Anda di halaman 1dari 111

ANALISIS SALURAN PEMASARAN

KOMODITAS PALA (Myristica fragran HOUTT)


DAN TURUNANNYA
(Studi Kasus : Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor)

Oleh:
FITRINA
A14302014

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
RINGKASAN

FITRINA. Analisis Saluran Pemasaran Komoditas Pala (Myristica fragrans


HOUTT) dan Turunannya. Studi Kasus di Desa Tamansari Kecamatan Tamansari
Kabupaten Bogor (Dibawah bimbingan A. FAROBY FALATEHAN).

Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra produksi pala Indonesia.


Produksi pala di Kabupaten Bogor tersebar di beberapa kecamatan, antara lain
adalah Kecamatan Tamansari. Penelitian ini memfokuskan pada Desa Tamansari
Kecamatan Tamansari. Hal ini karena Desa Tamansari memiliki kuantitas dan
kualitas kualitas produksi pala yang sangat baik. Sebagian besar hasil produksi
pala di lokasi penenlitian akan berakhir di penyulingan minyak pala. Suatu potensi
yang cukup baik apabila komoditas pala di lokasi ini terus dikembangkan. Karena
komoditas ini memiliki peran penting dalam memenuhi bahan baku minyak pala
yang permintaannya terus menigkat di pasaran internasional. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui preferensi petani pala dalam menjual hasil produksinya,
menganalisis saluran pemasaran pala dan turunannya, dan menganalisis efisiensi
pemasaran dari komoditas pala dan turunannya.
Penelitian ini dilakukan di Desa Tamansari Kecamatan Tamansari
Kabupaten Bogor. Jumlah responden 40 orang, yang terdiri dari 30 petani pala, 3
orang pedagang pengumpul desa, 3 orang penyuling, 2 orang tengkulak, dan 2
orang eksportir. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data skunder.
Data primer diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan responden,
sedangk an data skunder diperoleh dari instansi- instansi yang berkaitan dengan
penelitian. Data yang diperoleh, kemudian dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif. Secara kualitatif yaitu untuk mengetahui preferensi penjualan yang
dilakukan petani pala dan menganalisis saluran pemasaran pala dan turunannya.
Sedangkan secara kuantitatif yaitu untuk mengetahui efisiensi pemasaran pala dan
turunannya yang dilakukan oleh petani dan lembaga pemasaran lainnya yang
terlibat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 27 orang petani responden (83,33
persen) akan menjual hasil produksinya dalam bentuk biji basah, 3 orang (10
persen) menjual dalam bentuk buah pala seutuhnya, dan 2 orang (6,67 persen)
menjual dalam bentuk biji basah juga mengolah daging buah menjadi manisan
pala. Komoditas pala merupakan salah satu produk yang membutuhkan
pengolahan lanjutan dan merupakan komoditas ekspor yang penting saat ini
membutuhkan lembaga pemasaran yang akan memperlancar penyampaian produk
sampai ke tangan konsumen akhir. Lembaga pemasaran yang terdapat di lokasi
penelitian adalah petani, pedagang pengumpul desa, penyuling, tengkulak dan
eksportir.
Analisis saluran pemasaran pada penelitian ini terbatas hanya pada buah
pala seutuhnya dan bentuk biji basah. Karena pada saat penelitian, bent uk
penjualan biji kering dan pengolahan daging buah tidak dilakukan oleh petani.
Berdasarkan penelusuran, penjualan dalam bentuk buah pala seutuhnya akan
melalui 1 saluran pemasaran, yaitu : Petani? Pedagang Pengumpul Desa?
Penyuling? Tengkulak? Eksportir. Sedangkan dalam bentuk biji basah diperoleh
2 saluran pemasaran yang dilalui. Saluran 1; Petani? PPD? Penyuling
1? Tengkulak? Eksportir.Saluran2;Petani? Penyuling2? Tengkulak? Eksportir.
Penyebaran komoditas pala menyebar dengan rata, di tingkat pedagang
pengumpul desa tersebar pada 4 pengumpul, 3 penyuling, 2 tengkulak, dan 2
eksportir. Hambatan masuk pasar pada tingkat petani dan pedagang pengumpul
desa cukup besar, sedangkan pada tingkat pengumpul penyuling, penyuling,
tengkulak, dan eksportir adalah besar. Struktur pasar yang terjadi adalah
mengarah pada struktur pasar yang tidak bersaing murni, karena pada tingkat
pedagang pengumpul dan penyuling menghadapi struktur pasar oligopoli,
sedangkan tengkulak dan eksportir menghadapi struktur pasar duopoli.
Berdasarkan analisis perilaku pasar, pada praktek pembelian dan penjualan
akan terjadi sepanjang tahun. Karena tidak ada bulan-bulan tertentu dimana
komoditas pala dipanen. Akan tetapi terdapat periode panen, yaitu panen akan
dilakukan setelah periode empat bulan. Pada praktek penentuan harga, eksportir
yang akan menjadi pihak pertama dalam penentuan harga yang selanjutnya
diteruskan kepada lembaga-lembaga pemasaran yang terdapat di bawahnya.
Praktek dalam manjalankan fungsi pemasaran; (1) petani : fungsi penjualan dan
pengangkutan, (2) PPD : fungsi pembelian, pengangkutan, pengolahan,
penanggungan resiko, dan penjualan, (3) Penyuling: fungsi pembelian,
pengolahan, pengangkutan, penanggungan resiko, informasi harga, dan penjualan,
(4) Tengkulak : fungsi pembelian, pengangkutan, sortasi, penanggungan resiko,
informasi harga, dan penjualan, (5) Eksportir : fungsi pembelian, pengangkutan,
sortasi, pengemasan, penanggungan resiko, informasi harga, dan penjualan.
Berdasarkan analisis efisiensi pemasaran, marjin dan bagian harga yang
diterima petani pada saluran pemasaran dalam bentuk buah pala seutuhnya adalah
sebesar Rp 3.362,16 dan 59,79 persen Untuk rasio keuntungan dan biaya pada
penjualan dalam bentuk buah pala seutuhnya; dari sisi petani terjadi pada kedua
tingkat harga Rp 5.000. Sedangkan dari sisi pedagang, PPD lebih efisien bila
dibandingkan dengan lembaga pemasaran lainnya karena rasio keuntungan
terhadap biaya yang diperoleh PPD jauh lebih besar sebesar 18. Marjin dan bagian
harga yang diterima petani pada saluran pemasaran dalam bentuk biji basah
adalah sebesar Rp 1.662,16 dan 80,12 persen (saluran I) dan Rp 1.462,16 dan
82,5 persen (saluran II). Marjin yang terdapat pada saluran II lebih kecil
dibandingkan pada saluran I, sedangkan bagian harga yang diterima petani adalah
lebih besar pada saluran II dibandingkan dengan saluran I. Oleh karena itu saluran
II lebih efisien dibandingkan saluran I. Untuk rasio keuntungan dan biaya pada
penjualan dalam bentuk biji basah; dari sisi petani terjadi pada saluran 2 dengan
tingkat harga Rp 6.900. Sedangkan dari sisi pedagang, tengkulak lebih efisien bila
dibandingkan dengan lembaga pemasaran lainnya dengan rasio keuntungan dan
biaya sebesar 9,57.
Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan yang diperoleh, maka
disarankan : (1) Sebaiknya petani memasarkan produknya ke pengumpul
penyuling (saluran 2) dalam bentuk biji basah agar diperoleh harga yang lebih
tinggi, (2) Perlunya dukungan pemerintah dalam hal penyuluhan mengenai
informasi pasar hasil produksi pala, dan (3)Untuk penelitian lanjutan, dapat
dibandingkan saluran pemasaran antara lokasi penelitian dengan wilayah sentra
pala lainnya.
ANALISIS SALURAN PEMASARAN
KOMODITAS PALA (Myristica fragran HOUTT)
DAN TURUNANNYA
(Studi Kasus : Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten
Bogor)

Oleh:
FITRINA
A14303014

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
Judul : ANALISIS SALURAN PEMASARAN KOMODITAS PALA
(Myristica fragran HOUTT) DAN TURUNANNYA (Studi
Kasus :Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor)
Nama : FITRINA
NRP : A14303014

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

A. Faroby Falatehan, SP. ME


NIP. 132 311 853

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr.Ir. Didy Sopandie, MAgr


NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus : 21 Mei 2007


PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-

BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH

DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI

ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, 21 Mei 2007

Fitrina

A14303014
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang Provinsi Lampung pada tanggal 28

Juni 1985. penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan

Sanusi Idris dan Prisrita.

Pendidikan formal penulis di muali dari TK Aisyah Kalianda pada tahun

1990, SD Negeri 02 Kalianda pada tahun 1991, SLTP Al Kautsar Bandar

Lampung tahun 1997 dan melanjutkan ke pendidikan menengah atas pada SMU

Negeri 01 Kalianda pada tahun 2000.

Pada pertengahan tahun 2003, penulis diterima di Program Studi Ekonomi

Pertanian dan Sumberdaya, Departemen Ilmu – ilmu Sosial Ekonomi Pertanian,

Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi

Masuk IPB (USMI). Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis pernah

menjabat sebagai staf Departemen Human Resource and Development Keluarga

Muslim Sosek pada tahun 2004/2005. Penulis juga aktif staf Departemen

Pengembangan Sumberdaya Anggota dan staf Departemen Usaha Koperasi

Mahasiswa IPB pada periode kepengurusan 2004/2005 dan 2005/2006.


KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan hidayah dan rahmat-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Analisis

Saluran Pemasaran Komoditas Pala (Myristica fragran HOUTT) dan Turunannya

(Studi Kasus : Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor)” ini

dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Pertanian dari Institut Pertanian Bogor, Fakultas

Pertanian, Departemen Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian.

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tamansari Kecamatan Tamansari

Kabupaten Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui

preferensi petani pala dalam menjual hasil produksinya, menganalisis saluran

pemasaran pala dan turunannya, dan menganalisis efisiensi pemasaran dari

komoditas pala dan turunannya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat

kekurangan. Semoga skripsi ini diberkati oleh Allah SWT dan dapat bermanfaat

bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Mei 2007

Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan kali ini dengan setulus hati penulis mengucapkan terima

kasih kepada orang-orang yang telah memberikan doa, cinta, semangat dan empati

yang begitu besar:

1. Keluarga penulis tercinta; Ayah, Mama, Tante Upik dan Om, Kakak-kakakku

tercinta (Nessy yunita, Desty Hidayati dan Salma Milanti Sari) dan adikku M.

Zia yang senantiasa memberikan doa yang terbaik.

2. A. Faroby Falatehan SP, ME selaku dosen pembimbing skripsi atas segala

pengertian dan perhatiannya dalam membimbing penulis menyelesaikan

tulisan ini.

3. Dr. Ir. Ratna Winandi MS selaku dosen penguji utama atas kritik dan saran

yang menyempurnakan skripsi ini.

4. Eva Anggraini SPi, MSi selaku dosen penguji Wakil Komisi Pendidikan atas

koreksi dan saran yang menyempurnakan skripsi ini.

5. Bapak Suwandi dari PT. Djasula Wangi atas semua informasi dan data-data

yang telah diberikan hingga melengkapi penelitian ini.

6. Sahabat-sahabat MD (Mai,Eka, Endang, Ratih dan Dian) dan chubby girls eps

40 (nie,hanum,puri, dan aroem). Terima kasih atas semangat dan hari- hari yag

tak terlupakan.

7. Dany Syahrial atas segala perhatian dan dukungannya selama ini.

8. Penghuni WBA : Rita, Diana, Yeni, Ai, Lala, Neli, Devi, beserta adik-adikku

wba’ers 42 atas kebersamaan yang begitu erat selama ini.


9. Semua kakak-kakak senior dan teman teman pengurus KOPMA IPB. Terima

kasih atas kerjasama dan pengalaman yang begitu berharga.

10. Teman-teman satu bimbingan: Andi Oktoriyana dan Rini Adriana atas

dukungan yang besar kepada penulis selama menyelesaikan tulisan ini.

11. Staf Sekret EPS; mba Pini, teh Sopi, mba Santi, pak Basir, pak Dayat, dan pak

Husen atas segala bantuan dan dukungannya.

12. Teman-teman EPS 40 yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terimakasih

atas semua canda, tawa dan kebersamaan selama ini.

13. Semua pihak yang sangat membantu dan belum tercatat di lembaran ini

”terima kasih yang sebesar-besarnya”.


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .............................................................................................................i


DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................................vi
I. PENDAHULUAN ................................................................................................1
1.1. Latar Belakang ..............................................................................................1
1.2. Perumusan Masalah.......................................................................................5
1.3. Tujuan Penelitian...........................................................................................7
1.4. Kegunaan Penelitian......................................................................................7
1.5. Batasan Penelitian .........................................................................................8
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................9
2.1. Botani Tanaman Pala ....................................................................................9
2.2. Syarat Tumbuh ............................................................................................10
2.2.1. Iklim .................................................................................................10
2.2.2. Tanah................................................................................................11
2.3. Turunan Pala ...............................................................................................11
2.5. Hasil Penelitian Terdahulu ..........................................................................16
III. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................................19
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ......................................................................19
3.1.1. Sistem Pemasaran.............................................................................19
3.1.2. Lembaga Pemasaran.........................................................................20
3.1.3. Fungsi- fungsi Pemasaran .................................................................22
3.1.4. Saluran Pemasaran ...........................................................................23
3.1.5. Struktur Pasar ...................................................................................25
3.1.6. Perilaku Pasar ...................................................................................27
3.1.7. Efisiensi Pemasaran..........................................................................28
3.1.7.1 Marjin Pemasaran..............................................................29
3.1.7.2 Farmer’s Share.................................................................32
3.1.7.3 Rasio Keuntungan dan Biaya............................................32
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional................................................................33
IV. METODE PENELITIAN .................................................................................35
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian.......................................................................35
4.2. Metode Pengumpulan Data .........................................................................35
4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data........................................................36
4.3.1. Analisis Saluran Pemasaran .............................................................36
4.3.2. Analisis Lembaga Pemasaran...........................................................37
4.3.3. Analisis Struktur dan Perilaku Pasar ................................................39
4.3.4. Analisis Efisiensi Pemasaran Operasional .......................................39
4.3.4.1. Analisis Marjin Pemasaran………………………………..39
4.3.4.2. Analisis Farmer's Share……………………………….......40
4.3.4.3. Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya…………………….40
4.4. Definisi Operasional....................................................................................41
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ..............................................43
5.1. Gambaran Umum Kabupaten Bogor...........................................................43
5.1.1. Kondisi Geografi ..............................................................................43
5.1.2. Kondisi Pertanian Kabupaten Bogor................................................44

i
5.2. Keadaan Alam dan Geografis Desa Tamansari...........................................45
5.3. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian .................................................45
5.4. Sarana dan Prasarana ...................................................................................47
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................48
6.1. Karakteristik Responden .............................................................................48
6.1.1. Usia Petani Pala................................................................................49
6.1.2. Pendidikan Petani Pala .....................................................................49
6.1.3. Pengalaman Petani Berusahatani Pala ..............................................49
6.1.4. Kepemilikan Pohon Pala ..................................................................50
6.2 Kegiatan Usahatani Pala ...............................................................................50
6.3. Preferensi Petani Menjual Hasil Produksi Pala dan Turunannya ................53
6.4. Analisis Saluran Pemasaran Tanaman Pala dan Turunannya .....................55
6.5. Analisis Struktur Pasar ................................................................................57
6.5.1. Jumlah Lembaga Pemasaran ............................................................58
6.5.2. Konsentrasi Pasar .............................................................................61
6.5.3. Kondisi Keluar Masuk Pasar............................................................62
6.6. Analisis Perilaku Pasar Pala dan Turunannya.............................................64
6.6.1. Transaksi Pembelian dan Penjualan.................................................64
6.6.2. Praktek Penentuan Harga .................................................................66
6.6.3. Praktek dalam Menjalankan Fungsi Pemasaran...............................67
6.7. Analisis Efisiensi Pemasaran Pala dan Turunannya ...................................72
6.7.1. Marjin Pemasaran.............................................................................72
6.7.2. Farmer’s Share80…………………………………………………80
6.7.3. Rasio Biaya dan Keuntungan ...........................................................81
6.2. Peningkatan Pendapatan Petani Pala...........................................................83
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................85
7.1. Kesimpulan..................................................................................................85
7.2. Saran ............................................................................................................86
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................87
LAMPIRAN………...……………………………………………………………89

ii
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Volume dan Nilai Ekspor Beberapa Produk Pala Indonesia
Tahun 2000-2005.........................................................................................2

2. Produksi dalam Bentuk Mentah Komoditas Unggulan


Kabupaten Bogor Tahun 2004-2006............................................................4

3. Luas Areal dan Produksi Tanaman Pala yang Menghasilkan Produksi


Kabupaten Bogor Tahun 2002-2005............................................................4

4. Luas Areal dan Produksi Pala Kecamatan Tamansari


Tahun 2004-2006.........................................................................................6

5. Standar Mutu Minyak Pala Indonesia .......................................................15

6. Jenis-jenis Struktur Pasar Berdasarkan Jumlah Perusahaan


dan Sifat Produk.........................................................................................26

7. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Usia ...............................................45

8. Kualitas Penduduk Dirinci Menurut Pendidikan yang ditamatkan ...........45

9. Jumlah Responden dalam Penelitian..........................................................47

10. Usia Petani Pala Desa Tamansari Kecamatan Tamansari


Kabupaten Bogor Tahun 2007 ..................................................................48

11. Tingkat Pendidikan Petani Pala di Desa Tamansari Kecamatan


Tamansari Kabupaten Bogor Tahun 2007 ................................................48

12. Pengalaman Petani Berusahatani Pala di Desa Tamansari Kecamatan


Tamansari Kabupaten Bogor Tahun 2007 ................................................49

13. Kepemilikan Pohon Pala Petani Responden..............................................49

14. Nilai Produksi per Pohon Pala di Desa TamansariKecamatan


Tamansari Kabupaten Bogor Tahun 2007.................................................51

15. Pendapatan Rata-rata Petani per Pohon Pala di Desa Tamansari


KecamatanTamansari Kabupaten Bogor Tahun 2007...............................52

16. Preferensi Petani Pala Desa Tamansari Kecamatan Tamansari


Kabupaten Bogor dalam Menjual Pala........................ .............................54

iii
17. Jumlah Lembaga Pemasaran Buah Pala Seutuhnya di Desa Tamansari
Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Tahun 2007..............................57

18. Jumlah Lembaga Pemasaran Biji Basah Pala di Desa Tamansari


Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Tahun 2007..............................59

19. Volume Transaksi Pala dan Turunannya dari Desa Tamansari


Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Perminggu oleh
Penyuling....................................................................................................61

20. Bentuk dan Kisaran Harga Pala dan Turunannya yang dijual Petani
Pala Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor
Tahun 2007.................................................................................................63

21. Fungsi Pemasaran Setiap Lembaga Pemasaran Pala Desa Tamansari


Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor dalam Bentuk Buah
Seutuhnya...................................................................................................68

22. Fungsi Pemasaran Setiap Lembaga Pemasaran Pala Desa Tamansari


Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor dalam Bentuk Biji Basah.........70

23. Marjin pada Masing- masing Pelaku Pasar dan Saluran Pemasaran Buah
Pala Seutuhnya (per Kilogram Biji Basah) Desa Tamansari Kecamatan
Tamansari Kabupaten Bogor Tahun 2007.................................................76

24. Marjin Pada Masing- masing Pelaku Pasar dan Saluran Pemasaran Biji
Basah (per Kilogram Biji Basah) Desa Tamansari Kecamatan Tamansari
Kabupaten Bogor Tahun 2007..................................................................77

25. Rasio Keuntungan terhadap Biaya Masing- masing Lembaga pada


Saluran Pemasaran Dalam Bentuk Buah Pala Seutuhnya..........................81

26. Rasio Keuntungan terhadap Biaya Masing- masing Lembaga


pada Saluran Pemasaran dalam Bentuk Biji Basah....................................81

iv
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Pola Umum Saluran Pemasaran Produk-Produk Pertanian
di Indonesia ..............................................................................................24

2. Saluran Pemasaran Barang Konsumsi .....................................................25

3. Hubungan antara Fungsi- fungsi Pertama dan Turunan terhadap


Marjin Tataniaga dan Nilai Marjin Tataniaga...........................................31

4. Kerangka Pemikiran Operasional............................................................34

5. Pola Saluran Pemasaran Buah Pala Seutuhnya........................................55

6. Pola Saluran Pemasaran Biji Basah Pala.................................................56

v
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuesioner Petani dan Pedagang Pala dan Turunannya..............................87

2. Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga per Pohon per Musim Tanam di
Desa Tamansari Kecamatan Tamansari
Kabupaten Bogor tahun 2007....................................................................95

vi
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara yang bercorak agraris; bumi, air, dan kekayaan

alam yang terkandung di dalamnya, merupakan potensi yang sangat besar untuk

pengembangan perkebunan dalam rangka mewujudkan kemakmuran dan

kesejahteraan rakyat. Perkebunan diselenggarakan berdasarkan atas asas manfaat

dan berkelanjutan, keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan, serta berkeadilan.

Perkebunan diselenggarakan dengan tujuan: (1) meningkatkan pendapatan

masyarakat, (2) meningkatkan penerimaan negara, (3) meningkatkan penerimaan

devisa negara, (4) menyediakan lapangan pekerjaan, (5) meningkatkan

produktivitas, nilai tambah, dan daya saing, (6) memenuhi kebutuhan konsumsi

dan bahan baku industri dalam negeri, dan (7) mengoptimalkan pengelolaan

sumber daya alam secara berkelanjutan (Direktorat Jendral Bina Produksi

Perkebunan, 2004).

Pembangunan perkebunan sebagai bagian dari pembangunan nasional

berkaitan dan saling mendukung dengan sektor lain dalam upaya memecahkan

masalah-masalah ekonomi nasional. Pengembangan perkebunan secara cepat

merupakan salah satu tujuan pemerintah, karena disamping itu untuk

menghasilkan devisa negara juga untuk memperluas kesempatan kerja dan juga

untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat (Departemen Pertanian, 1990).

Pala (Myristica Fragran HOUTT) merupakan tanaman buah berupa pohon

tinggi asli Indonesia, karena tanaman ini berasal dari Banda dan Maluku.

1
2

Komoditas ini merupakan salah satu dari beberapa komoditas utama yang

berkontribusi besar terhadap sub sektor perkebunan, antara lain kelapa, karet,

kelapa sawit, kopi, teh, lada, tembakau, kakao, pinang, tebu, dan bahan dari karet

(Pusat Data dan Informasi Pertanian, 2005).

Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Beberapa Produk Pala Indonesia


Tahun 1996-2005
Tahun Satuan Biji Pala Daging Pala Fuli Minyak Pala

Berat (ton) 1.403,640 5.570,768 1.259,372 216,581


1996
Nilai (US$) 1.707.664 8.380.719 4.082.962 3.105.894

Berat (ton) 1.113,297 5.316,093 1.158,311 209,513


1997
Nilai (US$) 1.587.152 9.371.007 5.065.976 3.778.535

Berat ton) 2.967,260 4.683,493 1.634,262 382,100


1998
Nilai (US$) 5.197.590 13.519.184 9.997.225 10.014.413

Berat (ton) 1.752,875 6.002,785 1.700,372 383,725


1999
Nilai (US$) 4.226.430 24.534.996 10.316.131 10.046.165

Berat (ton) 1.101,878 8.071,150 1.284,115 350,544


2000
Nilai (US$) 2.284.505 39.270.109 7.583.560 9.109.814

Berat (ton) 1.258,818 5.449,564 1.263,831 438,936


2001
Nilai (US$) 2.527.822 14.550,584 4.290.172 12.808.212

2002 Berat (ton) 778,986 4.651,111 1.493,687 252,299

(Jan-Sep) Nilai (US$) 2.00.236 13.410.019 5.445.722 7.771.201

Berat (ton) 2.575,773 5.657,834 2.527,178 615,616


2003
Nilai (US$) 8.024.358 13.916.659 7.344.049 11.752.746

Berat (ton) 2.912,408 8.657,424 3.269,564 955,466


2004
Nilai (US$) 8.462.048 20.671.995 10.537.838 11.164.676

2005 Berat (ton) 1.773,632 5.182,128 6.438,720 903,241

(Jan-Nop) Nilai (US$) 6.628.893 13.685.578 21.639.318 13.644.368

Sumber : BPS, diolah (dalam Masdirwan, 2006)

2
3

Tabel 1 menunjukkan volume dan nilai ekspor komoditas pala Indonesia

mengalami fluktuasi dalam perdagangan internasional. Perdagangan buah pala

yang terdiri dari biji pala, daging buah pala, fuli, dan minyak pala mengalami

keadaan yang stabil pada periode 1996-2005, dimana produk berupa biji pala

mencapai puncak ekspor pada tahun 2004 dengan volume 2.912,408 ton dan

nilainya US$ 8.462.048. produk berupa daging buah pala mengalami kenaikan

dan puncak pada tahun 2000 dengan volume 8.071,150 ton dan nilainya sebesar

US$ 39.270.190. produk berupa fuli mengalami kondisi yang stabil dimana

kenaikan dan penurunan ekspor tidak terjadi secara drastis, dimana terjadi puncak

ekspor pada tahun 2005 dengan volume sebesar 6.438,720 ton dan nilainya US$

21.639.318. Produk turunan berupa minyak pala mengalami puncak ekspor pada

tahun 2005 dengan volume 903,241 ton dan nilainya US$ 13.644.368. Suatu

kondisi yang baik ini sangat penting untuk terus dipertahankan dan ditingkatkan

melalui strategi dan langkah yang tepat dari semua pihak yang terkait dalam

sektor ini.

Indonesia memiliki sentra-sentra produksi buah pala yang selama ini

menghasilkan produksi yang berkualitas untuk diekspor ke berbagai negara. Salah

satu sentra produksi tersebut adalah Propinsi Jawa Barat. Menurut data dari

Direktorat Jendral Perkebunan (2005), jumlah rata-rata produksi buah pala

Propinsi Jawa Barat selama tahun 1996-2005 diperkirakan mencapai 498,400 ton

biji dan fuli per tahun. Produksi buah pala Propinsi Jawa Barat berasal dari

wilayah Kabupaten Sukabumi, Cianjur, Kuningan dan yang terbesar adalah

Kabupaten Bogor.

3
4

Berdasarkan data dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor

(2007) terdapat beberapa komoditas unggulan perkebunan yang terus

dikembangkan. Komoditas-komoditas yang unggulan tersebut antara lain yaitu

cengkeh, pala, kopi, karet, dan kelapa.

Tabel 2. Produksi dalam Bentuk Bahan Mentah Komoditas Unggulan


Kabupaten Bogor Tahun 2004 - 2006
Produksi Bahan Mentah
Komoditas (Ton/Ha)
2004 2005 2006
Kelapa 39.009,95 41.628,98 16.293
Kopi 6.345,10 6.409,74 3.195,77
Cengkeh 738,15 835,95 417,97
Pala 586,83 535,74 267,87
Karet 1.668,83 1.685,51 917,67
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2006

Pala sebagai salah satu komoditas unggulan, memiliki luas areal sebesar

521,18 hektar pada tahun 2006. Luas areal ini mengalami peningkatan dari tahun

sebelumnya, yaitu pada tahun 2005 sebesar 519,18 hektar. Perkembangan untuk

luas areal tanaman dan produksi buah pala di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada

Tabel 3.

Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Tanaman Pala Menghasilkan Produksi


Kabupaten Bogor Tahun 2004-2006
Luas Areal Produksi
Tahun Baku/ (Ton) Rata-rata
Lahan Yang Produksi
ditempati Bahan Mentah Hasil Olahan (Ton/Ha)
(Ha)
2004 521,18 586,30 117,37 0,30
2005 519,18 535,74 133,93 0,34
2006 521,18 519,98 130,00 0,33
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan, 2007.

Pala sebagai komoditas unggulan di Kabupaten Bogor memiliki posisi

yang baik dalam hal mengisi peluang pasar (segi kualitas dan kuantitas), baik

untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk kebutuhan luar negeri

(ekspor). Tanaman pala Kabupaten Bogor diusahakan oleh petani-petani kecil

4
5

atau perkebunan rakyat. Para petani pala di Kabupaten Bogor menjual biji

(nutmeg in shell) dan fuli (mace) sebagai hasil samping dengan harga jual lebih

tinggi dari produk manisan pala (Bank Indonesia, 2002). Adanya potensi tersebut

akan sangat baik apabila didukung dengan suatu sistem pemasaran yang efisien.

Selain mempengaruhi pendapatan nasional secara keseluruhan, peningkatan

produksi komoditas pala akan mempengaruhi kesejahteraan petani pala di

Kabupaten Bogor khususnya.

1.2. Perumus an Masalah

Sebagian besar pala dipasok dari wilayah timur Indonesia, terutama

Maluku dan Sangihe-Talaud diekspor dalam bentuk rempah-rempah karena petani

disana cenderung untuk memanen pala yang sudah tua di pohon. Tanaman pala

dikenal dengan tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis. Hasil tanaman

pala yang biasa dimanfaatkan adalah buah pala. Buah pala terdiri dari daging buah

(77,8 persen), fuli (4 persen), tempurung (5,1 persen) dan biji (3,1 persen). Bagian

buah yang bernilai ekonomi cukup tinggi adalah biji pala dan fuli (mace) yang

dapat dijadikan minyak pala. Daging buah pala dimanfaatkan untuk diolah

menjadi manisan pala, asinan pala, dodol pala, selai pala dan sirup pala.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra produksi buah pala di Jawa

Barat. Banyaknya tanaman pala yang tumbuh di Kabupaten Bogor tersebar di

beberapa kecamatan, diantaranya adalah Kecamatan Tamansari. Pada kecamatan

ini terdapat potensi yang cukup baik dalam hal pengembangan tanaman pala.

Tabel 4 akan menyajikan Luas Areal dan Produksi Pala di Kecamatan Tamansari

pada tahun 2004 sampai dengan 2006.

5
6

Tabel 4. Luas Areal dan Produksi Pala Kecamatan Tamansari


Tahun 2004-2006

Produksi (Ton)
Luas Baku/Lahan Rata-rata Produksi
Tahun yang Ditempati (Ha) (Ton/Ha)
Bahan Mentah Hasil Olahan
2004 46,00 51,46 10,29 0,30
2005 46,00 46,42 11,60 0,34
2006 46,00 45,05 11,26 0,33
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2007

Kendati pala merupakan komoditas unggulan Kabupaten Bogor, namun

dalam kenyataannya secara garis besar masih memiliki kekurangan dan

memerlukan suatu perbaikan-perbaikan. Sebelum sampai ke tangan konsumen,

pemasaran hasil pertanian dalam hal ini adalah komoditas pala dan turunannya

pada umumya harus melalui beberapa lembaga pemasaran. Kurangnya orientasi

terhadap kepuasan konsumen, kelemahan dalam mencari dan menemukan peluang

pasar, belum kuatnya visi segmentasi pasar, lemahnya penguasaan jaringan

informasi pasar tentang pasar sasaran, saluran pemasaran, kondisi persaingan dan

terbatasnya fasilitas infrastruktur yang dapat digunakan untuk tujuan pemasaran

mengakibatkan kurang dikuasainya mata rantai pemasaran (Masdirwan, 2006).

Namun dengan potensi yang dimiliki, usahatani ini berpeluang untuk

dibenahi baik secara teknis maupun dalam ha l penataan kelembagaannya. Dalam

hal ini lembaga pemasaran diharapkan mampu mengatasi masalah-masalah

pemasaran yang terjadi dengan melakukan fungsi- fungsi pemasaran yang baik.

Adanya langkah tersebut diharapkan akan menghasilkan sejumlah tambahan

pendapatan yang mampu meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat.

Berdasarkan hal di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana preferensi petani pala dalam menjual hasil produksinya?

2. Bagaimana saluran pemasaran komoditas pala dan turunannya?

6
7

3. Bagaimana efisiensi pemasaran yang terjadi pada komoditas pala dan

turunannya?

4. Saluran pemasaran manakah yang dapat memberikan pendapatan yang

lebih tinggi bagi petani pala?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujua n dari penelitian ini

adalah :

1. Menganalisis preferensi petani pala dalam menjual hasil produksinya

2. Mengidentifikasi saluran pemasaran komoditas pala dan turunannya.

3. Menganalisis efisiensi pemasaran yang terjadi pada komoditas pala dan

turunannya.

4. Menganalisis pemasaran manakah yang dapat memberikan pendapatan

yang lebih tinggi bagi petani pala.

1.4. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk :

1. Bagi pelaku pasar terutama petani, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan masukan bagi petani untuk mengadakan evaluasi terhadap

usaha tani yang telah dijalankan.

2. Bagi pemerintah dan instansi terkait, hasil penelitian ini diharapkan

menjadi bahan perimbangan dalam menentukan kebijakan dan

pengembangan komoditas pala dari mulai produksi sampai pemasaran.

7
8

1.5. Batasan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengalami keterbatasan sebagai berikut :

1. Panen hasil produksi pala tidak terjadi pada bulan-bulan tertentu. Hal ini

menyebabkan penulis hanya menganalisis harga yang terjadi pada saat

panen pala terakhir, yaitu pada Bulan Januari- Maret 2007.

2. Penulis hanya menganalisis penjualan dalam bentuk biji basah dan buah

pala seutuhnya. Sedangkan dalam bentuk daging dan fuli tidak dapat

dianalisis. Hal ini terkait dengan cuaca yang tidak bersahabat untuk

melakukan penjemuran terhadap turunan buah pala (daging buah) dan

tidak terdapatnya pesanan langsung dari konsumen manisan pala kepada

petani ketika petani melakukan panen. Sehingga tidak ada transaksi

penjualan dalam bentuk daging kering, fuli, dan manisan pala.

8
9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Tanaman Pala

Tanaman pala yang merupakan tanaman keras, dapat berumur panjang

hingga lebih dari 100 tahun. Pala termasuk famili Myristicaceae. Famili ini terdiri

dari 5 genus (marga) dan 250 spesies (jenis). Dari 15 marga tersebut 5 marga

berada di daerah tropis Amerika, 6 marga di tropis Afrika, dan 4 marga di tropis

Asia (Rismunandar, 1992). Pala memiliki beberapa nama daerah, antara lain Falo

(Nias), palo (Minangkabau), kapala (Bima), gosora (Ternate), pala (Bugis), dan

paala (Madura).Tanaman pala berumah dua, terdapat tanaman dengan bunga

jantan dan tanaman dengan bunga betina, bunga jantannya letaknya lebih tegak,

terdapat berangkai-rangkai dalam satu bunga, tangkai bunga panjang berbentuk

perisai, bunga betina letaknya horizontal, umumya 2-3 bunga saja. Daun tunggal,

bentul bulat telur, pangkal dan ujung daun meruncing, warna permukaan bawah

hijau kebiru-biruan dan permukaan bawah hijau tua, ukuran daun tanaman pala

jantan lebih kecil disbanding tanaman pala betina. Buah berbentuk buah pir, ujung

meruncing, kulit licin, berdaging. Biji berkeping dua, dilindungi oleh tempurung ,

bentuk bulat telur, semua bagian bunga berbulu kecuali ovarium dan buah muda

(Syukur dan Hernani, 2002).

Terdapat beberapa jenis species pala yang dikenal selain jenis pala

Myristica fragrants Houtt, yaitu M. argenteae W. dan M. malabaria. Pala diduga

berasal dari bagian utara Kepulauan Maluku, khususnya Ambon dan Banda.

Bagian biji pala dan fuli terkenal diseluruh Asia Tenggara. Pada tahun 1843

9
10

beberapa tanaman pala diperkenalkan ke daerah Grenada (India Barat) sehingga

daerah tersebut menghasilkan pala skala besar, dan menjadi daerah penghasil pala

terbesar kedua setelah Indonesia. Pada saat ini pusat budidaya terdapat di Pulau

Banda dan pulau-pulau di sekelilingnya. Di daerah lain Indonesia, seperti

Sulawesi Utara (Manado), Sumatera bagian Barat, Jawa Barat dan di Irian Jaya,

pala dibudidayakan dalam skala kecil, dan memasuki pasar dunia melalui daerah

tersebut (PROSEA,2001).

Berikut ini merupakan sistematika pala menurut CERE (1961) dalam

Hadad dan Firman (2003) adalah sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Klas : Dicotyledonae

Ordo : Ramales

Famili : Myristicaceae

Genus : Myristica

Jenis : Myristica fragrans HOUTT

2.2. Syarat Tumbuh

2.2.1. Iklim

Tanaman pala akan tumbuh baik pada daerah iklim tropis yang panas dan

lembab dengan suhu udara berkisar antara 25-30o C. Pada umumnya tanaman pala

sangat peka terhadap angin yang kuat/angin bayu, yang dapat merusak ujung

mahkota dan buah bisa berjatuhan sebelum masak petik (Rismunandar, 1992).

Oleh karena itu daerah-daerah yang tiupan anginnya keras, diperlukan tanaman

10
11

pelindung yang ditanam di pinggirannya. Akan tetapi tanaman pelindung yang

terlalu rapat dapat menghambat unsur hara. Tanaman pala tergolong kenis

tanaman yang tahan terhadap musim kering selama beberapa bulan.

2.2.2. Tanah

Tanaman pala membutuhkan tanah yang gembur, subur dan sangat cocok

pada tanah vulkanis yang mempunyai pembuangan air yang baik. Tanaman pala

tumbuh baik di tanah yang bertekstur pasir sampai lempung dengan kandungan

bahan organis yang tinggi. Keadaan tanah dengan kemasaman (pH) 5 - 6,5

merupakan rata-rata yang baik untuk pertumbuhan tanaman pala, karena keadaan

kimia maupun biologi tanah berada pada titik optimum. Pada tanah-tanah yang

miring seperti pada lereng pegunungan agar tanah tidak mengalami erosi sehingga

tingkat kesuburannya berkurang, maka perlu dibuat teras-teras melintang

lereng.Tanaman pala tumbuh cukup subur didaerah pegununga yang rendah

hingga rata-rata 700 meter dari permukaan laut. Diatas ketinggian tersebut sudah

tidak ditemukan pala lagi. Maka dapat dinyatakan, bahwa ketinggian tersebut

merupakan ketinggian yang optimal (Rismunandar, 1992).

2.3. Turunan Pala

Tanaman pala rata-rata mulai berbuah pada umur 5-6 tahun. Setelah

mencapai umur 10 tahun hasilnya mulai meningkat dan meningkat terus hingga

mencapai optimum pada umur rata-rata 25 tahun. Produksi optimum ini bertahan

hingga tanaman pala berumur 60-70 tahun. Lambat laun produksinya menurun

hingga mencapai umur 100 tahun atau lebih, bila tidak ada aral melintang

(Rismunandar, 1992).

11
12

Bagian tanaman pala yang mempunyai nilai ekonomis adalah bagian buah.

Bagian-bagian tersebut merupakan produk turunan pala, yaitu antara lain

(Rismunandar, 1992) :

1. Daging

Persentase berat daging adalah sebesar 77,8 persen dari buah pala. Daging

buah pala dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan manisan pala, baik dalam

bentuk basah maupun kering. Selain itu, daging pala juga dapat dijadikan bahan

baku tambahan dalam pengolahan minyak pala. Namun dengan kadar yang kecil,

yaitu sekitar 1-5 persen. Per 100 gram daging buah pala yang bisa dimakan kira-

kira terkandung air 10 gram, protein 7 gram, lemak 33 gram, minyak yang

menguap dengan komponen utama mono terpene hydrocarbons (61 – 88 persen

seperti alpha pinene, beta pinene, sabinene), asam monoterpenes (5 – 15 persen),

aromatik eter (2 – 18 persen seperti myristicin, elemicin, safrole)

Peluang pasar internasional dari daging pala mempunyai permintaan yang

cukup tinggi berasal dari negara- negara di Asia dan beberapa negara Eropa.

Sedangkan untuk pasar lokal, digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan

manisan pala.

2. Fuli

Fuli adalah benda yang menyelimuti biji buah pala yang berbentuk seperti

anyaman pala, disebut “bunga pala”. Persentase fuli adalah sebesar 4 persen dari

buah pala, diperoleh dengan mengelupasi biji basah. Kegunaan dari fuli adalah

sebagai bahan baku pembuatan minyak pala setelah mengalami proses

pengeringan. Dalam hal ini, kandungan minyak yang terdapat pada fuli adalah

yang terbesar apabila dibandingkan dengan turunanan lain yaitu sebesar 14-16

12
13

persen. Pengolahan minyak pala selanjutnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan

baku beberapa produk kosmetika dan farmasi.

Peluang pasar internasional dari fuli mempunyai permintaan yang cukup

tinggi dari Singapura, Belanda, USA, Jerman, dan India. Sedangkan untuk pasar

lokal, digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan minyak pala.

3. Biji

Biji basah pala merupakan bagian yang paling menguntungkan (selain

fuli), jika dibandingkan dengan daging buah pala. Biji basah memiliki persentase

sebesar 13,1 persen dari buah pala. Biji basah menjadi bahan baku utama dalam

pengolahan minyak pala yang dalam pengolahan lebih lanjut akan menjadi bahan

baku dari produk-produk kosmetik dan farmasi.

Sama halnya dengan fuli, biji basah memiliki jumlah permintaan yang

cukup tinggi di pasaran internasional dan lokal. Karena merupakan input utama

pembuatan minyak pala.

2.2 Pengolahan Buah Pala

Setiap bagian dari buah pala yang sudah masak petik, dapat dijadikan

bahan olahan yang mempunyai nilai ekonomis. Ketiga bagian dari buah adalah :

daging buah, fuli, dan biji tanpa tempurung. Berikut ini akan dijelaskan mengenai

pengolahan bagian-bagian dari buah pala (Rismunandar, 1992).

a. Penyulingan Minyak Atsiri dari Biji dan Fuli

Minyak atsiri yang dikenal juga dengan nama minyak eteris atau minyak

terbang (essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Di Indonesia pala

diolah dalam dua bentuk utama, yaitu minyak pala (terutama di daerah bagian

13
14

barat indonesia) yang merupakan salah satu jenis minyak atsiri utama dan ke

dalam bentuk rempah-rempah (terutama di daerah timur indonesia).

Minyak pala merupakan bahan ekspor di samping biji dan fulinya. Melalui

penyulingan fuli dapat diperoleh minyak pala yang jernih. Kadar minyak fuli

berkisar antara 7-18 persen. Dari daging biji pala dapat pula diperoleh lemak dan

minyak atsiri. Rata-rata kandungan lemak biji pala 30-40 persen dan minyak pala

rata-rata 12 persen. Tinggi rendahnya minyak pala tergantung pada tua mudanya

buah. Pada hakekatnya minyak pala dalam biji dibentuk terlebih dahulu daripada

lemaknya. Oleh sebab itu, biji pala bila akan disuling minyaknya, hendaknya

dipetik pada saat menjelang terbentu tempurung yaitu, kira-kira buah sudah

mencapai umur empat sampai lima bulan. Buah yang masih muda itulah yang

tinggi kadar minyak palanya.

