Oleh :
Apollonaris Ratu Daton
A. 14105513
RINGKASAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
Pada
Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
Apollonaris Ratu Daton
A14105513
Nama
NRP
: A. 14105513
Program Studi
Judul
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas
segala berkat dan karunia-Nya sehingga pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini
dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana pada
Program Sarjana Manajemen Agribisnis (Ekstensi) Institut Pertanian Bogor, dengan
judul Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Mete (Anacardium Occidentale L.) (Kasus
di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa
Tenggara Timur).
Topik mengenai pendapatan usahatani dipilih terkait dengan permasalahan yang
dihadapi petani jambu mente di Desa Ratulodong saat ini. Diharapkan dengan adanya
penelitian ini petani setempat dapat menjalankan usahatani jambu mente secara lebih baik
sehingga mendapat keuntungan yang layak dengan memahami biaya-biaya usahatani.
Penulis merasa bahwa isi dari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, segala kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan dari
pembaca sekalian. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberkati kita semua.
Amin. Akhir kata penulis berharap skripsi ini memberikan informasi pengetahuan bagi
pembacanya.
Penulis
PERNYATAAN
RIWAYAT HIDUP
Kecamatan Kota Larantuka pada bulan Agustus 2003 hingga tahun 2005. April 2005
penulis diberi ijin belajar oleh Pemerintah Kabupaten Flores Timur untuk
melanjutkan pendidikan pada Program Sarjana Manajemen Agribisnis (ekstensi)
Institut Pertanian Bogor.
Penulis menikah pada tanggal 10 November 2006 dengan Marselina Pai
Hurint, yang lahir di Desa Wailolong tanggal 23 Maret 1984. Dari buah kasih sayang
kami, penulis dikaruniai seorang putra bernama Debrito Christian Leo Laba Daton,
lahir di Larantuka pada tanggal 12 Desember 2007.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xv
I.
PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2. Perumusan Masalah ........................................................................... 6
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 9
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................. 9
1.5. Ruang Lingkup................................................................................... 10
II.
III.
METODE PENELITIAN......................................................................... 36
vii
VI.
viii
ix
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
11
2.
35
3.
80
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor
1.
Halaman
Perkembangan Areal dan Produksi Jambu Mente di Indonesia
Tahun 1996 2005
5.
20
6.
37
7.
42
8.
44
9.
45
46
47
48
49
51
2.
3.
4.
iv
15. Luas Areal Dan Produksi Jambu Mente dirinci Menurut Kecamatan
di Kabupaten Flores Timur Tahun 2007.............................................
52
54
55
55
56
57
58
59
60
62
63
63
65
69
81
82
83
85
90
vi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
11
2.
35
3.
80
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
99
2.
102
3.
103
104
105
4.
5.
xiv
BAB I. PENDAHULUAN
Sedangkan data
penyerapan tenaga kerja tahun 2004 menunjukan bahwa dari 41,3 juta angkatan kerja
pertanian, sebanyak 18,6 juta (45%) bekerja pada sub sektor perkebunan. Produk
Domestik Bruto (PDB) Sektor Pertanian atas dasar harga berlaku pada tahun 2004
adalah 15,38 %, dan kontribusi sub sektor perkebunan terhadap Produk Domestik
Bruto Nasional sebesar 2,49 % atau sebesar 16,19% terhadap sektor pertanian
(Statistik Perkebunan Indonesia, 2006).
Jambu mente (Anacardium occidentale L.), merupakan salah satu komoditas
yang mendapat prioritas dalam pembangunan perkebunan dewasa ini, terutama di
Kawasan Timur Indonesia (KTI). Tujuan pokok usahatani jambu mente saat ini
adalah mendapatkan produksi dan kualitas gelondong setinggi-tingginya agar mampu
memberikan pendapatan pada petani seoptimal mungkin. Di KTI komoditas ini
memberikan peluang yang besar bagi pengentasan kemiskinan, karena pada
umumnya di kawasan ini sebagian besar berlahan kering (Abdullah, 1995) dalam
(Hadad E.A dan Koerniati, 1996).
Beberapa daerah di KTI yang merupakan penghasil utama jambu mente dengan
sumbangan terhadap produksi mente nasional adalah Sulawesi Tenggara (47,5%),
Sulawesi Selatan (20,4%), NTT (5,0%) dan Bali (3,5%) (Nogoseno, 1990).
Jambu mente merupakan komoditas unggulan dan menjadi salah satu sumber
pendapatan petani (Zaubin, Daras. 2001). Areal penanaman jambu mente terus
meningkat dari tahun ke tahun (Tabel 1). Pada tahun 1996 tercatat luas areal
tanam 492.950 ha dengan total produksi 67.676 ton. Pada tahun 2005, mencapai
581.271 ha dengan total produksi 130.052 ton. Pada umumnya lahan pengusahaan
jambu mente adalah milik petani (perkebunan rakyat) dengan total areal sebesar
574.891 ha (98,9%), sisanya milik perkebunan swasta dengan total areal sebesar
6.380 ha (1,09%).
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004 * )
2005 **)
Produksi (ton)
Perkebunan
Rakyat
Perkebunan
Swasta
Total
Perkebunan
Rakyat
Perkebunan
Swasta
Total
484.357
490.074
521.695
547.724
551.442
558.784
568.796
565.446
546.374
574.891
8.593
9.205
9.295
9.858
9.868
10.128
10.128
7.835
7.815
6.380
492.950
499.279
530.990
557.582
561.310
569.912
578.924
573.281
554.189
581.271
67.079
73.158
86.924
89.530
69.488
91.220
109.945
106.698
117.961
129.757
597
574
772
774
439
366
287
234
268
295
67.676
73.732
87.696
90.304
69.927
91.586
110.232
106.932
118.229
130.052
162
197
5
16
669
212
50
8
202
414
168
13
72
435
353
165
25
594
Dilihat dari perkembangan volume dan nilai ekspor menunjukan bahwa jambu
mente memiliki prospek yang cukup baik saat ini dan di masa yang akan datang.
Kebutuhan akan gelondong dan hasil olahan kacang mente sebagai makanan sela
terus meningkat baik di pasar domestik maupun ekspor. Sebagai komoditas yang
memiliki nilai ekonomis tinggi, diupayakan agar
Dari Tabel 3, terlihat bahwa harga kacang mente dalam negeri cenderung turun
dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2000 tercatat harga jual kacang mente sebesar
Rp 36.326,-/kg.
Rata-rata
penurunan harga kacang mente dalam lima tahun terakhir sebesar 26,8 %.
Di Nusa Tenggara Timur (NTT), pengusahaan tanaman jambu mente memiliki
skala yang cukup besar. Hal ini selain didukung oleh sebagian besar penduduk
bermata pencaharian sebagai petani, juga potensi lahan dan iklim yang cocok.
Kabupaten Flores Timur sebagai salah satu kabupaten terluas ke sembilan yang
menjadi obyek penelitian, adalah kabupaten yang memiliki luas areal penanaman
jambu mente terbesar dan merupakan sentra produksi jambu mente di NTT.
Pengusahaan jambu mente di kabupaten Flores Timur belum dilaksanakan
secara maksimal. Umumnya petani mente di Flores Timur adalah petani swadaya
dan sistem budidaya yang diterapkan masih sederhana dengan penggunaan input
rendah
(Low input).
mendatang. Upaya perbaikan teknik budidaya dan penggunaan input produksi yang
bermutu merupakan faktor yang penting demi peningkatan produktivitas tanaman.
Menurut Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) kabupaten Flores
Timur (2007), luas areal tanam jambu mente di kabupaten Flores Timur tahun 2006
bertambah menjadi 28.334,48 ha, dengan perincian tanaman yang belum
menghasilkan sebesar 16.388,9 ha, tanaman yang sudah menghasilkan sebesar
11.945,52 ha, sementara tingkat produksinya mencapai 8.190,46 ton. Untuk jelasnya
dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini :
TBM
TM
Total
2002
14.044,69
9.015,84
23.060,53
7.239,69
2003
15.449,16
9.917,42
25.366,58
7.963,62
2004
16.329,76
11.543,90
27.873,66
7.988,38
2005
16.329,77
11.541,49
27.781,26
7.975,94
2006
16.388,96
11.945,52
28.334,48
8.190,46
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Flores Timur, 2007
Keterangan : TBM = Tanaman Belum Menghasilkan
TM = Tanaman Menghasilkan
menerapkan teknik budidaya yang baik dan tidak memperhatikan mutu input
produksi (Zubin, Daras, 2001). Sebagai salah satu komoditas yang mempunyai nilai
ekonomis tinggi terutama untuk Kawasan Timur Indonesia (KTI), pengembangan
selanjutnya meluas dengan cepat namun tanpa didukung dengan teknik budidaya
yang baik dan informasi yang cukup mengenai agribisnis jambu mente.
Lebih lanjut, menurut Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Flores
Timur, tanaman jambu mente sudah dikenal petani pada era tahun 1970-an. Pada
waktu itu tanaman ini mulai ditanam di kecamatan Tanjung Bunga. Pada awalnya
tujuan penanaman jambu mente adalah untuk konservasi tanah dan rehabilitasi lahan
kritis. Dengan jarak tanam yang sangat rapat serta tidak memperhatikan mutu input
tergolong rendah, sementara produksi tidak ikut naik secara signifikan. Rata-rata
peningkatan produksi sebesar 0,29 ton/ha setiap tahun.
Sebagai tanaman penghijauan dan konservasi tanah, sejak tahun 1980-an tujuan
tersebut mulai bergeser kepada tujuan komersial, karena gelondong dan kacangnya
banyak diminati dan harganya cukup menarik. Sebagian besar petani di kabupaten
Flores Timur mengembangkan usaha ini
sebagai
komoditas
utama dalam
produksi
dengan jarak tanam 7m x 7m, tetapi pendekatan konservasi dengan jarak tanam
yang lebih rapat. Kondisi ini menyebabkan produksi dan produktivitas gelondong
tidak mengalami peningkatan yang berarti, sementara luas areal tanam semakin
meningkat.
______________________
www.satunama.org, Laporan Analisis Sosial Ekonomi Kabupaten Flores Timur. Yayasan kesatuan
pelayanan kerja sama, Yogyakarta, Indonesia. 11 Oktober 2007
Meningkatnya luas areal tanam jambu mente belum tentu dapat meningkatkan
pendapatan petani. Hal ini tergantung hasil produksi, produktivitas, mutu gelondong
dan harga yang diterima petani.
