Anda di halaman 1dari 11

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan dengan Kasus

Edema Paru Akut

Disusun oleh :
Maimunah
14401.15.16024

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG
TAHUN 2019
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan dengan Kasus Edema Paru Akut

I. Definisi

Edema paru adalah akumulasi cairan di paru-paru secara tiba-tiba akibat peningkatan tekanan
intravaskular. Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang
intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau
melalui saluran limfatik.

Pulmonary edema adalah istilah yang digunakan ketika edema terjadi di paru-paru. Area yang
langsung diluar pembuluh-pembuluh darah kecil pada paru-paru ditempati oleh kantong-
kantong udara yang sangat kecil yang disebut alveoli. Ini adalah dimana oksigen dari udara
diambil oleh darah yang melaluinya, dan karbon dioksida dalam darah dikeluarkan kedalam
alveoli untuk dihembuskan keluar. Alveoli normalnya mempunyai dinding yang sangat tipis
yang mengizinkan pertukaran udara ini, dan cairan biasanya dijauhkan dari alveoli kecuali
dinding-dindig ini kehilangan integritasnya.

Edema paru merupakan kondisi yang disebabkan oleh kelebihan cairan di paru-paru. cairan
ini terkumpul dalam kantung-kantung udara di paru-paru banyak, sehingga sulit untuk
bernapas. Dalam kebanyakan kasus, masalah jantung menyebabkan edema paru. Tapi cairan
dapat menumpuk karena alasan lain, termasuk pneumonia, paparan terhadap racun tertentu
dan obat-obatan, dan olahraga atau hidup pada ketinggian tinggi.

II. Etiologi

1. Perubahan permeabilitas membran alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress


Syndrome)
2. Insufisiensi Limfatik
3. Sindroma Kongesti Vena
4. Udema Neurogenik
5. Perubahan permeabilitas kapiler
6. Peningkatan tekanan vaskuler paru
7. Penurunan tekanan onkotik

III. Manifestasi klinis


Stadium 1.

Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan memperbaiki pertukaran
gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini
mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak jelas
menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat inspirasi karena terbukanya
saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.

Stadium 2.

Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh darah paru menjadi kabur,
demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis menebal (garis Kerley B).
Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih memperkecil saluran
napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi
refleks bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini merupakan tanda
gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga membantu memompa aliran limfe
sehingga penumpukan cairan intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya
terdapat sedikit perubahan saja.

Stadium 3.

Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi hipoksemia
dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas
vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left intrapulmonary
shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi
hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan
dengan hati-hati (Ingram and Braunwald, 1995).
IV. Patofisiologis

Faktor kardiogenik Faktor non-kardiogenik

ARSD Isufisiensi Unkwnown


limfatik

Gagal jantung kiri  Pnemonia  Post. Lung  Pulmonary


 Aspirasi As. transplant Embolism
Lambung  Lymphangitic  Eclamasia
 Bahan Toksik carsinomiclosis  High altitude
inhalan  Silicosis Pulmonary Edema

Ketidakseimbangan

Staling Force

Tekanan Tekanan Tekanan Tekanan


Kapiler Onkotik Negative Onkotik
Paru ↑ Plasma ↓ Interstitial ↑ Interstitial ↑

Cairan berpindah
ke interstitial

Akumulasi cairan berlebih (transudat / eksudat)

Alveoli terisi Cardiac ouput


cairan ↓
Pemasangan alat
Gangguan O2 jaringan↓
bantu nafas
pertukaran gas
(ventilator)
V. Anantomi fisiologi

VI. Penatalaksanaan

1. Posisi ½ duduk.
2. Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.
3. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak
bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi,
retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara
adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
4. Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada
5. Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard
6. Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan
oksigen.
7. Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan
ruptur dinding ventrikel / corda tendinae
8. Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg
(sebaiknya dihindari).
VII. Pemeriksaan penunjang

1. BGA: terjadi penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 akibat adanya


hipoksemia.
2. Thorax photo: tampak gambaran infiltrate alveolar tersebar di seluruh paru
menandakan adanya oedem paru.
3. Laboratorium: leukosit meningkat bila terjadi infeksi.
4. Echo Cardio Grafi: untuk mengetahui fungsi jantung. Tampak adanya
penurunan fungsi jantung yang ditandai dengan penurunan EF.
5. EKG: untuk melihat adanya takikardi supraventrikular atau atrial. Juga untuk
memprediksi adanya iskemi, IMA dan CVA yang berhubungan dengan edema
paru kardiogenik.

VIII. Masalah keperawatan

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan


alat bantu nafas
2. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonar
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme
sekunder terhadap pemasangan selang endotrakeal

IX. Askep secara teori

a. Pengkajian

1. Keluhan utama:
sesak napas, Mudah lelah, napas cepat dan hipoksia.
2. Riwayat penyakit sekarang:
Klien biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk
disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat
terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan
masing-masik tanda klinik mungkin menyertai klien
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis,
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal
mungkin ditemui pada klien.
4. Pemeriksaan fisik
a. Sistem Integumen
Subyektif :-
Obyektif : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi
sekunder), banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan

b. Sistem Pulmonal

Subyektif : sesak nafas, dada tertekan


Obyektif : Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju pernafasan meningkat,
terdengar stridor, ronchii pada lapang paru,

c. Sistem Cardiovaskuler

Subyektif : sakit dada


Obyektif : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas
darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung tambahan
d. Sistem Neurosensori

