Anda di halaman 1dari 14

Jadi begini. Ular adalah hewan reptil yang tak berkaki dan bertubuh panjang.

Ia
menelan mangsanya secara keseluruhan. Makanan yang dimangsanya itu nggak
dikunyah dan masuk melalui mulutnya yang memiliki rahang yang sangat bisa
disesuaikan dengan jenis makanannya.

Beberapa jenis ular, memiliki gigi yang terdapat di mulut. Tapi, gigi itu tidak
berfungsi untuk mengunyah, melainkan untuk mencengkram dan untuk lancar
menelan mangsanya. Biasanya, ular memilih menelan mangsa dengan
kepalanya lebih dulu, lho!

Ada juga jenis ular, seperti sanca dan ular tikus yang membunuh mangsa
dengan cara melilitnya hingga tak bisa bernapas. Ular-ular beracun membunuh
mangsa dengan bisanya, yang dapat melumpuhkan sistem saraf pernapasan
dan jantung hanya dalam hitungan menit saja.

Asal kamu tahu saja, bisa yang dimiliki ular itu disuntikkan melalui gigitan. Dan
bisa ular itu ternyata mengandung enzim pencerna yang memudahkan ular
mencerna makananya setelah ditelan. Nah, enzim pencerna ini dapat melarutkan
dan menyerap segala sesuatu, kecuali rambut dan cakar. Keduanya akan
dikeluarkan bersamaan dalam bentuk kotoran.
Makanan yang masuk ke perut ular, dicerna okeh ususnya yang bekerja terus
menerus selama kurang lebih 48 jam atau sekitar 2 hari. Makanya, setelah
makan ular biasanya menjadi tidak aktif. Meski begitu, proses pencernaan di
dalam perutnya tetap berlangsung. Pencernaannya bekerja terus menerus,
apalagi kalau ia habis makan mangsa yang besar.

Oh ya, saat mencerna makanannya, ular juga sangat peka dengan suhu udara di
sekitarnya. Suhu yang ideal saat ular mencerna makanannya adalah 30 derajat
Celcius.

Suhu di sekitar ular ternyata sangat mempengaruhi energi metabolisme yang


digunakan ular saat mencerna makanan. Kalau tidak mendapatkan suhu yang
ideal, sering kali setelah menelan mangsanya, ular memuntahkannya lagi.

Sekian gan ...


Osmoregulasi pada Reptil Hewan dari kelas reptile, meliputi ular, buaya, dan kura- kura memiliki
kulit yang kering dan bersisik. pengeluarannya hanya membutuhkan sedikit air. selain itu, Reptil juga
melakukan penghematan air dengan menghasilkan feses yang kering. Bahkan, Kadal dan kura-kura
pada saat mengalami dehidrasi mampu memanfaatkan urin encer yang dihasilkan dan disimpan
dikandung kemihnya dengan cara mereabsorbsinya.

5 Fakta unik ular saat buang air besar yang tak banyak diketahui

Cek langsung apa saja ya?

Kurnia Putri Utomo

(brl/nng)

Share now

13 / 10 / 2017

Brilio.net - Ular identik dengan hewan megerikan. Namun ular juga sama seperti hewan yang lain
yakni butuh makan dan juga buang air besar. Nah dengan melihat mangsa ular yang super besar,
pernahkah kamu berpikir bagaimana ular buang air besar?

Proses buang air besar pada ular berbeda dengan binatang lain. Perbedaan ini terletak pada
lamanya, prosesnya dan fakta di balik kotorannya. Yuk kita simak informasinya dibawah ini dikutip
dari berbagai sumber Jumat (13/10).

1. Ular dapat tidak buang air besar selama satu tahun.

-foto: mcsaurus.deviantart.com

Ular jarang makan, begitupun juga jarang mencerna makanan. Lama ular mencerna makanan
bermacam-macam tergantung jenis ular. Untuk jenis piton ada yang baru buang air besar lebih dari
satu tahun lho.

Loading...

2. Ular mengeluarkan kotorannya lewal lubang kloaka.

-foto: youtube/@SnakeTV
Pernah berpikir mana lubang dubur ular? Nah ular mempunyai sebuah lubang untuk mengeluarkan
kotorannya. Lubang tersebut dijuluki kloaka. Lubang tempat keluarnya kotoran ular ini sekaligus
menjadi penanda atau batas tubuh dan ekor ular.

3. Ular menyimpan kotorannya di dalam tubuh untuk menambah berat badan.

-foto: quora.com

Ada salah satu alasan unik kenapa ular tak kunjung buang air besar. Ular membutuhkan berat badan
untuk bertarung, dan sumber berat itu ialah kotorannya sendiri.

4. Di dalam kotoran ular juga terdapat rambut dan tulang.

-foto: owlcation.com

Umumnya kotoran berbentuk padat atau lembek dan bertekstur sedikit lembut. Nah ada yang unik
dari kotoran ular. Tekstrurnya bisa saja agak kasar, kenapa tuh? Jika kalian pilah kotoran ular
didalamnya ada serpihan rambut dan tulang yang tidak bisa dicerna. Serpihan tersebut berasal dari
hewan yang ia mangsa.

5. Kotoran ular mengandung bakteri yang dapat membunuh manusia.

-foto: cdv.gov

Tidak hanya bisanya, kotoran ular pun juga mematikan. Di dalamnya terkandung bakteri yakni
salmonela. Bakteri salmonela ini jika tumbuh di tubuh manusia dapat menyebabkan kematian.

Mekanisme Ekskresi Reptil

mekanisme ekskresi reptil

Ginjal metanefros pada reptile akan menyaring urin yang masuk. Urin pada reptile akan
masuk melalui pembuluh-pembuluh yang menuju ke metanefros. Kemudian di sana urin
akan disaring. Metanefros akan membuang asam urat yang terkandung dalam urin.
Metanefros mengekskresikan sebagian besar metabolism reptile dalam bentuk asam
urat. Ini karena asam urat dapat berbahaya bila disimpan terus-menerus dalam tubuh.
Karena pembuangan dalam bentuk asam urat inilah maka reptile tak memerlukan
banyak air untuk membuang nitrogen dalam darah.

Asam urat akan diproses terlebih dahulu dalam metanefros. Sehingga asam urat yang
keluar dalam tubuh reptile akan berwarna putih dan tak lagi beracun bagi tubuhnya.
Sementara itu air yang masih dibutuhkan akan diserap kembali oleh saluran metanefros
dan diedarkan kembali ke tubuh reptile. Beberapa anggota reptile seperti buaya juga
mengeluarkan ammonia dalam sisa metabolismenya. Buaya akan mengeluarkan asam
urat dan ammonia dalam fesesnya karena ginjalnya terletak berdekaatan dengan usus.
Sebenarnya zat sisa ini juga dapat digunakan oleh reptile sebagai alat untuk berlindung
dari musuhnya.

Ada 4 macam cara ular bergerak, yaitu :

1. Cara Ular Bergerak Serpentin (Serpentine) ular bergerak maju dalam kurva berbentuk huruf “S”
dengan sisi-sisi tubuh mendorong permukaan tanah yang tidak rata.
Gerakan ini biasanya dilakukan di tanah maupun di air. Di air gerakan ini mudah dilakukan karena
kontraksi nya dapat mendorong air terus menerus, sedangkan di tanah gerakan ini di bantu oleh
kontur tanah maupun bebatuan.

2. Konsertina (Concertina) ular memendekkan dan memanjangkan tubuhnya dengan ekor


menambatkan tubuh. Gerakan ini biasanya di lakukan di permukaan yang datar, juga di gunakan
oleh ular untuk memanjat.

3. Linier (Caterpillar) ini merupakan pergerakan ular yang lambat dengan menggunakan gelombang
kontraksi otot menggerakkan tubuh ular ke depan dengan sisik-sisik perut mencengkram tanah

4. Menyamping (Sidewinding) kepala ular bergerak ke samping dan maju, diikuti bagian tubuh
lainnya dengan jejak berbentuk batang yang jelas.

Sistem otot pada reptil mengalami modifikasi untuk mendukung organ-organ


vissera, berat badan, dan juga untuk memungkinkan beberapa jenis gerakan.
Begitu juga dengan otot-otot respirasi telah teradaptasi untuk kehidupan di darat
dan berkembang dengan baik. . Reptilia memiliki sistem otot daging yang lebih
kompleks bila dibandingkan dengan amfibia, karena otot daging harus
mendukung tubuh di daratan yang bersifat lebih berat dari pada di dalam air.
Selain itu juga untuk gerakan-gerakan yang sifatnya harus cepat (Jasin, 1984:
273).

Kadal dan buaya memiliki kekuatan pada rahang karena didukung oleh otot
adduktor pada rahang. Otot ini muncul dari fossa temporal dan menyisip pada
sudut kanan untuk membuka rahang. Otot-otot adduktor memanjang dari daerah
temporal menuju rahang bawah. Otot adduktor yang utama adalah otot
pterigoideus, yang muncul dari tulang-tulang pterigoid pada langit-langit dan
menyisip pada bagian posterior rahang bawah.

Baca Juga

 Hormon Pada Kelenjar Adrenal, Kelenjar Endokrin Pankreas, dan Kelenjar


Endokrin Gonad(Testis dan Ovarium)
 Penjelasan Rinci Kelenjar Tiroid, kelenjar Paratiroid, dan Kelenjar Timus
Beserta Fungsinya
 Jenis-Jenis Hormon yang Dihasilkan Kelenjar Pituitaria(Kelenjar Hipofisis)
dan Kelenjar Pineal(Kelenjar Epifisis)
Otot pterigoideus memberi penampakan yang gemuk pada rahang kadal jantan.
Otot depresor mandibula berperan membuka rahang, muncul dari bagian
belakang tengkorak dan menyisip pada prosesus retroartikular dari mandibula,
otot ini lebih lemah dibandingkan otot-otot lain yang juga berperan menutup
rahang (Faisal, 2012).

Otot aksial (otot badan) reptil mulai menunjukkan beberapa spesialisasi seperti
yang ditemukan pada mamal. Otot reptil terutama untuk gerakan lateral tubuh
dan menggerakkan ruas-ruas tulang belakang. Hal ini bisa diamati terutama
pada bangsa ular sebab jaringan otot lengan sudah menghilang. Otot rangka
pada kura-kura dan kerabatnya sangat berkurang kecuali pada daerah leher
akibat adanya karapaks dan plastron.

Dermal atau otot kulit berkembang baik pada reptil, dan perkembangan yang
sangat baik terjadi pada ular. Jaringan otot tungkai pada reptil menunjukkan
variasi bergatung pada tipe gerakannya (Sukiya, 2003). Otot epaksial berada
pada permukaan dorsal, sementara otot hipaksial berada pada permukaan
ventral dan diantara kosta. Otot-otot epaksial kurang mengalami modifikasi jika
dibandingkan dengan otot-otot hipaksial, otot-otot epaksial juga kehilangan sifat
metamerisme dan tersusun dalam berkas serabut otot.

Disamping fungsinya yang memungkinkan gerakan dari satu sisi ke sisi yang
lain pada kolumna vertebra, otot-otot epaksial juga melakukan fungsi yang lain
yaitu mendukung, meluruskan atau membengkokkan kolumna vertebra. Tulang
rusuk terbentuk dalam miosepta dari otot-otot dinding tubuh sepanjang kolumna
vertebra pada sebahagian besar Ular.

Terdapat 20 otot yang berbeda pada masing-masing sisi dari setiap ruas
vertebra, otot-otot tersebut menghubungkan antara satu vertebra dengan
vertebra yang lain, antara vertebra dengan tulang rusuk, dan antara tulang rusuk
dan vertebra dengan kulit, serta membantu membentuk dan mengontrol lekukan
tubuh.

Otot-otot pada dinding abdominal tidak mengalami segmentasi dan memiliki


tiga lapisan, yaitu eksternal oblique, internal oblique, dan abdominal
transversal. Otot-otot hipaksial pada dinding tubuh bagian dada dikenal sebagai
otot-otot interkosta, membantu mengangkat dan menurunkan sangkar rusuk
dalam proses respirasi. Otot-otot pada tungkai, gelang bahu, dan gelang pinggul
terdiri dari otot-otot ekstensor dorsal dan otot-otot fleksor ventral.

Dalam membentuk gerakan kuadrupedal, otot-otot yang menempel pada


humerus dan femur mesti merotasi tulang-tulang tersebut ke depan dan ke
belakang dengan tetap mempertahankan dalam posisi horizontal pada sudut
yang tepat, sehingga tubuh tetap berada diatas substrat. Otot-otot segmental
berperan menghubungkan sisik ventral dengan kosta, kontraksi otot-otot
segmental juga membantu ular bergerak ke depan.

Sistem Muskular Pada Reptil


Otot-otot pada lengkung faringeal yang pertama berlanjut untuk menggerakkan
rahang dan otot-otot pada lengkung faringeal yang kedua menempel pada
rangka hioid. Otot-otot pada sisa lengkung berhubungan dengan faring dan
laring. Otot-otot integumen ekstrinsik menyisip pada permukaan bawah dermis
dan memungkinkan gerakan bebas bagi kulit (Faisal, 2012).

Fungsi-fungsi otot pada reptile :

1. Trapezius : untuk memperkuat bahu.


2. Latissimus dorsi : untuk memperkuat punggung.
3. Interkosta : untuk mengangkat rusuk.
4. Rectus abdominis : untuk mengempiskan dinding perut.
5. Transverses : untuk menekan perut, menegangkan dan menarik dinding
perut.
6. External oblique : rotasi thoraks ke sisi yang berlawanan.
7. Internal oblique : untuk rotasi thoraks ke sisi yang sama.
8. Extensors : pergerakan pergelangan tangan.
Sistem pernapasan pada hewan reptil dengan menggunakan paru-paru berbeda dengan sistem
pernapasan pada hewan invertebrata misalnya sistem pernapasan serangga. Serangga memiliki
sistem trakea dimana trakea tersebut meiliki banyak percabangan untuk mengedarkan oksigen ke
seluruh tubuh. Sementara paru-paru hanya memiliki satu percabangan di satu lokasi dan oksigen
diedarkan oleh sistem tubuh yang lain yakni sistem transportasi. Paru-paru pada reptil dapat bekerja
secara optimal namun ada beberapa spesies yang memiliki pengecualian yakni :

1. Pada ordo Testudiane atau kura-kura sistem pernapasan tidak dapat berlangsung secara
maksimal dikarenakan struktur tubuhnya yang memiliki tempurung atau karapaks yang keras
dan kaku. Tempurung kura-kura menggangu proses respirasi yang berlangsung di paru-paru
sehingga kura-kura memiliki alternatif mekanisme pernafasan lain yang dibantu sel epitel
mulut dan anus. Pertukaran gas juga dapat berlangsung secara difusi pada kulit penyu yang
hidup dan menghabiskan sebagian hidupnya di air.

2. Pada spesies ular laut, pernafasan paru-paru tidak dapat berjalan dengan maksimal sehingga
pernapasan pada ular laut juga berlangsung melalui kulitnya yang lembab. Hal ini berfungsi
untuk menjaga suplai oksigen yang masuk ke dalam tubuh.

3. Pada beberapa spesies hewan reptil yang hidup di air, kulit mereka menjadi lebih permeabel
terhadap oksigen dan kloaka pada reptil juga bermodifikasi menjadi alat bantu pernapasan
yang dapat memperluas tempat pertukaran udara. Hal ini merupakan salah satu cara
adaptasi hewan terhadap lingkungannya.
Mekanisme Pernapasan Reptil

Sistem pernapasan pada hewan reptil dibantu oleh gerakan rongga dada. Tidak seperti sistem
pernapasan pada manusia, reptil tidal meiliki sekat diafragma dan pernapasan diatur oleh otot
intercostae. Ketika otot intercostae berkontraksi rongga dada membesar dan volume udara
mengecil dan udara masuk melalui lubang hidung dan selanjutnya diteruskan ke laring, trakea dan
paru-paru. Ketika otok intercostae berelaksasi rongga dada mengecil dan udara yang mengandung
karbon dioksida akan keluar melalui lubang hidung.

Sama seperti paru-paru hewan mamalia, dinding alveoli reptil dikelilingi pembuluh kapiler yang
berfungsi sebagai tempat pertukaran udara. Pertukaran udara terjadi di alveoli kemudian oksigen
akan diikat oleh hemoglobin dalam sel darah merah. Pada beberapa spesies ordo Crocodilia reptil
termasuk buaya, pernapasan juga dibantu oleh otot-otot hati atau visera. Pada buaya, otot visera
berhubungan langsung dengan tulang rusuk. Pada saat otot visera berkontraksi rusuk akan bergerak
ke depan dan menghisap udara masuk ke dalam rongga dada. Gerakan pada otot visera ini sama
seperti gerakan saat menarik piston.

Sebagian besar reptil tidak memiliki palatum (atap rongga mulut) sekunder. Hal ini mengakibatkan
reptil harus menahan napas ketika menelan makanan. Spesies lain seperti buaya telah berevolusi
dan memiliki rongga mulut sekunder yang memungkinkan mereka untuk tetap bernapas saat
menyelam. Sementara itu, ular dapat mengembangkan trakeanya menjadi lebih luas, dan
memungkinkan ular dapat menelan mangsanya tanpa merasakan sesak napas.

Berikut adalah mekanisme pernapasan reptil secara lebih ringkas :

 Fase Inspirasi – Otot tulang rusuk berkontraksi –> rongga dada membesar –> paru-paru
mengembang –> O2 masuk melalui lubang hidung –> rongga mulut –> anak tekak –> trakea
yang panjang –> bronkiolus dalam paru-paru –> O2 diangkut darah menuju seluruh tubuh.

 Fase Ekspirasi – Otot tulang rusuk berelaksasi –> rongga dada mengecil –> paru-paru
mengecil –> CO2 dari jaringan tubuh menuju jantung melalui darah –> paru-paru –>
bronkiolus –> trakea yang panjang –> anak tekak –> rongga mulut –> lubang hidung.

Sistem pernapasan reptil merupakan salah satu sistem yang penting dalam tubuh hewan reptil.
Gangguan yang terjadi pada alat pernapasan reptil dapat berdampak buruk terhadap kelangsungan
hidupnya. Reptil hidup di darat dan air sehingga dampak pencemaran udara bisa berakibat fatal bagi
kelangsungan spesies.

Ekosistem hewan Reptil

Reptil hidup bebas dialam dan menghirup oksigen langsung diudara hal tersebut memungkinkan
reptil mendapatkan suplay oksigen yang cukup. Oksigen yang diperoleh hewan dari udara dihasilkan
melalui proses fotosintesis pada tumbuhan. Sistem pernapasan reptil tidak jauh berbeda dengan
sistem pernapasan manusia dan sistem pernapasan hewan vertebrata lainnya meskipun alat-alat
pernafasan pada reptil masih sederhana dibandingkan dengan alat-alat pernapasan manusia. Bagian
paru-paru reptil juga berbeda dengan bagian-bagian paru-paru manusia. Sistem pernapasan reptil
dibantu oleh organ utama yakni paru-paru. Paru-paru adalah organ yang efektif dalam proses
respirasi karena paru-paru memperantarai masuknya oksigen dan pernafasan berlangsung dalam
kondisi yang lembab tanpa banyak kehilangan air. Oksigen yang masuk ke dalam paru-paru
selanjutnya akan masuk ke jantung dan diedarkan ke seluruh tubuh oleh sistem transportasi. Reptil
membutuhkan oksigen untuk memperoleh energi yang digunakan untuk bergerak. Energi tersebut
dihasilkan melalui proses glikolisis, siklus krebs dan sistem transport elektron yang berlangsung
dalam mitokondria.

Ular

Secara tingkah laku ular melakukan adaptasi pada lingkungan panas dengan
bersembunyi dibawah tanah atau dalam liangnya. Pada beberapa ular gurun adaptasi

pada lingkungan panas dilakukan dengan berjalan karah menyamping bersudut sekitar
45o.

1) Model Crocodillan

Contoh hewan yang masuk dalam jenis ini yaitu buaya, komodo, alligator, biawak, dan sejenisnya.
Jantung model reptil ini memiliki empat ruang yaitu 2 serambi (atrium) dan 2 bilik (ventrikel)
(baca: Sistem Pernafasan Reptil). Antara serambi kanan dan serambi kiri terdapat lorong kecil yang
disebut Foramen Panizza. Lorong ini menyambungkan dua jenis pembuluh darah arteri (yaitu arteri
kiri dan arteri kanan). (baca: Proses Metamorfosis pada Hewan) Dimana darah yang memiliki sedikit
oksigen yang masuk dari serambi (atrium kanan) lalu diangkut ke bilik kanan. Kemudian darah akan
menuju paru-paru dan dari paru-paru akan mengalir ke serambi kiri (atrium kiri). Darah yang sudah
mengandung banyak O2 ini akan dibawa oleh bilik kiri (ventrikel kiri) untuk disebar ke seluruh tubuh.
Walaupun terdapat foramen (lorong kecil), tekanan darah yang tinggi akan menyebabkan foramen
tetap tertutup, agar menjaga darah tidak tercampur satu sama lain.

Peredaran darah kecil atau pendek

Jenis peredaran ini yaitu peredaran yang mengangkut darah mulai dari jantung, masuk kedalam
paru-paru, lalu masuk lagi ke jantung. CO2 yang berasal dari bilik sebelah kanan akan menuju masuk
ke paru-paru melalui pembuluh darah arteri pulmonalis. Didalam paru-paru, alveolus akan bekerja
dengan cepat mengganti atau menukar karbondioksida (CO2) menjadi okesigen (O2). Setelah itu
darah akan menuju ke serambi yang ada pada kiri jantung melalui pembuluh darah vena pulmonalis.

) Peredaran darah besar atau panjang

Peredaran darah ini dimulai dari saat darah yang kaya O2 yang berasal dari bilik kiri jantung dialirkan
keseluruh tubuh melalui pembuluh darah. (baca: Sistem Pernafasan Hewan Vertebrata)Oksigen ini
akan diserap oleh sel-sel tubuh reptil dan O2 akan segera berubah menjadi karbondioksida. Darah
yang sudah berubah menjadi CO2 ini akan diangkut kembali ke jantung (serambi kanan) melalui
pembuluh darah vena.
Sisik Ular

Sisik yang dimiliki oleh ular adalah sisik yang berkesinambungan antara yang
satu dengan yang lainnya, sisik ini terbentuk atas lapisan tanduk dan pada
masa-masa tertentu akan mengalami kematian, sehingga ular pada 2 bulan
sekali akan mengalami pergantian kulit. Ular akan menanggalkan kulit lamanya
dengan cara menggosokan moncongnya pada permukaan yang kasar. Dengan
demikian, kulitnya akan menjadi longgar dan ular akan keluar dengan lapisan
sisik yang baru.

Penampang bentuk sisik-sisik ular


Bentuk-bentuk sisik yang dimiliki seekor ular diantaranya yaitu bulat,
memanjang, meruncing, dan berlunas, sisik di sini berfungsi sebagai lapisan
tahan air dan sebagai penahan agar dirinya merasa tidak kering.

Organ Pembau
Seperti hewan vertebrata lainnya, ular menggunakan bau, pandangan, dan
bunyi untuk mengetahui keadaan di sekitarnya. Ular membaui melalui lubang
hidung, yang dilengkapi dengan organ Jacobson, yaitu suatu cekungan di langit-
langit mulut yang berfungsi “merasakan” udara sekitar. Seekor ular mengeluar-
masukkan lidahnya untuk menangkap molekul bau dan memindahkannya ke
organ Jacobson secara kimiawi (khemoreseptor). Organ Jacobson dilapisi sel-sel
yang dapat menganalisa bau.

F. Sensor Panas
Selain mempunyai organ Jacobson beberapa jenis ular ada yang dilengkapi
dengan lubang sensor panas (Pit Nose), yang letaknya berada di atas bibir.
Lubang ini berfungsi sebagai pendeteksi panas tubuh, dilapisi selapis sel yang
disebut thermoreseptor yang terhubung ke otak melalui saraf. Pesan yang
disampaikan kepada otak adalah lokasi dan jarak mangsa berada. Ular yang
biasa dilengkapi dengan Pit Nose ini biasanya tergolong dalam
familia Viperidae dan sub familianya Crotalinae, dan ular dalam familia Boidae.

