Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMETAAN SUMBER DAYA LAHAN


(8.Pengukuran Beda Tinggi Dengan Metode Tachimetri MenggunakanAlat
Ukur Theodolit)

Oleh :
Kelompok/Shift : 1/B1
Hari, Tanggal Praktikum : Jumat, 19 Oktober 2018
Nama (NPM) : 1. Rizal Anwar F. (240110170057)
2. Hafifah Amalia (240110170058)
3. Ganendra Akbar (240110170067)
4. Ray Leonard H. (240110170070)
5. Widia Tri A. (240110170085)
Asisten Praktikum :1. Muhamad Iqbal
2. N. Putri Purnamasari K.
3. Riswandha Febry V.
4. Shinta Atilia Diatara
5. Zaki Andika

LABORATORIUM KONSERVASI TANAH DAN AIR


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Metode tachimetri sangat diperlukan dalam pengukuran beda tinggi dimana
seiring perkembangan zaman, alat ukur jarak dan beda tinggi menjadi lebih
praktis dan lebih akurat dengan menggunakan bantuan alat-alat optis. Salah satu
alat optis tersebut adalah teodolit. Teodolit merupakan alat ukur tanah yang
digunakan untuk menentukan tinggi tanah dengan sudut mendatar (horizontal) dan
sudut tegak (vertikal), untuk memperoleh hasil pengukuran yang baik dan
berkualitas baik. Praktikum Pemetaan Sumber Daya Lahan ini mahasiswa akan
berlatih melakukan pekerjaan-pekerjaan surveyor, dengan tujuan agar dapat
diterapkan di lapangan pada saat masuk dalam dunia kerja, dengan demikian
diharapkan mahasiswa dapat memahami dengan baik aspek diatas.
Pengukuran beda tinggi ini digunakan untuk menentukan beda tinggi dan
titik acuan, pada pengukuran menggunakan techimetri ini hasil pengukuran dapat
menjadi lebih akurat karna cara pengukuran ini memang banyak digunakan untuk
menentukan beda tinggi. Pengukuran dalam mencari beda tinggi menggunakan
metode tachimetri dengan menggunakan theodolit ini maka hasil pengukuran
akan lebih akurat dan tepat, teodolit juga merupakan alat pengukur wilayah yang
banyak digunakan dalam menghitung sudut, beda tinggi, maupun jarak. Untuk
memenuhi tugas praktikum kali ini, disusunlah laporan praktikum yang berisi
tinjauan pustaka, hasil dan pembahasan, serta kesimpulan dari praktikum kali ini.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1. Mampu menggunakan alat ukur teodolit dengan lancar dan benar;
2. Mampu melakukan pengukuran beda tinggi dengan menggunakan alat ukur
teodolit;
3. Mampu menghitung beda tinggi antara dua titik dari hasil pengukuran
dengan metode tachimetri; dan
4. Mampu menggambarkan profil lokasi pengukuran disertai dengan skala
gambar.

1.3 Metodologi Pengamatan dan Pengukuran


1.3.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah:
1. Alat tulis;
2. Kalkulator;
3. Rambu ukur;
4. Teodolit; dan
5. Tripod atau kaki tiga.
1.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah jalan sepanjang
Fakultas Farmasi sampai FTIP.

1.3.3 Prosedur Praktikum


Prosedur dari praktikum kali ini yaitu:
1. Sketsa pengukuran pada lembar survey
a. Denah lokasi digambar dengan pengukuran dan arah utara kompas;
b. Titik-tiktik tempat alat dan bidikan disertai dengan nama-nama titik
tersebut.
2. Pengukuran beda tinggi.
1. alat didirikan di titik awal (P);
2. Tinggi alat diukur dan dicatat (Hi);
3. Rambu dibidik ke arah TP1 (lakukan bacaan BT ≠ Hi);
4. BA, BB, BT dan sudut vertikal dibaca kemudian dicatat;
5. Alat dipindahkan ke TP1, kemudian alat diberdirikan dan disiapkan rambu
ukur di TP2;
6. Rambu ukur dibidik dan diukur pada titik TP2;
7. BA, BB, BT dan sudut vertikal dibaca kemudian dicatat;
8. Prosedur lima sampai tujuh dilakukan kembali sampai rambu ukur
dipasang dititik terakhir (Q); dan
9. Pengukuran dilakukan kembali yang dimulai dari titik Q dan berakhir di
titik P.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Pengukuran


Pengukuran teodolit adalah pengukuran untuk menentukan beda tinggi antara
dua titik atau lebih. Pengukuran teodolit ini sangat penting gunanya untuk
mendapatkan data sebagai keperluan pemetaan, perencanaan ataupun untuk pekerjaan
konstruksi. Hasil-hasil dari pengukuran teodolit di antaranya digunakan untuk
perencanaan jalan, jalan kereta api, saluran, penentuan letak bangunan gedung yang
didasarkan atas elevasi tanah yang ada, perhitungan urugan dan galian tanah,
penelitian terhadap saluran-saluran yang sudah ada, dan lain-lain (Ady, 2010).
Terdapat beberapa istilah yang sering digunakan pengukuran, yaitu:
1. Garis vertikal adalah garis yang menuju ke pusat bumi, yang umum dianggap
sama dengan garis unting-unting;
2. Bidang mendatar adalah bidang yang tegak lurus garis vertikal pada setiap titik.
Bidang horisontal berbentuk melengkung mengikuti permukaan laut; dan
3. Bench Mark (BM) adalah titik yang tetap yang telah diketahui elevasinya
terhadap datum yang dipakai, untuk pedoman pengukuran elevasi daerah
sekelilingnya.

