Oleh
RAIHANA FATIMAH
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
EFISIENSI BIAYA USAHATANI WORTEL PADA PETANI PENGGUNA
PGPR DAN NON PGPR DI DESA SUMBER BRANTAS, KECAMATAN
BUMIAJI, KOTA BATU
Oleh
RAIHANA FATIMAH
175040101111007
SKRIPSI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
MALANG
2021
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan hasil
penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Skripsi ini tidak
pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan
rujukannya dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Raihana Fatimah
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Penelitian : Efisiensi Biaya Usahatani Wortel Pada Petani Pengguna
PGPR dan Non PGPR di Desa Sumber Brantas,
Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.
Nama Mahasiswa : Raihana Fatimah
NIM : 175040101111007
Jurusan : Sosial Ekonomi Pertanian
Program Studi : Agribisnis
Disetujui,
Diketahui,
Mengetahui,
Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian
Tanggal Persetujuan:
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Efisiensi Biaya Usahatani Wortel Pada Petani Pengguna
PGPR dan Non PGPR di Desa Sumber Brantas,
Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.
Nama Mahasiswa : Raihana Fatimah
NIM : 175040101111007
Jurusan : Sosial Ekonomi Pertanian
Program Studi : Agribisnis
Mengesahkan
MAJELIS PENGUJI
Tanggal Lulus:
LEMBAR PERSEMBAHAN
Raihana Fatimah
RINGKASAN
i
SUMMARY
ii
KATA PENGANTAR
Penulis
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta, 3 Mei 1999 sebagai anak pertama dari dua
bersaudara dari pasangan suami istri Bapak Susanto dan Ibu Amiroh. Penulis
menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SD Al-Furqan yang terletak di Kota
Jember pada tahun 2005 sampai tahun 2011. Penulis melanjutkan pendidikan
pertama di SMP Negeri 06 Jember pada tahun 2011 sampai tahun 2014. Penulis
melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 04 Jember pada tahun
2014 sampai tahun 2017. Pada tahun 2017, penulis melanjutkan pendidikan S-1
Program Studi Agribisnis di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang
melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN................................................................................................... i
SUMMARY...................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR...................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP.......................................................................................... iv
DAFTAR ISI.................................................................................................... v
DAFTAR TABEL............................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... x
1. PENDAHULUAN........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 4
1.3 Batasan Masalah..................................................................................... 7
1.4 Tujuan Penelitian.................................................................................... 8
1.5 Manfaat Penelitian.................................................................................. 8
2. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 9
2.1 Telaah Penelitian Terdahulu................................................................... 9
2.2 Landasan Teori........................................................................................ 16
3. KERANGKA TEORITIS............................................................................. 35
3.1 Kerangka Pemikiran................................................................................ 35
3.2 Hipotesis.................................................................................................. 39
3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel...................................... 39
4. METODE PENELITIAN............................................................................. 42
4.1 Pendekatan Penelitian............................................................................. 42
4.2 Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian................................................. 42
4.3 Teknik Penentuan Responden................................................................. 43
4.4 Teknik Pengumpulan Data...................................................................... 44
4.5 Teknik Analisis Data............................................................................... 45
5. HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................... 52
5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian.................................................... 52
5.2 Karakteristik Responden......................................................................... 55
5.3 Gambaran Usahatani Wortel................................................................... 64
5.4 Analisis Usahatani Wortel...................................................................... 67
5.5 Analisis Perbandingan Produktivitas dan Kelayakan Usahatani Wortel 75
5.6 Analisis Tingkat Efisiensi Usahatani Wortel.......................................... 79
6. PENUTUP.................................................................................................... 95
6.1 Kesimpulan............................................................................................. 95
6.2 Saran........................................................................................................ 95
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 97
DAFTAR TABEL
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Subsektor hortikultura merupakan salah satu sumber pertanian yang sangat
diharapkan peranannya dalam menunjang pembangunan ekonomi nasional.
Komoditas hortikultura di Indonesia memiliki prospek pengembangan yang
sangat baik karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi serta potensi pasar yang
terbuka lebar dari dalam hingga luar negeri (Zulkarnain, 2010). Wortel merupakan
salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi (komersial) yang
cukup baik. Menurut Khomsan (2017) wortel menjadi bahan pangan potensial
untuk mengentaskan masalah penyakit, kurang vitamin A dan masalah kurang
gizi. Menurut Santoso et al. (2018) permintaan terhadap wortel diperkirakan akan
terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, peningkatan
kesadaran masyarakat terhadap gizi, pemenuhan kebutuhan pasar tradisional,
pasar modern, hotel, dan restaurant. Mengingat wortel dapat dijadikan berbagai
macam produk olahan untuk dikonsumsi (sayuran, vitamin, suplemen, jus, bahan
campuran kue dan industri makanan lainnya). Jumlah konsumsi rumah tangga
terhadap wortel tahun 2019 mencapai 343,86 Ton dengan tingkat partisipasi
konsumsi wortel rumah tangga yang terus naik dari 25,175% pada tahun 2017
hingga akhirnya menjadi 26,72% di tahun 2019 BPS (2020).
Luas lahan wortel di Indonesia pada tahun 2015 adalah sebesar 30.280 Ha
dengan total produksi sebesar 522.529 Ton, sedangkan pada tahun 2016 menjadi
31.814 Ha dengan total produksi sebesar 537.519 Ton. Meskipun luasnya
mengalami penambahan akan tetapi produktivitasnya menurun, dari 17,26 Ton/Ha
menjadi 16,89 Ton/Ha. Kemudian pada tahun 2018 produktivitas wortel juga
mengalami penurunan, pada tahun 2017 sebesar 17,53 Ton/Ha menjadi 16,99
Ton/Ha. Begitupun pada tahun 2019 produktivitasnya juga menurun, pada tahun
2018 sebesar 16,99 Ton/Ha menjadi 16,31 Ton/Ha (BPS, 2020). Penurunan
produktivitas tanaman wortel dapat disebabkan oleh beberapa hal. Menurut
Sriyadi (2014) terdapat resiko-resiko dalam usahatani yang disebabkan oleh iklim
dan cuaca, hama dan penyakit, kesuburan tanah, keterampilan sumberdaya
manusia dalam manajerial dan juga efektivitas penggunaan input produksi.
2
Lawalaata et, al., (2015) menyatakan apabila input yang digunakan berlebihan
atau terlalu sedikit maka akan menyebabkan petani tidak efisien secara teknis dan
juga harga.
Maka dari itu diperlukan suatu cara agar kondisi lingkungan dapat terjaga
sehingga dapat meningkatkan produktivitas dari pada sebelumnya atau kurang
lebih stabil serta meminimalisir pengeluaran biaya produksi yang tidak perlu
supaya petani tidak merugi. Menurut Kementrian Pertanian (2019) upaya
peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan penggunaan mekanisasi
optimasi lahan dan optimalisasi teknologi. Selain itu menurut Susilowati dan
Tinaprilla (2012) peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan output maksimum melalui pengelolaan sumberdaya serta teknologi
yang ada sehingga produktivitasnya bisa meningkat dan mengurangi pengeluaran
biaya untuk input produksi yang berlebihan sehingga petani dapat lebih efisien
secara teknis dan harga dan bisa mencapai efisiensi secara biaya. Salah satu
inovasi bioteknologi di bidang pertanian yang ramah lingkungan dan mampu
memperbaiki kondisi tanah serta meningkatkan produktivitas adalah Rizobakteri
Pemacu Tumbuh Tanaman (RPTT) atau populer disebut Plant Growth Promoting
Rhizobacteria (PGPR). PGPR adalah mikroba tanah yang berada di sekitar akar
tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam memacu
pertumbuhan serta perkembangan tanaman (Munees dan Mulugeta, 2014). Selain
itu PGPR dijadikan sebagai salah satu cara untuk mengembalikan kesuburan
tanah, apabila kondisi tanah baik maka akan membuat tanaman tumbuh dengan
baik dan memberi hasil yang optimal (Biswas et, al. dalam Utami et, al., 2018).
Jawa Timur merupakan salah satu sentra produksi wortel di Indonesia
yaitu pada urutan keempat dengan total produksi pada tahun 2019 mencapai
91.012 Ton dengan total luas area produksi sebesar 9.169 Ha (BPS Jawa Timur,
2020). Salah satu wilayah di Jawa Timur yang menjadi sentra produksi wortel
adalah Kota Batu yang terletak pada urutan ketiga dengan total produksi pada
tahun 2019 mencapai 101.024 Kw dengan luas area produksi sebesar 558 Ha
(BPS Kota Batu, 2020). Kecamatan Bumiaji merupakan sentra utama produksi
wortel di Kota Batu dan terletak pada urutan pertama dengan luas lahan mencapai
526 Ha dengan total produksi sebesar 95.266 Kw pada tahun 2019 (BPS Kota
4
Batu, 2020). Sentra utama penghasil wortel di Kecamatan Bumiaji adalah Desa
Sumber Brantas karena ketinggian daerah Desa Sumber Brantas 1.400 s/d 1.700
mdpl di mana dengan ketinggian tersebut sangat cocok untuk tanaman semusim
seperti tanaman hortikultura, Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Kota Batu
(2019). Selain itu beberapa petani wortel di Desa Sumber Brantas sudah mulai
menggunakan PGPR dan mengurangi penggunaan bahan kimia dalam melakukan
usahataninya.
Oleh karena itu penting untuk dilakukan penelitian mengenai uji beda rata-
rata mengenai produktivitas dan kelayakan usahatani wortel di Desa Sumber
Brantas pada petani wortel pengguna PGPR dan non PGPR. Guna
membandingkan produktivitas dan kelayakan usahatani yang lebih antara petani
wortel pengguna PGPR dan non PGPR. Serta mengenai efisiensi biaya usahatani
wortel di Desa Sumber Brantas pada petani wortel pengguna PGPR dan non
PGPR. Terkait dengan pengalokasian input yang dimiliki serta biaya yang
dikeluarkan. Supaya dapat memperoleh hasil produksi yang maksimal dan
meminimalisir pengeluaran biaya produksi dengan melihat tingkat efisiensi teknis
dan juga harganya.
harganya tidak semahal pengeluaran biaya untuk pestisida serta dapat dibuat atau
dikembangkan secara mandiri. Sehingga terdapat perubahan biaya yang
dikeluarkan petani dalam usahataninya. Hal ini sesuai dengan pendapat Antonius
and Dewi (2011) bahwa mikroba penyubur perakaran sangat penting untuk
perbaikan sifat tanah terutama sifat biologi tanah. Ketersediaan nutrisi pada
akhirnya akan menentukan pertumbuhan dan hasil panen.
Banyak petani yang telah memiliki pengalaman melakukan usahatani yang
cukup lama namun belum mencapai tingkat efisiensi biaya yang diharapkan. Akan
muncul keragaman hasil produksi dan pendapatan antar petani meskipun
menggunakan cara tanam, luas lahan dan jenis lahan yang sama. Hal ini
disebabkan oleh beberapa faktor yang bisa di kendalikan (internal) dan yang tidak
bisa dikendalikan oleh petani (eksternal) (Battese et, al., 1998). Salah satu faktor
yang dapat dikendalikan oleh petani adalah memilih kombinasi input yang tepat
sehingga tercapainya efisiensi. Petani wortel di Desa Sumber Brantas yang
menggunakan PGPR dan juga tidak tentu memiliki perbedaan dalam penentuan
jenis dan juga jumlah input produksinya. Sehingga tingkat efisiensi biayanya akan
beragam.
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut dapat dirumuskan
permasalahan yang ada sebagai berikut:
1. Bagaimana perbandingan rata-rata produktivitas dan kelayakan usahatani
wortel pengguna PGPR dan Non PGPR di Desa Sumber Brantas?
2. Bagaimana tingkat efisiensi teknis, harga, dan biaya usahatani wortel petani
yang menggunakan PGPR dan Non PGPR di Desa Sumber Brantas?
wortel pada petani wortel pengguna PGPR dan non PGPR di Desa Sumber
Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.
2. Usahatani yang dimaksud adalah usahatani wortel yang dilakukan pada periode
tanam September-Desember tahun 2020.
2. TINJAUAN PUSTAKA
tingkat efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi petani. Penentuan lokasi penelitian
dilakukan secara purposive berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistika (BPS). Metode analisis yang digunakan ialah Data Envelopment
Analysis (DEA). Hasil dari penelitian ini ialah rata-rata tingkat efisiensi teknis
cukup tinggi sebesar 0,833 atau 83,3%. Jumlah petani yang termasuk kategori
sangat efisien (>0,843) sebanyak 34 petani (53,9%). Jumlah petani yang
beroperasi pada skala CRS (Constant Return to Scale) 22 % (14 petani) dan yang
beroperasi IRS (Increasing Return to Scale) 68 % (43 petani) sedangkan yang
beroperasi pada skala DRS (Decreasing Return to Scale) sebanyak 10% (6
petani). Nilai rata-rata efisiensi alokatif petani cukup tinggi yaitu 0,746 atau
74,6%. Jumlah petani yang termasuk pada kategori sangat efisiens Secara alokatif
(>0,871) sebanyak 11 orang (17,46%). Nilai rata-rata efisiensi ekonomi cukup
rendah yaitu 0,623 atau 62,3%. Jumlah petani yang termasuk pada kategori sangat
efisien secara ekonomis (>0,825) sebanyak 11 orang (17,46%).
Penelitian Asri et al. (2019) dipilih dalam penelitian terdahulu karena
memiliki kesamaan yaitu pada fokus penelitian yang menganalisis mengenai
efisiensi dengan menggunakan metode yang sama yaitu Data Envelopment
Analysis (DEA) model VRS berorientasi input serta membandingkan dua
kelompok petani yang memiliki perbedaan dalam input usahataninya. Persamaan
dengan penelitian kali ini terdapat pada perbedaan input usahatani yang
dibandingkan merupakan salah satu teknologi di bidang pertanian. Penelitian kali
ini membandingkan efisiensi antara petani pengguna PGPR dan non PGPR,
sedangkan penelitian terdahulu membandingkan efisiensi antara petani pengguna
klon unggulan dan klon lokal. Persamaan-persamaan tersebut membuat penelitian
ini dapat menjadi acuan dalam penggunaan metode untuk menganalisis efisiensi
teknis dan mebandingkan antar dua kelompok petani yang memiliki perbedaan
dalam jenis input usahataninya. Penelitian terdahulu ini berisi mengenai analisis
efisiensi teknis usahatani kakao berdasarkan klon sulawesi 1&2 dan klon lokal.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengetahui tingkat efisiensi teknis
usahatani kakao, faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensinya, serta
tingkat efisiensi teknis yang lebih tinggi antara perkebunan kakao rakyat yang
direhabilitasi dengan menggunakan klon unggulan perkebunan kakao dengan
16
responden yang dipilih dengan metode multi stage random sampling. Penelitian
ini menggunakan pendekatan DEA dengan model BCC yang berorientasi input.
Hasil dari penelitian ini adalah kinerja petani tebu lahan sawah relatif lebih baik
dibandingkan dengan petani tebu lahan kering. Di mana petani tebu lahan sawah
yang telah beroperasi pada skala optimal hanya 7 orang dari 87 responden atau
sekitar 8%. Petani tebu lahan kering yang telah beroperasi pada skala optimal
hanya 11 orang dari 114 responden atau sekitar 10%. Sehingga input-input
produksi tebu di lahan sawah masih bisa dihemat hingga 5.58% sedangkan di
lahan kering, penghematannya sebesar 6.21%.
b. Batang
Batang tanaman wortel pendek sehingga hampir tidak nampak, berbentuk
bulat, tidak berkayu, agak keras dan berdiameter 1- 1,5 cm. Pada umumnya
batang berwarna hijau tua. Batang tanaman tidak bercabang, namun ditumbuhi
tangkai tangkai daun yang berukuran panjang sehingga kelihatan seperti cabang.
Batang berfungsi sebagai media translokasi hara dan air dari tanaman maupun
hasil fotosintesis ke seluruh bagian tanaman.
c. Akar
Wortel memiliki akar tunggang dan serabut. namun dalam
pertumbuhannya akar tunggang akan mengalami perubahan bentuk dan fungsi
menjadi tempat penyimpanan makanan sehingga bentuk akar akan berubah
menjadi besar, bulat dan memanjang dengan diameter 6 cm dan panjang 30 cm
tergantung varietasnya. Akar tunggang yang membesar inilah disebut umbi
wortel. Adapun akar serabut yang menempel pada akar tunggang menyebar ke
samping berwarna kekuning-kuningan (putih Gading).
d. Bunga
Bunga tanaman wortel tumbuh pada ujung tanaman, berbentuk panjang
berganda berwarna putih atau merah jambu agak pucat. Bunga memiliki tangkai
pendek dan tebal kuntum Kuntum bunga nya terletak pada bidang lengkung yang
sama. Bunga wortel yang telah mengalami penyerbukan akan menghasilkan buah
dan biji berukuran kecil dan berbulu.
