Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Farmasi adalah ilmu yang mempelajari cara membuat, mencampur,
meracik, memformulasi, mengidentifikasi, mengombinasi, menganalisis, serta
menstandarkan obat dan pengobatan juga sifat-sifat obat beserta pendistribusian dan
penggunaannya secara aman. Farmasi bukan merupakan ilmu pasti, akan tetapi
berupa ilmu terapaan. Farmasi membutuhkan ilmu lain seperti ilmu fisika, ilmu
biologi, ilmu kedokteran, ilmu kimia dan lain-lain. Salah satu dari ilmu-ilmu tersebut
yaitu ilmu fisika, dapat digabungkan menjadi suatu ilmu yang disebut farmasi fisika.
Farmasi fisika adalah ilmu di bidang farmasi yang menerapkan ilmu fisika
dalam sediaan farmasi. Dalam farmasi fisika di pelajari sifat fisika berbagai zat yang
digunakan dalam formulasi suatu sediaan, sehingga akan menghasilkan sediaan yang
sesuai, aman dan stabil yang nantinya akan didistribusikan kepada pasien yang
membutuhkan. Salah satu sifat fisika yang mempengaruhi proses formulasi adalah
ukuran partikel.
Ukuran partikel suatu obat dapat mempengaruhi pelepasannya dari bentuk-
bentuk sediaan yang diberikan secara oral, rectal, maupun topical. Dalam farmasi
fisika ilmu yang berkaitan dengan pengukuran partikel kecil tersebut adalah
mikromeritik.
Mikromeritik adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari
khusus tentang ukuran suatu partikel, yang mana ukuran partikel ini cukup kecil.
Mikromeritik dapat di definisikan sebagai cabang ilmu dan teknologi yang mengukur
partikel-partikel kecil. Mikromeritik sangat penting dipelajari oleh mahasiswa
farmasi, karena dengan mikromeritik kita dapat mengetahui luas permukaan dari
partikel kecil dari suatu sediaan obat, sifat fisika kimia dari suatu sediaan, kita juga
dapat mempelajari bagaimana mekanisme pelepasan obat yang diberikan secara oral,
suntikan, dan topical. Selain ini juga untukmempermudah kita dalam pembuatan obat

1
bentuk emulsi dan suspense, kita juga dapat mengetahui stabilitas suatu obat yang
tergantung ukuran partikelnya.
Oleh karena itu, dilakukannya praktikum mikromeritik untuk menentukan
ukuran partikel laktosa dan talcum dengan metode pengayakan.
1.2. Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami cara penentuan ukuran partikel
suatu zat dengan menggunakan metode tertentu.
1.2.2 Tujuan
Mahasiswa dapat menentukan ukuran partikel dari laktosa dan talkum dengan
metode pengayakan
1.3. Prinsip Percobaan
Pengukuran partikel dari serbuk berdasarkan atas penimbangan residu yang
tertinggal pada ayakan yaitu dengan melewatkan serbuk pada ayakan dari nomor
OPN tertinggi ke nomor OPN terendah yang diayak dengan kecepan konstan dalam
waktu tertentu.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
2.1.1 Pengertian
Ilmu pengetahuan dan teknologi tentang partikel-partikel kecil oleh Dalla
Valle dinamakan “Mikromeritik”. Mikromeritik biasanya diartikan sebagai ilmu dan
teknologi tentang partikel yang kecil. Ukuran partikel dapat dinyatakan dengan
berbagai cara. Ukuran diameter rata-rata, ukuran luas permukaan rata-rata, volume
rata-rata dan sebagainya. Pengertian ukuran partikel adalah ukuran diameter rata-rata
(Sudjaswati.2002)
Setiap kumpulan partikel biasanya disebut polidispersi. Karenanya perlu
untuk mengetahui tidak hanya ukuran dari suatu partikel tertentu, tapi juga berapa
banyak partikel-partikel dengan ukuran yang sama ada dalam sampel. Jadi perlu suatu
perkiraan kisaran ukuran tertentu yang ada dan banyaknya atau berat fraksi dari tiap-
tiap ukuran partikel, dari sini bisa menghitung ukuran partikel rata-rata untuk sampel
tersebut. Ukuran dari suatu bulatan dengan segera dinyatakan dengan garis
lengahnya. Tetapi, begitu derajat ke tidak simestrisan dari partikel naik, bertambah
sulit pula menyatukan ukuran dalam garis tengah yang berarti. Dalam keadaan seperti
ini, tidak ada garis tengah yang unik. Makanya harus dicari jalan untuk menggunakan
suatu garis tengah bulatan yang ekuivalen, yang menghubungkan ukuran partikel dan
garis tengah bulatan yang mempunyai luas permukaan. Volume, dan garis tengah
yang sama. Jadi garis tengah permukaan adalah garis tengah suatu bulatan yang
mempunyai luas permukaan yang sama seperti partikel yang di periksa (Parrot.1970)
2.1.2 Metode Ukuran Partikel
Metode paling sederhana dalam penentuan nilai ukuran partikel adalah
menggunakan pengayak standar. Pengayak terbuta dari kawat dengan ukuran lubang
tertentu. Istilah ini (OPN) digunakan untuk menyatakan jumlah lubang tiap inchi
linear. Adapun metode-metode yang digunakan untuk menentukan ukuran partikel :

