MAKALAH HANDICAPPED
Disusun oleh:
Dosen Pembimbing:
DAFTAR ISI.................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR....................................................................................iii
DAFTAR TABEL.........................................................................................iv
DAFTAR GRAFIK.......................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................2
2.1 Gangguan Konvulsif..................................................................2
2.1.1 Klasifikasi Seizures (Kejang)...........................................2
2.1.2 Etiologi Gangguan Konvulsif..........................................4
2.1.3 Klasifikasi Etiologi Gangguan Konvulsif........................5
2.1.4 Konvulsif Akut pada Bayi dan Anak-anak.......................7
2.1.5 Konvulsif Kronik dn Kambuahan....................................8
2.1.6 Epilepsi Organik...............................................................9
2.2 Epilepsi.......................................................................................9
2.2.1 Etiologi Epilepsi...............................................................10
2.2.2 Klasifikasi Epilepsi..........................................................12
2.2.2.1 Kejang Parsial/Fokal............................................14
2.2.2.2 Kejang Generalisata (Umum)..............................17
2.3 Manifestasi Klinis Gangguan Konvulsif....................................20
2.4 Terapi Epilepsi............................................................................22
2.4.1 Terapi Medikamentosa.....................................................22
2.4.2 Bimbingan Psikososial.....................................................24
2.5 Tujuan Pengobatan.....................................................................25
BAB III MANIFESTASI DENTAL GANGGUAN KONVULSIF...........29
3.1 Kelainan Jaringan Keras dan Jaringan Lunak Rongga Mulut....30
3.2 Perawatan Gigi pada Pasien Gangguan Konvulsif.....................35
1
3.2.1 Masalah yang Dihadapi Dokter Gigi..................................39
3.2.2 Hal-hal yang Dihadapi Apabila Terjadi Serangan
Epilepsi...............................................................................43
BAB IV KESIMPULAN..............................................................................45
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................46
2
DAFTAR GAMBAR
3
DAFTAR TABEL
4
DAFTAR GRAFIK
5
BAB I
PENDAHULUAN
sering terjadi pada anak-anak.1 Konvulsif dapat terjadi pada usia kapanpun tetapi
paling sering selama 2 tahun pertama hidup. 2 Insidensi dari semua gangguan
seizure (kejang) lebih tinggi pada tahun kedua kehidupan dibandingkan pada
kelompok umur lainnya, dan turun secara dramatis setelah usia 2 tahun. 2 Hal ini
tidak mencerminkan insidensi epilepsi spesifik usia maksimal, yang pada anak-
diantaranya adalah pengaruh anoksia dan hemorage.2 Pada masa bayi akhir dan
masa anak awal, infeksi akut, baik itu intrakranial atau ekstrakranial, merupakan
gangguan konvulsif untuk melakukan perawata gigi yang lengkap bagi pasien ini. 2
Selain, itu, dokter gigi harus mampu melakukan dukungan yang cukup jika pasien
ini baik yang secara langsung atau tidak langsung yang mempunyai efek pada
1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
konvulsif, seizures dan epilepsi.3 Konvulsif artinya adalah periode kontraksi otot
yang tidak disengaja (involuntary), sering diikuti oleh periode kelesuan dan
tidak terkontrol pada bagian otak manapun, dapat menyebabkan gejala fisik atau
kejadian kejang spontan dan berulang sebanyak 2 kali atau lebih dengan jarak
lebih dari 24 jam.4 Epilepsi sebagian besar penyebabnya idiopatik dan sisanya
disebabkan karena kelainan pada susunan saraf pusat.5 Sebagian besar konvulsif
terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun, biasanya terjadi akibat konvulsif
demam. 3
sistem saraf pusat (misalnya., cedera kepala, infeksi) atau terkait dengan
3
Kondisi yang paling sering terjadi terkait dengan kejang simtomatik akut
dianggap terpisah dari kejang lain karena berdasarkan usia dan insidensi yang
tinggi.
