Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIABETES


MELITUS DI RUANG ANTURIUM RUMAH SAKIT DR. SOEBANDI

oleh
Eka Mei Dianita, S.Kep
NIM 192311101023

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KEPERAWATAN
2019

1
PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan berikut disusun oleh:

Nama : Eka Mei Dianita


NIM : 192311101023
Judul : Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Diabetes Melitus Di Ruang
Anturium Rumah Sakit Daerah Dr. Soebandi Jember

telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:


Hari :
Tanggal :

Jember, Oktober 2019

TIM PEMBIMBING

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

Ns. Jon Hafan.S.Kep.,Sp.Kep.MB Ns. Sulis Setyowati.S.Kep


NIP.............................................. NIP 197407082006042019

2
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Anatomi Fisiologi


Pankreas merupakan suatu organ retroperitoneal berupa kelenjar dengan
panjang sekitar 15-20 cm pada manusia. Berat pankreas sekitar 75-100 g pada
dewasa, dan 80-90% terdiri dari jaringan asinar eksokrin. Pankreas terbentang dari
atas sampai ke lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan oleh dua
saluran ke duodenum terletak pada dinding posterior abdomen di belakang
peritoneum sehingga termasuk organ retroperitonial kecuali bagian kecil
kaudanya yang terletak dalam ligamentum lienorenalis. Strukturnya lunak dan
berlobulus (Williams, 2013). Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak
pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pylorus dari lambung.
Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah
limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak ada alat ini. Dari segi
perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal
dari lapisan epitel yang membentuk usus. (Gibson, 2009)

Jaringan penyusun pankreas (Guyton dan Hall, 2006) terdiri dari :


a. Jaringan eksokrin, berupa sel sekretorik yang berbentuk seperti anggur yang
disebut sebagai asinus/Pancreatic acini, yang merupakan jaringan yang
menghasilkan enzim pencernaan ke dalam duodenum.

3
b. Jaringan endokrin yang terdiri dari pulau-pulau Langerhans/Islet of Langerhans
yang tersebar di seluruh jaringan pankreas, yang menghasilkan insulin dan
glukagon ke dalam darah.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu:
1. Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon
yangmanjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti
insulin likeactivity “.
2. Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
3. Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin.
Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat
pewarnaan. Di bawah mikroskop pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna
pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler. Pada penderita DM, sel
beta sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal dimana sel beta tidak
menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
(Gibson, 2009)
Dua hormon penting yang dihasilkan oleh pankreas adalah sebagai berikut
(Natan, T., 2018).
1). Insulin, yaitu protein kecil yang berat molekulnya 5808 untuk manusia.
Insulin terdiri dari dua rantai asam amino, satu sama lain dihubungkan oleh ikatan
disulfide. Sekresi insulin diatur oleh glukosa darah dan asam amino yang
memegang peranan penting. Perangsang sekresi insulin adalah glukosa darah.
Kadar glukosa darah adalah 80 – 90 mg/ml.
2). Glukagon, merupakan suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa pulau
langerhans mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan dengan insulin. Fungsi
yang terpenting adalah : meningkatkan konsentrasi glukosa dalam darah.
Glukagon merupakan protein kecil mempunyai berat molekul 3842 dan terdiri
dari 29 rantai asam amino.

4
1.2 Definisi
Diabetes merupakan penyakit degeneratif yang ditandai dengan kadar gula
darah tinggi yang disebabkan oleh gangguan pada sekresi insulin didalam tubuh
(Krisnatuti et al.,2014). Penyakit ini disebabkan oleh penurunan fungsi organ
sehingga tidak dapat disembuhkan. Penyakit yang bisa disebut DM atau diabetes
ini akan menimbulkan komplikasi yang fatal seperti penyakit jantung, ginjal,
kebutaan, amputasi, dan mudah mengalami aterosklerosis jika dibiarkan tidak
dikendalikan. Diabetes mellitus merupakan kelompok dari kelainan heterogen
yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia
(Smeltzer & Bare, 2001).
Menurut WHO (2018) Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang
disebabkan oleh kekurangan produksi insulin yang didapat dalam produksi insulin
oleh pankreas, atau ketidakefektifan insulin yang dihasilkan. Kekurangan tersebut
menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah yang dapat merusak
sistem dalam tubuh, khususnya pembuluh darah dan saraf.
Pola hidup yang tidak sehat menjadi salah satu penyebab tersering dari
diabetes militus. Pola makan menjadi aktifitas masyarakat yang menjadikan angka
kejadian diabetes millitus menjadi semakin bertambah. Pola makan yang baik
dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip 3J yaitu Jenis, Jumlah, dan Jadwal.
Dari prinsip ini masyarakat dapat menekan pola makan yang tidak sehat yang
dapat menjadi pemicu dari diabetes millitus itu sendiri (Herdman dan Kamitsuru,
2015).

1.3 Epidemiologi
Dalam suatu penelitian menunjukkan bahwa sekitar 150 juta orang menderita
diabetes mellitus di seluruh dunia, dan jumlah ini diperkirakan dapat menjadi dua
kali lipat pada tahun 2025. Sebagian besar kenaikan ini akan terjadi di negara-
negara berkembang dan disebabkan oleh pertumbuhan populasi, penuaan, diet
tidak sehat, obesitas dan gaya hidup yang kurang baik. Sementara pada tahun
2025, kebanyakan penderita diabetes di negara maju berusia 65 tahun atau lebih,
di negara-negara berkembang kebanyakan berada di kelompok usia 45-64 tahun

5
dan dipengaruhi pada usia produktif mereka (WHO, 2018). Sedangkan
International Diabetes Federation (IDF) memprediksi adanya kenaikan jumlah
penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta
pada tahun 2035 (IDF, 2013)

1.4 Etiologi
Diabetes melitus memiliki beberapa faktor resiko (IDF, 2015 ):
1. Genetik
Kebanyakan, pasien dengan DM memiliki riwayat kesehatan keluarga yang
pernah menderita DM sebelumnya karena keturunan diabetes memiliki resiko
lebih tinggi mengalami diabetes.
2. Obesitas
Orang dengan berat badan yang berlebih memiliki faktor resiko diabetes yang
lebih tinggi karena indeks massa tubuh melebihi batas normal.
3. Usia
Retensi insulin menjadi salah satu penyebab diabetes melitus. Retensi insulin
biasanya cenderung meningkat diatas usia 65 tahun.
4. Gaya hidup
Gaya hidup yang tidak sehat seperti sering makan makanan cepat saji atau
makan melebihi kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dapat meningkatkan
resiko DM. Pankreas memiliki batas sekresi insulin, makan apabila tidak
diimbangi dengan sekresi insulin yang cukup dapat menyebabkan
meningkatnya kadar gula darah dalam tubuh.
5. Kurang aktivitas fisik
Latihan jasmani bertujuan untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan
berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki
kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan
jasmani yang bersifat aerobik seperti : jalan kaki, bersepeda santai, jogging,
dan berenang.

6
6. Riwayat diabetes kehamilan
Mengalami diabetes selama kehamilan atau melahirkan bayi yang beratnya
lebih dari 4 kg akan meningkatkan resiko DM.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan ulkus pada DM:
a. Neuropati diabetik
Adalah suatu kelainan syaraf pada penderita DM akibat tingginya kadar gula
dalam darah. Akibatnya penderita DM kehilangan keampuan untuk merasaan
nyeri pada kaki, sehingga apabila penderita mengalami luka pada kaki tidak
akan terasa.
b. Angiopati diabetik
Adalah penyempitan pada pembuluh darah dan mudah terjadi penyumbatan,
apabila pada kaki mengalami penyumbatan maka akan menimbukan gangren
atau merah kehitaman pada kaki dan biasanya berbau. Angiopati
menyababkan asupan oksigen dan nutrisi terhambat, sehingga apabila
terdapat luka di kaki maka akan sulit untuk sembuh.
c. Trauma
Pasien DM kehilangan kemampuan dalam merasakan nyeri, sehingga apabila
terjadi luka pada kaki akibat benturan, tekanan atau gesekan, maka penderita
tidak akan dapat merasakan sakit.
d. Infeksi
Infeksi merupakan komplikasi pada ulkus diabetik, hal ini dapat terjadi akibat
kadar gula dalam darah tinggi, maka akan menjadi tempat yang baik untuk
berkembangnya bakteri.

1.5 Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi diabetes mellitus menurut Smeltzer dan Bare,
(2002) membedakan penyakit ini berdasarkan pengetahuan mutakhir mengenai
patogenesisnya, yaitu Diabetes Mellitus tipe I : Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM) dan tipe II : Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM), Diabetes Mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom
lainnya, serta Diabetes Mellitus gestasional (GDM)..