3
1. Mikroskopi Optik
Mikroskopi metode mikroskopis, suatu emulsi atau suspensi, diencerkan atau
tidak diencerkan, dinaikkan pada suatu slide dan di tempatkan pada pentas mekanik.
Di bawah mikroskop tersebut, pada tempat di mana partikel terlihat, diletakkan
micrometer untuk memperlihatkan ukuran partikel tersebut. Pemandangan dalam
mikroskop dapat diproyeksikan ke sebuah layar di mana partikel-partikel tersebut
lebih mudah diukur, atau pemotretan bisa dilakukan dari slide yang sudah disiapkan
dan diproyeksikan ke layar untuk diukur. Kerugian dari metode ini adalah bahwa
garis tengah yang di peroleh hanya dari dua dimensi dari partikel tersebut, yaitu
dimensi panjang dan lebar. Tidak ada perkiraan yang bisa diperoleh untuk
mengetahui ketebalan dari partikel dengan memakai metode ini. Tambahan lagi,
jumlah partikel yang harus dihitung ( sekitar 300-500 ) agar mendapatkan suatu
perkiraan yang baik dari distribusi, menjadikan metode tersebut memakan waktu dan
jelimet. Namun, demikian pengujian mikroskopis dari suatu sampel harus selalu
dilaksanakan, bahkan juka digunakan metode analisis ukuran partikel lainnya, karena
adanya gumpalan dan partikel-partikel lebih dari satu komponen seringkali bias di
deteksi dengan metode ini ( Martin.1990 )
2. Pengayakan
Suatu metode yang paling sederhana, tetapi relative lama dari penentuan
ukuran partikel adalah metode analisis ayakan. Di sini penentunya adalah pengukuran
geometric partikel. Sampel di ayak melalui sebuah susunan menurut meningginya
lebarnya jala ayakan penguji yang disusun ke atas. Bahan yang akan diayak di bawa
pada ayakan teratas dengan lebar jala paling besar. Partikel, yang ukurannya lebih
kecil daripada lebar jala yang dijumpai, berjatuhan melewatinya. Mereka membentuk
bahan halus (lolos). Partikel yang tinggal kembali pada ayakan, membentuk bahan
kasar. Setelah suatu waktu ayakan tertentu (pada penimbangan 40-150 g setelah kira-
kira 9 menit) ditentukan melalui penimbangan, persentase mana dari jumlah yang
telah ditimbang ditahan kembali pada setiap ayakan (Moechtar.1990)

4
3. Dengan Cara Sedimentasi
Metode yang digunakan dalam penentuan partikel cara sedimentasi ini adalah
metode pipet, metode hydrometer dan metode malance. Partikel dari serbuk obat
mungkin berbentuk sangat kasar dengan ukuran kurang lebih 10.000 mikron atau 10
milimikron atau mungkin juga sangat halus mencapai ukuran koloidal, 1 mikron atau
lebih kecil. Agar ukuran partikel serbuk ini mempunyai standar,maka USP
menggunakan suatu batasan dengan istilah “very coarse, coarse, moderately coarse,
fine and very fine”, yang dihubungkan dengan bagian serbuk yang mampu melalui
lubang-lubang ayakan yang telah distandarisasi yang berbeda-beda ukurannya, pada
suatu periode waktu tertentu ketika diadakan pengadukan dan biasanya pada alat
pengaduk ayakan secara mekanis (Voight.1994)
2.1.3 Hukum Stokes
Menurut hokum stokes “benda yang bergerak dengan kecepatan v tertentu
dalam fluida kental akan mengalami gaya gesekkan oleh fluida” koefisien k
bergantung pada bentuk geometri benda. Untuk benda yang berbentuk bola sehingga
k = 6 𝜋𝑟
Jika benda dijauhkan bebas dalam suatu fluida kental, benda tidak hanya
mendapatkan gaya apung, tapi juga mendapatkan gaya yang berlawanan dengan
gerak benda yaitu gaya gesekkan fluida (gaya stokes).
2.1.4 Ukuran-Ukuran Partikel
Menurut Santi Sinala (2016), ukuran-ukuran partikel yaitu sebagai berikut :
Ukuran Partikel Contoh
(millimeter)
0,0005 – 0,010 Suspensi, emulsi halus
0,010 – 0,050 Emulsi kasar, suspense, terflokusi
0,050 – 0,100 Serbuk halus
0,100 – 1,000 Serbuk kasar
1,000 – 3,360 Ukuran granul rata-rata

5
Menurut Santi Sinala (2016), Hal-hal yang dipengaruhi oleh ukuran partikel
yaitu :
a. Mempengaruhi pelepasan obat
b. Mempengaruhi stabilitas sediaan cair
c. Mempengaruhi proses pembuatan sediaan padat
2.1.5 Metode Luas Permukaan
Menurut Martin (2008),metode untuk menentukan luas permukaan yaitu :
1. Metode adsorbsi
Yaitu jumlah dari suatu zat terlarut gas atau cairan yang di adsorbsikan di atas
sampel serbuk tersebut agar membentuk suatu lapisan tunggal. Yakni lapisan yang
teradsorpsi adalah monomolekuler pada tekanan rendah dan menjadi multimolekuler
pada tekanan yang lebih tinggi.
2. Metode permeabilitas udara
Yakni metode yang bergantung pada kenyataan bahwa laju dimana suatu garis
atau cairan memperluas atau menembus suatu bentangan serbuk yang berhubungan
dengan luas permukaan yang mengadakan kontak dengan zat yang menembus.
2.1.6 Ayakan OPN
Ayakan OPN merupakan suatu alat yang digunakan sebagai proses pemisahan
secara mekanik berdasarkan perbedaan ukuran partikel, dimana material yang lolos
dalam proses pemisahan akanmelalui tahap pemasaran (McCabe.1999)
Semakin besar ukuran OPN pada ayakan maka semakin kecil ukuran diameter
partikel yang dapat lolos. Semakin kecil ukuran OPN pada ayakan maka semakin
besar partikel yang tertahan pada ayakan, semakin lama pengayakan maka akan di
dapatkan produk akhir yang semakin besar (Hukkie.1962)
2.2 Uraian Bahan
2.2.1 Alkohol (Dirjen POM.1979 ; Rowe.2009)
Nama Resmi : AETHANOLUM
Nama Kimia : Alkohol, etanol, ethyl alcohol

6
Rumus Molekul : C2H5OH
Berat Molekul : 46.07 gr/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan


mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah
terbakar dan memberikan nyala biru yang tidak
berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan
dalam eter P.
Khasiat : Antiseptik (membunuh atau
menghambatpertumbuhan bakteri pada jaringan
hidup), desinfektan (membunuh atau menghambat
pertumbuhan bakteri pada jaringan mati).
Kegunaan : Sebagai pensteril mikroorganisme pada alat.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terhindar dari cahaya,
ditempat sejuk jauh dari nyala api
2.2.2 Laktosa (Dirjen POM.1995 ; Rowe.2009)
Nama Resmi : LAKTOSA ANHIDRAT
Nama Kimia : Anhydrous Lactose
Rumus Molekul : C12H22O11
Berat Molekul : 342.30 gr/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Serbuk putih atau hamper jenuh