Pengembangan komoditas jambu mente terus meluas dengan cepat namun
tidak didukung oleh teknik budidaya yang baik dan petani cenderung tidak
memperhatikan mutu input produksi. Selain itu, harga jual mente gelondong di
tingkat petani cenderung berfluktuatif setiap tahunnya. Faktor lain yang berkaitan
dengan permasalahan ini adalah adanya krisis ekonomi dan inflasi tinggi yang
menyebabkan harga-harga sarana produksi (saprodi) menjadi naik dengan tidak
diikuti oleh kenaikan harga jual produk di tingkat petani.
Dari fenomena yang ada terlihat bahwa petani saat ini memiliki kemampuan
mengelola usahatani serta posisi tawar (bargainning position) yang rendah. Faktor
kunci yang perlu diperhatikan terkait upaya pengembangan usahatani jambu mente
di kabupaten Flores Timur adalah harus adanya kebijakan PEMDA yang lebih
proaktif dan lebih berpihak kepada petani. Upaya perbaikan sistem kelembagaan
di tingkat petani dan mengintensifkan kembali peran penyuluh adalah upaya yang
harus terus dilaksanakan.
diharapkan lebih baik di masa mendatang. Penerapan teknik budidaya dengan benar
dan penggunaan input produksi yang bermutu akan meningkatkan produktivitas serta
pendapatan petani.
Berkaitan dengan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan utama
adalah apakah usahatani jambu mente yang dikembangkan dengan perluasan areal
tanam dapat meningkatkan pendapatan petani ? Untuk itu perlu diketahui :
1. Bagaimana kondisi usahatani jambu mente di kabupaten Flores Timur saat ini ?
2. Bagaimana pendapatan usahatani yang dihasilkan ?
3. Apakah usahatani yang dijalankan tersebut efisien ?
10
Mente Gelondongan
Kacang
Mente
- Makanan
- Ramuan obat
Penyakit kulit
- Bahan minyak
rambut/cat
rambut
Kulit Ari
- Tanin
Penyamakan
Kulit
- Pakan ternak
Buah Semu
Kulit
Mente
- Campuran
Pembuatan kulit
- Pelat rem
- Hardboard
- Karbon aktif
- Bahan obatobatan
- Pupuk organic
- CNSL (minyak
Laka)
- Minuman ringan
- Rujak/lutes, asinan
- Manisan
- Cuka makanan
- Bahan baku obat
- Selai/jeli
- Bubur buah
- Ensim penggemuk daging
- Lauk-pauk
- Protein sel tunggal
- Spritus
- Pakan ternak
- Pupuk pertanian
- Lemonade
- Anggur
- Minuman beralkohol
12
13
untuk masa analisa 25 tahun. Keadaan di atas menjadi petunjuk bahwa upaya-upaya
untuk meningkatkan efisiensi jambu mente ini perlu terus dilakukan agar agribisnis
berbasiskan jambu mente dapat terus berkembang.
dari suatu sistem yang integratif yang mempunyai keterkaitan antara sub-sistem satu
dengan sub-sistem lainnya. Berkaitan dengan itu maka penanganan pembangunan
pertanian tidak dapat lagi hanya dilakukan terhadap aspek-aspek yang berada dalam
sub-sistem on-farm saja tetapi juga harus melalui penanganan aspek-aspek off-farm
secara integratif. (Krisnamurthi, 2001).
mendapatkan hasil yang optimal. Persyaratan ini tentu lebih longgar jika tujuan
penanamannya adalah untuk penghijauan atau merehabilitasi lahan kritis. (Saragih
dan Haryadi, 1994).
1. Iklim
Menurut Nail et al (1979) dalam Rosman dan Lubis (1996) mengatakan
bahwa 5 unsur iklim yang mempengaruhi tanaman jambu mente antara lain : (1)
14
Cuaca kering selama musim bunga dan buah, yang kelak menentukan hasil panen;
(2) Pada musim bunga cuaca berawan, serangan nyamuk teh (Helopeltis anacardii)
pada bunga meningkat; (3) Apabila musim bunga turun hujan lebat, produksi akan
sangat menurun; (4) Suhu yang terlalu tinggi, (antara 39 42C) mengakibatkan
kerontokan buah; musim kemarau yang relatif pendek, keragaman tanaman akan
lebih baik.
Tanaman jambu mente sangat menyukai sinar matahari. Selain perlu
mendapat sinar matahari sepanjang tahun, jumlah yang
mente
tergolong
tanaman
yang
mudah
beradaptasi
dengan
lingkungannya. Tanaman ini akan tumbuh baik dan produktif bila ditanam pada suhu
harian rata-rata 27C dan kelembapan nisbih yang cocok antara 70-80%. Akan
tetapi, tanaman jambu mente masih dapat bertoleransi pada tingkat kelembapan 6070%. Daerah yang paling sesuai untuk budidaya jambu mente adalah di daerah yang
memiliki jumlah curah hujan antara 1.000 - 2.000 mm per tahun dengan 4 - 6 bulan
kering.
2. Ketinggian tempat
Menurut Saragih dan Haryadi (1994), tanaman jambu mente dapat tumbuh di
dataran rendah dan dataran tinggi, yaitu pada ketinggian 1 - 1.200m di atas
15
permukaan laut (dpl). Hal ini mengisyaratkan bahwa jambu mente dapat beradaptasi
pada kondisi tanah dan iklim yang beragam sifatnya. Jambu mente tidak menuntut
tanah yang subur. Oleh karenanya bila ingin membudidayakan tanaman jambu mente
secara komersial, perlu dipilih daerah-daerah yang sesuai dengan syarat tumbuhnya.
Di Indonesia tanaman jambu mente dapat tumbuh pada ketinggian tempat 1 - 2000m
dpl. Namun batas optimum ketinggian tempat hanya sampai 700m dpl, kecuali
untuk merehabilitasi lahan kritis.
3. Tanah
Menurut Hermanto dan Zaubin (2001) selain iklim tanah merupakan faktor
penting dalam persyaratan tumbuh tanaman yang menentukan keberhasilan dalam
usahatani jambu mente.
16
2. Aturan penanaman
Sebelum dilakukan penanaman, aturan penanaman pun perlu dirancang sesuai
kebutuhan lahan. Bentuk lahan dapat bujur sangkar atau segi tiga. Pada budidaya
monokultur, jarak tanam jambu mente dianjurkan 12m x 12m.
tersebut,
maka
dalam
setiap 1 ha lahan,
Dengan jarak
dibutuhkan sebanyak 69 batang. Namun, jarak tanam dapat dibuat dengan ukuran
17
3. Penanaman
Waktu penanaman yang tepat adalah pada awal musim hujan dan dilakukan
pada sore hari. Maksudnya untuk mengurangi penyiraman air yang banyak
dibutuhkan tanaman pada masa awal pertumbuhan. Di samping itu, tanah dalam
lubang tanam tidak lagi mengalami penurunan. Di sekeliling lubang tanam harus
ditimbun kembali dengan tanah. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya
genangan air bila disiram atau hujan turun.
18
4. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman merupakan pekerjaan yang rutin. Pekerjaan tersebut
meliputi
penyiraman,
penyulaman,
penyiangan,
penggemburan,
pemupukan,
1. Penyiraman
Bibit yang baru ditanam tentunya memerlukan banyak air. Oleh karena itu,
tanaman perlu disiram pada pagi atau sore hari. Apabila hujan tidak turun
selama dua hari berturut-turut, penyiraman dilakukan 1-2 kali sehari dalam dua
minggu pertama. Minggu berikutnya, penyiraman tanaman cukup dilakukan sehari
sekali.
menggenangi tanaman. Bila tanaman tergenang air, maka akarnya akan membusuk
dan pertumbuhannya terhambat.
2. Penyulaman
Bibit yang ditanam tentu tidak semuanya hidup subur. Ada yang tumbuh
kerdil, bahkan ada yang mati. Tanaman yang kerdil dapat disebabkan oleh serangan
hama dan penyakit. Tanaman tersebut dapat menjadi parasit di kebun, 0leh karena itu
harus dicabut dan disulam dengan tanaman yang sehat.
Penyulaman dilakukan
19
Selain menjadi pesaing dalam memperebutkan zat hara, gulma juga dapat menjadi
sarang hama dan penyakit. Untuk itu gulma harus dibasmi agar tanaman dapat
tumbuh subur dan terhindar dari serangan hama atau penyakit. Pembasmian gulma
sebaiknya dilakukan dalam putaran waktu tertentu, yakni sekali dalam 45 hari.
Tanah yang disiram setiap hari tentu semakin padat dan udara di dalamnya semakin
sedikit. Akibatnya, akar tanaman tidak leluasa menyerap unsur hara. Untuk itu,
tanah di sekitar tanaman perlu digemburkan dengan hati-hati agar akar tanaman tidak
putus.
4. Pemupukan
Untuk menambah kesuburan pada masa pertumbuhan, maka tanaman jambu
mente dapat dipupuk dengan menggunakan pupuk kandang, kompos atau pupuk
buatan. Pemberian pupuk kandang atau kompos sebanyak 20 kg dilakukan dengan
cara menggali parit melingkar agak di luar tajuk. Pupuk tersebut kemudian
dituangkan ke dalam parit dan ditutup dengan tanah. Pemupukan berikutnya
dilakukan dengan pupuk buatan. Pemberian pupuk dilakukan dalam parit melingkar
dan dibuat sedikit di luar parit sebelumnya. Dosis dan macam pupuk buatan yang
digunakan tergantung pada kesuburan tanah. Jadwal dan dosis pemupukan jambu
mente dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
20
Akhir
Musim Hujan
(Urea)
(TSP)
(KCL)
(Urea)
P2O5
(TSP)
K2O
(KCL)
50
(111)
100
(222)
200
(444)
250
(556)
40
(87)
40
(87)
60
(130)
65
(141)
30
(58)
60
(115)
65
(125)
50
(111)
100
(222)
200
(444)
250
(556)
40
(87)
40
(87)
60
(130)
65
(141)
30
(58)
60
(115)
65
(125)
5. Pemangkasan
Apabila tanaman jambu mente dibiarkan tumbuh liar, maka cabangcabangnya cenderung tumbuh bergerombol di dekat permukaan tanah. Agar cabangcabang tanaman dapat tumbuh bagus dan tajuknya berbentuk seperti kerucut, maka
harus dilakukan pemangkasan sejak tanaman masih berupa bibit.
