Anda di halaman 1dari 61

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN MAYANA

(Coleus atropurpureus [L] Benth ) BERDASARKAN


TINGKAT KEPOLARAN PELARUT

SKRIPSI

NUR MADINAH RIZAL


G 301 14 022

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO

APRIL 2018

1
AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN MAYANA
(Coleus atropurpureus [L] Benth ) BERDASARKAN
TINGKAT KEPOLARAN PELARUT

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan


dalam menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S1)
Program Studi Kimia pada Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Tadulako

NUR MADINAH RIZAL


(G 301 14 022)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO

APRIL 2018

2
ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang Uji aktivitas antibakteri ekstrak daun mayana
(Coleus atropurpureus [L] Benth.) dari beberapa tingkat kepolaran pelarut.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui berapa daya hambat ekstrak daun mayana
terhadap bakteri gram positif (Streptococcus mutans) dan bakteri gram negatif
(Shigella dysenteriae) berdasarkan tingkat kepolaran pelarut. Metode ekstraksi
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode maserasi dengan 4 tingkat
polaritas pelarut yang dimulai dari pelarut non polar (n-heksan), diikuti dengan
pelarut semipolar (etil asetat dan kloroform) dan pelarut polar (etanol). Pengujian
aktivitas antibakteri dilakukan dengan uji metode sumur difusi, dan parameter
yang diamati adalah diameter daya hambat. Hasil penelitian menunjukan bahwa
ekstrak n-heksan memberikan daya hambat tertinggi pada bakteri gram negatif
(Shigella dysenteriae) dan ektrak n-heksan pada bakteri gram positif
(Streptococcus mutans) berturut-turut adalah 22.81 mm dan 20.99 mm. Jadi,
ekstrak daun mayana dapat menghambat bakteri Shigella dysenteriae dan
Streptococcus mutans dengan kategori yang sangat kuat.

Kata kunci: Mayana (Coleus Atropurpureus [L] Benth), Kepolaran pelarut,


Daya hambat, Antibakteri.

3
ABSTRACK

A study was conducted on the antibacterial activity test of leaf extract (Coleus
atropurpureus [L] Benth.) from several levels of solvent polarity. The purpose of
this research is to find out its inhibition capacity of extract against Gram positive
bacteria (Streptococcus mutans) and gram negative bacteria (Shigella dysenteriae)
based on polarity level of solvent. The method of extraction used in this research
was maceration method with 4 levels of solvent polarity starting from non polar
solvent (n-hexane), followed by semipolar solvent (ethyl acetate and chloroform)
and polar solvent (ethanol). The antibacterial activity test was performed by
diffusion well test, and the observed parameter was the inhibitory diameter. The
results showed that n-hexane extract gave the highest inhibition in gram negative
bacteria (Shigella dysenteriae) and Gram positive bacteria (Streptococcus mutans)
were 22.81 mm and 20.99 mm, respectively. In conclusion, mayana leaf extract
can inhibit the growth of Shigella dysenteriae and Streptococcus mutans bacteria
with very strong category.

Keywords: Mayana (Coleus Atropurpureus [L] Benth), Solvent polarity,


inhibition, Antibacterial.

4
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Sifat fisik pelarut organik ....................................................................... 16

Tabel 2.2 Jenis-jenis pelarut organik serta titik didihnya ....................................... 17

Tabel 2.3 Ciri-ciri bakteri gram positif dan gram negatif ....................................... 20

Tabel 4.1 Hasil analisis golongan senyawa ekstrak daun mayana dari keempat

jenis pelarut ............................................................................................. 29

Tabel 4.2 Hasil zona hambat bakteri gram negatif Shigella dysenteriae dan

bakteri gram positif Streptococcus mutans ............................................. 31

5
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Daun Mayana ........................................................................................ 5

Gambar 2.2 Struktur tanin ........................................................................................ 9

Gambar 2.3 Struktur prosianidin ............................................................................ 10

Gambar 2.4 Struktur isoflavon................................................................................ 12

Gambar 2.5 Struktur morfin.................................................................................... 13

Gambar 2.6 Struktur progesteron............................................................................ 14

Gambar 2.7 Bentuk mikroskopis Shigella dysenteriae ........................................... 21

Gambar 2.8 Bentuk mikroskopis Streptococcus mutans ........................................ 23

6
DAFTAR SIMBOL

mL : Mililiter

mm : Milimeter

g : Gram

µL : Mikroliter

cm : Centimeter

% : Persen

7
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Bagan Alir Tahap Pengolahan Daun Mayana 44

Lampiran 2. Bagan Alir Tahap Ekstraksi Daun Mayana 45

Lampiran 3. Bagan Alir Tahap Uji Golongan Senyawa Ekstrak Daun Mayana 47

Lampiran 4. Bagan Alir Tahap Uji Aktivitas Anti Bakteri Dengan Metode
Sumur Difusi 48

Lampiran 5. Tabel Hasil pengamatan uji daya hambat ekstrak daun mayana 49

Lampiran 6. Dokumentasi penelitian 50

8
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan bahan alam terutama dari tumbuhan sebagai obat tradisional


telah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya produk ramuan tradisional, baik yang diolah dengan tehnik
sederhana maupun modern. Pemanfaatan tanaman yang dijadikan sebagai
obat pada umumnya untuk mencegah berbagai macam penyakit,
pemeliharaan maupun pemulihan kesehatan (Bellanti, 1993).

Tumbuhan Mayana tumbuh subur di daerah dataran rendah sampai ketinggian


1500 meter diatas permukaan laut dan merupakan tanaman semusim.
Umumnya mayana ditemukan di tempat lembab dan terbuka seperti pematang
sawah, tepi jalan pedesaan, di kebun-kebun sebagai tanaman liar atau
tanaman obat, merayap tinggi berkisar antara 30-150 cm dan masuk dalam
kategori tumbuhan basah yang batangnya mudah patah (Yuniari, 2008).
Tanaman mayana (Coleus atropurpureus (L.) benth) mengandung senyawa-
senyawa yang berkhasiat sebagai antibakteri, diare, bisul, infeksi telinga,
wasir maupun sebagai penambah nafsu makan ( Syamsuhidayat, 1991).

Daun mayana adalah daun pucuk Plectranthus scutellarioides (L.) Benth,


sinonim Coleus scutellaroides (L.) Benth, suku Lamiaceae. Dilihat secara
makroskopik berupa daun tunggal berwarna ungu kecoklatan sampai ungu
kehitaman,setiap daerah mempunya nama yang berbeda untuk sebutan daun
mayana ini, penggunaan secara empiris sebagai obat wasir, peluruh haid dan
penambah nafsu makan. Penelitian terhadap aktivitas antibakteri dan peluruh
dahak penderita TBC telah dilakukan terhadap ekstrak uji daun mayana dan
menunjukkan hasil yang positif, begitu pula dengan uji metabolit sekunder
menyatakan positif tanin katekat dan flavonoid yang banyak (Nugroho,
2003).

9
Golongan senyawa metabolit sekunder adalah alkaloid, flavonoid, sapponin,
tanin, steroid dan triterpenoid (Harbone, 1987). Metabolit sekunder ada yang
berperan sebagai antimikroba, antibiotik, antioksidan, antikanker, anti
koagulan darah dan dapat menghambat efek karsinogenik (Copriady dkk.
2005 dalam Handayani). Uji metabolit sekunder sebagai antibakteri selalu
didahului dengan ekstraksi pelarut yang bertujuan untuk menarik metabolit
sekunder yang bersifat antibakteri. Pelarut polar akan melarutkan senyawa
polar, demikian pula pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar.
Sedangkan pelarut semi polar akan melarutkan senyawa semi polar pula.

Antimikroba merupakan zat kimia yang memiliki khasiat untuk menghambat


atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme, antimikroba dapat dibagi
menjadi antibakteri, antifungi, antivirus dan antiprotozoal berdasarkan
mikroorganisme yang dimatikan atau dihambat pertumbuhannya (Tjay dan
Kirana, 2002). Senyawa antimikroba dari tumbuhan dapat diperoleh dengan
cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik. Perbedaan polaritas dari
pelarut menghasilkan perbedaan jumlah dan jenis senyawa metabolit sekunder
yang didapat (Fajrullah, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lisdawati (2008)


menunjukkan bahwa sampel simplisia daun mayana mengandung golongan
senyawa kimia terpenoid (dimana minyak atsiri termasuk kedalam golongan
ini), tanin (dalam jumlah besar), tanin katekat dan flavonoid. Dengan
menggunakan pelarut etanol dengan konsentrasi bertingkat ekstrak etanol
daun mayana (Coleus atropurpureus [L] Benth) memiliki aktivitas sebagai
antibakteri terhadap S.aureus, E.coli dan P.aeruginosa dengan rata-rata
diameter zona hambat pada konsentrasi 80% untuk S.aureus 26,33 mm,
untuk E.coli 29,17 mm dan untuk P.aeruginosa 31,83 mm (Deby, 2012).

Ekstrak n-heksan pada penelitian Uji Fitokimia dan Aktivitas antibakteri


ekstrak kasar etanol, n-heksan, etil asetat dan metanol dari Buah Labu Air
(Lagenari Skeraria) menghasilkan diameter zona hambat paling tinggi

10
dibandingkan dengan ekstrak lain, pada bakteri Bacillus cereus 14,3 mm dan
Salmonella typhy 9,8 mm (Eva, 2011).

Jenis pelarut yang biasa digunakan dalam proses ekstraksi sampel yaitu etanol,
etil asetat, kloroform dan n-heksan. Pelarut dipilih berdasarkan tingkat
kepolaran yang berbeda dengan tujuan untuk memperoleh pelarut terbaik yaitu
pelarut pelarut yang dapat mengekstrak dalam jumlah besar dan dapat
mengekstrak golongan senyawa antibakteri yang mempunyai aktifitas tinggi.
Variasi pelarut perlu dilakukan karena senyawa senyawa aktif yang berpotensi
sebagai antibakteri dalam daun mayana belum diketahui sifat kepolarannya.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, perlu dilakukan


kajian lebih lanjut untuk aktivitas antibakteri ektrak daun mayana (Coleus
atropurpureus [L.] Benth) dalam berbagai macam tingkat kepolaran pelarut.
Dengan perbedaan kepolaran pelarut tersebut diharapkan dapat diperoleh
ekstrak yang paling aktif sebagai antibakteri.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a. Apakah senyawa antibakteri dalam daun mayana bersifat polar, non polar
dan semi polar ?

b. Berapa diameter zona hambat tertinggi ekstrak daun mayana pada bakteri
gram negatif (Shigella dysenteriae) dan gram positif (Streptococcus
mutans) ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :


a. Untuk mengetahui senyawa antibakteri dalam daun mayana bersifat polar,
non polar dan semi polar.

