Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Resiko kurang gizi akan mucul secara klinik pada orang sakit, terutama pada
penderita anoreksia, kondisi mulut / gigi geligi buruk serta kesulitan menelan,
penyakit saluran cerna disertai mual, muntah dan diare, infeksi berat, tidak sadar
pada waktu lama, kegagalan fungsi saluran pencernaan dan pasien mendapat
kemoterapi. Hasil penelitian menunjukkan 20% - 60% pasien menderita kurang
gizi pada saat dirawat di rumah sakit.
Selain dari itu , di RSUD Kabupaten Buton Selatan Pelayanan Gizi Rumah Sakit
bukan saja diberikan kepada pasien tetapi juga bagi para karyawan dan dokter
yang diharapkan dapat memberikan pelayanan secara optimal (service excelent)
kepada pasien ketika mereka melakukan tugasnya.
Sejalan dengan visi dan misi RSUD Kabupaten Buton Selatan Pelayanan Gizi
Rumah Sakit yang diberikan harus dikelola secara profesional agar mutunya tetap
terjamin sehingga dapat membantu mempercepat proses penyembuhan dan dapat
pula memenuhi kebutuhan gizi karyawan. Dampaknya adalah hari perawatan
pasien menjadi lebih pendek dan biaya perawatannya berkurang, sedangkan bagi
karyawan akan berdampak terhadap meningkatnya produktifitas karja.
Agar pelayanan gizi rumah sakit dapat dilaksanakan secara optimal dan
berdasarkan Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT), diperlukan suatu ”Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Gizi Rumah Sakit” bagi setiap Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Buton Selatan yang dapat dipakai sebagai acuan bagi para
petugas dan manajemen rumah sakit agar kebutuhan gizi pasien, karyawan
maupun dokter dapat dipenuhi.

B. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pelayanan pokok pelayanan gizi rumah sakit di Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Buton Selatan terdiri dari Asuhan Gizi Pasien Rawat
Inap, Asuhan Gizi Pasien Rawat Jalan dan Penyelenggaraan Makanan. Untuk
meningkatkan pelayanan paripurna kepada pasien dibentuk Tim Terapi Gizi yang
bertugas menyelenggarakan pelayanan gizi di Rawat Inap, Rawat Jalan termasuk
di klinik gizi rawat jalan.

C. Batasan Operasional

Yang dimaksud dengan :


1) Pelayanan Gizi, suatu upaya memperbaiki, meningkatkan gizi, merupakan
suatu rangkaian kegiatan yang meliputi pengumpulan, pengolahan, analisis,
simpulan, anjuran, implementasi dan evaluasi gizi, makanan dan dietetik

1
dalam rangka mencapai status kesehatan optimal dalam kondisi sehat atau
sakit.
2) Tim Asuhan Gizi/ Tim Terapi Gizi, adalah sekelompok tenaga profesi di
rumah sakit yang terkait dengan pelayanan gizi paasien berisiko tinggi
malnutrisi, terdiri dari dokter/dokter spesialis, ahli gizi/dietisien, perawat, dan
farmasi dari setiap unit pelayanan, bertugas bersama memberikan pelayanan
paripurna yang bermutu.
3) Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) adalah Pendekatan sistematik
dalam memberikan pelayanan asuhan gizi yang berkualitas, melalui
serangkaian aktivitas yang terorganisir meliputi identifikasi kebutuhan gizi
sampai pemberian pelayanannya untuk memenuhi kebutuhan gizi.
4) Nutrisionis, adalah seseorang yang diberi tugas tanggung jawab dan
wewenang secara untuk melaksanakan kegiatan teknis fungsional di bidang
pelayanan gizi dan dietetik, pendidikan dasar akademi gizi
5) Konseling gizi, adalah serangkaian kegiatan sebagai proses komunikasi dua
arah yang dilaksanakan untuk menanamkan dan meningkatkan perbaikan
sikap dan prilaku sehingga membantu pasien / klien dalam mengatasi masalah
gizi, dilakukan oleh seorang nutrisionis / dietisien
6) Penyuluhan Gizi adalah serangkaian kegiatan penyampaian pesan-pesan gizi
dan kesehatan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk menanamkan dan
meningkatkan pengertian, sikap serta perilaku positif pasien/klien dan
lingkungannya terhadap upaya peningkatan status gizi dan kesehatan.
Penyuluhan gizi ditujukan untuk kelompok atau golongan masyarakat massal,
dan target yang diharapkan adalah pemahaman perilaku kesehatan dalam
kehidupan sehari-hari.
7) Mutu Pelayanan Gizi, adalah suatu kondisi yang berhubungan dengan
pelayanan gizi sesuai standar yang memuaskan baik kualitas petugas maupun
sarana serta prasarana untuk kepentingan klien
8) Sanitasi Pangan adalah upaya pencegahan terhadap kemungkinan tumbuh
dan berkembangnya jasad renik pembusuk dan patogen dalam makanan,
minuman, peralatan dan bangunan yang dapat merusak pangan dan
membahayakan manusia.

2
BAB II
PELAYANAN GIZI RSUD KABUPATEN BUTON SELATAN

Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan
keadaan pasien berdasarkan keadaan klinik, status gizi dan status metabolisme
tubuhnya.
Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit,
sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi
pasien. Seiring kondisi pasien semakin buruk karena tidak diperhatikan keadaan
gizinya.
Terapi gizi yang menjadi salah satu faktor penunjang utama penyembuhan
tentunya harus diperhatikan agar pemberian tidak melebihi organ tubuh untuk
melaksanakan fungsi metabolisme. Pemberian diet pasien harus selalu dievaluasi dan
diperbaiki sesuai dengan perubahan klinik pasien, hasil pemeriksaan laboratorium,
dan sebagainya.
Upaya pelayanan gizi di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buton
Selatan yang diberikan bagi pasien, karyawan, maupun dokter merupakan tugas dan
tanggung jawab Pelayanan Pelayanan Gizi.

A. Visi

Pelayanan Gizi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buton Selatan


merupakan unit pelayanan profesional yang berorientasi kepada kebutuhan gizi
pelanggan (pasien, dokter, karyawan) untuk menjaga terciptanya pelayanan
kesehatan yang efektif, aman dan ekonomis

B. Misi

1. Menyelenggarakan produksi dan distribusi makanan yang dapat menunjang


aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dalam mewujudkan
program keselamatan pasien, dokter dan karyawan RSUD Kabupaten Buton
Selatan.
2. Menyelenggarakan pelayanan gizi di rawat inap yang berorientasi pada
kebutuhan gizi pasien guna mempercepat proses penyembuhan.
3. Melakukan penyuluhan dan konsultasi gizi untuk pasien di Instalasi Rawat
Jalan dan Rawat Inap
4. Melakukan kegiatan gizi terapan untuk meningkatan mutu pelayanan gizi
5. Memberikan pendidikan dan pelatihan bagi petugas agar dapat memberikan
pelayanan yang profesional

3
C. Tujuan

1. Terselenggaranya produksi dan distribusi makanan yang aman sehingga


menunjang program keselamatan pasien
2. Terselenggaranya penerjemahan dan evaluasi diet pasien sesuai dengan
kebutuhan dan keadaan pasien rawat inap
3. Terselenggaranya penyuluhan dan konsultasi gizi kepada pasien rawat jalan
dan rawat inap tentang manfaat diet
4. Terlaksananya kegiatan gizi terapan melalui survei pelayanan gizi.
5. Terciptanya profesionalisme dalam mengelola pelayanan gizi sesuai dengan
standar pelayanan gizi rumah sakit

D. Kebijakan Umum Pelayanan Gizi

1) Pelayanan gizi, minimal dipimpin oleh seorang sarjana (S1) gizi dengan dasar
pendidikan sarjana gizi sesuai standar kualifikasi tenaga di Instalasi gizi
rumah sakit yang ditetapkan Depkes RI menurut kelas rumah sakit.
Sedangkan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buton
SelatanPelayanan Gizi dan Tata Boga dipimpin oleh seorang dengan
pedidikan DIII Gizi.
2) Tersedia fasilitas ruangan dan alur kerja yang efisien dan peralatan untuk :
a. Penerimaan bahan makanan dan makanan
b. Penyimpanan bahan makanan dan makanan
c. Peyiapan makanan
d. Persiapan makanan termasuk pemasakan
e. Penyajian makanan masak
f. Produksi makanan
g. Distribusi makanan
h. Penyajian dan penyaluran makanan
i. Pencucian alat makan
j. Penyimpanan alat makan
k. Pembuangan sampah
3) Tersedia fasilitas ruangan dan peralatan untuk pelayanan
konsultasi/penyuluhan diet individu atau kelompok, baik untuk pasien rawat
inap maupun rawat jalan, pegawai, dan masyarakat pengguna rumah sakit.
4) Semua gudang bahan makanan hendaknya berada di bagian yang lebih tinggi
untuk mencegah genangan air dan menjaga kelembabannya. Hendaknya
dihindarkan meletakkan gudang di kaki tangga / elevator, ruang peralatan atau
ruang-ruang yang kurang sesuai untuk bahan makanan.
5) Bahan makanan hendaknya tidak diletakkan dibawah saluran / pipa air (air
bersih maupun air limbah) untuk mencegah kebocoran dari saluran tersebut.

