Anda di halaman 1dari 1

sikolog Elizabeth Santosa berkali-kali mengingatkan bahwa praremaja dan masa remaja adalah usia

krusial bagi anak, terutama menyangkut ketertarikan dengan lawan jenis. Dikutip dari forum Sahabat
Keluarga Kemendikbud, psikolog yang akrab disapa Lizzie ini menyebut masa remaja adalah "masa
badai". Masa di mana mereka mengalami transisi hormonal yang kerap bikin labil. Badan sudah
besar tapi masih seperti anak-anak, merasa diri dewasa tapi tidak punya tempat. Agar siap
menghadapi masa seperti ini, anak harus selalu didampingi dan mendapat pendidikan seks sejak
dini. Kapan tepatnya? Sejak balita! Sejak balita ”Yang perlu ditekankan adalah pendidikan seks itu
penting sepanjang usia. Karena setiap perkembangan usia kita ada tahapan-tahapannya; dari anak-
anak, remaja, hingga dewasa. Memangnya dewasa masih perlu juga? Jawabannya ya, karena
sebagian pasangan menikah tidak bahagia ternyata karena pendidikan seksnya kurang. Apalagi,
seks adalah salah satu kunci sukses harmonisnya keluarga juga,” ungkap Lizzie. Baca juga:
Ternyata, Haji Agus Salim Pilih Homeschooling untuk Pendidikan Anak Nah yang perlu diingat saat
memberikan pendidikan seks bagi balita adalah pemahamannya yang masih terbatas. Anak di
bawah 4 tahun belum memahami abstrak. Jadi saat mengenalkan bagian-bagian tubuh, terutama
alat vital, dapat menggunakan alat peraga seperti boneka. Suasana pengajarannya pun harus
menyenangkan, bisa dengan mendongeng. Sebab, pendidikan seks bukan sesuatu yang
menyeramkan, apalagi tabu. Memberi batasan ”Mungkin karena dalam masyarakat kita mendengar
seks itu mengacu pada aktivitas ya. Kalau untuk remaja dan dewasa memang bisa dimasukkan
tema dating (kencan), hubungan pria dan wanita. Kalau anak-anak, cukup untuk memahami
fungsinya, higienitas, dan sebagainya,” tutur Lizzie. Contoh mengenalkan mulut. Untuk apa?
Mungkin anak akan menjawab minum, makan, bicara, hingga mencium. ”Hah mencium? Mencium
siapa? Mama dan papa.” Nah di sinilah bisa disisipkan tips atau pendidikan seks, misal dengan
pertanyaan siapa yang nggak boleh dicium? Orangtua dapat membuat kategori atau batasan,
misalnya keluarga hanya dapat mencium pipi. Sementara orang asing jangan. ”Ini bisa menjadi
dasar pengetahuan untuk menghadapi dan membedakan pelecehan seksual ke depannya,” tandas
Lizzie. Mengenalkan organ intim Selanjutnya, kenalkan organ intim dan fungsi-fungsi serta hal
terkait lainnya. Ini bisa jadi perbincangan saat praktik menceboki dan sebagainya. ”Misalnya bagian
depan seperti penis atau vagina. Gunanya apa? Untuk pipis, makanya harus bersih. ’Adik kalau
diceboki mami harus bersih ya.’ Saat pupup (buang air besar) misalnya, anak juga bisa diajak
ngobrol pupupnya keluar dari mana? Dubur namanya. Bisa dijelaskan juga bahwa yang keluar
adalah ampas makanan. Kalau makan wortel pupupnya warna oranye. Beritahu juga siapa saja
yang boleh mencebokinya,” jelas Lizzie. Anggota tubuh lain yang tak boleh terlewat, menurut Lizzie,
adalah dada. ”Saat ibu dan anak perempuan mandi bersama misalnya bisa dimanfaatkan untuk
pengenalan buah dada. ’Oya punya adik masih rata ya. Kalau perempuan nanti kayak mama, akan
jadi besar." "Pelan-pelan singgung juga fungsinya. Mungkin dia akan menjawab untuk menyusui.
Jadi nanti dia akan tahu bahwa dada bukan sekadar erotis dan harus ditutupi, tapi fungsi utamanya
menyusui. Barulah kemudian kita singgung pencegahan kejahatan; harus ditutup dan nggak boleh
dipegang oleh siapa-siapa,” paparnya. Baca berikutnya

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jangan Salah, Pendidikan Seks Perlu Dimulai
sejak Balita", https://edukasi.kompas.com/read/2019/01/20/22401861/jangan-salah-pendidikan-
seks-perlu-dimulai-sejak-balita?page=all.
Penulis : Yohanes Enggar Harususilo
Editor : Yohanes Enggar Harususilo

Anda mungkin juga menyukai