2.2 Tachimetri
Pengukuran titik detil tachimetri adalah suatu pemetaan detil lengkap (situasi)
yaitu pengukuran dengan menggunakan prinsip tachimetri (tacheo artinya
menentukan posisi dengan jarak) untuk membuat peta yang dilengkapi dengan data-
data koordinat planimetris (X,Y) dan koordinat tinggi (Z). Pengukuran titik-titik
detail dengan metode tachimetri ini adalah cara yang paling banyak digunakan dalam
praktek, terutama untuk pemetaan daerah yang luas dan untuk detail-detail yang
bentuknya tidak beraturan. Keperluan pengukuran dan pemetaan selain pengukuran
kerangka dasar vertikal yang menghasilkan tinggi titik-titik ikat dan pengukuran
kerangka dasar horizontal yang menghasilkan koordinat titik-titik ikat juga perlu
dilakukan pengukuran titik-titik detail untuk menghasilkan titik-titik detail yang
tersebar di permukaan bumi yang menggambarkan situasi daerah pengukuran
(Prayuda, 2012).
Pengukuran titik-titik detail dilakukan sesudah pengukuran kerangka dasar
vertikal dan pengukuran kerangka dasar horizontal dilakukan. Pengukuran titik-titik
detail mempunyai orde ketelitian lebih rendah dibandingkan orde pengukuran
kerangka dasar. Pengukuran titik-titik detail dengan metode tachimetri pada dasarnya
dilakukan dengan menggunakan peralatan dengan teknologi lensa optis dan elektronis
digital. Dalam pengukuran titik-titik detail pada prinsipnya adalah menentukan
koordinat dan tinggi titik-titik detail dari titik-titik ikat. Pengukuran titik-titik detail
pada dasarnya dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu offset dan tachimetri.
Metode offset menggunakan peralatan sederhana, seperti pita ukur, jalon, meja ukur,
mistar, busur derajat, dan lain sebagainya. Metode tachimetri menggunakan peralatan
dengan teknologi lensa optis dan elektronis digital. Pengukuran metode tachymetri
mempunyai keunggulan dalam hal ketepatan dan kecepatan dibandingkan metode
offset. Pengukuran tiitk-titik detail metode tachimetri ini relatif cepat dan mudah
karena yang diperoleh dari lapangan adalah pembacaan rambu, sudut horizontal
(azimuth magnetis), sudut vertikal (zenith atau inklinasi) dan tinggi alat (Prayuda,
2012).

2.3 Beda Tinggi


Penentuan beda tinggi antara dua titik dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu
ditinjau dari kedudukan atau penempatan alat ukur penyipat datar. Tiga cara ini dapat
dipergunakan sesuai dengan kondisi di lapangan dan hasil pengukuran yang ingin
diperoleh (Rawe, 2012):
1. Alat ukur berada di antara kedua titik
Cara ini alat ukur ditempatkan antara titik A dan B, sedangkan masing-masing
titik tersebut ditempatkan rambu ukur yang vertikal. Jarak dari alat ukur terhadap
masing-masing rambu diusahakan berimbang atau ± sama. Sedangkan letak alat ukur
tidaklah harus pada garis lurus yang menghubungkan titik A dan B. Cara ini
merupakan dasar dalam pengukuran sipat datar memanjang.

Gambar 1. Pengukuran Beda Tinggi


(Sumber: Rawe, 2012)

Melalui cara ini aturlah kedudukan alat agar memenuhi syarat melakukan
pengukuran, kemudian arahkan garis ke rambu A sebagai bacaan belakang (b) dan ke
rambu B sebagai bacaan muka (m). Dalam hal ini selalu diingat, bahwa angka
pembacaan pada rambu merupakan jarak yang dibatasi antara alas rambu terhadap
garis bidik maka dapat dimengerti bahwa beda tinggi antara titik A dan B yaitu
sebesar:
t=b–m (1)
2. Alat ukur berada di luar kedua titik
Cara yang kedua ini merupakan cara yang dapat dilakukan bilamana
pengukuran beda tinggi antara kedua titik tidak memungkinkan dilakukan dengan
cara yang pertama, disebabkan oleh kondisi di lapangan atau hasil pengukuran yang
hendak dicapai. Pada cara ini alat ukur ditempatkan disebelah kiri atau kanan pada
salah satu titik. Jadi alat tidak berada diantara kedua titik A dan B melainkan di luar
garis A dan B melainkan di luar garis A dan B. Sedangkan pembacaan kedua rambu
sama dengan cara yang pertama, hingga diperoleh beda tinggi antara kedua titik A
dan B.
Gambar 2. Pengukuran Beda Tinggi di luar Titik dengan Alat Penyipat Datar
(Sumber: Rawe, 2012)

3. Alat ukur berada di atas salah satu dari kedua titik


Cara ini alat ukur ditempatkan di atas salah satu titik dari kedua titik yang
diukur. Harus dipahami bahwa, penempatan alat di atas titik terlebih dahulu diketahui
titik tersebut, sehingga kedudukan sumbu ke satu alat ukur segaris dengan titik tengah
patok (Center). Dalam hal ini untuk menempatkan alat tepat di atas patok
menggunakan alat tambahan yaitu unting-unting. Penggunaan cara yang ketiga ini
umum dilakukan pada penyipat datar luas dan stake out.

Gambar 3. Pengukuran Beda Tinggi di atas Titik dengan Alat Penyipat Datar
(Sumber: Rawe, 2012)

2.4 Teodolit
Teodolit adalah salah satu alat lapangan yang digunakan dalam ilmu ukur
wilayah. Teodolit memiliki banyak kegunaan, seperti sebagai alat pengukur sudut
horizontal dan vertikal, sebagai alat untuk memperoleh pandangan mendatar (diatur
besarnya bacaan sudut vertikal = 90° atau 100°), dan bila dilengkapi dengan benang
stadia, teodolit juga dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur jarak, baik
horizontal, miring, ataupun vertikal. Beberapa syarat teodolit dalam keadaan baik
adalah sumbu ke satu harus tegak lurus, sumbu kedua harus mendatar, garis bidik
harus tegak lurus pada sumbu dua, dan kesalahan indek pada skala lingkaran tegak
harus sama dengan nol (Wongsotjitro, 1980).

Gambar 4.Teodolit Digital


(Sumber: Wongsotjitro, 1980).

2.5 Rambu Ukur


Dalam ilmu ukur tanah, banyak sekali alat ukur yang digunakan dalam berbagai
macam pengukuran. Ada berbagai macam pengukuran, yaitu pengukuran sipat datar,
pengukuran sudut, pengukuran panjang, dan lain-lain. Alat ukur yang digunakan pun
ada yang sederhana dan modern, yang masing-masing bekerja sesuai dengan
fungsinya. Seperti yang telah diketahui bahwa permukaan bumi ini tidak rata, untuk
itu diperlukan adanya pengukuran beda tinggi baik dengan cara barometris,
trigonometris ataupun dengan cara pengukuran penyipatan datar. Alat yang
digunakan dalam pengukuran sipat datar salah satunya adalah rambu ukur (Yogie,
2010).
Rambu ukur dapat terbuat dari kayu, campuran alumunium yang diberi skala
pembacaan. Ukuran lebarnya 4 cm, panjang antara 3m-5m pembacaan dilengkapi
dengan angka dari meter, desimeter, sentimeter, dan milimeter. Umumnya dicat
dengan warna merah, putih, hitam, kuning. Selain rambu ukur, ada juga waterpass
yang dilengkapi dengan nivo yang berfungsi untuk mendapatkan sipatan mendatar
dari kedudukan alat dan unting-unting untuk mendapatkan kedudukan alat tersebut di
atas titik yang bersangkutan. Kedua alat ini digunakan bersamaan dalam pengukuran
sipat datar. Rambu ukur diperlukan untuk mempermudah/membantu mengukur beda
tinggi antara garis bidik dengan permukaan tanah (Yogie, 2010).

Gambar 5. Rambu Ukur


(Sumber: Yogie, 2010)

2.6 Tripod (Kaki Tiga)


Statif (kaki tiga) berfungsi sebagai penyangga waterpass dengan ketiga kakinya
dapat menyangga penempatan alat yang pada masing-masing ujungnya runcing, agar
masuk ke dalam tanah. Ketiga kaki statif ini dapat diatur tinggi rendahnya sesuai
dengan keadaan tanah tempat alat itu berdiri. Seperti tampak pada gambar dibawah
ini (Sulistiadji dkk, 2009).

Gambar 6. Kaki Tiga


(Sumber: Sulistiadji, 2009)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Praktikum


Tabel 1. Data hasil pengukuran tachimetri menggunakan theodolite
Tempat Tinggi Bacaan Bacaan Beda
Sudut (˚) Jarak Elevasi
Alat Alat Bidikan Belakang (dm) Muka (dm) Tinggi
(m) (mdpl)
(dm) BA BT BB BA BT BB Hor Ver (m)
BM 13.8 13.62 13.46 0.00 90.26 3.40 0.02 783.00
1 12.42 12.2 11.8 180.12 90.28 6.20 0.15 783.15
1 14
2 6.3 5.6 4.9 179.73 90.28 14.00 0.77 783.92
3 5.7 4.65 3.65 178.06 88.34 20.48 1.53 785.45
BM3 14.25 13.75 13.52 0.00 96.65 7.20 -0.82 784.63
4 8.4 8.05 7.7 173.43 89.13 7.00 0.70 785.34
2 14
5 11.36 11.1 10.35 173.43 85.77 10.05 1.03 786.37
6 13.4 12.25 11.1 173.43 85.77 22.87 1.87 788.23
BM6 16.54 16.08 15.62 0.00 92.16 9.19 -0.53 787.70
7 9.18 8.82 8.5 282.82 90.93 6.80 0.43 788.13
3 14.2
8 6.72 6.03 5.35 284.08 87.71 13.68 1.36 789.49
9 8.9 7.9 6.8 281.75 85.30 20.86 2.35 791.84
BM9 13.8 13.45 13.15 0.00 98.59 6.36 -0.86 790.97
10 12.88 12.52 12.18 169.02 85.04 6.95 0.79 791.76
4 14.4
11 13.85 12.98 12.3 167.15 85.04 15.38 1.48 793.24
12 12.3 11.25 10.2 160.40 85.96 20.90 1.79 795.03
BM12 18.95 18.5 18.25 0.00 90.39 7.00 -0.46 794.58
5 14.4
patok 15.15 14.65 14.2 302.29 92.19 9.49 -0.39 794.19
BMpatok 15.15 14.65 14.3 0.00 92.19 8.49 -0.35 793.84
1 12.75 12.4 12.05 60.48 95.42 6.94 -0.46 793.38
5 14.4
2 10.55 10 9.3 61.92 96.05 12.36 -0.87 792.51
3 15.6 14.6 13.5 65.18 94.90 20.85 -1.81 790.70
BM3 13.75 13.45 13.15 0.00 84.21 5.94 0.69 791.39
4 25.35 25 24.65 186.42 89.17 7.00 -0.97 790.42
6 14.3
5 21.62 20.95 20.25 189.04 95.10 13.59 -1.88 788.54
6 19.3 18.2 17.18 189.04 95.28 21.02 -2.33 786.21
BM6 3.4 3 2.65 0.00 95.58 7.43 0.69 786.91
7 13.7 13.3 12.85 83.93 94.16 8.46 -0.23 786.68
7 17.2
8 15 14.2 13.4 80.45 94.16 15.92 -0.86 785.82
9 16.5 15.3 14.2 79.90 94.28 22.87 -1.52 784.30
BM9 5.8 5.45 5.1 0.00 90.88 7.00 0.75 785.05
8 14
10 17 15.8 14.6 189.30 93.12 23.93 -1.48 783.57
3.2 Perhitungan
3.2.1. JarakDatar
Rumus = (BA – BB) x (c/10) x Sin2 m
1. S = (13.8 – 13.46) x 10 x Sin2 90,26 = 3.40 m
2. S = (12.42 – 11.8) x 10 x Sin290.28 = 6.20 m
3. S = (6.3 – 4.9) x 10 x Sin2 90.28 = 14.00 m
4. S = (5.7 – 3.65) x 10 x Sin2 88.34= 20.48 m
5. S = (14.25 – 13.52) x 10 x Sin2 96.65 = 7.20m
6. S = (8.4 – 7.7) x 10 x Sin289.13 = 7.00 m
7. S = (11.36 – 10.35) x 10 x Sin2 85.77= 10.05 m
8. S = (13.4 – 11.1) x 10 x Sin2 85.77 = 22.87 m
9. S = (16.54 – 15.62) x 10 x Sin2 92.16 = 9,19 m
10. S = (9.18 – 8.5) x 10 x Sin2 90.93 = 6.80 m
11. S = (6.72 – 5.35) x 10 x Sin2 87.71 = 13.68m
12. S = (8.9 – 6.8) x 10 x Sin2 85.30 = 20.86 m
13. S = (13.8 – 13.15) x 10 x Sin2 98.59 = 6.36 m
14. S = (12.88 – 12.18) x 10 x Sin285.04 = 6.95 m
15. S = (13.85 – 12.3) x 10 x Sin2 85.04 = 15.38m
16. S = (12.3– 10.2) x 10 x Sin2 85.96= 20.90m
17. S = (18.95 – 18.25) x 10 x Sin2 90.39 = 7.00m
18. S = (15.15 – 14.2) x 10 x Sin292.19 = 9.49 m
19. S = (15.15 – 14.3) x 10 x Sin2 92.19= 8.49 m
20. S = (12.75– 12.05) x 10 x Sin2 95.42 = 6.94 m
21. S = (10.55 – 9.3) x 10 x Sin2 96.05 = 12.36 m
22. S = (15.6 – 13.5) x 10 x Sin2 94.90 = 20.85 m
23. S = (13.75 – 13.15) x 10 x Sin2 84.21 = 5.94m
24. S = (25.35– 24.65) x 10 x Sin2 89.17 = 7.00 m
25. S = (21.62 – 20.25) x 10 x Sin295.10 = 13.59 m
26. S = (19.3 – 17.18) x 10 x Sin2 95.28 = 21.02m
27. S = (3.4– 2.65) x 10 x Sin2 95.58=7.43m
28. S = (13.7 – 12.85) x 10 x Sin2 94.16 = 8.46m
29. S = (15 – 13.4) x 10 x Sin294.16 = 15.92 m
30. S = (16.5 – 14.2) x 10 x Sin2 94.28= 22.87 m
31. S = (5.8– 5.1) x 10 x Sin2 90.88 = 7.00 m
32. S = (17 – 14.5) x 10 x Sin2 93.12 = 23.93 m