11
b. Mengetahui berapa diameter zona hambat tertinggi ekstrak dau mayana
pada bakteri gram negatif (Shigella dysenteriae) dan gram positif
(Streptococcus mutans).

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efektivitas


penggunaan ekstrak daun Mayana (Coleus atropurpureus [L.] Benth) sebagai
antibakteri. Selain itu juga sangat diharapkan dapat dijadikan penuntun atau
panduan penelitian lain yang ingin melakukan isolasi terhadap senyawa yang
aktif dari tanaman Mayana ini.

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Mayana

Tanaman Mayana (Coleus atropurpureus) adalah salah satu kekayaan flora di


Indonesia yang memppunyai banyak manfaat. Selain sebagai tanaman hias,
mayana juga telah digunakan sebagai obat tradisional. Masyarakat Indonesia
menggunakan mayana untuk mengobati berbagai macam penyakit termasuk
cacingan. Penelitian awal menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun mayana
memiliki aktivitas anthelmintika yang lebih kuat dibandingkan dengan
ekstrak kloroform daun mayana terhadap cacing pita Hymenolepis
microstoma secara in vitro ( Yuniarti, 2008).

Gambar 2.1. Tumbuhan Mayana (Dalimartha, 2007)

Dari sistem sistematika (taksonomi), tumbuhan mayana dapat diklasifikasikan


sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta (Berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua / dikotil)
Ordo : Lamiales
Family : Lamiaceae

13
Genus : Plectranthus
Spesies : Plectranthus scutellarioides (L.) R.Br. sinonim Coleus
atropurpureus [L.] Benth

Tanaman mayana (Coleus atropurpureus (L.) benth) merupakan tanaman hias


yang dapat dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk mengobati penyakit
infeksi yang berasal dari asia tenggara, corak, bentuk dan warna mayana
beranekaragam, tetapi yang berkhasiat obat adalah daun yang berwarna
merah kecoklatan (Dalimartha, 2007).

Daun mayana merupakan pucuk Plectranthus scutellarioides (L.) Benth, suku


Lamiaceae. Secara makroskopik berupa daun tunggal berwarna ungu
kecoklatan sampai ungu kehitaman, tiap daerah mempunya nama yang
berbeda untuk sebutan daun mayana, penggunaan secara empiris sebagai obat
wasir, peluruh haid dan penambah nafsu makan. Penelitian terhadap aktivitas
antibakteri dan peluruh dahak penderita TBC telah dilakukan terhadap ekstrak
uji daun mayana dan menunjukkan hasil positif (Nugroho, 2003).

Penggunaan daun mayana dapat digunakan dalam bentuk segar seperti


tumbukan, perasan, seduhan dan rebusan yang dimanfaatkan sebagai obat
bisul, abses, borok luka bernanah, radang telinga, terlambat bulan, keputihan,
dan cacingan sedangkan akarnya digunakan sebagai obat mulas dan sakit
perut (Winarto, 2007).

Tumbuhan Iler (Mayana) bermanfaat untuk menyembuhkan hepatitis dan


menurunkan demam, batuk dan influenza. Selain itu daun tumbuhan iler ini
juga berkhasiat untuk penetralisir racun (antitoksik), menghambat
pertumbuhan bakteri (antiseptik), mempercepat penyembuhan bisul,
pembunuh cacing (vermisida), wasir, pelurh haid (emenagog), membuyarkan
gumpalan darah, gangguan pencernaan makanan (despepsi), radang paru,
gigitan ular berbisa dan serangga ( Dalimartha, 2007).

14
Sedangkan akar tumbuhan ini berkhasiat untuk mengatasi perut mulas dan diare.
Dalimartha juga menyebutkan bahwa tumbuhan iler dapat menyembuhkan radang
telinga. Sebagai catatan ibu hamil dilarang meminum rebusan daun iler ini karena
dapat menyebabkan keguguran (Yuniarti,2008).

Mayana memiliki tinggi 1-2 meter dan terdapat di semak-semak. Tanaman yang
tergolong kedalam famili Labiate ini merupakan perdu. Tanaman ini biasanya
rimbun dengan daun berwarna hijau kemerahan atau merah ke arah ungu. Tepian
daunnya bergerigi dan permukaannya berbulu halus. Karakteristik daun yaitu
tunggal, silang berhadapan, berbentuk lonjong dengan tepi bergerigi dan ujung
runcing, pangkal membulat, panjang daun mencapai 4-8 cm dan lebar 2-5 cm,
tangkai silindris dengan panjang 2-5 cm dan berwarna hijau dan merah keunguan.
Bunganya berwarna putih keunguan. Kelopak bunga berbentuk bintang terdiri dari
lima helai, benang sari dan putik kecil, mahkota bunga berbentuk bibir berwarna
ungu. Batang tanaman ini tegak, bersifat lunak, berbentuk segi dengan warna
hijau pucat. Karakteristik buah berbentuk bulat, kecil dan berwarna coklat.
Karakteristik biji berbentuk bulat, kecil dan hitam ( Hutapea dan syamsuhidayat,
1991)

Tumbuhan Mayana memiliki batang herba, tegak atau berbaring pada pangkalnya
dan merayap tinggi berkisar 30-150 cm dan mayana termasuk kategori tumbuhan
basah yang batangnya mudah patah. Daun tunggal, helaian daun berbentuk hati,
pangkal membulat atau melekuk menyerupai bentuk jantung dan setiap tepiannya
dihiasi oleh lekuk-lekuk tipis yang bersambungan dan didukung tangkai daun
dengan panjang tangkai 3-4 cm yang memiliki warna beranekaragam, ujung
meruncing dan tulang daun menyirip berupa alur. Batang bersegi empat dengan
alur yang agak dalam pada masing-masing sisinya, percabangan banyak, berwarna
ungu kemerahan. Bunga berbentuk untaian bunga bersusun, muncul pada pucuk
tangkai batang berwarna putih, merah dan ungu. Tumbuhan mayana memiliki
aroma bau yang khas dan rasa yang agak pahit, sifatnya dingin. Jika seluruh
bagian diremas akan mengeluarkan bau yang harum. Untuk memperbanyak
tanaman ini dilakukan dengan cara stek batang dan biji (Yuniarti, 2008)

15
Pada umumnya, mayana ditanam di pekarangan sebagai tanaman hias atau
tanaman obat. Mayana atau iler ini juga bisa ditemukan disekitar sungai atau
pematang sawah dan tepi-tepi jalan pedesaan sebagai tumbuhan liar. Syarat
tanaman ini dapat tumbuh dengan subur adalah didaerah dataran rendah
sampai ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut ( Nurcahyo, 2009)

Distribusi tanaman mayana antara lain tersebar di India, Burma (Myanmar),


Indo China, Cina bagian selatan, Taiwan, Thailand, Pulau Solomon, Australia
bagian utara dan Polynesia (De padua et al, 1999)

2.2 Kandungan Kimia metabolit sekunder tanaman

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lisdawati (2008)


menunjukkan bahwa sampel simplisia daun mayana mengandung golongan
senyawa kimia terpenoid (dimana minyak atsiri termasuk kedalam golongan
ini), tanin ( dalam jumlah besar), tanin katekat dan flavonoid. Dengan
menggunakan pelarut etanol dengan konsentrasi bertingkat ekstrak etanol
daun mayana (Coleus atropurpureus [L] Benth) memiliki aktivitas sebagai
antibakteri terhadap S.aureus, E.coli dan P.aeruginosa dengan rata-rata
diameter zona hambat pada konsentrasi 80% untuk S.aureus 26,33 mm,
untuk E.coli 29,17 mm dan untuk P.aeruginosa 31,83 mm (Deby, 2012).

Berikut ini merupakan senyawa metabolit sekunder yang diduga terdapat


dalam daun mayana :

2.2.1 Tannin

Tannin merupakan komponen zat organik yang terdapat dalam beberapa


jenis tanaman terutaman tanaman berkeping dua (dikotil). Ekstrak
tannin terdiri dari campuran senyawa polifenol yang sangat kompleks
dan biasanya tergabung dari karbohidrat rendah seperti glukosa
(Linggawati et al., 2002). Senyawa tannin dapat berperan sebagai
antibakteri karena dapat mengganggu sintesa peptidoglikan sehingga
pembentukan dinding sel bakteri menjadi kurang sempurna. Mekanisme
kerja tannin sebagai antibakteri menurut Naim (2004) berhubungan

16
dengan target penyerangan tannin terhadap kerusakan polipeptida yang terdapat
pada dinding sel bakteri sehingga mengganggu sintesa peptidoglikan yang
menjadikan pembentukan dinding sel tidak sempurna dan mengakibatkan
inaktivasi sel bakteri pada sel inang. Struktur tannin disajikan pada gambar 2.2

Gambar 2.2. Struktur Tannin (Hagerman, 2002)

Menurut Mutiatikum (2010) Tannin dapat digunakan sebagai masker atau zat
identitas untuk tanaman mayana. Penggolongan tannin dalam tumbuhan mayan
terdiri dari tannin terkondensasi, Tannin terhidrolisa (strukturnya ester asam galat
dan glukosa) dan Prototanin (struktur katekin dan galokatekin).

Tanaman bangun-bangun (Plectranthus amboinicus) berpotensi sebagai sumber


bahan mentah (raw material) dalam industri farmasi, makanan dan kosmetik.
Potensi ini didukung kandungan senyawa dalam minyak atsiri tanaman bangun-
bangun yang terdiri dari senyawa fenolik (carvacrol dan thymol), terpen, tannin,
glikosida, flavonoid, kuinon dan senyawa lain yang memiliki aktivitas
antiinlamasi, antikanker, imunostimulan, antiketombe dan lain sebagainya (Elisa,
2011)

Tannin dalam sabut kelapa merupakan golongan polifenol atau tannin terhidrolisis
yang memiliki banyak manfaat seperti antibakteri, antioksidan, antijamur, dan
antivirus. Ekstrak etanol sabut kelapa menunjukan efek antibakteri terhadap
Escherichia coli dan Shigella dysenteriae. Terbukti setelah dilakukannya uji
terhadap bakteri tersebut, terlihat adanya hambatan pertumbuhan bakteri atau
daerah jernih di sekeliling kertas cakram pada konsentrasi 500 mg/ml hingga 10
mg/ml (Dalimunthe dan Nainggolan, 2006).