20
e. Biji
Biji wortel merupakan biji tertutup dan berkeping dua, dapat digunakan
untuk perbanyakan tanaman. Biji berbentuk kecoklatan dengan panjang 3 mm dan
lebar 1,5 mm setiap gram benih akan berisi kurang lebih 200 biji.
f. Umbi
Umbi wortel terbentuk dari akar tunggang yang berubah fungsi menjadi
tempat penyimpanan cadangan makanan (karbohidrat, protein, lemak, vitamin,
mineral dan air). Ukuran umbi wortel bervariasi bergantung varietasnya. umbi
yang berukuran besar berdiameter 6,3 cm sedangkan wortel yang berukuran kecil
berdiameter 3,5 cm. berat umbi dapat mencapai 300 gram sedangkan yang
berukuran kecil mempunyai berat 100 gram
2. Syarat Tumbuh Tanaman Wortel
Suhu optimum untuk pertumbuhan tanaman wortel adalah 15-21°C. Suhu
tersebut cocok untuk pertumbuhan atas tanaman sehingga warna dan bentuk akar
dapat optimal. Tanah yang cocok untuk pertumbuhan wortel adalah tanah yang
drainasenya baik, kaya akan bahan organik dan subur dengan ketinggian 1200-
1500 mdpl. Tanah lempung berpasir cocok untuk budidaya wortel karena mudah
untuk penetrasi akar sehingga pertumbuhannya dapat mencapai ukuran panjang
dan besar yang optimal. Tanaman ini dapat tumbuh dengan baik pada tanah
dengan pH 5-8. Kelembapan tanah merupakan hal yang sangat penting untuk
pertumbuhan tanaman wortel, termasuk saat persemaian agar diperoleh bibit
dengan pertumbuhan yang serangan dan pertumbuhannya cepat setelah ditanam di
lapangan (Balai Penelitian Tanaman Sayuran, 2011).
a. Keadaan iklim
Tanaman wortel pada permulaan tumbuhnya menghendaki cuaca agak
dingin dan lembab di negara yang beriklim sedang (subtropis). Perkecambahan
benih wortel membutuhkan suhu minimum 9°C dan maksimum 20°C namun
untuk pertumbuhan dan produksi umbi yang optimal membutuhkan suhu udara
antara 15,6- 21, 1°C. Untuk negara tropis tanaman wortel bisa ditanam di
sepanjang tahun baik musim kemarau maupun musim penghujan. Wortel
merupakan tanaman subtropis yang memerlukan suhu dingin lembab dan cukup
sinar matahari, di Indonesia kondisi seperti itu biasanya terdapat di daerah dengan
21
ketinggian antara 1200 – 1500 meter diatas permukaan laut. Tetapi sekarang
sudah dapat ditanam pada ketinggian 600 mdpl. Suhu udara yang tinggi (panas)
seringkali menyebabkan umbi tumbuh kecil-kecil (abnormal) dan warnanya pucat
atau kusam, sebaliknya bila suhu udara terlalu terbentuk menjadi panjang dan
kecil. Tanaman wortel termasuk sayuran yang tahan terhadap hujan dan dapat
ditanam sepanjang tahun selain itu juga angin tidak mengganggu pertumbuhan
tanaman wortel. Karena tanaman wortel batangnya rendah (hampir tidak ada)
sehingga tiupan angin tidak akan mempengaruhi umbi yang berada di dalam
tanah.
b. Keadaan tanah
Tanaman wortel akan tumbuh baik dan bagus pada tanah berstruktur remah,
dalam dan subur. Tanah yang gembur sangat membantu perkembangan akar
wortel merubah bentuknya menjadi umbi sedangkan tanah yang subur (banyak
mengandung humus) diperlukan untuk memenuhi zat-zat makanan yang
dibutuhkan wortel bagi tanah yang kurang subur sebaiknya diberi pupuk. Titik
derajat keasaman tanah (pH) antara 6,1- 7,0 jenis tanah yang paling baik adalah
andosol dan umumnya terdapat di daerah dataran tinggi (pegunungan). Pada tanah
yang asam (pH-nya rendah, kurang dari 5,0) tanaman wortel sulit untuk
membentuk umbi demikian pula tanah yang mudah becek ataupun mendapat
perlakuan pupuk kandang yang berlebihan sering menyebabkan umbi wortel
berserat, bercabang dan berambut.
3. Teknik Budidaya Tanaman Wortel menurut Balai Penelitian Tanaman Sayuran,
2011 adalah sebagai berikut:
a. Benih
Kebutuhan benih wortel untuk 1 hektar adalah 750- 1000 gram
b. Persiapan lahan
Persiapan di tanah diperlukan untuk mendapatkan tanah yang subur dan gembur
(kelembaban tanah yang cukup dan aerasi yang baik). Selain itu juga untuk
menghilangkan gulma dan sisa pertanaman sebelumnya agar tidak mengganggu
pertumbuhan perakaran wortel dan tanaman dapat tumbuh dengan baik. Tanah
dibajak dengan kedalaman 40- 50 cm. Persiapan lahan sebaiknya dilakukan
beberapa minggu sebelum tanam untuk memberikan kesempatan bagi bahan
22
1. Efisiensi Teknis
Efisiensi teknis (Technical Efficiency-TE) yaitu kemampuan suatu
perusahaan (usahatani) untuk mendapatkan output maksimum dari penggunaan
suatu set input (bundle) tertentu. Atau kemampuan suatu ushatani untuk
menghasilkan output tertentu dengan kombinasi input yang paling sedikit
(minimal). Efisiensi teknis berhubungan dengan kemampuan suatu perusahaan
(usahatani) untuk berproduksi pada kurva frontier isoquant.
2. Efisiensi Harga
Efisiensi harga atau efisiensi alokatif (Allocative Efficiency-AE) adalah
kemampuan suatu perusahaan (usahatani) untuk menggunakan input pada
proporsi yang optimal pada harga dan teknologi produksi tertentu. Efisiensi
alokatif menggunakan kriteria biaya minimum untuk menghasilkan sejumlah
output tertentu pada isoquant. Atau dengan kata lain meminimalkan biaya
produksi dengan pemilihan input yang tepat untuk menghasilkan output tertentu.
3. Efisiensi Biaya
Efisiensi biaya atau efisiensi ekonomi merupakan gabungan kedua
efisiensi ini bisa juga efisiensi total. Efisiensi biaya merupakan perkalian antara
efisiensi teknis dengan efisiensi alokatif. Atau dapat dikatakan efsiensi biaya
dapat tercapai apabila perusahaan (usahatan) telah efisien secara teknis dan
harganyaSuatu hasil dikatakan efisien apabila nilai efisiensi sama dengan satu.
Namun, jika nilai efisiensi (t) < 1 dapat diartikan bahwa alokasi penggunaan input
ataupun proporsi input terhadap harganya tidak efisien. Sehingga untuk mencapai
nilai efisiensi perlu untuk mengkombinasikan proporsi penggunaan jumlah input
26
dan proporsi input terhadap harganya dengan lebih baik. Secara umum efisiensi
merupakan perbandingan antara output dengan input (Efisien = Output : Input)
(Farrel, 1957).
Kurva efisiensi dapat dilihat pada Gambar 2 berikut:
random error atau noise dalam pengukuran ketidakefisienan, hal ini merupakan
salah satu keunggulan dari metode parametrik (Berger dan Humprey, 1997).
Menurut Sa’diyah 2016 dalam mengukur efisiensi Efisiensi dapat diukur melalui
berbagai pendekatan, mulai dari pendekatan dengan metode yang mudah seperti
cost-to-yields ratio sampai dengan perhitungan yang lebih rumit dengan
menggunakan teknik perhitungan seperti Data Envelopment Analysis (DEA),
Stochastic Frontier Analysis (SFA) dan Distribution Free Approach (DFA).
Namun demikian metode yang paling populer adalah: Stochastic Frontier
Analysis (SFA) yang merupakan stochastik dan parametrik, dan Data
Envelopment Analysis (DEA). SFA, kadang-kadang juga dijelaskan sebagai
pendekatan frontier ekonomi, spesifik sebuah bentuk fungsi dari cost, profit, atau
hubungan produksi sejumlah input, output, dan faktor lingkungan, dan
memperhitungkan random error. SFA disusun dari model error di mana
inefisiensi diasumsikan untuk mengikuti asimetri distribusi, biasanya half-normal,
sementara random error mengikuti simetris distribusi, biasanya standard normal.
DEA adalah teknik program linear di mana set dari best practice atau frontier
observation yang mana tidak ada yang lain unit pengambil keputusan atau
Decision Making Unit (DMU) atau kombinasi linear dari unit-unit yang dimiliki
sebanyak atau lebih dari tiap output (input tetap) atau sedikit atau lebih kurang
tiap input (output tetap). Frontier DEA merupakan kombinasi linear yang
menghubungkan set dari best practice, sehingga menghasilkan sebuah bentuk
sembung dari kurva produksi. Sehingga, DEA tidak memerlukan spesifikasi
eksplisit dari bentuk hubungan produksi tersebut.
dari dua konsep efisiensi yaitu efisiensi teknis dan alokatif. Secara matematis,
efisiensi ekonomis dirumuskan sebagai berikut EE = TE x AE.
b. Penggunaan Input
Menurut Rahmat et al. (2017) kombinasi penggunaan input berupa tenaga
kerja, benih, pupuk, obat obatan yang optimal, akan mendapatkan hasil yang
maksimal. Kombinasi input dapat menciptakan sejumlah produksi dengan cara
yang lebih efesien. Secara umum kendala yang dihadapi oleh petani dalam
berusahatani hampir sama dengan permasalahan yang dihadapi oleh sebagian
besar petani pada umumnya yaitu sempitnya lahan, kurangnya modal, rendahnya
produktivitas tenaga kerja, serangan hama dan penyakit tanaman, mahalnya harga
pupuk organik dan non organik dan kurangnya kesuburan lahan.
c. Penerimaan
Penerimaan usahatani dapat berupa nilai material yang diterima oleh setiap
petani dari hasil penjualan komoditas yang diproduksi. Penerimaan menurut
Mardani et al. (2017) yaitu produksi yang dihasilkan oleh petani dikalikan dengan
harga jual hasil produksi, untuk mengetahuinya maka digunakan analisis
penerimaan dengan rumus sebagai berikut:
TR = P x Q
Keterangan :
TR : Total Penerimaan (Total Revenue)
P : Harga (Price)
Q : Kuantitas
30
d. Pendapatan
Pengertian pendapatan menurut Safuan (2017) adalah arus masuk bruto
(kotor) dari manfaat ekonomi yang timbul akibat aktivitas normal perusahaan
selama satu periode, arus masuk itu mengakibatkan kenaikan modal (ekuitas) dan
tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Arus masuk dimaksud adalah dari
penjualan produk yang dihasilkan. Pendapatan juga bisa diartikan sebagai
penghasilan yang timbul dari aktivitas perusahaan yang biasa dan dikenal dengan
mengadakan perbaikan atau penyesuaian yang diperlukan supaya terdapat suatu
keadaan yang memuaskan sesuai dengan apa yang direncanakan. Pendapatan
usahatani (net farm income) didefinisikan sebagai selisih pendapatan kotor
usahatani dan pengeluaran total usahatani. Pendapatan selisih usahatani dapat
digunakan untuk mengukur imbalan yang diperoleh di tingkat keluarga petani dari
segi penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal (Mardani et
al., 2017). Jadi pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut:
π = TR – TC
Keterangan :
π = Pendapatan Usahatani (Rp)
TR = Total Penerimaan (Rp)
TC = Total Biaya (Rp)
e. Biaya Usahatani
Biaya usahatani merupakan semua biaya yang diperlukan dalam usahatani
untuk memproduksi suatu produk dalam satuan periode produksi. Biaya produksi
adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk mengelola usahatani selama satu kali
musim tanam yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel, dinyatakan dalam
satuan rupiah (Rp) (Nurmala et al., 2017).
Biaya usatahani dapat dikategorikan menjadi dua yaitu:
1) Biaya Tetap
Biaya tetap merupakan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi,
dimana besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi yang
dihasilkan dan sifatnya tidak habis dalam satu kali musim tanam, biaya tersebut
tetap harus dikeluarkan meskipun kegiatan produksi tidak berjalan (Nurmala et
al., 2017). Contoh dari biaya tetap yaitu: biaya sewa lahan, biaya penyusutan alat
pertanian dan lain sebagainya.
31
2) Biaya Variabel
Biaya variabel adalah biaya yang besarnya berubah-ubah tergantung pada
tingkat produksi, contohnya berupa pupuk, benih, pestisida dan upah tenaga kerja
(Nurmala et al., 2017).
B. Analisis Pendapatan dan R/C Usahatani
Penerimaan adalah hasil perkalian dari hasil produksi dengan harga jual
dan dinyatakan dalam satuan rupiah (Rp) per musim tanam, sedangkan
pendapatan merupakan selisih antara nilai produksi dengan total biaya produksi,
yang dihitung dalam satuan rupiah per musim tanam. R/C adalah imbangan antara
biaya usahatani dengan penerimaan yang dihasilkan, di mana R/C menunjukkan
besarnya penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan oleh
setiap petani (Nurmala et al., 2017).
Formulasi analisis pendapatan usahatani yang lebih jelas dapat dilihat berikut ini:
π = TR – TC
π = (Py·Y) – (Px·X)
Keterangan :
π = Pendapatan Usahatani (Rp)
TR = Total Penerimaan Usahatani (Rp)
TC = Total Pengeluaran Usahatani (Rp)
Py = Harga Output (Rp)
Y = Jumlah Output (Ton)
Px = Harga Input (Rp)
X = Jumlah Input (Kg, Kg/m2)
pada skala optimal. Alasan inilah membuat Banker, Charnes dan Cooper pada
tahun 1984 memperkenalkan model DEA BCC (Pulansari, 2008). DEA BCC
pertama kali diperkenalkan oleh Banker et al. pada tahun 1987. Model DEA CCR
merupakan perbandingan nilai output dan input bersifat konstan, penambahan
nilai input dan output sebanding. Berbeda dengan model DEA BCC yang juga
dikenal denganvariabel return to scale (VRS) atau peningkatan input dan output
yang tidak berproporsi sama. Peningkatan proporsi bisa bersifat increasing return
to scale (IRS) atau bersifat decreasing return to scale (Avval et al., 2011).
a. Model Constant Return to Scale (CRS)
Model Constant Return to Scale dikembangkan oleh Charnes, Cooper dan
Rhodes (Model CCR) pada tahun 1978. Model ini mengasumsikan bahwa rasio
antara penambahan input dan output adalah sama (Constant Return to Scale).
Artinya, jika ada tambahan input sebesar x kali, maka output akan meningkat
sebesar x kali juga. Asumsi lain yang digunakan dalam model ini adalah bahwa
setiap perusahaan atau Decision Making Unit (DMU) beroperasi pada skala yang
optimal.
b. Model Variabel Return to Scale (VRS)
Model ini dikembangkan oleh Banker, Charnes, dan Cooper (model BCC)
pada tahun 1984 dan merupakan pengembangan dari model CCR. Model ini
beranggapan bahwa perusahaan tidak atau belum beroperasi pada skala yang
optimal. Asumsi dari model ini adalah bahwa rasio antara penambahan input dan
output tidak sama (variabel return to scale). Artinya penambahan input sebesar x
kali tidak akan menyebabkan output meningkat sebesar x kali, bisa lebih kecil
atau lebih besar dari x kali.
3. KERANGKA TEORITIS
3.1 Kerangka Pemikiran
Efisiensi biaya atau ekonomi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk
menghasilkan produksi tertentu pada tingkat biaya minimum. Usahatani dapat
dikatakan efisien secara ekomi atau biaya pabila telah mencapai efisiensi teknis
dan juga harga. Dimana efisieni secara teknis data tercapai apabila suatu
perusahaan (usahatani) mampu mengalokasikan input yang lebih sedikit
dibandingkan usaha lain untuk menghasilkan output yang sama atau
mengalokasikan input yang sama untuk menghasilkan output yang lebih tinggi.
Sehingga kombinasi input yang digunakan dan output yang dihasilkan berada di
sepanjang kurva produksi isoquant. Sedangkan dapat dikatakan efisien secara
harga/alokatif apabila petani mampu menggunakan input dalam proporsi optimal
terhadap harganya. Barulah setelah ituu usahatani dapat dikatakan efisien secara
biaya/ekonomi. Pengetahuan mengenai efisiensi dari usahatani yang dilakukan
perlu diketahui oleh petani agar petani dapat berusahatani untuk mendapatkan
keuntungan yang lebih besar menggunakan input yang paling optimal.
Permasalahan produktivitas usahatani wortel yang cenderung menurun
berkaitan erat dengan persoalan penggunaan input yang belum optimal dan dapat
berdampak pada menurunnya pendapatan petani. Penggunaan input yang terlalu
sedikit menyebabkan usahatani tidak berjalan dengan baik karena tidak memenuhi
kebutuhan usahatani. Penggunaan input yang berlebihan dapat memperbesar biaya
pengeluaran sehingga dapat menurunkan pendapatan usahatani. Selain itu apabila
input tersebut mengandung senyawa kimia maka dapat menyebabkan
permasalahan pada lingkungan dan kualitas lahan yang dapat membuat hasil
produksi menurun. Sehingga untuk menjaga dan meningkatkan produktivitas
petani perlu membuat kegiatan usahataninya menjadi efisien dengan cara
mengalokasikan input dan biaya dengan baik serta menjaga kualitas lingkungan.
Usahatani wortel di Desa Sumber Brantas merupakan suatu usaha di
bidang pertanian tanaman hortikultura yang menjadi pilihan bagi petani karena
dianggap sebagai komoditas yang berpotensi dan cocok dengan kondisi alam yang
ada, selain itu Desa Sumber Brantas juga menjadi sentra utama penghasil wortel
38
harga, dan biaya dengan menggunakan Data Envelopment Analisis (DEA) pada
petani wortel pengguna PGPR dan non PGPR di Desa Sumber Brantas. Variabel
yang digunakan adalah input usahatani yang digunakan serta biaya yang di
keluarkan (luas lahan, benih, pupuk unsur N, unsur P, undur K, pestisida, tenaga
kerja dan PGPR). Pemilihan variabel didasarkan pada faktor-faktor produksi yang
digunakan oleh petani wortel di Desa Sumber Brantas serta didasarkan pada
penelitian terdahulu yang meneliti topik sejenis. Menurut Pasaribu (2007) faktor-
faktor produksi seperti luas lahan, benih, pupuk dan tenaga kerja, memiliki
pengaruh positif terhadap produksi usahatani wortel sedangkan pestisida
berpengaruh negatif terhadap hasil produksi usahatani wortel. Kemudian
penelitian Moekani (2014) menyatakan bahwa biaya benih, biaya pupuk, biaya
tenaga kerja, biaya pestisida, dan pengalaman berpengaruh negatif terhadap
pendapatan usahatani wortel sedangkan jumlah anggota keluarga dan penerimaan
atau jumlah produksi berpengaruh positif terdap pendapatan usahatani wortel.
Peningkatan hasil usahatani wortel yang diperlukan adalah dengan
mengetahui pencapaian produktivitas dan kelayakan usahatani yang lebih baik
antara petani pengguna PGPR dan dan non PGPR. Serta mengetahui bagaimana
usahatani pada lahan garapan agar lebih efisien baik secara teknis maupun harga
(efisiensi biaya). Efisiensi biaya dapat tercapai apabila petani dapat
mengkombinasikan input dengan tepat dan mengeluarkan biaya yang minimum
sehingga efisien secara teknis dan harga. Setelah diketahui tingkat efisiensi biaya
yang dicapai maka akan dirumuskan sebuah langkah dan saran apa yang perlu
dilakukan untuk meningkatkan efisiensi usahatani wortel di Desa Sumber
Brantas. Supaya petani mampu melakukan peningkatan produksi dan pendapatan
dengan cara mengatur kombinasi penggunaan input dan pengeluaran biaya
produksi yang lebih baik.
40
Berdasarkan uraian diatas gambar kerangka berpikir secara skematis yang dapat
dilihat pada Gambar 4, berikut ini:
Perbedaan produktivitas
Efisiensi dan kelayakan usahatani
Biaya petani PGPR dan non
PGPR
3.2 Hipotesis
Berdasarkan teori dan kerangka pemikiran teoritis yang telah diuraikan
sebelumnya, maka hipotesis yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Diduga produktivitas dan kelayakan usahatani pengguna PGPR lebih tinggi
dibandingkan dengan petani wortel yang tidak menggunakan PGPR.
