Oleh:
FITRINA
A14302014
Oleh:
FITRINA
A14303014
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Fitrina
A14303014
RIWAYAT HIDUP
Juni 1985. penulis merupakan anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan
Lampung tahun 1997 dan melanjutkan ke pendidikan menengah atas pada SMU
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi
Muslim Sosek pada tahun 2004/2005. Penulis juga aktif staf Departemen
dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
Kabupaten Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan. Semoga skripsi ini diberkati oleh Allah SWT dan dapat bermanfaat
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH
Pada kesempatan kali ini dengan setulus hati penulis mengucapkan terima
kasih kepada orang-orang yang telah memberikan doa, cinta, semangat dan empati
1. Keluarga penulis tercinta; Ayah, Mama, Tante Upik dan Om, Kakak-kakakku
tercinta (Nessy yunita, Desty Hidayati dan Salma Milanti Sari) dan adikku M.
tulisan ini.
3. Dr. Ir. Ratna Winandi MS selaku dosen penguji utama atas kritik dan saran
4. Eva Anggraini SPi, MSi selaku dosen penguji Wakil Komisi Pendidikan atas
5. Bapak Suwandi dari PT. Djasula Wangi atas semua informasi dan data-data
6. Sahabat-sahabat MD (Mai,Eka, Endang, Ratih dan Dian) dan chubby girls eps
40 (nie,hanum,puri, dan aroem). Terima kasih atas semangat dan hari- hari yag
tak terlupakan.
8. Penghuni WBA : Rita, Diana, Yeni, Ai, Lala, Neli, Devi, beserta adik-adikku
10. Teman-teman satu bimbingan: Andi Oktoriyana dan Rini Adriana atas
11. Staf Sekret EPS; mba Pini, teh Sopi, mba Santi, pak Basir, pak Dayat, dan pak
12. Teman-teman EPS 40 yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terimakasih
13. Semua pihak yang sangat membantu dan belum tercatat di lembaran ini
i
5.2. Keadaan Alam dan Geografis Desa Tamansari...........................................45
5.3. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian .................................................45
5.4. Sarana dan Prasarana ...................................................................................47
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................48
6.1. Karakteristik Responden .............................................................................48
6.1.1. Usia Petani Pala................................................................................49
6.1.2. Pendidikan Petani Pala .....................................................................49
6.1.3. Pengalaman Petani Berusahatani Pala ..............................................49
6.1.4. Kepemilikan Pohon Pala ..................................................................50
6.2 Kegiatan Usahatani Pala ...............................................................................50
6.3. Preferensi Petani Menjual Hasil Produksi Pala dan Turunannya ................53
6.4. Analisis Saluran Pemasaran Tanaman Pala dan Turunannya .....................55
6.5. Analisis Struktur Pasar ................................................................................57
6.5.1. Jumlah Lembaga Pemasaran ............................................................58
6.5.2. Konsentrasi Pasar .............................................................................61
6.5.3. Kondisi Keluar Masuk Pasar............................................................62
6.6. Analisis Perilaku Pasar Pala dan Turunannya.............................................64
6.6.1. Transaksi Pembelian dan Penjualan.................................................64
6.6.2. Praktek Penentuan Harga .................................................................66
6.6.3. Praktek dalam Menjalankan Fungsi Pemasaran...............................67
6.7. Analisis Efisiensi Pemasaran Pala dan Turunannya ...................................72
6.7.1. Marjin Pemasaran.............................................................................72
6.7.2. Farmer’s Share80…………………………………………………80
6.7.3. Rasio Biaya dan Keuntungan ...........................................................81
6.2. Peningkatan Pendapatan Petani Pala...........................................................83
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................85
7.1. Kesimpulan..................................................................................................85
7.2. Saran ............................................................................................................86
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................87
LAMPIRAN………...……………………………………………………………89
ii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Volume dan Nilai Ekspor Beberapa Produk Pala Indonesia
Tahun 2000-2005.........................................................................................2
iii
17. Jumlah Lembaga Pemasaran Buah Pala Seutuhnya di Desa Tamansari
Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Tahun 2007..............................57
20. Bentuk dan Kisaran Harga Pala dan Turunannya yang dijual Petani
Pala Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor
Tahun 2007.................................................................................................63
23. Marjin pada Masing- masing Pelaku Pasar dan Saluran Pemasaran Buah
Pala Seutuhnya (per Kilogram Biji Basah) Desa Tamansari Kecamatan
Tamansari Kabupaten Bogor Tahun 2007.................................................76
24. Marjin Pada Masing- masing Pelaku Pasar dan Saluran Pemasaran Biji
Basah (per Kilogram Biji Basah) Desa Tamansari Kecamatan Tamansari
Kabupaten Bogor Tahun 2007..................................................................77
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Pola Umum Saluran Pemasaran Produk-Produk Pertanian
di Indonesia ..............................................................................................24
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
2. Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga per Pohon per Musim Tanam di
Desa Tamansari Kecamatan Tamansari
Kabupaten Bogor tahun 2007....................................................................95
vi
1
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negara yang bercorak agraris; bumi, air, dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya, merupakan potensi yang sangat besar untuk
produktivitas, nilai tambah, dan daya saing, (6) memenuhi kebutuhan konsumsi
dan bahan baku industri dalam negeri, dan (7) mengoptimalkan pengelolaan
Perkebunan, 2004).
berkaitan dan saling mendukung dengan sektor lain dalam upaya memecahkan
menghasilkan devisa negara juga untuk memperluas kesempatan kerja dan juga
tinggi asli Indonesia, karena tanaman ini berasal dari Banda dan Maluku.
1
2
Komoditas ini merupakan salah satu dari beberapa komoditas utama yang
berkontribusi besar terhadap sub sektor perkebunan, antara lain kelapa, karet,
kelapa sawit, kopi, teh, lada, tembakau, kakao, pinang, tebu, dan bahan dari karet
2
3
yang terdiri dari biji pala, daging buah pala, fuli, dan minyak pala mengalami
keadaan yang stabil pada periode 1996-2005, dimana produk berupa biji pala
mencapai puncak ekspor pada tahun 2004 dengan volume 2.912,408 ton dan
nilainya US$ 8.462.048. produk berupa daging buah pala mengalami kenaikan
dan puncak pada tahun 2000 dengan volume 8.071,150 ton dan nilainya sebesar
US$ 39.270.190. produk berupa fuli mengalami kondisi yang stabil dimana
kenaikan dan penurunan ekspor tidak terjadi secara drastis, dimana terjadi puncak
ekspor pada tahun 2005 dengan volume sebesar 6.438,720 ton dan nilainya US$
21.639.318. Produk turunan berupa minyak pala mengalami puncak ekspor pada
tahun 2005 dengan volume 903,241 ton dan nilainya US$ 13.644.368. Suatu
kondisi yang baik ini sangat penting untuk terus dipertahankan dan ditingkatkan
melalui strategi dan langkah yang tepat dari semua pihak yang terkait dalam
sektor ini.
satu sentra produksi tersebut adalah Propinsi Jawa Barat. Menurut data dari
Propinsi Jawa Barat selama tahun 1996-2005 diperkirakan mencapai 498,400 ton
biji dan fuli per tahun. Produksi buah pala Propinsi Jawa Barat berasal dari
Kabupaten Bogor.
3
4
Pala sebagai salah satu komoditas unggulan, memiliki luas areal sebesar
521,18 hektar pada tahun 2006. Luas areal ini mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya, yaitu pada tahun 2005 sebesar 519,18 hektar. Perkembangan untuk
luas areal tanaman dan produksi buah pala di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada
Tabel 3.
yang baik dalam hal mengisi peluang pasar (segi kualitas dan kuantitas), baik
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk kebutuhan luar negeri
4
5
atau perkebunan rakyat. Para petani pala di Kabupaten Bogor menjual biji
(nutmeg in shell) dan fuli (mace) sebagai hasil samping dengan harga jual lebih
tinggi dari produk manisan pala (Bank Indonesia, 2002). Adanya potensi tersebut
akan sangat baik apabila didukung dengan suatu sistem pemasaran yang efisien.
disana cenderung untuk memanen pala yang sudah tua di pohon. Tanaman pala
dikenal dengan tanaman rempah yang memiliki nilai ekonomis. Hasil tanaman
pala yang biasa dimanfaatkan adalah buah pala. Buah pala terdiri dari daging buah
(77,8 persen), fuli (4 persen), tempurung (5,1 persen) dan biji (3,1 persen). Bagian
buah yang bernilai ekonomi cukup tinggi adalah biji pala dan fuli (mace) yang
dapat dijadikan minyak pala. Daging buah pala dimanfaatkan untuk diolah
menjadi manisan pala, asinan pala, dodol pala, selai pala dan sirup pala.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra produksi buah pala di Jawa
ini terdapat potensi yang cukup baik dalam hal pengembangan tanaman pala.
Tabel 4 akan menyajikan Luas Areal dan Produksi Pala di Kecamatan Tamansari
5
6
Produksi (Ton)
Luas Baku/Lahan Rata-rata Produksi
Tahun yang Ditempati (Ha) (Ton/Ha)
Bahan Mentah Hasil Olahan
2004 46,00 51,46 10,29 0,30
2005 46,00 46,42 11,60 0,34
2006 46,00 45,05 11,26 0,33
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2007
pemasaran hasil pertanian dalam hal ini adalah komoditas pala dan turunannya
informasi pasar tentang pasar sasaran, saluran pemasaran, kondisi persaingan dan
pemasaran yang terjadi dengan melakukan fungsi- fungsi pemasaran yang baik.
Berdasarkan hal di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
6
7
turunannya?
adalah :
turunannya.
7
8
1. Panen hasil produksi pala tidak terjadi pada bulan-bulan tertentu. Hal ini
2. Penulis hanya menganalisis penjualan dalam bentuk biji basah dan buah
pala seutuhnya. Sedangkan dalam bentuk daging dan fuli tidak dapat
dianalisis. Hal ini terkait dengan cuaca yang tidak bersahabat untuk
8
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
hingga lebih dari 100 tahun. Pala termasuk famili Myristicaceae. Famili ini terdiri
dari 5 genus (marga) dan 250 spesies (jenis). Dari 15 marga tersebut 5 marga
berada di daerah tropis Amerika, 6 marga di tropis Afrika, dan 4 marga di tropis
Asia (Rismunandar, 1992). Pala memiliki beberapa nama daerah, antara lain Falo
(Nias), palo (Minangkabau), kapala (Bima), gosora (Ternate), pala (Bugis), dan
jantan dan tanaman dengan bunga betina, bunga jantannya letaknya lebih tegak,
perisai, bunga betina letaknya horizontal, umumya 2-3 bunga saja. Daun tunggal,
bentul bulat telur, pangkal dan ujung daun meruncing, warna permukaan bawah
hijau kebiru-biruan dan permukaan bawah hijau tua, ukuran daun tanaman pala
jantan lebih kecil disbanding tanaman pala betina. Buah berbentuk buah pir, ujung
meruncing, kulit licin, berdaging. Biji berkeping dua, dilindungi oleh tempurung ,
bentuk bulat telur, semua bagian bunga berbulu kecuali ovarium dan buah muda
Terdapat beberapa jenis species pala yang dikenal selain jenis pala
berasal dari bagian utara Kepulauan Maluku, khususnya Ambon dan Banda.