6. Penjarangan
Bunga dan buah jambu terdapat di bagian permukaan tajuk daun. Tanaman
ini kemungkinan besar tidak berbuah sama sekali jika sinar matahari terhalang oleh
tanaman lain. Untuk itu, agar seluruh permukaan tajuk pohon mendapat sinar
matahari secara merata dalam jumlah yang cukup, jangan segan-segan melakukan
penjarangan tanaman.
itu ,
21
kegiatan
5. Panen
Tanaman jambu mente dapat dipanen untuk pertama kali pada umur 3 4
tahun.
Buah mente biasanya sudah bisa dipetik pada umur 60 70 hari sejak
munculnya bunga.
Agustus hingga bulan Desember. Agar mutu gelondong atau kacang mente menjadi
lebih baik, buah yang dipetik harus telah tua. Siklus hidup jambu mente dalam
berproduksi bisa mencapai 40 50 tahun. Produksi jambu mente mulai meningkat
saat berumur 8 10 tahun hingga mencapai 20 30 tahun. Produksi tanaman akan
berkurang saat berumur diatas 30 tahun. Disaat mencapai umur 50 tahun, tanaman
jambu mente tidak bisa berproduksi atau tidak bisa berbuah lagi.
22
pemberian zat hara yang seimbang, serta pemberian pestisida apabila tanaman
disekitarnya terserang hama dan penyakit. Apabila kondisi tanaman telah terserang
hama atau penyakit,
diberantas.
Ulat
penggerek
dan
penggerek buah dan biji (Nephoteryx sp.). Penanggulangan hama ini sebaiknya
dilakukan secara terpadu.
diantaranya adalah
Dithane M-45, Delsene MX 200, Difolatan 4F, Cobox, dan Cuproxy Chloride.
23
700 dpl.
Dengan
menerapkan
sistem
penanaman
perhitungan
secara
analisis
finansial layak diusahakan, yang ditunjukan oleh indikator (a) B/C ratio = 2,55; (b)
NPV = Rp 954.432,41; dan IRR = 31,42 %. Pedapatan kotor dari usahatani jambu
mente pada tahun pertama dan kedua belum ada. Pendapatan kotor dapat diperoleh
pada tahun ke tiga dan ke empat saat tanaman diperkirakan mulai berproduksi.
Suatu penelitian tentang rencana pengembangan agribisnis dan agroindustri
jambu mente telah dilakukan oleh Sukartawi pada tahun 1995 dengan mengambil
lokasi penelitian di Jawa Timur.
ternyata mampu
menyerap
tenaga kerja,
meningkatkan
pendapatan petani,
adalah Rp. 33.896,- (karena tanaman sudah relatif tua). Sedangkan pada usahatani
24
jambu mente dengan populasi 200 pohon/ha pada umur 20 tahun diperoleh
penerimaan sebesar Rp. 2.218.500,- dan biaya usahatani sebesar Rp. 154.830 untuk
setiap hektar.
Kajian tentang pola usahatani tanaman jambu mente telah dilakukan oleh
Rosmeilisa (1990) di Daerah Istimewa Jogyakarta yang merupakan salah satu sentra
produksi jambu mente di Indonesia.
bertujuan untuk mengetahui peran produksi jambu mente terhadap pendapatan petani.
Hasil penelitian menunjukan bahwa usahatani jambu mente di Daerah Istimewa
Jogyakarta terbagi atas dua bentuk yaitu monokultur dengan rata-rata pendapatan
kotor Rp 156.972,72/kk/tahun dan polikultur dengan rata-rata pendapatan Rp
65.462,81/kk/tahun.
Gunung Kidul 37,69 % dari usahatani lainnya, sedangkan di kabupaten Bantul peran
usahatani jambu mente lebih besar yaitu 87,70 %.
Penelitian mengenai analisis usahatani jambu mente juga kembali dilakukan
oleh Rosmeilisa dan Yuhono (2001).
produksi dengan mengambil lokasi di Jawa Timur. Populasi 100 tanaman/ha (10m x
10m), usahatani jambu mente layak dilakukan karena Net present value (NPV) positif
(Rp 1.473.100,057), net B/C rasio 11,0, dan IRR 45,34 % lebih tinggi dari bunga.
Menurut hasil penelitian Hutzi (2007) tentang analisis pendapatan usahatani
dan saluran pemasaran teh perkebunan rakyat, pada perkebunan teh rakyat di
kecamatan Sukanagara, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat, ternyata pendapatan
yang diterima petani pada tahun 2003 sudah tidak layak untuk dilaksanakan.
Pendapatan usahatani yang diterima atas dasar biaya tunai sebesar Rp. 23.162,- per
25
hektar per bulan. Sedangkan pendapatan usahatani atas dasar biaya total sebesar Rp.
26.448,- per hektar per bulan. Demikian analisis R/C Rasio (2003) atas biaya tunai
adalah 1,07 dan atas biaya total sebesar 0,3. Analisis marjin pemasaran menunjukan
bahwa marjin pemasaran yang diterima petani memiliki porsi paling rendah. Marjin
harga jual yang diperoleh sebesar 25,69 % dan marjin keuntungan sebesar 1,49 %.
Farmer share yang diterima petani tertinggi sebesar 41,68 % dan yang terendah
sebesar 25,69 %.
Wuriyanto (2002), meneliti tentang analisis finansial usahatani dan pemasaran
komoditi lada di Desa Giri Mulya, Kecamatan Jabung, Lampung Timur. Hasil
penelitiannya menyimpulkan bahwa usahatani lada pada desa tersebut dikelola secara
non intensif dan pola tanam tumpang sari dengan tanaman lain, sehingga
produktivitas tanaman menjadi rendah. Selain itu juga rata-rata pohon lada sudah
berumur tua yang seharusnya sudah diremajakan. Berdasarkan analisis kelayakan
finansial, usahatani lada layak untuk diusahakan pada tingkat diskonto 16 persen dan
18 persen. Sedangkan analisis sensitivitas, menunjukan usahatani ini sudah tidak
layak. Dalam analisis keragaan pasar, memperlihatkan pasar lada yang terbentuk
berstruktur oligopsoni dengan tingkat keterpaduan pasar yang tinggi.
Tingginya
tingkat keterpaduan pasar ini disebabkan oleh adanya hubungan (kartel) antara
pedagang dengan eksportir.
Dari beberapa hasil penelitian terdahulu, penelitian yang telah dilakukan oleh
penulis memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah semua penelitian
yang dilakukan menyimpulkan bahwa komoditas yang bersangkutan profitable baik
26
terdiri atas dua bagian yaitu usahatani pertanian rakyat dan perusahaan pertanian.
Ditinjau dari segi ekonomi, pertanian rakyat sebagai pertanian keluarga (pertanian
subsisten atau setengah subsisten) yang umumnya memiliki luas lahan yang sempit,
sedangkan perusahaan pertanian adalah usahatani yang sepenuhnya dijalankan secara
komersial.
Di indonesia, yang dinamakan petani kecil adalah petani yang memiliki ciri
sebagai berikut : (1) Petani yang pendapatannya rendah, yaitu kurang dari setara 240
kg beras per kapita per tahun; (2) Petani yang memiliki lahan sempit, yaitu lebih kecil
dari 0,25 hektar lahan sawah di Jawa atau 0,5 hektar di luar Jawa. Bila petani
tersebut mempunyai lahan tegal, maka luasnya 0,5 hektar di Jawa dan 1,0 hektar di
luar Jawa; (3) Petani yang kekurangan modal dan memiliki tabungan yang terbatas;
28
(4) Petani yang memiliki perngetahuan terbatas dan kurang dinamik. (Soekartawi.
dkk, 1986). Dari segi ekonomi, ciri yang sangat penting dari petani kecil adalah
terbatasnya sumberdaya dasar tempat berusahatani. Pada umumnya mereka hanya
menguasai sebidang lahan kecil, kadang-kadang disertai dengan ketidakpastian dalam
pengelolaannya. Lahan yang dimiliki sering tidak subur dan terpencar-pencar. Petani
memiliki tingkat pendidikan, pengetahuan, dan kesehatan sangat rendah, serta akses
terhadap pasar rendah.
Hernanto (1991), menyatakan bahwa usahatani adalah setiap organisasi alam,
tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian.
Ketatalaksanaan organisasi itu sendiri dapat dilaksanakan oleh seseorang atau
sekumpulan orang. Dalam hal ini usahatani mencakup pengertian mulai dari bentuk
sederhana yaitu hanya untuk kebutuhan keluarga sampai kepada bentuk yang paling
modern yaitu mencari keuntungan.
Menurut Wharton dalam Hutzi (2007), perbedaan antara usahatani subsisten
dengan usahatani modern dilihat
subsisten akan mengkonsumsi semua hasil produksi dan tenaga kerja yang dipakai
dalam berusahatani adalah tenaga kerja yang berasal dari keluarga yang tidak diupah.
Sedangkan usahatani modern akan menjual semua hasil produksinya dan
mengerjakan kegiatan operasionalnya dengan meggunakan tenaga kerja bayaran.
Berdasarkan pengertian di atas, maka usahatani merupakan salah satu sub sistem
agribisnis dan menjadi
sentral dalam
agribisnis
faktor harga output dan input, faktor efisiensi, faktor pengadaan input, faktor
29
pengadaan modal, faktor teknologi budidaya, serta faktor pola tanam dan
tumpangsari.
Penerimaan tunai
usahatani yang tidak berasal dari penjualan produk usahatani, seperti pinjaman tunai,
harus ditambahkan, dan pengeluaran tunai usahatani yang tidak ada kaitannya dengan
pembelian barang dan jasa, seperti bunga pinjaman dan uang pokok, harus
dikurangkan (Soekartawi. dkk.,1986).
30
tanah,
bangunan, bahan baku, tenaga kerja dan biaya operasional lainnya. Sementara modal
tanaman berasal dari sumbangan berupa proyek pemerintah yang bersifat hibah/tidak
ada sistem pengembalian.
(Soekartawi. 1986), mendefinisikan pengeluaran total usahatani sebagai nilai
semua masukan yang dikeluarkan dan habis terpakai di dalam proses produksi,
tetapi tidak termasuk tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani. Pengeluaran
total usaha tani terdiri dari pengeluaran tetap dan pengeluaran tidak tetap.
