Anda di halaman 1dari 79

0

ANALISIS SISTEM AGRIBISNIS SELADA DAN PAKCOY


HIDROPONIK DI KOTA BANDAR LAMPUNG
(Skripsi)

Oleh

Fernando Febran Sodri

JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
ABSTRAK

ANALISIS SISTEM AGRIBISNIS SELADA DAN PAKCOY HIDROPONIK


DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

Fernando Febran Sodri

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem agribisnis dan pendapatan usahatani
selada dan pakcoy hidroponik. Penelitian dilaksanakan di Kota Bandar Lampung.
Penelitian ini menggunakan metode sensus yang pengumpulan datanya dilakukan
pada Bulan Desember 2018 - Februari 2019. Responden dalam penelitian ini
berjumlah 5 orang petani hidroponik yang terdapat di Kota Bandar Lampung. Data
sistem agribisnis dianalisis secara deskriptif kualitatif dan data pendapatan usahatani
dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem
agribisnis pada usahatani hidroponik selada dan pakcoy di Bandar Lampung berjalan
dengan lancar baik dalam penyediaan sarana produksi, proses produksi, pengemasan
sampai dengan pemasaran. Belum ada lembaga penunjang resmi yang dapat
dimanfaatkan oleh petani hidroponik di Bandar Lampung. Usahatani selada dan
pakcoy hidroponik di Bandar Lampung menguntungkan, dilihat dari nilai R/C yang
dihasilkan atas biaya tunai dan atas biaya total lebih besar dari satu (RC>1).

Kata kunci: selada dan pakcoy hidroponik, sistem agribisnis.


ABSTRACT

AGRIBUSINESS SYSTEM OF HYDROPONIC SELADA AND PAKCOY


IN BANDAR LAMPUNG CITY

By

Fernando Febran Sodri

This study aims to find out agribusiness system and income of hydroponic selada and
pakcoy farming. The study was conducted in Bandar Lampung in December 2018-
February 2019 and used a census method. Respondents in this study amounted to 5
hydroponic farmers found in Bandar Lampung City. Agribusiness system data were
analyzed descriptive qualitatively and farming income data were analyzed descriptive
quantitatively. The results showed that the agribusiness system in the hydroponic
farming of selada and pakcoy in Bandar Lampung runs smoothly in the provision of
production facilities, production process, packaging, and marketing. There is no
official supporting institution that can be utilized by hydroponic farmers in Bandar
Lampung. Hydroponic selada and pakcoy farming in Bandar Lampung is profitable,
judged from R/C over cash cost and total cost values of greater than one (RC > 1).

Keywords: agribusiness system, hydroponic selada and pakcoy.


ANALISIS SISTEM AGRIBISNIS SELADA DAN PAKCOY
HIDROPONIK DI KOTA BANDAR LAMPUNG

OLEH
FERNANDO FEBRAN SODRI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar


SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERISTAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
Judul : ANALISIS SISTEM AGRIBISNIS HIDROPONIK
SELADA DAN PAKCOY DI BANDAR LAMPUNG

Nama : Fernando Febran Sodri

NPM 1414131067

Program Studi : Agribisnis

Jurusan : Agribisnis

Fakultas : Pertanian

Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Wuryaningsih Dwi Sayekti, M.S. Ir. Rabiatul Adawiyah, M.Si.
NIP 19600822 198603 2 001 NIP 19640825 199003 2 002

2. Ketua Jurusan Agribisnis

Dr. Teguh Endaryanto, S.P. M.Si.


NIP 19691003 199403 1 004
MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Ir. Wuryaningsih Dwi Sayekti, M.S. ___________

Sekertaris : Ir. Rabiatul Adawiyah, M.Si. ____________

Penguji
Bukan Pembimbing: Ir. Adia Nugraha, M.S. ____________

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M. Si.


NIP 19611020 198603 1 002

Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 31 Desember 2019


RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bandar Lampung pada tanggal 30

November 1995 dari pasangan Alm. Bapak Febran

Sodri dan Ibu Irene Meliana, merupakan anak kelima

dari lima bersaudara. Penulis memiliki dua kakak laki-

laki bernama Franky Febran Sodri dan Alm. Bany

Sadher F.Sodri dan dua kakak perempuan bernama Vivi

Fransisca F.Sodri dan Veronica Febran Sodri. Riwayat pendidikan yang telah

ditempuh Penulis adalah meyelesaikan pendidikan anak usia dini di TK Sari

Teladan Bandar Lampung pada tahun 2002, pendidikan dasar di SDN 1 Beringin

Raya Bandar Lampung pada tahun 2008 dan di SMP Perintis 1 Bandar Lampung

pada tahun 2011 dan pendidikan menengah di SMA Perintis 1 Bandar Lampung

pada tahun 2014. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas Lampung,

Fakultas Pertanian, Jurusan Agribisnis pada tahun 2014, kemudian pada tahun

2016 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Agribisnis pada Jurusan

Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Rukti Basuki

Kecamatan Rumbia Kabupaten Lampung Tengah selama 40 hari pada bulan

Januari hingga Februari 2017. Selanjutnya, pada bulan Juli 2017 Penulis
melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. Central Pertiwi Bahari Kecamatan

Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan Provinsi Lampung. Selama masa

perkuliahan Penulis berperan aktif dalam organisasi kemahasiswaan, yaitu

menjadi anggota bidang III Himpunan Mahasiswa Jurusan Agribisnis

(Himaseperta) Universitas Lampung periode 2015-2018.


SANWACANA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, limpahan

rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “Analisis Sistem Agribisnis Selada dan Pakcoy Hidroponik di Kota

Bandar Lampung”. Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak

akan terealisasi dengan baik tanpa adanya dukungan, bantuan, dan bimbingan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala

ketulusan hati Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., sebagai Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Lampung.

2. Dr. Teguh Endaryanto, S.P. M.Si., selaku Ketua Jurusan Agribisnis, atas

arahan, bantuan, semangat dan nasihat yang telah diberikan.

3. Dr. Ir. Wuryaningsih Dwi Sayekti, M.S., sebagai Dosen Pembimbing

Pertama, atas ketulusan hati, bimbingan, arahan, motivasi dan ilmu yang

bermanfaat yang telah diberikan kepada penulis dari awal hingga akhir

perkuliahan dan selama proses penyelesaian skripsi.

4. Ir. Rabiatul Adawiyah, M.Si., sebagai Dosen Pembimbing Kedua, yang

telah memberikan ketulusan hati dan kesabaran, bimbingan, arahan,

motivasi, perhatian, nasihat, saran dan ilmu yang bermanfaat kepada penulis

selama proses penyelesaian skripsi.


5. Ir. Adia Nugraha, M.S., selaku Dosen Pembahas, atas ketulusannya

memberikan masukan, arahan, motivasi, bimbingan, nasihat, saran dan

ilmu yang bermanfaat yang telah diberikan untuk penyempurnaan skripsi

ini.

6. Indah Listiana, S.P., M.Si., selaku Sekertaris Jurusan Agribisnis, atas arahan,

bantuan, motivasi dan nasihat yang telah diberikan.

7. Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.P., selaku Dosen Pembimbing

Akademik, atas motivasi, arahan dan nasihatnya.

8. Seluruh Dosen Jurusan Agribisnis, atas semua ilmu yang telah

diberikan selama Penulis menjadi mahasiswa di Universitas Lampung.

9. Karyawan dan karyawati di Jurusan Agribisnis, Mba Ayi, Mba Iin, Mba

Vanesa, Mba Tunjung, Mas Boim, dan Mas Bukhari atas semua bantuan

dan kerjasama yang telah diberikan.

10. Kedua orang tua tercinta Alm. Ayahanda Febran Sodri dan Ibunda

tersayang Irene Meliana, serta kakak laki-laki dan perempuan tercinta

Franky Febran Sodri, Alm. Bany Sadher F.Sodri, Vivi Fransisca F.Sodri,

dan Veronica Febran Sodri, yang selalu memberikan doa dan restu serta

kasih sayang yang tak pernah terputus hingga tercapainya gelar Sarjana

Pertanian ini.

11. Seluruh Narasumber (Petani Hidroponik), terimakasih atas informasi,

bantuan dan masukan sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

12. Himpunan Mahasiswa Jurusan Agribisnis (Himaseperta) Unila beserta

jajaran pengurus, terima kasih sudah berkenan menjadi keluarga dan wadah

pengembangan diri.
13. Teman-teman Agribisnis 2014 dan rekan-rekan seperjuangan : Fajar, Fiko,

Matski, Aul, Wernat, Ace, Enda, Febrina, Lika, Fenti, Ara, Mala, Oktin, Rosi

T, terimakasih atas nasihat, bantuan, dukungan dalam menyusun skripsi,

serta mba Renita, mas Bagus, terimakasih yang telah bersedia menemani

mencari narasumber dan memberi masukan selama penyusunan skripsi ini.

14. Atu Kiyai 2013, 2012, 2011, dan adik-adik jurusan Agribisnis, terimakasih

atas nasihat, kebersamaan, dan bantuan yang diberikan kepada Penulis

selama ini.

15. Zakia, seseorang yang spesial selalu menemani dalam menyusun skirpsi

ini, terimakasih atas nasihat, semangat, dan waktu yang telah diberikan

kepada Penulis selama ini.

16. Almamater tercinta dan semua pihak yang tidak dapat Penulis sebutkan

satu per satu yang telah membantu Penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, dengan

segala kekurangan yang ada, Penulis berharap semoga skripsi ini tetap

bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Desember 2019

Penulis,

Fernando Febran Sodri


DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ................................................................................ iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................ vi

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang ............................................................................... 1


B. Identifikasi Masalah ...................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 7
D. Kegunaan Penelitian ..................................................................... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka .......................................................................... 8


1. Hidroponik ................................................................................ 8
2. Agribisnis .................................................................................. 12
3. Kajian Penelitian Terdahulu ..................................................... 33
B. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 37

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian, Lokasi Penelitian, Waktu Pengumpulan data,


dan Responden .............................................................................. 41
B. Konsep Dasar dan Definisi Operasional ....................................... 42
C. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ........................................... 46
D. Metode Analisis Data ................................................................... 47

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kota Bandar Lampung .................................... 49


B. Topografi ....................................................................................... 51
DAFTAR ISI
C. Jumlah Penduduk .......................................................................... 52
D. Pertanian di Kota Bandar Lampung .............................................. 53

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden .............................................................. 56


1. Umur ......................................................................................... 56
2. Jenis Kelamin ............................................................................ 57
3. Pendidikan ................................................................................ 57
4. Pengalaman Berusahatani ......................................................... 58
5. Jenis-Jenis Tanaman yang Dibudidayakan ............................... 59
6. Jumlah Anggota Keluarga ........................................................ 59
7. Kepemilikan Kit/Meja Tanaman Hidroponik ........................... 60
B. Analisis Subsistem Agribisnis Selada dan Pakcoy Hidroponik ... 61
1. Kondisi Penyediaan Sarana Produksi Tanaman Selada dan
Pakcoy....................................................................................... 61
2. Proses Budidaya Tanaman Selada dan Pakcoy Hidroponik ..... 62
3. Usahatani Tanaman Selada dan Pakcoy Hidroponik ................ 65
a. Biaya Benih Tanaman Selada dan Pakcoy ........................... 66
b. Biaya Nutrisi Tanaman Selada dan Pakcoy ......................... 67
c. Biaya Rockwool Tanaman Selada dan Pakcoy ..................... 68
d. Biaya Penyusutan Peralatan Tanaman Pakcoy .. 70
e. Penyusutan Peralatan yang digunakan Bersama secara
Proporsional pada Tanaman Selada dan Pakcoy .................. 72
f. Penggunaan Tenaga Kerja dalam Keluarga Tanaman Selada
dan Tanaman Pakcoy ............................................................ 74
g. Perhitungan Total Biaya Produksi ....................................... 75
4. Pengolahan Produksi Usahatani Tanaman Selada dan Pakcoy.. 76
5. Pemasaran Produk Usahatani Sayuran Hidroponik .................. 77
6. Lembaga Penunjang .................................................................. 79
C. Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Hidroponik ................... 80
1. Penerimaan Hasil Produksi Usahatani Sayuran Hidroponik .... 80
2. Analisis R/C Usahatani Sayuran Hidroponik ........................... 81

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ................................................................................... 88
DAFTAR ISI
B. Saran ............................................................................................. 88

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 90

LAMPIRAN .......................................................................................... 94
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Luas lahan pertanian di Indonesia tahun 2012-2016 ......................... 1