4
Hendaknya tidak ada drainase disekitar gudang makanan untuk menghindari
saluran balik / meluapnya saluran pada saat macet.
6) Semua bahan makanan hendaknya disimpan pada rak-rak yang baik dengan
ketinggian rak terbawah dari lantai 20 – 25 cm. Hal ini untuk menghindari
kontaminasi karena genangan air, memudahkan pembersihan dan mencegah
infestasi serangga.
7) Suhu gudang bahan makanan kering dan kaleng dijaga kurang dari 220 C
untuk mengurangi pertumbuhan serangga, bakteri atau kerusakan kaleng.
Suhu didalam ruang pendingin antara –100 C sampai 50 C.
8) Gudang harus dibuat anti tikus dan serangga. Jendela dan pintu perlu dipasang
kaca, pelindung tikus dan tempat masuk pipa harus ditutup semen.
9) Fasilitas sesuai dengan persyaratan gedung dan peraturan yang berlaku
ditekankan pada :
a. Lantai, dinding dan langit-langit yang mudah dibersihkan
b. Penerangan yang memenuhi persyaratan kondisi kerja
c. Ventilasi yang cukup, suhu dan kelembaban
d. Memenuhi persyaratan anti kebakaran
10) Ada ruang penerimaan dengan fasilitas pemeriksaan mutu dan jumlah bahan
makanan yang langsung dipindahkan ke tempat penyimpanan.
11) Penyimpanan di lemari pendingin, hendaknya memenuhi ketentuan-ketentuan
sebagai berikut :
a. Rak-rak dalam refrigerator harus diatur sedemikian rupa sehingga bahan
makanan tidak saling berdesakan.
b. Refrigerator harus berukuran memadai sehingga dapat digunakan secara
baik dan mudah dijangkau.
c. Dalam refrigerator hendaknya disediakan ruang yang memadai untuk
meniris potongan-potongan dari freezer.
d. Makanan yang disimpan dalam refrigerator hendaknya diletakkan dalam
wadah dengan dasar tidak lebih dari 5 – 7,5 cm, sehingga makanan bisa
cepat dingin dan mengurangi pertumbuhan kuman.
e. Pada saat penyajian, suhu makanan dijaga di atas 650 C untuk makanan
hangat dan 40 C untuk makanan dingin.

5
E. Mekanisme Pelayanan Gizi Rumah Sakit
Kegiatan PGRS dapat dilaksanakan berdasarkan mekanisme berikut ini :

Gambar 1
MEKANISME PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT

Pasien Masuk
Perlu tindak lanjut

Rawat Inap Rawat Jalan Monev


Kontrol Ulang

Skrining Gizi/ Assesmen & Intervensi Gizi:


rujukan Gizi Diagnosis Gizi Konseling Gizi

Skrining Pengkajian Ulang


Skrining & Revisi Rencana
Gizi Ulang
Periodik Asuhan Gizi

Berisiko Berisiko Tidak berisiko Tujuan


tidak tercapai

Penentuan Intervensi Gizi: Monitor &


Assesmen Evaluasi
Diagnosis
Gizi Pemberian Edukasi & Gizi
Gizi
Diet Konseling
Gizi

Permintaan, Pembatalan,
Perubahan Diet

Pelayanan Perencanaan Pengadaan Penerimaan &


makanan Menu Bahan Penyimpanan
Pasien Makanan Bahan Makanan

Pengkajian Persiapan &


Distribusi
Makanan di Ruang Pengolahan
Makanan
Rawat Inap Makanan

Sumber : Modifikasi dari Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit Tahun 2013
Penjelasan :

6
Gambar 1 tentang Mekanisme Pelayanan Gizi Rumah Sakit

Klien / pasien rumah sakit dibedakan dalam 2 (dua) kategori, yaitu :

1. Pasien Rawat Inap


1) Pada pasien baru berdasarkan skrining gizi oleh perawat, DPJP akan
menentukan preskripsi diet, dan apakah pasien membutuhkan asesmen
gizi atau tidak dengan sistem skoring.
2) Jika pasien tidak berisiko akan dilakukan intervensi dan dilakukan
skrining ulang setiap 7 hari oleh perawat.
3) Jika pasien berisiko perawat akan membuat rujukan kepada petugas gizi
rumah sakit untuk melakukan asesmen gizi, penentuan diagnosis gizi,
intervensi serta monitor evaluasi.
4) Pasien dianjurkan untuk makan makanan yang disediakan oleh rumah
sakit, jika ada makanan yang dibawa dari luar rumah sakit maka harus
diketahui oleh petugas kesehatan.
5) Jika ada perubahan diet maka perawat akan mencatat pada form catatan
terintegrasi pasien rawat inap.

Pada tahap intervensi / implementasi :


a. Bila tidak memerlukan terapi diet :
1) Pasien dipesankan makanan biasa ke bagian gizi kecuali ada alergi
makanan maka menu akan disesuaikan dengan kebutuhannya.
2) Bagi pasien kelas I, VIP, Super VIP, dan Suite Room akan mendapat
menu pilihan
3) Mulai dari permintaan, perencanaan menu, pengadaan bahan makanan,
kemudian penerimaan & penyimpanan, persiapan dan pengolahan
makanan hingga didistribusikan ke ruang perawatan dan di ruang
perawatan makanan disajikan kepada pasien.
4) Pada saat memberikan pelayanan kepada pasien, petugas akan melakukan
identifikasi dengan menanyakan nama dan usia pasien dan dicocokkan
dengan barcode yang ada pada nampan makanan.
5) Pasien diamati dan dievaluasi secara fisik, antropometri, laboratorium, dan
lain-lain. Pengamatan juga dilakukan untuk menilai nafsu makan dan
asupan makanannya. Hasil penilaian tersebut membuka kemungkinan
bahwa ia memerlukan penyesuaian diet atau tidak.
6) Bila tidak, tetap memperoleh makanan biasa sampai diperbolehkan
pulang.
7) Pada hari ke-7 perawat akan melakukan skrining ulang
8) Bila tujuan diet tidak tercapai maka dilakukan pengkajian ulang & revisi
rencana asuhan gizi, prosesnya sama dengan bila ia dari semula
memerlukan terapi diet.

7
b. Bila memerlukan terapi diet :
1) Pasien dengan persetujuan DPJP dikonsulkan kepada dokter spesialis gizi
klinik.
2) Bagi pasien yang direncanakan dengan makanan khusus / diet, yang sesuai
dengan keadaan fisik, psikis, penyakit, kebiasaan makan dan nafsu makan,
ada tidaknya alergi makanan.
3) Saat awal hari rawat pasien memperoleh edukasi gizi tentang makanan
yang boleh, dihindari, dan dibatasi, agar diperoleh persesuaian paham
tentang dietnya, dan pasien dapat menerima serta menjalankan diet.
4) Makanan khusus dipesan ke tempat pengolahan makanan (dapur). Dari
tempat pengolahan makanan diet didistribusikan ke ruang perawatan dan
di ruang perawatan makanan khusus disajikan kepada pasien sama dengan
pasien tanpa terapi diet.
5) Pasien diamati dan dievaluasi secara fisik, antropometri, laboratorium, dan
lain-lain. Pengamatan juga dilakukan untuk menilai nafsu makan dan
asupan makanannya dengan menggunakan form asupan makan pasien .
Hasil penilaian tersebut membuka kemungkinan apakah ia memerlukan
penyesuaian diet atau tidak.
6) Bila penyesuaian diet ini berupa perubahan makanan biasa, proses
selanjutnya sama dengan butir a.
7) Bila penyesuaian diet ini berupa perubahan diet khusus, proses selanjutnya
lihat pada butir b.
8) Bila pasien ternyata tidak memerlukan penyesuaian diet, maka saat akan
pulang pasien memperoleh penyuluhan / konseling gizi tentang penerapan
diet di rumah.
9) Bila memerlukan tindak lanjut, pasien diminta mengikuti proses
pelayanan gizi rawat jalan.

2. Pasien Rawat Jalan


Dari hasil pemeriksaan fisik, antropometri, laboratorium dan pemeriksaan dokter
lainnya, kemudian dokter menentukan apakah pasien perlu terapi diet.
a. Bila tidak memerlukan terapi diet, pasien hanya akan mendapat penyuluhan
gizi umum dan makanan sehat untuk diri dan keluarganya, dalam upaya
mempertahankan dan meningkatkan keadaan kesehatan dirinya dan
lingkungannya.
b. Bila memerlukan terapi diet, pasien akan dirujuk ke dokter ahli gizi untuk
memperoleh penyuluhan / konseling tentang diet / terapi yang ditetapkan
dokter. Proses selanjutnya mengikuti prosedur dari poklinik lain-lain.

8
BAB III
PELAYANAN GIZI RAWAT INAP

Pelayanan gizi rawat inap merupakan pelayanan gizi yang dimulai dari proses
pengkajian gizi, diagnosis gizi, intervensi gizi meliputi perencanaan, penyediaan
makanan, penyuluhan/edukasi, dan konseling gizi, serta monitoring dan evaluasi gizi.

A. Tujuan
Memberikan pelayanan gizi kepada pasien rawat inap agar memperoleh asupan
makanan yang sesuai kondisi kesehatannya dalam upaya mempercepat proses
penyembuhan, mempertahankan dan meningkatkan status gizi.

