PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kehidupan manusia di dunia merupakan anugerah dari Allah swt dengan segala
pemberiannya, manusia dapat mengecap segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh dirinya
tetapi dengan anugerah tersebut kadangkala manusia lupa akan Dzat Allah swt yang telah
memberikannya. Oleh karena itu, manusia harus mendapatkan suatu bimbingan sehingga di
dalam kehidupannya dapat berbuat sesuai bimbingan Allah swt atau memanfaatkan anugerah
Allah swt. Hidup yang dibimbing oleh syari’ah akan melahirkan kesadaran untuk berperilaku
yang sesuai dengan tuntuan Allah swt dan Rasul Nya.
Sebagai rasa syukur terhadap Allah swt, hendaknya kita sadar diri untuk beribadah
kepada sang Pencipta Langit dan Bumi beserta isinya sesuai syari’at Nya. Dalam ibadah, kita
harus memperhatikan jenis-jenis ibadah yang kita lakukan. Apakah ibadah tersebut termasuk
dalam ibadah wajib, sunnah, mubah, dan makruh.
Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan di bahas mengenai bermacam-macam
ibadah beserta hikmah dan tujuannya.
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan Makalah
4. Fungsi Makalah
1
BAB 2
PEMBAHASAN
1. Pengertian ibadah dan hakikat ibadah
a. Ibadah menurut bahasa berasal dari abida ya’budu yang berarti : menyembah, mengabdi
dan menghinakan diri.
Sebagaimana dalam firmannya :
“ Hai manusia, sembahlah Tuhan-mu yang telah menciptakanmu dan orang-orang
sebelummu agar kamu bertakwa “ ( TQS. Al-Baqarah: 21)
Jadi, Ibadah merupakan seluruh aspek kehidupan. Tidak terbatas pada saat-saat
singkat yang diisi dengan cara-cara tertentu. Suatu Ibadah mempunyai nilai yaitu jalan hidup
2
dan seluruh aspek kehidupan dan merupakan tingkah laku, tindak-tanduk, pikiran dan
perasaan semata-mata untuk Allah, yang dibangun dengan suatu sistem yang jelas, yang di
dalamnya terlihat segalanya yang pantas dan tidak pantas terjadi .
Pekerjaan yang kita anggap sebagai kesibukan duniawi, sesungguhnya merupakan ibadah
kepada Allah aslkan dalam mengerjakannya kita menjaga diri pada batas-batas yang telah
ditentukan Allah dan Rasul-Nya. Bia setelah menjalankan semua ibadah ini seumur hidup
kita menjadi pencerminan ibadah kepada Alah mak ridak ragu lagi shalat kita adalah shalat
yang benar, puasa kita adalah puasa yang benar, haji kita adalah haji yang benar.
Hakikat Ibadah
a. Sebagai tujuan diciptakannya manusia, sebagaimana firman Allah swt:
“Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah pada Ku” (QS.
Az Zariyat: 56)
b. Sebagai fitrah manusia, sebagaimana firman Allah swt:
“Dan ingatlah ketika Tuhan mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari selbi mereka,
dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini
Tuhanmu ?” Mereka menjawab,”Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. “(Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan,”sesungguhnya kami
(Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (Keesaan Tuhannya). (QS. Al
A’raf:72)
c. Hakikat ibadah adalah menyembah yang sama dengan mencintai. Sebagaimana firman Allah
swt:
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah;
mereka mencintainya sebagaimana mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman
sangat cinta kepada Allah dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu
mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari Kiamat) bahwa kekuatan itu kepunyaan
Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka akan menyesal.”
(QS. Al Baqoroh:165)
Artinya: jika kita sama atau lebih mengabdi atau mencintai selain Allah maka akan menjadi
dosa paling besar yang sulit diampuni kecuali dangan taubat nasuhah sebagaimana hadits dari
Ibnu Mas’ud.
“Aku bertanya, “wahai Rasullullah, dosa apakah yang paling besar?” Rasulullah saw
menjawab,”bila kamu menjadikan tandingan bagi Allah, padahal Dia lah yang menciptakan
kamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Jenis-jenis Ibadah
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, denganbentuk dan
sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya;
1. Ibadah Mahdhah,
Artinya penghambaan yang murni hanya merupakan hubung an antara hamba dengan
Allah secara langsung. segala jenis peribadatan kepada Allah yang keseluruhan tatacaranya
telah ditetapkan oleh Allah, Manusia tidak berhak mencipta/merekayasa bentuk ibadah jenis
ini. para ulama menetapkan qaidah iaitu ‘Asalnya ibadah itu haram, terlarang’ (kecuali
dengan perintah Allah dan petunjuk Muhammad saw). Ibadah jenis ini diistilahkan oleh para
3
fuqaha dengan perkataan Al Ibadah atau Al Ubudiyyah. Ibadah jenis ini seperti shalat, puasa,
zakat, aqiqah dan qurban.
Ibadah bentuk ini memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al-
Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika
keberadaannya.
b. Tata caranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh
Allah adalah untuk memberi contoh:
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah (QS. 4: 64).
Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yangdilarang,
maka tinggalkanlah( QS. 59: 7).
Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah, maka tatacaranya, Nabi bersabda:
Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji
kamu.Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan praktek
Rasul saw., maka dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara meng-ada-ada, yang populer
disebut bid’ah:
Sabda Nabi saw.:
Salah satu penyebab hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw. adalah
karena kebanyakan kaumnya bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul mereka.
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran
logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi
memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran,
dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak,
melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini,
maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan
atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya,
semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu
misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi.
Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :
1. Wudhu,
2. Tayammum
3. Mandi hadats
4. Adzan
5. Iqamat
6. Shalat
7. Membaca al-Quran
8. I’tikaf
9. Shiyam ( Puasa )
10. Haji
11. Umrah
12. Tajhiz al- Janazah
Rumusan Ibadah Mahdhah adalah “KA + SS”
(Karena Allah + Sesuai Syari’at)
2. Ibadah Ghairu Mahdhah,
(tidak murni semata hubungan dengan Allah) yaitu ibadah yang di samping sebagai
hubungan hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba
dengan makhluk lainnya .
4
Ibadah Ghoir Mahdah yaitu segala jenis peribadatan kepada Allah dalam pengertian yang
luas seperti kenegaraan, ekonomi, pendidikan, sosial, hubungan luar negeri, kebudayaan,
undang-undang kemasyarakatan, dan teknologi dan sebagainya. Ibadah jenis ini diistilahkan
oleh para fuqaha dengan perkataan 'Al-Muamalah' (iaitu hubungan antara manusia dengan
manusia). Peranan syara' dalam hal ini adalah memperbaiki sesuatu yang telah diadakan oleh
manusia dan manusia dibenarkan mengada-adakan sesuatu yang selaras dengan hukum-
hukum/ peraturan Allah (di dalam Al Quran dan As Sunnah)
Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
a. Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-
Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diseleng garakan.
b. Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk
ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak
dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah
mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
c. Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau
madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika sehat,
buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d. Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.
Ada juga sesetengah dari ulamak menambahkan ibadah ini kepada beberapa lagi jenis
ibadah.Lain-lain jenis ibadah itu ialah:
Ibadah Badaniah: tubuh badan seperti sembahyang, menolong orang dalam kesusahan dan
lain-lain. Ibadah Maliyah : harta benda seperti zakat, memberi sedekah, derma dan lain-
lain. Ibadah Qalbiyah: hati seperti sangka baik, ikhlas, tidak hasad dengki dan lain-lain.
Rumusan Ibadah Ghairu Mahdhah “BB + KA”
(Berbuat Baik + Karena Allah)
Selain itu Ibadah juga terbagi pada Ibadah Fardiyah (perseorangan) dan Ibadah Jamaiyah
(kewajiban secara bersama atau berjamaah).
a. Ibadah Fardiyah yaitu amalan ibadah yang menjadi kewajiban setiap orang, seperti sholat,
zakat, haji dan sebagainya. Ibadah seperti ini dapat dilakukan di mana saja baik di dalam
negara Islam atau di negara kafir.
b. Ibadah jamaiyah yaitu ibadah yang diwajibkan ke atas seluruh umat (sebagai kewajiban
bersama). Sebagai contoh perlaksanaaan hukum hudud, hukum qishas dan sebagainya.
Sebagian ulama juga mengelompokkan jenis ibadah menjadi tiga peringkat ibadah yang
mencakup aspek kehidupan kita.
1. Ibadah asas
2. Ibadah cabang-cabang
3. Ibadah yang lebih umum
Ibadah asas
Ibadah yang asas merangkum soal-soal akidah dan keyakinan kita kepada ALLAH, para
malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul, hari pembalasan, ketentuan dan ketetapan ALLAH baik
ataupun buruk. Itulah yang kita sebut rukun iman. Termasuk dalam uraian ibadah yang asas
itu ialah rukun Islam yaitu syahadat, shalat lima waktu, puasa, zakat fitrah dan rukun haji
(bagi mereka yang mampu). Kedua bentuk ibadah yang asas itu yaitu rukun iman dan rukun
Islam adalah wajib ain atau fardhu ain bagi setiap muallaf. Berarti sebelum kita dapat
melaksanakan ibadah-ibadah yang lain, kedua perkara itu perlu ada pada diri kita dan telah
dapat kita tanamkan dalam jiwa kita.
5
Ibadah Cabang
Adapun ibadah yang menjadi cabang-cabang dari ibadah asas tadi yaitu yang bertalian
erat dengan asas meliputi perkara mentajhizkan (menyelenggarakan) jenazah, menegakkan
jihad, membangun gelanggang pendidikan dan pelajaran atau mewujudkan perancangan
ekonomi Islam seperti mewujudkan perusahaan-perusahaan asas yang melayani keperluan
umat Islam. Termasuklah di dalamnya perusahaan yang dapat menghasilkan makanan wajib
seperti gula, tepung, garam, kecap dan perusahaan minuman seperti susu, kopi, teh dan
bentuk-bentuk minuman ringan lainnya. Selain dari itu di dalam bidang tersebut, termasuk
juga penggalakan usaha-usaha pertanian yang akan menghasilkan beberapa makanan asas
bagi umat Islam seperti beras, gandum, ubi dsb. serta perikanan yang dapat menghasilkan
ikan basah atau ikan kering. Kalau kita tilik dari satu sudut, pasti kita akan merasakan bahwa
hal itu merupakan persoalan asas dalam perjuangan kita menegakkan ibadah kepada ALLAH.
Tentulah kita tidak mau darah daging kita berasal dari zat yang bertentangan dengan syariat
ALLAH, yang pasti bisa merusak ibadah asas kita.
Dalam menegakkan bentuk pendidikan dan pelajaran, kita semestinya
menitikberatkan hasil mutlak dari acuan pendidikan kita pada jiwa anak-anak yang dibina
mulai dari peringkat taman kanak-kanak, sekolah menengah sampai universitas. Sehingga
lulusannya nanti dapat menyambung perjuangan menegakkan syariat ALLAH. Selain dari itu
ibadah yang tergolong dalam cabang-cabang itu ialah membangun klinik dan rumah sakit
Islam, soal-soal politik serta pembentukan dan penyusunan sistem organisasi dalam negara
Islam.
Hal-hal yang termasuk dalam jenis ibadah yang kedua ini kita namakan fardhu kifayah.
Kita tentu lebih maklum apa sebenarnya fardhu kifayah itu yaitu fardhu yang menitikberatkan
pada soal kemasyarakatan Islam yang juga merupakan urat saraf dan nadi penghubung antara
sesama Islam.
