Anda di halaman 1dari 156

EFISIENSI BIAYA USAHATANI WORTEL PADA PETANI PENGGUNA

PGPR DAN NON PGPR DI DESA SUMBER BRANTAS, KECAMATAN


BUMIAJI, KOTA BATU

Oleh
RAIHANA FATIMAH

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
EFISIENSI BIAYA USAHATANI WORTEL PADA PETANI PENGGUNA
PGPR DAN NON PGPR DI DESA SUMBER BRANTAS, KECAMATAN
BUMIAJI, KOTA BATU

Oleh
RAIHANA FATIMAH
175040101111007

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana


Pertanian Strata Satu (S-1)

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
MALANG
2021
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan hasil
penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Skripsi ini tidak
pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan
rujukannya dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Malang, September 2021

Raihana Fatimah
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Penelitian : Efisiensi Biaya Usahatani Wortel Pada Petani Pengguna
PGPR dan Non PGPR di Desa Sumber Brantas,
Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.
Nama Mahasiswa : Raihana Fatimah
NIM : 175040101111007
Jurusan : Sosial Ekonomi Pertanian
Program Studi : Agribisnis

Disetujui,

Dosen Pembimbing, Dosen Pendamping,

Dr. Fahriyah, SP., M.Si. Rini Mutisari, SP., MP.


NIP. 197806142008122003 NIP. 2016099005052001

Diketahui,
Mengetahui,
Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian

Hery Toiba SP., MP., Ph. D


NIP. 197209082003121001

Tanggal Persetujuan:
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Efisiensi Biaya Usahatani Wortel Pada Petani Pengguna
PGPR dan Non PGPR di Desa Sumber Brantas,
Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.
Nama Mahasiswa : Raihana Fatimah
NIM : 175040101111007
Jurusan : Sosial Ekonomi Pertanian
Program Studi : Agribisnis

Mengesahkan
MAJELIS PENGUJI

Penguji I, Penguji II,

Dr. Fahriyah, SP., M.Si. Rini Mutisari, SP., MP.


NIP. 197806142008122003 NIP. 2016099005052001

Tanggal Lulus:
LEMBAR PERSEMBAHAN

Puji syukur senantiasa panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan
penulisan tugas akhir ini. Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas akhir
penelitian ini dengan baik. Terkhusus ucapan terimakasih penulis sampaikan
kepada:
1. Kedua orangtua, adik, dan keluarga besar saya yang tak hentinya memberikan
support baik secara nasihat, panjatan do’a, dan materi yang tak terhitung.
2. Ibu Fahriyah SP., M.Si selaku dosen pembimbing utama dan Ibu Rini Mutisari
SP., MP. atas dedikasinya memberikan bimbingan, saran dan dorongan
semangat sampai terselesaikannya penulisan ini.
3. Responden, masyarakat, penyuluh pertanian dan perangkat di Desa Sumber
Brantas yang telah sangat terbuka mengizinkan saya melakukan penelitian
serta membantu dalam pengumpulan data-data penelitian ini.
4. Bu Mujiati dan Pak Sumarlan yang senantiasa terbuka pintu rumahnya selama
penelitian untuk ditinggali dan menganggap seperti bagian keluarga sendiri.
5. Sahabat seperjuangan di perantauan yaitu Novia, Silvi, Sofi, Sarah, Tita, Arum,
Andan, Wika, dan Era yang senantiasa tulus dan ikhlas membersamai,
mengantarkan dan mendengar cerita penulis selama menempuh studi di
Malang.
6. Sahabat SMA yaitu Alief, Dea, Safira, Annisa, Intan, Yulya sebagai support
system perkuliahan meski terhalang oleh jarak.
7. Kakak pembimbing dan bertukar pikiran yakni Mbak Hana dan Mas Joko
dalam kegiatan penelitian.
8. Teman diskusi dan partner dalam pengambilan data yaitu Tita dan Irsyad. Tak
luput teman-teman seluruh Program Studi Agribisnis 2017 lainnya yang saling
menyemangati satu sama lain.
Malang, September 2021

Raihana Fatimah
RINGKASAN

Raihana Fatimah. 175040101111007. Efisiensi Biaya Usahatani Wortel pada


Petani Pengguna PGPR dan Non PGPR di Desa Sumber Brantas,
Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. di bawah bimbingan Ibu Dr. Fahriyah, SP.,
M.Si dan Ibu Rini Mutisari, SP., MP.
Wortel merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai
ekonomi (komersial) yang cukup baik dan diperkirakan permintaan akan wortel
semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, peningkatan
kesadaran masyarakat terhadap gizi, pemenuhan kebutuhan pasar tradisional,
pasar modern, hotel, dan restaurant. Pada tahun 2016, 2018, dan 2019
produktivitas wortel di Indonesia mengalami penurunan. Penelitian berlokasi di
Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumi Aji, Kota Batu yang merupakan daerah
sentra utama penghasil wortel di Kecamatan Bumiaji.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui perbedaan antara tingkat
produktivitas dan kelayakan usahatani serta menganalisis tingkat efisiensi teknis,
harga dan biaya petani wortel pengguna PGPR dan non PGPR di Desa Sumber
Brantas menggunakan uji beda rata-rata dan Data Envelopment Analysis (DEA)
model Variabel Return to Scale (VRS) dan berorientasi input.
Hasil yang diperoleh dari tujuan pertama ialah rata-rata produktivitas
petani pengguna PGPR sebesar 27,9869 Ton/Ha dan sebesar pada petani non
PGPR 25,4685 Ton/Ha. Selanjutnya adalah rata-rata kelayakan usahatani petani
pengguna PGPR sebesar 4,2789 dan pada petani non PGPR sebesar 3,1763.
Hasil analisis untuk tujuan kedua adalah rata-rata tingkat efisiensi teknis,
harga dan biaya pada petani pengguna PGPR beturut-turut adalah sebesar 0,868;
0,720 dan 0,661 dengan persentase petani yang sudah efisien secara teknis, harga
dan biaya adalah sebesar 35%, 25% dan 25%. Sedangkan pada petani non PGPR
tingkat efisiensi teknis, harga dan biaya petani pengguna PGPR beturut-turut
adalah sebesar 0,877; 0,688 dan 0,612 dengan persentase petani yang sudah
efisien secara teknis, harga dan biaya adalah sebanyak 35%, 12% dan 12%. Hasil
tersebut menunjukkan tingkat efisiensi teknis, harga, dan biaya petani pengguna
PGPR lebih tinggi dari petani non PGPR. Akan tetapi petani pengguna PGPR
maupun non PGPR masih belum mencapai tingkat full efisien sehingga masih
dapat ditingkatkan lagi sehingga menjadi lebih efisien.

i
SUMMARY

Raihana Fatimah. 175040101111007. Carrot Farming Cost Efficiency for


PGPR and Non-PGPR User Farmers in Sumber Brantas Village, Bumiaji
District, Batu City. Under the Guidance of Mrs. Dr. Fahriyah, SP., M.Si and
Mrs Rini Mutisari, SP., MP.
Carrots are one of the horticultural commodities that have good economic
(commercial) value and it is estimated that the demand for carrots will increase
along with the increase in population, increasing public awareness of nutrition,
fulfilling the needs of traditional markets, modern markets, hotels and restaurants.
In 2016, 2018, and 2019 the productivity of carrots in Indonesia decreased. The
research is located in Sumber Brantas Village, Bumi Aji District, Batu City,
which is the main carrot-producing center in Bumiaji District. 
The purpose of this study was to determine the difference between the
level of productivity and the feasibility of farming as well as to analyze the level
of technical efficiency, prices and costs of carrot farmers using PGPR and non-
PGPR users in Sumber Brantas Village using the average difference test and Data
Envelopment Analysis (DEA) model Variable Return to Scale (VRS) and input-
oriented.
The first results of the first purpose are the average productivity of farmers
using PGPR is 27,9869 Tons/Ha and that of non-PGPR farmers is 25,4685
Tons/Ha. Furthermore, the average feasibility of farming using PGPR is 4,2789
and for non-PGPR farmers it 3,1763.
The second results of the second purpose are the average level of
technical, price and cost efficiency to farmers using PGPR, respectively, which is
0,868; 0,720 and 0,661 with the percentage of farmers who are technically
efficient, prices and costs are 35%, 25% and 25%. Meanwhile, for non-PGPR
farmers, the level of technical efficiency, prices and costs for farmers using PGPR
are 0,877; 0,688 and 0,612 with the percentage of farmers who are technically
efficient, prices and costs are 35%, 12% and 12%. These results show that the
level of technical efficiency, prices, and costs for farmers using PGPR is higher
than non PGPR farmers. But, the PGPR farmers and non-PGPR farmers users
still have not yet reached the level, full efficiency so they can still be improved so
that they become more efficient.

ii
KATA PENGANTAR

Petani sebagai manajer dalam usahataninya harus mampu


melaksanakan kegiatan usahataninya dengan baik dan berupaya untuk
meningkatkan produksi dan produktivitas usahataninya untuk meningkatkan
pendapatan usahataninya. Terlebih dalam mengalokasikan berbagai faktor
produksinya. Penggunaan faktor produksi yang berlebihan atau tidak efisien dapat
mengakibatkan pendapatan yang diterima semakin sedikit sedangkan pengeluaran
biaya semakin besar serta dapat menurunkan produktivitas sehingga menyebabkan
kerugian bagi petani. Selain itu petani juga dihadapkan pada tantangan terbatasnya
modal, tenaga kerja, dan tingginya harga input produksi. Sehingga petani harus
mampu mengkombinasikan input secara efisien. Oleh karena itu melalui
penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam menentukan tingkat
efisiensi teknis, harga dan biaya usahatani. Terkait dengan pengalokasian input
yang dimiliki dan biaya yang dikeluarkan, supaya dapat memperoleh hasil
produksi yang maksimal dan meminimalisir pengeluaran biaya produksi.

Malang, September 2021

Penulis

iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 3 Mei 1999 sebagai anak pertama dari dua
bersaudara dari pasangan suami istri Bapak Susanto dan Ibu Amiroh. Penulis
menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD Al-Furqan yang terletak di Kota
Jember pada tahun 2005 sampai tahun 2011. Penulis melanjutkan pendidikan
pertama di SMP Negeri 06 Jember pada tahun 2011 sampai tahun 2014. Penulis
melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 04 Jember pada tahun
2014 sampai tahun 2017. Pada tahun 2017, penulis melanjutkan pendidikan S-1
Program Studi Agribisnis di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang
melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri.

iv
DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN................................................................................................... i
SUMMARY...................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR...................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP.......................................................................................... iv
DAFTAR ISI.................................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... x
1. PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 4
1.3 Batasan Masalah..................................................................................... 7
1.4 Tujuan Penelitian.................................................................................... 8
1.5 Manfaat Penelitian.................................................................................. 8
2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 9
2.1 Telaah Penelitian Terdahulu................................................................... 9
2.2 Landasan Teori........................................................................................ 16
3. KERANGKA TEORITIS............................................................................. 35
3.1 Kerangka Pemikiran................................................................................ 35
3.2 Hipotesis.................................................................................................. 39
3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel...................................... 39
4. METODE PENELITIAN............................................................................. 42
4.1 Pendekatan Penelitian............................................................................. 42
4.2 Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian................................................. 42
4.3 Teknik Penentuan Responden................................................................. 43
4.4 Teknik Pengumpulan Data...................................................................... 44
4.5 Teknik Analisis Data............................................................................... 45
5. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................... 52
5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian.................................................... 52
5.2 Karakteristik Responden......................................................................... 55
5.3 Gambaran Usahatani Wortel................................................................... 64
5.4 Analisis Usahatani Wortel...................................................................... 67
5.5 Analisis Perbandingan Produktivitas dan Kelayakan Usahatani Wortel 75
5.6 Analisis Tingkat Efisiensi Usahatani Wortel.......................................... 79
6. PENUTUP.................................................................................................... 95
6.1 Kesimpulan............................................................................................. 95
6.2 Saran........................................................................................................ 95
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 97
DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman


1. Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Wortel di Indonesia Tahun
2008-2019.................................................................................................. 2
2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel........................................ 40
3. Karakteristik Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin................................. 53
4. Karakteristik Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan........................ 53
5. Karakteristik Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan............................... 54
6. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia.............................................. 55
7. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan.................................... 57
8. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga..... 58
9. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Pengalaman Berusahatani. . 60
10. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan................................... 61
11. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan........... 63
12. Rata-rata Biaya Tetap Usahatani Wortel Petani PGPR dan Non PGPR
Periode Tanam September-Desember 2020.............................................. 68
13. Rata-rata Biaya Variabel Usahatani Wortel Petani PGPR dan Non
PGPR Periode Tanam September-Desember 2020................................... 69
14. Rata-rata Total Biaya Usahatani Wortel Petani PGPR dan Non PGPR
Periode Tanam September-Desember 2020.............................................. 71
15. Rata-rata Pendapatan Usahatani Wortel Petani PGPR dan Non PGPR
Periode Tanam September-Desember 2020.............................................. 73
16. Rata-rata R/C ratio Usahatani Wortel Petani PGPR dan PGPR Non
Periode Tanam September-Desember 2020.............................................. 74
17. Hasil Uji Normalitas Tingkat Produktivitas dan Kelayakan Usahatani
Petani PGPR dan Non PGPR Periode Tanam September-Desember
2020...........................................................................................................76
18. Hasil Uji Homogenitas Produktivitas dan Kelayakan Usahatani Petani
PGPR dan Non PGPR Periode Tanam September-Desember 2020.......... 77
19. Hasil Uji Beda Rata-Rata Produktivitas dan Kelayakan Usahatani Petani
PGPR dan Non PGPR Periode Tanam September-Desember 2020.......... 78
20. Hasil Analisis DEA efisiensi pada Petani Pengguna PGPR dan non
PGPR Periode Tanam September-Desember 2020................................... 80
21. Hasil Analisis DEA efisiensi teknis pada Petani Pengguna PGPR dan
non PGPR Periode Tanam September-Desember 2020............................ 82
22. Nilai Original Value, Radial Movement, Slack Movement, dan Project
Value DMU ke-20...................................................................................... 82
23. Nilai Original Value, Radial Movement, Slack Movement dan Project
Value DMU ke-31...................................................................................... 84
24. Nilai ET VRS pada Petani Pengguna PGPR dan Non PGPR Periode
Tanam September-Desember 2020............................................................ 85
25. Rata-Rata Nilai Input Slack Pengguna PGPR dan Non PGPR
Berdasarkan Input yang Digunakan.......................................................... 86
26. Jumlah Petani Pengguna PGPR dan Non PGPR pada Skala Ekonomi
ET CRS Periode Tanam September-Desember 2020................................ 87
27. Hasil Analisis DEA efisiensi harga pada Petani Pengguna PGPR dan
non PGPR Periode Tanam September-Desember 2020............................ 89
28. Nilai EH VRS pada Petani Pengguna PGPR dan Non PGPR Periode
Tanam September-Desember 2020............................................................ 89
29. Efisiensi Biaya Petani Pengguna PGPR dan Non PGPR Periode Tanam
September-Desember 2020........................................................................ 91
30. Summary of Cost Minimizing Input Quantities pada DMU ke-17 Petani
Pengguna PGPR dan DMU ke-22 Petani Non PGPR............................... 92
31. Nilai EB pada Petani Pengguna PGPR dan Non PGPR Periode Tanam
September-Desember 2020........................................................................ 93
DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman


1. Kurva Efisiensi.......................................................................................... 24
2. Pengukuran Efisiensi Teknis dan Input Slacks.......................................... 33
3. Model DEA berorientasi input................................................................... 34
4. Skematis Kerangka Pemikiran Penelitian.................................................. 38
5. Diagram Persentase Jumlah Responden Berdasarkan Usia....................... 56
6. Diagram Persentase Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan................................................................................................. 58
7. Diagram Persentase Jumlah Responden Berdasarkan Tanggungan
Keluarga..................................................................................................... 59
8. Diagram Persentase Jumlah Responden Berdasarkan Lama
Pengalaman Berusahatani.......................................................................... 61
9. Diagram Persentase Jumlah Responden Berdasarkan Luas Lahan........... 62
10. Diagram Persentase Jumlah Responden Berdasarkan Status
Kepemilikan Lahan.................................................................................... 64
11. Persentase Nilai Efisiensi Teknis Petani Pengguna PGPR dan Non
PGPR Periode Tanam September-Desember 2020................................... 86
12. Persentase Nilai Efisiensi Harga Petani Pengguna PGPR dan Non
PGPR Periode Tanam September-Desember 2020................................... 90
13. Persentase Nilai Efisiensi Biaya Petani Pengguna PGPR dan Non
PGPR Periode Tanam September-Desember 2020................................... 93
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman


1. Denah Lokasi Desa Sumber Brantas......................................................... 105
2. Hasil Penentuan Responden...................................................................... 106
3. Kuesioner Penelitian.................................................................................. 107
4. Karakteristik Responden Petani Wortel..................................................... 116
5. Pengeluaran Biaya Usahatani Petani Wortel............................................. 119
6. Penerimaan, Pendapatan dan R/C rasio Petani Wortel.............................. 122
7. Data Uji Beda Rata-Rata Produktivitas dan Kelayakan Usahatani........... 124
8. Hasil Uji Normalitas.................................................................................. 126
9. Hasil Uji Homogenitas dan Uji Beda Rata-Rata....................................... 127
10. Data Output dan Input Efisiensi Usahatani Wortel................................... 128
11. Hasil Efisiensi Teknis menggunakan DEA............................................... 131
12. Hasil Efisiensi Harga dan Biaya menggunakan DEA............................... 133
13. Dokumentasi.............................................................................................. 135
1

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Subsektor hortikultura merupakan salah satu sumber pertanian yang sangat
diharapkan peranannya dalam menunjang pembangunan ekonomi nasional.
Komoditas hortikultura di Indonesia memiliki prospek pengembangan yang
sangat baik karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi serta potensi pasar yang
terbuka lebar dari dalam hingga luar negeri (Zulkarnain, 2010). Wortel merupakan
salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi (komersial) yang
cukup baik. Menurut Khomsan (2017) wortel menjadi bahan pangan potensial
untuk mengentaskan masalah penyakit, kurang vitamin A dan masalah kurang
gizi. Menurut Santoso et al. (2018) permintaan terhadap wortel diperkirakan akan
terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, peningkatan
kesadaran masyarakat terhadap gizi, pemenuhan kebutuhan pasar tradisional,
pasar modern, hotel, dan restaurant. Mengingat wortel dapat dijadikan berbagai
macam produk olahan untuk dikonsumsi (sayuran, vitamin, suplemen, jus, bahan
campuran kue dan industri makanan lainnya). Jumlah konsumsi rumah tangga
terhadap wortel tahun 2019 mencapai 343,86 Ton dengan tingkat partisipasi
konsumsi wortel rumah tangga yang terus naik dari 25,175% pada tahun 2017
hingga akhirnya menjadi 26,72% di tahun 2019 BPS (2020).
Luas lahan wortel di Indonesia pada tahun 2015 adalah sebesar 30.280 Ha
dengan total produksi sebesar 522.529 Ton, sedangkan pada tahun 2016 menjadi
31.814 Ha dengan total produksi sebesar 537.519 Ton. Meskipun luasnya
mengalami penambahan akan tetapi produktivitasnya menurun, dari 17,26 Ton/Ha
menjadi 16,89 Ton/Ha. Kemudian pada tahun 2018 produktivitas wortel juga
mengalami penurunan, pada tahun 2017 sebesar 17,53 Ton/Ha menjadi 16,99
Ton/Ha. Begitupun pada tahun 2019 produktivitasnya juga menurun, pada tahun
2018 sebesar 16,99 Ton/Ha menjadi 16,31 Ton/Ha (BPS, 2020). Penurunan
produktivitas tanaman wortel dapat disebabkan oleh beberapa hal. Menurut
Sriyadi (2014) terdapat resiko-resiko dalam usahatani yang disebabkan oleh iklim
dan cuaca, hama dan penyakit, kesuburan tanah, keterampilan sumberdaya
manusia dalam manajerial dan juga efektivitas penggunaan input produksi.
2

Berikut ditampilkan pada Tabel 1 mengenai luas lahan, produksi dan


produktivitas tanaman wortel di Indonesia pada tahun 2008-2019:
Tabel 1. Luas Lahan, Produksi dan Produktivitas Wortel di Indonesia Tahun 2008-2019
Tahun Luas Lahan (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)
2008 24.640 367.111 14,90
2009 24.095 358.014 14,86
2010 27.149 403.827 14,87
2011 33.228 526.917 15,86
2012 29.331 465.534 15,87
2013 32.070 512.112 15,97
2014 30.762 495.798 16,12
2015 30.280 522.529 17,26
2016 31.814 537.519 16,89
2017 30.654 537.341 17,53
2018 35.876 609.633 16,99
2019 41.354 674.633 16,31
Rata-Rata 30.938 500.914 16,04
Sumber: BPS 2020
Penurunan produktivitas tanaman wortel seringkali terjadi di tingkat
usahatani petani wortel, di mana terdapat beberapa kendala dalam menjalankan
kegiatan usahatani. Seperti kendala ekonomi yang berhubungan dengan
keterbatasan modal dan tingginya harga input produksi, selain itu petani juga
harus mampu mengalokasikan beragam faktor produksi dengan baik meskipun
terbatasi oleh modal yang dimiliki. Penggunaan input produksi yang mengandung
senyawa kimia seperti pestisida dan pupuk anorganik berlebihan juga dapat
menimbulkan masalah bagi kesehatan tanah dan menurunkan produksi tanaman
sehingga dapat menurunkan produktivitas. Penurunan kualitas tanah menjadi
salah satu penyebab dari menurunnya produktivitas wortel dan dapat
menyebabkan kerugian bagi petani. Karena apabila kualitas tanah sudah menurun
maka penggunaan input sebanyak apapun untuk meningkatkan produksi tanaman
seperti pupuk kimia dan pestisida tidak akan memberikan pengaruh besar karena
kondisi tanah untuk produksi sedang tidak baik dan akan menyebabkan
pengeluaran petani semakin meningkat mengingat harga input produksi yang
tinggi. Soekamto dan Fahrizal (2019) menyatakan bahwa penggunaan pupuk
anorganik dan pestisida dalam jangka waktu lama dengan tidak ada aturan dapat
menyebabkan penurunan kualitas tanah atau penurunan produktivitas tanah dalam
menghasilkan tanaman. Selain itu hal ini juga merupakan contoh pengalokasian
penggunaan input yang kurang baik dan merupakan penyebab inefisiensi.
3

Lawalaata et, al., (2015) menyatakan apabila input yang digunakan berlebihan
atau terlalu sedikit maka akan menyebabkan petani tidak efisien secara teknis dan
juga harga.
Maka dari itu diperlukan suatu cara agar kondisi lingkungan dapat terjaga
sehingga dapat meningkatkan produktivitas dari pada sebelumnya atau kurang
lebih stabil serta meminimalisir pengeluaran biaya produksi yang tidak perlu
supaya petani tidak merugi. Menurut Kementrian Pertanian (2019) upaya
peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan penggunaan mekanisasi
optimasi lahan dan optimalisasi teknologi. Selain itu menurut Susilowati dan
Tinaprilla (2012) peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan output maksimum melalui pengelolaan sumberdaya serta teknologi
yang ada sehingga produktivitasnya bisa meningkat dan mengurangi pengeluaran
biaya untuk input produksi yang berlebihan sehingga petani dapat lebih efisien
secara teknis dan harga dan bisa mencapai efisiensi secara biaya. Salah satu
inovasi bioteknologi di bidang pertanian yang ramah lingkungan dan mampu
memperbaiki kondisi tanah serta meningkatkan produktivitas adalah Rizobakteri
Pemacu Tumbuh Tanaman (RPTT) atau populer disebut Plant Growth Promoting
Rhizobacteria (PGPR). PGPR adalah mikroba tanah yang berada di sekitar akar
tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam memacu
pertumbuhan serta perkembangan tanaman (Munees dan Mulugeta, 2014). Selain
itu PGPR dijadikan sebagai salah satu cara untuk mengembalikan kesuburan
tanah, apabila kondisi tanah baik maka akan membuat tanaman tumbuh dengan
baik dan memberi hasil yang optimal (Biswas et, al. dalam Utami et, al., 2018).
Jawa Timur merupakan salah satu sentra produksi wortel di Indonesia
yaitu pada urutan keempat dengan total produksi pada tahun 2019 mencapai
91.012 Ton dengan total luas area produksi sebesar 9.169 Ha (BPS Jawa Timur,
2020). Salah satu wilayah di Jawa Timur yang menjadi sentra produksi wortel
adalah Kota Batu yang terletak pada urutan ketiga dengan total produksi pada
tahun 2019 mencapai 101.024 Kw dengan luas area produksi sebesar 558 Ha
(BPS Kota Batu, 2020). Kecamatan Bumiaji merupakan sentra utama produksi
wortel di Kota Batu dan terletak pada urutan pertama dengan luas lahan mencapai
526 Ha dengan total produksi sebesar 95.266 Kw pada tahun 2019 (BPS Kota
4

Batu, 2020). Sentra utama penghasil wortel di Kecamatan Bumiaji adalah Desa
Sumber Brantas karena ketinggian daerah Desa Sumber Brantas 1.400 s/d 1.700
mdpl di mana dengan ketinggian tersebut sangat cocok untuk tanaman semusim
seperti tanaman hortikultura, Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kota Batu
(2019). Selain itu beberapa petani wortel di Desa Sumber Brantas sudah mulai
menggunakan PGPR dan mengurangi penggunaan bahan kimia dalam melakukan
usahataninya.
Oleh karena itu penting untuk dilakukan penelitian mengenai uji beda rata-
rata mengenai produktivitas dan kelayakan usahatani wortel di Desa Sumber
Brantas pada petani wortel pengguna PGPR dan non PGPR. Guna
membandingkan produktivitas dan kelayakan usahatani yang lebih antara petani
wortel pengguna PGPR dan non PGPR. Serta mengenai efisiensi biaya usahatani
wortel di Desa Sumber Brantas pada petani wortel pengguna PGPR dan non
PGPR. Terkait dengan pengalokasian input yang dimiliki serta biaya yang
dikeluarkan. Supaya dapat memperoleh hasil produksi yang maksimal dan
meminimalisir pengeluaran biaya produksi dengan melihat tingkat efisiensi teknis
dan juga harganya.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya tujuan dalam


penelitian ini adalah untuk mengetahui rata-rata produktivitas dan kelayakan
usahatani yang lebih baik antara petani wortel pengguna PGPR dan non PGPR
dengan menggunakan uji beda rata-rata. Serta mengetahui bagaimana tingkat
efisiensi teknis, harga dan biaya usahatani wortel petani yang menggunakan
PGPR dan Non PGPR di Desa Sumber Brantas menggunakan pendekatan Data
Envelopment Analysis (DEA). Harapan dari pelaksanaan penelitian ini adalah,
supaya dapat mengetahui rata-rata produktivitas dan kelayakan usahatani yang
lebih baik antara petani wortel yang menggunakan PGPR maupun Non PGPR.
Serta mengetahui tingkat efisiensi teknis, harga dan biaya petani wortel di Desa
Sumber Brantas saat ini baik pada petani wortel yang menggunakan PGPR
maupun non PGPR. Sehingga petani wortel di Desa Sumber Brantas dapat
meningkatkan produktivitas dan kelayakan usahataninya serta mengalokasikan
faktor-faktor produksi dengan lebih efisien dan meminimalisir pengeluaran biaya.
5

1.2 Rumusan Masalah


Petani sebagai manajer dalam usahataninya harus mampu melaksanakan
kegiatan usahataninya dengan baik dan berupaya untuk meningkatkan produksi
dan produktivitas usahataninya untuk meningkatkan pendapatan usahataninya.
Terlebih dalam mengalokasikan berbagai faktor produksinya dengan baik
sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan juga pendapatan. Penggunaan
faktor produksi yang berlebihan atau tidak efisien dapat mengakibatkan
pendapatan yang diterima semakin sedikit sedangkan pengeluaran biaya semakin
besar serta dapat menurunkan produktivitas sehingga menyebabkan kerugian bagi
petani. Selain itu petani juga dihadapkan pada tantangan terbatasnya modal,
tenaga kerja, dan tingginya harga input produksi. Sehingga petani harus mampu
mengkombinasikan input secara efisien (Soekartawi, 1994).
Pemberian pupuk anorganik dan pestisida kimia yang berlebihan dan terus
menerus merupakan contoh pengalokasian input yang tidak efisien dan dapat
berdampak pada kondisi lahan, penambahan biaya yang dikeluarkan dan
penurunan produktivitas lahan. Kondisi tanah pada lahan yang kurang baik bisa
menurunkan potensi lahan dan potensi input produksi yang digunakan dalam
menunjang pertumbuhan tanaman yang optimal serta dapat juga berpengaruh
kepada kondisi tanaman yang dapat menjadi rentan terserang hama dan penyakit
sehingga dapat menurunkan produktivitasnya. Penggunaan PGPR menurut Biswas
et al. dalam Utami et al. (2018) dapat mengembalikan kondisi tanah dan memacu
pertumbuhan tanaman.
Desa Sumber Brantas terletak di Kecamatan Bumiaji Kota Batu dan
merupakan sentra daerah produksi tanaman hortikultura, dikarenakan ketinggian
daerah Desa Sumber Brantas 1.400 s/d 1.700 mdpl di mana dengan ketinggian
tersebut sangat cocok untuk tanaman semusim seperti tanaman hortikultura,
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kota Batu (2019). Desa Sumber Brantas
merupakan desa sentra memproduksi wortel. Penduduk Desa Sumber Brantas
mayoritas bekerja di sektor pertanian dan komoditas wortel merupakan salah satu
komoditas dalam usahatani yang dijalankan oleh masyarakat Desa Sumber
Brantas untuk memperoleh pendapatan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
6

Berdasarkan penuturan dari penyuluh pertanian di Desa Sumber Brantas


pengenalan PGPR di Desa Sumber Brantas telah dilakukan sejak tahun 2014.
Berawal dari penggunaan bahan kimia yang berlebihan pada lahan pertanian
khususnya pestisida untuk mengatasi serangan hama dan penyakit. Penggunaan
pestisida yang berlebihan membuat kondisi tanah menjadi kurang baik. Hal ini
dapat dilihat dari menurunnya produksi dan kurangnya kemampuan penambahan
input produksi dalam menunjang peningkatan produksi. Hal ini diketahui dari
penambahan pestisida yang digunakan akan tetapi hasil produksi dirasa tidak lebih
baik daripada sebelumnya. Sehingga dibutuhkan suatu cara agar kondisi dan
kualitas lahan dapat kembali menjadi baik. Berdasarkan permasalahan tersebut
penyuluh pertanian memberikan solusi yang mungkin dilakukan oleh petani
sebagai upaya untuk mengembalikan kondisi di lahan dan sebagai tindakan
preventif penularan hama penyakit yang berasal dari tanah yang kondisinya
kurang baik.
Beberapa petani wortel yang menggunakan PGPR telah mengurangi
penggunaan pupuk kimia dan pestisida ketika menggunakan PGPR dalam
usahataninya dengan harapan dapat memperbaiki kondisi tanah dan sehingga
pertumbuhan tanaman dapat berjalan dengan baik sehingga dapat meningkatkan
produktivitas lahan dan meningkatkan pendapatan petani. Akan tetapi sebagian
petani wortel juga masih ada tetap menggunakan pupuk kimia dan pestisida dan
belum menggunakan PGPR. Hal ini dapat disebabkan oleh hasil penggunaan
PGPR terhadap peningkatan produktivitas tanaman tidak secara langsung terlihat
dan membutuhkan waktu yang cukup lama.
Penggunaan PGPR tidak secara instan dapat memberikan perubahan yang
dapat terlihat melainkan melalui proses yang memakan waktu. Diawali dengan
memperbaiki kondisi tanah terlebih dahulu hingga pada kondisi dan kualitas yang
baik sehingga dapat menunjang kegiatan usahatani dan pertumbuhan tanaman
dengan optimal dapat menjadi salah satu penyebabnya. Namun hasil penggunaan
PGPR dalam usahatani dapat terlihat perbedaannya secara langsung melalui
perubahan jumlah biaya yang digunakan untuk pemenuhan input usahatani. Hal
ini terlihat dari beberapa petani wortel pengguna PGPR yang mulai mengurangi
penggunaan bahan kimia dalam usahataninya dan menggunakan PGPR yang
7

harganya tidak semahal pengeluaran biaya untuk pestisida serta dapat dibuat atau
dikembangkan secara mandiri. Sehingga terdapat perubahan biaya yang
dikeluarkan petani dalam usahataninya. Hal ini sesuai dengan pendapat Antonius
and Dewi (2011) bahwa mikroba penyubur perakaran sangat penting untuk
perbaikan sifat tanah terutama sifat biologi tanah. Ketersediaan nutrisi pada
akhirnya akan menentukan pertumbuhan dan hasil panen.
Banyak petani yang telah memiliki pengalaman melakukan usahatani yang
cukup lama namun belum mencapai tingkat efisiensi biaya yang diharapkan. Akan
muncul keragaman hasil produksi dan pendapatan antar petani meskipun
menggunakan cara tanam, luas lahan dan jenis lahan yang sama. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa di kendalikan (internal) dan yang tidak
bisa dikendalikan oleh petani (eksternal) (Battese et, al., 1998). Salah satu faktor
yang dapat dikendalikan oleh petani adalah memilih kombinasi input yang tepat
sehingga tercapainya efisiensi. Petani wortel di Desa Sumber Brantas yang
menggunakan PGPR dan juga tidak tentu memiliki perbedaan dalam penentuan
jenis dan juga jumlah input produksinya. Sehingga tingkat efisiensi biayanya akan
beragam.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut dapat dirumuskan
permasalahan yang ada sebagai berikut:
1. Bagaimana perbandingan rata-rata produktivitas dan kelayakan usahatani
wortel pengguna PGPR dan Non PGPR di Desa Sumber Brantas?

2. Bagaimana tingkat efisiensi teknis, harga, dan biaya usahatani wortel petani
yang menggunakan PGPR dan Non PGPR di Desa Sumber Brantas?

1.3 Batasan Masalah


Penelitian ini memerlukan adanya batasan masalah untuk menghindari
perluasan cakupan pokok dalam pembahasan penelitian dan juga memperjelas
permasalahan yang ada sehingga dapat mempermudah dalam melakukan
pembahasan penelitian. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Penelitian ini hanya sebatas menganalisis perbedaan rata-rata produktivitas dan
kelayakan usahatani serta efisiensi teknis, harga, dan biaya pada usahatani
8

wortel pada petani wortel pengguna PGPR dan non PGPR di Desa Sumber
Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.
2. Usahatani yang dimaksud adalah usahatani wortel yang dilakukan pada periode
tanam September-Desember tahun 2020.

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan permasalahan yang ada, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Menganalisis perbandingan rata-rata produktivitas dan kelayakan usahatani
wortel pengguna PGPR dan Non PGPR di Desa Sumber Brantas.
2. Menganalisis tingkat efisiensi teknis, harga, dan biaya usahatani wortel petani
yang menggunakan PGPR dan Non PGPR di Desa Sumber Brantas.

