedaan dengan budidaya ubi jalar di daerah
lain, khususnya di Jawa Barat. Teknik yang digunakan merupakan teknik
konvensional. Secara garis besar proses yang dilakukan sama, yaitu meliputi
pengolahan tanah yaitu proses penggaritan, kemudian penanaman, penurunan atau
pembongkaran tanah, pemupukan, penaikan atau pengurugan tanah, pemotongan
daun, dan panen. Namun terdapat karakteristik-karakteristik tersendiri dari
beberapa proses tersebut. Secara lebih rinci dijelaskan dalam poin-poin berikut:

6.1.2.1. Penggaritan
Pengolahan tanah dilakukan minimal dua minggu sebelum penanaman
dilakukan. Aktivitas yang dilakukan dalam pengolahan tanah ini adalah tanah
yang akan digunakan untuk menanam ubi jalar dicangkul agar tanah tersebut
gembur. Setelah dilakukan pengolahan tanah peteani responden membuat garitan-
garitan yang dibuat petani untuk menanam ubi jalar. Jarak antar guludan yang
dibuat petani di gunung malang berkisar antara 80-100 cm dengan tinggi antara
50-60 cm. Tingginya garitan ini dikarenakan tanah di gunung malang merupakan
tanah datar. Lamanya pembuatan garitan tergantung kondisi tanah sebelumnya
dan berada pada kisaran 10-20 hari per hektar. Apabila lahan sebelumnya
ditanami oleh padi maka waktu pembuatan guludan lebih lama karena biasanya
tanah berbentuk bongkahan sehingga proses penggemburannya lebih lama.
Aktivitas penggaritan ini biasanya dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki
dari luar keluarga atau buruh tani. Petani pemilik hanya melakukan pengawasan
saja setiap harinya pada masa proses penggaritan. seluruh petani responden
melakukan pengerjaan penggaritan ini dengan sistem harian, jadi tidak ada yang
melakukan pekerjaan borongan. Hal ini karena pertimbangan jika dilakukan
borongan seringkali pekerjanya tidak memperhatikan kualitas dari hasil kerjanya,
karena mereka ingin menyelesaikannya secepat mungkin. Jumlah HOK rata-rata
yang digunakan untuk kegiatan penggaritan lahan seluas satu hektar adalah
114,13 HOK tenaga kerja luar keluarga, dan 10,05 HOK tenaga kerja dalam
keluarga.

6.1.2.2. Penanaman
Bibit ubi jalar yang akan ditanam merupakan bibit yang berbentuk setek
batang dari tanaman ubi jalar sebelumnya. Satu batang tanaman ubi jalar biasanya
dijadikan 2 stek, dengan ukuran panjang berkisar antara 20-25 cm. Penyetekan
bibit dilakukan dengan menggunakan pisau. Setek ditanam secara sambung-
menyambung dan diposisikan miring terhadap garitan tanah, sehingga jarak
tanamnya teratur sekitar 25-30 cm. Hal ini dilakukan agar ubi jalar terbentuk
rapih, teratur dan saling menyambung sehingga memudahkan pemanenan Untuk
melakukan penanaman ubi jalar, petani responden mengunakan alat seperti kored.
Kegiatan penyetekan dan penanaman ini pada usahatani petani responden
dilakukan oleh tenaga kerja perempuan dari luar keluarga. Aktivitas ini
memerlukan HOK 29,65 TKLK pria atau setara dengan 59,30 HOK TKLK
perempuan dan 9,87 HOK TKDK.

6.1.2.3. Penurunan Tanah


Setelah 40-60 hari setelah tanam dilakukan proses penurunan tanah dari
sisi samping tanaman ubi jalar yang telah tumbuh. Aktivitas ini oleh petani
responden sering disebut sebagai proses pembongkaran tanah. Aktivitas ini
bertujuan unuk menggemburkan tanah. Pembongkaran sementara dilakukan
ketika ubi jalar sudah terbentuk, yaitu ketika berumur dua bulan. Pada proses
pembongkaran ini akar tanaman dibiarkan terkena panas dan angin selama kurang
lebih 10 hari, setelah itu petani melakukan pemupukan. Seluruh petani responden
melakukan kegiatan pemupukan dengan pupuk kimia. Tenaga kerja yang
digunakan untuk melakukan proses ini adalah 59,85 HOK TKLK dan 8,85 HOK
TKDK.

6.1.2.4. Pemupukan
Perlakukan pemupukan sebenarnya harus memperhatikan kondisi lahan.
pada lahan-lahan yang sudah kurang bagus pemupukan diperlukan untuk
mempertahankan unsur hara tanah. Namun jika kondisi tanah sudah cukup baik,
maka pemupukan boleh tidak dilakukan. Khususnya tanah yang masih gembur
dan terletak di daerah dekat dengan pegunungan yang masih memiliki unsur hara
yang banyak. Selain itu lahan yang pada periode sebelumnya telah ditanami padi,
merupakan tanah yang cukup bagus dan memiliki kesuburan yang lebih tinggi
dibandingkan tanah yang sebelumnya telah ditanam ubi jalar juga atau tanaman
lahan kering lainnya. Seluruh petani responden melakukan pemupukan dengan
pupuk kimia pada setiap kondisi lahan mereka. Pemupukan biasanya dilakukan
pada saat setelah proses pembongakaran atau penurunan tanah. Pemupukan
dilakukan dengan cara menaburkannya langsung di sekitar tanaman ubi jalar.
Tenaga kerja yang dibutuhkan tidak banyak hanya 3,75 HOK TKLK dan 1,75
HOK TKDK.

6.1.2.5. Penaikan Tanah


Petani responden menyebut proses ini dengan istilah pengurugan tanah.
Proses ini dilakukan 14-20 hari setelah pemupukan, tidak boleh langsung sesaat
setelah pemupukan. Hal ini bertujuan untuk pupuk agar dibiarkan meresap
terlebih dahulu dan harus terkena udara supaya suhu tanah tidak meningkat
drastis. Tanah yang diberi pupuk kimia akan bersifat panas dan hal ini tidak baik
untuk pertumbuhan batang nantinya, sehingga harus dibiarkan dahulu. Tanah
dinaikkan kembali untuk menutup tanaman dan mengubur pupuk yang telah
ditaburkan. Aktivitas ini membutuhkan 50,05 HOK TKLK dan 8,45 HOK TKDK.

6.1.2.6. Pemotongan Batang


Petani responden di lokasi penelitian tidak semuanya melakukan
pembalikan batang. Ada yang menganggap kegiatan ini sia-sia karena tidak akan
mempengaruhi hasil, tetapi juga ada yang beranggapan bahwa dengan
dilakukannya pembalikan batang ini untuk mencegah timbulnya akar dari ruas-
ruas batang yang bersentuhan dengan tanah sehingga zat makanan tidak tersebar
ke akar-akar liar melainkan semuanya dapat diserap oleh umbi. Kegiatan
pemotongan batang ini hanya dilakukan satu kali yaitu pada saat umbi berumur
antara 3-4 bulan. Jumlah tenaga kerja yang digunakan sebanyak 3,60 HOK TKLK
dan 0,39 HOK TKDK.
6.1.2.7. Panen
Ubi jalar dapat mulai dipanen ketika memasuki usia 5 bulan setelah tanam.
Masa panen ubi jalar dapat ditunggu hingga mencapai maksimal 6 bulan, karena
jika lebih dari 6 bulan umbi yang dihasilkan akan membusuk di dalam tanah.
Terlebih lagi ubi jalar yang budidayanya memanfaatkan bantuan pupuk kimia
seperti urea, umbi memang akan cepat masak namun cepat pula terjadi
pembusukkan. Tanaman ubi jalar yang tidak menggunakan pupuk kimia jika
didukung dengan kondisi lahan yang baik justtru mampu bertahan lebih lama
hingga mencapai usia maksimal 7 bulan. Keseluruhan petani responden
melakukan proses penjualan panen di lahan dengan sistem beli bukti. Sistem ini
memberlakukan penjualan dengan menghitung berat umbi yang dihasilkan pada
suatu lahan dan dikalikan dengan harga yang telah disepakati antara pembeli dan
petani pemilik yang menyaksikan secara langsung proses panen dan proses
penimbangan ubi jalar hasil panen. Proses panen ubi jalar dilakukan oleh pembeli,
sehingga petani pemilik tidak mengeluarkan biaya untuk tenaga kerja panen.
Harga yang diterima adalah harga bersih dari pembeli untuk setiap kilogram ubi
yang dihasilkan.

6.1.3. Pemasaran Ubi Jalar


Hasil panen ubi jalar para petani di desa Gunung Malang biasanya dijual
langsung ke tengkulak. Semua petani responden dalam penelitian ini menjual
hasil panennya ke tengkulak. Hal ini sudah merupakan kebiasaan dan telah
membudidaya, alasannya adalah faktor kemudahan. Bila hasil panen ubi jalar
dijual ke tengkulak maka seluruh biaya panen menjadi tanggung jawab tengkulak.
Selain itu petani merasa kesulitan untuk membawa hasil panen mereka langsug ke
pasar karena alasan jarak dan alat transportasi.
Harga beli ubi jalar di tingkat tengkulak bervariasi tapi pada dasarnya
harga yang diterapkan tengkulak lebih rendah dibandingkan dengan harga pasar.
Dari tengkulak ubi jalar ini nantinya ada yang dijual lagi ke tengkulak besar atau
Bandar besar yang menjadi pemasok-pemsok ke pasar pasar induk, baik itu di
Jakarta, Tangerang, Bekasi , dan Bogor. Namun selain itu juga ada yang
menyalurkannya ke pabrik saus dan pabrik keripik.
Terdapat tiga saluran pemasaran ubi jalar di Desa Gunung Malang (Purba,
2010). Secara lengkapnya dapat terlihat dari gambar berikut ini.
saluran 1
petani tengkulak pabrik

saluran 2
petani tengkulak bandar grosir pengecer konsumen
besar

saluran 3
petani tengkulak Bandar
grosir konsumen
besar

Gambar 2. Saluran Pemasaran Ubi Jalar di Desa Gunung Malang

Tengkulak adalah pedagang pengumpul tingkat 1 yang membeli langsung


ubi jalar dari petani. Bandar besar adalah pedagang pengumpul tingkat 2 yang
membeli ubi jalar dari tengkulak. Grosir adalah pasar induk sayuran yang
membeli ubi jalar dari bandar besar. Pengecer adalah pedagang-pedang pada
pasar-pasar tradisional yang membeli ubi jalar dari pasar induk untuk dijual
kembali ke konsumen akhir. Sedangkan konsumen merupakan pembeli akhir dari
saluran pemasaran ubi jalar dan tidak lagi menjual kepada lembaga pemasaran
lainnya. Sebagian besar konsumen akhir membeli ubi jalar untuk keperluan
konsumsi. Pabrik dalam hal ini juga merupakan konsumen akhir karena membeli
ubi jalar langsung untuk bahan baku produknya.
Petani ubi jalar di Desa Gunung Malang hanya dapat menjual ubi hasil
panen ke tengkulak saja. Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan petani untuk
memasarkan hasil panennya sendiri. Meskipun modal awal budidaya ubi jalar
telah sepenuhnya merupakan modal sendiri, akan tetapi pada kondisi actual petani
masih terikat dengan tengkulak. Kendala yang menyebabkan hal ini terjadi adalah
keterbatasan produksi, transportasi, dan relasi untuk pemasaran. Sehingga petani
kesulitan untuk memasarkan langsung hasil panennya ke pasar. Peranan
kelembagaan di Desa Gunung Malang tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Kelompok tani yang ada tidak berjalan dan tidak mampu menjalankan fungsinya
yang seharusnya dapat memfasilitasi petani dalam pemasaran.
6.2. Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan usahatani dengan


biaya produksi. Analisis pendapatan usahatani merupakan alat untuk mengetahui
keberhasilan suatu kegiatan usahatani. Suatu usahatani dapat menguntungkan jika
pendapatan usahatani tersebut bernilai positif dan merugikan jika pendapatan
usahatani tersebut bernilai negatif. Pendapatan usahatani dapat dibagi menjadi
dua, antara lain: pendapatan usahatani atas biaya tunai dan pendapatan usahatani
atas biaya total. Biaya total merupakan penjumlahan antara biaya tunai dan biaya
diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan petani dalam
bentuk uang tunai, seperti biaya sarana produksi, tenaga kerja luar keluarga, dan
pajak lahan. Sedangkan biaya diperhitungkan merupakan biaya yang dikeluarkan
petani secara tidak tunai. Petani menganggap biaya diperhitungkan bukan sebagai
suatu biaya, seperti: tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan peralatan, dan bibit
dari panen sebelumnya.
Dalam penelitian ini biaya bibit dimasukkan kedalam biaya tunai karena
adanya beberapa petani responden yang melakukan pembelian bibit untuk
usahatani ubijalarnya dari petani lain. Untuk memudahkan dalam menyeragamkan
perhitungan biaya bibit, maka pada petani responden yang melakukan pembibitan
sendiri atau mengambil bibit dari musim tanam sebelumnya dilakukan
perhitungan tenaga kerja dalam pembuatannya dan dimasukkan ke dalam biaya
bibit secara tunai, hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa petani responden
secara langsung mengeluarkan biaya tunai untuk bibit tersebut.
Analisis pendapatan usahatani meliputi analisis penerimaan, analisis biaya,
analisis pendapatan serta analisis R/C rasio usahatani ubi jalar. Analisis
pendapatan usahatani membutuhan dua data pokok yaitu data penerimaan dan
data pengeluaran selama periode waktu yang telah ditetapkan. Oleh karena itu
untuk dapat mengetahui besarnya pendapatan yang diterima harus diketahui
terlebih dahulu data penerimaannya dan biaya, untuk mendapatkan data
penerimaan dilakukan analisis terhadap penerimaan responden per hektar.
Sedangkan untuk mendapatkan data biaya yang dikeluarkan dilakukan analisis
biaya.
Pada kondisi di lapangan data yang diperoleh sangat bervariasi, sehingga
untuk memudahkan proses penghitungan semua data penerimaan dan biaya
dikonversi agar data yang diperoleh menjadi seragam dan bisa diperbandingkan.
Setelah data dikonversi, maka analisis pendapatan usahatani ubi jalar yang
dilakukan pada penelitian ini adalah analisis pendapatan usahatani ubi jalar yang
dilakukan pada lahan seluas satu hektar dan dalam jangka waktu satu musim
tanam.

6.2.1. Penerimaan Usahatani Ubi Jalar


Penerimaan usahatani merupakan jumlah seluruh hasil dari usahatani ubi
jalar yang diproduksi dikalikan dengan harga jual. Total produksi rata-rata ubi
jalar petani responden mencapai 15,11 ton per hektar pada musim panen Bulan
Januari hingga April 2010. Harga jual ubi jalar rata-rata sebesar Rp 1.053 per
kilogram. Penjualan petani responden dilakukan dengan sistem beli bukti
langsung di lahan usahatani ubi jalar kepada tengkulak. Ubi jalar dijual
sepenuhnya kepada tengkulak dalam bentuk ubi jalar segar tanpa ada proses
grading. Sehingga penerimaan rata-rata usahatani ubi jalar petani responden
merupakan penerimaan tunai sebesar Rp 15.902,603,17.

6.2.2. Biaya Usahatani Ubi Jalar


Komponen biaya usahatani dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya tunai
dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai usahatani responden di Desa Gunung
Malang meliputi biaya yang langsung dikeluarkan seperti biaya bibit, pupuk,
tenaga kerja luar keluarga, dan biaya pajak lahan. Dalam penelitian ini yang
dimasukkan pada biaya diperhitungkan adalah biaya imbangan sewa lahan selama
satu musim tanam dan biaya tenaga kerja dalam keluarga.

6.2.2.1. Biaya Bibit


Bibit untuk budidaya ubi jalar yang dilakukan oleh petani responden
merupakan bibiit yang didapatkan dengan cara setek batang ubi jalar dari tanaman
ubi jalar yang telah dewasa. ada tiga jenis setek bibit yang dapat digunakan, yaitu
bibit ipukan pertama(G1), setek bibit keturunan kedua (G2), dan setek bibit dari
keturunan ketiga(G3). bibit ipukan adalah bibit yang diperoleh dari hasil
pembibitan langsung dari penanaman umbi terlebih dahulu, sehingga kualitasnya
paling baik. bibit turunan adalah bibit yang langsung di setek dari batang ubi jalar
hasil dari bibit ipukan yang telah digunakan. Pada kondisi aktual biaya bibit
merupakan biaya tunai. rata-rata biaya total untuk bibit dalam usahatani ubi jalar
petani responden di Desa Gunung Malang seluas hektar dalam satu musim tanam
adalah sebesar Rp 337.683.
Bibit yang digunakan dalam usahatani ubi jalar di lokasi penelitian berasal
dari hasil produksi sebelumnya dan hasil pembelian dari petani lainnya. Petani
responden yang menggunakan bibit dari produksi sebelumnya sebanyak 10 orang
(33,33%), sedangkan sisanya yaitu 20 orang (66,67%) melakukan pembelian bibit
dari produksi petani lainnya. Biaya bibit dalam penelitian ini diklasisikasikan
menjadi biaya tunai, karena penggunaan bibit yang dibeli dari petani lain lebih
banyak, dan pada kenyataannya petani yang menggunakan bibit dari produksi
sebelumnya juga mengeluarkan biaya tunai untuk memperoleh bibit tersebut. Oleh
karena itu biaya tenaga kerja untuk memperoleh bibit tersebut dijadikan biaya
untuk perhitungan biaya bibit dalam analisis usahataninya.

6.2.2.2 Biaya Pupuk


Input lainnya dalam usahatani ubi jalar adalah pupuk. Pupuk yang
digunakan petani cukup beragam meliputi Urea, TSP, KCL, Phoska, ZA dan
NPK. Penggunaan pupuk ini berbeda pada setiap petani responden. petani
responden memiliki kombinasi pemakaian pupuk masing-masing dalam
melakukan pemupukan dalam usahataninya. ada petani responden yang hanya
memakai satu jenis pupuk, ada yang menggunakan dua hingga empat jenis pupuk
secara bersamaan. Selain itu harga untuk tiap jenis pupuk juga berbeda antara
masing-masing petani responden, karena perbedaan tempat membeli pupuk dan
biaya transportasi hingga pupuk sampai di lahan dan siap untuk digunakan. Oleh
karena itu analisis biaya untuk pupuk tidak dapat dikonversikan pada masing-
masing jenis pupuk dalam usahatani ubi jalar. Sehingga analisis biaya pupuk
dilkukan dengan menggunakan rata-rata biaya total penggunaan pupuk untuk
usahatani ubi jalar seluas satu hektar selama satu musim tanam. Biaya total rata-
rata untuk pupuk adalah sebesar Rp 434.634,13.
6.2.2.3. Biaya Tenaga Kerja
Kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kerja (buruh tani) meliputi
pengolahan lahan hingga menjadi garitan yang siap tanam, penanaman, penurunan
tanah, pemupukan, penaikan tanah, dan perawatan tanaman. Kegiatan penanaman
dilakukan oleh perempuan. dalam perhitungan 1 HOK perempuan telah
dikonversikan menjadi 0,5 HOK laki-laki, sehingga upah standar yang
dimasukkan dalam analisis merupakan upah standar untuk laki-laki.

Tabel 15. Rata-rata Biaya Penggunaan TKLK Usahatani Ubi Jalar per Hektar per
Musim Tanam
Kegiatan Jumlah HOK Upah (Rp) Jumlah (Rp)
Penggaritan 114,13 20.000 2.282.603,17
Penanaman 29,65 20.000 592.976,19
Penurunan Tanah 59,85 20.000 1.197.047,62
Pemupukan 3,75 20.000 75.079,37
Penaikan Tanah 50,05 20.000 1.000.952,38
Pemotongan batang 3,60 20.000 72.000,00
Jumlah 5.220.658,73

Biaya yang paling besar dikeluarkan petani adalah biaya untuk pengerjaan
atau pengolahan garitan yaitu sebesar Rp 2.282.603,17. Hal ini dikarenakan
prosesnya yang memakan cukup banyak waktu dan tenaga dari para pekerja
(buruh tani) untuk menyelesaikannya. Sedangkan biaya yang paling rendah adalah
biaya perawatan, karena tidak semua petani responden melakukan perawatan
dengan intensif. Petani responden beranggapan bahwa dalam usahatani ubi jalar
tidak membutuhkan perawatan yang berlebihan, bahkan petani responden bisa
membiarkan tanaman ubi tumbuh apa adanya tanpa adanya penyiangan,
penyiraman, dan pengendalian hama. Adapun sebanyak 11 petani responden
melakukan upaya perawatan. Kegiatan perawatan hanya terbatas pada
pemotongan batang ubi jalar yang sudah menjalar secara berlebihan. Petani
responden yang melakukan hal ini berangggapan bahwa pertumbuhan batang ubi
jalar yang berlebihan akan menghambat pertumbuhan umbi, sehingga harus
dilakukan pemotongan.
Panen ubi jalar pada usahatani responden seluruhnya melakukan sistem
panen dengan penjualan ke tengkulak langsung di lahan petani atau sering disebut
sebagai penjualan hasil panen dengan sistem beli bukti. Seluruh biaya panen
ditanggung oleh tengkulak atau pembeli yang datang langsung ke lahan ubi jalar
yang dipanen. Sehingga petani sama sekali tidak mengeluarkan biaya untuk
panen, dan tingkat harga yang disepakati dalam transaksi jual beli adalah harga
bersih dari setiap hasil panen yang didapatkan.

Tabel 16. Rata-rata Biaya Penggunaan TKDK Usahatani Ubi Jalar per Hektar per
Musim Tanam
Kegiatan Jumlah HOK Upah (Rp) Jumlah (Rp)
Pengolahan Lahan
10,05 20.000 201.015,87
(Penggaritan)
Penanaman 9,87 20.000 197.492,06
Penurunan Tanah 8,85 20.000 177.031,75
Pemupukan 1,75 20.000 34.952,38
Penaikan Tanah 8,45 20.000 169.095,24
Pemotongan batang 0,39 20.000 7.888,89
Jumlah
787.476,19
Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga relatif lebih sedikit dibandingkan
tenaga kerja luar keluarga. Hal ini dapat dilihat dari total keseluruhan penggunaan
tenaga kerja dalam keluarga yang hanya mencapai Rp 787.476,19. Kontribusi
tenaga kerja dalam keluarga terletak pada petani responden itu sendiri dalam
upaya pengawasan saja, sedangkan pekerjaan berat dilakukan sepenuhnya oleh
buruh tani. Tidak ada anggota keluarga dari petani responden yang ikut terlibat
langsung dalam usahatani ubi jalar.

6.2.2.4. Biaya Pajak dan Sewa Lahan


Lahan yang digunakan untuk usahatani ubi jalar seluruhnya berstatus hak
milik, sehingga perhitungan biaya untuk lahan akan menimbulkan biaya berupa
pajak atas lahan. Besar pajak rata-rata per hektar per tahun untuk petani responden
di desa Gunung Malang adalah sebesar Rp 264.500. Dalam penelitian ini analisis
pendapatan usahatani yang dilakukan merupakan ushatani ubi jalar selama satu
musim saja, sehingga nilai pajak diasumsikan setengahnya dari pajak per tahun
Oleh karena itu nilai rata-rata pajak lahan petani responden per hektar per musim
menjadi sebesar Rp 132.250. Sedangkan untuk biaya sewa yang diperhitungkan
karena tidak didapatkan rata-rata nilai untuk dikonversikan kedalam usaha tani ubi
jalar seluas satu hektar dalam satu musim tanam, maka digunakan asumsi dasar
dengan mempertimbangkan informasi yang didapat dari beberapa petani
responden yang dapat menilai lahan untuk disewakan, biaya sewa lahan adalah
sebesar Rp 2.000.000 per hektar untuk satu musim tanam.

6.2.3. Pendapatan Usahatani Ubi jalar


Pendapatan usahatani ubi jalar merupakan selisih antara total penerimaan
usahatani dengan total pengeluaran usahatani. Komponen pendapatan usahatani
meliputi (1) pendapatan tunai yakni total penerimaan setelah dikurangi biaya tunai
dan (2) pendapatan total yakni total penerimaan setelah dikurangi total biaya.
Analisis R/C rasio digunakan untuk menunjukkan perbandingan antara nilai
output terhadap nilai inputnya sehingga dapat diketahui kelayakan usahatani ubi
jalar yang dilakukan oleh petani responden di Desa Gunung Malang.

Tabel 17. Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar Petani Responden per Hektar
per Musim Tanam
Uraian (Rp) (Rp)
Penerimaan usahatani ubi jalar 15.902.603,17
BIAYA TUNAI
Pupuk 434.634,13
Pajak Lahan 132.250,00
Bibit 337.682,54
Tenaga Kerja Luar Keluarga 5.220.658,73
Total Biaya Tunai 6.125.225,40
BIAYA DIPERHITUNGKAN
Biaya Sewa Lahan (I Musim) 2.000.000,00
Tenaga Kerja Dalam Keluarga 787.476,19
Total Biaya Diperhitungkan 2.787.476,19
Total Biaya Usahatani 8.912.701,59
Pendapatan usahatani thdp biaya tunai 9.777.377,78
Pendapatan Usahatani thdp biaya total 6.989.901,59
R/C terhadap Biaya Tunai 2,60
R/C terhadap Biaya Total 1,78
Berdasarkan Tabel 17, didapatkan nilai R/C atas biaya tunai sebesar 2,60.
Hal ini mengartikan bahwa untuk setiap Rp 1 biaya tunai yang dikeluarkan untuk
mengusahakan budidaya ubi jalar petani responden akan memperoleh penerimaan
sebesar Rp 2,60. Sedangkan R/C atas biaya total adalah sebesar 1,78. Berarti
untuk setiap Rp 1 biaya total yang dikeluarkan maka petani responden dapat
memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,78. Dari hasil analisis pendapatan usahatani
tersebut maka dapat dikatakan secara jelas bahwa baik dilihat dari analisis
terhadap biaya tunai maupun biaya total, usahatani ubi jalar petani responden di
Desa Gunung Malang menguntungkan untuk dijalankan, karena nilai R/C atas
biaya tunai maupun total memiliki nilai yang lebih dari satu.
BEP harga usahatani ubi jalar dengan produksi rata-rata 15.110 Kg/ha
adalah pada harga jual Rp 589,86 /kg, yang berarti petani akan mendapatkan
keuntungan jika harga jual ubi jalar di atas Rp 589,86 /kg. Harga jual rata-rata
hasil penelitian yaitu Rp 1.053 /kg, lebih tinggi dari BEP harga. Hal ini
menunjukkan bahwa harga di lokasi penelitian memberikan keuntungan bagi
petani ubi jalar. Sedangkan BEP unit usahatani ubi jalar dengan harga jual rata-
rata di lokasi penelitian Rp 1.053 /kg adalah 8.464,11 kg/ha, yang berarti petani
akan mendapatkan keuntungan jika petani mampu menjual hasil ubi jalar lebih
banyak dari 8.464,11 kg/ha ketika harga ubi jalar Rp 1.053 /kg. Hal ini
menunjukkan usahatani ubi jalar di lokasi penelitian menguntungkan untuk
diusahakan pada musim tanam selama periode penelitian.
Umur panen ubi jalar relatif cukup lama yaitu empat hingga tujuh bulan,
selama periode tersebut petani tidak mendapatkan penghasilan. Oleh karena itu
untuk melihat kemampuan finansial petani dari hasil usahatani ubi jalar dapat
dilihat dengan menghitung pendapatan perbulannya. Hasil rata-rata pendapatan
petani responden di desa gunung malang adalah sebesar Rp1.955.475,56 atas
biaya tunai dan Rp 1.397.980,32 atas biaya total untuk satu musimnya dengan
asumsi satu musim adalah lima bulan. Selain itu, petani ubi jalar memiliki
keuntungan lain dari segi waktu luang, karena usahatani ubi jalar tidak menyita
banyak waktu, sehingga petani dapat memanfaatkan waktunya untuk mencari
tambahan pemasukan dari aktivitas lainnya diluar usahatani ubi jalar.
6.3. Analisis Parsial Penerapan Usahatani Ubi Jalar Secara Organik
Upaya peningkatan pendapatan usahatani salah satunya dapat dilakukan
dengan cara penerapan usahatani ubi jalar secara organik. Hal ini menyangkut
dengan adanya kemungkinan untuk melakukan penghematan pada beberapa biaya
seperti biaya pestisida dan pupuk kimia. Budidaya ubi jalar secara organik dapat
dilakukan dengan beberapa syarat tertentu, diantaranya adalah
mempertimbangkan kondisi tanah, kandungan unsur hara tanah pada lahan yang
akan ditanami ubi jalar. Tanah yang baik untuk pertumbuhan ubi jalar adalah
tanah yang gembur dan tidak terkontaminasi bahan-bahan kimia dari usahatani
tanaman sebelumnya. Tanah atau lahan yang baru ditanami padi pada musim
tanam sebelumnya juga memiliki potensi yang cukup bagus untuk
mengembangkan usahatani ubi jalar secara organik.
Dalam kondisi aktual petani responden di desa Gunung Malang, usahatani
ubi jalar yang dilakukan memang tidak mengimplementasikan pengendalian hama
dengan pestisida. walaupun demikian nilai produksi ubi jalar yang dihasilkan
masih tetap sangat baik, dengan produktivitas mencapai 15,11 ton per hektar.
Namun proses pemupukan tanaman ubi jalar petani responden seluruhnya
melakukan pemupukan dengan pupuk kimia.
Kelebihan budidaya ubi jalar dengan menggunakan pupuk kimia antara
lain, umbi bisa cepat besar dan bisa lebih cepat dipanen..pada usia ubi jalar yang
telah memasuki minimal 4 bulan. akan tetapi teknik budidaya ini juga memiliki
kekurangan yaitu ubi yang dihasilkan tidak begitu keras, cenderung lebih empuk
dan jika terlalu lama tidak dipanen akan cepat membusuk.
Kelebihan jika menerapkan budidaya ubi jalar secara organik adalah umbi
lebih keras sehingga paling cocok jika untuk disalurkan ke pabrik keripik, selain
itu umbi bisa ditangguhkan masa panennya tanpa mengalami kebusukan hingga
berusia maksimal 7 bulan. Sehingga petani dapat mengatur lebih baik waktu
panennya jika harga jual ubi pada saat usia mencapai usia panen tidak begitu baik.
Hal ini bermanfaat bagi petani jika harga jual pada umur panen kurang
bagus..maka petani dapat menunggu untuk memanen hingga tingkat harga
kembali membaik.
Metode anggaran parsial yang digunakan dalam penelitian ini adalah
anggaran keuntungan parsial. Analisis anggaran parsial upaya penerapan teknik
budidaya ubi jalar secara organik dilakukan dengan lima tahap yaitu:
1) Mengidentifikasi dan menghitung jenis serta besarnya pengurangan biaya
dengan adanya upaya penerapan teknik budidaya ubi jalar secara organik.
2) Mengidentifikasi dan menghitung jenis serta besarnya tambahan pendapatan
dengan adanya upaya penerapan teknik budidaya ubi jalar secara organik.
3) Mengidentifikasi dan menghitung jenis serta besarnya tambahan biaya akibat
upaya penerapan teknik budidaya ubi jalar secara organik.
4) Mengidentifikasi dan menghitung jenis serta besarnya pengurangan
pendapatan akibat upaya penerapan teknik budidaya ubi jalar secara organik.
5) Menghitung tambahan keuntungan dengan adanya penerapan teknik budidaya
ubi jalar secara organik dengan mengurangkan keuntungan dengan kerugian.

Anggaran parsial yang disusun berdasarkan perubahan cara usahatani ubi


jalar dapat menyebabkan terjadinya perubahan komponen usahatani lain, seperti
biaya dan penerimaan usahatani. Asumsi-asumsi digunakan melalui pendekatan
dari sumber informasi yang diperoleh mengenai teknik budidaya ubi jalar secara
organik.
Salah satu alternatif untuk mempertahankan dan meningkatkan kesuburan
tanah adalah dengan pemberian bahan organik seperti pupuk kandang ke dalam
tanah. Pemberian pupuk kandang, selain dapat meningkatkan kesuburan tanah
juga dapat mengurangi penggunaan pupuk buatan yang harganya relatif mahal dan
terkadang sulit diperoleh. Pupuk kandang adalah kotoran padat dan cair dari
hewan yang tercampur dengan sisa-sisa pakan dan alas kandang.
Alasan dipilihnya upaya ini dalam analisis pendapatan adalah penerapan
teknik budidaya ubi jalar secara organik merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan pendapatan usahatani petani ubi jalar karena memungkin adanya
upaya penghematan biaya bagi usahatani ubi jalar seperti pestisida dan pupuk
kimia. Alasan lainnya adalah, penerapan teknik budidaya ubi jalar secara organik
yaitu selain petani dapat menghemat biaya, petani juga ikut berpartisipasi dalam
upaya penyediaan pangan yang sehat.
6.3.1. Perubahan Biaya dengan Adanya Penerapan Usahatani Ubi Jalar
Secara Organik
Dengan adanya upaya penerapan budidaya ubi jalar secara organik
memberikan beberapa perubahan pada struktuk biaya dan penerimaan. Salah satu
alternatif cara yang biasa dilakukan untuk mengatasi terjadinya penurunan
produksi pada implementasi budidaya ubi jalar organik adalah dengan cara
mengganti penggunaan pupuk kimia dengan pupuk organik seperti pupuk
kandang untuk menjaga kesuburan tanah. Dalam analisis ini pupuk kandang yang
digunakan adalah pupuk kotoran kambing. Perubahan biaya dan penerimaan,
serta implikasi terhadap anggaran keuntungan parsial upaya substitusi pupuk
kimia dengan pupuk kandang dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 18. Perubahan Biaya Pupuk pada Penerapan Budidaya Ubi Jalar Organik
dengan Pupuk Kandang
Parsial jika Pakai pupuk Kandang
Uraian Biaya (Rp) Keterangan
Pupuk kimia 434.634,13
Pupuk kandang 200.000,00 40 karung X 5000
Penurunan biaya pupuk 234.634,13
Pupuk kandang yang digunakan untuk luas lahan satu hektar cukup banyak
yaitu 40 karung. Hal ini dilakukan agar dapat mengimbangi kebutuhan tanah
supaya tetap dapat mempertahankan kesuburannya karena tidak menggunakan
pupuk kimia. Jika upaya tersebut berhasil maka produktivitas hasil panen ubi jalar
dapat dipertahankan sehingga tidak akan terjadi penurunan penerimaan usahatani.

Tabel 19. Perubahan Biaya Tenaga Kerja pada Penerapan Budidaya Ubi Jalar
Organik dengan Pupuk Kandang
Parsial Tenaga Kerja Dengan Pupuk Kandang
Biaya Tenaga
Total Biaya
Uraian HOK/Ha Kerja
(Rp)
(Rp)/HOK
Tenaga Kerja Pupuk Kimia 5,50 20.000 110.000,00
Tenaga Kerja Organik 8 20.000 160.000,00
Peningkatan biaya Tenaga Kerja 50.000,00
Dengan substitusi pupuk kimia dengan pupuk kandang maka, akan
terdapat perbedaan penggunaan tenaga kerja dalam proses pemupukan. Secara
kuantitas penggunaan pupuk kandang lebih besar dan lebih berat pekerjaannya
dibandingkan pupuk kimia. Pupuk kandang satu karungnya berkisar antara 25-30
kg, sehingga proses pengangkutan akan memakan waktu lebih lama. Cara
pemupukan pun lebih sulit dilakukan dibandingkan pupuk kimia yang hanya
cukup ditaburkan saja.

6.3.2. Perubahan Penerimaan dengan Adanya Penerapan Usahatani Ubi


Jalar Secara Organik

Penerapan usahatani ubi jalar secara organik diasumsikan tidak merubah


harga jual produk ubi jalar yang dihasilkan, karena akses pemasaran petani
responden masih sangat terbatas. Karena menggunakan pupuk kandang, maka
kondisi kesuburan tanah tetap bias dipertahankan, sehingga diasumsikan nilai
hasil produksi pun tetap sama dengan budidaya konvensional. Oleh karena itu,
nilai penerimaan petani ubi jalar pada analisis parsial ini tetap. Untuk di wilayah
Bogor sendiri khususnya, pada kondisi aktual tidak dapat perbedaan harga antara
produk ubi jalar organik dengan yang tidak organik. Jadi hasil panen tetap
disalurkan pada pembeli tengkulak untuk pasar tradisional dan pabrik yang
membutuhkan bahan baku ubi jalar, seperti pabrik keripik dan pabrik saus.

6.3.3. Implikasi dari Adanya Penerapan Ubi Jalar Organik


Dengan adanya upaya penerapan budidaya ubi jalar secara organik
memberikan beberapa perubahan pada struktuk biaya dan penerimaan. Dari sisi
biaya, terjadi penurunan biaya pengadaan pupuk, namun biaya tenaga kerja untuk
proses pemupukan meningkat. Sedangkan dari struktur penerimaannya tetap,
karena tidak ada perubahan baik pada hasil produksi maupun harga jual ubi jalar.
Hasil analisis anggaran keuntungan parsial dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Analisis Anggaran Keuntungan Parsial Penerapan Budidaya Ubi Jalar
Organik dengan Pupuk Kandang

Dengan Pupuk Kandang


Tambahan Biaya (Rp) Tambahan Pendapatan (Rp)

Peningkatan Biaya Pupuk - Peningkatan Penerimaan -


Peningkatan Biaya Tenaga
Kerja 50.000,00
Jumlah Tambahan
Jumlah Tambahan Biaya 50.000,00 Pendapatan -
Berkurangnya Pendapatan (Rp) Berkurangnya Biaya (Rp)

Penurunan Penerimaan - Penurunan Biaya Pupuk 234.634,13

Penurunan Biaya Tenaga Kerja -


Jumlah Berkurangnya
Pendapatan - Jumlah Berkurangnya Biaya 234.634,13
Total Tambahan Biaya dan
Total Tambahan Pendapatan
Berkurangnya Pendapatan
dan Berkurangnya Biaya (B)
(A) 50.000,00 234.634,13
Perubahan Bersih = B-A = 234.634,13 - 50.000,00 = 184.634,13
MENGUNTUNGKAN

Dari hasil perhitungan dan analisis anggaran keuntungan parsial dapat


diketahui bahwa implementasi teknik budidaya ubi jalar secara organik yang
dilakukan dengan mensubstitusi pupuk kimia dengan penggunaan pupuk organik
seperti pupuk kandang, maka produktivitas dapat dipertahankan dan mengurangi
biaya pupuk yang digunakan, sehingga terdapat keuntungan. Namun penerapan
upaya tersebut belum mencapai tingkat optimal, karena perubahan keuntungan
yang terjadi tidak cukup besar. Hal ini terjadi karena dalam penerapannya masih
menghadapi beberapa permasalahan. Permasalahan paling utama yang paling
mencolok adalah permasalahan mengenai harga dan kurang aktifnya kelompok
tani. Pasar petani responden di Desa Gunung Malang untuk menjual hasil ubinya
terbatas hanya pada tengkulak untuk disuplai ke pasar tradisional dan beberapa
pabrik keripik dan pabrik saus saja. Pasar yang dapat menarik produk ubi jalar
organik dari petani masih sangat terbatas, sehingga petani ubi jalar tidak dapat
mendapatkan harga yang berbeda jika mengusahakan budidaya ubi jalar secara
organik. Hal ini yang menyebabkan tidak adanya peningkatan penerimaan dalam
upaya penerapan usahatani ubi jalar secara organik.
VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan
Ubi jalar merupakan komoditi pilihan utama usahatani di Desa Gunung
Malang. Keragaan usahatani ubi jalar dapat dilihat dari penggunaan sarana
produksi, teknik budidaya, dan pemasarannya. Bibit ubi jalar yang digunakan
merupakan varietas lokal yaitu ubi jalar AC (Anakan Ciremai). Luas lahan yang
dimiliki petani responden berada pada kisaran 0,2 hektar hingga 3 hektar dan rata-
rata sebesar 1,07 hektar. Lahan yang digarap oleh petani responden seluruhnya
merupakan tanah milik sendiri. Pada kasus petani responden di Desa Gunung
Malang, petani lebih banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Upah rata-
rata untuk tenaga kerja laki-laki adalah Rp 20.000/hari kerja laki-laki, sedangkan
upah rata-rata untuk tenaga kerja perempuan adalah setengahnya. Modal usahatani
ubi jalar yang digunakan oleh petani di lokasi penelitian seluruhnya menggunakan
modal sendiri. Teknik budidaya ubi jalar petani responden di Desa Gunung
Malang sangat sederhana. Proses yang dilakukan meliputi pengolahan lahan awal
yaitu menggemburkan dan membuat garitan tanah, penanaman, penurunan tanah,
pemupukan, penaikan tanah, dan perawatan secukupnya. Petani responden tidak
melakukan pengendalian hama dan penyakit dengan pestisida. Petani ubi jalar
tidak melakukan dan tidak menanggung biaya panen, karena hasil panen langsung
dijual di lahan kepada pembeli seperti tengkulak dan semua biaya panen
ditanggung oleh pembeli. Terdapat tiga saluran pemasaran ubi jalar di Desa
Gunung Malang, namun petani hanya bisa menjual hasil panen ubi jalar ke
tengkulak (pedagang pengumpul 1).
Hasil analisis biaya usahatani menunjukkan bahwa total biaya usahatani
ubi jalar per hektar sebesar Rp 8.912.701,59, yang terdiri dari biaya tunai sebesar
Rp 6.125.225,40 dan biaya diperhitungkan sebesar Rp 2.787.476,19. Dari struktur
biaya yang dikeluarkan petani responden dapat dilihat bahwa dalam budidaya ubi
jalar ini petani telah menjadikan ubi jalar sebagai usahatani komersial dimana
petani lebih banyak menggunakan faktor produksi yang yang didapatkan secara
tunai. Hasil analisis penerimaan usahatani menunjukkan total penerimaan
usahatani petani responden di Desa Gunung Malang untuk lahan seluas satu
hektar selama satu musim tanam sebesar Rp 15.902.603,17, sehingga pendapatan
usahatani dari budidaya ubi jalar tersebut sebesar Rp 9.777.377,78 atas biaya tunai
dan Rp 6.989.901,59 atas biaya total. Dari hasil analisis pendapatan usahatani
juga didapatkan kesimpulan bahwa kegiatan usahatani ubi jalar petani responden
di Desa Gunug Malang layak untuk dijalankan karena menghasilkan nilai R/C
yang cukup tinggi yaitu 2,60 untuk R/C atas biaya tunai, dan R/C atas biaya total
sebesar 1,78.
Penerapan teknik budidaya ubi jalar secara organik merupakan salah satu
upaya untuk meningkatkan pendapatan usahatani petani ubi jalar karena
memungkin adanya upaya penghematan biaya bagi usahatani ubi jalar seperti
pestisida dan pupuk kimia. Selain itu, penerapan teknik budidaya ubi jalar secara
organik yaitu selain petani dapat menghemat biaya, petani juga ikut berpartisipasi
dalam upaya penyediaan pangan yang sehat. Upaya yang dapat dilakukan adalah
dengan mensubstitusinya dengan pupuk organik seperti pupuk kandang dari
kotoran kambing. Hasil perhitungan dan analisis anggaran keuntungan parsial
menunjukkan bahwa usahatani dengan upaya substitusi dengan pupuk kandang
layak untuk dijalankan karena menghasilkan keuntungan tambahan meskipun
keuntungan yang diperoleh tidak begitu besar yaitu Rp 184.634,13.

7.2. Saran

Saran yang dapat direkomendasikan berdasarkan uraian hasil dan


pembahasan penelitian yang telah dilakukan, meliputi:
1) Diperlukan adanya usaha dari pihak pemerintah maupun instansi terkait untuk
melakukan pendampingan guna meningkatkan pengetahuan petani baik dalam
hal teknis budidaya, pemasaran, maupun produk turunan.
2) Diharapakan ada program untuk pembinaan kelembagaan seperti kelompok
tani secara berkelanjutan agar kelompoktani tersebut dapat berjalan aktif,
sehingga bisa membantu meningkatkan posisi tawar petani.
3) Disarankan kepada petani untuk menerapkan usahatani organik jika bisa
mendapatkan pasar yang menerima ubi jalar organik dengan harga yang lebih
tinggi dibandingkan ubi jalar biasa. Petani ubi jalar dapat mengincar pasar
menengah ke atas seperti supermarket dan pasar swalayan.
DAFTAR PUSTAKA

Aji NK. 2008. Peramalan Produksi dan Konsumsi Ubi Jalar Nasional Dalam
Rangka Rencana Program Diversifikasi Pangan Pokok. [skripsi]. Bogor:
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

[Anonim]. 2009. Profil Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya Kabupaten


Bogor Tahun 2009. Bogor: Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya
Kabupaten Bogor.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor. 2009. Kabupaten Bogor Dalam Angka
2009. Bogor: BPS Kabupaten Bogor.