7
Kelarutan : Mudah larut dalam air, praktis tidak larut dalam etanol
Kegunaan : Sebagai sampel
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
2.2.3 Talkum (Dirjen POM.1995 ; Rowe.2009)
Nama Resmi : TALKUM
Rumus Molekul : Mg6(Si2O3)4(OH)4
Berat Molekul : 342.30 gr/mol
Rumus Struktur :

Pemerian : Serbuk hablur, sangat halus licin, mudah melekat pada


kulit, bebas dari butiran, warna putih atau putih kelabu
Kelarutan : Tidak larut dalam hampir semua pelarut
Kegunaan : Sebagai sampel
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik

8
BAB 3
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Farmasi Fisika “Mikromeritik” dilaksanakan pada hari Selasa, 24
September 2019 pada pukul 10.00 WITA sampai dengan 13.00 WITA di
Laboratorium Teknologi Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Olahraga dan
Kesehatan, Universitas Negeri Gorontalo
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Ayakan OPN (Nomor 15,23,30,72), Cawan Porselin, Kain Halus, Neraca
Analitik, Stopwatch, Spatula.
3.2.2 Bahan
Alkohol 70%, Kertas Perkamen, Laktosa, Talkum, Tisu.
3.3 Cara Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Dibersihkan alat yang akan digunakan dengan alkohol 70%
3. Ditimbang laktosa dan talkum masing-masing sebanyak 25 gram
menggunakan neraca analitik
4. Disusun ayakan Opn dimulai dari nomor 72 teratas dan ayakan Opn nomor 15
yang paling bawah
5. Dimasukkan laktosa sebanyak 25 gram dan talkum sebanyak 25 gram masing-
masing bahan dimasukkan ke dalam ayakan Opn nomor 72, kemudian ayakan
ditutup
6. Diayak laktosa dan talkum dengan kecepatan konsta selama 10 menit
7. Diambil bobot yang tertinggal dari setiap ayakan
8. Ditimbang bobot tertinggal dari setiap nomor ayakan yang diperoleh
9. Dicatat hasil yang diperoleh
10. Dibuat tabel perhitungan

9
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel Hasil Pengamatan
Sampel Nomor (a) (d) Diameter
OPN Bobot Tertinggal Persen Tertinggal rata-rata
(g) (%) (g/µm)
Residu 1.91 7.64 0.1386
72 20.43 81.72 15.8641
30 1.75 7 0.1164
Laktosa 23 1.20 4.8 0.0547
11 1.02 4.08 0.0395
∑ 26.31 105.24 16.2133
Residu 3.65 14.6 0.5025
72 2.93 11.72 0.3238
30 13.96 55.84 7.3512
Talkum 23 3.59 14.36 0.4862
11 2.38 9.52 0.2137
∑ 26.51 106.04 8.8772
4.2 Perhitungan
4.2.1 Laktosa
a. % Tertinggal (a)
Rumus bobot tertinggal
d = x 100%
jumlah bobot sampel

Dik : Residu =1.91 gram


72 = 20.43 gram
30 = 1.75 gram
23 = 1.20 gram
11 = 1.02 gram

10
Jumlah bobot sampel = 25 gram
Dit : % Tertinggal
Penye :
1.91
% Residu = x 100 % = 7.64 %
25
20.43
% 72 = x 100 % = 81.72 %
25
1.75
% 30 = x 100 % = 7 %
25
1.20
% 23 = x 100 % = 4.8 %
25
1.02
% 15 = x 100 % = 4.08 %
25

b. Diameter rata-rata (d)


Rumus
∑(a × d) a.d
Diameter rata-rata =
∑d ∑.d

Dik :
Nomor (a) (d)
OPN Bobot Tertinggal Persen Tertinggal
(g) (%)
Residu 1.91 7.64
72 20.43 81.72
30 1.75 7
23 1.20 4.8
11 1.02 4.08
Dit : Diameter rata-rata sampel
Penye :
1.91 x 7.64
Residu = = 0.1386 gram/µm
105.24
20.43 𝑥 81.72
Nomor 72 = = 15.8641 gram/µm
105.24
1.75 x 7
Nomor 30 = = 0.1164 gram/µm
105.24

11
1.20 x 4.8
Nomor 23 = = 0.0547 gram/µm
105.24
1.02 x 4.08
Nomor 15 = = 0.0395 gram/µm
105.24

c. Diameter Partikel
Rumus ∑(a.d)
Diameter Partikel = ∑.d

Dik :
Nomor (a) (d)
OPN Bobot Tertinggal Persen Tertinggal
(g) (%)
Residu 1.91 7.64
72 20.43 81.72
30 1.75 7
23 1.20 4.8
11 1.02 4.08
Dit : Diameter partikel
Penye :
Diameter Partikel
(1.91 𝑥 7.64) + (20.43 𝑥 81.72) + (1.75 𝑥 7) + (1.20 𝑥 4.8) + (1.02 𝑥 4.08)
= 105.24

1.706.3036
= 105.24

= 16.2135 µm
= 16.21 µm
4.2.2 Talkum
a. % Tertinggal (a)
Rumus bobot tertinggal
d = x 100%
jumlah bobot sampel

12
Dik : Residu = 3.65 gram
72 = 2.93 gram
30 = 13.96 gram
23 = 3.59 gram
11 = 2.38 gram
Jumlah bobot sampel = 25 gram
Dit : % Tertinggal
Penye :
3.65
% Residu = x 100 % = 14.6 %
25
2.93
% 72 = x 100 % = 11.72 %
25
13.96
% 30 = x 100 % = 55.84 %
25
3.59
% 23 = x 100 % = 14.36 %
25
2.38
% 15 = x 100 % = 9.52 %
25

b. Diameter rata-rata (d)


Rumus a.d
Diameter rata-rata =
∑.d

Dik :
Nomor (a) (d)
OPN Bobot Tertinggal Persen Tertinggal
(g) (%)
Residu 3.65 14.6
72 2.93 11.72
30 13.96 55.84
23 3.59 14.36
11 2.38 9.52

13
Dit : Diameter rata-rata sampel
Penye :
3.65 x 14.6
Residu = = 0.5025 gram/µm
106.04
2.93 𝑥 11.72
Nomor 72 = = 0.3238 gram/µm
106.04
13.96 x 55.84
Nomor 30 = = 7.3512 gram/µm
106.04
3.59 x 14.36
Nomor 23 = = 0.4862 gram/µm
106.04
2.38 x 9.52
Nomor 15 = = 0.2137 gram/µm
106.04

d. Diameter Partikel
Rumus ∑(a.d)
Diameter Partikel = ∑.d

Dik :
Nomor (a) (d)
OPN Bobot Tertinggal Persen Tertinggal
(g) (%)
Residu 3.65 14.6
72 2.93 11.72
30 13.96 55.84
23 3.59 14.36
11 2.38 9.52
Dit : Diameter partikel
Penye :
Diameter Partikel
(3.65 𝑥 14.6)+(2.93 𝑥 11.72)+(13.96 𝑥55.84)+(3.59 𝑥 14.36)+(2.38 𝑥9.52)
= 106.04
941.3678
= 106.04