Hal itu sangat besar artinya untuk seluruh individu Islam karena bila tidak ada satu orang pun
yang mengerjakannya maka seluruh masyarakat itu akan menerima beban dosa dari ALLAH.
Namun seandainya a†a satu pihak melaksanakan tuntutan fardhu tersebut, maka pihak itu
telah melepaskan tanggungan dosa bagi seluruh masyarakat Islam. Karena itulah fardhu
kifayah merupakan urat nadi penghubung antara sesama Islam. Cuma masyarakat Islam tidak
memahami peranan fardhu kifayah tersebut, karena itu hubungan ukhuwah Islamiah tidak
begitu menonjol di zaman sekarang. Seandainya fardhu kifayah itu dapat memberi makna,
sudah pasti kita merasa bersyukur sekiranya ada di kalangan kita yang telah melepaskan
tanggungan dosa umum dan sudah pasti kita akan memberikan dukungan kepadanya. Karena
itu tidak akan ada istilah gagal dalam melaksanakan fardhu kifayah.
Kecil timbangannya tetapi besar maknanya. Itulah yang disebut sunat ain. Tergolong di
dalamnya yaitu shalat sunat rawatib, shalat witir, shalat tahajud, shalat dhuha, puasa syawal,
puasa Senin dan Kamis, bersedekah dan membaca Al Quran. Pelaksanaan ibadah itu
mendatangkan pahala sedangkan jika tidak dilakukan tidak akan mendatangkan dosa. Namun
karena ibadah itu memberikan manfaat maka lebih baik jika dikerjakan.
Ibadah Umum
Dan ibadah ketiga yaitu ibadah yang lebih umum yaitu hal-hal yang merupakan
pelaksanaan mubah saja tetapi bisa menjadi ibadah dan mendatangkan pahala. Amalan seperti
itu dapat menambah bakti kita kepada ALLAH agar setiap perbuatan dalam hidup kita ini
tidak menjadi sia-sia. Tergolong dalam amalan-amalan itu seperti makan, minum, tidur,
berjalan-jalan, berwisata dan sebagainya.
6
Kita sebagai manusia dengan keterbatasan tidak mungkin mengetahui dan
mengungkap seluruh hikmah yang terkandung dalam apa yang Allah syariatkan dan tetapkan.
Apa yang kita ketahui dari hikmah Allah hanyalah sebagian kecil, dan yang tidak kita ketahui
jauh lebih besar, “Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (Al-Isra`: 85).
Allah adalah al-Hakim, pemilik hikmah, tidak ada sesuatu yang Dia syariatkan
kecuali ia pasti mengandung hikmah, tidak ada sesuatu dari Allah yang sia-sia dan tidak
berguna karena hal itu bertentangan dengan hikmahNya.
Sekecil apapun dari hikmah Allah dalam sesuatu yang bisa kita ketahui, hal itu
sudah lebih dari cukup untuk mendorong dan memacu kita untuk melakukan sesuatu tersebut
karena pengetahuan tentang kebaikan sesuatu melecut orang untuk melakukannya.
Setiap perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala mengandung kebaikan untuk hamba-
hamba-Nya. Memperhambakan diri kepada Allah bermanfaat untuk kepentingan dan
keperluan yang menyembah bukan yang disembah.
“Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya
memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai
Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyaat: 57-58)
Penghambaan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menjadi tujuan hidup dan
tujuan keberadaan kita di dunia, bukanlah suatu penghambaan yang memberi keuntungan
bagi yang disembah, tetapi penghambaan yang mendatangkan kebahagiaan bagi yang
menyembah. Penghambaan yang memberikan kekuatan bagi yang menyembahnya.
“Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk
(kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Rabbku Maha
Kaya lagi Maha Mulia.” (QS. An-Naml: 40)
Imam Qatadah berkata: “Sesungguhnya Allah memerintahkan sesuatu kepada kalian
bukan karena berhajat padanya, dan tidak melarang sesuatu atas kalian karena bakhil. Akan
tetapi Dia memerintahkan sesuatu pada kalian karena di dalamnya terdapat kemaslahatan
untuk kalian, dan melarang sesuatu karena di dalamnya terdapat mafsadat (kerusakan). Oleh
karenanya bukan hanya satu tempat di dalam al-Qur’an yang memerintahkan berbuat
perbaikan dan melarang berbuat kerusakan.”
Syarat utama bagi orang yang baru masuk Islam ialah mengucapkan dua kalimat
Syahadat. Yaitu, “Asyhadu allaa ilaaha ilallaah, wa asyhadu anna Muhammadar
Rasuulullah.” Barangsiapa yang mengucapkan dan mengikrarkan dengan lisannya, maka dia
menjadi orang Islam. Dan berlaku baginya hukum-hukum Islam, walaupun dalam hatinya dia
mengingkari.
Karena kita diperintahkan untuk memberlakukan secara lahirnya. Adapun batinnya, kita
serahkan kepada Allah. Dalil dari hal itu adalah ketika Nabi saw. menerima orang-orangyang
hendak masuk Islam, beliau hanya mewajibkan mereka mengucapkan dua kalimat Syahadat.
Nabi saw. tidak menunggu hingga datangnya waktu salat atau bulan Puasa (Ramadhan). Di
saat Usamah, sahabat Rasulullah saw, membunuh orang yang sedang mengucapkan, “Laa
ilaaha illallaah,” Nabi menyalahkannya dengan sabdanya, “Engkau bunuh dia, setelah dia
mengucapkan Laa ilaaha illallaah.” Usamah lalu berkata, “Dia mengucapkan Laa ilaaha
illallaah karena takut mati.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Apakah kamu
mengetahui isi hatinya?”
Dalam Musnad Al-Imam Ahmad diterangkan, ketika kaum Tsaqif masuk Islam, mereka
mengajukan satu syarat kepada Rasulullah saw, yaitu supaya dibebaskan dari kewajiban
7
bersedekah dan jihad. Lalu Nabi saw. bersabda, “Mereka akan melakukan (mengerjakan)
sedekah dan jihad.”
8
Ibnu Katsir berkata, “Adapun firman Allah, ‘Dan shalat’, maka shalat termasuk
penolong terbesar dalam keteguhan dalam suatu perkara.”
Firman Allah (artinya), “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat
sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah:
153).
Ibnu Katsir berkata, “Allah Taala menjelaskan bahwa sarana terbaik sebagai penolong
dalam memikul musibah adalah kesabaran dan shalat.”
Imam Abu Dawud meriwayatkan dari Hudzaefah bahwa jika Rasulullah shallalahu
'alaihi wasallam tertimpa suatu perkara yang berat maka beliau melakukan shalat. (HR. Abu
Dawud nomor 1319).
Keempat: Hidup memiliki dua sisi, nikmat atau musibah, kebahagiaan atau kesedihan.
Dua sisi yang menuntut sikap berbeda, syukur atau sabar. Akan tetapi persoalannya tidak
mudah, karena manusia memiliki kecenderungan kufur pada saat meraih nikmat dan berkeluh
kesah pada saat meraih musibah, dan inilah yang terjadi pada manusia secara umum, kecuali
orang-orang yang shalat. Orang yang shalat akan mampu menyeimbangkan sikap pada kedua
keadaan hidup tersebut.
Firman Allah, (artinya), “Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi
kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia
amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap
mengerjakan shalatnya.” (Al-Ma’arij: 19-23).
Ibnu Katsir berkata, “Kemudian Allah berfirman, ‘Kecuali orang-orang yang
shalat’ yakni manusia dari sisi bahwa dia memiliki sifat-sifat tercela kecuali orang yang
dijaga, diberi taufik dan ditunjukkan oleh Allah kepada kebaikan yang dimudahkan sebab-
sebabnya olehNya dan mereka adalah orang-orang shalat.”
Sebagian dari hikmah yang penulis sebutkan di atas cukup untuk membuktikan
bahwa shalat adalah ibadah mulia lagi agung di mana kita membutuhkannya dan bukan ia
yang membutuhkan kita, dari sini kita mendapatkan ayat-ayat al-Qur`an menetapkan bahwa
perkara shalat ini merupakan salah satu wasiat Allah kepada nabi-nabi dan wasiat nabi-nabi
kepada umatnya.
Allah berfirman tentang Isa putra Maryam: “Dan Dia menjadikan aku seorang yang
diberkahi di mana saja aku berada, dan dia mewasiatkan kepadaku (mendirikan) shalat dan
(menunaikan) zakat selama aku hidup.” (Maryam: 31).
Allah berfirman tentang Musa: “Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.”
(Thaha: 14).
Allah berfirman tentang Ismail: “Dan ia menyuruh ahlinya untuk shalat dan
menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya.” (Maryam: 55).
Allah berfirman tentang Ibrahim: “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku
orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.”
(Ibrahim: 40).
Allah berfirman tentang Nabi Muhammad: “Dan perintahkanlah kepada keluargamu
mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (Thaha: 132).
Shalat yang khusyuk adalah shalat yang di samping pelaksanaannya benar dan tepat
sejalan dengan aturan syarak, juga setelah shalat segala aktivitas pelakunya senantiasa
berlandaskan dan berorientasi pada nilai-nilai Ilahi. Ini karena ia sadar seluruh perilakunya
akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT, seperti dalam firman Allah SWT:
“Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian
itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',. (yaitu) orang-orang yang
meyakini, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-
Nya”.(QS. Al Baqoroh (2):45-46)
9
Orang yang shalatnya khusyuk tidak mungkin secara sadar dan sengaja akan
melakukan korupsi dan merampok uang negara (uang rakyat). Tidak mungkin pekerjaannya
memfitnah, mengadu-domba, menghasut, serta memusuhi dan membenci sesama kaum
Muslimin karena ia sadar bahwa mereka adalah sebagai saudara yang sesungguhnya, seperti
dalam firman Allah SWT:
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya
kamu mendapat rahmat.” (QS. Al Hujuraat (49):10).
Jika ada Muslim baik sebagai pejabat, karyawan, dan profesional yang mengerjakan
shalat, tetapi tetap secara sadar dan sengaja melakukan berbagai perbuatan tercela, maka
sasaran dan tujuan ibadahnya belum tercapai. Ibadahnya baru sebatas melaksanakan
ketentuan dan kewajiban agama dan belum menyentuh pada fungsi dan peran yang
sesungguhnya dalam kehidupan.
10
keutamaan, termasuk keutamaan wudhu. Semua ini memperlihatkan bahwa shalat adalah
anugerah terindah dari Allah bagi hamba beriman.
3.3 Hikmah dan Tujuan Ibadah Puasa
Puasa memiliki tujuan yang secara tegas dijelaskan dalam Al Qur’an surah Al Baqarah
[2]:183 adalah untuk membentuk pribadi Muslim yang bertakwa kepada Allah. Yakni,
mengerjakan semua perintah Allah dan menjauhi semua yang dilarang Allah-Nya.
Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah SAW menegaskan bahwa sesungguhnya puasa itu
ada tiga tingkatan. Yakni, puasanya orang awam, puasa khawas, dan puasa khawasul khawas.
Puasanya orang awam (umum) adalah sekadar menahan haus dan lapar dari terbit fajar
sampai terbenamnya matahari. Sedangkan puasanya orang khawas adalah menahan makan
dan minum serta semua perbuatan yang membatalkannya. Misalnya mulutnya ikut berpuasa
dengan tidak berkata kotor, mencaci, mengumpat, atau mencela orang lain. Demikian juga
dengan tangan dan kakinya, dipergunakan untuk perbuatan yang baik dan terpuji. Sementara
telinganya hanya dipergunakan untuk mendengarkan hal-hal yang baik. Puasa khawas ini
adalah puasanya orang yang alim dan fakih.