B. Sasaran
Pasien
Keluarga

Mekanisme Kegiatan

Mekanisme pelayanan gizi rawat inap adalah sebagai berikut:


 Skrining Gizi
Tahapan pelayanan gizi rawat inap diawali dengan skrining/ penapisan gizi
oleh perawat ruangan dan penetapan order diet awal (preskripsi diet awal)
oleh dokter. Skrining gizi bertujuan untuk mengidentifikasi pasien/klien yang
berisiko, tidak berisiko malnutrisi atau kondisi khusus.
Kondisi khusus yang dimaksud adalah pasien dengan kelainan metabolik;
hemodialis; geriatrik; kanker dengan kemoterapi/radiasi; luka bakar; pasien
dengan imunitas menurun; sakit kritis; dan sebagainya.

Skrining dilakukan pada pasien baru 1 x24 jam setelah pasien masuk RS.
Bila hasil skrining gizi menunjukkan pasien berisiko malnutrisi, maka
dilakukan pengkajian/assesmen gizi dan dilanjutkan dengan langkah-langkah
proses asuhan gizi terstandar oleh Dietisien. Pasien dengan status gizi baik
atau tidak berisiko malnutrisi, dianjurkan skrining ulang setelah 1 minggu.
Jika hasil skrining ulang bersiko malnutrisi maka dilakukan proses gizi
terstandar.
 Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT)
Proses Asuhan Gizi Terstandar dilakukan pada pasien yang bersiko kurang
gizi, sudah mengalami kurang gizi dan atau kondisi khusus dengan penyakit
tertentu, proses ini merupakan serangkaian kegiatan yang berulang (siklus)
sebagai berikut:

9
Gambar.2
Proses Asuhan Gizi di Rumah Sakit

Pasien Masuk

Tidak Tujuan
Berisiko Tercapai

Skrining Diet Normal Pasien


Gizi (Standar) STOP Pulang

Berisiko Malnutrisi/Sudah Malnutrisi Tujuan


Tercapai

PROSES ASUHAN GIZI TERSTANDAR


Pengkajian Diagnosa Intervensi Monitoring
Gizi Gizi Gizi dan Evaluasi
Gizi

Tujuan Tidak Tercapai

Sumber : Modifikasi dari Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit Tahun 2013
Langkah PAGT:
a. Assesmen/ Pengkajian Gizi
Assesmen gizi dikelompokkan dalam 5 kategori yaitu 1) Anamnesis riwayat
gizi; 2) Data Biokimia, tes medis dan prosedur (termasuk data laboratorium);
3) Pengukuran antropometri; 4) Pemeriksaan fisik klinis; 5) Riwayat personal.

1) Anamnesa/Pengkajian Gizi
Anamnesis riwayat gizi adalah data meliputi asupan makanan termasuk
komposisi, pola makan, diet saat ini dan data lain yang terkait. Selain itu
diperlukan data kepedulian pasien terhadap gizi dan kesehatan, aktivitas fisik
dan olahraga dan ketersediaan makanan di lingkungan klien.
Gambaran asupan makanan dapat melalui anamnesis kualitatif dan kuantitatif.
Anamnesis riwayat gizi secara kualitatif dilakukan untuk memperoleh
gambaran kebiasaan makan/pola makan sehari berdasarkan frekuensi
penggunaan bahan makanan. Anamnesis secara kuantitatif dilakukan untuk
mendapatkan gambaran asupan zat gizi sehari melalui “recall makanan 24 jam
dengan alat bantu ‘food model’. Kemudian dilakukan analisis zat gizi yang

10
merujuk kepada daftar makanan penukar, atau daftar komposisi zat gizi
makanan.

2) Biokimia
Data biokimia meliputi hasil pemeriksaan laboratorium pemeriksaan yang
berkaitan dengan status gizi, status metabolik dan gambaran fungsi organ
yang berpengaruh terhadap timbulnya masalah gizi. Pengambilan kesimpulan
dari data laboratorium terkait masalah gizi harus selaras dengan data assesmen
gizi lainnya seperti riwayat gizi yang lengkap, termasuk penggunaan
suplemen, pemeriksaan fisik dan sebagainya. Disamping itu proses penyakit,
tindakan, pengobatan, prosedur dan status hidrasi (cairan) dapat
mempengaruhi perubahan kimiawi darah dan urin, sehingga hal ini perlu
menjadi pertimbangan.

3) Antropometri
Antropometri merupakan pengukuran fisik pada individu. Antropometri dapat
dilakukan dengan berbagai cara, antara lain pengukuran tinggi badan (TB);
berat badan (BB). Pada kondisi tinggi lutut (TL), rentang lengan atau separuh
rentang lengan. Pengukuran lain seperti Lingkar Lengan Atas (LILA). Lingkar
pergelangan tangan, lingkar pinggang dan pinggul dapat dilakukan sesuai
kebutuhan.

A. PENGUKURAN BERAT BADAN


1. Pengukuran Berat Badan Pada Orang Normal
a. Timbangan Injak Otomatis/Tidak Otomatis untuk Remaja dan Dewasa
b. Timbangan otomatis untuk bayi
Rumus-rumus BBI (Berat Badan Ideal)
0 – 11 bulan = n + 9 atau (n:2) + 3 s/d 4
Ket. n = usia dalam bulan
1 – 6 tahun = 2n + 8
7 – 12 tahun = 7 n - 5
2
Ket. n = usia dalam tahun
>12 tahun = (TB-100) – 10% (TB-100) atau = 0,9 x (TB-100)
Catatan : Apabila TB pasien wanita <150 cm, dan TB pasien pria <160
cm, maka:
BBI = TB – 100
BB normal = ±10%

11
2. Pengukuran Berat Badan Pada Kondisi Khusus
a. Pengukuran Berat Badan dalam Kondisi Tirah Baring atau dengan
Oedema
 Perkiraan Berat Badan
Pada semua kedaan seperti yang disebutkan diatas, rumus dalam tabel berikut
dapat digunakan untuk memperkirakan berat badan ideal berdasarkan panjang
badan pasien.
Tabel1. Memperkirakan BB berdasarkan PB The Hamwi Methode
Bangun Tubuh Laki-laki Wanita
48 kg untuk 152 cm yang 4,5 kg untuk 152 cm yang
pertama; selanjutnya pertama; selanjutnya
tambahkan 2,7 kg untuk tambahkan 2,3 kg untuk
setiap kelipatan 2,5 cm; setiap kelipatan 2,5 cm;
kurangi 1,13 kg untuk kurangi 1,13 kg untuk
Sedang setiap cm TB < 152 cm setiap cm bila TB < 152
cm
Kecil Kurangi 10 % Kurangi 10%
Besar Tambahkan 10% Tambahkan 10%
Sumber : Grant, J:Hanbook of Total Parenteral Nutrition, Philadelphia, W.B. Saunders Co. 1980.

Cara Menentukan Bangun Tubuh


Bangun tubuh dapat ditentukan hanya dengan cara langsung mengamati
pasien. Namun untuk lebih meyakinkan, penentuan kerangka tubuh dapat berdasarkan
lingkar pergelangan tangan, yaitu sebagai berikut:
Rumus :
R= Tinggi Badan (cm)
Lingkar Pergelangan Tangan (cm)

Tabel.2. Penentuan Kerangka Tubuh

Kerangka Tubuh Laki-laki Perempuan


Kecil >10,4 >11,0
Sedang 9,6 – 10,4 10,1 – 11,0
Besar < 9,6 <10,1

 Berat Badan Koreksi


Pada pasien yang mengalami oedema atau ascites, hitung BB sebenarnya
menggunakan BB Koreksi, yaitu:

12
Rumus:
BB Koreksi = BB saat ini - Koreksi oedema/ ascites
Tabel. 3. Koreksi BB pada Oedema dan Ascites
Tingkatan Oedema Ascites
Ringan -1 kg atau 10% -2,2 kg
(Bengkak pada tangan atau kaki)
Sedang -5 kg atau -6 kg
(Bengkak pada wajah dan tangan atau 20%
kaki)
Berat -14 kg -10 kg
(Bengkak pada wajah, tangan, dan kaki)

b. Estimasi Berat Badan Untuk 65 ke atas.


Perempuan
BB = (MAC x 1,63) + (CC x 1,43) – 37,46 4,96 kg
Laki-laki
BB = (MAC x 2,31) + (CC x 1,5) – 50,1 5,73 kg
Sumber: Rosalind S Gibson, 2005

Keterangan:
MAC (Lingkar Lengan Atas)
CC (Lingkar Pergelangan Tangan)

c. Untuk Kondisi Amputasi


Tabel.4. Persentase Berat Badan Berdasarkan Bagian Tubuh
Bagian Tubuh Presentase
Bagian lengan 6,5
Lengan atas 3,5
Lengan bawah 2,3
Tangan 0,8
Bagian kaki 18,5
Kaki bagian atas 11,6
Kaki bagian bawah 5,3
Kaki 1,8
Sumber: Rosalind S Gibson, 2005

BB yang dicari = BB Sekarang x 100


100- % amputasi (tabel persetase)

B. PENGUKURAN TINGGI BADAN


1. Pengukuran Panjang Badan dan Tinggi Badan (untuk keadaan sehat)
a. Pengukuran Panjang Badan
Pengukuran ini digunakan untuk mengukur panjang badan bagi anak yang
berusia < 2 tahun dan panjang badan ≤50 cm serta menggunakan alat
pengukur panjang badan Length Board.

13
b. Pengukuran Tinggi Badan
Pengukuran ini digunakan mengukur tinggi badan anak ≥2 tahun dan tinggi ≥
80 cm. Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan alat pengukur tinggi
(microise) yang mempunyai ketelitian 0,1 cm. Konversi dari panjang badan ke
tinggi badan (dengan mengurangi 0,7 cm) atau dari tinggi badan ke panjang
(dengan menambahkan 0,7 cm).

2. Pengukuran Estimasi Tinggi Badan (Untuk Kondisi Khusus)


a. Pengukuran Tinggi Badan dengan Pendekatan Tinggi Lutut
Pengukuran ini digunakan sebagai salah satu cara untuk mengetahui
tinggi badan dari subjek, terutama subjek yang tidak dapat berdiri, kaki
yang diukur adalah kaki sebelah kiri. Alat yang digunakan adalah
meteran.
Rumus Estimasi tinggi badan menggunakan tinggi lutut :
Laki-laki : TB (cm) = 64,19 cm + (2,02 TL) – (0,04U)
Perempuan : TB (cm) = 84,88 + (1,83TL) – ( 0,24U)

b. Pengukuran Tinggi Badan dengan Pendekatan Panjang Rentang Tangan


(Untuk Kondisi Khusus)
Pengukuran ini digunakan sebagai salah satu cara untuk mengetahui
tinggi badan dari subjek terutama yang tidak dapat berdiri. Alat yang
digunakan adalah Steel Tape.
Rumus Estimasi Tinggi Badan Berdasarkan Arm Span menggunakan
rumus:
 TB Anak Perempuan (cm)
o Usia < 10 tahun
TB (cm) = 23,99 + 0,75 (arm span) + 0,86 (umur)
o Usia ≥ 10 tahun
TB (cm) = 28,54 + 0,74 (arm span) + 0,83 (umur)

 TB Anak Perempuan Laki-laki (cm)


o Usia < 12 tahun
TB (cm) = 21,90 + 0,76 (arm span) + 0,72 (umur)
o Usia ≥ 12 tahun
TB (cm) = 17,91 + 0,76 (arm span) + 1,17 (umur)

14
a. Pengukuran Tinggi Badan dengan Pendekatan Lengan Bawah
Tabel.5. Estimasi tinggi badan menggunakan Ulna Lenght
Height (m) Height (m)
Ulna Mean 16-54 Men > 54 Women 16-54 Women > 54
Lenght (cm) years years years years
18,5 1,46 1,45 1,47 1,40
19,0 1,48 1,46 1,48 1,42
19,5 1,49 1,47 1,50 1,44
20,0 1,51 1,49 1,51 1,45
20,5 1,53 1,51 1,52 1,47
21,0 1,55 1,52 1,54 1,48
22,0 1,58 1,56 1,56 1,50
22,5 1,60 1,57 1,58 1,53
Dst
Sumber: Rosalind S Gibson, 1993

b. Pengukuran Tinggi Badan dengan Pendekatan Lengan Bawah


Pengukuran ini digunakan dengan menggunakan meteran.

C. INDIKATOR PERTUMBUHAN
1. Indeks Antropometri
a. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
Berat badan menurut umur merefleksikan status gizi masa lalu dan
masa kini.
b. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
Indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu.
c. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (TB/BB)
Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status
gizi saat ini (sekarang).
2. Indeks Massa Tubuh
1) IMT Anak (IMT/U)
IMT/U adalah indikator yang terutama bermanfaat untuk penapisan
kelebihan berat badan dan kegemukan. Pada bayi IMT naik secara
tajam karena terjadi peningkatan berat badan secara cepat relatif
terhadap panjang badan pada 6 bulan pertama kehidupan. IMT
menurun pada bayi setelah 6 bulan dan tetap stabil pada umur 2-5
tahun.
2) IMT Dewasa
Rumus IMT:
IMT = BB (kg)
TB (m²)

15
Tabel.6. Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat < 17,0
berat
Kekurangan berat badan tingkat 17,0 – 18,5
ringan
Normal >18,5 - 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat >25,0 – 27,0
ringan
Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0
Sumber: Depkes, 1994. Pedoman praktis pemantauan status gizi orang dewasa, Jakarta.

3) Z-Score
Z-Score merupakan indeks antropometri yang digunakan secara
internasional untuk menentukan status gizi dan pertumbuhan, yang
diekspresikan sebagai satuan standar deviasi (SD) populasi rujukan.
Z-score = (nilai yang diamati – nilai referensi median)
Z score populasi referensi (SD)

3. Kategori Status Gizi Berdasarkan Cara Perhitungan Z-Score


Tabel.7.kategori status gizi berdasarkan Z-score
Indikator Pertumbuhan
Z-Score PB/U atau BB/PB atau BB/TB
TB/U BB/U IMT/U
Diatas 3 Lihat Catatan 1 Lihat Catatan 2 Sangat Gemuk Sangat Kurus
(Obes) (Obes)
Diatas 2 Gemuk Gemuk
(Overweight) (Overweight)
Diatas 1 Resiko Gemuk Resiko Gemuk
(Lihat catatan 3) (Lihat catatan 3)
0 (Angka
Median)
Di bawah -1
Di bawah -2 Pendek (stunted) BB kurang Kurus (Wasted) Kurus (Wasted)
(lihat catatan 4) (underweight)
Di bawah -3 Sangat Pendek BB Sangat Sangat Kurus Sangat Kurus
(Serve stunted) Kurang (severe (Severe Wasted) (Severe Wasted)
(Lihat catatan 4) underweight)
Sumber: WHO MGRS, 2005

16
Catatan:
1. Seorang anak pada kategori ini termasuk sangat tinggi dan biasanya tidak
menjadi masalah kecuali anak yang sangat tinggi mungkin mengalami
gangguan endokrin seperti adanya tumor yang memproduksi hormon
pertumbuhan. Rujuklah anak tersebut jika diduga mengalami gangguan
endokrin (misalnya anak yang tinggi sekali menurut umurnya, sedangkan tinggi
orang tua normal);
2. Seorang anak berdasarkan BB/U pada kategori ini, kemungkinan mempunyai
masalah pertumbuhan, tetapi akan lebih baik bila anak ini dinilai berdasarkan
indikator BB/PB atau BB/TB atau IMT/U;
3. Hasil ploting diatas 1 menunjukkan kemungkinan resiko. Bila kecendrungannya
menuju garis z-score +2 berarti resiko lebih pasti;
4. Anak yang pendek atau sangat pendek kemungkinan akan menjadi gemuk bila
mendapatkan intervensi yang salah.

Untuk menarik kesimpulan mengenai status gizi seseorang harus


menyimpulkan dari ketiga indikator yang telah diukur.Cara pertama adalah
melihat indikator yang bermasalah. Contoh:
BB/U : Sangat Kurang
TB/U : Pendek
BB/TB : Normal
Kesimpulan : Anak ini pendek, oleh karenanya berat badan dibawah berat
badan sesusianya (klasifikasi lama dinyatakan sebagai gizi buruk). Namun,
berat badan berdasarkan tinggi badannya tergolong normal. Sehingga apabila
anak ini diberi PMT merupakan kesalahan karena anak ini bisa menjadi gemuk.

4. Pemeriksaan Fisik/Klinis
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan klinis yang
berkaitan dengan gangguan gizi atau dapat menimbulkan masalah gizi.
Pemeriksaan fisik terkait gizi merupakan kombinasi dari, tanda vital dan
antropometri yang dapat dikumpulkan dari catatan medik pasien serta
wawancara.
Pemeriksaan Fisik/Klinis
Data riwayat personal meliputi 4 area yaitu riwayat obat-obatan atau suplemen
yang sering dikonsumsi; sosial budaya; riwayat penyakit; data umum pasien.
a) Riwayat obat-obatan yang digunakan dan suplemen yang dikonsumsi
b) Sosial budaya
c) Riwayat penyakit
d) Data umum pasien antara lain umur, pekerjaan dan tingkat pendidikan.

17
b. Diagnosis Gizi
Pada langkah dicari pola dan hubungan antar data yang terkumpul dan
kemungkinan penyebabnya. Kemudian memilah masalah gizi yang spesifik dan
menyatakan masalah gizi secara singkat dan jelas menggunakan terminologi
yang ada.
Penulisan diagnosis gizi terstruktur dengan konsep PES atau Problem Etiologi
dan Sign/Syptomps.
Diagnosis gizi dikelompokkan menjadi tiga domain yaitu:
1. Domain Asupan adalah masalah aktual yang berhubungan dengan
asupan energi, zat gizi , cairan substansi bioaktif dari makanan baik
melalui oral maupun parenteral dan enteral.
2. Domain Klinis adalah masalah gizi yang berkaitan dengan kondisi
medis atau fisik/fungsi sorgan.
3. Domain Perilaku/Lingkungan adalah masalah gizi yang berkaitan
dengan pengetahuan, perilaku/kepercayaan , lingkungan fisik dan akses
dan keamanan makanan.
c. Intervensi Gizi
Terdapat dua komponen intervensi gizi yaitu perencanaan intervensi dan
implementasi.
1) Perencanaan Intervensi
Intervensi gizi dibuat berdasarkan gizi diagnosis gizi yang ditegakkan.
Tetapkan tujuan dan prioritas intervensi berdasarkan masalah gizinya
(Problem), rancang strategi intervensi berdasarkan penyebab masalahnya
(Etiologi) atau bila penyebab tidak dapat diintervensi maka strategi intervensi
ditujukan untuk mengurangi gejala/tanda (sign & symptom).
Perencanaan tujuan intervensi:
a. Penetapan tujuan intervensi
Penetapan tujuan dapat diukur, dicapai dan ditentukan waktunya
b. Preskripsi diet
Preskripsi diet secara singkat menggambarkan rekomendasi mengenai
kebutuhan energi dan zat gizi individual, jenis diet, bentuk makanan,
komposisi zat gizi, frekuensi makan.
1) Perhitungan kebutuhan gizi
Penentuan kebutuhan zat gizi yang diberikan kepada pasien/klien atas
dasar diagnosis gizi, kondisi pasien dan jenis penyakitnya.
2) Jenis Diet
Pada pasien masuk ke ruang rawat sudah dibuat permintaan makanan
berdasarkan pesanan/order diet awal dari dokter jaga/ DPJP. Dietisien
bersama tim atau secara mandiri akan menetapkan jenis diet
berdasarkan diagnosis gizi.
Bila jenis diet tidak sesuai dengan akan dilakukan usulan perubahan
jenis diet dengan mendiskusikannya terlebih dahulu bersama DPJP.

18
3) Modifikasi diet
Modifikasi diet merupakan pengubahan dari makanan dalam
konsistensi; meningkatkan/menurun nilai energi;
menambah/mengurangi jenis bahan makanan atau zat gizi yang
dikonsumsi;dsb.
4) Jadwal Pemberian Diet
Jadwal pemberian diet/makanan ditulis sesuai dengan pola makan
5) Jalur Makanan
Jalur makanann yang diberikan dapat melalui oral dan enteral atau
parenteral.

2) Implementasi Intervensi
Implementasi adalah bagian kegiatan intervensi gizi dimana dietisien
melaksanakan dan mengkomunikasikan rencana asuhan kepada pasien dan
tenaga kesehatan atau tenaga lain yang terkait. Suatu intervensi gizi harus
menggambarkan dengan jelas : “apa, dimana, kapan, dan bagaimana”
intervensi itu dilakukan. Kegiatan ini juga termasuk pengumpulan data
kembali, dimana data tersebut dapat menunjukkan respons pasien dan perlu
atau tidaknya modifikasi intervensi gizi.

d. Monitoring dan Evaluasi Gizi


Kegiatan monitoring dan evaluasi giz dilakukan untuk mengetahui respon
pasien/klien terhadap intervensi dan tingkat keberhasilannya.
1) Monitor perkembangan yaitu kegiatan mengamati perkembangan kondisi
pasien/klien yang bertujuan untuk melihat hasil yang terjadi sesuai yang
diharapkan oleh klien maupun tim. Kegiatan yang berkaitan dengan
monitor perkembangan antara lain :
a. Mengecek pemahaman dan ketaatan diet pasien/klien
b. Mengecek asupan makan pasien/klien
c. Menentukan apakah intervensi dilaksanakan sesuai dengan
rencana/preskripsi Diet
d. Menentukan apakah status gizi pasien/klien tetap atau berubah
e. Mengidentifikasi hasil lain baik yang positif maupun negatif
f. Mengumpulkan informasi yang menunjukkan alasan tidak adanya
perkembangan dari kondisi pasien/klien
2) Mengukur hasil. Kegiatan ini adalah mengukur perkembangan/perubahan
yang terjadi sebagai respon terhadap intervensi gizi. Parameter yang harus
diukur berdasarkan tanda dan gejala dari diagnosa gizi.
3) Evaluasi hasil
a. Dampak perilaku dan lingkungan terkait gizi yaitu tingkat
pemahaman, perilaku, akses, dan kemampuan yang mungkin
mempunyai pengaruh pada asupan makanan dan zat gizi

19
b. Dampak asupan makanan dan zat gizi merupakan asupan makanan
dan atau zat gizi dari berbagai sumber, misalnya makanan, minuman,
suplemen, dan melalui rute enteral maupun parenteral
c. Dampak terhadap tanda dan gejala fisik yang terkait gizi yaitu
pengukuran yang terkait dengan antropometri, biokimia dan
parameter pemeriksaan fisik/klinis
d. Dampak terhadap pasien/klien terhadap intervensi giz yang diberikan
pada kualitas hidupnya.
4) Pencatatan Pelaporan
Pencatatan dan laporan kegiatan asuhan gizi merupakan bentuk pengawasan
dan pengendalian mutu pelayanan dan pengawasan dan pengendalian mutu
pelayanan dan komunikasi. Terdapat Format ADIME merupakan model yang
sesuai dengan langkah PAGT.

F. Koordinasi Pelayanan
Komunikasi antar disiplin ilmu sangat diperlukan untuk memberikan asuhan yang
terbaik bagi pasien. Sebagai bagian dari tim pelayanan kesehatan, dietisien harus
berkolaborasi dengan dokter, perawat, farmasi dan tenaga kesehatan lainnya yang
terkait dalam memberikan pelayanan asuhan gizi. Oleh karenanya perlu
mengetahui peranan masing-masing tenaga kesehatan tersebut dalam memberikan
pelayanan.

1) Dokter Penanggung Jawab Pelayanan


a. Bertanggung jawab dalam aspek gizi yang terkait dengan keadaan
klinis pasien
b. Menentukan preskripsi diet awal (order diet awal)
c. Bersama dietisien menetapkan preskripsi diet definitive
d. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarganya mengenai
peranan terapi gizi
e. Merujuk klien/pasien yang membutuhkan asuhan gizi atau konseling
gizi
f. Melakukan pemantauan dan evaluasi terkait masalah gizi secara
berkala bersama dietisien, perawat dan tenaga kesehatan lain selama
klien/pasien dalam masa perawatan.

2) Perawat
a. Melakukan skrining gizi pasien pada asesmen awal perawatan
b. Merujuk pasien yang berisiko maupun sudah terjadi malnutrisi dan
atau kondisi khusus ke dietisien
c. Melakukan pengukuran antropometri yaitu penimbangan berat badan,
tinggi badan/panjang badan secara berkala

20
d. Melakukan pemantauan, mencatat asupan makanan dan respon klinis
klien/pasien terhadap diet yang diberikan dn menyampaikan informasi
kepada dietisien bila terjadi perubahan kondisi pasien.
e. Memberikan motivasi kepada pasien dan keluarga terkait pemberian
makanan melalui oral/enteral dan perenteral.
3) Dietisien
a. Mengkaji hasil skrining perawat dan order diet awal dari dokter
b. Melakukana assesmen/pengkajian gizi lanjut pada pasien yang berisiko
malnutrisi; malnutrisi atau kondisi khusus meliputi pengumpulan,
analisa dan interpretasi data riwayat gizi; riwayat personal; pengukuran
antropometri; hasil laboratorium terkait gizi dan hasil pemeriksaan
terkait gizi.
c. Mengidentifikasi masalah/diagnosa gizi berdasarkan hasil assesmen
dan menetapkan prioritas diagnosis gizi.
d. Merancang intervensi gizi dengan menetapkan tujuan dan preskripsi
diet yang lebih terperinci untuk menetapkan tujuan dan preskripsi diet
yang lebih terperinci untuk penetapan diet definitive serta
merencanakan edukasi/konseling.
e. Melakukan koordinasi dengan dokter, terkait dengan diet definitive
f. Koordinasi dengan dokter, perawat, farmasi dan tenaga lain dalam
pelaksanaan intervensi gizi.
g. Melakukan monitoring respon pasien terhadap intervensi gizi
h. Melakukan evaluasi proses maupun dampak asuhan gizi
i. Melakukan penyuluhan, motivasi, dan konseling gizi pada klien/pasien
dan keluarganya
j. Mencatat ronde pasien bersama tim kesehatan
k. Melakukan assesmen gizi ulang (reassesment) apabila tujuan belum
tercapai
l. Mengikuti ronde pasien bersama tim kesehatan
m. Berpatisipasi aktif dalam pertemuan atau diskusi dengan dokter,
perawat, anggota tim asuhan gizi lain, klien/pasien dan keluarganya
dalam rangka evaluasi keberhasilan pelayanan gizi

4) Farmasi
a. Mempersiapkan obat dan zat gizi terkait vitamin, mineral, elektrolit
dan nutrisi parenteral
b. Menentukan kompabilitas zat gizi yang diberikan kepada pasien.
c. Membantu mengawasi dan mengevaluasi penggunaan obat dan cairan
parenteral oleh klien/pasien bersama perawat
d. Berkolaborasi dengan dietisien dalam pemantauan interaksi obat dan
makanan
e. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai interaksi
obat dan makanan.

21
f. Tenaga kesehatan lain misalnya adalah tenaga terapi okupasi dan
terapi wicara berkaitan dalam perencanaan dan pelaksanaan intervensi
pada pasien dengan gangguan menelan yang berat.