Biji atau fuli yang akan dikeluarkan minyaknya sebelumnya dijemur

dahulu selama seminggu di bawah terik matahari. Setelah dihancurkan dalam

mesin penggiling, biji tersebut dimasukkan dalam ketel berkapasitas 275-500 kg

pala. Uap air panas dari dalam tungku pemanas air dialirkan ke dalam ketel

melalui pipa yang menghubungi keduanya. Uap air panas ini akan mendorong

keluar kandungan minyak dari pala yang telah dihancurkan. Setelah dari dalam

ketel, uap air dan minyak pala dalam fasa gas tersebut kembali dialirkan melalui

pipa sepanjang 30 meter yang dicelupkan dalam bak berisi air mengalir. Akibat

pendinginan tersebut, air dan minyak pala kembali dalam fasa cair dan ditampung

dalam ember penampungan. Dengan sendirinya, kedua zat tersebut akan terpisah.

Minyak menempati lapisan atas serta air di lapisan bawah, dan dengan memakai

sendok, minyak dikeluarkan dari lapisan tersebut.

14
15

Minyak pala yang akan diekspor keluar negeri tentu harus mengikuti

standar mutu tertentu yang telah ditetapkan. Tabel 5 akan menguraikan beberapa

standar mutu minyak pala Indonesia.

Tabel 5. Standar Mutu Minyak Pala Indonesia

Karakteristik Minyak Pala* Minyak Pala** Minyak Pala***


Bobot Jenis
0,874 – 0,919 0,840 – 0,925 0,847 – 0,919
25o C/25o C
Putaran Optik +10o - +30o +10o - +30o +8o - +26o
Indeks Bias (n25D) 1,472 – 1,494 1,474 – 1,488 1,472 – 1,494
Kelarutan dalam 1 : 3 jernih, 1 : 1 jernih, 1 : 3 jernih,
Alkohol 90% seterusnya jernih seterusnya jernih seterusnya jernih
Sisa Penguapan 2,5% - 3%
Zat Asing:
• Lemak Negatif Negatif Negatif
• Alkohol Negatif - Negatif
tambahan
• Minyak Pelikan Negatif Negatif Negatif
• Minyak
Terpentin Negatif - Negatif

*) Standar Mutu Perdagangan (SP-29-1976)


**) Standar Mutu Menurut Ketentuan Balai Penelitian Kimia (Ketaren dalam
Sitorus, 2004)
***) Standar Nasional Indonesia (SNI 06-37351998)

b. Pengolahan Daging Buah Pala dan Selubung Biji Pala

Daging buah pala yang berair dan berasa asam selama ini juga telah

dimanfaatkan dalam industri rumah tangga sebagai makanan ringan manisan pala

atau diolah menjadi sirup pala. Begitu pula dengan selubung biji pala yang

berwarna merah, biasanya dijadikan bahan campuran ketika mengolah minyak

pala.

Daging buah pala mengandung zat aromatik flavor yang terdiri dari dua

minyak atsiri yaitu : Myristica dan monoterpen. Memakan manisan pala dapat

menimbulkan rasa kantuk yang kemungkinan besar akibat dari kandungan minyak

Myristicin tersebut.

15
16

2.5. Hasil Penelitian Terdahulu

Masdirwan (2006) melakukan penelitian tentang analisis efisiensi saluran

pemasaran manisan buah pala di Desa Dramaga Kecamatan Dramaga Kabupaten

Bogor. Berdasarkan analisis diperoleh hasil bahwa; (1) terdapatnya peluang untuk

mempertahankan mutu dan memperbaiki mutu dengan adanya upaya-upaya yang

dilakukan melalui perbaikan fungsi pemasaran ; (2) upaya mempertahankan mutu

dan memperbaiki mutu tersebut berpengaruh terhadap peningkatan biaya

pemasaran. Biaya yang tinggi membuat pedagang mencoba menekan harga

kepada pengusaha manisan buah pala sehingga bagian yang diterima pengusaha

(farmer’s share) menjadi rendah dan marjin pemasaran menjadi lebih tinggi. Hal

tersebut menyebabkan tidak efisiennya dalam pemasaran akibat usaha-usaha yang

dilakukan. Usaha-usaha mempertahankan dan memperbaiki mutu belum mampu

meningkatkan efisiensi pemasaran manisan buah pala di Desa Dramaga ; (3)

struktur pasar yang terjadi cenderung mengarah pada pasar persaingan tidak

sempurna ; (4) saluran pemasaran 1 merupakan saluran pemasaran yang lebih

efisien berdasarkan nilai marjin yang terendah dan bagian yang diterima petani

tinggi. Saluran pemasaran I merupakan saluran yang tidak melakukan usaha

mempertahankan mutu dan perbaikan mutu. Ketidakefisienan saluran pemasaran

yang lain dilihat dari nilai marjin dan farmer’s share disebabkan oleh adanya

biaya tambahan akibat terjadinya upaya- upaya dalam mempertahankan mutu dan

memperbaiki mutu manisan buah pala kering.

Hilmiyati (1998) dalam penelitian mengenai pemasaran kayu manis di

Desa Siscam Kecamatan IV Koto Kabupaten Agam Sumatera Barat

mengemukakan bahwa terdapat tiga saluran pemasaran cassievera yang

16
17

digunakan oleh petani sampai eksportir yaitu:

(1)Petani? PPD? PPKec? Eksportir, (2)Petani? PPD? PPKab? Eksportir dan

(3)Petani? PPD? Eksportir. Sebaran marjin tataniaga tidak merata pada setiap

lembaga pemasaran. Rata-rata eksportir memperoleh keuntungan yang lebih tinggi

pada setiap saluran pemasaran. Keadaan tersebut dapat terjadi karena tingginya

tingkat resiko yang dihadapi eksportir serta pengolahan yang dilakukan dalam

volume besar sehingga dapat meningkatkan efisiensi teknis. Selain itu manajemen

perusahaan relatif lebih baik dibandingkan pedagang pengumpul. Biaya tatania ga

yang akan dikeluarkan sudah direncanakan atau dianggarkan serta sudah ada

spesialisasi pekerjaan bagi karyawan. Struktur pasar cassiavera dicirikan oleh (1)

jumlah pembeli lebih sedikit daripada jumlah penjual (2) produk sudah

distandarisasikan di tingkat eksportir untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri

(3) penyebaran informasi yang tidak sempurna atau transparan diantara penjual

dan pembeli dan (4) ada hambatan untuk masuk pasar. Kondisi diatas

menunjukkan struktur pasar cassiavera adalah oligopsoni.

Naiborhu (2004) dalam penelitiannya mengenai analisis kelayakan

finansial dan pemasaran minyak pala (Myristica fragrans Houtt) studi kasus di

PT. Pavettia Atsiri Indonesia di Bogor mengemukakan bahwa usaha penyulingan

minyak pala yang dilakukan oleh Pt. Pavettia Atsiri Indonesia layak untuk

diusahakan. Demikian juga untuk marjin pemasaran pada setiap lembaga

pemasaran yang terlibat dapat dilihat bagian yang diterima petani sangat kecil,

hanya sebesar du persen. Hal itu terjadi akibat adanya proses pengolahan lebih

lanjut dari bahan baku menjadi bahan jadi dari biji pala menjadi minyak pala.

17
18

Sehingga harga jual di tingkat konsumen berubah menjadi harga jual minyak pala,

sedangkan harga jual petani adalah harga jual biji pala.

Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa agroindustri penyulingan

minyak pala yang dilakukan oleh PT. Pavettia Atsiri Indonesia paling sensitif

terhadap kenaikan harga bahan baku berupa biji pala segar. Dari kajian terhadap

sistem pemasaran minyak pala di Kabupaten Bogor dapat disimpulkan bahwa ada

tiga pola rantai pemasaran pengolahan biji pala menjadi minyak pala yaitu, petani,

pengumpul kecil, pengumpul besar, penyuling, pengumpul minya, dan eksportir.

Tercipta tiga pola marjin pemasaran pengolahan biji pala menjadi minyak.

berdasarkan perhitungan yang dilakukan dari tiga pola tersebut dapat dilihat

bagian yang diterima petani sama untuk ketiga pola marjin pemasaran tersebut

yaitu sebesar dua persen. Hal itu terjadi karena harga jual biji pala dari petani

tetap dan harga jual dari eksportir kepada konsumen juga tetap.

18
19

BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Sistem Pemasaran

Adanya kebutuhan dan keinginan manusia menimbulkan permintaan

terhadap produk tertentu yang didukung oleh kemampua n membeli. Produk

tersebut diciptakan untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan manusia sehingga

timbul proses pertukaran untuk memperoleh produk yang diinginkan atau

dibutuhkan dengan menawarkan sesuatu sebagai gantinya. Transaksi berupa

proses pertukaran tersebut mengarah pada konsep pasar, yaitu suatu himpunan

pembeli aktual dan pembeli potensial dari suatu produk (Limbong dan Sitorus,

1987).

Pasar menurut Sudiyono (2002) didefinisikan sebagai lokasi geografis,

dimana penjual dan pembeli bertemu untuk mengadakan transaksi faktor

produksi, barang dan jasa. Dalam perkembangannya definisi perlu ditinjau

mengingat perkembangan teknologi informasi memungkinkan dilakukan transaksi

tanpa komunikasi tatap muka antara penjual dan pembeli, bahkan untuk beberapa

komoditi pertanian terdapat lembaga pemasaran yang berperan sebagai agen

penjual (selling broker) atau agen pembeli (buying broker). Dengan demikian, ada

kalanya penjual dan pembeli diwakili individu- individu dan transaksi tidak perlu

membutuhkan ruang geogr afis tertentu.

Tataniaga menurut Limbong dan Sitorus (1987) merupakan serangkaian

proses kegiatan atau aktivitas yang ditujukan untuk menyalurkan barang-barang

19
20

atau jasa-jasa dari titik produsen ke titik konsumen. produk (product), harga

(price), tempat (place), dan promosi (promotion); pengorganisasian dan

pelaksanaan; serta pengendalian usaha pemasaran.

3.1.2. Lembaga Pemasaran

Lembaga pemasaran adalah badan usaha atau individu yang

menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen ke

konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu

lainnya. Lembaga pemasaran ini timbul karena adanya keinginan konsumen untuk

memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat dan bentuk yang

diinginkan konsumen. Menurut Saefudin (1969), yang dimaksud lembaga

tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan tataniaga,

menyalurkan benda dan jasa dari produsen ke konsumen, serta mempunyai

hubungan organisasi satu sama lainnya. Timbulnya badan-badan ini karena ada

keinginan konsumen untuk mendapat benda yang diinginkan.

Kelembagaan pemasaran menguraikan bentuk-bentuk aturan main, fungsi

pihak-pihak yang terlibat dan sistem pemberian penghargaan (merit system).

Aturan main disusun berdasarkan bentuk-bentuk ketergantunga n antar pihak yang

terlibat. Dalam aturan main ini juga akan diuraikan fungsi masing- masing pihak

dalam kelembagaan tersebut. Sedangkan fungsi dari masing- masing pihak yang

terlibat mencerminkan gambaran kerja (tugas dan tanggung jawab) tiap pihak.

Pemberian penghargaan diberikan kepada masing- masing pihak berdasarkan apa

yang telah dilakukannya (jasa) pada kelembagaan suatu komoditas. Hal- hal yang

terkait dengan kelembagaan pemasaran ini dibentuk dan disusun berdasarkan

kesepakatan kedua belah pihak yang melakukan transaksi. Sedangkan besarnya

20
21

manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan oleh masing- masing pihak

akan tergantung pada kekuatan posisi tawar- menawar antara pihak yang satu

dengan pihak yang lain (Kurniawan, 2003).

Limbong dan Sitorus (1987) menyatakan bahwa lembaga- lembaga

pemasaran yang terlibat di dalam proses penyaluran barang dari produsen sampai

konsumen dapat dikelompokkan menjadi empat cara, yaitu :

1. Penggolongan menurut fungsi yang dilakukan

Berdasarkan fungsi yang dijalankan, lembaga-lembaga pemasaran

dapat dikelompokkan menjadi: (1) lembaga pemasaran yang melakukan

kegiatan pertukaran, seperti pedagang pengecer, grosir dan lembaga-

lembaga perantara lainnya; (2) lembaga pemasaran yang melakukan

kegiatan fisik pemasaran, seperti lembaga pengolahan, lembaga

pengangkutan dan pergudangan; (3) lembaga pemasaran yang

menyediakan fasilitas pemasaran, seperti Bank Unit Desa, Kredit Desa,

KUD, lembaga yang menyediakan informasi pasar, lembaga yang

melakukan pengujian kualitas (mutu barang) dan lain- lain.

2. Penggolongan berdasarkan penguasaan terhadap barang

Berdasarkan penguasaan terhadap barang, lembaga- lembaga

pemasaran dapat dikelompokkan menjadi : (1) lembaga yang menguasai

dan memiliki barang yang dipasarkan, seperti pengecer, grosir, pedaga ng

pengumpul, tengkulak dan lain- lain; (2) lembaga yang menguasai tetapi

tidak memiliki barang yang dipasarkan, seperti agen, broker, lembaga

pelelangan dan lain- lain; (3) lembaga yang tidak memiliki dan tidak

21
22

menguasai barang yang dipasarkan, seperti lembaga pengangkutan,

pengolahan, perkreditan dan lain- lain.

3. Penggolongan berdasarkan kedudukan dalam struktur pasar

Berdasarkan kedudukan dalam struktur pasar, lembaga- lembaga

pemasaran dapat dikelompokkan menjadi : (1) lembaga pemasaran yang

bersaing sempurna, seperti pedagang pengecer rokok, pengecer beras

dan lain- lain; (2) lembaga persaingan bersaing monopolistik, seperti

pedagang asinan, pedagang benih, pedagang bibit, pedagang ubin dan

lain- lain; (3) lembaga pemasaran oligopolis, seperti perusahaan semen

(pabrik semen Gresik, pabrik semen Cibinong, pabrik semen Padang),

importir cengkeh dan lain- lain; (4) lembaga pemasaran monopolis,

seperti perusahaan kereta api, perusahaan pos dan giro dan lain- lain.

4. Penggolongan berdasarkan bentuk usahanya

Berdasarkan bentuk usahanya, lembaga- lembaga pemasaran dapat

dikelompokkan menjadi: (1) berbadan hukum, seperti Perseroan Terbatas,

Firma, Koperasi dan lain- lain, (2) tidak berbadan hukum, seperti

perusahaan perorangan, pedagang pengecer, tengkulak dan lain- lain.

3.1.3. Fungsi-fungsi Pemasaran

Aliran produk pertanian dari produsen sampai kepada konsumen akhir

disertai dengan peningkatan nilai “guna” komoditi-komoditi pertanian tersebut.

Peningkatan nilai “guna” ini terwujud hanya apabila terdapat lembaga- lembaga

pemasaran yang melaksanakan fungsi- fungsi pemasaran atas komoditi pertanian

22
23

tersebut. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), fungsi- fungsi pemasaran yang

dilaksanakan oleh lembaga- lembaga pemasaran tersebut bermacam- macam.

Pada prinsipnya terdapat tiga tipe fungsi pemasaran, yaitu :

1. Fungsi pertukaran (Exchange Function), yaitu kegiatan yang

memperlancar perpindahan hak milik barang dan jasa yang dipasarkan.

Fungsi pertukaran terdiri dari fungsi pembelian dan fungsi penjualan.

2. Fungsi Fisik (Physical Function), yaitu semua tindakan yang langsung

berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan

tempat, kegunaan bentuk dan kegunaan waktu. Fungsi fisik meliputi

kegiatan penyimpanan, pengolahan, dan pengangkutan.

3. Fungsi Fasilitas (Facilitating Function), yaitu semua tindakan yang

bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi anatar

produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari fungsi standarisasi

dan grading, fungsi penggunaan resiko, fungsi pembiayaan dan fungsi

informasi pasar. Termasuk juga jasa pemerintah dalam mencegah

konflik antara komponen tataniaga yang penting diantaranya produsen,

konsumen, dan lembaga pemasaran dengan peraturan pasar, pajak dan

keuangan yang tepat.

3.1.4. Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung

yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk barang atau jasa siap

untuk digunakan atau dikonsumsi. Sebuah saluran pemasaran melaksanakan tugas

memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Dalam hal ini, setiap macam

hasil pertanian yamg berbeda akan mempunyai saluran tataniaga yang berlainan.

23
24

Saluran tataniaga suatu hasil pertanian dapat berbeda dan berubah-ubah

tergantung kepada daerah, waktu dan kemajuan teknologi (Saefudin, 1969).

Beberapa faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan

saluran pemasaran adalah : (1) pertimbangan pasar, meliputi konsumen sasaran

akhir dengan melihat potensi pembeli, geografi pasar, kebiasaan pembeli dan

volume pemasaran; (2) pertimbangan barang, meliputi nilai barang per unit, besar

dan berat barang, tingkat kerusakan dan sifat teknis barang; (3) pertimbangan

intern perusahaan, meliputi sumber permodalan, pengalaman manajemen,

pengawasan, penyaluran dan pelayanan; (4) pertimbangan terhadap lembaga

dalam rantai pemasaran, meliputi segi kemampuan lembaga perantara dan

kesesuaian lembaga perantara dengan kebijakan perusahaan.

Pola umum saluran pemasaran produk-produk pertanian di Indonesia

(Limbong dan Sitorus, 1987) dapat dilihat pada Gambar 1 :

Pedagang
besar Pabrik/Eksportir
Tengkulak Perantara

Produsen

Pengecer Konsumen
Koperasi/KUD
akhir domestik

Gambar 1. Pola Umum Saluran Pemasaran Produk-Produk Pertanian


di Indonesia

Pihak produsen menggunakan perantara bila mereka kekurangan

sumberdaya finansial untuk melakukan pemasaran langsung atau bila mereka

dapat memperoleh penghasilan lebih banyak dengan menggunakan perantara.

24
25

Kegunaan perantara bersumber pada keunggulan efisiensi mereka untuk membuat

produk tersedia luas dan terjangkau oleh pasar sasaran. Fungsi paling penting

yang dilakukan perantara adalah informasi, promosi, negosiasi, pemesanan,

pembiayaan, pengambilan resiko, pemilihan fisik dan pembayaran.

Tiap perantara yang melakukan tugas membawa produk dan

kepemilikannya lebih dekat ke pembeli akhir merupakan satu tingkat saluran.

Saluran nol-tingkat (saluran 1) terdiri dari produsen yang menjual langsung ke

pelanggan akhir. Saluran satu-tingkat (saluran 2) berisi satu perantara penjualan,

seperti pengecer. Saluran dua-tingkat (saluran 3) berisi dua perantara. Dalam

pasar barang konsumsi, mereka umumnya adalah pedagang besar dan pengecer.

Saluran tiga-tingkat (saluran 4) berisi tiga perantara, misalnya pedagang besar,

pemborong dan pengecer. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 :

Saluran 1
P Pengecer K
Saluran 2
R O
O N
D S
Saluran 3 U U
Pdg. Besar Pengecer
S M
E E
N N

Pdg. Besar Pemborong Pengecer


Saluran 4

Gambar 2. Saluran Pemasaran Barang Konsumsi (Kotler dalam Hidayati, 2000)

3.1.5. Struktur Pasar

Dahl dan Hammond (1977) mengungkapkan bahwa analisis sistem

pemasaran dapat dikaji melalui struktur pasar (Structure), tingkah laku pasar

25
26

(Conduct), dan keragaan pasar (Performance). Struktur pasar merupakan

karakteristik organisasi yang menentukan hubungan antara para penjual dengan

para pembeli yang dapat dilihat dari jumlah lembaga pemasaran yang terlibat,

pangsa pasar, konsentrasi pasar dan kondisi keluar masuk pasar.

Berdasarkan sifat dan bentuknya, pasar dapat diklasifikasikan menjadi dua

macam, yaitu pasar yang bersaing sempurna dan pasar yang bersaing tidak

sempurna. Pasar bersaing tidak sempurna terdiri dari pasar monopoli murni, pasar

duopoli, pasar oligopoli, pasar monopsoni, dan pasar oligopsoni. Ada 5 jenis

struktur pasar untuk sistem pemasaran pertanian, seperti yang ditampilkan pada

Tabel 6.

Tabel 6. Jenis-jenis Struktur Pasar Berdasarkan Jumlah Perusahaan


dan Sifat Produk
Karakteristik Struktur Pasar
Jumlah Sifat Dari Sudut Dari Sudut Pembeli
Perusahaan Produk Penjual
Banyak Standar / Persaingan Murni Persaingan Murni
Homogen
Banyak Differensiasi Persaingan Persaingan Monopsonis
Monopolistik
Sedikit Standar Oligopoli Murni Oligopsoni Murni

Sedikit Differensiasi Oligopoli Oligopsoni Differensiasi


diferensiasi
Satu Unik Monopoli Monopsoni

Sumber : Dahl dan Hammond, 1977.

Berdasarkan strukturnya, pasar dapat dibedakan menjadi dua kelompok

utama, yaitu pasar bersaing sempurna dan pasar bersaing tidak sempurna. Pasar

bersaing sempurna mempunyai ciri utama yaitu terdapat banyak pembeli dan

penjual, setiap pembeli dan penjual hanya menguasai sebahagian kecil dari barang

atau jasa yang dipasarkan sehingga tidak dapat mempengaruhi harga (price taker),

barang atau jasa yang dipasarkan bersifat homogen serta pembeli dan penjual

26
27

bebas keluar masuk pasar, sedangkan pasar bersaing tidak sempurna dapat dilihat

dari dua sisi, yaitu dari sisi pembeli (konsumen) dan dari sisi penjual (petani).

Pasar persaingan monopolistik merupakan suatu pasar yang terdiri dari

banyak penjual dan pembeli yang melakukan transaksi pada berbagai macam

harga dan bukan atas satu harga dengan produk yang berbeda corak. Pasar

oligopoli terdiri dari beberapa penjual yang sangat peka akan strategi pemasaran

dan penetapan harga perusahaan lainnya dimana produknya dapat homogen

terstandarisasi dan berbeda corak. Sedikitnya jumlah penjual disebabkan karena

tingginya hambatan untuk memasuki pasar. Pasar duopoli yaitu pasar dimana

terdapat dua penjual untuk produk tertentu. Pasar monopsoni akan dijumpai

apabila terdapat seorang pembeli untuk produk tertentu, sehingga dapat

mempengaruhi permintaan dan harga produk tersebut. Pasar oligopsoni

merupakan kebalikan dari oligopoli, yaitu pasar dimana terdapat banyak pembeli.

Pasar monopoli hanya terdapat satu penjual yang mempunyai pengaruh atas

penawaran produk tertentu, sehingga dapat menentukan harga.

3.1.6. Perilaku Pasar

Perilaku pasar menunjukkan pola tingkah laku lembaga- lembaga

pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut

melakukan kegiatan penjualan dan pembelian serta menentukan bentuk-bentuk

keputusan yang harus diambil dalam mengahadapi struktur pasar tersebut.

Perilaku pasar tersebut dilihat dari proses pembentukan harga dan stabilitas pasar,

serta ada tidaknya praktek jujur dari lembaga tersebut. Struktur pasar dan perilaku

pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui perubahan

27
28

harga, biaya, margin pemasaran dan jumlah kuantitas yang diperdagangkan (Dahl

and Hammond, 1977).

Perilaku pasar dalam efisiensi pemasaran adalah bagaimana peserta pasar ,

yaitu produsen, konsumen dan lembaga pemasaran menyesuaikan diri terhadap

situasi penjualan dan pembelian yang terjadi. Dalam menganalisis perilaku pasar

ini, maka terdapat tiga pihak peserta pasar yang mempunyai kepentingan yang

berbeda. Produsen menghendaki harga yang tinggi, pasar output secara lokal

menghendaki pilihan beberapa pembeli (tidak terjadi struktur monopsonis ataupun

oligopsonistik), tersedia waktu dan informasi pasar yang cukup serta adanya

kekuatan tawar menawar yang lebih kuat. Lembaga pemasaran menghendaki

keuntungan yang maksimal, yaitu selisih marjin pemasaran dengan biaya untuk

melaksanakan fungsi- fungsi pemasaran relatif besar. Sedangkan konsumen

menghendaki tersedianya produk pertanian sesuai kebutuhan konsumen dengan

harga wajar.

3.1.7. Efisiensi Pemasaran

Sebagaimana kegiatan ekonomi lainnya, pemasaran juga menghendaki

adanya efisiensi. Ukuran efisiensi adalah “kepuasan” dari konsumen, produsen,

maupun lembaga- lembaga yang terlibat, di dalam “mengalirkan” barang dan jasa

mulai dari petani sampai ke konsumen akhir; ukuran untuk menentukan tingkat

kepuasan tersebut adalah sulit dan sangat relatif (Kohls dan Uhl, 1985). Ole h

sebab itu banyak pakar yang menggunakan indikator efisiensi operasional (teknik)

dan efisiensi harga.

28
29

Efisiensi operasional berhubungan dengan penanganan aktivitas-aktivitas

yang dapat meningkatkan ratio dari output- input pemasaran. Input pemasaran

adalah sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi- fungsi

pemasaran. Output pemasaran termasuk di dalamnya adalah kegunaan waktu,

bentuk, tempat, dan kepemilikan yang berhubungan dengan kepuasan konsumen

oleh sebab itu sumber daya adalah biaya dan kegunaan adalah benefits dari ratio

efisiensi pemasaran. Biaya pemasaran secara sederhana adalah jumlah dari semua

harga sumber daya yang digunakan dalam proses pemasaran, oleh sebab itu

nilainya lebih mudah dihitung atau diprediksi dibanding indikator/ nilai kepusan

konsumen (output pemasaran). Ratio efisiensi pemasaran (operasional) dapat

dilihat dari peningkatan dalam dua cara yaitu : (a) pada perubahan sistem

pemasaran dengan mengurangi biaya perlakuan pada fungsi- fungsi pemasaran

tanpa mengubah manfaat kepuasan konsumen dan (b) meningkatkan kegunaan

output dari proses pemasaran tanpa meningkatkan biaya pemasaran. Kedua cara

tersebut mempunyai implikasi terjadinya peningkatan efisiensi.

Berdasarkan kenyataan di lapang, untuk mengetahui besaran indikator

efisiensi operasional (teknik), banyak peneliti menggunakan analisis marjin

pemasaran atau sebaran harga antara harga di tingkat petani dengan di tingkat

eceran ; sedangkan analisis efisiensi harga sering digunakan analisis keterpaduan

pasar (integrasi pasar) dan korelasi harga.

3.1.7.1 Marjin Pemasaran

Dahl and Hammond (1977) mendefinisikan marjin pemasaran sebagai

perbedaan antara harga di tingkat petani dan harga di tingkat pengecer. Marjin

29
30

pemasaran hanya menjelaskan perbedaan harga dan tidak menyatakan tentang

kuantitas dari produk yang dipasarkan. Sedangkan menurut Limbong dan Sitorus

(1987), marjin tataniaga dapat didefinisikan sebagai perbedaan harga yang dibayar

konsumen dengan harga yang diterima produsen. Tetapi dapat juga marjin

tataniaga ini dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga

sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir. Komponen marjin

pemasaran menurut Sudiyono (2005) terdiri dari : (1) Biaya-biaya yang

diperlukan lembaga- lembaga pemasaran unt uk melakukan fungsi- fungsi

pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau biaya fungsional (functional cost)

dan (2) Keuntungan (profit) lembaga pemasaran.

Biaya tataniaga adalah semua jenis biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-

lembaga yang terlibat dalam sistem tataniaga suatu komoditi dalam proses

penyampaian komoditi tersebut mulai dari produsen sampai konsumen. Dan

mempunyai motivasi atau tujan untuk mencari atau memperoleh keuntungan dari

pengorbanan yang diberikan. Semakin banyak lembaga tataniaga yang terlibat

dalam penyaluran suatu komoditi dari titik produsen sampai titik konsumen, maka

akan semakin besar perbedaan harga komoditi tersebut (Limbong dan Sitorus,

1987).

Marjin tataniaga sebenarnya juga merupakan perbedaan jarak vertikal

antara kurva permintaan atau kurva penawaran di tingkat petani (produsen)

dengan kurva permintaan ditingkat lembaga tataniaga yang terlibat atau tingkat

pengecer, yang terdiri dari biaya tataniaga dan keuntungan tataniaga. Gambaran

mengenai marjin tataniaga dan nilai marjin tataniaga menurut Limbong dan

Sitorus (1987) dapat dilihat pada Gambar 3.

30
31

Harga
Sr

Sf

Pr

Dr
Pf
Jumlah
Df

Qr, F

Gambar 3. Hubungan antara Fungsi- fungsi Pertama dan Turunan terhadap


Marjin Tataniaga dan Nilai Marjin Tataniaga
dimana :

Pr = Harga ditingkat pengecer

Pf = Harga ditingkat petani

Sr = Penawaran di tingkat pengecer

Sf = Penawaran di tingkat petani

Dr = Permintaan di tingkat pengecer

Df = Permintaan di tingkat petani

Qr,f = Jumlah keseimbangan di tingkat petani dan pengecer

Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat besarnya marjin tataniaga yang

merupakan hasil perkalian dari perbedaan harga pada dua tingkat lembaga

tataniaga (dalam hal ini selisih harga eceran dengan harga petani) dengan jumlah

produk yang dipasarkan. Besar nilai marjin tataniaga ini dinyatakan dalam (Pr –

Pf) x Qr,f besaran Pr – Pf menunjukkan besarnya marjin tataniaga suatu komoditi

per satuan atau perunit. Besar kecilnya marjin tataniaga sering digunakan sebagai

kriteria untuk penilaian apakah pasar tersebut sudah efisien.

31
32

3.1.7.2 Farmer’s Share

Selain marjin pemasaran indikator lain yang dapat menentukan efisiensi

pemasaran suatu komoditas adalah farmer’s share. Farmer’s share merupakan

indikator yang membandingkan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir dan

sering dinyatakan dalam persentase. Farmer’s share mempunyai hubungan

negatif dengan marjin pemasaran, maka bagian yang akan diperoleh petani

semakin rendah. Secara matematis, farmer’s share dapat dirumuskan sebagai

berikut :

Fsi = Pfi/Pri x 100% ............................................................................(3)

dimana :

Fsi = Persentase harga yang diterima petani waktu ke- i

Pfi = Harga di tingkat petani waktu ke- i

Pri = Harga di tingkat konsumen waktu ke- i

3.1.7.3 Rasio Keuntungan dan Biaya

Tingkat efisiensi sebuah sistem pemasaran dapat dilihat dari penyebaran

marjin pemasaran, farmer’s share dan rasio keuntungan terhadap biaya

pemasaran. Dengan semakin merata penyebaran marjin pemasaran dan rasio

keuntungan terhadap biaya pemasaran, maka secara teknis (operasional) sistem

pemasaran tersebut semakin efisien. Untuk mengetahui penyebaran rasio

keuntungan dan biaya pada masing- masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan

sebagai berikut :

Rasio Keuntungan Biaya = Li/Ci…………………………………..(4)

32
33

dimana :

Li = Keuntungan lembaga pemasaran waktu ke- i

Ci = Biaya Pemasaran waktu ke- i

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Potensi komoditas pala yang terdapat di lokasi penelitian adalah dari sisi

keunggulan kondisi agroklimat, yang sangat mempengaruhi kauntitas maupun

kualitas produksi pala yang dihasilkan. Bentuk-bentuk pala dan turunannya yang

dihasilkan oleh petani selanjutnya akan disalurkan kepada konsumen melalui

lembaga- lembaga pemasaran yang antara lain adalah pedagang pengumpul desa,

penyuling, tengkulak, dan eksportir.

Analisis terhadap pemasaran dari komoditas pala dan turunannya akan

diketahui melalui dua analisis, yaitu analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis

kualitatif akan dilakukan melalui analisis saluran pemasaran, struktur pasar, dan

perilaku pasar. Struktur pasar akan diketahui melalui jumlah lembaga pemasaran,

konsentrasi pasar, dan kondisi keluar masuk pasar. Perilaku pasar akan diketahui

melalui praktek pembelian dan penjualan, praktek penentuan harga, dan praktek

menjalankan fungsi- fungsi pemasaran.

Analisis kuantitatif akan diketahui dengan melakukan analisis kuantitatif,

dengan melihat aspek marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan

terhadap biaya. Berdasarkan kedua analisis tersebut akan diketahui saluran yang

paling efisien, sehingga dapat meningkatkan pendapatan dari petani.

33
34

Potensi Pala Desa Tamansari

Buah dan Turunannya


yang dijual petani

Pemasaran Pala dan Turunannya

Analisis Saluran Pemasaran Pala


dan turunannya

Analisis Kualitatif Analisis Kuantitatif


• An. Saluran • An. Efisiensi Pemasaran
Pemasaran Marjin Pemasaran
• An. Struktur Farmer’s share
Pasar Rasio Keuntungan terhadap
• An. Perilaku Biaya
Pasar

Saluran Pemasaran yang Efisien

Peningkatan Pendapatan Petani

Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional

34
35

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tamansari Kecamatan Tamansari.

Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan

bahwa Desa Taman sari merupakan salah satu sentra produksi pala di Kecamatan

Tamansari Kabupaten Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan 10 Februari

sampai 10 April 2007.

4.2. Metode Pengumpulan Data

Metode penelitian yang digunakan adalah penelusuran saluran pemasaran

atau rantai lembaga pemasaran. Hal ini dilakukan guna mengetahui saluran

pemasaran pala dan turunannya di Desa Tamansari. Penelusuran dan pemilihan

responden dilakukan dengan sengaja (purposive). Jumlah responden terdiri dari

petani (30 orang), 3 pedagang pengumpul desa (PPD), 3 penyuling, 2 tengkulak,

dan 2 eksportir. Pemilihan petani responden dan lembaga-lembaga pemasaran

dimaksudkan untuk memperoleh data primer dengan menggunakan kuisioner

(Lampiran 1).

Penentuan responden diperoleh dari pelaku pasar sebelumnya pada saat

melakukan penelusuran sehingga responden yang diambil adalah responden yang

benar-benar memasok pala atau tur unannya ke pasar. Penarikan responden petani

dilakukan secara sengaja (purposive), terutama petani yang baru saja berproduksi

dan melakukan penjualan saat penelitian sedang dilaksanakan.

35
36

Metode penentuan pedagang juga dilakukan secara sengaja (purposive)

dengan menelusuri saluran pemasaran pala yang dominan dari lokasi penelitian.

Penentuan responden diambil dari pedagang yang telah berpengalaman dan

menguasai pemasaran pala, meliputi pedagang pengumpul desa, penyuling,

tengkulak, dan eksportir.

Selain menggunakan data primer, penelitian ini dilengkapi dengan data

skunder yang diperoleh dari informasi- informasi yang dimiliki lembaga

pemasaran dan lembaga-lembaga lainnya seperti Badan Pusat Statistik,

Departemen Pertanian, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaen Bogor, Pusat

Studi Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, dan instansi lain yang berkaitan dengan

penelitian.

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif dan kuantitatif,

kemudian dilakukan langkah pengolahan dan analisis data. Analisis kualitatif

bertujuan untuk menganalisis saluran pemasaran, struktur pasar dan perilaku

pasar, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk analisis efisiensi saluran

pemasaran.

4.3.1. Analisis Saluran Pemasaran

Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung

yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa siap untuk

digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen. Saluran pemasaran pala dan

turunannya dapat ditelusuri dari titik produsen sampai ke pedagang pengecer yang

36
37

pada akhirnya sampai ke konsumen akhir. Alur pemasaran tersebut dijadikan

dasar dalam menggambarkan pola saluran pemasaran. Semakin panjang rantai

pemasaran, maka jalur tersebut biasanya semakin panjang maka marjin yang

tercipta antara produsen dan konsumen akan semakin besar.

Saluran pemasaran pala dan turunannya di Desa Tamansari dapat

dianalisis dengan mengamati lembaga pemasaran yang membentuk saluran

pemasaran tersebut. Lembaga-lembaga ini berperan sebagai perantara dalam

penyampaian barang dari produsen ke konsumen akhir dan arus barang yang

melalui lembaga-lembaga yang menjadi perantara membentuk saluran pemasaran.

Perbedaan saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu jenis barang akan

berpengaruh pada pembagian pend apatan yang diterima oleh masing- masing

lembaga- lembaga pemasaran yang terlibat di dalamnya. Artinya, suatu saluran

pemasaran yang berbeda akan memberikan keuntungan yang berbeda pula kepada

masing- masing lembaga yang terlibat dalam kegiatan pemasaran tersebut.

4.3.2. Analisis Lembaga Pemasaran

Analisis ini digunakan untuk mengetahui lembaga- lembaga pemasaran

yang melakukan fungsi- fungsi pemasaran, baik itu fungsi pertukaran, fungsi fisik

maupun fungsi fasilitas. Lembag- lembaga ini melakukan pengangkutan barang di

tingkat produsen sampai tingkat konsumen, juga berfungsi sebagai sumber

informasi mengenai suatu barang dan jasa.

Fungsi pertukaran meliputi pembelian dan penjualan. Fungsi pembelian

merupakan penyaluran barang dari produsen ke konsumen untuk me menuhi

permintaan konsumen. Fungsi penjualan dapat diinterpretasikan lebih luas, lebih

37
38

dari menerima harga secara pasif tetapi juga mencakup seluruh kegiatan, iklan,

dan kegiatan promosi lainnya mempengaruhi permintaan yang merupakan bagian

dari fungsi penjualan. Keputusan dari penjualan, pengemasan, pemilihan saluran

pemasaran yang terbaik, tempat dan waktu yang tepat untuk memperoleh

konsumen yang potensial merupakan keputusan yang termasuk dalam fungsi

penjualan.

Fungsi pengangkutan dilakukan agar produk tersedia di tempat yang tepat.

Fungsi ini termasuk alernatif jalur dan jenis alat transportasi yang digunakan yang

akan mempengaruhi biaya transportasi. Fungsi pengolahan tidak selalu termasuk

dalam fungsi pemasaran namun dalam pemasaran produk pertanian fungsi ini

tidak dapat dihilangkan. Fungsi pengolahan meliputi kegiatan yang merubah

bentuk dasar dari suatu produk.

Fungsi pembayaran merupakan kegunaan uang untuk berbagai aspek

pemasaran. Fungsi penanggungan resiko merupakan penerimaan kemungkinan

dari kerugian dari pemasaran produk. Resiko ini terdiri dari dua bagian, yaitu

resiko fisik dan resiko harga. Resiko fisik terjadi akibat kerusakan dari produk

sedangkan resiko harga terjadi akibat perubahan nilai produk di pasar.

Analisis dari fungsi pemasaran dapat digunakan untuk mengevaluasi biaya

pemasaran. Kegunaan dari fungsi pemasaran juga dapat dilakukan jika antar

lembaga pemasaran saling berhubungan. Fungsi pemasaran merupakan kegiatan

yang harus dilakukan dalam proses pemasaran.

38
39

4.3.3. Analisis Struktur dan Perilaku Pasar

Struktur pasar dapat diketahui dengan mengetahui jumlah pembeli dan

penjual yang terlibat, heterogenitas produk yang dipasarkan, kondisi dan keadaan

produk, mudah tidaknya keluar masuk pasar serta informasi perubahan harga

pasar. Sedangkan analisis perilaku pasar dilakukan dengan mengamati praktek

penjualan dan pembelian antara petani, pedagang pengumpul desa, penyuling,

tengkulak, dan eksportir, sistem penentuan dan pembayaran harga, serta

kerjasama antara lembaga pemasaran.

4.3.4. Analisis Efisiensi Pemasaran Operasional

4.3.4.1 Marjin Tataniaga

Marjin tataniaga terdiri dari biaya-biaya pemasaran dan keuntungan

pemasaran. Besarnya marjin pemasaran tataniaga pada dasarnya merupakan

pertambahan dari biaya-biaya dan keuntungan pemasaran yang diperoleh masing-

masing lembaga pemasaran. Bentuk model matematik marjin pemasaran adalah

sebagai berikut :

mji = Psi – P bi……………….. (1)

mji = Bti + pi………………… (2)

Dengan demikian,

pi = mji - Bti.............................(3)

jadi besarnya total marjin pemasaran adalah :

Mij = ? mji, i = 1,2,3,..... n (4)

Dimana : mji = marjin pemasaran pada lembaga ke- i

Psi = harga penjualan lembaga pemsaran ke- i

39
40

Pbi = harga pembelian lembaga pemasaran ke- i

Bti = biaya pemasaran lembaga pemasaran ke- i

pi = keuntungan lembaga pemasaran ke- i

Mij = total marjin pemasaran

4.3.4.2 Farmer’s share

Indikator lain untuk membandingkan harga yang dibayarkan oleh

konsumen akhir disebut dengan farmer’s share dan sering dinyatakan dalam

persentase. Farmer’s share mempunyai hubungan negatif dengan marjin tataniaga

sehingga semakin tinggi marjin tataniaga,maka bagian yang akan diperoleh petani

semakin rendah. Secara matematis, farmer’s share dapat dirumuskan sebagai

berikut :

FS = P / K x 100%

Keterangan : FS = Farmer’s share

P = Harga di tingkat petani

K = Harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir

4.3.4.3. Rasio Keuntungan dan Biaya

Tingkat efisiensi sebuah sistem pemasaran juga dapat dilihat dari rasio

keuntungan terhadap biaya pemasaran. Dengan semakin meratanya rasio

keuntungan terhadap biaya pemasaran, maka secara teknis (operasional) sistem

pemasaran tersebut semakin efisien. Untuk mengetahui penyebaran rasio

keuntungan dan biaya pada masing- masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan

sebagai berikut :

40
41

Rasio Keuntungan Biaya = Li / Ci

Keterangan : Li = Keuntungan Lembaga Pemasaran

Ci = Biaya Pemasaran

4.4. Definisi Operasional

1. Petani pala adalah pemilik pohon pala yang berada di Desa Tamansari, baik

yang melakukan pemeliharaan ataupun tidak.

2. Pedagang Pengumpul Desa / pengepul adalah pedagang yang melakukan

pembelian dari petani dan yang menyalurkan produk kepada pedagang kepada

penyuling.

3. Penyuling adalah pengusaha yang memiliki fasilitas penyulingan minyak

(penyuling 1) ataupun tidak memiliki fasilitas penyulingan/rental fasilitas

(penyuling 2).

4. Turunan dari tanaman pala adalah hasil sampingan atau bagian yang masih

dapat dimanfaatkan untuk kemudian diolah dan menghasilkan dalam bentuk-

bentuk tertentu.

5. Harga jual petani adalah harga rata-rata produk yang diterima petani per kg.

6. Harga beli pedagang pengumpul (Rp) adalah harga rata-rata produk per kg

yang dibeli dari petani atau dari pedagang sebelumnya.

7. Harga jual pedagang pengumpul (Rp) adalah harga rata-rata produk per kg

yang dijual pedagang kepada pedagang lainnya atau kepada konsumen akhir.

8. Marjin total adalah perbedaan harga yang dibayar konsumen dengan harga

yang diterima petani yang dinyatakan dalam satuan Rp/kg biji basah atau

persentase dari harga yang dibayar konsumen akhir.

41
42

9. Biaya pemasaran (Rp/kg biji basah) adalah semua biaya yang diperlukan

untuk mendistribusikan atau memasarkan produk dari sentra produksi sampai

ke konsumen akhir.

10. Keuntungan pemasaran setiap lembaga (Rp/kg biji basah) adalah selisih antara

harga jual dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pemasaran produk.

42
43

BAB V

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Kabupaten Bogor

5.1.1. Kondisi Geografi

Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung

dengan ibukota Republik Indonesia dan secara geografis mempunyai luas sekitar

2.301,95 Km2 terletak antara 6,19o – 6,47o lintang selatan dan 106o 1’ – 107o 103’

bujur timur.

Wilayah ini berbatasan dengan :

Sebelah Utara : Kota Depok

Sebelah Barat : Kabupaten Lebak

Sebelah Barat Daya : Kabupaten Tangerang

Sebelah Timur : Kabupaten Purwakarta

Sebelah Timur Laut : Kabupaten Bekasi

Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi

Sebelah Tenggara : Kabupaten Cianjur

Berdasarkan hasil Pendataan Sosial Ekonomi 2005, Kabupaten Bogor

memiliki 40 kecamatan, 427 desa/kelurahan, 23.541 RT dan 913.206 rumah

tangga. Dari jumlah desa tersebut mayoritas mempunyai ketinggian sekitar kurang

dari 500 m terhadap permukaan laut, yakni 243 desa, sedangkan diantara 500 –

700 meter ada 144 desa dan sisanya 49 desa sekitar lebih dari 500 meter dari

permukaan laut. Hampir sebagian besar desa pada Kabupaten Bogor sudah

43
44

terklasifikasi sebagai Swakarya yakni 236 desa, lainnya 191 desa merupakan desa

Swasembada, dan tidak ada desa Swadaya.

Berdasarkan klasifikasi daerah, yang dilihat dari aspek potensi lapangan

usaha, kepadatan penduduk, dan sosial terdapat kategori desa perkotaan sebanyak

199 dan pedesaan sebanyak 228 desa.

5.1.2. Kondisi Pertanian Kabupaten Bogor

Sektor pertanian mencakup tanaman pangan, perikanan, perkebunan,

peternakan, dan kehutanan. Luas lahan yang digunakan untuk sawah tahun 2005

seluas 48.598 ha, sedangkan lahan kering seluas 268.504 ha. Adapun produksi

padi sawah tahun 2005 sebanyak 412.084 ton dan padi gogo/ladang 7.256 ton.

Salah satu sumber peningkatan perbaikan gizi masyarakat yaitu dengan

tersedianya makanan yang bergizi baik, salah satunya dengan tersedianya

produksi ikan di Kabupaten Bogor. Produksi ikan kolam air sawah tahun 2005

sebanyak 1.113,20 ton, kolam air tenang 4.372,99 ton, kolam air deras 1.774,00

ton, benih ikan 703.098,10 ribu ekor dan ikan hias 72.523 ribu ekor.

Jenis ternak terdiri dari ternak besar, ternak kecil dan unggas yang

menghasilkan produksi dalam bentuk daging, susu dan telur. Produksi daging

(daging sapi, kerbau, kambing, domba, ayam dan itik) tahun 2005 sebesar

66.706.608 kg, susu 11.446.110 liter dan produksi telur (ayam dan itik)

29.636.080 butir.

44
45

5.2. Keadaan Alam dan Geografis Desa Tamansari

Desa Tamansari secara administratif terletak di Kecamatan Tamansari,

Kabupaten Bogor. Batas wilayah Desa Tamansari yaitu sebelah Utara merupakan

Desa Pasir Eurih, sebelah Selatan berbatasan dengan Gunung Salak, sebelah Barat

berbatasan dengan Desa Sukajadi dan sebelah timur berbatasan dengan Desa

Sukamantri. Adapun orbitasi dan waktu tempuh Desa Tamansari ke pusat-pusat

pemerintahan yaitu jarak desa ke ibukota kecamatan sebesar 0,5 Km dengan

waktu tempuh selama 15 menit, jarak desa ke ibukota kabupaten sebesar 30 km

dengan waktu tempuh selama 120 menit dan jarak desa ke ibukota propinsi

sebesar 120 km dengan waktu tempuh selama 210 menit.

Luas wilayah Desa Tamansari seluas 953,5 Ha. Wilayah tersebut terbagi

menjadi pemukiman seluas 142,5 Ha, bangunan sekolah 2 Ha, tempat peribadatan

5 Ha, pemakaman umum seluas 4 Ha, jalan seluas 2 Ha, pertanian sawah tadah

hujan seluas 15 Ha, hutan Lindung seluas 600 Ha, rekreasi dan olahraga untuk

lapangan sepak bola seluas 0,5 Ha, lapangan bola Volley atau Basket seluas 1 Ha,

taman rekreasi seluas 3 Ha, perikanan darat atau kolam seluas 2 Ha, dan sisanya

merupakan hutan lindung Gunung Salak.

Topografi Desa Tamansari merupakan daerah pegunungan Gunung Salak

dengan ketinggian tempat 600 m dpl, curah hujan rata-rata per tahunnya sebesar

3000 mm/thn dan suhu rata-ratanya berkisar antara 22 – 27 o C.

5.3. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian

Berdasarkan data profil desa, jumlah penduduk Desa Tamansari pada

tahun 2005 sebanyak 10.776 jiwa dimana 5.283 jiwa berjenis kelamin perempuan

45
46

dan sisanya laki- laki sebanyak 5.493 jiwa dengan kepadatan penduduk 6 jiwa per

Km. Jumlah kepala keluarga (KK) yang terdapat di desa sebanyak 2.495 KK

dengan jumlah KK miskin sebanyak 60 KK dan jumlah anggota keluarga miskin

sebanyak 1025 jiwa. Data Jumlah penduduk menurut golongan usia Desa

Tamansari akan ditampilkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Golongan Usia


No. Golongan Umur Jumlah
1. 0 - 5 tahun 1.130
2. 6 -16 tahun 1.578
3. 17 – 25 tahun 2.079
4. 25 – 55 tahun 5.504
5. 56 tahun keatas 840

Kualitas sumberdaya manusia yang dimiliki oleh penduduk Desa

Tamansari masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari masih banyaknya

penduduk desa yang hanya berpendidikan tamatan Sekolah Dasar (SD), SLTP dan

tidak tamat SD. Data Kualitas penduduk desa jika dilihat dari jenis pendidikan

yang ditamatkan dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.

Tabel 8. Kualitas Penduduk Dirinci Menurut Pendidikan yang


Ditamatkan
No. Pendidikan Jumlah (orang)
1. Buta Aksara dan Angka 100
2. Tidak Tamat SD 213
3. Tamat SD 1.085
4. Tamat SLTP 488
5. Tamat SLTA 202
6. Tamat Akademi (D1 – D3) 86
7. Tamat Perguruan Tinggi 43

Penduduk Desa Tamansari sebagian besar bermata pencaharian

sebagai petani, buruh, dan pedagang. Jumlah penduduk yang bekerja di sektor

pertanian sekitar 1.590 jiwa yang terdiri dari 65 orang sebagai pemilik tanah

sawah, 229 orang sebagai pemilik tanah tegal/ladang, 700 orang sebagai

46
47

penyewa/penggarap, dan 1412 sebagai buruh tani. Jumlah penduduk yang bekerja

di sektor peternakan sebanyak 614 jiwa yang terdiri dari 90 orang pemilik ternak

kambing, 240 orang pemiliki ternak ayam, 94 orang pemiliki ternak domba, dan

194 orang buruh peternak. Jumlah penduduk yang bekerja di sektor perikanan

sebanyak 26 orang, subsektor industri kecil/kerajinan sebanyak 18 orang,

subsektor industri besar/sedang sebanyak 3 orang, dan di sektor jasa dan

perdagangan sebanyak 1471 orang.

5.4. Sarana dan Prasarana

Sarana jalan beraspal merupakan jalan utama desa yang dapat dilalui oleh

berbagai kendaraan dari roda dua sampai truk. Angkutan umum sebagai sarana

transportasi ada dala m setiap waktu. Balai desa sebagai sarana pemerintahan desa

berada di pinggir jalan utama. Untuk sarana pendidikan, terdapat 2 Taman Kanak-

kanak (TK), 6 Sekolah Dasar, 1 Madrasah Ibtidaiyah Negeri, 1 SLTP Swasta

Islam, dan 1 SMU Negeri. Sarana peribadatan yang terdapat di Desa Tamansari

adalah 11 masjid, 40 musholah, dan 1 pura . Dalam hal sarana kesehatan terdapat

tenaga medis diantaranya 3 Dokter Umum, 2 bidan praktek, 3 Paraji, dan 1

Apotik.

47
48

BAB VI

HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Karakteristik Responde n

Pada penelitian ini jumlah responden adalah 40 orang. Responden terdiri

dari petani pala sebanyak 30 orang, pedagang pengumpul desa sebanyak 3 orang,

penyuling sebanyak 3 orang, 2 tengkulak dan 2 eksportir minyak pala. Petani

responden berasal dari beberapa RW di wilayah Desa Tamansari yang

informasinya berasal dari pedagang pengumpul desa. Pedagang pengumpul desa

didapatkan melalui pengumpul penyuling. Tabel 9 akan menyajikan jumlah

responden dalam penelitian ini.

Tabel 9. Jumlah Responden dalam Penelitian


No. Responden Jumlah
1 Petani 30
2 PPD 3
3 Penyuling 3
4 Tengkulak 2
5 Eksportir 2
Total 40

Petani yang menjadi responden adalah yang melakukan usahatani pala,

baik sebagai usaha sampingan maupun sebagai usaha pokok. Karakteristik petani

responden satu tidak banyak berbeda dengan responden lainnya. Para petani pala

di Desa Tamansari hampir seluruhnya menjual tanaman pala dalam bentuk biji

basah yang selanjutnya diolah menjadi minyak pala oleh penyuling. Pengolahan

daging pala menjadi manisan pala dilakukan oleh sebagian kecil petani. Kegiatan

ini hanya dilakukan apabila terdapat pesanan langsung dari konsumen, khususnya

ketika menjelang perayaan hari raya.

48
49

6.1.1. Usia Petani Pala

Umur petani pala yang dipilih sebagai responden dalam penelitian ini

berkisar antara 27 tahun sampai 77 tahun. Klasifikasi usia petani pala di Desa

Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor selengkapnya disajikan pada

Tabel 10.

Tabel 10. Usia Petani Pala Desa Tamansari Kecamatan Tamansari


Kabupaten Bogor Tahun 2007
No. Kelompok umur Jumlah Petani Persentase (%)
(tahun) (orang)
1 < 29 1 3,30
2 29 – 38 3 10,00
3 39 – 48 6 20,00
4 49 – 58 11 36,70
5 59 – 68 3 10,00
6 69 – 78 6 20,00
Jumlah 30 100,00

6.1.2. Pendidikan Petani Pala

Tingkat pendidikan petani pala umumnya rendah. Tabel 11 akan

menyajikan sebaran tingkat pendidikan petani pala responden.

Tabel 11. Tingkat Pendidikan Petani Pala di Desa Tamansari Kecamatan


Tamansari Kabupaten Bogor tahun 2007
No. Tingkat Pendidikan Jumlah Petani (orang) Persentase (%)

1 Tidak pernah sekolah 8 26,70


2 Tamat SD 15 50,00
3 Tamat SMP 2 6,60
4 Tamat SMA 2 6,60
5 Tamat PT 3 10,00
Jumlah 30 100,00

6.1.3. Pengalaman Petani Berusahatani Pala

Petani pala dahulu lebih banyak mengolah daging buah pala untuk

kemudian menjualnya dalam bentuk manisan pala dan tidak memanfaatkan biji

basahnya. Sebagian dari petani responden hanya meneruskan usahatani pala dari

49
50

orang tua mereka sebelumnya. Pengalaman berusahatani pala petani pala

selengkapnya pada Tabel 12.

Tabel 12. Pengalaman Petani Berusahatani Pala di Desa Tamansari


Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor tahun 2007
Pengalaman Berusahatani Jumlah Petani
No. Persentase (%)
(tahun) (orang)
1 <6 1 3,30
2 6 – 10 2 6,70
3 11 – 15 12 40,00
4 16 – 20 8 26,70
5 >20 7 23,30
Jumlah 30 100,00

6.1.4. Kepemilikan Pohon Pala

Kepemilikan pohon pala yang dimiliki oleh petani pala di Desa Tamansari

tidak sama antara satu petani dengan petani lain. Pohon pala yang dipelihara atau

diusahakan oleh petani tidak seluruhnya berada pada lahan khusus yang memang

dijadikan areal kebun petani. Terdapat pula petani yang sengaja menanam pohon

pala di pekarangan rumah. Tabel 13 akan menyajikan sebaran pohon pala yang

dimiliki oleh petani responden.

Tabel 13. Kepemilikan Pohon Pala Petani Responden

No. Jumlah Pohon Jumlah Petani Responden


1. 5 – 15 21
2. 16 – 30 5
3. 31 – 50 2
4. > 50 2
Total 30

6.2 Kegiatan Usahatani Pala

Usahatani tanaman pala tidak banyak memerlukan sarana produksi.

Kondisi agroklimat di Desa Tamansari sangat mendukung potensi penanaman

pala. Sebagian besar dari petani responden telah mengusahakan tanaman pala

sejak 15 tahun yang lalu. Tanaman pala akan mulai berbuah pada umur 7 tahun

50
51

dan pada umur 10 tahun telah berproduksi secara menguntungkan. Produksi dari

masing- masing pohon pala yang dimiliki petani akan berbeda-beda kualitas dan

kuantitasnya. Rata-rata petani responden pada penelitian ini melakukan panen

ketika tahap buah mendekati masa petik. Tidak ada kegiatan pemeliharaan yang

khusus dalam usahatani pala di lokasi penelitian.

Petani pala di Desa Tamansari mengeluarkan biaya (tunai) hanya untuk

pupuk. Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk NPK dan terdapat petani yang

memanfaatkan sampingan pala (daging dan tempurung) sebagai pupuk. Biaya

diperhitungkan yang dikeluarkan oleh petani adalah biaya tenaga kerja dalam

keluarga. Seluruh tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani pala adalah

tenaga kerja dalam keluarga.Tenaga kerja dalam keluarga digunakan pada tiga

kegiatan, yaitu pemupukan dan pemanenan. Tenaga pria adalah yang diutamakan

dipakai untuk. Tenaga kerja wanita banyak digunakan ketika mengelupasi buah

pala menjadi biji basah. Dalam pemberian upah ant ara tenaga kerja pria dan

wanita terdapat perbedaan, yaitu upah yang diberikan kepada tenaga kerja pria

adalah sebesar Rp 25.000 dan wanita sebesar Rp 20.000 per hari dengan jam kerja

dari pukul tujuh pagi sampai dengan pukul satu siang (Lampiran 2).

Produksi yang diperjual belikan oleh petani adalah pala dalam bentuk

biji basah dan terdapat sebagian kecil petani yang menjual dalam bentuk buah

pala seutuhnya (sistem borongan). Nilai produksi merupakan nilai dari pala dan

turunannya yang dihasilkan petani, diperoleh dengan jalan mengalikan jumlah

produksi dengan harga jual. Besarnya nilai produksi antar petani akan berbeda, hal

ini dipengaruhi oleh banyaknya pohon pala yang dimiliki dan juga mutu pala dan

turunannya yang akan dijual.

51
52

Pendapatan petani pala merupakan selisih penerimaan petani dikurangi

semua biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Pada saat penelitian,

harga rata-rata penjualan dalam bentuk buah pala seutuhnya adalah Rp 100.000

per pohon dan Rp 6.900 per kilogram untuk penjualan dalam bentuk biji basah.

Tabel 14 akan menggambarkan nilai produksi petani pala di lokasi penelitian.

Tabel 14. Nilai Produksi Rata-rata per Pohon Pala di Desa Tamansari
Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor 2007
Jumlah Produksi
a. Buah Pala Seutuhnya 700 buah
b. Biji Basah 20 Kg
Harga
a. Per buah Rp 142,85
b. Per Kilogram Biji Basah Rp 6.900
Nilai Produksi
a. Buah Pala Seutuhnya Rp 99.995
b. Biji Basah Rp 138.000

Pendapatan usahatani selain dihitung dalam nilai absolut juga dihitung

dalam bentuk efisiensi usahatani. Ukuran efisiensi usahatani yang digunakan

adalah perbandingan penerimaan dengan biaya. Ditinjau dari biaya total, petani

memperoleh R/C sebesar 3,4 dalam bentuk buah pala dan 2,5 dalam bentuk biji

basah. Artinya petani memperoleh Rp 3,4 dari setiap 1 rupiah yang dikeluarkan

untuk penjualan dalam bentuk buah pala dan memperoleh 2,5 dari setiap 1 rupiah

yang dikeluarkan untuk penjualan dalam bentuk biji basah. Tabel 15 akan

menggambarkan rata-rata pendapatan petani pala per pohon di lokasi penelitian.

52
53

Tabel 15. Pendapatan Rata-rata Petani per Pohon Pala di Desa Tamansari
Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor 2007
No. Uraian Nilai
1. Penerimaan Usahatani
a. Buah Pala Seutuhnya Rp 100.000
b. Biji Basah Rp 138.000
2. Biaya Tunai Usahatani (1 kg Pupuk NPK)
a. Buah Pala Seutuhnya Rp 4.000
b. Biji Basah Rp 4.000
3. Biaya diperhitungkan (tenaga kerja dalam keluarga)
a. Buah Pala Seutuhnya Rp 450
b. Biji Basah Rp 11.750
4. Biaya Total Usahatani
a. Buah Pala Seutuhnya Rp 4.450
b. Biji Basah Rp 15.750
5. Pendapatan Usahatani atas biaya tunai
a. Buah Pala Seutuhnya Rp 95.550
b. Biji Basah Rp 126.250
6. Pendapatan Usahatani atas biaya total
a. Buah Pala Seutuhnya Rp 71.000
b. Biji Basah Rp 122.250
7. R/C atas biaya tunai
a. Buah Pala Seutuhnya 25
b. Biji Basah 34,5
8. R/C atas biaya total
a. Buah Pala Seutuhnya 22,47
b. Biji Basah 8,76

6.3. Preferensi Petani Menjual Hasil Produksi Pala dan Turunannya

Berdasarkan hasil wawancara langsung dengan 30 petani responden,

diperoleh informasi bahwa hampir seluruhnya (83,33 persen) menjual hasil

produksi pala dalam bentuk biji basah dan sisanya menjual dalam bentuk buah

pala seutuhnya. Bentuk biji basah didapatkan melalui proses pengelupasan pala

dari bagian cangkang dan daging. Umumnya petani melakukan penjualan dalam

bentuk ini dengan alasan tidak memerlukan banyak waktu untuk mendapatkan

uang. Kecuali apabila mereka ingin menjual dalam bentuk biji kering, yang

harganya memang cukup berbeda jauh dengan harga biji basah, mereka harus

menunggu beberapa hari untuk mendapatkan biji pala yang benar-benar kering.

Penjualan dalam bentuk biji basah tentunya akan memberikan produk

sisaan berupa daging pala. Sampingan ini biasanya dimanfaatkan untuk manisan

53
54

pala dan dapat pula dimanfaatkan dalam bentuk daging kering. Dari 30 responden,

terdapat 2 orang petani (6,67 persen) selain menjual dalam bentuk biji basah juga

memanfaatkan daging pala untuk kemudian mengolah dan menjualnya sebagai

manisan pala apabila terdapat pesanan langsung dari konsumen. Apabila

memanfaatkan dalam bentuk daging kering, para petani dapat menjual sampingan

ini untuk kemudian dijadikan sebagai bahan pembuat minyak dalam proses

penyulingan. Namun pada panen terakhir, para kedua petani responden tidak ada

yang memanfaatkan daging pala baik dalam bentuk basah maupun kering.

Sebagian besar petani responden membuang sampingan berupa daging tersebut,

yang kemudian dijadikan sebagai pupuk yang diberakan di atas pohon pala milik

mereka. Dalam hal pengolahan menjadi manisan pala, petani yang biasanya

melakukan pengolahan dalam bentuk ini menjelaskan bahwa mereka tidak

mendapatkan pesanan dari konsumen. Mereka mendapatkan banyak pesanan

apabila mendekati hari- hari besar.

Penjualan dalam bentuk buah pala secara utuh oleh 3 petani responden (10

persen) dilakukan dengan alasan tidak perlu repot menghabiskan tenaga kerja

untuk melakukan pemanenan. Pembeli, dalam hal ini pemborong yang melakukan

kegiatan pemanenan. Petani hanya menerima harga yang ditentukan pemborong.

Preferensi bentuk pala yang dijual oleh petani dapat dilihat pada Tabel 16.

54
55

Tabel 16. Preferensi Petani Pala Desa Tamansari Kecamatan


Tamansari Kabupaten Bogor dalam Menjual Pala

No. Bentuk Jumlah Persentase


Penjualan Petani (%) Alasan Pemilihan Bentuk Penjualan
(orang)
- Harga yang menguntungkan
1 Biji Basah 25 83,33 - Lebih cepat mendapatkan uang

2 Buah - Tidak memerlukan tenaga kerja untuk


Seutuhnya 3 10,00 memanen dan mengolah
- Lebih cepat mendapatkan uang
3 Biji Basah - Harga yang menguntungkan
dan 2 6,67 - Sebagai usaha sampingan (jika ada
Pengolahan konsumen yang memesan langsung)
Daging Pala
(manisan)
4 Fuli - - -
Total 30 100

6.4. Analisis Saluran Pemasaran Tanaman Pala dan Turunannya

Saluran pemasaran merupakan serangkaian organisasi yang saling

tergantung yang terlibat dalam proses yang menjadikan suatu produk atau jasa

siap untuk digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen. Dalam penelitian ini

lembaga- lembaga pemasaran yang terlibat dalam membentuk saluran pemasaran

pala dan turunannya antara lain adalah: petani, pedagang pengumpul desa,

penyuling, tengkulak dan eksportir.

1. Saluran Pemasaran dalam Bentuk Buah Pala Seutuhnya

• Petani ? Pedagang Pengumpul Desa ? Penyuling 1 ? Tengkulak ?

Eksportir

Penjualan dalam bentuk buah pala seutuhnya mempunyai satu pola

saluran. Penjualan buah pala seutuhnya dilakukan dengan sistem borongan. Pada

Saluran 1, petani menjual buah seutuhnya ini kepada PPD. Dalam hal ini, petani

tidak menanggung biaya penanggungan resiko. Penentuan harga ini juga didasari

oleh kuantitas dan kualitas buah pala yang siap dipanen. Buah pala seutuhnya

55
56

yang diperoleh PPD kemudian dikelupasi untuk diambil biji basahnya. Kemudian

PPD menjual biji basah tersebut ke penyuling 1. Pihak penyuling 1 yang

menerima biji basah dari PPD, yang kemudian diolah menjadi minyak pala untuk

dijual kepada pihak tengkulak. Minyak pala kemudian dijual kepada pihak

eksportir yang berlokasi di Jakarta. Pola saluran pemasaran buah pala seutuhnya

diuraikan pada Gambar 5.

Petani

Pedagang Pengumpul Desa

Penyuling 1

Tengkulak

Petani Eksportir

Gambar 5. Pola Saluran Pemasaran Buah Pala Seutuhnya

2. Saluran Pemasaran dalam Bentuk Biji Basah

• Petani ? Pedagang Pengumpul Desa ? Penyuling 1 ? Tengkulak?

Eksportir (Saluran 1)

• Petani ? Penyuling 2 ? Tengkulak? Eksportir (Saluran 2)

Penjualan dalam bentuk biji basah terdiri dari 2 pola saluran pemasaran.

Pada saluran 1 petani menjual biji basah kepada Pedagang Pengumpul Desa

(PPD). Alasan mengapa petani menjual kepada PPD karena lebih mudah dan

cepat, hal ini terkait dengan lokasi PPD yang dekat dengan petani sehingga

mereka tidak memerlukan biaya untuk pengangkutan. Biji basah yang diterima

PPD kemudian dijual ke penyuling. PPD dalam menjual biji basah memiliki

pembeli (penyuling) langganannya ma sing- masing, namun hal tersebut tidak

56
57

membatasi PPD untuk menjual biji basah miliknya kepada penyuling lain.

Penyuling kemudian menjual hasil sulingan yang berupa minyak pala kepada

pihak tengkulak yang akan mengambil minyak pala langsung ke lokasi

penyulingan. Pihak tengkulak kemudian akan mengangkut minyak pala ke lokasi

eksportir yang berada di Jakarta dan sekitarnya.

Pada Saluran 2, petani menjual biji basah langsung kepada pedagang

penyuling 2. Biji basah yang diterima oleh penyuling kemudian diolah dan

menghasilkan minyak pala. Hasil olahan tersebut kemudian dijual kepada pihak

tengkulak. Kemudian pihak tengkulak yang mengantar minyak pala kepada pihak

eksportir (Gambar 6).

Petani
2
1

Pedagang Pengumpul Desa Penyuling 2

Penyuling 1

Tengkulak

Eksportir

Gambar 6. Pola Saluran Pemasaran Biji Basah Pala

6.5. Analisis Struktur Pasar

Struktur pasar pala dan turunannya diidentifikasi dengan melihat jumlah

lembaga pemasaran yang terlibat, konsentrasi pasar dan kondisi keluar masuk

pasar. Masing- masing cara identifikasi tersebut diuraikan sebagai berikut.

57
58

6.5.1. Jumlah Lembaga Pemasaran

Dahl and Hammond (1977) menyatakan bahwa dalam pemasaran produk

pertanian baik berupa produk jadi maupun setengah jadi dalam penyampaiannya

dari produsen primer kepada konsumen akhir membutuhkan rangkaian tahap,

tingkatan dan fungsi. Salah satu alasannya adalah karena tempatnya jauh dari

pusat konsumsi sehingga diperlukan transportasi yang membawanya, selain itu

karena tempatnya yang tersebar, menyebabkan diperlukannya lembaga pemasaran

untuk memindahkan produk tersebut dari pusat produksi ke konsumen akhir.

Komoditi pala merupakan salah satu produk yang membutuhkan

pengolahan lanjutan dan merupakan komoditi ekspor yang penting saat ini.

Adanya lembaga pemasaran akan menjadikan penyampaian pala ataupun

olahannya sampai ke konsumen akhir menjadi lebih mudah. Di lokasi penelitian,

lembaga pemasaran yang terlibat adalah petani, pedagang pengumpul desa,

penyuling, tengkulak dan eksportir.

1. Buah Pala Seutuhnya

Jumlah lembaga pemasaran buah pala seutuhnya dalam penjualan bentuk

buah pala seutuhnya diuraikan pada Tabel 17.

Tabel 17. Jumlah Lembaga Pemasaran Buah Pala Seutuhnya di Desa


Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Tahun 2007
Lembaga Karakteristik Struktur Pasar
Pemasaran Jumlah Sifat produk Penjual Pembeli
Petani 3 Homogen Oligopoli murni -
PPD 3 Homogen Oligopoli murni Oligopsoni murni
Penyuling 3 Diferensiasi Oligopoli Oligopsoni murni
diferensiasi
Tengkulak 2 Diferensiasi Duopoli Oligopsoni
diferensiasi diferensiasi
Eksportir 2 Diferensiasi Duopoli Oligopsoni
diferensiasi diferensiasi

58
59

Terdapat 3 orang petani responden yang menjual buah pala seutuhnya.

Dalam hal ini petani menghadapi struktur pasar oligopoli murni karena penjualan

dalam bentuk buah seutuhnya hanya dilakukan oleh sedikit petani dengan produk

yang masih homogen.

Pedagang pengumpul desa merupakan pihak yang melakukan kegiatan

jual beli dengan pihak petani. Dalam penelitian ini, terdapat 3 orang pedagang

pengumpul desa. Struktur pasar yang dihadapi PPD sebagai pembeli adalah

oligopsoni murni dan sebagai penjual PPD menghadapi struktur pasar oligopoli

murni.

Penyuling merupakan rantai pemasaran berikutnya setelah PPD atau

petani. Dalam penelitian ini terdapat 3 penyuling. Pihak ini sudah merupakan

bagian dari rantai pemasaran yang biasa dilalui oleh PPD atau petani untuk

memasarkan biji basah yang dimiliki. Setiap penyuling selanjutnya akan

memasarkan hasil olahannya kepada tengkulak minyak pala. Sehingga dari sisi

sebagai pembeli dan penjual, penyuling menghadapi struktur pasar oligopsoni

murni dan oligopoli diferensiasi.

Pihak tengkulak sejumlah 2 orang, sebagai pembeli menghadapi struktur

pasar oligopsoni diferensiasi dan sebagai penjual akan menghadapi struktur pasar

duopoli diferensiasi. Jumlah eksportir pada penelitian ini adalah 2 perusahaan.

Perusahaan ini akan mengekspor minyak pala ke beberapa negara di Eropa dan

Amerika. Dari sisi pembeli dan penjual, eksportir mengahadapi struktur pasar

oligopsoni diferensiasi dan duopoli diferensiasi.

59
60

2. Bentuk Biji Basah

Petani menjual hasil produksinya dengan menerima pembayaran secara

tunai. Mereka dapat menjual hasil panen kepada pihak manapun tanpa ada ikatan

dengan pihak-pihak tertentu.

Tabel 18. Jumlah Lembaga Pemasaran Biji Basah Pala di Desa Tamansari
Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Tahun 2007

Lembaga Karakteristik Struktur Pasar


Pemasaran Jumlah Sifat produk Penjual Pembeli
Petani 27 Homogen Persaingan -
murni
PPD 3 Homogen Oligopoli murni Oligopsoni
murni
Penyuling 3 Diferensiasi Oligopoli Oligopsoni
diferensiasi murni
Tengkulak 2 Diferensiasi Duopoli Oligopsoni
diferensiasi diferensiasi
Eksportir 2 Diferensiasi Duopoli Oligopsoni
diferensiasi diferensiasi

Berdasarkan jumlah petani responden sebanyak 27 orang petani yang

menjual dalam bentuk biji basah, maka petani dalam posisinya sebagai penjual

menghadapi pasar bersaing murni. Struktur pasar yang bersaing murni ini terjadi

karena biji basah yang dijual bersifat homogen, tidak ada perbedaan yang

signifikan antara biji basah yang dijual oleh petani satu dan yang lainnya menurut

sudut pembeli.

Pedagang pengumpul desa merupakan pihak yang melakukan kegiatan

jual beli dengan pihak petani. Dalam penelitian ini, terdapat 3 orang pedagang

pengumpul desa. Struktur pasar yang dihadapi PPD sebagai pembeli adalah

oligopsoni murni dan sebagai penjual PPD menghadapi struktur pasar oligopoli

murni.

Penyuling merupakan rantai pemasaran berikutnya setelah PPD atau

petani. Dalam penelitian ini terdapat 3 penyuling. Pihak ini sudah merupakan

60
61

bagian dari rantai pemasaran yang biasa dilalui oleh PPD atau petani untuk

memasarkan biji basah yang dimiliki. Setiap penyuling selanjutnya akan

memasarkan hasil olahannya kepada tengkulak minyak pala. Sehingga dari sisi

sebagai pembeli dan penjual, penyuling menghadapi struktur pasar oligopsoni

murni dan oligopoli diferensiasi.

Pihak tengkulak sejumlah 2 orang, sebagai pembeli menghadapi struktur

pasar oligopsoni diferensiasi dan sebagai penjual akan menghadapi struktur pasar

duopoli diferensiasi. Jumlah eksportir pada penelitian ini adalah 2 perusahaan.

Perusahaan ini akan mengekspor minyak pala ke beberapa negara di Eropa dan

Amerika. Dari sisi pembeli dan penjual, eksportir menghadapi struktur oligopsoni

diferensiasi dan duopoli diferensiasi .

6.5.2. Konsentrasi Pasar

Konsentrasi pasar pada tingkat penyuling dapat dilihat dari jumlah ketel

yang dimiliki dan frekuensi penyulingan yang mereka lakukan setiap satu minggu

pada masing- masing penyuling. Secara tidak langsung jumlah kepemilikan ketel

sebagai salah satu peralatan penting dalam penyulingan dan frekuensi pemasakan

dapat memberi gambaran jumlah penguasaan komoditi yang dipasarkan setiap

minggunya, karena hampir seluruh komoditi pala dan turunannya akan berakhir di

penyulingan, baik itu melalui perantaraan PPD maupun dari petani secara

langsung kepada pihak penyuling. Volume transaksi pala dan turunannya per

minggu disajikan pada Tabel 19.

61
62

Tabel 19. Volume Transaksi Biji Basah dari Desa Tamansari Kecamatan
Tamansari Kabupaten Bogor per minggu oleh Penyuling

Total
Jumlah Kapasitas Frekuensi
volume Persentase
Responden Kepemilikan Per Ketel Masak Per
transaksi per (%)
Ketel (Kwintal) Minggu
minggu
Penyuling 1 2 500 3 0,8 ton 61,50
Penyuling 2 - - 3 0,5 ton 38,46
Total 1,3 ton 100,00

Volume transaksi biji basah dari Desa Tamansari yang dilakukan oleh

penyuling 1 dan 2 adalah sebesar 0,8 ton dan 0,5 ton. Tabel diatas menunjukkan

bahwa seluruh produksi yang dihasilkan oleh petani dikuasai oleh pihak-pihak

tersebut. Apabila dikaitkan kriteria Purcell (1979), kondisi tersebut menunjukkan

konsentrasi ya ng tinggi, karena seluruh produk (100%) hanya dikuasai oleh 2

pihak. Keadaan ini menunjukkan bahwa struktur pasar pala dan turunannya adalah

oligopsoni. Seluruh produk olahan pala dan turunannya yang berasal dari

penyuling selanjutnya disalurkan kepada masing- masing pihak tengkulak yang

sudah menjadi langganan. Kemudian pihak tengkulak yang akan mengirim

minyak pala ke lokasi eksportir. Kisaran total minyak pala melalui penyuling dan

pengumpul penyuling per minggu adalah 360 kg sampai 405 kg.

6.5.3. Kondisi Keluar Masuk Pasar

Dahl dan Hammond (1977) menyatakan bahwa kondisi keluar masuk

pasar berkaitan dengan kemampuan lembaga pemasaran untuk memasuki dan

meninggalkan pasar. Hal ini dipengaruhi oleh tinggi rendahnya hambatan untuk

memasuki pasar. Hambatan- hambatan yang mungkin terjadi diantaranya, besarnya

modal yang dibutuhkan untuk memasuki pasar, produk yang terdiferensiasi,

besarnya biaya pengalihan, keterkaitan antar lembaga pemasaran, perusahaan

62
63

yang telah ada sebelumnya beroperasi dalam skala ekonomi dan akses saluran

distribusi.

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari penelitian pemasaran pala

dalam bentuk biji maupun buah seutuhnya di Desa Tamansari, pada tingkat

pedagang pengumpul desa terdapat hambatan yang cukup besar, yaitu dalam hal

modal. Hal ini merupakan suatu yang menyulitkan bagi pendatang baru untuk

masuk pasar. Selain itu, ada pedagang pengumpul desa yang sudah dipercaya oleh

penyuling ataupun lembaga pemasaran berikutnya. Sedangkan hubungan antara

pedagang pengumpul desa dengan petani adalah saling percaya dan sudah terjalin

lama, sehingga menyulitkan pesaing baru untuk dapat melakukan pembelian ke

petani. Kondisi ini menjadikan posisi pedagang pengumpul desa lebih kuat

dibandingkan posisi petani dalam penetuan harga.

Hambatan untuk masuk pasar di tingkat penyuling sangat tinggi. Selain

harus memiliki modal dalam bentuk uang, juga diperlukan modal dalam bentuk

mesin penyuling dan lokasi untuk tempat penyulingan (penyuling 2). Sedangkan

bagi penyuling 2 harus memiliki tambahan modal untuk kios penampungan bahan

baku/input. Penyuling memperoleh input berupa biji pala yang diangkut sendiri

oleh penyuling. Terdapat 2 penyulingan besar yang menjadi tujuan penjualan

utama bagi pedagang pengumpul desa di Desa Tamansari, yaitu pada penyulingan

yang berada di Kecamatan Caringin. Penyuling melakukan pembelian biji basah

secara langsung dari pedagang pengumpul desa. Pembayaran dilakukan secara

tunai di tempat pedagang pengumpul desa. Pada tingkat tengkulak, hambatan

untuk memasuki pasar minyak pala sangat tinggi. Mengingat hubungan yang

mengikat dari tengkulak yang sudah terlebih dahulu dengan pihak penyuling yang

63
64

tersebar di beberapa kecamatan. Kondisi keluar bagi lembaga pemasaran yang

terlibat adalah dengan berdasarkan kekuatan masing- masing, dalam hal ini

dipengaruhi oleh kekuatan modal.

6.6. Analisis Perilaku Pasar Pala dan Turunannya

Perilaku pasar yang ditunjukkan oleh perilaku lembaga pemasaran dapat

dilihat dari praktek pembelian dan penjualan, proses penentuan atau pembentukan

harga, dan praktek-praktek dalam menjalankan fungsi- fungsi pemasaran. Masing-

masing bagian tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

6.6.1. Transaksi Pembelian dan Penjualan

Petani pala biasanya menjual produksinya kepada pedagang yang sama

setiap periode panen. Namun tidak menutup kemungkinan bagi mereka untuk

menjual ke pedagang lain. Hal ini terkait dengan perbedaan harga yang bersedia

dibayarkan oleh pedagang pengumpul, walaupun perbedaan itu tidak dalam

jumlah yang besar.

Tabel 20. Bentuk dan Kisaran Harga Pala dan Turunannya yang dijual
Petani Pala Desa Tamansari KecamatanTamansari Kabupaten
Bogor Tahun 2007
Harga/satuan
Bentuk Pala Yang Dijual
(Rp)
Biji Basah 6.500– 6.900 per Kg
Buah Seutuhnya 50.000 – 100.000 per Pohon
Manisan Pala 15.000 – 16.000 per Kg
Daging Pala Kering 1.000 – 1.100 per Kg

Sebanyak 27 orang petani responden menjual dalam bentuk biji basah

dengan alasan agar cepat mendapatkan uang dari penjualan tersebut. Biji basah

dapat dijual dengan kisaran Rp 6.500/Kg – Rp 6.900/Kg. Bentuk penjualan lain

64
65

adalah penjualan dalam bentuk buah pala seutuhnya, yaitu dengan sistem

borongan. Dalam bentuk ini, biasanya pedagang yang mendatangi sendiri petani

yang memiliki pohon pala. Pedagang menentukan harga berdasarkan kualitas dan

kuantitas buah pala yang ada di pohon. Harga yang ditentukan oleh pedagang

berkisar antara Rp 50.000 – Rp 100.000 per pohon pala. Pada sistem borongan ini,

seluruh buah pala akan dipanen sendiri oleh pedagang. Pedagang menanggung

semua biaya pemanenan dan resiko apabila terdapat buah yang rusak. Petani

hanya menerima harga jual yang dibayarkan pedagang tanpa menanggung resiko

apapun.

Kegiatan pemasaran pala dan turunannya di Desa Tamansari sebagian

besar akan berakhir di penyulingan, yang berhubungan dengan pihak tengkulak.

Selanjutnya tengkulak akan menjual minyak pala langsung kepada pihak

eksportir. Dalam penelitian ini, penyuling akan melakukan penjualan kepada

tengkulak minyak pala yang berlokasi di Jakarta dan sekitarnya.

Pala merupakan komoditi yang berbuah secara terus menerus, tidak ada

bulan-bulan khusus dimana pala berbuah. Periode panen pala adalah 3 sampai 4

bulan sekali. Petani akan memperoleh hasil panen yang baik ketika panen di

musim kemarau. Hal ini akan sangat menguntungkan bagi pihak penyuling,

karena ini berarti terdapat jaminan ketersediaan pasokan pala bagi mereka. Waktu

pemanenan setiap petani berbeda-beda, hal ini terkait dengan periode atau waktu

pemanenan yang berbeda. Maka dapat dikatakan bahwa transaksi penjualan dan

pembelian pala dan turunannya di lokasi penelitian akan terjadi sepanjang tahun.

Berbeda dengan pala yang dapat dihasilkan tanpa melalui banyak kendala,

volume minyak pala yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor.

65
66

Diantaranya adalah kualitas biji pala dan turunannya (fuli) yang akan dimasak.

Apabila kualitas biji yang dimasak sedang buruk, maka kadar minyak rata-rata

hanya sekitar 11 persen. Akan tetapi, apabila kualitas pala dan turunannya dalam

kondisi baik, kadar minyak akan mencapai rata-rata sekitar 13-14 persen.

Berdasarkan pengamatan kegiatan penyulingan terakhir dari penyuling di Bulan

Maret tahun 2007 kadar minyak rata-rata adalah sekitar 13 persen. Dari 5000 kg

biji basah yang dikeringkan menghasilkan biji kering sebanyak 1000 kg (dengan

sampingan berupa fuli kering sebanyak 150 kg) yang dimasak, menghasilkan

minyak pala dengan jumlah 130 sampai 140 kg dengan harga rata-rata yang

terjadi adalah Rp 280.000/kg minyak. Volume transaksi minyak pala antara

penyuling dengan pihak tengkulak terjadi sebanyak 3 kali dalam 1 minggu.

Namun dalam memenuhi bahan baku (biji pala dan turunannya), penyuling tidak

hanya memasok dari Desa Tamansari. Mereka juga memasok bahan baku tersebut

dari berbagai lokasi lainnya.

6.6.2. Praktek Penentuan Harga

Pada kegiatan praktek penentuan harga di lokasi penelitian, ternyata petani

memiliki posisi yang paling lemah dalam mata rantai pemasaran pala dan

turunannya. Kondisi ini terjadi karena petani adalah sebagai pihak penerima

harga, tanpa mempunyai kekuatan dalam tawar menawar. Kekuatan pembentukan

harga yang terjadi adalah pada pedagang atau pelaku pemasaran yang ada di atas.

Pihak eksportir adalah pihak yang pertama menentukan harga minyak

pala, yang didasarkan pada harga minyak pala dunia. Kemudian diikuti oleh

lembaga pemasaran yang ada di bawahnya, yaitu tengkulak. Tengkulak

66
67

menentukan harga juga berdasarkan bentuk fisik minyak secara kasat mata dan

juga dengan menggunakan alat pengukur kadar minyak yang disebut alkohol

meter. Selanjutnya pihak penyuling ini kemudian menentukan harga di tingkat

pedagang pengumpul desa atau petani. Begitu juga tingkat harga di tingkat petani

akan ditentukan oleh pihak pedagang pengumpul desa. Petani hanya menerima

harga yang telah ditentukan oleh pedagang-pedagang yang berada diatasnya. Hal

ini menjadikan petani berada pada posisi yang paling lemah dari semua mata

rantai pemasaran yang terlibat di dalam pemasaran minyak pala ini.

6.6.3. Praktek dalam Menjalankan Fungsi Pemasaran

Petani pala dan turunannya di Desa Tamansari tidak melakukan grading

dalam menjual hasil panennya, karena pala dan turunannya diperjualbelikan

dalam satu kelompok saja Standarisasi diterapkan oleh petani, yaitu pala akan

dipanen setiap periode 3-4 bulan sekali. Pala yang dipanen saat mulai matang

petik, akan menghasilkan kadar minyak yang baik. Sebaliknya, apabila pala

terlambat atau terlalu cepat dipanen maka kadar minyak akan semakin sedikit.

Fungsi lembaga pemasaran merupakan semua aktivitas yang memberikan

nilai tambah terhadap tanaman pala dan turunannya baik nilai tambah kegunaan

tempat, waktu dan kepemilikan. Fungsi- fungsi lembaga pemasaran juga

memudahkan konsumen untuk mendapatkan produk, artinya lembaga pemasaran

mampu menyalurkan pala dan turunannya dari titik produsen hingga titik

konsumen. Setiap lembaga pemasaran melakukan fungsi/aktivitas sesuai dengan

kemampuannya dengan mengharapkan balasan jasa atas fungsi tersebut. Fungsi-

67
68

fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga- lembaga pemasaran dapat

dikelompokkan ke dalam fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas.

Secara keseluruhan, tidak terdapat perbedaan mengenai fungsi- fungsi

pemasaran yang dilakukan oleh masing- masing lembaga pemasaran. Perbedaan

hanya pada informasi harga yang diketahui berdasarkan harga minyak dunia yang

terjadi. Penyuling memperoleh informasi melalui telepon dari pihak tengkulak

yang mendapatkan informasi tersebut dari eksportir. Kemudian mereka

meneruskan informasi tersebut kepada PPD dan petani secara langsung melalui

tatap muka.

a. Fungsi Pemasaran Bentuk Buah Seutuhnya

Penjualan dalam bentuk buah pala seutuhnya sangat sedikit ditemui di

daerah penelitian. Transaksi penjualan dan pembelian pada tingkat petani ke PPD

dilakukan secara langsung, dimana PPD sendiri yang mendatangi petani untuk

membeli pala yang masih di pohon. Dalam hal ini pedagang mengambil seluruh

buah pala yang ada di pohon, menanggung seluruh biaya pemanenan, dan

menanggung resiko jika terdapat buah pala yang rusak. Fungsi pemasaran yang

dilakukan oleh petani adalah fungsi penjualan. Setelah memanen seluruh pala

yang ada di pohon, PPD masih harus mengelupasi daging buah untuk

mendapatkan biji basah yang nantinya akan mereka jual. Sisaan berupa daging

buah yang mereka dapatkan akan dibuang begitu saja sebagai limbah, karena pada

saat penelitian cuaca tidak mendukung untuk mereka menjemur sisaan tersebut

yang biasanya dapat menghasilkan uang apabila mereka menjualnya kepada

penyuling atau pengumpul penyuling. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh

68
69

PPD adalah pembelian, pengangkutan, pengolahan, penanggungan resiko dan

penjualan.

Biji basah yang diterima oleh penyuling kemudian diolah sedemikian rupa

sehingga menjadi produk olahan yang berupa minyak pala. Penyuling kemudian

menjual minyak pala kepada pihak tengkulak. Fungsi pemasaran yang dilakukan

oleh penyuling adalah fungsi pembelian, pengolahan, pengangkutan, penjualan,

informasi harga dan penanggungan resiko. Pihak tengkulak dalam hal ini

mengambil minyak pala langsung ke lokasi penyulingan, untuk kemudian dijual

kepada pihak eksportir. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh tengkulak adalah

fungsi pembelian, pengangkutan, penanggungan resiko, informasi harga dan

penjualan.

Fungsi standarisasi akan sangat penting di tingkat eksportir ketika

menerima minyak pala dari pihak tengkulak. Karena dalam hal ini eksportir

menerima pasokan minyak pala dari beberapa tengkulak di berbagai daerah, yang

tentunya memiliki kualitas yang berbeda. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh

eksportir antara lain adalah fungsi pembelian, pengemasan, pengangkutan,

informasi harga dan penjualan. Fungsi- fungsi pemasaran pada masing- masing

lembaga pemasaran penjualan dalam bentuk buah seutuhnya diuraikan pada Tabel

21.

69
70

Tabel 21. Fungsi Pemasaran Setiap Lembaga Pemasaran Pala Desa


Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor dalam
Bentuk Buah Seutuhnya

Fungsi
Lembaga Petani PPD Penyuling Tengkulak Eksportir
Pemasaran
Fungsi Pertukaran
Pembelian - v v v v
Penjualan v v v v v
Fungsi Fisik
Penyimpanan - - v - v
Pengangkutan - v v v v
Pengolahan - - v - -
Fungsi Fasilitas
Standarisasi/grading v - - v v
Penanggungan Resiko - v v v v
Informasi Harga - - v v v
Keterangan : v melakukan fungsi pemasaran
- tidak melakukan fungsi pemasaran

b. Fungsi Pemasaran Bentuk Biji Basah

Transaksi penjualan dan pembelian pada tingkat petani ke PPD dilakukan

secara langsung, dimana petani sendiri yang mengangkut biji basah ke tempat

PPD. Pembayaran dilakukan secara tunai ketika biji basah sampai di tangan PPD.

Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petani adalah fungsi penjualan dan

pengangkutan.

Biji basah yang diterima PPD kemudian dijual ke penyuling. PPD dalam

menjual biji basah memiliki pembeli (penyuling) langganannya masing- masing,

namun hal tersebut tidak membatasi PPD untuk menjual biji basah miliknya

kepada penyuling lain. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh PPD adalah fungsi

pembelian, pengangkutan dan penjualan. Biji basah yang diterima oleh penyuling

kemudian diolah sedemikian rupa sehingga menjadi produk olahan yang berupa

minyak pala. Penyuling kemudian menjual minyak pala kepada pihak tengkulak.

Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh penyuling adalah fungsi pembelian,

pengolahan, pengangkutan, penjualan, informasi harga dan penanggungan resiko.

70
71

Pihak tengkulak dalam hal ini mengambil minyak pala langsung ke lokasi

penyulingan, untuk kemudian dijual kepada pihak eksportir. Fungsi pemasaran

yang dilakukan oleh tengkulak adalah fungsi pembelian, pengangkutan,

penanggungan resiko, informasi harga dan penjualan.

Fungsi standarisasi akan sangat penting di tingkat eksportir ketika

menerima minyak pala dari pihak tengkulak. Karena eksportir menerima pasokan

minyak pala dari beberapa tengkulak di berbagai daerah, yang tentunya memiliki

kualitas yang berbeda. Fungsi pemasaran yang dilakukan eksportir antara lain

pembelian, pengemasan, pengangkutan,penannggungan resiko, informasi harga

dan penjualan. Fungsi- fungsi pemasaran pada masing- masing lembaga pemasaran

dalam penjualan bentuk biji basah diuraikan pada Tabel 22.

Tabel 22. Fungsi Pemasaran Setiap Lembaga Pemasaran Pala Desa


Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor dalam
Bentuk Biji Basah

Fungsi Petani PPD Penyuling Tengkulak Eksportir


Lembaga
Pemasaran
Fungsi Pertukaran
Pembelian - v v v v
Penjualan v v v v v
Fungsi Fisik
Penyimpanan - - v - v
Pengangkutan v v v v v
Pengolahan - - v - -
Fungsi Fasilitas
Standarisasi/grading v - - v v
Penanggungan Resiko - - v v v

Informasi Harga - - v v v

Keterangan : v melakukan fungsi pemasaran


- tidak melakukan fungsi pemasaran

71
72

6.7. Analisis Efisiensi Pemasaran Pala dan Turunannya

6.7.1. Marjin Pemasaran

Besarnya marjin pemasaran dihitung dengan menjumlahkan biaya-biaya

pemasaran dengan besarnya keuntungan pada setiap lembaga pemasaran yang

terlibat dalam jalur tataniaga tersebut. Sebagian besar hasil panen pala milik

petani di Desa Tamansari pada akhirnya akan disalurkan ke penyulingan dalam

bentuk biji basah. Sangat jarang ditemukan petani menyalurkan hasil panen dalam

bentuk daging sebagai bahan baku industri manisan pala dan sebagainya. Dari 30

responden, terdapat 2 orang responden yang mengolah daging buah untuk menjadi

manisan pala. Mereka akan mengolah apabila memang ada konsumen yang

memesan secara langsung. Jika tidak ada pemesanan, mereka akan membuang

daging buah tersebut sebagai limbah saja.

Pala yang kemudian akan menjadi minyak pala akan mengalami proses

pengolahan yang mengubah bentuk biji basah atau buah seutuhnya menjadi

minyak pala. Dahl and Hammond (1977) menegaskan bahwa untuk menghitung

marjin pemasaran suatu komoditas harus dalam satu satuan pengukuran, maka

semakin besar perubahan dan semakin banyak komoditas yang menyusun suatu

produk akhir, maka akan semakin sulit menghitung marjin pemasarannya. Pala

mengalami perubahan bentuk ketika rantai tataniaga berada pala lembaga

pemasaran penyuling. Adapun satuan pengukuran marjin pemasaran dihitung atas

dasar satu kilogram biji basah.

a. Buah Pala Seutuhnya

Penjualan dalam bentuk buah pala seutuhnya mempunyai satu pola saluran

pemasaran, yang masing- masing adalah sebagai berikut :

72
73

• Petani ? Pedagang Pengumpul Desa ? Penyuling 1? Tengkulak ?

Eksportir

Marjin pemasaran buah pala seutuhnya adalah sebesar Rp 3.362,16 yang

diperoleh dari PPD, penyuling, tengkulak, dan eksportir. Marjin terbesar adalah

pada lembaga pemasaran PPD yaitu sebesar Rp 2.000. Biaya yang dikeluarkan

oleh PPD untuk transportasi sebesar Rp 33,33 untuk 1 kilogram biji basah.

Pemanenan dan pengelupasan buah pala dilakukan oleh tenaga kerja dalam

keuarga. Biaya penyusutan yang ditanggung oleh PPD adalah sebesar Rp 67 untuk

setiap 1 kilogram biji basah.

Penyuling 1 yang lokasinya jauh dari PPD, yaitu di Desa Ciherang Pondok

Kecamatan Caringin menggunakan mobil sebagai alat transportasi pengangkutan.

Dengan menggunakan mobil, penyuling mengeluarkan biaya sebesar Rp 100.000

untuk mengangkut biji basah sebanyak kurang lebih 5 ton biji basah. Maka biaya

angkut biji basah per kilogram adalah Rp 20. Setelah sampai di lokasi

penyulingan, biji basah dipisahkan dari kulit yang mengelupasinya (fuli) untuk

kemudian dijemur. Dalam kegiatan penjemuran ini dibutuhkan 1 orang tenaga

kerja yang dibayar Rp 25.000 per hari. Lamanya penjemuran adalah 4 hari,

dengan kondisi panas yang baik. Maka biaya penjemuran hingga menghasilkan

biji kering dan fuli kering adalah Rp 20 per kilogram biji basah. Setelah kering,

proses penyulingan segera dimulai dengan proses penggilingan. Dan seterusnya

mengikuti tahapan-tahapan dalam penyulingan hingga menghasilkan minyak pala,

yang rata-rata waktu penyulingan normal adalah sekitar 42 jam. Dalam proses

penyulingan ini membutuhkan 4 tenaga kerja dengan bayaran sebesar Rp 25.000

per orang. Dalam hal ini biaya penyulingan adalah Rp 40 per kilogram biji basah.

73
74

Proses penyulingan minyak ini membutuhkan bahan bakar minyak tanah

sebanyak 4 drum, atau sekitar 800 liter minyak tanah. Harga minyak tanah per

liter adalah Rp 2.500. Maka biaya bahan bakar per 1 kilogram biji basah adalah

Rp 400.

Pihak tengkulak akan segera dihubungi apabila penyulingan sudah selesai

dan minyak pala telah siap untuk dijual. Tengkulak akan mengangkut sendiri

minyak pala dari penyuling 1 dengan menggunakan mobil angkut ke lokasi

ekportir. Untuk biaya pengangkutan, biaya yang dikeluarkan tengkulak adalah

sebesar Rp 15 per kg biji basah. Biaya pengemasan yang dikeluarkan oleh

tengkulak adalah sebesar Rp 7,5 per kg biji basah.

Pihak esportir melakukan pengemasan minyak pala dengan biaya Rp 47,29

per kg biji basah. Biaya tenaga kerja di tingkat eksportir sulit diperhitungkan,

karena eksportir tidak hanya menjual dan membeli minyak pala tetapi juga

minyak atsiri lainnya dan tenaga kerja dibayar per bulan. Maka biaya tenaga kerja

dihitung berdasarkan persentase kontribusi minyak pala terhadap total penjualan

minyak atsiri yang dikalikan dengan total biaya tenaga kerja yang dibayarkan per

bulannya. Diperoleh biaya tenaga kerja yang ditanggung perkilogram biji basah

adalah Rp 40,5. Biaya pengiriman minyak pala ke luar negeri adalah sebesar

Rp 6,14 per kg biji basah. Biaya sortasi yang dikeluarkan oleh eksportir adalah

sebesar Rp 54,05. Adapun biaya penyimpanan adalah biaya sewa gudang

berkapasitas 500 drum sebesar Rp 10 juta per tahun. Secara lengkap mengenai

marjin pemasaran pala dalam bentuk buah pala seutuhnya pada Tabel 23.

74
75

b. Biji Basah

Penjualan dalam bentuk biji basah mempunyai dua pola saluran

pemasaran, yang masing- masing adalah sebagai berikut :

• Petani ? Pedagang Pengumpul Desa ? Penyuling 1 ? Tengkulak?

Eksportir (Saluran 1)

• Petani ? Penyuling 2? Tengkulak ? Eksportir (Saluran 2)

Marjin pemasaran biji basah pada Saluran 1 sebesar Rp 1.662,16 yang

diperoleh dari PPD, penyuling 1, tengkulak, dan eksportir. Marjin terbesar adalah

pada lembaga pemasaran penyuling 1 yaitu sebesar Rp 600. Komponen biaya

yang dikeluarkan oleh penyuling 1 sebesar RP 480. Petani tidak mengeluarkan

biaya pemasaran, karena lokasi PPD tidak jauh dari rumah mereka. Pemanenan

dan pengelupasan dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga.

Begitu pula dengan PPD, pihak ini tidak menge luarkan biaya pemasaran. Karena

pihak penyuling sendiri yang mengambil biji basah ke PPD. Selain itu, tidak ada

kegiatan pengolahan tertentu yang dilakukan oleh PPD.

Penyuling 1 yang lokasinya jauh dari PPD, yaitu di Desa Ciherang Pondok

Kecamatan Caringin menggunakan mobil sebagai alat transportasi pengangkutan.

Dengan menggunakan mobil, penyuling mengeluarkan biaya sebesar Rp 100.000

untuk mengangkut biji basah sebanyak kurang lebih 5 ton biji basah. Maka biaya

angkut biji basah per kilogram adalah Rp 20. Setelah sampai di lokasi

penyulingan, biji basah dipisahkan dari kulit yang mengelupasinya (fuli) untuk

kemudian dijemur. Dalam kegiatan penjemuran ini dibutuhkan 1 orang tenaga

kerja yang dibayar Rp 25.000 per hari. Lamanya penjemuran adalah 4 hari,

dengan kondisi panas yang baik. Maka biaya penjemuran hingga menghasilkan

75
76

biji kering dan fuli kering adalah Rp 20 per kilogram biji basah. Setelah kering,

proses penyulingan segera dimulai dengan proses penggilingan. Dan seterusnya

mengikuti tahapan-tahapan dalam penyulingan hingga menghasilkan minyak pala,

yang rata-rata waktu penyulingan normal adalah sekitar 42 jam. Dalam proses

penyulingan ini membutuhkan 4 tenaga kerja dengan bayaran sebesar Rp 25.000

per orang. Dalam hal ini biaya penyulingan adalah Rp 40 per kilogram biji basah.

Proses penyulingan minyak ini membutuhkan bahan bakar minyak tanah

sebanyak 4 drum, atau sekitar 800 liter minyak tanah. Harga minyak tanah per

liter adalah Rp 2.500. Maka biaya bahan bakar per 1 kilogram biji basah adalah

Rp 400.

Pihak tengkulak akan segera dihubungi apabila penyulingan sudah selesai

dan minyak pala telah siap untuk dijual. Tengkulak akan mengangkut sendiri

minyak pala dari penyuling dengan menggunakan mobil angkut ke lokasi ekportir.

Untuk biaya pengangkutan, biaya yang dikeluarkan tengkulak adalah sebesar

Rp 15 per kg biji basah. Biaya pengemasan yang dikeluarkan oleh tengkulak

adalah sebesar Rp 7,5 per kg biji basah. Selanjutnya pihak esportir melakukan

pengemasan minyak pala dengan biaya Rp 47,29 per kg biji basah. Biaya tenaga

kerja di tingkat eksportir sulit diperhitungkan, karena eksportir tidak hanya

menjual dan membeli minyak pala tetapi juga minyak atsiri lainnya dan tenaga

kerja dibayar per bulan. Maka biaya tenaga kerja dihitung berdasarkan persentase

kontribusi minyak pala terhadap total penjualan minyak atsiri yang dikalikan

dengan total biaya tenaga kerja yang dibayarkan per bulannya.

Diperoleh biaya tenaga kerja yang ditanggung perkilogram biji basah

adalah Rp 40,5. Biaya pengiriman minyak pala ke luar negeri adalah sebesar

76
77

Rp 6,14 per kg biji basah. Biaya sortasi yang dikeluarkan adalah sebesar

Rp 54,05. Adapun biaya penyimpanan adalah biaya sewa gudang berkapasitas 500

drum sebesar Rp 10 juta per tahun.

Marjin pemasaran pada Saluran 2 adalah Rp 1.462,16. Marjin ini berasal

dari pihak penyuling 2, tengkulak, dan eksportir. Biaya yang dikeluarkan oleh

penyuling antara lain biaya penjemuran yaitu sebesar Rp 20 per 1 kilogram biji

basah, biaya transportasi ke tempat penyulingan di Desa Cimande Kecamatan

Caringin sebesar Rp 20 per 1 kilogram biji basah, dan biaya penyulingan per 1

kilogram biji basah adalah sebesar Rp 540,-. Biaya penyulingan ini berdasarkan

biaya penyulingan sebesar Rp 20.000,- untuk setiap 1 kilogram minyak pala.

Selanjutnya tengkulak akan segera dihubungi apabila penyulingan sudah

selesai dan minyak pala telah siap untuk dijual. tengkulak akan mengangkut

sendiri minyak pala dari penyuling dengan menggunakan mobil angkut ke lokasi

eksportir di Jakarta. Marjin pemasaran terbesar adalah pada lembaga pemasaran

pengumpul penyuling yaitu sebesar Rp 700 dengan biaya yang dikeluarkan adalah

Rp 580,54. Untuk mengetahui mengenai marjin pemasaran penjualan pala dalam

bentuk biji basah, dapat dilihat pada Tabel 24.

77
78

Tabel 23. Marjin Pada Masing-masing Pelaku Pasar dan Saluran


Pemasaran Buah Pala Seutuhnya (Per Kg Biji Basah) Desa
Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Tahun
2007

Saluran 1
Pelaku Harga (%)
Pasar (Rp)
1. Petani
• Biaya Pupuk 200 2,40
• Harga Jual 5.000 59,79
2. PPD
• Harga Beli 5.000 59,79
• Biaya Transportasi 33,33 0,39
• Penyusutan 67 8,01
• Keuntungan 1899,67 22,71
• Marjin 2.000 23,90
• Harga Jual 7.000 83,70
3. Penyuling
• Harga Beli 7.000 83,70
• Biaya Produksi
o TK Penjemuran 20,00 0,23
o TK Penyuling 40,00 0,47
o Bahan Bakar 400,00 4,78
• Transportasi 20,00 0,23
• Keuntungan 90,00 1,07
• Marjin 570 6,81
§ Harga Jual 7.600 90,88
4. Tengkulak
• Harga Beli 7.600 90,88
• Biaya Angkut 15,00 0,17
• Biaya Pengemasan 7,5 0,08
• Keuntungan 215,33 2,57
• Marjin 237,83 2,84
• Harga Jual 7.837,83 93,72
5. Eksportir
• Harga Beli 7.837,83 93,72
• Biaya pengiriman 6,14 0,07
• Biaya pengemasan 47,29 0,56
• Biaya TK 40,5 0,48
• Biaya Sortasi 54,05 0,64
• Biaya Penyimpanan 3,0 0,035
• Keuntungan 373,35 4,46
• Marjin 524,33 6,27
• Harga Jual 8.362,16 100,00

78
79

Tabel 24. Marjin pada Masing-masing Pelaku Pasar dan Saluran


Pemasaran Biji Basah (Per Kg Biji Basah Pala) Desa
Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Tahun
2007

Saluran 1 Saluran 2
Pelaku Harga (%) Harga (%)
Pasar (Rp) (Rp)
1. Petani
• Biaya Pupuk 200 2,4 200 2,4

• Harga Jual 6.700 80,12 6.900 82,5


2. PPD
• Harga Beli 6.700 80,12 -
• Biaya Transportasi - - -
• Penyusutan 67 0,8 - -
• Keuntungan 233 2,78 - -
• Marjin 300 3,58 - -

• Harga Jual 7.000 0,83 - -


3. Penyuling 1
• Harga Beli 7.000 0,83 - -
• Biaya Produksi
- TK Penjemuran 20,00 0,23 - -
- TK Penyuling 40,00 0,47 - -
- Bahan Bakar 400,00 4,78 - -
• Transportasi 20,00 0,23 - -
• Keuntungan 120 1,43 - -
• Marjin 600 7,17 - -
§ Harga Jual 7.600 90,88 - -
4. Penyuling 2
• Harga Beli - 6.900 82,5
• Biaya Penjemuran - 20 0,23
• Biaya Penyulingan - 540,54 6,46
• Transportasi - 20 0,23

• Keuntungan - 119,46 1,42


• Marjin - 700 8,37
• Harga Jual - 7.600 90,88
5. Tengkulak
• Harga Beli 7.600 90,88 7.600 90,88
• Biaya Angkut 15,00 0,17 15,00 0,17
• Pengemasan 7,5 0,08 7,5 0,08
• Keuntungan 215,33 2,57 215,33 2,57
• Marjin 237,83 2,84 237,83 2,84
• Harga Jual 7.837,83 93,72 7.837,83 93,72
4. Eksportir
• Harga Beli 7.837,83 93,72 7.837,83 93,72
• Biaya pengiriman 6,14 0,07 6,14 0,07
• Biaya pengemasan 47,29 0,56 47,29 0,56
• Biaya TK 40,5 0,48 40,5 0,48
• Biaya Sortasi 54,05 0,64 54,05 0,64
• Biaya Penyimpanan 3,0 0,035 3,0 0,035
• Keuntungan 373,35 4,46 373,35 4,46
• Marjin 524,33 6,27 524,33 6,27
• Harga Jual 8.362,16 100 8.362,16 100

79
80

6.7.2. Farmer’s Share

Farmer’s share merupakan bagian harga yang dibayarkan oleh konsumen

yang dapat dinikmati oleh produsen. Semakin tinggi bagian harga yang diterima

petani, maka pemasaran dapat dikatakan semakin efisien, karena semakin rendah

mark-up atau persentase marjin, yang menunjukkan bahwa sistem pemasaran

tersebut dapat menyampaikan produk dari produsen ke konsumen dengan porsi

biaya dan keuntungan pedagang yang relatif lebih rendah.

a. Bentuk Buah Pala Seutuhnya

Tabel 23 menunjukkan bahwa bagian yang diterima petani dalam

penjualan dengan bentuk buah pala seutuhnya adalah sebesar 59,79 persen dari

harga jual di tingkat eksportir. Setelah dilakukan pengolahan hingga menjadi biji

basah, PPD akan menyalurkan kepada pihak penyuling. Pihak tersebut akan

melakukan pengolahan biji pala menjadi minyak pala. Hasil olahan tersebut

kemudian akan dijual kepada tengkulak, yang selanjutnya akan menyalurkan

minyak pala langsung kepada pihak eksportir.

b. Bentuk Biji Basah

Tabel 24 menunjukkan bahwa besarnya bagian harga yang diterima petani

pada saluran pemasaran 2 adalah lebih tinggi daripada saluran pemasaran 1.

Dengan memilih saluran pemasaran 2, petani akan mendapatkan harga yang lebih

tinggi dari hasil produksinya. Namun demikian, tidak seluruhnya dari petani akan

memilih Saluran 2. Karena hubungan antara petani dengan PPD sudah sangat baik

(langganan) dan adanya hubungan tetangga yang terjalin baik diantara mereka,

sehingga petani. Selain itu, karena volume transaksi yang kecil sehingga petani

80
81

merasa lebih efisien apabila menjual kepada PPD yang berlokasi tidak jauh dari

mereka.

Walaupun posisi petani yang lemah sebagai penerima harga berdasarkan

harga yang ditentukan eksportir, ternyata bagian harga yang diterima petani

dengan melakukan penjualan dalam bentuk biji basah cukup tinggi. Bagian harga

yang diterima petani adalah sebesar 80,12 persen dari harga jual di tingkat

eksportir pada saluran 1 dan pada saluran 2 bagian harga yang diterima petani

adalah sebesar 82,5 persen dari harga jual di tingkat eksportir. Besarnya bagian

harga yang diterima petani seperti ini dimungkinkan akibat jumlah biji basah yang

diminta tidak sebanding dengan penawaran yang ada. Sehingga pihak PPD

ataupun penyuling masih dapat memberikan harga yang cukup baik kepada petani.

Jadi harga yang disampaikan kepada petani adalah harga yang sebenarnya atau

harga yang tidak jauh berbeda dengan harga yang sebenarnya.

6.7.3. Rasio Biaya dan Keuntungan

Suatu pemasaran dapat dikatakan efisien bagi kedua pihak yaitu bagi

petani dan lembaga pemasaran dengan syarat sebagai berikut (Khairida, 2002) :

a. Bagi petani, pemasaran efisien bila harga yang diterima petani relatif tinggi

b. Bagi lembaga pemasaran, pemasaran efisien bial keuntungan yang diperoleh

relatif tinggi dan biaya yang dikeluarkan relatif rendah.

Syarat no.2 tercermin dalam rasio antara keuntungan dan biaya (p/c). jika

p/c =1 atau > 1 maka dapat dikatakan efisien dan begitu sebaliknya.

81
82

a. Bentuk Buah Seutuhnya

Efisiensi dari sisi petani terjadi pada tingkat harga Rp 5.000. Sedangkan

dari sisi pedagang efisiensinya dapat terlihat pada Tabel 25 berikut.

Tabel 25. Rasio Keuntungan terhadap Biaya Masing-masing Lembaga


pada Saluran Pemasaran dalam Bentuk Buah Pala Seutuhnya

Sal 1 Rasio p
Sal 1
Total Keuntungan terhadap
Total Biaya (C)
(p) C
Lembaga Pemasaran (Rp)
(Rp) (p/C)
PPD 100,33 1.899,67 18,00
Penyuling 480,00 90,00 0,18
Tengkulak 22,50 215,33 9,57
Eksportir 150,98 373,35 2,47

Berdasarkan Tabel 25 terlihat bahwa rasio keuntungan terhadap biaya

yang diperoleh PPD adalah sebesar 18. Artinya, setiap Rp 1 yang dikeluarkan oleh

PPD akan menghasilkan keuntungan sebanyak Rp 18. Sedangkan untuk

penyuling, rasio keuntungan terhadap biaya yang diperoleh adalah sebesar 0,18.

Untuk pihak tengkulak dan eksportir, rasio keuntungan dan biaya adalah sebesar

9,57 dan 2,47. Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa pemasaran yang dilakukan

PPD lebih efisien bila dibandingkan dengan lembaga-lembaga pemasaran lain.

b. Bentuk Biji Basah

Efisiensi pemasaran dalam bentuk biji basah dari sisi petani terjadi pada

saluran 2 dengan tingkat harga Rp 6.900. Sedangkan dari sisi pedagang, efisiensi

pemasaran dapat dilihat melalui perbandingan antara keuntungan dengan biaya

yang dikeluarkan seperti tersaji pada Tabel 26.

82
83

Tabel 26. Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Masing-masing Lembaga


pada Saluran Pemasaran dalam Bentuk Biji Basah

Sal 2
Sal 1 Sal 1 Sal 2
Rasio p Total Rasio p
Lembaga Total Biaya Total Total Biaya
terhadap C Keuntungan terhadap C
Pemasaran (C) Keuntungan (p) (C)
(p/C) (p) (p/C)
(Rp) (Rp) (Rp)
(Rp)
PPD 67,00 233,00 3,47 - - -
Penyuling 1 480,00 120,00 0,25 - - -
Penyuling 2 - - - 580,54 119,46 0,20
Tengkulak 22,50 215,33 9,57 22,50 215,33 9,57
Eksportir 150,98 373,35 2,47 150,98 373,35 2,47

Berdasarkan Tabel 26 terlihat bahwa rasio keuntungan terhadap biaya

diperoleh penyuling 2 adalah sebesar 0,2. Artinya, setiap Rp 1 yang dikeluarkan

oleh penyuling akan menghasilkan keuntungan sebanyak Rp 0,2. Untuk pihak

tengkulak dan eksportir, rasio keuntungan dan biaya adalah sebesar 9,57 dan 2,47.

Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa pemasaran yang dilakukan tengkulak

lebih efisien bila dibandingkan dengan lembaga- lembaga pemasaran lain.

6.2. Peningkatan Pendapatan Petani Pala

Potensi yang cukup baik dari komoditas pala sudah selayaknya dapat

memberikan pengaruh positif terhadap petani. Adanya permintaan akan produk-

produk turunan pala baik sebagai bahan baku makanan maupun minuman dalam

jumlah yang tinggi, harusnya memberikan imbalan kepada petani untuk dapat

memperoleh harga yang sesuai. Keunggulan hasil turunan pala berupa biji basah

yang terdapat di Desa Tamansari sebagai bahan baku utama pengolahan minyak

pala selayaknya menjadi salah satu aspek bagi petani untuk menetapkan harga

yang menguntungkan (tinggi). Faktor jarak yang membutuhkan tambahan biaya

transportasi menjadi salah satu hambatan bagi petani untuk dapat langsung

menjual produksinya kepada konsumen.

83
84

Berdasarkan hasil analisis efisiensi operasional pada dua bentuk penjualan

pala dan turunannya, menunjukkan bahwa dengan menjual hasil produksi berupa

biji basah langsung kepada pihak penyuling (dalam hal ini penyuling 2), maka

petani akan mendapatkan harga yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ketika

mereka menjual ke pedagang pengumpul desa. Hal ini tentu akan berpengaruh

terhadap pendapatan petani yang akan semakin meningkat. Saluran 2 pada

penjualan bentuk biji basah akan lebih menguntungkan bagi petani.

84
85

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

1. Bentuk biji basah pala merupakan bentuk yang paling banyak dipilih oleh 25

petani responden. Bentuk penjualan bentuk buah pala seutuhnya, yaitu

sebanyak 3 orang bentuk biji basah dengan memanfaatkan daging buah untuk

manisan pala dilakukan oleh 2 orang.

2. Saluran pemasaran penjualan dalam bentuk buah pala seutuhnya terdiri dari

satu pola pemasaran. Saluran pemasaran bentuk biji basah terdiri dari 2 pola

saluran pemasaran. Struktur pasar dari pala dan turunannya mengarah pada

persaingan tidak sempurna karena pada lembaga pemasaran tingkat PPD,

Penyuling, tengkulak, dan eksportir menghadapi pasar yang oligopoli dan

oligopsoni dalam posisinya sebagai penjual dan pembeli.

3. Marjin dan bagian harga yang diterima petani pada saluran pemasaran dalam

bentuk buah pala seutuhnya adalah sebesar Rp 3. 362,16 dan 59,79 persen..

Marjin dan bagian harga yang diterima petani pada saluran pemasaran dalam

bentuk biji basah adalah sebesar Rp 1.662,16 dan 80,12 persen (Saluran 1),

dan Rp 1.462,16 dan 82,5 persen (Saluran 2).

4. Peningkatan pendapatan petani akan diperoleh apabila petani menjual hasil

produksinya berupa biji basah (Saluran 2), karena tingkat harga yang

diperoleh akan lebih tinggi.

85
86

7.2. Saran

1. Sebaiknya petani memasarkan produknya ke pengumpul penyuling (saluran 2)

dalam bentuk biji basah agar diperoleh harga yang lebih tinggi.

2. Perlunya dukungan pemerintah dalam hal penyuluhan mengenai informasi

pasar hasil produksi pala.

3. Untuk penelitian lanjutan, dapat dibandingkan saluran pemasaran antara

lokasi penelitian dengan wilayah sentra pala lainnya.

86
87

DAFTAR PUSTAKA

Amang, Beddu, P. Simatupang, dan A. Rachman. 1996. Ekonomi Minyak


Goreng. IPB Press. Bogor.
.
Dahl, D.C and Hammond JW. 1987. Market and Price Analysis The Agriculture
Industry. Mc. Grawhill Book Company. New York.

Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan, Departemen Pertanian. Undang-


Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2004 Tentang
Perkebunan. (Jakarta : 2005).

Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan, Departemen Pertanian. Statistik


Perkebunan Indonesia (Pala : 1999-2001). (Jakarta : 2001).

Fitriardi, Farid. 2005. Analisis Pendapatan dan Marjin Pemasaran Padi Ramah
Lingkungan (Studi Kasus : Desa Sukagalih Kecamatan Sukaratu
Kabupaten Tasikmalaya). Skripsi. Jurusan Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Fransnicko, Hary. 2005. Mempelajari Penyulingan Biji Pala Kering dari Berbagai
Kelas Mutu dan Ukuran Rajangan terhadap Rendemen dan Mutu
Minyak Pala. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas
Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Hadad dan Cecep Firman. 2003. Budidaya Pala. Circular No. 5. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Hanafiah dan A.M. Saefuddin,. 1986. Tataniaga Hasil Perikanan. UI Press.


Jakarta.

Hilmiyati. 1998. Analisis Pemasaran Kayumanis (CASSIAVERA) Kasus di Desa


Siscam Kecamatan Agam Sumatera Barat. Skripsi. Jurusan Ilmu- ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Kohls, R.L dan Uhl, J.N.1985. Marketing of Agriculture Products. Sixth Edition.
Macmillan Publishing Company. U.S.A

Kurniawan, Iwan. 2003. Analisis Kelembagaan Pemasaran Gaharu di Kalimantan


Timur. Tesis. Jurusan Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertanian. IPB. Bogor.

Kurniawan, Wawan. 2005. Saluran dan Marjin Pemasaran Hasil Kebun Campuran
(Studi Kasus di Kampung Cengal, Desa Kracak, Kecamatan
Leuwiliang, Kabupaten Bogor). Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan.
Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.

87
88

Lestari, Muji. 2006. Analisis Tataniaga Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) (Kasus


: Kecamatan Prembun Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah).
Skripsi. Jurusan Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertanian. IPB. Bogor.

Limbong, W. H. dan P. Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian, Jurusan


Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Masdirwan, Herry. 2006. Analisis Efisiensi Saluran Pemasaran Manisan Buah


Pala di Desa Dramaga, Kabupaten Bogor. Skripsi. Jurusan Ilmu- ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Mulyahati, Atti. 2005. Saluran Pemasaran Wortel Kawasan Agropolitan Cianjur.


Skripsi. Jurusan Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas
Pertanian. IPB. Bogor.

Purcell, W.D. 1979. Agriculture Marketing. Reston Publishing Company Inc.


Virginia.

Putra, Nugraha Eka Anggun. 2006. Analisis Sistem Tataniaga Kayu Jenis Sengon
(Paraserianthes falcataria) dan Prospek Pengembangannya (Kasus di
Kecamatan Cililin Kabupaten Bandung Jawa Barat). Skripsi. Jurusan
Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Rismunandar. 1992. Budidaya dan Tataniaga Pala. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sudiyono, Armand. 2002. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhammadiyah


Malang Press. Malang.

Sutarno, Hadi dan Sumadi Atmowidjoyo. 2001. Tantangan Pengembangan dan


Fakta Jenis Tanaman Rempah. Prosea Indonesia. Bogor.

Syukur, Cheppy. 2002. Budidaya Tanaman Obat Komersial. PT. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Winandi, Ratna. 1999. Pemasaran Pertanian (Suatu Kajian Teoritik dan Empirik).
Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

88
89

Lampiran 1.

KUISIONER PETANI

I. Deskripsi Petani
• Tahun mulai bertani :
• Pendidikan terakhir :
• Status : menikah /tidak menikah
• Usia :
• Luas lahan :
• Kepemilikan pohon pala :
• Status lahan : milik sendiri/ sewa/ bagi hasil

BUDIDAYA
• Sudah berapa lama saudara bekerja di bidang pertanian?
a. 1-5 tahun
b. 5-10 tahun
c. 10-15 tahun
d. > 15 tahun
• Apa alasan Anda untuk melakukan usaha tani pala?
a. turun temurun
b. menguntungkan
c. sebagai usaha sampingan
d. lainnya, sebutkan…
• Sudah berapa lama usaha tani pala milik Anda?
a. 1-5 tahun
b. 5-10 tahun
c. 10-15 tahun
d. > 15 tahun
e. lainnya, sebutkan….
• Apakah saudara menjadikan usaha tani pala sebagai mata pencaharian utama?
a. Ya
b. Tidak
• Jumlah pekerja :
Jenis pekerjaan Jumlah (orang) Status pekerjaan* Upah/ minggu
(Rp)
Panen
Pengolahan lahan
Pemeliharaan
………………..
*) : (1) anggota keluarga (2) luar keluarga, isikan 1 atau 2 , atau 1 dan 2

• Biaya Produksi

PEMASARAN
• Biaya pengangkutan ke tujuan penjualan :
• Bentuk pala yang dijual seperti apa?
Alasan :

Sisa atau sampingan dari bentuk pala yang dijual apakah dimanfaatkan?
• Jika ya, untuk diolah kembali atau dijual?dan berapa keuntungannya?
Jawab :

• Jika tidak, mengapa?


Jawab :

89
90

• Dijual ke/tujuan penjualan (Bebas/ ada kontrak tertentu)


• Jika tujuan penjualannya terikat kontrak, maka :
No Tujuan penjualan Bentuk yang dijual Volume Harga (Rp/kg)
(kg)

1.

2.

• Jika tujuan penjualannya bebas, maka:


No Tujuan penjualan Bentuk yang dijual Volume Harga (Rp/kg)
(kg)

1.

2.

• Harga jual
Besarnya produksi (Kg) Harga jual (Rp/kg) Penerimaan (Rp)

• Apakah harga yang Anda terima dari pihak-pihak yang disebut diatas sudah sesuai
(lebih menguntungkan)?
a. Ya
b. Tidak
c. lainnya, sebutkan…………..
• Apakah Anda mengetahui harga jual pala, baik dalam bentuk biji, buah, minyak
atsiri, ataupun fuli?
a. Ya
b. Tidak
• Jika jawaban ya, maka dari mana Anda biasanya mengetahui harga tersebut?
a. pasar
b. surat kabar/radio
c. majalah
d. lainnya, sebutkan…

90
91

• Pernahkah anda mendapatkan penyuluhan mengenai budidaya pala dan cara


memasarkannya?
a. pernah
b. tidak pernah
• Jika jawaban ya, siapa/ pihak mana yang memberikan penyuluhan tersebut?
a. pihak PPL
b. aparat pemerintah desa
c. lainnya, sebutkan….
• Apakah Anda tergabung dalam kelompok tani pala?
a. Ya
b. Tidak
• Jika tergabung dalam kelompok tani, apa alasan Anda untuk ikut dalam klota
tersebut?

KUISIONER PEDAGANG

Tata cara pembelian (dalam seminggu terahir)


I. Deskripsi Pedagang
• Klasifikasi Pedagang : (1) Pengumpul Desa
(2) Pengumpul Kecamatan
(3) Penyuling
(4) Pengecer

• Nama Lembaga :………………………


• Bentuk Lembaga : (1) Perorangan (3) Firma/ CV
(2) Koperasi (4) Lainnya,sebutkan………..
• Tahun mulai beroperasi :……….
• Jumlah pembantu/ pegawai tetap
Jenis pekerjaan Jumlah (orang) Status pekerjaan Upah/ hari (Rp)

*) : (1) anggota keluarga (2) luar keluarga, isikan 1 atau 2 , atau 1 dan 2

II. Pembelian
• Bentuk pala yang dibeli (diurutkan berdasarkan volume)
(1)……………….. (2)……………….. (3)………………..

No Uraian Kegiatan pembelian


1 Sumber Pembelian -
2 Volume (kg) -
3 Harga (Rp/Kg) -
4 Lokasi -
5 Alasan membeli pada
sumber
6 Cara pembelian (%)
a. Bebas
b. Kontrak

91
92

7 Cara Pembayaran
a. Tunai
b. Bibayar
dimuka
c. Dibayar
sebagian
8 Cara penyerahan barang
a. Di tempat
pembeli
b. Di tempat
penjual
9 Cara penentuan harga
a. Ditentukan
petani
b. Ditentukan
pedagang
c. Ditentukan
pemerintah
d. Tawar-
menawar
10 Cara perolehan
informasi
5. Kaitan mutu dan Harga barang :
a. Apakah ada perbedaan mutu barang yang dibeli? (ya/tidak)
b. Jika ya, apakah ada perbedaan harga berdasarkan mutu? (ya/tidak)
c. Jika ya, dalam hal apa?
6. Hambatan dan masalah dalam proses pembelian (dalam seminggu terakhir)

No Masalah (1)= Ya
(2)=Tidak

1 Harga terlalu rendah/tinggi


2 Harga berfluktuasi tajam
3 Ketersediaan barang tidak kontinyu

4 Ketersediaan barang terlalu sedikit dibanding kemampuan


membeli
5 Sarana tidak memadai
6 Fasilitas angkutan langka
7 Peraturan pemerintah tidak jelas
8 Peraturan pemerintah membatasi masalah

9 Pungutan-pungutan terlalu besar


10 Keterbatasan tenaga terampil
11 Keterbatasan tenaga buruh
12 Kualitas barang dapat berubah
13 Kualitas barang sangat beragam
14 Keterbatasan modal

92
93

15 …………………………

III. Penjualan
1. Bentuk barang yang dijual (urutan dari volume terbesar)
(1)………………
Alasan menjual dalam bentuk ini………………..

(2)………………
Alasan menjual dalam bentuk ini………………..

2. Sisa atau sampingan dari hasil pala yang diolah dimanfaatkan atau tidak?
- Jika dimanfaatkan, berapa harga yang dapat diperoleh?
Jawab :

- Jika tidak dimanfaatkan, apa alasannya?


Jawab :

3. Dijual ke/ tujuan penjualan


No Tujuan penjualan Bentuk yang dijual Volume (kg) Harga (Rp/kg)

1.

2.

4. Tata cara penjualan (seminggu terakhir)


No Uraian Kegiatan
1 2 3 4
1 Tujuan Penjualan
2 Volume (kg)
3 Harga(Rp/kg)
4 Lokasi
5 Alasan penjualan
6 Cara penjualan
a. Bebas
b. Kontrak
7 Cara pembayaran
a. Tunai
b. Dibayar
dimuka
c. Dibayar
sebagian
8 Cara penyerahan barang
a. Ditempat
pembeli
b. Ditempat
penjual
9 Cara penentuan harga
a. Ditentukan
petani
b. Ditentukan
pedagang

93
94

c. Ditentukan
pemerintah
d. Tawar
menawar
10 Cara perolehan
informasi harga
V. Biaya keseluruhan
No Jenis kegiatan Biaya (Rp/kg)
1 Transportasi/pengangkutan
2 Pengemasan
3 Tenaga kerja
4 Retribusi
5 Penyusutan

6 Penyimpanan
7 Panen
8 …………..

Lampiran 2. Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga per Pohon per Musim
Tanam di Desa Tamansari Kecamatan Tamansari
Kabupaten Bogor tahun 2007

94
95

Jenis Kegiatan Jumlah hari Jumlah HOK Upah/hari Nilai


(1) (2) TK (2) x (3) (5) (4) x (5)

Pemupukan 0,02 1 0,02 Rp 22.500 Rp 450


Pemanenan 0,12 1 0,12 Rp 22.500 Rp 2.700
Pengelupasan 0,24 1,6 0,384 Rp 22.500 Rp 8.640
Total Rp 11.790

95

Anda mungkin juga menyukai