Adapun puasa khawasul khawas adalah tidak hanya sekadar menahan makan dan minum
serta hal-hal yang membatalkannya, termasuk juga menahan seluruh anggota pancaindera,
tetapi hatinya juga ikut berpuasa. Menurut para ulama, inilah jenis puasanya para Nabi dan
Rasul Allah. Puasa yang demikian itulah yang akan diberikan secara langsung balasannya
oleh Allah SWT.
"Sesungguhnya seluruh amal anak Adam itu untuk diri mereka sendiri, kecuali puasa.
Puasa itu untuk-Ku, dan Akulah yang akan membalasnya." (Hadis Qudsi).
Puasa yang mampu mencegah dirinya dari perbuatan keji dan munkar inilah yang mampu
membentuk pribadi Muslim yang bertakwa, sebagaimana penjelasan QS Al-Baqarah [2] ayat
183 di atas.
Bagi umat Islam, puasa di samping memiliki tujuan spiritual, juga mengandung manfaat
dan hikmah bagi kehidupan. Misalnya, puasa itu menyehatkan, baik secara fisik maupun
psikis (kejiwaan).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan standar kesehatan yang meliputi empat
dimensi, yaitu sehat fisik, psikis, sosial, dan spiritual. Dan ternyata, ibadah puasa dapat
memenuhi semua dimensi standar kesehatan yang ditetapkan oleh WHO itu.
Bahkan, Dokter Alexis Carrel (1873-1944) yang pernah meraih hadiah Nobel dua kali
menyatakan, "Apabila pengabdian, shalat, puasa, dan doa yang tulus kepada Sang Maha
Pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan bermasyarakat, itu artinya kita telah
menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut."
Ahmad Syarifuddin dalam bukunya puasa Menuju Sehat Fisik dan Psikis
mengungkapkan, rumusan kesehatan psikis yang ditetapkan WHO ini bisa dipenuhi dengan
puasa yang dilakukan secara baik. Dalam beberapa hal puasa bahkan memiliki keunggulan
dan nilai lebih. Secara kejiwaan, sikap takwa sebagai buah puasa, mendorong manusia
mampu berkarakter ketuhanan (rabbani).
Itulah manfaat secara umum dari puasa. Namun demikian, bagi umat-umat lainnya,
seperti umat terdahulu, Yahudi, Nasrani, Shabiin, Majusi, Zoroaster, Konghucu, Manu,
Buddha, Hindu, dan aliran kebatinan, dipergunakan untuk kepentingan yang berbeda.
Ada yang bertujuan untuk ketenangan batin, mengendalikan hawa nafsu, mengekang
jiwa, untuk memperoleh kemudahan belajar olah kanuragan, untuk kekebalan, kesaktian, dan
lain sebagainya.
3.4 Hikmah dan Tujuan Menunaikan Zakat
Salah satu tantangan ke depan dalam upaya mereduksi tingginya kesenjangan antara
potensi dan aktualisasi penghimpunan zakat, adalah bagaimana meningkatkan sosialisasi dan
edukasi zakat kepada seluruh komponen masyarakat. Untuk itu, kampanye mengenai hikmah
dan tujuan zakat diharapkan dapat memberikan gambaran yang utuh tentang bagaimana
11
implikasi zakat pada kehidupan individual, masyarakat bangsa dan negara.
Berdasarkan ayat dan hadits yang terkait zakat, ada beberapa hikmah dan tujuan
disyariatkannya ibadah zakat ini.
Pertama, Zakat, infaq dan sedekah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan para
mustahiq, terutama fakir-miskin, termasuk di dalamnya membantu mereka di bidang pendidikan,
kesehatan dan kegiatan ekonomi. ZIS bertujuan pula untuk mengurangi kesenjangan yang saat
ini terjadi (QS. Al-Hasyr [59]: 7). Data menunjukkan adanya kesenjangan yang semakin
meningkat antara kelompok kaya dan kelompok miskin (hasil riset the New Economics
Foundation dan Human Development Report 2006).
Sedangkan Riset Anup Shah (2008) menyatakan bahwa 3 milyar manusia hidup dengan
pendapatan di bawah 2 dolar AS/hari, 1 dari 2 anak hidup dalam kemiskinan, dan GDP 41
negara miskin sama dengan kekayaan 7 orang terkaya di dunia. Sementara riset lain juga
menemukan bahwa daya beli kelompok miskin Indonesia yang semakin menurun yang
ditunjukkan dengan beberapa indikator, di antaranya: upah riil petani turun 0,2%, upah riil buruh
bangunan turun 2%, pembantu rumah tangga turun 0,5% dan tukang potong rambut turun 2,5%
(Beik, 2008).
Kedua, Zakat, infaq dan sedekah terkait dengan etos kerja. Artinya, orang yang bersedia
melaksanakan ZIS pasti memiliki etos kerja yang tinggi (QS Al-Mukminun : 1-4).
Ketiga, Zakat, infaq dan sedekah terkait dengan etika bekerja dan berusaha. Orang yang
selalu berusaha melaksanakan ZIS pasti akan berusaha mencari rezeki yang halal. Karena ZIS
itu tidak akan diterima dari harta yang didapatkan melalui cara yang tidak benar. Dalam sebuah
hadits, Rasulullah Saw. bersabda: "Sesungguhnya Allah tidak akan menerima sedekah yang ada
unsur tipu daya". (HR. Muslim). Sosialisasi zakat pada hakikatnya di samping menggerakkan
etos kerja masyarakat, juga meminimalisir kegiatan korupsi yang sangat merugikan dan
merusak.
Keempat, Zakat, infaq dan sedekah terkait dengan aktualisasi potensi dana untuk
membangun dan meningkatkan ksejeahteraan umat, seperti untuk membangun sarana
pendidikan yang unggul tetapi murah, sarana kesehatan, institusi ekonomi, institusi publikasi dan
komunikasi, serta yang lainnya.