17
2.2.2 Polifenol

Fenol merupakan cairan bening yang beracun dengan bau yang khas. Rumus
kimianya adalah C6H5OH dan memiliki struktur grup hidroksil (-OH) yang
terikat dengan sebuah cincin phenyl yang juga merupakan senyawa
aromatis. Fenol memiliki sifat antiseptik dan digunakan oleh Sir Joseph
Lister (1827-1912) pada teknik pembedahan antiseptiknya. Fenol juga
merupakan bahan aktif anastesi oral seperti Chloraseptic spray. Fenol juga
merupakan bahan utama dari Carbolic Smoke Ball, sebuah alat yang
dipasarkan di London pada abad ke 19 sebagai pengaman pengguna
terhadap influenza dan penyakit lainnya. Struktur salah satu senyawa
polifenol disajikan pada gambar 2.3

Gambar 2.3. Struktur molekul prosianidin salah satu senyawa polifenol (Hagerman, 2002)

Family Lamiaceae memiliki nilai ekonomi yang besar, karena mengandung


beberapa spesies hortikultura, yang sebagian besar digunakan sebagai
bumbu kuliner. Spesies Lamiaceae diketahui mengandung senyawa aktif
secara farmakologi, Dengan kandungan tinggi dari fenolat dalam Lamiaceae
pernah dianggap sebagai sumber sub alam yang berharga untuk perawatan
kesehatan. Asam Rosmarinic adalah salah satu senyawa fenolik utama yang
terkandung dalam jaringan beberapa spesies tanaman milik Lamiaceae
(Venkateshappa dan Sreenath, 2013),

Secara umum, istilah fenol dan polifenol menunjukkan kelompok utama


metabolit sekunder tanaman lamiaceae, yang memiliki paling sedikit
satu cincin fenolik dalam molekulnya, mereka terutama berasal dari

18
jalur shikimate, Cincin fenolik dibuat dari inti aromatik hidrofobik dan
gugus hidroksi hidrofilik, yang dapat dilibatkan dalam pembentukan
ikatan hidrogen. Sebagai senyawa redoks aktif, fenol tanaman juga
dapat bertindak sebagai antioksidan atau sebagai pro-oksidan
(Lattanzio, 2006)

Percobaan in vitro membuktikan bahwa fenolat lamiaceae adalah


antioksidan yang lebih efisien daripada vitamin C, E dan karotenoid.
Polifenol dalam lamiaceae berguna untuk melindungi sistem saraf
terhadap stres oksidatif, pengurangan demensia dan keterlambatan
dalam timbulnya alzheimer (Rice-evans, 1996)

Hasil uji analisis fitokimia salah satu genus dari Plectrantus/coleus ini
yaitu Coleus ambionicus .L menunjukkan bahwa senyawa utama yang
terkandung dalam daun tersebut adalah polifenol, saponin, glikosida
flavonol dan minyak atsiri. Coleus ambionicus mampu meningkatkan
pertahanan tubuh dengan cara meningkatkan sifat fagositik sel retrofil
(Batubara, 2004).

2.2.3 Flavonoid

Senyawa flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa


polifenol yang ditemukan dialam (Lenny, 2006). Flavonoid merupakan
kelompok senyawa fenol yang berperan dalam mengikat protein,
sehingga mengganggu proses metabolisme (Ganiswara, 1995). Sabir
(2005) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa gugus hidroksil yang
terdapat pada struktur senyawa flavonoid menyebabkan perubahan
komponen organik dan transport nutrisi yang akhirnya akan
mengakibatkan timbulnya efek toksik terhadap bakteri.

Flavonoid merupakan golongan yang penting karena memiliki spektrum


aktivitas antimikroba yang luas dengan mengurangi kekebalan pada
organisme sasaran (Naidu, 2000). Isoflavon merupakan jenis flavonoid
yang banyak terdapat pada tanaman dan memiliki aktivitas antimikroba

19
yang paling tinggi dibandingkan jenis flavonoid lainnya. Sebagai
contoh isoflavon dapat menghambat pertumbuhan kapang dan
membantu dalam mengontrol wabah penyakit (Naidu, 2000). Struktur
Flavonoid disajikan pada gambar 2.4

Gambar 2.4. Struktur isoflavon (Hagerman, 2002).

Daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour) adalah salah satu jenis


spesies dari Keluarga Lamiaceae Yang Banyak mengandung zat gizi
mikro dan zat bioaktif. Torbangun kaya akan kandungan zat gizi mikro
seperti magnesium, zat besi, zink, kalsium, α-tokoferol, dan β-karoten
dan zat bioaktif yang banyak seperti flavonoid dan glikosida, daun
Torbangun digunakan untuk menurunkan keluhan nyeri payudara, sakit
kepala, nyeri perut bagian bawah, dan keluhan emosi pada remaja putri
yang menderita sindrom pramenstruasi (Batubara, 2004)

Flavonoid bermanfaat banyak bagi kesehatan dan merupakan suatu


kelompok luas dari metabolit sekunder fenolik bioaktif, yang terdapat
dalam family lamiaceae yang meliputi apigenin dan naringenin,
luteolin, hesperidin dan rutin. Manfaat kesehatan telah dianggap berasal
juga untuk fenolik asam seperti asam klorogenat, asam gentisic dan
asam caffeic. (Venkateshappa dan Sreenath, 2013).

2.2.4 Alkaloid

Menurut Darwis dan Ahmad (2001), alkaloid adalah golongan senyawa


basa bernitrogen yang berupa heterosiklik dan banyak terdapat pada
tanaman. Senyawa aktif jenis alkaloid ini umumnya larut dalam pelarut

20
organik nonpolar, tetapi ada beberapa kelompok seperti pseudoalkaloid
dan protoalkaloid yang larut pada pelarut polar seperti air (Lenny,
2006). Senyawa aktif golongan alkaloid dapat berperan sebagai
antibakteri. Mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri oleh
senyawa alkaloid yaitu dengan cara menganggu komponen penyusun
peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak
terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut
(Robinson, 1995). Struktur salah satu senyawa alkaloid disajikan pada
gambar 2.5

HO

H N

HO

Gambar 2.5. Struktur Morfin (Hagerman, 2002).

2.2.5 Steroid

Steroid adalah senyawa organik lemak sterol tidak terhidrolisis yang


merupakan hasil reaksi dari turunan terpena atau skualena (Hanani et al.,
2005). Steroid mempunyai efek fisiologis tertentu. Beberapa steroid
penting adalah kolestrol, yaitu steroid hewani yang terdapat paling meluas
dan dijumpai pada hampir semua jaringan hewan (Fessenden dan
Fessenden, 1982). Uji positif dari steroid yaitu warna hijau biru (Harborne,
1987).

Steroid dalam kentang hitam (coleus tuberosus) merupakan golongan


terpenoid, Kentang hitam (coleus tuberosus) merupakan tanaman pangan
potensial. Kentang hitam termasuk dalam family Lamiaceae, dimana
famili Lamiaceae juga dikenal dengan family Labiate atau family mint.
Beberapa metabolit sekunder adalah bermacam-macam terpenoid

21
terutama, mono-, sesqui-, di- dan tri-terpenes yang berpotensi sebagai anti
bakteri dan obat-obatan (Luisa Pistelli, 2006).Struktur salah satu senyawa
steroid disajikan pada gambar 2.6

H H

Gambar 2.6. Struktur Progesteron (Harborne, 1987).

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan komponen senyawa yang


diinginkan dari suatu komponen dengan cara pemisahan satu atau lebih
komponen dari suatu bahan yang merupakan sumber komponennya. Pada
umumnya, ekstraksi akan semakin baik bila permukaan serbuk sampel yang
bersentuhan dengan pelarut semakin luas. Dengan demikian, semakin halus
serbuk sampel maka akan semakin baik proses ekstraksinya. Selain luas
bidangnya, ekstraksi juga dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia sampel yang
bersangkutan (Ahmad, 2006).

Ekstraksi dapat dilakukan dengan bermacam–macam metode tergantung dari


tujuan ekstraksi, jenis pelarut yang digunakan dan senyawa yang diinginkan.
Metode ekstraksi yang paling sederhana adalah maserasi. Maserasi adalah
perendaman bahan alam dalam suatu pelarut. Metode ini dapat menghasilkan
ekstrak dalam jumlah banyak serta terhindar dari perubahan kimia senyawa–
senyawa tertentu karena pemanasan (Pratiwi, 2009).

Proses pemisahan senyawa dari sampel dilakukan dengan menggunakan


pelarut tertentu sesuai dengan sifat senyawa yang akan dipisahkan.
Pemisahan senyawa berdasarkan kaidah like dissolved like yang artinya suatu
senyawa akan larut dalam pelarut yang sama tingkat kepolarannya. Bahan dan

22
senyawa kimia akan mudah larut pada pelarut yang relatif sama
kepolarannya. Kepolaran suatu pelarut ditentukan oleh besar konstanta
dielektriknya, yaitu semakin besar nilai konstanta dielektrik suatu pelarut
maka polaritasnya semakin besar. Menurut Ahmad (2006), beberapa aspek
yang perlu diperhatikan dalam pemilihan pelarut antara lain:
a. Selektifitas, yaitu pelarut hanya melarutkan komponen target yang
diinginkan dan bukan komponen lain.
b. Kelarutan, yaitu kemampuan pelarut untuk melarutkan ekstrak yang lebih
besar dengan sedikit pelarut.
c. Toksisitas, yaitu pelarut tidak beracun
d. Penguapan, yaitu pelarut yang digunakan mudah diuapkan
e. Ekonomis, yaitu harga pelarut relatif murah.

Secara umum metode ekstraksi dibagi menjadi dua macam yaitu ekstraksi
tunggal dan ekstraksi bertingkat. Ekstraksi tunggal adalah melarutkan bahan
yang akan diekstrak dengan satu jenis pelarut. Kelebihan dari metode ini
yaitu lebih sederhana dan tidak memerlukan waktu yang lama, akan tetapi
rendemen yang dihasilkan lebih sedikit. Adapun metode ekstraksi bertingkat
adalah melarutkan bahan atau sampel dengan menggunakan dua atau lebih
pelarut. Kelebihan dari metode ekstraksi bertingkat ini adalah dapat
menghasilkan rendemen dalam jumlah yang besar dengan senyawa-senyawa
yang berbeda tingkat kepolarannya (Pratiwi, 2009).

Ekstraksi bertingkat dilakukan secara berturut-turut dimulai dari pelarut non


polar berupa kloroform, kemudian pelarut semipolar berupa etil asetat dan
selanjutnya dengan pelarut polar seperti metanol atau etanol (Sudarmadji,
2007).

2.4 Polaritas Pelarut

Polaritas diartikan sebagai pemisahan kutub bermuatan positif dan negatif


dari suatu molekul sebagai akibat terbentuknya konfigurasi tertentu dari
atom-atom penyusunnya. Polaritas pelarut sangat berpengaruh terhadap daya

23
larut. Indikator kelarutan pelarut dapat ditentukan dari nilai konstanta
dielektrik dan nilai polaritas pelarut. Besarnya nilai polaritas pelarut
proporsional dengan konstanta dielektriknya (Stahl, 1969).

Pelarut merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam proses


ekstraksi, sehingga banyak faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan
pelarut (Guenter, 2006). Terdapat dua pertimbangan utama dalam memilih
jenis pelarut, yaitu pelarut harus mempunyai daya larut yang tinggi dan
pelarut tidak berbahaya atau tidak beracun. Pelarut yang digunakan dalam
ekstraksi harus dapat melarutkan ekstrak yang diinginkan saja, mempunyai
kelarutan yang besar, tidak menyebabkan perubahan secara kimia pada
komponen ekstrak dan titik didih kedua bahan tidak boleh terlalu dekat
(Bernasconi, 1995). Menurut Heath and reineccius (1987), yang perlu
diperhatikan dalam pemilihan pelarut adalah daya melarutkan komponen
yang diinginkan, titik didih, sifat racun, mudah tidaknya terbakar dan sifat
korosif terhadap peralatan ekstraksi.

Tabel 2.1. Sifat fisik pelarut organik

Konstanta Indeks
Titik didih Titik beku
Pelarut dielektrik polaritas
(0C) (0C)
(ɛ) (µ)
Akuades 100,0 0 80,2 10,2
Methanol 64,0 -98 32,6 5,1
Etanol 78,4 -117 24,3 5,2
Kloroform 61,2 -64 4,8 4,1
Etil asetat 77,1 -84 6,0 4,4
Dietil eter 35,0 -116 4,3 2,8
Aseton 56,0 -95 20,7 5,1
Sumber : Sudarmadji (2007).

Konsep yang selalu dipakai like disolve like merupakan konsep yang
menjelaskan adanya fenomena dalam proses ekstraksi, nilai kepolaran pelarut
harus sedekat mungkin dengan kepolaran sampel. Konsep ini sangat berguna
jika komponen yang sudah di ekstrak diketahui kepolarannya. Untuk bahan
yang bersifat polar sebaiknya menggunakan pelarut yang polar, sedangkan

24
untuk bahan yang non polar digunakan pula pelarut yang bersifat nonpolar
(Stahl, 1969)

Tabel 2.2 Jenis pelarut dan komponen terlarut serta titik didihnya
Jenis Pelarut Titik didih (◦C)
Air 100
Etanol 78,4
Etil Asetat 77
Petroleum eter 70
Kloroform 61,7
Heksan 71
Asam Askorbat ≥ 190
Flavonoid ≥ 160
Karotenoid ≥ 580
Alkaloid ≥ 100
Steroid ≥ 135
Sumber : (Bernasconi, 1995)

2.5 Antibakteri

Antibakteri adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan


mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme bakteri patogen
dan non patogen. Menurut Jawetz et al., (2005), antibakteri dapat dibedakan
berdasarkan mekanisme kerjanya, yaitu:

a. Menghambat Pembentukan Dinding sel

Mekanisme penghambatan dinding sel oleh antibakteri ditunjukan untuk


dinding sel bakteri yang terdiri dari peptidoglikan yang merupakan suatu
senyawa kompleks polimer mukopeptida (glikopeptida). Penyerangan
tersebut menyebabkan tekanan osmotik di dalam sel lebih tinggi daripada
diluar sel sehingga mengakibatkan terjadinya sel lisis atau kebocoran sel,
misalnya penggunaan penicillin.

b. Mengubah Permebilitas Membran Sel

25
Membran sel berperan penting dalam mengatur keluar masuknya zat antar sel
dengan lingkungan luar. Mekanisme kerja antibakteri dalam mengubah
permeabilitas membran sel bakteri yaitu dengan cara merusak membran sel
sehingga fungsi permeabilitas membran mengalami kerusakan yang
mengakibatkan kematian sel. Contoh antibakteri yang dapat melakukan hal
ini adalah polimiksin, kolistin, nistatin dan sebagainya.

c. Menghambat Sintesis Protein

Sintesis protein merupakan hasil akhir dari dua proses utama yaitu transkripsi
dan translasi. Antibakteri yang dapat mengganggu proses transkripsi maupun
translasi sehingga menghambat sintesis protein adalah streptomisin,
tetraksilin kloramfenikol dan sebagainya.

d. Menghambat Sintesis Asam Nukleat

Antibakteri ini bekerja dengan cara membentuk kompleks dengan DNA yang
menyebabkan terhambatnya proses replika DNA, misalnya asam nalidiksat.
Aktivitas penghambatan senyawa antibakteri terhadap pertumbuhan bakteri
dapat dilihat dengan melakukan uji aktivitas antibakteri dengan cara
mengamati besar kecilnya zona hambat yang dibentuk. Aktivitas antibakteri
dibagi menjadi dua macam yaitu aktivitas bakteriostatik berupa
penghambatan pertumbuhan tetapi tidak membunuh patogen dan aktivitas
bakterisidal yaitu membunuh patogen dalam kisaran luas (Brooks et al.,
2005).

Aktivitas antibakteri dapat diuji dengan metode pengenceran dan metode


difusi cakram. Metode pengenceran dilakukan untuk menentukan kadar
hambat minimum (KHM) dan kadar bunuh minimum (KBM), sedangkan uji
difusi cakram dilakukan untuk mengetahui respon penghambat pertumbuhan
bakteri oleh suatu senyawa (Mulyati, 1991).

Antibakteri yang ditandai dengan ukuran diameter zona bening (clear zone).
Kelebihan dari metode kertas cakram yaitu dapat menunjukan secara
langsung aktivitas antibakteri yang ditandai dengan adanya zona hambatan

26
disekitar kertas cakram serta lebih sederhana dalam pengerjaannya dan tidak
memerlukan waktu yang lama (Hermawan, 2007).

Keefektifan suatu senyawa antibakteri dapat dilihat melalui diameter zona


hambat yang dihasilkan. Davis dan Stouth (1971), mengemukakan
berdasarkan pembentukan zona hambat kategori kekuatan antibakteri
dibedakan sebagai berikut : daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti sangat
kuat, daerah hambatan 10-20 mm berarti kuat, 5-10 mm berarti sedang dan
daerah hambatan 5 mm atau kurang berarti lemah.

Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri atau


membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai Kadar Hambat Minimum
(KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM). Antibakteri tertentu aktivitasnya
dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisida bila kadar
antibakterinya ditingkat melebihi KHM (Mulyati, 1991 dalam Chasanah,
2009)

2.6 Bakteri

Bakteri adalah sel prokariot yang khas bersifat uniseluler yang inti selnya
tidak memiliki membran inti. Gram positif dan gram negatif adalah klasifikasi
bakteri yang dibedakan dari ciri – ciri fisik bakteri. Perbedaan yang mendasar
terdapat pada komponen peptidoglikan dan lipid yang terkandung dalam
dinding sel kedua kelompok bakteri tersebut. Perbedaan struktur dan dinding
sel bakteri gram positif dan gram negatif disajikan pada tabel berikut:

27
Tabel 2.2. Ciri-ciri Bakteri Gram Positif dan Gram Negatif

Ciri – cirri Gram positif Gram negative


Struktur Tebal (15-80 mm) Tipis (10-15 mm)
dinding sel
Lipid rendah (1-4 %) Lipid tinggi (11-22 %)
Peptidoglikan pada lapisan Peptidoglikan pada
tunggal; jumlahnya lebih dari lapisan kaku sebelah
50% berat kering pada dalam; jumlahnya
Komposisi beberapa bakteri sekitar 10% berat
dinding sel kering pada beberapa
bakteri

Terdapat asam tekoat Tidak ada asam tekoat


Sumber : Pelczar dan Chan (2006).

Peptidoglikan pada dinding sel bakteri gram postif berupa lapisan tunggal yang
bobotnya lebih dari 50% berat kering, sedangkan pada bakteri gram negatif
peptidoglikan berperan sebagai lapisan kaku dengan bobot sekitar 10% berat
kering. Selain itu, lipid pada kelompok bakteri gram postif lebih sedikit sehingga
pertumbuhannya lebih mudah terhambat oleh senyawa antibakteri. Sebaliknya,
lipid pada bakteri gram positif lebih tinggi sehingga lebih tahan terhadap senyawa
antibakteri (Purwoko, 2007).

Terkait dengan peran bakteri dalam kehidupan manusia, bakteri pada umumnya
dibagi menjadi dua golongan, yaitu bakteri menguntungkan dan merugikan.
Bakteri menguntungkan merupakan kelompok bakteri yang banyak dimanfaatkan
oleh manusia, seperti digunakan sebagai bahan pengawet makanan, fermentasi
dan juga digunakan untuk meningkatkan kesehatan pencernaan. Selain bakteri
yang menguntungkan ada juga bakteri yang merugikan. Salah satu kelompok
bakteri yang merugikan yaitu bakteri patogen. Bakteri patogen yaitu bakteri yang
dapat menginfeksi tubuh manusia, hewan maupun tanaman. Diantara bakteri yang
sering menginfeksi manusia dan mencemari makanan adalah Shigella dysenteriae
dan Micrococcus luteus (Purwoko, 2007).

28
2.6.1 Shigella dysenteriae

Genus Shigella terbagi atas 4 spesies yaitu, S.dysenteriae, S.flexneri,


S.boydii dan S.Sonnei. Di antara keempat jenis tersebut, S.dysenteriae dan
S.flexneri merupakan pathogen utama di berbagai Negara berkembang (Pal
et al., 2013).
Menurut Brenner et al., (2010), adapun klasifikasi ilmiah bakteri Shigella
dysenteriae adalah sebagai berikut :
Kingdom : Bacteria
Filum : Protobacteria
Kelas : Gamma protobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteraceae
Genus : Shigella
Spesies : Shigella dysenteriae

Shigella sp merupakan spesies dari family Enterobacteriaceae. Bakteri ini


merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk batang dan lurus, tidak
bergerak, tidak mempunyai spora, tidak berkapsul. Bakteri ini dapat
tumbuh pada media padat yang mempunyai koloni yang berbentuk bulat,
lebih transparan dengan pinggiran utuh. Bakteri Shigella dysenteriae ini
tidak berselubung, mempunyai ukuran sekitar 0,5-0,7 µm x 2-3 µm dan
mempunyai susunan yang tidak teratur. Berbentuk batang mempunyai
diameter 0,4 -0,6 mikron dan panjang 1-3 mikron, bersifat fakultif
anaerob. Bakteri ini tumbuh optimum pada suhu 37 ◦C dan akan mati pada
suhu 55◦C. (Misnadiarly dan Djajaningrat, 2014).

