Panduan Gizi
Panduan Gizi
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Resiko kurang gizi akan mucul secara klinik pada orang sakit, terutama pada
penderita anoreksia, kondisi mulut / gigi geligi buruk serta kesulitan menelan,
penyakit saluran cerna disertai mual, muntah dan diare, infeksi berat, tidak sadar
pada waktu lama, kegagalan fungsi saluran pencernaan dan pasien mendapat
kemoterapi. Hasil penelitian menunjukkan 20% - 60% pasien menderita kurang
gizi pada saat dirawat di rumah sakit.
Selain dari itu , di RSUD Kabupaten Buton Selatan Pelayanan Gizi Rumah Sakit
bukan saja diberikan kepada pasien tetapi juga bagi para karyawan dan dokter
yang diharapkan dapat memberikan pelayanan secara optimal (service excelent)
kepada pasien ketika mereka melakukan tugasnya.
Sejalan dengan visi dan misi RSUD Kabupaten Buton Selatan Pelayanan Gizi
Rumah Sakit yang diberikan harus dikelola secara profesional agar mutunya tetap
terjamin sehingga dapat membantu mempercepat proses penyembuhan dan dapat
pula memenuhi kebutuhan gizi karyawan. Dampaknya adalah hari perawatan
pasien menjadi lebih pendek dan biaya perawatannya berkurang, sedangkan bagi
karyawan akan berdampak terhadap meningkatnya produktifitas karja.
Agar pelayanan gizi rumah sakit dapat dilaksanakan secara optimal dan
berdasarkan Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT), diperlukan suatu ”Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Gizi Rumah Sakit” bagi setiap Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Buton Selatan yang dapat dipakai sebagai acuan bagi para
petugas dan manajemen rumah sakit agar kebutuhan gizi pasien, karyawan
maupun dokter dapat dipenuhi.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan pokok pelayanan gizi rumah sakit di Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Buton Selatan terdiri dari Asuhan Gizi Pasien Rawat
Inap, Asuhan Gizi Pasien Rawat Jalan dan Penyelenggaraan Makanan. Untuk
meningkatkan pelayanan paripurna kepada pasien dibentuk Tim Terapi Gizi yang
bertugas menyelenggarakan pelayanan gizi di Rawat Inap, Rawat Jalan termasuk
di klinik gizi rawat jalan.
C. Batasan Operasional
1
dalam rangka mencapai status kesehatan optimal dalam kondisi sehat atau
sakit.
2) Tim Asuhan Gizi/ Tim Terapi Gizi, adalah sekelompok tenaga profesi di
rumah sakit yang terkait dengan pelayanan gizi paasien berisiko tinggi
malnutrisi, terdiri dari dokter/dokter spesialis, ahli gizi/dietisien, perawat, dan
farmasi dari setiap unit pelayanan, bertugas bersama memberikan pelayanan
paripurna yang bermutu.
3) Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) adalah Pendekatan sistematik
dalam memberikan pelayanan asuhan gizi yang berkualitas, melalui
serangkaian aktivitas yang terorganisir meliputi identifikasi kebutuhan gizi
sampai pemberian pelayanannya untuk memenuhi kebutuhan gizi.
4) Nutrisionis, adalah seseorang yang diberi tugas tanggung jawab dan
wewenang secara untuk melaksanakan kegiatan teknis fungsional di bidang
pelayanan gizi dan dietetik, pendidikan dasar akademi gizi
5) Konseling gizi, adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi dua
arah yang dilaksanakan untuk menanamkan dan meningkatkan perbaikan
sikap dan prilaku sehingga membantu pasien / klien dalam mengatasi masalah
gizi, dilakukan oleh seorang nutrisionis / dietisien
6) Penyuluhan Gizi adalah serangkaian kegiatan penyampaian pesan-pesan gizi
dan kesehatan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk menanamkan dan
meningkatkan pengertian, sikap serta perilaku positif pasien/klien dan
lingkungannya terhadap upaya peningkatan status gizi dan kesehatan.
Penyuluhan gizi ditujukan untuk kelompok atau golongan masyarakat massal,
dan target yang diharapkan adalah pemahaman perilaku kesehatan dalam
kehidupan sehari-hari.
7) Mutu Pelayanan Gizi, adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan
pelayanan gizi sesuai standar yang memuaskan baik kualitas petugas maupun
sarana serta prasarana untuk kepentingan klien
8) Sanitasi Pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan tumbuh
dan berkembangnya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan,
minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan
membahayakan manusia.
2
BAB II
PELAYANAN GIZI RSUD KABUPATEN BUTON SELATAN
Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan
keadaan pasien berdasarkan keadaan klinik, status gizi dan status metabolisme
tubuhnya.
Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit,
sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi
pasien. Seiring kondisi pasien semakin buruk karena tidak diperhatikan keadaan
gizinya.
Terapi gizi yang menjadi salah satu faktor penunjang utama penyembuhan
tentunya harus diperhatikan agar pemberian tidak melebihi organ tubuh untuk
melaksanakan fungsi metabolisme. Pemberian diet pasien harus selalu dievaluasi dan
diperbaiki sesuai dengan perubahan klinik pasien, hasil pemeriksaan laboratorium,
dan sebagainya.
Upaya pelayanan gizi di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buton
Selatan yang diberikan bagi pasien, karyawan, maupun dokter merupakan tugas dan
tanggung jawab Pelayanan Pelayanan Gizi.
A. Visi
B. Misi
3
C. Tujuan
1) Pelayanan gizi, minimal dipimpin oleh seorang sarjana (S1) gizi dengan dasar
pendidikan sarjana gizi sesuai standar kualifikasi tenaga di Instalasi gizi
rumah sakit yang ditetapkan Depkes RI menurut kelas rumah sakit.
Sedangkan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buton
SelatanPelayanan Gizi dan Tata Boga dipimpin oleh seorang dengan
pedidikan DIII Gizi.
