Anda di halaman 1dari 87

RANTAI PASOK SAYURAN DI

PT BIMANDIRI AGRO SEDAYA

I.RANI MELLYA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Rantai Pasok Sayuran
di PT Bimandiri Agro Sedaya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2017

I.Rani Mellya Sari


NIM H351150081
RINGKASAN
I.RANI MELLYA SARI. Rantai Pasok Sayuran di PT Bimandiri Agro Sedaya.
Dibimbing oleh RATNA WINANDI ASMARANTAKA dan NETTI
TINAPRILLA.

Provinsi Jawa Barat sebagai sentra provinsi penghasil sayuran memiliki


karakteristik komoditas kawasan budidaya yang berbeda yakni kawasan budidaya
dataran tinggi dan dataran rendah. Satu daerah yang menjadi lokasi budidaya
sayuran adalah Bandung Barat yang berada pada dataran tinggi. Penawaran
sayuran di Kabupaten Bandung Barat tidak hanya di tujukan pada masyarakat
setempat melainkan didistribusikan kedaerah lain seperti Jabodetabek. Untuk
menjaga kualitas sayuran diperlukan perlakuan khusus yang membutuhkan modal
usaha, keterampilan, dan teknologi tertentu yang belum dapat dipenuhi oleh
petani. Adanya packing house salah satunya PT Bimandiri Agro Sedaya sebagai
jembatan penghubung antara petani dengan pasar modern. Namun dalam proses
pemasarannya, PT Bimandiri mengalami masalah yaitu kurangnya pasokan
sayuran dari petani mitra yang diduga karena kurangnya jumlah sayuran yang
dihasilkan petani mitra. Menciptakan rantai pasok yang baik dibutuhkan adanya
kerjasama, koordinasi, kolaborasi dan integrasi dengan setiap anggota rantai.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi serta kinerja rantai
pasok sayuran di PT Bimandiri Agro Sedaya, menganalisis kemitraan contract
farming di PT Bimandiri Agro Sedaya serta memberikan upaya strategis untuk
peningkatan kinerja rantai pasok sayuran di PT Bimandiri Agro Sedaya. Metode
pengolahan data menggunakan analisis Food Supply Chain Network (FSCN),
analisis Supply Chain Operation Reference (SCOR) serta analisis Contract
Farming Models.
Penelitian dilakukan pada bulan Januari-Februari 2017 di PT Bimandiri
Agro Sedaya Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat. Data yang
digunakan merupakan data primer dan sekunder. Responden dalam penelitian ini
adalah 20 petani mitra dan kepala divisi pemasaran dan kemitraan PT Bimandiri
Agro Sedaya.
Kondisi rantai pasok sayuran yang di analisis menggunakan kerangka
Food Supply Chain Network (FSCN) belum berjalan dengan baik karena masih
terdapat beberapa kendala dalam rantai pasok. Dalam manajemen rantai pasok,
sistem transaksi yang diterapkan belum lancar dan belum ada kesepakatan
kontraktual antara pihak petani dan perusahaan. Hasil kinerja rantai pasok
menunjukkan bahwa dari atrbut reliabilitas hanya mencapai posisi advantage
sehingga kinerja rantai pasok sayuran harus lebih ditingkatkan. Atribut
responsivitas dan fleksibilities perusahaan sudah mencapai posisi superior. Hasil
analisis kontrak kemitraan pertanian yang cocok ditetapkan untuk menunjang
kinerja rantai pasok adalah Centralized Model. Pada model ini pihak perusahaan
membeli sayuran dari para petani kemudian memproses atau mengemas sayuran
tersebut hingga mendistribusikan sayuran ke ritel modern. Upaya strategis yang
dapat dilakukan untuk peningkatan kinerja rantai pasok dengan membangun
kerjasama dengan pihak pemasok.

Kata kunci : FSCN, SCOR, rantai pasok, sayuran


SUMMARY
I.RANI MELLYA SARI. Vegetables Supply Chain at PT Bimandiri Agro Sedaya.
This research was under supervised by RATNA WINANDI ASMARANTAKA
and NETTI TINAPRILLA.

West Java province is a central vegetable-producing province that has the


characteristics of different cultivated areas of highland and lowland. One of the
areas that became vegetable cultivation location is West Bandung in the
highlands. Vegetable supply in West Bandung regency is not only aimed at the
local community but also distributed to other areas such as Jabodetabek. in order
to maintain the quality of vegetables, special treatment is required. The
requirement included business capital, skills, and certain technologies that can not
be fulfilled by the farmers. The existence of PT Bimandiri Agro Sedaya as a
packing house in the area has become a bridge between farmers and modern
market. However, in the marketing process, PT Bimandiri has a problem in the
lack of supply of vegetables from farmers partners allegedly due to lack of
vegetables produced by partner farmers. Creating a good supply chain required
collaboration, coordination, and integration with each member of the chain.
This study aimed to analyze the condition and performance of vegetable
supply chains, to analyze contract farming partnerships and to provide strategic
efforts to improve the performance of vegetable supply chains in PT Bimandiri
Agro Sedaya. Data processing method that was employed in this research is Food
Supply Chain Network (FSCN) analysis, Supply Chain Operation Reference
(SCOR) analysis, and Contract Farming Models analysis.
The research was conducted in January-February 2017 at PT Bimandiri
Agro Sedaya at West Bandung Regency, West Java Province. The data that
employed in this research included primary and secondary data. Respondents in
this study were 20 partner farmers and head of marketing and partnership division
of PT Bimandiri.
The condition of the vegetable supply chain analyzed by Food Supply Chain
Network (FSCN) framework are not doing well because there are still some
obstacles in the supply chain. In supply chain management, the transaction system
is not yet current and there is no contractual agreement between the farmers and
the company. The results of supply chain performance show that from reliability,
only reach the advantage position so that the supply chain performance of
vegetables should be further improved. Attributes of responsiveness and flexibility
of the firm have reached a superior position. The result of a suitable agricultural
partnership contract analysis established to support supply chain performance is
the Centralized Model. In this model the company buys vegetables from farmers
and then processes or packs the vegetables to distribute the vegetables to the
modern retail. Strategic efforts that can be done to improve supply chain
performance by building cooperation with suppliers.

Keywords: FSCN, SCOR, supply chain, vegetables


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
RANTAI PASOK SAYURAN DI
PT BIMANDIRI AGRO SEDAYA

I.RANI MELLYA SARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
i

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-
Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian
tesis ini yaitu Rantai Pasok Sayuran di PT Bimandiri Agro Sedaya. Penulis
menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini melibatkan bantuan, doa dan
dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua yang telah memberikan fasilitas dan doa agar dapat
menyelesaikan pendidikan ini.
2. Ibu Dr Ir Ratna Winandi Asmarantaka MS selaku ketua komisi pembimbing
dan Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla MM selaku anggota komisi pembimbing atas
dukungan, arahan, masukan berupa teori serta waktu dengan penuh kesabaran
membimbing penulis hingga dapat menghasilkan sebuah tulisan yang lebih
baik selama pembuatan penelitian ini.
3. Ibu Prof Dr Ir Rita Nurmalina MS, selaku ketua program studi dan dosen
evaluator pada kolokium serta penguji utama pada ujian tesis. Terima kasih
atas saran yang telah diberikan kepada penulis untuk penyempurnaan tesis ini.
4. Bapak Dr Ir Burhanuddin MM selaku dosen penguji perwakilan program studi
pada ujian tesis. Terima kasih atas saran yang telah diberikan kepada penulis
untuk penyempurnaan tesis ini.
5. Seluruh dosen dan staff program studi Magister Sains Agribisnis
6. Teman-teman Magister sains Agribisnis angkatan VI.
Penulis berharap hasil penelitian ini dapat menjadi informasi bagi para
peneliti lainnya dan bermanfaat bagi banyak pihak.

Bogor, September 2017

I.Rani Mellya Sari


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 7
Manfaat Penelitian 7
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 8
TINJAUAN PUSTAKA 8
Manajemen Rantai Pasok 8
Kinerja Rantai Pasok 9
Contract Farming 10
KERANGKA PEMIKIRAN 11
Kerangka Pemikiran Teoritis 11
Konsep Rantai Pasok 11
Supply Chain Management 13
Kemitraan Contract Farming 13
Pengukuran Kinerja Rantai Pasok 16
Kerangka Pemikiran Operasional 17
METODELOGI PENELITIAN 20
Lokasi dan Waktu Penelitian 20
Jenis dan Sumber Data 20
Metode Penentuan Responden 20
Metode Pengolahan Data 20
Analisis Rantai Pasok Sayuran 21
Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Sayuran 23
Analisis Kemitraan Contract Farming 26
GAMBARAN UMUM RANTAI PASOK SAYURAN 29
Gambaran Umum Petani Mitra 29
Gambaran Umum PT Bimandiri Agro Sedaya 31
HASIL DAN PEMBAHASAN 33
Rantai Pasok Sayuran dengan pendekatan Food
Supply Chain Networks (FSCN) 33
Contract Farming Models pada Rantai Pasok Sayuran 55
SIMPULAN DAN SARAN 60
Simpulan 60
Saran 60
DAFTAR PUSTAKA 61
LAMPIRAN 65
RIWAYAT HIDUP 73
DAFTAR TABEL

1 Perkembangan jumlah produksi, luas panen, dan produktivitas 1


sayuran di Indonesia Tahun 2011-2015
2 Data produksi komoditas sayuran di Jawa Barat 2
3 Data perkembangan produksi, konsumsi dan surplus produksi 2
sayuran di Kabupaten Bandung Barat
4 Harga jual sayuran pada perusahaan dan pasar tradisional 6
5 Matriks kinerja dan atribut kinerja 24
6 Benchmarking kinerja rantai pasok 26
7 Indikator contract farming 28
8 Sebaran petani mitra berdasarkan umur 29
9 Sebaran petani mitra berdasarkan tingkat pendidikan 30
10 Sebaran petani mitra berdasarkan luas lahan usaha tani sayuran 30
11 Sebaran petani mitra berdasarkan lama usaha tani 31
12 Ritel mitra PT Bimandiri Agro Sedaya 37
13 Aktivitas anggota primer rantai pasok sayuran 38
14 Kinerja rantai pasok sayuran petani mitra 50
15 SCOR-Card pada PT Bimandiri Agro Sedaya 54
16 Nilai petani dalam indikator contract farming 56
17 Perbandingan nilai petani dan perusahaan dalam
indikator contract farming 57
18 Penentuan contract farming model 58

DAFTAR GAMBAR

1 Total permintaan dan pengiriman sayuran 5


PT Bimandiri Agro Sedaya
2 Bentuk rantai pasok 12
3 Kerangka pemikiran operasional 19
4 Kerangka analisis deskriptif rantai pasok 23
5 Contract farming models 27
6 Struktur organisasi PT Bimandiri Agro Sedaya 32
7 Proses produksi dan pemasaran pada PT Bimandiri Agro Sedaya 35
8 Prosedur pengadaan kebutuhan non sayuran 39
9 Pola aliran rantai pasok 40

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perhitungan kinerja rantai pasok petani 66


2 Perhitungan contract farming di tingkat petani 69
3 Perhitungan contract farming di tingkat perusahaan 72
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertanian merupakan sektor yang sangat diperlukan bagi keberlangsungan


kehidupan masyarakat Indonesia. Potensi pertanian di Indonesia tersebar secara
merata di seluruh daerah. Komoditas hortikultura seperti sayur-sayuran mempunyai
peranan yang sangat penting dalam peningkatan gizi masyarakat. Salah satu bentuk
kontribusi sektor hortikultura yaitu sumbangannya terhadap Produk Domestik
Bruto sektor pertanian sebesar 11.23 persen pada tahun 2015 (Kementrian
Pertanian 2015). Sampai saat ini sektor hortikultura masih terus dikembangkan oleh
pemerintah dalam pembangunan agribisnis, dan yang menjadi fokus utama adalah
komoditas sayuran. Pemerintah terus berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat
terhadap sayuran dengan meningkatkan produksi di dalam negeri. Jumlah produksi
sayuran beserta luas panen dan produktivitasnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Perkembangan jumlah produksi, luas panen, dan produktivitas sayuran di


Indonesia Tahun 2011-2015
Tahun Luas Panen Produksi Produktivitas
2011 46 708 471 329 17.8
2012 46 922 489 214 16.6
2013 47 684 503 157 15.3
2014 48 769 519 857 14.9
2015 45 616 508 788 15.4
Sumber: Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2016)

Tabel 1 menunjukkan bahwa perkembangan usaha budidaya sayuran


mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2014 luas panen, jumlah
produksi sayuran berada pada tingkat yang paling tinggi. Di tahun sebelumnya juga
mengalami peningkatan meskipun tidak setinggi seperti pada tahun 2014. Hal ini
menunjukkan bahwa pemerintah beserta pelaku usaha ini terus bekerja untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap sayuran (Direktorat Jendral
Hortikultura 2016). Peningkatan produksi harus diimbangi dengan kualitas yang
baik pula. Kualitas sayuran yang diinginkan konsumen adalah sayuran segar.
Daerah penanaman yang potensial dan kondisi lingkungan yang baik
membuat suatu daerah menjadi sangat potensial sebagai penghasil sayuran dan
buah-buahan. Tetapi tidak semua daerah yang ada di Indonesia berpotensi sehingga
memerlukan pemenuhan kebutuhan sayuran dari daerah lain. Provinsi Jawa Barat
merupakan sentra provinsi yang menghasilkan sayuran dalam kuantitas yang cukup
besar. Produksi sayuran di Jawa Barat rata-rata mencapai 2.1 juta ton per tahunnya
dari 25 jenis sayuran yang dibudidayakan (Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa
Barat 2015). Sayuran di Jawa Barat tersebar pada beberapa daerah, seperti Garut,
Cianjur, Bandung, Sukabumi, Sumedang, Cirebon, Bogor, Bandung Barat dan
Tasikmalaya (Kementan 2014). Daerah-daerah tersebut menjadi penghasil sayuran
yang berbeda, dikarenakan perbedaan letak ketinggian daerah tersebut.
2

Jawa Barat memiliki komoditas unggulan dengan karakteristik komoditas


kawasan budidaya yang berbeda yakni kawasan budidaya dataran tinggi dan
dataran rendah. Kawasan budidaya dataran tinggi terletak pada daerah agroklimat
basa dengan rata-rata bulan basah 8-10 bulan dengan curah hujan rata-rata tahunnya
lebih dari 2000 mm. Komoditas potensial sayuran dataran tinggi yang mempunyai
peranan terhadap bisnis pertanian di Jawa Barat pada Tahun 2015 antara lain
komoditas sayuran yang dapat dilihat pada Tabel 2. Satu daerah yang menjadi
lokasi budidaya sayuran unggulan adalah Bandung Barat yang berada pada dataran
tinggi. Komoditas sayuran unggulan yang dibudidayakan antara lain tomat,
kol/kubis, sawi, selada dan kembang kol. Tabel 2 menunjukkan bahwa komoditas
sayuran unggulan di Jawa Barat seperti tomat, kol/kubis, sawi, selada dan kembang
kol tersebar di beberapa daerah. Dari sebaran daerah tersebut Kabupaten Bandung
Barat merupakan daerah yang memproduksi kelima sayuran unggulan tersebut.

Tabel 2 Data produksi komoditas sayuran di Jawa Barat


No Komoditas Produksi (Ton) Luas Tanam Konsentrasi Lokasi
(Ha)
1 Tomat 304 687 10 875 Bandung, Garut, Cianjur,
Sukabumi, Bandung Barat
2 Kol/Kubis 296 943 13 287 Bandung Barat, Bandung,
Garut, Cianjur
3 Kembang Kol 20 821 1 475 Bandung, Bandung Barat,
Sukabumi, Garut
4 Sawi 194 270 12 632 Sukabumi, Cianjur, Kuningan
Bandung Barat
5 Selada 300 961 735 Bandung Barat dan Cianjur
Sumber: Kementrian Pertanian (2015)

Permintaan sayuran seperti kol, kembang kol dan sawi di Kabupaten


Bandung Barat untuk dikonsumsi secara umum mengalami peningkatan. Namun
untuk komoditas tomat mengalami penurunan. Menurut BPS Jawa Barat (2015),
konsumsi sayuran paling tinggi terjadi pada tahun 2015 yaitu sebesar 1 219.92 ton
per kapita per tahun untuk komoditas kembang kol dibandingkan untuk komoditas
sayuran lain. Sedangkan konsumsi sayuran pada Tahun 2014 tertinggi pada
komoditas tomat sebesar 632.42 ton per kapita per tahun. Dari sisi penawaran,
perkembangan produksi sayuran tertinggi terjadi pada komoditas tomat tahun 2014
sampai 2015 sebesar 14 055.9 ton per tahun dan 9 423 ton per tahun. Data
perkembangan produksi, konsumsi dan surplus produksi sayuran di Kabupaten
Bandung Barat dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Data perkembangan produksi, konsumsi dan surplus produksi sayuran di


Kabupaten Bandung Barat
Jenis Produksi (Ton) Konsumsi (Ton) Surplus Produksi (Ton)
Sayuran 2014 2015 2014 2015 2014 2015
Tomat 14 055.9 9 423.0 623.42 152.38 13 432.4 9 270.6
Kubis/Kol 3 347.0 2 309.5 379.44 379.44 2 967.5 1 930.0
Kembang
kol 4 149.5 1 310.0 422.28 1 219.92 3 727.2 90.0
Sawi 2 995.7 1 554.4 420.24 689.52 2 575.4 864.8
Sumber: BPS Jawa Barat (2015b)
3

Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa surplus produksi sayuran di


Kabupaten Bandung Barat mengalami penurunan. Surplus produksi tertinggi terjadi
pada Tahun 2014 pada komoditas tomat. Namun suplus produksi tidak dialami oleh
komoditas sayuran lain seperti kubis, kembang kol dan sawi. Masalah tersebut
menunjukkan bahwa adanya kesenjangan antara penawaran dan permintaan
komoditas tomat di Kabupaten Bandung Barat. Penawaran tomat di Kabupaten
Bandung Barat tinggi namun untuk permintaan tomat tergolong menurun, sehingga
terjadi surplus produksi tomat pada tahun 2015.
Penawaran sayuran di Kabupaten Bandung Barat tidak hanya di tujukan
pada masyarakat setempat melainkan didistribusikan kedaerah lain seperti
Jabodetabek. Untuk meningkatkan minat konsumen untuk mengkonsumsi sayuran
di Kabupaten Bandung Barat selain peningkatan produktivitas dibutuhkan pula
pengendalian terhadap kualitas sayuran tersebut. Konsumen menyukai produk
dalam keadaan segar dan higenis, sedangkan sayuran itu sendiri bersifat musiman
dan rentan terhadap kerusakan. Hal ini menyebabkan ketidakpastian yang dihadapi
petani sayur. Selain itu sayuran juga merupakan produk pertanian yang memiliki
sifat perishable (mudah busuk dan rusak) sehingga memberikan dorongan terhadap
petani untuk melakukan penanganan terhadap sayuran tersebut untuk dikonsumsi
oleh konsumen. Untuk menjaga kualitas sayur lebih baik, petani sering kali
memberi perlakuan khusus dalam pengemasan, pengangkutan dan penyimpanan
yang bertujuan untuk menjamin sayuran lebih tahan lama dan kualitas yang tetap
prima hingga sampai di tangan konsumen. Menurut Tsao (2013) sifat produk
pertanian yang mudah rusak maka dalam pengemasan, penyimpanan dan
pendistribusian perlu diberikan perlakuan khusus. Adanya perlakuan-perlakuan
tersebut membutuhkan modal usaha, keterampilan, dan teknologi tertentu yang
belum tentu dapat dipenuhi oleh petani, oleh karena itu banyak petani yang menjalin
kerjasama atau bermitra dengan pelaku pemasaran sayuran segar dikenal dengan
packing house (Cahyono 2002).
Rantai pasok sayuran merupakan salah satu pendekatan yang digunakan
untuk menyelesaikan permasalahan dalam pemenuhan konsumen terhadap sayuran.
Tujuan utama rantai pasok adalah menyalurkan suatu barang dan jasa kepada
pelanggan. Aktivitas rantai pasok menekankan bagaimana perusahaan memenuhi
permintaan konsumen lebih cepat dengan kuantitas yang tepat dengan adanya aliran
informasi yang baik antara pemasok dan konsumen (Chopra dan Meindl 2007).
Untuk komoditas sayuran, kegiatan rantai pasok mencakup penanganan dari pasca
panen hingga sayuran dapat diperoleh konsumen akhir. David et al. (2000)
menyatakan bahwa secara sederhana supply chain terdiri dari perusahaan yang
mengangkut bahan baku, perusahaan yang mentranformasikan bahan baku menjadi
bahan setengah jadi atau komponen, supplier bahan-bahan pendukung produk,
perusahaan perakitan, distributor, dan retailer yang menjual barang tersebut kepada
konsumen akhir. Pendistribusian sayuran juga menjadi hal penting oleh produsen
sayuran segar. Adanya Packing house sebagai jembatan penghubung antara petani
dengan pasar modern. Dalam rantai pasok dapat dikatakan bahwa perusahaan
pemasaran ini memiliki peran sebagai driver dalam mendistribusikan sayuran
sepanjang rantai. Packing house ini membeli sayuran dari berbagai kelompok tani
kemudian mengklasifikasikan sayuran berdasarkan kualitasnya dan mengemasnya
sebelum dikirimkan ke pasar-pasar modern.
4

Manfaat lain dengan adanya packing house ini adalah untuk meningkatkan
mutu sayuran. Peningkatan mutu ini dilakukan dengan cara pembinaan manajemen
dan pengolahan hasil sayuran. Pasokan sayuran penting untuk diperhatikan karena
menyangkut untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap sayuran dan agar
produsen memiliki keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif dalam usaha ini
dapat dicapai apabila rantai kegiatan dari mulai penyediaan bahan baku, hingga
produk akhir sampai ke tangan konsumen akhir terkelola dengan baik. Adanya
manajemen rantai pasok dapat mengintegrasikan mulai dari pengiriman order,
pengadaan bahan baku, penyebaran informasi, perencanaan kolabratif, pengukuran
kinerja, dan pengiriman kepada konsumen akhir. Artinya dengan adanya
manajemen rantai pasok yang baik berarti terjalin integrasi yang baik antara rantai
pasok sayuran, yaitu suatu kerjasama yang sinergis antara petani sayuran dengan
perusahaan pemasaran sayuran.
Hubungan kerjasama yang terintegrasi antara pemasok (petani) dengan
perusahaan pemasaran sayuran umumnya dikenal dengan kemitraan. Kemitraan
merupakan tujuan strategi yang digunakan dalam meningkatkan kinerja pelaku
usaha agribisnis seperti petani (Martinus 2008). Tujuan kemitraan untuk membantu
petani dan pihak-pihak tertentu dalam mengadakan kerjasama kemitraan yang
saling menguntungkan dan bertanggung jawab. Hubungan kemitraan yang baik
yaitu terjadi hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Petani kecil pada
umumnya memerlukan bantuan modal dan teknologi, sementara itu usaha skala
besar memerlukan bahan baku yang cukup dan berkesinambungan serta
membutuhkan pihak eksternal untuk memperlancar arus pemasaran produk.
Dengan adanya kemitraan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pelaku-
pelaku dalam rantai pasok.

Perumusan Masalah

Rantai pasok sayuran di Kabupaten Bandung Barat umumunya terdiri dari


petani sayuran, perusahaan produsen sayuran, ritel (supermarket) hingga sampai ke
konsumen akhir. Kurangnya fasilitas dan pengendalian kualitas dari hulu ke hilir
menjadi permasalahan yang terjadi dalam rantai pasok sayuran di Kabupaten
Bandung Barat. Untuk itu diperlukan adanya peran packing house untuk membantu
peningkatan rantai pasok sayuran di Kabupaten Bandung Barat. Salah satu packing
house yang terletak di Kabupaten Bandung Barat adalah PT Bimandiri Agro Sedaya
yang merupakan perusahaan penghasil atau produsen yang memasok berbagai jenis
sayuran dan buah segar. Perusahaan tersebut berfungsi menampung dan
mendistribusikan sayuran dari petani sampai konsumen. Dengan penggunaan
teknologi, permodalan dan dapat melakukan kegiatan pasca panen diharapkan
perusahaan dapat menghasilkan sayuran yang bermutu dan dapat memuaskan
keinginan konsumen.
PT Bimandiri Agro Sedaya mendistribusikan sayurannya ke pasar modern
yang berada di Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten. Yang terdiri dari Carrefour,
Hypermart, Lottemart, Giant-Hero, Market City, Ramayana, dan SaveMax. PT
Bimandiri Agro Sedaya dalam memasok produknya memiliki prinsip 4k yaitu
kualitas, kuantitas, kontinyu, dan komitmen. Dengan berlabel sayuran sehat, PT
Bimandiri Agro Sedaya memasok produk sayuran kemasan sekitar 160 jenis
sayuran setiap harinya, seperti tomat, kubis/kol, selada, kembang kol dan sawi yang
5

merupakan produk unggulan PT Bimandiri Agro Sedaya (PT Bimandiri Agro


Sedaya 2016).
PT Bimandiri Agro Sedaya berkerjasama dengan beberapa petani setempat
untuk dijadikan petani mitra dalam memasok kebutuhan sayuran. Sayuran yang
diterima dari petani mitra disortir dan dikemas kemudian didistribusikan ke pasar
modern. Namun dalam menjalankan proses pemasarannya, PT Bimandiri Agro
Sedaya mengalami masalah yaitu kurangnya pasokan sayuran yang diduga karena
kurangnya jumlah sayuran yang dihasilkan oleh petani mitra. Sehingga PT
Bimandiri Agro Sedaya manambah jumlah pasokan dengan membeli sayuran dari
pasar induk yang terdapat disekitar lokasi perusahaan (pasar induk caringin dan
andir). Kurangnya jumlah pasokan sayuran yang dialami PT Bimandiri Agro
Sedaya tentunya akan mempengaruhi terhadap permintaan ritel yang telah bemitra.
Total permintaan dan pengiriman sayuran oleh PT Bimandiri Agro Sedaya pada
bulan Juni 2015 sampai bulan Mei 2016 dilihat pada Gambar 1.

Sawi yang dikirim


Sawi yang diorder
Kembang kol yang dikirim
Kembang kol yang diorder
Selada yang dikirim
Selada yang diorder
Kubis/kol yang dikirim
Kubis/kol yang diorder
Tomat yang dikirim
Tomat yang diorder

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000

Gambar 1 Total permintaan dan pengiriman sayuran PT Bimandiri Agro Sedaya


Sumber: PT Bimandiri Agro Sedaya (data diolah), 2016

Menurut data permintaan dan penawaran sayuran seperti tomat, kubis/kol,


kembang kol, selada dan sawi dari Juni 2015 sampai Mei 2016 masih belum mampu
memenuhi permintaan ritel. PT Bimandiri Agro Sedaya belum mampu memenuhi
kebutuhan ritel dikarenakan kurangnya pasokan sayuran dari petani mitra.
Penelitian Singh dan Mishra (2013) menunjukkan bahwa jumlah pasokan sayuran
dianggap penting untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Menurut Chopra dan
Meindl (2007) terkait pemenuhan jumlah pasokan, pendekatan yang dapat
digunakan oleh perusahaan adalah dengan rantai pasok, sejalan dengan penelitian
Ruslim (2013) dengan adanya rantai pasok perusahaan mampu memenuhi
permintaan konsumen lebih cepat dengan kuantitas yang tepat dengan adanya aliran
informasi yang baik bagi pemasok dan konsumen. Menciptakan rantai pasok yang
baik dibutuhkan adanya kerjasama, koordinasi, kolaborasi dan integrasi dengan
setiap anggota rantai. Dari masalah tersebut, pihak perusahaan menyadari bahwa
6

perlu diadakannya kerjasama yang baik dengan mitranya untuk mengelola rantai
pasoknya agar mampu memenuhi kebutuhan konsumen, dari petani hingga ritel.
Sistem kerjasama yang dibangun antara pihak petani dan perusahaan selama
ini tidak berbentuk kontrak secara tertulis. Kerjasama ini hanya mengandalkan
sistem kepercayaan diantara keduanya, dimana petani menjual sayurannya kepada
perusahaan, dan perusahaan hanya membeli sayuran yang sesuai dengan grade
perusahaan. Harga jual sayuran yang ditawarkan dari pihak perusahaan kepada
petani sayuran diatas harga sayuran di pasar tradisional (PT Bimandiri Agro
Sedaya) dapat dilihat pada Tabel 4, namun harga jual sayuran tersebut tidak tetap
melainkan disesuaikan dengan kondisi pasar karena tidak adanya kontrak sehingga
harga jual sayuran tidak disepakati diawal.