Subyktif : gelisah, penurunan kesadaran, kejang


Obyektif : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi

e. Sistem Musculoskeletal
Subyektif : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan

f. Sistem genitourinaria
Subyektif :-
Obyektif : produksi urine menurun/normal,
g. Sistem digestif
Subyektif : mual, kadang muntah
Obyektif : konsistensi feses normal/diare

b. Studi Laboratorik :

1. Hb : menurun/normal
2. Analisa Gas Darah : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
3. Elektrolit : Natrium/kalsium menurun/normal

c. Diagnose keperawatan

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan alat


bantu nafas
2. Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonar
3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme sekunder
terhadap pemasangan selang endotrakeal
d. Intervensi keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

1 Ketidakefektifa Pola nafas 1. Berikan HE pada 1. Informasi yang adekuat


n pola nafas kembali efektif pasien tentang dapat membawa pasien
berhubungan setelah penyakitnya lebih kooperatif dalam
dengan keadaan dilakukan memberikan terapi
tubuh yang tindakan 2. Jalan nafas yang
lemah keperawatan 2. Atur posisi semi longgar dan tidak ada
selama 3 × 24 fowler sumbatan proses
jam, dengan respirasi dapat berjalan
kriteria hasil: dengan lancar.
- Tidak terjadi 3. Sianosis merupakan
hipoksia atau 3. Observasi tanda salah satu tanda
hipoksemia dan gejala sianosis manifestasi
- Tidak sesak ketidakadekuatan suply
- RR normal O2 pada jaringan tubuh
(16-20 × / 4. Berikan terapi perifer .
menit) oksigenasi 4. Pemberian oksigen
- Tidak terdapat secara adequat dapat
kontraksi otot mensuplai dan
bantu nafas memberikan cadangan
- Tidak terdapat oksigen, sehingga
sianosis 5. Observasi tanda- mencegah terjadinya
tanda vital hipoksia.
5. Dyspneu, sianosis
merupakan tanda
terjadinya gangguan
nafas disertai dengan
kerja jantung yang
6. Observasi menurun timbul
timbulnya gagal takikardia dan capilary
nafas. refill time yang
memanjang/lama.
6. Ketidakmampuan tubuh
dalam proses respirasi
diperlukan intervensi
7. Kolaborasi dengan yang kritis dengan
tim medis dalam menggunakan alat
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

memberikan bantu pernafasan


pengobatan (mekanical ventilation).
7. Pengobatan yang
diberikan berdasar
indikasi sangat
membantu dalam
proses terapi
keperawatan

2 Gangguan Fungsi 1. Berikan HE 1. Informasi yang adekuat


pertukaran Gas pertukaran gas pada pasien dapat membawa pasien
berhubungan dapat maksimal tentang lebih kooperatif dalam
dengan distensi setelah penyakitnya memberikan terapi
kapiler dilakukan 2. Jalan nafas yang
pulmonar tindakan longgar dan tidak ada
keperawatan 2. Atur posisi sumbatan proses
selama 3 × 24 pasien semi respirasi dapat berjalan
jam dengan fowler dengan lancer
kriteria hasil: 3. Posisi yang berbeda
- Tidak terjadi menurunkan resiko
sianosis 3. Bantu pasien perlukaan akibat
- Tidak sesak untuk imobilisasi
- RR normal melakukan 4. Pemberian oksigen
(16-20 × / reposisi secara secara adequat dapat
menit) sering mensuplai dan
- BGA normal: 4. Berikan terapi memberikan cadangan
 partial oksigenasi oksigen, sehingga
pressure of mencegah terjadinya
oxygen hipoksia
(PaO2): 75- 5. Dyspneu, sianosis
100 mm Hg merupakan tanda
 partial 5. Observasi tanda terjadinya gangguan
pressure of – tanda vital nafas disertai dengan
carbon kerja jantung yang
dioxide menurun timbul
(PaCO2): takikardia dan capilary
35-45 mm refill time yang
Hg 6. Kolaborasi memanjang/lama.
 oxygen dengan tim 6. Pengobatan yang
content medis dalam diberikan berdasar
(O2CT): 15- memberikan indikasi sangat
23% pengobatan membantu dalam
 oxygen proses terapi
saturation keperawatan
(SaO2): 94-
100%
 bicarbonate
(HCO3): 22-
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional

26 mEq/liter
 pH: 7.35-
7.45

3 Resiko tinggi Infeksi tidak 1. Berikan HE pada 1. Informasi yang adekuat


infeksi terjadi setelah pasien tentang dapat membawa pasien
berhubungan dilakukan kondisi yang lebih kooperatif dalam
dengan area tindakan dialaminya memberikan terapi
invasi keperawatan 2. Meningkatnya suhu
mikroorganism selama 3 × 24 2. Observasi tanda- tubuh dpat dijadikan
e sekunder jam, dengan tanda vital. sebagai indicator
terhadap kriteria hasil: terjadinya infeksi
pemasangan - Pasien mampu 3. Kebersihan area
selang mengurangi 3. Observasi daerah pemasangan selang
endotrakeal kontak dengan pemasangan selang menjadi factor resiko
area endotrakheal masuknya
pemasangan mikroorganisme
selang 4. Lakukan tehnik 4. Meminimalkan
endotrakeal perawatan secara organisme yang kontak
- Suhu normal aseptik dengan pasien dapat
(36,5oC) menurunkan resiko
terjadinya infeksi
5. Kolaborasi dengan 5. Pengobatan yang
tim medis dalam diberikan berdasar
memberikan indikasi sangat
pengobatan membantu dalam
proses terapi
keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Simon, G. 1981. Diagnostik Rontgen untuk Mahasiswa Klinik dan Dokter Umum. Edisi
kedua. Jakarta: Penerbit Erlangga

Harrison. 1995. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume3. Yogyakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai