Oleh :
Kelompok/Shift : 1/B1
Hari, Tanggal Praktikum : Jumat, 19 Oktober 2018
Nama (NPM) : 1. Rizal Anwar F. (240110170057)
2. Hafifah Amalia (240110170058)
3. Ganendra Akbar (240110170067)
4. Ray Leonard H. (240110170070)
5. Widia Tri A. (240110170085)
Asisten Praktikum :1. Muhamad Iqbal
2. N. Putri Purnamasari K.
3. Riswandha Febry V.
4. Shinta Atilia Diatara
5. Zaki Andika
2.2 Tachimetri
Pengukuran titik detil tachimetri adalah suatu pemetaan detil lengkap (situasi)
yaitu pengukuran dengan menggunakan prinsip tachimetri (tacheo artinya
menentukan posisi dengan jarak) untuk membuat peta yang dilengkapi dengan data-
data koordinat planimetris (X,Y) dan koordinat tinggi (Z). Pengukuran titik-titik
detail dengan metode tachimetri ini adalah cara yang paling banyak digunakan dalam
praktek, terutama untuk pemetaan daerah yang luas dan untuk detail-detail yang
bentuknya tidak beraturan. Keperluan pengukuran dan pemetaan selain pengukuran
kerangka dasar vertikal yang menghasilkan tinggi titik-titik ikat dan pengukuran
kerangka dasar horizontal yang menghasilkan koordinat titik-titik ikat juga perlu
dilakukan pengukuran titik-titik detail untuk menghasilkan titik-titik detail yang
tersebar di permukaan bumi yang menggambarkan situasi daerah pengukuran
(Prayuda, 2012).
Pengukuran titik-titik detail dilakukan sesudah pengukuran kerangka dasar
vertikal dan pengukuran kerangka dasar horizontal dilakukan. Pengukuran titik-titik
detail mempunyai orde ketelitian lebih rendah dibandingkan orde pengukuran
kerangka dasar. Pengukuran titik-titik detail dengan metode tachimetri pada dasarnya
dilakukan dengan menggunakan peralatan dengan teknologi lensa optis dan elektronis
digital. Dalam pengukuran titik-titik detail pada prinsipnya adalah menentukan
koordinat dan tinggi titik-titik detail dari titik-titik ikat. Pengukuran titik-titik detail
pada dasarnya dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu offset dan tachimetri.
Metode offset menggunakan peralatan sederhana, seperti pita ukur, jalon, meja ukur,
mistar, busur derajat, dan lain sebagainya. Metode tachimetri menggunakan peralatan
dengan teknologi lensa optis dan elektronis digital. Pengukuran metode tachymetri
mempunyai keunggulan dalam hal ketepatan dan kecepatan dibandingkan metode
offset. Pengukuran tiitk-titik detail metode tachimetri ini relatif cepat dan mudah
karena yang diperoleh dari lapangan adalah pembacaan rambu, sudut horizontal
(azimuth magnetis), sudut vertikal (zenith atau inklinasi) dan tinggi alat (Prayuda,
2012).
Melalui cara ini aturlah kedudukan alat agar memenuhi syarat melakukan
pengukuran, kemudian arahkan garis ke rambu A sebagai bacaan belakang (b) dan ke
rambu B sebagai bacaan muka (m). Dalam hal ini selalu diingat, bahwa angka
pembacaan pada rambu merupakan jarak yang dibatasi antara alas rambu terhadap
garis bidik maka dapat dimengerti bahwa beda tinggi antara titik A dan B yaitu
sebesar:
t=b–m (1)
2. Alat ukur berada di luar kedua titik
Cara yang kedua ini merupakan cara yang dapat dilakukan bilamana
pengukuran beda tinggi antara kedua titik tidak memungkinkan dilakukan dengan
cara yang pertama, disebabkan oleh kondisi di lapangan atau hasil pengukuran yang
hendak dicapai. Pada cara ini alat ukur ditempatkan disebelah kiri atau kanan pada
salah satu titik. Jadi alat tidak berada diantara kedua titik A dan B melainkan di luar
garis A dan B melainkan di luar garis A dan B. Sedangkan pembacaan kedua rambu
sama dengan cara yang pertama, hingga diperoleh beda tinggi antara kedua titik A
dan B.
Gambar 2. Pengukuran Beda Tinggi di luar Titik dengan Alat Penyipat Datar
(Sumber: Rawe, 2012)
Gambar 3. Pengukuran Beda Tinggi di atas Titik dengan Alat Penyipat Datar
(Sumber: Rawe, 2012)
2.4 Teodolit
Teodolit adalah salah satu alat lapangan yang digunakan dalam ilmu ukur
wilayah. Teodolit memiliki banyak kegunaan, seperti sebagai alat pengukur sudut
horizontal dan vertikal, sebagai alat untuk memperoleh pandangan mendatar (diatur
besarnya bacaan sudut vertikal = 90° atau 100°), dan bila dilengkapi dengan benang
stadia, teodolit juga dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur jarak, baik
horizontal, miring, ataupun vertikal. Beberapa syarat teodolit dalam keadaan baik
adalah sumbu ke satu harus tegak lurus, sumbu kedua harus mendatar, garis bidik
harus tegak lurus pada sumbu dua, dan kesalahan indek pada skala lingkaran tegak
harus sama dengan nol (Wongsotjitro, 1980).
240110170057
3.3 Pembahasan
Praktikum kali ini membahas tentang metode pengukuran jarak dan beda tinggi
dari dua atau lebih titik dengan menggunakan metode tachimetri. Metode ini
digunakan untuk menentukan jarak mendatar, jarak miring, dan beda tinggi antara
dua titik dengan hasil elevasi dan disajikan dalam sebuah sketsa. Pelaksanaannya
hampir sama seperti metode sipat ukur datar memanjang namun terdapat beberapa
perbedaan di dalamnya. Perbedaan yang paling berarti adalah metode ini dilakukan
secara bolak-balik yan bertujuan untuk mendapatkan hasil pengukuran yang lebih
akurat serta dalam setiap slag untuk perhitungan ke bidikan selanjutnya
menggunakan meteran, tidak lagi memakai langkah kaki. Meteran yang digunakan
untuk pengukuran membuat pengukuran lebih akurat dari pada memakai langkah
kaki.
Bidikkan ke belakang harus mengubah sudut horizontal menjadi 0° terlebih
dahulu agar dapat diketahui sudut horizontal ke arah bacaan muka. Elevasi di titik
awal pengukuran yakni sebesar 783 mdpl. Pengukuran beda tinggi dengan
menggunakan metode ini memiliki ketelitian yang lebih baik dan lebih akurat. Hasil
dari pengukuran pada praktikum kali ini berupa sketsa bentuk lahan dari hasil bidikan
menggunakan theodolit. Pelaksanaan pengukuran dengan posisi tempat alat yang
berjumlah 8 titik dengan 32 kali bidikan yang terdiri dari masing-masing bidikan
sejauh 7 meter.
Metode yang dilakukan bolak-balik seharusnya elevasi awal dan akhir harus
sama, namun praktikan menemukan perbedaan pada elevasi akhir sebesar 0,57 m atau
sekitar setengah meter. Elevasi tersebut berarti termasuk kedalam kesalahan atau
error dalam pengukuran. Elevasi tertinggi yang didapatkan yaitu 795.03 mdpl yan
berarti beda tinggi antara titik terendah dan titik tertinggi adalah 12.03 m. Pengukuran
dilakukan pada lahan yang relatif sempit karena metode dilakukan bolak-balik
sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama.
Hasil yang didapat masih terdapat perbedaan, hal ini disebabkan karena praktikan
mendapatkan kendala dalam menghitung hasil pengamatan. Kendala yang didapat
mempengaruhi hasil pengukuran. Salah satunya yakni sulitnya mendirikan alat dalam
keadaan datar (mengatur nivo). Hal tersebut disebabkan karena permukaan lahan
yang tersedia tidak datar, sehingga dalam melakukan penyetelan nivo menjadi cukup
sulit dan memakan waktu yang cukup lama. Selain itu, alat yang diposisikan harus
tegak lurus agar hasil yang didapat sangat maksimal. Apabila ingin alat yang
digunakan dapat berdiri tegak lurus dengan patok perlu dilakukannya penyesuaian
terlebih dahulu tinggi setiap kaki tripod agar theodolite menjadi lebih seimbang.
Sama seperti sipat ukur datar memanjang, tujuan dari proses pengukuran
menggunakan tachimetri ini adalah untuk mengetahui jarak dan kemiringan suatu
lahan yang nantinya digunakan untuk membangun sarana dan prasarana yang
mendukung dalam kegiatan pertanian seperti irigasi, drainase, tempat penyimpanan
hasil pertanian, embung dan lain-lain.
Hafifah Amalia
240110170058
3.2 Pembahasan
Praktikum kali ini praktikan melakukan pengukuran beda tinggi menggunakan
metode tachimetri dengan alat ukur teodolit. Metode tachimetri adalah suatu metode
pengukuran menggunakan alat optis, elektronis, dan digital yang didasarkan pada
segitiga sebangun dengan garis bidik miring karena keberagaman topografi. Metode
tachimetri dipakai untuk menentukan koordinat dan tinggi titik-titik detail dari titik-
titik ikat. Metode tachimetri ini merupakan metode pengukuran yang cepat dan tepat
dibandingkan dengan pengukuran lainnya. Metode tachimetri bermanfaat dalam
penentuan lokasi sejumlah besar detail topografik, baik horizontal maupun vertical,
dengan transit atau planset. Pengukuran titik-titik dengan metode tachimetri ini
adalah cara yang paling banyak digunakan dalam praktek, terutama untuk pemetaan
daerah yang luas dan untuk daerah yang luas dan untuk detail-detail yang bentuknya
tidak beraturan.
Praktikum kali ini praktikan melakukan pengukuran di lapangan parkir Fakultas
farmasi, pengukuran dilakukan di jalan yang tidak merata. Jarak antara satu titik
bidikan dengan titik bidikan lainnya berjarak 7 meter diukur dengan meteran.
Praktikan melakukan pengukuran bolak-balik atau pulang-pergi pada praktikum kali
ini.
Elevasi awal pada praktikum ini yaitu 783 mdpl. Praktikan memperoleh sudut
vertikal dan horizontal, dimana sudut ini digunakan untuk menemukan nilai alpha
(m) dan besar nilai sudut horizontal digunakan dalam pembuatan sketsa. Dengan
nilai alpha praktikan mendapat nilai jarak datar, nilai jarak miring, dan nilai beda
tinggi. Nilai jarak miring yang akan mempengaruhi besar kecilnya nilai batas atas dan
batas bawah, serta nilai sin alpha (m). Sedangkan nilai jarak datar dipengaruhi oleh
besar kecilnya nilai batas atas dan batas bawah, serta nilai kuadrat sin alpha (m).
Nilai rata-rata jarak datar yang diperoleh oleh praktikan adalah sebesar 11,946 m.
Berdasarkan hasil pengukuran dapat diketahui lahan tersebut tidak rata. Hasil
dari beda tinggi yang bernilai negatif menunjukkan bahwa lahan tersebut berupa
turunan, sedangkan hasil dari beda tinggi yang bernilai positif menunjukkan bahwa
lahan tersebut berupa tanjakan.
Ganendra Akbar H
240110170067
3.2 Pembahasan
Praktikum kali ini praktikan akan membahas tentang Pengukuran Beda Tinggi
dengan metode tachimetri Alat ukur teodolit. Pada pengukuran kali ini praktikan
membutuhkan alat yaitu teodolit, rambu ukur, patok. Pada pengukuran tachimteri
untuk mengetahui pengukuran beda tinggi yang memiliki ketepatan yang cukup baik.
Pengukuran ini tidak menggunakan bacaan belakang karena bacaan belakang sebagai
BM saja untuk menetukan sudut 0°. Praktikan mengukur 12 kali pengukuran berbeda
beda elevasinya.
Perbedaan pada hasil elevasi ini dikarenakan bentuk lahannya yang tidak
datar, tetapi lahan yang digunakan oleh praktikan untuk melakukan pembidikan ini
yaitu ada yang rendah dan ada yang tinggi. Pada saat tempat alatnya berada di dataran
yang tinggi, data yang dihasilkan dari pengukuran yang rambu ukurnya berada di
dataran yang lebih tinggi dari alat pembidik, elevasinya menjadi bertambah besar.
Sedangkan untuk data yang dihasilkan dari pengukuran yang rambu ukurnya berada
di dataran yang lebih rendah dibandingkan dengan alat pembidiknya, data yang
dihasilkan untuk elevasinya yaitu bertambah kecil.
Dan jika wilayah-wilayah perkotaan, pembacaan sudut dan jarak dapat
dikerjakan lebih cepat dari pada pencatatan pengukuran dan pembuatan sketsa oleh
pencatat. Tachimetri pada dasarnya bekerja atas prinsip yang, sama sudut vertikal
secara otomatis dipapas oleh pisahan garis stadia yang beragam. Sebuah tachimetri
swa-reduksi memakai sebuah garis horizontal tetap pada sebuah diafragma dan garis
horizontal lainnya pada diafragma keduanya dapat bergerak, yang bekerja atas dasar
perubahan sudut vertikal.
Ray Leonard Hutapea
240110170070
3.2 Pembahasan
Praktikum kali ini, praktikan melakukan pengukuran jarak dan beda tinggi di
sebuah lahan dengan menggunakan metode tachimetri dan akan mengukur beda
tinggi menggunakan alat ukur teodolit. Metode tachimetri ini merupakan cara
pengukuran titik-titik detail yang paling banyak digunakan terlebih dalam pemetaan
suatu daerah yang luas yang memiliki bentuk detail yang tidak beraturan. Pada
penggunaan metode tachimetri menggunakan alat teodolit ini digunakan pada
penentuan beda tinggi titik-titik acuan, seperti titik triangulasi ataupun titik poligon
yang memerlukan akurasi pengukuran yang tinggi. Pada pengukuran menggunakan
metode ini juga teropong dapat dimiringkan sehingga keterbatasan jangkauan dapat
dikurangi.
Pengukuran kali ini bertujuan untuk mengetahui beda tinggi pada titik-titik
pengukuran serta mampu menggunakan theodolit secara lebih baik. Praktikan
mengukur dari titik nomor 1, dan kemudian mengukur pada titik-titik selanjutnya
yang telah ditentukan sampai sebanyak 12 titik. Pengukuran dilakukan dengan
mendirikan teodolit di atas patok pada tiap-tiap titik, kemudian praktikan mengukur
bacaan belakang yaitu titik sebelumnya dan bacaan muka yaitu titik selanjutnya yang
akan diukur. . Maksudnya yaitu pengukuran dilakukan dengan berpindah tempat pada
titik-titik yang telah ditentukan secara berurutan dan kembali lagi ke titik semula.
Hasil pengukuran dengan metode ini akan diperoleh pengukuran beda tinggi, jarak
mendatar, jarak miring dan sketsa lahan.
Pengukuran pada praktikum ini menggunakan teodolit, terdapat 2 jenis jarak
yang harus dihitung oleh praktikan, yaitu jarang mendatar dan jarak miring. Jarak
mendatar merupakan jarak yang tampak dari atas dan bukan merupakan jarak
sesungguhnya, sedangkan jarak miring merupakan jarak yang sesungguhnya yang
dihitung berdasarkan kemiringannya. Yang membedakan antara jarak mendatar
dengan jarak miring adalah sudut kemiringan lahan. Apabila kemiringan lahan sangat
tinggi, maka jarak miring yang diukur akan lebih panjang dibandingkan dengan jarak
mendatar, begitu juga sebaliknya. Jika lahan tidak terlalu miring, maka jarak miring
tidak akan jauh berbeda dengan jarak mendatar. Hal ini juga dipengaruhi oleh
perbedaan ketinggian pada suatu lahan. Dari hasil yang didapatkan antara perhitungan
jarak datar dan jarak miring bernilai sama (berbeda tipis).
Nilai elevasi akhir dari pengkuran 12 titik ini didapatkan dari nilai beda tinggi
yang dijumlahkan dengan elevasi awal yaitu sebesar 778.565. Namun karena
pengukuran 12 titik yang berbeda namun kembali ke titik semula. Seharusnya nilai
elevasi awal sama dengan nilai elevasi akhir sebesar 778. Hal ini membuktikan
pengukuran mendekati akurat namun terdapat nilai error sebesar 0.565.