22
BAB III
KEGIATAN PELAYANAN GIZI RUMAH SAKIT

A. Penyelenggaraan Makanan
a Pengertian
Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan mulai
dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada
konsumen, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui
pemberian diet yang tepat. Dalam hal ini termasuk kegiatan pencatatan,
pelaporan, dan evaluasi.
b Sasaran
Sasaran penyelenggaraan makanan di rumah sakit adalah konsumen / pasien
maupun karyawan. Sesuai dengan kondisi rumah sakit dapat juga dilakukan
penyelenggaraan makanan bagi pengunjung (pasien rawat jalan atau keluarga
pasien). Dalam penyelenggaraan makanan rumah sakit, standar masukan
(input) meliputi biaya, tenaga, sarana dan prasarana, metode, peralatan,
sedangkan standar proses meliputi penyusunan anggaran belanja bahan
makanan, pembelian bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan bahan
makanan, persiapan bahan makanan. Sedangkan standar keluaran (output)
adalah mutu mekanan dan kepuasan konsumen.
c Bentuk Penyelenggaraan Makanan di Rumah Sakit
Kegiatan penyelenggaraan makanan merupakan bagian dari kegiatan instalasi
gizi atau unit pelayanan gizi di rumah sakit. Sistem penyelenggaraan makanan
yang dilakukan oleh pihak rumah sakit sendiri secara penuh, dikenal juga
sebagai swakelola. Kegiatan penyelenggaraan makanan dapat dilakukan oleh
pihak lain, dengan memanfaatkan jasa catering atau perusahaan jasa boga.
Jika penyelenggaraan makanan dilakukan dengan sistem swakelola maka
instalasi atau unit pelayanan gizi bertanggung jawab untuk melaksanakan
semua kegiatan penyelenggaraan makanan, mulai dari perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
Seperti yang dilakukan oleh pelayanan gizi di RS Hermina Bekasi..
d Mekanisme Kerja Penyelenggaraan Makanan
1. Penyusunan Anggaran Belanja Makanan
Penyusunan anggaran belanja adalah suatu kegiatan penyusunan anggaran
yang meliputi anggara pengengembangan sarana, fasilitas, sumber daya
manusia, serta anggaran rutin untuk pengadaan bahan makanan basah dan
kering.
Tujuan
Tersedianya taksiran anggaran belanja makanan yang diperlukan bagi
konsumen atau pelanggan yang dilayani sesuai dengan standar kecukupan
gizi.

23
Proses
a. Anggaran belanja untuk bahan basah dibuat setiap hari sesuai
kebutuhan berdasarkan menu, standar porsi, dan jumlah karyawan,
dokter, pasien yang dirawat.
b. Anggaran belanja untuk bahan kering dibuat setiap 2 (dua) minggu
sesuai kebutuhan berdasarkan menu, standar porsi, dan jumlah
karyawan, dokter serta asumsi pasien yang dirawat.
c. Evaluasi anggaran belanja pelayanan gizi dilakukan dengan
membandingkan dengan anggaran belanja bulan lalu dan anggaran
belanja RS/Rsud Buton Selatanlain.
d. Anggaran belanja yang telah dibuat oleh Kepala Pelayanan
Pelayanan Gizi dan Tata Boga diajukan kepada Bendahara Rumah
Sakit dan disetujui oleh direktur Rsud Buton selatan

2. Penyusunan Formula, Menu Bahan Makanan


Pengertian :
Adalah suatu kegiatan untuk menyusun formula dan menu sesuai dengan
kebutuhan gizi pelanggan.
Tujuan :
Tersedianya menu yang sesuai dengan klasifikasi kelas perawatan dan
periode siklus harian / mingguan.
Proses :
a. Penyusunan formula dibuat oleh ahli gizi Rsud Kabupaten Buton
selatan dengan mengacu pada perhitungan diet pasien dan Buku
Pelayanan Gizi Rumah Sakit.
b. Penyusunan menu dibuat oleh Pelayanan Pelayanan Gizi, dengan
persetujuan Tim Pengendalian Mutu Makanan.
c. Penyusunan menu dibagi 2 (dua) yaitu : menu pasien dan menu
karyawan.
d. Menu pasien disusun dengan siklus menu 7 (tujuh) hari sedangkan
menu karyawan disusun 15 hari.

24
3. Perencanaan Kebutuhan Bahan Makanan
Pengertian :
Adalah kegiatan menyusun kebutuhan bahan makanan basah dan kering
yang akan diolah menjadi makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi
pelanggan.
Tujuan :
Mendapatkan perhitungan kebutuhan bahan makanan yang tepat dan
akurat baik kualitas maupun kuantitasnya.
Proses :
a. Mengumpulkan data pelanggan yang akan dilayani.
b. Memilih daftar manu sesuai dengan siklus menu, standar porsi dan
standar resep.
c. Tentukan jenis bahan makanan basah dan kering yang akan
digunakan sesuai dengan standar harga yang ada dengan penambahan
10% dari kebutuhan.

4. Pengadaan, Penerimaan, dan Penyimpanan Bahan Makanan


Pengertian :
Adalah kegiatan pengadaan, penerimaan dan penyimpanan bahan
makanan kering dan basah sesuai dengan rencana anggaran kebutuhan
makanan yang telah disetujui.
Tujuan :
Tersedianya bahan makanan sesuai kebutuhan tepat waktu dan disimpan
ditempat yang telah ditentukan.
Proses :
a. Siapkan dan bersihkan bahan makanan yang akan diolah sesuai dengan
ketentuan.
b. Gunakan alat masak yang bersih, aman dan sesuai dengan standar
peralatan.
c. Dahulukan memasak makanan yang tahan lama.
d. Masak makanan sesuai dengan tata cara pemasakan yang tepat.
e. Sajikan makanan matang kepada pelanggan setelah dilakukan uji
citarasa.
f. Pendistribusian makanan pelanggan dilakukan dengan cara
sentralisasi.

5. Pengolahan Bahan Makanan dan Distribusi Makanan


Pengertian
Adalah kegiatan mengubah/memasak bahan makanan mentah menjadi
makanan yang siap dimakan, berkualitas, aman untuk dikonsumsi dan siap
untuk didistribusikan.

25
Tujuan
 Mengurangi resiko kehilangan zat gizi bahan makanan
 Meningkatkan nilai cerna
 Mempertahankan rasa, warna, tekstur dan penampilan makanan
 Aman dari mikroorganisme dan benda asing
 Penyajian makanan dilakukan tepat waktu dan tepat sasaran
Proses
a. Siapkan dan bersihkan bahan makanan yang akan diolah sesuai
dengan ketentuan
b. Gunakan alat masak yang bersih, aman dan sesuai dengan standar
peralatan
c. Dahulukan memasak makanan yang tahan lama
d. Masak makanan sesuai dengan tata cara pemasakan yang tepat
e. Sajikan makanan matang kepada pelanggan setelah dilakukan uji
citarasa.
f. Pendistribusian makanan pelanggan dilakukan dengan cara
sentralisasi.

6. Penyediaan Makanan Karyawan


Pengertian :
Adalah penyediaan makanan karyawan dengan standar menu makanan
sepertiga dari total kebutuhan kalori sehari.
Tujuan :
Meningkatkan derajat kesehatan karyawan sehingga dapat menunjang
kinerja yang optimal.
Proses :
a. Susun menu makanan karyawan dengan siklus 15 (limabelas) hari
yang terdiri dari makanan lengkap (nasi, lauk pauh, sayur, dan
buah) dan makanan selingan.
b. Lakukan evaluasi menu tiga bulan sekali dan lakukan uji citarasa
oleh Tim Pengendalian Mutu Makanan terhadap menu baru.

26
B. Pelayanan dan Konsultasi Gizi Pasien Rawat Inap
a. Pengertian
Adalah serangkaian kegiatan pelayanan gizi yang diberikan kepada
pasien rawat inap dari mulai penentuan diet, perencanaan diet hingga
evaluasi diet
b. Tujuan
Memberikan pelayanan kepada pasien rawat inap agar memperoleh
gizi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi penyakit Membantu
mempercepat proses penyembuhan
Proses
 Tentukan diet pasien oleh dokter yang merawat / dokter ruangan
pada saat pasien pertama kali masuk di ruang perawatan
 Informasikan diet yang diberikan dokter kepada Ahli gizi atau
Penanggung jawab pelayanan pelayanan gizi ( diluar jam kerja
ahli gizi )
 Lakukan pengkajian riwayat gizi dari pola makan, variasi,
frekuensi serta pantangan makan
 Ahli gizi akan menerjemahkan diet yang diberikan dokter
kedalam bentuk menu makanan
 Juru masak akan mengolah makanan sesuai dengan petunjuk diet
yang telah diberikan oleh Ahli gizi
 Sajikan makanan yang sudah matang dan distribusikan
 Lakukan konsultasi gizi ( pendidikan kesehatan ) dengan
memberikan penjelasan kepada pasien tentang diet yang harus
dijalankan dalam upaya mempercepat proses penyembuhan
 Lakukan pemantauan / evaluasi terhadap perubahan diet dan sisa
makanan
 Tindak lanjuti apa yang didapat dari hasil evaluasi
 Lakukan konsultasi oleh Ahli Gizi atau Dokter Gizi untuk
menjelaskan tujuan diet yang harus diljalankan oleh pasien

27
C. Penyuluhan dan Konsultasi Gizi Pasien Rawat Jalan
a. Pengertian
Adalah kegiatan pemberian informasi tentang pelayanan gizi di rawat
jalan yang dilakukan oleh perawat/bidan, dokter gizi dan ahli gizi
b. Tujuan
Membuat perubahan prilaku makan pada pasien rawat jalan
c. Proses
Dirawat jalan penyuluhan diberikan kepada pasien melalui kursus senam
hamil, pra persalinan, pijat bayi dan kursus laktasi yang dilakukan oleh
perawat yang sudah dibekali materi gizi sedangkan konsultasi dilakukan
secara perorangan oleh dokter spesialis gizi klinik. Sebagai wacana akan
diadakan penyuluhan dengan membuat pojok gizi.