Pengeluaran tidak tetap (Variable cost), adalah pengeluaran yang digunakan untuk
usahatani tertentu yang nilainya berubah-ubah dan sebanding dengan besarnya skala
31
usaha.
Biaya ini
marjinal jelas merupakan biaya variabel marjinal dan berubahnya biaya tetap tidak
akan mempengaruhi biaya marjinal.
32
33
34
Seluruh areal penanaman jambu mente di Flores Timur adalah milik petani
(perkebunan rakyat). Dalam melakukan kegiatan budidaya (on farm), biasanya petani
menerapkan sistem budidaya yang sederhana / konvensional dengan input luar rendah
(low input).
sementara harga produk cenderung rendah dan berfluktuatif. Hasil panen gelondong
mente pada umumnya tidak berkualitas bahkan tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Hal ini menyebabkan produksi dan produktivitas tanaman relatif rendah.
Luas areal
penanaman jambu mente berbeda-beda untuk setiap petani. Pada umumnya luas areal
penanaman jambu mente berkisar antara 0,5 ha 2,0 ha, dengan status kepemilikan
lahan milik sendiri.
35
Analisis Penerimaan
Penerimaan Tunai
Analisis Biaya
Penerimaan Total
Biaya Tunai
Biaya Diperhitungkan
Biaya Total
Pendapatan Tunai
Pendapatan Total
Efisiensi Usahatani
R/C Total
R/C Tunai
REKOMENDASI
37
Pertanian dan Peternakan, Dinas kehutanan dan Perkebunan, Badan Pusat Statistik,
serta instansi lain yang terkait. Berbagai data dan sumbernya yang diambil dalam
penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini :
4.3.
Sumber Data
Petani
Petani
Petani/Pedagang
Petani
Petani/Pedagang
Petani
Petani
Petani
Instansi
pendekatan kasus. Dengan metode ini data diolah dan dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui kondisi yang dialami
petani saat ini dalam melakukan sistem budidaya jambu mente.
Analisis kuantitatif yang dipilih adalah analisis pendapatan usahatani, dan
analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio) dan analisis efisiensi usahatani.
Untuk menghitung pendapatan petani jambu mente secara monokultur, dilakukan
tabulasi sederhana dengan menghitung pendapatan usahatani jambu mente atas biaya
38
tunai dan pendapatan usahatani jambu mente atas biaya total. Dari hasil analisis
pendapatan yang diperoleh, kemudian dilakukan analisis imbangan penerimaan dan
biaya (R/C Rasio) atas biaya tunai dan atas biaya total untuk melihat tingkat efisiensi
usahatani.
diperhitungkan pada tahun tersebut untuk investasi modal yang umur penggunaannya
cukup lama.
Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok yaitu
keadaan penerimaan dan pengeluaran selama usahatani dijalankan dalam waktu yang
ditetapkan. Penerimaan merupakan total nilai produk yang dijalankan yang
merupakan hasil perkalian antara jumlah fisik output dengan harga atau nilai uang
yang diterima dari penjualan produk usahatani (Q x P). Penerimaan usahatani ini
39
berbentuk benda. Jadi nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai
penerimaan dan nilai kerja yang dibayar dengan benda tidak dihitung sebagai
pengeluaran usahatani. (Soekartawi, 1985).
Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya
yang dikeluarkan. Untuk menghitung pendapatan usahatani, terlebih dahulu
melakukan pencatatan terhadap seluruh penerimaan dan pengeluaran usahatani dalam
satu periode produksi. Data pengeluaran dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu
biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Kemudian dilakukan perhitungan pendapatan
usahatani atas biaya tunai dan perhitungan pendapatan usahatani atas biaya total.
Secara matematis, analisis pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut :
= NP - BT BD
Dimana :
= Pendapatan (Rp)
NP
BT
BD
NP BT
40
41
Total Penerimaan
Rasio R/C
Rasio R/C
Atas biaya total
Dimana : Y
Y x Py
=
BT
Total Penerimaan
Y x Py
=
Total Biaya Total
(BT +BD)
Jika R/C > 1, maka usahatani yang dilakukan memberikan penerimaan lebih
besar daripada pengeluaran dan secara finansial efisien dan layak untuk
dikembangkan. Jika R/C < 1, maka penerimaan usahatani lebih kecil daripada biaya
yang dikeluarkan sehingga secara finansial usaha ini sudah tidak efisien dan tidak
layak untuk dikembangkan. Dan Jika R/C = 1, maka penerimaan yang diperoleh
sama dengan biaya yang dikeluarkan.
Berikut
42
kelurahan. Jumlah penduduk terhitung akhir tahun 2006 adalah sebanyak 223.885
jiwa, dengan kepadatan penduduknya sebesar 123,50 jiwa / km. Kabupaten Flores
Timur terdiri dari 3 pulau yaitu Flores Timur Daratan, Solor dan Adonara, dimana
sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani (70 persen), 20
persen nelayan dan 10 persen lainnya adalah pedagang, pengusaha, pegawai negeri
dan lain- lain.
Wilayah kecamatan terluas diantara 13 kecamatan yang ada di Kabupaten
Flores Timur adalah Kecamatan Tanjung Bunga yang merupakan lokasi penelitian,
dan wilayah kecamatan yang paling sempit adalah Kecamatan Ile Boleng. Wilayah
administratif Kabupaten Flores Timur dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini :
44
Kecamatan
LuasDaerah(Km)
1.
2.
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Wulan Gitang
Titehena
Tanjung Bunga
Ile Mandiri
Larantuka
Solor Barat
Solor Timur
Wotanulumado
Adonara Barat
Adonara Timur
Ile Boleng
Witihama
Klubagolit
304,49
211,70
343,16
74,24
133,28
150,68
75,66
75,81
113,96
108,94
51,39
77,97
91,57
Jumlah
Ibu Kota
Kecamatan
Jumlah
Desa
Jumlah
Kelurahan
15
11
19
8
8
17
19
11
28
17
16
13
19
14
1
2
-
201
17
Boru
Lato
Waiklibang
Lewohala
Larantuka
Ritaebang
Menanga
Baniona
Waiwadan
Waiwerang
Senadan
Witihama
Pepakkelu
1.812,85
5.2. Topografi
Pada umumnya kondisi topografi di wilayah Kabupaten Flores Timur adalah
berbukit-bukit, sedikit landai dan datar. Ditinjau dari sisi geologis ternyata bahwa
periode pembentukan masing-masing pulau di kabupaten Flores Timur sangat
bervariasi. Sebagian pulau seperti Flores Daratan dan Adonara, ternyata kejadian
geologisnya terbentuk dari vulkanik yang berada pada gugusan gunung berapi.
Keadaan topografi di suatu wilayah sangat penting untuk diketahui. Hal ini
akan bermanfaat dalam penentuan kesesuaian lahan bagi jenis tanaman yang akan
dibudidayakan.
45
Perincian luas
wilayah menurut ketinggian tempat dari permukaan laut dan prosentasinya dapat
dilihat pada Tabel 9 di bawah ini :
Wulan Gitang
Titehena
Tanjung Bunga
Ile Mandiri
Larantuka
Solor Barat
Solor Timur
Wotanulumado
Adonara Barat
Adonara Timur
Ile Boleng
Witihama
Klubagolit
3.255
2.778
5.234
2.825
1.013
2.144
1.568
1.405
939
1.473
712
1.403
1.040
3.712
3.167
6.355
2.554
916
4.240
1.936
1.652
1.105
2.495
1.240
2.442
1.812
12.235
10.438
18.503
11.253
4.035
8.124
3.677
6.084
4.067
5.871
2.918
5.745
4.261
3.469
2.959
3.233
4.065
1.458
560
385
3.027
2.024
934
469
924
684
22.671
19.842
33.325
20.697
7.422
14.068
7.566
12.168
8.135
10.782
5.339
10.514
7.797
Jumlah
25.789
33.626
97.211
24.191
180.326
Prosentase (%)
14,3
18,6
53,9
13,4
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Flores Timur, 2008
46
Hal ini berguna bagi penentuan titik pada garis kontur saat
membuat guludan. Semakin tinggi prosentasi kemiringan tanah, jarak antar guludan
harus semakin dekat. Hal ini terkait dengan upaya untuk menahan laju erosi disaat
musim penghujan.
47
Maret, sedangkan musim kemarau berlangsung antara bulan Maret sampai bulan
Nopember. Klasifikasi iklim di Kabupaten Flores Timur dan rata-rata curah hujan 5
tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 11 dan 12 masing-masing berikut ini :
48
216
79
100
24
85
13
2
0
0
33
47
125
376
663
303
132
49
2
58
129
348
748
700
716
174
1
11
1
211
121
392
617
361
287
150
29
0
1
1
384
208
349
506
197
42
45
0
2
6
328
342
14
6
12
5
7
2
0
0
4
5
7
13
13
22
13
6
5
0
1
4
11
12
12
16
8
1
6
9
19
12
14
10
3
0
0
0
0
1
10
11
9
14
6
2
3
0
0
1
6
11
Jumlah
724
2.060
3.075
1.830
2.025
75
75
64
69
63
Sumber : Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Flores Timur (2008), Diolah
Dari Tabel 12 terlihat bahwa rata-rata curah hujan bulanan tertinggi dalam 5
tahun terakhir terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 3.075mm, dengan jumlah hari
hujan sebanyak 64 hari. Rata-rata jumlah hari hujan terbanyak terjadi pada tahun
2003 dan 2004 sebanyak 75 hari dengan intensitas hujan sebesar 724 mm dan 2.060
mm. Rata-rata curah hujan bulanan terendah terjadi pada tahun 2003 yaitu sebesar
724 mm. Rata-rata jumlah hari hujan terendah terjadi pada tahun 2007 dengan
intensitas hujan sebesar 2.025 mm.
49
yang kurang baik karena gelondong mente yang dipanen memiliki kadar air yang
tinggi.
5.4. Demografi
Dari hasil perhitungan yang dilakukan oleh BPS. Flores Timur Dalam Angka,
(2006/2007), jumlah penduduk di Kabupaten Flores Timur terhitung akhir tahun 2006
sebesar 223.885 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 123,50 jiwa / km.
