Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat merupakan bidang pengetahuan yang senantiasa bertanya dan mencoba
menjawab gugusan persoalan yang sangat menarik perhatian manusia dari dulu hingga kini.
Seorang yang akan mempelajari persoalan filsafat hendaknya memahami benar persoalan-
persoalan filsafati dan berperan serta merenungkan untuk kemudian memikirkan serta
menghasilkan alternatif-alternatif jawabannya. Karakteristik berfikir filsafat adalah:
1. Menyeluruh, hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya.
2. Mendasar, menggali secara fundamental
Persoalan filsafat itu bercorak sangat umum, menyangkut masalah-masalah asasi dan
tidak berhubungan dengan kemanfaatan praktis serta tidak ada sistematika untuk
menjawabnya, setiap orang bisa berfilsafat dan menemukan siapa dirinya.. Filsafat merupakan
konsepsi pikiran yang logis namun jelas persoalan filsafat tidak bersifat empiris ataupun
formal, persoalan filsafati bersifat mencengangkan dan membingungkan, ini menandakan
persoalan itu tidak dapat dijawab dengan penyelidikan berdasarkan pengalaman maupun
mengandalkan pengetahuan yang sifatnya deduktif seperti halnya yang dilakukan dalam ilmu
empiris atau eksak.
Setiap persoalan yang membingungkan atau mencengangkan tidaklah selalu menjadi
persoalan filsafat. Persoalan-persoalan itu harus memiliki “arti”dan secara intelektuil harus
“subur” akan pengertian-pengertian baru dan jalur-jalur baru untuk kesinambungan
penyelidikan selanjutnya. Lebih jauh lagi SuSanne k. lanGer (1993) menjelaskan suatu
persoalan merupakan persoalan pokok apabila dalam memecahkan persoalan itu menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan baru yang menarik . Pemikiran-pemikiran yang melahirkan jawaban-
jawaban tersebut memiliki simpulan yang dapat mengembangkan gagasan-gagasan selanjutnya
dan senantiasa memberikan titik terang bagi pengertian-pengertian atau menjawab pertanyaan-
pertanyaan berikutnya.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud seni dan lembaga kebenaran?
2. Apa yang dimaksud kedudukan agama, seni, filsafat, dan ilmu dalam diri manusia?
3. Apa saja ilmu-ilmu seni?
4. Apa saja taksonomi ilmu-ilmu seni?

1
5. Bagaimana menuju filasafat seni?
6. Apa sifat seni dan estetika?
7. Apa pokok-pokok filsafat seni?
8. Apa saja taksnonomi permasalahan estetika?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui seni dan lembaga kebenaran.
2. Untuk mengetahui kedudukan agama, seni, filsafat, dan ilmu dalam diri manusia.
3. Untuk mengetahui ilmu-ilmu seni.
4. Untuk mengetahui taksonomi ilmu-ilmu seni.
5. Untuk mengetahui tentang menuju filasafat seni.
6. Untuk mengetahui sifat seni dan estetika.
7. Untuk mengetahui pokok-pokok filsafat seni.
8. Untuk mengetahui taksnonomi permasalahan estetika.

2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Seni dan Lembaga Kebenaran
Dalam sejarah manusia lembaga kebenaran yang paling tua adalah agama atau sistem
kepercayaan. Manusia percaya kepada agama sebagai kebenaran mutlak yang dipercayai
manusia itu bersifat adikodrati atau melampaui kodrat manusia itu sendiri. Sejalan dengan itu
lembaga kebenaran yang paling dakat dengan kebenaran agama adalah seni. Seperti halnya
agama yang menjangkau kebenaran mendasar , universal.menyeluruh, dan mutlak serta abadi,
senipun juga menjangkau hal-hal tersebut, hanya saja alat untuk mencapai hal itu adalah
prasaan dan instuisi.
Lembaga kebanaran berikunya adalah filsafat. Alatnya adalah nalar, logika manusia
yang bersifat spekulatif (bukan empirik) dan tidak ada metode yang baku, ciri-ciri lembaga
kebenaran adalah konseptual, logis, universal, mendasar, menyeluruh, dan mutlak. berikutnya
adalah lembaga kebenaran yang bersifat relatif yaitu ilmu. Alat untuk menemukan
kebenarannya adalah nalar, logika, bermetode, dan sistemmatik, sistemnya bersifat empirik
atau fakta apa adanya. Tujuanya adalah pembuktian kebenaran secara kusus dan terbatas.
