NPM: 1806194624
FAKULTAS: FARMASI
KELOMPOK: FOCUS GROUP 2
PEMBAHASAN
Menurut Szasz dan Hollander, model kolaborasi kesehatan dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Model Aktivitas-Pasivitas: Suatu model dimana dokter berperan aktif dan pasien ber[eran
pasif. Model ini tepat untuk pasien dengan keadaan darurat.
b. Model hubungan membantu: Merupakan dasar dari sebagian besar praktik keperawatan
dan/atau praktik kedokteran. Dalam model ini, pasien yang mempunyai gejala mencari
bantuan perawat atau dokter yang mempunyai pengetahuan terkait dengan kebutuhan
pasien. Perawat dan/atau dokter memberikan bantuan berupa perawatan atau pengobatan.
Timbal baliknya pasien diharapkan dapat bekerja sama dengan menaati anjuran perawat
atau dokter.
c. Model Partisipasi Mutual: Model ini berdasarkan pada anggapan bahwa hak yang sama
atau kesejahteraan antara umat manusia merupakan nilai yang tinggi. Interaksi, menurut
model ini, menyebutkan kekuasaan yang sama, saling membutuhkan, dan aktivitas yang
dilakukan dapat menimbulkan kepuasan bagi kedua belah pihak.
Menurut Canadian Medical Association (2007), terdapat 12 prinsip kolaborasi kesehatan, yaitu:
a. Patient-centered Care
Prinsip ini berarti pelayanan kesehatan yang diberikan baik oleh dokter maupun pihak lain
harus sesuai dengan nilai-nilai dan kebutuhan pasien. Selain itu model kolaborasi juga harus
mampu mengurangi perpecahan dan meningkatkan kualitas serta keamanan pelayananyang
diberikan kepada pasien. Dalam prinsip ini, hak untuk membuat keputusan mengenai pelayanan
kesehatan yang akan diterima adalah pasien itu sendiri. Maka dari itu, pasien serta keluarganya
harus dierbikan informasi dan kesempatan untuk bertanya agar dapat memutuskan tindakan tepat
yang akan diterimanya sesuai dengan informasi yang telah didapat.
Merupakan hubungan saling menghormati dan saling percaya antar pasien dan petugas
pelayanan kesehatan. Prinsip kolaborasi ini diciptakan untuk mendukung hubungan pasien dan
petugas pelayanan kesehatan. Semua keputusan untuk mengikuti atau tidak sebuah pengaturan
kolaborasi kesehatan harus dibuat secara sadar, baik oleh pasien maupun petugas pelayanan
kesehatan itu sendiri, serta keputusan tersebut harus didasari dengan kode etik yang umum.
Tim yang efektif membutuhkan sebuah kepemimpinan yang efektif pula. Dalam bidag
kesehatan, dokter dengan pengalaman pelatihan, pengetahuan, latar belakang, dan hubungannya
dengan pasien merupakan pilihan terbaik untuk diposisikan sebagai pemimpin dalam sebuah
kolaborasi tim kesehatan. Dalam situasi tertentu, dokter dapat menunjuk professional kesehatan
lainnya untuk menjadi pemimpin karena lebih baik dalam menjadi coordinator tim tersebut.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien, harus ada kolaborasi dan interaksi
saling menghormati antara tenaga kesehatan, dengan pengenalan dan pemahaman tentang
kontribusi dari setiap setiap anggota tim. Untuk membangun rasa percaya dan dan saling
menghormati, maka setiap anggota dituntut untuk mengerti dan menghormati kewajiban,
pengetahuan, dan keterampilan tenaga kesehatan lainnya.
e. Clear Communication
Komunikasi efektif di dalam kolaborasi tim kesehatan sangat penting untuk menjamin
pemberian pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi. Komunikasi yang efektif dan efisien ini
juga harus didukung oleh dokumentasi dengan penulis yang jelas. Perencanaan, pendanaan, dan
pelatihan untuk tim kolaborasi kesehatan harus mencakup tindakan untuk mendukung komunikasi
dalam tim. Selain komunikasi yang jelas, dibutuhkan pula sebuah mekanisme untuk memastikan
baik pasien maupun tenaga kesehatan menerima informasi secara berkala dan memiliki sumber
yang sesuai pula. Rekam jejak pasien yang dapat diakses dalam pengaturan kolaborasi kesehatan
juga dibutuhkan untuk memastikan komunikasi yang baik antara dokter dan tenaga kesehatan lain
untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Pencatatan dengan menggunakan fasilitas
elektronik sangat dianjurkan untuk memfasilitasi komunikasi dan pertukaran data dalam tim.
Setiap tenaga kesehatan wajib bertanggung jawab atas segala pelayanan kesehatan yang
mereka berikan dan untuk meningkatkan kesehatan pasien. Dokter sebagai koordinator pelayanan
klinis juga harus bertanggung jawab terhadap segala bentuk kelalaian klinis dalam pelayanan
kesehatan terhadap pasien.
Dalam hal ini, kerja tim kolaborasi kesehatan yang efektif bergantung pada
kontribusi yang diberikan oleh dokter selaku koordinator pelayanan klinis. Oleh sebab itu,
pemerintah harus meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan dengan meningkatkan jumlah
dokter, bukan dengan pergantian dokter.
Penelitian tentang keefektifan model kolaborasi pada kepuasan hasil pelayanan kesehatan, pasien,
dan dokter serta keefektifan biaya pelayanan kesehatan harus dilakukan secara terus menerus,
transparan, dan dengan dukungan dari pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA