Anda di halaman 1dari 116

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE

(Anacardium Occidentale L.)


(Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga,
Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur )

Oleh :
Apollonaris Ratu Daton
A. 14105513

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

RINGKASAN

APOLLONARIS RATU DATON. Analisis Pendapatan Usahatani Jambu


Mente (Anacardium Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan
Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur. Di bawah Bimbingan NETT1
TINAPRILLA.

Jambu mente (Anacardium occidentale L.), merupakan salah satu


komoditas yang mendapat prioritas dalam pembangunan perkebunan dewasa ini,
terutama di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Beberapa daerah di KTI yang
merupakan penghasil utama jambu mente dengan sumbangan terhadap produksi
mente nasional adalah Sulawesi Tenggara (47,5%), Sulawesi Selatan (20,4%),
NTT (5,0%) dan Bali (3,5%). Jambu mente merupakan komoditas unggulan dan
menjadi salah satu sumber pendapatan petani. Areal penanaman jambu mente
terus meningkat dari tahun ke tahun. Produksi jambu mente di indonesia pada
umumnya untuk diekspor dalam bentuk gelondongan. Volume ekspor jambu
mente semakin meningkat menunjukan bahwa gelondong mente mempunyai nilai
ekonomis tinggi.
Pengusahaan jambu mente di kabupaten Flores Timur belum dilaksanakan
secara maksimal. Umumnya petani mente di Flores Timur adalah petani swadaya
(perkebunan rakyat) dan sistem budidaya yang diterapkan masih sederhana
dengan penggunaan input rendah (Low input). Prospek pengusahaan jambu
mente cukup baik di masa mendatang. Upaya perbaikan teknik budidaya dan
penggunaan input produksi yang bermutu merupakan faktor yang penting demi
peningkatan produktivitas tanaman.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, penelitian ini
dilakukan untuk menganalisis pendapatan petani. Penelitian ini menggambarkan
kondisi usahatani jambu mente di Kabupaten Flores Timur saat ini, menganalisis
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk usahatani jambu mente, dan menganalisis
pendapatan yang diterima petani dari usahatani jambu mente.
Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai April 2008 di Kabupaten
Flores Timur. Secara purposive ditentukan Desa Ratulodong, yang merupakan
sentra produksi jambu mente di Kecamatan Tanjung Bunga. Dalam penentuan
responden, Penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling dengan
menggunakan sampel petani jambu mente swadaya (perkebunan rakyat)
sebanyak 40 orang dari total keseluruhan populasi sebanyak 322 petani
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan petani, observasi serta pengisian
kuisioner oleh petani sampel. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas
Pertanian dan Peternakan, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Badan Pusat
Statistik, serta instansi lain yang terkait.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode derkriptif
dengan pendekatan studi kasus. Dengan metode ini data diolah dan dianalisis

secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui


kondisi yang dialami petani saat ini dalam melakukan sistem budidaya jambu
mente. Analisis kuantitatif yang dipilih adalah analisis pendapatan usahatani, dan
analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio). Untuk menghitung
pendapatan petani jambu mente secara monokultur, dilakukan tabulasi sederhana
dengan menghitung pendapatan usahatani jambu mente atas biaya tunai dan
pendapatan usahatani jambu mente atas biaya total. Dari hasil analisis
pendapatan yang diperoleh, kemudian dilakukan analisis imbangan penerimaan
dan biaya (R/C Rasio) atas biaya tunai dan atas biaya total untuk melihat tingkat
efisiensi usahatani.
Berdasarkan hasil Penelitian, Sistem usahatani jambu mente di Desa
Ratulodong dilakukan secara monokultur. Kondisi tanaman jambu mente yang
menyebar di wilayah Desa Ratulodong sesungguhnya sudah berumur di atas 15
tahun dengan jarak tanam yang rapat yaitu mulai dari 2 m x 2 m hingga 4 m x 4
m, sebagai realisasi proyek rehabilitasi lahan kritis di Kabupaten Flores
Timur. Pengembangan usaha jambu mente di lokasi penelitian sampai saat ini
dilakukan secara sederhana dan pegelolaannya dilakukan secara tradisional
dengan penggunaan input produksi rendah (Low Input).
Deskripsi usahatani jambu mente selama tahun 2007 meliputi proses
budidaya, penggunaan input produksi serta output usahatani. Harga jual
gelondong mente tergolong rendah karena penentuan harga dilakukan oleh
pedagang (price maker). Sejauh ini masalah penentuan harga, petani memiliki
daya tawar (bargaining power) rendah sehingga terkesan petani selalu dalam
posisi sebagai penerima harga (price taker).
Rata-rata produksi per hektar adalah sebesar 521,68 kg dalam bentuk mente
gelondong dengan harga jual rata-rata Rp. 5000,00 per kilogram, maka total
penerimaan yang diperoleh petani pada musim panen 2007 adalah sebesar Rp.
2.608.400,00 per hektar. Total biaya usahatani yang dikeluarkan petani di Desa
Ratulodong untuk musim panen tahun 2007 adalah sebesar Rp1.948.066,67 per
hektar yang terdiri dari biaya tunai sebesar Rp. 289.800,00 per hektar atau
sebesar 14,87 persen dan biaya diperhitungkan sebesar Rp. 1.658.266,67 per
hektar atau sebesar 85,13 persen. Pendapatan atas biaya tunai sebesar
Rp.2.318.600,00 per hektar, pendapatan atas biaya total sebesar Rp.660.333,33.
Nilai R/C rasio atas biaya tunai sebesar 9,00 dan nilai R/C rasio atas biaya total
sebesar 1,34. Nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu menunjukan bahwa
usahatani jambu mente di Desa Ratulodong saat ini layak untuk diusahakan.
Dari hasil analisis usahatani, terbukti bahwa usahatani jambu mente yang
dijalankan untuk musim panen tahun 2007 masih menguntungkan untuk
dilaksanakan. Usahatani jambu mente untuk musim panen tahun 2007 dapat
dikatakan belum baik, hal ini terbukti bahwa sejauh ini petani belum
memanfaatkan input produksi secara maksimal untuk peningkatan produksi.
Penerapan usahatani jambu mente secara baik dan memperhatikan efisiensi
penggunaan input produksi pada masa yang akan datang dapat meningkatkan
produksi sekaligus meningkatkan pendapatan petani.

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE


(Anacardium Occidentale L.)
(Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga,
Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur )

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
Pada
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh :
Apollonaris Ratu Daton
A14105513

PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008

Nama

: Apollonaris Ratu Daton

NRP

: A. 14105513

Program Studi

: Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis

Judul

: Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Mente (Anacardium


Occidentale L.) (Kasus di Desa Ratulodong, Kecamatan
Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa
Tenggara Timur)

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Ir. Netti Tinaprilla, MM


NIP. 132 133 965

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr


NIP. 131 124 019

Tanggal Kelulusan : 19 Mei 2008

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas
segala berkat dan karunia-Nya sehingga pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini
dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana pada
Program Sarjana Manajemen Agribisnis (Ekstensi) Institut Pertanian Bogor, dengan
judul Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Mete (Anacardium Occidentale L.) (Kasus
di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa
Tenggara Timur).
Topik mengenai pendapatan usahatani dipilih terkait dengan permasalahan yang
dihadapi petani jambu mente di Desa Ratulodong saat ini. Diharapkan dengan adanya
penelitian ini petani setempat dapat menjalankan usahatani jambu mente secara lebih baik
sehingga mendapat keuntungan yang layak dengan memahami biaya-biaya usahatani.
Penulis merasa bahwa isi dari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, segala kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan dari
pembaca sekalian. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberkati kita semua.
Amin. Akhir kata penulis berharap skripsi ini memberikan informasi pengetahuan bagi
pembacanya.

Bogor, Mei 2008

Penulis

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG


BERJUDUL

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAMBU MENTE

(ANACARDIUM OCCIDENTALE L.) (KASUS DI DESA RATULODONG,


KECAMATAN TANJUNG BUNGA KABUPATEN FLORES TIMUR, PROPINSI
NUSA TENGGARA TIMUR) BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA
SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA
ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Mei 2008

Apollonaris Ratu Daton


A. 14105513

RIWAYAT HIDUP

Penulis Dilahirkan pada tanggal 01 Mei 1976 di Desa Wailolong, Kabupaten


Flores Timur sebagai anak ke lima dari enam bersaudara dari pasangan Leo Laba
Daton (Almahrum) dan Maria Bota Hurint. Pendidikan formal yang telah ditempuh
adalah pendidikan dasar pada SDK Wailolong tahun 1988.

Pada tahun 1991

menamatkan pendidikan pada SMPN 2 Larantuka, dan pada tahun 1994


menyelesaikan pendidikan menengah atas pada SMA PGRI Larantuka. Pada Tahun
1995 penulis melanjutkan kuliah pada D-III Politani Kupang dan menamatkan
pendidikan pada tahun 1998.
Bekerja sebagai PNS tanggal 1 Mei 2003 pada Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan Hortikultura Kabupaten Flores Timur.

Sebagai Pemimpin Pertanian

Kecamatan Kota Larantuka pada bulan Agustus 2003 hingga tahun 2005. April 2005
penulis diberi ijin belajar oleh Pemerintah Kabupaten Flores Timur untuk
melanjutkan pendidikan pada Program Sarjana Manajemen Agribisnis (ekstensi)
Institut Pertanian Bogor.
Penulis menikah pada tanggal 10 November 2006 dengan Marselina Pai
Hurint, yang lahir di Desa Wailolong tanggal 23 Maret 1984. Dari buah kasih sayang
kami, penulis dikaruniai seorang putra bernama Debrito Christian Leo Laba Daton,
lahir di Larantuka pada tanggal 12 Desember 2007.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv
I.

PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ........................................................................... 6
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 9
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................. 9
1.5. Ruang Lingkup................................................................................... 10

II.

TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 11


2.1. Usahatani Jambu Mente ...................................................................... 11
2.1.1. Tinjauan Umum Jambu Mente................................................ 11
2.1.2. Agribisnis Jambu Mente ......................................................... 12
2.1.3. Syarat Lokasi .......................................................................... 13
2.1.4. Sistem Budidaya Jambu mente ............................................... 16
2.1.5. Pengendalian Hama Penyakit ................................................. 21
2.2. Kajian Penelitian Terdahulu............................................................... 23

III.

KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................... 27


3.1.

Kerangka Pemikiran Teoritis .......................................................... 27


3.1.1. Pengertian Usahatani............................................................... 27
3.1.2. Penerimaan Usahatani ............................................................ 29
3.1.3. Konsep Biaya .......................................................................... 30
3.1.4. Pendapatan Usahatani ............................................................. 31
3.1.5. Efisiensi Usahatani ................................................................. 32

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ....................................................... 33


IV.

METODE PENELITIAN......................................................................... 36

vii

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian. ............................................................. 36


4.2. Teknik Pengumpulan Data.................................................................. 36
4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data .............................................. 37
4.4. Analisis Usahatani............................................................................... 38
4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani. .............................................. 38
4.4.2. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya.............................. 40
V.

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN .................................. 43


5.1. Kondisi Geografis dan Wilayah Administratif ................................... 43
5.2. Topografi............................................................................................. 44
5.2.1. Ketinggian Tempat.................................................................. 45
5.2.2. Tingkat Kemiringan ................................................................ 46
5.3. Iklim dan Curah Hujan........................................................................ 47
5.4. Demografi. .......................................................................................... 49
5.5. Profil Sektor Pertanian ........................................................................ 50

VI.

HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 53


6.1. Gambaran umum Desa Ratulodong .................................................... 53
6.1.1. Wilayah dan Topografi ............................................................ 53
6.1.2. Penduduk dan Mata Pencaharian ............................................. 54
6.2. Karakteristik Responden ..................................................................... 56
6.2.1. Umur Petani. ............................................................................ 56
6.2.2. Tingkat Pendidikan .................................................................. 57
6.2.3. Status Usahatani ....................................................................... 59
6.2.4. Pengalamaan Berusahatani....................................................... 60
6.2.5. Jumlah Tanggungan Keluarga.................................................. 61
6.2.6. Luas Lahan Pengusahaan Jambu Mente .................................. 62
6.2.7. Status Kepemilikan Lahan ...................................................... 63
6.2.8. Kepemilikan Modal.................................................................. 64
6.3. Deskripsi Kondisi Usahatani Jambu Mente ........................................ 65
6.3.1. Penggunaan Input Produksi ..................................................... 66

viii

6.3.1.1. Pupuk ......................................................................... 67


6.3.1.2. Pestisida ..................................................................... 68
6.3.1.3. Tenaga Kerja .............................................................. 68
6.3.2. Proses Budidaya ....................................................................... 72
6.3.1.1. Pemeliharaan Tanaman .............................................. 72
6.3.1.2. Pemangkasan.............................................................. 76
6.3.1.3. Panen .......................................................................... 77
6.3.3. Pemasaran Hasil ....................................................................... 79
6.3.4. Output Usahatani...................................................................... 80
6.3.5. Penyusutan Alat-Alat Pertanian ............................................... 81
6.4. Analisis Usahatani Jambu Mente ........................................................ 83
6.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Mente Per Hektar di
Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten
Flores Timur............................................................................. 83
6.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Mente Per Luasan
Lahan di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga
Kabupaten Flores Timur .......................................................... 89
6.4.3. Efisiensi Usahatani................................................................... 92
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 94
7.1. Kesimpulan ......................................................................................... 94
7.2. Saran.................................................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 99
LAMPIRAN.......................................................................................................... 99

ix

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1.

Pohon Industri Jambu Mente ..........

11

2.

Skema Alur Pemikiran Operasional................................................

35

3.

Rantai Tataniaga Gelondong Mente di Desa Ratulodong...........

80

xiv

DAFTAR TABEL

Nomor
1.

Halaman
Perkembangan Areal dan Produksi Jambu Mente di Indonesia
Tahun 1996 2005

Perkembangan Ekspor, Impor Jambu Mente Indonesia Tahun


1995 - 2004 .......................................................................................

Perkembangan Harga Bulanan Kacang Mente di Pasar Dalam


Negeri Tahun 2000 2004 ................................................................

Perkembangan Areal dan Produksi Jambu Mente di Kabupaten


Flores Timur Tahun 2002 - 2006 .......................................................

5.

Jadwal dan Dosis Pemupukan Dalam Gram ......................................

20

6.

Kebutuhan Data dan Sumbernya .......................................................

37

7.

Metode Perhitungan Pendapatan Usahatani Jambu Mente ...............

42

8.

Pembagian wilayah Administratif Kabupaten Flores Timur..............

44

9.

Perincian Luas Wilayah menurut Ketinggian Dari Permukaan


Laut Serta Prosentasinya di Kabupaten Flores Timur........................

45

10. Perincian Luas menurut Kemiringan Tanah / Lereng di


Kabupaten Flores Timur.....................................................................

46

11. Klasifikasi Iklim di Kabupaten Flores Timur.....................................

47

12. Rata-rata Curah Hujan Bulanan dalam Lima Tahun Terakhir


Di Kabupaten Flores Timur Tahun 2003 - 2007................................

48

13. Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten


Flores Timur Tahun 2007...................................................................

49

14. Luas Areal dan Produksi Beberapa Komoditi Perkebunan di


Kabupaten Flores Timur Tahun 2007................................................

51

2.

3.

4.

iv

15. Luas Areal Dan Produksi Jambu Mente dirinci Menurut Kecamatan
di Kabupaten Flores Timur Tahun 2007.............................................

52

16. Luas Wilayah Desa Ratulodong Menurut Penggunaannya


tahun 2007..........................................................................................

54

17. Susunan Penduduk Desa Ratulodong Menurut Kelompok Umur


Tahun 2008.........................................................................................

55

18. Susunan Penduduk Desa Ratulodong Menurut Tingkat Pendidikan


Tahun 2008.........................................................................................

55

19. Susunan Penduduk Desa Ratulodong Berdasarkan Mata Pencaharian


Tahun 2008.........................................................................................

56

20. Karakteristik Responden Petani Jambu Mente Berdasarkan Umur


di Desa Ratulodong Tahun 2008........................................................

57

21. Karakteristik Responden Petani Jambu Mente Berdasarkan


Tingkat Pendidikan di Desa Ratulodong Tahun 2008.......................

58

22. Karakteristik Responden Petani Jambu Mente Berdasarkan


Status Usahatani di Desa Ratulodong Tahun 2008............................

59

23. Karakteristik Responden Petani Jambu Mente Berdasarkan


Pengalamaan Berusahatani di Desa Ratulodong Tahun 2008............

60

24. Karakteristik Responden Petani Jambu Mente Berdasarkan Jumlah


Tanggungan Dalam Keluarga di Desa Ratulodong Tahun 2008........

62

25. Karakteristik Responden Petani Jambu Mente Berdasarkan


Luas Lahan di Desa Ratulodong Tahun 2008.....................................

63

26. Karakteristik Responden Petani Jambu Mente Berdasarkan Status


Kepemilikan Lahan di Desa Ratulodong Tahun 2008.......................

63

27. Karakteristik Responden Petani Jambu Mente Berdasarkan Status


Kepemilikan di Desa Ratulodong Tahun 2008..................................

65

28. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Per Hektar Usahatani Jambu


Mente di Desa Ratulodong Pada Musim Panen Tahun 2007............

69

29. Rata-rata Produksi Gelondong Per Hektar Usahatani jambu Mente


di Desa Ratulodong Pada Musim Panen 2007....................................

81

30. Rata-Rata Nilai Penggunaan Peralatan (Rp/Ha) Usahatani


Jambu Mente di Desa Ratulodong Pada Musim Panen Tahun 2007..

82

31. Nilai Penyusutan Peralatan (Rp/Ha) Usahatani Jambu Mente


di Desa Ratulodong Pada Musim Panen 2007....................................

83

32. Rata-Rata Pendapatan Petani Responden Per Hektar Usahatani


Jambu Mente di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga
Kabupaten Flores Timur Musim Panen Tahun 2007...........................

85

33. Rata-Rata Pendapatan Petani Responden Per Luasan Lahan


Usahatan Jambu Mente di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung
Bunga Kabupaten Flores Timur Musim Panen 2007........................

90

vi

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1.

Pohon Industri Jambu Mente ..........

11

2.

Skema Alur Pemikiran Operasional................................................

35

3.

Rantai Tataniaga Gelondong Mente di Desa Ratulodong...........

80

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1.

Kuisioner Untuk Petani.................................................................

99

2.

Karakteristik Petani Responden di Desa Ratulodong

102

3.

Produksi dan Penggunaan Input Produksi Usahatani Jambu Mente


di Desa ratulodong Musim Panen Tahun 2007..........................

103

Perolehan Keuntungan () Per Hektar Usahatani Jambu Mente


di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores
Timur, Musim Panen Tahun 2007.

104

Perolehan Keuntungan () Per Hektar Usahatani Jambu Mente


di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores
Timur, Musim Panen Tahun 2007.

105

4.

5.

xiv

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Sub sektor perkebunan memegang peranan yang sangat penting dalam
pembangunan pertanian terutama sebagai penghasil devisa, penyerapan tenaga kerja
dan sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto. Devisa yang dihasilkan dari sektor
pertanian tahun 2004 sebesar 4.895 juta dolar Amerika, dan kontribusi dari sub sektor
perkebunan sebesar 7.784 juta dolar Amerika (160,19%).

Sedangkan data

penyerapan tenaga kerja tahun 2004 menunjukan bahwa dari 41,3 juta angkatan kerja
pertanian, sebanyak 18,6 juta (45%) bekerja pada sub sektor perkebunan. Produk
Domestik Bruto (PDB) Sektor Pertanian atas dasar harga berlaku pada tahun 2004
adalah 15,38 %, dan kontribusi sub sektor perkebunan terhadap Produk Domestik
Bruto Nasional sebesar 2,49 % atau sebesar 16,19% terhadap sektor pertanian
(Statistik Perkebunan Indonesia, 2006).
Jambu mente (Anacardium occidentale L.), merupakan salah satu komoditas
yang mendapat prioritas dalam pembangunan perkebunan dewasa ini, terutama di
Kawasan Timur Indonesia (KTI). Tujuan pokok usahatani jambu mente saat ini
adalah mendapatkan produksi dan kualitas gelondong setinggi-tingginya agar mampu
memberikan pendapatan pada petani seoptimal mungkin. Di KTI komoditas ini
memberikan peluang yang besar bagi pengentasan kemiskinan, karena pada
umumnya di kawasan ini sebagian besar berlahan kering (Abdullah, 1995) dalam
(Hadad E.A dan Koerniati, 1996).

Beberapa daerah di KTI yang merupakan penghasil utama jambu mente dengan
sumbangan terhadap produksi mente nasional adalah Sulawesi Tenggara (47,5%),
Sulawesi Selatan (20,4%), NTT (5,0%) dan Bali (3,5%) (Nogoseno, 1990).
Jambu mente merupakan komoditas unggulan dan menjadi salah satu sumber
pendapatan petani (Zaubin, Daras. 2001). Areal penanaman jambu mente terus
meningkat dari tahun ke tahun (Tabel 1). Pada tahun 1996 tercatat luas areal
tanam 492.950 ha dengan total produksi 67.676 ton. Pada tahun 2005, mencapai
581.271 ha dengan total produksi 130.052 ton. Pada umumnya lahan pengusahaan
jambu mente adalah milik petani (perkebunan rakyat) dengan total areal sebesar
574.891 ha (98,9%), sisanya milik perkebunan swasta dengan total areal sebesar
6.380 ha (1,09%).

Berikut disajikan data perkembangan areal dan produksi

komoditas jambu mente di Indonesia.