4. METODE PENELITIAN
4.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan pada penelitian analisis uji beda rata-rata produktivitas dan
kelayakan usahatani serta efisiensi biaya pada usahatani wortel pada petani
pengguna PGPR dan non PGPR di desa Sumber Brantas kecamatan Bumiaji Kota
Batu menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif yaitu
pendekatan yang di dalam usulan penelitian, proses, hipotesis, turun ke lapangan,
analisis data dan kesimpulan data sampai dengan penulisannya mempergunakan
aspek pengukuran, perhitungan, rumus dan kepastian data numerik (Musianto,
2002). Penelitian terdahulu yang telah dilakukan pada analisis uji beda rata-rata
dan efisiensi biaya usahatani menggunakan pendekatan kuantitatif karena dalam
penelitian terdahulu permasalahan yang ada dirumuskan dalam variabel. Variabel
yang terdapat dalam penelitian meliputi produktivitas, kelayakan usahatani, luas
lahan, benih, pupuk unsur N, unsur P, unsur K, tenaga kerja dan PGPR. Variabel
yang terdapat dalam penelitian kemudian diidentifikasi sehingga menghasilkan
nilai besaran angka, yang mana angka tersebut akan menggambarkan hubungan
antar variabel yang diteliti (Musianto, 2002).
7000 mm/tahun. Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2021. Denah lokasi
Desa Sumber Brantas Kecamatan Bumiaji Kota Batu dapat dilihat pada lampiran
1. Denah lokasi Desa Sumber Brantas.
4.3 Teknik Penentuan Responden
Penelitian akan dilakukan kepada petani wortel yang menanam pada
periode September-Desember 2020 dengan input produksi yang terdiri dari luas
lahan, benih, pupuk unsur N, unsur P, unsur K, pestisida tenaga kerja dan PGPR
pada petani wortel yang menggunakan PGPR dan petani wortel yang tidak
menggunakan PGPR dalam usahataninya. Responden petani yang akan digunakan
berasal dari petani wortel di tiga dusun yang ada di Desa Sumber Brantas (Lemah
Putih, Krajan, Jurang Kuali). Total petani wortel pada periode tersebut adalah 164
petani, 20 petani menggunakan PGPR dan 144 petani tidak menggunakan PGPR.
Metode penentuan resonden yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode
sensus pada petani wortel pengguna PGPR dan metode simple random sampling
pada petani wortel non PGPR. Penggunaan metode sensus untuk petani pengguna
PGPR dikarenakan jumlahnya relatif sedikit hanya terdapat 20 orang saja.
Sehingga data dari responden digunakan seluruhnya. Menurut Sugiyono (2017)
penelitian yang menggunakan seluruh anggota populasinya disebut sampel total
(total sampling) atau sensus. Penggunaan metode ini berlaku jika anggota
populasi relatif kecil (mudah dijangkau). Sedangkan penggunaan metode simple
random sampling menggunakan rumus slovin digunakan pada petani yang tidak
menggunakan PGPR, metode ini dipilih karena jumlah populasinya relatif banyak
dan sejenis. Sehingga dengan menggunakan metode simple random sampling
dapat mempersingkat waktu pengumpulan data, serta memperkecil pengeluaran
biaya dan tenaga. Hasil perhitungan menggunakan metode simple random
sampling menggunakan rumus slovin akan di lampirkan pada lampiran 2. Hasil
Penentuan Responden. Menurut Bungin (2010) untuk menentukan jumlah sampel
dari suatu populasi dapat menggunakan bermacam macam cara, salah satunya
N1
menggunakan rumus Slovin sebagai berikut: n =
1+ N 1 ¿ ¿
Keterangan: n = ukuran sampel yang digunakan sebagai responden penelitian
N1 = ukuran populasi petani wortel Non PGPR
44
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Badan Pusat statistika
(BPS), perpustakaan, internet, instansi yang terkait dan berasal dari penelitian
terdahulu yang berguna untuk mendukung data primer dalam melengkapi
penulisan. Data sekunder yang didapatkan dalam penelitian berupa data luas
lahan, jumlah produksi dan produktivitas wortel dari tingkat daerah hingga
nasional.
4.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data adalah proses penyederhanaan dalam dalam bentuk
yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Analisis data yang digunakan
dalam penelitian yaitu analisis kuantitatif yang dilakukan dengan cara
mengklasifikasikan, membandingkan dan menghitung data yang berupa angka
dengan rumus yang relevan. Metode analisis data yang dilakukan meliputi:
Analisis Usahatani, Uji Beda Rata-Rata dan Analisis Efisiensi.
4.5.1 Analisis Usahatani
A. Analisis Biaya Total Usahatani
Analisis biaya total usahatani adalah semua nilai masukan petani yang
terpakai dalam produksi usahatani wortel. Total biaya usahatani meliputi dari
biaya tetap dan biaya variabel. Total biaya tetap dalam usahatani wortel dapat
meliputi biaya lahan dan penyusutan peralatan, sedangkan untuk total biaya
variabel yaitu biaya yang mendukung usahatani contohnya biaya benih, pupuk,
pajak lahan, tenaga kerja dan air. Menurut Nurmala et al. (2017) biaya usahatani
dapat ditulis:
TC = TFC + TVC
Keterangan: TC = Total Cost (Rp)
TFC = Total Fixed Cost (Rp)
TVC = Total Variabel Cost (Rp)
TR = P x Q
Keterangan: TR = total penerimaan (Rp)
P = harga (Rp)
Q = jumlah produksi (Kg)
menggunakan PGPR dan non PGPR. Adapun rumus dari beda rata-rata menurut
Sudjana (2002) dalam Perdana (2016) adalah sebagai berikut:
x 1+ x 2
t=
√
S 1 1
+
n1 n2
√
2 2
Dengan S = ( n1−1 ) S 1 + ( n 2−1 ) S 2
n 1+n 2−2
Keterangan:
T = Nilai uji statistik
x1 = Rata-rata produktivitas/kelayakan usahatani petani PGPR
x2 = Rata-rata produktivitas/kelayakan usahatani petani non PGPR
2
S1 = Varian produktivitas/kelayakan usahatani petani PGPR
2
S2 = Varian produktivitas/kelayakan usahatani petani non PGPR
n1 = Banyaknya petani wortel dengan PGPR
n2 = Banyaknya petani petani wortel non PGPR
S = Standar deviasi/simpang baku
Dengan kriteria uji:
Jika t-hitung ≤ t-tabel, maka Ho diterima dan H₁ ditolak.
Jika t-hitung > t-tabel, maka Ho ditolak dan H₁ diterima.
Dimana: Ho: μ₁ > μ ₂
H₁: μ₁ < μ₂
Keterangan:
μ₁ = Rata-rata variabel 1 (petani non PGPR)
μ₂ = Rata-rata variabel 2 (petani pengguna PGPR)
4.5.3 Analisis Data Envelopment Analysis (DEA)
Analisis kuantitatif merupakan cara untuk mengolah data menjadi suatu
informasi dalam wujud angka. Analisis kuantitatif dalam penelitian ini digunakan
untuk menjawab salah satu tujuan penelitian mengenai efisiensi, yaitu
menggunakan metode DEA dengan bantuan software DEAP 2.1.
Adapun tahapan yang dilakukan yaitu sebagai berikut:
A. Penentuan Decition Making Unit (DMU)
49
tukang batu mekanik, pembantu rumah tangga, penata rias, peneliti, guru dan
sebagainya.
5.2 Karakteristik Responden
Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah petani yang
berusahatani wortel di Desa Sumber Brantas pada musim tanam ketiga tahun
2020. Setiap responden petani wortel di Desa Sumber Brantas memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik tersebut dapat mempengaruhi
keberagaman pengambilan keputusan dalam melaksanakan kegiatan usahataninya.
Karakteristik responden dalam penelitian ini terdiri dari usia, tingkat pendidikan,
Jumlah tanggungan keluarga, lama berusahatani, luas lahan dan status
kepemilikan lahan.
5.2.1 Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang penting dalam kegiatan usahatani,
dimana usia seseorang akan mempengaruhi secara fisik pekerjaan, perilaku serta
pengambilan keputusan petani. Berikut pada Tabel 6 merupakan adalah data
karakteristik petani responden yang dikategorikan berdasarkan usianya.
Tabel 6. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Jumlah Responden (Orang)
No Kategori Usia (Tahun)
PGPR Non PGPR
1 21-29 3 2
2 30-38 4 8
3 39-47 1 10
4 48-56 10 11
5 57-65 2 4
Total 20 34
Rata-Rata 46,2 44,18
Maximum 65 65
Minimum 28 21
Standart Deviasi 12,45877 10,53845
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Berdasarkan pada Tabel 6 dapat diketahui bahwa petani wortel pengguna
PGPR dan Non PGPR memiliki kategori tertinggi yang sama yaitu pada usia 48-
56 tahun sebanyak 10 orang atau sebesar 50% pada petani pengguna PGPR dan
sebanyak 11 orang atau sebesar 32% pada petani non PGPR. Kategori usia
terendah pada petani PGPR Gambar 5 yaitu pada usia 39-47 tahun sebanyak 1
orang atau 5%. Kemudian untuk usia 21-29, 30-38, 57-65 berturut-turut
jumlahnya adalah sebanyak 3 orang, 4 orang dan 2 orang dengan persentase 15%,
56
20% dan 10%. Sedangkan pada petani non PGPR kategori terendah terletak pada
usia 21-29 tahun bagi petani non PGPR sebanyak 2 orang atau 5,9%. Kemudian
pada usia 30-38,39-47 dan 57-65 terdapat berturut-turut sebanyak 8 orang, 10
orang dan 4 orang atau sebesar 23,53%, 29,41% dan 11,76%. Rata-rata petani
wortel pengguna PGPR dan non PGPR berada pada rentang usia 48-56 dimana
merupakan usia yang produktif. Dengan kondisi umur petani yang produktif ini
maka diharapkan petani memiliki kemampuan dalam penyerapan informasi dan
memiliki fisik yang kuat sehingga memberikan sumbangan dalam pengambilan
keputusan dalam manajerial dan memberikan tenaga kerja yang lebih besar
terhadap usahataninya. Menurut Nurhasikin (2013), manusia produktif apabila
memiliki usia 15-64 tahun dimana pada usia tersebut merupakan usia ideal bekerja
dan mempunyai kemampuan meningkatkan produktivitas kerja serta memiliki
kemampuan besar menyerap informasi dan teknologi yang inovatif di bidang
pertanian.
Kategori Usia
60
Jumlah Persentase (%)
50
50
40
32
29.41
30
23.53
20
20 15
10 11.76
10 5.9 5
0
21-29 30-38 39-47 48-56 57-65
akses terhadap informasi dan pasar sehingga akan lebih maju dan berkembang.
Selain itu menurut Hasyim (2003) dalam Hidayat et al. (2017) tingkat pendidikan
formal yang dimiliki petani akan menunjukkan tingkat pengetahuan serta
wawasan yang luas untuk petani menerapkan apa yang diperolehnya untuk
peningkatan usahataninya dimana petani yang berpendidikan tinggi relatif lebih
cepat dalam menerapkan inovasi.
40
35
35 32.35
29.41
30
25
20
20
15
10 8.82
10
5
5
0
SD SMP/SLTP SMA/SLTA/SMK Sarjana/Diploma
Minimum 1 1
Standart Deviasi 1,04697 0,889631
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Pada Tabel 8 terlihat bahwa petani responden pengguna PGPR paling
banyak memiliki tanggungan keluarga sebanyak 2-3 orang yaitu dengan jumlah
12 orang petani atau sebesar 60% sedangkan yang terendah adalah petani yang
memiliki tanggungan keluarga 4-5 yaitu berjumlah 3 orang atau sebesar 15%.
Sisanya sebanyak 5 orang atau 25% memiliki tanggungan keluarga sebanyak 0-1
orang. Kemudian untuk persentase tanggungan keluarga paling banyak pada
petani wortel non PGPR dapat dilihat pada Gambar 7 yaitu sebesar 70,59% atau
sebanyak 24 orang petani memiliki tanggungan keluarga sebanyak 2-3 orang
sedangkan untuk persentase terendah terdapat pada petani yang memiliki
tanggungan keluarga 4-5 orang yaitu berjumlah 1 orang atau 5%. Sisanya sebesar
26,47% atau sebanyak 9 orang petani memiliki tanggungan 0-1 orang. Petani yang
memiliki tanggungan 0-1 orang merupakan petani yang telah memiliki KK sendiri
karena telah menikah dan dapat mencari nafkah sendiri. Rata-rata petani pengguna
PGPR dan non PGPR memiliki tanggungan keluarga sebanyak 2-3 orang. Hal ini
selaras dengan komposisi umur petani yang rata-rata berusia 48-56 tahun dimana
pada usiatersebut petani memiliki tanggungan istri dan anak yang masih belum
menikah. Menurut Naura et al. (2020) Besar jumlah tanggungan keluarga
menjadi motivasi petani untuk lebih giat dalam berusahatani untuk mencukupi
tanggungan keluarga dapat terpenuhi dan memperoleh pendapatan yang cukup.
Petani yang memiliki tanggungan keluarga akan lebih semangat karena dia sadar
bahwa bukan hanya dia yang menikmati hasilnya tapi ada keluarga yang menjadi
tanggung jawabnya.
60
sebanyak 1 orang saja atau sebesar 5% saja. Pada pengalaman berusahatani 5-13
tahun, 23-32 tahun dan 41-49 tahun berturut-turut terdapat sebanyak 4 orang, 6
orang dan 2 orang atau sebesar 20%, 30% dan 10%. Sedangkan pada petani non
PGPR dapat dilihat pada Gambar 8 bahwa pengalaman berusahatani selama 5-13
merupakan yang terbesar, dimana terdapat 11 orang petani atau sebesar 32,35%
dan lama pengalaman berusahatani yang terendah adalah 41-49 yang terdiri dari 3
orang saja atau sebesar 8,82%. Kemudian pada kategori lama pengalaman
berusahatani 14-22 tahun, 23-31 tahun dan 32-40 tahun berturut-turut terdiri dari 7
orang, 8 orang dan 5 orang atau sebesar 20,59%, 23,53% dan 14,70%. Semakin
lama petani menggelola usahanya, maka akan semakin banyak pengalaman yang
mereka miliki sehingga menyebabkan semakin bertambahnya kompetensi petani
tersebut dalam berusahatani. Pada umunnya, petani yang memiliki pengalaman
berusahatani yang cukup lama cenderung memiliki kemampuan berusahatani yang
lebih baik. Menurut Naura et al. (2020) sangat penting apabila petani belajar
mengamati pengalaman petani lain karena merupakan cara yang baik untuk
mengambil keputusan dari pada dengan cara mengolah sendiri informasi yang
ada. Misalnya petani mengamati dari petani lain yang mencoba sebuah inovasi
baru dan menjadi proses belajar secara sadar. Hal ini sesuai dengan kondisi
dimana inovasi pertanian berupa PGPR digunakan oleh petani pengguna PGPR
yang memiliki rata-rata pengalaman yang lebih lama dibandingkan dengan petani
non PGPR.
35 32.35
30
30
25 23.53
20 20.59
20
14.7
15
10 8.82
10
5
5
0
5-13 14-22 23-31 32-40 41-49
yang berbeda. Selain itu menurut Reintjes et al. (2001) dalam Shofi et al. (2019)
yang menyatakan bahwa status tanah dan pepohonan seringkali menjadi hambatan
utama. Bila petani tidak yakin dengan hak-hak mereka untuk memanfaatkan lahan
yang dibudidayakan, perangsang-perangang dalam praktek-praktek konservasi
sumberdaya akan menjadi lemah. Hal tersebut bisa menjadi alasan mengenai
kondisi statu s kepemilikan lahan petani yang rata-rata adalah milik sendiri baik
pada petani pengguna PGPR dan maupun non PGPR. Dimana status kepemilikan
lahan yang dimilik oleh pribadi membuat petani yakin akan hak-hak pasti
terhadap lahannya sehingga dapat dengan leluasa melakukan kegiatan usahatani
sesuai dengan kehendaknya dan dapat memberi rangsangan kepada petani
pengguna PGPR untuk melakukan praktek konservasi sumberdaya yang dimiliki
melalui aplikasi PGPR pada lahannya.
90
80
70
60
50
40
30
20 10 8.82
10
0
Milik Sendiri Sewa
daerah pegunungan yang memiliki suhu udara dingin dan lembab berkisar 15-
21°C, atau kurang lebih terdapat pada ketinggian 1200-1500 mdpl. Tanaman ini
dapat tumbuh dengan baik pada tanah dengan pH 5-8 dengan curah hujan antara
2000–7000 mm/tahun.
Rata-rata luas lahan garapan petani wortel pengguna PGPR adalah sebesar
0,61 Ha lebih kecil dari rata-rata luas lahan petani non PGPR yaitu sebesar 0,75
Ha. Umumnya tanaman wortel di Desa Sumber Brantas dibudidayakan dengan
sistem rotasi dengan tanaman sayuran lainnya. Hal ini bertujuan untuk memutus
rantai serangan hama dan diversifikasi tanaman. Persiapan penanaman wortel
dilakukan dengan cara memberikan pupuk kandang terlebih dahulu pada lahan
garapan. Menurut Simanungkalit (2006) penggunaan pupuk kandang sebagai
pupuk tanaman merupakan suatu siklus unsur hara yang sangat bermanfaat dalam
mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam yang terbarukan, di sisi lain
penggunaan pupuk kandang dapat mengurangi unsur hara yang bersifat racun bagi
tanaman. Namun terdapat beberapa petani yang tidak memberikan pupuk kandang
karena merasa tanah garapannya masih menyimpan sisa-sisa hara dari tanaman
sebelumnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunaryono (1990) yang menyatakan
pada tanah-tanah yang masih subur misalnya tanah bekas tanaman kentang, kubis
atau lainnya pemberian pupuk kandang atau kompos dapat dikurangi atau
ditiadakan karena telah tersedia pada tanah bekas pertanaman sebelumnya.
Setelah memberikan pupuk kandang kegiatan yang dilakukan oleh petani
selanjutnya adalah melakukan olah tanah dan pembuatan guludan kegiatan
tersebut dilakukan menggunakan peralatan yang berbeda pada masing-masing
petani. Ada yang manual menggunakan cangkul dan ada yang menggunakan
mesin seperti traktor dan rotari. Kemudian dilanjutkan dengan menanam benih
wortel dengan cara disebar. Benih wortel yang digunakan petani di Desa Sumber
Brantas terbagi atas tiga jenis yaitu varietas Lokal, Manis dan Brastagi. Petani
memperoleh benih tersebut melalui dua acara yaitu membeli atau
mengembangkan sendiri. Rata-rata jarak tanam pada petani pengguna PGPR
adalah 8 x 8 cm sedangkan pada petani non PGPR adalah 10 x 10 cm. Penentuan
jarak tanam dilakukan pada saat penjarangan yaitu pada rata-rata usia 25 HST
atau biasa disebut dengan nyeledri. Setelah itu dilanjutkan dengan kegiatan
66
perawatan tanaman seperti pemberian pupuk dan pestisida. Pemberian pupuk dan
pestisida berbeda-beda pada setiap petani baik pada jumlah, jenis dan frekuensi
pemberiannya. Rata-rata pemberian pupuk dan pestisida pada petani pengguna
PGPR adalah sebanyak 2 kali pemberian pupuk dan 8 kali penyemprotan pestisida
dalam satu musim tanam dengan rata-rata menghabiskan 1 drum pada sekali
penyemprotan. Frekuensi pemberian pupuk dan pestisida pada petani non PGPR
adalah sebanyak 2 kali pemberian pupuk dan 9 kali penyemprotan dalam satu kali
musim tanam dengan rata-rata menghabiskan 2 drum pada sekali penyemprotan.
Waktu pemberian pupuk rata-rata dilakukan pada yaitu pada saat sebelum
menjarangi dan setelah menjarangi tanaman wortel. Kemudian waktu pemberian
pestisida rata-rata dilakukan pada saat setelah menjarangi tanaman wortel. Rata-
rata petani pengguna PGPR dan non PGPR menggunakan pestisida berjenis racun
untuk mengatasi hama dan berjenis obat untuk menanggulangi penyakit.
Pemberian pestisida jenis racun dan obat dikombinasikan dalam perbandingan
takaran dan dosis yang berbeda-beda pada setiap petani yang selanjutnya
dicampurkan pada 1 drum yang berisi 200 Liter air untuk kemudian
disemprtotkan pada lahan. Hama dan penyakit yang sering muncul pada tanaman
wortel adalah hama ulat dan juga jamur (fusarium). Kegiatan perawatan tanaman
dilakukan hingga tanaman siap panen. Kegiatan panen tanaman wortel di Desa
Sumber Brantas dilakukan dengan sistem tebasan. Sistem tebasan merupakan
sistem pembelian hasil panen yang dilakukan oleh tengkulak dengan cara
menebas atau membeli tanaman wortel dalam satu luasan lahan dimana
kesepakatan harga atau jual beli biasanya terjadi di lahan ketika petani dan
tengkulak melihat kondisi tanaman di lahan. Ketika tanaman sudah di tebas maka
yang melakukan panen dan pengangkutan hasil panennya adalah tengkulak itu
sendiri. Sedangkan petani hanya perlu menunggu tengkulak selesai memanen
semua tanaman wortel sehingga lahan sudah siap untuk diusahakan kembali.
Rata-rata hasil produksi petani pengguna PGPR adalah sebesar 17,30 Ton
dan rata-rata hasil produksi dari petani non PGPR sebesar 18,64 Ton. Rata-rata
hasil produksi petani pengguna PGPR lebih rendah dari petani non PGPR
disebabkan oleh rata-rata luas lahannya yang lebih kecil dibandingkan dengan
petani non PGPR. Hal ini sesuai dengan pendapat Naura et al. (2020) yang
67
menyatakan bahwa semakin luas lahan usahatani maka semakin tinggi hasil
produksi dan semakin besar, sebaliknya jika luas lahan yang digarap semakin
kecil maka hasil produksi yang didapatkan kecil. Namun produktivitas dari petani
pengguna PGPR adalah sebesar 27,99 Ton/Ha lebih besar dari rata-rata
produktivitas petani non PGPR dengan produktivitas sebesar 25,67 Ton/Ha.
Perbedaan tersebut dapat disebabkan perbedaan jarak tanam dan penggunaan
inovasi pertanian berupa PGPR pada petani pengguna PGPR. Rata-rata jarak
tanam yang digunakan oleh petani non PGPR lebih sempit dibandingkan dengan
petani non PGPR. Sehingga rata-rata populasi tanaman pada petani pengguna
PGPR lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Sumpena dan Meliani (2005)
dalam Adnan dan Laksono (2013) menyatakan bahwa faktor yang menyebabkan
bobot panen umbi tinggi per satuan luas lahan pada jarak tanam rapat disebabkan
oleh jumlah tanaman tinggi. Kemudian Penelitian Silva et al. (2008), Rajasekaran
et al. (2006), serta Sarkindiya dan Yakubu (2006) dalam Adnan dan Lakosono
(2013) juga mendapatkan hasil populasi tinggi memberikan hasil panen yang
tinggi. Akan tetapi menurut Samadi (1999) Jarak tanam yang terlalu rapat dapat
meningkatkan kelembapan disekitar tanaman dan dapat mengundang
berkembangnya patogen sehingga tanaman mudah terserang oleh penyakit.
Disamping itu, jarak tanam yang terlalu rapat juga menyebabkan umbi yang
terbentuk berukuran kecil dan berkualitas rendah. Maka dari itu pengaturan jarak
tanam tetap harus dilakukan dengan memperhatikan kerapatan yang masih dapat
ditolerir dan menghasilkan produksi yang baik. Meskipun rata-rata jarak tanam
yang digunakan oleh petani pengguna PGPR lebih kecil dari petani non PGPR
akan tetapi dapat menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi. Hal ini dapat
disebabkan oleh penggunaan PGPR pada usahatani wortel. Rata-rata petani
pengguna PGPR telah menggunakan PGPR selama 27 musim tanam sehingga
kondisi tanahnya telah membaik sehingga dapat mendukung pertumbuhan dan
produksi tanaman. Menurut penelitian Triani et al. (2020) dalam Ardiansyah et al.
(2020) mengenai penggunaan PGPR pada tanaman wortel kondisi tanah,
mengalami sedikit peningkatan pada kadar bahan organik, kadar N, kadar P dan
kadar K setelah aplikasi penggunaan PGPR dalam satu kali musim tanam.
Kemudian menurut Rahni (2012), PGPR dapat memproduksi fitohormon yaitu
68
IAA, sitokinin, giberelin, etilen dan asam absisat, dimana IAA merupakan bentuk
aktif dari hormon auksin yang dijumpai pada tanaman dan berperan meningkatkan
kualitas dan hasil panen. Selain itu menurut Triani et al. (2020) dalam Ardiansyah
et al. (2020) PGPR dapat memicu mekanisme pertahanan tanaman terhadap
patogen atau penyakit yang ditularkan melalui tanah. Hal ini sejalan dengan
pendapat Widawati (2015) yaitu PGPR berisi bakteri yang bersifat efektif dan
agresif menginfeksi akar sehingga akar akan terhindar dari infeksi bakteri lain
yang merugikan tanaman (hama penyakit) serta dapat memperbaiki aerasi tanah
dan tanah menjadi subur.
5.4 Analisis Usahatani Wortel
5.4.1 Analisis Biaya Usahatani Wortel
1. Biaya Tetap dan Biaya Variabel Usahatani Wortel
Biaya usahatani merupakan semua biaya yang diperlukan dalam usahatani
untuk memproduksi suatu produk dalam satuan periode produksi. Biaya produksi
adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk mengelola usahatani selama satu kali
musim tanam yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel, dinyatakan dalam
satuan rupiah (Rp) (Nurmala et al., 2017). Menurut Soekartawi (2006) biaya tetap
merupakan biaya yang jumlahnya relatif tetap dan tidak terpengaruh terhadap
banyak sedikitnya produksi yang dihasilkan. Biaya tetap yang dikeluarkan petani
responden dalam kegiatan usahatani wortel di lokasi penelitian adalah biaya lahan
dan biaya penyusutan alsintan. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besar
kecilnya dipengaruhi oleh jumlah produksi yang didapatkan. Biaya variabel yang
diperhitungkan dalam kegiatan usahatani wortel di Desa Sumber Brantas adalah
biaya faktor produksi berupa benih, pupuk, pestisida, PGPR dan biaya tenaga
kerja. Berikut pada Tabel 12 dan Tabel 13 ditampilkan perhitungan rata-rata biaya
tetap dan biaya variabel yang dikeluarkan oleh petani wortel di Desa Sumber
Brantas baik yang menggunakan PGPR maupun tidak.
Tabel 12. Rata-rata Biaya Tetap Usahatani Wortel Petani PGPR dan Non PGPR Periode
Tanam September-Desember 2020
Biaya (Rp) Persentase (%)
Keterangan
PGPR Non PGPR PGPR Non PGPR
Biaya Lahan (Rp) 1.098.600 1.299.088 45 44
Biaya Penyusutan (Rp) 1.340.344 1.631.679 55 56
Total 2.438.944 2.930.767 100 100
69
sebesar 24,88% pada petani pengguna PGPR dan sebesar 22,84% pada petani non
PGPR. Hal ini disebabkan oleh pada saat pengolahan lahan baik petani pengguna
PGPR dan non PGPR memberikan pupuk kandang yang cukup banyak yaitu
sebanyak 9,58 Ton dan sebanyak 12,56 Ton. Hal ini sesuai dengan pendapat dari
Roidah (2013) yang menyatakan bahwa kandungan unsur hara dalam pupuk
kandang tidak terlalu tinggi, tetapi jenis pupuk ini mempunyai fungsi lain yaitu
dapat memperbaiki sifat–sifat fisik tanah seperti permeabilitas tanah, porositas
tanah, struktur tanah, daya menahan air dan kation–kation tanah. Selain itu
menurut Simanungkalit et al. (2006) secara umum, kandungan hara dalam kotoran
hewan lebih rendah daripada pupuk kimia. Oleh karena itu biaya aplikasi
pemberian pupuk kandang ini lebih besar daripada pupuk anorganik. Sedangkan
persentase pengeluaran biaya terbesar ketiga bagi petani pengguna PGPR dan non
PGPR adalah biaya pestisida dengan persentase sebesar 11,57% pada petani
pengguna PGPR dan sebesar 17,03% pada petani non PGPR. Petani non PGPR
mengeluarkan biaya pestisida yang lebih besar dari petani pengguna PGPR
dikarenakan rata-rata jumlah pestisida yang digunakan juga lebih banyak dengan
rata-rata frekuensi penyemprotan petani non PGPR lebih sering seperti yang
terlihat pada gambaran usahatani wortel. Hal tersebut dapat terjadi karena petani
pengguna PGPR di lapang telah mengurangi penggunaan pestisida karena dirasa
penggunaan PGPR telah mampu membuat tanaman menjadi lebih kuat terhadap
serangan hama. Hal ini sesuai dengan pendapat Ashrafuzzaman et al. (2009) yang
menyatakan bahwa manfaat utama dari PGPR adalah untuk menghasilkan
senyawa antibakteri yang efektif melawan patogen dan hama tanaman. Selain itu
menurut Triani et al. (2020) dalam Ardiansyah et al, (2020) PGPR dapat memicu
mekanisme pertahanan tanaman terhadap patogen atau penyakit yang ditularkan
melalui tanah. Pengeluaran biaya variabel petani non PGPR lebih besar dari petani
pengguna PGPR yaitu terdapat selisih sebesar Rp 3.552.729 pada biaya variabel
yang dikeluarkan. Hal ini dapat disebabkan oleh penggunaan jumlah input yang
berbeda antara petani pengguna PGPR dan non PGPR. Dimana petani non PGPR
menggunakan jumlah input produksi yang lebih banyak dari petani pengguna
PGPR. Selain itu petani pengguna PGPR mulai mengurangi beberapa input
produksinya sehingga membuat biaya produksinya menjadi berkurang. Sehingga
72
pengeluaran biaya variabel petani non PGPR lebih tinggi dari pada petani
pengguna PGPR.
2. Total Biaya Usahatani Wortel
Total biaya usahatani wortel merupakan jumlah keseluruhan biaya yang
dikelurakan petani responden yang terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.
Total biaya tetap terdiri dari biaya lahan dan penyusutan. Sedangkan biaya
variabel terdiri dari biaya benih, pupuk, pestisida, PGPR dan tenaga kerja. Berikut
pada Tabel 14 adalah total biaya usahatani petani wortel pengguna PGPR dan non
PGPR di Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu.
Tabel 14. Rata-rata Total Biaya Usahatani Wortel Petani PGPR dan Non PGPR Periode
Tanam September-Desember 2020
Biaya (Rp) Persentase Biaya (Rp) Persentase
No Keterangan
PGPR (%) Non PGPR (%)
1 Biaya Tetap 2.438.944 6,83 2.930.767 7,38
2 Biaya Variabel 33.245.033 93,17 36.797.762 92,62
Total 35.683.977 100 39.728.529 100
Maximum 53.681.000 133.728.726
Minimum 20.119.102 20.746.322
Standart Deviasi 9767459 19227901
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Berdasarkan data Tabel 14, menjelaskan bahwa petani responden
pengguna PGPR dan non PGPR masing-masing rata-rata mengeluarkan biaya
total untuk kegiatan usahataninya adalah sebesar Rp 35.683.977/Ha/ musim tanam
dan Rp 39.728.529/ Ha/ musim tanam. Persentase total biaya didominasi oleh
biaya variabel dengan nominal sebesar Rp 33.245.033/Ha/ musim tanam atau
dengan persentase sebesar 93,17% pada petani pengguna PGPR dan sebesar Rp
39.728.529/Ha/ musim tanam atau dengan persentase sebesar 92,62% pada petani
non PGPR. Hal ini menunjukkan bahwa biaya variabel yang terdiri dari biaya
benih, pupuk, pestisida, PGPR dan tenaga kerja merupakan biaya tertinggi yang
dapat menentukan besar kecilnya pendapatan petani wortel di Desa Sumber
Brantas. Terdapat rata-rata selisih pengeluaran total biaya antara petani pengguna
PGPR dan non PGPR yaitu sebesar Rp 4.044.552/Ha/ musim tanam. Hal ini dapat
disebabkan oleh adanya perbedaan penggunaan input pada petani pengguna PGPR
dan non PGPR. Dimana petani non PGPR menggunakan input yang lebih banyak
dari petani non PGPR sehingga pengeluaran biayanya lebih banyak. Hal ini dapat
disebabkan karena petani pengguna PGPR mengurangi penggunaan beberapa
73
input karena dirasa penggunaan PGPR dapat memperbaiki kondisi lahan dan
tanaman sehingga tanaman tetap dapat tumbuh dengan baik meskipun terdapat
pengurangan penggunaan beberapa input. Menurut Tombe (2013) PGPR dapat
berperan sebagai sebagai pupuk hayati dan penghasil fitohormon untuk
menstimulasi pertumbuhan dan dapat menginduksi ketahanan tanaman terhadap
patogen penyakit dan hama. Kemudian menurut penelitian Cahyani et al. (2018)
pemberian PGPR pada pertanaman umbi-umbian dapat meningkatkan kadar N
dan P tanah, serta produksi umbi. Sejalan dengan penelitian Glick (2012)
menyatakan bahwa penggunaan PGPR pada awalnya dapat membuat penggunaan
pupuk berkurang, namun bila diterapkan secara terus menerus pada akhirnya akan
menggantikan penggunaan pupuk anorganik yang selama ini digunakan serta
dapat digunakan sebagai strategi membersihkan lingkungan.
5.4.2 Analisis Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Wortel
1. Penerimaan
Penjualan hasil panen wortel di Desa Sumber Brantas dilakukan dengan
sistem tebasan yaitu dengan cara dijual secara langsung kepada tengkulak di
lahan. Kesepakatan dalam menebas ditentukan di lahan setelah melihat kondisi
tanaman wortel yang siap panen di lahan garapan tersebut. Wortel dalam bentuk
segar yang masih di tanam di tanah garapan itulah yang menjadi hasil panen yang
dijual petani kepada tengkulak yang menebas tanpa melalui proses panen dan
pengolahan pasca panen. Penjualan wortel dalam bentuk tebasan inilah yang
menjadi penerimaan petani wortel responden di daerah penelitian. Penerimaan
merupakan nilai uang yang didapatkan petani dari hasil produksi yang dikalikan
dengan harga komoditi. Rata-rata produksi wortel yang dihasilkan oleh petani
responden pengguna PGPR dan non PGPR adalah sebesar 27,99 Ton/ Ha/ musim
tanam dan sebesar 25,47 Ton/ Ha/ musim tanam dengan harga wortel di Desa
Sumber Brantas pada saat penelitian adalah Rp 4.000-5.000/Kg. Sehingga rata-
rata penerimaan usahatani wortel pengguna PGPR dan non PGPR di Desa Sumber
Brantas berturut-turut adalah sebesar Rp 154.951.021/ Ha/ musim tanam dan
sebesar Rp 125.498.615/ Ha/ musim tanam. Petani wortel penggua PGPR
mendapatkan rata-rata hasil produksi dan penerimaan yang lebih besar dari pada
petani non PGPR dengan selisih hasil produksi sebesar 2,52 Ton dan selisih
74
penerimaan sebesar Rp 29.452.406/ Ha/ musim tanam. Hal ini dapat disebabkan
oleh rata-rata hasil produksi petani pengguna PGPR lebih besar dari petani non
PGPR sehingga penerimaannya menjadi lebih banyak.
2. Pendapatan
Pendapatan yang diterima oleh petani wortel responden didapatkan dari
hasil selisih total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Total
pendapatan dapat diketahui setelah mengetahui total biaya dan total penerimaan.
Berikut pada Tabel 15 ditampilkan rata-rata total penerimaan dan juga total biaya
guna mencari rata-rata pendapatan pada petani PGPR maupun non PGPR.