Hal ini menunjukan bahwa tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Flores Timur
masih tergolong normal. Di Kecamatan Tanjung Bunga sendiri yang menjadi tempat
penelitian, memiliki jumlah penduduk sebesar 18.980 jiwa dengan tingkat kepadatan
penduduknya sebesar 55,31 jiwa / km terhitung pada akhir tahun 2006. Ada pun
jumlah penduduk dan tingkat kepadatan penduduk dirinci per kecamatan di
Kabupaten Flores Timur akan disajikan pada Tabel 13 di bawah ini :
Kecamatan
Wulan Gitang
Titehena
Tanjung Bunga
Ile Mandiri
Larantuka
Solor Barat
Solor Timur
Wotanulumado
Adonara Barat
Adonara Timur
Ile Boleng
Witihama
Klubagolit
Jumlah
Flores
Jumlah Penduduk
Kepadatan Per Km
19.263
11.538
18.980
8.879
35.377
12.502
14.592
7.832
21.474
25.170
14.052
14.318
19.908
223.885
63,26
54,50
55,31
119,60
265,43
82,97
192,86
103,31
188,43
231,04
273,44
183,63
217,41
123,50
50
kebutuhan hidup sehari-hari. Sektor pertanian yang ada di kabupaten Flores Timur
mencakup pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, serta
produksi hasil hutan. Penyebarannya berbeda-beda dan menyebar di setiap wilayah
dengan kesesuaian lahan dan iklim yang berbeda-beda untuk setiap komoditas.
Berkaitan dengan sub sektor perkebunan, petani di Kabupaten Flores Timur
telah mengusahakan berbagai jenis komoditas seperti, kelapa, kopi, cengkeh,
kakao,
jambu mente, kemiri, pinang, kapuk, pala, lada, jarak pagar, dan lain-lain.
Perkembangan produksi komoditas perkebunan selama kurun waktu 5 tahun terakhir
berfluktuatif. Ada pun luas areal dan produksi beberapa komoditas perkebunan di
Kabupaten Flores Timur dirinci menurut kecamatan dapat dilihat pada Tabel 14
berikut ini :
51
jambu mente merupakan sektor andalan petani di Kabupaten Flores Timur. Data
tentang komoditi jambu mente di Kabupaten Flores Timur dirinci per kecamatan
disajikan pada Tabel 15 berikut ini :
52
Tabel 15. Luas Areal dan Produksi Jambu Mente Dirinci Menurut Kecamatan
di Kabupaten Flores Timur Tahun 2007
Luas Areal Tanam (Ha)
No
Kecamatan
Belum
Sudah
Jumlah (Ha) Produksi
(Ton)
Menghasilkan Menghasilkan
1. Wulan Gitang
2.964,63
7.344,89
1.914,06
4.380,26
2. Titehena
47,17
1.649,86
1.697,03
1.141,59
3 Tanjung Bunga
2.942,07
2.038,61
4.980,68
1.410,71
4 Ile Mandiri
61,48
313,70
375,18
219,59
3.320,04
984,62
4.304,66
689,23
5 Larantuka
1.178,98
1.491,87
2.670,85
1.044,31
6 Solor Barat
7 Solor Timur
2.517,11
1.327,66
3.844,77
957,27
8 Wotanulumado
47.09
36,74
83,83
29,13
708,26
531,85
1.240,11
368,04
9 Adonara Barat
1.089,09
543,20
1.632,29
372,99
10 Adonara Timur
20,81
20,46
41,27
13,68
11 Ile Boleng
12 Witihama
52,95
13,25
66,20
9,21
13 Klubagolit
23,65
29,08
52,73
20,66
Jumlah
16.388,96
11.945,53
28.334,49
8.190,47
Sumber : BPS. Flores Timur Dalam Angka (2006/2007), Diolah
54
Susunan penduduk
55
56
sebagai supir dan ojeg sebanyak 6,58 persen. Susunan penduduk Desa Ratulodong
berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel berikut ini :
Berdasarkan
Mata
Prosentase (%)
66,26
8,23
11,11
1,44
6,38
6,58
100,00
tertinggi yaitu sebanyak 35,0 persen. Petani yang berusia antara 20 30 tahun, 17,5
persen; petani berusia 41 50 tahun, 32,5 persen; dan jumlah petani yang berusia di
atas 50 tahun sebesar 15 persen.
57
58
Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh petani merupakan faktor yang sangat
penting dalam pengelolaan usahatani. Dari Tabel 20 diketahui bahwa prosentasi
tingkat pendidikan petani responden tertinggi adalah petani yang menamatkan
sekolah dasar yaitu sebesar 37,5 persen. SLTP / sederajat sebesar 27,5 persen, SLTA
/ sederajat sebesar 30,0 persen, sementara petani yang tidak tamat sekolah dasar
dan yang telah mengenyam pendidikan diploma masing-masing sebesar 2,5 persen.
Semakin tinggi tingkat pendidikan petani, menunjukan bahwa dalam menjalankan
usahatani jambu mente petani lebih berhati-hati dalam mengambil sebuah keputusan
dan cenderung mempertimbangkan segala macam resiko yang bakal dihadapi.
Sementara tingkat pendidikan petani yang rendah bisa menjadi faktor penghambat
dalam mengakses informasi dan teknologi baru yang berkaitan dengan usahatani yang
dijalankan.
59
Jumlah (Orang)
35
Prosentase (%)
87,5
Usaha Sampingan
12,5
Jumlah
40
100,0
usahatani jambu mente merupakan usaha yang cukup menjanjikan dan produksinya
dapat meningkatkan pendapatan petani selain mengusahakan tanaman pangan dan
hortikultura dan tanaman perkebunan lainnya seperti kelapa, kopi, kemiri, kakao.
Sementara bagi petani responden yang menjalankan usahatani jambu mente sebagai
usaha sampingan disebabkan karena ada pekerjaan lain yang menjadi pekerjaan
pokok seperti sebagai Pegawai Negeri Sipil atau pun pegawai swasta tetapi memiliki
lahan sebagai warisan dari orangtua mereka.
60
tanggap terhadap akses pasar sehingga tidak sulit dalam menentukan harga jual
produk selama massa panen.
61
kebutuhan
hidup
sehari-hari.
Dari
Tabel
24
terlihat
bahwa
orang.
Karakteristik petani
62
63
Dari Tabel 25 terlihat bahwa pada umumnya luas lahan jambu mente yang
dimiliki petani responden adalah antara 0,75 1,0 ha dengan prosentasi sebesar 45,5
persen. Luas lahan antara 0,25 0,5 ha sebesar 42,5 persen. Untuk luas lahan antara
1,25 1,50 ha dan 1,75 2,0 ha, masing-masing adalah 5,0 persen dan 7,5 persen.
64
penggarap akan mengeluarkan biaya untuk sewa lahan. Biaya yang dikeluarkan
untuk sewa lahan akan mengurangi besarnya penerimaan yang diperoleh petani.
65
menggunakan sumber modal pinjaman dari kelompok tani sebanyak 9 orang dengan
prosentasi sebesar 22,5 persen.
Ratulodong sesungguhnya sudah berbentuk hutan mente. Kondisi ini terjadi karena
hampir seluruh lahan pengusahaan jambu mente didominasi oleh pohon jambu mente
yang sudah berumur di atas 15 tahun. Pada dasarnya pola tanam yang diterapkan
adalah pola tanam yang begitu rapat yaitu mulai dari 2m x 2m hingga 4m x 4m.
Dalam penerapan pola tanam dengan memperhatikan sistem budidaya yang
sebenarnya, maka jarak tanam yang ada saat ini sudah di luar sistem teknik budidaya
jambu mente yang sesungguhnya. Penanaman jambu mente dengan jarak tanam yang
rapat pada awalnya merupakan realisasi proyek kehutanan dimana tujuan penanaman
saat itu adalah rehabilitasi lahan kritis di Kabupaten Flores Timur.
66
berikut :
67
6.3.1.1. Pupuk
Penggunaan pupuk dalam kegiatan usahatani jambu mente di Desa
Ratulodong saat ini tidak dijalankan oleh petani secara maksimal. Pupuk buatan
seperti Urea, TSP dan KCL yang dianjurkan PPL setempat yang bermanfaat bagi
peningkatan hasil produksi sama sekali tidak diindahkan oleh petani. Faktor yang
menjadi kendala adalah ketidakmampuan petani membeli pupuk karena harga pupuk
yang mahal.
Pada usahatani jambu mente ini pupuk yang sering digunakan petani adalah
pupuk alam. Petani biasanya memanfaatkan rumput/gulma hasil penyiangan sebagai
pupuk dengan cara menimbun di bawah pohon sekitar perakaran dan membiarkan
untuk hancur sendiri menjadi kompos.
6.3.1.2. Pestisida
Pestisida merupakan input produksi yang sangat berperan dalam kegiatan
usahatani jambu mente. Penggunaan pestisida yang sesuai seperti tepat tempat, tepat
waktu dan tepat dosis dapat memperkecil resiko kegagalan panen.
Penggunaan
68
pestisida adalah salah satu cara yang digunakan untuk memberantas hama dan
penyakit yang bakal menyerang tanaman jambu mente. Praktek penggunaan pestisida
untuk memberantas hama dan penyakit yang menyerang tanaman jambu mente di
Desa Ratulodong tidak dilakukan oleh petani.
penggunaan pestisida sulit dilakukan petani. Hal ini terkait dengan umur tanaman
jambu mente rata-rata di atas 15 tahun, dan umumnya merupakan hutan mente akibat
jarak tanam yang rapat.
Kebiasaan yang lasim dijalankan petani dalam memberantas hama dan
penyakit pada tanaman jambu mente adalah dengan sistem pengasapan.
Bekas
pengasapan, hama yang menyerang tanaman bakal mati bahkan lari dari areal
penanaman jambu mente.
69
atau setara dengan 1 HOK (Hari Orang Kerja). Penggunaan tenaga kerja untuk setiap
kegiatan usahatani jambu mente saat ini di Desa Ratulodong disajikan pada Tabel 28.
Tabel 28. Rata-rata penggunaan Tenaga Kerja Per Hektar Usahatani Jambu
Mente Di Desa Ratulodong Pada Musim Panen Tahun 2007
PenggunaanTenaga Kerja
No
Jenis Kegiatan
(HOK/ha)/Tahun
TKK
TKLK
Total
1.
Pembersihan lahan / penyiangan
7,41
12,51
19,92
2.
Pemangkasan
4,30
5,81
10,11
3.
Pemupukan
4.
Pemberantasan Hama & Penyakit
5.