Kelima, Zakat, infaq dan sedekah terkait dengan kecerdasan intelektual, emosional, spiritual
dan sosial. Artinya, kesediaan ber-ZIS ini akan mencerdaskan muzakki untuk mencintai
sesamanya, terutama kaum dhuafa (HR Bukhari).
Keenam, Zakat, infaq dan sedekah akan menyebabkan ketenangan, kebahagiaan,
keamanan dan kesejahteraan hidup, lahiriah dan batiniah. Seperti yang dijelaskan dalamQS At
Taubah (9) :103.
Ketujuh, Zakat, infaq dan sedekah terkait dengan upaya menumbuhkembangkan harta yang
dimiliki dengan cara mengusahakan dan memproduktifkannya.
Kedelapan, Zakat, infaq dan sedekah juga akan menyebabkan orang semakin giat
melaksanakan ibadah mahdlah, seperti shalat maupun yang lainnya.
Kesembilan, mencerminkan semangat “sharing economy”. Dalam sebuah penelitian, Prof
Yonchai Benkler (Harvard University) menyatakan bahwa sharing atau semangat berbagi
merupakan modalitas yang paling penting untuk meningkatkan produktivitas ekonomi. Bahkan
Swiercz dan Smith dari Georgia University menyimpulkan bahwa berbagi atau sharing
merupakan solusi terhadap persoalan krisis yang saat ini tengah dihadapi AS. Karena itu,
keberadaan zakat sesungguhnya merupakan hal fundamental dalam memastikan adanya aliran
kekayaan dari kelompok kaya kepada kelompok miskin.
Kesepuluh, Zakat, infaq dan sedekah juga sangat berguna dalam mengatasi berbagai
macam musibah yang terjadi di lingkungan sekitar kita, seperti di Aceh, Yogyakarta, Jawa
Tengah, Jawa Barat, Sumatera Barat dan musibah-musibah yang terjadi sekarang ini.
Namun demikian, kesepuluh hikmah tersebut tidak mungkin bisa diaplikasikan, kecuali
melalui negara yang bekerja sama dengan lembaga amil zakat yang amanah, transparan dan
bertanggungjawab. Karena itu, satu-satunya ibadah yang secara eksplisit di dalam Alquran dan
Hadis terdapat petugasnya (amil) adalah zakat, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. At-Taubah:
60. Inilah yang menjadi misi utama Badan Amil Zakat Nasional, yaitu bagaimana merealisasikan
keseluruhan hikmah dan tujuan zakat di atas, demi peningkatan kesejahteraan masyarakat,
bangsa dan negara.
12
3.5 Hikmah dan Tujuan Ibadah Haji
Ada beberapa hikmah yang bisa kita petik dari ibadah haji kita antara lain:
3.5.1 Hikmah Ihram
Ihram memiliki pengertian "niat mulai mengerjakan ibadah haji atau umrah dan menjauhi
segala larangan-larangan selama berihram". Allah STW telah menetapkan beberapa larangan
yang harus dipatuhi oleh jamaah haji selama berihram jika dilanggar maka ada konsekuensi
yang harus kita terima jika dilanggar, yaitu dengan cara membayar Dam / Fidyah sesuai
ketentuan syar'i. Dengan berihram ini berarti kita telah berikrar dan bertekad untuk tidak
melanggar larangan-larangan ihram seperti memotong/ mencukur rambut, memotong
pepohonan di Tanah Suci atau memakai pakaian berjahit. Padahal kesemuanya itu hal biasa
dalam keseharian, bahkan kita disunahkan memotong kuku atau rambut untuk kebersihan
kita, tetapi dalam kondisi berihram semuanya itu adalah dilarang. Hikmah yang bisa kita
petik dari semua ialah menunjukkan sikap kepatuhan dan ketaatan kita kepada Allah SWT.
Hal ini juga wujud dari ikrar syahadat kita bahwa Tidak ada Tuhan yang yang patut disembah
selain Allah SWT. Ketaatan kita kepada-Nya adalah mutlak tanpa adanya pengecualian.
Dialah Sang Pencipta, Yang Berkuasa atas segala sesuatu,apapun yang telah ditetapkan-Nya
adalah ketentuan yang mutlak berlaku, kita hanya hambanya yang dhaif, lemah. Kepatuhan
dan ketaatan diuji, untuk tidak melanggar larangan-larangan ihram dalam berihram ini.
Dalam berihram, hanya memakai dua helai kain saja tanpa berjahit, disunnahkan kain
yang putih bersih. Hal ini menunjukkan kita semua dihadapan Allah SWT adalah sama, tidak
ada yang berpakaian mewah, semua pakaian yang gemerlap, pangkat dan jabatan harus
ditanggalkan. Yang tertinggal adalah ketaqwaan kita yang menjadi bekal kita dalam
.memenuhi panggilan Allah SWT ini, karena sebaik-baiknya bekal adalah bekal taqwa.
Dalam memenuhi panggilan Allah SWT ini, diharapkan dengan hati yang bersih, seputih
bersih kain ihram itu sendiri, tidak ada kesombongan, karena kesombongan hanyalah milik
Allah SWT semata
3.5.2 Hikmah Thawaf
Thawaf adalah mengelilingi Ka'bah sebayak tujuh kali putaran dimulai dan diakhiri
dari Rukun Hajar Aswad, sedangkan ka'bah berada disebelah kiri. Ka'bah adalah pusat/ kiblat
ibadah umat islam. Di Baitullah ini kita menjadi tamu Allah SWT. Thawaf merupakan sarana
pertemuan kita sebagai tamu dengan Sang Khaliq, dengan mengelilingi ka'bah disertai
dengan dzikir dan berdoa dengan khusuk. Ka'bah menjadi pusaran dan pusat peribadatan kita
kehadirat Allah SWT, karena thawaf identik dengan sholat dimana kita berkomunikasi secara
langsung dengan Allah SWT. Putaran thawaf sebanyak 7 kali merefleksikan rotasi bumi
terhadap matahari yang menandai putaran terjadinya kisaran waktu, siang dan malam, yang
menunjukkan waktu, hari, bulan dan tahun. Inilah kebesaran Allah SWT,
semua itu bukan terjadi secara kebetulan, tetapi sudah menjadi Sunatullah.Karena kejadian
dimuka bumi ini tidak ada yang kebetulan melainkan sudah direncanakan Allah SWT. Dan
semuanya berjalan sesuai dengan ukurannya masing-masing.
3.5.3 Hikmah Sa'i
Sa'i berarti "usaha", sa'i adalah perjalanan dari Shafa ke Marwah dan sebaliknya
sebanyak 7 kali perjalanan. Ibadah sa'i ini merupakan ajaran dari Siti Hajar ketika mondar-
mandir antara Bukit Shafa dan Bukit Marwah untuk mencari air karena Nabi Ismail AS
menangis kehausan, padahal jarak antara Shafa dan Marwah sekitar 425 m. Kisah ini
menunjukkan betapa besarnya cinta kasih seorang ibu kepada anaknya, begitu kuat usaha
yang dilakukannya untuk mendapatkan setetes air untuk menghilangkan dahaga anaknya.
Hikmah yang bisa kita ambil dari kisah tersebut adalah usaha yang dilakukan secara terus-
menerus tanpa kenal lelah serta tawakal untuk meraih suatu tujuan, meskipun pada akhirnya
hanyalah Allah SWT yang menentukan hasil dari jerih payah kita. Kenyataannya yang
menemukan sumber mata air di tanah yang kering dan tandus tersebut adalah putranya
13
sendiri, Nabi Ismail AS, yang dikenal dengan sumur air zam-zam. Air Zam-zam inilah yang
pada akhirnya menghidupi masyarakat sekitar Makkah selama ribuan tahun dan sumur ini
tidak pernah kering sampai saat ini, meskipun berjuta-juta galon telah diambil untuk
keperluan jamaah haji.
3.5.4 Hikmah Tahallul
Tahallul merupakan perbuatan untuk melepaskan diri dari larangan-larangan ihram
selama berihram, dilakukan dengan cara bercukur. Bercukur mengandung makna
membersihan diri, membersihkan segala pikiran-pikiran kotor yang tidak bermanfaat.
Bersihkan hati dan pikiran untuk menapaki kehidupan yang lebih baik menuju kepada
keridhaan Allah SWT.
3.5.5 Hikmah Wukuf
Wukuf berarti "berhenti", merupakan rukun ibadah haji, tidak ada haji jika tidak
wukuf di arofah. Wukuf di padang Arofah merupakan gambaran kelak kita akan
dikumpulkan Allah SWT di Padang Mahsyar pada Hari Kebangkitan. Pada saat wukuf ini,
kita akan merasa dalam suasana yang tenang, tentram, seluruh jamaah haji dari berbagai
penjuru dunia berkumpul, bermunajad kehadirat Allah SWT, Sang Pencipta. Semuanya
berdzikir, bertafakur, ada yang menangis memohon ampunan, bertobat atas segala dosa dan
kesalahan. Sesungguhnya Adalah sebaik-baiknya Penerima Taubat Hamba-Nya. Dalam
Wukuf ini Allah akan membebaskan dan mengampuni dosa-dosa orang-orang yang sedang
wukuf sebesar apapun dosanya, seperti disebutkan dalam hadits riwayat Muslim, Nabi SAW
bersabda: "Aku berlindung kepada Allah SWT dari godaan syetan yang terkutuk. Tiada hari
yang lebih banyak Allah membebaskan seorang hamba dari neraka selain Hari Arofah."
Dalam hadits lain Rasulullah SAW juga bersabda : Nabi SAW wukuf di Arofah, di
saat matahari hampir terbenam; Beliau berkata; "Wahai Bilal suruhlah umat manusia
mendengarkan saya." Maka Bilal pun berdiri seraya berkata, "Dengarkanlah Rasulullah
SAW," maka mereka mendengarkan, lalu Nabi SAW bersabda; " Wahai umat manusia, baru
saja Jibril a.s. datang kepadaku, maka dia membacakan salam dari Tuhanku, dan dia
mengatakan; "Sungguh Allah SWT mengampuni dosa-dosa orang-orang yang berwukuf di
Arofah, dan orang-orang yang bermalam di Masy'aril Haram (Muzdalifah), dan menjamin
membebaskan mereka dari tuntutan balasan dan dosa-dosa mereka. Maka Umar bin Khattab
berdiri dan bertanya, ”Ya, Rasulullah, apakah ini khusus untuk kita saja?”Rasulullah
menjawab: "Ini untukmu dan orang-orang sesudahmu hingga hari kiamat kelak.” Umar r.a.
pun lalu berkata, “Kebaikan Allah sungguh banyak dan Dia Maha Pemurah."
3.5.6 Hikmah Mabit di Muzdalifah
Setelah terbenam matahari wukuf telah berakhir, jamaah haji berangkat menuju
Muzdalifah untuk bermalam dan beristirahat, mengumpulkan tenaga kembali guna
melanjutkan melontar jumrah di Mina. Disunnahkan di Muzdalifah ini jamaah haji mencari
kerikil untuk melontar jamrah. Selama mabit di Muzdalifah ini disunnahkan memperbanyak
dzikir dan berdoa. Setelah lewat tengah malam, jamaah haji akan berangkat menuju Mina
untuk mabit dan melontar jamrah pada tanggal 10, 11, 12, 13, Dzulhijjah. Hikmah Mabit di
Muzdalifah ini, kita mempersiapkan diri baik tenaga maupun perbekalan dan senjata
(lambang kerikil) untuk melawan musuh manusia yang nyata yaitu syeitan. Kerikil-kerikil
tersebut nantinya dipergunakan untuk melontar jamrah yang melambangkan perang melawan
syaitan. Syaitan selalu menjerumuskan manusia ke dalam api neraka karena itu tidak ada
ruang lagi bagi syaitan.