3.2.2. Beda Tinggi


Δh = 0,5 x C x (BA – BB) Sin 2α + (Hi – BT)
α = 900 – SudutVertikal
1. Δh = 0,5 x 10 x (13,8 – 13,46) Sin 2 x (-0,258) + (1,4 – 13,62)
= 0,022 m
2. Δh = 0,5 x 10 x (12,42 – 11,8) Sin 2 x (-0,28) + (1,4 – 12,2)
= 0,149 m
3. Δh = 0,5 x 10 x (6,3 – 4,9) Sin 2 x (-0,28) + (1,4 – 5,6)
= 0,771 m
4. Δh = 0,5 x 10 x (5,7 – 3,65) Sin 2 x (1,659) + (1,4 – 4,65)
= 1,52 m
5. Δh = 0,5 x 10 x (14,25 – 13,52) Sin 2 x (-6,654) + (1,4 – 13,75)
= -0,815 m
6. Δh = 0,5 x 10 x (8,4 – 7,7) Sin 2 x (0,869) + (1,4 – 8,05)
= 0,701m
7. Δh = 0,5 x 10 x (11,36– 10,35) Sin 2 x (4,228) + (1,4 – 11,1)
= 1,03 m
8. Δh = 0,5 x 10 x (13,4 – 11,1) Sin 2 x 4,228) + (1,4 – 12,25)
= 1,866 m
9. Δh = 0,5 x 10 x (16,52 – 15,62) Sin 2 x (4,228) + (1,42– 16,08)
= -0,534 m
10. Δh = 0,5 x 10 x (9,18 – 8,5) Sin 2 x (-2,148) + (1,42 – 8,83)
= 0,427 m
11. Δh = 0,5 x 10 x (6,72 –5,35 ) Sin 2 x (0,933) + (1,42 – 6,03)
= 1,364 m
12. Δh = 0,5 x 10 x (8,9 – 6,8) Sin 2 x (4,7) + (1,42– 16,08)
= 2,346 m
13. Δh = 0,5 x 10 x (13,8 – 13,15) Sin 2 x(-5,5) + (1,44 – 13,45)
= -0,846 m
14. Δh = 0,5 x 10 x (12,88 –12,18) Sin 2 x (4,9) + (1,44 – 12,52)
= 0,791 m
15. Δh = 0,5 x 10 x (13,85 – 12,3 ) Sin 2 x (4,9) + (1,44 – 12,98)
= 1,477 m
16. Δh = 0,5 x 10 x (12,3 –10,2 ) Sin 2 x (34.042) + (1,44 – 11,25)
= -0,457 m
17. Δh = 0,5 x 10 x ( 18,95 – 18,25) Sin 2 x (-0,038) + (1,44– 16,08)
= -0,387 m
18. Δh = 0,5 x 10 x (15,5 – 14,3) Sin 2 x(-0,218) + (1,44 – 14,65)
= -0,349 m
19. Δh = 0,5 x 10 x (15,5 – 14,3) Sin 2 x(-0,218) + (1,44 – 14,65)
= -0,458 m
20. Δh = 0,5 x 10 x (12,75 –12,05) Sin 2 x (-0,54) + (1,44 – 12,4)
= -0.870 m
21. Δh = 0,5 x 10 x (10,55 – 9,3) Sin 2 x (-0,6) + (1,44 – 10)
= -0,1808 m
22. Δh = 0,5 x 10 x (15,6 – 13,5) Sin 2 x (-0,6) + (1,44 – 14,6)
= 0,687 m
23. Δh = 0,5 x 10 x ( 13,75 – 13,15) Sin 2 x (5,79) + (1,43– 13,45)
= -0,968 m
24. Δh = 0,5 x 10 x (25,35 – 24,65) Sin 2 x(0,83) + (1,43 – 25)
= -1,876 m
25. Δh = 0,5 x 10 x (21,62 – 20,25) Sin 2 x(-5,09) + (1,43 – 20,29)
= -2,332 m
26. Δh = 0,5 x 10 x (19,3 –17,18) Sin 2 x (-5,28) + (1,43 – 18,2)
= 0,694 m
27. Δh = 0,5 x 10 x (7,4 – 2,65) Sin 2 x (-5,57) + (1,72 – 3)
= -0,225 m
28. Δh = 0,5 x 10 x (13,7 – 13,85) Sin 2 x (-4,16) + (1,72 – 13,3)
= -0,858 m
29. Δh = 0,5 x 10 x (15 – 13,4) Sin 2 x(-4,16) + (1,43 – 14,2)
= -1,562 m
30. Δh = 0,5 x 10 x (16,5 –14,2) Sin 2 x (-4,28) + (1,43 – 15,3)
= 0,7477 m
31. Δh = 0,5 x 10 x (5,8 – 5,1) Sin 2 x (-0,883) + (1,4 – 5,45)
= 0,7477 m
32. Δh = 0,5 x 10 x (17 – 14,6) Sin 2 x (-3,115) + (1,4 – 15,8)
= -1,4822 m
3.2.3 Elevasi
1. Elevasi = 783mdpl
Elevasi = 783 + 0,149 = 783,149 mdpl
2. Elevasi = 783,149 + 0,772 = 783,921 mdpl
3. Elevasi = 783,921 + 1,528 = 785,449 mdpl
4. Elevasi = 785,449 + (-0,815) = 784,634 mdpl
5. Elevasi = 784,649 + 0,701 = 785,335 mdpl
6. Elevasi = 785,335 + 1,003 = 786,368 mdpl
7. Elevasi = 786,368 + 1,886 = 788,234 mdpl
8. Elevasi = 788,234 + (-0,535) = 787,699 mdpl
9. Elevasi = 787,699 + 1,172 = 788,841 mdpl
10.Elevasi = 788,841 + (-1,142) = 787,699 mdpl
11.Elevasi = 787,699 + 0,428 = 788,127 mdpl
12..Elevasi = 788,127 + 1,364 = 789,4915 mdpl
13..Elevasi = 789,4915 + 2,2725 = 791,764 mdpl
14.Elevasi = 791,764 + 1,478 = 793,242 mdpl
15.Elevasi = 793,242 + 1,778 = 795,03 mdpl
16.Elevasi = 795,03 + (-0,46) = 795,19 mdpl
17.Elevasi = 795,19 + (-0,39) = 794,19 mdpl
18 .Elevasi = 794,19 + (-0,35) = 793,84 mdpl
19.Elevasi = 793,84 + (-0,46) = 793,38 mdpl
20.Elevasi = 793,38 + (-0,87) = 792,51 mdpl
21.Elevasi = 792,51 + (-1,81) = 790,70 mdpl
22.Elevasi = 790, 70 + 0,69 = 791,39 mdpl
23.Elevasi = 791,39 + (-0,97) = 790,41 mdpl
24.Elevasi = 790,41 + (-1,88) = 788,54 mdpl
25.Elevasi = 788,54 + (-2,33) = 786,21 mdpl
26.Elevasi = 786,21 + 0,69 = 786,91 mdpl
27.Elevasi = 786,91+ (-0,23) = 786,68 mdpl
28.Elevasi = 786,68 + (-0,86) = 785,82 mdpl
29.Elevasi = 785,82 + (-1,52) = 784,30 mdpl
30.Elevasi = 784,30 + 0,75 = 785,05 mdpl
31.Elevasi = 785,05+ (-1,40) = 783,49 mdpl
32.Elevasi = 785,05+ (-1,48) = 783,53 mdpl
Rizal Anwar Fauzi

240110170057

3.3 Pembahasan
Praktikum kali ini membahas tentang metode pengukuran jarak dan beda tinggi
dari dua atau lebih titik dengan menggunakan metode tachimetri. Metode ini
digunakan untuk menentukan jarak mendatar, jarak miring, dan beda tinggi antara
dua titik dengan hasil elevasi dan disajikan dalam sebuah sketsa. Pelaksanaannya
hampir sama seperti metode sipat ukur datar memanjang namun terdapat beberapa
perbedaan di dalamnya. Perbedaan yang paling berarti adalah metode ini dilakukan
secara bolak-balik yan bertujuan untuk mendapatkan hasil pengukuran yang lebih
akurat serta dalam setiap slag untuk perhitungan ke bidikan selanjutnya
menggunakan meteran, tidak lagi memakai langkah kaki. Meteran yang digunakan
untuk pengukuran membuat pengukuran lebih akurat dari pada memakai langkah
kaki.
Bidikkan ke belakang harus mengubah sudut horizontal menjadi 0° terlebih
dahulu agar dapat diketahui sudut horizontal ke arah bacaan muka. Elevasi di titik
awal pengukuran yakni sebesar 783 mdpl. Pengukuran beda tinggi dengan
menggunakan metode ini memiliki ketelitian yang lebih baik dan lebih akurat. Hasil
dari pengukuran pada praktikum kali ini berupa sketsa bentuk lahan dari hasil bidikan
menggunakan theodolit. Pelaksanaan pengukuran dengan posisi tempat alat yang
berjumlah 8 titik dengan 32 kali bidikan yang terdiri dari masing-masing bidikan
sejauh 7 meter.
Metode yang dilakukan bolak-balik seharusnya elevasi awal dan akhir harus
sama, namun praktikan menemukan perbedaan pada elevasi akhir sebesar 0,57 m atau
sekitar setengah meter. Elevasi tersebut berarti termasuk kedalam kesalahan atau
error dalam pengukuran. Elevasi tertinggi yang didapatkan yaitu 795.03 mdpl yan
berarti beda tinggi antara titik terendah dan titik tertinggi adalah 12.03 m. Pengukuran
dilakukan pada lahan yang relatif sempit karena metode dilakukan bolak-balik
sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama.
Hasil yang didapat masih terdapat perbedaan, hal ini disebabkan karena praktikan
mendapatkan kendala dalam menghitung hasil pengamatan. Kendala yang didapat
mempengaruhi hasil pengukuran. Salah satunya yakni sulitnya mendirikan alat dalam
keadaan datar (mengatur nivo). Hal tersebut disebabkan karena permukaan lahan
yang tersedia tidak datar, sehingga dalam melakukan penyetelan nivo menjadi cukup
sulit dan memakan waktu yang cukup lama. Selain itu, alat yang diposisikan harus
tegak lurus agar hasil yang didapat sangat maksimal. Apabila ingin alat yang
digunakan dapat berdiri tegak lurus dengan patok perlu dilakukannya penyesuaian
terlebih dahulu tinggi setiap kaki tripod agar theodolite menjadi lebih seimbang.
Sama seperti sipat ukur datar memanjang, tujuan dari proses pengukuran
menggunakan tachimetri ini adalah untuk mengetahui jarak dan kemiringan suatu
lahan yang nantinya digunakan untuk membangun sarana dan prasarana yang
mendukung dalam kegiatan pertanian seperti irigasi, drainase, tempat penyimpanan
hasil pertanian, embung dan lain-lain.
Hafifah Amalia
240110170058

3.2 Pembahasan
Praktikum kali ini praktikan melakukan pengukuran beda tinggi menggunakan
metode tachimetri dengan alat ukur teodolit. Metode tachimetri adalah suatu metode
pengukuran menggunakan alat optis, elektronis, dan digital yang didasarkan pada
segitiga sebangun dengan garis bidik miring karena keberagaman topografi. Metode
tachimetri dipakai untuk menentukan koordinat dan tinggi titik-titik detail dari titik-
titik ikat. Metode tachimetri ini merupakan metode pengukuran yang cepat dan tepat
dibandingkan dengan pengukuran lainnya. Metode tachimetri bermanfaat dalam
penentuan lokasi sejumlah besar detail topografik, baik horizontal maupun vertical,
dengan transit atau planset. Pengukuran titik-titik dengan metode tachimetri ini
adalah cara yang paling banyak digunakan dalam praktek, terutama untuk pemetaan
daerah yang luas dan untuk daerah yang luas dan untuk detail-detail yang bentuknya
tidak beraturan.
Praktikum kali ini praktikan melakukan pengukuran di lapangan parkir Fakultas
farmasi, pengukuran dilakukan di jalan yang tidak merata. Jarak antara satu titik
bidikan dengan titik bidikan lainnya berjarak 7 meter diukur dengan meteran.
Praktikan melakukan pengukuran bolak-balik atau pulang-pergi pada praktikum kali
ini.
Elevasi awal pada praktikum ini yaitu 783 mdpl. Praktikan memperoleh sudut
vertikal dan horizontal, dimana sudut ini digunakan untuk menemukan nilai alpha
(m) dan besar nilai sudut horizontal digunakan dalam pembuatan sketsa. Dengan
nilai alpha praktikan mendapat nilai jarak datar, nilai jarak miring, dan nilai beda
tinggi. Nilai jarak miring yang akan mempengaruhi besar kecilnya nilai batas atas dan
batas bawah, serta nilai sin alpha (m). Sedangkan nilai jarak datar dipengaruhi oleh
besar kecilnya nilai batas atas dan batas bawah, serta nilai kuadrat sin alpha (m).
Nilai rata-rata jarak datar yang diperoleh oleh praktikan adalah sebesar 11,946 m.
Berdasarkan hasil pengukuran dapat diketahui lahan tersebut tidak rata. Hasil
dari beda tinggi yang bernilai negatif menunjukkan bahwa lahan tersebut berupa
turunan, sedangkan hasil dari beda tinggi yang bernilai positif menunjukkan bahwa
lahan tersebut berupa tanjakan.
Ganendra Akbar H
240110170067

3.2 Pembahasan
Praktikum kali ini praktikan akan membahas tentang Pengukuran Beda Tinggi
dengan metode tachimetri Alat ukur teodolit. Pada pengukuran kali ini praktikan
membutuhkan alat yaitu teodolit, rambu ukur, patok. Pada pengukuran tachimteri
untuk mengetahui pengukuran beda tinggi yang memiliki ketepatan yang cukup baik.
Pengukuran ini tidak menggunakan bacaan belakang karena bacaan belakang sebagai
BM saja untuk menetukan sudut 0°. Praktikan mengukur 12 kali pengukuran berbeda
beda elevasinya.

Praktikan melalukan pengukuran pertama pada titik bidikan. Praktikan


mendapatkan beberapa hasil dari hasil perhitungan yaitu jarak 3,40 m. Dan
menghasilkan elevasi 783 mdpl dan pada titik terkahir menghasilkan jarak yaitu
23,93 m. Dan menghasilkan elevasi 783,51 mdpl. Faktor yang tidak dipermasalahkan
praktikan tapi hal ini merupakan kunci juga sebagai salah satu faktor penentu ke
akuratan hasil pembidikan misalnya tinggi alat harus tepat, nivo harus di tengah
walau diberbagai kontur tanah, Menurut literatur yang ptaktikan baca dengan judul “
Penjelasan pengenalan metode tachimetri “ metode tachimetri memiliki beberapa
keunggukan yaitu terutama untuk pemetaan daerah yang luas dan untuk detail-detail
yang bentuknya tidak beraturan. Untuk dapat memetakan dengan cara ini diperlukan
alat yang dapat mengukur arah dan sekaligus mengukur jarak. Tergantung dengan
jaraknya, dengan cara ini titik-titik detail dapat diukur dari titik kerangka dasar atau
dari titik-titik penolong yang diikatkan pada titik kerangka dasar.

Perbedaan pada hasil elevasi ini dikarenakan bentuk lahannya yang tidak
datar, tetapi lahan yang digunakan oleh praktikan untuk melakukan pembidikan ini
yaitu ada yang rendah dan ada yang tinggi. Pada saat tempat alatnya berada di dataran
yang tinggi, data yang dihasilkan dari pengukuran yang rambu ukurnya berada di
dataran yang lebih tinggi dari alat pembidik, elevasinya menjadi bertambah besar.
Sedangkan untuk data yang dihasilkan dari pengukuran yang rambu ukurnya berada
di dataran yang lebih rendah dibandingkan dengan alat pembidiknya, data yang
dihasilkan untuk elevasinya yaitu bertambah kecil.
Dan jika wilayah-wilayah perkotaan, pembacaan sudut dan jarak dapat
dikerjakan lebih cepat dari pada pencatatan pengukuran dan pembuatan sketsa oleh
pencatat. Tachimetri pada dasarnya bekerja atas prinsip yang, sama sudut vertikal
secara otomatis dipapas oleh pisahan garis stadia yang beragam. Sebuah tachimetri
swa-reduksi memakai sebuah garis horizontal tetap pada sebuah diafragma dan garis
horizontal lainnya pada diafragma keduanya dapat bergerak, yang bekerja atas dasar
perubahan sudut vertikal.
Ray Leonard Hutapea

240110170070
3.2 Pembahasan

Praktikum kali ini, praktikan melakukan pengukuran jarak dan beda tinggi di
sebuah lahan dengan menggunakan metode tachimetri dan akan mengukur beda
tinggi menggunakan alat ukur teodolit. Metode tachimetri ini merupakan cara
pengukuran titik-titik detail yang paling banyak digunakan terlebih dalam pemetaan
suatu daerah yang luas yang memiliki bentuk detail yang tidak beraturan. Pada
penggunaan metode tachimetri menggunakan alat teodolit ini digunakan pada
penentuan beda tinggi titik-titik acuan, seperti titik triangulasi ataupun titik poligon
yang memerlukan akurasi pengukuran yang tinggi. Pada pengukuran menggunakan
metode ini juga teropong dapat dimiringkan sehingga keterbatasan jangkauan dapat
dikurangi.
Pengukuran kali ini bertujuan untuk mengetahui beda tinggi pada titik-titik
pengukuran serta mampu menggunakan theodolit secara lebih baik. Praktikan
mengukur dari titik nomor 1, dan kemudian mengukur pada titik-titik selanjutnya
yang telah ditentukan sampai sebanyak 12 titik. Pengukuran dilakukan dengan
mendirikan teodolit di atas patok pada tiap-tiap titik, kemudian praktikan mengukur
bacaan belakang yaitu titik sebelumnya dan bacaan muka yaitu titik selanjutnya yang
akan diukur. . Maksudnya yaitu pengukuran dilakukan dengan berpindah tempat pada
titik-titik yang telah ditentukan secara berurutan dan kembali lagi ke titik semula.
Hasil pengukuran dengan metode ini akan diperoleh pengukuran beda tinggi, jarak
mendatar, jarak miring dan sketsa lahan.
Pengukuran pada praktikum ini menggunakan teodolit, terdapat 2 jenis jarak
yang harus dihitung oleh praktikan, yaitu jarang mendatar dan jarak miring. Jarak
mendatar merupakan jarak yang tampak dari atas dan bukan merupakan jarak
sesungguhnya, sedangkan jarak miring merupakan jarak yang sesungguhnya yang
dihitung berdasarkan kemiringannya. Yang membedakan antara jarak mendatar
dengan jarak miring adalah sudut kemiringan lahan. Apabila kemiringan lahan sangat
tinggi, maka jarak miring yang diukur akan lebih panjang dibandingkan dengan jarak
mendatar, begitu juga sebaliknya. Jika lahan tidak terlalu miring, maka jarak miring
tidak akan jauh berbeda dengan jarak mendatar. Hal ini juga dipengaruhi oleh
perbedaan ketinggian pada suatu lahan. Dari hasil yang didapatkan antara perhitungan
jarak datar dan jarak miring bernilai sama (berbeda tipis).
Nilai elevasi akhir dari pengkuran 12 titik ini didapatkan dari nilai beda tinggi
yang dijumlahkan dengan elevasi awal yaitu sebesar 778.565. Namun karena
pengukuran 12 titik yang berbeda namun kembali ke titik semula. Seharusnya nilai
elevasi awal sama dengan nilai elevasi akhir sebesar 778. Hal ini membuktikan
pengukuran mendekati akurat namun terdapat nilai error sebesar 0.565.
Pengukuran ini tentunya ada kendala yang dialami praktikan. Salah satu faktor
tersebut bisa karena pada saat mendirikan alat, teodolit, gelembung pada nivo kotak
dan tabungnya tidak tepat di tengah-tengah patok. Faktor lain juga bisa karena
praktikan salah membaca bidikan dan kurang teliti dalam melakukan perhitungan.
Dan pembulatan pada hasil akhir beda tingginya, meskipun beda sedikit tetapi bisa
berpengaruh pada hasil akhirnya.
Widia Tri Agustina

240110170085
3.3 Pembahasan
Praktikum kali ini dilakukan untuk mengetahui beda tinggi suatu wilayah
menggunakan alat ukur theodolit dengan penerapan metode tachimetri, dimana
praktikan menggunakan 2 theodolite yaitu theodolite digital dan beamont.
Pengukuran tachimetri ini memiliki kelebihan dibandingkan dengan pengukuran
dengan metode sipat ukur datar karena dapat mengurangi keterbatasan dalam
pengukuran akibat tinggi alat ukur dan tinggi rambu ukur, sehingga umumnya
pengukuran menggunakan metode tachimetri disyaratkan pada penggunaan
penentuan beda tinggi titik-titik acuan, seperti pengukuran titik triangulasi ataupun
titik poligonyang memerlukan akurasi pengukuran yang tinggi.Pengukuran diawali
dengan pembidikan ke arah utara dan titik setelahnya. Hal ini dilakukan agar besar
sudut vertikal yang didapatkan merupakan sudut zenith yang merupakan sudut
vertikal yang garis acuannya menghadap ke atas (ke arah utara) yang bergerak searah
jarum jam.
Pengukuran dilakukan dengan 23 titik bidikan pada 9 titik bench mark (BM),
didapatjarak datar pada titik BM awal yaitu sebesar 3,399 m dan beda tinggi yang
diperoleh yaitu sebesar 0,0226 m. Nilai elevasi pada titik BM awal yaitu 783mdpl
dan elevasi akhir pada titik bidikan ke-10 yaitu 783,565. Jarak Disetiap titik
perpindahan atau titik bidikan memiliki elevasi yang tentunya berbeda-beda
dikarenakan ketinggian atau kontur tanah yang berbeda-beda. Eror elevasi yang
diukur oleh praktikan yaitu 0,57 mdpl. Terdapat beberapa kendala saat praktikum
dimana hal ini mempengaruhi hasil pengukuran, kendala tersebut yaitu kesulitanpada
saat mengatur kedua nivo sehingga memakan waktu cukup lama, kurangnya ketelitian
pada saat membidik sehingga pembidikan dilakukan secara berulang-ulang, faktor
cuaca pun turut berperan dan dapat mempengaruhi pengukuran dimana cuaca yang
panas akan menghilangkan konsentrasi dan fokus praktikan, dan adanya angin yang
menyebabkan rambu ukur tidak berdiri tegak.
Kelebihan yang diperoleh dalam pengukuran menggunakan metode tachimetri
pada alat ukur theodolite digital adalah sudut bacaan lebih detail, kemiringan dapat
diketahui hingga detik, ketelitian cukup tinggi, tidak terpengaruh oleh kontur tanah
yang jelek, dan pengukuran lebih cepat dibandingkan dengan menggunakanbeamont.
Perbedaan penggunaan theodolit digital dan beamont pada pengukuran beda tinggi
dengan metode tachimetri adalah pada theodolite digital pembidikan yang dilakukan
hanya 3 kali maksimal bidikan pada setiap kali pindah alat, sedangkan pada beamont
dapat membidik lebih dari 3 kali bidikan namun saat pembacaan pengukuran harus
lebih teliti karena menggunakan skala nonius yang diukur secara manual.
Rizal Anwar Fauzi

240110170057
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diambil dari praktikum kali ini sebagai berikut, yaitu :
1. Pengukuran beda tinggi dengan metode tachimetri menggunakan teodolit
merupakan metode yang baik karena teropong yang dapat dimiringkan sehingga
keterbatasan jangkauan dapat dikurangi.
2. Hasil pengukuran dengan metode tachimetri akan diperoleh pengukuran jarak
miring, jarak mendatar serta jarak vertikal.
3. Bacaan belakang pada pengukuran tachimetri harus pada sudut 00.
4. Jarak dan sudut horizontal berpengaruh dalam menggambarkan profil lokasi
pengukuran.

4.2 Saran
Saran yang diambil dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut, yaitu:
1. Praktikan sebaiknya menggunakan kalkulator ilmiah (scientific calculator) agar
hasil perhitungannya lebih akurat.
2. Jarak antara praktikan satu dengan praktikan lainnya jangan terlalu berdekatan
karena dapat mengganggu proses pengukuran.
Hafifah Amalia
240110170058

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini yaitu:
1. Metode tacimetri adalah metode yang paling banyak digunakan dalam praktek
pengukuran.
2. Tingkat keakuratannya akan sangat tinggi karena metode ini digunakan untuk
mengukur langsung pada setiap titik untuk menentukan suatu lahan.
3. Teropong dapat dimiringkan sehingga keterbatasan jangkauan dapat dikurangi.