= 8.8775 µm
= 8.9 µm

14
4.3 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan mikromeritik dengan metode
pengayakan. Menurut Martin (1993), Mikromeritik merupakan ilmu dan teknologi
yang mengukur partikel-partikel kecil. Salah satu metode penentuan ukuran partikel
adalah pengayakan. Metode ayakan merupakan metode yang paling sederhana untuk
mengukur ukuran rata-rata partikel.
Hal yang pertama dilakukan menyiapkan alat dan bahan, dibersihkan alat
dengan alkohol 70% hal ini bertujuan untuk menghilangkan bakteri pada alat yang
digunakan. Menurut Syamsuni (2006), hal ini juga bertujuan agar alat yang
digunakan steril karena persyaratan utama dalam membuat sediaan harus dalam
keadaan bersih.
Kemudian disusun ayakan dari nomor OPN 72 paling atas dan nomor OPN 15
paling bawah. Menurut Retno,dkk (2016), metode ayakan dilakukan dengan
menyusun ayakan dari nomor opn yang tertinggi (yang paling atas) sampai pada
nomor opn yang terrendah (yang paling bawah) hal ini bertujuan agar partikel-
partikel yang tidak terayak (residu) yang ukurannya sesuai dengan nomor ayakan.
Jika nomor ayakan besar maka residu yang diperoleh memiliki ukuran partikel besar.
Prinsip dari ayakan opn menurut Hukkie (1962), Semakin besar ukuran opn pada
ayakan maka semakin besar ukuran diameter partikel yang dapat lolos. Semakin kecil
ukuruan opn pada ayakan maka semakin kecil partikel yang tertahan pada ayakan,
semakin lama pengayakan maka akan didapatkan produk akhir yang semakin kecil.
Selanjutnya ditimbang laktosa dan talkum masing-masing 25 gram.
Pengukuran diameter laktosa dan talkum dilakukan dengan melihat ukuran partikel
yang relative lebih kecil yaitu dengan memasukkan laktosa dan talcum secara
bersamaan ke dalam ayakan opn yang telah disusun kemudian dilakukan proses
pengayakan
Selanjutnya ayak laktosa dan talkum dalam waktu 10 menit secara konstan. 10
menit dianggap waktu yang optimum untuk pengayakan. Menurut Abdul Rahman
(2012), waktu atau lama pengayakan (waktu optimum) jika terlalu lama akan

15
menyebabkan hancurnya serbuk sehingga serbuk yang seharusnya tidak terayak akan
menjadi terayak dan jika waktunya terlalu cepat maka tidak terayak sempurna.
Menurut Sudjaswadi (2002), tujuan pengayakan secara konstan, karena ditujukan
untuk menghindari pemaksaan partikel besar melewati ayakan akibat tingginya
intensitas pengayakan atau tertahannya partikel kecil akibat lambatnya intensitas
pengayakan dan mempengaruhi hasil partikel yang diperoleh.
Timbang laktosa yang tertinggal pada masing-masing ayakan pada neraca
analitik. Hasil persen yang tertinggal residu adalah 7.64 % dan didapatkan diameter
partikelnya 16.2135µm atau dibulatkan jadi 16.2µm.
Selanjutnya di timbang talkum yang tertinggal pada masing-masing ayakan
pada neraca analitik. Mohon maaf sebelumnya jadi hasil yang di dapatkan %
tertinggal residu talkum,dan di dapatkan diameter partikelnya 8.8775µm atau
dibulatkan jadi 8.9µm.Menurut Dirjen POM (2015), talkum memiliki butir kecil
diameter <10 µm, butir. Sedangkan menurut Rowe (2009), laktosa memiliki ukuran
partikel <30 µm.
Kemungkinan kesalahan yang mungkin terjadi dalam praktikum ini adalah
kurang teliti dalam penimbangan bobot tertinggal yang menyebabkan kesalahan pada
hasil akhir, ayakan yang tidak bersih, menggerakkan pengayak yang tidak konstan
baik dari cara pengayakan dan waktu sehingga mempengaruhi jumlah partikel yang
tertinggal di masing-masing ayakan.

16
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan dapat
disimpulkan bahwa dalam mengukur diameter partikel laktosa dan talkum dengan
metode ayakan didapatkan hasil perhitungan diameter partikel laktosa adalah 16.21
µm dan talkum adalah 10.3 µm. Menurut Dirjen POM (2015), talkum memiliki butir
kecil diameter <10 µm, butir. Sedangkan menurut Rowe (2009), laktosa memiliki
ukuran partikel <30 µm.
5.2 Saran
5.2.1 Asisten
Diharapkan adanya kerja sama antara asisten dan praktikan lebih ditingkatkan
dengan banyak memberi banyak materi atau pengetahuan mengenai yang akan
dilakukan di laboratorium saat praktikum.
5.2.2 Laboratorium
Diharapkan adanya penambahan sarana dan prasarana laboratorium agar lebih
lengkap sehingga jalannya praktikum dapat terlaksana dengan baik dan sesuai dengan
yang di inginkan.
5.2.3 Jurusan
Diharapkan untuk dapat menambah jumlah alat-alat laboratorium agar waktu
praktikum lebih efektif

17

Anda mungkin juga menyukai