Manusia yang lengkap adalah amnusia yang menggunakan semua potensi kejiwaan
dirinya dalam mencari dan menemukan kenenaran. Ini berarti bahwa manusia yang manusiawi
itu bergerak dalam empat lembaga kebenaran itu secara seimbang. Kalau ini tidak dapat
dilakukan, maka sebaiknya harus mempunyai kepercayaan kepada orang yang dipandangnya
pakar didalalam lembaga yang tak dikuasainya itu. Hidup ini pendek kebenaran itu abadi.
2 . Kedudukan agama, seni, filsafat, dan ilmu dalam diri manusia
Lembaga agama, filsafat dan seni adalah media bagi manusia untuk dapat menjangkau
dunia atas yang bersifat sepiritual dan rohaniah itu, dalam agama, pemgalaman adalah
pengalaman roh, dalam filsafat temuan filsuf dari dunia sana disebut esensi, sementar itu
didalam seni temuan para seniman disebut imainasi kreatif, dan dari semua itu ilmu mencakup
ketiga lembag tersebut untuk sarana metode kehisupan manusia.
3. Ilmu-Ilmu Seni
Ilmu seni harus dibedakan dengan seni. Seni itu soal penghayatan, sedanangkan ilmu
adalah pemahaman. Seni untuk dinikmati, sedangkan ilmu seni untuk dipahami, banyak jenis
seni yang kita ketahi seperti seni rupa, seni teater, seni tari, seni sastra, seni musi, seni
arsitekstur dll. Tiap-tiap bidang sen tersebut memiliki ilmunya masing-masing.
Seperti berbagai objek lain dalam lingkungan hidup manusia, seni juga dapat menjadi
objek ilmu. Seni dapat ditinjaui dari segi esstetikanya , yang berarti menjadi obek ilmu

3
sekaligus filsafat. Seni jega dapat dianalisi sebagai bentuk formalnya, seni dapat pula menjadi
objek sejarah, selain itu ada juga sosiologi seni, antropologi seni, psikologi seni, perbandingsn
seni, kritik seni, belum lagi aspek aspek ekonomi seni, soal menejemen seni, pemasaran seni,
konservasi seni, sistem sponsor seni, dll. Ilmu-ilmu seni terus berkembang, untuk filsafat seni
saja dapat ditulis puluhan buku dari berbagi objek formalnya, belum lagi yang sosiologi seni.
4. Taksonomi Ilmu-Ilmu Seni
Pengetahuan tentang seni bukan hanya berhubungan dengan penciptaan karya seni dan
penghayatan karya seni,tetapi juga pemahaman tentang karya seni. Tradisi pemahaman
terhadap segala sesuatunya telah berlangsung sejak zaman Yunani purba,sekitar tahun 500 SM.
Ilmu-ilmu seni di Indonesia baru disadari ketika seni modern muncul. Dalam perkembangan
awalnya,ilmu-ilmu seni masih diabaikan. Bagian utama dari ilmu-ilmu seni adalah filsafat seni.
Ilmu ini memang merupakan bagian dari kajian filsafat yang spekulatif. Kita mengenal
stalistika dan ilmu gaya seni,yang membahas hakikat gaya seni,keragaman gaya pribadi,gaya
etnik,gaya mashab,gaya regional,dan gaya sezaman.
Kedua adalah ilmu tentang penghayatan seni,atau di sini lebih dikenal sebagai apresiasi
seni yang membahas pengaruh pengertian seni seseorang (temperamen
individual,kondisioning sosio-kulturalnya,perolehan sikap dan nilai-nilai dalam hidup
lingkungannya). Yang terakhir mengenai apresiasi,interpretasi seni khusus,misalnya seni
sastra,seni lukis,dan seni musik. Ketiga kritik seni,dan keempat adalah pendekatan ilmiah
tertentu terhadap seni,seperti sosiologi seni,antropologi seni,sejarah seni,perbandingan
seni,arkeologi seni,dan psikologi seni.
Kelima adalah ilmu tentang hubungan lembaga social dan seni yang membahas
pendayagunaan seni bagi masyarakatnya,soal perundangan atau peraturan pemerintah atau
berbagai lembaga sosial lain terhadap seni,hubungan seni dengan agama,ilmu dan teknologi.
Keenam adalah ilmu ekonomi seni,yang membahas berbagai factor yang mempengaruhi nilai
ekonomi seni,system pendanaan dalam aktivitas berkesenian,pasar seni atau pemasaran
seni,perlindungan hak cipta seni,juga soal-soal yang menyangkut plagiat dalam
seni,pembajakan seni,dan yang semacam itu.
Ketujuh,pendidikan kesenimanan,membahas metode pengajaran seni kepada calon
seniman,seni sebagai pekerjaan,profesionalisme,dan amatirisme dalam seni. Kedelapan,ilmu-
ilmu preservasi seni atau pelestarian karya seni,meliputi persoalan lembaga-lembaga kearsipan
seni,museum,galeri,dan perpustakaan seni. Kesembilan atau yang terakhir adalah berbagai
ilmu mengenai pameran seni,festival seni,pertunjukan seni,dan aneka gejala sejenis itu. Ilmu

4
seni adalah kompas atau pedoman penciptaan seni selanjutnya. Ilmu seni yang berkualitas
kadar keilmuannya sangat berarti bagi penciptaan.
5. Menuju filsafat seni
Di sejumlah Negara barat,buku tentang filsafat seni merupakan literature
tersendiri,daftarnya amat panjang. Di Indonesia ,jumlah buku semacam itu dapat dihitung
dengan jari,antara lain Garis Besar Estetika oleh The Liang Gie (1976) yang sampai sekarang
merupakan buku paling komprehensif dalam menengok aneka persoalan filsafat seni. Rata-rata
teori seniman Indonesia merupakan way of life atau sikap kesenimanan,bukan sebagai bagian
pengetahuan. Dengan memahami filsafat seni,setiap orang dibekali berbagai pilihan untuk
memilih filsafat seninya sendiri. Atau setiap orang dipersilahkan membangun sendiri filsafat
seninya.
Berdasarkan sudut tinjauan teori barat inilah kita dapat memahami teori seni Asia dan
kita sendiri. Untuk mengenal diri sendiri,ternyata kita harus mengenal orang lain terlebih
dahulu. Dibelahan bumi Barat,filsafat seni muncul dalam tahap budaya mistis. Seni modern
telah jelas bersifat teori seni Barat,hanya subject matter seninya sajalah yang Indonesia. Ilmu
seni di Indonesia perlu di benahi agar rumah kesenian Indonesia ini tertata rapi,tidak acak-
acakan,dan karenanya setiap bahan pembicaraan,setiap masalah seni,dapat di agendakan secara
benar dan tepat. Ilmu seni dan filsafat seni penting untuk memperoleh jawaban atas pertanyaan
seperti dari mana asal kita dan apa yang telah kita kerjakan selama ini.
6. Sifat seni dan estetika
Pembahasan tentang seni masih dihubungkan dengan pembahasan tentang keindahan.
Pengetahuan ini disebut filsafat keindahan,termasuk didalamnya keindahan alam dan
keindahan karya seni. Seni atau art yang aslinya bararti teknik,pertukangan,keterampilan, yang
dalam bahasa Yunani kuno sering disebut sebagai techne. Arti demikian juga berlaku dalam
budaya Indonesia kuno. Baru pada pertengahan abad ke-17,di Eropa dibedakan antara
keindahan umum (termasuk alam) dan keindahan karya seni atau benda seni. Inilah sebabnya
lalu muncul istilah fine arts atau high arts( seni halus dan seni tinggi) yang dibedakan dengan
karya-karya seni pertukangan (craft). Seni dikategorikan sebagai artifact atau benda bikinan
manusia. Pada dasarnya artefak itu dapat dikategorikan menjadi tiga golongan,yakni benda-
benda yang berguna tetapi tidak indah,kedua,benda-benda yang berguna dan indah,serta
ketiga,benda-benda yang indah tetapi tidak ada kegunaan praktisnya. Artefak jenis ketiga itulah
yang dibicarakan dalam estetika.
Estetika muncul pada tahun 1750 oleh seorang filsuf minor bernama A.G.Baumgarten
(1714-1762). Dipungut dari bahasa Yunani kuno,aishteton yang berarti “kemampuan melihat

5
lewat ‘penginderaan’ . Tujuan estetika adalahkeindahan,sedangkan tujuan logika adalah
kebenaran. Perbedaan antar estetika dan filsafat seni hanya dalam obyek materialnya saja.
Setetika mempersoalkan hakekat keindahan alam dan karya seni,sedang filsafat seni
mempersoalkan hanya karya seni atau benda seni atau artefak yang disebut seni. Estetika
merupakan pengetahuan tentang keindahan alam dan seni. Sedang filsafat seni hanya
merupakan bagian estetika yang khusus membahas karya seni.
Estetika adalah bagian dari filsafat. Estetika digolongkan dalam persoalan nilai,atau
filsafat tentang nilai,sejajar dengan nilai etika. Tetapi dalam penggolongan obyeknya,estetika
masuk dalam bahasan filsafat manusia,yang terdiri dari logika,estetika,etika,dan antropologis.
Studi estetika sebagai filsafat yang bersifat spekulatif,’mendasar’ menyeluruh dan logis
ini,pada mulanya merupakan bagian pemikiran filsafat umum seorang filsuf.
Estetika ilmiah bekerja dengan bantuan ilmu-ilmu lain,sperti
psikologi,sosiologi,antropologi,dan lain-lain. Filsafat seni merupakan bagian dari studi estetika
ilmiah ini. Dengan demikian sifat spekulatifnya makin bergeser pada kegiatan empiris
keilmuan. Ciri spekulatifnya masih dipertahankan,hanya disertai penguatan empiris. Aspek-
aspek yang dibahas dalam filsafat seni biasanya meliputi pokok-pokok sebagai berikut:
Pertama,persoalan sikap estetik yang didalamnya dibahas masalah ketidakpamrihan seni dan
jarak estetik. Kedua,persoalan bentuk formal seni yang melahirkan berbagai konsep seni yang
melahirkan berbagai konsep seni yang muskil. Ketiga persoalan pengalaman estetik atau
pengalaman seni. Keempat persoalan nilai-nilai dalam seni. Kelima,persoalan pengetahuan
dalam seni.
7. Pokok-pokok filsafat seni
Pada mulanya estetika atau filsafat keindahan bersifat spekulatif (estetika dari atas) dan
merupakan bagian dari filsafat umum seorang filsuf. Ini sering disebut sebagai estetika lama.
Dengan sendirinya ada yang disebut estetika modern(baru). Estetika baru ini muncul dalam
abad ke-19 di Eropa dengan sejumlah tokohnya seperti Hippolyte Taine dan Gustav Fechner
yang mulai beralih pada metode ilmiah(empiris) dalam menjawab persoalan seni. Oleh Fechner
(ahli estetika eksperimental),estetika baru ini disebut estetika dari bawah.
Apapun metodenya,filsafat atau ilmu,tujuan estetika tetap sama,yakni pengetahuan dan
pemahaman tentang seni. Dalam sejarah oemikiran seni di dunia Barat yang dimulai sejak
Zaman Yunani kuno (di dunia Timur,sejarah pemikiran semacam itu hanya muncul secara
sporadis,tidak berkesinambungan,sehingga telaah filosofis tentang seni lebih banyak dilakukan
secara empiris ilmiah berdasarkan benda-benda seni sepanjang sejarahnya;jadi lewat sejarah
seninya)

6
Filsafat seni yang merupakan bagian dari estetika modern,tidak hanya mempersoalkan
karya seni atau benda seni (hasil atau produk),tetapi juga aktivitas manusia atas produk
tersebut,baik keterlibatannya dalam proses produksi,maupun caranya mengevaluasi dan
menggunakan produk tersebut. Pemikiran tentang produk atau benda seni disebut sebagai
estetika morfologi(estetika bentuk) dan pemikiran tentang sipembuat benda seni dan yang
memanfaatkan benda-benda seni dinamai estetika psikologi. Hanya ada tiga pokok persoalan
filsafat seni yakni seniman sebagai penghasil seni,karya seni,dan penerima seni.
Terdapat enam pembahasan pokok dalam filsafat seni,yakni:
Benda seni, pokok persoalan seni sebenarnya karya seni yang berwujud konkret yang
terindera dan teralami oleh manusia. ‘benda seni’ ini dibahas material seni atau medium seni.
Seni terwujud berdasarkan medium tertentu,baik dengaran(audio) maupun lihatan (visual) dan
gabungan keduanya. Pencipta seni, perdebatan menganai penting atau tidaknya mengetahui
maksud seniman dalam karyanya bermula dari pokok soal pencipta seni ini. Begitu pula
persoalan orisinalitas,keotentikan,keunikan,karakter dalam seni,semuanya bermula dari
persoalan seniman.
Publik seni, suatu ciptaan disebut seni bukan oleh senimannya,tetapi oleh masyarakat
seni dan umum. Seniman disebut seniman oleh masyarakat karena status yang
diperjuangkannya. Dan yang namanya public seni itu tidak selalu seluruh masyarakat,tetapi
hanya sebagian saja. Nilai seni, karya seni atau benda seni tak pernah ada,sebab seni itu ada
dalam jiwa setiap penanggapnya. Persoalan seni sebenarnya adalah persoalan nilai-nilai tadi
sehingga dalam bidang filsafat,kajian seni dikategorikan dalam kelompok kajian tentang
esensial,juga dengan suatu kepentingan(interest) yang sifatnya sangat konstekstual,dan dengan
kualitas yang amat pribadi. Kandungan nilai benda seni yang menyangkut kualitas,bersifat
kontekstual dan esensial-universal ini dapat menimbulkan perdebatan yang tak habis-habisnya.
Pengalaman seni, komunikasi seni adalah komunikasi nilai-nilai berkualitas,baik
kualitas perasaan maupun kualitas medium seni itu sendiri. Komunikasi seni adalah
koomunikasi pengalaman yang melibatkan kegiatan penginderaan,nalar,emosi,dan intuisi.
Pengalaman seni berlangsung dalam suatu proses yang berkaitan dengan waktu Konteks seni,
pemahaman seni juga sangat erat hubungannya dengan konteks zaman tersebut. Inilah
sebabnya terdapat sejarah seni dan setiap zaman memiliki fahamnya sendiri tentang apa yang
disebut seni dan yang bukan seni (dalam arti seni yang kurang bermutu). Persoalan konteks
seni adalah persoalan anutan nilai-nilai dasar kelompok dalam suatu masyarakat.
8. Taksonomi permasalahan estetika
1. Pendahuluan

7
Estetika adalah filsafat tentang nilai keindahan,baik yang terdapat dialam maupun dalam aneka
benda seni buatan manusia. Estetika muncul dilingkungan kebudayaan Barat,dimulai sejak
zaman Yunani kuno,yakni sejak Plato,Aristoteles,dan Sokrates dan masih menjadi persoalan
sampai sekarang,seperti tampak dalam karya estetika Langer,Dickie,Dewey,Santayana,dan
lain-lain. Pada mulanya,estetika merupakan bagian dari pemikiran filosofis seorang filsuf.
2. Taksonomi umum
Pertanyaan ontologis tentang hakikat seni dapat didekati dari berbagai aspeknya,yakni
aspek benda seni itu sendiri,pencipta benda seni alias seniman,penerima seni,dan konteks nilai
yang menjadi dasar bermainnya aspek seniman,benda seni,dan public seni. Seni sebagai benda
benda seni ini akan dibicarakan masalah material seni dan medium seni yang akan menentukan
lahirnya jenis seni dan segala cabangnya. Dalam aspek tinjauan seni sebagai benda atau
artefak,dibahas dan diperdebatkan masalah nilai seni,nilan intrinsic,nilai ekstrinsik,nilai
hidup,material seni,medium seni,bentuk seni,isi seni, imajinasi, metafora, symbol,
mimesis,ekspresi, subject matter,dan tema seni, bentuk hidup,bentuk bermakna,dan lain
sebagainya.