Tabel 4 Harga jual sayuran pada perusahaan dan pasar tradisional


No Komoditas Harga jual sayuran pada
PT Bimandiri Agro Sedaya Pasar Induk Caringin,
Lembang
1 Tomat 12 000 8 600
2 Kol/Kubis 14 000 6 000
3 Kembang Kol 12 000 7 000
4 Sawi 10 000 6 500
5 Selada 8 000 4 000
Sumber : PT Bimandiri Agro Sedaya (data diolah) 2016

Sistem kerjasama yang diterapkan diduga memberikan risiko yang lebih


besar di sisi petani. Sayuran yang tidak sesuai dengan grade perusahaan
dikembalikan dengan petani, dan hanya sayuran yang sesuai grade yang di bayar
oleh perusahaan. Untuk memenuhi pesanan ritel secara tepat dan meminimalisir
risiko ketidakpastiaan terhadap sayuran, perusahaan tidak hanya menjalin
kerjasama dengan satu mitra saja. Oleh sebab itu dalam rantai pasok sistem
kemitraan antar anggota rantai penting diterapkan. Kerjasama tersebut dapat
dibangun melalui program contract farming dengan petani mitra untuk memenuhi
jumlah pasokan sayuran. Menurut Eaton dan Shepherd (2001) mendefinisikan
contract farming sebagai suatu kerjasama antara petani dengan perusahaan
pengolahan atau pemasaran untuk memasok sayuran. Contract farming bertujuan
untuk menekan biaya pascapanen dan meningkatkan pendapatan petani serta
menjaga pasokan sayuran agar setiap minggu ada untuk didistribusikan ke pasar
modern. Kerjasama ini berupa saling memberikan informasi mengenai teknis
budidaya, proses pascapanen sampai pada informasi pasar.
Manajemen rantai pasok akan menciptakan hubungan yang saling
menguntungkan antara perusahaan, distributor, hingga konsumen. Adanya
mekanisme rantai pasok ini membantu perusahaan (packing house) sebagai driver
dalam menyediakan dan menyalurkan produk ke konsumen (Dinas Pertanian,
Perkebunan dan Kehutanan Provinsi Jawa Barat 2015). Baik buruknya suatu
manajemen rantai pasok pada suatu perusahaan ditentukan kondisi dan kinerja
rantai pasok yang ada pada perusahaan (Rachman 2013). Untuk itu diperlukan
pengukuran kinerja dalam manajemen rantai pasok sayuran di Jawa Barat yang
dilakukan oleh PT Bimandiri Agro Sedaya. Penilaian kinerja rantai pasok sangatlah
penting untuk dilakukan, karena pengukuran kinerja diperlukan untuk mengetahui
sejauh mana kegiatan pemasaran yang dilakukan anggota rantai pasok secara
7

optimal sehingga akan terlihat sejauh mana upaya-upaya yang dilakukan untuk
memperbaiki permasalahan didalam pengelolaan rantai pasok tersebut. Selain itu
jika kinerja rantai pasokan suatu organisasi meningkat maka semakin mudah
mencapai tujuan akhirnya atau target yang ingin dicapai. Hubungan kemitraan juga
menentukan kinerja rantai pasok. Menurut (Dinas Pertanian, Perkebunan dan
Kehutanan Provinsi Jawa Barat 2015), perusahaan sebagai driver dalam rantai
pasok di harapkan telah terciptanya arah menuju pola produksi komoditas dan pasar
yang bersifat kontrak. Pasar yang bersifat kontrak akan memberikan peluang yang
lebih besar terhadap petani kecil untuk dapat berpartisipasi dalam pasar. Model
kemitraan yang baik tentunya juga akan mempengaruhi dalam kinerja rantai pasok.
Hasil Evaluasi dari penerapan manajemen rantai pasok tersebut dapat dijadikan
landasan bagi perumusan upaya strategis dalam peningkatan kinerja rantai pasok
sayuran pada PT Bimandiri Agro Sedaya di masa yang akan datang.
Berdasarkan latar belakang dan masalah yang telah dipaparkan, maka dapat
dirumuskan masalah:
1. Bagaimana kondisi rantai pasok sayuran di PT Bimandiri Agro Sedaya ?
2. Bagaimana sistem contract farming di PT Bimandiri Agro Sedaya?
3. Apa upaya strategis dalam peningkatan kinerja rantai pasok sayuran di PT
Bimandiri Agro Sedaya ?

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu:


1. Menganalisis kondisi serta kinerja rantai pasok sayuran di PT Bimandiri Agro
Sedaya
2. Menganalisis kemitraan contract farming di PT Bimandiri Agro Sedaya
3. Menganalisis upaya strategis untuk peningkatan kinerja rantai pasok sayuran
di PT Bimandiri Agro Sedaya berdasarkan hasil evaluasi rantai pasok

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan memberi rekomendasi penyusunan strategi untuk


peningkatan kinerja rantai pasok sayuran. Selain itu penelitian diharapkan dapat
menjadi rujukan bagi peneliti yang akan melakukan penelitian terkait manajemen
rantai pasok sayuran.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang dikategorikan sebagai penelitian


studi kasus, karena meneliti tentang eksplorasi suatu masalah dengan batasan yang
terperinci. Penelitian dilakukan di perusahaan yang bergerak di bidang pertanian
hortikultura yakni PT Bimandiri Agro Sedaya. Penelitian ini menggunakan metode
Food Supply Chain Networks (FSCN) untuk mengetahui kondisi rantai pasok
sayuran secara deskriptif dan metode Supply Chain Operation Reference (SCOR)
untuk mengukur kinerja rantai pasok sayuran. Fokus utama rantai pasok sayuran
8

yang dianalisis adalah tomat, kembang kol, selada, sawi dan kol/kubis, dengan
permintaan sayuran ritel tertinggi pada PT Bimandiri Agro Sedaya. Cakupan rantai
pasok sayuran yang dianalisis dimulai dari petani mitra sampai di PT Bimandiri
Agro Sedaya. Untuk menganalisis hubungan kemitraan yang terintegrasi antara
petani mitra dan PT Bimandiri menggunakan contract farming models.

TINJAUAN PUSTAKA

Manajemen Rantai Pasok

Supply chain adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara bersama–


sama untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk ke tangan konsumen
akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut antara lain supplier, pabrik, ritel, distributor
atau retailer, serta perusahaan jasa logistik (Pujawan 2005). Menurut Anatan dan
Elitan (2008), mendefinisikan manjemen rantai pasok merupakan strategi alternatif
dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan untuk mencapai keunggulan
kompetitif melalui pengurangan biaya oprasional dan perbaikan pelayanan
konsumen dan kepuasan konsumen. SCM menawarkan suatu mekanisme yang
mengatur proses bisnis, meningkatkan produktivitas, dan mengurangi biaya
operasional perusahaan.
Lee dan Whang, (1997) mendefinisikan SCM sebagai integrasi proses bisnis
dari pengguna akhir melalui pemasok yang memberikan produk, jasa, informasi,
dan peningkatan nilai untuk konsumen dan karyawan. Melalui SCM, perusahaan
dapat membangun jaringan yang terkordinasi dalam penyediaan barang maupun
jasa bagi konsumen. Supply chain memiliki tiga aliran yang harus dikelola. Pertama
adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream).
Kedua adalah aliran uang dan sejenisnya dari hilir ke hulu. Yang ketiga aliran
informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir dan sebaliknya. Informasi tentang
ketersediaan kapasitas produksi yang dimiliki oleh supplier juga sering dibutuhkan
oleh pabrik. Informasi tentang status pengiriman bahan baku sering dibutuhkan
oleh perusahaan yang akan mengirimkan ataupun yang akan menerima.
Baik buruknya manajemen rantai pasok ditentukan dari bagaimana kondisi
rantai pasok tersebut berjalan. Penelitian Qhoirunisa (2014) menyatakan bahwa
dengan adanya manajemen rantai pasok maka pelaksanaan rantai pasok lebih
terkoordinasi dan terintegrasi antar anggota yang terlibat. Hal lain yang
menentukan kondisi suatu rantai pasok adalah karakteristik produknya. Purba
(2015) menyatakan bahwa karakteristik rantai pasok pangan berbeda dengan rantai
pasok pada umumnya. Pengukuran kondisi rantai pasok pangan dapat dianalisis
menggunakan pendekatan Food Supply Chain Network (FSCN). Sejalan dengan
penelitian Yuniar (2012), Herdiyansyah (2015), Supriatna (2016), Herawati (2015)
untuk menganalisis menganalisis kondisi rantai pasok menggunakan kerangka
Food Supply Chain Networks (FSCN) dengan analisis deskriptif. Kerangka FSCN
menganalisis enam elemen penyusun rantai pasok. Aspek-aspek yang ditinjau
dalam rantai pasok diantaranya sasaran rantai pasok, struktur rantai pasok,
manajemen rantai pasok, sumberdaya rantai pasok, proses bisnis, dan kinerja.
9

Kinerja Rantai Pasok

Secara umum rantai pasok terdiri dari beberapa elemen yang memiliki peran
masing-masing. Keseluruhan masing-masing elemen tersebut memiliki ukuran
kinerja rantai pasok masing-masing dan berbeda satu sama lain. Ukuran kinerja
rantai pasok tersebut dapat menjadi dasar dikatakannya suatu kegiatan dalam rantai
pasok berjalan dengan baik atau tidak. Menurut Van der Vorst (2006), sistem
pengukuran kinerja (performance measurement system) diperlukan sebagai
pendekatan dalam rangka mengoptimalisasi jaringan rantai pasok dan peningkatan
daya saing pelaku rantai pasok. Pengukuran kinerja bertujuan untuk mendukung
perancangan tujuan rantai pasok, evaluasi kinerja rantai pasok, dan menentukan
langkah-langkah ke depan melalui strategi yang perlukan dalam rantai pasok.
Pengukuran suatu kinerja rantai pasok dapat dilakukan dengan metode
Supply Chain Operational Reference (SCOR). Sejalan dengan penelitian Saputra
dan Fithri (2012), Mutakin dan Hubeis (2011), Anggraeni (2009) Achmad dan
Yuliawati (2013) dan Muhammad et al (2012) menggunakan metode SCOR untuk
pengukuran rantai pasok. Metode SCOR merupakan suatu metode yang
dikembangkan oleh Dewan Rantai Pasok untuk mengukur kinerja rantai pasok
perusahaan, meningkatkan kinerjanya dan mengkomunikasikan kepada pihak-
pihak yang terlibat di dalam rantai pasok. Model SCOR menyajikan kerangka
proses bisnis, indikator kinerja, praktik-praktik terbaik serta teknologi yang unik
untuk mendukung komunikasi dan kolaborasi antar mitra rantai pasok sehingga
dapat meningkatkan manjemen rantai pasok dan efektivitas penyempurnaan rantai
pasok (Paul 2014).
Penelitian Lestari (2016), Ahmad dan Yuliawati (2013) dan Rizqiah (2014)
mengukur kinerja rantai pasok tidak hanya menggunakan metode SCOR melainkan
dianalisis menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan nilai
tambah. Metode SCOR menganalisis pengukuran kinerja secara sistematis dengan
mengkombinasikan elemen-elemen bisnis, benchmarking dan praktik terbaik untuk
diterapkan didalam rantai pasok (Setiawan 2011). Dengan menggunakan metode
SCOR memudahkan suatu perusahaan untuk mendeskripsikan proses rantai pasok
yang terjadi. Metode SCOR didasarkan pada lima atribut pengukuran kinerja yaitu
reliabilitas, responsivitas, fleksibilitas, biaya dan manajemen aset (Bolstroff dan
Rosenbaum 2011). Penelitian Moazzam et al. (2012) atribut pengukuran kinerja
dapat disesuaikan dengan kondisi perusahaan dan karakteristik produknya.
Belum ada sistem pengukuran terpadu mengenai Agri-Food Supply Chain,
hal ini diperkuat pada penelitian Aramyan et al. (2007) dikarenakan sayuran dan
buah-buahan memiliki karakteristik yang berbeda dengan produk lainnya. Dengan
menambahkan indikator food quality menjadi penting karena spesifikasi rantai
pasok pangan berupa sayuran yang menuntut kesegaran dan kualitas. Atribut
kinerja yang digunakan disesuaikan dengan kondisi internal dan eksternal
perusahaan. Menurut Luning et al. (2002) pada atribut kinerja kualitas makanan
disesuaikan dengan kondisi perusahaan dan tujuan yang ingin dicapai perusahaan,
sehingga tidak semua pengukuran Agri-Food Supply Chain di dasarkan pada atribut
kualitas makanan.
10

Contract Farming

Sistem contract farming melalui perjanjian/kontrak yang dibuat oleh


perusahaan untuk mendapatkan produk dengan membeli dari petani. Contract
farming memungkinkan adanya dukungan yang lebih luas serta dapat mengatasi
masalah-masalah yang berkaitan dengan minimnya informasi. Selain itu contract
farming juga mengurangi resiko bagi petani. Mereka memiliki kepastian bahwa
produk yang dihasilkannya akan dibeli. Dalam jangka panjang mereka juga
memperoleh manfaat yaitu peluang kemitraan di masa depan serta akses terhadap
program-program pemerintah.
Terdapat beberapa jenis penelitian yang telah menganalisis kemitraan
contract farming, diantaranya Erfit (2011) mengenai pemberdayaan petani dengan
kemitraan pada agribisnis hortikultura. Penelitian Erfit dilakukan untuk melihat
pola kemitraan yang ada pada agribisnis hortikultura khususnya untuk komoditi
sayuran di beberapa sentra produksi hortikultura di Sumatera. Penelitian ini
menggunakan metode multi studi kasus dengan menggabungkan metode studi
kasus dan survei yang dianalisis secara deskriptif kualitatif. Indikator pengukuran
untuk melihat pola kemitraan meliputi: pembinaan yang diberikan perusahaan
mitra, pembinaan yang dilakukan pemerintah, kondisi internal dan eksternal
kelompok tani. Sejalan dengan penelitian Saptana et al (2010) mengenai strategi
kemitraan usaha dalam rangka peningkatan daya saing agribisnis cabai merah di
Jawa Tengah. Penelitian ini dianalisis menggunakan analisis kelembagaan secara
deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk mengkaji strategi kemitraan usaha untuk
meningkatkan daya saing cabai merah. Secara empiris terdapat dua pola
kelembagaan kemitraan usaha pada komoditas cabai merah yaitu pola dagang
umum dan kemitraan usaha (contract farming).
Pada penelitian Maliki et al. (2013) dan Subiyanto et al. (2016),
mengidentifikasi contract farming menggunakan analisis deskriptif dan kulitatif,
namun dianalisis secara kuantitatif juga menggunakan skala likert. Sedangkan pada
penelitian Sokchea dan Culas (2015) dan Sambuo (2014) penelitian mengenai
kemitraan contract farming dianalisis secara kuantitatif. Pada penelitian ini
menggunakan model dua tahap Heckman dengan menggabungkan model probit
dan analisis regresi menggunakan OLS untuk mengetahui faktor yang
mempengaruhi partisipasi petani dalam produksi tembakau di Tanzania. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pengalaman bertani, kelompok tani dan umur petani
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap hubungan kemitraan contract farming.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah kesamaan
metode analisis yang digunakan yaitu dengan analisis deskriptif food supply chain
management networks (FSCN) yang membahas kondisi rantai pasok berdasarkan
enam aspek rantai pasok. Penelitian ini juga menggunakan metode analisis SCOR
Supply Chain Operations Reference untuk menilai bagaimana kinerja rantai pasok
dan analisis kemitraan contract farming untuk mengidentifikasi kemitraan contract
farming yang terjadi di PT Bimandiri Agro Sedaya. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya terletak pada objek penelitian. Penelitian ini
dilakukan di perusahaan berbasis pertanian, yaitu di bidang pengemasan, PT
Bimandiri Agro Sedaya. Penelitian ini menganalisis khususnya pada bagian
perlakuan pasca panen sayuran meliputi kegiatan sorting, grading, pengemasan,
pemasaran, dan distribusi.
11

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Rantai Pasok


Supply Chain (rantai pasok) merupakan jaringan perusahaan-perusahaan yang
secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk
ke tangan pemakai akhir (Pujawan 2005). Menurut Bratić (2011), konsep supply
chain berteori dari pembentukan jaringan rantai nilai yang terdiri dari entitas
individu fungsional yang berkomitmen untuk menyediakan sumber daya dan
informasi untuk mencapai tujuan manajemen yang efisien. Chopra dan Meindl
(2007) menyatakan bahwa supply chain melibatkan seluruh bagian, baik secara
langsung atau tidak langsung, untuk memenuhi permintaan konsumen. Rantai
pasokan tidak hanya berkaitan dengan manufaktur dan pemasok, tetapi juga
melibatkan transportasi, gudang, retailer, dan pelanggan itu sendiri. Tujuan dari
supply chain adalah memaksimalkan keseluruhan nilai.
Supply Chain merupakan penyelarasan kegiatan perusahaan yang membawa
produk atau layanan menuju ke pasar. Lingkup rantai pasok meliputi organisasi dan
proses yang membuat dan mengirim produk, informasi dan pelayanan hingga
konsumen akhir. Rantai pasok mengerjakan tugas pembelian, aliran pembayaran,
penanganan material, perencanaan produksi dan kendali, logistik dan kendali
inventaris pergudangan serta penyebaran dan pengiriman produk. Rantai pasok
dilakukan dalam semua tahap yang terlibat, langsung maupun tidak langsung dalam
memenuhi permintaan konsumen. Dalam rantai pasok, aliran material produk dan
layanan, aliran pembayaran uang, dan aliran informasi dari pemasok bahan mentah
melalui penyebar dan penyalur menuju ke konsumen dijelaskan dalam Gambar 2.

dan Informasi

Gambar 2 Bentuk rantai pasok


Sumber: Van der Vorst (2000)

Efektivitas suatu rantai pasok dapat ditingkatkan dengan cara :


1. Mengatur biaya kegiatan seperti manufaktur, aset, inventaris, transportasi
2. mengatur tingkat layanan seperti waktu respon yang terjadi dalam unit waktu
yang ditentukan dengan pola permintaan.
3. Menyeimbangkan biaya dari inventaris dengan kebutuhan layanan pelanggan
4. Menciptakan jaringan hubungan bisnis atau rantai pasok yang tepat, efisien dan
rendah biaya, untuk membawa produk dari konsep ke pasar
12

5. Untuk optimasi produksi tingkat inventaris, mencapai efisiensi untuk personil,


peralatan dan fasilitas perusahaan.
6. Menyediakan rencana yang fleksibel dan mekanisme kendali

Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002), rantai pasok adalah suatu system
tempat organisasi menyalurkan barang produksi dan jasanya kepada para
pelanggannya. Rantai ini juga merupakan jaringan dari berbagai organisasi yang
saling berhubungan yang mempunyai tujuan yang sama, yaitu menyelenggarakan
pengadaan atau penyaluran barang tersebut. Model rantai pasokan yaitu suatu
gambaran mengenai hubungan mata rantai dari pelaku-pelaku tersebut yang dapat
membentuk seperti mata rantai yang terhubung satu dengan yang lain. Salah satu
faktor kunci untuk mengoptimalkan rantai pasok adalah dengan menciptakan alur
informasi yang bergerak secara mudah dan akurat diantara jaringan atau mata rantai
tersebut, dan pergerakan barang yang efektif dan efisien yang menghasilkan
kepuasan maksimal pada para pelanggan.

Supply Chain Management


Supply chain management adalah hubungan timbal balik antara penyedia
dan pelanggan untuk menyampaikan nilai-nilai yang sangat optimal kepada
pelanggan dengan biaya yang cukup rendah namun memberikan keuntungan supply
chain secara menyeluruh (Christopher 2011). Fokus dari SCM adalah manajemen
hubungan untuk menciptakan hasil dan keuntungan optimal bagi seluruh pihak
yang terdapat dalam mata rantai supply chain management. Supply chain
management adalah jaringan dari organisasi–organisasi yang saling berhubungan
dan saling membutuhkan satu sama lain dan mereka bekerjasama untuk mengatur,
mengawasi dan meningkatkan arus komoditi dan informasi semenjak dari tititk
supplier hingga ke end user.
Levi et al. (2004) mendefinisikan supply chain management sebagai suatu
pendekatan yang digunakan untuk mencapai pengintegrasian yang efisien dari
supplier, manufacturer, distributor, retailer, dan customer. Artinya barang
diproduksi dalam jumlah yang tepat, pada saat yang tepat, dan pada tempat yang
tepat dengan tujuan mencapai suatu biaya dari sistem secara keseluruhan yang
minimum dan juga mencapai service level yang diinginkan. Manajemen rantai
pasokan merupakan strategi alternatif yang memberikan solusi dalam menghadapi
ketidakpastian lingkungan untuk mencapai keunggulan kompetitif melalui
pengurangan biaya operasi dan perbaikan pelayanan konsumen dan kepuasan
konsumen.
Terdapat beberapa argumen dalam penerapan manajemen rantai pasok pada
komoditas pertanian. Pertama, konsumen yang menentukan terhadap atribut produk
yang diinginkan secara lebih lengkap dan rinci (Simatupang et al. 1998). Kedua,
penerapan manajemen rantai pasok pada produk pertanian diyakini dapat
meningkatkan efisiensi pada keseluruhan rantai pasok melalui keterpaduan proses
produk dan keterpaduan antarpelaku dalam keseluruhan rantai pasok (Saptana dan
Daryanto, 2013). Ketiga, penerapan manajemen rantai pasok pada produk pertanian
diyakini dapat meningkatkan daya saing melalui peningkatan efisiensi dan
ketepatan pelayanan pada pelanggan. Keempat, penerapan manajemen rantai pasok
13

pada produk pertanian dapat meningkatkan akses petani untuk memasuki pasar
modern dan pasar global secara lebih luas.
Sebuah supply chain (rantai pasok) merujuk kepada jaringan yang rumit dari
hubungan yang mempertahankan organisasi dengan rekan bisnisnya untuk
mendapatkan sumber produksi dalam menyampaikan kepada konsumen. Tujuan
dalam rantai pasok ialah memenuhi permintaan pelanggan melalui efisien
menggunakan sebagian besar sumber daya, termasuk distribusi, kapasitas
persediaan dan tenaga kerja serta memastikan material terus mengalir dari sumber
ke konsumen akhir. Bagian-bagian yang bergerak didalam rantai pasok haruslah
berjalan secepat mungkin. Tiap-tiap tingkat dari rantai pasok dihubungkan melalui
alian produk, informasi, dan keuangan (Siagian 2002). Menurut Indrajit dan
Djokopranoto (2002), pemain utama dalam rantai pasok diantaranya suppliers,
manufacture, distributor, retail outlets, dan customers yang secara rinci dijelaskan
sebagai berikut :
1. Rantai 1 : Suppliers
Jaringan bermula dari suppliers, yang merupakan sumber penyedia bahan
pertama dimana rantai penyaluran barang akan dimulai. Bahan pertama ini bisa
juga dalam bentuk bahan baku, bahan mentah, bahan penolong, bahan
dagangan, sub suku cadang, suku cadang, dan sebagainya.
2. Rantai 1 – 2 : Suppliers ► Manufacturer
Rantai pertama dihubungkan dengan rantai kedua, yaitu manufaktur yang
melakukan pekerjaan membuat, memfabrikasi, merakit, mengkonversikan,
ataupun menyelesaikan barang (finishing).
3. Rantai 1 – 2 – 3 : Suppliers ► Manufacturer ► Distributor
Barang sudah jadi yang dihasilkan oleh pabrik sudah mulai disalurkan kepada
pelanggan melalui distributor.
4. Rantai 1 – 2 – 3 – 4 : Suppliers ► Manufacturer ► Distributor► Retail Outlets
Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gudang sendiri atau juga dapat
menyewa dari pihak lain. Gudang ini digunakan untuk menimbun barang
sebelum disalurkan ke pihak pengecer.
5. Rantai 1 – 2 – 3 – 4 – 5 : Suppliers ► Manufacturer ► Distributor► Retail
Outlets ► Custumers
Retailers menawarkan barangnya langsung kepada pelanggan atau pembeli atau
pengguna barang tersebut. Yang termasuk outlets adalah ritel, warung, ritel
serba ada, pasar swalayan, ritel koperasi, mal, dan club stores. Aplikasi
manajemen rantai pasokan pada dasarnya memiliki tiga tujuan utama, yaitu
penurunan biaya, penurunan modal dan perbaikan pelayanan (Anatan dan
Ellitan 2008).

Kemitraan Contract Farming


Kemitraan adalah suatu strategi agribisnis yang dilakukan oleh dua pihak
atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih manfaat bersama ataupun
keuntungan bersama sesuai prinsip saling membutuhkan dan saling mengisi sesuai
kesepakatan (Hafsah, 2000). Salah satu langkah strategis untuk membantu petani
khususnya dalam proses produksi dan pemasaran yaitu dengan sistem kemitraan
contract farming. Sistem pertanian kontrak (contract farming) merupakan satu
mekanisme kelembagaan (kontrak) yang memperkuat posisi tawar-menawar petani
dengan cara mengkaitkannya secara langsung atau pun tidak langsung dengan
14

badan usaha yang secara ekonomi relatif lebih kuat. Melalui kontrak, petani kecil
dapat beralih dari usaha tradisional/subsisten ke produksi yang bernilai tinggi dan
berorientasi ekspor. Hal ini tidak hanya berpotensi meningkatkan penghasilan
petani, kecil yang ikut dalam kontrak tetapi juga mempunyai efek berlipat ganda
(multiplier effects) bagi perekonomian di pedesaan maupun perekonomian dalam
skala yang lebih luas.
Contract farming menjadi salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan
di sektor pertanian (agribisnis) khususnya pertanian skala kecil. Contract farming
mengintegrasikan petani ke dalam pasar modern melalui suatu sistem rantai pasok,
pola interaksi sosial dan proses kerja oleh para pelaku utama agribisnis. Secara
koseptual, menurut Eaton dan Sherperd (2001), contract farming atau kemitraan
usaha adalah sebagai jalinan kerjasama yang berorientasi ekonomi dan bisnis yang
berkesinambungan antara dua atau lebih pelaku agribisnis, baik dalam satu
subsistem maupun antar subsistem agribisnis (keterkaitan antar subsistem). Tujuan
dari contract farming yaitu berupa jalinan kerjasama yang saling membutuhkan,
saling memperkuat dan saling menguntungkan sehingga hubungannya akan
berkesinambungan. Oleh karena itu, hubungan kemitraan yang dibangun antara
kedua belah pihak haruslah saling menguntungkan, saling membutuhkan dan saling
memperkuat yang terpenting adalah adanya posisi tawar yang setara berdasarkan
peran masing-masing. Sehingga mendorong terciptanya integrasi yang lebih baik
dalam suatu kerangka rantai pasok. Terdapat tiga komponen utama dalam
penyusunan contract farming (Eaton et al. 2001):
- Ketentuan pasar : petani dan perusahaan berkomitmen masing-masing untuk
memasok dan membeli komoditas pertanian tertentu
- Penyedia sumber daya : perusahaan berkomitmen untuk memberikan masukan
kredit dan saran teknis kepada petani.
- Spesifikasi manajemen : petani menyetujui metode yang direkomendasikan
mengenai budidaya hingga pemanenan oleh perusahaan.
Contract farming dapat juga diartikan sebagai sistem produksi dan
pemasaran berskala menengah, dimana terjadi pembagian beban resiko produksi
dan pemasaran diantara pelaku agribisnis dan petani kecil. Tujuannya untuk
mengurangi biaya transaksi (Mustikawati 2010). Keunggulan contrac farming yang
banyak dijumpai dalam bentuk kontrak pemasaran antara lain:
a) Efisiensi dalam pengumpulan hasil tinggi karena kontrak dilakukan secara
berkelompok melalui PKT/Gapoktan/Kelompok Tani
b) Efisiensi dalam pengangkutan tinggi karena dapat dicapainya skala angkut
maksimal
c) Harga relatif stabil karena harga ditetapkan dengan sistem kontrak di mana
harga ditetapkan saat sebelum tanam
d) Mampu mendorong petani untuk menghasilkan produk berkualitas
e) Menjamin kepastian kontinyuitas pasokan bagi perusahaan mitra, karena ada
perencanaan produksi (perencanaan luas areal, jadwal tanam, jadwal panen).
Sedangkan kelemahan dari pola contrac farming antara lain:
a) Kelembagaan kemitraan usaha umumnya bersifat rigid karena didasarkan atas
ikatan-ikatan formal yang mengikat, dengan sistem insentif dan sangsi yang
jelas
15

b) Biasanya Perusahaan Mitra memiliki jaringan pasar yang bersifat khusus (ritel,
industri pengolahan, restouran dan hotel, serta ekspor) dengan persyaratan
standar mutu yang ketat
c) Tidak adanya fleksibilitas keluar masuk pasar secara bebas, karena sudah terikat
kontrak pemasaran
d) Hanya dapat menampung hasil produksi produk yang memenuhi standar
kualitas yang telah ditentukan oleh ke dua belah pihak.
Praktik contract farming atau kemitraan usaha yang sudah berkembang di Indonesia
diantaranya kemitraan petani dengan retail modern. Kemitraan tersebut merupakan
bentuk kemitraan pemasaran, dimana petani memperoleh pasar baru yang
menawarkan keuntungan cukup besar sedangkan bagi retailer, keuntungan yang
diperoleh dengan adanya bermitra dengan petani adalah adanya pasokan yang tetap
dan kontinu untuk memenuhi permintaan kebutuhan pasarnya (Mustikawati 2010).
Menurut Eaton dan Shepherd (2001), untuk mengidentifikasi hubungan
kemitraan contract farming, dibagi menjadi lima model, yaitu:
1. Informal model
yaitu model yang biasanya diaplikasikan terhadap wiraswasta perseorangan
atau perusahaan kecil yang biasanya membuat kontrak produksi informal yang
mudah dengan para petani berdasarkan musiman. Terutama untuk tanaman
sayuran segar dan buah-buahan tropis. Tanaman biasanya membutuhkan
perlakuan yang ekstra mulai dari proses budidaya hingga pengolahan. Contoh
dari model ini adalah dimana perusahaan kecil membeli produk dari petani dan
memberikan perlakuan seperti sortasi, grading dan pelabelan terhadap produk
lalu dijual kembali ke ritel.
Kelebihan model ini adalah rendahnya biaya operasional, sedangkan kelemahan
model ini adalah kontrol yang rendah terhadap proses produksi, tingginya risiko
yang ditanggung oleh perusahaan jika terjadi kendala dalam pasokan serta
adanya kompetisi yang tinggi ditingkat pembeli.
2. Intermediary model
yaitu model kombinasi dari centralized model dan informal model. Model ini
biasanya diaplikasikan terhadap usaha pemberdayaan masyarakat petani
melalui mediasi lembaga pemerintah atau lembaga non profit lainnya dalam
mediasi dengan perusahaan mitra, fasilitasi dalam penyediaan dana, serta
bimbingan dan penyuluhan. Kelebihan model ini adalah mengurangi risiko,
dengan asumsi pengolahan yang efektif, adanya dukungan keuangan,
peningkatan pengolahan supply chain pengelolaan, sedangkan kelemahan
dalam model ini adalah visibilitas, kontrol produksi pembeli lebih rendah di
bandingkan petani.
3. Multipartite model
yaitu biasanya melibatkan badan hukum dan perusahaan swasta yang secara
bersama berpartisipasi bersama para petani yang bertanggung jawab untuk
penyediaan kredit, manajemen produksi, manajemen pengolahan dan
pemasaran. (misalnya melibatkan Gapoktan atau kelompok tani, grower,
pemasok saprodi, lembaga permodalan, supplier). Kelebihan model ini adalah
mengurangi risiko, kelemahannya adalah tingginya biaya tranportasi.
4. Centralized model
yaitu model yang terkoordinasi secara vertikal, dimana sponsor membeli
produk dari para petani dan kemudian memprosesnya atau mengemasnya dan
16

memasarkan produknya. Hubungan atau koordinasi yang terjalin dengan baik


antara petani dan pembeli. Pada model ini sangat memperhatikan mengenai
kualitas produk yang dihasilkan sesuai dengan kesepakatan isi kontrak yang
ditentukan di awal musim. Model ini biasanya digunakan untuk produk seperti
tebu, teh, kopi, susu, sayuran serta buah-buahan. Kelebihan model ini adalah
membeli memberikan input secara langsung terhadap petani, sedangkan
kelemahan model ini adalah tingginya investasi untuk pra dan pasca panen.
5. Nucleus estate model
yaitu variasi dari model terpusat, dimana dalam model ini sponsor dari proyek
juga memiliki dan mengatur tanah perkebunan yang biasanya dekat dengan
pabrik pengolahan.model ini sering digunakan untuk tanaman tahunan.
Kelebihan model ini adalah adanya peran penyuluh untuk membantu
pengawasan terhadap rantai pasokan sehingga meminimalisir terhambatnya
jumlah pasokan, sedangkan kelemahan dalam model ini adalah tingginya
investasi untuk kegiatan produksi.

Pengukuran Kinerja Rantai Pasok


Pengukuran kinerja manjemen rantai pasok digunakan untuk
mengoprasionalkan rantai pasok dengan baik, sehingga dapat efektif dan efisien.
Menurut Adinata (2013), adanya pengukuran kinerja manjemen rantai pasok untuk
memperbaiki kinerjanya sehingga lebih baik lagi. Diperlukan beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam kinerja manajemen rantai pasokan,yaitu :
- Fleksibilitas rantai pasok, perusahaan harus mampu beradaptasi sehingga
mampu merespon perubahan yang terjadi.
- Kualitas kemitraan, memiliki partner kerja yang dapat diandalkan dan
memberikan yang terbaik
- Integrasi rantai pasok, keseluruhan aktifitas baik korganisasian, pemasok,
produksi dan konsumen harus baik.
- Kecepatan perusahaan dalam merespon permintaan konsumen dan pasar.
Metode yang banyak digunakan untuk mengukur performansi kinerja rantai
pasokan perusahaan pada saat ini adalah SCOR (Supply Chain Operational
Reference). Metode SCOR merupakan suatu metode yang dikembangkan oleh
Dewan Rantai Pasok (Supply Chain Council) untuk mengukur kinerja rantai pasok
perusahaan, meningkatkan kinerjanya dan mengkomunikasikan kepada pihak-
pihak yang terlibat di dalam rantai pasok. Model SCOR menyajikan kerangka
proses bisnis, indikator kinerja, praktik-praktik terbaik serta teknologi yang unik
untuk mendukung komunikasi dan kolaborasi antar mitra rantai pasok sehingga
dapat meningkatkan manjemen rantai pasok dan efektivitas penyempurnaan rantai
pasok (Paul 2014).
Menurut Bolstorff dan Rosenbaum (2003), metode SCOR dilakukan dengan
mengintegrasikan tiga unsur, yakni business process reengineering, benchmarking,
dan process measurement. Ketiga unsur tersebut diwujudkan ke dalam suatu
kerangka kerja yang komprehensif sebagar referensi untuk meningkatkan kinerja
manjemen rantai pasok tertentu dengan fungsi-fungsi sebagai berikut:
1. Business process reengineering
berfungsi untuk menggambarkan proses kompleks yang terjadi pada masa
sekarang dan mendefinisikan proses yang diharapkan ke depannya atau target.
17

2. Benchmarking
berfungsi untuk menentukan data pembanding sebagai acuan peningkatan
kinerja rantai pasok.
3. Process measurement
berfungsi untuk mengukur, mengendalikan, dan memperbaiki proses-proses
supply chain.
SCOR terstruktur ke dalam enam proses manajemen berbeda, yaitu :
1. Plan (perencanaan)
berkaitan dengan rencana perusahaan untuk menentukan apa yang harus
dilakukan kedepannya agar sesuai dengan visi, misi dan tujuan perusahaan.
2. Source (pengadaan)
berkaitan dengan pelaksanaan apa saja yang akan dilakukan di dalam
perusahaan sehingga menimbulkan nilai guna.
3. Make (pembuatan)
berkaitan dengan penciptaan produk atau barang yang nantinya dapat
mendatangkan keuntungan bagi perusahaan.
4. Deliver (pengiriman)
berkaitan dengan bagaimana produk atau barang dari perusahaan tersebut dapat
sampai ke tangan konsumen dengan tepat waktu.
5. Return (pengembalian)
berkaitan dengan pengembalian produk atau barang milik perusahaan yang
kondisinya cacat, sehingga konsumen tidak merasa dirugikan
6. Enable
berkaitan dengan penetapan, pemeliharaan dan pemantauan informasi,
hubungan, sumberdaya, aset, aturan bisnis, kesesuaian dan kontrak yang
dibutuhkan dalam menjalankan rantai pasok
Model SCOR memberikan petunjuk mengenai tipe-tipe metric yang
dipergunakan untuk mengukur performansi suatu perusahaan. Metrik adalah
sebuah pengukuran kinerja standar yang memberikan dasar bagaimana kinerja dari
proses-proses dalam supply chain di ebaluasi. Pengukuran kinerja rantai pasok
dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap atribut-atribut kinerja yaitu:
1. Reliabilitas merupakan atribut kinerja yang menilai kemampuan perusahaan
dalam melaksanakan tugas sesuai dengan yang diharapkan atau ditargetkan.
2. Responsivitas merupakan atribut kinerja yang menilai kecepatan rantai pasok
produk hingga tiba di tangan pelanggan atau konsumen.
3. Adaptibilitas menilai kemampuan rantai pasok dalam merespon perubahan
pasar untuk meningkatkan dan mempertahankan keuntungan yang ada.
4. Biaya merupakan atribut kinerja yang menghitung biaya yang dikeluarkan
dalam suatu proses rantai pasok.

Kerangka Pemikiran Operasional

Sebagai komoditas hortikultura, sayuran memiliki potensi besar untuk


dikembangkan. Perubahan gaya hidup khususnya pada konsumen di beberapa
daerah di Jawa Barat telah mengarahkan permintaan untuk produk sayuran segar
dan aman dikonsumsi, hal ini mengakibatkan perubahan paradigma industri dan
persaingan yang berorientasi pada pemenuhan kepuasan dan permintaan pasar
18

(consumer driven). PT Bimandiri Agro Sedaya merupakan usaha yang bergerak di


bidang pengadaan sayuran eksklusif dengan kualitas terbaik dan penanganan pasca
panen. Perusahaan telah menyesuaikan produknya dengan kualifikasi yang
diinginkan konsumen, tetapi masih belum bisa memenuhi kuantitas yang diminta.
Komitmen kerjasama yang tertulis dalam suatu kontrak tersebut merupakan suatu
upaya menciptakan pengelolaan rantai pasokan sayuran secara terintegrasi atau
manajemen rantai pasokan.
Meningkatnya persaingan dalam dunia bisnis yaitu permintaan pelanggan
yang semakin komplek dan semakin banyaknya produk baru yang bermunculan
saat ini, memicu setiap perusahaan agar mampu bersaing untuk menciptakan
produk yang inovatif agar perusahaan dapat meningkatkan keunggulan kompetitif.
Hal tersebut dapat dicapai dengan mengelola aliran informasi, aliran produk,
maupun aliran material antara pemasok, perusahaan dan distributor. Konsep supply
chain management (SCM) digunakan untuk menciptakan kolaborasi serta
kerjasama di antara pelaku rantai pasok sayuran sehingga dapat memenuhi
permintaan konsumen. Dengan adanya manajemen rantai pasok yang terstruktur,
perusahaan mampu memberikan kepuasan pada pelanggan dan menciptakan image
kepercayaan terhadap pelanggan sehingga menimbulkan daya saing perusahaan.
Penelitian ini, dilakukan analisis kinerja manajemen rantai pasok sayuran
pada PT Bimandiri Agro Sedaya agar dapat mengoptimalkan kinerja rantai pasok
dan meningkatkan daya saing pada PT Bimandiri Agro Sedaya. Metode analisis
kualitatif manajemen rantai pasok mengacu pada kerangka pengembangan rantai
pasok Food Supply Chain Network. Analisis kinerja rantai pasok sayuran di PT
Bimandiri Agro Sedaya dimulai dengan melakukan identifikasi terhadap enam
unsur dalam FSCN dengan setiap anggota rantai pasok yang terlibat dalam rantai
pasok. Pengaplikasian manajemen rantai pasok pada PT Bimandiri Agro Sedaya
masih tergolong baru dan belum optimal sehingga perlu dilakukan pengukuran
kinerja rantai pasok yang ada untuk mengetahui posisi kinerja rantai pasok yang
ada. Pengukuran kinerja rantai pasok sayuran di PT Bimandiri Agro Sedaya
dilakukan dengan menggunakan metode SCOR (Supply Chain Operations
Reference) dan menghasilkan nilai kinerja rantai pasok sayuran pada PT Bimandiri.
Pembahasan mengenai hubungan kemitraan antara pelaku rantai pasok yang
akan dievaluasi secara deskriptif menggunakan contract farming models yang
disesuaikan pada atribut kemitraan (Eaton dan Shepherd 2001). Informasi
mengenai hubungan kemitraan dan integrasi rantai pasok diharapkan dapat
diketahui dari analisis yang dilakukan kemudian dapat dijadikan suatu input bagi
perumusan alternatif kebijakan untuk mengembangkan rantai pasok sayuran. Hasil
dari analisis tersebut diharapkan dapat menjadi upaya alternatif pengembangan
manajemen rantai pasok sayuran. Pengembangan manajemen rantai pasok sayuran
ini diharapkan turut meningkatkan daya saing pada PT Bimandiri Agro Sedaya di
pasaran. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 3.
19

ini diharapkan turut meningkatkan daya saing pada PT Bimandiri Agro Sedaya di
pasaran. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 3.
Permasalahan pada PT Bimandiri Agro Sedaya :
- Kurang jumlah pasokan sayuran
- Hubungan kerjasama yang terjalin dengan petani mitra tidak ada kontrak
secara jelas
Petani mitra

Petani mitra PT Bimandiri Agro Sedaya Ritel

Petani mitra

Identifikasi model mengidentifikasi kondisi


contract farming pada mengukur kinerja rantai pasok
PT Bimandiri Agro Sedaya sayuran pada PT Bimandiri Agro
Sedaya
Kerangka FoodSupply
Analisis deskriptif: Chain Networks:
Contract farming models:
1. Input/credit 1. Sasaran Rantai
2. Extension services 2. Struktur Rantai
3. Use of contract 3. Sumber Daya Rantai
4. Farmer grouping 4. Manajemen Rantai
5. Gower management 5. Proses Bisnis Rantai
6. Centralized processing 6. Kinerja Rantai
7. Post harvers logistics
8. Buyer investment Metode SCOR
9. Risk of incosistent supply 1. Reliabilitas
2. Responsivitas
3. Fleksibilitas
4. Cost

Upaya strategis untuk


pengembangan rantai pasok sayuran

Keterangan :
Aliran Produk
Aliran Biaya dan Informasi

Gambar 3 Kerangka pemikiran operasional


20

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT Bimandiri Agro Sedaya di Kabupaten


Bandung Barat Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara
sengaja dengan pertimbangan kondisi wilayah penelitian bahwa keadaan alamnya
cocok untuk budidaya sayuran, serta merupakan salah satu sentra produksi sayuran
yang cukup berkontribusi menyumbang pasokan sayuran di Jawa Barat. Selain itu,
adanya kemitraan yang terjalin dengan beberapa petani mitra sayuran dan menjadi
ritel utama di wilayah Jawa Barat, Jakarta dan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan
mulai dari bulan Agustus 2016 sampai Maret 2017.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh
dari wawancara mendalam (indept interview) dengan pelaku rantai pasok. Data
primer yang dikumpulkan mencakup kondisi rantai pasok, harga sayuran unggulan
di PT Bimandiri Agro Sedaya, biaya produksi dan penanganan pasca panen di
tingkat petani dan PT Bimandiri Agro Sedaya. Data primer juga diperoleh dari data
historis PT Bimandiri Agro Sedaya mengenai jumlah permintaan dari ritel, jumlah
pasokan sayuran dari petani mitra ke perusahaan, dan jumlah penjualan sayuran
dari perusahaan ke ritel. Data sekunder diperoleh melalui literatur, data-data relevan
yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga pemerintah atau instansi terkait, artikel,
jurnal, dan penelitian-penelitian terdahulu yang mendukung penelitian.

Metode Penentuan Responden

Penentuan responden dalam penelitian ini merupakan petani mitra dan pihak
PT Bimandiri Agro Sedaya (manajer operasional dan kepala divisi pemasaran) yang
ditentukan dengan metode purposive sampling. Petani mitra yang dijadikan
responden adalah petani yang menghasilkan tomat, kol/kubis, sawi, selada dan
kembang kol sebanyak 20 petani yang secara kontinu mengirimkan sayuran kepada
PT Bimandiri Agro Sedaya.

Metode Pengolahan Data

Penelitian ini membutuhkan pendekatan metode kualitatif dan kuantitatif


untuk mengolah data primer dan sekunder. Analisis kualitatif dilakukan untuk
menganalisis rantai pasok sayuran di Jawa Barat secara deskriptif sesuai dengan
21

kerangka Food Supply Chain Networking (FSCN) dan menganalisis kontrak


pertanian menggunakan analisis contract farming models. Sedangkan untuk
analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis kinerja rantai pasok sayuran
menggunakan metode Supply Chain Operation Reference (SCOR).

Analisis rantai pasok sayuran


Analisis rantai pasok sayuran yang terjadi di PT Bimandiri Agro Sedaya
dianalisis menggunakan kerangka proses Food Supply Chain Networking (FSCN)
dari Lambert dan Cooper (2000) yang dimodifikasi oleh Van der Vorst (2006).
Selain dijelaskan secara deskriptif, model rantai pasokan juga dianalisis secara
kuantitatif yakni terkait dengan pengukuran kinerja rantai pasokan. Kerangka
analisis rantai pasok dengan model FSCN terdiri dari keenam unsur yang digunakan
untuk menggambarkan, menganalisis, dan mengembangkan sebuah rantai pasok
yang spesifik. Keenam unsur tersebut meliputi sasaran rantai, struktur rantai,
manajemen rantai, sumber daya rantai, proses bisnis rantai dan kinerja rantai pasok.
Kinerja rantai akan diukur menggunakan metode SCOR (Paul 2014).
1. Struktur Rantai
Struktur rantai pasok menjelaskan siapa yang menjadi anggota atau pelaku
utama dari jaringan rantai pasok dan peranannya masing-masing. Tujuannya
adalah untuk menjelaskan anggota mana yang berperan sangat penting untuk
keberhasilan rantai pasok yang sejalan dengan tujuan rantai pasok. Struktur
rantai dijelaskan dalam dua bagian, yaitu :
a) Anggota rantai
Pada bagian ini dijelaskan siapa saja yang menjadi anggota rantai pasok
yang terlibat di dalamnya, dan dijelaskan pula peran tiap anggota rantai
pasok. Anggota rantai pasok terbagi menjadi dua yaitu anggota yaitu
anggota primer dan anggota skunder. Anggota primer adalah pihak-pihak
yang terlibat secara langsung dalam proses bisnis rantai pasok. Sedangkan
anggota sekunder adalah anggota yang tida terlibat secara langsung dalam
proses bisnis rantai pasok tetapi memiliki pengaruh dalam kegiatan bisnis
rantai pasok.
b) Pola Aliran Komoditas
Pola aliran komoditas dalam rantai pasok terbagi menjadi 3 aliran
komoditas. Pola pertama merupakan aliran barang mulai dari hulu sampai
ke hilir. Pola kedua merupakan aliran uang dari hulu ke hilir. Pola aliran
ketiga merupakan aliran informasi yang mengalirdari hulu ke hilir.
2. Sasaran Rantai
a) Sasaran Pasar
Menjelaskan bagaimana model suatu rantai pasok dapat berlangsung
terhadap produk yang dipasarkan. Tujuan pasar dijelaskan dengan jelas,
seperti siapa pelanggannya, apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari
produk tersebut.
b) Sasaran Pengembangan
Bagian ini mejelaskan target atau objek dalam rantai pasok yang hendak
dikembangkan oleh beberapa pihak yang terlibat di dalamnya. Sasaran
22

pengembangan rantai pasok sayuran dirancang secara bersama-sama oleh


pelaku rantai pasokan yakni petani, PT Bimandiri dan ritel. Bentuk sasaran
pengembangan dapar berupa penciptaan koordinasi, kolaborasi, atau
pengembangan penggunaan tekonologi informasi serta prasarana lain yang
dapat meningkatkan kinerja rantai pasokan.
3. Manajemen Rantai
Manajemen rantai menggambarkan bentuk koordinasi dan struktur manajemen
dalam jaringan manajemen rantai pasok yang memfasilitasi proses pengambilan
keputusan secara cepat oleh pelaku rantai pasok, dengan memanfaatkan
sumberdaya yang dimiliki dalam rantai pasok guna meningkatkan kinerja rantai
pasok. Beberapa hal yang akan dikaji dalam manajemen rantai (Paul 2014):
a) Pemilihan Mitra
Menjelaskan bagaimana prosedur dan syarat apa saja yang digunakan untuk
memilih mitra kerjasama dan bagaimana prakteknya dilapangan.
b) Kesepakatan Kontraktual dan Sistem transaksi
Menjelaskan mengenai bentuk kesepakatan kontraktual yang disepakati
dalam membangun hubungan kerjasama disertai dengan sistem transaksi
yang dilakukan diantara berbagai pihak yang bekerjasama. Penjelasan
kesepakatan kontraktual dalam pelaksanaan manajemen rantai pasok
sayuran akan dikaitkan dengan komitmen bersama yang telah disepakatai
antar pelaku rantai.
c) Sistem Transaksi
Bagian ini menjelaskan bagaimana sistem transaksi yang digunakan dalam
proses bisnis rantai pasok.
d) Kolaborasi Rantai Pasok
Koordinasi kerjasama dalam suatu rantai pasok sayuran dijelaskan secara
lengkap meliputi tingkatan kolaborasi yang terjadi, perencanaan
kolaboratif, penelitian kolaboratif serta proses trust building.
4. Sumber Daya Rantai
Mengkaji potensi sumber daya yang dimiliki oleh anggota rantai pasok adalah
penting guna mengetahui potensi-potensi apa saja yang mendukung upaya
pengembangan rantai pasok. Sumber daya yang dikaji meliputi sumber daya
fisik, teknologi, sumber daya manusia, dan permodalan.
5. Proses Bisnis Rantai
Proses bisnis rantai menjelaskan proses-proses yang terjadi di dalam rantai
pasokan untuk mengetahui apakah keseluruhan alur rantai pasokan sudah
terintegrasi dan berjalan dengan baik atau tidak, dan menjelaskan bagaimana
melalui suatu tindakan strategik tertentu mampu mewujudkan rantai pasokan
yang mapan dan terintegrasi. Proses bisnis rantai ditinjau berdasarkan aspek
hubungan proses bisnis antar anggota rantai pasokan, pola distribusi serta
jaminan identitas merk. Secara lebih rinci dapat dilihat pada Gambar 4.
Menurut Paul (2014), setelah menjelaskan sasaran rantai pasok dan lima
unsur yang terdapat dalam kerangka analisis FSCN, perlu dilakukan penilaian
terhadap kinerja rantai pasok. Penilaian kinerja rantai pasok menggambarkan
sejauh mana pelaksanaan aktifitas suatu rantai pasok dapat memenuhi kepuasan
konsumen dan seluruh anggota rantai pasok.
23

- Siapa yang melakukan


- Anggota-anggota proses bisnis FSCN ini?
Struktur
dalam FSCN rantai - Bagaiman tingkat
- Peran setiap anggota pasok integrase proses?
FSCN yang terlibat

Sasaran Manajemen Proses Bisnis Kinerja


rantai Rantai Pasok Rantai Pasok rantai

- Pemilihan mitra
Apa saja sumber daya
- Kesepakatan kontraktual Sumber yang digunkan dalam
- Sistem transaksi
daya rantai setiap proes oleh
- Dukungan pemerintah
pasok setiap anggota FSCN ?
- Kolaborasi rantai pasok

Gambar 4 Kerangka analisis deskriptif rantai pasok


Sumber: Van der Vorst (2006)

Pengukuran kinerja rantai pasok sayuran


Sistem pengukuran kinerja diperlukan untuk melakukan monitoring dan
pengendalian, mengkomunikasikan tujuan organisasi ke fungsi-fungsi pada rantai
pasok. Mengetahui dimana posisi suatu organisasi relatif terhadap pesaing maupun
terhadap tujuan yang hendak dicapai, dan menentukan arah perbaikan untuk
menciptakan keunggulan dalam bersaing. Metode SCOR (Supply Chain Operation
Refferences) merupakan suatu metode yang dikembangkan oleh Dewan Rantai
Pasok untuk mengevaluasi dan membandingkan aktivitas dan kinerja rantai pasok.
Atribut kinerja dalam SCOR terbagi menjadi lima yaitu reliabilitas,
responsivitas, adaptibilitas, biaya dan manajemen aset. Setiap atribut kinerja yang
diukur memiliki matrik kinerja yang berbeda-beda (Paul 2014). Matrik kinerja dari
masing-masing atribut kinerja disajikan pada Tabel 5. Atribut pengukuran kinerja
disesuaikan dengan informasi yang didapat saat penelitian. Pada penelitian ini
mengukur empat atribut kinerja yaitu reliabilitas, responsivitas, adaptibilitas dan
biaya. Atribut biaya disesuaikan dengan kondisi dilapangan dikarenakan
terbatasnya informasi yang diberikan dari pihak PT Bimandiri Agro Sedaya.
Pengukuran kinerja dilihat dari dua sisi yaitu kinerja petani dan kinerja perusahaan.
Pengukuran kinerja rantai pasok sayuran dilakukan terhadap satuan per unit
komoditas sayuran utama yaitu tomat, kembang kol, sawi, kol dan selada yang
dipilih berdasarkan permintaan ritel tertinggi.
24

Tabel 5 Matriks kinerja dan atribut kinerja


No Atribut kinerja Matriks kinerja Keterangan
1 Reliabilitas Pesanan terkirim penuh Persentase pesanan yang dapat
dipenuhi dari seluruh pemesanan
Kinerja pengiriman Persentase ketepatan waktu dalam
memenuhi permintaan konsumen
Keakuratan dokumentasi Persentase keakuratan doku-
mentasi pendukung dalam hal
pemesanan
Kondisi barang sempurna Persentase pesanan yang terkirim
sesuai dengan spesifikasi
pelanggan
2 Responsivitas Waktu siklus pengadaan Rata-rata waktu yang dibutuhkan
untuk proses pengadaan
Waktu siklus pembuatan Rata-rata waktu yang berkaitan
dengan pengolahan bahan baku
Waktu siklus pengiriman Rata-rata waktu yang berkaitan
dengan pengiriman produk
3 Adaptibilitas Fleksibilitas rantai pasok Jumlah hari yang dibutuhkan
atas untuk mencapai permintaan tak
terencana sebesar 20%
Penyesuaian rantai pasok Maksimum persentase pe-
atas ningkatan kapasitas secara
berkelanjutan
Penyesuaian rantai pasok Minimum persentase penu-runan
bawah kapasitas secara ber-kelanjutan
4 Biaya Bahan baku Total biaya yang dikeluarkan
untuk membeli bahan baku
Produksi Total biaya yang dikeluarkan
dalam aktivitas pembuatan produk
Pengiriman Total biaya yang dikeluarkan
dalam aktivitas pengiriman produk
5 Manajemen Siklus cash to cash Efektifitas suatu perusahaan dalam
Asset memanajemen asetnya sehingga
Return on Supply Chain terpenuhinya kepuasan konsumen
Fixed Assets
Return on Working
Capital
Sumber : Paul (2014).

Indikator-indikator kinerja rantai pasok sayuran di Kabupaten Bandung


Barat adalah sebagai berikut (Paul 2014):
1. Perfect Order Fulfillment
Adalah persentase pesanan yang memenuhi kinerja pengiriman dengan
dokumentasi yang utuh dan akurat tanpa ada kerusakan pengiriman.

Total Pesanan yang Dikirim Tepat Waktu


Perfect Order Fulfillment = x 100%
Total Pesanan yang Dikirim
25

2. Order Fulfillment Cycle Time (OFCT)


Waktu siklus aktual rata-rata yang secara konsisten diterima untuk memenuhi
pesanan konsumen. Untuk setiap pesanan waktu siklus dimulai dari penerimaan
pesanan dan berakhir saat konsumen menerima pesanan tersebut.
Jumlah waktu siklus aktual untuk semua pesanan yang dikirim
OFCT =
jumlah total pesanan yang dikirim

3. Kesesuaian dengan Standar


Kesesuaian standar adalah persentase jumlah permintaan konsumen yang
dikirimkan sesuai dengan standar yang ditentukan konsumen, yang dinyatakan
dalam persen. Secara matematis, dapat dilihat sebagai berikut :
total pesanan yang sesuai standar
Kesesuaian dengan standar = x 100%
total pesanan yang dikirim

4. Lead Time Pemenuhan Pesanan


Lead time pemenuhan pesanan adalah menerangkan waktu yang dibutuhkan oleh
petani atau perusahaan untuk memenuhi kebutuhan konsumen, yang dinyatakan
dalam satuan jam.