Bagian biji pala dan fuli terkenal diseluruh Asia Tenggara. Pada tahun 1843
9
10
daerah tersebut menghasilkan pala skala besar, dan menjadi daerah penghasil pala
terbesar kedua setelah Indonesia. Pada saat ini pusat budidaya terdapat di Pulau
Sulawesi Utara (Manado), Sumatera bagian Barat, Jawa Barat dan di Irian Jaya,
pala dibudidayakan dalam skala kecil, dan memasuki pasar dunia melalui daerah
tersebut (PROSEA,2001).
Divisi : Spermatophyta
Klas : Dicotyledonae
Ordo : Ramales
Famili : Myristicaceae
Genus : Myristica
2.2.1. Iklim
Tanaman pala akan tumbuh baik pada daerah iklim tropis yang panas dan
lembab dengan suhu udara berkisar antara 25-30o C. Pada umumnya tanaman pala
sangat peka terhadap angin yang kuat/angin bayu, yang dapat merusak ujung
mahkota dan buah bisa berjatuhan sebelum masak petik (Rismunandar, 1992).
Oleh karena itu daerah-daerah yang tiupan anginnya keras, diperlukan tanaman
10
11
terlalu rapat dapat menghambat unsur hara. Tanaman pala tergolong kenis
2.2.2. Tanah
Tanaman pala membutuhkan tanah yang gembur, subur dan sangat cocok
pada tanah vulkanis yang mempunyai pembuangan air yang baik. Tanaman pala
tumbuh baik di tanah yang bertekstur pasir sampai lempung dengan kandungan
bahan organis yang tinggi. Keadaan tanah dengan kemasaman (pH) 5 - 6,5
merupakan rata-rata yang baik untuk pertumbuhan tanaman pala, karena keadaan
kimia maupun biologi tanah berada pada titik optimum. Pada tanah-tanah yang
miring seperti pada lereng pegunungan agar tanah tidak mengalami erosi sehingga
hingga rata-rata 700 meter dari permukaan laut. Diatas ketinggian tersebut sudah
tidak ditemukan pala lagi. Maka dapat dinyatakan, bahwa ketinggian tersebut
Tanaman pala rata-rata mulai berbuah pada umur 5-6 tahun. Setelah
mencapai umur 10 tahun hasilnya mulai meningkat dan meningkat terus hingga
mencapai optimum pada umur rata-rata 25 tahun. Produksi optimum ini bertahan
hingga tanaman pala berumur 60-70 tahun. Lambat laun produksinya menurun
hingga mencapai umur 100 tahun atau lebih, bila tidak ada aral melintang
(Rismunandar, 1992).
11
12
Bagian tanaman pala yang mempunyai nilai ekonomis adalah bagian buah.
(Rismunandar, 1992) :
1. Daging
Persentase berat daging adalah sebesar 77,8 persen dari buah pala. Daging
buah pala dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan manisan pala, baik dalam
bentuk basah maupun kering. Selain itu, daging pala juga dapat dijadikan bahan
baku tambahan dalam pengolahan minyak pala. Namun dengan kadar yang kecil,
yaitu sekitar 1-5 persen. Per 100 gram daging buah pala yang bisa dimakan kira-
kira terkandung air 10 gram, protein 7 gram, lemak 33 gram, minyak yang
cukup tinggi berasal dari negara- negara di Asia dan beberapa negara Eropa.
Sedangkan untuk pasar lokal, digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan
manisan pala.
2. Fuli
Fuli adalah benda yang menyelimuti biji buah pala yang berbentuk seperti
anyaman pala, disebut “bunga pala”. Persentase fuli adalah sebesar 4 persen dari
buah pala, diperoleh dengan mengelupasi biji basah. Kegunaan dari fuli adalah
pengeringan. Dalam hal ini, kandungan minyak yang terdapat pada fuli adalah
yang terbesar apabila dibandingkan dengan turunanan lain yaitu sebesar 14-16
12
13
tinggi dari Singapura, Belanda, USA, Jerman, dan India. Sedangkan untuk pasar
3. Biji
fuli), jika dibandingkan dengan daging buah pala. Biji basah memiliki persentase
sebesar 13,1 persen dari buah pala. Biji basah menjadi bahan baku utama dalam
pengolahan minyak pala yang dalam pengolahan lebih lanjut akan menjadi bahan
Sama halnya dengan fuli, biji basah memiliki jumlah permintaan yang
cukup tinggi di pasaran internasional dan lokal. Karena merupakan input utama
Setiap bagian dari buah pala yang sudah masak petik, dapat dijadikan
bahan olahan yang mempunyai nilai ekonomis. Ketiga bagian dari buah adalah :
daging buah, fuli, dan biji tanpa tempurung. Berikut ini akan dijelaskan mengenai
Minyak atsiri yang dikenal juga dengan nama minyak eteris atau minyak
terbang (essential oil, volatile oil) dihasilkan oleh tanaman. Di Indonesia pala
diolah dalam dua bentuk utama, yaitu minyak pala (terutama di daerah bagian
13
14
barat indonesia) yang merupakan salah satu jenis minyak atsiri utama dan ke
Minyak pala merupakan bahan ekspor di samping biji dan fulinya. Melalui
penyulingan fuli dapat diperoleh minyak pala yang jernih. Kadar minyak fuli
berkisar antara 7-18 persen. Dari daging biji pala dapat pula diperoleh lemak dan
minyak atsiri. Rata-rata kandungan lemak biji pala 30-40 persen dan minyak pala
rata-rata 12 persen. Tinggi rendahnya minyak pala tergantung pada tua mudanya
buah. Pada hakekatnya minyak pala dalam biji dibentuk terlebih dahulu daripada
lemaknya. Oleh sebab itu, biji pala bila akan disuling minyaknya, hendaknya
dipetik pada saat menjelang terbentu tempurung yaitu, kira-kira buah sudah
mencapai umur empat sampai lima bulan. Buah yang masih muda itulah yang
pala. Uap air panas dari dalam tungku pemanas air dialirkan ke dalam ketel
melalui pipa yang menghubungi keduanya. Uap air panas ini akan mendorong
keluar kandungan minyak dari pala yang telah dihancurkan. Setelah dari dalam
ketel, uap air dan minyak pala dalam fasa gas tersebut kembali dialirkan melalui
pipa sepanjang 30 meter yang dicelupkan dalam bak berisi air mengalir. Akibat
pendinginan tersebut, air dan minyak pala kembali dalam fasa cair dan ditampung
dalam ember penampungan. Dengan sendirinya, kedua zat tersebut akan terpisah.
Minyak menempati lapisan atas serta air di lapisan bawah, dan dengan memakai
14
15
Minyak pala yang akan diekspor keluar negeri tentu harus mengikuti
standar mutu tertentu yang telah ditetapkan. Tabel 5 akan menguraikan beberapa
Daging buah pala yang berair dan berasa asam selama ini juga telah
dimanfaatkan dalam industri rumah tangga sebagai makanan ringan manisan pala
atau diolah menjadi sirup pala. Begitu pula dengan selubung biji pala yang
pala.
Daging buah pala mengandung zat aromatik flavor yang terdiri dari dua
minyak atsiri yaitu : Myristica dan monoterpen. Memakan manisan pala dapat
menimbulkan rasa kantuk yang kemungkinan besar akibat dari kandungan minyak
Myristicin tersebut.
15
16
Bogor. Berdasarkan analisis diperoleh hasil bahwa; (1) terdapatnya peluang untuk
kepada pengusaha manisan buah pala sehingga bagian yang diterima pengusaha
(farmer’s share) menjadi rendah dan marjin pemasaran menjadi lebih tinggi. Hal
struktur pasar yang terjadi cenderung mengarah pada pasar persaingan tidak
efisien berdasarkan nilai marjin yang terendah dan bagian yang diterima petani
yang lain dilihat dari nilai marjin dan farmer’s share disebabkan oleh adanya
biaya tambahan akibat terjadinya upaya- upaya dalam mempertahankan mutu dan
16
17
(3)Petani? PPD? Eksportir. Sebaran marjin tataniaga tidak merata pada setiap
pada setiap saluran pemasaran. Keadaan tersebut dapat terjadi karena tingginya
tingkat resiko yang dihadapi eksportir serta pengolahan yang dilakukan dalam
volume besar sehingga dapat meningkatkan efisiensi teknis. Selain itu manajemen
yang akan dikeluarkan sudah direncanakan atau dianggarkan serta sudah ada
spesialisasi pekerjaan bagi karyawan. Struktur pasar cassiavera dicirikan oleh (1)
jumlah pembeli lebih sedikit daripada jumlah penjual (2) produk sudah
(3) penyebaran informasi yang tidak sempurna atau transparan diantara penjual
dan pembeli dan (4) ada hambatan untuk masuk pasar. Kondisi diatas
finansial dan pemasaran minyak pala (Myristica fragrans Houtt) studi kasus di
minyak pala yang dilakukan oleh Pt. Pavettia Atsiri Indonesia layak untuk
pemasaran yang terlibat dapat dilihat bagian yang diterima petani sangat kecil,
hanya sebesar du persen. Hal itu terjadi akibat adanya proses pengolahan lebih
lanjut dari bahan baku menjadi bahan jadi dari biji pala menjadi minyak pala.
17
18
Sehingga harga jual di tingkat konsumen berubah menjadi harga jual minyak pala,
minyak pala yang dilakukan oleh PT. Pavettia Atsiri Indonesia paling sensitif
terhadap kenaikan harga bahan baku berupa biji pala segar. Dari kajian terhadap
sistem pemasaran minyak pala di Kabupaten Bogor dapat disimpulkan bahwa ada
tiga pola rantai pemasaran pengolahan biji pala menjadi minyak pala yaitu, petani,
Tercipta tiga pola marjin pemasaran pengolahan biji pala menjadi minyak.
berdasarkan perhitungan yang dilakukan dari tiga pola tersebut dapat dilihat
bagian yang diterima petani sama untuk ketiga pola marjin pemasaran tersebut
yaitu sebesar dua persen. Hal itu terjadi karena harga jual biji pala dari petani
tetap dan harga jual dari eksportir kepada konsumen juga tetap.