2) Tersedia fasilitas ruangan dan alur kerja yang efisien dan peralatan untuk :
a. Penerimaan bahan makanan dan makanan
b. Penyimpanan bahan makanan dan makanan
c. Peyiapan makanan
d. Persiapan makanan termasuk pemasakan
e. Penyajian makanan masak
f. Produksi makanan
g. Distribusi makanan
h. Penyajian dan penyaluran makanan
i. Pencucian alat makan
j. Penyimpanan alat makan
k. Pembuangan sampah
3) Tersedia fasilitas ruangan dan peralatan untuk pelayanan
konsultasi/penyuluhan diet individu atau kelompok, baik untuk pasien rawat
inap maupun rawat jalan, pegawai, dan masyarakat pengguna rumah sakit.
4) Semua gudang bahan makanan hendaknya berada di bagian yang lebih tinggi
untuk mencegah genangan air dan menjaga kelembabannya. Hendaknya
dihindarkan meletakkan gudang di kaki tangga / elevator, ruang peralatan atau
ruang-ruang yang kurang sesuai untuk bahan makanan.
5) Bahan makanan hendaknya tidak diletakkan dibawah saluran / pipa air (air
bersih maupun air limbah) untuk mencegah kebocoran dari saluran tersebut.
4
Hendaknya tidak ada drainase disekitar gudang makanan untuk menghindari
saluran balik / meluapnya saluran pada saat macet.
6) Semua bahan makanan hendaknya disimpan pada rak-rak yang baik dengan
ketinggian rak terbawah dari lantai 20 – 25 cm. Hal ini untuk menghindari
kontaminasi karena genangan air, memudahkan pembersihan dan mencegah
infestasi serangga.
7) Suhu gudang bahan makanan kering dan kaleng dijaga kurang dari 220 C
untuk mengurangi pertumbuhan serangga, bakteri atau kerusakan kaleng.
Suhu didalam ruang pendingin antara –100 C sampai 50 C.
8) Gudang harus dibuat anti tikus dan serangga. Jendela dan pintu perlu dipasang
kaca, pelindung tikus dan tempat masuk pipa harus ditutup semen.
9) Fasilitas sesuai dengan persyaratan gedung dan peraturan yang berlaku
ditekankan pada :
a. Lantai, dinding dan langit-langit yang mudah dibersihkan
b. Penerangan yang memenuhi persyaratan kondisi kerja
c. Ventilasi yang cukup, suhu dan kelembaban
d. Memenuhi persyaratan anti kebakaran
10) Ada ruang penerimaan dengan fasilitas pemeriksaan mutu dan jumlah bahan
makanan yang langsung dipindahkan ke tempat penyimpanan.
11) Penyimpanan di lemari pendingin, hendaknya memenuhi ketentuan-ketentuan
sebagai berikut :
a. Rak-rak dalam refrigerator harus diatur sedemikian rupa sehingga bahan
makanan tidak saling berdesakan.
b. Refrigerator harus berukuran memadai sehingga dapat digunakan secara
baik dan mudah dijangkau.
c. Dalam refrigerator hendaknya disediakan ruang yang memadai untuk
meniris potongan-potongan dari freezer.
d. Makanan yang disimpan dalam refrigerator hendaknya diletakkan dalam
wadah dengan dasar tidak lebih dari 5 – 7,5 cm, sehingga makanan bisa
cepat dingin dan mengurangi pertumbuhan kuman.
e. Pada saat penyajian, suhu makanan dijaga di atas 650 C untuk makanan
hangat dan 40 C untuk makanan dingin.
5
E. Mekanisme Pelayanan Gizi Rumah Sakit
Kegiatan PGRS dapat dilaksanakan berdasarkan mekanisme berikut ini :
Gambar 1
MEKANISME PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT
Pasien Masuk
Perlu tindak lanjut
Permintaan, Pembatalan,
Perubahan Diet
Sumber : Modifikasi dari Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit Tahun 2013
Penjelasan :
6
Gambar 1 tentang Mekanisme Pelayanan Gizi Rumah Sakit
7
b. Bila memerlukan terapi diet :
1) Pasien dengan persetujuan DPJP dikonsulkan kepada dokter spesialis gizi
klinik.
2) Bagi pasien yang direncanakan dengan makanan khusus / diet, yang sesuai
dengan keadaan fisik, psikis, penyakit, kebiasaan makan dan nafsu makan,
ada tidaknya alergi makanan.
3) Saat awal hari rawat pasien memperoleh edukasi gizi tentang makanan
yang boleh, dihindari, dan dibatasi, agar diperoleh persesuaian paham
tentang dietnya, dan pasien dapat menerima serta menjalankan diet.
4) Makanan khusus dipesan ke tempat pengolahan makanan (dapur). Dari
tempat pengolahan makanan diet didistribusikan ke ruang perawatan dan
di ruang perawatan makanan khusus disajikan kepada pasien sama dengan
pasien tanpa terapi diet.
5) Pasien diamati dan dievaluasi secara fisik, antropometri, laboratorium, dan
lain-lain. Pengamatan juga dilakukan untuk menilai nafsu makan dan
asupan makanannya dengan menggunakan form asupan makan pasien .
Hasil penilaian tersebut membuka kemungkinan apakah ia memerlukan
penyesuaian diet atau tidak.
6) Bila penyesuaian diet ini berupa perubahan makanan biasa, proses
selanjutnya sama dengan butir a.
7) Bila penyesuaian diet ini berupa perubahan diet khusus, proses selanjutnya
lihat pada butir b.
8) Bila pasien ternyata tidak memerlukan penyesuaian diet, maka saat akan
pulang pasien memperoleh penyuluhan / konseling gizi tentang penerapan
diet di rumah.
9) Bila memerlukan tindak lanjut, pasien diminta mengikuti proses
pelayanan gizi rawat jalan.
8
BAB III
PELAYANAN GIZI RAWAT INAP
Pelayanan gizi rawat inap merupakan pelayanan gizi yang dimulai dari proses
pengkajian gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi meliputi perencanaan, penyediaan
makanan, penyuluhan/edukasi, dan konseling gizi, serta monitoring dan evaluasi gizi.
A. Tujuan
Memberikan pelayanan gizi kepada pasien rawat inap agar memperoleh asupan
makanan yang sesuai kondisi kesehatannya dalam upaya mempercepat proses
penyembuhan, mempertahankan dan meningkatkan status gizi.