5. Siklus Pemenuhan Pesanan


Siklus pemenuhan pesanan adalah waktu yang dibutuhkan oleh petani atau
perusahaan pada satu siklus order, yang dinyatakan dalam satuan jam. Secara
matematis, dapat dilihat sebagai berikut
Siklus Pemenuhan Pesanan = Waktu Perencanaan + Waktu Pengemasan +
Waktu Pengiriman

6. Fleksibilitas Rantai Pasok


Fleksibilitas rantai pasok adalah waktu yang dibutuhkan untuk merespon rantai
pasok apabila ada pesanan yang tak terduga baik peningkatan atau penurunan
pesanan tanpa terkena biaya penalti, yang dinyatakan dalam satuan hari. Secara
matematis, dapat dilihat sebagai berikut
Fleksibilitas rantai pasok = Siklus mencari Barang + Siklus Mengemas Barang
+ Siklus Mengirim Barang

7. Biaya Total Rantai Pasok


Biaya total manajemen rantai pasok adalah menerangkan biaya yang dikeluarkan
oleh perusahaan dalam melakukan penanganan bahan mulai dari pemasok
sampai ke ritel, yang dinyatakan dalam satuan rupiah.
Biaya Total Rantai Pasok = Penjualan – Profit – Biaya (Biaya Perencanaan +
Biaya Pengadaan + Biaya Pengemasan + Biaya
Pengiriman + Biaya Pengembalian)

Menurut Bolstorff dan Rosenbaum (2011), setelah diukur nilai pada setiap
indikator, nilai-nilai tersebut akan dibandingkan dengan benchmark kinerja rantai
pasok yang telah ditetapkan oleh Supply Chain Council. Benchmark adalah patokan
nilai yang digunakan sebagai tolak ukur kinerja rantai pasok. Benchmark terdiri dari
26

tiga klasifikasi nilai yaitu parity, advantages dan superior. Parity adalah klasifikasi
nilai terendah target efektifitas sebuah kinerja rantai pasok. Data pada kategori
parity diperoleh dari rataan nilai perusahaan pada posisi median (rataan nilai
tengah). Advantages adalah klasifikasi nilai menengah target efektifitas sebuah
kinerja rantai pasok. Data pada kategori advantage merupakan rataan nilai tengah
antara kategori superior dan parity. Superior adalah klasifikasi nilai tertinggi target
efektifitas sebuah kinerja rantai pasok. Data pada kategori superior diperoleh dari
90 persen organisasi-organisasi dengan nilai terbaik untuk masing-masing metrik
(Bolstorff dan Rosenbaum 2011).
Kinerja rantai pasok yang diukur meliputi kinerja petani mitra dan kinerja
PT Bimandiri Agro Sedaya. Kinerja rantai pasok sayuran merupakan akumulai
hasil kesimpulan dari kinerja setiap pelaku rantai pasok sayuran. Jika kinerja kedua
pelaku rantai pasok baik, maka kinerja rantai pasok sayuran baik, begitu pula
sebaliknya. Pengukuran kinerja rantai pasok ditingkat petani bersadarkan per satuan
unit komoditas, dengan alasan bahwa tomat, kol/kubis, sawi, selada dan kembang
kol memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga diukur kinerjanya per
komoditas. Sedangkan untuk pengukuran kinerja rantai pasok di tingkat perusahaan
diukur dari hasil rata-rata kinerja sayuran seperti tomat, kol/kubis, sawi, selada dan
kembang kol dengan alasan bahwa proses pendistribusian sayuran secara
bersamaan. Kriteria penilaian kinerja rantai pasok sayuran dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Benchmarking kinerja rantai pasok


Perusahaan
Atribut Indikator Petani
Parity Advantage Superior
Reliabilitas Perfect Order Fulfillment 100 92 95 98
(%)
Kesesuaian dengan standar 100 92 95 99
(%)
Pemenuhan pesanan (%) 100 92 95 98
Responsivitas Siklus pemenuhan pesanan Menurun 8 6 4
(hari)
Lead Time (hari) Menurun 8 6 3
Fleksibilitas Fleksibilitas rantai pasok - 80 60 40
(hari)
Cost Total supply chain Menurun - - -
management cost (Rp)
Sumber : Francis (2008)
Bolstorff dan Rosenbaum (2011)

Analisis Kemitraan Contract Farming


Kemitraan menjadi aspek yang sangat penting dalam kerangka
pengembangan manajemen rantai pasok suatu produk. Kemitraan yang terjalin akan
sangat mendukung terjadinya koordinasi dan kolaborasi dari rantai pasok secara
terintegrasi. Oleh karena itu kinerja kemitraan dari suatu rantai pasok sangat
penting untuk dievaluasi secara berkelanjutan guna perbaikan kinerja rantai pasok.
Analisis kemitraan yang digunakan untuk perbaikan rantai pasok melalui contract
farming models. Menurut Setboonsarng (2008) mengartikan sebagai kontrak antara
petani dengan pembeli, dimana telah disepakati sebelum musim tanam, isi kontrak
mengenai jumlah dan kualitas produk, harga produk dan tanggal pengiriman produk
27

sudah ditetapkan dalam kontrak. Menurut Eaton et al. (2001) Contract Farming
sebagai perjanjian jangka panjang antara petani dan perusahaan pengolahan dan
pemasaran untuk menyediakan pasokan dan produksi hasil pertanian dengan harga
yang telah disepakati oleh kedua pihak. Perusahaan pengolahan dan pemasaran
dapat menjadi badan swasta maupun publik (Bijman 2008).
Penentuan contract farming models pada penelitian ini menggunakan skala
pengukuran likert dengan menggunakan beberapa butir pertanyaan untuk mengukur
hubungan kemitraan dengan merespon lima titik pilihan pada setiap butir
pertanyaan (Likert 1932; Budiaji 2013). Menurut Eaton et al. (2001) dari total nilai
pokok-pokok skala tersebut dikelompokkan menjadi 5 respon yaitu; tidak pernah
(skor 1), jarang (skor 2), kadang-kadang (skor 3), sering (skor 4) dan selalu (skor
5). Indikator-indikator yang diperoleh mengacu pada Technoserve dan IFAD
(2011) pada Tabel 7 dan disesuaikan dengan kondisi nyata yang terjadi di lapangan,
kuisioner dapat dilihat pada Lampiran 1 dan ditabulasi. Pihak petani dan perusahaan
diberikan pertanyaan sesuai dengan indikator dalam contract farming. Hasil
penilaian disesuaikan dengan skala likert dengan 5 respon nilai, setelah itu nilai
dirata-ratakan per indikator dan didapat indikator mana yang paling dominan dari
rata-rata nilai petani dan perusahaan. Nilai petani dan perusahaan dirata-ratakan
untuk mendapatkan nilai rata-rata dalam menentukan contact farming, kemudian
dilakukan penarikan kesimpulan secara umum dari lima model kemitraan manakah
yang sesuai diterapkan di PT Bimandiri, dapat dilihat pada Gambar 5.

Model informal Model Intermediary Model Multipartite Model Centralized Model Nucleus estate

Masukan
Perpanjangan
pelayanan
Pengunaan
Kontrak

Kelompok Tani

Pengelolaan Petani

Produksi/
pengolahan terpusat

Logistik Pasca
Panen

Tidak Kadang -
Masukan Hasil Jarang Kadang sering Selalu
Prosess pernah

Gambar 5 Contract farming models


Sumber : Eaton et al. (2001)
28

Tabel 7 Indikator contract farming


No Indikator Keterangan
1 Input/Credit Petani kecil memiliki akses terbatas untuk penyediaan input.
Pembeli (perusahaan) memberikan input/credit yang
dibutuhkan petani dengan memperhatikan kualitas dan
kuantitas hasilnya. Untuk menghindari risiko, umumnya
pembeli mencari kemitraan dengan lembaga-lembaga
keuangan untuk memfasilitasi kredit dengan petani kecil.
2 Extension Services Petani kecil biasanya menghasilkan produktivitas dan
kualitas yang kurang baik. Dengan adanya Extension
services pembeli (perusahaan) memfasilitasi petani kecil
melalui program penyuluhan yang efektif untuk
meningkatkan pengetahuan petani dan menyediakan
peralatan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas dan
volume output. Layanan ini bertujuan untuk membantu
prusahaan untuk lebih dekat dalam memonitor petani mitra
mereka.
3 Use of contracts Penggunaan kontrak antara petani dan pembeli (perusahaan)
bersifat formal, jelas dan tertulis. Isi kontrak terdiri dari
syarat pembayaran, tugas dan kewajiban hingga kesepakatan
harga antara kedua pihak. Namun, di negara-negara
berkembang, kontrak jarang ditegakkan, karena kelompok
tani umumnya tidak diakui sebagai badan hukum, dan
hukum yang ada seringkali sangat protektif terhadap
kepentingan petani.
4 Farmer grouping Menjalin kemitraan sebaiknya dengan kelompok tani bukan
dengan beberapa petani individu. Petani kelompok cendrung
untuk mempromosikan kohesi antara anggota melalui nilai-
nilai bersama. Memilih petani kelompok penting untuk
keberhasilan perusahaan, karena harus mempertimbangkan
kedekatan petani ke pembeli (perusahaan), kapasitas mereka
untuk memasok output, dan kemampuan mereka untuk
mengelola sumber daya.
5 Gower management Manajemen yang efektif dari perusahaan ke petani sangat
penting untuk pertumbuhan perusahaan. Pembeli berusaha
untuk mendapatkan kepercayaan dari petani sehingga
mendorong hubungan komitmen yang berkelanjutan.
Pembeli (perusahaan) memberikan layanan ekstensi (input
dan informasi pasar), atau reward terhadap loyalitas petani
reward untuk meningkatkan kinerja atau pasokan yang
konsisten.
6 Centralized Pembeli (perusahaan) bergantung pada petani untuk
production/processing memastikan ketersediaan yang konsisten sehingga
meminimalkan adanya gangguan pasokan.
7 Post-harvest logistics Keterlibatan pembeli dalam penanganan logistik pasca panen
(packaging, transport) mencakup kulaitas dan mutu produk serta layanan
infrastruktur.
8 Buyer Investment Besarnya investasi ditentukan dari seberapa besar peran
pembeli terlibat dalam kemitraan
9 Risk of Inconsistent Besarnya risiko yang dihadapi pemasok ditentukan dari
Supply seberapa besar peran pemasok terlibat dalam kemitraan
Sumber : Technoserve dan IFAD (2011)
29

GAMBARAN UMUM RANTAI PASOK SAYURAN

Rantai pasok sayuran di Kabupaten Bandung Barat mengalirkan sayuran yang


berkualitas baik. Rantai pasok ini terdiri dari petani yang bermitra dengan PT
Bimandiri Agro Sedaya, PT Bimandiri Agro Sedaya, retailer, dan konsumen akhir.
Sayuran dengan kualitas kurang baik langsung didistribusikan dari petani mitra ke
PT Bimandiri Agro Sedaya dan langsung dialirkan ke pasar tradisional. Sayuran
dengan kualitas baik akan di kemas dan kemudian akan didistribusikan ke ritel
mitra yang berada disekitar wilayah Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok
Tangerang, dan Bekasi).

Gambaran Umum Petani Mitra

Petani mitra yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah petani
mitra yang memasok komoditi tomat, kol/kubis, sawi, selada, dan kembang kol.
Setiap komoditas terdiri dari 3 sampai 5 petani mitra, sehingga total keseluruhan
petani mitra sayuran sebanyak 20 orang. Beberapa petani dari petani mitra tersebut
bergabung dengan Kelompok Tani Dewa Family dan Palmarosa, disanalah petani
memperoleh pengetahuan tentang budidaya sayuran yang berkualitas. Lahan yang
digunakan petani untuk budidaya sayuran berlokasi di Kecamatan Lembang, tetapi
pada daerah yang berbeda-beda.
Petani mitra yang dijadikan sebagai responden, sebagian besar berjenis
kelamin laki-laki. Lima orang petani mitra yang berjenis kelamin perempuan.
Rentang umur petani mitra yaitu 35 hingga 55 tahun. Petani mitra sayuran PT
Bimandiri Agro Sedaya masih tergolong usia produktif. Orang-orang yang masih
tergolong usia produktif memiliki semangat yang tinggi dalam menjalankan dan
mengembangkan usahanya sehingga dapat menghasilkan sayuran yang berkualitas.
Sebaran umur petani mitra dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Sebaran petani mitra berdasarkan umur


Umur (tahun) Jumlah Petani (orang) Persentase (%)
31-40 10 50.00
41-50 8 40.00
51-60 2 10.00
Jumlah 20 100.00

Tingkat pendidikan petani mitra akan berpengaruh pada tingkat penyerapan


teknologi baru dan ilmu pengetahuan. Seluruh petani mitra pernah mengikuti
pendidikan formal. Tingkat pendidikan petani menjadi penting terutama dalam
kaitannya dengan transformasi teknologi yang ada dalam melakukan budidaya
sayuran tersebut. Tingkat pendidikan yang diikuti oleh petani sayuran di PT
Bimandiri sebagian besar sudah cukup tinggi sehingga para petani tidak begitu
kesulitan untuk menggunakan teknologi dan menyerap informasi baik kegiatan
budidaya, panen maupun pasca panen. Sebagian besar petani mitra memperoleh
pendidikan pada tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yaitu 40 persen.
Petani mitra lainnya yang mencapai tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
30

(SLTP) yaitu 25 persen dan 35 persen pada tingkat Sekolah Dasar (SD). Sebaran
umur petani mitra dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Sebaran petani mitra berdasarkan tingkat pendidikan


Tingkat Pendidikan Jumlah Petani (orang) Persentase (%)
SD 7 35.00
SLTP 5 25.00
SLTA 8 40.00
Jumlah 20 100.00

Luas areal rata-rata usahatani berbeda-beda sesuai dengan komoditasnya.


Sebagian besar petani Tomat, kol/kubis, sawi, selada maupun kembang kol yang
memiliki luasan areal usaha tani < 1.00 ha. Tiga petani tomat yang dijadikan
responden sebagian besar memiliki luas lahan < 1.00 ha. Jumlah petani kol/kubis
dan petani kembang kol, petani yang memiliki lahan seluas 1.00 ha sama jumlahnya
dengan petani yang memiliki lahan kurang dari 1.00 ha. Sebagian besar petani sawi
memiliki lahan < 1.00 ha. Lima petani selada yang dijadikan responden memiliki
lahan < 1.00 ha. Sebaran petani mitra berdasarkan luas lahan usahatani sayuran
terpilih dapat dilihat pada Tabel 10. Status kepemilikan lahan oleh petani tomat,
kol/kubis, sawi, selada, kembang kol sebagian besar milik sendiri sebesar 75
persen. Sebanyak 25 persen status kepemilikan lahan masih tergolong penyewa
lahan. Status kempemilikan lahan ini tentunya akan mempengaruhi penerimaan
masing-masing petani

Tabel 10 Sebaran petani mitra berdasarkan luas lahan usahatani sayuran


Komoditas Luas Lahan (ha) Jumlah Petani Persentase (%)
(orang)
Tomat < 1.00 2 10.00
≥ 1.00 1 5.00
Kol/Kubis < 1.00 2 10.00
≥ 1.00 2 10.00
Sawi < 1.00 3 15.00
≥ 1.00 1 5.00
Selada < 1.00 3 15.00
≥ 1.00 2 10.00
Kembang Kol < 1.00 2 10.00
≥ 1.00 2 10.00
Jumlah 20 100.00

Sebagian besar petani mitra telah lama berprofesi sebagai petani sayuran
khususnya tomat, kol/kubis, sawi, selada maupun kembang kol. Mayoritas petani
mempunyai pengalaman masih sedikit sekitar 3-7 tahun. Semakin tinggi
pengalaman maka menjadikan petani lebih memahami karakteristik sayuran yang
mereka tanam. Selain pengalaman, biasanya petani mengetahui pemahaman
mengenai praktik lapang dari kegiatan penyuluhan dari beberapa petani yang
tergabung dalam Kelompok Tani. Sebaran petani mitra berdasarkan lama usahatani
sayuran dapat dilihat pada Tabel 11.
31

Tabel 11 Sebaran petani mitra berdasarkan lama usahatani


Lama Usahatani (tahun) Jumlah Petani (orang) Persentase (%)
3–7 12 60.00
8 – 12 7 35.00
> 12 1 5.00
Jumlah 20 100.00

Gambaran Umum PT Bimandiri Agro Sedaya

PT Bimandiri Agro Sedaya berlokasi di Jalan Panorama No.54 Haurpungkur


Desa Kayu Ambon Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Barat. Usaha
pasokan sayur mayur ini dirintis sejak tahun 1994 oleh alumni Fakultas Pertanian
UNPAD, yaitu Achmad Rivani dan Trisnaran. Tahun 1994 sampai tahun 1998 CV
Bimandiri melayani PT Matahari Putra Prima di Jabodetabek dan Jawa Barat.
Tahun 1997, CV Bimandiri bergabung dengan Triple A selama 1 tahun dan berhasil
mendapat proyek di Walmart, namun karena adanya kerusuhan di Jakarta pada
tahun 1998 mengakibatkan terbakarnya Walmart, sehingga CV Bimandiri terkena
imbas dari kebakaran tersebut. Akhirnya Bimandiri dan Triple A harus berjalan
masing-masing. Tahun 1998, CV Bimandiri resmi menjalin hubungan dengan PT.
Kula Sentana Prima (PT. KSP) dan Carrefur Hypermart Indonesia yang merupakan
perusahaan Prancis. Resmi bergabung dengan Carrefur Hypermart Indonesia, CV
Bimandiri menjadikan Carrefour sebagai tujuan pemasaran.
Sampai pada 2009, pengembangan pasar dilingkungan Carrefour mencapai
22 buah Carrefour diwilayah Jakarta dan Bandung, diantaranya: Cempaka Putih,
Duta Merlin, Mega Mall Pluit, Cempaka Mas, Ratu Plaza, MT. Haryono, Lebak
Bulus, Puri Indah, Ambasador, Mollis Bandung, Permata Hijau, Mangga Dua, ITC,
BSD, ITC Depok, Taman Palem, Cikokol, Sukajadi, Blue Mall, Kramat Jati, Kelapa
Gading, Cikarang dan TMII. Selain Carrefour ada pula Hypermart, diantaranya:
Metropolis, Gajah Mada, Cibubur, Kelapa Gading, Depok, Karawaci, Serpong,
Kebun Kacang, Metro TC, dan Hypermart BIP Bandung, serta Club Store,
Sudirman. Sampai pada tahun 2009, CV Bimandiri dapat memasok hingga 160
jenis sayuran setiap harinya. Sumber bahan baku sayuran didapatkan dari kerjasama
dengan para petani dan supplier sayuran yang besar di Lembang, Subang, Garut,
dan Pangalengan.
Pada pertengahan tahun 2013, Bimandiri melepaskan diri dari manajemen
PT. KSP. Hal ini dilakukan agar perusahaan berkembang dan berubah menjadi PT.
Bimandiri Agro Sedaya. Terdapat empat strategi pengadaan bahan baku yang
dilakukan PT Bimandiri Agro Sedaya. Strategi pertama adalah pembelian langsung
dari para petani mitra yang datang setiap hari menawarkan hasil panen kebun.
Strategi kedua adalah pengadaan melalui para supplier di berbagai sentra produksi
sayuran. Strategi ketiga merupakan pembelian kepasar induk seperti Pasar Carigin
dan Pasar Andir. Strategi keempat yaitu PT Bimandiri Agro Sedaya mengadakan
kerjasama dalam bentuk kemitraan dengan kelompok mitra tani seperti kelompok
tani Panagris di Garut, Al-Fatah di Cikemang, Mekar Buah di Kabumen, Dewa
Family di Lembang, Palmarosa di Manoko Lembang adalah beberapa kelompok
tani hasil binaan PT Bimandiri Agro Sedaya yang diandalkan.
32

Empat strategi pengadaan tersebut sangat diperlukan dalam mendukung


pasokan sayuran ke ritel modern. Pemberian pinjaman bibit serta dinamika
kelompok terus dilakukan terhadap para petani dan pemasok yang merupakan mitra
usaha PT Bimandiri Agro Sedaya. Pembinaan ini dilakukan dengan tujuan agar
prinsip 4K (Kualitas, kuantitas, kontinuitas dan komitmen) dapat diterapkan.
Sayuran yang didistribusikan oleh PT Bimandiri Agro Sedaya berkualitas grade A
dan bermutu baik. Sayuran dengan permintaan ritel tertinggi seperti tomat,
kol/kubis, sawi, selada dan kembang kol didistribusikan dengan kualitas grade A.
Sampai saat ini ritel mitra PT Bimandiri Agro Sedaya terdiri dari Carrefour,
Hypermart, Lottemart, Giant-Hero, Market City, Ramayana, Aeon dan SaveMax.
PT Bimandiri Agro Sedaya memiliki visi “Menjadi perusahaan Agribisnis
yang handal dalam menyalurkan kebutuhan ritel dalam jangkauan Pulau Jawa dan
antar Pulau di Indonesia yang dilandasi dengan kebersamaan, sifat jujur dan adil”
dan beberapa misi, yaitu (1) Sebagai penggerak petani Jawa Barat dalam
memasarkan sayuran (2) Mengembangkan lapangan pekerjaan bagi masyarakat
setempat (3) Membuka aplikasi teknologi budidaya pertanian dan teknologi pasca
panen untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil pertanian. Struktur
organisasi PT Bimandiri Agro Sedaya dilihat pada Gambar 6.

Board of Director
Bpk. Ahmad Rivani

CorporateSecretary
Bpk. Sudia Dharma

Production Director Commercial Director


Ibu Eka Sulistiawati Bpk. Deni Hidajat

Finance,
Procuremen Packing House Logistic Marketing
HRD &
t Bpk. GA
Ibu Febi Ibu Unyit Bpk.
Aulia Irman Ajos Ibu
Sekarwati
Reni

Gambar 6 Struktur organisasi PT Bimandiri Agro Sedaya


Sumber : PT Bimandiri Agro Sedaya 2017
33

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rantai Pasok Sayuran dengan Pendekatan Food Supply Chain Networks

Analisis manajemen rantai pasok dilakukan untuk mengetahui kondisi


rantai pasok yang terjadi. Informasi mengenai kondisi rantai pasok menjadi suatu
input yang digunakan bagi perbaikan kinerja dan pengembangan rantai pasok.
Upaya untuk menganalisi rantai pasok suatu produk telah berkembang dengan
menggunakan berbagai metode yang disesuaikan dengan karakteristik produk
mamupun pelaku rantai pasok. Model rantai pasok sayuran pada penelitian ini
menggunakan model atau kerangka analisis FSCN menurut Van der Vorst (2006)
terdiri dari keenam unsur yang digunakan untuk menggambarkan, menganalisis,
dan mengembangkan sebuah rantai pasok yang spesifik. Keenam unsur tersebut
meliputi sasaran rantai, struktur rantai, manajemen rantai, sumber daya rantai,
proses bisnis rantai dan kinerja rantai pasok. Sayuran yang menjadi fokus dalam
penelitian ini adalah tomat, kol/kubis, sawi, selada, dan kembang kol.

Struktur Rantai
Dalam aspek struktur rantai menerangkan siapa saja anggota-anggota yang
terlibat beserta peranannya dalam rantai pasok dan aliran rantai pasok. Tujuan
menganalisis struktur rantai pasok untuk memilah anggota yang berperan sangat
penting bagi keberhasilan rantai pasok sesuai dengan tujuan rantai pasok.

A. Anggota Rantai Pasok


Terdapat dua jenis anggota dalam sebuah rantai pasok, yaitu anggota primer
dan anggota sekunder. Anggota primer merupakan pihak-pihak yang terlibat secara
langsung dalam proses bisnis rantai pasok. Anggota sekunder merupakan anggota
rantai yang memiliki pengaruh dalam proses bisnis namun secara tidak
berhubungan secara langsung dalam kegiatan produksi.
1. Anggota Primer Rantai Pasok
Anggota primer rantai pasok sayuran adalah petani mitra sebagai pemasok,
PT Bimandiri Agro Sedaya sebagai pelaku pemasaran sayuran dan ritel sebagai
konsumen. Tiap anggota rantai pasok harus memiliki hubungan yang terkordinasi
secara baik untuk menjalankan proses bisnis rantai pasok. Anggota primer rantai
pasok sayuran antara lain :
a. Petani Mitra
Petani mitra merupakan pemasok sayuran pada PT Bimandiri Agro
Sedaya. Petani mitra memiliki peran yang cukup penting untuk menghasilkan
sayuran dengan kuantitas dan kualitas yang baik. Petani mitra yang dibahas
pada penelitian ini adalah petani yang menghasilkan sayuran seperti tomat,
kol/kubis, sawi, selada, kembang kol dan memasok sayuran tersebut pada PT
Bimandiri Agro Sedaya. Total petani mitra yang dibahas pada penelitian ini
sebanyak 20 petani. Petani mitra tomat sebanyak 3 petani, petani mitra
kol/kubis berjumlah 4 petani, petani mitra sawi berjumlah 4 petani, petani mitra
selada sebanyak 5 petani dan petani mitra kembang kol sebanyak 4 petani.
Pemilihan komoditas sayuran yang diteliti pada penelitian ini berdasarkan
dengan total permintaan sayuran tertinggi di perusahaan.
34

Petani mitra tomat, kol/kubis, sawi, selada dan kembang kol


memanfaatkan semua potensi lahan yang dimiliki dengan melakukan kegiatan
budidaya sayuran. Teknik budidaya yang dilakukan oleh petani mitra tidak
berbeda dengan teknik budidaya pada umumnya. Petani mitra melakukan
aktivitas budidaya dimulai dari pengolahan lahan, penanaman, pemupukan serta
pemanenan. Petani mitra melakukan musim tanam berbeda-beda tergantung
komoditasnya. Untuk komoditas tomat petani melakukan dua kali siklus tanam
dalam setahun. Komoditas kol/sawi, sawi, dan kembang kol petani mitra
melakukan siklus tanam sebanyak empat kali dalam setahun. Sedangkan petani
selada melakukan siklus tanam sebanyak tiga kali dalam setahun. Tomat,
kol/kubis, sawi, selada, dan kembang kol yang dihasilkan oleh petani-petani
mitra sebagian besar dikirim kepada PT Bimandiri Agro Sedaya dan sebagian
sayuran yang tidak memenuhi kualitas perusahaan dijual ke pasar tradisional.
Sayuran tersebut dijual dan di beli dengan harga yang telah disepakati baik
petani maupun PT Bimandiri Agro Sedaya. Harga yang disepakati oleh kedua
pihak tersebut tentunya diatas harga pasaran.
Sayuran seperti tomat, kol/kubis, sawi, selada, kembang kol yang
dikirimkan oleh petani kepada PT Bimandiri Agro Sedaya bersifat harian.
Setelah panen, petani mitra tomat, kol/kubis, sawi, selada dan kembang kol
mengemas sayuran tersebut sesuai dengan jumlah yang diminta perusahaan.
Kemasan yang digunakan tiap petani berbeda-beda. Komoditas tomat yang
telah dipanen kemudian dikemas menggunakan keranjang rotan yang besar
untuk dikirimkan ke PT Bimandiri Agro Sedaya. Sedangkan sayuran seperti
kol/kubis, sawi, selada dan kembang kol dikemas menggunakan kontiner
plastik yang dilapisi koran. Penggunaan koran pada kontiner plastik tujuannya
agak sayuran tidak rusak saat digabungkan dengan sayuran sejenis lainnya.
Sayuran yang diantarkan oleh petani kepada PT Bimandiri Agro Sedaya
menggunakan motor atau mobil pick up. Jarak lahan petani dengan perusahaan
tidak begitu jauh karena petani mitra sayuran tersebut sebagian besar berasal
dari lembang sehingga hanya membutuhkan waktu kurang lebih setengah jam
untuk sampai ke PT Bimandiri Agro Sedaya.
Sayuran yang telah sampai di perusahaan akan dilakukan proses sortir
terlebih dahulu di gudang perusahaan. Setelah itu sayuran yang dihasilkan oleh
petani mitra merupakan sayuran yang sesuai dengan permintaan ritel, yaitu
sayuran yang tergolong dalam grade A. Pembayaran dilakukan oleh PT
Bimandiri Agro Sedaya kepada petani selama dua minggu sekali. Petani harus
menyediakan sayuran secara terus-menerus sesuai dengan kualitas yang telah
disepakati kedua pihak.

b. PT Bimandiri Agro Sedaya


PT Bimandiri Agro Sedaya merupakan pelaku rantai pasok setelah
petani mitra. PT Bimandiri Agro Sedaya merupakan anggota rantai yang
mempunyai peran penting dalam memasarkan produk dari petani mitranya.
Petani mitra memasarkan hasil panennya kepada PT Bimandiri Agro Sedaya
dengan harga dan jumlah yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
Selanjutnya PT Bimandiri Agro Sedaya memasarkan produk sayuran dari
petani mitranya kepada ritel-ritel mitra. Alur proses produksi dan pemasaran
pada PT Bimandiri Agro Sedaya dapat dilihat pada Gambar 7.
35

Perusahaan
Purchasing oleh
Pencatatan menghubungi
ritel/ritel mitra
supplier/petani mitra

Pembagian Proses sortasi,


sayuran trimming, grading, Supplier mengirim
menurut tujuan pengemasan serta sayuran
pemasaran pelabelan

Pembayaran
Distribusi dengan supplier Evaluasi
dan ritel

Gambar 7 Proses produksi dan pemasaran pada PT Bimandiri Agro Sedaya


Sumber : PT Bimandiri Agro Sedaya (2017)

Proses produksi sayuran dimulai dengan adanya purchase atau


pembelian dari pihak ritel Carefour, Hypermart dan Lotte Mart ke perusahaan.
Setelah purchase order dicatat, perusahaan akan menghubungi petani mitra
mengenai jumlah barang yang akan dipesan. Sayuran tersebut telah mengalami
proses pre-sortasi dan grading di kebun. Sayuran yang telah diterima dan
diproses pada bagian receiving selanjutnya diproses ke bagian processing atau
sortasi ulang untuk memisahkan kriteria-kriteria yang diminta dari ritel
Carrefour, Lotte Mart dan Hypermart. Sayuran yang diterima pada malam hari
akan di simpan dahulu ke dalam ruang pendingin, dan di sortasi ulang di siang
hari. Hal ini terjadi agar sayuran tetap segar dan tidak busuk. Proses sortasi dan
pengemasan pada sayuran berbeda-beda sesuai dengan karakteristik sayuran
tersebut. Proses sortasi pada kelima sayuran yaitu:
1. Tomat
Sortasi pada tomat dilakukan dengan cara membersihkan tomat
menggunakan kain (kanebo) dan memisahkan standar kriteria dari
permintaan ritel. Untuk pengemasan tomat dibagi menjadi dua bagian yaitu
tomat gelar (tomat tanpa pengemasan) dan tomat redpack (tomat dalam
kemasan atau biasa disebut wrapping). Tomat gelar dipasarkan dengan
menggunakan kontainer berukuran 2 kilogram dengan kapasitas 25
kilogram buah tomat. Muatan redpack tomat berisi 6 buah per-pcs dan
dimasukkan kedalam dus yang berisi 10 pcs.
2. Kol/kubis
Sortasi pada kol/kubis dilakukan berdasarkan karakteristik permintaan ritel.
Dimana produk yang dihasilkan adalah grade A. Kol/kubis selanjutnya
dikemas menggunakan clip wrap, dengan alasan bahwa plastik tersebut
dapat ditembus oleh oksigen dan uap air dari dalam produk yang dikemas
36

sehingga mampu mempertahankan kesegaran kol/kubis. Selanjutnya


kol/kubis melalui proses pelabelan.
3.Sawi
Sawi di sortasi dan di grading dengan cara memisahkan bagian mana yang
tidak layak dari sisi bentuk, ukuran dan warna. Selanjutnya sawi tersebut
dikemas dengan menggunakan plastik film dan diberi label.
4.Selada
Sortasi pada selada dilakukan dengan melihat warna selada yaitu hijau
muda, dengan berat 300-500 gram permukaan mulus tidak cacat, tidak
kontaminan. Selanjutnya selada akan masuk kedalam area pengemasan.
Selada dikemas dengan menggunakan plastik film. Dengan karakteristik
plastik film yang transparan, maka konsumen dengan sangat mudah melihat
kondisi selada.
5.Kembang kol
Proses sortasi pada kembang kol dilakukan dengan cara membuang bagian-
bagian yang tidak layak untuk dipasarkan (busuk, cacat, dan menghitam),
bagian pinggir kembang kol (daun) di kecilkan ukurannya untuk
memudahkan dalam proses wrapping, dengan tujuan agar plastik film yang
digunakan dalam proses pengemasan tidak mudah rusak. Selanjutnya
kembang kol di kemas dan diberi label dengan desain yang berbeda sesuai
permintaan ritel.
Sayuran yang sudah dalam proses atau sudah terkemas akan dibawa ke
bagian transfer dan barang jadi, sayuran yang telah di proses dan dikemas akan
dicatat dan beratnya ditimbang kemudian langsung dipindahkan ke bagian
pembagian untuk ditempatkan sesuai permintaan dan tujuan ritel. Pembagian
dilakukan pengawasan mutu berupa pengecekan sayuran dan keadaan kemasan.
Bila ada yang tidak sesuai, maka sayuran tersebut dikembalikan ke ruang
processing untuk diproses atau dikemas ulang. Selain menerima produk yang
siap untuk di distribusikan, bagian pembagian ini menerima produk tolakan dari
pihak ritel. Produk tolakan ini tejadi karena, terdapat kesalahan antara lain tidak
sesuai standar kriteria yang diminta atau kerusakan produk saat pendistribusian
ke ritel. Hal yang dilakukan oleh perusahaan saat adanya penolakan ritel yaitu
barang akan disortasi ulang atau di grading ulang di bagian processing. Hasil
sortasi dan grading dapat dijual kembali ke ritel dengan cara dikemas ulang,
dijual curah ke pasar, masuk grade salad bar Carrefour, RTE Lotte Mart dan
diolah menjadi aneka paket sayuran atau dibuang menjadi limbah karena tidak
layak untuk di jual dan dikonsumsi.

c. Ritel Mitra (Supermarket)


Pelaku rantai selanjutnya adalah ritel. Ritel merupakan tujuan pemasaran
utama PT Bimandiri Agro Sedaya. Sayuran yang diterima ritel dari PT
Bimandiri Agro Sedaya di sortir terlebih dahulu pada saat loading dock (proses
bongkar muat barang pada supermarket) untuk menjamin sayuran yang dijual
kepada konsumen dalam mutu yang baik. Kegiatan sortir ini dilakukan di
gudang penyimpanan ritel. Sayuran yang telah sesuai dengan kriteria ritel
selanjutnya ditimbang dan dimasukkan kedalam lemari pendingin.
37

Tabel 12 Ritel mitra PT Bimandiri Agro Sedaya


Carrefour Hypermart Lotte Mart
Tomat
1. Duta Merlin 1. DC Cibitung 1. Gandaria
2. CBD Pluit 1. Karawaci 320 2. Ratu Plaza
3. Central Park 2. FMT Gourmet 3. Kelapa Gading
4. Kelapa Gading 3. FMT Maxx Box 4. Bintaro
5. Mangga Dua Square 4. Cyber Park 5. Fatmawati
6. Megamall Pluit 5. Pejaten 6. Kuningan City
7. Season City 6. Kemang Village 7. Bekasi Junction
8. Lebak Bulus 7. Puri Indah 8. Taman Surya
9. MT. Haryono 8. Gajah Mada 9. Cimone City Mall
10. Sukajadi 9. Daan Mogot 10. Kemang
11. Kiara Condong 10. FMT Karawang 11. Festival City Link
12. Cimahi dan Sunter 11. Techno Karawang 12. BEC Bandung
13. Cipadung 12. Lippo Cikarang
14. Cipto Cirebon 13. Cibubur
15. Karawang 14. BIP Bandung
16. Kramat Jati 15. MTC Bandung
17. Cempaka Mas
18. Supermall Karawaci
19. Tangerang Center
20. Tangerang City
21. Taman Mini
Kol/Kubis dan Kembang Kol
1. Cipadung 1. Metro TC 1. Festival City
2. Kiara Condong 2. Bandung Indah 2. BEC Bandung
3. Cimahi Plaza 3. Ratu Plaza
4. Sukajadi 3. Puri Indah 4. Kelapa Gading
5. Cipto Cirebon 4. Daan Mongot 5. Bintaro
6. Tanggerang City 5. Kemang Village
7. Sunter 6. Pajaitan
8. Karawang 7. Giant BSM
9. Cempaka Mas 8. Giant Gunung Jati
10. Taman Mini
11. Season City
Sawi dan Selada
1. CBD Pluit 1. Puri Indah 1. Kemang
2. Central Park 2. Lippo Cikarang 2. Kuningan City
3. Kelapa Gading 3. Cibubur 3. Fatmawati
4. Mangga Dua Squere 4. BIP Bandung 4. Taman Surya
5. Megamall Pluit 5. MTC Bandung 5. Bekasi Junction
6. Season City 6. Cyber Park 6. Cimone City Mall
7. Lebak Bulus 7. Pejaten 7. Festival City Link
8. MT. Haryono 8. Kemang Village 8. BEC Bandung
9. Sukajadi 9. Puri Indah
10. Kiara Condong 10. Gajah Mada
11. Supermall Karawaci 11. Daan Mogot
12. Tanggerang City
13. Tanggerang Center
14. Taman Mini
Sumber : PT Bimandiri Agro Sedaya (2017)
38

Pihak ritel sebagai pihak pertama yang mendapat keluhan dan masukan dari
pihak konsumen mengenai sayuran yang mereka jual. Keluhan dan masukan dari
konsumen ini kemudian di informasikan kepada PT Bimandiri Agro Sedaya sebagai
penyedia sayuran ke ritel, kemudian perusahaan melakukan evaluasi dan mencari
solusi secara internal maupu eksternal dengan petani mitranya agar dapat
memenuhi permintaan konsumen. Ritel yang menjadi tujuan pemasaran PT
Bimandiri Agro Sedaya termasuk kedalam golongan kelas menengah, daftar ritel
tersebut dapat dilihat pada Tabel 12. Jarak yang ditempuh dalam pemasaran sayuran
tidak terlalu jauh, sehingga PT Bimandiri Agro Sedaya mampu memasarkan sendiri
produknya dengan menggunakan transportasi perusahaan. Sebelum melakukan
pendistribusian barang, pihak perusahaan membuat surat jalan terlebih dahulu
sebagai tanda bukti kepada pihak ritel.
PT Bimandiri Agro Sedaya sebagai perusahaan pemasaran produk
hortikultura melakukan kegiatan operasi yang mencakup seluruh tahapan mulai dari
aktivitas pembelian, proses produksi, aktivitas penjualan, hingga distribusi. Mulai
dari bahan baku datang hingga menjadi produk yang siap untuk di distribusikan ke
ritel hingga layanan purna jual dari perusahaan. Semua aktivitas yang dilakukan
berhubungan dengan pihak-pihak mitra perusahaan yaitu petani sayuran dan ritel.
Aktivitas fisik yang dilakukan perusahaan adalah pengangkutan sayuran. Sayuran
terlebih dahulu dikemas dan diberi label oleh perusahaan sebelum dikirim ke ritel.
PT Bimandiri Agro Sedaya juga melakukan penyimpanan produk setelah
produk dikemas dan sebelum didistribusikan kepada ritel. Kegiatan sortasi sayuran
yang baru diterima dari petani disesuaikan dengan standar kualitas dan permintaan
ritel. Ritel merupakan konsumen PT Bimandiri Agro Sedaya yang melakukan
aktivitas pembelian dan penjualan. Pihak ritel melakukan sortasi terlebih dahulu
terhadap sayuran yang diterimanya dari perusahaan sebelum dijual kepada
konsumen. Tujuan sortasi ini untuk memilah produk yang sesuai dengan standar
ritel sehingga jika ada sayuran yang tidak memenuhi standar ritel akan segera
dikembalikan ke perusahaan. Aktivitas anggota primer rantai pasok sayuran dapat
dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Aktivitas anggota primer rantai pasok sayuran


Aktifitas Anggota Primer Rantai Pasok
Petani PT Bimandiri Agro Sedaya Ritel (Ritel)
(Supplier) (Distributor)
Pertukaran
Penjualan √ √ √
Pembelian - √ √
Fisik
Budidaya √ - -
Pengangkutan √ √ -
Pengemasan - √ -
Pelabelan - √ √
Penyimpanan - √ √
Fasilitas
Sortasi √ √ √
Grading √ √ -
Informasi Pasar √ √ √
Keterangan : (√) : Dilakukan
(-) : Tidak Dilakukan
39

2. Anggota Sekunder Rantai Pasok


Anggota sekunder atau pendukung dalam rantai pasok adalah perusahaan
yang menyediakan bahan awal, atau aset lain yang penting tapi tidak langsung
berpartisipasi dalam aktivitas yang menghasilkan atau merubah input menjadi
output. Anggota sekunder menyediakan kebutuhan produksi rantai pasok..
Proses pengemasan membutuhkan beberapa peralatan seperti alat wrapping,
sealer, timbangan (kecil, besar, dan digital), plastik, mika, masker, karet gelang,
sarung tangan, sticker, polynet kuning, tarikan barang, kipas angin, roda pasir,
tangga aluminium, tarikan selotip, alat-alat kebersihan dan kontainer (merah,
kuning, dan hijau). Prosedur pengadaan kebutuhan non sayur dapat dilihat pada
Gambar 8. Prosedur pengadaan kebutuhan non sayur dimulai dari setiap divisi
mengajukan kebutuhan bahan ke bagian pengadaan umum. Bagian pengadaan
umum akan membelikan dengan mengajukan Purchasing Order (PO) kepada
perusahaan pemasok. Selanjutnya barang akan dikirimkan ke perusahaan, dan
sistem pembayaran dilakukan oleh perusahaan. Barang disimpan digudang
pengadaan peralatan kantor, setiap divisi mengambil barang sesuai
kebutuhannya setelah diizinkan oleh divisi pengadaan umum. Untuk
mendapatkan peralatan yang menunjang proses produksi PT Bimandiri Agro
Sedaya melakukan kerjasama dengan PT Altindo Mulia yang berlokasi di jalan
Pluit Karang, Pluit, Jakarta Utara, namun hubungannya hanya sebagai
konsumen biasa. Sistem pembayaran dilakukan setelah 2 minggu barang
dipesan dan sampai di perusahaan.

Setiap divisi mengajukan Divisi pengadaan umum


kebutuhan kepada pengadaan mengajukan PO kepada perusahaan
umum non sayur

Kebutuhan Divisi pengadaan Pemasok


bahan baku umum PT Bimandiri non sayur
non sayur Agro Sedaya

Setiap divisi mengambil Barang diantar ke perusahaan


barang sesuai kebutuhannya

Gambar 8 Prosedur pengadaan kebutuhan non sayur


Sumber : PT Bimandiri Agro Sedaya, 2017

B. Pola Aliran dalam Rantai Pasok


Rantai pasok memiliki tiga aliran yang harus dikelola. Pertama adalah aliran
barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Kedua adalah
aliran uang dan sejenisnya dari hilir ke hulu. Yang ketiga aliran informasi yang bisa
terjadi dari hulu ke hilir dan sebaliknya. Aliran rantai pasok sayuran dimulai dari
petani yang terlibat sebagai petani mitra atau pemasok sayuran pada PT Bimandiri
Agro Sedaya. Hasil sayuran petani dibeli oleh perusahaan namun dengan standar
perusahaan. Pola aliran rantai pasok sayuran dilihat pada Gambar 9.
Harga jual sayuran telah ditetapkan oleh pihak perusahaan untuk petani
namun lebih tinggi dibandingkan harga di pasar tradisonal. Harga jual komoditas
40

tomat sebesar Rp 12 000, kol/kubis Rp 14 000, sawi Rp 10 000, selada Rp 8 000


dan kembang kol Rp 12 000. Sedangkan harga di pasar (pasar induk caringin) untuk
tomat sebesar Rp 8 600, kol/kubis Rp 6 000, sawi Rp 6 500, selada Rp 4 000 dan
harga kembang kol Rp 7 000 per kilogram. Setelah panen, petani sayuran mengirim
sayurannya ke perusahaan, sayuran tersebut tidak langsung ditimbang melaikan di
sortir terlebih dahulu, selanjutnya akan di angkut di bagian receiving untuk
ditimbang. Setelah ditimbang, di proses ke bagian processing untuk di sortasi ulang,
grading dan pengemasan serta pemberian label. Sayuran yang sudah dikemas akan
di bawa ke bagian transfer dan barang jadi untuk di timbang dan di pisahkan ke
dalam container sesuai order dan tujuan ritel. Beberapa sayuran seperti tomat di
simpan di ruang pendingan terlebih dahulu sebelum di kemas untuk menjaga
kualitas tomat tersebut.

PT Altindo
Mulia

Petani Mitra

PT Bimandiri Ritel Konsumen


Petani Mitra Agro Sedaya akhir

Petani Mitra

Keterangan : Aliran Produk


Aliran Informasi
Aliran Uang

Gambar 9 Pola aliran rantai pasok sayuran

Proses distribusi dilakukan pada malam hari untuk menjaga agar produk
tetap segar. Pengiriman dilakukan pada pukul 02.00 – 03.00 WIB oleh karyawan
Ekspedisi dengan menggunakan mobil box. Mobil box tersebut terdapat kontainer-
kontainer yang berisi produk yang akan dikirim termasuk tomat, kol/kubis, sawi,
selada dan kembang kol. Penempatan kontainer juga diatur sedemikian rupa
sehingga meminimalisir kerusakan fisik pada produk. PT Bimandiri Agro Sedaya
mengirim produk ke ritel berdasarkan pesanan yang diminta, kemudian dari pihak
ritel ke bagian penerimaannya akan menyeleksi kembali produk-produk tersebut.
Bila ternyata terjadi kerusakan atau kriterianya tidak sesuai dengan standar kriteria
ritel, maka produk tersebut akan dikembalikan dan yang akan dibayar hanya produk
yang lolos seleksi. PT Bimandiri Agro Sedaya tidak bertanggung jawab atas
kerusakan pada produk-produk yang terjadi dipasar swalayan.
Aliran finansial pada rantai pasok sayuran terjadi dari ritel kepada PT
Bimandiri Agro Sedaya dan ke petani. Ritel membayar dengan sistem pembayaran
kredit kepada perusahaan, yang dibayarkan setelah dua minggu sayuran tersebut
dikirimkan. Petani akan menerima pembayaran dari PT Bimandiri Agro Sedaya
sesuai dengan jumlah hasil panen yang telah disortasi. Pembayaran dari PT
Bimandiri Agro Sedaya kepada petani dilakukan setelah perusahaan menerima
pembayaran dari ritel. Aliran komunikasi yang tejadi dalam rantai pasok sudah
41

terintegrasi antara anggota rantai. Informasi yang diberikan oleh perusahaan kepada
petani berupa jumlah pesanan, kualitas barang, kesepakatan harga dan informasi
pasar. Komunikasi dari perusahaan kepada petani umumnya menggunakan telepon.
Sarana komunikasi yang digunakan oleh anggota rantai pasok lainnya dilakukan
dengan telepon, e-mail dan faximile untuk membantu proses pemesanan jumlah dan
jenis barang yang dipesan. Pola aliran rantai pasok yang terjadi antara anggota
rantai pasok sudak terintegrasi cukup baik. Hal ini sejalan pada penelitian Supriatna
et al. (2016) bahwa struktur rantai pasok yang terintegrasi dengan baik dari hulu ke
hilir ataupun sebaliknya akan mempengaruhi kinerja dan kolaborasi rantai pasok.

Sasaran Rantai
Sasaran Rantai merupakan suatu tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan
manajemen rantai pasok. Sasaran yang telah ditetapkan tersebut nantinya akan
digunakan sebagai acuan apakah suatu rantai pasok sudah berjalan dengan baik atau
perlu dievaluasi kembali. Sasaran rantai dibagi menjadi dua, yaitu sasaran pasar dan
sasaran pengembangan rantai pasok.

A. Sasaran Pasar
Sasaran pasar sayuran PT Bimandiri Agro Sedaya sejauh ini masih
ditujukan untuk pasar domestik ritel. Hal ini dikarenakan produk agribisnis yang
umumnya perishable yang menjadi pertimbangan untuk melalukan ekspor.
Pemasaran produk hortikultura dengan jarak yang relatif jauh akan memerlukan
suatu perlakuan khusus baik dalam pengemasan maupun transportasinya.
berkonsep pada market driven menjadikan konsumen sebagai objek yang sangat
penting. Produsen harus lebih memperhatikan keinginan konsumen baik dalam
memperhatikan mutu dan kualitas produknya. PT Bimandiri Agro Sedaya memiliki
tujuan pasar yaitu pasar modern (ritel) yang berada di daerah Bandung,
Jabodetabek, Pekalongan, Cirebon dan Sumatera. Sayuran yang didistribusikan ke
ritel di sortir terlebih dahulu oleh perusahaan maupun petani mitra, hal ini dilakukan
agar sayuran sesuai dengan permintaan pihak ritel.
Kuantitas dan kualitas sayuran seperti tomat, kol/kubis, sawi, selada dan
kembang kol yang dipasarkan oleh perusahaan disesuaikan dengan permintaan oleh
pihak ritel. Kualitas tomat yang diinginkan ritel berwarna masih hijau kemerah-
merahan, agak keras, masih segar, mulus dan tidak terdapat cacat pada tomat.
Kualitas kol/kubis berwarna hijau mengkilap, mulus tidak terdapat cacat pada daun
dan krop kubis besar. Kualitas sawi berwarna putih kehijauan mengkilat dan tidak
tedapat cacat pada lembar daun. Kualitas selada berwarna hijau segar dengan
permukaan luar halus tidak cacat. Kualitas kembang kol berwarna putih bersih tidak
ada bintik hitam pada bunga, bunga (curd) rapat.
Sayuran yang dijual di ritel merupakan sayuran grade A. Untuk pemilihan
ritel (supermarket) merupakan ritel kelas menengah. Untuk jenis sayuran hijau
disajikan dengan kemasan plastik roll film, sehingga kesegaran sayuran terlihat oleh
konsumen. Sedangkan untuk sayuran lainnya seperti tomat dikemas dengan
kemasan tray dan dibungkus menggunakan plastik film. Pemberian label/merek
juga dilakukan oleh pihak PT Bimandiri Agro Sedaya. Produk sayuran yang
dikonsumsi oleh konsumen dikemas dengan higienis dan disajikan secara segar
oleh ritel.
42

B. Sasaran Pengembangan
Sasaran pengembangan dalam rantai pasok merupakan upaya bersama
anggota rantai dari beberapa pihak lain yang terlibat untuk mengembangkan suatu
aspek yang dianggap penting bagi peningkatan kinerja rantai. Upaya
pengembangan dalam rantai pasok harus terkoordinasi secara baik antara berbagai
pihak dalam rantai pasok untuk mencapai tujuan rantai secara bersama-sama. Setiap
anggota rantai pasok harus memiliki tujuan dan pencapaian yang sama sehingga
upaya pelaksanaan pengembangan akan didukung oleh setiap pihak. Sasaran
pengembangan rantai pasok sayuran yang ingin dicapai mencakup peningkatan
terhadap kualitas, kuantitas dan kontinuitas produk. Peningkatan kualitas dan
kuantitas diharapkan dapat dikembangkan oleh petani sehingga produk yang
mereka hasilkan dapat memenuhi standar kualitas ritel secara tepat. Pengelolaan
rantai pasok melalui pelaksanaan kemitraan yang secara kontinu.

Manajemen Rantai Pasok


Aspek manajemen rantai pasok menerangkan struktur manajemen yang
digunakan dalam rantai pasok, kesepakatan kontraktual yang dibuat dan peranan
pemerintah dalam rantai pasok. Manajemen rantai pasok memfasilitasi proses
pengambilan keputusan dengan memanfaatkan sumberdaya yang terdapat dalam
rantai pasok untuk meningkatkan kinerja rantai.

A. Pemilihan Mitra
Pemilihan mitra dalam rantai pasok sayuran untuk menciptakan hubungan
kerjasama yang berkesinambungan dan saling membutuhkan. Pemilihan mitra
dalam suatu rantai pasok terdiri dari pemilihan petani mitra sayuran (pemasok),
pemilihan mitra distributor (PT Bimandiri Agro Sedaya) dan pemilihan retailer
(supermarket). Menurut Pujawan (2005) pemilihan mitra yang baik dicirikan dari
kualitas barang yang ditawarkan, harga dan ketepatan waktu pengiriman.
Hasil penelitian dalam pemilihan mitra oleh PT Bimandiri di dasarkan dari
kualitas sayuran. penentuan harga jual ditentukan oleh pihak perusahaan dimana
harga yang ditawarkan diatas harga jual di pasar trandisional. Ketepatan waktu
pengiriman dan lokasi petani mitra juga diperhitungkan oleh perusahaan.
Perusahaan hanya menjalin kerjasama dengan petani mitra yang berada di sekitar
lokasi perusahaan. Sistem komunikasi dan kepercayaan yang baik antara petani dan
perusahaan juga menjadi dasar dalam pemilihan mitra. Hasil ini sejalan dengan
penelitian Kurniawati et al. (2013) dengan adanya pemilihan mitra yang tepat akan
menjamin ketersediaan bahan baku sehinga proses produksi berjalan lancar. Hal
yang sama juga dilakukan dalam pemilihan terhadap ritel mitra.
Kualitas sayuran yang baik yang diciptakan oleh PT Bimandiri Agro Sedaya
membuat perusahaan tidak kesulitan dalam menjalin kerjasama dengan ritel
mitranya, hal ini terlihat dari kerjasama sejak tahun 1998 sampai sekarang dengan
Careffour untuk mendistribusikan sayurannya. Pihak ritel juga melakukan hal yang
sama dalam pemilihan pemasok sayurannya. Ritel memiliki kriteria tertentu yaitu
terkait dengan kemampuan pemasok dalam menghasilkan sayuran dari sisi kualitas
dan kuantitas yang baik, kemampuan pemasok dalam memenuhi sayuran secara
tepat baik waktu pengiriman dan jumlahnya, serta adanya komitmen dan kerjasama
yang baik sebagai distributor sayuran.
43

B. Kesepakatan Kontraktual
Kesepakatan kontraktual bertujuan untuk menjalin hubungan kerjasama
antara berbagai pihak dalam rantai pasok. Pembuatan kesepakatan kontraktual
dengan pihak lain pada dasarnya mempunyai tujuan yang hendak dicapai bersama.
Kerjasama yang saling terintegrasi dan berkesinambungan diharapkan dapat
mencapai keuntungan yang maksimal dengan meminimalisasi resiko dan
memanfaatkan sumberdaya yang ada sehingga anggota rantai pasok dapat terus
berkembang dan mencapai tujuan bersama.
Rantai pasok sayuran pada PT Bimandiri Agro Sedaya sudah ada
kesepakatan kontraktual secara tertulis dengan pihak ritel. Kesepakatan tertulis
menerangkan hak dan kewajiban masing-masing pihak dalam transaksi. Secara
umum isi kontak mengenai jadwal pengiriman yang tepat, sistem transaksi,
penanggungan risiko, penentuan harga jual produk, kualitas dan kuantitas produk
yang dipesan. Sedangkan tidak ada kontrak tertulis antara PT Bimandiri Agro
Sedaya dengan petani mitra, dimana lebih menekankan kepada sistem kepercayan
yang terjalin dalam jangka waktu yang lama antara kedua pihak. Kesepakatan
tersebut mengenai kesepakatan dalam penentuan harga jual sayuran, waktu
pengiriman yang tepat dan kualitas sayuran yang dihasilkan.

C. Sistem Transaksi
Transaksi yang dilakukan PT Bimandiri Agro Sedaya kepada petani
mitranya merupakan sistem pembayaran kredit. Pembayaran yang dilakukan adalah
pembayaran atas produk bersih dari petani setelah ada proses penyortiran yang
dilakukan oleh pihak perusahaan dan petani. Mekanisme pembayaran dilakukan
setelah petani mitra mengantarkan sayurannya ke gudang, di sortir terlebih dahulu
di bagian receiving kemudian dilakukan penimbangan bobot sayuran, dibuat nota
penagihan yang berisikan jumlah sayuran dan waktu masuk sayuran. Nota
penagihan ini digunakan sebagai bukti keterangan dalam mengambil uang
pembayaran sayuran di perusahaan. Sistem pembayaran kepada petani mitra
dilakukan dua minggu sekali.
Transaksi yang dilakukan PT Bimandiri Agro Sedaya dengan pihak ritel
menggunakan faktur penjualan. Sayuran yang telah sampai di ritel terlebih dahulu
di proses pada saat loading dock dan disortir pada gudang penyimpanan ritel,
kemudian sayuran yang telah lolos proses sortir dicatat jumlahnya. PT Bimandiri
mendapatkan faktur penjualan yang berisikan jenis sayuran dan nominal harga yang
harus dibayar oleh ritel. Faktur penjualan baru bisa ditunaikan setelah dua minggu
setelah faktur penjualan tersebut diterima perusahaan.

D. Kolaborasi Rantai Pasok


Kolaborasi antara anggota rantai pasok yang baik merupakan faktor yang
mempengaruhi keberhasilan suatu rantai pasok. Kolaborasi yang efektif dapat
dibangun jika semua pihak yang terlibat dapat membagikan informasi yang akurat
dan lengkap. PT Bimandiri Agro Sedaya dengan petani mitranya sudah saling
berbagi informasi. Informasi yang diberikan mengenai sayuran yang dibutuhkan
oleh ritel, baik berupa jumlah sayuran yang dibutuhkan dan kualitas sayuran yang
diinginkan. PT Bimandiri Agro Sedaya juga memberikan informasi kepada petani
mitranya terkait kegiatan budidaya, dengan tujuan agar sayuran yang dihasilkan
44

petani sesuai dengan kualitas yang diinginkan perusahaan dan tetap terjaga kualitas
sayurannya.
Untuk menjaga kolaborasi yang baik antara anggota rantai pasok juga
diperlukan perencanaan kolaborasi yang baik. PT Bimandiri Agro Sedaya
melakukan perencanaan kolaborasi dengan petani mitranya, yaitu memberikan
informasi mengenai berapa dan jumlah sayuran yang diminta berdasarkan order
yang datang. Perusahaan melakukan perkiraan penjualan dengan meningkatkan
perencanaan produksi sebesar 10 persen melebihi pesanan valid dari ritel untuk
mengantisipasi order pada waktu yang tidak terduga dari ritel.

Sumber daya Rantai Pasok


Aspek ini menjelaskan sumber daya yang dapat digunakan dalam setiap
proses pada setiap anggota rantai pasok. Sumber daya rantai pasok digunakan
sebagai upaya dalam pengembangan rantai pasok. Sumber daya rantai pasok terdiri
dari sumber daya fisik, sumber daya manusia, teknologi, dan permodalan.

A. Sumber daya Fisik


Sumber daya fisik rantai pasok sayuran meliputi lahan pertanian, peralatan
produksi dan infrastruktur. Untuk mendapatkan pasokan sayuran PT Bimandiri
Agro Sedaya mengumpulkan dari petani mitranya. Rata-rata luas lahan yang
dimiliki petani-petani mitra sayuran PT Bimandiri Agro Sedaya masing-masing
seluas 0.5 sampai 1 Ha. PT Bimandiri Agro Sedaya memiliki petani mitra sebanyak
1 sampai 5 petani untuk setiap jenis komoditasnya. Untuk membantu kegiatan
budidaya dan panen, petani menggunakan peralatan seperti cangkul, arit, mulsa,
sprayer, keranjang, plastik, dan pisau. Untuk proses distribusi dari petani mitra ke
perusahaan beberapa petani menggunakan mobil dan beberapa menggunakan motor
tergantung dengan jumlah dan jenis sayuran yang mereka hasilkan.
PT Bimandiri Agro Sedaya juga memiliki tiga gudang untuk membantu
proses produksinya, yaitu gudang pengemasan, gudang cucian dan gudang basahan.
Untuk proses sortasi dan pengemasan, perusahaan menggunakan pisau, gunting,
plastik wrapping film ukuran besar, timbangan besar dan kecil, keranjang panen
(kontainer), dan sarana penunjang lainnya. Lokasi PT Bimandiri menjadi salah satu
faktor penunjang keberhasilan usaha. Perusahaan berada di daerah Lembang yang
memiki cuaca yang dingin sangat menguntungkan bagi perusahaan karena dapat
mempertahankan bahan baku sayuran dalam menjaga kesegaran, akses bahan baku
cukup mudah yang diperlukan oleh perusahaan, sehingga aksesibilitas perusahaan
menjadi mudah baik ke petani pemasok maupun ke ritel. Selain itu, daerah
Lembang juga ditunjang oleh jalur transportasi yang baik dan kondisi tersebut
memberikan keuntungan bagi perusahaan. Untuk kegiatan distribusi sayurannya,
PT Bimandiri memiliki tiga unit mobil box dan dua unit sepeda motor.

B. Sumber daya Teknologi


Teknologi yang digunakan oleh petani mitra sayuran sudah tepat guna,
tetapi masih sederhana. Penerapan teknologi tepat guna terlihat dari bibit dan pupuk
yang digunakan. Bibit yang digunakan merupakan bibit sayuran varietas unggul,
sementara pupuknya sudah menggunakan pupuk organik diantaranya pupuk
kandang dan kompos, tetapi masih menggunakan sedikit pupuk kimia. Pemanenan
45

dilakukan pada pagi hari atau sore hari, kemudian ditaruh di tempat teduh agar
sayuran tidak layu selama menunggu proses pengiriman.
Teknologi yang diterapkan di PT Bimandiri Agro Sedaya masih tergolong
sederhana. Hal ini dikarenakan sayuran yang diterima dari petani langsung dikemas
dan dikirimkan kepada ritel tanpa ada penyimpanan. Perusahaan menggunakan
cooler storage untuk menjaga kesegaran sayuran selama proses distribusi.
Perusahaan juga menggunakan teknologi power reduction untuk menunjang proses
produksinya. Proses pengemasan sayuran, PT Bimandiri Agro Sedaya telah
menggunakan teknologi modern, yaitu plastik wrapping film. Plastik tersebut
termasuk dalam kategori teknologi modern karena mempermudah tenaga kerja
dalam mengemas sayuran. Selain itu, penggunaan plastik roll film dapat menjaga
kualitas sayuran lebih tahan lama namun masih menggunakan tenaga manusia
selama proses produksi. Penggunaan teknologi modern telah diterapkan oleh pihak
ritel yaitu adanya gudang penyimpanan dan rak display dengan pendingin.

C. Sumber daya Manusia


Sumber daya manusia yang dilibatkan dalam kegiatan budidaya sayuran
sekitar 1 sampai 3 orang. Tenga kerja yang digunakan umumnya berasal dari dalam
keluarga. Kegiatan budidaya meliputi persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan,
panen dan pendistribusian. Sumber daya manusia yang dilibatkan dalam kegiatan
produksi pada PT Bimandiri Agro Sedaya berjumlah sekitar 76 orang, yang
bertugas untuk bagian receiving, sorting, packing, dan allocation production.
Kegiatan distribusi sayuran melibatkan tenaga kerja sekitar 32 orang yang bertugas
dalam bagian marketing, transfer and lost manajemen (TLM) dan delivery. Untuk
bagian kemitraan dan personalia terdiri atas 10 orang dan 6 orang dalam top
management, hampir semua pegawai PT Bimandiri Agro Sedaya merupakan
pegawai tetap dan sudah lama bekerja di dalam perusahaan. Semua pegawai yang
dipekerjakan oleh PT Bimandiri Agro Sedaya maunpun para petani mitranya
berasal dari daerah sekitar. Keberadaan PT Bimandiri Agro Sedaya beserta petani
mitranya secara tidak langsung ikut membantu perekonomian warga sekitar dengan
menyerap tenaga kerja yang berasal dari daerah sekitar.

D. Sumber daya Modal


Aspek permodalan yang digunakan untuk menunjang proses bisnis rantai
pasok sayuran ini dikatakan belum mapan. Permodalan petani dalam budidaya
sayurannya berasal modal sendiri, atau pinjaman dari perusahaan bahkan sesama
petani lainnya. Permodalan PT Bimandiri Agro Sedaya sejauh ini berasal dari
modal sendiri tanpa ada campur tangan lembaga keuangan lainnya.

Proses Bisnis Rantai


Proses bisnis rantai menjelaskan proses-proses yang terjadi di dalam rantai
pasokan untuk mengetahui apakah keseluruhan alur rantai pasokan sudah
terintegrasi dan berjalan dengan baik atau tidak, dan menjelaskan bagaimana
melalui suatu tindakan strategik tertentu mampu mewujudkan rantai pasokan yang
baik dan terintegrasi. Proses bisnis rantai ditinjau berdasarkan hubungan proses
bisnis antar anggota rantai pasokan, pola distribusi serta jaminan identitas merk.
46

A. Hubungan Proses Bisnis Rantai


Proses dalam rantai pasok dapat ditinjau dari dua sisi, yakni tinjauan siklus
dan tinjauan pull/push. Pada tinjauan siklus, proses di dalam rantai pasok dibagi ke
dalam beberapa rangkaian siklus antara lain procurement, manufacturing,
replenishment, dan costumer order. Sedangkan pada tinjauan push/pull, proses di
dalam rantai pasok dilihat apakah sebagai upaya untuk merespon permintaan
konsumen atau untuk mengantisipasi permintaan konsumen. Pada proses tarik
(pull), proses dilakukan untuk merespon pesanan konsumen, sedangkan pada
proses dorong (push), proses dilakukan untuk mengantisipasi pesanan konsumen
yang akan datang (Chopra dan Meindl 2004).
Siklus procurement merupakan siklus pemesanan bahan baku dari anggota
yang berada pada posisi sebelumnya dalam rantai pasok. PT Bimandiri Agro
Sedaya dalam rantai pasok sayuran mendapatkan pasokan dari petani mitra,
sehingga siklus procurement yang dilakukan adalah dengan cara memesan sayuran
(jumlah sayuran, jenis sayuran dan kualitas sayuran) kepada petani mitranya. Proses
pemesanan (pre-order) sayuran ini dilakukan oleh PT Bimandiri kepada petani
berdasarkan adanya permintaan dari ritel. Pemesanan biasanya dilakukan melalui
e-mail, feximile maupun pesan singkat. Siklus procurement termasuk dalam proses
pull. Siklus manufacturing hanya dilakukan pada petani, yaitu melakukan kegiatan
produksi atau menghasilkan sayuran. Siklus produksi yang dilakukan oleh petani
dilakukan berdasarkan jumlah dan ukuran pesanan sayuran yang diminta PT
Bimandiri Agro Sedaya dan ritel. Hubungan proses antara petani dan PT Bimandiri
Agro Sedaya mengarah pada proses pull. Petani mitra merespon pesanan sayuran
dalam jumlah dan ukuran sayuran berdasarkan kriteria yang dipesan oleh
perusahaan.
Siklus replenishment merupakan siklus penambahan barang dari
penjual/pemasok kepada pembeli. Siklus ini terjadi disebabkan pembeli
menginginkan tambahan suplai barang dari penjual/pemasok karena barang yang
dikirimkan oleh penjual/pemasok ada yang rusak atau jumlahnya tidak sesuai.
Siklus ini dilakukan oleh PT Bimandiri Agro Sedaya dengan membuat perencanaan
pesanan ditambahkan menjadi 10 persen dari pesanan aktual. Hal ini dilakukan
untuk mengurangi risiko kerusakan pada saat pendistribusian sayuran dan
penanganan terhadap pesanan di waktu yang tidak terduga. Hubungan proses antara
PT Bimandiri Agro Sedaya mengarah pada proses pull dan push, proses pull yang
dilakukan perusahaan adalah merespon pesanan yang dari ritel, proses pull
mengenai jumlah pesanan yang diterima dan informasi mengenai respon konsumen
dalam membeli sayuran. Proses push yang dilakukan adalah mengantisipasi jumlah
pesanan tambahan yang datang pada waktu yang tidak terduga, dan mengantisipasi
sayuran yang mengalami kerusakan pada saat perjalanan. Dan siklus customer
order dilakukan oleh konsumen dengan memesan secara langsung kepada pihak
ritel.

B. Pola Distribusi
Pola distribusi dalam rantai pasokan sayuran menjabarkan tiga komponen
utama, yakni aliran produk (sayuran), aliran uang, dan aliran informasi. Sayuran
yang didistribusikan oleh PT Bimandiri Agro Sedaya merupakan sayuran dengan
kualitas baik dan grade A. Pengiriman sayuran dilakukan dari petani mitra ke lokasi
PT Bimandiri Agro Sedaya. Petani menggunakan motor atau mobil pick up, sesuai
47

dengan jumlah sayuran yang diminta. Sayuran yang telah sampai di bagian
receiving, dibersihkan lalu dilakukan sortasi. Sayuran yang telah di bersihkan dan
di sortasi kemudian ditimbang beratnya dan dilakukan pencatatan dan kemudian
disimpan ke dalam kontainer. Selanjutnya sayuran dikemas menggunakan kantong
plastik bening atau menggunakan plastik wrapping, untuk setiap jenis sayuran
kadang berbeda kemasannya yang bergantung tujuan ritelnya dan diberi label.
Pengiriman sayuran dilakukan pada pukul 02.00-03.00 Wib dan langsung ke ritel
yang berlokasi di Jakarta dan sekitarnya yang menjadi tujuan, alasan langsung
dikirimkan sayurannya adalah untuk menjaga kesegaran sayuran. Pengiriman
sayuran menggunakan mobil box tertutup dengan surat jalan operasiona dar
perusahaan, kapasitas satu unit kendaraan mencapai 100 kilogram. Sayuran yang
sampai di ritel akan disortasi ulang, ditimbang dan dicatat beratnya sebelum di
simpan di gudang pendingin ritel.
PT Bimandiri Agro Sedaya menggunakan modal pribadi dalam melakukan
kegiatan produksinya, hingga saat ini usahanya berkembang tetap dengan modal
sendiri dari pemiliknya. Sistem transaksi yang dilakukan ritel kepada PT Bimandiri
Agro Sedaya berupa sistem faktur, dimana pada saat pengiriman sayuran oleh PT
Bimandiri Agro Sedaya, sayuran yang diterima akan ditukarkan dengan faktur
penjualan oleh ritel. Faktur penjualan berisi tentang sayuran yang dibeli oleh ritel
dan jumlah yang harus dibayarkan, setelah dua minggu, faktur penjualan tersebut
dapat ditukarkan dengan uang tunai yang jumlahnya sesuai dengan faktur
penjualan. Aliran uang yang terjadi dalam rantai pasokan ini dimulai dari konsumen
sampai kepada petani mitra PT Bimandiri Agro Sedaya.
Aliran informasi dalam rantai pasokan sayuran pada PT Bimandiri Agro
Sedaya berupa informasi teknis budidaya, informasi penanganan pasca panen dan
informasi pasar. PT Bimandiri Agro Sedaya memberikan informasi mengenai
kegiatan budidaya sayuran sesuai standar yang mereka tetapkan dan pelatihan
teknik penanganan pasca panen yang baik kepada petani mitra sayuran PT
Bimandiri Agro Sedaya. Informasi pasar diperoleh dari pihak ritel yang kemudian
disampaikan kepada perwakilan pihak PT Bimandiri Agro Sedaya, pada saat
pengiriman sayuran. Informasi pasar di dapat dari prilaku, preferensi bahkan
keluhan konsumen terhadap produk (sayuran) yang mereka jual, berupa standar
kualitas, tampilan sayuran yang digemari dan keamanan produk sayuran. Pihak ritel
mengkomunikasikan informasi pasar dengan jelas kepada para pemasoknya,
termasuk PT Bimandiri Agro Sedaya.

C. Jaminan Identitas Merek


Identitas merek digunakan untuk mengidentifikasikan produk para penjual
untuk membedakannya dari produk pesaing (Lamb 2001). Adanya merek dalam
suatu produk menjadi salah satu faktor penting bagi produsen maupun konsumen.
Pemeberian merek pada produk hortikultura umumnya dilakukan oleh unit usaha
yang sudah berskala besar. Umumnya petani menjual atau mendistribusikan
sayurannya ke PT Bimandiri Agro Sedaya tanpa memberikan merek. Sayuran yang
telah sampai di perusahaan kemudian dikemas dan diberikan merek yang
bertuliskan “Bimandiri Agro Sedaya (BAS)” beserta logo dalam satu potongan
stiker. Pemberian merek dalam semua produk PT Bimandiri Agro Sedaya
memudahkan bagi pihak ritel apabila ada keluhan dari konsumen akhir mengenai
produk yang mereka jual. Karena keluhan ini yang kemudian diteruskan oleh pihak
48

ritel kepada pihak perusahaan. Pemberian merek ini dianggap penting bagi
konsumen, karena konsumen akan mengetahui sayuran yang akan dikonsumsi
berasal dari perusahaan mana.

Kinerja Rantai Pasok


Kinerja merupakan hasil kerja di dalam suatu organisasi, perusahaan dan
rantai pasok. Penilaian kinerja rantai pasok digunakan untuk mengukur sejauh
mana suatu perusahaan mencapai tujuan akhirnya. Kinerja rantai pasok mencakup
kinerja seluruh anggota rantai pasok sayuran. Kinerja rantai pasok umumnya
terintegrasi mulai dari aktivitas pengadaan bahan dan pelayanan, pengubahan
barang setengah jadi dan produk akhir, serta pengiriman ke pelanggan. Pembahasan
kinerja dinilai untuk setiap anggota rantai pasok yang terlibat yakni petani mitra
dan perusahaan pemasaran.
Pengukuran kinerja rantai pasok sayuran akan dianalisis menggunakan dua
pendekatan, yaitu internal dan eksternal. Dimensi internal mencakup efisiensi
dalam biaya rantai pasok, sedangkan dimensi eksternal mengukur kepuasan
konsumen akhir. Kinerja yang diukur adalah kinerja selama dua semester dalam
satu tahun terakhir (Februari 2016 sampai Januari 2017), dengan alasan untuk
membandingkan bagaimana kinerja rantai pasok sayuran pada semester
sebelumnya dan sesudahnya. Menurut Francis (2008) pengukuran kinerja suatu
perusahaan dapat diukur antara tiga sampai enam bulan, atau bahkan pertahun.
Pengukuran kinerja rantai pasok dilakukan dengan melihat aliran produk sayuran
dari petani mitra sampai ke perusahaan pemasaran sayuran (PT Bimandiri Agro
Sedaya). Sayuran yang akan dikur kinerja rantai pasoknya merupakan sayuran
dengan permintaan tertinggi di PT Bimandiri Agro Sedaya, yaitu tomat, kol/kubis,
sawi, selada dan kembang kol.

A. Kinerja Petani Mitra


Petani mitra yang pada penelitian ini merupakan petani atau pemasok mitra
sayuran pada PT Bimandiri Agro Sedaya yakni komoditas tomat, kol/kubis, sawi,
selada dan kembang kol. Kinerja petani mitra diukur selama dua semester selama
satu tahun terakhir (Februari 2016-Januari 2017). Setiap petani mitra menggunakan
input maupun tenaga kerja dan menghasilkan output yang berberda-beda
tergantung komoditasnya. Pengukuran kinerja petani akan dibagi menjadi dua
berdasarkan kinerja internal dan kinerja eksternal dilihat pada Tabel 14 dan
Lampiran 1. Pengukuran kinerja internal petani mitra mencakup beberapa aspek:
1. Lead Time Pemenuhan Pesanan
Lead time pemenuhan pesanan menerangkan waktu yang dibutuhkan
petani mitra memenuhi kebutuhan perusahaan, dinyatakan dalam satuan jam.
Perhitungan ini merupakan nilai rata-rata dari waktu tunggu yang dibutuhkan
petani mitra untuk memenuhi kebutuhan perusahaan setiap waktu pengiriman
pasokan. Semakin kecil nilai lead time nya, maka semakin baik kinerja rantai
pasoknya (Setiawan et al. 2011). Lead time diukur dari waktu yang dibutuhkan
petani untuk memenuhi kebutuhan perusahaan, dimulai dari waktu panen,
waktu lamanya pengemasan hingga waktu pendistribusian ke perusahaan.
Berdasarkan Tabel 14 rata-rata nilai lead time pemenuhan pesanan
komoditas tomat, kol/kubis, sawi, selada dan kembang kol dari semester satu
49

ke semester dua mengalami penurunan. Setiap petani mitra memiliki waktu


tunggu pemenuhan pesananan yang berbeda-beda karena jumlah order untuk
setiap petani berbeda-beda tergantung komoditas sayurannya. Petani yang
jumlah order produksi sayurannya terlampau banyak, akan memiliki waktu
tunggu yang lebih lama. Nilai rata-rata lead time untuk komoditas tomat
menurun dari 3 jam menjadi 2.67 jam (0.11 hari), sedangkan komoditas kol
menurun dari 3.75 jam menjadi 2.75 jam (0.11 hari), komoditas sawi lead time
pemenuhan pesanannya berkurang dari 2.75 jam menjadi 2.50 jam (0.10 hari).
Selada lead time pemenuhan pesanannya menurun dari 2.80 jam menjadi 2.20
(0.09 hari) dan untuk kembang kol juga mengalami menurunan dari 2.25 jam
menjadi 2 jam (0.08 hari). Artinya secara keseluruhan rata-rata nilai lead time
untuk semua komoditas menurun dari semester satu ke semester dua, berarti
semakin baik kinerja rantai pasoknya.

2. Siklus Pemenuhan Pesanan


Siklus pemenuhan pesanan adalah waktu yang dibutuhkan oleh petani
mitra pada satu siklus order, yang dinyatakan dalam satuan jam. Perhitungan
ini merupakan nilai rata-rata dari waktu yang dibutuhkan petani mitra untuk
memenuhi kebutuhan perusahaan setiap siklus pengiriman pasokan. Waktu
yang dihitung dalam siklus pemenuhan pesanan ini adalah waktu perencanaan,
waktu pengemasan, dan waktu pengiriman.
Berdasarkan Tabel 14 rata-rata nilai siklus pemenuhan pesanan
komoditas tomat, kol/kubis, sawi, selada dan kembang kol dari semester satu
ke semester dua mengalami penurunan, artinya jika nilai siklus semakin kecil
maka akan semakin baik kinerja rantai pasoknya (Setiawan et al 2011). Namun
pada komoditas Sawi nilai rata-rata siklus pemenuhan pesanan meningkat pada
semester dua dari 1.67 jam menjadi 2.10 jam (0.03 hari). Setiap petani mitra
memiliki waktu siklus pemenuhan pesananan yang berbeda-beda karena jumlah
order untuk setiap petani berbeda-beda tergantung komoditas sayurannya.
Pengemasan yang dilakukan petani hanya dengan menggunakan kontiner
plastik dan bakul keranjang besar, sehingga tidak membutuhkan waktu yang
relatif lama. Begitu juga dengan waktu pengiriman, karena jarak lahan dengan
packing house tidak terlampau jauh. Petani juga menggunakan mobil pick up
dan sepeda motor untuk mempersingkat waktu pengiriman.

3. Fleksibilitas Rantai Pasok


Fleksibilitas rantai pasok adalah waktu yang dibutuhkan untuk
merespon rantai pasok apabila ada pesanan yang tak terduga baik peningkatan
atau penurunan pesanan tanpa terkena biaya penalti, dinyatakan dalam satuan
hari. Petani mitra sayuran tidak memiliki persediaan harian untuk mengurangi
resiko kelebihan pasokan, disebabkan sayuran yang tidak tahan lama, sehingga
petani tidak dapat memenuhi kebutuhan yang tidak terencana.

4. Total Supply Chain Management Cost (TSCMC)


Total Supply Chain Management Cost (TSCMC) merupakan biaya yang
dikeluarkan petani mitra dalam mengelola rantai pasok. Biaya yang dihitung
dalam rantai pasok ini mencakup biaya pengadaan, pengemasan dan
pengiriman. Perhitungan TSCMC akan dilakukan untuk setiap petani mitra
50

komoditas tomat, kol/kubis, sawi, selada dan kembang kol yang ada di dalam
rantai pasok ini. TSCMC yang dihitung adalah TSCMC musiman dalam dua
semester, dimana dalam satu semester terdapat dua sampai tiga kali musim
tanam tergantung komoditasnya. Semakin rendah nilai TSCMC, semakin baik
kinerja rantai pasoknya (Sari 2015).
Berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa petani mitra memiliki biaya
rantai pasok yang berbeda-beda, hal ini dilihat dari adanya perbedaan biaya
kemasan dan biaya pengiriman. Kemasan yang dipakai tiap petani mitra
berbeda-beda jenis dan jumlahnya. Petani mitra tomat menggunakan kemasan
dari bakul keranjang, sedangkan petani mitra kol/kubis, sawi, selada dan
kembang kol menggunakan kemasan kontiner plastik besar untuk mengemas
sayurannya. Untuk biaya pengiriman juga berbeda tergantung dari jarak tempuh
dan angkutan transportasi masing-masing petani. Biaya pengadaan atau biaya
usahatani dari setiap petani terlampau sama hanya berbeda di setiap musim
tanamnya di sesuaikan dengan komoditas masing-masing petani. Dari hasil
perhitungan Total Supply Chain Management Cost dalam dua semester
dikatakan cukup menalami penurunan nilai walaupun tidak begitu signifikan.
Hal ini sejalan dengan penelitian (Sari 2015) bahwa semakin rendah nilai
TSCMC, semakin baik kinerja rantai pasoknya, artinya kinerja rantai pasok
sayuran pada petani mitra tergolong baik.

Tabel 14 Kinerja rantai pasok sayuran pada petani mitra


Indikator Benchmark Tomat Kol /kubis Sawi Selada Kembang
kol
POF (%)
I 100 93.8 95.3 97.3 95.8 96.3
II 98.6 97.5 99.8 96.5 99.0
Kesesuaian dengan
standar (%)
I 100 90.3 92.3 89.7 88.5 89.2
II 96.1 95.6 98.0 95.0 91.8
Pemenuhan pesanan
(%)
I 100 97.1 91.3 85.8 93.4 94.0
II 92.1 95.5 90.7 90.6 96.2
Siklus pemenuhan
pesanan (jam)
I Menurun 2.31 1.75 1.67 1.68 2.02
II 2.14 1.56 2.10 1.47 1.94
Lead time (jam)
I Menurun 3.00 3.75 2.75 2.80 2.25
II 2.67 2.75 2.50 2.20 2.00
TSCMC (Rp)
I Menurun 2479.2 3881.8 4049.3 3699.6 2240.6
II 2477.3 2117.3 2634.7 2878 2285.1

Pengukuran kinerja eksternal petani mitra mencakup beberapa aspek, antara lain:
1. Perfect Order Fulfillment
Perfect Order Fulfillment merupakan persentase pengiriman pesanan
tepat waktu yang sesuai dengan tanggal pesanan konsumen dan atau tanggal
yang diinginkan konsumen, yang dinyatakan dalam persen. Sebagian besar
51

petani mitra sayuran mengirim pesanan dengan tepat waktu. Semakin


mendekati 100 persen artinya kinerja suatu rantai pasok akan semakin baik, dan
jika mencapai 100 persen artinya kinerja rantai pasok tersebut dapat dikatakan
sempurna (Sari 2015).
Berdasarkan Tabel 14 bahwa nilai Perfect Order Fulfillment petani
mitra sayuran berbeda-beda pada setiap petani mitra. Nilai Perfect Order
Fulfillment pada tingkat petani mitra menunjukkan kinerja yang baik. Terdapat
peningkatan dalam kinerja pengiriman petani dari semester satu hingga
semester dua dengan nilai rata-rata yang dicapai hampir 100 persen pada
masing-masing petani.

2. Pemenuhan Pesanan
Pemenuhan pesanan adalah persentase jumlah permintaan konsumen
yang dapat dipenuhi tanpa menunggu, yang dinyatakan dalam persen. Semakin
mendekati 100 persen artinya kinerja suatu rantai pasok akan semakin baik, dan
jika mencapai 100 persen artinya kinerja rantai pasok tersebut dapat dikatakan
baik (Sari 2015).
Tabel 14 diketahui bahwa kinerja petani mitra dalam kesesuaian standar
dapat dikatakan baik. Kinerja kesesuaian standar pada petani kol/kubis, sawi,
selada dan kembang kol mengalami peningkatan dari semester sebelumnya.
Sedangkan pada komoditas tomat mengalami penurunan sebesar 5 persen. Hal
ini dikarenakan adanya penurunan produktivitas oleh beberapa petani sehingga
hasil panen sayuran tomat tidak dapat memenuhi pesanan yang diinginkan oleh
pihak perusahaan.

3. Kesesuaian dengan Standar


Kesesuaian standar adalah persentase jumlah permintaan konsumen
yang dikirimkan sesuai dengan standar yang ditentukan konsumen, yang
dinyatakan dalam persen. Sebagian besar petani mitra sayuran mengirim
pesanan sesuai dengan standar yang ditentukan perusahaan. Semakin mendekati
100 persen artinya kinerja suatu rantai pasok akan semakin baik, dan jika
mencapai 100 persen artinya kinerja rantai pasok tersebut dapat dikatakan
sempurna (Sari 2015).
Tabel 14 diketahui bahwa kinerja petani mitra dalam kesesuaian standar
dapat dikatakan baik. Kinerja kesesuaian standar mengalami peningkatan dari
semester sebelumnya. Petani mitra terus mengevaluasi dan memperbaiki hasil
kinerjanya. Pada semester kedua petani dikategorikan cukup baik dalam
memenuhi standar perusahaan, hal ini terlihat dari banyaknya hari raya yang
terjadi dalam semester kedua sehingga petani lebih ketat memperhatikan
kualitas yang diinginkan perusahaan untuk mengurangi resiko pengembalian
sayuran.

B. Kinerja PT Bimandiri Agro Sedaya


Perusahaan Bimandiri Agro Sedaya dalam rantai pasok sayuran memiliki
peran yang sangat penting, yaitu sebagai driven dalam rantai pasok sayuran. Hasil
pembahasan mengenai periode perhitungan kinerja rantai pasok di PT Bimandiri
Agro Sedaya dilakukan dalam dua semester dalam satu tahun terakhir. Semester
52

pertama dimulai dari Februari 2016 hingga Juli 2016. Sedangkan periode kedua
dimulai dari Agustus 2016 hingga Januari 2017. Pengukuran kinerja rantai pasok
pada perusahaan di nilai berdasarkan dua kinerja yaitu internal dan eksternal.
Pengukuran kinerja internal PT Bimandiri Agro Sedaya juga mencakup beberapa
aspek, antara lain :
1. Lead Time Pemenuhan Pesanan
Lead time pemenuhan pesanan menerangkan waktu yang dibutuhkan
oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan ritel, yang dinyatakan dalam
satuan jam. Perhitungan ini merupakan nilai rata-rata dari waktu tunggu yang
dibutuhkan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan setiap waktu
pengiriman pasokan. Semakin kecil nilai lead time nya, maka semakin baik
kinerja rantai pasoknya. Pada Tabel 15 lead time perusahaan pada semester
pertama sebesar 6.20 jam (0.26 hari) menurun menjadi 5.00 jam (0.21 hari).
Jika dilihat penurunan lead time ini menunjukkan nilai lead time yang didapat
semakin kecil dan berada pada posisi superior, artinya perusahaan semakin baik
dalam waktu tunggu dalam penilaian kinerja rantai pasokknya. Hal ini juga
sesuai dengan kriteria penilaian kinerja menurut Bolstroff dan Rosenbaum
(2011), pada indikator lead time untuk mencapai kriteria baik pada kinerja suatu
perusahaan ≤ 3 hari.

2. Siklus Pemenuhan Pesanan


Siklus pemenuhan pesanan adalah waktu yang dibutuhkan oleh
perusahaan pada satu siklus order, yang dinyatakan dalam satuan jam.
Perhitungan ini merupakan nilai rata-rata dari waktu yang dibutuhkan
perusahaan untuk memenuhi kebutuhan perusahaan setiap siklus pengiriman
pasokan. Waktu yang dihitung dalam siklus pemenuhan pesanan ini adalah
waktu perencanaan, waktu pengemasan, dan waktu pengiriman. Pada Tabel 15
Siklus pemenuhan pesanan pada semester pertama sebesar 4.10 jam (0.17 hari)
menjadi 4.53 jam (0.18 hari). Siklus pemenuhan pesanan berada pada posisi
superior, artinya pada siklus pemenuhan pesanan sudah mencapai posisi baik.
Hal ini juga sesuai dengan kriteria penilaian kinerja menurut Bolstroff dan
Rosenbaum (2011), pada indikator siklus pemenuhan pesanan untuk mencapai
kriteria baik pada kinerja suatu perusahaan ≤ 4 hari.

3. Fleksibilitas Rantai Pasok


Fleksibilitas rantai pasok adalah waktu yang dibutuhkan untuk
merespon rantai pasok apabila ada pesanan yang tak terduga baik peningkatan
atau penurunan pesanan tanpa terkena biaya penalti, yang dinyatakan dalam
satuan hari. Pada Tabel 15 fleksibilitas rantai pasok pada semester pertama
sebesar 4.75 jam (0.20 hari) menjadi 4.78 jam (0.20 hari). Hal ini juga sesuai
dengan kriteria penilaian kinerja menurut Bolstroff dan Rosenbaum (2011),
pada indikator siklus pemenuhan pesanan untuk mencapai kriteria baik pada
kinerja suatu perusahaan ≤ 10 hari. Artinya perusahaan mampu memenuhi
pesanan tidak terduga dengan waktu yang tidak terlampau lama yaitu kurang
dari 24 jam (1 hari).

Pengukuran kinerja eksternal PT Bimandiri Agro Sedaya mencakup beberapa


aspek, antara lain:
53

1. Perfect Order Fulfillment


Perfect Order Fulfillment merupakan persentase pengiriman pesanan
tepat waktu yang sesuai dengan tanggal pesanan konsumen yang dinyatakan
dalam persen. Ritel mitra meminta PT Bimandiri Agro Sedaya untuk dapat
mengirimkan pesanan sesuai dengan waktu dan tanggal yang telah disepakati
kedua pihak. Hasil pembahasan pada Tabel 15 menunjukkan bahwa kinerja
pengiriman yang dilakukan PT Bimandiri mengalami peningkatan
pertumbuhan sebesar 2.98 persen. Pada semester satu kinerja pengiriman dari
PT Bimandiri Agro Sedaya sebesar 93.9 persen. Sedangkan pada semester 2
kinerja pengiriman sayuran sebesar 96.7 persen. Perbandingan nilai kinerja
pengiriman menurut Bolstroff dan Rosenbaum (2011), pada indikator kinerja
pengiriman untuk mencapai kriteria superior pada kinerja suatu perusahaan ≥
95.00 persen. Nilai rata-rata aktual kinerja pengiriman yang dicapai oleh PT
Bimandiri Agro Sedaya sebesar 95.3 persen yang berada pada posisi advantage.
Artinya kinerja pengiriman oleh PT Bimandiri Agro Sedaya sudah dapat
memenuhi kriteria cukup bagi penilaian kinerja rantai pasok sayuran namun
perlu ditingkatkan lagi untuk mencapai posisi superior.

2. Pemenuhan Pesanan
Pemenuhan pesanan diukur dari sejauh mana PT Bimandiri Agro
Sedaya mampu memenuhi pesanan dari ritel mitranya secara baik. Hasil
pembahasan menunjukkan bahwa perusahaan cukup beberapa kali merasa
kesulitan dalam memenuhi jumlah pasokan yang diinginkan ritel mitra.
Perusahaan selalu berusaha memenuhi permintaan ritel sesuai dengan
perjanjian yang berlaku dalam kontrak antara perusahaan dan ritel mitranya.
Pada Tabel 15, PT Bimandiri mampu memenuhi pesanan ritel sebesar
78.9 persen pada semester pertama, sedangkan pada semester kedua perusahaan
mampu memenuhi pesanan menjadi 82 persen. Jika dilihat dari nilai
pertumbuhan pemenuhan pesanan, perusahaan dikatakan memiliki
pertumbuhan yang baik, yaitu naik sebesar 3.93 persen. Nilai pemenuhan
pesanan yang dicapai oleh perusahaan sebesar 80.4 persen. Jika dibandingkan
dengan standar penilaian kinerja menurut Bolstroff dan Rosenbaum (2011) nilai
pemenuhan pesanan belum mampu mencapai posisi parity, advantage maupun
superior. Artinya pemenuhan pesanan oleh PT Bimandiri Agro Sedaya belum
dapat memenuhi kriteria baik bagi penilaian kinerja rantai pasok sayuran.

3. Kesesuaian dengan Standar


Kesesuaian standar adalah persentase jumlah permintaan konsumen
yang dikirimkan sesuai dengan standar yang ditentukan konsumen, yang
dinyatakan dalam persen. Tabel 15, hasil pembahasan menunjukkan bahwa
kesesuaian standar yang diberikan PT Bimandiri Agro Sedaya mengalami
peningkatan dari semester satu ke semester dua yaitu sebesar 92.8 persen
menjadi 98.8 persen. Kesesuaian dengan standar mengalami pertumbuhan
sebesar 6.47 persen. Namun jika dibandingkan dengan penilaian kinerja
menurut Bolstroff dan Rosenbaum (2011), pada indikator kesesuaian dengan
standar untuk mencapai kriteria baik pada kinerja suatu perusahaan sebesar
99.00 persen. Nilai rata-rata aktual kesesuaian dengan standar yang dicapai oleh
PT Bimandiri Agro Sedaya sebesar 95.8 persen yang berada pada posisi
54

advantage. Artinya kesesuaian dengan standar oleh PT Bimandiri Agro Sedaya


sudah dapat memenuhi kriteria cukup bagi penilaian kinerja rantai pasok
sayuran namun perlu ditingkatkan lagi untuk mencapai posisi superior.

Tabel 15 SCOR-Card pada PT Bimandiri Agro Sedaya


Atribut Indikator Aktual Rata- P A S
Kinerja Sem 1 Sem 2 rata
aktual
Reliabilitas Kinerja pengiriman (%) 93.9 96.7 95.3 92.0 95.0 98.0
Pemenuhan pesanan (%) 78.9 82.0 80.4 92.0 95.0 98.0
Kesesuaian dengan 92.8 98.8 95.8 92.0 95.0 99.0
standar (%)
Responsivitas Siklus pemenuhan 0.17 0.18 0.18 8.00 6.00 4.00
pesanan (Hari)
Lead time (Hari) 0.26 0.21 0.24 8.00 6.00 3.00
Fleksibilitas Fleksibilitas rantai pasok 0.20 0.20 0.20 80.0 60.0 40.0
(Hari)
Keterangan : P : Parity
A : Advantage
S : Superior

Pada penelitian Aramyan et al. (2007) menyatakan bahwa belum ada sistem
pengukuran terpadu mengenai Agri-Food Supply Chain dikarenakan sayuran dan
buah-buahan memiliki karakteristik yang berbeda dengan produk lainnya.
Pengukuran kinerja Agri-Food Supply Chain didasarkan pada 4 atribut kinerja yaitu
reliabilitas, responsivitas, fleksibilitas dan kualitas makanan. Atribut kinerja yang
digunakan disesuaikan dengan kondisi internal dan eksternal perusahaan. Menurut
Luning et al. (2002) pada atribut kinerja kualitas makanan disesuaikan dengan
kondisi perusahaan dan tujuan yang ingin dicapai perusahaan, sehingga tidak semua
pengukuran Agri-Food Supply Chain di dasarkan pada atribut kualitas makanan.
Tabel 15 menunjukkan bahwa kinerja rantai pasok sayuran di PT Bimandiri
Agro Sedaya sepenuhnya belum berjalan dengan baik. Pengukuran kinerja pada
rantai pasok sayuran sejalan dengan penelitian Moazzam et al. (2012) yaitu di
dasarkan pada atribut kinerja reliabilitas, responsivitas dan fleksibilitas. Atribut
reliabilitas rantai pasok sayuran pada PT Bimandiri Agro Sedaya dalam indikator
pemenuhan pesanan belum dapat mencapai pesanan dengan baik. Menurut
Bolstorff dan Rosenbaum (2011) target penenuhan pesanan yang dinginkan lebih
sebesar 98 persen sedangkan pemenuhan pesanan dari PT Bimandiri Agro Sedaya
hanya mencapai 80.4 persen. Target kesesuaian dengan standar menurut Bolstorff
dan Rosenbaum (2011) mencapai 99.0 persen sedangkan kesesuaian standar yang
dihasilkan oleh PT Bimandiri Agro Sedaya baru mencapai 95.8 persen. Hal ini
berarti pemenuhan pesanan dan kesesuaian dengan standar pada PT Bimandiri Agro
Sedaya harus terus ditingkatkan.
Peningkatan terhadap beberapa indikator kinerja ini akan memberikan hasil
kinerja yang baik bagi rantai pasok sayuran. Upaya peningkatan terhadap indikator
pemenuhan pesanan dan kesesuaian dengan standar dilakukan dengan adanya
kerjasama yang baik dengan pihak pemasok. Perusahaan harus terlibat lebih dalam
dalam penanganan kualitas dan kuantitas sayuran. Sehingga pemasok dapat
memenuhi keinginan perusahaan secara baik. Hal ini sejalan pada penelitian
55

Sutawijaya dan Marlapa (2016) bahwa peningkatan kinerja rantai pasok dapat
dicapai dengan salah satu cara yaitu adanya kolaborasi dengan pihak pemasok.
Kolaborasi atau kerjasama dengan pihak pemasok sayuran (petani) dibutuhkan
untuk menjamin kualitas, kuantitas dan kemanan produk. Adanya hubungan
kerjasama yang baik mempermudah proses bisnis suatu rantai pasok. Hubungan
kerjasama ini harus terjalin secara terintegrasi sesama anggota rantai pasok.
Menjalin hubungan kerjasama yang terintegrasi dalam jangka panjang dibutuhkan
contract farming yang jelas. Sejalan pada penelitian Tsolakis et al. (2013),
hubungan kerjasama ini dibutuhkan contract farming sebagai komponen penting
bagi pengembangan Agri-food supply chain dan strategi pengelolaan rantai pasok.

Contract Farming Models pada Rantai Pasok Sayuran

Salah satu usaha yang dilakukan dalam pengembangan agribisnis sayuran


melalui program kemitraan. Kemitraan menjadi suatu strategi agribisnis yang
dilakukan dalam jangka waktu tertentu oleh dua pihak atau lebih untuk mencapai
tujuan bersama (Eaton et al. 2001). Salah satu pola kemitraan yang telah
berkembang khususnya di sektor hortikultura (sayuran) pada umumnya dikenal
dalam bentuk contract farming. Contract farming menjadi upaya untuk mengatasi
permasalahan di sektor pertanian khususnya pertanian berskala kecil. Contract
farming mengintegrasikan petani ke dalam pasar modern melalui suatu pola
interaksi sosial dan proses kerja oleh para pelaku utama dalam rantai pasok.
Hubungan kemitraan antara petani dengan pelaku agribisnis lainnya sejauh ini
hanya sebatas hubungan informal yaitu dengan hubungan kepercayaan dan
kejujuran yang disebut dengan kemitraan tradisional.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang terus maju, menuntun suatu
perusahaan hortikultura mampu menciptakan inovasi dan strategi untuk terus
bertahan. Perusahaan harus mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan
konsumennya mengenai mutu dan kualitas produknya (sayuran). Hal ini menuntut
perusahaan selaku konsumen harus memperhatikan kualitas dan kuantitas bahan
bakunya. Untuk menjaga kestabilan jumlah pasokan bahan baku umumnya
perusahaan menjalin kerjasama dengan petani untuk penyediaan bahan baku secara
kontinu. Hubungan kerjasama yang terjalin antara perusahaan dan petani sebaiknya
tidak hanya mengenai jumlah pasokan bahan baku, tetapi perusahaan juga harus
memperhatikan kualitas sayuran yang dihasilkan petani mitranya. Oleh karena itu
hubungan kemitraan yang terjalin tentunya harus disesuaikan dengan
perkembangan teknologi yang ada. Pengukuran kemitraan contract farming models
menggunakan pengukuran skala likert dengan 9 indikator dan diperoleh nilai
masing-masing anggota rantai pasok (petani mitra dan PT Bimandiri Agro Sedaya).
Menurut Eaton et al. (2001), dari total nilai dari indikator-indikator tersebut
dikelompokkan menjadi 5 respon yaitu; tidak pernah (skor 1), jarang (skor 2),
kadang-kadang (skor 3), sering (skor 4) dan selalu (skor 5). Hasil dari penilaian dari
9 indikator-indikator dalam contract farming tersebut ditabulasi dan dirata-rata
untuk kemudian dilakukan penarikan kesimpulan secara umum dari kelima model
kemitraan tersebut yang mana yang sesuai untuk kemitraan di PT Bimandiri Agro
Sedaya. Hasil penelitian yang telah dilakukan di PT Bimandiri Agro Sedaya
56

memberikan rekomendasi model kemitraan pertanian yang cocok di terapkan


adalah model kemitraan terpusat (centralized model).

Kemitraan Contract Farming di Tingkat Petani


Petani mitra sayuran yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah
petani atau pemasok komoditas tomat, kol/kubis, sawi, selada dan kembang kol
pada PT Bimandiri Agro Sedaya. Jumlah keseluruhan responden sebanyak 20
petani yang menjadi anggota rantai pasok sayuran. Masing-masing petani diberikan
pertanyaan mengenai 9 indikator dalam contact farming models, dan di dapat nilai
dominan dari tiap-tiap indikator (Lampiran 2). Nilai petani dalam indikator contract
farming models dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Nilai petani dalam indikator contract farming


No Indikator Nilai Petani
1 Input/Credit 2.1
2 Extension Services 2.9
3 Use of Contracts 2.5
4 Farmer Grouping 3.0
5 Gower Management 3.3
6 Centralized Production/Processing 4.6
7 Post Harvest Logistics 3.5
8 Buyer Investment 2.1
9 Risk of Inconsistent Supply 3.0

Hubungan kemitraan yang terjadi dari petani mitra dengan PT Bimandiri


Agro Sedaya awalnya hanya sebatas hubungan kepercayaan antara dua pihak dan
komitmen tanpa ada perjanjian terlulis secara formal. Hubungan kepercayaan ini
sudah terjalin semenjak petani dan PT Bimandiri Agro Sedaya mempunyai
hubungan sebatas transaksi jual-beli saja, seiring berjalannya hubungan ini,
keduanya mulai saling mengenal dan mempercayai satu sama lain. Namun dalam
menjalin kerjasama petani terkadang belum mampu memberikan pasokan yang
baik dari jumlah dan kualitasnya. Kepercayaan yang terjalin akan lebih baik apabila
ditunjang dengan kesepakatan kontraktual, karena dengan kontrak akan lebih
menghindari terjadinya kecurangan diantara pelaku rantai.
Penilaian contract farming mengacu pada sembilan indikator. Sembilan
indikator tersebut menjelaskan atribut kinerja rantai pasok. Dengan adanya
input/credit yang diberikan dari perusahaan dapat membantu petani menghasilkan
sesuai dengan kuantitas yang diinginkan perusahaan. Upaya strategis dalam
perbaikan kinerja rantai pasok salah satunya dengan menerapkan supply chain
partner relationship. Perusahaan produsen sayuran sebagai driver dalam rantai
pasok sayuran menjalin kerjasama dengan anggota rantai lainnya dilihat dari
seberapa besar keterlibatan perusahaan dalam memberikan input, memberikan
pembinaan kepada petani, penggunaan kontrak dan penanganan logistik pasca
panen untuk menjaga kualitas dan kuantitas yang dihasilkan petani, sehingga
kinerja rantai pasok berjalan dengan baik dari reliabilitas, responsivitas,
fleksibilitas rantai pasokknya.
Hasil penilaian terhadap indikator tersebut didapat bahwa nilai tertinggi
pada indikator Centralized Poduction/Processing. Pada indikator ini petani
57

memiliki kekuatan untuk menghasilkan jumlah pasokan yang dinginkan produsen,


sehingga dapat mengatasi permasalahan gangguan pasokan. Namun nilai yang
dihasilkan petani dalam penyediaan input dan penangan pasca panen masih dalam
hubungan kemitraan masih rendah. Petani membutuhkan bantuan dalam
penyediaan input dan bimbingan teknis sehingga dapat meningkatkan kualitas dan
kuantitas sayurannya. Hubungan kemitraan tersebut masih memberikan manfaat
yang sedikit bagi petani dalam rantai pasokan sayuran terutama petani komoditas
tomat, kol/kubis, sawi, selada dan kembang kol.

Kemitraan Contract Farming di Tingkat Perusahaan


Responden dari bagian perusahaan dalam penelitian ini merupakan staf
bagian kemitraan sebanyak 2 orang. Bagian kemitraan ini dalam perusahaan
bertugas untuk mengembangkan dan memelihara sistem kerjasama antara supplier
dan perusahaan. Bagian kemitraan juga memberikan bimbingan secara teknis
kepada kelompok tani dan petani mitranya mengenai kegiatan budidaya, panen dan
pasca panen sehingga komoditi yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan
perusahaan. Responden diberikan pertanyaan mengenai 9 indikator dalam contact
farming models, dan di dapat nilai dominan dari tiap-tiap indikator. Nilai kemitraan
di tingkat perusahaan yang didapat akan dijadikan perbandingan dengan nilai
kemitraan di tingkat petani. Nilai perbandingan tersebut akan di rata-rata dan
disesuaikan dalam models contract farming yang paling dominan (Lampiran 2).
Nilai perbandingan antara petani dan perusahaan dalam indikator contract farming
models dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17 Perbandingan nilai petani dan perusahaan dalam indikator contract


farming
No Indikator Nilai Nilai Rata-rata
Petani Perusahaan Nilai
1 Input/Credit 2.1 2.5 2
2 Extension Services 2.9 4.0 3
3 Use of Contracts 2.5 3.0 3
4 Farmer Grouping 3.0 3.5 3
5 Gower Management 3.3 3.5 3
6 Centralized Production/Processing 4.6 4.5 5
7 Post Harvest Logistics 3.5 3.5 4
8 Buyer Investment 2.1 2.0 2
9 Risk of Inconsistent Supply 3.0 4.0 4

Perolehan nilai rata-rata tersebut digunakan untuk menentukan model


kemitraan pertanian yang mana yang sebaiknya digunakan. Penerapan contract
farming models mengacu pada Eaton et al. (2001) yang membagi menjadi 5 model
yaitu informal model, intermediary model, multiparite model, centralized model
dan nucleus estate model. Hasil dari rata-rata nilai mengenai sembilan indikator
tersebut disesuaikan dengan lima respon pilihan jawaban dengan menggunakan
skala likert dapat dilihat pada Gambar 6.
Penerapan contract farming models pada sistem rantai pasok memiliki
keterkaitan, dimana dalam sistem rantai pasok yang baik kerjasama dan kolaborasi
58

dengan anggota rantai pasok lainnya harus terintegrasi dengan baik. Untuk menjalin
kerjasama tersebut perusahaan menjalin sistem kemitraan. Hasil penelitian
mengenai kinerja rantai pasok menunjukkan bahwa kinerja rantai pasok sayuran
belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
yaitu dengan supply chain partner relationship. Adanya kemitraan ini memberikan
keuntungan bagi dua pihak.
Penelitian Wang et al (2011) menyatakan bahwa kontrak pertanian
dibutuhkan untuk meminimalisir risiko yang dihadapi petani. Sedangkan dari sisi
petani adanya kontrak pertanian dapat menjamin ketersediaan sayuran yang terjaga
kualitas dan kuantitasnya. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat satu
model contract farming yang paling dominan, yaitu centralized model yang dapat
dilihat pada Tabel 18 dan Lampiran 2.

Tabel 18 Penentuan Contract Farming Model


Rata- Model Contract Farming
Indikator rata Model Model Model Model Model
Nilai 1 2 3 4 5
Input/Credit 2 √ √
Extension Services 3 √ √ √
Use of Contracts 3 √ √
Farmer Grouping 3 √ √ √ √
Gower Management 3 √
Centralized Production 5 √
Post Harvest Logistics 4 √
Buyer Investment 2 √
Risk of Inconsistent Supply 4 √
Total 1 4 2 5 4
Keterangan :
Model 1 = Informal Model
Model 2 = Intermediary Model
Model 3 = Multipartite Model
Model 4 = Centralized Model
Model 5 = Nucleus Estate Model

Model terpusat (Centralized Model) cocok di terapkan dalam sistem rantai


pasok sayuran di PT Bimandiri Agro Sedaya. Model terpusat merupakan model
kemitraan yang terkoordinasi secara vertikal, dimana pihak perusahaan membeli
produk (sayuran) dari para petani dan kemudian memprosesnya atau mengemasnya
dan memasarkan produknya. Hubungan atau koordinasi secara vertikal yang
terjalin dengan baik antara petani dan pembeli. Pada model ini sangat
memperhatikan mengenai kualitas dan kuantitas produk yang dihasilkan sesuai
dengan kesepakatan isi kontrak yang ditentukan di awal musim oleh karena itu
peran pembinaan bagi petani dari pihak perusahaan dianggap penting. Kelebihan
model ini adalah perusahaan dapat memberikan input secara langsung terhadap
petani sehingga membantu untuk meningkatkan produksinya, sedangkan
kelemahan model ini adalah tingginya investasi untuk pra dan pasca panen. Adanya
contract farming ini membantu menjalin hubungan yang baik antara dua pihak.
Dimana petani membutuhkan peran perusahaan untuk membantu dalam penyediaan
input dan pembinaan terhadap masalah teknis budidayanya, sedangkan perusahaan
membutuhkan produk (sayuran) yang dihasilkan petani terjaga kualitasnya secara
59

kontinu. Hubungan kemitraan yang baik dimana dua belah pihak saling bekerja
sama dalam mencapai tujuan bersama. Pada penelitian ini dengan adanya kemitraan
secara kontrak antara petani dan perusahaan membantu petani dalam penyediaan
input dan meminimalisir risiko harga yang diterima petani karena ditentukan di
awal kontrak. Adanya kontrak pertanian dapat membuka peluang pasar bagi petani
dan memperkenalkan teknologi baru bagi petani. Sejalan pada penelitian
Chakrabarti (2015) menerapkan centralized model sebagai model pertanian kontrak
pada penelitian di India. Pertanian kontrak terintegrasi secara vertikal terhadap
rantai komoditas pertanian sehingga perusahaan memiliki kontrol lebih besar
terhadap proses produksi dan produk akhir.
Kontrak pertanian bertujuan untuk meningkatkan pendapatan, kualitas
produksi, kuantitas produksi petani. Sejalan pada penelitian Hafsah (2000), dalam
menjalankan kontrak kemitraan pertanian memungkinkan kedua pihak untuk
bersikap jujur, saling mempercayai dan saling menguntungkan dalam jangka
panjang. Harga komoditas pertanian sangat berisiko tinggi terutama untuk
komoditas sayuran yang mudah rusak sehingga diperlukan kontrak pertanian
sebagai institusi pemasaran bagi petani. Pertanian kontrak baik di terapkan di
tingkat petani untuk membantu petani dalam mendapatkan harga yang lebih
menguntungkan. Petani sebagai penerima harga tidak memiliki kekuatan dalam
menentukan harga jual, oleh itu dibutuhkan kontrak kemitraan untuk membantu
petani mendapatkan harga jual yang lebih menguntungkan. Sejalan pada penelitian
Bijman (2008) bahwa komoditas dengan siklus produksi yang relatif cepat
membutuhkan kontrak pertanian. Kontrak pertanian digunakan untuk membantu
petani dalam mengurangi biaya transaksi dalam memasarkan produknya.
Kerugian mengenai kontrak pertanian juga dapat dirasakan oleh petani
apabila petani bekerjasama dengan sponsor yang tidak dapat dipercaya, terjadi
masalah dalam manajemen dan pemasaran yang berarti bahwa kuota dimanipulasi
sehingga tidak semua produksi dalam kontrak dibeli perusahaan. Oleh karena itu
dalam rantai pasok yang baik aliran informasi, aliran barang dan aliran uang harus
bersifat transparan dan dikelola dengan baik (Pujawan 2005). Keuntungan yang
didapatkan pihak sponsor (perusahaan) antara lain (Eaton et al. 2001):
1. Kontrak pertanian dengan petani kecil lebih dapat diterima secara politis
daripada produksi di perkebunan karena merupakan tanaman musiman yang
memberikan resiko lebih besar
2. Bekerja dengan petani kecil dapat mengatasi kendala lahan
3. Produksi lebih dapat diandalkan dibandingkan dengan pembelian di pasar
terbuka
4. Kualitas dan kuantitas yang lebih konsisten dapat diperoleh oleh perusahaan
dibandingkan melakukan pembelian dipasar terbuka.
Sedangkan kerugian yang dapat dialami oleh pihak perusahaan antara lain:
1. Petani kontrak mungkin menghadapi kendala lahan karena kurangnya
keamanan kepemilikan lahan sehingga membahayakan dalam kegiatan
produksi dalam jangka panjang
2. Kendala sosial dan budaya dapat mempengaruhi kemampuan petani untuk
menghasilkan spesifikasi produk yang diinginkan perusahaan
3. Petani dapat menjual sayuran di luar kontrak sehingga dapat mengurangi
kapasitas gudang. Petani dapat mengalihkan input yang diberikan secara kredit
ke tujuan lain, sehingga mengurangi hasil panen.
60

Hubungan kemitraan yang terjalin dari PT Bimandiri Agro Sedaya dengan


ritel mitranya sebaiknya merujuk pada kontrak tertulis. Kontrak ini yang mengikat
keduanya dalam kerjasama rantai pasokan sayuran, dengan saling membangun
kepercayaan ditunjukkan sesuai dengan isi kesepakatan yang tertulis di dalam
kontrak tersebut. Hubungan kemitraan yang dibentuk dengan cara saling bertukar
informasi secara transaparan dan sukarela. Kontrak inilah yang membuat kedua
belah pihak saling percaya satu sama lain.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
Kondisi rantai pasok sayuran yang di analisis menggunakan kerangka Food
Supply Chain Network (FSCN) belum berjalan dengan baik karena masih terdapat
beberapa kendala dalam rantai pasok. Dalam manajemen rantai pasok, sistem
transaksi yang diterapkan belum lancar dan belum ada kesepakatan kontraktual
antara pihak petani dan perusahaan. Hasil kinerja rantai pasok menunjukkan bahwa
dari atrbut reliabilitas hanya mencapai posisi advantage sehingga kinerja rantai
pasok sayuran harus lebih ditingkatkan. Atribut responsivitas dan fleksibilities
perusahaan sudah mencapai posisi superior.
Hasil analisis kontrak kemitraan pertanian yang cocok ditetapkan untuk
menunjang kinerja rantai pasok adalah Centralized Model. Centralized model dapat
terkoordinasi secara vertikal antara tiap anggota rantai pasok. Pada model ini pihak
perusahaan membeli sayuran dari para petani kemudian memproses atau mengemas
sayuran tersebut hingga mendistribusikan sayuran ke ritel modern.
Upaya strategis yang dapat dilakukan untuk peningkatan kinerja rantai
pasok dengan membangun kerjasama dengan pihak pemasok. Perusahaan harus
terlibat lebih dalam dalam penanganan kualitas dan kuantitas sayuran. Sehingga
pemasok dapat memenuhi keinginan perusahaan secara baik.

Saran

Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang
dapat diberikan adalah:
1. Upaya pengembangan kinerja rantai pasok sayuran pada ditingkat petani adalah
dengan adanya hubungan kerjasama antara petani dan perusahaan dengan
menerapkan sistem pertanian kontrak antara petani dan perusahaan. Dengan
adanya pertanian kontak maka membantu petani dalam penyediaan input dan
meminimalisir risiko harga yang diterima petani karena harga beli ditentukan
pada awal kontrak.
2. Upaya pengembangan kinerja rantai pasok sayuran ditingkat perusahaan untuk
pemenuhan pesanan maka dapat dilakukan dengan membina petani mitra yang
61

ada dengan cara membuat kelompok tani sehingga pemenuhan pesanan dan
kualitas yang diinginkan oleh ritel dapat terpenuhi.
3. Adanya penelitian lanjutan untuk membandingkan kinerja perusahaan dengan
perusahaan lainnya yang sejenis sehingga dapat membandingkan bagaimana
kinerja antara dua perusahaan pemasaran sayuran.

DAFTAR PUSTAKA

Adinata A.A.M.W dan Suasana. 2013. Pengaruh Bauran Pemasaran terhadap


Keputusan Pembelian Sepeda Motor Honda pada Ritel Sekar Sari di
Denpasar. E-Jurnal Manajemen Universitas Udayana. Vol 2 (1): 52-65.
Ahmad NH, Yuliawati E. 2013. Analisa pengukuran dan perbaikan kinerja supply
chain di PT XYZ. Jurnal Teknologi. 6(2): 179-186.
Anatan L, Ellitan L. 2008. Supply Chain Management Teori dan Aplikasi. Bandung
(ID): Alfabeta.
Anggraeni W. 2009. Pengukuran kinerja pengelolaan rantai pasokan pada PT
Crown closures Indonesia. Jurnal Teknik Industri. 1(1).
Aramyan LH, Lansink AO, Koten O. 2007. Performance masurement in agri-food
supply chains: a case study. Supply Chain Management: An International
Journal. 12(4):304-315.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2016. Katalog BPS: 9301001 Pendapatan Nasional
Indonesia 2011-2015. Jakarta (ID): BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Barat. 2015. Produksi Hortikultura Tanaman
Sayuran dan Buah Semusim Jawa Barat 2015. Bandung (ID): Badan Pusat
Statistik Jawa Barat.
[BPS] Badan Pusat Statistik Jawa Barat. 2016. Produksi Hortikultura Tanaman
Sayuran dan Buah Semusim Jawa Barat 2016. Bandung (ID): Badan Pusat
Statistik Jawa Barat.
Bijman J. 2008. Contract farming in developing countries: an overview Working
Paper. The Netherlands. Department of Business Administration
Wageningen University.
Bolstorff P, Rosenbaum R. 2003. Supply Chain Excellence A Handbook for
Dramatic Improvement using the SCOR model. Amerika (US): AMACOM a
Division of American Management Association.
Bolstorff P, Rosenbaum R. 2011. Supply Chain Excellence: A Handbook for
Dramatic Improvement Using the SCOR Model. New York (US):
AMACOM.
Bratić D. 2011. Achieving a Competitive Advantage by SCM. Amsterdam (NL):
IBIMA Business Review.
Budiaji W. 2013. Skala Pengukuran dan Jumlah Respon Skala Likert. Jurnal Ilmu
Pertanian dan Perikanan. 2 (2): 125-131.
Cahyono B. 2002. Tomat,Usaha Tani dan Penanganan Pascapanen. Yogyakarta
(ID): Kanisius.
62

Chakrabarti M. 2015. An Empirical Study on Contract Farming In India.


International Jurnal Of Informative and Futuristic Research. 2(5):1464-
1475.
Chopra S, Meindl P. 2004. Supply Chain Management : Strategy,Planning, and
Operation Second Edition. New Jersey (US): Pearson.
Chopra S, Meindhl P. 2007. Supply Chain Management : Strategy, Planning, and
Operation. New Jersey (US): Pearson.
Christopher M. 2011. Logistics and Supply Chain Management Fourth Edition.
London (UK): Prentice Hall.
David Simchi dan Levi. 2000. Designing And Managing The Supply Chain. United
States of America (US): Mc Graw - Hill Companies Inc.
Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Barat. 2015. Luas dan Produksi
Tanaman Perkebunan di Jawa Barat. Jawa Barat (ID).
Eaton C dan Shepherd A.W. 2001. Contract farming-Partnerships for growth : A
Guide. Rome. FAO Agricultural Services Bulletin 145.
Erfit. 2011. Pemberdayaan petani dengan kemitraan pada agribisnis hortikultura.
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Humaniora. Vol 13(1):47-58.
Francis J. 2008. Benchmarking : get the gain. Supply Chain Management Review.
www.scmr.com
Hafsah J.M. 2000. Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi. Jakarta (ID): Pustaka
Sinar Harapan.
Herawati. 2015. Kinerja pemasaran biji kakao di Kabupaten Pasaman, Sumatera
Barat [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Herdiyansyah R. 2015. Sistem pemasaran karet dengan pendekatan food supply
chain network (FSCN) di Kabupaten Tebo Jambi. Kristalisasi Paradigma
Agribisnis dalam Pembangunan Ekonomi dan Pendidikan Tinggi. 545-562.
Indrajit RE, Pronoto RD. 2002. Konsep Manajemen Supply Chain. Jakarta (ID):
Grasindo.
Kementerian Perindustrian. 2016. Konsumsi Pangan. Jakarta (ID): Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian.
Kementerian Pertanian. 2014. Outlook Komoditi Tomat. Jakarta (ID): Pusat Data
dan Sistem Informasi Pertanian Seketariat Jenderal Kementrian Pertanian.
Kementerian Pertanian. 2015. Rancana Strategis Kementrian Pertanian Tahun
2015-2019. Jakarta (ID): Kementan.
Kurniawati D, Yuliando H, Widodo KH. 2013. Kriteria Pemilihan Pemasok
Menggunakan Analytical Network Process. Jurnal Teknik Industri.
15(1):25-32.
Lamb CW, Joseph FH, Carl M. 2001. Pemasaran : Edisi Pertama. Jakarta (ID):
Salemba Empat.
Lambert DM, Cooper MC. 2000. Issues in supply chain management. Journal
Industrial Marketing Management. 29(1): 65-83.
Lee HL, Whang S. 1997. The Bullwhip Effect in Supply Chains. Spring (TR): Sloan
Management Review. Hal 93-102.
Lestari S, Abidin Z, Sadar S. 2016. Analisis Kinerja Rantai Pasok dan Nilai Tambah
Produk Olahan Kelompok Wanita Tani Melati Di Desa Tribudisyukur
Kecamatan Kebun Tebu Lampung Barat. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis.
4(1):24-29.
63

Levi DS, Kaminsky P, Levi ES. 2004. Managing The Supply Chain : The Definitive
Guide for The Business Professional. New York (US): McGraw-Hill.
Luning PA, Marcelis WJ, Jongen WMF. 2002. Food Quality Management: A
Techno Managerial Approach. Wageningen Academic Publishers.
Wageningen.
Maliki A, Ismono RH dan Yanfika H. 2013. Pola kemitraan contract farming antara
petani cluster dan PT Mitratani Agro Unggul di Kabupaten Lampung
Selatan. Jurnal Ilmu-ilmu Agribisnis. Vol 1(3).
Martinus E. 2008. Kemitraan agribisnis untuk memberdayakan ekonomi rakyat.
Jurnal Agribisnis Kerakyatan. 1(1):1-11.
Moazzam M, Garnevska E, Marr NE. 2012. Benchmarking Agri-food Supply Chain
Networks: A Conceptual Framework. World Business Capability Congress.
New Zealand.
Morgan W, Iwantoro S, Lestari AS. 2004. Improving Indonesian Vegetable Supply
Chains. Agri-product Supply Chain Management in Developing Countries.
Proceeding of a workshop. Bali (ID): ACIAR.
Muhammad, Amri, Yuslindar CE. 2012. Evaluasi pengelolaan kinerja rantai pasok
dengan pendekatan scor model pada swalayan Asiamart Lhokseumawe.
Malikussaleh Industrial Engineering Journal. 1(1):44-51.
Mustikawati D. 2010. Program Kreativitas Mahasiswa Rebult Contract Farming:
Solusi tepat akses petani kecil ke pasar modern.. Bogor(ID): Institut Pertanian
Bogor.
Mutakin A, Hubeis M. 2011. Pengukuran kinerja manajemen rantai pasokan. Jurnal
Manajemen dan Organisasi. 2(3).
Paul J. 2014. Panduan penerapan tranformasi rantai suplai dengan metode SCOR.
Jakarta (ID): Penerbit PPM.
Purba YO. 2015. Analisis Rantai Pasok Kubis di Kabupaten Simalungun Sumatera
Utara [tesis]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Pujawan IN. 2005. Supply Chain Management Edisi Pertama. Surabaya (ID): Guna
Widya.
Qhoirunisa AS. 2014. Rantai Pasok Padi di Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat
[tesis]. Surakarta(ID): Universitas Sebelas Maret.
Rachman T. 2013. Pengukuran kinerja SCM. Jakarta (ID): Universitas Esa Unggul.
Rizqiah F, Setiawan A. 2014. Analisis Nilai Tambah Dan Penentuan Metrik
Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Pepaya Calina (Studi Kasus di PT. Sewu
Segar Nusantara). Jurnal Manajemen dan Organisasi. 5(1):72-89
Ruslim TS. 2013. Analisis Pengaruh SCM terhadap Loyalitas Konsumen. Journal
of Industrial Engineering and Management System. 6(1):33-45.
Sambuo D. 2014. Tobacco Contract Farming Participation and Income in Urambo:
Heckma’s Selection Model. Journal of Economics and Sustainable
Development. Vol 5(28).
Saptana, Daryanto A, Daryanto HK dan Kuntjoro. 2010. Strategi kemitraan usaha
dalam rangka peningkatan daya saing agribisnis cabai merah di Jawa
Tengah. Bogor (ID): Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Saptana dan Daryanto A. 2013. Dinamika Kemitraan Usaha Agribisnis
Berdayasaing dan Berkelanjutan. Bogor (ID): Pusat Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian.
64

Saputra H, Fithri P. 2012. Perancangan model pengukuran kinerja green supply


chain pulp dan kertas. Jurnal Optimasi Sistem Industri. 11(1):193-202.
Sari PN. 2015. Pengaruh Relationship Marketing Terhadap Kinerja Rantai Pasok
Beras Organik Bersertifikat Di Kabupaten Bandung Melalui Integrasi [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Setboonsarng S. 2008. Global Partnership in Poverty Reduction: Contract
Farming and Regional Cooperation ADBI Discussion Paper. Tokyo (JPN):
Asian Development Bank Institute.
Setiawan A, Marimin, Arkeman Y, Udin F. 2011. Studi Peningkatan Kinerja
Manajemen Rantai Pasok Sayuran Dataran Tinggi di Jawa Barat. Agritech.
31(1): 60-70.
Siagian S. 2002. Kepemimpinan Organisasi & Perilaku Administrasi. Jakarta (ID):
Penerbit Gunung Agung.
Singh US, Mishra US. 2013. Vegetable Supply Chain: A Conceptual Study. Food
Science and Quality Management. 15(1).
Sokchea A dan Culas RJ. 2015. Impact of Contract Farming with Farmer
Organizations on Farmers, Income. Australian Agribusiness Review. Vol
23(1).
Subiyanto C, Cepriadi dan Sayamar E. 2016. Tingkat kepuasan peternak ayam
boiler terhadap pola kemitraan model contract farming di Kabupaten Kampar.
Jom Faperta. Vol 3(1).
Supriatna DC, Perdana T, Noor TI. 2016. Struktur Rantai Pasok pada kluster
sayuran untuk tujuan pasar terstruktur. Jurnal Agrikultura. 27(1):102-111.
Sutawijaya AH, Marlapa E. 2016. Supply Chain Mangement: Analisis dan
penerapan menggunakan SCOR di PT Indoturbine. Jurnal Ilmiah
Manajemen. 6(1):121-138.
Technoserve dan IFAD [International Fund for Agricultural Development]. 2011.
Outgrower Schemes – Enhancing Profitability. Agriculture Finance Support
Facility.
Tsao YC. 2013. Designing a Fresh Food Supply Chain Network: An Application
of Nonlinear Programming. Journal of Applied Mathematis. 2013(2013).
Tsolakis N, Keramydas C, Toka A, Aidonis D, Lakovou E. 2013. Supply Chain
Managment for the Agri-food Sector: A Critical Taxonomy. The second
International Conference on Supply Chains.
Van der Vorst, JGAJ. 2000. Effective Food Supply Chain (Generating, Modeling
and Evaluating Supply Chain Scenarios. Amsterdam (NLD): Logistics and
Operations Research Group, Wageningen University.
Van der Vorst, JGAJ. 2006. Quantifying the Agri-Food Supply Chain. Amsterdam
(NLD): Logistics and Operations Research Group, Wageningen University.
Wang HH, Zhang Y, Wu L. 2011. Is contract farming a risk management instrument
for Chinese farmers. China Agricultural Economic Review. 3(4): 489-504.
Yuniar AR. 2012. Analisis Manajemen Rantai Pasok Melon di Kabupaten
Karanganyar [tesis]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
65

LAMPIRAN
66

Lampiran 1 Perhitungan kinerja rantai pasok di tingkat petani

Semester I Semester II Semester I Semester II


No Komoditas Perfect order Rata- Perfect orde Rata- Kesesuaian dengan Rata- Kesesuaian dengan Rata-
fulfillment (%) rata fulfillment (%) rata standar (%) rata standar (%) rata
1 86.3 97.4 90.0 96.5
2 Tomat 97.2 93.8 99.7 98.6 89.7 90.3 99.8 96.1
3 97.8 98.6 91.1 92.0
4 96.1 100.0 88.0 97.5
5 97.8 96.9 91.1 96.2
Kol/kubis 95.3 97.5 92.2 95.6
6 89.8 99.3 93.3 97.7
7 97.5 93.7 96.4 91.2
8 97.9 98.1 92.0 98.5
9 94.9 99.2 89.5 97.2
Sawi 97.3 99.8 89.7 98.0
10 98.1 95.6 90.0 98.0
11 98.2 106.6 87.3 98.5
12 99.0 88.6 91.8 93.1
13 93.4 80.9 93.4 96.3
14 Selada 94.0 95.8 84.7 96.5 90.7 88.5 94.7 95.0
15 98.3 87.9 80.2 94.9
16 94.3 96.5 86.2 96.0
17 98.1 104.0 88.2 88.7
18 Kembang 92.6 101.0 90.3 95.6
96.3 99.0 89.2 91.8
19 kol 98.0 94.1 88.8 90.6
20 96.5 96.9 89.3 92.4
Keterangan :
Semester I (Februari 2016 - Juli2016)
Semester II (Agustus 2016-Januari 2017)
Lampiran 1 Perhitungan kinerja rantai pasok di tingkat petani (lanjutan)

Semester I Semester II Semester I Semester II


No Komoditas Pemenuhan Rata- Pemenuhan Rata- Siklus pemenuhan Rata- Siklus pemenuhan Rata-
pesanan (%) rata pesanan (%) rata pesanan (jam) rata pesanan (jam) rata
1 97.2 89,69 2.25 2.00
2 Tomat 98.4 97.1 91,31 92.1 2.58 2.31 1.83 2.14
3 95.8 95,38 2.08 2.58
4 89.9 97,33 1.83 1.17
5 93.5 95,97 2.08 1.75
Kol/kubis
6 90.0 91.3 95,02 95.5 1.83 1.75 1.67 1.56
7 91.9 93,78 1.25 1.67
8 81.7 89,34 1.08 1.58
9 85.4 92,73 1.50 1.50
Sawi
10 89.4 85.8 91,50 90.7 1.67 1.67 2.83 2.10
11 86.7 89,43 2.42 2.50
12 95.4 86,53 2.67 1.83
13 85.2 89,10 1.75 1.50
14 Selada 96.9 95,91 1.00 1.17
15 91.6 93.4 91,88 90.6 1.25 1.68 1.42 1.47
16 98.0 89,79 1.75 1.42
17 97.7 95,11 1.50 1.92
18 Kembang 98.4 96,19 1.75 1.75
19 kol 89.5 98,24 2.42 1.83
20 90.2 94.0 95,43 96.2 2.42 2.02 2.25 1.94
Keterangan :
Semester I (Februari 2016 - Juli2016)
Semester II (Agustus 2016-Januari 2017)
67
68

Lampiran 1 Perhitungan kinerja rantai pasok di tingkat petani (lanjutan)

Semester I Semester II Semester I Semester II


No Komoditas Lead time Rata- Lead time Rata- TSCMC Rata- TSCMC Rata-
(Jam) rata (jam ) rata (Rp) rata (Rp) rata
1 4.00 3.00 2502.2 2500.6
2 Tomat 3.00 3.00 2.00 2.67 2407.9 2479.2 2409.0 2477.3
3 2.00 3.00 2527.6 2522.2
4 4.00 2.00 4360.0 2313.9
5 3.00 3.00 3796.9 2283.6
Kol/kubis
6 4.00 3.75 3.00 2.75 3209.0 3881.8 2007.7 2177.3
7 4.00 3.00 4161.4 2104.0
8 3.00 2.00 3798.6 2472.9
9 2.00 2.00 3666.6 2506.6
Sawi
10 3.00 2.75 3.00 2.50 3770.7 4049.3 2607.5 2634.7
11 3.00 3.00 4961.6 2951.9
12 3.00 2.00 3631.5 2689.6
13 3.00 3.00 3818.6 2896.8
14 Selada 3.00 2.00 3951.0 2909.0
15 3.00 2.80 2.00 2.20 3579.6 3699.6 2986.5 2878.0
16 2.00 2.00 3517.5 2908.2
17 3.00 2.00 2402.9 2438.3
18 Kembang 2.00 2.00 2302.8 2374.2
19 kol 2.00 2.00 2112.3 2136.4
20 2.00 2.25 2.00 2.00 2144.3 2240.6 2191.7 2285.1
Keterangan :
Semester I (Februari 2016 - Juli2016)
Semester II (Agustus 2016-Januari 2017)
Lampiran 2 Perhitungan contract farming di tingkat petani

No Petani Indikator
Input/Credit Modus Extension Services Modus Use of contract Modus
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5
1 4 3 3 2 3 5 2 2 4 2 1 4 5 4 1 1
2 3 2 4 2 2 2 2 3 3 2 2 2 3 5 3 2
3 3 1 2 2 2 4 3 4 2 4 1 3 5 5 1 1
4 3 3 1 2 3 4 1 3 4 4 1 2 5 3 3 3
5 4 2 2 1 2 5 3 2 2 2 2 4 3 4 2 2
6 3 1 3 2 3 3 3 1 2 3 1 2 4 4 3 4
7 4 2 1 1 1 4 3 3 5 3 1 3 3 4 1 1
8 3 1 3 3 3 2 2 5 1 2 2 2 5 3 3 2
9 2 1 2 2 2 4 1 3 3 3 1 4 3 4 2 4
10 2 2 3 3 2 1 3 2 2 2 2 3 4 4 1 4
11 1 1 4 2 1 5 4 4 4 4 1 2 3 5 3 3
12 3 1 1 3 3 1 3 1 1 1 2 3 5 3 4 3
13 1 2 3 1 1 3 2 5 2 2 1 3 5 5 3 3
14 3 2 1 2 2 4 1 1 2 1 1 4 5 4 3 4
15 1 1 1 3 1 2 3 3 5 3 2 2 3 4 1 2
16 2 3 4 2 2 5 5 4 3 5 1 3 5 4 1 1
17 3 2 1 3 3 3 5 2 3 3 1 3 4 4 2 4
18 2 3 3 2 2 4 2 5 4 4 2 2 4 4 1 2
19 4 2 2 1 2 3 1 4 4 4 1 4 5 3 1 1
20 3 1 2 2 2 5 5 4 3 5 1 4 4 3 2 4
Rata-rata 2,1 2,95 2,55
69
70

Lampiran 2 Perhitungan contract farming di tingkat petani (lanjutan)

No Petani Indikator
Farmer Grouping Modus Gower Management Modus Centralized Modus
Production/processing
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 4 3 3 3 4 3 3 1 5 5 4 5 5 5 5 5 2 5
2 3 3 4 3 4 3 2 2 3 5 4 2 5 5 5 4 1 5
3 3 3 3 2 4 3 2 2 3 5 3 2 5 5 5 4 1 5
4 3 2 2 4 3 3 3 1 5 4 4 4 5 4 5 4 2 5
5 4 4 3 3 3 3 3 2 3 4 3 3 4 4 3 5 1 4
6 1 1 2 3 2 1 2 1 4 4 3 4 5 5 5 4 1 5
7 2 3 4 3 3 3 2 1 4 4 3 4 5 4 5 4 2 5
8 3 3 3 4 4 3 3 1 4 3 4 3 4 4 5 5 1 4
9 2 4 4 2 3 2 2 2 3 4 4 2 4 4 5 4 1 4
10 4 2 3 2 3 2 3 2 5 4 3 3 5 5 5 5 2 5
11 2 2 3 4 3 2 2 2 4 5 4 2 5 4 5 5 1 5
12 3 4 1 1 4 4 3 1 5 4 4 4 4 4 5 5 1 4
13 4 4 4 2 2 4 2 1 4 5 4 4 5 5 5 5 2 5
14 4 1 1 3 2 1 3 2 4 3 4 3 4 4 3 5 1 4
15 4 3 2 1 3 3 2 1 5 5 4 5 5 4 3 5 1 5
16 3 4 3 4 2 3 2 2 4 4 3 2 4 5 5 5 2 5
17 3 4 2 4 4 4 3 2 5 5 4 5 5 5 5 5 1 5
18 3 4 4 2 2 4 3 1 5 5 4 5 4 4 4 5 2 4
19 4 3 2 3 3 3 2 2 5 5 3 2 4 5 5 4 1 4
20 4 4 3 4 2 4 3 1 4 4 3 3 5 5 4 4 1 5
Rata-rata 3 3,35 4,65
Lampiran 2 Perhitungan contract farming di tingkat petani (lanjutan)

No Petani Indikator
Post Harvest Logistic Modus Buyer investment Modus Risk of inconsistent Supply Modus
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4
1 4 3 4 5 4 4 4 2 3 4 4 2 2 4 4 2
2 4 2 4 5 4 4 2 2 2 3 2 1 1 4 3 1
3 4 2 3 5 3 3 4 2 2 3 2 3 2 4 3 3
4 4 3 4 5 3 4 2 2 3 4 2 2 1 4 4 4
5 3 2 3 5 3 3 3 2 2 3 3 1 1 4 4 1
6 3 2 3 5 3 3 4 2 2 3 2 1 2 4 4 4
7 3 3 4 5 4 3 3 2 2 4 2 2 2 3 3 2
8 4 2 3 5 4 4 2 3 3 2 2 2 2 4 4 2
9 3 2 3 5 4 3 4 2 2 3 2 3 1 3 4 3
10 3 2 4 4 3 3 3 2 2 4 2 3 2 4 3 3
11 4 2 3 4 3 4 4 2 2 3 2 2 1 4 4 4
12 3 2 3 4 4 3 3 2 2 4 2 2 2 4 4 2
13 3 3 4 4 4 4 4 2 2 3 2 1 3 3 4 3
14 4 2 3 5 4 4 2 2 2 4 2 3 3 4 3 3
15 3 3 4 4 4 4 2 4 4 2 2 1 3 3 3 3
16 3 2 4 4 4 4 2 2 2 4 2 2 3 4 4 4
17 4 3 4 5 4 4 3 2 2 4 2 1 2 4 4 4
18 3 3 4 4 3 3 4 3 2 2 2 1 2 4 4 4
19 3 3 3 4 3 3 2 2 2 3 2 3 1 4 4 4
20 4 2 3 5 3 3 4 2 2 3 2 2 1 4 4 4
Rata-rata 3,5 2,15 3
Keterangan :
1 = tidak pernah 4 = sering
2 = jarang 5 = selalu
3 = kadang-kadang
71
72

Lampiran 3 Perhitungan contract farming di tingkat perusahaan


No Petani Indikator
Input/Credit Modus Extension Services Modus Use of contract Modus
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5
1 2 5 1 2 2 4 4 5 3 4 2 4 5 4 3 4
2 3 5 1 3 3 4 4 5 4 5 2 4 5 2 3 2
Rata-rata 2,5 4 3

Lampiran 3 Perhitungan contract farming di tingkat perusahaan (lanjutan)


No Petani Indikator
Farmer Grouping Modus Gower Management Modus Centralized Modus
Production/processing
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 3 2 4 3 3 3 3 4 4 3 5 3 5 4 5 5 3 5
2 4 3 4 3 4 4 2 4 4 3 5 4 4 3 4 4 2 4
Rata-rata 3,5 3,5 4,5

Lampiran 3 Perhitungan contract farming di tingkat perusahaan (lanjutan)


No Petani Indikator
Post Harvest Logistic Modus Buyer investment Modus Risk of inconsistent Supply Modus
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4
1 4 3 5 5 4 4 4 2 2 3 2 3 2 4 4 4
2 3 3 5 5 4 3 2 2 4 2 2 2 3 4 4 4
Rata-rata 3,5 2 4
73

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada 10 Agustus 1992 di Kota Bandar Lampung, Provinsi


Lampung. Penulis merupakan anak ke-2 dari pasangan suami istri Wan
Abdurrahman dan Mike Elly Rose. Pendidikan formal penulis dimulai dari TK
Assalam pada Tahun 1996. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan pada SD
Negeri 1 Rawa Laut Kota Bandar Lampung lulus pada Tahun 2004. Penulis
kemudian melanjutkan pendidikan pada SMP Negeri 18 Kota Bandar Lampung
pada Tahun 2004 sampai dengan Tahun 2007. Penulis kemudian melanjutkan
pendidikan pada SMA Negeri 1 Kota Bandar Lampung pada Tahun 2007 sampai
dengan Tahun 2010. Pada Tahun 2010 penulis diterima di Universitas Lampung
melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) pada
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti pendidikan di
Fakultas Pertanian Universitas Lampung penulis aktif di Himpunan Mahasiswa
Sosial Ekonomi Pertanian (HIMASEPERTA) sebagai anggota bidang
kewirausahaan dan pendanaan. Penulis menyelesaikan studi di Fakultas Pertanian
Universitas Lampung dengan melakukan penelitian dan menyusun skripsi yang
berjudul “kinerja produksi, nilai tambah dan strategi pengembangan agroindustri
emping di Kota Bandar Lampung” di bawah bimbingan Prof Dr Ir Wan Abbas
Zakaria, MS dan Dr Ir Irfan Affandi, MS dan lulus pada tanggal 16 Januari 2015.
Tahun 2015 penulis diterima di sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
program studi Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Anda mungkin juga menyukai