Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Individu tidak menyadari adanya gejala penyakit Diabetes Melitus (DM) pada awal
perjalanan penyakitnya, tetapi individu tersebut mulai merasakan gejala saat sudah terjadi
komplikasi. Komplikasi penyakit DM ini dapat bersifat akut atau kronis, makrovaskuler
ataupun mikrovaskuler. Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi yang sering
ditemukan pada penderita diabetes melitus (DM). Diperkirakan 5-10% dari penderita DM
ditemukan adanya ulserasi pada kaki, dan sekitar 1% dari mereka akan mengalami amputasi.
Selain merupakan problema bagi penderita, juga menjadi beban biaya bagi penderita atau
pemerintah. Biaya yang tinggi ini terutama oleh karena biaya perawatan luka, termasuk
amputasi, dan biaya untuk antibiotik yang sering memerlukan dua sampai tiga antibiotik
sekaligus.

Penyebab kaki diabetik multifaktor, walaupun demikian ada tiga hal yang paling
penting sebagai patogenesis kaki diabetik yaitu neuropati (sensorik, motorik dan otonom),
gangguan sirkulasi (mikrosirkulasi dan makrosirkulasi), dan infeksi. Faktor sosioekonomi
dan tingkat pengetahuan penderita merupakan faktor penting buruknya keadaan kaki
diabetik. Kurangnya pengertian penderita mengenai pencegahan terjadinya kaki diabetik,
dan faktor kebersihan kaki mempertinggi insidens kaki diabetik.

Sampai saat ini klasifikasi dari Wagner masih digunakan, yang terutama bertujuan
sebagai panduan penatalaksanaan kaki diabetik. Klasifikasi dari Wagner membagi kelainan
kaki atas lima tingkat. Pada umumnya penderita mencari dokter setelah berada pada
kelainan tingkat dua atau lebih dimana faktor infeksi yang menonjol. Kelainan tingkat 1,
baik penderita maupun dokter sering lalai memperhatikan oleh karena tanpa infeksi. Penting
sekali perawatan kaki pada kelainan tingkat 1 untuk mencegah terjadinya infeksi.

1
I.2 RUMUSAN MASALAH

Banyaknya pasien yang datang ke Puskesmas Tanralili dengan kondisi sudah


mengalami komplikasi berupa ulkus kaki diabetik. Serta kurangnya tingkat pengetahuan
mengenai pengobatan yang benar dari DM tipe II itu sendiri dan cara mencegah agar tidak
terjadi komplikasi lebih lanjut dari penyakit DM. Sehingga seiring dengan meningkatnya
insiden Diabetes Mellitus di Kecamatan Tanralili, maka perlu adanya penyuluhan dan
pencegahan mengenai faktor resiko untuk menghindari terjadinya Diabetes Mellitus,
terutama bagi pasien yang telah mengalami komplikasi agar tidak terjadi kecacatan
selanjutnya.

I.3 TUJUAN

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi,
gambaran klinis, diagnosis, terapi, komplikasi, prognosis, serta pencegahan dari diabetes
mellitus agar tidak terjadi komplikasi yang lebih lanjut.

I.4 MANFAAT

a. Bagi Masyarakat
 Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai gejala, penyebab, akibat yang
dapat ditimbulkan dan pencegahan penyakit Diabetes Mellitus tipe II
 Kesadaran masyarakat untuk melakukan kontrol gula darah dapat ditingkatkan,
khususnya untuk masyarakat yang memiliki riwayat DM dan berisiko menderita DM
tipe II
b. Bagi Puskesmas
 Pelaksanaan kegiatan ini akan sangat bermanfaat bagi puskesmas, karena merupakan
salah satu kegiatan promosi kesehatan guna mencegah terjadinya penyakit DM tipe II
serta bagaimana cara melakukan perawatan luka pada pasien yang sudah mengalami
ulkus kaki diabetik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 DEFINISI

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes Mellitus merupakan


suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.

II.2 ETIOLOGI

Tabel 1.1 Klasifikasi Etiologi DM


Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut
- Autoimun
- Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin
Tipe lain - Defek genetik fungsi sel beta
- Defek genetik kerja insulin
- Penyakit eksokrin pankreas
- Endokrinopati
- Karena obat atau zat kimia
- Infeksi
- Sebab imunologi yang jarang
- Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
DM Gestasional

II.3 PATOFISIOLOGI

Pada diabetes tipe ini terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin,
yaitu : resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat

3
dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan
reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel.
Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan
demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam
darah, harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi
glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan dan kadar
glukosa akan dipertahankan pada tingkat yang normal/sedikit meningkat. Namun demikian,
jika sel sel beta tidak dapat mengimbangi peningkatan akan kebutuhan insulin maka kadar
glukosa akan meningkat, dan terjadi DM tipe 2.

Adapun ulkus pada kaki diabetic terjadi karena arteri menyempit dan selain itu juga
terdapat gula berlebih pada jaringan yang merupakan medium yang baik sekali bagi kuman,
ulkus timbul pada daerah yang sering mendapat tekanan ataupun trauma pada daerah telapak
kaki ulkus berbentuk bulat biasa berdiameter lebih dari 1 cm berisi massa jaringan tanduk
lemak, pus, serta krusta di atas.

Terdapat tiga proses yang berbeda berperan pada masalah kaki diabetik :

 Iskemia yang disebabkan oleh makroangiopati dan mikroangiopati


 Neuropati berupa sensorik, motorik, dan otonom
 Sepsis merupakan jaringan yang mengandung glukosa tersaturasi menunjang
pertumbuhan bakteri.

II.4 GAMBARAN KLINIS

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM


perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut dibawah ini :

 Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
 Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi
pada pria, serta pruritus vulva pada wanita

4
Ulkus Kaki Diabetik

Ulkus kaki diabetik adalah kaki pada pasien dengan diabetes mellitus yang mengalami
perubahan patologis akibat infeksi, ulserasi yang berhubungan dengan abnormalitas neurologis,
penyakit vaskular perifer dengan derajat bervariasi dan atau komplikasi metabolik dari diabetes
pada ekstremitas bawah. Faktor risiko pada ulkus kaki diabetik adalah neuropati diabetik,
penyakit arteri perifer, dan trauma pada kaki.

Pemeriksaan fisik pada kaki diabetik melalui penilaian terhadap kulit, vaskular, neurologi,
dan sistem muskuloskeletal. Klasifikasi Wagner adalah yang paling popular dan tervalidasi untuk
klasifikasi ulkus kaki diabetik (tabel 2.1)

Tabel 2.1 Sistem Klasifikasi Wagner

Grade Karakteristik Kaki


Tidak ada ulserasi, tetapi beresiko tinggi. Walaupun tidak ada ulserasi, tetapi
beresiko tinggi untuk menjadi kaki diabetik. Penderita dalam kelompok ini
0
perlu mendapat perhatian khusus. Pengamatan berkala, perawatan kaki yang
baik dan penyuluhan penting untuk mencegah ulserasi
Ulkus superfisial, tanpa infeksi. Disebut juga ulkus neuropatik, oleh karena itu
sering ditemukan pada daerah kaki yang banyak mengalami tekanan berat
1
badan yaitu di daerah ibu jari kaki dan plantar. Sering terlihat adanya kallus.
Ulkus dalam, disertai selulitis, tanpa abses atau kelainan tulang Adanya ulkus
2
dalam, sering disertai infeksi tetapi tanpa adanya kelainan tulang.
3 Ulkus dalam disertai kelainan kulit dan abses luas yang dalam
Gangren terbatas yaitu hanya pada ibu jari kaki, tumit Penyebab utama adalah
iskemi, oleh karena itu disebut juga ulkus iskemi yang terbatas pada daerah
4
tertentu
5 Gangren seluruh kaki. Biasanya oleh karena sumbatan arteri besar, tetapi
juga ada kelainan neuropati dan infeksi.

5
II.5 DIAGNOSIS

Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah
pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Sementara,
penggunaan bahan darah utuh (whole blood), vena, ataupun kapiler tetap dapat
dipergunakan dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai
pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM berupa
poliuri, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan. Keluhan lain dapat berupa lemah
badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi, serta pruritus vulva pada wanita.

6
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika keluhan klasik
ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis DM. Kedua, dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa yang lebih
mudah dilakukan, mudah diterima oleh pasien serta murah, sehingga pemeriksaan ini
dianjurkan untuk diagnosis DM. Ketiga dengan TTGO. Meskipun TTGO dengan beban 75 g
glukosa lebih sensitif dan spesifik dibandingkan dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa,
namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan
dalam praktek sangat jarang dilakukan. Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil,
dapat dilihat pada tabel 3.1, apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau
DM, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung dari hasil
yang diperoleh.

 TGT : Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa
plasma 2 jam setelah beban antara 140-199 mg/dl (7.8-11.0 mmol/L)
 GDPT : Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
didapatkan antara 100-125 mg/dl (5.6-6.9 mmol/L)

Tabel 3.1 Kriteria Diagnosis DM


1. Gejala klasik DM + GDS ≥ 200 mg/dl (GDS merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada
suatu hari tanpa memperhatikan waktu makan terakhir) atau
2. Gejala klasik DM + GDP ≥ 126 mg/dl (puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori
tambahan sedikitnya 8 jam) atau
3. GD2PP pada TTGO ≥ 200 mg/dl (TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan
beban glukosa yang setara dengan 75 gr glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air)

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994)

 Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan
karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
 Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan minum air putih
tanpa gula tetap diperbolehkan
 Diperiksa kadar glukosa darah puasa

7
 Diberikan glukosa 75 gr (orang dewasa) atau 1,75 gr/kgBB (anak-anak), dilarutkan
dalam air 250 ml dan di minum dalam waktu 5 menit
 Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah
minum larutan glukosa selesai
 Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa
 Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok

II.6 PEMERIKSAAN PENYARING

Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT, maupun
GDPT sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga
disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua
keadaan tersebut merupakan faktor resiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular
dikemudian hari. Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok yang memiliki salah satu
faktor resiko DM. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar GDS
atau GDP. Apabila pada pemeriksaan penyaring ditemukan hasil positif, maka perlu
dilakukan konfirmasi dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa atau TTGO.

Tabel 4.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa


sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM
Bukan DM Belum pasti DM DM
GDS (mg/dl) Plasma vena < 100 100 – 199 ≥ 200

Darah kapiler < 90 90 – 199 ≥ 200


GDP (mg/dl) Plasma vena < 100 100 – 125 ≥ 126

Darah kapiler < 90 90 – 99 ≥ 100

Catatan : Untuk kelompok resiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan
ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia > 45 tahun tanpa faktor resiko lain,
pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.

8
II.8 PENATALAKSANAAN

5 Pilar Penatalaksanaan DM

1. Edukasi
Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan
masyarakat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan prilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.
2. Terapi gizi medis
Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal
jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan
obat penurun glukosa darahh atau insulin.
3. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama
kurang lebih 30 menit).
4. Intervensi farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan
pengaturan makanan dan latihan jasmani.

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan
pengaturan makanan dan latihan jasmani
1. Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan :
- Pemicu sekresi insulin : sulfonilurea dan glinid
- Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion
- Penghambat glukoneogenesis : metformin
- Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa
Cara kerja pemberian OHO terdiri dari :
- OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai
respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal
- Sulfonilurea generasi I & II : 15-30 menit sebelum makan
- Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan

9
- Repaglinid, nateglinid : sesaat/sebelum makan
- Penghambat glukosidase α (acarbose) : bersama makan suapan pertama
- Tiazolidindion : tidak tergantung pada jadwal makan
- Metformin : sebelum / pada saat / sesudah makan
2. Insulin diperlukan pada keadaan :
- Penurunan berat badan yang cepat
- Kadar GDS sangat tinggi > 300 mg/dl atau a1c > 10
- Terdapat benda keton (KAD)
- Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
- Pada keadaan dimana penderita tidak dapat meminum obat anti diabetik

Adapun tujuan utama dari tatalaksana ulkus kaki diabetik adalah untuk penyembuhan
luka yang lengkap. Gold Standar untuk terapi ulkus kaki diabetik meliputi debridement luka,
tatalaksana infeksi, prosedur revaskularisasi atas indikasi, dan off-loading ulkus.
Debridement harus dilakukan pada semua luka kronis untuk membuang jaringan nekrotik
dan debris. Surgical debreidement adalah metode yang paling efisien dan langsung untuk
membersihkan luka, yang dipertimbangkan sebagai gold standar. Tindakan ini dilakukan
dengan menggunakan blade scalpel selanjutnya semua jaringan nekrotik dibuang hingga
jaringan dasar ulkus yang sehat.
Bau adalah indikator yang baik untuk menilaki keberhasilan debridement, jika luka
tidak berbau, bisa menjadi tanda bahwa tindakan debridement berhasil. Jika dicurigai
terdapat iskemia berat, debridement yang agresif harus ditunda hingga pemeriksaan vaskular
dilakukan dan jika diperlukan, prosedur revaskularisasi dapat dilakukan.
Penderita kaki diabetes dengan ulkus superfisial dan sellulitis ringan yaitu luas tidak
lebih dari 2 cm masih dapat dilakukan rawat jalan sepanjang tidak ada infeksi sistemik. Bila
dalam 48 jam tidak ada perbaikan sebaiknya penderita dirawat inap di rumah sakit .

Penggunaan antibiotik
Pada kaki diabetik dengan infeksi superfisial, dapat dimulai dengan antibiotik per oral
seperti kombinasi amoxycillin-clavulanat atau cyprofloxacine yang dikombinasi dengan
clindamycin. Keuntungan clindamycine oleh karena mempunyai daya penetrasi jaringan

10
yang baik. Pemakaian cyprofloxacine atau fluoroquinolon lainnya saja tidak dianjurkan,
mengingat sebagian kuman gram positive dan kuman anerob tidak mempan dengan obat ini.
Pada keadaan infeksi berat terutama disertai sepsis penggunaan antibiotik harus
dilakukan semaksimal mungkin, sebaiknya menggunakan obat parenteral. Dengan pemikiran
bahwa infeksi berat umumnya disebabkan oleh lebih dari satu jenis disamping itu sering
juga disertai kuman anerob, maka Edmond dkk menganjurkan pemberian tiga jenis obat
yaitu cefalosporin i.v 1gr/8 jam, flucloxacillin 500 mg i.v/6 jam dan metronidazole 1gr/8
jam. Pengalaman di klinik kami kombinasi cefalosporin i.v, aminoglicoside dan
metronidazole sangat baik pada kaki diabetik dengan infeksi berat. Perlu diingat penderita
dengan kaki diabetik mungkin disertai gangguan ginjal, sehingga pemakaian aminoglikoside
harus berhati-hati. Dengan sendirinya biakkan kuman dan tes kepekaan sangat penting untuk
menentukan pilihan antibiotik yang paling tepat pada tiap infeksi kaki diabetik.
Dalam melakukan tes kepekaan penting sekali cara pengambilan conth nanah. Contoh
yang akan dikirim agar diambil dari bagian dalam dari abses, jangan bagian permukaan, agar
kuman yang dibiak adalah berasal dari tempat infeksi bukan dari kulit. Selain itu biakan dan
tes kepekaan harus dilakukan beberapa kali, terutama pada keadaan dimana kemajuan
pengobatan tidak memadai. Dari 45 kasus yang ditemukan di klinik kami ternyata hasil
biakan kuman ditemukan yang terbanyak adalah Stafilokokus aureus. Hasil tes kepekaan
menunjukkan sefalosporin menduduki tempat teratas, kemudian aminoglikoside menduduki
tempat kedua.