1.5 Manfaat Penelitian


Berdasarkan tujuan penelitian yang telah diuraikan di atas, maka manfaat
dari penelitian ini adalah:
1. Pemerintah Desa Sumber Brantas
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sarana dan pertimbangan dalam
meningkatkan produktivitas dan efisiensi teknis, harga, dan biaya petani wortel.
2. Petani
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai informasi, saran, dan bahan
pertimbangan dalam mengelola faktor produksi yang sesuai dengan usahatani
wortel di Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.
3. Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi penambah
pengetahuan mengenai analisis efisiensi teknis, harga, dan biaya pada usahatani
wortel pada petani yang menggunakan PGPR dan tidak.
4. Penyuluh
9

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai informasi, sarana dan


pertimbangan dalam mengajak petani untuk dapat mengalokasikan input
produksinya dengan lebih baik.
5. Peneliti
Penelitian ini sebagai sumber informasi, pengetahuan, dan wawasan yang
berkaitan dengan tingkat efisiensi teknis, harga dan biaya pada usahatani wortel
pada petani yang menggunakan PGPR dan tidak, dengan membandingkan antara
teori dan fakta yang ada di Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.
10

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telaah Penelitian Terdahulu


Telaah penelitian terdahulu adalah salah satu hal yang sangat penting
sebagai landasan teoritis penelitian. Penelitian terdahulu yang menjadi acuan
adalah penelitian yang relevan dengan topik permasalahan yang diteliti. Uji beda
rata-rata berkaitan dengan perbedaan nilai rata-rata produktivitas dan kelayakan
usahatani wortel pada petani pengguna PGPR dan non PGPR. Efisiensi biaya
berkaitan dengan kombinasi antara efisiensi teknis dan efisiensi harga. Efisiensi teknis
berkaitan dengan kombinasi pemakaian input supaya bisa mencapai hasil produksi
yang optimal. Sedangkan efisiensi harga mengacu pada kemampuan untuk
berproduksi pada tingkat output tertentu dengan menggunakan rasio input pada
biaya yang minimum. Penelitian ini menggunakan analisis uji beda rata-rata dan
pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) dengan tujuan untuk mengetahui
perbedaan produktivitas dan kelayakan usahatani wortel pengguna PGPR dan non
PGPR serta mengetahui tingkat kemampuan yang bisa dicapai dalam
menggunakan input dan biaya yang dikeluarkan di lapang dibandingkan dengan
potensi kemampuan yang sebenarnya dapat dicapai dalam penggunaan input dan
biaya minimum yang dapat dikeluarkan pada petani pengguna PGPR dengan
petani yang tidak menggunakan PGPR. Berdasarkan Literatur yang ada terdapat
berbagai penelitian terdahulu mengenai uji beda rata-rata, efisiensi teknis, harga,
biaya, dan PGPR pada berbagai komoditas dan lokasi berbeda.
Penelitian Sholeh et, al., (2013) dipilih karena dilakukan pada lokasi yang
sama dan dengan fokus penelitian dan komoditas yang sama yaitu menganalisis
mengenai efisiensi teknis dan alokatif usahatani wortel di Kecamatan Bumiaji
Kota Batu akan tetapi menggunakan metode yang berbeda. Penelitian ini dapat
menjadi acuan untuk melihat hasil dari tingkat efisiensi teknis dan alokatif serta
mengetahui variabel input produksi apa saja yang digunakan pada petani wortel di
Kecamatan Bumiaji. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-
faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi wortel, mengetahui tingkat
efisiensi teknik dan alokatif penggunaan faktor-faktor produksi usahatani wortel,
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis dan
11

menganalisis pendapatan usahatani wortel di Kecamatan Bumiaji Batu


menggunakan pendekatan fungsi produksi Stochastik frontier dengan
menggunakan parameter Maximum Likelihood Estimated (MLE). Dengan variabel
output total produksi wortel dan variabel input berupa benih, pupuk, pestisida,
tenaga kerja. Kemudian analisis efisiensi teknis dan alokatif usahatani wortel
menggunakan formulasi dari Coelli dan NPM. Selanjutnya analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi inefisiensi teknis menggunakan model persamaan yang
dikembangkan oleh Battese, et al., dengan variabel umur petani, pendidikan
formal. Jumlah anggtoa keluarga, luas lahan yang dimiliki, dummy kelompok tani,
dan dummy status kepemilikan lahan. Serta analisis biaya, penerimaan dan
keuntungan usahatani wortel. Hasil dari penelitian ini adalah Faktor-faktor
produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi usahatani wortel adalah
benih, pestisida dan serta tenaga kerja. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh
nyata terhadap efek inefisiensi adalah umur, luas lahan yang dikuasai, dummy
kelompok tani dan dummy status kepemilikan lahan. Faktor umur dan luas lahan
yang dikuasai berpengaruh positif terhadap efek inefisiensi, sedangkan faktor
dummy kelompok tani dan dummy status kepemilikan lahan berpengaruh negatif
terhadap efek inefisiensi teknis dalam berusahatani wortel. Kemudian rata-rata
petani responden memiliki tingkat efisiensi teknis sebesar 0.87 yang berarti rata-
rata petani sudah mencapai produksi 87% dari potensial produksi wortel dan
masih terdapat 13% bagi rata-rata petani untuk meningkatkan produksinya.
NPMx/Px untuk penggunaan benih > 1 yaitu sebesar 6.33, sehingga penggunaan
benih belum efisien. NPMx/Px untuk penggunaan pestisida < 1 yaitu sebesar 0.89,
sehingga penggunaan pestisida tidak efisien. NPMx/Px untuk penggunaan tenaga
kerja > 1 yaitu sebesar 1.42, sehingga penggunaan tenaga kerja belum efisien.
Dengan rata-rata efisiensi teknis sebesar 0.87 diperoleh pendapatan usahatani
wortel sebesar Rp 32.280.526 per hektar dalam satu musim tanam. Rata-rata
usahatani wortel di Kecamatan Bumiaji Kota Batu menguntungkan dan petani
masih dapat meningkatkan pendapatan usahatani wortel dengan meningkatkan
efisiensi teknis.
Penelitian Murtadho et al. (2016) digunakan karena berkaitan dengan
PGPR yaitu mengenai pengaruh Plant growth promoting rhizobacteria (Bacillus
12

subtilis dan Pseudomonas fluorescens) terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman


kentang (Solanum tuberosum L.) pada ketinggian 800 mdpl. Penelitian ini dapat
menjadi acuan mengenai manfaat dari PGPR terhadap tanaman hortikultura
terutama yang berumbi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh inokulasi B. subtilis dan P. fluorescens terhadap tanaman kentang serta
untuk mendapatkan kultivar yang tepat terhadap aplikasi bakteri PGPR untuk
meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit, pertumbuhan serta hasil
tanaman kentang pada ketinggian 800 mdpl. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan Rancangan Petak Terbagi (RPT) dan data pengamatan yang
diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf 5 %
untuk mengetahui pengaruh perlakuan. Hasil dari penelitian ini yaitu aplikasi
bakteri kombinasi B. subtilis + P. fluorescens adalah aplikasi terbaik dalam
meningkatkan bobot umbi dan ketahanan tanaman kentang terhadap serangan R.
solanacearum dengan Bobot umbi mengalami peningkatan sebesar 86.01 % dan
103.81 % kemudian serangan hama dapat ditekan sebesar 44.75 % dan 67.30 %.
Penelitian Anam et al. (2019) dipilih karena memiliki fokus penelitian dan
metode yang sama yaitu mengenai uji beda rata-rata pada produktivitas usahatani
pada komoditas yang sama namun dengan penggunaan teknologi berbeda.
Penelitian ini menganalisis mengenai komparatif usahatani padi metode System of
Rice Intensification (SRI) dan Jajar Legowo 6:1 di Kecamatan Bayan Kabupaten
Purworejo. Penelitian ini dapat menjadi acuan dalam penggunaan metode uji beda
rata-rata produktivitas usahatani dan analisis usahatani. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui besarnya biaya, produksi, penerimaan, produktivitas,
pendapatan dan keuntungan usahatani metode SRI dan jajar legowo 6:1 serta
untuk mengetahui perbedaan biaya, produksi, penerimaan, produktivitas,
pendapatan dan keuntungan usahatani padi metode SRI dan Jajar Legowo 6:1.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari analisis
biaya, produksi, penerimaan, produktivitas, pendapatan dan keuntungan usahatani
padi metode SRI dan jajar legowo 6:1 serta uji perbandingan metode SRI dan jajar
legowo 6:1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa usahatani padi sistem SRI
mempunyai rata-rata biaya produksi sebesar Rp.2.940.182,78 dengan rata-rata
penerimaan sebesar Rp.5.320.033,33, rata-rata pendapatan sebesar Rp
13

3.784.408,89 dan rata-rata keuntungan sebesar Rp 2.379.850,56. Usahatani padi


sistem jajar legowo 6:1 mempunyai rata-rata biaya sebesar Rp.3.345.712.22
dengan rata-rata penerimaan sebesar Rp. 6.895.680,00, rata-rata pendapatan
sebesar Rp. 4.628.084.44 dan rata-rata keuntungan sebesar Rp. 3.549.967.78.
Hasil analisis uji beda biaya produksi, penerimaan, pendapatan dan keuntungan
antara usahatani padi sistem SRI dan Jajar Legowo 6:1 menunjukkan bahwa tidak
ada perbedaan biaya produksi, penerimaan, pendapatan dan keuntungan antara
usahatani padi sistem SRI dan Jajar Legowo 6:1. Hasil analisis uji beda produksi
dan produktivitas antara usahatani padi sistem SRI dan jajar legowo 6:1
menunjukkan bahwa ada perbedaan produksi dan produktivitas antara usahatani
padi sistem SRI dan jajar legowo 6:1.
Penelitian Astuti et al. (2020) dipilih karena memiliki fokus penelitian dan
metode yang sama yaitu mengenai uji beda rata-rata pada kelayakan usahatani.
Penelitian ini menganalisis mengenai komparasi pendapatan usahatani salak
pondoh pada lahan milik petani dengan lahan milik perhutani di Desa Kajeksan
Kecamatan Sukoharjo Kabupaten Wonosobo. Penelitian ini dapat menjadi acuan
dalam penggunaan metode uji beda rata-rata kelayakan usahatani dan analisis
usahatani. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui uji beda pendapatan dan
nilai R/C ratio usahatani salak pondoh menggunakan independent sample t-test
dan kelayakan usahatani salak pondoh menggunakan one sample t-test. Analisis
data menggunakan analisis kuantitatif yaitu perhitungan biaya usahatani,
penerimaan, pendapatan dan R/C ratio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan nyata antara rata-rata pendapatan usahatani salak pondoh pada
lahan milik petani dengan lahan milik Perhutani, rata-rata pendapatan lebih besar
pada lahan milik petani. Pendapatan pada lahan milik petani adalah Rp
45.391.584 sedangkan lahan milik Perhutani adalah Rp. 21.011.333. Terdapat
perbedaan nyata antara rata-rata nilai R/C ratio usahatani salak pondoh pada lahan
milik petani dengan lahan milik Perhutani, rata-rata nilai R/C ratio lebih besar
pada lahan milik petani. Nilai R/C ratio pada lahan milik petani adalah 3,9
sedangkan lahan milik perhutani adalah 2,7. Usahatani salak pondoh pada lahan
milik petani dan lahan milik Perhutani layak dijalankan karena rata-rata nilai R/C
ratio lebih dari satu.
14

Penelitian Alfianti et al. (2018) dipilih karena memiliki fokus penelitian


dan metode yang sama yaitu mengenai efisiensi biaya dan menggunakan Data
Envelopment Analysis (DEA) akan tetapi pada lokasi dan komoditas yang
berbeda. Penelitian ini menganalisis mengenai efisiensi biaya jagung dengan
pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) di Desa Sendangagung,
Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Penelitian ini dapat menjadi acuan
dalam menentukan variabel input dan output yang digunakan untuk menganalisis
efisiensi serta menjadi acuan dalam penggunaan metode Data Envelopment
Analysis (DEA) untuk mengetahui tingkat efisiensi biaya. Tujuannya adalah untuk
menganalisis tingkat efisiensi biaya petani. Penentuan lokasi penelitian dilakukan
secara purposive yaitu merupakan salah satu daerah sentra jagung yang terdapat
pada daerah Jawa Timur dengan metode analisis yang digunakan ialah Data
Envelopment Analysis (DEA). Model DEA yang digunakan yaitu model dengan
orientasi input. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel
input dan output. Variabel yang digunakan yaitu luas lahan, jumlah benih, harga
benih, jumlah pupuk kimia, harga pupuk kimia, jumlah pupuk kandang, harga
pupuk kandang, jumlah pestisida, harga pestisida, jumlah tenaga kerja, biaya
tenaga kerja, harga jual panen dan hasil produksi. Hasil dari penelitian ini adalah
efisiensi biaya diperoleh rata-rata sebesar 0,593. Hasil tersebut menyatakan bahwa
rata-rata petani belum efisien secara full efisien. Perlu adanya peningkatan
efisiensi sebesar 40,7% untuk mencapai tingkat full efisien. Secara rata-rata
efisiensi, pendidikan tinggi lebih berpeluang untuk mencapai tingkat efisiensi dan
Secara rata-rata dari masing-masing tanggungan keluarga, menunjukkan semakin
sedikit jumlah tanggungan keluarga maka semakin berpeluang untuk mencapai
tingkat efisiensi.
Penelitian Manik et al. (2018) dipilih karena berisi mengenai analisis
tingkat efisiensi teknis, harga dan biaya menggunakan Data Envelopment
Analysis (DEA) sehingga dapat menjadi acuan dalam penggunaan metode DEA
dalam menganalisis tingkat efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi pada suatu
usahatani. Penelitian ini berjudul Analisis Efisiensi Produksi Usahatani Jagung
Menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) di Desa Maindu, Kecamatan
Montong, Kabupaten Tuban. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis
15

tingkat efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi petani. Penentuan lokasi penelitian
dilakukan secara purposive berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistika (BPS). Metode analisis yang digunakan ialah Data Envelopment
Analysis (DEA). Hasil dari penelitian ini ialah rata-rata tingkat efisiensi teknis
cukup tinggi sebesar 0,833 atau 83,3%. Jumlah petani yang termasuk kategori
sangat efisien (>0,843) sebanyak 34 petani (53,9%). Jumlah petani yang
beroperasi pada skala CRS (Constant Return to Scale) 22 % (14 petani) dan yang
beroperasi IRS (Increasing Return to Scale) 68 % (43 petani) sedangkan yang
beroperasi pada skala DRS (Decreasing Return to Scale) sebanyak 10% (6
petani). Nilai rata-rata efisiensi alokatif petani cukup tinggi yaitu 0,746 atau
74,6%. Jumlah petani yang termasuk pada kategori sangat efisiens Secara alokatif
(>0,871) sebanyak 11 orang (17,46%). Nilai rata-rata efisiensi ekonomi cukup
rendah yaitu 0,623 atau 62,3%. Jumlah petani yang termasuk pada kategori sangat
efisien secara ekonomis (>0,825) sebanyak 11 orang (17,46%).
Penelitian Asri et al. (2019) dipilih dalam penelitian terdahulu karena
memiliki kesamaan yaitu pada fokus penelitian yang menganalisis mengenai
efisiensi dengan menggunakan metode yang sama yaitu Data Envelopment
Analysis (DEA) model VRS berorientasi input serta membandingkan dua
kelompok petani yang memiliki perbedaan dalam input usahataninya. Persamaan
dengan penelitian kali ini terdapat pada perbedaan input usahatani yang
dibandingkan merupakan salah satu teknologi di bidang pertanian. Penelitian kali
ini membandingkan efisiensi antara petani pengguna PGPR dan non PGPR,
sedangkan penelitian terdahulu membandingkan efisiensi antara petani pengguna
klon unggulan dan klon lokal. Persamaan-persamaan tersebut membuat penelitian
ini dapat menjadi acuan dalam penggunaan metode untuk menganalisis efisiensi
teknis dan mebandingkan antar dua kelompok petani yang memiliki perbedaan
dalam jenis input usahataninya. Penelitian terdahulu ini berisi mengenai analisis
efisiensi teknis usahatani kakao berdasarkan klon sulawesi 1&2 dan klon lokal.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui tingkat efisiensi teknis
usahatani kakao, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensinya, serta
tingkat efisiensi teknis yang lebih tinggi antara perkebunan kakao rakyat yang
direhabilitasi dengan menggunakan klon unggulan perkebunan kakao dengan
16

yang tidak direhabilitasi dan menggunakan klon lokal di Kabupaten Polewali


Mandar. DEA digunakan dalam penelitian ini dengan pendekatan Variabel Return
to Scale (VRS) yang berorientasi pada input. Input yang digunakan adalah pupuk
urea, pupuk SP-36, pupuk KCL, pupuk organik, pestisida, tenaga kerja dengan
outoput nya adalah produksi dari usahatani kakao. Kemudian digunakan pula
model regresi tobit untuk menentukan intensitas faktor yang mempengaruhi
efisiensi teknis pada usahatani, memeriksa konsistensi hasil DEA dan
mengidentifikasi variabel penjelas dan pengaruh dari variabel eksternal pada
proses produksi. Variabel yang digunakan adalah dummy klon sulawesi 1 & 2 dan
klon lokal, usia, pengalaman petani dalam melakukan usahatani kakao, Jumlah

tanggungan dalam rumah tangga petani dan pendidikan formal. Berdasarkan


analis DEA Sebanyak 55 persil lahan telah efisiensi secara teknis terdiri atas 30
persil lahan atau 54,54% persil lahan kelolaan petani pengguna klon sulawesi 1&2
dan 25 persil lahan atau 46,29% persil lahan kelolaan petani pengguna klon lokal
dengan rata-rata efisiensi teknis sebesar 0,889 untuk klon sulawesi 1&2 dan 0,848
untuk klon lokal. Sedangkan sisanya sebesar 25 persil lahan atau 45,46% persil
lahan kelolaan petani pengguna klon sulawesi 1&2 dan 29 persil lahan atau
53,71% persil lahan kelolaan petani pengguna klon lokal tidak efisien secara
teknis
Penelitan Fahriyah et al. (2018) dipilih karena memiliki kesamaan dalam
fokus penelitian dan metode yang digunakan yaitu mengenai efisiensi teknis
dengan menggunakan metode Data Envelopment Analysis (DEA) model BCC
berorientasi input serta membandingkan antara dua kelompok petani yang
memiliki perbedaan dalam usahataninya (petani tebu lahan basah dan lahan
kering). Penelitian ini dapat menjadi acuan dalam penggunaan metode DEA
model BCC berorientasi input terhadap efisiensi teknis dan cara membandingkan
efisiensi teknis antar dua kelompok petani. Judul penelitiannya adalah Analisis
Efisiensi Teknis Usahatani Tebu Lahan Sawah Dan Lahan Kering dengan
Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) bertujuan untuk menganalisis
bagaimana kinerja usahatani tebu di lahan sawah dan lahan kering dengan melihat
tingkat efisiensi teknis dan skala usahatani tebu. Daerah penelitian dipilih secara
sengaja karena merupakan daerah sentra produksi dan menggunakan 201
17

responden yang dipilih dengan metode multi stage random sampling. Penelitian
ini menggunakan pendekatan DEA dengan model BCC yang berorientasi input.
Hasil dari penelitian ini adalah kinerja petani tebu lahan sawah relatif lebih baik
dibandingkan dengan petani tebu lahan kering. Di mana petani tebu lahan sawah
yang telah beroperasi pada skala optimal hanya 7 orang dari 87 responden atau
sekitar 8%. Petani tebu lahan kering yang telah beroperasi pada skala optimal
hanya 11 orang dari 114 responden atau sekitar 10%. Sehingga input-input
produksi tebu di lahan sawah masih bisa dihemat hingga 5.58% sedangkan di
lahan kering, penghematannya sebesar 6.21%.

Pada penelitian ini terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian


terdahulu. Persamaan penelitian terdahulu yaitu pada penelitian Alfianti et al.
(2018) yang mengukur efisiensi biaya menggunakan metode Data Envelopment
Analysis (DEA). Kemudian penelitian Manik et al. (2018) memiliki kesamaan
karena menggunakan pendekatan DEA dalam pengukuran efisiensi. Serta
penelitian Fahriyah et al. (2018) dan Asri et al. (2019) yaitu sama-sama
melakukan analisis efisiensi teknis dengan membandingkan suatu kelompok yang
memiliki peredaan dalam input usahataninya menggunakan DEA. Penelitian
Anam et al. (2019) dan Astuti et al. (2020) memiliki kesamaan dalam metode
yang digunakan untuk mengetahui perbedaan produktivitas dan kelayakan
usahatani menggunakan uji beda rata-rata. Selanjutnya penelitian Sholeh et al.
(2013) melakukan penelitian mengenai analisis efisiensi teknis dan alokatif pada
usahatani wortel dan penelitian. Terdapat persamaan variabel yang digunakan
dalam penelitian yaitu luas lahan, benih, harga benih, pupuk, harga pupuk,
pestisida, harga pestisida, tenaga kerja dan upah tenaga kerja dengan outputnya
adalah hasil produksi wortel dan pendapatan petani. Penelitian ini dilakukan pada
salah satu desa di kecamatan Bumiaji persisnya di Desa Sumber Brantas. Terdapat
variabel input yang berbeda karena penelitian ini tidak hanya menganalisis tingkat
efisiensi teknis, harga, dan biaya pada petani sejenis saja. Namun, juga
membandingkan antara petani yang menggunakan PGPR dan non PGPR dan juga
melakukan uji beda rata-rata untuk mengetahui perbedaan produktivitas dan
kelayakan usahatani antara petani wortel di Desa Sumber Brantas yang
menggunakan PGPR dan non PGPR.
18

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Tinjauan Tentang Tanaman Wortel
1. Tanaman Wortel
Wortel (Daucus carota L.) termasuk jenis tanaman sayuran umbi
semusim, berbentuk semak (perdu) yang tumbuh tegak dengan ketinggian antara
30 cm - 100 cm atau lebih, tergantung jenis dan varietasnya. Wortel digolongkan
sebagai tanaman semusim karena hanya berproduksi satu kali dan kemudian mati.
Tanaman wortel berumur pendek yaitu berkisar antara 70-120 hari, tergantung
pada varietasnya (Cahyono, 2002). Wortel (Daucus carota L.) berasal dari Asia
Tengah yang kemudian tersebar ke berbagai wilayah di seluruh dunia, termasuk
famili Umberliferae. Tanaman ini banyak ditanam di daerah beriklim sub tropik
atau dataran tinggi di daerah tropik (Balai Penelitian Tanaman Sayuran, 2011).
Wortel memiliki batang pendek yang hampir tidak tampak. Akarnya berupa akar
tunggang yang berubah bentuk dan fungsi menjadi bulat dan memanjang serta
mempunyai batang daun basah yang berupa sekumpulan pelepah pada tangkai
daun yang muncul dari pangkal umbi bagian atas, yang mirip dengan daun seledri
(Sobari dan Fathurohman, 2017). Wortel memiliki nilai ekonomis dan merupakan
komoditas sayuran penting di dunia dengan permintaan pasar yang tinggi akan
wortel. Menurut Brunke (2006), faktor yang mempengaruhi meningkatnya
permintaan komoditi wortel adalah karena adanya rasa dan manfaat kesehatan
yang terkandung di dalamnya dan dapat diolah menjadi beragam hasil olahan
(Pangan, Obat, Kosmetik).
Menurut Cahyono 2002 taksonomi tanaman wortel adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae (Tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Subdevisi : Angiospermae (Biji berada dalam buah)
Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping 2/ biji belah)
Ordo : Umbelliferales
Famili : Umbellifirae/ Apiaceae/ Ammiaceae
Genus : Daucus
Spesies : Daucus carota L.
19

Menurut Rismunandar (1999) tanaman Wortel memiliki morfologi sebagai


berikut:
a. Daun
Daun tanaman wortel termasuk daun majemuk menyirip ganda dua atau
tiga dan bertangkai. Daun memiliki anak-anak daun yang berbentuk lanset (garis-
garis). Bagian tepi daun bercangap. Setiap tanaman memiliki 5-7 tangkai daun
yang berukuran agak panjang. Tangkai daun kaku dan tebal dengan permukaan
halus, sedangkan helaian daun lemas dan tipis. Daun berfungsi sebagai tempat
fotosintesis untuk menghasilkan zat-zat yang diperlukan untuk
pertumbuhan vegetatif maupun untuk bagian generatif.

b. Batang
Batang tanaman wortel pendek sehingga hampir tidak nampak, berbentuk
bulat, tidak berkayu, agak keras dan berdiameter 1- 1,5 cm. Pada umumnya
batang berwarna hijau tua. Batang tanaman tidak bercabang, namun ditumbuhi
tangkai tangkai daun yang berukuran panjang sehingga kelihatan seperti cabang.
Batang berfungsi sebagai media translokasi hara dan air dari tanaman maupun
hasil fotosintesis ke seluruh bagian tanaman.
c. Akar
Wortel memiliki akar tunggang dan serabut.  namun dalam
pertumbuhannya akar tunggang akan mengalami perubahan bentuk dan fungsi
menjadi tempat penyimpanan makanan sehingga bentuk akar akan berubah
menjadi besar, bulat dan memanjang dengan diameter 6 cm dan panjang 30 cm
tergantung varietasnya. Akar tunggang yang membesar inilah disebut umbi
wortel. Adapun akar serabut yang menempel pada akar tunggang menyebar ke
samping berwarna kekuning-kuningan (putih Gading).
d. Bunga
Bunga tanaman wortel tumbuh pada ujung tanaman, berbentuk panjang
berganda berwarna putih atau merah jambu agak pucat. Bunga memiliki tangkai
pendek dan tebal kuntum Kuntum bunga nya terletak pada bidang lengkung yang
sama. Bunga wortel yang telah mengalami penyerbukan akan menghasilkan buah
dan biji berukuran kecil dan berbulu.
20

e. Biji
Biji wortel merupakan biji tertutup dan berkeping dua, dapat digunakan
untuk perbanyakan tanaman. Biji berbentuk kecoklatan dengan panjang 3 mm dan
lebar 1,5 mm setiap gram benih akan berisi kurang lebih 200 biji.
f. Umbi
Umbi wortel terbentuk dari akar tunggang yang berubah fungsi menjadi
tempat penyimpanan cadangan makanan (karbohidrat, protein, lemak, vitamin,
mineral dan air). Ukuran umbi wortel bervariasi bergantung varietasnya. umbi
yang berukuran besar berdiameter 6,3 cm sedangkan wortel yang berukuran kecil
berdiameter 3,5 cm. berat umbi dapat mencapai 300 gram sedangkan yang
berukuran kecil mempunyai berat 100 gram 
2. Syarat Tumbuh Tanaman Wortel
Suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman wortel adalah 15-21°C. Suhu
tersebut cocok untuk pertumbuhan atas tanaman sehingga warna dan bentuk akar
dapat optimal. Tanah yang cocok untuk pertumbuhan wortel adalah tanah yang
drainasenya baik, kaya akan bahan organik dan subur dengan ketinggian 1200-
1500 mdpl. Tanah lempung berpasir cocok untuk budidaya wortel karena mudah
untuk penetrasi akar sehingga pertumbuhannya dapat mencapai ukuran panjang
dan besar yang optimal. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada tanah
dengan pH 5-8. Kelembapan tanah merupakan hal yang sangat penting untuk
pertumbuhan tanaman wortel, termasuk saat persemaian agar diperoleh bibit
dengan pertumbuhan yang serangan dan pertumbuhannya cepat setelah ditanam di
lapangan (Balai Penelitian Tanaman Sayuran, 2011).
a. Keadaan iklim
Tanaman wortel pada permulaan tumbuhnya menghendaki cuaca agak
dingin dan lembab di negara yang beriklim sedang (subtropis). Perkecambahan
benih wortel membutuhkan suhu minimum 9°C dan maksimum 20°C namun
untuk pertumbuhan dan produksi umbi yang optimal membutuhkan suhu udara
antara 15,6- 21, 1°C. Untuk negara tropis tanaman wortel bisa ditanam di
sepanjang tahun baik musim kemarau maupun musim penghujan. Wortel
merupakan tanaman subtropis yang memerlukan suhu dingin lembab dan cukup
sinar matahari, di Indonesia kondisi seperti itu biasanya terdapat di daerah dengan
21

ketinggian antara 1200 – 1500 meter diatas permukaan laut. Tetapi sekarang
sudah dapat ditanam pada ketinggian 600 mdpl. Suhu udara yang tinggi (panas)
seringkali menyebabkan umbi tumbuh kecil-kecil (abnormal) dan warnanya pucat
atau kusam, sebaliknya bila suhu udara terlalu terbentuk menjadi panjang dan
kecil. Tanaman wortel termasuk sayuran yang tahan terhadap hujan dan dapat
ditanam sepanjang tahun selain itu juga angin tidak mengganggu pertumbuhan
tanaman wortel. Karena tanaman wortel batangnya rendah (hampir tidak ada)
sehingga tiupan angin tidak akan mempengaruhi umbi yang berada di dalam
tanah.
b. Keadaan tanah
Tanaman wortel akan tumbuh baik dan bagus pada tanah berstruktur remah,
dalam dan subur.  Tanah yang gembur sangat membantu perkembangan akar
wortel merubah bentuknya menjadi umbi sedangkan tanah yang subur (banyak
mengandung humus) diperlukan untuk memenuhi zat-zat makanan yang
dibutuhkan wortel bagi tanah yang kurang subur sebaiknya diberi pupuk. Titik
derajat keasaman tanah (pH) antara 6,1- 7,0 jenis tanah yang paling baik adalah
andosol dan umumnya terdapat di daerah dataran tinggi (pegunungan). Pada tanah
yang asam (pH-nya rendah, kurang dari 5,0) tanaman wortel sulit untuk
membentuk umbi demikian pula tanah yang mudah becek ataupun mendapat
perlakuan pupuk kandang yang berlebihan sering menyebabkan umbi wortel
berserat, bercabang dan berambut.
3. Teknik Budidaya Tanaman Wortel menurut Balai Penelitian Tanaman Sayuran,
2011 adalah sebagai berikut:
a. Benih
Kebutuhan benih wortel untuk 1 hektar adalah 750- 1000 gram
b.  Persiapan lahan
Persiapan di tanah diperlukan untuk mendapatkan tanah yang subur dan gembur
(kelembaban tanah yang cukup dan aerasi yang baik). Selain itu juga untuk
menghilangkan gulma dan sisa pertanaman sebelumnya agar tidak mengganggu
pertumbuhan perakaran wortel dan tanaman dapat tumbuh dengan baik. Tanah
dibajak dengan kedalaman 40- 50 cm. Persiapan lahan sebaiknya dilakukan
beberapa minggu sebelum tanam untuk memberikan kesempatan bagi bahan
22

organik dapat terdekomposisi dengan baik. Pembuatan bedengan disesuaikan


dengan ukuran dan kondisi lahan. Pembuatan bedengan perlu dilakukan agar
drainase dan aerasi dapat berlangsung baik serta dapat mempermudah
pemeliharaan. Persiapan tanah dapat juga dilakukan dengan tanpa dan tanah atau
dengan minimum tillage. Cara ini dapat mengurangi biaya tenaga dan mengurangi
kerusakan tanah.
c.  Penanaman
Untuk penanaman wortel sebaiknya benih langsung ditanam dengan cara
disebar di tanah pertanaman, hal ini dianjurkan karena bila menggunakan
persemaian biasanya saat pemindahan semai ke lahan tanam banyak terjadi
kerusakan perakaran sehingga pertumbuhan tanaman tidak baik. Ukuran benih
wortel sangat kecil, sehingga untuk mempermudah penanaman biji dicampur
dengan lempung sehingga berbentuk bulatan yang lebih besar dan mudah ditabur.
Seed treatment (perlakuan benih) perlu dilakukan baik dengan fungisida maupun
dengan merendam biji dalam air panas untuk mencegah perkembangan patogen
tular benih. Benih wortel ditanam dengan kedalaman tanam kurang lebih 3- 5 cm,
atau bahkan ditanam di permukaan tanah tanpa ditutup kembali. Kecepatan angin
yang tinggi dapat merusak bibit yang baru tumbuh, sehingga disarankan untuk
menanam tanaman barier misalnya turnip sepanjang baris tanaman dan kemudian
memanennya saat wortel sudah tumbuh dengan baik. Kerapatan tanaman yang
dianjurkan berbeda-beda tergantung tujuan penanaman wortel. Bila ditanam untuk
dijual dalam bentuk produk segar wortel ditanam dengan kerapatan 175 tanaman
per m2, bila menghendaki produk berukuran kecil kerapatan tanamannya 250
tanaman per m2, dan bila menghendaki produk berukuran tanaman ditanam
dengan kerapatan tanam 100 tanaman per m2.
d.  Pemupukan
Tanah yang baik untuk budidaya wortel adalah tanah yang kaya bahan
organik, dengan salinitas rendah dan tidak mengandung senyawa loxic. Pupuk
kandang digunakan sebagai pupuk dasar sebanyak 1,5 Kg/m 2, pupuk kimia berupa
urea 100 Kg/Ha, TSP 100 Kg/Ha dan KCL 30 Kg/Ha.
e.  Pemeliharaan
23

Pengairan dilakukan sesuai dengan kondisi tanah sampai kondisi kapasitas


lapang. Jika udara sangat panas, penyiraman dilakukan 1-2 kali sehari.
Penyiraman juga bisa dilakukan dengan menggenangi parit. Penyiangan gulma
dilakukan dengan hati-hati menggunakan tangan. Hal ini dilakukan karena dengan
kondisi kerapatan tanaman yang tinggi, pencabutan gulma yang kurang berhati-
hati dapat merusak perakaran tanaman. Penyiangan gulma dapat dilakukan
bersamaan dengan penjarangan tanaman.  Penjarangan dilakukan dengan
mencabut tanaman yang lemah dan meninggalkan tanaman yang sehat dan kokoh.
Penjarangan dilakukan untuk memberi jarak dan tercukupinya sinar matahari.
Pembumbunan perlu dilakukan untuk menutupi umbi agar tidak muncul warna
hijau pada umbi.

f.  Pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT)


Fumigasi dilakukan untuk mengendalikan nematoda dalam tanah. Sebelum
melakukan komunikasi sebaiknya dicek terlebih dahulu apakah dalam tanah
terkandung nematoda atau tidak.  Solarisasi merupakan alternatif lain cara
mengendalikan nematoda selain dengan cara fumigasi. Solarisasi dilakukan
dengan cara menutup tanah dengan mulsa plastik selama kurang lebih 6 minggu
tergantung suhu lingkungan. Suhu tanah yang tinggi diharapkan dapat mematikan
organisme pengganggu tanaman dalam tanah.  Penggunaan ekstrak Marigold
(tagetes sp) dapat juga digunakan untuk mengendalikan nematoda dalam tanah. 
Rotasi tanaman dapat dilakukan untuk mencegah berkembangnya organisme
pengganggu tanaman (OPT).
g. Panen dan pasca panen
Wortel dapat dipanen setelah berumur 100 hari (tergantung varietas). 
Panen yang terlambat dilakukan akan menyebabkan umbi berkayu sehingga tidak
disukai konsumen. Panen dilakukan dengan cara mencabut umbi beserta dengan
akarnya dan akan lebih mudah dilakukan jika tanah sebelumnya digemburkan.
Sebaiknya panen dilakukan pada pagi hari.
2.2.2 Tinjauan Tentang PGPR
24

Rizobakteri pemacu tumbuh tanaman (RPTT) atau populer disebut Plant


Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) adalah kelompok bakteri
menguntungkan yang agresif yang menduduki (mengkolonisasi) rizosfer (lapisan
tanah tipis antara 1-2 mm di sekitar zona perakaran). Aktivitas RPTT memberi
keuntungan bagi pertumbuhan tanaman, baik secara langsung maupun secara
tidak langsung. Pengaruh langsung RPTT didasarkan atas kemampuannya
menyediakan dan memobilisasi atau memfasilitasi penyerapan berbagai unsur
hara dalam tanah serta mensintesis dan mengubah konsentrasi berbagai
fitohormon pemacu tumbuh. Sedangkan pengaruh tidak langsung berkaitan
dengan kemampuan RPTT menekan aktivitas patogen dengan cara menghasilkan
berbagai senyawa atau metabolit seperti antibiotik dan siderophore (Kloepper et
al., 1991; Kloepper, 1993; Glick, 1995).
Pengaruh positif RPTT bagi pertumbuhan tanaman pertama kali
dilaporkan pada tanaman umbi-umbian (Kloepper, 1993). Secara umum, fungsi
RPTT dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dibagi dalam tiga kategori,
yaitu: (i) sebagai pemacu/perangsang pertumbuhan (biostimulants) dengan
mensintesis dan mengatur konsentrasi berbagai zat pengatur tumbuh (fitohormon)
seperti asam indol asetat (AIA), giberellin, sitokinin, dan etilen dalam lingkungan
akar; (ii) sebagai penyedia hara (biofertilizers) dengan menambat N2 dari udara
secara asimbiosis dan melarutkan hara P yang terikat di dalam tanah; dan (iii)
sebagai pengendali patogen berasal dari tanah (bioprotectants) dengan cara
menghasilkan berbagai senyawa atau metabolit anti patogen (Tenuta, 2006;
Cattelan et al., 1999; Kloepper, 1993).
Dalam beberapa kasus, satu strain RPTT dapat memiliki kemampuan lebih
dari satu kategori fungsi, sehingga fungsi perangsang pertumbuhan dan penyedia
hara dan fungsi pengendali patogen menjadi satu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan. Kloepper (1993). Tanaman yang perakarannya berkembang dengan
baik akan efisien menyerap unsur hara sehingga tanaman tidak mudah terserang
patogen (penyakit), dan sebaliknya tanaman yang terserang patogen tidak akan
tumbuh dengan baik walaupun unsur hara yang tersedia cukup.

2.2.3 Tinjauan Tentang Efisiensi


25

Efisiensi merupakan perbandingan terbaik antara input (masukan) dengan


output (hasil antara keuntungan dengan sumber-sumber yang digunakan.
(Hasibuan 1984). Menurut Farrel (1957) efisiensi terdiri dari dua komponen yaitu
efisiensi teknis dan alokatif/harga. Kombinasi kedua efisiensi tersebut
menentukan suatu ukuran dari efisiensi ekonomi total atau efisiensi biaya.
Efisiensi biaya atau ekonomi merupakan kemampuan untuk menghasilkan
produksi tertentu pada tingkat biaya minimum (Farrel, 1957). Efisiensi teknis,
alokatif, dan ekonomi menurut Farrel (1957) dan Coelli et al. (1998) adalah
sebagai berikut:

1. Efisiensi Teknis
Efisiensi teknis (Technical Efficiency-TE) yaitu kemampuan suatu
perusahaan (usahatani) untuk mendapatkan output maksimum dari penggunaan
suatu set input (bundle) tertentu. Atau kemampuan suatu ushatani untuk
menghasilkan output tertentu dengan kombinasi input yang paling sedikit
(minimal). Efisiensi teknis berhubungan dengan kemampuan suatu perusahaan
(usahatani) untuk berproduksi pada kurva frontier isoquant.

2. Efisiensi Harga
Efisiensi harga atau efisiensi alokatif (Allocative Efficiency-AE) adalah
kemampuan suatu perusahaan (usahatani) untuk menggunakan input pada
proporsi yang optimal pada harga dan teknologi produksi tertentu. Efisiensi
alokatif menggunakan kriteria biaya minimum untuk menghasilkan sejumlah
output tertentu pada isoquant. Atau dengan kata lain meminimalkan biaya
produksi dengan pemilihan input yang tepat untuk menghasilkan output tertentu.

3. Efisiensi Biaya
Efisiensi biaya atau efisiensi ekonomi merupakan gabungan kedua
efisiensi ini bisa juga efisiensi total. Efisiensi biaya merupakan perkalian antara
efisiensi teknis dengan efisiensi alokatif. Atau dapat dikatakan efsiensi biaya
dapat tercapai apabila perusahaan (usahatan) telah efisien secara teknis dan
harganyaSuatu hasil dikatakan efisien apabila nilai efisiensi sama dengan satu.
Namun, jika nilai efisiensi (t) < 1 dapat diartikan bahwa alokasi penggunaan input
ataupun proporsi input terhadap harganya tidak efisien. Sehingga untuk mencapai
nilai efisiensi perlu untuk mengkombinasikan proporsi penggunaan jumlah input
26

dan proporsi input terhadap harganya dengan lebih baik. Secara umum efisiensi
merupakan perbandingan antara output dengan input (Efisien = Output : Input)
(Farrel, 1957).
Kurva efisiensi dapat dilihat pada Gambar 2 berikut:

(Sumber: Farrel, 1957)


Gambar 1. Kurva Efisiensi
Keterangan:
S-S’ : Isoquant
A-A’ : Isocost
Titik R : Efisiensi Harga
Titik Q: Efisiensi Teknis
Titik Q’: Efisinsi Biaya
Menurut Berger dan Humphrey (1997) dalam Novius et al, 2016 metode
untuk menganalisis efisiensi dibagi atas metode non parametrik dan parametrik.
Pendekatan non-parametrik terbagi atas 2, yaitu Data Envelopment Analysis
(DEA) dan Free Disposal Hull (FDH). Metode non-parametrik ini diasumsikan
tidak ada random error, hal ini berarti diasumsikan tidak ada kesalahan
pengukuran dalam membentuk frontier dan tidak ada keberuntungan secara
temporer memberikan Decision Making Unit (DMU) pengukuran kinerja yang
lebih baik pada suatu tahun dan pada tahun selanjutnya. Atau bisa juga
diasumsikan bahwa tidak ada ketidak akuratan yang dibentuk oleh aturan
akuntansi yang membuat output dan input yang diukur berbeda dari output dan
input ekonomi. Keunggulan dari metode non-parametrik adalah sederhana dan
mudah dihitung karena tidak membutuhkan spesifikasi dari bentuk fungsional.
Pada metode parametrik terdapat tiga pendekatan utama, yaitu Stochastic Frontier
Analysis (SFA), Distribution Free Approach (DFA), dan Thick Frontier
Approach (TFA). Secara umum metode parametrik memperbolehkan adanya
27

random error atau noise dalam pengukuran ketidakefisienan, hal ini merupakan
salah satu keunggulan dari metode parametrik (Berger dan Humprey, 1997).
Menurut Sa’diyah 2016 dalam mengukur efisiensi Efisiensi dapat diukur melalui
berbagai pendekatan, mulai dari pendekatan dengan metode yang mudah seperti
cost-to-yields ratio sampai dengan perhitungan yang lebih rumit dengan
menggunakan teknik perhitungan seperti Data Envelopment Analysis (DEA),
Stochastic Frontier Analysis (SFA) dan Distribution Free Approach (DFA).
Namun demikian metode yang paling populer adalah: Stochastic Frontier
Analysis (SFA) yang merupakan stochastik dan parametrik, dan Data
Envelopment Analysis (DEA). SFA, kadang-kadang juga dijelaskan sebagai
pendekatan frontier ekonomi, spesifik sebuah bentuk fungsi dari cost, profit, atau
hubungan produksi sejumlah input, output, dan faktor lingkungan, dan
memperhitungkan random error. SFA disusun dari model error di mana
inefisiensi diasumsikan untuk mengikuti asimetri distribusi, biasanya half-normal,
sementara random error mengikuti simetris distribusi, biasanya standard normal.
DEA adalah teknik program linear di mana set dari best practice atau frontier
observation yang mana tidak ada yang lain unit pengambil keputusan atau
Decision Making Unit (DMU) atau kombinasi linear dari unit-unit yang dimiliki
sebanyak atau lebih dari tiap output (input tetap) atau sedikit atau lebih kurang
tiap input (output tetap). Frontier DEA merupakan kombinasi linear yang
menghubungkan set dari best practice, sehingga menghasilkan sebuah bentuk
sembung dari kurva produksi. Sehingga, DEA tidak memerlukan spesifikasi
eksplisit dari bentuk hubungan produksi tersebut.

2.2.4 Tinjauan Tentang Efisiensi Teknis


Efisiensi teknis (TE) didefinisikan sebagai kemampuan seorang produsen
atau petani untuk mendapatkan output maksimum dari penggunaan sejumlah
input. Efisiensi teknis berhubungan dengan kemampuan petani untuk berproduksi
pada kurva batas isoquant (frontier isoquant). Dapat juga didefinisikan sebagai
kemampuan petani untuk memproduksi pada tingkat output tertentu dengan
menggunakan input minimum pada tingkat teknologi tertentu. Lau dan
Yotopoulos (1971) dalam Junaedi 2016 mengemukakan, seorang produsen lebih
efisien secara teknis daripada produsen lainnya, apabila secara konsisten mampu
28

menghasilkan produk yang lebih tinggi, dengan menggunakan faktor produksi


yang sama.
Ortega et al. (2002) mengemukakan bahwa luas usahatani, produksi,
pengalaman, sistem produksi, penyuluhan pertanian, kredit usahatani, status lahan
dan pendidikan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknik.
Morrison (2000) yang meneliti di Slovakia menemukan adanya hubungan yang
positif antara luas usahatani dengan efisiensi teknik. Seorang petani dikatakan
efisien secara teknis dibandingkan dengan petani lain, jika penggunaan jenis dan
jumlah input yang sama diperoleh output secara fisik lebih tinggi. Tingkat
efisiensi merupakan tolak ukur terhadap pengelolaan faktor-faktor produksi petani
selama kegiatan usahatani berlangsung.

2.2.5 Tinjauan Efisiensi Harga


Efisiensi harga menerangkan hubungan antara biaya dan output. Efisiensi
alokatif atau efisiensi harga berhubungan dengan kemampuan petani untuk
mengkombinasikan input dan output dalam proporsi optimal pada tingkat harga
tertentu. Efisiensi harga (efisiensi alokatif) digunakan untuk mengukur tingkat
keberhasilan petani dalam berusahatani dengan tujuan mencapai keuntungan yang
maksimum yang dicapai pada saat petani mampu dalam menggunakan input
dengan proporsi yang optimal pada masing-masing tingkat harga faktor produksi
dan teknologi yang dimiliki (Aumora et al., 2016). Efisiensi harga dapat tercapai
apabila petani dapat memaksimalkan keuntungan yan diterima dengan
mengalokasikan biaya secara minimum dari penggunaan input. Menurut Sumarno
et al., 2018 dalam menjalankan usahatani, selain perlu memperhatikan alokasi
penggunaan input produksi, petani juga harus memperhatikan komponen harga
yang berlaku untuk mencapai keuntungan maksimum dengan biaya yang
minimum, sehingga akan tercapai efisiensi alokatif (efisiensi harga).

2.2.6 Tinjauan Efisiensi Biaya


Efisiensi biaya atau Efisiensi ekonomis adalah kombinasi antara efisiensi
teknis dan efisiensi harga. Menurut Sugianto (1982), efisiensi ekonomis dapat
diukur dengan kriteria keuntungan maksimum (profit maximization) dan kriteria
biaya minimum (cost minimization). Efisiensi ekonomis merupakan gabungan
29

dari dua konsep efisiensi yaitu efisiensi teknis dan alokatif. Secara matematis,
efisiensi ekonomis dirumuskan sebagai berikut EE = TE x AE.

2.2.7 Analisis Usahatani


A. Keragaan Usahatani
Tujuan dari keragaan usahatani yaitu untuk menggambarkan kondisi
aktual usahatani yang sedang dijalankan melalui beberapa indikator diantaranya
sebagai berikut:
a. Volume Produksi
Volume produksi merupakan jumlah atau hasil produksi yang seharusnya
diproduksi oleh petani dalam satu periode. Produksi juga bisa dikatakan sebagai
suatu perangkat prosedur dan kegiatan yang sedang terjadi dalam penciptaan
komoditas berupa kegiatan usahatani maupun usaha lainya.

b. Penggunaan Input
Menurut Rahmat et al. (2017) kombinasi penggunaan input berupa tenaga
kerja, benih, pupuk, obat obatan yang optimal, akan mendapatkan hasil yang
maksimal. Kombinasi input dapat menciptakan sejumlah produksi dengan cara
yang lebih efesien. Secara umum kendala yang dihadapi oleh petani dalam
berusahatani hampir sama dengan permasalahan yang dihadapi oleh sebagian
besar petani pada umumnya yaitu sempitnya lahan, kurangnya modal, rendahnya
produktivitas tenaga kerja, serangan hama dan penyakit tanaman, mahalnya harga
pupuk organik dan non organik dan kurangnya kesuburan lahan.
c. Penerimaan
Penerimaan usahatani dapat berupa nilai material yang diterima oleh setiap
petani dari hasil penjualan komoditas yang diproduksi. Penerimaan menurut
Mardani et al. (2017) yaitu produksi yang dihasilkan oleh petani dikalikan dengan
harga jual hasil produksi, untuk mengetahuinya maka digunakan analisis
penerimaan dengan rumus sebagai berikut:

TR = P x Q
Keterangan :
TR : Total Penerimaan (Total Revenue)
P : Harga (Price)
Q : Kuantitas
30

d. Pendapatan
Pengertian pendapatan menurut Safuan (2017) adalah arus masuk bruto
(kotor) dari manfaat ekonomi yang timbul akibat aktivitas normal perusahaan
selama satu periode, arus masuk itu mengakibatkan kenaikan modal (ekuitas) dan
tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Arus masuk dimaksud adalah dari
penjualan produk yang dihasilkan. Pendapatan juga bisa diartikan sebagai
penghasilan yang timbul dari aktivitas perusahaan yang biasa dan dikenal dengan
mengadakan perbaikan atau penyesuaian yang diperlukan supaya terdapat suatu
keadaan yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan. Pendapatan
usahatani (net farm income) didefinisikan sebagai selisih pendapatan kotor
usahatani dan pengeluaran total usahatani. Pendapatan selisih usahatani dapat
digunakan untuk mengukur imbalan yang diperoleh di tingkat keluarga petani dari
segi penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal (Mardani et
al., 2017). Jadi pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut:
π = TR – TC
Keterangan :
π = Pendapatan Usahatani (Rp)
TR = Total Penerimaan (Rp)
TC = Total Biaya (Rp)
e. Biaya Usahatani
Biaya usahatani merupakan semua biaya yang diperlukan dalam usahatani
untuk memproduksi suatu produk dalam satuan periode produksi. Biaya produksi
adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk mengelola usahatani selama satu kali
musim tanam yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel, dinyatakan dalam
satuan rupiah (Rp) (Nurmala et al., 2017).
Biaya usatahani dapat dikategorikan menjadi dua yaitu:
1) Biaya Tetap
Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi,
dimana besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi yang
dihasilkan dan sifatnya tidak habis dalam satu kali musim tanam, biaya tersebut
tetap harus dikeluarkan meskipun kegiatan produksi tidak berjalan (Nurmala et
al., 2017). Contoh dari biaya tetap yaitu: biaya sewa lahan, biaya penyusutan alat
pertanian dan lain sebagainya.
31

2) Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah-ubah tergantung pada
tingkat produksi, contohnya berupa pupuk, benih, pestisida dan upah tenaga kerja
(Nurmala et al., 2017).
B. Analisis Pendapatan dan R/C Usahatani
Penerimaan adalah hasil perkalian dari hasil produksi dengan harga jual
dan dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp) per musim tanam, sedangkan
pendapatan merupakan selisih antara nilai produksi dengan total biaya produksi,
yang dihitung dalam satuan rupiah per musim tanam. R/C adalah imbangan antara
biaya usahatani dengan penerimaan yang dihasilkan, di mana R/C menunjukkan
besarnya penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan oleh
setiap petani (Nurmala et al., 2017).
Formulasi analisis pendapatan usahatani yang lebih jelas dapat dilihat berikut ini:
π = TR – TC
π = (Py·Y) – (Px·X)

Keterangan :
π = Pendapatan Usahatani (Rp)
TR = Total Penerimaan Usahatani (Rp)
TC = Total Pengeluaran Usahatani (Rp)
Py = Harga Output (Rp)
Y = Jumlah Output (Ton)
Px = Harga Input (Rp)
X = Jumlah Input (Kg, Kg/m2)

Menurut (Nurmala et al., 2017) R/C adalah perbandingan antara penerimaan


dengan biaya total. Formulasi analisis R/C yang lebih jelas dapat dilihat berikut
ini:
𝑅/𝐶 = Penerimaan Total Biaya Total
Di mana :
Revenue = Besarnya penerimaan yang diperoleh
32

Cost = Besarnya biaya yang dikeluarkan


Ada tiga kriteria dalam perhitungannya, yaitu:
a. Apabila R/C > 1 artinya usahatani tersebut menguntungkan.
b. Apabila R/C = 1 artinya usahatani tersebut impas.
c. Apabila R/C < 1 artinya usahatani tersebut rugi.

2.2.8 Analisis Uji Beda Rata-Rata (Uji t)


Uji statistik yang membandingkan mean dua kelompok data ini disebut uji
beda dua mean. Uji beda atau T- test digunakan untuk mengukur ada atau
tidaknya perbedaan yang siginifikan antar kelompok yang dibandingkan.
Berdasarkan karakteristik data tersebut maka uji beda dua mean dibagi dalam dua
kelompok, yaitu uji beda dua mean independen dan uji beda mean dependen.
Dikatakan kedua kelompok data independen bila data kelompok yang satu tidak
tergantung dari data kelompok kedua. Dilain pihak, kedua kelompok data
dikatakan dependen bila kelompok data yang dibandingkan datanya saling
mempunyai ketergantungan, misalnya data berat badan sebelum dan sesudah
mengikuti program diet berasal dari orang yang sama (data sesudah dependen /
tergantung dengan data sebelum) (Sudjana, 2002).

2.2.9 Data Envelopment Analysis (DEA)


Menurut Hadad dalam Pambuko 2016 Data Envelopment Analysis
(DEA) merupakan sebuah metode optimasi program matematika yang mengukur
efisiensi suatu Decision Making Unit (DMU), dan membandingkan secara relatif
terhadap DMU yang lain. Analisis DEA didesain khusus untuk mengukur
efisiensi relatif suatu DMU dalam kondisi banyak input maupun output. Efisiensi
relatif suatu DMU adalah efisiensi suatu DMU dibanding dengan DMU lain
dalam sampel yang menggunakan jenis input dan output yang sama. DEA
memformulasikan DMU sebagai program linear fraksional untuk mencari solusi,
apabila model tersebut ditransformasikan ke dalam program linear dengan nilai
bobot dari input dan output.

1. Pendekatan Pengukuran Efisiensi dengan DEA


33

Menurut Charnes (1987) Data envelopment analysis (DEA) mempunyai tiga


orientasi dalam perhitungan efisiensi relatif, yaitu:
a. Model orientasi input (input oriented model)
Merupakan suatu model di mana setiap DMU diharapkan mampu
memproduksi sejumlah output tertentu dengan sejumlah input terkecil yang
memungkinkan (meminimalkan input) dengan demikian input merupakan sesuatu
yang dapat dikontrol.
b. Model orientasi output (output oriented model)
Merupakan suatu model di mana setiap DMU diharapkan memproduksi
sejumlah output terbesar yang memungkinkan dengan jumlah input tertentu
(mengoptimalkan output) dengan demikian output merupakan sesuatu yang dapat
dikontrol.
c. Model orientasi dasar (base oriented model) 
Merupakan suatu model di mana setiap DMU diharapkan memproduksi dengan
kondisi gabungan optimal antara input dan output dengan demikian merupakan
sesuatu yang dikontrol.
2. Model DEA
DEA memiliki dua model yaitu DEA CCR dan DEA BCC (Avval, et al,
2011). Menurut Coelli et al. (2005) dalam Pambuko (2016), ada dua model DEA
yang sering digunakan dalam pendekatan DEA yaitu model Charnes, Chooper dan
Roodes (CCR) yang dikembangkan pada tahun 1978 dan model Banker, Charnes,
dan Cooper (BCC) pada tahun 1984. DEA Charnes Cooper Rhodes (DEA CCR)
membenarkan suatu ukuran efisiensi untuk masing-masing DMU yang merupakan
rasio maksimum antara output yang terbobot dengan input yang terbobot. DEA
CCR menggunakan asumsi Constant Return to Scale (CRS) yang berarti setiap
penambahan input akan memberikan proporsi yang sama terhadap output nya
(Chen et al., 2009).
Model kedua yang merupakan model dari DEA hasil dari modifikasi yaitu
DEA BCC (Banker, Charnes, Cooper). Model ini merupakan pengembangan dari
model CCR.  Kondisi nyata, seringkali persaingan dan kendala-kendala keuangan
dapat menyebabkan suatu unit bisnis tidak beroperasi pada skala yang optimal,
sedangkan asumsi pada CCR berlaku jika unit bisnis yang diobservasi beroperasi
34

pada skala optimal. Alasan inilah membuat Banker, Charnes dan Cooper pada
tahun 1984 memperkenalkan model DEA BCC (Pulansari, 2008). DEA BCC
pertama kali diperkenalkan oleh Banker et al. pada tahun 1987. Model DEA CCR
merupakan perbandingan nilai output dan input bersifat konstan, penambahan
nilai input dan output sebanding. Berbeda dengan model DEA BCC yang juga
dikenal denganvariabel return to scale (VRS) atau peningkatan input dan output
yang tidak berproporsi sama. Peningkatan proporsi bisa bersifat increasing return
to scale (IRS) atau bersifat decreasing return to scale (Avval et al., 2011).
a. Model Constant Return to Scale (CRS)
Model Constant Return to Scale dikembangkan oleh Charnes, Cooper dan
Rhodes (Model CCR) pada tahun 1978. Model ini mengasumsikan bahwa rasio
antara penambahan input dan output adalah sama (Constant Return to Scale).
Artinya, jika ada tambahan input sebesar x kali, maka output akan meningkat
sebesar x kali juga. Asumsi lain yang digunakan dalam model ini adalah bahwa
setiap perusahaan atau Decision Making Unit (DMU) beroperasi pada skala yang
optimal.
b. Model Variabel Return to Scale (VRS)
Model ini dikembangkan oleh Banker, Charnes, dan Cooper (model BCC)
pada tahun 1984 dan merupakan pengembangan dari model CCR. Model ini
beranggapan bahwa perusahaan tidak atau belum beroperasi pada skala yang
optimal. Asumsi dari model ini adalah bahwa rasio antara penambahan input dan
output tidak sama (variabel return to scale). Artinya penambahan input sebesar x
kali tidak akan menyebabkan output meningkat sebesar x kali, bisa lebih kecil
atau lebih besar dari x kali.

Gambar 2 menunjukkan pengukuran efisiensi teknis menggunakan


frontier DEA. DMU yang menggunakan kombinasi input C dan D adalah dua
DMU yang efisien karena berada pada garis frontier nya. Efisiensi teknis menurut
Farell (1957) untuk perusahaan A dan B adalah OA’/OA dan OB’/OB. Namun
pada titik ini (A’) masih belum diketahui apakah merupakan titik yang paling
efisien karena masih memungkinkan untuk mengurangi jumlah input X2 yang
CA’ disebut sebagai input slack atau input excess. Kemudian pada Gambar 3
35

menunjukkan pengukuran efisiensi biaya menggunakan frontier DEA yang


berorientasi input.

(Sumber: Coelli et, al., 2005)


Gambar 2. Pengukuran Efisiensi Teknis dan Input Slacks

Menurut Coelli et al. (2005) pengukuran efisiensi alokatif dalam model


DEA dapat dilakukan apabila data harga input yang digunakan tersedia. Efisiensi
alokatif diperoleh melalui model minimasi biaya. Jika data harga tersedia dan
tujuan perilaku, seperti minimalisasi biaya pendapatan atau maksimalisasi
keuntungan, sudah sesuai, maka dimungkinkan untuk mengukur efisiensi
alokatif/harga serta efisiensi teknis. Sehingga dapat ditemukan efisiensi
biaya/ekonomi seperti yang terlihat pada Gambar 3. Model DEA berorientasi
input.

(Sumber: Coelli et, all., 2005)


Gambar 3. Model DEA berorientasi input
3. Asumsi dalam DEA
36

Pada penerapan model DEA, terdapat asumsi-asumsi yang mendasarinya


menurut Ramanathan (2003), asumsi DEA tersebut yaitu:
a. DMU (Decision Making Unit) harus merupakan unit-unit yang homogenis,
yaitu memiliki fungsi dan tujuan yang sama.
b. Data bernilai positif dan bobot dibatasi pada nilai positif
c. Input dan output bersifat variabel

4. Keunggulan dan kelemahan DEA adalah:


Keunggulan DEA:
a. Dapat menangani banyak input dan output
b. Tidak butuh asumsi hubungan fungsional antara variabel input dan output
c. DMU dibandingkan secara langsung dengan sesamanya
d. Input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda
Keterbatasan DEA:
a. Rumus standar DEA menciptakan program linier yang terpisah untuk setiap
DMU, berdasarkan hal tersebut maka masalah komputasi kerap terjadi.
b. DEA merupakan teknik nonparametrik maka uji hipotesis sistemik sulit untuk
dilakukan.
c. DEA adalah sebuah teknik titik ekstrim sehingga kesalahan pengukuran dapat
menyebabkan masalah yang signifikan.
37

3. KERANGKA TEORITIS
3.1 Kerangka Pemikiran
Efisiensi biaya atau ekonomi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
menghasilkan produksi tertentu pada tingkat biaya minimum. Usahatani dapat
dikatakan efisien secara ekomi atau biaya pabila telah mencapai efisiensi teknis
dan juga harga. Dimana efisieni secara teknis data tercapai apabila suatu
perusahaan (usahatani) mampu mengalokasikan input yang lebih sedikit
dibandingkan usaha lain untuk menghasilkan output yang sama atau
mengalokasikan input yang sama untuk menghasilkan output yang lebih tinggi.

Sehingga kombinasi input yang digunakan dan output yang dihasilkan berada di
sepanjang kurva produksi isoquant. Sedangkan dapat dikatakan efisien secara
harga/alokatif apabila petani mampu menggunakan input dalam proporsi optimal
terhadap harganya. Barulah setelah ituu usahatani dapat dikatakan efisien secara
biaya/ekonomi. Pengetahuan mengenai efisiensi dari usahatani yang dilakukan
perlu diketahui oleh petani agar petani dapat berusahatani untuk mendapatkan
keuntungan yang lebih besar menggunakan input yang paling optimal.
Permasalahan produktivitas usahatani wortel yang cenderung menurun
berkaitan erat dengan persoalan penggunaan input yang belum optimal dan dapat
berdampak pada menurunnya pendapatan petani. Penggunaan input yang terlalu
sedikit menyebabkan usahatani tidak berjalan dengan baik karena tidak memenuhi
kebutuhan usahatani. Penggunaan input yang berlebihan dapat memperbesar biaya
pengeluaran sehingga dapat menurunkan pendapatan usahatani. Selain itu apabila
input tersebut mengandung senyawa kimia maka dapat menyebabkan
permasalahan pada lingkungan dan kualitas lahan yang dapat membuat hasil
produksi menurun. Sehingga untuk menjaga dan meningkatkan produktivitas
petani perlu membuat kegiatan usahataninya menjadi efisien dengan cara
mengalokasikan input dan biaya dengan baik serta menjaga kualitas lingkungan.
Usahatani wortel di Desa Sumber Brantas merupakan suatu usaha di
bidang pertanian tanaman hortikultura yang menjadi pilihan bagi petani karena
dianggap sebagai komoditas yang berpotensi dan cocok dengan kondisi alam yang
ada, selain itu Desa Sumber Brantas juga menjadi sentra utama penghasil wortel
38

di Kecamatan Bumiaji dan terdapat petani telah menggunakan PGPR dalam


menjalankan usahataninya. Diduga petani di Desa Sumber Brantas masih belum
mencapai efisiensi biaya dikarenakan alokasi penggunaan input produksi yang
kurang baik dan hasil produksi yang kurang optimal sehingga pendapatannya
belum maksimal. Menurut Amilia et al. (2016) komoditi hortikultura khususnya
buah dan sayuran merupakan produk yang rawan penggunaan pestisida berlebih,
dimana karakteristik fisik produk hortikultura yang mudah rusak dan memakan
tempat menuntut persyaratan mutu berdasarkan visual seperti ukuran, warna,
aroma dan kesegaran. Pada umumya petani tanaman hortikultura, terutama
sayuran dan buah-buahan cenderung menggunakan pestisida secara berlebihan
untuk mengamankan produknya, meskipun secara konsepsional pestisida
merupakan alternatif terakhir dalam pengendalian OPT. Menurut Waibel (1994)
faktor-faktor yang menyebabkan tingginya penggunaan pestisida di negara-negara
berkembang adalah keengganan petani terhadap resiko gagal panen dan tidak
sempurnanya informasi tentang pestisida yang mereka peroleh.
Menurut penuturan beberapa petani di Desa Sumber Brantas yang telah
mampu membuat PGPR sendiri perkenalannya dengan PGPR berawal dari
peningkatan penggunaan pestida dalam kegiatan usahataninya untuk
menanggulangi serangan hama penyakit supaya tidak gagal panen, akan tetapi hal
tersebut dirasa berdampak kepada kesuburan tanah karena kualitas tanah dirasa
telah menurun dari sebelumnya dilihat dari produksi yang dihasilkan. Sehingga
pendapatan petani menurun dikarenakan pembelian input yang meningkat akan
tetapi tidak sejalan dengan hasil produksinya. Maka dari itu atas informasi dari
penyuluh pertanian Desa Sumber Brantas maka mulai dilakukan penggunaan
PGPR untuk memperbaiki kondisi tanah terlebih dahulu. Karena jika kualitas
tanah baik maka akan mendukung usahatani yang dilakukan. Juarti (2016)
mengatakan kualitas tanah yang baik akan mendukung kerja fungsi tanah sebagai
media pertumbuhan tanaman, mengatur dan membagi aliran air dan menyangga
lingkungan yang baik pula.
Penelitian ini mengkaji tentang perbedaan rata-rata produktivitas dan
kelayakan usahatani pada petani pengguna PGPR dan non PGPR dengan
menggunakan uji beda rata-rata (Uji t). Serta mengkaji tingkat efisiensi teknis,
39

harga, dan biaya dengan menggunakan Data Envelopment Analisis (DEA) pada
petani wortel pengguna PGPR dan non PGPR di Desa Sumber Brantas. Variabel
yang digunakan adalah input usahatani yang digunakan serta biaya yang di
keluarkan (luas lahan, benih, pupuk unsur N, unsur P, undur K, pestisida, tenaga
kerja dan PGPR). Pemilihan variabel didasarkan pada faktor-faktor produksi yang
digunakan oleh petani wortel di Desa Sumber Brantas serta didasarkan pada
penelitian terdahulu yang meneliti topik sejenis. Menurut Pasaribu (2007) faktor-
faktor produksi seperti luas lahan, benih, pupuk dan tenaga kerja, memiliki
pengaruh positif terhadap produksi usahatani wortel sedangkan pestisida
berpengaruh negatif terhadap hasil produksi usahatani wortel. Kemudian
penelitian Moekani (2014) menyatakan bahwa biaya benih, biaya pupuk, biaya
tenaga kerja, biaya pestisida, dan pengalaman berpengaruh negatif terhadap
pendapatan usahatani wortel sedangkan jumlah anggota keluarga dan penerimaan
atau jumlah produksi berpengaruh positif terdap pendapatan usahatani wortel.
Peningkatan hasil usahatani wortel yang diperlukan adalah dengan
mengetahui pencapaian produktivitas dan kelayakan usahatani yang lebih baik
antara petani pengguna PGPR dan dan non PGPR. Serta mengetahui bagaimana
usahatani pada lahan garapan agar lebih efisien baik secara teknis maupun harga
(efisiensi biaya). Efisiensi biaya dapat tercapai apabila petani dapat
mengkombinasikan input dengan tepat dan mengeluarkan biaya yang minimum
sehingga efisien secara teknis dan harga. Setelah diketahui tingkat efisiensi biaya
yang dicapai maka akan dirumuskan sebuah langkah dan saran apa yang perlu
dilakukan untuk meningkatkan efisiensi usahatani wortel di Desa Sumber
Brantas. Supaya petani mampu melakukan peningkatan produksi dan pendapatan
dengan cara mengatur kombinasi penggunaan input dan pengeluaran biaya
produksi yang lebih baik.
40

Berdasarkan uraian diatas gambar kerangka berpikir secara skematis yang dapat
dilihat pada Gambar 4, berikut ini:

Desa Sumber Brantas USAHATANI


merupakan sentra WORTEL
PERMASALAHAN:
usahatani wortel di MENGGUNAKAN
Produktivitas wortel
Kecamatan Bumi Aji PGPR DAN NON
mengalami penurunan
Kota Batu Jawa Timur PGPR
Penggunaan faktor
produksi yang peng
aplikasiannya kurang
optimal
Pengggunaan bahan
kimia yang berlebihan
Harga Faktor Produksi dapat merusak
Faktor Produksi Biaya lahan (Px1) lingkungan dan
Luas lahan (X1) menurunkan
Harga benih (Px2)
Jumlah benih (X2) produktivitas dan
Jumlah unsur N (X3) Harga Unsur N (Px3) pendapatan petani wortel
Jumlah unsur P (X4) Harga Unsur P (Px4)
Jumlah unsur K (X5) Harga Unsur K (Px5)
Jumlah Pestisida (X6) Harga Pestisida (Px6) Analisis usahatani
Jumlah Tenaga Kerja (X7)
Upah Tenaga Kerja (Px7) Biaya Produksi (TC)
Jumlah PGPR (X8)
Harga PGPR (Px8) (Px.X)
Penerimaan (TR) (Py.Y)
Pendapatan (π)
(TR-TC)
Kelayakan (R/C)
Data Envelopment (TR/TC)
Analysis (DEA)

Efisiensi Efisiensi Uji Beda Rata-Rata


Teknis Harga

Perbedaan produktivitas
Efisiensi dan kelayakan usahatani
Biaya petani PGPR dan non
PGPR

1. Rata-rata produktivitas dan kelayakan usahatani terbaik antara petani wortel


pengguna PGPR danNon PGPR di Desa Sumber Brantas.
2. Solusi penggunaan faktor-faktor produksi secara efisien pada usahatani wortel.
3. Solusi pengalokasian biaya paling minimum sehingga tercapai keuntungan max.

Keterangan:Alur PenelitianAlur Analisis

Gambar 4. Skematis Kerangka Pemikiran Penelitian


41

3.2 Hipotesis
Berdasarkan teori dan kerangka pemikiran teoritis yang telah diuraikan
sebelumnya, maka hipotesis yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Diduga produktivitas dan kelayakan usahatani pengguna PGPR lebih tinggi
dibandingkan dengan petani wortel yang tidak menggunakan PGPR.

2. Diduga rata-rata tingkat efisiensi usahatani petani pengguna PGPR lebih


tinggi dari pada usahatani petani non PGPR.
3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Definisi operasional dan pengukuran variabel dalam penelitian ini
tercantum pada isi Tabel 2 pada halaman berikutnya.
40

Tabel 2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel


No Konsep Variabel Definisi Operasional Pengukuran Variabel
Luas lahan Luas lahan garapan yang dimiliki oleh setiap pemilik Diartikan dalam satuan
1 Input Produksi
lahan untuk penanaman wortel hektar (Ha)
Jumlah Benih Jumlah pemakaian benih yang digunakan dalam Diartikan dalam Kg/ Ha
kegiatan budidaya tanaman wortel.
Jumlah pupuk unsur N Jumlah pemakaian unsur N pada usahatani wortel Diartikan dalam Kg/ Ha
dalam satu kali musim tanam.
Jumlah pupuk unsur P Jumlah pemakaian unsur P pada usahatani wortel Diartikan dalam Kg/ Ha
dalam satu kali musim tanam.
Jumlah pupuk unsur K Jumlah pemakaian unsur K pada usahatani wortel Diartikan dalam Kg/ Ha
dalam satu kali musim tanam.
Jumlah Pestisida Jumlah pemakaian pestisida pada usahatani wortel Diartikan dalam Liter/ Ha
dalam satu kali musim tanam dalam satuan Liter
Jumlah PGPR Jumlah pemakaian PGPR pada usahatani wortel dalam Diartikan dalam Liter/ Ha
satu kali musim tanam dalam satuan Liter
Jumlah tenaga kerja Jumlah tenaga kerja yang digunakan pada usahatani Diartikan dalam HOK/ Ha
wortel dalam satu kali musim tanam, dalam
satuan hari orang kerja (HOK)
Produksi Diartikan dalam satuan
2 Output Produksi Total Produksi wortel dalam satu musim tanam
Ton/ Ha
Pendapatan Diartikan dalam satuan
Total Pendapatan (TR-TC) dalam satu musim tanam
mata uang rupiah (Rp)
41

Tabel 2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel


No Konsep Variabel Definisi Operasional Pengukuran Variabel
Biaya Lahan Biaya pajak bumi atau sewa yang dibayakan oleh Diartikan dalam satuan
3. Biaya Tetap
petani untuk menjalankan usahatani wortel. rupiah (Rp)
Biaya Penyusutan Biaya yang dikeluarkan petani untuk merawat Diartikan dalam satuan
peralatan atau penyusutan peralatan yang digunakan rupiah (Rp)
untuk menjalankan usahatani wortel.
Biaya Benih Jumlah biaya benih yang dikelurkan oleh petani untuk Diartikan dalam satuan
4. Biaya Variabel
usahatani wortel. rupiah (Rp).
Biaya Pupuk Kandang Jumlah biaya pupuk kandang yang dikeluarkan petani Diartikan dalam satuan
untuk usahatani wortel. rupiah (Rp).
Biaya Pupuk Kimia Jumlah biaya pupuk kimia yang dikeluarkan petani Diartikan dalam satuan
untuk usahatani wortel. rupiah (Rp).
Biaya Pestisida Jumlah biaya pestisida yang dikeluarkan petani untuk Diartikan dalam satuan
usahatani wortel. rupiah (Rp).
Upah tenaga kerja Jumlah biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk Diartikan dalam satuan
membayar tenaga kerja yang bekerja. rupiah (Rp).
Biaya PGPR Jumlah biaya PGPR yang dikeluarkan petani untuk Diartikan dalam satuan
usahatani wortel. rupiah (Rp).
42

4. METODE PENELITIAN
4.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan pada penelitian analisis uji beda rata-rata produktivitas dan
kelayakan usahatani serta efisiensi biaya pada usahatani wortel pada petani
pengguna PGPR dan non PGPR di desa Sumber Brantas kecamatan Bumiaji Kota
Batu menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif yaitu
pendekatan yang di dalam usulan penelitian, proses, hipotesis, turun ke lapangan,
analisis data dan kesimpulan data sampai dengan penulisannya mempergunakan
aspek pengukuran, perhitungan, rumus dan kepastian data numerik (Musianto,
2002). Penelitian terdahulu yang telah dilakukan pada analisis uji beda rata-rata
dan efisiensi biaya usahatani menggunakan pendekatan kuantitatif karena dalam
penelitian terdahulu permasalahan yang ada dirumuskan dalam variabel. Variabel
yang terdapat dalam penelitian meliputi produktivitas, kelayakan usahatani, luas
lahan, benih, pupuk unsur N, unsur P, unsur K, tenaga kerja dan PGPR. Variabel
yang terdapat dalam penelitian kemudian diidentifikasi sehingga menghasilkan
nilai besaran angka, yang mana angka tersebut akan menggambarkan hubungan
antar variabel yang diteliti (Musianto, 2002).

4.2 Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan pada petani wortel yang menggunakan PGPR dan
non PGPR yang terdapat di Desa Sumber Brantas Kecamatan Bumiaji Kota Batu.
Lokasi penelitian ditentukan dengan sengaja (purposive) karena Desa Sumber
Brantas merupakan sentra produksi wortel di Kota Batu. Selain itu terdapat
beberapa petani yang telah menggunakan PGPR dalam usahataninya. Kondisi
geofrafis di Desa Sumber Brantas juga mendukung petani dalam usahatani wortel
karena memenuhi syarat tumbuh tanaman wortel. Ketinggian Desa Sumber
Brantas adalah 1400-1700 mdpl dan suhu rata-ratanya dapat mencapai 12-20°C.
Balai Penelitian Tanaman Sayuran, 2011 menjelaskan bahwa wortel merupakan
tumbuhan sayur yang dapat ditanam sepanjang tahun terutama di daerah
pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab berkisar 15-21°C, atau
kurang lebih terdapat pada ketinggian 1200-1500 mdpl. Tanaman ini dapat
tumbuh dengan baik pada tanah dengan pH 5-8 dengan curah hujan antara 2000–
43

7000 mm/tahun. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2021. Denah lokasi
Desa Sumber Brantas Kecamatan Bumiaji Kota Batu dapat dilihat pada lampiran
1. Denah lokasi Desa Sumber Brantas.
4.3 Teknik Penentuan Responden
Penelitian akan dilakukan kepada petani wortel yang menanam pada
periode September-Desember 2020 dengan input produksi yang terdiri dari luas
lahan, benih, pupuk unsur N, unsur P, unsur K, pestisida tenaga kerja dan PGPR
pada petani wortel yang menggunakan PGPR dan petani wortel yang tidak
menggunakan PGPR dalam usahataninya. Responden petani yang akan digunakan
berasal dari petani wortel di tiga dusun yang ada di Desa Sumber Brantas (Lemah
Putih, Krajan, Jurang Kuali). Total petani wortel pada periode tersebut adalah 164
petani, 20 petani menggunakan PGPR dan 144 petani tidak menggunakan PGPR.
Metode penentuan resonden yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode
sensus pada petani wortel pengguna PGPR dan metode simple random sampling
pada petani wortel non PGPR. Penggunaan metode sensus untuk petani pengguna
PGPR dikarenakan jumlahnya relatif sedikit hanya terdapat 20 orang saja.
Sehingga data dari responden digunakan seluruhnya. Menurut Sugiyono (2017)
penelitian yang menggunakan seluruh anggota populasinya disebut sampel total
(total sampling) atau sensus. Penggunaan metode ini berlaku jika anggota
populasi relatif kecil (mudah dijangkau). Sedangkan penggunaan metode simple
random sampling menggunakan rumus slovin digunakan pada petani yang tidak
menggunakan PGPR, metode ini dipilih karena jumlah populasinya relatif banyak
dan sejenis. Sehingga dengan menggunakan metode simple random sampling
dapat mempersingkat waktu pengumpulan data, serta memperkecil pengeluaran
biaya dan tenaga. Hasil perhitungan menggunakan metode simple random
sampling menggunakan rumus slovin akan di lampirkan pada lampiran 2. Hasil
Penentuan Responden. Menurut Bungin (2010) untuk menentukan jumlah sampel
dari suatu populasi dapat menggunakan bermacam macam cara, salah satunya
N1
menggunakan rumus Slovin sebagai berikut: n =
1+ N 1 ¿ ¿
Keterangan: n = ukuran sampel yang digunakan sebagai responden penelitian
N1 = ukuran populasi petani wortel Non PGPR
44

e = tingkat kekeliruan pengambilan sampel yang dapat ditoleransi (15%)


Berdasarkan jumlah populasi petani wortel pada periode September-
Desember 2020 yang berada di desa penelitian yaitu berjumlah 144 petani yang
tidak menggunakan PGPR. Tingkat toleransi yang digunakan yaitu 15%,
sehubungan dengan keterbatasan waktu dan biaya maka tingkat kesalahan ini
dipilih. Dalam rumus Slovin, tingkat kesalahan 15% masih dapat digunakan.
Sehingga nilai toleransi tersebut sudah mewakili jumlah petani yang digunakan
sebagai responden penelitian. Hasil perhitungan dari rumus Slovin yaitu jumlah
responden yang digunakan berjumlah 34 petani yang tidak menggunakan PGPR.
Untuk petani yang menggunakan PGPR berjumlah 20 petani menggunakan
metode sensus.

4.4 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dalam pelaksanaan penelitian dibedakan
berdasarkan dua jenis teknik pengumpulan data yaitu:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden yang
menjadi objek dalam penelitian. Teknik pengumpulan data primer yaitu:
a. Wawancara
Wawancara dilakukan bertujuan untuk memperoleh data primer yang
dibutuhkan dalam penelitian. Metode wawancara dengan responden merupakan
wawancara tertutup dengan bantuan kuesioner. Wawancara tertutup dilakukan
kepada petani yang menjalankan usahatani wortel yang menggunakan PGPR dan
non PGPR untuk mengetahui karakteristik petani, usahatani wortel serta jumlah
input yang digunakan dan biaya yang dikeluarkan selama melakukan kegiatan
usahatani.
b. Dokumentasi
Dokumentasi dalam melakukan penelitian ini digunakan untuk
memperoleh data pendukung saat melaksanakan penelitian. Dokumentasi dalam
penelitian yaitu mendokumentasikan tanaman wortel dan kegiatan selama
melakukan penelitian.
2. Data Sekunder
45

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Badan Pusat statistika
(BPS), perpustakaan, internet, instansi yang terkait dan berasal dari penelitian
terdahulu yang berguna untuk mendukung data primer dalam melengkapi
penulisan. Data sekunder yang didapatkan dalam penelitian berupa data luas
lahan, jumlah produksi dan produktivitas wortel dari tingkat daerah hingga
nasional.
4.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah proses penyederhanaan dalam dalam bentuk
yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Analisis data yang digunakan
dalam penelitian yaitu analisis kuantitatif yang dilakukan dengan cara
mengklasifikasikan, membandingkan dan menghitung data yang berupa angka
dengan rumus yang relevan. Metode analisis data yang dilakukan meliputi:
Analisis Usahatani, Uji Beda Rata-Rata dan Analisis Efisiensi.
4.5.1 Analisis Usahatani
A. Analisis Biaya Total Usahatani
Analisis biaya total usahatani adalah semua nilai masukan petani yang
terpakai dalam produksi usahatani wortel. Total biaya usahatani meliputi dari
biaya tetap dan biaya variabel. Total biaya tetap dalam usahatani wortel dapat
meliputi biaya lahan dan penyusutan peralatan, sedangkan untuk total biaya
variabel yaitu biaya yang mendukung usahatani contohnya biaya benih, pupuk,
pajak lahan, tenaga kerja dan air. Menurut Nurmala et al. (2017) biaya usahatani
dapat ditulis:
TC = TFC + TVC
Keterangan: TC = Total Cost (Rp)
TFC = Total Fixed Cost (Rp)
TVC = Total Variabel Cost (Rp)

B. Analisis Penerimaan Usahatani Analisis


Penerimaan usahatani merupakan hasil yang diperoleh oleh petani dari
penjualan wortel yang telah dihasilkan. Di mana hasil tersebut berasal dari jumlah
produksi wortel dikalikan dengan harga jual wortel. Menurut Mardani et al.
(2017) analisis penerimaan usahatani tani dapat ditulis:
46

TR = P x Q
Keterangan: TR = total penerimaan (Rp)
P = harga (Rp)
Q = jumlah produksi (Kg)

C. Analisis Pendapatan Usahatani


Analisis pendapatan usahatani adalah keuntungan yang diperoleh oleh
petani dalam berusahatani. Pendapatan usahatani dihitung berdasarkan dari
pengurangan antara total penerimaan dengan total biaya selama melaksanakan
proses produksi wortel. Menurut Mardani et al. (2017) analisis pendapatan
usahatani secara sistematis dapat ditulis:
π = TR – TC
Keterangan: π = Pendapatan usahatani (Rp/ha)
TR = Total penerimaan (Rp/ha)
TC = Total biaya (Rp/ha)

D. Analisis R/C Rasio


Tujuan dari analisis R/C rasio adalah digunakan untuk mengetahui apakah
usahatani wortel layak atau tidak untuk dikembangkan. Analisis R/C rasio
diperoleh dari hasil perbandingan antara total penerimaan dari penjualan wortel
dengan total biaya yang telah dikeluarkan oleh petani selama proses produksi
wortel. Menurut Nurmala et al. (2017) analisis R/C dapat ditulis:
R/C rasio = TR/TC
Keterangan: TR = Total penerimaan (Rp/ Ha)
TC = Total biaya (Rp/ Ha)
Berdasarkan analisis R/C rasio, maka terdapat beberapa kriteria yang berlaku
yaitu
a. R/C = 1 adalah usahatani tidak untung dan tidak rugi
b. R/C > 1 adalah usahatani mengalami keuntungan
c. R/C < 1 adalah usahatani mengalami kerugian
4.5.2 Uji Beda Rata-Rata
47

Uji beda dilakukan untuk melihat perbedaan antar kelompok yang


diujikan. Sebelum melakukan uji beda rata-rata data yang diujikan haruslah
normal maka dari itu dilakukan uji normalitas terlebih dahulu.
A. Uji Normalitas
Menurut Nuryadi et al. (2017) uji normalitas adalah suatu prosedur yang
digunakan untuk mengetahui apakah data berasal dari populasi yang terdistribusi
normal atau berada dalam sebaran normal. Distribusi normal adalah distribusi
simetris dengan modus, mean dan median berada di pusat. Uji normalitas data
dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa data sampel berasal dari populasi
yang berdistribusi normal. Output dari uji normalitas dapat dilihat dari nilai
signifikansinya. Berikut adalah nilai signifikansi data dinyatakan lusus uji
normalitas:
a. Nilai Sig. atau signifikasi atau nilai probabilitas < 0,05 maka distribusi adalah
tidak normal.
b. Nilai Sig. atau signifikasi atau nilai probabilitas > 0,05 maka distribusi adalah
normal.
B Uji Homogenitas
Menurut Nuryadi et al. (2017) uji homogenitas adalah suatu prosedur uji
statistik yang dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa dua atau lebih
kelompok data sampel berasal dari populasi yang memiliki variansi yang sama.
Dengan kata lain, homogenitas berarti bahwa himpunan data yang kita teliti
memiliki karakteristik yang sama. Uji homogenitas dimaksudkan untuk
memperlihatkan bahwa dua atau lebih kelompok data sampel berasal dari populasi
yang memiliki variansi yang sama.

C. Uji Beda Rata-Rata


Penelitian kali ini menggunakan uji beda rata-rata yang tidak terikat
karena membandingkan rata-rata produktivitas dan kelayakan usahatani antara
petani wortel di Desa Sumber Brantas yang menggunakan PGPR dan non PGPR.
Di mana antar kelompok yang dibandingkan merupakan objek yang berbeda dan
tidak memiliki hubungan yang saling mempengaruhi. Sehingga dengan
dilakukannya uji beda rata-rata ini dapat diketahui produktivitas dan kelayakan
usahatani yang lebih tinggi antara petani wortel di Desa Sumber Brantas yang
48

menggunakan PGPR dan non PGPR. Adapun rumus dari beda rata-rata menurut
Sudjana (2002) dalam Perdana (2016) adalah sebagai berikut:
x 1+ x 2
t=

S 1 1
+
n1 n2


2 2
Dengan S = ( n1−1 ) S 1 + ( n 2−1 ) S 2
n 1+n 2−2

Keterangan:
T = Nilai uji statistik
x1 = Rata-rata produktivitas/kelayakan usahatani petani PGPR
x2 = Rata-rata produktivitas/kelayakan usahatani petani non PGPR
2
S1 = Varian produktivitas/kelayakan usahatani petani PGPR
2
S2 = Varian produktivitas/kelayakan usahatani petani non PGPR
n1 = Banyaknya petani wortel dengan PGPR
n2 = Banyaknya petani petani wortel non PGPR
S = Standar deviasi/simpang baku
Dengan kriteria uji:
Jika t-hitung ≤ t-tabel, maka Ho diterima dan H₁ ditolak.
Jika t-hitung > t-tabel, maka Ho ditolak dan H₁ diterima.
Dimana: Ho: μ₁ > μ ₂
H₁: μ₁ < μ₂
Keterangan:
μ₁ = Rata-rata variabel 1 (petani non PGPR)
μ₂ = Rata-rata variabel 2 (petani pengguna PGPR)
4.5.3 Analisis Data Envelopment Analysis (DEA)
Analisis kuantitatif merupakan cara untuk mengolah data menjadi suatu
informasi dalam wujud angka.  Analisis kuantitatif dalam penelitian ini digunakan
untuk menjawab salah satu tujuan penelitian mengenai efisiensi, yaitu
menggunakan metode DEA dengan bantuan software DEAP 2.1. 
Adapun tahapan yang dilakukan yaitu sebagai berikut:
A. Penentuan Decition Making Unit (DMU)
49

Penentuan DMU dalam penelitian ini yaitu responden atau petani wortel di


Desa Sumber Brantas yang menggunakan PGPR dan tidak menggunakan PGPR.
Jumlah petani yang diambil sebanyak 20 petani yang menggunakan PGPR dan 34
petani wortel yang tidak menggunakan PGPR akan menjadi DMU. DMU tersebut
dibandingkan dengan DMU lainnya sehingga dapat diketahui DMU yang lebih
efisien.

B. Identifikasi Variabel Input dan Output


Identifikasi variabel input dan output harus dilakukan, karena metode
DEA didasarkan pada nilai-nilai input dan output yang harus diukur atau
diperkirakan pada suatu titik waktu tertentu pada masing-masing DMU yang telah
ditentukan. Penentuan variabel input dan output dalam penelitian ini berdasarkan
hasil wawancara dengan responden dan penelitian terdahulu. Input merupakan
sumber daya yang digunakan untuk menjalankan fungsi dalam usahatani wortel.
Variabel input yang digunakan dalam penelitian ini adalah luas lahan, benih,
unsur N, unsur P, unsur K, pestisida, tenaga kerja dan PGPR. Variabel output
yang digunakan dalam penelitian ini adalah produksi dan pendapatan yang
dihasilkan.
C.  Pengaplikasian Data Envelopment Analysis (DEA)
DEA digunakan untuk mengetahui seberapa efisien unit wilayah distribusi
yang digunakan dengan pemanfaatan sumber daya yang ada untuk dapat
menghasilkan output yang maksimum. Pengukuran efisiensi ini juga
menggunakan variabel input dan output yang sudah ditentukan yaitu variabel
input adalah luas lahan, benih, unsur N, unsur P, unsur K, pestisida, tenaga kerja
dan PGPR. Variabel output adalah produksi dan pendapatan wortel yang
dihasilkan.
a. Pengukuran efisiensi teknis dengan DEA
Pengukuran efisiensi teknis penggunaan faktor produksi menggunakan
DEA. Nilai efisiensi yang dihasilkan oleh metode DEA hanya berlaku pada
lingkup petani wortel penggunaan PGPR dan non PGPR dalam kegiatan produksi
usaha di Desa Sumber Brantas yang menjadi di unit kegiatan ekonomi (UKE) dan
50

dijadikan objek perbandingan dengan UKE yang lain.  Kegiatan usahatani wortel


petani yang menggunakan PGPR dan non PGPR di Desa Sumber Brantas pada
setiap responden nya dijadikan sebagai UKE yang menggunakan 8 jenis input
produksi (luas lahan, benih, unsur N, unsur P, unsur K, pestisida, tenaga kerja dan
PGPR). Sedangkan output yang dihasilkan yaitu produksi dan pendapatan petani
wortel. Penggunaan DEA dilakukan dengan menggunakan model BCC yaitu VRS
yang berorientasi input. Karena diduga pengalokasian input produksi pada
usahatani masih belum optimal. Berikut adalah bentuk dari model BCC yaitu
menggunaan VRS yang berorientasi input menurut Asmara (2017):
Minθ,λ θ,
St -qi + Qλ ≥ 0,
θxi – Xλ ≥ 0,
|1’λ = 1
λ≥0
Di mana :
θ = Skor efisiensi teknis (TE)
qi = Jumlah produksi wortel dari petani ke i
Xi = Vektor Nx1 dari jumlah input produksi untuk petani ke i,
Q = Vektor 1xM untuk produksi
| = matrik NxM dari jumlah input produksi yang digunakan
λ = Vektor Mx1 dari pembobot dan
θ = Skalar.
Unit kerja yang berada pada skala efisiensi adalah unit kerja yang
beroperasi pada skala yang optimal.  sebuah UKE dikatakan belum efisien apabila
nilai efisiensi teknis (rasio perbandingan output dengan faktor produksi yang
digunakan) berada di antara 0 hingga 1, dan apabila nilai efisiensi teknis bernilai
1 maka UKE tersebut sudah efisien secara teknis.

b. Pengukuran efisiensi harga/Alokatif dengan DEA


Menurut Asmara (2017) pengukuran efisiensi harga/alokatif dalam model
DEA dapat dilakukan jika data harga input yang digunakan tersedia. Efisiensi
harga/alokatif diperoleh melalui model minimasi biaya. Pada kasus minimasi
biaya VRS, pada model DEA berorientasi input diperoleh pada persamaan
berikut:
51

Minθ,λ xi*, wi’ xi*,


St -qi + Qλ ≥ 0,
xi* – Xλ ≥ 0,
|1’λ = 1
λ≥0
Di mana wi adalah harga input untuk perusahaan ke-I dan xi*adalah jumlah
input yang diminimalkan untuk perusahaan ke-I pada tingkat harga tertentu (w i)
dan tingkat output tertentu (qi)

c. Pengukuran efisiensi biaya/ekonomi dengan DEA


Menurut Asmara, 2017 efisiensi biaya total (Cost Efficiency) perusahaan
ke-i dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
w(i)'
CE=
w(i)
CE adalah rasio biaya minimum terhadap biaya perusahaan ke-| yang diamati.
Nilai efisiensi teknis, harga dan biaya berkisar antara 0-1, di mana nilai satu
menunjukkan full efficiency (efisiensi tertinggi).
52

5. HASIL DAN PEMBAHASAN


5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian
5.1.1 Letak Geografis dan Batas Administratif
Desa Sumber Brantas merupakan salah satu desa di Kecamatan Bumiaji
Kota Batu Jawa Timur. Desa Sumber Brantas berada pada ketinggian 1.400 s/d
1.700 di atas permukaan laut dengan luas area sebesar 541,1364 Ha dan terletak di
wilayah pegunungan yaitu di bagian barat daya lereng gunung Arjuno, sebelah
timur gunung Anjasmoro, kemudian sebelah selatan Gunung Welirang. Desa
Sumber Brantas terdiri dari tiga dusun yaitu Jurang Kuali, Lemah Putih dan
Krajan yang terdiri dari 6 RW dan 36 RT. Penggunaan lahan di desa Sumber
Brantas didominasi oleh lahan pertanian yakni sebesar 58,82%, hal ini di
pengaruhi oleh kondisi tanah yang subur dan iklim yang menunjang untuk
kegiatan pertanian. Secara geografis Desa Sumber Brantas terletak pada posisi
antara 7044’, 55,11” sampai dengan 8026’, 35,45” Lintang Selatan dan 1220
17’,10,90” sampai dengan 1220 57’,00,00” Bujur Timur.
Adapun Batas-batas Desa Sumber Brantas adalah sebagai berikut:
1. Batas Wilayah Desa Sumeberbrantas
Utara : Hutan Kabupaten Mojokerto
Selatan: Dusun Wonorejo Desa Tulungrejo
Timur : Hutan Gunung Arjuno
Barat : Kabupaten Jombang
2. Luas Wilayah
Total luas wilayah Desa Sumber Brantas: 541, 1364 Ha
Dusun Jurang Kuali : 270,5000 Ha
Dusun Krajan : 90,1600 Ha
Dusun Lemah Putih : 180.4764 Ha
5.1.2 Kondisi Demografi
Kondisi demografi merupakan gambaran komposisi penduduk yang tercatat
di instansi suatu daerah. Kondisi demografi penduduk dapat dilihat dari kondisi
jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin, tingkat pendidikan dan pekerjaan.
53

1. Karakteristik Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin


Jenis kelamin akan berpengaruh pada ketersediaan tenaga kerja dalam
kegiatan perekonomian. Karakteristik penduduk di Desa Sumber Brantas
berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Tabel 3:
Tabel 3. Karakteristik Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
No Keterangan Jumlah (Orang) Persentase (%)
1. Laki-Laki 2.520 50,88
2. Perempuan 2.443 49,12
Total 4.953 100
Sumber: Data Desa Sumber Brantas 2020 (Diolah)
Berdasarkan data profil Desa Sumber Brantas, jumlah penduduk total
sebanyak 4.953 orang dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar 2.520 orang atau
50,88% lebih besar dari penduduk perempuan yang berjumlah 2.443 orang atau
49,12% dengan kepala keluarga berjumlah 1.570 jiwa. Terdapat selisih sebesar
87 orang atau sebesar 1,76% antara jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di
Desa Sumber Brantas. Proporsi jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin laki-
laki dan perempuan dapat memiliki hubungan dengan penggunaan tenaga kerja
dalam usahatani. Hal tersebut dapat diketahui bahwa tenaga kerja laki-laki dan
perempuan di Desa Sumber Brantas terlibat dalam kegiatan usahatani wortel.

2. Karakteristik penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Tingkat pendidikan merupakan salah satu hal penting dalam peningkatan
kualitas sumber daya manusia (SDM) dan kesejahteraan masyarakat. Wilayah
dengan tingkat pendidikan yang baik akan lebih mudah menerima kemajuan dan
inovasi teknologi karena pengetahuan dan wawasan yang dimiliki.
Karakteristik penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Sumber
Brantas dapat dilihat pada Tabel 4 berikut:
Tabel 4. Karakteristik Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 Tidak/Belum Sekolah 852 17,20
2 Belum Tamat SD 549 11,08
3 Tamat SD 2.320 46,84
4 Tamat SLTP/Sederajat 735 14,84
5 Tamat SLTA/Sederajat 417 8,42
6 Diploma dan Sarjana 80 1,62
Total 4.953 100
Sumber: Data Desa Sumber Brantas 2020 (Diolah
54

Dari Tabel 4 diketahui bahwa tingkat pendidikan penduduk di Desa Sumber


Brantas beragam mulai dari yang tidak/belum bersekolah hingga yang bergelar
diploma dan sarjana. Tingkat kesadaran penduduk terhadap pendidikan masih
tergolong rendah atau kurang. Hal ini dapat terlihat dari sebagian besar penduduk
hanya menempuh pendidikan SD saja dengan persentase yang paling tinggi yaitu
sebesar 46,84% atau 2.320 orang sedangkan untuk tingkat pendidikan yang paling
tinggi yaitu diploma dan sarjana memiliki persentase yang paling rendah yaitu
sebesar 1,62% atau sebesar 80 orang saja. Dari data tersebut juga diketahui
banyak penduduk yang tidak/belum sekolah sebanyak 17,20% atau 852 orang
yang artinya memang tingkat pendidikan di Desa Sumber Brantas masih sangat
kurang.
2. Karakteristik Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Penduduk di Desa Sumber Brantas memiliki mata pencaharian yang
beragam. Berikut adalah data karakteristik penduduk berdasarkan jenis pekerjaan
di Desa Sumber Brantas terlampir pada Tabel 5.
Tabel 5. Karakteristik Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan
No Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 Belum/Tidak Bekerja 1.131 22,83
2 Pelajar/Mahasiswa 595 12,01
4 Pedagang 68 1,37
5 Petani 1.767 35,68
6 Buruh Tani 242 4,89
8 Karyawan Swasta 325 6,56
9 Lain-Lain 825 16,66
Total 4.953 100
Sumber: Data Desa Sumber Brantas 2020 (Diolah)
Menurut Tabel 5 dapat dilihat bahwa masyarakat di Desa Sumber Brantas
memiliki berbagai macam jenis pekerjaan. Sebagian besar jenis pekerjaan di
dominasi oleh sektor pertanian. Persentase pekerjaan terbesar adalah
petani/pekebun sebanyak 1.767 orang atau 35,68 % dan sebanyak 242 orang atau
sebesar 4,89% bekerja sebagai buruh tani. Hal ini bisa dilihat dari daerah atau
wilayah Desa Sumber Brantas yang lebih banyak lahan pertaniannya. Persentase
terbesar kedua adalah masyarakat yang belum bekerja atau tidak memiliki
pekerjaan sebanyak 1.131 orang atau sebesar 22,83% yang artinya cukup banyak
masyarakat Desa Sumber Brantas yang masih menganggur. Sedangkan persentase
terbesar ketiga adalah penduduk yang bermata pencaharian lain-lain seperti
55

tukang batu mekanik, pembantu rumah tangga, penata rias, peneliti, guru dan
sebagainya.
5.2 Karakteristik Responden
Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah petani yang
berusahatani wortel di Desa Sumber Brantas pada musim tanam ketiga tahun
2020. Setiap responden petani wortel di Desa Sumber Brantas memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik tersebut dapat mempengaruhi
keberagaman pengambilan keputusan dalam melaksanakan kegiatan usahataninya.
Karakteristik responden dalam penelitian ini terdiri dari usia, tingkat pendidikan,
Jumlah tanggungan keluarga, lama berusahatani, luas lahan dan status
kepemilikan lahan.
5.2.1 Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang penting dalam kegiatan usahatani,
dimana usia seseorang akan mempengaruhi secara fisik pekerjaan, perilaku serta
pengambilan keputusan petani. Berikut pada Tabel 6 merupakan adalah data
karakteristik petani responden yang dikategorikan berdasarkan usianya.
Tabel 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Jumlah Responden (Orang)
No Kategori Usia (Tahun)
PGPR Non PGPR
1 21-29 3 2
2 30-38 4 8
3 39-47 1 10
4 48-56 10 11
5 57-65 2 4
Total 20 34
Rata-Rata 46,2 44,18
Maximum 65 65
Minimum 28 21
Standart Deviasi 12,45877 10,53845
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Berdasarkan pada Tabel 6 dapat diketahui bahwa petani wortel pengguna
PGPR dan Non PGPR memiliki kategori tertinggi yang sama yaitu pada usia 48-
56 tahun sebanyak 10 orang atau sebesar 50% pada petani pengguna PGPR dan
sebanyak 11 orang atau sebesar 32% pada petani non PGPR. Kategori usia
terendah pada petani PGPR Gambar 5 yaitu pada usia 39-47 tahun sebanyak 1
orang atau 5%. Kemudian untuk usia 21-29, 30-38, 57-65 berturut-turut
jumlahnya adalah sebanyak 3 orang, 4 orang dan 2 orang dengan persentase 15%,
56

20% dan 10%. Sedangkan pada petani non PGPR kategori terendah terletak pada
usia 21-29 tahun bagi petani non PGPR sebanyak 2 orang atau 5,9%. Kemudian
pada usia 30-38,39-47 dan 57-65 terdapat berturut-turut sebanyak 8 orang, 10
orang dan 4 orang atau sebesar 23,53%, 29,41% dan 11,76%. Rata-rata petani
wortel pengguna PGPR dan non PGPR berada pada rentang usia 48-56 dimana
merupakan usia yang produktif. Dengan kondisi umur petani yang produktif ini
maka diharapkan petani memiliki kemampuan dalam penyerapan informasi dan
memiliki fisik yang kuat sehingga memberikan sumbangan dalam pengambilan
keputusan dalam manajerial dan memberikan tenaga kerja yang lebih besar
terhadap usahataninya. Menurut Nurhasikin (2013), manusia produktif apabila
memiliki usia 15-64 tahun dimana pada usia tersebut merupakan usia ideal bekerja
dan mempunyai kemampuan meningkatkan produktivitas kerja serta memiliki
kemampuan besar menyerap informasi dan teknologi yang inovatif di bidang
pertanian.

Kategori Usia
60
Jumlah Persentase (%)

50
50

40
32
29.41
30
23.53
20
20 15
10 11.76
10 5.9 5

0
21-29 30-38 39-47 48-56 57-65

PGPR Non PGPR


Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Gambar 5. Diagram Persentase Jumlah Responden Berdasarkan Usia
5.2.2 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan petani merupakan salah satu karakteristik yang dapat
mempengaruhi petani wortel dalam mengambil keputusan, terutama yang
berkaitan dengan penerapan teknologi dan alokasi input dalam berusahatani.
Pendidikan petani yang cukup tinggi setidaknya dapat membantu petani untuk
menyerap teknologi, inovasi dan keterampilan baru yang dapat berguna dalam
57

kegiatan usahataninya. Gambaran tingkat pendidikan petani responden dapat


dilihat pada Tabel 7 berikut:

Tabel 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan


No Kategori Pendidikan Jumlah Responden (Orang)
PGPR Non PGPR
1 SD 7 10
2 SMP/SLTP 4 11
3 SMA/SLTA/SMK 8 10
4 Sarjana atau Diploma 1 3
Total 20 34
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Berdasarkan Tabel 7 diatas responden petani pengguna PGPR sebagian
besar memiliki tingkat pendidikan SMA sebanyak 8 orang atau sebesar 40%. Pada
Gambar 6 menunjukkan persentase terendah tingkat pendidikan pada petani
PGPR adalah pada tingkat sarjana atau diploma yaitu sebanyak 1 orang atau 5%
dari keseluruhan. Petani pengguna PGPR yang memiliki tingkat pendidikan SD
dan SMP berturut-turut ada sebanyak 7 orang atau 35% dan 4 orang atau
sebanyak 20%. Sedangkan pada petani non PGPR tingkat pendidikan terbesar
berada pada tingkat SMP yaitu sebanyak 11 orang atau sebesar 32,35%. Tingkat
pendidikan terendah pada petani non PGPR ada pada tingkat sarjana atau diploma
yaitu sebanyak 3 orang atau sebesar 8,82%. Petani non PGPR dengan tingkat
pendidikan SD dan SMA memiliki jumlah yang sama yaitu sebanyak 10 orang
atau sebesar 29,41%. Rata-rata petani pengguna PGPR menempuh pendidikan
akhir pada tingkat SMA lebih tinggi tingkatannya dari rata-rata petani non PGPR
yang tingkat pendidikan akhirnya adalah SMP. Penerapan inovasi baru sepeti
PGPR diaplikasikan oleh petani pengguna PGPR yang memiliki rata-rata tingkat
pendidikan lebih tinggi dari petani non PGPR. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
rata-rata tingkat pendidikan yang lebih tinggi pada petani pengguna PGPR
membuatnya lebih mudah dalam menerapkan inovasi. Menurut Nadapdap (2014)
dalam Naura et al. (2020) semakin tinggi pendidikan akan semakin tinggi pula
rasionalitas pola pikir dengan daya nalar yang semakin berkembang. Petani yang
berpendidikan akan meningkatkan daya tangkap, sikap, komunikasi, wawasan,
58

akses terhadap informasi dan pasar sehingga akan lebih maju dan berkembang.
Selain itu menurut Hasyim (2003) dalam Hidayat et al. (2017) tingkat pendidikan
formal yang dimiliki petani akan menunjukkan tingkat pengetahuan serta
wawasan yang luas untuk petani menerapkan apa yang diperolehnya untuk
peningkatan usahataninya dimana petani yang berpendidikan tinggi relatif lebih
cepat dalam menerapkan inovasi.

Kategori Tingkat Pendidikan


45
40
Jumlah Persentase (%)

40
35
35 32.35
29.41
30
25
20
20
15
10 8.82
10
5
5
0
SD SMP/SLTP SMA/SLTA/SMK Sarjana/Diploma

PGPR Non PGPR


Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Gambar 6. Diagram Persentase Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
5.2.3 Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga merupakan jumlah orang yang menjadi
tanggungan di dalam keluarga biasanya adalah istri dan anak dari petani.
Karakteristik ini merupakan sesuatu yang berpengaruh terhadap usahatani yaitu
berkaitan dengan pengambilan keputusan dalam berusahatani. Seperti motivasi
dan pertimbangan pengambilan keputusan agar memperoleh pendapatan yang
maksimal sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Berikut pada
Tabel 8 ditampilkan kategori jumlah tanggungan keluarga pada petani wortel di
Desa Sumber Brantas.
Tabel 8. Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga
No Kategori Jumlah Jumlah Responden (Orang)
Tanggungan Keluarga PGPR Non PGPR
1 0-1 5 9
2 2-3 12 24
3 4-5 3 1
Total 20 34
Rata-Rata 3 2
Maximum 4 4
59

Minimum 1 1
Standart Deviasi 1,04697 0,889631
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Pada Tabel 8 terlihat bahwa petani responden pengguna PGPR paling
banyak memiliki tanggungan keluarga sebanyak 2-3 orang yaitu dengan jumlah
12 orang petani atau sebesar 60% sedangkan yang terendah adalah petani yang
memiliki tanggungan keluarga 4-5 yaitu berjumlah 3 orang atau sebesar 15%.
Sisanya sebanyak 5 orang atau 25% memiliki tanggungan keluarga sebanyak 0-1
orang. Kemudian untuk persentase tanggungan keluarga paling banyak pada
petani wortel non PGPR dapat dilihat pada Gambar 7 yaitu sebesar 70,59% atau
sebanyak 24 orang petani memiliki tanggungan keluarga sebanyak 2-3 orang
sedangkan untuk persentase terendah terdapat pada petani yang memiliki
tanggungan keluarga 4-5 orang yaitu berjumlah 1 orang atau 5%. Sisanya sebesar
26,47% atau sebanyak 9 orang petani memiliki tanggungan 0-1 orang. Petani yang
memiliki tanggungan 0-1 orang merupakan petani yang telah memiliki KK sendiri
karena telah menikah dan dapat mencari nafkah sendiri. Rata-rata petani pengguna
PGPR dan non PGPR memiliki tanggungan keluarga sebanyak 2-3 orang. Hal ini
selaras dengan komposisi umur petani yang rata-rata berusia 48-56 tahun dimana
pada usiatersebut petani memiliki tanggungan istri dan anak yang masih belum
menikah. Menurut Naura et al. (2020) Besar jumlah tanggungan keluarga
menjadi motivasi petani untuk lebih giat dalam berusahatani untuk mencukupi
tanggungan keluarga dapat terpenuhi dan memperoleh pendapatan yang cukup.
Petani yang memiliki tanggungan keluarga akan lebih semangat karena dia sadar
bahwa bukan hanya dia yang menikmati hasilnya tapi ada keluarga yang menjadi
tanggung jawabnya.
60

Kategori Tanggungan Keluarga


80
70.59
Jumlah Persentase (%) 70
60
60
50
40
30 25 26.47
20 15
10 5
0
0-1 2-3 3-4

PGPR Non PGPR


Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Gambar 7. Diagram Persentase Jumlah Responden Berdasarkan Tanggungan Keluarga
5.2.4 Lama Pengalaman Berusahatani
Lama pengalaman dalam berusahatani dapat menjadi tolok ukur tehadap
kemampuan petani dalam Mengembangkan usahataninya. Petani dengan
pengalaman kerja lebih lama akan memiliki banyak kemampuan, pengetahuan dan
keterampilan dalam melakukan usahatani yang dapat memudahkan dalam
pengambilan keputusan yang baik dan hati-hati karena telah memiliki pengalaman
sebelumnya. Berikut adalah sebaran kategori lama pengalaman berusahatani
ditampilkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Pengalaman Berusahatani
Kategori Lama Pengalaman Jumlah Responden (Orang)
No
Berusahatani (Tahun) PGPR Non PGPR
1 5-13 4 11
2 14-22 7 7
3 23-31 6 8
4 32-40 1 5
5 41-49 2 3
Total 20 34
Rata-Rata 22,8 22,3
Maximum 47 48
Minimum 7 5
Standart Deviasi 11,38605 11,59292
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Berdasarkan data kategori lama pengalaman berusahatani diketahui bahwa
petani pengguna PGPR sebagian besar memiliki pengalaman berusahatani selama
14-22 tahun yaitu sebanyak 7 orang atau sebesar 35% sedangkan kategori paling
rendah adalah pada pengalaman berusahatani selama 32-40 tahun yaitu hanya
61

sebanyak 1 orang saja atau sebesar 5% saja. Pada pengalaman berusahatani 5-13
tahun, 23-32 tahun dan 41-49 tahun berturut-turut terdapat sebanyak 4 orang, 6
orang dan 2 orang atau sebesar 20%, 30% dan 10%. Sedangkan pada petani non
PGPR dapat dilihat pada Gambar 8 bahwa pengalaman berusahatani selama 5-13
merupakan yang terbesar, dimana terdapat 11 orang petani atau sebesar 32,35%
dan lama pengalaman berusahatani yang terendah adalah 41-49 yang terdiri dari 3
orang saja atau sebesar 8,82%. Kemudian pada kategori lama pengalaman
berusahatani 14-22 tahun, 23-31 tahun dan 32-40 tahun berturut-turut terdiri dari 7
orang, 8 orang dan 5 orang atau sebesar 20,59%, 23,53% dan 14,70%. Semakin
lama petani menggelola usahanya, maka akan semakin banyak pengalaman yang
mereka miliki sehingga menyebabkan semakin bertambahnya kompetensi petani
tersebut dalam berusahatani. Pada umunnya, petani yang memiliki pengalaman
berusahatani yang cukup lama cenderung memiliki kemampuan berusahatani yang
lebih baik. Menurut Naura et al. (2020) sangat penting apabila petani belajar
mengamati pengalaman petani lain karena merupakan cara yang baik untuk
mengambil keputusan dari pada dengan cara mengolah sendiri informasi yang
ada. Misalnya petani mengamati dari petani lain yang mencoba sebuah inovasi
baru dan menjadi proses belajar secara sadar. Hal ini sesuai dengan kondisi
dimana inovasi pertanian berupa PGPR digunakan oleh petani pengguna PGPR
yang memiliki rata-rata pengalaman yang lebih lama dibandingkan dengan petani
non PGPR.

Kategori Lama Pengalaman Berusahatani


40
35
Jumlah Persentas (%)

35 32.35
30
30
25 23.53
20 20.59
20
14.7
15
10 8.82
10
5
5
0
5-13 14-22 23-31 32-40 41-49

PGPR Non PGPR


Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Gambar 8. Diagram Persentase Jumlah Responden Berdasarkan Lama Pengalaman
Berusahatani
62

5.2.5 Luas Lahan


Luas lahan merupakan salah satu potensi ekonomi yang dimiliki oleh
petani. Semakin luas lahan yang digarap oleh petani maka dimungkinkan produksi
usahataninya akan semakin tinggi dan meningkatkan pendapatan usahatani yang
dilakukan. Berikut adalah data luasan lahan yang digarap oleh petani wortel di
Desa Sumber Brantas ditampilkan pada Tabel 10 berikut:
Tabel 10. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan
Jumlah Responden (Orang)
No Kategori Luas Lahan
PGPR Non PGPR
1 0,08-0,58 13 22
2 0,59-1,08 5 7
3 1,09-1,58 1 2
4 1,59-2,08 1 2
5 2,59-3,08 0 1
Total 20 34
Rata-Rata 0,61 0,75
Maximum 2 3
Minimum 0,08 0,2
Standart Deviasi 0,48 0,57
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Jumlah responden petani wortel pengguna PGPR dan non PGPR di
dominasi oleh petani yang menggarap lahan seluas 0,08-0,58 Ha, yaitu masing-
masing berjumlah 13 orang atau sebesar 65% dan 22 orang atau sebesar 64,70%.
Pada petani pengguna PGPR responden paling sedikit menggarap lahan dengan
luasan 1,09-1,58 Ha dan 1,59-2,08 Ha masing-masing adalah 1 orang atau sebesar
5%. Untuk sisanya sebesar 25% atau 5 orang menggarap lahan seluas 0,59-1,08
Ha. Tidak ada petani pengguna PGPR yang menggarap lahan dengan luasan 2,59-
3,08. Sedangkan pada petani non PGPR dapat terlihat pada Gambar 9 bahwa
responden paling sedikit menggarap lahan dengan luasan 2,59-3,08 yaitu
berjumlah 1 orang atau sebesar 2,94%. Untuk lahan seluas 0,59-1,08 digarap oleh
7 orang petani atau sebesar 20,59%. Kemudian untuk lahan sebesar 1,09-1,58 dan
1,59-2,08 digarap oleh masing-masing 2 orang petani non PGPR atau sebesar
5,88%. Menurut Cepriadi dan Yulida (2012) Luas lahan mempengaruhi produksi
tanaman sayuran. Semakin luas lahan maka akan semakin besar pula produksinya.
Hal ini sesuai dengan kondisi dimana petani pengguna PGPR yang memiliki rata-
rata luas lahan lebih kecil dari petani non PGPR memperoleh rata-rata produksi
yang lebih kecil pula. Yaitu sebesar 17,30 Ton pada petani pengguna PGPR dan
sebesar 18,64 Ton pada petani non PGPR.
63

Kategori Luas Lahan


70 65 64.7
Jumlah Persentase (%) 60
50
40
30 25
20.59
20
10 5 5.88 5 5.88
2.94
0
0
0,08-0,58 0,59-1,08 1,09-1,58 1,59-2,08 2,59-3,08

PGPR Non PGPR

Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)


Gambar 9. Diagram Persentase Jumlah Responden Berdasarkan Luas Lahan
5.2.5 Status Kepemilikan Lahan
Status kepemilikan lahan yang dimaksud adalah lahan yang saat ini
digarap dalam melakukan usahatani wortel. Status lahan yang digarap oleh petani
responden di Desa Sumber Brantas terbagi menjadi 2 yaitu lahan milik sendiri dan
lahan sewa. Berikut data status kepemilikan lahan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Karakteristik Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan
Jumlah Responden (Orang)
No Kategori Kepemilikan Lahan
PGPR Non PGPR
1 Milik Sendiri 18 31
2 Sewa 2 3
Total 20 34
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Berdasarkan Tabel 11 terlihat status lahan milik sendiri pada petani
pengguna PGPR dan non PGPR memiliki persentase yang paling tinggi.
Persentase paling besar pada petani pengguna PGPR adalah sebesar 90% atau
sebanyak 18 orang petani PGPR menggarap lahan sendiri, kemudian sisanya
sebanyak 2 orang atau sebesar 10% menggarap lahan sewa. Pada Gambar 10
sebagian besar petani non PGPR menggarap lahan milik sendiri yaitu sebesar
91,18% atau sebanyak 31 orang petani. Sebagian kecil lainnya sebanyak 3 orang
atau 8,82% menggarap lahan sewa. Menurut Mardikanto (1993) dalam Shofi et
al. 2019), status penguasaan lahan seringkali menjadi kendala dalam pelaksanaan
perubahan-perubahan usahatani karena sebagai juru-tani dan pengelola usahatani
tidak selalu berstatus sebagai pemilik lahan, yang seringkali memiliki keinginan
64

yang berbeda. Selain itu menurut Reintjes et al. (2001) dalam Shofi et al. (2019)
yang menyatakan bahwa status tanah dan pepohonan seringkali menjadi hambatan
utama. Bila petani tidak yakin dengan hak-hak mereka untuk memanfaatkan lahan
yang dibudidayakan, perangsang-perangang dalam praktek-praktek konservasi
sumberdaya akan menjadi lemah. Hal tersebut bisa menjadi alasan mengenai
kondisi statu s kepemilikan lahan petani yang rata-rata adalah milik sendiri baik
pada petani pengguna PGPR dan maupun non PGPR. Dimana status kepemilikan
lahan yang dimilik oleh pribadi membuat petani yakin akan hak-hak pasti
terhadap lahannya sehingga dapat dengan leluasa melakukan kegiatan usahatani
sesuai dengan kehendaknya dan dapat memberi rangsangan kepada petani
pengguna PGPR untuk melakukan praktek konservasi sumberdaya yang dimiliki
melalui aplikasi PGPR pada lahannya.

Kategori Status Kepemilikan Lahan


100 90 91.18
Jumlah Persentase (%)

90
80
70
60
50
40
30
20 10 8.82
10
0
Milik Sendiri Sewa

PGPR Non PGPR

Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)


Gambar 10. Diagram Persentase Jumlah Responden Berdasarkan Status Kepemilikan
Lahan
5.3 Gambaran Usahatani Wortel
Tanaman wortel merupakan salah satu komoditas unggulan di Desa
Sumber Brantas. Hal tersebut didukung dengan kondisi geografis yang memenuhi
syarat tumbuh dari tanaman wortel. Ketinggian Desa Sumber Brantas adalah
1400-1700 mdpl dan suhu rata-ratanya dapat mencapai 12-20°C. Kondisi seperti
itu menjadikan Desa Sumber Brantas sesuai untuk pengembangan tanaman
wortel. Balai Penelitian Tanaman Sayuran, 2011 menjelaskan bahwa wortel
merupakan tumbuhan sayur yang dapat ditanam sepanjang tahun terutama di
65

daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab berkisar 15-
21°C, atau kurang lebih terdapat pada ketinggian 1200-1500 mdpl. Tanaman ini
dapat tumbuh dengan baik pada tanah dengan pH 5-8 dengan curah hujan antara
2000–7000 mm/tahun.
Rata-rata luas lahan garapan petani wortel pengguna PGPR adalah sebesar
0,61 Ha lebih kecil dari rata-rata luas lahan petani non PGPR yaitu sebesar 0,75
Ha. Umumnya tanaman wortel di Desa Sumber Brantas dibudidayakan dengan
sistem rotasi dengan tanaman sayuran lainnya. Hal ini bertujuan untuk memutus
rantai serangan hama dan diversifikasi tanaman. Persiapan penanaman wortel
dilakukan dengan cara memberikan pupuk kandang terlebih dahulu pada lahan
garapan. Menurut Simanungkalit (2006) penggunaan pupuk kandang sebagai
pupuk tanaman merupakan suatu siklus unsur hara yang sangat bermanfaat dalam
mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam yang terbarukan, di sisi lain
penggunaan pupuk kandang dapat mengurangi unsur hara yang bersifat racun bagi
tanaman. Namun terdapat beberapa petani yang tidak memberikan pupuk kandang
karena merasa tanah garapannya masih menyimpan sisa-sisa hara dari tanaman
sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunaryono (1990) yang menyatakan
pada tanah-tanah yang masih subur misalnya tanah bekas tanaman kentang, kubis
atau lainnya pemberian pupuk kandang atau kompos dapat dikurangi atau
ditiadakan karena telah tersedia pada tanah bekas pertanaman sebelumnya.
Setelah memberikan pupuk kandang kegiatan yang dilakukan oleh petani
selanjutnya adalah melakukan olah tanah dan pembuatan guludan kegiatan
tersebut dilakukan menggunakan peralatan yang berbeda pada masing-masing
petani. Ada yang manual menggunakan cangkul dan ada yang menggunakan
mesin seperti traktor dan rotari. Kemudian dilanjutkan dengan menanam benih
wortel dengan cara disebar. Benih wortel yang digunakan petani di Desa Sumber
Brantas terbagi atas tiga jenis yaitu varietas Lokal, Manis dan Brastagi. Petani
memperoleh benih tersebut melalui dua acara yaitu membeli atau
mengembangkan sendiri. Rata-rata jarak tanam pada petani pengguna PGPR
adalah 8 x 8 cm sedangkan pada petani non PGPR adalah 10 x 10 cm. Penentuan
jarak tanam dilakukan pada saat penjarangan yaitu pada rata-rata usia 25 HST
atau biasa disebut dengan nyeledri. Setelah itu dilanjutkan dengan kegiatan
66

perawatan tanaman seperti pemberian pupuk dan pestisida. Pemberian pupuk dan
pestisida berbeda-beda pada setiap petani baik pada jumlah, jenis dan frekuensi
pemberiannya. Rata-rata pemberian pupuk dan pestisida pada petani pengguna
PGPR adalah sebanyak 2 kali pemberian pupuk dan 8 kali penyemprotan pestisida
dalam satu musim tanam dengan rata-rata menghabiskan 1 drum pada sekali
penyemprotan. Frekuensi pemberian pupuk dan pestisida pada petani non PGPR
adalah sebanyak 2 kali pemberian pupuk dan 9 kali penyemprotan dalam satu kali
musim tanam dengan rata-rata menghabiskan 2 drum pada sekali penyemprotan.
Waktu pemberian pupuk rata-rata dilakukan pada yaitu pada saat sebelum
menjarangi dan setelah menjarangi tanaman wortel. Kemudian waktu pemberian
pestisida rata-rata dilakukan pada saat setelah menjarangi tanaman wortel. Rata-
rata petani pengguna PGPR dan non PGPR menggunakan pestisida berjenis racun
untuk mengatasi hama dan berjenis obat untuk menanggulangi penyakit.
Pemberian pestisida jenis racun dan obat dikombinasikan dalam perbandingan
takaran dan dosis yang berbeda-beda pada setiap petani yang selanjutnya
dicampurkan pada 1 drum yang berisi 200 Liter air untuk kemudian
disemprtotkan pada lahan. Hama dan penyakit yang sering muncul pada tanaman
wortel adalah hama ulat dan juga jamur (fusarium). Kegiatan perawatan tanaman
dilakukan hingga tanaman siap panen. Kegiatan panen tanaman wortel di Desa
Sumber Brantas dilakukan dengan sistem tebasan. Sistem tebasan merupakan
sistem pembelian hasil panen yang dilakukan oleh tengkulak dengan cara
menebas atau membeli tanaman wortel dalam satu luasan lahan dimana
kesepakatan harga atau jual beli biasanya terjadi di lahan ketika petani dan
tengkulak melihat kondisi tanaman di lahan. Ketika tanaman sudah di tebas maka
yang melakukan panen dan pengangkutan hasil panennya adalah tengkulak itu
sendiri. Sedangkan petani hanya perlu menunggu tengkulak selesai memanen
semua tanaman wortel sehingga lahan sudah siap untuk diusahakan kembali.
Rata-rata hasil produksi petani pengguna PGPR adalah sebesar 17,30 Ton
dan rata-rata hasil produksi dari petani non PGPR sebesar 18,64 Ton. Rata-rata
hasil produksi petani pengguna PGPR lebih rendah dari petani non PGPR
disebabkan oleh rata-rata luas lahannya yang lebih kecil dibandingkan dengan
petani non PGPR. Hal ini sesuai dengan pendapat Naura et al. (2020) yang
67

menyatakan bahwa semakin luas lahan usahatani maka semakin tinggi hasil
produksi dan semakin besar, sebaliknya jika luas lahan yang digarap semakin
kecil maka hasil produksi yang didapatkan kecil. Namun produktivitas dari petani
pengguna PGPR adalah sebesar 27,99 Ton/Ha lebih besar dari rata-rata
produktivitas petani non PGPR dengan produktivitas sebesar 25,67 Ton/Ha.
Perbedaan tersebut dapat disebabkan perbedaan jarak tanam dan penggunaan
inovasi pertanian berupa PGPR pada petani pengguna PGPR. Rata-rata jarak
tanam yang digunakan oleh petani non PGPR lebih sempit dibandingkan dengan
petani non PGPR. Sehingga rata-rata populasi tanaman pada petani pengguna
PGPR lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Sumpena dan Meliani (2005)
dalam Adnan dan Laksono (2013) menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan
bobot panen umbi tinggi per satuan luas lahan pada jarak tanam rapat disebabkan
oleh jumlah tanaman tinggi. Kemudian Penelitian Silva et al. (2008), Rajasekaran
et al. (2006), serta Sarkindiya dan Yakubu (2006) dalam Adnan dan Lakosono
(2013) juga mendapatkan hasil populasi tinggi memberikan hasil panen yang
tinggi. Akan tetapi menurut Samadi (1999) Jarak tanam yang terlalu rapat dapat
meningkatkan kelembapan disekitar tanaman dan dapat mengundang
berkembangnya patogen sehingga tanaman mudah terserang oleh penyakit.
Disamping itu, jarak tanam yang terlalu rapat juga menyebabkan umbi yang
terbentuk berukuran kecil dan berkualitas rendah. Maka dari itu pengaturan jarak
tanam tetap harus dilakukan dengan memperhatikan kerapatan yang masih dapat
ditolerir dan menghasilkan produksi yang baik. Meskipun rata-rata jarak tanam
yang digunakan oleh petani pengguna PGPR lebih kecil dari petani non PGPR
akan tetapi dapat menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi. Hal ini dapat
disebabkan oleh penggunaan PGPR pada usahatani wortel. Rata-rata petani
pengguna PGPR telah menggunakan PGPR selama 27 musim tanam sehingga
kondisi tanahnya telah membaik sehingga dapat mendukung pertumbuhan dan
produksi tanaman. Menurut penelitian Triani et al. (2020) dalam Ardiansyah et al.
(2020) mengenai penggunaan PGPR pada tanaman wortel kondisi tanah,
mengalami sedikit peningkatan pada kadar bahan organik, kadar N, kadar P dan
kadar K setelah aplikasi penggunaan PGPR dalam satu kali musim tanam.
Kemudian menurut Rahni (2012), PGPR dapat memproduksi fitohormon yaitu
68

IAA, sitokinin, giberelin, etilen dan asam absisat, dimana IAA merupakan bentuk
aktif dari hormon auksin yang dijumpai pada tanaman dan berperan meningkatkan
kualitas dan hasil panen. Selain itu menurut Triani et al. (2020) dalam Ardiansyah
et al. (2020) PGPR dapat memicu mekanisme pertahanan tanaman terhadap
patogen atau penyakit yang ditularkan melalui tanah. Hal ini sejalan dengan
pendapat Widawati (2015) yaitu PGPR berisi bakteri yang bersifat efektif dan
agresif menginfeksi akar sehingga akar akan terhindar dari infeksi bakteri lain
yang merugikan tanaman (hama penyakit) serta dapat memperbaiki aerasi tanah
dan tanah menjadi subur.
5.4 Analisis Usahatani Wortel
5.4.1 Analisis Biaya Usahatani Wortel
1. Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usahatani Wortel
Biaya usahatani merupakan semua biaya yang diperlukan dalam usahatani
untuk memproduksi suatu produk dalam satuan periode produksi. Biaya produksi
adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk mengelola usahatani selama satu kali
musim tanam yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel, dinyatakan dalam
satuan rupiah (Rp) (Nurmala et al., 2017). Menurut Soekartawi (2006) biaya tetap
merupakan biaya yang jumlahnya relatif tetap dan tidak terpengaruh terhadap
banyak sedikitnya produksi yang dihasilkan. Biaya tetap yang dikeluarkan petani
responden dalam kegiatan usahatani wortel di lokasi penelitian adalah biaya lahan
dan biaya penyusutan alsintan. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besar
kecilnya dipengaruhi oleh jumlah produksi yang didapatkan. Biaya variabel yang
diperhitungkan dalam kegiatan usahatani wortel di Desa Sumber Brantas adalah
biaya faktor produksi berupa benih, pupuk, pestisida, PGPR dan biaya tenaga
kerja. Berikut pada Tabel 12 dan Tabel 13 ditampilkan perhitungan rata-rata biaya
tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan oleh petani wortel di Desa Sumber
Brantas baik yang menggunakan PGPR maupun tidak.

Tabel 12. Rata-rata Biaya Tetap Usahatani Wortel Petani PGPR dan Non PGPR Periode
Tanam September-Desember 2020
Biaya (Rp) Persentase (%)
Keterangan
PGPR Non PGPR PGPR Non PGPR
Biaya Lahan (Rp) 1.098.600 1.299.088 45 44
Biaya Penyusutan (Rp) 1.340.344 1.631.679 55 56
Total 2.438.944 2.930.767 100 100
69

Maximum 13.156.000 13.980.000


Minimum 548.000 193.000
Standart Deviasi 2901545 3216745
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Berdasarkan data pada Tabel 12 diketahui bahwa pada petani pengguna
PGPR rata-rata pengeluaran biaya tetap adalah sebesar Rp 2.438.944/ Ha/ musim
tanam dengan biaya lahan yaitu sebesar Rp 1.098.600/ Ha/ musim tanam dan
biaya penyusutan alat pertanian yaitu sebanyak Rp 1.340.344/musim tanam.
Sedangkan petani non PGPR rata-rata pengeluaran biaya tetapnya sebesar Rp
2.930.767 dengan biaya lahan sebanyak Rp 1.299.088/musim tanam dan biaya
penyusutan alat pertanian sebesar Rp 1.631.441/ Ha/ musim tanam. Biaya
penyusutan pada petani pengguna PGPR dan non PGPR memiliki persentase
sebesar 45% dan 44%. Selanjutnya untuk biaya lahan pada petani pengguna
PGPR dan non PGPR adalah sebesar 55% dan 56%. Terdapat perbedaan
pengeluaran biaya tetap pada petani pengguna PGPR dan non PGPR dimana
petani non PGPR mengeluarkan biaya tetap lebih banyak dari petani pengguna
PGPR dengan selisih sebesar Rp 491.823. Hal tersebut dapat disebabkan oleh
perbedaan biaya lahan karena lokasinya berbeda-beda dan alat pertanian yang
digunakan berbeda pula. Hal ini sesuai dengan pendapat Daldjoeni (1998) yang
mengemukakan bahwa pajak tanah dan bangunan berbeda-beda berdasarkan
sektor kota dan tidak berarti bahwa tanah yang berada di dekat pusat kota
memiliki pajak tertinggi.
Tabel 13. Rata-rata Biaya Variabel Usahatani Wortel Petani PGPR dan Non PGPR
Periode Tanam September-Desember 2020
Keterangan Jumlah Input Biaya (Rp) Persentase (%)
c. Rata-rata
Non Non
Biaya Variabel PGPR PGPR Non PGPR PGPR
PGPR PGPR
(Rp)
Benih (Kg) 12,29 12,61 2.419.837 3.257.110 7,28 8,85
Pupuk Kandang 24,88 22,84
9,58 12,56 8.271.250 8.405.276
(Ton)
Pupuk NPK 7,16 6,77
260,25 276,11 2.381.102 2.492.275
(Kg)
Pupuk Urea 0,56 0,73
83,81 116,68 187.561 269.549
(Kg)
Pupuk ZA (Kg) 90,31 109 154.731 186.087 0,48 0,51
Pupuk SP-36 0,85 0,79
147,79 144,33 283.971 289.964
(Kg)
Pupuk Phonska 1,24 1,17
178,78 183,91 412.660 429.366
(Kg)
70

Pestisida (L) 15,37 23,09 3.847.750 6.267.549 11,57 17,03


Tenaga Kerja
111,38 125,62 14.217.478 15.200.586 42,77 41,31
(HOK)
PGPR (L) 46,48 1.068.639 3,21
Total 33.245.033 36.797.762 100 100
Maximum 49.132.500 132.233.571
Minimum 14.371.174 18.356.500
St. Deviasi 10632774 19130930
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Berdasarkan Tabel 13, diketahui bahwa rata-rata biaya variabel yang
dikeluarkan oleh petani pengguna PGPR dan non PGPR berturut-turut adalah
sebesar Rp 33.245.033/Ha/musim tanam dan Rp 36.797.762 /Ha/ musim tanam
dengan persentase pengeluaran terbesar adalah pada tenaga kerja yaitu sebesar
42,77% pada petani pengguna PGPR dan sebesar 41,31% pada petani non PGPR.
Hal ini disebabkan karena kegiatan usahatani yang dilakukan bermacam-macam
dan kebutuhan tenaga kerja dalam budidaya wortel tidaklah sedikit sehingga biaya
yang dikeluarkan untuk tenaga kerja menjadi tinggi. Kegiatan tersebut meliputi
pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, penjarangan dan penyemprotan.
Sedangkan kegiatan panen dilakukan oleh tengkulak yang membeli hasil panen
wortel dari petani. Hal ini sesuai dengan pendapat Rompas et al, (2015) yang
menyatakan bahwa sektor pertanian membutuhkan banyak tenaga kerja. Sejalan
dengan pendapat Saeri (2018) yang menyatakan bahwa dalam kegiatan usahatani
membutuhkan tenaga kerja manusia untuk melakukan berbagai kegiatan seperti
Pengolahan lahan, pengadaan saprodi, penanaman, persemaian, peliharaan,
meliputi: pemupukan, penyiangan, pemangkasan, pengairan dan lain-lain
kemudian panen, pengangkutan dan penjualan hasil. Petani pengguna PGPR
memiliki HOK dan biaya tenaga kerja yang lebih rendah dari petani non PGPR
dengan selisih biaya sebesar Rp 983.108. Petani pengguna PGPR telah
mengurangi penggunaan beberapa input seperti pupuk dan pestisida sehingga
penggunaan tenaga kerja untuk pengaplikasian input menjadi berkurang sehingga
upah untuk tenaga kerja menjadi lebih rendah dari petani non PGPR. Dimana
pada gambaran usahatani wortel terlihat bahwa rata-rata frekuensi pemberian
pestisida pada petani pengguna PGPR lebih sedikit dari petani non PGPR.
Biaya variabel tertinggi kedua yang dikeluarkan oleh petani wortel
pengguna PGPR dan non PGPR adalah biaya pupuk kandang dengan persentase
71

sebesar 24,88% pada petani pengguna PGPR dan sebesar 22,84% pada petani non
PGPR. Hal ini disebabkan oleh pada saat pengolahan lahan baik petani pengguna
PGPR dan non PGPR memberikan pupuk kandang yang cukup banyak yaitu
sebanyak 9,58 Ton dan sebanyak 12,56 Ton. Hal ini sesuai dengan pendapat dari
Roidah (2013) yang menyatakan bahwa kandungan unsur hara dalam pupuk
kandang tidak terlalu tinggi, tetapi jenis pupuk ini mempunyai fungsi lain yaitu
dapat memperbaiki sifat–sifat fisik tanah seperti permeabilitas tanah, porositas
tanah, struktur tanah, daya menahan air dan kation–kation tanah. Selain itu
menurut Simanungkalit et al. (2006) secara umum, kandungan hara dalam kotoran
hewan lebih rendah daripada pupuk kimia. Oleh karena itu biaya aplikasi
pemberian pupuk kandang ini lebih besar daripada pupuk anorganik. Sedangkan
persentase pengeluaran biaya terbesar ketiga bagi petani pengguna PGPR dan non
PGPR adalah biaya pestisida dengan persentase sebesar 11,57% pada petani
pengguna PGPR dan sebesar 17,03% pada petani non PGPR. Petani non PGPR
mengeluarkan biaya pestisida yang lebih besar dari petani pengguna PGPR
dikarenakan rata-rata jumlah pestisida yang digunakan juga lebih banyak dengan
rata-rata frekuensi penyemprotan petani non PGPR lebih sering seperti yang
terlihat pada gambaran usahatani wortel. Hal tersebut dapat terjadi karena petani
pengguna PGPR di lapang telah mengurangi penggunaan pestisida karena dirasa
penggunaan PGPR telah mampu membuat tanaman menjadi lebih kuat terhadap
serangan hama. Hal ini sesuai dengan pendapat Ashrafuzzaman et al. (2009) yang
menyatakan bahwa manfaat utama dari PGPR adalah untuk menghasilkan
senyawa antibakteri yang efektif melawan patogen dan hama tanaman. Selain itu
menurut Triani et al. (2020) dalam Ardiansyah et al, (2020) PGPR dapat memicu
mekanisme pertahanan tanaman terhadap patogen atau penyakit yang ditularkan
melalui tanah. Pengeluaran biaya variabel petani non PGPR lebih besar dari petani
pengguna PGPR yaitu terdapat selisih sebesar Rp 3.552.729 pada biaya variabel
yang dikeluarkan. Hal ini dapat disebabkan oleh penggunaan jumlah input yang
berbeda antara petani pengguna PGPR dan non PGPR. Dimana petani non PGPR
menggunakan jumlah input produksi yang lebih banyak dari petani pengguna
PGPR. Selain itu petani pengguna PGPR mulai mengurangi beberapa input
produksinya sehingga membuat biaya produksinya menjadi berkurang. Sehingga
72

pengeluaran biaya variabel petani non PGPR lebih tinggi dari pada petani
pengguna PGPR.
2. Total Biaya Usahatani Wortel
Total biaya usahatani wortel merupakan jumlah keseluruhan biaya yang
dikelurakan petani responden yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.
Total biaya tetap terdiri dari biaya lahan dan penyusutan. Sedangkan biaya
variabel terdiri dari biaya benih, pupuk, pestisida, PGPR dan tenaga kerja. Berikut
pada Tabel 14 adalah total biaya usahatani petani wortel pengguna PGPR dan non
PGPR di Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.
Tabel 14. Rata-rata Total Biaya Usahatani Wortel Petani PGPR dan Non PGPR Periode
Tanam September-Desember 2020
Biaya (Rp) Persentase Biaya (Rp) Persentase
No Keterangan
PGPR (%) Non PGPR (%)
1 Biaya Tetap 2.438.944 6,83 2.930.767 7,38
2 Biaya Variabel 33.245.033 93,17 36.797.762 92,62
Total 35.683.977 100 39.728.529 100
Maximum 53.681.000 133.728.726
Minimum 20.119.102 20.746.322
Standart Deviasi 9767459 19227901
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Berdasarkan data Tabel 14, menjelaskan bahwa petani responden
pengguna PGPR dan non PGPR masing-masing rata-rata mengeluarkan biaya
total untuk kegiatan usahataninya adalah sebesar Rp 35.683.977/Ha/ musim tanam
dan Rp 39.728.529/ Ha/ musim tanam. Persentase total biaya didominasi oleh
biaya variabel dengan nominal sebesar Rp 33.245.033/Ha/ musim tanam atau
dengan persentase sebesar 93,17% pada petani pengguna PGPR dan sebesar Rp
39.728.529/Ha/ musim tanam atau dengan persentase sebesar 92,62% pada petani
non PGPR. Hal ini menunjukkan bahwa biaya variabel yang terdiri dari biaya
benih, pupuk, pestisida, PGPR dan tenaga kerja merupakan biaya tertinggi yang
dapat menentukan besar kecilnya pendapatan petani wortel di Desa Sumber
Brantas. Terdapat rata-rata selisih pengeluaran total biaya antara petani pengguna
PGPR dan non PGPR yaitu sebesar Rp 4.044.552/Ha/ musim tanam. Hal ini dapat
disebabkan oleh adanya perbedaan penggunaan input pada petani pengguna PGPR
dan non PGPR. Dimana petani non PGPR menggunakan input yang lebih banyak
dari petani non PGPR sehingga pengeluaran biayanya lebih banyak. Hal ini dapat
disebabkan karena petani pengguna PGPR mengurangi penggunaan beberapa
73

input karena dirasa penggunaan PGPR dapat memperbaiki kondisi lahan dan
tanaman sehingga tanaman tetap dapat tumbuh dengan baik meskipun terdapat
pengurangan penggunaan beberapa input. Menurut Tombe (2013) PGPR dapat
berperan sebagai sebagai pupuk hayati dan penghasil fitohormon untuk
menstimulasi pertumbuhan dan dapat menginduksi ketahanan tanaman terhadap
patogen penyakit dan hama. Kemudian menurut penelitian Cahyani et al. (2018)
pemberian PGPR pada pertanaman umbi-umbian dapat meningkatkan kadar N
dan P tanah, serta produksi umbi. Sejalan dengan penelitian Glick (2012)
menyatakan bahwa penggunaan PGPR pada awalnya dapat membuat penggunaan
pupuk berkurang, namun bila diterapkan secara terus menerus pada akhirnya akan
menggantikan penggunaan pupuk anorganik yang selama ini digunakan serta
dapat digunakan sebagai strategi membersihkan lingkungan.
5.4.2 Analisis Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Wortel
1. Penerimaan
Penjualan hasil panen wortel di Desa Sumber Brantas dilakukan dengan
sistem tebasan yaitu dengan cara dijual secara langsung kepada tengkulak di
lahan. Kesepakatan dalam menebas ditentukan di lahan setelah melihat kondisi
tanaman wortel yang siap panen di lahan garapan tersebut. Wortel dalam bentuk
segar yang masih di tanam di tanah garapan itulah yang menjadi hasil panen yang
dijual petani kepada tengkulak yang menebas tanpa melalui proses panen dan
pengolahan pasca panen. Penjualan wortel dalam bentuk tebasan inilah yang
menjadi penerimaan petani wortel responden di daerah penelitian. Penerimaan
merupakan nilai uang yang didapatkan petani dari hasil produksi yang dikalikan
dengan harga komoditi. Rata-rata produksi wortel yang dihasilkan oleh petani
responden pengguna PGPR dan non PGPR adalah sebesar 27,99 Ton/ Ha/ musim
tanam dan sebesar 25,47 Ton/ Ha/ musim tanam dengan harga wortel di Desa
Sumber Brantas pada saat penelitian adalah Rp 4.000-5.000/Kg. Sehingga rata-
rata penerimaan usahatani wortel pengguna PGPR dan non PGPR di Desa Sumber
Brantas berturut-turut adalah sebesar Rp 154.951.021/ Ha/ musim tanam dan
sebesar Rp 125.498.615/ Ha/ musim tanam. Petani wortel penggua PGPR
mendapatkan rata-rata hasil produksi dan penerimaan yang lebih besar dari pada
petani non PGPR dengan selisih hasil produksi sebesar 2,52 Ton dan selisih
74

penerimaan sebesar Rp 29.452.406/ Ha/ musim tanam. Hal ini dapat disebabkan
oleh rata-rata hasil produksi petani pengguna PGPR lebih besar dari petani non
PGPR sehingga penerimaannya menjadi lebih banyak.
2. Pendapatan
Pendapatan yang diterima oleh petani wortel responden didapatkan dari
hasil selisih total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Total
pendapatan dapat diketahui setelah mengetahui total biaya dan total penerimaan.
Berikut pada Tabel 15 ditampilkan rata-rata total penerimaan dan juga total biaya
guna mencari rata-rata pendapatan pada petani PGPR maupun non PGPR.
Tabel 15. Rata-rata Pendapatan Usahatani Wortel Petani PGPR dan Non PGPR Periode
Tanam September-Desember 2020
Nilai (Rp)
No Keterangan
PGPR Non PGPR
1 Total Penerimaan 154.951.021 125.498.615
2 Total Biaya Usahatani Wortel 35.683.977 39.728.529
Total Pendapatan 119.267.044 85.770.086
Maximum 204.416.500 186.987.000
Minimum 7.600.000 6.796.606
Standart Deviasi 63246007 52206050
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Berdasarkan Tabel 15 komponen pertama yang digunakan untuk
mengetahui pendapatan adalah rata-rata penerimaan usahatani wortel petani
pengguna PGPR dan non PGPR yaitu sebesar Rp 154.951.021/ Ha/ musim tanam
dan sebesar Rp 125.498.615/ Ha/ musim tanam. Komponen kedua yang
digunakan untuk mengetahui rata-rata pendapatan petani wortel adalah rata-rata
total biaya yang dikeluarkan oleh petani wortel. Rata-rata total biaya yang
dikeluarkan oleh petani wortel responden pengguna PGPR dan non PGPR
berturut-turut adalah sebesar Rp 35.267.044/ Ha/ musim tanam dan Rp
39.728.529/ Ha/ musim tanam. Sehingga selisih antara rata-rata total penerimaan
dan rata-rata total pengeluaran biaya bagi petani wortel pengguna PGPR dan non
PGPR berturut-turut adalah sebesar Rp 119.267.044/ Ha/ musim tanam dan Rp
85.770.086/ Ha/ musim tanam. Petani wortel pengguna PGPR memperoleh hasil
rata-rata penerimaan yang lebih besar dibandingkan dengan petani wortel non
PGPR, dimana terdapat selisih sebesar Rp 33.496.958/ Ha/ musim tanam. Hal ini
disebabkan oleh rata-rata penerimaan petani pengguna PGPR lebih besar dan
75

pengeluaran total biayanya lebih sedikit dibandingkan dengan petani non PGPR.
Sehingga pendapatan petani pengguna PGPR lebih besar dari petani non PGPR
5.4.3 Analisis Kelayakan Usahatani Wortel (R/C ratio)
Soekartawi (2006) menjelaskan R/C ratio memiliki arti sebagai
perbandingan total penerimaan dan total biaya. Kelayakan kegiatan usahatani
wortel di Desa Sumber Brantas dapat dianalisis menggunakan R/C rasio yang
bertujuan untuk mengetahui kelayakan suatu usahatani yang dijalankan. Adapun
analisis kelayakan usahatani responden ditampilkan pada Tabel 15 berikut
Tabel 16. Rata-rata R/C ratio Usahatani Wortel Petani PGPR dan PGPR Non Periode
Tanam September-Desember 2020
Nilai (Rp)
No Keterangan
PGPR Non PGPR
1 Rata-rata TR 154.951.021 125.498.615
2 Rata-rata TC 35.683.977 39.728.529
R/C rasio 4,28 3,15
Maximum 9,33 7,12
Minimum 1,27 1,31
Standart Deviasi 1,83472 1,34407
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)

Berdasarkan hasil perhitungan dari R/C rasio didapatkan rata-rata nilai TR


(Total Revenue) pada petani wortel pengguna PGPR dan non PGPR lebih besar
dari rata-rata nilai TC (Total Cost) sehingga pada petani wortel pengguna PGPR
maupun non PGPR memiliki R/C rasio yang lebih besar dari 1. Hasil perhitungan
rata-rata R/C rasio pada petani pengguna PGPR adalah sebesar 4,28 yang berarti
bahwa setiap pengorbanan biaya Rp 1 oleh petani wortel responden pengguna
PGPR maka akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 4,28. Sedangkan bagi
petani wortel responden non PGPR hasil perhitungan rata-rata R/C rasio
menunjukkan nilai 3,15 yang berarti bahwa setiap pengorbanan biaya sebesar Rp
1 oleh petani wortel responden non PGPR maka akan menghasilkan penerimaan
sebesar Rp 3,15. Perhitungan rata-rata R/C rasio tersebut menunjukkan bahwa
usahatani wortel di Desa Sumber Brantas baik pada petani responden pengguna
PGPR dan non PGPR layak untuk diusahakan dan dikembangkan karena memiliki
nilai R/C rasio lebih besar dari satu yaitu (4,28 > 1) dan (3,15 > 1). Menurut Saeri
(2018) kriteria pada R/C rasio terbagi menjadi tiga antara lain: R/C Rasio > 1
maka usahatani dikatakan layak karena menguntungkan, kemudian R/C Rasio = 1
76

maka usahatani dikatakan BEP, selanjutnya R/C Rasio < 1 maka usahatani
dikatakan tidak layak karena rugi. Rata-rata nilai R/C rasio pada petani responden
pengguna PGPR lebih besar dari pada petani responden non PGPR menunjukkan
bahwa petani pengguna PGPR memiliki nilai kelayakan yang lebih besar daripada
petani non PGPR sehingga dapat dikatakan lebih layak karena dengan
mengorbankan biaya sebesar Rp 1 dapat menghasilkan penerimaan yang lebih
besar dari pada penerimaan yang dihasilkan oleh petani non PGPR. Hal ini dapat
terjadi karena total biaya yang dikeluarkan oleh petani pengguna PGPR lebih
sedikit dari pada non PGPR sehingga pembaginya menjadi lebih kecil dan
membuat hasil R/C rasio pada petani pengguna PGPR menjadi lebih besar.
5.5 Analisis Perbandingan Produktivitas dan Kelayakan Usahatani Wortel
Penelitian ini menggunakan analisis uji beda rata-rata independen untuk
menguji tingkat produktivitas dan kelayakan usahatani antara petani wortel
responden pengguna PGPR dan non PGPR. Responden pada penelitian dibagi
menjadi 2 kelompok yaitu sebanyak 20 petani wortel pengguna PGPR dan
sebanyak 34 petani wortel non PGPR. Uji beda rata-rata digunakan mengetahui
ada atau tidaknya perbedaan antara dua buah data. Menurut Raditya et al. (2013)
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum uji t dilakukan, yakni:
data masing-masing berdistribusi normal, kemudian kedua sampel responden
bersifat independen, selanjutnya varian dari populasi data tidak diketahui. Maka
dari itu uji normalitas dan uji homogenitas data dilakukan terlebih dahulu sebelum
melakukan uji beda rata-rata.
5.5.1 Uji Normalitas
Uji normalitas memiliki tujuan untuk menguji apakah data yang digunakan
terdistribusi nomal atau tidak. Cara yang dapat digunakan untuk menguji
normalitas suatu data yaitu bisa dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov
dan uji Shapiro.Wilk. Data dapat dikatakan terdistribusi normal apabila hasil uji
normalitasnya lebih besar dari 0,05. Hasil uji normalitas data produktivitas dan
kelayakan usahatani wortel dapat dilihat pada Tabel 17 berikut ini.
Tabel 17. Hasil Uji Normalitas Tingkat Produktivitas dan Kelayakan Usahatani Petani
PGPR dan Non PGPR Periode Tanam September-Desember 2020
Produktivitas R/C rasio
Kelompok Kolmogoro Kolmogorov
Shapiro.Wilk. Shapiro.Wilk.
v Smirnov Smirnov
77

Petani PGPR 0,200 0,282 0,200 0,312


Petani Non PGPR 0,200 0,082 0,200 0,116
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Berdasarkan hasil uji normalitas yang ditunjukkan pada Tabel 16 pada
data produktivitas didapatkan bahwa nilai signifikansi dari Kolmogorov-Smirnov
pada petani pengguna PGPR dan non PGPR adalah 0,200 ( >0,05 ), sedangkan
pada uji Shapiro.Wilk menunjukkan nilai signifikansi pada petani pengguna PGPR
sebesar 0,282 ( >0,05) dan petani non PGPR sebesar 0,082 ( >0,05). Kemudian
pada data kelayakan usahatani (R/C rasio) didapatkan nilai signifikansi dari
Kolmogorov-Smirnov pada petani pengguna PGPR sebesar 0,200 ( >0,05) dan
pada petani non PGPR sebesar 0,200 ( >0,05), sedangkan pada uji Shapiro.Wilk
signifikansi menunjukkan nilai sebesar 0,312 ( >0,05) pada petani pengguna
PGPR dan sebesar 0,116 ( >0,05) pada petani non PGPR. Hal tersebut berarti
bahwa keseluruhan data yang digunakan baik data produktivitas dan data
kelayakan usahatani terdistribusi normal karena hasil analisisnya menunjukkan
nilai signifikansinya diatas 0,05. Uji independent sample t-test bisa dilakukan
apabila data yang digunakan terdistribusi normal. Dengan hasil yang telah
ditunjukkan maka uji independent sample t-test dapat dilakukan karena data
terdistribusi normal dan memenuhi uji normalitas.

5.5.2 Uji Homogenitas


Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah variasi populasi tersebut
homogen atau tidak. Dikatakan homogen atau sama yaitu ketika nilai
signifikansinya lebih besar dari 0,05. Uji homogenitas dijadikan acuan untuk
menentukan uji statistik yang digunakan dalam penelitian. Berikut pada Tabel 18
merupakan hasil dari uji homogenitas.
Tabel 18. Hasil Uji Homogenitas Produktivitas dan Kelayakan Usahatani Petani PGPR
dan Non PGPR Periode Tanam September-Desember 2020
Keterangan F Sig.
Equal Variances Assumed
Hasil Produktivitas 0,050 0,824
Equal Variances not Assumed
Equal Variances Assumed
Hasil R/C rasio 1,085 0,302
Equal Variances not Assumed
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Berdasarkan Tabel 18 diketahui bahwa nilai signifikansi pada hasil
produktivitas sebesar 0,824 ( >0,05) dan nilai signifikansi kelayakan usahatani
78

sebesar 0,302 ( >0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa varian dari dua kelompok
data bersifat homogen atau sama sehingga dalam melakukan uji T untuk
mengetahui nilai signifikansinya mengacu pada hasil dari equal variances
assumed. Hal ini sesuai dengan pendapat Setyawarno (2017) yang menyatakan
jika data homogen maka mengacu pada equal variance assumed sedangkan jika
data tidak homogen maka mengacu pada equal varianve not asuumed.
5.5.3 Uji Beda Rata-Rata
Pengujian beda rata-rata dilakukan untuk mengetahui apakah tingkat
produktivitas dan kelayakan usahatani pada petani wortel responden pengguna
PGPR lebih besar dari pada petani non PGPR. Berdasarkan hasil uji homogenitas
yang didapatkan bahwa data produktivitas dan data kelayakan usahatani bersifat
sama atau homogen maka akan digunakan nilai uji T berdasarkan pada nilai equal
variances assumed. Berikut pada Tabel 19 adalah hasil dari analisis uji beda rata-
rata produktivitas dan kelayakan usahatani wortel pada petani pengguna PGPR
dan non PGPR.
Tabel 19. Hasil Uji Beda Rata-Rata Produktivitas dan Kelayakan Usahatani Petani PGPR
dan Non PGPR Periode Tanam September-Desember 2020
Equal
Standart Variances
Kelompok N Mean Max Min
Deviasi Assumed
t Sig.
a. Produktivitas
2 34,45 23 3,14917
Petani PGPR 27,9869
0
2.568 0,013
3 31,6 20,2 3,55351
Petani Non PGPR 25,4685
4
b. Kelayakan Usahatani
2 9,3350 1,2715 1,83472
Petani PGPR 4,2789
0
2,530 0,014
3 7,1281 1,3149 1,34407
Petani Non PGPR 3,1763
4
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Tabel 19 menunjukkan bahwa nilai rata-rata produktivitas wortel pada
petani pengguna PGPR adalah sebesar 27,9869 Ton/Ha sedangkan pada petani
non PGPR adalah sebesar 25,4685 Ton/Ha. Berdasarkan equal variances assumed
dapat diketahui bahwa nilai signifikansinya adalah 0,013 ( <0,05). Hasil
signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 diartikan bahwa H 0 ditolak dan H1 diterima.
Selain itu nilai t sebesar 2,568 lebih besar dari t tabel 2,0065 juga
mengindikasikan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian maka
79

tingkat produktivitas wortel petani pengguna PGPR lebih tinggi dari pada petani
non PGPR dengan rata-rata selisih perbedaannya sebesar 2,5184 Ton/Ha.
Kemudian nilai rata-rata kelayakan usahatani pengguna PGPR adalah 4,2789
lebih besar dari pada petani non PGPR yang hanya sebesar 3,1763. Berdasarkan
equal variances assumed nilai signifikansinya adalah 0,014 (<0,05) menandakan
bahwa H0 ditolak dan H1 diterima karena signifikansi kurang dari 0,05. Selain itu
nilai t sebesar 2,530 lebih besar dari t tabel 2,0065 juga mengindikasikan bahwa
H0 ditolak dan H1 diterima. Sehingga tingkat kelayakan usahatani wortel pengguna
PGPR lebih tinggi dari pada petani non PGPR.
Perbedaan hasil antara tingkat produktivitas dan kelayakan usahatani
tersebut dapat disebabkan oleh terdapat perbedaan jumlah dan jenis input yang
digunakan. Dimana petani pengguna PGPR menggunakan PGPR dalam
usahataninya sedangkan petani non PGPR tidak menggunakannya. Berdasarkan
uji beda rata-rata kelayakan usahatani dan produktivitas petani pengguna PGPR
lebih tinggi dari petani non PGPR. Hal ini disebabkan oleh rata-rata penggunaan
jumlah input petani pengguna PGPR yang lebih sedikit dibandingkan dengan
petani non PGPR sehingga membuat biaya pengeluarannya menjadi lebih rendah.
Hal ini sesuai dengan manfaat PGPR dari hasil penelitian Geetha et al. (2014)
dimana berdasarkan aktifitasnya PGPR dapat menginduksi pertumbuhan tanaman
baik secara langsung maupun secara tidak langsung, dan PGPR dapat
diklasifikasikan sebagai agen biofertilizer, fitostimulator, rizoremediator dan
biopestisida. Selain itu berdasarkan penelitian Husen et al. (2006) penggunaan
PGPR akan mengurangi pemakaian senyawa kimia sintetis berlebihan, baik dalam
penyediaan hara tanaman (biofertilizers) maupun dalam pengendalian
(bioprotectants). Kemudian rata-rata produktivitas yang lebih tinggi membuat
petani pengguna PGPR memperoleh rata-rata penerimaan yang lebih besar dari
petani non PGPR. Menurut Viveros et al. (2010) dalam Ningrum et al. (2017)
bakteri PGPR secara tidak langsung memiliki kemampuan dalam menyediakan
unsur hara penting bagi tanaman seperti nitrogen, fosfat, sulfur, kalium dan ion
besi. Sehingga dengan tersedianya unsur hara bagi tanaman maka pertumbuhan
dan perkembangan tanaman akan semakin meningkat sehingga dapat
meningkatkan hasil panen atau produksinya. Berdasarkan dari rata-rata
80

penerimaan yang lebih besar dan pengeluaran biaya yang lebih rendah membuat
rata-rata kelayakan usahatani petani pengguna PGPR lebih tinggi dari petani non
PGPR.
5.6 Analisis Tingkat Efisiensi Usahatani Wortel
Analisis tingkat efisiensi usahatani wortel menggunakan metode Data
Envelopment Analysis (DEA) dimana menggunakan Decision Making Unit
(DMU) sebagai objek yang diteliti tingkat efisiensinya baik efisiensi teknis,
efisiensi harga dan juga efisiensi biaya. Sebuah DMU dikatakan belum efisien
apabila nilai efisiensinya kurang dari 1, dan dikatakan efisien adalah apabila nilai
efisiensinya =1. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Worthinton dan Hurley
(2002) yang menyatakan bahwa nilai efisiensi yang kurang dari satu relatif tidak
efisien. DMU yang belum efisien secara teknis menunjukkan bahwa faktor-faktor
produksi yang digunakan belum optimal, sedangkan DMU yang belum efisien
secara harga menunjukkan penggunaan biaya produksi yang belum optimal dari
segi harga input produksi yang digunakan. Kemudian efisiensi biaya dapat
tercapai apabila DMU dapat efisien secara teknis dan harga.
Pendekatan yang digunakan dalam pengukuran efisiensi menggunakan
pendekatan input oriented. Pendekatan input oriented dipilih karena diharapkan
usahatani dengan output atau pendapatan tertentu dapat dicapai dengan
penggunaan jumlah input dan pengeluaran biaya input yang paling rendah, dengan
demikian jumlah dan biaya input merupakan sesuatu yang dapat dikontrol.
Sehingga petani dapat memanajemen jumlah pengggunaan input dan jumlah
pengeluaran biaya untuk input sehingga dapat mencapai hasil produksi dan
pendapatan tertentu. Model DEA yang digunakan adalah model Variable Return
to Scale (VRS) karena diasumsikan petani pada daerah penelitian tidak semuanya
beroperasi pada skala optimal karena adanya kendala meliputi keterbatasan-
keterbatasan yang dimiliki petani (DMU) seperti keterbatasan modal dan input
produksi. Nilai efisiensi yang didapatkan merupakan efisiensi relatif antara satu
DMU dengan DMU yang lain, sehingga hasil analisis nilai efisiensinya hanya
berlaku pada DMU yang diamati. Data yang digunakan yaitu sebanyak 20 DMU
petani pengguna PGPR dan 34 DMU petani non PGPR. Data yang digunakan
meliputi output usahatani yaitu hasil produksi dan pendapatan usahatani kemudian
81

data jumlah input usahatani (luas lahan, benih, pupuk unsur N, unsur P, unsur K,
pestisida, tenaga kerja dan PGPR) dan harga input usahatani (Biaya lahan, benih,
pupuk unsur N, unsur P, unsur K, pestisida, tenaga kerja dan PGPR).
Penggunaan jumlah input dan pengeluaran biaya yang beragam
menghasilkan nilai efisiensi teknis dan harga yang berbeda-beda pula pada
masing-masing petani responden. Berikut pada Tabel 20 merupakan nilai rata-rata
hasil efisiensi teknis petani wortel responden pengguna PGPR dan non PGPR.
Tabel 20. Hasil Analisis DEA efisiensi pada Petani Pengguna PGPR dan non PGPR
Periode Tanam September-Desember 2020
ET VRS EH VRS EB VRS
Keterangan Non Non Non
PGPR PGPR PGPR
PGPR PGPR PGPR
Rata-Rata 0,899 0,877 0,720 0,688 0,661 0,612
TE < 1 13 22 15 30 15 30
TE = 1 7 12 5 4 5 4
Maksimum 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
Minimum 0,762 0,672 0,434 0,149 0,338 0,130
St. Deviasi 0,09479 0,11676 0,19457 0,22041 0,22894 0,23756
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Pada Tabel 20 nilai rata-rata efisiensi teknis yang diperoleh oleh petani
pengguna PGPR dan non PGPR adalah 0,899 dan 0,877 dengan nilai yang
bervariasi antara 0,762 hingga 1,000 pada petani pengguna PGPR dan 0,672
sampai 1,000 pada petani non PGPR. Hal tersebut menunjukkan bahwa petani
pengguna PGPR dan non PGPR secara rata-rata telah mampu mencapai tingkat
efisiensi teknis sebesar 89,9% dan 87,7%. Dengan demikian petani pengguna
PGPR dan non PGPR masih memiliki peluang peningkatan sebanyak 10,1% dan
sebanyak 12,3% untuk mencapai hasil efisiensi teknis yang maksimal dengan
kombinasi penggunaan input yang lebih optimal. Jumlah petani responden
pengguna PGPR yang telah efisien dalam penggunaan input sebanyak 7 orang
atau sebesar 35% dari total petani responden pengguna PGPR. Pada petani non
PGPR sejumlah 12 orang petani atau sebanyak 35% dari total petani responden
non PGPR telah efisien dalam penggunaan inputnya.
Rata-rata nilai efisiensi harganya petani pengguna PGPR dan non PGPR
memiliki rata-rata sebesar 0,720 dan 0,688 dengan nilai efisiensi harga yang
bervariasi antara 0,434 hingga 1,000 pada petani PGPR dan bervariasi antara
0,149 sampai 1,000 pada petani non PGPR. Hal tersebut menunjukkan bahwa
petani pengguna PGPR dan non PGPR secara rata-rata telah mampu mencapai
82

tingkat efisiensi harga sebesar 72% dan 68,8%. Dengan demikian petani pengguna
PGPR dan non PGPR masih memiliki peluang peningkatan sebanyak 28% dan
sebanyak 31,2% untuk mencapai hasil efisiensi harga yang maksimal dengan
pengeluaran biaya untuk input yang lebih optimal. Jumlah petani pengguna PGPR
yang telah mencapai efisiensi harga sejumlah 5 orang atau 25% dari keseluruhan.
Sedangkan pada petani non PGPR terdapat 4 orang petani yang mencapai efisiensi
harga atau sebesar 12%. Maka dari itu efisiensi biaya juga belum tercapai karena
rata-rata efisiensi baik efisiensi teknis dan harga masing-masing memiliki rata-rata
nilai efisiensi yang lebih kecil dari 1 (<1). Sehingga masih perlu adanya perbaikan
yang dilakukan baik dari segi alokasi jumlah penggunaan input produksi dan
pengeluaran biaya produksinya sehingga dapat meningkatkan nilai efisiensi secara
keseluruhan baik itu efisiensi teknis dan harga supaya efisien secara biaya.
5.6.1 Analisis Efisiensi Teknis
Penggunaan jumlah input yang beragam menghasilkan nilai efisiensi teknis
yang berbeda-beda pula pada masing-masing petani responden. Berikut pada
Tabel 21 merupakan nilai rata-rata hasil efisiensi teknis petani wortel responden
pengguna PGPR dan non PGPR.
Tabel 21. Hasil Analisis DEA efisiensi teknis pada Petani Pengguna PGPR dan non
PGPR Periode Tanam September-Desember 2020
ET VRS
Keterangan
Petani PGPR Petani Non PGPR
Rata-Rata 0,899 0,877
Maksimum 1,000 1,000
Minimum 0,762 0,672
ET < 1 13 22
ET = 1 7 12
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Pada Tabel 21 nilai rata-rata efisiensi teknis yang diperoleh oleh petani
pengguna PGPR adalah 0,899 dengan nilai yang bervariasi antara 0,762 hingga
1,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa petani pengguna PGPR secara rata-rata
telah mampu mencapai tingkat efisiensi teknis sebesar 89,9%. Dengan demikian
petani pengguna PGPR masih memiliki peluang peningkatan sebanyak 10,1%
untuk mencapai hasil efisiensi teknis yang maksimal dengan kombinasi
penggunaan input yang lebih optimal. Jumlah petani responden pengguna PGPR
yang telah efisien dalam penggunaan input sebanyak 7 orang atau sebesar 35%
dari total petani responden pengguna PGPR. Nilai efisiensi teknis terendah pada
83

petani responden pengguna PGPR terdapat pada DMU ke-20 dengan nilai
efisiensi teknis sebesar 0,762. Hal ini dapat disebabkan oleh alokasi penggunaan
jumlah input yang masih belum optimal. Berikut pada Tabel 22 merupakan
tingkat efisiensi teknis DMU ke-20 berdasarkan input produksi yang digunakan
dalam usahatani wortel.
Tabel 22. Nilai Original Value, Radial Movement, Slack Movement, dan Project Value
DMU ke-20
Original Radial Slack
Variabel Project Value
Value Movement Movement
Produksi (Ton) 12,46 0 0 12,46
L.Lahan (Ha) 0,5 -0,119 0 0,381
Benih (Kg) 10 -2,375 -2,969 4,656
Unsur N (Kg) 114 -27,076 -71,444 15,480
Unsur P (Kg) 45 -10,688 -21,708 12,604
Unsur K (Kg) 45 -10,688 -21,708 12,604
Pestisida (L) 5,8 -1,378 -2,502 1,920
Tenaga Kerja (HOK) 50,375 -11,965 0 38,410
PGPR (L) 17 -4,038 0 12,962
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Tabel 22 diatas menunjukkan bahwa penggunaan input pada DMU ke-20
mengalami inefisien pada keseluruhan input. Hal tersebut dapat dilihat dari radial
movement dimana variabel input perlu dikurangi sesuai dengan nilai radial
movement yang ada. Asyarif dan Hanani (2018) mengemukakan bahwa radial
movement merupakan gambaran jumlah input yang dapat dikurangi dengan tetap
menjaga tingkat output konstan, Sedangkan original value merupakan nilai dari
input-input dan output yang asli. Adapun slack movement adalah jumlah input
yang dapat dikurangi di luar dari radial movement karena dalam pencapaian
project value masih terdapat kelebihan dalam penggunaan input. Sedangkan
project value sendiri adalah nilai yang diperoleh dari pengkombinasian input dan
output dari DMU yang dibandingkan dengan kombinasi input dan output dari
DMU yang efisien.
Variabel luas lahan pada DMU ke-20 petani pengguna PGPR memiliki
original value sebesar 0,5 Ha dengan project value 0,381 Ha maka supaya
penggunaan lebih efisien maka luas lahan perlu dikurangi 0,119 Ha. Original
value dari variabel benih adalah 10 Kg dengan project value sebesar 4,656 Kg,
supaya lebih efisien maka petani pada DMU ke-20 dapat mengurangi penggunaan
benih sebanyak 2,375 Kg dengan slack movement 2,969 Kg. Variabel pupuk unsur
N memiliki original value sebanyak 114 Kg dengan project value sebesar 15,480
84

Kg, sedangkan unsur P, unsur K berturut-turut memiliki original value yang sama
yaitu sebanyak 45 Kg dengan project value sebesar 12,604 Kg. Supaya lebih
efisien maka penggunaan unsur N dapat dikurangi sebesar 27,076 Kg dengan
slack movement sebesar 71,444 Kg, sedangkan unsur P dan K dapat dikurangi
sebesar 10,688 Kg dengan slack movement sebesar 21,708 Kg. Variabel pestisida
memiliki original value sebesar 5,8 Liter dengan project value 1,920 Liter maka
supaya bisa lebih efisien penggunaan pestisida dapat dikurangi sebanyak 1,378
Liter dengan slack movement 2,502 Liter. Original value pada variabel tenaga
kerja adalah sebesar 50,375 HOK dan project valuenya adalah 38,410 HOK
dengan begitu supaya tenaga kerja lebih efisien petani pada DMU ke 20 perlu
mengurangi sebanyak 11,965 HOK. Berikutnya adalah variabel PGPR memiliki
original value sebesar 17 Liter dengan project value sebesar 12,962 Liter supaya
lebih efisien maka variabel PGPR dapat dikurangi sebesar 4,038 Liter.
Pada Tabel 21 diatas dapat diketahui pula bahwasannya petani non PGPR
memiliki nilai rata-rata efisiensi sebesar 0,877 dengan nilai yang bervariasi antara
0,672 sampai 1,000. Dengan begitu nilai rata-rata efisiensi teknis petani non
PGPR adalah sebesar 87,7% yang berarti masih memiliki peluang untuk
memaksimumkan efisiensi teknisnya dengan meningkatkan sebesar 12,3. Jumlah
petani non PGPR yang telah efisien secara teknis berjumlah 12 orang atau sebesar
35% dari keseluruhan petani responden non PGPR dengan nilai efisiensi terendah
terletak pada DMU ke-18 dengan nilai efisiensi teknis sebesar 0,672. Hal ini
mengindikasikan bahwa petani non PGPR pada DMU ke-31 tidak efisien dalam
pengalokasian input usahatani wortelnya. Pada Tabel 23 ditampilkan mengenai
tingkat efisiensi teknis dari DMU ke-31 yang memiliki tingkat efisensi teknis
paling rendah yaitu sebesar 0,672. Berisi mengenai nilai original value, radial
movement, slack movement dan project value DMU ke-31.
Tabel 23. Nilai Original Value, Radial Movement, Slack Movement dan Project Value
DMU ke-31
Original Radial Slack
Variabel Project Value
Value Movement Movement
Produksi (Ton) 22,035 0 0 22,035
L.Lahan (Ha) 1,08 -0,354 0 0,726
Benih (Kg) 11,2 -3,673 0 7,527
Unsur N (Kg) 121,5 -39,843 -10,924 70,733
Unsur P (Kg) 142,5 -46,729 -64,879 30,891
Unsur K (Kg) 52,5 -17,216 -4,39 30,891
85

Pestisida (L) 16.5 -5,411 -0,103 10,986


Tenaga Kerja (HOK) 103,5 -33,940 -12,165 57,395
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Pada DMU ke-31 petani non PGPR memiliki original value sebesar 1,08
Ha pada variabel luas lahan dengan project value 0,726 Ha maka supaya
penggunaan lebih efisien maka luas lahan perlu dikurangi sebesar 0,354 Ha.
Original value dari variabel benih adalah 11,2 Kg dengan project value sebesar
7,527 Kg, supaya lebih efisien maka petani pada DMU ke-31 dapat mengurangi
penggunaan benih sebanyak 3,673 Kg. Variabel pupuk unsur N, unsur P, unsur K
berturut-turut memiliki original value yaitu sebanyak 121,5 Kg, 142,5 Kg dan
52,5 Kg dengan project value sebesar 70,733 Kg pada variabel unsur N kemudian
sebesar 30,891 Kg pada unsur P dan K. Supaya lebih efisien maka penggunaan
unsur N dapat dikurangi sebesar 39,843 Kg dengan slack movement sebesar
10,924 Kg. Sedangkan pada variabel unsur P dan K supaya lebih efisien maka
pengurangan unsur P sebanyak 46,729 Kg dengan slack movement sebesar 64,879
Kg dan pengurangan unsur K sebanyak 17,216 Kg dengan slack movement
sebesar 4,39 Kg. Variabel pestisida memiliki original value sebesar 16.5 Liter
dengan project value 10,986 Liter maka supaya bisa lebih efisien penggunaan
pestisida dapat dikurangi sebanyak 5,411 Liter dengan slack movement 0,103
Liter. Original value pada variabel tenaga kerja adalah sebesar 103,5 HOK dan
project valuenya adalah 57,395 HOK dengan begitu supaya tenaga kerja lebih
efisien petani pada DMU ke 31 perlu mengurangi sebanyak 33,940 HOK dengan
slack movement sebesar 12,165 HOK.
Tabel 24. Nilai ET VRS pada Petani Pengguna PGPR dan Non PGPR Periode Tanam
September-Desember 2020
Jumlah Petani
Kategori Nilai ET VRS
PGPR Non PGPR
Full Efisien 1 7 12
Tinggi 0,918 – 0,999 3 3
CukupTinggi 0,836 - 0,918 4 6
Rendah 0,754 - 0,836 6 7
Sangat Rendah 0,672 - 0,754 0 6
Total 20 34
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Tabel 24 menunjukkan sebaran nilai efisiensi teknis model VRS pada
petani pengguna PGPR dan non PGPR kemudian pada Gambar 11 menunjukkan
persentase tertinggi pada petani pengguna PGPR dan non PGPR terdapat pada
kategori full efisien (ET=1) dengan masing-masing persentase sebesar 35% pada
86

petani pengguna PGPR dan non PGPR atau sebanyak 7 orang pada petani
pengguna PGPR dan sebanyak 12 orang petani non PGPR. Terdapat 3 orang
petani pengguna PGPR dan non PGPR pada kategori tinggi dengan persentase
sebesar 15% petani pengguna PGPR dan 9% pada petani non PGPR. Kemudian
pada kategori cukup tinggi terdapat sebanyak 4 orang petani pengguna PGPR atau
sebesar 20% dan sebanyak 6 orang petani non PGPR atau sebanyak 18%. Pada
kategori rendah terdapat 6 petani pengguna PGPR dan 7 petani non PGPR dengan
persentase berturut-turut adalah sebesar 30% petani pengguna PGPR dan 20%
petani non PGPR. Tidak didapati petani pengguna PGPR pada kategori sangat
rendah, sedangkan terdapat sebanyak 6 petani non PGPR atau sebesar 18%.

Nilai ET VRS
40
35
30 35 35
30
Persentase (%)

25
20
15 20 20
18 18
10 15
5 9
0
Full Efisien (=1) Tinggi Cukup Tinggi Rendah Sangat
0 Rendah
(0,918 – 0,999) (0,836 - 0,918) (0,754 - 0,836) (0,672 - 0,754)

PGPR Non PGPR


Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Gambar 11. Persentase Nilai Efisiensi Teknis Petani Pengguna PGPR dan Non
PGPR Periode Tanam September-Desember 2020
1. Sebaran Input Slack
Menurut Asmara (2017) input slack yang diperoleh dari hasil Data
Envelopment Analysis menunjukkan jumlah input yang dapat dikurangi secara
proporsional untuk menghasilkan output yang sama. Penelitian ini berorientasi
87

pada input sehingga perhitungan difokuskan pada nilai input slack pada petani
responden pengguna PGPR dan Non PGPR.
Input slack yang diperoleh dari hasil efisiensi teknis menggunakan Data
Envelopment Analysis menunjukkan jumlah input yang dapat dikurangi secara
proporsional untuk menghasilkan output yang sama. Sebaran rata-rata nilai input
slack pada responden petani wortel di Desa Sumber Brantas pengguna PGPR dan
non PGPR dapat dilihat pada Tabel 25 berikut ini.
Tabel 25. Rata-Rata Nilai Input Slack Pengguna PGPR dan Non PGPR Berdasarkan
Input yang Digunakan
Nilai Input Slack Jumlah Responden
Variabel
PGPR Non PGPR PGPR Non PGPR
L.Lahan (Ha) 0,012 0,006 1 1
Benih (Kg) 0,711 2,359 11 21
Unsur N (Kg) 29,860 17,239 12 19
Unsur P (Kg) 16,801 31,386 12 20
Unsur K (Kg) 10,196 11,675 10 18
Pestisida (L) 3,001 1,047 12 13
Tenaga Kerja (HOK) 6.587 11,667 6 11
PGPR (L) 2,318 0 8 0
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Pada Tabel 25 rata-rata nilai input slack tersebar pada hampir keseluruhan
variabel input kecuali luas lahan. Pada petani pengguna PGPR nilai slack pada
variabel luas lahan, benih, pupuk unsur N, unsur P, unsur K, pestisida, tenaga
kerja dan PGPR secara berturut-turut adalah sebesar 0,012 Ha; 0,711 Kg; 29,860
Kg; 16,801 Kg; 10,196 Kg; 3,001 Liter; 6,587 HOK dan 2,318 Liter. Kemudian
pada petani non PGPR nilai slack pada variabel luas lahan, benih, pupuk unsur N,
unsur P, unsur K, pestisida dan tenaga kerja berturut-turut adalah sebesar 0,006
Ha; 2,359 Kg; 17,239 Kg; 31,386 Kg; 11,675 Kg; 1,047 Liter dan 11,667 HOK.
Secara umum petani yang masih belum efisien secara teknis disebabkan oleh
alokasi penggunaan input yang masih berlebih dalam usahataninya sehingga
menjadi kurang optimal yaitu pada keseluruhan variabel input kecuali luas lahan.
Terdapat sebanyak 65% petani pengguna PGPR dan petani non PGPR yang masih
belum efisien secara teknis. Maka petani yang masih belum efisien secara teknis
dapat mengurangi penggunaan jumlah variabel inputnya sesuai dengan hasil slack
yang diperoleh sehingga dapat menjadi lebih efisien. Pada petani pengguna PGPR
dan non PGPR yang telah efisien secara teknis yaitu sebanyak 35% petani yang
88

pada masing-masing variabel inputnya telah mencapai nilai zero slack sehingga
tidak perlu melakukan pengurangan penggunaan variable input usahataninya.
2. Skala Ekonomi Penggunaan Input Produksi
Hasil dari Data Envelopment Analysis (DEA) juga menghasilkan skala
ekonomi penggunaan input pada petani pengguna PGPR dan non PGPR yang
ditampilkan pada Tabel 26 berikut.
Tabel 26. Jumlah Petani Pengguna PGPR dan Non PGPR pada Skala Ekonomi ET CRS
Periode Tanam September-Desember 2020
Jumlah Petani Persentase (%)
PGPR Non PGPR PGPR Non PGPR
CRS 6 9 30 26
IRS 10 17 50 50
DRS 4 8 20 24
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Asyarif dan Hanani (2018) menyatakan bahwa DMU yang beroperasi pada
skala IRS memiliki penambahan input yang menghasilkan penambahan output
yang lebih besar dari jumlah input yang digunakan meskipun DMU tersebut telah
mencapai efisiensi teknis namun masih memungkinkan untuk outputnya
bertambah dengan menambahkan jumlah input yang digunakan. Sedangkan DMU
yang beroperasi pada skala DRS memiliki penambahan input yang menghasilkan
output yang lebih kecil dari jumlah input yang digunakan sehingga DMU tersebut
disarankan untuk mengurangi penambahan input ke proporsi yang lebih sesuai.
Petani yang beroperasi pada skala optimal atau CRS sudah optimal dalam
penggunaan inputnya sehingga output yang didapatkan juga sudah optimal.
Kondisi sebaran skala pada Tabel 26 menggambarkan bahwa pada petani
pengguna PGPR petani yang beroperasi pada skala IRS memiliki jumlah petani
yang tertinggi yaitu sebanyak 10 orang pada petani atau sebesar 50% yaitu petani
pada DMU ke-1,2,3,4,5,8,9,14,19 dan 20. Sedangkan sebaran terendahnya
sebanyak 4 orang atau sebesar 20% petani pengguna PGPR beroperasi pada skala
DRS yaitu pada DMU ke-10,11,15 dan 17. Sisanya sebanyak 6 orang petani atau
sebesar 30% petani pengguna PGPR beroperasi pada skala CRS yaitu pada DMU
ke-6,7,12,13,16 dan 18. Pada petani non PGPR yang beroperasi pada skala IRS
paling tinggi yaitu sebanyak 17 orang atau sebesar 50% yaitu pada DMU ke-
1,5,7,8,9,10,11,12,13,15,21,22,23,24,26,29 dan 32. Sedangkan sebaran terendah
sebesar 24% atau sebanyak 8 orang petani beroperasi pada skala DRS yaitu pada
89

DMU ke-2,3,4,17,19,31,33 dan 34. Sisanya sebesar 26% atau sebanyak 9 petani
non PGPR beroperasi pada skala CRS yaitu DMU ke-6,14,16,18,20,25,27,28 dan
30. Sebaran efisiensi skala pada petani pengguna PGPR dan non PGPR
menunjukkan bahwa lebih banyak petani yang tidak beroperasi pada skala
optimalnya. Hal ini terlihat dari Tabel 26 yang menunjukkan hanya 30% petani
pengguna PGPR dan 26% petani non PGPR yang beroperasi pada skala
optimalnya (Constan Return to Scale) sisanya beroperasi pada Variable Return to
Scale.
5.6.2 Analisis Efisiensi Harga
Efisiensi harga merefleksikan kemampuan produsen untuk menggunakan
input dalam proporsi optimal terhadap harganya. Analisis efisiensi alokatif dalam
penelitian ini menggunakan DEA Cost. Nilai efisiensi harga ini menggunakan
model VRS. Menurut Backe (2017) Suatu usahatani dikatakan efisien secara
harga apabila mampu menghasilkan output dengan biaya minimum. Dalam
analisis ini memasukkan komponen biaya, yaitu harga pada setiap faktor produksi
yang dialokasikan oleh petani/DMU. Pengeluaran biaya produksi yang beragam
pada tiap inputnya menghasilkan nilai efisiensi harga yang beragam pula pada
masing-masing petani responden. Berikut pada Tabel 27 merupakan nilai rata-rata
hasil efisiensi harga petani wortel responden pengguna PGPR dan non PGPR.
Tabel 27. Hasil Analisis DEA efisiensi harga pada Petani Pengguna PGPR dan non
PGPR Periode Tanam September-Desember 2020
EH VRS
Keterangan
Petani PGPR Petani Non PGPR
Rata-Rata 0,720 0,688
Maksimum 1,000 1,000
Minimum 0,434 0,149
EH < 1 15 30
EH = 1 5 4
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Pada Tabel 27 nilai rata-rata efisiensi harga yang diperoleh oleh petani
pengguna PGPR adalah 0,720 dengan nilai yang bervariasi antara 0,434 hingga
1,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa petani pengguna PGPR secara rata-rata
telah mampu mencapai tingkat efisiensi harga sebesar 72%. Maka dari itu dengan
mempertimbangkan harga inputnya petani pengguna PGPR masih dapat
mengurangi input-input yang digunakan sebanyak 28% untuk mencapai hasil
efisiensi harga. Jumlah petani responden pengguna PGPR yang telah efisien
90

dalam alokasi pengeluaran biaya untuk input adalah sebanyak 5 orang atau
sebesar 25% dari total petani responden pengguna PGPR. Kemudian jumlah
petani non PGPR yang telah efisien secara harga berjumlah 4 orang atau sebesar
12% dari keseluruhan petani responden non PGPR. Dimana petani non PGPR
memiliki nilai rata-rata efisiensi sebesar 0,688 dengan nilai yang bervariasi antara
0,149 sampai 1,000. Dengan begitu nilai rata-rata efisiensi harga petani non PGPR
adalah sebesar 68,8% yang berarti memiliki peluang untuk memaksimumkan
efisiensi harganya dengan meningkatkan sebesar 31,2%.
Tabel 28. Nilai EH VRS pada Petani Pengguna PGPR dan Non PGPR Periode Tanam
September-Desember 2020
Jumlah Petani
Kategori Nilai EH VRS
PGPR Non PGPR
Full Efisien 1 5 4
Tinggi 0,75025 - 0,999 4 11
Cukup Tinggi 0,5005 – 0,75025 8 9
Rendah 0,25075 – 0,5005 3 9
Sangat Rendah 0,001 – 0,25075 0 1
Total 20 34
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Tabel 28 menunjukkan sebaran nilai efisiensi harga model VRS pada
petani responden pengguna PGPR dan non PGPR, kemudian pada Gambar 12
menunjukkan persentase petani pengguna PGPR dan non PGPR yang terdapat
pada kategori full efisien (EH=1) yaitu dengan persentase sebesar 25% atau
sebanyak 5 orang pada petani pengguna PGPR dan sebesar 12% atau sebanyak 4
orang. Terdapat 4 orang petani pengguna PGPR atau sebesar 20% sementara
terdapat 11 orang petani non PGPR atau sebesar 32% yang termasuk pada
kategori efisiensi tinggi. Kemudian pada kategori cukup tinggi terdapat sebanyak
8 orang petani pengguna PGPR atau sebesar 40% dan sebanyak 9 orang petani
non PGPR atau sebanyak 26%. Pada kategori rendah terdapat sebanyak 3 orang
petani pengguna PGPR dengan persentase sebesar 15% dan sebanyak 9 orang
petani non PGPR dengan persentase sebesar 26%. Sedangkan pada kategori
sangat rendah tidak terdapat petani pengguna PGPR, sedangkan terdapat sebanyak
1 orang petani non PGPR atau sebesar 3%.
91

Nilai EH VRS
45
40
35 40
30
Persentase (%)
32
25
25 26 26
20
15 20
10 15
12
5
0 3
Full Efisien (=1) Tinggi Cukup Tinggi Rendah Sangat0 Rendah
(0,75025 - 0,999) (0,5005 – (0,25075 – (0,001 –
0,75025) 0,5005) 0,25075)

PGPR Non PGPR


Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Gambar 12. Persentase Nilai Efisiensi Harga Petani Pengguna PGPR dan Non PGPR
Periode Tanam September-Desember 2020
Efisiensi harga pada petani pengguna PGPR dan non PGPR tergolong
tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh prosentase jumlah petani yang berada pada
kategori sangat rendah (nilai efisiensi < 0,251) dan rendah (nilai efisiensi 0,25075
– 0,5005) sebesar pada petani pengguna PGPR sebesar 15% dan pada petani non
PGPR sebesar 29% dibandingkan dengan kategori cukup tinggi (nilai efisiensi
0,5005 – 0,75025) dan tinggi (nilai efisiensi > 0,750) yaitu sebesar 85% pada
petani pengguna PGPR dan sebesar 70% pada petani non PGPR. Prosentase
terbesar efisiensi harga petani pengguna PGPR pada kategori cukup tinggi yaitu
sebesar 40% sedangkan pada petani non PGPR berada pada kategori tinggi yaitu
sebesar 32%. Hal ini menunjukkan bahwa alokasi input pada petani pengguna
PGPR dan non PGPR dalam menghadapi harga-harga input masih belum efisien
karena belum sepenuhnya mencapai tingkat full efficiency. Meskipun rata-rata
petani pengguna PGPR berada pada kategori cukup tinggi dan petani non PGPR
berada pada kategori tinggi akan tetapi nilai rata-rata efisiensi petani pengguna
PGPR lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai rata-rata petani non PGPR.
Dimana rata-rata nilai efisiensi harga petani pengguna PGPR sebesar 0,720 dan
rata-rata nilai efisiensi harga petani non PGPR adalah sebesar 0,688.
5.6.3 Analisis Efisiensi Biaya
Efisiensi biaya merupakan kombinasi antara efisiensi teknis dan efisiensi
harga. Artinya efisiensi biaya dapat tercapai apabila petani bisa efisien secara
92

teknis dan efisien secara harga. Efisiensi biaya menunjukkan kemampuan petani
wortel dalam menggunakan sejumlah input dengan biaya terendah untuk
menghasilkan tingkat output tertentu pada teknologi tertentu. Berikut pada Tabel
29 merupakan data efisiensi biaya petani pengguna PGPR dan non PGPR.
Tabel 29. Efisiensi Biaya Petani Pengguna PGPR dan Non PGPR Periode Tanam
September-Desember 2020
EB VRS
Keterangan
Petani PGPR Petani Non PGPR
Rata-Rata 0,661 0,612
Maksimum 1,000 1,000
Minimum 0,338 0,130
EB < 1 15 30
EB = 1 5 4
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Pada Tabel 29 dapat dilihat bahwa petani/DMU yang efisien secara biaya
pada petani pengguna PGPR dan non PGPR adalah sebanyak 5 orang petani atau
dengan persentase sebesar 25% pada petani pengguna PGPR dan sebesar 11,76%
pada petani non PGPR. Sebaran nilai efisiensi biaya pada petani pengguna PGPR
adalah antara 0,338 sampai 1,000 dengan nilai rata-rata 0,661. Sedangkan pada
petani non PGPR sebaran nilai efisiensi biayanya adalah antara 0,130 sampai
1,000 dengan nilai rata-rata 0,612. Persentase petani pengguna PGPR dan non
PGPR yang telah efisien secara biaya sebesar 25% dan 12% dimana terlihat
bahwa sebanyak 75% petani pengguna PGPR dan 88% petani non PGPR masih
belum mencapai efisiensi secara biaya. Nilai efisiensi biaya terendah pada petani
responden pengguna PGPR terdapat pada DMU ke-17 dengan nilai efisiensi
sebesar 0,338 dan pada petani non PGPR terdapat pada DMU ke-22 dengan nilai
efisiensi sebesar 0,130. Sehingga perlu adanya perbaikan dalam proporsi
penggunaan inputnya supaya dapat efisien secara biaya dengan cara menurunkan
atau meminimalkan nilai input sebesar 66,2% untuk DMU ke-17 dan sebesar 87%
untuk DMU ke-22. Perubahan proporsi penggunaan input yang mampu membuat
petani menjadi efisiensi secara biaya dapat diketahui melalui summary of cost
minimizing input quantities pada aplikasi DEA. Penelitian Nguyen et al. (2020)
menggunakan hasil dari summary of cost minimizing input quantities pada rata-
rata nilai proporsi input sebagai anjuran supaya petani dapat meningkatkan
usahtaninya dan menjadi lebih efisien. Berikut pada Tabel 30 merupakan
93

summary of cost minimizing input quantities pada DMU ke-17 petani pengguna
PGPR dan DMU ke-22 petani non PGPR
Tabel 30. Summary of Cost Minimizing Input Quantities pada DMU ke-17 Petani
Pengguna PGPR dan DMU ke-22 Petani Non PGPR
Input DMU 17 DMU 22
Lahan (Ha) 0,798 0,375
Benih (Kg) 10,937 2,699
Unsur N (Kg) 12,893 9,4
Unsur P (Kg) 28,064 56,66
Unsur K (Kg) 12,893 9,4
Pestisida (L) 1,386 6,938
Tenaga Kerja (HOK) 39,669 28,16
PGPR (L) 19,381 0
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Tabel 30 diatas menunjukkan bahwa supaya dapat mencapai efisiensi
biaya maka petani pengguna PGPR pada DMU ke-17 dan petani non PGPR pada
DMU ke-22 perlu memperbaiki proporsi penggunaan input supaya menjadi hemat
biaya. Petani pengguna PGPR pada DMU ke-17 perlu memperbaiki proporsi
penggunaan awal inputnya yang berupa luas lahan, benih, unsur N, unsur P, unsur
K, pestisida, tenaga kerja dan PGPR berturut-turut menjadi sebesar 0,978 Ha;
10,937 Kg; 12,893 Kg; 28,064 Kg; 12,893 Kg; 1,386 L; 39,669 HOK dan 19,381
L. Kemudian pada petani non PGPR DMU ke-22 perlu merubah proporsi
penggunaan input awalnya yang berupa luas lahan, benih, unsur N, unsur P, unsur
K, pestisida dan tenaga kerja menjadi sebesar 0,375 Ha; 2,699 Kg; 9,4 Kg; 56,66
Kg; 9,4 Kg; 6,938 L dan 28,16 HOK.

Tabel 31. Nilai EB pada Petani Pengguna PGPR dan Non PGPR Periode Tanam
September-Desember 2020
Jumlah Petani
Kategori Nilai EB
PGPR Non PGPR
Full Efisien 1 5 4
Tinggi 0,75025 - 0,999 1 4
Cukup Tinggi 0,5005 – 0,75025 8 15
Rendah 0,25075 – 0,5005 6 10
Sangat Rendah 0,001 – 0,25075 0 1
Total 20 34
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Tabel 31 menunjukkan sebaran nilai efisiensi biaya pada petani responden
pengguna PGPR dan non PGPR, selanjutnya pada Gambar 13 menunjukkan
94

persentase pada petani pengguna PGPR dan non PGPR pada kategori full efisien
(EB=1) adalah sebanyak 5 orang pada petani pengguna PGPR dan 4 orang petani
non PGPR dengan persentase sebesar 25% dan 12% pada petani non PGPR.
Terdapat 1 orang petani pengguna PGPR atau sebesar 5% dan sebanyak 4 orang
petani non PGPR atau sebesar 12% yang termasuk pada kategori efisiensi tinggi.
Kemudian pada kategori cukup tinggi terdapat sebanyak 8 orang petani pengguna
PGPR atau sebesar 40% dan sebanyak 15 orang petani non PGPR atau sebanyak
44%. Pada kategori rendah terdapat sebanyak 6 orang petani pengguna PGPR atau
sebesar 30% dan sebanyak 10 orang petani non PGPR dengan sebesar 29%.
Sedangkan pada kategori sangat rendah tidak terdapat petani pengguna PGPR
sedangkan terdapat 1 orang petani non PGPR dengan persentase sebesar 3%.

Nilai EB VRS
50
45
40 44
35 40
30
Persentase (%)

25 30 29
20 25
15
10 12 12
5
0 5
3
Full Efisien (=1) Tinggi Cukup Tinggi Rendah Sangat0 Rendah
(0,75025 - 0,999) (0,5005 – (0,25075 – (0,001 –
0,75025) 0,5005) 0,25075)

PGPR Non PGPR


Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Gambar 13. Persentase Nilai Efisiensi Biaya Petani Pengguna PGPR dan Non PGPR
Periode Tanam September-Desember 2020
Efisiensi biaya pada petani pengguna PGPR dan non PGPR tergolong
tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh prosentase jumlah petani yang berada pada
kategori sangat rendah (nilai efisiensi < 0,251) dan rendah (nilai efisiensi 0,25075
– 0,5005) sebesar pada petani pengguna PGPR sebesar 30% dan pada petani non
PGPR sebesar 32% dibandingkan dengan kategori cukup tinggi (nilai efisiensi
0,5005 – 0,75025) dan tinggi (nilai efisiensi > 0,750) yaitu sebesar 70% pada
petani pengguna PGPR dan sebesar 68% pada petani non PGPR. Prosentase
terbesar efisiensi biaya petani pengguna PGPR dan non PGPR berada pada
kategori cukup tinggi yaitu sebesar 41% pada petani pengguna PGPR dan 44%
95

pada petani non PGPR. Meskipun rata-rata petani pengguna PGPR dan non PGPR
berada pada kategori yang sama akan tetapi nilai rata-rata efisiensi biaya petani
pengguna PGPR lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai rata-rata petani non
PGPR. Dimana rata-rata nilai efisiensi biaya petani pengguna PGPR sebesar 0,661
dan rata-rata nilai efisiensi harga petani non PGPR adalah sebesar 0,612. Hal ini
berarti bahwa usahatani wortel petani pengguna PGPR dan non PGPR masih
belum efisien secara biaya karena belum mencapai efisiensi teknis dan juga
efisiensi harga. Sehingga dalam memproduksi output wortel petani pengguna
PGPR dan non PGPR perlu mengurangi biaya sebesar 33,9% bagi petani
pengguna PGPR dan sebesar 38,8% bagi petani non PGPR. Yaitu dengan cara
memperbaiki tingkat efisiensi teknis dan efisiensi harganya melalui pengurangan
input produksi atau merubah proporsi kembali penggunaan input-inputnya.
Perbaikan tersebut dapat mengacu pada DMU yang sudah efisien secara teknis
dan harganya dengan melihat jumlah input yang digunakan dan biaya yang
dikeluarkan oleh DMU yang sudah efisien. Menurut Muharrami (2008) Beberapa
DMU dengan tingkat efisiensinya masih relatif rendah dapat diperbaiki dengan
mengacu pada DMU lainnya yang relatif sudah efisien.
96

6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada petani wortel responden
pengguna PGPR dan non PGPR di Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji,
Kota Batu, Jawa Timur maka didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil analisis uji beda rata-rata menunjukkan tingkat produktivitas dan
kelayakan usahatani petani pengguna PGPR lebih tinggi dari petani non PGPR
dengan selisih produktivitas sebesar 2,5184 Ton/Ha. Pada petani pengguna
PGPR tingkat produktivitas sebesar 27,9869 Ton/Ha dan pada petani non
PGPR sebesar 25,4685 Ton/Ha. Kemudian pada tingkat kelayakan usahatani
rata-rata R/C rasio pada petani pengguna PGPR sebesar 4,2789 dan pada petani
non PGPR sebesar 3,1763.
2. Petani pengguna PGPR memiliki tingkat efisiensi teknis, harga dan biaya yang
lebih tinggi dari petani non PGPR dengan rata-rata tingkat efisiensi teknis,
harga dan biayanya pada petani pengguna PGPR berturut-turut sebesar 0,899;
0,720 dan 0,661 atau jika dalam bentuk persentase adalah sebesar 89,9%, 72%
dan 66,1%. Sedangkan pada petani non PGPR tingkat efisiensi teknis, harga
dan biayanya berturut-turut sebesar 0,877; 0,688 dan 0,612 atau jika dalam
bentuk persentase adalah sebesar 87,7%, 68,8% dan 61,2%. Petani pengguna
PGPR yang telah efisien secara teknis, harga dan biaya adalah sebanyak 35%,
25% dan 25% sedangkan pada petani non PGPR adalah sebanyak 35%, 12%
dan 12%.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat
diberikan guna perbaikan di masa mendatang yakni:
1. Diharapkan petani wortel dapat menggunakan PGPR dalam usahatainya supaya
produktivitas maupun dari pendapatannya yang dapat menjadi lebih baik. Hal
ini dikarenakan penggunaan Plant Growth Promoting Rizhobacteria (PGPR)
dalam usahatani dapat peningkatan produktivitas dan kelayakan usahatani
wortel. Karena PGPR secara tidak langsung memiliki kemampuan dalam
menyediakan unsur hara penting bagi tanaman. Ketersediaan unsur hara bagi
97

tanaman akan membuat pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan


semakin meningkat dan dapat meningkatkan hasil panen atau produksinya.
Selain itu penggunaan PGPR akan mengurangi pemakaian senyawa kimia
sintetis berlebihan, baik dalam penyediaan hara tanaman (biofertilizers)
maupun dalam pengendalian (bioprotectants). Sehingga penggunaan PGPR
dapat mempengaruhi pendapatan usahatani yaitu dengan mengurangi jumlah
penggunaan beberapa input sehingga membuat biaya usahatani yang
dikeluarkan dapat berkurang dan pendapatan yang diterima meningkat.
2. Upaya yang dapat dilakukan supaya petani dapat mengenal dan menggunakan
PGPR adalah dengan mengadakan demplot dan melakukan sharing
pengalaman dengan petani lain yang telah menggunakan PGPR dan merasakan
manfaat dari PGPR.
3. Petani perlu mengoptimalkan efisiensi teknis dan harganya supaya mencapai
efisiensi biaya, dengan cara mengoptimalkan alokasi input produksi dan biaya
yang dikeluarkan. Petani dapat mempertimbangkan input produksi yang akan
digunakan dengan mengacu pada petani acuan (peer) agar dapat mencapai
efisien secara full.
98

DAFTAR PUSTAKA
Adnan dan P. Laksono. 2013. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Mutu Panen
Wortel. Prosiding Seminar Nasional Akselerasi Pemanfaatan Teknologi
Pertanian Spesifik Lokasi Mendukung Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan
Petani Nelayan: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua.
Alfianti C., N. Hanani dan P.B. Setyowati. 2018. Analisis Efisiensi Biaya Jagung
dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) di Desa
Sendang Agung, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. JEPA (2)4:
318-324.
Antonius, S. dan D. Agustiyani. 2011. Effects of Biofertilizer Containing
Microbial of N- Fixer, P Solubilizer and Plant Growth Factor Producer on
Cabbage (Brassica oleraceae var. Capitata) Growth and Soil Enzymatic
Activities: a Greenhouse Trial. Berk. Penel. Hayati. 16(1): 149-153.
Anam, S., U. Hasanah dan I. Windani. 2019. Analisis Komparatif Usahatani Padi
Metode System of Rice Intensification (SRI) dan Jajar Legowo 6:1 di
Kecamatan Bayan Kabupaten Purworejo. Surya Agritama (8)1.
Amilia, E., B. Joy dan Sunardi. 2016. Residu Pestisida pada Tanaman
Hortikultura (Studi Kasus di Desa Cihanjuang Rahayu Kecamatan
Parongpong Kabupaten Bandung Barat). Jurnal Agrikultura (1) 27:23-29.
Ardiansyah, A. Rahmadi, I.G.A.L Triani, G.A.K.D. Puspawati dan I.P.S.
Wirawan. 2020. Inovasi Teknologi Petanian untuk Menunjang
Agroindustri di Masa Pandemi. Bali: Swasta Nulus.
Ashrafuzzaman M.F.A., M.R Hossen., M.A. Ismail, M. Z. Hoque, S.M. Islam, S.
Shahidullah dan Meon. 2009. Efficiency of Plant Growth-Promoting
Rhizobacteria (PGPR) For The Enhancement of Rice Growth. African
Journal of Biotechnology 8(7): 1247 – 1252.
Asmara, R. 2017. Efisiensi Produksi: Pendekatan Stokastik dan Data Envelopmet
Analysis (DEA). Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian
Universtas Brawijaya.
Asri, D., A. Rifin, dan W.B. Priatna. 2019. Efisiensi Teknis Usaha Tani Kakao
Berdasarkan Klon Sulawesi 1&2 dan Klon Lokal. AGRISEP (18)1.
Astuti, R.P., B.M. Setiawan dan E. Prasetyo. 2020. Analisis Komparasi
Pendapatan Usahatani Salak Pondoh pada Lahan Milik Petani dengan
Lahan Milik Perhutani di Desa Kajeksan Kecamatan Sukoharjo Kabupaten
Wonosobo. J. Agroland (27)1: 25-37.
Asyarif, M.I. dan N. Hanani. 2018. Analisis Efisiensi Teknis Usahatani Tebu
Lahan Kering di Kabupaten Jombang. JEPA (2) 2:159-167.
Aumora, N. S., D. Bakce dan N. Dewi. 2016. Analisis Efisiensi Produksi
Usahatani Kelapa di Kecamatan Pulau Burung Kabupaten Indragiri Hilir.
Jurnal SOROT (11)1: 47-59.
99

Avval, H.M., S. Rafiee, A. Jafari dan A. Mohammadi. 2011. Optimization of


Energy Consumption for Soybean Production Using Data Envelopment
Analysis (DEA) Approach. Journal Applied Energy (88):3765-3772.
Backe, D. 2017. Analisis Efisiensi Produksi Padi Sawah di Provinsi Riau.
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Secara
Terpadu 2017. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat
Universitas Riau
Berger, A.N. dan D.B. Humphrey. 1997. Efficiency of Financial Institutions:
International Survey and Directions for Future Research. European
Journal of Operation Research.
BPS. 2020. Statistik Hortikultura 2019. Jakarta: Badan Pusat Statistik dan
Direktorat Jenderal Hortikultura.
____ Jawa Timur. 2020. Jawa Timur dalam Angka 2020. Surabaya: BPS Provinsi
Jawa Timur.
____ Kota Batu. 2020. Kota Batu dalam Angka 2020. Batu: BPS Kota Batu.
BPTS (Balai Penelitian Tanaman Sayuran. 2011. Petunjuk Teknis Budidaya
Wortel. Tim Prima Tani Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Brunke, H. 2006. Commodity Profile: Carrots. AgMRC, Agricultural Issues
Center University of California.California.
Bungin, B. 2010. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Cahyani, A.T., M.I Putrayani, Hasrullah, M. Ersyan, T.S. Aulia dan A.M. Jaya.
2017. Teknologi Formulasi Rhizobakteria Berbasis Bahan Lokal dalam
Menunjang Bioindustri Pertanian Berkelanjutan. Hasanuddin Student
Journal. 1(1): 16-211.
Cahyono, B. 2002. Wortel Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani.
Yogyakarta: Kanisius.
Cattelan, A.J., P.G. Hartel dan J.J. Fuhrmann. 1999. Screening for Plant Growth
Pomoting Rhizobacteria to Promote Early Soybean Growth. Soil Sci.Soc.
Am. J. (63)1: 670-1.680.
Cepriadi dan R. Yulida. 2012. Persepsi Petani Terhadap Usahatani Lahan
Pekarangan (Studi Kasus Usahatani Lahan Pekarangan di Kecamatan
Kerinci Kabupaten Pelalawan). Indonesian Journal of Agricultural
Economics (IJAE) (3) 2.
Charnes, A., W.W. Cooper dan E. Rhodes. 1987. Measuring the Efficiency of
Decision Making Units. European Journal of the Operational Research
(98)2: 175-212.
Chen, Y.W., M. Larbani dan Y. P. Chang. 2009. Multiobjective Data
Envelopment Analysis (DEA). Journal of the Operational Research Society (60)
2:1556- 1566.
100

Coelli, T.J., D.S. P. Rao dan G.E. Battese. G.E. 1998. An Introduction to
Efficiency and Productivity Analysis. Boston: Kluwer Academic Publishers.
______________________________________ dan C.J. O’Donnell. 2005. An
Introduction to Efficiency and Productivity Analysis Second Edition.
Springe. New York.
Cooper, W.W., L. M. Seiford dan J. Zhu. 2002. Data Envelopment Analysis:
History, Models, and Interpretations. Journal of Econometrics (46).
Daldjoeni, N. 1992. Geografi Baru Organisasi Keruangan dalam Teori dan
Praktek. Bandung: Penerbit Alumni.
Fahriyah, N. Hanani, D. Koestiono dan Syafrial. 2018. Analisis Efisiensi Teknis
Usahatani Tebu Lahan Sawah dan Lahan Kering dengan Pendekatan Data
Envelopment Analysis (DEA). JEPA (2)1.
Farrell, M.J. 1957. The Measurement of Productive Efficiency.Jurnal Royal
Statistical Society (120) 3: 253-290.
Geetha, K., A.B. Rajithasri dan B. Bhadraiah. 2014. Isolation of Plant Growth
Promoting Rhizo Bacteria from Rhizosphere Soils of Green Gram,
Biochemical Characterization and Screening for Antifungal Activity
Against Pathogenic Fungi. International Journal of Pharmaceutical
Science Invention. 3(9): 47-54.
Glick, B.R. 2012. Plant Growth Promoting Bacteria: Mechanisms and
Applications. Scientifica: Article ID 2012963401.
___________ 1995. The enhancement of plant growth by free-living bacteria.
Can. J. Microbiol. 4: 109-117.
Greene, W.H. 2008. Econometrics Analysis, 6th Edition. New Jersey: Prentice
Hall.
Gujarati D.N. 2009. Basic Econometrics Fourth Edition; Student Solutionns
Manual. New York (US): McGraw-Hill.
Hasibuan dan S.P. Malayu. 1984. Manajemen dasar, pengertian dan masalah,
Jakarta: Penerbit Gunung Agung.
Hidayat, C., H. Dedeh, Arief, A. Nurbity dan J. Sauman. 2013. Inokulasi Fungsi
Mikoriza Arnuskula dan mycorrhiza helper bacteria pada Andisol yang
Diberi Bahan Organik untuk Meningkatkan Stabilitas Agregat Tanah,
Serapan N dan P dan Hasil Tanaman Kentang. Indonesian Journal of
Applied Science. 3(2).2013:26-41.
Hidayat, T., R. Yulida dan Rosnita. 2017. Karakteristik Petani Padi Peserta
Program Upaya Khusus Padi Jagung Kedelai Upsus Pajale di Desa Ranah
Baru Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar. JOM Faperta UR (4)1.
Husen, E., R. Saraswati dan R.D. Hastuti. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk
Hayati. Jakarta: Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan
Penelitian dan Pengembangan Petanian (191-120).
101

Jamilah, M. dan P. Nurhayati. 2011. Analisis Risiko Produksi Wortel dan Bawang
Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat. Forum Agribisnis
(1)1:1-19.
Juarti. 2016. Analisis Indeks Kualitas Tanah Andisol Pada Berbagai Penggunaan
Lahan di Desa Sumber Brantas Kota Batu. Jurnal Pendidikan Geografi:
Kajian, Teori, dan Praktek dalam Bidang Pendidikan dan Ilmu Geografi
(21) 2: 58-7.
Junaedi. 2016. Pengembangan Kapas Rakyat Disulawesi Selatan Kajian Terhadap
Efisiensi Produksi dan Daya Saing. Bandung: CV. Mujahid Press.
Khomsan, A. 2007. Sehat dengan Makanan Berkasiat. Jakarta: PT. Kompas
Media Nusantara.
Kloepper, J.W., W. Mahaffee, J.A. Mcinroy dan P.A. Backman. 1991.
Comparative analysis of isolation methods for recovering rootcolonizing
bacteria from roots. p. 252-255. In C. Keel, B. Koller, and G. Defago
(Eds.). Plant Growth-Promoting Rhizobacteria – Progress and Prospects. The
Second International Workshop on PGPR. Interlaken, Switzerland: 14-19.
_____________ 1993. Plant Growth Promoting Rhizobacteria as Biological
Control Agents. p. 255-274. In F.B. Meeting, Jr. (Ed.). Soil Microbial
Ecology, Applications in Agricultural and Environmental Management.
Marcel Dekker, Inc. New York.
Mangunwidjaja, D. dan A. Suryani. 1994. Teknologi Bioproses. Jakarta: Penerbit
Swadaya.
Manik, G H. Asmara, R. dan Maarthen N. 2018. Analisis Efisiensi Produksi
Usahatani Jagung Menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) di
Desa Maindu, Kecamatan Montong, Kabupaten Tuban. Jurnal Ekonomi
Pertanian dan Agribisnis (JEPA) (2) 3: 244-254.
Ningrum, W.A, K.P. Wicaksono dan S.Y. Tyasmoro. 2017. Pengaruh Plant
Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) dan Pupuk Kandang Kelinci
Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung Manis (Zea mays
saccharata). Jurnal Produksi Tanaman (5)3.
Lawalata, M., D.H. Darwanto dan S. Hartono. 2015. Efisiensi Relatif Usahatani
Bawang Merah di Kabupaten Bantul dengan Pendekatan Data
Envelopment Analysis (DEA). Ilmu Pertanian (18)1.
Mardani, T. M., Nur dan H. Satriawan. 2017. Analisis Usaha Tani Tanaman
Pangan Jagung Di Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen. Jurnal S. Pertanian
(1)3: 203 – 204.
Moekani, D.M. 2014. Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi pada
Usahatani Wortel (Studi Kasus di Desa Sumber Brantas, Kecamatan
Bumiaji, Batu, Malang). Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.
Skripsi Dipublikasi.
Morrison, J. 2000. Resource Use Efficiency in an Economy in Transition: An
Investigation into the Persistence of the Co-operative in Slovakian
Agriculture. Thesis, Wye College, University of London.
102

Muharrami, S.Al. 2008. An examination of technical, pure technical and scale


efficiencies in GCC banking. American J. of Finance and Accounting
1(2):152.
Munees, A. dan K. Mulugeta. 2014. Mechanism and applications of plant growth
promoting rhizobacteria. Journal of King Saud University Science (26)1:
1- 20.
Murtadho D.A., L. Setyobudi dan N. Aini. 2016. Pengaruh Plant Growth
Promoting Rhizobacteria (Bacillus subtilis dan Pseudomonas fluorescens)
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kentang (Solanum tuberosum
L.) pada Ketinggian 800 meter di atas Permukaan Laut. Buana Sains
(16)2.
Musianto, S. dan Lukas. 2002. Perbedaan Pendekatan Kuantitatif dengan
Pendekatan Kualitatif dalam Metode Penelitian. Jurnal Managemen dan
Kewirausahaan (4)2.
Naura, A., L. Sulistyowati dan M. H. Karmana. Respon Petani Padi Sawah
Terhadap Kebijakan Insentif dan Disinsentif di Kota Tasikmalaya, Jawa
Barat. 2020. Jurnal Pemikiran Masyarakat Ilmiah Berwawasan Agribisnis
6(1): 155-177.
Nguyen T.T.T, H.H Le, T.M.H Ho, T. Dogot, P. Burny, T.N. Bui dan P. Lebailly.
2020. Efficiency Analysis of the Progress of Orange Farms in Tuyen
Quang Province, Vietnam Towards Sustainable Development. Suistainability:
Vietnam.
Nurhasikin. 2013. Penduduk Usia Produktif dan Ketenagakerjaan. Artikel Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Kepulauan Riau.
Nurmala, L., S. Soetoro dan Z. Noormansyah. 2017. Analisis Biaya Pendapatan
dan R/C Usahatani Kubis (Brassica Oleraceal) (Suatu Kasus di Desa
Cibereum Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis). Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Agroinfo Galuh (2)2: 97.
Nuryadi, T.D. Astuti, E.S. Utami dan M. Budiantara. 2017. Dasar-Dasar Statistik
Penelitian. Yogyakarta: Sibuku Media.
Novius, A.J. Syafe’i dan F.D. Yetti. 2016. Pengaruh Analisis Data Envelopment
Analysis (DEA), Stochastic Frontier Approach (SFA), Distribution Free
Approach (DFA), Derivasi Fungsi Profit dan Bopo terhadap Perbandingan
Efisiensi Kinerja Perbankan Syariah Di Indonesia. Fokus Ekonomi (11)1.
Ortega, Leonardo, W. Ronald, Ward dan C. Andrew. 2002. Measuring Technical
Efficiency in Venezuela: the Dual Purpose Cattle System (DPCS). EDIS
Document FE495. Department of Food and Resources Economics,
Institute of Food and Agricultural Sciences. University of Florida.
Gainesville, FL.
Pambuko, Z.B. 2016. Determinan Tingkat Efisiensi Perbankan Syariah di
Indonesia: Two Stages Data Envelopment Analysis. Jurnal Cakrawala (9)2.
Pasaribu, P. 2007. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Produksi Usahatani Wortel di Kabupaten Tegal (Kasus di Desa Rembul,
103

Kecamatan Bojong, Kabupaten Tegal, Provinsi Jawa Tengah). Fakultas


Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi Dipublikasi.
Perdana, R.P. 2016. Analisis Perbedaan Pendapatan Petani Kakao yang
Menerapkan Teknik Fermentasi dan yang Tidak Menerapkan Teknik
Fermentasi di Desa Silea Kecamatan Onembute Kabupaten Konawe.
Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Halu Oleo. Kendari.
Pulansari, F. 2008. Pengukuran Efisiensi pada Bagian Produksi Genteng di PT.
Wisma Wira Jatim Surabaya dengan Menggunakan Metode Data
Envelopment Analysis (DEA). Seminar Waluyo Jatmiko II. FTI UPN
Veteran Jawa Timur, Surabaya.
Raditya, T.M.A., Tarno dan T. Wuryandari. 2013. Penentuan Tren Arah
Pergerakan Harga Saham dengan Menggunakan Moving Average Converence
Divergence (Studi Kasus Harga Saham pada 6 Anggota LQ 45). Jurnal
Gaussian (2)3: 249-258.
Ramanathan, R. 2003. An Introduction to Data Envelopment Analysis: A Tool for
Performance Measurement. Sage Production Team: D Srilatha, Rajib
Chatterjee and Santosh Rawat.
Rahni, N.M .2012. Efek Fitohormon PGPR Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Jagung (Zea mays). J Agribisnis dan Pengembangan Wilayah.3(2):27-35.
Rahmat, M.N. Alam dan Y. Kalaba. 2017. Analisis Efisiensi Penggunaan Input
Produksi Pada Usahatani Padi Sawah Di Desa Posona Kecamatan
Kasimbar Kabupaten Parigi Moutong. e-J. Agrotekbis 5 (1):119 – 126.
Rismunandar. 1999. Hormon Tanaman dan Ternak. Jakarta.: PT. Penebar
Swadaya.
Roidah, I.S. 2013. Manfaat Penggunaan Pupuk Organik untuk Kesuburan Tanah.
Jurnal Universitas Tulungagung Bonorowo (1)1.
Rompas, J., D. Engka dan K. Tolosang. 2015. Potensi Sektor Pertanian dan
Pengaruhnya Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja di Kabupaten Minahasa
Selatan. Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi (15)4.
Sa’diyah, N.H. 2016. Analisis Efisiensi Menggunakan Metode Data Envelopment
Analysis (DEA) (Kasus Pada PT. Indonesia Toray Sinthetic). SAINS:
Jurnal Manajemen dan Bisnis (9)1.
Safuan. 2017. Pengaruh Peningkatan Volume Produksi dan Peningkatan Biaya
Pemeliharaan Terhadap Pendapatan. Jurnal Inspirasi Bisnis dan
Manajemen (1)2: 113-122.
Santoso B.B., A. Nikmatullah dan K. Zawani. 2018. Pengenalan Budidaya
Tanaman Wortel (Daucus carota L.) Dataran Medium di Desa Santong
Kabupaten Lombok Utara. Universitas Mataram.
Setyawarno, D. 2017. Materi Pelatihan Uji Statistik untuk Penelitian. Kementrian
RISTEKDIKTI Universitas Negeri Yogyakarta Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam.
104

Shofi, A.S., T. Agustina dan S. Subekti. 2019. Penerapan Good Agriculture


Practices (GAP) pada Usahatani Padi Merah Organik. JSEP (12)1.
Sholeh S., N. Hanani dan Suhartini. 2013. Analisis Efisiensi Teknis dan Alokatif
Usahatani Wortel (Daucus carota L.) di Kecamatan Bumiaji Kota Batu.
AGRISE (8)3.
Simanungkalit, R.D.M., D.A. Suriadikarta, R. Saraswati, D. Setyorini danW.
Hartatik. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Bogor: Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Sobari, E. dan F. Fathurohman. 2017. Efektivitas Penyiangan Terhadap Hasil
Tanaman Wortel (Daucus carota L.) Lokal Cipanas Bogor. Jurnal
Biodjati (2)1.
Soekamto, M. H. dan A. Fahrizal. 2019. Upaya Peningkatan Kesuburan Tanah
Pada Lahan Kering Di Kelurahan Aimas Distrik Aimas Kabupaten Sorong.
Abdimas (1)2.
Soekarwati. 1994. Pembangunan Pertanian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sriyadi. 2014. Risiko Usahatani. Yogyakarta: LP3 UMY.
Sudjana. 2002. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugianto, T. 1982. The Relatif Economic Efficiency of Irragated Rice Farm, West
Java, Indonesia. Ph.D. Dissertation. Departemen of Agricultural
Economics. University of illionis: Urbana.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
CV Alfabeta.
Suheri, M. 2018. Usahatani dan Analisisnya. Malang: Unidha Press.
Sumarno J., R.H. Anasiru dan E. Retnawati. 2018. Analisis Dampak Penggunaan
Pupuk NPK Lodrin terhadap Produksi dan Efisiensi Usahatani Kakao.
Informatika Pertanian, (27)2: 73 – 86.
Sunaryono, H. 1990. Kunci Bercocok Tanam Sayuran Renting di Indonesia.
Bandung: Sinar Baru.
Susilowati, S.H. dan N. Tinaprilla. 2012. Analisis Efisiensi Usahatani Tebu di
Jawa Timur. Jurnal Penelitian Tanaman Industri. 18 (4): 162 – 172.
Tenuta, M. 2006. Plant growth promoting rhizobacteria: Prospect for increasing
nutrient acquisition and disease control. Available:
http://www.umanitoba.ca/afs/agronomists_conf/2003/pdf/tenuta_rhizobact
eria.pdf . [Accessed 10 Januari 2021].
Tombe, M. 2013. Potensi Rhizobacteri Pemacu Tumbuh Tanaman Sebagai Agen
Pengendali Hayati Penyakit Tanaman Perkebunan yang Ramah
Lingkungan. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor
Utami A.P., D. Agustiyani dan E. Handayanto. 2018. Pengaruh PGPR (Plant
Growth Promoting Rhizobacteria), Kapur, dan Kompos Pada Tanaman
Kedelai di Ultisol Cibinong, Bogor. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan
(5)1.
105

Widawati, S. 2015. Isolasi dan Aktivitas Plant Growth Promoting Rhizobacteria


(Rhizobium, Azospirillum, Azotobacter, Pseudomonas) dari Tanah
Perkebunan Karet, Lampung. Berita Biologi (14)1.
Worthington A.C dan E.V Hurley. 2002. Cost Efficiency in AustraliaGeneral
Insurers: A-non Parametric Approach. British Accounting Review.
Waibel, H. 1994. Toward an Economic Framework of Pesticide Policy Studies.
Proceeding of the Gottingen Workshop on Pesticide Policies. Gottingen
Zen, F. dan Budiasih. 2018. Produktivitas dan Efisiensi Teknis Usaha Perkebunan
Kopi di Sumatera Selatan dan Lampung. Jurnal Ekonomi dan
Pembangunan Indonesia (72-86).
Zulkarnain. 2010. Dasar – Dasar Hortikultura. Jakarta: Bumi Aksara.
106

Lampiran 1. Denah Lokasi Desa Sumber Brantas

(Peta Kota Batu) (Peta Kecamatan Bumiaji)

(Peta Desa Sumber Brantas)


(Sumber: Wikipedia, Dispendukcapil Batu, blogspot Sumber Brantas)
107

Lampiran 2. Hasil Penentuan Responden

N1
n (Petani Wortel non PGPR) =
1+ N 1 ¿ ¿
144
=
1+ 144 ¿ ¿
= 34 Petani
108

Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

Nomor :
KUISIONER
Judul : Efisiensi Biaya Usahatani Wortel pada Petani Pengguna PGPR dan
Non PGPR di Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu
Lokasi : Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu
A. IDENTITAS RESPONDEN PETANI WORTEL

1. Nama : ……………………………………………..
2. Alamat : …………………………………………...
3. Umur : ……………..tahun
4. Jenis Kelamin : L/P
5. Pendidikan Formal Terakhir :
a. Tidak tamat SD d. SMA
b. SD e. Perguruan Tinggi (D1, D2, D3, S1)
c. SLTP
6. Pendidikan non-formal:
No Jenis Pendidikan/Penyuluhan Lama (Bulan) Keterangan

7. Pekerjaan :
a. Utama : ……………………………………………..
b. Sampingan : ……………………………………………..
8. Jumlah Anggota keluarga : ……………..orang
9. Jumlah tanggungan : ……………..orang
10. Lama melakukan usahatani : ……………..tahun
11. Menggunakan PGPR
a. Ya
b. Tidak
12. Lama menggunakan PGPR : ……..musim tanam
13. Mengetahui informasi PGPR dari mana?.......................................................
14. Mengikuti kegiatan apa sehingga mengetahui mengenai PGPR?
………………………………………………………………………………
15. Berapa waktu yang dibutuhkan dalam usahatani wortel (Persiapan lahan-
Panen)?
………………………………………………………………………………
16. Berapa kali tanam dalam satu tahun?
Periode (Bulan)
Komoditas yang
Ditanam
109

B. SARANA PRODUKSI PERTANIAN


 Lahan
1. Bagaimana status penguasaan lahan yang Bapak/Ibu garap?
a. Milik Sendiri c. Garap/bagi hasil
b. Sewa d. Lembaga/Pemerintah
2. Sejak kapan Bapak/Ibu mengggunakan lahan tersebut? ……tahun
3. Berapa luas lahan yang Bapak/Ibu garap untuk usahatani wortel?
Luas lahan = ……………Ha
a. (Jika Sewa) Berapa biaya yang dikeluarkan untuk menyewa lahan?
Biaya sewa lahan = Rp …………/tahun
b. (Jika Milik Sendiri) Berapa pajak yang dikeluarkan untuk lahan?
Biaya pajak lahan = Rp …………/tahun
c. (Jika Garap/Bagi Hasil) Berapa biaya yang dikeluarkan dan bagaimana
sistem yang dilakukan?
Biaya lahan = Rp …………/tahun
Keterangan : ……………………………………………………..
4. Pengelolaan lahan (digarap sendiri/digarap orang lain)
5. Sistem budidaya yang dilakukan (monokultur/tumpangsari)
6. Jika tumpangsari, maka tumpangsari dengan tanaman apa? ……………….
 Benih
7. Varietas benih yang digunakan adalah? ……………………………………
8. Alasan Pemakaian
a. Harga jual tinggi e. Tahan terhadap serangan penyakit
b. Jaminan pasar f. Ada ketentuan yang mengharuskan
c. Produktivitas tinggi g. Lainnya: ………………………….
d. Tahan terhadap serangan hama
9. Apakah dalam satu lahan digunakan benih yang sama? …………………
10. Bagaimana cara Bapak/Ibu memperoleh benih wortel?
a. Membeli dari…….. c. Produksi sendiri
b. Bantuan dari……… d. Lainnya………………
11. Berapa jumlah benih yang Bapak/Ibu butuhkan dalam setiap musim
tanam?
Benih = ……………gram/Ha
12. Biaya benih yang dikeluarkan (1 luas lahan dalam 1 musim tanam)?
13. Berapa harga benih wortel per gram?
Harga Benih = Rp ………./gram
14. Berapa ongkos yang dikeluarkan dalam 1 kali musim tanam? …………….
15. Apakah ongkos disebut dibedakan dengan ongkos olah lahan? …………...
16. Jika dibedakan berapa ongkos pengolahan lahan? …………………………
110

 Pupuk
17. Jenis pupuk yang digunakan
Frekuensi Waktu
Ongkos/ Asal
Jenis Jumlah Harga/
No perolehan pemberian pemberian
Biaya (Kg) Unit
pupuk pupuk
Pupuk
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
 Obat pemberantas hama (Pestisida)
18. Jenis obat pemberantas hama dan penyakit (pestisida) yang digunakan :
Frekuensi Total
Jenis Hama Ongkos/ Jumlah Harga/ Waktu Pengeluaran
/ Musim
No Obat Penyakit Biaya (Liter) Liter / Musim
Tanam Tanam
1.
2.
3.
4.
5.
 Penggunaan PGPR
19. Jumlah penggunaan PGPR dalam 1 musim tanam:
Frekuensi
Total
No Jumlah PGPR Pemberian
Ongkos/ Harga / Pengeluaran Waktu
yang digunakan PGPR/
Biaya Liter / Musim Pemberian
(Liter) Musim
Tanam
Tanam
1.
20. Apakah terdapat pengurangan input lainnya setelah menggunakan PGPR?
………………………………………………………………………………
21. Apa dan berapa yang berkurang?
………………………………………………………………………………
111

 Alat yang digunakan


Frekuensi
Jenis Harga Tahun Harga Waktu Penyewaan
No Kegiatan
Alat Beli Beli Sewa Sewa / Musim
Tanam
1. Pengolahan
Cangkul
Tanah
Traktor
Arit

2. Pembuatan
Bedengan

3. Pengapuran

4. Penanaman

5. Pengairan

Pemupukan Semprot
6.
an

No Kegiatan Jenis Harga Tahun Harga Waktu Frekuensi


112

Penyewaan
Alat Beli Beli Sewa Sewa / Musim
Tanam
7. Penjarangan

8. Penyiangan

9. Pengendalia
n hama dan
penyakit

10. Panen

11. Pengangkuta
n

12. Lain-lain

C. KEGIATAN BUDIDAYA DAN PASCA PANEN USAHATANI


WORTEL
113

 Pengolahan Tanah
1. Lama Penyiapan Lahan : ……………..Hari
2. Apakah melakukan pembersihan lahan : ……………………………..
3. Apakah melakukan pencangkulan : ……………………………..
a. Apakah tanah diberi pupuk kandang : ……………………………..
b. Jika iya berapa dan dari mana : ……………………………..
c. Jika tidak berikan alasannya : ……………………………
4. Lama Penyiapan Bedengan : ……………..Hari
5. Proses Penyiapan Bedengan : .......………...........................
6. Lama Pengapuran : ……………..Hari
7. Proses Pengapuran : …………………………….
8. Proses Lainnya : ……………………………..
 Penanaman
9. Jarak Tanam : ……..x……. Cm
10. Kedalaman Tanam : ……………..Cm
11. Proses Penanaman : ……………………………..