28
BAB IV
ORGANISASI DAN KETENAGAAN

A. Struktur Organisasi
Gambar 2
STRUKTUR ORGANISASI

DIREKTUR

Manajer Penunjang
Manajer Rumah
Medis
Tangga

Kepala Pelayanan
Kepala Urusan Tata
Gizi
Boga

Dietision

PJ PJ PJ
Pengadaan dan Penyajian dan Pengelolaan
Penyimpanan Pendistribusian Makanan

Petugas Petugas Petugas


Pengadaan dan Penyajian dan Pengelolaan
Penyimpanan Pendistribusian Makanan

B. Organisasi dan Tata Laksana Pelayanan Gizi dan Tata Boga


Pelayanan Pelayanan Gizi dan Tata Boga dipimpin oleh Kepala Pelayanan yang
membantu Manager Penunjang Medis dalam pengelolaan, pelaksanaan pelayanan
gizi dan tata boga rumah sakit, terdiri dari :
1. Penanggung Jawab (PJ) Pengadaan dan Penyimpanan
2. PJ Penyajian dan pendistribusian yang membawahi petugas penyajian dan
pendistribusian
3. PJ Pengelolaan makanan yang membawahi para juru masak

29
Adapun tugas dan tanggung jawab Kepala Pelayanan Gizi dan Tata Boga adalah :
1. Menyusun rencana kebutuhan makanan kering dan basah dan peralatan terkait
secara harian, mingguan atau bulanan.
2. Melaksanakan kegiatan pengadaan, penyimpanan, pengelolaan, distribusi dan
pergudangan barang / bahwan makanan.
3. Menyelenggarakan pengelolaan bahan makanan menjadi makanan siap saji
dan bergizi bagi pasien, dokter dan karyawan.
4. Menyelenggarakan proses pemeliharaan peralatan di dapur dan peralatan
makan pasien serta kebersihan di dapur.
5. Menyelenggarakan distribusi makanan bagi pasien yang tepat dan akurat.
6. Mengawasi pelaksanaan pelayanan gizi secara keseluruhan mulai dari dapur
sampai dengan pelayanan gizi buat pasien dan karyawan.
7. Menyusun laporan pelaksanaan pelayanan gizi dan tata boga secara berkala.
Dalam melaksanakan tugasnya, Ka.Pel. Gizi dan Tata Boga :
1. Bertanggung jawab kepada Manajer Penunjang Medis dan di bantu oleh
Penanggung Jawab (PJ) Pengadaan dan Penyimpanan, PJ Penyajian dan
pendistribusian, dan PJ Pengelolaan makanan.
2. Di lapangan, Ka.Pel. Gizi dan Tata Boga berkoordinasi dengan Bidang
Keperawatan, Bidang Pelayanan Medis, Bagian Keuangan dan Bagian
Personalia.

30
BAB V
SARANA, PERALATAN DAN PERLENGKAPAN

Agar pelayanan gizi dan tata boga di Rsud Kabupaten buton selatan dapat berjalan
dengan lancar dan optimal, maka perlu didukung dengan adanya sarana, peralatan dan
perlengkapan yang memadai baik untuk kegiatan pelayanan gizi di Instalasi Rawat
Jalan, Rawat Inap maupun ruang di Pelayanan Gizi dan Tata Boga.

A. Sarana, Peralatan dan Perlengkapan di Instalasi Rawat Jalan / Klinik Gizi


Tersedianya ruang Konseling Gizi di Instalasi Rawat Jalan Rsud Kabupaten buton
selatanyang dilengkapi dengan sarana berupa :
Peralatan kantor yang terdiri dari meja, kursi konseling gizi, kursi ruang tunggu,
telepon, dan sebagainya.
Peralatan konsultasi yang terdiri dari lemari, food model dan contoh makanan
segar, formulir mengenai gizi, leaflet diet, poster, buku-buku pedoman tatalaksana
program (ASI, Gizi Buruk, Diabetes Melitus, dll).
Dan juga dilengkapi dengan peralatan antropometri guna mendapatkan data
pasien diantaranya adalah :
Standar antropometri, alat ukur tinggi dan berat badan dewasa, alat ukur panjang
badan bayi/anak, timbangan bayi (beam balance scale), alat ukur lingkar lengan
atas (LILA), alat ukur lingkar kepala (LK), alat ukur tinggi lutut, dan formulir
skrining (alat-alat tersebut dilakukan tera secara berkala oleh badan meterologi).

B. Sarana, Peralatan dan Perlengkapan di Pelayanan Gizi dan Tata Boga


Fasilitas ruang yang dibutuhkan di Unit Gizi dan Tata Boga terdiri dari :
1. Tempat penerimaan bahan makanan.
Tempat/ruangan ini digunakan untuk penerimaan bahan makanan dan
mengecek kualitas serta kuantitas bahan makanan, tempat ini dilengkapi
dengan timbangan yang digunakan untuk melakukan penerimaan bahan
makanan
2. Tempat/ruangan penyimpanan bahan makanan.
Penyimpanan bahan makanan terbagi atas 2 tempat, yaitu untuk gudang basah
untuk menyimpan makanan segar dimana di dalamnya terdapat frezzer dan
chiller. Sedangkan gudang kering digunkan untuk menyimpan bahan makanan
kering dimana di dalamnya terdapat rak yang digunakan untuk meletakkan
bahan makanan kering.
3. Tempat persiapan bahan makanan
Tempat ini diperuntukkan bagi bahan makanan yang akan dipersiapkan
berikut bumbu yang harus dibersihkan, dicuci, dikupas, ditumbuk, digiling,
dipotong, diiris dan lainnya sebelum dilakukan proses pemasakan.
4. Tempat pemasakan dan distribusi makanan
Tempat pemasakan dilengkapi dengan cerobong asap di atas kompor dan
perlatan yang digunakan untuk proses pengolahan seperti kompor, blender,

31
panci, penggorengan dsb. Distribusi makanan dikelompokkan menjadi
makanan biasa dan makanan khusus, kemudian ditempatkan pada wadah yang
berbeda yang terdiri dari kelompok nasi, sayuran, lauk pauk dan makanan
selingan serta buah. Saat mendistibusikan makanan gunakan trolley pemanas
untuk membawa makanan menu utama.
5. Tempat pencucian dan penyimpanan alat
Tempat pencucian peralatan memiliki bak ganda dan dilengkapi dengan water
heater (aliran air panas dan dingin) dan hendaknya terletak terpisah dengan
tempat pencucian bahan makanan, disediakan fasilitas rak pengering,
dilengkapi pula dengan alat mengatasi sumbatan dan vector, serta sabun, sikat
dan lap bersih.
6. Tempat pembuangan sampah
Tempat pembuangan sampah harus tertutup cukup untuk menampung sampah
yang dihasilkan dan segera dikosongkan begitu sampah telah mencapai 2/3
penuh yang ditampung sebelumnya dalam wadah plastik sampah non medis.

C. Pemeliharaan, Perbaikan Ruangan dan Alat


Pengertian :
Adalah kegiatan atau upaya untuk menjaga agar ruangan dan peralatan dapat
berfungsi secara optimal.
Tujuan :
a Tersedianya ruangan dan peralatan yang selalu terpelihara dan siap pakai.
b Memperpanjang usia pakai alat (life time) di pelayanan gizi.
Proses :
a Lakukan pengecekan dan pemeliharaan secara rutin dan periodik terhadap
ruangan dan peralatan.
b Segera laporkan setiap ada kerusakan ruangan dan peralatan kepada unit
terkait.
c Segera ajukan penggantian terhadap peralatan yang tidak dapat diperbaiki.

32
BAB VI
SANITASI MAKANAN DAN KESELAMATAN KERJA

A. Sanitasi Makanan
1. Pengertian
Sanitasi makanan merupakan salah satu upaya pencegahan yang menitik
beratkan pada kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan
dan minuman dari segala bahan yang dapat mengganggu atau merusak
kesehatan mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama proses pengolahan,
penyiapan, pengangkutan, penjualan sampai pada saat makanan dan minuman
tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada konsumen. (Direktorat Hygiene
dan Sanitasi, Ditjen Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular).
Jadi hendaknya upaya ini harus dilakukan di Pelayanan Gizi dan Tata Boga
Rsud Kabupaten buton selatansesuai dengan prosedur yang ada mengenai
sanitasi.
2. Tujuan
Kegiatan ini ditujukan agar Rsud Kabupaten buton selatan dapat :
a. Menyediakan makanan yang berkualitas baik dan aman bagi kesehatan
pasien, keluarga pasien, karyawan dan dokter.
b. Menurunkan angka kejadian penularan penyakit atau gangguan kesehatan
melalui makanan.
c. Mewujudkan perilaku kerja yang sehat dan benar dalam penanganan
makanan.
3. Pelaksanaan sanitasi makanan dalam penyelenggaraan makanan
a. Ruang pengolahan/ dapur harus dipelihara kebersihannya sesuai dengan
ketentuan.
b. Tersedianya saluran limbah, sebagai pembuangan limbah makanan yang
aman dari binatang pengganggu.
c. Tersedianya air bersih dalam jumlah yang mencukupi sesuai standar mutu
air dengan melakukan kontrol air dan pest secara rutin sesuai ketentuan.
d. Alat pengangkut makanan dan minuman harus tertutup dan bahan mudah
dibersihkan.
e. Rak penyimpanan bahan makanan harus mudah dipindahkan untuk
memudahkan proses pembersihan.
f. Peralatan yang kontak dengan makanan harus mudah dibersihkan, tidak
mudah rusak akibat zat asam/basa atau garam-garaman dan tidak terbuat
dari logam yang berat dapat menimbulkan keracunan.
g. Bahan makanan harus bermutu baik, masih segar, aman, utuh, tidak
busuk, tidak kotor, cukup matang (untuk buah).
h. Penanganan bahan makanan harus memperhatikan cara penanganan yang
baik dan tepat dengan memperhatikan pula persyaratan hygiene baik
tenaga penjamah dan dalam melakukan prosedur kerja.

33
4. Pengawasan sanitasi dalam penyelenggaraan makanan
a. Dilakukannya pemeriksaan kesehatan dan usap dubur/kulit secara berkala
sesuai dengna ketentuan terhadap tenaga penjamah makanan dan juga
peralatan.
b. Melakukan kontrol kualitas bahan makanan melalui pest-control.
c. Dilakukan bongkar kecil dan bongkar besar secara rutin terhadap
kebersihan ruangan / lingkungan sekitar Pelayanan Gizi dan Tata Boga.

B. Keselamatan Kerja
1. Pengertian
Keselamatan kerja adalah segala upaya atau tindakan yang harus diterapkan
dalam rangka menghindari keselakaan yang terjadi akibat kesalahan kerja
petugas ataupun kelalaian/kesengajaan.
2. Tujuan
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan akibat kerja.
b. Memberi pertolongan kecelakaan dan perlindungan bagi karyawan.
c. Menciptakan keamanan, kenyamanan dan keselamatan dalam bekerja.
d. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja seperti
keracunan, infeksi dan penularan penyakit.
3. Prinsip keselamatan kerja dalam proses penyelenggaraan
a. Gunakan alat pelindung diri pada saat melakukan proses pekerjaan sesuai
dengan prosedur yang berlaku.
b. Lakukan proses kerja sesuai dengan petunjuk dan prosedur yang berlaku.
c. Menggunakan dengan baik peralatan sesuai dengan fungsinya.
d. Tidak diperkenankan merokok di ruang penerimaan dan penyimpanan
bahan makanan dan selama proses pengolahan.
e. Lakukan pembersihan dan pemeliharaan alat kerja dan sarana pendukung.
f. Lakukan pemeriksaan kesehatan pekerja secara teratur.

34
BAB VII
PEMBIAYAAN MAKANAN

A. Perhitungan Biaya Bahan Makanan


1. Pengertian
Biaya makanan adalah biaya bahan yang dipakai untuk menghasilkan
makanan yang diperlukan.

2. Tujuan
a. Memudahkan dalam proses penyusunan anggaran belanja bahan makanan.
b. Adanya pengawasan dan pengendalian terhadap biaya bahan makanan.
c. Dapat melakukan penilaian terhadap prestasi kerja dalam proses
pengadaan bahan makanan.

Biaya bahan makan merupakan biaya variabel langsung, karena berhubungan


langsung dalam rangka proses produksi makanan yang dipengaruhi oleh jumlah
porsi makanan yang dihasilkan atau jumlah pasien yang akan dilayanani.
Penghitungan biaya bahan makanan di Rsud Kabupaten buton selatantelah diatur
dalam prosedur perencanaan kebutuhan bahan makanan dan penyusunan
anggaran belanja.

B. Perhitungan Biaya Tenaga Kerja


Perhitungan biaya tenaga kerja Rsud Kabupaten buton selatan telah diatur secara
terkoordinasi oleh Bagian Personalia yang meliputi gaji, tunjangan, lembur,
bonus, dan lain sebagainya.

C. Perhitungan Biaya Overhead


Biaya overhead meliputi biaya barang dan biaya pemeliharaan. Pembelian barang
yang dimaksud adalah barang yang tidak tersedia di Unit Logistik RSUD
Kabupaten Buton Selatan., karena seluruh barang yang diperlukan oleh Pelayanan
Gizi dan Tata Boga termasuk alat tulis kantor, alat masak maupun alat makan dan
alat rumah tangga sebagian besar telah tersedia di Unit Logistik. Sedangkan yang
dimaksud biaya pemeliharaan di Rsud Kabupaten buton selatanadalah biaya yang
dikeluarkan untuk pemeliharaan alat yang rusak maupun perbaikan sekitar ruang
Pelayanan Gizi dan Tata Boga yang digunakan untuk kegiatan operasional
penyelenggaraan makanan.

35
BAB VIII
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN
GIZI

A. Pencatatan dan Pelaporan


Merupakan serangkaian kegiatan pengumpulan data dan pengolahan data kegiatan
pelayanan gizi Rsud Kabupaten buton selatandalam jangka waktu tertentu, untuk
menghasilkan bahan bagi penilaian kegiatan pelayanan gizi maupun untuk
pengambilan keputusan. Hal ini tertuang dalam prosedur Pencatatan dan
Pelaporan Pelayanan Gizi di Ruang Rawat Inap.

B. Pengawasan Standar Porsi


a. Dilakukan penimbangan terhadap bahan makanan padat sebagai salah satu
bentuk pengawasan.
b. Dilakukan pengukuran dengan menggunakan alat ukur terhadap makanan cair
atau setengah cair.
c. Dilakukan proses pemotongan sesuai prosedur dan alat untuk bahan makanan
atau jenis hidangan yang harus dipotong.
d. Dilakukan pengukuran berdasarkan standar porsi dan resep untuk
mendapatkan porsi yang tetap (tidak berubah).

C. Pengawasan Harga
a. Dibuat format isian pelaksanaan pencatatan pelaporan yang baku untuk
pengawasan, misalnya bagi pasien, keluarga pasien, karyawan maupun dokter
yang memesan makanan akan dikenakan biaya sesuai harga per porsi
makanan yang berlaku saat itu dalam bentuk catatan bon. Kemudian lembar
bon tersebut harus dibayar melalui kasir (Bagian Keuangan) sesuai ketentuan
atau prosedur yang berlaku.
b. Kalkulasi pemasukan dan pengeluaran bahan makanan berikut nilai rupiahnya
terkoordinasi di Bagian Keuangan Rsud Kabupaten buton selatan..

D. Pengendalian Biaya
Pengendalian biaya dimaksud adalah proses dimana Rsud Kabupaten buton
selatan mengatur biaya guna mencegah adanya pemborosan dari biaya yang
dikeluarkan, dalam hal ini biaya bahan makanan.
Pelayanan Gizi dan Tata Boga harus pintar dalam mengelola pemakaian bahan
makanan dimana cara menukar, mengubah atau mengganti makanan dengan
bahan lain merupakan salah satu cara pengendalian biaya dalam kegiatan
perencanaan menu, pembelian, penerimaan dan pengolahan.

36
E. Indikator Keberhasilan Pelayanan Gizi Rumah Sakit
Rsud Kabupaten buton selatandalam meningkatkan mutu pelayanan gizi
dilakukan dengan adanya penanganan keluhan pelanggan terhadap pelayanan gizi
berdasarkan prosedur yang ada. Dan melakukan monitoring serta evaluasi
terhadap kegiatan pelayanan gizi sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
Untuk mengukur tingkat keberhasilan pelayanan gizi di Instalasi Rawat Inap
dilakukan kegiatan pencatatan dan pelaporan pelayanan gizi di ruang rawat inap
sesuai prosedur yang telah ditetapkan.
Berdasarkan hal itu semua kemudian dilakukan evaluasi serta tindak lanjut
terhadap hasil temuan untuk bagaimana meningkatkan mutu daripada pelayanan
gizi yang baik di lingkungan Rsud Kabupaten Buton Selatan

37
BAB X
PENUTUP

Buku Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Gizi Ruman Sakit di Rsud


Kabupaten buton selatan bertujuan untuk memberikan acuan yang jelas dan
profesional dalam mengelola dan melaksanakan pelayanan gizi yang tepat bagi pasien
sesuai tuntutan masyarakat. Untuk itu pedoman ini betul-betul dijadikan acuan bagi
pelayanan gizi di Rsud Kabupaten buton selatan.
Materi-materi lain yang perlu dan dianggap dapat menjadi acuan dan belum
terdapat dalam pedoman ini dapat diajukan melalui hirarki dan ketentuan yang
berlaku untuk dimasukkan dalam tambahan buku pedoman ini.

Ditetapkan di : Batauga
Pada tanggal : 30 Oktober

DIREKTUR
RSUD Kabupaten Buton Selatan

dr Frederik Tangke Allo. Sp. B


NIP. 19690911 200112 1 003

38
BUKU RUJUKAN

1. Kementerian Kesehatan RI, 2013


Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Direktorat Jenderal Bina Upaya
Kesehatan.
1. Departemen Kesehatan RI, 2006
Buku Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit, Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat
2. Adisty Cynthia Anggraeni, S.Gz., 2012
Asuhan Gizi Nutritional Care Process

39
LAMPIRAN
1. Uraian Tugas di Pelayanan Pelayanan Gizi
2. Formulir Daftar Nama pasien Rawat Inap
3. Formulir Pemesanan Bahan Makanan
4. Formulir Permintaan Bahan Makanan gudang
5. Formulir Pembagian Menu Sehari untuk pasien diet khusus
6. Formulir Evaluasi

40
PANDUAN PELAYANAN GIZI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


KABUPATEN BUTON SELATAN
2019

41

Anda mungkin juga menyukai