Gambar 2.7. Bentuk Mikroskopis Shigella dysenteriae (Pal et al., 2013)

29
2.6.2 Streptococcus mutans

Streptococcus merupakan bakteri Gram pisitif berbentuk bulat, yang


mempunyai karakteristik dapat membentuk pasangan atau rantai selama
pertumbuhannya. Bakteri ini tersebar di alam. Beberapa diantaranya
merupakan anggota flora normal pada manusia, sedang Streptococcus
yang lain berhubungan dengan penyakit pada manusia dapat berupa
infeksi oleh Streptococcus dan sebagian yang lain dapat menimbulkan
sensitisasi akibat kuman tersebut. Streptococcus memiliki berbagai
macam kandungan bahan ekstraselular dan enzim (Brooks et al., 2005).

Klasifikasi Streptococcus mutans menurut Brenner et al., (2010) adalah


sebagai berikut :
Kingdom : Bacteria
Filum : Bacteroidetes
Kelas : Bacteroidia
Ordo : Bacteroidales
Famili : Porphyromonadaceae
Genus : Streptococcus
Spesies : Streptococcus mutans

Streptococcus mutans merupakan bakteri Gram positif bersifat


nonmotil, bakteri anaerob fakultatif, memiliki bentuk kokus yang
sendirian berbentuk bulat atau bulat telur dan tersusun dalam rantai.

Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 18-40 oC. S.
Mutans biasanya ditemukan pada rongga gigi manusia yang luka dan
menjadi bakteri yang paling kondusif menyebabkan karies untuk
email gigi (Krieg et al, 1994).

30
Gambar 2.8. Bentuk Mikroskopis Streptococcus mutans (Krieg et al, 1994)

S. mutans adalah bersifat asidogenik yaitu menghasilkan asam, asidodurik,


mampu tinggal pada lingkungan asam, dan menghasilkan suatu polisakarida yang
lengket disebut dextran. Oleh karena kemampuan ini, S. mutans bisa
menyebabkan lengket dan mendukung bakteri lain menuju ke email gigi, lengket
mendukung bakteri-bakteri lain, pertumbuhan bakteri asidodurik yang lainnya,
dan asam melarutkan email gigi (Pal et al., 2013).

2.7 Metode Pengujian Aktivitas Antibakteri

Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai penentu


konsentrasi komponen tertentu pada campuran kompleks kimia, untuk
mendiagnosis penyakit tertentu, serta untuk menguji bahan kimia guna
menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan. Pada uji ini
diukur pertumbuhan mikroorganisme terhadap agen antimikroba. Kegunaan
uji antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien (Pratiwi, 2009).

Adapun metode uji antimikroba antara lain sebagai berikut:


a. Disc diffusion technique (metode Kirby Bauer) untuk menentukan
aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba
diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme yang
akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih mengindikasikan
adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba
pada permukaan media agar (Pratiwi, 2009).

31
b. E-test technique digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum
Inhibitoryn Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum), yaitu
konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Pada metode ini digunakan strip plastik
yang mengandung agen antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi
dan diletakkan pada permukaan media agar yang telah ditanami
mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area jernih yang ditimbulkan
yang menunjukkan kadar agen antimikroba yang menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi, 2009).
c. Ditch plate technique. Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba
yang diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar
dalam cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji
(maksimum 6 macam) digoreskan ke arah parit yang berisi agen
antimikroba (Pratiwi, 2009).
d. Cup-plate technique. Metode ini serupa dengan disc diffusion, dimana
dibuat sumur pada media agar yeng telah ditanami dengan
mikroorganisme dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang
diuji (Pratiwi, 2009).
e. Gradient-plate technique. Pada metode ini konsentrasi agen antimikroba
pada media agar secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal. Media
agar dicairkan dan larutan uji ditambahkan. Campuran kemudian dituang
ke dalam cawan petri dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya dan diinkubasi selama 24 jam untuk
memungkinkan agen antimikroba berdifusi dan permukaan media
mengering. Mikroba uji (maksimal 6 macam) digoreskan pada arah mulai
dari konsentrasi tinggi ke rendah. Hasil perhitungan sebagai panjang total
pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin dibandingkan
dengan panjang pertumbuhan hasil goresan. (Pratiwi. 2009)

Perlu diperhatikan bahwa dari hasil perbandingan yang diperoleh dari


lingkungan padat dan cair, faktor difusi agen antimikroba dapat
mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat (Pratiwi, 2009).

32
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2017 sampai bulan Februari
2017 di Laboratorium Penelitian Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tadulako dan Laboratorium Kesehatan
Provinsi Sulawesi Tengah.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca analitik,


blender, ayakan 60 mesh, oven, autoklaf, inkubator, laminar, rotary
vakum evaporator, jangka sorong, botol semprot, spatula, sendok zat,
Bunsen, pipet tetes, jarum ose dan alat-alat gelas yang umumnya
digunakan dalam Laboratorium mikrobiologi dan Laboratorium kimia.

3.2.2 Bahan

Bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun mayana
di ambil di daerah Petobo, Palu Selatan Sulawesi Tengah, Bahan
lainnya berupa bakteri patogen Streptococcus mutans, Shigella
dysenteriae, etanol, n-heksan,etil asetat, kloroform, reagen dragendroff,
FeCl3, H2SO4 Pekat, HCl pekat, CH3COOH glasial, akuades, Nutrien
Agar (NA), serbuk magnesium, aluminium foil, kertas saring whatman
no.1, dan tissue.

3.3 Prosedur Kerja

Penelitian ini dilaksanakan dalam empat tahap yaitu tahap preparasi sampel,
tahap ekstraksi, tahap uji golongan senyawa dan tahap uji aktivitas antibakteri

33
daun mayana. Tahap ekstraksi daun mayana dengan metode maserasi
bertingkat berdasarkan tingkat kepolaran pelarut, dan analisis aktivitas
antibakteri dengan metode sumur difusi.

3.3.1 Preparasi Sampel

Daun mayana dicuci bersih, diiris tipis-tipis dan dikering anginkan dan
dihaluskan menggunakan blender dan diayak dengan ayakan 60 mesh
untuk mendapatkan daun mayana dalam bentuk tepung, kemudian
tepung daun mayana disimpan untuk digunakan pada prosedur
selanjutnya.

3.4.2 Ekstraksi Daun Mayana (Nurbaya, 2015)

Ekstraksi dilakukan menggunakan metode maserasi dengan


menggunakan tiga jenis pelarut. Ekstraksi pertama digunakan pelarut
non polar yakni n-heksan dengan cara menimbang tepung daun mayana
sebanyak 100 gram, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1000
mL. Selanjutnya ditambahkan 500 mL n-heksan. Campuran diaduk
selama 10 menit setelah itu disimpan selama 3 x 24 jam, kemudian
disaring secara vakum. Residu yang diperoleh dikering anginkan,
selanjutnya dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1000 mL dan ditambakan
pelarut kloroform sebanyak 500 mL. Campuran selanjutnya di aduk
selama 10 menit setelah itu di simpan selama 3 x 24 jam kemudian
disaring lagi secara vakum. Residu yang dihasilakn dikering anginkan,
kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1000 mL dan etil asetat
sebanyak 500 mL. Campuran selanjutnya diaduk selama 10 menit
setelah it disimpan selama 3 x 24 jam kemudian disaring lagi secara
vakum. Residu yang dihasilkan dikering anginkan, kemudian
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 1000 mL dan ditambahkan etanol
sebanyak 500 mL. Campuran diaduk selama 3 x 24 jam, kemudian
disaring lagi secara vakum, selanjutnya dievaporator dan hasilnya
disimpan untuk uji fitokimia dan antibakteri.

34
3.4.3 Uji Fitokimia Secara Kualitatif

Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder


pada ekstrak etanol, n-heksan, etil asetat dan kloroform daun mayana seperti
tannin, flavonoid, alkaloid, polifenol dan steroid dengan menggunakan
pereaksi yang spesifik, meliputi :

3.4.3.1 Uji Tannin dan Polifenol (Harborne, 1987)

Sebanyak 1 mL ekstrak di masukkan ke dalam tabung reaksi,


kemudian ditambahkan 3 tetes larutan FeCl3 5%. Uji positif
ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau hingga hitam.

3.4.3.2 Uji Flavonoid (Harborne, 1987)

Sebanyak 1 ml ekstrak ditambahkan 0,5 gram serbuk magnesium


dan 10 tetes HCl pekat (pereaksi shinoda), bila bereaksi positif
akan menghasilkan larutan berwarna jingga, merah muda atau
merah.

3.4.3.3 UJi Alkaloid (Harborne, 1987)

Sebanyak 1 mL ekstrak di masukkan ke dalam tabung reaksi,


kemudian ditambahkan 3 tetes pereaksi dragendorff. Uji positif
ditunjukkan dengan adanya endapan orange/jingga.

3.4.3.4 Uji Steroid (Harborne, 1987)

Sebanyak 1 mL ekstrak di masukkan ke dalam tabung reaksi,


ditambahkan 10 tetes CH3COOH anhidrat dan 2 tetes H2SO4 pekat
kemudian dikocok beberapa menit. Uji positif ditunjukkan
terbentuknya warna biru atau hijau.

35
3.4.4 Persiapan Bahan Uji Antibakteri

Sebanyak 28 gram nutrien agar (NA) dilarutkan dalam 1000 ml


akuades, kemudian disterilkan ke dalam autoklaf pada suhu 121°C
dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Kemudian didinginkan dan
disimpan dalam kulkas untuk selanjutnya digunakan dalam uji aktivitas
antibakteri.

3.4.5 Pembuatan Suspensi Bakteri Uji (Fitrial, 2009)

Satu mata ose bakteri diambil dari biakan agar miring baru dan
diinokulasikan ke dalam media cair steril MHB, kemudian diinkubasi
selama 24 jam pada suhu 37˚C. Kultur bakteri siap digunakan untuk
pengujian aktivitas antibakteri.

3.4.6 Pengujian Aktivitas Antibakteri Dengan Metode Sumur Difusi


(Darmawati, 2009)

Pada pengujian zona hambat bakteri digunakan metode sumur difusi.