Pemanenan
Jumlah
27,73
27,73
39,44
18,32
57,76
Secara lebih terperinci mengenai penggunaan tenaga kerja dari masingmasing kegiatan usahatani jambu mente berdasarkan Tabel 28, akan diuraikan
sebagai berikut :
70
(TKK) dan 12,51 HOK /ha merupakan tenaga kerja berasal dari luar keluarga
(TKLK).
Dari data yang ada, ternyata penggunaan tenaga kerja di luar keluarga untuk
kegiatan penyiangan lebih banyak daripada tenaga kerja keluarga. Biaya sewa tenaga
kerja dari luar keluarga adalah sebesar Rp. 15.000,-.
merupakan upah tenaga kerja setara pria. Kegiatan penyiangan terjadi dua kali dalam
setahun, yaitu pertama dilakukan setelah musim hujan saat jambu mente belum
berbunga, dan kedua pada saat tanaman jambu mente sudah berbunga.
B. Pemangkasan
Pada kegiatan pemangkasan, rata-rata penggunaan tenaga kerja per hektar
adalah sebesar 10,11 HOK setara pria. Jumlah penggunaan tenaga kerja hampir sama
antara tenaga kerja keluarga (TKK) dengan tenaga kerja di luar keluarga (TKLK).
Jumlah tenaga kerja keluarga yang digunakan adalah sebanyak 4,30 HOK /ha dan
tenaga kerja dari luar keluarga sebanyak 5,81 HOK /ha. Kegiatan pemangkasan
dalam usahatani jambu mente dilakukan sekali dalam setahun. Waktu yang tepat
yang dipakai petani untuk kegiatan pemangkasan adalah setelah musim hujan saat
menjelang datangnya musim bunga.
C. Pemupukan
Peggunaan tenaga kerja dalam kegiatan pemupukan tidak ada. Kegiatan
pemupukan dalam usahatani jambu mente jarang sekali dilakukan oleh petani. Pada
musim panen tahun 2007, kegiatan pemupukan tidak dilakukan petani. Petani
setempat hanya pasrah pada alam. Alasan petani tidak melakukan kegiatan
71
pemupukan adalah keterbatasan modal juga harga pupuk relatif mahal sehingga
petani tidak mampu untuk
membeli pupuk.
pemupukan akan ada apabila petani mendapat bantuan pupuk dari dinas terkait atau
dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
72
E. Pemanenan
Kegiatan pemanenan jambu mente biasanya dijalankan oleh tenaga kerja
keluarga. Kegiatan pemanenan jambu mente berlangsung antara 3 4 bulan setelah
buah jambu mente mulai matang. Kontinuitas panen berbeda antara petani. Ada
petani yang memanen jambu mente setiap dua hari sekali, ada juga tiga hari sekali,
bahkan ada yang seminggu sekali.
produksi gelondong. Volume panen yang dibawa pulang petani dalam sekali panen
juga berbeda mulai dari 5 kg hingga 25 kg. Rata-rata penggunaan tenaga kerja
keluarga (TKK) dalam kegiatan pemanenan adalah sebanyak 27,73 HOK / ha.
Semakin banyak hasil panen yang di dapat, semakin besar HOK diperlukan untuk
melakukan kegiatan ini.
6.3.2.Proses Budidaya
6.3.2.1. Pemeliharaan Tanaman
Proses budidaya tanaman jambu mente di Desa Ratulodong saat ini
merupakan kegiatan yang berkaitan dengan proses pemeliharaan tanaman yang sudah
berproduksi selama bertahun-tahun. Ada pun kegiatan pemeliharaan tanaman jambu
mente di Desa Ratulodong meliputi penyiangan, pemupukan serta pengendalian hama
dan penyakit serta pemanenan.
A. Penyiangan
Kegiatan penyiangan dilakukan untuk membersihkan gulma yang tumbuh di
sekitar tanaman. Selain menjadi pesaing dalam memperebutkan zat hara, gulma juga
73
dapat menjadi sarang hama dan penyakit. Untuk itu, gulma harus dibasmi agar
tanaman dapat tumbuh dengan baik dan terhindar dari serangan hama atau penyakit.
Pembersihan gulma di lokasi penelitian biasanya dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pertama dilakukan pada akhir musim hujan saat tanaman mau berbunga dan
tahap berikutnya dilakukan saat tanaman sudah berbuah.
Tujuan dilakukan
pembersihan gulma pada tahaap awal adalah selain membuang rumput-rumput liar,
petani juga memangkas dahan dan ranting tanaman yang telah mati juga dahan dan
ranting yang dianggap tidak produktif. Pembersihan gulma dan pemangkasan dahan
dan ranting yang tidak produktif dilakukan untuk menciptakan lingkungan sekitar
tanaman menjadi lebih baik agar proses pembungaan bakal normal dan terhindar dari
serangan hama dan penyakit.
disekitar areal penamanan dengan sistem pengasapan. Dari hasil pengamatan, proses
pengasapan ini sebagai upaya pengendalian hama atau penyakit. Petani beranggapan
bahwa dengan pengasapan secara tidak langsung bisa mengusir hama yang ada pada
tanaman sehingga proses pembungaan berlangsung dengan baik.
Pada waktu tanaman mulai berbuah, pembersihan di sekitar areal penanaman
kembali dilakukan. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan tidak seberat dengan
pembersihan pada tahap sebelumnmya. Kegiatan pada tahap ini dilakukan untuk
membersihan sisa-sisa rumput yang ada di sekitar tanaman, juga mengambil daundaun jambu mente yang gugur saat berlangsungnya proses pembuahan. Tujuannya
adalah mempermudah dalam melakukan pemanenan karena banyak buah matang
bakal jatuh sendiri yang harus dipungut.
74
B. Pemupukan
Untuk menambah kesuburan pertumbuhan tanaman, maka tanaman jambu
mente perlu diberi pupuk kandang, kompos, atau pupuk buatan. Dosis pupuk yang
diberikan pada tanaman jambu mente berbeda sesuai dengan umur tanaman. Khusus
pada tanaman yang sudah berproduksi, pupuk yang diberikan adalah jenis pupuk
buatan seperti Urea, TSP dan KCL. dosis pemupukan yang harus diberikan per pohon
masing-masing adalah 556 gram, 141 gram dan 125 gram. Jenis pupuk buatan lain
yang dapat diberikan pada tanaman jambu mente sebagai pengganti pupuk Urea, TSP
dan KCL adalan pupuk N, P2O5 dan K2O dengan dosis masing-masing 250 gram, 65
gram dan 65 gram. Waktu pemberian pemupukan dilakukan dua kali setahun, yaitu
pada awal musim hujan dan pada akhir musim hujan.
Dari hasil pengamatan, pemberian pupuk pada tanaman jambu mente di desa
Ratulodong tidak dilakukan oleh petani. Alasan mendasar petani tidak melakukan
pemupukan pada tanaman jambu mente adalah tidaktersedianya modal. Petani di
Desa Ratulodong beranggapan bahwa pemberian pupuk pada tanaman yang sudah
berproduksi saat ini membutuhkan modal yang cukup besar karena jumlah pohon
jambu mente untuk setiap petani cukup banyak.
Untuk menambah kesuburan tanah, petani biasanya menimbun rumput dan
daun-daun mente yang dibersihkan sebelum massa pembungaan dan pada saat
tanaman sudah berbuah di sekitar pohon mente. Tujuannya selain menjaga
kelembapan tanah di sekitar tanaman jambu mente juga sisa rumput dan daun mente
bakal hancur dengan sendiri dan dianggap sebagai pupuk daun. Kelalaian petani
75
dalam melakukan pemupukan pada tanaman jambu mente akan berpengaruh pada
ketidakstabilan produksi gelondong setiap tahunnya.
semacam jarum (belalai) tegak lurus. Serangga ini memakan dengan cara
menusukkan belalainya ke dalam jaringan tanaman muda dan mengisap jaringan
tersebut. Aktivitas hama ini sangat dipengaruhi oleh kelembapan nisbih udara.
Kelembapan yang sesuai berkisar antara 70 80 persen. Gejala yan g terjadi adalah
pada tunas-tunas daun mudah terdapat bercak-bercak hitam tidak merata.
Upaya pemberantasan hama dan penyakit yang menyerang tanaman jambu
mente di Desa Ratulodong hingga saat ini belum dijalankan secara maksimal. Faktor
76
yang menjadi kendala adalah keterbatasan modal milik petani. Sistem pemberantasan
hama dan penyakit yang menyerang tanaman jambu mente dilakukan secara
sederhana sesuai kebiasaan petani dengan tidak ada sentuhan teknologi.
Kebiasaan yang sering dilakukan petani di Desa Ratulodong dalam
memberantas hama dan penyakit yang menyerang tanaman jambu mente adalah
dengan jalan pengasapan.
6.3.2.2. Pemangkasan
Diantara
sejumlah
aspek
budidaya
tanaman
khusus
dalam
proses
Namun pada
77
berada dekat permukaan tanah, dengan ketinggian maksimal 1 meter dari permukaan
tanah. Selain itu petani melakukan pemangkasan khusus pada cabang dan rantingranting yang terserang hama dan penyakit atau pun pada cabang dan ranting tanaman
yang telah mati.
Secara teori, perlakuan pemangkasan sangat perlu bagi tanaman jambu mente.
Tujuan pemangkasan pada tanaman jambu mente adalah membuka ruang bagi
tanaman agar sirkulasi udara menjadi lancar, juga agar semua bagian tanaman bisa
mendapat sinar matahari secara penuh. Manfaat lain dari pemangkasan adalah dalam
rangka pengaturan bentuk tajuk tanaman yang ideal dengan pengaturan sistem
percabangan menjadi lebih simetris.
6.3.2.3. Panen
Masa panen merupakan saat yang ditunggu oleh petani. Kegiatan pemanenan
jambu mente mencakup aktivitas pemetikan atau pemungutan hasil dan pemisahan
antara buah semu dan gelondong mente. Massa panen jambu mente antara 3 4 bulan
dalam satu tahun.
memetik langsung buah yang dianggap telah matang di pohon dengan cara memanjat
atau menggunakan alat bantu berupa galah. Pemanenan dengan cara ini jarang sekali
dilakukan petani karena membutuhkan kehati-hatian. Kelemahan dari cara panen ini
78
adalah kemungkinan besar dapat merusak bunga mente dan bahkan membuat bunga
mente menjadi gugur.