2. Ketersediaan sayuran hidroponik pada pasar modern di Kota
Bandar Lampung tahun 2017 ............................................................ 5
3. Kajian penelitian terdahulu ............................................................... 34
4. Daftar nama kecamatan dan jumlah kelurahan di Kota Bandar
Lampung............................................................................................. 50
5. Jumlah penduduk Kota Bandar Lampung dirinci menurut
kecamatan, jenis kelamin, dan kepadatan penduduk tahun 2017....... 53
6. Tingkat pendidikan petani hidroponik di Kota Bandar Lampung .... 57
7. Pengalaman berusahatani petani hidroponik di Kota Bandar
Lampung ............................................................................................ 58
8. Jenis tanaman yang dibudidayakan petani di Kota Bandar
Lampung ............................................................................................ 59
9. Jumlah anggota keluarga petani hidroponik di Kota Bandar
Lampung ............................................................................................ 60
10. Kepemilikan dan penggunaan kit/meja tanaman petani hidroponik. 60
11. Kondisi penyediaan sarana produksi pada tanaman selada dan
pakcoy di Kota Bandar Lampung .................................................... 62
12. Rata-rata penggunaan jumlah lubang kir/meja 4 petani hidroponik.. 65
13. Biaya benih tanaman selada dan pakcoy untuk satu kali produksi
di Kota Bandar Lampung ................................................................. 66
14. Biaya nutrisi tanaman selada dan pakcoy untuk satu kali produksi
di Kota Bandar Lampung ................................................................. 67
15. Biaya rockwool tanaman selada dan pakcoy untuk satu kali
produksi di Kota Bandar Lampung .................................................. 69
16. Biaya penyusutan peralatan tanaman selada di Kota Bandar
Lampung .......................................................................................... 70
17. Biaya penyusutan peralatan tanaman pakcoy di Kota Bandar
Lampung ........................................................................................... 72
18. Biaya penyusutan peralatan bersama secara proporsional pada
tanaman selada dan pakcoy di Kota Bandar Lampung ..................... 73
19. Penggunaan tenaga kerja pada tanaman selada dan tanaman
pakcoy Di Kota Bandar Lampung .................................................... 75
20. Total biaya produksi dalam satu kali produksi pada tanaman
selada ................................................................................................ 75
21. Total biaya produksi dalam satu kali produksi pada tanaman
pakcoy .............................................................................................. 76
22. Penerimaan hasil produksi tanaman selada dan pakcoy per satu kali
produksi di Kota Bandar Lampung .................................................. 81
23. Rata-rata perhitungan penerimaan, biaya dan pendapatan 4 petani
untuk per 305 lubang dan per 100 lubang tanaman selada dalam
satu kali produksi .............................................................................. 82
24. Rata-rata perhitungan penerimaan, biaya dan pendapatan 4 petani
untuk per 695 lubang dan per 100 lubang tanaman pakcoy dalam
satu kali produksi .............................................................................. 84
25. Rata-rata perhitungan penerimaan, biaya dan pendapatan Bapak
Sutino untuk per 120 lubang dan per 100 lubang tanaman selada
dalam satu kali produksi.................................................................... 85
26. Rata-rata perhitungan penerimaan, biaya dan pendapatan Bapak
Sutino untuk per 240 lubang dan per 100 lubang tanaman pakcoy
dalam satu kali produksi.................................................................... 87
27. Identitas petani hidroponik................................................................ 95
28. Kondisi penyediaan berbagai sarana produksi yang digunakan pada
tanaman selada dan pakcoy ............................................................... 95
29. Biaya benih, nutrisi, rockwool tanaman selada untuk satu kali
produksi ............................................................................................. 96
30. Biaya benih, nutrisi, rockwool tanaman pakcoy untuk satu kali
produksi ............................................................................................. 96
31. Biaya penyusutan peralatan tanaman selada ..................................... 97
32. Biaya penyusutan peralatan tanaman pakcoy ................................... 98
33. Alat yang digunakan bersama untuk tanaman pakcoy dan selada
secara proporsional............................................................................ 99
34. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga tanaman selada................ 100
35. Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga tanaman pakcoy .............. 101
36. Hasil per satu kali produksi tanaman selada dan pakcoy .................. 102
37. Perhitungan per satu kali produksi tanaman selada (Suyut) ............. 103
38. Perhitungan per satu kali produksi tanaman selada (Bagus)............. 104
39. Perhitungan per satu kali produksi tanaman selada (Zainudin) ........ 105
40. Perhitungan per satu kali produksi tanaman selada (Sutino) ............ 106
41. Perhitungan per satu kali produksi tanaman selada (Ketut).............. 107
42. Perhitungan R/C 4 orang petani per satu kali produksi tanaman
selada ................................................................................................. 108
43. Perhitungan per satu kali produksi tanaman pakcoy (Suyut)............ 109
44. Perhitungan per satu kali produksi tanaman pakcoy (Bagus) ........... 110
45. Perhitungan per satu kali produksi tanaman pakcoy (Zainudin)....... 111
46. Perhitungan per satu kali produksi tanaman pakcoy (Sutino)........... 112
47. Perhitungan per satu kali produksi tanaman pakcoy (Ketut) ............ 113
48. Perhitungan R/C 4 orang petani per satu kali produksi tanaman
pakcoy ............................................................................................... 114
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Keterkaitan antar subsistem dalam agribisnis ................................... 15


2. Bagan alir sistem agribisnis selada dan pakcoy hidroponik di Kota
Bandar Lampung ................................................................................ 40
3. Luas wilayah menurut tutupan lahan di Kota Bandar Lampung ....... 55
4. Kit/meja penyemaian hidroponik ...................................................... 63
5. Kit/meja pendewasaan sayuran hidroponik ...................................... 64
6. Rockwool ........................................................................................... 68
7. Kemasan produk usahatani sayuran hidroponik ............................... 77
8. Saluran pemasaran produk sayuran hidroponik ................................ 78
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penurunan luasan lahan pertanian di Indonesia akibat konversi dari sektor

pertanian ke sektor bukan pertanian menyebabkan kegiatan budidaya

pertanian mengalami kendala dalam penyediaan lahan. Tentu saja hal ini

berdampak buruk bagi peningkatan kuantitas produksi pertanian, khususnya

pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Penurunan luas lahan

pertanian di Indonesia tahun 2012 hingga tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel

1.

Tabel 1. Luas lahan pertanian di Indonesia tahun 2012 – 2016

Tahun Pertumbuhan
Jenis (%)
Lahan 2016 over
2012 2013 2014 2015 2016
2015
Sawah 8.132.345 8.128.499 8.111.593 8.092.907 8.186.469 1,16
a. sawah
4.417.582 4.893.128 4.763.341 4.755.054 4.781.494 0,56
irigasi
b. sawah
3.714.764 3.311.329 3.348.252 3.337.853 3.404.975 2,01
non irigasi
Tegal /
11.947.956 11.838.770 12.033.776 11.861.676 11.546.655 -2,66
Kebun
Ladang 5.262.030 5.123.625 5.036.409 5.190.378 5.073.457 -2,25
Lahan
yang
sementara 14.245.408 14.162.875 11.713.317 12.340.270 11.957.736 -3,10
tidak
diusahakan
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2017.
2

Kondisi lahan pertanian yang kian hari semakin berkurang, sementara di sisi

lain kebutuhan pangan dari hasil pertanian semakin meningkat, mendorong

sektor pertanian untuk mengatasi kendala tersebut dengan meningkatkan

penerapan pertanian lahan sempit. Berkaitan dengan hal ini, kegiatan

produksi tanaman pangan di Indonesia hingga saat ini sudah relatif

berkembang dimana sudah banyak digunakan teknologi budidaya yang

berhasil diadopsi dari negara-negara maju. Sistem pertanian lahan sempit

yang saat ini diterapkan adalah sistem budidaya secara hidroponik.

Saat ini telah dikenal cara bercocok tanam hidroponik, yaitu bercocok tanam

tanpa menggunakan media tanah, bisa menggunakan air, kerikil dan

sebagainya. Tanah yang merupakan media dalam budidaya konvensional,

semakin lama unsur haranya akan semakin berkurang dan tanaman akan

kekurangan nutrisi, sehingga dibutuhkan suatu teknologi baru yang dapat

mengatur pemberian nutrisi dengan mudah agar kebutuhan nutrisi tanaman

tercukupi.

Teknologi hidroponik merupakan solusinya, yaitu dengan sistem pemberian

nutrisi yang langsung ke bagian akarnya. Teknologi hidroponik ini masih

termasuk baru, diperkirakan mulai dikenal di Indonesia pada akhir tahun 80-

an. Namun teknologi hidroponik ini mulai mendapat perhatian di Indonesia

dalam lima tahun terakhir, khususnya untuk menghasilkan produk

hortikultura dan florikultura. Negara-negara subtropis sudah mengenal dan

menerapkan teknologi hidroponik cukup lama, sehingga sudah sampai pada


tahap yang sangat maju terutama dalam hal penciptaan lingkungan tumbuh

yang optimal bagi pertumbuhan tanaman (Chadirin, 2007).

Pengembangan hidroponik di Indonesia memiliki peluang yang baik untuk

mengisi kebutuhan dalam negeri maupun merebut peluang ekspor. Penduduk

kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Bandar Lampung maupun

kota besar lainnya memiliki kecenderungan untuk memperbaiki kualitas

hidupnya. Penggunaan produk-produk berkualitas memberikan rasa nyaman

bagi penggunanya. Pasar-pasar modern menjadi ciri khas tentang produk

yang berkualitas tinggi, bukan lagi produk yang banyak namun asal, tapi

produk yang bersih dan kontinuitas tinggi.

Sayuran yang dihasilkan dengan menggunakan teknologi hidroponik

memiliki kualitas lebih baik dibandingkan dengan sayuran konvensional.

Kelompok investigasi dari Laboratorium Teknologi Tanaman Universitas San

Jose California pernah melakukan sebuah tes untuk mengetahui kandungan

vitamin dan mineral yang terkandung dalam hasil tanaman hidroponik

dibandingkan dengan hasil tanaman organik dan juga hasil tanaman yang

dibudidayakan secara konvensional pada tahun 1994. Hasilnya menunjukkan

bahwa tanaman hasil hidroponik memiliki vitamin dan mineral yang secara

signifikan lebih tinggi dan sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia

dibanding dengan pola konvensional maupun organik (BBPP-Lembang,

2014).

Pemasaran produk hidroponik tidak bisa langsung dipasarkan seperti sayuran-

sayuran pada umumnya yang dipasarkan di pasar tradisional dan tidak juga
dipasarkan di lapak-lapak terbuka. Hal ini dikarenakan sebelum dipasarkan

dan menunggu proses distribusi, sayuran hidroponik disimpan dalam suhu

ruang terlebih dahulu. Produk hidroponik sayuran ini biasanya dipasarkan ke

supermarket dan hotel. Jalur pemasaran hidroponik dimulai dari petani

hidroponik, kemudian dijual ke perantara atau distributor seperti

supermarket dan terakhir dibeli oleh konsumen. Distributor inilah yang

mempunyai kontrak kerjasama dengan pengusaha hidroponik.

Pasar yang menjual sayuran hidroponik masih tergolong sedikit di Kota

Bandar Lampung. Hal ini terlihat dari tidak tersedianya produk hidroponik

yang dijual di berbagai pusat perbelanjaan. Hal ini kemungkinan terjadi

karena pengusaha hidroponik hanya menunggu konsumen untuk membeli

atau memesan terlebih dahulu produk sayuran hidroponik yang

diusahakannya. Setelah peneliti melakukan pra survey dapat diketahui bahwa

dari 8 pusat perbelanjaan di Kota Bandar Lampung, hanya ada 4 pusat

perbelanjaan yang menyediakan produk sayuran hidroponik.

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa hanya sedikit pusat perbelanjaan

yang menyediakan dan menjual sayuran hidroponik, bahkan pusat

perbelanjaan yang menyediakan sayuran hidroponik tersebut hanya menjual 1

atau 2 jenis sayuran. Misalnya Transmart Lampung, hanya menjual

kangkung dan selada sebagai komoditas sayuran hidroponik. Jumlah ini

dapat dibilang sedikit apabila dibandingkan dengan belasan sayuran

konvensional lainnya yang dijual di pusat perbelanjaan tersebut. Untuk itu

perlu disusun suatu rencana strategi pemasaran usaha sayuran hidroponik.


Tabel 2. Ketersediaan sayuran hidroponik pada pasar modern di Kota
Bandar Lampung tahun 2017

Pusat Perbelanjaan Ketersediaan Keterangan


Ramayana Robinson Ada Sawi, Pakcoy, Selada
Central Plaza Tidak Ada
Mall Boemi Kedaton Ada Sawi, Selada, Kangkung
Mall Kartini Tidak Ada
Plaza Lotus Tidak Ada
Giant Tidak Ada
Transmart Lampung Ada Kangkung, Selada, Sawi,
Pakcoy, Kangkung
Chandra Ada Selada, Bayam
Keterangan : Hasil pra survei (2017)

Keberhasilan usahatani sayuran hidroponik perlu didukung oleh ketersediaan

saprodi, pemasaran, dan lembaga penunjang yang terintegrasi dalam suatu

sistem agribisnis. Usahatani hanya salah satu subsistem dari sistem agribisnis

yang mencakup 4 hal, yaitu (1) subsistem agribisnis hulu, (2) subsistem

agribisnis usahatani, (3) subsistem agribisnis hilir, dan (4) subsistem jasa

penunjang (Saragih, 2010). Keterkaitan antara satu subsistem dengan

subsistem lainnya pada sistem agribisnis saling berkaitan dan masing-masing

kinerja subsistem akan sangat ditentukan oleh subsistem yang lain

(Rachmina, 2015). Jika salah satu subsistem mengalami kegagalan maka

akan mempengaruhi kegagalan subsistem lainnya dan secara keseluruhan

akan mempengaruhi kegagalan sistem agribisnis.

Pemasaran hasil usahatani sayuran hidroponik di Bandar Lampung masih

terbilang sulit dikarenakan pemasaran sayuran hidroponik sangat berbeda

dengan pemasaran sayuran organik yang menggunakan media tanah. Hal

tersebut dapat terjadi dikarenakan biaya budidaya sayuran hidroponik lebih

tinggi dibandingkan dengan biaya budidaya sayuran organik. Oleh karena


itu, pemasaran usahatani sayuran hidroponik hanya dapat dilakukan di pasar

modern saja dan tidak dapat dilakukan di pasar selain pasar modern seperti

pasar tradisional.