Kejang yang tidak diprovokasi adalah kejang yang terjadi pada otak akut
yang teridentifikasi atau gangguan sistemik. Kejang ini dapat terjadi setelah
sebelumnya, seperti meningitis, stroke, atau cedera kepala, atau dapat juga
terjadi pada orang yang tidak diketahui gangguan pada otak dan tidak adanya
suatu peristiwa yang secara umum dianggap sebagai faktor risiko untuk
sebagai suatu kondisi yang ditandai dengan kejang berulang, orang dengan
kejang tunggal yang tidak dipicu, dikategorikan secara terpisah dari orang-
2. Konvulsi febrile (konvulsi demam) yaitu konvulsi yang terjadi karena suhu
tubuh yang meningkat cepat karena adanya infeksi yang menyertai, paling
banyak terjadi pada anak-anak usia 6 bulan hingga 5 tahun. Bila hal ini
kemudian hari.
3. Hipoglikemia, yaitu kadar gula darah menurun, khususnya pada pasien anak
dan diabetes. Pemeriksaan kadar gula darah penting untuk dilakukan pada
4. Hipoksia, yaitu rendahnya kadar oksigen dalam darah di dalam sel dan
jaringan tubuh.
5. Hipotensi, keadaan hipotensi yang parah dapat mencetuskan konvulsi. Hal ini
dapat terjadi saat pasien pingsan atau serangan vasovagal dimana pasien tetap
disangga. Konvulsi yang terjadi pada keadaan ini mungkin saja merupakan
dibaringkan dan tekanan darah pulih kembali, pada umumnya konvulsi akan
berhenti.
perdarahan, ruptur dari pembuluh darah yang rusak, penyakit sickle cell)
- Tetanus
- Encephalopathy timbal
- Shigellosis, salmonellosis
glicinemia)
h. Tumor otak
i. Epilepsi
jaringan otak)
neurofibromatosis)
i. Gangguan posthypogycemic
diri sendiri)
dan migren.
Konvulsi tonic dan clonic generalisata, serupa dengan serangan grand mal
epilepsi, merupakan tipe paling umum dari konvulsi yang terjadi pada anak-anak. 2
8
penyakit akut yang rnelibatkan otak.2 Terlebih lagi, 6-8% anak-anak mempunyai
demam konvulsif, dimana kebanyakan terjadi antara usia 6 bulan dan 3 tahun. 2
gejala sakit demam akut, penyebab lain harus dibedakan dengan riwayat medis
nefritis akut, dan epilepsi semuanya harus dimasukan dalam diagnosa banding. 2
Demam konvulsi diobati dengan mengurangi suhu tubuh dengan dosis sedatif
dengan serangan paroksismik kambuhan tidak sadar atau setengah sadar, biasanya
dengan serangkaian kejang otot tonic atau clonic.2 Jika penyebab serangan
adalah cacat genetik spesifik dalam metabolisms serebral yang bertanggung jawab
Konvulsi juga bisa terjadi sebagai akibat dari kerusakan serebral yang diperoleh
selama periode prenatal atau postnatal.2 Pemeriksaan neurologik pada pasien ini
2.2 Epilepsi
“epilepsi” berasal dari kata Yunani “epilambanein” yang berarti mengambil atau
ragam” atau “badai listrik di otak”.7 Bangkitan epilepsi adalah suatu tanda atau
gejala sepintas yang disebabkan oleh aktivitas neuronal di otak yang bersifat
Epilepsi adalah kejang spontan dua kali atau lebih dengan jarak lebih dari
24 jam.4 Pada tahun 2005, ILAE mulai membuat usulan definisi baru, dan pada
tahun 2014 definisi baru tersebut telah disetujui yaitu: bahwa epilepsi adalah
10
penyakit otak yang ditandai oleh paling tidak dua bangkitan kejang spontan
dengan jarak lebih dari 24 jam, satu bangkitan kejang spontan (FUS/first
sindrom epilepsi.4
bangkitan kejang dalam 24 jam yang terjadi tanpa adanya faktor pencetus.4 Dalam
klasifikasi baru, FUS dapat dianggap sebagai epilepsi bila risiko berulangnya
kejang lebih dari 60%.4 Adanya klasifikasi baru ini memberi dampak terhadap
didiagnosis pada saat anak baru satu kali mengalami bangkitan kejang, misalnya
Epilepsi bukanlah suatu penyakit, tetapi suatu gejala yang dapat timbul
hipoglikemia
rendah dari normal diturunkan secara genetik pada anak. Bila salah satu
anggota keluarga ada yang menderita epilepsi, maka dapat terjadi peluang
sklerosis tuberkulosa.
subdural.