Media Nutrien Agar (NA) sebanyak 25 ml dicampur dengan 25 μL
suspensi bakteri uji sesuai perlakuan (Shigella dysenteriae dan
Streptococcus mutans, dihomogenkan lalu dituang dalam cawan petri
steril dan dibiarkan sampai memadat. Setelah itu dibuat sumur yang
berdiameter ±9 mm menggunakan alat pelubang. Memakai 4 cawan
untuk semua ekstrak, Cawan pertama berisi 3 lubang atau sumur
(lubang pertama untuk ekstrak n-heksan, lubang kedua untuk kontrol
positif berupa Kloramfenikol 0,1% dan lubang ketiga untuk kontrol
negatif berupa pelarut n-heksan). Untuk cawan ke 2 sampai ke 4
dilakukan perlakuan yang sama tetapi memakai ekstrak dan pelarut
yang berbeda (ekstrak kloroform, etil asetat dan etanol), kemudian
diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37˚C, selanjutnya diamati dan
diukur diameter zona hambat dengan jangka sorong.

36
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Metabolit sekunder dalam ekstrak daun mayana

Hasil skrining fitokimia pada daun mayana dari empat jenis pelarut, disajikan
pada tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil analisis golongan senyawa ekstrak daun mayana dari
keempat jenis pelarut.

Golongan Jenis Ekstrak dengan pelarut


Senyawa n-heksan Kloroform Etil Asetat Etanol
Flavonoid - - - ++
Alkaloid +++ - + +
Steroid ++ + - -
Fenol dan tannin - + + ++
Keterangan :

(+) : Terdeteksi adanya senyawa

(-) : Tidak terdeteksi adanya senyawa

Tabel 4.1 terlihat bahwa ekstrak n-heksan terdeteksi adanya steroid dan
alkaloid, tetapi tidak terdeteksi adanya flavonoid dan tannin. Hal tersebut
menunjukan bahwa dalam daun mayana terdapat senyawa steroid dan
alkaloid yang bersifat nonpolar. Ini sesuai dengan pendapat Lestiani dan
Lanny (2008), tingkat kepolaran pelarut menentukan jenis dan jumlah
senyawa yang dapat diekstrak dari bahan. Pelarut akan mengekstrak senyawa-
senyawa yang mempunyai kepolaran yang sama dengan kepolaran pelarut
yang digunakan. Menurut Lisdawati (2008) pada sampel simplisia daun
mayana mengandung golongan senyawa kimia terpenoid (dimana minyak
atsiri termasuk ke dalam golongan ini), dan tannin.

37
Pada ekstrak kloroform terdeteksi adanya steroid dan tanin dalam jumlah
sedikit, sedangkan untuk ekstrak etil asetat terdeteksi adanya alkaloid dan
tanin. Kedua senyawa ini terdeteksi juga dalam ekstrak etanol, yang berarti
alkaloid dan tanin yang ada pada daun mayana terdiri atas alkaloid dan tanin
semi polar serta alkaloid dan tanin polar. Fakta-fakta ini sesuai dengan apa
yang dilaporkan oleh Simaremare (2014) menyatakan bahwa senyawa
golongan alkaloid mengandung nitrogen sebagai bagian dari system sikliknya
serta mengandung substituen yang bervariasi seperti gugus amina, amida,
fenol dan metoksi sehingga alkaloid bersifat semipolar yang dapat larut dalam
pelarut semi polar.

Pada tabel 4.1 juga memperlihatkan senyawa flavonoid banyak terdeteksi


dalam ekstrak etanol, tetapi tidak terdeteksi dalam ketiga ekstrak yang lain
yaitu pada etil asetat, kloroform maupun ekstrak n-heksan, yang menunjukan
flavonoid yang ada dalam daun mayana adalah flavonoid yang bersifat polar.
Senyawa golongan flavonoid memiliki ikatan dengan gugus gula
menyebabkan flovonoid bersifat polar (Shimaremare 2014).

4.2 Uji Aktifitas Antibakteri dan daya hambat Ekstrak Daun Mayana

Berdasarkan hasil penelitian dari 2 bakteri masing-masing 3 kali pengulangan


diperoleh perbedaan zona hambat dari masing-masing ekstrak n-heksan,
kloroform, etil asetat dan etanol. Uji aktivitas ekstrak daun mayana terhadap
pertumbuhan bakteri gram positif (Streptococcus mutans) dan gram negatif
(Shigella dysenteriae) dengan menggunakan metode sumur difusi, yang di
tandai dengan terbentuknya zona bening di sekitar sumuran. Antibiotik
Chloramphenicol sebagai kontrol positif dan kontrol negatif berupa 4 pelarut
yaitu n-heksan, kloroform, etil asetat dan etanol. Pengamatan terhadap
diameter zona hambat dari masing-masing ekstrak dengan pengukuran
menggunakan jangka sorong otomatis. Hasil pengukuran zona hambat bakteri
disajikan pada tabel 4.2

38
Tabel 4.2 Hasil zona hambat bakteri gram negative Shigella dysenteriae dan
bakteri gram positif Streptococcus mutans.

Diameter Rata-rata Zona Hambat (mm)


Shigella Streptococcus mutans
dysenteriae
Ekstrak n-heksan 22,81 20,99
Ekstrak Kloroform 18,19 18,08
Ekstrak Etil asetat 18,01 17,56
Ekstrak Etanol 18,40 20,52
Kontrol positif chloramphenicol
37,07 32,6
Kontrol Positif 36,93 32,58
34,94 31,72
37,03 31,91
Kontrol negatif pelarut
Pelarut n-Heksan 0 0
Pelarut Kloroform 0 0
Pelarut Etil asetat 0 0
Pelarut Etanol 0 0

Pada tabel 4. 2 menunjukan ekstrak n-heksan memberikan daya hambat terhadap


semua bakteri uji. Diameter zona hambat tertinggi (22,81 mm) terdapat pada
bakteri Shigella dysenteriae. Dengan demikian Steroid dan Alkaloid non polar
dalam daun mayana bersifat antibakteri. Kandungan ekstrak n-heksan berupa
senyawa alkaloid yaitu golongan senyawa basa nitrogen yang sebagian besar
berupa heterosiklik dan banyak terdapat pada tanaman, mekanisme penghambatan
pertumbuhan bakteri oleh senyawa alkaloid yaitu dengan cara menggunakan
komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel
tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut (Robinson,
1995).

Menurut Ernawati (2007), senyawa yang di duga dapat ditarik oleh pelarut non
polar misalnya n-heksan adalah asetogenin, dan berbagai macam terpen seperti
myrcene, thymol. Beberapa hasil penelitian menunjukkan senyawa terpenoid
memiliki aktivitas sebagai antimikroba yaitu monoterpenoid linalool, diterpenoid
(-) hardwicklic acid, phytol, triterpenoid saponin dan triterpenoid glikosida
(Gunawan, 2008). Thanh (2006) juga telah berhasil mengisolasi triterpen

39
glikosida dari teripang pasir yang terbukti mampu menjadi agen antijamur,
antibakteri, dan sitotoksik. Berdasarkan hasil penelitian Heni (2015) fraksi n-
heksana mengandung senyawa terpenoid yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri, triterpenoid, tanin, saponin, flavonoid dan memiliki aktivitas antibakteri
dengan berbagai mekanisme kerja.
CH3

OH OH OH

O
H3C O

OH OH O

(a)

(b)
Gambar 4.1. Struktur Molekul Asetogenin (a) dan myrcene (b) (Ernawati, 2007)

Ekstrak kloroform dan etil asetat yang mengandung alkaloid semi polar, steroid
semi polar dan tannin semi polar memberikan zona hambar terhadap semua
bakteri uji, meskipun diameter zona hambatnya berbeda-beda. Hal ini sesuai
dengan Parekh dkk., (2005) juga menemukan bahwa, aktivitas antibakteri
dipengaruhi oleh polaritas senyawa yang diekstraksi oleh masing-masing pelarut
dengan kemampuan zat tersebut untuk menyebar pada media yang digunakan
dalam pengujian aktivitas antibakteri. Tanin pada tanaman digunakan sebagai
proteksi dari mikroorganisme yang mensekresikan enzim yang dapat membuat
dinding sel tanaman lisis, enzim ini akan inaktif ketika tanin yang ada pada
tanaman terikat dengan enzim yang disekresikan oleh mikroorganisme patogen
tersebut (Heldt dan Hans, 2004)

Menurut Gunawan et al., (2008), senyawa terpenoid mempunyai kemampuan


dalam menghambat bakteri. Mekanisme penghambatan senyawa terpenoid
sebagai antibakteri adalah bereaksi dengan porin pada membran luar dinding sel
bakteri dan membentuk ikatan polimer yang kuat sehingga mengakibatkan
rusaknya porin. Rusaknya porin mengakibatkan masuknya senyawa yang akan

40
mengurangi permeabilitas dinding sel bakteri sehingga sel bakteri akan
kekurangan nutrisi dan pertumbuhan bakteri terhambat atau mati (Cowan, 1999).

Ekstrak etanol mengandung senyawa-senyawa polar (flavonoid, alkaloid dan


tanin) juga memberikan zona hambat terhadap semua bakteri uji. Zona hambat
tertinggi (20,52 mm) ditemukan pada Streptococcus mutans dan zona hambat
terendah (18,4) ditemukan pada Shigella dysenteriae. Kandungan ekstrak etanol
berupa senyawa flavonoid merupakan kelompok senyawa fenol yang berperan
dalam mengikat protein, sehingga menganggu proses metabolisme (Ganiswara,
1995). Sabir (2005) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa gugus hidroksil yang
terdapat pada struktur senyawa flavonoid akan mengakibatkan timbulnya efek
toksik terhadap bakteri. Sedangkan untuk ekstrak tanin terdiri dari campuran
senyawa polifenol yang sangat kompleks dan biasanya tergabung dari karbohidrat
rendah seperti glukosa (Linggawati dkk, 2002). Senyawa tanin dapat berperan
sebagai antibakteri karena dapat menganggu sintesa peptidoglikan sehingga
pembentukan dinding sel bakteri menjadi kurang sempurna. Etanol absolut
memiliki efek bakterisidal yang lebih lemah dibandingkan campuran antara
alkohol dan air. 100% etanol mengkoagulasi protein pada dinding sel, sehingga
terjadi pengerasan protein pada dinding sel. Meskipun demikian, etanol pada
konsentrasi 60-99% masih dapat menghambat pertumbuhan gram negatif (Ali
dkk., 2001).

Menurut Parekh dkk., (2005) aktivitas antibakteri dipengaruhi oleh polaritas


senyawa yang diekstraksi oleh masing-masing pelarut dengan kemampuan zat
tersebut untuk menyebarkan pada media yang digunakan dalam pengujian
aktivitas antibakteri. Menurut Schlegel (1993), bahwa setiap senyawa dapat
memberikan efek yang berbeda dalam menghambat pertumbuhan bakteri.
Perbedaan aktivitas yang terjadi tersebut disebabkan oleh metabolit sekunder yang
terkandung memiliki efek sinergis yang berbeda tergantung dari sifat dan
morfologi dari bakteri tersebut. Faktor lain yang menyebabkan perbedaan
diameter zona hambat dari ekstrak tersebut adalah perbedaan senyawa aktif yang
terdapat pada ekstak. Hal ini sesuai dengan pendapat Prescott (2005), bahwa

41
ukuran dari zona hambat dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti tingkat sensitifitas
dari organisme uji, kecepatan difusi dari senyawa antibakteri dan konsentrasi
senyawa antibakteri.