Pada umumnya pemanenan buah mente oleh petani dilakukan dengan cara
lesehan. Pemanenan buah mente secara lesehan adalah dengan membiarkan buah
jambu mente yang telah tua tetap di pohon dan jatuh sendiri. Buah jambu mente yang
jatuh kemudian dipungut secara kontinu, selanjutnya petani memisahkan antara buah
semu dan gelondong.
dengan cara ini setiap 2 3 hari sekali bahkan seminggu sekali. Frekuensi panen yang
dilakukan petani tergantung produksi yang ada di pohon.
Volume hasil panen yang didapat berbeda antara petani yang satu dengan
petani lainnya, tergantung baik tidaknya produksi jambu mente. Hasil gelondong
mente setiap kali panen berkisar antara 5 kg 25 kg. Keuntungan pemanenan dengan
cara ini adalah kualitas gelondong yang dihasilkan cukup baik karena buah yang
jatuh adalah buah yang benar-benar sudah matang di pohon. Kerugian memanen
dengan cara ini adalah buah semu jambu mente banyak yang rusak dan busuk. Buah
semu yang sudah dipisahkan dari gelondong, dimanfaatkan sebagai makanan ternak.
Sampai sejauh ini pemanfaatan buah semu jambu mente di Desa Ratulodong masih
sebatas sebagai makanan ternak, terutama untuk ternak babi dan kambing.
79
ke petani dan membeli langsung produk jambu mente milik petani. Berdasarkan
informasi dari petani, penentuan harga dilakukan oleh pedagang (price maker).
Sejauh ini masalah penentuan harga, petani memiliki daya tawar (bargaining power)
rendah sehingga terkesan petani selalu dalam posisi sebagai penerima harga (price
taker).
Petani di Desa Ratulodong menrjual jambu mente dalam bentuk gelondong.
Volume penjualan berbeda antara setiap petani.
dahulu hasil panenannya dalam jumlah yang lebih banyak kemudian menjual,
sementara ada sebagian petani yang menjual langsung jambu mente setiap kali panen.
Alasan mendasar petani langsung menjual hasil panennya walaupun volume
penjualannya sedikit adalah tuntutan kebutuhan ekonomi sehari-hari.
Harga jual gelondong mente tidak seragam antara petani dan sering
berfluktuatif. Penjualan gelondong mente rata-rata di tingkat petani adalah 5.000
rupiah per kilogram dan harga terendah berkisar antara 4.000 rupiah hingga 4.500
rupiah per kilogram.
80
dapat dicapai petani secara langsung atau melalui perantara, yakni pedagang
pengumpul I (PP I). Sedangkan untuk mencapai eksportir harus melalui pedagang
perantara satu (PP I) dan pedagang perantara dua (PP II) atau pedagang antar pulau
(PAP). Rantai tataniaga gelondong mente terdiri dari satu hingga tiga strata pasar.
Lebih jelasnya rantai tataniaga gelondong mente di Desa Ratulodong dapat dilihat
pada Gambar 3 berikut ini :
Petani
PP I
PP II/PAP
Eksportir/Lembaga pengolah
Bentuk pasar berstrata satu, dua dan tiga, cenderung masuk pada pasar
oligopsoni, dengan ciri harga ditentukan oleh pembeli sedangkan penjual termasuk
penerima harga (price taker).
81
Tabel 29. Rata-rata Produksi Gelondong Per Hektar Usahatani Jambu Mente
di Desa Ratulodong Pada Musim Panen Tahun 2007
Uraian
Total
Produksi (kg/ha)
Harga Jual (Rp/kg)
Penerimaan (Rp/ha)
521,68
5.000,00
2.608.400,00
82
Jenis Peralatan
Cangkul
Parang
Tofa
Jumlah
Nilai Ekonomis
(Rp)
70.000,00
160.000,00
30.000,00
260.000,00
Umur Ekonomis
(Tahun)
6
4
2
Penyusutan
(Rp)
11.666,67
40.000,00
15.000,00
66.666,67
83
terhadap pendapatan suatu usahahatani maka diperlukan dua keterangan pokok, yaitu
keadaan
penerimaan
dan
keadaan
pengeluaran
selama kegiatan
usahatani
84
dikeluarkan petani untuk membeli barang dan jasa yang diperuntukan bagi
usahataninya. Biaya yang tergolong biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan untuk
membeli benih, pupuk, pestisida, pajak, serta biaya sewa tenaga kerja dari luar
keluarga (TKLK).
85
A. Penerimaan Usahatani
A.1. Penerimaan Tunai
A.2. Penerimaan Diperhitungkan
A.3. Total Penerimaan Usahatani
B. Biaya Usahatani
B.1. Biaya Tunai :
1. Pupuk
2. Pestisida
3. Tenaga Kerja Luar Keluarga
a. Penyiangan
b. Pemangkasan
4. Pajak Lahan
Total Biaya Tunai (B1)
B.2. Biaya Diperhitungkan :
1. Sewa Lahan
2. Tenaga Kerja Dalam Keluarga
a. Penyiangan
b. Pemangkasan
c. Pemanenan
3. Penyusutan alat
Total Biaya Diperhitungkan (B2)
C. Total Biaya Usahatani
( B1 + B2 )
D. Pendapatan Atas Biaya Tunai
( A3 B1 )
E. Pendapatan Atas Biaya Total
( A3 C )
F. Pendapatan Tunai
( A1 B1 )
G. R/C Atas Biaya Tunai
( A3/B1 )
H. R/C Atas Biaya Total
( A3/C)
Satuan
Harga/satuan
(Rp)
Volume
Nilai
(Rp)
Prosentasi
(%)
Kg
5.000,00
521,68
2.608.400,00
100,00
Kg
Kg
5.000,00
5.000,00
0,00
521,68
0,00
2.608.400,00
0,00
100,00
Kg
Kg/ml
HOK
HOK
Ha
15.000,00
15.000,00
-
12,51
5,81
1,00
-
187.650,00
87.150,00
15.000,00
289.800,00
9,64
4,47
0,76
14,87
Rp
1.000.000,00
1,00
1.000.000,00
51,20
HOK
HOK
HOK
15.000,00
15.000,00
15.000,00
7,41
4,30
27,73
111.150,00
64.500,00
415.950,00
66.666,67
1.658.266,67
1.948.066,67
5,60
3,33
23,09
3,01
85,13
100,00
2.318.600,00
660.333,33
2.318.600,00
9,00
1,34
86
sub sektor kehutanan dalam rangka upaya rehabilitasi lahan kritis. Pada musim panen
tahun 2007 umur tanaman jambu mente di lokasi penelitian telah mencapai 22 tahun.
Jambu mente tergolong tanaman umur panjang yang berproduksi sekali dalam
setahun. Masa pembungaan terjadi pada bulan Mei dan mulai dipanen pada bulan
Agustus. Pada tahun 2007, jambu mente dipanen selama 4 bulan yakni dari bulan
Agustus sampai dengan bulan Desember.
Dari hasil analisis pendapatan usahatani, penerimaan tunai yang diperoleh
petani di Desa Ratulodong dari produksi mente gelondong adalah sebesar Rp.
2.608.400,00 per hektar dan penerimaan diperhitungkan sebesar Rp. 0,00.
Penerimaan diperhitungkan tidak ada nilai karena semua produksi mente gelondong
yang dihasilkan pada musim panen 2007 seluruhnya dijual petani sedangkan buah
semu (jambu) yang jatuh ke tanah dimanfaatkan sebagai makanan ternak. Produksi
mente gelondong pada musim panen tahun 2007 tidak disimpan untuk dijual pada
tahun 2008.
kualitas
gelondong akibat penyimpanan yang terlalu lama. Secara keseluruhan total biaya
yang dikeluarkan petani di Desa Ratulodong untuk massa panen tahun 2007 adalah
sebesar Rp. 1.948.066,67 per hektar. seluruh biaya yang dikeluarkan petani terdiri
dari biaya tunai sebesar Rp. 289.800,00 per hektar atau sebesar 14,87 persen dan
biaya diperhitungkan sebesar Rp. 1.658.266,67 per hektar atau sebesar 85,13 persen.
Dari nilai yang ada terlihat perbedaan cukup besar antara biaya tunai dengan biaya
diperhitungkan. Kondisi ini menunjukan bahwa ternyata petani jambu mente di Desa
Ratulodong hanya melihat penerimaan dari biaya tunai saja tanpa melihat biaya
diperhitungkan. Dari hasil perhitungan biaya usahatani, biaya tunai yang dikeluarkan
87
petani selama musim panen tahun 2007 sangat kecil jika dibandingkan dengan biaya
diperhitungkan. Semua komponen biaya yang ada, biaya sewa lahan merupakan
biaya terbesar. Biaya sewa lahan termasuk dalam komponen biaya diperhitungkan.
Biaya sewa lahan diasumsikan Rp. 1.000.000,00 per tahun Hal ini terkait dengan
kepemilikan lahan, dimana semua petani di Desa Ratulodong adalah petani pemilik
yang mengusahakan jambu mente pada lahan milik sendiri.
Biaya terbesar lainnya adalah biaya yang dikeluarkan untuk sewa tenaga
kerja. Biaya sewa tenaga kerja terdiri dari biaya tunai dan biaya diperhitungkan.
Biaya tunai tenaga kerja dikeluarkan untuk menyewa tenaga kerja dari luar keluarga
(TKLK). Biaya ini dikeluarkan untuk penyiangan dan pemangkasan, yaitu masingmasing sebesar Rp.187.650,00 per hektar atau sebesar 9,64 persen dan Rp.87.150,00
per hektar atau sebesar 4,47 persen.
terbanyak dikeluarkan untuk pemanenan, yaitu sebesar Rp.415.950,00 per hektar atau
sebesar 23,09 persen.
penyiangan sebesar Rp.111.150,00 per hektar atau sebesar 5,60 persen dan untuk
pemangkasan sebesar Rp.64.500,00 per hektar atau sebesar 3,33 persen. Biaya tenaga
kerja diperhitungkan adalah untuk menyewa tenaga kerja dalam keluarga (TKK).
Selain komponen biaya diatas, biaya lain yang dikeluarkan petani adalah
pajak lahan dan penyusutan alat. Pajak lahan tergolong dalam biaya tunai karena
pajak merupakan pengeluaran rutin petani setiap tahun. Besarnya biaya pajak yang
dikeluarkan diasumsikan senilai Rp. 15.000,00 per hektar per tahun atau 0,76 persen.