3.5.7 Mabit di Mina
Mabit di mina ini dilaksanakan selama 4 hari mulai tanggal 10, 11, 12, 13 Dzulhijjah.
Selama mabit ini jamaah haji akan melaksanakan melontar jumrah Ula, Wustha dan Aqobah.
Mabit ini merupakan penginggalan ajaran Nabi Ibrahim A.S. ketika diperintahkan Allah
SWT untuk menyembelih putranya Nabi Ismail A.S. Dalam perjalanan menjalankan perintah
14
Allah inilah Nabi Ibrahim mendapat godaan terus-menerus dari syaitan agar mengurungkan
niatnya untuk menyembelih putra kesayangannya, tetapi Nabi Ibrahim A.S. tetap istiqomah
menjalankan perintah ALLAH SWT ini dan melempari syaitan-syaitan tersebut dengan batu
kerikil (jamrah). Makna Melontar jamrah adalah perang kita terhadap musuh yang paling
nyata bagi manusia yaitu syaitan, karena syaitan-syaitan tidak pernah lengah untuk menggoda
manusia agar terjerumus kedalam api neraka. Disamping itu selama mabit ini kita disunahkan
untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan berdzikir dan berdoa serta
memperbanyak ibadah.
Hikmah sedekah:
1. Akan menambah rezeki kita.
2. Dapat memelihara kelangsungan warisannya.
3. Dapat merasakan penderitaan orang lain.
Tujuan Sedekah:
1. Membersihkan harta.
“Apa yang kamu nafkahkan dengan tujuan keridhoan Allah akan diberi pahala walaupun
hanya sesuap makanan kemulut istrimu.” {HR.Al Bukhari}
4.2.Akhlakul Karimah
Hikmah Akhlakul Karimah:
“Bukan akhlak seorang mukmin berbicara dengan lidah yang tidak sesuai kandungan
hatinya. Ketenangan (sabar dan berhati-hati) adalah dari Allah dan tergesa-gesa (terburu-
buru) adalah dari syetan.” {HR Asysyhaab}
4.3.Muamalah
Hikmah Bermuamalah yang jujur:
15
1. Dapat menambah rezeki.
2. Selalu dipercaya oleh orang lain.
3. Dapat meninggikian derajat kita di akhirat.
“Pedagang yang jujur amanatnya kelak di hari kiamat bersama-sama para nabi, shiddiqin
dan para shuhada.” {HR. At Tirmidzi dan Ibnu Majah}
Tujuan Bermuamalah yang jujur:
“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka
siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan
takut akan azab-Nya; sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti.
(Q.S.17:57).
4.4.Silaturrahim
Hikmah silaturrahim:
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari diri
yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya; dan daripada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada
Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi
kamu. QS. An-Nisa [4] : 1.
Dari Jubair Ibnu Muth'im Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda: "Tidak akan masuk surga seorang pemutus, yaitu pemutus tali
kekerabatan." Muttafaq Alaihi.
Tujuan Silaturrahim:
Tujuan Dakwah:
1. Mengajak umat manusia (meliputi orang mukmin maupun orang kafir atau
musyrik) kepada jalan yang benar agar dapat hidup sejahtera di dunia maupun
di akhirat.
2. Mengajak umat Islam untuk selalu meningkatkan taqwanya kepada Allah swt.
3. Mendidik dan mengajar anak-anak agar tidak menyimpang dari fitrahnya.
16
4. Menyelesaikan dan memecahkan persoalan-persoalan yang gawat yang
meminta segera penyelesaian dan pemecahan.
5. Menyelesaikan dan memecahkan persoalan-persoalan yang terjadi sewaktu-
waktu dalam masyarakat.
“Dan diantara tanda – tanda kekuasaa-Nya ialah dia menciptkan istri – istri dari jenismu
sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya.” (Ar Rum/30:21)
Tujuan Munakahat:
4.7.Kebersihan
Hikmah kebersihan:
4.8.Tolong-menolong
Hikmah Tolong-menolong:
“Orang Islam adalah bersaudara, sesama Islam tidak boleh menzaliminya dan
membebani dengan sesuatu yang memberatinya dan siapa yang menunaikan sesuatu hajat
saudaranya, maka Allah akan menunaikan hajatnya, dan siapa yang melepaskan sesuatu
bala orang Islam, Allah akan melepaskan segala bala kesusahannya di akhirat, dan siapa
17
yang menutup suatu aib orang Islam, Allah akan menutup aibnya di hari kiamat.” (Riwayat
Bukhari)
Tujuan Tolong-menolong:
1. Menjalin kekerabatan.
2. Mengembangkan sikap baik.
18
BAB 3
PENUTUP
Kesimpulan
Ibadah merupakan selruh aspek kehidupan. Tidak terbatas pada saat-saat singkat yang
diisi dengan cara-cara tertentu. Suatu Ibadah mempunyai nilai yaitu jalan hidup dan
seluruh aspek kehidupan dan merupakan tingkah laku, tindak-tanduk, pikiran dan perasaan
semata-mata untuk Allah, yang dibangun dengan suatu sistem yang jelas, yang di dalamnya
terlihat segalanya yang pantas dan tidak pantas terjadi .
Saran
Sebagai manusia hendaknya kita tidak melupakan hakikat dari penciptaan kita, yaitu
untuk beribadah kepada Allah swt sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits baik dalam ibadah
mahdah (khusus) maupun dalam ibadah ghoiru mahdah (umum) dengan niat semata-mata
ikhlas untuk mencapai ridha Allah.
19