Tabel 15. Rata-rata Pendapatan Usahatani Wortel Petani PGPR dan Non PGPR Periode
Tanam September-Desember 2020
Nilai (Rp)
No Keterangan
PGPR Non PGPR
1 Total Penerimaan 154.951.021 125.498.615
2 Total Biaya Usahatani Wortel 35.683.977 39.728.529
Total Pendapatan 119.267.044 85.770.086
Maximum 204.416.500 186.987.000
Minimum 7.600.000 6.796.606
Standart Deviasi 63246007 52206050
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Berdasarkan Tabel 15 komponen pertama yang digunakan untuk
mengetahui pendapatan adalah rata-rata penerimaan usahatani wortel petani
pengguna PGPR dan non PGPR yaitu sebesar Rp 154.951.021/ Ha/ musim tanam
dan sebesar Rp 125.498.615/ Ha/ musim tanam. Komponen kedua yang
digunakan untuk mengetahui rata-rata pendapatan petani wortel adalah rata-rata
total biaya yang dikeluarkan oleh petani wortel. Rata-rata total biaya yang
dikeluarkan oleh petani wortel responden pengguna PGPR dan non PGPR
berturut-turut adalah sebesar Rp 35.267.044/ Ha/ musim tanam dan Rp
39.728.529/ Ha/ musim tanam. Sehingga selisih antara rata-rata total penerimaan
dan rata-rata total pengeluaran biaya bagi petani wortel pengguna PGPR dan non
PGPR berturut-turut adalah sebesar Rp 119.267.044/ Ha/ musim tanam dan Rp
85.770.086/ Ha/ musim tanam. Petani wortel pengguna PGPR memperoleh hasil
rata-rata penerimaan yang lebih besar dibandingkan dengan petani wortel non
PGPR, dimana terdapat selisih sebesar Rp 33.496.958/ Ha/ musim tanam. Hal ini
disebabkan oleh rata-rata penerimaan petani pengguna PGPR lebih besar dan
75
pengeluaran total biayanya lebih sedikit dibandingkan dengan petani non PGPR.
Sehingga pendapatan petani pengguna PGPR lebih besar dari petani non PGPR
5.4.3 Analisis Kelayakan Usahatani Wortel (R/C ratio)
Soekartawi (2006) menjelaskan R/C ratio memiliki arti sebagai
perbandingan total penerimaan dan total biaya. Kelayakan kegiatan usahatani
wortel di Desa Sumber Brantas dapat dianalisis menggunakan R/C rasio yang
bertujuan untuk mengetahui kelayakan suatu usahatani yang dijalankan. Adapun
analisis kelayakan usahatani responden ditampilkan pada Tabel 15 berikut
Tabel 16. Rata-rata R/C ratio Usahatani Wortel Petani PGPR dan PGPR Non Periode
Tanam September-Desember 2020
Nilai (Rp)
No Keterangan
PGPR Non PGPR
1 Rata-rata TR 154.951.021 125.498.615
2 Rata-rata TC 35.683.977 39.728.529
R/C rasio 4,28 3,15
Maximum 9,33 7,12
Minimum 1,27 1,31
Standart Deviasi 1,83472 1,34407
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
maka usahatani dikatakan BEP, selanjutnya R/C Rasio < 1 maka usahatani
dikatakan tidak layak karena rugi. Rata-rata nilai R/C rasio pada petani responden
pengguna PGPR lebih besar dari pada petani responden non PGPR menunjukkan
bahwa petani pengguna PGPR memiliki nilai kelayakan yang lebih besar daripada
petani non PGPR sehingga dapat dikatakan lebih layak karena dengan
mengorbankan biaya sebesar Rp 1 dapat menghasilkan penerimaan yang lebih
besar dari pada penerimaan yang dihasilkan oleh petani non PGPR. Hal ini dapat
terjadi karena total biaya yang dikeluarkan oleh petani pengguna PGPR lebih
sedikit dari pada non PGPR sehingga pembaginya menjadi lebih kecil dan
membuat hasil R/C rasio pada petani pengguna PGPR menjadi lebih besar.
5.5 Analisis Perbandingan Produktivitas dan Kelayakan Usahatani Wortel
Penelitian ini menggunakan analisis uji beda rata-rata independen untuk
menguji tingkat produktivitas dan kelayakan usahatani antara petani wortel
responden pengguna PGPR dan non PGPR. Responden pada penelitian dibagi
menjadi 2 kelompok yaitu sebanyak 20 petani wortel pengguna PGPR dan
sebanyak 34 petani wortel non PGPR. Uji beda rata-rata digunakan mengetahui
ada atau tidaknya perbedaan antara dua buah data. Menurut Raditya et al. (2013)
Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum uji t dilakukan, yakni:
data masing-masing berdistribusi normal, kemudian kedua sampel responden
bersifat independen, selanjutnya varian dari populasi data tidak diketahui. Maka
dari itu uji normalitas dan uji homogenitas data dilakukan terlebih dahulu sebelum
melakukan uji beda rata-rata.
5.5.1 Uji Normalitas
Uji normalitas memiliki tujuan untuk menguji apakah data yang digunakan
terdistribusi nomal atau tidak. Cara yang dapat digunakan untuk menguji
normalitas suatu data yaitu bisa dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov
dan uji Shapiro.Wilk. Data dapat dikatakan terdistribusi normal apabila hasil uji
normalitasnya lebih besar dari 0,05. Hasil uji normalitas data produktivitas dan
kelayakan usahatani wortel dapat dilihat pada Tabel 17 berikut ini.
Tabel 17. Hasil Uji Normalitas Tingkat Produktivitas dan Kelayakan Usahatani Petani
PGPR dan Non PGPR Periode Tanam September-Desember 2020
Produktivitas R/C rasio
Kelompok Kolmogoro Kolmogorov
Shapiro.Wilk. Shapiro.Wilk.
v Smirnov Smirnov
77
sebesar 0,302 ( >0,05). Hal ini mengindikasikan bahwa varian dari dua kelompok
data bersifat homogen atau sama sehingga dalam melakukan uji T untuk
mengetahui nilai signifikansinya mengacu pada hasil dari equal variances
assumed. Hal ini sesuai dengan pendapat Setyawarno (2017) yang menyatakan
jika data homogen maka mengacu pada equal variance assumed sedangkan jika
data tidak homogen maka mengacu pada equal varianve not asuumed.
5.5.3 Uji Beda Rata-Rata
Pengujian beda rata-rata dilakukan untuk mengetahui apakah tingkat
produktivitas dan kelayakan usahatani pada petani wortel responden pengguna
PGPR lebih besar dari pada petani non PGPR. Berdasarkan hasil uji homogenitas
yang didapatkan bahwa data produktivitas dan data kelayakan usahatani bersifat
sama atau homogen maka akan digunakan nilai uji T berdasarkan pada nilai equal
variances assumed. Berikut pada Tabel 19 adalah hasil dari analisis uji beda rata-
rata produktivitas dan kelayakan usahatani wortel pada petani pengguna PGPR
dan non PGPR.
Tabel 19. Hasil Uji Beda Rata-Rata Produktivitas dan Kelayakan Usahatani Petani PGPR
dan Non PGPR Periode Tanam September-Desember 2020
Equal
Standart Variances
Kelompok N Mean Max Min
Deviasi Assumed
t Sig.
a. Produktivitas
2 34,45 23 3,14917
Petani PGPR 27,9869
0
2.568 0,013
3 31,6 20,2 3,55351
Petani Non PGPR 25,4685
4
b. Kelayakan Usahatani
2 9,3350 1,2715 1,83472
Petani PGPR 4,2789
0
2,530 0,014
3 7,1281 1,3149 1,34407
Petani Non PGPR 3,1763
4
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Tabel 19 menunjukkan bahwa nilai rata-rata produktivitas wortel pada
petani pengguna PGPR adalah sebesar 27,9869 Ton/Ha sedangkan pada petani
non PGPR adalah sebesar 25,4685 Ton/Ha. Berdasarkan equal variances assumed
dapat diketahui bahwa nilai signifikansinya adalah 0,013 ( <0,05). Hasil
signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 diartikan bahwa H 0 ditolak dan H1 diterima.
Selain itu nilai t sebesar 2,568 lebih besar dari t tabel 2,0065 juga
mengindikasikan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan demikian maka
79
tingkat produktivitas wortel petani pengguna PGPR lebih tinggi dari pada petani
non PGPR dengan rata-rata selisih perbedaannya sebesar 2,5184 Ton/Ha.
Kemudian nilai rata-rata kelayakan usahatani pengguna PGPR adalah 4,2789
lebih besar dari pada petani non PGPR yang hanya sebesar 3,1763. Berdasarkan
equal variances assumed nilai signifikansinya adalah 0,014 (<0,05) menandakan
bahwa H0 ditolak dan H1 diterima karena signifikansi kurang dari 0,05. Selain itu
nilai t sebesar 2,530 lebih besar dari t tabel 2,0065 juga mengindikasikan bahwa
H0 ditolak dan H1 diterima. Sehingga tingkat kelayakan usahatani wortel pengguna
PGPR lebih tinggi dari pada petani non PGPR.
Perbedaan hasil antara tingkat produktivitas dan kelayakan usahatani
tersebut dapat disebabkan oleh terdapat perbedaan jumlah dan jenis input yang
digunakan. Dimana petani pengguna PGPR menggunakan PGPR dalam
usahataninya sedangkan petani non PGPR tidak menggunakannya. Berdasarkan
uji beda rata-rata kelayakan usahatani dan produktivitas petani pengguna PGPR
lebih tinggi dari petani non PGPR. Hal ini disebabkan oleh rata-rata penggunaan
jumlah input petani pengguna PGPR yang lebih sedikit dibandingkan dengan
petani non PGPR sehingga membuat biaya pengeluarannya menjadi lebih rendah.
Hal ini sesuai dengan manfaat PGPR dari hasil penelitian Geetha et al. (2014)
dimana berdasarkan aktifitasnya PGPR dapat menginduksi pertumbuhan tanaman
baik secara langsung maupun secara tidak langsung, dan PGPR dapat
diklasifikasikan sebagai agen biofertilizer, fitostimulator, rizoremediator dan
biopestisida. Selain itu berdasarkan penelitian Husen et al. (2006) penggunaan
PGPR akan mengurangi pemakaian senyawa kimia sintetis berlebihan, baik dalam
penyediaan hara tanaman (biofertilizers) maupun dalam pengendalian
(bioprotectants). Kemudian rata-rata produktivitas yang lebih tinggi membuat
petani pengguna PGPR memperoleh rata-rata penerimaan yang lebih besar dari
petani non PGPR. Menurut Viveros et al. (2010) dalam Ningrum et al. (2017)
bakteri PGPR secara tidak langsung memiliki kemampuan dalam menyediakan
unsur hara penting bagi tanaman seperti nitrogen, fosfat, sulfur, kalium dan ion
besi. Sehingga dengan tersedianya unsur hara bagi tanaman maka pertumbuhan
dan perkembangan tanaman akan semakin meningkat sehingga dapat
meningkatkan hasil panen atau produksinya. Berdasarkan dari rata-rata
80
penerimaan yang lebih besar dan pengeluaran biaya yang lebih rendah membuat
rata-rata kelayakan usahatani petani pengguna PGPR lebih tinggi dari petani non
PGPR.
5.6 Analisis Tingkat Efisiensi Usahatani Wortel
Analisis tingkat efisiensi usahatani wortel menggunakan metode Data
Envelopment Analysis (DEA) dimana menggunakan Decision Making Unit
(DMU) sebagai objek yang diteliti tingkat efisiensinya baik efisiensi teknis,
efisiensi harga dan juga efisiensi biaya. Sebuah DMU dikatakan belum efisien
apabila nilai efisiensinya kurang dari 1, dan dikatakan efisien adalah apabila nilai
efisiensinya =1. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Worthinton dan Hurley
(2002) yang menyatakan bahwa nilai efisiensi yang kurang dari satu relatif tidak
efisien. DMU yang belum efisien secara teknis menunjukkan bahwa faktor-faktor
produksi yang digunakan belum optimal, sedangkan DMU yang belum efisien
secara harga menunjukkan penggunaan biaya produksi yang belum optimal dari
segi harga input produksi yang digunakan. Kemudian efisiensi biaya dapat
tercapai apabila DMU dapat efisien secara teknis dan harga.
Pendekatan yang digunakan dalam pengukuran efisiensi menggunakan
pendekatan input oriented. Pendekatan input oriented dipilih karena diharapkan
usahatani dengan output atau pendapatan tertentu dapat dicapai dengan
penggunaan jumlah input dan pengeluaran biaya input yang paling rendah, dengan
demikian jumlah dan biaya input merupakan sesuatu yang dapat dikontrol.
Sehingga petani dapat memanajemen jumlah pengggunaan input dan jumlah
pengeluaran biaya untuk input sehingga dapat mencapai hasil produksi dan
pendapatan tertentu. Model DEA yang digunakan adalah model Variable Return
to Scale (VRS) karena diasumsikan petani pada daerah penelitian tidak semuanya
beroperasi pada skala optimal karena adanya kendala meliputi keterbatasan-
keterbatasan yang dimiliki petani (DMU) seperti keterbatasan modal dan input
produksi. Nilai efisiensi yang didapatkan merupakan efisiensi relatif antara satu
DMU dengan DMU yang lain, sehingga hasil analisis nilai efisiensinya hanya
berlaku pada DMU yang diamati. Data yang digunakan yaitu sebanyak 20 DMU
petani pengguna PGPR dan 34 DMU petani non PGPR. Data yang digunakan
meliputi output usahatani yaitu hasil produksi dan pendapatan usahatani kemudian
81
data jumlah input usahatani (luas lahan, benih, pupuk unsur N, unsur P, unsur K,
pestisida, tenaga kerja dan PGPR) dan harga input usahatani (Biaya lahan, benih,
pupuk unsur N, unsur P, unsur K, pestisida, tenaga kerja dan PGPR).
Penggunaan jumlah input dan pengeluaran biaya yang beragam
menghasilkan nilai efisiensi teknis dan harga yang berbeda-beda pula pada
masing-masing petani responden. Berikut pada Tabel 20 merupakan nilai rata-rata
hasil efisiensi teknis petani wortel responden pengguna PGPR dan non PGPR.
Tabel 20. Hasil Analisis DEA efisiensi pada Petani Pengguna PGPR dan non PGPR
Periode Tanam September-Desember 2020
ET VRS EH VRS EB VRS
Keterangan Non Non Non
PGPR PGPR PGPR
PGPR PGPR PGPR
Rata-Rata 0,899 0,877 0,720 0,688 0,661 0,612
TE < 1 13 22 15 30 15 30
TE = 1 7 12 5 4 5 4
Maksimum 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000
Minimum 0,762 0,672 0,434 0,149 0,338 0,130
St. Deviasi 0,09479 0,11676 0,19457 0,22041 0,22894 0,23756
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Pada Tabel 20 nilai rata-rata efisiensi teknis yang diperoleh oleh petani
pengguna PGPR dan non PGPR adalah 0,899 dan 0,877 dengan nilai yang
bervariasi antara 0,762 hingga 1,000 pada petani pengguna PGPR dan 0,672
sampai 1,000 pada petani non PGPR. Hal tersebut menunjukkan bahwa petani
pengguna PGPR dan non PGPR secara rata-rata telah mampu mencapai tingkat
efisiensi teknis sebesar 89,9% dan 87,7%. Dengan demikian petani pengguna
PGPR dan non PGPR masih memiliki peluang peningkatan sebanyak 10,1% dan
sebanyak 12,3% untuk mencapai hasil efisiensi teknis yang maksimal dengan
kombinasi penggunaan input yang lebih optimal. Jumlah petani responden
pengguna PGPR yang telah efisien dalam penggunaan input sebanyak 7 orang
atau sebesar 35% dari total petani responden pengguna PGPR. Pada petani non
PGPR sejumlah 12 orang petani atau sebanyak 35% dari total petani responden
non PGPR telah efisien dalam penggunaan inputnya.
Rata-rata nilai efisiensi harganya petani pengguna PGPR dan non PGPR
memiliki rata-rata sebesar 0,720 dan 0,688 dengan nilai efisiensi harga yang
bervariasi antara 0,434 hingga 1,000 pada petani PGPR dan bervariasi antara
0,149 sampai 1,000 pada petani non PGPR. Hal tersebut menunjukkan bahwa
petani pengguna PGPR dan non PGPR secara rata-rata telah mampu mencapai
82
tingkat efisiensi harga sebesar 72% dan 68,8%. Dengan demikian petani pengguna
PGPR dan non PGPR masih memiliki peluang peningkatan sebanyak 28% dan
sebanyak 31,2% untuk mencapai hasil efisiensi harga yang maksimal dengan
pengeluaran biaya untuk input yang lebih optimal. Jumlah petani pengguna PGPR
yang telah mencapai efisiensi harga sejumlah 5 orang atau 25% dari keseluruhan.
Sedangkan pada petani non PGPR terdapat 4 orang petani yang mencapai efisiensi
harga atau sebesar 12%. Maka dari itu efisiensi biaya juga belum tercapai karena
rata-rata efisiensi baik efisiensi teknis dan harga masing-masing memiliki rata-rata
nilai efisiensi yang lebih kecil dari 1 (<1). Sehingga masih perlu adanya perbaikan
yang dilakukan baik dari segi alokasi jumlah penggunaan input produksi dan
pengeluaran biaya produksinya sehingga dapat meningkatkan nilai efisiensi secara
keseluruhan baik itu efisiensi teknis dan harga supaya efisien secara biaya.
5.6.1 Analisis Efisiensi Teknis
Penggunaan jumlah input yang beragam menghasilkan nilai efisiensi teknis
yang berbeda-beda pula pada masing-masing petani responden. Berikut pada
Tabel 21 merupakan nilai rata-rata hasil efisiensi teknis petani wortel responden
pengguna PGPR dan non PGPR.
Tabel 21. Hasil Analisis DEA efisiensi teknis pada Petani Pengguna PGPR dan non
PGPR Periode Tanam September-Desember 2020
ET VRS
Keterangan
Petani PGPR Petani Non PGPR
Rata-Rata 0,899 0,877
Maksimum 1,000 1,000
Minimum 0,762 0,672
ET < 1 13 22
ET = 1 7 12
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Pada Tabel 21 nilai rata-rata efisiensi teknis yang diperoleh oleh petani
pengguna PGPR adalah 0,899 dengan nilai yang bervariasi antara 0,762 hingga
1,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa petani pengguna PGPR secara rata-rata
telah mampu mencapai tingkat efisiensi teknis sebesar 89,9%. Dengan demikian
petani pengguna PGPR masih memiliki peluang peningkatan sebanyak 10,1%
untuk mencapai hasil efisiensi teknis yang maksimal dengan kombinasi
penggunaan input yang lebih optimal. Jumlah petani responden pengguna PGPR
yang telah efisien dalam penggunaan input sebanyak 7 orang atau sebesar 35%
dari total petani responden pengguna PGPR. Nilai efisiensi teknis terendah pada
83
petani responden pengguna PGPR terdapat pada DMU ke-20 dengan nilai
efisiensi teknis sebesar 0,762. Hal ini dapat disebabkan oleh alokasi penggunaan
jumlah input yang masih belum optimal. Berikut pada Tabel 22 merupakan
tingkat efisiensi teknis DMU ke-20 berdasarkan input produksi yang digunakan
dalam usahatani wortel.
Tabel 22. Nilai Original Value, Radial Movement, Slack Movement, dan Project Value
DMU ke-20
Original Radial Slack
Variabel Project Value
Value Movement Movement
Produksi (Ton) 12,46 0 0 12,46
L.Lahan (Ha) 0,5 -0,119 0 0,381
Benih (Kg) 10 -2,375 -2,969 4,656
Unsur N (Kg) 114 -27,076 -71,444 15,480
Unsur P (Kg) 45 -10,688 -21,708 12,604
Unsur K (Kg) 45 -10,688 -21,708 12,604
Pestisida (L) 5,8 -1,378 -2,502 1,920
Tenaga Kerja (HOK) 50,375 -11,965 0 38,410
PGPR (L) 17 -4,038 0 12,962
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Tabel 22 diatas menunjukkan bahwa penggunaan input pada DMU ke-20
mengalami inefisien pada keseluruhan input. Hal tersebut dapat dilihat dari radial
movement dimana variabel input perlu dikurangi sesuai dengan nilai radial
movement yang ada. Asyarif dan Hanani (2018) mengemukakan bahwa radial
movement merupakan gambaran jumlah input yang dapat dikurangi dengan tetap
menjaga tingkat output konstan, Sedangkan original value merupakan nilai dari
input-input dan output yang asli. Adapun slack movement adalah jumlah input
yang dapat dikurangi di luar dari radial movement karena dalam pencapaian
project value masih terdapat kelebihan dalam penggunaan input. Sedangkan
project value sendiri adalah nilai yang diperoleh dari pengkombinasian input dan
output dari DMU yang dibandingkan dengan kombinasi input dan output dari
DMU yang efisien.
Variabel luas lahan pada DMU ke-20 petani pengguna PGPR memiliki
original value sebesar 0,5 Ha dengan project value 0,381 Ha maka supaya
penggunaan lebih efisien maka luas lahan perlu dikurangi 0,119 Ha. Original
value dari variabel benih adalah 10 Kg dengan project value sebesar 4,656 Kg,
supaya lebih efisien maka petani pada DMU ke-20 dapat mengurangi penggunaan
benih sebanyak 2,375 Kg dengan slack movement 2,969 Kg. Variabel pupuk unsur
N memiliki original value sebanyak 114 Kg dengan project value sebesar 15,480
84
Kg, sedangkan unsur P, unsur K berturut-turut memiliki original value yang sama
yaitu sebanyak 45 Kg dengan project value sebesar 12,604 Kg. Supaya lebih
efisien maka penggunaan unsur N dapat dikurangi sebesar 27,076 Kg dengan
slack movement sebesar 71,444 Kg, sedangkan unsur P dan K dapat dikurangi
sebesar 10,688 Kg dengan slack movement sebesar 21,708 Kg. Variabel pestisida
memiliki original value sebesar 5,8 Liter dengan project value 1,920 Liter maka
supaya bisa lebih efisien penggunaan pestisida dapat dikurangi sebanyak 1,378
Liter dengan slack movement 2,502 Liter. Original value pada variabel tenaga
kerja adalah sebesar 50,375 HOK dan project valuenya adalah 38,410 HOK
dengan begitu supaya tenaga kerja lebih efisien petani pada DMU ke 20 perlu
mengurangi sebanyak 11,965 HOK. Berikutnya adalah variabel PGPR memiliki
original value sebesar 17 Liter dengan project value sebesar 12,962 Liter supaya
lebih efisien maka variabel PGPR dapat dikurangi sebesar 4,038 Liter.
Pada Tabel 21 diatas dapat diketahui pula bahwasannya petani non PGPR
memiliki nilai rata-rata efisiensi sebesar 0,877 dengan nilai yang bervariasi antara
0,672 sampai 1,000. Dengan begitu nilai rata-rata efisiensi teknis petani non
PGPR adalah sebesar 87,7% yang berarti masih memiliki peluang untuk
memaksimumkan efisiensi teknisnya dengan meningkatkan sebesar 12,3. Jumlah
petani non PGPR yang telah efisien secara teknis berjumlah 12 orang atau sebesar
35% dari keseluruhan petani responden non PGPR dengan nilai efisiensi terendah
terletak pada DMU ke-18 dengan nilai efisiensi teknis sebesar 0,672. Hal ini
mengindikasikan bahwa petani non PGPR pada DMU ke-31 tidak efisien dalam
pengalokasian input usahatani wortelnya. Pada Tabel 23 ditampilkan mengenai
tingkat efisiensi teknis dari DMU ke-31 yang memiliki tingkat efisensi teknis
paling rendah yaitu sebesar 0,672. Berisi mengenai nilai original value, radial
movement, slack movement dan project value DMU ke-31.
Tabel 23. Nilai Original Value, Radial Movement, Slack Movement dan Project Value
DMU ke-31
Original Radial Slack
Variabel Project Value
Value Movement Movement
Produksi (Ton) 22,035 0 0 22,035
L.Lahan (Ha) 1,08 -0,354 0 0,726
Benih (Kg) 11,2 -3,673 0 7,527
Unsur N (Kg) 121,5 -39,843 -10,924 70,733
Unsur P (Kg) 142,5 -46,729 -64,879 30,891
Unsur K (Kg) 52,5 -17,216 -4,39 30,891
85
petani pengguna PGPR dan non PGPR atau sebanyak 7 orang pada petani
pengguna PGPR dan sebanyak 12 orang petani non PGPR. Terdapat 3 orang
petani pengguna PGPR dan non PGPR pada kategori tinggi dengan persentase
sebesar 15% petani pengguna PGPR dan 9% pada petani non PGPR. Kemudian
pada kategori cukup tinggi terdapat sebanyak 4 orang petani pengguna PGPR atau
sebesar 20% dan sebanyak 6 orang petani non PGPR atau sebanyak 18%. Pada
kategori rendah terdapat 6 petani pengguna PGPR dan 7 petani non PGPR dengan
persentase berturut-turut adalah sebesar 30% petani pengguna PGPR dan 20%
petani non PGPR. Tidak didapati petani pengguna PGPR pada kategori sangat
rendah, sedangkan terdapat sebanyak 6 petani non PGPR atau sebesar 18%.
Nilai ET VRS
40
35
30 35 35
30
Persentase (%)
25
20
15 20 20
18 18
10 15
5 9
0
Full Efisien (=1) Tinggi Cukup Tinggi Rendah Sangat
0 Rendah
(0,918 – 0,999) (0,836 - 0,918) (0,754 - 0,836) (0,672 - 0,754)
pada input sehingga perhitungan difokuskan pada nilai input slack pada petani
responden pengguna PGPR dan Non PGPR.
Input slack yang diperoleh dari hasil efisiensi teknis menggunakan Data
Envelopment Analysis menunjukkan jumlah input yang dapat dikurangi secara
proporsional untuk menghasilkan output yang sama. Sebaran rata-rata nilai input
slack pada responden petani wortel di Desa Sumber Brantas pengguna PGPR dan
non PGPR dapat dilihat pada Tabel 25 berikut ini.
Tabel 25. Rata-Rata Nilai Input Slack Pengguna PGPR dan Non PGPR Berdasarkan
Input yang Digunakan
Nilai Input Slack Jumlah Responden
Variabel
PGPR Non PGPR PGPR Non PGPR
L.Lahan (Ha) 0,012 0,006 1 1
Benih (Kg) 0,711 2,359 11 21
Unsur N (Kg) 29,860 17,239 12 19
Unsur P (Kg) 16,801 31,386 12 20
Unsur K (Kg) 10,196 11,675 10 18
Pestisida (L) 3,001 1,047 12 13
Tenaga Kerja (HOK) 6.587 11,667 6 11
PGPR (L) 2,318 0 8 0
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Pada Tabel 25 rata-rata nilai input slack tersebar pada hampir keseluruhan
variabel input kecuali luas lahan. Pada petani pengguna PGPR nilai slack pada
variabel luas lahan, benih, pupuk unsur N, unsur P, unsur K, pestisida, tenaga
kerja dan PGPR secara berturut-turut adalah sebesar 0,012 Ha; 0,711 Kg; 29,860
Kg; 16,801 Kg; 10,196 Kg; 3,001 Liter; 6,587 HOK dan 2,318 Liter. Kemudian
pada petani non PGPR nilai slack pada variabel luas lahan, benih, pupuk unsur N,
unsur P, unsur K, pestisida dan tenaga kerja berturut-turut adalah sebesar 0,006
Ha; 2,359 Kg; 17,239 Kg; 31,386 Kg; 11,675 Kg; 1,047 Liter dan 11,667 HOK.
Secara umum petani yang masih belum efisien secara teknis disebabkan oleh
alokasi penggunaan input yang masih berlebih dalam usahataninya sehingga
menjadi kurang optimal yaitu pada keseluruhan variabel input kecuali luas lahan.
Terdapat sebanyak 65% petani pengguna PGPR dan petani non PGPR yang masih
belum efisien secara teknis. Maka petani yang masih belum efisien secara teknis
dapat mengurangi penggunaan jumlah variabel inputnya sesuai dengan hasil slack
yang diperoleh sehingga dapat menjadi lebih efisien. Pada petani pengguna PGPR
dan non PGPR yang telah efisien secara teknis yaitu sebanyak 35% petani yang
88
pada masing-masing variabel inputnya telah mencapai nilai zero slack sehingga
tidak perlu melakukan pengurangan penggunaan variable input usahataninya.
2. Skala Ekonomi Penggunaan Input Produksi
Hasil dari Data Envelopment Analysis (DEA) juga menghasilkan skala
ekonomi penggunaan input pada petani pengguna PGPR dan non PGPR yang
ditampilkan pada Tabel 26 berikut.
Tabel 26. Jumlah Petani Pengguna PGPR dan Non PGPR pada Skala Ekonomi ET CRS
Periode Tanam September-Desember 2020
Jumlah Petani Persentase (%)
PGPR Non PGPR PGPR Non PGPR
CRS 6 9 30 26
IRS 10 17 50 50
DRS 4 8 20 24
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Asyarif dan Hanani (2018) menyatakan bahwa DMU yang beroperasi pada
skala IRS memiliki penambahan input yang menghasilkan penambahan output
yang lebih besar dari jumlah input yang digunakan meskipun DMU tersebut telah
mencapai efisiensi teknis namun masih memungkinkan untuk outputnya
bertambah dengan menambahkan jumlah input yang digunakan. Sedangkan DMU
yang beroperasi pada skala DRS memiliki penambahan input yang menghasilkan
output yang lebih kecil dari jumlah input yang digunakan sehingga DMU tersebut
disarankan untuk mengurangi penambahan input ke proporsi yang lebih sesuai.
Petani yang beroperasi pada skala optimal atau CRS sudah optimal dalam
penggunaan inputnya sehingga output yang didapatkan juga sudah optimal.
Kondisi sebaran skala pada Tabel 26 menggambarkan bahwa pada petani
pengguna PGPR petani yang beroperasi pada skala IRS memiliki jumlah petani
yang tertinggi yaitu sebanyak 10 orang pada petani atau sebesar 50% yaitu petani
pada DMU ke-1,2,3,4,5,8,9,14,19 dan 20. Sedangkan sebaran terendahnya
sebanyak 4 orang atau sebesar 20% petani pengguna PGPR beroperasi pada skala
DRS yaitu pada DMU ke-10,11,15 dan 17. Sisanya sebanyak 6 orang petani atau
sebesar 30% petani pengguna PGPR beroperasi pada skala CRS yaitu pada DMU
ke-6,7,12,13,16 dan 18. Pada petani non PGPR yang beroperasi pada skala IRS
paling tinggi yaitu sebanyak 17 orang atau sebesar 50% yaitu pada DMU ke-
1,5,7,8,9,10,11,12,13,15,21,22,23,24,26,29 dan 32. Sedangkan sebaran terendah
sebesar 24% atau sebanyak 8 orang petani beroperasi pada skala DRS yaitu pada
89
DMU ke-2,3,4,17,19,31,33 dan 34. Sisanya sebesar 26% atau sebanyak 9 petani
non PGPR beroperasi pada skala CRS yaitu DMU ke-6,14,16,18,20,25,27,28 dan
30. Sebaran efisiensi skala pada petani pengguna PGPR dan non PGPR
menunjukkan bahwa lebih banyak petani yang tidak beroperasi pada skala
optimalnya. Hal ini terlihat dari Tabel 26 yang menunjukkan hanya 30% petani
pengguna PGPR dan 26% petani non PGPR yang beroperasi pada skala
optimalnya (Constan Return to Scale) sisanya beroperasi pada Variable Return to
Scale.
5.6.2 Analisis Efisiensi Harga
Efisiensi harga merefleksikan kemampuan produsen untuk menggunakan
input dalam proporsi optimal terhadap harganya. Analisis efisiensi alokatif dalam
penelitian ini menggunakan DEA Cost. Nilai efisiensi harga ini menggunakan
model VRS. Menurut Backe (2017) Suatu usahatani dikatakan efisien secara
harga apabila mampu menghasilkan output dengan biaya minimum. Dalam
analisis ini memasukkan komponen biaya, yaitu harga pada setiap faktor produksi
yang dialokasikan oleh petani/DMU. Pengeluaran biaya produksi yang beragam
pada tiap inputnya menghasilkan nilai efisiensi harga yang beragam pula pada
masing-masing petani responden. Berikut pada Tabel 27 merupakan nilai rata-rata
hasil efisiensi harga petani wortel responden pengguna PGPR dan non PGPR.
Tabel 27. Hasil Analisis DEA efisiensi harga pada Petani Pengguna PGPR dan non
PGPR Periode Tanam September-Desember 2020
EH VRS
Keterangan
Petani PGPR Petani Non PGPR
Rata-Rata 0,720 0,688
Maksimum 1,000 1,000
Minimum 0,434 0,149
EH < 1 15 30
EH = 1 5 4
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Pada Tabel 27 nilai rata-rata efisiensi harga yang diperoleh oleh petani
pengguna PGPR adalah 0,720 dengan nilai yang bervariasi antara 0,434 hingga
1,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa petani pengguna PGPR secara rata-rata
telah mampu mencapai tingkat efisiensi harga sebesar 72%. Maka dari itu dengan
mempertimbangkan harga inputnya petani pengguna PGPR masih dapat
mengurangi input-input yang digunakan sebanyak 28% untuk mencapai hasil
efisiensi harga. Jumlah petani responden pengguna PGPR yang telah efisien
90
dalam alokasi pengeluaran biaya untuk input adalah sebanyak 5 orang atau
sebesar 25% dari total petani responden pengguna PGPR. Kemudian jumlah
petani non PGPR yang telah efisien secara harga berjumlah 4 orang atau sebesar
12% dari keseluruhan petani responden non PGPR. Dimana petani non PGPR
memiliki nilai rata-rata efisiensi sebesar 0,688 dengan nilai yang bervariasi antara
0,149 sampai 1,000. Dengan begitu nilai rata-rata efisiensi harga petani non PGPR
adalah sebesar 68,8% yang berarti memiliki peluang untuk memaksimumkan
efisiensi harganya dengan meningkatkan sebesar 31,2%.
Tabel 28. Nilai EH VRS pada Petani Pengguna PGPR dan Non PGPR Periode Tanam
September-Desember 2020
Jumlah Petani
Kategori Nilai EH VRS
PGPR Non PGPR
Full Efisien 1 5 4
Tinggi 0,75025 - 0,999 4 11
Cukup Tinggi 0,5005 – 0,75025 8 9
Rendah 0,25075 – 0,5005 3 9
Sangat Rendah 0,001 – 0,25075 0 1
Total 20 34
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Tabel 28 menunjukkan sebaran nilai efisiensi harga model VRS pada
petani responden pengguna PGPR dan non PGPR, kemudian pada Gambar 12
menunjukkan persentase petani pengguna PGPR dan non PGPR yang terdapat
pada kategori full efisien (EH=1) yaitu dengan persentase sebesar 25% atau
sebanyak 5 orang pada petani pengguna PGPR dan sebesar 12% atau sebanyak 4
orang. Terdapat 4 orang petani pengguna PGPR atau sebesar 20% sementara
terdapat 11 orang petani non PGPR atau sebesar 32% yang termasuk pada
kategori efisiensi tinggi. Kemudian pada kategori cukup tinggi terdapat sebanyak
8 orang petani pengguna PGPR atau sebesar 40% dan sebanyak 9 orang petani
non PGPR atau sebanyak 26%. Pada kategori rendah terdapat sebanyak 3 orang
petani pengguna PGPR dengan persentase sebesar 15% dan sebanyak 9 orang
petani non PGPR dengan persentase sebesar 26%. Sedangkan pada kategori
sangat rendah tidak terdapat petani pengguna PGPR, sedangkan terdapat sebanyak
1 orang petani non PGPR atau sebesar 3%.
91
Nilai EH VRS
45
40
35 40
30
Persentase (%)
32
25
25 26 26
20
15 20
10 15
12
5
0 3
Full Efisien (=1) Tinggi Cukup Tinggi Rendah Sangat0 Rendah
(0,75025 - 0,999) (0,5005 – (0,25075 – (0,001 –
0,75025) 0,5005) 0,25075)
teknis dan efisien secara harga. Efisiensi biaya menunjukkan kemampuan petani
wortel dalam menggunakan sejumlah input dengan biaya terendah untuk
menghasilkan tingkat output tertentu pada teknologi tertentu. Berikut pada Tabel
29 merupakan data efisiensi biaya petani pengguna PGPR dan non PGPR.
Tabel 29. Efisiensi Biaya Petani Pengguna PGPR dan Non PGPR Periode Tanam
September-Desember 2020
EB VRS
Keterangan
Petani PGPR Petani Non PGPR
Rata-Rata 0,661 0,612
Maksimum 1,000 1,000
Minimum 0,338 0,130
EB < 1 15 30
EB = 1 5 4
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Pada Tabel 29 dapat dilihat bahwa petani/DMU yang efisien secara biaya
pada petani pengguna PGPR dan non PGPR adalah sebanyak 5 orang petani atau
dengan persentase sebesar 25% pada petani pengguna PGPR dan sebesar 11,76%
pada petani non PGPR. Sebaran nilai efisiensi biaya pada petani pengguna PGPR
adalah antara 0,338 sampai 1,000 dengan nilai rata-rata 0,661. Sedangkan pada
petani non PGPR sebaran nilai efisiensi biayanya adalah antara 0,130 sampai
1,000 dengan nilai rata-rata 0,612. Persentase petani pengguna PGPR dan non
PGPR yang telah efisien secara biaya sebesar 25% dan 12% dimana terlihat
bahwa sebanyak 75% petani pengguna PGPR dan 88% petani non PGPR masih
belum mencapai efisiensi secara biaya. Nilai efisiensi biaya terendah pada petani
responden pengguna PGPR terdapat pada DMU ke-17 dengan nilai efisiensi
sebesar 0,338 dan pada petani non PGPR terdapat pada DMU ke-22 dengan nilai
efisiensi sebesar 0,130. Sehingga perlu adanya perbaikan dalam proporsi
penggunaan inputnya supaya dapat efisien secara biaya dengan cara menurunkan
atau meminimalkan nilai input sebesar 66,2% untuk DMU ke-17 dan sebesar 87%
untuk DMU ke-22. Perubahan proporsi penggunaan input yang mampu membuat
petani menjadi efisiensi secara biaya dapat diketahui melalui summary of cost
minimizing input quantities pada aplikasi DEA. Penelitian Nguyen et al. (2020)
menggunakan hasil dari summary of cost minimizing input quantities pada rata-
rata nilai proporsi input sebagai anjuran supaya petani dapat meningkatkan
usahtaninya dan menjadi lebih efisien. Berikut pada Tabel 30 merupakan
93
summary of cost minimizing input quantities pada DMU ke-17 petani pengguna
PGPR dan DMU ke-22 petani non PGPR
Tabel 30. Summary of Cost Minimizing Input Quantities pada DMU ke-17 Petani
Pengguna PGPR dan DMU ke-22 Petani Non PGPR
Input DMU 17 DMU 22
Lahan (Ha) 0,798 0,375
Benih (Kg) 10,937 2,699
Unsur N (Kg) 12,893 9,4
Unsur P (Kg) 28,064 56,66
Unsur K (Kg) 12,893 9,4
Pestisida (L) 1,386 6,938
Tenaga Kerja (HOK) 39,669 28,16
PGPR (L) 19,381 0
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Tabel 30 diatas menunjukkan bahwa supaya dapat mencapai efisiensi
biaya maka petani pengguna PGPR pada DMU ke-17 dan petani non PGPR pada
DMU ke-22 perlu memperbaiki proporsi penggunaan input supaya menjadi hemat
biaya. Petani pengguna PGPR pada DMU ke-17 perlu memperbaiki proporsi
penggunaan awal inputnya yang berupa luas lahan, benih, unsur N, unsur P, unsur
K, pestisida, tenaga kerja dan PGPR berturut-turut menjadi sebesar 0,978 Ha;
10,937 Kg; 12,893 Kg; 28,064 Kg; 12,893 Kg; 1,386 L; 39,669 HOK dan 19,381
L. Kemudian pada petani non PGPR DMU ke-22 perlu merubah proporsi
penggunaan input awalnya yang berupa luas lahan, benih, unsur N, unsur P, unsur
K, pestisida dan tenaga kerja menjadi sebesar 0,375 Ha; 2,699 Kg; 9,4 Kg; 56,66
Kg; 9,4 Kg; 6,938 L dan 28,16 HOK.
Tabel 31. Nilai EB pada Petani Pengguna PGPR dan Non PGPR Periode Tanam
September-Desember 2020
Jumlah Petani
Kategori Nilai EB
PGPR Non PGPR
Full Efisien 1 5 4
Tinggi 0,75025 - 0,999 1 4
Cukup Tinggi 0,5005 – 0,75025 8 15
Rendah 0,25075 – 0,5005 6 10
Sangat Rendah 0,001 – 0,25075 0 1
Total 20 34
Sumber: Data Primer 2021 (Diolah)
Tabel 31 menunjukkan sebaran nilai efisiensi biaya pada petani responden
pengguna PGPR dan non PGPR, selanjutnya pada Gambar 13 menunjukkan
94
persentase pada petani pengguna PGPR dan non PGPR pada kategori full efisien
(EB=1) adalah sebanyak 5 orang pada petani pengguna PGPR dan 4 orang petani
non PGPR dengan persentase sebesar 25% dan 12% pada petani non PGPR.
Terdapat 1 orang petani pengguna PGPR atau sebesar 5% dan sebanyak 4 orang
petani non PGPR atau sebesar 12% yang termasuk pada kategori efisiensi tinggi.
Kemudian pada kategori cukup tinggi terdapat sebanyak 8 orang petani pengguna
PGPR atau sebesar 40% dan sebanyak 15 orang petani non PGPR atau sebanyak
44%. Pada kategori rendah terdapat sebanyak 6 orang petani pengguna PGPR atau
sebesar 30% dan sebanyak 10 orang petani non PGPR dengan sebesar 29%.
Sedangkan pada kategori sangat rendah tidak terdapat petani pengguna PGPR
sedangkan terdapat 1 orang petani non PGPR dengan persentase sebesar 3%.
Nilai EB VRS
50
45
40 44
35 40
30
Persentase (%)
25 30 29
20 25
15
10 12 12
5
0 5
3
Full Efisien (=1) Tinggi Cukup Tinggi Rendah Sangat0 Rendah
(0,75025 - 0,999) (0,5005 – (0,25075 – (0,001 –
0,75025) 0,5005) 0,25075)
pada petani non PGPR. Meskipun rata-rata petani pengguna PGPR dan non PGPR
berada pada kategori yang sama akan tetapi nilai rata-rata efisiensi biaya petani
pengguna PGPR lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai rata-rata petani non
PGPR. Dimana rata-rata nilai efisiensi biaya petani pengguna PGPR sebesar 0,661
dan rata-rata nilai efisiensi harga petani non PGPR adalah sebesar 0,612. Hal ini
berarti bahwa usahatani wortel petani pengguna PGPR dan non PGPR masih
belum efisien secara biaya karena belum mencapai efisiensi teknis dan juga
efisiensi harga. Sehingga dalam memproduksi output wortel petani pengguna
PGPR dan non PGPR perlu mengurangi biaya sebesar 33,9% bagi petani
pengguna PGPR dan sebesar 38,8% bagi petani non PGPR. Yaitu dengan cara
memperbaiki tingkat efisiensi teknis dan efisiensi harganya melalui pengurangan
input produksi atau merubah proporsi kembali penggunaan input-inputnya.
Perbaikan tersebut dapat mengacu pada DMU yang sudah efisien secara teknis
dan harganya dengan melihat jumlah input yang digunakan dan biaya yang
dikeluarkan oleh DMU yang sudah efisien. Menurut Muharrami (2008) Beberapa
DMU dengan tingkat efisiensinya masih relatif rendah dapat diperbaiki dengan
mengacu pada DMU lainnya yang relatif sudah efisien.
96
6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada petani wortel responden
pengguna PGPR dan non PGPR di Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji,
Kota Batu, Jawa Timur maka didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil analisis uji beda rata-rata menunjukkan tingkat produktivitas dan
kelayakan usahatani petani pengguna PGPR lebih tinggi dari petani non PGPR
dengan selisih produktivitas sebesar 2,5184 Ton/Ha. Pada petani pengguna
PGPR tingkat produktivitas sebesar 27,9869 Ton/Ha dan pada petani non
PGPR sebesar 25,4685 Ton/Ha. Kemudian pada tingkat kelayakan usahatani
rata-rata R/C rasio pada petani pengguna PGPR sebesar 4,2789 dan pada petani
non PGPR sebesar 3,1763.
2. Petani pengguna PGPR memiliki tingkat efisiensi teknis, harga dan biaya yang
lebih tinggi dari petani non PGPR dengan rata-rata tingkat efisiensi teknis,
harga dan biayanya pada petani pengguna PGPR berturut-turut sebesar 0,899;
0,720 dan 0,661 atau jika dalam bentuk persentase adalah sebesar 89,9%, 72%
dan 66,1%. Sedangkan pada petani non PGPR tingkat efisiensi teknis, harga
dan biayanya berturut-turut sebesar 0,877; 0,688 dan 0,612 atau jika dalam
bentuk persentase adalah sebesar 87,7%, 68,8% dan 61,2%. Petani pengguna
PGPR yang telah efisien secara teknis, harga dan biaya adalah sebanyak 35%,
25% dan 25% sedangkan pada petani non PGPR adalah sebanyak 35%, 12%
dan 12%.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat
diberikan guna perbaikan di masa mendatang yakni:
1. Diharapkan petani wortel dapat menggunakan PGPR dalam usahatainya supaya
produktivitas maupun dari pendapatannya yang dapat menjadi lebih baik. Hal
ini dikarenakan penggunaan Plant Growth Promoting Rizhobacteria (PGPR)
dalam usahatani dapat peningkatan produktivitas dan kelayakan usahatani
wortel. Karena PGPR secara tidak langsung memiliki kemampuan dalam
menyediakan unsur hara penting bagi tanaman. Ketersediaan unsur hara bagi
97
DAFTAR PUSTAKA
Adnan dan P. Laksono. 2013. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Mutu Panen
Wortel. Prosiding Seminar Nasional Akselerasi Pemanfaatan Teknologi
Pertanian Spesifik Lokasi Mendukung Ketahanan Pangan dan Kesejahteraan
Petani Nelayan: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua.
Alfianti C., N. Hanani dan P.B. Setyowati. 2018. Analisis Efisiensi Biaya Jagung
dengan Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA) di Desa
Sendang Agung, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. JEPA (2)4:
318-324.
Antonius, S. dan D. Agustiyani. 2011. Effects of Biofertilizer Containing
Microbial of N- Fixer, P Solubilizer and Plant Growth Factor Producer on
Cabbage (Brassica oleraceae var. Capitata) Growth and Soil Enzymatic
Activities: a Greenhouse Trial. Berk. Penel. Hayati. 16(1): 149-153.
Anam, S., U. Hasanah dan I. Windani. 2019. Analisis Komparatif Usahatani Padi
Metode System of Rice Intensification (SRI) dan Jajar Legowo 6:1 di
Kecamatan Bayan Kabupaten Purworejo. Surya Agritama (8)1.
Amilia, E., B. Joy dan Sunardi. 2016. Residu Pestisida pada Tanaman
Hortikultura (Studi Kasus di Desa Cihanjuang Rahayu Kecamatan
Parongpong Kabupaten Bandung Barat). Jurnal Agrikultura (1) 27:23-29.
Ardiansyah, A. Rahmadi, I.G.A.L Triani, G.A.K.D. Puspawati dan I.P.S.
Wirawan. 2020. Inovasi Teknologi Petanian untuk Menunjang
Agroindustri di Masa Pandemi. Bali: Swasta Nulus.
Ashrafuzzaman M.F.A., M.R Hossen., M.A. Ismail, M. Z. Hoque, S.M. Islam, S.
Shahidullah dan Meon. 2009. Efficiency of Plant Growth-Promoting
Rhizobacteria (PGPR) For The Enhancement of Rice Growth. African
Journal of Biotechnology 8(7): 1247 – 1252.
Asmara, R. 2017. Efisiensi Produksi: Pendekatan Stokastik dan Data Envelopmet
Analysis (DEA). Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian
Universtas Brawijaya.
Asri, D., A. Rifin, dan W.B. Priatna. 2019. Efisiensi Teknis Usaha Tani Kakao
Berdasarkan Klon Sulawesi 1&2 dan Klon Lokal. AGRISEP (18)1.
Astuti, R.P., B.M. Setiawan dan E. Prasetyo. 2020. Analisis Komparasi
Pendapatan Usahatani Salak Pondoh pada Lahan Milik Petani dengan
Lahan Milik Perhutani di Desa Kajeksan Kecamatan Sukoharjo Kabupaten
Wonosobo. J. Agroland (27)1: 25-37.
Asyarif, M.I. dan N. Hanani. 2018. Analisis Efisiensi Teknis Usahatani Tebu
Lahan Kering di Kabupaten Jombang. JEPA (2) 2:159-167.
Aumora, N. S., D. Bakce dan N. Dewi. 2016. Analisis Efisiensi Produksi
Usahatani Kelapa di Kecamatan Pulau Burung Kabupaten Indragiri Hilir.
Jurnal SOROT (11)1: 47-59.
99
Coelli, T.J., D.S. P. Rao dan G.E. Battese. G.E. 1998. An Introduction to
Efficiency and Productivity Analysis. Boston: Kluwer Academic Publishers.
______________________________________ dan C.J. O’Donnell. 2005. An
Introduction to Efficiency and Productivity Analysis Second Edition.
Springe. New York.
Cooper, W.W., L. M. Seiford dan J. Zhu. 2002. Data Envelopment Analysis:
History, Models, and Interpretations. Journal of Econometrics (46).
Daldjoeni, N. 1992. Geografi Baru Organisasi Keruangan dalam Teori dan
Praktek. Bandung: Penerbit Alumni.
Fahriyah, N. Hanani, D. Koestiono dan Syafrial. 2018. Analisis Efisiensi Teknis
Usahatani Tebu Lahan Sawah dan Lahan Kering dengan Pendekatan Data
Envelopment Analysis (DEA). JEPA (2)1.
Farrell, M.J. 1957. The Measurement of Productive Efficiency.Jurnal Royal
Statistical Society (120) 3: 253-290.
Geetha, K., A.B. Rajithasri dan B. Bhadraiah. 2014. Isolation of Plant Growth
Promoting Rhizo Bacteria from Rhizosphere Soils of Green Gram,
Biochemical Characterization and Screening for Antifungal Activity
Against Pathogenic Fungi. International Journal of Pharmaceutical
Science Invention. 3(9): 47-54.
Glick, B.R. 2012. Plant Growth Promoting Bacteria: Mechanisms and
Applications. Scientifica: Article ID 2012963401.
___________ 1995. The enhancement of plant growth by free-living bacteria.
Can. J. Microbiol. 4: 109-117.
Greene, W.H. 2008. Econometrics Analysis, 6th Edition. New Jersey: Prentice
Hall.
Gujarati D.N. 2009. Basic Econometrics Fourth Edition; Student Solutionns
Manual. New York (US): McGraw-Hill.
Hasibuan dan S.P. Malayu. 1984. Manajemen dasar, pengertian dan masalah,
Jakarta: Penerbit Gunung Agung.
Hidayat, C., H. Dedeh, Arief, A. Nurbity dan J. Sauman. 2013. Inokulasi Fungsi
Mikoriza Arnuskula dan mycorrhiza helper bacteria pada Andisol yang
Diberi Bahan Organik untuk Meningkatkan Stabilitas Agregat Tanah,
Serapan N dan P dan Hasil Tanaman Kentang. Indonesian Journal of
Applied Science. 3(2).2013:26-41.
Hidayat, T., R. Yulida dan Rosnita. 2017. Karakteristik Petani Padi Peserta
Program Upaya Khusus Padi Jagung Kedelai Upsus Pajale di Desa Ranah
Baru Kecamatan Kampar Kabupaten Kampar. JOM Faperta UR (4)1.
Husen, E., R. Saraswati dan R.D. Hastuti. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk
Hayati. Jakarta: Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Badan
Penelitian dan Pengembangan Petanian (191-120).
101
Jamilah, M. dan P. Nurhayati. 2011. Analisis Risiko Produksi Wortel dan Bawang
Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat. Forum Agribisnis
(1)1:1-19.
Juarti. 2016. Analisis Indeks Kualitas Tanah Andisol Pada Berbagai Penggunaan
Lahan di Desa Sumber Brantas Kota Batu. Jurnal Pendidikan Geografi:
Kajian, Teori, dan Praktek dalam Bidang Pendidikan dan Ilmu Geografi
(21) 2: 58-7.
Junaedi. 2016. Pengembangan Kapas Rakyat Disulawesi Selatan Kajian Terhadap
Efisiensi Produksi dan Daya Saing. Bandung: CV. Mujahid Press.
Khomsan, A. 2007. Sehat dengan Makanan Berkasiat. Jakarta: PT. Kompas
Media Nusantara.
Kloepper, J.W., W. Mahaffee, J.A. Mcinroy dan P.A. Backman. 1991.
Comparative analysis of isolation methods for recovering rootcolonizing
bacteria from roots. p. 252-255. In C. Keel, B. Koller, and G. Defago
(Eds.). Plant Growth-Promoting Rhizobacteria – Progress and Prospects. The
Second International Workshop on PGPR. Interlaken, Switzerland: 14-19.
_____________ 1993. Plant Growth Promoting Rhizobacteria as Biological
Control Agents. p. 255-274. In F.B. Meeting, Jr. (Ed.). Soil Microbial
Ecology, Applications in Agricultural and Environmental Management.
Marcel Dekker, Inc. New York.
Mangunwidjaja, D. dan A. Suryani. 1994. Teknologi Bioproses. Jakarta: Penerbit
Swadaya.
Manik, G H. Asmara, R. dan Maarthen N. 2018. Analisis Efisiensi Produksi
Usahatani Jagung Menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) di
Desa Maindu, Kecamatan Montong, Kabupaten Tuban. Jurnal Ekonomi
Pertanian dan Agribisnis (JEPA) (2) 3: 244-254.
Ningrum, W.A, K.P. Wicaksono dan S.Y. Tyasmoro. 2017. Pengaruh Plant
Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) dan Pupuk Kandang Kelinci
Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung Manis (Zea mays
saccharata). Jurnal Produksi Tanaman (5)3.
Lawalata, M., D.H. Darwanto dan S. Hartono. 2015. Efisiensi Relatif Usahatani
Bawang Merah di Kabupaten Bantul dengan Pendekatan Data
Envelopment Analysis (DEA). Ilmu Pertanian (18)1.
Mardani, T. M., Nur dan H. Satriawan. 2017. Analisis Usaha Tani Tanaman
Pangan Jagung Di Kecamatan Juli Kabupaten Bireuen. Jurnal S. Pertanian
(1)3: 203 – 204.
Moekani, D.M. 2014. Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi pada
Usahatani Wortel (Studi Kasus di Desa Sumber Brantas, Kecamatan
Bumiaji, Batu, Malang). Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya.
Skripsi Dipublikasi.
Morrison, J. 2000. Resource Use Efficiency in an Economy in Transition: An
Investigation into the Persistence of the Co-operative in Slovakian
Agriculture. Thesis, Wye College, University of London.
102
N1
n (Petani Wortel non PGPR) =
1+ N 1 ¿ ¿
144
=
1+ 144 ¿ ¿
= 34 Petani
108
Nomor :
KUISIONER
Judul : Efisiensi Biaya Usahatani Wortel pada Petani Pengguna PGPR dan
Non PGPR di Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu
Lokasi : Desa Sumber Brantas, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu
A. IDENTITAS RESPONDEN PETANI WORTEL
1. Nama : ……………………………………………..
2. Alamat : …………………………………………...
3. Umur : ……………..tahun
4. Jenis Kelamin : L/P
5. Pendidikan Formal Terakhir :
a. Tidak tamat SD d. SMA
b. SD e. Perguruan Tinggi (D1, D2, D3, S1)
c. SLTP
6. Pendidikan non-formal:
No Jenis Pendidikan/Penyuluhan Lama (Bulan) Keterangan
7. Pekerjaan :
a. Utama : ……………………………………………..
b. Sampingan : ……………………………………………..
8. Jumlah Anggota keluarga : ……………..orang
9. Jumlah tanggungan : ……………..orang
10. Lama melakukan usahatani : ……………..tahun
11. Menggunakan PGPR
a. Ya
b. Tidak
12. Lama menggunakan PGPR : ……..musim tanam
13. Mengetahui informasi PGPR dari mana?.......................................................
14. Mengikuti kegiatan apa sehingga mengetahui mengenai PGPR?
………………………………………………………………………………
15. Berapa waktu yang dibutuhkan dalam usahatani wortel (Persiapan lahan-
Panen)?
………………………………………………………………………………
16. Berapa kali tanam dalam satu tahun?
Periode (Bulan)
Komoditas yang
Ditanam
109
Pupuk
17. Jenis pupuk yang digunakan
Frekuensi Waktu
Ongkos/ Asal
Jenis Jumlah Harga/
No perolehan pemberian pemberian
Biaya (Kg) Unit
pupuk pupuk
Pupuk
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Obat pemberantas hama (Pestisida)
18. Jenis obat pemberantas hama dan penyakit (pestisida) yang digunakan :
Frekuensi Total
Jenis Hama Ongkos/ Jumlah Harga/ Waktu Pengeluaran
/ Musim
No Obat Penyakit Biaya (Liter) Liter / Musim
Tanam Tanam
1.
2.
3.
4.
5.
Penggunaan PGPR
19. Jumlah penggunaan PGPR dalam 1 musim tanam:
Frekuensi
Total
No Jumlah PGPR Pemberian
Ongkos/ Harga / Pengeluaran Waktu
yang digunakan PGPR/
Biaya Liter / Musim Pemberian
(Liter) Musim
Tanam
Tanam
1.
20. Apakah terdapat pengurangan input lainnya setelah menggunakan PGPR?
………………………………………………………………………………
21. Apa dan berapa yang berkurang?
………………………………………………………………………………
111
2. Pembuatan
Bedengan
3. Pengapuran
4. Penanaman
5. Pengairan
Pemupukan Semprot
6.
an
Penyewaan
Alat Beli Beli Sewa Sewa / Musim
Tanam
7. Penjarangan
8. Penyiangan
9. Pengendalia
n hama dan
penyakit
10. Panen
11. Pengangkuta
n
12. Lain-lain
Pengolahan Tanah
1. Lama Penyiapan Lahan : ……………..Hari
2. Apakah melakukan pembersihan lahan : ……………………………..
3. Apakah melakukan pencangkulan : ……………………………..
a. Apakah tanah diberi pupuk kandang : ……………………………..
b. Jika iya berapa dan dari mana : ……………………………..
c. Jika tidak berikan alasannya : ……………………………
4. Lama Penyiapan Bedengan : ……………..Hari
5. Proses Penyiapan Bedengan : .......………...........................
6. Lama Pengapuran : ……………..Hari
7. Proses Pengapuran : …………………………….
8. Proses Lainnya : ……………………………..
Penanaman
9. Jarak Tanam : ……..x……. Cm
10. Kedalaman Tanam : ……………..Cm
11. Proses Penanaman : ……………………………..
Perawatan Tanaman
12. Proses Penyiangan : ……………………………..
13. Proses Penjarangan : ……………………………..
14. Proses Pengairan : ……………………………..
Pemupukan
15. Proses Pemupukan : ……………………………..
Pengendalian Hama dan Penyakit
16. Hama dan Penyakit yang sering muncul : ……………………………..
17. Pengendalian yang dilakukan : ……………………………..
18. Proses Pengendalian : ……………………………..
……………………………..
Panen
19. Umur Panen : …………Hari atau Bulan
114
D. TENAGA KERJA
1. Apakah status tenaga kerja yang Bapak/Ibu pekerjakan?
115
a. Upahan
b. Dikerjakan sendiri (keluarga)
2. Bagaimana sistem pengupahan tenaga kerja yang Bapak/Ibu lakukan?
a. Borongan
Keterangan:
………………………………………………………………...
b.Harian
Keterangan:
………………………………………………………………...
3.Berapa jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan usahatani wortel?
Upah Jumlah
Jumlah Jumlah Jam (Rp) biaya
Orang hari Kerja/
Jenis Kegiatan (Rp) Waktu
hari
No
DK LK DK LK DK LK DK LK DK LK
L/P L/P L/P L/P L/P L/P L/P L/P L/P L/P
1 Pengolahan tanah
2 Pembuatan
Bedengan
3 Pengapuran
4 Pemupukan Dasar
5 Penanaman
6- Penjarangan
7- Penyiangan
8- Pemupukan Lanjutan
9- Pemberantasan hama
10 Pengairan
11 Pemanenan
12 Pengangkutan
Lain-lain
............
............
............
Keterangan:
LK: Luar Keluarga DK: Dalam Keluarga L: Laki-Laki P: Perempuan
116
Penyuluhan
2.Apakah penyuluhan yang dilakukan? ……………………………………...
3.Setahu Bapak/Ibu berapa kali kegiatan penyuluhan dilakukan? …………..
4.Kegiatan apa saja yang dilakukan selama penyuluhan? …………………...
5.Apakah Bapak/Ibu aktif mengikuti kegiatan penyuluhan? ………………..
Bantuan
6.Apakah ada bantuan untuk usahatani? (ada/tidak)
Jika ada lanjut ke pertanyaan berikutnya:
a. Asal bantuan dari siapa? …………………………………………………...
b.Bantuan yang diberikan berupa apa dan jumlahnya berapa? ……………...
c. Sejak kapan bantuan tersebut ada? ………………………………………...
d.Apakah Bapak/Ibu menerima bantuan tersebut? …………………………..
e. Apakah semua petani menerima bantuan tersebut? ………………………..
f. Apakah akses menerima bantuan mudah untuk dilakukan? ……………….
7.Apakah pemerintah daerah berkontribusi memberikan bantuan kepada
petani? (iya/tidak)
Jika iya lanjut ke pertanyaan berikutnya:
a. Kontribusi bantuan yang dilakukan pemerintah berupa apa? ……………...
b.Sejak kapan bantuan tersebut ada? ………………………………………...
c. Apakah Bapak/Ibu menerima bantuan tersebut? …………………………..
d.Apakah semua petani menerima bantuan tersebut? ………………………..
117
21 Bumiaji Sumber Brantas Lemah Putih 35 Tahun 13 Tahun 3 Orang SMP 0.5 Sewa
Jumlah
Luas
Lama Anggota
No Kecamatan Desa Dusun Usia Pendidikan Lahan Kepemilikan
Berusahatani Keluarg
(Ha)
a
22 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 33 Tahun 6 Tahun 3 Orang SMK 0.4 Milik Sendiri
23 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 53 Tahun 34 Tahun 4 Orang SD 0.28 Milik Sendiri
24 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 53 Tahun 27 Tahun 2 Orang STM 0.5 Milik Sendiri
25 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 40 Tahun 22 Tahun 1 Orang SD 1.5 Milik Sendiri
26 Bumiaji Sumber Brantas Lemah Putih 41 Tahun 23 Tahun 3 Orang SMA 0.56 Milik Sendiri
27 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 49 Tahun 28 Tahun 2 Orang SMA 0.72 Milik Sendiri
28 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 32 Tahun 10 Tahun 2 Orang SMP 0.5 Milik Sendiri
29 Bumiaji Sumber Brantas Jurang Kuali 21 Tahun 9 Tahun 1 Orang SMA 0.5 Milik Sendiri
30 Bumiaji Sumber Brantas Lemah Putih 29 Tahun 5 Tahun 3 Orang SMP 3 Milik Sendiri
31 Bumiaji Sumber Brantas Krajan 39 Tahun 16 Tahun 2 Orang SMA 1.08 Milik Sendiri
32 Bumiaji Sumber Brantas Krajan 38 Tahun 18 Tahun 3 Orang SMP 0.4 Milik Sendiri
33 Bumiaji Sumber Brantas Lemah Putih 53 Tahun 36 Tahun 2 Orang SMP 1 Milik Sendiri
34 Bumiaji Sumber Brantas Lemah Putih 51 Tahun 30 Tahun 1 Orang SD 2 Sewa
119
0 0 0 0 0 0
22.500.00 2.250.00 19.850.00 2.400.00 49.312.50 53.681.00
13 576.000 782.500
3.792.500 0 0 1.530.000 0 0 4.368.500 0 0
2.502.00 12.500.00 4.083.33 17.166.66 1.668.00 47.920.00 49.409.58
14 100.000
1.389.583 0 0 3 10.000.000 7 0 1.489.583 0 3
4.500.00 6.056.25 25.181.25 46.343.75 46.891.87
15 100.000 5.000.000
448.125 0 0 5.250.000 0 356.250 548.125 0 5
2.678.57 14.371.17 20.119.10
16 214.000 726.495 5.000.000
5.533.928 1 520.000 4.642.857 803.250 5.747.929 4 2
12.000.00 2.769.00 1.430.00 13.156.00 21.208.00 34.364.00
17 7.500.000
0 1.156.000 0 0 594.000 8.540.000 375.000 0 0 0
11.250.00 2.142.85 27.202.16 28.877.68
18 384.000 899.045
1.291.523 0 7 7.720.000 4.654.762 535.500 1.675.524 4 8
1.000.00 1.525.00 20.025.00 26.185.00
19 5.200.000 6.250.000
960.000 0 0 2.387.500 8.300.000 562.500 6.160.000 0 0
1.535.00 5.420.00 19.470.00 34.935.00 35.816.00
20 168.000 4.200.000
713.000 0 0 3.800.000 0 510.000 881.000 0 0
Keterangan: TFC= Biaya lahan dan penyusutan TVC= Biaya benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja dan PGPR
499.500 3.166.250 1.086.250 13.496.87 3.531.250 6.000.000 7.950.000 3.665.750 32.064.37 35.730.125
3
5 5
518.000 3.280.625 1.722.420 3.500.000 7.128.125 6.700.000 12.906.250 3.798.625 31.956.79 35.755.420
4
5
8.250.000 2.716.667 977.600 30.000.00 3.937.500 7.600.000 12.229.167 10.966.667 54.744.26 65.710.933
5
0 7
624.000 3.942.000 827.000 11.445.00 1.025.000 1.850.000 10.800.000 4.566.000 25.947.00 30.513.000
6
0 0
476.000 669.792 980.720 2.916.667 4.250.000 7.916.666 15.645.833 1.145.792 31.709.88 32.855678
7
7
164.000 4.345.000 1.150.000 5.500.000 3.550.000 12.450.000 18.275.000 4.509.000 40.925.00 45.434.000
8
0
8.300.000 5.680.208 1.070.160 3.020.833 4.458.333 8.550.000 17.625.000 13.980.208 34.724.32 48.704.535
9
7
110.000 788.393 3.007.200 2.500.000 5.214.286 3.800.000 12.750.000 898.393 27.271.48 28.169.879
10
6
180.000 1.492.308 3.562.500 0 5.692.308 8.000.000 17.615.385 1.672.308 34.870.19 36.542.500
11
2
776.000 3.058.750 1.005.000 4.000.000 4.850.000 9.000.000 14.125.000 3.834.750 32.980.00 36.814.750
12
0
700.000 4.773.000 4.500.000 14.000.00 2.970.000 5.300.000 10.210.000 5.473.000 36.980.00 42.453.000
13
0 0
150.000 3.197.810 1.008.700 11.250.00 3.653.846 8.300.000 21.442.308 3.347.810 45.654.85 49.002.664
14
0 4
676.000 4.570.000 3.500.000 8.000.000 3.400.000 7.500.000 14.100.000 5.246.000 36.500.00 41.746.000
15
0
890.000 5.870.000 2.450.000 9.250.000 1.875.000 5.445.000 8.875.000 6.760.000 27.895.00 34.655.000
16
0
122
576.000 4.248.750 884.780 4.000.000 1.883.333 6.125.000 13.208.333 4.824.750 26.101.44 30.926.197
17
7
688.000 5.312.500 2.437.500 3.275.000 2.930.000 6.100.000 17.300.000 6.000.500 32.042.50 38.043.000
18
0
138.000 360.500 5.250.000 0 4.610.000 4.850.000 11.310.000 498.500 26.020.00 26.518.500
19
0
774.000 3.588.000 15.600.000 5.500.000 3.850.000 7.200.000 5.060.000 4.362.000 37.210.00 41.572.000
20
0
10.000.000 1.018.000 4.480.000 0 2.800.000 7.000.000 15.515.000 11.018.000 29.795.00 40.813.000
21
0
Pupuk Pupuk
No Lahan Penyusutan Benih Pestisida T. Kerja TFC TVC TC
Kandang Kimia
15.575.00
22
852.000 2.146.250 1.000.000 11.000.000 7.075.000 9.350.000 0 2.998.250 44.000.000 46.998.250
17.785.71 132.233.57
23
276.000 1.219.155 5.355.000 90.000.000 5.642.857 13.450.000 4 1.495.155 1 133.728.726
17.350.00
24
812.000 3.317.000 930.000 2.000.000 3.710.000 5.750.000 0 4.129.000 29.740.000 33.869.000
15.780.00
25
100.000 666.667 2.072.813 0 1.130.000 405.000 0 766.667 19.387.813 20.154.479
36.625.00
26
168.000 704.464 1.065.050 0 5.392.857 9.450.000 0 872.464 52.532.907 53.405.371
24.583.33
27
832.000 503.472 9.382.500 9.000.000 3.923.611 1.650.000 3 1.335.472 48.539.444 49.874.917
13.580.00
28
441.000 5.909.000 7.500.000 7.000.000 2.050.000 6.245.000 0 6.350.000 36.375.000 42.725.000
123
16.340.00
29
300.000 4.909.000 878.000 11.000.000 3.180.000 7.885.000 0 5.209.000 39.283.000 44.492.000
22.855.00
30
88.500 104.500 843.975 15.000.000 2.068.333 6.700.000 0 193.000 47.467.308 47.660.308
12.861.11
31
166.000 950.463 3.645.600 0 2.148.148 975.000 1 1.116.463 19.629.859 20.746.322
17.787.50
32
164.000 901.250 1.160.000 2.500.000 3.100.000 310.000 0 1.065.250 24.857.500 25.922.750
13.400.00
33
110.000 779.000 3.600.000 0 2.945.000 6.900.000 0 889.000 26.845.000 27.734.000
18.255.00
34
5.000.000 186.250 10.125.000 0 2.340.000 7.250.000 0 5.186.250 37.970.000 43.156.250
Keterangan: TFC= Biaya lahan dan penyusutan TVC= Biaya benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja
124
No TC TR π R/C
192.244.50 Lampiran 6. Penerimaan, Pendapatan dan R/C rasio Petani Wortel
1 32.891.557 0 159.352.943 5,844798 1. Petani Wortel Pengguna PGPR
200.400.00 Keterangan:
2 39.410.000 0 160.990.000 5,085004
137.100.00 TC= Total Biaya
3 38.795.000 0 98.305.000 3,533961
TR= Total Penerimaan
131.689.40
4 29.026.556 5 102.662.849 4,536859 π= Pendapatan
192.244.60
5 46.941.625 0 145.302.975 4,095397 R/C= Kelayakan
222.673.83
6 34.334.710 0 188.339.120 6,485385
264.900.00
7 28.377.000 0 236.523.000 9,335025
177.812.50
8 55.567.250 0 122.245.250 3,199951
143.840.00
9 26.966.000 0 116.874.000 5,334124
10 27.993.750 35.593.750 7.600.000 1,271489
208.224.90
11 39.666.600 0 168.558.300 5,249376
187.812.50
12 39.106.250 0 148.706.250 4,802621
258.097.50
13 53.681.000 0 204.416.500 4,807986
222.673.83
14 49.409.583 0 173.264.247 4,506693
114.016.25
15 46.891.875 0 67.124.375 2,431471
16 20.119.102 89.125.050 69.005.948 4,429872
17 34.364.000 51.625.000 17.261.000 1,502299
18 28.877.688 90.974.310 62.096.622 3,150332
19 26.185.000 98.062.500 71.877.500 3,744988
20 35.816.000 79.910.000 44.094.000 2,231126
No TC TR π R/C 125
1 29.679.000 68.296.000 38.617.000 2,301156
2 23.871.500 31.389.000 7.517.500 1,314915
35.730.125 188.279.37
3 5 152.549.250 5,269485
4 35.755.420 62.780.130 27.024.710 1,755821
65.710.933 190.480.16
5 0 124.769.227 2,898759
30.513.000 217.500.00 2.
6 0 186.987.000 7,128109 No TC TR π R/C
32.855678 127.280.40 24 33.869.000 90.250.000 56.381.000 2,664679
7 0 94.424.722 3,873924 25 20.154.479 26.951.085 6.796.606 1,337226
45.434.000 134.715.00 113.239.87
26
8 0 89.281.000 2,6507 53.405.371 5 59.834.504 2,120384
48.704.535 222.479.92 27 49.874.917 70.340.255 20.465.338 1,410333
9 0 173.775.385 4,567951 214.091.00
28
10 28.169.879 82.740.065 54.570.186 2,937182 42.725.000 0 171.366.000 5,010907
11 36.542.500 93.673.800 57.131.300 2,563421 159.500.00
29
36.814.750 132.500.00 44.492.000 0 115.008.000 3,584914
12 0 95.685.250 3,599101 164.176.48
30
42.453.000 114.600.00 47.660.308 5 116.516.177 3,444721
13 0 72.147.000 2,699456 31 20.746.322 45.430.035 24.683.713 2,189787
49.002.664 213.803.97 32 25.922.750 82.382.500 56.459.750 3,178
14 5 164.801.311 4,363109 33 27.734.000 53.000.000 25.266.000 1,911012
41.746.000 138.125.00 113.922.00
15 0 96.379.000 3,3087 34
43.156.250 0 70.765.750 2,639757
34.655.000 193.900.00
16 0 159.245.000 5,595152
30.926.197 119.926.70
17 0 89.000.503 3,877835
38.043.000 116.000.00 Petani Wortel Non PGPR
18 0 77.957.000 3,049181
19 26.518.500 78.860.000 52.341.500 2,973773
41.572.000 188.741.00
20 0 147.169.000 4,540099
21 40.813.000 54.000.000 13.187.000 1,323108
151.750.00
22 46.998.250 0 104.751.750 3,228844
211.849.15
23 133.728.726 5 78.120.429 1,584171
126
2. R/C rasio
129
2. R/C rasio
130