Tabel 1. Perkembangan Areal dan Produksi Jambu Mente di Indonesia Tahun
1996-2005
Luas Areal (ha)
Tahun

1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004 * )
2005 **)

Produksi (ton)

Perkebunan
Rakyat

Perkebunan
Swasta

Total

Perkebunan
Rakyat

Perkebunan
Swasta

Total

484.357
490.074
521.695
547.724
551.442
558.784
568.796
565.446
546.374
574.891

8.593
9.205
9.295
9.858
9.868
10.128
10.128
7.835
7.815
6.380

492.950
499.279
530.990
557.582
561.310
569.912
578.924
573.281
554.189
581.271

67.079
73.158
86.924
89.530
69.488
91.220
109.945
106.698
117.961
129.757

597
574
772
774
439
366
287
234
268
295

67.676
73.732
87.696
90.304
69.927
91.586
110.232
106.932
118.229
130.052

Sumber : BPS. Statistik Perkebunan Indonesia, 2006


Keterangan : *) Angka sementara
**) Angka sangat sementara

Produksi jambu mente di Indonesia pada umumnya untuk diekspor dalam


bentuk gelondong. Dalam 10 tahun terakhir tercatat bahwa volume dan nilai ekspor
jambu mente terus meningkat. Pada tahun 1995, tercatat volume ekspor sebesar
28.105 ton dengan total nilai ekspor sebesar 21.308 US.$. Pada tahun 2004 volume
ekspor mencapai 59.372 ton dengan total nilai ekspor sebesar 58.187 US.$. Volume
ekspor jambu mente semakin meningkat menunjukan bahwa gelondong mente
mempunyai nilai ekonomis tinggi. Gelondong mente yang sudah diolah dalam
bentuk kacang mente banyak dibutuhkan dalam industri pengolahan makanan. Data
tentang volume dan nilai ekspor, impor komoditi jambu mente di Indonesia dapat
dilihat pada Tabel 2 di bawah ini :

Tabel 2. Perkembangan Ekspor dan Impor Jambu Mente Indonesia Tahun


Tahun 1995 - 2004
Ekspor
Impor
Tahun
Volume
Nilai
Volume
Nilai
(Ton)
(000US.$)
(Ton)
(000US.$)
1995
28.105
21.308
1996
27.886
23.751
1997
29.666
19.152
1998
30.287
34.998
1999
34.520
43.507
2000
27.619
31.502
2001
41.313
28.929
2002
51.717
34.810
2003
60.429
43.534
2004
59.372
58.187
Sumber : BPS. Statistik Perkebunan Indonesia, 2006

162
197
5
16
669
212
50
8
202

414
168
13
72
435
353
165
25
594

Dilihat dari perkembangan volume dan nilai ekspor menunjukan bahwa jambu
mente memiliki prospek yang cukup baik saat ini dan di masa yang akan datang.

Kebutuhan akan gelondong dan hasil olahan kacang mente sebagai makanan sela
terus meningkat baik di pasar domestik maupun ekspor. Sebagai komoditas yang
memiliki nilai ekonomis tinggi, diupayakan agar

tanaman jambu mente terus

dikembangkan secara baik di tingkat petani dalam rangka meningkatkan produktivitas


serta kualitas gelondong. Pengembangan komoditi jambu mente dengan prospek baik
akan memberikan pendapatan yang layak bagi petani.
Berdasarkan harga jual di pasaran, harga jual jambu mente gelondongan di
tingkat petani berbeda-beda. Pada umumnya harga jual mente gelondongan
dipengaruhi oleh harga pasar dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Perkembangan harga bulanan komoditi jambu mente hasil olahan berupa kacang
mente dipasar dalam negeri untuk lima tahun terakhir, dapat dilihat pada Tabel 3
berikut ini :

Tabel 3. Perkembangan Harga Bulanan Kacang Mente di Pasar Dalam Negeri


Tahun 2000 2004 (000.Rp/kg)
Tahun
Bulan
2000
2001
2002
2003
2004
Januari
35.237
35.414
33.679
35.185
21.567
Februari
36.570
33.787
36.306
34.122
21.567
Maret
36.820
34.600
35.320
33.983
23.224
April
38.070
35.364
35.522
32.450
24.152
Mei
37.612
35.967
35.908
31.735
25.125
Juni
37.445
34.200
35.074
31.857
25.524
Juli
37.320
33.081
35.298
31.107
27.593
Asgustus
35.612
32.560
36.709
31.214
28.024
September
35.360
33.534
36.720
30.714
29.268
Oktober
36.406
33.409
37.375
31.604
30.655
Nopember
35.762
33.370
34.590
34.107
31.018
Desember
33.737
36.329
35.630
32.771
26.560
Rata-rata
36.329
34.178
35.630
32.771
32.771
Sumber : BPS. Statistik Perkebunan Indonesia, 2006

Dari Tabel 3, terlihat bahwa harga kacang mente dalam negeri cenderung turun
dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2000 tercatat harga jual kacang mente sebesar
Rp 36.326,-/kg.

Pada tahun 2004, turun menjadi Rp.26.560,-/kg.

Rata-rata

penurunan harga kacang mente dalam lima tahun terakhir sebesar 26,8 %.
Di Nusa Tenggara Timur (NTT), pengusahaan tanaman jambu mente memiliki
skala yang cukup besar. Hal ini selain didukung oleh sebagian besar penduduk
bermata pencaharian sebagai petani, juga potensi lahan dan iklim yang cocok.
Kabupaten Flores Timur sebagai salah satu kabupaten terluas ke sembilan yang
menjadi obyek penelitian, adalah kabupaten yang memiliki luas areal penanaman
jambu mente terbesar dan merupakan sentra produksi jambu mente di NTT.
Pengusahaan jambu mente di kabupaten Flores Timur belum dilaksanakan
secara maksimal. Umumnya petani mente di Flores Timur adalah petani swadaya
dan sistem budidaya yang diterapkan masih sederhana dengan penggunaan input
rendah

(Low input).

Prospek pengusahaan jambu mente cukup baik di masa

mendatang. Upaya perbaikan teknik budidaya dan penggunaan input produksi yang
bermutu merupakan faktor yang penting demi peningkatan produktivitas tanaman.
Menurut Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) kabupaten Flores
Timur (2007), luas areal tanam jambu mente di kabupaten Flores Timur tahun 2006
bertambah menjadi 28.334,48 ha, dengan perincian tanaman yang belum
menghasilkan sebesar 16.388,9 ha, tanaman yang sudah menghasilkan sebesar
11.945,52 ha, sementara tingkat produksinya mencapai 8.190,46 ton. Untuk jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini :

Tabel 4. Perkembangan Areal dan Produksi Jambu Mente di Kabupaten


Flores Timur Tahun 2002-2006
Luas Areal (ha)
Produksi(ton)
Tahun

TBM

TM

Total

2002
14.044,69
9.015,84
23.060,53
7.239,69
2003
15.449,16
9.917,42
25.366,58
7.963,62
2004
16.329,76
11.543,90
27.873,66
7.988,38
2005
16.329,77
11.541,49
27.781,26
7.975,94
2006
16.388,96
11.945,52
28.334,48
8.190,46
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Flores Timur, 2007
Keterangan : TBM = Tanaman Belum Menghasilkan
TM = Tanaman Menghasilkan

1.2. Perumusan Masalah


Jambu mente (Anacardium Occidentale L.) merupakan tanaman introduksi
yang pada mulanya ditanam untuk tujuan penghijauan dan konservasi tanah pada
daerah berlahan kritis.

Penanamannya dilakukan secara sederhana dengan tidak

menerapkan teknik budidaya yang baik dan tidak memperhatikan mutu input
produksi (Zubin, Daras, 2001). Sebagai salah satu komoditas yang mempunyai nilai
ekonomis tinggi terutama untuk Kawasan Timur Indonesia (KTI), pengembangan
selanjutnya meluas dengan cepat namun tanpa didukung dengan teknik budidaya
yang baik dan informasi yang cukup mengenai agribisnis jambu mente.
Lebih lanjut, menurut Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Flores
Timur, tanaman jambu mente sudah dikenal petani pada era tahun 1970-an. Pada
waktu itu tanaman ini mulai ditanam di kecamatan Tanjung Bunga. Pada awalnya
tujuan penanaman jambu mente adalah untuk konservasi tanah dan rehabilitasi lahan
kritis. Dengan jarak tanam yang sangat rapat serta tidak memperhatikan mutu input

produksi mengakibatkan produktivitas tanaman menjadi rendah. Dari beberapa


dekade terakhir tercatat produksi jambu mente meningkat dari tahun ke tahun. Hal
ini sejalan dengan adanya upaya perbaikan sistem budidaya serta penambahan luas
areal penanaman.

Walaupun demikian, mutu panen mente gelondong masih

tergolong rendah, sementara produksi tidak ikut naik secara signifikan. Rata-rata
peningkatan produksi sebesar 0,29 ton/ha setiap tahun.
Sebagai tanaman penghijauan dan konservasi tanah, sejak tahun 1980-an tujuan
tersebut mulai bergeser kepada tujuan komersial, karena gelondong dan kacangnya
banyak diminati dan harganya cukup menarik. Sebagian besar petani di kabupaten
Flores Timur mengembangkan usaha ini

sebagai

komoditas

utama dalam

menunjang perekonomian keluarga disamping tanaman pangan dan hortikultura.


Beberapa tahun terakhir ini, Pemerintah Daerah (PEMDA) setempat menjadikan
tanaman jambu mente sebagai komoditas strategis unggulan daerah. Pengusahaan
jambu mente di Kabupaten Flores Timur saat ini belum berjalan secara maksimal. Di
masa lalu tanaman jambu mente dikembangkan melalui proyek Dinas Kehutanan
(RLKT) kabupaten Flores Timur. Pendekatannya bukan pendekatan

produksi

dengan jarak tanam 7m x 7m, tetapi pendekatan konservasi dengan jarak tanam
yang lebih rapat. Kondisi ini menyebabkan produksi dan produktivitas gelondong
tidak mengalami peningkatan yang berarti, sementara luas areal tanam semakin
meningkat.
______________________
www.satunama.org, Laporan Analisis Sosial Ekonomi Kabupaten Flores Timur. Yayasan kesatuan
pelayanan kerja sama, Yogyakarta, Indonesia. 11 Oktober 2007

Meningkatnya luas areal tanam jambu mente belum tentu dapat meningkatkan
pendapatan petani. Hal ini tergantung hasil produksi, produktivitas, mutu gelondong
dan harga yang diterima petani.
Pengembangan komoditas jambu mente terus meluas dengan cepat namun
tidak didukung oleh teknik budidaya yang baik dan petani cenderung tidak
memperhatikan mutu input produksi. Selain itu, harga jual mente gelondong di
tingkat petani cenderung berfluktuatif setiap tahunnya. Faktor lain yang berkaitan
dengan permasalahan ini adalah adanya krisis ekonomi dan inflasi tinggi yang
menyebabkan harga-harga sarana produksi (saprodi) menjadi naik dengan tidak
diikuti oleh kenaikan harga jual produk di tingkat petani.
Dari fenomena yang ada terlihat bahwa petani saat ini memiliki kemampuan
mengelola usahatani serta posisi tawar (bargainning position) yang rendah. Faktor
kunci yang perlu diperhatikan terkait upaya pengembangan usahatani jambu mente
di kabupaten Flores Timur adalah harus adanya kebijakan PEMDA yang lebih
proaktif dan lebih berpihak kepada petani. Upaya perbaikan sistem kelembagaan
di tingkat petani dan mengintensifkan kembali peran penyuluh adalah upaya yang
harus terus dilaksanakan.

Usahatani jambu mente di Kabupaten Flores Timur

diharapkan lebih baik di masa mendatang. Penerapan teknik budidaya dengan benar
dan penggunaan input produksi yang bermutu akan meningkatkan produktivitas serta
pendapatan petani.
Berkaitan dengan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan utama
adalah apakah usahatani jambu mente yang dikembangkan dengan perluasan areal
tanam dapat meningkatkan pendapatan petani ? Untuk itu perlu diketahui :

1. Bagaimana kondisi usahatani jambu mente di kabupaten Flores Timur saat ini ?
2. Bagaimana pendapatan usahatani yang dihasilkan ?
3. Apakah usahatani yang dijalankan tersebut efisien ?

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan dilakukan penelitian ini adalah :
1. Menggambarkan kondisi usahatani jambu mente saat ini.
2. Menganalisis biaya-biaya yang dikeluarkan untuk usahatani jambu mente.
3. Menganalisis pendapatan yang diterima petani dari usahatani jambu mente.
4. Menganalisis efisiensi usahatani jambu mente.

1.4. Manfaat Penelitian


Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi petani untuk mengetahui apakah usahatani jambu mente yang dijalankan
dapat meningkatkan pendapatan guna memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
2. Bagi Pemda Flores Timur khususnya Dinas Kehutanan dan Perkebunan untuk
menjadi masukan dan bahan pertimbangan dalam menyusun rencana program
pengembangan jambu mente ke depan.
3. Sebagai wahana latihan bagi penulis dalam menerapkan konsep-konsep manajerial
di dunia kerja, serta bahan informasi bagi pembaca.

10

1.5. Ruang lingkup


Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah menggambarkan kondisi usahatani
jambu mente saat ini, menganalisis biaya-biaya yang dikeluarkan untuk usahatani
jambu mente, menganalisis pendapatan yang diterima petani dalam usahatani jambu
mente serta menganalisis efisiensi usahatani jambu mente di kabupaten Flores Timur.
Produk akhir (final Product) dari penelitian ini adalah produksi mente gelondongan.
Penelitian ini hanya difokuskan pada petani swadaya (perkebunan rakyat) di desa
Ratulodong kecamatan Tanjung Bunga, yang merupakan sentra produksi jambu
mente di Kabupaten Flores Timur.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usahatani Jambu Mente


2.1.1. Tinjauan Umum Jambu Mente
Tanaman jambu mente pada umumnya menghasilkan biji mente (cernel) yang
disebut gelondong dan buah semu yang sering disebut jambu. Gelondong mente
dapat diolah menjadi kacang mente dan kulit mente. Kacang mente memiliki nilai
jual yang tinggi. Sementara itu, kulit mente diolah untuk menghasilkan minyak laka
atau sering disebut Chasew Nut Shell Liquid (CNSL). Buah semu dapat diolah
menjadi sirup, minuman sejenis anggur, alkohol, selai dan campuran abon. Pohon
industri jambu mente dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini :
JAMBU MENTE

Mente Gelondongan

Kacang
Mente

- Makanan
- Ramuan obat
Penyakit kulit
- Bahan minyak
rambut/cat
rambut

Kulit Ari

- Tanin
Penyamakan
Kulit
- Pakan ternak

Buah Semu

Kulit
Mente

- Campuran
Pembuatan kulit
- Pelat rem
- Hardboard
- Karbon aktif
- Bahan obatobatan
- Pupuk organic
- CNSL (minyak

Laka)

- Minuman ringan
- Rujak/lutes, asinan
- Manisan
- Cuka makanan
- Bahan baku obat
- Selai/jeli
- Bubur buah
- Ensim penggemuk daging
- Lauk-pauk
- Protein sel tunggal
- Spritus
- Pakan ternak
- Pupuk pertanian
- Lemonade
- Anggur
- Minuman beralkohol

Gambar 1. Pohon Indsustri Jambu Mente


Sumber : Alauddin, 1996

12

2.1.2. Agribisnis Jambu Mente


Agribisnis adalah penjumlahan total dari seluruh kegiatan yang menyangkut
manufaktur dan distribusi dari sarana produksi pertanian, kegiatan yang dilakukan
usaha tani, serta penyimpanan, pengolahan, dan distribusi dari produk pertanian dan
produk-produk lain yang dihasilkan dari produk-produk pertanian. (Krisnamurthi,
2001). Pengembangan agribisnis jambu mente di Indonesia mempunyai prospek
yang menjanjikan. (Sukmadinata, 1996). Kondisi ini didasarkan atas pertimbangan :
(1) Jambu mente sebagai bahan baku industri makanan menempati posisi superioritas
dibandingkan dengan komoditas lainnya yang sejenis; (2) Harga kacang mente baik
di dalam negeri maupun di luar negeri relatif baik; (3) Permintaan ekspor jambu
mente Indonesia menunjukan peningkatan; (4) Masih relatif luasnya lahan potensial
yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan jambu mente; (5) Perhatian
pemerintah dan pihak swasta dalam upaya pengembangan jambu mente ini relatif
baik.
Sejalan dengan penawaran dan permintaan, maka harga kacang mente di masa
mendatang menunjukan prospek yang menjanjikan. Harga kacang mente di luar
negeri terus mengalami peningkatan. Begitu juga dengan pasar dalam negeri, harga
kacang mente mencapai tingkat yang lebih baik yaitu Rp. 10.000 pada tahun 1993,
dan naik sampai Rp 40.000 Rp.50.000 pada tahun 2007. Hal lain yang harus
diperhatikan

adalah agribisnis jambu mente akan berkembang jika para pelaku

dalam agribisnis jambu mente dapat memperoleh pandapatan yang layak.


Badan Agribisnis dalam Sukmadinata (1996) menyatakan bahwa perkiraan
nilai investasi/ha usaha jambu mente sekitar Rp. 1.425.000,- dengan IRR 13,8 %

13

untuk masa analisa 25 tahun. Keadaan di atas menjadi petunjuk bahwa upaya-upaya
untuk meningkatkan efisiensi jambu mente ini perlu terus dilakukan agar agribisnis
berbasiskan jambu mente dapat terus berkembang.

Agribisnis merupakan konsep

dari suatu sistem yang integratif yang mempunyai keterkaitan antara sub-sistem satu
dengan sub-sistem lainnya. Berkaitan dengan itu maka penanganan pembangunan
pertanian tidak dapat lagi hanya dilakukan terhadap aspek-aspek yang berada dalam
sub-sistem on-farm saja tetapi juga harus melalui penanganan aspek-aspek off-farm
secara integratif. (Krisnamurthi, 2001).

2.1.3. Syarat Lokasi


Tanaman jambu mente dapat tumbuh dan berkembang serta berproduksi
sesuai potensinya apabila persyaratan lingkungan tumbuhnya dipenuhi. Pada lahan
yang kurang sesuai tanaman jambu mente dapat hanya sekedar tumbuh dan tidak
berproduksi secara optimal atau bahkan tidak bisa berproduksi (Hermanto dan
Zaubin, 2001).
Pengembangan jambu mente secara komersil, memerlukan keadaan iklim dan
tanah yang sesuai dengan persyaratan tumbuhnya.

Tujuannya adalah untuk

mendapatkan hasil yang optimal. Persyaratan ini tentu lebih longgar jika tujuan
penanamannya adalah untuk penghijauan atau merehabilitasi lahan kritis. (Saragih
dan Haryadi, 1994).
1. Iklim
Menurut Nail et al (1979) dalam Rosman dan Lubis (1996) mengatakan
bahwa 5 unsur iklim yang mempengaruhi tanaman jambu mente antara lain : (1)

14

Cuaca kering selama musim bunga dan buah, yang kelak menentukan hasil panen;
(2) Pada musim bunga cuaca berawan, serangan nyamuk teh (Helopeltis anacardii)
pada bunga meningkat; (3) Apabila musim bunga turun hujan lebat, produksi akan
sangat menurun; (4) Suhu yang terlalu tinggi, (antara 39 42C) mengakibatkan
kerontokan buah; musim kemarau yang relatif pendek, keragaman tanaman akan
lebih baik.
Tanaman jambu mente sangat menyukai sinar matahari. Selain perlu
mendapat sinar matahari sepanjang tahun, jumlah yang

dipancarkan juga harus

memadai. Apabila tanaman jambu mente kekurangan sinar matahari, maka


produktivitasnya akan menurun atau bahkan tidak akan berbuah kalau dinaungi
tanaman lain. Cahaya matahari ini terutama dibutuhkan pada saat tanaman jambu
mente sedang berbunga. (Saragih dan Haryadi,1994).
Jambu

mente

tergolong

tanaman

yang

mudah

beradaptasi

dengan

lingkungannya. Tanaman ini akan tumbuh baik dan produktif bila ditanam pada suhu
harian rata-rata 27C dan kelembapan nisbih yang cocok antara 70-80%. Akan
tetapi, tanaman jambu mente masih dapat bertoleransi pada tingkat kelembapan 6070%. Daerah yang paling sesuai untuk budidaya jambu mente adalah di daerah yang
memiliki jumlah curah hujan antara 1.000 - 2.000 mm per tahun dengan 4 - 6 bulan
kering.

2. Ketinggian tempat
Menurut Saragih dan Haryadi (1994), tanaman jambu mente dapat tumbuh di
dataran rendah dan dataran tinggi, yaitu pada ketinggian 1 - 1.200m di atas

15

permukaan laut (dpl). Hal ini mengisyaratkan bahwa jambu mente dapat beradaptasi
pada kondisi tanah dan iklim yang beragam sifatnya. Jambu mente tidak menuntut
tanah yang subur. Oleh karenanya bila ingin membudidayakan tanaman jambu mente
secara komersial, perlu dipilih daerah-daerah yang sesuai dengan syarat tumbuhnya.
Di Indonesia tanaman jambu mente dapat tumbuh pada ketinggian tempat 1 - 2000m
dpl. Namun batas optimum ketinggian tempat hanya sampai 700m dpl, kecuali
untuk merehabilitasi lahan kritis.

3. Tanah
Menurut Hermanto dan Zaubin (2001) selain iklim tanah merupakan faktor
penting dalam persyaratan tumbuh tanaman yang menentukan keberhasilan dalam
usahatani jambu mente.

Faktor tanah secara relatif dapat dikendalikan atau

diperbaiki, terutama mengenai tingkat kesuburannya yang dapat ditingkatkan melalui


penambahan hara lewat pemupukan. Faktor tanah yang paling dominan dalam
menentukan tingkat kesesuaian lahan bagi tanaman jambu mente adalah tekstur dan
kedalaman tanah.
Jenis tanah yang paling cocok untuk pertanaman jambu mente adalah tanah
berpasir, tanah lempung berpasir, dan tanah ringan berpasir dengan PH antara 6,3 7,3 serta masih bisa toleril pada tanah dengan PH antara 5,5 - 6,3. Jenis tanah yang
paling disukai tanaman jambu mente adalah tanah yang memungkinkan sistem
perakaran berkembang secara sempurna dan mampu menahan air sehingga tanaman
tetap cukup lembab di musim kemarau. (Saragih, Haryadi, 1994).

16

2.1.4. Sistem Budidaya Jambu Mente


1. Persiapan Lahan
Dalam melakukan kegiatan budidaya, persiapan lahan merupakan faktor yang
sangat penting. Lahan penanaman bibit tentu tidak selamanya telah siap ditanami.
Lahan berupa hamparan ilalang atau semak belukar ditebas, dibakar, dan akar-akar
dicabut hingga tuntas. Kegiatan ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau agar
ilalang atau semak belukar tidak cepat tumbuh.
Lahan yang telah dibersihkan segera dibajak atau dicangkul dengan
kedalaman yang cukup. Tujuannya adalah agar tanah menjadi gembur dan terjadi
pertukaran udara di dalam tanah. Apabila lahan penanaman mudah tergenang air,
maka dibuat parit-parit pembuangan air.
Pengolahan tanah kering dan miring harus menurut arah melintang lereng agar
terbentuk teras penahan erosi. Apabila tingkat kemiringan tanah hingga 20%, maka
teras dibuat dengan lebar sekitar 2 m. Lebar teras disesuaikan dengan kedalaman
solum tanah. Semakin dalam solum tanah, maka semakin lebar ukuran teras.

2. Aturan penanaman
Sebelum dilakukan penanaman, aturan penanaman pun perlu dirancang sesuai
kebutuhan lahan. Bentuk lahan dapat bujur sangkar atau segi tiga. Pada budidaya
monokultur, jarak tanam jambu mente dianjurkan 12m x 12m.
tersebut,

maka

dalam

setiap 1 ha lahan,

Dengan jarak

jumlah total tanaman yang

dibutuhkan sebanyak 69 batang. Namun, jarak tanam dapat dibuat dengan ukuran

17

6m x 6m sehingga jumlah total tanaman yang dibutuhkan adalah 276 batang/ha.


Kerapatan tanaman kemudian dijarangkan pada umur 6 - 10 tahun. Untuk lebih
menghasilkan penggunaan lahan, maka pada areal penanaman jambu mente dapat
diterapkan budidaya polikultur. Beberapa jenis tanaman bernilai ekonomis dapat
dimanfaatkan sebagai tanaman sela. Kedua sistem penanaman ini dapat diterapkan
pada lahan yang datar. Di lahan miring harus disesuaikan dengan garis kontur.
Pembuatan lubang tanam dilakukan setelah lahan selesai dibajak. Lubang
tanam digali dengan ukuran 30cm x 30cm x 30cm. Bila jenis tanahnya sangat liat,
ukuran lubang tanam dapat dibuat 50cm x 50cm x 50cm. Bila di lubang tanam
terdapat lapisan cadas, lapisan ini harus ditembus. Tujuannya agar akar tanaman
dapat tumbuh sempurna dan terhindar dari genangan air. Lubang tanam dibiarkan
terbuka sekitar 4 minggu baru dilakukan penanaman.

Tujuannya adalah untuk

mengurangi keasaman tanah.

3. Penanaman
Waktu penanaman yang tepat adalah pada awal musim hujan dan dilakukan
pada sore hari. Maksudnya untuk mengurangi penyiraman air yang banyak
dibutuhkan tanaman pada masa awal pertumbuhan. Di samping itu, tanah dalam
lubang tanam tidak lagi mengalami penurunan. Di sekeliling lubang tanam harus
ditimbun kembali dengan tanah. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya
genangan air bila disiram atau hujan turun.

18

4. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman merupakan pekerjaan yang rutin. Pekerjaan tersebut
meliputi

penyiraman,

penyulaman,

penyiangan,

penggemburan,

pemupukan,

pemangkasan, serta pemberantasan hama dan penyakit.

1. Penyiraman
Bibit yang baru ditanam tentunya memerlukan banyak air. Oleh karena itu,
tanaman perlu disiram pada pagi atau sore hari. Apabila hujan tidak turun
selama dua hari berturut-turut, penyiraman dilakukan 1-2 kali sehari dalam dua
minggu pertama. Minggu berikutnya, penyiraman tanaman cukup dilakukan sehari
sekali.

Penyiraman dilakukan secukupnya saja dan air siraman jangan sampai

menggenangi tanaman. Bila tanaman tergenang air, maka akarnya akan membusuk
dan pertumbuhannya terhambat.

2. Penyulaman
Bibit yang ditanam tentu tidak semuanya hidup subur. Ada yang tumbuh
kerdil, bahkan ada yang mati. Tanaman yang kerdil dapat disebabkan oleh serangan
hama dan penyakit. Tanaman tersebut dapat menjadi parasit di kebun, 0leh karena itu
harus dicabut dan disulam dengan tanaman yang sehat.

Penyulaman dilakukan

setelah tanaman berumur 1 bulan.

3. Penyiangan dan penggemburan


Bibit jambu mente mulai berdaun dan bertunas setelah 2-3 bulan ditanam.
Pada masa pertumbuhannya, banyak gulma yang tumbuh di sekitar tanaman.

19

Selain menjadi pesaing dalam memperebutkan zat hara, gulma juga dapat menjadi
sarang hama dan penyakit. Untuk itu gulma harus dibasmi agar tanaman dapat
tumbuh subur dan terhindar dari serangan hama atau penyakit. Pembasmian gulma
sebaiknya dilakukan dalam putaran waktu tertentu, yakni sekali dalam 45 hari.
Tanah yang disiram setiap hari tentu semakin padat dan udara di dalamnya semakin
sedikit. Akibatnya, akar tanaman tidak leluasa menyerap unsur hara. Untuk itu,
tanah di sekitar tanaman perlu digemburkan dengan hati-hati agar akar tanaman tidak
putus.

4. Pemupukan
Untuk menambah kesuburan pada masa pertumbuhan, maka tanaman jambu
mente dapat dipupuk dengan menggunakan pupuk kandang, kompos atau pupuk
buatan. Pemberian pupuk kandang atau kompos sebanyak 20 kg dilakukan dengan
cara menggali parit melingkar agak di luar tajuk. Pupuk tersebut kemudian
dituangkan ke dalam parit dan ditutup dengan tanah. Pemupukan berikutnya
dilakukan dengan pupuk buatan. Pemberian pupuk dilakukan dalam parit melingkar
dan dibuat sedikit di luar parit sebelumnya. Dosis dan macam pupuk buatan yang
digunakan tergantung pada kesuburan tanah. Jadwal dan dosis pemupukan jambu
mente dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

20

Tabel 5. Jadwal dan Dosis Pemupukan Dalam Gram


Awal
Waktu
Musim Hujan
Pemupukan
N
P2O5
K2O
N
Tahun I
Tahun II
Tahun III
Tahun IV

Akhir
Musim Hujan

(Urea)

(TSP)

(KCL)

(Urea)

P2O5
(TSP)

K2O
(KCL)

50
(111)
100
(222)
200
(444)
250
(556)

40
(87)
40
(87)
60
(130)
65
(141)

30
(58)
60
(115)
65
(125)

50
(111)
100
(222)
200
(444)
250
(556)

40
(87)
40
(87)
60
(130)
65
(141)

30
(58)
60
(115)
65
(125)

Sumber : Saragih dan Haryadi, 1994

5. Pemangkasan
Apabila tanaman jambu mente dibiarkan tumbuh liar, maka cabangcabangnya cenderung tumbuh bergerombol di dekat permukaan tanah. Agar cabangcabang tanaman dapat tumbuh bagus dan tajuknya berbentuk seperti kerucut, maka
harus dilakukan pemangkasan sejak tanaman masih berupa bibit.

6. Penjarangan
Bunga dan buah jambu terdapat di bagian permukaan tajuk daun. Tanaman
ini kemungkinan besar tidak berbuah sama sekali jika sinar matahari terhalang oleh
tanaman lain. Untuk itu, agar seluruh permukaan tajuk pohon mendapat sinar
matahari secara merata dalam jumlah yang cukup, jangan segan-segan melakukan
penjarangan tanaman.

Penjarangan dilakukan secara bertahap pada saat tajuk

tanaman saling menutupi.


Apabila jarak tanam 6m x 6m dan ditanam secara monokultur, maka tajuk
tanaman diperkirakan sudah bersentuhan pada umur 6 - 10 tahun. Pada saat

itu ,

21

kegiatan

penjarangan mulai dilakukan. Penjarangan

pertama dilakukan pada

saat tanaman berumur 6 - 7 tahun. Penjarangan berikutnya pada umur 7 - 8 tahun.


Penjarangan terakhir dilakukan saat tanaman berumur 9 - 10 tahun. Pada penjarangan
ini sisa pohon tinggal 69 batang/ha dan jarak tanam tetap 12m x 12m. Sampai
penjarangan terakhir, jumlah pohon seluruhnya berkurang 75%.

5. Panen
Tanaman jambu mente dapat dipanen untuk pertama kali pada umur 3 4
tahun.

Buah mente biasanya sudah bisa dipetik pada umur 60 70 hari sejak

munculnya bunga.

Masa panen berlangsung selama 4 bulan, yaitu pada bulan

Agustus hingga bulan Desember. Agar mutu gelondong atau kacang mente menjadi
lebih baik, buah yang dipetik harus telah tua. Siklus hidup jambu mente dalam
berproduksi bisa mencapai 40 50 tahun. Produksi jambu mente mulai meningkat
saat berumur 8 10 tahun hingga mencapai 20 30 tahun. Produksi tanaman akan
berkurang saat berumur diatas 30 tahun. Disaat mencapai umur 50 tahun, tanaman
jambu mente tidak bisa berproduksi atau tidak bisa berbuah lagi.

2.1.5. Pengendalian Hama Penyakit


Tanaman jambu mente merupakan tanaman yang cukup rentan terhadap
gangguan hama atau penyakit. Gangguan hama atau penyakit pada tanaman jambu
mente mulai pada fase pembibitan, tanaman muda, hingga pada tanaman yang sudah
berbunga dan berbuah. Untuk menghindari terjadinya hal ini, maka perlu pencegahan
sedini mungkin. Cara pencegahannya dapat berupa kebersihan dan sanitasi lahan,

22

pemberian zat hara yang seimbang, serta pemberian pestisida apabila tanaman
disekitarnya terserang hama dan penyakit. Apabila kondisi tanaman telah terserang
hama atau penyakit,
diberantas.

maka perlu dicari

penyebabnya agar secepat mungkin

Pada umumnya pemberantasan hama dan penyakit dapat dilakukan

dengan 3 cara , yaitu pemberantasan secara biologis, mekanis dan kimiawi.


Beberapa hama yang sering menyerang tanaman jambu mete diantaranya
adalah ulat kipat (Cricula trifenestrata helf), Serangga pengisap jaringan tunas muda
(Helopeltis sp.),

Ulat

penggerek

batang (Plocaederus ferrugineus L.),

dan

penggerek buah dan biji (Nephoteryx sp.). Penanggulangan hama ini sebaiknya
dilakukan secara terpadu.

Beberapa jenis insektisida yang dipakai untuk

memberantas hama diantaranya adalah Symbush 50 EC, Pumicidin, Agroline,


Thiodan, larutan BMC.
Tanaman jambu mente juga rentan terhadap serangan penyakit. Beberapa
jenis penyakit yang terdapat pada jambu mente adalah penyakit layu, daun layu
dan kering, serta bunga dan buah busuk. Penyebab penyakit ini adalah jamur dan
bakteri. Jamur yang menyerang jambu mete adalah Phytophthora palmifora,
Fusarium sp. dan Phitium sp. Sedangkan jenis bakteri yang menyerang tanaman
jambu mente adalah Phtophthora solanacearum, Colletotrichum sp., Botryodiplodia
sp., dan Pestalotiopsis sp.
Penanggulangan penyakit juga sebaiknya dilakukan secara terpadu. Beberapa
jenis fungisida yang dipakai untuk memberantas penyakit

diantaranya adalah

Dithane M-45, Delsene MX 200, Difolatan 4F, Cobox, dan Cuproxy Chloride.

23

2.2. Kajian Penelitian Terdahulu


Hasil penelitian Rosmeilisa dan Abdullah (1990) tentang analisis usahatani
jambu mente menunjukan bahwa tanaman ini cocok dikembangkan di Kawasan
Indonesia Timur, terutama NTT dan NTB. Jambu mente memerlukan curah hujan
1000 - 2000 mm/tahun, dengan 4 - 6 bulan kering, suhu rata-rata 27 C, kelembapan
nisbih 70 - 80%, dan dapat tumbuh baik di tanah berpasir di pantai sampai
ketinggian

700 dpl.

Dengan

menerapkan

sistem

monokultur dengan metode penjarangan, menurut hasil

penanaman
perhitungan

secara
analisis

finansial layak diusahakan, yang ditunjukan oleh indikator (a) B/C ratio = 2,55; (b)
NPV = Rp 954.432,41; dan IRR = 31,42 %. Pedapatan kotor dari usahatani jambu
mente pada tahun pertama dan kedua belum ada. Pendapatan kotor dapat diperoleh
pada tahun ke tiga dan ke empat saat tanaman diperkirakan mulai berproduksi.
Suatu penelitian tentang rencana pengembangan agribisnis dan agroindustri
jambu mente telah dilakukan oleh Sukartawi pada tahun 1995 dengan mengambil
lokasi penelitian di Jawa Timur.
ternyata mampu

menyerap

Hasil analisis adalah agribisnis jambu mente

tenaga kerja,

meningkatkan

pendapatan petani,

menumbuhkan agroindustri baru dan meningkatkan perolehan devisa melalui


peningkatan ekspor. Dari hasil analisis pendapatan menunjukan bahwa penerimaan
yang diperoleh petani pada usahatani jambu mente per 100 pohon/ha adalah pada
umur 20 tahun yaitu sebesar Rp. 1.087.500,-.

Sedangkan biaya yang dikeluarkan

adalah Rp. 33.896,- (karena tanaman sudah relatif tua). Sedangkan pada usahatani

24

jambu mente dengan populasi 200 pohon/ha pada umur 20 tahun diperoleh
penerimaan sebesar Rp. 2.218.500,- dan biaya usahatani sebesar Rp. 154.830 untuk
setiap hektar.
Kajian tentang pola usahatani tanaman jambu mente telah dilakukan oleh
Rosmeilisa (1990) di Daerah Istimewa Jogyakarta yang merupakan salah satu sentra
produksi jambu mente di Indonesia.

Selain untuk mengkaji, penelitian ini juga

bertujuan untuk mengetahui peran produksi jambu mente terhadap pendapatan petani.
Hasil penelitian menunjukan bahwa usahatani jambu mente di Daerah Istimewa
Jogyakarta terbagi atas dua bentuk yaitu monokultur dengan rata-rata pendapatan
kotor Rp 156.972,72/kk/tahun dan polikultur dengan rata-rata pendapatan Rp
65.462,81/kk/tahun.

Proporsi pendapatan usahatani jambu mete di kabupaten

Gunung Kidul 37,69 % dari usahatani lainnya, sedangkan di kabupaten Bantul peran
usahatani jambu mente lebih besar yaitu 87,70 %.
Penelitian mengenai analisis usahatani jambu mente juga kembali dilakukan
oleh Rosmeilisa dan Yuhono (2001).

Penelitian ini dilakukan di daerah sentra

produksi dengan mengambil lokasi di Jawa Timur. Populasi 100 tanaman/ha (10m x
10m), usahatani jambu mente layak dilakukan karena Net present value (NPV) positif
(Rp 1.473.100,057), net B/C rasio 11,0, dan IRR 45,34 % lebih tinggi dari bunga.
Menurut hasil penelitian Hutzi (2007) tentang analisis pendapatan usahatani
dan saluran pemasaran teh perkebunan rakyat, pada perkebunan teh rakyat di
kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat, ternyata pendapatan
yang diterima petani pada tahun 2003 sudah tidak layak untuk dilaksanakan.
Pendapatan usahatani yang diterima atas dasar biaya tunai sebesar Rp. 23.162,- per

25

hektar per bulan. Sedangkan pendapatan usahatani atas dasar biaya total sebesar Rp.
26.448,- per hektar per bulan. Demikian analisis R/C Rasio (2003) atas biaya tunai
adalah 1,07 dan atas biaya total sebesar 0,3. Analisis marjin pemasaran menunjukan
bahwa marjin pemasaran yang diterima petani memiliki porsi paling rendah. Marjin
harga jual yang diperoleh sebesar 25,69 % dan marjin keuntungan sebesar 1,49 %.
Farmer share yang diterima petani tertinggi sebesar 41,68 % dan yang terendah
sebesar 25,69 %.
Wuriyanto (2002), meneliti tentang analisis finansial usahatani dan pemasaran
komoditi lada di Desa Giri Mulya, Kecamatan Jabung, Lampung Timur. Hasil
penelitiannya menyimpulkan bahwa usahatani lada pada desa tersebut dikelola secara
non intensif dan pola tanam tumpang sari dengan tanaman lain, sehingga
produktivitas tanaman menjadi rendah. Selain itu juga rata-rata pohon lada sudah
berumur tua yang seharusnya sudah diremajakan. Berdasarkan analisis kelayakan
finansial, usahatani lada layak untuk diusahakan pada tingkat diskonto 16 persen dan
18 persen. Sedangkan analisis sensitivitas, menunjukan usahatani ini sudah tidak
layak. Dalam analisis keragaan pasar, memperlihatkan pasar lada yang terbentuk
berstruktur oligopsoni dengan tingkat keterpaduan pasar yang tinggi.

Tingginya

tingkat keterpaduan pasar ini disebabkan oleh adanya hubungan (kartel) antara
pedagang dengan eksportir.

Dari beberapa hasil penelitian terdahulu, penelitian yang telah dilakukan oleh
penulis memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah semua penelitian
yang dilakukan menyimpulkan bahwa komoditas yang bersangkutan profitable baik

26

dari tingkat kelayakan usaha maupun tingkat pendapatan. Sedangkan perbedaan


penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada obyek, tujuan dan hasil
yang ingin diperoleh.

BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis


3.1.1 Pengertian Usahatani
Usahatani adalah Proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam,
tenaga kerja, modal, dan pengelolaan yang diusahakan oleh perorangan atau
sekumpulan orang-orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi
kebutuhan keluarga, atau pun orang lain disamping bermotif mencari keuntungan.
(Soeharjo dan Patong, 1973).
Menurut Mubyarto (1989), usahatani adalah himpunan dari sumber-sumber
alam yang terdapat di suatu tempat dan diperlukan untuk produksi pertanian seperti
tanah, air, sinar matahari dan bangunan pertanian.

Pembagian bidang pertanian

terdiri atas dua bagian yaitu usahatani pertanian rakyat dan perusahaan pertanian.
Ditinjau dari segi ekonomi, pertanian rakyat sebagai pertanian keluarga (pertanian
subsisten atau setengah subsisten) yang umumnya memiliki luas lahan yang sempit,
sedangkan perusahaan pertanian adalah usahatani yang sepenuhnya dijalankan secara
komersial.
Di indonesia, yang dinamakan petani kecil adalah petani yang memiliki ciri
sebagai berikut : (1) Petani yang pendapatannya rendah, yaitu kurang dari setara 240
kg beras per kapita per tahun; (2) Petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil
dari 0,25 hektar lahan sawah di Jawa atau 0,5 hektar di luar Jawa. Bila petani
tersebut mempunyai lahan tegal, maka luasnya 0,5 hektar di Jawa dan 1,0 hektar di
luar Jawa; (3) Petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas;

28

(4) Petani yang memiliki perngetahuan terbatas dan kurang dinamik. (Soekartawi.
dkk, 1986). Dari segi ekonomi, ciri yang sangat penting dari petani kecil adalah
terbatasnya sumberdaya dasar tempat berusahatani. Pada umumnya mereka hanya
menguasai sebidang lahan kecil, kadang-kadang disertai dengan ketidakpastian dalam
pengelolaannya. Lahan yang dimiliki sering tidak subur dan terpencar-pencar. Petani
memiliki tingkat pendidikan, pengetahuan, dan kesehatan sangat rendah, serta akses
terhadap pasar rendah.
Hernanto (1991), menyatakan bahwa usahatani adalah setiap organisasi alam,
tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian.
Ketatalaksanaan organisasi itu sendiri dapat dilaksanakan oleh seseorang atau
sekumpulan orang. Dalam hal ini usahatani mencakup pengertian mulai dari bentuk
sederhana yaitu hanya untuk kebutuhan keluarga sampai kepada bentuk yang paling
modern yaitu mencari keuntungan.
Menurut Wharton dalam Hutzi (2007), perbedaan antara usahatani subsisten
dengan usahatani modern dilihat

berdasarkan hasil dan tenaga kerja. Usahatani

subsisten akan mengkonsumsi semua hasil produksi dan tenaga kerja yang dipakai
dalam berusahatani adalah tenaga kerja yang berasal dari keluarga yang tidak diupah.
Sedangkan usahatani modern akan menjual semua hasil produksinya dan
mengerjakan kegiatan operasionalnya dengan meggunakan tenaga kerja bayaran.
Berdasarkan pengertian di atas, maka usahatani merupakan salah satu sub sistem
agribisnis dan menjadi

sentral dalam

agribisnis

yang di dalamnya mencakup

faktor harga output dan input, faktor efisiensi, faktor pengadaan input, faktor

29

pengadaan modal, faktor teknologi budidaya, serta faktor pola tanam dan
tumpangsari.

3.1.2. Penerimaan Usahatani


Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) didefenisikan sebagai nilai uang
yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pegeluaran tunai usaha tani (farm
payment) adalah jumlah uang yang dikeluarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi
usahatani. (Soekartawi. dkk, 1986).
Penerimaan tunai usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan
produk usahatani, sedangkan pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang
dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Penerimaan tunai
usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Demikian juga,
pengeluaran tunai usaha tani tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman
pokok.
Penerimaan tunai dan pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup yang
berbentuk benda. Dengan demikian, nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak
dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani dan nilai kerja yang dibayar dengan
benda tidak dihitung sebagai pengeluaran tunai usahatani.

Penerimaan tunai

usahatani yang tidak berasal dari penjualan produk usahatani, seperti pinjaman tunai,
harus ditambahkan, dan pengeluaran tunai usahatani yang tidak ada kaitannya dengan
pembelian barang dan jasa, seperti bunga pinjaman dan uang pokok, harus
dikurangkan (Soekartawi. dkk.,1986).

30

3.1.3. Konsep Biaya


Biaya (Cost) merupakan pengeluaran atau pengorbanan yang dapat
menimbulkan pegurangan terhadap manfaat yang kita terima (Suyanto,dkk. 2001).
Pembiayaan merupakan salah satu aspek paling menentukan dalam pengembangan
usaha. Pembiayaan agribisnis dapat diperoleh dari modal sendiri atau meminjam dari
beberapa sumber keuangan, seperti pemodal perorangan, lembaga keuangan dan bank
(Krisnamurthi, 2001). Macam-macam biaya yang biasanya diperlukan dalam suatu
usaha/proyek diantaranya adalah Biaya investasi (tanah, bangunan dan tanaman, );
Biaya Operasional (Bahan baku dan tenaga kerja); dan biaya lainnya (pajak, bunga,
biaya tak terduga, reinvestasi dan biaya pemeliharaan).
Menurut kasmir dan Jakfar (2007), sumber pembiayaan untuk memenuhi
kebutuhan investasi dapat digunakan dari modal sendiri atau modal pinjaman atau
kombinasi dari keduanya. Sumber pembiayaan untuk usahatani jambu mente di
Kabupaten Flores Timur umumnya berasal dari

modal sendiri seperti

tanah,

bangunan, bahan baku, tenaga kerja dan biaya operasional lainnya. Sementara modal
tanaman berasal dari sumbangan berupa proyek pemerintah yang bersifat hibah/tidak
ada sistem pengembalian.
(Soekartawi. 1986), mendefinisikan pengeluaran total usahatani sebagai nilai
semua masukan yang dikeluarkan dan habis terpakai di dalam proses produksi,
tetapi tidak termasuk tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani. Pengeluaran
total usaha tani terdiri dari pengeluaran tetap dan pengeluaran tidak tetap.
Pengeluaran tidak tetap (Variable cost), adalah pengeluaran yang digunakan untuk
usahatani tertentu yang nilainya berubah-ubah dan sebanding dengan besarnya skala

31

usaha.

Pengeluaran tetap (fixed cost) adalah pengeluaran usahatani yang tidak

bergantung pada besarnya produksi. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran


tunai dan pengeluaran tidak tunai.
Konsep biaya relevan sangat berkaitan dengan konsep produk. Menurut
Lipsey et. all. (1995), Biaya total (total cost=TC) adalah biaya total untuk
menghasilkan tingkat output tertentu. Biaya total dibagi menjadi dua bagian, yaitu
biaya tetap total (total fixed costs = TFC) dan biaya variabel total (total variable costs
= TVC). Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah meskipun output berubah;
biaya ini akan sama besarnya kendati output adalah 1 unit atau I juta unit. Biaya
seperti ini sering disebut biaya overhead atau biaya yang tak dapat dihindari
(unavoidable cost).

Biaya variabel adalah biaya yang berubah-ubah.

Biaya ini

berkaitan langsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatnya


produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi. Biaya variabel juga disebut
biaya yang dapat dihindari (avoidable cost)
Biaya marjinal (marjinal cost = MC), adalah kenaikan biaya total yang
disebabkan oleh meningkatnya laju produksi sebesar satu unit. Karena biaya tetap
tidak berubah dengan output, biaya marjinal akan selalu nol.

Karena itu, biaya

marjinal jelas merupakan biaya variabel marjinal dan berubahnya biaya tetap tidak
akan mempengaruhi biaya marjinal.

3.1.4. Pendapatan Usahatani


Pendapatan usahatani adalah keuntungan yang diperoleh petani setelah
mengurangkan biaya yang diperuntukan selama proses produksi dengan penerimaan

32

usahatani. Tujuan utama dari analisis pendapatan adalah menggambarkan keadaan


sekarang suatu kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari
perencanaan atau tindakan. (Soeharjo dan Patong, 1973).
Menurut Hernanto (1991), Pendapatan usahatani adalah balas jasa dari
kerjasama faktor-faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, dan jasa pengolahan.
Pendapatan usahatani tidak hanya berasal dari kegiatan produksi saja, tetapi dapat
juga diperoleh dari menjual unsur-unsur produksi, menyewakan lahan dan lain
sebagainya.
Soekartawi, dkk. (1986) mengelompokan Pendapatan usahatani menjadi
pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai usahatani adalah selisih
antara penerimaan tunai usahatani dengan biaya tunai usahatani. Penerimaan tunai
usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, sedangkan
pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian
barang dan jasa bagi usahatani. Pendapatan total usahatani adalah selisih antara
penerimaan total dengan total biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi,
dimana semua input milik keluarga diperhitungkan sebagai biaya produksi.

3.1.5. Efisiensi Usahatani


Pada umumnya efisiensi diartikan sebagai perbandingan antara hasil yang
diperoleh (output) terhadap nilai masukan (input). Menurut Mubyarto (1989), istilah
efisiensi produksi adalah banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh dari
satu kesatuan faktor produksi (input).

33

Kegiatan usahatani yang dijalankan harus diukur berdasarkan tingkat


efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi usahatani adalah rasio imbangan antara
penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan (R/C rasio). R/C rasio
menunjukan berapa besar penerimaan yang diperoleh petani untuk setiap biaya yang
dikeluarkan dalam melakukan kegiatan usahatani.
Dalam melakukan kegiatan usahatani diperlukan dua keterangan pokok,
antara lain keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama satu periode
produksi sesuai jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan merupakan total nilai
produk yang dijalankan, yaitu hasil kali dari jumlah fisik output dengan harga yang
terjadi (QxP).

Sedangkan pengeluaran atau biaya adalah semua pengorbanan

sumberdaya ekonomi yang diperlukan untuk menghasilkan sesuatu produk dalam


satu periode produksi. Efisiensi usahatani dapat dilihat dari nilai R/C yang diperoleh.
Suatu kegiatan usahatani dikatakan efisien dan menguntungkan, apabila nilai R/C
yang diperoleh lebih dari satu.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional


Jambu mente (Anacardium Occidentale L.) merupakan komoditas unggulan
kabupaten Flores Timur. Tanaman ini sudah dikenal masyarakat pada era tahun 70an. Tanaman ini pertama ditanam di kecamatan Tanjung Bunga. Sejak beberapa
tahun lalu hingga saat ini, sebagian besar petani masih mengandalkan usaha ini
sebagai usaha pokok dalam menunjang perekonomian keluarga selain tanaman
pangan dan hortikultura.

34

Seluruh areal penanaman jambu mente di Flores Timur adalah milik petani
(perkebunan rakyat). Dalam melakukan kegiatan budidaya (on farm), biasanya petani
menerapkan sistem budidaya yang sederhana / konvensional dengan input luar rendah
(low input).

Di lain pihak harga input produksi di pasar cenderung meningkat,

sementara harga produk cenderung rendah dan berfluktuatif. Hasil panen gelondong
mente pada umumnya tidak berkualitas bahkan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Hal ini menyebabkan produksi dan produktivitas tanaman relatif rendah.

Luas areal

penanaman jambu mente berbeda-beda untuk setiap petani. Pada umumnya luas areal
penanaman jambu mente berkisar antara 0,5 ha 2,0 ha, dengan status kepemilikan
lahan milik sendiri.

Luas areal yang berbeda untuk setiap petani jambu mente

berkonsekuensi pada penerimaan hasil produksi yang berbeda pula.


Usahatani jambu mente di kabupaten Flores Timur layak untuk dilaksanakan
dan diupayakan untuk terus dikembangkan dari kondsi saat ini. Upaya yang perlu
dilakukan dalam rangka peningkatan pendapatan petani adalah penataan sistem
usahatani pada setiap tingkatan usahatani, penguatan kelembagaan pada tingkat
petani, serta membangun kerja sama yang sinergis antar stakeholder. Selain itu,
faktor lain yang perlu diketahui dalam pengusahaan jambu mente adalah efisiensi
dalam penggunaan input produksi agar petani bisa memperoleh keuntungan sesuai
yang diharapkan. Skema pemikiran ini dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini :

35

PETANI JAMBU MENTE


FLORES TIMUR

- Penerapan teknik budidaya secara sederhana / konvensioonal


- Harga input tinggi
- Harga jual produk rendah dan berfluktuatif
- Produktivitas rendah
- Kualitas / mutu rendah

Kondisi Usahatani Saat Ini


Analisis Usahatani

Analisis Penerimaan

Penerimaan Tunai

Analisis Biaya

Penerimaan Total

Biaya Tunai

Biaya Diperhitungkan

Biaya Total

Pendapatan Tunai

Pendapatan Total

Efisiensi Usahatani

R/C Total

R/C Tunai

REKOMENDASI

Gambar 2. Skema Alur Pemikiran Operasional

BAB IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada petani jambu mente swadaya (perkebunan
rakyat) di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur,
Propinsi Nusa Tenggara Timur.

Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

(purposive), dengan pertimbangan kecamatan tersebut adalah sentra produksi jambu


mente di Kabupaten Flores Timur. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Pelaksanaan penelitian
berlangsung pada bulan Maret sampai April 2008.

4.2. Teknik Pengumpulan Data


Penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling yaitu dengan
menggunakan sampel petani jambu mente swadaya di Desa Ratulodong, Kecamatan
Tanjung Bunga sebanyak 40 orang dari total keseluruhan populasi sebanyak 322
petani. Simple Random sampling adalah pemilihan sampel yang dilakukan secara
acak sederhana, dimana untuk mendapat 40 petani responden, keseluruhan populasi
(322 petani) diundi secara acak. Metode simple random sampling dipilih dengan
pertimbangan bahwa kondisi usahatani jambu mente di desa Ratulodong seragam
atau homogen dalam hal teknik budidayanya.
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan petani, observasi serta pengisian
kuisioner oleh petani sampel. Sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas

37

Pertanian dan Peternakan, Dinas kehutanan dan Perkebunan, Badan Pusat Statistik,
serta instansi lain yang terkait. Berbagai data dan sumbernya yang diambil dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini :

Tabel 6. Kebutuhan Data dan Sumbernya


Jenis Data
Data Kuantitatif
Total Penerimaan (TR)
Total Biaya (TC)
Harga Input Produksi
Hasil produksi mente gelondongan selama satu tahun
Harga jual mente gelondong / kg
Hasil penjualan selama satu tahun (kg)
Data Kuantitatif
Karakteristik petani jambu mente
Tujuan petani dalam berusahatani
Monografi desa Ratulodong

4.3.

Sumber Data

Petani
Petani
Petani/Pedagang
Petani
Petani/Pedagang
Petani

Petani
Petani
Instansi

Metode pengolahan dan Analisis Data


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode derkriptif dengan

pendekatan kasus. Dengan metode ini data diolah dan dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui kondisi yang dialami
petani saat ini dalam melakukan sistem budidaya jambu mente.
Analisis kuantitatif yang dipilih adalah analisis pendapatan usahatani, dan
analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio) dan analisis efisiensi usahatani.
Untuk menghitung pendapatan petani jambu mente secara monokultur, dilakukan
tabulasi sederhana dengan menghitung pendapatan usahatani jambu mente atas biaya

38

tunai dan pendapatan usahatani jambu mente atas biaya total. Dari hasil analisis
pendapatan yang diperoleh, kemudian dilakukan analisis imbangan penerimaan dan
biaya (R/C Rasio) atas biaya tunai dan atas biaya total untuk melihat tingkat efisiensi
usahatani.

4.4. Analisis Usahatani


Analisis usahatani pada hakekatnya adalah alat yang digunakan untuk
mengukur keberhasilan dari suatu usahatani. Tujuan dilakukan analisis usahatani
adalah untuk melihat keragaan suatu kegiatan usahatani. Beberapa alat analisis yang
dapat digunakan untuk melihat keragaan kegiatan usahatani adalah sebagai berikut :

4.4.1. Analisis Pendapatan usahatani


Gittinger (1986), mengatakan bahwa analisis pendapatan usaha pertanian pada
umumnya digunakan untuk mengevaluasi kegiatan suatu usaha pertanian dalam
periode satu tahun.
pertanian.

Tujuannya adalah membantu perbaikan pengolahan usaha

Yang digunakan adalah harga berlaku, kemudian penyusutan

diperhitungkan pada tahun tersebut untuk investasi modal yang umur penggunaannya
cukup lama.
Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok yaitu
keadaan penerimaan dan pengeluaran selama usahatani dijalankan dalam waktu yang
ditetapkan. Penerimaan merupakan total nilai produk yang dijalankan yang
merupakan hasil perkalian antara jumlah fisik output dengan harga atau nilai uang
yang diterima dari penjualan produk usahatani (Q x P). Penerimaan usahatani ini

39

tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Sedangkan pengeluaran


(biaya) adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi
kegiatan usahatani. Pengeluaran ini tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah
pokok pinjaman.

Penerimaan dan pengeluaran usahatani tidak mencakup yang

berbentuk benda. Jadi nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai
penerimaan dan nilai kerja yang dibayar dengan benda tidak dihitung sebagai
pengeluaran usahatani. (Soekartawi, 1985).
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya
yang dikeluarkan. Untuk menghitung pendapatan usahatani, terlebih dahulu
melakukan pencatatan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran usahatani dalam
satu periode produksi. Data pengeluaran dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu
biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Kemudian dilakukan perhitungan pendapatan
usahatani atas biaya tunai dan perhitungan pendapatan usahatani atas biaya total.
Secara matematis, analisis pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut :
= NP - BT BD
Dimana :

= Pendapatan (Rp)

NP

= Nilai Produksi (hasil kali produk dengan harga = QxP)

BT

= Biaya Tunai Usahatani (Rp)

BD

= Biaya yang Diperhitungkan (Rp)

NP BT

= Pendapatan atas biaya tunai (Rp)

NP (BT + BD) = Pendapatan atas biaya total (Rp)


Sumber : Soekartawi, 1985

40

4.4.2. Analisis Imbangan penerimaan dan Biaya (R/C Ratio)


Analisis biaya digunakan untuk menghitung besarnya nominal uang yang
dikeluarkan petani dalam usaha budidaya jambu mente. Biaya diperlukan antara
lain untuk upah tenaga kerja, bibit, pupuk, pestisida, pengadaan sarana produksi
pertanian, dan lain-lain.

Semakin besar luas lahan untuk penanaman jambu mente,

semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani.


Rasio Penerimaan atas biaya produksi adalah alat yang digunakan untuk
mengukur tingkat keuntungan relatif suatu usahatani. Rasio penerimaan atas biaya
menunjukan seberapa besar penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang
dikeluarkan dalam produksi usahatani.

Dari angka rasio penerimaan atas biaya

tersebut dapat diketahui apakah suatu kegiatan usahatani dijalankan menguntungkan


atau tidak (Soeharjo dan Patong, 1973).
Dalam analisis ini, akan diuji seberapa jauh setiap rupiah yang dikeluarkan
untuk suatu usahatani dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan yang diperoleh
sebagai manfaatnya. Suatu usahatani dapat dikatakan layak dan menguntungkan
apabila nilai R/C yang diperoleh lebih besar dari satu. Dan sebaliknya usahatani
dikatakan belum menguntungkan atau tidak layak apabila R/C kurang dari satu.
(Soeharjo dan Patong, 1973).
Menurut Soekartawi (1985), Analisis imbangan penerimaan dan biaya
digunakan untuk melihat efisiensi dan kelayakan dari usahatani suatu komoditi
pertanian. Nilai R/C ratio dihitung dengan membandingkan penerimaan total dengan
biaya total. Secara matematis, nilai R/C ratio dapat dirumuskan sebagai berikut :

41

Total Penerimaan
Rasio R/C

Atas biaya tunai

Rasio R/C
Atas biaya total

Dimana : Y

Y x Py
=

Total Biaya Tunai

BT

Total Penerimaan

Y x Py

=
Total Biaya Total

(BT +BD)

= Total Produksi (kg)

Py = Harga jual Produk (Rp)


BT = Biaya Tunai (Rp)
BD = Biaya Diperhitungkan (Rp)
Sumber : Soekartawi, 1985

Jika R/C > 1, maka usahatani yang dilakukan memberikan penerimaan lebih
besar daripada pengeluaran dan secara finansial efisien dan layak untuk
dikembangkan. Jika R/C < 1, maka penerimaan usahatani lebih kecil daripada biaya
yang dikeluarkan sehingga secara finansial usaha ini sudah tidak efisien dan tidak
layak untuk dikembangkan. Dan Jika R/C = 1, maka penerimaan yang diperoleh
sama dengan biaya yang dikeluarkan.

Hal ini secara finansial usahatani yang

dijalankan tidak memberikan keuntungan maupun kerugian (impas).

Berikut

disajikan metode yang digunakan dalam perhitungan pendapatan usahatani jambu


mente, dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini :

42

Tabel 7. Metode Perhitungan Pendapatan Usahatani Jambu Mente


A. Penerimaan Usahatani
A.1. Produksi yang dijual
(A1)
(A2)
A.2. Harga Satuan Produksi
(A1 x A2) = (A3)
A.3. Total Penerimaan
B. Biaya Usahatani
B.1. Biaya Tunai
a. Biaya Sarana Produksi
1) Benih/Bibit
2) Pupuk
3) Pestisida/Obat-obatan
b. Upah Tenaga Kerja
c. Sewa Lahan
d. Biaya Lain-lain
Total Biaya Tunai
(B1)
B.2. Biaya Diperhitungkan
a. Nilai Penyusutan Alat-Alat Pertanian
b. Nilai Tenaga Kerja Keluarga
Total Biaya Diperhitungkan
(B2)
C. Biaya Total
(B1) + (B2) = (C)
D. Pendapatan Atas Biaya Tunai
(A3) (B1)
E. Pendapatan Atas Biaya Total
(A3) (C)
F. Pendapatan Tunai
(A1) (B1)
G. R/C Rasio Atas Biaya Tunai
(A3) / (B1)
H. R/C Atas Biaya Total
(A3) / (C)

BAB V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5.1. Kondisi Geografis dan Wilayah Administrasi


Kabupaten Flores Timur terletak di ujung timur pulau Flores Propinsi Nusa
Tenggara Timur. Secara Geografis wilayah Kabupaten Flores Timur terletak diantara
8,04 LS - 8,40 LS dan 122,38 BT - 123,57 BT. Secara administratif wilayah
Kabupaten Flores Timur dibatasi oleh :
- Utara berbatasan dengan Laut Flores
- Selatan berbatasan dengan Laut Sawu
- Timur berbatasan dengan Kabupaten Lembata
- Barat berbatasan dengan Kabupaten Sikka
Luas Wilayah Kabupaten Flores Timur adalah 1.812,85 Km, yang
keseluruhannya terbagi dalam 13 kecamatan, dengan 201

buah desa dan 17

kelurahan. Jumlah penduduk terhitung akhir tahun 2006 adalah sebanyak 223.885
jiwa, dengan kepadatan penduduknya sebesar 123,50 jiwa / km. Kabupaten Flores
Timur terdiri dari 3 pulau yaitu Flores Timur Daratan, Solor dan Adonara, dimana
sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani (70 persen), 20
persen nelayan dan 10 persen lainnya adalah pedagang, pengusaha, pegawai negeri
dan lain- lain.
Wilayah kecamatan terluas diantara 13 kecamatan yang ada di Kabupaten
Flores Timur adalah Kecamatan Tanjung Bunga yang merupakan lokasi penelitian,
dan wilayah kecamatan yang paling sempit adalah Kecamatan Ile Boleng. Wilayah
administratif Kabupaten Flores Timur dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini :

44

Tabel 8. Pembagian Wilayah Administratif Kabupaten Flores Timur


No

Kecamatan

LuasDaerah(Km)

1.
2.
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Wulan Gitang
Titehena
Tanjung Bunga
Ile Mandiri
Larantuka
Solor Barat
Solor Timur
Wotanulumado
Adonara Barat
Adonara Timur
Ile Boleng
Witihama
Klubagolit

304,49
211,70
343,16
74,24
133,28
150,68
75,66
75,81
113,96
108,94
51,39
77,97
91,57

Jumlah

Ibu Kota
Kecamatan

Jumlah
Desa

Jumlah
Kelurahan

15
11
19
8
8
17
19
11
28
17
16
13
19

14
1
2
-

201

17

Boru
Lato
Waiklibang
Lewohala
Larantuka
Ritaebang
Menanga
Baniona
Waiwadan
Waiwerang
Senadan
Witihama
Pepakkelu

1.812,85

Sumber : BPS. Flores Timur Dalam Angka (2006/2007), Diolah

5.2. Topografi
Pada umumnya kondisi topografi di wilayah Kabupaten Flores Timur adalah
berbukit-bukit, sedikit landai dan datar. Ditinjau dari sisi geologis ternyata bahwa
periode pembentukan masing-masing pulau di kabupaten Flores Timur sangat
bervariasi. Sebagian pulau seperti Flores Daratan dan Adonara, ternyata kejadian
geologisnya terbentuk dari vulkanik yang berada pada gugusan gunung berapi.
Keadaan topografi di suatu wilayah sangat penting untuk diketahui. Hal ini
akan bermanfaat dalam penentuan kesesuaian lahan bagi jenis tanaman yang akan
dibudidayakan.

45

5.2.1. Ketinggian Tempat


Wilayah Kabupaten Flores Timur terbentang mulai dari pesisir pantai hingga
ke daerah pegunungan. Ketinggian tempat di Kabupaten Flores Timur bervariasi
mulai dari 0m hingga di atas 500m di atas permukaan laut. Perbedaan ketinggian
tempat dari permukaan laut sangat mempengaruhi perubahan suhu di setiap wilayah.
Ketinggian tempat pada suatu wilayah merupakan syarat mutlak bagi penentuan jenis
usaha pertanian apa yang cocok sesuai persyaratan tumbuhnya.

Perincian luas

wilayah menurut ketinggian tempat dari permukaan laut dan prosentasinya dapat
dilihat pada Tabel 9 di bawah ini :

Tabel 9. Perincian Luas Wilayah Menurut Ketinggian Dari Permukaan Laut


Serta Prosentasinya di Kabupaten Flores Timur
Luas
Ketinggian di Atas Permukaan Laut
No
Kecamatan
Wilayah
(Ha)
0-25 m 25-100 m 100-500 m > 500 m
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Wulan Gitang
Titehena
Tanjung Bunga
Ile Mandiri
Larantuka
Solor Barat
Solor Timur
Wotanulumado
Adonara Barat
Adonara Timur
Ile Boleng
Witihama
Klubagolit

3.255
2.778
5.234
2.825
1.013
2.144
1.568
1.405
939
1.473
712
1.403
1.040

3.712
3.167
6.355
2.554
916
4.240
1.936
1.652
1.105
2.495
1.240
2.442
1.812

12.235
10.438
18.503
11.253
4.035
8.124
3.677
6.084
4.067
5.871
2.918
5.745
4.261

3.469
2.959
3.233
4.065
1.458
560
385
3.027
2.024
934
469
924
684

22.671
19.842
33.325
20.697
7.422
14.068
7.566
12.168
8.135
10.782
5.339
10.514
7.797

Jumlah
25.789
33.626
97.211
24.191
180.326
Prosentase (%)
14,3
18,6
53,9
13,4
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Flores Timur, 2008

46

5.2.2. Tingkat Kemiringan


Kemiringan tanah (lereng) pada suatu wilayah sangat berperan dalam
penentuan pola tanam apa yang harus diterapkan dalam budidaya tanaman.
Pemanfaatan lahan pada daerah berlereng berbeda-beda sesui dengan prosentasi
kemiringan tanah.

Hal ini berguna bagi penentuan titik pada garis kontur saat

membuat guludan. Semakin tinggi prosentasi kemiringan tanah, jarak antar guludan
harus semakin dekat. Hal ini terkait dengan upaya untuk menahan laju erosi disaat
musim penghujan.

Luas lahan menurut tingkat kemiringan/lereng di Kabupaten

Flores Timur disajikan pada Tabel 10 berikut ini :

Tabel 10. Perincian Luas Menurut Kemiringan Tanah / Lereng di Kabupaten


Flores Timur
Luas
Tingkat Kemiringan Tanah
No
Kecamatan
Wilayah
(Ha)
0-3 %
3-12 %
12-40 %
> 40 %
22.671
4.228
11.834
3.759
2.850
Wulan Gitang
1
19.842
3.607
10.097
3.207
2.431
Titehena
2
33.325
7.242
18.025
5.799
2.232
Tanjung Bunga
3
20.697
4.709
9.446
4.787
1.755
Ile Mandiri
4
7.422
1.689
3.387
1.717
629
Larantuka
5
14.068
6.512
471
2.767
4.318
Solor Barat
6
7.566
3.329
4.212
25
Solor Timur
7
12.168
7.079
2.567
1.826
596
Wotanulumado
8
8.135
4.733
1.783
1.221
398
Adonara Barat
9
10.782
6.627
2.132
1.506
478
10 Adonara Timur
5.339
3.294
1.058
749
238
11 Ile Boleng
10.514
6.486
2.086
1.474
468
12 Witihama
7.797
4.810
1.547
1.098
347
13 Klubagolit
Jumlah
16.740
29.935
68.672
64.345
180.326
Prosentase (%)
9,28
16,60
38,02
35,68
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Flores Timur, 2008

47

Dari Tabel 10 terlihat bahwa daerah dengan tingkat kemiringan sebesar 0 - 3


persen relatif lebih kecil yaitu seluas 16.740 ha atau sebesar 9,28 persen, sedangkan
daerah dengan tingkat kemiringan 3 - 12 persen seluas 29.935 ha atau sebesar 16,60
persen. Daerah ini diperuntukan bagi tanaman semusim. Untuk tanaman perkebunan
diprioritaskan pada daerah dengan tingkat kemiringan 12 - 40 persen dengan jumlah
lahan yang tersedia sebesar 68.672 ha atau 38,02 persen.

5.3. Iklim dan Curah Hujan


Pada umumnya Kabupaten Flores Timur merupakan daerah yang beriklim
kering dimana jumlah bulan kering antara 6 - 8 bulan, dan bulan basah sekitar 4 - 6
bulan.

Musim hujan biasanya berlangsung pada bulan Nopember sampai bulan

Maret, sedangkan musim kemarau berlangsung antara bulan Maret sampai bulan
Nopember. Klasifikasi iklim di Kabupaten Flores Timur dan rata-rata curah hujan 5
tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 11 dan 12 masing-masing berikut ini :

Tabel 11. Klasifikasi Iklim di Kabupaten Flores Timur


Kecamatan
Type Iklim
Keterangan
Wulan Gitang*)
D3 dan E4
Sedang s/d kering
Larantuka*)
E4
Agak kering
Tanjung Bunga
E4
Agak kering
Solor Barat
E4
Agak kering
Solor Timur
F
Kering
Adonara Barat*)
D3 dan E4
Sedang s/d kering
Adonara Timur*)
D3 dan E4
Sedang s/d kering
* Termasuk kecamatan yang baru dimekarkan dari kecamatan induk
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Flores Timur, 2008

48

Tabel 12. Rata-rata Curah Hujan Bulanan dalam 5 Tahun Terakhir di


Kabupaten Flores Timur Tahun 2003 - 2007
Curah Hujan (mm)
Hari Hujan (hh)
Bulan /
Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2003 2004 2005 2006 2007
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember

216
79
100
24
85
13
2
0
0
33
47
125

376
663
303
132
49
2
58
129
348

748
700
716
174
1
11
1
211
121
392

617
361
287
150
29
0
1
1
384

208
349
506
197
42
45
0
2
6
328
342

14
6
12
5
7
2
0
0
4
5
7
13

13
22
13
6
5
0
1
4
11

12
12
16
8
1
6
9

19
12
14
10
3
0
0
0
0
1
10

11
9
14
6
2
3
0
0
1
6
11

Jumlah

724

2.060

3.075

1.830

2.025

75

75

64

69

63

Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Flores Timur (2008), Diolah

Dari Tabel 12 terlihat bahwa rata-rata curah hujan bulanan tertinggi dalam 5
tahun terakhir terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 3.075mm, dengan jumlah hari
hujan sebanyak 64 hari. Rata-rata jumlah hari hujan terbanyak terjadi pada tahun
2003 dan 2004 sebanyak 75 hari dengan intensitas hujan sebesar 724 mm dan 2.060
mm. Rata-rata curah hujan bulanan terendah terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar
724 mm. Rata-rata jumlah hari hujan terendah terjadi pada tahun 2007 dengan
intensitas hujan sebesar 2.025 mm.

Kondisi curah hujan akan mempengaruhi

keragaan proses pembungaan dan pembuahan jambu mente.


Untuk mendapatkan hasil yang baik dan bermutu, biasanya pada musim
pembungaan dan pembuahan cuaca harus benar-benar panas. Apabila terjadi turun
hujan pada fase ini, maka produksi mente akan gagal akibat banyak bunga yang mati
dan gugur, sedangkan bunga yang berhasil menjadi bakal buah memiliki mutu panen

49

yang kurang baik karena gelondong mente yang dipanen memiliki kadar air yang
tinggi.

5.4. Demografi
Dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh BPS. Flores Timur Dalam Angka,
(2006/2007), jumlah penduduk di Kabupaten Flores Timur terhitung akhir tahun 2006
sebesar 223.885 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 123,50 jiwa / km.
Hal ini menunjukan bahwa tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Flores Timur
masih tergolong normal. Di Kecamatan Tanjung Bunga sendiri yang menjadi tempat
penelitian, memiliki jumlah penduduk sebesar 18.980 jiwa dengan tingkat kepadatan
penduduknya sebesar 55,31 jiwa / km terhitung pada akhir tahun 2006. Ada pun
jumlah penduduk dan tingkat kepadatan penduduk dirinci per kecamatan di
Kabupaten Flores Timur akan disajikan pada Tabel 13 di bawah ini :

Tabel 13. Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten


Timur Tahun 2007
No
1.
2.
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Kecamatan
Wulan Gitang
Titehena
Tanjung Bunga
Ile Mandiri
Larantuka
Solor Barat
Solor Timur
Wotanulumado
Adonara Barat
Adonara Timur
Ile Boleng
Witihama
Klubagolit
Jumlah

Luas Daerah (Km)


304,49
211,70
343,16
74,24
133,28
150,68
75,66
75,81
113,96
108,94
51,39
77,97
91,57
1.812,85

Flores

Jumlah Penduduk

Kepadatan Per Km

19.263
11.538
18.980
8.879
35.377
12.502
14.592
7.832
21.474
25.170
14.052
14.318
19.908
223.885

63,26
54,50
55,31
119,60
265,43
82,97
192,86
103,31
188,43
231,04
273,44
183,63
217,41
123,50

Sumber : BPS. Flores Timur Dalam Angka, 2006/2007

50

5.5. Profil Sektor Pertanian


Pembangunan di sektor pertanian pada dasarnya merupakan suatu proses yang
terus-menerus dan berkelanjutan. Reorientasi pembangunan pertanian diarahkan
untuk mengembangkan sistem dan usaha agribisnis berbasis pendayagunaan dan
pemberdayaan sumberdaya lokal (local recourses based).
Di Kabupaten Flores Timur usaha di sektor pertanian tetap menjadi sektor
andalan masyarakat dan

merupakan sumber pendapatan utama bagi pemenuhan

kebutuhan hidup sehari-hari. Sektor pertanian yang ada di kabupaten Flores Timur
mencakup pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, serta
produksi hasil hutan. Penyebarannya berbeda-beda dan menyebar di setiap wilayah
dengan kesesuaian lahan dan iklim yang berbeda-beda untuk setiap komoditas.
Berkaitan dengan sub sektor perkebunan, petani di Kabupaten Flores Timur
telah mengusahakan berbagai jenis komoditas seperti, kelapa, kopi, cengkeh,

kakao,

jambu mente, kemiri, pinang, kapuk, pala, lada, jarak pagar, dan lain-lain.
Perkembangan produksi komoditas perkebunan selama kurun waktu 5 tahun terakhir
berfluktuatif. Ada pun luas areal dan produksi beberapa komoditas perkebunan di
Kabupaten Flores Timur dirinci menurut kecamatan dapat dilihat pada Tabel 14
berikut ini :

51

Tabel 14. Luas Areal dan Produksi Beberapa Komoditi Perkebunan di


Kabupaten Florers Timur Tahun 2007
Luas Areal Tanam (Ha)
Produksi
Komoditi
Belum
Sudah
Jumlah (Ha)
(Ton)
Menghasilkan Menghasilkan
2.305,45
Kelapa
8.442,67
10.748,12
9.655,04
Kopi
198,60
2.960,88
3.159,48
339,09
Cengkeh
26,42
396,41
422,83
25,77
Kakao
1.823,06
2.055,53
3.878,59
622,57
16.388,96
11.945,53
28.334,49
8.190,47
Jambu Mente
2.183,71
1.245,29
3.249,00
746,43
Kemiri
Pinang
100,37
119,89
220,26
36,92
Kapuk
35,83
268,29
304,12
45,45
102,70
59,55
162,25
29,65
Pala
22,24
21,66
43,90
15,88
Lada
130,31
79,05
209,36
32,20
Vanili
Jarak Pagar
272,08
272,08
Sumber : BPS. Flores Timur Dalam Angka (2006/2007), Diolah

Berdasarkan Tabel 14 tercatat bahwa dari semua komoditi perkebunan yang


diusahakan petani di Kabupaten Flores Timur, jambu mente merupakan komoditas
dengan luas lahan pengusahaan terbesar.

Hal ini menunjukan bahwa komoditas

jambu mente merupakan sektor andalan petani di Kabupaten Flores Timur. Data
tentang komoditi jambu mente di Kabupaten Flores Timur dirinci per kecamatan
disajikan pada Tabel 15 berikut ini :

52

Tabel 15. Luas Areal dan Produksi Jambu Mente Dirinci Menurut Kecamatan
di Kabupaten Flores Timur Tahun 2007
Luas Areal Tanam (Ha)
No
Kecamatan
Belum
Sudah
Jumlah (Ha) Produksi
(Ton)
Menghasilkan Menghasilkan
1. Wulan Gitang
2.964,63
7.344,89
1.914,06
4.380,26
2. Titehena
47,17
1.649,86
1.697,03
1.141,59
3 Tanjung Bunga
2.942,07
2.038,61
4.980,68
1.410,71
4 Ile Mandiri
61,48
313,70
375,18
219,59
3.320,04
984,62
4.304,66
689,23
5 Larantuka
1.178,98
1.491,87
2.670,85
1.044,31
6 Solor Barat
7 Solor Timur
2.517,11
1.327,66
3.844,77
957,27
8 Wotanulumado
47.09
36,74
83,83
29,13
708,26
531,85
1.240,11
368,04
9 Adonara Barat
1.089,09
543,20
1.632,29
372,99
10 Adonara Timur
20,81
20,46
41,27
13,68
11 Ile Boleng
12 Witihama
52,95
13,25
66,20
9,21
13 Klubagolit
23,65
29,08
52,73
20,66
Jumlah
16.388,96
11.945,53
28.334,49
8.190,47
Sumber : BPS. Flores Timur Dalam Angka (2006/2007), Diolah

BAB VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Gambaran Umum Desa Ratulodong


6.1.1. Wilayah dan Topografi
Desa Ratulodong merupakan sebuah desa di kecamatan Tanjung Bunga yang
terletak di pusat kota kecamatan Tanjung Bunga. Desa Ratulodong terdiri dari 6 buah
Dusun yaitu Dusun Saoniwan, dusun Pati Hajon, Dusun Deka Harut, Dusun Blili
Burak, Dusun Riang Pigang dan Dusun Lama Nabi. Letak desa Ratulodong berada
28 kilometer dari ibu kota kabupaten Flores Timur dan sekitar 1 kilometer dari ibu
kota kecamatan Tanjung Bunga. Batas wilayah desa Ratulodong adalah sebagai
berikut :
- Utara berbatasan dengan Desa Latonliwo, Desa Patisirawalang dan Desa
Gekeng Deran
- Selatan berbatasan dengan Teluk Hading
- Timur berbatasan dengan Desa Sinamalaka, Desa Kolaka dan Desa
Lewobunga
- Barat berbatasan dengan Desa Sinarhadigala dan Desa Aransina.
Desa Ratulodong memiliki areal seluas 2.873,07 hektar yang meliputi perumahan
penduduk, lahan pertanian, lahan perkebunan dan kehutanan. Perincian luas wilayah
desa Ratulodong, dapat dilihat pada Tabel 16 di bawah ini :

54

Tabel 16. Luas Wilayah Desa Ratulodong Menurut Penggunaannya Tahun


Tahun 2007
Penggunaan
Luas Areal (Ha)
Prosentase (%)
No
1. Pemukiman Penduduk
23,07
0,80
2. Lahan Pertanian
355,00
12,35
3. Lahan Perkebunan
593,00
20,63
4. Lahan Kehutanan
1.902,00
66,20
Jumlah
2.873,07
100,00
Sumber : Buku Monografi Desa Ratulodong, 2008

Berdasarkan Tabel 16, diketahui bahwa 20,63 % digunakan untuk lahan


perkebunan, 12,35 % sebagai lahan pertanian, 0,80 % untuk pemukiman penduduk
dan sisanya 66,20 % masih dalam bentuk hutan.
Dilihat dari topografi, Desa Ratulodong memiliki iklim tropis dengan keadaan
tanahnya datar dan berbukit-bukit. Desa Ratulodong berada pada ketinggian 23,1
meter di atas permukaan laut dengan tingkat curah hujan 1.450,5 mm per tahun. Jenis
tanah pada umumnya liat sedikit berpasir, dimana sangat cocok untuk lahan pertanian
dan perkebunan. Tanaman pangan yang cocok dikembangkan di daerah ini adalah
padi, jagung, kacang-kacangan, umbi-umbian, pisang dan lain-lain. Untuk tanaman
perkebunan lebih banyak didominasi oleh jambu mente,

diikuti dengan kelapa,

kakao, kemiri dan kopi.

6.1.2. Penduduk dan Mata Pencaharian


Penduduk Desa Ratulodong secara keseluruhan berjumlah 20.037 jiwa,
dengan perincian laki-laki 989 jiwa dan perempuan 1.048 jiwa. Dari jumlah tersebut
di atas, sebanyak 464 jiwa telah menjadi kepala keluarga.
menurut kelompok umur, disajikan pada Tabel 17 berikut ini :

Susunan penduduk

55

Tabel 17. Susunan Penduduk Desa Ratulodong Menurut Kelompok Umur


Tahun 2008
Kelompok Umur (Tahun)
Jumlah (Jiwa)
Prosentase (%)
0-4
238
11,68
5-7
252
12,37
8 - 19
495
24,30
20 - 57
850
41,73
>58
202
9,92
Jumlah
2.037
100,00
Sumber : Buku Monografi Desa Ratulodong, 2008

Susunan penduduk Desa Ratulodong menurut tingkat pendidikan disajikan


pada Tabel 18 berikut ini :

Tabel 18. Susunan Penduduk Desa Ratulodong Menurut Tingkat Pendidikan


Tahun 2008
Tingkat Pendidikan
Jumlah (jiwa)
Prosentase (%)
Taman Kanak-kanak (TK)
65
10,16
Sekolah Dasar (SD)
347
54,22
SLTP atau sederajat
137
21,40
SLTA atau sederajat
64
10,00
Perguruan Tinggi
27
4,22
Jumlah
640
100,00
Sumber : Buku Monografi Desa Ratulodong, 2008

Penduduk Desa Ratulodong sebagian besar bekerja pada sektor pertanian,


baik pada sub sektor perkebunan maupun sub sektor tanaman pangan dan
hortikultura. Jumlah penduduk Desa Ratulodong yang bekerja di bidang pertanian
sebesar 66,26 persen. Sisanya sebanyak 33,74 persen bekerja di bidang lainnya,
diantaranya adalah sebagai nelayan sebanyak 8,23 persen; Pegawai Negeri Sipil
(PNS), 11,11 persen; TNI / POLRI, 1,44 persen; Pegawai Swasta, 6,38 persen; serta

56

sebagai supir dan ojeg sebanyak 6,58 persen. Susunan penduduk Desa Ratulodong
berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel berikut ini :

Tabel 19. Susunan


Penduduk Desa
Ratulodong
Pencaharian Tahun 2008
Mata Pencaharian
Jumlah (jiwa)
No
1. Petani
322
2. Nelayan
40
3. Pegawai Negeri Sipil (PNS)
54
4. TNI / POLRI
7
5. Pegawai Swasta
31
6. Supir dan Ojeg
32
Jumlah
486
Sumber : Buku Monografi Desa Ratulodong, 2008

Berdasarkan

Mata

Prosentase (%)
66,26
8,23
11,11
1,44
6,38
6,58
100,00

6.2. Karakteristik Responden


Karakteristik petani responden yang akan diuraikan berikut ini meliputi umur
petani, tingkat pendidikan, status usahatani, pengalamaan berusahatani, jumlah
tanggungan dalam keluarga, luas lahan pengusahaan jambu mente, status kepemilikan
lahan dan kepemilikan modal. Ada pun karakteristik petani responden tersebut
diuraikan masing-masing sebagai berikut :

6.2.1. Umur Petani Jambu Mente


Berdasarkan karakteristik umur petani responden di Desa Ratulodong,
diketahui bahwa

petani yang berusia antara 31 40 tahun memiliki prosentasi

tertinggi yaitu sebanyak 35,0 persen. Petani yang berusia antara 20 30 tahun, 17,5
persen; petani berusia 41 50 tahun, 32,5 persen; dan jumlah petani yang berusia di
atas 50 tahun sebesar 15 persen.

57

Tingginya prosentasi petani berusia 31 40 tahun dan berusia 41 50 tahun


menunjukan bahwa usahatani jambu mente di Desa Ratulodong masih didominasi
oleh petani yang produktif. Sementara petani yang sudah tidak produktif dan petani
yang kurang bepengalamaan memiliki proporsi paling kecil.
Pada umumnya mereka menjalankan usahatani ini karena tidak ada keahlian
lain yang dimiliki selain bertani, serta usaha yang sudah turun temurun yang
merupakan warisan orang tua mereka. Karakteristik petani jambu mente berdasarkan
umur di Desa Ratulodong, disajikan pada Tabel 20 di bawah ini :

Tabel 20. Karakteristik Responden Petani Jambu Mente Berdasarkan umur


Petani di Desa Ratulodong Tahun 2008
Umur Petani (Tahun)
Jumlah (Orang)
Prosentase (%)
20 30
7
17,5
31 40
14
35,0
41 50
13
32,5
> 50
6
15,0
Jumlah
40
100,0
Sumber : Kuisioner Petani Rersponden, Diolah

6.2.2. Tingkat Pendidikan


Pada umumnya petani jambu mente di desa Ratulodong yang dijadikan
sampel adalah petani yang pernah sekolah bahkan ada yang sampai mengenyam
pendidikan pada perguruan tinggi.

Karakteristik petani responden berdasarkan

tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 21 berikut ini :

58

Tabel 21. Karakteristik Responden Petani Jambu Mente Berdasarkan Tingkat


Pendidikan Petani di Desa Ratulodong Tahun 2008
Tingkat Pendidikan
Jumlah (Orang)
Prosentase (%)
Tidak Tamat SD
1
2,5
SD
15
37,5
SLTP / Sederajat
11
27,5
SLTA / Sederajat
12
30,0
Diploma
1
2,5
Jumlah
40
100,0
Sumber : Kuisioner Petani Rersponden, Diolah

Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh petani merupakan faktor yang sangat
penting dalam pengelolaan usahatani. Dari Tabel 20 diketahui bahwa prosentasi
tingkat pendidikan petani responden tertinggi adalah petani yang menamatkan
sekolah dasar yaitu sebesar 37,5 persen. SLTP / sederajat sebesar 27,5 persen, SLTA
/ sederajat sebesar 30,0 persen, sementara petani yang tidak tamat sekolah dasar
dan yang telah mengenyam pendidikan diploma masing-masing sebesar 2,5 persen.
Semakin tinggi tingkat pendidikan petani, menunjukan bahwa dalam menjalankan
usahatani jambu mente petani lebih berhati-hati dalam mengambil sebuah keputusan
dan cenderung mempertimbangkan segala macam resiko yang bakal dihadapi.
Sementara tingkat pendidikan petani yang rendah bisa menjadi faktor penghambat
dalam mengakses informasi dan teknologi baru yang berkaitan dengan usahatani yang
dijalankan.

6.2.3. Status Usahatani


Karakteristik petani responden berdasarkan status usahatani yang dijalankan
disajikan pada Tabel 22. Berdasarkan Tabel 22 terlihat bahwa sebagian besar petani

59

responden mengembangkan usahatani jambu mente sebagai usaha pokok. Prosentasi


petani responden yang menjalankan usahatani jambu mente sebagai usaha pokok
sebesar 87,5 persen.

Sisanya 12,5 persen atau sebanyak 5 petani menjalankan

usahatani jambu mente sebagai usaha sampingan.

Tabel 22. Karakteristik Responden Petani Jambu Mente Berdasarkan Status


Usahatani di Desa Ratulodong Tahun 2008
Status Usahatani
Usaha Pokok

Jumlah (Orang)
35

Prosentase (%)
87,5

Usaha Sampingan

12,5

Jumlah

40

100,0

Sumber : Kuisioner Petani Rersponden, Diolah

Tingginya prosentasi petani responden yang menjalankan usahatani jambu


mente sebagai usaha pokonya disebabkan karena kondisi agroklimat yang cocok
untuk dikembangkan tanaman jambu mente.

Selain itu anggapan petani bahwa

usahatani jambu mente merupakan usaha yang cukup menjanjikan dan produksinya
dapat meningkatkan pendapatan petani selain mengusahakan tanaman pangan dan
hortikultura dan tanaman perkebunan lainnya seperti kelapa, kopi, kemiri, kakao.
Sementara bagi petani responden yang menjalankan usahatani jambu mente sebagai
usaha sampingan disebabkan karena ada pekerjaan lain yang menjadi pekerjaan
pokok seperti sebagai Pegawai Negeri Sipil atau pun pegawai swasta tetapi memiliki
lahan sebagai warisan dari orangtua mereka.

60

6.2.4. Pengalamaan Berusahatani


Pengalamaan berusahatani merupakan faktor kunci dalam mengembangkan
suatu usaha di bidang pertanian. Semakin lama berusahatani pada bidang tertentu,
semakin baik dan semakin teliti seorang petani dalam menjalankan proses budidaya.
Hal ini terkait dengan usaha untuk meningkatkan hasil produksi dengan sentuhan
teknologi baru serta ada upaya dalam meminimalisir kegagalan-kegagalan yang
terjadi akibat serangan hama dan penyakit yang berimplikasi pada penurunan hasil
produksi akibat gagal panen.

Selain itu juga, petani yang berpengalaman lebih

tanggap terhadap akses pasar sehingga tidak sulit dalam menentukan harga jual
produk selama massa panen.

Karakteristik responden berdasarkan pengalamaan

berusahatani dapat dilihat pada tabel 23 berikut ini :

Tabel 23. Karakteristik Responden Petani Jambu Mente Berdasarkan


Pengalamaan Berusahatani di Desa Ratulodong Tahun 2008
Lama Berusahatani (Tahun)
Jumlah (Orang)
Prosentase (%)
15
3
7,5
6 10
8
20,0
11 15
15
37,5
16 20
9
22,5
> 20
5
12,5
Jumlah
40
100,0
Sumber : Kuisioner Petani Rersponden, Diolah
Berdasarkan Tabel 23, terlihat bahwa kebanyakan petani responden di Desa
Ratulodong dalam menjalankan usahatani jambu mente memiliki pengalaman di atas
11 15 tahun dengan prosentasi sebesar 37,5 persen. Prosentasi pengalamaan petani
dalam menjalankan usahatani jambu mente 1 5 tahun sebesar 7,5 persen; 6 10
tahun sebesar 20,0 persen; 16 20 tahun sebesar 22,5 persen. Sedangkan petani yang

61

mempunyai pengalamaan berusahatani di atas 20 tahun sebesar 12,5 persen. Petani


yang memiliki pengalamaan berusahatani di atas 20 tahun umumnya berusia di atas
50 tahun bahkan sebagian besar adalah petani yang kurang produktif akibat usia yang
semakin tua.

6.2.4. Jumlah Tanggungan keluarga


Besar kecilnya jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan seorang
kepala keluarga berkaitan dengan besar kecilnya biaya yang akan dikeluarkan oleh
kepala keluarga tani dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Semakin besar
jumlah tanggungan dalam keluarga, semakin besar pula biaya yang harus dikeluarkan
untuk memenuhi

kebutuhan

hidup

sehari-hari.

Dari

Tabel

24

terlihat

bahwa

jumlah tanggungan dalam keluarga petani responden berkisar antara 2 7

orang.

Jumlah tanggungan terbesar dalam keluarga petani responden adalah

sebanyak 6 7 orang dengan prosentase sebesar 42,5 persen. Jumlah tanggungan


dalam keluarga petani responden terkecil adalah 2 3 orang dengan prosentasi
sebesar 17,5 persen. Sedangkan petani responden yang memiliki jumlah tanggungan
dalam keluarga sebanyak 4 5 jiwa sebesar 40,0 persen.

Karakteristik petani

responden berdasarkan jumlah tanggungan dalam keluarga disajikan pada Tabel 24


berikut.

62

Tabel 24. Karakteristik Responden Petani Jambu Mente Berdasarkan Jumlah


Tanggungan Dalam Keluarga di Desa Ratulodong Tahun 2008
Tanggungan Dalam Keluarga Jumlah (Orang)
Prosentase (%)
23
7
17,5
45
16
40,0
67
17
42,5
>7
Jumlah
40
100,0
Sumber : Kuisioner Petani Rersponden, Diolah

6.2.5. Luas Lahan pengusahaan jambu Mente


Luas lahan secara keseluruhan yang dimiliki oleh petani responden di Desa
Ratulodong berkisar antara 0,5 3,0 ha. Lahan yang digunakan untuk pengusahaan
tanaman jambu mente berkisar antara 0,25 2,0 ha. Sisa lahan diluar jambu mente
yang dimiliki oleh petani responden umumnya digunakan untuk pengusahaan
tanaman pangan dan hortikultura serta untuk tanaman perkebunan lainnya. Petani
cenderung menanam jambu mente daripada tanaman lainnya karena tanaman jambu
mente dianggap lebih produktif dan memberikan pendapatan yang lebih besar
daripada tanaman pangan dan hortikultura serta tanaman perkebunan lainnya.
Karakteristik petani responden berdasarkan luas lahan dapat dilihat pada Tabel 25
berikut ini.
Tabel 25. Karakteristik Responden Petani Jambu Mente Berdasarkan Luas
Lahan Pengusahaan Jambu Mente di Desa Ratulodong Tahun 2008
Luas Lahan (Ha)
Jumlah (Orang)
Prosentase (%)
0,25 0,50
17
42,5
0,75 1,00
18
45,0
1,25 1,50
2
5,0
1,75 2,00
3
7,5
Jumlah
40
100,0
Sumber : Kuisioner Petani Responden, Diolah

63

Dari Tabel 25 terlihat bahwa pada umumnya luas lahan jambu mente yang
dimiliki petani responden adalah antara 0,75 1,0 ha dengan prosentasi sebesar 45,5
persen. Luas lahan antara 0,25 0,5 ha sebesar 42,5 persen. Untuk luas lahan antara
1,25 1,50 ha dan 1,75 2,0 ha, masing-masing adalah 5,0 persen dan 7,5 persen.

6.2.6. Status Kepemilikan Lahan


Berdasarkan status kepemilikan lahan, terdapat dua kelompok petani, yaitu
petani yang menggarap lahannya sendiri yang disebut sebagai petani pemilik dan
petani yang menggarap lahan milik orang lain dengan status sewa atau sakap.
Karakteristik petani responden berdasarkan status kepemilikan lahan disajikan pada
Tabel di bawah ini :
Tabel 26. Karakteristik Responden Petani Jambu Mente Berdasarkan Status
Kepemilikan Lahan di Desa Ratulodong Tahun 2008
Status Kepemilikan Lahan
Jumlah (Orang)
Prosentase (%)
Milik Sendiri
40
100,0
Sewa
Jumlah
40
100,0
Sumber : Kuisioner Petani Rersponden, Diolah
Berdasarkan Tabel 26 terlihat bahwa semua petani responden di Desa
Ratulodong adalah petani yang menggarap lahan miliknya sendiri. Semua lahan
milik petani merupakan tanah ulayat masyarakat adat yang secara turtun temurun
diwariskan dari generasi ke generasi.

Dampak dari status kepemilikan lahan akan

mempengaruhi besarnya tingkat pendapatan petani. Petani yang menggarap lahan


sendiri (petani pemilik) tidak akan mengeluarkan biaya untuk sewa lahan sehingga
penerimaan yang diperoleh akan menjadi lebih besar, Sedangkan bagi petani

64

penggarap akan mengeluarkan biaya untuk sewa lahan. Biaya yang dikeluarkan
untuk sewa lahan akan mengurangi besarnya penerimaan yang diperoleh petani.

6.2.7. Kepemilikan Modal


Sumber modal yang digunakan petani jambu mente di Desa Ratulodong pada
tahun 2007 adalah modal milik petani sendiri, ada juga yang berasal dari pinjaman.
Modal sendiri berasal dari tabungan yang disisihkan petani pada saat musim panen
tahun sebelumnya. Hasil penjualan produksi jambu mente tahun sebelumnya selain
digunakan Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, sebagian disisihkan
untuk modal tahun berikutnya. Bagi petani yang memiliki sumber modal pinjaman
umumnya merupakan uang kas kelompopk tani yang dipinjamkan kepada anggota
kelompok dengan bunga yang relatif lebih rendah. Sistem pengembalian modal
pinjaman kelompok tani dilakukan saat penjualan hasil panen tahun berikutnya.
Besarnya modal pinjaman biasanya sama untuk petani yang membutuhkan dan
jumlahnya pun relatif sedikit. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kredit
macet bila petani tidak mampu mengembalikan pinjaman. Modal yang disisihkan
biasanya digunakan untuk proses pemeliharaan, terutama untuk biaya pembersihan
lahan dan pemangkasan. Karakteristik petani responden berdasarkan kepemilikan
lahan disajikan pada Tabel 27 berikut ini :

65

Tabel 27. Karakteristik Responden Petani Jambu Mente Berdasarkan Status


Kepemilikan Modal di Desa Ratulodong Tahun 2008
Prosentase (%)
Status Kepemilikan Modal Jumlah(Orang)
Milik Sendiri
31
77,5
Pinjaman
9
22,5
Jumlah
40
100,0
Sumber : Kuisioner Petani Rersponden, Diolah

Berdasarkan Tabel 27 diketahui bahwa petani responden yang memiliki modal


sendiri yang digunakan untuk proses pemeliharaan tanaman sebanyak 31 orang
dengan prosentasi sebesar 77,5 persen.

Sedangkan Petani responden yang

menggunakan sumber modal pinjaman dari kelompok tani sebanyak 9 orang dengan
prosentasi sebesar 22,5 persen.

6.3. Deskripsi Kondisi Usahatani Jambu Mente


Sistem usahatani jambu mente di Desa Ratulodong dilakukan secara
monokultur.

Kondisi tanaman jambu mente yang menyebar di wilayah Desa

Ratulodong sesungguhnya sudah berbentuk hutan mente. Kondisi ini terjadi karena
hampir seluruh lahan pengusahaan jambu mente didominasi oleh pohon jambu mente
yang sudah berumur di atas 15 tahun. Pada dasarnya pola tanam yang diterapkan
adalah pola tanam yang begitu rapat yaitu mulai dari 2m x 2m hingga 4m x 4m.
Dalam penerapan pola tanam dengan memperhatikan sistem budidaya yang
sebenarnya, maka jarak tanam yang ada saat ini sudah di luar sistem teknik budidaya
jambu mente yang sesungguhnya. Penanaman jambu mente dengan jarak tanam yang
rapat pada awalnya merupakan realisasi proyek kehutanan dimana tujuan penanaman
saat itu adalah rehabilitasi lahan kritis di Kabupaten Flores Timur.

66

Pengembangan usaha jambu mente di lokasi penelitian sampai saat ini


dilakukan secara sederhana dan pegelolaanya dilakukan secara tradisional. Sistem
pemeliharaan yang dilakukan petani setempat setiap tahunnya hanya sebatas
penyiangan atau pembersihan lahan di sekitar tanaman yang dilakukan satu kali
sampai dua kali dalam setahun. Sentuhan teknologi seperti penggunaan pupuk dan
pestisida sebagai upaya peningkatan hasil produksi tidak dilakukan oleh petani.
Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan bahwa kegiatan usahatani jambu mente di
lokasi penelitian saat ini sangat tergantung pada kondisi alam setempat dengan
penggunaan input produksi sangat rendah (Low Input).
Deskripsi usahatani jambu mente di Desa Ratulodong saat ini meliputi
penggunaan input produksi
usahatani jambu mente

proses Buididaya serta output usahatani. Deskripsi

selama tahun 2007 meliputi kegiatan-kegiatan sebagai

berikut :

6.3.1 Penggunaan Input Produksi


Pada dasarnya pengembangan usahatani jambu mente di Desa Ratulodong
tergolong usahatani yang dikembangkan secara tradisional dengan masukan input luar
rendah (usahatani input rendah). Hal ini terkait dengan kurang tersedianya modal
bagi petani untuk membeli input produksi seperti pupuk dan pestisida untuk luas
lahan yang cukup besar. Ketidakmampuan petani dalam hal ini menyebabkan
produksi gelondong yang dihasilkan tidak mengalami peningkatan bahkan cenderung
menurun setiap tahun.

67

Hasil wawancara dengan petani setempat, penggunaan input produksi seperti


pupuk dan pestisida dapat diterapkan apabila petani mendapat bantuan proyek dari
instansi terkait. Sejauh ini bantuan pemerintah berupa pupuk dan pestisida jarang
ada, dan jika ada bantuan volumenya tidak mencukupi kebutuhan akan luas lahan
yang ada. Penggunaan input produksi usahatani jambu mente di Desa Ratulodong
adalah sebagai berikut :

6.3.1.1. Pupuk
Penggunaan pupuk dalam kegiatan usahatani jambu mente di Desa
Ratulodong saat ini tidak dijalankan oleh petani secara maksimal. Pupuk buatan
seperti Urea, TSP dan KCL yang dianjurkan PPL setempat yang bermanfaat bagi
peningkatan hasil produksi sama sekali tidak diindahkan oleh petani. Faktor yang
menjadi kendala adalah ketidakmampuan petani membeli pupuk karena harga pupuk
yang mahal.
Pada usahatani jambu mente ini pupuk yang sering digunakan petani adalah
pupuk alam. Petani biasanya memanfaatkan rumput/gulma hasil penyiangan sebagai
pupuk dengan cara menimbun di bawah pohon sekitar perakaran dan membiarkan
untuk hancur sendiri menjadi kompos.

6.3.1.2. Pestisida
Pestisida merupakan input produksi yang sangat berperan dalam kegiatan
usahatani jambu mente. Penggunaan pestisida yang sesuai seperti tepat tempat, tepat
waktu dan tepat dosis dapat memperkecil resiko kegagalan panen.

Penggunaan

68

pestisida adalah salah satu cara yang digunakan untuk memberantas hama dan
penyakit yang bakal menyerang tanaman jambu mente. Praktek penggunaan pestisida
untuk memberantas hama dan penyakit yang menyerang tanaman jambu mente di
Desa Ratulodong tidak dilakukan oleh petani.

Selain faktor modal, aplikasi

penggunaan pestisida sulit dilakukan petani. Hal ini terkait dengan umur tanaman
jambu mente rata-rata di atas 15 tahun, dan umumnya merupakan hutan mente akibat
jarak tanam yang rapat.
Kebiasaan yang lasim dijalankan petani dalam memberantas hama dan
penyakit pada tanaman jambu mente adalah dengan sistem pengasapan.

Bekas

rumput/gulma hasil penyiangan yang masih hijau, sebagian dikumpulkan pada


beberapa tempat kemudian dibakar untuk menghasilkan asap. Kegiatan ini dilakukan
petani dengan tingkat kehati-hatian yang tinggi agar proses pengasapan tidak
menghanguskan tanaman jambu mente.

Petani berkeyakinan bahwa dengan

pengasapan, hama yang menyerang tanaman bakal mati bahkan lari dari areal
penanaman jambu mente.

6.3.1.3 Tenaga Kerja


Tenaga kerja yang digunakan oleh petani jambu mente di Desa Ratulodong
adalah tanaga kerja yang berasal dari keluarga (TKK) dan tenaga kerja yang berasal
dari luar keluarga (TKLK). Tenaga kerja luar keluarga umumnya digunakan dalam
kegiatan pembersihan lahan dan pemangkasan, sedangkan tenaga kerja dalam
keluarga digunakan pada saat pemanenan. Jumlah jam kerja yang diberlakukan untuk
tenaga kerja di luar keluarga adalah 8 jam kerja yaitu dari pukul 08.00 14.00 WITA

69

atau setara dengan 1 HOK (Hari Orang Kerja). Penggunaan tenaga kerja untuk setiap
kegiatan usahatani jambu mente saat ini di Desa Ratulodong disajikan pada Tabel 28.

Tabel 28. Rata-rata penggunaan Tenaga Kerja Per Hektar Usahatani Jambu
Mente Di Desa Ratulodong Pada Musim Panen Tahun 2007
PenggunaanTenaga Kerja
No
Jenis Kegiatan
(HOK/ha)/Tahun
TKK
TKLK
Total
1.
Pembersihan lahan / penyiangan
7,41
12,51
19,92
2.
Pemangkasan
4,30
5,81
10,11
3.
Pemupukan
4.
Pemberantasan Hama & Penyakit
5.

Pemanenan
Jumlah

27,73

27,73

39,44

18,32

57,76

Secara lebih terperinci mengenai penggunaan tenaga kerja dari masingmasing kegiatan usahatani jambu mente berdasarkan Tabel 28, akan diuraikan
sebagai berikut :

A. Pembersihan Lahan / Penyiangan


Kegiatan pembersihan lahan yang dilakukan petani adalah merupakan
kegiatan petani untuk menyiangi rumput/gulma yang berada di areal penanaman.
Proses penyiangan ini menggunakan alat seperti parang, tofa atau juga sabit.
Kegiatan ini merupakan kegiatan yang membutuhkan banyak biaya.
Kegiatan pembersihan atau penyiangan dilakukan dengan melibatkan tenaga
kerja baik yang berasal dari keluarga ada juga yang menyewa tenaga kerja dari luar
keluarga. Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk kegiatan penyiangan per hektar
adalah sebesar 19,92 HOK / ha yang terdiri dari 7,41 HOK /ha tenaga kerja keluarga

70

(TKK) dan 12,51 HOK /ha merupakan tenaga kerja berasal dari luar keluarga
(TKLK).
Dari data yang ada, ternyata penggunaan tenaga kerja di luar keluarga untuk
kegiatan penyiangan lebih banyak daripada tenaga kerja keluarga. Biaya sewa tenaga
kerja dari luar keluarga adalah sebesar Rp. 15.000,-.

Upah tenaga kerja ini

merupakan upah tenaga kerja setara pria. Kegiatan penyiangan terjadi dua kali dalam
setahun, yaitu pertama dilakukan setelah musim hujan saat jambu mente belum
berbunga, dan kedua pada saat tanaman jambu mente sudah berbunga.

B. Pemangkasan
Pada kegiatan pemangkasan, rata-rata penggunaan tenaga kerja per hektar
adalah sebesar 10,11 HOK setara pria. Jumlah penggunaan tenaga kerja hampir sama
antara tenaga kerja keluarga (TKK) dengan tenaga kerja di luar keluarga (TKLK).
Jumlah tenaga kerja keluarga yang digunakan adalah sebanyak 4,30 HOK /ha dan
tenaga kerja dari luar keluarga sebanyak 5,81 HOK /ha. Kegiatan pemangkasan
dalam usahatani jambu mente dilakukan sekali dalam setahun. Waktu yang tepat
yang dipakai petani untuk kegiatan pemangkasan adalah setelah musim hujan saat
menjelang datangnya musim bunga.

C. Pemupukan
Peggunaan tenaga kerja dalam kegiatan pemupukan tidak ada. Kegiatan
pemupukan dalam usahatani jambu mente jarang sekali dilakukan oleh petani. Pada
musim panen tahun 2007, kegiatan pemupukan tidak dilakukan petani. Petani
setempat hanya pasrah pada alam. Alasan petani tidak melakukan kegiatan

71

pemupukan adalah keterbatasan modal juga harga pupuk relatif mahal sehingga
petani tidak mampu untuk

membeli pupuk.

Penggunaan tenaga kerja untuk

pemupukan akan ada apabila petani mendapat bantuan pupuk dari dinas terkait atau
dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

D. Pemberantasan Hama dan Penyakit


Berdasarkan hasil wawancara dengan petani dan PPL setempat, pada tahun
2007 tanaman jambu mente banyak terserang hama dan penyakit. Hama yang
menyerang tanaman jambu mente pada saat itu adalah helopeltis sp. Hama jenis ini
hampir setiap tahun menyerang tanaman jambu mente. Helopeltis sp menyerang
tunas daun muda sehingga tunas daun muda menjadi bercak-bercak hitam. Tanaman
yang sudah terserang hama ini bakal tidak berbunga.
Selain hama, tanaman jambu mente juga terserang penyakit busuk bunga dan
buah. Tanaman yang terserang penyakit jenis ini menyebabkan kulit gelondong
mente menjadi busuk dan hitam dan bunga menjadi gugur. Petani setempat dalam
menanggulagi serangan hama dan penyakit secara tradisional melakukan pengasapan
di areal penanaman dan membuang atau memusnahkan bagian tanaman yang
terserang. Penggunaan tenaga kerja dalam pemberantasan hama dan penyakit tidak
ada. Dalam memberantas hama dan penyakit petani tidak menggunakan pestisida,
melainkan pemberantasan dilakukan secara mekanis bersamaan dengan kegiatan
penyiangan dan pemangkasan.

72

E. Pemanenan
Kegiatan pemanenan jambu mente biasanya dijalankan oleh tenaga kerja
keluarga. Kegiatan pemanenan jambu mente berlangsung antara 3 4 bulan setelah
buah jambu mente mulai matang. Kontinuitas panen berbeda antara petani. Ada
petani yang memanen jambu mente setiap dua hari sekali, ada juga tiga hari sekali,
bahkan ada yang seminggu sekali.

Kontinuitas panen sangat tergantung pada

produksi gelondong. Volume panen yang dibawa pulang petani dalam sekali panen
juga berbeda mulai dari 5 kg hingga 25 kg. Rata-rata penggunaan tenaga kerja
keluarga (TKK) dalam kegiatan pemanenan adalah sebanyak 27,73 HOK / ha.
Semakin banyak hasil panen yang di dapat, semakin besar HOK diperlukan untuk
melakukan kegiatan ini.

6.3.2.Proses Budidaya
6.3.2.1. Pemeliharaan Tanaman
Proses budidaya tanaman jambu mente di Desa Ratulodong saat ini
merupakan kegiatan yang berkaitan dengan proses pemeliharaan tanaman yang sudah
berproduksi selama bertahun-tahun. Ada pun kegiatan pemeliharaan tanaman jambu
mente di Desa Ratulodong meliputi penyiangan, pemupukan serta pengendalian hama
dan penyakit serta pemanenan.

A. Penyiangan
Kegiatan penyiangan dilakukan untuk membersihkan gulma yang tumbuh di
sekitar tanaman. Selain menjadi pesaing dalam memperebutkan zat hara, gulma juga

73

dapat menjadi sarang hama dan penyakit. Untuk itu, gulma harus dibasmi agar
tanaman dapat tumbuh dengan baik dan terhindar dari serangan hama atau penyakit.
Pembersihan gulma di lokasi penelitian biasanya dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pertama dilakukan pada akhir musim hujan saat tanaman mau berbunga dan
tahap berikutnya dilakukan saat tanaman sudah berbuah.

Tujuan dilakukan

pembersihan gulma pada tahaap awal adalah selain membuang rumput-rumput liar,
petani juga memangkas dahan dan ranting tanaman yang telah mati juga dahan dan
ranting yang dianggap tidak produktif. Pembersihan gulma dan pemangkasan dahan
dan ranting yang tidak produktif dilakukan untuk menciptakan lingkungan sekitar
tanaman menjadi lebih baik agar proses pembungaan bakal normal dan terhindar dari
serangan hama dan penyakit.

Gulma yang sudah dibersihkan kemudian dibakar

disekitar areal penamanan dengan sistem pengasapan. Dari hasil pengamatan, proses
pengasapan ini sebagai upaya pengendalian hama atau penyakit. Petani beranggapan
bahwa dengan pengasapan secara tidak langsung bisa mengusir hama yang ada pada
tanaman sehingga proses pembungaan berlangsung dengan baik.
Pada waktu tanaman mulai berbuah, pembersihan di sekitar areal penanaman
kembali dilakukan. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan tidak seberat dengan
pembersihan pada tahap sebelumnmya. Kegiatan pada tahap ini dilakukan untuk
membersihan sisa-sisa rumput yang ada di sekitar tanaman, juga mengambil daundaun jambu mente yang gugur saat berlangsungnya proses pembuahan. Tujuannya
adalah mempermudah dalam melakukan pemanenan karena banyak buah matang
bakal jatuh sendiri yang harus dipungut.

74

B. Pemupukan
Untuk menambah kesuburan pertumbuhan tanaman, maka tanaman jambu
mente perlu diberi pupuk kandang, kompos, atau pupuk buatan. Dosis pupuk yang
diberikan pada tanaman jambu mente berbeda sesuai dengan umur tanaman. Khusus
pada tanaman yang sudah berproduksi, pupuk yang diberikan adalah jenis pupuk
buatan seperti Urea, TSP dan KCL. dosis pemupukan yang harus diberikan per pohon
masing-masing adalah 556 gram, 141 gram dan 125 gram. Jenis pupuk buatan lain
yang dapat diberikan pada tanaman jambu mente sebagai pengganti pupuk Urea, TSP
dan KCL adalan pupuk N, P2O5 dan K2O dengan dosis masing-masing 250 gram, 65
gram dan 65 gram. Waktu pemberian pemupukan dilakukan dua kali setahun, yaitu
pada awal musim hujan dan pada akhir musim hujan.
Dari hasil pengamatan, pemberian pupuk pada tanaman jambu mente di desa
Ratulodong tidak dilakukan oleh petani. Alasan mendasar petani tidak melakukan
pemupukan pada tanaman jambu mente adalah tidaktersedianya modal. Petani di
Desa Ratulodong beranggapan bahwa pemberian pupuk pada tanaman yang sudah
berproduksi saat ini membutuhkan modal yang cukup besar karena jumlah pohon
jambu mente untuk setiap petani cukup banyak.
Untuk menambah kesuburan tanah, petani biasanya menimbun rumput dan
daun-daun mente yang dibersihkan sebelum massa pembungaan dan pada saat
tanaman sudah berbuah di sekitar pohon mente. Tujuannya selain menjaga
kelembapan tanah di sekitar tanaman jambu mente juga sisa rumput dan daun mente
bakal hancur dengan sendiri dan dianggap sebagai pupuk daun. Kelalaian petani

75

dalam melakukan pemupukan pada tanaman jambu mente akan berpengaruh pada
ketidakstabilan produksi gelondong setiap tahunnya.

C. Pengendalian Hama dan Penyakit


Pengendalian hama dan penyakit merupakan bagian dari usaha untuk
memperkecil resiko kegagalan panen. Kegiatan pengendalian hama dan penyakit
untuk tanaman jambu mente di Desa Ratulodong biasanya dilakukan secara mekanis.
Kegiatannya dilakukan dua kali dalam setahun bersamaan dengan kegiatan
penyiangan. Pemberantasan hama dan penyakit secara mekanis dilakukan dengan
menangkap hama yang ditemukan lalu membunuhnya. Cara lain adalah memotong
dan membakar tanaman yang terserang hama dan penyakit.
Informasi yang diterima dari petani responden dan PPL setempat, menyatakan
bahwa faktor utama yang menyebabkan hasil panen mente gelondong menurun
dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain adanya serangan hama Helopeltis sp. Ciri
khas serangga ini adalah seluruh tubuh imago berwarna hitam, kecuali abdomen
bagian belakang sebelah bawah berwarna putih.

Pada bagian toraks terdapat

semacam jarum (belalai) tegak lurus. Serangga ini memakan dengan cara
menusukkan belalainya ke dalam jaringan tanaman muda dan mengisap jaringan
tersebut. Aktivitas hama ini sangat dipengaruhi oleh kelembapan nisbih udara.
Kelembapan yang sesuai berkisar antara 70 80 persen. Gejala yan g terjadi adalah
pada tunas-tunas daun mudah terdapat bercak-bercak hitam tidak merata.
Upaya pemberantasan hama dan penyakit yang menyerang tanaman jambu
mente di Desa Ratulodong hingga saat ini belum dijalankan secara maksimal. Faktor

76

yang menjadi kendala adalah keterbatasan modal milik petani. Sistem pemberantasan
hama dan penyakit yang menyerang tanaman jambu mente dilakukan secara
sederhana sesuai kebiasaan petani dengan tidak ada sentuhan teknologi.
Kebiasaan yang sering dilakukan petani di Desa Ratulodong dalam
memberantas hama dan penyakit yang menyerang tanaman jambu mente adalah
dengan jalan pengasapan.

Petani beranggapan bahwa dengan adanya proses

pengasapan disekitar pertanaman jambu mente dapat mengurangi intensitas serangan


hama dan penyakit. Cara lain dalam pemberantasan hama dan penyakit adalah secara
biologis dan kimiawi. Pemberantasan hama dan penyakit secara biologis adalah
pemberantasan dengan menggunakan predator yang menjadi musuh hama yang
menyerang tanaman.

Peberantasan hama dan penyakit secara kimiawi adalah

pemberantasan hama dan penyakit dengan menggunakan pestisida.

6.3.2.2. Pemangkasan
Diantara

sejumlah

aspek

budidaya

tanaman

khusus

pemeliharaan, pemangkasan termasuk yang paling penting.

dalam

proses

Namun pada

kenyataannya pemangkasan tanaman jambu mente selalu kurang diperhatikan petani


setempat. Alasannya tidak jelas, mungkin informasi mengenai pentingnya
pemangkasan tidak terlalu penting bagi tanaman jambu mente. Kenyataan yang
ditemukan di daerah penelitian di Desa Ratulodong, pemangkasan biasanya dilakukan
bersamaan dengan penyiangan.
Di desa Ratulodong, perlakuan pemangkasan tanaman jambu mente yang
telah dijalankan lebih ditujukan untuk mempermudah petani dalam melakukan segala

77

aktifitas lapang seperti pembersihan gulma dan mempermudah dalam pemungutan


hasil panen.

Bagian tanaman yang dipangkas terutama adalah cabang bawah yang

berada dekat permukaan tanah, dengan ketinggian maksimal 1 meter dari permukaan
tanah. Selain itu petani melakukan pemangkasan khusus pada cabang dan rantingranting yang terserang hama dan penyakit atau pun pada cabang dan ranting tanaman
yang telah mati.
Secara teori, perlakuan pemangkasan sangat perlu bagi tanaman jambu mente.
Tujuan pemangkasan pada tanaman jambu mente adalah membuka ruang bagi
tanaman agar sirkulasi udara menjadi lancar, juga agar semua bagian tanaman bisa
mendapat sinar matahari secara penuh. Manfaat lain dari pemangkasan adalah dalam
rangka pengaturan bentuk tajuk tanaman yang ideal dengan pengaturan sistem
percabangan menjadi lebih simetris.

Perlakuan pemangkasan yang baik pada

tanaman jambu mente dapat meningkatkan hasil produksi gelondong.

6.3.2.3. Panen
Masa panen merupakan saat yang ditunggu oleh petani. Kegiatan pemanenan
jambu mente mencakup aktivitas pemetikan atau pemungutan hasil dan pemisahan
antara buah semu dan gelondong mente. Massa panen jambu mente antara 3 4 bulan
dalam satu tahun.

Cara pemanenan yang dilakukan petani adalah dengan cara

memetik langsung buah yang dianggap telah matang di pohon dengan cara memanjat
atau menggunakan alat bantu berupa galah. Pemanenan dengan cara ini jarang sekali
dilakukan petani karena membutuhkan kehati-hatian. Kelemahan dari cara panen ini

78

adalah kemungkinan besar dapat merusak bunga mente dan bahkan membuat bunga
mente menjadi gugur.
Pada umumnya pemanenan buah mente oleh petani dilakukan dengan cara
lesehan. Pemanenan buah mente secara lesehan adalah dengan membiarkan buah
jambu mente yang telah tua tetap di pohon dan jatuh sendiri. Buah jambu mente yang
jatuh kemudian dipungut secara kontinu, selanjutnya petani memisahkan antara buah
semu dan gelondong.

Untuk menghemat tenaga kerja, petani sengaja memanen

dengan cara ini setiap 2 3 hari sekali bahkan seminggu sekali. Frekuensi panen yang
dilakukan petani tergantung produksi yang ada di pohon.
Volume hasil panen yang didapat berbeda antara petani yang satu dengan
petani lainnya, tergantung baik tidaknya produksi jambu mente. Hasil gelondong
mente setiap kali panen berkisar antara 5 kg 25 kg. Keuntungan pemanenan dengan
cara ini adalah kualitas gelondong yang dihasilkan cukup baik karena buah yang
jatuh adalah buah yang benar-benar sudah matang di pohon. Kerugian memanen
dengan cara ini adalah buah semu jambu mente banyak yang rusak dan busuk. Buah
semu yang sudah dipisahkan dari gelondong, dimanfaatkan sebagai makanan ternak.
Sampai sejauh ini pemanfaatan buah semu jambu mente di Desa Ratulodong masih
sebatas sebagai makanan ternak, terutama untuk ternak babi dan kambing.

6.3.3. Pemasaran Hasil


Pada dasarnya pemasaran produk jambu mente yang dijalankan petani di Desa
Ratulodong adalah suatu bentuk pemasaran tradisional, dimana pelaku-pelaku
pemasaran tidak terorganisir. Cara pemasarannya adalah pedagag pengumpul datang

79

ke petani dan membeli langsung produk jambu mente milik petani. Berdasarkan
informasi dari petani, penentuan harga dilakukan oleh pedagang (price maker).
Sejauh ini masalah penentuan harga, petani memiliki daya tawar (bargaining power)
rendah sehingga terkesan petani selalu dalam posisi sebagai penerima harga (price
taker).
Petani di Desa Ratulodong menrjual jambu mente dalam bentuk gelondong.
Volume penjualan berbeda antara setiap petani.

Kebanyakan petani mengumpul

dahulu hasil panenannya dalam jumlah yang lebih banyak kemudian menjual,
sementara ada sebagian petani yang menjual langsung jambu mente setiap kali panen.
Alasan mendasar petani langsung menjual hasil panennya walaupun volume
penjualannya sedikit adalah tuntutan kebutuhan ekonomi sehari-hari.
Harga jual gelondong mente tidak seragam antara petani dan sering
berfluktuatif. Penjualan gelondong mente rata-rata di tingkat petani adalah 5.000
rupiah per kilogram dan harga terendah berkisar antara 4.000 rupiah hingga 4.500
rupiah per kilogram.

Menurut petani, harga jual gelondong mente ini masih

tergolong rendah. Keprihatinan akan rendahnya harga jual mente gelondong,


menyebabkan petani setempat mengharapkan adanya campur tangan pemerintah.
Harapan petani adalah harus adanya perbaikan harga dan penentuan harga standar
gelondong mente. Upaya pemerintah untuk memperbaiki harga serta menetapkan
harga standar gelondong mente ditingkat petani merupakan solusi terbaik pemerintah.
untuk membantu petani dalam meningkatkan pendapatan keluarga.
Rantai tataniaga gelondong mente sangat ditentukan oleh konsumen akhir.
Konsumen akhir gelondong mente adalah pengolah dan eksportir. Lembaga pengolah

80

dapat dicapai petani secara langsung atau melalui perantara, yakni pedagang
pengumpul I (PP I). Sedangkan untuk mencapai eksportir harus melalui pedagang
perantara satu (PP I) dan pedagang perantara dua (PP II) atau pedagang antar pulau
(PAP). Rantai tataniaga gelondong mente terdiri dari satu hingga tiga strata pasar.
Lebih jelasnya rantai tataniaga gelondong mente di Desa Ratulodong dapat dilihat
pada Gambar 3 berikut ini :

Petani

PP I

PP II/PAP

Eksportir/Lembaga pengolah

Gambar 3. Rantai Tataniaga Gelondong Mente di Desa Ratulodong

Bentuk pasar berstrata satu, dua dan tiga, cenderung masuk pada pasar
oligopsoni, dengan ciri harga ditentukan oleh pembeli sedangkan penjual termasuk
penerima harga (price taker).

6.3.4. Output Usahatani


Keberhasilan dari kegiatan usahatani yang dijalankan seorang petani pada
akhirnya akan diketahui dari total produksi dan penerimaan yang diperoleh petani.
Rata-rata produksi per hektar dari usahatani jambu mente di Desa Ratulodong
berdasarkan hasil penelitian, disajikan pada Tabel 29 berikut ini :

81

Tabel 29. Rata-rata Produksi Gelondong Per Hektar Usahatani Jambu Mente
di Desa Ratulodong Pada Musim Panen Tahun 2007
Uraian
Total
Produksi (kg/ha)
Harga Jual (Rp/kg)
Penerimaan (Rp/ha)

521,68
5.000,00
2.608.400,00

Berdasarkan Tabel 29 diketahui bahwa rata-rata produksi mente gelondong


yang diperoleh petani responden di Desa Ratulodong adalah sebesar 521,68 kilogram
per hektar dengan harga jual sebesar Rp. 5000,00 per kilogram, maka penerimaan
yang diperoleh petani untuk musim panen tahun 2007 adalah sebesar Rp.
2.608.400,00 per hektar.

6.3.5. Penyusutan Alat-alat Pertanian


Peralatan pertanian yang dimiliki oleh petani responden sangat sederhana.
Jenis alat-alat pertanian yang digunakan petani dalam usahatani jambu mente adalah
cangkul, parang dan tofa. Semua peralatan pertanian ini adalah milik petani. Ratarata jumlah alat pertanian yang dimiliki setiap petani responden berkisar antara satu
sampai tiga buah. Nilai penggunaan alat-alat pertanian yang digunakan oleh petani di
Desa Ratulodong disajikan pada Tabel 30 berikut ini :
Tabel 30. Rata-rata Nilai Penggunaan Peralatan (Rp/Ha) Usahatani Jambu
Mente di Desa Ratulodong Pada Musim Panen Tahun 2007
Jumlah yang dimiliki Harga/Satuan
Nilai
No Jenis Peralatan
(Rp)
(Rp)
1. Cangkul
1
70.000,00
70.000,00
2. Parang
2
80.000,00
160.000,00
3. Tofa
2
15.000,00
30.000,00
Jumlah
260.000,00

82

Berdasarkan Tabel 30, diketahui bahwa nilai penggunaan peralatan pertanian


yang digunakan petani di Desa Ratulodong adalah sebesar Rp. 260.000,00 per hektar.
Nilai terbesar diperuntukan bagi penggunaan parang yaitu sebesar Rp. 160.000,00 per
hektar, sedangkan untuk penggunaan cangkul dan tofa masing-masing sebesar Rp.
70.000,00 per hektar dan Rp. 30.000,00 per hektar.
Dalam membeli peralatan pertanian ini, pada umumnya petani tidak
membelinya setiap tahun. Hal ini disebabkan karena penggunaan alat pertanian ini
dapat berlangsung bertahun-tahun. Dalam analisis pendapatan, perhitungan untuk
nilai penyusutan dari peralatan pertanian menggunakan metode garis lurus. Rumus
yang dipakai dalam menmghitung penyusutan alat pertanian adalah sebagai berikut :

Nilai Ekonomis (Harga per unit x Jumlah unit yang digunakan)


Penyusutan =
Umur Ekonomis x Jumlah musim dalam setahun

Peralatan yang dimiliki petani pada umumnya memiliki umur ekonomis


antara dua sampai enam tahun dan jumlah musim panen jambu mente adalah satu kali
dalam setahun. Hasil perhitungan dari nilai penyusutan peralatan, dapat dilihat pada
Tabel 31 berikut ini :
Tabel 31. Nilai Penyusutan Peralatan (Rp/Ha) Pada Usahatani Jambu Mente di
Desa Ratulodong Pada Musim Panen Tahun 2007
No
1.
2.
3.

Jenis Peralatan
Cangkul
Parang
Tofa
Jumlah

Nilai Ekonomis
(Rp)
70.000,00
160.000,00
30.000,00
260.000,00

Umur Ekonomis
(Tahun)
6
4
2

Penyusutan
(Rp)
11.666,67
40.000,00
15.000,00
66.666,67

83

Berdasarkan Tabel 31 dapat dilihat bahwa nilai penyusutan peralatan pada


usahatani jambu mente di Desa Ratulodong adalah sebesar Rp. 66.666,67 per hektar
per tahun, yang terdiri dari nilai penyusutan cangkul sebesar Rp. 11.666,67 per hektar
per tahun, Nilai penyusutan parang sebesar Rp. 40.000,00 per hektar per tahun dan
nilai penyusutan tofa adalah sebesar Rp. 15.000,00 per hektar per tahun.

6.4. Analisis Usahatani Jambu Mente


6.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Mente Per Hektar di Desa
Ratulodong, Kecamatan Tanjung, Bunga Kabupaten Flores Timur
Untuk mengukur keberhasilan dari suatu usahatani yang dijalankan, dapat dilakukan
dengan melakukan analisis pendapatan usahatani.

Dalam melakukan analisis

terhadap pendapatan suatu usahahatani maka diperlukan dua keterangan pokok, yaitu
keadaan

penerimaan

dan

keadaan

pengeluaran

selama kegiatan

usahatani

dijalankan pada kurun waktu yang ditetapkan.


Penerimaan merupakan total nilai produk yang dihasilkan, yaitu merupakan
hasil kali dari jumlah fisik output dengan harga jual produk yang terjadi. Pengeluaran
atau biaya adalah seluruh pegorbanan sumberdaya ekonomi dalam satuan uang
(rupiah) yang diperlukan untuk menghasilkan produk dalam satu periode produksi.
Pendapatan usahatani jambu mente diperoleh dari selisih antara penerimaan total
produksi gelondong dengan pengeluaran produksi total. Sedangkan biaya atau
pengeluaran usahatani adalah nilai dari penggunaan input produksi dalam melakukan
proses produksi usahatani.

84

Biaya dalam usahatani dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya


diperhitungkan.

Biaya tunai usahatani merupakan pengeluaran tunai yang

dikeluarkan petani untuk membeli barang dan jasa yang diperuntukan bagi
usahataninya. Biaya yang tergolong biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan untuk
membeli benih, pupuk, pestisida, pajak, serta biaya sewa tenaga kerja dari luar
keluarga (TKLK).

Pajak lahan yang dikeluarkan petani diasumsikan serbesar

Rp.15.000,00 per hektar. Sedangkan yang termasuk dalam biaya diperhitungkan


adalah biaya sewa lahan, biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKK) dan biaya
penyusutan alat. Dari hasil penelitian, biaya tunai yang dikeluarkan petani adalah
biaya sewa tenaga kerja dari luar keluarga. Sedangkan biaya diperhitungkan terdiri
dari biaya sewa lahan, biaya tenaga kerja dalam keluarga dan biaya penyusutan alat.
Biaya sewa lahan diasumsikan sebesar Rp. 1000,000,00 per hektar per tahun.
Pendapatan usahatani jambu mente didapatkan dengan cara mengurangkan
seluruh penerimaan dengan seluruh biaya yang dikeluarkan. Biaya-biaya yang
dikeluarkan meliputi biaya tunai dan biaya diperhitungkan yang apabila dijumlahkan
akan menjadi biaya total usahatani. Pendapatan atas biaya tunai usahatani diperoleh
dengan mengurangkan total penerimaan dengan total biaya tunai. Setelah total
penerimaan dikurangi dengan total biaya usahatani maka diperoleh pendapatan atas
biaya total. Sedangkan pendapatan tunai usahatani merupakan hasil pengurangan
antara penerimaan tunai dengan total biaya tunai. Pendapatan usahatani jambu mente
di Desa Ratulodong per hektar akan disajikan pada Tabel 32 di bawah ini :

85

Tabel 32. Rata-rata Pendapatan Petani Responden Per Hektar di Desa


Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur
Musim Panen Tahun 2007
Uraian

A. Penerimaan Usahatani
A.1. Penerimaan Tunai
A.2. Penerimaan Diperhitungkan
A.3. Total Penerimaan Usahatani
B. Biaya Usahatani
B.1. Biaya Tunai :
1. Pupuk
2. Pestisida
3. Tenaga Kerja Luar Keluarga
a. Penyiangan
b. Pemangkasan
4. Pajak Lahan
Total Biaya Tunai (B1)
B.2. Biaya Diperhitungkan :
1. Sewa Lahan
2. Tenaga Kerja Dalam Keluarga
a. Penyiangan
b. Pemangkasan
c. Pemanenan
3. Penyusutan alat
Total Biaya Diperhitungkan (B2)
C. Total Biaya Usahatani
( B1 + B2 )
D. Pendapatan Atas Biaya Tunai
( A3 B1 )
E. Pendapatan Atas Biaya Total
( A3 C )
F. Pendapatan Tunai
( A1 B1 )
G. R/C Atas Biaya Tunai
( A3/B1 )
H. R/C Atas Biaya Total
( A3/C)

Satuan

Harga/satuan
(Rp)

Volume

Nilai
(Rp)

Prosentasi
(%)

Kg

5.000,00

521,68

2.608.400,00

100,00

Kg
Kg

5.000,00
5.000,00

0,00
521,68

0,00
2.608.400,00

0,00
100,00

Kg
Kg/ml

HOK
HOK
Ha

15.000,00
15.000,00
-

12,51
5,81
1,00
-

187.650,00
87.150,00
15.000,00
289.800,00

9,64
4,47
0,76
14,87

Rp

1.000.000,00

1,00

1.000.000,00

51,20

HOK
HOK
HOK

15.000,00
15.000,00
15.000,00

7,41
4,30
27,73

111.150,00
64.500,00
415.950,00
66.666,67
1.658.266,67
1.948.066,67

5,60
3,33
23,09
3,01
85,13
100,00

2.318.600,00

660.333,33

2.318.600,00

9,00

1,34

Perhitungan pendapatan usahatani pada tabel 32 merupakan perhitungan


pendapatan usahatani jambu mente di Desa Ratulodong dengan melihat kondisi
usahatani saat ini. Perhitungannya tidak dilakukan mulai dari persiapan pengolahan
tanah, melainkan hanya berlaku pada saat ini yakni pada musim panen tahun 2007
terhitung mulai bulan Januari tahun 2007 sampai dengan bulan Desember tahun 2007.
Tanaman jambu mente di lokasi penelitian ditanam pada tahun 1985 melaui proyek

86

sub sektor kehutanan dalam rangka upaya rehabilitasi lahan kritis. Pada musim panen
tahun 2007 umur tanaman jambu mente di lokasi penelitian telah mencapai 22 tahun.
Jambu mente tergolong tanaman umur panjang yang berproduksi sekali dalam
setahun. Masa pembungaan terjadi pada bulan Mei dan mulai dipanen pada bulan
Agustus. Pada tahun 2007, jambu mente dipanen selama 4 bulan yakni dari bulan
Agustus sampai dengan bulan Desember.
Dari hasil analisis pendapatan usahatani, penerimaan tunai yang diperoleh
petani di Desa Ratulodong dari produksi mente gelondong adalah sebesar Rp.
2.608.400,00 per hektar dan penerimaan diperhitungkan sebesar Rp. 0,00.
Penerimaan diperhitungkan tidak ada nilai karena semua produksi mente gelondong
yang dihasilkan pada musim panen 2007 seluruhnya dijual petani sedangkan buah
semu (jambu) yang jatuh ke tanah dimanfaatkan sebagai makanan ternak. Produksi
mente gelondong pada musim panen tahun 2007 tidak disimpan untuk dijual pada
tahun 2008.

Hal ini terkait dengan kekuatiran petani akan turunnya

kualitas

gelondong akibat penyimpanan yang terlalu lama. Secara keseluruhan total biaya
yang dikeluarkan petani di Desa Ratulodong untuk massa panen tahun 2007 adalah
sebesar Rp. 1.948.066,67 per hektar. seluruh biaya yang dikeluarkan petani terdiri
dari biaya tunai sebesar Rp. 289.800,00 per hektar atau sebesar 14,87 persen dan
biaya diperhitungkan sebesar Rp. 1.658.266,67 per hektar atau sebesar 85,13 persen.
Dari nilai yang ada terlihat perbedaan cukup besar antara biaya tunai dengan biaya
diperhitungkan. Kondisi ini menunjukan bahwa ternyata petani jambu mente di Desa
Ratulodong hanya melihat penerimaan dari biaya tunai saja tanpa melihat biaya
diperhitungkan. Dari hasil perhitungan biaya usahatani, biaya tunai yang dikeluarkan

87

petani selama musim panen tahun 2007 sangat kecil jika dibandingkan dengan biaya
diperhitungkan. Semua komponen biaya yang ada, biaya sewa lahan merupakan
biaya terbesar. Biaya sewa lahan termasuk dalam komponen biaya diperhitungkan.
Biaya sewa lahan diasumsikan Rp. 1.000.000,00 per tahun Hal ini terkait dengan
kepemilikan lahan, dimana semua petani di Desa Ratulodong adalah petani pemilik
yang mengusahakan jambu mente pada lahan milik sendiri.
Biaya terbesar lainnya adalah biaya yang dikeluarkan untuk sewa tenaga
kerja. Biaya sewa tenaga kerja terdiri dari biaya tunai dan biaya diperhitungkan.
Biaya tunai tenaga kerja dikeluarkan untuk menyewa tenaga kerja dari luar keluarga
(TKLK). Biaya ini dikeluarkan untuk penyiangan dan pemangkasan, yaitu masingmasing sebesar Rp.187.650,00 per hektar atau sebesar 9,64 persen dan Rp.87.150,00
per hektar atau sebesar 4,47 persen.

Biaya tenaga kerja yang diperhitungkan

terbanyak dikeluarkan untuk pemanenan, yaitu sebesar Rp.415.950,00 per hektar atau
sebesar 23,09 persen.

Biaya tenaga kerja diperhitungkan lainnya adalah untuk

penyiangan sebesar Rp.111.150,00 per hektar atau sebesar 5,60 persen dan untuk
pemangkasan sebesar Rp.64.500,00 per hektar atau sebesar 3,33 persen. Biaya tenaga
kerja diperhitungkan adalah untuk menyewa tenaga kerja dalam keluarga (TKK).
Selain komponen biaya diatas, biaya lain yang dikeluarkan petani adalah
pajak lahan dan penyusutan alat. Pajak lahan tergolong dalam biaya tunai karena
pajak merupakan pengeluaran rutin petani setiap tahun. Besarnya biaya pajak yang
dikeluarkan diasumsikan senilai Rp. 15.000,00 per hektar per tahun atau 0,76 persen.
Penyusutan alat merupakan biaya diperhitungkan dalam usahatani jambu mente. Alat
pertanian yang dipakai dalam usahatani jambu mente berupa cangkul, parang dan

88

tofa. Besarnya nilai penyusutan alat yang digunakan petani adalah sebesar Rp.
66.666,67 per hektar atau 3,01 persen.
Pendapatan atas biaya tunai usahatani jambu mente diperoleh dengan
mengurangi total penerimaan dengan total biaya tunai, maka diperoleh pendapatan
atas biaya tunai sebesrar Rp.2.318.600,00 per hektar. Pendapatan atas biaya total
diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya usahatani, maka
diperoleh pendapatan atas biaya total sebesar Rp.660.333,33 per hektar. Sedangkan
pendapatan tunai diperoleh dari pengurangan antara penerimaan tunai dengan total
biaya

tunai,

sehingga

pendapatan

tunai

yang

diperoleh

adalah

sebesar

Rp.2.318.600,00 per hektar.


Hasil analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis)
menunjukan bahwa usahatani jambu mente yang dilakukan petani, memiliki
penerimaan yang lebih besar dibanding biaya usahatani. Hal ini ditunjukan oleh nilai
R/C rasio yang diperoleh lebih besar dari satu. Nilai R/C rasio atas biaya tunai
sebesar 9,00. Artinya bahwa setiap Rp. 1,00 biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani
akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp.9,00. Nilai ini cukup besar karena biaya
tunai yang dikeluarkan petani sangat minim, dimana biaya tunai pembelian pupuk
dan pestisida tidak dikeluarkan untuk usahatani jambu mente pada musim panen
tahun 2007. Dengan memasukan biaya yang diperhitungkan sebagai komponen biaya
total, maka diperoleh nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 1,34, artinya setiap
Rp.1,00 biaya total yang dikeluarkan menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 1,34.
Nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu menunjukan bahwa usahatani jambu mente
di Desa Ratulodong saat ini menguntungkan. Hasil perhitungan R/C rasio, terdapat

89

perbedaan yang cukup jauh antara R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya
total. Perbedaan nilai R/C rasio ini sebagai akibat dari perbedaan antara besarnya
biaya tunai dan biaya diperhitungkan.

6.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Mente Per Luas Lahan di Desa
Ratulodong, Kecamatan Tanjung, Bunga Kabupaten Flores Timur
Rata-rata petani responden jambu mente di Desa Ratulodong memiliki lahan
jambu mente seluas 0,84 hektar.

Dari luas yang ada, petani memperoleh total

penerimaan usahatani pada musim panen tahun 2007 sebesar Rp.1.937.600,00 yang
terdiri dari penerimaan tunai sebesar Rp1.937.600,00 atau 100,00 persen dari
penerimaan usahatani, dan penerimaan diperhitungkan sebesar Rp. 0,00. Penerimaan
diperhitungkan sebesar Rp. 0,00 karena pada musim panen 2007 semua hasil
produksi mente gelondong habis terjual.
Total biaya usahatani yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 1.530.125,00 yang
terdiri dari total biaya tunai sebesar Rp. 214.425,00, atau 14,01 persen dari total
biaya usahatani dan total biaya diperhitungkan sebesar Rp. 1.315.700,00 atau 85,98
persen dari total biaya usahatani. Dengan demikian diperoleh pendapatan atas biaya
tunai sebesar Rp.1.723.225,00, pendapatan atas biaya total sebesar Rp.407.525,00
dan pendapatan tunai yang diperoleh sebesar Rp.1.723.175,00. Analisis pendapatan
usahatani jambu mente per luas lahan yang diusahakan petani responden di Desa
Ratulodong untuk musim panen 2007 disajikan pada Tabel 33 berikut ini :

90

Tabel 33. Rata-rata Pendapatan Petani Responden Per Luas Lahan yang
Diusahakan di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga,
Kabupaten Flores Timur, Musim Panen Tahun 2007
Uraian

A. Penerimaan Usahatani
A.1. Penerimaan Tunai
A.2. Penerimaan Diperhitungkan
A.3. Total Penerimaan Usahatani
B. Biaya Usahatani
B.1. Biaya Tunai :
1. Pupuk
2. Pestisida
3. Tenaga Kerja Luar Keluarga
a. Penyiangan
b. Pemangkasan
4. Pajak Lahan
Total Biaya Tunai (B1)
B.2. Biaya Diperhitungkan :
1. Sewa Lahan
2. Tenaga Kerja Dalam Keluarga
a. Penyiangan
b. Pemangkasan
c. Pemanenan
3. Penyusutan alat
Total Biaya Diperhitungkan (B2)
C. Total Biaya Usahatani
( B1 + B2 )
D. Pendapatan Atas Biaya Tunai
( A3 B1 )
E. Pendapatan Atas Biaya Total
( A3 C )
F. Pendapatan Tunai
( A1 B1 )
G. R/C Atas Biaya Tunai
( A3/B1 )
H. R/C Atas Biaya Total
( A3/C)

Satuan

Harga/satuan
(Rp)

Volume

Nilai
(Rp)

Prosentasi
(%)

Kg

5.000,00

387,52

1.937.600,00

100,00

Kg
Kg

5.000,00
5.000,00

0,00
387,52

0,00
1.937.600,00

0,00
100,00

Kg
Kg/ml

HOK
HOK
Ha

15.000,00
15.000,00
-

9,3
4,12
0,84
-

139.500,00
61.800,00
13.125,00
214.425,00

9,11
4,04
0,85
14,01

Rp

1.000.000,00

0,84

840.000,00

54,89

HOK
HOK
HOK
-

15.000,00
15.000,00
15.000,00
-

5,25
3,05
19,68
-

78.750,00
45.750,00
295.200,00
56.000,00
1.315.700,00
1.530.125,00

5,14
2,98
19,29
3,68
85,98
100,00

1.723.175,00

407.475,00

1.723.175,00

9,04

1,27

Dari hasil analisis pendapatan usahatani jambu mente per luas lahan yang
diusahakan petani untuk musim panen 2007 di atas, diketahui bahwa prosentasi
biaya terbesar yang dikeluarkan petani berturut-turut adalah biaya sewa lahan, dan
biaya pemanenan.
Biaya sewa lahan sebesar Rp.840.000,00 atau 54,89 persen dari total biaya
usahatani, dan biaya pemanenan sebesar Rp. 295.200,00 atau sebesar 19,29 persen.
Jenis biaya lain yang juga dikeluarkan dalam usahatani jambu mente adalah pajak

91

lahan dan penyusutan peralatan dengan jumlah masing-masing sebesar Rp.13.125,00


dan Rp. 56.000,00 atau masing-masing 0,85 persen dan 3,68 persen.
Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C

ratio analysis) usahatani

jambu mente di Desa Ratulodong per luas lahan yang diusahakan petani responden,
menunjukan bahwa usahatani yang dijalankan pada musim panen 2007, memiliki
penerimaan yang lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. Hal ini ditunjukan
oleh nilai R/C rasio lebih besar dari satu. Nilai R/C rasio atas biaya tunai sebesar
9,04. Artinya bahwa setiap Rp.1,00 yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan
sebesar Rp. 9,04. Nilai R/C atas biaya tunai cukup besar, karena dalam melakukan
usahatani jambu mente untuk musim panen 2007 seluruh petani responden tidak
mengeluarkan biaya untuk pembelian pupuk dan pestisida.
Dengan memasukan biaya yang diperhitungkan ke dalam komponen biaya
total, maka nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 1,27, artinya setiap biaya yang
dikeluarkan sebesar Rp.1,00 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 1,27. Nilai
R/C rasio yang lebih besar dari satu untuk usahatani jambu mente menunjukan bahwa
usahatani jambu mente yang dijalankan petani responden untuk musim panen 2007
menguntungkan.

Dari hasil perhitungan R/C rasio atas biaya total, menunjukan

bahwa usahatani yang dijalankan petani di Desa Ratulodong pada musim panen tahun
2007 tidak menghasilkan keuntungan yang besar. Upaya yang harus dilakukan petani
untuk menaikan nilai R/C rasio adalah dengan menerapkan pola pemeliharaan
tanaman secara lebih baik.

81

6.4.3. Efisiensi Usahatani


Tanaman jambu mente (Anacardium occidentale L.) adalah tanaman
perkebunan yang sudah lama sekali diusahakan oleh petani di Desa Ratulodong.
Umumnya tanaman ini sudah berumur tua. Jarak tanam yang ada cukup rapat antara
2m x 2m sampai 4m x 4m sehingga kondisi perkebunan jambu mente saat ini sangat
rapat akibat tajuk daun semakin lebar.
Dari segi efisiensi, usahatani jambu mente yang dijalankan petani saat ini
efisien dan menguntungkan. Hal ini terlihat dari nilai R/C rasio lebih dari 1. Di lain
pihak usahatani yang dijalankan petani belum efisien. Ini terbukti petani dalam
menjalankan usaha ini tidak pernah menerapkan pola usahatani yang baik khusus
untuk tanaman yang sudah bertahun-tahun berproduksi. Petani setempat cenderung
mengandalkan faktor alam. Praktek penggunaan pupuk dan pestisida dalam upaya
peningkatan produksi jarang sekali diterapkan. Petani bisa menggunakan pupuk dan
pestisida sesuai anjuran penyuluh setempat apabila ada bantuan proyek dari
pemerintah.
Dari hasil analisis usahatani, terbukti bahwa usahatani jambu mente yang
dijalankan untuk musim panen tahun 2007 masih layak untuk dilaksanakan.
Kelayakan usahatani jambu mente untuk musim panen tahun 2007 belum efisien.
Hal ini terbukti bahwa sejauh ini petani tidak memanfaatkan input produksi secara
maksimal untuk peningkatan produksi. Penerapan sistem usahatani jambu mente
secara baik di Desa Ratulodong dapat dicapai dengan memperhatikan efisiensi
penggunaan input produksi pada masa yang akan datang. Dengan demikian upaya
untuk meningkatkan produksi dan produktivitas dapat tercapai dengan baik.

BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan
Usahatani jambu mente yang dijalankan petani di Desa Ratulodong, Kecamatan
Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur merupakan milik petani (perkebunan
rakyat). Rata-rata luas lahan milik petani adalah sebesar 0, 84 hektar. Umur tanaman
jambu mente pada tahun 2007 telah mencapai 22 tahun. Usahatani jambu mente yang
dijalankan saat ini

merupakan usahatani input rendah (low input) dan sistem

usahatani dilakukan secara sederhana/konvensional.


Hasil analisis biaya menunjukan bahwa pada musim panen tahun 2007, total
biaya usahatani jambu mente per luas lahan milik petani sebesar Rp. 1.530.125, 00.
yang terdiri dari total biaya tunai sebesar Rp.214.425,00,00 dan total biaya
diperhitungkan sebesar Rp. 1.315.700,00. Total biaya tunai untuk usahatani jambu
mente yang dikeluarkan oleh petani jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan total
biaya diperhitungkan.
Hasil analisis pendapatan usahatani jambu mente per luas lahan di daerah
penelitian untuk musim panen tahun 2007 menguntungkan. Rata-rata total
penerimaan yang diperoleh petani adalah sebesar Rp. 1.937.600,00, pendapatan atas
biaya tunai sebesar Rp. 1.723.175,00, pendapatan atas biaya total sebesar Rp.
407.475,00, dan rata-rata pendapatan tunai yang diperoleh adalah

sebesar Rp.

1.723.175,00. Hal ini menunjukan bahwa rata-rata penerimaan yang diperoleh petani
pada musim panen tahun 2007 dapat menutup seluruh biaya usahatani dan selebihnya
merupakan keuntungan yang dapat menunjang peningkatan pendapatan petani.

95

Dalam analisis efisiensi dengan menggunakan analisis R/C rasio, menunjukan


bahwa Petani memperoleh R/C rasio atas biaya tunai sebesar 9,04 dan R/C rasio atas
biaya total sebesar 1,27. Perbedaan R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas
biaya total sangat besar disebabkan karena total biaya tunai yang dikeluarkan petani
jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan total biaya usahatani. Nilai R/C rasio yang
diperoleh > 1, menunjukan bahwa usahatani jambu mente yang dijalankan petani di
Desa Ratulodong pada musim panen tahun 2007 tergolong efisien dan
menguntungkan. Nilai R/C Rasio atas biaya total yang diperoleh tergolong kecil.
Nilai R/C rasio yang kecil ini menunjukan bahwa keuntungan yang diperoleh petani
jambu mente di Desa Ratulodong pada musim panen tahun 2007 sangat kecil.

7.2. Saran
Dari hasil penelitian ini beberapa saran singkat yang dikembangkan
sebagai berikut :
1. Petani harus memperbaiki sistem usahatani yang dijalankan saat ini.
2. Petani harus lebih memahami tentang biaya-biaya usahatani dan mengetahui halhal yang berkaitan dengan analisis usahatani.
3. Penyuluh Pertanian lapangan (PPL) harus lebih intensif dalam memberikan
penyuluhan dan pembinaan kepada petani.

DAFTAR PUSTAKA

Alauddin. 1996. Status dan Pengembangan Nasional Komoditas Jambu Mente di


Indonesi. Prosiding. Forum Komunikasi Ilmiah Komoditas Jambu Mente.
Tanggal 5 6 Maret 1996. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2006. Statistik Perkebunan Indonesia 2003 2005. Dirjen
Perkebunan. 2006. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2007. Flores Timur Dalam Angka 2006/2007
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Flores Timur. 2007. Laporan Tahunan.
Dinas Kehutanan dan Perkebunan. Larantuka
Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Flores Timur. 2007. Laporan Tahunan.
Dinas Pertanian dan Peternakan. Larantuka
Gittinger. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. Edisi Kedua. UI
Press.
Jakarta.
Hadad, E. A. Dan Koerniati. 1996. Sambung Pucuk Sebelas Nomor Harapan
Jambu Mete Langsung di Lapang. Prosiding. Forum Komunikasi Ilmiah
Komoditas Jambu Mente. Tanggal 5 6 Maret 1996. Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.
Hermanto dan Zaubin, R. 2001. Persyaratan Lingkungan Tumbuh Jambu Mente.
Monograf Jambu Mente. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Bogor.
Hutzi.

2007. Analisis Pendapatan Usahatani Dan Saluran Pemasaran Teh


Perkebunan Raklyat (Studi Kasus Pertkebunan Teh Rakyat, Kecamatan
Sukanagara, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat). Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Krisnamurthi, B. 2001. Agribisnis. Yayasan Pengembangan Sinar Tani. Bahan


Kuliah. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.
Kasmir dan Jakfar. 2007. Studi Kelayakan Bisnis. Edisi Kedua, Cetakan Ke-4.
Kencana. Jakarta.

97

Lipsey et all. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Binarupa Aksara. Jakarta.


Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Edisi Ketiga. LP3ES. Jakarta.
Nogoseno. 1996. Pengembangan Jambu Mente di Indonesia. Prosiding. Forum
Komunikasi Ilmiah Komoditas Jambu Mente. Tanggal 5 6 Maret 1996.
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.
Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Rosman dan Lubis. 1996. Aspek Lahan dan Iklim Untuk Pengembangan Tanaman
Jambu Mente. Prosiding. Forum Komunikasi Ilmiah Komoditas Jambu
Mente. Tanggal 5 6 Maret 1996. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat. Bogor.
Rosmeilisa, P. 1990. Pola Usahatani Tanaman Jambu Mete.(Studi Kasus Kabupaten
Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta).
Perkembangan penelitian Tanaman Jambu Mente. Edisi Khusus Litro Vol. 2
1990 Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.
Rosmeilisa, P. dan Yuhono, JT. 2001. Analisis Usahatani Jambu Mente.
Monograf Jambu Mente. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Bogor.
Rosmeilisa, P. dan Abdullah, A. 1990. Analisis Usahatani Jambu Mente.
Perkembangan penelitian Tanaman Jambu Mente. Edisi Khusus Litro Vol. 2
1990 Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.
Statistik Perkebunan Indonesia 2003 2005. Dirjen Perkebunan. 2006. Jakarta.
Sukmadinata, T. 1996. Prospek Pengembangan Agribisnis Jambu Mente di
Indonesia. Prosiding. Forum Komunikasi Ilmiah Komoditas Jambu Mente.
Tanggal 5 6 Maret 1996. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Bogor.
Saragih, YP. Dan Haryadi, Y. 1994. Mete. Budidaya Jambu Mente, Pengupasan
Gelondong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Sukartawi. 1996. Agribisnis Jambu Mente. Prosiding. Forum Komunikasi Ilmiah
Komoditas Jambu Mente. Tanggal 5 6 Maret 1996. Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.
Soeharjo, A. dan D. Patong. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani.
Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

98

Soekartawi. 1985. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani


Kecil. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi. UI Press. Jakarta.
.

1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani


Kecil. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi. UI Press. Jakarta

Suyanto, dkk. 1994. Ekonomi Teknik Proyek Sumberdaya Air. Suatu Pengantar
Praktis. Masyarakat Hidrologi Indonesia (MHI). Jakarta.
Wuriyanyo, L. 2002. Analisis kelayakan Finansial Usahatani Lada dan Pemasaran
Komoditi Lada ( Studi Kasus di Desa Giri Mulya, Kecamatan Jabung,
Lampung Timur). Skripsi jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Zaubin, R. Dan Daras, U. Sejarah dan Prospek Tanaman Jambu Mente. Monograf
Jambu Mente. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur yang berlimpah penulis naikkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Kasih
karena atas kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi
ini penulis juga mendapat dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing, atas segala kebesaran
hati dan kesabaran dalam memberikan bimbingan, arahan, motivasi serta
masukan yang konstruktif mulai dari persiapan penulisan sampai dengan
penulisan skripsi ini selesai.
2. Ibu Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS, selaku dosen evaluator pada kegiatan seminar
Proposal (kolokium) yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis.
3. Bpk. Ir. Burhanudin, MM, selaku dosen penguji utama skripsi yang telah
memberikan saran dan kritik kepada penulis.
4. Ibu Tintin Sarianti, SP, selaku dosen penguji komisi akademik skripsi yang telah
memberikan saran dan kritik kepada penulis.
5. Ebrinedi H, yang telah bersedia menjadi pembahas pada kegiatan seminar hasil.
6. Pemerintah Kabupaten Flores Timur atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk melanjutkan pendidikan pada Program Sarjana Manajemen
Agribisnis (ekstensi) Institut Pertanian Bogor.
7. Kedua orangtua, mertua, kakak-kakak dan adik atas dorongan, semangat dan doa.
8. Yang tercinta isteriku Marselina Pai Hurint, buah hatiku Debrito Christian Leo
Laba Daton yang setia menemani papa dalam meraih cita-cita kita bersama.

9. Adik Petrus Apul, Nona Chrisnovita dan Adik Andi, atas segala pengobanan
dalam memperlancar proses kolokium, seminar dan ujian sidang.
10. Semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu-persatu yang telah banyak
memberikan dukungan selama penyusunan skripsi ini.

Anda mungkin juga menyukai