Anda di halaman 1dari 32

Palatal approach-Anterior Superior Alveolar (P-ASA)

MAKALAH SPECIAL CARE DENTISTRY 1

Esti Sunyaruri 160421180001


Priska Angelia Budiono 160421180002
Masayu Sesiliana 160421180003
Three Rejeki Nainggolan 160421180004
Rahastuti 160421180005

Dosen Pembimbing :
drg. Kirana Lina Gunawan, M.Kes

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS


ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2019
DAFTAR ISI

Daftar Isi i
Daftar Gambar iii

Bab I Pendahuluan 1
Bab II Tinjauan Pustaka 2
2.1 Pendekatan Blok Saraf P-ASA 2
2.1.1 Saraf Yang Teranestesi 4
2.1.2 Area Yang Teranestesi 4
2.1.3 Indikasi 4
2.1.4 Kontraindikasi 5
2.1.5 Kelebihan 5
2.1.6 Kekurangan 6
2.1.7 Teknik 6
2.1.8 Tanda dan Gejala 10
2.1.9 Fitur Keamanan 11
2.1.10 Tindakan Pencegahan 11
2.1.11 Kegagalan Anestesi 11
2.2 Penilaian P-ASA dengan The Wand Pada Pasien Anak 13
2.2.1 Teknik Konvensional 14
2.2.2 Teknik Untuk PDLi dengan The Wand 15
2.2.3 Teknik Injeksi Blok Saraf P-ASA 15
2.3 Injeksi Palatal Tidak Menghalangi Cabang Saraf Alveolar 18
2.3.1 Anatomi Nervus Alveolaris Superior 18
2.3.2 Anatomi dari Greater Palatinus dan Nervus Nasopalatinus 19
2.3.3 Kesalahpahaman dari Blok Saraf AMSA 20

i
ii

2.3.4 Konsep Blok Saraf P-ASA dan Kesalahpahaman 22

2.3.5 Aplikasi Untuk Perawatan Periodontal 23

2.3.6 Kritik 24

BAB III Kesimpulan 26

Daftar Pustaka 27
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Area Anestesi Yang Dihasilkan Blok Saraf Nasopalatinal 4


Gambar 2.2 Daerah Insersi Jarum Pada Pendekatan Blok Saraf P-ASA 7
Gambar 2.3 Orientasi Jarum Pada Blok Saraf P-ASA 9
Gambar 2.4 PSA,MSA dan ASA 21
Gambar 2.5 Usulan Gambar P-ASA 22
Gambar 2.6 Blokade Saraf AMSA maupun P-ASA 25

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Sistem Computer-Controlled Local Anaesthetic Delivery (CCLAD) pada the Wand® telah

dikembangkan sebagai solusi yang memungkinkan untuk mengurangi rasa sakit terkait dengan

injeksi anestesi lokal. Gibson dkk. menemukan bahwa suntikan di palatal yang diberikan dengan

mesin the Wand® sebanding dengan injeksi secara konvensional pada bagian bukal, dan tidak

menghasilkan manfaat yang signifikan terhadap injeksi secara konvensional pada bagian bukal

dalam hal rasa sakit pada proses injeksi.

Dokter menemukan beberapa masalah saat memberikan anestesi lokal infiltratif

konvensional ke gigi anterior anak-anak yang berusia sangat muda, yaitu injeksi dengan rasa sakit

dan sensasi baal pada bibir atas setelah perawatan. Teknik infiltrasi bukal konvensional

dibandingkan dengan injeksi intraligamen (PDLi) dengan the Wand® pada anak-anak

menunjukkan respon yang lebih baik ketika mereka menerima anestesi lokal dengan the Wand®

daripada yang dilakukan dengan infiltrasi konvensional. Efek anestesi yang sama dapat dicapai

dengan kedua teknik tersebut. Anak-anak tidak menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan

setelah perawatan dengan the Wand®, dibandingkan pada saat menerima injeksi konvensional.

Teknik lain untuk menganalisa gigi rahang atas dijelaskan oleh Friedman dan Hochman

pada pasien dewasa, namun tidak dibandingkan pada anak-anak dengan teknik lainnya. Blok saraf

dengan Palatal approach-Anterior Superior Alveolar (P-ASA) adalah teknik injeksi blok baru

yang memberikan anestesi gigi anterior rahang atas dari suntikan tunggal tanpa adanya efek

samping pada wajah, bibir, dan otot wajah.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendekatan Blok Saraf Palatal Alveolar Superior Anterior (P-ASA)

Injeksi P-ASA, sama seperti halnya dengan blok saraf AMSA, didefinisikan oleh Friedman

dan Hochman bersamaan penggunaan klinis dan pengembangan system C-CLAD pada

pertengahan tahun 1990an. Blok saraf P-ASA terbagi dalam beberapa elemen kesamaan dengan

blok saraf nasopalatine tetapi cukup berbeda untuk dianggap sebagai injeksi yang cukup berbeda.

