Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN DISKUSI

MODUL SARAF DAN JIWA


PEMICU 3

KELOMPOK DISKUSI 3

1. Melvy Purwanti I1011131038


2. Irma Nur Riza Hanifah I1011141009
3. Syarif Luthfil Fadhli A I1011141016
4. Uray Ria Aprini I1011141037
5. Nisa Alyananda Ritonga I1011141042
6. Oktavia Karim I1011141051
7. Rifa Fasyia Dea Dita L I1011141059
8. Erik Ahmad Hasyim I1011141065
9. Agitya Goesvie Ajie I1011141075
10. Makmur Sejati I1011141078
11. Muhammad Deni Kurniawan I1011141010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Pemicu
Seorang anak laki-laki 16 tahun dengan riwayat demam dan batuk pilek
seminggu yang lalu dilaporkan secara mendadak mengalami kelemahan tungkai
kanan bawah kemudian disusul kelemahan tungkai kiri bawah, kemudian
kelemahannya menjalar dari ekstermiras bawah naik ke atas sehingga terjadi juga
kelemahan kedua anggota gerak atas, akhirnya pasien mengalami keempat anggota
gerak disertai rasa nyeri kesemutan dan baal pada keempat ekstermitas. Pasien
tersebut mengalami sesak nafas dan sulit menelan, kemudian pasien dibawa ke IGD
RSUD. Pada pemeriksaan di unit gawat darurat, dokter menemukan pasien
mengalami gangguan pernafasan, pasien disarankan masuk ICU. Setelah masuk ICU
pasien mendapat pertolongan bantuan pernafasan dari ventilator.

1.2. Klarifikasi dan Definisi


-

1.3. Kata Kunci


1. Laki-laki 16 tahun
2. Demam dan batuk pilek
3. Sesak nafas
4. Nyeri kesemutan dan baal
5. Sulit menelan
6. Gangguan pernafasan
7. Kelemhan tungkai kiri dan kanan bawah
8. Kelemahan menjalar dari ekstermitas bawa ke atas
9. Kelemahan kedua anggota gerak atas

1.4. Rumusan Masalah


Laki-laki 16 tahun, mengalami kelemahan keempat anggota gerak yang menjalar
dari ekstermitas bawah ke atas disertai nyeri kesemutan, baal, sulit menelan, sesak
nafas, gangguan pernafasan, dengan riwayat demam dan batuk pilek 1 minggu yang
lalu.
1.5. Analisis Masalah

Riwayat :
Infeksi a. Demam Laki-laki 16 tahun
b. Batuk pilek

UMN Kelemahan Nyeri dan Sesak nafas Sulit


anggota gerak baal pada menelan
menjalar dari keempat
LMN ekstermitas bawah ekstermitas
ke atas

Gangguan motorik Gangguan sensorik Gangguan motorik

IGD
Gangguan pernafasan

DD :
GBS
ICPD

Pemeriksaan penunjang

Diagnosis

Tata Laksana

1.6. Hipotesis
Laki-laki 16 tahun mengalami GBS dan dibutuhkan pemeriksaan penunjang.

1.7. Pertanyaan Diskusi


1. Anatomi sel saraf
2. Jelaskan jaras sistem saraf motorik!
3. Jelaskan jaras sistem saraf sensorik!
4. Jelakan anatomi saraf otonom!
5. Jelakan kelumpuhan anggota gerak!
6. Bagaimana membedakan lesi pada UMN dan LMN?
7. GBS
a. Definisi
b. Etiologi
c. Epidemiologi
d. Klasifikasi
e. Faktor resiko
f. Patofisiologi
g. Menifestasi klinis
h. Diagnosis
i. Tata laksana
j. Komplikasi
k. Prognosis
8. Jelaskan mengenai ICPD!
9. Kriteria-kriteria pasien diagnosis yang di indikasikan masuk ICU
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi sel saraf


Neuron adalah sebutan sel untuk sel saraf dan semua prosesusnya. Neuron
adalah sel yang dapat dirnagsang khususnya untuk menerima stimulus dan hantaran
impuls saraf. Bentuk dan ukuran neuron bervariasi, tetapi masing – masing
mempunyai sebuah badan sel yang dari permukaanya menonjol satu atau lebih
prosesus yang disebut neurit. Neurit berfungsi menerima informaasi dan
menghantarkannya ke arah badan sel disebut dendrit. Sebuah neurit berbentuk tubular
panjang ynag mengahntarkan impuls keluar dari badan sel disebut akson. Dendrit dan
akson sering disebut sebagai serabut- serabut saraf. Neuron- neuron ditemukan di
otak, medulla spinalis dan ganglia. Tidak seperti sel-sel lainnya, neuron normal pada
individu dewasa tidak melalui pembelahan dan replikasi. Neuron dapat
diklasifikasikan berdaarkan morfologi ditentukan oleh jumlah, panjang,dan bentuk
percabangan neurit dan juga dapat diklasifikasikan menurut ukurannya.1
Tabel 2.1 Klasifikasi Neuron1
Klasifikasi morfologi Susunan neurit Lokasi
Jumlah, Panjang, san Bentuk Percabangan Neurit
Unipolar Neurit tunggal yang Ganglion radix
becabang tidak jauh dari posterior
badan sel
Bipolar Neurit tunggal yang Retina, kokhlea
timbul dari masing – sensorik, dan ganglia
masing ujung badan sel vestibularis
Multipolar Banyak dendrit dan Serabut – serabut
sebuah akson panjang traktus otak dan
medulla spinalis, saraf
tepi, dan sel –sel
motorik medulla
spinalis
Ukuran Neuron
Golgi tipe I Akson tunggal dan Serabut- serabut traktus
panjang otak dan medulla
spinalis, saraf tepi, dan
sel –sel motorik
medulla spinalis
Golgi tipe II Akson pendek dengan Cortex cerebri dan
dendrit- dendrit cerebelli
membentuk bintang

Gambar 2.1 Klasifikasi Neuron Berdasarakan Jumlah, Panjang, San Bentuk Percabangan
Neurit1

2.2 Jelaskan jaras sistem saraf motorik!


Sirkuit saraf di otak dan sumsum tulang belakang mengatur semua gerakan
volunter dan involunter. Pada akhirnya, semua sinyal rangsang dan penghambatan
yang mengontrol gerakan berkumpul di neuron motor yang memperpanjang keluar
dari batang otak dan sumsum tulang belakang untuk menginervasi otot rangka dalam
tubuh. neuron ini, juga dikenal sebagai neuron motorik yang lebih rendah (LMNs),
memiliki badan sel mereka di batang otak dan sumsum tulang belakang. Dari batang
otak, akson dari LMNs memperpanjang melalui saraf kranial ke menginervasi otot
skeletal dari wajah dan kepala. Dari sumsum tulang belakang, akson dari LMNs
memperpanjang melalui saraf tulang belakang untuk menginervasi otot skeletal dari
tungkai dan batang. Hanya LMNs memberikan output dari CNS ke serat otot rangka.
Untuk alasan ini, mereka juga disebut jalur akhir yang umum.2
Neuron di empat sirkuit saraf berbeda namun sangat interaktif, secara kolektif
disebut jalur motorik somatik, berpartisipasi dalam kontrol gerakan dengan
memberikan masukan untuk lower motor neurons:2
1. Neuron sirkuit lokal. Masukan tiba di neuron motorik yang lebih rendah (LMN)
dari interneuron di dekatnya disebut neuron sirkuit lokal. Neuron ini terletak
dekat dengan badan sel motor neuron LMN di batang otak dan sumsum tulang
belakang. Neuron sirkuit lokal menerima masukan dari reseptor sensorik somatik,
seperti nosiseptor dan spindle otot, serta dari pusat-pusat yang lebih tinggi di
otak. Mereka membantu mengkoordinasikan aktivitas ritmik di kelompok otot
tertentu, seperti pergantian fleksi dan ekstensi pada tungkai bawah selama
berjalan.
2. Neuron motorik atas (UMN). Baik neuron sirkuit lokal dan LMN menerima
masukan dari neuron motorik atas (UMNs). Kebanyakan UMN bersinaps dengan
neuron sirkuit lokal, yang pada gilirannya bersinaps dengan LMN. (Beberapa
UMN bersinaps secara langsung dengan LMN.) UMN dari korteks serebral
sangat penting untuk pelaksanaan gerakan volunter tubuh. UMN lainnya berasal
dari pusat-pusat motor di batang otak: nukleus ruber, nukleus vestibular,
colliculus superior, dan formasi reticular. UMN dari batang otak mengatur tonus
otot, mengendalikan otot-otot postural, dan membantu mepertahankan
keseimbangan dan orientasi dari kepala dan tubuh. Baik basal nuklei dan
cerebellum memberikan pengaruh pada UMN.
3. Neuron basal nuklei. Neuron ini membantu gerakan dengan memberikan
masukan ke neuron motorik atas. Sirkuit saraf menginterkoneksikan basal nuklei
dengan daerah motorik dari korteks serebral (melalui thalamus) dan batang otak.
Sirkuit ini membantu memulai dan mengakhiri gerakan, menekan gerakan yang
tidak diinginkan, dan menetapkan tingkat normal tonus otot.
4. Neuron serebelar. Neuron serebelar juga membantu gerakan dengan mengontrol
aktivitas neuron motorik atas. Sirkuit saraf menginterkoneksikan serebelum
dengan daerah motor dari korteks serebral (melalui thalamus) dan batang otak.
Fungsi utama dari otak kecil adalah untuk memantau perbedaan antara gerakan
dimaksudkan dan gerakan benar-benar dilakukan. Kemudian, memberikan
perintah untuk neuron motorik atas untuk mengurangi kesalahan dalam gerakan.
Otak kecil oleh karena itu mengkoordinasikan gerakan tubuh dan membantu
menjaga postur yang normal dan keseimbangan.

Gambar 2.2.1 Jalur motorik somatik untuk koordinasi dan kontrol gerakan.2

Impuls saraf untuk gerakan volunter menyebar dari korteks serebral ke LMN
melalui jalur motorik langsung. Jalur motorik langsung, yang juga dikenal sebagai
jalur piramida, terdiri dari akson yang turun dari sel piramida. Sel-sel piramidal
adalah neuron motorik atas dengan badan selnya terletak di area motor utama dan
daerah premotor dikorteks serebral (daerah 4 dan 6). Jalur Motorik langsung terdiri
dari jalur kortikospinalis dan jalur kortikobulbar.2
Jalur kortikospinalis menyampaikan impuls untuk kontrol otot-otot tungkai
dan badan. Akson UMN di korteks otak membentuk saluran kortikospinalis, yang
turun melalui kapsul internal dari serebral dan pedunculus cerebri dari otak tengah. Di
medulla oblongata, bundel akson dari saluran kortikospinalis membentuk tonjolan
ventral yang dikenal sebagai piramida. Sekitar 90% dari akson kortikospinalis
decussate (menyeberang) ke sisi kontralateral (berlawanan) di medulla oblongata dan
kemudian turun ke sumsum tulang belakang di mana mereka bersinaps dengan neuron
sirkuit lokal atau LMN. 10% yang tetap pada sisi ipsilateral (yang sama) akhirnya
berdekusiasi di tingkat sumsum tulang belakang di mana mereka bersinaps dengan
neuron sirkuit lokal atau neuron motorik bawah. Dengan demikian, korteks serebral
kanan mengontrol sebagian besar otot di sisi kiri tubuh, dan korteks serebral kiri
mengontrol sebagian besar otot di sisi kanan tubuh. Ada dua jenis saluran
kortikospinalis: saluran kortikospinalis lateral dan saluran kortikospinalis anterior.2
1. Saluran kortikospinalis lateral. Akson kortikospinalis yang berdekusiasi di
medula membentuk saluran kortikospinalis lateral pada kolom putih lateral
sumsum tulang belakang. Akson ini bersinaps dengan neuron sirkuit lokal atau
LMN di cornu anterior sumsum tulang belakang. Akson dari LMN keluar
berakhir pada otot rangka yang mengendalikan gerakan di bagian distal dari
anggota gerak. Otot-otot distal bertanggung jawab untuk gerakan yang tepat,
lincah, dan sangat terampil dari tangan dan kaki. Contoh termasuk gerakan yang
diperlukan bermain piano.
2. Saluran kortikospinalis anterior. Akson kortikospinalis yang tidak berdekusiasi di
medula membentuk saluran kortikospinalis anterior di kolom putih anterior dari
sumsum tulang belakang. Pada setiap tingkat sumsum tulang belakang, beberapa
akson ini berdekusiasi melalui komisura putih anterior. Kemudian, mereka
bersinaps dengan neuron sirkuit lokal atau neuron motorik bawah di cornu
anterior. Akson dari neuron motorik bawah berakhir di otot rangka yang
mengendalikan gerakan badan dan bagian proksimal dari anggota gerak.
Gambar 2.2.2 Jalur kortikospinalis2

Jalur kortikobulbar menyampaikan impuls untuk kontrol otot skeletal di


kepala. Akson UMN dari korteks serebral membentuk saluran kortikobulbar, yang
turun bersama dengan saluran kortikospinalis melalui kapsul internal otak (serebral)
dan pedunculus serebri otak tengah. Beberapa akson saluran kortikobulbar
berdekusiasi; yang lainnya tidak. Akson berakhir di inti motorik dari sembilan pasang
saraf kranial di batang otak: oculomotor (III), trochlear (IV), trigeminus (V),
abducens (VI), wajah (VII), glossopharingeus (IX), vagus (X), aksesori (XI), dan
hypoglossal (XII). LMN dari saraf kranial menyampaikan impuls yang mengontrol
gerakan volunter dan tepat dari mata, lidah, dan leher, ditambah mengunyah, ekspresi
wajah, pidato, dan menelan.2
Gambar 2.2.3 Jalur kortikobulbar2