G. Cara Makan

Teknik makan pada ular merupakan teknik yang sudah mengalami modifikasi
dengan sempurna, dalam hal ini teknik mereka untuk menelan mangsanya,
bahkan sampai mangsa yang ukurannya lebih besar dari tubuhnya. Teknik ini
berkembang dikarenakan ular mempunyai ruas tulang belakang lentur yang
terdiri dari sekitar 400 vertebra. Terkecuali vertebra ekor, semua vertebra
tersebut mempunyai sepasang tulang rusuk. Bagian bawah tulang rusuk itu tidak
menyambung sehingga dapat merenggang ketika ular menelan mangsa yang
lebih besar. Selain itu sambungan rahangnya kendur sehingga mulut ular dapat
terbuka lebar ketika menelan mangsanya.

H. Tipe Gigi

Ular juga memiliki gigi yang berfungsi untuk menangkap mangsa dan membantu
ular dalam menelan. Rahang bawah tempat tumbuh gigi pada ular tidak
menyatu fungsinya agar makanan yang ukurannya besar dapat masuk dengan
mudah, sehingga ular dapat memasukkan makanannya hingga ukurannya 3 kali
ukuran kepalanya.
Tipe gigi yang dimiliki yaitu Aglyhpa (bentuk gigi besar atau sedang dan tidak
ada gigi bisa), contoh: Sanca Kembang (Python reticulatus) dan Ular Pelangi
(Xenopeltis unicolor), Ophistoglypha (bentuk gigi mempunyai bisa tetapi
pendek dan terletak di bagian belakang rahang atas), contoh: Ular Terawang
(Elaphe radiata) dan Ular Cincin Emas (Boiga
dendrophila), Proteroglypa (bentuk gigi taring letaknya di rahang atas bagian
depan dengan ukuran tidak terlalu depan dan beralur), contoh: Ular Cobra
(Naja-naja putatrix) dan Ular Cabe (Maticora intestinalis),
dan Solenoglypa (bentuk gigi taring berukuran besar, panjang dan berbentuk
kait, letaknya di bagian depan dan dapat dilipat ke belakang, dan sejajar
rahang), contoh: Ular King Cobra (Ophiophagus hannah) dan Ular Bandotan
Puspo (Vipera russeli).
Tipe taring yang dimiliki oleh ular digunakan juga sebagai alat untuk membela
diri dan alat pembantu penangkap mangsa yang disertai oleh saluran bisa.
Pembedaan tipe taring bisa pada ular dibedakan
atas Proteroglypa dan Solenoglypa. Taring berwarna putih dengan selaput
pembungkus taring yang berwarna putih agak tebal, guna melindungi mulut
agar tidak terluka serta memudahkan ular untuk menelan mangsa. Selaput ini
disebut juga (hymneglypha).

I. Bisa Ular
Penggolongan bisa dibagi atas dua, yaitu Neurotoxin bagi ular yang memiliki
Ordo Elapidae (kerjanya menyerang jaringan saraf, terutama sistem saraf pada
pusat pernafasan). Gejala yang ditimbulkan bagi korban yang terpatuk akan
merasakan pening, muntah, perasaan tidak enak, pada luka patukan 1-2 jam
akan membengkak, atau pada umumnya akan terjadi necrosis (kelemayuh), jika
tidak mendapat pertolongan maka korban akan langsung mati setelah
mengalami keracunan berat. Yang kedua yaitu Hemotoxin bagi ular yang
memiliki Ordo Viperidae (kerjanya merusak jaringan darah korban, utama pada
sel-sel darah dan pembuluh darah). Gejala yang ditimbulkan bagi korban yang
terpatuk akan merasakan pusing, mual, dan kadang diare. Pada bekas patukan
terasa panas dan sakit, pembengkakan terjadi selama 30 menit sampai 1 jam,
dan jarang terjadi necrosis, kecuali jika terpatuk di jari (Budhy, 1986).
Bisa atau venom yang dimiliki oleh ular dihasilkan oleh kelenjar yang terletak di
dalam kepala yang juga berfungsi sebagai alat bantu dalam sistem
pencernaannya, selain sebagai alat pertahanan diri. Bisa dikeluarkan melalui
saluran yang ada di dalam taring untuk disuntikkan kepada mangsanya, dalam
kasus yang lain Ular Cobra dapat menyemburkan bisanya sampai ketinggian 2
meter, dan biasanya diarahkan pada mata lawannya. Hal ini disebabkan karena
ujung celah saluran bisa yang dimiliki oleh Ular Cobra jauh lebih kecil
dibandingkan dengan ular berbisa lainnya seperti Ular Hijau (Trimeresurus
alborabris).
Pergerakan Ular
Ular mungkin berevolusi dari kadal penggali liang yang kehilangan kaki-kakinya
karena beradaptasi dengan kehidupan bawah tanah. Meskipun tidak berkaki,
seekor ular dapat bergerak pada bermacam-macam tipe medan. Seperti halnya,
ular dapat mencengkram tanah dengan kulitnya yang bersisik, ia akan
mendorong tubuhnya sepanjang tanah dengan otot-ototnya yang melekat pada
tulang rusuknya. Ada 4 macam cara ular bergerak, yaitu: Serpentin (ular
bergerak maju dalam kurva berbentuk huruf “S” dengan sisi-sisi tubuh
mendorong permukaan tanah yang tidak rata), Konsertina (ular memendekkan
dan memanjangkan tubuhnya dengan ekor menambatkan
tubuh), Linier (gelombang kontraksi otot menggerakkan tubuh ular ke depan
dengan sisik-sisik perut mencengkram tanah), dan menyamping (kepala ular
bergerak ke samping dan maju, diikuti bagian tubuh lainnya dengan jejak
berbentuk batang yang jelas). Ular juga merupakan pemanjat dan perenang
yang ahli. Beberapa jenis ular bahkan dapat meluncur di udara.

1. 2. Habitat Ular

Dalam hal habitat ular sudah mampu menyesuaikan morfologi tubuh maupun
tingkah laku yang dipunyai, sehingga ular dapat ditemukan di segala macam
habitat baik di darat (basah, berlumpur, maupun kering) sampai perairan.
Tetapi pada umumnya, ular banyak ditemukan di daerah yang memiliki curah
hujan tinggi, serta pengaruh dari iklim musiman yang ada.

Di Indonesia yang di dalamnya terdapat hutan hujan tropis, memiliki keragaman


ular yang cukup tinggi sekitar 250 jenis ular, dan kesemuanya itu tersebar
dengan merata di seluruh kepulauan Indonesia. Pada dasarnya ular memilih
habitat sesuai dengan kecenderungan ketersediaan makanan, dimana tempat
itu memiliki banyak cadangan akan makanan, maka ular akan senang dan dapat
hidup dengan baik di sana. Sebagai contoh di Indonesia, ular banyak ditemukan
hidup di daerah yang berdekatan dengan sumber air seperti sungai, misalnya
Ular Pucuk (Ahaetulla prasinus). Hingga di semak-semak belukar yang
berdekatan di pemukiman, misalnya: Ular Weling (Bungarus candidus), Ular
Welang (Bungarus fasciatus), Ular Cobra (Naja sputatrix), Ular Sendok
(Ophiophagus hanna), Ular Tanah (Calloselasma rhodostoma), dan Ular Gadung
(Trimeresurus albolabris) (Tony et al, 1999).

Hutan yang menjadi salah satu habitat bagi ular memiliki beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi siklus hidup ular. Diantaranya iklim umum di berbagai
kawasan hutan, biasanya di semua kawasan memiliki hujan yang diselingi oleh
dua kali periode kering selama beberapa minggu atau bulan. Maka kondisi
lingkungan akan didominasi oleh tumbuhan epifit (yaitu yang hidup pada
cabang-cabang dan batang-batang pepohonan tetapi tidak bersifat parasit) dan
yang mencolok pada kawasan ini yaitu pepohonannya yang selalu hijau, dan
ular yang selalu mendominasi kawasan ini adalah Ular Pyhton dan Ular Boa yang
kebanyakan dari mereka menangkap mangsanya dengan cara membelit.

Anda mungkin juga menyukai