Berdasarkan hal tersebut maka untuk pengembangan usahatani sayuran

hidroponik di beberapa daerah tersebut perlu dibangun model agribisnis

sayuran hidroponik melalui pendekatan sistem yang didasarkan pada setiap

subsistem yang meliputi subsistem input, subsistem usahatani, subsistem

pengolahan dan pemasaran, serta subsistem jasa dan layanan penunjang agar

tujuan pengembangan usahatani sayuran hidroponik dapat dicapai. Jenis

sayuran hidroponik yang akan diteliti adalah diambil dua terbanyak dari

permintaan konsumen di pasar, dua jenis sayuran hidroponik tersebut adalah

selada dan pakcoy.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa

identifikasi masalah:

(1) Bagaimana sistem agribisnis usahatani selada dan pakcoy hidroponik di

Kota Bandar Lampung?

(2) Berapa pendapatan usahatani selada dan pakcoy hidroponik di Kota

Bandar Lampung?
C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah :

(1) Mengetahui sistem agribisnis usahatani selada dan pakcoy hidroponik di

Kota Bandar Lampung.

(2) Mengetahui pendapatan usahatani selada dan pakcoy hidroponik di Kota

Bandar Lampung.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :

(1) Sebagai bahan pertimbangan bagi Dinas Pertanian Kota Bandar Lampung

untuk mengambil langkah-langkah dalam peningkatan pemasaran

sayuran hidroponik ke berbagai wilayah di Kota Bandar Lampung.

(2) Sebagai bahan masukan bagi petani untuk meningkatkan pemasaran

sayuran hidroponik.

(3) Sebagai bahan informasi atau referensi untuk pengembangan ilmu bagi

pihak-pihak yang membutuhkan.


8

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Hidroponik

Hidroponik merupakan cara budidaya tanaman tanpa menggunakan tanah

sebagai media tanamnya. Budidaya tanaman dengan hidroponik memiliki

banyak keuntungan seperti: 1) lebih efisien dalam penggunaan lahan, 2)

penggunaan nutrisi lebih efisien, 3) tidak membutuhkan banyak tenaga

kerja, 4) perawatan lebih mudah, 5) produktivitas tanaman lebih tinggi

dibandingkan dengan cara konvensional, 6) dan tidak dipengaruhi oleh

iklim (Lingga, 2005).

Hidroponik adalah suatu cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah

sebagai tempat menanam tanaman. Perbedaan bercocok tanam dengan

tanah dan hidroponik, yaitu apabila dengan tanah, zat-zat makanan

diperoleh tanaman dari dalam tanah, sedangkan hidroponik makanan

diperoleh tanaman dari dalam air yang mengandung zat-zat anorganik

(Mikrajuddin, 2007).

Menurut Tim Karya Tani Mandiri (2010), hidroponik diambil dari bahasa

Yunani yaitu Hydroponous, hydro berarti air dan ponous berarti kerja.
9

Hidroponik adalah teknologi bercocok tanam yang menggunakan air,

nutrisi, dan oksigen. Ada beberapa keuntungan yang bisa didapat dari

bertanam secara konvensional. Dalam perkembangannnya sejak popular

40 tahun lampau, hidroponik telah banyak mengalami perubahan. Media

yang digunakan lebih banyak yang sengaja dibuat khusus. Demikian juga

dengan wadah- wadah yang digunakan, seperti pot. Ada yang sengaja

dibuat khusus lengkap dengan alat penunjuk kebutuhan air, ada pula yang

khusus seperti kerikil sintesis.

Sistem hidroponik dapat memberikan suatu lingkungan pertumbuhan yang

lebih terkontrol. Adanya pengembangan teknologi, kombinasi sistem

hidroponik dengan membran mampu mendayagunakan air, nutrisi,

pestisida secara nyata lebih efisien ( minimalis sistem ) dibandingkan

dengan kultur tanah, terutama untuk tanaman berumur pendek.

Penggunaan sistem hidroponik tidak mengenal musim dan tidak

memerlukan lahan yang luas dibandingkan dengan kultur tanah untuk

menghasilkan satuan produktivitas yang sama (Lonardy, 2006).

a. Media Tanam

Hidroponik dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu hidroponik

kultur air, hidroponik substrat, dan aeroponik. Hidroponik kultur air

menggunakan metode sirkulasi dan non sirkulasi, yang larutan

nutrisinya bekerja langsung pada daerah perakaran. Hampir sama

dengan hidroponik kultur air, aeroponik menggunakan cara

pengkabutan larutan nutrisi pada daerah perakaran. Pada hidroponik


substrat menggunakan media padat selain tanah. Bahan media tanam

dalam hidroponik substrat dipilih yang fleksibel, gembur, memiliki

kemampuan menyimpan dan meneruskan air, serta aerasi yang baik.

Media tanam harus bebas dari zat racun, pestisida, dan penyakit yang

disebabkan oleh mikroorganisme, nematoda, dan lainnya. Sehingga

media tanam berada dalam keadaan yang steril sebelum digunakan

(Departement of Agriculture, 2013).

Media tanam pada hidroponik substrat memiliki fungsi yang sama

dengan tanah yaitu sebagai media yang mampu menyerap dan

menyediakan air, nutrisi, dan oksigen bagi akar tanaman. Kemampuan

mengikat air suatu media tanam bergantung pada ukuran partikel,

bentuk, dan porositasnya, sehingga dalam penggunaan media tanam

pada hidroponik substrat harus disesuaikan dengan jenis hidroponik

yang akan digunakan. Misalnya untuk irigasi tetes menggunakan media

yang memiliki substrat dengan partikel lebih halus. Media tanam yang

digunakan dalam hidroponik substrat seperti pasir, batu apung, serbuk

gergaji, dan kerikil harus disterilkan sebelum digunakan (Lingga,

2005).

b. Jenis Sayuran

Hidroponik adalah suatu kaedah penanaman sayur-sayuran yang tidak

menggunakan tanah. Prinsip budidaya tanaman secara hidroponik

adalah memberikan / menyediakan nutrisi yang diperlukan tanaman

dalam bentuk larutan dengan cara disiramkan, diteteskan, dialirkan atau


disemprotkan pada media tumbuh tanaman. Tanaman yang bisa

ditanam di media tanam hidroponik adalah golongan tanaman

hortikultura, meliputi: tanaman sayur, tanaman buah, tanaman hias,

pertamanan, dan tanaman obat-obatan. Umumnya yang paling lazim

adalah tanaman annual (semusim). Hampir semua tanaman sebenarnya

bisa dibudidayakan dengan sistem hodroponik, mulai dari bunga

(krisan, gerberra, anggrek, kaladium, kaktus), sayur-sayuran (selada,

sawi, pakchoi, tomat, wortel, asparagus, brokoli, cabai, seledri, bawang

merah, bawang putih, bawang daun, terong), buah-buahan (melon,

tomat, mentimun, semangka, strawberi, paprika) dan juga umbi-umbian

(Berita Kementrian Pertanian, 1998).

Jenis sayuran hidroponik yang dibudidayakan di Kelurahan Rajabasa

Jaya dikelompokkan menjadi beberapa keluarga. Pengelompokan dapat

dijabarkan sebagai berikut: keluarga sawi (Pakcoy, Sawi Putih, Caisim),

keluarga selada (Selada Lolorosa, Selada Locarno, Romaine, Kristine,

Butterhead, Oakleaf, Ava, Mia), keluarga bayam (Bayam Hijau dan

Bayam Merah), dan keluarga herbal (Daun Mint, dan Arugula). Selain

keluarga yang dinyatakan, ada sayuran lain yang dibudidayakan yaitu

Kangkung. Sejak bulan Oktober Tahun 2016 mulai ditanam hidroponik

Tomat Cherry, dan Paprika yang belum dipasarkan secara luas sampai

saat ditulisnya hasil penelitian ini.


2. Agribisnis

Agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu

atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan

pemasaran yang ada hubungannya dalam pertanian dalam arti luas adalah

kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha

yang ditunjang oleh kegiatan pertanian (Soekartawi, 2003).

Antara (2009) menyatakan bahwa agribisnis berasal dari kata agribusiness,

dimana agri=agriculture artinya pertanian dan business artinya usaha atau

kegiatan yang menghasilkan keuntungan. Jadi secara sederhana agribisnis

(agribusiness) didefinisikan sebagai usaha atau kegiatan pertanian dan

terkait dengan pertanian yang berorientasi pada keuntungan. Jika

didefiniskan secara lengkap agribisnis adalah kegiatan yang berhubungan

dengan penanganan komoditi pertanian dalam arti luas, yang meliputi

salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan

masukan dan keluaran produksi (agroindustri), pemasaran masukan-

keluaran pertanian dan kelembagaan penunjang kegiatan.

Manajemen agribisnis pada prinsipnya adalah penerapan manajemen

dalam sistem agribisnis. Oleh karena itu, seseorang yang hendak terjun di

bidang agribisnis harus memahami konsep-konsep manajemen dalam

agribisnis yang meliputi pengertian manajemen, fungsi-fungsi manajemen,

tingkatan manajemen, prinsip-prinsip manajemen dan bidang-bidang

manajemen (Firdaus, 2008).


Menurut Suparta (2005) konsep sistem agribisnis, yaitu keseluruhan

aktivitas bisnis di bidang pertanian yang saling terkait dan saling

tergantung satu sama lain, mulai dari : (1) subsistem pengadaan dan

penyaluran sarana produksi; (2) subsistem usahatani; (3) subsistem

pengolahan dan penyimpanan hasil (agroindustri); (4) subsistem

pemasaran; dan (5) subsistem jasa penunjang. Konsep dari sistem dan

usaha agribisnis tersebut harus mampu mengatur dirinya sendiri dan

mampu menyesuaikan dirinya dengan kondisi lingkungan maupun kondisi

internal sistem secara otomatis (Amirin, 1996). Kelima subsistem tersebut

akan dapat menjalankan fungsi dan peranannya apabila berada dalam

lingkungan yang menyediakan berbagai sarana dan prasarana, yakni

prasarana jalan, transportasi, pengairan, pengendalian, pengamanan dan

konservasi yang menjadi syarat bagi lancarnya proses transpormasi

produktif yang diselenggarakan dunia usaha dan masyarakat perdesaan

(Badan Agribisnis, 1995).

Keberhasilan agribisnis untuk mencapai tujuannya sangat ditentukan oleh

faktor manajemen. Fungsi-fungsi manajemen terdapat dalam kegiatan

ditiap subsistem dan merupakan penghubung antara seorang manajer

dengan tujuan yang akan dicapai. Menurut Reksohadiprodjo (1991)

manajemen bisa berarti fungsi, peranan maupun keterampilan. Dalam

mencapai tujuan, manajer menggunakan empat fungsi manajerial utama

yaitu :
a. Perencanaan (planning)

Planning meliputi pengaturan tujuan dan mencari cara bagaimana untuk

mencapai tujuan tersebut.

b. Pengorganisasian (organizing)

Organizing adalah proses dalam memastikan kebutuhan manusia dan

fisik setiap sumber daya tersedia untuk menjalankan rencana dan

mencapai tujuan yang berhubungan dengan organisasi.

c. Pelaksanaan dan pengembangan (actuating)

Actuating merupakan implementasi dari perencanaan dan

pengorganisasian, dimana seluruh komponen yang berada dalam satu

sistem dan satu organisasi tersebut bekerja secara bersama-sama sesuai

dengan bidang masing-masing untuk dapat mewujudkan tujuan.

d. Pengawasan (controling)

Controlling, memastikan bahwa kinerja sesuai dengan rencana. Hal ini

membandingkan antara kinerja aktual dengan standar yang telah

ditentukan. Jika terjadi perbedaan yang signifikan antara kinerja aktual

dan yang diharapkan, manajer harus mengambil tindakan yang sifatnya

mengoreksi.

Menurut Firdaus (2008), hubungan antara satu subsistem dengan

subsistem yang lain sangat erat dan saling tergantung sehingga pengguna

pada salah satu subsistem dapat menyebabkan terganggunya keseluruhan

subsistem. Keterkaitan antara subsistem dalam sistem agribisnis dapat

dilihat pada Gambar 1.


LEMBAGA PENUNJANG :
Bank
TATANIAGA Koperasi
DISTRIBUSI Lembaga Penelitian
PENYIMPANAN Transportasi
PENGOLAHAN Pasar
Peraturan Pemerintah

USAHA TANI :
Pangan Perkebunan
Sayuran Ternak

PENGADAAN DAN PENYALURAN SAPRODI :


- Bibit Alat-alat pertanian
- Pupuk Mesin pertanian
- Pestisida

Gambar 1. Keterkaitan antar subsistem dalam agribisnis (Firdaus, 2008)

Dari berbagai definisi tersebut, agribisnis digambarkan sebagai sebuah

sistem yang terdiri dari lima subsistem penting, yaitu sebagai berikut.

a. Subsistem Pengadaan Sarana produksi

Menurut Nurmala, Suganda, dan Yuwariah (2012), subsistem

pengadaan sarana produksi mencakup semua kegiatan perencanaan,

pengelolaan, pengadaan dan penyaluran sarana produksi yang

memungkinkan terlaksananya penerapan suatu teknolgi usahatani dan

pemanfaatan sumberdaya pertanian secara optimal. Aspek-aspek yang

ditangani dalam subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi

ini tidak semata-mata menyangkut penyediaan dan penyaluran sarana

produksi benih, pupuk, pestisida serta alat-alat pertanian, tetapi

mencakup penyediaan informasi pertanian yang dibutuhkan petani,


berbagai alternatif teknologi baru yang sesuai, pengerahan dan

pengelolaan tenaga kerja dan sumber energi lainnya secara optimal

serta unsur-unsur pelancarnya. Lembaga yang berfungsi dan berperan

dalam subsistem penyediaan dan penyaluran sarana produksi adalah

kios-kios pertanian, koperasi, bank, dan balai penyuluhan pertanian.

Menurut Soekartawi (2015), keberhasilan kegiatan pertanian ditunjang

oleh tersedianya sarana produksi pertanian secara kontinyu dalam

jumlah yang tepat. Pengadaan sarana produksi pertanian harus sesuai

dengan 6T, dimana bahan baku tersebut harus sesuai dengan tepat

waktu, tepat tempat, tepat jenis, tepat kualitas, tepat kuantitas, dan tepat

harga.

(1) Tepat waktu adalah kesesuaian waktu yang digunakan untuk

memperoleh sarana produksi pertanian atau waktu penyediaan

sarana produksi pertanian yang tepat saat dibutuhkan oleh

petani.

(2) Tepat tempat adalah lokasi atau tempat yang menjual sarana

produksi pertanian dekat dan mudah dijangkau oleh petani dan

memberikan pelayanan yang memuaskan. Petani juga tidak perlu

mengeluarkan ongkos transportasi yang besar dalam mendapatkan

sarana produksi pertanian tersebut.

(3) Tepat harga adalah harga yang terjangkau yang ditawarkan

kepada konsumen dan harga yang dikeluarkan oleh petani untuk

membeli sarana produksi pertanian juga sesuai dengan kualitas

yang diinginkan.

(4) Tepat jenis adalah jenis sarana produksi pertanian yang tersedia
sesuai dengan yang dibutuhkan oleh petani dalam menjalankan

usahataninya.

(5) Tepat kualitas adalah kualitas sarana produksi pertanian yang

digunakan oleh petani merupakan kualitas terbaik yang diperoleh.

Kualitas sarana produksi pertanian yang baik, yaitu yang sesuai

dengan permintaan petani.

(6) Tepat kuantitas adalah jumlah sarana produksi pertanian sesuai

dengan target yang akan dibutuhkan oleh petani.

b. Subsistem Usahatani

Usahatani adalah ilmu yang mempelajari tentang cara petani mengelola

input atau faktor-faktor produksi (tanah, tenaga kerja, modal, teknologi,

pupuk, benih, dan pestisida) dengan efektif, efisien, dan kontinu untuk

menghasilkan produksi yang tinggi sehingga pendapatan usahataninya

meningkat (Rahim dan Hastuti, 2008).

Usahatani biasa diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana

seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan

efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu

tertentu. Dikatakan efektif apabila petani dapat mengalokasikan

sumber daya yang dimilikinya dengan sebaik-baiknya, dan dikatakan

efektif apabila pemanfaatan sumber daya tersebut dapat menghasilkan

output (Soekartawi, 2002).


Usahatani merupakan himpunan dari sumber-sumber alam yang

terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti

tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan atas tanah itu,

sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah dan

sebagainya. Tujuan usahatani adalah untuk mencapai produksi di

bidang pertanian dan keuntungan untuk menilai apakah usahatani yang

dilakukan berhasil atau tidak (Mubyarto, 1995).

Terdapat beberapa klasifikasi usahatani yang dikemukakan oleh Rahim

dan Hastuti (2008) diantaranya adalah:

(1) Cara Mengusahakan

Dilihat dari sudut pandang cara mengusahakannya, usahatani dapat

dilihat dasar perbedaannya, yaitu organisasi atau lembaga dan

pengusahaan faktor produksi. Pengusahaan dapat diartikan lebih

luas yaitu, berasal dari milik sendiri, bagi hasil, dan sewa.

a) Usahatani Perorangan

Usahatani perorangan dilakukan secara perorangan dan faktor

produksi dimiliki secara perorangan. Kelebihannya dapat bebas

mengembangkan kreasinya (menentukan jenis pupuk, bibit,

pestisida, dan sebagainya), sedangkan kelemahannya kurang

efektif.

b) Usahatani Kolektif

Usahatani kolektif merupakan usahatani yang dilakukan

bersama-sama atau kelompok dan faktor produksi

seluruhnya
dikuasai oleh kelompok sehingga hasilnya dibagi oleh anggota

kelompok tersebut.

c) Usahatani Kooperatif

Usahatani kooperatif merupakan usahatani yang dikelola secara

kelompok dan tidak seluruh faktor produksi dikuasai oleh

kelompok, hanya kegiatan yang dilakukan bersama-sama.

Misalnya, setiap individu (petani) mempunyai faktor produksi

dalam kelompok dan pekerjaanya dilakukan bersama-sama

(pemberian pupuk, pemberantasan hama penyakit, dan

sebagainya).

(2) Sifat dan Corak

Sifat dan corak usahatani dapat dilihat sebagai usahatani subsistem

dan usahatani komersil. Usahatani subsistem merupakan usahatani

yang hasil panennya digunakan untuk memenuhi kebutuhan petani

atau keluarganya sendiri tanpa melalui peredaran uang. Usahatani

komersial merupakan keseluruhan dari hasil panennya yang dijual

ke pasar atau melalui perantara (pengumpul), pedagang besar, dan

pengecer) maupun langsung ke konsumen.

(3) Pola

Usahatani terdiri dari tiga macam pola, yaitu khusus, tidak khusus,

dan campuran. Pola usahatani yang khusus merupakan usahatani

yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani. Pola usahatani

tidak khusus merupakan usahatani yang mengusahakan dua cabang

atau lebih usahatani, tetapi batasnya masih tegas, sedangkan pola


ushatani campuran merupakan usahatani yang mengusahakan dua

atau lebih cabang usahatani yang batasnya tidak tegas.

(4) Tipe

Tipe usahatani atau usaha pertanian merupakan jenis komoditas

pertanian yang akan ditanam atau diusahakan, misalnya usahatani

tanaman pangan (padi dan palawijays). Usahatani horikultura

(intuk jenis buah-buahan, seperti markisa, untuk jenis sayur-

sayuran seperti kubis, untuk jenis bunga-bungaan seperti anggrek,

dan jenis rempah / bahan baku obat tradisional seperti jahe). Usaha

perkebunan (untuk tanaman semusim / annual cropi seperti tebu

dan tanaman tahunan / keras / perennial crop seperti karet). Usaha

perikanan (perikanan laut seperti ikan tuna dan perikanan darat

seperti bandeng). Usaha peternakan (sapi perah), serta usaha

kehutanan (sengon).

Perhitungan penyusutan untuk tiap periode pemakaian akan tergantung

dengan metode yang dipakai oleh perusahaan. Ada beberapa metode

yang bisa digunakan untuk menghitung beban penyusutan. Ketepatan

dalam memilih metode penyusutan untuk aset tetap juga harus

diperhatikan. Ketepatan dalam menghitung biaya penyusutan aset tetap

akan mempengaruhi besarnya laba rugi perusahaan dalam setiap

periode akuntansi. Metode yang dapat digunakan untuk menghitung

beban penyusutan menurut Baridwan (2010), yaitu:

1. Metode garis lurus (straight line method)

2. Metode jam jasa (service hours method)


3. Metode hasil produksi (productive output method)

4. Metode beban berkurang (reducing charge method):

Berikut ini akan diberikan penjelasan mengenai metode-metode

penyusutan yaitu:

1. Metode garis lurus (straight line method), metode ini adalah metode

penyusutan yang paling sederhana dan banyak digunakan. Dalam

cara ini beban penyusutan tiap periode jumlahnya sama (kecuali

kalau ada penyesuaian-penyesuaian). Rumus yang digunakan

metode

ini adalah:

Penyusutan = HP−NS
n

Keterangan :
HP = Harga Perolehan
NS = Nilai Sisa
n = Taksiran Umur Manfaat

2. Metode jam jasa (service hours method), metode ini didasarkan pada

anggapan bahwa aset (terutama mesin-mesin) akan lebih cepat rusak

bila digunakan sepenuhnya (full time) dibanding dengan penggunaan

yang tidak sepenuhnya (part time). Dalam cara ini beban penyusutan

dihitung dengan dasar satuan jam jasa. Beban penyusutan periodik

besarnya akan sangat tergantung pada jam jasa yang terpakai

(digunakan). Rumus yang digunakan metode ini adalah:


HP − NS
Penyusutan =
n

Keterangan :
HP = Harga Perolehan
NS = Nilai Sisa
n = Taksiran Jam Jasa
3. Metode hasil produksi (productive output method), dalam metode ini

umur kegunaan aset ditaksir dalam satuan jumlah unit hasil produksi.

Beban penyusutan dihitung dengan dasar satuan hasil produksi,

sehingga penyusutan tiap periode akan berfluktuasi sesuai dengan

fluktuasi dalam hasil produksi. Dasar teori yang dipakai adalah

bahwa suatu aset itu dimiliki untuk menghasilkan produk, sehingga

penyusutan juga didasarkan pada jumlah produk yang dapat

dihasilkan. Rumus yang digunakan metode ini adalah:


HP − NS
Penyusutan =
n

Keterangan :
HP = Harga Perolehan
NS = Nilai Sisa
n = Taksiran Hasil Produksi (unit)

4. Metode beban berkurang (reducing charge method) Beban

penyusutan tahun pertama dengan menggunakan metode ini akan

lebih besar dari pada beban penyusutan tahun-tahun berikutnya.

Ada empat cara untuk menghitung beban penyusutan yang menurun

dari tahun ke tahun, yaitu:

a. Metode jumlah angka tahun (sum of years digits method), beban

penyusutan dihitung dengan cara mengalikan bagian pengurang

(reducing fractions) yang setiap tahunnya selalu menurun dengan

harga perolehan dikurangi nilai residu. Jika aset tetap

mempunyai umur ekonomis panjang, maka penyebut (jumlah

angka tahun) dihitung dengan rumus sebagai berikut:


n(n + 1)
Jumlah Angka Tahun =
2
Keterangan :
n = Taksiran Umur Manfaat

b. Metode saldo menurun (declining balance method), metode ini

menetapkan beban penyusutan dihitung dengan cara mengalikan

tarif yang tetap dengan nilai buku aset karena nilai buku aset

setiap tahun selalu menurun maka beban penyusutan tiap

tahunnya juga menurun. Tarif ini dihitung dengan

menggunakan rumus:

Penyusutan = HP x Tarif Penyusutan

Keterangan :
HP = Harga Perolehan

c. Metode saldo menurun ganda (double declining balance method),

dalam metode ini beban penyusutan setiap tahunnya menurun.

Untuk dapat menghitung beban penyusutan yang selalu menurun,

dasar yang digunakan adalah persentase penyusutan dengan cara

garis lurus. Persentase ini dikalikan dua dan setiap tahunnya

dikalikan pada nilai buku aset tetap, karena nilai buku selalu

menurun maka beban penyusutan juga selalu menurun.

d. Metode tarif menurun (declining rate on cost method), metode ini

menggunakan tarif persentase yang selalu menurun, tarif

persentase ini setiap periode dikalikan dengan harga perolehan.

Penurunan tarif persentase setiap periode dilakukan tanpa

menggunakan dasar yang pasti, tetapi ditentukan berdasarkan

kebijaksanaan pimpinan perusahaan, karena tarif-tarif


persentasenya setiap periode selalu menurun maka beban

penyusutannya juga selalu menurun.

Menurut Hery (2014), metode garis lurus merupakan metode paling

sederhana. Metode ini menghubungkan alokasi biaya dengan berlalunya

waktu, dan mengakui pembebanan periodik yang sama sepanjang umur

manfaat aset. Asumsi metode garis lurus ini adalah bahwa aset yang

bersangkutan akan memeberikan manfaat yang sama untuk setiap

periodenya sepanjang umur aset, dan pembebanannya tidak dipengaruhi

oleh perubahan produktifitas dan efisiensi asset, sehingga dalam

penelitian ini menggunakan metode garis lurus tersebut.

Menurut Yunianti (2015) Biaya gabungan (Joint Cost) dapat

didefinisikan sebagai biaya yang muncul dari produksi yang simultan

atas berbagai produk dalam proses yang sama. Produk gabungan (joint

product) dihasilkan secara simultan melalui suatu proses umum, dimana

setiap produk yang dihasilkan dari proses tersebut memiliki lebih dari

sekedar nilai nominal. Proses produksi tersebut bersifat simultan

karena proses itu menghasilkan seluruh produk tersebut tanpa kecuali.

Perhitungan biaya produksi dalam penelitian ini terutama dalam

menghitung biaya penyusutan peralatan dilakukan dengan menghitung

biaya bersama secara proporsi. Biaya yang dihitung adalah biaya yang

digunakan secara bersama oleh produk bersama (Bustami, 2009).

Biaya peralatan bersama secara proporsi pada penelitian ini yang


digunakan dalam proses produksi selada dan pakcoy hidroponik adalah

biaya penyusutan alat (pH meter dan TDS meter).