B. Sasaran
Pasien
Keluarga
Mekanisme Kegiatan
Skrining dilakukan pada pasien baru 1 x24 jam setelah pasien masuk RS.
Bila hasil skrining gizi menunjukkan pasien berisiko malnutrisi, maka
dilakukan pengkajian/assesmen gizi dan dilanjutkan dengan langkah-langkah
proses asuhan gizi terstandar oleh Dietisien. Pasien dengan status gizi baik
atau tidak berisiko malnutrisi, dianjurkan skrining ulang setelah 1 minggu.
Jika hasil skrining ulang bersiko malnutrisi maka dilakukan proses gizi
terstandar.
Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT)
Proses Asuhan Gizi Terstandar dilakukan pada pasien yang bersiko kurang
gizi, sudah mengalami kurang gizi dan atau kondisi khusus dengan penyakit
tertentu, proses ini merupakan serangkaian kegiatan yang berulang (siklus)
sebagai berikut:
9
Gambar.2
Proses Asuhan Gizi di Rumah Sakit
Pasien Masuk
Tidak Tujuan
Berisiko Tercapai
Sumber : Modifikasi dari Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit Tahun 2013
Langkah PAGT:
a. Assesmen/ Pengkajian Gizi
Assesmen gizi dikelompokkan dalam 5 kategori yaitu 1) Anamnesis riwayat
gizi; 2) Data Biokimia, tes medis dan prosedur (termasuk data laboratorium);
3) Pengukuran antropometri; 4) Pemeriksaan fisik klinis; 5) Riwayat personal.
1) Anamnesa/Pengkajian Gizi
Anamnesis riwayat gizi adalah data meliputi asupan makanan termasuk
komposisi, pola makan, diet saat ini dan data lain yang terkait. Selain itu
diperlukan data kepedulian pasien terhadap gizi dan kesehatan, aktivitas fisik
dan olahraga dan ketersediaan makanan di lingkungan klien.
Gambaran asupan makanan dapat melalui anamnesis kualitatif dan kuantitatif.
Anamnesis riwayat gizi secara kualitatif dilakukan untuk memperoleh
gambaran kebiasaan makan/pola makan sehari berdasarkan frekuensi
penggunaan bahan makanan. Anamnesis secara kuantitatif dilakukan untuk
mendapatkan gambaran asupan zat gizi sehari melalui “recall makanan 24 jam
dengan alat bantu ‘food model’. Kemudian dilakukan analisis zat gizi yang
10
merujuk kepada daftar makanan penukar, atau daftar komposisi zat gizi
makanan.
2) Biokimia
Data biokimia meliputi hasil pemeriksaan laboratorium pemeriksaan yang
berkaitan dengan status gizi, status metabolik dan gambaran fungsi organ
yang berpengaruh terhadap timbulnya masalah gizi. Pengambilan kesimpulan
dari data laboratorium terkait masalah gizi harus selaras dengan data assesmen
gizi lainnya seperti riwayat gizi yang lengkap, termasuk penggunaan
suplemen, pemeriksaan fisik dan sebagainya. Disamping itu proses penyakit,
tindakan, pengobatan, prosedur dan status hidrasi (cairan) dapat
mempengaruhi perubahan kimiawi darah dan urin, sehingga hal ini perlu
menjadi pertimbangan.
3) Antropometri
Antropometri merupakan pengukuran fisik pada individu. Antropometri dapat
dilakukan dengan berbagai cara, antara lain pengukuran tinggi badan (TB);
berat badan (BB). Pada kondisi tinggi lutut (TL), rentang lengan atau separuh
rentang lengan. Pengukuran lain seperti Lingkar Lengan Atas (LILA). Lingkar
pergelangan tangan, lingkar pinggang dan pinggul dapat dilakukan sesuai
kebutuhan.
11
2. Pengukuran Berat Badan Pada Kondisi Khusus
a. Pengukuran Berat Badan dalam Kondisi Tirah Baring atau dengan
Oedema
Perkiraan Berat Badan
Pada semua kedaan seperti yang disebutkan diatas, rumus dalam tabel berikut
dapat digunakan untuk memperkirakan berat badan ideal berdasarkan panjang
badan pasien.
Tabel1. Memperkirakan BB berdasarkan PB The Hamwi Methode
Bangun Tubuh Laki-laki Wanita
48 kg untuk 152 cm yang 4,5 kg untuk 152 cm yang
pertama; selanjutnya pertama; selanjutnya
tambahkan 2,7 kg untuk tambahkan 2,3 kg untuk
setiap kelipatan 2,5 cm; setiap kelipatan 2,5 cm;
kurangi 1,13 kg untuk kurangi 1,13 kg untuk
Sedang setiap cm TB < 152 cm setiap cm bila TB < 152
cm
Kecil Kurangi 10 % Kurangi 10%
Besar Tambahkan 10% Tambahkan 10%
Sumber : Grant, J:Hanbook of Total Parenteral Nutrition, Philadelphia, W.B. Saunders Co. 1980.
12
Rumus:
BB Koreksi = BB saat ini - Koreksi oedema/ ascites
Tabel. 3. Koreksi BB pada Oedema dan Ascites
Tingkatan Oedema Ascites
Ringan -1 kg atau 10% -2,2 kg
(Bengkak pada tangan atau kaki)
Sedang -5 kg atau -6 kg
(Bengkak pada wajah dan tangan atau 20%
kaki)
Berat -14 kg -10 kg
(Bengkak pada wajah, tangan, dan kaki)
Keterangan:
MAC (Lingkar Lengan Atas)
CC (Lingkar Pergelangan Tangan)
13
b. Pengukuran Tinggi Badan
Pengukuran ini digunakan mengukur tinggi badan anak ≥2 tahun dan tinggi ≥
80 cm. Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan alat pengukur tinggi
(microise) yang mempunyai ketelitian 0,1 cm. Konversi dari panjang badan ke
tinggi badan (dengan mengurangi 0,7 cm) atau dari tinggi badan ke panjang
(dengan menambahkan 0,7 cm).
14
a. Pengukuran Tinggi Badan dengan Pendekatan Lengan Bawah
Tabel.5. Estimasi tinggi badan menggunakan Ulna Lenght
Height (m) Height (m)
Ulna Mean 16-54 Men > 54 Women 16-54 Women > 54
Lenght (cm) years years years years
18,5 1,46 1,45 1,47 1,40
19,0 1,48 1,46 1,48 1,42
19,5 1,49 1,47 1,50 1,44
20,0 1,51 1,49 1,51 1,45
20,5 1,53 1,51 1,52 1,47
21,0 1,55 1,52 1,54 1,48
22,0 1,58 1,56 1,56 1,50
22,5 1,60 1,57 1,58 1,53
Dst
Sumber: Rosalind S Gibson, 1993
C. INDIKATOR PERTUMBUHAN
1. Indeks Antropometri
a. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan menurut umur merefleksikan status gizi masa lalu dan
masa kini.
b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu.
c. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (TB/BB)
Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status
gizi saat ini (sekarang).
2. Indeks Massa Tubuh
1) IMT Anak (IMT/U)
IMT/U adalah indikator yang terutama bermanfaat untuk penapisan
kelebihan berat badan dan kegemukan. Pada bayi IMT naik secara
tajam karena terjadi peningkatan berat badan secara cepat relatif
terhadap panjang badan pada 6 bulan pertama kehidupan. IMT
menurun pada bayi setelah 6 bulan dan tetap stabil pada umur 2-5
tahun.
2) IMT Dewasa
Rumus IMT:
IMT = BB (kg)
TB (m²)
15
Tabel.6. Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat < 17,0
berat
Kekurangan berat badan tingkat 17,0 – 18,5
ringan
Normal >18,5 - 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat >25,0 – 27,0
ringan
Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0
Sumber: Depkes, 1994. Pedoman praktis pemantauan status gizi orang dewasa, Jakarta.
3) Z-Score
Z-Score merupakan indeks antropometri yang digunakan secara
internasional untuk menentukan status gizi dan pertumbuhan, yang
diekspresikan sebagai satuan standar deviasi (SD) populasi rujukan.
Z-score = (nilai yang diamati – nilai referensi median)
Z score populasi referensi (SD)
16
Catatan:
1. Seorang anak pada kategori ini termasuk sangat tinggi dan biasanya tidak
menjadi masalah kecuali anak yang sangat tinggi mungkin mengalami
gangguan endokrin seperti adanya tumor yang memproduksi hormon
pertumbuhan. Rujuklah anak tersebut jika diduga mengalami gangguan
endokrin (misalnya anak yang tinggi sekali menurut umurnya, sedangkan tinggi
orang tua normal);
2. Seorang anak berdasarkan BB/U pada kategori ini, kemungkinan mempunyai
masalah pertumbuhan, tetapi akan lebih baik bila anak ini dinilai berdasarkan
indikator BB/PB atau BB/TB atau IMT/U;
3. Hasil ploting diatas 1 menunjukkan kemungkinan resiko. Bila kecendrungannya
menuju garis z-score +2 berarti resiko lebih pasti;
4. Anak yang pendek atau sangat pendek kemungkinan akan menjadi gemuk bila
mendapatkan intervensi yang salah.
4. Pemeriksaan Fisik/Klinis
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan klinis yang
berkaitan dengan gangguan gizi atau dapat menimbulkan masalah gizi.
Pemeriksaan fisik terkait gizi merupakan kombinasi dari, tanda vital dan
antropometri yang dapat dikumpulkan dari catatan medik pasien serta
wawancara.
Pemeriksaan Fisik/Klinis
Data riwayat personal meliputi 4 area yaitu riwayat obat-obatan atau suplemen
yang sering dikonsumsi; sosial budaya; riwayat penyakit; data umum pasien.
a) Riwayat obat-obatan yang digunakan dan suplemen yang dikonsumsi
b) Sosial budaya
c) Riwayat penyakit
d) Data umum pasien antara lain umur, pekerjaan dan tingkat pendidikan.
17
b. Diagnosis Gizi
Pada langkah dicari pola dan hubungan antar data yang terkumpul dan
kemungkinan penyebabnya. Kemudian memilah masalah gizi yang spesifik dan
menyatakan masalah gizi secara singkat dan jelas menggunakan terminologi
yang ada.
Penulisan diagnosis gizi terstruktur dengan konsep PES atau Problem Etiologi
dan Sign/Syptomps.
Diagnosis gizi dikelompokkan menjadi tiga domain yaitu:
1. Domain Asupan adalah masalah aktual yang berhubungan dengan
asupan energi, zat gizi , cairan substansi bioaktif dari makanan baik
melalui oral maupun parenteral dan enteral.
2. Domain Klinis adalah masalah gizi yang berkaitan dengan kondisi
medis atau fisik/fungsi sorgan.
3. Domain Perilaku/Lingkungan adalah masalah gizi yang berkaitan
dengan pengetahuan, perilaku/kepercayaan , lingkungan fisik dan akses
dan keamanan makanan.
c. Intervensi Gizi
Terdapat dua komponen intervensi gizi yaitu perencanaan intervensi dan
implementasi.
1) Perencanaan Intervensi
Intervensi gizi dibuat berdasarkan gizi diagnosis gizi yang ditegakkan.
Tetapkan tujuan dan prioritas intervensi berdasarkan masalah gizinya
(Problem), rancang strategi intervensi berdasarkan penyebab masalahnya
(Etiologi) atau bila penyebab tidak dapat diintervensi maka strategi intervensi
ditujukan untuk mengurangi gejala/tanda (sign & symptom).
Perencanaan tujuan intervensi:
a. Penetapan tujuan intervensi
Penetapan tujuan dapat diukur, dicapai dan ditentukan waktunya
b. Preskripsi diet
Preskripsi diet secara singkat menggambarkan rekomendasi mengenai
kebutuhan energi dan zat gizi individual, jenis diet, bentuk makanan,
komposisi zat gizi, frekuensi makan.
1) Perhitungan kebutuhan gizi
Penentuan kebutuhan zat gizi yang diberikan kepada pasien/klien atas
dasar diagnosis gizi, kondisi pasien dan jenis penyakitnya.
2) Jenis Diet
Pada pasien masuk ke ruang rawat sudah dibuat permintaan makanan
berdasarkan pesanan/order diet awal dari dokter jaga/ DPJP. Dietisien
bersama tim atau secara mandiri akan menetapkan jenis diet
berdasarkan diagnosis gizi.
Bila jenis diet tidak sesuai dengan akan dilakukan usulan perubahan
jenis diet dengan mendiskusikannya terlebih dahulu bersama DPJP.
18
3) Modifikasi diet
Modifikasi diet merupakan pengubahan dari makanan dalam
konsistensi; meningkatkan/menurun nilai energi;
menambah/mengurangi jenis bahan makanan atau zat gizi yang
dikonsumsi;dsb.
4) Jadwal Pemberian Diet
Jadwal pemberian diet/makanan ditulis sesuai dengan pola makan
5) Jalur Makanan
Jalur makanann yang diberikan dapat melalui oral dan enteral atau
parenteral.
2) Implementasi Intervensi
Implementasi adalah bagian kegiatan intervensi gizi dimana dietisien
melaksanakan dan mengkomunikasikan rencana asuhan kepada pasien dan
tenaga kesehatan atau tenaga lain yang terkait. Suatu intervensi gizi harus
menggambarkan dengan jelas : “apa, dimana, kapan, dan bagaimana”
intervensi itu dilakukan. Kegiatan ini juga termasuk pengumpulan data
kembali, dimana data tersebut dapat menunjukkan respons pasien dan perlu
atau tidaknya modifikasi intervensi gizi.
19
b. Dampak asupan makanan dan zat gizi merupakan asupan makanan
dan atau zat gizi dari berbagai sumber, misalnya makanan, minuman,
suplemen, dan melalui rute enteral maupun parenteral
c. Dampak terhadap tanda dan gejala fisik yang terkait gizi yaitu
pengukuran yang terkait dengan antropometri, biokimia dan
parameter pemeriksaan fisik/klinis
d. Dampak terhadap pasien/klien terhadap intervensi giz yang diberikan
pada kualitas hidupnya.
4) Pencatatan Pelaporan
Pencatatan dan laporan kegiatan asuhan gizi merupakan bentuk pengawasan
dan pengendalian mutu pelayanan dan pengawasan dan pengendalian mutu
pelayanan dan komunikasi. Terdapat Format ADIME merupakan model yang
sesuai dengan langkah PAGT.
F. Koordinasi Pelayanan
Komunikasi antar disiplin ilmu sangat diperlukan untuk memberikan asuhan yang
terbaik bagi pasien. Sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan, dietisien harus
berkolaborasi dengan dokter, perawat, farmasi dan tenaga kesehatan lainnya yang
terkait dalam memberikan pelayanan asuhan gizi. Oleh karenanya perlu
mengetahui peranan masing-masing tenaga kesehatan tersebut dalam memberikan
pelayanan.
2) Perawat
a. Melakukan skrining gizi pasien pada asesmen awal perawatan
b. Merujuk pasien yang berisiko maupun sudah terjadi malnutrisi dan
atau kondisi khusus ke dietisien
c. Melakukan pengukuran antropometri yaitu penimbangan berat badan,
tinggi badan/panjang badan secara berkala
20
d. Melakukan pemantauan, mencatat asupan makanan dan respon klinis
klien/pasien terhadap diet yang diberikan dn menyampaikan informasi
kepada dietisien bila terjadi perubahan kondisi pasien.
e. Memberikan motivasi kepada pasien dan keluarga terkait pemberian
makanan melalui oral/enteral dan perenteral.
3) Dietisien
a. Mengkaji hasil skrining perawat dan order diet awal dari dokter
b. Melakukana assesmen/pengkajian gizi lanjut pada pasien yang berisiko
malnutrisi; malnutrisi atau kondisi khusus meliputi pengumpulan,
analisa dan interpretasi data riwayat gizi; riwayat personal; pengukuran
antropometri; hasil laboratorium terkait gizi dan hasil pemeriksaan
terkait gizi.
c. Mengidentifikasi masalah/diagnosa gizi berdasarkan hasil assesmen
dan menetapkan prioritas diagnosis gizi.
d. Merancang intervensi gizi dengan menetapkan tujuan dan preskripsi
diet yang lebih terperinci untuk menetapkan tujuan dan preskripsi diet
yang lebih terperinci untuk penetapan diet definitive serta
merencanakan edukasi/konseling.
e. Melakukan koordinasi dengan dokter, terkait dengan diet definitive
f. Koordinasi dengan dokter, perawat, farmasi dan tenaga lain dalam
pelaksanaan intervensi gizi.
g. Melakukan monitoring respon pasien terhadap intervensi gizi
h. Melakukan evaluasi proses maupun dampak asuhan gizi
i. Melakukan penyuluhan, motivasi, dan konseling gizi pada klien/pasien
dan keluarganya
j. Mencatat ronde pasien bersama tim kesehatan
k. Melakukan assesmen gizi ulang (reassesment) apabila tujuan belum
tercapai
l. Mengikuti ronde pasien bersama tim kesehatan
m. Berpatisipasi aktif dalam pertemuan atau diskusi dengan dokter,
perawat, anggota tim asuhan gizi lain, klien/pasien dan keluarganya
dalam rangka evaluasi keberhasilan pelayanan gizi
4) Farmasi
a. Mempersiapkan obat dan zat gizi terkait vitamin, mineral, elektrolit
dan nutrisi parenteral
b. Menentukan kompabilitas zat gizi yang diberikan kepada pasien.
c. Membantu mengawasi dan mengevaluasi penggunaan obat dan cairan
parenteral oleh klien/pasien bersama perawat
d. Berkolaborasi dengan dietisien dalam pemantauan interaksi obat dan
makanan
e. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai interaksi
obat dan makanan.
21
f. Tenaga kesehatan lain misalnya adalah tenaga terapi okupasi dan
terapi wicara berkaitan dalam perencanaan dan pelaksanaan intervensi
pada pasien dengan gangguan menelan yang berat.
22
BAB III
KEGIATAN PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT
A. Penyelenggaraan Makanan
a Pengertian
Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan mulai
dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada
konsumen, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui
pemberian diet yang tepat. Dalam hal ini termasuk kegiatan pencatatan,
pelaporan, dan evaluasi.
b Sasaran
Sasaran penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah konsumen / pasien
maupun karyawan. Sesuai dengan kondisi rumah sakit dapat juga dilakukan
penyelenggaraan makanan bagi pengunjung (pasien rawat jalan atau keluarga
pasien). Dalam penyelenggaraan makanan rumah sakit, standar masukan
(input) meliputi biaya, tenaga, sarana dan prasarana, metode, peralatan,
sedangkan standar proses meliputi penyusunan anggaran belanja bahan
makanan, pembelian bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan bahan
makanan, persiapan bahan makanan. Sedangkan standar keluaran (output)
adalah mutu mekanan dan kepuasan konsumen.
c Bentuk Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit
Kegiatan penyelenggaraan makanan merupakan bagian dari kegiatan instalasi
gizi atau unit pelayanan gizi di rumah sakit. Sistem penyelenggaraan makanan
yang dilakukan oleh pihak rumah sakit sendiri secara penuh, dikenal juga
sebagai swakelola. Kegiatan penyelenggaraan makanan dapat dilakukan oleh
pihak lain, dengan memanfaatkan jasa catering atau perusahaan jasa boga.
Jika penyelenggaraan makanan dilakukan dengan sistem swakelola maka
instalasi atau unit pelayanan gizi bertanggung jawab untuk melaksanakan
semua kegiatan penyelenggaraan makanan, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
Seperti yang dilakukan oleh pelayanan gizi di RS Hermina Bekasi..
d Mekanisme Kerja Penyelenggaraan Makanan
1. Penyusunan Anggaran Belanja Makanan
Penyusunan anggaran belanja adalah suatu kegiatan penyusunan anggaran
yang meliputi anggara pengengembangan sarana, fasilitas, sumber daya
manusia, serta anggaran rutin untuk pengadaan bahan makanan basah dan
kering.
Tujuan
Tersedianya taksiran anggaran belanja makanan yang diperlukan bagi
konsumen atau pelanggan yang dilayani sesuai dengan standar kecukupan
gizi.
23
Proses
a. Anggaran belanja untuk bahan basah dibuat setiap hari sesuai
kebutuhan berdasarkan menu, standar porsi, dan jumlah karyawan,
dokter, pasien yang dirawat.
b. Anggaran belanja untuk bahan kering dibuat setiap 2 (dua) minggu
sesuai kebutuhan berdasarkan menu, standar porsi, dan jumlah
karyawan, dokter serta asumsi pasien yang dirawat.
c. Evaluasi anggaran belanja pelayanan gizi dilakukan dengan
membandingkan dengan anggaran belanja bulan lalu dan anggaran
belanja RS/Rsud Buton Selatanlain.
d. Anggaran belanja yang telah dibuat oleh Kepala Pelayanan
Pelayanan Gizi dan Tata Boga diajukan kepada Bendahara Rumah
Sakit dan disetujui oleh direktur Rsud Buton selatan
24
3. Perencanaan Kebutuhan Bahan Makanan
Pengertian :
Adalah kegiatan menyusun kebutuhan bahan makanan basah dan kering
yang akan diolah menjadi makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi
pelanggan.
Tujuan :
Mendapatkan perhitungan kebutuhan bahan makanan yang tepat dan
akurat baik kualitas maupun kuantitasnya.
Proses :
a. Mengumpulkan data pelanggan yang akan dilayani.
b. Memilih daftar manu sesuai dengan siklus menu, standar porsi dan
standar resep.
c. Tentukan jenis bahan makanan basah dan kering yang akan
digunakan sesuai dengan standar harga yang ada dengan penambahan
10% dari kebutuhan.
25
Tujuan
Mengurangi resiko kehilangan zat gizi bahan makanan
Meningkatkan nilai cerna
Mempertahankan rasa, warna, tekstur dan penampilan makanan
Aman dari mikroorganisme dan benda asing
Penyajian makanan dilakukan tepat waktu dan tepat sasaran
Proses
a. Siapkan dan bersihkan bahan makanan yang akan diolah sesuai
dengan ketentuan
b. Gunakan alat masak yang bersih, aman dan sesuai dengan standar
peralatan
c. Dahulukan memasak makanan yang tahan lama
d. Masak makanan sesuai dengan tata cara pemasakan yang tepat
e. Sajikan makanan matang kepada pelanggan setelah dilakukan uji
citarasa.
f. Pendistribusian makanan pelanggan dilakukan dengan cara
sentralisasi.
26
B. Pelayanan dan Konsultasi Gizi Pasien Rawat Inap
a. Pengertian
Adalah serangkaian kegiatan pelayanan gizi yang diberikan kepada
pasien rawat inap dari mulai penentuan diet, perencanaan diet hingga
evaluasi diet
b. Tujuan
Memberikan pelayanan kepada pasien rawat inap agar memperoleh
gizi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi penyakit Membantu
mempercepat proses penyembuhan
Proses
Tentukan diet pasien oleh dokter yang merawat / dokter ruangan
pada saat pasien pertama kali masuk di ruang perawatan
Informasikan diet yang diberikan dokter kepada Ahli gizi atau
Penanggung jawab pelayanan pelayanan gizi ( diluar jam kerja
ahli gizi )
Lakukan pengkajian riwayat gizi dari pola makan, variasi,
frekuensi serta pantangan makan
Ahli gizi akan menerjemahkan diet yang diberikan dokter
kedalam bentuk menu makanan
Juru masak akan mengolah makanan sesuai dengan petunjuk diet
yang telah diberikan oleh Ahli gizi
Sajikan makanan yang sudah matang dan distribusikan
Lakukan konsultasi gizi ( pendidikan kesehatan ) dengan
memberikan penjelasan kepada pasien tentang diet yang harus
dijalankan dalam upaya mempercepat proses penyembuhan
Lakukan pemantauan / evaluasi terhadap perubahan diet dan sisa
makanan
Tindak lanjuti apa yang didapat dari hasil evaluasi
Lakukan konsultasi oleh Ahli Gizi atau Dokter Gizi untuk
menjelaskan tujuan diet yang harus diljalankan oleh pasien
27
C. Penyuluhan dan Konsultasi Gizi Pasien Rawat Jalan
a. Pengertian
Adalah kegiatan pemberian informasi tentang pelayanan gizi di rawat
jalan yang dilakukan oleh perawat/bidan, dokter gizi dan ahli gizi
b. Tujuan
Membuat perubahan prilaku makan pada pasien rawat jalan
c. Proses
Dirawat jalan penyuluhan diberikan kepada pasien melalui kursus senam
hamil, pra persalinan, pijat bayi dan kursus laktasi yang dilakukan oleh
perawat yang sudah dibekali materi gizi sedangkan konsultasi dilakukan
secara perorangan oleh dokter spesialis gizi klinik. Sebagai wacana akan
diadakan penyuluhan dengan membuat pojok gizi.
28
BAB IV
ORGANISASI DAN KETENAGAAN
A. Struktur Organisasi
Gambar 2
STRUKTUR ORGANISASI
DIREKTUR
Manajer Penunjang
Manajer Rumah
Medis
Tangga
Kepala Pelayanan
Kepala Urusan Tata
Gizi
Boga
Dietision
PJ PJ PJ
Pengadaan dan Penyajian dan Pengelolaan
Penyimpanan Pendistribusian Makanan
29
Adapun tugas dan tanggung jawab Kepala Pelayanan Gizi dan Tata Boga adalah :
1. Menyusun rencana kebutuhan makanan kering dan basah dan peralatan terkait
secara harian, mingguan atau bulanan.
2. Melaksanakan kegiatan pengadaan, penyimpanan, pengelolaan, distribusi dan
pergudangan barang / bahwan makanan.
3. Menyelenggarakan pengelolaan bahan makanan menjadi makanan siap saji
dan bergizi bagi pasien, dokter dan karyawan.
4. Menyelenggarakan proses pemeliharaan peralatan di dapur dan peralatan
makan pasien serta kebersihan di dapur.
5. Menyelenggarakan distribusi makanan bagi pasien yang tepat dan akurat.
6. Mengawasi pelaksanaan pelayanan gizi secara keseluruhan mulai dari dapur
sampai dengan pelayanan gizi buat pasien dan karyawan.
7. Menyusun laporan pelaksanaan pelayanan gizi dan tata boga secara berkala.
Dalam melaksanakan tugasnya, Ka.Pel. Gizi dan Tata Boga :
1. Bertanggung jawab kepada Manajer Penunjang Medis dan di bantu oleh
Penanggung Jawab (PJ) Pengadaan dan Penyimpanan, PJ Penyajian dan
pendistribusian, dan PJ Pengelolaan makanan.
2. Di lapangan, Ka.Pel. Gizi dan Tata Boga berkoordinasi dengan Bidang
Keperawatan, Bidang Pelayanan Medis, Bagian Keuangan dan Bagian
Personalia.
30
BAB V
SARANA, PERALATAN DAN PERLENGKAPAN
Agar pelayanan gizi dan tata boga di Rsud Kabupaten buton selatan dapat berjalan
dengan lancar dan optimal, maka perlu didukung dengan adanya sarana, peralatan dan
perlengkapan yang memadai baik untuk kegiatan pelayanan gizi di Instalasi Rawat
Jalan, Rawat Inap maupun ruang di Pelayanan Gizi dan Tata Boga.
31
panci, penggorengan dsb. Distribusi makanan dikelompokkan menjadi
makanan biasa dan makanan khusus, kemudian ditempatkan pada wadah yang
berbeda yang terdiri dari kelompok nasi, sayuran, lauk pauk dan makanan
selingan serta buah. Saat mendistibusikan makanan gunakan trolley pemanas
untuk membawa makanan menu utama.
5. Tempat pencucian dan penyimpanan alat
Tempat pencucian peralatan memiliki bak ganda dan dilengkapi dengan water
heater (aliran air panas dan dingin) dan hendaknya terletak terpisah dengan
tempat pencucian bahan makanan, disediakan fasilitas rak pengering,
dilengkapi pula dengan alat mengatasi sumbatan dan vector, serta sabun, sikat
dan lap bersih.
6. Tempat pembuangan sampah
Tempat pembuangan sampah harus tertutup cukup untuk menampung sampah
yang dihasilkan dan segera dikosongkan begitu sampah telah mencapai 2/3
penuh yang ditampung sebelumnya dalam wadah plastik sampah non medis.
32
BAB VI
SANITASI MAKANAN DAN KESELAMATAN KERJA
A. Sanitasi Makanan
1. Pengertian
Sanitasi makanan merupakan salah satu upaya pencegahan yang menitik
beratkan pada kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan
dan minuman dari segala bahan yang dapat mengganggu atau merusak
kesehatan mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama proses pengolahan,
penyiapan, pengangkutan, penjualan sampai pada saat makanan dan minuman
tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada konsumen. (Direktorat Hygiene
dan Sanitasi, Ditjen Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular).
Jadi hendaknya upaya ini harus dilakukan di Pelayanan Gizi dan Tata Boga
Rsud Kabupaten buton selatansesuai dengan prosedur yang ada mengenai
sanitasi.
2. Tujuan
Kegiatan ini ditujukan agar Rsud Kabupaten buton selatan dapat :
a. Menyediakan makanan yang berkualitas baik dan aman bagi kesehatan
pasien, keluarga pasien, karyawan dan dokter.
b. Menurunkan angka kejadian penularan penyakit atau gangguan kesehatan
melalui makanan.
c. Mewujudkan perilaku kerja yang sehat dan benar dalam penanganan
makanan.
3. Pelaksanaan sanitasi makanan dalam penyelenggaraan makanan
a. Ruang pengolahan/ dapur harus dipelihara kebersihannya sesuai dengan
ketentuan.
b. Tersedianya saluran limbah, sebagai pembuangan limbah makanan yang
aman dari binatang pengganggu.
c. Tersedianya air bersih dalam jumlah yang mencukupi sesuai standar mutu
air dengan melakukan kontrol air dan pest secara rutin sesuai ketentuan.
d. Alat pengangkut makanan dan minuman harus tertutup dan bahan mudah
dibersihkan.
e. Rak penyimpanan bahan makanan harus mudah dipindahkan untuk
memudahkan proses pembersihan.
f. Peralatan yang kontak dengan makanan harus mudah dibersihkan, tidak
mudah rusak akibat zat asam/basa atau garam-garaman dan tidak terbuat
dari logam yang berat dapat menimbulkan keracunan.
g. Bahan makanan harus bermutu baik, masih segar, aman, utuh, tidak
busuk, tidak kotor, cukup matang (untuk buah).
h. Penanganan bahan makanan harus memperhatikan cara penanganan yang
baik dan tepat dengan memperhatikan pula persyaratan hygiene baik
tenaga penjamah dan dalam melakukan prosedur kerja.
33
4. Pengawasan sanitasi dalam penyelenggaraan makanan
a. Dilakukannya pemeriksaan kesehatan dan usap dubur/kulit secara berkala
sesuai dengna ketentuan terhadap tenaga penjamah makanan dan juga
peralatan.
b. Melakukan kontrol kualitas bahan makanan melalui pest-control.
c. Dilakukan bongkar kecil dan bongkar besar secara rutin terhadap
kebersihan ruangan / lingkungan sekitar Pelayanan Gizi dan Tata Boga.
B. Keselamatan Kerja
1. Pengertian
Keselamatan kerja adalah segala upaya atau tindakan yang harus diterapkan
dalam rangka menghindari keselakaan yang terjadi akibat kesalahan kerja
petugas ataupun kelalaian/kesengajaan.
2. Tujuan
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan akibat kerja.
b. Memberi pertolongan kecelakaan dan perlindungan bagi karyawan.
c. Menciptakan keamanan, kenyamanan dan keselamatan dalam bekerja.
d. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja seperti
keracunan, infeksi dan penularan penyakit.
3. Prinsip keselamatan kerja dalam proses penyelenggaraan
a. Gunakan alat pelindung diri pada saat melakukan proses pekerjaan sesuai
dengan prosedur yang berlaku.
b. Lakukan proses kerja sesuai dengan petunjuk dan prosedur yang berlaku.
c. Menggunakan dengan baik peralatan sesuai dengan fungsinya.
d. Tidak diperkenankan merokok di ruang penerimaan dan penyimpanan
bahan makanan dan selama proses pengolahan.
e. Lakukan pembersihan dan pemeliharaan alat kerja dan sarana pendukung.
f. Lakukan pemeriksaan kesehatan pekerja secara teratur.
34
BAB VII
PEMBIAYAAN MAKANAN
2. Tujuan
a. Memudahkan dalam proses penyusunan anggaran belanja bahan makanan.
b. Adanya pengawasan dan pengendalian terhadap biaya bahan makanan.
c. Dapat melakukan penilaian terhadap prestasi kerja dalam proses
pengadaan bahan makanan.
35
BAB VIII
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN
GIZI
C. Pengawasan Harga
a. Dibuat format isian pelaksanaan pencatatan pelaporan yang baku untuk
pengawasan, misalnya bagi pasien, keluarga pasien, karyawan maupun dokter
yang memesan makanan akan dikenakan biaya sesuai harga per porsi
makanan yang berlaku saat itu dalam bentuk catatan bon. Kemudian lembar
bon tersebut harus dibayar melalui kasir (Bagian Keuangan) sesuai ketentuan
atau prosedur yang berlaku.
b. Kalkulasi pemasukan dan pengeluaran bahan makanan berikut nilai rupiahnya
terkoordinasi di Bagian Keuangan Rsud Kabupaten buton selatan..
D. Pengendalian Biaya
Pengendalian biaya dimaksud adalah proses dimana Rsud Kabupaten buton
selatan mengatur biaya guna mencegah adanya pemborosan dari biaya yang
dikeluarkan, dalam hal ini biaya bahan makanan.
Pelayanan Gizi dan Tata Boga harus pintar dalam mengelola pemakaian bahan
makanan dimana cara menukar, mengubah atau mengganti makanan dengan
bahan lain merupakan salah satu cara pengendalian biaya dalam kegiatan
perencanaan menu, pembelian, penerimaan dan pengolahan.
36
E. Indikator Keberhasilan Pelayanan Gizi Rumah Sakit
Rsud Kabupaten buton selatandalam meningkatkan mutu pelayanan gizi
dilakukan dengan adanya penanganan keluhan pelanggan terhadap pelayanan gizi
berdasarkan prosedur yang ada. Dan melakukan monitoring serta evaluasi
terhadap kegiatan pelayanan gizi sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
Untuk mengukur tingkat keberhasilan pelayanan gizi di Instalasi Rawat Inap
dilakukan kegiatan pencatatan dan pelaporan pelayanan gizi di ruang rawat inap
sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
Berdasarkan hal itu semua kemudian dilakukan evaluasi serta tindak lanjut
terhadap hasil temuan untuk bagaimana meningkatkan mutu daripada pelayanan
gizi yang baik di lingkungan Rsud Kabupaten Buton Selatan
37
BAB X
PENUTUP
Ditetapkan di : Batauga
Pada tanggal : 30 Oktober
DIREKTUR
RSUD Kabupaten Buton Selatan
38
BUKU RUJUKAN
39
LAMPIRAN
1. Uraian Tugas di Pelayanan Pelayanan Gizi
2. Formulir Daftar Nama pasien Rawat Inap
3. Formulir Pemesanan Bahan Makanan
4. Formulir Permintaan Bahan Makanan gudang
5. Formulir Pembagian Menu Sehari untuk pasien diet khusus
6. Formulir Evaluasi
40
PANDUAN PELAYANAN GIZI
41