Penyusutan alat merupakan biaya diperhitungkan dalam usahatani jambu mente. Alat
pertanian yang dipakai dalam usahatani jambu mente berupa cangkul, parang dan
88
tofa. Besarnya nilai penyusutan alat yang digunakan petani adalah sebesar Rp.
66.666,67 per hektar atau 3,01 persen.
Pendapatan atas biaya tunai usahatani jambu mente diperoleh dengan
mengurangi total penerimaan dengan total biaya tunai, maka diperoleh pendapatan
atas biaya tunai sebesrar Rp.2.318.600,00 per hektar. Pendapatan atas biaya total
diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya usahatani, maka
diperoleh pendapatan atas biaya total sebesar Rp.660.333,33 per hektar. Sedangkan
pendapatan tunai diperoleh dari pengurangan antara penerimaan tunai dengan total
biaya
tunai,
sehingga
pendapatan
tunai
yang
diperoleh
adalah
sebesar
89
perbedaan yang cukup jauh antara R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya
total. Perbedaan nilai R/C rasio ini sebagai akibat dari perbedaan antara besarnya
biaya tunai dan biaya diperhitungkan.
6.4.2. Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Mente Per Luas Lahan di Desa
Ratulodong, Kecamatan Tanjung, Bunga Kabupaten Flores Timur
Rata-rata petani responden jambu mente di Desa Ratulodong memiliki lahan
jambu mente seluas 0,84 hektar.
penerimaan usahatani pada musim panen tahun 2007 sebesar Rp.1.937.600,00 yang
terdiri dari penerimaan tunai sebesar Rp1.937.600,00 atau 100,00 persen dari
penerimaan usahatani, dan penerimaan diperhitungkan sebesar Rp. 0,00. Penerimaan
diperhitungkan sebesar Rp. 0,00 karena pada musim panen 2007 semua hasil
produksi mente gelondong habis terjual.
Total biaya usahatani yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 1.530.125,00 yang
terdiri dari total biaya tunai sebesar Rp. 214.425,00, atau 14,01 persen dari total
biaya usahatani dan total biaya diperhitungkan sebesar Rp. 1.315.700,00 atau 85,98
persen dari total biaya usahatani. Dengan demikian diperoleh pendapatan atas biaya
tunai sebesar Rp.1.723.225,00, pendapatan atas biaya total sebesar Rp.407.525,00
dan pendapatan tunai yang diperoleh sebesar Rp.1.723.175,00. Analisis pendapatan
usahatani jambu mente per luas lahan yang diusahakan petani responden di Desa
Ratulodong untuk musim panen 2007 disajikan pada Tabel 33 berikut ini :
90
Tabel 33. Rata-rata Pendapatan Petani Responden Per Luas Lahan yang
Diusahakan di Desa Ratulodong, Kecamatan Tanjung Bunga,
Kabupaten Flores Timur, Musim Panen Tahun 2007
Uraian
A. Penerimaan Usahatani
A.1. Penerimaan Tunai
A.2. Penerimaan Diperhitungkan
A.3. Total Penerimaan Usahatani
B. Biaya Usahatani
B.1. Biaya Tunai :
1. Pupuk
2. Pestisida
3. Tenaga Kerja Luar Keluarga
a. Penyiangan
b. Pemangkasan
4. Pajak Lahan
Total Biaya Tunai (B1)
B.2. Biaya Diperhitungkan :
1. Sewa Lahan
2. Tenaga Kerja Dalam Keluarga
a. Penyiangan
b. Pemangkasan
c. Pemanenan
3. Penyusutan alat
Total Biaya Diperhitungkan (B2)
C. Total Biaya Usahatani
( B1 + B2 )
D. Pendapatan Atas Biaya Tunai
( A3 B1 )
E. Pendapatan Atas Biaya Total
( A3 C )
F. Pendapatan Tunai
( A1 B1 )
G. R/C Atas Biaya Tunai
( A3/B1 )
H. R/C Atas Biaya Total
( A3/C)
Satuan
Harga/satuan
(Rp)
Volume
Nilai
(Rp)
Prosentasi
(%)
Kg
5.000,00
387,52
1.937.600,00
100,00
Kg
Kg
5.000,00
5.000,00
0,00
387,52
0,00
1.937.600,00
0,00
100,00
Kg
Kg/ml
HOK
HOK
Ha
15.000,00
15.000,00
-
9,3
4,12
0,84
-
139.500,00
61.800,00
13.125,00
214.425,00
9,11
4,04
0,85
14,01
Rp
1.000.000,00
0,84
840.000,00
54,89
HOK
HOK
HOK
-
15.000,00
15.000,00
15.000,00
-
5,25
3,05
19,68
-
78.750,00
45.750,00
295.200,00
56.000,00
1.315.700,00
1.530.125,00
5,14
2,98
19,29
3,68
85,98
100,00
1.723.175,00
407.475,00
1.723.175,00
9,04
1,27
Dari hasil analisis pendapatan usahatani jambu mente per luas lahan yang
diusahakan petani untuk musim panen 2007 di atas, diketahui bahwa prosentasi
biaya terbesar yang dikeluarkan petani berturut-turut adalah biaya sewa lahan, dan
biaya pemanenan.
Biaya sewa lahan sebesar Rp.840.000,00 atau 54,89 persen dari total biaya
usahatani, dan biaya pemanenan sebesar Rp. 295.200,00 atau sebesar 19,29 persen.
Jenis biaya lain yang juga dikeluarkan dalam usahatani jambu mente adalah pajak
91
jambu mente di Desa Ratulodong per luas lahan yang diusahakan petani responden,
menunjukan bahwa usahatani yang dijalankan pada musim panen 2007, memiliki
penerimaan yang lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. Hal ini ditunjukan
oleh nilai R/C rasio lebih besar dari satu. Nilai R/C rasio atas biaya tunai sebesar
9,04. Artinya bahwa setiap Rp.1,00 yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan
sebesar Rp. 9,04. Nilai R/C atas biaya tunai cukup besar, karena dalam melakukan
usahatani jambu mente untuk musim panen 2007 seluruh petani responden tidak
mengeluarkan biaya untuk pembelian pupuk dan pestisida.
Dengan memasukan biaya yang diperhitungkan ke dalam komponen biaya
total, maka nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 1,27, artinya setiap biaya yang
dikeluarkan sebesar Rp.1,00 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 1,27. Nilai
R/C rasio yang lebih besar dari satu untuk usahatani jambu mente menunjukan bahwa
usahatani jambu mente yang dijalankan petani responden untuk musim panen 2007
menguntungkan.
bahwa usahatani yang dijalankan petani di Desa Ratulodong pada musim panen tahun
2007 tidak menghasilkan keuntungan yang besar. Upaya yang harus dilakukan petani
untuk menaikan nilai R/C rasio adalah dengan menerapkan pola pemeliharaan
tanaman secara lebih baik.
81
7.1. Kesimpulan
Usahatani jambu mente yang dijalankan petani di Desa Ratulodong, Kecamatan
Tanjung Bunga, Kabupaten Flores Timur merupakan milik petani (perkebunan
rakyat). Rata-rata luas lahan milik petani adalah sebesar 0, 84 hektar. Umur tanaman
jambu mente pada tahun 2007 telah mencapai 22 tahun. Usahatani jambu mente yang
dijalankan saat ini
sebesar Rp.
1.723.175,00. Hal ini menunjukan bahwa rata-rata penerimaan yang diperoleh petani
pada musim panen tahun 2007 dapat menutup seluruh biaya usahatani dan selebihnya
merupakan keuntungan yang dapat menunjang peningkatan pendapatan petani.
95
7.2. Saran
Dari hasil penelitian ini beberapa saran singkat yang dikembangkan
sebagai berikut :
1. Petani harus memperbaiki sistem usahatani yang dijalankan saat ini.
2. Petani harus lebih memahami tentang biaya-biaya usahatani dan mengetahui halhal yang berkaitan dengan analisis usahatani.
3. Penyuluh Pertanian lapangan (PPL) harus lebih intensif dalam memberikan
penyuluhan dan pembinaan kepada petani.
DAFTAR PUSTAKA
97
98
Suyanto, dkk. 1994. Ekonomi Teknik Proyek Sumberdaya Air. Suatu Pengantar
Praktis. Masyarakat Hidrologi Indonesia (MHI). Jakarta.
Wuriyanyo, L. 2002. Analisis kelayakan Finansial Usahatani Lada dan Pemasaran
Komoditi Lada ( Studi Kasus di Desa Giri Mulya, Kecamatan Jabung,
Lampung Timur). Skripsi jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Zaubin, R. Dan Daras, U. Sejarah dan Prospek Tanaman Jambu Mente. Monograf
Jambu Mente. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor.
Syukur yang berlimpah penulis naikkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Kasih
karena atas kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi
ini penulis juga mendapat dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. Ibu. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen pembimbing, atas segala kebesaran
hati dan kesabaran dalam memberikan bimbingan, arahan, motivasi serta
masukan yang konstruktif mulai dari persiapan penulisan sampai dengan
penulisan skripsi ini selesai.
2. Ibu Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS, selaku dosen evaluator pada kegiatan seminar
Proposal (kolokium) yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis.
3. Bpk. Ir. Burhanudin, MM, selaku dosen penguji utama skripsi yang telah
memberikan saran dan kritik kepada penulis.
4. Ibu Tintin Sarianti, SP, selaku dosen penguji komisi akademik skripsi yang telah
memberikan saran dan kritik kepada penulis.
5. Ebrinedi H, yang telah bersedia menjadi pembahas pada kegiatan seminar hasil.
6. Pemerintah Kabupaten Flores Timur atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk melanjutkan pendidikan pada Program Sarjana Manajemen
Agribisnis (ekstensi) Institut Pertanian Bogor.
7. Kedua orangtua, mertua, kakak-kakak dan adik atas dorongan, semangat dan doa.
8. Yang tercinta isteriku Marselina Pai Hurint, buah hatiku Debrito Christian Leo
Laba Daton yang setia menemani papa dalam meraih cita-cita kita bersama.
9. Adik Petrus Apul, Nona Chrisnovita dan Adik Andi, atas segala pengobanan
dalam memperlancar proses kolokium, seminar dan ujian sidang.
10. Semua pihak yang tidak sempat disebutkan satu-persatu yang telah banyak
memberikan dukungan selama penyusunan skripsi ini.