4.2 Saran
Saran dari praktikum ini yaitu sebaiknya antara satu praktikan dengan praktikan
lainnya melakukan koordinasi dengan baik saat melakukan pengukuran agar tidak
terjadi kekeliruan yang menyebabkan harus melakukan pengukuran ulang karena
kesalahan antar praktikan.
Ganendra Akbar H
240110170067

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum kali ini sebagai berikut:

1. Metode tachimetri memilki ke akuratan tinggi dikarenakan menggunakan


sistem tertutup.

2. Faktor penentu keakuratan hasil pengukuran yaitu batas atas, batas bawah,
batas tengah jika batasnya salah maka akan mempengaruhi beda tinggi yang
berbeda.

3. Semakin tepat pengukuran dan pembacaan bidikan serta perhitungannya maka


semakin sesuai juga dengan lahan atau bangunan yang ingin diukur.

4. Ketidaktelitian pembacaan BA, BT, dan BB pada teodolitdapat membuat hasil


beda tinggi dan jarak objek menjadi berbeda atau salah.

4.2 Saran

Saran untuk praktikum kali ini yaitu:


1. Sebaiknya praktikan membagi tugas dalam pengukuran agar praktikum dapat
berjalan lancar dan cepat.

2. Sebaiknya praktikan harus fokus dan teliti dalam membaca BA,BT, dan BB
serta membaca sudut pada lingkaran horizontal agar mendapatkan hasil yang
didapat benar.
Ray Leonard Hutapea

240110170070
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum kali ini adalah:

1. Pengukuran beda tinggi dengan metode tachimetri merupakam metode


terbaik dalam pengukuran beda tinggi.
2. pengukuran dilakukan dengan berpindah tempat pada titik-titik yang telah
ditentukan secara berurutan dan kembali lagi ke titik semula.
3. Jarak mendatar merupakan jarak yang tampak dari atas dan bukan
merupakan jarak sesungguhnya, sedangkan jarak miring merupakan jarak
yang sesungguhnya yang dihitung berdasarkan kemiringannya.
4. Dari hasil yang didapatkan antara perhitungan jarak datar dan jarak miring
bernilai sama (berbeda tipis).

5. Nilai elevasi awal sebesar 783 sedangkan nilai elevasi akhir sebesar 783.565.
Hal ini membuktikan pengukuran mendekati akurat namun terdapat nilai
error sebesar 0.565.

4.2 Saran
Adapun saran pada praktikum adalah:
1. Sebelum memulai praktikum, praktikan harus memahami konsep dan prinsip
praktikum terlebih dahulu Menggunakan teodolit digital harus pelan-pelan
karena teodolit digital rentan cepat rusak dan memiliki sensitifitas tinggi.
2. Dalam pengukuran harus dilakukan dengan sungguh-sungguh dan
kecermatan tinggi agar mendapatkan data yang akurat.
3. Rambu ukur diusahakan tidak goyang-goyang saat praktikan sedang
melakukan bidikan walaupun angin kencang, praktikan harus lebih kuat
menahan rambu ukur.
Widia Tri Agustina
240110170085

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan pada praktikum kali ini adalah:
1. Metode tachimetri disyaratkan pada penggunaan penentuan beda tinggi titik-
titik acuan, seperti pengukuran titik triangulasi ataupun titik poligonyang
memerlukan akurasi pengukuran yang tinggi;
2. Besarnya sudut pada pengukuran dengan theodolite digital akan lebih akurat
dibandingkan dengan beamontkarena ketilitiannya dapat mencapai satuan
menit/detik;
3. Hasil praktikum kali ini terdapat error sebesar elevasi sebesar0.57mdpl;
4. Pengukuran dengan theodolite digital pada metode tachimetri hanya dapat
membidik 3 kali maksimal bidikan pada setiap kali pindah alat, sedangkan pada
beamont dapat membidik lebih dari 3 kali bidikan; dan
5. Pembacaan pengukuran menggunakan alat uku beamont lebih sulit karena
menggunakan skala nonius yang diukur secara manual.

4.2 Saran
Saran pada praktikum kali ini adalah:
1. Pastikan alat ukur dalam posisi tegak dengan bantuan unting-unting sehingga
pengaturan pada nivo akan mudah dan hasil pengukuran lebih akurat;
2. Pastikan rambu ukur berada dalam posisi tegak agar saat pembacaannya hasil
yang diperoleh akurat;
3. Praktikan harus lebih teliti dalam pengukuran dan perhitungan agar pengukuran
tidak dilakukan berulang-ulang; dan
4. Pembacaan pengukuran pada alat ukur beamont harus lebih teliti karena
menggunakan skala nonius yang diukur secara manual.
DAFTAR PUSTAKA

Ady. 2010. Pengukuran Mengunakan Theodolit. Terdapat pada:


http://www.teoripengukuranteodolit.com /Penggunaan-alat-ukur-
thedolit.html. (Diakses pada 25 Oktober 2018 pukul 16.00 WIB).

Prayuda.2012. Alat Ukur Tachimetri. Terdapat pada:


https://www.tachimetrialatukur.com . (Diakses pada 25 Oktober
2018 Pukul 16.45 WIB)

Rawe.2012. Pengertian Theodolit. Terdapat pada:


https://www.pengertiantheodolit.com / pengertian-alat-ukur-
theodolit/. (Diakses pad 25 Oktober 2018 pukul 17.00 WIB)

Sulistiadji dkk.2009. Fungsi Tripod Dan Cara Menggunakannya. Terdapat


pada: https://www.pengenalanalatukurtripod.com / pengenalan-alat-
ukur-tripod/. (Diakses pad 25 Oktober 2018 pukul 17.45 WIB)

Wongsotjitro.1980. Penentuan Hasil Baca Theodolit. Terdapat pada:


https://www.alatukurtheodolit.com / pembacaan-alat-ukur-
theodolit/. (Diakses pada 25 Oktober 2018 pukul 16.30 WIB)

Yogie.2010. Pengertian Rambu Ukur Pada Pemetaan. Terdapat pada:


https://www.pengertiandanfungsirambuukur.com / pengertian-alat-
ukur-dan-fungsi-rambu-ukurt/. (Diakses pada 25 Oktober 2018
pukul 17.30 WIB)
LAMPIRAN

Gambar 7. Pembidikan Rambu Ukur


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Gambar 8. Pemindahan alat teodolit


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Gambar 9. Foto Kelompok


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018)

Anda mungkin juga menyukai