 Perawatan Tanaman
12. Proses Penyiangan : ……………………………..
13. Proses Penjarangan : ……………………………..
14. Proses Pengairan : ……………………………..
 Pemupukan
15. Proses Pemupukan : ……………………………..
 Pengendalian Hama dan Penyakit
16. Hama dan Penyakit yang sering muncul : ……………………………..
17. Pengendalian yang dilakukan : ……………………………..
18. Proses Pengendalian : ……………………………..
……………………………..

 Panen
19. Umur Panen : …………Hari atau Bulan
114

20. Ciri Tanaman Siap Panen : ……………………………


21. Siapa yang memanen : ……………………………..
22. Hasil Produksi : ……………………………..
23. Kualitas : ……………………………..
24. Harga Wortel/Kg saat itu : ……………………………..
25. Proses Panen : ……………………………..
……………………………..
26. Berapa kali panen dalam satu musim tanam? ……(langsung habis/ tidak)
 Pasca Panen
27. Pengumpulan Hasil Panen : ……. Hari dan …….orang
28. Penyortiran : ……. Hari dan …….orang
29. Pengangkutan : ……. orang
30. Pengangkutan dengan apa : ……………………………..
31. Biaya angkut : ……………………………..
32. Apa ada standarisasi sortir dan grading? …………………………………..
33. Jika ada bagaimana sistem dan prosesnya? ………………………………..
……………………………………………………………………………...
34. Bagaimana sistem penjualannya? ………………………………………….
35. (Borongan/dijual berkelompok/dijual sendiri)
36. Siapa Konsumen akhirnya? ………………………………………………..
37. Dimana lokasi Pembelian hasil panen? ……………………………………
38. Dari mana mengetahui informasi harga panen wortel? ……………………
39. Bagaimana cara penentuan harga jualnya? ………………………………..
40. Jumlah modal : ……………………………..
41. Perolehan modal : ……………………………..
d. Sendiri : ……………………………..
e. Pinjaman : ……………………………..
Pinjaman dari siapa : ……………………………..
42. Kendala usahatani : …………………………….
43. Kendala dalam Pemasaran : ……………………………..

D. TENAGA KERJA
1. Apakah status tenaga kerja yang Bapak/Ibu pekerjakan?
115

a. Upahan
b. Dikerjakan sendiri (keluarga)
2. Bagaimana sistem pengupahan tenaga kerja yang Bapak/Ibu lakukan?
a. Borongan
Keterangan:
………………………………………………………………...
b.Harian
Keterangan:
………………………………………………………………...
3.Berapa jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan usahatani wortel?
Upah Jumlah
Jumlah Jumlah Jam (Rp) biaya
Orang hari Kerja/
Jenis Kegiatan (Rp) Waktu
hari
No
DK LK DK LK DK LK DK LK DK LK
L/P L/P L/P L/P L/P L/P L/P L/P L/P L/P
1 Pengolahan tanah
2 Pembuatan
Bedengan
3 Pengapuran
4 Pemupukan Dasar
5 Penanaman
6- Penjarangan
7- Penyiangan
8- Pemupukan Lanjutan
9- Pemberantasan hama
10 Pengairan
11 Pemanenan
12 Pengangkutan
Lain-lain
............
............
............

Keterangan:
LK: Luar Keluarga DK: Dalam Keluarga L: Laki-Laki P: Perempuan
116

E. KEIKUTSERTAAN PETANI DALAM KELEMBAGAAN


 Kelompok Tani
1. Apakah Bapak/Ibu mengikuti kelompok tani? (Ya/Tidak)
Jika iya lanjut ke pertanyaan:
a. Apa nama kelompok tani yang diikuti oleh Bapak/Ibu? …………………..
b.Sejak kapan Bapak/Ibu menjadi anggota? …………………………………
c. Kegiatan apa saja yang dilakukan dalam kelompok tani?
………………………………………………………………………………
d.Apakah kegiatan yang dilakukan bermanfaat? …………………………….
e. Apakah Bapak/Ibu aktif mengikuti kegiatan kelompok tani? ……………..

 Penyuluhan
2.Apakah penyuluhan yang dilakukan? ……………………………………...
3.Setahu Bapak/Ibu berapa kali kegiatan penyuluhan dilakukan? …………..
4.Kegiatan apa saja yang dilakukan selama penyuluhan? …………………...
5.Apakah Bapak/Ibu aktif mengikuti kegiatan penyuluhan? ………………..

 Bantuan
6.Apakah ada bantuan untuk usahatani? (ada/tidak)
Jika ada lanjut ke pertanyaan berikutnya:
a. Asal bantuan dari siapa? …………………………………………………...
b.Bantuan yang diberikan berupa apa dan jumlahnya berapa? ……………...
c. Sejak kapan bantuan tersebut ada? ………………………………………...
d.Apakah Bapak/Ibu menerima bantuan tersebut? …………………………..
e. Apakah semua petani menerima bantuan tersebut? ………………………..
f. Apakah akses menerima bantuan mudah untuk dilakukan? ……………….
7.Apakah pemerintah daerah berkontribusi memberikan bantuan kepada
petani? (iya/tidak)
Jika iya lanjut ke pertanyaan berikutnya:
a. Kontribusi bantuan yang dilakukan pemerintah berupa apa? ……………...
b.Sejak kapan bantuan tersebut ada? ………………………………………...
c. Apakah Bapak/Ibu menerima bantuan tersebut? …………………………..
d.Apakah semua petani menerima bantuan tersebut? ………………………..
117

e. Apakah akses menerima bantuan tersebut mudah? ……………………….


116

Lampiran 4. Karakteristik Responden Petani Wortel

1. Karakteristik Petani Wortel Pengguna PGPR


Jumlah
Luas
Lama Anggota
No Kecamatan Desa Dusun Usia Pendidikan Lahan Kepemilikan
Berusahatani Keluarg
(Ha)
a
1 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 26 Tahun 7 Tahun 4 Orang SLTP 0.28 Milik Sendiri
2 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 55 Tahun 20 Tahun 4 Orang SD 0.2 Milik Sendiri
3 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 47 Tahun 28 Tahun 4 Orang SMA 0.5 Milik Sendiri
4 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 28 Tahun 10 Tahun 2 Orang SMA 0.56 Milik Sendiri
5 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 28 Tahun 7 Tahun 2 Orang SMP 0.32 Milik Sendiri
6 Bumiaji Sumber Brantas Krajan 52 Tahun 30 Tahun 4 Orang SD 1.5 Milik Sendiri
7 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 50 Tahun 20 Tahun 3 Orang SMA 1 Milik Sendiri
8 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 31 Tahun 14 Tahun 2 Orang SMK 0.08 Milik Sendiri
9 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 55 Tahun 20 Tahun 1 Orang SLTA 0.5 Milik Sendiri
10 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 53 Tahun 20 Tahun 3 Orang D1 2 Milik Sendiri
11 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 64 Tahun 47 Tahun 3 Orang SLTP 0.64 Milik Sendiri
12 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 53 Tahun 28 Tahun 3 Orang SLTA 0.4 Milik Sendiri
13 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 51 Tahun 23 Tahun 3 Orang SD 0.2 Milik Sendiri
14 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 30 Tahun 12 Tahun 2 Orang SMP 0.24 Milik Sendiri
15 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 38 Tahun 15 Tahun 3 Orang SD 0.8 Milik Sendiri
16 Bumiaji Sumber Brantas Krajan 56 Tahun 33 Tahun 1 Orang SMA 0.28 Milik Sendiri
17 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 65 Tahun 46 Tahun 3 Orang SD 1 Sewa
18 Bumiaji Sumber Brantas Krajan 53 Tahun 31 Tahun 1 Orang SD 0.84 Milik Sendiri
19 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 54 Tahun 30 Tahun 3 Orang SD 0.4 Sewa
20 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 35 Tahun 15 Tahun 1 Orang SMA 0.5 Milik Sendiri
117

2.Karakteristik Petani Non PGPR


Jumlah
Luas
Lama Anggota
No Kecamatan Desa Dusun Usia Pendidikan Lahan Kepemilikan
Berusahatani Keluarg
(Ha)
a
1 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 50 Tahun 35 Tahun 1 Orang SD 0.5 Milik Sendiri
2 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 30 Tahun 13 Tahun 2 Orang SMP 1 Milik Sendiri
3 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 46 Tahun 29 Tahun 2 Orang SD 0.8 Milik Sendiri
4 Bumiaji Sumber Brantas Krajan 39 Tahun 11 Tahun 3 Orang S1 1.6 Milik Sendiri
5 Bumiaji Sumber Brantas Krajan 41 Tahun 17 Tahun 3 Orang SLTP 0.48 Sewa
6 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 50 Tahun 30 Tahun 3 Orang SMA 0.5 Milik Sendiri
7 Bumiaji Sumber Brantas Krajan 31 Tahun 11 Tahun 3 Orang SMP 0.48 Milik Sendiri
8 Bumiaji Sumber Brantas Krajan 40 Tahun 16 Tahun 3 Orang SLTP 0.2 Milik Sendiri
9 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 63 Tahun 41 Tahun 1 Orang SD 0.48 Sewa
10 Bumiaji Sumber Brantas Lemah Putih 65 Tahun 41 Tahun 1 Orang SD 0.56 Milik Sendiri
11 Bumiaji Sumber Brantas Lemah Putih 53 Tahun 48 Tahun 1 Orang SMP 0.52 Milik Sendiri
12 Bumiaji Sumber Brantas Lemah Putih 45 Tahun 24 Tahun 2 Orang SMA 0.4 Milik Sendiri
13 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 45 Tahun 11 Tahun 3 Orang S1 0.5 Milik Sendiri
14 Bumiaji Sumber Brantas Lemah Putih 56 Tahun 21 Tahun 1 Orang SD 0.26 Milik Sendiri
15 Bumiaji Sumber Brantas Krajan 52 Tahun 30 Tahun 3 Orang SMA 0.2 Milik Sendiri
16 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 57 Tahun 35 Tahun 1 Orang SD 0.4 Milik Sendiri
17 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 36 Tahun 5 Tahun 3 Orang SMK 1.2 Milik Sendiri
18 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 35 Tahun 10 Tahun 3 Orang S1 1 Milik Sendiri
19 Bumiaji Sumber Brantas Lemah Putih 41 Tahun 20 Tahun 3 Orang SD 1 Milik Sendiri
20 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 60 Tahun 33 Tahun 2 Orang SD 0.5 Milik Sendiri
118

21 Bumiaji Sumber Brantas Lemah Putih 35 Tahun 13 Tahun 3 Orang SMP 0.5 Sewa
Jumlah
Luas
Lama Anggota
No Kecamatan Desa Dusun Usia Pendidikan Lahan Kepemilikan
Berusahatani Keluarg
(Ha)
a
22 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 33 Tahun 6 Tahun 3 Orang SMK 0.4 Milik Sendiri
23 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 53 Tahun 34 Tahun 4 Orang SD 0.28 Milik Sendiri
24 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 53 Tahun 27 Tahun 2 Orang STM 0.5 Milik Sendiri
25 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 40 Tahun 22 Tahun 1 Orang SD 1.5 Milik Sendiri
26 Bumiaji Sumber Brantas Lemah Putih 41 Tahun 23 Tahun 3 Orang SMA 0.56 Milik Sendiri
27 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 49 Tahun 28 Tahun 2 Orang SMA 0.72 Milik Sendiri
28 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 32 Tahun 10 Tahun 2 Orang SMP 0.5 Milik Sendiri
29 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 21 Tahun 9 Tahun 1 Orang SMA 0.5 Milik Sendiri
30 Bumiaji Sumber Brantas Lemah Putih 29 Tahun 5 Tahun 3 Orang SMP 3 Milik Sendiri
31 Bumiaji Sumber Brantas Krajan 39 Tahun 16 Tahun 2 Orang SMA 1.08 Milik Sendiri
32 Bumiaji Sumber Brantas Krajan 38 Tahun 18 Tahun 3 Orang SMP 0.4 Milik Sendiri
33 Bumiaji Sumber Brantas Lemah Putih 53 Tahun 36 Tahun 2 Orang SMP 1 Milik Sendiri
34 Bumiaji Sumber Brantas Lemah Putih 51 Tahun 30 Tahun 1 Orang SD 2 Sewa
119

Lampiran 5. Pengeluaran Biaya Usahatani Petani Wortel


1. Petani Wortel Pengguna PGPR
N Penyusuta Pupuk Pupuk
Lahan Benih Pestisida T. Kerja PGPR TFC TVC TC
o n Kandang Kimia
2.891.70 3.500.00 16.107.14 2.142.00 31.375.84 32.891.55
1 180.000 6.000.000
1.335.714 0 0 735.000 3 0 1.515.714 3 7
2.800.00 3.825.00 14.375.00 1.650.00 35.675.00 39.410.00
2 200.000 4.375.000
3.535.000 0 0 8.650.000 0 0 3.735.000 0 0
7.000.00 2.730.00 16.320.00 2.400.00 36.811.00 38.795.00
3 182.000 5.000.000
1.802.000 0 0 3.361.000 0 0 1.984.000 0 0
5.012.00 6.539.28 27.063.28 29.026.55
4 150.000 1.750.000
1.813.270 0 6 4.350.000 8.875.000 537.000 1.963.270 6 6
5.634.00 12.500.00 3.531.25 19.328.12 45.571.10 46.941.62
5 142.000
1.228.525 0 0 0 3.850.000 5 727.725 1.370.525 0 5
1.047.21 10.000.00 3.980.00 11.355.00 28.451.71 34.334.71
6 426.000
5.457.000 0 0 0 1.835.000 0 234.500 5.883.000 0 0
1.110.50 12.600.00 1.250.00 24.150.50 28.377.00
7 388.000
3.838.500 0 0 900.000 650.000 7.640.000 0 4.226.500 0 0
13.500.00 9.031.25 16.250.00 2.812.50 50.841.25 55.567.25
8 176.000 860.000
4.550.000 0 0 8.387.500 0 0 4.726.000 0 0
12.000.00 1.574.00 23.142.00 26.966.00
9 536.000 928.000
3.288.000 0 0 1.500.000 6.300.000 840.000 3.824.000 0 0
1.387.50 1.872.50 21.200.00 27.403.75 27.993.75
10 100.000 0
490.000 0 0 2.850.000 0 93.750 590.000 0 0
4.141.80 3.781.25 22.968.75 37.316.60 39.666.60
11 150.000 0
2.200.000 0 0 6.300.000 0 124.800 2.350.000 0 0
12 600.000 2.546.250 870.000 13.500.00 1.550.00 2.865.000 15.825.00 1.350.00 3.146.250 35.960.00 39.106.25
120

0 0 0 0 0 0
22.500.00 2.250.00 19.850.00 2.400.00 49.312.50 53.681.00
13 576.000 782.500
3.792.500 0 0 1.530.000 0 0 4.368.500 0 0
2.502.00 12.500.00 4.083.33 17.166.66 1.668.00 47.920.00 49.409.58
14 100.000
1.389.583 0 0 3 10.000.000 7 0 1.489.583 0 3
4.500.00 6.056.25 25.181.25 46.343.75 46.891.87
15 100.000 5.000.000
448.125 0 0 5.250.000 0 356.250 548.125 0 5
2.678.57 14.371.17 20.119.10
16 214.000 726.495 5.000.000
5.533.928 1 520.000 4.642.857 803.250 5.747.929 4 2
12.000.00 2.769.00 1.430.00 13.156.00 21.208.00 34.364.00
17 7.500.000
0 1.156.000 0 0 594.000 8.540.000 375.000 0 0 0
11.250.00 2.142.85 27.202.16 28.877.68
18 384.000 899.045
1.291.523 0 7 7.720.000 4.654.762 535.500 1.675.524 4 8
1.000.00 1.525.00 20.025.00 26.185.00
19 5.200.000 6.250.000
960.000 0 0 2.387.500 8.300.000 562.500 6.160.000 0 0
1.535.00 5.420.00 19.470.00 34.935.00 35.816.00
20 168.000 4.200.000
713.000 0 0 3.800.000 0 510.000 881.000 0 0
Keterangan: TFC= Biaya lahan dan penyusutan TVC= Biaya benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja dan PGPR

2. Petani Wortel Non PGPR


Pupuk Pupuk
No Lahan Penyusutan Benih Pestisida T. Kerja TFC TVC TC
Kandang Kimia
184.000 1.606.000 1.284.000 6.000.000 7.180.000 6.625.000 6.800.000 1.790.000 27.889.00 29.679.000
1
0
186.000 5.329.000 6.400.000 0 1.191.500 465.000 10.300.000 5.515.000 18.356.50 23.871.500
2
0
121

499.500 3.166.250 1.086.250 13.496.87 3.531.250 6.000.000 7.950.000 3.665.750 32.064.37 35.730.125
3
5 5
518.000 3.280.625 1.722.420 3.500.000 7.128.125 6.700.000 12.906.250 3.798.625 31.956.79 35.755.420
4
5
8.250.000 2.716.667 977.600 30.000.00 3.937.500 7.600.000 12.229.167 10.966.667 54.744.26 65.710.933
5
0 7
624.000 3.942.000 827.000 11.445.00 1.025.000 1.850.000 10.800.000 4.566.000 25.947.00 30.513.000
6
0 0
476.000 669.792 980.720 2.916.667 4.250.000 7.916.666 15.645.833 1.145.792 31.709.88 32.855678
7
7
164.000 4.345.000 1.150.000 5.500.000 3.550.000 12.450.000 18.275.000 4.509.000 40.925.00 45.434.000
8
0
8.300.000 5.680.208 1.070.160 3.020.833 4.458.333 8.550.000 17.625.000 13.980.208 34.724.32 48.704.535
9
7
110.000 788.393 3.007.200 2.500.000 5.214.286 3.800.000 12.750.000 898.393 27.271.48 28.169.879
10
6
180.000 1.492.308 3.562.500 0  5.692.308 8.000.000 17.615.385 1.672.308 34.870.19 36.542.500
11
2
776.000 3.058.750 1.005.000 4.000.000 4.850.000 9.000.000 14.125.000 3.834.750 32.980.00 36.814.750
12
0
700.000 4.773.000 4.500.000 14.000.00 2.970.000 5.300.000 10.210.000 5.473.000 36.980.00 42.453.000
13
0 0
150.000 3.197.810 1.008.700 11.250.00 3.653.846 8.300.000 21.442.308 3.347.810 45.654.85 49.002.664
14
0 4
676.000 4.570.000 3.500.000 8.000.000 3.400.000 7.500.000 14.100.000 5.246.000 36.500.00 41.746.000
15
0
890.000 5.870.000 2.450.000 9.250.000 1.875.000 5.445.000 8.875.000 6.760.000 27.895.00 34.655.000
16
0
122

576.000 4.248.750 884.780 4.000.000 1.883.333 6.125.000 13.208.333 4.824.750 26.101.44 30.926.197
17
7
688.000 5.312.500 2.437.500 3.275.000 2.930.000 6.100.000 17.300.000 6.000.500 32.042.50 38.043.000
18
0
138.000 360.500 5.250.000 0 4.610.000 4.850.000 11.310.000 498.500 26.020.00 26.518.500
19
0
774.000 3.588.000 15.600.000 5.500.000 3.850.000 7.200.000 5.060.000 4.362.000 37.210.00 41.572.000
20
0
10.000.000 1.018.000 4.480.000 0 2.800.000 7.000.000 15.515.000 11.018.000 29.795.00 40.813.000
21
0

Pupuk Pupuk
No Lahan Penyusutan Benih Pestisida T. Kerja TFC TVC TC
Kandang Kimia
15.575.00
22
852.000 2.146.250 1.000.000 11.000.000 7.075.000 9.350.000 0 2.998.250 44.000.000 46.998.250
17.785.71 132.233.57
23
276.000 1.219.155 5.355.000 90.000.000 5.642.857 13.450.000 4 1.495.155 1 133.728.726
17.350.00
24
812.000 3.317.000 930.000 2.000.000 3.710.000 5.750.000 0 4.129.000 29.740.000 33.869.000
15.780.00
25
100.000 666.667 2.072.813 0 1.130.000 405.000 0 766.667 19.387.813 20.154.479
36.625.00
26
168.000 704.464 1.065.050 0 5.392.857 9.450.000 0 872.464 52.532.907 53.405.371
24.583.33
27
832.000 503.472 9.382.500 9.000.000 3.923.611 1.650.000 3 1.335.472 48.539.444 49.874.917
13.580.00
28
441.000 5.909.000 7.500.000 7.000.000 2.050.000 6.245.000 0 6.350.000 36.375.000 42.725.000
123

16.340.00
29
300.000 4.909.000 878.000 11.000.000 3.180.000 7.885.000 0 5.209.000 39.283.000 44.492.000
22.855.00
30
88.500 104.500 843.975 15.000.000 2.068.333 6.700.000 0 193.000 47.467.308 47.660.308
12.861.11
31
166.000 950.463 3.645.600 0 2.148.148 975.000 1 1.116.463 19.629.859 20.746.322
17.787.50
32
164.000 901.250 1.160.000 2.500.000 3.100.000 310.000 0 1.065.250 24.857.500 25.922.750
13.400.00
33
110.000 779.000 3.600.000 0 2.945.000 6.900.000 0 889.000 26.845.000 27.734.000
18.255.00
34
5.000.000 186.250 10.125.000 0 2.340.000 7.250.000 0 5.186.250 37.970.000 43.156.250
Keterangan: TFC= Biaya lahan dan penyusutan TVC= Biaya benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja
124

No TC TR π R/C
192.244.50 Lampiran 6. Penerimaan, Pendapatan dan R/C rasio Petani Wortel
1 32.891.557 0 159.352.943 5,844798 1. Petani Wortel Pengguna PGPR
200.400.00 Keterangan:
2 39.410.000 0 160.990.000 5,085004
137.100.00 TC= Total Biaya
3 38.795.000 0 98.305.000 3,533961
TR= Total Penerimaan
131.689.40
4 29.026.556 5 102.662.849 4,536859 π= Pendapatan
192.244.60
5 46.941.625 0 145.302.975 4,095397 R/C= Kelayakan
222.673.83
6 34.334.710 0 188.339.120 6,485385
264.900.00
7 28.377.000 0 236.523.000 9,335025
177.812.50
8 55.567.250 0 122.245.250 3,199951
143.840.00
9 26.966.000 0 116.874.000 5,334124
10 27.993.750 35.593.750 7.600.000 1,271489
208.224.90
11 39.666.600 0 168.558.300 5,249376
187.812.50
12 39.106.250 0 148.706.250 4,802621
258.097.50
13 53.681.000 0 204.416.500 4,807986
222.673.83
14 49.409.583 0 173.264.247 4,506693
114.016.25
15 46.891.875 0 67.124.375 2,431471
16 20.119.102 89.125.050 69.005.948 4,429872
17 34.364.000 51.625.000 17.261.000 1,502299
18 28.877.688 90.974.310 62.096.622 3,150332
19 26.185.000 98.062.500 71.877.500 3,744988
20 35.816.000 79.910.000 44.094.000 2,231126
No TC TR π R/C 125
1 29.679.000 68.296.000 38.617.000 2,301156
2 23.871.500 31.389.000 7.517.500 1,314915
35.730.125 188.279.37
3 5 152.549.250 5,269485
4 35.755.420 62.780.130 27.024.710 1,755821
65.710.933 190.480.16
5 0 124.769.227 2,898759
30.513.000 217.500.00 2.
6 0 186.987.000 7,128109 No TC TR π R/C
32.855678 127.280.40 24 33.869.000 90.250.000 56.381.000 2,664679
7 0 94.424.722 3,873924 25 20.154.479 26.951.085 6.796.606 1,337226
45.434.000 134.715.00 113.239.87
26
8 0 89.281.000 2,6507 53.405.371 5 59.834.504 2,120384
48.704.535 222.479.92 27 49.874.917 70.340.255 20.465.338 1,410333
9 0 173.775.385 4,567951 214.091.00
28
10 28.169.879 82.740.065 54.570.186 2,937182 42.725.000 0 171.366.000 5,010907
11 36.542.500 93.673.800 57.131.300 2,563421 159.500.00
29
36.814.750 132.500.00 44.492.000 0 115.008.000 3,584914
12 0 95.685.250 3,599101 164.176.48
30
42.453.000 114.600.00 47.660.308 5 116.516.177 3,444721
13 0 72.147.000 2,699456 31 20.746.322 45.430.035 24.683.713 2,189787
49.002.664 213.803.97 32 25.922.750 82.382.500 56.459.750 3,178
14 5 164.801.311 4,363109 33 27.734.000 53.000.000 25.266.000 1,911012
41.746.000 138.125.00 113.922.00
15 0 96.379.000 3,3087 34
43.156.250 0 70.765.750 2,639757
34.655.000 193.900.00
16 0 159.245.000 5,595152
30.926.197 119.926.70
17 0 89.000.503 3,877835
38.043.000 116.000.00 Petani Wortel Non PGPR
18 0 77.957.000 3,049181
19 26.518.500 78.860.000 52.341.500 2,973773
41.572.000 188.741.00
20 0 147.169.000 4,540099
21 40.813.000 54.000.000 13.187.000 1,323108
151.750.00
22 46.998.250 0 104.751.750 3,228844
211.849.15
23 133.728.726 5 78.120.429 1,584171
126

Lampiran 7. Data Uji Beda Rata-Rata Produktivitas dan Kelayakan Usahatani


1. Petani Wortel Pengguna PGPR
No Produktivitas R/C rasio
1 5,84 25,82
2 5,09 24,50
3 3,53 27,00
4 4,54 27,80
5 4,10 31,20
6 6,49 32,47
7 9,34 32,80
8 3,20 23,00
9 5,33 28,00
10 1,27 24,00
11 5,25 31,70
12 4,80 30,00
13 4,81 34,45
14 4,51 26,25
15 2,43 31,00
16 4,43 26,00
17 1,50 25,63
18 3,15 28,40
19 3,74 24,80
20 2,23 24,92
127

2. Petani Wortel Non PGPR


No Produktivitas R/C rasio No Produktivitas R/C rasio
1 2,30 22,00 24 2,66 22,85
2 1,31 20,20 25 1,34 20,25
3 5,27 31,05 26 2,12 23,75
4 1,76 22,25 27 1,41 21,75
5 2,90 28,25 28 5,01 30,75
6 7,13 31,60 29 3,58 27,25
7 3,87 26,40 30 3,44 27,05
8 2,97 25,05 31 2,19 20,40
9 4,57 31,50 32 3,18 22,05
10 2,94 23,25 33 1,91 21,25
11 2,56 24,78 34 2,64 25,20
12 3,60 26,25
13 2,70 25,25
14 4,36 30,50
15 3,31 24,75
16 5,60 29,35
17 3,88 25,95
18 3,05 24,95
19 2,97 23,35
20 4,54 27,75
21 1,32 20,75
22 3,23 27,20
23 1,58 31,00
128

Lampiran 8. Hasil Uji Normalitas


1. Produktivitas

2. R/C rasio
129

Lampiran 9. Hasil Uji Homogenitas dan Uji Beda Rata-Rata


1. Produktivitas

2. R/C rasio
130

Lampiran 10. Data Output dan Input Efisiensi Usahatani Wortel


1. Petani Wortel Pengguna PGPR
Output Jumlah Input Harga Input
No T. PG
Prod π Lahan Benih N P K Pes. Lahan Benih N P K Pes. T. Kerja PGPR
Kerja PR
1 7.23 53850000 0.28 2.7 22.5 76.5 22.5 1.5 43.75 30 50400 810000 102000 210000 102000 205800 4510000 600000
2 4.9 40080000 0.2 1.6 33 22.5 22.5 9 29.5 15 40000 560000 119850 102000 102000 1230000 2875000 330000
3 13.5 68550000 0.5 7 100 58.5 22.5 5 38.625 40 91000 3500000 261350 174000 102000 1180500 8160000 1200000
4 15.568 73569500 0.56 8 121.5 70.5 52.5 6.85 48 20 84000 2800000 641250 518550 482550 1936000 4970000 300000
5 9.984 82459500 0.32 4.8 30 30 30 13.7 33.375 15.5 45440 1800000 169500 169500 169500 732000 6185000 232500
6 48.7 286932089 1.5 20 120 120 120 12.125 126.125 10 639000 1563000 883500 883500 883500 2752500 17032500 350000
7 32.8 102750000 1 14.5 15 15 15 1.6 51.75 25 388000 1110500 135000 135000 135000 1650000 7640000 1250000
8 1.84 14225000 0.08 0.72 19 7.5 7.5 4.4 11.875 5 14080 68800 111200 120750 84750 296000 1300000 225000
9 14 71920000 0.5 6 92.5 33 15 4.5 40.8125 14 268000 464000 166250 70500 34500 250000 3150000 420000
10 48 71187500 2 23.5 135 135 135 14.6 186.875 12.5 200000 2775000 561750 561750 561750 5200000 42400000 187500
11 20.288 104840000 0.64 8.85 58.5 37.5 37.5 13.25 75.875 20 96000 2655000 373200 337500 337500 3532000 14700000 80000
12 12 83290000 0.4 3.6 28.5 7.5 7.5 2.2 65.5 12 240000 348000 103200 67500 67500 646000 6330000 540000
13 6.89 72980000 0.2 1.5 7.5 7.5 7.5 0.2 40.5 12 115200 156500 67500 67500 67500 480000 3970000 480000
14 6.30 53399000 0.24 2 38 69 15 11.25 50.9375 20 24000 600000 137650 192750 84750 1900000 4120000 400000
15 24.8 91213000 0.8 12 144 75 75 13.6 86.25 19 80000 3600000 833700 675000 675000 3700000 20145000 285000
16 7.28 24965100 0.28 1.82 7.5 61.5 7.5 0.84 8.75 5 59920 203500 67500 175500 67500 1145600 1300000 225000
17 25.63 51625000 1 23 123 60 60 3.8 121.25 25 12000000 2769000 245100 138000 138000 94000 8540000 375000
18 23.856 76449000 0.84 8.82 30 30 30 20.2 40.75 10 322560 755500 270000 270000 270000 5984800 3910000 450000
19 9.92 39225000 0.4 4.8 32.25 29.25 11.25 3.5 36.25 15 2080000 400000 86700 92400 51000 455000 3320000 225000
20 12.46 39955000 0.5 10 114 45 45 5.8 50.375 17 84000 767500 513450 354750 354750 1400000 9735000 255000
131

Output Jumlah Input Harga Input


No
Prod π Lahan Benih N P K Pes. T. Kerja Lahan Benih N P K Pes. T. Kerja
1 11 19308500 0.5 8 197 249 105 12.13 50 92000 642000 561100 637500 349500 3312500 3400000
2 20.2 7517500 1 8 121 30 30 13.25 66.625 186000 6400000 297125 94125 94125 465000 10300000
3 24.84 122039400 0.8 11.4 75 75 75 16.03 74.75 399600 869000 423750 423750 423750 4800000 6360000
4 35.6 42896365 1.6 32 202.5 288 202.5 36 247.1875 828800 2734000 1470750 2046750 1470750 10720000 20650000
5 13.56 59985205 0.48 6 98 22.5 22.5 11.3 30.6875 3960000 470000 344650 202500 202500 3648000 5870000
6 15.8 93493500 0.5 4.3 53.5 7.5 7.5 3.35 40.625 312000 413500 148175 42375 42375 925000 5400000
7 12.67 45396501 0.48 6 63.5 48 30 11.5 75.5625 228480 471500 331750 297000 261000 3800000 7510000
8 5.01 17856200 0.2 3 39 7.5 7.5 12.7 29.25 32800 230000 121800 68250 68250 14490000 3655000
9 15.12 83545858 0.48 6.62 72 30 30 11.49 57.125 3984000 514500 341400 270000 270000 4104000 8460000
10 13.02 30486138 0.56 6.72 60.5 127.5 37.5 7.6 46.5 61600 1680000 390400 517500 337500 2128000 7140000
1112.39474 30069105 0.5 7.5 105 105 105 13.5 84.5 93600 1875000 433500 433500 433500 4160000 9160000
12 10.5 38274100 0.4 5 48 73.5 37.5 13 76 310400 402000 266100 320250 248250 3600000 5650000
13 12.625 36073500 0.5 7.5 61.5 48 30 8.51 50.875 350000 2250000 223050 205500 169500 2650000 5105000
14 7.93 42805535 0.26 3.26 15 15 15 10.69 87 39000 262000 142500 142500 142500 2158000 5575000
15 4.95 20875800 0.2 2 22.5 22.5 22.5 7.2 24.875 135200 700000 102000 102000 102000 1500000 2820000
16 11.74 63698000 0.4 2.8 7.5 61.5 7.5 6.9 28.625 356000 980000 67500 175500 67500 2178000 3550000
17 31.14 107229522 1.2 11.4 122 30 30 22.8 95.125 691200 1066000 481600 270000 270000 7350000 15850000
2. Petani Wortel Non PGPR
132

Output Jumlah Input Harga Input


No
Prod π Lahan Benih N P K Pes. T. Kerja Lahan Benih N P K Pes. T. Kerja
18 24.95 77957000 1 6.5 60 60 60 18 49.124 688000 2437500 439500 439500 439500 6100000 17300000
19 23.35 52341500 1 14 144 180 60 14.95 74.625 138000 5250000 582300 799500 439500 4850000 11310000
20 13.875 73584500 0.5 6.5 60 60 60 10.25 25.25 387000 7800000 288750 288750 288750 15600000 2530000
21 10.375 6593500 0.5 6.4 61 69 15 9 41.75 5000000 2240000 236300 238500 130500 3500000 7757500
22 10.88 41900700 0.4 5 121.5 124.5 52.5 16 261.125 340800 400000 471450 456750 312750 3740000 6230000
23 8.68 21882473 0.28 3 37.5 37.5 37.5 18.68 65.9375 77280 1500000 237000 237000 237000 3766000 4980000
24 11.425 28190500 0.5 6 64.5 90 22.5 9.1 54.1875 406000 465000 223650 332250 152250 4875000 8675000
25 30.375 10144188 1.5 8.25 91.5 22.5 22.5 4.35 70.5 150000 3093750 361200 202500 202500 607500 23670000
26 13.3 33427097 0.56 7.64 85.5 75 75 23.625 93.375 94080 595000 441600 423750 423750 5292000 20510000
27 15.66 14723265 0.72 18 152.5 37.5 37.5 5.8 93.125 599040 6750000 602000 337500 337500 1188000 17700000
28 15.375 85683000 0.5 3.75 122.5 7.5 7.5 10.272 30.8125 220500 3750000 332000 67500 67500 13122500 6790000
29 13.625 57504000 0.5 4.5 153 15 15 9.08 39.9375 150000 439000 452400 135000 135000 3942500 8170000
30 81.15 353079323 3 26.4 251 90 90 75.6 168.875 265500 2557500 1180300 810000 810000 20100000 68565000
31 22.035 26541627 1.08 11.2 121.5 142.5 52.5 16.5 103.5 179280 3920000 379950 401250 221250 1053000 13890000
32 8.82 22583900 0.4 6 57 15 15 12.9 51.5 65600 464000 206400 135000 135000 124000 7115000
33 21.25 25266000 1 12 132.5 138 30 18.375 46 110000 3600000 499450 486000 270000 18900000 13400000
34 50.4 141531500 2 54 243 105 105 60.2 151.5 10000000 20250000 915900 598500 598500 14500000 36510000
133

Lampiran 11. Hasil Efisiensi Teknis menggunakan DEA


1. Petani Wortel Pengguna PGPR
134

2. Petani Wortel Non PGPR


135

Lampiran 12. Hasil Efisiensi Harga dan Biaya menggunakan DEA


1. Petani Wortel Pengguna PGPR
136

2. Petani Wortel Non PGPR


135

Lampiran 13. Dokumentasi

Anda mungkin juga menyukai