Blok saraf P-ASA menggunakan titik insersi pada jaringan yang sama (aspek lateral dari insisif

papilla) sebagai injeksi nasopalatine tetapi berbeda dalam target akhirnya (jarum diposisikan

sampai kanal insisif). Volume anestesi yang direkomendasikan untuk blok saraf P-ASA adalah 1,4

hingga 1,8 mL, diadministrasikan 0,5 mL per menit.1

Distribusi anestesi juga berbeda antara injeksi ini. Blok saraf Nasopalatine menganestesi

gingiva palatal anterior dan mucoperiosteum dan direkomendasikan untuk prosedur bedah pada

palatum anterior. Ini juga dapat berfungsi sebagai teknik tambahan untuk anestesi pulpa dari gigi-

gigi insisivus. Sebaliknya, pada blok saraf P-ASA menganestesi jaringan lunak pada gingiva dan

mucoperiosteum di wilayah sepertiga palatal anterior yang dipersarafi oleh saraf nasopalatine.

Sebagai tambahan, jaringan lunak dari attached gingiva di keenam gigi anterior juga tercatat

teranestesi. Oleh karena itu, blok saraf P-ASA adalah alternative untuk mengontrol nyeri saat

scaling dan root planning, prosedur estetik restorative (gigi) dan prosedur bedah minor yang

melibatkan daerah premaksila.1

2
3

Suntikan P-ASA dapat dicatat sebagai injeksi gigi pertama yang menghasilkan anestesi

pulpa bilateral dari injeksi tunggal sebagai tujuan utamanya, hal ini menjadikannya karakteristik

unik dari teknik injeksi ini.1

Telah didokumentasikan dengan baik dalam literatur bahwa nyeri subjektif yang berkaitan

dengan injeksi di daerah nasopalatine biasanya dikaitkan dengan tingkat ketidaknyamanan yang

signifikan ketika dilakukan dengan jarum suntik manual. Pengenalan system C-CLAD telah

menunjukkan bahwa injeksi yang bahkan dilakukan pada jaringan palatal yang padat dan sangat

banyak persarafan dapat dengan mudah untuk dilakukan dengan sedikit atau tanpa rasa sakit.

Injeksi P-ASA dapat dilakukan dengan menggunakan jarum suntik tradisional, namun injeksi yang

nyaman lebih mudah dicapai dengan menggunakan C-CLAD.1

Suntikan P-ASA digunakan ketika ingin menganestesi gigi anterior maksila, tanpa anestesi

kolateral pada bibir dan otot-otot ekspresi wajah. Hal ini diinginkan pada saan skeling dan root

planning gigi anterior. Juga bermanfaat pada saat ingin melakukan prosedur estetik gigi anterior.

Garis senyum dan keterikatannya dengan bibir, gigi dan jaringan lunak tidak dapat secara akurat

dinilai ketika dilakukan pendekatan tradisional (mucobuccal fold) pada saat anastesi, karena

kelumpuhan dari otot bibir atas. Pendekatan kearah palatal memungkinkan anestesi terbatas pada

pleksus subneural untuk gigi anterior rahang atas dan saraf nasopalatine. Volume minimal untuk

injeksi ini adalah 1,8mL, diberikan dengan kecepatan 0,5 mL per menit.1

Nama lain adalah pendekatan palatal blok bidang anterior RA (Palatal approach maxillary

anterior field block).


4

2.1.1 Saraf Yang Teranestesi

1. Saraf Nasopalatinus

2. Cabang anterior saraf ASA

2.1.2 Area Yang Teranestesi

1. Pulpa dari insisivus sentral rahang atas, insisivus lateral, dan (pada tingkat lebih rendah) gigi

caninus (Gambar 2.1).

2. Jaringan periodontal labial berhubungan dengan gigi yang sama

3. Jaringan periodontal palatal berhubungan dengan gigi yang sama

Gambar 2.1 Area anestesi yang dihasilkan oleh blok saraf nasopalatinal1

2.1.3 Indikasi

1. Saat prosedur gigi melibatkan gigi anterior rahang atas dan jaringan lunak

2. Ketika anestesi bilateral dari gigi anterior rahang atas diinginkan dengan injeksi single-site

3. Ketika melakukan scaling dan root planing gigi anterior


5

4. Ketika prosedur estetik anterior harus dilakukan dan penilaian garis senyum penting untuk

kesuksesan hasil

5. Ketika injeksi tradisional supraperiosteal tidak efektif karena kortikal padat tulang

2.1.4 Kontraindikasi

1. Pasien dengan akar gigi caninus yang sangat panjang tidak mungkin mencapai anestesi palatal

yang mendalam dari gigi-gigi ini,

2. Pasien yang tidak dapat mentoleransi waktu pemberian 3 hingga 4 menit.

3. Prosedur yang membutuhkan waktu lebih dari 90 menit.

2.1.5 Kelebihan

1. Menyediakan anestesi bilateral maksila dengan satu kali injeksi

2. Teknik yang relatif sederhana untuk dilakukan

3. Relatif aman; meminimalkan volume anestesi dan jumlah injeksi yang diperlukan

dibandingkan dengan infiltrasi rahang atas dari gigi-gigi ini

4. Memungkinkan penilaian garis senyum yang akurat setelah anestesi telah terjadi, yang

mungkin berguna selama prosedur estetik kedokteran gigi

5. Menghilangkan ketidaknyamanan mati rasa pasca operasi terhadap bibir atas dan otot-otot

ekspresi wajah

6. Dapat mudah dilakukan dengan nyaman dengan sistem C-CLAD


6

2.1.6 Kekurangan

1. Pemberian admintrasinya lambat (0,5 mL / menit).

2. Kelelahan operator dengan jarum suntik manual karena perpanjangan waktu injeksi.

3. Pasien mungkin merasa tidak nyaman jika diberikan tidak benar.

4. Mungkin memerlukan anestesi tambahan untuk gigi caninus.

5. Dapat menyebabkan iskemia berlebihan jika dilakukan dengan cepat.

6. Kontraindikasi penggunaan anestesi lokal yang mengandung epinefrin dengan konsentrasi 1:

50.000

Aspirasi Positif

Kurang dari 1% (diasumsikan pada blok nasopalatine).