18
19
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN
proses pertukaran tersebut mengarah pada konsep pasar, yaitu suatu himpunan
pembeli aktual dan pembeli potensial dari suatu produk (Limbong dan Sitorus,
1987).
tanpa komunikasi tatap muka antara penjual dan pembeli, bahkan untuk beberapa
penjual (selling broker) atau agen pembeli (buying broker). Dengan demikian, ada
kalanya penjual dan pembeli diwakili individu- individu dan transaksi tidak perlu
19
20
atau jasa-jasa dari titik produsen ke titik konsumen. produk (product), harga
konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu
lainnya. Lembaga pemasaran ini timbul karena adanya keinginan konsumen untuk
memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu, tempat dan bentuk yang
hubungan organisasi satu sama lainnya. Timbulnya badan-badan ini karena ada
terlibat. Dalam aturan main ini juga akan diuraikan fungsi masing- masing pihak
dalam kelembagaan tersebut. Sedangkan fungsi dari masing- masing pihak yang
terlibat mencerminkan gambaran kerja (tugas dan tanggung jawab) tiap pihak.
yang telah dilakukannya (jasa) pada kelembagaan suatu komoditas. Hal- hal yang
20
21
manfaat yang diterima dan biaya yang dikeluarkan oleh masing- masing pihak
akan tergantung pada kekuatan posisi tawar- menawar antara pihak yang satu
pemasaran yang terlibat di dalam proses penyaluran barang dari produsen sampai
pengumpul, tengkulak dan lain- lain; (2) lembaga yang menguasai tetapi
pelelangan dan lain- lain; (3) lembaga yang tidak memiliki dan tidak
21
22
seperti perusahaan kereta api, perusahaan pos dan giro dan lain- lain.
Firma, Koperasi dan lain- lain, (2) tidak berbadan hukum, seperti
Peningkatan nilai “guna” ini terwujud hanya apabila terdapat lembaga- lembaga
22
23
tersebut. Menurut Limbong dan Sitorus (1987), fungsi- fungsi pemasaran yang
yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk barang atau jasa siap
memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Dalam hal ini, setiap macam
hasil pertanian yamg berbeda akan mempunyai saluran tataniaga yang berlainan.
23
24
akhir dengan melihat potensi pembeli, geografi pasar, kebiasaan pembeli dan
volume pemasaran; (2) pertimbangan barang, meliputi nilai barang per unit, besar
dan berat barang, tingkat kerusakan dan sifat teknis barang; (3) pertimbangan
Pedagang
besar Pabrik/Eksportir
Tengkulak Perantara
Produsen
Pengecer Konsumen
Koperasi/KUD
akhir domestik
24
25
produk tersedia luas dan terjangkau oleh pasar sasaran. Fungsi paling penting
pasar barang konsumsi, mereka umumnya adalah pedagang besar dan pengecer.
Saluran 1
P Pengecer K
Saluran 2
R O
O N
D S
Saluran 3 U U
Pdg. Besar Pengecer
S M
E E
N N
pemasaran dapat dikaji melalui struktur pasar (Structure), tingkah laku pasar
25
26
para pembeli yang dapat dilihat dari jumlah lembaga pemasaran yang terlibat,
macam, yaitu pasar yang bersaing sempurna dan pasar yang bersaing tidak
sempurna. Pasar bersaing tidak sempurna terdiri dari pasar monopoli murni, pasar
duopoli, pasar oligopoli, pasar monopsoni, dan pasar oligopsoni. Ada 5 jenis
struktur pasar untuk sistem pemasaran pertanian, seperti yang ditampilkan pada
Tabel 6.
utama, yaitu pasar bersaing sempurna dan pasar bersaing tidak sempurna. Pasar
bersaing sempurna mempunyai ciri utama yaitu terdapat banyak pembeli dan
penjual, setiap pembeli dan penjual hanya menguasai sebahagian kecil dari barang
atau jasa yang dipasarkan sehingga tidak dapat mempengaruhi harga (price taker),
barang atau jasa yang dipasarkan bersifat homogen serta pembeli dan penjual
26
27
bebas keluar masuk pasar, sedangkan pasar bersaing tidak sempurna dapat dilihat
dari dua sisi, yaitu dari sisi pembeli (konsumen) dan dari sisi penjual (petani).
banyak penjual dan pembeli yang melakukan transaksi pada berbagai macam
harga dan bukan atas satu harga dengan produk yang berbeda corak. Pasar
oligopoli terdiri dari beberapa penjual yang sangat peka akan strategi pemasaran
tingginya hambatan untuk memasuki pasar. Pasar duopoli yaitu pasar dimana
terdapat dua penjual untuk produk tertentu. Pasar monopsoni akan dijumpai
merupakan kebalikan dari oligopoli, yaitu pasar dimana terdapat banyak pembeli.
Pasar monopoli hanya terdapat satu penjual yang mempunyai pengaruh atas
Perilaku pasar tersebut dilihat dari proses pembentukan harga dan stabilitas pasar,
serta ada tidaknya praktek jujur dari lembaga tersebut. Struktur pasar dan perilaku
pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur melalui perubahan
27
28
harga, biaya, margin pemasaran dan jumlah kuantitas yang diperdagangkan (Dahl
situasi penjualan dan pembelian yang terjadi. Dalam menganalisis perilaku pasar
ini, maka terdapat tiga pihak peserta pasar yang mempunyai kepentingan yang
berbeda. Produsen menghendaki harga yang tinggi, pasar output secara lokal
oligopsonistik), tersedia waktu dan informasi pasar yang cukup serta adanya
keuntungan yang maksimal, yaitu selisih marjin pemasaran dengan biaya untuk
harga wajar.
maupun lembaga- lembaga yang terlibat, di dalam “mengalirkan” barang dan jasa
mulai dari petani sampai ke konsumen akhir; ukuran untuk menentukan tingkat
kepuasan tersebut adalah sulit dan sangat relatif (Kohls dan Uhl, 1985). Ole h
sebab itu banyak pakar yang menggunakan indikator efisiensi operasional (teknik)
28
29
yang dapat meningkatkan ratio dari output- input pemasaran. Input pemasaran
oleh sebab itu sumber daya adalah biaya dan kegunaan adalah benefits dari ratio
efisiensi pemasaran. Biaya pemasaran secara sederhana adalah jumlah dari semua
harga sumber daya yang digunakan dalam proses pemasaran, oleh sebab itu
nilainya lebih mudah dihitung atau diprediksi dibanding indikator/ nilai kepusan
dilihat dari peningkatan dalam dua cara yaitu : (a) pada perubahan sistem
output dari proses pemasaran tanpa meningkatkan biaya pemasaran. Kedua cara
pemasaran atau sebaran harga antara harga di tingkat petani dengan di tingkat
perbedaan antara harga di tingkat petani dan harga di tingkat pengecer. Marjin
29
30
kuantitas dari produk yang dipasarkan. Sedangkan menurut Limbong dan Sitorus
(1987), marjin tataniaga dapat didefinisikan sebagai perbedaan harga yang dibayar
konsumen dengan harga yang diterima produsen. Tetapi dapat juga marjin
tataniaga ini dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga
sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir. Komponen marjin
pemasaran yang disebut biaya pemasaran atau biaya fungsional (functional cost)
Biaya tataniaga adalah semua jenis biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-
lembaga yang terlibat dalam sistem tataniaga suatu komoditi dalam proses
mempunyai motivasi atau tujan untuk mencari atau memperoleh keuntungan dari
dalam penyaluran suatu komoditi dari titik produsen sampai titik konsumen, maka
akan semakin besar perbedaan harga komoditi tersebut (Limbong dan Sitorus,
1987).
dengan kurva permintaan ditingkat lembaga tataniaga yang terlibat atau tingkat
pengecer, yang terdiri dari biaya tataniaga dan keuntungan tataniaga. Gambaran
mengenai marjin tataniaga dan nilai marjin tataniaga menurut Limbong dan
30
31
Harga
Sr
Sf
Pr
Dr
Pf
Jumlah
Df
Qr, F
merupakan hasil perkalian dari perbedaan harga pada dua tingkat lembaga
tataniaga (dalam hal ini selisih harga eceran dengan harga petani) dengan jumlah
produk yang dipasarkan. Besar nilai marjin tataniaga ini dinyatakan dalam (Pr –
per satuan atau perunit. Besar kecilnya marjin tataniaga sering digunakan sebagai
31
32
indikator yang membandingkan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir dan
negatif dengan marjin pemasaran, maka bagian yang akan diperoleh petani
berikut :
dimana :
keuntungan dan biaya pada masing- masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan
sebagai berikut :
32
33
dimana :
Potensi komoditas pala yang terdapat di lokasi penelitian adalah dari sisi
kualitas produksi pala yang dihasilkan. Bentuk-bentuk pala dan turunannya yang
lembaga- lembaga pemasaran yang antara lain adalah pedagang pengumpul desa,
diketahui melalui dua analisis, yaitu analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis
kualitatif akan dilakukan melalui analisis saluran pemasaran, struktur pasar, dan
perilaku pasar. Struktur pasar akan diketahui melalui jumlah lembaga pemasaran,
konsentrasi pasar, dan kondisi keluar masuk pasar. Perilaku pasar akan diketahui
melalui praktek pembelian dan penjualan, praktek penentuan harga, dan praktek
dengan melihat aspek marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan
terhadap biaya. Berdasarkan kedua analisis tersebut akan diketahui saluran yang
33
34
34
35
BAB IV
METODE PENELITIAN
bahwa Desa Taman sari merupakan salah satu sentra produksi pala di Kecamatan
atau rantai lembaga pemasaran. Hal ini dilakukan guna mengetahui saluran
(Lampiran 1).
benar-benar memasok pala atau tur unannya ke pasar. Penarikan responden petani
dilakukan secara sengaja (purposive), terutama petani yang baru saja berproduksi
35
36
dengan menelusuri saluran pemasaran pala yang dominan dari lokasi penelitian.
Studi Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, dan instansi lain yang berkaitan dengan
penelitian.
pemasaran.
yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk atau jasa siap untuk
turunannya dapat ditelusuri dari titik produsen sampai ke pedagang pengecer yang
36
37
pemasaran, maka jalur tersebut biasanya semakin panjang maka marjin yang
penyampaian barang dari produsen ke konsumen akhir dan arus barang yang
Perbedaan saluran pemasaran yang dilalui oleh suatu jenis barang akan
berpengaruh pada pembagian pend apatan yang diterima oleh masing- masing
pemasaran yang berbeda akan memberikan keuntungan yang berbeda pula kepada
yang melakukan fungsi- fungsi pemasaran, baik itu fungsi pertukaran, fungsi fisik
37
38
dari menerima harga secara pasif tetapi juga mencakup seluruh kegiatan, iklan,
pemasaran yang terbaik, tempat dan waktu yang tepat untuk memperoleh
penjualan.
Fungsi ini termasuk alernatif jalur dan jenis alat transportasi yang digunakan yang
dalam fungsi pemasaran namun dalam pemasaran produk pertanian fungsi ini
dari kerugian dari pemasaran produk. Resiko ini terdiri dari dua bagian, yaitu
resiko fisik dan resiko harga. Resiko fisik terjadi akibat kerusakan dari produk
pemasaran. Kegunaan dari fungsi pemasaran juga dapat dilakukan jika antar
38
39
penjual yang terlibat, heterogenitas produk yang dipasarkan, kondisi dan keadaan
produk, mudah tidaknya keluar masuk pasar serta informasi perubahan harga
sebagai berikut :
Dengan demikian,
pi = mji - Bti.............................(3)
39
40
konsumen akhir disebut dengan farmer’s share dan sering dinyatakan dalam
sehingga semakin tinggi marjin tataniaga,maka bagian yang akan diperoleh petani
berikut :
FS = P / K x 100%
Tingkat efisiensi sebuah sistem pemasaran juga dapat dilihat dari rasio
keuntungan dan biaya pada masing- masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan
sebagai berikut :
40
41
Ci = Biaya Pemasaran
1. Petani pala adalah pemilik pohon pala yang berada di Desa Tamansari, baik
pembelian dari petani dan yang menyalurkan produk kepada pedagang kepada
penyuling.
(penyuling 2).
4. Turunan dari tanaman pala adalah hasil sampingan atau bagian yang masih
bentuk tertentu.
5. Harga jual petani adalah harga rata-rata produk yang diterima petani per kg.
6. Harga beli pedagang pengumpul (Rp) adalah harga rata-rata produk per kg
7. Harga jual pedagang pengumpul (Rp) adalah harga rata-rata produk per kg
yang dijual pedagang kepada pedagang lainnya atau kepada konsumen akhir.
8. Marjin total adalah perbedaan harga yang dibayar konsumen dengan harga
yang diterima petani yang dinyatakan dalam satuan Rp/kg biji basah atau
41
42
9. Biaya pemasaran (Rp/kg biji basah) adalah semua biaya yang diperlukan
ke konsumen akhir.
10. Keuntungan pemasaran setiap lembaga (Rp/kg biji basah) adalah selisih antara
42
43
BAB V
dengan ibukota Republik Indonesia dan secara geografis mempunyai luas sekitar
2.301,95 Km2 terletak antara 6,19o – 6,47o lintang selatan dan 106o 1’ – 107o 103’
bujur timur.
tangga. Dari jumlah desa tersebut mayoritas mempunyai ketinggian sekitar kurang
dari 500 m terhadap permukaan laut, yakni 243 desa, sedangkan diantara 500 –
700 meter ada 144 desa dan sisanya 49 desa sekitar lebih dari 500 meter dari
permukaan laut. Hampir sebagian besar desa pada Kabupaten Bogor sudah
43
44
terklasifikasi sebagai Swakarya yakni 236 desa, lainnya 191 desa merupakan desa
usaha, kepadatan penduduk, dan sosial terdapat kategori desa perkotaan sebanyak
peternakan, dan kehutanan. Luas lahan yang digunakan untuk sawah tahun 2005
seluas 48.598 ha, sedangkan lahan kering seluas 268.504 ha. Adapun produksi
padi sawah tahun 2005 sebanyak 412.084 ton dan padi gogo/ladang 7.256 ton.
produksi ikan di Kabupaten Bogor. Produksi ikan kolam air sawah tahun 2005
sebanyak 1.113,20 ton, kolam air tenang 4.372,99 ton, kolam air deras 1.774,00
ton, benih ikan 703.098,10 ribu ekor dan ikan hias 72.523 ribu ekor.
Jenis ternak terdiri dari ternak besar, ternak kecil dan unggas yang
menghasilkan produksi dalam bentuk daging, susu dan telur. Produksi daging
(daging sapi, kerbau, kambing, domba, ayam dan itik) tahun 2005 sebesar
66.706.608 kg, susu 11.446.110 liter dan produksi telur (ayam dan itik)
29.636.080 butir.
44
45
Kabupaten Bogor. Batas wilayah Desa Tamansari yaitu sebelah Utara merupakan
Desa Pasir Eurih, sebelah Selatan berbatasan dengan Gunung Salak, sebelah Barat
berbatasan dengan Desa Sukajadi dan sebelah timur berbatasan dengan Desa
dengan waktu tempuh selama 120 menit dan jarak desa ke ibukota propinsi
Luas wilayah Desa Tamansari seluas 953,5 Ha. Wilayah tersebut terbagi
menjadi pemukiman seluas 142,5 Ha, bangunan sekolah 2 Ha, tempat peribadatan
5 Ha, pemakaman umum seluas 4 Ha, jalan seluas 2 Ha, pertanian sawah tadah
hujan seluas 15 Ha, hutan Lindung seluas 600 Ha, rekreasi dan olahraga untuk
lapangan sepak bola seluas 0,5 Ha, lapangan bola Volley atau Basket seluas 1 Ha,
taman rekreasi seluas 3 Ha, perikanan darat atau kolam seluas 2 Ha, dan sisanya
dengan ketinggian tempat 600 m dpl, curah hujan rata-rata per tahunnya sebesar
tahun 2005 sebanyak 10.776 jiwa dimana 5.283 jiwa berjenis kelamin perempuan
45
46
dan sisanya laki- laki sebanyak 5.493 jiwa dengan kepadatan penduduk 6 jiwa per
Km. Jumlah kepala keluarga (KK) yang terdapat di desa sebanyak 2.495 KK
sebanyak 1025 jiwa. Data Jumlah penduduk menurut golongan usia Desa
Tamansari masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari masih banyaknya
penduduk desa yang hanya berpendidikan tamatan Sekolah Dasar (SD), SLTP dan
tidak tamat SD. Data Kualitas penduduk desa jika dilihat dari jenis pendidikan
sebagai petani, buruh, dan pedagang. Jumlah penduduk yang bekerja di sektor
pertanian sekitar 1.590 jiwa yang terdiri dari 65 orang sebagai pemilik tanah
sawah, 229 orang sebagai pemilik tanah tegal/ladang, 700 orang sebagai
46
47
penyewa/penggarap, dan 1412 sebagai buruh tani. Jumlah penduduk yang bekerja
di sektor peternakan sebanyak 614 jiwa yang terdiri dari 90 orang pemilik ternak
kambing, 240 orang pemiliki ternak ayam, 94 orang pemiliki ternak domba, dan
194 orang buruh peternak. Jumlah penduduk yang bekerja di sektor perikanan
Sarana jalan beraspal merupakan jalan utama desa yang dapat dilalui oleh
berbagai kendaraan dari roda dua sampai truk. Angkutan umum sebagai sarana
transportasi ada dala m setiap waktu. Balai desa sebagai sarana pemerintahan desa
berada di pinggir jalan utama. Untuk sarana pendidikan, terdapat 2 Taman Kanak-
Islam, dan 1 SMU Negeri. Sarana peribadatan yang terdapat di Desa Tamansari
adalah 11 masjid, 40 musholah, dan 1 pura . Dalam hal sarana kesehatan terdapat
Apotik.
47
48
BAB VI
dari petani pala sebanyak 30 orang, pedagang pengumpul desa sebanyak 3 orang,
baik sebagai usaha sampingan maupun sebagai usaha pokok. Karakteristik petani
responden satu tidak banyak berbeda dengan responden lainnya. Para petani pala
di Desa Tamansari hampir seluruhnya menjual tanaman pala dalam bentuk biji
basah yang selanjutnya diolah menjadi minyak pala oleh penyuling. Pengolahan
daging pala menjadi manisan pala dilakukan oleh sebagian kecil petani. Kegiatan
ini hanya dilakukan apabila terdapat pesanan langsung dari konsumen, khususnya
48
49
Umur petani pala yang dipilih sebagai responden dalam penelitian ini
berkisar antara 27 tahun sampai 77 tahun. Klasifikasi usia petani pala di Desa
Tabel 10.
Petani pala dahulu lebih banyak mengolah daging buah pala untuk
kemudian menjualnya dalam bentuk manisan pala dan tidak memanfaatkan biji
basahnya. Sebagian dari petani responden hanya meneruskan usahatani pala dari
49
50
Kepemilikan pohon pala yang dimiliki oleh petani pala di Desa Tamansari
tidak sama antara satu petani dengan petani lain. Pohon pala yang dipelihara atau
diusahakan oleh petani tidak seluruhnya berada pada lahan khusus yang memang
dijadikan areal kebun petani. Terdapat pula petani yang sengaja menanam pohon
pala di pekarangan rumah. Tabel 13 akan menyajikan sebaran pohon pala yang
pala. Sebagian besar dari petani responden telah mengusahakan tanaman pala
sejak 15 tahun yang lalu. Tanaman pala akan mulai berbuah pada umur 7 tahun
50
51
dan pada umur 10 tahun telah berproduksi secara menguntungkan. Produksi dari
masing- masing pohon pala yang dimiliki petani akan berbeda-beda kualitas dan
ketika tahap buah mendekati masa petik. Tidak ada kegiatan pemeliharaan yang
pupuk. Jenis pupuk yang digunakan adalah pupuk NPK dan terdapat petani yang
diperhitungkan yang dikeluarkan oleh petani adalah biaya tenaga kerja dalam
keluarga. Seluruh tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani pala adalah
tenaga kerja dalam keluarga.Tenaga kerja dalam keluarga digunakan pada tiga
kegiatan, yaitu pemupukan dan pemanenan. Tenaga pria adalah yang diutamakan
dipakai untuk. Tenaga kerja wanita banyak digunakan ketika mengelupasi buah
pala menjadi biji basah. Dalam pemberian upah ant ara tenaga kerja pria dan
wanita terdapat perbedaan, yaitu upah yang diberikan kepada tenaga kerja pria
adalah sebesar Rp 25.000 dan wanita sebesar Rp 20.000 per hari dengan jam kerja
dari pukul tujuh pagi sampai dengan pukul satu siang (Lampiran 2).
Produksi yang diperjual belikan oleh petani adalah pala dalam bentuk
biji basah dan terdapat sebagian kecil petani yang menjual dalam bentuk buah
pala seutuhnya (sistem borongan). Nilai produksi merupakan nilai dari pala dan
produksi dengan harga jual. Besarnya nilai produksi antar petani akan berbeda, hal
ini dipengaruhi oleh banyaknya pohon pala yang dimiliki dan juga mutu pala dan
51
52
semua biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Pada saat penelitian,
harga rata-rata penjualan dalam bentuk buah pala seutuhnya adalah Rp 100.000
per pohon dan Rp 6.900 per kilogram untuk penjualan dalam bentuk biji basah.
Tabel 14. Nilai Produksi Rata-rata per Pohon Pala di Desa Tamansari
Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor 2007
Jumlah Produksi
a. Buah Pala Seutuhnya 700 buah
b. Biji Basah 20 Kg
Harga
a. Per buah Rp 142,85
b. Per Kilogram Biji Basah Rp 6.900
Nilai Produksi
a. Buah Pala Seutuhnya Rp 99.995
b. Biji Basah Rp 138.000
adalah perbandingan penerimaan dengan biaya. Ditinjau dari biaya total, petani
memperoleh R/C sebesar 3,4 dalam bentuk buah pala dan 2,5 dalam bentuk biji
basah. Artinya petani memperoleh Rp 3,4 dari setiap 1 rupiah yang dikeluarkan
untuk penjualan dalam bentuk buah pala dan memperoleh 2,5 dari setiap 1 rupiah
yang dikeluarkan untuk penjualan dalam bentuk biji basah. Tabel 15 akan
52
53
Tabel 15. Pendapatan Rata-rata Petani per Pohon Pala di Desa Tamansari
Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor 2007
No. Uraian Nilai
1. Penerimaan Usahatani
a. Buah Pala Seutuhnya Rp 100.000
b. Biji Basah Rp 138.000
2. Biaya Tunai Usahatani (1 kg Pupuk NPK)
a. Buah Pala Seutuhnya Rp 4.000
b. Biji Basah Rp 4.000
3. Biaya diperhitungkan (tenaga kerja dalam keluarga)
a. Buah Pala Seutuhnya Rp 450
b. Biji Basah Rp 11.750
4. Biaya Total Usahatani
a. Buah Pala Seutuhnya Rp 4.450
b. Biji Basah Rp 15.750
5. Pendapatan Usahatani atas biaya tunai
a. Buah Pala Seutuhnya Rp 95.550
b. Biji Basah Rp 126.250
6. Pendapatan Usahatani atas biaya total
a. Buah Pala Seutuhnya Rp 71.000
b. Biji Basah Rp 122.250
7. R/C atas biaya tunai
a. Buah Pala Seutuhnya 25
b. Biji Basah 34,5
8. R/C atas biaya total
a. Buah Pala Seutuhnya 22,47
b. Biji Basah 8,76
produksi pala dalam bentuk biji basah dan sisanya menjual dalam bentuk buah
pala seutuhnya. Bentuk biji basah didapatkan melalui proses pengelupasan pala
dari bagian cangkang dan daging. Umumnya petani melakukan penjualan dalam
bentuk ini dengan alasan tidak memerlukan banyak waktu untuk mendapatkan
uang. Kecuali apabila mereka ingin menjual dalam bentuk biji kering, yang
harganya memang cukup berbeda jauh dengan harga biji basah, mereka harus
menunggu beberapa hari untuk mendapatkan biji pala yang benar-benar kering.
sisaan berupa daging pala. Sampingan ini biasanya dimanfaatkan untuk manisan
53
54
pala dan dapat pula dimanfaatkan dalam bentuk daging kering. Dari 30 responden,
terdapat 2 orang petani (6,67 persen) selain menjual dalam bentuk biji basah juga
memanfaatkan dalam bentuk daging kering, para petani dapat menjual sampingan
ini untuk kemudian dijadikan sebagai bahan pembuat minyak dalam proses
penyulingan. Namun pada panen terakhir, para kedua petani responden tidak ada
yang memanfaatkan daging pala baik dalam bentuk basah maupun kering.
yang kemudian dijadikan sebagai pupuk yang diberakan di atas pohon pala milik
mereka. Dalam hal pengolahan menjadi manisan pala, petani yang biasanya
Penjualan dalam bentuk buah pala secara utuh oleh 3 petani responden (10
persen) dilakukan dengan alasan tidak perlu repot menghabiskan tenaga kerja
untuk melakukan pemanenan. Pembeli, dalam hal ini pemborong yang melakukan
Preferensi bentuk pala yang dijual oleh petani dapat dilihat pada Tabel 16.
54
55
tergantung yang terlibat dalam proses yang menjadikan suatu produk atau jasa
siap untuk digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen. Dalam penelitian ini
pala dan turunannya antara lain adalah: petani, pedagang pengumpul desa,
Eksportir
saluran. Penjualan buah pala seutuhnya dilakukan dengan sistem borongan. Pada
Saluran 1, petani menjual buah seutuhnya ini kepada PPD. Dalam hal ini, petani
tidak menanggung biaya penanggungan resiko. Penentuan harga ini juga didasari
oleh kuantitas dan kualitas buah pala yang siap dipanen. Buah pala seutuhnya
55
56
yang diperoleh PPD kemudian dikelupasi untuk diambil biji basahnya. Kemudian
menerima biji basah dari PPD, yang kemudian diolah menjadi minyak pala untuk
dijual kepada pihak tengkulak. Minyak pala kemudian dijual kepada pihak
eksportir yang berlokasi di Jakarta. Pola saluran pemasaran buah pala seutuhnya
Petani
Penyuling 1
Tengkulak
Petani Eksportir
Eksportir (Saluran 1)
Penjualan dalam bentuk biji basah terdiri dari 2 pola saluran pemasaran.
Pada saluran 1 petani menjual biji basah kepada Pedagang Pengumpul Desa
(PPD). Alasan mengapa petani menjual kepada PPD karena lebih mudah dan
cepat, hal ini terkait dengan lokasi PPD yang dekat dengan petani sehingga
mereka tidak memerlukan biaya untuk pengangkutan. Biji basah yang diterima
PPD kemudian dijual ke penyuling. PPD dalam menjual biji basah memiliki
56
57
membatasi PPD untuk menjual biji basah miliknya kepada penyuling lain.
Penyuling kemudian menjual hasil sulingan yang berupa minyak pala kepada
penyuling 2. Biji basah yang diterima oleh penyuling kemudian diolah dan
menghasilkan minyak pala. Hasil olahan tersebut kemudian dijual kepada pihak
tengkulak. Kemudian pihak tengkulak yang mengantar minyak pala kepada pihak
Petani
2
1
Penyuling 1
Tengkulak
Eksportir
lembaga pemasaran yang terlibat, konsentrasi pasar dan kondisi keluar masuk
57
58
pertanian baik berupa produk jadi maupun setengah jadi dalam penyampaiannya
tingkatan dan fungsi. Salah satu alasannya adalah karena tempatnya jauh dari
pengolahan lanjutan dan merupakan komoditi ekspor yang penting saat ini.
58
59
Dalam hal ini petani menghadapi struktur pasar oligopoli murni karena penjualan
dalam bentuk buah seutuhnya hanya dilakukan oleh sedikit petani dengan produk
jual beli dengan pihak petani. Dalam penelitian ini, terdapat 3 orang pedagang
pengumpul desa. Struktur pasar yang dihadapi PPD sebagai pembeli adalah
oligopsoni murni dan sebagai penjual PPD menghadapi struktur pasar oligopoli
murni.
petani. Dalam penelitian ini terdapat 3 penyuling. Pihak ini sudah merupakan
bagian dari rantai pemasaran yang biasa dilalui oleh PPD atau petani untuk
memasarkan hasil olahannya kepada tengkulak minyak pala. Sehingga dari sisi
pasar oligopsoni diferensiasi dan sebagai penjual akan menghadapi struktur pasar
Perusahaan ini akan mengekspor minyak pala ke beberapa negara di Eropa dan
Amerika. Dari sisi pembeli dan penjual, eksportir mengahadapi struktur pasar
59
60
tunai. Mereka dapat menjual hasil panen kepada pihak manapun tanpa ada ikatan
Tabel 18. Jumlah Lembaga Pemasaran Biji Basah Pala di Desa Tamansari
Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor Tahun 2007
menjual dalam bentuk biji basah, maka petani dalam posisinya sebagai penjual
menghadapi pasar bersaing murni. Struktur pasar yang bersaing murni ini terjadi
karena biji basah yang dijual bersifat homogen, tidak ada perbedaan yang
signifikan antara biji basah yang dijual oleh petani satu dan yang lainnya menurut
sudut pembeli.
jual beli dengan pihak petani. Dalam penelitian ini, terdapat 3 orang pedagang
pengumpul desa. Struktur pasar yang dihadapi PPD sebagai pembeli adalah
oligopsoni murni dan sebagai penjual PPD menghadapi struktur pasar oligopoli
murni.
petani. Dalam penelitian ini terdapat 3 penyuling. Pihak ini sudah merupakan
60
61
bagian dari rantai pemasaran yang biasa dilalui oleh PPD atau petani untuk
memasarkan hasil olahannya kepada tengkulak minyak pala. Sehingga dari sisi
pasar oligopsoni diferensiasi dan sebagai penjual akan menghadapi struktur pasar
Perusahaan ini akan mengekspor minyak pala ke beberapa negara di Eropa dan
Amerika. Dari sisi pembeli dan penjual, eksportir menghadapi struktur oligopsoni
Konsentrasi pasar pada tingkat penyuling dapat dilihat dari jumlah ketel
yang dimiliki dan frekuensi penyulingan yang mereka lakukan setiap satu minggu
pada masing- masing penyuling. Secara tidak langsung jumlah kepemilikan ketel
sebagai salah satu peralatan penting dalam penyulingan dan frekuensi pemasakan
minggunya, karena hampir seluruh komoditi pala dan turunannya akan berakhir di
penyulingan, baik itu melalui perantaraan PPD maupun dari petani secara
langsung kepada pihak penyuling. Volume transaksi pala dan turunannya per
61
62
Tabel 19. Volume Transaksi Biji Basah dari Desa Tamansari Kecamatan
Tamansari Kabupaten Bogor per minggu oleh Penyuling
Total
Jumlah Kapasitas Frekuensi
volume Persentase
Responden Kepemilikan Per Ketel Masak Per
transaksi per (%)
Ketel (Kwintal) Minggu
minggu
Penyuling 1 2 500 3 0,8 ton 61,50
Penyuling 2 - - 3 0,5 ton 38,46
Total 1,3 ton 100,00
Volume transaksi biji basah dari Desa Tamansari yang dilakukan oleh
penyuling 1 dan 2 adalah sebesar 0,8 ton dan 0,5 ton. Tabel diatas menunjukkan
bahwa seluruh produksi yang dihasilkan oleh petani dikuasai oleh pihak-pihak
pihak. Keadaan ini menunjukkan bahwa struktur pasar pala dan turunannya adalah
oligopsoni. Seluruh produk olahan pala dan turunannya yang berasal dari
minyak pala ke lokasi eksportir. Kisaran total minyak pala melalui penyuling dan
meninggalkan pasar. Hal ini dipengaruhi oleh tinggi rendahnya hambatan untuk
62
63
yang telah ada sebelumnya beroperasi dalam skala ekonomi dan akses saluran
distribusi.
dalam bentuk biji maupun buah seutuhnya di Desa Tamansari, pada tingkat
pedagang pengumpul desa terdapat hambatan yang cukup besar, yaitu dalam hal
modal. Hal ini merupakan suatu yang menyulitkan bagi pendatang baru untuk
masuk pasar. Selain itu, ada pedagang pengumpul desa yang sudah dipercaya oleh
pedagang pengumpul desa dengan petani adalah saling percaya dan sudah terjalin
petani. Kondisi ini menjadikan posisi pedagang pengumpul desa lebih kuat
harus memiliki modal dalam bentuk uang, juga diperlukan modal dalam bentuk
mesin penyuling dan lokasi untuk tempat penyulingan (penyuling 2). Sedangkan
bagi penyuling 2 harus memiliki tambahan modal untuk kios penampungan bahan
baku/input. Penyuling memperoleh input berupa biji pala yang diangkut sendiri
utama bagi pedagang pengumpul desa di Desa Tamansari, yaitu pada penyulingan
untuk memasuki pasar minyak pala sangat tinggi. Mengingat hubungan yang
mengikat dari tengkulak yang sudah terlebih dahulu dengan pihak penyuling yang
63
64
terlibat adalah dengan berdasarkan kekuatan masing- masing, dalam hal ini
dilihat dari praktek pembelian dan penjualan, proses penentuan atau pembentukan
setiap periode panen. Namun tidak menutup kemungkinan bagi mereka untuk
menjual ke pedagang lain. Hal ini terkait dengan perbedaan harga yang bersedia
Tabel 20. Bentuk dan Kisaran Harga Pala dan Turunannya yang dijual
Petani Pala Desa Tamansari KecamatanTamansari Kabupaten
Bogor Tahun 2007
Harga/satuan
Bentuk Pala Yang Dijual
(Rp)
Biji Basah 6.500– 6.900 per Kg
Buah Seutuhnya 50.000 – 100.000 per Pohon
Manisan Pala 15.000 – 16.000 per Kg
Daging Pala Kering 1.000 – 1.100 per Kg
dengan alasan agar cepat mendapatkan uang dari penjualan tersebut. Biji basah
64
65
adalah penjualan dalam bentuk buah pala seutuhnya, yaitu dengan sistem
borongan. Dalam bentuk ini, biasanya pedagang yang mendatangi sendiri petani
yang memiliki pohon pala. Pedagang menentukan harga berdasarkan kualitas dan
kuantitas buah pala yang ada di pohon. Harga yang ditentukan oleh pedagang
berkisar antara Rp 50.000 – Rp 100.000 per pohon pala. Pada sistem borongan ini,
seluruh buah pala akan dipanen sendiri oleh pedagang. Pedagang menanggung
semua biaya pemanenan dan resiko apabila terdapat buah yang rusak. Petani
hanya menerima harga jual yang dibayarkan pedagang tanpa menanggung resiko
apapun.
Pala merupakan komoditi yang berbuah secara terus menerus, tidak ada
bulan-bulan khusus dimana pala berbuah. Periode panen pala adalah 3 sampai 4
bulan sekali. Petani akan memperoleh hasil panen yang baik ketika panen di
musim kemarau. Hal ini akan sangat menguntungkan bagi pihak penyuling,
karena ini berarti terdapat jaminan ketersediaan pasokan pala bagi mereka. Waktu
pemanenan setiap petani berbeda-beda, hal ini terkait dengan periode atau waktu
pemanenan yang berbeda. Maka dapat dikatakan bahwa transaksi penjualan dan
pembelian pala dan turunannya di lokasi penelitian akan terjadi sepanjang tahun.
Berbeda dengan pala yang dapat dihasilkan tanpa melalui banyak kendala,
volume minyak pala yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh banyak faktor.
65
66
Diantaranya adalah kualitas biji pala dan turunannya (fuli) yang akan dimasak.
Apabila kualitas biji yang dimasak sedang buruk, maka kadar minyak rata-rata
hanya sekitar 11 persen. Akan tetapi, apabila kualitas pala dan turunannya dalam
kondisi baik, kadar minyak akan mencapai rata-rata sekitar 13-14 persen.
Maret tahun 2007 kadar minyak rata-rata adalah sekitar 13 persen. Dari 5000 kg
biji basah yang dikeringkan menghasilkan biji kering sebanyak 1000 kg (dengan
sampingan berupa fuli kering sebanyak 150 kg) yang dimasak, menghasilkan
minyak pala dengan jumlah 130 sampai 140 kg dengan harga rata-rata yang
Namun dalam memenuhi bahan baku (biji pala dan turunannya), penyuling tidak
hanya memasok dari Desa Tamansari. Mereka juga memasok bahan baku tersebut
memiliki posisi yang paling lemah dalam mata rantai pemasaran pala dan
turunannya. Kondisi ini terjadi karena petani adalah sebagai pihak penerima
harga yang terjadi adalah pada pedagang atau pelaku pemasaran yang ada di atas.
pala, yang didasarkan pada harga minyak pala dunia. Kemudian diikuti oleh
66
67
menentukan harga juga berdasarkan bentuk fisik minyak secara kasat mata dan
juga dengan menggunakan alat pengukur kadar minyak yang disebut alkohol
pedagang pengumpul desa atau petani. Begitu juga tingkat harga di tingkat petani
akan ditentukan oleh pihak pedagang pengumpul desa. Petani hanya menerima
harga yang telah ditentukan oleh pedagang-pedagang yang berada diatasnya. Hal
ini menjadikan petani berada pada posisi yang paling lemah dari semua mata
dalam satu kelompok saja Standarisasi diterapkan oleh petani, yaitu pala akan
dipanen setiap periode 3-4 bulan sekali. Pala yang dipanen saat mulai matang
petik, akan menghasilkan kadar minyak yang baik. Sebaliknya, apabila pala
terlambat atau terlalu cepat dipanen maka kadar minyak akan semakin sedikit.
nilai tambah terhadap tanaman pala dan turunannya baik nilai tambah kegunaan
mampu menyalurkan pala dan turunannya dari titik produsen hingga titik
67
68
hanya pada informasi harga yang diketahui berdasarkan harga minyak dunia yang
meneruskan informasi tersebut kepada PPD dan petani secara langsung melalui
tatap muka.
daerah penelitian. Transaksi penjualan dan pembelian pada tingkat petani ke PPD
dilakukan secara langsung, dimana PPD sendiri yang mendatangi petani untuk
membeli pala yang masih di pohon. Dalam hal ini pedagang mengambil seluruh
buah pala yang ada di pohon, menanggung seluruh biaya pemanenan, dan
menanggung resiko jika terdapat buah pala yang rusak. Fungsi pemasaran yang
dilakukan oleh petani adalah fungsi penjualan. Setelah memanen seluruh pala
yang ada di pohon, PPD masih harus mengelupasi daging buah untuk
mendapatkan biji basah yang nantinya akan mereka jual. Sisaan berupa daging
buah yang mereka dapatkan akan dibuang begitu saja sebagai limbah, karena pada
saat penelitian cuaca tidak mendukung untuk mereka menjemur sisaan tersebut
68
69
penjualan.
Biji basah yang diterima oleh penyuling kemudian diolah sedemikian rupa
sehingga menjadi produk olahan yang berupa minyak pala. Penyuling kemudian
menjual minyak pala kepada pihak tengkulak. Fungsi pemasaran yang dilakukan
informasi harga dan penanggungan resiko. Pihak tengkulak dalam hal ini
kepada pihak eksportir. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh tengkulak adalah
penjualan.
menerima minyak pala dari pihak tengkulak. Karena dalam hal ini eksportir
menerima pasokan minyak pala dari beberapa tengkulak di berbagai daerah, yang
tentunya memiliki kualitas yang berbeda. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh
informasi harga dan penjualan. Fungsi- fungsi pemasaran pada masing- masing
lembaga pemasaran penjualan dalam bentuk buah seutuhnya diuraikan pada Tabel
21.
69
70
Fungsi
Lembaga Petani PPD Penyuling Tengkulak Eksportir
Pemasaran
Fungsi Pertukaran
Pembelian - v v v v
Penjualan v v v v v
Fungsi Fisik
Penyimpanan - - v - v
Pengangkutan - v v v v
Pengolahan - - v - -
Fungsi Fasilitas
Standarisasi/grading v - - v v
Penanggungan Resiko - v v v v
Informasi Harga - - v v v
Keterangan : v melakukan fungsi pemasaran
- tidak melakukan fungsi pemasaran
secara langsung, dimana petani sendiri yang mengangkut biji basah ke tempat
PPD. Pembayaran dilakukan secara tunai ketika biji basah sampai di tangan PPD.
Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petani adalah fungsi penjualan dan
pengangkutan.
Biji basah yang diterima PPD kemudian dijual ke penyuling. PPD dalam
namun hal tersebut tidak membatasi PPD untuk menjual biji basah miliknya
kepada penyuling lain. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh PPD adalah fungsi
pembelian, pengangkutan dan penjualan. Biji basah yang diterima oleh penyuling
kemudian diolah sedemikian rupa sehingga menjadi produk olahan yang berupa
minyak pala. Penyuling kemudian menjual minyak pala kepada pihak tengkulak.
70
71
Pihak tengkulak dalam hal ini mengambil minyak pala langsung ke lokasi
menerima minyak pala dari pihak tengkulak. Karena eksportir menerima pasokan
minyak pala dari beberapa tengkulak di berbagai daerah, yang tentunya memiliki
kualitas yang berbeda. Fungsi pemasaran yang dilakukan eksportir antara lain
dan penjualan. Fungsi- fungsi pemasaran pada masing- masing lembaga pemasaran
Informasi Harga - - v v v
71
72
terlibat dalam jalur tataniaga tersebut. Sebagian besar hasil panen pala milik
bentuk biji basah. Sangat jarang ditemukan petani menyalurkan hasil panen dalam
bentuk daging sebagai bahan baku industri manisan pala dan sebagainya. Dari 30
responden, terdapat 2 orang responden yang mengolah daging buah untuk menjadi
manisan pala. Mereka akan mengolah apabila memang ada konsumen yang
memesan secara langsung. Jika tidak ada pemesanan, mereka akan membuang
Pala yang kemudian akan menjadi minyak pala akan mengalami proses
pengolahan yang mengubah bentuk biji basah atau buah seutuhnya menjadi
minyak pala. Dahl and Hammond (1977) menegaskan bahwa untuk menghitung
marjin pemasaran suatu komoditas harus dalam satu satuan pengukuran, maka
semakin besar perubahan dan semakin banyak komoditas yang menyusun suatu
produk akhir, maka akan semakin sulit menghitung marjin pemasarannya. Pala
Penjualan dalam bentuk buah pala seutuhnya mempunyai satu pola saluran
72
73
Eksportir
diperoleh dari PPD, penyuling, tengkulak, dan eksportir. Marjin terbesar adalah
pada lembaga pemasaran PPD yaitu sebesar Rp 2.000. Biaya yang dikeluarkan
oleh PPD untuk transportasi sebesar Rp 33,33 untuk 1 kilogram biji basah.
Pemanenan dan pengelupasan buah pala dilakukan oleh tenaga kerja dalam
keuarga. Biaya penyusutan yang ditanggung oleh PPD adalah sebesar Rp 67 untuk
Penyuling 1 yang lokasinya jauh dari PPD, yaitu di Desa Ciherang Pondok
untuk mengangkut biji basah sebanyak kurang lebih 5 ton biji basah. Maka biaya
angkut biji basah per kilogram adalah Rp 20. Setelah sampai di lokasi
penyulingan, biji basah dipisahkan dari kulit yang mengelupasinya (fuli) untuk
kerja yang dibayar Rp 25.000 per hari. Lamanya penjemuran adalah 4 hari,
dengan kondisi panas yang baik. Maka biaya penjemuran hingga menghasilkan
biji kering dan fuli kering adalah Rp 20 per kilogram biji basah. Setelah kering,
yang rata-rata waktu penyulingan normal adalah sekitar 42 jam. Dalam proses
per orang. Dalam hal ini biaya penyulingan adalah Rp 40 per kilogram biji basah.
73
74
sebanyak 4 drum, atau sekitar 800 liter minyak tanah. Harga minyak tanah per
liter adalah Rp 2.500. Maka biaya bahan bakar per 1 kilogram biji basah adalah
Rp 400.
dan minyak pala telah siap untuk dijual. Tengkulak akan mengangkut sendiri
per kg biji basah. Biaya tenaga kerja di tingkat eksportir sulit diperhitungkan,
karena eksportir tidak hanya menjual dan membeli minyak pala tetapi juga
minyak atsiri lainnya dan tenaga kerja dibayar per bulan. Maka biaya tenaga kerja
minyak atsiri yang dikalikan dengan total biaya tenaga kerja yang dibayarkan per
bulannya. Diperoleh biaya tenaga kerja yang ditanggung perkilogram biji basah
adalah Rp 40,5. Biaya pengiriman minyak pala ke luar negeri adalah sebesar
Rp 6,14 per kg biji basah. Biaya sortasi yang dikeluarkan oleh eksportir adalah
berkapasitas 500 drum sebesar Rp 10 juta per tahun. Secara lengkap mengenai
marjin pemasaran pala dalam bentuk buah pala seutuhnya pada Tabel 23.
74
75
b. Biji Basah
Eksportir (Saluran 1)
diperoleh dari PPD, penyuling 1, tengkulak, dan eksportir. Marjin terbesar adalah
biaya pemasaran, karena lokasi PPD tidak jauh dari rumah mereka. Pemanenan
Begitu pula dengan PPD, pihak ini tidak menge luarkan biaya pemasaran. Karena
pihak penyuling sendiri yang mengambil biji basah ke PPD. Selain itu, tidak ada
Penyuling 1 yang lokasinya jauh dari PPD, yaitu di Desa Ciherang Pondok
untuk mengangkut biji basah sebanyak kurang lebih 5 ton biji basah. Maka biaya
angkut biji basah per kilogram adalah Rp 20. Setelah sampai di lokasi
penyulingan, biji basah dipisahkan dari kulit yang mengelupasinya (fuli) untuk
kerja yang dibayar Rp 25.000 per hari. Lamanya penjemuran adalah 4 hari,
dengan kondisi panas yang baik. Maka biaya penjemuran hingga menghasilkan
75
76
biji kering dan fuli kering adalah Rp 20 per kilogram biji basah. Setelah kering,
yang rata-rata waktu penyulingan normal adalah sekitar 42 jam. Dalam proses
per orang. Dalam hal ini biaya penyulingan adalah Rp 40 per kilogram biji basah.
sebanyak 4 drum, atau sekitar 800 liter minyak tanah. Harga minyak tanah per
liter adalah Rp 2.500. Maka biaya bahan bakar per 1 kilogram biji basah adalah
Rp 400.
dan minyak pala telah siap untuk dijual. Tengkulak akan mengangkut sendiri
minyak pala dari penyuling dengan menggunakan mobil angkut ke lokasi ekportir.
adalah sebesar Rp 7,5 per kg biji basah. Selanjutnya pihak esportir melakukan
pengemasan minyak pala dengan biaya Rp 47,29 per kg biji basah. Biaya tenaga
menjual dan membeli minyak pala tetapi juga minyak atsiri lainnya dan tenaga
kerja dibayar per bulan. Maka biaya tenaga kerja dihitung berdasarkan persentase
kontribusi minyak pala terhadap total penjualan minyak atsiri yang dikalikan
adalah Rp 40,5. Biaya pengiriman minyak pala ke luar negeri adalah sebesar
76
77
Rp 6,14 per kg biji basah. Biaya sortasi yang dikeluarkan adalah sebesar
Rp 54,05. Adapun biaya penyimpanan adalah biaya sewa gudang berkapasitas 500
dari pihak penyuling 2, tengkulak, dan eksportir. Biaya yang dikeluarkan oleh
penyuling antara lain biaya penjemuran yaitu sebesar Rp 20 per 1 kilogram biji
Caringin sebesar Rp 20 per 1 kilogram biji basah, dan biaya penyulingan per 1
kilogram biji basah adalah sebesar Rp 540,-. Biaya penyulingan ini berdasarkan
selesai dan minyak pala telah siap untuk dijual. tengkulak akan mengangkut
sendiri minyak pala dari penyuling dengan menggunakan mobil angkut ke lokasi
pengumpul penyuling yaitu sebesar Rp 700 dengan biaya yang dikeluarkan adalah
77
78
Saluran 1
Pelaku Harga (%)
Pasar (Rp)
1. Petani
• Biaya Pupuk 200 2,40
• Harga Jual 5.000 59,79
2. PPD
• Harga Beli 5.000 59,79
• Biaya Transportasi 33,33 0,39
• Penyusutan 67 8,01
• Keuntungan 1899,67 22,71
• Marjin 2.000 23,90
• Harga Jual 7.000 83,70
3. Penyuling
• Harga Beli 7.000 83,70
• Biaya Produksi
o TK Penjemuran 20,00 0,23
o TK Penyuling 40,00 0,47
o Bahan Bakar 400,00 4,78
• Transportasi 20,00 0,23
• Keuntungan 90,00 1,07
• Marjin 570 6,81
§ Harga Jual 7.600 90,88
4. Tengkulak
• Harga Beli 7.600 90,88
• Biaya Angkut 15,00 0,17
• Biaya Pengemasan 7,5 0,08
• Keuntungan 215,33 2,57
• Marjin 237,83 2,84
• Harga Jual 7.837,83 93,72
5. Eksportir
• Harga Beli 7.837,83 93,72
• Biaya pengiriman 6,14 0,07
• Biaya pengemasan 47,29 0,56
• Biaya TK 40,5 0,48
• Biaya Sortasi 54,05 0,64
• Biaya Penyimpanan 3,0 0,035
• Keuntungan 373,35 4,46
• Marjin 524,33 6,27
• Harga Jual 8.362,16 100,00
78
79
Saluran 1 Saluran 2
Pelaku Harga (%) Harga (%)
Pasar (Rp) (Rp)
1. Petani
• Biaya Pupuk 200 2,4 200 2,4
79
80
yang dapat dinikmati oleh produsen. Semakin tinggi bagian harga yang diterima
petani, maka pemasaran dapat dikatakan semakin efisien, karena semakin rendah
penjualan dengan bentuk buah pala seutuhnya adalah sebesar 59,79 persen dari
harga jual di tingkat eksportir. Setelah dilakukan pengolahan hingga menjadi biji
basah, PPD akan menyalurkan kepada pihak penyuling. Pihak tersebut akan
melakukan pengolahan biji pala menjadi minyak pala. Hasil olahan tersebut
Dengan memilih saluran pemasaran 2, petani akan mendapatkan harga yang lebih
tinggi dari hasil produksinya. Namun demikian, tidak seluruhnya dari petani akan
memilih Saluran 2. Karena hubungan antara petani dengan PPD sudah sangat baik
(langganan) dan adanya hubungan tetangga yang terjalin baik diantara mereka,
sehingga petani. Selain itu, karena volume transaksi yang kecil sehingga petani
80
81
merasa lebih efisien apabila menjual kepada PPD yang berlokasi tidak jauh dari
mereka.
harga yang ditentukan eksportir, ternyata bagian harga yang diterima petani
dengan melakukan penjualan dalam bentuk biji basah cukup tinggi. Bagian harga
yang diterima petani adalah sebesar 80,12 persen dari harga jual di tingkat
eksportir pada saluran 1 dan pada saluran 2 bagian harga yang diterima petani
adalah sebesar 82,5 persen dari harga jual di tingkat eksportir. Besarnya bagian
harga yang diterima petani seperti ini dimungkinkan akibat jumlah biji basah yang
diminta tidak sebanding dengan penawaran yang ada. Sehingga pihak PPD
ataupun penyuling masih dapat memberikan harga yang cukup baik kepada petani.
Jadi harga yang disampaikan kepada petani adalah harga yang sebenarnya atau
Suatu pemasaran dapat dikatakan efisien bagi kedua pihak yaitu bagi
petani dan lembaga pemasaran dengan syarat sebagai berikut (Khairida, 2002) :
a. Bagi petani, pemasaran efisien bila harga yang diterima petani relatif tinggi
Syarat no.2 tercermin dalam rasio antara keuntungan dan biaya (p/c). jika
p/c =1 atau > 1 maka dapat dikatakan efisien dan begitu sebaliknya.
81
82
Efisiensi dari sisi petani terjadi pada tingkat harga Rp 5.000. Sedangkan
Sal 1 Rasio p
Sal 1
Total Keuntungan terhadap
Total Biaya (C)
(p) C
Lembaga Pemasaran (Rp)
(Rp) (p/C)
PPD 100,33 1.899,67 18,00
Penyuling 480,00 90,00 0,18
Tengkulak 22,50 215,33 9,57
Eksportir 150,98 373,35 2,47
yang diperoleh PPD adalah sebesar 18. Artinya, setiap Rp 1 yang dikeluarkan oleh
penyuling, rasio keuntungan terhadap biaya yang diperoleh adalah sebesar 0,18.
Untuk pihak tengkulak dan eksportir, rasio keuntungan dan biaya adalah sebesar
9,57 dan 2,47. Berdasarkan hal tersebut terlihat bahwa pemasaran yang dilakukan
Efisiensi pemasaran dalam bentuk biji basah dari sisi petani terjadi pada
saluran 2 dengan tingkat harga Rp 6.900. Sedangkan dari sisi pedagang, efisiensi
82
83
Sal 2
Sal 1 Sal 1 Sal 2
Rasio p Total Rasio p
Lembaga Total Biaya Total Total Biaya
terhadap C Keuntungan terhadap C
Pemasaran (C) Keuntungan (p) (C)
(p/C) (p) (p/C)
(Rp) (Rp) (Rp)
(Rp)
PPD 67,00 233,00 3,47 - - -
Penyuling 1 480,00 120,00 0,25 - - -
Penyuling 2 - - - 580,54 119,46 0,20
Tengkulak 22,50 215,33 9,57 22,50 215,33 9,57
Eksportir 150,98 373,35 2,47 150,98 373,35 2,47
tengkulak dan eksportir, rasio keuntungan dan biaya adalah sebesar 9,57 dan 2,47.
Potensi yang cukup baik dari komoditas pala sudah selayaknya dapat
produk turunan pala baik sebagai bahan baku makanan maupun minuman dalam
jumlah yang tinggi, harusnya memberikan imbalan kepada petani untuk dapat
memperoleh harga yang sesuai. Keunggulan hasil turunan pala berupa biji basah
yang terdapat di Desa Tamansari sebagai bahan baku utama pengolahan minyak
pala selayaknya menjadi salah satu aspek bagi petani untuk menetapkan harga
transportasi menjadi salah satu hambatan bagi petani untuk dapat langsung
83
84
pala dan turunannya, menunjukkan bahwa dengan menjual hasil produksi berupa
biji basah langsung kepada pihak penyuling (dalam hal ini penyuling 2), maka
petani akan mendapatkan harga yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan ketika
mereka menjual ke pedagang pengumpul desa. Hal ini tentu akan berpengaruh
84
85
BAB VII
7.1. Kesimpulan
1. Bentuk biji basah pala merupakan bentuk yang paling banyak dipilih oleh 25
sebanyak 3 orang bentuk biji basah dengan memanfaatkan daging buah untuk
2. Saluran pemasaran penjualan dalam bentuk buah pala seutuhnya terdiri dari
satu pola pemasaran. Saluran pemasaran bentuk biji basah terdiri dari 2 pola
saluran pemasaran. Struktur pasar dari pala dan turunannya mengarah pada
3. Marjin dan bagian harga yang diterima petani pada saluran pemasaran dalam
bentuk buah pala seutuhnya adalah sebesar Rp 3. 362,16 dan 59,79 persen..
Marjin dan bagian harga yang diterima petani pada saluran pemasaran dalam
bentuk biji basah adalah sebesar Rp 1.662,16 dan 80,12 persen (Saluran 1),
produksinya berupa biji basah (Saluran 2), karena tingkat harga yang
85
86
7.2. Saran
dalam bentuk biji basah agar diperoleh harga yang lebih tinggi.
86
87
DAFTAR PUSTAKA
Fitriardi, Farid. 2005. Analisis Pendapatan dan Marjin Pemasaran Padi Ramah
Lingkungan (Studi Kasus : Desa Sukagalih Kecamatan Sukaratu
Kabupaten Tasikmalaya). Skripsi. Jurusan Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi
Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Fransnicko, Hary. 2005. Mempelajari Penyulingan Biji Pala Kering dari Berbagai
Kelas Mutu dan Ukuran Rajangan terhadap Rendemen dan Mutu
Minyak Pala. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas
Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Hadad dan Cecep Firman. 2003. Budidaya Pala. Circular No. 5. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Kohls, R.L dan Uhl, J.N.1985. Marketing of Agriculture Products. Sixth Edition.
Macmillan Publishing Company. U.S.A
Kurniawan, Wawan. 2005. Saluran dan Marjin Pemasaran Hasil Kebun Campuran
(Studi Kasus di Kampung Cengal, Desa Kracak, Kecamatan
Leuwiliang, Kabupaten Bogor). Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan.
Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.
87
88
Putra, Nugraha Eka Anggun. 2006. Analisis Sistem Tataniaga Kayu Jenis Sengon
(Paraserianthes falcataria) dan Prospek Pengembangannya (Kasus di
Kecamatan Cililin Kabupaten Bandung Jawa Barat). Skripsi. Jurusan
Ilmu- ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Rismunandar. 1992. Budidaya dan Tataniaga Pala. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
Winandi, Ratna. 1999. Pemasaran Pertanian (Suatu Kajian Teoritik dan Empirik).
Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
88
89
Lampiran 1.
KUISIONER PETANI
I. Deskripsi Petani
• Tahun mulai bertani :
• Pendidikan terakhir :
• Status : menikah /tidak menikah
• Usia :
• Luas lahan :
• Kepemilikan pohon pala :
• Status lahan : milik sendiri/ sewa/ bagi hasil
BUDIDAYA
• Sudah berapa lama saudara bekerja di bidang pertanian?
a. 1-5 tahun
b. 5-10 tahun
c. 10-15 tahun
d. > 15 tahun
• Apa alasan Anda untuk melakukan usaha tani pala?
a. turun temurun
b. menguntungkan
c. sebagai usaha sampingan
d. lainnya, sebutkan…
• Sudah berapa lama usaha tani pala milik Anda?
a. 1-5 tahun
b. 5-10 tahun
c. 10-15 tahun
d. > 15 tahun
e. lainnya, sebutkan….
• Apakah saudara menjadikan usaha tani pala sebagai mata pencaharian utama?
a. Ya
b. Tidak
• Jumlah pekerja :
Jenis pekerjaan Jumlah (orang) Status pekerjaan* Upah/ minggu
(Rp)
Panen
Pengolahan lahan
Pemeliharaan
………………..
*) : (1) anggota keluarga (2) luar keluarga, isikan 1 atau 2 , atau 1 dan 2
• Biaya Produksi
PEMASARAN
• Biaya pengangkutan ke tujuan penjualan :
• Bentuk pala yang dijual seperti apa?
Alasan :
Sisa atau sampingan dari bentuk pala yang dijual apakah dimanfaatkan?
• Jika ya, untuk diolah kembali atau dijual?dan berapa keuntungannya?
Jawab :
89
90
1.
2.
1.
2.
• Harga jual
Besarnya produksi (Kg) Harga jual (Rp/kg) Penerimaan (Rp)
• Apakah harga yang Anda terima dari pihak-pihak yang disebut diatas sudah sesuai
(lebih menguntungkan)?
a. Ya
b. Tidak
c. lainnya, sebutkan…………..
• Apakah Anda mengetahui harga jual pala, baik dalam bentuk biji, buah, minyak
atsiri, ataupun fuli?
a. Ya
b. Tidak
• Jika jawaban ya, maka dari mana Anda biasanya mengetahui harga tersebut?
a. pasar
b. surat kabar/radio
c. majalah
d. lainnya, sebutkan…
90
91
KUISIONER PEDAGANG
*) : (1) anggota keluarga (2) luar keluarga, isikan 1 atau 2 , atau 1 dan 2
II. Pembelian
• Bentuk pala yang dibeli (diurutkan berdasarkan volume)
(1)……………….. (2)……………….. (3)………………..
91
92
7 Cara Pembayaran
a. Tunai
b. Bibayar
dimuka
c. Dibayar
sebagian
8 Cara penyerahan barang
a. Di tempat
pembeli
b. Di tempat
penjual
9 Cara penentuan harga
a. Ditentukan
petani
b. Ditentukan
pedagang
c. Ditentukan
pemerintah
d. Tawar-
menawar
10 Cara perolehan
informasi
5. Kaitan mutu dan Harga barang :
a. Apakah ada perbedaan mutu barang yang dibeli? (ya/tidak)
b. Jika ya, apakah ada perbedaan harga berdasarkan mutu? (ya/tidak)
c. Jika ya, dalam hal apa?
6. Hambatan dan masalah dalam proses pembelian (dalam seminggu terakhir)
No Masalah (1)= Ya
(2)=Tidak
92
93
15 …………………………
III. Penjualan
1. Bentuk barang yang dijual (urutan dari volume terbesar)
(1)………………
Alasan menjual dalam bentuk ini………………..
(2)………………
Alasan menjual dalam bentuk ini………………..
2. Sisa atau sampingan dari hasil pala yang diolah dimanfaatkan atau tidak?
- Jika dimanfaatkan, berapa harga yang dapat diperoleh?
Jawab :
1.
2.
93
94
c. Ditentukan
pemerintah
d. Tawar
menawar
10 Cara perolehan
informasi harga
V. Biaya keseluruhan
No Jenis kegiatan Biaya (Rp/kg)
1 Transportasi/pengangkutan
2 Pengemasan
3 Tenaga kerja
4 Retribusi
5 Penyusutan
6 Penyimpanan
7 Panen
8 …………..
Lampiran 2. Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga per Pohon per Musim
Tanam di Desa Tamansari Kecamatan Tamansari
Kabupaten Bogor tahun 2007
94
95
95