Jalur motorik tidak langsung atau jalur ekstrapiramidal mencakup semua


traktus motorik somatik selain saluran kortikospinalis dan kortikobulbar. Akson UMN
dari jalur motorik tidak langsung turun dari berbagai nukleus di batang otak ke dalam
lima saluran utama dari sumsum tulang belakang dan berakhir pada neuron sirkuit
lokal atau UMN. traktus ini antara lain traktus rubrospinal, tectospinal,
vestibulospinal, reticulospinal lateral, dan reticulospinal medial.2
1. Rubrospinal : Membawakan impuls saraf dari nukleus ruber (yang
menerima masukan dari korteks otak dan cerebellum) ke otot rangka kontralateral
yang mengatur, gerakan volunter tepat bagian distal dari tungkai atas.
2. Tectospinal : Membawakan impuls saraf dari colliculus superior ke otot
rangka kontralateral yang secara refleks menggerakkan kepala, mata, dan badan
dalam menanggapi rangsangan visual atau pendengaran.
3. Vestibulospinal : Membawakan impuls saraf dari nukleus vestibular (yang
menerima masukan tentang gerakan kepala dari telinga bagian dalam) untuk otot
skeletal ipsilateral badan dan bagian proksimal anggota gerak untuk
mempertahankan postur dan keseimbangan dalam menanggapi gerakan kepala.
4. Medial dan lateral reticulospinal : Membawakan impuls saraf dari formasi
reticular ke otot skeletal ipsilateral badan dan bagian proksimal anggota gerak
untuk mempertahankan postur dan mengatur tonus otot dalam menanggapi
gerakan tubuh yang sedang berlangsung.

Gambar 2.2.4 Jalur motoric tidak langsung (ekstrapiramidal)2

2.3 Jelaskan jaras sistem saraf sensorik!


Jalur sensorik somatik menyampaikan informasi dari reseptor sensorik
somatik ke area somatosensorik primer yaitu di korteks serebral dan otak kecil. Jalur
ke korteks serebral terdiri tiga orde neuron: neuron orde pertama, neuron orde kedua,
dan neuron orde ketiga.2
Neuron orde pertama menghantarkan impuls dari reseptor somatik ke dalam
batang otak atau sumsum tulang belakang. Dari wajah, mulut, gigi, dan mata, impuls
sensorik somatik merambat sepanjang saraf kranial ke dalam batang otak. Dari leher,
trunkus, anggota badan, dan aspek posterior kepala, impuls sensorik somatik
merambat sepanjang saraf tulang belakang ke sumsum tulang belakang.2
Orde kedua neuron melakukan impuls dari batang otak dan sumsum tulang
belakang ke talamus. Akson dari neuron orde kedua menyeberang ke sisi yang
berlawanan di batang otak atau sumsum tulang belakang sebelum naik ke nucleus
ventralis posterior, thalamus. Dengan demikian, semua informasi sensorik somatik
dari satu sisi tubuh mencapai thalamus di sisi yang berlawanan. Orde ketiga neuron
melakukan impuls dari thalamus ke area somatosensorik primer dari korteks pada sisi
yang sama.2
Daerah dalam SSP di mana neuron-neuron bersinaps dengan neuron lain yang
merupakan bagian dari jalur sensorik atau motorik tertentu dikenal sebagai stasiun
relay karena sinyal saraf sedang diteruskan dari satu wilayah SSP ke yang lain.
Misalnya, neuron dari banyak jalur sensorik sinaps dengan neuron di thalamus; Oleh
karena itu thalamus berfungsi sebagai stasiun relay utama. Selain thalamus, banyak
daerah lain dari SSP, termasuk sumsum tulang belakang dan batang otak, dapat
berfungsi sebagai stasiun relay.2
Impuls sensorik somatik naik ke korteks serebral melalui tiga jalur umum: (1)
jalur lemniscus kolom medial (2) jalur anterolateral (spinotalamikus), dan (3) jalur
trigeminothalamik. Impuls sensorik somatik mencapai otak kecil melalui traktus
spinocerebellar.2
Jalur lemniscus kolom medial ke korteks serebri. Impuls saraf untuk sentuhan,
tekanan, getaran, dan propriosepsi sadar dari tungkai, badan, leher, dan kepala
posterior naik ke korteks serebri sepanjang lemniscus kolom medial. Nama jalur
tersebut berasal dari nama dua saluran materi putih yang menyampaikan impuls:
kolom posterior dari sumsum tulang belakang dan lemniskus medial batang otak.2
Gambar 2.3.1 Jalur lemniscus-kolom medial.2

Jalur anterolateral (spinotalamikus). Impuls saraf untuk nyeri, suhu, gatal, dan
menggelitik dari tungkai, batang, leher, dan kepala posterior naik ke korteks serebral
melalui jalur anterolateral (spinotalamikus).2
Gambar 2.3.2 Jalur anterolateral (spinotalamikus).2

Jalur trigeminothalamik. Impuls saraf untuk sebagian besar sensasi somatik


(taktil, termal, dan nyeri) dari wajah, rongga hidung, rongga mulut, dan gigi naik ke
korteks serebral melalui jalur trigeminothalamik.2
Gambar 2.3.3 Jalur trigeminothalamik.2

Jalur sensorik somatic cerebellum. Dua saluran di medula spinalis, traktus


spinocerebellar posterior dan spinocerebellar anterior adalah rute utama impuls
proprioseptif diperlukan untuk mencapai otak kecil. Meskipun mereka tidak secara
sadar dirasakan, impuls sensorik yang disampaikan ke otak kecil sepanjang dua jalur
ini sangat penting untuk postur, keseimbangan, dan koordinasi gerakan-gerakan
terampil.2
Jalur ini menyampaikan impuls saraf dari proprioceptors di badan dan
ekstremitas bawah dari satu sisi tubuh ke sisi yang sama dari otak. Masukan
proprioseptif memberitahu cerebellum mengenai gerakan aktual, memungkinkan
gerakan tersebut untuk terkordinasi, halus dan memperbaiki gerakan yang terampil
dan menjaga postur dan keseimbangan.2
Gambar 2.3.4 Jalur sensorik somatic cerebellum (traktus spinocerebellar posterior dan
spinocerebellar anterior).2

2.4 Jelakan anatomi saraf otonom!


Setiap jalur saraf otonom yang berjalan dari SSP ke suatu organ adalah suatu
rangkaian dua neuron. Sistem saraf otonom memiliki dua subdivisi yaitu saraf
simpatis dan parasimpatis. Serat saraf simpatis berasal dari regio toraks dan lumbal
dan medula spinalis. Sebagian besar serat praganglion sangat pendek, bersinap
dengan badan sel neuron pascaganglion didalam ganglia yang terletak di rantai
ganglion simpatis (disebut trunkus simpatikus) yang berada disepanjang kedua sisi
medula spinalis. Serat pascaganglion yang panjang yang berasal dari rantai ganglion
berakhir di organ efektor. Sebagian serat pascaganglion melewati rantai ganglion
tanpa bersinaps.3
Serat praganglion parasimpatis berasal dari daerah kranial (otak) dan sakrum
(medula spinalis bagian bawah) SSP. Serat – serat ini lebih panjang daripada serat
praganglion simpatis karena tidak berakhir sampai berakhir sampai mencapai
ganglion terminal yang terletak didalam atau dekat organ efektor. Serat pascaganglion
sangat pendek dan berakhir di sel-sel organ itu sendiri.3

2.5 Jelakan kelumpuhan anggota gerak!


Kelumpuhan adalah hilangnya fungsi otot untuk satu atau lebih otot.
Kelumpuhan disertai dengan hilangnya perasaan (gangguan sensorik) di daerah yang
terkena jika ada kerusakan sensorik serta motor.1 Kelumpuhan paling sering
disebabkan oleh kerusakan pada sistem saraf, terutama saraf tulang belakang.
Penyebab utama lainnya adalah stroke, trauma dengan cedera saraf, poliomyelitis,
cerebral palsy, neuropati perifer, penyakit Parkinson, ALS, botulisme, spina bifida,
multiple sclerosis, dan sindrom Guillain-Barré. Sementara kelumpuhan terjadi selama
tidur REM, dan disregulasi sistem ini dapat menyebabkan episode bangun
kelumpuhan. Obat-obatan yang mengganggu fungsi saraf, seperti curare, juga bisa
menyebabkan kelumpuhan. Beberapa obat yang bekerja pada reseptor juga akan
membentuk blocking yang normal, namun tidak menimbulkan efek. Contoh : Curare
(salah satu obat yang di gunakan untuk menombak di Amazon dan melumpuhkan
buruan sampai akhirnya mati). Curare mencegah stimulasi kontraksi otot, dan
menimbulkan kelemahan. Curare juga di sebut sebagai competitive antagonist dari
asetilkolin.4
Jenis –jenis kelumpuhan, yaitu :1
1. Hemiplegia merupakan paralisis satu sisi tubuh termasuk ekstremitas superior,
satu sisi batang badan dan ekstremitas inferior.
2. Monoplegia adalah paralisis satu ekstremites saja.
3. Diplegia merupakan paralisis dua ekstremitas yang sesuai (misalnya lengan
atau tungkai).
4. Paraplegia merupakan paralisis kedua ekstremites inferior.
5. Quadriplegia merupakan paralisis keempat ekstremitas.

2.6 Bagaimana membedakan lesi pada UMN dan LMN?


Gambaran khas dari MND adalah adanya disfungsi saraf baik tipe UMN
maupun LMN.5,6 Pada MND ditemukan adanya atrofi, parese dan fasikulasi dengan
hiperrefleks, respon ekstensor dan pada beberapa kasus spastisitas. Gejala awal yang
sering antara lain fatigue, kram otot, tungkai menyeret atau kesulitan melakukan
pekerjaan dengan satu tangan. Gejala-gejala ini biasanya asimetris dan sering hanya
mengenai satu anggota gerak walaupun pada saat diperiksa umumnya sudah
ditemukan defisit neurologis yang lebih luas. Gejala lain termasuk atrofi otot, nyeri
dan kram otot, fasikulasi dan langkah yang kaku.6
Bila kerusakan UMN relatif lebih dominan, gejala utamanya bisa berupa
spastisitas, kekakuan dan klonus kaki. Keterlibatan bulbar biasanya berupa kombinasi
UMN dan LMN dan menyebabkan suara serak, perubahan artikulasi dan suara
sengau.6
Lidah biasanya dikenai secara simetris, gerakannya melambat, dijumpai
fasikulasi dan atrofi. Bila spastisitas dan parese berlanjut bisa terjadi disfagia.
Gangguan sensoris biasanya tidak dijumpai pada MND, tetapi kadang-kadang bisa
dijumpai parestesia, perasaan dingin dan perasaan tebal (numbness).5,6,8
Jarang dijumpai adanya gangguan miksi dan defekasi, kecuali terjadi paralise
yang berat dari otot-otot skelet yang melibatkan otot-otot gluteus dan daerah sakral.
Hal ini karena nukleus Onuf yang terdapat di anterior horn safar spinal S 2 dan S3
relatifr asisten terhadap denervasi yang terjadi pada MND.6,8
Fungsi otonom umurnnya normal.6,8 Penderita MND tidak mengalami
dekubitus sekalipun pada tahap lanjut karena fungsi sensorik dan regulasi otonom dari
aliran darah kulit berjalan baik. Demensia bisa ditemukan pada 3-5% penderita MND
tetapi tipenya berbeda dengan dernensia tipe Alzheimer dan biasanya menunjukan
demensia lobus frontalis.5,6
Pada progressive bulbar palsy gejala awal yang menonjol adalah kelemahan
dari otot-otot yang diinervasi oleh nukleus motorik di batang otak bagian bawah,
misalnya otot-otot rahang, wajah, lidah faring dan laring 5,7 .Gejala klinis utamanya
adalah disartria, disfonia, kesulitan mengunyah, salivasi dan disfagia. Lidah lumpuh
dengan tanda-tanda atrofi dan fasikulasi yang menonjol. Kadang-kadang disertai
kelumpuhan otot-otot wajah. Secara klinis terlihat adanya keterlibatan UMN dan
LMN dengan lidah yang spastis , refleks jaw-jerk yang meninggi seperti juga pada
anggota gerak.6
Pada progressive muscular atrophy yang menonjol adalah keterlibatan LMN
dari otot-otot ekstremitas tanpa gambaran keterlibatan UMN yang jelas.5,6 Tetapi
refleks tendon yang menurun membedakannya dari progressive spinal muscular
atrophy. Biasanya timbul setelah usia 20 tahun dan tidak ada riwayat penyakit yang
mirip dalam keluarga .Pada 50% kasus PMA terlihat atrofi dari otot-otot intrinsik
tangan yang simetris yang secara perlahan berlanjut ke proksimal. Perjalanan
penyakitnya lebih lambat dari tipe lain.5 Bentuk infantil dari PMA bermanifestasi
seperti floppy infant dan disebut penyakit Werdnig-Hoffinan. Variasi yang lain
dengan distribusi ke proksimal dikenal sebagai penyakit Kugelberg-Welander .
Traktus kortikospinalis tidak terlibat dan tidak ada gangguan sensoris.7
Penderita primary lateral sclerosis menunjukkan paraparese spastik yang
berjalan lambat lain melibatkan otot-otot lengan dan orofaring.5,6 Tipe ini sangat
jarang dijumpai .Penyakit dimulai pada usia dewasa dengan tanda-tanda keterlibatan
traktus kortikospinalis sekunder terhadap rusaknya neuron motorik di korteks serebri
Tidak dijumpai atrofi maupun fasikulasi.7 Fungsi sfingter biasanya baik.6 Pada
beberapa penderita dijumpai hemiparese spastik yang progresif yang dikenal sebagai
varian Mills. Setelah beberapa tahun gerakan jari-jari melambat, lengan menjadi
spastik dan terjadi gangguan berbicara Pringle dkk. menyarankan kriteria diagnostik
yang penting yaitu suatu perkembangan penyakit selama 3 tahun tanpa bukti
keterlibatan LMN.5

2.7 GBS
2.7.1 Definisi
Guillain Barre Syndrome adalah kondisi inflamasi yang mengenai
sistem syaraf perifer yang bersifat akut yaitu dengan gambaran arefleksia yang
total yang terjadi dalam waktu dari 4-6 minggu semenjak terjadinya hiporefleksia
dan kondisi ini dimediasi oleh sistem imun.9

2.7.2 Etiologi
Sekitar 70% dari kasus GBS terjadi 1-3 minggu setelah proses infeksi
akut, biasanya pernapasan atau gastrointestinal. Campylobacter jejuni. infeksi
virus herpes manusia, virus CMV, Epstein-Barr, virus lain (misalnya, HIV,
hepatitis E) dan juga Mycoplasma pneumoniae telah diidentifikasi sebagai agen
yang terlibat dalam infeksi sebagai mana ia memiliki imunisasi baru-baru ini.
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa vaksinasi H1N1 meningkatkan sedikit
risiko GBS. Vaksin rabies jenis lama terlibat sebagai pemicu dari GBS di negara-
negara berkembang di mana saat ini masih digunakan.10

2.7.3 Epidemiologi
Sepuluh studi melaporka kejadian pada anak-anak (0-15 tahun), dan
menemukan kejadian tahunan menjadi antara 0,34 dan 1,34/100.000. kebanyakan
penelitian menyelidiki populasi di Eropa dan Amerika Utara dan melaporkan
angka kejadian serupa tahunan, yaitu antara 0,84 dan1,91/100.000. rata-rata
pertahun 1-3/100.000 populasi dan perepuan lebih sering terkena dari pada laki-
laki dengan perbandingan rasio perempuan : laki-laki = 1,5 : 1 untuk semua usia.
Penurunan insiden selama waktu antara tahun 1980an dan 1990an ditemukan.
Sampai dengan 70% dari kasus GBS disebabkan oleh infeksi antesedan.11
Inflamasi akut demielinasi poliradikuloneuropati (AIDP) adalah bentuk
paling umum di negara-negara barat dan berkontribusi 85% sampai 90% kasus.
Kondisi ini terjadi pada semua umur, meskipun jarang pada masa bayi. Usia
termuda dan tertua dilaporkan adalah masing-masing 2 bulan dan 95 tahun. Suia
rerata onset adalah skitar 40 tahun, dengan kemungkinan dominasi laki-laki.11
Guillain Barre Syndrome adalah penyebab paling umum dari acute
flaccid paralysis pada anak-anak. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN)
sering didapatkan di daerag Jepan dan Cina, terutama pada orang muda.11
Hal ini terjadi lebih sering selama musim panas, sporadic AMAN
seluruh dunia mempengaruhi 10% sampai 20% pasien dengan Guillain Barre
Syndrome. Miller-Fisher syndrome mempengaruhi antara 5% dan 10% pasien
GBS di Negara-negara barat, tetapi lebih umum di Asia Timur, dengan 25%
terjadi di Jepang dan 19% di Taiwan.11

2.7.4 Klasifikasi
Guillain-Barré Syndrome diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy
Acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP)
adalah jenis paling umum ditemukan pada GBS, yang juga cocok
dengan gejala asli dari sindrom tersebut. Manifestasi klinis paling
sering adalah kelemahan anggota gerak proksimal dibanding distal.
Saraf kranialis yang paling umum terlibat adalah nervus facialis.
Penelitian telah menunjukkan bahwa pada AIDP terdapat infiltrasi
limfositik saraf perifer dan demielinasi segmental makrofag.12

2. Acute Motor Axonal Neuropathy


Acute motor axonal neuropathy (AMAN) dilaporkan selama musim
panas GBS epidemik pada tahun 1991 dan 1992 di Cina Utara dan 55%
hingga 65% dari pasien GBS merupakan jenis ini. Jenis ini lebih
menonjol pada kelompok anak-anak, dengan ciri khas degenerasi
motor axon. Klinisnya, ditandai dengan kelemahan yang berkembang
cepat dan sering dikaitkan dengan kegagalan pernapasan, meskipun
pasien biasanya memiliki prognosis yang baik. Sepertiga dari pasien
dengan AMAN dapat hiperrefleks, tetapi mekanisme belum jelas.
Disfungsi sistem penghambatan melalui interneuron spinal dapat
meningkatkan rangsangan neuron motorik.12
3. Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy
Acute Motor Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN) adalah penyakit
akut yang berbeda dari AMAN, AMSAN juga mempengaruhi saraf
sensorik dan motorik. Pasien biasanya usia dewasa, dengan
karakteristik atrofi otot. Dan pemulihan lebih buruk dari AMAN.12

4. Miller Fisher Syndrome


Miller Fisher Syndrome adalah karakteristik dari triad ataxia,
arefleksia, dan oftalmoplegia. Kelemahan pada ekstremitas, ptosis,
facial palsy, dan bulbar palsy mungkin terjadi pada beberapa pasien.
Hampir semua menunjukkan IgG auto antibodi terhadap ganglioside
GQ1b. Kerusakan imunitas tampak terjadi di daerah paranodal pada
saraf kranialis III, IV, VI, dan dorsal root ganglia.12

5. Acute Neuropatic panautonomic


Acute Neuropatic panautonomic adalah varian yang paling langka pada
GBS. Kadang-kadang disertai dengan ensefalopati. Hal ini terkait
dengan tingkat kematian tinggi, karena keterlibatan kardiovaskular,
dan terkait disritmia. Gangguan berkeringat, kurangnya pembentukan
air mata, mual, disfaga, sembelit dengan obat pencahar atau bergantian
dengan diare sering terjadi pada kelompok pasien ini. Gejala
nonspesifik awal adalah kelesuan, kelelahan, sakit kepala, dan inisiatif
penurunan diikuti dengan gejala otonom termasuk ortostatik ringan.
Gejala yang paling umum saat onset berhubungan dengan intoleransi
ortostatik, serta disfungsi pencernaan.12

6. Ensefalitis Batang Otak Bickerstaff’s (BBE)


Tipe ini adalah varian lebih lanjut dari GBS. Hal ini ditandai dengan
onset akut oftalmoplegia, ataksia, gangguan kesadaran, hiperrefleks
atau babinsky sign. Perjalanan penyakit dapat monophasic atau
terutama di otak tengah, pons, dan medula. BEE meskipun presentasi
awal parah biasanya memiliki prognosis baik. MRI memainkan peran
penting dalam diagnosis BEE. Sebagian besar pasien BEE telah
dikaitkan dengan GBS aksonal, dengan indikasi bahwa dua gangguan
yang erat terkait dan membentuk spectrum lanjutan.11,12

2.7.5 Faktor resiko13


GBS dapat mempengaruhi semua kelompok usia, risiko yang lebih
besar jika:
1. Dewasa muda
2. Dewasa yang lebih tua
Guillain-Barre mungkin dipicu oleh:
1. Paling sering, infeksi dengan campylobacter, jenis bakteri yang
sering ditemukan dalam makananmatang, khususnya ungags
2. Operasi
3. Virus Epstein-Barr
4. Penyakit Hodgkin
5. Mononucleosis
6. HIV, virus penyebab AIDS
7. Jarang, rabies atau imunisasi influenza

2.7.6 Patofisiologi
Mekanisme bagaimana infeksi, vaksinasi, trauma, atau faktor lain yang
mempresipitasinya terjadi demielinisasi akut pada Guillain-Barre Syndrome
masih belum diketahui dengan pasti. Banyak ahli membuat kesimpulan bahwa
kerusakan saraf yang terjadi pada sindroma ini adalah melalui mekanisme
imunologi. Bukti-bukti bahwa imunopatogenesa merupakan mekanisme yang
menimbulkan jejas saraf tepi pada sindroma ini adalah: 14
1. Didapatkannya antibodi atau adanya respon kekebalan seluler (cell
mediated immunity) terhadap agen infeksius pada saraf tepi.
2. Adanya auto antobodi terhadap sistem saraf tepi.
3. Didapatkannya penimbunan kompleks antigen antibodi dari peredaran
pada pembuluh darah saraf tepi yang menimbulkan proses demielinisasi
saraf tepi.
Proses demielinisasi saraf tepi pada Guillain-Barre Syndrome
dipengaruhi oleh respon imunitas humoral yang dipicu oleh berbagai peristiwa
sebelumnya. Pada Guillain-Barre Syndrome, gangliosid merupakan target dari
antibodi. Ikatan antibodi dalam sistem imun tubuh mengaktivasi terjadinya
kerusakan pada mielin. Alasan mengapa komponen normal dari serabut mielin ini
menjadi target dari sistem imun belum diketahui, tetapi infeksi oleh virus dan
bakteri diduga sebagai penyebab adanya respon dari antibodi sistem imun tubuh.
Hal ini didapatkan dari adanya lapisan lipopolisakarida yang mirip dengan
gangliosid dari tubuh manusia. Campylobacter jejuni, bakteri patogen yang
menyebabkan terjadinya diare, mengandung protein membran yang merupakan
tiruan dari gangliosid GM1. Pada kasus infeksi oleh Campylobacter jejuni,
kerusakan terutama terjadi pada degenerasi akson. Perubahan pada akson ini
menyebabkan adanya cross-reacting antibodi ke bentuk gangliosid GM1 untuk
merespon adanya epitop yang sama. Berdasarkan adanya sinyal infeksi yang
menginisiasi imunitas humoral maka sel T merespon dengan adanya infiltrasi
limfosist ke spinal dan saraf perifer. Terbentuk makrofag di daerah kerusakan dan
menyebabkan adanya proses demielinisasi dan hambatan penghantaran impuls
saraf.14
2.7.7 Menifestasi klinis
Kelemahan
Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang ascending dan
simetris secara natural. Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena
duluan sebelum tungkai atas. Otot-otot proksimal mungkin terlibat
lebih awal daripada yang lebih distal. Tubuh, bulbar, dan otot
pernapasan dapat terpengaruh juga. Kelemahan otot pernapasan dengan
sesak napas mungkin ditemukan, berkembang secara akut dan
berlangsung selama beberapa hari sampai minggu. Keparahan dapat
berkisar dari kelemahan ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan
ventilasi. 11,15

Keterlibatan saraf kranial


Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan
GBS. Saraf kranial III-VII dan IX-XII mungkin akan
terpengaruh. Keluhan umum mungkin termasuk sebagai berikut; wajah
droop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopias, Dysarthria, Disfagia,
Ophthalmoplegia, serta gangguan pada pupil. Kelemahan wajah dan
orofaringeal biasanya muncul setelah tubuh dan tungkai yang
terkena. Varian Miller-Fisher dari GBS adalah unik karena subtipe ini
dimulai dengan defisit saraf kranial. 11,15

Perubahan Sensorik
Gejala sensorik biasanya ringan. Dalam kebanyakan kasus, kehilangan
sensori cenderung minimal dan variabel.7 Kebanyakan pasien
mengeluh parestesia, mati rasa, atau perubahan sensorik serupa. Gejala
sensorik sering mendahului kelemahan. Parestesia umumnya dimulai
pada jari kaki dan ujung jari, berproses menuju ke atas tetapi umumnya
tidak melebar keluar pergelangan tangan atau pergelangan
kaki. Kehilangan getaran, proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal
dapat hadir. 11,15
Nyeri
Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan GBS, 89%
pasien melaporkan nyeri yang disebabkan GBS pada beberapa waktu
selama perjalanannya. Nyeri paling parah dapat dirasakan pada daerah
bahu, punggung, pantat, dan paha dan dapat terjadi bahkan dengan
sedikit gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai sakit atau
berdenyut. 11,15
Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien
selama perjalanan penyakit mereka. Dysesthesias sering digambarkan
sebagai rasa terbakar, kesemutan, atau sensasi shocklike dan sering
lebih umum di ekstremitas bawah daripada di ekstremitas
atas. Dysesthesias dapat bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien.
Sindrom nyeri lainnya yang biasa dialami oleh sebagian pasien dengan
GBS adalah sebagai berikut; Myalgic, nyeri visceral, dan rasa sakit
yang terkait dengan kondisi imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf,
ulkus dekubitus). 11,15

Perubahan otonom
Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem
simpatis dan parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan GBS.
Perubahan otonom dapat mencakup sebagai berikut; Takikardia,
Bradikardia, Facial flushing, Hipertensi paroksimal, Hipotensi
ortostatik, Anhidrosis dan / atau diaphoresis. Retensi urin karena
gangguan sfingter urin, karena paresis lambung dan dismotilitas usus
dapat ditemukan. Disautonomia lebih sering pada pasien dengan
kelemahan dan kegagalan pernafasan yang parah. 11,15

Pernapasan
Empat puluh persen pasien GBS cenderung memiliki kelemahan
pernafasan atau orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering
ditemukan adalah sebagai berikut; dispnea saat aktivitas, sesak napas,
kesulitan menelan, bicara cadel. Kegagalan ventilasi yang memerlukan
dukungan pernapasan biasa terjadi pada hingga sepertiga dari pasien di
beberapa waktu selama perjalanan penyakit mereka.11,15
2.7.8 Diagnosis14
Kriteria diagnostik GBS menurut The National Institute of
Neurological and Communicative Disorders and Stroke ( NINCDS).
Gejala utama
1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas
dengan atau tanpa disertai ataxia
2. Arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat general
Gejala tambahan
1. Progresivitas dalam waktu sekitar 4 minggu
2. Biasanya simetris
3. Adanya gejala sensoris yang ringan
4. Terkenanya SSP, biasanya berupa kelemahan saraf facialis bilateral
5. Disfungsi saraf otonom
6. Tidak disertai demam
7. Penyembuhan dimulai antara minggu ke 2 sampai ke 4
Pemeriksaan LCS
1. Peningkatan protein
2. Sel MN < 10 /ul
Pemeriksaan elektrodiagnostik
1. Terlihat adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf
Gejala yang menyingkirkan diagnosis
1. Kelemahan yang sifatnya asimetri
2. Disfungsi vesica urinaria yang sifatnya persisten
3. Sel PMN atau MN di dalam LCS > 50/ul
4. Gejala sensoris yang nyata

2.7.9 Tata laksana


Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan
secara umum bersifat simtomatik. Meskipun dikatakan bahwa penyakit ini dapat
sembuh sendiri, perlu dipikirkan waktu perawatan yang cukup lama dan angka
kecacatan (gejala sisa) cukup tinggi sehingga pengobatan tetap harus diberikan.
Tujuan terapi khusus adalah mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat
penyembuhan melalui sistem imunitas (imunoterapi).11,15
1. Kortikosteroid
Kebanyakan penelitian mengatakan bahwa penggunaan preparat steroid tidak
mempunyai nilai/tidak bermanfaat untuk terapi GBS.11,15
2. Plasmafaresis
Plasmafaresis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor
autoantibodi yang beredar. Pemakain plasmaparesis pada GBS
memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat,
penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan yang
lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250 ml
plasma/kg BB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila
diberikan saat awal onset gejala (minggu pertama).11,15
3. Pengobatan imunosupresan:
Imunoglobulin IV (IVIg). Pengobatan dengan gamma globulin intervena
lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena efek
samping/komplikasi lebih ringan. Dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari
selama 3 hari dilanjutkan dengan dosis maintenance 0.4 gr/kg BB/hari tiap
15 hari sampai sembuh.11,15

Obat sitotoksik. Pemberian obat sitoksik yang dianjurkan adalah:11,15


a. 6 merkaptopurin (6-MP)
b. azathioprine
c. cyclophosphamid
Efek samping dari obat-obat ini adalah: alopecia, muntah, mual dan sakit
kepala.11,15

2.7.10 Komplikasi16
1. Kesulitan bernapas (gagal napas)
2. Kontraktur sendi atau kelainan bentuk lainnya.
3. Deep vein thrombosis (gumpalan darah yang terbentuk ketika
seseorang tidak aktif atau terbatas hanya pada tempat tidur).
4. Peningkatan risiko infeksi.
5. Tekanan darah rendah atau tidak stabil.
6. Kelumpuhan yang bersifat permanen.
7. Pneumonia.
8. Kerusakan kulit (ulkus)
9. Aspirasi makanan atau cairan ke dalam paru-paru.

2.7.11 Prognosis
Pada umumnya, sekitar 3% sampai 5% pasien tidak dapat bertahan
dengan penyakitnya, tetapi pada sebagian kecil penderita dapat bertahan dengan
gejala sisa. 95% terjadi penyembuhan tanpa gejala sisa dalam waktu 3 bulan bila
dengan keadaan antara lain pada pemeriksaan NCV-EMG relatif normal,
mendapat terapi plasmaparesis dalam 4 minggu mulai saat onset, progresifitas
penyakit lambat dan pendek, dan terjadi pada penderita berusia 30-60 tahun.11,15

2.8 Jelaskan mengenai ICPD!


Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP) adalah suatu
gangguan neurologis yang dikarakteristik oleh kelemahan progresif dan gagguan
kelemahan progresif da gangguan fungsi sensorik pada tungkai dan lengan. Gangguan
ini kadang-kadang disebut chronic relapsing polyneuropathy, disebabkan oleh
kerusakan selubung myelin (selubung lemak yang membungkus dan melindungi
sekeliling nervus) nervus perifer. Chronic Inflammatory Demyelinative
Polyneuropathy, meskipun gangguan ini dapat terjadi pada setiap umur dan jenis
kelamin namun sering terjadi pada dewasa muda, dan pria lebih sering dibandingkan
wanita.17
Demielinisasi nervus perifer menyebabkan kelemahan kedua tungkai dan
lengan yang berkembang secara progresif dan lebih berat sepanjang tahun.
Kemampuan tungkai dan lengan merasakan impuls sensorik seperti sentuhan, nyeri
dan temperatu juga terganggu. Khasnya pertama kali dirasakan sebagai tinglis (rasa
geli) atau tumpul pada jari-jari kaki dan tangan. Gejala-gejala keduanya menyebar
dan lebih berat sepanjang tahun. CIDP memiliki gambaran klinik seperti AIDP, tetapi
perkembangan gejala neurologinya bersifat kronik. Pada sebagian anak, kelainan
motorik lebih dominant dan kelemahan otot lebih berat pada bagian distal.17
Chronic inflammatory demyelinating polyneuropathy klasik, dikarakteristik
oleh kelemahan simetris pada otot-otot proksimal dan distal yang mengalami
peningkatan progresifitas lebih dari dua bulan (keadaan kondisi ini terpisah dari
Guillain–Barré syndrome, penyakit ini self-limited). Kondisi-kondisi yang ada
berhubungan dengan gangguan sensasi, tidak adanya atau berkurangnya refleks-
refleks tendon, dan elevasi kadar protein cairan serebrospinal, pada hantaran-saraf
terdapat demielinasi, dan tanda-tanda demielinasi pada spesimen biopsi. Dalam
perjalanan penyakit, dapat terjadi relaps atau kronik dan progresif. Paling sering pada
dewasa muda.17
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis terhadap gejala-gejala yang
timbul serta pemeriksaan klinis. CIDP biasanya mengalami kelemahan dan gangguan
sensorik. Kadang-kadang hanya terjadi gejala kelemahan tanpa gangguan sensorik,
namun jarang terjadi hanya gangguan sesorik sendiri.18
Gejala-gejala CIDP sering diawali dengan gejala-gejala seperti rasa geli atau
mati rasa yang dimulai dari jari-jari tangan dan kaki, kelemahan pada tangan dan kaki
atau kaki terasa berat dan kaku, tangan tidak bisa menggenggam, hilangnya refleks
tendon dalam (arefleksia), kelelahan dan adanya sensasi abnormal. Penyakit ini bisa
menjadi progresif dan memburuk dalam beberapa minggu, bulan atau kadang-kadang
tahun. Bila semakin berat bisa terjadi tremor terutama pada tungkai dan lengan bagian
atas. Sangat jarang terjadi kelumpuhan pada daerah wajah.19
Diagnosis CIDP dapat ditelusuri dengan tes darah, lumbal punksi dan uji
hantaran saraf menggunakan elektromiogram (EMG), EKG atau dengan MRI.17

2.9 Kriteria-kriteria pasien diagnosis yang di indikasikan masuk ICU


Prioritas masuk ICU (3):
a. Prioritas 1
Penyakit pasien yang secara kritis memerlukan dukungan hidup
terhadap kegagalan organ, pemantauan yang intensif, dan terapi yang
disediakan hanya di lingkungan ICU. Dukungan kehidupan termasuk
ventilasi invasif, terapi "replacement" ginjal kontinyu, pemantauan
hemodinamik invasif untuk mengarahkan intervensi-intervensi
hemodinamik yang agresif, extracorporeal membrane oxygenation
(paru-paru buatan), pompa balon intraaorta, dan situasi lain yang
memerlukan perawatan kritis (misalnya, pasien dengan hipoksemia
berat atau syok).20
b. Prioritas 2
Pasien-pasien, seperti yang dijelaskan di atas, dengan probabilitas yang
secara signifikan lebih rendah terhadap pemulihan dan yang ingin
menerima terapi perawatan intensif tapi bukan resusitasi
kardiopulmoner dalam kasus henti jantung (misalnya, pasien dengan
kanker metastatik dan gagal napas sekunder pada pneumonia atau syok
septik yang memerlukan vasopressor). 20
c. Prioritas 3
Pasien dengan disfungsi organ yang membutuhkan pemantauan dan /
atau terapi (misalnya, ventilasi noninvasif) intensif, atau yang, menurut
pendapat klinis dokter berpengalaman, dapat dikelola pada tingkat
yang lebih rendah dari perawatan dari ICU (misalnya, pasien pasca
operasi yang membutuhkan pemantauan ketat untuk risiko kerusakan
atau memerlukan perawatan pasca operasi intens, pasien dengan
insufisiensi pernapasan yang toleransi terhadap ventilasi noninvasif
intermiten). Pasien-pasien ini mungkin perlu dirawat ICU jika
manajemen awal gagal untuk mencegah kerusakan atau tidak ada
kemampuan IMU (intermediate medical unit) di rumah sakit. 20
d. Prioritas 4
Pasien-pasien, seperti yang dijelaskan di atas tetapi dengan probabilitas
yang lebih rendah terhadap pemulihan / survival (misalnya, pasien
dengan penyakit yang didasari metastasis) yang tidak ingin diintubasi
atau diresusitasi. Seperti di atas, jika rumah sakit tidak memiliki
kemampuan IMU, pasien tersebut bisa dipertimbangkan untuk ICU
dalam keadaan khusus. 20
e. Prioritas 5
Pasien terminal atau hampir mati tanpa kemungkinan pemulihan;
pasien tersebut secara umum tidak sesuai untuk masuk ICU (kecuali
mereka donor organ potensial). Dalam kasus di mana individu telah
tegas menolak terapi perawatan intensif atau memiliki proses
ireversibel seperti kanker metastatik tanpa opsi kemoterapi atau terapi
radiasi tambahan, perawatan paliatif harus pertama kali ditawarkan. 20
BAB III
KESIMPULAN

Laki-laki 16 tahun mengalami GBS dan dibutuhkan pemeriksaan penunjang.


DAFTAR PUSTAKA

1. Snell RS. Clinical Neuroanatomy 7thed. New York: Lippincott Williams &
Wilkins; 2010.
2. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy & physiology. 2014.
3. Sherwood L. Human physiology: from cells to systems. Pacific Grove: Brooks
Cole; 201
4. "Paralysis Facts & Figures - Spinal Cord Injury - Paralysis Research
Center".Available from:Christopherreeve.org. Diakses pada 20 Desember 2016 .
5. Adams RD, Victor M, Ropper AH. Principles of Neurology. 6th ed. New York:
Mc-Graw Hill Co ; 1997. p.1089-1094.
6. Swash M, Schwartz MS. Motor Neuron Disease: The Clinical Syndrome. In :
Leigh PN., Swash M.editors. Motor Neuron Disease Biology and Management.
London: Springer-Verlag ; 1995.p.1-17.
7. Handisurya I, Utarna Y. Gambaran Klinis Motor Neuron Disease. Neurona.
1995; 12 : 21-26.
8. Martin JE, Swash M. The Pathology Of Motor Neuron Disease. In : Leigh PN,
Swash M.editors. Motor Neuron Disease Biology and Management. London:
Springer-Verlag ;1995.p.93-118.
9. Burns, Ted M, MD. Guillain Barre Syndrome, Semin Neurol 2008; 28(2) :152-
167.
10. Kasper DL, editor. Harrison’s principles of internal medicine. 19th edition /
editors, Dennis L. Kasper, MD, William Ellery Channing, Professor of Medicine,
Professor of Microbiology, Department of Microbiology and Immunobiology,
Harvard Medical School, Division of Infectious Diseases, Brigham and Women’s
Hospital, Boston, Massachusetts [and five others]. New York: McGraw Hill
Education; 2015. 1 p.
11. Ropper HA, Brown HR. Adam’s and Victor, Principles of Neurological 8th ed.
United States of America; 2005. p.1117-27.
12. Seneviratne U. Guillain-Barre Syndrome: Clinicopathological Types and
Electrophysiological Diagnosis. Departement of Neurology, National
Neuroscience Institute, SGH Campus; 2003.
13. Diseases and Conditions Guillain-Barre syndrome. Available from: http:
//www.guillainbarresyndrome.net/. Diakses pada 12 December 2016.
14. Mardjono Mahar, Sidharta Priguna. 2000. Sindroma Guillain Barre: Neurologi
Klinis Dasar. Cetakan kedelapan. Jakarta: Dian Rakyat.
15. Yuki N, Hartung HP. Guillain–Barré Syndrome. N Engl J Med 2012;366:2294-
304.
16. Price, Sylvia A; Lorraine. 2006. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Ed 6. Jakarta : EGC.
17. Hoyle B. D. Chronic Acquired Demyelinating Symmetric Polyneuropathy
Classified by Pattern of Weakness Arch Neurol. 2003;60:260-264.
18. Markowitz J.A., Jeste S.S., Kang P.B. Child Neurology: Chronic inflammatory
demyelinating polyradiculoneuropathy in children. 2008;71:e74-e78.
19. Köller H, Kieseier BC, Jander S, Hans-Peter Hartung. Chronic Inflammatory
Demyelinating Polyneuropathy. Volume 352:1343-1356. March 31, 2005.
20. Nates JL, Nunnally M, Kleinpell R, Blosser S, Goldner J, Birriel B, et al. ICU
Admission, Discharge, and Triage Guidelines: A Framework to Enhance Clinical
Operations, Development of Institutional Policies, and Further Research. Crit
Care Med. 2016 Aug;44(8):1553–602.

Anda mungkin juga menyukai