Perhitungan joint cost yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan

metode satuan fisik yang mengacu pada teori Mulyadi (2005), yaitu

mencoba menentukan harga pokok produk bersama sesuai dengan

manfaat yang ditentukan oleh masing-masing produk akhir. Dalam

metode ini biaya bersama dialokasikan kepada produk atas dasar

koefisien fisik kuantitas bahan baku yang terdapat dalam masing-

masing produk. Dengan demikian metode ini menghendaki bahwa

produk bersama yang dihasilkan harus dapat diukur dengan satuan

ukuran pokok yang sama. Jika produk yang sama mempunyai satuan

ukuran berbeda, harus ditentukan koefisien ekuivaliensi yang digunakan

untuk mengubah berbagai satuan tesebut menjadi ukuran yang sama.

Alokasi joint cost dengan metode satuan fisik dapat dirumuskan sebagai

berikut:
Jumlah unit masing−masing produk
Pembebanan Biaya Bersama
= X Biaya Bersama
Jumlah unit keseluruhan produk

Hasil pembebanan biaya bersama pada penelitian ini didapat dari

jumlah lubang kit/meja yang dimiliki petani hidroponik pada tanaman

selada atau pakcoy dibagi dengan total penjumlahan lubang kit/meja

yang dimiliki petani hidroponik dari kedua jenis tanaman, kemudian

dikalikan dengan biaya penyusutan per alat selama satu bulan, sehingga

didapat biaya penyusutan yang digunakan untuk masing-masing jenis

tanaman.
Menurut Sukirno (2002), pendapatan total usahatani (pendapatan

bersih) adalah selisih penerimaan total dengan biaya total yang

dikeluarkan dalam proses produksi, dimana semua input milik keluarga

diperhitungkan sebagai biaya produksi. Total Revenue (TR) adalah

jumlah produksi yang dihasilkan, dikalikan dengan harga produksi dan

pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dan total biaya.

Secara sistematis dapat dijelaskan sebagai berikut:

  TR  TC

Keterangan :
П = Pendapatan
TR = Total Penerimaan
TC = Total biaya

Pendapatan petani dari usahataninya seperti padi, jagung, ketela, kopi,

tebu, dan lainnya dapat diperhitungkan total penerimaan yang berasal

dari nilai penjualan hasil dikurangi dengan total nilai pengeluarannya

yang terdiri dari :

a) Pengeluaran untuk input misalnya bibit, pupuk, pestisida.

b) Pengeluaran untuk upah tenaga kerja.

c) Pengeluaran untuk pajak, iuran air, bunga kredit (Prayitno dan

Arsyad, 1997).

c. Subsistem Pengolahan

Subsistem pengolahan ini merupakan kegiatan usaha yang terdiri dari

pengolahan komoditas pertanian primer menjadi produk olahan berupa

produk setengah jadi dan produk akhir. Subsistem pengolahan adalah


kegiatan industri yang mengolah hasil pertanian menjadi produk olahan

baik produk antara maupun produk akhir dan menyangkut keseluruhan

kegiatan mulai dari penangan pasca panen produk pertanian sampai

pada tingkat pengolahan lanjutan dengan maksud untuk menambah

value added (nilai tambah) dari produk primer tersebut. Subsistem ini

bertanggung jawab atas pengubahan bentuk bahan baku yang dihasilkan

oleh usahatani menjadi produk akhir pada tingkat pengecer. Pada

subsistem ini menghasilkan nilai tambah paling besar dibanding

subsistem lainnya (Sutawi, 2000 dalam Aldhariana, 2016).

Menurut Assauri (2008), pengadaan bahan baku dapat dibedakan atau

digolongkan menurut jenis posisi bahan baku di dalam urutan

pengerjaan produk yaitu:

1) Pengadaan bahan baku, yaitu pengadaan dari barang-barang

berwujud yang digunakan dalam proses produksi yang dapat

diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun dibeli dari supplier yang

menghasilkan bahan baku bagi perusahaan.

2) Pengadaan bahan baku pembantu, yaitu pengadaan bahan-bahan

yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu

berhasilnya proses produksi.

3) Pengadaan bahan baku setengah jadi atau barang dalam proses,

yaitu pengadaan bahan-bahan yang keluar dari setiap bagian dalam

suatu proses produksi atau bahan yang telag diolah dan perlu

diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi.


Elemen-elemen pengadaan bahan baku antara lain:

1) Kuantitas, yaitu jumlah bahan baku yang cukup perlu dipenuhi

untuk menjamin berjalannya proses pengolahan sesuai dengan

kapasitas dan untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan pasar.

2) Kualitas, yaitu terkait dengan persyaratan produksi, harga, dan

strategi pengendalian mutu bahan baku yang perlu adanya

standar yang jelas dengan penetapan pengendalian mutu bahan

baku.

3) Waktu, yaitu pengadaan bahan baku yang sangat berkaitan

dengan kendala musiman, mudah rusak, dan faktor jarak akibat

lokasi sumber bahan baku yang terpencar. Karakterisitik dari

setiap komoditas memiliki perbedaan sehingga waktu pengadaan

bahan baku tergantungn dari masing-masing komoditas.

4) Biaya, yaitu di dalam pengadaan bahan baku agroindustri menjadi

faktor penentu biaya karena pada umumnya bahan baku

agroindustri menyerap sebagian besar biaya industri. Penetapan

kesepakatan harga ditentukan dengan memperhatikan prinsip saling

menguntungkan.

5) Organisasi, yaitu kelembagaan pendukung untuk pengadaan

bahan baku yang penting untuk diperhatikan karena berkaitan

dengan banyak pihak untuk mendukung proses produksi

agroindustri.

d. Subsistem Pemasaran (Bauran Pemasaran dan Saluran


Pemasaran)

Menurut Firdaus (2008), pemasaran merupakan salah satu dari kegiatan

pokok yang harus dilakukan oleh para pengusaha termasuk pengusaha


tani dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya,

untuk mendapatkan laba, dan untuk berkembang. Berhasil atau

tidaknya usaha pertanian tergantung dari keahlian produsen dalam

bidang pemasaran, produksi maupun keuangan. Pemasaran terdiri dari

tindakan-tindakan yang menyebabkan berpindahnya hak milik atas

barang serta jasa dan yang menimbulkan distribusi fisik mereka. Proses

pemasaran meliputi aspek fisik dan nonfisik. Aspek fisik menyangkut

perpindahan barang-barang ke wilayah tertentu, sedangkan aspek

nonfisik menyangkut para penjual yang harus mengetahui apa yang

diinginkan oleh pembeli dan sebaliknya, konsumen juga harus

mengetahui apa yang dijual oleh produsen.

Sistem pemasaran pertanian merupakan suatu kesatuan urutan lembaga-

lembaga pemasaran. Tugasnya melakukan fungsi–fungsi pemasaran

untuk memperlancar aliran produk pertanian dari produsen awal ke

tangan konsumen akhir. Begitu pula sebaliknya memperlancar aliran

uang, nilai produk yang tercipta oleh kegiatan produktif yang dilakukan

oleh lembaga–lembaga pemasaran, baik dari konsumen akhir ke tangan

produsen awal dalam sistem komoditas (Sa'id dan Intan, 2001).

Menurut Hutauruk (2003) dalam mempelajari marketing ada beberapa

metode yang digunakan yaitu:

− Pendekatan fungsi (Fungsional Approach), dimana dipelajari

bermacam–macam fungsi yang dikehendaki dalam marketing,

bagaimana dan siapa yang melaksanakannya.


− Pendekatan dari segi lembaga (Intitusional Approach), dipelajari

bermacam-macam perantara, bagaimana masing – masing berusaha,

dan fungsi– fungsi yang dilaksanakannya.

− Pendekatan komoditas barang (Comodity approach), mempelajari

bagaimana macam – macam barang dipasarkan dan lembaga mana yang

mengendalikannya.

Saluran pemasaran / saluran distribusi terdiri dari seperangkat lembaga

yang melakukan semua kegiatan dan fungsi yang digunakan untuk

produksi dan status pemilikannya dari produsen ke konsumen (Kotler,

1995). Saluran pemasaran selalu terdiri dari produsen dan konsumen

akhir, termasuk di dalamnya para pialang yeng terlibat dalam

pemindahan produk ke konsumen. Para pialang dan agen juga

merupakan bagian dari saluran distribusi meskipun mereka tidak

memiliki hak atas barang. Hal ini biasanya terjadi karena memainkan

peran yang aktif dalam pemindahan hak kepemilikan.

Fungsi pemasaran dirumuskan sebagai penciptaan dan penyerahan

suatu standar hidup kepada masyarakat. Jadi, pemasaran terdiri atas

usaha yang dibutuhkan untuk memuaskan, baik penjual maupun

pembeli. Menurut Malcolm Mc. Hair (2001) dalam Badrudin (2013)

fungsi-fungsi pemasaran terdiri dari:

a. Penjualan. Fungsi ini merupakan fungsi utama, karena bertujuan

menjual barang/jasa kepada konsumen sehingga memperoleh

keuntungan.
b. Pembelian. Bertujuan memilih barang yang akan dibeli untuk

menjual kembali.

c. Pengangkutan. Fungsi pemindahan barang dari tempat barang

dihasilkan ke tempat barang dikonsumsi.

d. Penyimpanan. Penyimpanan merupakan fungsi menyimpan barang

pada saat selesai diproduksi sampai saat dikonsumsi.

e. Pembelanjaan. Fungsi pembelanjaan mendapatkan modal baik dari

sumber intern (pemilik) maupun ekstern (bukan pemilik).

f. Penanggungan resiko, adalah fungsi menghindari dan mengurangi

resiko yang berkaitan dengan pemasaran barang.

g. Standarisasi dan Granding Standarisasi adalah batas-batas dasar

dalam bentuk spesifikasi barang sedangkan granding adalah usaha

menggolongkan barang kedalam golongan standar kualitas yang

telah mendapatkan pengakuan dunia perdagangan.

h. Pengumpulan informasi pasar tentang macam barang yang

beredar dipasar, jumlah barang yang dibutuhkan konsumen,

harganya dan sebagainya.

Biaya pemasaran dalam operasi sehari-hari perusahaan memiliki fungsi

yang bermacam-macam, tergantung dari sifat usaha dari perusahaan itu

sendiri, ukuran serta metode operasi. Salah satunya adalah membantu

meningkatkan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan pendapatan

terus pada periode mendatang dan memberi nilai tambah bagi

perusahaan (Mulyadi, 2005).


Lembaga pemasaran memberi pengaruh yang positif terhadap barang.

Sehingga barang memperoleh nilai tambah (Value Added). Di samping

itu lembaga pemasaran memberi pengaruh yang positif terhadap biaya

pemasaran. Sebab jika petani melakukan sendiri fungsi pemasaran

maka efisiensi pemasaran lebih tinggi dibandingkan bila ditangani oleh

lembaga pemasaran. Peningkatan nilai tambah yang diterima barang

maupun penurunan biaya pemasaran bila ditangani lembaga pemasaran

telah meningkatkan harga jual di tingkat konsumen. Sehingga

pendapatan petani terus meningkat.

Efektifitas pemasaran menyangkut efisiensi pemasaran, sehingga

tingkat efisiensi pemasaran (Ep) ini di ukur dengan rumus:

Ep = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑎𝑠𝑎𝑟𝑘𝑎𝑛 x 100 %


𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑚𝑎𝑠𝑎𝑟𝑎𝑛

Maka pasar yang tidak efisien akan terjadi jika:

− Biaya pemasaran semakin besar, dan

− Nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar.

Oleh karena itu efisiensi pemasaran akan terjadi jika:

− Biaya pemasaran dapat ditekan sehingga keuntungan

pemasaran dapat lebih tinggi.

−Persentasi perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen

tidak terlalu tinggi.

− Tersedianya fasilitas fisik pemasaran, dan

− Adanya kompetisi pasar yang sehat.

(Soekartawi, 2002).
e. Subsistem Jasa Lembaga Penunjang

Subsistem ini merupakan subsistem yang menyediakan jasa bagi

subsistem agribisnis hulu, usahatani dan subsistem hilir. Berikut yang

termasuk ke dalamnya, yaitu koperasi, pasar, penelitian dan

pengembangan, perkreditan dan asuransi, transportasi, pendidikan,

pelatihan dan penyuluhan, sistem informasi, dan dukungan

kebijaksanaan pemerintah (Soekartawi, 2002). Menurut Firdaus

(2008), yang termasuk sebagai lembaga penunjang dalam agribisnis,

yaitu bank, koperasi, lembaga penelitian, transportasi, pasar dan

perarturan pemerintah.

3. Kajian Penelitian Terdahulu

Penelitian sistem agribisnis sayuran hidroponik dapat dikatakan belum

banyak atau jarang, sehingga untuk mendukung penelitian ini, Penulis

mengambil beberapa penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan dalam

hal tujuan maupun metode analisis yang digunakan, namun menggunakan

komoditas yang berbeda. Kajian-kajian tersebut dirangkum pada Tabel 3.


Tabel 3. Kajian penelitian terdahulu

No. Judul Penelitian, Peneliti, Metode Hasil


Tahun Analisis Penelitian
1. Pengaruh Penerapan Sistem 1. Metode analisis deskriptif 1. Mekanisme pendampingan dengan pemberdayaan
Agribisnis Terhadap kualitatif. petani melalui kelompok tani asparagus, kucai dan
Peningkatan Pendapatan 2. Metode analisis deskriptif sayuran telah dilaksanakan dengan baik dan pada
Petani Sayuran di Kabupaten kuantitatif. subsistem pemasaran belum efisien.
Boyolali (Hastuti, 2008) 2. Penerapan sistem agribisnis sayuran dikelompok
responden pendamping telah dilaksanakan dengan baik.
3. Pendapatan rata-rata petani sayuran per hektar per
musim (Oktober sampai April) tanam petani
pendampingan lebih tinggi (Rp 49.057.334,-)
dibandingkan tanpa pendampingan (Rp 20.384.120,-).
2. Analisis Sistem Agribisnis 1. Ananlisis deskriptif 1. Pengadaan sarana produksi pada usaha ternak kalkun
Ayam Kalkun di Desa 2. Analisis pendapatan Mitra Alam hampir seluruhnya tidak mengalami
Sukoharjo 1 Kabupaten 3. Analisis nilai tambah masalah, dikarenakan produksi sendiri.
Pringsewu (Oktaviana, 4. Analisis saluran pemasaran 2. Usaha ternak kalkun dikatakan menguntungkan
Lestari, dan Indriani 2016) dengan nilai R/C>1.
3. Nilai tambah untuk tiga produk olahan kalkun
memiliki nilai NT>1 dengan rasio nilai tambah paling
tinggi terdapat pada bakso kalkun.
3. Analisis Pendapatan Dan 1. Analisis pendapatan 1. Rata-rata total biaya produksi sebesar Rp
Pemasaran Tanaman Kencur 2. Analisis saluran pemasaran 4.309.650,00 per musim tanam. Rata-rata penerimaan
(Kaempferia galanga L.) Di 3. Analisis marjin pemasaran petani sebesar Rp 21.985.714,29 per musim tanam.
Kecamatan Argamakmur Rata-rata pendapatan yang diterima petani kencur
Kabupaten Bengkulu Utara sebesar Rp 17.676.064,29 per musim tanam.
(Pratama, 2014) 2. Saluran pemasaran kencur terdiri dari produsen
melewati pedagang pengumpul tingkat desa kemudian
melewati pedagang pengumpul kecamatan dan sampai
34
di tangan konsumen.
3. Besar marjin yang diperoleh pedagang pengumpul
tingkat desa sebesar Rp 1.000.000 per kilogram dan
besar marjin pada lembaga pemasaran tingkat
kecamatan sebesar Rp 3.000.000 per kilogran.
4. Analisis Pengembangan 1. Metode deskriptif 1. Sarana produksi di dapatkan oleh petani dari toko-
Agribisnis Jahe (Zingiber 2. Analisis biaya usahatani dan toko, pasar, dan koperasi yang menyediakan sarana
officinale) di Desa keuntungan produksi yang berada di sekitar mereka.
Ngargoyoso Kabupaten 3. Analisis profitabilitas 2. Besarnya biaya untuk usahatani jahe emprit yaitu Rp
Karanganyar (Nartopo, 2009) 4. Analisis SWOT 10.221.699,99. Keuntungan sebesar Rp 11.019.966,68
5. Analisis matrik SWOT dan nilai profitabilitas sebesar 1,078 yang menunjukkan
bahwa usahatani jahe ini menguntungkan.
3. Peran lembaga pendukung pengembangan agribisnis
adalah peran pemerintah Kabupaten Karanganyar yang
belum sepenuhnya merata dirasakan semua petani jahe.
5. Agribisnis Tanaman Obat 1. Analisis Pemasaran 1. Pemasaran hasil tanaman kunyit dan lengkuas di
Kunyit dan Lengkuas 2. Analisis pendapatan petani dalam negeri masih terbatas jangkauan dan jumlah,
(Priyono, 2010) 3. Analisis Pulang Pokok yaitu dalam bentuk rimpang, simplisia, bahkan bentuk
4. Analisis ROI (Return of olahan seperti jamu, minuman, dibuat minyak atsiri
Investment) dengan dijual sendiri, atau melalui penawaran dan
5. Analisis B/C (Benefit Cost pengiriman secara kolektif berdasarkan permintaan
Ratio) industri jamu besar maupun kecil.
2. Pendapatan yang diperoleh petani sebesar Rp
28.875.000, total biaya sebesar Rp 17.007.650, dan laba
yang didapatkan petani sebesar Rp11.867.350
6. Sistem Agribisnis Kencur di 1. Analisis deskriptif kualitatif. 1. Penyediaan benih, pestisida, alat pertanian dan tenaga
Kecamatan Seputih Agung 2. Analisis R/C ratio. kerja untuk usahatani kencur telah memenuhi kriteria 6 tepat,
Kabupaten Lampung Tengah 3. Analisis kualitatif dan namun penyediaan pupuk tidak tepat waktu dan tepat
(Basiroh, 2017) kuantitatif. kuantitas.
4. Analisis nilai tambah metode 2. Total pendapatan yang diperoleh dari hasil usahatani
hayami. kencur sebesar Rp2.320.308,48/1.000 m2 dengan R/C atas 35
5. Analisis deskriptif kualitatif. biaya tunai sebesar 6,25 dan R/C atas biaya total sebesar
1,42.
3. Saluran pemasaran kencur di Kecamatan Seputih
Agung Kabupaten Lampung Tengah terdiri atas dua
saluran pemasaran dan belum efisien.
4. Nilai tambah pembuatan gaplek kencur
sebesar Rp2.933,33/kg dan bernilai positif.
5. Jasa layanan pendukung yang mendukung agribisnis
kencur adalah bank, lembaga penyuluhan, lembaga
pemasaran dan distribusi, transportasi, dan peraturan
pemerintah.
7. Analisis Pendapatan 1. Analisis Pendapatan 1. Pendapatan usahatani selada air di desa Popnam
Usahatani Selada Air di Desa 2. Analisis R/C ratio adalah sebesar Rp201.724.000,00 dengan rata-rata
Popnam, Kecamatan pendapatan usahatani selada air sebesar
Noemuti, Kabupaten Timor Rp4.034.480,00.
Tengah Utara (Nana, Kune, 2. Nilai R/C Ratio sebesar 7,103. Artinya kegiatan
dan Hutapea (2018) usahatani selada air di desa Popnam menguntungkan
secara ekonomis dan layak untuk dilanjutkan karena
setiap biaya yang dikeluarkan sebesar Rp1,00 akan
memberikan penerimaan sebesar Rp7,103,00.

36
37

Kesamaan yang dimiliki oleh penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu

metode analisis yang digunakan, yaitu analisis deskriptif kuantitatif dan

analisis pendapatan usahatani. Perbedaan antara penelitian ini dengan

penelitian terdahulu terletak pada komoditas yang digunakan. Pada penelitian

ini komoditas yang digunakan, yaitu komoditas tanaman hortikultura, yaitu

sayuran hidroponik, sedangkan pada penelitian terdahulu komoditas yang

digunakan, yaitu komoditas ayam kalkun, kopi, kencur dan lain-lain. Selain

itu, alat analisis yang berbeda dengan penelitian sebelumnya, yaitu analisis

rantai pasok, efisiensi pemasaran, dan analisis regresi linier berganda yang

tidak digunakan pada penelitian ini.

B. Kerangka Pemikiran

Teknologi hidroponik mulai mendapat perhatian di Indonesia dalam lima

tahun terakhir, khususnya untuk menghasilkan produk hortikultura dan

flortikultura. Negara-negara subtropis sudah mengenal dan menerapkan

teknologi hidroponik cukup lama, sehingga sudah sampai pada tahap yang

sangat maju terutama dalam hal penciptaan lingkungan tumbuh yang

optimal bagi pertumbuhan tanaman (Chadirin, 2007).

Pengembangan usahatani hidroponik diperoleh dengan mengembangkan

sistem agribisnis usahatani tersebut. Sistem agribisnis terdiri dari beberapa

subsistem, yaitu subsistem pengadaan sarana produksi pertanian, subsistem

produksi usahatani, subsistem pengolahan dan industri hasil pertanian,


subsistem pemasaran hasil pertanian, dan subsistem kelembagaan

penunjang kegiatan pertanian.

Keberhasilan usahatani sayuran hidroponik perlu didukung oleh

ketersediaan input, pemasaran, dan lembaga penunjang yang terintegrasi

dalam suatu sistem agribisnis. Keterkaitan antara satu subsistem dengan

subsistem lainnya pada sistem agribisnis saling berkaitan dan masing-

masing kinerja subsistem akan sangat ditentukan oleh subsistem yang lain

(Rachmina, 2015). Jika salah satu subsistem mengalami kegagalan maka

akan mempengaruhi kegagalan subsistem lainnya dan secara keseluruhan

akan mempengaruhi kegagalan sistem agribisnis.

Subsistem pengadaan sarana produksi pertanian merupakan kegiatan

pengadaan input bagi pertanian. Sarana produksi yang dibutuhkan pada

usahatani sayuran hidroponik adalah benih, tenaga kerja, dan alat-alat

penunjang usahatani sayur hidroponik. Pengadaan sarana produksi

menimbulkan adanya harga input. Harga input yang dikeluarkan petani akan

menimbulkan adanya biaya produksi yang berpengaruh terhadap pendapatan

petani.

Subsistem produksi usahatani berkaitan dengan budidaya sayuran hidroponik

yang dilakukan. Hasil produksi usahatani sayuran hidroponik adalah berupa

sayuran hidroponik segar yang memiliki harga jual. Besarnya harga jual

sayuran hidroponik akan berpengaruh terhadap penerimaan yang diterima

petani. Hasil panen sayuran hidroponik dijual ke supermarket disekitar

Bandar Lampung.
Subsistem pengolahan dan industri berkaitan dengan pengolahan komoditas

menjadi produk olahan berupa produk setengah jadi dan produk akhir.

Output yang dihasilkan dalam usahatani sayuran hidroponik adalah berupa

sayuran yang sehat, bergizi, sangat higienis dan segar. Pengolahan sayuran

hidroponik yang dijual dalam bentuk sudah dikemas masuk pada subsistem

pengolahan dan industri hasil pertanian yang akan memberikan nilai tambah.

Subsistem pemasaran hasil pertanian berkaitan dengan pemasaran sayuran

hidroponik. Pemasaran sayuran hidroponik menimbulkan adanya saluran

pemasaran untuk mendistribusikan sayuran hidroponik yang sudah siap

dikirim ke supermarket agar sampai ke tangan konsumen. Adanya saluran

pemasaran menimbulkan adanya perbedaan harga yang diterima pengusaha

sayuran hidroponik dengan harga yang diberikan oleh penjual di supermarket.

Perbedaan ini akan menimbulkan adanya marjin pemasaran.

Subsistem lembaga penunjang akan memberikan dukungan terhadap

keberhasilan sistem agribisnis dan menyediakan jasa bagi keempat subsistem

agribisnis. Satu subsistem dengan subsistem lainnya pada sistem agribisnis

saling berkaitan sehingga kinerja masing-masing subsistem akan sangat

ditentukan oleh subsistem yang lain. Kerangka pemikiran sistem agribisnis

sayuran hidroponik dapat dilihat pada Gambar 2.


SISTEM AGRIBISNIS
SAYURAN HIDROPONIK

Subsistem Penyedian Subsistem Usahatani Subsistem Pemasaran


Sarana Produksi Subsistem Pengolahan

Saluran Pemasaran
Produksi Sayuran
Faktor Produksi Hidroponik
Kemasan sayuran

Harga Harga Jual

Biaya Produksi Penerimaan

Subsistem Lembaga Penunjang


(Pasar, Bank, Lembaga Penelitian,
peraturan pemerintah, koperasi,
Pendapatan Petani Lembaga Peyuluhan, dan
Transportasi)
Gambar 2. Bagan alir sistem agribisnis selada dan pakcoy hidroponik di Kota Bandar Lampung.

40
41

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian, Lokasi Penelitian, Waktu Pengumpulan data, dan


Responden

Metode penelitian yang digunakan adalah metode sensus yaitu seluruh

elemen populasi diselidiki satu persatu dalam pengumpulan data. Metode

sensus berdasarkan pada ketentuan yang dikemukakan oleh Sugiyono (2002),

yang mengatakan bahwa “sampling jenuh adalah teknik penentuan sampel

bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel, istilah lain dari

sampel jenuh adalah sensus”.

Penelitian dilaksanakan di Bandar Lampung, tepatnya di Kelurahan Sumber

Agung, Kelurahan Sukamenanti, Kelurahan Rajabasa, Kelurahan Rajabasa

Jaya, dan Kelurahan Pengajaran. Lokasi penelitian ditentukan secara sengaja

(purposive) dengan pertimbangan bahwa di Bandar Lampung terdapat pelaku

usahatani sayuran hidroponik. Waktu pengumpulan data dilaksanakan pada

Bulan Desember 2018 sampai dengan Februari 2019.

Responden dalam penelitian ini, yakni petani yang memiliki usahatani

sayuran hidroponik yang aktif. Responden dalam penelitian ini berjumlah 5

orang petani yang terdapat di Kota Bandar Lampung.


42

B. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Agribisnis sayuran hidroponik adalah suatu rangkaian kegiatan dimulai dari

penyediaan sarana produksi, proses budidaya, proses pengolahan hasil

sayuran hidroponik, serta proses pemasaran sayuran hidroponik yang

ditunjang oleh jasa layanan pendukung.

Penyediaan sarana produksi adalah langkah persiapan dalam melakukan

usahatani, berupa penyedian input-input seperti benih, nutrisi, rockwool,

netpot, kit/meja, bak plastik, dan mesin pompa. Enam tepat, yaitu ketepatan

tempat, waktu, jenis, kualitas, kuantitas dan harga dari sarana produksi.

(1) Tepat waktu adalah kesesuaian waktu yang digunakan untuk

memperoleh sarana produksi pertanian atau waktu penyediaan sarana

produksi pertanian yang tepat saat dibutuhkan oleh petani.

(2) Tepat tempat adalah lokasi atau tempat yang menjual sarana produksi

pertanian dekat dan mudah dijangkau oleh petani dan memberikan

pelayanan yang memuaskan. Petani juga tidak perlu mengeluarkan

ongkos transportasi yang besar dalam mendapatkan sarana produksi

pertanian tersebut.

(3) Tepat harga adalah harga yang terjangkau yang ditawarkan kepada

konsumen dan harga yang dikeluarkan oleh petani untuk membeli sarana

produksi pertanian juga sesuai dengan kualitas yang diinginkan.

(4) Tepat jenis adalah jenis sarana produksi pertanian yang

tersedia sesuai dengan yang dibutuhkan oleh petani dalam

menjalankan usahataninya.
(5) Tepat kualitas adalah kualitas sarana produksi pertanian yang digunakan

oleh petani merupakan kualitas terbaik yang diperoleh. Kualitas sarana

produksi pertanian yang baik, yaitu yang sesuai dengan permintaan

petani.

(6) Tepat kuantitas adalah jumlah sarana produksi pertanian sesuai

dengan target yang akan dibutuhkan oleh petani.

Sarana produksi dalam budidaya sayuran hidroponik meliputi benih,

rockwool, netpot, nutrisi, alat-alat, tenaga kerja dan kendaraan.

Benih adalah biji tanaman yang telah mengalami perlakuan sehingga dapat

dijadikan sarana dalam memperbanyak tanaman.

Rockwool merupakan salah satu media tanam yang banyak digunakan oleh

para petani hidroponik. Rockwool digunakan sebagai media tanam yang

mampu menyerap banyak pupuk cair sekaligus udara yang membantu

pertumbuhan akar dalam penyerapan unsur hara, mulai dari tahap persemaian

sampai pada fase produksi.

Netpot adalah salah satu perlengkapan hidoponik yang penting karena netpot

merupakan wadah untuk tanaman hidroponik tumbuh dan berkembang.

Nutrisi atau gizi adalah substansi organik yang dibutuhkan organisme untuk

fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan.

Alat-alat adalah peralatan yang digunakan untuk mendukung proses budidaya

sayuran hidroponik termasuk di dalamnya mesin pompa, bak plastik dan


kit/meja hidroponik. Nilai penyusutan suatu alat didapat dari selisih antara

harga perolehan dengan nilai sisa.

Tenaga kerja adalah sumber daya manusia bukan anggota keluarga (luar

keluarga) yang terlibat untuk melakukan usaha budidaya dihitung setiap

periode produksi, dan dinyatakan dalam satuan Hari Orang Kerja (HOK) atau

setara dengan delapan jam kerja efektif.

Input adalah faktor produksi yang mendukung proses produksi seperti benih,

nutrisi, rockwool, tenaga kerja, peralatan usahatani. Harga input merupakan

salah satu faktor produksi yang mempengaruhi biaya produksi, yang pada

akhirnya mempengaruhi penawaran.

Biaya produksi adalah penjumlahan dari dua jenis biaya dalam proses

produksi yaitu biaya tetap dan biaya variabel (biaya tidak tetap).

Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi yang

besarnya tidak dipengaruhi oleh banyaknya produksi yang dihasilkan, seperti

tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan peralatan, penyusutan peralatan

bersama secara proporsi, dan dinyatakan dalam rupiah.

Biaya variabel atau biaya tidak tetap adalah biaya yang dikeluarkan selama

proses produksi yang besarnya berubah-ubah secara proporsional terhadap

jumlah produksi yang dihasilkan, seperti biaya benih, nutrisi, rockwool dan

dinyatakan dalam satuan rupiah.


Usahatani sayuran hidroponik adalah kegiatan mengoperasikan dan

mengkombinasikan faktor-faktor produksi yang terdapat di daerah penelitian

seperti modal, tenaga kerja, media tanam, dan air yang menghasilkan suatu

produk sayuran hidroponik yang berkualitas. Ada beberapa jenis tanaman

yang biasa dibudidayakan oleh petani sayuran hidroponik di Bandar

Lampung yaitu pakcoy, selada, sawi, kangkung, bayam, mint dan pagoda.

Jenis tanaman yang dianalisis dalam penelitian ini hanya pakcoy dan selada.

Petani sayuran hidroponik adalah semua petani yang melakukan usahatani

sayuran hidroponik dengan tujuan memaksimumkan pendapatan dari

usahatani sayuran hidroponik.

Produksi (output) sayuran hidroponik adalah jumlah pakcoy dan selada yang

dihasilkan selama satu kali proses produksi yang diukur dalam kilogram.

Harga jual adalah nilai yang dibayar oleh konsumen, dihitung setiap produksi

yang dinyatakan dalam rupiah per kilogram (Rp/kg).

Penerimaan adalah jumlah produksi sayuran hidroponik yang dihasilkan

setiap produksi yang kemudian dikalikan dengan harga jual dan dinyatakan

dalam rupiah per bulan (Rp/bulan).

Pendapatan merupakan keuntungan dari usaha sayuran hidroponik yang

dihitung dari penerimaan dikurangi dengan biaya total (biaya tunai ditambah

biaya diperhitungkan) yang dikeluarkan setiap satu kali produksi, diukur

dalam satuan rupiah per bulan (Rp/bulan).


Kemasan Sayuran berfungsi untuk melindungi atau mencegah sayuran dari

kerusakan mekanis , menciptakan daya tarik bagi konsumen dan memberikan

nilai tambah produk serta memperpanjang daya simpan yang dinyatakan

dalam kilogram.

Pemasaran adalah semua kegiatan yang bertujuan untuk melancarkan arus

distribusi produk sayuran hidroponik ke konsumen paling efisien dengan

maksud mendapatkan permintaan efektif.

Saluran pemasaran adalah tahapan produsen menyampaikan produk hasil

sayuran hidroponik agar sampai ke konsumen untuk memenuhi kebutuhan

dan permintaan konsumen.

C. Jenis dan Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan pemilik

usaha sayuran hidroponik di Bandar Lampung dengan menggunakan daftar

pertanyaan (kuisioner), misalnya data informasi pribadi dan pendapatan. Data

sekunder diperoleh dari instansi-instansi pemerintahan, literatur, serta artikel

yang terkait, misalnya data dinas pertanian dan badan pusat statistik.
D. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.

Berikut merupakan metode analisis data yang digunakan pada setiap tujuan

dalam penelitian, yaitu:

1. Analisis Sistem Agribisnis Sayuran Hidroponik

Metode analisis data yang digunakan adalah secara deskriptif kualitatif.

Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk mengetahui subsistem

agroindustri hulu, subsistem usahatani, subsistem agroindustri hilir, serta

subsistem lembaga penunjang.

2. Analisis Pendapatan Usahatani Sayuran Hidroponik

Metode analisis data yang digunakan adalah secara deskriptif kuantitatif.

Analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk mengetahui pendapatan

petani yang diperoleh dari usahatani sayuran hidroponik melalui

perhitungan analisis biaya dan pendapatan usahatani serta analisis R/C.

Pendapatan usahatani diperoleh dengan menghitung selisih antara

penerimaan yang diterima dari hasil usahatani dengan biaya produksi

yang dikeluarkan dalam satu periode. Dalam mengetahui pendapatan

usahatani digunakan rumus Soekartawi (1994):


П = 𝑌𝑃𝑦 − ∑XiPxi − BTT
Keterangan:
Π = Keuntungan
Y = Produksi
Py = Harga Produksi
Xi = Faktor Produksi,
i = 1, 2, 3, 4......,n
Pxi = Harga Faktor Produksi
BTT = Biaya Tetap Total
49

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kota Bandar Lampung

Menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung (2018) Kota Bandar

Lampung merupakan Ibu Kota Propinsi Lampung. Bandar Lampung juga

merupakan kota terbesar dan terpadat ketiga di Pulau Sumatra setelah Medan

dan Palembang. Oleh karena itu, selain merupakan pusat kegiatan

pemerintahan, sosial, politik, pendidikan dan kebudayaan, kota ini juga

merupakan pusat kegiatan perekonomian daerah Lampung. Kota Bandar

Lampung terletak di wilayah yang strategis karena merupakan daerah transit

kegiatan perekonomian antar pulau Sumatera dan pulau Jawa, sehingga

menguntungkan bagi pertumbuhan dan pengembangan kota Bandar Lampung

sebagai pusat perdagangan, industri dan pariwisata.

Secara geografis, Kota Bandar Lampung menjadi pintu gerbang utama pulau

Sumatera, tepatnya kurang lebih 165 km sebelah barat laut Jakarta, memiliki

andil penting dalam jalur transportasi darat dan aktifitas pendistribusian

logistik dari Jawa menuju Sumatra maupun sebaliknya. Kota Bandar

Lampung terletak pada 5º20’ sampai dengan 5º30’ lintang selatan dan

105º28’ sampai dengan 105º37’ bujur timur.


50

Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah daratan 169,21 km² yang

terbagi ke dalam 20 kecamatan dan 126 kelurahan (berdasarkan data tahun

2017). Jumlah kelurahan dalam setiap kecamatan di Kota Bandar Lampung

dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Daftar nama kecamatan dan jumlah kelurahan di Kota Bandar


Lampung

No Kecamatan Jumlah Kelurahan


1 Panjang 7
2 Sukabumi 7
3 Tanjung Karang Barat 7
4 Teluk Betung Timur 6
5 Way Halim 6
6 Labuhan Ratu 6
7 Tanjung Karang Pusat 7
8 Kemiling 9
9 Kedaton 7
10 Sukarame 6
11 Tanjung Karang Timur 5
12 Teluk Betung Selatan 6
13 Teluk Betung Barat 5
14 Teluk Betung Utara 6
15 Rajabasa 5
16 Tanjung Senang 7
17 Langkapura 5
18 Enggal 6
19 Kedamaian 7
20 Bumi Waras 6
Total 126
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung (2018)

Saat ini Kota Bandar Lampung merupakan pusat jasa, perdagangan, dan

perekonomian di provinsi Lampung. Secara administratif kota Bandar

Lampung dibatasi oleh:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Natar Kabupaten Lampung


Selatan.

b. Sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Lampung.

c. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Gedung Tataan dan Padang

Cermin Kabupaten Pesawaran.

d. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten

Lampung Selatan.

B. Topografi

Kota Bandar Lampung terletak pada ketinggian 0 sampai 700 meter di atas

permukaan laut dengan topografi yang terdiri dari :

(1) Daerah pantai yaitu sekitar Teluk Betung bagian selatan dan Panjang

(2) Daerah perbukitan yaitu sekitar Teluk Betung bagian utara

(3)Daerah dataran tinggi serta sedikit bergelombang terdapat di sekitar

Tanjung Karang bagian Barat yang dipengaruhi oleh gunung Balau serta

perbukitan Batu Serampok dibagian Timur Selatan.

(4) Teluk Lampung dan pulau-pulau kecil bagian selatan.

Beberapa sungai di tengah-tengah Kota yang mengalir seperti sungai Way

Halim, Way Balau, Way Awi, Way Simpur di wilayah Tanjung Karang, dan

Way Kuripan, Way Balau, Way Kupang, Way Garuntang, Way Kuwala

mengalir di wilayah Teluk Betung. Daerah hulu sungai berada dibagian

barat, daerah hilir sungai berada di sebelah selatan yaitu di wilayah pantai.

Luas wilayah yang datar hingga landai meliputi 60 persen total wilayah,
landai hingga miring meliputi 35 persen total wilayah, dan sangat miring

hingga curam meliputi 4 persen total wilayah.

Sebagian wilayah Kota Bandar Lampung merupakan perbukitan, yang

diantaranya yaitu: Gunung Kunyit, Gunung Mastur, Gunung Bakung,

Gunung Sulah, Gunung Celigi, Gunung Perahu, Gunung Cerepung, Gunung

Sari, Gunung Palu, Gunung Depok, Gunung Kucing, Gunung Banten,

Gunung Sukajawa, Bukit Serampok, Jaha dan Lereng, Bukit Asam, Bukit

Pidada, Bukit Balau, gugusan Bukit Hatta, Bukit Cepagoh, Bukit Kaliawi,

Bukit Palapa I, Bukit Palapa II, Bukit Pasir Gintung, Bukit Kaki Gunung

Betung, Bukit Sukadana ham, Bukit Susunan Baru, Bukit Sukamenanti, Bukit

Kelutum, Bukit Randu, Bukit Langgar, Bukit Camang Timur dan Bukit

Camang Barat.

C. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk Kota Bandar Lampung pada tahun 2017 mencapai

1.015.910 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki lebih banyak daripada

jumlah penduduk perempuan (Badan Pusat Statistik, 2018). Jumlah

penduduk di Kota Bandar Lampung secara rinci menurut kecamatan, jenis

kelamain dan kepadatan penduduk dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Bandar Lampung

terbesar berada di Kecamatan Kemiling sebanyak 77.098 jiwa dengan jumlah

penduduk laki-laki sebesar 39.124 jiwa dan perempuan sebesar 37.974 jiwa

dengan kepadatan penduduk sebesar 3.181 jiwa/km2. Meskipun jumlah


penduduk terbesar berada di Kecamatan Kemiling, akan tetapi kepadatan

penduduk tertinggi berada di Kecamatan Tanjung Karang Timur.

Tabel 5. Jumlah penduduk Kota Bandar Lampung dirinci menurut


kecamatan, jenis kelamin dan kepadatan penduduk tahun 2017

Penduduk (Jiwa) Kepadatan


Kecamatan Penduduk
Laki -laki Perempuan Jumlah
(Jiwa/km2)
Teluk Betung Barat 23.743 23.753 47.496 4.310
Teluk Betung Timur 29.535 29.526 59.061 3.983
Teluk Betung Selatan 23.436 23.092 46.528 12.277
Bumi Waras 15.928 14.989 30.917 8.245
Panjang 26.231 26.266 52.497 3.333
Tanjung Karang Timur 25.373 24.462 49.835 24.549
Kedamaian 20.696 20.140 40.836 4.974
Teluk Betung Utara 30.435 29.061 59.496 13.740
Tanjung Karang Pusat 25.397 25.504 50.901 12.568
Enggal 22.185 21.027 43.212 12.382
Tanjung Karang Barat 17.760 17.458 35.218 2.349
Kemiling 39.124 37.974 77.098 3.181
Langkapura 27.563 27.008 54.571 8.917
Kedaton 30.015 28.860 58.875 12.291
Rajabasa 26.191 26.855 53.046 3.921
Tanjung Senang 33.886 34.219 68.105 6.407
Labuhan Ratu 19.202 19.303 38.505 4.831
Sukarame 28.745 28.023 56.768 3.849
Sukabumi 14.188 14.952 29.140 1.235
Way Halim 31.738 32.067 63.805 11.926
Jumlah 511.371 504.539 1.015.910 159.268
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2018

D. Pertanian di Kota Bandar Lampung

Menurunnya luas lahan pertanian di Kota Bandar Lampung mengakibatkan

ketersediaan lahan pertanian terbatas. Hal tersebut terjadi dikarenakan

adanya peralihan lahan dari pertanian menjadi industri, pemukiman,

perdagangan dan alih fungsi yang lain.


Menurut Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPPLH)

Kota Bandar Lampung (2015), tutupan lahan di Kota Bandar Lampung secara

eksisting sampai saat ini secara garis besar terdiri dari kawasan lindung dan

kawasan budidaya. Kegiatan reklamasi pantai di Kota Bandar Lampung

secara eksisting juga telah menambah luas daratan Kota Bandar Lampung,

jika pada tahun 2003 luas Kota Bandar Lampung hanya 19.218 hektar, maka

saat ini akibat adanya kegiatan tersebut luas Kota Bandar Lampung sudah

berjumlah 19.722 hektar. Secara umum jumlah lahan terbangun sampai saat

ini telah berjumlah ±8.851,07 hektar atau sekitar 48,66 persen dari seluruh

luas Kota Bandar Lampung, sedangkan lahan yang belum terbangun saat ini

memiliki luas sekitar ±10.870,9 hektar atau sekitar 55 persen.

Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang merupakan hutan meliputi wilayah sekitar

Kecamatan Kemiling tepatnya di sekitar kaki Gunung Betung Register 19,

kawasan Suaka Alam Tahura WAR Batu Putu seluas 328,40 hektar dan di

Kawasan Register 17 Batu Serampok di Kecamatan Panjang seluas 113,580

hektar. Kawasan budidaya banyak didominasi oleh lahan permukiman yang

tersebar hampir di seluruh bagian wilayah kota. Selain itu terlihat juga lahan

yang telah dimanfaatkan sebagai kawasan industri yang banyak tersebar di

wilayah Kecamatan Panjang dan Kecamatan Teluk Betung Selatan. Luas

tutupan lahan di Kota Bandar Lampung dapat dilihat pada Gambar 3.

Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa areal terluas adalah lahan nonpertanian

sebesar 67 persen. Hal ini berarti Kota Bandar Lampung telah menjadi Kota
Metropolitan yang ditunjukkan dengan luas lahan pertanian yang semakin

berkurang dan luas lahan nonpertanian yang cenderung meningkat.

Luas lahan sawah di Kota Bandar Lampung yang digunakan untuk budidaya

padi, jagung, sayuran organik hanya tersedia 5 persen. Akibatnya, luas lahan

sawah di Kota Bandar Lampung hanya sedikit. Sistem budidaya sayuran

secara hidroponik dapat memanfaatkan lahan pertanian yang sedikit atau

sempit. Dengan beralih sistem budidaya secara hidroponik, maka usahatani

dapat berjalan meskipun lahan di Kota Bandar Lampung sedikit.

Data Tutupan Lahan

4% 5% Luas Lahan Hutan (ha)


7%
Luas Lahan Sawah (ha)

Luas Lahan Perkebunan


17%
(ha)
Luas Lahan Kering (ha)
67%

Luas Lahan Nonpertanian


(ha)

Gambar 3. Luas wilayah menurut tutupan lahan di Kota Bandar Lampung.


88

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Sistem agribisnis usahatani selada dan pakcoy hidroponik di Bandar

Lampung sudah berjalan dengan baik, siklus produksi usahatani sayuran

hidroponik dilakukan dengan waktu selama 25-30 hari, dan sayuran

dikemas menggunakan plastik bening. Saluran pemasaran sayuran

hidroponik di Kota Bandar Lampung dari produsen ke pedagang perantara

(supermarket) ke konsumen dan dari produsen langsung ke konsumen.

Peran subsistem lembaga penunjang yang dimanfaatlkan oleh petani

hidroponik adalah sistem informasi.

2. Usahatani tanaman selada dan pakcoy hidroponik di Bandar Lampung

sudah menguntungkan, dilihat dari nilai R/C yang dihasilkan atas biaya

tunai dan atas biaya total lebih besar dari satu (RC>1).

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka saran yang dapat

diajukan antara lain :


89

1. Bagi produsen, upaya untuk meningkatkan pemasaran dengan cara

membuat iklan atau promosi melalui sosial media.

2. Bagi pemerintah dan instansi terkait, diharapkan untuk mengumpulkan

data perkembangan usahatani sayuran hidroponik, agar dapat diketahui

data perkembangan usahatani sayuran hiroponik.


90

DAFTAR PUSTAKA

Aldhariana, S.F. 2016. Analisis keragaan agroindustri beras siger studi kasus pada
Agroindustri Toga Sari (Kabupaten Tulang Bawang) dan Agroindustri
Mekar Sari (Kota Metro). Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Amirin, T.M. 1996. Pokok-pokok Teori Sistem. CV Bali Media Adhikarsa.


Denpasar.

Antara, M. 2009. Pertanian, Bangkit atau Bangkrut?. Arti Foundation. Denpasar.

Assauri, S. 2008. Manajemen Produksi dan Operasi. Lembaga Penerbit Fakultas


Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Badan Agribisnis. 1995. Sistem Strategi dan Program Pengembangan Agribisnis.


Badan Agribisnis Departemen Pertanian. Jakarta.

Badan Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPPLH) Kota Bandar


Lampung. 2015. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Badan
Pengelolaan dan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPPLH). Bandar
Lampung

Badan Pusat Statistik. 2017. Luas Lahan Pertanian di Indonesia Tahun 2012-
2016. Badan Pusat Statistik Lampung. Lampung.

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2018. Kota Bandar Lampung


Dalam Angka Tahun 2018. Badan Pusat Statistik. Bandar Lampung.

Badrudin. 2013. Dasar-Dasar Manajemen, Alfabeta. Bandung.

Balai Besar Pelatihan Pertanian - Lembang. 2014. Kandungan Vitamin Tanaman


Hidroponik. Lembang. Bandung.

Baridwan, Z. 2010. Sistem Akuntansi Penyusunan Prosedur dan Metode. Edisi 5.


BPPE. Yogyakarta.

Basiroh, S.U. 2017. Analisis Sistem Agribisnis Kencur di Kecamatan Seputih


Agung Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar
Lampung.
91

Berita Kementrian Pertanian. 1998. Tanaman Sayuran Hidroponik.


etheses.uin- malang.ac.id. Diakses pada 30 Agustus 2018.

Bustami, B. 2009. Akuntansi Biaya: Kajian Teori dan Aplikasi. Edisi Pertama.
Cetakan Pertama. Mitra Wacana Media. Jakarta.

Chadirin, Y. 2007. Teknologi Greenhouse dan Hidroponik. Diktat Kuliah. IPB.


Bogor.

Department of Agriculture. 2013. Hydroponic.


Http://ruafasia.iwmi.org/data/ site/6pdfs/H-eng.pdf. Diakses pada 20
Maret 2018.

Firdaus, M. 2008. Manajemen Agribisnis. PT. Bumi Aksara. Jakarta

Gustiana, E. 2017. Analisis Pendapatan dan Distribusi Pendapatan Usahatani


Tebu Rakyat di Kecamatan Bungamayang Kabupaten Lampung Utara.
Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandarlampung.

Hastuti, E.Y. 2008. Pengaruh Penerapan Sistem Agribisnis Terhadap Peningkatan


Pendapatan Petani Sayuran di Kabupaten Boyolali. Tesis. Universitas
Diponegoro. Semarang.

Hery. 2014. Pengendalian Akuntansi dan Manajemen. Kencana. Jakarta

Hutauruk, J. 2003. Tata Niaga Hasil Pertanian. UNIKA. Medan

Kotler, P. 1995. Manajemen Pemasaran Analisa, Perencanaan,


Implementasi, dan Kegunaan Edisi Kedelapan. Salemba Empat. Jakarta.

Lingga, P. 2005. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya.


Jakarta.

Lonardy, M.V. 2006. Respons Tanaman Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)


Terhadap Suplai Senyawa Nitrogen Dari Sumber Berbeda Pada Sistem
Hidroponik. Skripsi. Universitas Tadulako. Palu.

Mantra, I.B. 2004. Demografi Umum Edisi Kedua. Pustaka Pelajar. Yogyakarta

Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.

Mulyadi. 2005. Akuntansi biaya Edisi Kelima. UPPAMP YKPN Universitas


Gajah Mada. Yogyakarta.

Mikrajuddin. 2007. IPA terpadu SMP dan MTS 3A. Esis. Jakarta.

Nana, F., J.S. Kune., dan N.A. Hutapea. 2018. Analisis Pendapatan Usahatani
Selada Air di Desa Popnam, Kecamatan Noemuti, Kabupaten Timor Tengah
Utara. Portal Jurnal Unimor. 3 (1) 13-15. https://media.neliti.com/media/
publications /237725-analisis-pendapatan-usahatani-selada-air-
2a03d912.pdf. Diakses pada 1 Agustus 2019.

Nartopo, S.A. 2009. Analisis Pengembangan Agribisnis Jahe (Zingiber


Officinale) di Desa Ngargoyoso Kabupaten Karanganyar. Skripsi.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Nurmala, T., T. Suganda., dan Y. Yuwariah. 2012. Pengantar Ilmu Pertanian.


Graha Ilmu. Yogyakarta.

Oktaviana, E., D.A.H. Lestari., dan Y. Indriani. 2016. Sistem Agribisnis Ayam
Kalkun di Desa Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu, Provinsi Lampung.
Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis 4 (3). Diakses pada 5 Agustus 2018.

Pratama. 2014. Analisis Pendapatan dan Pemasaran Tanaman Kencur


(Kaempferia Galanga L) di Kecamatan Argamakmur Kabupaten Bengkulu
Utara. Skripsi. Bengkulu.

Prayitno, H., dan L. Arsyad. 1997. Petani Desa dan Kemiskinan. BPFE.
Yogyakarta.

Priyono. 2010. Agribisnis Tanaman Obat Kunyit dan Lengkuas. Fakultas


Pertanian UNISRI. Surakarta. Jurnal Inovasi Pertanian. 9 (2). Diakses pada
5 Agustus 2018.

Rahim dan Hastuti. 2008. Ekonomika Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rachmina, D. 2015. Evolusi Pendidikan Tinggi Agribisnis Indonesia.


Departemen Agribisnis. Bogor.

Reksohadiprojo, S. 1991. Manajemen Produksi. Edisi 4. BPFE. Fakultas Ekonomi


Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Said, E.G., dan A.H. Intan. 2001. Manajemen Agribisnis. Ghalia Indonesia.
Jakarta.

Saragih, B. 2010. Suara dari Bogor : Membangun Opini Sistem Agribisnis. IPB
Press. Bogor.

Sari, F.M. 2014. Analisis Sistem Agribisnis Ternak Sapi Potong (Integrasi
Tanaman Padi-Ternak Sapi Potong) di Kecamatan Seputih Banyak
Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi. Universitas Lampung.

Soekartawi. 2002. Pengantar Agroindustri. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

2003. Prinsip Ekonomi Pertanian. Rajawali Press. Jakarta.

2015. Agribisnis Teori dan Aplikasi. Rajawali Press. Jakarta.


1994. Teori Ekonomi Produksi; Dengan Pokok Bahasan
analisis Fungsi Cobb-Douglas. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Administrasi. CV Alfabeta. Bandung.

Sukirno, S. 2002. Teori Mikro Ekonomi: Cetakan Keempat Belas. Rajawali Press.
Jakarta.

Suparta, N. 2005. Pendekatan Holistik Membangun Agribisnis. Bali Media


Adhikarsa, Denpasar.

Susanto, T. 2015. Rahasia Sukses Budi Daya Tanaman dengan


Metode Hidroponik. Bibit Publisher. Depok.

Tim Karya Tani Mandiri. 2010. Tanaman Hidroponik. Yrama Widya. Bandung.

Yunianti, D.K. 2015. Alokasi Joint Cost Dalam Menentukan Harga Pokok
Produksi Pada Wingko Babat Hj. Wiwiek. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan
Bisnis. Universitas Dian Nuswantoro. Semarang.

Anda mungkin juga menyukai