Medikamentosa lainnya
Penelitian membuktikan bahwa pada penderita kaki diabetes sering disertai dengan
penyakit pembuluh darah perifer (peripheral vascular disease) yang akan memperburuk
iskemi kaki. Oleh karena itu beberapa peneliti menggunakan obat yang dapat memperbaiki
sirkulasi perifer, tetapi bukan vasodilator. Obat seperti pentoksifilin (Trental) dan cilosatazol
(Pletaal) dilaporkan dapat membantu perbaikan kaki diabetes.
Penilaian evaluasi medis dilakukan secara berkala, meliputi :
- Pemeriksaan kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan sesuai dengan
kebutuhan
- Pemeriksaan a1c dilakukan setiap 3-6 bulan

11
- Setiap 1 tahun dilakukan pemeriksaan jasmani lengkap, mikroalbuminuria,
kreatinin, albumin/globulin, profil lipid, EKG, foto sinar x-dada, dan funduskopi

II.9 PROGNOSIS

Prognosis penderita kaki diabetik sangat tergantung dari usia karena semakin tua usia penderita
diabetes melitus semakin mudah untuk mendapatkan masalah yang serius pada kaki dan
tungkainya, lamanya menderita diabetes melitus, adanya infeksi yang berat, derajat kualitas
sirkulasi, dan keterampilan dari tenaga medis atau paramedik

II.10 PENCEGAHAN

Saran atau nasehat untuk penderita


Untuk pencegahan kaki diabetes penting sekali penderita diberitahukan hal rutin yang harus
diperhatikan. Sebaiknya hal-hal tertentu menjadi aturan rutin bagi penderita agar selalu diingat.
Saran yang harus dilakukan
- Periksa kaki setiap hari, terutama di sela jari kaki.
- Cuci kaki dengan sabun dan air hangat.
- Gunakan krem atau pelembab pada daerah kaki yang kering agar kulit tidak menjadi retak.
- Gunting kuku kaki lurus mengikuti bentuk normal jari kaki, tidak terlalu dekat dengan kulit,
kemudian kikir agar kuku tidak tajam
- Pakai alas kaki sepatu atau sandal untuk melindungi kaki agar tidak terjadi luka
- Gunakan sepatu atau sandal yang baik yang sesuai dengan ukuran dan enak untuk dipakai,
dengan ruang sepatu yang cukup untuk jari-jari
- Periksa sepatu sebelum dipakai apakah ada kerikil, benda-benda tajam seprti jarum dan duri
- Kunjungi klinik kaki rutin bila ada.

Saran mengenai hal yang tidak boleh atau sebaiknya tidak dilakukan
- Jangan telanjang kaki.
- Jangan merendam kaki sebelum mengetahui air hangat atau panas.
- Jangan merokok.
- Jangan menggunakan sepatu yang ketat.

12
BAB III
METODE

BAB IV

HASIL

13
BAB V
KESIMPULAN

V.1 KESIMPULAN

V.2 SARAN

DAFTAR PUSTAKA

1. Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. IPD’s CIM


(Compendium of Indonesian Medicine) edisi pertama; Jakarta : PT Medinfocomm
Indonesia, 2009, hal 15-39.

2. Arifin, Augusta L. Panduan Terapi Diabetes Melitus Tipe II Terkini. UPF Ilmu
Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Bandung, 2012

3. Advisory Comitee. Guidelines and Protocols Diabetes Care. September, 1; 2010

4. Your Guide Diabetes Type 1 and 2. National Institute of Diabetes and Digestive and
Kidney Disease. National Diabetes Information Clearinghouse

5. American Diabetes Association : Standards of Medical Care in Diabetes. 2008. Diabetes


Care 2008;31 (Suppl. 1):S 12-54

6. Bloomgarden ZT. Approaches to Treatment of Type 2 Diabetes. Diabetes Care 2008;


31. 1697-1703

14

Anda mungkin juga menyukai