________. 2009. Kecamatan Tenjolaya Dalam Angka 2009. Bogor.

Gray et al.1992. Pengantar Evaluasi Proyek. Ed ke-2. PT Gramedia Pustaka


Utama. Jakarta.

Hafsah, M.J. 2004. Prospek Bisnis Ubi Jalar. Pusataka Sinar Harapan. Jakarta.

Harnowo, D., S.S. Antarlina, dan H. Mahagyosuko. 1994. Pengolahan ubi jalar
guna mendukung diversifikasi pangan dan agroindustri. Dalam Winarto,
A., Y. Widodo, S.S. Antarlina, H. Pudjosantosa, dan Sumarno (Eds.).
Risalah Seminar Penerapan Teknologi Produksi dan Pascapanen Ubi Jalar
Mendukung Agroindustri. Balittan Malang. hlm. 145-157.

Hernanto F. 1995. Ilmu Usahatani. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Jamrianti, R. Ubi Jalar, Saatya Menjadi Pilihan. Artikel Iptek. 20 Desember 2009.

Juanda, D.Js. dan Cahyono, B. 2000. Ubi Jalar Budi Daya dan Analisis
Usahatani. Kanisius. Yogyakarta.

Juarsa MI. 2007. Dayasaing Ubi Jalar Di Kabupaten Kuningan Jawa Barat.
[skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Limbongan, J dan Soplanit, A. 2007. Ketersediaan Teknologi dan Potensi


Pengembangan Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) di Papua. Jurnal Litbang
Penelitian 26(4). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Papua.

Lingga, P. 1984. Pertanaman Ubi-ubian. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pracaya. 2006. Bertanam Sayuran Organik. Penebar Swadaya. Cetakan Keenam.


Jakarta

Purba, S. 2010. Analisis Tataniaga Ubi Jalar (Studi Kasus : Desa Gunung Malang,
Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). [skripsi].
Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Rohim, A dan Diah, R. 2007. Ekonomi Pertanian (Pengantar, Teori dan Kasus).

Jakarta: Penebar Swadaya.

Rukmana, R. 1997. Budidaya Ubi jalar. Kanisius. Yogyakarta.

Sitanggang. 2008. Analisis Usahatani Bawang Daun Organik dan Anorganik


(Studi Kasus : Desa Batulayang, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat). [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Soeharjo, A dan Dahlan Patong. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani.


Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Soekartawi, Soeharjo A, Dillon JL, Hardaker JB. 1986. Ilmu Usahatani dan
Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI-Press. Jakarta.

_________.1995. Analisis Usahatani. UI-Press. Jakarta.

Suratiyah K. 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta.

Widayanti. 2008. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Ubi Jalar Di


Desa Bandorasa Kulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan, Jawa
Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Wiyanto. 2009. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kualitas Karet Perkebunan


Rakyat (Kasus Perkebunan Rakyat di Kecamatan Tulang Bawang Tengah,
Kabupaten Tulang Bawang, Lampung). [skripsi]. Bogor: Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Zuraida, N. dan Supriati, Y. 2001. Usahatani Ubi Jalar Sebagai Bahan Pangan
Alternatif dan Diversifikasi Sumber Karbohidrat. Buletin Agrobio 4(1):
13-23. Balai Penelitian Bioteknologi, Bogor.
Lampiran 1. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Ubi Jalar Di Tingkat Propinsi
Tahun 2007-2008
2007 2008
Luas Produk- Luas Produk-
No Propinsi Produksi Produksi
panen tivitas panen tivitas
Ha Kw/Ha Ton Ha Kw/Ha Ton
1 Nanggroe Aceh D. 1.542 98,49 15.187 1.325 99,41 13.172
2 Sumatera Utara 12.129 96,99 117.641 10.316 110,69 114.186
3 Sumatera Barat 3.769 142,72 53.793 4.082 151,44 61.817
4 Riau 1.627 78,76 12.814 1.429 79,29 11.330
5 Jambi 4.026 90,32 36.363 2.263 96,44 21.825
6 Sumatera Selatan 3.033 70,94 21.515 2.829 69,36 19.621
7 Bengkulu 3.372 95,29 32.131 3.217 95,38 30.682
8 Lampung 4.813 97,18 46.772 4.953 97,30 48.191
9 Bangka Belitung 647 79,51 5.144 578 80,50 4.653
10 Riau Kepulauan 191 77,07 1.472 193 77,20 1.490
11 D.K.I. Jakarta 0 0,00 0 0 0,00 0
12 Jawa Barat 28.096 133,73 375.714 27.252 138,15 376.490
13 Jawa Tengah 10.592 135,35 143.364 8.467 138,37 117.159
14 D.I. Yogyakarta 515 106,72 5.496 610 125,51 7.656
15 Jawa Timur 13.975 107,20 149.811 13.750 99,31 136.556
16 Banten 2.904 116,03 33.694 2.884 117,17 33.793
17 Bali 7.037 129,58 91.187 6.424 137,30 88.201
18 Nusa Tenggara Barat 1.135 114,60 13.007 953 115,27 10.985
19 Nusa Tenggara Timur 12.940 79,12 102.375 13.437 79,87 107.316
20 Kalimantan Barat 1.779 78,03 13.882 1.643 78,34 12.871
21 Kalimantan Tengah 1.232 69,96 8.619 1.735 70,05 12.153
22 Kalimantan Selatan 2.691 115,73 31.143 2.417 107,17 25.903
23 Kalimantan Timur 3.217 95,91 30.855 3.114 94,32 29.372
24 Sulawesi Utara 3.617 98,08 35.475 4.277 98,34 42.062
25 Sulawesi Tengah 2.996 97,06 29.079 2.616 105,84 27.689
26 Sulawesi Selatan 5.549 106,00 58.819 6.235 106,73 66.546
27 Sulawesi Tenggara 3.357 82,18 27.588 3.587 86,12 30.892
28 Gorontalo 314 94,71 2.974 412 95,80 3.947
29 Sulawesi Barat 846 109,98 9.304 1.442 110,23 15.895
30 Maluku 2.448 85,49 20.929 2.546 85,54 21.778
31 Maluku Utara 4.035 87,23 35.199 4.023 87,23 35.094
32 Papua Barat 1.874 99,80 18.702 1.524 100,99 15.340
33 Papua 30.634 100,15 306.804 34.028 99,06 337.096
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009.
Lampiran 2. KUESIONER ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

Kuesioner ini digunakan sebagai bahan penyusun skripsi


”Analisis Pendapatan Usahatani Ubi Jalar di Desa Gunung
Malang Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor” oleh Ferry
Herdiman (H34050908), Mahasiswa Program Sarjana
Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

*) coret yang tidak perlu


A. Identitas dan Karakteristik Responden
1. Nama : .................................................................................
2. Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan*
3. Umur : .......... tahun
4. Lama bertani : .......... tahun
5. Alamat : .................................................................................
6. Pendidikan terakhir : SD/SLTP/SMA/Perguruan Tinggi*
7. Apakah bertani ubi jalar merupakan mata pencaharian utama : ya / tidak*
8. Jika tidak, apa mata pencaharian utama : ......................................................
9. Mata pencaharian lainnya : ...........................................................................
10. Luas lahan yang diusahakan untuk bertani ubi jalar : .ha dari luas total
lahan usahatani yang dimiliki : ................ha
11. Status kepemilikan lahan?(Penggarap/Pemilik dan penggarap)*Sewa
lahan?Rp ./ha
12. Musim tanam : .
13. Sumber modal usahatani : sendiri/pinjam ke petani lain/lainnya* Jumlah
pinjaman?Rp..........
14. Kemana hasil panen dijual?(pedagang pengumpul/pengecer/lainnya ....)*
15. Permasalahan yang sering dihadapi dalam usahatani ubi jalar (budidaya,
teknologi, modal, hama, lainnya............)
Uraian singkat : .............................................................................................
16. Pendapatan rata-rata diluar usahatani : Rp.................../bulan
17. Pengeluaran rata-rata diluar usahatani : Rp.................../bulan
18. Jumlah tanggungan keluarga (termasuk responden) : .
B. Gambaran Umum Usahatani
a) Pemilihan Varietas dan bibit
1. Varietas yang ditanam : ............ *
Alasan : ..................................................................................................
2. Varietas ubi jalar yang akan ditanam pada musim panen berikutnya?
: ............. *
Alasan : .....................................................................................................
3. Bibit yang digunakan : .............. *
4. Jumlah bibit : ............... /........ ha/musim tanam

b) Pengolahan tanah
1. Alat pengolahan lahan yang digunakan : ................................................
2. Lama pengolahan :
...............................................
3. Sarana pengolahan tanah diperoleh dari : .................................................
4. Proses pengolahan tanah :
..............................................

c) Penanaman
1. Umur bibit : ....................... hari
2. Jumlah bibit : ......................... bibit
3. Jarak tanam : ......................... cm
4. Kedalaman tanam : ......................... cm
5. Proses penanaman : ......................................................................

d) Perawatan Tanaman
1. Penyulaman : ......................................................................
2. Pengolahan tanah ringan :.......................................................................
3. Penyiangan :.......................................................................
4. Alat yang digunakan :.......................................................................

e) Pemupukan
1. Pupuk diperoleh dari : .....................................................................
2. Pemupukan : ......................hari
3. Proses Pemupukan : ......................................................................

f) Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman


1. Secara teknik budidaya : ..............................................
2. Secara biologis (predator alami) : ..............................................
3. Secara fisik (perangkap) : .............................................
4. Secara kimia (pestisida kimia) : ..............................................
5. Bahan yang digunakan : ..............................................
6. Proses pengendalian hama dan penyakit : ..............................................

g) Panen
1. Umur panen : ........................hari
2. Alat yang digunakan : .....................................................................
3. Proses panen : .....................................................................
C. Penggunaan faktor-faktor produksi/input usahatani ubi jalar

N Pengeluaran Jumlah Hari Harga Nilai (Rp)


O HOK Satuan Biaya Total
/jam (Rp) Biay Diperhitungkan Biaya
a

Tuna
i
I Bibit
II Pupuk kimia

Pupuk Kandang

III Tenaga kerja


a.Pengolahantanah
- Mencangkul

- Memupuk

- Meratakan
d. Penanaman
- Menggarisi lahan
- Menanam bibit
e. Pemupukan
f. Penyulaman
g. Penyiangan

h.
i. Pengairan
j. Panen
- Memanen
- Mengangkut

Jumlah

D. Peralatan yang digunakan dalam usahatani ubi jalar


No. Jenis alat Jumlah Harga Nilai Masa Estimasi Biaya
(buah) beli Pembelian pakai umur Penyusutan
(Rp) (Rp) (thn) ekonomis (Rp)
(thn)
1. Cangkul
2. Kored
3. Parang/Bedog
4. Handsprayer
5. Garpu
6.
7.
8.
E. Pengeluaran usahatani lainnya
No. Jenis pengeluaran Jumlah (Rp)
1 Pajak
2 Sewa lahan per (musim/tahun)
3
4
5
Total

F. Penerimaan hasil produksi

1. Penanganan hasil dari panen terakhir [jika tidak ada, isikan dengan angka 0 (nol)]
Disimpan untuk stok dan dijual kemudian kg
Disimpan untuk konsumsi kg
Disimpan yang akan digunakan untuk bibit kg

2. Pada umumnya (volume terbesar penjualan), kapan menjual hasil panen?


3. Adakah terdapat pembedaan grade (grading) ubi jalar hasil panen?
4. Siapa pembelinya dan berapa persen dari total penjualan?

No. Produksi Total produksi Harga


(kg) (Rp/Kg)
1 Ubi jalar segar
2
3
Nilai Total Produksi (NTP)

Sistem pemasaran hasil produksi pada


No Uraian Bentuk Volume Alasan Harga
(kg) (Rp/kg)
1. Ijon
2. Tebasan
3. Bebas sekaligus
4. Bebas bertahap
Lampiran 3. Karakteristik Petani Responden

Pengalaman Luas
Umur
No Nama Pendidikan Budidaya Ubi Lahan Status Lahan
(Tahun)
Jalar (Tahun) (Ha)
1 uning 50 SD 25 2 Milik Sendiri
2 h. memed 50 SD 30 3 Milik Sendiri
3 h. emad 60 SD 20 2 Milik Sendiri
4 dayat 40 SMA 18 0.5 Milik Sendiri
5 h. nunuh 52 SD 24 0.5 Milik Sendiri
6 amir 65 SD 35 0.5 Milik Sendiri
7 adang 38 SD 5 1 Milik Sendiri
8 tarma 40 SD 25 0.5 Milik Sendiri
9 mad duha 58 SD 40 0.5 Milik Sendiri
10 tata sukarta 50 SMA 28 3 Milik Sendiri
11 ace madsa'i 43 S1 (Sarjana) 17 1 Milik Sendiri
12 h. bakar 85 SD 40 3 Milik Sendiri
13 enduh 42 SD 20 1.5 Milik Sendiri
14 narma 30 SD 7 0.5 Milik Sendiri
15 ijay 40 SD 10 0.5 Milik Sendiri
16 dudung 47 SD 20 0.5 Milik Sendiri
17 anda 45 TS 5 0.5 Milik Sendiri
18 odih 56 SD 36 0.5 Milik Sendiri
19 h. qosim 65 SD 45 3 Milik Sendiri
20 acah 51 TS 25 1 Milik Sendiri
21 iday 30 SD 10 1 Milik Sendiri
22 marta 55 SD 32 0.2 Milik Sendiri
23 azam 44 SD 28 0.7 Milik Sendiri
24 adun 42 SD 23 1.5 Milik Sendiri
25 ukay 60 SD 40 0.5 Milik Sendiri
26 aning 49 SD 26 1 Milik Sendiri
27 jama' 56 TS 20 0.3 Milik Sendiri
28 miskat 57 SD 25 0.3 Milik Sendiri
29 ace rawing 42 SD 25 0.2 Milik Sendiri
30 wiguna 30 SMA 7 1 Milik Sendiri
rata-rata 49,067 23,700 1,073
Lampiran 4. Biaya Pajak Lahan dan Bibit Usahatani Ubi Jalar Petani Responden

Luas
Biaya Pajak/Ha/Tahu Pajak/Ha/Musi
N Laha Biaya Bibit
Nama Bibit/Ha n m
o n (Rp)
(Rp) (Rp) (Rp)
(Ha)
1 uning 200.000
2 500.000 250.000 100.000
2 h. memed 250.000
3 800.000 266.667 125.000
3 h. emad 200.000
2 500.000 250.000 100.000
4 dayat 300.000
0.5 100.000 200.000 150.000
5 h. nunuh 300.000
0.5 210.000 420.000 150.000
6 amir 280.000
0.5 150.000 300.000 140.000
7 adang 120.000
1 500.000 500.000 60.000
8 tarma 220.000
0.5 200.000 400.000 110.000
9 mad duha 120.000
0.5 175.000 350.000 60.000
tata
10 250.000
sukarta 3 450.000 150.000 125.000
ace
11 375.000
madsa'i 1 350.000 350.000 187.500
12 h. bakar 350.000
3 900.000 300.000 175.000
13 enduh 350.000
1.5 450.000 300.000 175.000
14 narma 200.000
0.5 180.000 360.000 100.000
15 ijay 300.000
0.5 200.000 400.000 150.000
16 dudung 300.000
0.5 220.000 440.000 150.000
17 anda 320.000
0.5 150.000 300.000 160.000
18 odih 270.000
0.5 120.000 240.000 135.000
19 h. qosim 350.000
3 750.000 250.000 175.000
20 acah 300.000
1 520.000 520.000 150.000
21 iday 280.000
1 420.000 420.000 140.000
22 marta 150.000
0.2 70.000 350.000 75.000
23 azam 0.7 240.000 120.000
250.000 357.143
24 adun 350.000
1.5 400.000 266.667 175.000
25 ukay 300.000
0.5 120.000 240.000 150.000
26 aning 250.000
1 320.000 320.000 125.000
27 jama' 200.000
0.3 100.000 333.333 100.000
28 miskat 300.000
0.3 125.000 416.667 150.000
29 ace rawing 260.000
0.2 100.000 500.000 130.000
30 wiguna 250.000
1 380.000 380.000 125.000
1,073
Rata-rata 323.666,67 337.683 264.500 132.250
Lampiran 5. Biaya Pengadaan Pupuk Kimia Petani Responden

Penggunaan Pupuk per Hektar (Kg) Harga/kg (Rp) Biaya Pupuk


No
Urea Tsp Kcl Phoska Za Npk Urea Tsp Kcl Phoska Za Npk Total/ha (Rp)

1 100.00 75.00 25.00 - 25.00 - 1,500 2,000 1,800 1,800 390,000

2 133.33 66.67 66.67 - 33.33 - 1,500 2,000 1,800 1,800 513,333

3 150.00 - 50.00 - 50.00 - 1,600 2,600 1,100 425,000

4 150.00 50.00 - 50.00 - - 1,600 2,000 2,500 465,000

5 130.00 40.00 - - - - 1,500 2,000 275,000

6 250.00 - - - - - 1,400 350,000

7 150.00 - - 25.00 - 50.00 1,400 2,500 2,000 372,500

8 150.00 - - 100.00 - - 1,500 2,100 435,000

9 140.00 60.00 - 40.00 - - 1,750 2,200 2,100 461,000

10 50.00 50.00 50.00 50.00 - - 1,400 2,000 2,100 2,080 379,000

11 200.00 50.00 50.00 - - - 1,400 2,000 2,600 510,000

12 116.67 66.67 50.00 - 33.33 - 1,500 2,200 2,000 1,800 481,667

13 100.00 200.00 - - - - 1,350 2,200 575,000

14 100.00 50.00 50.00 - - - 1,500 2,000 1,800 340,000

15 150.00 50.00 50.00 - - - 1,500 2,000 1,800 415,000

16 200.00 - 100.00 - - - 1,500 2,000 500,000

17 200.00 - - - - - 1,600 320,000

18 150.00 100.00 - - - - 1,600 1,800 420,000


19 133.33 66.67 - - - - 1,600 2,000 346,667

20 175.00 70.00 115.00 - - - 2,000 2,500 2,000 755,000

21 170.00 90.00 90.00 - - - 1,500 2,000 1,800 597,000

22 125.00 50.00 50.00 - - - 1,600 2,000 1,900 395,000

23 107.14 71.43 - - 71.43 - 1,600 2,000 1,800 442,857

24 166.67 66.67 - - - - 1,500 1,800 370,000

25 160.00 - - - - - 1,500 240,000

26 100.00 - 50.00 - 50.00 - 1,500 1,800 1,400 310,000

27 250.00 83.33 - - - - 1,600 1,800 550,000

28 200.00 100.00 - - - - 1,500 2,000 500,000

29 250.00 - 100.00 - - - 1,500 1,900 565,000

30 150.00 - 50.00 - - - 1,600 2,000 340,000

Rata-rata 153.57 48.55 31.56 8.83 8.77 1.67 1,537 2,025 1,993 2,256 1,617 2,000 434,634.13

Biaya Total
Penggaritan Penanaman Penurunan Pemupukan Penaikan Pemotongan Daun Biaya/HOK
No Tenaga
(HOK) (HOK) (HOK) (HOK) (HOK) (HOK) (Rp)
Kerja/Ha (Rp)

1 100,00 20,25 45,00 4,00 45,00 - 20,000 4.285.000,00

2 116,67 24,00 50,00 3,33 50,00 5,00 20,000 4.980.000,00


3 50,00 20,00 40,00 4,00 40,00 6,00 20,000 3.200.000,00

4 98,00 35,00 70,00 2,00 56,00 12,00 20,000 5.460.000,00

5 66,00 20,00 60,00 2,00 90,00 - 20,000 4.760.000,00

6 96,00 12,00 64,00 4,00 64,00 16,00 20,000 5.120.000,00

7 150,00 24,00 50,00 4,00 30,00 - 20,000 5.160.000,00

8 120,00 15,00 120,00 2,00 48,00 - 20,000 6.100.000,00

9 112,00 16,00 54,00 4,00 40,00 26,00 20,000 5.040.000,00

10 100,00 26,67 60,00 2,00 50,00 5,00 20,000 4.873.333,33

11 100,00 25,00 100,00 5,00 100,00 - 20,000 6.600.000,00

12 93,33 28,00 66,67 3,33 66,67 - 20,000 5.160.000,00

13 140,00 20,00 120,00 2,67 140,00 3,33 20,000 8.520.000,00

14 130,00 24,00 50,00 2,00 50,00 - 20,000 5.120.000,00

15 100,00 36,00 30,00 4,00 30,00 - 20,000 4.000.000,00

16 90,00 32,00 64,00 6,00 64,00 - 20,000 5.120.000,00

17 96,00 35,00 70,00 4,00 48,00 - 20,000 5.060.000,00

18 144,00 24,00 60,00 2,00 40,00 - 20,000 5.400.000,00

19 106,67 30,00 50,00 3,00 20,00 6,67 20,000 4.326.666,67

20 210,00 24,00 35,00 4,00 35,00 10,00 20,000 6.360.000,00


21 60,00 28,00 50,00 3,00 30,00 - 20,000 3.420.000,00

22 200,00 87,50 75,00 10,00 50,00 - 20,000 8.450.000,00

23 128,57 25,71 28,57 4,29 21,43 - 20,000 4.171.428,57

24 100,00 33,33 46,67 3,33 33,33 10,00 20,000 4.533.333,33

25 60,00 12,00 70,00 4,00 40,00 - 20,000 3.720.000,00

26 120,00 30,00 55,00 4,00 25,00 - 20,000 4.680.000,00

27 166,67 50,00 66,67 3,33 50,00 - 20,000 6.733.333,33

28 100,00 50,00 50,00 3,33 50,00 - 20,000 5.066.666,67

29 100,00 50,00 50,00 5,00 50,00 - 20,000 5.100.000,00

30 170,00 32,00 45,00 5,00 45,00 8,00 20,000 6.100.000,00

Rata-rata 114,13 29,65 59,85 3,75 50,05 3,60 20,000 5.220.658,73

Biaya Total
Penggaritan Penanaman Penurunan Pemupukan Penaikan Pemotongan Daun Biaya/HOK
No Tenaga
(HOK) (HOK) (HOK) (HOK) (HOK) (HOK) (Rp)
Kerja/Ha (Rp)

1 5,00 4,50 4,50 1,00 4,50 - 20.000,00 390.000,00

2 3,33 4,00 5,00 0,67 5,00 0,67 20.000,00 373.333,33

3 5,00 2,50 4,00 1,00 4,00 0,50 20.000,00 340.000,00


4 14,00 10,00 14,00 2,00 8,00 2,00 20.000,00 1.000.000,00

5 4,00 4,00 10,00 2,00 10,00 - 20.000,00 600.000,00

6 20,00 6,00 6,00 2,00 6,00 2,00 20.000,00 840.000,00

7 10,00 2,00 5,00 1,00 3,00 - 20.000,00 420.000,00

8 12,00 10,00 20,00 2,00 12,00 - 20.000,00 1.120.000,00

9 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 2,00 20.000,00 240.000,00

10 2,33 5,33 3,33 1,00 3,33 0,67 20.000,00 320.000,00

11 10,00 10,00 10,00 1,00 10,00 - 20.000,00 820.000,00

12 3,33 3,33 3,33 0,33 3,33 - 20.000,00 273.333,33

13 0,67 3,33 4,00 0,67 4,67 0,67 20.000,00 280.000,00

14 10,00 12,00 10,00 2,00 10,00 - 20.000,00 880.000,00

15 10,00 12,00 10,00 2,00 10,00 - 20.000,00 880.000,00

16 10,00 16,00 16,00 2,00 16,00 - 20.000,00 1.200.000,00

17 8,00 14,00 14,00 2,00 12,00 - 20.000,00 1.000.000,00

18 18,00 12,00 12,00 2,00 10,00 - 20.000,00 1.080.000,00

19 3,33 6,00 3,33 1,00 3,33 0,67 20.000,00 353.333,33

20 10,00 8,00 7,00 1,00 7,00 1,00 20.000,00 680.000,00

21 6,00 8,00 10,00 1,00 10,00 - 20.000,00 700.000,00


22 20,00 35,00 15,00 5,00 25,00 - 20.000,00 2.000.000,00

23 12,86 8,57 5,71 1,43 7,14 - 20.000,00 714.285,71

24 6,67 6,67 4,67 0,67 6,67 0,67 20.000,00 520.000,00

25 10,00 8,00 10,00 2,00 10,00 - 20.000,00 800.000,00

26 10,00 10,00 11,00 1,00 5,00 - 20.000,00 740.000,00

27 16,67 20,00 16,67 3,33 16,67 - 20.000,00 1.466.666,67

28 33,33 20,00 10,00 3,33 10,00 - 20.000,00 1.533.333,33

29 15,00 25,00 10,00 5,00 10,00 - 20.000,00 1.300.000,00

30 10,00 8,00 9,00 1,00 9,00 1,00 20.000,00 760.000,00

Rata-rata 10,05 9,87 8,85 1,75 8,45 0,39 787.476,19

Lampiran 6. Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga Usahatani Ubi Jalar Petani Responden

Lampiran 7. Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga


Lampiran 8. Penerimaan Produksi Usahatani Ubi Jalar Petani Responden

No Produksi/ Ha (Kg) Harga (Rp) Penerimaan / Ha (Rp)


1 15,000.00 1,200 18,000,000.00
2 16,666.67 1,400 23,333,333.33
3 10,000.00 1,000 10,000,000.00
4 20,000.00 900 18,000,000.00
5 12,000.00 1,200 14,400,000.00
6 14,000.00 900 12,600,000.00
7 20,000.00 1,000 20,000,000.00
8 12,000.00 1,100 13,200,000.00
9 4,000.00 1,000 4,000,000.00
10 15,000.00 1,000 15,000,000.00
11 20,000.00 950 19,000,000.00
12 15,000.00 1,400 21,000,000.00
13 10,000.00 1,200 12,000,000.00
14 15,600.00 900 14,040,000.00
15 13,000.00 900 11,700,000.00
16 14,000.00 900 12,600,000.00
17 16,000.00 1,000 16,000,000.00
18 17,000.00 1,100 18,700,000.00
19 16,666.67 1,350 22,500,000.00
20 15,000.00 1,000 15,000,000.00
21 16,000.00 1,000 16,000,000.00
22 15,000.00 950 14,250,000.00
23 14,285.71 950 13,571,428.57
24 15,333.33 1,050 16,100,000.00
25 16,000.00 1,200 19,200,000.00
26 17,000.00 1,100 18,700,000.00
27 16,666.67 900 15,000,000.00
28 16,666.67 950 15,833,333.33
29 17,500.00 900 15,750,000.00
30 18,000.00 1,200 21,600,000.00
Rata-rata 15,112.86 1,053.33 15,902,603.17
Lampiran 9. Dokumentasi Hasil Penelitian
1. Ubi Jalar Yang Baru Ditanam

2. Proses Penaikan Tanah Ubi Jalar Setelah 20 hari

3. Ubi Jalar Setelah Pengurugan (Penaikan Tanah)

4. Ubi Jalar Saat Berumur 3 Bulan


5. Ubi Jalar Yang Siap Untuk Dipanen

6. Pengangkutan Hasil Panen Ubi Jalar

Anda mungkin juga menyukai