Alternatif

1. Suntikan Supraperiosteal atau PDL untuk setiap gigi

2. Blok saraf ASA kanan dan kiri (bilateral)

3. Blok saraf maksilaris kanan dan kiri (bilateral)

2.1.7 Teknik

1. Jarum pendek 27-gauge direkomendasikan.

2. Area insersi: hanya lateral papilla insisif pada papilla groove (Gambar 3.2)
7

Gambar 2.2 Daerah insersi jarum pada pendekatan blok saraf P-ASA1

3. Area target: foramen nasopalatinus.

4. Landmark : papilla nasopalatinus.

5. Orientasi bevel: Bevel jarum ditempatkan "Menghadap ke bawah" melawan epitel. Jarumnya

45 derajat ke palatum.

6. Prosedur:1

a. Duduk pada posisi jam 9 atau 10 menghadap ke arah yang sama dengan pasien.

b. Posisikan pasien telentang dengan sedikit hiperekstensi (menengadah) kepala dan leher

sehingga operator dapat memvisualisasikan papilla nasopalatinus lebih mudah.

c. Gunakan komunikasi untuk memberi tahu pasien bahwa injeksi mungkin memakan waktu

beberapa menit dan dapat menghasilkan sensasi tekanan yang kuat pada palatum.
8

d. Gunakan sandaran tangan dan jari yang nyaman untuk mencegah kelelahan selama waktu

administrasi yang diperpanjang.

e. Penggunaan sistem C-CLAD membuat injeksi ini lebih mudah

f. Orientasi awal bevel adalah "menghadap ke bawah" melawan epitel, sementara jarum

dipegang sekitar sudut 45 derajat dengan garis singgung pada palatum.

g. Teknik persiapan dapat digunakan. Tempatkan bevel jarum terhadap jaringan palatal.

Sterilkan dengan mengaplikasikan kapas di atas ujung jarum (Gambar 2.3). Berikan tekanan

ringan dengan aplikator kapas untuk membuat "segel" jarum bevel terhadap bagian luar

permukaan. Masukkan cairan anestesi ke permukaan epitel. Tujuannya adalah agar cairan

masuk melalui epitel luar ke dalam jaringan. Biarkan cairan anestesi masuk melalui lapisan

epitel luar. Aplikator kapas membantu untuk menstabilisasi jarum dan mencegah ada

kelebihan cairan anestesi ke mulut pasien. Ketika C-CLAD digunakan, laju injeksi lambat

(sekitar 0,5 mL / menit) dipertahankan selama injeksi. Mempertahankan posisi dan tekanan

ini pada permukaan epitel selama 8 hingga 10 detik.


9

Gambar 2.3 Orientasi jarum pada blok saraf P-ASA 1

h. Teknik jalur anestesi dapat digunakan. Sangat perlahan-lahan memasukkan jarum ke dalam

jaringan. Rotasi jarum memungkinkan untuk menembus jaringan dengan lebih efisien.

Masukkan jarum 1 sampai 2 mm setiap 4 hingga 6 detik sementara administrasi cairan anestesi

diinjeksikan dengan perlahan. Menghindari memperluas jaringan atau maju jarumnya terlalu

cepat jika melakukan blok saraf P-ASA dengan jarum tradisional. Langkah ini membuat

proses sistem C-CLAD lebih mudah untuk mencapai itu.

i. Setelah kepucatan awal dilihat (sekitar 30 detik), jeda selama beberapa detik untuk

mengizinkan onset anestesi superfisial.

j. Lanjutkan insersi secara lambat ke saluran nasopalatinus. Orientasi jarum harus sejajar dengan

sumbu panjang jarum dari gigi insisif sentral. Jarum masuk hingga kedalaman 6 hingga 10
10

mm (Gambar 2.3). Catatan: Jika resisten ditemui sebelum kedalaman penetrasi terakhir

tercapai, jangan memaksa jarum masuk lebih dalam. Tarik sedikit dan reorientasi untuk

meminimalkan risiko penetrasi dasar hidung.

k. Pastikan jarum kontak dengan tulang pada dinding saluran.

l. Aspirasi dalam dua bidang dalam saluran untuk menghindari injeksi intravaskular.

m. Anestesi diberikan dengan kecepatan sekitar 0,5 mL per menit selama injeksi hingga volume

total 1,4 hingga 1,8 mL. Beri tahu pasien bahwa akan terasa sensasi tekanan yang kuat.