Menurut Davis dan Stout (1971) dalam Arista (2013), berdasarkan zona jernih
atau zona bening yang terbentuk, daya hambat dikelompokkan menjadi 4
kelompok yaitu sangat kuat bila zona hambat >20 mm, kuat 10-20 mm, sedang 5-
10 mm dan lemah <5 mm. Berdasarkan pernyataan Davis dan Stout (1971),
senyawa antibakteri dalam ekstrak n-heksan termasuk antibakteri daya hambat
sangat kuat terhadap kedua bakteri uji, senyawa antibakteri dalam ekstrak etil
asetat termasuk antibakteri daya hambat kuat terhadap kedua bakteri uji, dan
senyawa antibakteri dalam ekstrak kloroform dan etanol termasuk antibakteri daya
hambat kuat terhadap bakteri shigella dysenteriae. Sedangkan pada bakteri
Streptococcus mutans etanol termasuk antibakteri daya hambat sangat kuat dan
kloroform termasuk antibakteri daya hambat kuat.

42
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penilitian terhadap daun mayana, maka dapat disimpulkan :


1. Daun mayana mengandung senyawa antibakteri yang bersifat non polar
yaitu alkaloid dan steroid. Senyawa semi polar yaitu alkaloid, steroid
Fenol dan tanin serta senyawa polar yaitu flavonoid, alkaloid, Fenol dan
tanin
2. Zona hambat tertinggi ekstrak daun mayana terhadap bakteri gram positif
diperoleh dari ekstrak n-heksan 20,99 mm pada bakteri Streptococcus
mutans dan termasuk ke dalam daya hambat sangat kuat. Sedangkan pada
bakteri gram negatif diperoleh dari ekstrak n-heksan 22,81 mm pada
bakteri Shigella dysenteriae dan termasuk ke dalam daya hambat sangat
kuat juga.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut untuk mengisolasi lebih dalam lagi
senyawa yang berperan sebagai antibakteri dalam daun mayana terkhusus
pada ekstrak n-heksan
2. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut ekstrak n-heksan dengan perbedaan
konsentrasi dengan menggunakan Konsentrasi Hambat Minimum (KHM)

43
44
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, H. (2001). Kimia larutan. Bandung. Cintra Aditya Bakti.

Ahmad, M.M. (2006). Anti inflammatory activities of nigella sativa linn,


(Kalongi, black seed). Journal Multiply Lailanurhayati.

Ali, Y., Dolan, M. J., dan Larson, E. L. (2001). Alcohol. Dalam Block, S. S. (ed).
2001. Disinfections, Sterilization, and Preservation. Edisi ke- 5. Lippincott
Williams and Wilkins, Philadelphia. Halaman 231 dan 234.

Arista, Y. N. (2013). Formulasi dan Uji Aktivitas Gel Antijerawat Ekstrak Umbi
Bakung (Crinum Asiaticum L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
secara in Vitro.(http://ejournal.unstrat.ac.id/indeks.php/pharmacon/article/vi
ew/1552). Diaskes 1 Januari 2018.

Ariyanti T. (2007). Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Mayana (Coleus


atropurpureus L. Benth). Terhadap Infeksi Salmonella enteritidis pada
mencit (Mus musculus). Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner.

Basrah, A., et al. ( 2005). Agroindustri Tanaman Obat, Status Perkembangan


Produksi dan Pengolahan. Prosiding Forum Konsolidasi Strategi dan
Koordinasi Pengembangan Agroindustri Tanaman Obat. Badan Penelitian
dan Pengembangan Industri. PT. Gramedia. Jakarta

Batubara I. (2004) Profil Unsur-unsur Penting (P, K, Ca, Mg dan Fe) Flavonoid
Daun Torbangun (Coleusamboinicus Lour) sebagai Gambaran Daun
Torbangun dalam Kesehatan Masyarakat. Bogor: Pusat Studi Biofarmaka
LPPM IPB

Bellanti, J.A., (1993). Imunologi III, diterjemahkan oleh Samik Wahab, 203-211,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Bernasconi, G., “dkk”, (1995). Teknologi Kimia 1, Penerjemah: Handorjoh L,


Jakarta: PT Prnadya Paramitha

45
Brenner et al. (2010). Bergey’s manual of systematic bacteriology. Volume two.
Departement of Microbiology and molecular Genetics Michigan State
University.

Brooks, G.F., J.S. Butel dan S.A. Morse. (2005). Medical microbiology. New
York: Mc Graw Hill.

Christin Marganingsih Santoso. (2005). Kandungan senyawa kimia dan efek


ekstrak air Daun Bangun-bangun (Coleus amboinicus, L.) pada aktivitas
fagositosis netrofil tikus putih (Rattus norvegicus). Majalah Farmasi
Indonesia, 16 (3), 141-148.

Copriady. Jimmi, Elva Yasmi, dan Handayani. 2005. Isolasi dan karakterisasi
senyawa kumarin dari kulit buah jeruk purut (Citrus hystrix DC) jurnal
Biogenesis Vol. 2(1):13-15. Laboratorium kimia jurusan FMIPA FKIP.
Universitas Riau Pekanbaru.

Cowan, M.M. (1999). Plant Products as Antimicrobial Agents. Clinical


Microbiology Reviews Vol. 12, No. 4 : 564-82.

Dalimartha S. (2007). Atlas Tumbhan Obat Indonesia (2end ed). Jakarta : Trubus
Agriwidya

Dalimartha S. (2008). Ramuan Tradisional Untuk Pengobatan. Jakata : Lembaga


Biologi Nasional-LIPI.

Dalimunthe dan Nainggolan. (2006). Pengujian ekstrak etanol sabut kelapa


(Cocos nucifera Linn) terhadap bakteri Escherichia coli dan Shigella
dysenteriae. Medan: Jurnal komunikasi penelitian Volume 18 (3).

Darmawati, S. (2009). Keanekaragaman genetik Salmonella typhi. Jurnal


Kesehatan. 2 (1) 28-32.

Davis dan Stout. (1971). Disc plate method of microbiological antibiotic essay.
Jounal Of Microbiology. 22 (4).

Deby A. Mpila, Fatimawali (2012). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun
Mayana (Coleus atropurpureus [L] Benth) Terhadap Staphylococcus aureus,

46
Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa Secara In-Vitro. Journal
Januari UNSRAT Manado.

De padua et al. (1999). Medical and Poisonous Plants Resources of South-east


Asia no.12

Elisa Gunawan. (2011). Efek Potensiasi Larvasida Kombinasi Ekstrak Daun


Kemangi (Ocimum sanctum Linn) dan Biji Jarak (Ricinus communis Linn)
Terhadap Aedes aegypti. Skripsi Fakultas Kedokteran. UNS.

Ernawati. (2007). Penapisan dan Fraksinasi Senyawa Antibakteri dari Rumput


Laut Bulu Ayam. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Eva Marliana. (2011). Uji Fitokimia dan Aktivitas Antibakteri ekstrak Kasar
Etanol, n-heksan,etil asetat dan metanol dari Buah Labu Air (Lagenari
Skeraria). Jurnal Kimia Mulawarman Vol. 8 No 2. Kimia FMIPA UNMUL.

Fessenden. J. (1982). Kimia organik, Edisi ke-4, Jilid II. Jakarta: Erlangga.

Fitrial. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Ganiswara, S.G. (1995). Farmakologi dan terapi edisi ke-4. Jakarta: FKUI.

Guenther, E. (2006). Minyak Atsiri. Jakarta: UI Press.

Gunawan, S.G. (2008). Farmakologi dan Terapi Edisi ke-5. Jakarta: FKUI

Hagerman, A.E. (2002). Condensed tannin structural chemistry. Departement of


Chemistry and Biochemistry, Miami University, Oxford, OH 45056.

Hanani, E. (2005). Identifikasi senyawa antioksidan dalam spons callyspongia sp,


dari kepulauan seribu. Depok: Skripsi Department Farmasi FMIPA_UI.

Harborne, J.B (1987) Metode fitokimia, edisi ke-2. ITB. Bandung.

Harborne, J.B. (1996). Methode Fitokimia Penuntun cara Modern Menganalisis


Tumbuhan. Bandung : Penerbit ITB.P.76-153.

47
Heath, HB, Reineccius, G. (1987). Flavor Chemistry and Technology. New York :
Van Nostrand Reinhold Comp. Publ.

Heldt dan Hans. (2004). Plant Biochemistry. New York. Elsevier Academic Press.

Heni. (2005). Efektivitas antibakteri ekstrak kulit batang belimbing hutan


(Baccaurea angulata Merr.) terhadap Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli. JKK Vol 4(1) Hal 84-90.

Hermawan, A. (2007). Pengaruh ekstrak daun sirih (Piper betle L) terhadap


pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan metode
diffusi disk. Artikel ilmiah, Fakultas Kedokteran Hewan, Unair. Surabaya.

Jawetz E, Melnick GE, dan Adelberg CA. (2005). Mikrobiologi kedokteran, edisi
II, Diterjemahkan oleh dr. Nani Widorini, Jakarta, Salemba Medika
Pradono, D. I. Y.

Krieg et al., (1994). Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, Ninth


Edition.Williams and Wilkins, Baltimore, Maryland.

Lattanzio, (2006). Secondary metabolism Polyphenols Actualites 24, 2-4.


Chicoric acid : chemistry, distribution and production. Chem 1 (40).

Lenny, S. (2006). Senyawa flavonoida, fenilpropanoida, dan alkaloida. Medan:


Karya Ilmiah Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara.

Lestiani dan lanny. (2008). Vitamin Larut Air. Universitas Indonesia.

Linggawati, A., Muhadariana, Erman, Azman dan Midiarty. (2002). Pemanfaatan


tanin limbah kayu industri kayu lapis untuk modifikasi resin fenol
formaldehid. Jurnal 4 (1) 165-171.

Lisdawati. (2008). Karakterisasi daun mayana (Pectranthus scutellariodes (L.)


Bth.) dan buah sirih (Piper betle L.) secara fisiko kimia dari ramuan lokal
antimalaria daerah Sulawesi Utara. Artikel Media Litbang Kesehatan
Volume XVIII Nomor 4.

Luisa Pistelli., (2006). Phytochemicals from lamiaceae : FromNutraceutics to

48
Hallucinogens. International Symposium The Labiate.Advances in
Production, Biotechnology and Utilization. 22 – 25 February 2006.
Saremo, Italy.

Misnadiarly, dan Djajaningrat, H. (2014). Mikrobiologi Untuk Klinik dan


Laboratorium.Jakarta : Rineka Cipta

Mutiatikum et al., (2010). Standardisasi Simplisia Dari Buah Miana (Plectranthus


seutellaroides (L) R.Bth) yang Berasal Dari Tiga Tempat Tumbuh
Menado, Kupang, dan Papua. Jurnal Penelitian Kesehatan, Vol.38, No.1
hal 1-16

Naidu, A.S. (2000). Natural food antimicrobial system. New York: CRC Press..

Naim, R. (2004). Senyawa antimikroba dari tumbuhan. Bogor: Fakultas


Kedokteran Hewan Dan Sekolah Pascasarjana IPB.

Nugroho Y A. (2003). Karakterisasi, uji toksisitas akut oral dan uji mukolitik
tanaman mayana (Plectranthus scutellarioides (L) R. Br.). Laporan
Penelitian. Jakarta : Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 2003: hal.
5.

Nurbaya. (2015). Kajian ekstrak etanol bunga kembang telang (Clitoria ternate)
sebagai bioindikator asam basa. Skripsi FMIPA Kimia, Universitas
Tadulako. Palu

Nurcahyo, L. (2009). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Pal et al., (2013). Comparative analysis of the genome of shigella dysenteriae type
2 and type 7 isolates. Indian J Med Res 137, 169-177.

Pelczar, M.J. dan Chan, E.C.S (2006). Dasar-dasar mikrobiologi I. Jakarta: Jurnal
Universitas Indonesia 4(2) 140-148.

Pratiwi, S.T. (2009). Mikrobiologi farmasi. Jakarta: Erlangga.

Prescott, LM. (2005). Microbiology. Mc.Grow-Hill. New York.

Purwoko, T. (2007). Fisiologi mikroba. Jakarta: Bumi Aksara.

49
Rahman. (2012). Comparative antioxidant potensial of different extract of
flacourtia jangomas lour fruits. Asian Journal of Pharmaceutical and
Clinical Research. 5 (1) 73-75.

Rice-Evans, C.A., Miller, N.J., Paganga, G. (1996). Structure-antioxidant activity


relationship of flavonoids and phenolic acids. Free Radic. Biol. Chem. 20,
933-956.

Robinson, T. (1995). Kandungan organik tumbuhan tinggi, edisi ke-4,


Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung: ITB Press.

Rosa Sylvia Marianny Z. (2008). Aktivitas Anthelmintika Ekstrak Daun Mayana


(Coleus blumei) Terhadap Hymenolepis microstoma In Vitro. Skripsi
Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Sabir, A (2005) Aktivitas antibakteri flavonoid propolis trigono sp terhadap


bakteri Streptococcus mutans (in vitro). Majalah kedoteran Gigi, 38 (3),
135-141.

Schlegel, G. Hans. (1993). General Microbiologi. Seventh Edition. Cambridge University


Press. England.

Shimaremare, E. S.,(2014). Skrining fitokimia Ekstrak Etanol Daun Gatal (Laporteae


decumana (Roxb) Wedd). Pharmacy. 11 (1):98-107.

Stahl, E. (1969). Thin Layer Chromatography a Laboratory Handbook, second


edition, Springer International Student Edition, Tokyo, Toppan Company
Limited, Japan.

Sudarmadji, S. (2007). Analisis bahan makanan dan Pertanian. Yogyakarta:


Liberty.

Syamsuhidayat SS dan Hutapea JR. (1991). Inventaris Tanaman Obat Indonesia.


Jakarta : Departemen Kesehatan RI 176

Venkateshappa dan Sreenath. (2013). Carnosic Acid, Carnosol, and Rosmarinic


Acid Concentrations in the in vitro antioxidant and antimicrobial activities
of Rosmarinus officinalis (L.) methanolic extracts. J. Agric. Makanan
Chem. 60, 9603–9608.

50
Winarto, W.P. (2007). Tanaman Obat Indonesia Untuk Pengobatan Herbal, 152-
153. Jakarta. Karyasari Herba Media.
Yuniarti, T. (2008). Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional Cetakan Pertama.
MedPress. Yogyakarta.

51
LAMPIRAN

Lampiran I : Bagan Alir Tahap Pengolahan Daun Mayana

Daun Mayana yang telah


diiris tipis-tipis

-Dikering anginkan dibawah sinar matahari

-Diblender

-Diayak dengan ayakan 60 mesh

Tepung Daun
Mayana

52
Lampiran II: Bagan Alir Ekstraksi Daun Mayana dengan Metode Maserasi
(Nurbaya, 2015)

100 gram tepung daun tembelekan

- Dimasukan dalam erlenmeyer


- Ditambahkan n-heksan 500 mL dan
di tutup dengan alumunium foil
- Diekstrak dengan pelarut n-heksan
selama 3 x 24 jam
Ekstrak

-Disaring

Residu Filtrat n-heksan

- Dikeringkan pada suhu ruang Dipekatkan dengan


- Dimasukkan dalam erlenmeyer rotary vakum
- Ditambahkan kloroform 500 mL evaporator
- Ditutup dengan alminium foil
- Diekstrak dengan pelarut etil asetat
selama 3 x 24 jam Ekstrak n-heksan
daun mayana
Ekstrak
Disaring

Residu Filtrat kloroform


- Dikeringkan pada suhu ruang Dipekatkan dengan
- Ditambahkan etil asetat 500 mL
rotary vakum evaporator
- Ditutup dengan alminium foil
- Diekstrak dengan pelarut etanol
Ekstrak Kloroform
selama 3 x 24 jam
daun mayana
Ekstrak
Disaring
Dipekatkan dengan
Residu Filtrat etil asetat rotary vakum evaporator

Ekstrak etil asetat


daun mayana
53
Residu
- Dikeringkan pada suhu ruang
- Ditambahkan etanol 500 mL
- Ditutup dengan alminium foil
- Diekstrak dengan pelarut etanol
selama 3 x 24 jam
Ekstrak

Disaring

Filtrat etanol Dievaporasi


Residu

Ekstrak etanol
daun mayana

54
Lampiran III: Bagan Alir Tahap Uji Golongan Senyawa Ekstrak Daun
Mayana (Harborne, 1987)

Ekstrak n-heksan Ekstrak kloroform Ekstrak etil asetat Ekstrak etanol daun
daun mayana daun mayana daun mayana mayana

Uji Flavonoid Uji fenol dan tanin Uji Alkaloid Uji Steroid

Ekstrak di +
Ekstrak di + serbuk Mg CH3COOH anhidrat
dan HCL pekat. Uji di + H2SO4 dan
positif larutan berwarna dikocok. Uji positif
jingga, merah muda, atau larutan berwarna biru
merah. atau hijau.

Ekstrak di + pereaksi
Ekstrak di + larutan FeCl3 5%.
dragendroff. Uji positif
Uji positif larutan berwarna
terbentuk endapan orange
hijau, ungu, biru atau hitam.
atau jingga.

55
Lampiran IV: Bagan Alir Uji Aktivitas Antibakteri dengan Metode Sumur
Difusi (Darmawati, 2009)

Media Nutrient Agar


(NA)

-Ditambahkan 25 µL suspensi bakteri uji


(Shigella dysenteriae ) dihomogenkan

Media Nutrient Agar (NA)


Padat

-Dibuat 3 lubang sumur menggunakan


alat pelubang

Ekstrak n-heksan Kontrol positif (kloramfenikol) Kontrol negatif (pelarut)

-Setiap sumur diisi ekstrak dan


kontrol sebanyak 50 µL

-Diinkubasi selama 24 jam pada


suhu 370 C

Zona Bening Pada Media


Nutrient Agar (NA)

Diukur diameter Zona


hambatnya dengan jangka
sorong

Perlakuan yang sama dilakukan terhadap ekstrak kloroform, etil asetat dan etanol
Perlakuan yang sama dilakukan terhadap bakteri Streptococcus mutans

56
Lampiran V : Tabel hasil pengamatan uji daya hambat ekstrak daun
mayana.

Tabel 5.1 Hasil zona hambat bakteri gram negatif Shigella dysenteriae

Pengamatan Zona Hambat Tiap


Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata
Perlakuan
(mm) (mm)
U1 U2 U3
Ekstrak etanol 18,39 18,52 18,3 55,21 18,4
Kontrol Positif etanol 37,03 36,96 37,11 111,1 37,03
Ekstrak Etil Asetat 18,02 17,93 18,1 54,05 18,01
Kontrol Positif Etil Asetat 34,96 34,87 35,01 104,84 34,94
Ekstrak Kloroform 18,22 18,25 18,12 54,59 18.19
Kontrol Positif Kloroform 36,92 37,01 36,87 110,8 36,93
Ekstrak n-heksan 22,73 22,84 22,87 68,44 22,81
Kontrol Positif n-heksan 37,1 36,97 37,16 111,23 37,07
Kontrol Negatif 0 0 0 0 0

Tabel 5.2 Hasil zona hambat bakteri gram positif Streptococcus mutans
Pengamatan Zona Hambat Tiap
Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata
Perlakuan
(mm) (mm)
U1 U2 U3
Ekstrak etanol 20,52 20,58 20,47 61,57 20,52
Kontrol Positif etanol 31,82 31,94 31,97 95,73 31,91
Ekstrak Etil Asetat 17,58 17,49 17,62 52,69 17,56
Kontrol Positif Etil Asetat 31,67 31,73 31,77 95,17 31,72
Ekstrak Kloroform 18,01 18,17 18,07 54,25 18,08
Kontrol Positif Kloroform 32,59 32,74 32,43 97,76 32,58
Ekstrak n-heksan 20,95 21,06 20,98 62,99 20,99
Kontrol Positif n-heksan 32,59 32,64 32,57 97,8 32,6
Kontrol Negatif 0 0 0 0 0

57
Lampiran VI : Dokumentasi Penelitian

 Sampel daun mayana

 Proses penepungan daun mayana

 Proses Penyaringan dan Penguapan Pelarut

58
 Hasil Uji Senyawa Metabolit Sekunder

Keterangan Gambar
Uji Alkaloid

Uji positif fenol dan


tanin

59
Uji flavonoid

Uji Steroid

 Hasil uji daya hambat bakteri

Ekstrak Bakteri Shigella dysenteriae Streptococcus mutans

n-heksan

Kloroform

Etil asetat

60
Etanol

61

Anda mungkin juga menyukai