Infeksi: Radang yang disebabkan oleh bakteri atau virus pada otak dan
selaputnya.
Bila ditinjau dari faktor etiologi, epilepsi dapat dibagi menjadi dua
golongan, yaitu:9
kelainan pada jaringan otak. Sebagian besar epilepsi pada anak merupakan
kimiawi dalam sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal.
gejala sekunder atau akibat dari kelainan jaringan otak. Gejalanya dapat berupa
metabolisme).
kejang didasarkan pada riwayat klinis dan manifestasi serta studi laboratorium,
onset fokal, onset generalisata dan onset tidak diketahui. Klasifikasi kejang yang
epilepsi yaitu epilepsi generalisata, fokal, kategori tidak dikenal dan terdapat
sekelompok fitur yang menggabungkan tipe kejang, EEG, dan fitur pencitraan
yang cenderung terjadi bersamaan.10 Tipe sering memiliki fitur yang tergantung
pada usia seperti usia onset dan remisi (jika ada), pemicu kejang, variasi diurnal
spesifik pada EEG dan studi pencitraan.10 Hal ini mungkin terkait implikasi
tercantum dalam Tabel 2.6 Para peneliti dan dokter menggunakan Klasifikasi
satu lokasi pada otak dan tidak menyebabkan hilangnya kesadaran.10 Epilepsi tipe
ini memperlihatkan terlepasnya muatan listrik neuron cerebral dari daerah korteks
tertentu yang terbatas pada satu hemisfer otak.10 Epilepsi parsial, terdiri dari :6
dan "parsial" berarti hanya sebagian dari korteks yang terganggu oleh
menjadi kaku atau otot-otot mulai tersentak di satu area tubuh seperti jari
kelemahan satu atau lebih bagian tubuh, termasuk saluran pernapasan dan
sensorik ini dapat melibatkan semua jenis sensasi seperti berikut ini :
membuat pasien merasa seolah-olah mereka telah hidup seperti saat ini
Tidak ada ingatan tentang apa yang terjadi selama kejang tersebut. Kelesuan
berlangsung dari 30 detik hingga dua menit. Pada 30% pasien dengan kejang
18
Dalam kasus seperti itu aktivitas listrik berlebihan yang dimulai di daerah
terdiri dari :6
a. Tonic-clonic
kali berhubungan dengan tangisan. Ini bukan tangisan karena rasa sakit
melainkan dari udara yang dipaksa melalui pita suara yang berkontraksi.
Semua otot lengan, kaki, dada, dan punggung menjadi kaku. Pasien akan
berkedut. Selama fase clonic ini lidah atau pipi dapat tergigit, dan air liur
berbusa serta berdarah keluar dari mulut. Kontrol usus dan kandung kemih
juga bisa hilang. Kejang biasanya berlangsung dari satu hingga tiga menit.
Fase setelah kejang disebut periode postictal di mana pasien lelah dan
paling umum terjadi pada anak-anak antara usia 4 dan 14 tahun. Kejang
detik. Kejang Petit mal dapat terjadi hingga ratusan kali sehari. Terdapat 2
tipe kejang absence yaitu tipikal dan atipikal. Kejang absen tipikal adalah
1. Tipikal
petit mal tipikal tidak memiliki periode postictal, dan mereka diinduksi
oleh hiperventilasi.
2. Atipikal
postictal. Kejang sering terjadi pada saat bangun atau selama episode
c. Myoclonic
terjadi pada beberapa orang sehat ketika mereka tertidur di malam hari. Ini
disebut myoclonic nokturnal jinak atau tersentak tidur. Bentuk kejang ini
d. Atonic
hilangnya kekuatan otot secara tiba-tiba. Akibatnya, orang itu akan jatuh
kepala atau rahang. Umumnya kejang ini dimulai pada masa kanak-kanak
dan biasanya berlangsung kurang dari 5 detik. Kejang ini terkait dengan
e. Clonic
dari pengulangan yang cepat, kontraksi otot yang tidak lengkap, dan
f. Tonic
Kejang tonic secara umum seperti kejang clonic, juga mulai pada
dan wajah tiba-tiba menjadi kaku. Orang tersebut akan jatuh jika kejang
cedera traumatis pada kepala, mulut, dan struktur gigi, dan adanya
Serangan petit mal terdiri dari hilangnya kesadaran sementara yang bisa
bermanifestasi dalam berbagai cara.2 Terdapat sedikit gemetar pada otot badan dan
tangan, kepala menunduk, mata berputar ke atas, atau pergerakan kelopak mata. 2
Bukti klinis epilepsi petit mal jarang muncul sebelum usia 3 tahun dan seringkali
Serangan grand mal bisa didahului oleh aura sementara, atau dalam
beberapa kasus, oleh kejang terlokalisisr atau kedutan otot. 2 Serangan ini
merupakan konvulsi umum, biasanya dengan fase tonic atau clonic kejang otot.2
22
Onsetnya cepat dan kejang tonic bisa terjadi secara simultan dengan kehilangan
kesadaran.2 Pasien jatuh ke tanah, pupil membesar, bola mata berputar ke atas atau
belakang atau ke samping, otot perut dan dada tertahan kaku, serta tangan dan
kaki berkontraksi tak teratur atau kaku.2 Lidah bisa tergigit akibat kontraksi otot
rahang yang cepat.2 Saat fase tonic terus berlangsung, wajah yang pucat cepat
menjadi merah, akibatnya diikuti oleh sianosis yang disebabkan oleh terhentinya
menit dan diikuti oleh fase clonic, yang terdiri dari kejang-kejang dimana
kekakuan dan relaksasi saling berganti dengan cepat.2 Fase clonic berlangsung
Setelah fase klonik serangan grand mal, fungsi normal tubuh kembali
dalam periode sekitar 15 menit sampai 8 jam. 2 Biasanya, lebih sering pasien
Ada indikasi bahwa kecemasan dalam, bentuk ketakutan terfokus spesifik seperti
datang ke dokter gigi untuk bedah periodontal karena hiperplasia gusi cenderung
23
mempunyai efek yang menekan serangan.2 Namun demikian, dalam keadaan yang
sangat jarang saat pasien serangan konvulsi sebelum atau selama perawatan gigi,
berlebih dari neuron tanpa mengubah fungsi sel otak normal. 6 Pemberian obat
riwayat epilepsi dan temuan EEG, usia pasien, efek samping, biaya pengobatan
Dua obat utama untuk mengontrol serangan epilepsi grand mal dan
bentuk tablet merupakan obat pilihan untuk digunakan jangka panjang pada
pasien dengan epilepsi grand mal. Obat ini relatif efektif, cukup aman dalam
dosisi terapi untuk jangka waktu lama, dan murah.2 Anak-anak kadang-kadang
dan membran mukosa, demam, dan mengantuk berlebihan bisa menjadi pertanda
kelebihan dosis.2 Tanda ini segera hilang jika dosis obat dikurangi atau dihentikan.
Dosis obat fenobarbital mulai dari 8 mg satu sampai tiga kali sehari untuk bayi,
sampai 100 mg satu hingga tiga kali sehari untuk anak-anak dengan penyakit
berat.2
yang menyamai barbiturat dalam mengontrol serangan grand mal.2 Diberikan pada
anak-anak dalam bentuk kapsul dan pada anak lebih kecil dalam bentuk tablet
dihancurkan dalam makanan atau jus buah.2 Dosis berkisar antara 25 mg satu atau
25
dua kah sehari untuk bayi sampai 100 mg sekali atau dua kali sehari untuk anak-
anak.2 Keuntungan utamanya yang melebihi barbiturat adalah obat ini bekerja
ngantuk bisa terjadi jika dosis awal terlalu besar. 2 Idiosinkrasi fenitoin jarang
terjadi tetapi bisa berupa nausea atau muntah-muntah, eritema, tremor tangan,
Efek samping paling umum dari terapi fenitoin jangka panjang adalah
pasien yang minum obat ini secara kronis.2 Penjelasan memuaskan penyebab
hiperplasia gusi pada yang meminum fenitoin tidak tersedia saat ini. 2 Namun
paling efektif dalam mencegah hiperplasia fenitoin dari awal dan juga cara paling
bawah perawtan team dokter gigi yang akan membantu memotivasi dan
menginstruksikan anak dan orang tua dengan teknik kebersihan mulut yang baik.2
tua dan anak terhadap serangan epilepsi yang akan mungkin terjadi. 8 Perawatan
terbebas dari serangan.8 Motivasi yang kuat harus diberikan juga pada anak
tersebut agar dapat ikut serta dalam kegiatan dan pergaulan seperti anak normal.8
kerusakan atau penyakit otak, mereka lebih cepat dikenal daripada mayoritas
pasien yang merespon baik terhadap antikonvulsan.2 Oleh karena itu, masyarakat
bagi seluruh keluarga mendapat informasi dan konsultasi selama tahap awal
setelah diagnosis dan telah dibuat prognosis.2 Jika filosofi dokter yang merawat
pasien dan keluarga untuk hidup senormal mungkin dalam hidup.2 Poin-poin
berikut menurut Nelson dan rekan merupakan dasar tidak hanya untuk pasien dan
ireversibel pada sistem saraf pusat kecuali berhubungan dengan bukti syok
akan membantu.
3. Pemulihan kepercayaan diri orang tua dan anak adalah penting. Orang
dewasa perlu merasa bahwa mereka adalah orang yang berkompeten dan
Lebih baik melihat anak ini secara normal. memberi hadiah atau
sendiri.
kabur karena rasa takut dan kepercayaan yang salah. 2 Alasannya mungkin karena
disebabkan oleh tanda fisik yang nyata dari serangan epilepsi dan sebagian karena
itu sendiri.2
dan lokal tidak hanya berfungsi untuk membantu penderita epilepsi dan
cerebral atau cedera yang didapat sebelum, selama atau segera setelah kelahiran. 2
Karena hal ini, pemeriksaan nerologis pada pasien konvulsi kambuhan bisa
mahkota gigi yang terlihat dan keruskaan sistem saraf pusat terbukti merupakan
suatu jaringan keras atau catatan permanen cedera atau infeksi yang
Gigi primer, insisif permanen, dan molar pertama permanen semuanya mengalami
Teratogen seperti infeksi virus, yang mungkin masuk pada semester kedua dan
model gigi dari 449 orang antara usia 6 dan 21 tahun. 2 Kelompok kontrol terdiri
29
30
dari 260 naracoba, sisanya menderita retardasi mental. 2 Populasi retardasi mental
tinggi.2
tinggi dibandingkan anak normal.12 Kondisi gigi dan mulut pasien epilepsi
epilepsi.12 Sebagian besar obat anti epilepsi memiliki efek samping berupa
dikonsumsi oleh pasien anak umumnya berupa sirup dan berbasis sukrosa.12
Penggunan obat anti epilepsi berbasis sukrosa dalam jangka panjang dapat
saat serangan epilepsi yang berlangsung singkat ini, pasien dalam keadaan
31
oklusi dan bruxism, maka hal ini akan menyebabkan atrisi pada permukaan
oklusal.12 Proses atrisi ini berjalan cepat dan menyebabkan dentin terbuka
kemudian avulsi gigi, luksasi gigi, fraktur gigi tiruan pada pasien yang
dapat menyebabkan cedera mulut minor, seperti lidah tergigit, cedera gigi dan
c. Hiperplasia Gingiva
32
Efek samping oral yang paling umum dari obat antiepilepsi adalah
ditandai oleh pertumbuhan yang tidak biasa dari jaringan ikat dan epitel
subepitel gingiva, untuk alasan yang tidak diketahui.11 Obat antiepilepsi dapat
mencapai sekitar 50% pada pasien yang kontrol kejang.11 Angka ini dapat
meningkat menjadi 60% setelah 2 percobaan obat (baik kombinasi dari 2 obat
dicapai hanya dalam tambahan 5% pasien.11 Sekali terapi dengan obat telah
sehingga mahkota gigi tertutup oleh gingiva, akibatnya akan terasa sakit saat
hiperplasia gusi masih belum diketahui secara pasti, tetapi keadaan ini
jaringan interdental membesar, merah muda, padat dan keras pada palpasi. 11
33
Gambar 3.4 Ulserasi aftosa rekuren pada anak sebagai efek samping obat
antiepilepsi12
terjadinya serangan epilepsi, busa saliva keluar dari mulut disertai tergigitnya
34
jaringan mulut, terutama lidah, pipi, dan bibir, sehingga dalam jangka panjang
geligi pada lidah mencetak pola tertentu, tampak sebagai oval-oval cekung.
Keadaan ini biasanya bilateral ataupun terisolasi pada daerah saat lidah
berkontak erat dengan geligi. Tanda tersebut merupakan suatu keadaan yang
mukosa. Pada awalnya berupa plak dan lipatan putih sedikit menimbul dalam
pola difus yang menutupi trauma. Trauma dalam jangka panjang dapat
tidak teratur, dan sakit. Trauma berasal dari luar dapat merusak jaringan lunak
terjadinya serangan.
kesehatan mulut dan status gigi, kondisi pasien dengan epilepsi secara
signifikan lebih buruk daripada kelompok usia yang sesuai pada populasi
yang lebih buruk dibandingkan dengan pasien yang lebih terkontrol atau
gigi yang rusak dan hilang, tingkat abrasi dan indeks periodontal secara
memiliki epilepsi juga memiliki gigi yang direstorasi dan diganti secara
yang rumit dan cenderung menawarkan pilihan perawatan yang cepat dan
secara menyeluruh.2
penyakit ini dan sedang dalam pengobatan atau mereka mengetahui rentan
dan orang tua pentingnya kebersihan mulut dan nutrisi yang cukup bagi
kesehatan gingiva dan kesehatan umum mereka.6 Hal ini juga merupakan
saat yang tepat untuk menjelaskan pentingnya penggunaan pasta gigi dan
Dokter gigi harus selalu mengingat bahwa stres adalah salah satu
faktor yang dapat memicu kejang.6 Janji temu harus dijadwalkan pada saat
ketika kejang minimal terjadi, jika dapat diprediksi.6 Dokter gigi harus
ketegangan pasien.6
Oleh karena itu, kacamata gelap atau berwarna dapat digunakan sebagai
serangan.2 Sikap yang tenang dan meyakinkan dari dokter gigi dan stafnya
adalah cara paling efektif untuk menghasilkan efek yang sama pada pasien
rasa aman pada anak, selimut ini juga akan melindung mereka dari cedera
tubuh akibat goncangan tubuh jika mereka terkena serangan.2 Selain itu,
gigi untuk berkonsentrasi pada jalan nafas dan aspirasi sekresi selama
serangan.2
38
blade dari kayu, dibungkus dalam kain dan direkat. 2 Alat semacam ini
dapat meminimalisasi lidah tergigit selama serangan.2 Alat ini juga dapat
mouth prop, alat ini juga bisa bekerja sebagai cara efektif membuka mulut
selama serangan berat untuk membuka jalan nafas.2 Mouth prop karet, jika
seluruhnya jika clamp rubber dam diikat dengan seutas dental floss yang
aspirasi.2 Jika terjadi serangan, semua alat oral seperti clamp, matriks
menggigit lidah, tetapi juga sering menyebabkan cedera gigi dan dalam
meningkatkan risiko fraktur karena obat antiepilepsi yang dipicu oleh enzim
bahwa otak yang mendasarinya penyakit atau efek samping dari obat
dipelajari dengan baik. Sekitar 50% pasien yang menggunakan obat ini akan
bilasan asam folat atau keduanya, tetapi kebersihan mulut yang sangat baik
Dalam kasus yang parah, reduksi bedah diperlukan. Obat antiepilepsi yang
telah dilaporkan jarang sebagai efek samping dari carbamazepine, dan ruam
yang mungkin melibatkan rongga mulut telah dikaitkan dengan lamotrigin dan
perdarahan pasca infeksi dan infeksi. Penurunan jumlah trombosit adalah efek
hematologis yang paling umum dan paling dikenal dari asam valproate, insiden
von Willebrand untuk menilai risiko perdarahan peri dan pasca operasi.
secara signifikan lebih sedikit gigi yang diganti, walaupun pasien epilepsi
cenderung memiliki lebih banyak gigi yang hilang. Berdasarkan temuan ini,
klasifikasi untuk pasien dengan epilepsi sesuai dengan faktor risiko gigi dan
jika gigi tiruan parsial fixed akan digunakan. Selain itu, penggunaan basis
logam untuk gigi tiruan lengkap dan retensi teleskopik dengan basis gigi tiruan
yang terbuat dari logam atau diperkuat dengan logam untuk pasien yang
sebagian besar ruam terkait obat adalah jinak, namun dapat terjadi ruam serius,
dan 7% pasien yang memakai fenitoin dan 5% hingga 17% pasien yang
ruam lamotrigin adalah anak-anak dengan riwayat ruam dari obat antiepilepsi
signifikan secara klinis dalam konsentrasi fenitoin plasma, dan dosis yang
dengan flukonazol.
Klaritromisin meningkatkan konsentrasi plasma karbamazepin, dan
pemberian bersama obat ini harus dipantau dengan sangat hati-hati untuk
protein plasma dan jalur metabolisme dapat dihambat oleh aspirin dosis tinggi,
toksisitas berikutnya.
2. Kepala dan bahu ditahan, dan pasien dipindahkan dari kursi unit ke lantai dan
diletakkan di mulut pasien diikatkan diantara di gigi atas dan bawah untuk
dari trauma yang mencelakakan selama anggota gerak tersebut aktif (bergerak
tanpa kontrol).
5. Menghubungi RS jika serangan kejang lebih dari 3 menit
6. Menghubungi RS jika pasien menjadi sianotis
7. Jika kejang berlangsung lebih dari 1 menit atau untuk kejang berulang,
terkendali
9. Bila pasien ini tidak segera sadar kembali, maka perlu diberikan inhalasi
dengan oksigen untuk mencegah sianosis dan segera dibawa kerumah sakit.
10. Bila pasien sadar kembali, biasanya mental akan dalam keadaan tertekan,
KESIMPULAN
untuk memahami dan mengelola pasien gangguan konvulsif dengan lebih baik.
Penderita epilepsi dapat dirawat dengan aman dalam praktik gigi umum.
Pemeriksaan riwayat medis yang menyeluruh harus dilakukan dan diperbarui pada
perawatan gigi. Dokter gigi harus memiliki pemahaman tentang gangguan kejang,
sehingga dapat memberikan layanan yang sangat berharga bagi pasien mereka,
45
DAFTAR PUSTAKA
5. Suwarba IGNM. Insidens dan Karakteristik Klinis Epilepsi pada Anak. Sari
Pediatr. 2016;13(2):123.
11. Aragon CE, Burneo JG. Understanding the patient with epilepsy and
seizures in the dental practice. J Can Dent Assoc (Tor). 2007;73(1):71–6.
12. Nugraha PY. Penatalaksanaan Perawatan gigi dan Mulut pada Anak
Epilepsi. J Kedokt Gigi. 2015;11.
46