2.1.8 Tanda dan gejala

1. Subyektif: sensasi tebal terasa di palatum anterior.

2. Subyektif: mati rasa pada gigi dan jaringan lunak terkait anestesi caninus kanan ke kiri.

3. Objektif: iskemia (pucat) pada jaringan lunak (jika vasokonstriktor digunakan) pada palatal

dan fasial attached gingiva terlihat jelas memanjang pada daerah caninus kiri.

4. Objektif: penggunaan semprotan pembekuan (mis., Endo-Ice) atau EPT tanpa respons dari

gigi dengan output EPT maksimal (80/80).

5. Tujuan: tidak adanya rasa sakit selama perawatan.

6. Tujuan: tidak teranestesi pada wajah dan bibir atas terjadi. Catatan: Pada pasien dengan akar

caninus panjang, tambahan anestesi lokal amungkin diperlukan. Ini dapat diberikan melalui

pendekatan palatal pada titik yang mendekati akar caninus. Dalam kasus yang jarang,

pendekatan fasial (tradisional) injeksi supraperiosteal mungkin diperlukan untuk gigi caninus.
11

2.1.9 Fitur keamanan

1. Kontak dengan tulang

2. Tingkat aspirasi minimal

3. Insersi jarum yang lambat (1 hingga 2 mm setiap 4 hingga 6 detik)

4. Pemberian anestesi lokal secara perlahan (0,5 mL / menit)

5. Volume anestesi kurang dari yang diperlukan jika diberikan melalui injeksi tradisional

2.1.10 Tindakan pencegahan

1. Mengurangi sakit :

a. Insersi dengan sangat lambat.

b. Administrasi lambat selama insersi dengan administrasi simultan cairan anestesi

c. Pertimbangkan penggunaan sistem C-CLAD.

2. Terhadap kerusakan jaringan:

a. Hindari iskemia berlebihan dengan tidak menggunakan obat yang mengandung epinefrin

dalam konsentrasi 1: 50.000.

b. Hindari beberapa infiltrasi anestesi lokal dengan vasokonstriktor di area yang sama.

2.1.11 Kegagalan Anestesi

1. Injeksi ini sangat sukses untuk gigi seri atas.


12

2. Ketika terjadi kegagalan, mungkin perlu injeksi tambahan pada gigi pasien yang akar

caninusnya panjang:

a. Volume anestesi yang cukup mungkin tidak mencapai cabang saraf gigi.

b. Untuk memperbaikinya, tambahkan anestesi tambahan atau lakukan injeksi tambah di

dekat gigi caninus dari arah palatal.

3. Anestesi unilateral:

a. Amati pucat bilateral

b. Untuk memperbaikinya, berikan anestesi tambahan.

2.1.12 Komplikasi

1. Ulkus palatal di tempat injeksi berkembang 1 sampai 2 hari pasca operasi:

a. Self-limiting

b. Sembuh dalam 5 hingga 10 hari.

c. Pencegahan termasuk administrasi yang lambat untuk menghindari iskemia berlebih.

d. Hindari konsentrasi vasokonstriktor yang berlebihan (misal 1: 50.000).

2. Kontak yang tidak terduga dengan saraf nasopalatinus.

3. Kepadatan jaringan lunak di tempat injeksi menyebabkan pengulangan injeksi

menimbulkan rasa bius dan pahit. Untuk mencegah ini:

a. Aspirasi saat menarik jarum suntik dari jaringan.


13

b. Jeda selama 3 hingga 4 detik sebelum menarik jarum untuk memungkinkan tekanan

menghilang.

c. Instruksikan asisten untuk menyedot anestesi yang keluar selama anestesi

2.2 Penilaian Palatal approach-Anterior Superior Alveolar (P-ASA) dengan the Wand®
pada pasien anak

Pemberian anestesi lokal dengan suntikan masih merupakan metode yang paling umum

digunakan dalam kedokteran gigi. Terdapat cara untuk menghindari injeksi yang invasif dan sering

menyakitkan, dan juga ditemukan cara yang lebih nyaman dan menyenangkan dalam pemberian

anestesi lokal sebelum prosedur perawatan gigi.2

Sistem Computer-Controlled Local Anaesthetic Delivery (CCLAD) pada the Wand® telah

dikembangkan sebagai solusi yang memungkinkan untuk mengurangi rasa sakit terkait dengan

injeksi anestesi lokal. Gibson dkk. menemukan bahwa suntikan di palatal yang diberikan dengan

mesin the Wand® sebanding dengan injeksi secara konvensional pada bagian bukal, dan tidak

menghasilkan manfaat yang signifikan terhadap injeksi secara konvensional pada bagian bukal

dalam hal rasa sakit pada proses injeksi.2

Dokter menemukan beberapa masalah saat memberikan anestesi lokal infiltratif

konvensional ke gigi anterior anak-anak yang berusia sangat muda, yaitu injeksi dengan rasa sakit

dan sensasi baal pada bibir atas setelah perawatan. Teknik infiltrasi bukal konvensional

dibandingkan dengan injeksi intraligamen (PDLi) dengan the Wand® pada anak-anak
14

menunjukkan respon yang lebih baik ketika mereka menerima anestesi lokal dengan the Wand®

daripada yang dilakukan dengan infiltrasi konvensional. Efek anestesi yang sama dapat dicapai

dengan kedua teknik tersebut. Anak-anak tidak menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan

setelah perawatan dengan the Wand®, dibandingkan pada saat menerima injeksi konvensional.2