3. Aspek seniman dalam seni
Seni juga ditinjau dari sudut penciptanya,sebab tak aka nada karya atau benda tanpa
penciptanya yakni seniman. Tentang pribadi seniman ini dapat dipersoalkan pula hakikat
pribadi dan gaya keseniannya. Hal terakhir yang juga dipermasalahkan adalah jenis kelamin
seniman dalam penciptaan seni. Masalah pengalaman seni. Dalam analisis pengalaman seni
diperkenalkan pula pengalaman artistic,empati,jarak estetik,ketidaktertarikan,serta unsure dan
struktur pengalaman seni. Seni sebagai penerimaan publik. Dalam permasalahan ini,muncul
permasalahan filosofis tentang komunikasi seni,relasi seni,wacana seni,pendidikan
nilai,intentional fallacy,interpretasi seni,evaluasi seni,selera seni,dan sebagainya.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam lembaga seni, dikembangkan studi filsafat seni dan ilmu-ilmu seni. Dalam
lembaga agama dikembangkan filsafat agama, ilmu-ilmu agama dan seni - agama. Dari semua
lembaga kebenaran tersebut di atas, lembaga filsafat selalu hadir sebagai “pelita” yang dapat
menemukan titik terang atas pertanyaan-pertanyaan manusia tentang kebenaran yang sifatnya
mendasar dan menyeluruh. Bagian irisan tengah merupakan keselarasan hingga keduanya
saling mendukung dan memperkuat (ilmu terhadap filsafat, seni terhadap filsafat dan agama
terhadap filsafat atau sebaliknya ; dalam hal ini filsafat menjadi kajian utamanya yang
kemudian berkembang menjadi filsafat ilmu, filsafat seni dan filsafat agama ) untuk lebih
mudah di katagorikan kesamaan sbb:
• Keempatnya menunjukan sifat kritis dan terbuka memberikan perhatian yang tidak berat
sebelah terhadap kebenaran.
• Keempatnya tertarik terhadap pengetahuan yang terorganisir dan tersusun secara sistematis
• Agama memberikan landasan moral bagi aksiologi keilmuan sedangkan dipihak lain ilmu
dapat memperdalam keyakinan beragama. Jadi tepat seperti apa yang dikatakan Einstein Ilmu
tanpa agama (bimbingan moral) adalah buta.dan kebutaan moral dari ilmu akan membawa
kemanusiaan kejurang malapetaka. Dalam kedudukan kontelasi tergambarkan pada bagian
diluar irisan atau ada perbedaan antara lain sbb: Filsafat, ilmu, seni dan agama memiliki tujuan
yang sama, yaitu memahami dunia, tetapi dalam kedalaman pemahaman berbeda-beda,
• Dalam ilmu tujuan itu hanya teori atau pengetahuan untuk pengetahuan itu sendiri, umumnya
pengetahuan itu diabadikan untuk tujuan-tujuan ekonomi praktis
• Dalam filsafat tujuan itu ialah cinta kepada pengetahuan yang bijaksana, dengan hasil
kedamaian dan kepuasan jiwa.
• Dalam agama tujuan itu damai, keseimbangan, keselarasan, penyesuaian, keselamatan
(dirangkum dalam satu istilah Islam yang berarti selamat)
• Dalam seni tujuannya ekspresi diri, yang memanfaatkan logika imaji.
Seni merupakan ekspresi diri, yang menggunakan logika imagi citra (dalam seni rupa)
sehingga produknya lebih menyentuh wilayah makna (konotatif), lain halnya dengan ilmu
pengetahuan menggunakan logika konseptual, lebih bersifat verbal (denotatif), berpretensi
mengungkap hal-hal eksternal mengungkap realitas di luar dirinya. Ilmu pengetahuan
cenderung menggunakan bahasa yang univokal sedangkan seni bersifat metaforis dengan

9
menggunakan bahasa yang plurivokal. Titik temu keduanya merupakan “fusion of horizon”
dimana konseptual bagi seniman penting tapi bukan merupakan bahasa utamanya sebaliknya
ilmuwan membutuhkan imajinasi atau intuisi tapi bukan merupakan bahasa utama ilmuwan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Sumardjo, J. (2000). Filsafat Seni. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

11

Anda mungkin juga menyukai