7
a. Diabetes Mellitus tipe I
Merupakan diabetes mellitus yang tergantung pada insulin atau insulin
dependent diabetes mellitus (IDDM). Pasien diabetes mellitus tipe I menghasilkan
sedikit insulin atau sama sekali tidak menghasilkan insulin. Pada diabetes mellitus
tipe I ini terjadi kerusakan sel-sel beta pangkreas yang diperkirakan terjadi akibat
kombinasi faktor genetik, imunologi dan mungkin juga karena infeksi (Smeltzer
dan Bare, 2002).
b. Diabetes Mellitus Tipe II
Merupakan diabetes mellitus yang tidak bergantung pada insulin atau non-
insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM). Diabetes mellitus tipe II
disebabkan karena kegagalan relatif sel beta pulau langerhans dan turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer
dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati.
c. Diabetes mellitus gestasional (GDM)
Diabetes melitus gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi
perinatal (sekitar waktu melahirkan) dan sang ibu memiliki resiko untuk
menderita penyakit DM yang lebih besar dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah
melahirkan
d. Diabetes Mellitus tipe lain
Diabetes mellitus ini merupakan diabetes mellitus yang berhubungan
dengan keadaan atau sindrom lain, misalnya defek genetik sel beta pankreas,
penyakit infeksi seperti pankreatitis, kelainan hormonal atau penggunaan obat-
obatan seperti glukokortikoid (Smeltzer dan Bare, 2002; PERKENI, 2015).

1.6 Patofisiologi
1. DM tipe 1
Pada DM tipe I ini terjadi ketidakmampuan pankreas untuk melakukan
sekresi insulin karena sel beta pankreas telah dirusak dan dihancurkan oleh proses
autoimun. Akibattidak adanya insulin ini, glukosa yang berasal dari makanan
tidak dapat disimpan dalam hati dan kadarnya melebihi batas normal. Apabila
kadar gula dalam darah cukup tinggi, maka ginjal tidak akan mampu menyaring

8
semua glukosa yang ada dalam darah sehingga dalam keluaran urine terdapat
kandungan glukosa (glukosuria). Saat banyak glukosa yang ada dalam kandungan
keluaran urin, maka banyak pula cairan dan elektrolit yang berlebih, keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Karena pasien mengalami kehilangan cairan
berlebih, maka pasien mengalami poliuria. Untuk mengimbangi poliuri yang
dialami pasien maka pasien akan merasa haus dan banyak minum, keadaan ini
dinamakan polidipsi.
Selain itu, defisiensi insulin juga dapat menyebabkan metabolisme tubuh
terganggu yang akan berakibat pada penurunan berat badan. Sebagai mekanisme
respon tubuh, pasien akan mengalami polifagi. Dalam keadaan normal, insulin
dapat mengendalikan glikogenesis (pemecahan simpanan glukosa) dan
glukoneogenesis (pembentukan gula baru). Pada pasien DM yang mengalami
defisiensi insulin, proses tersebut akan terganggu dan akan menyebabkan
terjadinya hiperglikemi. Selain itu, dalam tubuh akan terjadi pemecahan lemak
yang akan menghasilkan badan keton (hasil pemecahan lemak) yang akan
mengganggu keseimbangan asam basa bila jumlahnya berlebih di dalam tubuh.
Keadaan ini dinamakan ketoasidosis, yang dapat menyebabkan tanda gejala
seperti mual muntah.
2. DM tipe II
Pada DM tipe II ini terdapat dua masalah utama, yakni retensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Pada keadaan normal, insulin terikat oleh reseptor
khusus pada permukaan sel dan terjadilah metabolisme glukosa dalam sel. Akibat
terjadinya retensi insulin, maka insulin menjadi inefektif memetabolisme glukosa.
Untuk mengatasi terjadinya retensi insulin, maka sel beta pankreas akan
melakukan hiperekskresi insulin untuk mengimbangi tingginya kadar gula dalam
darah. Apabila sel beta tidak mampu mengimbangi sekresi insulin, maka kadar
glukosa akan meningkat dan terjadilah intoleransi glukosa DM tipe II. Pada DM
tipe II ini masih terdapat insulin dalam jumlah yang cukup untuk mencegah
pemecahan lemak dan kelebihan badan keton sehingga tidak terjadi ketoasidosis
diabetik. Awitan penyakit DM tipe II ini kadang tidak terdeteksi, namun muncul

9
berbagai gejala seperti kelelahan, poliuri, polidipsi, luka yang tidak kunjung
sembuh, dan pandangan kabur apabila kadar gula darah terlalu tinggi.

10
1.7 Pathway

Reaksi autoimun Idiopatik, gen usia, gaya hidup, dll

Sel β pankreas rusak Jumlah Sel β pankreas

Defisiensi Insulin

Hiperglikemia Gangguan Metabolisme Glukosa tidak dapat Retensi insulin


protein dan lemak dimetabolisme dan gangguan
sekresi insulin
Ginjal tidak
Badan keton Energi
mampu menyerap
Reaksi intrasel
glukosa lebih
Ketoasidosis Mudah letih
Inefektif insulin
Glukosuria
Mual muntah
Intoleransi
Hipersekresi
aktivitas
Ekskresi cairan insulin
dan elektrolit Nutrisi kurang
dari
kebutuhantubu Intoleransi
h glukosa
Poliuria

Penyembuhan
Dehidrasi
luka mjd lama

Polidipsi
Media tumbuh
mikroorganisme
Kekurangan
volum cairan Nanah Infeksi Inflamasi Tidak dirawat

Kerusakan
integritas kulit

1
1.8 Manifestasi Klinis
Tanda gejala Diabetes Melitus menurut ADA (2015) :
1. Poliuri ( sering berkemih dalam jumlah banyak )
2. Polidipsi (banyak minum atau haus berlebihan)
3. Poliphagia (banyak makan atau sering lapar)
4. Kelelahan
Kekurangan insulin di dalam tubuh menyebabkan glukosa tidak dapat diubah menjadi
energi, sehingga pasien diabetes sering mengalami kelelahan.
5. Pandangan kabur
6. Penyembuhan luka yang lambat
7. Penurunan berat badan meskipun makan lebih (DM tipe I)
8. Kesemutan, nyeri, mati rasa (DM tipe II)

1.9 Pemeriksaan Penunjang


1 Pemeriksaan skrining
Pemeriksaan skrining perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi DM.
Yaitu kelompok usia dewasa tua (>40 tahun), obesitas, tekanan darah tinggi, riwayat
keluarga DM, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi >4.000 g, riwaya DM
pada kehamilan, dan dislipidemia. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan pemeriksaan
glukosa darah sewaktu, kadar gula darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar. Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil
penyaringannya negatif, perlu pemeriksaan penyaring ulang tiap tahun. Bagi pasien
berusia 45 tahun tanpa faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3
tahun. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai
patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl). (Dr. R. Darmanto Djodjodibroto, 2001)
2 Pemeriksaan hemoglobin glikosilasi
Hemoglobin glikosilasi merupakan pemeriksaan darah yang mencerminkan kadar
glukosa darah rata-rata selama periode waktu 2 hingga 3 bulan. Ketika terjadi
kenaikan kadar glukosa darah, molekul glukosa akan menempel pada hemoglobin
dalam sel darah merah. (Dr. R. Darmanto Djodjodibroto, 2001)

8
1.10 Komplikasi
Oleh karena penderita lengah dan kurang memperhatikan kesehatannya, komplikasi
DM dapat dengan mudah menyerang seluruh organ tubuh maupun alat tubuh, mulai dari
rambut sampai ke ujung kaki termasuk semua alat tubuh, mulai dari rambut sampai ujung
kaki termasuk semua alat tubuh di dalamnya. Jika perawatan DM dilaksanakan dengan
baik, tertub, teratur, atau terkendali, komplikasi tersebut tidaka akan muncul.

1.11 Penatalaksanaan Farmakologi dan non farmakologi


a. Terapi farmakologi
1. Terapi insulin
Pada diabetes tipe I, pangkreas tidak dapat menghasilkan insulin sehingga harus
diberikan insulin pengganti. Pemberian insulin hanya dapat dilakukan melalui
suntikan, insulin dihancurkan dalam lambung sehingga tidak dapat diberikan per oral
(ditelan). Insulin disuntikkan di bawah kulit ke dalam lapisan lemak, biasanya di
lengan, paha, atau dinding perut. Digunakan jarum yang sangat kecil agar tidak terasa
terlalu nyeri.
2. Obat – obatan
Obat hipoglikemik oral (OHO) diperlukan dalam pengobatan DM tipe 2 jika intervensi
gaya hidup dengan diet dan latihan fisik tidak cukup untuk mengendalikan
hipeglikemia. OHO terutama terdiri atas dua tipe, yaitu prevarat insulinotrropik dan
insulin sensitizer. (Rita Ramayulis, 2010)`
b. Terapi non-farmakologi
1. Terapi gizi medis
Terapi gizi medis merupaka salah satu terapi non farmakologi yang sangat
direkomendasikan bagi penyandang (diabetisi). Terapi gizi medis ini pada prinsipnya
adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetisi
dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.
2. Latihan fisik
Pengelolaan diabetes melitus (DM) yang meliputi 4 pilar, aktivitas fisik merupakan
salah satu dari keempat pilar tersebut. Aktivitas minimal otot skeletal lebih dari
sekedar yang diperlukan untuk ventilasi basal paru, dibutuhkan oleh semua orang
termasuk diabetes sebagai kegiatan sehari-hari, seperti misalnya : bangun tidur,
memasak, berpakaian, mencuci, makan bahkan tersenyum. Berangkat kerja, bekerja,

9
berbicara, berfikir, tertawa, merencanakan kegiatan esok, kemuadian tidur. Semua
kegiatan tadi tanpa disadari oleh diabetisi, telah sekaligus menjalankan pengelolaan
terhadap DM sehari-hari. (Lanywati, 2001)

10
BAB 2. PROSES KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama pasien, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, alamat, No. RM, dan tanggal MRS. Resistensi insulin cenderung meningkat
pada usia di atas 65 tahun (Smeltzer & Bare, 2001). Manusia mengalami penurunan
fisiologis yang menurun dengan cepat setelah usia 40 tahun. Penurunan ini akan beresiko
pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin. Sehingga beresiko
besar bagi manusia lanjut usia untuk menderita gangguan produksi insulin terlebih lagi dari
akumulasi gaya hidup yang buruk pada saat muda.
b. Riwayat kesehatan
1) Diagnosa Medik: Diabetes Mellitus
2) Keluhan Utama
Biasanya pasien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada kulit yang disertai
bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa berat, mata kabur, kelemahan tubuh.
Disamping itu klien juga mengeluh poli urea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB
menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kramotot, gangguan tidur/istirahat,
sering haus, pusing-pusing/sakit kepala, kesulitan orgasme pada wanita dan masalah
impoten pada pria.
3) Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang merupakan pengalaman klien saat ini yang membentuk
suatu kronologi dari terjadinya etiologi hingga klien mengalami keluhan yang
dirasakan.
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang ada kaitannya dengan
defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung,
obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-
obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
a) Penyakit yang pernah dialami
b) Alergi
c) Imunisasi
d) Kebiasaan/Pola hidup

11
e) Obat yang pernah digunakan
5) Riwayat penyakit keluarga
Riwayat keluarga merupakan penyekit yang pernah dialami atau sedang dialami
keluarga, baik penyakit yang sama dengan keluhan klien atau pun penyakit lain. Dari
genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga menderita
DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin
misal hipertensi, jantung.
c. Genogram
d. Pengkajian Keperawatan
1) persepsi kesehatan & pemeliharaan kesehatan
menjelaskan tentang bagaimana pendapat klien maupun keluarga mengenai apakah
kesehatan itu dan bagaimana klien dan keluarga mempertahankan kesehatannya.
2) pola nutrisi/metabolik terdiri dari antropometri yang dapat dilihat melalui lingkar lengan
atau nilai IMT, biomedical sign merupakan data yang diperoleh dari hasil laboratorium
yang menunjang, clinical sign merupakan tanda-tanda yang diperoleh dari keadaan fisik
klien yang menunjang, diet pattern merupakan pola diet atau intake makanan dan
minuman yang dikonsumsi.
3) pola eliminasi: BAB dan BAK (frekuensi, jumlah, warna, konsistensi, bau, karakter)
4) pola aktivitas & latihan: Activity Daily Living, status oksigenasi, fungsi kardiovaskuler,
terapi oksigen. Gejala: lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot
menurun. Tanda : penurunan kekuatan otot.
5) Pola tidur & istirahat : durasi, gangguan tidur, keadaan bangun tidur
6) Pola kognitif & perceptual : fungsi kognitif dan memori, fungsi dan keadaan indera
7) Pola persepsi diri : gambaran diri, identitas diri, harga diri, ideal diri, dan peran diri
8) Pola seksualitas & reproduksi : pola seksual dan fungsi reproduksi
9) Pola peran & hubungan
10) Pola manajemen & koping stres
11) Sistem nilai dan keyakinan : oleh pasien maupun masyarakat
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum (Kesadaran secara kualitatif maupun kuantitatif), tanda-tanda vital
seperti tekanan darah, pernafasan, nadi dan suhu
2) Pengkajian Fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi):
a) Kepala

12
(1)Rambut, Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut.
Pasien dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang,
kemerahan seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa
sakit pada pasien.
(2)Muka/ Wajah.
Simetris atau tidak? Apakah ada nyeri tekan?
(3)Mata, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
(4)Telinga, Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya
infeksi seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan
dari telinga, melihat serumen telinga berkurangnya pendengaran, telinga kadang-
kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran
(5)Hidung, Apakah ada pernapasan cuping hidung? Adakah nyeri tekan? Apakah
keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya?
(6)Mulut, lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah,
gusi mudah bengkak dan berdarah
(7)Tenggorokan, Adakah tanda-tanda peradangan tonsil? Adakah tanda-tanda infeksi
faring, cairan eksudat?
b) Leher
Adakah nyeri tekan, pembesaran kelenjar tiroid? Adakah pembesaran vena jugularis?
c) Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekuensinya,
irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale? Pada auskultasi, adakah suara napas
tambahan? Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
d) Jantung
Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya? Adakah bunyi tambahan?
Adakah bradicardi atau tachycardia?
e) Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen? Bagaimana turgor
kulit dan peristaltik usus? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan
hepar? Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
f) Kulit

13
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Turgor kulit menurun,
adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban dan suhu kulit di daerah
sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan
kuku.
g) Ekstremitas
Apakah terdapat oedema,Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan tinggi
badan, cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas?
h) Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, tanda-tanda infeksi? Poliuri, retensio urine,
inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih?
f. Terapi, pemeriksaan penunjang & laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah :
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >120 mg/dl dan dua
jam post prandial > 200 mg/dl.
2) Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan dengan
cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine : hijau
( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ ).
3) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis
kuman.

2.2 Diagnosis Keperawatan


a. kekurangan volume cairan berhubungan dengan gejala poliuria dan dehidrasi
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya nanah
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan gangguan
keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan glukosa tidak dapat dimetabolisme dan mudah
letih

14
2.3 Intervensi
Diagnosa : 00027 kekurangan volume cairan berhubungan dengan gejala poliuria dan
dehidrasi

Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) :


Setelah dilakukan perawatan, diharapkan keseimbangan cairan pasien dapat membaik
dengan kriteria hasil:
Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak
terganggu terganggu terganggu terganggu terganggu

Skala Outcome 1 2 3 4 5
Keseluruhan
Indikator:

Keseimbangan 1 2 3 4 5
intake dan
output dalam 24
jam
Berat badan 1 2 3 4 5
stabil
Turgor kulit 1 2 3 4 5

Kelembaban 1 2 3 4 5
membran
mukosa
Hematokrit 1 2 3 4 5

Intervensi (NIC):

4120 Manejemen Cairan


1. Observasi tanda-tanda vital pasien (Tekanan darah, suhu, nadi, RR), observasi status
hidrasi ( membran mukosa lembab, denyut nadi adekuat, dan tekanan darah ortostatik)
2. Nursing treatmen yang dilakukan yaitu berikan terapi IV seperti yang telah ditentukan

15
3. Edukasi kepada pasien mengenai status NPO
4. Kolaborasi konseling dengan dokter jika tanda-tanda dan gejala kekurangan volume
cairan menetap atau memburuk

Diagnosa : 00046 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya nanah


Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) :
Setelah dilakukan perawatan, diharapkan aktivitas tidak terganggu
Kriteria Hasil :
- Tekstur dan ketebalan jaringan normal
- Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi (tumor, kalor, dolor, rubor, fungsiolesa)
- Perfusi jaringan normal
Indikator
110108 Tekstur 1 2 3 4 5

110109 Ketebalan 1 2 3 4 5

110111 Perfusi 1 2 3 4 5
Jaringan

110113 Integritas 1 2 3 4 5

NIC
3590 Pengecekan kulit
Asessment
1. Monitor TTV : TD, RR, N, dan S
2. Inspeksi luka pada setiapmengganti balutan
3. Kaji luka terhadap karakteristik tersebut meliputi lokasi, luas dan kedalaman, adanya
dan karakter eksudat, termasuk kekentalan, warna dan bau , ada atau tidaknya granulasi
atau epitelialisasi, ada atau tidaknya jaringan nekrotik.
4. Deskripsikan warna, bau dan banyaknya, ada atau tadaknya tanda-tanda infeksi luka

16
setempat
5. Kaji ada atau tidaknya perluasan luka kejaringan dibawah kulit
3660 Perawatan luka
1. Rawat Luka dengan kompres NaCl dan revanol
2. Monitor Karakteristik luka, ukuran, warna, luas dan bau
3. Pertahankan tehnik balutan steril saat perawatan luka
4. Periksa luka setiap mengganti balutan
5. Ajarkan pasien atau anggota keluarga tehnik perawatan luka
Colaboration activity
1. Konsultasikan pada ahli gizi tentang makanan tinggi protein, mineral, kalori dan vitamin
2. Konsultasikan pada dokter tentang implementasi pemberian makanan dan nutrisi enteral
atau parenteral untuk meningkatkan potensi penyembuhan luka

Diagnosa : 00002 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan gangguan keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) :
Setelah dilakukan perawatan, diharapkan status nutrisi pasien dapat membaik dengan kriteria
hasil:
Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak
menyimpan menyimpan menyimpan menyimpan menyimpan
g dari g dari g dari g dari g dari
rentang rentang rentang rentang rentang
normal normal normal normal normal

Skala
Outcome
Keseluruha 1 2 3 4 5
n
Indikator:

Asupan 1 2 3 4 5
makanan
Asupan 1 2 3 4 5
cairan

17
Rasio berat 1 2 3 4 5
badan/tingg
i badan
Hidrasi 1 2 3 4 5

Intervensi (NIC) :
2080 Manajemen Elektrolit/Cairan
1. Observasi tandan-tanda vital, yang sesuai (tekanan darah, suhu, nadi, RR) dan Jaga
pencatatan intake/asupan dan output yang akurat.
2. Berikan serat yang diresepkan untuk pasien dengan selang makan untuk mengurangi
kehilangan cairan dan elektrolit melalui diare.
3. Edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai alasan untuk pembatasan cairan,
tindakan hidrasi, atau administrasi elektrolit tambahan, seperti yang ditunjukkan.
4. Kolaborasi konseling dengan dokter jika tanda dan gejala ketidakseimbangan cairan
dan/atau elektrolit menetap atau memburuk.

Diagnosa : 00092 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan glukosa tidak dapat


dimetabolisme dan mudah letih

18
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) :
Setelah dilakukan perawatan, diharapkan aktivitas tidak terganggu
Kriteria Hasil :
- Saturasi oksigen ketika beraktivitas tidak terganggu
- Frekuensi nadi ketika beraktivitas tidak terganggu
- Tekanan darah saat beraktivitas tidak terganggu
- Kecepatan berjalan sedikit terganggu
Indikator
000501 Saturasi 1 2 3 4 5
oksigen ketika
beraktivitas
Frekuensi nadi
000502 ketika 1 2 3 4 5
beraktivitas
Tekanan darah
000504 sistolik ketika 1 2 3 4 5
beraktivitas
Tekanan darah
diastolik ketika
beraktivitas
000505 1 2 3 4 5

Intervensi (NIC) :
01080 Manajemen Energi
1. Observasi TTV meliputi tekanan darah ,RR,nadi dan perasaan secara verbal yang di
alami.
2. Lakukan manajemen intoleransi aktivitas
- Monitor intake nutrisi untuk mengetauhi sumber energi yang adekuat
- Intruksikan pasien untuk mengenali tanda dan gejala kelelahan yang memerlukan
pengurangan aktivitas
3. Edukasi pendidikan kesehatan tentang kegiatan pada saat pasien memiliki banyak
energi
Kolaborasi dengan ahli gizi dengan cara meningkatkan asupan energi dari makanan

4310 Terapi Aktivitas


1. Observasi respon emosi, fisik, sosial dan spiritual terhadap aktivitas
2. Berikan aktivitas motorik untuk mengurangi terjadinya kejang otot.

19
3. Edukasi kepada keluarga untuk mempertahankan fungsi dan kesehatan terkait peran
dalam beraktifitas secara fisik, sosial, spiritual dan kognisi.
4. Kolaborasi dengan ahli terapis fisik, okupasi dan terapis rekreasional dalam
perencanaan dan pemantauan program aktivitas, jika memang diperlukan.

2.4 Evaluasi
Diagnosa Evaluasi

00027 kekurangan volume cairan S : Pasien mengatakan sudah mengatakan


berhubungan dengan gejala poliuria dan tidak ingin muntah dan diare
dehidrasi O : Pasien terlihat tidak lemas, turgor kulit
baik
A : Masalah teratasi, tujuan intervensi tercapai
P: Hentikan intervensi

00046 Kerusakan integritas kulit S : pasien mengatakan “Pasien mengeluh luka


berhubungan dengan adanya nanah di kaki kiri, tampak bengkak dan terasa nyeri”
O: tumbuh bisul, kaki bengkak dan tampak
ada nanah.
Rembesan darah pada balutan luka masih ada
A:Masalah belum teratasi
P: Lanjutkan Intervensi selanjutnya
00002 ketidakseimbangan nutrisi kurang S : Pasien mengatakan mampu memakan
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan makanannya dengan baik
gangguan keseimbangan insulin, makanan O: Pasien terlihat menghabiskan makanannya
dan aktivitas jasmani A: Masalah teratasi, tujuan intervensi tercapai
P: Hentikan intervensi

00092 Intoleransi aktivitas berhubungan S: Pasien mengatakan tidak kelemahan lagi


dengan glukosa tidak dapat dimetabolisme O: Klien terlihat tidak sesak nafas saat
dan mudah letih melakukan aktifitas
A: Masalah teratasi, tujuan intervecsi tercapai
P: Hentikan intervensi

20
2.5 Discharge Planning
1. Kaji kemampuan klien untuk meninggalkan RS
2. Kolaborasikan dengan terapis, dokter, ahli gizi, atau petugas kesehatan lain tentang
kebelanjutan perawatan klien di rumah
3. Identifikasi bahwa pelayanan kesehatan tingkat pertama (puskesmas atau petugas
kesehatan di rumah klien) mengetahui keadaan klien
4. Identifikasi pendidikan kesehatan apa yang dibutuhkan oleh klien meliputi: cara
pemberian terapi insulin mulai dari persiapan alat sampai penyuntikan dan lokasi;
memonitor atau memeriksa glukosa darah dan glukosa dalam urine; perencanaan diet,
buat jadwal; perencanaan latihan, jelaskan dampak latihan dengan diabetik; cara untuk
mencegah hiperglikemi dan hipoglikemi dan infomasikan gejala gejala yang muncul
dari keduanya; cara mencegah infeksi : kebersihan kaki, hindari perlukaan, gunakan
sikat gigi yang halus.
5. Komunikasikan dengan klien tentang perencanaan pulang
6. Dokumentasikan perencanaan pulang
7. Anjurkan klien untuk melakukan pengontrolan kesehatan secara rutin

21
DAFTAR PUSTAKA

American Diabetes Association (ADA) 2015 http://www.diabetes.org. (diakses 20 Januari


2016 pukul 14.10)
Bulechek, G.M., Butcher, H., Dochterman, J.M. (2013). Nursing Intervention Classification
(NIC). 6th Edition. Singapore: Elsevier. Terjemahan oleh Nurjannah,
I.,Tumanggor,R.D. (2016). Nursing Intervention Classification (NIC). Edisi Indonesia
Keenam. Yogyakarta: CV. Mocomedia
Dr. R. Darmanto Djodjodibroto, S., 2001. Seluk Beluk Pemriksaan Kesehatan ( General
Medical Check Up ). Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Gibson, J., 2009. MODERN PHYSIOLOGY AND AND ANATOMY FOR NURSES. In: S.
Monica Ester, ed. ANATOMI FISIOLOGI UNTUK PARAMEDIS. JAKARTA:
PERPUSTAKAAN NASIONAL: KATALOG DALAM TERBITAN (KDT).
Corwin,Elizabeth J. 2009. Patofisiologi : Buku Saku. Jakarta : EGC
Herdman, T. Heather., Kamitsuru, Shigemi. (2015). Nanda Inrerntional Inc. Nursing
Diagnoses : Definition & Classifications 2015-2017. Edisi bahasa Indonesia. Jakarta :
EGC.
International Diabetes Federation (IDF) http://www.idf.org (diakses 7 Oktober 2019 pukul
20.08)
Lanywati, d. E., 2001. Diabetes Mellitus. Yogyakarta: KANASIUS.
Misnadiarly. (2006). Diabetes Mellitus. Jakarta: Pustaka Populer Obor. Retrieved from
https://books.google.co.id/books?id=UYMwK1Ok92kC&pg=PA19&dq=komplikasi+diabetes+mellitu
s&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwj2xO7SnZXlAhX78HMBHe7AAlcQ6AEIKzAA#v=onepage&q=ko
mplikasi%20diabetes%20mellitus&f=false

Moorhead, Sue., M. Johnson, M. L. Maas, dan E. Swanson. 2016. Nursing Outcomes


Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes Fifth Edition. I. Nurjannah
& R. D. Tumanggor, Trans.). United States: Mosby Elsevier. (Original Work
Published 2013).
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.L., & Swanson, E. 2013. Nursing Outcomes
Classification (NOC). Indonesia: Elsevier.
Natan, Tebai. 2018. Laporan_Pendahuluan_Diabetes_Melitus. Diakses dari
https://www.academia.edu/8201048/LAPORAN_PENDAHULUAN_DIABETES_ME
LITUS pada tanggal 7 Oktober 2019 pukul 17.49 WIB.

22
Nurarif, A.H. & Kusuma, H.K. 2013. Aplikasi Asuhan Kepreawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction Publishing
Pearce, E. C., 2009. ANATOMI DAN FISIOLOGI UNTUK PARA MEDIS. In: d. K.
Mohamad, ed. ANATOMY and Physiology for Nurses. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Perkeni (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia). 2011. Konsensus Pengelolaandan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe II di Indonesia, Jakarta : PB.PERKENI.
Rita Ramayulis, D. M., 2010. Kartu Resep: Diabetes Mellitus. Jakarta: Penerbit Plus.
Smeltzer, S. C., dan Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner dan
Suddart, Volume 1. Edisi 8. Alih bahasa oleh Agung Waluyo, dkk. Jakarta: EGC
WHO. 2018. Diabetes Mellitus. Diakses dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs138/en/ pada tanggal 7 Oktober 2018
pukul 19.05 WIB.

23

Anda mungkin juga menyukai