Teknik lain untuk menganalisa gigi rahang atas dijelaskan oleh Friedman dan Hochman

pada pasien dewasa, namun tidak dibandingkan pada anak-anak dengan teknik lainnya. Blok saraf

dengan Palatal approach-Anterior Superior Alveolar (P-ASA) adalah teknik injeksi blok baru yang

memberikan anestesi gigi anterior rahang atas dari suntikan tunggal tanpa adanya efek samping

pada wajah, bibir, dan otot wajah.2

Teknik ini memungkinkan anestesi dari enam gigi anterior rahang atas, sepertiga anterior

palatum, dan permukaan gingiva dari injeksi satu sisi. Rekomendasi dosis untuk injeksi blok ini

yaitu 0,9-1,4 mL, secara signifikan lebih sedikit daripada injeksi supraperiosteal konvensional.2

2.2.1 Teknik Konvensional (Supraperiosteal Buccal Infiltration)

Mukosa diregangkan di tempat yang akan disuntikan, dan dengan lembut bevel

ditempatkan. Tingkat injeksi anestesi lokal lambat dengan durasi rata-rata hampir 1 mL / menit.

Anestesi ke zona palatal dilakukan melalui buccal papilla yang sudah teranestesi. Jumlah larutan

lokal anestesi untuk setiap gigi adalah 0.9 mL (1/2 carpul).2


15

2.2.2 Teknik untuk PDLi dengan the Wand®

Digunakan 2 insertion sites: mesio-buccal dan disto-buccal transitional line angle. Serupa

dengan traditional intraligamentary technique, Jarum disisipkan di sulkus sejajar dengan panjang

sumbu gigi dengan bevel menghadap gigi. Selagi jarum memasuki sulkus, foot switch diaktifkan

pada laju aliran yang lambat dan dipertahankan pada tingkat itu selama injeksi. Jarum masuk

sampai maksimal (sekitar 2 mm di bawah puncak tulang), dan 0.6 mL anestesi diinjeksikan.

Kemudian kaki pun dilepas dari kontrol selama 5 detik untuk menghilang tekanan cairan. Jarum

dilepas perlahan dengan mencari daerah memucat di sekitar gigi.2

2.2.3 Teknik Injeksi Blok Nervus Palatal Approach-Anterior Superior Alveolar (P-ASA)

Teknik yang dijelaskan oleh Friedman dan Hochman dilakukan, injeksi awal P-ASA

terletak di alur sedikit ke lateral dari papila insisif. Injeksi dilakukan dengan jarum ultra-pendek

30-gauge yang disediakan oleh pabrik (Becton Dickinson dan Co, Franklin Lakes, NJ, AS).2

Untuk tahap insersi jarum injeksi, bevel jarum dihadapkan pada jaringan palatal, dan

gulungan kapas polos ditekan dengan kuat pada ujung jarum untuk prepuncture phase pada insersi

jarum the Wand® diaktifkan pada tingkat yang lambat (dengan menekan sebagian kaki pedal) dan

handpiece diputar kearah aksial (45 derajat searah jarum jam dan 45 derajat berlawanan arah jarum

jam) untuk insersi, jarum perlahan maju sekitar 1-2 mm.2

Handpiece kemudian direorientasi ke sudut sejajar dengan aspek fasial maksila untuk

masuk ke insisif canal. Jarum secara aksial diputar 45 derajat dan perlahan maju (seperti dijelaskan
16

pada tahap insersi jarum) ke dalam canal. Siklus aspirasi diaktifkan dengan mengetuk pedal kaki,

Jarum dimasukkan ke kedalaman minimal 3 mm dan tidak lebih dari 5 mm. Kemudian diberikan

1 mL larutan anestesi. Aspirasi pun diaktifkan kembali.2

Tidak ada aspirasi positif (darah di microtubing), operator menunggu 5 detik sebelum

pelan-pelan mengeluarkan jarum dari daerah tempat suntikan. Ini membiarkan larutan anestesi itu

masuk dalam jaringan dan mengurangi jumlah yang menetes sebelum jarum ditarik. Perlakuan

yang dilakukan sama pada ke tiga kelompok dan termasuk tindakan ekstraksi, pulpotomi,

pulpektomi, dan pemasangan striprown.2

Selama injeksi, Skala diubah sesuai behavioral nyeri yang disarankan oleh Tadio et al,

digunakan untuk mengevaluasi anak-anak secara objektif. Skala itu terdiri dari parameter berikut:

(a) tampilan wajah, (b) gerakan lengan / kaki, (c) gerakan torso, dan (d) tampilan wajah menangis,

berdasarkan deskripsi perilaku Craig menunjukkan ekspresi wajah yang menggambarkan rasa

sakit. Hanya dua dari empat deskripsi Craig yang paling terlihat (tonjolan alis mata), karena selama

injeksi mulut terbuka dan hidungnya tertutup oleh masker nitrat oksida.2

Saat menerima PDLi menggunakan the Wand®, anak-anak menunjukkan perilaku yang

lebih baik daripada injeksi supraperiosteal konvensional pada bagian bukal. Temuan ini terlihat

berada dalam ketidaksepakatan dengan studi sebelumnya: Assarch et al. yang menemukan bahwa

the Wand®, bila digunakan sebagai alternatif yang identik dari suntikan konvensional, tampaknya

tidak menawarkan keuntungan apapun, seperti yang diuji oleh para penulis ini, the Wand® dalam

penggunaannya terbatas pada infiltrasi bukal dan blok alveolar inferior. Mereka menggunakan
17

kontrol laju aliran lambat untuk mengoptimalkan penggunaan the Wand® selama pengujian

mereka. Gibson et al. menemukan bahwa injeksi palatal yang diberikan dengan the Wand®

sebanding untuk injeksi bukal konvensional dan tidak ditemukan memberikan keuntungan yang

signifikan atas injeksi bukal konvensional.2

Anak-anak tidak menunjukkan tanda-tanda rasa sakit saat menerima injeksi P-ASA dengan

the Wand® dan hal ini sesuai dengan temuan Allen et al. Tidak ada perbedaan mengenai

keefektifannya dari anestesi saat dilakukan baik injeksi konvensional (infiltrasi bukal dan infiltrasi

palatal), injeksi intraligamen, dan P-ASA yang ditransfer hanya dengan the Wand®. Dalam

beberapa kasus anak menunjukkan tanda-tanda rasa sakit yang lebih banyak pada anestesi lokal di

semua teknik. Ini tidak sesuai dengan Burns et al, yang menemukan dalam studi mereka pada gigi

permanen orang dewasa dengan menggunakan anestesi lokal yang dikendalikan sistem komputer

untuk injeksi P-ASA, terdapat keberhasilan tingkat rendah dan keberhasilan dari anestesi pulpa

yang bisa diprediksi dari empat gigi insisivus rahang atas dan gigi taring menggunakan teknik P-

ASA.2

Selain itu, temuan kami tidak sesuai dengan Nusstein et al. yang merawat pasien dewasa

dan menyimpulkan bahwa injeksi P-ASA diberikan dengan the Wand® berpotensi menjadi injeksi

yang menyakitkan. Dalam penelitian mereka, mereka menemukan sakit setelah di injeksi, rasa baal

sementara / paresthesia, dan tajam, papilla bengkak semua, temuan ini tidak sesuai dengan hasil

penelitian yang dilakukan pada anak-anak.2


18

2.3 Injeksi Palatal Tidak Menghalangi Cabang Saraf Alveolar : Mengoreksi Kesalahan
Mengenai Persarafan Gigi Maksila

Saraf alveolar superior terletak lateral ke sinus maksilaris dan saraf palatina yang lebih

besar melalui palatum keras. Anatomi tiga dimensi yang sulit ini telah mengarahkan beberapa

dokter gigi dan ahli bedah mulut untuk kesalahpahaman dalam mengembangkan AMSA dan blok

saraf P-ASA. 3

Blokade anestesi dari cabang posterior superior alveolar (PSA) dari saraf maksila

memainkan peran penting dalam perawatan endodontik pulpitis ireversibel akut pada gigi molar

atas kecuali untuk akar mesiobukal gigi molar pertama. Prosedur ini membutuhkan pengetahuan

anatomi yang tepat dari fossa pterygopalatine dan struktur terkait untuk menghindari komplikasi

yang tidak perlu dan membuat blokade paling efektif.3

Saraf infraorbital menimbulkan cabang alveolar superior tengah (MSA) dan alveolar

superior anterior (ASA). Namun, blokade dari saraf palatine yang lebih besar (GPN) digunakan,

terutama untuk perawatan periodontal, untuk menganestesi mukosa palatal, termasuk posterior

bagian dari palatum keras dan jaringan lunak di atasnya, anterior sampai ke premolar pertama dan

medial ke garis tengah, dan gingiva palatal.3

2.3.1 Anatomi Nervus Alveolaris Superior (Cabang Posterior, Pertengahan, dan Anterior)

Gigi atas dipersarafi oleh tiga saraf alveolar superior yang muncul dari saraf rahang atas di

fossa pterigopalatina atau saluran infraorbital. Cabang PSA keluar dari saraf rahang atas di fossa

pterigopalatina dan berjalan anteroinferior untuk memasuki foramen alveolar posterior pada
19

permukaan infratemporal rahang atas (dinding posterior sinus maksilaris). Kemudian turun di

bawah mukosa sinus maksilaris (atau melalui dinding tulang dari sinus maksilaris). Akhirnya, saraf

ini terbagi menjadi cabang-cabang kecil yang bersatu sebagai bagian dari plexus superior gigi

molar, termasuk gigi molar ipsilateral, gingiva, dan bagian sebelah pipi. Saat berjalan di kanal

infraorbital, cabang MSA dari saraf infraorbital berjalan ke bawah dan ke depan di dinding lateral

sinus maksilaris. Secara distal, itu berakhir sebagai cabang kecil yang bergabung dengan pleksus

gigi superior, yang menyediakan rami kecil ke gigi premolar atas. Cabang MSA tampak dan dapat

diduplikasi atau tidak ada. Cabang ASA muncul dari sisi lateral saraf infraorbital dekat titik tengah

saluran infraorbital. Ini berjalan di bawah foramen infraorbital melalui tulang melewati medial ke

arah hidung dan akhirnya berbelok ke bawah dan membelah menjadi cabang yang memasok gigi

insisif dan caninus. Ini juga berkontribusi pada pembentukan pleksus superior gigi.3

2.3.2 Anatomi dari Greater Palatine dan Nervus Nasopalatinus

GPN adalah salah satu cabang dari saraf maksila yang memasuki foramen palatine yang

lebih besar berjalan di sepanjang atap mulut di dalam rongga mulut. Ini berjalan ke bawah dan ke

depan menimbulkan banyak cabang ke mukosa palatal ipsilateral, gingiva, dan kelenjar palatum

keras saat mendekati gigi-geligi insisivus. GPN berhubungan dengan cabang terminal saraf

nasopalatina.3

Saraf nasopalatine melewati fossa pterygopalatine melalui foramen sphenopalatine untuk

memasuki rongga hidung. Melewati rongga ke belakang septum hidung, berjalan ke bawah dan ke
20

depan melalui septum hidung dalam groove dan kemudian berbalik melalui kanal insisif untuk

melintasi foramen insisif di bagian anterior palatum keras. Ini termasuk bagian bawah septum

hidung dan bagian anterior palatum keras yang terhubung dengan GPN.3

2.3.3 Kesalahpahaman Dari Blok Saraf AMSA

Teknik blok saraf AMSA pertama kali dikembangkan oleh Friedman dan Hochman

berdasarkan deskripsi dalam literatur lama bahwa anestesi pulpa dapat dicapai dari injeksi palatal

injeksi seperti yang didokumentasikan oleh Fischer pada tahun 1911 dan Nevin pada tahun 1927.

Konsep nervus blok AMSA dikonseptualisasikan sebagai "injeksi maksila yang ideal akan

menghasilkan onset anestesi pulpa yang cepat untuk beberapa gigi dari penetrasi jarum tunggal

pada mukosa palatal. ”Meskipun beberapa literatur menyebutkan keberhasilan dengan teknik ini,

sebagian besar penelitian hanya membandingkan teknik jarum suntik tradisional dengan sistem

CCLAD. Friedman dan Hochman mengilustrasikan blok saraf AMSA meskipun penggambaran

ini salah (Gambar 2.4).3


21

Gambar 2.4 PSA, MSA dan ASA seperti yang digambarkan oleh Friedman
dan Hochman (1998) seolah-olah mereka mempersarafi gigi melalui
langit-langit yang keras. ASA ditarik seolah-olah itu adalah cabang terminal
saraf infraorbital.3

Dalam penggambarannya, saraf infraorbital atau saraf maksila diperlihatkan sebagai

penyebab munculnya semua cabang gigi rahang atas melalui palatum keras seolah-olah mereka

melakukan perjalanan yang serupa dengan GPN. Selain itu, dalam gambar mereka, batang utama

saraf infraorbital menjadi ASA seolah-olah itu adalah cabang terminal dari saraf infraorbital.

Penyebab ASA dalam gambar ini mungkin bingung dengan jalur saraf nasopalatina menuju

foramen insisif melalui septum hidung. Oleh karena itu, publikasi ini telah menambah
22

kebingungan dari cabang-cabang alveolar superior, GPN dan saraf nasopalatine, dan mungkin

telah menghasilkan pasien yang menjalani blokade saraf yang tidak perlu.3

2.3.4 Konsep Blok Saraf P-ASA Dan Kesalahpahaman

Blok saraf P-ASA diusulkan oleh Friedman dan Hochman pada tahun 1999 sebagai metode

awal untuk mencapai anestesi pulpa bilateral dari enam gigi rahang atas anterior. Injeksi objektif

ini adalah untuk meletakkan jarum di pintu masuk saluran insisif dan mempertahankan kontak

dengan dinding bertulang dalam dengan kedalaman sekitar 6 sampai 10 mm (Gambar 3.5).3

Gambar 2.5 Usulan Gambar P-ASA oleh Friedman


dan Hochman (1999).3
23

Menurut Friedman dan Hochman, penggunaan blok saraf P-ASA secara teoritis akan

menjadi keuntungan besar karena hanya satu suntikan yang akan menganestesi semua gigi anterior

secara bilateral. Blok saraf P-ASA juga berguna dalam estetik kedokteran gigi dan pediatric karena

prosedur ini tidak menyebabkan mati rasa pada bibir atas. Untuk estetika kedokteran gigi restoratif,

ketika prosedur restorasi estetik anterior dilakukan, dapat menggunakan blok saraf P-ASA. Untuk

kedokteran gigi anak, dikatakan bahwa ini adalah prosedur yang ideal karena pasien tidak

menggaruk bibir atas setelah injeksi. Namun, blok saraf P-ASA adalah anestesi yang ditujukan

pada saluran insisive (saraf nasopalatine). Karena cabang ASA menjauh dari kanal insisif, tidak

masuk akal untuk menyebutnya blok saraf palatal "anterior superior alveolar". Selain itu, sebagian

besar hasil penelitian telah difokuskan dari blok saraf P-ASA dengan sistem CCLAD dan bukan

memblokir saraf P-ASA itu sendiri.3

2.3.5 Aplikasi Untuk Perawatan Periodontal

Beberapa penelitian telah melaporkan efektivitas blok saraf AMSA dalam bedah

periodontal dan scaling dan root planing. Namun, blok saraf AMSA dapat menganestesi gingiva

palatal dan ligamen periodontal karena tempat injeksi sesuai dengan perjalanan cabang GPN yang

berarti larutan anestesi dilakukan oleh cabang-cabang GPN dan bukan oleh AMSA. Kepucatan

gingiva bukal dapat dicapai dengan menganestesi ke dalam gingiva bukal yang akan menghasilkan

anestesi selama SRP (Scaling Root Planing). Kepucatan gingiva bukal sering terjadi setelah

anestesi infiltrasi ke gingiva palatal jadi tidak ada bukti untuk keberhasilan blokade saraf AMSA.3
24

2.3.6 Kritik

Corbett, dkk. melaporkan bahwa blokade saraf infraorbital (ION) lebih efektif untuk gigi

caninus dan gigi premolar dibandingkan dengan blokade saraf AMSA. Meskipun blockade saraf

AMSA lebih berhasil daripada blokade ION dalam mencapai anestesi insisivus yang tidak efektif

untuk anestesi dari insisivus sentral, seperti yang dinilai dengan pengujian pulpa elektronik.

Menurut Velasco dan Soto, blokade saraf AMSA, menggunakan jarum suntik konvensional,

memperoleh tingkat keberhasilan 66% untuk premolar kedua, 40% untuk premolar pertama, 60%

untuk gigi caninus, 23,3% untuk gigi insisif lateral, dan 16,7% untuk gigi insisif sentral. Penulis-

penulis ini menyimpulkan bahwa sebagai pengobatan lini pertama, blokade saraf AMSA tidak

menguntungkan secara aplikasi klinis hanya berdasarkan keberhasilan anestesi yang tidak terduga.

Burns, dkk. melaporkan penelitian prospektif, acak, tersamar ganda untuk mengevaluasi blok

saraf PASA menggunakan injeksi dibantu computer dan ini berhasil menganestesi hanya 32%

sampai 58% dari pasien. Hasil-hasil ini, dalam hal anatomi, masuk akal. Blok saraf didefinisikan

sebagai cairan anestesi lokal yang dimasukkan di dekat batang saraf utama. Baik blockade saraf

AMSA maupun PASA dekat dengan batang saraf utama dari nervus alveolaris superior (Gambar

3.6).3

Cabang-cabang kecil bisa ada antara cabang GPN dan AMSA dan antara saraf nasopalatina

dan cabang ASA. Namun, jika kita melihat kembali anatomi rahang atas, langit-langit dan septum

hidung, mudah untuk memahami berapa banyak laporan dalam literatur telah membuat kesalahan

kritis tentang AMSA dan blokade saraf P-ASA.3


25

Gambar 2.6 Baik blokade saraf AMSA maupun P-ASA dekat


batang saraf utama dari saraf alveolar superior. (A)
Hubungan saraf alveolar superior dan GPN. (B)
Hubungan saraf alveolar superior dan NPN.3
BAB III

KESIMPULAN

Blokade saraf AMSA dan P-ASA tidak didasarkan pada anatomi yang akurat. Istilah

blokade saraf "AMSA" adalah anestesi infiltrasi ke akar gigi anterior, kaninus dan premolar, dan

blokade cabang GPN. Anestesi ini mungkin membuat mati rasa bagi sebagian orang sejauh ini,

tetapi ini kemungkinan besar berasal dari "anestesi infiltrasi." Istilah blok saraf "P-ASA" blok

mirip dengan blok saraf nasopalatina. Persarafan gigi rahang atas seharusnya ditinjau kembali

untuk memberikan anestesi lokal terbaik kepada pasien tanpa perlu suntikan dan potensi

komplikasi terkait.

Efektifitas anestesi yang sama dicapai dengan the Wand dan teknik injeksi konvensional.

Anak-anak menunjukkan perilaku yang lebih baik saat dilakukan injeksi, mereka lebih dapat

menerima anestesi lokal dengan the Wand® daripada menggunakan infiltrasi supraperiosteal

konvensional bukal. Anak-anak tidak menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan (menggaruk

bibir atas / hidung dan / atau adanya tangisan) setelah perawatan ketika mereka menerima PDLi

dan P-ASA dengan the Wand®, sebaliknya hal tersebut terjadi pada saat menerima injeksi infiltrasi

konvensional pada bukal.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Malamed, S. Handbook of Local Anesthesia Edition 7th. Elsevier

2. Ram D; Kassirer. Assessment of Palatal Approach-Anterior Superior Alveolar (P-ASA)

nerve block with the Wand in Paediatric Dentistry. International Journal of Paediatric

Dentistry. 2006

3. Iwanaga J. Palatal Injection does not Block the Superior Alveolar Nerve Trunks:

Correcting an Error Regarding the Innervation of the Maxillary Teeth. 2018

27

Anda mungkin juga menyukai