Pengukuran ini tentunya ada kendala yang dialami praktikan. Salah satu faktor
tersebut bisa karena pada saat mendirikan alat, teodolit, gelembung pada nivo kotak
dan tabungnya tidak tepat di tengah-tengah patok. Faktor lain juga bisa karena
praktikan salah membaca bidikan dan kurang teliti dalam melakukan perhitungan.
Dan pembulatan pada hasil akhir beda tingginya, meskipun beda sedikit tetapi bisa
berpengaruh pada hasil akhirnya.
Widia Tri Agustina
240110170085
3.3 Pembahasan
Praktikum kali ini dilakukan untuk mengetahui beda tinggi suatu wilayah
menggunakan alat ukur theodolit dengan penerapan metode tachimetri, dimana
praktikan menggunakan 2 theodolite yaitu theodolite digital dan beamont.
Pengukuran tachimetri ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan pengukuran
dengan metode sipat ukur datar karena dapat mengurangi keterbatasan dalam
pengukuran akibat tinggi alat ukur dan tinggi rambu ukur, sehingga umumnya
pengukuran menggunakan metode tachimetri disyaratkan pada penggunaan
penentuan beda tinggi titik-titik acuan, seperti pengukuran titik triangulasi ataupun
titik poligonyang memerlukan akurasi pengukuran yang tinggi.Pengukuran diawali
dengan pembidikan ke arah utara dan titik setelahnya. Hal ini dilakukan agar besar
sudut vertikal yang didapatkan merupakan sudut zenith yang merupakan sudut
vertikal yang garis acuannya menghadap ke atas (ke arah utara) yang bergerak searah
jarum jam.
Pengukuran dilakukan dengan 23 titik bidikan pada 9 titik bench mark (BM),
didapatjarak datar pada titik BM awal yaitu sebesar 3,399 m dan beda tinggi yang
diperoleh yaitu sebesar 0,0226 m. Nilai elevasi pada titik BM awal yaitu 783mdpl
dan elevasi akhir pada titik bidikan ke-10 yaitu 783,565. Jarak Disetiap titik
perpindahan atau titik bidikan memiliki elevasi yang tentunya berbeda-beda
dikarenakan ketinggian atau kontur tanah yang berbeda-beda. Eror elevasi yang
diukur oleh praktikan yaitu 0,57 mdpl. Terdapat beberapa kendala saat praktikum
dimana hal ini mempengaruhi hasil pengukuran, kendala tersebut yaitu kesulitanpada
saat mengatur kedua nivo sehingga memakan waktu cukup lama, kurangnya ketelitian
pada saat membidik sehingga pembidikan dilakukan secara berulang-ulang, faktor
cuaca pun turut berperan dan dapat mempengaruhi pengukuran dimana cuaca yang
panas akan menghilangkan konsentrasi dan fokus praktikan, dan adanya angin yang
menyebabkan rambu ukur tidak berdiri tegak.
Kelebihan yang diperoleh dalam pengukuran menggunakan metode tachimetri
pada alat ukur theodolite digital adalah sudut bacaan lebih detail, kemiringan dapat
diketahui hingga detik, ketelitian cukup tinggi, tidak terpengaruh oleh kontur tanah
yang jelek, dan pengukuran lebih cepat dibandingkan dengan menggunakanbeamont.
Perbedaan penggunaan theodolit digital dan beamont pada pengukuran beda tinggi
dengan metode tachimetri adalah pada theodolite digital pembidikan yang dilakukan
hanya 3 kali maksimal bidikan pada setiap kali pindah alat, sedangkan pada beamont
dapat membidik lebih dari 3 kali bidikan namun saat pembacaan pengukuran harus
lebih teliti karena menggunakan skala nonius yang diukur secara manual.
Rizal Anwar Fauzi
240110170057
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diambil dari praktikum kali ini sebagai berikut, yaitu :
1. Pengukuran beda tinggi dengan metode tachimetri menggunakan teodolit
merupakan metode yang baik karena teropong yang dapat dimiringkan sehingga
keterbatasan jangkauan dapat dikurangi.
2. Hasil pengukuran dengan metode tachimetri akan diperoleh pengukuran jarak
miring, jarak mendatar serta jarak vertikal.
3. Bacaan belakang pada pengukuran tachimetri harus pada sudut 00.
4. Jarak dan sudut horizontal berpengaruh dalam menggambarkan profil lokasi
pengukuran.
4.2 Saran
Saran yang diambil dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut, yaitu:
1. Praktikan sebaiknya menggunakan kalkulator ilmiah (scientific calculator) agar
hasil perhitungannya lebih akurat.
2. Jarak antara praktikan satu dengan praktikan lainnya jangan terlalu berdekatan
karena dapat mengganggu proses pengukuran.
Hafifah Amalia
240110170058
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini yaitu:
1. Metode tacimetri adalah metode yang paling banyak digunakan dalam praktek
pengukuran.
2. Tingkat keakuratannya akan sangat tinggi karena metode ini digunakan untuk
mengukur langsung pada setiap titik untuk menentukan suatu lahan.
3. Teropong dapat dimiringkan sehingga keterbatasan jangkauan dapat dikurangi.
4.2 Saran
Saran dari praktikum ini yaitu sebaiknya antara satu praktikan dengan praktikan
lainnya melakukan koordinasi dengan baik saat melakukan pengukuran agar tidak
terjadi kekeliruan yang menyebabkan harus melakukan pengukuran ulang karena
kesalahan antar praktikan.
Ganendra Akbar H
240110170067
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
2. Faktor penentu keakuratan hasil pengukuran yaitu batas atas, batas bawah,
batas tengah jika batasnya salah maka akan mempengaruhi beda tinggi yang
berbeda.
4.2 Saran
2. Sebaiknya praktikan harus fokus dan teliti dalam membaca BA,BT, dan BB
serta membaca sudut pada lingkaran horizontal agar mendapatkan hasil yang
didapat benar.
Ray Leonard Hutapea
240110170070
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum kali ini adalah:
5. Nilai elevasi awal sebesar 783 sedangkan nilai elevasi akhir sebesar 783.565.
Hal ini membuktikan pengukuran mendekati akurat namun terdapat nilai
error sebesar 0.565.
4.2 Saran
Adapun saran pada praktikum adalah:
1. Sebelum memulai praktikum, praktikan harus memahami konsep dan prinsip
praktikum terlebih dahulu Menggunakan teodolit digital harus pelan-pelan
karena teodolit digital rentan cepat rusak dan memiliki sensitifitas tinggi.
2. Dalam pengukuran harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan
kecermatan tinggi agar mendapatkan data yang akurat.
3. Rambu ukur diusahakan tidak goyang-goyang saat praktikan sedang
melakukan bidikan walaupun angin kencang, praktikan harus lebih kuat
menahan rambu ukur.
Widia Tri Agustina
240110170085
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah:
1. Metode tachimetri disyaratkan pada penggunaan penentuan beda tinggi titik-
titik acuan, seperti pengukuran titik triangulasi ataupun titik poligonyang
memerlukan akurasi pengukuran yang tinggi;
2. Besarnya sudut pada pengukuran dengan theodolite digital akan lebih akurat
dibandingkan dengan beamontkarena ketilitiannya dapat mencapai satuan
menit/detik;
3. Hasil praktikum kali ini terdapat error sebesar elevasi sebesar0.57mdpl;
4. Pengukuran dengan theodolite digital pada metode tachimetri hanya dapat
membidik 3 kali maksimal bidikan pada setiap kali pindah alat, sedangkan pada
beamont dapat membidik lebih dari 3 kali bidikan; dan
5. Pembacaan pengukuran menggunakan alat uku beamont lebih sulit karena
menggunakan skala nonius yang diukur secara manual.
4.2 Saran
Saran pada praktikum kali ini adalah:
1. Pastikan alat ukur dalam posisi tegak dengan bantuan unting-unting sehingga
pengaturan pada nivo akan mudah dan hasil pengukuran lebih akurat;
2. Pastikan rambu ukur berada dalam posisi tegak agar saat pembacaannya hasil
yang diperoleh akurat;
3. Praktikan harus lebih teliti dalam pengukuran dan perhitungan agar pengukuran
tidak dilakukan berulang-ulang; dan
4. Pembacaan pengukuran pada alat ukur beamont harus lebih teliti karena
menggunakan skala nonius yang diukur secara manual.
DAFTAR PUSTAKA